TUGASMAKALAH
TRANSAKSI DENGAN PIHAK YANG MEMPUNYAI
HUBUNGAN ISTIMEWA
Oleh
ACHMAD ALFIANARIF WAHYUDI
VERRA ARIESTA SARIYUSLI MARIADI
PENDIDIKAN PROFESI AKUNTANSIFAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG2011
1. PENDAHULUAN
Dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 7, laporan keuangan harus
mengungkapan transaksi dengan pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa. Yang
termasuk dalam pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa adalah transaksi yang
dilakukan dengan:
- perusahaan yang memiliki hubungan kepemilikan,
- perorangan sebagai pemilik atau karyawan yang mempunyai pengaruh signifikan,
- anggota keluarga terdekat dari perorangan tersebut, dan
- perusahaan yang dimiliki secara subtansial oleh perorangan tersebut.
Yang wajib dilaporkan meliputi hakikat hubungan istimewa, jenis transaksi serta nilainya.
PSAK ini mengacu pada standar akuntansi internasional (International Accounting
Standard) No. 24.
Transaksi dengan pihak yang memiliki hubungan istimewa (RPT) memiliki dua
hipotesis yang bertolak belakang yaitu sebagai transaksi opportunis atau sebagai transaksi
yang efisien. Sebagai transaksi yang opportunis dalam hal transaksi RPT menyebabkan
conflict of interest yang konsisten dengan agency theory, seperti yang dikemukakan oleh
Berle dan Means (1932) dan Jensen dan Meckling (1976). Transaksi RPT dapat digunakan
sebagai alat untuk expropriation of the firm’s resources. Hipotesis yang lain bahwa
transaksi RPT merupakan transaksi yang dilakukan dalam pertimbangan efisiensi untuk
memenuhi kebutuhan perusahaan. Seperti yang dibahas dalam artikel di Wall Street
Journal, 29 Desember 2003 ”a company might want the head of a key supplier is a director
in order to get that person’s business insights... some argue, a ban on related party dealing
could deprive a company of taleneted employees or beneficial business arrangements.”
Penelitian Deng dkk. (2006) membuktikan bahwa pemegang saham mayoritas
melakukan “ firm expropriation resources at the expense of the minority shareholders”.
Expropriation yang mereka lakukan salah satunya dengan melalui RPT.
Bertrand, dkk. (2002) menunjukkan bahwa RPT diantara perusahaan afiliasi dalam
struktur kepemilikan piramid adalah saluran terpenting yang digunakan oleh pemegang
saham kendali untuk melakukan expropriation at the expense dari pemegang saham
minoritas.
Dalam penelitian Claessens dkk. (2002b) menemukan bahwa adanya group
affiliation akan membawa dampak positif dan negatif tergantung dari struktur kepemilikan
dan siklus hidup perusahaan. Perusahaan-perusahaan di Asia Timur, termasuk Indonesia,
yang memiliki control lebih besar dari cash flow right, afiliasi tersebut akan meningkatan
nilai perusahaan jika perusahaan tersebut sudah lebih lama berdiri dan pertumbuhannya
rendah. Sebaliknya, perusahaan-perusahaan di Asia Timur yang memiliki control lebih
besar dari ownership, afiliasi tersebut akan menurunkan nilai perusahaan jika
perusahaannya relatif masih muda dan memiliki potensi untuk tumbuh besar.
Jian dan Wong (2003) menemukan bahwa transaksi dengan pihak yang memiliki
hubungan istimewa (RPT) menunjukkan kecenderung opportunis. Hal ini dibuktikan
dengan ditemukannya tingginya tingkat penjualan dengan RPT, terutama kepada pemegang
saham kendali dan anggota lain perusahaan dalam grup, ketika perusahaan memiliki
insentif untuk memanipulasi laba (menjelang di delisted atau menjelang penerbitan saham
baru). Sebagai tambahan informasi, transaksi dengan RPT lebih banyak dilakukan oleh
perusahaan – perusahaan yang berada dalam grup dibandingkan dengan perusahaan yang
beroperasi independent. Selain itu, transaksi penjualan dengan RPT dipandang oleh pasar
sebagai transaksi yang kredibilitasnya lebih diragukan dibandingkan transaksi dengan
pihak-pihak independen. Hal ini tampak dengan lebih rendahnya koefisien untuk transaksi
penjualan dengan RPT dibandingkan dengan koefisien untuk transaksi penjualan dengan
pihak yang independen dalam hubungannya dengan return saham kumulatif bersih. Dalam
hal financing, rata-rata perusahaan tersebut lebih banyak memberikan pinjaman (loan) ke
pihak yang memiliki hubungan istimewa dibandingkan dengan meminjam (borrowing) dari
mereka dimana sumber dana untuk dipinjamkan ke pihak yang memiliki hubungan
istimewa tersebut berasal dari free cash flow. Makin banyak pinjaman yang diberikan
kepada RPT menyebabkan makin rendahnya penilaian pasar, yang diukur dengan Tobin’s
Q dan market to book equity. Mereka menggunakan data 131 perusahaan Cina yang
terdaftar di bursa pada satu jenis industri (industri bahan baku dasar).
Dengan menggunakan sampel 112 perusahaan Amerika yang terdaftar di bursa
periode 2000-2001, Gordon dkk. (2004) juga menemukan bahwa transaksi dengan RPT
menunjukkan kecenderungan oportunis daripada sebagai efisiensi transaksi. Hal ini tampak
dengan adanya hubungan yang negatif antara industry adjusted return dengan frekuensi
RPT dan nilai uang dari RPT tsb. Selain itu, RPT akan makin sedikit frekuensi dan nilai
uangnya jika ukuran akan penerapan corporate governance makin besar, yaitu jika
persentase kepemilikan terbesar dari pihak di luar perusahaan makin besar, makin
banyaknya komisaris independen dan makin besarnya kompensasi yang dibayarkan kepada
komisaris independen.
Hasil yang sama juga diperoleh Kholbeck dan Mayhew (2004). Secara khusus,
mereka menunjukkan bahwa kemungkinan adanya transaksi RPT makin besar, saat makin
lemahnya ukuran corporate governance, yaitu saat makin sedikitnya jumlah komisaris
independen, makin sedikitnya kompensasi tunai kepada CEO dan direktur, serta makin
besarnya kompensasi CEO dalam bentuk opsi saham. Transaksi RPT ini juga dipandang
sebagai oportunis oleh investor, ditunjukkan dengan adanya hubungan yang negatif antara
keberadaan transaksi RPT dengan future return. Mereka menggunakan sampel 1.261
perusahaan Amerika yang terdapat dalam Standard & Poor 1500 di tahun 2001.
Penelitian Thomas dkk. (2004) menemukan transaksi dengan afiliasi (RPT)
dilakukan sebagai salah satu cara untuk melakukan earning management pada perusahaan-
perusahaan di Jepang. Mereka melakukan dengan mengidentifkasi adanya penghindaran
kerugian, penghindaran penurunan laba dan penghindaran negative forecast error dalam
laporan keuangan induk. Hal ini akan hilang saat disusun laporan keuangan konsolidasi,
sebab tiga hal tersebut dilakukan melalui transaksi dengan perusahaan afiliasi mereka
(RPT). Mereka tidak menggunakan langsung data RPT sebab standar akuntansi di Jepang
tidak mewajibkan penyajian dan pengungkapan tersendiri untuk transaksi dengan pihak-
pihak yang memiliki hubungan istimewa. Mereka menggunakan data perusahaan terbuka di
Jepang dengan total sampel10.804 firm year selama tahun 1985-2000.
Keempat penelitian diatas secara umum menemukan bukti yang sama bahwa RPT
lebih dipandang sebagai transaksi untuk kepentingan oportunis dibandingkan untuk tujuan
efisiensi perusahaan. Walaupun terdapat beberapa perbedan, antara lain tentang bentuk
transaksi RPT yang umum terjadi dalam penelitian Gordon dkk. (2004) dengan Kholbeck
dan Mayhew (2004) walaupun menggunakan sampel perusahaan Amerika pada periode
waktu yang sama. Gordon dkk. menemukan bahwa transaksi RPT dalam bentuk pinjaman
lebih sedikit daripada yang selain pinjaman (pembelian barang atau pemberian jasa
langsung). Sebaliknya, Kholbeck dan Mayhew menemukan yang terbanyak dalam bentuk
pinjaman dengan pihak direktur, karyawan dan pemegang saham utama perusahaan.
Perbedaan ini tampaknya berkaitan dengan jumlah serta pemilihan sampel yang berbeda
diantara kedua penelitian tersebut. Hasil penelitian Kholbeck dan Mayhew ini konsisten
dengan hasil penelitian di Cina oleh Jian dan Wong (2003), dimana transaksi yang RPT
yang lebih banyak dalam bentuk pemberian pinjaman (loan) daripada menerima pinjaman
(borrowing).
Motif oportunis dalam melakukan transaksi dengan RPT ini tampaknya tidak terjadi untuk
semua jenis transaksi RPT. Gordon dan Henry (2005) mengkaitkan jenis transaksi RPT
dengan ukuran manajemen laba. Mereka menemukan bahwa motif oportunis ini hanya
terbukti untuk pada transaksi RPT dalam bentuk fixed rate financing from related party.
Kesimpulan Gordon dan Henry diperoleh dari sampel 331 perusahaan Amerika yang
terdaftar dimana tahun fiskalnya 2000-2001. Hal yang sama dibuktikan oleh Jian dan Wong
(2003) bahwa transaksi penjualan dengan RPT digunakan untuk melakukan manajemen
laba.
2. Landasan Toeri
PSAK NO 7
Pihak-pihak yang Mempunyai Hubungan Istimewa adalah pihak-pihak yang dianggap
mempunyai hubungan istimewa bila satu pihak mempunyai kemampuan untuk
mengendalikan pihak lain atau mempunyai pengaruh signifikan atas pihak lain dalam
mengambil keputusan keuangan dan operasional.
Transaksi antara Pihak-Pihak yang Mempunyai Hubungan Istimewa adalah suatu
pengalihan sumber daya atau kewajiban antara pihak-pihak yang mempunyai hubungan
istimewa, tanpa menghiraukan apakah suatu harga diperhitungkan
Pengendalian adalah kepemilikan langsung melalui anak perusahaan dengan lebih dari
setengah hak suara dari suatu perusahaan, atau suatu kepentingan substansial dalam hak
suara dan kekuasaan untuk mengarahkan kebijakan keuangan dan operasi manajemen
perusahaan berdasarkan anggaran dasar atau perjanjian.
Pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa merupakan gejala normal dalam
perniagaan dan usaha. Misalnya, perusahaan seringkali melaksanakan kegiatannya secara
terpisah-pisah melalui anak perusahaan dan atau perusahaan afiliasi, memperoleh
kepentingan dalam perusahaan lain - untuk tujuan investasi atau untuk alasan perniagaan -
dalam proporsi yang cukup untuk mengendalikan atau melaksanakan pengaruh yang
signifikan dalam pengambilan keputusan keuangan dan operasi perusahaan penerima
investasi (investee).
Posisi keuangan dan hasil usaha dari suatu perusahaan dapat terpengaruh oleh
hubungan istimewa dengan suatu pihak walaupun tidak terjadi sesuatu transaksi dengan
pihak tersebut. Suatu hubungan istimewa dapat mempengaruhi transaksi perusahaan
pelapor dengan pihak lain. Sebagai contoh, suatu anak perusahaan dapat mengakhiri
hubungan dengan suatu mitra dagangnya karena induk perusahaan telah mengakuisisi suatu
perusahaan lain yang berusaha dalam bidang perdagangan yang sama dengan mitra dagang
terdahulu. Di samping itu, suatu tindakan dapat tertunda karena pengaruh yang signifikan
dari pihak lain. Sebagai contoh, suatu anak perusahaan dapat diinstruksikan oleh induknya
untuk tidak ikut serta dalam riset dan pengembangan.
Pengakuan akuntansi suatu pengalihan sumber daya secara normal didasarkan pada suatu
harga yang disepakati pihak yang bersangkutan. Harga yang berlaku antara pihak yang
tidak mempunyai hubungan istimewa adalah harga pertukaran antara pihak yang
independen (arm's length price). Pihak yang mempunyai hubungan istimewa mungkin
mempunyai suatu tingkat keluwesan dalam proses penentuan harga, yang tidak terdapat
dalam transaksi antara pihak yang tidak mempunyai hubungan istimewa .
Suatu cara untuk menentukan harga dalam suatu transaksi antara pihak yang
mempunyai hubungan istimewa adalah dengan metode harga pasar bebas yang dapat
diperbandingkan. Bila barang atau jasa dipasok dalam suatu transaksi antara pihak yang
mempunyai hubungan istimewa, dan keadaan yang bersangkutan itu adalah serupa dengan
keadaan dalam transaksi perdagangan normal, metode ini sering digunakan. Metode ini
juga sering digunakan untuk menentukan biaya pembelanjaan
Bila barang dialihkan antara pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebelum
dijual kepada pihak yang independen, metode harga penjualan kembali (resale price) sering
digunakan. Metode ini mengurangi harga penjualan kembali dengan suatu margin yang
wajar. Metode ini juga digunakan untuk pengalihan/transfer sumber daya lain, seperti hak
dan jasa.
Pendekatan lain adalah metode biaya-plus (cost-plus method), yang menambahkan
suatu kenaikan (mark-up) tertentu pada biaya pemasok. Kesulitan-kesulitan mungkin
dialami baik dalam menentukan unsur biaya yang dapat diatribusikan maupun kenaikan
(mark-up) tersebut. Di antara ukuran-ukuran yang dapat membantu menentukan harga
transfer adalah hasil (return) yang dapat dibandingkan dalam industri sejenis atas volume
penjualan atau modal yang digunakan.
Berikut ini adalah contoh situasi transaksi antara pihak yang mempunyai hubungan
istimewa mungkin memerlukan pengungkapan oleh suatu perusahaan pelapor:
o pembelian atau penjualan barang,
o pembelian atau penjualan properti dan aktiva lain,
o pemberian atau penerimaan jasa,
o pengalihan riset dan pengembangan,
o pendanaan (termasuk pemberian pinjaman dan penyetoran modal baik
secara tunai maupun dalam bentuk natura),
o garansi dan penjaminan (collateral), dan
o kontrak manajemen.
Jika terdapat transaksi antara pihak yang mempunyai hubungan istimewa, perlu
diungkapkan hakekat transaksi dan unsur-unsur transaksi yang diperlukan agar laporan
keuangan tersebut dapat dimengerti. Unsur-unsur ini biasanya mencakup:
o suatu petunjuk mengenai volume transaksi, baik jumlahnya maupun
proporsinya,
o jumlah atau proporsi pos-pos terbuka (outstanding items),dan
o kebijakan harga
PSAK NO 38
Sejumlah entitas usaha di Indonesia memiliki karakteristik pemilikian mayoritas
dan atau pengendalian oleh pihak yang sama, baik secara langsung ataupun tidak langsung.
Entitas usaha yang memiliki karakteristik seperti ini disebut entitas spengendali. Dalam
transaksi restrukturisasi entitas sepengendali tidak terjadi perubahan substansi ekonomi
pemilikan, walaupun bentuk hukum (legal form) pemilikan saham atau aktiva atau
kewajiban atau instrumen kepemilikan lainnya berubah.
Pengendalian (control) adalah kekuasaan (power) untuk menentukan kebijakan
keuangan dan operasi suatu badan usaha agar dapat menikmati manfaat dari kegiatan
perusahaan tersebut. Induk perusahaan (Parent Company) adalah perusahaan yang
memiliki satu atau lebih anak perusahaan.
Anak perusahaan ( Subsidiaries) adalah perusahaan yang dikendalikan oleh
perusahaan lain (yang dikenal sebagai induk perusahaan), baik melalaui pemilikan
mayoritas atau cara lain.
Kelompok minoritas (Minority interest) adalah bagian hasil usaha dan bagian aktiva
bersih anak perusahaan, yang tidak dimiliki, baik secara langsung maupun tidak langsung
(melalaui anak perusahaan), oleh induk perusahaan.
Nilai wajar (fair value) adalah suatu jumlah yang dapat digunakan sebagai dasar
pertukaran aktiva atau penyelesaian kewajiban anatara pihak yang paham (knowladgeable)
dan berkeinginan untuk melakukan transaksi wajar (arms’s lenght transaction).
Tanggal Restrukturisasi adalah tanggal pada saat kendali atas aktiva bersih dan operasi
perusahaan yang diakuisisi secara efektif beralih ke perusahaan pengakuisisi.
Entitas sepengendali (Under common control) adalah pihak (perorangan, perusahaan, atau
bentuk entitas lainnya) yang secara langsung atau tidak langsung (melalaui satu atau lebih
perantara), mengendalaikan atau dikendalaikan oleh atau berada di bawah pengendalian
yang sama.
Transaksi Restrukturisasi entitas sepengendali (restructuring transactions among under
common control companies) merupakan transaski pengalihan aktiva, kewajiban, saham
atau bentuk instrumen kepemilikan lainnya anatara pihak – pihak (perorangan, perusahaan
atau bentuk entitas lainnya) yang, secara langsung atau tidak langsung (melalui satu atau
lebih perantara), mengendalikan atau dikendalikan oleh atau berada di bawah pengendalian
yang sama.
Pengendalaian dianggap ada apabila pihak pengendali (induk perusahaan) memiliki lebih
dari 50% hak suara pada suatu perusahaan terkendali (anak perusahaan), baik secara
langsung atau tidak langsung (melalui anak perusahaan lain).
Walaupun suatu perusahaan memiliki hak suara 50% atau kurang, pengendalian
tetap dianggap ada apabila dapat dibuktikan adanya salah satu kondisi berikut:
a. mempunyai hak suara lebih dari 50% berdasarkan perjanjian dengan investor lain;
b. mempunyai hak untuk mengatur kebijakan keuangan dan operasi perusahaan lain
tersebut berdasarkan anggaran dasar atau perjanjian;
c. kekuasaaan untuk mengangkat dan memberhentikan sebagian besar anggota pengurus
perusahaan yang lain tersebut;
d. mampu menguasai suara mayoritas dalam rapat pengurus.
Transaksi restrukturisasi antara entitas sepengendali, berupa pengalihan aktiva, kewajiban,
saham atau instrumen kepemilikan lainnya yang dilakukan dalam rangka reorganisasi
entitas-entitas yang berada dalam suatu kelompok usaha yang sama, bukan merupakan
perubahan pemilikan dalam arti substansi ekonomi, sehingga transaki demikian tidak dapat
menimbulkann laba atau rugi bagi seluruh kelompok perusahaan ataupun bagi entitas
individual dalam kelompok perusahaan tersebut.
Contoh-contoh transaksi antara entitas sepengendali adalah sebagai berikut:
a. Suatu induk perusahaan memindahkan sebagai aktiva bersih dari anak perusahaan
yang dimiliki induk perusahaan tersebut menjadi aktiva induk perusahaan yang
bersangkutan. Transaksi ini menyebabkan perubahan dalam bentuk hukum (legal
form) pemilikan atas aktiva bersih tersebut, tetapi tidak menyebabkan perubahan
substansi ekonomi (economic substance) pemilikan aktiva bersih tersebut.
b. Induk perusahaan mengalihkan sebagaian hak pemilikannya dalam suatu anak
perusahaan ke anak perusahaan lainnya yang dimiliki oleh induk perusahaan.
Transaksi ini juga merupakan perubahan bentuk hukum pemilikan anak perusahaan,
tetapi tidak merupakan perubahan substansi ekonomi pemilikan anak perusahaan
tersebut.
c. Suatu induk perusahaan menukar pemilikannya atas sebagian aktiva bersih dalam
anak perusahaan yang dimiliki induk perusahaan tersebut dengan saham tambahan
yang diterbitkan oleh anak perusahaan lainnya (yang tidak dimiliki 100%), sehingga
pemilikan induk perusahaan dalam anak perusahaan lainnya tersebut bertambah,
sedangkan presentase kepemilikan pemegang saham minoritas dalam anak
perusahaan tersebut berkurang. Dalam hal ini, walaupun bentuk hukum pemilikan
akiva bersih dalam anak perusahaan berubah (dari milik langsung induk perusahaan
menjadi milik anak perusahaan lainnya), tetapi tidak terjadi perubahan substansi
ekonomi kepemilikan atas aktiva bersih tersebut.
Transaksi pembelian saham atau akativa bersih milik pemegang saham minoritas
(yang tidak berada dalam pengendalian yang sama dengan pemegang saham mayoritas)
merupakan transaksi yang mencakup perubahan substansi ekonomi pemilikan dari
pemegang saham minoritas ke pemegang saham mayoritas, oleh karena itu transaksi ini
bukan merupakan transaksi restrukturisasi entitas sepengendali.
Karena transaksi restrukturisasi anatara entitas sepengendali tidak mengakibatkan
perubahan substansi ekonomi pemilikan atas aktiva, saham, kewajiban atau instrumen
kepemilikan lainnya yang dipertukarkan, maka aktiva maupun kewajiban yang
pemilikannya dialihkan (dalam bentuk hukumnya) harus dicatat sesuai dengan nilai buku
seperti penggabungan usaha berdasarkan metode penyatuan kepemilikan (pooling of
interest).
Dalam menerapkan metode penyatuan kepemilikan, unsur-unsur laporan keuangan
dari perusahaan yang direstrukturisasi untuk periode terjadinya restrukturisasi tersebut dan
untuk periode perbandingan yang disajikan, harus disajikan sedemikian rupa seolah-olah
perusahaan tersebut telah bergabung sejak permulaan periode yang disajikan tersebut.
Laporan keuangan suatu perusahaan tidak boleh memasukkan adanya penyatuan
kepemilikan walaupun perusahaan tersebut adalah salah satu pihak yang bergabung,
apabila penyatuan kepemilikan terjadi pada suatu tanggal setelah tanggal neraca terakhir
disajikan.
SELISIH ANTARA HARGA PENGALIHAN DAN NILAI BUKU
Selisih antara harga pengalihan dengan nilai buku setiap transaksi restrukturisasi
antara entitas sepengendali dibukukan dalam akun Selisih Nilai Transaksi Restrukturisasi
Entitas Sepengendali. Saldo akun tersebut selanjutnya disajikan sebagai unsur Ekuitas.
Selisih harga pengalihan dengan nilai sehubungan dengan transaksi restrukturisasi antara
entitas sepengendali bukan merupakan goodwill. Saldo akun Selisih Nilai Transaksi
Restrukturisasi Antara Entitas Sepengendali tidak berubah akibat pengalihan lebih lanjut
aktiva, kewajiban, saham atau instrumen kepemilikan lainnya tersebut kepada entitas lain
yang tidak sepengendali.
Untuk semua transaksi restrukturisasi entitas sepengendali, pengungkapan berikut
harus dibuat dalam laporan keuangan pada periode terjadinya restrukturisasi:
a. jenis, nilai buku dan harga pengalihan aktiva, kewajiban, saham atau instrumen
kepemilikan lainnya yang dialihkan
b. tanggal transaksi restrukturisasi anatara entitas sepengendali
c. nama entitas terkait
d. metode akutansi yang digunakan
SIFAT TRANSAKSI RESTRUKTURISASI ENTITAS SEPENGENDALI
1. Transaksi restrukturisasi antara entitas sepengendali, berupa pengalihan aktiva,
kewajiban, saham atau instrumen kepemilikan lainnya yang dilakukan dalam rangka
reorganisasi entitas-entitas yang berada dalam suatu kelompok usaha yang sama,
bukan merupakan perubahan pemilikan dalam arti substansi ekonomi, sehingga
transaksi demikian tidak dapat menimbulkan laba atau rugi bagi seluruh kelompok
perusahaan ataupun bagi entitas individual dalam kelompok perusahaan tersebut.
2. Pihak tidak sepengendali diperlukan sebagai entitas sepengendali apabila dalam jangka
waktu dua puluh empat bulan atau kurang:
a. Pihak tidak sepengendali tersebut pernah berada di bawah pengendalian yang sama,
atau
b. Aktiva, kewajiban, saham atau instrumen kepemilikan lainnya yang dialihkan pernah
dimiliki entitas sepengendali.
3. Transaksi pembelian saham atau aktiva bersih milik pemegang saham minorias (yang
tidak berada dalam pengendalian yang sama dengan pemegang saham mayoritas)
merupakan transaksi yang mencakup perubahan substansi ekonomi pemilikan dari
pemegang saham minoritas ke pemegang saham mayoritas, oleh karena itu transaksi ini
bukan merupakan transaksi restrukturisasi entitas sepengendali.
4. Karena transaksi restrukturisasi antara entitas sepengendali tidak mengakibatkan
perubahan substansi ekonomi pemilikan atas aktiva, saham, kewajiban atau instrumen
kepemilikan lainnya yang dipertukarkan, maka aktiva maupun kewajiban yang
pemilikannya dialihkan (dalam bentuk hukumnya) harus dicatat sesuai dengan nilai
buku seperti penggabungan usaha berdasarkan metode penyatuan kepemilikan (pooling
of interest).
5. Dalam menerapkan metode penyatuan kepemilikan, unsur-unsur laporan keuangan dari
perusahaan yang direstrukturisasi untuk periode terjadinya restrukturisasi tersebut dan
untuk periode perbandingan yang disajikan, harus disajikan sedemikian rupa seolah-
olah perusahaan tersebut telah bergabung sejak permulaan periode yang disajikan
tersebut. Laporan Keuangan suatu perusahaan tidak boleh memasukkan adanya
penyatuan kepemilikan walaupun perusahaan tersebut adalah salah satu pihak yang
bergabung, apabila penyatuann kepemilikan terjadi pada suatu tanggal setelah tanggal
neraca terakhir disajikan.
PSAK NO 39
Dunia Bisnis selalu ditandai oleh keinginan untuk melakukan investasi pada usaha
yang menguntungkan dengan risiko yang kecil. Keinginan dunia bisnis untuk melakukan
investasi seringkali melebihi kemampuan satu entitas usaha untuk menyediakan dana.
Seorang pengusaha yang memiliki peluang investasi, tetapi tidak memiliki dana atau aset
yang cukup, akan berusaha mengajak mitra usaha untuk memanfaatkan peluang tersebut
dengan membentuk Kerjasama Operasi (KSO).
Kerjasama Operasi berlandaskan Hukum Perdata umumnya. Hukum perikatan khususnya,
sehingga hak, kewajiban, kepemilikan, pola kepemilikan aset, pola bagi pendapatan-beban-
hasil akibat perikatan tersebut hendaknya diungkapkan dalam Catatan atas Laporan
Keungan.
Kerjasama Operasi antara entitas akuntansi Indonesia dan pihak luar negeri
berlandas pada kesepakatan antar pihak, dengan memperhatikan hukum di negara masing-
masing dan hukum internasional, mempunyai konsekuensi pengungkapan yang sama Inti
dari semua bentuk KSO adalah sama, yakni pengusaha berusaha memperoleh dana dan atau
aset yang mencukupi untuk melakukan investasi yang diinginkan, dan atau memperoleh
sinerji dari aliansi stratejik, dan atau membagi risiko investasi dengan pengusaha lain.
Seorang pengusaha yang memiliki akses ke dana dan sumber daya lain yang cukup, dan
tidak ingin membagi risiko dengan pengusaha lain, mungkin tidak akan tertarik dengan
bentuk-bentuk kerjasama. Dia mungkin merasa lebih baik bila meminjam uang di bank atau
mencari dana di pasar modal. Dengan demikian ada perbedaan pokok antara KSO dengan
bentuk-bentuk pendanaan lain, yaitu KSO memiliki unsur adanya keterbatasan seorang
pengusaha untuk memanfaatkan dana dari institusi keuangan yang ada, atau memiliki
kesulitan dalam perolehan sumber daya atau hak usaha tertentu, dan atau adanya kehendak
untuk membagi risiko investasi
Bentuk-bentuk KSO berkembang dengan berbagai variasi, tetapi bisa dibagi menjadi
dua golongan, yakni:
KSO dengan entitas hukum yang terpisah (separate legal entity) dari entitas hukum
para partisipan KSO, dan
KSO tanpa pembentukan entitas hukum yang terpisah.
KSO yang pertama bisa berbentuk badan hukum atau persekutuan. Sedang KSO tanpa
entitas hukum bisa berbentuk Pengendalian Bersama Operasi (PBO) dan Pengendalian
Bersama Aset (PBA), atau KSO dimana hanya satu pihak saja dari partisipan KSO yang
memiliki kendali yang signifikan atas operasi atau aset KSO. Dalam KSO dengan pola
PBO dan PBA, masing-masing partisipan KSO memilki kendali yang signifikan atas
operasi atau aset KSO, karena itu nama kerjasama ini adalah pengendalian bersama
(jointly controlled). KSO yang diatur dalam Pernyataan ini adalah KSO dengan batasan
dimana hanya satu pihak saja yang secara signifikan (berarti) memiliki kendali atas aset
dan operasi KSO.
Kerjasama Operasi (KSO) adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dimana masing-
masing sepakat untuk melakukan suatu usaha bersama dengan menggunkan aset dan atau
hak usaha yang dimiliki dan secara bersama menanggung risiko usaha tersebut.
Pemilik Aset adalah pihak yang memilki aset atau hak penyelenggaraan usaha
tertentu yang dipakai sebagai obyek atau sarana Kerjasama Operasi. Misalnya orang yang
memiliki tanah untuk dibangun gedung perkantoran diatasnya dalam perjanjian KSO, atau
PT Jasa Marga yang memiliki hak penyelenggaraan jalan tol.Investor adalah pihak yang
menyediakan dana, baik seluruh atau sebagian, untuk memungkinkan aset atau hak usaha
pemilik aset diberdayakan atau dimanfaatkan dalam KSO. Pembatasan ini berbeda dengan
PSAK No. 12, karena investor di Pernyataan ini memiliki pengendalian atas aset dan
operasi KSO, bisa pula tidak, tergantung dari bentuk KSO yang ada dalam perjanjian
Aset KSO adalah aset tetap yang dibangun atau digunakan untuk menyelenggarakan
kegiatan KSO Pengelola KSO adalah pihak, yang mengoperasikan aset KSO. Pengelola
KSO mungkin pemilik aset , mungkin juga pihak lain yang ditunjuk.
Masa Konsesi adalah jangka waktu dimana investor dan pemilik aset masih terikat
dengan perjanjian bagi hasil atau bagi pendapatan atau bentuk pembayaran lain yang
tercantum di dalam perjanjian KSO.
PENGAKUAN DAN PENGUKURAN
Pembangunan Aset Kerjasama Operasi
Aset yang diserahkan pemilik aset untuk diusahakan dalam perjanjian Kerjasama
Operasi (KSO) harus dicatat oleh pemilik aset sebagai aset KSO sebesar biaya
perolehannya.
Dana yang ditanamkan pemilik aset dalam KSO dicatat sebagai penyertaan KSO. Di sisi
lain investor mencatat dana yang diterima ini dalam penyertaan KSO oleh pemilik aset
sebagai kewajiban.
Pengoperasian Aset Kerjasama Operasi
Aset KSO yang dibangun dengan didanai oleh investor harus dicatat oleh pihak
yang mengelola aset KSO tersebut, dalam hal yang mengelola adalah salah satu dari
investor atau pemilik asset.
Aset KSO harus dicatat sebesar biaya perolehannya, atau biaya pembangunan yang
tercantum di perjanjian KSO, atau sebesar nilai wajar, dipilih yang paling obyektif atau
berdaya uji.
Investor mencatat penyerahan aset KSO kepada pemilik aset di akhir masa konsesi dengan
menghapus seluruh akun yang timbul berkaitan dengan KSO yang bersangkutan. Pemilik
aset, pada sisi lain, mencatat penyerahan ini sebagai aset dengan mengkredit penghasilan
KSO apabila memiliki kepastian tentang adanya manfaat ekonomi dari aset tersebut, atau
mengkredit penghasilan tangguhan (deffered income) apabila tidak memiliki kepastian
yang cukup tentang manfaat ekonomi dari aset tersebut.
Bila investor melakukan penyerahan aset KSO kepada pemilik aset untuk dioperasikan
pada saat aset KSO selesai di bangun, penyerahan ini harus dicatat sebagai hak bagi
pendapatan atau penghasilan KSO. Penerimaan kas atau hak atas pendapatan/penghasilan
secara periodik dari bagi hasil atau bagi pendapatan atau bentuk lain yang timbul dari KSO
ini diakui sebagai pendapatan KSO.
Dari transaksi pada paragraf 40, pemilik aset mencatat penyerahan tersebut dalam akun
aset KSO dengan mengkredit akun kewajiban jangka panjang KSO. Pembayaran periodik
kepada kepada investor karena adanya perjanjian KSO ini dicatat sebagai pelunasan utang
beserta bunga dan beban atau penghasilan KSO.
Penghitungan bunga untuk transaksi yang termuat dalam paragraf 40 dan 41 adalah dengan
mengacu pada tingkat bunga normal dikalikan dengan sisa kewajiban atau sisa piutang bagi
investor. Selisih anatara beban bunga (atau penghasilan bunga bagi investor) dan bagian
dari kewajiban KSO (atau piutang KSO bagi investor) dari jumlah yang dibayarkan (atau
diterima investor) dimasukkan sebagai penghasilan atau beban KSO.
Aset KSO harus disusutkan secara sistematis oleh pengelola KSO selama umur
ekonominya. Untuk investor, masa penyusutan tidak boleh lebih panjang dari masa konsesi
KSO.
Hak bagi pendapatan atau hasil diamortisasi oleh investor.
Pengungkapan
Sehubungan dengan perjanjian Kerjasama Operasi (KSO), pengungkapan berikut
ini harus dibuat:
a) pihak-pihak yang terkait dalam perjanjian KSO,
b) hak dan kewajiban dari masing-masing partisipan KSO berkenaan dengan perjanjian
KSO,
c) ketentuan tentang perubahan perjanjian KSO, bila ada.
Sehubungan dengan pengungkapan yang lazim untuk aktiva tetap, pengungkapan berikut
harus dibuat untuk aset Kerjasama Operasi (KSO):
a) klasifikasi aktiva yang membentuk aset KSO,
b) penentuan biaya perolehan aset KSO,
c) penentuan depresiasi atau amortisasi aset KSO.
Sehubungan dengan perjanjian bagi pendapatan/hasil KSO, pengungkapan berikut ini harus
dibuat:
a) penghitungan atau penentuan hak bagi pendapatan/hasil KSO,
b) penentuan amortisasi hak bagi pendapatan /hasil KSO,
c) penghitungan (tambahan) beban atau penghasilan KSO yang timbul dari
pembayaran bagi pendapatan/hasil KSO.
PSAK NO 40
Akuntansi Perubahan Ekuitas Anak Perusahaan/Perusahaan Asosiasi
Transaksi yang mengubah ekuitas anak perusahaan/perusahaan asosiasi antara lain:
a) Transaksi yang mengubah persentase kepemilikan investor pada anak
perusahaan/perusahaan asosiasi antara lain:
1) Transaksi antara anak perusahaan/perusahaan asosiasi dengan investor:
i. Anak perusahaan/perusahaan asosiasi menjual saham tambahan kepada
investor,
ii. Anak perusahaan/perusahaan asosiasi asosiasi memperoleh kembali saham
beredar yang dimiliki oleh investor.
2) Transaksi antara anak perusahaan/perusahaan asosiasi dengan pihak ketiga
(selain investor):
i. Anak perusahaan/perusahaan asosiasi menjual saham tambahan kepada
pihak ketiga,
ii. Anak perusahaan/perusahaan asosiasi memperoleh kembali saham beredar
yang dimiliki oleh pihak ketiga.
b) Transaksi yang tidak mengubah persentase kepemilikan investor pada anak
perusahaan/perusahaan asosiasi: anak perusahaan/perusahaan asosiasi melakukan
revaluasi aktiva tetap sehingga muncul akun “Selisih Penilaian Kembali Aktiva
Tetap”.
Pengakuan
Apabila nilai ekuitas anak perusahaan/perusahaan asosiasi yang menjadi bagian
perusahaan investor sesudah transaksi perubahan ekuitas anak perusahaan/perusahaan
asosiasi lebih besar dari nilai ekuitas anak perusahaan/perusahaan asosiasi yang menjadi
bagian perusahaan investor sebelum transaksi perubahan ekuitas anak
perusahaan/perusahaan asosiasi, maka perbedaan tersebut, oleh investor diakui sebagai
bagian dari ekuitas dengan akun “Selisih Transaksi Perubahan Ekuitas Anak
Perusahaan/Perusahaan Asosiasi”.
Pada saat pelepasan investasi yang bersangkutan, jumlah selisih transaksi
perubahan ekuitas anak perusahaan/perusahaan asosiasi yang terkait diakui sebagai
pendapatan atau beban dalam periode yang sama pada waktu keuntungan atau kerugian
pelepasan diakui.
Pengungkapan
Unsur-unsur utama akun “Selisih Transaksi Perubahan Ekuitas Anak
Perusahaan/Perusahaan Asosiasi/Anak Perusahaan” harus diungkapkan secara terpisah
pada catatan atas laporan keuangan.
ENTITAS BERTUJUAN KHUSUS ISAK 7
Latar Belakang dari diterbitkannya ISAK 7 adalah suatu entitas dapat didirikan
untuk mencapai suatu tujuan khusus yang terbatas (misalnya untuk melakukan sewa,
kegiatan riset dan pengembangan atau sekuritisasi aset keuangan). Suatu entitas bertujuan
khusus (EBK) atau special purpose entities (SPE) dapat berbentuk perusahaan,
perserikatan, firma atau entitas yang tidak berbentuk badan hukum. EBK umumnya
dibentuk dengan ketentuan kontraktual yang mengatur secara ketat atau memberikan
batasan tetap atas kewenangan pimpinan, wali amanat, atau manajemen untuk membuat
keputusan mengenai pengoperasian EBK. Ketentuan ini sering kali menjelaskan bahwa
kebijakan dalam mengoperasikan EBK tidak dapat dimodifikasi atau diubah (beroperasi
dengan autopilot), kecuali mungkin oleh pendiri atau sponsornya.
Paragarf 2 ISAK 7 menyebutkan, sponsor (entitas yang diwakili EBK) sering kali
mengalihkan atau menjual asetnya ke EBK, memperoleh hak pemakaian aset yang dikuasai
oleh EBK, atau memberikan jasa untuk EBK, sementara pihak lain ("penyedia modal")
mungkin menyerahkan dana kepada EBK. Entitas yang bertransaksi dengan EBK (sering
kali adalah pendiri atau sponsor) mungkin secara substansi mengendalikan EBK.
Hak (beneficial interest) dalam suatu EBK, misalnya, dapat berupa instrumen
utang, instrumen ekuitas, hak partisipasi, hak residual, atau sewa. Beberapa hak, mungkin
memberikan tingkat pengembalian yang tetap atau pasti kepada pemegangnya, sementara
yang lain memberikan akses terhadap keuntungan ekonomi di masa depan dari kegiatan
EBK. Dalam banyak hal, pendiri atau sponsor (atau entitas yang menjadi alasan
pembentukan EBK atau yang diwakili) memperoleh manfaat utama dari kegiatan EBK,
walaupun ia hanya memiliki sebagian kecil ekuitas EBK atau bahkan tidak memiliki sama
sekali.
Pengalihan aset dari suatu entitas ke suatu EBK mungkin dapat dikategorikan
sebagai penjualan oleh entitas tersebut. Meskipun pengalihan tersebut memang benar
merupakan penjualan, ketentuan dalam PSAK 4 (revisi 2009): Laporan Keuangan
Konsolidasian dan Laporan Keuangan Tersendiri dan Interpretasi ini mensyaratkan entitas
untuk mengonsolidasikan EBK tersebut
Deskripsi Kasus
Sebelum tahun 2003, PT. Indosat Tbk yang saat itu masih bernama PT. Indonesian
Satellite Corporation Tbk bersama dengan PT. Telkom Tbk adalah dua perusahaan plat
merah yang menjalankan lini bisnis yang sejenis yaitu bidang telekomunikasi. Berdasarkan
kebijakan pemerintah waktu itu (Presiden Megawati Sukarnoputri) PT. Indosat Tbk pada
akhir tahun 2002 diprivatisasi. Perusahaan ini dijual ke Temasek Holdings yang berbasis di
Singapura.
Pada tahun 2001 sebelum Telkom dan Indosat terpisah pengendalian, kedua
perusahaan melakukan transaksi kepemilikan silang saham di beberapa perusahaan
affiliasi. Rinciannya adalah:
a. Menjual 35% investasi perusahaan di PT Telekomunikasi Selular
b. Mengakuisisi 22,5% investasi Telkom di Satelindo
c. Mengakuisisi 37,21% investasi Telkom di Lintasarta
Pada saat transaksi, Indosat dan Telkom adalah entitas sepengendali oleh Pemerintah
sebagai pemegang saham mayoritas kedua perusahaan. Transaksi dengan Telkom ini
dicatat dengan metode penyatuan kepemilikan. Bila selisih transaksi di atas adalah sebesar
Rp 4.359.259, bagaimana cara pengungkapannya?
Kasus 2
Pada tahun 2006 PT Central Pertiwi (CP) dan PT Surya Hidup Satwa (SHS) sebagai
pemegang kendali PT BISI International melakukan restrukturisasi dalam kelompok
perusahaan. Hal ini untuk menjadikan Perusahaan induk untuk usaha pembibitan benih.
Transaksinya adalah:
a. Akuisisi PT Tanindo Subur Prima (TSP)
Desember 2006 PT BISI membeli dan membayar lunas 54,2% kepemilikan saham
atau sebanyak 49864000 saham di TSP dari CP dan SHS, dengan harga RP 1.009
per lembar saham atau total sebesar Rp 50,3 miliar.
b. Akuisisi PT Multi Sarana Indotani (MSI)
Desember 2006 PT BISI juga membeli dan melunasi 99,99% kepemilikan saham
atau sebanyak 11.499.999 saham di MSI dari CP dan Jialipto, dengan harga Rp
1.042 per lembar sahamatau sebesar Rp 12 miliar.
Akuisisi diatas dibiayai dari penerimaan atas penerbitan saham sebanyak 63.000.000 saham
atau sebesar Rp 63 miliar pada Desember 2006. Bagaimana pengakuan transaksi ini?
Analisa Kasus
Kasus pertama.
Sesuai dengan PSAK 38 selisih bersih sebesar Rp 4.359.259 antara nilai wajar yang
dibayar atau diterima dan aktiva bersih perusahaan yang peroleh atau dijual dikreditkan
pada “selisih nilai transaksi restrukturisasi entitas sepengendali”. Mulai tahun 2003, Karena
antara Telkom dan Indosat telah terpisah secara pengendaliannya, maka dalam laporan
keuangan konsolidasi tahun 2003 “selisih nilai transaksi restrukturisasi entitas pengendali”
diakui sebagai realisasi laba. Pengakuan laba ini disajikan ke dalam akun “Pos Luar biasa –
laba yang direalisasi atas selisih transaksi restrukturisasi entitas sepengendali”
Kasus kedua
Asumsi nilai buku bersih TSP adalah Rp 55.693.000.000 dan MSI adalah
Rp12.466.000.000, maka selisih harga pengalihan saham dengan nilai buku bersih anak
perusahaan yang diakuisisi adalah (dalam juta):
Harga Pengalihan Nilai buku bersih Selisih
PT TSP 50.313 55.693 5.380
PT MSI 11.983 12.466 483
jumlah 62.296 68.159 5.863
Sesuai dengan PSAK 38 selisih harga pengalihan saham dengan nilai buku bersih anak
perusahaan yang diakuisisi sebesar Rp 5.863 juta disajikan pada akun “selisih nilai
restrukturisasi entitas pengendali” di bagian ekuitas.
3. Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa:
1. Yang termasuk dalam pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa adalah transaksi
yang dilakukan dengan:
- perusahaan yang memiliki hubungan kepemilikan,
- perorangan sebagai pemilik atau karyawan yang mempunyai pengaruh signifikan,
- anggota keluarga terdekat dari perorangan tersebut, dan
- perusahaan yang dimiliki secara subtansial oleh perorangan tersebut.
2. Transaksi dengan pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa perlu untuk
diungkapkan guna menilai kewajaran transaksi tersebut.
3. Selisih nilai restrukturisasi entitas terjadi pada transaksi pada perusahaan yang
sepengendali.
REFERENSI
Anwar, Yusuf. 2004. Strategi Pengembangan Akuntan Dan Pasar Modal Indonesia. Pidato Pembukaan Konvensi Nasional Akuntansi V 2004. Yogyakarta.
FCGI. 2001. Peranan Dewan Komisaris dan Komite Audit dalam Pelaksanaan Corporate Governance (Tata Kelola Perusahaan). Jilid II. Jakarta: FCGI.
Feliana, Yie Ke. 2007. Pengaruh Struktur Kepemilikan Perusahaan dan Transaksi dengan Pihak-pihak yang Memiliki Hubungan Istimewa terhadap Daya Informasi Akuntansi. Simposium Nasional Akuntansi IX 2006. Padang. Hal. 1-28.
IAI (2009). Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan. Salemba Empat, Jakarta.
KNKG, 2006. Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia. Jakarta: KNKG.
Rahmawati, Yacob Suparno dan Nurul Qomariyah. 2006. Pengaruh Asimetri Informasi Terhadap Praktik Manajemen Laba Pada Perusahaan Perbankan Publik Yang Terdaftar Di Bursa Efek Jakarta. Simposium Nasional Akuntansi IX 2006. Padang. Hal. 1-28.
Toha, Akhmad. 2004. Efektivitas Peranan Komite Audit Dalam Mewujudkan Good Corporate Governance Studi Kasus Pada PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. Kajian Ekonomi dan Keuangan. Vol. 8. No. 3. September 2004. Hal. 17-41.
Wallman, SMH (1996). The futura Accounting And Financial Reporting Part II; The Colorized Approach. Accounting Horizon, Vol. 10 No. 2, June, pp. 138-148.
www.ortax.org