BAB I
PENDAHULUAN
Hidronefrosis dan hidroureter merupakan keadaan patologis pada ginjal dan
ureter yang disebabkan oleh berbagai etiologi. Lesi yang menyebabkan dapat berupa
gangguan mekanis maupun fungsional. Gangguan tersebut pada prinsipnya akan
mengakibatkan terjadinya obstruksi atau hambatan aliran urin. Kelainan neurogenik
pada buli, ureter adinamik dan refluks vesikoureter merupakan gangguan fungsional
yang sering menyebabkan hidronefrosis dan hidroueter.1,2
Sedangkan gangguan mekanis dapat berupa kelainan kongenital yang biasa
dijumpai pada anak berupa anomali letak ureter, striktur, penyempitan, ureterokel
dan sebagainya. Pada dewasa, lesi yang didapat biasanya menjadi penyebab, yang
berasal dari traktus urinarius sendiri maupun keadan patologis dari bangunan
sekeliling traktus urinarius yang ikut mempengaruhi.1
Terkadang gejala –gejala hidronefrosis tidak terlalu dirasakan dan
dikeluhkan penderita kecuali bila timbul obstruksi total pada aliran urin. Dengan
tidak adanya keluhan ini, penanganan atas hidronefrosis dan hidroureter tidak dapat
dilakukan dengan segera, sehingga sering menimbulkan komplikasi yang lebih lanjut
infeksi saluran kemih karena ada stasis pada urin sehingga memungkinkan bakteri
untuk tumbuh dan berkembang biak. Belum lagi adanya peningkatan tekanan intra
pelvikal pada ginjal yang pada gilirannya dapat terjadi atrofi ginjal dan penurunan
fungsi ginjal yang dikenal dengan nama gagal ginjal.1
1
Pada pria dewasa terjadinya hidronefrosis dan hidroureter seringkali
disebabkan oleh adanya obstruksi traktus urinarius. Hal ini banyak disebabkan oleh
adanya hiperplasi prostat, masa intra buli atau adanya spasme ureter yang terjadi
akibat infeksi saluran kemih yang berulang.2
Salah satu pemeriksaan penunjang yang dapat membantu dalam
menegakkan diagnosis hidronefrosis dan hidroureter adalah pemeriksaan radiologis.
Pemeriksaan yang bisa dilakukan adalah Ultra Sono Grafi (USG) dan Urografi Intra
Vena (UIV). Dengan USG maka dapat dilihat gambaran hidronefrosis. Tetapi bila
kita ingin meihat lebih lanjut gambaran anatomis dan fungsional dari ginjal dan
saluran kemih maka diprlukan pemeriksaan IVP.1
Untuk itu pada kasus – kasus obstruksi traktus urinarius perlu pemeriksaan
fungsi dan anatomi ginjal untuk mengantisipasi kemumgkinan adanya hidronefrosis
maupun hidroureter. Dengan demikian penderita dapat terhindar dari komplikasi
lebih lanjut akibat dari hidronefrosis dan hiodroureter. Dalam hal ini pemeriksaan
IVP merupakan bagian penting dalam penatalaksanaan pasien secara keseluruhan.2
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. ANATOMI DAN FISIOLOGI TRAKTUS URINARIUS
A.1. Anatomi
Sistem kemih seluruhnya terletak di bagian retroperitoneal sehingga proses
patologi seperti obstruksi, radang dan pertumbuhan tumor terjadi di luar rongga
abdomen, tetapi gejala dan tandanya mungkin tampak di perut menembus
peritoneum parietal belakang. Gejala dan tanda jarang disertai tanda rangsang
peritoneum.3,4
Arteri renalis dan cabangnya merupakan arteri tunggal tanpa kolateral (end
artery) sehingga penyumbatan pada arteri atau pada cabangnya mengakibatkan
infark ginjal. 3,4
Kedua ginjal masing-masing mempunyai panjang sekitar 11 cm dan berat
130 – 150 gram. Dua pertiga bagian dalam ginjal merupakan piramid , papila atau
ujung piramid menonjol ke dalam kaliks dan pelvis. Bagian luar dari piramid adalah
korteks. Sama dengan pelvis, dinding ureter mempunyai lapisan otot yang kuat, yang
dapat menyebabkan kontraksi hebat disertai nyeri hebat. Ureter menembus dinding
muskuler vesica urinaria secara miring sehingga mencegah terjadinya aliran balik
dari vesica urinaria ke ureter. Vesica urinaria mempunyai kapasitas yang bervariasi,
rata-rata setengah liter. Dari bagian terbawah vesica urinaria terdapat saluran
fibromuskuler yaitu uretra, yang menghantarkan urin ke luar tubuh. Uretra pria
3
panjangnya kurang lebih 20 cm, sedangkan wanita kurang lebih 4 cm. Pengaturan air
kemih dilakukan oleh otot sadar yaitu m. sfingter uretra. 3,4
A.2. Fisiologi
Kedua ginjal bersama-sama mengandung kurang lebih 2.400.000 nefron dan
tiap nefron dapat membentuk urin sendiri. Pada dasarnya nefron terdiri dari (1)
glomerulus, dimana cairan difiltrasikan, (2) tubulus, tempat cairan yang difiltrasikan
tersebut diubah menjadi urin dalam perjalanannya menuju ke pelvis ginjal.4,5
4
Filtrasi glomerulus bergantung pada tekanan hidrostastik arteri dikurangi
tekanan osmotik koloid dan tahanan simpai Bowman. Seluruh volume darah difiltrasi
dalam setengah jam di ginjal. Plasma darah dikurangi protein difiltrasi di ginjal.
Reabsorbsi air, nutrien, dan elektrolit baik aktif maupun pasif terjadi di tubulus
sebanyak 99% volume filtrasi. Disamping itu terdapat sekresi tubulus untuk
mempertahankan imbang elektrolit. Ganggguan sekresi tubulus pada gangguan
kronik faal ginjal dapat menyebabkan asidosis. 4,5
Pengisian ureter merupakan proses pasif. Peristaltik pelvis ginjal dan ureter
meneruskan urin dari ureter ke vesica urinaria, mengatasi tahanan pada hubungan
ureter-vesica urinaria, sehingga mencegah refluks. Hubungan ureter-vesica urinaria
membentuk mekanisme katub muskuler sehingga makin terisi vesica urinaria, katub
ureter–vesica makin tertutup. Sewaktu miksi, katub tertutup rapat karena tambahan
kontraksi otot dinding trigonum. 4,5
5
Keadaan patologis traktus urinarius disebabkan oleh kelainan bawaan,
cedera, infeksi, batu dan tumor. Keadaan tersebut sering menyebabkan bendungan
karena hambatan pengeluaran urin. Infeksi, trauma dan tumor dapat menyebabkan
penyempitan atau striktura uretra sehingga terjadi bendungan dan stasis yang
memudahkan infeksi. Lingkungan stasis dan infeksi memungkinkan terbentuk batu
yang juga akan menyebabkan bendungan dan memudahkan infeksi karena bersifat
sebagai benda asing. 4,5
stasis
batu infeksi
Peristiwa di atas secara berantai saling memicu, saling memberatkan sehingga
mempersulit penyembuhan. 4,5
B. HIDRONEFROSIS DAN HIDROURETER
Sumbatan traktus urinarius merupakan permasalahan klinis yang besar,
dengan predisposisi pada infeksi, kerusakan ginjal dan gagal ginjal. Hidronefrosis
dan hidroureter merupakan salah satu dari suatu sindrom obstruksi.4,6
B.1. Definisi
B.1.1. Hidronefrosis
Hidronefrosis adalah dilatasi dari pelvis ginjal dan kaliks (pelvikalikstasis)
yang berhubungan dengan perubahan tekanan balik dari parenkim ginjal.
Terminologi hidrinefrosis mengalami perkembangan yang berbeda-beda bagi
seorang urolog, yang berarti hanya dilatasi pada sistem pengumpul. Nama lainnya
6
adalah pelvikalikstasis dan mungkin berhubunagn maupun tidak dengan penipisan
parenkim ginjal. 6
B.1.2. Hidroureter
Dilatasi ureter disebut sebagai hidroureter, ureterostasis atau sederhananya
disebut pelebaran ureter. Obstruksi belum tentu menyebabkan hidroureter walaupun
terjadi dilatasi berat. Refluks vesikoureter dapat menjadikan ureter melebar dan
berkelok-kelok. 6
B.2. Etiologi
Banyak kasus obstruksi menyebabkan hidronefrosis minimal, tapi tidak
semua hidronefrosis disebabkan oleh sumbatan. Misalnya refluks vesikoureter dapat
menyebabkan hidronefrosis berat. Hidronefrosis sebaiknya diklasifikasikan antara
obstruksi dan non obstruksi.6
Obstruksi traktus urinarius dapat disebabkan adanya hambatan mekanis dari
luar maupun dalam saluran kemih. Obstruksi dapat terjadi pada bagian manapun jika
hambatan berada di atas vesica urinaria biasanya menyebabkan hidronefrosis dan
hidroureter unilateral. Jika kelainannya di bawah vesica urinaria atau di dalam vesica
urinaria maka akan menimbulkan hidronefrosis dan hidroureter bilateral. 1
Lesi fungsional biasanya disebabkan oleh gangguan ureter dan vesica
urinaria. Lesi yang sering terjadi adalah neurogenic bladder disertai adynamic ureter
dan refluks vesikoureter. Refluks vesikoureter lebih sering terjadi pada anak, dan
dapat menyebabkan hidronefrosis dan hidroureter unilateral yang hebat. 1
Malformasi kongenital dapat menyebabkan hidronefrosis maupun
hidroureter pada anak, misalnya penyempitan ureteropelvic junction, anomali letak
7
ureter, penonjolan katub uretra posterior, ureterokel ektoptik, dan sindrom Prune-
belly 1,7. Striktura uretra kongenital, stenosis meatus uretra, dan obstruksi leher buli
dapat menyebabkan disfungsi buli sekunder yang menyebabkan hidroureter. 7
Penyebab terbanyak pada orang dewasa adalah acquired defect (kelainan
yang didapat), antara lain striktur uretra, infeksi yang biasanya diikuti penyulit lokal
yaitu; abses periuretra, fistel, dan ekstravasasi, tumor, hipertropi prostat, dll. 1
B.3. Patogenesis
Urin terdorong dari pelvis renalis masuk dalam buli oleh peristaltik ureter.
Tekanan normal pelvis renalis adalah <12 mmHg. Tekanan ini berubah-ubah dengan
adanya aliran urin. Tekanan dalam pelvis tetap rendah meskipun tekanan yang lebih
tinggi dihasilkan dalam lumen ureter selama peristaltik dan dalam buli selama miksi.
Dengan adanya obstruksi ureter atau refluks vesikoureter, tekanan pelvis meningkat
dan memungkinkan terjadinya kerusakan ginjal.6
Akibat yang pertama-tama terjadi karena adanya obstruksi adalah dilatasi
tubulus renalis. Sasaran utamanya adalah ductus collectivus, namun pada umumnya
melalui sistem tubulus. Epitel tubulus menjadi pipih dan atrofi, akhirnya terjadi
fibrosis interstitial yang menggantikan seluruh struktur tubulus. 6
Perubahan vaskuler memegang peran penting dalam perkembangan
hidronefrosis dan hidroureter. Distensi pelvis yang mengenai arteri interlobaris dan
arteri arkuata akan mempersempit diameter pembuluh darah dan menutup beberapa
arteri intertubuler yang menyuplai darah untuk glomerulus. Hal ini akan
mempengaruhi pembuluh darah postglomerulus yang menyuplai makanan untuk
8
tubuli. Bagian ginjal yang paling buruk keadaannya adalah yang mendapat suplai
darah paling sedikit. Perubahan vena pada prinsipnya sama dengan perubahan yang
terjadi pada arteri. 6
Tekanan pada tubulus dan pelvis renalis yang mengalami dilatasi
menyebabkan atrofi hidronefrosis. Proses ini semakin parah dengan adanya anemia
ayng terjadi karena perubahan pembuluh darah. 6
Akibat dari obstruksi aliran urin terhadap fungsi ginjal dipengaruhi oleh
jenis obstruksinya, unilateral atau bilateral, akut atau kronis, partial atau total, dan
intermiten atau konstan. 6
Derajat perbaikan struktur dan fungsi setelah obstruksi berhasil teratasi akan
bervariasi tergantung derajat kerusakan, luasnya daerah yang bebas dari infeksi, dan
kemampuan stimulasi fungsional (renal counterbalance). Perbaiakn struktur akan
baik jika pada ginjal yang masih normal hanya terjadi kerusakan yang berlangsung
lambat. Jika ginjal yang normal telah mengalami hipertrofi compensata, perbaikan
struktur organ yang mengalami obstruksi dan hidronefrosis akan kurang efisien. 6
Derajat hidronefrosis : 6
Dinilai menggunakan Ultrasonograi (USG), derajat hidronefrosis dibagi menjadi 3,
yaitu :
I. Mild (ringan)
II. Moderate (sedang)
III. Severe (berat)
Dinilai menggunakan Urografi Intravena (UIV), derajat hidronefrosis dibagi menjadi
4, yaitu :
9
I. Dilatasi minimal yang ditandai dengan penumpulan (blunting) kaliks
II. Penumpulan dan pembesaran kaliks, papil nampak datar (flattening)
III. Kaliks nampak membulat (rounding) dengan obliterasi papil
IV. Kaliks nampak sangat menggelembung (ballooning)
Pada derajat III dan IV terjadi penipisan parenkim ginjal, namun tak ada hubungan
yang konstan antara derajat dilatasi dan atrofi parenkim.
B.4. Diagnosis
B.4.1. Gejala Klinik
Menimbulkan sakit pinggang yang intermiten, diawali pada saat aktifitas.
Terkadang ditemukan hematuri. 6
Gejala klinis lain tergantung pada etiologi hidronefrosis atau hidroureter.
Jika etiologinya obstruksi akut supravesikal seperti batu ureter, gejala yang
ditimbulkan adalah kolik ginjal. Pada penyempitan ureteropelvic junction hanya
menyebabkan nyeri ringan bahkan kadang tanpa gejala. Sakit pada panggul
disebabkan oleh adanya refluks vesikoureter. Poliuri dan nokturi terjadi karena
obstruksi kronik. Hesitansi, straining, frekuensi, overflow incontinensia, dan terminal
dribbling menunjukkan adanya obstruksi di bawah atau setinggi buli. 1
B.4.2. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi genitalis eksterna; untuk pria, penis diinspeksi untuk melihat
adakah stenosis meatus atau fimosis. Pada wanita, dilakukan inspeksi dan vaginal
toucher dan rectal toucher yang diperkirakan berhubunagn dengan onstruksi traktus
urinarius. 1
10
Dengan palpasi dan perkusi abdomen dapat dinilai ada tidaknya distenasi
ginjal atau buli. 1
Pemerikasaan rektal dilakukan dengan hati-hati, dapat untuk mengetahui
pembesaran atau nodul prostat, tonus sfingter yang abnormal, massa pelvis atau
massa rektal. 1
B.4.3. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah untuk mengetahui adakah anemia, polisitemia, azotemia,
hiperkalemi, dan kadar elektrolit darah lainnya seperti natrium, magnesium, dan
fosfat. 1
Urinalisis dan pemeriksaan sedimen urin meungkin menunjukkan hematuri,
piuri, atau bakteriuri. 1
B.4.4 Pemeriksaan Radiologi
Dilatasi traktus urinarius merupakan gambaran jelas dari uropati
obstruktivus yang digunakan sebagai diagnosis dengan berbagai teknik pencitraan.
Diagnosis yang baik menunjukkan hubungan anatomi dengan fungsi sebagai
substansi dari bermacam-macam teknik pencitraan yang berbeda yang menunjukkan
secara detail anatomi dan di sisi lain informasi mengenai fungsi. 6
Ultrasonografi (USG) abdomen menilai ukuran ginjal, buli, kontur
pelvicocalices system, ureter serta masa pelvis. Adanya pelvicalicestasis yang
ditunjukkan pada USG, mengarah kecurigaan obstruksi. Jika tidak ditemukan
distensi dari organ tersebut maka kemungkinan obstruksi fungsional traktus urinarius
dapat disingkirkan. 6
11
Urografi Intra Vena (UIV) juga dapat memberikan informasi yang baik
tentang anatomi dan fungsi. Dilatasi pada pelvicocalices system dan ureter
menunjukkan adanya hidronefrosis dan hidroureter. 6
Sistouretrografi dilakukan untuk menentukan ada tidaknya refluks
vesikoureter, obstruksi leher buli dan uretra. Jika dengan pemeriksaan ini tidak
didapatkan hasil yang cukup untuk menegakkan diagnosis, dilakukan pemeriksaan
endoskopi unutk melihat lesi yang melibatkan uretra, prostat, buli dan orifisium
ureter. 6
Jika dicurigai ada kelainan pada ureter atau pelvis renalis, dilakukan
pemeriksaan pielografi retrograd atau pielografi antergrad. 6
Computerized Tomography (CT) dengan kontras menunjukkan anatomi
yang sangat baik dan sering dapat mengetahui penyebab obstruksi, namun memberi
informasi tentang fungsional yang agak terbatas. Teknik radionuklid jika
dibandingkan dengan USG, UIV dan CT memberi informasi fungsional yang lebih
baik, namun kurang baik untuk melihat anatomi. 6
Magnetic Resonance Imaging (MRI) masih belum dapat memberi gambaran
anatomi traktus urinarius, namun sejauh ini dapat digunakan untuk mendiagnosis
uropati obstruktivus. 6
B.5. Komplikasi
Obstruksi yang tidak teratasi dan kemudian terjadi ekstravasasi akan
menyebabkan pengumpulan urin dalm kapsul yang ada di retroperitoneal yang
disebut urinoma (pseudokista pararenal, pseudokista perinefrik, pseudokista
12
uriniferous, hydrocele renalis, renal hygroma). Komplikasi yang jarang terjadi adalah
ruptur parenkim. 6
B.6. Terapi
Pengobatan harus dilakukan secepat mungkin untuk mencegah terjadinya
sepsis dan kerusakan progresif pada ginjal dan mencegah kerusakan ginjal yang
masih baik. Untuk penanganan sementara dilakukan drainase di tempat terjadinya
obstruksi yang biasanya dilakukan dengan nefrostomi, uretrostomi, kateterisasi
ureter, uretra, atau suprapubik.1
Indikasi dilakukannya operasi : 1
- uncontrolled infection yang berulang
- kalkulus
- nyeri
- dilatasi kaliks dan pelvis renalis yang progresif
Obstruktif mekanis dapat diatasi dengan nonbedah misal dengan radiasi
seperti pada limfoma retroperitoneal. Obstruksi fungsional sekunder karena
neurogenic bladder dapat diringakan dengan kombinasi obat-obatan kolinergik dan
miksi yang sering. 1
Jika hidronefrosis sangat berat dan fungsi ginjal sudah sangat rendah atau
bahkan telah hilang, penanganannya adalah nefrektomi. 1
C. TUMOR VESICA URINARIA
C.1. Definisi
13
Tumor vesica urinaria merupakan penyakit neoplastik pada vesica urinaria.
Sebagian besar tumor berasal dari jaringan epitelial dan dapat menjadi suatu
keganasan. Pada beberapa sumber disebut tumor urotelium yaitu berupa karsinoma
sel transisional yang mengenai ureter maupun vesica urinaria. Tumor ini sangat
jarang ditemukan. Tumor ganas vesica urinaria sekitar 90% berupa karsinoma sel
transisional, kurang dari 10% berupa karsinoma skuamosa, selebihnya berupa
adenokarsinoma yang berasal dari jaringan urakus.4,8
C.2. Etiologi
Insiden tertinggi terdapat pada pasien perokok, penggunaan pemanis buatan,
kopi, dan amin aromatik dan penggunaan siklophospamid (sitostatika). Penyebab lain
diduga pemakaian analgetik, iritasi kronik oleh batu dan radiasi. Pada daerah
sistomiasis, iritasi telur sistoma dapat menyebabkan karsinoma skuamosa.
Perbandingan pria dengan wanita adalah 4:1. 4,9
C.3. Patogenesis
Karsinoma vesica urinaria dapat berbentuk papiler, tubuler, ulseratif atau
infiltratif. Derajat keganasan ditentukan oleh tingkat diferensiasi dan penetrasi ke
dalam dinding atau jaringan sekitar kandung kemih. 4
Epitel transisional terdiri dari 4 sampai 7 lapisan sel epitel. Ketebalan
lapisan tergantung dari tingkat distensi kandung kemih. Yang berperan dalam
masalah ini ialah sel basal, sel intermedia, dan sel superfisial. Sel superfisial inilah
yang akan menutupi sel intermedia bergantung apakah kandung kemih dalam
keadaan distensi atau tidak. 4
Tumor vesica urinaria berkembang dari epitel yang atipik atau displasia
yang berupa lesi yang mengalami proliferasi. Pada kelainan jinak sel atipik atau
displasia mengalami hiperplasia tanpa perubahan sel dan inti. Pada keganasan di
dapatkan pertumbuhan displasia disertai perubahan sel dan inti. 4
C.4. Diagnosis
C.4.1. Gejala Klinis
14
Gejala utama adalah hematuri makroskopik atau mikroskopik, biasanya
intermiten dan sering tanpa nyeri. Terdapat gejala iritasi yaitu disuria, tidak dapat
menahan kencing, dan polakisuria.4
C.4.2. Pemeriksaan Fisik
Tingkat klinis dari karsinoma vesica urinaria 50 % ditentukan secara tepat
dengan biopsi dan pemeriksaan bimanual. Pemeriksaan bimanual sangat berguna
untuk menentukan infiltrasi. Pemeriksaan bimanual dilakukan secara hati-hati dan
dapat dilakukan dengan anestesi. 4,9
Klasifikasi klinis karsinoma vesica urinaria
Stadium Keterangan
T1 Karsinoma in situ
T2 Tumor menginvasi lapisan otot superficial
T3a Tumor menginvasi lapisan otot dalam
T3b Tumor meluas di luar dinding vesica urinaria
T4a Tumor melibatkan prostat, uterus, vagina
T4b Tumor melibatkan dinding pelvis dan dinding abdomen
N0 Limfonodi regional tidak terlibat
N1 Mengenai limfonodi iliaca eksterna ipsilateral
N2 Mengenai limfonodi kontralateral
N3 Limfonodi regional terfiksasi
N4
M0 Belum terdapat metastasis jauh
M1 Metstasis jauh
C.4.3. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan urinalisis menunjukkan hematuri. Pemeriksaan sitologi
membantu diagnosis. Karsinoma buli perlu dibedakan dari tumor ureter yang
menonjol ke dalam kandung kemih, karsinoma prostat dan hipertrofi prostat lobus
median prostat. Untuk membedakan kelainan ini dibutuhkan endoskopi dan biopsi.
15
Secara sitologi tingkat keganasan dibedakan menjadi 3 golongan yaitu diferensiasi
baik (G I), sedang (G II), dan kurang diferensiasi (G III). 4
C.4.4. Pemeriksaan Radiologis
Hasil pencitraan yang berharga adalah yang menggambarkan pertumbuhan
di ureter, infiltrasi pada dinding buli, dan perluasan sekitar kandung kemih. Infiltrasi
sekitar orificium ureter mungkin diinterfesi dengan mekanisme valvula dan hasil
refluks atau obstruksi ureter. 8
Pada tumor yang kecil, khususnya tipe infiltratif dapat tak terdeteksi dengan
UIV atau sistogram. Konsentrasi media kontras yang berlebihan mungkin dapat
mengaburkan tumor noninfiltratif. Pada umumnya suatu tumor akan menampakkan
filling defect pada gambaran UIV. Penipisan dinding buli sekitar tumor
menunjukkan adanya infiltrasi. 9
16
Penggunaan USG secara transabdominal dapat mendeteksi lebih dari 95%
tumor vesica urinaria, akan tetapi susah untuk mendeteksi tumor dengan ukuran
kurang dari 5 mm atau berlokasi di leher buli. 8,9
Pada CT tumor vesica urinaria digambarkan sebagai masa jaringan lunak
pedunculer di dalam lumen buli. Tumor mempunyai densitas yang sama dengan
dinding vesica urinaria. Teknik dobel kontras dengan udara atau CO2 dan 30%
meglumine diatrizoale, dapat digunakan untuk mendeteksi kelainan mukosal yang
kecil, tapi tetap saja gambaran tumor tidak spesifik.8,9
17
C.5. Komplikasi
Komplikasi terjadi oleh karena adanya metastasis pada keganasan kandung
kemih. Perluasan karsinoma vesica urinaria dapat terjadi di prostat, uterus, vagina,
dinding pelvis, dan dinding perut. Penyebaran terjadi secara limfogen maupun
hematogen. 4
C.6. Terapi
Reseksi tumor dilakukan dengan bedah endoskopi, selain itu juga dipakai
untuk fulgerasi dan terapi laser. Radiasi diberikan setelah reseksi transuretral, bisa
dipakai untuk stadium T3 yang tidak tahan pembedahan besar atau sebagai terapi
paliatif tumor T4. Kemoterapi diberikan setelah reseksi transuretral, bertujuan
mengurangi kemungkinan kambuh. Pembedahan besar dilakukan jika penyebaran
karsinoma sudah sampai otot vesica urinaria. Ada 3 macam yang dapat dipilih
pembedahan yaitu sistektomi parsial, sistektomi total dan sistektomi radikal. 4
D. INFEKSI AKUT SALURAN KEMIH ATAS (PYELONEFRITIS)
D.1. Definisi
Pyelonefritis adalah radang yang tejadi di ginjal. Ada 2 macam pyelonefritis
yaitu akut dan kronik. Pyelonefritis akut adalah radang akut dari ginjal ditandai
dengan radang jaringan intersisial sekunder pada tubulus , yang akhirnya dapat
mengenai kapiler dusertai manifestasi klinik dan bakteriuria tanpa ditemukan
kelainan – kelainan radiologis. Sedangkan pyelinefritis kronik adalah kelainan
jaringan intersisial (primer) dan tubulus serta glomerulus (sekunder) yang
18
berhubungan dengan infeksi bakteri dan selalu disertai kelainan – kelainan
radiologis.2
D.2. Etiologi
Penyebab dari pyelonefritis adalah :2
1. Faktor predisposisi antara lain nefrolitiasis dan refluks vesikoureter.
2. Mikroorganisme antara lain E. coli, Klebsiela, Proteus, Enterobacter, dan
Stapilokokus.
D.3. Patogenesis
Patogenesis pyelonefritis pada manusia masih belum jelas, banyak faktor
yang turut memegang peranan. Pada percobaan binatang mikroorganisme mencapai
ginjal melalui penyebaran hematogen maupun naik (ascendering) melalui ureter.
Pengalaman klinis menunjukkan bahwa pyelonefritis sering ditemukan pada pasien –
pasien dengan obstruksi saluran kemih. 2
Pemasangan kateter sudah diketahui dapat menyebabkan sistitis disertai
bakteriuria, tetapi masih diragukan menyebabkan pyelonefritis. Ganguan katub
vesika ureter mungkin menyebabkan refluks urin kedalam pelvis renalis. Refluks ini
dapat dibuktikan dengan pemeriksaan radiologis yaitu dengan MCU (Micturating
Cysto-uretherogram). 2
Medula ginjal merupakan predileksi infeksi ginjal. Bendungan saluran
kemih dapat menyebabkan ginjal lebih peka terhadap invasi bakteri. Invasi bakteri
yang terus menerus dapat menyebabkan kerusakan progresif dan pembentukan
jaringan ikat. Pada kasus berat, destruksi jaringan ginjal dapat disertai adanya
19
hidronefrosis. Proses infeksi dan pembentukan jaringan ikat dapat berlangsung terus
menerus selama terjadi infeksi. 2
Menurut SCHENA (1979) dapat dibuktikan peranan mekanisme komplek
imun pada pasien pyelonefritis kronik tipe komplikata dengan factor predisposisi
nefrolitiasis dan ditemukan komplemen C3, C4 dan C3PA pada pemeriksaan
imunohistokimia. 2
D.4. Diagnosis
D.4.1. Gejala kilnis
Keluhan badan panas disertai menggigil, nyeri setempat dari infeksi saluran
kemih bagian bawah dan atas serta sakit pinggang (tempat ginjal).2
D.4.2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik tampak sakit berat, panas intermiten disertai
menggigil dan takikardi. Frekuensi nadi 90x/menit bila disebabkan oleh E. coli dan
mencapai 140x/menit bila disebabkan oleh Sthapilokokus dan Sreptokokus. 2
Adanya fist perkusi di daerah sudut kosta vertebral, didapatkan distensi
abdomen dan rebound tenderness. Bising usus dapat melemah bila sebabnya illeus
paralitik. 2
D.4.3. Pemeriksaan laboratorium
Leukositosis dapat mencapai 40000/mm3 , neutrofilia, dan laju endap darah
meningkat. Urin keruh, proteinuria 1–3 gr/fr dan didapatkan pus atau kuman.
Terkadang ditemukan eritrosit. Biakan urin selalu ditemukan bakteriuria patogen
20
bermakna dengan CFU per ml > 105, faal ginjal (LFG) masih normal, berat jenis urin
dan uji fungsi tubulus lain terganggu.2
D.4.4. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan radiologis jarang dibutuhkan selama tidak terdapat komplikasi
dari pyelonephritis pada dewasa. Foto polos abdomen mengkin sudah dapat
memperlihatkan bebrapa kelainan seperti obliterasi bayangan ginjal karena sembab
jaringan, perinefritis fat dan perkapuran.2,10
Ekskresi urogram selama fase akut umumnya memperlihatkan sedikit
penurunan faal ginjal dan dapat mengetahui adanya obstruksi. Teknik urogram yang
dilakukan pada lima hari pertama episode akut hanya dapat menampakkan kelainan
sebanyak 25-50%. Penampakan ginjal yang membesar, curiga ke arah obstruksi akut
dan pyelonephritis akut. Gambaran ginjal yang tidak tampak pada fase nefogram
menunjukkan penyakit yang berat, biasanya tidak dapat kembali seperti semula. Pada
sistem pelvicocaliks menunjukkan spastisitas. 2,10
Pemeriksaan USG juga dapat dilakukan untuk mengetahui factor – factor
predisposisi infeksi seperti nefrolitiasis, dan pada umumnya USG ginjal normal.
Pemeriksaan USG dilakukan untuk menyingkirkan abstruksi atau abses perinephris
jika tidak ada respon terhadap pemberian antibiotik atau demam dan nyeri pinggang
semakin memberat. Pada USG akan tampak masa solid hipoekoik yang menunjukkan
ke arah bentuk abses. 2,10
Untuk menentukan lokalisasi infeksi dapat dilakukan dengan radionuclid
imaging.2
21
D.5. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi antara lain ; pyelonefritis kronik, bakteriemi
dan septikemi, pionefrosis, hipertensi dan iskemik ginjal, insufisiensi ginjal,
pembentukan batu, atau kerusakan jaringan ginjal yang lebih parah. Pada wanita
hamil dapat menyebabkan toxemia gravidarum, prematuritas dan infeksi fetal.2
D.6. Terapi
Penatalaksanaan terhadap faktor predisposisi merupakan prinsip terapi pada
radang saluran atas disertai pencegahan terhadap komplikasi yang akan terjadi.
Antara lain adalah antibiotika, sesuai dengan jenis kuman penyebab, dan tes
snsitifitas. Selain itu diberikan terapi simtomatik seperti analgetik. Terapi operatif
amupun terapi laser digunakan bila penyebabnya adalah batu saluran kemih.2
BAB III
22
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Tn. Sawan
Umur : 70 tahun
Alamat : Tanggulsari, Brongsong Kendal
Agama : Islam
Pekerjaan : petani
MRS : 8 November 2001
No. CM : 689837
B. DAFTAR MASALAH
No Masalah Aktif Tanggal No Masalah Pasif Tanggal
1. Tumor VU 10-11-01
2. Hidronefrosis
dextra
10-11-01
3. Hidroureter
dextra
10-11-01
4. Pyelonephritis
sinistra
10-11-01
C. DATA DASAR
23
1. ANAMNESIS
- Keluhan utama : tidak bisa buang air kecil.
- Riwayat Penyakit Sekarang :
Sejak setahun yang lalu penderita mengeluh buang air kecil susah dan
disertai sakit, tidak disertai darah, warna air kencing keruh. Penderita tidak
pergi berobat.
Tiga hari sebelum masuk RSDK, penderita tidak bisa buang air kecil.
Penderita dibawa ke RSU Kendal. Di RSU Kendal, penderita dipasang kateter.
Kemudian dilakukan pemeriksaan USG. Dari hasil USG, diketahui terdapat
massa di Vesika Urinaria yang dicurigai tumor. Oleh RS, penderita dirujuk ke
RSDK. Namun, oleh keluarga penderita dibawa pulang ke rumah. Satu hari
sebelum masuk RSDK, penderita mengeluh sangat kesakitan di sekitar perut
bawah tengah. Kemudian penderita dibawa ke RSDK. Riwayat panas
nglemeng disangkal.
- Riwayat Penyakit Dahulu :
Penderita belum pernah sakit seperti ini sebelumnya.
Riwayat darah tinggi, dan kencing manis disangkal.
- Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada keluarga lain yang sakit seperti ini.
- Riwayat Sosial Ekonomi :
24
Penderita mempunyai seorang istri yang bekerja sebagai petani dan dua orang
anak yang sudah menikah. Biaya RS ditanggung anak. Kesan sosio-ekonomi
kurang.
2. PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan pada tanggal 8 November 2001.
Keadaan umum : sadar, tampak kesakitan.
Tanda vital : T: 135/85 mmHg N: 84 x / menit
RR: 20 x / menit t: 37,1C
Kulit : turgor cukup
Kepala : mesosefal
Mata : konjungtiva anemis tidak ada, sklera ikterik tidak ada.
Telinga : discharge tidak ada.
Hidung : discharge tidak ada.
Mulut : bibir sianosis tidak ada, gusi berdarah tidak ada.
Tenggorokan : T1-1, faring hiperemis tidak ada.
Leher : pembesaran kelenjar limfe tidak ada.
Dada : simetris.
Pulmo : I : simetris statis dinamis.
Pa : stem fremitus kanan = kiri.
Pe : sonor seluruh lapangan paru.
A : suara dasar vesikuler, suara tambahan tidak ada.
Cor : I : IC tak tampak
25
Pa : IC teraba di SIC V 2 cm LMCS.
Pe : konfigurasi jantung dalam batas normal.
A : SI-II murni, bising tidak ada, gallop tidak ada.
Abdomen : I : cembung suprapubik, venektasi tidak ada.
Pa : supel, hepar dan lien tidak teraba.
Pe : timpani, PS(+) N, PA(-).
A : BU(+) N, nyeri tekan (-)
Ekstermitas : superior inferior
Akral dingin -/- -/-
Sianosis -/- -/-
Edem -/- -/-
Genitalia : dalam batas normal
- Penis : sirkumsisi (+), meatal bleeding tidak ada.
- Scrotum : testis 2 buah, ukuran sama besar, nyeri tekan tidak ada.
Status lokalis supra pubis :
I : cembung.
Pa : tegang, fluktuasi (+).
Pe : redup.
Rectal Toucher : TSA cukup.
Mukosa licin, teraba massa pada jam 11 - jam 1 1 cm dari
anal verge, nyeri tekan tidak ada.
26
Prostat L/L 2 cm, sulcus medianus cekung, pole atas teraba,
konsistensi kenyal keras, permukaan rata, nyeri tekan tidak
ada.
3. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan darah rutin : (9-11-2001)
Hb: 12,3 g/dl
Leukosit : 9200 / ml
Eritrosit : 5.370.000 /ml
MCV : 71,4 fl
MCH : 22,8 pg
MCHC : 32,0 g/dl
Pemeriksaan Kimia Darah : (9-11-2001)
Ureum : 56,2 mg/dl (20 - 40 mgdl)
Kreatinin : 1,72 mg/dl (0,70 - 1,50 mg/dl)
Na : 142 mmol/l
K : 3,83 mmol/l
Cl : 98,0 mmol/l
Total protein : 7,6 g/dl (6,6 - 8,7 g/dl)
Albumin : 3,6 g/dl (3,5 - 5,0 g/dl)
Globulin : 4 H (3,1 - 3,7 H)
GDS : 132 mg/l ( 70 - 100 mg/l)
27
Pemeriksaan urin : (8-11-2001)
Fisik : warna : kuning
keruh (+)
pH : 5
Sedimen : epitel : 3 - 5
leukosit : 5 - 7
eritrosit : >100
kristal : -
silinder : -
lain-lain : bakteri (+)
X foto BNO IVP : (10-11-2001)
- BNO : tidak tampak gambaran radiopak di cavum abdomen dan
pelvis.
- Ginjal kanan : letak, bentuk dan ukuran dalam batas normal.
fungsi ekskresi normal
calix minor cupping, calix mayor dan pelvis renalis
melebar
- Ginjal kiri : letak, bentuk dan ukuran dalam batas normal
fungsi ekskresi normal
PCS spastik
- Ureter kanan : melebar, sumbatan (-)
- Ureter kiri : tidak melebar, sumbatan (+) di bagian distal
28
- VU : dinding ireguler, filling defect (+), additional shadow (-),
indentasi (-)
Kesan : - Hidronefrosis dan hidroureter dextra.
- Massa di VU, kemungkinan dengan blood clott.
- Pelebaran ureter sinistra di bagian distal.
- UTI (Pyelonephritis sinistra).
X foto Thorax AP : (10-11-2001)
Cor : bentuk, letak dan ukuran dalam datas normal.
elongatio aorta (+).
Pulmo : corakan bronkovaskuler normal.
Tidak tampak gambaran destruksi costae.
Diafragma kanan setinggi costa XI posterior.
Kedua sinus costophrenicus lancip.
Kesan : Cor : tidak membesar
Pulmo : tidak tampak tanda-tanda metastase
gambaran bronkitis.
29
BAB IV
PEMBAHASAN
Seorang laki-laki umur 70 tahun, datang dengan keluhan tidak bisa buang
air kecil selama tiga hari. Sebelumnya penderita merasakan susah buang air kecil,
berkemih terasa sakit, tidak terdapat darah dalam air kencing, dan air kencing
berwarna keruh. Penderita pernah dirawat di RSU Kendal, dan telah dilakukan USG,
dari USG tersebut menunjukkan gambaran masa di vesica urinaria yang dicurigai
tumor, kemudian penderita dirujuk ke RSDK. Pada anamnesis didapatkan riwayat
disuria dan kemudian menjadi retensio urin, sedangkan riwayat hematuri disangkal.
Adanya masa yang dicurigai dalam vesica urinaria dapat menyebabkan disuria
karena ada proses iritatif, sedangkan retensio urin mungkin disebabkan oleh desakan
masa yang menutupi saluran kemih.
Pada pemeriksaan fisik status lokalis suprapubik, pada inspeksi tampak
cembung, pada palpasi tegang dan terdapat fluktuasi dan perkusinya redup. Pada
pemeriksaan RT, teraba masa pada jam 11 sampai dengan jam 1 kurang lebih 1cm
dari anal verge dan tidak didapatkan nyeri tekan.
Pada urinalisa warna kuning keruh, pH : 5, terdapat hematuri mikroskopis
dengan eritrosit pada sedimen lebih dari 100. Juga ditemukan bakteri pada sedimen,
tapi belum mendukung adanya suatu radang karena tidak dilakukan kultur urin.
Pada pemeriksaan BNO-IVP tidak didapatkan gambaran radioopak di
cavum abdomen dan pelvis. Pada ginjal kanan ; letak, bentuk dan ukuran dalam batas
normal dengan fungsi ekskresi normal, kaliks minor berebentuk cupping, kaliks
30
mayor dan pelvis renalis melebar. Hal ini menunjukkan adanya hidronefrosis. Pada
ginjal kiri didapatkan spastisitas pada sistem pelvicokaliks yang menunjukkan
adanya suatu peradangan. Ureter kanan melebar, menunjukkan adanya suatu
hidronefrosis dan ureter kiri tidak melebar tetapi terdapat sumbatan di bagian distal.
Dinding vesica urinaria ireguler, terdapat filling defect, tidak terdapat additional
shadow, maupun identasi.
Dari gambaran tersebut didapatkan suatu kesan hidronefrosis dan
hidroureter dextra, pelebaran ureter sinistra di bagian distal, adanya massa di vesica
urinaria yang masih kemungkinan dengan blood clott , dan infeksi traktus urinarius
bagian atas (pyelonephritis).
Untuk lebih mendukung diagnosis tumor vesica urinaria, sebaiknya
dilakukan biopsi dan dilakukan juga kultur urin untuk mendukung dignosis
pyelonephritis.
31
BAB V
KESIMPULAN
Hidornefrosis dan hidroureter merupakan keadaan patologis yang biasanya
merupakan kelainan sekunder akibat adanya sumbatan pada traktus urinarius.
Pemeriksaan IVP dapat menegakkan diagnosis pasti adanya hidronefrosis dan
hidroureter ini. Selain itu dengan pemeriksaan IVP kita dapat mengetahui fungsi
ginjal dan juga letak sumbatan yang ada.
Pada penderita yang dirawat karena adanya massa pada vesica urinaria,
maka pemeriksaan dilakukan untuk mengetahui adanya proses obstruksi dalam
traktus urinarius. Dengan pemeriksaan ini diharapkan dapat mengetahui fungsi dan
anatomi ginjal sehingga penatalaksanaan penderita lebih menyeluruh dan penderita
dapat dihindarkan dari komplikasi yang lebih lanjut.
Dengan pemeriksaan IVP dapat mengetahui adanya massa di vesica
urinaria, namun masih memerlukan pemeriksaan lebih lanjut untuk memastikaannya.
Salah satu pemeriksaan yang dianjurkan adalah USG.
32
DAFTAR PUSTAKA
1. Brenner B.M., Milford G.L., Sefter J.L. Urinary tractus obstruction. In : Braunwala E., Isselbacher K.J., Petersclorf R.G., Wilson J.D., Martin J.B., Fauci A.S. Harison’s principle of internal medicine. Vol. 2, 11 th edition. Hamburg : McGraw-Hill Inc, 1987 ; 1215-18.
2. Sukandar E. Nefrologi klinik. Edisi 2. Bandung : Penerbit ITB, 1997 ; 53-71.3. Basmajian J.V., Slonecker C.E. Grant metode anatomi. Harjasudarma M.
(editor). Edisi 11. Jakarta : Binarupa Aksara, 1995 ; 57-9.4. Sjamsuhidajat R., Wim de Jong (eds). Buku ajar ilmu bedah. Jakarta : EGC, 1997
; 995-7.5. Guyton A.C. Fisiologi manusia dan mekanisme penyakit. Edisi 3. Jakarta : EGC,
1995 ; 227-8.6. Tainer L.B. Urinary obstruction. In : Grainger R.G., Alison D.J. (eds). Diagnostic
radiologi. Vol. 2, 2nd ed. New York : Churchill Livingstone, 1992 ; 1269-73.7. Rumacle C.M. Evaluation of abdominal masses in children. In : Margulis A.R.
Gooding C.A. Diagnostic radiology. California : University of California Printing Service, 1986 ; 135.
8. Sutton D (ed). A text book of radiology and imaging. Vol. 2, 1 th ed. New York : Churchill Livingstone, 1987 ; 1189-90.
9. Hricak H. Radiological evaluation of the urinary bladder and prostate. In : Grainger R.G., Alison D.J. (eds). Diagnostic radiologi. Vol. 2, 2nd ed. New York : Churchill Livingstone, 1992 ; 1294-8.
10. Fry K.I., Webb J.A.W. Renal parenchymal disease. In : Grainger R.G., Alison D.J. (eds). Diagnostic radiologi. Vol. 2, 2nd ed. New York : Churchill Livingstone, 1992 ; 1205-26.
33