i
KARYA TULIS ILMIAH
GAMBARAN PEMANFAATAN PENYULUHAN DENGAN MEDIA AUDIO TERHADAP KEBERSIHAN GIGI DAN MULUT PADA
PENDERITA TUNANETRA DI YAYASAN PENDIDIKAN TUNANETRA SUMATERA (YAPENTRA) TANJUNG
MORAWA SUMATERA UTARA
MELISA FITRI HUTABALIAN P07525015070
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES RI MEDAN JURUSAN KEPERAWATAN GIGI
2018
KARYA TULIS ILMIAH
GAMBARAN PEMANFAATAN PENYULUHAN DENGAN MEDIA AUDIO TERHADAP KEBERSIHAN GIGI DAN MULUT PADA
PENDERITA TUNANETRA DI YAYASAN PENDIDIKAN TUNANETRA SUMATERA (YAPENTRA) TANJUNG
MORAWA SUMATERA UTARA
Sebagai Syarat Menyelesaikan Pendidikan Program Studi Diploma III
MELISA FITRI HUTABALIAN P07525015070
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES RI MEDAN JURUSAN KEPERAWATAN GIGI
2018
i
LEMBAR PERSETUJUAN
Judul KTI : GAMBARAN PEMANFAATAN PENYULUHAN DENGAN
MEDIA AUDIO TERHADAP KEBERSIHAN GIGI DAN MULUT PADA PENDERITA TUNANETRA DI YAYASAN PENDIDIKAN TUNANETRA SUMATERA (YAPENTRA) TANJUNG MORAWA SUMATERA UTARA
NAMA : MELISA FITRI HUTABALIAN NIM : P07525015070
Telah Diterima Dan Disetujui Untuk Diseminarkan Dihadapan Penguji Medan, 04 Juli 2018 Menyetujui, Dosen Pembimbing DR. drg. Ngena Ria M.Kes NIP 196704101991032003 Plt. Ketua Jurusan Keperawatan Gigi Politeknik Kesehatan Kemenkes RI Medan drg. Adriana Hamsar, M.Kes
NIP 196810091998032001
i
LEMBAR PENGESAHAN
Judul KTI : GAMBARAN PEMANFAATAN PENYULUHAN DENGAN MEDIA AUDIO TERHADAP KEBERSIHAN GIGI DAN MULUT PADA PENDERITA TUNANETRA DI YAYASAN PENDIDIKAN TUNANETRA SUMATERA (YAPENTRA) TANJUNG MORAWA SUMATERA UTARA
NAMA : MELISA FITRI HUTABALIAN NIM : P07525015070
Karya Tulis Ilmiah Ini Telah Diuji Pada Sidang Akhir Jurusan Keperawatan Gigi Poltekkes Kemenkes RI Medan
2018
Penguji I Penguji II Intan Aritonang, S.SiT, M.Kes DR. drg. Ngena Ria, M.Kes NIP 196903211989032002 NIP 196704101991032003
Ketua Penguji Sri Junita Nainggolan, S.SiT, M.Si NIP 197606191995032001 Plt. Ketua Jurusan Keperawatan Gigi Politeknik Kesehatan Kemenkes RI Medan drg. Adriana Hamsar, M.Kes NIP 196810091998032001
i
PERNYATAAN
GAMBARAN PEMANFAATAN PENYULUHAN DENGAN MEDIA AUDIO TERHADAP KEBERSIHAN GIGI DAN MULUT PADA PENDERITA
TUNANETRA DI YAYASAN PENDIDIKAN TUNANETRA SUMATERA (YAPENTRA) TANJUNG MORAWA
SUMATERA UTARA
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam Karya Tulis Ilmiah ini tidak terdapat
karya yang pernah diajukan untuk suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang
pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis
atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah
ini dan disebut dalam daftar pustaka.
Medan, 04 Juli 2018
Melisa Fitri Hutabalian P07525015070
i
MEDAN HEALTH POLYTECHNICS OF MINISTRY OF HEALTH
DENTAL HYGIENE DEPARTMENT SCIENTIFIC PAPER, 04 July 2018
Melisa Fitri Hutabalian The Description of Audio Aids Utilization towards the Hygiene of Teeth and Mouth among the Blind at Yayasan Pendidikan Tunanetra Sumatera (YAPENTRA) Tanjung Morawa Sumatera Utara vii + 32 pages, 6 tables, 8 attachments
Abstract Counseling is an activity to provide information and knowledge about how to maintain oral hygiene to people with visual impairment by utilization of audio aids, a media tool where the message content is received through the sense of hearing about how to brush teeth properly and correctly. The research was a descriptive study with survey method that aimed to obtain a description the description of audio aids utilization towards the hygiene of teeth and mouth among the blind at Yayasan Pendidikan Tunanetra Sumatera (YAPENTRA) Tanjung Morawa Sumatera Utara.The samples of the research were 30 blind people. Based on the results before the counselling, the average Debris Index was 27 (90%) in the poor category, 3 (10%) in medium category and no one in good category. The average Debris Index after the counselling was 19 people(63, 3%) months of moderate extension, bad category 6 people (20%) and good category 4 people (16,7%). The results showed that the average of Debris Index before counseling was 2.37 and after the counseling decreased to 1.38. The counselling utilizing the audio aids was proven effective to train the skills of the people with visual impairment, especially to practice good and proper tooth brushing. Keywords: Counseling, Audio Media, Dental Hygiene and Mouth, Blind People Reference: 18 (1970 - 2013)
ii
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MEDAN JURUSAN KEPERAWATAN GIGI KTI, 04 Juli 2018 Melisa Fitri Hutabalian Gambaran Pemanfaatan Penyuluhan Dengan Media Audio Terhadap Kebersihan Gigi dan Mulut Pada Penderita Tunanetra di Yayasan Pendidikan Tunanetra Sumatera (YAPENTRA) Tanjung Morawa Sumatera Utara vii + 32 halaman, 6 tabel, 8 lampiran
Abstrak Penyuluhan merupakan kegiatan memberi informasi dan pengetahuan tentang cara menjaga kebersihan gigi dan mulut kepada penderita tunanetra dengan media audio suatu alat media yang isi pesannya hanya dapat diterima melalui indera pendengaran tentang cara menyikat gigi yang baik dan benar. Jenis penelitian deskriptif dengan metode survey yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran pemanfaatan penyuluhan dengan media audio terhadap kebersihan gigi dan mulut pada penderita tunanetra di Yayasan Pendidikan Tunanetra Sumatera (YAPENTRA). Sampel penelitian adalah sampel minimal yang berjumlah 30 orang penderita tunanetra dengan kriteria memiliki gigi indeks. Berdasarkan hasil penelitianrata-rata Debris Indeks sebelum penyuluhan dengan kategori buruk sebanyak 27 orang (90%) dan kategori sedang 3 orang (10%) dan tidak ada dengan kategori baik dan rata-rata Debris Indeks sesudah penyuluhan dengankategori sedang sebanyak 19 orang (63,3%), kategori buruk 6 orang (20%) dan kategori baik 4 orang (16,7%). Hasil penelitian Debris Indeks rata-rata sebelum penyuluhan adalah 2,37 dan Debris Indeks setelah penyuluhan mengalami penurunan menjadi 1,38. Penyuluhan dengan media audio terbukti efektif untuk melatih kegiatan pengembangan keterampilan penderita tunanetra, khususnya melatih cara menyikat gigi yang baik dan benar. Kata Kunci : Penyuluhan, Media Audio, Kebersihan Gigi dan Mulut, Tunanetra Daftar Bacaan : 18 (1970 – 2013)
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
Karya Tulis Ilmiah ini dengan Judul: Gambaran Pemanfaatan Penyuluhan
Dengan Media Audio Terhadap Kebersihan Gigi dan Mulut pada Penderita
Tunanetra di Yayasan Pendidikan Tunanetra Sumatera (YAPENTRA) Tanjung
Morawa Sumatera Utara.
Karya Tulis Ilmiah ini disusun dan dibuat sebagai persyaratan dalam
menyelesaikan pendidikan Diploma III di Poltekkes Kemenkes Medan untuk
mencapai gelar Ahli Madya Keperawatan Gigi.
Dalam kesempatan ini penulis telah banyak mendapat bantuan, bimbingan
dan saran serta masukan yang sangat berpengaruh dari berbagai pihak, maka
dalam kesempatan ini penulis mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada:
1. Ibu drg. Adriana Hamsar, M.Kes selaku Plt Ketua Jurusan Keperawatan Gigi
Politeknik Kesehatan Kemenkes RI Medan.
2. Ibu DR. drg. Ngena Ria, M.Kes selaku Dosen Pembimbing Utama yang telah
meluangkan waktu, tenaga dan ilmunya dalam memberikan bimbingan arahan
serta motivasi, sehingga Karya Tulis Ilmiah ini dapat diselesaikan tepat waktu.
3. Ibu Sri Junita Nainggolan, S.SiT, M.Si selaku Dosen Ketua Penguji I yang
telah memberikan kritik dan saran serta arahan kepada penulis dalam
menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.
4. Ibu Intan Aritonang, S.SiT, M.Kes selaku Dosen Penguji II yang telah
memberikan kritik dan saran serta arahan kepada penulis demi
menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.
5. Terima kasih kepada Pihak Pengelola Yayasan Pendidikan Tunanetra
Sumatera (YAPENTRA) Tanjung Morawa Sumatera Utara untuk izin lokasi
penelitian.
6. Seluruh Dosen dan Staf Pegawai Jurusan Keperawatan Gigiyang telah
memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis selama mengikuti perkuliahan
di Jurusan Keperawatan Gigi.
iv
7. Teristimewa kepada orang tua tercinta Ir. Amri Hutabalian dan Rosmida br
Siboro yang telah membesarkan, mendidik dan memberikan kasih sayang
serta senantiasa memberikan dorongan moral maupun material sehingga
penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Imiah ini.
8. Terima kasih jugakepada kakak saya Marshinta Hutabalian, abang saya
Robinsar Hutabalian, adik saya Eva Hutabalian dan Victor yang telah
memberikan dukungan dan doa dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.
9. Kepada teman-teman saya mahasiswa Jurusan Keperawatan Gigi yang telah
memberikan motivasi serta saran dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.
Akhirnya dalam kesempatan ini penulis menyadari sepenuhnya bahwa
Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari segi penulisan
maupun bahasanya. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun demi kesempurnaan Karya Tulis Ilmiah ini.
Medan, Juli 2018
Penulis
Melisa Fitri Hutabalian
v
DAFTAR ISI
ABSTRACT ...................................................................................................... i
ABSTRAK ....................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ....................................................................................... iii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... v
DAFTAR TABEL ............................................................................................. vii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1
1. Latar Belakang ..................................................................................... 1
2. Rumusan Masalah ............................................................................... 3
3. Tujuan Penelitian ................................................................................. 3
C.1 Tujuan Umum ......................................................................... 3
C.2 Tujuan Khusus ....................................................................... 3
D. Manfaat Penelitian ........................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 5
1. Penyuluhan ...................................................................................... 5
A.1 Pengertian Penyuluhan............................................................. 5
A.1.1 Tujuan Penyuluhan ........................................................... 6
A.1.2 Metode Penyuluhan .......................................................... 6
A.2 Media Penyuluhan .................................................................... 7
A.2.1 Pengertian Media .............................................................. 7
A.2.2 Media Audio....................................................................... 9
A.2.3 Cassette Tape Recorder ................................................... 9
A.2.4 CD atau DVD .................................................................... 10
B. Pendidikan Kesehatan Gigi ............................................................. 10
B.1 Definisi Kesehatan Gigi ............................................................... 10
B.2 Kebersihan Gigi dan Mulut .......................................................... 10
B.2.1 Definisi ...................................................................................... 10
B.2.2 Indikator Kebersihan Gigi dan Mulut ........................................ 11
B.2.3 Debris ....................................................................................... 11
vi
B.2.4 Kalkulus .................................................................................... 13
C. Anak Berkebutuhan Khusus .............................................................. 14
C.1 Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus ..................................... 14
C.2 Tunanetra .................................................................................... 15
C.3 Karakteristik Tunanetra ............................................................... 18
C.4 Penyebab Tunanetra................................................................... 19
D. Kerangka Konsep .............................................................................. 20
E. Definisi Operasional ........................................................................... 20
BAB III METODE PENELITIAN ...................................................................... 21
1. Jenis Penelitian dan Rancangan Penelitian ................................... 21
2. Lokasi dan Waktu Penelitian .......................................................... 21
B.1 Lokasi Penelitian ....................................................................... 21
B.2 Waktu Penelitian ....................................................................... 21
C. Populasi dan Sampel ...................................................................... 21
C.1 Populasi .................................................................................... 21
C.2 Sampel ...................................................................................... 21
D. Jenis dan Cara Pengumpulan Data ................................................ 22
D.1 Jenis Pengumpulan Data.......................................................... 22
D.2 Cara Pengumpulan Data .......................................................... 22
E. Pengolahan Data dan Analisa Data ................................................ 23
E.1 Pengolahan Data ...................................................................... 23
E.2 Analisa Data .............................................................................. 24
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 25
1. Hasil Penelitian ................................................................................ 25
2. Pembahasan .................................................................................... 26
BAB V SIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 31
1. Simpulan ............................................................... 31
2. Saran ............................................................................................... 31
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 32
LAMPIRAN
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Kriteria Penilaian Debris................................................................ 12
Tabel 2.2 Kriteria Penilaian Kalkulus ............................................................ 13
Tabel 2.3 Tingkat Kebersihan Gigi Mulut Secara Klinis dalam Kaitannya
dengan OHI-S ............................................................................... 13
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Debris Indeks Sebelum Pemanfaatan
Penyuluhan Dengan Media Audio pada Penderita Tunanetra di
Yayasan Pendidikan Tunanetra Sumatera (YAPENTRA)
Tanjung Morawa Sumatera Utara ................................................. 25
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Debris Indeks Sesudah Pemanfaatan
Penyuluhan Dengan Media Audio pada Penderita Tunanetradi
Yayasan Pendidikan Tunanetra Sumatera (YAPENTRA)
Tanjung Morawa Sumatera Utara ................................................. 25
Tabel 4.3 Debris Indeks Rata-Rata Sebelum Dan Sesudah Pemanfaatan
Penyuluhan Dengan Media Audio pada Penderita Tunanetradi
Yayasan Pendidikan Tunanetra Sumatera (YAPENTRA)
Tanjung Morawa Sumatera Utara ................................................. 26
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Permohonan Izin Penelitian
Lampiran 2. Surat Keterangan Pelaksanaan Penelitian
Lampiran 3. Format Pemeriksaan
Lampiran 4. Etical Clearen
Lampiran 5. Master Tabel
Lampiran 6. Daftar Konsultasi
Lampiran 7. Jadwal Penelitian
Lampiran 8. Biodata Penulis
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan adalah keadaan dimana seseorang tidak merasa sakit baik
dilihat dari segi fisik dan klinis, dan keadaan organ-organ didalam tubuh normal
atau tidak ada gangguan dari fungsi tubuh (Notoatmodjo, 2006). Kesehatan tidak
hanya dipandang secara umum, kesehatan gigi dan mulut juga akan
memberikan pengaruh terhadap kesehatan tubuh secara keseluruhan (Malik,
2008).
Menurut Undang-Undang Nomor 36 pasal 1 ayat 1 Tahun 2009 tentang
kesehatan menjelaskan bahwa, kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara
fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap organ untuk
hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Kesehatan merupakan hak asasi
manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai
dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.
Kebersihan gigi dan mulut yang baik dapat diwujudkan melalui perilaku
yang baik dan benar terhadap pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut.
Pengetahuan merupakan faktor yang membentuk perilaku seseorang,
pengetahuan yang kurang membentuk perilaku dan sikap yang terhadap
pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut. Semakin banyak pancaindera yang
dilibatkan dalam menerima sesuatu, semakin kompleks pengetahuan yang
didapat masing-masing pancaindera. Proses pendidikan seseorang dengan
menggunakan indera penglihatan mencapai 82%, pendengaran 11%, peraba
3,5%, perasa 2,5% dan penciuman 1% sehingga penglihatan merupakan indera
paling penting dalam menerima pengetahuan. Berdasarkan hasil Riset
Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2013, prevalensi nasional masalah gigi
dan mulut adalah 25,9% di Sumatera Utara prevalensi masalah gigi dan mulut
sebanyak 19,4%.
2
Pemerintah menjamin bahwa anak penyandang cacat dapat memperoleh
pendidikan, pelatihan, pelayanan kesehatan, pelayanan kesehatan rehabilitasi,
persiapan untuk bekerja dan peluang. Selain itu menurut pasal 15 UU No. 20
tahun 2003 tentang Sisdiknas, bahwa jenis pendidikan bagi Anak Berkebutuhan
Khusus adalah Pendidikan Khusus. Pasal 32 ayat 1 UU No. 20 tahun 2003
memberikan batasan bahwa pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi
peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti pembelajaran
karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial atau memiliki potensi kecerdasan
dan bakat yang istimewa.
Seseorang yang mengalami gangguan penglihatan dalam bidang
pendidikan luar biasa disebut tunanetra. Pengertian tunanetra tidak saja mereka
yang buta, tetapi mencakup juga mereka yang mampu melihat tetapi terbatas
dan kurang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan hidup sehari-hari terutama
belajar. Keterbatasan tersebut menjadi salah satu hambatan penyadang
tunanetra untuk memperoleh pengetahuan tentang kesehatan gigi dan mulut
yang nantinya akan menentukan sikap dan tindakan dalam menjaga kebersihan
rongga mulut. Maka dari itu didalam dunia pendidikan anak yang tergolong
tunanetra tidak bisa diberikan pembelajaran seperti anak normal pada umumnya.
Diperlukan suatu terobosan metode pembelajaran yang sesuai dengan
karakteristik anak tunanetra. Salah satu metode pembelajaran yang sesuai
dengan karakteristik anak tunanetra adalah pembelajaran praktek bantu media
audio.
Media audio adalah suatu alat media yang isi pesannya hanya dapat
diterima melalui indera pendengaran saja. Menurut, Sudjana dan Rivai (2003)
media audio untuk pengajaran adalah bahan yang mengandung pesan dalam
bentuk auditif (piringan suara), yang dapat merangsang pikiran, perasaan,
perhatian dan kemauan siswa sehingga terjadi proses belajar mengajar.
Menurut, Sadiman (2005) media untuk menyampaikan pesan yang akan
disampaikan dalam bentuk lambang-lambang auditif, baik verbal maupun non
verbal.
Berdasarkan hasil survei awaldengan kepala sekolah di Yayasan
Pendidikan Tunanetra Sumatera (YAPENTRA) menyatakan pada Yayasan
tersebut belum pernah dilakukan penyuluhan tentang kebersihan gigi dan
3
mulutsehingga banyak ditemukan penderita tunanetra yang belum mengerti
tentang cara menjaga kebersihan gigi dan mulut.
Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian lebih lanjut tentang Pemanfaatan Penyuluhan Dengan Media Audio
Terhadap Kebersihan Gigi dan Mulut Pada Penderita Tunanetra di Yayasan
Pendidikan Tunanetra Sumatera (YAPENTRA) Tanjung Morawa Sumatera Utara.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang menjadi rumusan masalah adalah
Bagaimana Pemanfaatan Penyuluhan Dengan Media Audio Terhadap
Kebersihan Gigi dan Mulut Pada Penderita Tunanetra di Yayasan Pendidikan
Tunanetra Sumatera (YAPENTRA) TanjungMorawa Sumatera Utara.
C. Tujuan Penelitian
C.1 Tujuan Umum
Penelitian bertujuan untuk mengetahui PemanfaatanPenyuluhan Dengan
Media Audio untuk Meningkatan Kebersihan Gigi dan Mulut Penderita Tunanetra
di Yayasan Pendidikan Tunanetra Sumatera (YAPENTRA) Tanjung Morawa
Sumatera Utara.
C.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui kebersihan gigi dan mulut pada penderita tunanetra
sebelum penyuluhan dengan media audio.
2. Untuk mengetahui kebersihan gigi dan mulut pada penderita tunanetra
setelah penyuluhan dengan media audio.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Penderita Tunanetra
Hasil penelitian ini dapat meningkatkan kualitas kebersihan gigi dan mulut
dan untuk memenuhi hak mereka dalam mendapatkan pelayanan dan
fasilitas kesehatan yang sama dengan orang lain.
2. Bagi Instansi Kesehatan dan Pendidikan
Hasil penelitian ini dapat meningkatkan kerjasama dalam hal kegiatan
promosi kesehatan gigi dan mulut.
4
3. Bagi Jurusan Keperawatan Gigi
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan referensi bagi
mahasiswa/i Jurusan Keperawatan Gigi.
4. Bagi Penulis
Hasil penelitian ini dapat mengetahui perbedaan kebersihan gigi dan mulut
dengan penyuluhan menggunakan media audio pada penderita tunanetra.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Penyuluhan
A.1 Pengertian Penyuluhan
Pengertian penyuluhan dalam arti etimologis, adalah usaha memberikan
keterangan, penjelasan, petunjuk, bimbingan, tuntunan, jalan dan arah yang
harus ditempuh oleh setiap orang sehingga dapat memecahkan masalah yang
dihadapinya dan meningkatkan kualitas hidupnya (Mardikanto, 1982). Pengertian
penyuluhan secara umum merupakan suatu ilmu sosial yang mempelajari sistem
dan proses perubahan pada individu dan masyarakat agar dengan terwujudnya
perubahan tersebut harapan yang sesuai dengan pola atau rencana dapat
tercapai.
Penyuluhan Kesehatan adalah suatu kegiatan pendidikan kesehatan
yang dilakukan dengan cara menyebarluaskan pesan dan menanamkan
keyakinan. Dengan demikian, masyarakat tidak saja sadar, tahu dan mengerti
tetapi juga mau dapat melakukan anjuran yang berhubungan dengan kesehatan
(Azwar,1983, dalam Machfoedz.,dkk, 2009).
Penyuluhan merupakan bagian dari program kesehatan, sehingga harus
mengacu pada program kesehatan yang berjalan. Penyusunan perencanaan
program penyuluhan harus diperhatikan bahwa perencanaan yang dibuat sesuai
dengan kebutuhan sasaran, mudah diterima, bersifat praktis, dapat dilaksanakan
sesuai dengan situasi setempat, dan sesuai dengan program yang ditunjang.
Penekanan konsep penyuluhan kesehatan lebih pada upaya mengubah perilaku
sasaran agar berperilaku sehat terutama pada aspek kognitif (pengetahuan dan
pemahaman sasaran).
Effendy (1998) menyatakan bahwa penyuluhan kesehatan adalah
kegiatan pendidikan yang dilakukan dengan cara menyebarkan pesan,
menanamkan keyakinan, sehingga masyarakat tidak saja sadar, tahu dan
mengerti tetapi juga mau dan bisa melakukan suatu anjuran yang ada
hubungannya dengan kesehatan.
Penyuluhan juga merupakan suatu kegiatan mendidik sesuatu kepada
masyarakat, memberi pengetahuan, informasi-informasi, dan kemampuan-
kemampuan agar dapat membentuk sikap dan berperilaku hidup menurut apa
6
yang seharusnya. Hakekatnya penyuluhan merupakan suatu kegiatan nonformal
dalam rangka mengubah masyarakat menuju keadaan yang lebih baik seperti
yang dicita-citakan.
A.1.1 Tujuan Penyuluhan
Menurut Maulana (2013), penyuluhan kesehatan bertujuan untuk
mengubah perilaku kurang sehat menjadi sehat. Perilaku baru yang terbentuk,
seperti bahasan sebelumnya, biasanya hanya terbatas pada pemahaman
sasaran (aspek kognitif), sedangkan perubahan sikap dan tingkah laku
merupakan tujuan tidak langsung.
Tujuan penyuluhan adalah mengubah perilaku masyarakat ke arah
perilaku sehat sehingga tercapai derajat kesehatan masyarakat yang optimal,
untuk mewujudkannya, perubahan perilaku yang diharapkan setelah menerima
pendidikan tidak dapat terjadi sekaligus. Oleh karena itu, pencapaian target
penyuluhan dibagi menjadi tujuan jangka pendek yaitu tercapainya perubahan
pengetahuan, tujuan jangka menengah hasil yang diharapkan adalah adanya
peningkatan pengertian, sikap, dan keterampilan yang akan mengubah perilaku
ke arah perilaku sehat, dan tujuan jangka panjang adalah dapat menjalankan
perilaku sehat dalam kehidupan sehari-harinya.
Menurut World Organization Health (1954) tujuan penyuluhan kesehatan
adalah untuk merubah perilaku perseorangan dan masyarakat dalam bidang
kesehatan. (Effendy, 1998 cit Anonima, 2008) tujuan penyuluhan kesehatan
adalah :
- Tercapainya perubahan perilaku individu, keluarga dan masyarakat dalam
membina dan memelihara perilaku hidup sehat dan lingkungan sehat, serta
berperan aktif dalam upaya mewujudkan derajat kesehatan yang optimal.
- Terbentuknya perilaku sehat pada individu, keluarga, kelompok dan
masyarakat yang sesuai dengan konsep hidup sehat baik fisik, mental dan
sosial sehingga dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian.
A.1.2 Metode Penyuluhan
Metode (pendekatan) biasanya digunakan untuk menggugah kesadaran
masyarakat terhadap suatu inovasi awareness dan belum begitu diharapkan
untuk sampai pada perubahan perilaku. Pada umumnya, metode (pendekatan)
7
ini tidak langsung dan cocok untuk mengomunikasikan pesan-pesan kesehatan
yang ditujukan kepada masyarakat dimana sasaran metode (pendekatan)
bersifat umum, dalam arti tidak membedakan golongan umur, jenis kelamin,
pekerjaan, status sosial ekonomi, tingkat pendidikan, dan sebagainya maka
pesan-pesan kesehatan yang akan disampaikan harus dirancang sedemikian
rupa sehingga dapat ditangkap oleh sasaran.
Notoatmodjo (2005), metode penyuluhan sebagai berikut :
- Metode Ceramah adalah suatu cara dalam menerangkan dan menjelaskan
suatu ide, pengertian atau pesan secara lisan kepada sekelompok sehinnga
memperoleh informasi.
- Metode Diskusi Kelompok adalah pembicaraan yang direncanakan dan telah
dipersiapkan tentang suatu topik pembicaraan dengan seorang pemimpin
diskusi yang telah ditunjuk.
- Metode Panel adalah pembicaraan yang telah direncanakan didepan
pengunjung atau peserta tentang sebuah topik, diperlukan tiga orang atau
lebih panelis dengan seorang pemimpin.
- Metode Curah Pendapat adalah suatu bentuk pemecahan masalah dimana
mengusulkan semua kemungkinan pemecahan masalah yang terpikirkan oleh
peserta dan evaluasi atas pendapat tersebut.
- Metode Demonstrasi adalah suatu cara untuk menunjukkan pengertian, ide
dan prosedur tentang suatu hal yang telah dipersiapkan dengan teliti untuk
memperlihatkan bagaimana cara melaksanakan suatu tundakan dengan
menggunakan alat peraga.
A.2 Media Penyuluhan
A.2.1 Pengertian Media
Media berasal dari bahasa latin dan merupakan bentuk jamak dari kata
medium yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar. Sehingga media
pendidikan dapat didefinisikan sebagai alat-alat yang digunakan oleh pendidik
dalam menyampaikan bahan pendidikan atau pengajaran. Dalam pengertian ini
media dipandang sebagai komponen yang ada dalam lingkungan siswa baik
lingkungan fisik, sosial, dan psikososial yang dapat menimbulkan minat siswa
untuk belajar.
8
Berdasarkan pengertian ini tersirat bahwa pendidikan kesehatan adalah
proses komunikasi yang terjadi dari pengirim pesan kepada penerima pesan.
Pesan yang disampaikan tersebut dapat dilakukan melalui suatu saluran tertentu
atau dengan menggunakan pengantar (Gagne,1970,dalam Sadiman, dkk, 2003).
Sebagai suatu sarana untuk menimbulkan minat/ rangsangan dalam
belajar (Notoatmodjo, 1997) mengungkapkan bahwa media disusun berdasarkan
prinsip bahwa pengetahuan yang ada pada setiap manusia itu dapat diterima
atau ditangkap melalui pancaindera. Dimana semakin banyak indera yang
digunakan untuk menerima sesuatu semakin banyak dan semakin jelas pula
pengertian/ pengetahuan yang diperoleh.
Menurut pendapat beberapa para ahli, pengelompokkan/klasifikasi media
pada dasarnya dilakukan menurut kesamaan ciri atau karakteristiknya atau
tergantung dari sudut mana melihatnya :
- Dilihat dari sifatnya, media dapat dibagi ke dalam :
1. Media audio
2. Mediavisual
3. Media audio visual
- Dilihat dari kemampuan jangkauannya, media dapat dibagi ke dalam :
1. Media yang memiliki daya liput yang luas dan serentak seperti radio.
2. Media yang mempunyai daya liput yang terbatas oleh ruang dan waktu
seperti film dan video.
- Dilihat dari teknik pemakaiannya, media dapat dibagi ke dalam :
1. Media yang diproyesikan seperti film slide, film stripe, transparansi,
komputer dan sebagainya. Jenis media ini memerlukan alat proyeksi
khusus seperti film proyektor untuk memproyeksikan flim slide.
2. Media yang tidak diproyeksikan seperti gambar, foto, lukisan, radio dan lain
sebagainya dan berbagai bentuk media grafis lainnya.
- Media juga dapat dikelompokkan menurut indera yang digunakan :
1. Media visual/media pandang yaitu media yang memberikan stimulasi
terhadap indera penglihatan.
2. Media audio/media dengar yaitu media yang memberikan stimulasi terhadap
indera pendengaran.
3. Media audio visual/media pandang dengar yaitu media yang memberikan
stimulasi terhadap indera penglihatan dan pendengaran.
9
A.2.2 Media Audio
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) audio merupakan
alat peraga yang bersifat dapat didengar. (Daryanto, 2010) audio berasal dari
kata audible, yang artinya suaranya dapat diperdengarkan secara wajar oleh
telinga manusia. Bahan ajar audio merupakan salah satu jenis bahan ajar
noncetak yang di dalamnya mengandung sistem yang menggunakan sinyal
audio secara langsung, yang dapat dimainkan atau diperdengarkan oleh pendidik
kepada peserta didiknya guna membantu mereka dalam menguasai kompetensi
tertentu (Andi Prastowo, 2011).
Menurut (Arief S. Sadiman, dkk., 2009), media audio adalah media yang
menyampaikan pesan yang akan disampaikan dalam bentuk lambang-lambang
auditif, baik verbal (ke dalam kata-kata atau bahasa lisan) maupun non verbal.
Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa media audio adalah salah satu
bentuk perantara atau pengantar noncetak yang dapat digunakan untuk
menyampaikan pesan dari pendidik kepada peserta didik dengan cara dimainkan
atau diperdengarkan secara langsung sehingga peserta didik mampu menguasai
kompetensi dari kegiatan pembelajaran yang dilakukan.
A.2.3 Cassette Tape Recorder
Perekam kaset audio ini adalah yang paling popular dalam masyarakat.
Untuk berbagai keperluan maka dibuat pita kaset dalam beberapa kualitas, yaitu
dari yang paling rendah, normal dan metal.
Kelebihan cassette tape recorder antara lain :
- Memiliki fungsi ganda yang efektif,
- Cepat dan praktis,
- Dapat diputar berulang tanpa mempengaruhi suara
- Digunakan sewaktu-waktu,
- Mudah diperbanyak/ direproduksi
- Mudah menggunakan
Kelemahan cassette tape recorder antara lain :
- Rekaman hanya memberikan konsumsi suara saja
- Komunikasi hanya satu arah saha,
- Pita kaset suara memiliki kekuatan terbatas,
- Tidak memiliki jangkauan yang luas.
10
A.2.4 CD (Compact Disc) dan DVD (Digital Compact Disc)
CD atau Compact Disc dan juga DVD atau Digital Compact Disc adalah
suatu media penyimpanan file audio yang dibuat untuk mengecilkan sistem
penyimpanannya agar lebih efektif. Selain itu, keduanya memiliki kemampuan
menyimpan file yang lebih banyak jika dibandingkan dengan kaset.
Kualitas suara yang dihasilkan juga lebih bagus. Kualitas suara akan
menurun atau bahkan hilang jika permukaan disc tergores, kotor, berjamur atau
mengalami kerusakan lainnya. Alat yang diperlukan untuk memutar CD player
atau DVD player.
B. Pendidikan Kesehatan Gigi
B.1 Definisi Kesehatan Gigi dan Mulut
Menurut Herijulianti (2002), kesehatan gigi dan mulut adalah salah satu
aspek dari kesehatan secara keseluruhan, dimana status kesehatan gigi
merupakan hasil dari interaksi antara kondisi fisik, mental dan sosial.
Berpendapat bahwa pendidikan kesehatan gigi adalah semua aktifitas membantu
menghasilkan penghargaan masyarakat akan kesehatan gigi dan memberikan
pengertian tentang cara-cara bagaimana memelihara kesehatan gigi dan mulut.
Jadi dengan adanya pendidikan kesehatan gigi dan mulut ini diharapkan
bertambah baik.
B.2 Kebersihan Gigi dan Mulut
B.2.1 Definisi
Kebersihan gigi dan mulut (oral hygiene) merupakan suatu pemeliharaan
kebersihan dan hygiene struktur gigi dan mulut melalui sikat gigi, stimulasi
jaringan, pemijatan gusi, hidroterapi, dan prosedur lain yang berfungsi untuk
mempertahankan gigi dankesehatan mulut (Dorlan, 2002).
Faktor-faktor yang mempengaruhi kebersihan gigi dan mulut yaitu adanya
penumpukkan sisa-sisa makanan, plak, kalkulus, material alba dan stain pada
permukaan gigi geligi (Caranza, 2002).
11
B.2.2 Indikator Kebersihan Gigi dan Mulut
Indikator yang biasa digunakan mengukur tingkat kebersihan mulut
seseorang adalah menggunakan indeks Oral Hygiene Index Simflified (OHI-S)
dari Grenee and Vermillion (Manson dan Eley, 1993).
Pemeriksaan OHI-S (Oral Hygiene Index Simflified) adalah pemeriksaan
gigi dan mulut dengan menjumlahkan Debris Index (DI) dan Calculus Index (CI).
Debris Index (DI) adalah nilai dari endapan lunak yang terjadi karena adanya
sisa makanan yang melekat pada gigi penentu. Calculus Index (CI) adalah
score/nilai dari endapan keras/karang gigi terjadi karena debris yang mengalami
pengapuran yang melekat pada gigi penentu.
B.2.3 Debris
Debris Indeks adalah nilai dari endapan lunak yang menempel pada
permukaan gigi tertentu. Debris dapat dihilangkan dengan cara menyikat gigi.
Aliran saliva, aksi mekanis dari lidah, pipi, dan bibir serta susunan gigi dan
rahang akan mempengaruhi kecepatan pembersihan sisa makanan.
Untuk menilai kebersihan gigi dan mulut seseorang yang akan dilihat
adalah adanya debris pada permukaan gigi. Pemeriksaan klinis yang dilakukan
untuk memudahkan penilaian. Pemeriksaan debris dilakukan pada gigi tertentu
dari gigi tersebut, yaitu :
Untuk rahang atas yang diperiksa :
a. Gigi M1 kanan atas pada permukaan bukal
b. Gigi I1 kanan atas pada permukaan labial
c. Gigi M1 atas pada permukaan bukal
Untuk rahang bawah yang diperiksa :
a. Gigi M1 kiri bawah pada permukaan lingual
b. Gigi I1 kiri bawah pada permukaan labial
c. Gigi M1 kanan bawah pada permukaan lingual
Pelaksanaan pemeriksaan untuk penilaian debris indeks :
1. Sebelum kita menilai debris, pertama-tama permukaan gigi yang akan diukur
dibagi dengan garis-garis khayalan menjadi 3 bagian yang sama luasnya.
Bagian A1 = 1/3 permukaan gigi bagian servikal
Bagian A2 = 1/3 permukaan gigi bagian tengah
Bagian A3 = 1/3 permukaan gigi bagian incisal
12
2. Penilaian Debris Indeks
1. Untuk pemeriksaan, kita menggunakan alat sonde atau periodontal
explorer. Pertama-tama dilakukan pemeriksaan debris pada 1/3 permukaan
incisal/oklusal gigi.
2. Bila pada daerah 1/3 incisal/oklusal tidak ada debris yang terbawa sonde
pemeriksaan dilanjutkan pada bagian 1/3 tengah. Jika ada debris yang
terbawa oleh sonde dibagian ini nilai untuk gigi tersebut adalah 2.
3. Jika pada pemeriksaan didaerah 1/3 tengah tidak ada debris yang terbawa
sonde pemeriksaan dilanjutkan ke 1/3 bagian servikal.
4. Jika ada debris yang terbawa sonde dibagian ini, penilaian untuk gigi
tersebut adalah 1.
5. Jika ada pemeriksaan didaerah 1/3 servikal tidak ada debris yang terbawa
sonde (bersih), penilaian untuk gigi tersebut adalah 0.
Tabel 2.1
Kriteria Penilaian Debris
Kode Kriteria
0 Tidak ada debris/stain
1 Debris lunak menutupi tidak lebih dari 1/3 permukaan gigi atau
adanya stain ekstrinsik tanpa debris pada daerah tersebut.
2 Debris lunak menutupi lebih dari 1/3 tapi kurang dari 2/3
permukaan gigi.
3 Debris lunak menutupi lebih dari 2/3 permukaan gigi.
Rumus Debris Indeks
Kriteria penilaian debris indeks adalah sebagai berikut :
1. Baik (good) apabila nilai berada diantara 0-0,6
2. Sedang (fair) apabila nilai berada diantara 0,7-1,8
3. Buruk (poor) apabila nilai berada diantara 1,9-3,0
Debris Indeks =
13
B.2.4 Kalkulus
Kalkulus adalah deposit keras yang terjadi akibat pengendapan garam-
garam anorganik yang komponen utamanya kalsium karbohidrat dan kalsium
fosfat yang bercampur dengan debris, mikroorganisme dan sel-sel epitel
diakumulasi.
Tabel 2.2
Kriteria Penilaian Kalkulus
Kode Kriteria
0 Tidak ada kalkulus
1 Kalkulus supragingiva menutupi tidak lebih dari 1/3 permukaan
gigi yang terkena.
2
Kalkulus supragingiva menutupi lebih subgingiva dari 1/3 tapi
tidak lebih dari 2/3 permukaan gigi yang terkena adanya
kalkulus subgingiva berupa titik disekeliling leher gigi.
3
Kalkulus supragingiva menutupi lebih dari 2/3 permukaan gigi
yang terkena adanya kalkulus subgingiva berupa pita yang tidak
terputus disekeliling leher gigi.
Tabel 2.3
Tingkat Kebersihan Mulut Secara Klinis dalam Kaitannya dengan OHI-S
Nilai Kriteria
0-1,2 Baik
1,3-3,0 Sedang
3,1-6,0 Buruk
14
C. Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)
C.1 Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)
Kecacatan didefinisikan sebagai situasi individu yang mempunyai
hambatan baik secara fisik ataupun mental dalam hal partisipasi penuh pada
aktivitas normal kelompok seusianya termasuk keikutsertaan dalam kegiatan
sosial, rekreasi, dan pendidikan (Koch dan Poulsen, 2001).
Anak berkebutuhan khusus (ABK) adalah anak yang mengalami
kelainan/penyimpangan (mental-intelektual sosial, emosional) dalam proses
pertumbuhan/perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya
sehingga mereka memerlukan pelayanan pendidikan khusus. Anak yang memiliki
kekurangan fisik termasuk dalam kategori anak berkebutuhan khusus. Hal ini
karena kekurangan fisik yang dimiliki seseorang yang menghambat interaksinya
dengan lingkungan.
Menurut IDEA (Individuals with Disabilities Education Act Amandements)
yang dibuat pada tahun 1997 dan ditinjau kembali pada tahun 2004 secara
umum, klasifikasi dari anak berkebutuhan khusus adalah :
1. Anak dengan Gangguan Fisik :
a. Tunanetra, yaitu anak yang indera penglihatannya tidak berfungsi
(blind/lowvision) sebagai saluran penerima informasi dalam kegiatan
sehari-hari seperti orang awas.
b. Tunarungu, yaitu anak yang kehilangan seluruh atau sebagian daya
pendengarannya sehingga tidak atau kurang mampu berkomunikasi secara
verbal.
c. Tunadaksa, yaitu anak yang mengalami kelainan atau cacat yang menetap
pada alat gerak (tulang, sendi dan otot).
2. Anak dengan Gangguan Emosi dan Perilaku :
a. Tunalaras, yaitu anak yang mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri
dan bertingkah laku tidak sesuai dengan norma-norma yang berlaku.
b. Tunawicara, yaitu anak dengan gangguan komunikasi atau anak yang
mengalami kelainan suara, artikulasi (pengucapan), atau kelancaran
bicara, yang mengakibatkan terjadi penyimpangan bentuk bahasa, isi
bahasa, atau fungsi bahasa.
15
c. Hiperaktif, secara psikologis adalah gangguan tingkah laku yang tidak
normal, disebabkan difungsi neurologis dengan gejala utama tidak mampu
mengendalikan gerakan dan memusatkan perhatian.
3. Anak dengan GangguanIntelektual :
a. Tunagrahita, yaitu anak yang secara nyata mengalami hambatan dan
keterbelakangan perkembangan mental intelektual jauh di bawah rata-rata
sehingga mengalami kesulitan dalam tugas-tugas akademik, komunikasi
maupun sosial.
b. Anak lamban belajar (slow learner), yaitu anak yang memiliki potensi
intelektual sedikit di bawah normal tetapi belum termasuk tunagrahita
(biasanya memiliki IQ sekitar 70-90).
c. Anak berbakat, adalah anak yang memiliki bakat atau kemampuan dan
kecerdasan luar biasa yaitu anak yang memiliki potensi kecerdasan
(intelegensi) di atas anak-anak normal, sehingga untuk mewujudkan
potensinya menjadi prestasi nyata, memerlukan pelayanan pendidikan
khusus.
d. Autisme, yaitu gangguan perkembangan anak yang disebabkan oleh
adanya gangguan pada sistem saraf pusat yang mengakibatkan gangguan
dalam interaksi sosial, komunikasi dan perilaku.
e. Indigo, adalah manusia yang sejak lahir mempunyai kelebihan khusus
yang tidak dimiliki manusia pada umumnya.
C.2 Tunanetra
Tunanetra adalah istilah umum yang digunakan pada seseorang yang
mengalami gangguan penglihatan. Tunanetra merupakan salah satu klasifikasi
bagi anak yang memiliki kebutuhan khusus dengan ciri adanya hambatan pada
indera penglihatan. Jumlah penderita tunanetra berdasarkan survei nasional
tahun 1993-1996 di Indonesia mencapai 1,5%.
Penderita tunanetra secara potensi kecerdasan bisa jadi sama dengan
orang normal. Namun, karena keterbatasan yang dimiliki menjadikannya tidak
mampu mengoptimalkan kemampuan yang dimiliki olehnya. Anggapan
masyarakat umum terhadap tunanetra biasanya lebih mengarah pada orang buta
atau tidak bisa melihat sama sekali.
16
Ada beberapa kriteria yang memungkinkan seseorang dianggap
tunanetra, antara lain ketajaman penglihatan yang kurang, yakni ketika
seseorang tidak bisa melihat gerakan tangan pada kurang dari satu meter. Selain
itu, menurut Heward & Orlinsky (1988) bidang penglihatannya tidak lebih luas
dari 20o .
Adapun menurut Direktorat Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan
Khusus Pendidikan Masyarakat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,
penderita tunanetra diklasifikasikan berdasarkan empat hal sebagai berikut :
a. Klasifikasi Berdasarkan Kemampuan Daya Penglihatan
1. Tunanetra dengan klasifikasi buta total (blind)
Penderita tunanetra blind atau buta total merupakan penderita tunanetra yang
sama sekali tidak memliki persepsi visual. Untuk mengenali bentuk benda,
mereka hanya mengandalkan dari persepsi cahaya. Secara medis biasanya
individu ini disebut mempunyai virus (ketajaman penglihatan). Media yang
bisa digunakan untuk membantu penderita tunanetra jenis ini adalah bacaan
dengan huruf Braille.
2. Tunanetra dengan klasifikasi setengah berat (partially sighted)
Penderita tunanetra ini memiliki kemampuan melihat hanya sebagian. Untuk
membantu penglihatan, biasanya digunakan alat bantu seperti kaca
pembesar, atau ketika membaca menggunakan tulisan yang huruf-hurufnya
bercetak tebal.
3. Tunanetra dengan klasifikasi ringan (low vision)
Penderita tunanetra ringan biasanya masih dapat mengikuti program-program
pendidikan dan mampu melakukan pekerjaan/kegiatan yang menggunakan
fungsi penglihatan. Jarak yang bisa dilihat oleh penderita low vision untuk
sampai dapat melihat cahaya adalah sekitar 6 meter. Selain itu, mereka juga
masih mempunyai kemampuan melihat lambaian tangan yang berjarak 60
meter.
Ciri-ciri penderita low vision menurut (Kosasih, 2012) antara lain yaitu :
4. Memiliki kelainan fungsi penglihatan meskipun telah melakukan pengobatan,
misalnya operasi dan atau koreksi refraksi standar (kacamata atau lensa),
5. Mempunyai ketajaman penglihatan kurang dari 6/18 sampai dapat menerima
persepsi cahaya.
17
b. Kasifikasi Berdasarkan Waktu Terjadinya Tunanetra
- Tunanetra sebelum dan sejak lahir
Tunanetra yang dialami semenjak dalam kandungan sehingga anak tidak
memiliki pengalaman penglihatan sama sekali. Hal ini biasanya disebabkan
kondisi ibu selama kehamilan yang tidak dijaga. Misalnya, kurangnya asupan
makanan bergizi selama hamil.
- Tunanetra pada usia kecil atau setelah lahir
Tunanetra jenis ini menyimpan kesan visual dalam pikirannya, tetapi masih
belum kuat dan mudah terlupakan. Pengalaman-pengalaman visual yang
dialami masih sangat sedikit.
- Tunanetra pada usia sekolah atau usia remaja
Penderita tunanetra ini sudah memiliki pengalaman penglihatan sebelumnya
yang tersimpan dalam pengalaman visual di dalam otak. Hal ini tentunya
sangat drastis mengubah kehidupan penderita. Sebab, kesan visual yang
dimiliki sudah terlanjur tertanam lekat di otak.
- Tunanetra pada usia dewasa
Jika seseorang baru menderita tunanetra di usia dewasa umumnya proses
penyesuaian diri yang dilakukan akan lebih mudah. Hal ini karena mereka
sudah dapat membangun kesadaran diri untuk perkembangannya sendiri.
- Tunanetra usia lanjut
Seseorang yang mengalami ketunanetraan saat memasuki usia lanjut akan
lebih sulit melakukan latihan-latihan penyesuaian diri. Hal ini karena fisik dan
mental tidak lagi kuat seperti ketika masih berusia muda.
c. Klasifikasi Berdasarkan Pemeriksaan Klinis
- Tunanetra yang ketajaman penglihatannya kurang dari 20/200 dan atau
memiliki bidang penglihatan kurang dari 200.
- Tunanerta yang memiliki ketajaman penglihatan antara 20/70 sampai dengan
20/200, yang mana masih dapat diperbaiki lagi fungsinya.
d. Klasifikasi Berdasarkan Kelainan pada Mata
- Myopia merupakan gangguan penglihatan jarak dekat. Penderita gangguan ini
mengalami gangguan, yakni bayangan pada mata tidak fokus dan jatuh di
18
belakang retina. Penderita myopia harus menggunakan kacamata dengan
lensa negatif untuk membantu penglihatan.
- Hyperopia merupakan gangguan penglihatan jarak jauh. Berbeda dengan
myopia, hyperopia justru memiliki bayangan yang jatuh di depan retina.
Kacamata yang digunakan adalah kacamata koreksi dengan lensa negatif.
- Astigmatisme merupakan gangguan penglihatan, yakni penglihatan menjadi
kabur akibat adanya sesuatu yang tidak beres pada bola mata. Kacamata
yang digunakan untuk membantu penglihatan adalaha lensa silindris.
C.3 Karakteristik Tunanetra
1. Memiliki rasa curiga yang berlebihan pada orang lain.
Penglihatan yang terbatas membuat peyandang tunanetra kurang mampu
untuk berorientasi dengan lingkungannya. Sebagai dampak dari hal tersebut,
kemampuan bergerak dan mobilitas mereka menjadi rendah sehingga membuat
peyandang tunanetra kurang bisa memahami perasaan orang lain dan mudah
curiga.
2. Mudah tersinggung.
Oleh karena merasa diri mereka tidak sempurna, penglihatan yang kabur
sampai blind membuat peyandang tunanetra sangat sensitif perasannya dan
mudah tersinggung untuk hal-hal kecil. Senda gurau bisa diartikan lain oleh
mereka apabila terlalu berlebih dan dirasa menyinggung kelemahannya.
3. Sangat tergantung kepada orang lain.
Kesulitan mobilitas dan aktivitas membuat peyandang tunanetra sangat
tergantung kepada orang lain, terutama orangtua dan keluarga mereka.
Ketergantungan ini kadangkala justru dipicu oleh kekhawatiran yang berlebihan
dari orangtua akan keselamatan anak apabila melakukan aktivitasnya sendiri.
4. Blindism
Merupakan gerakan-gerakan yang dilakukan oleh peyandang tunanetra
tanpa mereka sadari. Gerakannya bisa berupa gelengan kepala, anggukan
kepala, atau menggoyangkan tubuh.
5. Perasaan rendah diri.
Kelemahan penglihatan membawa perasaan lebih rendah dari orang lain
yang normal. Inilah yang membuat peyandang tunanetra menjadi rendah diri dan
merasa selalu diabaikan orang lain.
19
6. Posisi tangan ke depan dan badan agak membungkuk.
Posisi tangan ke depan dan badan agak membungkuk sering kali dilakukan
oleh penderita tunanetra. Hal demikian dimaksudkan untuk melindungi tubuh
mereka dari sentuhan tubuh orang lain atau terantuk benda yang tajam. Hal
ini dilakukan pada saat penderita tunanetra berjalan sendiri.
7. Fantasi yang kuat untuk mengingat sesuatu objek.
Kaitannya erat dengan lamunan yang kemudian berkembang menjadi fantasi.
8. Kritis/suka bertanya.
Rasa ingin tahu yang benar tidak diimbangi oleh kuatnya penglihatan
sehingga penderita tunanetra banyak bertanya tentang berbagai hal kepada
orang lain di sekitarnya.
C.4 Penyebab Tunanetra
1. Faktor keturunan/genetis, adanya ayah/ibu dan generasi sebelumnya yang
mengalami tunanetra.
2. Faktor penyakit saat di dalam kandungan, misalnya penyakit yang diderita ibu
seperti TBC, rubella/cacar, toxoplasma, dan tumor yang mengganggu janin.
3. Kurangnya nutrisi saat ibu sedang hamil, terutama kekurangan vitamin A.
4. Faktor gangguan pada saat persalinan, seperti persalinan yang bermasalah.
Faktor ini bisa menyebabkan gangguan pada saraf mata. Kelahiran prematur
juga bisa memberikan dampak buruk pada kesehatan mata yang disebut
dengan retinopathy of prematurity, hal ini disebabkan perbedaan kadar
oksigen saat berada dalam inkubator dan setelah keluar.
5. Faktor penyakit tertentu, misalnya xeropthalmia (kekurangan vitamin A),
trachoma (akibat virus), katarak, glaukoma, diabetes, dan macular
degeneration (bagian tengah retina yang memburuk).
20
D. Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian adalah suatu uraian dan hubungan antara
konsep-konsep atau variabel-variabel lain dari masalah yang ingin diteliti (diamat)
melalui penelitian yang dilakukan. Variabel sendiri mengandung pengertian
ukuran atau ciri yang dimiliki oleh anggota suatu kelompok yang berbeda dengan
yang dimiliki oleh kelompok lain.
Berdasarkan hubungan atau perannya, variabel dibedakan menjadi :
1. Variabel Independen (Variabel bebas) yaitu yang sifatnya mempengaruhi
sebab terpengaruh.
2. Variabel Dependen (Variabel terikat) yaitu variabel yang sifatnya tergantung
dan terpengaruh (Notoatmodjo, 2010).
Variabel Independen Variabel Dependen
E. Definisi Operasional
Untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam penelitian ini peneliti
menentukan definisi operasional sebagai berikut :
1. Penyuluhan merupakan kegiatan memberi informasi dan pengetahuan
tentang cara menjaga kebersihan gigi dan mulut kepada penderita tunanetra.
2. Media audio adalah suatu alat media yang isi pesannya hanya dapat diterima
melalui indera pendengaran tentang cara menyikat gigi yang baik dan benar.
3. Tunanetra adalah istilah umum yang digunakan untuk kondisi seseorang yang
mengalami gangguan atau hambatan dalam indera penglihatannya.
Penyuluhan Dengan Media
Audio
Debris Indeks (DI) :
1. Baik
2. Sedang
3. Buruk
21
BAB III
METODE PENELITIAN
1. Jenis Penelitian dan Racangan Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan
metode suvey yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran pemanfaatan
penyuluhan dengan media audio terhadap kebersihan gigi dan mulut pada
penderita tunanetra di Yayasan Pendidikan Tunanetra Sumatera (YAPENTRA).
2. Lokasi dan Waktu Penelitian
B.1 Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Yayasan Pendidikan Tunanetra Sumatera
(YAPENTRA) Tanjung Morawa Sumatera Utara.
B.2 Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan mulai bulan Februari 2018 sampai dengan bulan Juli
2018.
3. Populasi dan Sampel Penelitian
C.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penderita tunanetra di
Yayasan Pendidikan Tunanetra Sumatera (YAPENTRA) Tanjung Morawa
Sumatera Utara yang berjumlah ±180 orang.
C.2 Sampel
Sampel merupakan bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian
jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Alimul, 2013). Teknik
pengambilan sampel pada penelitian ini adalah Purposive Sampling. Purposive
Sampling adalah pengambilan sampel yang berdasarkan suatu pertimbangan
tertentu seperti sifat-sifat, populasi ataupun ciri-ciri yang sudah diketahui
sebelumnya (Notoatmodjo, 2010).
Sampel dalam penelitian ini adalah sampel minimal yang berjumlah 30
orang penderita tunanetra dengan kriteria memiliki gigi indeks.
22
4. Jenis dan Cara Pengumpulan Data
D.1 Jenis Pengumpulan Data
Jenis data yang digunakan adalah :
1. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari hasil
pemeriksaan debris indeks sebelum dan sesudah dilakukan penyuluhan dengan
menggunakan media audio.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari pihak yayasan pendidikan
tunanetra mengenai identitas penderita tunanetra.
D.2 Cara Pengumpulan Data
Prosedur Penelitian
Persiapan alat terdiri dari :
- Kertas format pemeriksaan
- Alat diagnostik (kaca mulut, sonde, pinset, excavator)
- Nierbekken
- Gelas Kumur
- Masker
- Handschoon
Bahan terdiri dari :
- Disclosing solution
- Pasta Gigi danSikat Gigi
- Media Audio (CD atau DVD)
Tahap Pelaksanaan :
a. Sebelum melakukan pemeriksaan, terlebih dahulu menjelaskan maksud dan
tujuan peneliti datang ke Yayasan Pendidikan Tunanetra (YAPENTRA)
Tanjung Morawa Sumatera Utara.
b. Mengumpulkan seluruh penderita tunanetra yang menjadi sampel dengan
bantuan pihak yayasan pendidikan tunanetra.
c. Setelah itu melakukan pemeriksaan debris sebelum dilakukan kegiatan
penyuluhan dengan media audio.
23
d. Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan alat diagnostik dan peralatan
lainnya yang dibutuhkan dalam melakukan pemeriksaan.
e. Hari berikutnya dilakukan pemeriksaan debris setelah dilakukan penyuluhan.
f. Seluruh lembar pemeriksaan yang telah dicatat,dikumpulkan dan dihitung
agar menghindari kekurangan data serta mempermudah proses pengolahan
data tersebut.
g. Menghitung hasil dari debris indeks sebelum dilakukan penyuluhan dan
setelah dilakukan penyuluhan pada penderita tunanetra yang menjadi objek
penelitian.
h. Kemudian semua data-data tersebut dimasukkan ke dalam tabel distribusi
frekuensi.
3. Pengolahan Data dan Analisa Data
E.1 Pengolahan Data
Pengolahan data yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu dengan
mengumpulkan hasil pemeriksaan kebersihan gigi dan mulut yang telah di
peroleh. Dimana secara garis besar pengolahan data meliputi 3 langkah, yaitu :
1. Editing (Memeriksa)
Proses editing dilakukan dengan memeriksakan debris indeks sebelum dan
sesudah diberikan penyuluhan, dengan tujuan agar data yang masuk dapat
diolah secara benar sehingga pengolahan data memberi hasil yang dapat
menjelaskan masalah yang diteliti, kemudian data dikelompokkan dengan
menggunakan aspek pengukuran.
2. Coding (Pengkodean)
Memberi tanda atau kode apabila terdapat pertanyaan-pertanyaan yang
disajikan, hal ini dimaksudkan untuk mempermudah waktu mengadakan
tabulasi data dan analisa data.
3. Tabulating (Tabulasi Data)
Pekerjaan tabulasi data dilakukan, jika semua masalah editing dan coding
sudah selesai. Artinya tidak ada lagi permasalahan yang timbul dalam editing.
Sehingga data tinggal dibuatkan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.
24
E.2 Analisa Data
a. Hasil yang diperoleh dari pemeriksaan dicatat di formulir pemeriksaan yang
telah disiapkan oleh peneliti.
b. Selanjutnya seluruh penderita tunanetra yang menjadi sampel diintruksikan
untuk melakukan sikat gigi sesuai penyuluhan yang telah dilakukan.
c. Setelah itu dilakukan pemeriksaan kembali setelah dilakukan penyuluhan
dengan menggunakan alat diagnostik dan peralatan lainnya yang dibutuhkan.
d. Kemudian semua data-data tersebut dimasukkan ke dalam tabel distribusi
frekuensi.
25
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Hasil Penelitian
Data yang dikumpulkan adalah hasil penelitian yang telah dilakukan
terhadap 30 anak Penderita Tunanetra di Yayasan Pendidikan Tunanetra
Sumatera (YAPENTRA) Tanjung Morawa Sumatera Utara. Pengumpulan data
dilakukan dengan penyuluhan dengan media audio dan melakukan pemeriksaan
secara langsung pada anak yang menjadi sampel. Setelah seluruh data
terkumpul, maka dilakukan analisis data dengan membuat tabel distribusi
frekuensi sebagai berikut :
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Debris Indeks Sebelum Pemanfaatan Penyuluhan Dengan
Media Audio pada Penderita Tunanetra di Yayasan Pendidikan Tunanetra Sumatera (YAPENTRA) Tanjung Morawa Sumatera Utara
Kategori Sampel
(n) Persentase
(%)
Baik 0 0
Sedang 3 10
Buruk 27 90
Jumlah 30 100
Berdasarkan dari tabel 4.1 dapat diketahui bahwa 30 anak penderita
tunanetra di Yayasan Pendidikan Tunanetra diperoleh rata-rata Debris Indeks
sebelum penyuluhan dengan kategori buruk sebanyak 27 orang (90%), kategori
sedang sebanyak 3 orang (10%) dan tidak ada dengan kategori baik.
Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Debris Indeks Sesudah PemanfaatanPenyuluhan Dengan Media Audio pada Penderita Tunanetra di Yayasan Pendidikan Tunanetra
Sumatera (YAPENTRA) Tanjung Morawa Sumatera Utara
Kategori Sampel
(n) Persentase
(%)
Baik 5 16,7
Sedang 19 63,3
Buruk 6 20
Jumlah 30 100
26
Berdasarkan dari tabel 4.2 dapat diketahui bahwa 30 anak penderita
tunanetra di Yayasan Pendidikan Tunanetra diperoleh rata-rata Debris Indeks
sesudah penyuluhan dengankategori sedang sebanyak 19 orang
(63,3%),kategori buruk sebanyak 6 orang (20%) dan kategori baik sebanyak 5
orang (16,7%).
Tabel 4.3 Debris Indeks Rata-Rata Sebelum Dan Sesudah PemanfaatanPenyuluhan
Dengan Media Audio pada Penderita Tunanetra di Yayasan Pendidikan Tunanetra Sumatera (YAPENTRA) Tanjung Morawa Sumatera Utara
Debris Indeks Rata-Rata
Sebelum Penyuluhan 2,37
Sesudah Penyuluhan 1,38
Berdasarkan tabel 4.3 terlihat bahwa Debris Indeks rata-rata sebelum
penyuluhan adalah 2,37 dan Debris Indeks setelah penyuluhan mengalami
penurunan menjadi 1,38.
2. Pembahasan
Menurut Notoatmodjo (2006), kesehatan adalah keadaan dimana
seseorang tidak merasa sakit baik dilihat dari segi fisik dan klinis, dan keadaan
organ-organ didalam tubuh normal atau tidak ada gangguan dari fungsi tubuh.
Kesehatan tidak hanya dipandang secara umum, kesehatan gigi dan mulut juga
akan memberikan pengaruh terhadap kesehatan tubuh secara keseluruhan
(Malik, 2008).
Kebersihan gigi dan mulut yang baik dapat diwujudkan melalui perilaku
yang baik dan benar terhadap pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut.
Pengetahuan merupakan faktor yang membentuk perilaku seseorang,
pengetahuan yang kurang membentuk perilaku dan sikap yang keliru terhadap
pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut. Semakin banyak pancaindera yang
dilibatkan dalam menerima sesuatu, semakin kompleks pengetahuan yang
didapat masing-masing pancaindera. Proses pendidikan seseorang dengan
menggunakan indera penglihatan mencapai 82%, pendengaran 11%, peraba
3,5%, perasa 2,5% dan penciuman 1% sehingga penglihatan merupakan indera
paling penting dalam menerima pengetahuan.
27
Tunanetra adalah istilah umum yang digunakan pada seseorang yang
mengalami gangguan penglihatan. Tunanetra merupakan salah satu klasifikasi
bagi anak yang memiliki kebutuhan khusus dengan ciri adanya hambatan pada
indera penglihatan. Jumlah penderita tunanetra berdasarkan survei nasional
tahun 1993-1996 di Indonesia mencapai 1,5%. Pengertian tunanetra tidak saja
bagi individu yang buta, tetapi mencakup juga mereka yang mampu melihat
tetapi terbatas dan kurang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan hidup sehari-
hari terutama belajar.
Penderita tunanetra secara potensi kecerdasan bisa sama dengan orang
normal. Namun, karena keterbatasan yang dimiliki menjadikannya tidak mampu
mengoptimalkan kemampuan yang dimilikinya. Keterbatasan tersebut menjadi
salah satu hambatan penderita tunanetra untuk memperoleh pengetahuan
tentang kesehatan gigi dan mulut yang nantinya akan menentukan sikap dan
tindakan dalam menjaga kebersihan rongga mulut. Anggapan masyarakat umum
terhadap tunanetra biasanya lebih mengarah pada orang buta atau tidak bisa
melihat sama sekali.
Ada beberapa karakteristik yang memungkinkan seseorang dianggap
tunanetra antara lain ketajaman penglihatan yang kurang, yakni ketika seseorang
tidak bisa melihat gerakan tangan pada kurang dari satu meter, bidang
penglihatannya tidak lebih luas dari 20o, memiliki rasa curiga yang berlebihan
pada orang lain, mudah tersinggung, sangat tergantung kepada orang lain,
blindism (merupakan gerakan-gerakan yang dilakukan oleh penderita tunanetra
tanpa mereka sadari), memilki perasaan rendah diri, posisi tangan ke depan dan
badan agak membungkuk, fantasi yang kuat untuk mengingat sesuatu objek, dan
kritis/suka bertanya.
Beberapa faktor penyebab seseorang dapat mengalami gangguan
penglihatan (tunanetra) antara lain: faktor keturunan/ genetis, faktor penyakit
saat di dalam kandungan (misalnya penyakit yang diderita ibu seperti TBC,
rubella/ cacar) yang mengganggu janin, kurangnya nutrisi saat ibu sedang hamil
(kekurangan vitamin A), faktor gangguan pada saat persalinan (seperti
persalinan yang bermasalah yang bisa menyebabkan gangguan pada saraf
mata), dan faktor penyakit tertentu (misalnya catarac, glaukoma, diabetes dan
marcular degeneration). Menurut Direktorat Pendidikan Khusus dan Pendidikan
Layanan Khusus Pendidikan Masyarakat Kementerian Pendidikan dan
28
Kebudayaan, penderita tunanetra diklasifikasikan berdasarkan empat hal yaitu
klasifikasi berdasarkan kemampuan daya penglihatan, klasifikasi berdasarkan
waktu terjadinya tunanetra, klasifikasi berdasarkan pemeriksaan klinis dan
klasifikasi berdasarkan kelainan pada mata.
Berdasarkan survei dan penelitian awal yang telah dilakukan di Yayasan
Pendidikan Tunanetra Sumatera (YAPENTRA) menyatakan pada Yayasan
tersebut belum pernah dilakukan penyuluhan tentang kebersihan gigi dan mulut,
sehingga ditemukan pada 30 anak penderita tunanetra yang belum mengerti
tentang cara menjaga kebersihan gigi dan mulut dan memiliki tingkat kebersihan
gigi dan mulut (Debris Indeks) dengan kategori buruk.
Menurut Herijulianti (2002),DebrisIndeks adalah nilai dari endapan lunak
yang menempel pada permukaan gigi. Debris dapat dihilangkan dengan cara
menyikat gigi. Aliran saliva, aksi mekanis dari lidah, pipi, dan bibir serta susunan
gigi dan rahang akan mempengaruhi kecepatan pembersihan sisa makanan.
Debris apabila tidak dibersihkan, lama kelamaan akan mengeras dan akan
menjadi karang gigi atau kalkulus yang melekat erat pada permukaan gigi
terutama pada permukaan gigi yang kasar dan tidak rata.
Pengertian penyuluhan dalam arti etimologis, adalah usaha memberikan
keterangan, penjelasan, petunjuk, bimbingan, tuntunan, jalan dan arah yang
harus ditempuh oleh setiap orang sehingga dapat memecahkan masalah yang
dihadapinya dan meningkatkan kualitas hidupnya (Mardikanto, 1982). Pengertian
penyuluhan secara umum merupakan suatu ilmu sosial yang mempelajari sistem
dan proses perubahan pada individu dan masyarakat agar dengan terwujudnya
perubahan tersebut harapan yang sesuai dengan pola atau rencana dapat
tercapai.
Menurut Maulana (2013), penyuluhan kesehatan bertujuan untuk
mengubah perilaku kurang sehat menjadi sehat. Perilaku baru yang terbentuk,
biasanya hanya terbatas pada pemahaman sasaran (aspek kognitif), sedangkan
perubahan sikap dan tingkah laku merupakan tujuan tidak langsung.
Menurut Arief (2009) didalam dunia pendidikan anak penderita tunanetra
tidak bisa diberikan pembelajaran seperti anak normal pada umunya. Diperlukan
suatu terobosan metode pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik anak
tunanetra. Salah satu media pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik
anak penderita tunanetra adalah media audio yang lebih mengandalkan
29
pendengaran daripada penglihatan. Media audio adalah media yang
menyampaikan pesan yang akan disampaikan dalam bentuk lambang-lambang
auditif, baik verbal (ke dalam kata-kata atau bahasa lisan) maupun non verbal.
Penggunaan media audio (CD atau Compact Disc) dan juga (DVD atau Digital
Compact Disc) adalah suatu media penyimpanan file audio yang dibuat untuk
mengecilkan sistem penyimpanannya agar lebih efektif.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada 30 orang anak Penderita
Tunanetra di Yayasan Pendidikan Tunanetra Sumatera (YAPENTRA) Tanjung
Morawa Sumatera Utara, sebelum penyuluhan dengan media audio, Debris
Indeks rata-rata kategori buruk (2,37) dan setelah penyuluhan dengan media
audio, Debris Indeks rata-rata menjadi kategori sedang (1,38).Setelah dilakukan
penyuluhan terjadi penurunan Debris Indeks pada anak penderita tunanetra.
Anak penderita tunanetra lebih mengaktifkan indera pendengaran selama
penyuluhan dan tidak membosankan karena media audio tersebut sudah di
lengkapi dengan musik dan efek suara yang dapat memberikan pengalaman
langsung bagi anak penderita tunanetra.
Menurut Heinich, dkk (2002) kelebihan media audio untuk anak penderita
tunanetra adalah suasana dan perilaku saat proses belajar anak penderita
tunanetra dapat dipengaruhi melalui penggunaan musik dan efek suara, media
audio dapat mengembangkan daya imajinasi anak penderita tunanetra
dikarenakan dalam media audio hanya menggunakan suara saja tanpa ada
gambar sehingga merangsang daya imajinasi anak, dapat merangsang
partisipasi aktif pendengar dan mudah digunakan dan fleksibel. Anak penderita
tunanetra dapat juga mengalami kesulitan untuk mengeluarkan/ memasang
pasta gigi pada sikat gigi. Bila terjadi hal demikian dapat diajarkan dengan cara
mendampingi secara langsung anak penderita tunanetra.
Fungsi media audio adalah untuk melatih segala kegiatan pengembangan
keterampilan terutama yang berhubungan dengan aspek-aspek keterampilan
pendengaran. Yang dapat dicapai dengan media audio ialah berupa: pemusatan
perhatian dan mempertahankan perhatian, mengikuti pengarahan, melatih daya
analisis, menentukan arti dan konteks (Arsyad, 2003). Selain itu pemahaman
anak penderita tunanetra suatu materi jauh lebih baik menggunakan media audio
berupa rekaman, karena kata-kata yang didengar jauh lebih jelas sehingga lebih
30
mudah untuk dimengerti dan diingat. Sesuai dengan karakteristik anak tunanetra
adalah fantasi yang kuat untuk mengingat sesuatu objek.
Kebersihan gigi dan mulut yang baik akan membuat gigi dan jaringan
sekitarnya sehat. Seperti bagian tubuh yang lain, maka gigi dan jaringan
penyangganya mudah terkena penyakit, agar gigi dan jaringan penyangganya
tahan terhadap penyakit maka harus menjaga kebersihan gigi dan mulut.
31
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
1. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Rata-rata Debris Indeks sebelum penyuluhan dengan kategori buruk
sebanyak 27 orang (90%), kategori sedang 3 orang (10%) dan tidak ada
dengan kategori baik.
2. Rata-rata Debris Indeks sesudah penyuluhan dengankategori sedang
sebanyak 19 orang (63,3%),kategori buruk 6 orang (20%) dan kategori
baik 4 orang (16,7%).
3. Debris Indeks rata-rata sebelum penyuluhan adalah 2,37 dan Debris
Indeks setelah penyuluhan mengalami penurunan menjadi 1,38.
4. Penyuluhan dengan media audio terbukti efektif untuk melatih kegiatan
pengembangan keterampilan penderita tunanetra, khususnya melatih
cara menyikat gigi yang baik dan benar.
5. Saran
1. Diharapkan kepada Kepala Yayasan Pendidikan Tunanetra Sumatera
(YAPENTRA) Tanjung Morawa Sumatera Utara untuk bekerja sama
dengan pihak puskesmas setempat atau tenaga kesehatan lainnya untuk
memberikan penyuluhan kesehatan gigi dan mulut secara berkala
sehingga pengetahuan anak penderita tunanetra meningkat dalam
memelihara kebersihan gigi dan mulut.
2. Diharapkan kepada anak penderita tunanetra di Yayasan Pendidikan
Tunanetra Sumatera (YAPENTRA) untuk lebih meningkatkan kebersihan
gigi dan mulut sesuai anjuran yang diberikan.
32
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, R. dan Nana Sudjana., 2009.Media Pengajaran.Bandung: SinarBaruAlgensindo
Anonim(2008). Penyuluhan Kesehatan, Avaible at:
http://creassoft.wordpress.com/2008/05/01/penyuluhan-kesehatan/[Accessed 19 November 2009]
ArsyaddanAzhar, 2003. Metode Pembelajaran, Jakarta PT Raja Grafindo Persada
Daryanto, 2010. Media Pembelajaran. Yogyakarta: Gava Media
Effendy, N., 1998. Dasar-dasarKeperawatanKesehatanMasyarakat.Edisi 2. Jakarta: EGC
Gagne.R., 1970.Principles of Intructional Design New.Avaible at:
http://mahardikadindaunity.blogspot.com/2014/03/makalah-media-audio-untuk-pembelajaran.html.
Herijulianti Eliza, dkk, 2002. Pendidikan Kesehatan Gigi. Jakarta: Penerbit Kedokteran EGC
Individual with Disabilities Education Act Amandement (IDEA).http://www.ed.gov/policy/speed/guid/idea/idea2004.html.
Kartadinata, Sunaryo. (1992). Karakteristik dan Kebutuhan Anak-anak yang Memiliki Kemampuan dan Kecerdasan Luar Biasa serta Kemungkinan Pengembangan Model Program Pendidikannya. Laporan Hasil Peneliti. Bandung: LP IKIP
Kosasih. E dkk. 2012. Cara Bijak Memahami Anak Berkebutuhan Khusus. Bandung: Yrama Widya
Machfoedz, Ircham, dkk, (2005), Pendidikan kesehatan Bagian dari Promosi Kesehatan, Fitramaya, Jogyakarta
Maulana, H.D.J., 2007. Promosi Kesehatan, Jakarta: EGC
Mardikanto dan Sutarni. 1982. Pengantar Penyuluhan Pertanian dalam Teori dan Praktek. Hapsara. Surakarta
Notoatmodjo, S. 2005. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi, Jakarta: PT Rineka Cipta
RISKESDAS, 2013. http://dinkes. Bantenprov. 02 Maret 2016. GO. Id/upload/article doc/hasil.RISKESDAS 2013
Sadiman, P., Media Pembelajaran, diaksesmelalui http://mp-bahri.blogspot.com/
Widjajantin, Anastasia, (1996). Pendidikan Luar Biasa-Tunanetra. Jakarta: Depdikbud RI
WHO (2008). Integrated Chronic Disease Prevention and Control.www.who.int.
http://creassoft.wordpress.com/2008/05/01/penyuluhan-kesehatan/http://creassoft.wordpress.com/2008/05/01/penyuluhan-kesehatan/http://mahardikadindaunity.blogspot.com/2014/03/makalah-media-audio-untuk-pembelajaran.htmlhttp://mahardikadindaunity.blogspot.com/2014/03/makalah-media-audio-untuk-pembelajaran.htmlhttp://dinkes/http://www.who.int/
33
Lampiran 1
34
Lampiran 2
35
Lampiran 3
FORMAT PEMERIKSAAN
GAMBARAN PEMANFAATAN PENYULUHAN DENGAN MEDIA AUDIO
TERHADAP KEBERSIHAN GIGI DAN MULUT PADA PENDERITA
TUNANETRA DI YAYASAN PENDIDIKAN TUNANETRA SUMATERA
(YAPENTRA) JL. MEDAN KM 21,5 TANJUNG MORAWA SUMATERA UTARA
1. Identitas Pasien
NAMA :
UMUR :
JENIS KELAMIN :
ALAMAT :
TANGGAL :
2. Pemeriksaan Objektif
1. Sebelum Penyuluhan Dengan Media Audio
Debris Indeks
DI=
Kategori =
2. Setelah Penyuluhan Dengan Media Audio
Debris Indeks
DI=
Kategori =
36
Lampiran 4
37
Lampiran 5
Master Tabel
No KodeRespon
den
DI SebelumPeny
uluhan Kriteria
DI SesudahPenyul
uhan Kriteria
01 A1 2,1 Buruk 1,5 Sedang
02 A2 1,6 Sedang 1 Sedang
03 A3 3 Buruk 2 Buruk
04 A4 2,6 Buruk 1,3 Sedang
05 A5 2,6 Buruk 0,6 Baik
06 A6 2,5 Buruk 1,3 Sedang
07 A7 2,5 Buruk 2 Buruk
08 A8 3 Buruk 1,3 Sedang
09 A9 2,8 Buruk 0,6 Baik
10 A10 2,1 Buruk 1,3 Sedang
11 A11 2 Buruk 1,3 Sedang
12 A12 2 Buruk 2 Buruk
13 A13 3 Buruk 1,3 Sedang
14 A14 3 Buruk 0,6 Baik
15 A15 2,1 Buruk 2 Buruk
16 A16 2,1 Buruk 1,3 Sedang
17 A17 2 Buruk 2,3 Buruk
18 A18 3 Buruk 2,6 Buruk
19 A19 2 Buruk 1,3 Sedang
20 A20 2,3 Buruk 1,3 Sedang
21 A21 2,1 Buruk 1,3 Sedang
22 A22 2,5 Buruk 1,8 Sedang
23 A23 2,3 Buruk 1,3 Sedang
24 A24 2,6 Buruk 0,6 Baik
25 A25 1,3 Sedang 1,3 Sedang
26 A26 2,5 Buruk 1,5 Sedang
27 A27 2,6 Buruk 1,3 Sedang
28 A28 1,5 Sedang 0,5 Baik
29 A29 2,6 Buruk 1,3 Sedang
30 A30 3 Buruk 1,6 Sedang
Jumlah 71,3 Buruk
41,4 Sedang
Rata-Rata 2,37 1,38
38
Lampiran 6
39
40
41
Lampiran 7
JADWAL PENELITIAN
NO Uraian Kegiatan
Bulan
Februari Maret April Mei Juni Juli
1 Pengajuan Judul
2 Persiapan Proposal
3 Persiapan Izin Lokasi
4 Pengumpulan Data
5 Pengolahan Data
6 Analisa Data
7 Mengajukan Hasil Peneliitian
8 Seminar Hasil Penelitian
9 Penggandaan Laporan Penelitian
42
Lampiran 8
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
1. Biodata Pribadi
Nama : Melisa Fitri Hutabalian
Tempat/ tanggal lahir : Medan, 22 Februari 1997
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Katolik
Anak ke : 3 (tiga)
Jumlah Saudara : 5 (lima)
Nama Ayah : Ir. Amri Hutabalian
Nama Ibu : Rosmida br Siboro
Alamat : Jl. Sei Ular Baru No. 40 A
No. Hp : 082273032549
2. Riwayat Pendidikan
Tahun 2002 – 2003 : TK Santo Thomas 2 Medan
Tahun 2003 – 2009 : SD Santo Thomas 6 Medan
Tahun 2009 – 2012 : SMP Santo Thomas 3 Medan
Tahun 2012 – 2015 : SMA Santo Thomas 3 Medan
Tahun 2015 – 2018 :Jurusan Keperawatan Gigi Politeknik Kesehatan
Kemenkes RI Medan