1
BAB I
REKAM MEDIS
1.1. Identifikasi
Nama : Ny LF
Umur : 25 tahun
Pendidikan Terakhir : SD
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Dalam Kota
Agama : Islam
Status : Menikah
Nama Suami : Tn. A
Umur : 27 tahun
Pendidikan Terakhir : SLTA
Pekerjaan : Wiraswasta
Agama : Islam
Alamat : Dalam Kota
MRS : 29 Juni 2012
1.2. Anamnesis (Autoanamnesis)
Anamnesis Umum
Riwayat perkawinan : 1 kali, lamanya 5 tahun
Riwayat sosioekonomi dan gizi : kurang
Riwayat Reproduksi :
Menarche : 12 tahun
Siklus haid : 28 hari, teratur, lama 7 hari
Nyeri sebelum/saat/setelah haid : tidak ada
HPHT : lupa
Riwayat obstetri : G3P1A2
2
Riwayat penyakit yang pernah diderita : tidak ada
Riwayat operasi : 2 kali,
1. Tahun 2011, kuretase atas indikasi mola hidatidosa
2. 1 juni 2012, kuretase atas indikasi .....................
Riwayat penyakit dalam keluarg : tidak ada
Riwayat memakai kontrasepsi : KB suntik sejak 40 hari
pasca kuretase pertama.
Anamnesis Khusus (29 Juni 2012)
Keluhan Utama :
Nyeri seluruh bagian perut tiga jam sebelum masuk rumah sakit
Riwayat Perjalanan Penyakit :
Sejak + 3 jam sebelum masuk rumah sakit penderita mengeluh
nyeri seluruh perut. Mual dan muntah ada.
+ 2 hari sebelum masuk rumah sakit penderita mengeluh nyeri
perut bagian bawah. ± 4 hari sebelum masuk rumah sakit, Penderita juga
mengeluh keluar darah dari kemaluan berwarna hitam, banyaknya ± 2 kali
ganti celana dalam. Keluar gumpalan darah seperti daging tidak ada,
keluar gelembung seperti mata ikan tidak ada. Riwayat demam ada.
1.3. Pemeriksaan Fisik (29 juni 2012)
Status Present
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Nadi : 112 x/mnt
Frekuensi pernapasan : 24 x/mnt
Suhu : 37,2 oC
Berat badan : 50 kg
Tinggi badan : 150 cm
3
Konjunctiva palpebra pucat : (+/+)
Sklera ikterik : (-/-)
Gizi : cukup
Payudara hiperpigmentasi : (+/+)
Jantung : HR 112 x/menit, regular, BJ I dan II
normal, gallop (-), murmur (-)
Paru-paru : vesikuler normal, wheezing (-), ronkhi (-)
Hati dan lien : sulit dinilai
Edema pretibia : (-/-)
Varises : (-/-)
Refleks fisiologis : +/+
+/+
Refleks patologis : -/-
-/-
Status Ginekologi
Pemeriksaan luar : abdomen datar, lemas, simetris, FUT sulit dinilai,
nyeri tekan (+), nyeri lepas (-), tanda cairan bebas (-)
Pemeriksaan dalam :
Inspekulo : portio livide, OUE tertutup, fluor (-), fluxus (+),
darah tak aktif, erosi (-), laserasi (-), polip (-), infiltrasi (-)
Vaginal Toucher :
Vulva/Vagina: vulva tenang, mukosa vagina licin
Serviks: Portio lunak, OUE tertutup, nyeri goyang portio (+)
Corpus uteri: sesuai usia kehamilan 8 minggu, lunak
Adneksa/parametrium: kanan dan kiri tegang
Cavum Douglas: menonjol, kuldosintesis (+) terdapat darah merah
kehitaman tidak membeku.
4
Rectal Toucher : TSA baik, mukosa licin, ampula recti kosong,
massa intralumen (-), adneksa parametrium kanan dan kiri tegang, corpus
uteri sesuai usia kehamilan 8 minggu, cavum douglas menonjol.
1.4. Pemeriksaan Penunjang
1. Tes Kehamilan
Hasil : (+)
2. Pemeriksaan Laboratorium
Darah : Hb serial (3x)
Hb 1 : 6,1 g/dl Leukosit 1: 5700/ul
Hb 2 : 5,7 g/dl
Hb 3 : 5,6 g/dl
Hb 4 : 8,7 g/dl
Hb 5 : 6,8 g/dl
Hb 6 : 8,1 g/dl
3. Kuldosentesis :
Kuldosintesis (+), terdapat darah merah kehitaman tidak membeku.
4. USG
5. Patologi Anatomi: 10 juli 2012
Hasil: Mengesankan suatu kehamilan
1.5. Diagnosis Banding
1. Kehamilan ektopik terganggu
2. Mola Hidatidosa
3. Torsi kistoma ovarii
4. Tuba ovari abses
5. abortus inkomplit
5
1.6. Diagnosa Kerja
Kehamilan ektopik terganggu,suspek mola hidatidosa dan Anemia Ringan
1.7. Penatalaksanaan
1. Observasi tanda vital dan perdarahan
2. Resusitasi cairan, IVFD RL 500 ml dalam 15 menit pertama atau 2 L
dalam 2 jam pertama (termasuk selama tindakan berlangsung).
3. Transfusi darah
4. Antibiotika: Cefotaxim 3x1g IV
5. Rencana laparotomi cornuraphy cito
6. Persiapan operasi (izin, alat, obat, darah)
1.8. Prognosis
Quo ad vitam et fungsionam : dubia
6
LAPORAN OPERASI
Hari/Tanggal : Jum’at, 6 Juli 2012
Nama Pasien/Umur : Ny. L/25 tahun
Alamat : Dalam kota
Premedikasi : SA 50 mg+Pethidine 50 mg
Anestesi : Recofol 100 mg
Maintenance : O2 + N2O + Ethrane + Tracrium
Pukul 10.30 operasi dimulai
Pasien dalam posisi telentang lalu dilakukan tindakan aseptik antiseptik pada
daerah yang akan dilakukan pembedahan, dilaukan general anestesi. Selanjutnya
dilakukan pembedahan dengan insisi mediana sepanjang 10 cm. Insisi diperdalam
secara tajam dan tumpul sampai menembus peritoneum. Tampak cullen sign
positif , tampak darah bebas dari cavum uterus. Dilakukan eksplorasi dijumpai
ruptur pada cornu tuba falopii ukuran 2x2 cm dilakukan cornuraphi. Setelah
diyakini bersih dan tidak ada perdarahan lalu dinding abdomen ditutup lapis demi
lapis. Luka operasi ditutup dengan kasa rivapic. Pukul 12.00 WIB operasi selesai.
Diagnosis Pra bedah : Suspect KET
7
Diagnosis Pasca Bedah : post Cornuraphy a.i kehamilan ektopik terganggu
(cornu)
BAB II
PERMASALAHAN
2.1. Apakah diagnosis pada kasus ini sudah tepat?
2.2. Apakah penatalaksanaan kasus ini sudah tepat?
2.3. Apakah penyebab terjadinya kehamilan ektopik pada penderita ini?
2.4. Bagaimana prognosis ibu untuk kehamilan selanjutnya?
8
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Definisi
Kehamilan ektopik adalah kehamilan dimana sel telur yang dibuahi
berimplantasi dan tumbuh di luar endometrium kavum uterus. Termasuk
dalam kehamilan ektopik ialah kehamilan tuba, kehamilan ovarial,
kehamilan intra ligamenter, kehamilan servikal, dan kehamilan abdominal
primer atau sekunder. Kehamilan ekstrauterin tidak sinonim dengan
kehamilan ektopik, karena kehamilan di pars interstitialis dan kanalis
servikalis masih termasuk kehamilan intrauterin, tetapi jelas bersifat
ektopik. Kehamilan ektopik terganggu (KET) adalah keadaan di mana
timbul gangguan pada kehamilan tersebut sehingga terjadi abortus maupun
ruptur yang menyebabkan penurunan keadaan umum pasien. Kehamilan
ektopik merupakan kehamilan yang berbahaya karena tempat
implantasinya tidak memberikan kesempatan untuk tumbuh kembang
mencapai aterm1.
Kehamilan ektopik ialah kehamilan, dengan ovum yang dibuahi,
berimplantasi dan tumbuh tidak di tempat yang normal yakni dalam
endometium kavum uteri. Istilah kehamilan ektopik lebih tepat daripada
istilah ekstrauterin yang sekaran masih juga banyak dipakai, oleh karena
terdapat beberapa kehamilan ektopik yang berimplantasi dalam uterus
9
tetapi tidak pada tempat yang normal, misalnya kehamilan pada pars
interstisialis tuba dan kehamilan pada serviks uteri2. Kehamilan ektopik
terganggu (KET) adalah kegawatdaruratan obstetrik yang mengancam
nyawa ibu dan kelangsungan hidup janin, serta merupakan salah satu
penyebab utama mortalitas ibu, khususnya pada trimester pertama. Istilah
kehamilan ektopik terganggu (KET) merujuk pada keadaan di mana
timbul gangguan pada kehamilan tersebut sehingga terjadi abortus maupun
ruptur yang menyebabkan penurunan keadaan umum pasien.
3.2. Epidemiologi
Secara kuantitatif mortalitas akibat KET berhasil ditekan, tetapi
persentase insidens dan prevalensi KET cenderung meningkat dalam dua
dekade ini. Dengan berkembangan alat diagnostik canggih, semakin
banyak kehamilan ektopik yang terdiagnosis sehingga semakin tinggi pula
insidens dan prevalensinya. Keberhasilan kontrasepsi pula meningkatkan
persentase kehamilan ektopik, karena keberhasilan kontrasepsi hanya
menurunkan angka terjadinya kehamilan uterin, bukan kehamilan ektopik.
Meningkatnya prevalensi infeksi tuba juga meningkatkan keterjadian
kehamilan ektopik. Selain itu, perkembangan teknologi di bidang
reproduksi, seperti fertilisasi in vitro, ikut berkontribusi terhadap
peningkatan frekuensi kehamilan ektopik. Di Amerika Serikat, kehamilan
ektopik terjadi pada 1 dari 64 hingga 1 dari 241 kehamilan, dan 85-90%
kasus kehamilan ektopik didapatkan pada multigravida.1
Sebagian besar wanita yang mengalami kehamilan ektopik
berumur antara 20-40 tahun dengan umur rata-rata 30 tahun. Lebih dari
60% kehamilan ektopik terjadi pada wanita 20-30 tahun dengan sosio-
ekonomi rendah dan tinggal di daerah dengan prevalensi gonore dan
prevalensi tuberkulosa yang tinggi. Pemakaian antibiotik pada penyakit
radang panggul dapat meningkatkan kejadian kehamilan ektopik
terganggu. Diantara kehamilan-kehamilan ektopik terganggu, yang banyak
terjadi ialah pada daerah tuba (90%)2.
10
3.3. Etiologi dan Faktor Risiko
Sebagian besar penyebab kehamilan ektopik tidak diketahui.
Setelah sel telur dibuahi di bagian ampula tuba, maka setiap hambatan
perjalanan sel telur ke dalam rongga lahir memungkinkan kehamilan tuba.
Kehamilan ovarial dapat terjadi apabila spermatozoa memasuki folikel De
Graaf yang baru pecah dan membuahi sel telur yang masih tinggal dalam
folikel atau apabila sel telur yang dibuahi bernidasi di daerah
endometriosis di ovarium. Kehamilan intraligamenter biasanya terjadi
sekunder dari kehamilan tuba atau ovarial yang mengalami ruptur dan
mudigah masuk di antara 2 lapisan ligamentum latum. Kehamilan servikal
berkaitan dengan faktor multiparitas yang memiliki riwayat abortus atau
operasi pada rahim termasuk seksio sesarea. Kehamilan abdominal
biasanya terjadi sekunder dari kehamilan tuba1. Adapun penyebab lain
kehamilan ektopik, antara lain:2
1. Gangguan transportasi dari hasil konsepsi yaitu sebagai akibat adanya:
a. Radang panggul (PID)
Terutama endosalpingitis yang menyebabkan aglutinasisilia lipatan
mukosa tuba dengan penyempitan saluran atau pembentukan
kantong-kantong buntu. Berkurangnya silia mukosa tuba sebagai
akibat infeksi juga menyebabkan implantasi hasil zigot pada tuba
falopii.
b. Alat kontrasepsi dalam rahim (IUD)
c. Penyempitan lumen akibat tumor
d. Pasca tindakan bedah mikro pada tuba
Memperbaiki fungsi tuba atau terkadang kegagalan usaha untuk
memperbaiki patensi tuba pada sterilisasi.
e. Abortus
Adhesi peritubal setelah infeksi pasca abortus/infeksi pasca nifas,
apendisitis, atau endometriosis, yang menyebabkan tertekuknya
tuba atau penyempitan lumen.
2. Kelainan hormonal
11
a. Induksi ovulasi
b. Fertilisasi invitro
c. Ovulasi yang terlambat
d. Transmigrasi ovum terutama pada kasus perkembangan duktus
mulleri yang abnormal.
e. Berubahnya motilitas tuba karena perubahan kadar hormon
estrogen dan progesteron.
3. Penyebab yang masih diperdebatkan
a. Endometriosis
b. Cacat bawaan
c. Kelainan kromosom
d. Kualitas sperma dan lain-lain
3.4. Klasifikasi
Klasifikasi kehamilan ektopik berdasarkan tempat terjadinya
implantasi dari kehamilan ektopik, dapat dibedakan menurut:2
1. Kehamilan tuba adalah kehamilan ektopik pada setiap bagian dari tuba
Fallopi. Sebagian besar kehamilan ektopik berlokasi di:
- Tuba (95%)
- Ampulla / Pars Ampularis (55%)
- Isthmus / Pars Isthmika (25%)
- Fimbrial / Pars infundibuaris (17%)
- Interstisial / Pars insterstisialis (2%)
12
Gambar 1. Lokasi Kehamilan Ektopik
2. Kehamilan ovarial merupakan bentuk yang jarang (0,5%) dari seluruh
kehamilan ektopik dimana sel telur yang dibuahi bernidasi di ovarium.
3. Kehamilan servikal adalah bentuk dari kehamilan ektopik yang jarang
sekali terjadi. Nidasi terjadi dalam selaput lendir serviks. Dengan
tumbuhnya telur, serviks mengembang. Kehamilan serviks jarang
melewati usia gestasi 20 minggu sehingga umumnya hasil konsepsi
masih kecil dan dievakuasi dengan kuretase.
4. Kehamilan Abdominal
Kehamilan ini terjadi bila kantong kehamilan berimplantasi di luar
uterus, ovarium dan tuba Fallopi. Kehamilan Abdominal ada 2
macam:
a. Primer, dimana telur dari awal mengadakan implantasi dalam
rongga perut.
b. Sekunder, yaitu pembentukan zigot terjadi di tempat yang lain
misalnya di dalam saluran telur atau ovarium yang selanjutnya
berpindah ke dalam rongga abdomen oleh karena terlepas dari
tempat asalnya. Hampir semua kasus kehamilan abdominal
merupakan kehamilan ektopik sekunder akibat rupture atau aborsi
kehamilan tuba atau ovarium ke dalam rongga abdomen.
13
Walaupun ada kalanya kehamilan abdominal mencapai umur cukup
bulan, hal ini jarang terjadi, yang lazim ialah bahwa janin mati
sebelum tercapai maturitas (bulan ke 5 atau ke 6) karena pengambilan
makanan kurang sempurna.
5. Kehamilan Heterotopik adalah kehamilan ektopik yang dapat terjadi
bersama dengan kehamilan intrauterin.
Kehamilan heterotopik dapat di bedakan atas :
a. Kehamilan kombinasi (Combined Ectopik Pregnancy) yaitu
kehamilan yang dapat berlangsung dalam waktu yang sama dengan
kehamilan intrautrin normal.
b. Kehamilan ektopik rangkap (Compound Ectopic Pregnancy) yaitu
terjadinya kehamilan intrauterin setelah lebih dahulu terjadi
kehamilan ektopik yang telah mati atau pun ruptur dan kehmilan
intrauterin yang terjadi kemudian berkembang seperti biasa.
6. Kehamilan interstisial yaitu implantasi telur terjadi dalam pars
interstitialis tuba. Kehamilan ini juga disebut sebagai kehamilan
kornual (kahamilan intrauteri, tetapi implantasi plasentanya di daerah
kornu, yang kaya akan pembuluh darah). Karena lapisan myometrium
di sini lebih tebal maka ruptur terjadi lebih lambat kira-kira pada bulan
ke 3 atau ke 4.
7. Kehamilan intraligamenter
Kehamilan intraligamenter berasal dari kehamilan ektopik dalam tuba
yang pecah. Konseptus yang terjatuh ke dalam ruangan ekstra
peritoneal ini apabila lapisan korionnya melekat dengan baik dan
memperoleh vaskularisasi di situ fetusnya dapat hidup dan
berkembang dan tumbuh membesar. Dengan demikian proses
kehamilan ini serupa dengan kehamilan abdominal sekunder karena
keduanya berasal dari kehamilan ektopik dalam tuba yang pecah.
8. Kehamilan tubouteina merupakan kehamilan yang semula mengadakan
implantasi pada tuba pars interstitialis, kemudian mengadakan ekstensi
secara perlahan-lahan ke dalam kavum uteri.
14
9. Kehamilan tuboabdominal berasal dari tuba, dimana zigot yang semula
megadakan implantasi di sekitar bagian fimbriae tuba, secara beangsur
mengadakan ekstensi ke kavum peritoneal.
10. Kehamilan tuboovarial digunakan bila kantung janin sebagian melekat
pada tuba dan sebagian pada jaringan ovarium.
3.5. Patogenesis
Tempat-tempat implantasi kehamilan ektopik antara lain ampulla
tuba (lokasi tersering), isthmus, fimbriae, pars interstitialis, kornu uteri,
ovarium, rongga abdomen, serviks dan ligamentum kardinal. Seperti
kehamilan normal, uterus pada kehamilan ektopik pun mengalami
hipertrofi akibat pengaruh hormon estrogen dan progesteron, sehingga
tanda-tanda kehamilan seperti tanda Hegar dan Chadwick pun ditemukan.
Endometrium pun berubah menjadi desidua, meskipun tanpa trofoblas.
Sel-sel epitel endometrium menjadi hipertrofik, hiperkromatik, intinya
menjadi lobular dan sitoplasmanya bervakuol. Perubahan selular demikian
disebut sebagai reaksi Arias-Stella2.
Mukosa pada tuba bukan merupakan medium yang baik untuk
pertumbuhan blastokista yang berimplantasi di dalamnya. Vaskularisasi
kurang baik dan desidua tidak tumbuh dengan sempurna2. Abortus ke
dalam lumen tuba lebih sering terjadi pada kehamilan pars ampullaris,
sedangkan ruptur lebih sering terjadi pada kehamilan pars isthmica. Pada
abortus tuba, bila pelepasan hasil konsepsi tidak sempurna atau tuntas,
maka perdarahan akan terus berlangsung. Bila perdarahan terjadi sedikit
demi sedikit, terbentuklah mola kruenta. Tuba akan membesar dan
kebiruan (hematosalping), dan darah akan mengalir melalui ostium tuba ke
dalam rongga abdomen hingga berkumpul di kavum douglas dan
membentuk hematokel retrouterina2.
Pada kehamilan di pars isthmica, umumnya ruptur tuba terjadi
lebih awal, karena pars isthmica adalah bagian tuba yang paling sempit.
Pada kehamilan di pars interstitialis ruptur terjadi lebih lambat (8-16
15
minggu) karena lokasi tersebut berada di dalam kavum uteri yang lebih
akomodatif, sehingga sering kali kehamilan pars interstitialis disangka
sebagai kehamilan intrauterin biasa. Perdarahan yang terjadi pada
kehamilan pars interstitialis cepat berakibat fatal karena suplai darah
berasal dari arteri uterina dan ovarika. Oleh sebab itu, kehamilan pars
interstitialis adalah kehamilan ektopik dengan angka mortalitas tertinggi.
Kerusakan yang melibatkan kavum uteri cukup besar sehingga
histerektomi pun diindikasikan. Ruptur, baik pada kehamilan fimbriae,
ampulla, isthmus maupun pars interstitialis, dapat terjadi secara spontan
maupun akibat trauma ringan, seperti koitus dan pemeriksaan vaginal. Bila
setelah ruptur janin terekspulsi ke luar lumen tuba, masih terbungkus
selaput amnion dan dengan plasenta yang masih utuh, maka kehamilan
dapat berlanjut di rongga abdomen. Untuk memenuhi kebutuhan janin,
plasenta dari tuba akan meluaskan implantasinya ke jaringan sekitarnya,
seperti uterus, usus dan ligamen.
Proses implantasi ovum di tuba pada dasarnya sama dengan yang
terjadi di kavum uteri. Telur di tuba bernidasi secara kolumnar atau
interkolumnar. Pada nidasi secara kolumnar telur bernidasi pada ujung
atau sisi jonjot endosalping. Perkembangan telur selanjutnya dibatasi oleh
kurangnya vaskularisasi dan biasanya telur mati secara dini dan
direabsorbsi. Pada nidasi interkolumnar, telur bernidasi antara dua jonjot
endosalping. Setelah tempat nidasi tertutup maka ovum dipisahkan dari
lumen oleh lapisan jaringan yang menyerupai desidua dan dinamakan
pseudokapsularis. Karena pembentukan desidua di tuba malahan kadang-
kadang sulit dilihat vili khorealis menembus endosalping dan masuk ke
dalam otot-otot tubadengan merusak jaringan dan pembuluh darah.
Perkembangan janin selanjutnya tergantung dari beberapa faktor,
yaitu; tempat implantasi, tebalnya dinding tuba, dan banyaknya perdarahan
yang terjadi oleh invasitrofoblas. Di bawah pengaruh hormon esterogen
dan progesteron dari korpus luteum graviditi dan trofoblas, uterus menjadi
besar dan lembek, endometrium dapat berubah menjadi desidua. Beberapa
16
perubahan pada endometrium yaitu; sel epitel membesar, nukleus
hipertrofi, hiperkromasi, lobuler, dan bentuknya ireguler. Polaritas
menghilang dan nukleus yang abnormal mempunyai tendensi menempati
sel luminal. Sitoplasma mengalami vakuolisasi seperti buih dan dapat juga
terkadang ditemui mitosis. Perubahan endometrium secara keseluruhan
disebut sebagai reaksi Arias-Stella.
Setelah janin mati, desidua dalam uterus mengalami degenerasi
kemudian dikeluarkan secara utuh atau berkeping-keping. Perdarahan
yang dijumpai pada kehamilan ektopik terganggu berasal dari uterus
disebabkan pelepasan desidua yang degeneratif. Sebagian besar kehamilan
tuba terganggu pada umur kehamilan antara 6 sampai 10 minggu. Karena
tuba bukan tempat pertumbuhan hasil konsepsi, tidak mungkin janin
tumbuh secara utuh seperti dalam uterus. Beberapa kemungkinan yang
mungkin terjadi adalah:
1. Hasil konsepsi mati dini dan diresorbsi.
Pada implantasi secara kolumna, ovum yang dibuahi cepat mati karena
vaskularisasi yang kurang dan dengan mudah diresobsi total.
2. Abortus ke dalam lumen tuba
Perdarahan yang terjadi karena terbukanya dinding pembuluh darah
oleh vili korialis pada dinding tuba di tempat implantasi dapat
melepaskan mudigah dari dinding tersebut bersama-sama dengan
robeknya pseudokapsularis. Segera setelah perdarahan, hubungan
antara plasenta serta membran terhadap dinding tuba terpisah
bila pemisahan sempurna, seluruh hasil konsepsi dikeluarkan melalui
ujung fimbrae tuba ke dalam kavum peritonium. Dalam keadaan
tersebut perdarahan berhenti dan gejala-gejala menghilang.
3. Ruptur dinding tuba
Penyebab utama dari ruptur tuba adalah penembusan dinding vili
korialis ke dalam lapisan muskularis tuba terus ke peritoneum. Ruptur
tuba sering terjadi bila ovum yang dibuahi berimplantasi pada isthmus
dan biasanya terjadi pada kehamilan muda. Sebaliknya rupture yang
17
terjadi pada pars-intersisialis pada kehamilan lebih lanjut. Ruptur dapat
terjadi secara spontan, atau yang disebabkan trauma ringan seperti
pada koitus dan pemeriksaan vagina2.
3.6. Manifestasi Klinis
Gejala dari kehamilan ektopik tergantung pada lokasinya. Tanda
dan gejalanya sangat bervariasi tergantung pada ruptur atau tidaknya
kehamilan tersebut. Adapun gejala dan hasil pemeriksaan laboratorium
antara lain:2
1. Keluhan gastrointestinal
Keluhan yang paling sering dikemukakan oleh pasien kehamilan
ektopik terganggu adalah nyeri pelvis. Dorfman menekankan
pentingnya keluhan gastrointestinal dan vertigo atau rasa pening.
Semua keluhan tersebut mempunyai keragaman dalam hal insiden
terjadinya akibat kecepatan dan taraf perdarahannya di samping
keterlambatan diagnosis.
2. Nyeri tekan abdomen dan pelvis
Nyeri tekan yang timbul pada palpasi abdomen dan pemeriksaan,
khususnya dengan menggerakkan serviks, dijumpai pada lebih dari tiga
per empat kasus kehamilan ektopik sudah atau sedang mengalami
ruptur, tetapi kadang-kadang tidak terlihat sebelum ruptur terjadinya.
3. Amenore
Riwayat amenore tidak ditemukan pada seperempat kasus atau lebih.
Salah satu sebabnya adalah karena pasien menganggap perdarahan
pervaginam yang lazim pada kehamilan ektopik sebagai periode haid
yang normal, dengan demikian memberikan tanggal haid terakhir yang
keliru.
4. Spotting atau perdarahan vaginal
Selama fungsi endokrin plasenta masih bertahan, perdarahan uterus
biasanya tidak ditemukan, namun bila dukungan endokrin dari
18
endometrium sudah tidak memadai lagi, mukosa uterus akan
mengalami perdarahan. Perdarahan tersebut biasanya sedikit-sedikit,
bewarna cokelat gelap dan dapat terputus-putus atau terus-menerus.
5. Perubahan Uterus
Uterus pada kehamilan etopik dapat terdorong ke salah satu sisi oleh
masa ektopik tersebut. Pada kehamilan ligamentum latum atau
ligamentum latum terisi darah, uterus dapat mengalami pergeseran
hebat. Uterine cast akan dieksresikan oleh sebagian kecil pasien,
mungkin 5% atau 10% pasien. Eksresi uterine cast ini dapat disertai
oleh gejala kram yang serupa dengan peristiwa ekspulsi spontan
jaringan abortus dari kavum uteri.
6. Tekanan darah dan denyut nadi
Reaksi awal pada perdarahan sedang tidak menunjukkan perubahan
pada denyut nadi dan tekanan darah, atau reaksinya kadang-kadang
sama seperti yang terlihat pada tindakan flebotomi untuk menjadi
donor darah yaitu kenaikan ringan tekanan darah atau respon
vasovagal disertai bradikardi serta hipotensi.
7. Hipovolemi
Penurunan nyata tekanan darah dan kenaikan denyut nadi dalam posisi
duduk merupakan tanda yang paling sering menunjukkan adanya
penurunan volume darah yang cukup banyak. Semua perubahan
tersebut mungkin baru terjadi setelah timbul hipovolemi yang serius.
8. Suhu tubuh
Setelah terjadi perdarahan akut, suhu tubuh dapat tetap normal atau
bahkan menurun. Suhu yang lebih tinggi jarang dijumpai dalam
keadaan tanpa adanya infeksi. Karena itu panas merupakan gambaran
yang penting untuk membedakan antara kehamilan tuba yang
mengalami ruptura dengan salpingitis akut, dimana pada keadaan ini
suhu tubuh umumnya diatas 38oC.
9. Masa pelvis
19
Masa pelvis dapat teraba pada ± 20% pasien. Masa tersebut
mempunyai ukuran, konsistensi serta posisi yang bervariasi. Biasanya
masa ini berukuran 5-15 cm, sering teraba lunak dan elastis. Akan
tetapi dengan terjadinya infiltrasi dinding tuba yang luas oleh darah
masa tersebut dapat teraba keras. Hampir selalu masa pelvis ditemukan
di sebelah posterior atau lateral uterus. Keluhan nyeri dan nyeri tekan
kerap kali mendahului terabanya masa pelvis dalam tindakan palpasi.
10. Hematokel pelvis
Pada kehamilan tuba, kerusakan dinding tuba yang terjadi bertahap
akan diikuti oleh perembesan darah secara perlahan-lahan ke dalam
lumen tuba, kavum peritonium atau keduanya. Gejala perdarahan aktif
tidak terdapat dan bahkan keluhan yang ringan dapat mereda, namun
darah yang terus merembes akan berkumpul dalam panggul, kurang
lebih terbungkus dengan adanya perlekatan dan akhirnya membentuk
hematokel pelvis.
3.7. Penegakan Diagnosis
Gambaran klinis bervariasi tergantung cepat lambatnya diagnosis
dibuat, lokasi implantasi, dan sudah terjadi ruptur atau belum.
Tanda- tanda dan gejala baru timbul setelah ada gangguan. Gejala
dan tanda yang karakteristik pada kehamilan ektopik terganggu, antara
lain2:
1. Mendadak rasa nyeri perut bagian bawah
2. Amenorrhea (75 % - 90 %)
3. Perdarahan pervaginam (50 % - 80 %)
4. Tanda-tanda kesakitan dan pucat
5. Tanda-tanda syok, seperti hipotensi
6. Suhu kadang naik sehingga sukar dibedakan dengan infeksi pelvis
7. Perut mengembung dan nyeri tekan
20
8. Nyeri goyang serviks
9. Cavum Douglas menonjol dan nyeri raba
10. Massa pada pelvis atau hematokel pada pelvis
11. Anemia akut
Sedangkan kehamilan ektopik belum terganggu menunjukkan
gejala dan tanda sebagai berikut:
1. Biasanya penderita tidak menyampaikan keluhan yang khas
2. Amenore
3. Tanda kehamilan muda, seperti nausea
4. Nyeri di perut bawah yang tidak khas
5. Kadang teraba tumor di samping uterus dengan batas yang sukar
ditentukan
Untuk menegakkan diagnosis kehamilan ektopik, dilakukan
beberapa pemeriksaan bantuan sebagai berikut:1,2
1. Uji Kehamilan
Uji kehamilan positif membantu diagnosis, tetapi sebaliknya uji
kehamilan negatif tidak dapat menyingkirkan kemungkinan kehamilan
ektopik.
2. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan Hb serial untuk mengukur kuantitas jumlah kehilangan
darah yang terjadi, pemeriksaan beta-HCG (penurunan nilai beta-
HCG), serum kreatinin kinase (masih diperdebatkan).
3. Kuldosentesis
Tujuan: untuk mengetahui apakah dalam Cavum Douglas terdapat
darah atau cairan lain. Cara ini tidak digunakan pada kehamilan
ektopik belum terganggu.
Teknik:
a. Penderita dibaringkan dalam posisi litotomi.
b. Vulva dan vagina dibersihkan dengan antiseptik.
21
c. Spekulum dipasang dan bibir belakang porsio dijepit dengan
tenakulum, kemudian dilakukan traksi ke depan hingga forniks
posterior ditampakkan.
d. Jarum spinal no.18 ditusukkan ke dalam Cavum Douglas dan
dengan semprit 10 ml dilakukan pengisapan.
Gambar 2. Kuldosentesis
Hasil:
a. Kuldosentesis yang positif, bila dikeluarkan berupa darah tua
berwarna coklat sampai hitam yang tidak membeku atau berupa
bekuan-bekuan kecil.
b. Kuldosentesis yang negatif, bila yang ditemukan adalah cairan
jernih yang mungkin berasal dari cairan peritoneum normal atau
kista ovarium yang pecah; nanah yang mungkin berasal dari PID
(nanah harus dikultur); darah segar berwarna merah yang dalam
beberapa menit akan membeku
c. Kuldosentesis yang non diagnostik, bila pada pengisapan tidak
berhasil dikeluarkan darah atau cairan lain.
22
4. Sonografi
Diagnosis pasti apabila ditemukan kantong gestasi di luar uterus yang
didalamnya tampak denyut jantung janin. Pada kehamilan ektopik
terganggu sering tidak ditemukan kantung gestasi ektopik. Gambaran
yang tampak ialah cairan bebas dalam rongga peritoneum terutama di
Cavum Douglas. Tidak jarang dijumpai hematokel pelvik sebagai
suatu massa ekogenik di adneksa yang dikelilingi daerah kistik dengan
batas tepi yang tidak tegas.
Gambar 3. Sonografi Kehamilan Ektopik
5. Laparoskopi
Laparoskopi dapat membantu menegakkan diagnosis kehamilan tuba
yang belum terganggu yang hanya menunjukkan sedikit perubahan,
baik mengenai bentuk maupun warnanya. Adanya darah dalam rongga
pelvis mungkin mempersulit visualisasi alat kandungan, tetapi hal ini
menjadi indikasi untuk dilakukan laparotomi.
6. Hasil Kuretase
Dipikirkan suatu kehamilan ektopik jika hasil kuretase hanya
menunjukkan desidua. Meskipun demikian, ditemukannya
endometrium dalam fase sekresi, fase proliferasi atau fase deskuamasi
tidak dapat menyingkirkan kemungkinan suatu kehamilan ektopik.
23
3.8. Diagnosis Banding2,3
1. Salfingitis
Gejala yang menyertai infeksi pelvik biasanya timbul waktu haid dan jarang
setelah mengenai amenore. Nyeri perut bagian bawah dan tahanan
yang dapat diraba pada pemeriksaaan vaginal pada umumnya bilateral.
Pada infeksi pelvik perbedaan suhu rektal dan ketiak melebihi 0,5oC,
selain itu leukositosis lebih tinggi daripada kehamilan ektopik
terganggu dan tes kehamilan menunjukkan hasil negatif.
2. Abortus imminens atau abortus incompletus
Dibandingkan dengan kehamilan ektopik terganggu perdarahan lebih
merah sesudah amenore, rasa nyeri yang sering berlokasi di daerah
median dan adanya perasaan subjektif penderita yang merasakan rasa
tidak enak di perut lebih menunjukkan ke arah abortus imminens atau
permulaan abortus incipiens. Pada abortus tidak dapat diraba tahanan
di samping atau di belakang uterus, dan gerakan servik uteri tidak
menimbulkan rasa nyeri.
3. Corpus luteum atau kista folikel yang pecah
4. Torsi kistoma ovarii
Gejala dan tanda kehamilan muda, amenore, dan
perdarahan pervaginam biasanya tidak ada. Tumor pada kista ovarium
lebih besar dan lebih bulat dibanding kehamilan ektopik terganggu.
5. Appendisitis
Pada apendisitis tidak ditemukan tumor dan nyeri pada gerakan serviks
uteri seperti yang ditemukan pada kehamilan ektopik terganggu. Nyeri
perut bagian bawah pada apendisitis terletak pada titik McBurney.
6. Gastroentritis
7. AKDR (alat kontrasepsi dalam rahim)
3.9. Komplikasi
24
1. Pada pengobatan konservatif, yaitu bila kehamilan ektopik terganggu
telah lama berlangsung (4-6 minggu), terjadi perdarahan ulang, Ini
merupakan indikasi operasi.
2. Infeksi
3. Sterilitas
4. Pecahnya tuba falopi
5. Komplikasi juga tergantung dari lokasi tumbuh berkembangnya
embrio
3.10. Penatalaksanaan
Dalam menangani kasus kehamilan ektopik, beberapa hal harus
diperlihatkan dan dipertimbangkan, yaitu: kondisi penderita, keinginan
penderita akan fungsi reproduksinya, lokasi kehamilan ektopik, kondisi
anatomik organ pelvis, kemampuan teknik bedah operator, dan
kemampuan teknologi fertilisasi invitro setempat.
1. Perbaiki keadaan umum dengan memberikan cairan dan transfusi
darah.
2. Pemberian cairan dilakukan untuk koreksi terhadap hipovolemia dan
anemia.
3. Jika penderita belum mempunyai anak, maka kelainan tuba dapat
dipertimbangkan untuk dikoreksi supaya tuba berfungsi dengan
salpingostomi (pada kehamilan di ampula dan infundibulum) atau
reanastomosis tuba (pada kehamilan di isthmus).
4. Jika penderita sudah memiliki anak cukup dan terdapat kelainan pada
tuba tersebut dapat dipertimbangkan untuk salfingektomi.
5. Kehamilan kornu dilakukan salfingooforektomi dan;
1. Histerektomi bila umur > 35 tahun.
2. Fundektomi bila masih muda untuk kemungkinan masih bisa
haid.
3. Insisi bila kerusakan pada kornu kecil dan kornu dapat
direparasi.
25
6. Salfingektomi dapat dilakukan dalam beberapa kondisi, yaitu:
1. Kondisi penderita buruk, misalnya dalam keadaan syok.
2. Kondisi tuba buruk, terdapat jaringan parut yang tinggi risikonya
akan kehamilan ektopik berulang.
3. Penderita menyadari kondisi fertilitasnya dan menginginkan
fertilitasi invitro, maka dalam hal ini salfingektomi mengurangi
risiko kehamilan ektopik pada prosedur fertilisasi invitro.
4. Penderita tidak ingin punya anak lagi.
7. Kehamilan ektopik terganggu dini yang berlokasi di ovarium bila
dimungkinkan dirawat, namun apabila tidak menunjukkan perbaikan
maka dapat dilakukan tindakan sistektomi ataupun oovorektomi.
8. Kehamilan ektopik terganggu berlokasi di servik uteri yang sering
mengakibatkan perdarahan dapat dilakukan histerektomi
9. Apabila tindakan konservatif dipikirkan, maka harus dipertimbangkan:
1. Kondisi tuba yang mengalami kehamilan ektopik, yaitu berapa
panjang bagian yang rusak dan berapa panjang bagian yang masih
sehat, berapa luas mesosalfing yang rusak, dan berapa luas
pembuluh darah tuba yang rusak.
2. Kemampuan operator akan teknik bedah mikro dan kelengkapan
alatnya, oleh karena pelaksanaan teknik pembedahan harus sama
seperti pelaksanaan bedah makro.
Terapi medisinalis yang utama pada kehamilan ektopik adalah
methotrexate (MTX). Methotrexate merupakan analog asam folat yang
akan mempengaruhi sintesis DNA dan multiplikasi sel dengan cara
menginhibisi kerja enzim dihydrofolate reduktase. MTX ini akan
menghentikan proliferasi trofoblas.
Pemberian MTX dapat secara oral, sistemik iv, im atau injeksi lokal
dengan panduan USG atau laparoskopi. Regimen yang dipakai saat ini
adalah dengan pemberian dosis tungal MTX 50 mg/m2 luas
permukaan tubuh. Sebelumnya, penderita diperiksa dulu kadar hCG,
26
fungsi hepar, kreatinin, golongan darah. Pada hari ke-4 dan ke-7
setelah pemberian MTX kadar hCG diperiksa kembali.
Bila kadar hCG berkurang 15% atau lebih, dari kadar yang diperiksa
pada hari ke-4 maka MTX tidak diberikan lagi dan kadar hCG
diperiksa setiap minggu sampai hasilnya negatif atau evaluasi dapat
dilakukan dengan menggunakan USG transvaginal setiap minggu. Bila
kadar hCG tidak berkurang atau sebaliknya meningkat dibandingkan
kadar hari ke-4 atau menetap selama interval setiap minggunya, maka
diberikan MTX 50 mg/m2 kedua.
Kontraindikasi pemberian MTX absolut adalah ruptur tuba, adanya
penyakit ginjal atau hepar yang aktif. Sedangkan kontraindikasi relatif
adalah nyeri abdomen, FHB (+).
10. Tindakan laparatomi dapat dilakukan pada ruptur tuba, kehamilan
dalam divertikulum uterus, kehamilan abdominal dan kehamilan
tanduk rudimenter. Perdarahan sedini mungkin dihentikan dengan
menjepit bagian dari adneksia yang menjadi sumber perdarahan.
Keadaan umum penderita terus diperbaiki dan darah dari rongga
abdomen sebanyak mungkin dikeluarkan serta memberikan transfusi
darah.
11. Untuk kendali nyeri pasca tindakan, dapat diberikan:
a. Ketoprofen 100 mg supositoria
b. Tramadol 200 mg iv
12. Atasi anemia dengan tablet besi, sulfas ferrous 600 mg per hari.
13. Konseling pasca tindakan, antara lain berisi:
a. Kelanjutan fungsi reproduksi
b. Risiko hamil ektopik ulangan
c. Kontrasepsi yang sesuai
d. Asuhan mandiri selama di rumah
e. Jadwal kunjungan ulang
3.11. Prognosis
27
Kematian karena kehamilan ektopik terganggu cenderung menurun
dengan diagnosis dini dan persediaan darah yang cukup tetapi bila
pertolongan terlambat angka kematian dapat meningkat.Pada umumnya
kelainan yang menyebabkan kehamilan ektopik bersifat bilateral. Sebagian
wanita setelah mengalami kehamilan ektopik pada satu tuba, dapat
mengalami kehamilan ektopik lagi pada tuba yang lain. Ruptur dengan
perdarahan intraabdominal dapat mempengaruhi fertilitas wanita. Dalam
kasus-kasus kehamilan ektopik terganggu terdapat 50-60% kemungkinan
wanita steril.4,5
Angka kehamilan ektopik yang berulang dilaporkan antara 0-
14,6%. Ibu yang pernah mengalami kehamilan ektopik terganggu
mempunyai risiko 10% untuk terjadinya kehamilan ektopik terganggu
berulang. Ibu yang sudah mengalami kehamilan ektopik terganggu
sebanyak dua kali terdapat kemungkinan 50% mengalami kehamilane
ktopik terganggu berulang. Untuk wanita dengan anak yang sudah cukup
sebaiknya pada operasi dilakukan salfingektomi bilateral. Dengan
sendirinya hal ini perlu disetujui untuk suami istri sebelumnya..3
BAB IV
ANALISIS KASUS
28
Pada tanggal 29 juni 2012, Ny LF berusia 25 tahun, alamat dalam kota,
kebangsaan Indonesia, pekerjaan ibu rumah tangga datang ke RS H.M Rabain
dengan keluhan hamil muda dengan nyeri seluruh perut bawah sejak + 3 jam
SMRS. Riwayat tidak menstruasi (+), riwayat mual dan muntah (+), dan riwayat
payudara tegang (+). Penderita juga mengeluh keluar darah dari kemaluan
berwarna hitam, banyaknya ± 2 kali ganti celana dalam. Riwayat keluar gumpalan
darah seperti daging (-), riwayat keluar gelembung seperti mata ikan (-). riwayat
trauma (-), riwayat pasca senggama (-), riwayat minum obat/jamu peluruh (-),
riwayat pemakaian kontrasepsi (-). Penderita mengaku hamil 2 bulan.
Berdasarkan anamnesis, adanya keluhan dengan nyeri seluruh perut dapat
disebabkan oleh berbagai macam penyakit, seperti kehamilan ektopik terganggu,
abortus inkompletus, torsi kista ovarii, dan abses tuba ovarii. Akan tetapi
berdasarkan anamnesis ditemukan adanya perdarahan pervaginam maka torsi kista
ovarii, dan abses tuba ovarii dapat disingkirkan. Dari anamnesis juga didapatkan
perdarahan pervaginam tanpa disertai keluarnya jaringan seperti hati ayam, maka
diagnosis banding abortus inkompletus dapat disingkirkan.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum sakit sedang, kesadaran
kompos mentis, tekanan darah 90/60 mmHg, nadi 112 x/menit, pernafasan
24x/menit, suhu 37,20 C, dan keadaan organ lainnya dalam batas normal. Dari
pemeriksaan keadaan umum, tampak penderita mengalami syok dengan tekanan
darah yang relatif turun dan takikardi.
Pemeriksaan luar didapatkan abdomen datar, simetris, lemas, nyeri tekan
(+), nyeri lepas (-), dan tanda cairan bebas (-). Pada pemeriksaan dalam, inspekulo
didapatkan mukosa vagina licin, portio livide, OUE tertutup, fluor (-), fluxus (+),
darah tak aktif, erosi (-), laserasi (-), polip (-). Vaginal toucher didapatkan portio
dalam konsistensi lunak, nyeri goyang portio (+), OUE tertutup, corpus uteri yang
sesuai dengan kehamilan 8 minggu, adneksa/parametrium kanan dan kiri tegang,
dan cavum Douglas menonjol.
29
Berdasarkan anamnesis dan hasil pemeriksaan ginekologi yang diperoleh
baik dari pemeriksaan luar maupun dalam, diagnosis banding seperti abortus
incompletus dapat disingkirkan karena pada abortus perdarahan disertai
keluarnya jaringan, rasa nyeri yang sering berlokasi di daerah median, serta
pada abortus tidak dapat diraba tahanan di samping atau di belakang
uterus, dan nyeri goyang serviks tidak ada. Jadi, dari anamnesis dan
pemeriksaan fisik, kemungkinan diagnosis penderita adalah kehamilan ektopik
terganggu,dan mola hidatidosa belum dapat disingkirkan.
Untuk membantu penegakkan diagnosis kehamilan ektopik terganggu dan
mola hidatidosa, maka dilakukan beberapa pemeriksaan penunjang meliputi
pemeriksaan kehamilan dimana didapatkan hasil positif (+) hamil, pemeriksaan
laboratorium berupa pemeriksaan Hb serial, didapatkan Hb 10,1 g/dl (1), Hb 9,1
g/dl (2), dan Hb 8,9 g/dl (3). Dari pemeriksaan Hb serial ini didapatkan penurunan
Hb secara bermakna, yang mengindikasikan bahwa kemungkinan adanya
perdarahan yang masih berlangsung (ongoing bleeding). Selain itu, dilakukan juga
pemeriksaan kuldosentesis. Dari pemeriksaan kuldosentesis didapatkan hasil
positif, yaitu adanya darah tua berwarna coklat sampai hitam yang tidak
membeku. Dilakukan pula pemeriksaan β-Hcg pada tanggal ............. dan
didapatkan hasil sebesar 722752.00 mIU/mL. Hasil ini menunjukkan kadar βHcg
yang sangat tinggi yang mengarah pada diagnosis mola hidatidosa, namun untuk
menegakkan mola hidatidosa dibutuhkan pemeriksaan β-Hcg serial.
Dari anamnesis, pemeriksaan ginekologis, serta pemeriksaan penunjang
yang didapatkan maka pasien ini didiagnosa kehamilan ektopik terganggu dan
suspek mola hidatidosa dan anemia ringan.
30
Dalam menangani kasus kehamilan ektopik, mola hidatidosa beberapa hal
harus diperlihatkan dan dipertimbangkan, yaitu: kondisi penderita, keinginan
penderita akan fungsi reproduksinya, lokasi kehamilan ektopik, kondisi anatomik
organ pelvis, kemampuan teknik bedah operator, dan kemampuan teknologi
fertilisasi invitro setempat. Pada kasus ini, penatalaksanaan yang perlu dilakukan
meliputi perbaiki keadaan umum dengan memberikan cairan dan transfusi darah.
Pemberian cairan ini dilakukan untuk koreksi terhadap hipovolemia dan anemia.
Selanjutnya terapi yang dilakukan adalah tindakan operatif, dari hasil laparotomi
didapatkan ruptur cornu uterus dan dilakukan cornuraphy. Selain itu, diberikan
juga antibiotika cefotaxim 2x1g IV karena kehamilan ektopik biasanya berkaitan
dengan gangguan fungsi transportasi tuba yang disebakan oleh proses infeksi.
Pemberian anti nyeri untuk mengontrol nyeri pasca tindakan juga dapat diberikan
seperti ketoprofen 100 mg supositoria, tramadol 200 mg iv.
Sebagian besar penyebab kehamilan ektopik tidak diketahui. Penyebab
kehamilan ektopik dapat disebabkan oleh gangguan transportasi dari hasil
konsepsi (radang panggul, alat kontrasepsi dalam rahim (IUD), penyempitan
lumen akibat tumor, pasca tindakan bedah mikro pada tuba, abortus) dan kelainan
hormonal. Pada kasus ini, penyebab kehamilan ektopik pada pasien tidak
diketahui karena dari hasil anamnesis tidak ditemukan adanya faktor risiko yang
mungkin mendasari terjadinya kehamilan ektopik pada pasien ini.
Prognosis ibu quo ad vitam and functionam dubia. Sebagian wanita setelah
mengalami kehamilan ektopik pada satu tuba, dapat mengalami kehamilan
ektopik lagi pada tuba yang lain. Ruptur dengan perdarahan intraabdominal dapat
mempengaruhi fertilitas wanita. Dalam kasus-kasus kehamilan ektopik terganggu
terdapat 50-60% kemungkinan wanita steril. Angka kehamilan ektopik yang
berulang dilaporkan antara 0-14,6%.
31
BAB V
KESIMPULAN
5.1. Diagnosis pada kasus ini sudah tepat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan penunjang yaitu dengan adanya tanda-tanda kehamilan ektopik
terganggu.
5.2. Penyebab kehamilan ektopik pada pasien ini tidak diketahui.
5.3. Penatalaksanaan pada kasus ini sudah tepat yaitu dengan resusitasi cairan
tubuh dengan IVFD RL dan melakukan laparotomi dan dari hasil
laparotomi didapatkan ruptur tuba pars ampularis dekstra.
5.4. Angka rekurensi untuk terjadinya kehamilan ektopik pada wanita ini yaitu
sebesar 0-14,6%.
32
DAFTAR PUSTAKA
1. Wiknjosastro, Ilmu Bedah Kebidanan Edisi 1. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo. 2007.
2. Wiknjosastro, Ilmu Kebidanan Edisi 2. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo, 2009.
3. Abdul, BS, George, A, Gulardi, HW, dan Djoko, W. Pelayanan kesehatan
maternal dan neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
4. Prawirohardjo. 2006. Supono. Ilmu Kebidanan. Palembang : Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya, 1985.
5. Lutan, Delfi, dkk. Sinopsis Obstetri, Edisi 2, Jakarta : EGC. 1998.
6. Bangun, Rospinda. Karakteristik Ibu Penderita Kehamilan Ektopik
terganggu (KET) di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik
Medan Tahun 2003-2008. Medan: USU repository. 2009 (di
akses 2 Juni 2012). Di unduh dari:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14667/1/09E
00840.pdf
7. Anonim. Ectopic Pregnancy.2008, diakses dari
http://www.women’shealthinformaion.com.
8. Anonim. Kehamilan Ektopik. 2007, diakses dari
http://www.wikipediindonesia.com.
9. Serdar A.Ural. Ectopic Pregnancy. 2008, diakses dari
http://www.Kidshealthforparents.com
33
Recommended