JURNAL ILMIAH
KAJIAN YURIDIS SURETY BOND SEBAGAI JAMINAN PELAKSANAAN
PEMBANGUNAN SUATU PROYEK
Program Studi Ilmu Hukum
Oleh :
Ni Nyoman Novia Komala Dewi
D1A 013 295
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MATARAM
MATARAM
2017
HALAMAN PENGESAHAN JURNAL ILMIAH
KAJIAN YURIDIS SURETY BOND SEBAGAI JAMINAN PELAKSANAAN
PEMBANGUNAN SUATU PROYEK
Program Studi Ilmu Hukum
Oleh :
Ni Nyoman Novia Komala Dewi
D1A 013 295
Menyetujui,
Pembimbing Pertama,
( Dr.Hj. Sumiati Ismail, SH.MM.MH.)
NIP. 19540408 198803 2 001
KAJIAN YURIDIS SURETY BOND SEBAGAI JAMINAN PELAKSANAAN
PEMBANGUNAN SUATU PROYEK
NI NYOMAN NOVIA KOMALA DEWI
D1A 013 295
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MATARAM
ABSTRAK
Surety bond sebagai produk asuransi harus tunduk terhadap ketentuan dalam
perasuransian, tetapi di dalam Undang-Undang perasuransian tidak diatur mengenai
surety bond. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tanggung jawab dari
perusahaan surety dan untuk menjelaskan mengenai penyelesaian sengketa di dalam
pelaksanaan suatu perjanjian surety bond. Penelitian ini diharapkan dapat
memberikan manfaat teoritis, manfaat praktis dan manfaat akademis. Penelitian ini
merupakan suatu penelitian normatif artinya penelitian dengan menggunakan bahan
kepustakaan. Terdapat dua kesimpulan dari penelitian ini yaitu : pertama, tanggung
jawab surety dibatasi sampai jumlah jaminan yang diperjanjikan. Kedua,
penyelesaian sengketa surety bond diawali dengan musyawarah, jika gagal dapat
dilanjutkan melalui arbitrase atau melalui pengadilan.
Kata kunci : surety bond, penjaminan suatu proyek
THE YURIDIS STUDY OF SURETY BOND AS A WARRANTY OF A
DEVELOPMENT PROJECT
ABSTRACT
Surety bond guarantee as a product of insurance shall be subject to the
provisions in insurance, but in the insurance act not regulated about surety bond. The
purpose of this research is to analyze the responsibility of surety companies and to
explain the settlement of disputes in the implementation of a surety bond agreement.
This research is expected to provide theoretical benefits, practical benefits and
academic benefits. This research is a normative research means research by using
literature materials. There are two conclusions from this research: first, surety
responsibility is limited to the promised amount of warranty. Second, the settlement
of the surety bond dispute begins with deliberation, if it fails to proceed through
arbitration or through the courts.
Keywords : Surety Bond, Project Guarantee
i
I. PENDAHULUAN
Indonesia sebagai salah satu negara berkembang di Asia Tenggara, saat ini
tengah gencar melakukan pembangunan infrastruktur negara, misalnya dalam hal
pembangunan konstruksi. Perusahaan swasta dan BUMN berperan sebagai pelaksana
pembangunan konstruksi, dan Pemerintah melakukan tugasnya sebagai pembuat
suatu perencanaan dan pengawasan terhadap proyek-proyek yang dijalankan serta
melakukan pembayaran biaya proyek tersebut sesuai dengan dana yang dianggarkan
dalam APBN dan APBD.1
Dalam proyek konstruksi dibutuhkan keahlian khusus dan modal yang besar
dari pihak kontraktor untuk dapat melaksanakan proyek tersebut. Oleh karena itu
pemerintah mewajibkan bagi perusahaan kontraktor terpilih untuk menyerahkan surat
penjaminan tertulis yang di keluarkan oleh lembaga keuangan ataupun lembaga
penjaminan, sesuai dengan yang disebutkan di dalam Peraturan Presiden Nomor 4
Tahun 2015 tentang Perubahan Keempat Atas Perpres No.54 Tahun 2010 Tentang
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Surety bond merupakan salah satu surat jaminan yang dikeluarkan oleh
perusahaan asuransi yang diperuntukan bagi pengadaan barang / jasa bersumber dari
dana APBN / APBD yang fungsinya untuk membantu pengusaha ekonomi lemah
1http://www.akademiasuransi.org/2013/02/dasar-hukum-surety-bond-di-indonesia.html
Diakses pada tanggal 7 Januari 2017
ii
dalam melaksanakan proyek pemerintah.2 Surety bond digunakan untuk meyakinkan
pihak obligee bahwa pihak kontraktor akan melakukan pekerjaannya sesuai dengan
apa yang telah di perjanjikan.
Surety bond sebagai salah satu produk utama dari perusahaan asuransi,
harus tunduk terhadap ketentuan dalam perasuransian. Namun di dalam Undang-
Undang Perasuransian, tidak ada di atur mengenai surety bond. Prinsip-prinsip
penjaminan dalam surety bond itu sendiri sebenarnya telah lama dikenal dalam
KUHPerdata yang dikenal dengan lembaga penjaminan / penanggungan perorangan
(borgtocht). Hal ini menunjukan bahwa, di Indonesia belum ada aturan khusus yang
mengatur mengenai surety bond, yang berdampak pada kekaburan hukum dalam
pengaturan pelaksanaan jaminan surety bond sebagai salah satu produk dari
perusahaan asuransi.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut : a. Bagaimana tanggung jawab perusahaan surety bond dalam
menjamin pelaksanaan pembangunan suatu proyek? b. Bagaimana cara penyelesaian
sengketa di dalam suatu perjanjian surety bond?
Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu : a. Untuk menganalisis tanggung
jawab dari perusahaan surety bond dalam menjamin pembangunan suatu proyek; b.
2 http://asuransiumum-jogja.blogspot.co.id/2010/12/surety-bond.html Diakses pada tanggal
5 Januari 2017
iii
Untuk menjelaskan mengenai penyelesaian sengketa yang timbul di dalam
pelaksanaan suatu perjanjian surety bond.
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah : a. dapat memberikan
sumbangan pemikiran dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya
dalam bidang penjaminan pembangunan suatu proyek; b. dapat memberikan
informasi dan pengetahuan kepada pemerintah, perusahaan kontraktor, maupun
masyarakat terkait dengan tanggung jawab dari perusahaan penerbit surety bond dan
penyelesaian sengketa yang mungkin timbul di dalam perjanjian surety bond dalam
menjamin pelaksanaan pembangunan suatu proyek; c. Merupakan salah satu syarat
akademis untuk memenuhi Derajat Strata Satu (S1) dan diharapkan penelitian ini
dapat memperkaya ilmu pengetahuan serta berguna dalam dunia pendidikan dan
menambah ilmu tentang surety bond itu sendiri.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian hukum normatif. Penelitian hukum
normatif disebut juga penelitian hukum doktrinal. Ronny Hanitijo Soemitro
mengemukakan bahwa penelitian hukum normatif atau penelitian hukum doktrinal,
yaitu penelitian hukum yang menggunakan sumber data sekunder atau data yang
diperoleh melalui bahan-bahan kepustakaan.3
3 Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif &
Empiris,Cet.2, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2013, hlm.154
iv
II. PEMBAHASAN
Tanggung Jawab Perusahaan Penerbit Surety Bond.
Surety bond merupakan suatu perjanjian antara pihak principal / rekanan
dengan pihak surety, dalam hal ini pihak surety merupakan pihak ketiga yang
mengikatkan diri untuk menjamin pembayaran jika terjadinya kerugian yang
disebabkan karena adanya wanprestasi yang dilakukan oleh principal. Hal ini sesuai
dengan pengertian penanggungan di dalam KUHPerdata yang mengatakan:4“
Penanggungan adalah suatu perjanjian dengan mana pihak ke tiga, guna kepentingan
si berpiutang, mengikatkan diri untuk memenuhi perikatan si berutang manakala
orang ini sendiri tidak memenuhinya.”
Surety bond sebagai salah satu produk perusahaan asuransi memiliki
perbedaan dengan produk asuransi lainnya. Di dalam Undang-Undang Nomor 40
Tahun 2014 disebutkan bahwa :5”Asuransi adalah perjanjian antara dua pihak, yaitu
perusahaan asuransi dan pemegang polis, yang menjadi dasar bagi penerimaan premi
oleh perusahaan asuransi (…)”. Berdasarkan bunyi pasal tersebut diketahui bahwa
dalam asuransi terdapat 2 pihak saja yaitu penanggung dan tertanggung.
Hal ini berbeda dengan perjanjian penjaminan surety bond. Di dalam
pengertian surety bond yang terdapat pada surat lampiran SK Asosiasi Asuransi
4 Indonesia, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pasal 1820
5 Indonesia, Undang-undang Tentang Perasuransian, UU No.40 Tahun 2014, Pasal 1 angka
(1)
v
Umum Indonesia yang berbunyi :6 “Surety bond atau jaminan adalah bukti tertulis
yang diterbitkan penjaminan / surety untuk menjamin terjamin / principal akan
melaksanakan kewajiban atas suatu prestasi atau kepentingan kepada penerima
jaminan / obligee sesuai kontrak antara terjamin / principal dan penerima jaminan /
obligee (…)”
Berdasarkan pengertian tersebut diketahui di dalam penjaminan surety bond
terdapat tiga pihak yaitu surety / penjamin merupakan suatu perusahaan asuransi
dalam hal ini PT Jasa Raharja Putra Cabang Mataram, principal / terjamin adalah
kontraktor yang akan menerima dan melaksanakan pekerjaan dari pihak obligee, dan
obligee / penerima jaminan adalah pihak yang memiliki proyek yang dapat berbentuk
instansi pemerintahan ataupun intansi swasta.
Di dalam perjanjian penjaminan surety bond terdapat tiga perjanjian yang
berbeda-beda tersangkut bilamana seseorang akan menggunakan surety bond, yaitu:7
a. Principal contract atau perjanjian utama merupakan perjanjian yang terbentuk dari
perikatan pokok antara pihak principal dan pihak obligee yang disebut dengan
kontrak kerja atau perjanjian pemborongan; b. Surety bond merupakan perjanjian
yang dimana pihak surety bersama-sama dengan pihak principal mengikatkan diri
terhadap pihak obligee untuk menjamin terlaksananya kewajiban yang diperjanjikan
di dalam principal contract, untuk kepentingan dari pihak obligee; c. Indemnity
6 Indonesia, Lampiran Surat Keterangan Asosiasi Asuransi Umum Indonesia, Lampiran SK
No. 33/SK.AAUI/2016 Pasal 1 Angka (1) 7 Emmy Pangaribuan Simanjuntak, Bentuk Jaminan (Surety-Bond, Fidelity Bond) dan
Pertanggungan Kejahatan (Crime Insurance), Cetakan Pertama, Liberty, Yogyakarta, 1986, hlm. 29
vi
agreement merupakan perjanjian pihak principal yang mengikatkan diri untuk
mengganti semua yang dibayar oleh perusahaan surety kepada obligee dan menjaga
supaya surety tidak menghadapi kerugian karena telah menjamin principal.
Perjanjian surety bond, didalam pengertiannya yang dijelaskan pada
Lampiran SK AAUI No.33/SK.AAUI/2016 Pasal 1 Angka (1), disebutkan bahwa
surety bond merupakan suatu bukti tertulis yang berbentuk polis, yang digunakan
sebagai bukti bahwa telah dilakukannya suatu perjanjian.
Setelah terbitnya suatu perjanjian surety bond, maka perjanjian tersebut
akan melahirkan hak dan kewajiban bagi para pihak yang diterikat di dalamnya.
Adapun hak dan kewajiban pihak surety, antara lain :8 a.Hak surety :Berhak atas
pembayaran premi segera setelah surat jaminan surety bond di tandatangani oleh
pihak principal dan surety, berhak menuntut kembali kepada pihak principal atas
pencairan nilai jaminan oleh pihak obligee, berhak untuk mengetahui kegagalan dan
penyebab dari kegagalan tersebut yang dilakukan oleh principal, surety juga harus
menghubungi pihak obligee untuk mengetahui duduk perkara terjadinya kegagalan;
b.Kewajiban surety :9 wajib melakukan pembayaran klaim nilai jaminan yang
diajukan oleh pihak obligee, wajib bertanggung jawab dalam menjamin setiap
kerugian yang mungkin timbul yang di sebabkan oleh keingkaran, kelalaian atau
kegagalan pemborong atau kontraktor dalam melaksanakan suatu perjanjian.
8 F.X. Djumialdji, Perjanjian Pemborongan, Bina Aksara, hlm.51-52 9 Hasil wawancara dengan Bapak I Wayan Sujana sebagai Staf PT Jasa Raharja Putera
Cabang Mataram
vii
Hak dan Kewajiban pihak principal antara lain:10
a. Hak principal: berhak
menerima penjaminan dari surety, berhak menerima pembayaran sebesar nilai
kontrak dari pihak pemberi kerja, berhak mendapatkan uang muka dari obligee; b.
kewajiban pihak principal : wajib memenuhi persyaratan dalam pengajuan perjanjian
surety bond, bertanggung jawab untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan kontrak /
perjanjian, wajib bertanggung jawab dalam pemberian / membuat laporan atas
kemajuan fisik yang dicapai dalam pelaksanaan kerja.
Di dalam perjanjian surety bond hak dan kewajiban dari obligee terdiri dari:
a. Hak pihak obligee :11
berhak menerima uang pencairan klaim jika terjadinya
wanprestasi, berhak menerima hasil pekerjaan secara utuh dan sesuai ketentuan yang
terdapat dalam kontrak serta diselesaikan sesuai jadwal waktunya; b. kewajiban pihak
obligee :12
wajib melakukan pembayaran sesuai dengan nilai kontrak bersama dengan
pihak principal jika principal telah menyelesaikan pekerjaannya, dan wajib
membayar uang muka pekerjaan kepada pihak principal setelah menerima surat
penjaminan dari pihak principal.
Perjanjian surety bond dikenal ada beberapa jenis jaminan, namun terdapat
4 jenis jaminan surety bond yang banyak digunakan dalam menjamin suatu proyek.
Adapun 4 jenis jaminan tersebut, antara lain : a. Jaminan penawaran / bid bond /
tender bond merupakan syarat dalam rangka pelelangan suatu proyek dengan maksud
10 Hasil wawancara dengan Bapak I Wayan Sujana sebagai staf PT Jasa Raharja Putera
Cabang Mataram 11 F.X. Djumialdji, Op.cit., hlm.8 12 ibid
viii
agar peserta tender bersungguh-sungguh dalam mendapatkan proyek yang
ditenderkan dan jika principal yang bersangkutan mengundurkan diri atau tidak
bersedia melanjutkan kontrak akan dikenakan sanksi.13
; b. Jaminan Pelaksanaan
merupakan jaminan bagi rekanan yang ditunjuk melaksanakan pekerjaan atau menang
dalam pelelangan sebelum menandatangani surat perjanjian pemborongan / kontrak;
c. jaminan pembayaran uang muka (Advance Payment Bond) merupakan jaminan
uang muka diberikan akan dipergunakan hanya untuk keperluan pelaksanaan
pekerjaan dan rekanan akan terikat untuk mengembalikan uang muka tersebut; d.
Jaminan pemeliharaan (Maintenance Bond) merupakan jaminan atas pemeliharaan
pekerjaan untuk proyek yang telah diselesaikan.
Di dalam perjanjian penjaminan surety bond, pihak surety bertanggung
jawab terhadap pemenuhan pembayaran klaim yang diajukan oleh pihak obligee
setelah dirasakan adanya kerugian atau adanya tindakan wanprestasi yang dilakukan
oleh pihak principal dalam pelaksanaan pekerjaannya. Batas tanggung jawab surety
di dalam surety bond, dibagi menjadi 2, yaitu :14
a. Fixed penalty bond, merupakan
sejumlah uang tertentu yang ditetapkan di dalam perjanjian sebagai batas tanggung
jawab dari surety, maka jumlah yang ditentukan itu merupakan batas jumlah
maksimal dalam pemberian ganti rugi; b. Open covenant bonds atau open penalty,
merupakan tidak adanya pembatasan jumlah jaminannya yang berarti bahwa surety
13
http://asuransiumum-jogja.blogspot.co.id/2010/12/surety-bond.html Diakses pada 5
Januari 2017
14 Emmy Pangaribuan Simanjuntak, op.cit., hlm.24-25
ix
akan membayar kerugian apapun yang timbul dari tidak dilaksanakannya kewajiban-
kewajiban yang dibebankan kepada principal, sepanjang kewajiban surety itu
dipandang sah atau adil menurut hukum dalam hubungan hukum yang telah
disepakati.
x
Cara Penyelesaian Sengketa di dalam Suatu Perjanjian Surety Bond.
Suatu sengketa di dalam pejaminan surety bond rentan muncul pada saat
adanya pengajuan klaim dari pihak obligee. Setelah pihak obligee merasakan adanya
wanprestasi yang dilakukan oleh pihak principal, maka obligee akan mengirimkan
surat teguran kepada principal. Setelah itu, obligee harus melakukan pelaporan
kepada surety, agar surety dapat segera melakukan pencairan nilai jaminan.
Perusahaan surety dalam menyelesaikan klaim yang diajukan oleh pihak
obligee memerlukan data pendukung yang dipergunakan sebagai dasar penyelesaian
klaim. Adapun data tersebut terdiri dari:a. Mengajukan surat pengajuan klaim; b.
Melampirkan dokumen-dokumen :15
Copy surat penegasan dari panitia lelang tentang
pengunduran dari principal yang telah dinyatakan sebagai pemenang tender
sebelumnya, surat keputusan yang menyatakan bahwa principal telah wanprestasi,
berita acara perincian kerugian dan penyebabnya, sertifikat asli jaminan surety bond;
c. adanya pengakuan tertulis principal mengenai keingkaran, kelalaian atau kegagalan
tersebut.
Sengketa dalam perjanjian surety bond mungkin timbul pada pelaksanaan
perjanjian Indemnity Agreement. Indemnity Agreement merupakan suatu perjanjian
yang timbul sebagai konsekuensi dari adanya perjanjian surety bond. Di dalam
perjanjian ini pihak principal mengikatkan diri untuk mengganti semua yang dibayar
15 Amron, Manajemen Pemasaran surety Bonds, PT Bumi Aksara, Jakarta, 2013, hlm. 86
xi
oleh perusahaan surety kepada obligee dan menjaga supaya surety tidak menghadapi
kerugian karena menjamin principal.16
Dalam artian bahwa perjanjian indemnity
agreement ini dimaksudkan untuk menjamin pihak surety dapat melaksanakan prinsip
subrogasi terhadap principal atas suatu pencairan nilai jaminan.
Secara umum, sengketa-sengketa yang terjadi di dalam suatu perjanjian
surety bond akan diselesaikan melalui dua jalur, yaitu jalur pengadilan (litigasi) dan
jalur diluar pengadilan (non litigasi). Penyelesaian sengketa melalui jalur pengadilan
merupakan cara penyelesaian sengketa antara principal dengan surety dengan
meminta bantuan hakim untuk menentukan siapa yang menang dan siapa yang kalah.
Pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu
perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas,
melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya.17
Sedangkan penyelesaian sengketa diluar jalur pengadilan atau yang dikenal
dengan penyelesaian sengketa melalui jalur alternatif merupakan suatu penyelesaian
sengketa yang dilakukan diluar sistem peradilan di Indonesia. Alternatif penyelesaian
sengketa terdiri dari mediasi, negosiasi, konsolidasi dan arbitrase.
Di dalam kontrak penjaminan surety bond sebenarnya telah dicantumkan
cara penyelesaian sengketa yang digunakan. Apabila munculnya suatu sengketa maka
akan diselesaikan dengan penunjukan arbitrase. Tetapi dalam pelaksanaannya,
16 Emmy Pangaribuan Simanjuntak, Op.cit., hlm.29 17
Indonesia, Undang-undang tentang Kekuasaan Kehakiman, UU Nomor 48 Tahun 2009,
Pasal 10 Ayat (1)
xii
penyelesaian sengketa terlebih dahulu akan diupayakan untuk diselesaikan secara
musyawarah. Hal ini dikarenakan penyelesaian sengketa secara musyawarah di
anggap murah, secara kekeluargaan dan penuh tenggang rasa, selain itu sengketa atas
suatu peristiwa tidak pasti tersebut akan menimbulkan kerugian bagi masing-masing
pihak. Oleh karena itu untuk dapat meminimalisir kerugian masing-masing pihak
maka sengketa tersebut akan diselesaikan terlebih dahulu dengan cara musyawarah.
Alternatif penyelesaian sengketa di dalam perjanjian surety bond, dijelaskan
di dalam Lampiran SK Asosiasi Asuransi Umum Indonesia, bahwa:18
“Dengan ini
dinyatakan dan disepakati bahwa Penerima Jaminan / Obligee dan Penjamin / Surety akan
melakukan penyelesaian sengketa melalui Badan Mediasi dan Arbitrase Asuransi
Indonesia (BMAI) sesuai dengan Peraturan dan Prosedur BMAI atau melalui Lembaga
Alternatif Penyelesaian Sengketa Asuransi lainnya yang terdaftar di Otoritas Jasa
Keuangan.”
Dalam prakteknya, pihak surety diketahui hanya bertanggung jawab dalam
membayarkan klaim nilai jaminan yang diajukan oleh obligee dan apabila terjadinya
suatu sengketa maka pihak obligee dan principal yang akan menentukan penyelesaian
sengketa akan digunakan arbitrase ad hoc atau akan diselesaikan dengan arbitrase
institusional atau dalam hal surety bond dikenal dengan Badan Mediasi dan Arbitrase
Asuransi Indonesia (BMAI).
18
Indonesia, Lampiran SK Asosiasi Asuransi Umum Indonesia, Lampiran SK
No.33/SK.AAUI/2016, Pasal 19 Ayat 3 (b)
xiii
III. PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan pada pembahasan hasil penelitian
yang dilakukan penyusun, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa: 1. Tanggung jawab
perusahaan surety bond dalam menjamin pembangunan suatu proyek yaitu: pihak
surety wajib untuk bertanggung jawab mencari tahu dan memastikan kegagalan dan
penyebab dari kegagalan yang dilakukan oleh principal, (surety juga harus
menghubungi pihak obligee untuk mengetahui duduk perkara terjadinya kegagalan),
bertanggung jawab dalam pemenuhan pembayaran klaim nilai jaminan yang diajukan
oleh obligee dan bertanggung jawab dalam menjamin setiap kerugian yang mungkin
timbul yang di sebabkan oleh keingkaran, kelalaian atau kegagalan pemborong atau
kontraktor dalam melaksanakan suatu perjanjian. Surety memiliki batas tanggung
jawab dalam surety bond yang terbagi menjadi dua cara, yaitu dengan fixed penalty
bond atau adanya penentuan batas tangung jawab dari surety, dan dengan open
penalty atau tanpa adanya penentuan batas tanggung jawab surety. Namun, didasari
pada ketentuan hukum perasuransian, tanggung jawab surety hanya dibatasi sampai
jumlah jaminan yang diperjanjikan; 2. Cara penyelesaian sengketa di dalam suatu
perjanjian surety bond di awali dengan dilakukannya musyawarah dari para pihak.
Apabila dengan cara musyawarah tidak tercapainya suatu kesepakatan, maka
selanjutnya para pihak dapat memilih akan menyelesaikan sengketa melalui arbitrase
atau melalui pengadilan.
xiv
Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, adapun saran dari penulis, yaitu; 1.
Perusahaan asuransi sebagai penerbit surat penjaminan surety bond, perlu melakukan
sosialisasi mengenai jaminan surety bond perihal eksistensi dan manfaat dari surety
bond sebagai suatu lembaga penjaminan yang berkembang di Indonesia. Selain itu
perlunya adanya kejelasan cara penyelesaian klaim dalam surety bond, karna selama
ini penyelesaian klaim surety bond, bergantung pada keterangan pihak principal
perihal timbulnya wanprestasi dan keterangan tersebut dapat mempengaruhi
keputusan penggantian kerugian, sementara keterangan tersebut tidak selamanya
dilakukan secara jujur; 2. Pemerintah perlu membuat suatu aturan khusus mengenai
surety bond. Surety bond merupakan salah satu produk dari asuransi, namun terdapat
perbedaan dalam pelaksanaan perjanjian penjaminan surety bond dengan produk
asuransi lainnya dan tidak adanya pengaturan surety bond di dalam Undang-Undang
tentang perasuransian. Pelaksanaan surety bond didasari pada pengaturan jaminan
pemborongan di dalam KUHPerdata dan aturan hukum Perasuransian di dalam
Undang-undang Nomor 40 Tahun 2014. Hal ini mengakibatkan ketidakjelasan aturan
dalam pelaksanaan perjanjian penjaminan surety bond dalam menjamin suatu proyek.
xv
DAFTAR PUSTAKA
Literatur
Amron, Manajemen Pemasaran Surety Bonds, PT Bumi Aksara, Jakarta, 2013
Djumialdji, F.X., Perjanjian Pemborongan, Bina Aksara
-------. Hukum Bangunan Dasar-dasar Hukum Dalam Proyek dan Sumber Daya
Manusia, Cet. Ke 1, PT Rineka Cipta, Jakarta, 1996
Fajar, Mukti dan Yulianto Achmad. Dualisme Penelitian Hukum Nomatif dan
Empiris. Cet ke 2, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2013
Simanjuntak, Emmy Pangaribuan. Bentuk Jaminan (Surety-Bond, Fidelity Bond)
dan Pertanggungan Kejahatan (Crime Insurance), Cet. Ke 1, Edisi
Pertama., Liberty, Yogyakarta,1986
Peraturan PerUndang-Undangan
Indonesia, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Indonesia Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan
Kehakiman. Lembaran Negara Nomor 157 Tahun 2009
Indonesia, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Penjaminan. Lembaran
Negara Nomor 9 Tahun 2016
Indonesia, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian.
Lembaran Negara Nomor 337 Tahun 2014
Lampiran SK Asosiasi Asuransi Umum Indonesia Nomor 33/SK.AAUI/2016
Internet
http://www.akademiasuransi.org/2013/02/dasar-hukum-surety-bond-di-
indonesia.html
http://asuransiumum-jogja.blogspot.co.id/2010/12/surety-bond.html