LAPORAN PRAKTIKUMKIMIA ANALITIK
IODOMETRI
Oleh :Nama : Anggun Resti MuliatiNRP : 093020045Kelompok : III (Tiga)No. Meja : III (Tiga)Tgl. Percobaan : 21 Oktober 2010Asisten : Yoan Nita Estera
LABORATORIUM KIMIA ANALITIKJURUSAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNIKUNIVERSITAS PASUNDAN
BANDUNG2010
I PENDAHULUAN
Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang
Percobaan, (2) Tujuan Percobaan, (3) Prinsip Percobaan, (4)
Reaksi Percobaan.
1.1. Latar Belakang Percobaan
Oksidasi adalah hilangnya satu elektron atau lebih dari
dalam suatu atom, ion, atau molekul. Reduksi adalah
diperolehnya electron. Dalam sistem-sistem kimia yang biasa
terdapat electron bebas, maka hilangnya electron dari suatu
spesies kima selalu disertai dengan suatu perolehan electron
oleh suatu spesies lain.
Menarik untuk membandingkan reaksi reduksi oksidasi
dengan reaksi asam basa transfer electron disatu pihak. Misalnya
dapat dibayangkan Fe2+ dan Fe3+ sebagai pasangan konjugat
analogi dengan asam dan basa bronsted konjugat. Sebaliknya
terdapat juga perbedaan-perbadaan yang paling penting.
Misalnya, elektron dapat mengurangi kawat, sedangkan proton
tidak. Jadi agar transfer proton dapat berlangsung, penderma dan
penerima harus bertemu langsung (Underwood, 1986,
halaman 254).
Dalam proses analitik, iodium digunakan sebagai pereaksi
oksidasi (iodimetri) dan ion iodida digunakan sebagai pereaksi
reduksi (iodometri). Relatif beberapa zat merupakan pereaksi
reduksi yang cukup kuat untuk dititrasi secara langsung dengan
iodium. Maka jumlah penentuan iodimetrik adalah sedikit. Akan
tetapi banyak pereaksi oksidasi cukup kuat untuk bereaksi
sempurna dengan ion iodida, dan ada banyak penggunaan
proses iodometrik. Suatu kelebihan ion iodida ditambahkan
kepada pereaksi oksidasi yang ditentukan, dengan pembebasan
iodium, yang kemudian dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat.
Reaksi antara iodium dan tiosulfat berlangsung secara sempurna
(Anonim, 2009).
Iodium hanya sedikit larut dalam air (0,00134 mol per liter
pada 25 0C), tetapi agak larut dalam larutan yang mengandung
ion iodida. Larutan iodium standar dapat dibuat dengan
menimbang langsung iodium murni dan pengenceran dalam botol
volumetrik. Iodium dimurnikan dengan sublimasi dan
ditambahkan pada suatu larutan KI pekat, yang ditimbang dengan
teliti sebelum dan sesudah penembahan iodium. Akan tetapi
biasanya larutan distandarisasikan terhadap suatu standar
primer, As2O3 yang paling biasa digunakan (Anonim, 2009).
Larutan standar yang dipergunakan dalam kebanyakan
proses iodometrik adalah natrium tiosulfat. Garam ini biasanya
tersedia sebagai pentahidrat Na2S2O3.5H2O. Larutan tidak boleh
distandarisasi dengan penimbangan secara langsung, tetapi
harus distandarisasi terhadap standar primer. Larutan natrium
tiosulfat tidak stabil untuk waktu yang lama. Sejumlah zat padat
digunakan sebagai standar primer untuk larutan natrium tiosulfat.
Iodium murni merupakan standar yang paling nyata, tetapi jarang
digunakan karena kesukaran dalam penanganan dan
penimbangan. Lebih sering digunakan pereaksi yang kuat yang
membebaskan iodium dari iodida, suatu proses iodometrik
(Anonim, 2009).
Metode titrasi iodometri langsung (kadang-kadang
dinamakan iodimetri) mengacu kepada titrasi dengan suatu
larutan iod standar. Metode titrasi iodometri tak langsung
(kadang-kadang dinamakan iodometri), adalah berkenaan
dengan titrasi dari iod yang dibebaskan dalam reaksi kimia.
1.2. Tujuan Percobaan
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui cara-
cara membuat larutan baku, pembakuan larutan-larutan, dan
penetapan konsentrasi kadar sampel.
1.3. Prinsip Percobaan
Prinsip dari percobaan ini adalah berdasarkan pada titrasi
reduksi oksidasi dan reaksi redoks dari zat yang bereaksi dengan
natrium yang larut dalam KI. Kelebihan titrasi dalam Na2SO4 pada
suasana asam
1.4. Reaksi Percobaan
Zat Baku Primer K2Cr2O7
Cr2O72- + 6 I - + 14 H+ 2 Cr3+ + 3 I2 + 7H2O
I2+S2O3 2- 2 I- + S4O6 2-
Zat Baku Primer KIO3
IO3- + 5 I - + 6 H+ 3I2+3H2O
I2 + S2O32- 2 I- + S4O6
2-
II BAHAN, ALAT DAN METODE PERCOBAAN
Bab ini menguraikan mengenai: (1) Bahan yang
Digunakan, (2) Alat yang Digunakan, dan (3) Metode Percobaan.
2.1. Bahan yang Digunakan
Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan iodometri
ini adalah KIO3, aquadest, Na2S2O3, sampel A, amilum, H2SO4
dan KI.
2.2. Alat yang Digunakan
Alat-alat yang digunakan pada percobaan iodometri ini
adalah labu ukur, pipet gondok, labu erlenmeyer, statif, klem,
buret, pipet tetes dan gelas ukur.
2.3. Metode Percobaan
Metode yang digunakan pada percobaan pemeriksaan
pendahuluan yaitu:
2.3.Metode Percobaan
Metode yang digunakan pada percobaan pemisahan
golongan yaitu:
Gambar 1. Metode Percobaan Iodometri
III HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini menguraikan mengenai: (1) Hasil Pengamatan dan
(2) Pembahasan.
3.1. Hasil Pengamatan
Tabel 1. Hasil Pengamatan Pembuatan Larutan KIO3 0,01
gr KIO3 BE N Pelarut
0,3567 35,67 0,01 100ml
(Sumber : Anggun Resti, Meja 3, 2010)
Tabel 2. Hasil Pengamatan N Na2S2O3
V Na2S2O3 N Na2S2O3 V KIO3 N KIO3
26,5 0,094 25 0,1
(Sumber : Anggun Resti, Meja 3, 2010)
Tabel 3. Hasil Pengamatan Analisa Sampel D
V Sampel D N Sampel D V Na2S2O3 N Na2S2O3
25 0,019 5,55 0,094
(Sumber : Anggun Resti, Meja 3, 2010)
3.2. Pembahasan
Faktor-faktor kesalahan yang mungkin terjadi pada saat
titrasi iodometri antara lain oksidasi dari iodida dalam keadaan
asam dan oksigen di udara, oksidasi ini berjalan lambat dalam
dalam keadaan netral, tetapi apabila kadar asam bertambah
maka reaksi tersebut akan lebih cepat. Sinar matahari juga dapat
mempercepat reaksi tersebut, oleh sebab itu larutan iodida yang
diasamkan harus dititrasi secepat mungkin, jika larutan-larutan itu
selama reaksi perlu diabaikan beberapa waktu, udara dari dalam
labu harus dikeluarkan dengan cara didesak oleh gas CO2
(Svehla, 1990, halaman 451).
Iodometri adalah metode penentuan jumlah atau kadar
yang dasar perhitunganya berdasarkan jumlah I2 yang dihasilkan
oleh karena oksidasi I- yang sengaja ditambahkan kedalam
larutan cuplikan, oleh ion,unsur atau senyawa yang ditentukan.
Banyaknya I2 ini, yang ekivalen dengan banyaknya ion, unsur
atau senyawa yang ditentukan, selanjutnya diukur melalui titrasi
terhadap larutan baku tio. Reaksi antara I2 dengan larutan tio
adalah reaksi redoks dan karena tio, sebagai larutan baku,
bersifat sebagai reduktor, maka metode ini termasuk kedalam
kelompok reduktimetri. Iodimetri adalah suatu sistem titrasi
dengan menggunakan larutan I2 sebagai penitrasi. Titrasi redoks,
istilah oksidasi mengacu pada setiap perubahan kimia dimana
terjadi kenaikan bilangan oksidasi. Berarti proses oksidasi disertai
dengan hilangnya elektron sedangkan reduksi memperoleh
elektron (Khopkar, 2008, halaman 52)
Analat harus berbentuk suatu oksidator yang cukup kuat,
karena dalam metode ini analat selalu direduksi dulu dengan KI
sehingga terjadi I2. I2 inilah yang titrasi dengan Na2S2O3. Daya
reduksi dari ion iodida cukup besar dan titrasi ini banyak
diterapkan. Reaksi tiosulfat dengan I2 berlangsung baik dari segi
kesempurnaanya, berdasarkan potensial redoks masing-masing.
Reaksi padatitrasi iodometri ini berjalan cepat dan bersifat unik
karena oksidator lain tidak mengubah S2O32- melainkan menjadi
S4O62- melainkan menjadi SO3
- seluruhnya atau sebagian menjadi
SO4+.
Oksidator adalah senyawa dimana atom yang terkandung
mengalami penurunan bilangan oksidasi. Oksidasi reduksi harus
selalu berlangsung bersama dan saling megkompenisasi satu
sama lain (Khopkar, 2008, halaman 52)
Istilah oksidator reduktor mengacu pada suatu senyawa,
tidak kepada atom saja. Jika suatu reagen berperanan baik
sebagai reduktor dan oksidator maka dikatakan zat tersebut
mengalami autoindikator atau disproposionasi.
Dalam prosesnya larutan iodium yang digunakan sebagai
larutan standar disimpan dalam tmpat gelap dan dingin, karena
larutan iodium mudah terurai oleh cahaya matahari dan
sumbatnya dari gelas karena iodium mudah bereaksi dengan
karet ataupun kertas gabus yang dapat mempengaruhi iodium.
Dalam membuat larutan baku primer, larutan disimpan
didalam labu takar karena tingkat ketelitian labu takar itu lebih
teliti di bandingkan dengan gelas kimia. Mengapa larutan
Na2S2O3 tidak di encerkan lagi itu dikarenakan volume peniter
N2S2O3 0,05 lebih encer maka larutan yang digunakan pun lebih
banyak dan proses titrasi pun akan berlangsung lama.
Amilum yang digunakan pada percobaan ini berfungsi
sebagai indikator, meskipun larutan iodium dalam berwarna
kuning jelas dan encer tapi pada titik akhir titrasi biasanya
ditambahkan amilum agar titik akhir menjadi lebih jelas. Iodium
dan amilum jika ada iodida akan mengadakan
reaksi/persenyawaan sampai terjadi adsorpsi kompleks berwarna
biru tua yang dapat dilihat meskipun kadar iodium sangat kecil.
Kecepatan reaksi ini akan berkurang jika dalam larutan itu tidak
terdapat iodida dan juga bila suhu naik (Khopkar, 2008,
halaman 60-61).
Penambahan amilum pada titrasi iodometri harus
menunggu sampai mendekati titik akhir titrasi (bila iod sudah
tinggal sedikit, tampak dari warna kuning muda). Maksudnya agar
amilum tidak membungkus iod dan menyebabkan sukar lepas
kembali. Hal ini akan berakibat warna biru sulit sekali lenyap
sehingga titik akhir tidak kelihatan tajam lagi. Bila iod masih
banyak sekali bahkan dapat menguraikan amilum dan hasil
penguraian ini mengganggu perubahan warna pada titik akhir.
Larutan natrium tiosulfat perlu distandarisasi,
kestabilannya mudah dipengaruhi oleh pH rendah, sinar
matahari, dan terutama adanya bakteri yang memanfaatkan S.
Pada pH rendah, terjadi penguraian tiosulfat menjadi S. Tetapi
karena reaksi ini berjalan lambat, kesalahan tidak perlu
dikhawatirkan walaupun larutan yang dititrasi cukup asam asala
titrasi dilakukan dengan penambahan titrant yang tidak terlalu
cepat. Untuk mencegah aktivitas bakteri, pada pembuatan larutan
hendaknya dipakai air yang sudah dididihkan, selain itu dapat
ditambahkan pengawet seperti misalnya kloroform, natrium
benzoat, atau HgI.
Setelah penambahan KI, larutan harus segera dititrasi
untuk mencegah kesalahan karena I2 yang menguap. Kalium
iodida haruslah lebih besar dari iodat, karena kedua zat ini dalam
keadaan asam akan bereaksi membebaskan iod. Larutan tiosulfat
tidak stabil dalam waktu lama. Bakteri yang memakan belerang
akhirnya masuk ke larutan itu dan proes metaboliknya akan
mengakibatkan pembentukan SO32- , SO42-, dan belerang
koloidal. Belerang ini kan menyebabkan kekeruhan, bila timbul
kekeruhan dari larutan maka larutan harus dibuang, selain itu
agar tereaksi sempurna.
S2O32-+2H+ H2S2O3+S
CO2+H2O H2CO3 2H+ + CO32-
S2O32-+2H+ H2O+SO2 +S
Pada beberapa percobaan buret untuk tirasi harus gelap
dan gelas kimia biasanya dibungkus oleh kertas karbon itu
bertujuan agar tidak terkontaminasi dengan cahaya matahari
yang nantinya berpengaruh pada larutan sampel. Percobaan kali
ini yang sangat berpengaruh adalah udara jadi cukup ditutup saja
agar tidak ada zat lain yang ikut bereaksi pada larutan sampel.
Jika dalam proses titrasi larutan hasil TET nya berwarna putih itu
dikarenakan konsentrasi peniter yang berlebih. Warna kuning
jerami ditimbulakan karena adanya I2 yang sudah habis yang
kemudian berubah menjadi I-
Reaksi Redoks biasanya berjalan lambat. Namun, dapat
berjalan cepat jika terdapat katalisator (zat untuk mempercepat
proses reaksi) contoh H2SO4. Namun berbeda lagi jika sudah ada
katalisator dan tetap lambat proses percobaannya berarti
terdapat kesalahan dalam prosedur percobaannya (Khopkar,
2008, hal 52)
Jika reaksi berlangsung pada pH tinggi dapat
menyebabkan bereaksinya I2 dengan air (terjadi hidrolisis)
sehingga penggunaan larutan natrium tio sulfat menjadi lebih
sedikit.
Fungsi penambahan KI yaitu untuk mereduksi analat dan
melarutkan I2 hasil reaksi itu, karena I2 merupakan zat padat yang
sukar larut dalam air tetapi mudah larut dalam KI membentuk ion
kompleks I3-.
Titrasi iodometri dapat digunakan untuk zat dapat
bereaksi dengan KI, bersifat oksidator terhadap KI. KI yang
digunakan harus bebas iodat karena pada titrasinya dalam
suasana asam akan menghasilkan I2 sehingga I2 yang dihasilkan
menjadi lebih besar, hal ini akan mengakibatkan kadar yang
didapatkan jauh lebih besar dari yang seharusnya.
KI yang digunakan harus berlebih supaya ada kelebihan
I- yang mengikat I2 menjadi I3- dalam bentuk larutan, jika tidak
berlebih akan sukar larut dalam air, mengapung, dan lebih cepat
menguap pada saat titrasi berlangsung.
Larutan standar atau larutan baku adalah larutan yang
diketahui konsentrasinya secara pasti sehingga bisa dipakai
untuk menetapkan konsentrasi larutan lainnya. Larutan ini bisa
dibuat dengan menimbang secara teliti zat yang disebut standar
primer. Zat ini harus mempunyai sifat stabil dan tidak higroskopis.
Untuk membuat larutan standar, setidaknya analis harus
tau terlebih dahulu berapa bobot molekul/ ekivalennya, berapa
target molaritas atau normalitasnya dan berapa volume yang
bakal dibuatnya.
IV KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini menguraikan mengenai: (1) Kesimpulan dan (2)
Saran.
4.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang didapat pada percobaan Iodometri adalah
gram KIO3 adalah 0,36 gram. N Na2S2O3 adalah 0,094 N, dan N
sampel A adalah 0,019 N
4.2. Saran
Saran yang ingin disampaikan oleh penulis adalah
sebaiknya praktikan saat melakukan titrasi lebih konsentrasi dan
teliti melihat perubahan-perunahan yang terjadi pada larutan
tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, (2009), Iodometri dan Iodimetri, (http://annisanfushie.wordpress.com/2009/07/17/iodometri-dan-iodimetri/), Akses: 26 Oktober 2010.
Khopkar, S.M., (2008), Konsep Dasar Kimia Analitik, Jakarta: UI-Press.
Team Dosen, (2010), Penuntun Praktikum Kimia Analitik, Bandung: Universitas Pasundan.
Team Dosen, (2009), Penuntun Praktikum Kimia Dasar, Bandung: Universitas Pasundan.
Underwood.A.L.Day R.A.Jr. (1986). Analisa Kimia Kuantitatif. Edisi Keempat. Erlangga. Jakarta.
LAMPIRAN PERHITUNGAN
Perhitungan Hasil Percobaan Iodometri
1. Perhitungan pembuatan larutan baku primer Na2S2O3
gram Oksalat= BE x V x N1000
= 35,67 x 100 x 0,11000
= 0,3567 gram ≈ 0,36 gram
2. Perhitungan normalitas Na2S2O3
N KMnO 4 = (V.N) KIO 3V Na 2 S2 O3
= 25ml x 0,1N26,5ml
= 0,094N
3. Perhitungan normalitas Sampel D
N Sampel B= (V.N) Na 2S 2O3V Sampel D
= 5,55ml x 0,094N25ml
= 0,019 N
LAMPIRAN INTERNET
Istilah oksidasi mengacu pada setiap perubahan kimia
dimana terjadi kenaikan bilangan oksidasi, sedangkan reduksi
digunakan untuk setiap penurunan bilangan oksidasi.Berarti
proses oksidasi disertai hilangnya elektron sedangkan reduksi
memperoleh elektron. Oksidator adalah senyawa di mana atom
yang terkandung mengalami penurunan bilangan oksidasi.
Sebaliknya pada reduktor, atom yang terkandung mengalami
kenaikan bilangan oksidasi. Oksidasi-reduksi harus selalu
berlangsung bersama dan saling menkompensasi satu sama lain.
Istilah oksidator reduktor mengacu kepada suatu senyawa, tidak
kepada atomnya saja (Khopkar, 2003).
Oksidator lebih jarang ditentukan dibandingkan reduktor.
Namin demikian, oksidator dapat ditentukan dengan reduktor.
Reduktor yang lazim dipakai untuk penentuan oksidator adalah
kalium iodida, ion titanium(III), ion besi(II), dan ion vanadium(II).
Cara titrasi redoks yang menggunakan larutan iodium sebagai
pentiter disebut iodimetri, sedangkan yang menggunakan larutan
iodida sebagai pentiter disebut iodometri (Rivai, 1995).
Dalam proses analitik, iodium digunakan sebagai pereaksi
oksidasi (iodimetri) dan ion iodida digunakan sebagai pereaksi
reduksi (iodometri). Relatif beberapa zat merupakan pereaksi
reduksi yang cukup kuat untuk dititrasi secara langsung dengan
iodium. Maka jumlah penentuan iodimetrik adalah sedikit. Akan
tetapi banyak pereaksi oksidasi cukup kuat untuk bereaksi
sempurna dengan ion iodida, dan ada banyak penggunaan
proses iodometrik. Suatu kelebihan ion iodida ditambahkan
kepada pereaksi oksidasi yang ditentukan, dengan pembebasan
iodium, yang kemudian dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat.
Reaksi antara iodium dan tiosulfat berlangsung secara sempurna
(Underwood, 1986).
Iodium hanya sedikit larut dalam air (0,00134 mol per liter
pada 25 0C), tetapi agak larut dalam larutan yang
mengandung ion iodida. Larutan iodium standar dapat dibuat
dengan menimbang langsung iodium murni dan pengenceran
dalam botol volumetrik. Iodium, dimurnikan dengan sublimasi
dan ditambahkan pada suatu larutan KI pekat, yang ditimbang
dengan teliti sebelum dan sesudah penembahan iodium. Akan
tetapi biasanya larutan distandarisasikan terhadap suatu standar
primer, As2O3 yang paling biasa digunakan. (Underwood, 1986).
Larutan standar yang dipergunakan dalam kebanyakan
proses iodometrik adalah natrium tiosulfat. Garam ini biasanya
tersedia sebagai pentahidrat Na2S2O3.5H2O. Larutan tidak boleh
distandarisasi dengan penimbangan secara langsung, tetapi
harus distandarisasi terhadap standar primer. Larutan natrium
tiosulfat tidak stabil untuk waktu yang lama. Sejumlah zat padat
digunakan sebagai standar primer untuk larutan natrium tiosulfat.
Iodium murni merupakan standar yang paling nyata, tetapi jarang
digunakan karena kesukaran dalam penanganan dan
penimbangan. Lebih sering digunakan pereaksi yang kuat yang
membebaskan iodium dari iodida, suatu proses iodometrik
(Underwood, 1986).