perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
IMPLEMENTASI SERTIFIKASI GURU DALAM
MENINGKATKAN PROFESIONAL GURU
(Studi Kasus di SMAN 1 Nguter, Sukoharjo Tahun Pelajaran 2010/2011)
SKRIPSI
Oleh:
TIAS PRIHTIANTI
K8407048
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
IMPLEMENTASI SERTIFIKASI GURU DALAM
MENINGKATKAN PROFESIONAL GURU
(Studi Kasus di SMAN 1 Nguter, Sukoharjo Tahun Pelajaran 2010/2011)
Oleh:
TIAS PRIHTIANTI
K8407048
Skripsi
Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana
PendidikanProgram Studi Pendidikan Sosiologi Antropologi
Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNV ERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
ABSTRAK
Tias Prihtianti, NIM K8407048. IMPLEMENTASI SERTIFIKASI GURU
DALAM MENINGKATKAN PROFESIONAL GURU (Studi Kasus di
SMAN 1 Nguter, Sukoharjo Tahun Pelajaran 2010/2011). Skripsi, Surakarta:
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret Surakarta,
Oktober 2011.
Tujuan penelitian ini adalah: (1) Untuk mengetahui implementasi
sertifikasi guru dalam usaha meningkatkan profesionalisme guru di SMAN 1
Nguter, Sukoharjo. (2) Untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi guru di
SMAN 1 Nguter, Sukoharjo dalam implementasi sertifikasi guru. (3) Untuk
mengetahui usaha SMAN 1 Nguter, Sukoharjo dalam mengatasi kendala-kendala
yang timbul.
Penelitian ini bersifat kualitatif, metode yang digunakan adalah deskriptif.
Sumber data yang digunakan adalah nara sumber, peristiwa dan lokasi serta
dokumen. Teknik cuplikan yang digunakan adalah purposive sampling. Teknik
pengumpulan data yang digunakan adalah pengamatan, wawancara dan
dokumentasi. Validitas data dengan trianggulasi sumber dan trianggulasi metode.
Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis data model interaktif.
Berdasar hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: (1) implementasi
sertifikasi guru dalam meningkatkan profesional guru (studi kasus mengenai guru
di SMAN 1 Nguter meliputi beberapa hal: (a) mengenai persiapan dan
perencanaan, proses dan evaluasi pembelajaran. Persiapan dari pihak guru, siswa
dan sekolah belum optimal. (b) Metode pembelajaran yang digunakan guru yaitu
metode ceramah, diskusi, out class dan bermain. (c) Evaluasi pembelajaran
meliputi evaluasi proses dan hasil. (2) Dampak sertifikasi guru bagi siswa, guru
dan sekolah yaitu: (a) Dampak Positif, meliputi: Motivasi mengajar guru
meningkat, Guru lebih variatif dan kreatif dalam metode mengajar, Meningkatkan
kesejahteraan guru, Meningkatkan profesionalisme guru. (b) Dampak Negatif,
meliputi: Guru yang belum tersertifikasi jam mengajar berkurang dan
kecemburuan sosial dikalangan lingkungan masyarakat. (3) Kendala yang
dihadapi dan usaha yang dilakukan dalam implementasi sertifikasi guru yaitu: (a)
Kendala-kendala yaitu: Sarana prasarana sekolah yang masih terbatas, Keaktifan
siswa kurang, Guru tersertifikasi kekurangan jam mengajar. (b) Usaha-usaha
yaitu: Adanya komunikasi pihak guru dan kepala sekolah mengenai mata
pelajaran yang diajarkan, Menambah ruang kelas atau daya tampung siswa, dan
Melengkapi sarana prasarana sekolah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
ABSTRACT
Tias Prihtianti, NIM K8407048. THE IMPLEMENTATION OF
CERTIFICATION TEACHER TO IMPROVE THE PROFESSIONALITY
OF TEACHER (Case Studies in SMAN 1 Nguter, Sukoharjo School Year
2010/2011). Thesis, Surakarta: Faculty of Teacher Training and Education.
Eleven University of Surakarta March, October 2011.
The purpose of this study were: (1) To know the implementation of teacher
certification in an effort to improve the professionalism of teachers in SMAN 1
Nguter, Sukoharjo. (2) To determine the constraints faced by teachers in SMAN 1
Nguter, Sukoharjo in the implementation of teacher certification. (3) To know the
business SMAN 1 Nguter, Sukoharjo in overcoming obstacles that arise.
This study is qualitative, the method used is descriptive. Source data used
were the resource persons, events and locations as well as documents. The
technique used footage is purposive sampling. Data collection techniques used
were observation, interview and documentation. The validity of the triangulation
of data sources and triangulation methods. Data analysis technique used is an
interactive model of data analysis techniques.
Based on the research results can be concluded that: (1) implementation of
the certification of teachers in improving professional teacher (case studies
teacher at SMAN 1 Nguter includes several things: (a) on the preparation and
planning, and evaluation of the learning process. Preparation of the teachers,
students and school has not been optimal. (b) The method of learning that teachers
use the lecture method, discussion, and class play out. (c) Evaluation of learning
involves the evaluation process and results. (2) The impact of teacher certification
for students, teachers and schools are: (a ) Positive impacts include: increased
motivation of teachers to teach, Teachers are more varied and creative in teaching
methods, increase the welfare of teachers, increase teacher professionalism. (b)
Negative impacts include: Teachers who have not been certified as reduced
teaching hours and jealousy among the environmental community. (3) Obstacles
faced and efforts made in the implementation of teacher certification, namely: (a)
The constraints are: school infrastructure facilities are still limited, less active
students, certified teachers lack teaching hours. (b) The efforts which are: The
existence of communication part of teachers and principals about the subjects
taught, Adding classroom or student capacity, and Completing the school
infrastructure.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
MOTTO
Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani
(Ki Hadjar Dewantara)
Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan, Sesungguhnya bersama
kesulitan ada kemudahan. Maka apabila engkau telah selesai dari sesuatu urusan,
tetaplah bekerja keras untuk urusan yang lain, dan hanya kepada Tuhanmulah
engkau berharap.
(Q.S Al Insyirah: 5-8)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
PERSEMBAHAN
Skripsi ini dipersembahkan kepada:
1. Bapak,ibu, simbah, yang telah bersimpuh keringat
dan berderai air mata menyertai setiap langkahku.
2. Mbak Rina, Dik Agus, terimakasih untuk motivasi
dan do’anya.
3. Teman-teman Melati kost dan teman-teman Sos-
ant tercinta, terimakasih atas persahabatan yang
indah sehingga menjadi semangat menggapai asa
dan cita-cita.
4. Almamater.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur terpanjatkan kepada Allah SWT, Rabb semesta alam yang
senantiasa mencurahkan samudera kasih sayang-Nya kepada seluruh umat
manusia. Alhamdulillah, peneliti mampu menyelesaikan penyusunan Skripsi ini
dengan baik untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana
Pendidikan.
Dalam penyusunan Skripsi ini peneliti mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini peneliti mengucapkan
terima kasih kepada:
1. Prof. Dr.H.M. Furqon Hidayatullah, M.Pd. Dekan Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret.
2. Drs.Saiful Bachri, M.Pd, Ketua Jurusan P. IPS FKIP UNS.
3. Drs. M.H Sukarno, M.Pd, Ketua Program Pendidikan Sosiologi Antropologi
Jurusan P. IPS FKIP UNS dan sebagai Pembimbing I atas curahan pikiran,
tenaga, waktu, dan ketulusan bimbingannya dalam menyelesaikan Skripsi ini.
4. Drs. Slamet Subagya, M.Pd, Pembimbing II atas curahan pikiran, tenaga,
waktu, dan ketulusan bimbingannya dalam menyelesaikan Skripsi ini.
5. Dra. Siti Chotidjah, M.Pd. Pembimbing Akademik atas bantuan dan
bimbingannya.
6. Bapak dan Ibu dosen Program Studi Pendidikan Sosiologi Antropologi yang
secara tulus mendidik dan memberikan ilmu yang sangat berharga.
7. Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Nguter, Sukoharjo yang telah memberikan ijin
penelian.
8. Berbagai pihak yang tidak bisa disebutkan satu–persatu.
Peneliti menyadari masih banyak kekurangan dalam skripsi ini, namun
demikian besar harapan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan
ilmu pengetahuan dan dunia pendidikan. Amin.
Surakarta, Oktober 2011
Peneliti
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
DAFTAR ISI
JUDUL……......................…………………………………………………
PENGAJUAN …………….....................………………………………….
PERSETUJUAN ….....................………………………………………….
PENGESAHAN……….....................……………………………………...
ABSTRAK ……………………………………………...............................
ABSTRACT …………….....................………………………………........
MOTTO ………......................……………………………………………..
PERSEMBAHAN ………….....................………………………………...
KATA PENGANTAR ……………………………………………………..
DAFTAR ISI ………………………………………………………………
DAFTAR TABEL …………………………………………………………
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………...
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………….
A. Latar Belakang Masalah ……………………………..…....
B. Rumusan Masalah………………………………………....
C. Tujuan Penelitian ……………………………..…………….
D. Manfaat Penelitian……………………………..……………
BAB II LANDASAN TEORI ………………………...………………
A. Tinjauan Pustaka …………………………………….……..
1. Konsep Profesi Guru…………… ………………………
a. Pengertian Profesi..………………………………….
b. Pengertian Guru…….…………….………………….
c. Peran dan Fungsi Guru….…………………………..
d. Ciri-ciri dan Syarat Profesi Guru…………………...
2. Konsep Implementasi Sertifikasi Guru…………………
a. Pengertian Sertifikasi Guru…………………………
b. Tujuan dan Manfaat Sertifikasi Guru……………….
i
ii
iii
iv
v
vi
vii
viii
ix
x
xiii
xiv
xv
1
1
6
6
6
8
8
8
8
10
12
14
16
16
17
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
c. Implementasi Sertifikasi Guru………………………
3. Konsep Guru Profesional…….…………………………
a. Pengertian Profesional………..………………..........
b. Karakteristik Guru Profesional……………………..
c. Standar Kompetensi Guru Profesional……………..
4. Konsep teori Pertukaran……….……………………….
B. Kerangka Berpikir………………………………..………….
III METODE PENELITIAN…………………………………………......
A. Tempat dan Waktu Penelitian………………………………
1. Tempat Penelitian……………………………………
2. Waktu Penelitian ……………………….…….........
B. Bentuk dan Strategi Penelitian …………………………...
1. Bentuk Penelitian……………………………………..
2. Strategi Penelitian…………………………………….
C. Sumber Data……. ………………………............................
D. Teknik Sampling (Cuplikan)...............................................
E. Teknik Pengumpulan Data.....................................................
1. Observasi Langsung…….………………..…….………..
2. Wawancara Mendalam………………..…………………
3. Analisis Dokumen………….……………………..…….
F. Validitas Data…….…………….……………………………
1. Triangulasi….……………………………………………
G. Teknik Analisis Data………………….……………………
1. Pengumpulan Data………….………………………….
2. Reduksi Data………………..………………………….
3. Sajian Data…. ………………………………………….
4. Verifikasi data dan Penarikan Kesimpulan …………..
H. Prosedur Penelitian.. ……………………..…………………
BAB IV. SAJIAN DATA DAN ANALISIS HASIL PENELITIAN………
A. Deskripsi Wilayah Penelitian.............................................
B. Deskripsi Penelitian Lapangan..........................................
19
23
23
24
25
27
32
36
36
36
37
37
37
39
41
42
43
43
44
45
46
46
49
50
50
50
51
51
53
53
58
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
I. Implementasi Sertifikasi Guru dalam Usaha Meningkatkan
Profesionalisme Guru di SMAN 1 Nguter,
Sukoharjo.......................................................................
II. Dampak Sertifikasi Guru bagi Guru, Siswa, dan Sekolah...
III. Kendala-Kendala dan Usaha yang Dilakukan di SMAN 1
Nguter, Sukoharjo dalam Implementasi Sertifikasi Guru...
C. Hasil Temuan Lapangan..................................................
D. Pembahasan Temuan Hasil Lapangan..................................
BAB V. SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN……………….............
A. Simpulan……………………………………………….........
B. Implikasi…………………………………………………....
C. Saran………………………………………………………..
DAFTAR PUSTAKA ……………………………..………………………
LAMPIRAN
58
70
77
83
89
97
97
99
100
101
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.1. Waktu Penelitian ........................................................................... 37
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1. Kerangka Berpikir Sertifikasi Guru ......................................... 35
Gambar 3.1. Analisis Data Model Interaktif ................................................... 49
Gambar 4.1. Bagan Pembagian Tugas Guru Penunjang ................................. 57
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Di tengah-tengah perkembangan dunia yang begitu cepat dan semakin
kompleks dan canggih, prinsip-prinsip pendidikan untuk membangun etika, nilai
dan karakter peserta didik tetap harus di pegang. Akan tetapi perlu dilakukan
dengan cara yang berbeda atau kreatif sehingga mampu mengimbangi perubahan
kehidupan. ( Furqon: 2009:2 )
Untuk dapat menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi maka satu-
satunya cara yaitu dengan pendidikan. Lewat pendidikan kita akan belajar
mengenai ilmu pengetahuan yang berkembang dan terus berkembang, tanpa batas.
Lewat pendidikan pula kita dapat menguasai teknologi mutakhir yang
membutuhkan tangan-tangan ahli yang terampil. Pendidikan adalah modal yang
berharga untuk membangun sumberdaya manusia yang berkualitas.
Di tengah terpuruknya peradaban bangsa, gencarnya informasi, dan
lepasnya sekat bangsa lewat teknologi informasi, peran guru semakin strategis
untuk mengambil salah satu peran yang menopang pada tegaknya peradaban
manusia Indonesia di waktu yang akan datang. Peran guru yang strategis,
menuntut kerja guru yang profesional, dan mampu mengembangkan ragam
potensi yang terpendam pada diri anak didik.
Bangsa Indonesia kini sedang dihadapkan pada persoalan-persoalan
kebangsaan yang sangat krusial dan multidimensional. Hampir semua bidang
kehidupan bangsa mengalami krisis berkepanjangan. Banyak kalangan yang
berpendapat bahwa persoalan-persoalan yang dihadapi bangsa Indonesia
disebabkan oleh kualitas sumber daya manusia (SDM) bangsa Indonesia yang
masih rendah. (Kunandar, 2007:7)
Suatu bangsa tidak akan maju jika sumber daya manusianya belum maju,
dan untuk membangun sumber daya manusia yang berkualitas maka di perlukan
pendidikan yang maju pula. Pendidikan di Indonesia bisa dikatakan belum maju.
Masih rendahnya kualitas pendidikan di negeri ini terus menjadi isu kontemporer
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
pendidikan yang menarik untuk diperbincangkan. Banyak pihak dan kalangan
yang menilai bahwa kualitas pendidikan di Indonesia saat ini masih berada di
bawah rata-rata negara berkembang lainnya.
Keinginan untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas tidak
diimbangi dengan meningkatnya kualitas pendidikan di Indonesia. Hal ini dapat
dilihat dari berbagai permasalahan dalam dunia pendidikan. Masalah mengenai
rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia, sudah sangat sering dikeluhkan oleh
masyarakat kita. Rendahnya kualitas sekolah dipandang memiliki keterkaitan
langsung dengan rendahnya kualitas guru.
Rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia bukan akibat rendahnya input
pendidikan, akan tetapi akibat proses pendidikan yang tidak maksimal dan
rendahnya kualitas guru. Proses yang tidak sempurna mengakibatkan kualitas
produk yang tidak baik, proses pendidikan di sekolah terletak di tangan guru,
bagaimana melaksanakan pembelajaran, penguasaan materi, komunikasi yang
dilakukan terhadap peserta didik, memberi motivasi belajar, menciptakan
pembelajaran yang kondusif, mengelola pembelajaran jika kualitas yang dimiliki
guru rendah. (Yamin, 2006: 60)
Kualitas guru rendah menyebabkan kualitas sekolah rendah pula. Dalam
rangka peningkatan kualitas sekolah dan kualitas pendidikan pada umumnya,
diperlukan upaya peningkatan guru di sekolah secara bersungguh-sungguh
melalui strategi yang efektif dan efisien. Keberhasilan peningkatan
profesionalisme guru, terukur dari meningkatnya kualitas penguasaan ilmu yang
ditekuni, ketrampilan mengajar, informasi yang diakses dan teknologi yang
digunakan guru.
Pendidik (guru) adalah tenaga profesional sebagaimana diamanatkan
dalam Pasal 39 ayat 2, UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, Pasal 2 ayat 1, UU RI No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dan
Pasal 28 ayat (1) PP RI No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Mengacu pada landasan yuridis dan kebijakan tersebut, secara tegas menunjukkan
adanya keseriusan dan komitmen yang tinggi pihak Pemerintah dalam upaya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
meningkatkan profesionalisme dan penghargaan kepada guru yang muara
akhirnya pada peningkatan kualitas pendidikan nasional.
Guru profesional disamping mereka berkualifikasi akademis juga dituntut
memiliki kompetensi, artinya memiliki pengetahuan, ketrampilan, dan perilaku
yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasainya dalam melaksanakan tugas
keprofesionalannya. Dalam UU 14 Tahun 2005, pasal 4 disebut peran guru adalah
agen pembelajaran, kemudian PP 19 Tahun 2005, pasal 4 disebut peran guru
adalah agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta
pendidikan anak usia dini meliputi: (1) Kompetensi pedagogik, (2) Kompetensi
kepribadian, (3) Kompetensi profesional, (4) Kompetensi sosial.
Kualitas SDM suatu bangsa secara umum dapat dilihat dari mutu
pendidikan bangsa tersebut. Sejarah telah membuktikan bahwa kemajuan dan
kejayaan suatu bangsa di dunia ditentukan oleh pembangunan dibidang
pendidikan. Mereka menganggap kebodohan adalah penghambat kemajuan
bangsa dan harus diperangi dengan revolusi pendidikan. (Kunandar, 2007:8).
Untuk itu berbagai upaya dilakukan untuk memperbaiki kualitas pendidikan di
Indonesia. Peningkatan kualitas pendidikan harus dilakukan melalui upaya
peningkatan kualitas guru, maka salah satu upaya yang dilakukan yaitu dengan
diadakannya sertifikasi guru. Pemerintah Republik Indonesia melalui Departemen
Pendidikan Nasional pada tahun 2007 telah melaksanakan sertifikasi guru-guru
secara bertahap pada sekitar 2,7 juta PNS di Indonesia. Sertifikasi merupakan
perwujudan dari UU 14 Tahun 2005 dan PP 19 Tahun 2005 dengan tujuan untuk
meningkatkan mutu tenaga pendidik di Indonesia.
Sertifikasi guru adalah proses pemberian sertifikat pendidik kepada guru
yang telah memenuhi persyaratan. Sertifikasi guru adalah proses pemberian
sertifikat pendidik kepada guru yang telah memenuhi standar profesi guru
(Suyatno, 2008: 2). Sertifikasi guru bertujuan untuk: (1) menentukan kelayakan
guru dalam melaksanakan tugas sebagai pendidik profesional, (2) meningkatkan
proses dan hasil pembelajaran, (3) meningkatkan kesejahteraan guru, serta (4)
meningkatkan martabat guru; dalam rangka mewujudkan pendidikan nasional
yang bermutu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
Selain meningkatkan profesionalitas guru, sertifikasi guru juga berupaya
meningkatkan kesejahteraan guru. Kondisi krisis saat ini banyak mengganggu
kelangsungan pendidikan, mustahil pendidikan akan maju dan berkualitas tanpa
dukungan ekonomi yang mapan, guru dapat berkonsentrasi mengajar manakala
tidak lagi merasa terbebani untuk melengkapi sarana dan prasarana belajar anak-
anak mereka, bila mereka merasa berkewajiban menyekolahkan anak-anaknya
dan ekonomi para orang tua juga mapan. (Yamin, 2006: 68)
Untuk menjadi guru dibutuhkan skill, keterampilan, dan kreativitas di luar
pekerjaan wajibnya mengajar di sekolah untuk meningkatkan kesejahteraan
keluarga, dengan membuat usaha sampingan di luar jam dinas. Usaha tersebut
tidak mengurangi tanggung jawab sebagai guru, akan tetapi menjadi guru yang
profesional. Gaji guru belum dikatakan layak untuk mencukupi kebutuhan hidup
sehari-hari. Mereka yang memiliki kecerdasan tinggi enggan untuk memilih
profesi guru sebagai profesi pilihan mereka. Mereka cenderung memilih pekerjaan
selain guru yang menjanjikan gaji yang besar yang layak untuk memenuhi
kebutuhan hidup. Hal tersebut sungguh ironi karena pada akhirnya guru hanya
menjadi pilihan terakhir ketika pilihan lain seolah tertutup. Padahal kita
membutuhkan guru yang berkualitas, berkompeten dan professional di bidangnya.
Sertifikasi guru merupakan salah satu cara untuk menciptakan guru (pendidik)
yang berkompeten dan profesionalisme dengan tidak mengesampingkan
kesejahteraan guru.
Melihat nasib dan kesejahteraan guru yang memprihatinkan pemerintah
Indonesia ingin memberikan reward berupa pemberiantunjangan professional
yang berlipat dari gaji yang diterima. Dengan harapan kedepan tidak ada lagi guru
yang bekerja mencari objekan di luar dinas karena kesejahteraannya sudah
terpenuhi.
Peningkatan mutu guru lewat program sertifikasi ini sebagai upaya
peningkatan mutu pendidikan. Rasionalnya adalah apabila kompetensi guru bagus
yang diikuti dengan penghasilan yang bagus, diharapkan kinerjanya juga bagus.
Apabila kinerjanya bagus maka kegiatan belajar mengajar juga bagus. Dan dari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
hal tersebut diharapkan membuahkan pendidikan yang bermutu, pemikiran itulah
yang mendasari bahwa guru perlu disertifikasi. (Masnur, 2007:8)
Untuk mengetahui sertifikasi guru dalam meningkatkan profesional guru
maka diperlukan adanya suatu evaluasi dan dari implementasi sertifikasi guru.
Implementasi merupakan suatu penerapan ide, konsep, kebijakan, atau inovasi
dalam suatu tindakan praktis sehingga memberikan dampak, baik berupa
perubahan pengetahuan, ketrampilan maupun nilai dan sikap. Dalam Oxford
Advance Learner’s Dictionary dikemukakan bahwa implementasi adalah: ”put
something into effect”, (penerapan sesuatu yang memberikan efek atau dampak).
Mulyasa (2007:93). Implementasi sertifikasi guru dapat didefinisikan sebagai
suatu proses penerapan ide, konsep dan kebijakan pemerintah dengan memberikan
sertifikat pendidik kepada guru yang telah memenuhi standar profesi guru.
SMAN 1 Nguter merupakan salah satu sekolah menengah atas (SMA)
yang berada Kabupaten Sukoharjo. Dari beberapa SMA yang berada di
Kabupaten Sukoharjo, SMAN 1 Nguter, Sukoharjo termasuk SMA yang sedang
berkembang dan berusaha untuk meningkatkan kualitas pendidikannya. Di SMAN
1 Nguter, Sukoharjo terdapat guru yang telah disertifikasi sebanyak 20 guru dari
total 36 tenaga pendidik (guru) (55,5% tenaga pendidik bersertifikasi dari total
jumlah guru yang mengajar di SMA tersebut).
Penelitian ini diadakan untuk melihat kendala yang dihadapi SMAN 1
Nguter, Sukoharjo dalam sertifikasi guru dan usaha-usaha yang dilakukan untuk
mengatasi masalah tersebut. Penelitian ini dimaksudkan untuk melihat sejauh
mana keberhasilan dan implementasi sertifikasi guru dalam meningkatkan kualitas
pendidikan di Indonesia dan meningkatkan profesionalisme guru khususnya di
SMAN 1 Nguter, Sukoharjo. Bertolak dari uraian di atas, peneliti melakukan
penelitian dengan judul “IMPLEMENTASI SERTIFIKASI GURU DALAM
MENINGKATKAN PROFESIONAL GURU.”
(Studi Kasus Guru di SMA Negeri 1 Nguter, Sukoharjo Tahun Pelajaran
2010/2011)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
B. Perumusan Masalah
Dari latar belakang di atas dapat dirumuskan masalah yaitu:
1. Bagaimana Implementasi Sertifikasi Guru Dalam Meningkatkan Profesional
Guru di SMAN 1 Nguter, Sukoharjo?
2. Bagaimana dampak yang muncul dalam implementasi sertifikasi guru dalam
usaha meningkatkan profesionalisme guru di SMAN 1 Nguter, Sukoharjo?
3. Bagaimana kendala yang dihadapi dan usaha yang dilakukan di SMAN 1
Nguter, Sukoharjo dalam implementasi sertifikasi guru?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui implementasi sertifikasi guru dalam usaha meningkatkan
profesionalisme guru di SMAN 1 Nguter, Sukoharjo.
2. Untuk mengetahui dampak yang muncul dalam implementasi sertifikasi guru
dalam usaha meningkatkan profesionalisme guru di SMAN 1 Nguter,
Sukoharjo.
3. Untuk mengetahui kendala yang dihadapi dan usaha yang dilakukan di SMAN
1 Nguter, Sukoharjo dalam implementasi sertifikasi guru.
D. Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, maka hasil
penelitian ini diharapkan akan dapat bermanfaat baik secara teoretis maupun
secara secara praktis.
1. Manfaat Teoretis
1. Menambah dan memperluas wawasan atau pengetahuan di bidang
pendidikan mengenai sertifikasi guru.
2. Meningkatkan wacana bagi pengembangan ilmu pendidikan khususnya
bidang pendidikan.
3. Dapat dipakai sebagai acuan dan referensi bagi peneliti-peneliti sejenis
untuk tahap selanjutnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
2. Manfaat Praktis
1. Bagi Pemerintah dan Masyarakat
Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi pemerintah dan
masyarakat untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan kebijakan sertifikasi
guru dalam upayanya untuk meningkatkan profesional guru.
2. Bagi Guru (Pendidik)
Hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan bagi guru untuk mampu
mengembangkan potensi dan meningkatkan profesionalisme sebagai pendidik.
3. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini bagi peneliti dapat menambah pengalaman,
pengetahuan dan pengalaman teori ilmu yang telah di peroleh di bangku
kuliah, serta sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Konsep Profesi Guru
a. Pengertian Profesi
Profesi diartikan sebagai suatu pekerjaan yang mensyaratkan persiapan
spesialisasi akademik dalam waktu yang relatif lama di perguruan tinggi, baik dalam
bidang sosial, eksakta maupun seni, dan pekerjaan itu lebih bersifat mental intelektual
daripada fisik manual, yang dalam mekanisme kerjanya dikuasai oleh kode etik.
Dengan demikian pekerjaan profesional merupakan pekerjaan yang dipersiapkan
melalui proses pendidikan dan pelatihan. Semakin tinggi tingkat pendidikan yang
dipenuhinya, maka semakin tinggi pula derajat profesi yang diembannya. Tinggi
rendahnya pengakuan profesionalisme sangat tergantung pada keahlian yang
ditempuh (Nurdin, 2010:101-102).
Hornby dalam Udin Syaefudin Saud (2009: 3), menyebutkan secara leksikal
bahwa, “perkataan profesi itu mengandung berbagai makna dan pengertian. Pertama,
profesi itu menunjukkan dan mengungkapkan suatu kepercayaan (to profess means to
trust), bahkan suatu keyakinan (to belief in) atas segala sesuatu kebenaran (ajaran
agama) atau kredibilitas seseorang. Kedua, profesi itu dapat pula menunjukkan dan
mengungkapkan suatu pekerjaan atau urusan tertentu”.
Peter Salim dalam Nurdin (2010: 99) menegaskan bahwa “profesi merupakan
suatu bidang pekerjaan yang berdasarkan pada pendidikan keahlian tertentu”.
Sedangkan Kenneth Lynn dalam Nurdin (2010: 100) memberikan definisi profesi
sebagai berikut: “a profession delivers esoteric service based on esoteric knowledge
systematically formulated and applied to the needs of a client” (suatu profesi yang
menyajikan jasa dengan berdasarkan pada ilmu pengetahuan yang dipahami oleh
8
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
orang tertentu secara sistematik yang diformulasikan dan diterapkan untuk memenuhi
kebutuhan klien).
Webster’s New World Dictionary dalam Udin Syaefudin Saud (2009: 34)
menunjukkan lebih lanjut bahwa “profesi merupakan suatu pekerjaan yang menuntut
pendidikan tinggi (kepada pengembannya) dalam liberal arts atau science, dan
biasanya meliputi pekerjaan mental dan bukan pekerjaan manual, seperti mengajar,
keinsinyuran, mengarang, kedoteran, hukum dan teknologi”.
Vollmer dalam Udin Syaefudin Saud (2009: 5) dengan menggunakan
pendekatan sosiologik, mempersepsikan bahwa “profesi itu sesungguhnya hanyalah
merupakan suatu jenis model atau tipe pekerjaan ideal saja, karena dalam realitasnya
bukanlah hal yang mudah untuk mewujudkannya”. Namun, bukanlah hal yang
mustahil pula untuk mencapainya. Proses usaha menuju kearah terpenuhinya
persyaratan suatu jenis model pekerjaan ideal itulah yang dimaksudkan dengan
profesionalisasi.
Selanjutnya Webstar dalam Kunandar (2007:45) Profesi juga diartikan
sebagai suatu jabatan atau pekerjaan tertentu yang mensyaratkan pengetahuan dan
ketrampilan khusus yang diperoleh dari pendidikan akademis yang intensif. Menurut
Sanusi dalam Udin Syaefudin Saud (2009: 6-7) istilah yang berkaitan dengan profesi
yaitu:
1) Profesi, adalah suatu jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian
(experties) dari para anggotanya. Artinya, ia tidak bisa dilakukan oleh
sembarangan orang yang tidak dilatih dan tidak disiapkan secara khusus untuk
melakukan pekerjaan itu. Keahlian diperoleh dari apa yang disebut
profesionalisasi, yang dilakukan baik sebelum seseorang menjalani suatu
profesi itu (pendidikan/latihan/pra jabatan) maupun setelah menjalani suatu
profesi (in-service training).
2) Profesional, menunjuk pada dua hal. Pertama, orang yang menyandang suatu
profesi, misalnya “dia seorang profesional”. Kedua, penampilan seseorang
dalam melakukan pekerjaannya yang sesuai dengan profesinya. Pengertian
kedua ini, profesional dikontraskan dengan “non-profesional” atau “amatir”
3) Profesionalisme, menunjuk kepada komitmen para anggota suatu profesi
untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya dan terus menerus
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
mengembangkan strategi-strategi yang digunakannya dalam melakukan
pekerjaan yang sesuai dengan profesinya.
4) Profesionalisasi, menunjuk pada proses peningkatan kualifikasi maupun
kemampuan para anggota profesi dalam mencapai kriteria yang standar dalam
penampilannya sebagai anggota suatu profesi. Profesionalisasi pada dasarnya
merupakan serangkaian proses pengembangan profesional (professional
development) baik dilakukan melalui pendidikan/latihan “prajabatan” maupun
“dalam-jabatan”. Oleh karena itu, profesionalisasi merupakan proses yang
life-long dan never-ending, secepat seseorang telah menyatakan dirinya
sebagai warga suatu profesi.
Dari berbagai penjelasan ini dapat disimpulkan bahwa profesi itu pada
hakikatnya merupakan suatu pekerjaan tertentu yang menuntut keahlian persyaratan
khusus dan istimewa sehingga meyakinkan dan memperoleh kepercayaan pihak yang
memerlukannya. Selain itu profesi juga merupakan bidang pekerjaan yang
dikarenakan oleh panggilan jiwa dari dalam diri pribadi. Profesi pada hakikatnya
adalah suatu pernyataan atau suatu janji terbuka yang menyatakan bahwa seseorang
mengabdikan dirinya pada suatu jabatan atau pelayanan karena orang tersebut merasa
terpanggil untuk menjabat pekerjaan itu.
b. Pengertian Guru
Dalam dunia pendidikan, guru (pendidik) merupakan kunci yang penting
dalam proses kegiatan belajar mengajar. Pendidik merupakan tenaga profesional yang
bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil
pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian
dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik di sekolah maupun di
perguruan tinggi.
Definisi yang kita kenal sehari-hari adalah bahwa guru merupakan orang yang
harus digugu dan ditiru, dalam arti orang yang memiliki karisma atau wibawa hingga
perlu untuk ditiru dan diteladani. Menurut Laurence dan Jonatan dalam Hamzah B.
Uno (2007) menyatakan bahwa “Teacher is professional person who conduct
classes”. (Guru adalah seseorang yang mempunyai kemampuan dalam menata dan
mengelola kelas). Sedangkan menurut Jean D. Grambs dan Morris dalam Hamzah B.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
Uno (2007) menyatakan bahwa “Teacher are those persons who consciously direct
the experiences and behavior of an individual so that education takes places.” ( Guru
adalah mereka yang secara sadar mengarahkan pengalaman dan tingkah laku dari
seorang individu hingga dapat terjadi pendidikan).
Menurut Hamzah B. Uno (2007: 15) “guru adalah orang dewasa yang secara
sadar bertanggung jawab dalam mendidik, mengajar, dan membimbing peserta
didik”. Orang yang disebut guru adalah orang yang memiliki kemampuan merancang
program pembelajaran serta mampu menata dan mengelola kelas agar peserta didik
dapat belajar dan pada akhirnya dapat mencapai tingkat kedewasaan sebagai tujuan
akhir dari proses pendidikan.
Pendidik atau guru adalah orang dewasa yang bertanggung jawab memberi
pertolongan kepada anak didik dalam perkembangan jasmani dan rohaninya agar
mencapai tingkat kedewasaannya, mampu berdiri sendiri memenuhi tugasnya sebagai
makhluk Tuhan dan makhluk sosial dan sebagai individu atau pribadi yang mandiri.
Pendidik sebagai medium agar anak didik dapat mencapai tujuan pendidikan yang
telah dirumuskan. Tanpa pendidik, tujuan manapun yang telah dirumuskan tidak akan
dapat tercapai. (Soedomo Hadi, 2005: 5)
Secara legal formal yang dimaksudkan guru adalah seseorang yang
memperoleh Surat Keputusan (SK), baik dari pemerintah maupun swasta untuk
melaksanakan tugasnya, dan karena itu ia memiliki hak dan kewajiban untuk
melaksanakan kegiatan belajar mengajar di lembaga pendidikan sekolah. Menurut
UU RI No. 14 Tahun 2005 (Undang-Undang Tentang Guru dan Dosen) pasal 1 “Guru
adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak
usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah”.
Guru, menurut Zakiyah Daradjat dalam Nurdin (2010: 127), adalah pendidik
profesional karena secara implisit ia telah merelakan dirinya menerima dan memikul
sebagian tanggung jawab pendidikan yang terpikul di pundak orang tua.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
Profesionalisasi guru mencakup kualifikasi formal dengan diberikannya lisensi
mengajar dan perlu dijiwai dengan kualifikasi nyata yang hanya mungkin diwujudkan
dalam praktik. Menurut Poerwadarminta dalam Nurdin (2010: 127) “guru adalah
orang yang kerjanya mengajar. Mengajar merupakan tugas pokok seorang guru dalam
mendidik muridnya”.
Guru profesional memiliki pengetahuan dan ketrampilan tertentu yang tidak
dimiliki oleh orang awam. Dengan pengetahuan dan ketrampilan-ketrampilan ini guru
dapat melaksanakan fungsi-fungsi khususnya yaitu membuat dan melaksanakan
keputusan-keputusan dalam membelajarkan peserta didik dengan hasil yang efektif
dan efisien. Menurut (Kunandar, 2007:46) Guru profesional yaitu “Guru yang
memiliki kompetensi yang dipersyaratkan untuk melakukan tugas pendidikan dan
pengajaran. Kompetensi disini meliputi pengetahuan, sikap, dan ketrampilan
profesional, baik yang bersifat pribadi, sosial, maupun akademis”.
Dari defisnisi di atas dapat disimpulkan bahwa guru atau pendidik merupakan
tenaga profesional dengan tugas utama mendidik, membimbing, mengarahkan,
melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik. Selain itu guru juga bertugas
merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran,
melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian
kepada masyarakat, terutama bagi pendidik di sekolah maupun di perguruan tinggi.
Karena begitu pentingnya profesi guru, maka guru dituntut untuk bersikap
profesional. Guru yang profesional adalah orang yang terdidik dan terlatih dengan
baik, serta memiliki pengalaman yang kaya di bidangnya.
c. Peran dan Fungsi Guru
Guru merupakan kunci penting dalam dunia pendidikan, dimana guru
berperan penting dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Peran dan fungsi guru
berpengaruh terhadap pelaksanaan pendidikan di sekolah. Menurut Mulyasa (2007:
19) menjelaskan peran dan fungsi tersebut adalah sebagai berikut:
1) Sebagai pendidik dan pengajar, bahwa setiap guru harus memiliki
kestabilan emosi, ingin memajukan peserta didik, bersikap realitas, jujur
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
dan terbuka, serta peka terhadap perkembangan, terutama inovasi
pendidikan.
2) Sebagai anggota masyarakat, bahwa setiap guru harus pandai bergaul
dengan masyarakat.
3) Sebagai pemimpin, bahwa setiap guru adalah pemimpin, yang harus
memiliki kepribadian, menguasai ilmu kepemimpinan, prinsip hubungan
antar manusia, tehnik berkomunikasi, serta menguasai berbagai aspek
kegiatan organisasi sekolah.
4) Sebagai administrator, bahwa setiap guru akan dihadapkan pada berbagai
tugas administrasi yang harus dikerjakan di sekolah, sehingga harus
memiliki kepribadian yang jujur, teliti, rajin, serta memahami strategi dan
manajemen pendidikan.
5) Sebagai pengelola pembelajaran, bahwa setiap guru harus mampu dan
menguasai berbagai metode pembelajaran dan memahami situasi belajar-
mengajar di dalam maupun di luar kelas.
Dalam Standar Nasional Pendidikan (NSP) Pasal 28, dikemukakan bahwa:
“Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen
pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk
mewujudkan tujuan pendidikan nasional.” Selanjutnya dalam penjelasannya
dikemukakan bahwa: “yang dimaksud dengan pendidik sebagai agen pembelajaran
(learning agent) adalah peran pendidik antara lain sebagai fasilitator, motivator,
pemacu, maupun pemberi inspirasi.
Lebih lanjut Mulyasa (2007:53-67) menjelaskan peran guru sebagai agen
pembelajaran yaitu sebagai berikut:
1) Guru sebagai Fasilitator
Tugas guru tidak hanya menyampaikan informasi kepada peserta didik,
tetapi harus menjadi fasilitator yang bertugas memberikan kemudahan
belajar (facilitate of learning) kepada seluruh peserta didik. Sebagai
fasilitator tugas guru yang paling utama adalah memberi kemudahan
belajar, bukan hanya menceramahi atau mengajar saja.
2) Guru sebagai Motivator
Guru dituntut untuk dapat membangkitkan motivasi belajar peserta didik.
Callahan and Clark dalam Mulyasa (2007:58) mengemukakan bahwa
motivasi adalah tenaga pendorong atau penarik yang menyebabkan adanya
tingkah laku kearah suatu tujuan tertentu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
3) Guru sebagai Pemacu
Sebagai pemacu belajar, guru harus mampu melipatgandakan potensi
peserta didik, dan mengembangkannya sesuai dengan aspirasi dan cita-cita
mereka dimasa yang akan datang.
4) Guru sebagai Pemberi Inspirasi
Seorang guru harus memerankan diri dan memberikan inspirasi bagi
peserta didik, sehingga kegiatan belajar dan pembelajaran dapat
membangkitkan berbagai pemikiran, gagasan, dan ide-ide baru. Untuk itu
guru harus mampu menciptakan lingkungan sekolah yang aman, nyaman,
tenang dan menyenangkan (joyfull teaching and learning), agar dapat
memberikan inspirasi dan gairah belajar.
Menurut Hamzah B. Uno (2007: 27) peran guru yang dikaitkan dengan
konsep pendidikan berbasis lingkungan dalam proses pembelajaran, peran guru yaitu:
1) Pemimpin belajar
2) Fasilitator belajar
3) Moderator belajar
4) Motivator belajar
5) Evaluator belajar
a. Ciri-Ciri Dan Syarat Profesi Guru
Chandler dalam Piet A. Sahertian (1994:27-28) menjelaskan ciri guru sebagai
suatu profesi yaitu:
1) Mementingkan layanan kemanusiaan dari pada kepentingan pribadi.
2) Mempunyai status yang tinggi
3) Memiliki pengetahuan yang khusus dalam hal mengajar dan mendidik,
4) Memiliki kegiatan intelektual.
5) Memiliki hak untuk memperoleh standard kualifikasi profesional.
6) Mempunyai kode etik profesi yang ditentukan oleh organisasi profesi.
Eric Hoyle dalam Piet A. Sahertian (1994:29) mengemukakan ciri guru
sebagai profesi yaitu:
1) Hakikat suatu profesi ialah bahwa seseorang itu lebih mengutamakan
tugasnya sebagai suatu layanan sosial.
2) Suatu profesi dilandasi dengan memiliki sejumlah pengetahuan yang
sistematis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
3) Suatu profesi memiliki otonomi yang tinggi, artinya memiliki kebebasan
yang besar dalam melakukan tugasnya karena merasa mempunyai
tanggung jawab moral yang tinggi.
4) Suatu profesi dikatakan punya otonomi jika orang tersebut dapat mengatur
dirinya sendiri atas tanggung jawabnya.
5) Suatu profesi memiliki kode etik.
6) Suatu profesi umumnya mengalami pertumbuhan terus menerus.
Menurut Hamzah B. Uno (2007: 29-30) tidak semua orang dapat
melaksanakan tugas profesional. Guru harus memenuhi syarat yang telah ditetapkan.
Syarat tersebut yaitu:
1) Guru harus berijazah
2) Guru harus sehat jasmani dan rohani
3) Guru harus bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berkelakukan
baik.
4) Guru haruslah orang yang bertanggung jawab
5) Guru di Indonesia harus berjiwa nasional
Selain itu lebih lanjut Hamzah menjelaskan syarat lain yang erat dengan tugas
guru yaitu:
1) Harus adil dan dapat dipercaya.
2) Sabar, rela berkorban, dan menyayangi peserta didiknya.
3) Memiliki kewibawaan dan tanggung jawab akademis.
4) Bersikap baik pada rekan guru, staf di sekolah, dan masyarakat.
5) Harus memiliki wawasan pengetahuan yang luas dan menguasai mata
pelajaran yang dibinanya.
6) Harus selalu introspeksi diri dan siap menerima kritik dari siapapun.
7) Harus berupaya meningkatkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Sedangkan menurut Undang-Undang No 14 tentang Guru dan dosen pasal 8
dijelaskan syarat guru yaitu “Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi,
sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk
mewujudkan tujuan pendidikan nasional”. Menurut Soedomo Hadi (2005: 24-26)
pendidik akan mampu memenuhi tugas-tugasnya dengan baik bila memenuhi syarat.
Syarat sebagai pendidik meliputi:
1) Umur
Pendidik haruslah dewasa yaitu usia minimal 18 tahun untuk wanita, dan
21 bagi laki-laki.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
2) Kesehatan
Pendidik harus sehat jasmani dan rohani
3) Keahlian atau skill
Pendidik harus memiliki ijazah sehingga dapat menjamin pendidik
memiliki pengetahuan, keahliansesuai dengan tugasnya.
4) Kesusilaan dan dedikasi
Pendidik harus memiliki kesusilaan atau budi pekerti yang baik. Hal ini
adalah konsekuensi rasa tanggung jawab dalam membimbing anak didik.
Dari berbagai penjelasan ini dapat disimpulkan bahwa profesi guru pada
hakikatnya merupakan suatu pekerjaan tertentu yang menuntut persyaratan khusus
dan istimewa juga ketrampilan dalam mengajar peserta didiknya. Selain itu profesi
guru juga merupakan bidang pekerjaan yang menuntut pengetahuan dan panggilan
jiwa dari dalam diri pribadi. ciri-ciri dan syarat guru sebagai profesi yaitu; adanya
komitmen dari para guru bahwa jabatan itu mengharuskan pengikutnya menjunjung
tinggi martabat kemanusiaan lebih dari pada mencari keuntungan sendiri, suatu
profesi mensyaratkan orangnya mengikuti persiapan profesional dalam jangka waktu
tertentu, harus selalu menambah pengetahuan agar terus-menerus bertumbuh dalam
jabatannya, memiliki kode etik jabatan, memiliki kemampuan intelektual untuk
menjawab masalah-masalah yang dihadapi, selalu ingin belajar terus-menerus
mengenai bidang keahlian yang ditekuni, menjadi anggota dari suatu organisasi
profesi, jabatan itu dipandang sebagai suatu karier hidup.
2. Konsep Implementasi Sertifikasi Guru
a. Pengertian Sertifikasi Guru
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang
Guru Dan Dosen, dikemukakan bahwa sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat
pendidik untuk guru dan dosen. Sedangkan sertifikat pendidik adalah bukti formal
sebagai pengakuan yang diberikan kepada guru dan dosen sebagai tenaga profesional.
(Mulyasa, 2007: 33). Menurut Suyatno (2008:2) “Sertifikasi guru adalah proses
pemberian sertifikat pendidik kepada guru yang telah memenuhi standar profesi
guru”.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
Sertifikasi guru merupakan amanat undang-undang republik Indonesia nomor
20 tahun 2003 tentang Sisdiknas. Pasal 61 menyatakan bahwa sertifikat dapat
berbentuk ijazah dan sertifikat kompetensi, tetapi bukan sertifikat yang diperoleh
melalui pertemuan ilmiah seperti seminar, diskusi panel, lokakarya, dan simposium.
Namun, sertifikat kompetensi diperoleh dari penyelenggara pendidikan dan lembaga
pelatihan setelah lulus uji kompetensi yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan
yang terakreditasi atau lembaga sertifikasi. (Mulyasa, 2007: 39)
Untuk memahami sertifikasi guru Muslich,( 2007: 2) mengutip beberapa
pasal dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang
Guru Dan Dosen yaitu:
1) Pasal 1 butir 11: Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pendidik
kepada guru dan dosen.
2) Pasal 8: guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat
pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk
mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
3) Pasal 11 butir 1: Sertifikat pendidik sebagaimana dalam Pasal 8 diberikan
kepada guru yang telah memenuhi persyaratan.
4) Pasal 16: guru yang memiliki sertifikat pendidik memperoleh tunjangan
profesi sebesar satu kali gaji, guru negeri maupun swasta dibayar pemerintah.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan sertifikasi guru adalah proses
pemberian sertifikat pendidik kepada guru yang telah memenuhi persyaratan tertentu,
yaitu memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sehat jasmani dan rohani, serta
memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yang dibarengi
dengan peningkatan kesejahteraan yang layak.
b. Tujuan dan Manfaat Sertifikasi Guru
Suyatno (2008: 2) menjelaskan bahwa sertifikasi guru memiliki beberapa
tujuan, yaitu:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
1) Menentukan kelayakan guru dalam melaksanakan tugas sebagai agen
pembelajaran dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
2) Meningkatkan proses dan mutu hasil pendidikan
3) Meningkatkan martabat guru
4) Meningkatkan profesionalitas guru
Sedangkan menurut Wibowo dalam Mulyasa (2007:35), mengungkapkan
bahwa sertifikasi bertujuan sebagai berikut:
1) Melindungi profesi pendidik dan tenaga kependidikan.
2) Melindungi masyarakat dari praktik-praktik yang tidak kompeten, sehingga
merusak citra pendidik dan tenaga kependidikan.
3) Membantu dan melindungi lembaga penyelenggara pendidikan dengan
menyediakan rambu-rambu dan instrument untuk melakukan seleksi terhadap
pelamar yang kompeten.
4) Membangun citra masyarakat terhadap profesi pendidik dan tenaga
kependidikan.
Sertifikasi guru memiliki banyak manfaat baik bagi guru yang bersangkutan
maupun dalam dunia pendidikan. Menurut Suyatno (2008:3) manfaat sertifikasi guru
yaitu:
1) Melindungi profesi guru dari praktik-praktik yang tidak kompeten, yang
dapat merusak citra profesi guru.
2) Melindungi masyarakat dari praktik-praktik pendidikan yang tidak
berkualitas dan tidak profesional.
3) Meningkatkan kesejahteraan guru
Sedangkan menurut Masnur (2007:9) manfaat sertifikasi guru yaitu:
1) Melindungi profesi guru dari praktik layanan pendidikan yang tidak
kompeten sehingga merusak citra profesi guru.
2) Melindungi masyarakat dari praktik pendidikan yang tidak berkualitas dan
profesional yang akan menghambat upaya peningkatan kualitas
pendidikan dan penyiapan sumber daya manusia .
3) Menjadi wahana penjamin mutu bagi LPTK yang bertugas
mempersiapkan calon guru dan juga berfungsi sebagai control mutu bagi
pengguna layanan pendidikan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
4) Menjaga lembaga penyelenggara pendidikan dari keinginan internal dan
eksternal yang potensial dapat menyimpang dari ketentuan yang berlaku.
Menurut Mulyasa (2007: 35-36) menjelaskan bahwa sertifikasi pendidik
mempunyai manfaat sebagai berikut:
1) Pengawasan mutu
a) Lembaga sertifikasi yang telah mengidentifikasi dan menentukan
seperangkat kompetensi yang bersifat unik.
b) Untuk setiap jenis profesi dapat mengarahkan para praktisi untuk
mengembangkan tingkat kompetensinya secara berkelanjutan.
c) Peningkatan profesionalisme melalui mekanisme seleksi, baik pada waktu
awal masuk organisasi profesi maupun pengembangan karier selanjutnya.
d) Proses seleksi yang lebih baik, program pelatihan yang lebih bermutu
maupun usaha belajar secara mandiri untuk mencapai peningkatan
profesionalisme.
2) Penjaminan mutu
a) Adanya proses pengembangan profesionalisme dan evaluasi terhadap
kinerja praktisi akan menimbulkan persepsi masyarakat dan pemerintah
menjadi lebih baik terhadap organisasi profesi beserta anggotanya.
b) Sertifikasi menyediakan informasi yang berharga bagi para pengguna
yang ingin mempekerjakan orang dalam bidang keahlian dan
keterampilan tertentu.
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pada hakekatnya tujuan dan
manfaat sertifikasi guru yaitu melindungi profesi guru agar guru dapat profesional
serta meningkatkan kesejahteraan guru. Sertifikasi guru juga dapat menjadi barometer
untuk menentukan kelayakan guru dalam melaksanakan tugas sebagai agen
pembelajaran dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
c. Implementasi Sertifikasi Guru
Sedangkan Implementasi merupakan suatu penerapan ide, konsep, kebijakan,
atau inovasi dalam suatu tindakan praktis sehingga memberikan dampak, baik berupa
perubahan pengetahuan, ketrampilan maupun nilai dan sikap. Dalam Oxford Advance
Learner’s Dictionary dikemukakan bahwa implementasi adalah: ”put something into
effect”, (penerapan sesuatu yang memberikan efek atau dampak). Mulyasa (2007:93).
Implementasi bermuara pada aktivitas, adanya aksi, tindakan, atau mekanisme suatu
sistem. Ungkapan mekanisme mengandung arti bahwa implementasi bukan sekadar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
aktivitas, tetapi suatu kegiatan yang terencana dan dilakukan secara sungguh-sungguh
berdasarkan acuan norma tertentu untuk mencapai tujuan kegiatan. Jadi implementasi
adalah suatu operasionalisasi dari ide, konsep maupun kebijakan dalam bentuk
praktis yang terencana dan dilakukan secara sungguh-sungguh berdasar acuan tetentu
untuk mencapai tujuan kegiatan.
Berdasarkan pengertian tersebut, implementasi sertifikasi guru dapat diartikan
sebagai suatu proses penerapan ide, konsep, kebijakan dan inovasi baru dengan
pemberian sertifikat pendidik kepada guru yang telah memenuhi standar profesi guru.
Sehingga diharapkan akan muncul dampak atau perubahan pengetahuan, ketrampilan
maupun nilai dan sikap yang menyatakan guru tersebut profesional. Dalam
implementasi sertifikasi guru untuk melihat profesional guru dapat dilihat melalui
kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam pembelajaran. Implementasi kegiatan
pembelajaran harus menggunakan acuan implementasi pembelajaran yang dipakai
dalam kurikulum yang saat ini berlaku yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (
KTSP ). Menurut Mulyasa (2005) dalam Kunandar, 2007: 234 agar kurikulum dapat
diimplementasikan secara efektif, serta dapat meningkatkan kualitas pembelajaran,
maka guru harus:
1) Menguasai dan memahami kompetensi dasar dan hubungannya dengan
kompetensi lain dengan baik.
2) Menyukai apa yang diajarkannya dan menyukai mengajar sebagai profesi.
3) Memahami peserta didik.
4) Menggunakan metode yang bervariasi dalam mengajar.
5) Mengikuti perkembangan mutakhir.
6) Menyiapkan proses pembelajaran
7) Menghubungkan pengalaman yang lalu dengan kompetensi yang akan
dikembangkan.
Berdasarkan acuan diatas maka proses implementasi kegiatan pembelajaran
yang dilakukan yaitu:
1) Perencanaan
Dalam perencanaan terdapat beberapa kegiatan yang harus dilakukan oleh
guru antara lain:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
a) Pemetaan Kompetensi Dasar
Pemetaan ini dilakukan dengan memetakan seluruh standar kompetensi dan
kompetensi dasar. Tujuan dari kegiatan ini adalah supaya mendapatkan gambaran
secara utuh dan menyeluruh dari mata pelajaran yang akan disampaikan.
b) Penentuan Topik/Tema
Dalam penentuan topik/tema ada beberapa hal yang harus diperhatikan antara
lain: Topik merupakan perekat antar Kompetensi Dasar dalam satu rumpun mata
pelajaran. Topik yang ditentukan relevan dengan Kompetensi Dasar yang ada dalam
satu tingkatan kelas dan relevan dengan kondisi dan pengalaman peserta didik.
penentuan tema juga dapat menggunakan isu sentral yang berkembang di masyarakat
tetapi masih ada keterkaitan dengan Kompetensi Dasar yang telah dipetakan.
c) Penjabaran Kompetensi Dasar ke dalam Indikator Sesuai dengan Topik atau
Tema
Kompetensi dasar yang sudah dipetakan kemudian diderivasikan kedalam
indicator yang disesuaikan dengan topik dan tema. Penjabaran kedalam indikator
bertujuan untuk membuat parameter hasil belajar yang ingin dicapai dan nantinya
dapat digunakan sebagai pijakan dalam penyusunan silabus.
d) Pengembangan Silabus
Dari seluruh proses perencanaan di atas adalah sebagai dasar penyusunan
silabus. Penyusunan silabus sendiri terdiri dari standar kompetensi mata pelajaran,
Kompetensi Dasar, indikator, pengalaman belajar, alokasi waktu dan penilaian.
e) Penyusunan desain atau rencana pembelajaran.
Sebelumnya Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar telah ditentukan
dalam Standar Isi tetapi memang setiap sekolah berhak untuk mengembangkannya
sesuai dengan kebutuhan dan karakteristiknya. Rencana pembelajaran merupakan
aktualisasi dan realisasi pengalaman belajar peserta didik yang telah ditentukan dalam
silabus.
2) Pelaksanaan/Proses Pembelajaran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
Kegiatan ini seharusnya sudah teracang dalam RPP sehingga guru akan lebih mudah
untuk mengimplementasikan pembelajaran dilapangan. Pelaksanaan dari kegiatan ini
terbagi menjadi tiga kegiatan yaitu kegiatan pendahuluan fungsinya untuk
menciptakan suasana awal pembelajaran yang memungkinkan peserta didik untuk
mengikuti pelajaran dengan baik. Kegiatan yang selanjutnya adalah proses
pembelajaran atau kegiatan inti pembelajaran dan yang terakhir adalah kegiatan
penutup.
Dalam pelaksanaan pembelajaran sebaiknya dilakukan dengan melibatkan
peserta didik secara aktif (active learning) menekankan pada pembentukan
(konstruktif) pengalaman belajar peserta didik (learning experience). Dalam
pelaksanaan pembelajaran ini guru sebagai fasilitator tetapi dituntut untuk mampu
menyajikan pembelajaran secara terpadu dengan strategi dan metode tertentu
disesuaikan dengan materi pelajaran dan kondisi peserta didik. Guru dapat
menggunakan bebarapa model pembelajaran kontekstual agar peserta didik mampu
menerapkan pengetahuan yang sudah dipelajari ke dalam realitas hidup, ini yang
nantinya akan membentuk pengalaman belajar pada peserta didik. Selain itu
pembelajaran dilakukan secara konstruktif dalam artian tidak hanya membentuk
pengetahuan peserta didik secara kognitif saja melainkan juga membentuk nilai,
sikap, keterampilan dan kepribadian peserta didik. Dalam penyajianya guru dapat
menggunakan strategi dengan pengajaran individual maupun team teaching
disesuaikan dengan kemampuan dan penguasaan guru terhadap materi pelajaran yang
dipadukan.
3) Evaluasi Pembelajaran
Evaluasi pembelajaran terdiri dari evaluasi proses dan evaluasi hasil
pembelajaran. Evaluasi atau penilaian proses belajar merupakan upaya pemberian
nilai pada kegiatan yang dilakukan oleh peserta didik dan guru selama pembelajaran
dan penilaian hasil belajar merupakan penilaian terhadap hasil belajar dengan criteria
tertentu. Hasil belajar pada hakikatnya adalah pencapaian kompetensi-kompetensi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
baik berupa pengetahuan, nilai, sikap, maupun keterampilan peserta didik. Dari kedua
penilaian baik penilaian hasil belajar dan penilaian proses saling berkaitan dan
berpengaruh karena hasil belajar merupakan akibat dari proses pembelajaran. Dalam
evaluasi atau penilaian secara aplikatif dijabarkan dalam teknik penilaian, bentuk
instrumen penilaian dan instrument itu sendiri. Dalam panduan pegembangan
pembelajaran disebutkan “ teknik penilaian merupakan cara yang digunakan dalam
pelaksanaan penilaian tersebut”. Teknik ini dibagi menjadi dua yaitu tes dan non tes.
Untuk penilaian tes berupa tagihan tes harian maupun tes kuis. Teknik penilaian non
tes dapat dilakukan dengan observasi, angket, wawancara, portofolio, proyek, tugas
dan lain-lain. Bentuk instrumen penelitian yaitu alat yang digunakan untuk
mengukur, menilai dan mengevaluasi kompetensi yang sudah dicapai oleh peserta
didik. Bentuk instrument bisa beraneka ragam disesuaikan dengan teknik penilaian
yang digunakanapakah berupa tes maupun non tes.
3. Konsep Guru Profesional
a. Pengertian Profesional
Tuntutan atas profesionalisme, sebagai suatu faham dan konsep idealisme
profesional, sering dijadikan tuntutan terhadap keberadaan pegawai di lingkungan
birokrasi pemerintahan. Namun pemahaman akan profesionalisme itu sendiri masih
belum jelas dan belum ada standar penilaiannya. Sebutan “Profesional” itu sendiri
berasal dari kata “profesi”. Jadi, berbicara tentang profesional tentu mengacu pada
pengertian profesi, sebagai suatu bidang pekerjaan. Dalam hal profesi tiy, Mc Cully
(1969) (Kunandar, 2007: 4) mengatakan bahwa “Vocation an which profesional
knowledge of some department a learning science is used in its application to the
other or in the practice of an art found it”.
Norlander (2009: 57) mendefinisikan profesional sebagai perangkat atribut-
atribut yang diperlukan guna menunjang suatu tugas agar sesuai dengan standar kerja
yang diinginkan. Dari pendapat ini, sebutan standar kerja merupakan faktor
pengukuran atas bekerjanya seorang atau kelompok orang dalam melaksanakan tugas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
Menurut Kunandar (2007:45) “ Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan
yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang
memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu dan
norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.
Dari pengertian itu dapat disimpulkan bahwa dalam suatu pekerjaan yang
bersifat profesional dipergunakan teknik serta prosedur yang bertumpu pada landasan
intelektual, yang secara sengaja harus dipelajari dan kemudian secara langsung dapat
diabadikan bagi kemaslahatan orang lain. Faktor penting dalam hal ini adalah
intelektualitas yang di dalamnya tercakup satu atau beberapa keahlian kerja yang
dianggap mampu menjamin proses pekerjaan dan hasil kerja yang profesional, atau
tercapainya nilai-nilai tertentu yang dianggap ideal menurut pihak yang
menikmatinya.
b. Karakteristik Guru Profesional
Profesional sering diartikan sebagai suatu ketrampilan teknis yang dimiliki
seseorang. Profesional memiliki makna ahli (expert), tanggung jawab (responsibility),
baik tanggung jawab moral dan memiliki rasa kesejawatan. (Sahertian, 1994: 30).
Menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional nomor 20 Tahun 2003, pasal
39, ayat 2 yaitu “Guru sebagai pendidik adalah tenaga profesional bertugas
merencanakan dan melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan
penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada
perguruan tinggi”. (Yamin, 2006: 35). Sedangkan menurut Oemar (2008:23) “Guru
profesional merupakan orang yang telah menempuh program pendidikan guru dan
memiliki tingkat master serta telah mendapat ijazah Negara dan telah berpengalaman
dalam mengajar pada kelas-kelas besar”.
Menurut Gary dan Margaret dalam Mulyasa (2007: 21), mengemukakan
bahwa guru yang efektif dan kompeten secara profesional memiliki karakteristik
sebagai berikut:
1) Memiliki kemampuan menciptakan iklim belajar yang kondusif.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
2) Kemampuan mengembangkan strategi dan manajemen pembelajaran.
3) Memiliki kemampuan memberikan umpan balik (feed back) dan
penguatan (reinforcement).
4) Memiliki kemampuan untuk peningkatan diri.
Sedangkan menurut Oemar Hamalik dalam Martinis Yamin (2006:24),
menjelaskan bahwa guru profesional harus memiliki persyaratan, yang meliputi:
1) Memiliki bakat sebagai guru.
2) Memiliki keahlian sebagai guru.
3) Memiliki keahlian yang baik dan terintegrasi.
4) Memiliki mental yang sehat.
5) Berbadan sehat.
6) Memiliki pengalaman dan pengetahuan yang luas.
7) Guru adalah manusia berjiwa Pancasila.
8) Guru adalah seorang warga negara yang baik.
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa guru yang profesional memiliki
karakteristik yang membedakan dengan guru non profesional. Karakteristik tersebut
yaitu memiliki pengalaman dan pengetahuan yang luas serta ahli dalam bidangnya.
Selain itu guru profesional tanggung jawab moral terhadap peserta didil dan memiliki
rasa kesejawatan terhadap sesama profesi.
c. Standar Kompetensi Guru Profesional
Istilah kompetensi guru mempunyai banyak makna, Broke and Stone dalam
Mulyasa (2007: 25) mengemukakan bahwa kompetensi guru sebagai…..descriptive of
qualitative nature of teacher behavior appears to be entirely meaningful.
Artinya….kompetensi guru merupakan gambaran kualitatif tentang hakikat perilaku
guru yang penuh arti. Sedangkan Menurut UU No. 14 tahun 2005 (Undang-Undang
tentang Guru dan Dosen) “Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan,
keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau
dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan”. Kompetensi guru dapat dimaknai
sebagai kebulatan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang berwujud tindakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
cerdas dan penuh tanggung jawab dalam melaksanakan tugas sebagai agen
pembelajaran”.
Menurut Furqon (2009: 68) menjelaskan mengenai kompetensi guru sebagai
agen pembelajaran yaitu:
1) Kompetensi pedagogik
Kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran
peserta didik yang meliputi pemahaman wawasan atau landasan
kependidikan, pemahaman terhadap peserta didik, pengembangan
kurikulum/ silabus, perancangan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran
yang mendidik dan dialogis, pemanfaatan teknologi pembelajaran, evaluasi
hasil belajar dan mengembangan pesrta didik untuk mengaktualisasikan
berbagai potensi yang dimilikinya.
2) Kompetensi kepribadian
Kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap,
berakhlak mulia, arif dan bijaksana, berwibawa, stabil, dewasa, jujur,
menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat, secara objektif
mengevaluasi kinerja sendiri serta mengembangkan diri secara mandiri dan
berkelanjutan.
3) Kompetensi sosial
Kompetensi sosial adalah kemampuan pendidik sebagai bagian dari
masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta
didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, pimpinan satuan pendidikan,
orang tua/wali peserta didik dan masyarakat sekitar.
4) Kompetensi profesional
Kompetensi profesional adalah kemampuan guru dalam pengetahuan isi
(content knowledge) penguasaan materi pelajaran secara luas dan
mendalam sesuai standar isi program satuan pendidikan atau Standar
Nasional Pendidikan, mata pelajaran, atau kelompok mata pelajaran yang
diampu.
Sedangkan menurut Sanusi dalam Martinis Yamin (2006: 21) secara
konseptual profesionalisasi guru mencakup aspek-aspek yaitu:
1) Kemampuan profesional mencakup:
a) Penguasaan materi pelajaran.
b) Penguasaan landasan dan wawasan kependidikan.
c) Penguasaan proses-proses kependidikan, keguruan dan pembelajaran
siswa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
2) Kemampuan sosial mencakup kemampuan untuk menyesuaikan diri
kepada tuntutan kerja dan lingkungan sekitar pada waktu membawa
tugasnya sebagai guru.
3) Kemampuan personal (pribadi) mencakup:
a) Bersikap positif terhadap tugasnya sebagai guru.
b) Pemahaman, penghayatan, dan penampilan nilai-nilai yang dianut
seorang guru.
c) Penampilan upaya untuk menjadikan dirinya sebagai panutan dan
teladan bagi para siswanya.
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa guru yang profesional
memiliki pengetahuan dan ketrampilan tertentu yang tidak dimiliki oleh orang awam.
Dengan pengetahuan dan ketrampilan-ketrampilan ini guru dapat melaksanakan
fungsi-fungsi khususnya yaitu membuat dan melaksanakan keputusan-keputusan
dalam membelajarkan peserta didik dengan hasil yang efektif dan efisien. Guru
profesional merupakan orang yang telah menempuh program pendidikan guru
mendapat ijazah negara dan mampu menjalankan tugas keprofesionalan sebagai guru
yaitu kompetensi paedagogik, kepribadian, sosial, profesional.
4. Konsep Teori Pertukaran
Analisis mengenai hubungan sosial menurut cost and reward merupakan satu
ciri dalam teori pertukaran ini. Teori pertukaran memusatkan perhatiannya terutama
pada tingkat analisis mikro. Hal ini dilihat dari berbagai kenyataan sosial antarpribadi
(interpersonal). Teori pertukaran Homans menjelaskan bahwa penjelasan ilmiah
harus dipusatkan pada perilaku nyata yang dapat diamati dan diukur secara empirik.
Keadaan-keadaan internal seperti perasaan dan sikap subyektif harus di definisikan
dalam istilah-istilah perilaku (behavioral terms) untuk keperluan pengukuran empiris.
Teori pertukaran tidak memusatkan perhatiannya pada tingkat kesadaran subyektif
atau hubungan timbal balik yang bersifat dinamis antara tingkat subyektif dan
interaksi nyata setegas interaksionisme symbol. (Doyle, 1990:54-55).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
Analisis ini dapat pula ditemui dalam implementasi sertifikasi guru, dalam
kenyataannya sertifikasi guru tak lepas dari teori pertukaran. Disini terdapat suatu
hubungan sosial cost and reward antara guru yang telah tersertifikasi dengan
pemerintah. Guru berusaha meningkatkan kompetensi dan profesionalismenya dalam
mengajar, dan dibuktikan melalui test sertifikasi maupun jalur portopolio. Bagi guru
yang tersertifikasi akan mendapatkan hadiah (reward) yaitu tunjangan sertifikasi guru
sebesar satu kali gaji pokok. Guru yang telah tersertifikasi akan berusaha untuk
meningkatkan kinerja dalam profesinya sehingga harapannya sertifikasi guru dapat
meningkatkan profesional guru.
Konsep perilaku dalam sosiologi menurut Homans memusatkan perhatian
pada hubungan antara pengaruh perilaku seorang aktor terhadap lingkungan dan
dampak lingkungan terhadap perilaku aktor. Hubungan ini adalah dasar untuk
pengondisian operan (operant conditioning) atau proses belajar yang melaluinya
“perilaku diubah oleh konsekuensinya”. Homans mengakui bahwa manusia adalah
makhluk sosial dan menggunakan sebagian besar waktu mereka untuk berinteraksi
dengan manusia lain. Ia menerangkan perilaku sosial dengan prinsip psikologi yaitu
“pendiriannya adalah bahwa proposisi umum psikologi terhadap perilaku manusia
tidak berubah karena akibat interaksi lebih berasal dari manusia lain dari pada dari
lingkungan fisik”. Ritzer (2007:356).
Konsep perilaku ini dilakukan pula oleh guru yang telah tersertifikasi, dimana
guru yang telah tersertifikasi berusaha untuk bersikap disiplin dan menguasai materi
yang di ajarkan. Selain itu guru yang tersertifikasi berusaha untuk lebih profesional
dibandingkan dengan guru yang belum tersertifikasi. Guru yang tersertifikasi
berusaha untuk menjaga citra guru profesional sebagai label bagi guru yang telah
lolos sertifikasi. Konsep perilaku ini terbangun atas dasar pengondisian operan
(operant conditioning) atau proses belajar yang melaluinya “perilaku diubah oleh
konsekuensinya”. Artinya perilaku guru tersebut tercipta karena adanya suatu kondisi
yang harus mendesaknya untuk lebih profesional di bidangnya karena ia telah lolos
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
sertifikasi maka ia layak disebut guru profesional. Perilaku ini terjadi karena adanya
konsekuensi atau tanggung jawab secara moral kepada pemerintah atas reward-nya
yaitu tunjangan sertifikasi sebesar satu kali gaji pokok.
Dalam konsep teori pertukaran ini tidak lepas dari adanya konsep perilaku.
Dalam hal ini perilaku dari guru yang tersertifikasi. Guru yang tersertifikasi akan
cenderung mempertahankan kinerja keprofesionalannya karena ada semacam
tanggung jawab moral yang mengharuskannya untuk setidaknya lebih baik dari guru
yang belum tersertifikasi. Sertifikasi juga sebagai balas jasa atas perjuangan guru
yang dapat dikatakan gaji guru di bawah standar untuk hidup layak di bandingkan
profesi lain. Harapan dari adanya sertifikasi dapat memperbaiki perekonomian dan
kesejahteraan guru sehingga pada akhirnya guru dapat meningkatkan kompetensi
kinerjanya. Jika hal ini dapat tercapai maka kualitas pendidikan di Indonesia dapat
meningkat, setidaknya dapat mengejar ketertinggalan negara-negara lain seperti
Jepang, Malaysia, atau Amerika.
Dalam teori pertukaran ini diasumsikan bahwa transaksi-transaksi pertukaran
akan terjadi hanya apabila kedua pihak dapat memperoleh keuntungan dari
pertukaran itu, dan bahwa kesejahteraan masyarakat umumnya dapat dijamin apabila
individu-individu dibiarkan untuk mengejar kepentingan pribadinya melalui
pertukaran secara pribadi. Tekanan yang sama pada tujuan-tujuan individual dan
imbalannya (reward) juga menandai sifat teori pertukaran ini. Tekanan yang bersifat
individualistis ini sesuai dengan tradisi utilitarianisme. Pokok pikiran dalam
utilitarianisme adalah bahwa individu bertindak untuk menghindari penderitaan dan
memaksimalkan kesenangan. Pandangan ini dianggap sebagai satu hukum dasar
perilaku manusia. (Doyle: 1990: 60)
Adanya sertifikasi memberikan keuntungan bagi kedua belah pihak yakni
pemerintah dan guru yang tersertifikasi. Bagi guru tunjangan sertifikasi guru dapat
meningkatkan kesejahteraan guru. Tunjangan tersebut selain dapat memenuhi
kebutuhan sehari-hari juga dapat digunakan untuk menunjang profesional guru
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
seperti membeli sarana prasarana untuk mengajar atau untuk melanjutkan pendidikan
yang lebih tinggi untuk meningkatkan profesionalismenya. Dalam pertukaran ini juga
disinggung mengenai utilitarianisme artinya individu cenderung bertindak untuk
menghindari penderitaan dan memaksimalkan kesenangan. Dalam kenyataannya
adapula guru yang telah tersertifikasi namun tidak mau meningkatkan
profesionalismenya. Guru tersebut justru menjadi konsumerisme, membeli berbagai
barang-barang tersier hanya untuk kesenangan dengan tunjangan sertifikasi. Padahal
barang-barang tersebut sama sekali tidak berperan untuk meningkatkan
profesionalitasnya.
Dalam hal tersebut Spencer menekankan individu sebagai dasar struktur
sosial. Menurutnya meskipun masyarakat dapat dianalisis pada tingkat struktural,
struktur sosial suatu masyarakat dibangun untuk memungkinkan anggota-anggotanya
memenuhi kebutuhan individualnya. Tekanan pada pentingnya individu itu juga
tercermin dalam berbagai bentuk teori tentang masyarakat yang bersifat kontrak.
Menurut dasar teori ini, masyarakat dibentuk sebagai hasil dari persetujuan-
persetujuan kontraktual yang dibahas oleh orang-orang karena mereka masing-
masing berusaha untuk mengejar kebutuhannya sendiri serta kepentingannya secara
rasional.
Spencer menekankan bahwa individu adalah dasar dan bagian struktur sosial
dalam masyarakat. Struktur sosial suatu masyarakat dibangun untuk memungkinkan
anggota-anggotanya memenuhi kebutuhan individualnya. Namun hal tersebut disalah
artikan oleh oknum-oknum guru tersertifikasi yang menggunakan tunjangan
sertifikasi hanya untuk kesenangan individualitas semata. Seharusnya tunjangan
sertifikasi guru dialokasikan demi menunjang prefesionalitasnya. Sehingga harapan
dari program pemerintah yaitu sertifikasi guru untuk meningkatkan profesional guru
dan mutu pendidikan di Indonesia dapat tercapai.
Dalam teori pertukaran Levi-Strauss membedakan dua sistem pertukaran,
yaitu pertukaran langsung (restricted exchange) dan pertukaran tidak langsung
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
(generalized exchange). pertukaran langsung (restricted exchange) dapat diartikan
pertukaran terbatas antara dua orang dan para anggota terlibat dalam transaksi
pertukaran langsung dengan saling memberikan dengan dasar pribadi dan kedua
belah pihak terlibat hubungan timbal balik. Sedangkan pertukaran tidak langsung
(generalized exchange) dapat diartikan pertukaran yang tidak terbatas, artinya
anggota-anggota dalam kelompok-kelompok yang lebih besar, menerima sesuatu dari
seorang pasangan lain dari orang yang dia berikan sesuatu yang berguna, dengan kata
lain tidak langsung dan bukan bersifat timbal balik.
Pola pertukaran langsung, dimana kedua belah pihak terlibat dalam suatu
hubungan timbal balik cenderung untuk menekankan keseimbangan atau persamaan.
Juga sering terdapat suatu keterlibatan emosional yang mendalam pada kedua belah
pihak terhadap satu sama lain. Suatu sistem sosial yang didasarkan pada pertukaran
langsung akan menjadi satu struktur sosial yang bersifat segmental. sistem ini banyak
dijumpai pada suatu organisasi sosial dari keluarga berdikari, suku bangsa atau
komunitas lokal.
Sedangkan pola pertukaran tidak langsung menyumbang pada integrasi dan
solidaritas kelompok yang lebih besar dengan cara yang lebih efektif. Sistem itu
berfungsi jika masing-masing pihak rela memberikan sumbangan tanpa
memperhitungkan balasan keuntungan pada waktu itu juga. Selain itu masing-masing
pihak harus memiliki tingkat kepercayaan yang relatif tinggi.
Pertukaran tidak langsung dapat menghasilkan suatu tingkat integrasi sosial
yang lebih tinggi dalam keseluruhan system. Juga pola pertukaran tidak langsung itu
harus dihubungkan dengan suatu tingkat perkembangan moral yang lebih tinggi, dari
pada pola pertukaran terbatas. Perkembangan moral ini dikaitkan dengan kerelaan
pada anggota itu untuk memenuhi kewajibannya tanpa memandang kepentingan
individu.
Dalam hal ini sertifikasi guru termasuk dalam pertukaran tidak langsung,
dimana guru menyumbang pada integrasi dan solidaritas kelompok yang lebih besar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
dengan cara yang lebih efektif. Artinya guru yang tersertifikasi berusaha untuk
mencurahkan segala kemampuannya untuk dapat meningkatkan profesionalitasnya di
dibidangnya. Guru berusaha untuk mengajar dengan efektif, dengan semangat
sungguh-sungguh dengan harapan peserta didik mampu memahami dan menguasai
materi yang diajarkan.
Menurut Levi-Strauss, tujuan utama proses pertukaran itu adalah tidak untuk
memungkinkan pasangan yang terlibat dalam pertukaran itu hanya untuk memenuhi
kebutuhan individualistisnya. Sebaliknya arti pertukaran itu mengungkapkan
komitmen moral individu terhadap kepentingan kelompok. Bentuk pertukaran itu
dibatasi oleh kebudayaan keseluruhannya dan diinstitusionalisasikan dalam struktur
sosial itu sendiri. (Doyle, 1990: 56-58)
Tujuan utama proses pertukaran itu adalah tidak hanya untuk memenuhi
kebutuhan individualistisnya saja. Begitu pula dengan guru yang tersertifikasi,
harapannya tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan individualitasnya saja, tetapi
juga harus disertai dengan komitmen moral guru terhadap tugas guru sebagai
pendidik, dan profesi guru sebagai profesi yang profesional. Sehingga tujuan dari
adanya kebijakan pemerintah sertifikasi guru untuk meningkatkan profesional guru
dan meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia dapat tercapai.
B. Kerangka Berpikir
Di tengah terpuruknya peradaban bangsa, gencarnya informasi, dan lepasnya
sekat bangsa lewat teknologi informasi, peran guru semakin strategis untuk
mengambil salah satu peran yang menopang pada tegaknya peradaban manusia
Indonesia di waktu yang akan datang. Peran guru yang strategis, menuntut kerja guru
yang profesional, dan mampu mengembangkan ragam potensi yang terpendam pada
diri anak didik.
Bangsa Indonesia kini sedang dihadapkan pada persoalan-persoalan
kebangsaan yang sangat krusial dan multidimensional. Hampir semua bidang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
kehidupan bangsa mengalami krisis berkepanjangan. Banyak kalangan yang
berpendapat bahwa persoalan-persoalan yang dihadapi bangsa Indonesia disebabkan
oleh kualitas sumber daya manusia (SDM) bangsa Indonesia yang masih rendah.
(Kunandar, 2007:7)
Suatu bangsa tidak akan maju jika sumber daya manusianya belum maju, dan
untuk membangun sumber daya manusia yang berkualitas maka diperlukan
pendidikan yang maju pula. Pendidikan di Indonesia bisa dikatakan belum maju.
Masih rendahnya kualitas pendidikan di negeri ini terus menjadi isu kontemporer
pendidikan yang menarik untuk diperbincangkan. Banyak pihak dan kalangan yang
menilai bahwa kualitas pendidikan di Indonesia saat ini masih berada di bawah rata-
rata negara berkembang lainnya.
Kualitas SDM suatu bangsa secara umum dapat dilihat dari mutu pendidikan
bangsa tersebut. Sejarah telah membuktikan bahwa kemajuan dan kejayaan suatu
bangsa di dunia ditentukan oleh pembangunan dibidang pendidikan. Mereka
menganggap kebodohan adalah penghambat kemajuan bangsa dan harus diperangi
dengan revolusi pendidikan. (Kunandar, 2007:8). Untuk itu berbagai upaya dilakukan
untuk memperbaiki kualitas pendidikan di Indonesia. Peningkatan kualitas
pendidikan harus dilakukan melalui upaya peningkatan kualitas guru, maka salah satu
upaya yang dilakukan yaitu dengan diadakannya sertifikasi guru. Pemerintah
Republik Indonesia melalui Departemen Pendidikan Nasional pada tahun 2007 telah
melaksanakan sertifikasi guru-guru secara bertahap pada sekitar 2,7 juta PNS di
Indonesia. Sertifikasi merupakan perwujudan dari UU 14 Tahun 2005 dan PP 19
Tahun 2005 dengan tujuan untuk meningkatkan mutu tenaga pendidik di Indonesia.
Sertifikasi guru adalah proses pemberian sertifikat pendidik kepada guru yang
telah memenuhi persyaratan. Sertifikasi guru adalah proses pemberian sertifikat
pendidik kepada guru yang telah memenuhi standar profesi guru (Suyatno: 2008).
Sertifikasi guru bertujuan untuk: (1) menentukan kelayakan guru dalam
melaksanakan tugas sebagai pendidik profesional, (2) meningkatkan proses dan hasil
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
pembelajaran, (3) meningkatkan kesejahteraan guru, serta (4) meningkatkan martabat
guru; dalam rangka mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu.
Selain meningkatkan profesionalitas guru, sertifikasi guru juga berupaya
meningkatkan kesejahteraan guru. Kondisi krisis saat ini banyak mengganggu
kelangsungan pendidikan, mustahil pendidikan akan maju dan berkualitas tanpa
dukungan ekonomi yang mapan, guru dapat berkonsentrasi mengajar manakala tidak
lagi merasa terbebani untuk melengkapi sarana dan prasarana belajar anak-anak
mereka, bila mereka merasa berkewajiban menyekolahkan anak-anaknya dan
ekonomi para orang tua juga mapan. (Yamin, 2006: 68)
Guru dibutuhkan skill, keterampilan, dan kreativitas di luar pekerjaan
wajibnya mengajar di sekolah untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga, dengan
membuat usaha sampingan di luar jam dinas, usaha tersebut tidak mengurangi
tanggung jawab sebagai guru, akan tetapi menjadi guru yang profesional. Gaji guru
belum dikatakan layak untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari. Sehingga
mereka yang memiliki kecerdasan tinggi enggan untuk memilih profesi guru sebagai
profesi pilihan mereka. Mereka cenderung memilih pekerjaan selain guru yang
menjanjikan gaji yang besar yang layak untuk memenuhi kebutuhan hidup. Hal
tersebut sungguh ironi karena pada akhirnya guru hanya menjadi pilihan terakhir
ketika pilihan lain seolah tertutup. Padahal kita membutuhkan guru yang berkualitas,
berkompeten dan profesional di bidangnya. Sertifikasi guru merupakan salah satu
cara untuk menciptakan guru (pendidik) yang berkompeten dan profesionalisme
dengan tidak mengesampingkan kesejahteraan guru.
Melihat nasib dan kesejahteraan guru yang memprihatinkan pemerintah
Indonesia ingin memberikan reward berupa pemberian tunjangan profesional yang
berlipat dari gaji yang diterima. Dengan harapan kedepan tidak ada lagi guru yang
bekerja mencari objekan di luar dinas karena kesejahteraannya sudah terpenuhi.
Peningkatan mutu guru lewat program sertifikasi ini sebagai upaya
peningkatan mutu pendidikan. Rasionalnya adalah apabila kompetensi guru bagus
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
yang diikuti dengan penghasilan yang bagus, diharapkan kinerjanya juga bagus.
Apabila kinerjanya bagus maka kegiatan belajar mengajar juga bagus. Dan dari hal
tersebut diharapkan membuahkan pendidikan yang bermutu, pemikiran itulah yang
mendasari bahwa guru perlu disertifikasi. (Masnur, 2007: 8)
Implementasi merupakan suatu proses penerapan ide, konsep, kebijakan, atau
inovasi dalam suatu tindakan praktis sehingga memberikan dampak, baik berupa
perubahan pengetahuan, ketrampilan maupun nilai, dan sikap. (Mulyasa, 2007:93 ).
Implementasi sertifikasi guru dapat didefinisikan sebagai suatu proses penerapan ide,
konsep dan kebijakan pemerintah dengan memberikan sertifikat pendidik kepada
guru yang telah memenuhi standar profesi guru agar guru dapat mengajar dengan
profesional. Untuk mempermudah alur berpikir dapat digambarkan dengan kerangka
berpikir sebagai berikut:
Gambar 2. 1. Kerangka Berpikir Sertifikasi Guru
Profesionalitas
guru
Kebijakan Sertifikasi
Guru
Implementasi
Sertifikasi
Dampak
Implementasi
Sertifikasi
Persiapan Proses Evaluasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
BAB III
METODE PENELITIAN
Penelitian merupakan kegiatan ilmiah yang harus dilakukan secara
sistematis, tertib dan teratur, baik mengenai prosedur maupun dalam proses
berpikirnya. Untuk memperoleh suatu kebenaran dari pengetahuan, suatu
penelitian perlu menggunakan metode yang tepat, agar hasil yang diperoleh
benar-benar dapat dipertanggungjawabkan. Sebagai seorang peneliti, kita dituntut
untuk dapat memilih dan menetapkan metode penelitian yang tepat. Metode
penelitian yang kurang tepat dapat mengakibatkan hasil penelitian tidak sesuai
dengan tujuan penelitian.
Secara umum, metode adalah prosedur atau cara untuk mengetahui sesuatu
secara sistematis. Sementara metodologi ialah suatu kajian untuk mempelajari
peraturan-peraturan dari suatu metode. Menurut Cholid & Abu Ahmadi (2002: 1)
“Metodologi yaitu cara melakukan sesuatu dengan menggunakan pikiran secara
seksama untuk mencapai suatu tujuan. Sedangkan metode penelitian adalah kajian
untuk mempelajari peraturan-peraturan dalam penelitian”. Robert Bogdan dan
Steven J.Tailor (1993:25) mengungkapkan bahwa “metodologi berarti proses,
prinsip dan prosedur yang kita pakai dalam mendekati persoalan-persoalan dan
usaha mencari jawabannya”. Sedangkan penelitian menurut Sudarwan Danim
(2002:25), “ secara epistimologis, research berasal dari dua kata, yaitu re dan
search. Re berarti kembali atauu berulang dan search berarti mencari,
menjelajahi, atau menemukan makna”. Metode penelitian adalah kajian untuk
mempelajari peraturan-peraturan dalam penelitian
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian mengambil lokasi di SMAN 1 Nguter, Sukoharjo yang terletak
di Jl. Raya Nguter, Kecamatan Nguter, Kabupaten Sukoharjo. Penelitian lokasi
tersebut di ambil dengan pertimbangan bahwa di SMAN 1 Nguter, Sukoharjo
sebagian besar guru telah tersertifikasi sehingga sesuai dengan penelitian yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
diambil. Selain itu lokasi penelitian ini jaraknya juga tidak terlalu jauh dari tempat
peneliti, sehingga dirasa akan lebih mudah dijangkau dan lebih cepat dalam proses
pengambilan datanya. Proses ricek data akan dapat dilakukan dengan mudah dan
cepat, sehingga validitas data dapat dicapai.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini diawali dengan penyusunan proposal, penyusunan desain
penelitian, pengumpulan data, analisis data dan penulisan laporan hingga
penulisan laporan akhir. Adapun rincian waktu yang dibutuhkan untuk melakukan
penelitian ini adalah sebagai berikut:
Tabel 3.1 Waktu Penelitian
No Kegiata
n
Tahun 2011
Feb Maret April Mei Juni Juli Agust Sept Okt
1. Pengaju
an judul
2. Penyusu
nan
prososal
3. Perijin-
nan
4. Pengum
pulan
data
5. Analisis
data
6. Penyusu
nan
laporan
B. Bentuk dan Strategi Penelitian
1. Bentuk penelitian
Bentuk penelitian dalam penelitian ini yaitu penelitian kualitatif.
Penelitian kualitatif bertujuan untuk menggali atau membangun proporsi atau
menjelaskan makna di balik realita. Peneliti berpijak dari realita atau peristiwa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
yang berlangsung di lapangan (Burhan Bungin, 2003: 82). Peneliti melihat
peristiwa di lapangan, berupaya menemukan apa yang sedang terjadi dalam dunia
yang diteliti. Menurut Lexy J.Moleong, 2007: 6) “Penelitian kualitatif adalah
penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami
oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan secara
holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu
konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode
alamiah”.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian yaitu metode deskriptif
kualitatif dengan natural setting atau sudut pandang naturalistik yaitu datanya
dinyatakan dalam keadaan sewajarnya/sebagaimana adanya dengan tidak diubah
dalam bentuk simbol-simbol/bilangan, sehingga dapat menggambarkan atau
menjelaskan objek penelitian melalui fakta-fakta yang ada. Sudut pandang
naturalistik menurut H.B. Sutopo (2002: 33) bahwa topik penelitian kualitatif
diarahkan pada kondisi asli (yang sebenarnya) dari subyek penelitian. Kondisi
subyek tersebut tidak dipengaruhi oleh perlakuan (treatment) secara ketat oleh
peneliti. Sedangkan sudut pandang interpretif dalam penelitian kualitatif yaitu
penafsiran data (termasuk penarikan simpulannya) secara idiografis, yaitu
mengkhususkan kasus daripada secara nomotetis (mengikuti hukum-hukum
generalisasi). Karena interprestasi dalam penelitian kualitatif tidak mengarah pada
melakukan generalisasi dari hasil penelitiannya (H.B.Sutopo, 2002: 44).
Sedangkan menurut Bogdan dan Taylor (1975:5) dalam Lexy J.Moleong,(
2007:4) mendefinisikan ”metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang
dan perilaku yang dapat diamati”.
Menurut H.B Sutopo (2002:35) “tugas peneliti dalam penelitian kualitatif
yaitu menggambarkan atau menjelaskan tentang situasi yang sebenarnya untuk
mendukung penyajian data dari lapangan. Pendekatan kualitatif ini meliputi pada
latar ilmiah dan individu secara holistik (utuh) yaitu tidak mengisolasi individu
atau organisasi kedalam variabel atau hipotesis, tetapi sebagai bagian dari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
keutuhan atau keseluruhan”. Menurut Denzin dan Lincoln (1987) dalam Lexy
J.Moleong (2007:5) “Mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai penelitian yang
menggunakan latar ilmiah dengan tujuan untuk menafsirkan fenomena yang
terjadi dengan metode yang telah ada”. Disamping itu, dalam konteks Jane Richie,
penelitian kualitatif adalah ”Upaya untuk menyajikan dunia sosial dan
perspektifnya di dalam dunia dari segi konsep, perilaku, persepsi dan persoalan
tentang manusia yang diteliti” (Lexy J. Moleong, 2007:6).
Dari kajian tentang definisi-definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa
penelitian kualitatif adalah penelitian untuk memahami fenomena tentang apa
yang dialami oleh subyek penelitian meliputi perilaku, persepsi, tindakan yang
sifatnya secara holistik dan naturalistik. Penafsiran kualitatif secara interpretif atas
pengalaman manusia dengan menggunakan deskripsi dalam bentuk kata-kata dan
bahasa dan dengan metode yang sistematis. Oleh karena itu, dalam penelitian ini,
peneliti hendak mendeskripsikan dan memahami fenomena secara holistik
mengenai implementasi sertifikasi guru dalam meningkatkan profesional guru di
SMAN 1 Nguter, Sukoharjo.
2. Strategi Penelitian
Strategi merupakan bagian dari desain penelitian yang dapat menjelaskan
bagaimana tujuan penelitian akan dicapai dan bagaimana masalah yang dihadapi
dalam penelitian akan dikaji dan dipecahkan untuk dipahami. Menurut HB.
Sutopo (2002: 123), “Strategi adalah metode yang digunakan untuk
mengumpulkan dan menganalisa data”. Strategi yang digunakan dalam penelitian
ini adalah studi kasus. Menurut Burhan Bungin (2008: 229) “Studi kasus adalah
salah satu strategi dan metode analisis data kualitatif yang menekankan pada
kasus-kasus khusus yang terjadi pada objek analisis”.
Menurut H.B Sutopo (2002: 112-113) ada dua kategori studi kasus, yaitu
studi kasus tunggal dan studi kasus ganda. Studi kasus tunggal adalah subyek atau
lokasi penelitian hanya dilakukan pada satu sasaran (satu lokasi atau satu subyek)
atau karena persamaan karakteristik. Sedangkan studi kasus ganda merupakan
kebalikan dari studi kasus tunggal, yaitu subyek atau lokasi penelitian memiliki
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
perbedaan karakteristik. Penelitian ini menggunakan strategi studi kasus tunggal
terpancang. Disebut tunggal karena penelitian ini merupakan penataan rinci
aspek-aspek tunggal. Seperti yang dikemukakan Abdul Azis S.R dalam Burhan
Bungin (2003: 23) dengan studi kasus dapat mengisyaratkan keunggulan sebagai
berikut :
1. Studi kasus memberikan informasi penting mengenai hubungan antar
variabel serta proses-proses yang memerlukan penjelasan dan
pemahaman yang lebih luas.
2. Studi kasus memberikan kesempatan untuk memperoleh wawasan
mengenai konsep-konsep dasar perilaku manusia. Melalui penyelidikan
yang intensif dapat menemukan karakteristik dan hubungan-hubungan
yang mungkin tidak diharapkan (tidak diduga sebelumnya).
3. Studi kasus dapat menyajikan data-data dan temuan-temuan yang
sangat barguna sebagai dasar untuk membangun latar permasalahan
bagi perencanaan penelitian yang lebih besar dan mendalam dalam
rangka pengembangan ilmu sosial.
Jenis strategi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi
kasus tunggal terpancang. HB. Sutopo (2002:112) menjelaskan, “suatu penelitian
disebut sebagai bentuk studi kasus tunggal bilamana penelitian tersebut terarah
pada satu karakteristik”. Artinya penelitian tersebut hanya dilakukan pada satu
sasaran (satu lokasi atau satu subjek). Jumlah sasaran (lokasi studi) tidak
menentukan suatu penelitian berupa studi kasus tunggal ataupun ganda, meskipun
penelitian dilakukan di beberapa lokasi (beberapa kelompok atau sejumlah
pribadi), jika sasaran studi tersebut memiliki karakteristik yang sama atau
seragam, maka penelitian tersebut tetap merupakan studi kasus tunggal.
Sedangkan penelitian terpancang, menurut H.B Sutopo (2002: 142):
“Bentuk penelitian terpancang (embedde research) yaitu penelitian
kualitatif yang sudah menentukan fokus penelitian berupa variabel
utamanya yang akan dikaji berdasarkan pada tujuan dan minat
penelitiannya sebelum peneliti ke lapangan studinya. Dalam proposalnya,
peneliti sudah menentukan fokus pada variabel tertentu”.
Dalam penelitian ini, strategi penelitian yang digunakan adalah strategi
penelitian tunggal terpancang. Tunggal, dimana hanya dilakukan pada satu
sasaran, yaitu dilaksanakan di SMAN 1 Nguter, Sukoharjo. Serta terpancang,
karena difokuskan pada suatu obyek penelitian secara intensif serta mendetail
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
tentang Implementasi sertifikasi guru dalam meningkatkan profesional guru di
SMAN 1 Nguter, Sukoharjo.
C. Sumber Data
Sumber data merupakan bagian yang penting dalam penelitian. Hal ini
dikarenakan ketepatan dalam memilih dan menentukan sumber dan jenis data
akan menentukan ketepatan dan kekayaan data atau informasi yang diperoleh.
Menurut Lofland dan Lofland dalam Moleong (2001: 112), yang mengatakan
“sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan,
selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain”. H.B Sutopo
(2002: 50-54) menjelaskan, “Sumber data dalam penelitian kualitatif berupa
narasumber (informan), peristiwa atau aktivitas, tempat atau lokasi, benda,
beragam gambar dan rekaman, serta dokumen dan arsip. Adapun sumber data
yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Narasumber (informan)
Informan adalah individu-individu yang dapat memberikan keterangan dan
data, serta informasi untuk keperluan penelitian. Moleong, Lexy. J (2001: 90),
“informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang
situasi dan kondisi latar penelitian”. Dengan demikian informan adalah seseorang
yang dapat memberikan informasi atau keterangan tentang segala permasalahan
yang diperlukan dalam penelitian untuk memperoleh data yang lengkap sesuai
dengan obyek yang diteliti. Dalam penelitian ini, informan yang digunakan adalah
Wakil kepala sekolah, guru yang telah tersertifikasi, guru yang belum
tersertifikasi, dan siswa di SMAN 1 Nguter, Sukoharjo.
2. Tempat dan Peristiwa
Tempat atau lokasi dan aktivitas penelitian merupakan salah satu jenis
sumber data yang bisa dimanfaatkan oleh peneliti yang berkaitan dengan sasaran
penelitiannya. Menurut H.B Sutopo (2002: 51), “Dari pengamatan pada peristiwa
atau aktivitas, peneliti bisa mengetahui prosesnya bagaimana sesuatu terjadi
secara lebih pasti, karena menyaksikan sendiri secara langsung”. Jadi melalui
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
pengamatan dan kajian terhadap guru yang telah tersertifikasi, maupun yang
belum tersertifikasi dapat dijadikan sebagai sumber informasi, baik data utama
maupun data penunjang yang diperlukan sebagai sumber informasi. Dengan
demikian peneliti dapat memperoleh informasi yang berkaitan dengan pandangan
dari para informan. Tempat yang digunakan sebagai penelitian adalah di SMAN 1
Nguter, Sukoharjo.
3. Dokumen dan Arsip
Dokumen atau arsip merupakan data yang tidak kalah pentingnya dalam
penelitian kualitatif. H.B Sutopo (2002: 54) menjelaskan, “Dokumen dan arsip
merupakan bahan tertulis yang berkaitan dengan suatu peristiwa atau aktivitas
tertentu”. Dalam penelitian ini, dokumen yang digunakan berupa data-data jumlah
guru yang tersertifikasi, serta aktifitas guru baik yang tersertifikasi maupun yang
belum tersertifikasi di SMAN 1 Nguter, Sukoharjo. Semua dokumen dan arsip
yang dikumpulkan berkaitan dengan fokus penelitian.
4. Studi Pustaka
Studi pustaka adalah cara memperoleh data dari sumber data yang berupa
buku, dan jurnal yang berhubungan dengan masalah penelitian, sehingga
diperoleh kelengkapan data. Studi pustaka dilakukan dibeberapa tempat, yaitu
perpustakaan FKIP UNS, perpustakaan pusat UNS, dan perpustakaan lainnya
yang mendukung dalam referensi yang berkaitan dengan implementasi sertifikasi
guru.
D. Teknik Sampling (Cuplikan)
Teknik pengambilan informan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
teknik purposive. Menurut Burhan Bungin (2008: 53), “Teknik purposive yaitu
teknik mendapat sampel dengan memilih informan kunci yang dianggap
mengetahui informasi dan masalahnya secara mendalam dan dapat dipercaya
untuk menjadi sumber data, serta lebih tepatnya ini dilakukan dengan sengaja”.
Jadi, peneliti melakukan seleksi terhadap informan yang dianggap paling tahu dan
cukup memahami tentang implementasi sertifikasi guru di SMAN 1 Nguter.
Dalam penelitian ini informan kunci yaitu Kepala sekolah, guru yang telah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
tersertifikasi, guru yang belum tersertifikasi, dan siswa di SMAN 1 Nguter,
sehingga dapat memberikan informasi dengan cara menjawab semua pertanyaan
yang diajukan oleh peneliti.
Menurut Patton yang dikutip dalam Sutopo (2002: 185) bahwa dengan
teknik purposive, pemilihan informan dapat berkembang sesuai dengan kebutuhan
dan kemantapan peneliti dalam memperoleh data. Penentuan informan dilakukan
berdasarkan informasi yang diperoleh dari pandangan dan pengamatan peneliti
yang dianggap paling tahu dan cukup memahami tentang permasalahan yang
diangkat peneliti. Kemudian pandangan dan pengamatan tersebut dijadikan
sebagai sumber data yang akan membantu dalam mengungkap permasalahan
tentang implementasi sertifikasi guru dalam meningkatkan profesional guru di
SMAN 1 Nguter, Sukoharjo.
E. Teknik Pengumpulan Data
Sesuai dengan bentuk penelitian kualitatif dan jenis sumber data yang
dimanfaatkan, maka teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian
ini adalah:
1. Observasi Langsung
Teknik observasi digunakan untuk menggali data dari jenis data yang
berupa peristiwa, tempat atau lokasi dan benda. Marshall dalam Sugiyono (2005:
64) menyatakan bahwa “through observation, the researcher learn about
behavior and the meaning attached to those behavior”. Melalui observasi, peneliti
belajar tentang perilaku dan makna dari perilaku tersebut.
Selain itu, James A. Black & Dean J. Champion (1992: 286) menyatakan
observasi adalah mengamati (watching) dan mendengar (listening) perilaku
seseorang selama beberapa waktu tanpa melakukan manipulasi atau pengendalian,
serta mencatat penemuan yang memungkinkan atau memenuhi syarat untuk
digunakan ke dalam tingkat penafsiran analisis.
Kegiatan observasi dilakukan untuk memperoleh pemahaman mengenai
proses dan tindakan suatu objek yang diteliti yaitu manusia, tempat dan situasi
sosial. Sutopo (2002: 64) menjelaskan bahwa “teknik observasi digunakan untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
menggali data dari sumber data berupa peristiwa, tempat atau lokasi, benda dan
rekaman gambar.
Teknik observasi dalam penelitian ini adalah observasi berperan pasif.
Menurut Spradley yang dikutip H.B Sutopo (2002: 185), “Observasi berperan
pasif pada penelitian kualitatif disebut juga sebagai observasi langsung”.
Observasi bisa dilakukan secara langsung dengan mengadakan pencatatan secara
sistematis tentang keadaan yang sebenarnya dari objek yang diteliti. Pengumpulan
data dengan cara peneliti terjun secara langsung ke lokasi penelitian untuk
mengamati semua peristiwa atau aktivitas dari objek yang diteliti. Dalam
penelitian ini observasi langsung dilakukan dengan melakukan pengamatan
tentang aktivitas atau perilaku informan. Peneliti mengobservasi hal-hal yang
berkaitan dengan penelitian yaitu tentang implementasi sertifikasi guru dalam
meningkatkan profesional guru di SMA Negeri 1 Nguter, Sukoharjo.
2. Wawancara Mendalam (in-depth interviewing)
Wawancara merupakan teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti
untuk mendapatkan keterangan-keterangan lisan melalui tatap muka dengan
informan yang dapat memberikan keterangan kepada peneliti. Menurut Burhan
Bungin (2008: 108)
“Wawancara mendalam adalah proses memperoleh keterangan untuk
tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara
pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai, dengan
atau tanpa menggunakan pedoman (guide) wawancara, dimana
pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan social yang relatif
lama”
Estenberg dalam Sugiyono (2005: 72) mendefinisikan wawancara sebagai
berikut, “a meeting of two persons to exchange information and idea yhrought
queation and responses, resulting in communication and joint construction of
meaning about particular topic”. Wawancara merupakan pertemuan dua orang
untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat
dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu. Tujuan wawancara mendalam
(in-depth interview) adalah untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka,
dimana pihak yang diajak wawancara diminta pendapat dan ide-idenya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
Pada dasarnya wawancara merupakan usaha menggali keterangan atau
informasi dari orang lain. Dalam penelitian ini, wawancara dilakukan secara tidak
terstruktur atau sering disebut sebagai teknik ”wawancara mendalam”. Karena
peneliti merasa ”tidak tahu apa yang belum diketahuinya”. Dengan demikian
wawancara dilakukan dengan pertanyaan yang bersifat ”open-ended”, yang
mengarah kepada kedalaman informasi, serta dilakukan dengan cara yang tidak
secara formal terstruktur, guna menggali pandangan subyek yang diteliti tentang
implementasi sertifikasi guru dalam meningkatkan profesional guru di SMA
Negeri 1 Nguter, Sukoharjo.
Jadi, kedudukan peneliti dalam penelitian ini adalah partisipatif, artinya
peneliti mencatat informasi yang diberikan oleh informan dan mendiskusikan
informasi yang belum jelas tanpa memberikan pengaruh terhadap informan
mengenai jawaban yang diberikan. Informan yang diwawancarai yaitu Wakil
Kepala sekolah, guru yang telah tersertifikasi, guru yang belum tersertifikasi, dan
siswa di SMAN 1 Nguter, Sukoharjo. Fungsi utama dari wawancara adalah
deskripsi dan eksplorasi. Deskripsi disini adalah informasi yang diperoleh dari
wawancara bermanfaat dalam menetapkan pemahaman ke dalam lingkungan
terbatas dari realitas sosial. Data yang diperoleh dari wawancara sangat berguna
sebagai alat pengurai dan memperluas wawasan sosiologis terhadap fakta-fakta
dari data yang ada. Sedangkan eksplorasi di sini adalah memberikan pemahaman
dalam dimensi-dimensi yang belum tergali dari suatu topik. Jadi peneliti bertugas
untuk mengeksplorasi tentang implementasi sertifikasi guru dalam meningkatkan
profesional guru di SMA Negeri 1 Nguter, Sukoharjo.
3. Analisis Dokumen
Dokumen dilakukan untuk mendapatkan fakta dan data. Sugiyono (2005:
82) menyatakan dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu.
Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental
seseorang. Dokumen yang berbentuk tulisan misalnya catatan harian sejarah
kehidupan (life histories), ceritera, biografi, peraturan, kebijakan. Dokumen
berbentuk karya misalnya karya seni dapat berupa gambar, patung, film, dan lain-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
lain. Studi dokumen merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi dan
wawancara dalam penelitian kualitatif.
Sama halnya dengan Sutopo (2002: 54) yang mendefinisikan, “Dokumen
atau data sekunder merupakan bahan tertulis yang berhubungan dengan sesuatu
peristiwa atau aktivitas tertentu. Ia merupakan rekaman tetapi juga berupa gambar
atau benda peninggalan yang berkaitan dengan suatu aktivitas atau peristiwa
tertentu”. Jadi, analisis dokumen dan arsip merupakan salah satu metode
pengumpulan data yang dilakukan dengan menganalisis dokumen dan arsip yang
telah terkumpul guna melengkapi dan memperjelas hasil informasi observasi dan
wawancara. Teknik analisis dokumen dapat berupa arsip-arsip yang relevan serta
benda fisik lainnya. Dokumen dalam penelitian ini bertujuan untuk memperoleh
data berdasarkan sumber-sumber yang berasal dari buku-buku, literatur, laporan,
serta dokumen-dokumen lain yang berkaitan dengan penulisan, sehingga sangat
penting dalam penelitian kualitatif sebagai sumber data. Dokumen lain yang
digunakan dalam penelitian ini adalah catatan atau rekaman wawancara dan juga
foto, yang dilakukan kepada wakil kepala sekolah, guru yang tersertifikasi, guru
yang belum tersertifikasi, siswa juga aktivitas atau cara mengajar guru di SMAN
1 Nguter, Sukoharjo.
F. Validitas Data
Dalam penelitian kualitatif, data atau informasi yang berhasil dikumpulkan
perlu dikaji kebenarannya. Oleh karena itu, setelah data terkumpul lalu diadakan
pemeriksaan keabsahannya atau validitas data. Validitas data adalah pengujian
data dalam penelitian agar dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Guna
menjamin dan mengembangkan validitas data dalam penelitian ini, maka teknik
pengembangan validitas data yang digunakan adalah trianggulasi data:
Triangulasi
Triangulasi data diartikan sebagai teknik pengumpulan data yang bersifat
menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang
telah ada. Menurut Moleong (2001: 178) “Triangulasi adalah teknik pemeriksaan
keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk
keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu”. Artinya bahwa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
data yang diperoleh akan diuji keabsahannya dengan cara mengecek kepada
sumber lain sehingga dihasilkan suatu kebenaran. Selanjutnya Mathinson dalam
Sugiyono (2005: 85) mengemukakan bahwa “The value of triangulation lies in
providing evidence-whether convergent, inconsistent, or concracdictory”. Nilai
dari teknik pengumpulan data dengan triangulasi adalah untuk mengetahui data
yang diperoleh convergent (meluas), tidak konsisten atau kontradiksi.
Triangulasi merupakan teknik yang didasarkan pola pikir fenomenologis
yang bersifat multiperspektif, artinya untuk menarik kesimpulan yang mantap
diperlukan tidak hanya satu cara pandang, tetapi dibutuhkan beragam pandangan.
Dengan kata lain triangulasi merupakan pemeriksaan keabsahan data dengan
memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau
berbagai perbandingan terhadap data. Dengan menggunakan triangulasi, maka
hasil penelitian dapat ditingkatkan dan dijamin validitasnya.
Menurut Patton dalam H.B Sutopo (2002: 78) menyatakan ada empat
teknik triangulasi:
a. Triangulasi data
Teknik triangulasi data (triangulasi sumber) merupakan cara peningkatan
validitas yang dilakukan dengan menggunakan beberapa sumber data untuk
mengumpulkan data yang sama. Triangulasi sumber memanfaatkan jenis
sumber data yang berbeda untuk menggali data yang sejenis tekanannya pada
perbedaan sumber data, bukan pada teknik pengumpulan data, cara menggali
data dari sumber yang berbeda-beda dan data yang didapat bisa lebih teruji
kebenarannya.
b. Triangulasi peneliti
Triangulasi peneliti adalah pengumpulan data yang sama dilakukan oleh
beberapa peneliti. Hasil penelitian baik data ataupun simpulannya bisa diuji
validitasnya oleh beberapa peneliti.
c. Triangulasi metodologis
Triangulasi metodologis dilakukan dengan mengumpulkan data sejenis,
tetapi dengan menggunakan teknik atau metode pengumpulan data yang
berbeda-beda penekanannya adalah penggunaan metode pengumpulan data
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
yang berbeda terhadap sumber data yang sama untuk menguji kemantapan
informasinya.
d. Triangulasi teoritis
Triangulasi teori dilakukan dengan melakukan perspektif lebih dari satu
teori dalam membahas dalam permasalahan yang dikaji, datanya dianalisis
dengan menggunakan beberapa perspektif yang berbeda-beda.
Sedangkan menurut Sugiyono (2005: 125-128) triangulasi dibagi menjadi
tiga:
a. Triangulasi sumber
Triangulasi sumber untuk mengkaji kredibilitas data dilakukan dengan
cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber.
b. Triangulasi teknik
Triangulasi teknik untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan
cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang
berbeda.
c. Triangulasi waktu
Waktu sering juga mempengaruhi kredibilitas data. Data yang
dikumpulkan dengan teknik wawancara dipagi hari, siang atau malam
akan mempengaruhi data yang dihasilkan. Misalnya teknik wawancara
yang diambil dipagi hari pada saat narasumber masih segar, belum
banyak masalah, dapat memberikan data yang lebih valid.
Dalam penelitian ini menggunakan triangulasi sumber dan teknik.
Triangulasi sumber yaitu dengan mewawancarai informan yang mengetahui
permasalahan yang diteliti, yaitu wakil kepala sekolah, guru yang tersertifikasi,
guru yang belum tersertifikasi, dan siswa di SMAN 1 Nguter, Sukoharjo. Serta
menggunakan berbagai literatur yang relevan dengan penelitian yang dilakukan.
Sedangkan triangulasi teknik dalam penelitian ini dengan menggunakan metode
observasi langsung, wawancara mendalam, dan dokumentasi yang berkaitan
dengan implementasi sertifikasi guru dalam meningkatkan profesional guru di
SMA Negeri 1 Nguter, Sukoharjo.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
G. Analisis Data
Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan pada saat pengumpulan
data berlangsung dan setelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu.
Pada saat wawancara, peneliti sudah melakukan analisis terhadap jawaban yang
diwawancarai. Bila jawaban data yang diwawancarai dianalisis terasa belum
memuaskan, maka peneliti akan melanjutkan pertanyaan lagi, sampai tahap
tertentu diperoleh data yang dianggap kredibel. Miles dan Huberman (1992: 20)
mengemukakan, “Aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara
interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya
sudah jenuh”.
Ada dua model pokok dalam melaksanakan analisis data di dalam
penelitian kualitatif, yaitu model analisis jalinan mengalir (flow model of analysis)
dan model analisis interaktif (interaktif model of analysis). Dalam penelitian ini,
peneliti menggunakan model analisis interaktif yang meliputi empat komponen,
yaitu pengumpulan data, reduksi data (reduction), sajian data (display) dan
verifikasi data atau penarikan kesimpulan (conclusion drawing). Keterkaitan
empat komponen itu dilakukan secara interaktif dengan proses pengumpulan data
yang dilakukan secara kontinyu, sehingga proses analisis merupakan rangkaian
interaktif yang bersifat siklus.
Selanjutnya model interaktif dalam model analisa data ditunjukkan pada
gambar berikut:
Gambar 3.1 Analisis data model interaktif
Pengumpulan data
(Data collection) Sajian Data
(Data Display)
Penarikan simpulan/
verifikasi (Conclusions:
Drawing/ verifying)
Reduksi Data
(Data Reduction)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
Adapun tahap analisis interaktif adalah sebagai berikut:
1. Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini data diperoleh dari berbagai sumber, antara lain dari
buku-buku yang relevan, informasi dari sumber, peristiwa serta observasi
dilapangan. Sedangkan pengumpulan data melalui teknik observasi secara
langsung, wawancara mendalam (in-depth interviewing) dan dokumentasi.
2. Reduksi Data (Reduction)
Tahap ini merupakan proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan dan
abstraksi data kasar yang terdapat field note. Dengan reduksi data, data kualitatif
dapat disederhanakan dan ditransformasikan dalam berbagai cara, seperti melalui
seleksi yang ketat, melalui ringkasan atau uraian singkat, menggolongkan dalam
suatu uraian yang lebih luas, abstraksi data kasar dari field note. Proses ini
berlangsung terus sepanjang pelaksanaan penelitian, baik sebelum atau sesudah
pengumpulan data.
Reduksi data berlangsung sejak peneliti mengambil keputusan tentang
kerangka kerja konseptual, pemilihan kasus, menyusun pertanyaan penelitian,
sampai pada proses verifikasi data. Pada saat reduksi data, peneliti menentukan
beberapa informan untuk mendiskripsikan implementasi sertifikasi guru di SMAN
1 Nguter, Sukoharjo dan mendeskripsikan sertifikasi guru dalam meningkatkan
profesional guru. Selain itu, peneliti juga mendapatkan data dari buku-buku yang
relevan dengan masalah penelitian.
3. Sajian Data (Display)
Sajian data dilakukan dengan merangkai data atau informasi yang telah
direduksi dalam bentuk narasi atau kalimat, gambar atau skema, maupun tabel
yang memungkinkan kesimpulan penelitian dapat dilakukan. Sajian data ini
merupakan rangkaian kalimat yang disusun secara logis dan sistematis, sehingga
bila dibaca akan mudah dipahami mengenai berbagai hal yang terjadi dalam
penelitian, yang memungkinkan peneliti untuk melakukan sesuatu pada analisis
atau tindakan lain berdasarkan pemahaman tersebut.
Pada awal pengumpulan data sampai penyajian data, peneliti melakukan
pencatatan dan membuat pernyataan untuk membuat kesimpulan. Penyajian data
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
dalam penelitian ini diperoleh melalui pengamatan langsung (observasi) dan
wawancara mendalam (in-depth interview). Adapun penyajian data untuk
mendeskripsikan bagaimana implementasi sertifikasi guru di SMAN 1 Nguter,
Sukoharjo dan mendeskripsikan sertifikasi guru dalam meningkatkan profesional
guru.
4. Verifikasi Data atau Penarikan Kesimpulan (Conclusion Drawing)
Penarikan kesimpulan merupakan rangkaian pengolahan data yang berupa
gejala kasus yang terdapat di lapangan. Kesimpulan akhir tidak akan terjadi
sampai waktu proses pengumpulan data berakhir. Kesimpulan harus diverifikasi
agar cukup mantap dan benar-benar bisa dipertanggungjawabkan. Untuk itu
peneliti melakukan aktivitas pengulangan untuk tujuan pemantapan, penelusuran
data kembali, melihat lagi field note sehingga kesimpulan penelitian menjadi
kokoh dan lebih bisa dipercaya.
H. Prosedur Penelitian
H.B Sutopo (2002: 187-190) menyatakan “prosedur penelitian adalah
rangkaian tahap demi tahap kegiatan penelitian dari awal sampai akhir
penelitian”. Prosedur penelitian yang dilakukan meliputi empat tahap, yaitu:
persiapan, pengumpulan data, analisis data, dan penyusunan laporan penelitian.
Untuk lebih jelasnya akan diuraikan sebagai berikut:
1. Persiapan
a. Mengajukan judul penelitian kepada pembimbing.
b. Mengumpulkan bahan atau sumber, materi atau referensi yang dibutuhkan
dalam penelitian.
c. Menyusun proposal penelitian.
d. Mengurus perijinan penelitian
e. Menyiapkan instrument penelitian dan alat observasi.
2. Pengumpulan Data (Observasi)
a. Pengumpulan data yang dilakukan dengan metode observasi langsung,
wawancara mendalam, dan dokumentasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
b. Melakukan review dan pembahasan beragam data yang telah terkumpul
dengan melaksanakan refleksinya.
c. Membuat field note.
d. Memilah dan mengatur data dengan memperhatikan semua variable yang
tergambar dalam kerangka berfikir.
3. Analisis Data
a. Menentukan teknik analisis data yang tepat sesuai dengan proposal penelitian.
b. Melakukan analisis awal.
c. Mengembangkan sajian data dengan analisis lanjut kemudian di rechek
dengan temuan di lapangan.
d. Melakukan verifikasi, pengayaan, dan pendalaman data.
e. Merumuskan simpulan akhir sebagai temuan penelitian.
4. Penyusunan Laporan Penelitian
a. Penyusunan laporan awal.
b. Review laporan, yaitu mendiskusikan laporan yang telah disusun dengan orang
yang cukup memahami penelitian
c. Melakukan perbaikan laporan.
d. Penyusunan laporan akhir.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
BAB IV
SAJIAN DATA DAN ANALISIS HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Wilayah Penelitian
1. Sejarah dan Perkembangan SMAN 1 Nguter, Sukoharjo
SMAN 1 Nguter, Sukoharjo berdiri pada tahun 1996 Berdasarkan Surat
Keputusan menteri pendidikan dan kebudayaan Republik Indonesia Nomor:
13a/D/1998. Saat awal berdiri SMAN 1 Nguter, Sukoharjomemiliki 12 lokal kelas,
jumlahnya bertambah dan kini jumlah lokal kelas terdapat 15 lokal. Berdasarkan SK
akreditasi terakhir Ma.006514 tanggal 29 September 2009 SMAN 1 Nguter,
Sukoharjomendapat Akreditasi sekolah B dan Status sekolah PraSSN (Prasekolah
Standart Nasional).
Awal berdirinya SMAN 1 Nguter, Sukoharjo memang kurang diminati oleh
siswa lulusan SMP, namun melihat prestasi sekolah yang terus meningkat kini
SMAN 1 Nguter, Sukoharjo banyak diminati oleh siswa lulusan SMP. Jika dilihat
dari segi output siswa memang SMAN 1 Nguter, Sukoharjo kalah jika disbanding
dengan SMA 1 Sukoharjo, tapi dari segi proses SMAN 1 Nguter, Sukoharjo
mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Hal ini terbukti dengan jumlah
lulusan yang diterima di perguruan tinggi negeri tiap tahun jumlahnya terus
bertambah.
2. Deskripsi Geografis SMA N 1 Nguter, Sukoharjo
Secara geografis SMAN 1 Nguter, Sukoharjo beralamatkan di desa Nguter,
Kecamatan Nguter, Kabupaten Sukoharjo, kode pos 57571. Adapun batas-batas
wilayah SMAN 1 Nguter, Sukoharjo sebelah barat berbatasan dengan pasar Nguter.
Bagian timur berbatasan dengan Desa Nguter, Bagian Utara berbatasan dengan
stasiun Nguter. Sedang sebelah selatan berbatasan dengan desa Tumpaksari. Melihat
kondisi geografis, letak SMAN 1 Nguter, Sukoharjo cukup potensial karena
lingkungan sekitar SMAN 1 Nguter, Sukoharjo hening dan jauh dari keramaian serta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
lalu lintas kendaraan sehingga lebih potensial dan kegiatan belajar mengajar dapat
fokus.
3. Deskripsi Demografis SMA N 1 Nguter, Sukoharjo
Untuk tahun ajaran 2010/2011 di SMAN 1Nguter memiliki jumlah siswa
sebagai berikut. Kelas X terdiri dari 101 siswa dengan rincian 65 siswa laki-laki dan
136 siswa perempuan. Kelas XI terdiri dari dua jurusan yaitu IPA dan IPS, untuk IPA
jumlah siswa 80 siswa laki-laki 12, siswa perempuan 68, sedangkan IPS jumlah siswa
107 siswa laki-laki 47, siswa perempuan 60. Kelas XII juga terdiri dua jurusan yaitu
IPA dan IPS, untuk IPA jumlah siswa 77, siswa laki-laki 23, siswa perempuan 54,
sedangkan IPS jumlah siswa 104, siswa laki-laki 41, siswa perempuan 63. Jadi
jumlah siswa keseluruhan siswa laki-laki 188 dan siswa perempuan 381. Jumlah
siswa secara keseluruhan 569. Sedang jumlah guru bidang studi ada 51 orang. Untuk
tenaga tata usaha 11 orang. SMAN 1Nguter memiliki 3 tingkatan kelas. Kelas X
terdiri dari 5 kelas yaitu kelas X 1- X 5. Kelas XI terdiri dari 5 kelas terdiri dua
jurusan yaitu IPA dan IPS. IPA terdiri dua kelas yaitu kelas XI IPA 1 dan XI IPA 2,
sedangkan IPS terdiri tiga kelas yaitu kelas XI IPS 1- XI IPS 3. Sedang kelas XII
terdiri dari 5 kelas terdiri dua jurusan yaitu IPA dan IPS. IPA terdiri dua kelas yaitu
kelas XII IPA 1 dan XII IPA 2, sedangkan IPS terdiri tiga kelas yaitu kelas XII IPS 1-
XII IPS 3. Masing-masing kelas memiliki wali kelas yang berasal dari guru bidang
studi. Wali kelas bertanggungjawab atas kelas yang diampu.
4. Keadaan Lingkungan Sekolah
Kondisi Lingkungan di SMAN 1 Nguter, Sukoharjo meliputi:
1) Kebersihan
Kebersihan lingkungan di SMAN 1 Nguter, Sukoharjo sudah baik. Hal ini dapat
dilihat dari kondisi kelas, halaman sekolah dan tempat-tempat lain. Siswa
bertanggungjawab terhadap kebersihan kelasnya masing-masing. Sikap tanggung
jawab itu dapat ditunjukkan dengan adanya pembagian jadwal tiap-tiap kelas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
Sedangkan penjaga sekolah bertanggung jawab atas kebersihan tempat-tempat
umum seperti kamar mandi, aula, dan halaman sekolah dan juga lain-lain.
2) Kerapian
Kerapian di SMAN 1 Nguter, sukoharjo dapat dilihat dari tempat parkir sepeda
siswa yang ditata dengan rapi. Tempat parkir kendaraan guru terpisah dengan
tempat siswa. Kerapian juga dapat dilihat pada pengaturan taman. Seragam
sekolah merupakan bentuk kerapian yang terlihat dari SMAN 1 Nguter,
Sukoharjo karena untuk menegakkan kedisiplinan juga siswa wajib memakai
seragam yang rapi, lengkap dan sopan.
3) Ketenangan
Letak SMAN 1 Nguter, Sukoharjo yang berada ditepi kota cukup strategis untuk
menunjang suasana belajar yang kondusif karena lumayan jauh dari kebisingan
suara kendaraan yang berlalu lalang di jalan raya.
4) Keamanan
Kondisi keamanan di SMAN 1 Nguter, Sukoharjo cukup baik. Hal ini dapat
dilihat adanya penjagaan oleh penjaga sekolah. Dan dalam kasus kehilangan
cukup kecil, karena di sekolah siswa dilarang membawa HP, perhiasan berlebih
dan uang berlebih, sehingga menekan jumlah kasus kehilangan yang terjadi pada
siswa.
5) Ketertiban
Secara umum, ketertiban di SMAN 1 Nguter, Sukoharjo sudah berjalan dengan
baik. Hal ini ditunjukkan oleh siswa-siswa yang tertib mengenakan seragam yang
sesuai dengan mestinya. Untuk hari Senin danSelasa siswa menggunakan seragam
OSIS. Untuk hari Rabu dan Kamis menggunakan seragam batik sedangkan untuk
hari jum’at dan sabtu menggunakan seragam pramuka. Ketertiban SMAN 1
Nguter, Sukoharjo juga dapat dilihat dari kedatangan siswa, siswi, guru dan juga
karyawan. Mereka datang sebelum bel masuk.
Sementara kondisi Fisik SMAN 1 Nguter, Sukoharjo secara umum keadaan
SMAN 1 Nguter, Sukoharjo dalam keadaan baik dan memenuhi syarat sebagai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
tempat berlangsungnya proses pembelajaran disamping tanahnya yang luas didukung
dengan persediaan ruang-ruang kegiatan yang mendukung fasilitas belajar mengajar.
Luas tanah secara keseluruhan adalah 5525 m2, yang terdiri dari 3769 m
2 merupakan
luas bangunan sedang luas halaman dan taman 660m2.
Selain itu sekolah ini juga
ditunjang dengan sarana fisik maupun sarana non fisik yang adapat mendukung
kegiatan belajar mengajar.
5. Visi dan Misi SMA N 1 Nguter, Sukoharjo
Visi:
Terwujudnya warga sekolah yang ”mantap dalam imtaq, berprestasi, terampil, tertib
dan mandiri”
Misi:
1. Melaksanakan usaha peningkatan kualitas keimanan dan ketaqwaan bagi segenap
warga sekolah.
2. Menyelenggarakan pendidikan yang berakar pada nilai-nilai agama serta
berorientasi pada perkembangan ilmu pengetahuan, tehnologi dan seni
3. Menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar yang praktis, aktif, inovatif, kreatif,
efektif dan menyenangkan.
4. Mengembangkan potensi tenaga pendidik dan peserta didik agar memiliki
kecerdasan intelektual, sosial, emosional dan spiritual yang mantap dan
berimbang
5. Mengelola keuangan dan administrasinya secara tertib, benar, transparan dan
akuntabel
6. Meningkatkan kuantitas dan kualitas sarana dan prasarana pendidikan secara
bertahap, terencana dan berkesinambungan
7. Mengembangkan kemampuan pendidik dan tenaga kependidikan dalam hal
kualifikasi, kompetensi dan profesionalisme
8. Membekali peserta didik dengan pendidikan kecakapan hidup yang memadai.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
6. Pembagian Tugas Guru Penunjang SMAN 1 Nguter, Sukoharjo
B.
Gambar 4.1 Bagan Pembagian Tugas Guru Penunjang SMAN 1 Nguter, Sukoharjo
KOMITE SEKOLAH
SUPARDO, S.Pd
KEP. SEKOLAH
Drs. HARMANI, M.
Hum
NIP. 19670120 199103 1
004
KA. LAB.
KOMPUTER
PARYANTO, S.Pd
NIP. 19700718
199802 1 002
WAKASEK SARPRAS
Drs. PRIHARNO
NIP. 19620616 199003 1 005
KA. LAB. IPA
SUKARMIN, S.Pd
NIP. 19700608
199802 1 003
WAKASEK KURIKULUM
SUNARYO, S.Pd
NIP. 19690429 199802 1 003
KEP. TATA USAHA
Drs. SARWOKO
NIP. 19570727 199303 1
003
WAKASEK HUMAS
Dra. RINI
WAHYUNINGSIH
NIP. 19610415 198803 2 002
WAKASEK
KESISWAAN
JAKA SANTOSA,
S.Pd
NIP. 19690411 199802 1 002
KA.
PERPUSTAKAAN
Drs. KARJONO
NIP. 19590503
199512 1 001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
C. Deskripsi Penelitian Lapangan
Dalam penelitian ini, deskripsi dan analisis penelitian dimaksudkan untuk
menyajikan data yang ditemukan sesuai dengan pokok permasalahan yang akan dikaji
yaitu implementasi sertifikasi guru dalam usaha meningkatkan profesionalisme guru
di SMAN 1 Nguter, Sukoharjo, mengetahui kendala-kendala yang dihadapi guru di
SMAN 1 Nguter, Sukoharjo dalam implementasi sertifikasi guru dan untuk
mengetahui usaha SMAN 1 Nguter, Sukoharjo dalam mengatasi kendala-kendala
yang timbul.
I. Implementasi sertifikasi guru dalam usaha meningkatkan profesionalisme
guru di SMAN 1 Nguter, Sukoharjo
SMAN 1 Nguter, Sukoharjo merupakan salah satu SMA di Sukoharjo dimana
sebagian besar guru telah tersertifikasi. Sertifikasi guru merupakan suatu kebijakan
dari pemerintah dijelaskan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14
Tahun 2005 tentang Guru Dan Dosen, dikemukakan bahwa sertifikasi adalah proses
pemberian sertifikat pendidik untuk guru dan dosen. Sedangkan sertifikat pendidik
adalah bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada guru dan dosen
sebagai tenaga profesional. Kebijakan sertifikasi guru membawa dampak dalam
kehidupan sosial, begitu pula di SMAN 1 Nguter, Sukoharjo.
Di SMAN 1 Nguter, Sukoharjo sendiri awal guru tersertifikasi tahun 2007
sejumlah 1 orang, kemudian tahun 2008 sejumlah 2 orang, tahun 2009 sejumlah 13
orang, dan untuk tahun 2010 sejumlah 4 orang. Sehingga jumlah guru yang
tersertifikasi di SMA tersebut sejumlah 20 orang dari 36 guru. Sertifikasi guru
sebagai sertifikat pendidik memang cukup penting dalam profesi guru. Karena lewat
sertifikat tersebut guru disebut guru yang profesional ketika tersertifikasi. Hal ini
seperti yang diungkapkan oleh salah satu informan berikut:
“Sertifikasi guru yaitu sertifikasi guru semacam sertifikat untuk menunjukkan
bahwa guru itu profesional.” (W/SN/15/06/2011)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
Pernyataan Pak SN menunjukkan bahwa sertifikasi guru bertujuan untuk
membentuk guru yang profesional, bukti profesional tersebut ketika telah memiliki
sertifikat mengajar. Sertifikat tersebut juga berarti penghargaan yang diberikan
kepada seorang guru. Pernyataan tersebut senada dengan pendapat Pak YL yang
menyatakan bahwa sertifikasi guru adalah:
“Sertifikasi merupakan penghargaan yang diberikan pada seorang guru untuk
meningkatkan kinerjanya menjadi guru yang profesional.”
(W/YL/15/06/2011)
Menurut Pak YL sertifikasi adalah sebuah penghargaan yang diberikan pada
seorang guru untuk meningkatkan kinerjanya menjadi guru yang profesional.
Profesional disini diartikan bahwa guru tersebut mampu mengemban dan
menjalankan tugas sebagai pendidik dengan penuh tanggung jawab. Bahwa guru yang
profesional harus meningkatkan kinerjanya. Seperti yang diungkapkan salah satu
informan berikut:
“Sertifikasi yaitu suatu pengakuan untuk kompetensi guru sehingga guru
dapat meningkatkan profesional dan kinerja guru”
(W/PY/16/08/2011)
Jadi dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa sertifikasi guru adalah
proses uji kompetensi yang dirancang untuk mengungkapkan penguasaan kompetensi
seseorang sebagai landasan pemberian sertifikat pendidik untuk meningkatkan
profesional guru. Sertifikat pendidik tersebut bukanlah satu-satunya jaminan seorang
guru dikatakan guru yang profesional. Namun, bagi pemerintah melalui test dan
syarat-syarat tertentu, guru yang telah tersertifikasi dapat dikatakan guru tersebut
telah profesional.
a. Kebijakan Sertifikasi Guru di SMA N 1 Nguter
Di SMAN 1 Nguter, Sukoharjo dapat dikatakan sebagian besar guru telah
tersertifikasi. Dari 36 guru yang masuk dalam data kepegawaian, 20 diantaranya telah
tersertifikasi. Dalam penyelenggaraannya kebijakan sertifikasi guru ternyata
memunculkan berbagai macam tanggapan. Bagi guru yang tersertifikasi tentu mereka
setuju dengan kebijakan tersebut karena bagi guru yang tersertifikasi mendapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
tunjangan sebesar satu kali gaji pokok, di luar gaji itu sendiri. Namun, bagi sebagian
guru yang belum tersertifikasi ada yang merasa bahwa sertifikasi tidak seimbang
antara kinerja dengan penghasilan yang didapatkan.
Mengenai kebijakan sertifikasi guru, sebagian besar guru setuju dengan
adanya kebijakan tersebut. Bagi sebagian guru yang tersertifikasi dengan adanya
sertifikasi guru semakin profesional, dan ada upaya peningkatan kualitas dari masing-
masing guru. Sebagian besar guru menilai bahwa guru yang tersertifikasi cenderung
lebih disiplin dan cara mengajar yang lebih variatif. Hal tersebut senada dengan
pendapat Bu MW:
“Bagus, kerena guru lebih profesional sehingga dalam mengajar juga bagus,
sehingga output siswa juga bagus. Perbedaannya variasi mengajar berbeda,
banyak yang menggunakan media seperti laptop. Untuk anak hasilnya lebih
bagus, anak lebih senang dalam belajar. Selain itu mereka lebih disiplin
mungkin karena sudah tersertifikasi dan sudah menerima tunjangan jadi lebih
disiplin.” (W/MW/16/08/2011)
Menurut Bu MW beliau setuju kebijakan sertifikasi guru. Dengan adanya
sertifikasi guru, guru lebih profesional dan output siswa juga bagus. Meskipun Bu
MW belum tersertifikasi namun beliau merasa guru yang tersertifikasi lebih variatif
dalam metode mengajar dan media yang digunakan, misalnya menggunakan LCD
dan laptop, sehingga anak-anak lebih senang dan lebih tertarik untuk belajar. Selain
itu guru yang tersertifikasi juga lebih disiplin dalam mengajar. Hal tersebut
merupakan upaya untuk meningkatkan kualitas bagi guru yang tersertifikasi.
Pernyataan tersebut senada dengan pendapat Pak SN yang mengatakan:
“Saya sangat setuju dengan adanya kebijakan sertifikasi guru, menurut saya
dengan adanya sertifikasi guru semakin profesional, dan ada upaya
peningkatan kualitas dari masing-masing guru, selain itu juga peningkatan
penghasilan yaitu ada tunjangan sertifikasi itu. Dan yang paling penting yaitu
peningkatan kualitas pendidikan secara umum.” (W/SN/15/06/2011).
Dari pendapat tersebut Pak SN setuju dan dengan adanya sertifikasi guru
semakin profesional, menurut Bu SB yang dimaksud dengan profesional yaitu:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
“Tujuan sertifikasi yaitu guru menjadi professional, menurut saya
profesionalisme guru itu apa yang menjadi tugas dari profesi guru yang
berkaitan dengan mengajar itu dipenuhi juga tanggung jawab, selain itu juga
melingkupi aspek pedagogis, aspek sosial ya semacam itu.”
(W/SB/8/10/2011)
Upaya peningkatan kualitas dilakukan dari masing-masing guru, selain itu juga
peningkatan penghasilan yaitu ada tunjangan sertifikasi itu. Tidak dipungkiri pada
hal tersebut akan menuju pada peningkatan kualitas pendidikan secara umum.
Pernyataan Pak SN juga diperkuat oleh Bu SR yaitu:
“Saya setuju dengan sertifikasi guru karena untuk melatih disiplin dalam
aktifitas dan tugas guru, dan karena kita sudah menerima tunjangan sertifikasi
jadi tugas kita tidak terlepas hanya sampai disitu saja, kita harus meningkatkan
disiplin kinerja dan tugas kita.” (W/SR/15/06/2011)
Bu SR merasa bahwa sertifikasi guru meningkatkan kedisiplinan dalam
aktifitas dan tugas guru. Menurut beliau setelah tersertifikasi berarti peran guru dalam
kedisiplinan dan kinerja guru harus ditingkatkan.
Namun sebagian guru ada pula yang tidak setuju dengan kebijakan sertifikasi
guru. Sebagian merasa bahwa sertifikasi kurang signifikan dalam membentuk
profesional guru, tidak semua guru yang tersertifikasi dikatakan profesional. Seperti
yang dikemukakan salah seorang informan berikut:
“Menurut saya sertifikasi guru bagus, tetapi tidak signifikan hanya
penghasilan saja yang meningkat, tetapi belum dikatakan profesional, karena
masih sama saja. Gimana ya mbak pokoknya belum signifikan cara
mengajarnya kebanyakan masih sama” (W/SF/15/06/2011).
Pendapat Pak SF memperkuat pendapat Pak AW bahwa sebagian guru yang
tersertifikasi masih menggunakan metode mengajar yang sama. Dan menurut beliau
guru yang sudah tersertifikasi belum sepenuhnya dikatakan guru yang profesional.
Ada pula yang kurang setuju dengan kebijakan tersebut. Berikut pernyataan beliau:
“Saya kurang setuju dengan kebijakan tersebut karena kalo untuk
meningkatkan pendidikan ini tidak tepat sasaran. Seharusnya peningkatan
pendidikan itu fasilitas, kalo untuk kesejahteraan guru, sebaiknya guru gajinya
naik sesuai dengan lamanya mengajar dan sesuai dengan golongannya bukan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
tunjangan sertifikasi. Kalo seperti ini justru yang tidak tersertifikasi mendapat
beban yang lebih akhirnya untuk memenuhi 24 jam/minggu harus mengambil
jam guru mapel lain yang sama dan dampaknya siswa mendapat guru yang
bukan bidangnya yang sesuai. Kalo bukan bidangnya guru harus belajar lagi
dengan usia yang sudah sepuh dan beban hidup yang lebih berat kebanyakan
tidak konsen.” (W/NM/16/08/2011)
Bu NM kurang setuju dengan kebijakan tersebut, menurut beliau untuk
meningkatkan kualitas pendidikan dapat dilakukan dengan menyediakan fasilitas-
fasilitas untuk guru misalnya pelatihan-pelatihan yang dapat menambah pengetahuan
guru, juga melengkapi sarana prasarana mengajar yang masih kurang. Pendapat Bu
NM diperkuat oleh Pak SW, selaku kepala TU, beliau merasa dalam prakteknya
sertifikasi guru banyak terdapat kekurangan. Berikut tanggapan beliau:
“Tanggapan saya mengenai kebijakan sertifikasi dari pemerintah bagus untuk
meningkatkan kualitas guru, tapi dalam prakteknya dilapangan banyak
negatifnya. Seperti misalnya jam mengajar 24 jam/minggu, itu banyak yang
tidak terpenuhi tarus direkayasa, misalnya bidangnya matematika mengajar
mapel lain misalnya agama. Itu kan nggak boleh karena dalam aturannya kan
harus bidangnya.” (W/SW/10/10/2011)
Dari pendapat informan dapat disimpulkan bahwa sebagian besar guru setuju
dengan kebijakan sertifikasi guru dengan alasan bahwa sertifikasi guru membentuk
karakter guru untuk lebih disiplin dan meningkatkan kinerja serta tugas guru sehingga
akan menciptakan guru yang profesional, meningkatkan kesejahteraan guru dan
meningkatkan mutu atau kualitas pendidikan. Namun, bagi sebagian guru khususnya
yang belum tersertifikasi, menganggap bahwa sertifikasi guru kurang signifikan,
karena beberapa guru masih menggunakan metode mengajar yang sama. Dan untuk
meningkatkan kualitas pendidikan atau profesional guru dapat dilakukan dengan cara
lain seperti pelatihan-pelatihan, seminar, atau juga melengkapi sarana-prasarana
penunjang pembelajaran.
b. Implementasi kebijakan sertifikasi guru
Untuk melihat implementasi sertifikasi guru yang profesional dapat dilihat
dari persiapan atau perencanaan guru sertifikasi sebelum mengajar, proses
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
pelaksanaan pembelajaran, dan evaluasi atau penilaian yang dilakukan guru setelah
mengajar, dari hal tersebut dapat dilihat sejauh mana perubahan guru yang
tersertifikasi dalam profesionalisme guru. Dalam penelitian ini implementasi yang
dibahas adalah implementasi sertifikasi guru untuk mengetahui sejauh mana
profesional guru bagi guru yang tersertifikasi. Jadi pembahasan mengenai
implementasi sertifikasi guru yaitu mengenai persiapan guru sebelum mengajar,
proses pembelajaran, dan evaluasi yang dilakukan guru setelah mengajar.
1) Persiapan/perencanaan
Sebelum melaksanakan pembelajaran tentunya seluruh komponen yang ada
harus mempersiapkan terlebih dahulu. Baik guru, murid, sekolah juga sebaiknya
mempersiapkan terlebih dahulu. Berikut ini beberapa pendapat mengenai persiapan di
SMAN 1 Nguter, Sukoharjo.
Guru merupakan personal yang paling merasakan dampak dari perubahan
kebijakan ini. Karena guru merupakan personal yang harus menyampaikan materi
kepada peserta didik. Kesiapan guru dalam memberikan materi pelajaran sangat
menentukan tingkat keberhasilan pembelajaran. Dalam persiapan ini dari baik dari
guru tersertifikasi dan nonsertifikasi melakukan persiapan yang sama. Berikut
beberapa pendapat guru di SMAN 1 Nguter, Sukoharjo mengenai persiapan yang
dilakukan mereka:
Pak YL berpendapat, Sebelum memberikan pelajaran dia mempersiapkan
terlebih dahulu. Berikut penuturan Pak YL,
Sebelum memberikan pelajaran yang saya lakukan adalah mempersiapkan apa
yang akan saya berikan besok. Paling tidak kita tahu, kemudian dengan
menggunakan model apa. Misal saja sosiologi bagian integrasi misal
penyimpangan sosial saya lihat dulu RPP nya dan saya lihat dulu silabusnya.
Kemudian pagi siap mengajar. (W/YL/08/10/2011).
Pendapat di atas diperkuat dengan pendapat Bu SB:
Karena guru itu didepan kelas. Kalau materi enggak siap, ya pengelolaan
kelas hancur. Makanya harus paham seorang guru itu. Pokoknya harus siap.
Materi itu banyak tapi diusahakan jangan duduk dan baca buku di depan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
kelas. Harus keliling, jadi ada anak yang memperhatikan atau tidak
memperhatikan akan jelas. Pemahaman materi itu kunci. Memahami harus
semua. (W/JSR/08/10/2011)
Dari pernyataan di atas disebutkan bahwa guru harus mempersiapkan materi
terlebih dahulu. Guru harus menguasai materi, jangan sampai di depan kelas guru
masih membuka-buka buku. Pemahaman dari seorang guru itu adalah kunci. Hal ini
juga diperkuat dengan pernyataan dari Bu MW:
Jangan sampai guru tidak memahami materi dan hanya membuka-buka buku
neng ngarepe bocah (di depan siswa) itu nanti kan anak kurang respect, jadi
harus memahami materi dengan baik sebelum mengajar. (W/MW/16/08/2011)
Kesiapan guru sebelum mengajar di depan kelas akan terlihat ketika guru itu
menyampaikan materi. Guru yang sering membuka buku di depan kelas akan terlihat
tidak siap dalam memberikan materi. Dari situ tercermin kepahaman guru atau
penguasaan guru dalam memberikan materi. Ketika guru mampu dan siap
memberikan materi maka siswa akan menghargai guru tersebut. Jika tidak akibatnya
adalah sebaliknya. Maka dari itu guru wajib belajar terlebih dahulu. Selain belajar
materi yang akan diberikan, guru di SMAN 1 Nguter, Sukoharjo akan terbantu
dengan silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang telah dibuat.
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan silabus dibuat untuk satu tahun ajaran.
Untuk silabus memang sudah di buat oleh Musyawarah Guru Mata Pelajaran
(MGMP) kota, tetapi guru juga wajib mengembangkannya. Selain silabus, Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) juga. Di dalam silabus yang diobservasi oleh
peneliti terdapat pemetaan kompetensi dasar dan penentuan topik dan tema. Selain itu
juga terdapat penjabaran kompetensi dasar ke dalam indikator. Meskipun kadang
dalam praktiknya pembelajaran tidak sesuai dengan teori yang sudah disusun dalam
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), tetapi sudah ada usaha dari guru untuk
merencanakan pembelajaran. Yang terpenting guru memahami materi, mampu
mengelola kelas dan inovatif dalam pembelajaran.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
Persiapan yang dilakukan anak didik atau siswa dalam mengikuti pelajaran
juga ada. Beberapa informan dari siswa menyatakan bahwa mereka kadang-kadang
untuk mempersiapkan diri ketika akan menghadapi pelajaran. Belajar yang mereka
lakukan hanya ketika menghadapi ulangan atau ujian serta ketika ada tugas atau
Pekerjaan Rumah (PR). Berikut ini pernyataan dari siswa TY:
“Saya belajarnya kalo subuh sama kalo mau ulangan, tapi kebanyakan ya
nggak belajar mbak kalo hari-hari biasa, hehehe.” (W/TY/16/08/2011)
Sedangkan RZ menyatakan sebagai berikut :
“Sebelum pelajaran saya biasa belajar. Misal les, belajar dirumah, merangkum
materi, dan mengerjakan PR. (W/TY/16/08/2011)
Tetapi juga ada siswa yang kadang-kadang belajar bahkan ada pula yang tidak
mempersiapkan sama sekali. Seperti yang yang diungkapkan oleh TN dan AG yang
keduanya merupakan siswa kelas XI IPS 1.
“sebelum pelajaran kadang belajar kadang enggak”. (W/AG/26/07/2011).
Sedang TN tidak pernah belajar ketika akan menghadapi pelajaran.
“Kalau mau pelajaran jujur mbak saya enggak pernah belajar sebelumnya,
hehehe”(W/TN/26/07/2011)
Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa kesiapan siswa dalam
menghadapi pembelajaran berbeda-beda. Hal ini juga akan menentukan kepahaman
siswa terhadap materi yang akan dipelajari. Jadi bisa dikatakan kemampuan siswa
dalam menyerap materi berbeda-beda. Tergantung juga dengan kesiapan yang siswa
lakukan.
Jadi persiapan dan perencanaan untuk menghadapi pembelajaran dilakukan
oleh guru, siswa dan sekolah sendiri. Guru lebih menyiapkan tentang materi yang
akan diajarkan. Kuncinya adalah guru memahami dan menguasai materi dan metode
pembelajaran yang akan diberikan kepada siswa. Guru juga mempersiapkan
pengembangan silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), agar bisa
dijadikan sebagai pedoman atau garis besar rencana pembelajaran. Selain itu guru
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
juga menyiapkan Prota (program tahunan), Promes (Program semester) dan
prosedural KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) seperti yang diberikan oleh salah
seorang informan kepada peneliti. Dari pihak sekolah sendiri persiapan yang
dilakukan adalah menyediakan sarana dan prasarana. Meskipun untuk saat ini belum
optimal karena baru pengadaan buku diktat, tetapi sekolah tetap mengusahakan
pengadaan sarana multimedia untuk pembelajaran. Kesiapan dari siswa sendiri dalam
menghadapi pembelajaran sangat bervariasi. Jadi kesiapan siswa berbeda-beda untuk
mengikuti pembelajaran ini. Ada siswa yang sudah aktif untuk melakukan
pembelajaran secara mandiri, namun juga ada siswa yang jarang atau bahkan tidak
pernah belajar ketika akan mengikuti pembelajaran. Dari kesiapan ketiganya baik
pihak guru, siswa maupun sekolah akan mempengaruhi keberhasilan pembelajaran.
2) Proses Pelaksanaan
Inti dari implementasi adalah bagaimana bisa menerapkan konsep atau ide
dalam suatu proses pelaksanaan. Dalam penelitian ini tentunya ditekankan pada
proses pelaksanaan pembelajaran dari guru yang telah tersertifikasi. Dalam
pembahasan proses pelaksanaan, peneliti menitiktekankan pada metode pengajaran
yang digunakan oleh guru tersertifikasi. Selain itu juga langkah-langkah
pembelajaran terutama pada saat Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) berlangsung,
perangkat yaitu sumber dan media yang digunakan serta tingkat partisipasi siswa
dalam pembelajaran.
Mengenai metode pembelajaran guru menggunakan metode yang bervariasi
agar anak tidak bosan dan mau aktif dalam pembelajaran diantaranya yaitu metode
ceramah, diskusi, out class maupun bermain. Berikut penuturan pak YL:
“Metodenya saya pake macam-macam pokoknya bervariasi ada ceramah,
diskusi, out class, juga saya coba dengan permainan yaitu dengan kertas
dipotong-potong lalu ditulis materinya saya bagi ke anak lalu saya suruh
mengelompok untuk mencari pasangan. Setelah ketemu saya suruh presentasi
ke depan. Itu semacam kontekstual.” (W/YL/9/10/2011).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
Hal tersebut senada dengan pernyataan Bu SB yaitu:
“metode yang serting saya pake itu seringnya ceramah, diskusi, penugasan.
Anak-anak sendiri responnya bagus, kreatif, aktif tapi untuk diskusi harus
dibimbing, kalo sendiri ya rame. Sebenarnya siswa suka metode LCD, tapi
siswa tidak memilih, kalo disini karakteristiknya lebih ceramah, kalo diskusi
guru harus berperan penting, kalo nggak ya rame sendiri nggak nyentel ke
materi.” (W/SB/8/10/2011)
Menurut sebagian siswa metode yang digunakan guru yang tersertifikasi
berbeda dengan guru yang lain, guru lebih serius dalam mengajar dan dan
menggunakan metode yang lebih variatif. Berikut penuturan informan:
“Menurut saya beda mbak, kayak cenderung langsung memberi contoh,
dijelaskan sejelas mungkin. Menggunakan LCD dan juga praktek, ya
tergantung materinya mbak, misalnya interaksi sosial pergi ke pasar atau di
kegiatan masyarakat.” (W/RZ/16/08/2011)
Sedangkan informan siswa yang lain menyatakan:
“Kalo menurut saya beda mbak, kalo guru tersertifikasi lebih menuntut
pokoke murite kudu ngerti (pokoknya siswanya harus mengerti), kalo guru
sebelum tersertifikasi itu lebih nyantai ngajarnya.” (W/TY/16/08/2011)
Mengenai sumber yang digunakan sebagian besar guru menggunakan buku-
buku literature, LKS dan juga internet, sedangkan media yang digunakan papan tulis
dan LCD. Berikut penuturan informan:
“Untuk sumber yang saya gunakan buku paket ini ada banyak literature, lalu
LKS, kita padukan mana yang sesuai dengan materi. Kalo untuk internet
anak-anak akses sendiri.Untuk sarana prasarana masih terbatas sehingga kalo
penuh ya nggak bisa pake. Sehingga metode yang serting saya pake itu
seringnya ceramah, diskusi, penugasan. Kalo saya tidak harus menggunakan
LCD, hanya kadang-kadang tergantung materinya. “(W/SB/8/10/2011)
Hal senada juga dijelaskan oleh Pak YL:
“Kalo sumber saya gunakan berbagai macam buku dari ESIS, Aksara,
Yudistira, juga LKS MGMP. Medianya ya papan tulis, LCD kadang-kadang,
kalo lab IPS kan belum ada.” (W/YL/9/10/2011).
Sebenarnya siswa sendiri lebih suka guru mengajar menggunakan metode
diskusi dan menggunakan media LCD, hanya saja sarana prasarana di SMAN 1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
Nguter, Sukoharjo masih terbatas. Selain itu persiapannya membutuhkan waktu yang
lama, sehingga menyita banyak waktu untuk persiapan sehingga penyampaian materi
kurang maksimal. Berikut penuturan informan siswa:
“Aku sih suka diskusi, pake LCD, ceramah yang jelas, tapi pokoknya yang
nggak pake maju ke depan kelas lach mbak. Kalo aku suka pake LCD soalnya
lebih jelas nggak Cuma bayangin aja, kan jelas ada gambarnya. Tapi lama
masangnya jadi waktunya terbuang sia-sia.” (W/TY/16/08/2011)
TY menjelaskan bahwa dia lebih suka guru mengajar dengan diskusi dengan
media LCD, namun kelemahannya dalam persiapannya membutuhkan waktu yang
lama, sehingga banyak waktu terbuang sia-sia. Informan lain menjelaskan:
“Saya lebih suka menggunakan LCD, karena lebih jelas oww… jadi
gambarnya seperti ini gitu. Kalo saya diskusi, karena lebih bisa mencapai
aspirasi saya, gimana pendapat saya, gitu mbak.” (W/RZ/16/08/2011)
Pak YL juga menjelaskan anak cenderung lebih suka menggunakan metode
diskusi dan permainan, tapi anak yang kurang persiapan menjadi pasif, untuk itu pak
YL menggunakan cara lain agar anak menjadi aktif. Berikut penuturan beliau:
“Sebenarnya metode yang disukai anak itu diskusi dan bermain, tapi anak
yang kurang aktif cenderung diam dan kurang termotivasi untuk cari
pasangan. Agar aktif Pak YL memberi tugas dirumah, mencari kata-kata yang
sulit untuk ditanyakan. Dan metode mengajar sering ganti agar anak tidak
bosan. Pak YL juga mencoba untuk anak yang bertanya, lalu beliau yang
menjawab. Bagi siswa yang bertanya saya beri nilai plus, dan yang mampu
menjawab juga diberi nilai plus. Sehingga siswa termotivasi untuk aktif.”
(W/YL/9/10/2011)
Hal tersebut senada dengan pernyataan Bu SB yaitu:
“Sebenarnya siswa suka metode LCD, tapi siswa tidak memilih. Untuk sarana
prasarana masih terbatas sehingga kalo penuh ya nggak bisa pake. Sehingga
metode yang sering saya pake itu seringnya ceramah, diskusi, penugasan.”
(W/SB/8/10/2011)
Untuk sarana dan prasarana memang kurang, hal ini senada dengan pernyataan
Pak SW. Berikut penuturan Pak SW:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
“Kalo disini sekolah baru sehingga ya sarana prasarana kurang, LCD ada 6,
laptop ada 4, padahal RKB (ruang kelas belajar) ada15 kan ya kurang, lab
(laboratorium) disini juga belum ada. Kalo laptop boleh dipinjam guru, boleh
dibawa pulang, dan semua guru di beri flashdisk dari sekolah.”
(W/SW/10/10/2011)
Dari pernyataan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa guru yang
tersertifikasi mengajar dengan metode pembelajaran yang bervariasi agar anak tidak
bosan dan mau aktif dalam pembelajaran diantaranya yaitu metode ceramah, diskusi,
out class maupun bermain. Menurut sebagian siswa metode yang digunakan guru
yang tersertifikasi berbeda dengan guru yang lain, guru lebih serius dalam mengajar
dan dan menggunakan metode yang lebih variatif. Untuk metode, siswa sendiri lebih
suka guru mengajar menggunakan metode diskusi dan menggunakan media LCD,
hanya saja sarana prasarana di SMAN 1 Nguter, Sukoharjo masih terbatas. Selain itu
persiapannya membutuhkan waktu yang lama, sehingga menyita banyak waktu untuk
persiapan sehingga penyampaian materi kurang maksimal.
Sarana prasarana yang masih terbatas di SMAN 1 Nguter, Sukoharjo dapat
menghambat jalannya pembelajaran. Misalnya LCD yamg masih terbatas, sehingga
ketika mengajar guru harus bergantian dengan guru yang lain. Guru cenderung hanya
menggunakan media papan tulis, padahal siswa lebih menyukai dengan media LCD.
Di SMAN 1 Nguter, Sukoharjo memiliki 6 LCD, sedangkan jumlah ruang kelas
belajar ada 15 ruang, sehingga belum mencukupi atau menunjang kegiatan belajar
mengajar. Mengenai sumber yang digunakan sebagian besar guru menggunakan
buku-buku literature, LKS dan juga internet, sedangkan media yang digunakan papan
tulis dan LCD.
3) Evaluasi atau Penilaian
Dalam pembelajaran proses evaluasi sangat diperlukan untuk mengetahui
tingkat keberhasilan pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dalam
evaluasi ini, peneliti memfokuskan pada macam evaluasi yang dilakukan, teknik dan
instrumen penilaian, program remedial dan pengayaan serta sistem pengorganisasian
nilai.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
Macam evaluasi yang dilakukan oleh guru di SMAN 1 Nguter, Sukoharjo
adalah evaluasi proses dan evaluasi hasil. Aspek yang dievaluasi meliputi 3 aspek
yaitu aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Berikut penjelasan dari guru.
Pernyataan Bu SB tentang proses penilaian yang ia lakukan:
“Agar siswa aktif saya di akhir pembelajaran saya kasih PR agar dirumah
nggak nganggur buku-buku saya wajibkan agar mendukung keberhasilan
UNAS, LKS juga. Untuk evaluasi atau penilaian yaitu sikap mengikuti
pelajaran, dari hasil-hasil ulangan harian, test tertulis, mid semester, juga
akhir semester, untuk KKM kelas X 68, kelas XI 70, kelas XII 75 yang belum
memenuhi ada juga remidi.” (W/SB/8/10/20).
Hal tersebut senada dinyatakan oleh pak YL:
“Untuk evaluasi saya nilai dari keaktifan waktu di KBM, yang aktif saya beri
nilai plus, selain itu juga ada test tertulis, tugas terstruktur seperti PR dan
tidak terstruktur, misalnya saya suruh cari info atau artikel yang menyangkut
materi di internet.” (W/YL/9/10/2011)
Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa evaluasi yang digunakan
oleh guru adalah evaluasi proses yang berlangsung ketika pelajaran. Siswa yang aktif
bertanya akan mendapat nilai tambahan. Evaluasi proses juga dilakukan ketika
setelah pemberian tugas biasanya guru langsung memberikan koreksi dan dibahas di
dalam kelas. Kerajinan dalam mengerjakan tugas, keaktifan dalam bertanya dan
praktik dalam kehidupan merupakan nilai psikomotorik. Sedang afektif merupakan
nilai dari sikap dan perilaku siswa. Untuk evaluasi hasil meliputi ulangan harian,
ulangan mid semester dan ulangan semester. KKM masing-masing guru berbeda
sesuai dengan kemampuan anak.
II. Dampak sertifikasi guru bagi guru, siswa dan sekolah
a. Dampak positif
Sertifikasi guru memiliki dampak yang besar bagi guru dan sekolah. Manfaat
tersebut antara lain:
1. Motivasi guru mengajar meningkat
Sertifikasi guru secara tidak langsung membuat guru semakin termotivasi
dalam mengajar. Karena guru yang tersertifikasi merasa harus lebih baik dari guru
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
lain yang belum tersertifikasi. Sertifikasi guru memacu guru untuk semakin
meningkatkan kinerjanya dan semakin bersungguh-sungguh dalam mengajar. Hal
tersebut sejalan dengan pendapat Pak SN:
“Banyak sekali manfaatnya mbak, diantaranya yaitu penghasilan meningkat,
profesionalisme juga meningkat karena termotivasi, guru-guru yang dulu
bekerja sampingan, karena sudah mendapat tunjangan sertifikasi akhirnya di
lepas dan fokus dalam mengajar.” (W/SN/15/06/2011).
Menurut Pak SN setelah tersertifikasi guru semakin termotivasi untuk
meningkatkan kinerja dan profesionalisme guru. Guru semakin disiplin dalam
mengajar dan berusaha untuk bersikap profesional terhadap tugas dan kewajiban guru
sebagai pendidik. Hal tersebut juga senada dengan pernyataan Pak AD yaitu:
“Menurut saya sertifikasi guru besar manfaatnya bagi guru, antara lain yaitu
memotivasi guru agar mengajarnya lebih bagus. Cara mengajarnya lebih
banyak menggunakan media. Tapi fasilitas disini masih kurang dibanding di
kota, jadi terkendala menggunakan LCD masih repot. Selain itu meningkatkan
kesejahteraan guru, kalo guru sejahtera dalam mengajar bisa efektif, tidak
membawa masalah ekonomi dari rumah. Dari tunjangan sertifikasi guru juga
mampu menyiapkan media sendiri tanpa tergantung dari sekolah, misalnya
laptop, buku literature, jadi memang bermanfaat” (W/AD/15/06/2011)
Pak AD menjelaskan bahwa guru yang telah tersertifikasi lebih termotivasi
agar mengajarnya lebih bagus. Mereka akan berusaha untuk memperbaiki metode
belajar agar siswa lebih tertarik, dan dengan tunjangan sertifikasi guru mampu
menyediakan media tanpa tergantung dengan sekolah, misalnya laptop, buku-buku
literature, dan media lain.
2. Metode mengajar guru lebih variatif dan kreatif
Saat PLPG guru diberi pelatihan-pelatihan mengajar dengan berbagai metode
yang variatif dan kreatif, hal ini sebagai bekal untuk guru yang telah tersertifikasi
harapannya mampu mengajar dengan metode yang variatif dan kreatif sehingga
harapannya anak didik tidak bosan dan mengajar menjadi menyenagkan. Hal ini
berdasarkan pendapat informan sebagaimana yang ia tuturkan:
“Sebelum mengikuti sertifikasi pengalamannya kurang dalam mengajar.
Setelah mengikuti PLPG, pengalamannya menjadi bertambah, cara mengajar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
semakin bervariasi, karena di PLPG dikenalkan cara mengajar yang baik.
Sehingga membuat siswa bisa aktif di dalam kelas. Sarana prasarana sebelum
sertifikasi penggunaan alat dan media kurang. Setelah 1 tahun sarana
prasarana bertambah, dan setelah mengikuti PLPG kita bisa menerapkan
memakai LCD.” (W/YL/15/06/2011)
Menurut Pak YL banyak pengalaman dan pengetahuan yang beliau dapatkan
ketika mengikuti PLPG. Beliau merasakan setelah tersertifikasi beliau menggunakan
berbagai metode pengajaran. Awalnya Pak YL hanya menggunakan metode ceramah,
kini beliau mengajar menggunakan LCD, selain itu beliau juga melakukan diskusi
kelompok agar siswa lebih kritis, dan Pak YL mencoba untuk belajar di luar kelas
agar siswa lebih kritis dan peka terhadap kondisi lingkungan sekitar. Mengajar
menggunakan LCD juga membantu guru untuk memudahkan dalam penyampaian
materi. Karena guru tidak harus banyak menerangkan, tapi siswa yang dituntut untuk
aktif dalam kegiatan belajar mengajar. Hal ini di jelaskan oleh Pak PY yaitu:
“Sebelum sertifikasi mengajar hanya dengan metode ceramah, diskusi, tanya
jawab, jadi guru banyak ngomong dan murid hanya mendengarkan. Setelah
sertifikasi mengajar menggunakan metode yang lebih kreatif dan variatif.
Dalam mengajar saya melihat situasi dan kondisi, kalo memang waktunya
longgar saya coba pakai LCD, tapi kalo nggak kan harus mengejar materi
dulu, kita juga kekurangan waktu, sedangkan mengajar menggunakan LCD
memerlukan waktu yang relatif panjang dan persiapan juga. Sebenarnya lebih
bagus dan signifikan menggunakan LCD dari pada hanya ceramah,
sebenarnya kan kita dituntut nggak banyak ceramah tapi siswa yang aktif.”
(W/PY/16/08/2011).
3. Meningkatkan kesejahteraan guru
Sertifikasi guru menjadi solusi bagi permasalahan pendidik khususnya guru,
karena sebelum ada sertifikasi gaji guru pas-pasan. Dan setelah adanya sertifikasi
guru kesejahteraan guru menjadi meningkat. Seperti yang dikemukakan oleh
informan yaitu:
“ Manfaat lain sertifikasi yaitu penghasilan meningkat sehingga kesejahteraan
guru meningkat. Dapat dikatakan sebelum mendapat tunjangan sertifikasi gaji
guru pas-pasan, dan mulai adanya sertifikasi guru kini guru-guru yang telah
lolos mampu untuk menabung untuk keperluan lain, seperti membeli laptop,
kuliah S2, dll.” (W/SN/15/06/2011).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
Setelah adanya sertifikasi guru, guru dapat mencukupi kebutuhan hidupnya
dan dapat meningkatkan sarana penunjang pengajaran. Sebagian besar guru yang
telah tersertifikasi membeli laptop sebagai sarana penunjang dalam mengajar, selain
itu beberapa diantaranya juga melanjutkan sekolah S2. Hal tersebut dapat
meningkatkan kualitas dan kinerja guru, dan pada gilirannya meningkatkan
profesionalisme guru.
“ Sertifikasi itu baik ya mbak, karena untuk meningkatkan kompetensi guru
dan perlu dilanjutkan. Jika dilihat dari sisi kesejahteraan bagus, dan nantinya
harapannya semua guru harus tersertifikasi.” (W/PY/16/08/2011).
Menurut Pak PY dari sisi kompetensi dan kesejahteraan, sertifikasi guru
sangat membantu sekali. Dan nantinya semua guru harus disertifikasi, yang kini
sedang dalam proses. Gaji guru yang minim menjadi satu sebab dimana guru kurang
fokus dalam mengajar karena menanggung beban hidup, terkadang guru harus
mencari kerja sampingan lain untuk mencukupi kebutuhan. Adanya sertifikasi guru
membuat guru lebih tenang karena ada tunjangan yang dapat digunakan untuk
mencukupi kebutuhan hidup sehingga guru dapat lebih fokus mengajar. Hal tersebut
seperti yang dituturkan oleh salah satu informan yaitu:
“Saya mengikuti aturan dari sekolah sehingga ada pengajuan dari sekolah.
Harapannya semua guru tersertifikasi. Sebelum ada sertifikasi gaji guru
minim, setelah ada sertifikasi mulai ada peningkatan kesejahteraan, istilahnya
ada yang dijagakke, meskipun turunnya tidak pasti. Itu adalah penghargaan
Negara atas jasa guru terlepas dari gaji pokok. “(W/SR/15/06/2011)
Menurut Bu SR diharapkan kedepan semua guru tersertifikasi. Karena
sertifikasi sangat membantu, setelah ada sertifikasi mulai ada peningkatan
kesejahteraan guru. Hal tersebut cukup membantu karena selama ini dapat dikatakan
gaji guru sangat minim. Sertifikasi guru juga merupakan penghargaan untuk guru atas
jasa guru yang turut mencerdaskan kehidupan bangsa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
4. Meningkatkan profesionalisme guru
Sertifikasi guru disadari semakin meningkatkan profesionalisme guru.
Profesionalisme guru ini menunjuk kepada komitmen para guru untuk meningkatkan
kemampuan profesionalnya dan terus menerus mengembangkan strategi-strategi yang
digunakannya dalam melakukan pekerjaan yang sesuai dengan profesinya sebagai
pendidik.
“Bagus, kerena guru lebih profesional sehingga dalam mengajar juga bagus,
sehingga output siswa juga bagus. Perbedaannya variasi mengajar berbeda
banyak yang menggunakan media seperti laptop. Untuk anak hasilnya lebih
bagus, anak lebih senang dalam belajar. Selain itu mereka lebih disiplin
mungkin karena sudah tersertifikasi dan sudah menerima tunjangan jadi lebih
disiplin.” (W/MW/16/08/2011)
Menurut Bu MW sertifikasi membentuk guru yang profesional. Hal ini dapat
dilihat dari metode belajar yang lebih variatif, dan menarik. Profesionalisme guru
juga terlihat dalam output siswa, bahwa siswa lebih termotivasi untuk belajar. Guru
dinilai lebih siap dalam pengetahuan isi (content knowledge) penguasaan materi
pelajaran secara luas dan mendalam sesuai standar isi program satuan pendidikan atau
Standar Nasional Pendidikan, mata pelajaran, atau kelompok mata pelajaran yang
diampu. Sedangkan guru professional menurut bu SB yaitu:
“Menurut saya profesionalisme guru itu apa yang menjadi tugas dari profesi
guru yang berkaitan dengan mengajar itu dipenuhi juga tanggung jawab,
selain itu juga melingkupi aspek pedagogis, aspek sosial ya semacam itu.”
(W/SB/8/10/2011)
Menurut Bu SB setelah tersertifikasi beliau merasa lebih professional yaitu
lebih bertanggung jawab terhadap tugas utama beliau sebagai guru, dan bertanggung
jawab terhadap profesi beliau.
Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa dampak positif sertifikasi
guru diantaranya yaitu: Motivasi mengajar guru semakin meningkat karena guru
merasa harus lebih baik kinerjanya dan lebih disiplin dalam menjalankan tugasnya.
Dengan sertifikasi, guru juga lebih variatif dan kreatif dalam metode mengajar, guru
tidak hanya mengajar dengan ceramah tetapi dengan diskusi kelompok, pembelajaran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
di luar kelas, dan memanfaatkan media-media penunjang seperti menggunakan LCD,
serta sumber-sumber belajar seperti internet, buku-buku literature, koran dll.
Sertifikasi guru juga bermanfaat bagi kehidupan guru karena dapat meningkatkan
kesejahteraan guru. Tunjangan sertifikasi guru membantu guru untuk dapat
mencukupi kebutuhan hidupnya sehingga guru dapat fokus mengajar tanpa harus
dibebani dengan permasalahan ekonomi dalam kehidupannya. Sertifikasi guru juga
dapat meningkatkan profesionalisme guru, profesionalisme ini tidak hanya dipandang
hanya dari segi mengajar tapi juga beberapa aspek diantaranya yaitu kemampuan
guru dalam pengetahuan isi (content knowledge) penguasaan materi pelajaran secara
luas dan mendalam sesuai standar isi program satuan pendidikan atau Standar
Nasional Pendidikan, mata pelajaran, atau kelompok mata pelajaran yang diampu.
b. Dampak negatif
Adapun dampak negatif ada kebijakan sertifikasi guru yaitu:
1. Guru yang belum tersertifikasi jam mengajar berkurang
Jam mengajar 24jam/minggu diwajibkan bagi guru yang tersertifikasi. Hal
tersebut sangat mengganggu karena terbatasnya ruang kelastifikasi jam mengajarnya
menjadi berkurang karena untuk memenuhi jam mengajar guru yang tersertifikasi.
Sebagian guru yang belum tersertifikasi. Salah seorang informan menuturkan:
“Menurut saya kendala tersebut mengenai jam mengajar min 24 jam per
minggu, dan kelasnya terbatas dan ini terjadi hampir menjadi kendala di
seluruh Indonesia. Sehingga guru mengajar di luar fac-nya, tapi tetap di
upayakan mata pelajaran yang linier atau serumpun. Terlepas dari kendala
tersebut pihak sekolah melakukan usaha yaitu dengan menambah jumlah
kelas. Tahun ini SMA ini akan membangun satu lokal kelas.”
(W/SN/15/06/2011)
Menurut Pak SN jam mengajar minimal 24jam/minggu menjadi kendala
karena terbatasnya ruang kelas dan ini hampir menjadi kendala di seluruh Indonesia.
Akibatnya untuk memenuhi syarat tersebut, banyak guru yang mengajar diluar fac-
nya. Hal senada juga di nyatakan oleh Bu NM:
“Saya kurang setuju dengan kebijakan tersebut karena kalo untuk
meningkatkan pendidikan ini tidak tepat sasaran. Seharusnya peningkatan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
pendidikan itu fasilitas, kalo untuk kesejahteraan guru, sebaiknya guru gajinya
naik sesuai dengan lamanya mengajar dan sesuai dengan golongannya bukan
tunjangan sertifikasi. Kalo seperti ini justru yang tidak tersertifikasi mendapat
beban yang lebih akhirnya untuk memenuhi 24 jam/minggu harus mengambil
jam guru maple lain yang sama dan dampaknya siswa mendapat guru yang
bukan bidangnya yang sesuai. Kalo bukan bidangnya guru harus belajar lagi
dengan usia yang sudah sepuh dan beban hidup yang lebih berat kebanyakan
tidak konsen.” (W/NM/16/08/2011)
Menurut Bu NM guru yang tersertifikasi harus memenuhi jam mengajar 24
jam/minggu. Dan untuk memenuhinya terkadang harus mengambil jam dari guru
mata pelajaran lain yang sama atau serumpun. Hal tersebut membuat jam mengajar
guru yang belum tersertifikasi berkurang selain itu juga berdampak pada siswa jika
guru mengajar bukan bidang yang sesuai.
2. Kecemburuan sosial dikalangan lingkungan masyarakat
Sertifikasi guru tanpa disadari menimbulkan kecemburuan sosial khususnya di
luar sekolah maupun dilingkungan sekolah. Hal tersebut dinyatakan oleh Pak AW
yaitu:
“Kalo menurut saya dalam pelaksanaannya sertifikasi guru memunculkan
kecemburuan sosial, dan secara umum kecemburuan muncul dari profesi non
guru. Harapan saya kecemburuan sosial ini dapat diatasi dan sertifikasi tetap
lanjut, tapi perlu dibenahi metode bagaimana menentukan yang sudah atau
belum dikatakan guru profesional. Sehingga harapannya sertifikasi guru
benar-benar tepat sasaran.” (W/AW/15/06/2011)
Hal senada diungkap oleh Pak SW yaitu:
Dampak negatif ya kecemburuan atau iri begitu, tapi nggak terekspose ya
cuma grundel saja di luar. Misalnya di dinas pendidikan sana kan nggak ada
guru suruh melayani sertifikasi tanpa imbalan lha itu gemreneng.”
(W/SW/10/10/2011)
Menurut Pak AW dan Pak SW kecemburuan sosial juga merupakan masalah
yang muncul dalam sertifikasi guru. Kebanyakan muncul dari profesi non guru,
karena merasa profesi guru adalah profesi yang mudah dan gajinya besar. Dengan
munculnya sertifikasi guru profesi non guru semakin merasa bahwa profesi guru
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
sangat menguntungkan. Padahal profesi guru membutuhkan kerja keras dan tidak
semudah yang mereka bayangkan. Pernyataan tersebut dituturkan oleh salah satu
informan yaitu:
“Menurut saya sertifikasi harus tetap berjalan, karena menurut saya guru
memiliki peranan yang penting sekali, kalo di luar negeri guru kan sangat di
hargai. Para pejabat itu kan kalo mau mengakui bisa seperti itu tak lepas dari
peran guru juga. Di masyarakat atau instansi lain berpendapat guru ki penak,
preine akeh, tunjangan/ gajine gede, karena mereka tidak tau persis apa tugas
dan tanggung jawab guru. Guru juga dari segi moral, bertanggung jawab
mencerdaskan kehidupan bangsa, kadang kalo ada siswa yang nggak naik
yang disalahkan guru, padahal siswanya sendiri suka membolos, tidak
memperhatikan guru di kelas.” (W/SN/15/06/2011).
Bagi Pak SN profesi guru adalah suatu profesi yang memiliki peranan
penting. Karena atas jasa-jasa guru seseorang dapat menjadi orang-orang besar yang
memiliki kedudukan penting. Dan profesi guru tidak semudah yang dibayangkan
masyarakat pada umumnya. Tugas dan peran guru cukup kompleks, bahkan tidak
hanya selesai di sekolah tetapi juga di rumah.
Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa dampak negatif kebijakan
sertifikasi guru yaitu guru yang belum tersertifikasi jam mengajar berkurang karena
untuk memenuhi jam mengajar guru yang tersertifikasi. Dampak lain yaitu
kecemburuan sosial dikalangan lingkungan masyarakat, kecemburuan ini muncul
karena merasa guru yang tersertifikasi tidak signifikan dalam kinerjanya.
III. Kendala-kendala dan usaha yang dilakukan di SMAN 1 Nguter,
Sukoharjo dalam implementasi sertifikasi guru.
Menurut sebagian besar guru kebijakan sertifikasi guru pengaruhnya sangat
besar untuk perbaikan ekonomi dan kesejahteraan guru, mengenai kinerja guru ada
semacam teguran diri sendiri jika tidak disiplin dalam menjalankan tugasnya sebagai
guru. Menurut beberapa guru tingkat keberhasilan sertifikasi guru dari yang
diharapkan cenderung kurang, artinya menurut sertifikasi guru belum mampu
sepenuhnya menciptakan guru yang profesional. Hal tersebut terjadi karena berbagai
kendala antara lain:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
1. Sarana prasarana sekolah yang masih terbatas
Sarana prasarana sekolah disadari atau tidak sangat penting untuk menunjang
pembelajaran dan guru mengajar. Di sini sarana prasarana masih terbatas dan belum
mencukupi. Misalnya terbatasnya LCD, laboratorium untuk IPS, tape recorder tentu
penting untuk menunjang pembelajaran. Bagi guru terbatasnya sarana prasarana
seperti LCD, menjadi kendala dalam guru mengajar. Berikut penuturan salah satu
informan:
“Kendala tersebut mengenai sarana prasarana terbatas, Sebenarnya lebih
efektif menggunakan LCD, karena semua tertuju ke layar, cuma sarana dan
prasarana terbatasa, jadi harus gantian. Lalu saya suruh membuat artikel,
makalah dari internet, kalo nggak dikasih tugas anak cuma bermain nggak
belajar, jadi saya suruh mencari informasi di internet tentang materi yang
diajarkan.” (W/YL/15/06/2011).
Hal senada juga disampaikan oleh Pak SW:
“Kalo disini sekolah baru sehingga ya sarana prasarana kurang, LCD ada 6,
laptop ada 4, padahal RKB (ruang kelas belajar) ada16 kan ya kurang, lab
disini juga belum ada. Kalo laptop boleh dipinjam guru, boleh dibawa pulang,
dan semua guru di beri flashdisk dari sekolah.” (W/SW/10/10/2011)
Menurut informan diatas terbatasnya sarana prasarana sangat mengganggu
proses mengajar. Misalnya terbatasnya media LCD, banyak guru yang menjadi
enggan mengajar menggunakan LCD karena untuk persiapannya membutuhkan
waktu yang lama. Sehingga banyak waktu tersita hanya untuk mempersiapkan LCD,
padahal guru juga masih harus mempersiapkan materi dan mengejar materi agar
selesai dan tersampaikan. Jumlah LCD di SMAN 1Nguter, Sukoharjo sendiri ada 6,
sedangkan RKB (ruang kelas belajar) ada16, sehingga belum dapat mencukupi.
2. Keaktifan siswa yang masih kurang
Keaktifan siswa yang kurang membuat guru ketika menggunakan metode
seperti diskusi kelompok justru tidak maksimal. Berikut penjelasan informan:
“Kalau disini input siswa berbeda-beda, kalo misalnya kita mau adakan
diskusi kelompok juga malah rame sendiri mbak, dan keaktifan siswa juga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
kurang. Karena disini kan input siswa nggak seperti di SMA Sukoharjo
misalnya. Jadi ya hal ini cukup berpengaruh juga.” (W/SN/15/06/2011)
Hal lain dijelaskan oleh Pak YL:
“Kendala tersebut mengenai siswanya, anak-anak kurang berpartisipasi,
menggunakan LCD anak-anak kurang memperhatikan materi, anak kurang
kreatif. Sebenarnya lebih efektif menggunakan LCD, karena semua tertuju ke
layar, Cuma anak lebih tertarik ke media dari pada ke materi. Lalu saya suruh
membuat artikel, makalah dari internet, kalo nggak dikasih tugas anak cuma
bermain nggak belajar, jadi saya suruh mencari informasi di internet tentang
materi yang diajarkan. Untuk keaktifan siswa saya amati jaman kalian
(peneliti) itu lebih aktif, beda jauh dengan jaman sekarang, padahal dapat
dikatakan inputya sekarang lebih bagus. Jadi kalo saya mau pake metode lain
kaya pengamatan di luar sekolah, diskusi itu nggak jalan.”
(W/YL/15/06/2011).
Dari pernyataan informan di atas dapat diketahui bahwa keaktifan siswa di
SMAN 1 Nguter, Sukoharjo masih kurang. Anak-anak kurang berpartisipasi dalam
pembelajaran. Anak-anak cenderung tidak memperhatikan materi namun justru lebih
tertarik pada media jika menggunakan LCD. Dalam kegiatan diskusi anak juga
cenderung ramai.
3. Kekurangan jam mengajar
Jam mengajar guru tersertifikasi diwajibkan 24 jam/minggu. Hal ini menjadi
masalah karena sebagian guru tersertifikasi kekurangan jam mengajar. Sehingga
mengajar mata pelajaran yang lain diluar bidangnya. Berikut penuturan informan:
”Kendalanya jam mengajar kurang dari 24 jam, sehingga dipaksa mengajar
bukan bidangnya. Kalo saya sendiri dengan latar belakang pendidikan
matematika namun selain mengajar matematika juga mengajar Agama Islam,
dan pernah mengajar TIK (Tekhnologi Informasi dan Komunikasi).”
(W/AW/15/06/2011).
Hal senada juga diungkapkan oleh Pak PY yaitu:
“Kendalanya beban kerjanya dan tuntutannya lebih berat hanya saja medianya
terbatas, mengajar harus 24 jam/minggu sehingga harus mengajar extra. Dan
terkadang guru harus mengajar yang bukan bidangnya karena kekurangan jam
mengajar, dan ini cukup mengganggu mbak.” (W/PY/16/08/2011)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
Dari pernyatan informan tersebut dapat diketahui bahwa dalam penerapan wajib
mengajar 24jam/minggu sesuai bidangnya, ternyata banyak guru tersertifikasi yang
mengajar kurang dari 24jam/minggu, dan untuk menutupi kekurangan tersebut
mereka mengajar bukan pada mata pelajaran bidangnya. Hal ini tentu tidak sesuai
dengan ketentuan yang ada.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa kendala-kendala yang muncul dalam penerapan
kebijakan sertifikasi guru yaitu sarana prasarana masih terbatas sehingga guru kurang
memanfaatkan media dengan maksimal ketika mengajar, keaktifan siswa yang kurang
membuat guru ketika menggunakan metode seperti diskusi kelompok justru tidak
maksimal, dan kurangnya jam mengajar guru karena jam mengajar guru tersertifikasi
diwajibkan 24 jam/minggu. Hal ini menjadi masalah karena sebagian guru
tersertifikasi kekurangan jam mengajar. Sehingga mengajar mata pelajaran yang lain
diluar bidangnya.
Dalam penerapan sertifikasi guru terdapat usaha-usaha yang dilakukan baik
guru maupun sekolah untuk mengatasi kendala-kendala yang muncul.
1. Adanya komunikasi pihak guru dan kepala sekolah mengenai mata pelajaran yang
diajarkan.
Bagi guru yang tersertifikasi syarat mengajar 24jam/minggu membuat
beberapa guru terpaksa mengajar di luar bidangnya. Hal ini dilakukan untuk
memenuhi syarat mengajar 24jam/minggu, beberapa guru menilai usaha tersebut
diperlukan komunikasi yang baik antara guru dengan kepala sekolah agar guru dapat
mengajar sesuai dengan kemampuannya. Berikut penuturan salah seorang informan:
“Kalo saya di suruh mengajar bukan bidangnya saya konsultasikan dulu, kira-
kira saya mampu nggak mengampu mata pelajaran tersebut. Kalo saya
merasa mampu ya saya ambil, tapi kalo nggak mampu ya saya nggak
mengajar pelajaran tersebut mbak” (W/AW/15/06/2011).
Pak AW menjelaskan bahwa untuk memenuhi 24jam/minggu beliau terpaksa
mengajar mata pelajaran lain diluar fac-nya. Namun, sebelum mengajar mata
pelajaran lain beliau mengomunikasikan terlebih dahulu dengan kepala sekolah. Jika
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
beliau merasa mampu untuk mata pelajaran yang diajukan maka beliau ambil, tapi
jika beliau merasa tidak mampu maka beliau menolak mata pelajaran yang diajukan.
2. Menambah ruang kelas atau daya tampung siswa
Mengenai jam mengajar guru tersertifikasi 24 jam/minggu memang cukup
menjadi beban karena terbatasnya ruang kelas sehingga jam mengajar kurang. Usaha
lain yang dilakukan yaitu dengan menambah ruang kelas sehingga daya tampung
siswa bertambah. Hal ini tentu tidak mudah karena membutuhkan biaya yang besar
dan proses yang panjang, namun sekolah berusaha untuk mengupayakannya dengan
membangun satu lokal kelas.
“ Kendala tersebut mengenai jam mengajar min 24 jam per minggu, dan
kelasnya terbatas dan ini terjadi hampir menjadi kendala di seluruh Indonesia.
Sehingga guru mengajar di luar fac-nya, tapi tetap di upayakan mata pelajaran
yang linier atau serumpun. Terlepas dari kendala tersebut pihak sekolah
melakukan usaha yaitu dengan menambah jumlah kelas. Tahun ini SMA ini
akan membangun satu lokal kelas. Sehingga harapannya guru yang jam
mengajarnya kurang dapat terpenuhi.” (W/SN/15/06/2011)
Hal senada juga diungkapkan oleh Pak SF yaitu:
” saya lihat dalam pelaksanaannya sertifikasi guru memiliki kendala
diantaranya harus mengajar 24 jam per minggu, terkadang harus mengajar
yang serumpun untuk bisa mencapai target. Selain itu masih banyak perbaikan
ruang dan LCD terbatas, juga kurangnya buku-buku referensi guru dan siswa.
Adapun usaha-usaha yang dilakukan yaitu dengan menambah ruang kelas atau
daya tampung. Jadi guru yang jam mengajarnya kurang bisa terpenuhi,
sehingga semua guru bisa memenuhi targetnya.” (W/SF/15/06/2011)
Menambah ruang kelas dapat meningkatkan jumlah daya tampung siswa
sehingga harapannya guru yang kekurangan jam mengajar dapat terbantu terpenuhi
dan dapat mengajar sesuai dengan fac-nya. Usaha ini tentu memerlukan waktu yang
cukup panjang dan dana yang cukup besar, namun kedepannya usaha ini dapat
mengatasi guru yang kekurangan jam mengajar.
3. Melengkapi sarana prasarana sekolah
Sarana prasarana memang penting dalam menunjang pembelajaran tanpa
sarana prasarana yang memadai akan menjadi kendala yang menghambat jalannya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
belajar mengajar. Di SMA ini sarana prasarana pun mulai dilengkapi agar guru dapat
mengajar dengan maksimal. Hal tersebut dituturkan oleh Pak YL:
“ Disini saya lihat sarana prasarana memang masih kurang, tapi sekolah
mengusahakan untuk membeli LCD, buku-buku literature, dari pihak guru
dan siswa juga seharusnya mengusahakan untuk melengkapi buku-buku
penunjang jadi dalam mengajar tidak ada hambatan. Selain itu sekolah
sekarang sudah membuka hotspot area sehingga memudahkan siswa untuk
mengakses internet agar memudahkan dalam mencari informasi dan materi”
(W/YL/15/06/2011)
Hal senada juga dinyatakan oleh Pak SW:
“Sebenarnya pihak sekolah sudah berusaha, seperti misalnya pengadaan LCD,
laptop, membangun ruang kelas baru tapi membutuhkan waktu yang lama
karena sekarang sekolah gratis jadi tidak bisa menarik uang pembangunan.
Sehingga untuk membangun ya harus mengusulkan proposal dan prosesnya
sangat lama, sekolah ini juga tergolong sekolah baru jadi sarana prasarana
masih kurang. (W/SW/10/10/11
Menurut informan tersebut dari pihak sekolah telah mengusahakan
melengkapi sarana-prasarana seperti LCD, dan buku-buku literature sehingga dapat
membantu guru dalam mengajar. Upaya tersebut juga dibutuhkan sinergis antara guru
dan siswa untuk saling mencari sumber-sumber belajar lain yang dapat membantu
proses kegiatan belajar mengajar.
Dari pendapat informan di atas dapat disimpulkan bahwa usaha-usaha yang
dilakukan oleh sekolah untuk mengatasi kendala antara lain yaitu: adanya komunikasi
pihak guru dan kepala sekolah mengenai mata pelajaran yang diajarkan sehingga guru
siap dengan mata pelajaran yang akan diajar meskipun di luar bidangnya, menambah
ruang kelas atau daya tamping sehingga dapat membuka peluang bagi guru mengajar,
dan melengkapi sarana prasarana seperti pengadaan LCD, buku-buku literature dan
akses internet seperti hotspot area.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
4. Hasil Temuan di Lapangan
Berdasarkan deskripsi penelitian yang telah dipaparkan di atas, hasil temuan
penelitian yang didapatkan oleh peneliti di lapangan adalah sebagai berikut :
1. Pandangan guru mengenai kebijakan sertifikasi guru adalah sebagai berikut
bahwa sertifikasi guru adalah proses uji kompetensi yang dirancang untuk
mengungkapkan penguasaan kompetensi seseorang sebagai landasan pemberian
sertifikat pendidik untuk meningkatkan profesional guru. Sertifikat pendidik
tersebut bukanlah satu-satunya jaminan seorang guru dikatakan guru yang
profesional. Namun, bagi pemerintah melalui test dan syarat-syarat tertentu, guru
yang telah tersertifikasi bertujuan agar guru tersebut telah profesional.
2. Pandangan guru mengenai kebijakan sertifikasi guru bahwa dalam kebijakan
sertifikasi guru ternyata memunculkan berbagai macam tanggapan. Bagi guru
yang tersertifikasi tentu mereka setuju dengan kebijakan tersebut karena
sertifikasi guru dinilai memiliki pengaruh yang besar terhadap kinerja dan
profesionalisme guru, serta sertifikasi guru dinilai dapat membantu memperbaiki
kesejahteraan guru. Sertifikasi guru dinilai membentuk karakter guru untuk lebih
disiplin dan meningkatkan kinerja serta tugas guru sehingga pakan menciptakan
guru yang profesional, dan meningkatkan mutu atau kualitas pendidikan. Namun,
bagi sebagian guru yang belum tersertifikasi ada yang merasa bahwa menganggap
bahwa sertifikasi guru kurang signifikan, karena beberapa guru masih
menggunakan metode mengajar yang sama dan menganggap sertifikasi tidak
seimbang antara kinerja dengan penghasilan yang didapatkan. Sebagian guru
menilai bahwa guru yang tersertifikasi kinerjanya belum maksimal dan belum
seperti yang diharapkan pemerintah.
3. Pada penelitian ini adapun implementasi sertifikasi guru dalam meningkatkan
profesional guru di SMAN 1 Nguter, Sukoharjo terdapat 3 hal penting yaitu
persiapan atau perencanaan guru sertifikasi sebelum mengajar, proses
pelaksanaan pembelajaran, dan evaluasi atau penilaian yang dilakukan guru
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
setelah mengajar, dari hal tersebut dapat dilihat sejauh mana perubahan guru yang
tersertifikasi dalam profesionalisme guru.
a. Persiapan/perencanaan
Adapun persiapan pembelajaran meliputi persiapan yang dilakukan oleh sekolah,
guru dan siswa.
1) Persiapan yang dilakukan oleh sekolah antara lain:
Persiapan sarana-sarana material berupa buku diktat. Tetapi untuk sarana-
sarana penunjang pembelajaran yang lain misal LCD dan laboratorium
IPS belum tercukupi.
2) Persiapan yang dilakukan oleh guru sebagai berikut:
a) Persiapan materi pembelajaran dan penguasaan materi.
Konsekuensinya guru harus belajar tentang materi-mater yang akan
diberikan. Guru harus menguasai semua materi agar siap ketika
mengajar di depan siswa.
b) Persiapan yang lainnya adalah pembuatan Rencana Pelaksanaan
Pendidikan (RPP), silabus, Program tahunan (Prota), Program
semester (Promes) dan penjabaran Kriteria Ketuntasan Minimal
(KKM).
3) Persiapan yang dilakukan oleh siswa
Kesiapan dari siswa dalam menghadapi pembelajaran sangat bervariasi.
Jadi kesiapan siswa berbeda-beda untuk mengikuti pembelajaran ini. Ada
siswa yang sudah aktif untuk melakukan pembelajaran secara mandiri,
namun juga ada siswa yang jarang atau bahkan tidak pernah belajar ketika
akan mengikuti pembelajaran. Dari kesiapan ketiganya baik pihak guru,
siswa maupun sekolah akan mempengaruhi keberhasilan pembelajaran.
b. Proses pelaksanaan pembelajaran
1) Metode pembelajaran guru menggunakan metode yang bervariasi agar
anak tidak bosan dan mau aktif dalam pembelajaran diantaranya yaitu
metode ceramah, diskusi, out class maupun bermain. Kebanyakan guru
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
menggunakan metode ceramah dan diskusi. Hanya saja jika diskusi
sebagian siswa justru gaduh, dan siswa yang pasif tidak dapat mengikuti
pembelajaran dengan maksimal atau tertinggal materi. Untuk metode out
class dan bermain jarang dilakukan karena menyita banyak waktu, metode
tersebut digunakan hanya agar siswa tidak bosan.
2) Sumber yang digunakan sebagian besar guru menggunakan buku-buku
literature, LKS dan juga internet, sedangkan media yang digunakan papan
tulis dan LCD. Memang sarana dan prasarana di SMAN 1 Nguter,
Sukoharjo belum mencukupi untuk pembelajaran. Untuk media berupa
LCD masih sangat terbatas. Begitu pula dengan laboratorum IPS belum
ada, sehingga guru menggunakan LCD secara bergantian.
3) Guru dalam memberikan contoh kepada peserta didik atau memberikan
pelajaran ke peserta didik sudah menghubungkan dengan kehidupan nyata.
jadi pembelajaran yang dilakukan sudah kontekstual. Contoh diambil dari
kehidupan sekitar siswa sehingga siswa mudah memahami materi yang
disampaikan guru dan mampu menerapkannya.
4) Antusias dan partisipasi siswa dalam megikuti pelajaran dan mengerjakan
tugas cukup variatif. Ada siswa yan aktif tapi nayak juga siswa yang
kurang aktif dan antusias dalam megikut pelajaran. Kemandirian siswa
dalam mencari sumber belajar sendiri juga beraneka ragam. Tapi
kebanyakan siswa kurang aktif dalam mencari sumber belajar mandiri.
Siswa baru aktif dalam mencari dan menemukan sumber belajar mandiri
ketika ada tugas yang diberikan oleh guru.
c. Evaluasi atau penilaian
Evaluasi yang digunakan oleh guru adalah evaluasi proses dan
evaluasi hasil. Penilaian yang dilakukan sudah mencakup aspek afektif,
kognitif dan psikomotorik. Evaluasi proses yang berlangsung ketika
pelajaran. Siswa yang aktif bertanya akan mendapat nilai tambahan. Evaluasi
proses juga dilakukan ketika setelah pemberian tugas biasanya guru langsung
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
memberikan koreksi dan dibahas di dalam kelas. Kerajinan dalam
mengerjakan tugas, keaktifan dalam bertanya dan praktik dalam kehidupan
merupakan nilai psikomotorik. Sedang afektif merupakan nilai dari sikap dan
perilaku siswa.
Bentuk instrumen evaluasi yaitu tanya jawab sebagai tes lisan.
Kemudian tes tertulis berupa ulangan harian, ulangan mid semester, dan
ulangan semester. Untuk tes lisan personal sulit dilakukan dengan
pertimbangan waktu. Jadi tes hanya dilakukan dengan tertulis. Untuk
instrumennya berupa tes essay, soal obyektif. Program remedial dilakukan
oleh masing-masing guru jika nilai siswa tidak memenuhi KKM.
4. Pada penelitian ini di jelaskan mengenai dampak sertifikasi guru bagi guru, siswa
dan sekolah yaitu:
a. Dampak Positif
1) Motivasi mengajar meningkat
Sertifikasi guru secara tidak langsung membuat guru semakin termotivasi
dalam mengajar. Karena guru yang tersertifikasi harus merasa lebih baik dari guru
lain yang belum tersertifikasi. Mereka akan berusaha untuk memperbaiki metode
belajar agar siswa lebih tertarik sehingga siswa akan termotivasi pula dalam belajar,
dan dengan tunjangan sertifikasi guru mampu menyediakan media tanpa tergantung
dengan sekolah, misalnya laptop, buku-buku literature, dan media lain.
2) Metode mengajar guru lebih variatif dan kreatif
Saat PLPG guru diberi pelatihan-pelatihan mengajar dengan berbagai metode
yang variatif dan kreatif, hal ini sebagai bekal untuk guru yang telah tersertifikasi
harapannya mampu mengajar dengan metode yang variatif dan kreatif seperti metode
diskusi kelompok, out class (belajar diluar kelas), dan pemanfaatan internet .
Sehingga dengan metode yang variatif dan kreatif anak didik tidak bosan dan
mengajar menjadi menyenangkan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87
3) Meningkatkan kesejahteraan guru
Sertifikasi guru menjadi solusi bagi permasalahan pendidik khususnya guru,
karena kesejahteraan guru menjadi meningkat. Setelah adanya sertifikasi guru, guru
dapat mencukupi kebutuhan hidupnya dan dapat meningkatkan sarana penunjang
pengajaran. Sebagian besar guru yang telah tersertifikasi membeli laptop sebagai
sarana penunjang dalam mengajar, selain itu beberapa diantaranya juga melanjutkan
sekolah S2. Hal tersebut dapat meningkatkan kualitas kinerja guru dan
profesionalisme guru , dan pada gilirannya meningkatkan kualitas pendidikan.
4) Meningkatkan profesionalisme guru
Sertifikasi guru disadari semakin meningkatkan profesionalisme guru.
Profesionalisme guru ini menunjuk kepada komitmen para guru untuk meningkatkan
kemampuan profesionalnya dan terus menerus mengembangkan strategi-strategi yang
digunakannya dalam melakukan pekerjaan yang sesuai dengan profesinya sebagai
pendidik.
b. Dampak Negatif
1) Guru yang belum tersertifikasi jam mengajar berkurang
Jam mengajar 24jam/minggu diwajibkan bagi guru yang tersertifikasi. Hal
tersebut sangat mengganggu karena terbatasnya ruang kelastifikasi jam mengajarnya
menjadi berkurang karena untuk memenuhi jam mengajar guru yang tersertifikasi.
Selain itu juga berdampak pada siswa jika guru mengajar bukan bidang yang sesuai.
2) Kecemburuan sosial dikalangan lingkungan masyarakat
Sertifikasi guru tanpa disadari menimbulkan kecemburuan sosial khususnya di
luar sekolah maupun dilingkungan sekolah. Kebanyakan muncul dari profesi non
guru, karena merasa profesi guru adalah profesi yang mudah dan gajinya besar.
Dengan munculnya sertifikasi guru profesi non guru semakin merasa bahwa profesi
guru sangat menguntungkan. Padahal profesi guru membutuhkan kerja keras dan
tidak semudah yang mereka bayangkan. Tugas dan peran guru cukup kompleks,
bahkan tidak hanya selesai di sekolah tetapi juga di rumah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
88
5. Pada penelitian ini dijelaskan mengenai kendala-kendala yang dihadapi guru di
SMAN 1 Nguter, Sukoharjo dalam implementasi sertifikasi guru dan usaha-usaha
untuk mengatasi kendala tersebut. Kendala tersebut yaitu:
a. Sarana prasarana yang masih terbatas
Sarana prasarana sekolah disadari atau tidak sangat penting untuk menunjang
pembelajaran dan guru mengajar. Bagi guru terbatasnya sarana prasarana seperti
LCD, menjadi kendala dalam guru mengajar. Terbatasnya sarana prasarana sangat
mengganggu proses mengajar. Misalnya terbatasnya media LCD, banyak guru yang
menjadi enggan mengajar menggunakan LCD karena untuk persiapannya
membutuhkan waktu yang lama. Sehingga banyak waktu tersita hanya untuk
mempersiapkan LCD, padahal guru juga masih harus mempersiapkan materi dan
mengejar materi agar selesai dan tersampaikan.
b. Keaktifan siswa yang masih kurang
Keaktifan siswa di SMAN 1 Nguter, Sukoharjo masih kurang. Anak-anak
kurang berpartisipasi dalam pembelajaran. Anak-anak cenderung tidak
memperhatikan materi namun justru lebih tertarik pada media jika menggunakan
LCD. Dalam kegiatan diskusi anak juga cenderung ramai sehingga proses
pembelajaran tidak maksimal.
c. Kekurangan jam mengajar
Jam mengajar guru tersertifikasi diwajibkan 24 jam/minggu. Hal ini menjadi
masalah karena sebagian guru tersertifikasi kekurangan jam mengajar. Sehingga guru
yang kekurangan jam mengajar cenderung mengajar mata pelajaran yang lain diluar
bidangnya.
6. Dari penelitian yang dilakukan peneliti terdapat beberapa penjelasan dari informan
mengenai usaha-usaha yang dilakukan SMAN 1 Nguter, Sukoharjo dalam mengatasi
kendala-kendala yang timbul, antara lain:
a. Adanya komunikasi pihak guru dan kepala sekolah mengenai mata pelajaran yang
diajarkan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
89
Bagi guru yang tersertifikasi syarat mengajar 24jam/minggu membuat
beberapa guru terpaksa mengajar diluar bidangnya. Hal ini dilakukan untuk
memenuhi syarat mengajar 24jam/minggu, beberapa guru menilai usaha tersebut
diperlukan komunikasi yang baik antara guru dengan kepala sekolah agar guru dapat
mengajar sesuai dengan kemampuannya.
b. Menambah ruang kelas atau daya tampung siswa
Menambah ruang kelas dapat meningkatkan jumlah daya tampung siswa
sehingga harapannya guru yang kekurangan jam mengajar dapat terbantu terpenuhi
dan dapat mengajar sesuai dengan fac-nya. Usaha ini tentu memerlukan waktu yang
cukup panjang dan dana yang cukup besar, namun kedepannya usaha ini dapat
mengatasi guru yang kekurangan jam mengajar.
c. Melengkapi sarana prasarana sekolah
Pihak sekolah telah mengusahakan untuk melengkapi sarana-prasarana seperti
LCD, dan buku-buku literature sehingga dapat membantu guru dalam mengajar.
Upaya tersebut juga dibutuhkan sinergis antara guru dan siswa untuk saling mencari
sumber-sumber belajar lain yang dapat membantu proses kegiatan belajar mengajar.
D. Pembahasan Temuan Hasil Lapangan
1. Implementasi sertifikasi guru dalam meningkatkan profesional guru di
SMAN 1 Nguter, Sukoharjo
Sertifikasi guru adalah proses uji kompetensi yang dirancang untuk
mengungkapkan penguasaan kompetensi seseorang sebagai landasan pemberian
sertifikat pendidik untuk meningkatkan profesional guru. Dalam penelitian
implementasi sertifikasi guru ini yang menjadi titik tekan adalah Proses penerapan
kebijakan sertifikasi guru di SMAN 1 Nguter, Sukoharjo. Menurut Mulyasa
(2007:93) Implementasi merupakan suatu penerapan ide, konsep, kebijakan, atau
inovasi dalam suatu tindakan praktis sehingga memberikan dampak, baik berupa
perubahan pengetahuan, ketrampilan maupun nilai dan sikap.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
90
Mengenai proses penerapan kebijakan sertifikasi di SMAN 1 Nguter,
Sukoharjo bagi sebagian besar guru menurut sudah sesuai dengan aturan yang
berlaku. Guru yang masa kerjanya paling lama diajukan terlebih dahulu oleh pihak
sekolah, kemudian baru guru-guru junior. Menurut Hamzah B. Uno (2007: 15) guru
adalah orang dewasa yang secara sadar bertanggung jawab dalam mendidik,
mengajar, dan membimbing peserta didik. Orang yang disebut guru adalah orang
yang memiliki kemampuan merancang program pembelajaran serta mampu menata
dan mengelola kelas agar peserta didik dapat belajar.
Implementasi sertifikasi guru dalam meningkatkan profesional guru di
SMAN 1 Nguter, Sukoharjo terdapat 3 hal penting yaitu persiapan atau perencanaan
guru sertifikasi sebelum mengajar, proses pelaksanaan pembelajaran, dan evaluasi
atau penilaian yang dilakukan guru setelah mengajar, dari hal tersebut dapat dilihat
sejauh mana perubahan guru yang tersertifikasi dalam profesionalisme guru.
Persiapan yang dilakukan guru IPS di SMP Negeri 14 Surakarta antara lain:
Persiapan materi pembelajaran dan penguasaan materi. Konsekuensinya guru harus
belajar tentang materi-mater yang akan diberikan. Guru harus menguasai semua
materi agar siap ketika mengajar di depan siswa. Persiapan yang lainnya adalah
pembuatan Rencana Pelaksanaan Pendidikan (RPP), silabus, Program tahunan
(Prota), Program semester (Promes) dan penjabaran Kriteria Ketuntasan Minimal
(KKM). Kesiapan yang dilakukan oleh siswa dalam pembelajaran IPS terpadu sangat
bervariasi. Ada siswa yang sudah aktif untuk melakukan pembelajaran secara
mandiri, namun juga ada siswa yang jarang atau bahkan tidak pernah belajar ketika
akan mengikuti pembelajaran. Untuk kesiapan sekolah dalam menghadapi
implementasi sertifikasi guru di SMAN 1 Nguter, Sukoharjo tergolong cukup siap
terbukti dengan adanya persiapan sarana-sarana material berupa buku diktat. Tetapi
pihak sekolah belum begitu optimal dalam pengadaan sarana belajar tertentu yang
dibutuhkan misal penyediaan LCD dan laboratorium IPS.
Metode pembelajaran yang sering digunakan guru di SMAN 1 Nguter,
Sukoharjo adalah ceramah dan tanya jawab (diskusi). Menurut Sri Anitah ( 2009: 85 )
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
91
metode ceramah adalah penuturan atau penegasan secara lisan oleh guru terhadap
kelas. Alat interaksi yang terutama dalam hal ini adalah berbicara. Metode ini
digunakan karena tuntutan penyampaian materi yang begitu banyak dan padat sedang
alokasi waktu yang tersedia hanya sedikit. Sehingga guru lebih menggunakan metode
ceramah dibanding diskusi atau metode lainnya, dengan pertimbanagan waktu.
Sedang metode tanya jawab digunakan untuk melanjutkan pelajaran lalu dalam
kegiatan eksplorasi dan apersepsi, untuk meningkatkan antusias peserta didik agar
ikut berpartisipasi aktif dalam pembelajaran. Pemberian tugas dan latihan juga sering
diberikan guru untuk proses evaluasi dan juga meningkatkan kemandirian siswa
dalam mencari sumber belajar. Untuk diskusi jarang dilakukan karena siswa sering
tidak kondusif jika menggunakan metode tersebut. Siswa cenderung ramai dan sulit
untuk dikendalikan. Untuk karyawisata dilakukan oleh guru hanya sekali waktu.
Selain sebagai sarana pembelajaran siswa, juga digunakan sebagai sarana refreshing
siswa.
Sri Anitah ( 2010: 127 ) menyebutkan bahwa sumber belajar adalah segala
sesuatu yang dapat digunakan untuk memfasilitasi kegiatan belajar. Menurut
Association for Educational Communication and Technology (AECT) dalam Sri
Anitah ( 2010: 264) disebutkan bahwa sumber belajar meliputi semua unsur
(data,orang, segala sesuatu) yang dapat digunakan oleh peserta didik baik secara
terpisah maupun dalam bentuk gabungan, biasanya dalam situasi informal, untuk
memberikan fasilitas belajar. Sumber belajar yang digunakan oleh guru dalam
implementasi pembelajaran adalah buku diktat, LKS dan lingkungan sekitar sekolah
maupun lingkungan siswa. Sedang untuk media pembelajaran yang sering digunakan
adalah LCD dan papan tulis. Untuk media visual, maupun audio visual masih jarang
digunakan karena terbatasnya sarana dan prasarana. Penyediaan LCD masih kurang
dan laboratorium IPS belum ada.
Setiap pembelajaran tentunya memiliki kecenderungan terhadap suatu
pendekatan atau teori belajar. Kecenderungan ini dapat dilihat dari karakteristik
pembelajaran yang dilakukan. Pembelajaran di kelas merupakan salah satu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
92
pembelajaran yang menggunakan banyak pendekatan. Salah satunya adalah
pendekatan konstruktivisme dan inkuiri. Menurut Udin Saefudin Sa’ud ( 2008: 168)
konstruktivisme adalah proses pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa
berdasarkan pengalaman. Jean Piaget yang menyebut dalam Udin Saefudin Sa’ud
(2008: 169) juga menyebutkan bahwa pengetahuan dibentuk dalam struktur konsepsi
seseorang, struktur konsepsi membentuk pengetahuan apabila konsepsi itu berlaku
dalam berhadapan dengan pengalaman-pengalaman seseorang. Brooks dan Brooks
dalam Sri Anitah ( 2010:14) mengemukakan lima prinsip pendidikan konstruktivis
yaitu: (1) memunculkan masalah yang relevan dengan peserta didik, (2)
menstrukturkan belajar sekitar ”ide besar” atau konsep-konsep utama, (3) menilai
sudut pandang peserta didik, (4) penyesuaian kurikulum untuk memunculkan
perkiraan peserta didik, dan (5) menilai kegiatan belajar peserta didik dalam konteks
pembelajaran.
Dari penelitian yang dilakukan guru sudah menghubungkan materi
pembelajaran dengan realitas kehidupan. Guru di SMAN 1 Nguter, Sukoharjo dalam
menerangkan sering memberikan contoh berdasar pengalaman atau kondisi
lingkungan sekitar siswa. Dengan demikian pengetahuan siswa akan terbentuk
dengan mudah karena berdasar pengalaman yang mereka kenal. Selain itu siswa juga
akan mampu menerapkan pengetahuan yang didapatkan dari pelajaran dalam
kehidupannya sehari-hari. Selain itu guru juga memberikan evaluasi dan penilaian
dalam pembelajaran yang meliputi evaluasi proses dan hasil. Evaluasi yang dilakukan
sudah meliputi aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.
Menurut Udin Saefudin Sa’ud Asas inkuiri merupakan proses pembelajaran
berdasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berfikir secara sistematis.
Pengetahuan bukanlah sejumlah fakta hasil dari mengingat akan tetapi hasil dari
proses menemukan sendiri. Menurut Bruner dalam Trianto ( 2007 : 33 ) pembelajaran
inkuiri adalah “ suatu model pengajaran yang menekankan pentingnya pemahaman
tentang struktur materi ( ide kunci ) dari suatu ilmu yang dipelajari, perlunya belajar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
93
aktif sebagai dasar dari pemahaman yang sebenarnya dan nilai dari berfikir secara
induktif dalam belajar (pembelajaran yang sebenarnya terjadi melalui pribadi)”.
Dalam pendekatan ini guru mendorong siswa untuk menemukan ide-ide kunci
atau mentransformasikan informasi ke dalam tataran konseptual maupun praktikal .
Dalam pembelajaran ini guru memberikan stimulasi dan simulasi, kemudian siswa
bekerja berdasar simulasi atau contoh hingga menemukan hubungan antar bagian dari
struktur materi. Pembelajaran inkuiri ini menstimulasi pengembangan kemampuan
intuitif dan kemampuan analisis siswa dalam proses pembelajaran.
Hal tersebut juga diterapkan oleh guru di SMAN 1 Nguter, Sukoharjo dalam
pembelajaran. Dengan pemberian materi yang dikaitkan dengan kehidupan maka itu
akan mempermudah siswa dalam menemukan pengetahuannya dan kemudian
dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu guru sering memberikan tugas
yang digunakan untuk meningkatkan antusias siswa dalam menemukan sumber
belajar sendiri. Seperti dicontohkan dalam penelitian ini adalah pemberian tugas
untuk mencari register ke kelurahan dan pembuatan peta topografi.
2. Dampak sertifikasi guru bagi guru, siswa dan sekolah
Dalam kebijakan sertifikasi guru oleh pemerintah, diharapkan semua guru
tersertifikasi sehingga semua guru memiliki sertifikat pendidik dan layak disebut guru
yang profesional. Sanusi dalam Udin Syaefudin Saud (2009: 6-7) Profesionalisme,
menunjuk kepada komitmen para anggota suatu profesi untuk meningkatkan
kemampuan profesionalnya dan terus menerus mengembangkan strategi-strategi yang
digunakannya dalam melakukan pekerjaan yang sesuai dengan profesinya. Dalam hal
ini profesionalisme guru menjadi tujuan utama, karena disadari atau tidak sertifikasi
guru berpengaruh pada peningkatan kualitas guru yang pada akhirnya meningkatkan
kualitas pendidikan. Banyak perbedaan yang dirasakan oleh guru-guru ketika mereka
telah tersertifikasi guru, diantaranya yaitu dari segi mengajar menjadi semangat,
termotivasi, karena ada tambahan tunjangan, akhirnya ada upaya-upaya untuk
peningkatan sarana. Misalnya membeli laptop untuk pembelajaran di kelas. Selain itu
juga ada peningkatan dalam mengajar, yang awalnya belum mampu menggunakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
94
laptop kini mulai mampu menggunakan laptop. Dan awalnya hanya mengajar dengan
ceramah, kini menggunakan media lain yang lebih efisien yaitu LCD.
Adapun dampak positif sertifikasi guru bagi guru dan sekolah yaitu Motivasi
mengajar meningkat, membuat guru semakin termotivasi dalam mengajar. Karena
guru yang tersertifikasi harus merasa lebih baik dari guru lain yang belum
tersertifikasi. Mereka akan berusaha untuk memperbaiki metode belajar agar siswa
lebih tertarik sehingga siswa akan termotivasi pula dalam belajar. Mulyasa (2007:53-
67) menjelaskan peran guru sebagai agen pembelajaran salah satunya yaitu dengan
guru sebagai motivator, guru dituntut untuk dapat membangkitkan motivasi belajar
peserta didik. Callahan and Clark dalam Mulyasa (2007:58) mengemukakan bahwa
motivasi adalah tenaga pendorong atau penarik yang menyebabkan adanya tingkah
laku kearah suatu tujuan tertentu. Dengan tunjangan sertifikasi guru mampu
menyediakan media tanpa tergantung dengan sekolah, misalnya laptop, buku-buku
literature, dan media lain. Karena selain menjadi motivator, tugas guru juga sebagai
sebagai fasilitator. Tugas guru tidak hanya menyampaikan informasi kepada peserta
didik, tetapi harus menjadi fasilitator yang bertugas memberikan kemudahan belajar
(facilitate of learning) kepada seluruh peserta didik. Sebagai fasilitator tugas guru
yang paling utama adalah memberi kemudahan belajar, bukan hanya menceramahi
atau mengajar saja.
Manfaat lain yang dirasakan guru yaitu guru lebih variatif dan kreatif dalam
metode mengajar. Saat PLPG guru diberi pelatihan-pelatihan mengajar dengan
berbagai metode yang variatif dan kreatif, hal ini sebagai bekal untuk guru yang telah
tersertifikasi di SMAN 1 Nguter, Sukoharjo mampu mengajar dengan metode yang
variatif dan kreatif seperti metode diskusi kelompok, out class (belajar diluar kelas),
dan pemanfaatan internet. Sehingga dengan metode yang variatif dan kreatif anak
didik tidak bosan dan mengajar menjadi menyenangkan. Manfaat lain yang dirasakan
guru yaitu meningkatkan kesejahteraan guru. Setelah adanya sertifikasi guru, guru
dapat mencukupi kebutuhan hidupnya dan dapat meningkatkan sarana penunjang
pengajaran. Sebagian besar guru yang telah tersertifikasi membeli laptop sebagai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
95
sarana penunjang dalam mengajar, selain itu beberapa diantaranya juga melanjutkan
sekolah S2. Manfaat yang terakhir yaitu meningkatkan profesionalisme guru.
Sertifikasi guru disadari semakin meningkatkan profesionalisme guru. Menurut
Furqon (2009: 68) menjelaskan mengenai kompetensi guru sebagai agen
pembelajaran Kompetensi profesional adalah kemampuan guru dalam pengetahuan
isi (content knowledge) penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam
sesuai standar isi program satuan pendidikan atau Standar Nasional Pendidikan, mata
pelajaran, atau kelompok mata pelajaran yang diampu. Sedangkan menurut Sanusi
dalam Martinis Yamin (2006: 21) secara konseptual profesionalisasi guru mencakup
aspek-aspek yaitu; (1) Penguasaan materi pelajaran. (2) Penguasaan landasan dan
wawasan kependidikan. (3) Penguasaan proses-proses kependidikan, keguruan dan
pembelajaran siswa.
3. Kendala-kendala yang dihadapi guru di SMAN 1 Nguter, Sukoharjo
dalam implementasi sertifikasi guru.
Kendala merupakan sesuatu yang dapat mengganggu jalannya suatu proses.
Dalam penelitian ini ada beberapa kendala yang dihadapi SMAN 1 Nguter, Sukoharjo
dalam implementasi sertifikasi guru. Kendala tersebut yaitu jam mengajar guru
minimal 24jam/minggu hal tersebut sangat mengganggu karena terbatasnya ruang
kelas. Sehingga untuk memenuhinya guru yang tersertifikasi terkadang harus
mengajar di luar fac-nya atau mengambil jam mengajar guru lain yang belum
tersertifikasi. Selain itu sarana prasarana sekolah yang masih terbatas juga menjadi
kendala guru mengajar. Terbatasnya sarana prasarana sangat mengganggu proses
mengajar. Misalnya terbatasnya media LCD, banyak guru yang menjadi enggan
mengajar menggunakan LCD karena untuk persiapannya membutuhkan waktu yang
lama. Sehingga banyak waktu tersita hanya untuk mempersiapkan LCD, sehingga
waktu untuk menjelaskan materi terbatas. Padahal guru juga masih harus
mempersiapkan materi dan mengejar materi agar selesai dan tersampaikan.
Kendala lain yaitu kecemburuan sosial, khususnya di luar sekolah maupun
dilingkungan sekolah. Kebanyakan kecemburuan sosial muncul dari profesi non guru,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
96
karena merasa profesi guru adalah profesi yang mudah dan gajinya besar. Dengan
munculnya sertifikasi guru profesi non guru semakin merasa bahwa profesi guru
sangat menguntungkan. Padahal profesi guru membutuhkan kerja keras dan tidak
semudah yang mereka bayangkan. Tugas dan peran guru cukup kompleks, bahkan
tidak hanya selesai di sekolah tetapi juga di rumah.
4. Usaha-usaha yang dilakukan SMAN 1 Nguter, Sukoharjo dalam mengatasi
kendala-kendala.
Untuk mengatasi kendala-kendala yang muncul dalam implementasi sertifikasi
guru SMAN 1 Nguter, Sukoharjo melakukanusaha-usaha yaitu melakukan
komunikasi pihak guru dan kepala sekolah secara intensif mengenai mata pelajaran
yang akan diajarkan. Hal ini diperuntukkan bagi guru yang tersertifikasi syarat
mengajar 24jam/minggu sehingga membuat beberapa guru terpaksa mengajar diluar
bidangnya. Untuk memenuhi syarat mengajar 24jam/minggu, beberapa guru menilai
usaha tersebut diperlukan komunikasi yang baik antara guru dengan kepala sekolah
agar guru dapat mengajar sesuai dengan kemampuannya.
Usaha lain yaitu menambah ruang kelas atau daya tampung siswa.
Menambah ruang kelas dapat meningkatkan jumlah daya tampung siswa sehingga
harapannya guru yang kekurangan jam mengajar dapat terbantu terpenuhi dan dapat
mengajar sesuai dengan fact-nya. Usaha ini tentu memerlukan waktu yang cukup
panjang dan dana yang cukup besar, namun ke depan usaha ini dapat mengatasi guru
yang kekurangan jam mengajar. Selain itu pihak sekolah juga berusaha untuk
melengkapi sarana prasarana sekolah. Pihak sekolah telah mengusahakan untuk
melengkapi sarana-prasarana seperti LCD, dan buku-buku literature sehingga dapat
membantu guru dalam mengajar. Upaya tersebut juga dibutuhkan sinergis antara guru
dan siswa untuk saling mencari sumber-sumber belajar lain yang dapat membantu
proses kegiatan belajar mengajar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
97
BAB V
SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. SIMPULAN
Berdasarkan deskripsi permasalahan dan analisis data yang diperoleh tentang
maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Implementasi sertifikasi guru dalam meningkatkan profesional guru di SMAN 1
Nguter, Sukoharjo terdapat 3 hal penting yaitu:
a. Persiapan atau perencanaan pembelajaran
Persiapan atau perencanaan pembelajaran di SMAN 1 Nguter, Sukoharjo
yaitu: Persiapan yang dilakukan oleh sekolah antara lain: persiapan sarana
prasarana material berupa buku diktat. Persiapan yang dilakukan oleh guru
sebagai berikut: persiapan materi pembelajaran dan penguasaan materi.
Persiapan yang dilakukan siswa yaitu belajar dan mencari sumber belajar.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh peneliti persiapan dari ketiga
komponen diatas cukup baik tetapi belum optimal.
b. Proses pelaksanaan pembelajaran
1. Metode pembelajaran yang digunakan guru tersertifikasi di SMAN 1
Nguter, Sukoharjo yaitu metode ceramah, diskusi, out class maupun
bermain.
2. Sumber yang digunakan sebagian besar guru menggunakan buku-buku
literature, LKS dan juga internet, sedangkan media yang digunakan papan
tulis dan LCD.
3. Guru dalam memberikan contoh kepada peserta didik atau memberikan
pelajaran ke peserta didik sudah menghubungkan dengan kehidupan nyata.
jadi pembelajaran yang dilakukan sudah kontekstual.
97
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
98
Berdasarkan penelitian yang dilakukan peneliti metode pembelajaran yang
dilakukan guru tersertifikasi cukup baik, guru menggunakan metode
pembelajaran yang kreatif dan inovatif dan sumber belajar yang variatif.
4. Antusias dan partisipasi siswa dalam megikuti pelajaran dan mengerjakan
tugas cukup variatif. Ada siswa yang aktif tapi ada juga siswa yang kurang
aktif dan antusias dalam mengikut pelajaran. Kebanyakan siswa kurang
aktif dalam mencari sumber belajar mandiri. Siswa baru aktif dalam
mencari dan menemukan sumber belajar mandiri ketika ada tugas yang
diberikan oleh guru.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh peneliti proses pembelajaran guru
tersertifikasi sudah cukup baik. Hanya saja media yang digunakan belum maksimal
karena terbatasnya sarana dan prasarana dan sumber belajar serta keaktifan siswa
dalam mencari sumber belajar mandiri.
c. Evaluasi atau penilaian
Evaluasi pembelajaran atau penilaian yang dilakukan oleh guru tersertifikasi
di SMAN 1 Nguter, Sukoharjo cukup baik. Evaluasi yang digunakan meliputi
evaluasi proses dan evaluasi hasil. Penilaian yang dilakukan sudah mencakup afektif,
kognitif, dan psikomotorik. Program remedial dilakukan jika siswa tidak memenuhi
KKM yang telah ditentukan masing-masing guru. Menurut peneliti evaluasi cukup
baik, hanya saja KKM di SMAN 1 Nguter, Sukoharjo tergolong rendah jika
dibandingkan sekolah lain.
2. Dampak sertifikasi guru bagi siswa, guru dan sekolah
a. Dampak Positif
1) Motivasi mengajar guru meningkat
2) Guru lebih variatif dan kreatif dalam metode mengajar
3) Meningkatkan kesejahteraan guru
4) Meningkatkan profesionalisme guru
b. Dampak Negatif
1) Guru yang belum tersertifikasi jam mengajar berkurang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
99
2) Kecemburuan sosial dikalangan lingkungan masyarakat
3. Kendala-kendala yang dihadapi guru di SMAN 1 Nguter, Sukoharjo dalam
implementasi sertifikasi guru.
1) Sarana prasarana sekolah yang masih terbatas
2) Keaktifan siswa kurang
3) Guru tersertifikasi kekurangan jam mengajar
4. Dari penelitian yang dilakukan peneliti terdapat beberapa penjelasan dari
informan mengenai usaha-usaha yang dilakukan SMAN 1 Nguter, Sukoharjo
dalam mengatasi kendala-kendala yang timbul, antara lain:
1) Adanya komunikasi pihak guru dan kepala sekolah mengenai mata pelajaran
yang diajarkan.
2) Menambah ruang kelas atau daya tampung siswa
3) Melengkapi sarana prasarana sekolah
B. IMPLIKASI
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka implikasi yang dapat diuraikan oleh
penulis dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Kebijakan sertifikasi guru sebagai proses uji kompetensi yang dirancang untuk
mengungkapkan penguasaan kompetensi seorang guru sebagai landasan
pemberian sertifikat pendidik untuk meningkatkan profesional guru melalui uji
kompetensi seperti pelatihan, seminar dan workshop sehingga kompetensi guru
sebagai pendidik dapat meningkat. Untuk mencapai pendidik yang profesional
dibutuhkan kerjasama yang baik dari semua pihak sekolah baik guru, sekolah dan
siswa.
2. Dalam kebijakan sertifikasi guru terdapat kendala yang dapat mengganggu
penerapan kebijakan sertifikasi guru, sehingga diperlukan usaha dari semua pihak
sekolah baik guru, sekolah maupun siswa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
100
3. Dampak sertifikasi guru dapat dirasakan oleh semua pihak sekolah baik guru,
sekolah maupun siswa. Adanya kerjasama yang baik akan dapat meminimalisir
dampak negatif yang ditimbulkan.
C. SARAN
Berdasarkan hasil penelitian ini maka saran yang dapat dikemukakan adalah
sebagai berikut:
a. Bagi mahasiswa
Sebaiknya mahasiswa khususnya jurusan pendidikan sudah mempersiapkan
sejak dini untuk menghadapi sertifikasi guru di dunia kerja. Mahasiswa perlu belajar
lebih intensif mengenai standar kompetensi bagi guru yang professional sehingga
dalam aplikasinya lebih memudahkan untuk dilakukan.
b. Bagi sekolah
Dari ketiga komponen baik siswa, guru maupun sekolah saling mendukung
kebijakan sertifikasi guru. Dari siswa semakin aktif dalam mempersiapkan dan
mencari sumber belajar sendiri dan aktif dalam mengikuti pembelajaran. Dari guru
sebaiknya mampu untuk menghadapi tantangan global untuk lebih meningkatkan
kompetensi dan prefesionalisme guru. Untuk sekolah sebaiknya menyediakan sarana
dan prasarana yang dapat mendukung berjalannya sertifikasi guru. Selain itu
pimpinan sekolah perlu mengontrol dan mengevaluasi guru maupun siswa untuk
mendukung keberhasilan kebijakan sertifikasi guru.
c. Bagi masyarakat
Sebaiknya masyarakat sendiri juga mendukung keberhasilan kebijakan
sertifikasi guru dengan menciptakan kondisi dan lingkungan yang kondusif untuk
belajar. Dalam hal ini orang tua siswa perlu memberikan dukungan kepada siswa
untuk meningkatkan antusias dalam belajar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
101
DAFTAR PUSTAKA
Black, A. James & Dean, J. Champion. 1992. Metode dan Masalah Penelitian Sosial.
Bandung: Eresco.
Boys S Sabarguna. 2005. Analisis Data Pada Penelitian Kualitatif. Jakarta : UI Press.
Burhan Bungin.2003. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Grafindo Persada.
_______.2008. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Grafindo Persada.
Cholid N. & Abu Achmadi.2002. Metodologi Penelitian. Jakarta: Bumi Aksara
Furqon Hidayatullah. 2009. Guru Sejati: Membangun Insan Berkarakter Kuat Dan
Cerdas. Surakarta: Yuma Pustaka.
Hamzah B. Uno. 2007. Profesi Kependidikan. Jakarta: Bumi Aksara
Ibrahim, Syukur & Syamsuddin, Machrus. 1985.Penemuan Teori Grounded:
Beberapa Strategi Penelitian Kualitatif. Surabaya: Usaha Nasional.
Johnson, Doyle Paul. 1990. Teori Sosiologi Klasik dan Modern. Terjemahan Robert
M.Z Lawang. Jakarta: Gramedia.
Khozin Afandi .1993.Kualitatif Dasar-Dasar Penelitian.Surabaya: Usaha Nasional
Kunandar. 2007. Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) dan Sukses dalam Sertifikasi Guru. Jakarta: Raja Grafindo
Persada
Martinis Yamin. 2006. Sertifikasi Profesi Keguruan di Indonesia. Jakarta: Gaung
Persada
Masnur Muslich, 2007. Sertifikasi Guru Menuju Profesonalisme pendidik. Jakarta:
Bumi Aksara
Masri, S. & Sofian, E. 1989. Metode Penelitian Survey. Jakarta: Pustaka LP3ES
Miles, Matthew & Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif.Jakarta: UI Press
101
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
102
Moleong, Lexy J. 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya
_______.2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya
Mulyasa.2007. Standar Kompetensi Dan Sertifikasi Guru. Bandung: Remaja
Rosdakarya
_______.2007. Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung: Remaja
Rosdakarya
M. Nurdin.2010. Kiat Menjadi Guru Profesional. Yogyakarta: Prismasophie
Nasution, S. 2004. Metode Research (Penelitian Ilmiah). Jakarta: Bumi Aksara.
Norlander Case,2009. Guru Profesional. Jakarta: Indeks
Oemar Hamalik.2002. Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi.
Jakarta: Bumi Aksara
Piet A. Sahertian.1994.Profil Pendidik Profesional. Yogyakarta: Andi Offset.
Ritzer, George dan Goodman, Douglas J.2007. Teori Sosiologi Modern.
Jakarta:Prenada Media. Diterjemahkan oleh Alimandan.
Robert K. Yin. 2000. Studi Kasus ( Desain dan Metode). Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Soedomo Hadi, 2005. Pendidikan Suatu Pengantar. Surakarta: UNS Press
Soetarno,2000. Profesi Keguruan. Surakarta: UNS Press
Sri Anitah. 2009. Teknologi Pembelajaran. Surakarta: FKIP UNS. Sugiyono. 2005. Metode Penelitian Kualitatif . Bandung: Alfabeta.
Sudarwan Danim. 2002. Menjadi Peneliti Kualitatif. Bandung: Pustaka Setia.
Sumardjono, S.W. Maria.2001. Pedoman Pembuatan Usulan Penelitian. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Sutopo, HB. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif (Dasar Teori dan Terapannya
dalam Penelitian). Surakarta : UNS Press.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
103
Suyatno.2008. Panduan Sertifikasi Guru. Jakarta: Indeks
Syafruddin Nurdin. 2005. Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum. Jakarta:
Ciputat Press
Trianto. 2007. Model Pembelajaran Terpadu dalam Teori dan Praktek. Jakarta:
Prestasi Pustaka Publisher.
Udin Syaefudin Saud. 2009. Pengembangan Profesi Guru. Bandung: Alfabeta.
_______. 2008. Inovasi Pendidikan. Bandung: Alfabeta