i
MARULI TUA SIHOMBING
PROGRAM KEAHLIAN TEKNOLOGI PRODUKSI DAN
MANAJEMEN PERIKANAN BUDIDAYA
PROGRAM DIPLOMA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PEMBENIHAN DAN PEMBESARAN ABALON Haliotis squamata
DI BALAI PERIKANAN BUDIDAYA LAUT LOMBOK,
LOMBOK BARAT, NUSA TENGGARA BARAT
ii
iii
PERNYATAAN MENGENAI LAPORAN AKHIR DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan laporan akhir Pembenihan dan Pembesaran
Abalon Haliotis squamata di Balai Perikanan Budidaya Laut Lombok, Lombok
Barat, Nusa Tenggara Barat adalah karya saya dengan arahan dosen pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir laporan ini.
Bogor, Juni 2015
Maruli Tua Sihombing
NIM J3H212078
i
ABSTRAK
MARULI TUA SIHOMBING. Pembenihan dan Pembesaran Abalon Haliotis
squamata di Balai Perikanan Budidaya Laut Lombok, Lombok Barat, Nusa
Tenggara Barat. Dibimbing oleh ANDRI HENDRIANA.
Abalon merupakan komoditas laut yang bernilai ekonomi tinggi dengan
harga jual berkisar Rp 250 000 hingga Rp 600 000 per kg tergantung ukurannya.
Kegiatan pembenihan terdiri dari pemeliharaan induk, kultur pakan alami,
pemijahan, dan pemeliharaan larva hingga benih. Kegiatan pembesaran terdiri dari
persiapan wadah, pemeliharaan benih, dan pemantauan pertumbuhan benih hingga
ukuran panen. Kegiatan pembenihan menghasilkan 23 128 individu benih/tahun
dengan ukuran 3 cm yang dipelihara selama 6 bulan. Fekunditas abalon adalah
800 000 butir telur/individu dengan FR 60%, HR 85%, dan SR 0.15%. Kegiatan
pembesaran menghasilkan 191.25 kg abalon ukuran konsumsi dengan bobot 50
g/individu yang dipelihara selama 12 bulan. Hasil dari pemeliharaan abalon
menunjukkan bahwa SR 94%, SGR 0.045%, dan FCR 1.9. Analisis usaha
pembenihan menunjukkan R/C ratio 1.63, HPP Rp 3 978, dan PP 2.9 tahun.
Analisis usaha pembesaran menunjukkan R/C ratio 1.67, HPP Rp 180 151, dan PP
1.9 tahun.
Kata kunci : abalon, pembenihan, pembesaran
ABSTRACT
MARULI TUA SIHOMBING. Seed Production and Grow Out of Abalone
Haliotis squamata in Marine Aquaculture Development of Lombok, West –
Lombok , West – Nusa Tenggara. Supervised by ANDRI HENDRIANA.
Abalone is a marine commodity of high economic value with the selling
price ranging from Rp 250 000 to Rp 600 000 per kg depending on size. Seeds
production activity consist of broodstock maintenance, natural feed culture,
breeding, and maintenance of larva up to seed. Grow out activity consist of
prepare of containers, seeds maintenance, and controlling growth of seeds up to
market size. Seeds production produce 23 128 individual seeds/year with 3 cm
size is maintained for 6 months. Fecundity of abalone is 800 000 eggs/individual
with FR 60%, HR 85%, and SR 0.15. Grow out activities produce 191.25 kg of
abalones size of consumption with a weight of 50 g/individual were maintained
for 12 months.The result of the abalone’s maintainance showed that SR 94%,
SGR 0.045%, and FCR 1.9. The business analysis of seeds production showed
R/C ratio 1.85, HPP Rp 3 978, and PP 2.9 years. The business analysis of grow
out activity showed R/C ratio 1.67, HPP Rp. 180 151, and PP 1.9 years.
Key words : abalone, seeds production, grow out
i
RINGKASAN
MARULI TUA SIHOMBING. Pembenihan dan Pembesaran Abalon Haliotis
squamata di Balai Perikanan Budidaya Laut Lombok, Lombok Barat, Nusa
Tenggara Barat. Dibimbing oleh ANDRI HENDRIANA.
Abalon merupakan komoditas laut yang bernilai ekonomi tinggi. Harga jual
abalon di dalam negeri berkisar Rp 250 000 hingga Rp 600 000 per kg tergantung
ukurannya. Hal tersebut memacu perkembangan pembenihan dan kegiatan
budidaya atau akuakultur abalon dalam meningkatkan populasi abalon untuk
memenuhi permintaan daging abalon. Balai Perikanan Budidaya Laut Lombok
berperan untuk menyebarluaskan hasil perekayasaan, termasuk pembenihan dan
pembesaran abalon. Tujuan dari kegiatan Praktik Kerja Lapangan adalah untuk
mengikuti dan melakukan secara langsung kegiatan pembenihan dan pembesaran
abalon di BPBL Lombok.
Kegiatan pembenihan abalon diawali dengan pemeliharaan induk untuk
menghasilkan induk gonad. Jumlah induk yang ditebar sebanyak 1 426 individu
yang terdiri dari 697 individu induk jantan dan 729 individu induk betina dengan
bobot antara 44.04 – 51.18 g/individu. Induk dipelihara di dalam 5 unit krat
industri yang berukuran 60 cm x 40 cm x 30 cm dengan kepadatan 40 – 50
individu/unit dan digantungkan pada 1 unit bak fiber berukuran 3 m x 1 m x 0.6 m
yang diisi air setinggi 50 cm. Jumlah bak pemeliharaan induk sebanyak 6 bak
yang terdiri dari 3 bak induk jantan dan 3 bak induk betina. Induk diberi pakan
alami berupa makro alga jenis Gracillaria sp. dan Ulva sp. dengan metode
adlibitum. Pengelolaan air pada pemeliharaan induk dilakukan dengan
penyiponan dasar bak setiap hari untuk membuang kotoran dan sisa pakan.
Penyiapan pakan alami dilakukan 3 – 4 minggu sebelum pemijahan
dilakukan. Pakan alami yang digunakan untuk larva abalon adalah fitoplankton
jenis bentik diatom yang terdiri dari Nitzschia sp., Navicula sp., dan Amphora sp.
Kultur pakan alami tahap pertama dilakukan secara semi massal di stoples plastik
dengan kapasitas 20 L/wadah. Sterilisasi alat dan media dilakukan dengan
perebusan dalam panci stainless steel. Pemupukan menggunakan pupuk KW21
dosis 0.375 ppt dan silikat dosis 0.25 ppt. Inokulasi dilakukan dengan penebaran
inokulan dosis 5 – 25 % dari total media kultur. Pemanenan dilakukan pada hari
keempat dengan tingkat kepadatan sel 0.6 x 107 individu/ml. Proses persiapan
wadah pemeliharaan larva dilakukan pada bak fiber ukuran 3 m x 1 m x 0.6 m
yang dilengkapi dengan rearing plate yang terbuat dari supervynil bergelombang
sebagai substrat penempelan bentik diatom yang digunakan sebagai pakan larva.
Pemijahan induk dilakukan pada unit bak dengan spesifikasi yang sama
pada bak pemeliharaan induk. Bak pemijahan dilengkapi dengan 1 unit kotak
kolektor telur pada bagian sisi saluran pengeluaran air yang dipasang 2 buah
plankton net secara berlapis yang masing – masing memiliki mesh size 90 µm dan
60 µm. Induk yang siap dipijahkan adalah induk yang memiliki gonad yang
berkembang dan menutupi organ hepatopankreas > 50 %. Teknik pemijahan yang
dilakukan secara alami dengan sistem pemijahan massal. Rasio antara induk
jantan dan betina yang dipijahkan adalah 1 : 3 dengan jumlah induk jantan
sebanyak 50 individu dan induk betina sebanyak 150 individu dalam satu siklus
ii
pemijahan. Proses pemijahan induk terjadi pada saat bulan gelap dan bulan terang
dengan kisaran waktu pukul 06:00 WITA – 09:00 WITA. Telur diinkubasi pada
wadah stoples plastik volume 20 L setelah proses pemijahan dengan kepadatan
500 – 1 000 butir telur/L. Proses embriogenesis dari telur menuju stadia
trochopore terjadi selama 5 – 8 jam dan siap untuk ditebar pada bak pemeliharaan
larva dengan jumlah 100 000 – 150 000/bak. Larva akan melakukan proses
settlement pada rearing plate ketika mencapai fase veliger 1 – 2 hari.
Pemeliharaan larva dilakukan selama 2 – 3 bulan untuk menghasilkan spat
abalon berukuran 0.5 – 1 (cm). Spat abalon berukuran > 0.5 cm mulai dilakukan
overlapping menggunakan pakan rumput laut jenis Gracillaria sp. dan Ulva sp.
Pemeliharaan spat abalon hingga mencapai benih berlangsung selama 2 – 3 bulan
dan menghasilkan benih siap jual berukuran 2 – 3 cm.
Hasil kegiatan pembenihan menghasilkan FR 90 %, HR 80 %, dan SR 0.5 –
1.5 %. Pengepakan benih dilakukan dengan tiga tahap, yang pertama
menggunakan kantong jaring ukuran 20 cm x 10 cm dengan kepadatan 30 – 35
individu/buah, kedua menggunakan kantong plastik ukuran 120 cm x 50 cm
dengan ketebalan 0.6 mm yang diisi 10 kantong jaring/lembar plastik, ketiga
menggunakan kotak styrofoam ukuran 120 cm x 40 cm x 32 cm dengan ketebalan
3.5 cm yang diisi 1 plastik/kotak. Benih didistribusikan ke wilayah Bali,
Sumbawa, NTT, dan Makassar yang diangkut dengan alat transportasi mobil,
pesawat terbang, dan kapal laut dengan lama pengiriman 2 – 6 jam.
Kegiatan pembesaran dilakukan pada bak beton ukuran 10 m x 1.2 m x 1.4
m sebanyak 3 unit. Tiap bak diisi 9 – 10 keranjang jaring kasa dengan diameter 60
cm dan tinggi 50 cm. Persiapan wadah dilakukan dengan desinfeksi melalui
pembilasan menggunakan kalsium hipoklorit 60 % sebanyak 10 ppm. Benih yang
ditebar adalah benih berukuran 2 – 3 cm dengan kepadatan 100 – 200 individu per
keranjang. Pemberian pakan jenis Gracillaria sp. dan Ulva sp. dilakukan secara
adlibitum dengan frekuensi penambahan pakan 1 – 2 hari sekali. Pengelolaan air
dilakukan dengan cara penyiponan setiap hari. Benih disampling setiap minggu
untuk mengetahui kebutuhan pakan dan pertumbuhan. Pemeliharaan benih
dilakukan selama 12 bulan untuk mencapai ukuran > 5 cm dan bobot 40 – 50
g/individu sebagai ukuran konsumsi. Hasil kegiatan pembesaran diperoleh data
SGR 0.045 % dengan FCR 1.9.
Produksi dari kegiatan pembenihan adalah 23 128 individu per tahun yang
terdiri dari 7 siklus dengan fekunditas 800 000 butir telur per kg, FR 60 %, HR 85
%, dan SR 0.15 %. Sedangkan abalon ukuran konsumsi berukuran > 5 cm dengan
bobot 50 g/individu individu dengan lama pemeliharaan 12 bulan. Produksi dari
kegiatan pembesaran adalah 191.25 kg per tahun yang terdiri dari 1 siklus dengan
SR 94 %, SGR 0.045 %, dan FCR 1.9. Analisis usaha pembenihan dengan harga
jual Rp 6 500 per individu, biaya investasi Rp 171 589 000, biaya total produksi
Rp 92 009 826, dan penerimaan Rp 150 332 000 diketahui R/C ratio 1.63, BEP
unit 12 706 individu, BEP harga Rp 82 589 252, HPP Rp 3 978, dan PP 2.9 tahun.
Analisis usaha pembesaran dengan harga jual Rp 300 000 per kg, biaya investasi
Rp 43 367 500, biaya total produksi Rp 34 408 865, dan biaya penerimaan Rp 57
300 000 diketahui R/C ratio 1.67, BEP unit 106 kg, BEP harga Rp 31 823 982,
HPP Rp 180 151, dan PP 1.9 tahun.
Kata kunci : abalon, pembenihan, pembesaran
iii
MARULI TUA SIHOMBING
Laporan Akhir
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Ahli Madya
pada
Program Diploma Keahlian Teknologi Produksi dan Manajemen Perikanan
Budidaya
PROGRAM KEAHLIAN TEKNOLOGI PRODUKSI DAN
MANAJEMEN PERIKANAN BUDIDAYA
PROGRAM DIPLOMA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PEMBENIHAN DAN PEMBESARAN ABALON Haliotis squamata
DI BALAI PERIKANAN BUDIDAYA LAUT LOMBOK,
LOMBOK BARAT, NUSA TENGGARA BARAT
i
Judul Tugas Akhir : Pembenihan dan Pembesaran Abalon Haliotis
squamata di Balai Perikanan Budidaya Laut Lombok,
Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat
Nama : Maruli Tua Sihombing
NIM : J3H212078
Disetujui oleh
Andri Hendriana, SPi, MSi
Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Bagus Priyo Purwanto, MAgr Ir Irzal Effendi, MSi
Direktur Koordinator Program Keahlian
Tanggal lulus :
ii
i
PRAKATA
Puji dan syukur penulis persembahkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
rahmat dan karunia-Nya sehingga laporan tugas akhir Praktik Kerja Lapangan
(PKL) ini berhasil diselesaikan. Judul laporan tugas akhir ini ialah “Pembenihan
dan Pembesaran Abalon Haliotis squamata di Balai Perikanan Budidaya Laut
Lombok, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat” yang dilaksanakan sejak tanggal
02 Februari 2015 sampai 02 Mei 2015.
Ungkapan terima kasih disampaikan kepada ayah, Lister Sihombing dan ibu,
Rumanti Bakara beserta seluruh keluarga atas doa dan kasih sayangnya. Penulis
juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Andri Hendriana, SPi, MSi selaku
dosen pembimbing, Bapak Wiyoto, SPi, MSc selaku dosen penguji, dan bapak/ibu
dosen Program Keahlian Teknologi Produksi dan Manajemen Perikanan Budidaya
(IKN) khususnya Bapak Ir Irzal Effendi, MSi selaku koordinator program
keahlian dan Ibu Wida Lesmanawati, SPi, MSi selaku sekretaris program
keahlian. Penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada teman –
teman mahasiswa IKN angkatan 49 atas kebersamaan yang menjadi semangat dan
inspirasi bagi penulis.
Penulis mengucapkan terima kasih Bapak Hery Setyabudi, SPi dan Ibu
Woro Kusumaningtyas Perwitasari, SPi selaku pembimbing lapangan beserta
Bapak Arsyad Sajangka, SPi, Ibu Afni Isriani, AMd, Bapak I Nyoman Koming,
dan Bapak Sapdi dari Balai Perikanan Budidaya Laut (BPBL) Lombok yang telah
banyak membantu penulis selama kegiatan PKL. Disamping itu, penghargaan
penulis sampaikan kepada Bapak Ir Ujang Komaruddin, AK, MSc selaku kepala
BPBL Lombok dan seluruh pegawai yang telah mengakomodasi dan memberi
informasi terkait kegiatan PKL.
Semoga laporan akhir PKL ini bermanfaat.
Bogor, Juni 2015
Maruli Tua Sihombing
ii
iii
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vii DAFTAR LAMPIRAN ix 1 PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1 1.2 Tujuan 2
2 METODE KAJIAN 2 2.1 Lokasi dan Waktu Kegiatan PKL 2 2.2 Komoditas 3 2.3 Teknik Pengumpulan dan Analisis Data 3
3 KEADAAN LOKASI PRAKTIK 4
3.1 Sejarah 4 3.2 Letak Geografis 5
3.4 Visi dan Misi 5 3.5 Tugas dan Fungsi 5 3.6 Struktur Organisasi 6 3.7 Keadaan Sumber Daya Manusia 7
4 FASILITAS PRODUKSI 8 4.1 Fasilitas Utama Pembenihan 8
4.1.1 Hatchery 8 4.1.2 Wadah Budidaya 9
4.1.2.1 Wadah Pemeliharaan Induk 9
4.1.2.2 Wadah Pemijahan 10 4.1.2.3 Wadah Kolektor Telur 10
4.1.2.4 Wadah Penetasan Telur 10 4.1.2.5 Wadah Pemeliharaan Larva 11
4.1.2.6 Wadah Pemeliharaan Rumput Laut 11 4.1.2.7 Wadah Kultur Pakan Alami 12
4.1.3 Sistem Pengairan 12
4.1.3.1 Air Laut 12 4.1.3.2 Air Tawar 12
4.1.3.3 Tandon 13 4.1.3.4 Pengelolaan Air 13
4.1.4 Sistem Aerasi 14
4.1.4.1 Aerasi 14 4.1.4.2 Distribusi 14
4.1.5 Peralatan 15 4.1.5.1 Krat Industri 15
4.1.5.2 Shelter 16 4.1.5.3 Rearing Plate 16 4.1.5.5 Spatula 16
4.1.5.6 Timbangan 17 4.1.5.7 Keranjang Pakan 17 4.1.5.8 Gayung dan Stoples 18 4.1.5.9 Jangka Sorong 18
iv
4.1.5.10 Mikroskop 18
4.1.5.11 Haemositometer dan Sedgewick Rafter 18 4.1.5.12 Beaker Glass, Cawan Petri, dan Pipet Tetes 19 4.1.5.13 Kompor Gas 19 4.1.5.14 Air Conditioner (AC) 20 4.1.5.15 Lampu Pencahayaan 20
4.1.5.16 Alat Sipon 20 4.1.5.17 Wiper Lantai 21 4.1.5.18 Alat Penyikat 21 4.1.5.19 Tabung Oksigen 21 4.1.5.20 Peralatan Pengepakan 21
4.2 Fasilitas Utama Pembesaran 22 4.2.1 Wadah Pembesaran 22 4.2.2 Peralatan 23
4.2.2.1 Keranjang Benih 23 4.3 Fasilitas Pendukung Pembenihan dan Pembesaran 23
4.3.1 Listrik 23 4.3.2 Gas 24
4.3.4 Alat Transportasi 24 4.3.5 Bangunan 24
4.3.5.1 Kantor 24 4.3.5.2 Rumah Ibadah 25 4.3.5.3 Rumah Listrik dan Genset 25
4.3.5.4 Rumah Pompa 25 5 KEGIATAN PEMBENIHAN 26
5.1 Pemeliharaan Induk 26 5.1.1 Persiapan Wadah dan Media 26 5.1.2 Penebaran Induk 26
5.1.3 Pemberian Pakan 27 5.1.4 Pengelolaan Kualitas Air Induk 28
5.1.5 Pencegahan dan Pemberantasan Hama dan Penyakit pada Induk 29
5.2 Pemijahan Induk 30 5.2.1 Persiapan Wadah 30 5.2.2 Seleksi Induk Matang Gonad 30 5.2.3 Pemijahan 31
5.3 Pemeliharaan Telur 32
5.3.1 Pemanenan Telur 32 5.4 Pemeliharaan Larva 33
5.4.1 Persiapan Wadah dan Media 33 5.4.2 Penebaran dan Pemeliharaan Larva 33 5.4.3 Pemberian Pakan 33
5.4.4 Pengelolaan Kualitas Air Pemeliharaan Larva 33 5.4.5 Pencegahan dan Pemberantasan Hama Penyakit 34
5.4.6 Pemanenan Juvenil 34 5.5 Pemeliharaan Benih 35
5.5.1 Persiapan Wadah dan Media 35 5.5.2 Penebaran Juvenil 35 5.5.3 Pemberian Pakan 35
v
5.5.4 Pengelolaan Kualitas Air Pemeliharaan Benih 35
5.5.5 Pencegahan dan Pemberantasan Hama Penyakit 35 5.6 Kultur Pakan Alami 36
5.6.1 Kultur Skala Semi Massal 36 5.6.1.1 Persiapan Wadah dan Media Kultur 36 5.6.1.2 Pemupukan 36
5.6.1.3 Penebaran Inokulan 37 5.6.1.4 Sampling Pertumbuhan Populasi Sel 38 5.6.1.5 Pemanenan 38
5.6.2 Kultur Skala Massal 38 5.6.2.1 Persiapan Wadah dan Media Kultur 38
5.6.2.2 Penebaran Inokulan 39 5.6.2.3 Pemupukan Ulang 39 5.6.2.4 Pemanenan 39
5.7 Pemanenan dan Pengangkutan Benih 40 5.7.1 Pemanenan Benih 40 5.7.2 Sortir dan Grading 40 5.7.3 Pengepakan Benih 41
5.7.4 Anestesi 42 5.7.5 Pengangkutan dan Transportasi Benih 42
6 KEGIATAN PEMBESARAN 43 6.1 Persiapan Wadah dan Media 43 6.2 Penebaran Benih 43
6.3 Pemberian Pakan 44 6.4 Sampling Pertumbuhan 44
6.5 Sortir dan Grading 45 6.6 Pemanenan Abalon 46 6.7 Pengepakan Abalon Ukuran Konsumsi 46
6.8 Pengangkutan dan Transportasi Abalon 46 7 ASPEK USAHA 46
7.1 Pembenihan 46
7.1.1 Pemasaran 46 7.1.1.1 Produk 46 7.1.1.2 Tujuan 47 7.1.1.3 Distribusi 47
7.1.2 Pengadaan Sarana Produksi 47
7.1.2.1 Induk 47 7.1.2.2 Pakan 47 7.1.2.3 Pupuk 47 7.1.2.4 Bahan Kimia 48 7.1.2.5 Bahan Bakar 48
7.1.2.6 Tenaga Kerja 48 7.1.3 Analisis Usaha 48
7.1.3.1 Biaya Investasi 49 7.1.3.2 Biaya Penyusutan 50 7.1.3.3 Biaya Tetap 51 7.1.3.4 Biaya Variabel 52 7.1.3.5 Biaya Total 53
vi
7.1.3.5 Penerimaan 53
7.1.3.6 Keuntungan 53 7.1.3.7 Rasio Penerimaan dan Biaya (R/C Ratio) 53 7.1.3.8 Jangka Waktu Pengembalian Modal / Payback Period (PP) 53 7.1.3.9 Analisa Titik Impas / Break Event Point (BEP) 54 7.1.3.10 Harga Pokok Penjualan (HPP) 54
7.2 Pembesaran 54 7.1.1 Pemasaran 54
7.1.1.1 Produk 54 7.1.1.2 Tujuan 55 7.1.1.3 Distribusi 55
7.1.2 Pengadaan Sarana Produksi 55 7.1.2.1 Benih 55 7.1.2.2 Pakan 55
7.1.2.4 Bahan Kimia 55 7.1.2.5 Bahan Bakar 55 7.1.2.6 Tenaga Kerja 55
7.1.3 Analisis Usaha 56
7.1.3.1 Biaya Investasi 56 7.1.3.2 Biaya Penyusutan 57
7.1.3.3 Biaya Tetap 58 7.1.3.4 Biaya Variabel 58 7.1.3.5 Biaya Total 59
7.1.3.5 Penerimaan 59 7.1.3.6 Keuntungan 59
7.1.3.7 Rasio Penerimaan dan Biaya (R/C Ratio) 59 7.1.3.8 Jangka Waktu Pengembalian Modal / Payback Period (PP) 59 7.1.3.9 Analisa Titik Impas / Break Event Point (BEP) 60
7.1.3.10 Harga Pokok Penjualan (HPP) 60 8 PENUTUP 60
8.1 Kesimpulan 60
8.2 Saran 61 DAFTAR PUSTAKA 61
DAFTAR TABEL
1 Jenjang pendidikan PNS di BPBL Lombok 7
2 Hasil pengukuran kualitas air pemeliharaan induk 29
3 Stadia tingkat kematangan gonad induk abalon 31
4 Data hasil pemijahan abalon 32
5 Data kualitas air pemeliharaan larva 34
6 Pupuk teknis yang digunakan pada pemupukan ulang 39
7 Data pengadaan pupuk kultur pakan alami 47
8 Data pengadaan bahan kimia untuk kegiatan pembenihan abalon 48
vii
9 Data pengadaan tenaga kerja kegiatan pembenihan abalon di BPBL
Lombok 48
10 Rincian biaya investasi pembenihan abalon di BPBL Lombok 49
11 Rincian biaya penyusutan pembenihan abalon 50
12 Rincian biaya tetap pembenihan abalon 51
13 Rincian biaya variabel pembenihan abalon 52
14 Rincian pengadaan tenaga kerja pembesaran abalon di BPBL Lombok 56
15 Rincian biaya investasi pembesaran abalon 56
16 Rincian biaya penyusutan pembesaran abalon 57
17 Rincian biaya tetap pembesaran abalon 58
18 Rincian biaya variabel pembesaran abalon 58
DAFTAR GAMBAR
1 Data persediaan dan produksi budidaya abalon dunia 1
2 Abalon Haliotis squamata 3
3 BPBL Lombok 4
4 Struktur organisasi BPBL Lombok 6
5 Hatchery yang digunakan beserta bagiannya : (a) Hatchery indoor dan
(b) ruang pemeliharaan induk dan pemijahan 8
6 Hatchery semi outdoor 8
7 Wadah pemeliharaan induk yang digunakan : (a) bak fiber, (b) pipa saluran
pemasukan air, dan (c) pipa saluran pengeluaran air 9
8 Bak kolektor telur 10
9 Wadah penetasan telur berupa stoples plastik 11
10 Wadah pemeliharaan larva berupa bak fiber 11
11 Kolam pemeliharaan rumput laut 12
12 Pompa air laut 12
13 Pompa air tawar 13
14 Wadah yang digunakan sebagai tandon air : (a) bak beton dan (b) tabung
fiber 13
15 Susunan substrat dalam filter fisik air laut 14
16 Sumber aerasi yang digunakan : (a) blower dan (b) hi-blow 14
17 Distribusi aerasi pada wadah : (a) wadah pemeliharaan/pemijahan dan (b)
wadah kultur pakan alami 15
18 Krat industri 15
19 Shelter 16
20 Rearing plate 16
21 Jenis timbangan yang digunakan : (a) digital dan (b) manual 17
22 Jenis keranjang pakan yang digunakan : (a) keranjang jaring dan (b)
keranjang plastik 17
23 Jangka sorong 18
24 Alat bantu pengamatan : (a) haemositometer, (b) sedgewick rafter, dan
(c) hand counter 19
25 Kompor gas dan panci stainless steel 19
26 Air Conditioner (AC) 20
viii
27 Lampu pencahayaan 20
28 Alat sipon 21
29 Tabung oksigen 21
30 Peralatan yang digunakan untuk pengepakan : (a) kantong jaring dan
(b) kotak styrofoam 22
31 Wadah yang digunakan untuk pembesaran beserta perlengkapannya :
(a) bak beton dan (b) pipa saluran pemasukan air 22
32 Keranjang berbahan jaring kasa 23
33 Instalasi listrik yang digunakan beserta dayanya : (a) trafo PLN 140 KVA
dan (b) generator set 120 KVA 23
34 Mobil pengangkutan 24
35 Kantor BPBL Lombok 24
36 Musholla 25
37 Rumah instalasi listrik dan genset 25
38 Rumah pompa 26
39 Jenis pakan yang diberikan kepada induk abalon : (a) Gracillaria sp. dan (b)
Ulva sp. 27
40 Pengambilan dan pencucian pakan 27
41 Kegiatan penyiponan dasar bak induk 28
42 Pencucian keranjang induk 29
43 Perbedaan gonad induk abalon : (a) jantan dan (b) betina 30
44 Kegiatan seleksi induk : (a) pengukuran panjang cangkang induk dan (b)
penimbangan bobot tubuh induk 30
45 Air media pemijahan 31
46 Kegiatan pemanenan telur 32
47 Pupuk yang digunakan untuk kultur plankton : (a) KW21 dan (b) silikat,
serta (c) kegiatan pemupukan 37
48 Kegiatan penebaran inokulan 37
49 Data sampling pertumbuhan populasi sel Nitzschia sp. 38
50 Penebaran inokulan bentik diatom pada kultur skala massal 39
51 Hasil pemantauan pakan alami : (a) air berwarna bening kecokelatan dan
(b) bentik diatom yang tumbuh melekat pada rearing plate 40
52 Pemanenan benih abalon 40
53 Kegiatan sortir dan grading 41
54 Pengepakan benih dengan kantong jaring 41
55 Kegiatan pengepakan benih : (a) menggunakan plastik packing dan (b)
menggunakan kotak styrofoam 42
56 Pemberian es batu pada kotak packing 42
57 Pengangkutan dan transportasi benih jalur darat menggunakan mobil 43
58 Kegiatan penyikatan dan pembilasan wadah 43
59 Benih yang siap ditebar untuk pembesaran 44
60 Pemberian pakan pada benih 44
61 Kegiatan sampling benih 45
62 Laju pertumbuhan spesifik / Spesific Grow Rate (SGR) 45
63 Kegiatan pemanenan abalon 46
ix
DAFTAR LAMPIRAN
1 Peta lokasi BPBL Lombok 65
2 Tata letak unit produksi abalon di BPBL Lombok 65
3 Hasil pengamatan pertumbuhan populasi sel Nitzschia sp. 66
4 Hasil pengamatan embriogenesis abalon (18 Februari 2015) 67
5 Data sampling populasi dan kematangan gonad induk abalon 68
6 Data produksi pakan alami skala semi massal unit produksi abalon di
BPBL Lombok 69
7 Data pemakaian pakan alami semi massal unit produksi abalon BPBL
Lombok 70
8 Data sampling benih (populasi, kebutuhan pakan, dan pertumbuhan) 71
9 Pola tanam pembenihan abalon di BPBL Lombok 73
10 Pola tanam pembesaran abalon di BPBL Lombok 74
1
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Abalon merupakan komoditas laut yang bernilai ekonomi tinggi.
Pemanfaatan abalon sebagai hidangan laut karena mempunyai nilai gizi tinggi,
cita rasa yang khas, juga dipercaya mampu meningkatkan vitalitas dan rendah
kolesterol (Sarifin et al. 2011). Harga jual abalon di dalam negeri berkisar antara
Rp 250 000 hingga Rp 600 000 per kg tergantung ukurannya. Sementara di pasar
internasional harga daging abalon segar berkisar antara 22 US$ - 66 US$ per kg
tergantung kualitas dan jenisnya (Susanto et al. 2008).
Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai potensi yang besar tentang
sumber daya kekerangan termasuk abalon tetapi potensi sumber daya abalon yang
besar belum dikelola dan dimanfaatkan secara optimal. Permintaan pasar yang
tinggi dan harga yang semakin meningkat mengakibatkan tereksploitasinya abalon
di alam secara berlebihan (Susanto et al. 2008). Nelayan di Indonesia menangkap
abalon dari alam untuk dikonsumsi sendiri dan dijual kepada pedagang
pengumpul untuk kemudian dijual ke eksportir (Setyono 2009). Aktivitas
penangkapan yang intensif tersebut mengakibatkan stok alam cenderung terus
menurun. Hal tersebut memacu perkembangan pembenihan dan kegiatan
budidaya atau akuakultur abalon dalam meningkatkan populasi abalon untuk
memenuhi permintaan daging abalon (Susanto et al. 2008).
Beberapa negara di dunia telah mengembangkan usaha budidaya abalon
secara industri, namun kebutuhan abalon masih tetap tinggi dari produksi yang
ada selama ini (Setyono 2010). Produksi abalon di dunia, baik dari hasil
tangkapan alam maupun produk budidaya masih jauh di bawah permintaan
(Setyono 2009). Menurut data persediaaan dan produksi budidaya abalon dunia
(Gambar 1) menurut Food and Agriculture Organization (FAO) tahun 2012,
budidaya abalon belum mampu memenuhi persediaan setiap tahunnya meskipun
produksi budidaya abalon cenderung meningkat setiap tahunnya seiring
permintaan pasar yang meningkat.
Gambar 1 Data persediaan dan produksi budidaya abalon dunia
2
Gambar 1 menunjukkan produksi abalon dari kegiatan budidaya tahun 2002
hanya memenuhi sekitar 5.38 % dari total persediaan, tahun 2010 meningkat
sebesar 84.52 %, dan tahun 2011 diperkirakan naik mencapai 86.73 %. Indonesia
mulai mengekspor abalon dari alam pada tahun 2005 ke negara Jepang, Cina,
Singapura dan Hongkong. Kegiatan ekspor abalon kering dari Sulawesi Selatan
tahun 2007 sebesar 110 kg, meningkat tajam pada tahun 2008 menjadi 8 632 kg.
Ekspor abalon berasal dari perairan Sulawesi Tengah, sedangkan abalon asal
Sulawesi Selatan berasal dari Kabupaten Pangkep dan Tana Keke dengan rata-rata
ekspor 300 – 500 kg per bulan (Litaay et al. 2010).
Budidaya abalon di Indonesia relatif baru dikembangkan dan pembenihan
terkontrol telah dilakukan di Loka Budidaya Laut Lombok [yang berganti nama
menjadi Balai Perikanan Budidaya Laut Lombok] (Kordi 2011). Beberapa
masalah yang sering timbul dalam budidaya abalon antara lain ketersediaan benih
secara kontinu, lamanya waktu budidaya karena laju pertumbuhan yang lambat,
penurunan ketahanan terhadap penyakit, dan penurunan kualitas benih yang
kemungkinan disebabkan oleh inbreeding (Setyabudi et al. 2013). Peran dari
BPBL Lombok adalah melaksankan dan menyebarluaskan hasil kegiatan
perekayasaan, termasuk pembenihan dan pembesaran abalon. Kegiatan PKL
dilaksanakan untuk mengetahui dan melakukan secara langsung kegiatan
pembenihan dan pembesaran sebagai salah satu syarat kelulusan dari Program
Diploma Institut Pertanian Bogor (IPB).
1.2 Tujuan
Kegiatan PKL pembenihan dan pembesaran abalon bertujuan : mengikuti
dan melakukan kegiatan pembenihan dan pembesaran abalon secara langsung di
BPBL Lombok, memperoleh pengetahuan, keterempilan, dan pengalaman kerja
mengenai kegiatan pembenihan dan pembesaran abalon di BPBL Lombok,
mengidentifikasi permasalahan dan memberikan alternatif solusi pemecahan
masalah dalam kegiatan pembenihan dan pembesaran abalon di BPBL Lombok,
dan menerapakan ilmu teknologi produksi dan manajemen budidaya yang telah
diperoleh selama perkuliahan dalam kegiatan pembenihan dan pembesaran abalon
di BPBL Lombok.
2 METODE KAJIAN
2.1 Lokasi dan Waktu Kegiatan PKL
Kegiatan PKL pembenihan dan pembesaran abalon dilaksanakan di BPBL
Lombok yang beralamat di Jalan Raya Sekotong, P.O BOX. 1 Sekotong Barat,
Dusun Gili Genting, Desa Sekotong Barat, Kecamatan Sekotong, Kabupaten
Lombok Barat, Provinsi Nusa Tenggara Barat (Lampiran 1). Kegiatan PKL
pembenihan dilaksanakan sejak tanggal 02 Februari 2015 sampai 18 Maret 2015,
sedangkan kegiatan PKL pembesaran dilakukan sejak tanggal 19 Maret 2015
sampai tanggal 02 Mei 2015.
3
2.2 Komoditas
Komoditas yang menjadi kajian PKL adalah abalon Haliotis squamata
(Gambar 2). Abalon merupakan komoditas yang tergolong ke dalam gastropoda
laut yang bersifat herbivora, bercangkang tunggal yang berbentuk seperti telinga
dan memiliki pusat cangkang berbentuk lingkaran yang berukuran kecil dan
terletak di bagian posterior.
Gambar 2 Abalon Haliotis squamata
Secara sistematika, abalon diklasifikan sebagai berikut : filum Moluska,
kelas Gastropoda, ordo Archaegastropoda, famili Haliotidae, genus Haliotis, dan
spesies Haliotis squamata (Hegner dan Engeman 1968).
2.3 Teknik Pengumpulan dan Analisis Data
Kegiatan yang dilakukan dalam pengumpulan dan analisis data PKL
pembenihan dan pembesaran abalon di BPBL Lombok terdiri dari empat metode.
Metode pertama adalah mengikuti dan melakukan seluruh kegiatan pembenihan
abalon yang meliputi pemeliharaan induk, kultur dan penyiapan pakan alami,
pemijahan, pemeliharaan larva, hingga benih, pemanenan dan pengangkutan hasil
panen. Metode kedua adalah mengikuti dan melakukan seluruh kegiatan
pembesaran abalon yang meliputi pemeliharaan benih hingga ukuran konsumsi,
pemberian pakan, pengelolaan kualitas air, pencegahan hama dan penyakit,
pemanenan dan pengangkutan hasil panen. Metode ketiga adalah melakukan
wawancara dengan pimpinan operasional, pegawai, dan seluruh pihak lain yang
berkompeten dalam bidangnya untuk mendapatkan informasi tentang kegiatan dan
fasilitas produksi, pengadaan sarana dan prasarana, serat analisis usaha
pembenihan dan pembesaran abalon. Metode keempat adalah melakukan
pencatatan atas setiap kegiatan dan informasi yang diperoleh dari wawancara
dalam bentuk jurnal harian dan laporan periodik.
4
3 KEADAAN LOKASI PRAKTIK
3.1 Sejarah
BPBL Lombok merupakan salah satu Unit Pelaksana Teknis (UPT) di
bawah Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, Kementerian Kelautan dan
Perikanan Republik Indonesia (Gambar 3). Balai ini didirikan pada tahun 1990
yang semula menjadi bagian dari Balai Budidaya laut (BBL) Lampung. Tugas
dari balai tersebut adalah mengembangkan budidaya perikanan laut di Nusa
Tenggara Barat. Pada awalnya BPBL Lombok dibangun di pesisir teluk Gerupuk,
Desa Sengkol, Pujut, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (BPBL Lombok
2014).
Gambar 3 BPBL Lombok
Tahun 1995 unit tersebut diangkat menjadi Loka Budidaya Laut Lombok
yang secara kelembagaan dipimpin oleh seorang pejabat eselon IV dengan
wilayah kerja meliputi : Provinsi Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara
Timur. Sejumlah sarana dan prasarana ditingkatkan secara berkesinambungan
untuk mendukung pengembangan budidaya laut sehingga pada tahun 2000 lokasi
pembangunan diperluas di Dusun Giligenting, Desa Sekotong Barat, Sekotong,
Lombok Barat. Lokasi baru ini menciptakan berbagai kegiatan budidaya laut yang
terdiri dari lahan tanah untuk pembenihan dan perairan laut untuk pembesaran
(BPBL Lombok 2014).
Loka Budidaya Laut Lombok terus berkembang dengan tingkat mobilitas
yang tinggi sehingga pada tahun 2004 kegiatan administrasi kantor yang semula
berada di Gerupuk dipindahkan ke Sekotong yang sekarang menjadi kantor
pusatnya. Tahun 2006, unit tersebut berubah menjadi Balai Budidaya Laut (BBL)
Lombok. Mengikuti peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 6/PERMEN-
KP/2014, struktur organisasi serta tugas dan fungsi balai diubah menjadi Balai
Perikanan Budidaya Laut Lombok.
Penghargaan yang dicapai BPBL Lombok adalah Adibakti Mina Bahari
sebagai unit pelaksana teknis terbaik Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya
tingkat nasional tahun 2010, pemenang I kategori laboratorium kesehatan ikan
dan lingkungan tingkat nasional tahun 2011. Serangkain kegiatan BPBL Lombok
yang dilakukan hingga saat ini adalah : kultur jaringan rumput laut, produksi tiram
mutiara, pendederan dan pembesaran lobster, pembenihan dan pembesaran ikan
5
bawal bintang, pembenihan dan pembesaran ikan kerapu bebek dan macan,
pembenihan dan pembesaran abalon, pembenihan dan pembesaran ikan kakap
putih, serta pembenihan dan pendederan ikan hias air laut.
Pencapaian yang telah dilakukan oleh BPBL Lombok adalah
pengembangan teknologi yang dapat diterapkan dalam penyebaran dua spesies
abalon tropis H. asinina dan H. squamata serta telah mengembangkan budidaya
sederhana yang menguntungkan secara ekonomis. Selain itu, BPBL Lombok juga
telah melakukan rekayasa genetika dengan melakukan persilangan antara H.
asinina dan H. Squamata dan menghasilkan benih hibrid.
3.2 Letak Geografis
Wilayah BPBL Lombok terletak di perairan Teluk Sekotong dengan kondisi
perairan yang bersih dan jernih, memiliki karang berpasir dengan salinitas 32 0/00
– 35 0/00 dan pH berkisar 7.8 – 8.3. Secara geografis, BPBL Lombok terletak pada
115046’ - 116
028’ (BT) dan 8
012’ – 8
055’ (LS) dengan ketinggian 5 mdpl. Luas
wilayah BPBL Lombok adalah 21 000 m2 atau 2.1 Ha. Jarak antara BPBL
Lombok dengan ibukota Provinsi Nusa Tenggara Barat (Mataram) sekitar 70 km.
Batas geografis BPBL Lombok sebelah Timur adalah Balai Pengembangan
Budidaya Perairan Pantai (BPBPP) Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Nusa
Tenggara Barat dan Dusun Pangawisan. Sebelah Barat berbatasan dengan Dusun
Gili Genting. Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Lombok dan sebelah Selatan
berbatasan dengan Dusun Kedaru.
3.4 Visi dan Misi
Motto dari BPBL Lombok adalah Siap Mengembangkan dan Meningkatkan
Produksi Budidaya Laut. Visi dari BPBL Lombok adalah sebagai penghasil
teknologi terapan di bidang budidaya laut yang produktif dan berdaya saing.
Sedangkan misi BPBL Lombok adalah : mengembangkan rekayasa teknologi
budidaya laut yang berbasis agribisnis, mempercepat alih teknologi dan sertifikasi
budidaya laut, dan meningkatkan kapasitas pelayanan dan kelembagaan.
3.5 Tugas dan Fungsi
Tugas utama BPBL Lombok adalah melakukan uji terap teknik dan kerja
sama, produksi budidaya laut, pengujian laboratorium kesehatan ikan dan
lingkungan, serta bimbingan teknis budidaya laut. BPBL Lombok memiliki fungsi
diantaranya : penyusunan kegiatan teknis dan rencana anggaran, monitoring,
evaluasi dan pelaporan, pelaksanaan uji terap teknik pada budidaya laut,
pelaksanaan kelengkapan standarisasi pada budidaya laut, pelaksanaan sertifikasi
untuk sistem budidaya laut, pelaksanaan teknik kerja sama pada budidaya laut,
pengelolaan dan pelayanan sistem informasi dan publikasi dari budidaya laut,
pelaksanaan persyaratan layanan uji laboratorium dan kelayakan teknis,
pelaksanaan uji kesehatan ikan dan lingkungan, pelaksanaan produksi induk
6
berkualitas tinggi, benih unggul, dan produksi peralatan budidaya laut,
pelaksanaan bimbingan teknis pada budidaya laut, dan pelaksanaan urusan tata
usaha dan rumah tangga.
3.6 Struktur Organisasi
Struktur organisasi BPBL Lombok (Gambar 4) dipimpin oleh seorang
kepala balai dan dibantu oleh tiga orang pejabat struktural, diantaranya kepala
sub-bagian tata usaha, kepala seksi uji terap teknik dan kerja sama, dan kepala
seksi pengujian dan dukungan teknis. Kepala balai dibantu oleh beberapa
kelompok pegawai fungsional menurut jenis komoditas yang dipimpin oleh
seorang koordinator kelompok jabatan fungsional untuk menjalankan fungsinya
sebagai unit pelaksana teknis produksi budidaya laut. Kelompok kerja (pokja)
dibentuk untuk melaksanakan kegiatan produksi abalon yang dipimpin oleh
seorang ketua. Ketua pokja abalon dibantu oleh lima anggota pokja termasuk
ketua yang merangkap sebagai anggota yang terdiri dari empat orang pegawai
tetap dan satu orang pegawai kontrak.
Gambar 4 Struktur organisasi BPBL Lombok
Kepala balai sebagai pimpinan satuan organisasi bertanggungjawab
memimpin dan mengkoordinasikan bawahan masing-masing dan memberikanan
7
bimbingan serta memberikan petunjuk pelaksanaan tugas kepada bawahannya.
Kepala balai juga wajib mengawasi pelaksanaan tugas bawahan masing-masing
dan apabila terjadi penyimpangan agar mengambil langkah – langkah yang
diperlukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pimpinan ini dibantu
oleh pimpinan satuan organisasi dan dalam pemberian bimbingan kepada
bawahan masing-masing wajib mengadakan rapat berkala.
Kepala sub – bagian tata usaha dan seluruh jajarannya mempunyai tugas
untuk melakukan penyiapan bahan perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan
evaluasi pelaporan keuangan, kegiatan teknis, anggaran, pengelolaan
kepegawaian, tata laksana, barang milik negara, rumah tangga, dan ketatausahaan.
Kepala seksi uji terap teknik dan kerjasama beserta seluruh jajarannya mempunyai
tugas melakukan penyiapan bahan pelaksanaan uji terap teknik, standarisasi,
sertifikasi, kerja sama teknis, pengelolaan dan pelayanan sistem informasi, serta
publikasi perikanan budidaya laut. Kepala seksi pengujian dan dukungan teknis
beserta seluruh jajarannya mempunyai tugas untuk melakukan penyiapan bahan
pelaksanaan layanan pengujian laboratorium, persyaratan kelayakan teknis,
kesehatan ikan dan lingkungan, produksi induk unggul, benih bermutu, dan sarana
produksi, serta bimbingan teknis perikanan budidaya laut.
Tugas kelompok jabatan fungsional yaitu melaksanakan kegiatan penerapan
teknik dan pengujian perikanan budidaya serta kegiatan lain sesuai dengan tugas
masing-masing jabatan fungsional dan peraturan perundang-undangan. Kewajiban
jabatan fungsional adalah menerapkan prinsip koordinasi, integrasi dan
sinkronisasi baik dalam lingkungan masing-masing maupun antar satuan
organisasi dalam lingkungan balai besar perikanan budidaya serta dengan instansi
lain di luar balai besar perikanan sesuai dengan tugas masing-masing. Kelompok
jabatan fungsional juga berkewajiban untuk mengikuti dan mematuhi petunjuk
dan bertanggungjawab kepada atasan masing-masing serta menyampaikan laporan
berkala tepat pada waktunya.
3.7 Keadaan Sumber Daya Manusia
Sistem kerja di BPBL Lombok dikelola oleh sumber daya manusia yang
berkompeten di bidangnya. Tenaga kerja yang dimiliki oleh BPBL Lombok
adalah 88 orang yang terdiri dari 61 orang Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan
dibantu oleh 27 orang pegawai kontrak. Jenjang pendidikan PNS BPBL Lombok
secara rinci dijelaskan pada Tabel 1.
Tabel 1 Jenjang pendidikan PNS di BPBL Lombok
No. Jenjang pendidikan Jumlah PNS
1 Pasca Sarjana / S2 7
2 Sarjana / S1 15
3 Diploma – IV / D4 7
4 Diploma – III / D3 8
5 SMA / SLTA 22
6 SMP / SLTP 0
7 SD 2
8
4 FASILITAS PRODUKSI
4.1 Fasilitas Utama Pembenihan
4.1.1 Hatchery
Hatchery yang digunakan untuk kegiatan pembenihan abalon terdapat dua
jenis, yaitu hatchery indoor dan hatchery semi outdoor berdasarkan tata letak unit
produksi abalon di BPBL Lombok (Lampiran 1). Kedua hatchery ini digunakan
untuk dua spesies abalon yang dibudidayakan, yaitu H. asinina dan H. squamata.
Hatchery indoor (Gambar 5 a) merupakan bangunan permanen tertutup yang
bagian dasar dan dindingnya terbuat dari bahan beton dan atapnya terbuat dari
seng. Hatchery indoor berukuran 20 m x 10 m x 4 m yang bagian dalamnya
difungsikan sebagai ruangan pemeliharaan induk dan pemijahan (Gambar 5 b),
kultur pakan alami dan pengamatan, serta tempat penyimpanan peralatan.
(a) (b)
Gambar 5 Hatchery yang digunakan beserta bagiannya : (a) Hatchery indoor dan
(b) ruang pemeliharaan induk dan pemijahan
Hatchery semi outdoor (Gambar 6) merupakan bangunan semi permanen
yang bersifat semi terbuka. Bagian dasarnya terbuat dari bahan semen dan bagian
atapnya terbuat dari plastik polikarbonat transparan dan penyangganya tebuat dari
besi. Hatchery semi outdoor berukuran 10 m x 5 m x 3 m. Hatchery semi outdor
ini difungsikan sebagai ruang pemeliharaan larva hingga ukuran benih dan kultur
pakan alami skala massal.
Gambar 6 Hatchery semi outdoor
9
4.1.2 Wadah Budidaya
Wadah budidaya dalam kegiatan pembenihan terdiri dari : wadah
pemeliharaan induk, wadah pemijahan, wadah kolektor telur, wadah penetasan
telur, wadah pemeliharaan larva, wadah pemeliharaan rumput laut, dan wadah
kultur pakan alami.
4.1.2.1 Wadah Pemeliharaan Induk
Wadah pemeliharaan induk adalah wadah yang digunakan untuk
memelihara induk hingga menghasilkan induk yang matang gonad. Wadah yang
digunakan untuk pemeliharaan induk adalah bak fiber berbentuk persegi panjang
dengan ukuran dimensi 3 m x 1 m x 0.6 m dengan kapasitas 1 800 L seperti
ditunjukkan pada Gambar 7 a. Wadah pemeliharaan induk terletak di dalam
hatchery indoor dengan jumlah 6 unit yang terdiri dari 3 unit untuk pemeliharaan
induk jantan dan 3 unit untuk pemeliharaan induk betina. Tiap wadah dilengkapi 4
titik aerasi yang dialirkan melalui pipa Poly Vinil Chloride (PVC) diameter 3/4
inci sepanjang 2 m dilengkapi dengan 1 unit keran tiap unit bak. Tiap 1 unit
wadah dilengkapi dengan pipa saluran pemasukan air (Gambar 7 b) berupa pipa
PVC diameter 1 inci sepanjang 40 cm dan keran. Selain itu, wadah juga
dilengkapi dengan pipa saluran pengeluaran air (Gambar 7 c) berupa pipa PVC
diameter 1 ½ inci sepanjang 40 cm tiap unit wadah. Pipa saluran pengeluaran air
disambungkan dengan bak melalui pipa PVC-ELBOW bentuk L sehingga
ketinggian air dapat diatur melalui pipa dengan cara mengatur derajat
kemiringannya.
(a) (b)
(c)
Gambar 7 Wadah pemeliharaan induk yang digunakan : (a) bak fiber, (b) pipa
saluran pemasukan air dan (c) pipa saluran pengeluaran air
10
4.1.2.2 Wadah Pemijahan
Wadah pemijahan adalah wadah yang digunakan sebagai tempat
memijahkan induk jantan dan betina untuk menghasilkan telur yang terbuahi.
Wadah pemijahan yang digunakan adalah bak fiber yang spesifikasinya sama
dengan wadah pemeliharaan induk. Wadah pemijahan berjumlah 1 unit yang
terletak di hatchery indoor dan bersebelahan dengan wadah pemeliharaan induk.
4.1.2.3 Wadah Kolektor Telur
Wadah kolektor telur adalah wadah yang digunakan pada saat pemijahan
yang berfungsi untuk mengumpulkan telur dari bak pemijahan ketika pemijahan
dilakukan. Prinsip dari kolektor telur ini adalah menampung air yang mengalir
dari pipa saluran pengeluaran air bak pemijahan yang di dalamnya terdapat telur
abalon. Kolektor telur ini berupa bak yang terbuat dari bahan plastik yang
berbentuk persegi panjang dengan dimensi dimensi 55 cm x 40 cm x 33 cm dan
volume air 20 L (Gambar 8). Bak kolektor telur memiliki lubang yang terdapat
pada bagian sisi samping kiri atas berukuran 5 m x 10 m yang berfungsi sebagai
saluran pengeluaran air. Bak kolektor telur berjumlah 1 unit yang disusun sejajar
dengan bak pemijahan dengan posisi berada di bagian sisi saluran pengeluaran air
pada bak pemijahan.
Gambar 8 Bak kolektor telur
4.1.2.4 Wadah Penetasan Telur
Wadah penetasan telur adalah wadah yang digunakan untuk memelihara
telur hasil pemijahan hingga menetas menjadi trochopre. Wadah penetasan telur
berupa stoples plastik berbentuk tabung silinder dengan volume 20 L (Gambar 9).
Kepadatan telur optimal adalah 200 – 500 butir telur/L sehingga dalam satu
wadah penetasan telur mampu menampung antara 4 000 – 10 000 butir telur.
Wadah penetasan telur dilengkapi dengan 1 buah titik aerasi untuk mengaduk
telur agar tidak mengendap dan menempel satu dengan yang lain.
11
Gambar 9 Wadah penetasan telur berupa stoples plastik
4.1.2.5 Wadah Pemeliharaan Larva
Wadah pemeliharaan larva atau terletak di hatchery semi outdoor. Wadah
pemeliharaan larva merupakan bak fiber yang spesifikasinya sama dengan bak
pemeliharaan induk (Gambar 10). Saluran pemasukan air berupa pipa PVC
diameter 1 inci dilengkapi keran. Saluran pengeluaran air berupa pipa PVC
diameter 1 inci dengan yang disambungkan dengan pipa PVC-ELBOW bentuk L.
Jumlah bak yang digunakan untuk pemeliharaan larva adalah 6 unit.
Gambar 10 Wadah pemeliharaan larva berupa bak fiber
4.1.2.6 Wadah Pemeliharaan Rumput Laut
Wadah pemeliharaan rumput laut adalah wadah yang digunakan sebagai
tempat penampungan rumput laut yang menjadi pakan abalon. Rumput laut
merupakan organisme hidup yang memerlukan pemeliharaan agar tetap segar
ketika diberikan kepada abalon. Wadah yang digunakan untuk pemeliharaan
rumput laut adalah kolam beton berbentuk persegi panjang dimensi 1.95 m x 1.85
m x 1.5 m dengan volume 4 000 L tiap unit. Kolam pemeliharaan rumput laut ini
terletak diantara hatchery semi outdoor pendederan dan hatchery ikan hias laut.
Kolam pemeliharaan rumput laut (Gambar 11) terdiri dari 6 unit yang disusun
secara seri dan diberi sekat antar unit. Kolam pemeliharaan rumput laut dilengkapi
dengan saluran pemasukan air berupa pipa PVC diameter 1 ½ inci dan saluran
pengeluaran air berupa pipa PVC diameter 2 inci yang langsung dibuang ke laut.
12
Gambar 11 Kolam pemeliharaan rumput laut
4.1.2.7 Wadah Kultur Pakan Alami
Wadah kultur pakan alami terdiri dari dua jenis berdasarkan skala kultur
yang dilakukan. Wadah kultur skala semi massal berupa stoples plastik berbentuk
tabung silinder volume 20 L sebanyak 25 buah. Tiap wadah diberi 1 titik aerasi
untuk menyuplai oksigen pada saat kultur pakan alami. Wadah kultur massal
adalah bak fiber yang digunakan untuk pemeliharaan larva sebelum ditebar.
4.1.3 Sistem Pengairan
4.1.3.1 Air Laut
Air laut yang digunakan untuk kegiatan produksi abalon di BPBL Lombok
berasal dari perairan Teluk Sekotong. Air disedot dari tubir pantai dengan pompa
dan dialirkan melalui pipa PVC diameter 6 inci. Pompa yang digunakan bermerek
“Stork” model CV-2082-4 dengan daya 10 PK sebanyak 2 unit yang digunakan
secara bergantian (Gambar 12).
Gambar 12 Pompa air laut
4.1.3.2 Air Tawar
Air tawar digunakan untuk sterilisasi media dan peralatan serta pencegahan
hama penyakit. Air tawar yang digunakan berasal dari sumur bor di daerah kantor
BPBL Lombok dengan menggunakan pompa seperti ditunjukkan pada Gambar
13. Pompa yang dimiliki sebanyak 3 unit yang digunakan secara bergantian.
Pompa sebanyak 2 unit bermerek “New Shimizu” model PT-190 BIT dengan
kapasitas 19 L/menit dan tekanan 10 bar. Pompa lainnya memiliki merek yang
sama model PC-260 BIT dengan kapasitas 75 L/menit. Saluran pemasukan air
13
terbuat dari pipa PVC dimensi 1 ¼ inci dan saluran saluran pengeluaran air
berukuran 1 inci.
Gambar 13 Pompa air tawar
4.1.3.3 Tandon
Wadah tandon air merupakan wadah tempat penampungan air sebelum
disuplai ke setiap wadah penampungan. Wadah tandon air terdiri dari dua bagian
berdasarkan jenis airnya. Wadah tandon air laut merupakan bak beton sebanyak 1
unit berbentuk persegi panjang dimensi 20 m x 5 m x 2 m dengan volume 200 ton
(Gambar 14 a). Saluran air berupa pipa PVC 6 inci sepanjang 150 m ke arah laut
yang digunakan untuk menyedot air dari laut dan menyimpannya di dalam tandon.
Wadah tandon dilengkapi dengan pipa PVC 6 inci yag diisi kapas untuk
penyaringan air dan air didistribusikan melalui pipa PVC 4 inci. Wadah tandon air
tawar terbuat dari tabung fiber merek “Grand” sebanyak 1 unit berbentuk tabung
silinder dengan volume 1 000 L (Gambar 14 b). Saluran pipa pemasukan dan
pengeluaran berupa pipa PVC diameter 3/4 inci.
(a) (b)
Gambar 14 Wadah yang digunakan sebagai tandon air : (a) bak beton dan (b)
tabung fiber
4.1.3.4 Pengelolaan Air
Pengelolaan air dilakukan dengan treatment fisik. Air laut dialirkan ke
hatchery dengan pipa PVC diameter 2 inci melalui 4 unit filter fisik berupa wadah
toren bahan fiber volume 1 100 L merek “Grand”. Filter fisik terdiri dari
beberapa substrat disusun secara sistematis seperti ditunjukkan pada Gambar 15.
14
Gambar 15 Susunan substrat dalam filter fisik air laut
4.1.4 Sistem Aerasi
4.1.4.1 Aerasi
Aerasi dalam produksi abalon di BPBL Lombok adalah menggunakan 2 unit
mesin blower merek “Showfou” model R8-732-50 (Gambar 16 a) yang digunakan
secara bergantian dengan daya 7.5 HP dan kapasitas 4.9 m3/menit. Blower
terdapat di dalam rumah pompa untuk digunakan pada hatchery indoor dan semi
outdoor abalon serta komoditas lainnya. Udara yang dihasilkan blower ini
dialirkan melalui pipa PVC diameter 2 inci. Jenis mesin lainnya yang digunakan
untuk menyuplai aerasi adalah 1 unit hi-blow merek “Hakko” model HK-120L
yang memiliki daya 128 watt dan kapasitas 125 L / menit (Gambar 16 b) melalui
pipa PVC diameter 3/4 inci yang digunakan untuk kultur pakan alami skala semi
massal.
(a) (b)
Gambar 16 Sumber aerasi yang digunakan : (a) blower dan (b) hi-blow
4.1.4.2 Distribusi
Saluran udara yang dihasilkan oleh blower didistribusikan melalui pipa PVC
2 inci sepanjang 20 m disambungkan dengan pipa PVC 3/4 inci sepanjang 1 m
tiap bak pemeliharaan induk, pemijahan, dan pemeliharaan larva. Distribusi aerasi
pada wadah pemeliharaan induk dan pemijahan (Gambar 17 a) terdapat 4 titik
aerasi menggunakan selang plastik transparan diameter 0.5 cm sepanjang 5 m
yang diberi batu pemberat 4 buah. Distribusi aerasi pada wadah kultur pakan
15
alami (Gambar 17 b) yang dihasilkan oleh hi-blow melalui pipa PVC diameter 3/4
sepanjang 12 m disambungkan dengan selang plastik transparan diameter 0.5 cm
sepanjang 40 cm pada tiap wadah. Setiap wadah terdapat 1 titik aerasi yang
dilengkapi dengan batu pemberat. Wadah kultur pakan alami yang terdapat di
dalam ruang kultur pakan alami memiliki 40 titik selang aerasi.
(a) (b)
Gambar 17 Distribusi aerasi pada wadah : (a) wadah pemeliharaan/pemijahan dan
(b) wadah kultur pakan alami
4.1.5 Peralatan
Kegiatan produksi abalon baik ukuran benih maupun konsumsi
membutuhkan beberapa peralatan yang digunakan dalam kegiatan pembenihan
dan pembesaran.
4.1.5.1 Krat Industri
Krat industri merupakan keranjang yang digunakan sebagai wadah
penampungan induk yang digantungkan di dalam bak pemeliharaan induk. Tujuan
dari penggunaan alat ini adalah untuk memudahkan dalam pengelompokkan induk
secara jenis kelamin, umur, tingkat kematangan gonad, dan periode pemijahan.
Krat industri yang digunakan berbahan plastik warna hitam merek “Napolly” yang
berbentuk persegi panjang dimensi 0.6 m x 0.5 m x 0.4 m (Gambar 18). Bagian
sisi krat industri terdapat lubang untuk memudahkan aliran air masuk ke dalam
wadah. Setiap bak pemeliharaan berisi 4 – 5 krat industri yang digantung pada bak
dengan kayu sepanjang 1.2 m yang diikat menggunakan tali tambang.
Gambar 18 Krat industri
16
4.1.5.2 Shelter
Shelter merupakan alat yang digunakan sebagai tempat persembunyian,
naungan, dan penempelan induk dan benih. Tujuan penggunaan alat ini adalah
menghindari induk dari stress akibat cahaya yang terlalu terang dan mengikuti
habitat aslinya yang cenderung berada di balik bebatuan dan karang untuk
menghindari predator. Shelter yang digunakan berupa pipa PVC diameter 6 inci
sepanjang 30 cm yang dibelah secara horizontal menjadi dua bagian (Gambar 19).
Setiap krat industri terdapat 1 – 2 unit shelter.
Gambar 19 Shelter
4.1.5.3 Rearing Plate
Rearing plate adalah substrat yang digunakan sebagi tempat melekatnya
larva abalon stadia veliger. Tujuan dari penggunaan alat ini adalah untuk
menumbuhkan pakan fitoplankton jenis bentik diatom di permukaannya sehingga
ketika larva dalam proses penempelan pada substrat dapat memperoleh makanan
dari alat tersebut. Rearing plate yang digunakan terbuat dari atap plastik
supervynil bergelombang seperti ditunjukkan pada Gambar 20. Tiap satu unit
rearing plate terdiri dari 5 lembar berukuran 40 cm x 40 cm. Rearing plate
ditempatkan pada bak pemeliharaan larva dengan jumlah 20 – 26 unit tiap bak.
Gambar 20 Rearing plate
4.1.5.5 Spatula
Spatula merupakan alat yang digunakan untuk melepaskan abalon yang
menempel di wadah atau substrat. Tujuan penggunaan alat ini untuk membantu
mengambil abalon ketika memindahkan abalon dari suatu wadah ke wadah lain,
sampling, dan pemanenan. Spatula terbuat dari bahan plastik elastis agar abalon
tidak terluka pada saat pelepasan dari substrat/wadah. Jumlah spatula yang
digunakan sebanyak 4 buah.
17
4.1.5.6 Timbangan
Timbangan yang digunakan pada unit pembenihan abalon di BPBL Lombok
adalah timbangan digital (Gambar 21 a) dan timbangan manual (Gambar 21 b).
Timbangan digital memiliki kapasitas 600 g dengan ketelitian 0.01 g yang
digunakan untuk menimbang bobot induk pada saat sampling kematangan gonad
dan kapasitas 350 g dengan ketelitian 0.001 g digunakan untuk menimbang
kebutuhan pupuk media kultur pakan alami. Sumber energi yang digunakan
adalah batu baterai 1.5 V sebanyak 4 buah dan dibantu dengan energi listrik
apabila energi baterai habis. Timbangan manual memiliki kapasitas 3 kg dengan
ketelitian 100 g yang tidak memerlukan sumber energi ketika digunakan.
(a) (b)
Gambar 21 Jenis timbangan yang digunakan : (a) digital dan (b) manual
4.1.5.7 Keranjang Pakan
Keranjang pakan yang digunakan dalam unit pembenihan abalon di BPBL
Lombok terdiri atas dua jenis, yaitu keranjang jaring dan keranjang plastik.
Keranjang jaring terbuat dari bahan jaring nilon dengan diameter 45 cm dan tinggi
60 cm (Gambar 22 a). Keranjang tersebut digunakan untuk mengambil pakan dari
bak penampungan pakan dengan kapasitas 20 kg tiap keranjang. Sedangkan
keranjang plastik terbuat dari bahan plastik berdiameter 20 cm dan tinggi 15 cm
(Gambar 22 b) yang digunakan sebagai wadah pakan pada saat ditimbang dengan
kapasitas 500 g tiap keranjang.
(a) (b)
Gambar 22 Jenis keranjang pakan yang digunakan : (a) keranjang jaring dan (b)
keranjang plastik
18
4.1.5.8 Gayung dan Stoples
Gayung dan stoples digunakan untuk mencuci pakan rumput laut sebelum
ditimbang dan diberikan pada abalon. Gayung dan stoples terbuat dari bahan
plastik dengan volume masing – masing 3 L dan 20 L.
4.1.5.9 Jangka Sorong
Jangka sorong merupakan alat pengukur panjang cangkang abalon
digunakan untuk mengukur panjang cangkang induk, calon induk, dan benih pada
saat sampling. Unit pembenihan abalon BPBL Lombok menggunakan 2 buah
jangka sorong digital dengan skala 1 mm (Gambar 23).
Gambar 23 Jangka sorong
4.1.5.10 Mikroskop
Mikroskop digunakan untuk mengamati pertumbuhan pakan alami,
perkembangan pembuahan telur (embriogenesis), dan morfologi hama penyakit.
Terdapat satu unit mikroskop cahaya dengan empat jenis perbesaran yaitu : 4, 10,
dan 20. Sumber energi berasal dari energi listrik dengan pemakaian energi sebesar
6V-20W.
4.1.5.11 Haemositometer dan Sedgewick Rafter
Haemositometer (Gambar 24 a) adalah alat bantu pengamatan yang terbuat
dari bahan kaca tebal yang digunakan untuk menghitung kepadatan jumlah sel
fitoplankton. Haemositometer terbuat dari kaca dengan merek “Marien Feld” yang
terdiri dari 25 kotak besar dengan luas 0.04 mm2 dan setiap kotak besar terdiri
dari 16 kotak kecil dengan volume 0.001 mm3.
Sedgewick rafter (Gambar 24 b) adalah alat bantu pengamatan yang terbuat
dari bahan kaca dengan ketebalan 1 mm yang digunakan untuk menghitung
jumlah telur, derajat pembuahan telur dan derajat penetasan telur. Sedgewick
rafter berbentuk persegi panjang dengan panjang berukuran 50 mm yang terdiri
dari 50 kotak dan lebar berukuran 20 mm yang terdiri dari 20 kotak. Volume air
yang tertampung dengan bagian atas ditutup slide glass adalah 1 ml. Pengukuran
dari kedua alat tersebut dibantu dengan alat hand counter (Gambar 24 c).
19
(a) (b)
(c)
Gambar 24 Alat bantu pengamatan : (a) haemositometer, (b) sedgewick rafter dan
(c) hand counter
4.1.5.12 Beaker Glass, Cawan Petri, dan Pipet Tetes
Beaker glass digunakan mengambil telur dari wadah bak kolektor telur
dengan volume 500 ml. Cawan petri digunakan untuk mengambil sampel telur
yang diamati menggunakan pipet tetes 1 ml, sedangkan pipet tetes 10 ml
digunakan untuk mengukur kebutuhan pupuk pada kultur pakan alami.
4.1.5.13 Kompor Gas
Kompor gas digunakan untuk memanaskan air yang bertujuan mensterilisasi
peralatan dan wadah kultur pakan alami. Penggunaan kompor berasal dari tabung
gas 3 kg dan panci stainless steel kapasitas 20 L (Gambar 25).
Gambar 25 Kompor gas dan panci stainless steel
20
4.1.5.14 Air Conditioner (AC)
Air Conditioner (AC) digunakan untuk pendingin atau pengatur suhu ruang
kultur pakan alami 20 0C – 23
0C. Unit pembenihan abalon BPBL Lombok
menggunakan 2 unit AC bermerek “Samsung” dan “Sharp” dengan kapasitas
masing – masing 0.5 PK (Gambar 26).
Gambar 26 Air Conditioner (AC)
4.1.5.15 Lampu Pencahayaan
Lampu pencahayaan (Gambar 26) digunakan untuk penerangan dan
fotosintesa pakan alami dengan intensitas 2 000 lux. Lampu yang digunakan
adalah lampu fluorescens 18 watt bermerek “Philips” sebanyak 20 unit.
Gambar 27 Lampu pencahayaan
4.1.5.16 Alat Sipon
Alat sipon digunakan untuk membuang kotoran yang berada di dasar bak
pemeliharaan induk dan bak pemeliharaan larva dengan bantuan gaya gravitasi
air. Ada dua jenis sipon yang digunakan berdasarkan pemakaiannya. Alat sipon
untuk bak pemeliharaan induk terbuat dari pipa PVC diameter 1 inci dengan
panjang 1.5 m yang disambungkan dengan selang plastik diameter 1 inci dengan
panjang 1.5 m (Gambar 27). Alat sipon untuk bak pemeliharaan larva terbuat dari
selang plastik diameter 1 inci dengan panjang 1.2 m.
21
Gambar 28 Alat sipon
4.1.5.17 Wiper Lantai
Wiper lantai digunakan untuk mengeringkan air yang ada di lantai
hatchery. Wiper lantai yang digunakan terbuat dari bahan karet dengan tangkai
pipa PVC 3/4 inci sepanjang 1 m.
4.1.5.18 Alat Penyikat
Alat penyikat terbuat dari bahan plastik yang digunakan untuk
membersihkan wadah dan peralatan dari kotoran yang menempel. Alat penyikat
juga digunakan untuk membersihkan cangkang abalon dari kotoran dan hama
parasit.
4.1.5.19 Tabung Oksigen
Tabung oksigen terbuat dari bahan baja dengan tinggi 1.5 m dan volume 1
m3 (Gambar 29). Tabung oksigen digunakan untuk menyuplai oksigen dalam
wadah pengepekan ketika benih akan dikemas dan didistribusikan menggunakan
alat transportasi.
Gambar 29 Tabung oksigen
4.1.5.20 Peralatan Pengepakan
Peralatan pengepakan terdiri dari kantong jaring, kotak pengepakan, dan
plastik pengepakan. Kantong jaring terbuat dari jaring nilon ukuran 20 cm x 10
cm (Gambar 30 a) yang berfungsi sebagai wadah abalon sebelum dimasukkan ke
dalam plastik pengepakan, sedangkan plastik pengepakan 1.2 m x 0.5 m terbuat
22
dari plastik transparan dengan ketebalan 0.6 mm. Kotak pengepakan terbuat dari
bahan styrofoam dengan dimensi 1.2 m x 0.6 m x 0.32 m dengan ketebalan 3.5 cm
(Gambar 30 b). Tiap kantong jaring diisi 30 – 35 individu benih abalon ukuran 3
cm. Tiap plastik pengepakan berisi 10 kantong jaring yang diikat dengan 5 – 7
buah karet gelang dan ditempatkan pada kotak pengepakan sehingga dalam satu
buah kotak pengepakan terisi 300 – 350 individu benih abalon.
(a) (b)
Gambar 30 Peralatan yang digunakan untuk pengepakan : (a) kantong jaring dan
(b) kotak styrofoam
4.2 Fasilitas Utama Pembesaran
4.2.1 Wadah Pembesaran
Wadah pembesaran benih merupakan 3 unit bak beton berbentuk persegi
panjang dimensi 10 m x 1.4 m x 1.2 m dengan volume 10 000 L (Gambar 31 a).
Saluran pemasukan air menggunakan pipa PVC diameter 1 ½ inci dengan panjang
70 cm tiap bak (Gambar 31 b) sebanyak 1 unit dan bentuk L sebanyak 2 unit
untuk mengalirkan air tiap dua bak. Pipa saluran pengeluaran air di dalam bak
berfungsi untuk mengeluarkan air jika dicabut dari lubang yang terdapat di dalam
bak. Sedangkan pipa saluran pengeluaran air di luar berfungsi untuk mengatur
debit air yang keluar dan menstabilkan ketinggian air.
.
(a) (b)
Gambar 31 Wadah yang digunakan untuk pembesaran beserta perlengkapannya :
(a) bak beton dan (b) pipa saluran pemasukan air
23
4.2.2 Peralatan
4.2.2.1 Keranjang Benih
Keranjang benih adalah wadah yang digunakan untuk penampungan benih
yang dipelihara menjadi ukuran konsumsi. Tujuan penggunaan alat ini untuk
memudahkan penempatan benih berdasarkan umur, ukuran, dan kualitas.
Keranjang berbentuk tabung silinder diameter 50 cm dan tinggi 40 cm yang
berbahan jaring kasa dengan ukuran mata jaring 2 mm – 3 mm seperti ditunjukkan
pada Gambar 32. Keranjang jaring kasa ini ditempatkan pada bak pendederan dan
pembesaran benih. Tiap bak terdapat 9 – 10 unit keranjang jaring kasa yang
digantung pada bak dengan kayu sepanjang 1.2 m yang diikat menggunakan tali
tambang.
Gambar 32 Keranjang berbahan jaring kasa
4.3 Fasilitas Pendukung Pembenihan dan Pembesaran
4.3.1 Listrik
Pemenuhan kebutuhan listrik di BPBL Lombok menggunakan listrik dari
Perusahaan Listrik Negara (PLN) Cabang Lombok Barat yang bersumber dari
Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD). Daya listrik yang digunakan sebesar
140 Kilo Volt Ampere (KVA) dengan menggunakan trafo (Gambar 33 a).
Alternatif sumber listrik lainnya menggunakan 1 unit generator set merek “Deutz”
dengan daya sebesar 120 KVA (Gambar 33 b).
(a) (b)
Gambar 33 Instalasi listrik yang digunakan beserta dayanya : (a) trafo PLN 140
KVA dan (b) generator set 120 KVA
24
4.3.2 Gas
Penggunaan gas pada produksi abalon di BPBL Lombok untuk kebutuhan
sterilisasi alat pada kegiatan produksi pakan alami. Gas yang digunakan berasal
dari Perusahaan Gas Negara (PGN) melalui agen penjual. Jenis gas yang
digunakan adalah Liquid Petroleum Gas (LPG) dalam tabung kapasitas 3 kg.
4.3.4 Alat Transportasi
Alat transportasi yang digunakan adalah 1 unit mobil pengangkutan merek
APV berwarna hitam seperti ditunjukkan pada Gambar 34. Mobil pengangkutan
tersebut digunakan untuk mengangkut hasil panen ke daerah tujuan pembeli untuk
tujuan daerah lokal, ke pelabuhan dan ke bandara untuk tujuan antar pulau.
Gambar 34 Mobil pengangkutan
4.3.5 Bangunan
Bangunan yang digunakan untuk mendukung kegiatan produksi abalon di
BPBL Lombok adalah 1 unit kantor, 1 unit rumah ibadah, 1 unit rumah listrik, dan
1 unit rumah pompa.
4.3.5.1 Kantor
Kantor digunakan untuk mengurus administrasi dalam produksi abalon, baik
penjualan produksi maupun pengadaan barang dan jasa. Kantor BPBL Lombok
merupakan bangunan permanen bertingkat dua yang terbuat dari bahan beton
dengan ukuran 30 m x 10 m x 8 m seperti ditunjukkan pada Gambar 35.
Gambar 35 Kantor BPBL Lombok
25
4.3.5.2 Rumah Ibadah
Rumah ibadah yang dimiliki oleh BPBL Lombok merupakan musholla yang
digunakan sebagai tempat beribadah bagi pegawai yang beragama Islam.
Musholla tersebut bersifat permanen yang terbuat dari bahan beton. Luas
musholla 10 m x 10 m x 2.5 m seperti ditunjukkan pada Gambar 36. Musholla
dilengkapi dengan 1 set alat pengeras suara.
Gambar 36 Musholla
4.3.5.3 Rumah Listrik dan Genset
Rumah listik merupakan bangunan yang digunakan sebagai pusat instalasi
listrik di BPBL Lombok. Rumah listrik dan genset merupakan bangunan
permanen yang terbuat dari bahan beton berukuran 10 m x 5 m x 3 m seperti
(Gambar 37). Rumah listrik difungsikan sebagai tempat pengoperasian instalasi
listrik dan penyimpanan mesin genset.
Gambar 37 Rumah instalasi listrik dan genset
4.3.5.4 Rumah Pompa
Rumah pompa (Gambar 38) merupakan bangunan yang digunakan sebagai
tempat mesin pompa dan mesin blower. Rumah pompa merupakan bangunan
permanen yang terbuat dari bahan beton dengan ukuran 10 m x 5 m x 2 m.
26
Gambar 38 Rumah pompa
5 KEGIATAN PEMBENIHAN
5.1 Pemeliharaan Induk
5.1.1 Persiapan Wadah dan Media
Persiapan wadah dan media dilakukan sebelum induk ditebar di wadah
pemeliharaan induk. Kegiatan persiapan wadah dan media diawali pembersihan
bak dengan cara disikat bagian dasar dan dindingnya kemudian bak dibilas
dengan air mengalir hingga bersih. Bak yang telah dicuci tidak diisi air hingga
bagian dasar dan dinding bak benar – benar kering. Jika bak sudah kering, maka
dilakukan pengisian air laut dengan membuka keran inlet. Pemasangan aerasi
dengan jumlah titik aerasi 4 per bak dilakukan setelah pengisian air. Air dialirkan
secara terus menerus sehingga terjadi proses sirkulasi atau pergantian air setiap
hari.
Selain persiapan bak, dilakukan persiapan keranjang dengan cara pencucian
keranjang dan disikat untuk membersihkan keranjang dari kotoran yang
menempel. Keranjang dijemur di bawah sinar matahari hingga kering setelah
dibersihkan lalu disusun di dalam bak pemeliharaan dengan jumlah 4 – 5
keranjang tiap bak. Keranjang diberi tali tambang nilon pada kedua bagian sisi
atasnya untuk digantung pada bak dengan bantuan kayu.
5.1.2 Penebaran Induk
Induk abalon yang akan ditebar dapat diperoleh dari alam dan hasil
budidaya. Induk abalon dari alam mempunyai kondisi prima dan selera makan
tinggi dan biasanya mempunyai fekunditas dan kualitas telur yang baik. Induk
abalon dari hasil budidaya mempunyai laju pertumbuhan merata serta diketahui
sejarah hidupnya. Induk yang ditebar adalah induk yang memenuhi kriteria
diantaranya : sehat (bergerak aktif, melekat kuat pada shelter, jika diletakkan
terbalik langsung membalikkan tubuhnya, nafsu makan tinggi), tidak ada luka dan
cacat (bagian cangkang dan daging utuh), tidak stress (tidak mengeluarkan lendir
di kolom air secara berlebihan), ukuran panjang cangkang berkisar antara 4 – 5
cm pada saat awal pemeliharaan dengan umur minimal 2 - 3 tahun (Setyabudi et
al. 2013).
27
Induk yang ditebar berasal dari hasil perekayasaan budidaya yang dilakukan
oleh BPBL Lombok. Induk abalon jantan dan betina dipelihara pada bak yang
terpisah. Induk ditebar ke dalam keranjang plastik yang telah dilengkapi shelter
dengan kepadatan 40 – 50 individu tiap keranjang.
5.1.3 Pemberian Pakan
Penyediaan pakan yang paling disukai abalon dalam jumlah yang cukup
adalah bagian dalam proses pengkondisian untuk perkembangan gonad induk
abalon. Konsumsi pakan akan meningkat dengan adanya pertumbuhan gonad dan
akan menurun ketika gonad telah berkembang penuh. Beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam pemberian pakan untuk induk abalon adalah : stok atau
persediaan makroalga / rumput laut sebagai pakan abalon harus ditempatkan di
dalam bak yang terpisah dengan pergantian air yang cukup untuk menjaga pakan
tetap segar (Setyabudi et al. 2013). Jenis pakan yang diberikan kepada induk
abalon adalah Gracillaria sp. (Gambar 39 a) dan Ulva sp. (Gambar 39 b).
(a) (b)
Gambar 39 Jenis pakan yang diberikan kepada induk abalon : (a) Gracillaria sp.
dan (b) Ulva sp.
Kegiatan pemberian pakan pada induk diawali dengan pengambilan dan
pencucian pakan (Gambar 40). Pakan diambil dari bak pemeliharaan pakan dan
harus dicuci bersih sebelum diberikan untuk induk abalon sehingga tidak ada
hama predator (kepiting, udang, siput liar) dan kotoran yang masuk ke dalam bak
pemeliharaan induk. Pakan yang telah bersih ditiriskan dan ditimbang sesuai
dengan kebutuhan.
Gambar 40 Pengambilan dan pencucian pakan
28
Metode pemberian pakan adalah adlibitum atau selalu tersedia dalam wadah
pemeliharaan. Presentase pakan yang dimakan oleh induk abalon berkisar antara
10 % – 20 % biomassa / hari. Jumlah pakan yang ditambahkan secara terus
menerus adalah 300 – 500 g/keranjang induk dengan interval 2 – 3 hari sekali.
Sisa pakan yang ada sebelum pemberian pakan segar berikutnya harus dibuang.
5.1.4 Pengelolaan Kualitas Air Induk
Pengelolaan kualitas air induk terdiri dari beberapa jenis, diantaranya :
pengaturan pergerakan air, filtrasi, pergantian air, dan penyiponan dasar bak.
Pengaturan pergerakan air dalam bak pemeliharaan larva harus cukup kuat dengan
menggunakan aerasi yang cukup dengan kecepatan 2 – 3 L/menit dan air mengalir
dengan debit 5 – 10 L/menit. Pengaturan pergerakan air ini bertujuan untuk
meningkatkan kadar oksigen terlarut agar pemeliharaan induk dapat berjalan
dengan optimal.
Filtrasi atau penyaringan air dilakukan dengan menggunakan sandfilter
yang disusun pada bak bulat kapasitas 1 100 L. Substrat yang digunakan antara
lain pasir, ijuk, dan arang kayu. Air dialirkan dari bawah bak filter dan
dikeluarkan dari atas untuk digunakan pada bak pemeliharaan induk setelah
substrat disusun. Filtrasi bertujuan untuk mencegah partikel masuk ke dalam
wadah pemeliharaan sehingga air tetap jernih dan tingkat kecerahannya baik.
Pergantian air total dilakukan sebanyak 2 kali sehari pada pagi dan sore hari.
Selain itu air dijalankan dengan sistem mengalir (flow through) untuk
menghasilkan sirkulasi air pada wadah pemeliharaan induk. Penyiponan dasar bak
dilakukan tiap hari untuk membersihkan sisa pakan dan kotoran pada wadah
pemeliharaan. Kegiatan penyiponan dasar bak induk (Gambar 41) dilakukan
dengan tujuan mengurangi kadar amoniak dari sisa pakan dan kotoran abalon.
Gambar 41 Kegiatan penyiponan dasar bak induk
Hasil pengelolaan kualitas air dapat dilihat dengan pengukuran kualitas air
pemeliharaan induk baik secara fisik maupun kimia yang dilakukan setiap
minggu. Adapun hasil dari pengukuran kualitas air pemeliharaan induk dapat
dilihat pada Tabel 2.
29
Tabel 2 Hasil pengukuran kualitas air pemeliharaan induk
No. Parameter Satuan Baku
Mutu Hasil Uji (Minggu ke-)
I II III IV V VI
1 pH - 7.5 – 8.5 7.5 7.7 7.6 7.2 7.5 7.6
2 Suhu 0C 27 – 29 28.6 27.8 28.6 28.2 27.8 27.7
3 Salinitas 0/00 >30 35 34 35 35 34 34
4 DO mg/L >4 4.55 4.56 5.89 5.5 4.58 4.43
5 Nitrit mg/L <1 0.01 0.01 0.02 0.04 0.04 0.02
6 Nitrat mg/L <1 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5
7 Amoniak mg/L <1 0.06 0.017 0.045 0.02 0.02 0.01
8 Fosfat mg/L <1 0.06 0.03 0.05 0.05 0.05 0.04
5.1.5 Pencegahan dan Pemberantasan Hama dan Penyakit pada Induk
Hama merupakan hewan pengganggu dalam budidaya abalon. Hama yang
perlu diwaspadai pada pemeliharaan induk adalah teritip dan biota penempel
lainnya (siput liar, udang, dan kepiting) yang terbawa atau menempel pada pakan
makroalga. Teritip atau biota penempel lainnya memiliki sifat yang keras dan
runcing yang dapat melukai induk. Oleh sebab itu pencegahan dan pemberantasan
hama dilakukan dengan mencuci bersih pakan makroalga sebelum diberikan
kepada induk (Setyono 2010).
Kotoran dan lumut juga menjadi penyebab penyakit pada abalon. Kotoran
dan lumut yang menempel secara terakumulasi pada cangkang induk dapat
menutupi lupang respirasi abalon sehingga menghambat proses metabolisme yang
menyebabkan induk stress dan sakit. Tindakan yang dilakukan untuk pencegahan
dan pemberantasannya adalah dengan cara melakukan monitoring induk setiap
hari. Keranjang induk dibersihkan dari sisa pakan dan kotoran yang menempel
dengan cara pencucian keranjang induk (Gambar 42). Cangkang yang telah
ditumbuhi lumut dan kotoran dibersihkan menggunakan spatula plastik atau alat
penyikat halus.
Gambar 42 Pencucian keranjang induk
30
5.2 Pemijahan Induk
5.2.1 Persiapan Wadah
Persiapan wadah pemijahan induk pada umumnya sama dengan persiapan
wadah pada pemeliharaan induk karena bentuk dan ukuran wadah yang digunakan
sama. Persiapan bak pemijahan dilakukan dengan pemasangan bak kolektor telur
dan plankton net dengan ukuran 60 um pada bagian saluran pengeluaran air. Air
pada bak pemeliharaan dialirkan pelan dengan debit 8 – 10 L/menit.
5.2.2 Seleksi Induk Matang Gonad
Seleksi induk abalon dilakukan menjelang musim pemijahan (bulan gelap
dan bulan terang). Pemeriksaan kematangan gonad abalon dilakukan secara
visual, yaitu dengan cara menyibakkan otot kaki dan mantel pada sisi bagian
kanan cangkang (Setyabudi et al. 2010). Perbedaan gonad induk abalon jantan
dan betina adalah induk jantan memiliki gonad berwarna putih – jingga,
sementara induk betina berwarna hijau keabuan seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 43.
(a) (b)
Gambar 43 Perbedaan gonad induk abalon : (a) jantan dan (b) betina
Seleksi induk dilakukan dengan memilih induk abalon yang sehat dan aktif
dengan ukuran cangkang berkisar antara 5 – 8 cm dan bobot > 50 g. Seleksi induk
untuk mengetahui induk yang telah layak dipijahkan adalah dengan cara
melakukan pengukuran panjang cangkang induk (Gambar 44 a) dan penimbangan
bobot tubuh induk (Gambar 44 b).
(a) (b)
Gambar 44 Kegiatan seleksi induk : (a) pengukuran panjang cangkang induk dan
(b) penimbangan bobot tubuh induk
31
Sampling abalon dilakukan setiap 2 minggu untuk memperoleh data
populasi dan kematangan gonad induk abalon seperti yang ditunjukkan pada
Lampiran 3. Kematangan gonad dari abalon dibedakan menjadi 4 stadia tingkat
kematangan gonad induk abalon seperti yang ditunjukkan pada Tabel 3. Induk
abalon yang siap untuk dipijahkan adalah induk abalon yang sudah mencapai
TKG stadia II yaitu gonad menutupi 50% dari organ hepatopankreas.
Tabel 3 Stadia tingkat kematangan gonad induk abalon
Stadia TKG (%) Deskripsi
0 Pemulihan
(Recovery)
< 25 Gonad terlihat kecil di ujung organ
pencernaan, testis berwarna putih kekuningan
sedangkan ovari berwarna biru kehijauan
1 Berkembang
(Maturing)
35 - 49 Gonad tumbuh menyelimuti 25 - 49 % organ
pencernaan
2 Matang
(Ripe)
≥ 50 Gonad berkembang penuh, menyelimuti ≥ 50
% organ pencernaan, testis berwarna cerah
kekuningan dan ovari berwarna biru
kehijauan
3 Memijah
sebagian
atau total
(Spent)
<50 Abalon telah melepaskan gamet, gonad
nampak menyusut dan berwarna pucat
Sumber : Setyono 2010
5.2.3 Pemijahan
Proses pemijahan abalon menggunakan teknik pemijahan secara alami
dengan sistem massal. Rasio pemijahan antara induk abalon jantan dan betina
adalah 1 : 3. Jumlah induk jantan yang dipijahkan dalam satu siklus pemijahan
adalah 50 individu dalam 1 keranjang dan induk betina 150 individu dalam 3
keranjang. Keranjang induk jantan dan betina ditempatkan dalam satu bak
pemijahan. Pemijahan terjadi pada rentang waktu pukul 07:00 – 09:00 WITA.
Terjadinya pemijahan ditandai dengan adanya telur berwarna hijau keabuan di
dasar bak pemijahan dan bak kolektor telur. Air media pemijahan berbau amis,
agak keruh, kadang ada gelembung busa di permukaan (Gambar 45)
Gambar 45 Air media pemijahan
32
Hasil kegiatan pemijahan yang dilakukan disajikan pada data hasil
pemijahan abalon seperti ditunjukkan pada Tabel 4.
Tabel 4 Data hasil pemijahan abalon
Waktu
Pemijahan
Jumlah Induk
(individu)
Jumlah
produksi
telur
(butir)
Jumlah
trocophore
(butir)
FR
(%)
Jumlah
veliger
(individu
)
HR
(%) Jantan Betina
18/02/2015 50 150 2 219 988 1 331 993 60 1 136 633 85
04/03/2015 50 150 4 977 000 4 230 450 85 3 384 360 80
5.3 Pemeliharaan Telur
5.3.1 Pemanenan Telur
Telur dapat dipanen ketika induk abalon selesai memijah pada kisaran pukul
07:00 – 08:00 WITA. Pemanenan dilakukan dengan menyaring telur yang ada di
bak kolektor telur dengan menggunakan plankton net ukuran 60 µm kemudian
dibilas dengan air bersih dan ditampung di dalam stoples plastik volume 20 L
dengan kepadatan telur 200 – 500 telur/L (Gambar 46). Sedangkan telur yang
berada di dasar bak pemijahan disifon menggunakan selang plastik diameter 0.5
inci secara hati – hat, lalu disaring dengan menggunakan plankton net bertingkat
ukuran 250 µm dan 60 µm untuk memisahkan antara partikel kotoran dan telur
abalon.
Gambar 46 Kegiatan pemanenan telur
Telur yang ditampung di stoples plastik 20 L diberi aerasi pelan agar telur
menyebar secara merata. Pengamatan derajat pembuahan dan penetasan telur
diambil sampel sebanyak 1 ml kemudian diletakkan ke dalam sedgewick rafter
dan dilakukan penghitungan di bawah mikroskop. Telur yang dibuahi akan
menjadi trochopore kemudian akan menetas dan disebut sebagai veliger.
Kemudian dilakukan pengamatan proses penetasan telur atau perkembangan larva
di bawah mikroskop. Perkembangan telur hingga mencapai fase veliger
berlangsung selama 8 jam (Lampiran 3)
33
5.4 Pemeliharaan Larva
5.4.1 Persiapan Wadah dan Media
Pemeliharaan larva hingga mencapai ukuran benih dilakukan di bangunan
semi outdoor yang memiliki atap transparan untuk memudahkan masuknya
penetrasi cahaya matahari sekaligus mencegah masuknya air hujan dapat
menurunkan salinitas air. Persiapan bak pemeliharaan larva dilakukan 3 minggu
sebelum penebaran larva. Persiapan dilakukan dengan menumbuhkan diatom pada
rearing plate dalam bak pemeliharaan agar ketika veliger mencapai fase
penempelan dapat makan dengan cara mengikis diatom yang ditumbuhkan pada
substrat tersebut.
Persiapan wadah pada bak larva diawali dengan pembersihan. Bak
dibersihkan dengan cara menyikat dasar dan dinding bak kemudian dibilas sampai
bersih dengan air laut yang telah melewati filtrasi. Rearing plate yang sudah
bersih dimasukkan ke dalam bak pemeliharaan larva sebanyak 26 unit setiap bak
kemudian bak diisi air laut hingga penuh dan diberi aerasi sebanyak 4 titik tiap
bak. Kultur pakan alami berupa bentik diatom yang ditumbuhkan pada rearing
plate setelah dilakukan persiapan wadah dan media.
5.4.2 Penebaran dan Pemeliharaan Larva
Larva yang ditebar adalah larva dengan stadia veliger yang berumur 8 – 10
jam setelah terjadi fertilisasi. Bak disirkulasi dengan air laut yang melewati
saringan sand filter selama 24 jam (flow through) sehari sebelum penebaran.
Veliger abalon ditebar ke dalam bak penempelan larva tersebut dengan kepadatan
100 – 200 veliger/L air setelah dilakukan sirkulasi air sehingga total kepadatan
veliger yang ditebar di bak larva dengan volume 1 ton adalah 100 000 – 200 000
veliger. Air pada bak larva diaerasi pelan dan tidak dilakukan pergantian air
selama 7 hari. Pergantian air dilakukan setelah 7 hari dari penebaran larva dengan
sistem air mengalir (flow through) dengan debit air 0.5 L/menit.
5.4.3 Pemberian Pakan
Pemberian pakan dengan cara penambahan konsentrat bibit bentik diatom
dari hasil kultur massal dilakukan jika pertumbuhan bentik diatom pada rearing
plate terlihat tipis karena dimakan oleh larva abalon. Penambahan konsentrat
bentik diatom diulang setiap tujuh hari atau ketika jumlah pakan alami pada
rearing plate berkurang. Selama penambahan konsentrat bentik diatom, sirkulasi
air dihentikan dan dijalankan kembali setelah 3 hari. Debit air dan volume aerasi
ditingkatkan setelah pemeliharaan selama 1 bulan untuk mempertahankan
pertumbuhan bentik diatom. Pemberian pakan bentik diatom dilakukan selama 2
bulan hingga larva mencapai ukuran benih 0.5 cm – 1 cm.
5.4.4 Pengelolaan Kualitas Air Pemeliharaan Larva
Kualitas air pada bak pemeliharaan larva adalah hal yang terpenting untuk
mempertahankan kelangsungan hidup larva. Pengelolaan kualitas air pada bak
pemeliharaan larva dilakukan dengan cara pergantian / sirkulasi air, filtrasi,
penyiponan secara berkala, dan pemberian probiotik. Sirkulasi air dilakukan sejak
larva berumur 7 hari untuk menjaga kualitas air baik. Filtrasi air dilakukan dengan
menggunakan sand filter yang pada prinsipnya sama dengan pemeliharaan induk.
34
Penyiponan hanya dilakukan apabila terlihat kotoran atau sisa pakan di dasar bak
untuk mengurangi kadar amoniak di dalam air.
Hasil pengelolaan kualitas air dapat dilihat dengan pengukuran kualitas air
pemeliharaan induk baik secara fisik maupun kimia yang dilakukan setiap
minggu. Adapun hasil dari pengukuran kualitas air pemeliharaan larva
berdasarkan parameternya dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Data kualitas air pemeliharaan larva
No Parameter Satuan Baku
Mutu Hasil uji (minggu ke-)
I II III IV V VI
1 Ph
7.5 – 8.5 7.5 7.6 7.6 7.4 7.5 7.6
2 Suhu 0C 27 – 29 28.5 28 27.8 28.3 28.1 27.8
3 Salinitas 0/00 >30 35 34 34 35 34 33
4 DO mg/L >4 5.1 5.2 4.7 5.24 4.76 5.2
5 Nitrit mg/L <1 0.01 0.02 0.02 0.02 0.02 0.02
6 Nitrat mg/L <1 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5
7 Amoniak mg/L <1 0.04 0.049 0.09 0.02 0.05 0.03
8 Fosfat mg/L <1 0.19 0.04 0.32 0.05 0.03 0.05
5.4.5 Pencegahan dan Pemberantasan Hama Penyakit
Hama yang menjadi kompetitor bagi larva abalon adalah larva chironomus
yang berasal dari lingkungan luar. Larva chironomus memakan bentik diatom
yang menempel pada rearing plate dengan sangat cepat sehingga abalon
kekurangan pakan sebagai nutrisi yang dapat menyebabkan abalon mati. Wadah
yang terserang larva chironomus dapat terlihat dengan terbentuknya koloni pada
dasar dan dinding bak bahkan di permukaan rearing plate yang berasal dari
kotoran dan campuran bentik diatom yang di dalamnya terdapat persembunyian
larva chironomus tersebut.
Penanganan hama tersebut dilakukan dengan menyifon larva chironomus
yang bersembunyi di balik koloni tersebut. Penyiponan dilakukan hingga seluruh
dinding, dasar bak, dan permukaan rearing plate bebas dari hama tersebut.
5.4.6 Pemanenan Juvenil
Juvenil yang berumur lebih dari 2 bulan diberikan pakan makro alga seperti
Gracillaria sp. dan Ulva sp. Juvenil abalon mulai banyak yang menempel di
rumput laut tersebut setelah 1 minggu. Juvenil dipindahkan secara bertahap dari
bak pemeliharaan larva ke bak pendederan. Juvenil yang masih menempel pada
rearing plate dipindahkan menggunakan spatula plastik plastik pipih dan tipis
agar tidak melukai otot kaki dari juvenil. Sortir saat panen dilakukan untuk juvenil
dengan panjang cangkang di atas 0.5 cm sedangkan juvenil kurang dari 0.5 cm
dibiarkan tetap menempel pada rearing plate.
35
5.5 Pemeliharaan Benih
Abalon yang berukuran kecil dengan panjang cangkang < 2 cm memiliki
tingkat kelangsungan hidup yang lebih rendah karena lebih mudah dimangsa oleh
predator dan kurang tahan terhadap kondisi lingkungan yang ekstrim. Salah satu
upaya untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan memproduksi benih abalon
ukuran siap tebar (Setyabudi et al. 2013). Kegiatan pemeliharaan benih terdiri dari
persiapan wadah dan media pemeliharaan benih, penebaran juvenil, pemberian
pakan, pengelolaan kualitas air pemeliharaan benih, pencegahan dan
pemberantasan hama penyakit, dan pemanenan benih.
5.5.1 Persiapan Wadah dan Media
Persiapan wadah berupa bak beton semi outdoor diawali dengan
pembersihan bak dengan cara menyikat bagian dasar dan dinding bak lalu
dibersihkan dengan air laut. Desinfeksi dilakukan setelah bak dibersihkan dengan
cara pembilasan menggunakan klorin. Wadah dibersihkan dengan air laut hingga
bersih setelah dilakukan pembilasan. Bak yang telah telah didesinfeksi diisi
dengan air laut hingga penuh dan diberi aerasi kuat.
5.5.2 Penebaran Juvenil
Juvenil ditebar ke dalam keranjang bulat berdiameter 50 cm dan tinggi 40
cm dilapisi waring dengan ukuran mata jaring 2 – 3 mm yang dilengkapi shelter
berupa 2 potongan pipa PVC diameter 6 inci dengan panjang 40 cm. Padat tebar
juvenil untuk tiap keranjang adalah 500 individu. Keranjang berisi juvenil abalon
digantung di bak pemeliharaan benih yang sudah bersih dan dialiri air laut yang
telah melewati sandfilter dengan sistem air mengalir secara kontinu (flow
through).
5.5.3 Pemberian Pakan
Juvenil diberi pakan berupa rumput laut segar dari jenis Ulva sp. dan
Gracillaria sp. secara adlibitum atau pakan selalu tersedia dengan dosis (feeding
rate) antara 30 – 40 % dari biomassa per hari. Pemberian pakan dilakukan
minimal 2 kali dalam satu minggu.
5.5.4 Pengelolaan Kualitas Air Pemeliharaan Benih
Pengelolaan kualitas air pemeliharaan benih dilakukan dengan melakukan
penyiponan dasar bak terhadap sisa pakan dan kotoran yang dilakukan setiap pagi
hari. Pergantian air sebanyak 50 % dilakukan setelah penyiponan dasar bak.
5.5.5 Pencegahan dan Pemberantasan Hama Penyakit
Hama yang sering mengganggu adalah jenis udang kecil yang menempel
pada pakan rumput laut ketika diberikan kepada juvenil. Hama tersebut sering
masuk ke dalam cangkang abalon melalui celah lubang cangkang untuk
bersembunyi sehingga mengganggu proses metabolisme abalon. Pencegahan
hama dilakukan dengan mencuci pakan rumput laut dengan bersih. Sedangkan
untuk memberantas hama yang sudah menempel pada rumput laut adalah dengan
melakukan perendaman pakan pada air tawar selama 15 menit sehingga hama
yang menempel akan mati dan mengapung di permukaan air.
36
5.6 Kultur Pakan Alami
5.6.1 Kultur Skala Semi Massal
5.6.1.1 Persiapan Wadah dan Media Kultur
Wadah kultur adalah stoples plastik kapasitas 20 L. Persiapan awal yang
dilakukan adalah pencucian wadah kultur dengan air tawar. Sterilisasi dilakukan
setelah tahap pencucian dengan membilas wadah menggunakan air tawar yang
dipanaskan hingga mendidih. Peralatan seperti pipet tetes, selang aerasi, dan batu
aerasi direndam dan direbus dengan air tawar di dalam panci dengan bantuan
kompor gas. Pengeringan wadah dan peralatan dilakukan setelah proses sterilisasi
dilakukan.
Media kultur adalah air laut yang telah melewati sand filter. Air laut
disterilisasi dengan cara dialirkan melalui lampu UV. Air yang telah disterilisasi
dengan sinar UV disimpan di dalam drum plastik kapasitas 200 L. Air diberi
klorin dengan dosis 0.13 ppm sebelum digunakan sebagai media kultur. Sterilisasi
dilakukan untuk membunuh patogen yang terbawa bersama air. Selang 1 jam
kemudian dilakukan netralisasi menggunakan natrium thiosulfat dengan dosis
0.05 ppt. Pengisian air laut ke wadah stoples sebanyak 4 – 5 unit dengan volume
10 L per stoples dilakukan setelah proses netralisasi. Air dalam wadah diberi
aerasi kuat dan pencahayaan dengan menggunakan lampu fluorescens 18 watt
sebanyak 20 buah dan suhu udara diturunkan hingga 20 0C menggunakan Air
Conditioner (AC) 1 PK.
5.6.1.2 Pemupukan
Pupuk yang digunakan untuk kultur plankton skala semi massal adalah
pupuk proanalis, yaitu pupuk KW21 (Gambar 47 a) dan pupuk Na medium
(Gambar 47 b). Dosis pemberian pupuk silikat adalah 0.5 g/L dan pupuk KW21
adalah 0.75 ml/L. Pemberian pupuk dilakukan menggunakan pipet mohr yang
diteteskan ke dalam toples sesuai dengan kebutuhan tiap wadah.
37
(a) (b)
(c)
Gambar 47 Pupuk yang digunakan untuk kultur plankton : (a) KW21 dan (b)
silikat serta (c) kegiatan pemupukan
5.6.1.3 Penebaran Inokulan
Pakan alami yang digunakan adalah fitoplankton jenis bentik diatom.
Diatom yang dikultur adalah jenis Nitzschia sp., Navicula sp., dan Amphora sp.
Ketiga jenis diatom ini bisa menghasilkan lapisan tipis yang berisi zat polymer
ekstraseluler yang bermanfaat sebagai pakan larva abalon yang baru menempel
(Setyabudi et al. 2013). Nitzschia sp. memiliki kandungan nutrisi yang lengkap
yaitu protein 33%, lemak 21%, serat kasar 28%, dan asam lemak tidak jenuh 31%
(Isnansetyo dan Kurniastuty 1995).
Inokulan berasal dari unit produksi pakan alami hasil kultur bertingkat dan
ditebar ke wadah kultur sebanyak 0.5 - 1 L per stoples seperti yang ditunjukkan
pada Gambar 48. Produksi pakan alami dilakukan secara berkala (Lampiran 6).
Gambar 48 Kegiatan penebaran inokulan
38
5.6.1.4 Sampling Pertumbuhan Populasi Sel
Sampling pertumbuhan populasi sel dilakukan dengan cara pengamatan
jumlah sel sampel di bawah pengamatan mikroskop selama 11 hari. Sampling
bertujuan untuk mengetahu tingkat kepadatan dan penentuan masa panen diatom.
Alat bantu sampling menggunakan haemositometer dan hand counter. Cara
sampling pertumbuhan populasi sel adalah dengan pengambilan sampel sel
menggunakan pipet tetes 1 ml. Pipet tetes dan tangan operator disterilisasi dengan
alkohol 70 %. Jumlah sel dihitung di dalam kotak sedang yang terdapat pada
haemositometer dengan 3 kali ulangan. Data grafik pertumbuhan populasi sel
Nitzschia sp. dapat dilihat pada Gambar 49 dan secara spesifik dijelaskan pada
Lampiran 4.
Gambar 49 Data grafik pertumbuhan populasi sel Nitzschia sp.
5.6.1.5 Pemanenan
Berdasarkan hasil pengamatan kepadatan sel Nitzschia sp., pemanenan
sebaiknya dilakukan pada hari ke 7. Hal ini disebabkan karena titik kepadatan sel
terbanyak berada dalam fase ini. Pemanenan dilakukan dengan melepaskan
peralatan aerasi dari wadah kultur. Untuk pemanenan diatom jenis Navicula sp.
dan Amphora sp. sebelum dilakukan pemanenan, air media dibuang hingga tersisa
seperempatnya. Kemudian diaduk endapan yang merupakan bentik diatom hingga
larut. Pengadukan dilakukan secara manual dengan tangan yang sudah disterilisasi
terlebih dahulu menggunakan alkohol atau pencucian dengan air tawar. Pakan
alami bentik diatom yang dipanen siap untuk dikultur dalam skala massal pada
wadah pemeliharaan larva.
5.6.2 Kultur Skala Massal
5.6.2.1 Persiapan Wadah dan Media Kultur
Wadah kultur adalah bak larva ukuran 3 m x 1 m x 0.6 m dengan volume air
1.5 ton. Persiapan awal wadah kultur adalah pengisian air. Sterilisasi air media
penumbuhan pakan alami dilakukan setelah pengisian air dengan menggunakan
39
klorin dosis 0.13 ppm sehingga kebutuhan klorin untuk bak fiber volume 1.5 ton
adalah 200 ml. Netralisasi dilakukan satu jam setelah proses sterilisasi
menggunakan natrium tiosulfat dengan dosis 0.05 ppt sehingga kebutuhan natrium
tiosulfat untuk bak fiber volume 1.5 ton adalah 75 g.
5.6.2.2 Penebaran Inokulan
Penebaran inokulan bentik diatom pada kultur skala massal (Gambar 50)
berupa Nitzschia sp., Navicula sp., dan Amphora sp. dilakukan satu jam setelah
netralisasi air dengan volume inokulan masing – masing sebanyak 10 L yang
diperoleh dari hasil kultur pakan alami skala semi massal. Selama inokulasi, tidak
dilakukan pergantian air (sirkulasi) selama 4 hari. Pada hari kelima, air dialirkan
secara perlahan. Pemakaian pakan alami untuk kultur skala massal disajikan
dalam data seperti ditunjukkan pada Lampiran 7.
Gambar 50 Penebaran inokulan bentik diatom pada kultur skala massal
5.6.2.3 Pemupukan Ulang
Pemupukan ulang dilakukan pada hari keenam menggunakan pupuk teknis
yang dijelaskan secara rinci pada Tabel 6. Selama proses inokulasi dan
pemupukan, dilakukan penambahan bibit bentik diatom sampai rearing plate dan
semua sisi bak berwarna cokelat.
Tabel 6 Pupuk teknis yang digunakan pada pemupukan ulang
No. Jenis Pupuk Dosis (g/L)
Kebutuhan
Pupuk
(g/ton)
1 NaNO3 0.1 100
2 EDTA 0.018 18
3 NaHPO4H2O 0.014 14
4 Clewat 32 0.01 10
5 NaHCO3 0.012 12
6 Silikat 0.015 15
5.6.2.4 Pemanenan
Pemanenan pakan alami skala massal pada bak kultur adalah bak yang
siap ditebar larva. Bak pemeliharaan larva siap ditebar veliger pada minggu ketiga
40
setelah inokulasi. Tanda bak yang siap ditebar adalah air berwarna bening
kecokelatan (Gambar 51 a) dan bentik diatom yang tumbuh melekat pada rearing
plate (Gambar 51 b).
(a) (b)
Gambar 51 Hasil pemantauan pakan alami : (a) air berwarna bening kecokelatan
dan (b) bentik diatom yang tumbuh melekat pada rearing plate
5.7 Pemanenan dan Pengangkutan Benih
5.7.1 Pemanenan Benih
Juvenil yang dipelihara hingga mencapai ukuran benih dengan panjang
cangkang 2 – 3 cm masa pemeliharaan 2 – 3 bulan dapat dipanen untuk dijual atau
dibesarkan menjadi ukuran konsumsi. Pemanenan benih yang memenuhi kriteria
layak jual dilakukan dengan cara mengangkat keranjang dari bak pemeliharaan.
Gambar 52 Pemanenan benih abalon
5.7.2 Sortir dan Grading
Sortir merupakan penyeleksian benih berdasarkan keseragaman ukuran
panjang cangkang. Penyortiran dilakukan dengan memisahkan abalon yang
berukuran siap jual. Abalon yang menempel pada wadah dilepaskan dengan
spatula plastik secara perlahan untuk dipindahkan ke wadah lainnya. Abalon yang
masih berukuran di bawah 2 – 3 cm dibiarkan di dalam wadah pemeliharaan
hingga benih mencapai ukuran yang layak jual. Grading merupakan penyeleksian
benih berdasarkan kualitas benih diantaranya kondisi benih yang sehat, kuat dan
tidak cacat. Benih yang tidak memiliki kriteria layak jual dipisahkan dari benih
41
lainnya. Kegiatan sortir dan grading dilakukan secara bersamaan pada saat benih
akan di-packing (Gambar 53).
Gambar 53 Kegiatan sortir dan grading
5.7.3 Pengepakan Benih
Pengepakan benih dilakukan secara tiga tahap. Tahap pertama adalah
pengepakan benih dengan kantong jaring berukuran 20 cm x 10 cm (Gambar 51).
Tujuannya untuk memudahkan pengambilan benih pada saat benih sampai kepada
konsumen. Tiap kantong diisi 30 – 35 individu benih ukuran 2 – 3 cm.
Pengepakan dengan kantong jaring dilakukan 1 – 2 hari sebelum diangkut atau
dikirim menggunakan jalur transportasi. Pada saat melakukan pengepakan,
terdapat 20 kantong jaring sehingga jumlah benih yang dikemas adalah 700
individu. Pakan Gracillaria sp. dimasukkan 50 – 100 g ke dalam tiap jaring
sebagai pakan benih pada saat proses transportasi. Pengepakan dengan kantong
jaring diikat menggunakan tali nylon seperti ditunjukkan pada Gambar 54.
Kantong jaring berisi benih direndam pada bak pemeliharaan dan diberi aerasi
setelah dilakukan pengepakan tahap pertama dan dibiarkan hingga proses
pengepakan selanjutnya.
Gambar 54 Pengepakan benih dengan kantong jaring
Pengepakan tahap kedua adalah pengepakan saat benih akan diangkut atau
dikirim. Pengepakan tahap kedua menggunakan kantong plastik transparan ukuran
120 cm x 50 cm dengan ketebalan 0.6 mm (Gambar 55 a). Kepadatan benih per
kantong plastik adalah 10 kantong jaring atau 350 individu benih yang diisi 25 %
air dan 75 % gas oksigen. Pengepakan dengan kantong plastik diikat
menggunakan karet gelang sebanyak 3 – 5 buah per plastik. Pengepakan tahap
42
ketiga menggunakan kotak berbahan styrofoam ukuran 120 cm x 40 cm x 32 cm
dengan ketebalan 3.5 cm (Gambar 55 b). Tiap kotak diisi 1 kantong plastik.
Pengepakan dengan box styrofoam menggunakan lakban sebagai alat perekat.
(a) (b)
Gambar 55 Kegiatan pengepakan benih : (a) menggunakan plastik packing dan
(b) menggunakan kotak styrofoam
5.7.4 Anestesi
Pengepakan dan pengangkutan abalon dipengaruhi oleh beberapa faktor,
antara lain jarak tempuh, suhu, oksigen terlarut, kepadatan, dan ekskresi yang
dikeluarkan. Suhu air akan berpengaruh pada tingkat metabolisme tubuh. Tingkat
metabolisme tubuh akan berdampak pada tingkat konsumsi oksigen. Semakin
aktif metabolisme tubuh maka semakin tinggi tingkat konsumsi oksigennya
(Setyono 2010).
Anestesi dilakukan untuk mengurangi tingkat metabolisme tubuh selama
pengangkutan. Anestesi dilakukan dengan pemberian es batu volume 1000 ml/kg
sebanyak 2 buah. Es batu diberikan pada sudut kotak packing dengan dalam
wadah plastik yang dibungkus koran (Gambar 56). Benih abalon yang dianastesi
akan tahan dalam pengangkutan selama 48 jam.
Gambar 56 Pemberian es batu pada kotak packing
5.7.5 Pengangkutan dan Transportasi Benih
Pengangkutan an transportasi benih menggunakan dua jalur, jalur darat dan
udara. Pengangkutan dan transportasi benih dilakukan pada pukul 03.00 WITA.
Pengangkutan dan transportasi jalur darat menggunakan mobil APV untuk
diangkut ke kargo Bandara Internasional Lombok (Gambar 57). Jarak dari lokasi
balai menuju bandara adalah ± 80 km dengan waktu tempuh 1 jam. Benih yang
43
diangkut akan dikirim ke Makassar melalui jalur udara menggunakan pesawat.
Benih diantar ke kargo untuk didata dan ditimbang. Benih yang telah didata
diperiksa oleh pihak karantina ikan dan diangkut ke pesawat oleh pihak kargo.
Gambar 57 Pengangkutan dan transportasi benih jalur darat menggunakan mobil
6 KEGIATAN PEMBESARAN
6.1 Persiapan Wadah dan Media
Wadah pembesaran adalah wadah yang sama dengan pemeliharaan benih.
Wadah disikat dan dibilas sampai bersih seperti ditunjukkan pada Gambar 58 lalu
dibiarkan hingga kering. Desinfeksi wadah dengan pembilasan menggunakan
kalsium hipoklorit (kaporit) 60 %. Wadah diisi air hingga penuh dan dialirkan
secara kontinu (flow through) setelah dilakukan desinfeksi.
Gambar 58 Kegiatan penyikatan dan pembilasan wadah
6.2 Penebaran Benih
Penebaran benih dilakukan dengan cara menempatkan benih pada keranjang
pemeliharaan benih dengan bahan jaring nylon berdiameter 60 cm dan tinggi 50
cm. Benih yang siap ditebar untuk pembesaran adalah benih ukuran 2 – 3 cm
(Gambar 59) dengan kepadatan 500 individu per keranjang.
44
Gambar 59 Benih yang siap ditebar untuk pembesaran
6.3 Pemberian Pakan
Pertumbuhan benih bergantung terhadap ketersediaan dan kualitas pakan.
Pakan yang diberikan kepada benih berupa makro alga yaitu rumput laut segar
jenis Gracillaria sp. dan Ulva sp. Metode pemberian pakan adalah adlibitum atau
pakan selalu tersedia dengan dosis pemberian antara 30 - 40 % dari biomassa
tubuh. Pemberian pakan pada benih ditebar secara merata ke seluruh wadah
seperti pada Gambar 60. Frekuensi penambahan pakan dilakukan 2 – 3 kali dalam
satu minggu.
Gambar 60 Pemberian pakan pada benih
6.4 Sampling Pertumbuhan
Sampling dilakukan untuk mengukur pertumbuhan benih dan menentukan
jumlah pakan yang dimakan. Sampling dilaksanakan setiap minggu dengan
mengukur sampel benih sebanyak 30 individu (Gambar 61). Cara pelaksanaan
sampling adalah dengan mengambil benih menggunakan spatula plastik.
Pengukuran panjang menggunakan alat jangka sorong dan penimbangan bobot
menggunakan alat timbangan digital dengan skala 0.01 g.
45
Gambar 61 Kegiatan sampling benih
Hasil kegiatan sampling benih menunjukkan data populasi, kebutuhan
pakan, dan pertumbuhan benih seperti ditunjukkan pada Lampiran 8. Data
pertumbuhan spesifik harian benih abalon dapat dilihat pada Gambar 59.
Gambar 62 Laju pertumbuhan spesifik / Spesific Grow Rate (SGR)
6.5 Sortir dan Grading
Sortir dilakukan pada benih berukuran 3 – 5 cm. Benih dipisahkan
berdasarkan ukuran dan dipelihara dalam keranjang terpisah. Penyortiran
menggunakan spatula plastik untuk melepaskan abalon dari keranjang
pemeliharaan. Sedangkan grading dilakukan untuk memisahkan benih yang cacat
dan sakit. Benih yang cacat atau sakit dipelihara dalam wadah yang terpisah untuk
diberi tindakan pemulihan dengan meningkatkan kualitas air.
0,000
0,005
0,010
0,015
0,020
0,025
0,030
0,035
0,040
0,045
0,050
1 2 3 4 5
SG
R (
%/i
ndiv
idu/h
ari)
Periode Sampling (Minggu)
46
6.6 Pemanenan Abalon
Abalon dengan ukuran > 5 cm adalah abalon ukuran layak konsumsi yang
siap dipanen. Abalon dipanen dengan cara melepaskan abalon dari keranjang
pemeliharaan (Gambar 63) dan siap untuk dikemas.
Gambar 63 Kegiatan pemanenan abalon
6.7 Pengepakan Abalon Ukuran Konsumsi
Pengepakan abalon dilakukan dengan menggunakan plastik dan kotak
styrofoam. Plastik yang digunakan adalah plastik transparan dengan ukuran 120
cm x 50 cm dengan ketebalan 0.6 mm. Tiap plastik diisi 30 – 50 individu abalon
dan diisi air 25 % dan oksigen 75 %. Plastik diikat dengan menggunakan karet
gelang sebanyak 5 buah per plastik. Abalon yang telah di-packing dengan plastik
ditempatkan di dalam kotak styrofoam ukuran 120 cm x 40 cm x 32 cm dengan
ketebalan 3.5 cm. Untuk menjaga kestabilan suhu sewaktu pengangkutan dan
transportasi tiap kotak diselipkan es batu volume 1000 L sebanyak 2 buah.
6.8 Pengangkutan dan Transportasi Abalon
Pengangkutan dan transportasi abalon melalui jalur darat menggunakan
mobil pengangkutan. Segmentasi pemasaran abalon ukuran konsumsi adalah
restoran di daerah Mataram.
7 ASPEK USAHA
7.1 Pembenihan
7.1.1 Pemasaran
7.1.1.1 Produk
Benih yang dijual adalah benih ukuran > 3 cm. Untuk memproduksi benih
ukuran tersebut dibutuhkan pemeliharaan mulai dari pemijahan hingga panen
selama 6 bulan. Jumlah benih yang dijual per tahun adalah 21 000 individu benih
dengan harga Rp 6 000 per individu. Benih yang dijual adalah benih berkualitas
47
yang dibuktikan dengan ciri – ciri : sehat, tidak cacat, ukuran seragam, warna
cerah, an menempel dengan kuat pada substrat. Penjualan benih dilakukan pada
segmentasi usaha pembesaran dan lembaga penelitian yang ditargetkan di wilayah
Makassar, Bali, Sumbawa, dan Lombok.
7.1.1.2 Tujuan
Tujuan pemasaran adalah daerah lokal di wilayah Lombok dan antar pulau
di wilayah Bali, Sumbawa, Nusa Tenggara Timur, dan Makassar. Pengiriman
dilakukan dengan jarak waktu 1 – 3 jam di daerah lokal dan 4 – 8 jam di daerah
antar pulau.
7.1.1.3 Distribusi
Cara pengangkutan dilakukan dengan transportasi darat menggunakan mobil
untuk wilayah lokal. Transportasi laut dan udara menggunakan kapal laut dan
pesawat terbang untuk wilayah antar pulau. Sistem pembayaran dilakukan secara
langsung untuk wilayah lokal dan sistem transfer melalui bank untuk wilayah
antar pulau.
7.1.2 Pengadaan Sarana Produksi
7.1.2.1 Induk
Induk yang digunakan berjumlah 1 426 individu yang terdiri dari 697
individu induk jantan dan 729 individu induk betina. Induk jantan dan betina
memiliki ukuran panjang cangkang rata – rata yang berkisar antara 5.9 cm – 6.6
cm dan bobot tubuh rata – rata yang berkisar antara 44.04 g – 51.14 g. Induk yang
digunakan untuk kegiatan pembenihan berumur > 2 tahun. Induk berasal dari hasil
perekayasaan yang dilakukan oleh BPBL Lombok dengan harga Rp 10
000/individu.
7.1.2.2 Pakan
Pakan yang digunakan adalah pakan alami rumput laut segar jenis
Gracillaria sp. dan Ulva sp. Pakan Gracillaria sp. berasal dari Lombok Tengah
yang diperoleh dengan cara membeli dari pembudidaya sedangkan pakan Ulva sp.
berasal dari pesisir perairan Teluk Sekotong yang diperoleh dengan cara
mengambil secara langsung yang dilakukan oleh pegawai BPBL Lombok. Harga
beli pakan Gracillaria sp. adalah Rp 1 000/kg dan biaya pengadaan pakan Ulva
sp. adalah Rp 500 /kg.
7.1.2.3 Pupuk
Pupuk digunakan untuk kegiatan kultur pakan alami baik secara semi
massal maupun secara massal. Pupuk yang digunakan dalam kegiatan kultur
pakan alami ini terdiri dari beberapa jenis sesuai pengadaannya seperti
ditunjukkan pada Tabel 7.
Tabel 7 Data pengadaan pupuk kultur pakan alami
No. Jenis Ukuran Merek Harga (Rp) Asal Pengadaan
1 NaNO3 1 kg Emsure ® 1 500 000 Jakarta
2 EDTA 250 g - 1 400 000 Jakarta
3 NaH2PO4H2O 1 kg - 1 600 000 Jakarta
48
No. Jenis Ukuran Merek Harga (Rp) Asal Pengadaan
4 NaHCO3 500 g Emsure ® 600 000 Jakarta
5 Clewat 32 1 kg - 1 600 000 Jakarta
6 Silikat 2.5 L - 1 000 000 Jakarta
7 KW21 1 L Japan KW21 800 000 Jakarta
7.1.2.4 Bahan Kimia
Bahan kimia digunakan untuk kegiatan sterilisasi dan kultur pakan alami.
Jenis bahan kimia secara rinci dijelaskan pada Tabel 8.
Tabel 8 Data pengadaan bahan kimia untuk kegiatan pembenihan abalon
No. Jenis Ukuran Merek Harga (Rp) Asal Pengadaan
1 Alkohol 70 % 1 L Bt 45 000 Mataram
2 Klorin 20 L - 300 000 Mataram
3 Kaporit 60 % 20 kg Tjiwi Kimia 275 000 Mataram
4 Na-thiosulfat 500 g - 150 000 Mataram
5 Oksigen 1 m3 - 20 000 Mataram
7.1.2.5 Bahan Bakar
Bahan bakar yang digunakan dalam kegiatan pembenihan adalah bensin,
solar, dan gas. Bensin digunakan untuk bahan bakar alat transportasi dalam proses
pengiriman benih yang diperoleh dari SPBU dengan harga Rp 7 800 / L. Solar
digunakan untuk bahan bakar mesin genset yang diperoleh dari SPBU dengan
harga Rp 7 500 / L. Sedangkan gas digunakan untuk bahan bakar kompor dalam
kegiatan sterilisasi yang diperoleh dari agen penjual.
7.1.2.6 Tenaga Kerja
Tenaga kerja yang dimiliki oleh BPBL Lombok dalam kegiatan pembenihan
abalon berjumlah empat orang seperti ditunjukkan pada Tabel 9.
Tabel 9 Data pengadaan tenaga kerja kegiatan pembenihan abalon di BPBL
Lombok
No. Jenis Pendidikan Asal Sifat Honor per
bulan (Rp)
1 Ketua pokja S1 Jawa Tengah PNS 3 500 000
2 Anggota bagian induk S1 Jawa Tengah PNS 3 000 000
3 Anggota bagian pakan
alami
D3 Jawa Timur PNS 2 500 000
7.1.3 Analisis Usaha
Analisis usaha pembenihan abalon disusun berdasarkan asumsi berikut :
1. Kegiatan pemijahan rutin dilakukan setiap bulan dengan masa produksi
untuk menghasilkan abalon ukuran benih adalah 6 bulan, sehingga dalam
satu tahun, terdapat 7 siklus pembenihan (Lampiran 9).
2. Induk yang dipijahkan sebanyak 697 individu induk jantan dan 729 individu
induk betina dengan bobot rata-rata 48.66 g/individu dan masa rematurasi
induk adalah 28 hari. Dalam satu kali pemijahan, perbandingan induk jantan
49
dan betina adalah 1 : 3 dengan jumlah induk jantan 50 individu dan induk
betina 150 individu.
3. Metode pemberian pakan induk adalah adlibitum dengan jumlah pemberian
pakan 15% dari biomassa tubuh induk/hari. Sehingga kebutuhan pakan
induk adalah 15% x (48.66 g/individu x 1426 individu) = 15% x 69.39 kg =
10.4 kg/hari atau 3.8 ton/tahun.
4. Rata-rata fekunditas induk abalon adalah 800 000 butir telur/individu
dengan tingkat kematangan gonad 60% sehingga jumlah telur yang
dihasilkan setiap induk adalah 480 000 butir telur/individu. Persentase induk
yang memijah tiap siklus adalah 6% sehingga dalam satu kali pemijahan,
jumlah telur yang dihasilkan adalah 4 320 000 butir telur.
5. Rata-rata derajat pembuahan telur adalah 60%, derajat penetasan telur 85%,
dan tigkat kelangsungan hidup 0.15% sehingga jumlah benih yang
dihasilkan tiap siklus adalah 4 320 000 butir telur x FR 60% x HR 85% x
SR 0.15% = 3 304 individu benih. Dari data tersebut, jumlah benih yang
dihasilkan dalam satu tahun sebanyak 3 304 individu benih/siklus x 7 siklus
= 23 128 individu benih.
7.1.3.1 Biaya Investasi
Biaya investasi adalah biaya yang dikeluarkan sebagai modal yang
dibutuhkan dalam penyediaan peralatan dan perlengkapan yang dibutuhkan untuk
kegiatan usaha dan sifatnya tidak habis dipakai dalam satu kali proses produksi
dan lebih dari satu tahun. Rincian biaya investasi BPBL Lombok untuk kegiatan
pembenihan dijelaskan secara rinci pada Tabel 10.
Tabel 10 Rincian biaya investasi pembenihan abalon di BPBL Lombok
No Komponen Biaya Satuan Jumlah Harga
Satuan (Rp)
Alokasi
(%)
Harga Total
(Rp)
1 Lahan perkantoran m2 300 150 000 5 2 250 000
2 Lahan instalasi m2 200 150 000 5 1 500 000
3 Lahan hatchery m2 250 150 000 60 22 500 000
4 Lahan kolam pakan m2 20 150 000 30 900 000
5 Bangunan kantor unit 1 250 000 000 5 12 500 000
6 Bangunan instalasi unit 1 70 000 000 5 3 500 000
7 Bangunan hatchery unit 1 100 000 000 60 60 000 000
8 Instalasi listrik paket 1 2 500 000 30 750 000
9 Instalasi air dan aerasi paket 1 1 500 000 30 450 000
10 Tandon air laut unit 1 10 000 000 10 1 000 000
11 Tandon air tawar unit 1 2 300 000 60 1 380 000
12 Tabung filter fisik unit 2 2 500 000 60 3 000 000
13 Kolam rumput laut unit 5 1 000 000 30 1 500 000
14 Bak fiber unit 13 2 400 000 100 31 200 000
15 Krat industri unit 30 75 000 100 2 250 000
16 Kayu penggantung batang 30 2 500 100 75 000
17 Spatula plastik buah 5 5 000 60 15 000
18 Shelter buah 60 10 000 100 600 000
19 Rearing plate Set 120 25 000 100 3 000 000
20 Egg colector unit 1 100 000 100 100 000
21 Plankton net 60 µm buah 1 75 000 100 75 000
22 Plankton net 80 µm buah 1 45 000 100 45 000
50
No Komponen Biaya Satuan Jumlah Harga
Satuan (Rp)
Alokasi
(%)
Harga Total
(Rp)
23 Mikroskop buah 1 7 500 000 60 4 500 000
24 Haemositometer buah 1 850 000 20 170 000
25 Sedgewick rafter buah 1 1 250 000 20 250 000
26 Gelas ukur 1000 ml buah 1 65 000 60 39 000
27 Cawan petri buah 1 10 000 60 6 000
28 Pipet mohr 10 ml buah 2 125 000 60 150 000
29 Pipet tetes 1 ml buah 3 5 000 60 9 000
30 Stoples plastik 20 L buah 35 50 000 60 1 050 000
31 Skapel lantai buah 1 20 000 60 12 000
32 Alat sifon buah 2 50 000 60 60 000
33 Meja kayu buah 1 500 000 60 300 000
34 Lemari kayu unit 1 1 000 000 60 600 000
35 Keranjang jaring buah 2 40 000 60 48 000
36 Keranjang plastik buah 5 5 000 60 15 000
37 Jangka sorong unit 2 150 000 30 90 000
38 Timbangan analog unit 1 75 000 30 22 500
39 Timbangan digital unit 2 350 000 60 420 000
40 Panci Stainless steel unit 1 50 000 60 30 000
41 Kompor gas 2 tungku unit 1 375 000 60 225 000
42 Mobil APV unit 1 185 000 000 5 9 250 000
43 Hi-blow unit 1 650 000 60 390 000
44 Blower unit 2 2 500 000 10 500 000
45 Pompa air laut unit 2 5 000 000 10 1 000 000
46 Air Conditioner 0 5 PK unit 2 2 750 000 60 3 300 000
47 Lampu fluorescens buah 25 37 500 60 562 500
Total Biaya 171 589 000
Biaya investasi dari kegiatan pembenihan abalon di BPBL Lombok adalah
Rp 171 589 000.
7.1.3.2 Biaya Penyusutan
Biaya penyusutan merupakan alokasi biaya investasi dalam setiap tahun.
Biaya penyusutan adalah hasil dari harga total dikurangi nilai sisa yang dibagi
dengan umur teknis. Rincian biaya penyusutan yang dikeluarkan oleh BPBL
Lombok dalam kegiatan pembenihan abalon dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11 Rincian biaya penyusutan pembenihan abalon
No. Komponen Biaya Harga Total
(Rp)
Umur
Teknis
(Tahun)
Nilai Sisa
(Rp)
Biaya
Penyusutan
(Rp)
1 Bangunan kantor 12 500 000 30 1 250 000 375 000
2 Bangunan instalasi 3 500 000 20 175 000 166 250
3 Bangunan hatchery 60 000 000 30 3 000 000 1 900 000
4 Tandon air laut 1 000 000 10 50 000 95 000
5 Tandon air tawar 1 380 000 5 100 000 256 000
6 Tabung filter fisik 3 000 000 5 100 000 580 000
7 Kolam rumput laut 1 500 000 10 75 000 142 500
8 Bak fiber 31 200 000 6 1 560 000 4 940 000
9 Krat industri 2 250 000 5 225 000 405 000
51
No. Komponen Biaya Harga Total
(Rp)
Umur
Teknis
(Tahun)
Nilai Sisa
(Rp)
Biaya
Penyusutan
(Rp)
10 Kayu penggantung 75 000 2 - 37 500
11 Spatula plastik 15 000 2 - 7 500
12 Shelter 600 000 4 - 150 000
13 Rearing plate 3 000 000 3 - 1 000 000
14 Egg collector 100 000 2 - 50 000
15 Plankton net 60 µm 75 000 2 - 37 500
16 Plankton net 80 µm 45 000 2 - 22 500
17 Mikroskop 4 500 000 6 450 000 675 000
18 Haemositometer 170 000 2 - 85 000
19 Sedgewick rafter 250 000 2 - 125 000
20 Gelas ukur 1000 ml 39 000 2 - 19 500
21 Cawan petri 6 000 2 - 3 000
22 Pipet mohr 10 ml 150 000 2 - 75 000
23 Pipet tetes 1 ml 9 000 2 - 4 500
24 Stoples plastik 20L 1 050 000 2 40 000 505 000
25 Skapel lantai 12 000 2 - 6 000
26 Alat sifon 60 000 3 - 20 000
27 Meja kayu 300 000 2 50 000 125 000
28 Lemari kayu 600 000 4 25 000 143 750
29 Keranjang jaring 48 000 2 - 24 000
30 Keranjang plastik 15 000 2 - 7 500
31 Jangka sorong 90 000 3 - 30 000
32 Timbangan analog 22 500 2 - 11 250
33 Timbangan digital 420 000 3 - 140 000
34 Panci Stainless steel 30 000 2 - 15 000
35 Kompor gas 225 000 4 50 000 43 750
36 Mobil APV 9 250 000 8 925 000 1 040 625
37 Hi-blow 390 000 4 50 000 85 000
38 Blower 500 000 5 200 000 60 000
39 Pompa air laut 1 000 000 8 300 000 87 500
40 AC 0 5 PK 3 300 000 5 200 000 620 000
41 Lampu 18 W 562 500 3 - 187 500
Total Biaya
14 303 625
Biaya penyusutan dari kegiatan pembenihan abalon di BPBL Lombok
adalah Rp 14 303 625 per tahun.
7.1.3.3 Biaya Tetap
Biaya tetap merupakan biaya yang dikeluarkan baik ada ataupun tidak ada
kegiatan produksi. Biaya tetap untuk pembenihan abalon di BPBL Lombok
dijelaskan secara rinci pada Tabel 12.
Tabel 12 Rincian biaya tetap pembenihan abalon
No. Komponen Biaya Satuan Jumlah Biaya per
Bulan (Rp)
Alokasi
(%)
Total Biaya
(Rp)
1 Penyusutan 14 303 625
3 PBB paket 1 - 20 600 000
4 Pajak kendaraan unit 1 - 10 75 000
52
No. Komponen Biaya Satuan Jumlah Biaya per
Bulan (Rp)
Alokasi
(%)
Total Biaya
(Rp)
5 Gaji kepala produksi orang 1 2 500 000 40 12 000 000
6 Gaji pegawai orang 2 4 000 000 40 28 800 000
7 Gaji tenaga kontrak orang 1 1 500 000 40 7 200 000
8 THR kepala produksi orang 1 - 40 201 600
9 THR pegawai orang 3 - 40 144 000
10 THR tenaga kontrak orang 1 - 40 110 400
11 Perawatan mesin paket 1 500 000 10 600 000
12 Abodemen listrik paket 1 164 120 40 408 000
13 Pakan induk kg 400 400 000 100 4 800 000
TOTAL 71 104 065
Jumlah biaya tetap yang dikeluarkan untuk kegiatan pembenihan abalon di
BPBL Lombok adalah Rp 71 104 065 per tahun.
7.1.3.4 Biaya Variabel
Biaya variabel merupakan biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan produksi.
Biaya variabel untuk pembenihan abalon di BPBL Lombok dijelaskan secara rinci
pada Tabel 13.
Tabel 13 Rincian biaya variabel pembenihan abalon
No Komponen
Biaya Satuan Jumlah
Harga
Satuan
(Rp)
Biaya per
Siklus (Rp)
Biaya per
tahun (Rp)
1 Listrik 1 091 628 6 549 768 13 099 536
2 Inokulan L 9 3 000 27 000 189 000
3 NaNo3 g 100 1 500 150 000 1 050 000
4 EDTA g 18 5 600 100 800 705 600
5 NaHPO4H2O g 14 1 600 22 400 156 800
6 Clewat-32 g 10 1 600 16 000 112 000
7 NaHCO3 g 12 1 200 14 400 100 800
8 Silikat L 0,105 400 000 42 000 294 000
9 Klorin L 0,2 15 000 3 000 21 000
10 Na Thiosulfat g 75 1 000 75 000 525 000
11 Kaporit g 500 14 6 875 48 125
12 Alkohol L 0,5 42 000 21 000 147 000
13 Gracillaria kg 25 1 000 25 000 175 000
14 Ulva kg 15 500 7 500 52 500
15 Kotak styrofoam kotak 2 45 000 90 000 630 000
16 Plastik packing lembar 4 2 000 8 000 56 000
17 Karet gelang buah 20 5 100 700
18 Solar L 52,92 7 500 396 900 2 778 300
19 Bensin L 14 7 800 109 200 764 400
TOTAL 7 664 943 20 905 761
Jumlah biaya variabel yang dikeluarkan untuk pembenihan abalon oleh
BPBL Lombok adalah Rp 7 664 943 per siklus atau Rp 20 905 761 per tahun.
53
7.1.3.5 Biaya Total
Biaya total merupakan jumlah biaya tetap dan biaya variabel yang
dikeluarkan selama satu tahun produksi. Perhitungan biaya total untuk
pembenihan abalon di BPBL Lombok adalah :
Biaya Total = Biaya tetap + Biaya variabel per tahun
= Rp 71 104 065 + Rp 20 905 761
= Rp 92 009 826
Jumlah biaya total yang dikeluarkan pada kegiatan pembenihan abalon di
BPBL Lombok adalah Rp 92 009 826.
7.1.3.5 Penerimaan
Penerimaan merupakan hasil yang diperoleh dalam satu siklus usaha.
Perhitungan penerimaan dari hasil penjualan benih abalon di BPBL Lombok
adalah :
Penerimaan = Jumlah produksi per siklus x harga jual per individu
= 3 304 individu per siklus x Rp 6500 per individu
= Rp 21 476 000
Jumlah penerimaan yang dihasilkan dari kegiatan pembenihan abalon di
BPBL Lombok adalah Rp 21 476 000 per siklus. Dalam satu tahun, terdapat 7
siklus kegiatan, sehingga penerimaaan dalam satu tahun adalah = 7 siklus x Rp 21
476 000 = Rp 150 332 000 per tahun.
7.1.3.6 Keuntungan
Keuntungan adalah selisih antara penerimaaan total dengan biaya total.
Perhitungan keuntungan dari pembenihan abalon di BPBL Lombok adalah :
Keuntungan = Penerimaan – Biaya total
= Rp 150 332 000 – 92 009 826
= Rp 58 322 174
Jumlah keuntungan yang diperoleh dari hasil kegiatan pembenihan abalon di
BPBL Lombok adalah Rp 58 332 174 per tahun.
7.1.3.7 Rasio Penerimaan dan Biaya (R/C Ratio)
R/C Ratio merupakan perbandingan antara total penerimaan dengan total
biaya. R/C Ratio adalah analisa yang bertujuan untuk melihat seberapa jauh setiap
nilai rupiah biaya yang digunakan dapat memberikan sejumlah nilai penerimaan
sebagai manfaatnya. Perhitungan R/C Ratio dari kegiatan pembenihan abalon di
BPBL Lombok adalah :
R/C Ratio = Penerimaan total / biaya total
= Rp 150 332 000 / 92 009 826
= 1.63
R/C Ratio yang akan didapatkan dalam kegiatan pembenihan abalon di
BPBL Lombok adalah sebesar 1.63 yang berarti setiap Rp 1 yang dikeluarkan
untuk biaya produksi akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 1.63 sehingga
diperoleh keuntungan sebesar Rp 0.63.
7.1.3.8 Jangka Waktu Pengembalian Modal / Payback Period (PP)
Payback period merupakan analisa yang digunakan untuk mengetahui
berapa lama waktu yang diperlukan untuk menutup investasi yang ditanamkan
54
atau berapa lama investasi yang ditanamkan dapat kembali. Perhitungan payback
period dari kegiatan pembenihan abalon di BPBL Lombok adalah :
Payback period = (Investasi / Keuntungan ) x 1 tahun
= (Rp 171 589 000 / Rp 58 322 174) x 1 tahun
= 2.9 tahun
Payback period dari kegiatan pembenihan abalon di BPBL Lombok adalah
2.9 yang artinya modal yang dikeluarkan untuk investasi pembenihan abalon akan
kembali dalam jangka waktu 2.9 tahun.
7.1.3.9 Analisa Titik Impas / Break Event Point (BEP)
Analisa titik impas / Break Event Point (BEP) merupakan analisa yang
menentukan sebuah titik dimana biaya atau pengeluaran dan pendapatan adalah
seimbang sehingga tidak terdapat kerugian atau keuntungan. Perhitungan BEP
dari kegiatan pembenihan abalon di BPBL Lombok adalah :
BEP Harga = Biaya tetap / (1-(Biaya variabel/penerimaan))
= Rp 71 104 065 / (1-(Rp 20 905 761/150 332 000))
= Rp 82 589 252
BEP Unit = Biaya tetap / (Harga/individu – (Biaya variabel/ jumlah
produksi))
= Rp 71 104 065/ (Rp 6 500/individu – (Rp 20 905 761 /
23 128 individu))
= 12 706 individu
Berdasarkan perhitungan tersebut, titik impas yang dapat dicapai pada hasil
penjualan benih abalon sebesar Rp 82 589 252 dan titik impas jumlah produksi
abalon adalah 12 706 individu.
7.1.3.10 Harga Pokok Penjualan (HPP)
Harga pokok penjualan (HPP) adalah perbandingan total biaya produksi
dengan volume total produksi.
HPP = Total biaya produksi / Total produksi
= Rp 92 009 826/ 23 128 individu
= Rp 3 978 / individu
Berdasarkan hasil perhitungan diatas, penjualan abalon di BPBL Lombok
tidak akan mengalami keuntungan ataupun kerugian jika harga yang ditetapkan
sebesar Rp 3 978 / individu.
7.2 Pembesaran
7.1.1 Pemasaran
7.1.1.1 Produk
Abalon yang dijual adalah berukuran > 5 cm dengan bobot rata – rata 40 –
50 g/individu. Untuk memproduksi abalon ukuran tersebut dibutuhkan
pemeliharaan mulai dari penebaran hingga panen selama 12 bulan. Jumlah abalon
yang dijual per tahun adalah 200 kg dengan harga Rp 250 000 /kg. Abalon ukuran
konsumsi yang dijual adalah abalon berkualitas yang dibuktikan dengan ciri – ciri
: sehat, tidak cacat, bobot proporsional, warna cerah, dan menempel dengan kuat
pada substrat. Penjualan abalon ukuran konsumsi dilakukan pada segmentasi
55
usaha restoran dan eksportir yang ditargetkan di wilayah Mataram, Lombok, dan
Bali.
7.1.1.2 Tujuan
Tujuan pemasaran adalah daerah lokal di wilayah Lombok dan Mataram
dan antar pulau di wilayah Bali dan Sumbawa. Pengiriman dilakukan dengan
jarak waktu 1 – 3 jam di daerah lokal dan 4 – 6 jam di daerah antar pulau.
7.1.1.3 Distribusi
Cara pengangkutan dilakukan dengan transportasi darat menggunakan mobil
untuk wilayah lokal. Transportasi laut dan udara menggunakan kapal laut dan
pesawat terbang untuk wilayah antar pulau. Sistem pembayaran dilakukan secara
langsung untuk wilayah lokal dan sistem transfer melalui bank untuk wilayah
antar pulau.
7.1.2 Pengadaan Sarana Produksi
7.1.2.1 Benih
Benih yang digunakan berjumlah 4500 dengan ukuran panjang cangkang 2
– 3 cm dan bobot tubuh rata – rata 5 g. Benih berasal dari hasil perekayasaan yang
dilakukan oleh BPBL Lombok.
7.1.2.2 Pakan
Pakan yang digunakan adalah pakan alami rumput laut segar jenis
Gracillaria sp. dan Ulva sp. Pakan Gracillaria sp. berasal dari Lombok Tengah
yang diperoleh dengan cara membeli dari pembudidaya sedangkan pakan Ulva sp.
berasal dari pesisir perairan Teluk Sekotong yang diperoleh dengan cara
mengambil secara langsung yang dilakukan oleh pegawai BPBL Lombok. Harga
beli pakan Gracillaria sp. adalah Rp 1 000/kg dan biaya pengadaan pakan Ulva
sp. adalah Rp 500 /kg.
7.1.2.4 Bahan Kimia
Bahan kimia digunakan untuk kegiatan sterilisasi dan kultur pakan alami.
Jenis bahan kimia yang digunakan untuk pembesaran abalon adalah kaporit 60 %
untuk desinfeksi dengan harga Rp 275 000 per 20 kg dan oksigen untuk proses
pengepakan dengan harga isi ulang 70 000 per 1 m3.
7.1.2.5 Bahan Bakar
Bahan bakar yang digunakan dalam kegiatan pembesaran adalah bensin dan
solar. Bensin digunakan untuk bahan bakar alat transportasi dalam proses
pengiriman benih yang diperoleh dari SPBU dengan harga Rp 7 800 / L. Solar
digunakan untuk bahan bakar mesin genset yang diperoleh dari SPBU dengan
harga Rp 7 500 / L.
7.1.2.6 Tenaga Kerja
Tenaga kerja yang dimiliki oleh BPBL Lombok dalam kegiatan pembesaran
abalon berjumlah tiga orang seperti ditunjukkan pada Tabel 14.
56
Tabel 14 Rincian pengadaan tenaga kerja pembesaran abalon di BPBL Lombok
No. Jenis Pendidikan Asal Sifat Honor per
bulan (Rp)
1 Ketua pokja S1 Jawa Tengah PNS 2 500 000
2 Anggota bagian
pendederan
SMP Lombok Barat PNS 2 000 000
3 Anggota bagian
pembesaran
SMP Lombok Barat kontrak 2 500 000
7.1.3 Analisis Usaha
Analisis usaha pembesaran abalon disusun berdasarkan asumsi berikut :
1. Kegiatan pembesaran dilakukan selama satu siklus dengan lama waktu
pemeliharaan 12 bulan (Lampiran 10). Jumlah wadah yang digunakan
sebanyak 3 unit bak beton dengan kapasitas 1 500 individu per unit.
Sehingga jumlah benih yang ditebar dalam satu siklus adalah 4 500
individu.
2. Rata – rata tingkat kelangsungan hidup abalon selama kegiatan pembesaran
adalah 80 % sehingga hasil akhir produksi pembesaran abalon adalah = 4
500 individu x SR 90 % = 3 825 individu.
3. Ukuran panen abalon adalah 50 g/individu. Sehingga jumlah produksi
abalon dalam satu siklus adalah = 50 g/individu x 3 825 individu = 191.25
kg
7.1.3.1 Biaya Investasi
Biaya investasi adalah biaya yang dikeluarkan sebagai modal yang
dibutuhkan dalam penyediaan peralatan dan perlengkapan yang dibutuhkan untuk
kegiatan usaha dan sifatnya tidak habis dipakai dalam satu kali proses produksi
dan lebih dari satu tahun. Rincian biaya investasi BPBL Lombok untuk kegiatan
pembesaran dijelaskan secara rinci pada Tabel 15.
Tabel 15 Rincian biaya investasi pembesaran abalon
No. Komponen Biaya Satuan Jumlah Harga
Satuan (Rp)
Alokasi
(%)
Harga Total
(Rp)
1 Lahan perkantoran m2 300 150 000 5 2 250 000
2 Lahan instalasi m2 200 150 000 5 1 500 000
3 Lahan kolam pakan m2 20 150 000 60 1 800 000
4 Bangunan kantor unit 1 250 000 000 5 12 500 000
5 Bangunan instalasi unit 1 70 000 000 5 3 500 000
6 Instalasi listrik paket 1 2 500 000 60 1 500 000
7 Instalasi air paket 1 1 500 000 60 900 000
8 Tandon air laut unit 1 10 000 000 10 1 000 000
9 Tabung filter fisik unit 2 2 500 000 60 3 000 000
10 Kolam rumput laut unit 5 1 000 000 30 1 500 000
11 Keranjang benih unit 30 75 000 100 2 250 000
12 Kayu penggantung batang 30 2 500 100 75 000
13 Spatula plastik buah 5 5 000 60 15 000
14 Shelter buah 60 10 000 100 600 000
15 Skapel lantai buah 1 20 000 60 12 000
16 Alat sifon buah 2 50 000 60 60 000
57
No. Komponen Biaya Satuan Jumlah Harga
Satuan (Rp)
Alokasi
(%)
Harga Total
(Rp)
17 Keranjang jaring buah 2 40 000 60 48 000
18 Jangka sorong unit 2 150 000 30 90 000
19 Timbangan analog unit 1 75 000 30 22 500
20 Timbangan digital unit 1 350 000 30 105 000
21 Mobil APV unit 1 185 000 000 5 9 250 000
22 Hi-blow unit 1 650 000 60 390 000
23 Pompa air laut unit 2 5 000 000 10 1 000 000
Total Biaya 43 367 500
Biaya investasi dari kegiatan pembesaran abalon di BPBL Lombok adalah
Rp 43 367 500.
7.1.3.2 Biaya Penyusutan
Biaya penyusutan merupakan alokasi biaya investasi dalam setiap tahun.
Biaya penyusutan adalah hasil dari harga total dikurangi nilai sisa yang dibagi
dengan umur teknis. Rincian biaya penyusutan yang dikeluarkan oleh BPBL
Lombok dalam kegiatan pembesaran abalon dapat dilihat pada Tabel 16.
Tabel 16 Rincian biaya penyusutan pembesaran abalon
No Komponen Biaya Harga Total
(Rp)
Umur
Teknis
(Tahun)
Nilai Sisa
(Rp)
Biaya
Penyusutan
(Rp)
1 Lahan perkantoran 2 250 000 ~ ~ ~
2 Lahan instalasi 1 500 000 ~ ~ ~
3 Lahan kolam rumput laut 1 800 000 ~ ~ ~
4 Bangunan kantor 12 500 000 30 1 250 000 375 000
5 Bangunan instalasi 3 500 000 20 175 000 166 250
6 Instalasi listrik 1 500 000 ~ ~ ~
7 Instalasi air dan aerasi 900 000 ~ ~ ~
8 Tandon air laut 1 000 000 10 50 000 95 000
9 Tabung filter fisik 3 000 000 5 100 000 580 000
10 Kolam rumput laut 1 500 000 10 75 000 142 500
11 Keranjang jaring kasa 2 250 000 5 225 000 405 000
12 Kayu penggantung 75 000 2 - 37 500
13 Spatula plastik 15 000 2 - 7 500
14 Shelter 600 000 4 - 150 000
15 Skapel lantai 12 000 2 - 6 000
16 Alat sifon 60 000 3 - 20 000
17 Keranjang jaring 20 kg 48 000 2 - 24 000
18 Jangka sorong 90 000 3 - 30 000
19 Timbangan analog 22 500 2 - 11 250
20 Timbangan digital 105 000 3 - 35 000
21 Mobil APV 9 250 000 8 925 000 1 040 625
22 Hi-blow 390 000 4 50 000 85 000
23 Pompa air laut 1 000 000 8 300 000 87 500
Total Biaya 43 367 500 3 298 125
Biaya penyusutan dari kegiatan pembesaran abalon di BPBL Lombok
adalah Rp 3 298 125 per tahun.
58
7.1.3.3 Biaya Tetap
Biaya tetap merupakan biaya yang dikeluarkan baik ada ataupun tidak ada
kegiatan produksi. Biaya tetap untuk pembesaran abalon di BPBL Lombok
dijelaskan secara rinci pada Tabel 17.
Tabel 17 Rincian biaya tetap pembesaran abalon
No. Komponen Biaya Satuan Jumlah Biaya per
Bulan (Rp)
Alokasi
(%)
Total Biaya
(Rp)
1 Penyusutan 3 298 125
2 PBB paket 1 250 000 10 300 000
3 Pajak kendaraan unit 1 62 500 10 75 000
4 Gaji kepala produksi orang 1 2 500 000 20 6 000 000
5 Gaji pegawai orang 1 2 000 000 60 14 400 000
6 Gaji tenaga kontrak orang 1 1 500 000 20 3 600 000
7 THR kepala produksi orang 1 20 100 800
8 THR pegawai orang 3 20 72 000
9 THR tenaga kontrak orang 1 20 55 200
10 Perawatan mesin paket 1 500 000 5 300 000
11 Abodemen listrik paket 1 164 120 20 393 888
28 595 013
Jumlah biaya tetap yang dikeluarkan untuk kegiatan pembesaran abalon di
BPBL Lombok adalah Rp 28 595 013 per tahun.
7.1.3.4 Biaya Variabel
Biaya variabel merupakan biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan produksi.
Biaya variabel untuk pembesaran abalon di BPBL Lombok dijelaskan secara rinci
pada Tabel 18.
Tabel 18 Rincian biaya variabel pembesaran abalon
No. Komponen
Biaya Satuan Jumlah
Harga
Satuan (Rp)
Biaya per
Siklus (Rp)
Biaya per
tahun (Rp)
1 Listrik 931 301 1 862 602
2 Kaporit Kg 15 2 500 37 500 37 500
3 Gracillaria Kg 1 000 1 000 1 000 000 1 000 000
4 Ulva Kg 30 500 15 000 15 000
5 Kotak styrofoam Kotak 6 45 000 270 000 270 000
6 Plastik packing lembar 6 2 000 12 000 12 000
7 Karet gelang Buah 30 5 150 150
8 Solar L 35.28 7 500 264 600 1 852 200
9 Bensin L 14 7 800 109 200 764 400
Total Biaya 5 813 852
Jumlah biaya variabel yang dikeluarkan untuk pembesaran abalon oleh
BPBL Lombok adalah Rp 5 813 852 per siklus atau per tahun.
59
7.1.3.5 Biaya Total
Biaya total merupakan jumlah biaya tetap dan biaya variabel yang
dikeluarkan selama satu tahun produksi. Perhitungan biaya total untuk
pembesaran abalon di BPBL Lombok adalah :
Biaya Total = Biaya tetap + Biaya variabel per tahun
= Rp 28 595 013 + Rp 5 813 852
= Rp 34 408 865
Jumlah biaya total yang dikeluarkan pada kegiatan pembesaran abalon di
BPBL Lombok adalah Rp 34 408 865 per tahun.
7.1.3.5 Penerimaan
Penerimaan merupakan hasil yang diperoleh dalam satu siklus usaha.
Perhitungan penerimaan dari hasil penjualan benih abalon di BPBL Lombok
adalah :
Penerimaan = Jumlah produksi per siklus x harga jual per individu
= 191.25 kg per siklus x Rp 300 000 per kg
= Rp 57 300 000
Jumlah penerimaan yang dihasilkan dari kegiatan pembesaran abalon di
BPBL Lombok adalah Rp 57 300 000 per siklus atau per tahun.
7.1.3.6 Keuntungan
Keuntungan adalah selisih antara penerimaaan total dengan biaya total.
Perhitungan keuntungan dari pembesaran abalon di BPBL Lombok adalah :
Keuntungan = Penerimaan – Biaya total
= Rp 57 300 000 – 34 408 865
= Rp 22 891 135
Jumlah keuntungan yang diperoleh dari hasil kegiatan pembesaran abalon di
BPBL Lombok adalah Rp 22 891 135 per siklus atau per tahun tahun.
7.1.3.7 Rasio Penerimaan dan Biaya (R/C Ratio)
R/C Ratio merupakan perbandingan antara total penerimaan dengan total
biaya. R/C Ratio adalah analisa yang bertujuan untuk melihat seberapa jauh setiap
nilai rupiah biaya yang digunakan dapat memberikan sejumlah nilai penerimaan
sebagai manfaatnya. Perhitungan R/C Ratio dari kegiatan pembesaran abalon di
BPBL Lombok adalah :
R/C Ratio = Penerimaan total / biaya total
= Rp 57 300 000 / 34 408 865
= 1.67
R/C Ratio yang akan didapatkan dalam kegiatan pembesaran abalon di
BPBL Lombok adalah sebesar 1.67 yang berarti setiap Rp 1 yang dikeluarkan
untuk biaya produksi akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 1.67 sehingga
diperoleh keuntungan sebesar Rp 0.67.
7.1.3.8 Jangka Waktu Pengembalian Modal / Payback Period (PP)
Payback period merupakan analisa yang digunakan untuk mengetahui
berapa lama waktu yang diperlukan untuk menutup investasi yang ditanamkan
atau berapa lama investasi yang ditanamkan dapat kembali. Perhitungan payback
period dari kegiatan pembesaran abalon di BPBL Lombok adalah :
60
Payback period = (Investasi / Keuntungan) x 1 tahun
= (Rp 43 367 500 / Rp 22 891 135) x 1 tahun
= 1.9 tahun
Payback period dari kegiatan pembesaran abalon di BPBL Lombok adalah
1.9 yang artinya modal yang dikeluarkan untuk investasi pembesaran abalon akan
kembali dalam jangka waktu 1.9 tahun.
7.1.3.9 Analisa Titik Impas / Break Event Point (BEP)
Analisa titik impas / Break Event Point (BEP) merupakan analisa yang
menentukan sebuah titik dimana biaya atau pengeluaran dan pendapatan adalah
seimbang sehingga tidak terdapat kerugian atau keuntungan. Perhitungan BEP
dari kegiatan pembesaran abalon di BPBL Lombok adalah :
BEP Harga = Biaya tetap / (1 – (Biaya variabel / Penerimaan))
= Rp 28 595 013 / (1 – (Rp 5 813 852 / Rp 57 300 000))
= Rp 31 823 982
BEP Unit = Biaya tetap / (Harga per individu – (( Biaya variabel /
Jumlah produksi))
= Rp 28 595 013 / ( Rp 300 000/kg – (( Rp 5 813 852 /
191.25 kg)
= 106 kg
Berdasarkan perhitungan tersebut, titik impas yang dapat dicapai pada hasil
penjualan benih abalon sebesar Rp 30 998 534 dan titik impas jumlah produksi
abalon adalah 106 kg.
7.1.3.10 Harga Pokok Penjualan (HPP)
Harga pokok penjualan (HPP) adalah perbandingan total biaya produksi
dengan volume total produksi.
HPP = Total biaya produksi / Total produksi
= Rp 34 408 865 / tahun / 191.25 kg/tahun
= Rp 180 151 /kg
Berdasarkan hasil perhitungan tersebut, penjualan abalon di BPBL
Lombok tidak akan mengalami keuntungan ataupun kerugian jika harga yang
ditetapkan sebesar Rp 180 151/kg.
8 PENUTUP
8.1 Kesimpulan
Hasil kegiatan PKL pembenihan dan pembesaran abalon di BPBL Lombok
yang telah dilakukan selama 3 bulan menyimpulkan bahwa kegiatan pembenihan
dan pembesaran di BPBL Lombok adalah kegiatan budidaya intensif untuk
keperluan penelitian dan perekayasaan dengan skala produksi pembenihan 23 128
individu dan skala produksi pembesaran 191.25 kg. Kegiatan pembenihan dan
pembesaran abalon di BPBL Lombok telah layak dijadikan sebagai usaha
produksi karena hasil produksi abalon menguntungkan dengan R/C Ratio lebih
61
dari 1. Permasalahan yang teridentifikasi dalam kegiatan pembenihan dan
pembesaran abalon adalah waktu produksi yang lama karena pertumbuhannya
lambat dan ketersediaan pakan alami untuk larva terbatas sehingga solusi yang
dapat diberikan adalah dengan memberikan pakan buatan dengan nutrisi yang
direkayasa untuk mempercepat pertumbuhan dan dan meningkatkan mobilitas
instansi untuk mempermudah ketersediaan pakan alami.
8.2 Saran
Sebagai evaluasi dari kegiatan PKL yang telah dilaksanakan, disarankan
kepada pihak BPBL Lombok untuk memperluas unit budidaya dan menambah
infrastruktur dan sarana produksi untuk meningkatkan skala produksi agar dapat
menghasilkan keuntungan yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
BPBL Lombok. 2013. Profile marine aquaculture development center lombok.
Lombok : Balai Perikanan Budidaya Laut Lombok, Direktorat Jenderal
Perikanan Budidaya, Kementerian Kelautan dan Perikanan.
[FAO] Food and Aqriculture Organization - Aquaculture Production. 2012. World
abalone supply markets and pricing [internet]. [diunduh 2015 Mei 02
08:00]. Tersedia pada: www.fishtec.com/2012abalonemarket.html
Hegner and Engemen. 1968. Fisheries biology, clasification, and management
(Second Edition). Blackwell Publishing : Oxford (UK)
Isnansetyo A dan Kurniastuty. 1995. Teknik kultur phytoplankton dan
zooplankton. Yogyakarta : Kanisius.
Kordi KMGH. 2011. Budidaya 22 komoditas laut untuk konsumsi lokal dan
ekspor. Yogyakarta : Penerbit Andi.
Litaay M, Agus R, Rusmidin, Ferawati S. 2010. Potensi kekerangan abalon
Sulawesi Selatan, prospek dan tantangan pengelolaan. Prosiding Simposium
Nasional Pengelolaan Pesisir, Laut, dan Pulau – pulau kecil [internet].
[diunduh 2015 Jun 16]; I-100 – I-105.
Sarifin H, Priyambodo B, Setyabudi H, Garnawansyah G, Supriyanto A, Yana A.
2011. Petunjuk teknis budidaya abalone (Haliotis spp). Lombok Barat :
Balai Budidaya Laut Lombok, Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya,
Kementerian Kelautan dan Perikanan
Setyabudi H, Garnawansyah G, Supriyanto A, Imanuddin M, Yana A. 2013.
Petunjuk teknis produksi benih abalon hibrid (Ninamata). Lombok : Balai
Budidaya Laut Lombok, Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya,
Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Setyono DED. 2009. Abalon, biologi dan produksi. Mataram : LIPI Press.
Setyono DED. 2010. Abalon, teknologi pembenihan. Jakarta : Ikatan Sarjana
Oseanologi Indonesia (ISOI) d/a. Pusat Penelitian Oseanografi – LIPI.
Susanto AB, Hartati R, Aryani S. 2008. Abalon dan rumput laut. Yogyakarta :
Navila Idea.
62
63
LAMPIRAN
64
65
Lampiran 1 Peta lokasi BPBL Lombok
Lampiran 2 Tata letak unit produksi abalon di BPBL Lombok
Keterangan : (A) bak induk jantan, (B) bak induk betina, (C) bak pemijahan, (D)
bak larva, (E) bak penyimpanan rumput laut, (F) bak
pendederan/pembesaran, (G) ruang penyimpanan, (H) ruang kultur
pakan alami skala semi massal
66
Lampiran 3 Hasil pengamatan pertumbuhan populasi sel Nitzschia sp.
Hari dan
Tanggal
Pengamatan
Kepadatan Sel
(ind/ml)
Hasil
Pengamatan
Visual
Deskripsi
1
(06/03/2015) 1 662 500
Penebaran tahap awal.
Warna media kultur
kuning cerah dan masih
bersifat transparan.
2
(07/03/2015) 2 605 000
Fase Induksi.
Pertumbuhan sel masih
stabil. Warna media kultur
kuning keemasan dan
bersifat gelap
3
(08/03/2015) 3 000 000
4
(09/03/2015) 6 250 000
Fase eksponensial.
Peningkatan pertumbuhan
sel secara signifikan.
Warna media kultur
cokelat jingga.
5
(10/03/2015) 8 625 000
6
(11/03/2015) 19 050 000
Fase pertumbuhan relatif.
Titik akhir pertumbuhan
sel. Warna media kultur
cokelat tua.
7
(12/03/2015) 19 750 000
Fase stasioneri.
Pertumbuhan sel sedikit
dan stabil. Warna media
cokelat tua cenderung
gelap.
8
(13/03/2015) 14 675 000
Fase kematian.
Terjadinya penurunan
jumlah kepadatan sel.
Warna media cokelat
kehitaman.
9
(14/03/2015) 14 075 000
10
(15/03/2015) 10 400 000
11
(16/03/2015) 8 950 000
Sumber : Data pribadi
67
Lampiran 4 Hasil pengamatan embriogenesis abalon (18 Februari 2015)
Menit ke - Fase
Hasil
pengamatan
visual
Deskripsi
0 Fertilisasi
Telur berbentuk bulat, dibungkus
oleh selaput gelatin. Ukuran telur
0.02 mm dengan ukuran inti telur
0.16 mm dan ketebalan selaput
gelatin 0.04 mm
30 Dua sel
Inti telur membelah menjadi dua
sel.
45 Empat sel
Dua sel telur membelah masing –
masing menjadi dua sel sehingga
jumlah sel di dalam satu buah telur
sebanyak empat sel
55 Delapan sel
Empat sel telur membelah masing –
masing menjadi dua sel sehingga
jumlah sel di dalam satu buah telur
sebanyak delapan sel
100 Morula
Tiap sel membelah sehingga
menghasilkan banyak sel yang
membentuk gumpalan yang terdiri
dari mulai 16 – 64 sel.
180 Gastrula
Kumpulan sel mulai membentuk
suatu individu akibat pembelahan
sel secara terus menerus.
300 Trochopore
Individu mulai terlihat aktif
bergerak di dalam sel telur. Lapisan
selaput gelatin mulai menipis dan
dalam fase ini siap untuk menetas.
480 Veliger
Individu telah menetas menjadi
larva yang melayang dan bergerak
di dalam kolom air menggunakan
velum atau rambut getar.
Sumber : Data pribadi
68
Lampiran 5 Data sampling populasi dan kematangan gonad induk abalon
No. Waktu Sampling
(Tgl/Bln/Thn)
Kode
Bak
Jenis
Kelamin
Jumlah
(individu)
Berat rata -
rata
(g/individu)
Panjang
cangkang
(mm/individu)
VGB
(%) TKG
Jumlah
Mortalitas
(individu)
SR (%)
1 13 Februari 2015 A1 Jantan 262 48.38 65 60 0 100
A2 Jantan 255 49.78 66 50 0 100
A3 Jantan 217 50.27 65 50 0 100
B1 Betina 261 48.27 63 55 0 100
B2 Betina 259 47.19 60 45 0 100
B3 Betina 250 46.22 59 45 0 100
2 26 Februari 2015 A1 Jantan 257 48.47 65 45 5 98.1
A2 Jantan 248 50.18 66 55 7 97.3
A3 Jantan 204 50.00 65 60 13 94
B1 Betina 254 44.04 61 50 7 97.3
B2 Betina 245 47.72 61 50 14 94.6
B3 Betina 246 48.99 61 65 4 98.4
3 12 Maret 2015 A1 Jantan 253 49.43 66 60 4 96.6
A2 Jantan 245 51.18 66 50 3 96.1
A3 Jantan 199 50.20 65 55 5 91.7
B1 Betina 247 48.70 61 55 7 94.6
B2 Betina 240 47.83 61 65 5 92.7
B3 Betina 242 49.05 62 50 4 96.8
68
69
Lampiran 6 Data produksi pakan alami skala semi massal unit produksi abalon di BPBL Lombok
No. Tanggal
Produksi
Jenis
Total per hari (L) Nitzchia sp. Navicula sp. Amphora sp.
Volume
(L)
Jumlah
(unit)
Total
(L)
Volume
(L)
Jumlah
(unit)
Total
(L)
Volume
(L)
Jumlah
(unit)
Total
(L)
1 02/02/2015 20 3 60 0 0 0 20 6 120 180
2 03/02/2015 0 0 0 0 0 0 20 3 60 60
3 04/02/2015 0 0 0 20 3 60 20 3 60 120
4 05/02/2015 20 3 60 0 0 0 0 0 0 60
5 06/02/2015 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
6 07/02/2015 20 4 80 20 3 60 20 3 60 200
7 08/02/2015 20 2 40 0 0 0 0 0 0 40
8 09/02/2015 0 0 0 20 2 40 20 2 40 80
9 10/02/2015 20 4 80 0 0 0 0 0 0 80
10 11/02/2015 20 4 80 20 4 80 20 4 80 240
11 12/02/2015 0 0 0 20 4 80 20 3 60 140
12 13/02/2015 20 2 40 0 0 0 0 0 0 40
13 14/02/2015 0 0 0 20 2 40 20 2 40 80
14 15/02/2015 20 3 60 20 2 40 20 1 20 120
15 16/02/2015 20 4 80 0 0 0 0 0 0 80
16 17/02/2015 20 4 80 20 4 80 20 4 80 240
17 20/02/2015 0 0 0 20 4 80 20 3 60 140
18 24/02/2015 20 2 40 0 0 0 0 0 0 40
19 26/02/2015 0 0 0 20 2 40 20 2 40 80
20 27/02/2015 20 3 60 20 2 40 20 1 20 120
21 05/03/2015 20 4 80 20 2 40 20 3 60 180
22 06/03/2015 0 0 0 20 2 40 20 2 40 80
69
70
No. Tanggal
Produksi
Jenis
Total per hari (L) Nitzchia sp. Navicula sp. Amphora sp.
Volume
(L)
Jumlah
(unit)
Total
(L)
Volume
(L)
Jumlah
(unit)
Total
(L)
Volume
(L)
Jumlah
(unit)
Total
(L)
23 11/03/2015 20 3 60 0 0 0 0 0 0 60
24 16/03/2015 0 0 0 0 0 0 20 6 120 120
TOTAL 2 580
Lampiran 7 Data pemakaian pakan alami semi massal unit produksi abalon BPBL Lombok
No. Tanggal Jumlah pemakaian berdasarkan jenis (L) Jumlah per hari
(L) Nitzchia sp. Navicula sp. Amphora sp.
1 02/02/2015 80 20 0 100
2 03/02/2015 0 0 120 120
3 08/02/2015 0 0 120 120
4 10/02/2015 60 0 100 160
5 12/02/2015 0 40 40 80
6 13/02/2015 80 0 0 80
7 14/02/2015 0 80 100 180
8 16/02/2015 0 0 100 100
9 17/02/2015 0 80 0 80
10 20/02/2015 60 0 80 140
11 23/02/2015 40 40 60 140
12 25/02/2015 0 60 0 60
13 26/02/2015 0 40 40 80
70
71
No. Tanggal Jumlah pemakaian berdasarkan jenis (L) Jumlah per hari
(L) Nitzchia sp. Navicula sp. Amphora sp.
14 27/02/2015 40 40 0 80
15 04/03/2015 60 60 120 240
16 06/03/2015 0 40 0 40
17 09/03/2015 80 20 60 160
18 11/03/2015 0 60 40 100
19 14/03/2015 40 60 0 100
20 16/03/2015 60 40 40 140
21 18/03/2015 40 0 60 100
22 19/03/2015 0 60 60 120
TOTAL (L) 2 520
Lampiran 8 Data sampling benih (populasi, kebutuhan pakan, dan pertumbuhan)
Parameter Satuan
Periode Sampling (Minggu ke-/waktu sampling)
I II III IV V VI
24/03/2015 31/03/2015 08/04/2015 15/04/2015 22/04/2015 29/04/2015
Sampling Populasi
Umur hari 240 247 254 261 268 275
Jumlah benih (N) individu 2682 2654 2610 2572 2550 2523
Panjang cangkang Cm 4.98 5.01 5.04 5.07 5.11 5.15
Bobot rata - rata benih (W) g/individu 21.06 21.11 21.18 21.24 21.31 21.4
Biomassa benih (B) Kg 56.48 56.03 55.28 54.63 54.34 53.99
Jumlah benih yang mati (Nd) Individu 0 28 44 38 22 27
71
72
Parameter Satuan
Periode Sampling (Minggu ke-/waktu sampling)
I II III IV V VI
24/03/2015 31/03/2015 08/04/2015 15/04/2015 22/04/2015 29/04/2015
Bobot rata - rata benih yang mati g/individu 21.06 21.11 21.18 21.24 21.31 21.4
Biomassa benih yang mati Kg 0 0.59 0.93 0.81 0.47 0.58
Tingkat kelangsungan hidup % 100 98.96 97.32 95.90 95.08 94.07
Tingkat mortalitas % 0 1.04 2.68 4.10 4.92 5.93
Sampling Kebutuhan Pakan
Jumlah pakan harian G 3.39 3.17 2.81 2.09 2.29 2.80
Jumlah pakan mingguan Kg 23.70 22.20 19.65 14.60 16.00 19.60
Tingkat pemberian pakan % 5.99 5.66 5.08 3.82 4.21 5.19
Konversi pakan (FCR) 3.49 2.23 1.97 1.89 1.82
Efisiensi pakan (EP) % 28.68 44.79 50.64 52.98 54.95
Sampling Pertumbuhan
Pertumbuhan Panjang cm/individu/hari 0.0043 0.0043 0.0043 0.0046 0.0049
Pertumbuhan Panjang Mutlak %/individu/hari 0.0858 0.0855 0.0853 0.0920 0.0959
Laju pertumbuhan (GR) g/individu/hari 0.0071 0.0086 0.0086 0.0089 0.0097
Laju pertumbuhan spesifik (SGR) %/individu/hari 0.0339 0.0406 0.0405 0.0421 0.0458
72
73
Lampiran 9 Pola tanam pembenihan abalon di BPBL Lombok
Bak Kegiatan Produksi Periode (bulan)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 Kultur Pakan Alami
Pemijahan
Penambahan Pakan
Sortir
Panen
2 Kultur Pakan Alami
Pemijahan
Penambahan Pakan
Sortir
Panen
3 Kultur Pakan Alami
Pemijahan
Penambahan Pakan
Sortir
Panen
4 Kultur Pakan Alami
Pemijahan
Penambahan Pakan
Sortir
Panen
5 Kultur Pakan Alami
Pemijahan
Penambahan Pakan
Sortir
Panen
6 Kultur Pakan Alami
Pemijahan
Penambahan Pakan
Sortir
Panen
74
Lampiran 10 Pola tanam pembesaran abalon di BPBL Lombok
No.
Bak
Kegiatan Produksi Periode
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 s.d 3 Persiapan Wadah
Pendederan Benih
Pemberian Pakan
Pengelolaan Air
Sampling
Sortir dan Panen
75
RIWAYAT PENULIS
Penulis dilahirkan di Kota Pematangsiantar, Sumatera
Utara pada tanggal 28 Maret 1993. Penulis merupakan anak
terakhir dalam empat bersaudara dari ayah yang bernama
Lister Sihombing dan ibu yang bernama Rumanti Bakara.
Penulis lulus dari pendidikan sekolah dasar di SD Negeri
125543 Pematangsiantar tahun 2005, pendidikan sekolah
menengah pertama di SMP Negeri 1 Pematangsiantar tahun
2008 dan melanjutkan pendidikan sekolah menengah atas di
SMA Negeri 1 Pematangsiantar dan lulus pada tahun 2011.
Penulis melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi
tahun 2012 dan diterima di Program Diploma Institut Pertanian Bogor pada
Program Keahlian Teknologi Produksi dan Manajemen Perikanan Budidaya
melalui jalur reguler. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam kegiatan
organisasi sebagai anggota Dewan Perwakilan Mahasiswa Diploma IPB. Penulis
juga menjadi ketua panitia Lokakarya Lembaga Kemahasiswaan Diploma IPB
tahun 2012 dan koordinator pasukan pengamanan Olimpiade Mahasiswa
Diploma IPB (OMDI) tahun 2014.
Penulis mengikuti Alih Teknologi Budidaya Ikan Hias pada tahun 2014
yang diadakan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan,
Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia di Balai Penelitian dan
Pengembangan Budidaya Ikan Hias (BPPBIH) Depok, Jawa Barat. Sebagai syarat
kelulusan dari Program Diploma IPB, penulis melaksanakan kegiatan Praktik
Kerja Lapangan di Balai Perikanan Budidaya Laut (BPBL) Lombok dan menulis
laporan akhir dengan judul “Pembenihan dan Pembesaran Abalon Haliotis
squamata di Balai Perikanan Budidaya Laut Lombok, Lombok Barat, Nusa
Tenggara Barat”.
76