Korespondensi berkenaan artikel ini dapat dialamatkan ke-email: [email protected]
FUNGSI BAHASA DALAM SELOKO ADAT PERKAWINAN
MASYARAKAT DESA TANTAN KECAMATAN SEKERNAN
KABUPATEN MUARO JAMBI
Maizar Karim, Larlen dan Indriyani*
FKIP Universitas Jambi
ABSTRACT
The result of the research shows that the function of the language found in
the seloko of the marriage custom of Tantan Village of Sekernan Sub-
district of Muaro Jambi Regency is the first of the Informational Function
which include: custom kato or kato hukum, kato kias, maxim-petitih, and
pantun. both expressive functions which include; proverbs, quiz words,
pantun-rhymes and kato penyelo. all three aesthetic functions include; kias
kias, apit-petitih, and pantun. all four directive functions include; pantun,
kata kias, penyelo word, adat word and word of law, and adage-petitih. the
five fatik functions that include; kato invite and kato penyelo.
Hasil penelitian menunjukan bahwa Fungsi Bahasa yang ditemukan dalam seloko adat perkawinan masyarakat Desa Tantan Kecamatan Sekernan Kabupaten Muaro Jambi adalah yang pertama Fungsi Informasional yang meliputi: kato adat atau kato undang, kato kias, pepatah-petitih, dan pantun. kedua fungsi ekspresif yang meliputi; pepatah-petitih, kata-kata kias, pantun-pantun dan kato penyelo. ketiga fungsi estetik meliputi; kato kias, pepatah-petitih, dan pantun. keempat fungsi direktif meliputi; pantun, kata kias, kata penyelo, kata adat dan kata undang, serta pepatah-petitih. kelima fungsi fatik yang meliputi; kato undang dan kato penyelo. Keywords ; Function Language, Seloko Customary Marriage Community
of Tantan Village
PENDAHULUAN
Sastra Melayu Jambi merupakan bagian dari tradisi masyarakat
Melayu Jambi yang terus menerus mempunyai nilai kegunaan dan masih
dapat ditemukan di zaman modern pada saat ini. Sastra Melayu Jambi
memiliki kedudukan penting di kalangan masyarakatnya, baik di masa lalu
maupun di masa sekarang, karena Karya Sastra ini memperlihatkan
gambaran yang baik dari masyarakat Melayu Jambi.
Menurut Karim (2002:1) Sastra Daera Jambi adalah:
Sastra yang di sampaikan dengan bahasa Melayu Jambi.Bahasa Melayu
Jambi adalah bahasa yang digunakan oleh masyarakat penuturnya
sebagai alat komunikasi, baik oleh penduduk asli Melayu Jambi, maupun
penduduk pendatang yang relatif sudah lama menetap di daerah
Jambi.Bahasa ini termasuk ke dalam rumpun Bahasa Melayu.
Fungsi Bahasa Dalam Seloko Adat Perkawinan Mastarakat Desa Tantan Kecamatan Sekernan Kabupaten Muaro Jambi.
Dalam berinteraksi antarmasyarakat adat maupun antarpemimpin
dengan masyarakat adatnya, masyarakat adat Melayu Jambi berpedoman
pada pepatah petitih dan seloko adat yang dijadikan pegangan dalam
melakukan interaksi sosial di tengah masyarakat. Karim (2002:1)
mengatakan bahwa: Seloko dalam sastra lisan daerah Jambi disebut
seluko, sloko, berasal dari Bahasa Sansakerta cloka, yaitu bentuk puisi
dalam Mahabrata dan Ramayana di India.Sajak-sajak dalam yang berupa
cloka dalam kitab itu amat sederhana, terdiri dari 4-8 suku kata, tidak
terlalu memperhatikan persajakan.Dalam Bahasa Melayu yang dinamakan
seloko itu ialah suatu sajak yang terdiri dari empat baris yang masing-
masing baris memiliki empat kata yang terdiri dari 8-11suku kata.
Seloko juga merupakan karya sastra Melayu Jambi yang
didalamnya terkandung Fungsi Bahasa yaitu hubungan antara suatu
unsur bahasa dengan unsur-unsur lain dalam konteks komunikasi yang
luas. Fungsi-fungsi tersebut yaitu: Fungsi Informasional, Fungsi Ekspresif,
Fungsi Direktif, Fungsi Estetik dan Fungsi Fatik.
Seloko adat slalu digunakan dalam setiap pelaksanaan acara adat
perkawinan seperti; 1.ngantar tando, 2.tunangan sekaligus nerimo adat
atau hantaran adat, 3.perkawinan atau akad nikah, 4.belarak penganten di
hari resepsi pernikahan. Dalam penelitian ini, peneliti mengambil keempat
upacara adat tersebut untuk dijadikan objek penelitian di Desa Tantan
Kecamatan Sekernan Kabupaten Muaro Jambi. Salah satu contoh seloko
yang sering digunakan masyarakat Desa Tantan dalam upacara adat
perkawinan adalah: “Bak aur dengan tebing,tebing sayang aur, aur
sayang tebing”.
Maksud dari seloko di atas adalah Bak aur dengan tebing, tebing
sayang aur, aur sayang tebing, mempunyai maksud bahwa aur dengan
tebing itu saling menguatkan, aur menguatkan tebing, tebing menguatkan
aur, sepertihalnya sebuah perkawinan harus saling menguatkan satu
degan yang lain.
Masyarakat Desa Tantan adalah salah satu masyarakat yang
memiliki dan memegang teguh adat istiadat yang diajarkan oleh orang tua
terdahulu, salah satunya adalah penuturan seloko adat. Dalam
pelaksanaan upacara adat perkawinan masyarakat Desa Tantan
Kecamatan Sekernan Kabupaten Muaro Jambi seloko adat biasanya
dituturkan oleh nenek mamak, tuo tengganai dan pemuko adat, penuturan
ini dilakukan pada setiap upacara adat di depan khalayak ramai.
Dipilihnya Desa Tantan Kecamatan Sekernan Kabupaten Muaro
Jambi ini sebagai lokasi penelitian didasarkan pada bebrapa alasan, yaitu;
1.Masyarakat Desa Tantan masih menuturkan seloko adat dalam upacara
adat perkawinan, 2.Seloko yang terdapat di Desa Tantan masih kental
dengan adat Melayu Jambi, 3.Seloko adat di Desa Tantan perlu
Indriyani
dilestarikan dan dijaga dengan baik karena merupakan warisan budaya
turun-temurun dari zaman dahulu.
Dipilihnya seloko adat perkawinan sebagai objek penelitian
dikarenakan peneliti ingin mengetahui secara mendalam tentang seloko
adat perkawinan, sekaligus bertujuan untuk melestarikan budaya lokal
sehingga seloko upacara adat perkawinan masyarakat Desa Tantan
Kecamatan Sekernan Kabupaten Muaro Jambi tidak hilang seiring dengan
perkembangan zaman yang semakin maju. Selain itu tujuan dipilihnya
seloko adat perkawinan ini agar para anak-anak muda tidak lupa pada
seloko yang merupakan tradisi budaya Melayu Jambi yaitu seloko adat
yang diucapkan pada setiap upacara adat, baik upacara adat perkawinan
maupun upacara adat lainya.
Dalam penelitian ini peneliti akan mengkaji fungsi Bahasa yang
terdapat dalam seloko adat perkawinan di Desa Tantan Kecamatan
Sekernan Kabupaten Muaro Jambi. Adapun fungsi tersebut menurut
Leech (1981) adalah: 1. Fungsi Informasional, 2. Fungsi Ekspresif, 3.
Fungsi Estetik, 4. Fungsi Direktif Dan 5. Fungsi Fatik. Dipilihnya fungsi
Bahasa karena mengandung informasi tentang sejarah kehidupan,
ekspresi pikiran, perasaan, sikap dan penalaman kemudian mengandung
nilai-nilai keindahan, pesan, nasihat dan ajaran tentang kehidupan. Oleh
karena itu seloko adat perkawinan di Desa Tantan Kecamatan Sekernan
Kabupaten Muaro Jambi penting dan menarik untuk dijadikan objek
penelitian.
Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan maka peneliti
tertarik untuk melakukan penelitian tentang fungsi Bahasa seloko adat
Melayu Jambi dengan judul “ Fungsi Bahasa Dalam Seloko Adat
Perkawinan Masyarakat Desa Tantan Kecamatan Sekernan Kabupaten
Muaro Jambi”.
Batasan Masalah
Peneliti membatasi penelitian ini pada fungsi Bahasa dalam seloko
adat, khususya seloko adat perkawinan Masyarakat Desa Tantan
Kecamatan Sekernan Kabupaten Muaro Jambi.
Rumusan Masalah
Rumusan masalah penelitian ini adalah Fungsi Bahasa apa saja
yang terdapat dalam seloko adat perkawinan masyarakat Desa Tantan
Kecamatan Sekernan Kabupaten Muaro Jambi?
Tujuan
Fungsi Bahasa Dalam Seloko Adat Perkawinan Mastarakat Desa Tantan Kecamatan Sekernan Kabupaten Muaro Jambi.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan Fungsi Bahasa yang
terdapat dalam seloko adat perkawinan masyarakat Desa Tantan
Kecamatan Sekernan Kabupaten Muaro Jambi.
Manfaat
Peneliti tentang fungsi bahasa dalam seloko adat perkawinan masyarakat
Desa Tantan Kecamatan Sekernan Kabupaten Muaro Jambi diharapkan
dapat memberikan manfaat kepada berbagai pihak baik manfaat teoretis
maupun manfaat praktis. Secara teoretis penelitian ini dapat bermanfaat
sebagai bahan penyumbang dan pengembangan ilmu bahasa khususnya
seloko adat perkawinan masyarakat Desa Tantan Kecamatan Sekernan
Kabupaten Muaro Jambi. Sedangkan manfaat praktis sebagai bahan
referensi bagi peneliti lain yang tertarik mengkaji seloko adat dalam kajian
lain dan sebagai bahan pembendaharaan pustaka atau sebagai
dokumentasi guna untuk mempertahankan budaya Melayu dalam seloko
adat perkawinan masyarakat Desa Tantan Kecamatan Sekernan
Kabupaten Muaro Jambi agar tidak terpengaruh oleh adat modern.
KAJIAN PUSTAKA
Pengertian Seloko
Seloko merupakan bagian dari sastra lisan.Sastra lisan pada
hakikatnya tidak lepas dari ciri yang mewarnainya pada karya sastra
tersebut, yaitu ciri kedaerahannya yang bersifat tradisional, sebab
pertumbuhan sastra lisan berpangkal tolak dari kehidupan daerah. Oleh
karena itu menyebut karya sastra lisan dengan sendirinya yang dimaksud
adalah sastra lisan yang berciri kedaerahan atau dengan kata lain sastra
daerah lisan (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jambi,
1979). Dalam buku Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi
Jambi (1979) menjelaskan sastra daerah lisan adalah karya sastra yang
lahir dengan mempergunakan bahasa daerah. Penyebaran dan pewarisan
secara lisan pada umumnya tidak diketahui siapa penciptanya. Oleh
karena itu, penyebaranya secara lisan dengan sendirinya tidak terlepas
dari kemungkinan adanya suatu variasi atau penyimpangannya didalam
penuturannya, meskipun diucapkan oleh penutur yang sama. Adanya
variasi atau penyimpangan penuturan mengakibatkan terciptanya variasi-
variasi baru pada data yang sama.
Bahasa
Bahasa merupakan sarana yang sangat penting dalam kehidupan
manusia, yaitu sebagai alat komunikasi, tanpa adanya Bahasa kita tidak
dapat berinteraksi dengan orang lain. Oleh karena itu Bahasa berfungsi
Indriyani
sebahgai sarana untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan seseorang
kepada orang lain. Mengingat pentingnya Bahasa itu, baik Bahasa
Indonesia maupun Bahasa Daerah maka perlu diadakan pembinaan dan
pengembangan Bahasa tersebut. Setiap daerah mempunyai tutur dan
unsur Bahasa tersendiri. Di Indonesia terdapat 480 ragam Bahasa daerah,
salah satunya adalah Bahasa Melayu Jambi. Bahasa Melayu Jambi
memiliki kedudukan dan fungsi yang sama dengan Bahasa-bahasa
daerah lainnya. Bahasa daerah berfungsi sebagai 1. Lambang
kebanggaan daerah, 2. Lambang identitas daerah, 3. Sarana komunikasi
didalam keluarga dan masyarakat daerah,4. Pendukung kebudayaan
daerah. Chaer, (1995: 297).
Fungsi Bahasa
Hal yang berkaitan dengan fungsi bahasa dalam seloko
berpedoman pada fungsi-fungsi bahasa secara umum menurut konsep
Leech (1981) yang meliputi fungsi informasional (informasional function),
fungsi ekspresif (expressive function), fungsi direktif (directive function),
fungsi estetik (aesthetic function) dan fungsi fatik (phatic function).
Jenis-jenis fungsi Bahasa tersebut yang dapat diidentifikasi dalam
seloko dapat dijabarkan berikut ini.
Fungsi Informasional
Fungsi informasional, yaitu bahasa yang berfungsi sebagai alat
untuk menyampaikan informasi (Leech, 1977:47). Dalam seloko fungsi
informasional berkaitan dengan bentuknya sebagai karya sastra yang
dimanfaatkan untuk menyampaikan informasi mengenai bagaimana
sejarah dan bagaimana masyarakat harus berprilaku dalam kehidupan
sehari-hari.
Fungsi Ekspresif
Fungsi ekspresif, dipakai untuk mengungkapkan perasaan dan
sikap penuturnya, misalnya kata-kata sumpah serapah dan kata-kata
seru.Jika dalam fungsi informasional yang dipentingkan makna
konseptual, dalam fungsi ekspresif yang dipentingkan makna afektif
(Leech, 1977:47).
Fungsi Estetik
Fungsi estetik yaitu penggunaan bahasa berkaitan dengan karya
seni (Leech, 1977:48).Misalnya pantun, dalam seloko mengemban fungsi
estetik karena kapasitasnya sebagai salah satu genre sastra, seloko tidak
terlepas dari sifat karya sastra yang mengandung nilai-nilai keindahan
(estetika). Karena sifat khas karya sastra yang mengandung nilai-nilai
Fungsi Bahasa Dalam Seloko Adat Perkawinan Mastarakat Desa Tantan Kecamatan Sekernan Kabupaten Muaro Jambi.
keindahan, dengan sendirinya bait-bait dalam seloko mengemban fungsi
estetik.
Fungsi Direktif
Fungsi direktif, yaitu jika bahasa yang digunakan bertujuan untuk
mempengaruhi perilaku atau sikap orang lain. Contoh fungsi ini adalah
pada ujaran yang berupa perintah dan permohonan (Leech, 1977:48).
Fungsi Fatik
Fungsi fatik, yaitu fungsi bahasa yang digunakan untuk menjaga
hubungan sosial secara baik dan menjaga agar komunikasi tetap
berkesinambungan (Leech, 1977:48). Menurut Leech (1981) fungsi yang
terakhir ini berorientasi kepada saluran yang dipakai dalam komunikasi.
Saluran yang dimaksud adalah pengunaan bahasa untuk memelihara
kontak antara pembicara atau penutur dengan pendengar atau petutur
(Lihat Jacobson, dalam Allen dan Corder, 1973:53).
Upacara Adat Perkawinan Melayu Jambi
Perkawinan merupakan fase kehidupan manusia yang sangat
penting dan sakral.Dibandingkan dengan fase kehidupan lainnya, fase
perkawinan boleh dibilang terasa sangat spesial. Perhatian pihak-pihak
yang berkepentingan dengan acara tersebut tentu akan banyak tertuju
kepadanya, mulai dan dari memikirkan proses akan pernikahan,
persiapannya, upacara pada hari perkawinan, hingga setelah upacara
selesai digelar. Yang ikut memikirkan tidak saja calon pengantinnya saja,
baik laki-laki maupun perempuan, tetapi yang paling utama juga termasuk
orang tua dan keluarganya karena perkawinan mau tidak mau pasti
melibatkan mereka sebagai orang tua-tua yang dihormati.
Lamaran/Ngantar Tando
Sebelum diadakan acara lamaran/ngantar tando, biasanya akan
ada utusan dari pihak laki-laki yang akan bertanya, ataupun
bersilahturahmi ke keluarga perempuan. Utusan ini akan mencari tau
apakah anak perempuan yang dimaksud sudah di kundang orang atau
sudah ada yang melamar. Setelah itu baru akan dilakukan prosesi
lamaran. Adapun yang dihantarkan pihak laki-laki kepada pihak
perempuan sebagai tanda pengikat diantaranya pakaian perempuan
sepelulusan, sirih pinang senampan, cicin emas belah rotan. Penyerahan
hantaran ini merupakan pertanda bahwa pihak laki-laki telah resmi
melamar pihak perempuan.
Ulur Hantar Serah Terimo Adat/Ngantar Adat
Indriyani
Setelah acara ngantar tando dilaksanakan, maka tibalah hari
berlanjut pada proses hantaran adat dimana proses ini telah disepakati
sebelumnya oleh kedua belah pihak. Sebelum pengisian dan pengantaran
adat, nenek mamak kedua belah pihak bermusyawarah untuk
membicarakan apa saja adat yang diisi, lembago yang dituang pada hari
pengantaran adat.Bukan besar atau kecilnya antaran, tetapi ditentukan
oleh kepatuhannya memenuhi dan melaksanakan tuntutan adat.
Perkawinan Atau Akad Nikah
Hari pelaksanaan akad nikah biasanya mendekati hari resepsi
pernikahan, berjarak sekitar satu minggu sebelum resepsi pernikahan.
Pada hari akad nikah ini sebelumnya telah disepakati nenek–mamak
kedua belah pihak. Maka dilakukanlah proses akad nikah tersebut yang
merupakan kewajiban hukum syara’. Sebelum akad nikah biasanya ada
beberapa pertanyaan dari nenek mamak kepada mempelai laki-laki
seperti; 1.masalah agama, 2.mengenai mas kawin yang di minta oleh
mempelai perempuan. Setelah melaksanakan akad nikah mempelai laki-
laki boleh langsung tinggal di rumah mertua atau ada tenggang waktu
untuk tinggal di rumah mertua, hal ini disesuaikan dengan ikat buat janji
semayo antara kedua belah pihak.
Resepsi Pernikahan/Penganten
Acara puncak dari suatu perkawinan orang Jambi, ialah pesta
perkawinan, sedekah penganten atau belarak penganten.Pada hari itu
ditampilkan hiburan, dipajang hiasan-hiasan dan lain sebagainya.
Adapun rangkaian upacara pada hari pernikahan tersebut adalah:
a. Menjemput Sekaligus Belarak Penganten
b. Penyambutan
c. Serah Terimo
d. Buka Lanse
e. Tunjuk Ajar Tegur Sapo
f. Iwa(Pengumuman Peresmian Pernikahan).
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif tidak berupa angka atau
Fungsi Bahasa Dalam Seloko Adat Perkawinan Mastarakat Desa Tantan Kecamatan Sekernan Kabupaten Muaro Jambi.
koefisien tentang hubungan variabel, tetapi berupa data yang kata-kata
tertulis maupun lisan yang dihasilkan sesuai dengan fakta yang ditemukan
di lapangan berdasarkan kepada penomena yang diteliti.
Jenis pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode deskriptif. Sugiyono (2011: 29) “penelitian deskriptif adalah
sebuah penelitian yang bertujuan unutk memberikan atau menjabarkan
suatu keadaan atau fenomena yang terjadi saat ini dengan menggunakan
prosedur ilmiah untuk menjawab masalah secara aktual.
3.2 Kehadiran Peneliti
Kehadiran peneliti pada penelitian ini, peneliti sebagai pengamat
penuh. Peneliti terlibat langsung dalam semua kegiatan baik itu kegiatan
observasi, wawancara dan dokumentasi. Peneliti melakukan wawancara
langsung kepada narasumber terkait sebagai petutur seloko adat, peneliti
juga melakukan wawancara terhadap narasumber lain agar mendapatkan
data yang lebih akurat, lengkap dan bervariasi.
3.3 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian yang dipilih adalah Desa Tantan Kecamatan
Sekernan Kabupaten Muaro Jambi. Dipilih Desa Tantan sebagai lokasi
penelitian dikarenakan peneliti merupakan penduduk asli desa tersebut
sehingga peneliti mengetahui adat yang dipakai didaerahnya. Selain itu,
Desa Tantan merupakan penduduk asli Jambi yang masih mengunakan
seloko adat yang berlaku di Provinsi Jambi.
3.4 Data Dan Sumber Data
Data penelitian ini adalah fungsi Bahasa dalam seloko adat
perkawinan masyarakat Desa Tantan Kecamatan Sekernan Kabupaten
Muaro Jambi. Data ini diperoleh langsung dengan mewawancarai tuo
tengganai yang menuturkan seloko adat tersebut dalam upacara adat
perkawinan yang berlaku di Desa Tantan.
Sumber data penelitian ini adalah seloko adat perkawinan
masyarakat Desa Tantan Kecamatan Sekernan Kabupaten Muaro Jambi
diperoleh dari informan yang biasanya berseloko dalam upacara adat
perkawinan di Desa Tantan. Agar data yang diperoleh dijamin
kesahihannya, maka peneliti memilih seseorang untuk dijadikan informan
yang benar-benar mengerti tentang seloko adat yang dituturkan di Desa
Tantan.
3.5 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama
dalam penelitian.Karena tujuan utama penelitian adalah mendapatkan
data. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah berikut ini:
3.5.1 Observasi
Sebelum dan pada saat penelitian berlangsung, peneliti melakukan
pengamatan dan berinteraksi langsung dengan penutur soloko adat
Indriyani
masyarakat Desa Tantan. Observasi ini bertujuan untuk memudahkan
peneliti untuk mampu memahami konteks data dalam keseluruhan
konteks data dan situasi sosial, akan diperoleh pengalaman langsung
serta peneliti dapat melihat hal-hal yang kurang atau tidak diamati orang
lain.
3.5.2 Wawancara Tak Berstruktur
Wawancara mendalam secara langsung dilakukan oleh peneliti
kepada informan guna mendapatkan data yang lebih jelas, baik itu data
yang berupa seloko maupun mengenai fungsi Bahasa yang terdapat
dalam seloko. Wawancara mendalam adalah teknik pengumpulan data
yang didasarkan pada percakapan secara intensif dengan tujuan untuk
mendapatkan berbagai informasi manyangkut masalah yang diajukan
dalam penelitian ini.
Menurut Sugiyono (2010: 233) wawancara mendalam atau
wawancara tak berstruktur merupakan “wawancara yang bebas dimana
peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun
secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan data”. Wawancara
dilakukan terhadap responden yang dianggap dapat membantu
memecahkan permasalahan dalam penelitian.
3.5.3 Catatan Lapangan
Kegiatan ini dilakukan untuk mengetahui data dari identitas penutur
seloko adat, dapat mengetahui tentang seloko adat yang belum lengkap
dituturkan oleh penutur seloko adat perkawinan dan mengetahui
mengenai pesan yang didapat oleh peneliti mengenai fungsi Bahasa apa
saja yang terdapat dalam seloko adat perkawinan masyarakat Desa
Tantan Kecamatan Sekernan Kabupaten Muaro Jambi.
3.6 Teknik Analisis Data
Untuk menganalisis data dalam penelitian ini, peneliti
menggunakan teknik baca markah, teknik baca markah yaitu melihat
langsung pemarkah yang diteliti. Teknik tersebut dikemukakan oleh
Sudaryanto (Yuza, 2010: 30) “Dalam suatu penelitian peneliti melihat
langsung pemarkahnya, maka teknik ini disebut dengan teknik baca
markah.
Teknik ini dilakukan dengan cara:
a. Sebelum data dianalisis, terlebih dahulu hasil rekaman mengenai
seloko adat masyarakat Desa Tantan dipindahkan dalam bentuk teks
tertulis.
b. Setelah dipindahkan dalam bentuk teks tertulis, lalu teks tersebut
dibaca dengan cermat.
c. Tandai teks yang sesuai dengan fungsi Bahasa terkait mengenai
fungsi informasional, fungsi eksresif, fungsi direktif, fungsi estetik dan
fungsi fatik.
Fungsi Bahasa Dalam Seloko Adat Perkawinan Mastarakat Desa Tantan Kecamatan Sekernan Kabupaten Muaro Jambi.
d. Penyajian data. Setelah data ditandai, kemudian disajikan dalam
bentuk tabulasi. Melalui tabulasi tersebut data dianalisis sesuai dengan
fungsi Bahasa dalam seloko adat perkawinan masyarakat Desa
Tantan terkait fungsi informasional, fungsi eksresif, fungsi direktif,
fungsi estetik dan fungsi fatik. Kemudian untuk mengetahui
kebenarannya dosen pembimbing memberikan tanda ceklis pada
setiap data yang mengandung fungsi informasional, fungsi eksresif,
fungsi direktif, fungsi estetik dan fungsi fatik.
e. Verivikasi, yaitu penarikan simpulan sementara, sesuai dengan hasil
analisis.
f. Hasil akhir, hasil akhir ini nantinya akan menjawab permasalahan
tentang fungsi Bahasa dalam seloko adat perkawinan masyarakat
Desa Tantan Kecamatan Sekernan Kebupaten Muaro Jambi terkait
fungsi informasional, fungsi eksresif, fungsi direktif, fungsi estetik dan
fungsi fatik.
3.7 Pengecekan Keabsahan Data
Pengecekan keabsahan data dalam penelitian ini bertujuan agar
hasil yang diperoleh benar-benar dapat dipertanggungjawabkan.
Keabsahan hasil penelitian data diuji dengan teknik Trianguasi teori.
Sumber dan metode untuk menetapkan keabsahan data dengan cara
menguji data yang diperoleh, sesuai denganteori yang ada jiga
memanfaatkan intuisi keabsahan yang dimiliki oleh peneliti sebagai
penutur asli Bahasa Melayu. Untuk menjamin keabsahan data sesuai
dengan tujuan tenelitian, selanjutnya peneliti memastikan data penelitian
maka dilakukan pengecekan dengan teknik introspeksi.
Menurut Mahsun (2005: 101) “Metode introspeksi merupakan
metode penyediaan data dengan memanfaatkan intuisi kebahasaan
peneliti yang meneliti bahasa yang dikuasainya untuk menyediakan data
yang diperlukan bagi anlisis sesuai dengan tujuan penelitian”. Teknikini
digunakan sebagai teknik tambahan serta peneliti juga mengkonsultasikan
dengan dosen pembimbing yang sudah menguasai kajian penelitian ini.
METODE PENELITIAN
Pendekatan dan Jenis Penilitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kualitatif.Pendekatan ini tergambar dari tujuan yang dirumuskan, metode
pengumpulan data dan data yang dikumpulkan berupa wacana, tuturan
atau kalimat.Penelitian ini menghendaki pengolahan data tanpa
perhitungan secara statistik.Penelitian kualitatifdapat diartikan sebagai
Indriyani
“Penelitian yang tidak mengadakan perhitungan” (Moleong, 2009:3).Selain
itu penelitian kualitatif, yaitu “Penelitian yang menghasilkan data deskriptif
berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang
dapat diamati” Bodgan dan Taylor (Moleong, 2009:4).
Kehadiran Peneliti
Peneliti berperan sebagai pengamat partisipan.Untuk memeperoleh
data yang alamiah kehadiran peneliti sangat penting sekali dalam
penelitian ini, yang berfungsi sebagai instrumen dan pengumpul data dari
percakapan yang berlangsung.Kehadiran peneliti di lapangan bertujuan
untuk mengumpulkan data dari informan. Peneliti hadir di tengah-tengah
masyarakat pemakai bahasa untuk mendengarkan serta membuat catatan
lapangan dari informan untuk mendeskripsikan data yang bermuatan
implikatur percakapan menyuruh .
Data dan Sumber Data
Data dalam penelitian ini adalah tuturan implikatur percakapan
menyuruh pada orang dewasa dalam bahasa jawa di desa pulau
kerakap.Sedangkan sumber data penelitian ini adalah bersumber dari
informan masyarakat Pulau Kerakap yang bermuatan IP menyuruh.
Lolasi penelitian
Lokasi yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu di desa Pulau
Kerakap Kabupaten Bungo.
Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini peneliti menggunakan
teknik simak.Disebut metode simak karena memang berupa penyimakan
yang dilakukan dengan menyimak, yaitu menyimak penggunaan
bahasa.Ini dapat disejajarkan dengan metode pengamatan atau
observasi. Teknik simak digunakan dengan cara menyimak percakapan
menyuruh dalam bahasa Jawa di Desa Pulau Kerakap dengan
menggunakan bahasa Jawa, baik itu berupa bahasa lisan maupun bahasa
tulisan.
Teknik dasar dari metode ini dinamakan dengan teknik
sadap.Sudaryanto (1993:133) menyatakan bahwa “Penyimakan atau
metode simak itu di wujudkan dengan penyadapan. Untuk mendapatkan
data pertama-tama peneliti harus menyadap pembicaraan seseorang
atau beberapa orang”. Dalam hal ini, peneliti menyadap percakapan
menyuruh antara penutur dan petutur yaitu implikatur percakapan
menyuruh pada orang dewasa dalam bahasa jawa di desa pulau kerakap
kabupaten bungo untuk mendapatkan wacana percakapan yang
mengandung implikatur.
Fungsi Bahasa Dalam Seloko Adat Perkawinan Mastarakat Desa Tantan Kecamatan Sekernan Kabupaten Muaro Jambi.
Teknik Analisis Data
Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis
pragmatik. Sejalan dengan penjelasan Wiryotinoyo (2010:34-35)
menyatakan bahwa “ analisis pragmatik perlu dilakukakan umtuk
memperoleh pemecahan masalah makna pada T yang bermuatan IP”
Analisis pragmatik di gunakan untuk menjawab masalah-masalah
penelitian antara lain bagaimana suatu pragmatis suruhan dan latar
penyebab terjadinya IP pada masyarakat Desa Pulau Kerakap. Data yang
telah diperoleh diidentifikasikan dan di klasifikasi untuk mendapatkan
deskripsi yang jelas, rinci dan memadai seluk-beluk IP menyuruh di bawah
ini terdapat percakapan yang menggunakan IP menyuruh.
Langkah- langkah yang dilakukan peneliti dalam menganalsis data
sebagai berikut :
1. Menterjemahkan data ke dalam bahasa indonesia, yaitu data yang
diperoleh di lapangan adalah data yang berupa ujaran dalam Bahasa
Jawa di Desa Pulau Kerakap.
2. Mengidentifikasi data setalah data diterjemahkan kedalam bahasa
indonesia, Selajutnya peneliti mengidentifikasi ujaran-ujaran yang
mengikuti kerja sama dan sopan santun dan implikasinnya dengan
menggunakan analisis pragmatis.
3. Meninterpretasi dan mengklasifikasikan data. Data yang telah
diidentifikasikan yang mengandung IP kemudian diinterpretasikan dan
diklasifikasikan.
4. Membuat kesimpulan dari hasil penelitian dan analisis tersebut. Dari
hasil ini nanti akan mengahsilakan IP suruhan dalam bahasa Jawa.
Pemeriksaan Keabsahaan Data
Pemeriksaan keabsahan data dalam penelitian ini bertujuan agar
hasil penelitian yang diperoleh benar-benar dapat
dipertanggungjawabkan.Keabsahan data dalam penelitian ini dilakukan
dengan pengamatan dan triangulasi.Perpanjangan keikutsertaan berarti
peneliti tinggal di lapangan peneliti sampai kejenuhan pengumpulan data
tercapai Moleong (2008:327).Perpanjangan keikutsertaan juga merupakan
penyediaan rentang waktu yang memadai untuk mengambil peristiwa
komunikasi yang terjadi.Ketekunan pengamatan yang dimaksud adalah
mengadakan pengamatan dengan teliti dan rinci secara
berkesinambungan terhadap peristiwa komunikasi yang menonjol dalam
percakapan. Selanjutnya Moleong (2005:330) menyatakan bahwa
“Triangulasi adalah teknik pemerisaan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan
pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu”.
Indriyani
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Fungsi Bahasa Dalam Seloko Adat Perkawinan Masyarakat Desa
Tantan Kecamatan Sekernan Kabupaten Muaro Jambi
Fungsi Bahasa yang terkandung dalam seloko adat perkawinan
masyarakat Desa Tantan Kecamatan Sekernan Kabupaten Muaro Jambi
yaitu, (1) Fungsi Informasional, (2) Fungsi Ekspresif, (3) Fungsi Direktif,
(4) Fungsi Estetik, (5) Fungsi Fatik. Kelima fungsi Bahasa tersebut
terdapat dalam seloko adat perkawinan masyarakatdesa tantan
kecamatan sekernan kabupaten muaro jambi akan diuraikan satu persatu
sebagai berikut.
Fungsi Informasional
Fungsi ini mendeskripsikan bagaimana informasi pada seloko.
Seloko adat perkawinan Melayu Jambi, yang berbentuk kato adat atau
kato undang, kato kias, pepatah-petitih, dan pantun, menyimpan berbagai
informasi penting.
Kutipan (1)kato undang:
assalamuaaikum wr. wb. Wa’alaikumsalam wr.wb.
Ucapan salam dapat kita temukan informasi bahwa di kalangan
masyarakat Melayu telah menganut agama Islam. Ucapan-ucapan salam
demikian telah menjadi tradisi bagi umat Islam. Dengan demikian, hal
tersebut menginformasikan bahwa komunitas beracara ulur antar tersebut
memiliki karakter relegius Islam.
Kutipan (2) kato undang: datuk-datuk, nenek-mamak, tuo-tuo tengganai,
alim ulama, cerdik pandai.
Kata-kata tersebut menginformasikan bahwa pada acara tersebut
telah hadir orang-orang penting dari berbagai belah pihak. Di samping itu,
seloko tersebut tidak hanya menginformasikan kehadiran orang-orang
penting, tetapi juga menginformasikan bahwa hubungan antar mereka
begitu erat kekerabatannya.
Kutipan (3) kata-kata kias: Ibu-ibu nan bederau gelang di tangan dan
bersentok cincin di jari, bekain ujung serong, yang bersanggul lipat
pandan.
Kata-kata tersebut tidak hanya menginformasikan bahwa kaum ibu
sudah hadir, tetapi juga mereka menggunakan pakaian resmi, yang sesuai
dengan adat-istiadat. Di situ juga dapat ditangkap informasi yang
bermakna bahwa di kalangan komunitas Melayu, tidak ada diskrimanasi
antara kaum laki-laki dengan kaum perempuan.Sebagaimana yang
mempunyai kepentingan menghormati kaum laki-laki, juga menghormati
kaum perempuan.
Fungsi Bahasa Dalam Seloko Adat Perkawinan Mastarakat Desa Tantan Kecamatan Sekernan Kabupaten Muaro Jambi.
Kutipan (4) Pada kata kias lain, seperti: kami susun jari nan sepuluh, kami
tundukkan kepalo yang satu, ampun-ampun kepado yangtuo-tuo, minta
maaf kepado yang banyak.
Memperlihatkan informasi bahwa rasa rendah hati, tidak sombong,
dan begitu mengagungkan tamu, adalah tabiat orang Melayu. Hal itu
tersajikan juga dalam kata kias kutipan (5): naik sudah di kunkung dahan,
turun sudah di pasung baner.
Artinya menginformasikan bahwa setelah berumah tangga seorang
istritelah terbatas dalam bergaul, tidak sebebas waktu gadis, karena ada
suami yang harus dihormati dan dilayani.
Kutipan (6) Pada pepatah-petih: Kok bejalan lah sampai ke batas, kok
berlayar lah sampai pulo ke pulau.
Mengisyaratkan bahwa para tamu sudah sampai di tujuannya.
Semua rombongan telah hadir. Begitu pula di pihak yang menunggu,
mereka juga menginformasikan dalam selokonya bahwa mereka sudah
siap menerima rombongan tamunya sesuai dengan adat dan tradisi
mereka, seperti terungkap dalam pepatah-petitih kutipan (7) tanggolah
kami tegakkan, kok lawang lah kami bukak, tikarlah kami bentang pulak.
Mempersilahkan tamu untuk masuk dengan isyarat bahwa tangga
sudah ditegakkan, pintu sudah dibuka, dan tikar sudah di bentang.
Kutipan (8) pantun:
Batang belimbing di tengah laman
Uratnyo menyuruk ke bawah rumah
Idak elok kito berunding di tengah laman
Elok kito naik ke atas rumah
Batang cempedak di tengah laman
Uratnyo susun betindih
Idak elok kito tegak di laman
Elok kito naik makan-makan sirih
Menginformasikan bahwa dalam membicarakan suatu
perungdingan hendaklah kita duduk di dalam rumah agar apa yang kita
bicarakan dapat tersampaikan dengan baik. Artinya dalam adat melayu
sopan santun sangatlah penting, menghormati tamu adalah kewajiban, hal
itu terlihat pada bait terahir pada pantun Idak elok kito tegak di laman,
Elok kito naik makan-makan sirih, saat ada orang yang bertamu kerumah
masyarakat melayu jambi menyugukan makanan atau minuman sebagai
tanda sopan santun kepada tamu. Sama halnya dengan pantun dalam
kutipan (9) berikut ini:
Sirih kuning dalam nampan
Semak jerami lah jadi sesap
Sesap la jadi rimbo pulo
Indriyani
Sirih kami mohon di makan
Rokok kami silokan isap
Pangkal sembah permulaan kato.
Sirih kuning dalam nampan
Semak jerami lah jadi sesap
Sesap lah jadi rimbo rano
Sirih nenek mamak la kami makan
Tandonyo sembah la kami terimo.
Pantun tersebut menginformasikan bahwa sirih dan rokok
diibaratkan sebuah hidangan yang telah disediakan untuk menjamu para
tamu yang datang. Dan balasan pantun berikutnya Sirih nenek mamak la
kami makan, Tandonyo sembah la kami terimo.menjelaskan bahwa
hidangan yang disediakan telah di makan sebagai tanda hormat kepada
tamu yang datang.
Fungsi Ekspresif
Fungsi ekspresif termuat dalam seloko yang berupa pepatah-
petitih, kata-kata kias, pantun-pantun dan kato penyelo. Kutipan (10)
petatah-petitih: Kok tepian berpagar dengan baso, kok rumah berpagar
dengan adat, kok halaman bersapu dengan undang, ateh tutup bubungan
perak, bawah balareh sendi gading.
Seloko tersebut mengekspresikan bahwa suatu kaum itu memiliki
ketentuan-ketentuan yang berlaku. Meskipun, setiap orang memiliki
kebebasan, tetapi kebebasan itu ada batas-batas. Batas-batas tersebut
sudah diberi tanda bila ada pelanggaran, maka si pelanggar pasti akan
menerima sangsi dan akibat yang tidak dapat ditoleransi.
Kutipan (11) Dalam kato-kato penyelo: Manolah kami banyak iko...;
Iyo..yo...; Yo, bolehlah...; Oo..macam tu maksudnyo,
Memperlihatkan ekspresi spontan. Ekspresi ini cenderung
memperlihatkan rasa gembira, memberi semangat, dan menciptakan
keselarasan atau harmonisasi antara penutur dan petutur.
Kutipan (12) kata-kata kias:
semakin pandai semakin diaja, semakin tau semakin disapo. Sekecik-
keciknyo sematung dibelukar bilolah bebuah tuo namonyo.
Memperlihatkan ekspresi sikap yang harus dimiliki seseorang
bahwa semakin pandai orang tersebut hendaklah iya semakin diajar dan
semakin tau hendaklah semakin disapa, agar orang tersebut tidak
sombong dan membanggakan diri dengan kepandaiannya.
Kutipan (13) Kata kias:
Besar laut besar pulo gelombangnyo, surut air tentu kecik pulo riaknyo.
Fungsi Bahasa Dalam Seloko Adat Perkawinan Mastarakat Desa Tantan Kecamatan Sekernan Kabupaten Muaro Jambi.
Mengekspresikan pemikiran bahwa dalam biduk rumah tangga
banyak tantangan yang harus dihadapi dan tanggung jawab yang harus
dijalankan. Pantang menyerah dalam menghadapi setiap masalah dalam
rumah tangga.
Dalam mengekspresikan pemikiran, perasaan, sikap, dan
keyakinan yang dimiliki, masyarakat melayu Jambi juga menggunakan
pantun agar lebih ekspresif, terkesan halus dan santun.
Kutipan (14) pantun:
Bukannyo kacang sembarang kacang
Kacang melilit kayu beduri,
Bukannyo datang sembarang datang
Gedang maksud didalam hati,
Bukannyo kacang sembarang kacang
Pucuk dirateh ramo-ramo,
Bukannyo datang sembarang datang
Datang menepati janji lamo.
Pantun tersebut mengekspresikan pikiran, perasaan, sikap, dan
keyakinan,seperti pada bait 3 dan 4 mengekspresikan pemikiran dan
perasaan yang tersirat didalam hati kemudian pada bait 7 dan 8
mengekspresikan sikap dan keyakinan untuk datang menepati janji yang
lama di ucapkan, karena janji adalah hutang yang wajib dibayar.
Hal tersebut juga tersirat dalam pantun berikut ini:
Kutipan(15)
Ilir ke Jambi bergalah mumpo
Mudik ke Tebo berentak satang,
Pado janji idak kan lupo
Entahlah nyawo yang idak sedang.
Mengekspresikan sikap tanggung jawab dalam menepati janji,
meskipun nyawa menjadi taruhannya.
Fungsi Estetik
Fungsi estetik atau keindahan pada seloko Terdapat dalamkato
kias,pepatah-petitih, dan pantun.
Kutipan (16) Pantun:
Jumadil awal namonyo bulan
Hari duo puluh masuk bilangan
Sedikit nazam abang sampaikan
Tolonng sambut dengan kerelaan
Kutipan (17) pantun:
Tabuh bebunyi orangpun azan
Awal subuh fajar sidiki
Indriyani
Wahaijiwo belahan badan
Abang tibo dihadapan diri
Terlihat dari bunyi, kata-kata yang dipakai dalam setiap pantun
menggambarkan isi pikiran atau perasaan yang diucapkan dalam setiap
baris pantun. Melalui pantun tersebut, kita bisa merasakan perasaan apa
yang tersirat didalamnya, seperti bait pantun berikut: Sedikit nazam
abang sampaikan, Tolonng sambut dengan kerelaan. Pantun ini
menggambarkan bunyi nazam yang indah dan bait pantun berikut ini:
Wahai jiwo belahan badan, Abang tibo dihadapan diri, pantun ini
menggambarkan rayuan kepada mempelai perempuan sebagai tanda
cinta dari mempelai laki-laki. Mendengar bunyi yang menyerupai sesuatu
perkataan sering mengingatkan kita pada perkataan itu, dan tidak jarang
pula mengingatkan kita akan isi perkataan itu sekaligus.
Kutipan (18) pantun:
Elang terbang ditengah hari
Budak menabuh serunahnapiri
Datangnyo abang dek oooi aduhai kemari
Janji semayoyang ditepati
Terdapat unsur irama dalam pantun tersebut yang mengatur bunyi
sehingga menjadi lebih bermakna. Dalam dua baris di awal seloko yang
berupa pantun disediakan atau dibayangkan irama yang akan mengikat
pikiran atau perasaan yang hendak diucapakan dalam dua baris
berikutnya.Jadi, orang yang mendengar kedua baris yang pertama itu
dibuka hatinya untuk menerima apa yang hendak diucapkan padabaris
berikutnya.
Kutipan (19) Pantun:
Hari iko betepung tawar
Besok pagi barulah mandi
Jangan lamo tegak diluar
Silokan masuk belahan diri
Pantun tersebut mengisyaratkan balasan pantun diawal tadi,
artinya pendengar telah mengerti apa yang diiucapkan pada rayuan
pantun di atas dan menerima pujian tersebut dengan balasan pantun yang
menyanjung pula.
Kutipan (20) kato kias:
Jangan leko diujung tanjung meliat aek sedang ilir, jangan lengah dikebun
bungo nengok bungo sedang kembang,
Dilihat dari segi bahasanya seloko tersebut menggunakan kata
kiasan yang berbentuk keindahan yang diucapkan bukan makna yang
sebenarnya melainkan seumpamanya. Seloko ini juga tidak hanya
diucapkan pada acara perkawinan saja, tetapi orang tua juga
Fungsi Bahasa Dalam Seloko Adat Perkawinan Mastarakat Desa Tantan Kecamatan Sekernan Kabupaten Muaro Jambi.
menggunakan seloko ini untuk menasehati anaknya yang mau menikah
untuk dijadikan pedoman kelak dalam berumah tangga.
Fungsi Direktif
Seloko adat perkawinan Melayu Jambi menyimpan fungsi
direktif.Sebuah seloko itu memuat berbagai arahan, panduan, atau
mungkin berupa perintah.Melalui seloko-seloko tersebut, para pemangku
adat juga menyampaikan pesan, nasihat, tunjuk ajar, nila kebenaran dan
larangan. Seloko tersebut terdapat dalam bentuk pantun, kata kias, kata
penyelo, kata adat dan kata undang, serta pepatah-petitih.
Kutipan (21) pantun
Cincang pelupuh kulit baru
Ramo-ramo dirumah tinggal
Lusuh-lusuh diperbaharui
Adat lamo jangan ditinggal.
Pantun tersebutberisikan panduan sekaligus perintah bahwa adat
adalah meninggalan nenek moyang, jika sudah lama berarti harus
diperbaharui dan jangan ditinggalkan.
Kutipan (22) kato kias:
Kok tepian berpagar dengan baso, kok rumah berpagar dengan adat, kok
halaman bersapu dengan undang.
Ungkapan tersebut memberi penekanan bahwa setiap tempat
memiliki aturan-aturan yang tegas yang harus diikuti. Aturan-aturan
tersebut berlaku untuk semua orang.Peraturan itu, ada yang bersumber
dari keagamaan, dari adat, dan dari kebiasaan-kebiasaan yang disepakati.
Bila terjadi pelanggaran-pelanggan, baik sengaja atau tidak disengaja,
akan berakibat tertentu. Akibat-akibat tersebut bisa saja menimpa yang
berbuat kesalahan, atau lingkungan dimana kesalahan itu terjadi.Justru
karena itu, ada ketegasan, ada fungsi direktif, yang harus dipatuhi, diikuti
oleh khalayak atau suatu kaum.
Kutipan (23)kato adat:
Idak elok becakap ditengah laman, berunding sepanjang jalan, dirumah
sajo kito beriyo beridak, apolagi dirumah lah menunggu pulo nenek
mamak tuo tengganai nan bakato dulu sepatah, nan bajalan dulu
selangkah, cencangnyo memutus makannyo menghabiskan.
Kato adat tersebut menunjukkan pantang larang, ada juga yang
berisi peringatan-peringatan agar membicarakan sesuatu hendaklah
dengan mempersilakan yang lebih tua untuk memutuskan hasil
musyawarah yang baik agar tidak ada kesalahpahaman dikemudian hari.
Kutipan (24) kato penyelo:
Macam namo nenek mamak,,,, tunggu dulu nenek mamak,,,idak nenek
mamak,,,, kalu macam itu,,,
Indriyani
Kato penyelo ini menegaskan suatu pembicaraan, dalam fungsi
derektif kato penyelo ini memuat arahan kemana pembicaraan akan
dilanjutkan.
Kutipan (25) petatah-petitih:
Bekampuh lebar beuleh panjang, jangan bekampuh lebar cabik, beuleh
panjang putus.
Fungsi direktif yang bersifat larangan dan pantangan terdapat juga
dalam petatah-petitih seloko diatas yang menjelaskan bahwa jika sudah
menikah perangai sewaktu masih bujang atau gadis harus ditinggalkan.
Fungsi Fatik
Fungsi fatik yang paling dominan terdapat pada kato undang dan
kato penyelo. Kutipan (26) kato undang: Assalamualaikum Wr. Wb
Waalaikumsalam Wr. Wb,
Merupakan kata undang yang mengikat interaksi antara penutur
dengan petutur. Melalui medium salam, para pemangku adat tidak hanya
saling menyapa, tetapi juga mempererat hubungan antarkeduanya.
Melalui kata-kata seloko tersebut, mereka saling mendoakan, saling
menghormati, dan saling mengekspresikan akhlaqulkarimah. Hal ini tentu
akan dapat menciptakan suasana harmonis.
Kutipan (27) kato penyelo:
Manolah kami sebanyak iko,,,
Iyo... yo.... Yo bolehlah…
Oo..., macam tu maksudnyo,,,,
Silohkan Datuk-datuk segalonyo naik ke rumah,,,,
Elok jugo kami betanyo,,,,
kalu naik ke rumah Datuk-datuk,,,,
Ooo..., macam itu retinyo,,,
Kalu itu nan Datuk-datuk maksudkan,,,
sebenarnyo larang pantang itu idak ado,,,
memang kedatangan kami iko....
Hendak duo pantun seiring,,,
Macam iko Datuk-datuk,,,,
bak kato pepatah adat,,,
Nah, kalau kito semupakat,,,,
adopunrundingan kito,,,
Arti kato, lah sependapat kito tu,,,
Macam ikolah Datuk-datuk,,,,
Kata-kata penyelo tersebut memang fungsinya menjadi jembatan,
penyela, konjungsi, atau penghubung antara petutur dan penutur
sehingga tercipta komunikasi. Kata-kata ini biasanya hadir melekat pada
kata adat dan kata undang, pada pepatah-petitih, kata kias, dan pantun,
Fungsi Bahasa Dalam Seloko Adat Perkawinan Mastarakat Desa Tantan Kecamatan Sekernan Kabupaten Muaro Jambi.
tetapi secara keseluruhan tidak menyatu dengan seloko-seloko yang
disebut bagian-bagian terakhir. Kata-kata penyelo ini cenderung
menggunakan kata-kata keseharian, tidak mengandung banyak makna
kias. Ungkapan ini cenderung bersifat harfiah.
Pembahasan
Bertolak dari hasil penelitian ditemukan beberapa fungsi Bahasa
dalam seloko adat perkawinan masyarakat Desa Tantan Kecamatan
Sekernan Kabupaten Muaro Jambi yang menggunakan kata kias,
pribahasa, dan pepatah. Pertama ditemukan pada kutipan (3) :Ibu-ibu nan
bederau gelang di tangan dan bersentok cincin di jari, bekain ujung
serong, yang bersanggul lipat pandan. Seloko tersebut menggunakan
bahasa kiasan untuk menyampaikan maksudnya. Kedua ditemukan pada
kutipan (4) kami susun jari nan sepuluh, kami tundukkan kepalo yang
satu, ampun-ampun kepado yang tuo-tuo, minta maaf kepado yang
banyak. Kata kiasan juga digunakan dalam seloko tersebut untuk
menggambarkan kebiasaan orang melayu dalam bersosialisasi antar
masyarakat. Ketiga ditemukan pada kutipan (5) naik sudah di kunkung
dahan, turun sudah di pasung baner. Terlihat dari bahasa seloko tersebut
menunjukkan keterbatas pergaulan seseorang setelah menikah. Keempat
ditemukan pada kutipan (7) tanggolah kami tegakkan, kok lawang lah
kami bukak, tikarlah kami bentang pulak. Kalimat tersebut menggunakan
pribahasa untuk menggambarkan maksud dan tujuannya. Kelima
ditemukan pada kutipan (10) Kok tepian berpagar dengan baso, kok
rumah berpagar dengan adat, kok halaman bersapu dengan undang, ateh
tutup bubungan perak, bawah balareh sendi gading. Dilihat dari segi
kalimatnya, seloko tersebut menggunakan majas perbandingan, yang
membandingkan antara atap dan perak kemudian lantai yang bersedikan
gading. Keenam ditemukan pada kutipan (13) Besar laut besar pulo
gelombangnyo, surut air tentu kecik pulo riaknyo.
Menggunakan majas persamaan dalam petatah petitih yang diucapkan.
Ketujuh ditemukanpada kutipan (20) Jangan leko diujung tanjung meliat
aek sedang ilir, jangan lengah dikebun bungo nengok bungo sedang
kembang, dilihat dari segi bahasanya seloko tersebut menggunakan
bahasa kiasan agar lebih mudah disampaikan dan kemudian dimengerti
oleh pendengar maupun pembaca. Kedelapan ditemukan pada Kutipan
(23) Idak elok becakap ditengah laman, berunding sepanjang jalan,
dirumah sajo kito beriyo beridak, apolagi dirumah lah menunggu pulo
nenek mamak tuo tengganai nan bakato dulu sepatah, nan bajalan dulu
selangkah, cencangnyo memutus makannyo menghabiskan. Seloko
tersebut disampaikan secara pribahasa dalam beberapa kalimat namun
maknanya hanya satu tujuan saja. Kesembilan ditemukan pada Kutipan
Indriyani
(25) Bekampuh lebar beuleh panjang, jangan bekampuh lebar cabik,
beuleh panjang putus. Seloko tersebut menggunakan pribahasa yang
menegaskan bahwa jika sudah menikah perangai sewaktu masih bujang
atau gadis harus ditinggalkan.
PENUTUP
KESIMPULAN
Fungsi Bahasa yang terdapat dalam seloko adat perkawinan
masyarakat Desa Tantan Kecamatan Sekernan Kabupaten Muaro Jambi,
dapat ditemukan Fungsi Informasional, Fungsi Ekspresif, Fungsi Estetik,
Fungsi Direktif, dan Fungsi Fatik. Seloko yang ditemukan dalam bentuk
Fungsi Informasional sebanyak Sembilan seloko, yaitu: (1) kato
undang, yang diucapkan pada setiap awal pembicaraan sebagai kata
pembuka acara. (2) kato undang, yang diucapkan untuk menghormati
tamu yang datang. (3) seloko yang diucapkan padaacara ulur hantar
serah terimo adat. (4) Seloko adat yang diucapkap pada acara ulur
hantar serah terimo penganten. (5) seloko adatpada acara tunjuk ajar
tegur sapo penganten (6) seloko yang diucapkan pada acara ulur
hantar serah terimo adat. (7) seloko yang diucapkan pada acara ulur
hantar serah terimo adat. (8) Pantun seloko yang diucapkap pada acara
ulur hantar serah terimo penganten. (9) Pantun seloko yang diucapkan
pada acara ulur hantar serah terimo adat. Seloko yang ditemukandalam
bentuk Fungsi Ekspresif sebanyak enam seloko, yaitu: (1) seloko yang
diucapkan pada acara ulur hantar serah terimo adat. (2) Kato penyelo
yang diucapkan untuk menyambung pembicaraan.(3) Seloko adat pada
acara tunjuk ajar tegur sapo penganten. (4) Seloko adat pada acara
tunjuk ajar tegur sapo penganten. (5) Pantun seloko yang diucapkan
pada acara ulur hantar serah terimo adat. (6) Pantun seloko yang
diucapkan pada acara ulur hantar serah terimo adat. Seloko yang
ditemukan dalam bentuk Fungsi Estetik sebanyak lima seloko, yaitu: (1)
ke lima Pantun adat tersebut terdapat pada acara buka lanse (5) Seloko
adat pada acara tunjuk ajar tegur sapo penganten. Seloko adat yang
ditemukan dalam bentuk Fungsi Direktif sebanyak lima seloko, yaitu (1)
Seloko yang diucapkan pada acara ulur hantar serah terimo adat. (2)
Ungkapan seloko pada acara serah terimo adat lembago. (3) Seloko
yang diucapkan pada acara ulur hantar serah terimo adat. (4) Kato
penyelo yang diucapkan untuk menyambung pembicaraan. (5) Seloko
adat pada acara tunjuk ajar tegur sapo penganten. Seloko adat yang
ditemukan dalam Fungsi Fatik sebanyak dua seloko, yaitu: (1) kato
undang, yang diucapkan pada setiap awal pembicaraan sebagai kata
Fungsi Bahasa Dalam Seloko Adat Perkawinan Mastarakat Desa Tantan Kecamatan Sekernan Kabupaten Muaro Jambi.
pembuka acara. (2) Kato penyelo yang diucapkan untuk memperjelas
maksud dari pembicaraan.
Saran
Seloko merupakan salah satu bentuk sastra lisan yang perlu
dilestarikan, dijaga, dan dikembangkan serta dimanfaatkan keberadaanya
ditengah-tengah masyarakat. Dalam hal ini penulis meneliti seloko adat
perkawinan masyarakat Desa Tantan Kecamatan Sekernan Kabupaten
Muaro Jambi tentang fungsi Bahasa yang berkaitan dengan fungsi
informasional, fungsi ekspresif, fungsi estetik, fungsi direktif dan fungsi
fatik. Maka dari itu penulis menyarankan beberapa hal berikut ini:
1) Agar diadakan penelitian lebih lanjut untuk menguji dan meneliti seloko
adat perkawinan masyarakat desa Tantan ini dari segi aspek yang
lebih mendalam dari aspek bentuk dan makna seloko adat perkawinan.
2) Kepada para pengajar seperti guru dan dosen, disarankan agar
penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan pengajaran sastra
baik oleh para dosen di perguruan tinggi maupun guru di sekolah
sebagai tambahan bahan ajar.
3) Agar ada penelitian lanjutan tehadap seloko adat perkawinan
masyarakat Desa Tantan Kecamatan Sekernan Kabupaten Muaro
Jambi. Supaya sastra lisan seperti seloko ini terjaga kelestariannya.
4) Agar penelitian ini bisa menjadi sumbangan ilmu untuk peneliti lainnya,
dan menjadi ide baru bagi peneliti lain untuk mengkaji seloko dalam
bentuk kajian sastra yang lebih mendalam lagi.
DAFTARRUJUKAN
Departemen Pendidikan Dan Budaya. 2002. KBBI. Jakarta: Balai Pustaka.
Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan. 2011. Panduan Penulisan Skripsi.
Jambi: Universitas Jambi.
Karim, M. 2002. Sastra Melayu Puisi Melayu Jambi. Jambi: FKIP
Universitas Jambi.
Kridalaksana, H. 2008. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
Lembaga Adat Provinsi Jambi. 2001. Sejarah Adat Jambi.
Leech, Geoffrey. 1993. Prinsip-Prinsip Pragmatik, Jakarta: Penerbit
Indriyani
Universitas Indonesia.
Mahsun, M.S. 2005. Metode Penelitian Bahasa (tahapan, srategi, metode
dan tekniknya). Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Moleong, L.J., 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Somad, A.K., 2003. Bebas Berkarya Mengenal Adat Jambi Dalam
Perpektif Modern. Jambi: Dinas Pendidikan Muaro Jambi.
Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Tim Pokja. 2004. Iktisar Adat Melayu Kota Jambi. Jambi: Lembaga Adat
Tanah Pilih Pusako Betuah Kota Jambi.