1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kota Semarang merupakan daerah yang mengalami masalah kekurangan suplai air baku terutama pada musim kemarau dan terjadinya banjir pada musim penghujan yang terjadi hampir setiap tahun. Hal ini diperparah dengan pertumbuhan penduduk setiap tahunnya dan kerusakan lingkungan yang terjadi. Penurunan tanah akibat eksploitasi air tanah yang berlebihan serta intrusi air laut melalui sungai dan saluran air yang terjadi hampir setiap air pasang juga terjadi di kota Semarang.
Pembangunan sebuah bendungan di Semarang sangat dibutuhkan untuk menangani masalah diatas. Waduk Jatibarang adalah salah satu bendungan yang akan dibangun di Semarang. Waduk ini direncanakan dengan membendung Sungai Kreo yang merupakan anak Sungai Garang yang terletak di Semarang Barat, dengan daerah tangkapan seluas 54 km2, luas genangan 110 Ha, dan volume tampungan sebesar 20 juta m3.
Bangunan pelengkap yang paling penting dalam suatu waduk adalah spillway (pelimpah). Spillway merupakan suatu bangunan yang berfungsi melimpahkan kelebihan air dari debit yang akan dibuang sehingga kapasitas waduk dapat dipertahankan. Perencanaan sebuah spillway diperlukan pertimbangan dan perhitungan sehingga didapatkan suatu desain yang efisien dan paling ekonomis. Dalam hal ini akan dibahas tentang perencanaan lebar spillway yang paling ekonomis.
1.2. Rumusan Masalah
Adapun permasalahan yang ingin diselesaikan dalam penyusunan tugas akhir ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Berapa tinggi air maksimum yang diperoleh dari perubahan beberapa lebar spillway?
2. Berapa biaya yang harus dikeluarkan dari perencanaan berbagai macam lebar spillway?
3. Bagaimana kurva hubungan antara lebar spillway dengan biaya yang harus dikeluarkan?
4. Berapa lebar spillway yang paling ekonomis? 5. Berapa biaya minimum yang diperoleh dari
kurva hubungan lebar spillway dengan biaya yang dikeluarkan?
1.3. Tujuan Adapun tujuan dari perencanaan spillway waduk Jatibarang adalah:
1. Mengetahui tinggi air maksimum untuk perencanaan berbagai macam lebar spillway.
2. Mengetahui besarnya biaya yang harus dikeluarkan dari perencanaan berbagai macam lebar spillway.
3. Memperoleh kurva hubungan antara lebar spillway dengan biaya yang harus dikeluarkan
4. Mengetahui lebar spillway yang paling ekonomis
5. Mengetahui biaya minimum yang diperoleh dari kurva hubungan lebar spillway dengan biaya yang dikeluarkan.
1.4. Batasan Masalah 1. Tidak melakukan perhitungan sedimentasi 2. Percobaan beberapa macam lebar spillway. 3. Tidak memperhitungkan pondasi bendungan 4. Tidak membahas analisa dampak lingkungan 5. Bentuk tubuh bendungan dianggap stabil.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Studi yang pernah dilakukan
Studi yang pernah dilakukan adalah mengenai Perencanaan Waduk Jatibarang Semarang oleh Balai Besar Wilayah Sungai Pemali Juana Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Semarang. Waduk ini direncanakan dengan periode ulang 50 tahunan.
Data hujan yang digunakan berdasarkan pengamatan dari stasiun hujan Panjangan, Patemon dan Kalipancur tahun 1992 hingga 1996.
Waduk Jatibarang
Peta Das Waduk Jatibarang
2
Dari data perencanaan di dapatkan: a. Elevasi dasar bendungan : + 80.00 m b. Elevasi puncak spillway : + 148.90 m c. Elevasi puncak bendungan : + 157.00 m d. Lebar mercu bendungan : 200 m e. Tipe spillway :Bathtub,Chute f. Lebar spillway : 15 m g. Panjang kolam olakan : 60 m
Pada perencanaan dalam Tugas Akhir ini mengunakan elevasi puncak spillway dan data hujan yang sama dengan studi sebelumnya. Spillway direncanakan dengan tipe Ogee.
2.2. Analisa Hidrologi
Hidrologi adalah suatu ilmu tentang kehadiran dan gerakan air di alam, secara khusus didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari sistem kejadian air diatas, pada permukaan dan di dalam tanah. Dalam suatu perencanaan bangunan air perlu dilakukan analisa mengenai hal tersebut, analisa ini digunakan untuk memperkirakan ketersediaan air yang akan dimanfaatkan.
2.2.1. Analisa Frekuensi
Rangkaian data-data hidrologi yang tersedia diolah dengan menggunakan pendekatan ilmu statistika. Perhitungan analisa frekuensi diuraikan dengan menggunakan beberapa teori distribusi probabilitas kontinyu. Distribusi probabilitas yang umum digunakan adalah: 1. Distribusi Normal 2. Distribusi Gumbel
Distribusi Gumbel Tipe I Distribusi Gumbel Tipe III
3. Distribusi Pearson tipe III 4. Distribusi Log-Pearson Tipe III 5. Distribusi Frechet 6. Distribusi Log-Normal
Distribusi Log-Normal Dua Parameter Distribusi Log-Normal Tiga Parameter.
Setiap jenis distribusi atau sebaran mempunyai parameter statistic yang terdiri dari nilai rata-rata ( = ), standar deviasi ( = S ), koefisien variasi (Cv), dankoefisien ketajaman (Ck).
Di dalam memilih satu sebaran atau fungsi tertentu dibutuhkan suatu ketelitian karena untuk satu rangkaian data tidak selalu cocok dengan sifat-sifat sebaran, termasuk sebaran frekuensi atau probabilitas tersebut walaupun nilai parameter statistiknya hampir sama. Kesalahan dalam memilih sebaran dapat mengakibatkan kerugian jika perkiraan mulai desain terlalu besar (over estimate) atau terlalu kecil (under estimate)
2.2.2. Perhitungan Distribusi Sebelum memilih distribusi probabilitas yang
akan dipakai, dilakukan perhitungan analisa terlebih dahulu terhadap data yang ada. Parameter-parameter statistik yang dimiliki data adalah , S, Cs, Ck dan Cv. Berdasarkan hasil perhitungan parameter statistik tersebut dimana didapatkan harga Cs dan Ck maka dipilih persamaan distribusi untuk diuji sebagai perbandingan. Persamaan distribusi yang dipilih adalah Distribusi Pearson Tipe III dan Distribusi Log Normal.
2.2.3. Uji Kecocokan Sebaran
Untuk menentukan apakah fungsi distribusi probabilitas yang dipilih telah sesuai dan dapat mewakili distribusi frekuensi dari sampel data yang ada, maka diperlukan pengujian parameter. Dalam masalah ini yang dipakai adalah Uji Chi – Kuadrat dan Uji Smirnov – Kolmogorov.
Jikapada pengujian fungsi distribusi probabilitas yang dipilih memenuhi ketentuan persyaratan kedua uji tersebut, maka distribusi yang dipilih dapat diterima.
2.2.3.1. Uji Chi Kuadrat
Pada dasarnya uji chi kuadrat dimaksudkan untuk menentukan apakah persamaan distribusi peluang yang telah dipilih dapt mewakili dari distribusi statistik sampel data yang dianalisis. Pengambilan keputusan ini menggunakan parameter , oleh karena itu disebut uji chi kuadrat. Prosedur uji Chi – Kuadrat adalah: 1) Urutkan data pengamatan (dari besar ke
kecil atau sebaliknya) 2) Kelompokkan data menjadi G sub-grup,
tiap-tiap sub-grup minimal 4 data pengamatan. Tidak ada aturan yang pasti tentang penentuan jumlah kelas (grup). H.A Sturges pada tahun 1926 mengemukakan suatu perumusan untuk menentukan banyaknya kelas, yaitu:
Dimana:
: banyaknya kelas : banyaknya nilai observasi (data)
3) Jumlahkan data pengamatan sebesar Oi tiap-tiap sub-grup
4) Jumlahkan data dari persamaan distribusi yang digunakan sebesar Ei
5) Tiap-tiap sub-grup hitung nilai dan
3
6) Jumlahkan seluruh G sub grup nilai untuk menentukan nilai chi-kuadrat hitung.
7) Tentukan derajat kebebasan dk = G – R – 1 (nilai R=2, untuk distribusi normal dan binomial, dan nilai R= 1, untuk distribusi Poisson).
2.2.3.2. Uji Smirnov – Kolmogorov
Uji kecocokan Smirnov – Kolmogorov pada dasarnya sering juga disebut uji kecocokan non parametrik, karena pengujiannya tidak menggunakan distribusi tertentu.
Apabila nilai D lebih kecil dari nilai Do, maka distribusi teoritis yang digunakan untuk menentukan persamaan distribusi dapat diterima. Apabila D lebih besar dari Do maka secara teoritis pula distribusi yang digunakan tidak dapat diterima.
2.2.4. Kesimpulan analisa frekuensi
Pada pengujian uji Smirnov – Kolmogorov, meskipun menggunakan perhitungan matematis namun kesimpulan hanya berdasarkan bagian tertentu (sebuah varian) yang mempunyai penyimpangan terbesar, sedangkan uji Chi kuadrat menguji penyimpangan distribusi data pengamatan dengan mengukur secara matematis kedekatan antara data pengamatan dan seluruh bagian garis persamaan distribusi teoritisnya.
2.2.5. Perhitungan Curah Hujan Periode Ulang Setelah kecocokan dari distribusi yang
diasumsikan dapat dibenarkan secara statistik dengan uji kecocokan, untuk menghitung curah hujan periode ulang digunakan metode persamaan dari Distribusi Pearson Tipe III dan persamaan Distribusi Log Normal. Dari perhitungan curah hujan menggunakan dua persamaan distribusi tersebut dipilih harga maksimum dari salah satu persamaan distribusi tersebut.
2.2.6. Perhitungan hidrograf inflow Dalam perencanaan bangunan air seperti bendungan, spillway, konsolidasi dam, flood control maupun drainase perlu memperkirakan debit terbesar dari aliran sungai atau saluran yang mungkin terjadi dalam suatu periode tertentu yang disebut debit rencana periode tertentu yang mungkin terjadi banjir rencana yang disebut banjir rencana. Perhitungan debit banjir rencana untuk perencanaan bendungan ini dilakukan berdasarkan hujan harian maksimum yang terjadi pada periode ulang tertentu. Hal ini dilakukan
mengingat adanya hubungan antara hujan dan aliran sungai dimana besarnya aliran dalam sungai utamanya ditentukan oleh besarnya hujan, intensitas hujan, luas daerah hujan dan luas daerah aliran sungai.
2.2.6.1. Metode Nakayasu
Pada unit hidrograf Nakayasu, perumusan debit dirumuskan sebagai berikut:
Dimana:
= debit puncak banjir (m3/dtk) = koefisien resapan = luas DAS (km2) ` = tenggang waktu dari permulaan hujan
sampai puncak banjir (jam) = waktu yang diperlukan oleh penurunan
debit, dari debit puncak menjadi 30 % dari debit puncak (jam)
2.2.7. Perhitungan reservoir routing Untuk mengetahui besarnya debit outflow yang
keluar melalui spiilway dilakukan perhitungan reservoir routing. Cara ini pertama kali dikembangkan oleh L.G. Puls dari US Army Corps of Engineering, Korps Zeni Angkatan Darat AS. Untuk menghitung reservoir routing, diperlukan data-data sebagai berikut: 1. Hubungan volume tampungan dengan elevasi
waduk 2. Hubungan elevasi permukaan air dan outflow
serta hubungan tampungan dan outflow 3. Hidrograf inflow 4. Nilai awal untuk S,I dan Q pada waktu t=0.
2.3. Analisa Hidrolika 2.3.1. Standart Tinggi Ruang Bebas Bendungan
Tinggi bendungan adalah tinggi air bendungan tertinggi berdasarkan perhitungan flood routing ditambah tinggi jagaan (free board). The Japanese National Committee on Large Dams (JANCOLD) telah menyusun standar minimal tinggi ruang bebas.
2.3.2. Perencanaan Dimensi Bangunan Pelimpah
Bangunan pelimpah (spillway) adalah bangunan beserta instalasinya untuk mengalirkan air banjir yang masuk kedalam waduk agar tidak membahayakan keamanan bendungan. Apabila terjadi kecepatan aliran air yang besar akan terjadi olakan yang dapat mengganggu jalannya air sehingga menyebabkan berkurangnya aliran air yang masuk ke bangunan pelimpah. Maka kecepatan aliran air harus dibatasi, yaitu tidak melebihi
4
kecepatan kristisnya. Ukuran bangunan pelimpah harus dihitung dengan sebaik-baiknya, karena jika terlalu kecil ada resiko tidak mampu melimpahkan debit air banjir yang terjadi. Sebaliknya apabila ukurannya terlalu besar, bangunan akan menjadi semakin maha yang dapat mempengaruhi biaya proyek secara keseluruhan.
Untuk perencanaan lebar spillway, direncanakan lebarnya tidak memakai pilar dan dinding sejajar dengan arah aliran sehingga lebar efektif dari pelimpah sama dengan lebar pelimpah itu sendiri. Dalam merencanakan spillway pada bendungan Jatibarang ini dipilih mercu tipe ogee.
Sumber : Design of Small Dams Bentuk profil dari puncak spillway
Berbagai type mercu ogee dapat dilihat Gambar
dibawah ini:
Sumber: Kriteria Perencanaan 02, Tahun 1986)
Bentuk-bentuk Mercu Ogee
Dari berbagai tipe ogee di atas maka dipilih tipe ogee dengan kemiringan pada upstream atau hilir 1:1 (tegak)
2.3.3. Perhitungan tinggi air di atas pelimpah
Perumusan yang dipakai untuk mengetahui kondisi muka air di atas bangunan pelimpah
(spillway) adalah persamaan Bernoulli sebagai berikut:
Dimana: v0 : kecepatan aliran pada saat keadaan awal
(m/dtk) v1
: kecepatan aliran pada saat kedalaman akhir (m/dtk)
d0 cos θ : kedalaman air pada saat keadaan awal (m) d1 cos θ : kedalaman air pada saat keadaan akhir (m) g : percepatan gravitasi (9,8 m/dtk2) α : koefisien pembagian kecepatan rata-rata
(dipakai nilai 1,1) θ : sudut kemiringan Hf : tinggi kehilangan tekanan (m) : n : koefisien kekasaran dinding R : jari-jari hidrolis (m)
2.3.4. Perencanaan Kolam Olakan Suatu bangunan peredam energy yang berbentuk
kolam, dimana prinsip peredam energinya yang sebagian besar terjadi akibat proses pergesekan diantara molekul-molekul air, sehingga timbul olakan-olakan di dalam kolam tersebut dinamakan peredam energy type kola olakan.
Berdasarkan buku “Bendungan Type Urugan” yang ditulis oleh Suyono Sosrodarsono, kolam olakan mempunyai empat type yaitu: a) Kolam olakan datar type I
Adalah suatu kolam olakan dengan dasar yang datar dan terjadinya peredam energy yang terkandung dalam aliran air dengan benturan secara langsung aliran tersebut ke atas permukaan dasar kolam. Type ini hanya sesuai untuk mengalirkan debit yang relative kecil dan bilangan Froude < 1,7
b) Kolam olakan datar type II Pada kolam olakan type I, terjadinya peredam energy yang terkandung dalam aliran adalah akibat gesekan di antara molekul-molekul air di dalam kolam dan dibantu oleh perlengkapan berupa gigi pemecah aliran di ujung dasar kolam dan di bagian hilir kolam. Kolam olakan ini cocol untuk debit yang besar (q > 45 m3/dtk) dan bilangan Froude antara 1,7 – 2,5
c) Kolam olakan datar type III Pada hakekatnya prinsip kerja kolam olakan type III ini sama dengan type II, akan tetapi lebih sesuai untuk debit yang agak kecil ( q < 18,5 m3/dtk) dan bilangan Froude > 4,5
5
d) Kolam olakan datar type IV Prinsip kerja kolam olakan type IV sama dengan type II dan III, tetapi lebih sesuai untuk aliran dengan bilangan Froude antar 2,5 – 4,5
2.4. Analisa Stabilitas 2.4.1. Kemiringan Lereng Bendungan
Jebolnya suatu bendungan urugan, biasanya dimulai dengan terjadinya suatu gejala longsoran baik pada lereng bagian hulu maupun pada lereng bagian hilir bendungan tersebut, yang disebabkan kurang memadainya stabilitas kedua lereng tersebut. Karenanya dalam pembangunan suatu bendungan urugan, stabilitas kemiringan kedua lereng merupakan kunci dari stabilitas tubuh bendungan secara keseluruhan. Dengan demikian dalam merencanakan suatu bendungan, faktor-faktor yang diperkirakan atau berpengaruh terhadap stabilitas lereng bendungan dalam perhitungannya supaya diambil kombinasi pembebanan yang paling tidak menguntungkan.
2.4.2. Gaya-gaya yang bekerja pada pelimpah yaitu:
2.4.2.1. Gaya vertikal akibat berat sendiri Sebuah bangunan akan mempunyai gaya vertikal dari berta bangunan akibat adanya gaya gravitasi. Berat bangunan bergantung kepada bahan yang dipakai untuk membuat bangunan itu sendiri.
2.4.2.2. Gaya akibat tekanan air
Gaya akibat tekanan air dapat dibagi menjadi gaya tekanan air dalam dan luar. Tekanan air luar selalu bekerja tegak lurus terhadap muka bangunan.
2.4.2.3. Gaya akibat tekanan tanah
Gaya akibat tekanan tanah adalah gaya tekan yang diakibatkan oleh tanah samping dari pondasi bangunan. Gaya ini diperhitungkan karena dapat mempengaruhi kestabilan suatu pondasi bangunan yaitu dapat menyebabkan pergeseran (sliding).
2.4.3. Kontrol Stabilitas spillway dilakukan terhadap 4
hal yaitu: 2.4.3.1. Kontrol Guling
Kontrol guling dilakukan dengan menggunakan perumusan sebagai berikut:
Untuk mengetahui pada suatu bangunan pelimpah tersebut stabil atau tidak dapat pula dicari eksentrisitasnya, persamaan yang dipakai adalah :
2.4.3.2. Kontrol Daya Dukung
Kontrol daya dukung dilakukan dengan menggunakan perumusan sebagai berikut:
2.4.3.3. Kontrol Geser Kontrol geser dilakukan dengan menggunakan perumusan sebagai berikut:
2.4.3.4. Kontrol terhadap ketebalan Saluran Kontrol terhadap ketebalan Saluran ini dilakukan dengan menggunakan perumusan sebagai berikut:
2.5. Analisa Biaya
Analisa biaya dilakukan dengan menggunakan HSPK (Harga Satuan Pokok Kegiatan) untuk wilayah Semarang tahun 2010, besarnya biaya yang dikeluarkan hanya ditinjau berdasarkan volume urugan tanah dan beton yang dibutuhkan untuk pelimpah. Percobaan beberapa macam lebar spillway akan menghasilkan berbedanya tinggi dan lebar bendungan sehingga menyebabkan volume urugan tanah untuk bendungan juga akan berubah. Setelah dilakukan perhitungan biaya untuk beberapa macam lebar spillway maka selanjutnya dapat dibuat menjadi sebuah kurva hubungan antara lebar dan biaya yang dibutuhkan. dari kurva tersebut dapat dilihat lebar ekonomis spillway dan berapa biaya minimum dari spillway tersebut.
BAB III
METODOLOGI 3.1. Persiapan
Persiapan merupakan langkah awal dari perencanaan yang dilaksanakan dengan melakukan survey kelokasi proyek yang bersangkutan yaitu Sungai Kreo yang merupakan sungai yang dibendung dalam perencanaan Waduk Jatibarang. Survey ini juga bertujuan untuk mendapatkan
6
dokumentasi-dokumentasi yang mungkin dapat dilampirkan dalam Tugas Akhir ini.
3.2. Pengumpulan Data Mengumpulkan data-data yang menunjang dan
digunakan dalam pengerjaan Tugas Akhir ini. Data yang digunakan adalah data sekunder yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung. Adapun data-data tersebut meliputi:
a) Data teknis dari perencanaan yang telah dilakukan
b) Peta topografi, untuk mencari luasan dan volume pada lokasi dimana bendungan akan ditempatkan agar dapat dilakukan perhitungan flood routing untuk mencari tinggi air maksimum.
c) Data curah hujan, untuk mendapatkan curah hujan efektif yang kemudian diolah hingga memperoleh debit banjir rencana.
d) Data tanah, digunakan untuk perhitungan lereng tubuh bendungan.
3.3. Analisa hidrologi
3.3.1. Analisa frekwensi Pada analisa frekwensi ini dilakukan analisa terhadap data curah hujan, guna pemilihan distribusi yang sesuai. Analisa tersebut dilakukan dengan mengacu pada perumusan 2.1 sampai 2.5 pada Bab II Tinjauan Pustaka untuk mendapatkan parameter-parameter statistik sehingga dapat ditentukan persamaan distribusi yang akan digunakan sebagai perbandingan.
3.3.2. Uji kecocokan Pengujian pada distribusi yang terpilih dapat dilakukan dengan menggunakan perumusan dan langkah-langkah dalam Bab II Tinjauan Pustaka dalam sub bab 2.2.3.
3.3.3. Perhitungan debit banjir rencana Perkiraan debit banjir rencana didasarkan
atas teori hidrograf satuan, dalam tugas akhir ini akan digunakan 2 macam teori hidrograf yaitu hidrograf satuan Nakayasu, dan hidrograf satuan snyder-alexejev yang perumusannya dapat dilihat di Bab II Tinjauan Pustaka dalam sub bab 2.2.6.
3.3.4. Penelusuran Banjir
Penelusuran banjir dilakukan berdasarkan perumusan yang terdapat dalam Bab II Tinjauan Pustaka sub bab 2.2.7.
3.4. Analisa hidrolika 3.4.1. Perencanaan Bangunan Pelimpah
Perencanaan bangunan pelimpah dilakukan berdasarkan perumusan yang terdapat dalam Bab II Tinjauan Pustaka sub bab 2.3.2.
3.4.2. Perencanaan panjang kolam Olakan
Sebelum dilakukan perhitungan terhadap kebutuhan panjang kolam olakan maka harus ditentukan terlebih dahulu tipe kolam olakan yang akan digunakan dalam perencanaan. Perencanaan Kolam Olakan dilakukan berdasarkan perumusan yang terdapat dalam Bab II Tinjauan Pustaka sub bab 2.3.4
3.5. Analisa Biaya: Analisa biaya dilakukan dengan
menggunakan HSPK (harga Satuan Pokok Kegiatan) untuk wilayah Semarang tahun 2011, besarnya biaya yang dikeluarkan hanya ditinjau berdasarkan volume urugan tanah dan beton yang dibutuhkan untuk pelimpah.
3.6. Kurva hubungan antara lebar spillway dengan biaya
Kurva ini didapatkan dari percobaan beberapa macam lebar spillway dengan biaya yang dibutuhkan.
3.7. Pemilihan biaya minimum.
Ditentukan dari kurva hubungan antara lebar spillway dengan biaya.
3.8. Analisa Stabilitas
Stabilitas pada pelimpah ditinjau berdasarkan empat keadaan yaitu terhadap guling, daya dukung, geser, dan terhadap ketebalan saluran. Perumusan yang digunakan dalam perhitugan ini mengacu pada rumus (2.40) sampai dengan (2.48)
3.9. Kesimpulan
Merupakan hasil analisa yang berupa grafik hubungan antara lebar spillway dengan besarnya biaya konstruksi bendungan yang ditinjau dari pekerjaan urugan tubuh bendungan dan pekerjaan pemasangan beton cyclop untuk pembuatan spillway, sehingga bisa diketahui besarnya lebar spillway paling ekonomis.
7
BAB IV
BAB IV ANALISA HIDROLOGI
4.1. Analisa Frekuensi
Analisa frekuensi digunakan untuk memperbanyak data yang tersedia sehingga dengan data tersebut dapat meramalkan kemungkinan terjadinya kejadian-kejadian yang sesungguhnya. Banjir dalam jumlah tertentu dapat diperkirakan dengan menggunakan catatan-catatan yang memadai.
Analisa debit rencana pada sungai ini berdasarkan curah hujan harian rata-rata maksimum
yang diambil dari stasiun pencatat dengan jumlah data yang tercatat sebanyak 29 tahun (tahun 1978 – 2006)
Tabel 4.2 Data curah hujan harian setelah diurutkan: No. Tahun Tinggi hujan (mm)
1 2004 77 2 1994 90 3 1984 91 4 1999 93.3 5 2005 94 6 1983 96 7 2003 97.4 8 2002 97.9 9 1992 99
10 1998 102.2 11 2001 111.2 12 2006 111.5 13 1978 115 14 1990 115 15 1996 117 16 1995 124 17 1979 126 18 1986 130 19 1991 132 20 1987 138 21 1989 142 22 1982 157 23 1988 174 24 2000 175.2 25 1980 192 26 1997 193 27 1993 238 28 1981 253 29 1985 253
Sumber: Hasil Perhitungan
Kemudian dilakukan perhitungan-perhitungan untuk mencari beberapa parameter statistik yang dibutuhkan. Perhitungan distribusi yang akan dilakukan dipilih berdasarkan nilai koefisien ketajaman dan koefisien kemencengan.
4.2. Perhitungan Distribusi
4.2.1. Distribusi Pearson Type III Untuk mendapatkan parameter distribusi
Pearson Type III dibutuhkan beberapa analisa dari data curah hujan. Sehingga dapat dihitung parameter-parameter sebagai berikut:
Persiapan
Pengumpulan Data
Hidrograf banjir
Debit banjir rencana
Penelusuran banjir (flood routing)
Data Hujan
Uji Distribusi Hujan
Persamaan Distribusi
Perencanaan beberapa macam lebar Spillway
Analisa Biaya untuk beberapa macam lebar spillway
Kontrol kestabilan
Kurva hubungan antara lebar & biaya
Biaya Minimum
Finish
Start
finish
8
a) Nilai rata-rata
b) Standar deviasi
c) Koefisien Variasi
d) Koefisien Kemencengan
e) Koefisien Ketajaman
4.2.2. Distribusi Log Normal Untuk mendapatkan parameter distribusi
Pearson Type III dibutuhkan beberapa analisa dari data curah hujan. Sehingga dapat dihitung parameter-parameter sebagai berikut: a) Nilai rata-rata
b) Standar deviasi
c) Koefisien Variasi
d) Koefisien Kemencengan
e) Koefisien Ketajaman
4.3. Uji Kecocokan Sebaran 4.3.1. Uji Chi-Kuadrat
Didapat harga =9,687. Dengan derajat kebebasan (dk)= 5-2-1=2. Berdasarkan nilai kritis untuk distribusi chi-kuadrat, maka nilai kritis untuk uji chi-kuadrat pada derajat kepercayaan
diperoleh nilai . Berdasarkan perhitungan didapat kesimpulan bahwa sehingga persamaan Distribusi Pearson Type III tidak dapat diterima.
4.3.1.1. Untuk Persamaan Distribusi Log Normal
Didapat harga = 4,62. Dengan derajat kebebasan (dk)= 5-2-1=2. Berdasarkan nilai kritis untuk distribusi chi-kuadrat, maka nilai kritis untuk uji chi-kuadrat pada derajat kepercayaan
diperoleh nilai . Berdasarkan perhitungan didapat kesimpulan bahwa sehingga persamaan Distribusi Log Normal dapat diterima.
4.3.2. Uji Smirnov-Kolmogorov 4.3.2.1. Distribusi Pearson Type III
Dari perhitungan nilai D, di dapat harga Dmak = 0,1612 pada data peringkat ke m=11. Dengan menggunakan data pada tabel nilai kritis Do untuk Uji Smirnov-Kolmogorov, untuk derajat kepercayaan 5% ditolak dan N=29, maka diperoleh D0= 0,234 (dengan cara interpolasi). Karena nilai Dmak lebih kecil dari D0 (0,1612 < 0,234) maka persamaan distribusi Pearson Type III dapat diterima untuk menghitung distribusi peluang data hujan.
4.3.2.2. Distribusi Log Normal Dari perhitungan nilai D, di dapat harga Dmak
= 0,1736 pada data peringkat ke m=15. Dengan menggunakan data pada tabel nilai kritis Do untuk Uji Smirnov-Kolmogorov, untuk derajat kepercayaan 5% ditolak dan N=29, maka diperoleh D0= 0,234 (dengan cara interpolasi). Karena nilai Dmak lebih kecil dari D0 (0,1612 < 0,234) maka persamaan distribusi Log Normal dapat diterima untuk menghitung distribusi peluang data hujan.
4.4. Kesimpulan Analisa Frekwensi Dari kedua uji kecocokan sebaran yang telah
dilakukan didapatkan hasil seperti pada tabel berikut ini: Tabel 4.12 Kesimpulan Analisa Frekwensi
Distribusi Uji Chi Kuadrat
Uji Smirnov-Kolmogorov Ket.
Dmaks Do
Pearson Type III
9,687 > 5,991 0,1612 < 0,234 Not OK
Log Normal 4,62 < 5,991 0,1736 < 0,234 OK
9
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26
Q
(m3/d
etik
)
t (jam)
Unit Hidrograf Nakayasu
Q
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa Persamaan Distribusi Pearson Tipe III tidak memenuhi persyaratan kedua uji tersebut sedangkan untuk Persamaan Distribusi Log Normal memenuhi persyaratan kedua uji tersebut. Untuk perhitungan curah hujan periode ulang digunakan persamaan distribusi Log Normal karena memenuhi kedua uji tersebut.
4.5. Perhitungan Curah Hujan Periode Ulang Dalam perhitungan curah hujan periode
digunakan persamaan Log Normal. Contoh di bawah ini akan diberikan untuk curah hujan dengan periode ulang 50 tahun Dari perhitungan sebelumnya didapat harga:
= 2,108 Standart Deviasi = 0,144
Nilai k untuk periode ulang 50 tahun didapat dari tabel nilai k =2,05.
R24 maksimum periode ulang 50 tahun:
X = 253,046 mm Sehingga curah hujan periode ulang yang
akan digunakan dalam perhitungan distribusi curah hujan daerah adalah curah hujan dengan periode ulang 50 tahunan yaitu sebesar 253,046 mm.
4.6. Distribusi curah hujan daerah
Perhitungan distribusi hujan ini menggunakan cara unit hidrograf dengan curah hujan periode ulang yang telah dihitung pada Distribusi Log Normal.
4.6.1. Rata-rata Hujan Sampai Jam ke T Perhitungan rata-rata hujan (Rt) sampai jam
ke T adalah:
4.6.2. Curah hujan sampai jam ke T Curah hujan hingga jam ke T dihitung sebagai
berikut:
Distribusi Hujan pada jam ke-t untuk Hujan Terpusat Selama 5 jam
Jam ke
Hujan jam-jaman (cm) 50 tahun
1 11.099 2 2.885 3 2.024 4 1.611 5 1.360
Jumlah 17.979 Sumber: Hasil Perhitungan
4.7. Perhitungan Unit Hidrograf 4.7.1. Perhitungan Unit Hidrograf Nakayasu
4.8. Perhitungan Debit Banjir Rencana
Dapat dilihat bahwa debit maksimum terbesar pada periode ulang 50 tahun dengan metode Nakayasu adalah 45.8458 m3/dtk.
0
20
40
60
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28
Deb
it (
m3/
dti
k)
Waktu (jam)
Grafik Rekapitulasi Hidrograf 50 Tahun
10
4.9. Penelusuran Banjir (Flood Routing) Pada perhitungan desain flood routing, digunakan
hydrograph inflow metode Nakayasu dengan periode ulang 50 tahun. Elevasi puncak spillway direncanakan pada elevasi + 148.90 meter.
Setelah mencoba berbagai ukuran lebar spillway,
kesimpulan yang diperoleh dari perhitungan reservoir routing adalah semakin besar lebar spillway semakin rendah ketinggian air yang melalui spillway tersebut. Hasil dari perhitungan di atas ditabelkan dalam tabel 4.30 berikut :Hubungan lebar spillway dengan tinggi air di atas spillway
No. Lebar spillway
Outflow max Elevasi H
m m3/dt m m 1 5 7.618 149.681 0.781 2 7.5 10.198 149.623 0.723 3 10 12.461 149.580 0.680 4 12.5 14.457 149.545 0.645 5 15 16.240 149.517 0.617 6 17.5 17.873 149.493 0.593 7 20 19.313 149.472 0.572 8 22.5 20.711 149.455 0.555 9 25 21.954 149.439 0.539 10 27.5 23.061 149.423 0.523
4.10. Elevasi Puncak waduk Elevasi puncak waduk diperoleh dari
penjumlahan tinggi air maksimum di atas spillway dengan tinggi jagaan. Menurut JANCOLD (The Japanese National Committee On Large Dams) tinggi jagaan untuk bendungan urugan lebih dari 50 meter dipakai tinggi jagaan sebesar 3 meter.
Perhitungan tinggi waduk berdasarkan lebar spillway Lebar spillway
Outflow max Elevasi H
Elevasi mercu bendungan
Tinggi bendungan
m m3/dt m m m m 5 7.618 149.681 0.781 152.681 72.681
7.5 10.198 149.623 0.723 152.623 72.623
10 12.461 149.580 0.680 152.580 72.580
12.5 14.457 149.545 0.645 152.545 72.545
15 16.240 149.517 0.617 152.517 72.517
17.5 17.873 149.493 0.593 152.493 72.493
20 19.313 149.472 0.572 152.472 72.472
22.5 20.711 149.455 0.555 152.455 72.455
25 21.954 149.439 0.539 152.439 72.439
27.5 23.061 149.423 0.523 152.423 72.423
BAB IV
ANALISA HIDROLIKA 5.1. Lebar Mercu Bendungan
Berdasarkan ketinggian bendungan maksimum yang di dapat dari hasil perhitungan flood routing pada masing-masing lebar spillway dapat ditentukan lebar mercu bendung. Perhitungan lebar mercu bendungan pada masing-masing lebar spillway di tabelkan dalam tabel berikut: Tabel 5.1 Perhitungan lebar mercu bendungan:
No. Lebar Spillway
Tinggi bendungan
Lebar mercu bendungan
m m m 1 5 72.681 12.02 2 7.5 72.623 12.02 3 10 72.580 12.02 4 12.5 72.545 12.01 5 15 72.517 12.01 6 17.5 72.493 12.01 7 20 72.472 12.01 8 22.5 72.455 12.01 9 25 72.439 12.01 10 27.5 72.423 12.01
Contoh perhitungan lebar mercu bendungan pada lebar spillway 5 meter:
H = 72, 681 m b = 3,6 x H1/3 – 3,0 = 3,6 x (72,681)1/3 – 3,0 = 12,02 m
5.2. Kemiringan Lereng Bendungan Data-data tanah yang akan digunakan sebagai
bahan urugan: Berat volume jenuh (γsat) = 2,19 ton/m3 Kohesi tanah (C’) = 1,00 ton/m3 Sudut geser dala (Ø’) = 25o Berdasarkan data tanah di atas dapat ditentukan
kemiringan lereng bendungan. Sedangkan untuk angka keamanan dalam perencanaan stabilitas lereng bendungan digunakan SF = 1,5. Intensitas seismis kota Semarang dalam peta zona gempa termask pada zona 2 dengan angka intensitas seismis gempa (k) sebesar 0,10 g.
Berikut ini adalah perhitugan kemiringan lereng bendungan untuk bagian hulu dan hilir: a) Kemiringan lereng bagian hulu:
0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
0 10 20 30
Deb
it (
m3/
dt)
t (jam)
Reservoir Routing pada L=5 m
11
2,5 b) Keiringan lereng bagian hilir
2
5.3. Perhitungan Volume Urugan Tanah untuk macam-macam Lebar Spillway
Besarnya volume urugan tanah tergantung dari besarnya lebar spillway yang digunakan dan ketinggian bendungan yang didapat dari hasil perhitungan reservoir routing. Untuk mempermudah perhitungan volume urugan suatu bendungan, volume urugan dibagi menjadi beberapa segmen dengan lebar masing – masing segmen sebesar 10 meteran.
5.3.1. Perhitungan Volume urugan tanah untuk lebar spillway 5 meter
Perhitungan volume urugan untuk lebar spillway 5 m
Segmen Tinggi Segmen
Lebar atas
Lebar dasar
Tebal Segmen Volume
m m m m m3 1 8.04 12 48.18 45.57 11024.458 2 13.4 12 72.3 10 5648.100 3 21.18 12 107.31 10 12634.929 4 29.4 12 144.3 10 22976.100 5 36.61 12 176.745 10 34549.772 6 53.04 12 250.68 10 69662.736 7 69.11 12 322.995 10 115757.522 8 72.68 12 339.06 20 255150.408 9 66.97 12 313.365 10 108948.470 10 53.4 12 252.3 10 70568.100 11 38.4 12 184.8 10 37785.600 12 25.54 12 126.93 10 17741.361 13 16.97 12 88.365 10 8515.970 14 11.61 12 64.245 10 4426.022 15 7.32 12 44.94 10 2084.004 16 2.68 12 24.06 4.7 227.106 V O L U M E T O T A L (M3) 777700.660
Jumlah volume urugan bendungan yang dibutuhkan untuk lebar spillway 5 meter dengan ketinggian bendungan sebesar 72,68 meter adalah 777700.660 m3.
Dengan cara yang sama dilakukan untuk lebar spillway yang lain sehingga dapat disimpulkan sebagai berikut:
Hubungan Lebar Spillway dengan Volume Urugan
No lebar spillway volume urugan m m3
1 5 777700.6596 2 7.5 775264.5665 3 10 773452.9971 4 12.5 771411.8082 5 15 769248.156 6 17.5 768594.8928 7 20 767803.5653 8 22.5 766390.5116 9 25 765609.4871 10 27.5 764595.376
5.4. Perhitungan Dimensi Spillway
Bangunan pelimpah merupakan suatu bangunan yang harus mampu melimpahkan kelebihan air dari debit banjir yang akan dibuang sehingga kapasitas bendungan dapat dipertahankan sampai batas maksimum.
Kelebihan air akibat debit banjir yang tidak terbuang akan mengakibatkan melimpahnya air banjir melalui mercu bendungan. Hal ini sangat tidak diharapkan terutama pada bendungan tipe urugan.
Tipe bangunan pelimpah / spillway pada bendungan direncanakan memakai tipe spillway yang biasa digunakan pada bendungan tipe urugan yaitu pelimpah bebas mercu ogee. Perhitungan bentuk pelimpah bebas mercu ogee adalah sebagai berikut : Dari perhitungan sebelumnya didapat :
Q = 16,24 m3/dtk h0 = 0,617 mater L = 15,00 meter P = 4,00 meter
Perhitungan puncak pelimpah : (Berdasarkan buku Small Dams)
= 1,08 m3/dtk/m
760000
765000
770000
775000
780000
0 5 10 15 20 25 30
Vo
lum
e U
ruga
n (m
3)
Lebar Spilway (m)
Grafik Hubungan Lebar Spillway dengan Volume Urugan Bendungan
12
Dari grafik hubungan antara dengan nilai k dan
nilai n (Tabel2.6), didapat: k = 0,540 n =1,776 Persamaan lengkung bagian downstream spillway bendungan tipe ogee adalah:
Tabel 5.13 Perhitungan lengkung downstream untuk spillway tipe ogee
Titik X (m) Y (m) 1 0.000 0.00 2 0.529 0.25 3 0.782 0.50 4 0.982 0.75 5 1.155 1.00 6 1.310 1.25 7 1.452 1.50 8 1.583 1.75 9 1.707 2.00 10 1.824 2.25 11 1.935 2.50 12 2.042 2.75 13 2.145 3.00 14 2.243 3.25 15 2.339 3.50 16 2.432 3.75 17 2.522 4.00 18 2.609 4.25 19 2.695 4.50
Bentuk lengkung bagian upstream spillway
bendungan tipe ogee di cari dari grafik hubungan
dengan nilai , nilai dan nilai :
5.5. Tinggi air di atas bangunan pelimpah (spillway) Perhitungan tinggi air di atas bangunan pelimpah
dilakukan berdasarkan perumusan Bernoulli. Berikut ini adalah perhitungan tinggi air di atas bangunan pelimpah untuk lebar spillway 15 meter:
Gambar 5.2 Titik yang ditinjau untuk menghitung
muka air di atas spillway
5.5.1. Perhitungan tinggi muka air di titik 1 Dari perhitungan yang sudah dilakukan pada
lebar spillway 15 meter untuk kondisi di hulu spillway adalah:
Q = 16,24 m3/s h0 = 0.620 meter L = 15 meter g = 9,81 m/s2 n = 0,02 (koefisien manning untuk beton
diplester, sumber: Anggraini, Ir, MSc, Hidrolika Saluran terbuka)
θ = 25O
z0 = 0,25 = y (koordinat titik 1) l = 0,53 = x (koordinat titik 1)
Perhitungan kedalaman kritis (hcr) dan kecepatan kritis (vcr) pada bagian hulu spillway adalah:
untuk selanjutnya hcr disebut d0
13
untuk selanjutnya vcr disebut v0 Dengan persamaan Bernoulli:
Dengan cara coba-coba dimasukkan harga d1 = 0,312 meter, sehingga didapat:
=0,013 meter Kemudian dari nilai-nilai yang di dapat dari hasil perhitungan di atas dimasukkan dalam persamaan Bernoulli, sehingga:
0,97 = 0,97 OK Sehingga didapat tinggi air di atas titik 1 = 0,312 meter
5.5.2. Perhitungan tinggi muka air di titik 2 Dari perhitungan sebelumnya diketahui:
Q = 16,24 m3/s h0 = 0,312 meter L = 15 meter g = 9,81 m/s2 n = 0,02 (koefisien manning untuk beton diplester, sumber: Anggraini, Ir, MSc, Hidrolika Saluran terbuka)
θ = 44O
z0 = 1,57 = y (koordinat titik 1) l = 1,57 = x (koordinat titik 1) v0 = 3,470 m/d Dengan persamaan Bernoulli:
Dengan cara coba-coba dimasukkan harga d1 = 0,180 meter, sehingga didapat:
=0,232 meter Kemudian dari nilai-nilai yang di dapat dari hasil perhitungan di atas dimasukkan dalam persamaan Bernoulli, sehingga:
2,40 = 2,40 OK Sehingga didapat tinggi air di atas titik 2 adalah 0,180 meter
5.5.3. Perhitungan tinggi muka air di titik 3
Dari perhitungan sebelumnya diketahui: Q = 16,24 m3/s h0 = 0,180 meter L = 15 meter g = 9,81 m/s2 n = 0,02 (koefisien manning untuk beton diplester, sumber: Anggraini, Ir, MSc, Hidrolika Saluran terbuka) θ = 30O
z0 = 1,25 = y (koordinat titik 1) l = 2,13 = x (koordinat titik 1) v0 = 6,028 m/dtk Dengan persamaan Bernoulli:
14
Dengan cara coba-coba dimasukkan harga d1 = 0,154 meter, sehingga didapat:
=0,526 meter Kemudian dari nilai-nilai yang di dapat dari hasil perhitungan di atas dimasukkan dalam persamaan Bernoulli, sehingga:
3,44 = 3,44 OK Sehingga didapat tinggi air di atas titik 3 adalah 0,154 meter
5.5.4. Perhitungan tinggi muka air di titik 4
Dari perhitungan sebelumnya diketahui: Q = 16,24 m3/s h0 = 0,154 meter L = 15 meter g = 9,81 m/s2 n = 0,02 (koefisien manning untuk beton diplester, sumber: Anggraini, Ir, MSc, Hidrolika Saluran terbuka) θ = 29O
z0 = 1,50 = y (koordinat titik 1) l = 2,70 = x (koordinat titik 1) v0 = 7,039 m/dtk Dengan persamaan Bernoulli:
Dengan cara coba-coba dimasukkan harga d1 = 0,140 meter, sehingga didapat:
=0,917meter Kemudian dari nilai-nilai yang di dapat dari hasil perhitungan di atas dimasukkan dalam persamaan Bernoulli, sehingga:
4,41 = 4,41 OK Sehingga didapat tinggi air di atas titik 4 adalah 0,140 meter
5.6. Perhitungan Kolam Olakan
Jenis kolam olakan sangat bergantung terhadap Bilangan Froude. Untuk itu terlebih dahulu menghitung bilangan Froude. Perhitungan panjang kolam olakan adalah: 1. Dari perhitungan sebelumnya didapat harga:
v1 = 7,750 m/dtk D1 = 0,140 meter Maka Bilangan Froude adalah:
2. Menentukan tinggi air pada kolam
= 8,875
D2 = 8,875 D1 = 8,875 x 0,140 = 1,234 meter
15
3. Menentukan panjang kolam olakan
Untuk menentukan panjang kolam olakan dipakai
grafik hubungan antara bilangan Froude dan . Dalam grafik gambar 2.10, untuk bilangan Froude sebesar 6,620 dengan jenis kolam olakan
tipe I didapat nilai sebesar 6,190 sehingga
nilai panjang kolam olakan (L) adalah:
L = 6,190 D2 = 6,190 x 1,234 = 7,675 meter Jadi didapatkan panjang kolam olakan tipe I
sebesar 7,675 meter. Untuk mempermudah dalam pelaksanaan maka dipakai panjang kolamolakan sebesar 7,700 meter
5.7. Perhitungan Volume Spillway
Dengan menggunakan program AutoCad diperoleh luas penampang spillway sebesar 35,7742 m2. Dengan menggunakan luas permukaan ini maka diperoleh volume untuk masing-masing lebar spillway seperti pada tabel berikut ini: Perhitungan Volume Beton cyclop untuk berbagai
macam spillway.
No Lebar Spillway Volume m m3
1 5 178.871 2 7.5 268.3065 3 10 357.742 4 12.5 447.1775 5 15 536.613 6 17.5 626.0485 7 20 715.484 8 22.5 804.9195 9 25 894.355
10 27.5 983.7905 Total Volume 5813.3075
Sebagai contoh perhitungan, Volume beton cyclop untuk lebar spillway 15 meter adalah:
Dengan program AutoCad diperoleh: Luas Penampang Spillway = 35,7742 m2
Lebar Spillway = 15 meter Maka, Volume = Luas Penampang x Lebar = 35,7742 x 15 = 536,613 m3 Sehingga untuk lebar 15 meter volume beton
yang dibutuhkan adalah 536,613 m3
BAB VI
ANALISA BIAYA DAN STABILITAS 5.8. Perhitungan Biaya yang dibutuhkan 6.1.1. Analisa harga satuan
Perhitungan analisa harga satuan didasarkan pada standar biaya HSPK (Harga Satuan Pokok Kegiatan) daerah kota Semarang tahun 2010. Dalam Tugas Akhir ini perhitungan analisa biaya meninjau 2 variabel yaitu kegiatan pengurugan sirtu dan pemasangan beton cyclop. 1. Perhitungan harga satuan pengurugan sirtu tiap m3
Harga satuan untuk pengurugan sirtu
U R A I A N Satuan Koef. Harga Satuan Jumlah
(Rp) (Rp) Upah tenaga 1 Pekerja hari 0.500 33,000.00 16,500.00 2 Mandor hari 0.010 44,000.00 440.00 Bahan
1 Sirtu m3 1.200 48,675.00 58,410.00
Total 75,350.00
2. Perhitungan harga satuan pekerjaan pemasangan beton cyclop tiap m3
Harga Satuan untuk pemasangan beton cyclop
U R A I A N Satuan Koef. Harga Satuan Jumlah
(Rp) (Rp)
Upah
1 Pekerja hari 1.548 33,000.00 51,084.00
2 Tukang hari 0.309 41,250.00 12,746.25
3 Mandor hari 0.155 44,000.00 6,820.00
4 Sopir Hari 0.004 41,250.00 165.00
Bahan
1 batu pecah 2/3 m³ 0.565 184,213.33 104,006.85
2 pasir muntilan m³ 0.393 167,016.67 65,704.36
3 portland cement kg. 210 1,130.63 237,432.30
4 batu belah m³ 0.360 131,784.58 47,442.45
5 alat bantu Set 0.075 34,650.00 2,598.75
Peralatan
1 concrete mixer Jam 0.151 44,366.67 6,699.37
2 concrete vibrator Jam 0.411 37,400.00 15,371.40
3 truk tangki air Jam 0.025 125,950.00 3,173.94
4 water pump Jam 0.023 33,000.00 755.70
T O T A L 554,000.36
Dari perhitungan harga satuan di atas dapat dilihat untuk pekerjaan pengurugan sirtu dibutuhkan biaya sebesar Rp 75.350,00 per m3 sedangkan untuk
16
pekerjaan pemasangan beton cyclop dibutuhkan biaya sebesar Rp 554.000,36 per m3
6.1.2. Rencana Anggaran Biaya Setelah didapatkan harga satuan untuk masing-
masing pekerjaan tiap m3, kemudian dapat dilakukan perhitungan biaya yang dibutuhkan untuk masing-masing lebar spillway.
1) Perhitungan biaya untuk pengurugan sirtu Sebagai contoh perhitungan digunakan lebar spillway dengan lebar 5 meter: Dari perhitungan di dapat tiap m3 = Rp. 73.350,00 Kebutuhan volume urugan sirtu = 777.700,66 m3 Sehingga biaya pekerjaan urugan sirtu = Rp 73.350,00 x 777.700,66 = Rp. 58.599.744.699,50
Perhitungan biaya total pada masing-masing lebar spillway
Lebar Spillway Harga Urugan Harga Spillway Jumlah m (Rp) (Rp) (Rp)
5 58,599,744,699.50 99,094,598.41 58,698,839,297.91
7.5 58,416,185,086.08 148,641,897.61 58,564,826,983.68
10 58,279,683,328.09 198,189,196.81 58,477,872,524.91
12.5 58,125,879,745.04 247,736,496.01 58,373,616,241.06
15 57,962,848,554.09 297,283,795.22 58,260,132,349.31
17.5 57,913,625,168.86 346,831,094.42 58,260,456,263.28
20 57,864,401,783.64 396,378,393.62 58,260,780,177.26
22.5 57,844,401,783.64 445,925,692.82 58,290,327,476.46
25 57,795,178,398.41 495,472,992.03 58,290,651,390.43
27.5 57,745,955,013.18 545,020,291.23 58,290,975,304.41
Dari gambar grafik diatas dapat diketahui lebar ekonomis spillway dari waduk Jatibarang Semarang dilihat dari aspek pekerjaan urugan sirtu dan pemasangan beton cyclop adalah sebesar 15 meter dengan total biaya Rp 58,260,132,349.31.
6.2.1. Kontrol stabilitas spillway 6.2.2.1. Kontrol Guling
Pada kondisi muka air rendah (muka air setinggi mercu) Momen terhadap titik guliing dicari dari hasil kali gaya-gaya yang bekerja pada pondasi spillway. Hasil perhitungan seperti pada tabel berikut ini:
Perhitungan momen uji ketahanan guling (muka air rendah)
gaya Besarnya gaya
jarak Momen guling
Momen Penahan
G1 0.75 0.33 0.25
G2 12.25 0.50 6.13
G3 8.92 1.61 14.36
G4 5.00 1.50 7.50
G5 13.13 2.75 36.09
Hw 8.00 2.83 22.66
U01 7.54 0.75 5.65
U23 5.80 0.50 2.90
U45 9.86 1.75 17.26
U67 8.96 1.75 15.68
P1 3,07 1.17 4.85
P2 14.29 0.33 4.68
J u m l a h 48.67 89.34 Angka keamanan SF > 1,2
1,83 ≥ 1,2 Tidak terjadi guling
Pada kondisi selama terjadi banjir Hasil perhitungan seperti pada tabel berikut ini:
Perhitungan momen uji ketahanan guling (kondisi banjir)
gaya Besarnya gaya
jarak Momen guling
Momen Penahan
G1 0.75 0.33 0.25
G2 12.25 0.50 6.13
G3 8.92 1.61 14.36
G4 5.00 1.50 7.50
G5 13.13 2.75 36.09
Wa cos 70 0.23 3.04 0.69 Wa sin 70 0.63 1.42 0.89
Hw 10.49 3.04 31.90
W1 6.62 1.29 8.55
U01 6.58 0.75 4.94
58,200,000,000.00
58,300,000,000.00
58,400,000,000.00
58,500,000,000.00
58,600,000,000.00
58,700,000,000.00
0 5 10 15 20 25 30
Bia
ya (
Rp
)
Lebar (m)
Grafik Hubungan Biaya dan Lebar
17
U23 5.10 0.50 2.55
U45 9.12 1.75 15.96
U67 8.355 1.75 14.62
P1 3.07 1.17 4.85
P2 14.29 0.33 4.68
J u m l a h 65.37 88.58 Angka keamanan SF > 1,2
1,35 ≥ 1,2 Tidak terjadi guling Diagram gaya-gaya yang bekerja dapat dilihat pada lampiran gambar
6.2.2.2. Kontrol Geser Pada kondisi muka air rendah (muka air
setinggi mercu) Dari perhitungan sebelumnya diketahui : Resultan gaya horizontal (ΣH) ΣH = Hw + U01 + U23 + U45 + P1 – U67 – P2 = 8+7,54+5,80+9,86+3,072–8,96 – 14,28 = 11.032 t/m Resultan gaya vertikal (ΣV) ΣV = ΣG = 40,046 t/m Resultan gaya vertikal (ΣU) ΣU = U12 + U34 + U56 = 5,4 + 5,90 + 10,41 = 22,14 t/m Angka keamanan SF > 1,2 f (gaya gesek) diambi 0,75 (pasangan batu)
0,61 < 0,625 (tidak terjadi sliding)
Pada kondisi selama terjadi banjir Dari perhitungan sebelumnya diketahui : Resultan gaya horizontal (ΣH) ΣH= Hw + U01 + U23 + U45 + P1 – U67 – P2 – W1 =10,49+6,58+5,10+9,12+3,07–8,35–14,28-6,62 = 5,115 t/m Resultan gaya vertikal (ΣV) ΣV = ΣG = 40,046 t/m Resultan gaya vertikal (ΣU) ΣU = U12 + U34 + U56 = 4,905 + 5,56 + 9,86 = 20,32 t/m Angka keamanan SF > 1,2 f (gaya gesek) diambi 0,75 (pasangan batu)
0,26< 0,625 (tidak terjadi sliding)
6.2.2.3. Kontrol Daya Dukung Pada kondisi muka air rendah (muka air
setinggi mercu) Dari perhitungan sebelumnya di dapat:
Perhitungan momen kontrol Daya Dukung Gaya yang bekerja
Notasi Besar gaya
Jarak momen
V H vertikal horisontal
Berat Sendiri
G1 0.75 0.33 0.25
G2 12.25 0.50 6.13
G3 8.92 1.61 14.36
G4 5.00 1.50 7.50
G5 13.13 2.75 36.09
Tekanan Tanah
P1 3.07 1.17 4.85
P2 -14.29 0.33 -4.68
Tekanan Air
Hw 8 2.83 22.64
U01 6.83 0.75 5.12
U23 -5.38 0.50 -2.69
U45 -9.32 1.75 -16.30
U67 8.50 1.75 14.88
Uplift
U12 -5.06 0.50 -2.53
U34 -5.70 1.50 -8.55
U56 -10.04 2.75 -27.60
J U M L A H 19.25 -1.39 20.523 25.66 23.82
ΣM = momen Vertikal + momen horisontal = 25,66+ 23.82
= 49,48 t m/ meter lebar ΣV = ΣG = 40,05 t/m Sehingga besarnya eksentrisitas jarak antara titik tangkap gaya terhadap titik tengah pondasi adalah sebagai berikut:
maka e = 0,51 ≤ 0,58 OK Tegangan yang terjadi pada pondasi adalah:
τ = 21,447 t/m2 atau 1,438 t/m2 ≤ 60 t/m2
OK
Pada kondisi selama terjadi banjir Dari perhitungan sebelumnya di dapat:
18
Perhitungan momen kontrol Daya Dukung (Pada saat Kondisi Banjir)
Gaya yang bekerja
Notasi Besar gaya
Jarak momen
V H v h
Berat Sendiri
G1 0.75 0.33 0.25
G2 12.25 0.50 6.13
G3 8.92 1.61 14.36
G4 5.00 1.50 7.50
G5 13.13 2.75 36.09
Berat Air
Wa sin α 0.63 1.42 0.89
Wa cos α
-0.23 3.04
-0.69
Tekanan Tanah
P1 3.07 1.17 4.85
P2 -14.29 0.33 -4.68
Tekanan Air
Hw 8 2.83 22.64
U01 6,58 0.75 4,94
U23 -5,10 0.50 -2.25
U45 -9.12 1.75 -15,96
U67 8.35 1.75 14.59
Uplift U12
-4,905 0.50 -2.45
U34 -5,56 1.50 -8.34
U56 -9,86 2.75 -27,11
J U M L A H 16.86 -1.62 24.98 27,31 23,15
Sehingga besarnya eksentrisitas jarak antara titik tangkap gaya terhadap titik tengah pondasi adalah sebagai berikut:
maka e = 0,51 ≤ 0,58 OK Tegangan yang terjadi pada pondasi adalah:
τ = 21,80 t/m2 atau 1,462 t/m2 ≤ 60 t/m2 OK
6.2.2.4. Kontrol terhadap ketebalan saluran Kontrol tebal lantai saluran dihitung dengan rumusan:
dimana: dx = tebal lantai pada titik 7 (m) Px = gaya angkat pada titik 7 (t/m2) Wx = berat bangunan pada titik 7, (t/m2) γ = berat jenis bahan, (t/m3)
S = faktor keamanan, kondisi ekstrim = 1,2, sedangkan kondisi normal =1,5
(Sumber: Direktorat Jenderal Pengairan, Departemen PU.1986.Standart Perencanaan Irigasi KP 02)
Pada kondisi muka air rendah (muka air setinggi mercu) Dari Tabel 6.6 Perhitungan gaya uplift spillway (kondisi muka air normal) didapatkan: P7 = 5,00 t/m2 P8 = 4.30 t/m2 Besarnya berat air pada saluran adalah 0 Sehingga kontrol ketebalan saluran adalah sebagai berikut: Untuk titik 7
Untuk titik 8
Pada kondisi selama terjadi banjir
Dari Tabel 6.7 Perhitungan gaya uplift spillway (kondisi banjir) didapatkan: P7 = 4,63t/m2 P8 = 4,04 t/m2
Besarnya berat air pada saluran adalah kedalaman air pada saluran dikalikan berat jenis air. W7 = W8 = (h x γ) = (1,23 x 1) = 1,23 t/m2 Sehingga kontrol ketebalan saluran adalah sebagai berikut: Untuk titik 7
Untuk titik 8
Kesimpulan: karena desain awal lantai saluran lebih kecil dari persyaratan maka pada bagian-bagian tertentu dari lantai saluran perlu dilakukan penebalan untuk menghindari gaya angkat yang bekerja.
19
58,200,000,000.00
58,300,000,000.00
58,400,000,000.00
58,500,000,000.00
58,600,000,000.00
58,700,000,000.00
0 5 10 15 20 25 30
Bia
ya (
Rp
)
Lebar (m)
Grafik Hubungan Biaya dan Lebar
BAB VII KESIMPULAN
7.1. Kesimpulan Dari uraian secara umum dan perhitungan pada bab-
bab sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa: 1) Dari perhitungan penelusuran banjir dapat
disimpulkan bahwa semakin lebar spillway maka tinggi muka air di atas mercu spillway akan semakin turun dan sebaliknya. Elevasi puncak spillway ditetapkan sama seperti perencanaan sebelumnya yaitu pada elevasi +148.90 meter, sedangkan elevasi dasar bendungan pada elevasi +80.00 meter.
2) Tinggi air maksimum untuk perencanaan berbagai macam lebar spillway adalah sebagai berikut:
Perhitungan tinggi waduk berdasarkan lebar spillway Lebar spillway
Outflow max
Elevasi H Elevasi mercu bendungan
Tinggi bendungan
m m3/dt m m m m 5 7.618 149.681 0.781 152.681 72.681
7.5 10.198 149.623 0.723 152.623 72.623
10 12.461 149.580 0.680 152.580 72.580
12.5 14.457 149.545 0.645 152.545 72.545
15 16.240 149.517 0.617 152.517 72.517
17.5 17.873 149.493 0.593 152.493 72.493
20 19.313 149.472 0.572 152.472 72.472
22.5 20.711 149.455 0.555 152.455 72.455
25 21.954 149.439 0.539 152.439 72.439
27.5 23.061 149.423 0.523 152.423 72.423
3) Dimensi bangunan pelimpah (spillway) adalah:
a) Type pelimpah : ogee b) Tinggi pelimpah : 4 meter c) Elevasi puncak spillway : + 148,90 meter Dimensi Kolam Olakan : a) Type kolam olakan : kolam olakan datar type I b) Panjang kolam olakan : 7,7 meter
4) Besarnya biaya yang dikeluarkan dari perencanaan berbagai macam lebar spillway seperti pada tabel dibawah ini:
Perhitungan biaya total pada masing-masing lebar spillway
Lebar Spillway
Harga Urugan Harga Spillway Jumlah
m (Rp) (Rp) (Rp)
5 58,599,744,699.50 99,094,598.41 58,698,839,297.91
7.5 58,416,185,086.08 148,641,897.61 58,564,826,983.68
10 58,279,683,328.09 198,189,196.81 58,477,872,524.91
12.5 58,125,879,745.04 247,736,496.01 58,373,616,241.06
15 57,962,848,554.09 297,283,795.22 58,260,132,349.31
17.5 57,913,625,168.86 346,831,094.42 58,260,456,263.28
20 57,864,401,783.64 396,378,393.62 58,260,780,177.26
22.5 57,844,401,783.64 445,925,692.82 58,290,327,476.46
25 57,795,178,398.41 495,472,992.03 58,290,651,390.43
27.5 57,745,955,013.18 545,020,291.23 58,290,975,304.41
5) Kurva hubungan antara lebar spillway dengan biaya adalah sebagai berikut:
6) Hasil dari perbandingan jumlah biaya yang dibutuhkan yang meliputi biaya pembangunan bendungan urugan dan biaya pembangunan spillway denganlebar spillway didapatkan lebar efektif spillway untuk waduk Jatibarang adalag sebesar 15 meter dengan total biaya Rp 58,260,132,349.31.
DAFTAR PUSTAKA Primlani, Mohan, (1974), “Design of Small Dams” , Jay Print Pack, New Delhi. Soemarto, CD, (1999), “Hidrologi Teknik” , Erlangga, Jakarta. Sudibyo, Ir, (2003), “Teknik Bendungan” , Pradnya Paramita, Jakarta. Soewarno, “Hidrologi Aplikasi Metode Statistik untuk Analisa Data” , Nova. Takeda, Kensaku dan Sosrodarsono, Suyono, (2002), “Bendungan Type Urugan” , Pradnya Paramita, Jakarta. Departemen Pekerjaan Umum, (1986) : “Standar Perencanaan Irigasi Kp-02”, Galang Persada CV, Bandung. Departemen Pekerjaan Umum, (1986) : “Standar Perencanaan Irigasi Kp-06”, Galang Persada CV, Bandung.