IMPLEMENTASI KANDUNGAN AYAT AL-QUR’AN DALAM
PROSES PENCEGAHAN BEREDARNYA PRODUK HARAM
OLEH LPPOM MUI PROVINSI JAMBI (STUDI LIVING QUR’AN)
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S.1) dalam ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama
Muhammad Kurnia Nugraha NIM: UT.150215
JURUSAN ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS
USHULUDDIN DAN STUDI AGAMA UNIVERSITAS ISLAM
NEGERI SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI 2019
MOTTO
ملوا و
الر اتقوا اللهو ا الا طيةلح الله شقننها ز
تن ب ي أ
ه
ؤمم
وى
“Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman
kepada-Nya”.1 (Q.S Al-Maidah : 88)
1
Al-Qur‟an dan Terjemahan, Departemen Agama RI, Jakarta: Bumi Restu, 2017.
v
PERSEMBAHAN
Segala puji dan syukur kepada Allah SWT., yang telah memberikan rahmat dan karunia Nya. Akhirnya penulis dapat menyelesaikan tugas
penulisan skripsi ini. Melalui skripsi yang sangat sederhana ini, maka penulis akan
mempersembahkan untuk orang-orang yang penulis kasihi dan penulis sayangi yang telah banyak membantu dalam
penulisan skripsi ini.
Skripsi ini penulis persembahkan kepada: Ayahanda “Malawi Syamsir” dan Ibunda “Yusmani” yang telah banyak
memberi nasehat dan kasih sayang kepada saya sehingga saya bisa menyelesaikan skripsi ini.
Dan kepada Seluruh saudara-saudara saya semua yang senantiasa memberikan motivasi dalam penyelesaian study.
vi
ABSTRAK
Karakteristik kehidupan masyarakat moderen di antaranya tercermin pada
pola konsumsinya yang cenderung pragmatis dan praktis. Oleh karena itu trend
untuk mengonsumsi makanan cepat saji (fast food), termasuk di dalamnya produk
hewani atau mengandung unsur hewani sudah menjadi gejala umum. Kalangan
pelaku usaha/produsen kemudian menangkap sinyal fenomena tersebut dan
berkompetisi merebut animo konsumen sehingga makanan siap/cepat saji dalam
berbagai bentuk kemasan (kaleng, plastik, karton dan lain sebagainya) membanjiri
pasar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apa saja produk haram yang
pernah dijumpai beredar di Indonesia khususnya di Kota Jambi. Agar mewaspadai
pembelian produk haram oleh konsumen. Pendekatan penelitian yang penulis gunakan dalah penelitian kualitatif
dengan menggunakan pendekatan kajian fenomenologi. Metode penelitian
kualitatif menunjukkan kepada prosedur-prosedur riset yang menghasilkan data
kualitatif: ungkapan atau catatan orang itu sendiri atau tingkah laku yang
terobsesi. Setting penelitian implementasi ayat-ayat al-Qur‟an dalam proses
pencegahan beredarnya produk haram oleh LPPOM kota Jambi. Wawancara yang
dilakukan adalah wawancara langsung dengan para informan tokoh LPPOM MUI
dan tokoh masyarakat. Selain itu juga ditunjang dengan data kepustakaan dengan
mengkaji buku-buku yang berkaitan dengan obyek penelitian. Hasil penelitian ini yaitu bahwasanya LPPOM MUI bekerja dengan baik
dalam mengimplementasikan kandungan ayat-ayat al-Qur‟an dengan cara gencar
dalam mencegah peredaran produk haram. Rekomendasi dari penulis bahwa
masyarakat Jambi untuk berhati-hati dan waspada dalalm membeli produk dan
kepada MUI agar dapat membangun sinergi bersama masyarakat dan lebih
memperluas dalam mengadakan penyuluhan agar dapat bersama-sama mencegah
beredarnya produk haram. Kata Kunci: Implementasi, Ayat Al-Qur’an, Pencegahan, Produk Haram.
vii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil‟alamin, segala puji hanya bagi Allah Tuhan semesta
alam yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada setiap manusia
yang dicintai-Nya, sehingga segala kedamaian dan keindahan selalu ada dalam
setiap genggaman kehidupan. Tiada yang pantas diraih selain ridha dari Allah
Yang Maha Mencintai hamba-Nya.
Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada teladan
Rasulullah Muhammad Saw. yang teguh dan berwibawa dalam memimpin ummat
manusia untuk menggapai ridha-Nya.
Suatu keniscayaan sebuah karya akan tercapai tanpa hadirnya do‟a dan
kerjasama antar sesama. Begitu juga hadirnya skripsi ini berkat do‟a dan campur
tangan dari segenap pihak yang telah membantu penulis melahirkan skripsi ini.
Dan penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, yang berjudul “Implementasi
Kandungan Ayat Al-Qur’an dalam Proses Pencegahan Beredarnya Produk
Haram Oleh LPPOM MUI Provinsi Jambi (Studi Living Qur’an)”.
Sudah sepantasnya penulis menghaturkan terima kasih yang setulusnya
kepada :
1. Bapak H. Husin. Abd. Wahab, Lc.,M.A.,Ph.D Selaku dosen pembimbing I
yang telah banyak memberikan kontribusi dan waktu demi terselesaikannya
penulisan Skripsi ini. 2. Bapak M. Ali Mubarak, S.IP.,M.Si Selaku dosen pembimbing II yang telah
banyak memberiakan bimbingan dan pengarahan serta saran dan waktu demi
terselesaikan penulisan Skripsi ini.
3. Ermawati. S.Ag, MA. Selaku Ketua Jurusan Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir
Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama. 4. Bapak Dr. H. Abd. Ghaffar, M.Ag. selaku Dekan Fakultas Ushuluddin dan
Studi Agama UIN STS Jambi. 5. Bapak Dr. Masiyan, M.Ag. Selaku Wakil Dekan bidang akademik Fakultas
Ushuluddin dan Studi Agama UIN STS Jambi dan sekaligus Pembimbing
Akademik yang senantiasa selalu memberikan saran, semangat dan waktunya
demi terselesaikan Skripsi ini. 6. Bapak H. Abdullah Firdaus, Lc, MA., Ph.D. selaku Wakil Dekan bidang
administrasi umum perencanaan dan keuangan Fakultas Ushuluddin dan
Studi Agama UIN STS Jambi.
7. Bapak Dr. Pirhat Abbas, M.Ag. selaku Wakil Dekan bidang Kemahasiswaan
dan bidang kerjasama luar Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama UIN STS
Jambi.
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ………………………………………………………….... i
NOTA DINAS ………………………………………………………………... ii
SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI …………………….... iii
PENGESAHAN ………………………………………………………………... iv
MOTTO ……………………………………………………………………….. v
ABSTRAK ……………………………………………………………………... vi
PERSEMBAHAN ……………………………………………………………... vii KATA PENGANTAR ………………………………………………………. ...... viii
DAFTAR ISI ………………………………………………………………….... x
PEDOMAN TRANSLITE ........................................................................................................ xi
DAFTAR TABEL …………………………………………………………….... xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ………………………………………… 1 B. Rumusan Masalah ………………………………………………. 4
C. Batasan Masalah ……………………………………………….... 4
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ……………………………….... 5
E. Metode Penelitian ………………………………………………... 5
F. Kerangka Teori ………………………………………………….. 9
G. Studi Relevan ………………………………………………....... 13
BAB II DESKRIPSI PRODUK HARAM
A. Pengertian Produk Haram ................................................................................ 16 B. Larangan Mengkonsumsi atau Menggunakan Produk Haram .............. 20
C. Bahaya Produk Haram ..................................................................................... 24
D. Pentingnya Waspada Dalam Membeli Produk-produk .......................... 30
BAB III KAJIAN AYAT-AYAT ALQUR’AN TENTANG KONSUMSI
HALAL DAN HARAM A. Referensi Dalil Al-Qur‟an dalam Pencegahan Peredaran Produk
Haram
………………………………
…………………………... 32
B. Tafsir Ayat Al-Qur‟an Tentang Konsumsi Halal dan Haram ….. 35
BAB IV PROSEDUR, MEKANISME, DAN TEMUAN OLEH LPPOM
MUI PROVINSI JAMBI A. Prosedur dan Proses Pelabelan Produk Halal ........................................... 47 B. Mekanisme Pemeriksaan ……………………………………... ....... 51
C. Produk-produk Haram yang Pernah Dijumpai di Kota Jambi …. 56
D. Regulasi Tentang Jaminan Halal ……………………………….. 59
x
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ......................................................................................................... 63
B. Saran-Saran 64
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
CURICULUM VITAE
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 1 : Daftar referensi atau dalil yang digunakan menyangkut Konsumsi halal dan haram 34
xii
PEDOMAN TRANSLITERASI
A. Al-Fabet
Indonesia Arab Indonesia Arab
ṭ ا ‟ ط
ẓ ظ B ة
ت T ع „
Gh غ Th ث
F ف J ج
Q ق ḥ ح
K ك Kh خ
L ه D د
M م Dh ذ
N ى R ز
H ه Z ش
W و S ش
ش Sh ء ‚
Y ي ṣ ص
ḍ ض
B. Vokal dan Harakat
Indonesia Arab Indonesia Arab Indonesia Arab
Ī اى ā ىة A ا
Aw او Á اى U ا
Ay اى Ū او I ا
C. T ā’ Marbūṭ ah
1. T ā’ Marbūṭ ah yang mati atau mendapat harakat sukun,
maka transliterasinya adalah /h/.
Arab Indonesia
ص ṣ ةلا alāh
Mir‟āh ةارم
2. T ā’ Marbūṭ ah hidup atau yang mendapat harakat fathah, kasrah
dan dammah, maka transliterasinya adalah /t/.
Arab Indonesia
و ز را لاة برت ي wizārat al-Tarbiyah ة
سلاةاررم م Mir‟āt al-Zaman ن
3. T ā’ Marbūṭ ah yang berharakat tanwin maka translitnya adalah /tan/tin/tun.
Arab Indonesia
ة
xiv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pola hidup masyarakat yang saat ini sangat dipengaruhi oleh meluasnya
peredaran berbagai produk, kemajuan sains dan teknologi telah menghantarkan
kehidupan umat manusia ke alam dan gaya hidup moderen, lengkap dengan
berbagai bentuk kemudahan yang ditawarkannya.1
Karakteristik kehidupan masyarakat moderen di antaranya tercermin pada
pola konsumsinya yang cenderung pragmatis dan praktis. Oleh karena itu trend
untuk mengonsumsi makanan cepat saji (fast food), termasuk di dalamnya produk
hewani atau mengandung unsur hewani sudah menjadi gejala umum. Kalangan
pelaku usaha/produsen kemudian menangkap sinyal fenomena tersebut dan
berkompetisi merebut animo konsumen sehingga makanan siap/cepat saji dalam
berbagai bentuk kemasan (kaleng, plastik, karton dan lain sebagainya) membanjiri
pasar.2 Menjadi hal penting yang harus diteliti, khususnya bagi masyarakat
Muslim. Pasalnya realita pada saat ini banyak didapati produk-produk yang
mengandung unsur-unsur yang berbahaya atau haram bagi masyarakat, khususnya
masyarakat muslim untuk dikonsumsi, sedangkan kita tahu bahwasanya mayoritas
masyarakat di Indonesia adalah beragama Islam.
Temuan produk-produk haram kerap kali ditemui di pusat perbelanjaan
ataupun di toko-toko yang menjual pangan, minuman, obat-obatan ataupun
kosmetik, seperti produk-produk berbahan zat kimia yang berbahaya, berbahan
dasar organ tubuh binatang haram seperti babi, dan penyembelihan hewan ternak
yang sembarangan (tidak sesuai dengan aturan Islam) atau yang sudah menjadi
bangkai, seperti ayam, daging sapi, kerbau, kambing dan semacamnya. Temuan-
temuan seperti ini, pernah ditemui beredar dipasaran, dan bahkan ada yang dijual
di supermarket dengan kemasan menarik atau yang terlihat higienis. Hal ini perlu
di waspadai, selain mengingat bahwa mengonsumsi produk haram adalah
1Moh. Bahruddin, “Problem Sertifikasi Halal Produk Pangan Hewani” Jurnal ASAS,
Vol.2, No.1, Januari 2010, hal.1 2Moh. Bahruddin, “Problem Sertifikasi Halal Produk Pangan Hewani”, hal. 3
1
2
larangan bagi umat Islam, bahkan juga sangat berbahaya bagi kesehatan
konsumen.
Saat ini pencegahan beredarnya produk haram, sudah dijalankan oleh
Lembaga Pengawasan Pangan, obat-obatan, dan kosmetika Majelis Ulama
Indonesia (LPPOM MUI) Provinsi Jambi dengan program pelabelan pada produk-
produk. Namun masalah yang dijumpai adalah bahwasanya ada pelabelan palsu
terhadap produk-produk seperti makanan ataupun kosmetik dan masih banyaknya
beredar produk-produk yang tidak mengenakan label halal dari MUI Provinsi
Jambi.3
Kasus-kasus makanan halal yang dapat meragukan masyarakat akan
mempunyai dampak negatif tidak hanya berpengaruh bagi perusahaan itu sendiri,
tetapi juga bagi pertumbuhan ekonomi masyarakat dan bangsa pada umunya. yang
lebih penting lagi bagi seorang muslim dalam hal makan dan minuman adalah
suatu yang erat sekali kaitannya dengan ibadah. Manakala seorang muslim
memakan dan meminum sesuatu yang haram atau najis, maka do‟ a dan
ibadahnya sia-sia dan tidak diterima oleh Allah SWT.
MUI Provinsi Jambi pada dasarnya memiliki dalil atau acuan, yang dalam
hal ini digunakan berkaitan dalam program pencegahan produk haram, dan
utamanya diambil dari ayat-ayat al-Qur‟ an yang menjadi landasan utama dalam
penggunaan sebagai dalil ijtihad atau pengeluaran fatwa. Seperti contoh yang
digunakan sebagai dalil dari surah al-Baqarah ayat 168:
“Wahai manusia! Makanlah yang halal lagi baikyang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan, sesungguhnya setan itu
musuh yang nyata bagimu”.4
Pernyataan di atas jelas menunjukkan bahwasanya Allah SWT
memerintahkan agar kita mengonsumsi makanan yang halal, dan menghindari
3 Lihat Dokumentasi di lampiran-lampiran
4 Al-Qur‟ an dan Terjemahnya, Forum Pelayanan Al-Qur‟ an (Yayasan Pelayan Al-Qur‟ an
Mulia). Maret 2017 M. hal.25
3
hasutan Syaitan yang menjerumuskan kita ke jalan yang salah, dengan cara
menyuruh untuk mengonsumsi barang yang haram. Dalil ini juga diperkuat
dengan adanya hadis Nabi dan pendapat para Ulama dari hasil ijtihad yang
mengeluarkan fatwa tentang bentuk atau yang serupa dengan hal-hal yang tidak
halal. Seperti misalnya Ulama berijtihad mengenai surah al-An‟ am ayat 165:
“Katakanlah, "Tiadalah aku beroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi karena sesungguhnya semuanya itu kotor atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah. Barang siapa yang dalam keadaan terpaksa, sedangkan dia tidak dalam keadaan memberontak dan tidak (pula) melampaui batas, maka
sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."5
Menggunakan firman Allah di atas, para Ulama saling berargumen dan
mengemukakan pendapat sehingga menemukan kesepakatan dengan didukung
dari jalan dalil-dalil pendukung lainnya, seperti hadis Nabi Muhammad SAW dan
diiringi dengan ilmu-ilmu yang berhubungan lainnya sehingga menjadi satu
kesepakatan dari kerangka teori pemikiran yang kuat dan menghasilkan pendapat
hukum yang jelas dan dapat dijadikan pedoman oleh sebahagian orang. dari hasil
ijtihad tadi muncullah kesepakatan dari sebahagian ulama yang sepakat bahwa
dari ayat di atas, yang dimaksud daging babi ialah mencakup segala unsur yang
terdapat atau terkandung dari hewan babi tersebut.
Pembahasan di atas menggambarkan bahwa al-Qur‟ an secara tidak langsung
bekerja dalam bentuk skenario yang disusun oleh Allah SWT, dan diperankan
oleh LPPOM MUI dan instansi terkait, berperan aktif sebagai aktor dalam proses
pencegahan beredarnya produk haram di Indonesia khususnya di Provinsi Jambi.
Tentunya hal ini dibekali dengan keimanan dan ketaqwaan, dan dengan semangat
dalam menegakkan perintah-perintah Allah SWT.
5 Al-Qur‟ an dan Terjemahnya, Forum Pelayanan Al-Qur‟ an (Yayasan Pelayan Al-Qur‟ an
Mulia). Maret 2017 M, hal 144
4
Pemaparan di atas menarik untuk dikaji lebih dalam mengenai apa saja
produk-produk haram yang pernah dijumpai dan patut diwaspadai bagi umat
Islam di Indonesia khususnya di Provinsi Jambi. Bagaimana temuan di lapangan
dan proses pencegahan peredaran produk haram yang dilakukan oleh LPPOM
MUI Provinsi Jambi. Bagaimana analisis mendalam terhadap teori-teori mengenai
ayat-ayat al-Qur‟ an tentang hal-hal yang halal dan haram.
B. Rumusan Masalah
Pokok permasalahan yang akan diangkat dalam penelitian ini adalah
bagaimanakah implementasi kandungan ayat al-Qur‟ an tentang produk haram
dalam proses pencegahan beredarnya produk haram oleh LPPOM MUI Provinsi
Jambi?.
Masalah ini lebih jauh dapat dirumuskan dalam beberapa pertanyaan
penelitian, yaitu:
1. Bagaimana deskripsi tentang produk haram?
2. Apa saja ayat-ayat yang menjelaskan tentang halal dan haram, dan
bagaimana penafsiran ayat-ayat yang menjelaskan tentang halal dan haram?
3. Bagaimana penerapan oleh LPPOM MUI Provinsi Jambi dalam pemahaman
terhadap ayat-ayat al-Qur‟ an yang menyangkut masalah halal dan haram
untuk proses pencegahan beredarnya produk haram?
C. Batasan Masalah
Agar peneliti lebih fokus dan tidak melebar pada data yang seharusnya
dijelaskan, maka peneliti hanya fokus pada pembahasan mengenai, implementasi
ayat-ayat al-Qur‟ an dalam proses pencegahan beredarnya produk haram yang
dilakukan oleh LPPOM MUI Provinsi Jambi. Artinya kajian lebih dalam akan
dipaparkan dengan bagaimana penafsiran para ulama tentang ayat-ayat yang
menjelaskan tentang hal-hal yang haram, dan bentuk proses pencegahan yang
dilakukan oleh LPPOM MUI Provinsi Jambi.
5
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Berdasarkan batasan masalah di atas, maka peneliti memiliki tujuan sebagai
berikut:
1. Mengetahui apa itu produk haram dari segi definisi dan sifat produk
haram.
2. Mengetahui apa saja ayat-ayat yang menjelaskan tentang halal dan haram,
dan bagaimana teori penafsiran ayat-ayat tersebut.
3. Mengetahui analisis mendalam terhadap proses implementasi yang
dilakukan oleh LPPOM MUI terkait pencegahan beredarnya produk
haram.
a. Menambah wawasan tentang proses pencegahan yang dilakukan oleh
LPPOM MUI Provinsi Jambi.
b. Agar mengubah pola hidup masyarakat untuk lebih waspada dalam
membeli produk.
c. Menambah referensi terkait dalil yang menjelaskan tentang hal-hal yang
haram.
d. Memberikan sumbangan keilmuan bagi civitas akademika UIN STS Jambi
khususnya bagi mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama.
E. Metode Penelitian.
Metode penelitian pada dasarnya adalah bagai mana seorang peneliti
mengungkapkan sejumlah cara yang diatur secara sistematis, logis, rasional dan
terarah tentang pekerjaan sebelum, ketika dan sesudah mengumpulkan data
sehingga diharapkan mampu menjawab secara ilmiah perumusan masalah
(problem akademik).
Analisis terhadap tema yang penulis angkat dalam skripsi ini menggunakan
metode penelitian kualitatif dengan menggunakan metode penelitian living Qur‟ an.
Metode penelitian living Qur‟ an menunjukkan kepada prosedur-prosedur riset yang
menghasilkan data kualitatif. Ungkapan atau catatan orang itu sendiri atau tingkah
laku yang terobsesi. Pendekatan ini, mengarah kepada keadaan-
6
keadaan dan individu-individu secara utuh. Metode living Qur‟ an
memungkinkan memahami masyarakat secara personal dan bagaimana praktek
masyarakat terhadap ayat al-Qur‟ an.6 Adapun langkah-langkah yang digunakan
dalam meneliti fenomena living Qur‟ an:
1. Setting dan Subjek Penelitian
Kegiatan penelitian perlu pula menegaskan setting penelitian, yakni tentang
latar alamiah (tempat, lokasi atau dimana) penelitian ini dilakukan. Penelitian
kualitatif yang dilakukan pada setting sosial tentu tidak dimaksudkan untuk
mewakili atau sebagai representasi dari latar (tempat, lokasi, dan daerah) tertentu.
Setting penelitian implementasi ayat-ayat al-Qur‟ an dalam proses
pencegahan beredarnya produk haram oleh LPPOM Provinsi Jambi. Pemilihan
setting didasarkan atas realitas kebudayaan pada sosial masyarakat. Sedangkan
subjek penelitian lebih mengarah kepada masyarakat setempat tentang
pencegahan beredarnya produk haram.
2. Sumber dan Jenis Data
Sumber data dalam penelitian ini yaitu manusia, situasi atau peristiwa dan
dokumentasi. Sumber data manusia berbentuk perkataan atau melalui wawancara.
Sumber data situasi atau peristiwa seperti suasana bergerak ataupun diam, yang
meliputi ruangan, luar ruangan, suasana dan prosesnya.
Sumber data primer penelitian ini adalah wawancara langsung kepada
Lembaga Pengawasan Pangan, obat-obatan dan Minuman (LPPOM MUI)
Provinsi Jambi dan Instansi terkait yang berhubungan dengan topik penelitian.
Sumber sekundernya adalah buku-buku yang berkaitan dengan pencegahan
produk haram serta hal-hal yang relevan dalam hal penelitian ini. Dalam teknik
wawancara terhadap LPPOM, peneliti akan mengajukan mengenai tema yang
diangkat dalam penelitian ini, mengenai konteks tentang pencegahan produk
haram yang dilakukan oleh LPPOM MUI Provinsi Jambi.
6 Burhan Bungin, Analisi Data Penelitian Kualitatif, (Jakarta, PT Raja Grafindo Persada,
2006), hal .45
7
3. Teknik Pengumpulan Data Secara umum cara atau metode pengumpulan data kualitatif dapat dilakukan
dengan observasi (pengamatan), interview (wawancara), dokumentasi dan
gabungan keempatnya.
a. Observasi
Observasi diartikan sebagai pengalaman dan pencatatan secara sistematik
terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian. Observasi ada dua macam
yaitu, observasi langsung dan tidak langsung. Observasi langsung adalah jika
pengamatan dan pencatatan suara dilakukan terhadap objek di tempat terjadi atau
berlangsungnya peristiwa, sehingga observer berada bersama objek yang
diselidiki sedangkan observasi tidak langsung adalah pengamatan yang dilakukan
tidak pada saat berlangsungnya suatu peristiwa yang akan diselidiki, misalnya
peristiwa tersebut diamati melalui film, rangkaian slide, atau rangkayan foto.
Observasi perlu selalu diberi peluang untuk rekoreksi, cek ulang, dan cross
check antara observer yang lain. Upaya demikian, selain merupakan salah satu
bentuk mendekati nilai objektivitas, juga dapat dihubungkan dengan upaya
mendapatkan rekaman yang lebih lengkap, utuh, dan mendalam.7
b. Interview/wawancara
Interview merupakan alat pengumpul informasi dengan cara mengajukan
sejumlah pernyataan secara lisan untuk dijawab secara lisan pula. Ciri utama dari
interview adalah kontak langsung dengan tatap muka antara pencari informasi
(interviewer) dan sumber informasi. Untuk memperoleh informasi yang tepat dan
objektif, setiap interviewer harus mampu menciptakan hubungan baik dengan
interview atau responden atau mengadakan raport, yaitu suatu situasi psikologis
yang menunjukkan bahwa responden bersedia bekerjasama, bersedia menjawab
pernyataan dan memberi informasi sesuai dengan pikiran dan keadaan yang
sebenarnya. Proses wawancara ini penulis menggunakan dua metode
wawancara/interview untuk memudahkan penulis mendapat informasi, yaitu
wawancara terstruktur dan tak terstruktur.
7Maryaeni, Metode Penelitian Kebudayaan, (Jakarta, PT Bumi Aksara, 2005), hal.70
8
Wawancara terstruktur adalah wawancara yang pewawancaranya
menerapkan sendiri masalah dan pertanyaan yang akan diajukan. Hal ini ditunjuk
untuk mencari jawaban hipotesis. Untuk itu, pertanyaan disusun dengan ketat.
Pertanyaan yang diajukan sama untuk semua setiap subjek. Wawancara tak
terstruktur merupakan wawancara yang pertanyaanya tidak tersusun terlebih
dahulu atau dengan kata lain sangat tergantung dengan keadaan atau subjek. c.
Dokumentasi.
Dokumentasi merupakan metode pengumpulan data melalui data-data
dokumenter, berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, agenda ataupun
jurnal yang dapat memberikan informasi tentang objek yang diteliti. Data
dokumentasi yang dimaksud adalah tentang implementasi ayat-ayat al-Qur‟ an
dalam proses pencegahan beredarnya produk haram oleh LPPOM MUI Provinsi
Jambi. sebagai data yang dibutuhkan dalam penelitian untuk melengkapi data
yang diperoleh dari observasi dan wawancara.
Ketiga pengumpulan data di atas digunakan secara simultan dalam penilitian
ini, bermaksud untuk saling melengkapi antara data yang satu dengan yang data
yang lain. Sehingga data yang penulis peroleh memiliki kelengkapan dan
keabsahan yang baik untuk dijadikan sebagai sumber informasi.
4. Teknik Analisis Data
Sesuai dengan bentuk penelitiannya, dalam penelitian ini, analisis data yang
dilakukan sejak pengumpulan data secara keseluruhan. Data kemudian di cek
kembali, secara berulang. Adapun teknik analisis data yang dilakukan adalah
sesuai dengan fakta dan fenomena yang ada.
a. Membaca ulang seluruh deskripsi hasil pembelajaran dilapangan (observasi-
aktif dan dokumentasi) untuk mendapatkan pemahaman sesuai konteks dan
kajian penelitian.
b. Membaca lagi deskripsi hasil pengamatan lapangan (hasil observasi-aktif
dan dokumentasi), lebih teliti, dan menghilangkan setiap kali menemukan
sesuatu yang tidak relevan.
9
c. Mencari serangkaian satuan pemaknaan dengan cara mengurai informasi
(dari hasil wawancara) secara berulang-ulang mengelaborasi makna masing-
masing.
d. Merefleksikan suatu pernyataan dari hasil wawancara yang sudah tetap dan
memunculkan sesuatu yang esensial dari realitas yang ada.
e. Mensintesakan dan mengintekrasikan pengertian yang diperoleh (dari hasil
deskripsi, pemaknaan, refleksi) kedalam suatu deskripsi struktur
pengetahuan.
.
F. Kerangka Teori
Adapun teori-teori yang dianggap relevan dengan penelitian ini adalah:
1. Defenisi Larangan Mengkonsumsi
Larangan adalah suatu perintah dari seseorang atau kelompok untuk
mencegah kita melakukan suatu tindakan. Kata larangan sangat sering kita dengar
dan kita lakukan bahkan setiap hari kita melakukan suatu hal yang menjadi
larangan. Seseorang melarang kita karena mereka ingin kita terhindar dari hal
yang tidak diinginkan atau mereka memiliki maksud di balik larangan tersebut.8
Pengertian larangan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah
larangan berasal dari kata melarang yang berarti memerintahkan supaya tidak
melakukan sesuatu atau tidak memperbolehkan berbuat sesuatu.9
Sedangkan larangan adalah perintah (aturan) yang melarang suatu perbuatan
atau sesuatu yang terlarang karena dipandang keramat atau suci atau sesuatu yang
terlarang karena kekecualian.
Kata larangan juga sering dikaitkan dalam konteks Islam dimana ajaran
Islam banyak mengandung larangan untuk semua umatnya. Larangan untuk
minum alkohol, makanan haram, larangan berzina, berbohong dan lainnya.
Pengertian larangan dalam ajaran Islam adalah mencegah suatu hal yang
buruk agar tidak dilakukan oleh umat Islam diseluruh dunia. Setiap larangan
memiliki sebab dan akibatnya. Pada umumnya larangan memberikan pesan bahwa
8http://www.pengertianmenurutparaahli.com/pengertian-larangan, 2016.
9 Ebta Setiawan,https://kbbi.web.id/larangan dikembangkan pada 2012-2019 versi 2.5
10
kita diperintahkan untuk menghindari suatu perbuatan agar kita selamat dari
akibat jika perbuatan itu kita lakukan.
Konsumsi secara umum didefinisikan dengan penggunaan barang dan jasa
untuk memenuhi kebutuhan manusia. Dalam ekonomi Islam konsumsi juga
memiliki pengertian yang sama, tapi memiliki perbedaan dalam setiap yang
melingkupinya. Perbedaan mendasar dengan konsumsi ekonomi konvensional
adalah tujuan pencapaian dari konsumsi itu sendiri, cara pencapaiannya harus
memenuhi kaidah pedoman syaraiah islamiyyah.10
Konsumsi merupakan bagian aktifitas ekonomi selain produksi dan
distribusi. Konsumsi akan terjadi jika manusia memiliki uang (harta). Dalam
Islam harta merupakan bagian fitrah manusia untuk mencintainya. "Telah dihiasi
untuk manusia untuk mencintai kesenangan terhadap wanita-wanita"
Ada empat tujuan kegiatan konsumsi:
a. Mengurangi nilai guna barang atau jasa secara bertahap.
b. Menghabiskan guna barang atau jasa sekaligus.
c. Memuaskan kebutuhan secara fisik.
d. Memuaskan kebutuhan rohani.
Dapat disimpulkan bahwa tujuan konsumsi adalah untuk memenuhi
kebutuhan jasmani dan rohani untuk mencapai kepuasan yang maksimal agar
tercapai kemakmuran, kesejahteraan, dan kehidupan yang layak.
2. Produk Halal dan Haram dalam Al-Qur’an
Kata halal memilki arti diizinkan, diperbolehkan, legal, diperkenankan.
Halal adalah sesuatu yang dibolehkan menurut ajaran Islam.
“Dialah Allah yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu, dan Dia (Allah) berkehendak (menuju) langit, lalu dijadikan-nya tujuh langit dan Dia
(Allah) maha mengetahui segala sesuatu”.11
(QS. Al-Baqarah Ayat: 29)
10 Arif Pujiyono, Teori Konsumsi Islami, Jurnal Dinamika Pembangunan, Vol. 3 No. 2 /
Desember 2006, hal. 197
11 Al-Qur‟ an dan Terjemahan, Departemen Agama RI, Jakarta: Bumi Restu, 2017, hal.5
11
Sedangkan haram dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah
„terlarang‟ (oleh agama Islam), seperti contoh haram hukumnya apabila
memakan bangkai”.
Hukum memakan yang halal menentukan makanan mana yang
diperbolehkan dan makanan mana yang dilarang. Orang-orang muslim dilarang
untuk mengonsumsi atau menggunakan hal-hal yang diharamkan oleh Allah
SWT, baik yang disampaikan melalui al-Qur‟ an maupun hadis Nabi Saw.
Pada prinsipnya semua bahan makanan dan minuman adalah halal, kecuali
yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Dasar penentuan halal haramnya
suatu makanan bagi umat Islam terdapat dalam al-Qur‟ an, seperti tercantum pada
ayat-ayat berikut : Bahan yang diharamkan Allah adalah bangkai, darah, babi dan
hewan yang disembelih dengan nama selain Allah (QS. Al-Baqarah : 173).
Sedangkan minuman yang diharamkan Allah adalah semua bentuk khamar
(minuman beralkohol) (QS. Al-Baqarah : 219). Hewan yang dihalalkan akan
berubah statusnya menjadi haram apabila mati karena tercekik, terbentur, jatuh
ditanduk, diterkam binatang buas dan yang disembelih untuk berhala (QS. Al-
Maidah : 3). Jika hewan-hewan ini sempat disembelih dengan menyebut nama
Allah sebelum mati, makanan tetap halal kecuali diperuntukkan bagi berhala.
Mengacu pada dasar penentuan kehalalan suatu produk maka dapat disebutkan
bahwa yang dimaksud dengan produk halal adalah produk yang memenuhi syarat
kehalalan sesuai dengan syari‟ at Islam yaitu :12
a. Tidak mengandung babi dan bahan yang berasal dari babi.
b. Tidak mengandung bahan-bahan yang diharamkan seperti: bahan-bahan
yang berasal dari organ manusia, darah, kotoran-kotoran dan lain
sebagainya.
c. Semua bahan yang berasal dari hewan halal yang disembelih menurut tata
cara syari‟ at Islam.
d. Semua tempat penyimpanan, tempat penjualan, pengolahan, tempat
pengelolaan dan transportasinya tidak boleh digunakan untuk babi. Jika
12
Dwiwiyati Astogini. Wahyudin. Siti Zulaikha Wulandari, “Aspek Religiusitas Dalam Keputusan Pembelian Produk Halal”, Jurnal JEBA, Vol.13, No.1, Maret 2011, hal. 3
12
pernah digunakan untuk babi atau barang yang tidak halal lainnya terlebih
dahulu harus dibersihkan dengan tata cara yang diatur menurut syari‟ at
Islam.
e. Semua makanan dan minuman yang tidak mengandung khamar.
3. Landasan Yuridis Produk Halal
Terdapat sejumlah peraturan perundang-undangan yang dapat dijadikan
sebagai payung hukum sertifikasi dan lebelisasi pangan halal. Di antaranya
ialah:13
a. UU Nomor 23/1992 tentang Kesehatan Pasal 21 huruf d terdapat kata
“ketentuan lainnya”. Dalam penjelasan ayat tersebut dinyatakan: bahwa
yang dimaksud dengan ketentuan lainnya misalnya kata atau tanda halal
yang menjamin bahwa makanan dan minuman dimaksud diproduksi dan
diproses sesuai dengan persyaratan makanan halal”.
b. UU RI Nomor 7/1996 tentang Pangan Pasal 30 ayat (2) disebutkan bahwa“
Label sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat sekurang-kurangnya
keterangan mengenai nama produk, daftar bahan yang digunakan, berat
bersih atau isi bersih, nama dan alamat pihak yang memproduksi atau
memasukkan pangan ke dalam wilayah Indonesia, keterangan tentang halal
dan tanggal, bulan dan tahun kadaluwarsa.
c. Peraturan Pemerintah RI Nomor 69/ 1999 tentang Label dan Pangan Pasal
10 ayat (1) yang menyatakan: “Setiap orang yang memproduksi atau
memasukkan pangan yang dikemas ke dalam wilayah Indonesia untuk
diperdagangkan dan menyatakan bahwa pangan tersebut halal bagi umat
Islam, bertanggung jawab atas kebenaran pernyataan tersebut dan wajib
mencantumkan keterangan atau tulisan halal pada label. Selanjutnya pada
Pasal 11 ayat (2) : pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan berdasarkan pedoman dan tata cara yang ditetapkan oleh
Menteri Agama dengan memperhatikan pertimbangan dan saran lembaga
keagamaan yang memiliki kompetensi di bidang tersebut”. Dalam
13
Bahruddin, “Problem Sertifikasi Halal Produk Pangan Hewani”, hal.2
13
penjelasan ayat tersebut, lembaga keagamaan dimaksud adalah Majelis
Ulama Indonesia).
d. UU Nomor 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen. Pasal 8 ayat (1) huruf
H menetapkan bahwa pelaku usaha dilarang memproduksi dan atau
memperdagangkan barang dan atau jasa yang tidak memenuhi ketentuan
produksi secara halal, sebagaimana pernyataan halal yang dicantumkan
dalam label. Undang-undang ini juga menggariskan penerapan ketentuan
produk secara halal sebagaimana kehalalan yang dinyatakan dalam label
untuk menciptakan kepastian hukum dan perlindungan kepada masyarakat
dalam mengkonsumsi dan menggunakan produk halal.
Berdasarkan paparan di atas dapat diketahui bahwa kehalalan makanan,
minuman, obat, kosmetik dan produk lainnya bagi umat Islam Indonesia
yang semula hanya diatur secara normatif dalam kitab-kitab fiqih, kini telah
diatur dalam peraturan perundang-undangan yang merupakan paradigma
baru dalam pengaturan kehalalan produk. Dengan demikian maka tanggung
jawab atas kehalalan produk makanan, minuman, obat, kosmetik dan produk
lainnya tidak hanya menjadi tanggung jawab individu dan tokoh agama
semata, melainkan juga menjadi tanggung jawab pemerintah.
G. Studi Relevan
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis ditemui beberapa
penelitian yang mengkaji tema berkaitan dengan tema yang penulis kaji
diantaranya sebagai berikut:
Pertama: skripsi dengan judul “Analisis Kebijakan Nasional MUI dan
BPOM dalam Labeling Obat dan Makanan” yang disusun oleh Drh. Wiku
Adisasmito, M.Sc, Ph.D Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia
Tahun 2008. Tujuan penelitian ini adalah upaya peningkatan program dalam
labelisasi. Dalam program labelisasi produk halal ini, hal tersebut merupakan
kewajiban pemerintah dan juga masyarakat dalam mengontrol semua pola hidup
di masyarakat pemerintah sebagai ujung tombak dan payung hukum yang
melindungi masyarakat, seyogyanya mulai menata pola aturan agar sistem
14
labelisasi ini dapat dipatuhi oleh seluruh lapisan masyarakat baik produsen
maupun konsumen. Sebagaimana yang diketahui menurut kepercayaan umat
muslim, bahwa tanggung jawab atas para pengikut ada di pimpinan, dan baiknya
pimpinan memberikan yang terbaik di masyarakat.14
Kedua: skripsi dengan judul “Halal dan Haram Makanan dalam Islam”
yang disusun oleh Siti Zulaekah dan Yuli Kusumawati Fakultas Ilmu Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Surakarta. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui makanan halal dan haram dalam Islam. Supaya umat Islam dalam
mengkonsumsi makanan haruslah selektif dalam pemilihannya terhadap status
halal atau haramnya. Penentuan status halal suatu makanan atau bahan makanan
tambahan makanan yang diproses, umat Islam harus melihat atau mencari tahu
dengan pasti sumber bahan yang digunakan apakah dari hewan atau tumbuhan.15
Ketiga: skripsi dengan judul “Problem Sertifikasi Halal Produk Pangan
Hewani” yang disusun oleh Moh. Bahruddin Fakultas Syari‟ ah IAIN Raden
Intan Lampung 1 Januari 2010. Tujuan penelitian ini adalah: untuk mendapatkan
jaminan dan kepastian hukum produk hewani baik impor maupun lokal, karena
halal dan haram termasuk kawasan ijtihadiyah yang memerlukan kajian dan
penelitian yang cermat untuk menetapkannya.
Sertifikasi dan labelisasi produk hewani yang halal sangat diperlukan, selain
untuk memberikan jaminan dan kepastian hukum konsumen dari mengkonsumsi
produk yang tidak halal, juga dapat meningkatkan daya saing produk tersebut di
era persaingan pasar bebas.16
Persamaan dengan penulis yaitu sama-sama membahas tentang hal-hal yang
menyangkut tentang halal dan haram untuk dikonsumsi ataupun digunakan.
Dalam hal ini penulis mencoba fokus kepada mendeskripsikan proses-proses
dalam pencegahan, dan mendalami teori-teori dari sisi penafsiran, menyangkut
ayat-ayat yang mejelaskan tentang hal-hal yang halal dan yang diharamkan, guna
14
Drh. Wiku Adisasmito, M.Sc, Ph.D, “Analisis Kebijakan Nasional MUI dan BPOM dalam Labeling Obat dan Makanan”, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, Depok, 27 Februari 2008.
15 Siti Zulaekah. Yuli Kusumawati, “Halal dan Haram Makanan dalam Islam”, Jurnal SUHUF, Vol. XVII, No. 01/Mei 2005.
16Moh.Bahruddin, “Problem Sertifikasi Halal Produk Pangan Hewani”, hal.3
15
menceritakan bahwasanya secara tidak langsung, al-Qur‟ an bekerja dalam
pencegahan peredaran produk-produk haram. Sebagaimana terlihat dari studi
relevan ini bahwa belum ada diantara kajian ini membahas tentang implementasi
kandungan ayat-ayat al-Qur‟ an dalam proses pencegahan beredarnya produk
haram.
Adapun perbedaannya dari beberapa penelitian di atas dengan penelitian
yang akan penulis lakukan adalah terkait analisis mendalam terhadap kandungan
ayat-ayat yang menjelaskan tentang halal dan haram. Penulis lebih fokus pada
bagaimana pendapat para ulama atau mufassir terkait ayat-ayat yang menjadi dalil
yang melarang untuk menggunakan atau mengkonsumsi barang atau makanan
yang haram.
BAB II
DESKRIPSI PRODUK HARAM
A. Pengertian Produk Haram
Pengertian „produk‟ di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah
“barang atau jasa yang dibuat dan ditambah gunanya atau nilainya dalam proses
produksi. Secara terminologi, produk adalah apapun yang bisa ditawarkan ke
sebuah pasar dan bisa memuaskan sebuah keinginan atau kebutuhan.
Adapun pengertian haram, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yaitu
“terlarang” (oleh agama Islam) tidak halal. Seperti contoh “haram hukumnya
apabila memakan bangkai”.
Secara terminologi, haram berarti segala sesuatu yang diperintahkan oleh
syara‟ untuk meninggalkannya dan bagi yang melanggarnya akan mendapatkan
sanksi hukum.
Menurut syari‟ at Islam, memakan, meminum atau menggunakan produk halal
dikategorikan sebagai perilaku ibadah. Selanjutnya dikatakan bahwa mengonsumsi
produk halal menurut keyakinan agama (Islam) dan demi kualitas hidup dan
kehidupan, merupakan hak warga Negara yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar
(UUD) 1945. K.H. Ma‟ ruf Amin, menyatakan bahwa di dalam ayat al-Qur‟ an Allah
telah memerintahkan kita untuk mengonsumsi yang halal dan meninggalkan yang
haram. Seperti ditegaskan dalam ayat dengan makna “Dan makanlah yang halal lagi
baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah
yang kamu beriman kepada-Nya.” (QS. Al-Maidah [5]: 88). Juga dalam ayat lain
yang artinya: “Maka makanlah yang halal lagi baik dari rezeki yang telah diberikan
Allah kepadamu; dan bersyukurlah (atas) nikmat Allah, jika kamu hanya kepada-Nya
saja menyembah.” (QS. An-Nahl [16]: 114).17
17
KN. Sofyan Hasan, “Pengawasan dan Penegakan Hukum terhadap Sertifikasi dan
Labelisasi Halal Produk Pangan”, Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM NO. 2 VOL. 22 APRIL 2015: 290 – 307, hal.291
16
17
Pemaparan di atas artinya memiliki substansi bahwa manusia dituntut untuk
menjauhi dari mengonsumsi hal-hal yang haram, baik itu dari perspektif Islam
ataupun hak warga negara yang dijamin undang-undang di Indonesia.
Konsumsi produk halal tidak hanya mencakup makanan saja, namun
meliputi sejumlah produk dalam rentang yang luas, seperti : peternakan, fashion,
cosmetics, banking, dan industri lainnya. Seorang muslim harus hidup sesuai
dengan petunjuk yang telah diberikan dalam setiap detil kehidupannya, misalnya
dalam pekerjaan, keuangan, kehidupan sosial dan konsumsi makanan.18
Saat ini terdapat beberapa hal yang menjadi penyebab tergiurnya konsumen
tanpa memperhatikan dan berhati-hati dalam membeli produk-produk di pasaran,
karena berbagai jenis produk pada saat ini sangat mudah untuk diperoleh di
pasaran, baik itu makanan, minuman, obat-obatan, dan sebagainya. Tidak dapat
dipungkiri bahwa penyajian dan penampilan suatu makanan sangat memberi
pengaruh dan memegang peranan yang penting dalam pemasaran suatu produk
makanan, baik makanan siap santap maupun produk dalam kemasan, sehingga
menarik keinginan masyarakat untuk membeli produk.
Bagi umat Islam ada satu faktor yang jauh lebih penting dari sekedar rasa
dan penampilan yaitu halal atau haram suatu makanan. Umat Islam diajarkan
untuk makan makanan yang bersih dan selamat. Islam sangat memperhatikan
sekali sumber dan kebersihan makanan, cara memasak, cara menghidangkan, cara
makan sampai pada cara membuang sisa makanan (Rajikin, dkk, 1997).19
Maka
dari itu, umat Islam harus lebih sadar sebelum membeli produk-produk. Sebagai
konsumen, umat Islam dituntut untuk lebih berhati-hati, lebih memperhatikan dan
waspada dalam mengonsumsi produk.
Haramnya suatu makanan mempunyai hikmah mengapa hal tersebut
diharamkan. Makanan yang dimakan setiap hari berpengaruh kepada sifat
manusia yang memakannya. Kandungan gizi dan sifat yang terkandung dalam
makanan yang dikonsumsi akan mempengaruhi kondisi kesehatan dan sifat orang
18 Dwiwiyati Astogini, “Aspek Religiusitas Dalam Keputusan Pembelian Produk Halal”,
hal.3 19
Siti Zulaekah dan Yuli Kusumawati, “Halal dan Haram Makanan dalam Islam”, hal. 26
18
yang mengonsumsinya. Itulah sebabnya Allah mengingatkan bahwa tidak semua
yang bisa dimakan, boleh dimakan. Segala sesuatu yang akan dimakan harus
memenuhi unsur halal dan baik. Unsur baik sangat berkaitan dengan kandungan
gizi yang terkandung dalam makanan, tetapi unsur haram berkaitan erat dengan
faktor mudharat dan manfaat akibat mengonsumsi makanan tersebut.
Kemudharatan tersebut bisa dalam bentuk bakteri yang akan menyebabkan
tumbuhnya penyakit dalam tubuh, menurut parah ahlinya, misalnya adalah cacing
pita taenia solium, cacing spiral trichinella spiralis, cacing tambang ancylostoma
duodenale, cacing paru paragonimus pulmonaris, cacing usus fasciolopsis buski,
cacing schistosoma japonicum, bakteri tuberculosis (TBC), bakteri kolera
salmonella choleraesuis, bakteri brucellosis suis, virus cacar small pox.20
Beberapa contoh hikmah dibalik larangan yang haram adalah, darah haram
untuk dimakan. Hal ini karena darah merupakan suatu media yang kaya dengan
nutrien dan turut berperan sebagai sistem pengangkut utama dalam tubuh hewan
hidup. Darah berperan mengangkut oksigen dan berbagai nutrien ke seluruh
tubuh. Darah juga berperan untuk mengangkut toksik dan sisa metabolisme
makanan. Oleh karena itu jika suatu hewan tersebut mempunyai penyakit yang
disebabkan oleh mikroorganisme patogen pastinya mikroorganisme patogen ini
akan membahayakan manusia yang memakannya.21
Kemudian ada juga daging
babi. Ilmu pengetahuan moderen telah mengungkapkan banyak penyakit yang
disebkan mengonsumsi daging babi. Daging babi yang terjangkit cacing babi tidak
hanya berbahaya, tetapi juga dapat menyebabkan meningkatnya kandungan
kolestrol dan memperlambat proses penguraian protein dalam tubuh, yang
mengakibatkan kemungkinan terserang kanker usus, iritasi kulit, eksim, dan
rematik. Patut pula dicatat, hingga saat ini, generasi babi belum terbebaskan dari
cacing-cacing ini.
Kemudian dari segi sifat dan watak yang dimiliki oleh babi sangat pula
perlu dijadikan alasan kenapa daging binatang ini perlu dijauhi. Di samping
20 Prof. Dr. Alaiddin Koto, M.A, Hikmah Di Balik Perintah dan Larangan Allah. Jakarta: Rajawali Pers, 1 Juni 2014, hal.119
21 Siti Zulaekah, “Halal dan Haram Makanan dalam Islam”, hal.26
19
beberapa sifatnya yang dikemukakan di atas, ada beberapa sifat buruk lainnya
yang terdapat pada babi.22
Fakta-fakta yang cukup bagi seseorang untuk segera menjauhi babi:23
a. Babi adalah hewan yang kerakusannya dalam makan tidak tertandingi hewan
lain. Ia makan semua makanan di depannya. Jika perutnya telah penuh atau
makanannya telah habis, ia memuntahkan isi perutnya dan memakannya lagi,
untuk memuaskan kerakusannya.
b. Ia mengencingi kotorannya dan memakannya jika berada di hadapannya,
kemudian memakannya kembali.
c. Ia adalah hewan mamalia satu-satunya yang memakan tanah, memakannya
dalam jumlah besar dan dalam waktu lama, jika dibiarkan.
d. Penelitian ilmiah modern di dua Negara Timur dan Barat, yaitu Cina dan
Swedia menyatakan: daging babi merupakan penyebab utama kanker anus dan
kolon.
Hal ini sudah jelas menunjukkan alasan mengapa Allah SWT dan Nabi
Muhammad Saw begitu menyeru untuk menjauhi mengonsumsi yang tidak halal
(haram).
Beberapa contoh produk haram seperti misalnya makanan, obat-obatan atau
kosmetik yang mengandung unsur hewan yang diharamkan seperti babi.
Kebanyakan ulama sepakat menyatakan bahwa semua bagian yang terkandung
dari hewan babi, baik itu yang dapat dimakan, ataupun digunakan, adalah haram,
sehingga baik dagingnya, lemaknya, tulangnya, termasuk produk-produk yang
mengandung bahan tersebut. Serta semua bahan yang dibuat dengan
menggunakan bahan-bahan tersebut sebagai salah satu bahan bakunya.24
Hal ini
misalnya tersirat dalam Keputusan Fatwa MUI bulan september 1994 tentang
keharaman memanfaatkan babi dan seluruh unsur-unsurnya (Majelis Ulama
Indonesia, 2000). Kemudian binatang yang ketika disembelih disebut nama selain
Allah. Menurut Hamka (1984) ini berarti juga pada binatang yang disembelih
22 Alaiddin, Hikmah Di Balik Perintah dan Larangan Allah, hal.119
23 Ibid., hal.121
24 Prof. Dr. Ir. Hj. Nurhayati, M.Sc.agr. Wakil Direktur LPPOM MUI Provinsi Jambi, Wawancara dengan penulis. 12 Maret 2019. Kampus Unja Mendalo. Rekaman Audio.
20
untuk selain Allah. Tentu saja semua bagian bahan yang dapat dimakan dan
produk turunan dari bahan ini juga haram untuk dijadikan bahan pangan seperti
berlaku pada bangkai dan babi. Hal ini patut untuk diwaspadai, baik karena
mengingat itu adalah larangan dari Allah SWT bagi umat Islam, maupun sangat
berpengaruh bagi kesehatan.25
Mengacu pada dasar penentuan kehalalan suatu produk maka dapat
disebutkan bahwa yang dimaksud dengan produk halal adalah produk yang
memenuhi syarat kehalalan sesuai dengan syari‟ at Islam yaitu :26
1. Tidak mengandung babi dan bahan yang berasal dari babi.
2. Tidak mengandung bahan-bahan yang diharamkan seperti : bahan-bahan yang
berasal dari organ manusia, darah, kotoran-kotoran dan lain sebagainya.
3. Semua bahan yang berasal dari hewan halal yang disembelih menurut tata cara
syari‟ at Islam.
4. Semua tempat penyimpanan, tempat penjualan, pengolahan, tempat
pengelolaan dan transportasinya tidak boleh digunakan untuk babi. Jika pernah
digunakan untuk babi atau barang yang tidak halal lainnya terlebih dahulu
harus dibersihkan dengan tata cara yang diatur menurut syari‟ at Islam.
5. Semua makanan dan minuman yang tidak mengandung khamar.
B. Larangan Mengonsumsi atau Menggunakan Produk Haram
Anjuran dalam mengonsumsi yang halal dan menjauhi yang haram,
merupakan prinsip dan bangunan hukum dalam Islam. Makanan halal maupun
haram sama-sama memiliki pengaruh besar dalam kehidupan seseorang, dalam
akhlak, kehidupan hati, dikabulkan do‟ a, dan sebagainya. Orang yang senantiasa
memenuhi dirinya dengan makanan yang halal, maka akhlaknya akan baik,
hatinya akan hidup dan doanya akan dikabulkan. Sebaliknya, orang yang
memenuhi dirinya dengan makanan yang haram maka akhlaknya akan buruk,
hatinya akan sakit, dan doanya tidak dikabulkan. Dan, seandainya saja akibatnya
itu hanya tidak dikabulkannya do‟ a, maka itu sudah merupakan kerugian yang
25 Siti Zulaekah, “Halal dan Haram Makanan dalam Islam”, hal.30
26 Dwiwiyati, Aspek Religiusitas Dalam Keputusan Pembelian Produk Halal, hal 3
21
besar. Sebab, seorang hamba tidak terlepas dari kebutuhan berdoa kepada Allah
SWT meskipun hanya sekejap mata.27
Allah SWT memberikan ketegasan yang sangat signifikan terhadap masalah
ini. Hal ini dikarenakan Allah SWT berulang kali memberikan isyarat tentang
perintah untuk memakan makanan yang halal dan menjauhi yang haram. Perintah
ini tertuang didalam kitab suci al-Qur‟ an dan Hadits Nabi Saw, dan diperkuat
lagi dengan dalil-dalil lainnya seperti Ijma‟ „Ulama dan Qias .
Beberapa acuan ketetapan larangan dalam mengonsumsi yang haram adalah
sebagai berikut :
1. Dalil al-Qur‟ an
Dalam perspektif ajaran Islam, mengonsumsi benda yang halal, suci dan
baik (halalan thayyiban) merupakan kewajiban bagi setiap umatnya.28
Allah
SWT. dalam QS Al-Baqarah 168 telah berfirman :
“Hai orang-orang yang beriman, makanlah olehmu dari makanan yang terdapat di
bumi yang halal lagi baik dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan,
sesungguhnya syaitan itu musuh yang jelas”.29
(Q.S. Al-Baqarah : 168)
Prinsip, ajaran dan sikap umat Islam untuk selalu mengonsumsi pangan
halal merupakan perwujudan rasa syukur kepada Allah SWT. dan sekaligus
merupakan manifestasi kualitas keimanan seorang muslim. Sebaliknya,
mengonsumsi benda yang haram dipandang sebagai mengikuti ajakan setan yang
berakibat segala amal ibadah yang dilakukannya tidak akan diterima oleh Allah
SWT.30
Dalam QS Al-Baqarah 172 Allah SWT. berfirman :
27 Siti Zulaekah, “Halal dan Haram Makanan dalam Islam”, hal.27
28 Moh. Baharuddin, “Problem Sertifikasi Halal Produk Pangan Hewani” Jurnal ASAS,
Vol.2, No.1, Januari 2010, hal.4
29 Al-Qur‟ an dan Terjemahan, Departemen Agama RI, Jakarta: Bumi Restu, 2017, hal.25
30 Moh. Baharuddin, “Problem Sertifikasi Halal Produk Pangan Hewani”, hal 4-5
22
“Hai orang-orang yang beriman makanlah makanan yang baik-baik dari apa yang telah kami berikan kepada kamu sekalian dan bersyukurlah kepada Allah
jika kamu sekalian hanya akan beribadah kepada-Nya”.31
(Q.S. Al-Baqarah : 172)
Dalam QS al-Nahl : 114 Allah SWT. juga berfirman :
“Makanlah oleh kamu sekalian apa-apa yang telah diberikan oleh Allah kepada kamu sekalian yang halal lagi baik, dan syukurilah olehmu nikmat Allah jika
kamu sekalian hanya akan mengabdi kepada-Nya”.32
(Q.S. Al-Nahl : 114)
Selanjutnya dalam QS al-Maidah : 88 disebutkan
“Makanlah oleh kamu sekalian makanan yang telah diberikan oleh Allah kepada kamu yang halal lagi baik dan bertakwalah kepada Allah, Zat yang
kamu sekalian beriman kepada-Nya”.33
(Q.S. Al-Maidah : 88)
2. Dalil Hadits
Dasar penetapan apa yang dimaksud dengan pengertian halal dan haram dari
Hadis yaitu riwayat dari Salman al-Farisi bahwa Nabi Saw. ditanya tentang
minyak samin, keju, dan jubah dari kulit binatang dapat dicatat mengenai “halal,
haram, dan syubhat yang memiliki keterkaitan dengan makanan dan minuman.
Beliau menjawab: Yang halal adalah segala sesuatu yang Allah halalkan dalam
Kitab-Nya, dan yang haram adalah segala sesuatu yang Allah haramkan dalam
Kitab-Nya. Sedangkan apa yang didiamkan-Nya maka ia termasuk yang
dimaafkan kepada kalian.” (H.r. al-Tirmidzî dan Ibn Mâjah).34
31 Al-Qur‟ an dan Terjemahan, Departemen Agama RI, Jakarta: Bumi Restu, 2017, hal.26
32 Al-Qur‟ an dan Terjemahan, Departemen Agama RI, Jakarta: Bumi Restu, 2017,
hal.280 33
Al-Qur‟ an dan Terjemahan, Departemen Agama RI, Jakarta: Bumi Restu, 2017, hal.122
34 Muchtar Ali,“Konsep Makanan Halal Dalam Tinjauan Syariah Dan Tanggung Jawab Produk Atas Produsen Industri Halal”, Ahkam: Vol. XVI, No. 2, Juli 2016, hal.294
23
Terdapat Hadis lain yang menyuruh mematuhi ketentuan halal dan haram,
termasuk dalam mengonsusmi makanan dan minuman halal yaitu: Dari
Muhammad bin Abdillah ibn Numair al-Hamdani, dari ayahku dari Zakariyya dari
Sya‟ bi dari al-Nu‟ man bin Basyir telah berkata saya telah mendengar Rasulullah
Saw. Dan dia bahwa dengan telunjuk nya ke arah telinganya, “Sesungguhnya yang
halal itu jelas, yang haram jelas. Dan di antara keduanya ada masalah syubhat,
kebanyakan manusia/orang tidak mengetahuinya. Karena itu maka barang siapa
menjaganya/bertakwa terjerumus dalam syubhat, berarti dia telah membebaskan
agama dan kehormatannya. Dan barang siapa terjerumus pada sesuatu di dalam
syubhat, berarti hampir terjerumus ke dalam yang haram. Sebagaimana jika
seseorang menggembala ternaknya di sekitar Hima (tempat/area milik raja yang
dijaga/dilindungi dan terlarang dimasuki orang lain dan siapa yang memasukinya
maka akan dijatuhi saksi hukuman). Ketahuilah bahwa sesungguhnya setiap raja
memiliki hima, ketahuilah bahwa hima Allah adalah larangan-larangan-Nya”.
(H.R. Muslim).35
Menurut al-Nawawi para ulama telah bersepakat mengenai keagungan
kedudukan Hadis ini dan faidahnya, bahkan menurut dia, Hadis merupakan satu di
antara Hadis-hadis yang menjadi dasar (mashdar) Islam. 36
Ditambahkan lagi oleh al-Nawawi pada hadis ini ada penguatan untuk upaya
pembenahan/perbaikan hati dan pemeliharaan hati dari hal-hal yang dapat
merusaknya, karena pada hadis ini Rasulullah menjadikan kebaikan hati dan
kerusakannya amat berkaitan dengan kebaikan dan kerusakan hati. Dengan
demikian hadis ini menjadi salah satu dalil yang memperkuat pentingnya
perhatian terhadap ketentuan halal dan haram dalam mengonsumsi makanan dan
minuman serta berpakaian, karena akan berdampak pada tubuh dan hati
seseorang.37
35 Ibid, hal.294-295
36 Ibid, hal.295
37 Ibid.
24
C. Bahaya Produk Haram
Di Indonesia, produk-produk berbahaya yang tidak sesuai dengan standar
kehalalan dalam Islam menjadi momok yang ditakuti oleh sebagian konsumen,
maka penyediaan produk pangan olahan yang halal, berkualitas baik, bergizi dan
aman perlu mendapat perhatian secara seksama baik oleh pemerintah, produsen
maupun konsumen. Produk pangan yang berkualitas baik akan mempunyai nilai
jual yang tinggi disamping akan mampu berkompetisi di dalam perdagangan
secara luas. Produk pangan yang aman menunjukkan bahwa produk tersebut
benar-benar aman bila dikonsumsi. Produk pangan dikatakan tidak aman bila
produk tercemar dengan sesuatu yang dapat membahayakan kesehatan manusia.38
Dewasa ini masih dijumpai banyak permasalahan yang berkaitan dengan
mutu dan keamanan produk pangan yang diindikasikan antara lain:39
1. Banyak produk tidak memenuhi syarat mutu dan keamanan. Hal ini disebabkan
karena beberapa hal:
a. Penggunaan aditif pangan terlarang atau overdosis.
b. Cemaran kimia berbahaya (pestisida, logam berat, dioksin, dll.)
c. Cemaran mikroba tinggi.
d. Label dan iklan produk tidak layak.
e. Penjualan produk kadaluwarsa.
f. Pemalsuan produk.
g. Distribusi produk kurang layak.
h. Belum dapat bersaing di pasar internasional.
2. Masih banyak kasus keracunan makanan.
3. Masih rendahnya pengetahuan, keterampilan, dan tanggung jawab produsen
pangan.
4. Rendahnya kepedulian konsumen tentang mutu dan keamanan pangan.
Untuk memperkecil munculnya kasus terkait dengan mutu dan keamanan
pangan, maka perlu dilakukan berbagai pendekatan, antara lain yaitu dengan
penerapan sistem analisa bahaya secara dini serta penerapan jaminan mutu
38 Dr.Ir.Anang Mohamad Legowo, Msc, “Analisis Bahaya dan Penerapan Jaminan Mutu Komuditi Olahan Pangan”, Semarang: 2003, hal.1
39 Ibid. hal.1
25
produk. Dalam penyiapan produk pangan harus dilakukan pencegahan terhadap
kemungkinan timbulnya bahaya. Analisis bahaya dapat dilakukan dengan cara
mengenali adanya bahan-bahan cemaran yang mungkin mengkontaminasi produk.
Bahaya cemaran tersebut dapat berasal dari cemaran fisik, kimiawi, maupun
biologis atau mikrobiologis. Apabila adanya bahaya dapat dikenali dengan
dicegah, maka dalam proses produksi akan dapat diperoleh produk pangan olahan
yang aman.40
Keamanan produk pangan adalah bagian tak terpisahkan dengan mutu
produk tersebut. Pengertian mutu, prinsip-prinsip pengendalian mutu, serta
penerapan jaminan mutu perlu dipahami untuk mendapatkan produk pangan yang
berkualitas baik. Beberapa standar mutu untuk komoditas produk olahan pangan
dapat dijadikan acuan untuk menghasilkan produk berkualitas sesuai standar yang
ditentukan.41
Masyarakat Indonesia, khususnya beragama Islam wajib mewaspadai
dengan memperhatikan dan lebih kritis dalam memperhatikan dan
mempertanyakan produk yang hendak dibeli, karena sangat jelas pengaruh
makanan atau obat-obatan terhadap kondisi tubuh. Produk-produk bermutu yang
sesuai dengan uji standar kesehatan dengan berlabel halal sudah bisa dijadikan
patokan dalam membeli produk agar konsumen lebih berhati-hati.
Bahaya produk haram, dapat dijelaskan melalui beberapa penelitian ilmiah
yang membuktikan tentang bahaya produk tersebut. Sebahagian penelitian
menemukan adanya unsur yang dapat merusak kesehatan, seperti contoh
mengandung unsur babi berbagai fakta ilmiah mengungkapkan tentang bahaya
yang terkandung pada unsur babi. Artinya produk yang tercampur dengan unsur
babi, baik dari dagingnya, tulangnya, kulitnya, dan yang mencakup dari hewan
babi tersebut dikategorikan berbahaya. Hal ini menuntut untuk tidak
mengonsumsi, karena adanya pembuktian Ilmiah, dan terutama larangan dalam
agama Islam yang wajib dijadikan prinsip hidup manusia Khususnya umat Islam.
40 Ibid, hal.2
41 Ibid.
26
Beberapa fakta Ilmiah tentang bahaya yang terkandung dari hewan babi
sebagai berikut :
a. Sifat Psikologis Babi
Babi adalah binatang yang paling jorok dan kotor, suka memakan bangkai
dan kotorannya sendiri & kotoran manusia pun dimakannya. Sangat suka berada
pada tempat yang kotor, tidak suka berada di tempat yang bersih dan kering. Babi
hewan pemalas dan tidak suka bekerja (mencari pakan), tidak tahan terhadap sinar
matahari, tidak gesit, tapi makannya rakus (lebih suka makan dan tidur), bahkan
paling rakus di antara hewan jinak lainnya. Jika tambah umur, jadi makin malas
dan lemah (tidak berhasrat menerkam dan membela diri). Suka dengan sejenis dan
tidak pencemburu.42
b. Fakta Ilmiah Keharaman Babi
Penelitian ilmiah modern di dua Negara Timur & Barat, yaitu Cina dan
Swedia. Cina (mayoritas penduduknya penyembah berhala) & Swedia (mayoritas
penduduknya sekuler) menyatakan: “Daging babi merupakan penyebab utama
kanker anus & kolon”. Persentase penderita penyakit ini di negara-negara yang
penduduknya memakan babi, meningkat secara drastis, terutama di negara-negara
Eropa, dan Amerika, serta di negara-negara Asia (seperti Cina dan India).
Sementara di negara-negara Islam, persentasenya amat rendah, sekitar 1/1000.
Hasil penelitian ini dipublikasikan pada 1986, dalam Konferensi Tahunan Sedunia
tentang Penyakit Alat Pencernaan, yang diadakan di Sao Paulo. Babi banyak
mengandung parasit, bakteri, bahkan virus yang berbahaya, sehingga dikatakan
sebagai Reservoir Penyakit. Gara-gara babi, virus Avian Influenza jadi ganas.
Virus normal AI (Strain H1N1 dan H2N1) tidak akan menular secara langsung ke
manusia. Virus AI mati dengan pemanasan 60oC lebih-lebih bila dimasak hingga
mendidih. Bila ada babi, maka dalam tubuh babi, Virus AI dapat melakukan
mutasi & tingkat virulensinya bisa naik hingga menjadi H5N1. Virus AI Strain
42
Yoga Permana Wijaya,”Fakta Ilmiah Tentang Keharaman Babi”, Bandung, 30 Mei
2009, hal.4
27
H5N1 dapat menular ke manusia. Virus H5N1 ini pada Tahun 1968 menyerang
Hongkong dan membunuh 700.000 orang (diberi nama Flu Hongkong).43
c. Berbagai Penyakit Yang Ditimbulkan Babi
Yoga Permana Wijaya mengutip dari DR Murad Hoffman, Daniel S
Shapiro, MD, seorang Pengarah Clinical Microbiology Laboratories, Boston
Medical Center, Massachusetts, dan juga merupakan asisten Profesor di Pathology
and Laboratory Medicine, Boston University School of Medicine, Massachusetts,
Amerika menyatakan terdapat lebih dari 25 penyakit yang bisa dijangkiti dari
babi. Di antaranya:44
1. Anthrax
2. Ascaris suum
3. Botulism
4. Brucella suis
5. Cryptosporidiosis
6. Entamoeba polecki
7. Erysipelothrix shusiopathiae
8. Flavobacterium group IIb-like bacteria
9. Influenza
10. Leptospirosis
11. Pasteurella aerogenes
12. Pasteurella multocida
13. Pigbel
14. Rabies
15. Salmonella cholerae-suis
16. Salmonellosis
17. Sarcosporidiosis
18. Scabies
19. Streptococcus dysgalactiae (group L)
20. Streptococcus milleri
43 Ibid, hal.12
44 Ibid, hal.12
28
21. Streptococcus suis type 2 (group R)
22. Swine vesicular disease
23. Taenia solium
24. Trichinella spiralis
25. Yersinia enterocolitica
26. Yersinia pseudotuberculosis
d. Parasit Penyebab Penyakit Dalam Tubuh Babi
Babi juga menjadi tempat bersarangnya parasit. Di antara parasit-parasit
tersebut adalah sebagai berikut:45
1) Cacing Taenia Solium
Parasit ini berupa larva yang berbentuk gelembung pada daging babi atau
berbentuk butiran-butiran telur pada usus babi. Jika seseorang memakan daging
babi tanpa dimasak dengan baik, maka dindingdinding gelembung ini akan
dicerna oleh perut manusia, dan larva-larva itu kemudian akan tumbuh di usus
manusia. Peristiwa ini akan menghalangi perkembangan tubuh dan akan
membentuk cacing pita yang panjangnya bisa mencapai 10 kaki, yang menempel
di dinding usus dengan cara menempelkan kepalanya lalu menyerap unsur-unsur
makanan yang ada di lambung. Hal itu bisa menyebabkan seseorang kekurangan
darah dan gangguan pencernaan, karena cacing ini dapat mengeluarkan racun.
Apabila pada diri seseorang khususnya anak-anak, telah diketahui terdapat cacing
ini di lambungnya, maka dia akan mengalami hysteria atau perasaan cemas.
Terkadang larva yang ada di dalam usus manusia ini akan memasuki saluran
peredaran darah dan terus menyebar ke seluruh tubuh, termasuk otak, hati, saraf
tulang belakang, dan paru-paru. Dalam kondisi seperti ini cacing tersebut dapat
menyebabkan penyakit yang mematikan.
2) Cacing Trichinila Spiralis
Cacing ini ada pada babi dalam bentuk gelembung-gelembung lembut. Jika
seseorang mengonsumsi daging babi tanpa dimasak dengan baik, maka
gelembung-gelembung yang mengandung larva cacing ini dapat tinggal di otot
dan daging manusia, sekat antara paru dan jantung, dan di daerah-daerah lain di
45 Ibid, hal.15-18
29
tubuh. Penyerangan cacing ini pada otot dapat menyebabkan rasa sakit yang luar
biasa dan menyebabkan gerakan jadi lambat, ditambah lagi sulit melakukan
aktivitas. Sedang keberadaannya di sekat tersebut akan mempersempit pernafasan,
yang bisa berakhir pada kematian.
3) Cacing Schistosoma Japonicum
Ini adalah cacing yang lebih berbahaya dari pada cacing schistosoma yang
dikenal di Mesir. Dan babi adalah satu-satunya binatang yang mengandung cacing
ini. Cacing ini dapat menyerang manusia apabila mereka menyentuh atau mencuci
dengan air yang mengandung larva cacing ini yang biasanya datang dari kotoran
babi yang masuk ke dalamnya. Cacing ini dapat membakar kulit manusia serta
dapat menyelinap ke dalam darah, paru, dan hati. Cacing ini berkembang sangat
cepat, dalam sehari bisa mencapai lebih dari 20000 telur, yang dapat membakar
kulit, lambung dan hati, terkadang dapat menyerang otak dan saraf tulang
belakang yang bisa menyebabkan kelumpuhan dan kematian.
4) Fasciolepsis Buski
Parasit ini hidup di usus halus babi dalam waktu yang lama. Ketika terjadi
percampuran antara usus dan tinja, parasit ini akan berada dalam bentuk tertentu
yang bersifat cair yang bisa memindahkan penyakit pada manusia. Kebanyakan
jenis parasit ini terdapat di daerah Cina dan Asia Timur. Parasit ini bisa
menyebabkan gangguan pencernaan, diare dan pembengkakan di sekujur tubuh,
yang bias menyebabkan kematian.
5) Cacing Ascaris
Panjang cacing ini sekitar 10 inci. Cacing ini bisa menyebabkan radang
paru, batang tenggorokan, dan penyumbatan lambung. Cacing ini tidak bisa
dibasmi di dalam tubuh kecuali dengan operasi.
6) Cacing Anklestoma
Larva cacing ini masuk ke dalam tubuh dengan cara membakar kulit ketika
seseorang berjalan, mandi atau minum air yang tercemar. Cacing ini bisa
menyebabkan diare dan pendarahan di tinja, yang bias menyebabkan terjadinya
kekurangan darah, kekurangan protein dalam tubuh, pembengkakan tubuh dan
30
menyebabkan seorang anak mengalami keterlambatan dalam pertumbuhan fisik
dan mental, lemah jantung dan akhirnya bisa menyebabkan kematian.
7) Calonorchis Sinensis
Ini sejenis cacing yang menyelinap dan tinggal di dalam air empedu hati
babi, yang merupakan sumber utama penularan penyakit pada manusia. Cacing ini
terdapat di Cinda dan Asia Timur, karena orangorang di sana biasa memelihara
dan mengonsumsi babi. Virus ini bias menyebabkan pembengkakan hati manusia
dan penyakit kuning yang disertai diare yang parah, dan tubuh menjadi kurus dan
berakhir dengan kematian.
8) Cacing Paragonimus
Cacing ini hidup di paru-paru babi. Cacing ini tersebar luas di Cina dan Asia
Tenggara tempat dimana babi banyak dipelihara dan dikonsumsi. Cacing ini bisa
menyebabkan radang pada paru-paru. Sampai sekarang belum ditemukan cara
membunuh cacing di dalam paru-paru. Tapi yang jelas cacing ini tidak terdapat,
kecuali di tempat babi hidup. Parasit ini bisa menyebabkan pendarahan paru-paru
kronis, dimana penderitanya akan merasa sakit, ludah berwarna coklat seperti
karat, karena terjadi pendarahan pada kedua paru.
9) Swine Erysipelas
Parasit ini terdapat di kulit babi. Parasit ini selalu siap pembakaran pada
kulit manusia yang mencoba mendekati atau berinteraksi dengannya. Parasit ini
bisa menyebabkan radang kulit manusia yang memperlihatkan warna merah dan
suhu tubuh tinggi.
D. Pentingnya Waspada dalam Membeli Produk
Kesadaran untuk berinisiatif dan komitmen dalam menjaga kesehatan,
memberikan efek waspada dalam memilih apa yang akan kita makan atau
gunakan. Perkara ini sudah sering disosialisasikan oleh beberapa Instansi yang
bersangkutan, seperti MUI (Majelis Ulama Indonesia) atau BPOM (Badan
Pengawas Obat-obatan dan Makanan), mengingat bahaya atau dampak buruk bagi
kesehatan. Disamping dari sosialisasi pemerintah, terdapat bangunan hukum dari
agama Islam yang wajib dita‟ ati oleh umat Islam.
31
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Jambi memberikan peranan
penting, dalam mempermudah masyarakat untuk lebih mewaspadai apa yang akan
dikonsumsi, yaitu dengan pelabelan terhadap produk-produk yang sudah diuji ke-
halalan-nya. Demi terjaganya masyarakat Indonesia, Khususnya beragama Islam
dari bahaya-bahaya yang terkandung dari makanan, obat-obatan dan sebagainya.
Masyarakat Islam Indonesia dalam menyikapi perkembangan teknologi
pengolahan makanan, minuman, obat, kosmetika dan produk lainnya serta
mengambil pelajaran dari kasus lemak babi, kasus mie instan, kasus susu, kasus
sabun, pasta gigi, kasus penyedap masakan yang diduga kuat mngeandung unsur
haram, dan kasus peredaran daging babi yang terjadi pada saat ini menjadi
masyarakat lebih sensitif dan lebih selektif dalam memilih produk yang halal.46
Landasan hukum mengenai hak-hak konsumen sudah dibangun oleh
pemerintah, untuk merespon kehawatiran masyarakat, karena masyarakat sangat
memerlukan perlindungan dari pemerintah bagi semua barang yang dimakan dan
diminum terutama hasil produksi makanan dan minuman yang selama ini
dilakukan, halal menurut ajaran Islam.47
46 Departemen Agama RI Bagian Proyek Sarana dan Prasarana Produk Halal Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji Departemen Agama. 2003. Tanya Jawab Seputar Produksi Halal. Jakarta: Departemen Agama RI, hal.4
47 Departemen Agama RI Bagian Proyek Sarana dan Prasarana Produk Halal Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji.2003. Petunjuk Teknis Pedoman Sistem Produksi Halal. Jakarta: Departamen Agama RI, hal.1
BAB III
KAJIAN AYAT-AYAT AL-QUR’AN TENTANG KONSUMSI HALAL
DAN HARAM
A. Referensi Dalil Al-Qur’an dalam Pencegahan Peredaran Produk Haram
Al-Qur‟ an sebagai kitab suci, menjadi dasar dan pedoman dalam menjalani
kehidupan bagi umat Islam, memiliki esensi yang signifikan, demi kebaikan manusia,
mulai dari hal-hal besar hingga hal-hal yang detil sekalipun sudah ditetapkan dalam
al-Qur‟ an. Mu‟ jizat al-Qur‟ an dapat dilihat dari dua segi, yaitu segi bahasa dan
kandungan isi. Ulama sepakat bahwa al-Qur‟ an memiliki uslub (gaya bahasa) yang
tinggi, fashahah (ungkapan kata yang jelas) dan balaghah (kefasihan lidah) yang dapat
mempengaruhi jiwa pembaca dan pendengarnya. Karena ia memiliki cita rasa bahasa
Arab yang sangat tinggi yang tidak ada bandingannya. Dari segi kandungan isinya al-
Qur‟ an merupakan kitab suci yang berisi peraturan hidup/Syari‟ at yang sangat
sempurna, peraturannya mencakup seluruh aspek kehidupan.48
Dalam kehidupan
sehari-hari umat Islam pada umumnya telah melakukan praktik resepsi terhadap al-
Qur‟ an, baik dalam bentuk membaca, memahami dan mengamalkan, maupun dalam
bentuk resepsi sosio-kultural. Itu semua karena umat Islam mempunyai keyakinan
bahwa berinteraksi dengan al-Qur‟ an secara maksimal akan memperoleh
kebahagiaan dunia akhirat.49
Fenomena interaksi atau model “pembacaan” masyarakat muslim terhadap
al-Qur‟ an dalam ruang-ruang sosial ternyata sanagat dinamis dan variatif.
Sebagai bentuk resepsi sosio-kultural, apresiasi dan respons umat Islam terhadap
al-Qur‟ an sangat dipengaruhi oleh cara berfikir, kognisi sosial, dan konteks yang
mengitari kehidupan mereka.50
.Allah SWT dalam menciptakan al-Qur‟ an memberikan kesan yang
menakjubkan, melalui susunan-susunan indah baik dari segi penyampaian maupun
yang terkandung dari al-Qur‟ an tersebut. Seperti contoh secara sangat
48
Al Baghdadi, Abdurrahman. "Al-Qur'an Mukjizat yang Abadi." Al Quran (1962): 104. 49 Dr. H. Abdul Mustaqim, Metode Penelitian Al-Qur‟ an dan Tafsir, (Yogyakarta : Idea
Press Yogyakarta, 2015), hal, 103
50 Ibid, 103
32
33
serasi Allah membuktikan kekuasaan dan keesaan-Nya (Al-Baqarah: 163) dengan
kalimat-kalimat menyentuh, berupa nasihat yang tersusun secara sangat
sistematis: Pertama, penciptaan alam raya dan pengaturan sistem kerjanya. (Al-
Baqarah : 164); Kedua, penyediaan sarana kehidupan, yang mudah lagi sesuai.
Ketiga, izin untuk menggunakan yang halal dan baik (Al-Baqarah : 168).
Keempat, peringatan menyangkut musuh yang amat berbahaya (Al-Baqarah :
169). Sebagaimana kebiasaan al-Qur‟ an menyandingkan uraiannya menyangkut
manusia dalam semua unsur-unsur kejadiannya dan memaparkannya secara utuh
dan bersamaan.
Indoktrinasi yang stabil dan maksimal sudah terjalani hingga sampai saat ini,
menunjukkan bahwa al-Qur‟ an memiliki mukjizat yang luar biasa yaitu, relevan
disetiap zaman. Menurut Syahrur, al-Qur‟ an adalah ilmu tentang realitas objektif
yang eksis diluar kesadaran manusia. Sebelum mengalami proses tanzil ia telah
memiliki wujud tertentu. Ia adalah al-Quran al-Majid yang terprogram di lauh al-
Mahfuz, yaitu hukum alam universal yang mengatur alam semesta sejak big bang
pertama hingga hari kebangkitan, surga, dan neraka.51
Kehadiran al-Qur‟ an telah
melahirkan berbagai bentuk respon dan peradaban yang sangat kaya. Dalam istilah
Nashr Hamid, al-Qur‟ an kemudian menjadi „produsen peradaban‟ .52
Ke-relevan-an al-Qur‟ an disetiap masa menjadi senjata bagi para ulama
dalam menentukan arah sikap, agar selalu berjalan lurus di dalam agama. Artinya
berada dalam aturan-aturan yang benar. Hal ini digunakan MUI dalam berbagai
metode yang didapat melalui kesepakatan untuk bagaimana dalam menentukan
ketetapan hukum. Termasuk pula menentukan atau menetapkan hukum dalam
mengonsumsi produk di era moderen pada saat ini, apa saja yang halal atau haram
untuk dikonsumsi, dan tentunya melalui kesepakatan atau musyawarah.
Ayat-ayat al-Qur‟ an tentunya menjadi referensi inti dalam menetapkan
hukum, dan termasuk juga hukum dalam mengonsumsi dan ketetapan ke-halal-an
dan ke-haram-an bagi umat Islam. Memang bagi kaum Muslim, al-Qur‟ an di
samping dianggap sebagai kitab suci, juga merupakan kitab petunjuk. Itulah
51 Reni Nur Aniroh, Evolusi manusia dalam al-qur‟ an, Jawa Tengah: 2017, hal.82
52 Dr. H. Abdul Mustaqim, Metode Penelitian Al-Qur‟ an dan Tafsir, hal, 104
34
sebabnya ia selalu dijadikan rujukan dan mitra dialog dalam menyelesaikan
problem kehidupan yang dihadapi kaum Muslim.53
Majelis Ulama Indonesi (MUI) Provinsi Jambi yang berperan aktif dalam
mencegah adanya peredaran produk Haram tentunya menggunakan ayat-ayat al-
Qur‟ an sebagai acuan dalam pencegahan ini. Menurut hasil dari wawancara
penulis dengan ketua komisi fatwa MUI Provinsi Jambi Drs. H. Ahmad Tarmidzi.
M,Hi mengatakan:54
Mengenai acuan yang digunakan dalam mengeluarkan fatwa
kehalalan. MUI menggunakan semua ayat didalam al-Qur‟ an yang menyinggung
masalah ke halal-an atau ke haraman dan ayat-ayat lain yang dapat dijadikan
acuan jika diperlukan”. Beberapa referensi atau dalil yang digunakan menyangkut
konsumsi halal dan haram oleh LPPOM MUI Provinsi Jambi ialah :
Tabel 1:
Daftar referensi atau dalil yang digunakan
menyangkut konsumsi halal dan haram
No Surah Ayat
1 Q.S Al-Baqarah 168
2 Q.S Al-Baqarah 172
3 Q.S Al-Maidah 4-5
4 Q.S Al-Maidah 88
4 Q.S An-Nahl 66-69
5 Q.S An-Nahl 114-115
6 Q.S Thaha 81
7 Q.S Al-Hajj 27-28
8 Q.S Al-Mukminun 51
9 Q.S Yasin 33-35
10 Q.S Yasin 71-73
53 Ibid, 105
54 Drs. H. Ahmad Tarmidzi. M,Hi ketua komisi fatwa MUI Provinsi Jambi, Wawancara dengan penulis pada tanggal 20-04-2019, Kenali Besar Kec. Alam Barajo RT 18
35
B. TafsirAyat Al-Qur’an Tentang Konsumsi Halal dan Haram
Penafsiran mengenai ayat-ayat yang digunakan sebagai dalil pada masalah
ini sangatlah banyak. Pada penjelasan mengenai penafsiran ayat kali ini, penulis
mengutip penafsiran dari tafsir al-Mishbah karangan Qurasy Syihab. Penjelasan
penafsiran ayat-ayat tersebut sebagai berikut:
1. Q.S Al-Baqarah : 168
Allah SWT berfirman:
“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena
sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu”.55
Allah SWT secara eksplisit memaparkan seruan dan larangan bagi manusia
untuk mengonsumsi yang halal bahkan juga baik bagi kesehatan yang
mengonsumsinya. Quraisy Syihab memaparkan bahwa ajakan ayat di atas
ditujukan bukan hanya kepada orang-orang beriman tetapi untuk seluruh manusia
seperti terbaca di atas. Hal ini menunjukkan bahwa bumi disiapkan Allah untuk
seluruh manusia, mukmin atau kafir.56
Setiap upaya dari siapapun untuk
memonopoli hasil-hasilnya, baik ia kelompok kecil maupun besar, keluarga, suku,
bangsa atau kawasan, dengan merugikan yang lain, maka itu bertentangan dengan
ketentuan Allah. Karena itu, semua manusia diajak untuk makan yang halal yang
ada di bumi.
Tidak semua yang ada di dunia otomatis halal dimakan atau digunakan.
Allah menciptakan ular berbisa, bukan untuk dimakan, tetapi antara lain untuk
digunakan bisanya sebagai obat. Ada burung-burung yang diciptakan-Nya untuk
memakan serangga yang merusak tanaman. Dengan demikian, tidak semua yang
ada di bumi menjadi makanan yang halal, karena bukan semua yang diciptakan-
Nya, untuk dimakan manusia, walau semua untuk kepentingan manusia. Karena
itu, Allah memerintahkan untuk makan makanan yang halal.
55 Al-Qur‟ an dan Terjemahan, Departemen Agama RI, Jakarta: Bumi Restu, 2017, hal.25
56 M.Qurais Shihab, Tafsir Al-Misbah, Ciputat: Penerbit lentera hati, 2000, hal.379
36
Makanan halal, adalah makanan yang tidak haram, yakni memakannya
tidak dilarang oleh agamanya.57
Makanan haram ada dua macam yaitu yang
haram karena zatnya seperti babi, bangkai, dan darah; dan yang haram karena
sesuatu bukan dari zatnya, seperti makanan yang tidak diizinkan oleh pemiliknya
untuk dimakan atau digunakan. Makanan yang halal adalah yang bukan termasuk
kedua macam ini.
Sekali lagi perlu digaris bawahi, bahwa perintah ini ditujukan kepada
seluruh manusia, percaya kepada Allah atau tidak. Seakan-akan Allah berfirman:
Wahai orang-orang kafir, makanlah yang halal, bertindaklah sesuai dengan hukum
karena itu bermanfaat untuk kalian dalam kehidupan dunia kalian.
Namun demikian, tidak semua makanan yang halal otomatis baik. Karena
yang di namai halal terdiri dari empat macam: wajib, sunnah, mubah, dan
makruh.58
Aktivitas pun demikian. Ada aktivitas yang walaupun halal, namun
makruh atau sangat tidak disukai Allah, seperti misalnya pemutusan hubungan
selanjutnya. Selanjutnya tidak semua yang halal sesuai dengan kondisi masing-
masing. Ada halal yang baik buat si A yang memiliki kondisi kesehatan tertentu,
dan ada juga yang kurang baik untuknya walau baik buat yang lain. Ada makanan
yang halal, tetapi tidak bergizi, dan ketika itu ia menjadi kurang baik. Yang
diperintahkan oleh ayat di atas adalah yang halal lagi baik.
Makanan atau aktivitas yang berkaitan dengan jasmani, sering kali
digunakan setan untuk memperdaya manusia, karena itu lanjutan ayat ini
mengingatkan, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan;
Setan mempunyai jejak langkah. Ia menjerumuskan manusia langkah demi
langkah, tahap demi tahap. Langkah hanyalah jarak antara dua kaki sewaktu
berjalan, tetapi bila tidak disadari, langkah demi langkah dapat menjerumuskan
kedalam bahaya. Setan pada mulanya hanya mengajak manusia melangkah
selangkah, tetapi langkah itu disusul dengan langkah lain, sampai akhirnya masuk
sampai ke neraka.
57 Ibid, 380
58 Ibid.
37
Mengapa demikian? Karena sesungguhnya setan itu adalah musuh yang
nyata bagi kamu, yakni perbuatan yang mengotori jiwa, yang berdampak buruk,
walau tanpa sanksi hukum duniawi, seperti berbohong, dengki dan angkuh dan
juga menyuruh berbuat keji, yakni perbuatan yang tidak sejalan dengan tuntunan
agama dan akal sehat, khususnya yang telah ditetapkan sanksi duniawinya seperti
zina dan pembunuhan, dan juga menyuruh kamu mengatakan terhadap Allah apa
yang tidak kamu ketahui yakni memberi-Nya sifat-sifat yang tidak wajar bagi-
Nya.
2. Q.S Al-Baqarah : 172
Allah SWT berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar
kepada-Nya kamu menyembah”.59
Kesadaran iman yang bersemi di hati mereka, menjadikan ajakan Allah
kepada orang-orang beriman sedikit berbeda dengan ajakan-Nya kepada seluruh
manusia. Bagi orang-orang mukmin, tidak lagi disebut kata halal, sebagaimana
yang disebut pada ayat 168 yang lalu, karena keimanan yang bersemi di dalam
hati merupakan jaminan kejauhan mereka dari yang tidak halal. Mereka disini
bahkan diperintah untuk bersyukur disertai dengan dorongan kuat yang tercermin
pada penutup ayat 172 ini, yaitu bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar
hanya kepada-Nya kamu menyembah. Syukur adalah mengakui dengan tulus
bahwa anugerah yang diperoleh semata-mata bersumber dari Allah sambil
menggunakannya sesuai tujuan penganugerahannya, atau menempatkannya pada
tempat yang semestinya.60
Setelah menekankan makanan yang baik dijelaskannya makanan yang
buruk, dalam bentuk redaksi yang mengesankan bahwa hanya disebut itu
terlarang, walau pada hakikatnya tidak demikian.
59 Al-Qur‟ an dan Terjemahan, Departemen Agama RI, Jakarta: Bumi Restu, 2017, hal.26
60 M.Qurais Shihab, Tafsir Al-Misbah, hal.384
38
Ayat di atas kemudian diperjelas lagi dengan apa saja yang tidak halal atau
tidak baik (yang haram), yaitu ayat setelahnya. Allah SWT berfirman:
“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barang siapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”(Q.S
Al-Baqarah : 173).61
Yang dimaksud bangkai adalah binatang yang berhembus nyawanya tidak
melalui cara yang sah, seperti yang mati tercekik, dipukul, jatuh, ditanduk, dan
diterkam binatang buas, namun tidak sempat disembelih, dan (yang disembelih
untuk berhala). Dikecualikan dari pengertian bangkai adalah binatang air (ikan
dan sebagainya) dan belalang.62
Binatang yang mati karena faktor ketuaan atau mati karena terjangkit
penyakit pada dasarnya mati karena zat beracun, sehingga bila dikonsumsi
manusia, sangat mungkin mengakibatkan keracunan. Demikian juga binatang
karena tercekik dan dipukul, caranya mengendap di dalam tubuhnya. Ini
mengidap zat beracun yang membahayakan manusia.
Darah, yakni darah yang mengalir bukan yang substansi asalnya membeku
seperti limpah dan hati. Daging babi, yakni seluruh tubuh babi, termasuk tulang,
lemak, dan kulitnya.
Binatang yang ketika disembelih disebut nama selain Allah, artinya bahwa
binatang semacam itu baru haram dimakan bila disembelih dalam keadaan
menyebut selain nama Allah. Adapun bila tidak disebut nama-Nya, maka binatang
halal yang disembelih demikian masih dapat ditoleransi untuk dimakan.63
Kasih sayang Allah melimpah kepada makhluk, karena itu Dia selalu
menghendaki kemudahan buat manusia. Dia tidak menetapkan sesuatu yang
61 Al-Qur‟ an dan Terjemahan, Departemen Agama RI, Jakarta: Bumi Restu, 2017, hal.26
62 M.Qurais Shihab, Tafsir Al-Misbah, hal.385
63 Ibid.
39
menyulitkan mereka, dan karena itu pula, larangan diatas dikecualikan oleh bunyi
kelanjutan ayat: Tetapi barang siapa dalam keadaan terpaksa memakannya
sedang ia tidak menginginkannya dan tidak pula melampaui batas, maka tidak
ada dosa baginya.
Keadaan terpaksa adalah keadaan yang diduga dapat mengakibatkan
kematian; sedang tidak menginginkannya adalah tidak memakannya padahal ada
makanan halal yang dapat dia makan, tidak pula memakannya memenuhi
keinginan seleranya.64
Sedang yang dimaksud dengan tidak melampaui batas
adalah tidak memakannya dalam kadar yang melebihi kebutuhan menutup rasa
lapar dan memelihara jiwanya. Keadaan terpaksa dengan ketentuan demikian
ditetapkan Allah, karna Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.
Penutup ayat ini dipahami juga oleh sementara ulama sebagai isyarat bahwa
keadaan darurat tidak dialami seseorang kecuali akibat dosa yang dilakukannya,
yang dipahami dari kata Maha Pengampun. Keputusasaan yang mengantar
seseorang merasa jiwanya terancam tidak akan menyentuh hati seorang mukmin,
sehingga dia akan bertahan dan bertahan sampai datangnya jalan keluar dan
pertolongan Allah. Bukankah Allah telah menganugerahkan kemampuan kepada
manusia untuk menyentuh makanan, melalui ketahanan yang dimilikinya juga
lemak, daging, dan tulang yang membungkus badannya? Penjelasan ini dijelaskan
pada ayat 155 surah al-Baqarah.
Penjelasan tentang makanan-makanan yang diharamkan di atas,
dikemukakan dalam konteks mencela masyarakat jahiliyah, baik di Mekkah
maupun di Madinah, yang memakannya. Mereka misalnya membolehkan
memakan binatang yang mati tanpa di sembelih dengan alasan bahwa yang
disembelih atau dicabut nyawanya oleh manusia halal, maka mengapa haram yang
dicabut sendiri nyawanya oleh Allah?
Penjelasan tentang keburukan ini dilanjutkan dengan uraian ulang tentang
mereka yang menyembunyikan kebenaran baik menyangkut kebenaran Nabi
Muhammad, urusan kiblat, haji dan umrah, maupun menyembunyikan atau akan
64 Ibid.
40
menyembunyikan tuntunan Allah menyangkut makanan. Orang-orang Yahudi
misalnya, menghalalkan hasil suap, orang-orang Nasrani membenarkan sedikit
minuman keras, kendati dalam kehidupan sehari-hari tidak sedikit dari mereka
yang meminumnya dengan banyak.
3. Q.S Al-Maidah : 4
Allah SWT berfirman:
“Mereka menanyakan kepadamu: "Apakah yang dihalalkan bagi mereka?".
Katakanlah: "Dihalalkan bagimu yang baik-baik dan (buruan yang ditangkap)
oleh binatang buas yang telah kamu ajar dengan melatih nya untuk berburu; kamu mengajarnya menurut apa yang telah diajarkan Allah kepadamu. Maka
makanlah dari apa yang ditangkapnya untukmu, dan sebutlah nama Allah atas binatang buas itu (waktu melepaskannya). Dan bertakwalah kepada Allah,
sesungguhnya Allah amat cepat hisab-Nya”.65
Setelah pada ayat yang lalu dijelaskan izin untuk berburu, dan larangan
memakan bangkai, dan di sisi lain ada binatang buruan yang mati terbunuh oleh
anjing terlatih, maka para sahabat bertanya tentang hal tersebut, maka turunlah
ayat ini menjelaskan bahwa: mereka menanyakan kepadamu: “Apakah yang
dihalalkan bagi mereka?” Katakanlah: “Dihalalkan bagimu segala yang baik-
baik, yakni yang sesuai dengan tuntunan agama dan atau yang sejalan dengan
selera kamu – selama tidak ada ketentuan agama yang melarangnya, termasuk
binatang halal yang kamu sembelih sebagaimana diajarkan Rasul Saw. dan
dihalalkan juga buat kamu binatang halal hasil buruan oleh binatang buas seperti
anjing, singa, harimau, burung yang telah kamu ajar dengan melatihnya dengan
bersungguh-sungguh untuk berburu, yakni menangkap binatang dan
memperolehnya guna diberikan kepada kamu, bukan untuk diri mereka. Kamu
mengajar mereka, yakni binatang-binatang itu menurut apa yang telah diajarkan
Allah kepada kamu, tentang tata cara melatih binatang. Jika demikian itu yang
65
Al-Qur‟ an dan Terjemahan, Departemen Agama RI, Jakarta: Bumi Restu, 2017, hal.107
41
kamu lakukan maka makanlah dari apa yang ditangkapnya untuk kamu, dan
sebutlah nama Allah atas binatang buas itu sewaktu kamu melepasnya untuk
berburu. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah amat cepat hisab-
Nya yakni perhitungan-Nya.”
Kata ath-thayyibah adalah bentuk jamak dari kata thayyib.66
Dari segi
bahasa ia dapat berarti baik, lezat, menentramkan, paling ulama dan sehat. Kita
dapat berkata bahwa makna kata tersebut dalam konteks ini adalah makanan yang
tidak kotor dari segi zatnya, atau rusak (kadaluwars), atau tercampur najis. Dapat
juga dikatakan bahwa yang thayyib dari makanan adalah yang mengundang selera
bagi yang memakannya dan tidak membahayakan fisik serta akalnya. Ia adalah
makanan yang sehat, proporsional dan aman. Tentu saja ia pun harus halal.
Karena itu perintah makan jika menyebut kata thayyib selalu dirangkaikan dengan
kata yang menggunakan kata halal.
Makanan yang sehat adalah yang memiliki zat gizi yang cukup dan
seimbang.67
Yang proporsional, dalam arti sesuai dengan kebutuhan pemakan,
tidak berlebih dan tidak berkurang. Ada makanan buat anak, ada juga buat orang
dewasa. Sedang aman-aman adalah yang mengakibatkan rasa aman jiwa dan
kesehatan pemakannya, karena ada makanan yang sesuai buat kondisi si A dan
ada juga yang tidak. Di sisi lain, kata aman juga disamping mencakup rasa aman
dalam kehidupan dunia, juga aman dalam kehidupan akhirat. Dari sini lahir
anjuran untuk meninggalkan makanan-makanan yang mengandung subhat
(keraguan tentang kehalalannya). Kata mukallabin terambil dari kata kalb, yakni
anjing. Mukallabin adalah anjing-anjing yang telah diajar dan terlatih, namun
maksudnya disini adalah semua binatang pemburu yang telah diajar dan terlatih.
Pemilihan kata yang terambil dari kata itu, karena anjing binatang terlatih yang
populer.
Kata yang mengandung makna kamu ajar dengan melatihnya itu, agaknya
sengaja ditekankan disini, walau sesudah kalimat itu disebutkan lagi kalimat kamu
mengajar mereka, untuk mengisyaratkan bahwa pengajaran binatang-binatang itu
66 M.Qurais Shihab, Tafsir Al-Misbah, jilid 3, hal.26
67 Ibid.
42
hendaknya dilakukan melalui pelatihan sungguh-sungguh dan dilakukan oleh
mereka yang memiliki keahlian dan pengalaman dalam bidang tersebut.
Tanda-tanda yang menunjukkan bahwa binatang pemburu dimaksud benar-
benar telah terlatih adalah apabila ia diperintah pergi ia pergi, bila dilarang ia
tunduk, bila dicegah ia menurut. Ia mengangkat binatang buruan, tidak
memakannya, bahkan kembali kepada tuannya membawa buruan saat ia
dipanggil.
Firman-Nya: maka makanlah dari apa yang ditangkapnya untuk kamu,
dipahami oleh ulama-ulama bermazhab Syafi‟ i dan Hambali bahwa jika binatang
pemburu itu memakan buruan yang ditangkapnya, maka binatang tersebut haram
dimakan, karena ia tidak menangkapnya untuk kamu tetapi. Mazhab Malik
menilai tidak haram walau binatang pemburu memakan sebagian, selama ia
membawa sebagian yang lain kepada tuannya.68
Firman-Nya: sebutlah nama Allah atas binatang buas itu ketika melepasnya,
ada ulama yang memahaminya sebagai perintah wajib, ada juga sebagai perintah
sunnah. Ada lagi yang menyatakan jika dengan sengaja tidak membaca Basmalah,
maka hasil buruan tersebut menjadi haram.
Ayat ini ditutup dengan firman-Nya: Dan bertakwalah kepada Allah
sesungguhnya Allah amat cepat hisab-Nya (perhitungan-Nya), antara lain untuk
mengisyaratkan agar dalam berburu kiranya ketentuan Allah selalu diperhatikan.
Jangan sampai ada pelampuan batas dalam pembunuhan, jangan sampai pula
terjadi pemunahan terhadap jenis binatang buruan, jangan juga berburu untuk
sekadar mencari kesenangan dan menghabiskan waktu, karena jika demikian,
Allah akan menjatuhkan sanksi-Nya dengan cepat, di dunia sebelum di akhirat
nanti.69
Memang ayat ini tidak melarang perburuan, Allah juga tidak melarang
penyembelihan binatang, tetapi yang perlu diingat agar pemburu dan penyembelih
tidak hampa rasa, sehingga mengakibatkan binatang tersiksa, atau punah, atau sia-
sia hidupnya.
68 Ibid. 27
69 Ibid.
43
Binatang yang disembelih atau diperoleh melalui perburuan untuk dimakan, atau
dipelihara dengan tujuan-tujuan yang benar, tidak bertentangan dengan rahmat
dan kasih sayang. Karena memang Allah telah menjadikan hidup dan kehidupan
ini demikian. Tidak ada sesuatu pun dalam hidup makhluk ini yang tidak berubah
dan beralih, atau katakanlah tidak makan dan dimakan. Demikian itu halnya dunia
materi. Tumbuh-tumbuhan memakan tanah atau apa yang terdapat dalam tanah,
selanjutnya tanah pun memakan tumbuh-tumbuhan, dan mengalihkan kembali ke
unsur-unsur pertama tumbuhan itu. Binatang memakan
tumbuhan, menghirup udara, bahkan memburu dan memakan satu sama lain.
Demikian hidup ini, tetapi manusia diberi tuntunan. Tidak semua boleh dimakan,
karena ada makanan yang berdampak buruk terhadap kesehatan jasmani dan
rohaninya. Di sisi lain, semua tidak boleh disia-siakan, bukan saja karena masih
ada selain manusia atau generasi masa kini membutuhkannya , tetapi juga karena
setiap yang diciptakan Allah mempunyai tujuan. Tujuan itu adalah haq, antara lain
binatang dapat diburu dan disembelih untuk dimakan, tetapi rahmat dan kasih
sayang terhadapnya ketika diburu dan disembelih harus tetap menghiasi
penyembelih dan pemburu. Kalau tidak, maka hati-hatilah karena Allah mahaa
cepat perhitungan -Nya.
4. Q.S Al-Maidah : 5
Allah SWT berfirman:
أح موالي
اه امطعو اته لنن الطية
ذ
أوتوا الل يي
ح تاب
ح منامطعو ه لنن
م اتصحالنو مه ه
ؤمالن ى
ات
م اتصحالنو
اه ى
ذ
أوتوا الل يي
م تاب
هقة ى
من
ى هصىوزى أجوىتنإذا آتي
ى
افسم زغي ي
ح
تخاه مو ي
ذ
داىي أخ
ب مفسي ىمووياىلا
بفقد ح
خلا ف وىو لومط ع
ةز
م
الاس ى
زيي
“Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan)
orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal
(pula) bagi mereka. (Dan dihalalkan mangawini) wanita yang menjaga
kehormatan diantara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang
menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al Kitab sebelum
kamu, bila kamu telah membayar mas kawin mereka dengan maksud
menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya
gundik-gundik. Barangsiapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima
44
hukum-hukum Islam) maka hapuslah amalannya dan ia di hari kiamat
termasuk orang-orang merugi”.70
Allah SWT mengulangi pernyataan ayat yang lalu dan menambahkan
bahwa: Pada hari ini dihalalkan bagi kamu kaum muslimin semua yang baik-
baik. Makanan, yakni binatang halal sembelihan orang-orang yang diberi al-
Kitab itu halal bagi kamu memakannya dan makanan kamu halal pula bagi
mereka, sehingga kamu tidak berdosa memberinya kepada mereka.
Kata tha‟ am/makanan yang dimaksud oleh ayat di atas adalah sembelihan,
karena sebelum ini telah ditegaskan hal-hal yang diharamkan, sehingga selainnya
otomatis halal, baik sebelum maupun setelah dimiliki Ahl-Kitab.71
Juga karena,
sebelum ini terdapat uraian tentang penyembelihan dan pemburuan, sehingga
kedua hal ini lah yang menjadi pokok masalah. Ada juga yang memahami kata
makanan dalam arti buah-buahan, biji-bijian, dan semacamnya. Namun pendapat
ini sangat lemah.
Kendati demikian, hendaknya perlu diingat bahwa tidak otomatis semua
makanan Ahl-Kitab selain sembelihannya menjadi halal. Karena boleh jadi
makanan yang mereka hidangkan, telah bercampur dengan bahan-bahan haram,
misalnya minyak babi atau minuman keras, dan boleh jadi juga karena adanya
bahan yang najis. Dalam konteks ini Quraish Shihab mengatakan bahwasanya
Sayyid Muhammad Tanthawi, mantan Mufti Mesir dan pemimpin tertinggi al-
Azhar, menukil pendapat sementara ulama bermazhab Malik yang mengharamkan
keju dan sebangsanya yang diproduksi di negara non-Muslim, dengan alasan
bahwa kenajisannya hampir dapat dipastikan. Namun setelah menukil pendapat
ini, Tanthawi menegaskan bahwa mayoritas ulama tidak berpendapat demikian,
dan bahwa memakan keju dan semacamnya yang diproduksi di negeri-negeri non-
Muslim dapat dibenarkan, selama belum terbukti bahwa makanan tersebut telah
bercampur dengan najis.72
70
Al-Qur‟ an dan Terjemahan, Departemen Agama RI, Jakarta: Bumi Restu, 2017, hal.107
71 M.Qurais Shihab, Tafsir Al-Misbah, jilid 3, hal.29
72 Ibid, hal, 29
45
5. Q.S Al-Maidah : 88
“Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman
kepada-Nya”.73
Setelah ayat yang lalu melarang mengharamkan apa yang halal, di sini
ditegaskannya perintah memakan yang halal, dan dengan demikian, melalui ayat
ini dan ayat sebelumnya, yang menghasilkan makna larangan dan perintah
bolehnya memakan segala yang halal. Dengan perintah ini tercegah pulalah
praktek-praktek keberagamaan yang melampaui batas. Dan makanlah makanan
yang halal, yakni yang bukan haram lagi baik, lezat, bergizi dan berdampak
positif bagi kesehatan dari apa yang telah Allah rezekikan kepada kamu, dan
bertakwalah kepada Allah dalam segala aktivitas kamu yang kamu terhadap-Nya
adalah mu‟ minun, yakni orang-orang yang mantap keimanannya.74
Yang dimaksud dengan kata makan dalam ayat ini, adalah segala aktivitas
manusia. Pemilihan kata makan, disamping karena ia merupakan kebutuhan
pokok manusia, juga karena makanan mendukung aktivitas manusia. Tanpa
makan, manusia lemah dan tidak dapat melakukan aktivitas.75
Ayat ini memerintahkan untuk memakan yang halal lagi baik. Ketika
menafsirkan QS. Al-Baqarah [2]: 68, penulis antara lain mengemukakan bahwa,
tidak semua makanan yang halal otomatis baik. Karena yang dinamai halal terdiri
dari empat macam, yaitu: wajib, sunnah, mubah dan makruh. Aktivitas pun
demikian. Ada aktivitas yang walaupun halal, namun makruh atay sangat tidak
disukai Allah, yaitu pemutusan hubungan. Selanjutnya, tidak semua yang halal
sesuai dengan kondisi masing-masing pribadi. Ada halal yang baik buat si A
karena memiliki kondisi kesehatan tertentu, dan ada juga yang kurang baik
untuknya, walaupun baik buat yang lain. Ada makanan yang halal, tetapi tidak
73
Al-Qur‟ an dan Terjemahan, Departemen Agama RI, Jakarta: Bumi Restu, 2017, hal.122
74 M.Qurais Shihab, Tafsir Al-Misbah, jilid 3, hal.188
75 Ibid.
46
bergizi, dan ketika itu ia menjadi kurang baik. Yang diperintahkan adalah yang
halal lagi baik.76
76 Ibid.
BAB IV
PROSEDUR, MEKANISME, DAN TEMUAN
OLEH LPPOM MUI PROVINSI JAMBI
A. Prosedur dan Proses Pelabelan Produk Halal
Memproduksi produk halal adalah bagian dari tanggung jawab perusahaan kepada
konsumen muslim. Di Indonesia, untuk memberikan keyakinan kepada konsumen
bahwa produk yang dikonsumsi adalah halal, maka perusahaan perlu memiliki
Sertifikat Halal MUI, dan kemudian yang akan diperiksa oleh LPPOM.77
LPPOM
adalah lembaga pemeriksa makanan, minuman, obat, kosmetika dan produk
lainnya yang dibentuk oleh MUI dan ditetapkan oleh Menteri.
Lembaga pemeriksa halal mempunyai tugas pemeriksaan terhadap pelaku usaha
dalam menerapkan sistem jaminan halal dan berfungsi:78
1. Menetapkan dan menerapkan kebijakan, prosedur, dan administrasi lembaga
pemeriksa halal yang tidak diskriminatif terhadap pemohon;
2. Menetapkan dan menerapkan struktur biaya yang sama terhadap pemohon;
3. Menetapkan dan menerapkan kriteria yang digunakan untuk mengevaluasi
proses produksi pelaku usaha sesuai dengan persyaratan produksi halal;
4. Melaksanakan proses produksi sesuai dengan permohonan yang diajukan;
5. Menerima dan menyelesaikan keluhan pemohon dan pihak lain yang berkaitan
dengan pemeriksaan;
6. Melakukan pengawasan berkala minimum dua tahun sekali maupun insidental.
Prosedur dan proses pelabelan yaitu pelaku usaha mengajukan permohonan
pemeriksaan halal kepada LPPOM MUI wajib memberikan tembusan kepada
Departemen Agama. Pelaku usaha tersebut harus :79
a. Memenuhi ketentuan pemeriksaan halal;
b. Melakukan persiapan yang diperlukan untuk pelaksanaan pemeriksaan sistem
jaminan halal;
77 Lembaga Pengkajian Pangan Obat-Obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia, Panduan Umum System Jaminan Halal LPPOM-MUI, (Jakarta: LPPOM MUI, 2008), hal.7.
78Departemen Agama RI, Tanya Jawab Seputar Produksi Halal, hal. 38
79Departemen Agama RI, Petunjuk Teknis Pedoman Sistem Produksi Halal, hal.144-147
47
48
c. Membuat pernyataan bahwa pemeriksaan sistem jaminan halal dapat
dilaksanakan sesuai dengan ruang lingkup produk yang diajukan;
d. Membuat pernyataan tidak akan menyalah gunakan sertifikat halal;
e. Membuat pernyataan tidak akan memberikan informasi yang menyesatkan atau
tidak sah berkaitan dengan sertifikat halal;
f. Mematuhi persyaratan dalam mengiklankan kehalalan produk.
Surat permohonan dilengkapi persyaratan sebagai berikut:80
1. Formulir yang berisi nama, alamat, jumlah karyawan, fasilitas tempat ibadah
yang dimiliki, kegiatan bimbingan keagamaan, nama coordinator produksi
halal, nama auditor halal internal, status badan hukum, merek dagang, jenis
produk, nomor pendaftaran, (produk pangan, obat, kosmetika dan produk lain),
sistem jaminan halal, standar yang digunakan, jenis spesifikasi kemasan, ruang
lingkup produk yang dimintakan sertifikat halal, serta informasi mengenai
skala perusahaan;
2. Surat keterangan telah memenuhi persyaratan cara produksi yang baik dari
instansi yang berwenang bagi produk dalam Negeri, dan dari Negara asal untuk
produk impor;
3. Sertifikat halal dalam hal produksi menggunakan bahan asal hewan;
4. Dalam hal produksi sebagaimana pada huruf b dihasilkan oleh industri rumah
tangga, melampirkan surat keterangan dari yang berwenang menjelaskan
bahwa bahan asal hewan yang digunakan memenuhi ketentuan hukum Islam;
5. Sertifikasi dan sumber bahan baku, bahan tambahan, bahan bantu, serta bahan
penolong;
6. Data asal usul bahan dan data penunjang lainnya;
7. Bagan alur proses produksi sistem jaminan halal;
Lembaga pemeriksa halal melaksanakan pemeriksaan terhadap permohonan
untuk menjamin bahwa:81
a) Persyaratan untuk pemeriksaan halal telah dipahami dengan jelas oleh
pemohon;
80 Ibid, hal.145.
81 Ibid., 146-147
49
b) Tidak ada perbedaan pengertian terhadap syarat dan aturan pemeriksaan sistem
jaminan halal antara lembaga pemeriksaan halal dan pemohon;
c) Lembaga pemeriksa halal mampu melaksanakan pemeriksaan yang diminta
dan dapat menjangkau lokasi pemeriksaan;
d) Ada kesamaan persepsi / pengertian teknis yang digunakan.
Terhadap permohonan yang memenuhi syarat, lembaga pemeriksa halal
menyiapkan rencana kegiatan pemeriksaan dan menetapkan tim auditor
dilengkapi dengan dokumen kerja yang diperlukan. Permohonan yang tidak
memenuhi syarat dikembalikan kepada pemohon.82
Lembaga pemeriksa halal memeriksa penyembelihan, asal usul bahan baku,
bahan tambahan, bahan bantu, bahan penolong, proses produksi, penyimpanan,
penyiapan, pengangkutan, pengemasan, serta produk pemohon sesuai standar
yang ditetapkan dalam ruang lingkup yang diuraikan dalam permohonan
berdasarkan criteria pemeriksaan halal yang ditetapkan dalam sistem jaminan
halal.83
Lembaga pemeriksa halal menetapkan prosedur pelaporan yang menjamin:84
1) Pertemuan antara tim auditor halal dengan manajemen pelaku usaha diadakan
pada akhir pemeriksaan;
2) Pada saat pertemuan sebagaimana dimaksud pada huruf a tim auditor halal
memberikan laporan tertulis berkaitan dengan hasil audit sistem jaminan halal
pelaku usaha;
3) Tim auditor halal memberikan kesempatan kepada pelaku usaha untuk
menggapi laporan temuan ketidaksesuaian serta kesepakatan waktu
penyelesaiannya;
4) Tim auditor halal member laporan tertulis hasil pemeriksaan kepada pimpinan
lembaga pemeriksa halal;
5) Lembaga pemeriksa halal memberikan informasi tertulis kepada pemohon
mengenai hasil pemeriksaan auditor halal tentang ketidak sesuaian yang harus
diperbaiki;
82 Ibid.
83 Ibid.
84 Ibid.
50
6) Pemohon telah melakukan perbaikan yang memenuhi seluruh persyaratan dan
perbaikannya telah diverifikasi tim auditor halal dalam batas waktu yang
ditentukan.
Pemohon yang tidak mampu melakukan perbaikan dalam batas waktu yang
ditentukan permohonannya ditolak.85
Hasil pemeriksaan lembaga pemeriksa halal terhadap produk yang telah
memenuhi sistem jaminan halal disampaikan kepada KHI untuk diadakan kajian.
Masa berlaku sertifikat halal:86
a. Sertifikat halal hanya berlaku selama dua tahun, untuk daging yang diekspor
surat keterangan halal diberikan untuk setiap pengapalan.
b. Tiga bulan sebelum berakhir masa berlakunya sertifikat, LPPOM MUI akan
mengirimkan surat pemberitahuan kepada produsen yang bersangkutan.
c. Dua bulan sebelum berakhir masa berlakunya sertifikat, produsen harus daftar
kembali untuk sertifikat halal yang baru.
d. Produsen yang tidak memperbaharui sertifikat halalnya, tidak diizinkan lagi
menggunakan sertifikat halal tersebut dan dihapus dari daftar yang terdapat
dalam majalah resmi LPPOM MUI, jurnal halal.
e. Jika sertifikat halal hilang, pemegang harus segera melaporkannya ke LPPOM
MUI.
f. Sertifikat halal yang dikeluarkan oleh MUI adalah milik MUI. Oleh sebab itu,
jika karna sesuatu hal diminta kembali oleh MUI, maka pemegang sertifikat
wajib menyerahkannya.
g. Keputusan MUI yang didasarkan atas fatwa MUI tidak dapat diganggu
gugat. Sistem pengawasan:
1. Perusahaan wajib menanda tangani perjanjian untuk menerima Tim Sidak
LPPOM MUI.
2. Perusahaan berkewajiban menyerahkan laporan audit internal setiap 6 (Enam)
bulan setelah terbitnya sertifikat halal.
Prosedur perpanjangan sertifikat halal:87
85 Ibid.
86 Drh. Wiku Adisasmito, M.Sc, Ph.D, “Analisis Kebijakan Nasional MUI dan BPOM dalam Labeling Obat dan Makanan”, Depok: 27 Februari 2008, hal.15
51
a) Produsen yang bermaksut memperpanjang sertifikat yang dipegangnya harus
mengisi formulir pendaftaran yang telah tersedia.
b) Pengisian formulir disesuaikan dengan perkembangan terakhir produk.
c) Perubahan bahan baku, bahan tambahan dan penolong, serta jenis
pengelompokan produk harus diinformasikan kepada LPPOM MUI.
d) Produsen berkewajiban melengkapi dokumen terbaru tentang spesifikasi,
sertifikat halal, dan bahan alir proses.
B. Mekanisme Pemeriksaan
Sertifikasi halal merupakan sertifikasi halal yang dikeluarkan oleh Lembaga
Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia
(LPPOM-MUI) yang menyatakan suatu produk sudah sesuai dengan syariat Islam.
Sertifikasi halal ini dapat digunakan untuk pembuatan label halal. Menurut
Sugijanto pentingnya sertifikasi halal yaitu:88
a. Pada aspek moral, sebagai bentuk pertanggungjawaban produsen pada
konsumen,
b. Pada aspek bisnis sebagai sarana pemasaran, meningkatnya kepercayaan dan
kepuasan konsumen.
Pemberian label pada pangan yang dikemas bertujuan agar masyarakat
memperoleh informasi yang benar dan jelas atas setiap produk pangan yang
dikemas, baik menyangkut asal, keamanan, mutu, kandungan gizi, maupun
keterangan lain yang diperlukan. Khusus pencantuman label halal ditujukan untuk
melindungi masyarakat yang beragama Islam agar terhindar dari mengkonsumsi
produk makanan yang tidak halal. Dengan adanya labelisasi halal dapat dijadikan
sebagai tanda yang memudahkan konsumen untuk memilih produk-produk
pangan yang akan dikonsumsinya sesuai dengan keyakinan agama Islam yang
dianutnya.89
87 Ibid, 15
88 Sheilla Chairunnisyah, Peran Majelis Ulama Indonesia dalam Menerbitkan Sertifikat
Halal Pada Produk Makanan dan Kosmetika, Jurnal EduTech Vol. 3 No.2 September 2017, hal.73 89 Ibid, 73
52
Kriteria suatu produk makanan yang memenuhi syarat kehalalan adalah:90
1) Tidak mengandung babi dan bahan yang berasal dari babi.
2) Tidak mengandung bahan-bahan yang diharamkan, seperti bahan-bahan
yang berasal dari organ manusia, darah, kotoran-kotoran dan lain
sebagainya.
Penetapan fatwa tentang kehalalan produk makanan, obat-obatan dan
kosmetika dilakukan oleh Komisi Fatwa setelah dilakukan audit oleh LPPOM
MUI serta melaporkan kepada Komisi Fatwa tersebut. Laporan dari LPPOM MUI
kemudian dibawa ke sidang Komisi Fatwa. Komisi Fatwa selanjutnya menetapkan
halal atau tidaknya produk tersebut berdasarkan berita acara penelitian yang
disampaikan LPPOM MUI. Setelah itu dilalui, barulah kemudian dikeluarkan
sertifikasi halal kepada produk tersebut.91
Untuk melakukan pemeriksaan, LPPOM memiliki auditor atau pemeriksa
kehalal-an. Auditor akreditasi LPPOM terdiri dari calon auditor, auditor, dan
auditor kepala.92
kriteria dan persyaratan calon auditor adalah :93
a. Beragama Islam, taat, memiliki pengetahuan luas dan pemahaman yang
baik mengenai syariat Islam,
b. Mempunyai kepedulian terhadap kepentingan umat,
c. Memiliki pengethuan yang cukup dibidang audit,
d. Berpendidikan S1, S2, atau S3 di bidang kimia, biologi, farmasi, pangan,
kedokteran hewan, peternakan, atau pertanian dengan pengalaman kerja
untuk S1 tiga tahun, untuk S2 dan S3 dua tahun di bidang yang berkaitan
dengan pangan / obat/ kosmetika; atau minimal S1 bidang syariah.
e. Lulus pelatihan auditor sistem jaminan halal yang diakui oleh Departemen
Agama.
f. Mengikuti pelatihan auditor sistem manajemen lembaga pemeriksa halal.
90 Ibid.
91 Sofan Hasan. Sertifikasi Halal Dalam Hukum Positif Regulasi dan Implementasi Di Indonesia. (Yogyakarta: Aswaja Pressindo, 2014), hal, 190
92 Departemen Agama RI, Petunjuk Teknis Pedoman Sistem Produksi Halal, hal. 150
93 Ibid.
53
g. Telah mengikuti 3 kali asesmen lembaga pemeriksa halal sebagai
pengamat (observer).
Kriteria dan persyaratan auditor adalah :94
1. Sudah memenuhi kriteria dan persyaratan calon auditor.
2. Telah melakukan dua kali audit kecukupan (adequacy audit), lima kali
asesmen berdasarkan sistem manajemen lembaga pemeriksa halal.
a) Sudah memenuhi kriteria dan persyaratan calon auditor.
b) Telah melakukan tiga kali audit kecukupan (adequacy audit), lima kali
asesmen, dan lima kali memimpin tim asesmen di bawah supervise
auditorkepala berdasarkan sistem manajemen lembaga pemeriksa halal.
Calon auditor, auditor dan auditor kepala akreditasi LPPOM mempunyai
kewajiban untuk menyediakan bukti rekaman untuk kerjanya dan buku harian
penilaian yang mencakup :96
1) Nama, alamat, tempat, tanggal lahir, agama, dan jenis kelamin;
2) Nama dan alamat organisasi pekerjaan;
3) Jabatan dalam organisasi;
4) Tingkat pendidikan dan jenis pelatihan yang telah diikuti;
5) Kemampuan profesi (keahlian) dan status auditor;
6) Pengalaman kerja dibidang halal;
7) Pelatihan lain yang sesuai;
8) Tanggal rekaman terakhir.
Untuk memelihara statusnya, calon auditor, auditor, dan auditor kepala
memenuhi ketentuan sebagai berikut :97
a. Bertindak dengan cara yang amanah (dapat dipercaya) dan tidak
terpengaruh oleh siapapun;
94 Ibid, 151
95 Ibid, 151
96 Ibid.
97 Ibid, 152
54
b. Memberikan informasi kepada KAN mengenai hubungan yang dimiliki
oleh auditor akreditasi lembaga pemeriksa halal sebelum melaksanakan
fungsi asesmen terhadap lembaga pemeriksa halal.
c. Auditor akreditasi lembaga pemeriksa halal dan orang yang bertanggung
jawab kepadanya tidak boleh menerima apapun di luar perjanjian kontrak;
d. Menjamin bahwa kerahasiaan semua informasi dan dokumen yang
diperoleh selama proses asesmen tetap dijaga, kecuali diizinkan secara
tertulis oleh lembaga pemeriksa halal;
e. Menandatangani surat Pernyataan Memegang Rahasia yang ditetapkan
oleh KAN;
f. Tidak bertindak yang merugikan reputasi atau kepentingan KAN;
g. Bersedia diperiksa sesuai dengan ketentuan yang berlaku jika ada dugaan
pelanggaran.
Status auditor akreditasi LPPOM akan dikaji ulang oleh KAN berdasarkan
hasil evaluasi buku harian penilaian, rekaman pribadi, dan rekaman unjuk kerja
auditor. Apa bila hasil evaluasi menunjukkan penurunan kualitas untuk kerja,
maka KAN mewajibkan yang bersangkutan untuk mengikuti pelatihan atau uji
ulang yang diperlukan.98
Tim auditor halal melakukan pemeriksaan terhadap :99
1. Fasilitas fisik berupa bangunan, tata ruang, tempat produksi dan
lingkungan produksi;
2. Fasilitas peralatan produksi, penyimpanan, penyiapan, pengangkutan, dan
pengemasan;
3. Cara berproduksi, meliputi penyiapan dan penyembelihan hewan potong,
pemilihan bahan baku, dan bahan penolong, serta pengolahan,
pengemasan, dan penyimpanan;
4. Petugas yang melakukan penyembelihan hewan
Bangunan dan fasilitas produksi dalam kondisi
:100
a) Bebas dari kotoran dan najis,
98 Ibid, 152-153
99 Ibid, 148
100 Ibid.
55
b) Tidak ada peluang kontaminasi oleh barang haram,
c) Mudah dibersihkan dari kotoran dan najis,
d) Memiliki fasilitas sanitasi, penyediaan air bersih dan suci yang cukup, dan
fasilitas pembuangan limbah,
e) Pintu toilet tidak berbatasan langsung dengan ruangan produksi, dan
f) Memiliki sarana cuci tangan.
Fasilitas peralatan produksi hanya digunakan untuk memproses bahan halal
dan tidak bercampur dengan peralatan yang digunakan untuk memproduksi bahan
yang tidak halal serta memenuhi persyaratan higienis. Bahan baku, bahan
tambahan, bahan bantu, dan bahan penolong tidak mengandung atau berasal dari
bahan haram, dan berasal dari hewan halal yang disembelih menurut syariat
Islam.101
Hewan halal dalam keadaan masih hidup dan memenuhi persyaratan sebagai
berikut :102
1) Disembelih satu per satu secara manual dengan menyebut nama Allah,
tidak boleh menyebut dengan nama selain Allah;
2) Disembelih dengan alat penyembelihan yang tajam dan mudah untuk
memutuskan urat-urat lehernya sehingga darah dapat menyembur dengan
lancer;
3) Disembelih pada leher tepat pada saluran pernafasan (hulqum), saluran
makanan (marik), dan urat nadi (wadujain) harus putus;
4) Disembelih tanpa mengangkat alat penyembelihan sebelum hulqum, marik
dan wajudain putus;
5) Sebelum disembelih tidak boleh diberi minum air berlebihan, disiksa atau
disakiti.
Hewan halal disembelih oleh petugas yang mempunyai kualifikasi sebagai
berikut :103
a. Beragama Islam, taat, dan baligh;
b. Memiliki pengetahuan yang baik dan benar tentang syariat Islam;
101 Ibid,148-149
102 Ibid.
103 Ibid.
56
c. Mampu mengucapkan basmalah secara fasih, sehat jasmani dan rohani;
Untuk biaya pemeriksaan, sertfikasi halal, dan survailen ditanggung oleh
pelaku usaha yang mengajukan permohonan.104
Besaran biaya pemeriksaan dan biaya suvailen ditetapkan oleh lembaga
pemeriksa halal, sedangkan biaya sertifikasi ditetapkan sesuai dengan peraturan
yang berlaku. Biaya sertifikasi akan disetorkan ke kas Negara.105
Setelah melakukan pemeriksaan, tentunya hal ini memerlukan adanya
pembinaan, pengawasan, dan pelaporan.
Pembinaan pelaku usaha di bidang penerapan sistem jaminan halal
dilaksanakan oleh Departemen Agama.106
Pengawasan terhadap produksi, impor, dan peredaran produk halal
dilaksanakan oleh instansi yang berwenang.107
Untuk menjamin kehalalan suatu produk yang telah mendapat sertifikasi
halal, MUI menetapkan dan menekankan bahwa jika sewaktu-waktu ternyata
diketahui produk tersebut mengandung unsur-unsur barang haram, MUI berhak
mencabut sertifikasi halal bersangkutan. Setiap produk yang telah mendapat
Sertifikasi Halal diharuskan pula memperbaharui atau memperpanjang sertifikasi
halal setiap 2 (dua) tahun, dengan prosedur dan mekanisme yang sama. Setelah 2
(dua) tahun terhitung sejak berlakunya sertifikasi halal, jika perusahaan
bersangkutan tidak mengajukan permohonan (perpanjang) sertifikasi halal,
perusahaan itu dipandang tidak lagi berhak atas sertifikasi halal, dan kehalalan
produk-produknya di luar tanggung jawab MUI.108
C. Produk-produk Haram yang Pernah Dijumpai di Kota Jambi
Menurut pengakuan Nur Hayati selaku sekretaris LPPOM MUI Provinsi
Jambi, mengatakan: “bahwasanya belum ada temuan atau laporan dari masyarakat
104 Ibid, 166
105 Ibid.
106 Ibid.
107 Ibid.
108Sheilla Chairunnisyah, Peran Majelis Ulama Indonesia dalam Menerbitkan Sertifikat
Halal Pada Produk Makanan dan Kosmetika, hal, 69
57
terkait produk-produk yang tidak halal ditemui di Provinsi Jambi”.109
Menurut
penulis bahwasanya pernyataan di atas belum sepenuhnya patut dibenarkan atau
diterima, hanya saja mungkin belum adanya laporan dari masyarakat karena sikap
apatis atau ketidaktahuan masyarakat terkait produk yang mereka konsumsi,
karena bukan hanya satu atau dua produk yang dijual di pasaran, namun bahkan
mungkin bisa sampai jutaan produk atau lebih, sehingga tidak semua dapat
diamati dengan baik. Kenyataanya di salah satu pasar yang ada di Kota Jambi
masih ditemukannya penyembelihan hewan ternak yang dijual di pasaran yang
tidak mengikuti standar Syari‟ at Islam, dan ada pula makanan yang tercampur
atau berbahan dari turunan babi, seperti dikutip dari laman TRIBUNJAMBI.COM
bahwa Universitas Jambi (UNJA) di Mendalo pernah dihebohkan terkait adanya
salah satu pedagang bakso yang berjualan di Kampus Pinang Masak tersebut
menggunakan daging babi sebagai bahan pada bakso yang ia jual.110
Pasalnya beredar di media social video penangkapan penjual bakso tersebut,
foto hasil uji laboratorium dan surat laporan ke pihak kepolisian. Namun kabar
tersebut belum bisa dibenarkan, karena masih memerlukan pemeriksaan lebih
lanjut.
Hewan babi memiliki unsur turunan, alias tidak dalam bentuk babi utuh.
Seperti tulang babi, lemak babi, bulu babi yang bisa saja melekat pada produk-
produk atau alat untuk memproduksi produk tersebut, atau bahkan digunakan
sebagai komposisi dari makanan atau produk yang dijual”.111
Penyembelihan
hewan ternak seperti ayam dan sebagainya, tidak cukup hanya sekedar membaca
basmalah saja dalam penyembelihan, karena penulis pernah mendengar dari salah
seorang konsumen bahwa setelah disembelih, hewan tersebut dilemparkan saja di
dalam kandang dan hewan tersebut bertumpukan di dalam kandang, sehingga
tidak jelas apakah mati karena disembelih, atau mati karena terhimpit oleh yang
109 Prof. Dr. Ir. Hj. Nurhayati, M.Sc.agr. Wakil Direktur LPPOM MUI Provinsi Jambi,
Wawancara dengan penulis. 12 Maret 2019. Kampus Unja Mendalo. Rekaman Audio.
110 TribunJambi.com, “Penjual Bakso diduga Campur Babi”, diakses melalui alamat https://www.google.com/amp/s/jambi.tribunnews.com/amp/2018/03/23/polisi-tidak-tahan-penjual-bakso-diduga-campur-babi-ini-penjelasannya, tanggal 10 April 2019
111 Prof. Dr. Ir. Hj. Nurhayati, M.Sc.agr. Wakil Direktur LPPOM MUI Provinsi Jambi, Wawancara dengan penulis. 12 Maret 2019. Kampus Unja Mendalo. Rekaman Audio.
58
lainnya. Masalah seperti ini tentunya harus dilakukan penelitian oleh orang yang
memang ahli atau berkutat dibidang itu, karena masyarakat awam hanya
kemungkinan kecil saja mereka memahami hal itu sehingga mereka hanya tau
mengonsumsinya saja.
Kondisi Negara yang semakin menurun, baik dari segi perekonomian
maupun teknologi, akan menyebabkan masyarakat semakin lepas untuk
menentukan produk apa yang digunakan. Kebijakan sertifikasi halal atas seluruh
produk makanan yang ada dimasyarakat belum dilaksanakan secara optimal.
Tingginya peredaran produk obat dan makanan impor merupakan salah satu ciri
lemahnya sistem tersebut di Indonesia. Hal inipun ditunjang dengan banyaknya
Negara-negara asing yang masuk di Indonesia dan tinggal menetap. Pola
kehidupan tersebut membuat masyarakat menengah ke atas meniru budaya para
pendatang, sementara masyarakat kecil disebabkan karena rendahnya kehidupan
ekonomi masyarakat tersebut.112
Penjualan produk atau makanan baik itu di pasar atau tidak, juga bisa saja
terkontaminasi dengan hal-hal yang haram. Ancaman kontaminasi yang haram
pada produk-produk halal tentunya bisa saja terjadi, hal ini dilihat dari bahan-
bahan pembuatan, alat-alat pembuatan, tempat, dan apa saja yang ada disekitar
tempat produksi.
Beberapa ancaman kontaminasi haram pada produk halal:
1) Pencemaran Bakteri
Bakteri dikenal sebagai kuman yang tidak dapat dilihat dengan mata kepala,
tapi dapat dilihat dengan mikroskop, dan terdapat di semua tempat termasuk
dalam dan badan manusia, binatang, pada makanan dalam air dan pada tanah.113
Sumber pencemaran bakteri bisa melalui manusia, bahan mentah, serangga,
tikus, sampah dan sisa makanan, hewan dan burung.114
112 Drh. Wiku Adisasmito, M.Sc, Ph.D, “Analisis Kebijakan Nasional MUI dan BPOM dalam
Labeling Obat dan Makanan”, hal, 20-21
113 Departemen Agama RI, Petunjuk Teknis Pedoman Sistem Produksi Halal, hal, 167
114 Ibid, 169
59
Bakteri dapat berpindah dari sumber ke makanan secara terus menerus.
Bakteri juga dapat berpindah melalui sentuhan seperti tangan, peralatan,
permukaan makanan yang menyentuh makanan lain yang tercemar.115
2) Pencemaran Fisikal
Bahan dari luar yang terdapat pada makanan yang mungkin dibawa masuk
ke pabrik makanan melalui bahan mentah atau tercemar sewaktu penyimpanan,
penyediaan makanan, sewaktu penyajian, seperti contoh: mur, baut, paku, pines,
jarum yang ditinggalkan mekanik pada waktu reparasi peralatan, kertas, cat yang
telah tanggal, kotoran tikus, rokok, jam, bahan hiasan, beling, serpihan kayu, lidi
dan sebagainya.116
3) Pencemaran Kimia
Makanan yang terkontaminasi dengan bahan kimia sewaktu penyimpanan
seperti bekas makanan apabila sudah kosong, diisi dengan bahan kimia yang
mungkin berbahaya. Pekerja yang tidak sadar atau kenal bahan kimia sehingga
tercampur dalam makanan, seperti contoh: racun serangga, bahan pencuci dan
bahan sisa buangan.117
D. Regulasi Tentang Jaminan Halal
Masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat Muslim sangat perlu selalu
waspada sebagai konsumen. Dilansir dari mediaindonesia.com, bahwasanya
estimasi jumlah penduduk muslim Indonesia saat ini berkisar 70% dari sekitar 250
juta jiwa. Jumlah tersebut mengalami penurunan dalam dekade terakhir dari
perkiraan presentase sebelumnya sebesar 85%.118
Walaupun mengalami
penurunan, namun masyarakat muslim masih dalam kategori terbanyak di
Indonesia. Mengingat hal tersebut, Departemen Agama sebagai institusi
pemerintah dalam hal ini Ditjen Bimas Islam dan penyelengaraan haji,
115 Ibid.
116 Ibid, 170
117 Ibid.
118 Rudi Kurniawansyah, Persentase Kaum Muslim di Indonesia Alami Penurunan,
diakses melalui alamat https://www.google.com/amp/s/m.mediaindonesia.com/amp/amp_detail/59042-kaum-muslim-di-indonesia-tinggal-70-persen, tanggal 1 Juli 2019
60
mempunyai tugas untuk memberikan pelayanan dan perlindungan bagi
masyarakat yang beragama Islam, artinya diperlukan perlindungan dalam hal
mengonsumsi makanan, minuman, obat, kosmetika dan barang gunaan lainnya
yang halal.119
Istilah perlindungan konsumen berkaitan dengan perlindungan
hukum, oleh karena itu perlindungan konsumen mengandung aspek hukum.
Materi yang mendapatkan perlindungan itu bukan sekedar fisik, melainkan
terlebih lebih hak-haknya bersifat abstrak. Dengan kata lain, perlindungan
konsumen sesungguhnya identik dengan perlindungan yang diberikan hukum
terhadap hak-hak konsumen.120
Selanjutnya yang dimaksud dengan perlindungan
konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk
memberi perlindungan kepada konsumen. Tujuan dikeluarkannya Undang–
undang tentang perlindungan konsumen adalah untuk memberikan perlindungan
hukum yang lebih baik kepada konsumen sehingga kedudukan konsumen dapat
disejajarkan dengan produsen secara umum.121
Pada awalnya ketentuan halal dan haram bersumber dari al-Qur‟ anul
Karim, Al-Hadist, Ijma‟ ul Ulama, Qiyas dan Qaulushahabat lainnya yang semua
diatur dalam kitab-kitab fiqih dalam bentuk hukum Islam. Akan tetapi dengan
terjadinya perkembangan paradigma baru dalam pengaturan kehalalan produksi
yang semula diatur dalam ajaran agama Islam (Syari‟ at Islam) berkembang
menjadi ketentuan hukum positif yang diatur dengan hukum Negara. Dengan
demikian kehalaln suatu produk makanan, minuman, obat, kosmetika, barang
gunaan umat Islam lainnya disamping menjadi tanggung jawab individu dan
ulama juga menjadi tanggung jawab pemerintah dalam hal ini Departemen
Agama.122
Perlunya sistem jaminan produksi halal, dilatar belakangi oleh regulasi
yang sudah dirancang oleh pemerintah. Terdapat sejumlah peraturan perundang-
undangan yang dapat
119 Departemen Agama RI. Tanya Jawab Seputar Produksi Halal, hal. 1
120 Syahminul Siregar, “Peranan Pemerintah dalam Melindungi Hak-hak Konsumen Menurut UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen” dalam Jurnal Ilmu-Ilmu Sosial Volume 10 Nomor 3 Oktober 2009, hal.324.
121Sheilla Chairunnisyah, Peran Majelis Ulama Indonesia dalam Menerbitkan Sertifikat
Halal Pada Produk Makanan dan Kosmetika, hal, 72
122 Departemen Agama RI. Tanya Jawab Seputar Produksi Halal, hal. 1
61
dijadikan sebagai payung hukum sertifikasi dan lebelisasi pangan halal, yaitu
sebagai berikut :123
a. Sejak diundangkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Kesehatan,
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang pangan. Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Peraturan Pemerintah
Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan dan Peraturan
pelaksanaan lainnya, jaminan produk halal yang tadinya diatur dalam kitab
fiqih saat ini telah diatur dalam hukum positif. Dengan demikian maka
tanggung jawab atas kehalalan produk makanan, minuman, obat, kosmetika
dan produk lainnya tidak hanya menjadi tanggung jawab individu dan tokoh
agama saja tetapi juga menjadi tanggung jawab Pemerintah;
b. Dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Otonomi Daerah, segala permasalahan yang berkaitan dengan agama termasuk
diantaranya jaminan produk halal tidak diotonomikan tetapi diurus oleh
Pemerintah Pusat dalam hal ini Departemen Agama;
c. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan, pasal 30 ayat (1) dan
(2) menggariskan bahwa setiap orang yang memproduksi atau memasukkan
kedalam wilayah Indonesia pangan yang dikemas untuk diperdagangkan wajib
mencantumkan label yang antara lain memuat keterangan tentang halal agar
masyarakat terhindar dari mengkonsumsi yang tidak halal. Keterangan pada
label ditulis atau dicetak dan ditampilkan secara tegas dan jelas dengan
menggunakan bahasa, angka arab, dan huruf latin atau istilah asing sepanjang
tidak ada padanannya sehingga mudah dimengerti oleh masyarakat;
d. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen pasal
8 ayat (1) huruf h menggariskan bahwa pelaku usaha dilarang memproduksi
dan atau memperdagangkan barang dan atau jasa yang tidak memenuhi
ketentuan produksi secara halal, sebagaimana pernyataan halal yang
dicantumkan dalam label;
123 Ibid, 2-3
62
e. Undang-Undang ini juga menggariskan penerapan ketentuan produksi secara
halal sebagaimana kehalalan yang dinyatakan dalam label untuk menciptakan
kepastian hukum dan perlindungan kepada masyarakat dalam mengkomsumsi
dan menggunakan produk halal. Lebih lanjut dalam pasal 10 ayat (1) Peraturan
Pemerintah tersebut menyatakan bahwa setiap orang yang memproduksi atau
memasarkan pangan yang dikemas ke dalam wilayah Indonesia untuk
diperdagangkan dan menyatakan bahwa pangan tersebut halal bagi umat Islam,
bertanggung jawab atas kebenaran pernyataan halal tersebut dan wajib
mencantumkan keterangan atau tulisan halal pada label.
Regulasi di atas tersebut sekaligus juga menunjukkan bahwa Pemerintah
sudah merespon tuntutan dan harapan masyarakat muslim sebagai konsumen yang
berhak untuk mendapatkan jaminan dan kepastian hukum kehalalan suatu produk.
Hanya saja respon tersebut belum optimal karena peraturan perundang-undangan
tentang jaminan produk halal masih memberikan opsi atau kebebasan bagi pelaku
usaha untuk menerapkan sistem jaminan produk halal atau tidak.124
Adanya
respon dari pemerintah ini dimaksudkan untuk memberi rasa aman bagi
masyarakat Indonesia khususnya masyarakat muslim Indonesia.
Masyarakat sebagai konsumen lebih mempercayakan sepenuhnya
pengawasan jaminan produk halal kepada Negara yang mereka anggap paling
berwenang memberikan sanksi dan tekanan hukum bila dianggap perlu.125
Standar jaminan halal merupakan bentuk klaim bahwa produknya yang halal
dapat dikategorikan sebagai produk yang bermutu dan higienis.
124 Moh. Baharuddin, “Problem Sertifikasi Halal Produk Pangan Hewani”, hal, 3
125 Asri Wahyuningrum, Anasom, Thohir Yuli Kusmanto, Sertifikasi Halal Sebagai Strategi Dakwah MUI (Majelis Ulama Indonesia) Jawa Tengah, JURNAL ILMU DAKWAH, Vol. 35, No.2, Juli – Desember 2015, hal.188
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian-uraian yang telah dikemukakan maka dapat disimpulkan bahwa,
bahwasanya LPPOM MUI Provinsi Jambi bekerja dengan baik dan telah
mengimplementasikan kandungan ayat-ayat al-Qur‟ an yang berhubungan dengan
masalah produk halal dengan cara gencar dalam mencegah peredaran produk
haram. Hal ini didukung dengan adanya:
1. Produk yang mengandung unsur yang diharamkan dalam al-Qur‟ an terbukti
dapat membahayakan kesehatan. Suatu barang dan makanan mempunyai
hikmah mengapa hal tersebut diharamkan. Barang dan Makanan yang dimakan
setiap hari berpengaruh kepada sifat manusia yang memakai dan memakannya.
Kandungan gizi dan sifat yang terkandung dalam barang dan makanan yang
dikonsumsi akan mempengaruhi kondisi kesehatan dan sifat orang yang
memakai dan mengonsumsinya. Itulah sebabnya Allah mengingatkan bahwa
tidak semua yang bisa dimakan, boleh dimakan. Segala sesuatu yang akan
dimakan harus memenuhi unsur halal dan baik.
2. LPPOM MUI Provinsi Jambi yang berperan aktif dalam mencegah adanya
peredaran produk Haram melalui komisi fatwa MUI Provinsi Jambi, tentunya
menggunakan ayat al-Qur‟ an sebagai acuan dalam pencegahan ini. MUI
menggunakan sejumlah ayat didalam al-Qur‟ an yang menyinggung masalah
halal atau haram dan ayat-ayat lain yang dapat dijadikan acuan jika diperlukan.
3. Bentuk implementasi yang dilakukan oleh LPPOM MUI Provinsi Jambi ialah
dengan adanya prosedur dan proses pelabelan yaitu dengan cara pelaku usaha
mengajukan permohonan pemeriksaan halal kepada LPPOM MUI, wajib
memberikan tembusan kepada Departemen Agama. Dan mekanisme
pemeriksaan yaitu dengan sertifikasi halal. Sertifikasi halal merupakan bentuk
legalitas yang dikeluarkan oleh Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan
Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM-MUI) melalui fatwa yang
dikeluarkan oleh komisi fatwa MUI Provinsi Jambi, yang memberi ketetapan
63
64
bahwa produk sudah sesuai dengan syariat Islam. Sertifikasi halal ini dapat
digunakan untuk pembuatan label halal atau pelabelan pada produk dengan
berlogo halal resmi MUI.
B. Saran
1. Bagi warga Jambi dan seluruh umat muslim yang ada di Indonesia untuk
lebih waspada dalam membeli produk dan makanan.
2. Bagi pelaku usaha untuk dapat mengutamakan standar kesehatan dan
jaminan kehalal-an dalam menjual barang yang diproduksi.
3. Kepada MUI agar dapat membangun sinergi bersama masyarakat dan lebih
memperluas dalam mengadakan penyuluhan agar dapat bersama-sama
mencegah beredarnya produk haram.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur‟an dan Terjemahnya, Forum Pelayanan Al-Qur‟an (Yayasan Pelayan Al-Qur‟an Mulia). Maret 2017 M.
Al-Qur‟an dan Terjemahan, Departemen Agama RI, Jakarta: Bumi Restu, 2017.
Abdurrahman, Al Baghdadi. "Al-Qur'an Mukjizat yang Abadi." Al Quran 1962:
104. Adisasmito, Wiku. “Analisis Kebijakan Nasional MUI dan BPOM dalam
Labeling Obat dan Makanan”, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, Depok, 27 Februari 2008.
Ali, Muchtar. “Konsep Makanan Halal Dalam Tinjauan Syariah Dan Tanggung Jawab Produk Atas Produsen Industri Halal”, Ahkam: Vol. XVI, No. 2, Juli 2016.
Aniroh, Reni Nur. Evolusi manusia dalam al-qur’an, Jawa Tengah: 2017. Astogini, Dwiwiyati. Wahyudin. Siti Zulaikha Wulandari, “Aspek Religiusitas
Dalam Keputusan Pembelian Produk Halal”, Jurnal JEBA, Vol.13, No.1, Maret 2011.
Bahruddin, Moh. “Problem Sertifikasi Halal Produk Pangan Hewani” Jurnal ASAS, Vol.2, No.1, Januari 2010.
Bungin, Burhan. Analisi Data Penelitian Kualitatif, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2006.
Chairunnisyah, Sheilla. Peran Majelis Ulama Indonesia dalam Menerbitkan Sertifikat Halal Pada Produk Makanan dan Kosmetika, Jurnal EduTech Vol. 3 No.2 September 2017.
Departemen Agama RI Bagian Proyek Sarana dan Prasarana Produk Halal
Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji Departemen Agama. 2003. Tanya Jawab Seputar Produksi Halal. Jakarta:
Departemen Agama RI. Departemen Agama RI Bagian Proyek Sarana dan Prasarana Produk Halal
Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji. 2003. Petunjuk Teknis Pedoman Sistem Produksi Halal. Jakarta:
Departamen Agama RI. Hasan, KN. Sofyan. “Pengawasan dan Penegakan Hukum terhadapSertifikasi dan
Labelisasi Halal Produk Pangan”, Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM NO.
2 VOL. 22 APRIL 2015. Hasan, Sofan. Sertifikasi Halal Dalam Hukum Positif Regulasi dan Implementasi
Di Indonesia. Yogyakarta: Aswaja Pressindo, 2014. Koto, Alaiddin. Hikmah Di Balik Perintah dan Larangan Allah. Jakarta: Rajawali
Pers, 1 Juni 2014. Legowo, Anang Mohamad. “Analisis Bahaya dan Penerapan Jaminan Mutu
Komuditi Olahan Pangan”, Semarang: 2003. Lembaga Pengkajian Pangan Obat-Obatan dan Kosmetika Majelis Ulama
Indonesia, Panduan Umum System Jaminan Halal LPPOM-MUI, Jakarta: LPPOM MUI, 2008.
Maryaeni, metode penelitian kebudayaan, Jakarta, PT Bumi Aksara, 2005.
Mustaqim, Abdul. Metode Penelitian Al-Qur’an dan Tafsir, Yogyakarta : Idea Press Yogyakarta, 2015.
Pujiyono, Arif. Teori Konsumsi Islami, Jurnal Dinamika Pembangunan, Vol. 3 No. 2 / Desember 2006.
Shihab, M.Qurais. Tafsir Al-Misbah, Ciputat: Penerbit lentera hati, 2000. Siregar, Syahminul. “Peranan Pemerintah dalam Melindungi Hak-hak Konsumen
Menurut UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen” dalam
Jurnal Ilmu-Ilmu Sosial Volume 10 Nomor 3 Oktober 2009. Wahyuningrum, Asri. Anasom, Thohir Yuli Kusmanto, Sertifikasi Halal Sebagai
Strategi Dakwah MUI (Majelis Ulama Indonesia) Jawa Tengah, JURNAL
ILMU DAKWAH, Vol. 35, No.2, Juli – Desember 2015. Wijaya. Yoga Permana. ”Fakta Ilmiah Tentang Keharaman Babi”, Bandung, 30
Mei 2009. Zulaekah, Siti. Yuli Kusumawati, “Halal dan Haram Makanan dalam Islam”,
Jurnal SUHUF, Vol. XVII, No. 01/Mei 2005.
Internet Ebta, Setiawan. https://kbbi.web.id/larangan dikembangkan pada 2012-2019 versi
2.5 http://www.pengertianmenurutparaahli.com/pengertian-larangan, 2016. Maimuna, Dian. “Pengertian, Tujuan, dan Larangan Mengkonsumsi”, diakses
melalui alamat https://www.kompasiana.com/dianmaimuna/pengertian-tujuan-dan-larangan-konsumsi, tanggal 8 Oktober 2016.
Rudi Kurniawansyah, Persentase Kaum Muslim di Indonesia Alami Penurunan, diakses melalui alamat https://www.google.com/amp/s/m.mediaindonesia.com/amp/amp_detail/590 42-kaum-muslim-di-indonesia-tinggal-70-persen, tanggal 1 Juli 2019
TribunJambi.com, “Penjual Bakso diduga Campur Babi”, diakses melalui alamat
https://www.google.com/amp/s/jambi.tribunnews.com/amp/2018/03/23/poli si-tidak-tahan-penjual-bakso-diduga-campur-babi-ini-penjelasannya,
tanggal 10 April 2019
Wawancara Nurhayati, Wakil Direktur LPPOM MUI Provinsi Jambi, Wawancara dengan
penulis. 12 Maret 2019. Kampus Unja Mendalo. Rekaman Audio. Tarmidzi, Ahmad. ketua komisi fatwa MUI Provinsi Jambi, Wawancara dengan
penulis pada tanggal 20-04-2019, Kenali Besar Kecamatan Alam Barajo Rt 18.
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Wakil direktur LPPOM MUI (Prof. Dr. Ir. Hj. Nurhayati, M.Sc.agr).
Photo saat pelatihan untuk menjadi auditor Internasional
SK LPPOM MUI Provinsi Jambi
Berita terkait adanya bakso dari daging babi
Logo halal resmi Majlis Ulama Indonesia
Sambil audit memberi penjelasan ke UMKM mengapa harus sertifikasi halal
Pemeriksaan ruang produksi
Pengecekan bahan yang digunakan untuk produksi
Produk yang menggunakan label halal palsu
CURRICULUM VITAE
A. Informasi Diri Nama
Nim
Fakultas/Jurusan
Tempat & Tgl. Lahir
Pekerjaan
Alamat
: Muhammad Kurnia Nugraha : UT.150215 : FUSA/Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir : Jambi, 02 Oktober 1996 : Mahasiswa : RT18 Kel, Kenali Besar, Kec, Alam Barajo, Kota Jambi
B. Riwayat Pendidikan S1 UIN STS Jambi
ALIYAH Sa‟adatuddaren
MTS Sa‟adatuddaren
SDN 47 Kota Jambi
: Jurusan Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir (2015-2019) : PONPES Sa‟adatuddaren Tahtul Yaman Jambi (2012-2014)
: PONPES Sa‟adatuddaren Tahtul Yaman Jambi (2008-2011)
: SDN 47 Telanai Pura Kota Jambi Provinsi Jambi Indonesia (2002-2008)
C. Riwayat Organisasi / Pekerjaan 1. Ketua Bagian Kesehatan OPPS PONPES Sa‟adatuddaren 2. Ketua Bidang Agama Organisasi Pemuda RT18 Kel, Kenali Besar Kota Jambi 3. Ketua HMJ Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir UIN STS Jambi 4. Ketua DEMA Fakultas Ushuluddin UIN STS Jambi