IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH (PERDA)
TENTANG PENGELOLAAN RTERIBUSI DAERAH
DALAM MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI
DAERAH (PAD) DI KABUPATEN ACEH
SKRIPSI
OLEH
MURSALIN YAHYA
NIM : 07C20101170
PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS TEUKU UMAR
MEULABOH, ACEH BARAT
2014
ABSTRAK
Mursalin Yahya. Implementasi Peraturan Daerah Pengelolaan Retribusi
Daerah Dalam Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah di Kabuaten Aceh
Barat. Di bawah bimbingan Moenawar IHA dan Hermansyah Putra.
Pendapatan Asli Daerah adalah prndapatan yang diperoleh daerah
di Kabupaten Aceh Barat yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai
dengan peraturan perundang-undangan untuk mengumpulkan dana guna
untuk keperluan daerah yang bersangkutan dalam membiayai kegiatan.
Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Aceh Barat terdiri dari pajak daerah,
retribusi daerah, hasil pengelolaan hasil yang dipisahkan, dan lain-lain
pendapatan asli yang sah.
Retribusi daerah di Kabupaten Aceh Barat adalah pungutan daerah
Kabupaten Aceh Barat sebagai pembayaran atas jasa atau izin tertentu yamg
khusus disediakan dan diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan
orang pribadi atau badan.
Pertumbuhan total Pendapatan Kabupaten Aceh Barat selama
periode 2006-2013 rata-rata sebesar 17 persen pertahun, sedangkan
pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah rata-rata 18 persen pertahun. Retribusi
Daerah sebagai primadona Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Aceh Barat
dengan kontribusi rata-rata sebesar 75,91 persen pertahun.
Kata kunci : Pendapatan Asli Daerah, Retribusi Daerah, dan Pajak
Daerah.
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pembangunan di Indonesia masih terus dilaksanakan walaupun sekarang
ini keadaan Negara ang kurang stabil. Pembangunan ini meliputi segala bidang
aspek kehidupan, yang pada hakekatnya menciptakan suatu Masyarakat yang adil
dan makmur bagi bangsa Indonesia. Upaya mewujudkan kesejahteraan rakyat
agar semakin adil dan merat harus ditingkatkan, pertumbuhan ekonomi harus
ditingkatkan melalui upaya nyata dalam bentuk perbaikan pendapatan dan
peningkatan daya beli masyarakat. Pembangunan yang berhasil dirasakan oleh
rakyat sebagai perbaikan tingkat taraf hidup pada segenap golongan masyarakat
akan meningkatkan kesadaran mereka akan arti penting pembangunan dan
mendorong masyarakat berperan aktif dalam pembangunan.
Menurut Undang undang No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan
Daerah, sumber pendapatan Daerah terdiri dari : Pendapatan Asli Daerah sendiri,
yang terdiri dari : Hasil Pajak Daerah, Hasil Retribusi Daerah, Hasil Perusahaan
Milik Daerah dan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan, Lain-
Lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah, dan Dana Perimbangan.
Undang-undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah menetapkan ketentuan-ketentuan pokok yang memberikan pedoman
kebijaksanaan dan arahan bagi Daerah dalam pelaksanaan pemungutan Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah, juga menetapkan pengaturan yang cukup rinci
untuk menjamin prosedur umum perpajakan dan Retribusi Daerah.
Penyelenggaraan Pemerintah Daerah sebagai subsistem pemerintah Negara.
2
Dalam rangka mengoptimalisasikan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten
Aceh Barat juga menjadikan sektor Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagai
sumber keuangan yang paling diandalkan. Sektor Pajak Daerah tersebut meliputi
Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Penerangan
Jalan, Pajak Air dan Tanah, Pajak Sarang Burung Walet, Pajak Mineral bukan
Logam dan Batuan, Pajak Bea Perubahan Hak Atas Tanah dan Bangunan, Pajak
Rokok, PBB Perdesaan dan Perkotaan, Pajak Parkir, serta Retribusi Daerah yang
terdiri : Retribusi Jasa Umum antar Retribusi Perijinan tertentu merupakan sektor
yang sangat besar untuk digali dan diperluas pengelolaannya.
Tabel 1
Jumlah Realisasi Penerimaan Retribusi Daerah
Kabupaten Aceh Barat Tahun 2006-2013
No Tahun Target Realisasi
1 2006 5.241.462.605,00 5.175.526.175,00
2 2007 6.986.698.348,00 5.828.349.170,00
3 2008 6.890.544.700,00 6.286.372.001,00
4 2009 7.891.265.700,00 5.990.145.924,00
5 2010 8.214.873.200,00 5.977.950.136,00
6 2011 7.468.421.998,00 5.364.089.688,00
7 2012 1.121.875.000,00 1.140.137.500,00
8 2013 1.430.778.000,00 1.240.340.422,00 Sumber : DPKKD Kabupaten Aceh Barat (diolah Juli 2014)
Dilihat dari tabel 1, jumlah retribusi Kabupaten Aceh Barat dalam delapan
tahun terakhir dari tahun 2006-2013 mengalami naik turun. Pada tahun 2006
jumlah realisasi retribusi daerah Kabupaten Aceh Barat yaitu sebesar Rp
5.175.526.175,00 pada tahun 2007 realisasi retribusi daerah Kabupaten Aceh
Barat sebesar Rp. 5.828.349.170,00 dan pada tahun 2008 jumlah realisasi
penerimaan Retribusi daerah menjadi sebesar Rp. 6.286.372.001,00 dan pada
tahun 2009 jumlah realisasi daerah Kabupaten Aceh Barat kembali menurun
sebesar Rp. 5.990.145.924,00 dan pada tahun 2010 realisasi retribusi daerah di
3
Kabupaten Aceh Barat sebesar Rp. 5.977.950.136,00 dan pada tahun 2011 sebesar
5.364.089.688,00 dan pada tahun 2012 retribusi daerah yang terealisasi sebesar
Rp. 1.140.137.500,00 dan pada tahun 2013 penerimaan retribusi daerah yang
teralisasi sebesar Rp. 1.240.340.422,00, pada tahun tersebut menerimaan daerah
menurun dikarenakan asset daerah yang potensial sebagai sumber pendapatan
belum menghasilkan sebagaimana diharapkan, dan terbatasnya kemampuan
keuangan daerah sehingga penerapan teknologi informasi dalam pengelolaan
penerimaan daerah masih rendah karena sarana belum memadai.
Salah satu permasalahan yang dihadapi oleh sebagian Daerah
Kabupaten/Kota di Indonesia dewasa ini adalah berkisar pada upaya peningkatan
Pendapatan Asli Daerah (PAD). Permasalahan ini muncul karena adanya
kecenderungan berpikir dari sebagian kalangan birokrat di Daerah di era Otonomi
adalah terletak pada besarnya Pendapatan Asli Daerah (PAD). Realitas mengenai
rendahnya PAD di sejumlah Daerah pada masa lalu, akhirnya mengkondisikan
daerah untuk tidak berdaya dan selalu bergantung pada bantuan pembiayaan atau
subsidi dana Pemerintah Pusat.
Tabel 2
Jumlah Realisasi Penerimaan Pendapatan Asli Daerah
Kabupaten Aceh Barat Tahun 2006-2013
No Tahun Target Realisasi
1 2006 13.045.434.751,00 17.141.428.849,91
2 2007 21.212.667.763,00 21.710.256.581,68
3 2008 27.561.889.150,00 40.423.494.271,00
4 2009 26.909.471.261.00 27.874.493.673,60
5 2010 27.748.148.683.00 24.272.574.383.69
6 2011 33.117.259.546.20 21.042.866.954,40
7 2012 37.263.716.192.00 24.727.256.869.07
8 2013 38.272.867.120,00 27.879.225.469,00 Sumber : DPKKD Kabupaten Aceh Barat (diolah Juli 2014)
4
Berdasarkan tabel 2, Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Aceh
Barat pada tahun 2006 mencapai sebesar 17.141.428.849,91 milyar rupiah dan
mengalami peningkatan pada tahun 2007 menjadi sebesar 21.710.256.581,68
milyar rupiah sedangkan pada tahun 2008 kembali meningkat sebesar
40.423.494.271,00 milyar rupiah, dari tahun 2009 realisasi penerimaan
pendapatan asli daerah sebesar 27.874.493.673,60, dan pada tahun 2010 sebesar
Rp.24.272.574.383,69, dan pada tahun 2011 menurun sebesar
Rp.21.042.866.954,40, dan pada tahun 2012 kembali meningkat sebesar
Rp.24.727.256.869.07, dan pada tahun 2013 realisasi penerimaan retribusi daerah
di Kabupaten Aceh Barat sebesar Rp.27.879.225.469,00.
Berdasarkan uraian latar belakang diatas. Penulis tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul “Implementasi Kebijakan Pengelolaan Retribusi Daerah
dalam Meningkatkan Pendapatan Ali Daerah di Kabupaten Aceh Barat”.
1.2. Rumusan Masalah
Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah
bagaimana implementasi peraturan daerah tentang pengelolaan retribusi daerah
dalam meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) di Kabupaten Aceh Barat
selama periode 2006-2013.
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui Implementasi Peraturan
Daerah Pengelolaan Retribusi Daerah dalam Meningkatkan Pendapatan Asli
Daerah (PAD) selama periode 2006-2013.
5
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Manfaat Teoritis
Adapun penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi kepada :
1. Penulis
Menambah wawasan penulis sebagai bahan perbandingan antara teori
yang telah dipelajari dengan praktek yang diterapkan.
2. Lingkungan Akademik
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna dalam menambah bahan
bacaan bagi yang ingin mendalami tentang implementasi pengelolaan
kebijakan retribusi daerah terhadap pendapatan asli daerah.
1.4.2. Manfaat Praktis
Diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat dan masukan , serta
ide dalam mengimplementasi pengelolaan kebijakan retribusi daerah khususnya di
lingkungan pemerintahan kabupaten Aceh Barat.
1.5. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
Bagian kesatu pendahuluan merupakan bagian pendahuluan yang beri latar
belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian dan
sistematika penulisan.
Bagian kedua tinjauan pustaka diberi landasan teori dan juga
mengungkapkan kerangka pemikiran teoritis dan hipotesis.
6
Bagian ketiga metode penelitian berisikan dekripsi tentang bagaimana
penelitian akan dilaksanakan secara operasional yang menggunakan variabel
penelitian, definisi operasional, jenis dan sumber data, metode pengumpulan data.
Bagian keempat Hasil dan Pembahasan yang terdiri dari Deskriptif Objek
Penelitian, Perkembangan Retribusi Daerah Kabupaten Aceh Barat,
Perkembangan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Aceh Barat.
Bagian kelima Simpulan yang terdiri dari Simpulan dan Saran.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Retribusi Daerah
2.1.1. Pengertian Retribusi Daerah
Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa
atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan atau diberikan oleh
pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. (Setiawan, h.
349).
Jenis pungutan seperti retribusi mempunyai pengertian lain dibandingkan
dengan pajak. Retribusi pada umumnya mempunyai hubungan langsung dengan
kembalinya prestasi, karena pembayaran tersebut ditunjukkan semata-mata untuk
mendapatkan suatu prestasi dari pemerintah, misalnya pembayaran uang kuliah,
karcis masuk terminal, kartu langganan. (Bahar 2009, h. 143).
Menurut Sihaan (2009, h. 15), retribusi dapat digolongkan menjadi tiga
yaitu, retribusi jasa umum, retribusi jasa usaha, dan retribusi perizinan tertentu.
Retribusi jasa umum merupakan retribusi atas jasa yang disediakan oleh pemda
untuk kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang
pribadi atau badan.
1. Retribusi Jasa Umum.
Menrurut Sihaan (2009, h. 17) jasa umum merupakan jasa disediakan atau
diberikan oleh pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan
masyarakat umum, bentuk jasa umum yang disediakan atau diberikan oleh
pemerintahan daerah kepada masyarakat umum diwujudkan dalam jasa pelayanan.
8
Retribusi jasa umum adalah retribusi yang dikenakan terhadap orang
pribadi atau badan yang menggunakan/menikmati pelayanan jasa umum yang
disediaakan atau diberikan oleh pemerintah. Oleh karena itu jenis-jenis retribusi
jasa ini adalah :
a. Retribusi pelayanan kesehatan.
b. Retribusi pelayanan persampahan/kebersihan
c. Retribusi pelayanan biaya cetak KTP dan akta catatan sipil.
d. Retribusi pelayanan pemakaman dan pengabuan mayat.
e. Retribusi pelayanan parkir ditepi jalan umum.
f. Retribusi pelayanan pasar
g. Retribusi pengujian kendaraan bermotor.
h. Retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran.
i. Retribusi pengganti biaya cetak peta, dan
j. Retribusi pengujian kapal perikanan.
Dalam penetapan jenis retribusi kedalam kelompok jasa umum kriteria yang
digunakan adalah:
a. Jasa tersebut urusan pemerintahan yang diserahkan kepada daerah dalam
pelaksanaan asas disentralisasi.
b. Jasa tersebut memberi manfaat khusus bagi orang pribadi atau badan yang
diharuskan membayar retribusi.
c. Jasa tersebut dianggap layak hanya disediakan kepada badan atau orang
pribadi yang membayar retribusi.
d. Retribusi untuk pelayanan pemerintahan daerah ini tidak bertentangan
dengan kebijakan nasional.
9
e. Retribusi tersebut dapat dipungut secara efektif dan efisien serta dapat
merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang potensial.
f. Pelayanan yang bersangkutan dapat disediakan secara baik dengan kualitas
pelayanan yang memadai.
2. Retribusi jasa usaha
Menurut Siahaan (2009, h. 20) sedangkan yang dimaksud dengan retribusi
jasa usaha adalah retribusi atas jasa yang disediakan oleh pemda dengan
menganut prinsip komersial, karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh
sektor swasta. Oleh karena itu yang termasuk golongan retribusi jasa usaha ini
adalah :
a. Retribusi pemakaian kekayaan daerah.
b. Retribusi pasar grosir dan pertokoan.
c. Retribusi tempat pelelangan.
d. Retribusi terminal.
e. Retribusi tempat khusus parkir.
f. Retribusi penyedotan kaskus.
g. Retribusi rumah potong hewan.
h. Retribusi pelayanan pelabuhan kapal
i. Retribusi tempat rekreasi dan olah raga.
j. Retribusi tempat penyebrangan diatas air.
k. Retribusi pengolahan limpah air.
l. Retribusi penjulan produksi usaha daerah.
m. Retribusi tempat penginapan.
10
Adapun kriteria jasa pelayanan usaha yang dapat dikenai retribusi jenis ini
yaitu :
a. Jasa tersebut bersifat komersial yang seharusnya disediakan oleh swasta,
tetapi pelayanan sektor swasta dianggap belum memadai.
b. Harus terdapat harta yang dimilki dan dikuasai oleh pemerintah daerah
seperti tanah, bangunan dan alat-alat berat.
3. Retribusi Perizinan
Retribusi perizinan tertentu merupakan retribusi atas kegiatan tertentu
yang dilakukan oleh pemda dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi
atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, peraturan, pengendalian dan
pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan SDA, barang,
prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan
menjaga kelestarian lingkungan. Oleh karena itu jenis-jenis retribusi yang
termasuk golongan retribusi perizinan tertentu ini adalah :
a. Retribusi izin mendirikan bangunan (IMB)
b. Retribusi izin tempat penjualan minuman berakohol.
c. Retribusi izin gangguan, dan,
d. Retribusi izin trayek.
4. Retribusi Pemakaian Kekayaan Alam.
Obyek retribusi pemakaian kekayaan daerah adalah pemakaian kekayaan
daerah dikecualikan dari pengertian pemakaian kekayaan daerah adalah
penggunaan tanah yang tidak mengubah fungsi dari tanah tersebut. (Sugiarto
2009, h. 87).
11
2.1.2. Ciri-Ciri Retribusi Daerah
Adapun ciri-ciri retribusi daerah adalah sebagai berikut :
1. Retribusi di pungut oleh pemerintah daerah
2. Dalam pungutan terdapat paksaan secara ekonomis
3. Adanya kontraprestasi yang langsung dapat ditunjuk
4. Retribusi dikenakan pada setiap orang atau badan yang menggunakan jasa-
jasa yang disiapkan negara.
2.1.3. Objek Retribusi Daerah
Menurut Sugiarto (2009, h. 92) yang menjadi objek dari retribusi daerah
adalah bentuk jasa-jasa yang dihasilkan terdiri dari :
a. Jasa umum yaitu yang disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah
untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh
orang pribadi atau badan, jasa umum meliputi pelayanan kesehatan, dan
pelayanan persampahan, jasa yang tidak termasuk jasa umum adalah jasa
urusan umum pemerintah.
b. Jasa usaha yaitu jasa disediakan oleh pemerintah daerah dengan menganut
prinsip-prinsip komersial karena pada dasarnya pula disediakan oleh swasta
jasa usaha antara lain meliputi penyewahan asset yang dimiliki/dikuasai oleh
pemerintah daerah, penyediaan tempat penginapan, usaha bengkel kendaraan,
tempat pencucian mobil dan penjualan bibit.
c. Perizinan tertentu pada dasarnya pemberian izin oleh pemerintah tidak harus
dipungut retribusi, akan tetapi dalam pelaksanaan fungsi tersebut pemerintah
daerah mungkin masih mengalami kekurangan biaya yang tidak ditentukan
sehingga perizinan tertentu masih dipungut retribusi.
12
2.1.4. Konsep Retribusi Daerah
Retribusi daerah merupakan penerimaan yang dominan bagi suatu daerah.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 28 tahun 2009 yang dimaksud dengan
retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian
izin tertentu yang khusus disediakan dan diberikan oelh pemerintah daerah untuk
kepentingan orang pribadi atau badan. Selain itu mengemukakan bahwa retribusi
daerah merupakan pungutan daerah sebagai pembayaran pemakaian atau kerana
memperoleh jasa pekerjaan, usaha atau milik daerah baik langsung maupun tidak
langsung. (Gaffar 2007, h. 134).
Dari beberapa definisi tentang retribusi diatas maka dapat dikemukakan
beberapa ciri yang melekat pada pengertian retribusi yaitu :
1. Retribusi dipungut oleh negara dalam hal ini bahwa semua pendapatan daerah
dari publik.
2. Dalam penungutan terdapat paksaan secara ekonomis.
3. Retribusi dikenakan pada setiap orang/badan yang menggunakan jasa-jasa
yang disiapkan negara.
2.1.5. Konsep Kebjikan Publik
Dalam lingkungan akademik ada kesempatan umum mengenai segala
sesuatu sama artinya dengan membentangkan kain merah di depan benteng yang
marah, tetapi kebijakan (Policy) adalah yang tampaknya banyak disepakati
bersama. Dalam penggunaan yang umum, istilah kebijakan dianggap berlaku
untuk sesuatu yang “ lebih besar” ketimbang keputusan tertentu, tetapi “ lebih
kecil “ ketimbang keputusan tertentu, tetapi “lebih kecil” ketimbang gerakan
sosial. Jadi kebijakan dari sudut pandang tingkat analisis adalah sebuah konsep
13
yang kurang lebih berada ditengah-tengah. Sebuah kebijakan mungkin saja
merupakan sesuatu yang tidak disengaja tetapi ia tetap dilaksanakan dalam
imlementasi atau praktik administrasi. (Nugroho, h. 218).
Perhatian pda akhir “pelaksanaan” proses kebijakan ini dilandasi dengan
usaha untuk membuat model seperangkat urut-urutan nasioanl dalam
implementasi yang sukses, dan karenanya memperluas logika pendekatan tahap
kebijakan menjadi analisis yang lebih mendetail terhadap pase akhir dari
lingkaran pembuat keputusan.
Patton dan savicky mengatakan “analisis kebijakan analisis adalah
evaluasi sistematis yang berkenaan dengan fisibilitas teknis dan ekonomi serta
viabilitas politis alternatif kebijakan, strategi implementasi kebijakan, dan adopsi
kebijakan. Analisis kebijakan yang baik mengintegrasikan informasi kualitatif dan
kuantitatif, mendekati permasalahan dari berbagai perspektif, dengan
menggunakan metode yang sesuai untuk menguji fisibilitas dari opsi yang
ditawarkan”. (Nugroho, 2009, h. 218).
2.1.6. Faktor-faktor yang menyebabkan Sektor Retribusi Daerah Lebih
Potensial.
Menurut Brata Kusumah dan Silihin (2001, h. 169) faktor-faktor yang
menyebabkan sektor Retribusi Daerah lebih Potensial yaitu :
1. jasa yang disediakan pembayarannya dapat dilakukan berulang kali, siapa
yang menikmati jasa yang disediakan oleh pemerintah daerah dapat
dikenakan retribusi, faktor perbedaan antara pungutan retribusi dan sumber-
sumber pendapatan yang lain adalah ada tidaknya jasa yang disediakan oleh
pemerintah daerah.
14
2. Pelaksanaan pemungutan retribusi dapat dilakukan diluar waktu telah
ditentukan oleh petugas perundang-undangan selama pemerintah daerah dapat
menyediakan jasa dengan persetujuan pemerintah pusat.
3. Sektor retribusi terkait erat oleh tingkat aktifis sosial ekonomi masyarakat
disuatu daerah, artinya semakin maju dan berkembang tingkat sosial ekonomi
masyarakat, maka semakin besar potensi yang biasa dipungut.
2.2. Pajak Daerah
Pajak daerah adalah iuaran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau
badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat
dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang
digunakan untuk membiayai penyelenggaraan Pemda dan pembangunan daerah.
(Prakoso 2003, h. 122).
Pasal 157 UU No. 32 Tahun 2004 menyatakan sumber PAD salah satunya
dalah pajak daerah. Pajak daerah dan retribusi daerah ditetapkan dengan undang-
undang yang pelaksanaannya di daerah diatur lebih lanjut dengan perda. Pemda
dilarang melakukan pungutan atau dengan sebutan lain diluar yang telah
ditentukan Undang-undang. Sementara itu pasal 6 ayat (1) UU No. 33 Tahun 2004
menyebutkan PAD bersumber dari pajak daerah (Bahar 2009, h. 220).
2.2.1. Konsep Pajak Daerah
Menurut (Suparmoko 2002, h. 98) Pajak adalah prestasi yang dipaksakan
yang harus diserahkan kepada penguasa publik daerah, menurut norma-norma
yang labih ditentukan atau ditetapkan oleh penguasa publik tanpa adanya kontra
prestasi perorangan tertentu sebagai penggantinya. Pajak dapat dibagi dua yaitu :
15
1. Pajak Langsung
Pajak langsung yaitu pajak yang pembebanya tidak dapat dilimpahkan kepada
orang lain dan dipungut secara periodik.
2. Pajak tidak Langsung
Pajak tidak langsung yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau
dilimpahkan pada orang lain dan pemungutannya tidak secara perodik.
Pajak daerah adalah yaitu wajib dilakukan oleh pribadi/badan kepada
daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk
membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah.
(Suparmoko 2002, h. 98).
2.3. Implementasi
2.3.1. Pengertian Implementasi
Implementasi adalah pelaksanaan pembuatan kebijakan dengan cara-cara
lain (meminjam parafrase clausewitz tentang perang). Akan tetapi, biasanya kita
cenderung menganggap sistem politik sebagai suatu penambah problem, dengan
menarik garis pemisah antara kebijakan dan administrasi. Kurangnya perhatian
pada problem “pasca pembuatan kebijakan. Ini disebabkan oleh dominasi model
dan peta yang mendasari penelitian. Model kotak hitam, misalnya, memberikan
kerangka yang kokoh atau menganalisis kebijakan quq “sistem,’’ tetapi cenderung
terlalu banyak membahas proses yang terjadi di dalam sistem, dan di dalam
“output’’ dan aktivitas “umpan balik”. Analisis kebijakan, sampai 1970-an dan
1980-an, cenderung melupakan dampak birokrasi dan penyedia layanan terhadap
16
efekvitas suatu bebijakan. Sebuah kebijakan dinilai dari pembuat kebijakannya
ketimbang dari segi implementasi dari gagasan pembuat kebijakan lokal dan
nasional (Subarsono 2010, h. 87).
Bagi daerah otonomi yang luas dan bijaksanaan apabila diterjemahkan
untuk memiliki dan menentukan urusan sesuai kebutuhan daerah dan batas-batas
kemampuan anggaran yang tersedia untuk membiayainya. Dengan demikian,
otonomi yang luas tidak diartikan bebas dengan semaunya dan dengan begitu
maka daerah akan selalu mempertimbangkan bukan hanya soal banyak atau
sedikitnya urusan yang ditangani, tetapi lebih kepada manfaat yang diperoleh bagi
masyarakat. (Wijaya 2007, h. 105).
Implementasi merupakan salah satu tahap proses kebijaksanaan publik
dalam sebuah negara. Biasanya, implementasi dilaksanakan dalam sebuah
kebijaksanaan dirumuskan dengan tujuan yang jelas, termasuk tujuan jangka
pendek, menengah dan jangka panjang. Bahwa implemetsi merupakan suatu
rangkaian aktifitas dalam rangka menghantarkan kebijaksanaan kepada
masyarakat sehingga kebijaksanaan tersebut dapat membawa hasil sebagaimana
diharapkan. rangkaian kegiatan tersebut mencakup pertama, persiapan
seperangkat peraturan lanjutan yang merupakan interprestasi dari kebijaksanaan
tersebut. Dari sebuah undang-undang yang muncul sejumlah peraturan
pemerintah, keputusan Presiden, peraturan daerah, dan lain-lainya. Kedua,
menyiapkan sumber daya guna menggerakkan kegiatan implementasi termasuk
didalamya sarana dan prasarana, sumber daya keuangan, dan tentu saja penetapan
siapa yang bertanggung jawab melaksanakan kebijaksanaan secara kongkrit
kemasyarakat (Syaukani 2007, h. 294-295).
17
Menurut Subarsono (2010, h. 99) ada enam variable yang mempengaruhi
kinerja implementasi yaitu :
1. Standar dan sasaran kebijakan harus jelas dan terukir sehingga dapat
direalisir.
2. Implementasi kebijakan perlu dukungan sumber daya baik sumber daya
manusia maupun sumber daya non manusia.
3. Hubungan antar organisasi artinya sebuah program perlu dukungan dan
koordinasi dengan instansi lain.
4. Karakteristik dengan dengan pelaksanaan yaitu mencakup struktur
birokrasi, norma-norma, dan pola-pola hubungan yang terjadi dalam
birokrasi yang akan mempengaruhi implementasi suatu program.
5. Kondisi sosial, politik dan ekonomi yang mencakup sumber daya ekonomi,
lingkungan, kelompok kepentingan yang memberi dukungan karakteristik
para partisipan, sifat opini publik.
6. Disposis implementor yang mencakup respon implementor, pemahaman
terhadap kebijakan dan preferensi nilai yang dimiliki oleh imlementor.
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa dalam
menginplementasikan suatu kebijakan harus adanya kejelasan standar dan
sasaran kebijakan, pemenuhan sumber daya yang dibutuhkan, koordinasi
yang kuat baik antar individu dalam suatu organisasi maupun dengan
instansi lain, disposisi implementor yang baik, dan kondisi lingkungan yang
mempengaruhinya.
18
2.3.2. Implementasi dalam Kerangka Manajerialis
Pendekatan manajerial untuk implementasi telah menjadi sebentuk
paradigma “operasional” diminan dalam administrasi (qua manajemen) kebijakan
publik. Karena manajemen sektor publik menjadi makin mirip manajemen
“bisnis” maka teknik-teknik yang dulu dianggap sebagai metode “sektor privat”
kini mulai diadopsi, yaitu dalam kerangka tiga pendekaan :
1. Manajemen Operasional
Menyinggung teknik manajemen operasional, membahas penggunaan OR
dalam pembuatan keputusan. Riset operasional juga diaplikasikan dalam proses
pelaksanaan kebijakan dalam term “manajemen proyek” adalah signifikasi bahwa
pendekatan OR untuk manajemen proyek dikembangkan dari sektor publik.
Dalam kerangka OR ini kita juga harus memasukan “analisis sistem” Analisis ini
menganggap problem implementasi sebagai suatu yang harus dianalisis dalam
konteks “sistem” dalam menyampaikan layanan dan produk publik. Implementasi
konteks “sitem” dalam menyampaikan layanan dan produk publik. Implementasi
yang efektif dalam model ini akan tergantung kepada elemen-elemen berikut :
a. Mendefinisikan objek dan perumusan rencana
b. Monitiring rencana
c. Menganalisis apa yang telah terjadi berdasarkan apa yang semestinya terjadi
menurut rencana
d. Mengimplementasikan perubahan untuk memperbaiki kegagalan pencapaian
tujuan.
2. Manajemen Korporat
19
Berbeda dengan teknik OR, pendekatan “manajemen korporat” untuk
mengimplementasi adalah sebuah kerangka yang dikembangkan dalam sektor
bisnis swasta dan diadopsi oleh menejer sektor publik. Manajemen korporat
merupakan pendekatan yang berpengaruh dalam “manajemen sektor publik baru”
(Sumarmoko 2005, h. 102).
Aspek “kultural” dari pendekatan manajemen korporat membawa kita ke
aspek penting lain dari manajerialisme di sektor publik, manajemen manusia
(Suparmoko 2005, h. 102).
2.3.3. Implementasi dan Tipe Kebijakan
Salah satu usaha pertama yang menganalisis implementasi, yang dilakukan
oleh Van Maier dan Van Hom (1975), menyatakan bahwa studi implementasi
perlu mempertimbangkan isi (content) atau tipe kebijakan. Berdasarkan karya
Lowi, Van Meter dan Van Horm mengatakan bahwa efektifitas implementasi
akan bervariasi diantara tipe dan isu kebijakan. Faktor utama dalam implementasi
perubahan, kontrol, dan pemenuhan menurut mereka menunjukkan bahwa jika
ada tingkat konsensus yang tinggi dan tidak banyak dibutuhkan perubahan, maka
implementasi kebijakan akan lebih sukses (Suparmoko 2005, h. 103).
Implementasi relatif tidak sulit apabila kebijakannya bersifat distributif,
kebijakan regulatifnya moderat, dan kebijakan redistribusinya rendah. Berbagai
area kebijakan punya pola hubungan yang berbeda-beda, yang berarti bahwa
dalam area redistributif terdapat lebih banyak tawar-menawar dan foliticking
ketimbang diarea distributif, mana mungkin ada tekanan kontrol yang besar.
1. Dalam studi kebijakan publik, dikatakan bahwa implementasi bukan hanya
sekedar bersangkut paut dengan mekanisme pengambilan keputusan poltik
20
kedalam prosedur rutin melalui saluran-saluran birokrasi, implementasi
menyangkut masalah komplik, kepentingan dari siapa yang menjadi apa dari
suatu kebijakan. Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara sebuah
kebijakan dapat mencapai tujuannya dengan baik sesuai dengan apa yang
dicita-citakan dari awal. Untuk mengimplementasikan kebijakan publik.
(Nugroho 2009, h. 497).
2. Langsung mengimplementasikan kebijakan publik dalam bentuk program
3. Melalui formulasi kebijakan derivat atau turunan dari kebijakan publik
tersebut. Kebijakan publik dalam bentuk Undang-undang atau perda adalah
jenis kebijakan publik yang memerlukan kebijakan publik penjelas atau sering
disebut peraturan pelaksana.
2.4. Pendapatan Asli Daerah (PAD)
2.4.1. Pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan yang diperoleh daerah
yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-
undangan untuk mengumpulkan dana guna keperluan daerah yang bersangkutan
dalam membiayai kegiatan. PAD terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil
pengelolaan hasil daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah
yang sah.
Pendapatan Asli Daerah (PAD) bertujuan untuk memberikan keleluasaan
kepada daerah dalam menggali pendanaan dalam pelaksanaan otonomi daerah
sebagai perwujudan desentralisasi. Adanya kata “asli” dimaksudkan bahwa
pendapatan tersebut benar-benar berasal dari sumber asli daerah, dengan kata lain
21
bukan merupakan pemberian bantuan, hibah, penyertaan modal dan sebagainya.
Dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal pemda
diharapkan memiliki kemadirian yang lebih besar (Kaho 2003, h. 102).
2.4.2. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan
Pendapatan yang berupa hasil pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan, terdiri dari bagian laba atas penyertaan modal/investasi pada
perusahaan milik daerah/BUMD, bagian laba atas penyertaan modal/investasi
pada perusahaan milik pemerintah/BUMD dan bagian laba atas penyertaan
modal/investasi pada perusahaan milik swasta. (Kaho 2003, h. 102).
2.4.3. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah
Pendapatan asli daerah yang sah lainnya terdiri dari hasil penjualan aset
daerah yang tidak dipisahkan, penerimaan jas giro, penerimaan bunga,
penerimaan ganti rugi atas kekayaan daerah (TGR), komisi, potongan dan
keuntungan selisih nilai tukar rupiah, denda keterlambatan pelaksanaan pekerjaan,
denda pajak, denda retribusi, hasil eksekusi atas jaminan, pendapatan dari
pengembalian, fasilitas umum, pendapatan penyelenggaraan pendidikan pelatihan,
pendapatan dari angsuran/cicilan penjualan, dan lain-lain. (Kaho 2003, h. 102).
2.4.4. Faktor-faktor yang mempengaruhi Potensi Pendapatan Asli Daerah
Menurut Halim (2002, h. 57) potensi PAD masing-masing daerah adalah
berbeda sehingga mempengaruhi kemandirian keuangan daerah. Beberapa
variabel yang dapat mempengaruhi potensi sumber-sumber PAD sebagai tolak
ukur kemandirian daerah adalah sebagai berikut :
1. Kondisi awal suatu daerah (keadaan ekonomi dan sosial suatu daerah)
struktur ekonomi dan sosial suatu masyarakat menentukan tinggi rendahnya
22
tuntutan akan adanya pelayanan publik sehingga menentukan besar kecilnya
keinginan pemerintah daerah untuk menetapkan pungutan untuk
meningkatkan kemandirian keuangan daerahnya.
2. Perkembangan PDRB Perkapita riil
Semakin tinggi PDRB perkapita riil suatu daerah, semakin besar pula
kemampuan masyarakat daerah tersebut untuk membiayai pengeluaran rutin
dan pembangunan pemerintahanya, semakin besar pula potensi sumber
penerimaan daerah tersebut, sehingga daerah lebih mandiri.
3. pertumbuhan penduduk besarnya pendapatan dapat dipengaruhi oleh jumlah
penduduk. Jika jumlah penduduk meningkat maka pendapatan yang dapat
ditarik akan meningkat dan kemandirian daerah juga dapat ditingkatkan.
4. Tingkat inflasi akan meningkatkan penerimaan PAD yang penetapannya
didasarkan pada omzet penjualan, misalnya pajak hotel dan restoran.
5. Perubahan peraturan adanya peraturan baru, khususnya yang berhubungan
dengan pajak atau retribusi, dengan ditebitkan Undang-undang No 28 Tahun
2009 tentang pajak Daerah dan Retribusi Daerah membuka peluang yang
lebih luas untuk meningkatkan PAD.
6. Peningkatan cukupan atau ektensifikasi dan intensifikasi penerimaan PAD.
Ada tiga hal penting yang harus diperhatikan dalam usaha peningkatan
cakupan ini, yaitu menambah objek dab subjek pajak atau retribusi,
meningkatkan besarnya penetapan mengurangi tunggakan.
7. Penyesuaian tarif peningkatan pendapatan sangat tergantung pada kebijakan
penyesuaian tarif. Untuk pajak atau retribusi yang tarifnya perlu
mempertimbangkan laju inflasi.
23
8. Pembangunan baru penambahan PAD juga dapat diperoleh bila ditopang oleh
pembangunan pasar, pembangunan terminal, pembangunan jasa pengumpulan
sampah, dan lain-lain.
9. Sumber pendapatan baru adanya kegiatan usaha baru dapat mengakibatkan
bertambahnya sumber pendapatan pajak atau retribusi yang sudah ada.
Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang tinggi akan menunjang untuk sarana
dan prasarana yang diberikan oleh pemerintah daerah untuk masyarakat. Dengan
meningkatkan hasil dari retribusi yang lebih besar, maka retribusi daerah akan
berpengaruh dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) di daerah
tersebut. Bagaimana proses implementasi pengelolaan kebijakan retribusi daerah
harus benar-benar diawasi dan dijalankan untuk mencapai jumlah retribusi daerah
yang lebih tinggi dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
2.5. Penelitian Terdahulu
Penelitian ini mengambil judul “ Implementasi Peraturan Daerah
Pengelolaan Retribusi Daerah dalam Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah di
Kabupaten Tabanan yang menjadi latar belakang masalah penelitian ini yaitu
salah satu sumber pendapatan asli daerah Kabupaten Tabanan yaitu melalui
retribusi daerah. Penelitian ini dilakukan secara kualitatif, hasil penelitian
menunjukkan bahwa implementasi peraturan daerah dalam meningkatkan
pendapatan asli daerah di Kabupaten Tabanan mendapat beberapa hambatan,
masih kurangnya peranan pemerintah dalam meningkatkan pendapatan asli
daerah. (Sari, h. 32).
24
2.6. Hipotesis
Dalam penelitian ini penulis tidak menggunakna hipotesis, karena
penulisan ini terdiri dari satu variabel. Oleh karena itu penulis menggunakan
proposisi. Proposisi merupakan antar dua konsep tidak mempunyai format
tertentu. Proposisi dalam penelitian ini adalah “ implementasi peraturan daerah
tentang pengelolaan retribusi daerah dalam meningkatkan pendapatan asli daerah
di Kabupaten Aceh Barat.
25
III. METODE PENELITIAN
3.1. Variabel Penelitian
Menurut Prastowo (2011, h. 183) metode adalah cara-cara, strategi untuk
memahami realitas dan langkah-langkah yang sistematis untuk memecahkan
rangkaian sebab akibat berikutnya, pada penelitian ini peneliti menggunakan
metode penelitian kualitatif kareana berdasarkan pengamatan atau observasi awal
yang peneliti lakukan. Ternyata penelitian yang dilakukan sesuai untuk metode
kualitatif.
Menurut Prastowo (2011, h. 22) metode kualitatif adalah prosedur
penelitian yang menghasilkan data deskriptif kualitaatif berupa kata-kata tertulis
atau lisan dari orang-orang dan prilaku yang diamati. Pada penelitian ini peneliti
menggunakan desain penelitian eksploratif karena peneliti tidak hanya sekedar
menggambarkan objek penelitian saja. Melalui pendekatan eksploratif kualitatif
ini peneliti berusaha untuk menggali mengembangkan dan menganalisis
informasi-informasi yang berhubungan dengan Implementasi Peraturan Daerah
Pengelolaan Retribusi Daerah dalam Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah di
Kabupaten Aceh Barat.
3.2. Jenis dan Sumber Data
3.2.1. Jenis dan Sumber Data
Adapun jenis data yang digunakan adalah data sekunder dan bersumber
dari berbagai instansi-instansi pemerintah yaitu : Badan Pusat Satatistik (BPS),
26
Dinas Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Daerah (DPKKD), Perpustakaan
Universitas Teuku Umar Kabupaten Aceh Barat.
3.2.2. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang penulis lakukan dalam penyusunan Skripsi
ini sebagai berikut :
1. Studi Pustaka
Studi kepustakaan adalah suatu teknik pengumpulan data yang diperoleh
dengan cara membaca dan mempelajari buku-buku dan tulisan-tulisan yang
berhubungan dengan materi yang akan dibahas dalam laporan ini. Dengan
memanfaatkan fasilitas berbagai perpustakaan yang ada di Kabupaten Aceh Barat.
Serta dokumentasi, yaitu mengumpulkan data dan informasi yang dilakukan
dengan mengambil dokumen-dokumen atau catatan-catatan dalam bentuk apapun
yang ada kaitannya dengan judul skripsi. Data-data dan informasi tersebut, penulis
kumpulkan dari data-data yang ada pada kantor Badan Statistik (BPS), Dinas
Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Daerah (DPKKD) Kabupaten Aceh Barat,
serta dari literatur dan menurut peraturan perundang-undangan yang sah kaitannya
dengan penulisannya Skripsi ini.
2. Studi Lapangan
Yaitu mengadakan penelitian langsung ke lapangan dengn menggunakan
teknik pengumpulan data sebagai berikut :
a. Observasi, yaitu penulis mengadakan pengamatan dan pencatatan langsung
terhadap objek yang diteliti.
27
b. Wawancara, yaitu teknik pengumpulan data dengan cara mengadakan tanya
jawab secara langsung dengan pihak-pihak yang dianggap dapat memberikan
informasi langsung.
3.3 Model Analisis
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
kualititaif, Analisis kualitatif merupakan sumber dari deskripsi yang luas dan
berlandaskan yang kokoh serta memuat penjelasan tentang implementasi Perda
No. 28 tahun 2009 tentang retribusi daerah dan Pendapatan Asli Kabupaten Aceh
Barat. Dengan demikian, penulis dapat mengikuti dan memahami dari peristiwa-
peristiwa secara kronologis, memiliki sebab akibat dalam lingkup kebijakan dan
memperoleh penjelasan yang banyak manfaatnya.
3.4. Definisi Operasional Varibel
Dalam penelitian operasional variabel yang digunakan dalam analisis ini
sebagai berikut :
a. Retribusi Daerah adalah Indikator yang digunakan untuk mengetahui
sumbangan retribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) pada kurun
waktu 2006-2013.
b. Pendapatan Asli Daerah (PAD) pendapatan yang diperoleh daerah dari sumber-
sumber penerimaan Daerah pada kurun waktu 2006-2013.
28
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Deskriptif Objek Penelitian
4.1.1. Deskriptif Wilayah Kabupaten Aceh Barat
Kabuapten Aceh Barat merupakan slah satu daerah yang menjadi bagian
dari wilayah propinsi Aceh. Terletak pada posisi geografis cukup strategis. Di
sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Aceh Jaya dan Pidie, sebelah selatan
berbatasan dengan samudra Indonesia dan Nagan Raya, sebelah timur berbatasan
dengan Aceh Tengah dan Nagan Raya, dan sebelah barat berbatasan dengan
Samudra Indonesia. Luas wilayah Kabupaten Aceh Barat adalah 2.927.5 km2
secara geografis terletak pada 04061-04
047’ lintang utara dan 95
000-86
030’ bujur
timur.
Kabupaten Aceh Barat dibagi kedalam 12 kecamatan, 32 kemukiman dan
340 gampong, yaitu kecamatan Johan Pahlawan, Kecamatan Kaway XVI,
Kecamatan Sungai Mas, Kecamatan Woyla, Kecamatan Samatiga, Kecamatan
Bubon, Kecamatan Arongan Lambalek, Kecamatan pante Ceureumen, Kecamatan
Meureubo, Kecamatan Woyla Barat, Kecamatan Woyla Timur, dan Kecamatan
Panton Reu, Kecamatan yang terluas adalah Kecamatan Sungai Mas dengan luas
781,73 km2 atau 26,07 persen, dan Kecamatan yang terkecil wilayahnya yaitu
Kecamatan Johan Pahlawan dengan luas 44,91 km2 atau 2,00 persen.
4.2. Perkembangan Retribusi Daerah Kabupaten Aceh Barat
Retribusi daerah di Kabupaten Aceh Barat adalah pungutan daerah
Kabupaten Aceh Barat sebagai pembayaran atas jasa atau izin tertentu yang
29
khusus disediakan dan diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang
pribadi atau badan. Qanun Kabupaten Aceh Barat nomor 3 tahun 2014 tentang
retribusi jasa usaha, bupati Aceh Barat, menimbang bahwa pungutan retribusi
sebagaimana diatur dalam pasal 127 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009
tentang pajak Daerah dan Retribusi Daerah merupakan kewenangan daerah
otonom sebagai salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah guna membiayai
penyelenggaraan pemerintahan daerah Kabupaten Aceh Barat. dalam rangka
meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan kemandirian daerah. Berikut ini
adalah tabel retribusi daerah di Kabupaten Aceh Barat :
Tabel 3
Target dan Realisasi Retribusi Daerah di Kabupaten Aceh Barat
Tahun 2006-2013
No Tahun Target Realisasi persentase
1 2006 5.241.462.605,00 5.175.526.175,00 98,74
2 2007 6.986.698.348,00 5.828.349.170,00 83,42
3 2008 6.890.544.700,00 6.286.372.001,00 91,23
4 2009 7.891.265.700,00 5.990.145.924,00 75,91
5 2010 8.214.873.200,00 5.977.950.136,00 72,77
6 2011 7.468.421.998,00 5.364.089.688,00 71,82
7 2012 1.121.875.000,00 1.140.137.500,00 101,63
8 2013 1.430.778.000,00 1.240.340.422,00 102,32 Sumber : DPKKD Kabupaten Aceh Barat(diolah juli 2014)
Berdasarkan tabel 3 diatas retribusi daerah Kabupaten Aceh Barat pada
tahun 2006 target retribusi sebesar Rp. 5.241.462.602, dan terealisasi pada tahun
tersebut sebesar Rp.5.175.526.175,00, atau sekitar 98,74 persen, dan pada tahun
2007 target retribusi daerah di Kabupaten Aceh Barat sebesar Rp.
6.986.698.348,00 dan terealisasi sebesar Rp. 5.828.349.170,00 dan pada tahun
2008 target retribusi daerah Kabupaten Aceh Barat sebesar Rp. 6.890.544.700,00
dan terealisasi sebesar Rp. 6.286.372.001,00, sekitar 91,23 persen dan pada tahun
2009 target retribusi daerah di Kabupaten Aceh Barat naik sebesar
30
Rp.7.891.265.700,00 dan hanya terealisasi sebesar Rp. 5.990.145.924,00 dengan
persentase 75,91 persen, dan pada tahun 2010 target retribusi daerah di Kabupaten
Aceh Barat sebesar Rp. 8.214.873.200,00 dan terealisasi sebesar Rp.
5.977.950.136,00, mencapai 72,77 persen, dan pada tahun 2011 target retribusi
daerah di Kabupaten Aceh Barat sebesar Rp.7.468.421.998,00 dan pada tahun
tersebut hanya terealisasi sebesar Rp. 5.364.089.688,00 atau sekitar 71,82 persen
dan pada tahun 2012 target retribusi daerah sebesar Rp.1.121.875.000,00 yang
terealisasi sebesar Rp.1.140.137.500,00 persentase sekitar 101,63 persen dan pada
tahun 2013 target retribusi daerah Kabupaten Aceh Barat sebesar
Rp.1.430.778.000,00, terealisasi sebesar Rp. 1.430.778.000,00, terealisasi sebesar
Rp. 1.240.340.422,00 atau sekitar 102,32 persen.
Dari penjelasan diatas dapat kita melihat retribusi daerah Kabupaten Aceh
Barat memberi sumbangan yang besar terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD),
tetapi hanya saja belum juga begitu maksimal dikarenakan masih ada kendala bagi
pemerintah daerah dalam mengoptimalkan Retribusi daerah, baik retribusi jasa
umum, maupun retribusi jasa usaha.
4.3. Perkembangan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Aceh Barat
Pendapatan Asli Daerah adalah pendapatan yang diperoleh daerah di
Kabupaten Aceh Barat yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan untuk mengumpulkan dana guna untuk keperluan
daerah yang bersangkutan dalam mambiayai kegiatan. PAD di Kabupaten Aceh
Barat terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan hasil yang
dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli yang sah.
31
Tabel 4
Target dan Realisasi Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Aceh Barat
Tahun 2006-2013
No Tahun Target Realisasi Persentase
1 2006 13.045.434.751,00 17.141.428.849,91 99,10
2 2007 21.212.667.763,00 21.710.256.581,68 98,18
3 2008 27.561.889.150,00 40.423.494.271,00 97,34
4 2009 26.909.471.261,00 27.874.493.673,00 99,76
5 2010 27.748.148.683,00 24.272.574.383,69 87,47
6 2011 33.117.259.548,20 21.042.866.954,40 63,54
7 2012 37.263.716.192,00 24.727.256.869.07 66,36
8 2013 38.272.867.120,00 27.879.225.469,00 70,40 Sumber : DPKKD Kabupaten Aceh Barat(diolah juli 2014)
Berdasarkan tabel 4 diatas dapat kita lihat pendapatan asli daerah (PAD)
Kabupaten Aceh Barat pada tahun 2006 target pendapatan asli daerah sebesar Rp.
13.045.434.751,00 dan terealisasi pada tahun tersebut sebesar Rp.
17.141.428.849,91, atau sekitar 101,33 persen, dan pada tahun 2007 target
pendapatan asli daerah di Kabupaten Aceh Barat sebesar Rp. 21.212.667.763,00
dan terealisasi sebesar Rp. 21.710.256.581,68, dan pada tahun 2008 target
pendapatan asli daerah Kabupaten Aceh Barat sebesar Rp.27.561.889.150,00 dan
terealisasi sebesar Rp.40.423.494.271,00, sekitar 146,66 persen, dan pada tahun
2009 target pendapatan asli daerah di Kabupaten Aceh Barat sebesar Rp.
26.909.471.261,00 dan terealisasi sebesar Rp.27.874.493.673,00 dengan
persentase 103,59 persen, dan pada tahun 2010 target pendapatan asli daerah di
Kabupaten Aceh Barat sebesar Rp. 27.748.148.683,00, dan terealisasi sebesar Rp.
24.272.574.383,69 dengan persentase 87,47 persen, dan pada tahun 2011 target
pendapatan asli daerah di Kabupaten Aceh Barat sebesar Rp. 33.117.259.548,20
dan pada tahun tersebut hanya terealisasi sebesar Rp. 21.042.866.954,40 atau
sekitar 63,54 persen dan pada tahun 2012 target pendapatan asli daerah Kabupaten
Aceh Barat sebesar Rp. 37.263.716.192,00 dan teraliisasi sebesar
32
24.727.256.869.07, persentase sekitar 66,36 persen, dan pada tahun 2013 target
pendapatan asli daerah Kabupaten Aceh Barat sebesar Rp. 38.272.867.120,00,
teralisasi sebesar Rp. 27.879.225.469,00 atau sekitar 70,40 persen.
Qanun Kabupaten Aceh Barat No 11 tahun 2008 menjelaskan bahwa
dalam rangka meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), salah satu upaya
yang dilakukan dengan mengoptimalkan penggalian potensi-potensi daerah baik
yang telah menjadi objek pajak daerah maupun dengan menggali potensi daerah
yang baru. Sementara itu rata-rata peranan Pendapatan Asli Daerah (PAD) selama
5 tahun terakhir sangat kecil yakni sebesar 4,90 persen pertahun, dengan rincian
pajak daerah 0,98 persen, retribusi daerah 1,31 persen dan hasil pengelolaan
keuangan daerah yang dipisahkan 0,45 persen. Kecilnya peranan PAD dalam
pembentukan penerimaan daerah dan ketergantungan yang sangat besar terhadap
dana perimbangan penunjukkan kecilnya tingkat kemandirian fiskal di Aceh
Barat.
4.3.1. Qanun Kabupaten Aceh Barat No 3 Tahun 2014
Qanun Kabupaten Aceh Barat No 3 tahun 2014 tentang retribusi jasa
usaha, Bupati Aceh Barat menimbang :
a. Bahwa pemungutan retribusi jasa usaha sebagai mana diatur dalam pasal 127
Undang-undang No 28 Tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah
merupakan kewenangan daerah otonom sebagai salah satu sumber
Pendapatan Asli Daerah (PAD) guna membiayai penyelenggaraan
pemerintahan daerah dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada
masyarakat dan kemandirian daerah
33
b. Bahwa dalam rangka meningkatkan Pendapatan Asli Daerah sebagai mana
dimaksud pada huruf a, perlu menyesuaikan besaran tarif Retribusi terhadap
beberapa jasa/pelayanan yang dinilai tidak sesuai lagi dengan kondisi terkini.
c. Bahwa dalam qanun Kabupaten Aceh Barat yang mengatur tentang golongan
retribusi jasa usaha belum diatur mengenai peninjauan tarif sebagaimana
ketentuan pasal 155 Undang-undang No 28 tentang pajak daerah dan retribusi
daerah.
4.3.2. Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Aceh Barat Setelah Adanya
Peraturan Daerah (PERDA)
Pendapatan Asli Daerah (PAD) setelah adanya perda di Kabupaten Aceh
Barat masih terjadi naik turun, ini karena daerah belum mampu dalam mengatur
sumber-sumber keuangan sendiri, daerah Kabupaten Aceh Barat belum
sepenuhnya dapat membiayai penyelenggaraan urusan-urusan rumah tangganya
baik belanja rutin maupun tidak rutin (pembangunan) maka daerah Kabupaten
Aceh Barat harus mampu menutup belanja rutinnya dengan Pandapatan Asli
Daerah (PAD) dengan cara menggali dan mengoptimalkan sumber pendapatan
Asli Daerah (PAD).
Tetapi pada tahun 2014 Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan belanja daerah
Kabupaten Aceh Barat akan naik mencapai Rp.116,56 persen dari target
sebelumnya, ini karena kerja keras dari pada pemerintah Kabupaten Aceh Barat
dalam menggali Pendapatan Asli Daerah yang ada. Pemasukan PAD dari
retribusi daerah mencapai Rp. 90,3 milyar atau 244,11 persen dari target awal
27,8 milyar selebihnya bisa didapat dari sektor lain seperti pajak, diakui
komposisi APBK Aceh Barat saat ini mencapai satu triliun tetapi masih sangat
34
tergantung dari sumber dana perimbangan pemerintah pusat, jumlah PAD yang
berada jauh diatas rata-rata mencapai sekitar 7 persen. Aceh Barat sendiri sudah
cukup baik dibandingkan dari beberapa Kabupaten yang ada di Indonesia,
kedepan Pemda Aceh Barat akan mengoptimalkan seluruh potensi-potensi PAD
yang ada sehingga penerimaan PAD Kabupaten Aceh Barat terus meningkat tiap
tahun anggaran. Ketika suatu daerah memiliki Pendapatan Asli Daerah (PAD)
yang besar dan selalu meningkat tiap tahunnya, maka daerah tersebut sudah dapat
memaksimalkan kemampuan daerah dalam mencerminkan keadaan serta
kemampuan ekonomi mendukung proses pembangunan.
4.3.3. Kinerja Keuangan Tahun 2003-2013 Kabupaten Aceh Barat
Kinerja pelaksanaan APBK Aceh Barat meliputi pengelolaan pendapatan
dan belanja. Pendapatan daerah berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 28
tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah disebutkan bahwa sumber
penerimaan daerah terdiri atas : (1) Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang terdiri
dari kelompok Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Pengelolaan Kekayaan
Daerah yang dipisahkan dan Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah; (2)
Dana perimbangan yang meliputi Dana Bagi Hasil Pajak/bukan Pajak yang terdiri
dari Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Pajak Penghasilan (PPh pasal 25,29 dan
21) Sumber Daya Alam (SAD); Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus;
dan (3) Kelompok lain-lain Pendapatn Daerah yang Sah meliputi Pendapatan
Hibah, Dana Bagi Hasil Pajak dari Propinsi Pemerintah daerah lainya, Dana
Penyesuaian dan Otonomi Khusus, dan Dana Bantuan Keuangan. Sedangkan
penerimaan pembiayaan bersumber dari menerimaan pembiayaan dan
35
pengeluaran pembiayaan. Kinerja keuangan daerah dari sisi pendapatan selama
pelaksanaan RPJM Kabupaten Aceh Barat tahun 2007-2012 secara umum
menunjukkan peningkatan. Peningkatan pendapatan sebesar
Rp.132.953.174.730,72 dalam rentang waktu 5 tahun sebagian besar masih
bergantung pada dana perimbangan. Rata-rata besarnya peranan dana
perimbangan selama 5 tahun terakhir dalam pembentukan APBK Aceh Barat
adalah sebesar 86,60 persen dengan rata-rata kontribusi dana bagi hasil pajak/bagi
hasi bukan pajak sebesar 8,55 persen, Dana Alokasi Umum (DAU) sebesar 69,14
persen dan Dana Alokasi Khusus (DAK) sebesar 8,91 persen. Sementara itu rata-
rata Peranan Pendapatan Asli Daerah (PAD) selama 5 tahun terakhir sangat kecil
yakni sebesar 4,90 persen pertahun, dengan rincian pajak daerah 0.98 persen,
retribusi daerah 1,31 persen dan hasil pengelolaan keuangan daerah yang
dipisahkan 0,45 persen. Kecilnya peranan PAD dalam pembentukan penerimaan
daerah dan ketergantungan yang sangat besar terhadap dana perimbangan
menunjukkan kecilnya tingkat kemandirian fiskal di Aceh Barat.
Tabel 5
Rata-rata Pertumbuhan Realisasi Pendapatan Daerah di Kabupaten Aceh Barat
tahun 2006-2013 Tahun Pendapatan Asli
Daerah
Pajak Daerah Retribusi Daerah Hasil Pengelolaan
Keuangan Daerah
yang dipisahkan
Lain-Lain
Pendapatan yang
Sah
2006 17.141.428.849,91 2.677.764.737,00 5.175.526.175,00 1.460.889.789,00 10.533.750.689,00
2007 21.710.256.581,68 3.267.762.844,00 5.828.349.170,00 1.560.293.789,00 11.053.850.798,50
2008 40.423.494.271,00 4.187.599.822,78 6.286.372.001,00 1.606.020.789,18 28.343.501.658,10
2009 27.874.493.673,00 4.276.502.262,00 5.990.145.924,00 1.658.387.037,18 11.854.981.880,50
2010 24.272.574.383,69 4.605.062.685,00 5.977.950.136,00 2.993.230.076,20 5.040.878.010,33
2011 21.042.866.954,40 6.087.693.450,98 5.364.089.688,00 2.216.828.812.04 2.186.838.368,00
2012 24.727.256.869.07 6.087.693.450,00 1.140.137.500,00 2.466.838.822.00 2.186.838.368,00
2013 27.879.225.469,00 7.954.524.000,00 1.240.340.422,00 2.766.632.729,00 2.186.838.368,00
Sumber : DPKKD Kabupaten Aceh Barat(diolah juli 2014)
Berdasarkan tabel diatas dapat kita melihat realisasi pendapatan daerah
jika ditinjau dari pertumbuhan pendapatan di Kabupaten Aceh Barat selama kurun
36
waktu 2006- 2013, terlihat bahwa pertumbuhan realisasi pendapatan daerah
tertinggi berasal dari Pendapatan Asli Daerah sebesar 300,49 persen dengan
pertumbuhan sebesar 20,49 persen setelah peraturan daerah. di Aceh Barat
Pendapatan Asli Daerah (PAD) masih naik turun bukanlah disebabkan oleh
karena secara struktural daerah memang miskin atau tidak memiliki sumber-
sumber keuangan yang pontensial, tetapi lebih banyak disebabkan oleh kebijakan
pemerintah pusat, selain itu sumber-sumber keuangan dikuasi oleh pusat sehingga
hal ini menyebabkan daerah kurang mandiri dalam pengelolaan hasil materi
sumber-sumber daya dan potensi daerah tersebut. Aceh Barat adalah salah satu
Kabupaten yang ada di Propinsi Aceh yang memiliki begitu besar potensi sumber
daya yang tersedia, khususnya untuk perkebunan dan pertanian. Sedangkan sektor
pendapatan daerah yang dipisahkan sebesar 45 persen ini dikarenakan masih
kurang investasi pada perusahaan milik daerah dan perusahaan milik swasta.
4.3.4. Intensifikasi Sumber-Sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) di
Kabupaten Aceh Barat.
Intensifikasi adalah upaya peningkatan PAD melalui prose optimalisasi
pengelolaan sumber-sumber pendapatan daerah yang selama ini telah dikelola
oleh pemerintah daerah Kabupaten Aceh Barat, intensifikasi pengelolaan PAD
meliputi :
a. Peningkatan kualitas pelayanan, antara lain melalui peningkatan dan
penyederhanaan sistem dan prosedur pelayanan Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah.
37
b. Peningkatan sarana dan prasarana, antara lain melalui renovasi dan
pengembangan kantor dan sarana pelayanan untuk meningkatkan kenyamanan
masyarakat dalam membayar Pajak dan Retribusi Daerah.
c. Peningkatan kualitas SDM, melalui pelatihan maupun bimbingan teknis
tentang pengelolaan pendapatan daerah.
d. Peningkatan tertib administrasi pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah pada seluruh tempat pengelola PAD.
4.3.5. Permasalahan Dalam Pengelolaan Pendapatan Daerah di Kabupaten
Aceh Barat
Pertumbuhan total pendapatan Kabupaten Aceh Barat selama periode
2006-2013 rata-rata sebesar 17 persen pertahun, sedangkan pertumbuhan PAD
rata-rata 18 persen pertahun. Retribusi daerah sebagai primadona PAD di
Kabupaten Aceh Barat dengan kontribusi rata-rata sebesar 75,91 persen pertahun.
Tingginya pertumbuhan pendapatan daerah Kabupaten Aceh Barat dipicu oleh
tingginya peningkatan ekonomi masyarakat Kabupaten Aceh Barat dan
peningkatan kesejahteraan masyarakat yang kini telah merata.
Dari aspek pengelolaan, pemerintah daerah masih mengahadapi hambatan
atau permasalahan, diantaranya adalah :
a. Terbatasnya kewenangan Pemerintah Daerah dalam mengelola jenis-jenis
sumber pendapatannya. Terdapat banyak jenis pelayanan yang cukup potensial
untuk menjadi sumber pendapatan dari sektor Retribusi namun tidak diatur
dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 sehingga tidak dapat dipungut
Daerah.
38
b. Sumber-sumber pendapatan yang potensinya besar masih dikuasai oleh
Pemerintah Pusat.
c. Bagi hasil pendapatan yang diterima oleh Pemerintah Daerah dari Pemerintah
pusat belum mencerminkan aspek pemerataan dan pendistribusian hasil-hasil
kekayaan Daerah secara adil kepada seluruh daerah.
d. Asset daerah yang potensial sebagai sumber pendapatan belum menghasilkan
PAD sebagaimana yang diharapkan.
e. Perusahaan daerah tidak memberi kontribusi sebagai penghasil PAD partisipasi
BUMN/Perusahaan Swasta Nasional yang beroperasi di Kabupaten Aceh Barat
belum memadai dalam mendukung ketersediaan dana pembangunan.
f. Terbatasnya kemampuan keuangan daerah, sehingga penerapan teknologi
inforrnasi dalam pengelolaan PAD masih rendah dan sarana pelayanan belum
memadai.
4.4. Solusi
Untuk mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut diatas,
Pemerintahan daerah Kabupaten Aceh Barat telah mengupayakan berbagai
kegiatan yang terangkum dalam program strategis peningkatan pendapatan
daerah melalui program intensifikasi dan ekstensifikasi tahun 2013
sebagaimana yang telah diuraikan sebelumya, yaitu dengan melakukan :
a. Melakukan penyesuaian regulasi sesuai ketentuan yang berlaku.
b. Peningkatan sarana dan prasarana pelayanan, serta peningkatan pelayanan
melalui pemanfaatan teknologi informasi secara bertahap sesuai dengan
kemampuan keuangan daerah.
39
c. Sosialisasi peraturan perundang-undangan dalam rangka meningkatkan
ketaatan masyarakat membayar pajak daerah dan retribusi daerah.
d. Peningkatan pengawasan, pengendalian, monotoring dan evaluasi
pengelolaan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
V. KESIMPULAN
5.1. Simpulan
Berdasarkan penelitian ini Implementasi Peraturan Daerah Pengelolaan
Retribusi Daerah dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten
Aceh Barat dapat disimpulkan sebagai berikut :
a. Retribusi daerah di Kabupaten Aceh barat adalah pungutan daerah Kabupaten
Aceh Barat sebagai pembayaran atas jasa izin tertentu yang khusus disediakan
dan diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau
badan.
b. Pendapatan Asli Daerah adalah pendapatan yang diperoleh daerah di
Kabupaten Aceh Barat yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai
dengan peraturan perundang-undangan untuk mengumpulkan dana guna untuk
keperluan daerah yang bersangkutan dalam membiayai kegiatan. PAD di
Kabupaten Aceh Barat terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil
pengelolaan hasil yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli yang sah.
c. Pertumbuhan total pendapatan Kabupaten Aceh Barat selama periode 2006-
2013 rata-rata sebesar 17 persen pertahun, sedangkan pertumbuhan PAD rata-
rata 18 persen pertahun. Retribusi daerah sebagai primadona PAD di
Kabupaten Aceh Barat dengan kontribusi rata-rata sebesar 75,91 persen
pertahun. Tingginya pertumbuhan pendapatan daerah Kabupaten Aceh Barat
dipicu oleh tingginya peningkatan ekonomi masyarakat Kabupaten Aceh Barat
dan peningkatan kesejahteraan masyarakat yang kini telah merata.
41
5.2. Saran Saran
Adapun saran kepada Pemerintah Daerah adalah :
a. Meningkatkan pendapatan asli daerah melalui peningkatan retribusi daerah
yang baik seperti meningkatkan Retribusi Jasa Umum, Retribusi Jasa
Usaha, meningkatkan sumber daya manusia dan meningkatkan
perekonomian rakyat dan menumbuh kembangkan untuk mempercepat
Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Aceh Barat.
b. Mengembangkan sumber-sumber penerimaan daerah, produktivitas dan
pendapatan masyarakat di Kabupaten Aceh Barat.
c. Untuk menambah Pendapatan Asli Daerah (PAD) pemerintah di Kabupaten
Aceh Barat perlu kiranya melakukan Intensifikasi dan ekstensifikasi
pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, dalam hal ini Pemerintah
Kabupaten Aceh Barat menambah penerimaan daerah dengan menambah
objek pajak dan retribusi daerah yang sebelumnya belum ada.
III. DAFTAR PUSTAKA
Bahar, Ujang. 2007. Otonomi Daerah: Terhadap Pinjaman Luar Negeri. Permata
Puri Media: Jakarta Barat.
Brata Kusumah, Splihin. 2001. Otonomi Penyelenggara Pemerintah Daerah. PT
Gramedia. Pustaka Utama. Jakarta.
Dinas Pengelolaan Kekayaan dan Keuangan Daerah. Meulaboh. Aceh Barat.
Gaffar, Afan. 2007. Otonomi Daerah: Dalam Negara Kesatuan. Pustaka Pelajar:
Yogyakarta.
Halim, Abdul. 2001. Bunga Rampai Manajemen Keuangan Daerah. Ui Press.
Jakarta.
Kaho, Josef, Riwo. 2003. Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik
Indonesia. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Nugroho, Riant. 2009. Public Policy. Gramedia: Jakarta.
Nurba, Diswandi. Et. Al. 2010. Pedoman Penulisan Skripsi dan Tugas Akhir.
Universitas Teuku Umar.
Prakoso Kesit Bambang. 2003. Pajak dan Retribusi Daerah. UII Press.
Yogyakarta.
Prastowo, Andi. 2011. Metode Penelitian Kualitatif dalam Perspektif Rancangan
Penelitian. AR-Ruzz Media. Yogyakarta.
Reksoprayitno, Soedoyono. 2001. Pengantar Ekonomi Makro. Penerbit BPEE-
Yogyakarta: Yogyakarta.
Setiawan, Agus. 2006. Perpajakan Umum. Ed. 1-1. PT. Raja Grafindo Utama.
Jakarta.
Siahaan. Marihot. 2005. Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. PT. Raja Grafindo
Utama. Jakarta.
Suparmoko. 2002. Ekonomi Publik untuk Keuangan dan Pembangunan Daerah.
percetakan Andi Eppres. Yokyakarta.
Sugiarto. 2009. Politik dan Hukum. PT. Grasindo. Jakarta.
43
Sumarsono. AG. 2010. Analisis Kebijakan publik. Konsep Tiori dan Aplikasi.
Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Syaukani, H. 2007. Otonomi Daerah: Dalam Negara Kesatuan. Pustaka Pelajar,
Yogyakarta.
Undang-Undang Republik Indonesia. No. 28. Tahun 2009. Tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah. Presiden Republik Indonesia.
Wijaya, H. A. W. 2007. Otonomi Daerah dan Daerah Otonom. Ed. 1-4. PT. Raja
Grafindo Persada. Jakarta.
Waluyo. 2007. Otonomi Daerah Dalam Negara Kesatuan. Pustaka Pelajar.
Yogyakarta.
http://m.tempo.co/read/new pendapatan-Asli-Daerah-Aceh diakses April 2014.