KOMUNIKASI DALAM PENGASUHAN
Oleh:
Iroh Siti Zahroh, S.Pd, M.Si
Ismia Unasiansari, S.Pd
DIREKTORAT PEMBINAAN PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN PENDIDIKAN ANAK USIA DINI, NONFORMAL DAN INFORMAL
DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN ANAK USIA DINI, NONFORMAL DAN INFORMAL
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA
KATA PENGANTAR
Pendidikan anak usia dini berfungsi membina, menumbuhkan, dan
mengembangkan seluruh potensi anak usia dini secara optimal sehingga terbentuk
perilaku dan kemampuan dasar sesuai dengan tahap perkembangannya agar
memiliki kesiapan untuk memasuki pendidikan serta kehidupan selanjutnya.
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1
ayat 14 menyatakan bahwa Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya
pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun,
yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu
pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan
dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Selanjutnya pada Bab II pasal 3 disebutkan
bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Peraturan Pemerintah No. 17 tahun 2010 tentang Pengelolaan dan
Penyelenggaraan Pendidikan menyebutkan bahwa pendidikan anak usia dini
bertujuan membangun landasan bagi berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, berkepribadian luhur, sehat, berilmu, cakap, kritis, kreatif, inovatif, mandiri,
percaya diri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab dan
mengembangkan potensi kecerdasan spiritual, intelektual, emosional, kinestetis, dan
sosial peserta didik pada masa emas pertumbuhannya dalam lingkungan bermain
yang edukatif dan menyenangkan.
Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, tuntutan
masyarakat, perubahan paradigma pendidikan dan otonomi daerah yang membawa
dampak pada pendidikan, sehingga kurikulum PAUD perlu dikembangkan untuk
menyikapi perubahan tersebut. Dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No.
17 tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan dan Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional No. 58 tahun 2009 tentang Standar Pendidikan Anak
Usia Dini, Direktorat Pembinaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (P2TK)
Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Non Formal dan Informal (PAUDNI)
perlu menjabarkan dalam bentuk pedoman pembelajaran bagi anak usia dini.
Pedoman tersebut diharapkan dapat membantu dan memudahkan pendidik dalam
menyusun perencanaan pembelajaran di PAUD sehingga pembelajaran lebih terarah,
efektif dan efisien dan mencapai tujuan yang ditetapkan.
Dan untuk mewujudkan PTK PAUD yang lebih profesional dibidangnya, maka
disusunlah Pedoman dan Naskah Bahan Ajar untuk PTK PAUD untuk mewujudkan
PTK PAUD yang profesional dan memiliki kompetensi yang baik di bidangnya.
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ………………………………………………………… i
Daftar Isi ………………………………………………………………… ii
BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………. 1
A. Latar Belakang ………………………………………………….. 1
B. Tujuan ……………………………………………………………. 3
C. Ruang Lingkup ………………………………………………….. 4
D. Petunjuk Belajar ……………………………………………….... 4
BAB II RENCANA PENYAJIAN ………………………………………. 5
BAB III KOMUNIKASI DALAM PENGASUHAN …………………..... 6
A. KOMUNIKASI DAN BAHASA ……………………………….. 6
1. Hakekat Komunikasi Efektif ………………………………. 6
2. Teori-Teori Pembelajaran Bahasa Anak ……………………… 6
B. POLA ASUH …………………………………………………. 10
1. Pengertian Pola Asuh ……………………………………… 10
2. Macam-macam Pola Asuh ………………………………… 11
C. BAHASA ANAK USIA DINI …………………………………... 14
D. KENDALA –KENDALA DALAM KOMUNIKASI ANAK ……….. 19
1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Komunikasi Anak ….. 19
2. Penghambat Komunikasi Anak …………………………… 21
E. SOLUSI DAN STRATEGI DALAM KOMUNIKASI ANAK …. 26
1. Komunikasi Efektif …………………………………………. 26
2. Peningkatan Komunikasi Efektif ………………………….. 28
3. Prinsip Pembelajaran Bahasa …………………………….. 29
F. RANGKUMAN …………………………………………………… 33
G. EVALUASI ……………………………………………………….. 37
BAB IV PENUTUP ……………………………………………………….. 40
LAMPIRAN ………………………………………………………………… 41
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………... 42
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tanpa komunikasi yang baik tidak akan ada keluarga yang bahagia.
Tanpa orangtua yang bekerja sama sebagai satu tim, disiplin akan
mustahil tercapai. Tanpa percakapan efektif tidak akan ada kesepahaman
untuk mencapai sebuah kesepakatan. Inilah mengapa seringkali orangtua
tidak saling setuju dalam satu hal, misalnya ayah adalah pendisipin
sedangkan ibu lemah. Yang satu berteriak seperti “polisi yang baik” dan
yang lain sebagai “polisi yang bukruk”. Yang satu hanya berteriak dan
yang satu lagi memeluk serta menenangkan.
Misalnya dikeseharian dalam suatu rumah tangga, kita akan
menemukan suatu kondisi dimana Ibu berkata “Iya” dan Ayah berkata
“Tidak”. Ibu berkata, “Tidak apa-apa sayang” dan Ayah berkata, “Masuk
kamar sana!”. Ibu berteriak, “Lihat saja kalau ayahmu pulang!” dan ketika
Ayah tiba, kejadian itu dlupakan. Ibu berkata, “ Jangan teriak lagi!” dan
ayah mulai berteriak ketika ia melewati pintu depan. Ini harus dihentikan,
dan komunikasi merupakan jalan keluar.
Sesungguhnya pendidikan yang utama dan pertama bagi anak usia
dini berada di rumah bersama orang tua (Bapak dan Ibu). Indikatornya
adalah : (1) orang tua (Bapak dan Ibu) merupakan orang yang paling
bertanggungjawab terhadap perkembangan anak-anaknya, (2) orang tua
(Bapak dan Ibu) merupakan orang yang pertama berinteraksi dengan
anak-anaknya sebelum mereka berinteraksi dengan orang lain, (3)
lingkungan keluarga merupakan lingkungan terdekat (micro system) yang
sangat berpengaruh terhadap kepribadian anak, dan (4) waktu yang
dimiliki oleh anak lebih banyak dihabiskan di rumah bersama orang tua
(Bapak dan Ibu). Dengan demikian pemberian asah, asih dan asuh
kepada anak usia dini menjadi tanggungjawab utama bagi orang tua
(Bapak dan Ibu).
Bahasa sebagai sarana komunikasi, juga mampu membangun
keterampilan berkomunikasi, keterampilan menyampaikan pendapat,
2
gagasan, dan pandangan dalam menyikapi suatu persoalan yang dihadapi
dalam kehidupan pada era global ini. Keterampilan seperti itu tentu sangat
dibutuhkan dalam proses tumbuh kembang.
Selain sebagai sarana komunikasi, bahasa juga merupakan alat
berpikir. Oleh karena itu, melalui kemampuan berbahasa, berbagai
persoalan yang dihadapi dapat dipahami, disikapi, dan dicerna dengan
baik sehingga dapat menambah kematangan berpikir/intelektual
seseorang. Dengan demikian, kematangan berpikir dan kemampuan
menyikapi setiap masalah dengan kritis merupakan dua hal yang saling
melengkapi dalam pembentukan kualitas individu untuk membangun
kreativitas dan daya inovasi. Berkenaan dengan itu, kemampuan
berkomunikasi yang tinggi dan daya pikir yang kritis dalam menghadapi
setiap tantangan pada gilirannya juga dapat melahirkan generasi yang
kreatif dan inovatif.
Komunikasi merupakan kunci sukses hubungan antara orang tua
dengan anak-anaknya. Bentuk komunikasi verbal dengan kata-kata
maupun komunikasi non verbal seperti pelukan, ciuman, sentuhan, dll
merupakan bentuk komunikasi yang perlu dipupuk dan dilatih kepada anak
sejak anak usia dini. Sehingga sampai kapanpun “komunikasi kasih
sayang” (compassionate communication) dari ke-dua orang tua kepada
anak-anaknya dapat terus berlangsung, tanpa anak merasa malu,
terganggu dan lain-lain.
Proses belajar komunikasi anak merupakan kolaborasi antara
kedua orang tua dengan anak-anaknya, dan kolaborasi tersebut dapat
dimulai sejak anak masih 0 tahun. Masa inilah merupakan fondasi bagi
seorang anak untuk membekali dirinya dalam menyongsong dan
menjalani kehidupan dimasa depannya. Proses pembelajaran komunikasi
ini akan mematangkan pembelajaran etika, nilai (value), kepribadian, dan
sikap agar mereka benar-benar menjadi sosok penerus bangsa yang
berperilaku dan berkepribadian luhur seperti apa yang diamanatkan oleh
para pejuang negeri tercinta ini.
Komunikasi yang baik antara orang tua dengan anak, sangat
membantu anak memahami dirinya sendiri, perasaannya, pikirannya,
3
pendapatnya dan keinginan-keinginannya. Anak dapat mengidentifikasi
perasaannya secara tepat sehingga membantunya untuk mengenali
perasaan yang sama pada orang lain. Lama kelamaan, semakin anak
terlatih dalam mengenali emosi, tumbuh keyakinan dan sense of control
terhadap perasaannya sendiri (lebih mudah mengendalikan sesuatu yang
telah diketahui). Misal, jika anak sudah tahu bagaimana rasanya marah,
sedih, kecewa, takut, kesepian, dsb. Maka akan lebih mudah bagi orang
tua memberikan alternatif-alternatif cara menghadapi dan
menyelesaikannya.
Setiap orang tua dan pendidik pasti menginginkan yang terbaik bagi
anaknya, tapi kadang harapan itu terkendala oleh komunikasi dan pola
asuh yang diterapkan oleh orang tua sejak anak tersebut berusia dini.
Dengan mengetahui betapa pentingnya komunikasi dalam pengasuhan
ini, maka modul ini sangat penting untuk disusun dan diharapkan dapat
dijadikan sebagai salah satu referensi bagi setiap orang tua dalam
mendidik dan mengasuh anaknya. Dengan bekal pengetahuan komunikasi
dalam pengasuhan, maka orang tua dapat mewujudkan dan membimbing
anak-anaknya menjadi anak yang handal dan berkualitas serta siap untuk
menghadapi kehidupan yang semakin kompleks.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah mempelajari bahan ajar ini para pendidik mampu memahami
dan mengembangkan komunikasi dalam pengasuhan anak usia dini.
2. Tujuan Khusus
Setelah mempelajari bahan ajar ini peserta pelatihan mampu:
a. Mengetahui teori–teori perkembangan anak;
b. Memahami bahasa dan komunikasi anak;
c. Memahami pola asuh anak;
d. Memahami kendala-kendala dalam komunikasi anak;
e. Memahami strategi dan solusi untuk kendala dalam komunikasi
anak.
Comment [u1]: Urutan materi sebaiknya lebih sistematis, dan dilihat lagi agar tidak berulang
4
C. Ruang Lingkup
1. Teori-Teori Perkembangan Anak
2. Komunikasi dan Bahasa
3. Pengertian Pola Asuh
4. Macam-Macam Pola Asuh
5. Kendala- kendala dalam berkomunikasi dengan anak
6. Strategi dan solusi dalam komunikasi dengan Anak
D. Petunjuk Belajar
1. Peserta pelatihan memahami terlebih dahulu permasalahan
komunikasi dan pengasuhan anak usia dini;
2. Peserta pelatihan memahami tujuan yang akan dicapai setelah
mempelajari materi/bahan ajar ini;
3. Peserta pelatihan mencermati substansi pokok yang akan dipelajari
dalam materi/bahan ajar ini;
4. Peserta pelatihan membaca semua materi yang ada dalam bahan ajar;
5. Peserta pelatihan menyimak dan mencermati materi yang dibawakan
oleh nara sumber;
6. Peserta pelatihan aktif bertanya jika ada materi yang kurang dimengerti
yang disampaikan nara sumber;
7. Peserta pelatihan aktif berdiskusi ketika nara sumber mengajak
peserta membahas suatu topik/masalah terkait dengan materi;
8. Peserta pelatihan mengerjakan evaluasi yang tersedia dalam bahan
ajar;
9. Hasil evaluasi dicocokan dengan jawaban untuk memperoleh hasil
yang dicapai.
5
BAB II
RENCANA PENYAJIAN MATERI
No Kompetensi Dasar
Indikator
Materi/Sub
Materi
Metode
Penilaian
Alokasi Waktu
Sumber Belajar
Metode dan
Media Pembelajaran
1.
Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan peserta didik.
Menjelaskan pentingnya komunikasi yang baik dan benar dalam pengasuhan.
Komunikasi dalam pengasuhan dan pembelajaran anak usia 0-1 tahun, 2-3 tahun, 3-4 tahun, 4-5 tahun, dan 5-6 tahun.
Ceramah, Curah Pendapat, Penugas-an, Diskusi Kelompok, Simulasi.
Test (terulis, Lisan)
Observasi
Refleksi
Simulasi
4 Jampel :
2 Jampel Teori
2 Jample Praktek
- Modul
- Buku Pustaka
- Ceramah
- Tanya jawab - Diskusi - Curah Pendapat - Simulasi - Praktik Kelas
Bahasa sebagai alat komunikasi
Komunikasi dengan orang tua dan teman sejawat.
Comment [u2]: Untuk pembahasan ini terlalu banyak materi, harus lebih diringkas Saran urutan:
-Proses komunikasi oPihak yang terlibat: pembawa [pembawa pesan-encoding/decoding, penerima pesan, dan umpan balik) definisi komunikasi
-Jenis komunikasi oVerbal dan non-verbal
-Perkembangan anak (langsung yang tabel) -Faktor-faktor yang mempengaruhii komunikasi anak oEkonomi dll oPola asuh
-Kendala dalam berkomunikasi dengan anak// kesalahan umum yang biasa dilakukan orang tua / faktor penghambat oBahasa tidak dimengerti oMemberi instruksi terlalu banyak dalam 1 waktu oTerlalu banyak yang dikatakan oAnak tidak bisa mengkomunikasi perasaan krn tidak diberi kesempatan odll
-Strategi komunikasi efektif dengan anak o Verbal: intonasi, kasih pujian, beri kesempatan anak ekspresiin emosinya, dll oNon-verbal: kontak mata, sejajar, pelukan o bisa juga bahas berdasarkan implementasi teori perkembangan bahasa/ belanja
6
BAB III
KOMUNIKASI DALAM PENGASUHAN
A. KOMUNIKASI DAN BAHASA
Komunikasi pada dasarnya merupakan kegiatan penyampaian pesan.
Proses tersebut melibatkan dua pihak yang berkomunikasi yang masing-masing
bertujuan membangun suatu makna agar keduanya memahami atas apa yang
sedang dikomunikasikan. Komunikasi dapat diartikan sebagai suatu proses
pembentukan, penyampaian, penerimaan dan pengolahan pesan yang terjadi di
dalam diri seseorang dan atau di antara dua atau lebih dengan tujuan tertentu.
Pada komunikasi lisan, terdapat istilah yang menjadi prasyarat utama, yaitu
interaksi. Interaksi bertujuan mendapatkan makna yang sama-sama dimengerti
oleh pihak-pihak yang berkomunikasi. Gambaran ini diberikan oleh Brown (1994)
dan Burns & Joyce (1997).
Bagaimana cara mengoptimalkan komunikasi berkenaan dengan interaksi
pada anak usia dini?. Seyogyanya hal ini kita mulai dari lingkungan terdekat
anak yaitu keluarga. Melalui pola pengasuhan yang tepat seiring dengan
kemampuan berbahasa orang tua yang akan ditrasfer pada anak lewat
komunikasi yang efektif, maka segala hal positif berkenaan dengan
tumbuhkembang anak yang sesuai harapan akan terpenuhi.
a. Teori-Teori Pembelajaran Bahasa Anak
Bahasa anak awalnya berkembang secara alami. Proses ini dikenal
dengan pemerolehan bahasa. Melalui interaksi dengan lingkungan anak
memperoleh pengalaman yang memberi
sumbangan terhadap perkembangan bahasa. Di
samping itu, bahasa anak juga dapat distimulasi
dengan berbagai cara. Stimulasi tersebut dikenal
dengan pembelajaran yang direalisasi dalam
bentuk kegiatan-kegiatan belajar atau bermain.
Agar pendidik dapat memberikan stimulasi yang
tepat, pendidik perlu memiliki pengetahuan
7
tentang perkembangan bahasa. Ada tiga teori dasar yang dapat digunakan
untuk memahami perkembangan bahasa anak. Ketiga teori tersebut
dikemukakan berikut ini:
1. Teori Behavioristik (Teori Perilaku) dari Skinner
Teori dalam aliran behavioristik yang
diprakarsai oleh BF. Skinner yang
menyatakan bahwa lingkungan memberi
pengaruh utama bagi perkembangan
bahasa anak. Oleh karenanya orang tua
dan pendidik perlu aktif mengajak anak
berbicara dan memberi contoh
penggunaan bahasa yang baik. Teori
perilaku juga percaya bahwa agar anak berhasil dibutuhkan penguatan.
Bentuk penguatan khususnya adalah pujian atau barang-barang
sederhana. Anak perlu diberi contoh ucapan sehingga anak dapat
meniru ucapan tersebut. Atas keberhasilan anak mengulangi contoh
yang diberikan, perlu diberi penguatan dan imbalan yang segera
diberikan seperti ‘bagus’, pinter, diberi permen atau yang lainnya yang
setimpal. Teori ini menekankan bahwa dalam perkembangan bahasa
anak usia dini, orangtua dituntut untuk memberikan stimulasi, seperti
aktif mengajak anak berbicara dan bercakap-cakap agar pencapaian
kemampuan berbahasa anak maksimal.
Implementasi Teori Behavioristik Pada Pembelajaran Bahasa:
Perlu penguatan atau koreksi terhadap bahasa anak yang muncul
karena adanya stimulus. Bila pengucapan bahasa tidak
sebagaimana harusnya, orang tua atau pendidikan perlu
mengkoreksi. Misalnya, kata ‘makan’ diucapkan ‘mam’. Ini perlu
dibetulkan dengan mengulangi pengucapan ‘oh mau makan’. Kalau
pengucapan benar yang didiamkan saja.
Pemberian contoh yang baik dalam berbahasa untuk ditiru anak.
Bahasa merupakan hasil dari suatu kebiasaan. Pengetahuan tidak
berasal dari dalam diri seseorang, tetapi merupakan hasil dari
Comment [u3]:
8
interaksi dengan lingkungannya melalui pengkondisian stimulus yang
menimbulkan respon.
Latihan yang diberikan kepada anak dapat berbentuk pertanyaan
(stimulus) dan jawaban (respon). Bisa juga kepada anak dikenalkan
kata-kata baru melalui tahapan-tahapan. Anak belajar sesuatu mulai
dari yang sederhana sampai yang rumit, dari yang dikenal sampai
yang belum dikenal dan abstrak (contoh : sistem pembelajaran
drilling/pengulangan terus-menerus) Anak akan memberikan respon
terhadap stimulus yang diberikan dalam pembelajaran dan segera
berikan balikan terhadap respon tersebut.
Pada setiap respon positif (benar) dari anak perlu segera diberikan
penguatan oleh pendidik baik dengan pujian atau hadiah.
2. Teori Nativistik dari Chomsky
Noam Chomsky mengkritik teori yang dikemukakan Skinner. Ia
menyatakan bahwa perkembangan bahasa anak tidak ditentukan oleh
lingkungan semata. Faktor genetik sangat menentukan perkembangan
bahasa anak. Menurut Noan Chomsky kemampuan bahasa anak
terbentuk mulai dari konsepsi. Dengan kata lain, sejak lahir anak telah
memiliki kemampuan berbahasa. Kemampuan tersebut dikenal dengan
Language Advice Device (LAD). Chomsky juga memperkenalkan
Universal Grammar dalam kemampuan bahasa anak. Ini merupakan
kelemahan dan sumber kritik atas
teorinya Chomsky. Selanjutnya
Chomsky juga menyatakan bahwa
belajar bahasa sebaiknya sebelum usia
sepuluh tahun. Kemampuan yang
terbentuk pada saat dalam kandungan
akan teraktualisasi atau berkembangan
dengan didukung oleh faktor biologis
dan faktor lingkungan setelah anak lahir. Untuk itu, Noam Chomsky
menyatakan faktor lingkungan juga sangat berperan dalam
perkembangan bahasa anak disamping kesiapan faktor biologis. Ada
9
kemampuan yang tidak mungkin dimiliki anak, walau lingkungan
memberi stimulasi yang maksimal kalau kondisi biologis belum siap
untuk mencapai kemampuan tersebut. Misalnya, pengucapan huruf ‘g’
tidak mungkin dimiliki sebelum alveolenatal matang untuk berfungsi.
Teori Nativistik
Mengutarakan bahwa bahasa sudah ada di dalarn diri anak. Pada
saat seorang anak lahir, dia telah memiiiki seperangkat kemampuan
berbahasa yang disebut Tata Bahasa Umum" atau 'Universal
Grammar'. Teori ini mengatakan bahwa meskipun pengetahuan yang
ada di dalam diri anak tidak rnendapatkan banyak rangsangan, anak
akan tetap dapat mempelajarinya. Anak tidak sekedar meniru
bahasa.yang dia dengarkan, tapi ia juga mampu menarik kesimpulan
dari pola yang ada, hal ini karena anak memiliki sistem bahasa yang
disebut Perangkat Penguasaan Bahasa.
Teori Nativistik juga memberikan pengetahuan bahwa keterampilan
bahasa juga dipengaruhi oleh kematangan fisik anak, misalnya
kematangan organ-organ bicara. Oleh karena itu, pendidik dalam
dalam memberikan stimulasi perlu memperhatikan kesiapan anak.
Teori ini juga memberikan wawasan bahwa anak akan belajar
bahasa dengan cepat sebelum usia 10 tahun. Artinya, pembelajaran
bahasa lebih baik diberikan sejak dini, karena lebih dari usia 10
tahun anak akan mengalami kesulitan.
3. Teori Konstruktivisme dari Piaget, Vygotsky, Gardner
Perkembangan kognisi dan bahasa dibentuk dari interaksi dengan
orang lain. Dengan berinteraksi dengan orang lain, maka
pengetahuan, nilai dan sikap anak akan berkembang. Anak memiliki
perkembangan kognisi yang terbatas pada usia-usia tertentu, tetapi
melalui interaksi sosial, anak akan mengalarni peningkatan
kemampuan berpikir.
Pengaruh pada pembelajaran. Anak akan dapat belajar dengan
optimal jika diberikan kegiatan, Sementara anak melakukan
kegiatan, anak perlu didorong untuk sering berkomunikasi. Adanya
10
anak yang lebih tua usianya atau orang dewasa yang mendampingi
pembeiajaran dan mengajak bercakap-cakap akan menolong anak
menggunakan kemampuan berbahasa yang lebih tinggi. Jika anak
mengalami kesulitan, peran orang dewasa yang tepat akan
membantu anak memecahkan persoalan sehingga anak dapat
belajar sesuatu dari peristiwa tersebut. Karena itu pendidik perlu
menggunakan metode yang interaktif, menantang anak untuk
meningkatkan pembeiajaran dan menggunakan bahasa yang
berkualitas.
B. POLA ASUH
1. Pengertian Pola Asuh
Kohn (dalam Krisnawati, 1997),
menyatakan bahwa pola asuh
merupakan sikap orangtua dalam
berinteraksi dengan anak-anaknya.
Sikap orangtua ini meliputi cara
orangtua memberikan aturan-aturan,
hadiah maupun hukuman, cara
orangtua menunjukkan otoritasnya dan
juga cara orangtua memberikan
perhatian serta tanggapan terhadap
anak.
Sementara Theresia Indira Shanti, (http://www.tabloid-nakita.com),
menyatakan bahwa pola asuh merupakan pola interaksi antara orangtua dan
anak. Lebih jelasnya, yaitu bagaimana sikap atau perilaku orangtua saat
berinteraksi dengan anak. Termasuk caranya menerapkan aturan,
mengajarkan nilai/norma, memberikan perhatian dan kasih sayang serta
menunjukkan sikap dan perilaku yang baik sehingga dijadikan contoh/panutan
bagi anaknya.
Dengan demikian, secara sederhana dapat dikatakan bahwa pola asuh
merupakan proses interaksi antara anak dengan orangtua dalam
11
pembelajaran dan pendidikan yang nantinya sangat bermanfaat bagi aspek
pertumbuhan dan perkembangan anak.
2. Macam-Macam Pola Asuh
Anak terus berkembang baik secara fisik maupun secara psikis untuk
memenuhi kebutuhannya. Kebutuhan anak dapat terpenuhi bila orang tua
dalam memberi pengasuhan dapat mengerti, memahami, menerima dan
memperlakukan anak sesuai dengan tingkat perkembangan psikis anak,
disamping menyediakan fasilitas bagi pertumbuhan fisiknya. Hubungan orang
tua dengan anak ditentukan oleh sikap, perasaan dan keinginan terhadap
anaknya. Sikap tersebut diwujudkan dalam pola asuh orang tua di dalam
keluarga. Secara garis besar, pola asuh orang tua dapat dibagi menjadi tiga
tipe, seperti dejabarkan dalam table 1.a berikut ini:
No Pola Asuh Pengertian Penggunaan Kata Dampak pada Anak
1 Otoriter Dalam pola asuh ini orang tua
berperan sebagai arsitek,
cenderung menggunakan
pendekatan yang bersifat
diktator, menonjolkan wibawa,
menghendaki ketaatan mutlak.
Anak harus tunduk dan patuh
terhadap kemauan orang tua.
Apapun yang dilakukan oleh
anak ditentukan oleh orang tua.
Anak tidak mempunyai pilihan
dalam melakukan kegiatan yang
ia inginkan, karena semua
sudah ditentukan oleh orang
tua. Tugas dan kewajiban orang
tua tidak sulit, tinggal
menentukan apa yang
diinginkan dan harus dilakukan
atau yang tidak boleh dilakukan
oleh anak. Selain itu, mereka
“Harus”
“mesti”
Tidak boleh”
“Jangan”
Cenderung atau
sering menggunakan
kalimat perintah dan
larangan
berdampak buruk pada anak,
seperti ia merasa tidak
bahagia, ketakutan, tidak
terlatih untuk berinisiatif,
selalu tegang, tidak mampu
menyelesaikan masalah
(kemampuan problem
solving-nya buruk), begitu
juga kemampuan
komunikasinya yang buruk.
Selain itu, dampak dari
pengasuhan yang otoriter
adalah anak merasa
tertekan, dan penurut.
Mereka tidak mampu
mengendalikan diri, kurang
dapat berpikir, kurang
percaya diri, tidak bisa
mandiri, kurang kreatif,
kurang dewasa dalam
Comment [u4]: Dibuat lebih ringkas dalam bentuk tabel. Kata-kata/ istilah seperti apa yang jadi ciri setiap pola asuh dalam komunikasi. Misalnya: kl otoritatif biasanya menggunakan kata ”harus, mesti, tidak boleh” tanpa memberi anak kesempatan berbicara
12
beranggapan bahwa orang tua
harus bertanggungjawab penuh
terhadap perilaku anak dan
menjadi orang tua yang otoriter
merupakan jaminan bahwa
anak akan berperilaku baik.
Orang tua yakin bahwa perilaku
anak dapat diubah sesuai
dengan keinginan orang tua
dengan cara memaksakan
keyakinan, nilai, perilaku dan
standar perilaku kepada anak.
perkembangan moral, dan
rasa ingin tahunya rendah.
2 Demokratis Dalam pola asuh ini, orang tua
memberi kebebasan yang
disertai bimbingan kepada
anak. Orang tua banyak
memberi masukan-masukan
dan arahan terhadap apa yang
dilakukan oleh anak. Orang tua
bersifat obyektif, perhatian dan
kontrol terhadap perilaku anak.
Dalam banyak hal orang tua
sering berdialog dan berembuk
dengan anak tentang berbagai
keputusan. Menjawab
pertanyaan amak dengan bijak
dan terbuka. Orangtua
cenderung menganggap
sederajat hak dan kewajiban
anak dibanding dirinya. Pola
asuh ini menempatkan
musyawarah sebagai pilar
dalam memecahkan berbagai
persoalan anak, mendukung
dengan penuh kesadaran, dan
berkomunikasi dengan baik.
“Menurut Ade, mana
yang lebih bagus yang
kuning atau yang
merah?”
‘Ade boleh pilih salah
satu”
“silahkan kaka
pikirkan dengan baik
baik,supaya kaka
tidak menyesal
nantinya”
‘Apa sih bedanya
tempat berenang
kemarin dengan
tempat berenang
sekarang ka?”
menurut kaka lebih
seru yang mana?’
Pada pola asuh ini
orang tua
menggunakan bahasa
atau ekspresi yang
memungkinkan anak
untuk
mengekspresikan apa
yang dia rasa, pikir
dan inginkan.
Pola Demokratis
(authoritative) mendorong
anak untuk mandiri, tetapi
orang tua harus tetap
menetapkan batas dan
kontrol. Orang tua biasanya
bersikap hangat, dan penuh
welas asih kepada anak, bisa
menerima alasan dari semua
tindakan anak, mendukung
tindakan anak yang
konstruktif.
Anak yang terbiasa dengan
pola asuh Demokratis
(authoritative) akan
membawa dampak
menguntungkan. Di
antaranya anak akan merasa
bahagia, mempunyai kontrol
diri dan rasa percaya dirinya
terpupuk, bisa mengatasi
stres, punya keinginan untuk
berprestasi dan bisa
berkomunikasi, baik dengan
teman-teman dan orang
dewasa. Anak lebih kreatif,
problem solvingnya baik,
13
komunikasi lancar, tidak
rendah diri, dan berjiwa
besar.
3 Permissif Pola asuh ini memperlihatkan
bahwa orang tua cenderung
menghindari konflik dengan
anak, sehingga orang tua
banyak bersikap membiarkan
apa saja yang dilakukan anak.
Orangtua bersikap damai dan
selalu menyerah pada anak,
untuk menghindari konfrontasi.
Orang tua kurang memberikan
bimbingan dan arahan kepada
anak. Anak dibiarkan berbuat
sesuka hatinya untuk
melakukan apa saja yang
mereka inginkan. Orang tua
tidak peduli apakah anaknya
melakukan hal-hal yang positif
atau negatif, yang penting
hubungan antara anak dengan
orang tua baik-baik saja, dalam
arti tidak terjadi konflik dan tidak
ada masalah antara keduanya.
‘Iya
deh…iya…mamah
ngalah…ambil semau
ade’
“boleh”
“terserah ade aja
lah…mamah udah
pusing”
Bahasa yang
digunakan sebagian
besar memuat kata
kata yang selalu
meng_iya-kan dan
memperbolehkan
semua yang
dikehendaki anak.
Pola asuh seperti ini tentu
akan menimbulkan
serangkaian dampak buruk.
Di antaranya anak akan
mempunyai harga diri yang
rendah, tidak punya kontrol
diri yang baik, kemampuan
sosialnya buruk, dan merasa
bukan bagian yang penting
untuk orang tuanya. Bukan
tidak mungkin serangkaian
dampak buruk ini akan
terbawa sampai ia dewasa.
Tidak tertutup kemungkinan
pula anak akan melakukan
hal yang sama terhadap
anaknya kelak. Akibatnya,
masalah menyerupai
lingkaran setan yang tidak
pernah putus.
14
Catatan:
Dalam konteks pengasuhan anak, A.M Ginoot, membagi pola asuh dalam tiga daerah, yaitu daerah hijau,
kuning dan merah. Artinya: (1) Jika anak sedang melakukan kegiatan di daerah hijau, yaitu kegiatan yang
dikehendaki orangtua (sesuai dengan nilai atau norma yang
ada), maka orangtua dapat menerapkan pola asuh permisif,
(2) Jika anak melakukan kegiatan di daerah merah yaitu
kegiatan yang tidak dikehendaki orang tua (bertentangan
dengan nilai atau norma yang ada), maka dapat menerapkan
pola asuh otoriter, dan (3) Jika anak melakukan kegiatan di
daerah kuning (daerah antara hijau
dan merah), yaitu daerah dimana seharusnya dilarang,
namun masih dapat ditolerir, maka dapat menerapkan pola
asuh demokratis.
Namun demikian, di daerah manapun anak-anak melakukan
kegiatan, apakah di daerah hijau, kuning atau merah, dalam
situasi dan kondisi bagaimanapun, sebaiknya orangtua menerapkan pola asuh demokratis. Dengan demikian
pengasuhan yang diberikan oleh orangtua lebih mengutamakan kasih sayang, kebersamaan, musyawarah,
saling pengertian dan penuh keterbukaan.
Gambar a. pola asuh otoriter
gambar b.pola asuh demokratis
15
C. BAHASA ANAK USIA DINI
Perkembangan bahasa anak berkaitan dengan proses alami yang dikenal
dengan pemerolehan bahasa. Anak mendengar dalam situasi apa pun akan
memberi sumbangan yang berarti pada perkembangan bahasanya. Ada
beberapa tokoh di Indonesia yang kerap mengkaji perkembangan bahasa anak.
Di antaranya Soejono Dardjowidjojo dan Mangantar Simanjuntak. Pendapat
keduanya dikemukakan berikut ini.
Masa anak Usia anak Proses mendengar / memahami
Proses bicara
a. Masa membabel (0,0 – 1,0)
0 - 3 bulan Mendengar suara Ibunya pada saat di kandungan
Mendengar suara yang keras (biasanya reaksinya adalah menangis).
Bayi mendengar orang lain berbicara dengan cara memperhatikan orang yang berbicara
bayi tersenyum ketika diajak bicara
bayi mengenali suara pengasuhnya dan menjadi berhenti menangis ketika diajak ngobrol
Anak membuat suara yang menyenangkan
Anak akan mengulangi suara yang sama secara berulang-ulang (seperti ocehan)
Anak akan menangis dengan cara berbeda untuk menunjukkan kebutuhannya yang berbeda-beda pula (misal: menangis dengan melengking tinggi jika kesakitan).
Tugas Pendidik/Orang Tua adalah mulai memperkenalkan kata perkata dimulai dari mengenalkan kata kata benda yang berada disekitar anak dengan prinsip bahwa memulai memperkenalkan dari konsep benda konkret atau nyata. Tetap mengajak berkomunikasi dengan bahasa bahasa sederhana dengan pengucapan dan ejaan yang sempurna.
4 – 6 bulan Anak akan melihat sekeliling untuk mencari
Anak akan berceloteh ketika sendirian
Gambar c. pola asuh permissif
16
sumber bunyi (contoh : bunyi bel, telepon atau benda jatuh)
Anak sudah dapat merespon nada suara (lembut ataupun keras)
Anak akan memperhatikan bunyi yang dihasilkan dari mainannya (misal : memukul-mukul mainan ke lantai)
Anak akan melakukan sesuatu (dengan bunyi atau gerakan tubuh) secara berulang ketika berrnain.
Anak akan berbicara secara sederhana (tanpa tangisan) untuk menarik perhatian orang dewasa di sekitarnya.
Tugas Pendidik/Orang Tua adalah mulai memperkenalkan kata perkata dimulai dari mengenalkan kata kata benda yang berada disekitar anak dengan prinsip bahwa memulai memperkenalkan dari konsep benda konkret atau nyata. Tetap mengajak berkomunikasi dengan bahasa bahasa sederhana dengan pengucapan dan ejaan yang sempurna.
7-12 bulan Anak menyukai permainan 'ciluk-ba'
Anak akan rnendengarkan ketika diajak berbicara
Anak mengenali kata-kata yang sering ia dengar, misal : susu, mama, dll.
Anak akan berbicara secara sederhana (tanpa tangisan) untuk menarik perhatian orang dewasa di sekitarnya
Anak akan melakukan imitasi untuk berbagai jenis bunyi/ suara anak akan berceloteh dengan kata-kata sederhana : "ma-mam", "da-da"' tapi masih
belum jelas pengucapannya.
Tugas Pendidik/Orang Tua adalah memberi respon menyempurnakan kata perkata yang belum
sempurna menjadi sempurna berdasarkan struktur bahasa yang sesuai dengan masa
perkembangan bahasa anak. Misalnya ketika anak bicara ”ma-maam” maka kewajiban orang tua
merespon menjadi ”mau makan de?”
Karakteristik perkembangan bahasanya adalah:
1. Lebih banyak bersuara dari pada nangis
2. Mulai mengucapkan huruf-huruf hidup saat menangis
3. Menirukan suara saat di timang dengan mendekut
4. Bersuara atau berteriak tidak senang sebagai cara lain dari pada menangis
b. Masa Holofrasa
1–2 tahun Anak sudah dapat memahami perintah dan pertanyaan sederhana, contoh : "mana bolanya?", "ambil bonekanya".
Anak akan menunjuk benda yang dimaksud ketika ditanyai.
Anak dapat menunjuk beberapa gambar dalam buku ketika ditanyai.
Anak telah dapat menggunakan berbagai bunyi huruf konsonan pada awal kata.
Anak sudah bisa menyusun dua kata. Contoh: mau minum, mama ma'em, dll.
Anak dapat bertanya dengan dua kata sederhana, misal: "mana kucing?", "itu apa?"
17
Tugas Pendidik/Orang Tua adalah lebih banyak mengajak bicara, baik menjawab maupun bertanya.
Misalnya anak bertanya ”Mana Kucing?” maka orang tuanya harus menjawab dan kalau bisa
berdialog dengan anak. Misalnya ” Kucingnya pergi kemana ya De?”, ”oh....Kucing pergi ke dapur.”
Karakteristik perkembangan bahasanya adalah:
1. Menirukan suara celotehan atau kata-kata yang di kenalnya
2. Menyampaikan keinginan/kebutuhan dengan bersuara
3. Mempuntai 20 kosa kata funsional menggunakan kata depan
4. Menggunakan 2 kombinasi kata untuk membentuk kalimat
c. Masa Ucap 2 Kata
2–2,5 tahun
Anak bisa memahami dua perintah sekaligus (contoh: "ambil bolanya dan ditaruh di kursi")
Anak sudah dapat memperhatikan dan memahami berbagai sumber bunyi (misal : suara TV, pintu ditutup, dll)
Anak telah memahami perbedaan makna dari berbagai konsep, misal: "jalan-berhenti", "di dalam-di luar", "besar-kecil", dll)
Anak bisa bertanya dan mengarahkan perhatian orang dewasa dengan mengatakan nama benda yang dimaksud.
Cara anak berbicara sudah dapat dipahami secara keseluruhan
Anak sudah dapat menghafal kata-kata untuk keseharian
Anak memahami tata bahasa secara sederhana, misal "aku mau naik sepeda"
Tugas Pendidik/Orang Tua adalah memberi respon menyempurnakan kata perkata yang belum sempurna menjadi sempurna berdasarkan struktur bahasa yang sesuai dengan masa perkembangan bahasa anak. Misalnya : Anak sudah mulai bisa mengucapkan :”mau naik sepeda”, maka kita betulkan dengan melengkapi kalimatnya menjadi kalimat utuh seperti: ” Aku mau naik sepeda”
”Sepeda ade dimana?”
”Oh...Sepeda Ade ada diluar.”
Karakteristik perkembangan bahasanya adalah:
1. Menggunakan kata-kata jamak yang teratur
2. Menggunakan kombinasi 3 kata untuk membentuk kalimat
3. Menjawab pertanyaan sederhana “apa”
4. Mengulang kalimat yang terdiri dari lima kata
5. Mengidentifikasi kejadian sederhana saat di tanya
6. Menggunakan kalimat dengan 4 kata
d. Masa Permulaan Tata Bahasa
2,5-3 tahun
Anak mulai mengucapkan kata yang lebih rumit, seperti penekanan di akhir kata.
Anak mengucapkan berupa kata inti. Misalnya “pa antor” maksudnya “papa mau
18
ke kantor”
Tugas Orang Tua adalah.............. memberi respon menyempurnakan kata perkata yang belum sempurna menjadi sempurna berdasarkan struktur bahasa yang sesuai dengan masa perkembangan bahasa anak. Misalnya ketika anak bicara :
’Pa antor”
Maka kita sempurnakan menjadi: ”Papa mau ke kantor ya?”
”Iya, papa mau ke kantor.”
”Ade hati hati di rumah ya”
Karakteristik perkembangan bahasanya adalah:
1. Menggunakan kata-kata jamak yang teratur
2. Menggunakan kombinasi 3 kata untuk membentuk kalimat
3. Menjawab pertanyaan sederhana “apa”
4. Mengulang kalimat yang terdiri dari lima kata
5. Mengidentifikasi kejadian sederhana saat di tanya
6. Menggunakan kalimat dengan 4 kata
e. Masa Menjelang Tata Bahasa Dewasa
3-4 tahun Kata yang diucapkan sudah rumit dan menggunakan kata imbuhan, mempunyai subjek, predikat objek bahkan keterangan. Misalnya : aku tadi sudah mengembalikan bolanya ke keranjang.
Tugas Orang Tua adalah memberi respon menyempurnakan kata perkata yang belum sempurna menjadi sempurna berdasarkan struktur bahasa yang sesuai dengan masa perkembangan bahasa anak. Misalnya ketika anak bicara:
“bola ke keranjang mah”
Maka kita sempurnakan menmjadi:
“Aku tadi sudah mengembalikan bolanya ke keranjang”
“Anak pintar”
Karakteristik perkembangan bahasanya adalah:
1. Menyebutkan nama depan dan nama belakangkangnya
2. Menyebutkan 3 kejadian/peristiwa umum
3. Menceritakan pengalaman sederhana
4. Mulai mengajukan pertanyaan yang terencana
5. Konsisten dalam menggunakan kalimat lengkap
6. Bertanya dengan menggunakan variasi kata: siapa, apa, di mana, dsb.
7. Berderita dengan menggunakan gambar
19
8. Mampu menjawab pertanyaan ”jika....lalu apa?
f. Masa Kecakapan Penuh
4–6 tahun Anak bisa membedakan berbagai jenis suara
Mengerti dan melaksanakan 3 perintah
Anak sudah mulai menggunakan bahasa sesuai dengan kaidah-kaidah dalam bahasa ibunya
Anak sudah bisa menggunakan kalimat yang ekspresif yang menyatakan perasaannya.
Anak sudah bisa menggunakan kata secara lebih rumit Misal: "Ibu, aku lebih suka baju yang berwarna merah. Yang hijau tidak bagus."
Tugas Orang Tua adalah memberi respon menyempurnakan kata perkata yang belum sempurna menjadi sempurna berdasarkan struktur bahasa yang sesuai dengan masa perkembangan bahasa anak. Misalnya ketika anak bicara: “Ibu, aku lebih suka baju yang berwarna merah. Yang hijau tidak bagus." Maka kita sempurnakan menjadi: oh, Ade lebih suka baju yang merah daripada baju yang hijau.”
”Kalau yang kuning bagaimana?”
Karakteristik perkembangan bahasanya adalah:
1. Dapat menggunakan kata sambung tapi
2. Dapat mendefinisikan kata-kata yang sederhana
3. Dapat menceritakan perbedaan suatu benda
4. Dapat menyebutkan kota asalnya
5. Dapat berbicara lancar dengan menggunakan kalimat yang kompleks terdiri dari 5-6 kata.
6. Dapat melakukan percakapan tanpa memonopoli pembicaraan
7. Dapat menggunakan kata-kata yang menunjukkan keurutan
8. Dapat menerima pesan sederhana dan menyampaikan pesan tersebut
9. Dapat menyebutkan nama orang tuanya.
Tabel 2.a Perkembangan bahasa pada anak 0-6 tahun
20
D. KENDALA –KENDALA DALAM KOMUNIKASI ANAK
Komunikasi anak juga sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor
sehingga anak mudah untuk berkomunikasi dengan orang lain. Faktor-faktor
itu adalah:
a. Kesehatan, anak yang sehat lebih mudah berkomunikasi daripada anak
yang kurang sehat. Anak yang sehat memiliki motivasi yang kuat untuk
menjadi anggota kelompok sosialnya (teman sejawat) dan berkomunikasi
dengan anggota kelompok tersebut.
b. Kecerdasan, anak yang cerdas lebih mudahberkomunikasi daripada anak
yang kurang cerdas. Anak yang cerdas mempunyai rasa percaya diri
yang besar dan tidak ada ketakutan untuk tidak diterima oleh anggota
kelompoknya atau teman sejawatnya.
c. Keadaan sosial ekonomi, anak dari tingkat sosial ekonomi lebih tinggi
punya kecenderungan untuk mudah berkomunikasi karena anak sering
didorong untuk mengungkapkan perasaannya. Anak juga merasa aman
dan terpenuhi jika mengungkapkan perasaan dan keinginanya.
d. Jenis kelamin, anak laki-laki mempunyai kecenderungan lebih susah
berkomunikasi dibandingkan dengan anak perempuan. Kalimat dalam
komunikasi anak laki-laki lebih pendek-pendek dan tata bahasanya
kurang betul dibandingkan dengan anak perempuan. Kosa kata yang
diucapkan anak laki-laki lebih sedikit dan pengucapannya kurang tepat
dibandingkan dengan anak perempuan.
e. Keinginan berkomunikasi, semakin kuat keinginan anak berkomunikasi
dengan orang lain atau teman sejawat semakin mudah anak tersebut
berkomunikasi. Anak akan menyisihkan waktu dan kesempatan untuk
berkomunikasi dangan temannya.
f. Dorongan, semakin anak didorong berkomunikasi dengan yang lain,
semakin mudah anak berkomunikasi. Semakin sering anak diajak bicara,
ditanya, dan diajak komunikasi baik dalam keluarga maupun dalam
lingkungan semakin anak senang berkomunikasi karena merasa diterima
keberadaanya.
21
g. Jumlah dalam keluarga, semakin kecil anggota keluarga anak tersebut
semakin mudah untuk berkomunikasi, karena kesempatan berkomunikasi
dengan yang lain semakin besar. Orang tua lebih bisa menyisihkan waktu
untuk berkomunikasi dengan anak sehingga kemampuan komunikasi
anak semakin baik.
h. Urutan kelahiran, anak yang lahir pertama mempunyai kecenderungan
untuk lebih mudah berkomunikasi dengan orang tuanya ketimbang anak
yang lahir kemudian. Anak pertama biasanya mendapat limpahan kasih
sayang dan waktu yang lebih daripada anak yang kedua, dengan
limpahan kasih sayang dan waktu ini anak merasa diperhatikan dan
diterima oleh orang tuanya.
i. Metode pelatihan anak, anak yang diasuh secara otoriter yang
menekankan bahwa anak harus dilihat dan bukan didengar mempunyai
hambatan komunikasi. Seharusnya pelatihan komunikasi anak yang
diterapkan adalah memberikan keleluasaan dan demokratis serta
mendorong anak untuk belajar lebih.
j. Kelahiran kembar, anak yang lahir kembar umumnya terlambat dalam
perkembangan komunikasinya, karena mereka lebih banyak bergaul
dengan saudara kembarnya. Anak kembar punya kecenderungan miskin
logat dan melemahkan motivasi untuk komunikasi.
k. Hubungan dengan teman sejawat, anak-anak semakin banyak
berhubungan dengan teman sebayanya, maka lebih mudah
berkomunikasi. Anak-anak semakin punya motivasi untuk bisa diterima
sebagai anggota kelompok sebaya bila mampu berkomunikasi dengan
baik.
l. Kepribadian, anak yang dapat menyesuaikan diri dengan baik cenderung
mempunyai kemampuan untuk berkomunikasi lebih baik. Kemampuan
berkomunikasi seringkali dijadikan acuan anak mempunyai kesehatan
mental yang bagus apa tidak (Hurlock, 2005).
1. Penghambat Komunikasi Anak
Anak-anak usia dini adalah manusia yang utuh tapi belum sempurna
secara mental dan pikirnya. Perasaan anak sudah ada sejak lahir dan
22
semakin tumbuh kembang semakin sempurna perasaan anak. Terkadang
orang tua meniadakan perasaan dan pikir anak ini sehingga menghambat
komunikasi anak terhadap orang tuanya. Kebutuhan dasar anak adalah
didengarkan, dimengerti, dihargai dan dipahami perasaannya. Sedang
selama ini orang tua banyak yang menganggap bahwa orang tualah yang
harus didengar. Anak-anak seringkali belum mampu mengatakan apa yang
dirasakan dan diinginkan karena keterbatasan kosa kata, maka anak lebih
banyak menggunakan bahasa tubuh untuk ekspresikan perasaan dan
pikiranya. Misalnya anak mengatakan, “bu, aku benci sama bu guru, karena
tadi memarahi aku di depan kelas”. Kemudian ibunya bisa dipastikan akan
menjawab, “pasti kamu melakukan kesalahan makanya bu guru marah sama
kamu. Kalau kamu gak salah, gak mungkin bu guru tiba-tiba memarahimu”.
Ini adalah pikiran orang tua tanpa memahami perasaan anak dibalik kata-
kata benci.
Hambatan-hambatan komunikasi anak terhadap orang tua maupun
teman sejawatnya adalah sering orang tua tidak bisa membaca bahasa
tubuh anak-anak dan tidak bisa memahami perasaan anak serta 12 gaya
komunikasi populer yang dilakukan orang tua. Pemahaman perasaan anak
ini kadang memang susah diartikan, misalnya anak pulang dari sekolah
sambil lesu dan tegang. Sampai rumah langsung bilang “ulanganku jelek dan
temen-temen meledeki aku”. kadang orang tua hanya memandang saja dan
bilang “gitu saja lemes, makanya belajar”. atau anak kelihatan lemes dan
tidak bergairah, kadang orang tua hanya bilang “ tuh kan sudah dibilangi,
jangan lari-lari, sakitkan sekarang” . anak sebenarnya tidak butuh diingatkan
atau dimarahi seperti itu, tetapi butuh pelukan dan kasih sayang, butuh
ditenangkan. Orang tua seharusnya memahami bahasa tubuh anak
sehingga bisa memahami perasaan anak agar komunikasi antara anak dan
orang tua bisa berjalan wajar dan ank tidak terkendala dalam berkomunikasi.
Hambatan yang paling besar komunikasi anak adalah 12 gaya populer
orang tua dalam berkomunikasi. 12 gaya populer itu adalah:
1. Memerintah
Tujuan orang tua memerintah adalah orang tua ingin mengendalikan
masalah dengan cepat dan praktis. Pesan yang ditangkap anak adalah
23
mereka harus patuh, tidak boleh membantah dan anak tidak punya
pilihan lain. Dengan komunikasi model seperti ini anak jadi terbiasa tidak
mau berkomunikasi karena dalam dirinya ada anggapan bahwa
berkomunikasipun akan percuma karena tidak akan dindengar oleh orang
tuanya. Misalnya, anak bilang “pak, aku gak mau berangkat sekolah”.
Kalau bapaknya menjawab “apa-apaan sih, kenapa jadi malas begitu,
pokoknya besok harus berangkat sekolah”. Untuk membiasakan anak
berkomunikasi seharusnya diajak dialog kenapa gak mau berangkat
sekolah.
2. Menyalahkan
Tujuan orang tua menyalahkan adalah orang tua ingin menunjukan
kesalahan anak sehingga tidak diulang kembali, tetapi pesan yang
ditangkap anak adalah anak merasa tidak pernah benar dan baik.
Dengan komunikasi seperti ini anak menjadi tidak mau berkomunikasi
karena berkomunikasi yang benar maupun baik tetap saja merasa tidak
dianggap oleh orang tuanya. Misalnya anak bilang kepada ibunya “bu,
kakiku luka nih…sakit sekali. Tadi habis jatuh..” Dan ibunya akan bilang
“Nah, kan? Dari tadi ibu bilang jangan lari-lari, makanya jatuh.. Ga pernah
mau dengerin ibu sih”. Sejak itu anak akan males kalau punya masalah
bilang ke ibunya, karena kalau bilang maka akan disalahkan.
3. Meremehkan
Tujuan orang tua meremehkan adalah menunjukan ketidakmampuan
anak dan merasa orang tua merasa lebih mampu, tetapi pesan yang
diterima oleh anak adalah anak merasa tidak berharga dan tidak mampu.
Dengan model komunikasi seperti ini anak tidak memiliki kepercayaan diri
untuk berkomunikasi, karena baru mau berkomunikasi sudah dianggap
tidak mampu. Misalnya, anak bilang “pak, aku gak bisa mewarnai gambar
ini”, kalau bapaknya menjawab, “masa mewarnai seperti ini saja tidak
bisa, bisanya apa dong?”. Kalau terjadi seperti itu maka anak punya
kecenderung males berkomunikasi dengan ayahnya, karena dia tidak
mau diremehkan lagi.
24
4. Membandingkan
Tujuan orang tua membandingkan ini adalah orang tua ingin memberi
motivasi dengan memberi contoh orang lain, tetapi pesan yang diterima
anak adalah anak merasa tidak disayang, pilih kasih dan merasa dirinya
selalu jelek. Dengan model komunikasi seperti ini anak merasa tidak
berharga dan rasa percaya dirinya menjadi rendah. Misalnya, anak bilang
“aku mau digosoki gigi sama ibu”. Kalau ibunya menjawab “iih.. masa
sudah besar masih dibantu,...lihat adikmu sudah bisa gosok gigi sendiri”.
kalau terjadi seperti ini maka anak akan males untuk berkomunikasi
dengan ibunya karena merasa tidak berharga dan bodoh dibandingkan
dengan adiknya.
5. Mencap
Tujuan orang tua mencap adalah ingin memberi tahu kekurangan anak,
tetapi pesan yang diterima oleh anak adalah merasa anak yang seperti
itu dan merasa tidak berdaya. Misalnya Anak bilang: “bapak.. gendong
pak…aku ga mau jalan..dengkulku sakit nih”. Kalau bapaknya
menjawab “Kamu ini memang anak cengeng, begini saja minta gendong.
Jalan sendiri..!”. Kalau komunikasi model ini diterapkan maka anak akan
tidak mau berkomunikasi dengan bapaknya, karena kalau berkomunikasi
akan dicap sebagai anak yang tidak mampu dan tidak berharga.
6. Mengancam
Tujuan orang tua mengancam adalah agar anak patuh dan menurut
dengan proses yang cepat, tetapi pesan yang diterima oleh anak adalah
anak merasa cemas dan mengalami ketakutan. Dengan model
komunikasi seperti ini anak merasa takut untuk berkomunikasi dengan
orang tuanya. Misalnya, anak bilang “ibu, tungguin....bantuin aku pakai
sepatu”. Kalau ibunya menjawab “Pakai sendiri ah. Cepetan, ntar ibu
tinggal lo..Biar kamu pulang sendiri”. kalau komunikasi seperti ini terjadi
25
berulang kali maka anak tidak mau berkomunikasi dengan ibunya, karena
kalau mau berkomunikasi maka anak akan dimarahi dan terancam.
7. Menasehati
Tujuan orang tua menasehati adalah agar anak tahu mana yang baik
dan mana yang buruk, tetapi pesan yang diterima oleh anak adalah orang
tuanya terlalu bawel, sok tahu dan membosankan. Model komunikasi
seperti ini membuat anak merasa bodoh dan tidak tahu apa-apa
dibandingkan dengan orang tuanya. Misalnya, anak bilang “bu, tadi
Rahma ngetawain aku”. Kalau ibunya menjawab “Makanya kamu jangan
suka ngetawain orang, kalau dibalas begitu baru tahu rasanya kan? Lain
kali sama teman yang baik, jangan maumu sendiri”. kalau kaomunikasi
model seperti ini terjadi berulang kali, maka anak akan merasa jemu
berkomunikasi dengan orang tuanya.
7. Membohongi
Tujuan orang tua membohongi adalah agar urusan menjadi gampang
dan mudah serta anak tidak bertanya-tanya lagi, tetapi pesan yang
diterima oleh anak adalah semua orang dewasa tidak dapat dipercaya
dan suka bohong. Komunikasi model seperti ini juga menciptakan anak
suka berbohong, karena melihat orang tuanya. Misalnya, anak bertanya
pada bapaknya, “bapak, kenapa sih bulannya cuma kelihatan setengah”,
kalau bapaknya menjawab, “iya, kan yang setengah dimakan raksasa”.
Kalau anak mengetahui yang sebenarnya, maka anak akan males untuk
berkomunikasi dengan bapaknya, karena menganggap bapaknya suka
berbohong.
8. Menghibur
Tujuan orang tua menghibur adalah agar anak tidak sedih atau kecewa,
sehingga anak jadi senang dan tidak larut dalam kesedihan, tetapi pesan
yang diterima oleh anak adalah anak tidak suka dihibur, karena
kemarahan anak pada teman sejawat atau pada orang tua itu bersifat
spontan dan cepat hilang. Jadi hiburan terhadap anak sebenarnya sangat
26
tidak diperlukan. Misalnya anak bilang ke bapaknya, “pak, aku ngga mau
temenan sama ruri..dia suka nakalin aku...”. kalau bapaknya menjawab
“ya sudah....berteman sama yang lain saja, kan masih banyak temen
yang lain”. Sebenarnya anak tidak butuh dihibur seperti itu karena anak
hanya mengekspresikan rasa ketidak senangannya pada saat itu juga,
tetapi besoknya pasti pasti berteman juga sama temannya itu.
9. Mengkritik
Tujuan orang tua menghibur adalah agar anaknya memperbaiki
kesalahan dan meningkatkan kemampuan anak tersebut, namun pesan
yang diterima anak adalah diri anak akan selalu merasa kurang dan
salah. Pada dasarnya anak tidak suka dikritik karena akan kehilangan
motivasi dan percaya diri. Misalnya anak bertanya pada bapaknya
“bapak, nih aku sudah selesai mewarnai”. Kalau bapaknya mengkritik dan
menjawab “ masak begini dibilang selesai, coba lihat masih banyak yang
belum diwarnai”. Kritikan terhadap anak kadang membuat anak males
untuk berkomunikasi dengan orang tua, karena kalu berkomunikasi takut
untuk dikritik.
10. Menyindir
Tujuan orang tua menghibur adalah memotivasi, mengingatkan agar
tidak selalu melakukan kesalahan dengan cara menyatakan yng
sebaliknya, namun pesan yang diterima anak adalah hal itu sangat
menyakitkan hati dan perasaan anak. Misalnya anak bilang “aku gak mau
minum vitaminnya, rasanya ga enak”, kalau bapaknya menjawab “ooo,
kakak suka ya kalau sakit...vitamin kan membuat badan jadi ga gampang
sakit...kalau gak mau berarti kakak emang seneng sakit ya”. Sindiran
akan membuat anak males untuk berkomunikasi dengan orang tuanya
karena anak merasa sakit hati dan merasa lemah.
27
11. Menganalisa
Tujuan orang tua menganalisa adalah orang tua mencari penyebab sisi
positif dan negatif anak atau kesalahan anak dan berupaya mencegah
agar tidak melakukan kesalahn yang sama lagi, namun pesan yang
diterima anak adalah menganggap orang tua sok pintar dan sok tahu
perasaan anak. Misalnya anak bilang ke bapaknya “bapak, aku gak mau
belajar sepeda lagi”. Ketika bapaknya menjawab “itu karena cara
belajarmu yang salah, mestinya tanganmu jangan kaku dan pandangan
harus ke depan, kamu kan selalu melihat ke bawah, terus rambutmu itu
mestinya dikuncir biar kamu bisa leluasa bergerak gak bingung aja sama
rambut”. Orang tua punya kecenderung untuk mengukur kemampuan
anak itu sama dengan kemampuannya. Kalau komunikasi semacam ini
terus menerus dilakukan, maka anak akan males untuk berkomunikasi
dengan orang tuanya, karena anak menganggap orang tuanya tidak tahu
perasaan dan usaha anak.
Dari pemahaman 12 gaya pengasuhan yang populer ini, maka orang tua
merasakan betapa pentingnya memahami bahasa tubuh anak, jadi orang
tua bisa menebak suasana hati anak. Kalaupun salah menebaknya,
anak akan memberikan petunjuk sampai kita bisa tahu apa yang
sebenarnya dirasakan anak dan anak sendiri akhirnya mengenali
perasaan apa yang dia rasakan.
E. SOLUSI DAN STRATEGI DALAM KOMUNIKASI ANAK
1. Komunikasi Efektif
Secara ringkas, komunikasi efektif adalah adanya saling memahami apa yang
dimaksud oleh si pemberi pesan dan yang menerima pesan. Kajian komunikasi
lisan (oral communication) sebagai bagian dari speaking menitikberatkan pada
pengucapan. Pada dasarnya, apa yang dikomunikasikan dalam bentuk lisan
harus tersampaikan pesannya secara akurat. Berikut ini adalah beberapa segi
yang perlu diperhatikan oleh semua anggota yang berkomunikasi secara lisan
diantaranya:
a. Penggunaan Istilah Yang Tepat
Comment [iu5]: Kemarin, ada masukkan strategi dalam menghadapi masalah masalah atau kendala di bab kendala2 / 12 kesalahan orangtua
28
Guru harus memilih istilah dengan akurat agar para siswa lebih cepat
memahami apa yang disampaikan. Sebagai contoh, ungkapan kata
“mungkin, barangkali, bisa saja” dstnya, bisa berakibat salah tafsir. Bisa
saja guru bermaksud mengatakan: boleh tetapi ia mengatakan bisa saja
dalam kalimat “Bisa saja kalian membawa bekal makanan dari rumah”. Hal
ini akan sedikit membingungkan para siswa. Para siswa mungkin merasa
ragu untuk membawa makanan. Berbeda dengan “Kalian boleh membawa
bekal makanan dari rumah”.
b. Sinambung dan Runtut
Guru tentunya sudah memiliki perencanaan sebelum masuk kelas.
Jika tidak, dimungkinkan apa yang menjadi sasaran pembelajaran tidak
tercapai. Guru yang tidak melakukan perencanaan dengan baik akan
melenceng terhadap topik yang dibicarakan. Sehingga dibutuhkan suatu
presentasi yang berkesinambungan dan runtut agar mudah dipahami.
Secara umum, biasanya dengan pengantar (pengenalan) terhadap suatu
tema lalu masuk ke isi dan akhirnya review atau penutup. Dengan kata lain,
penjelasan guru harus terfokus dan tidak menyampaikan hal-hal yang tidak
penting apalagi hal yang tidak penting ini disampaikan secara
berkepanjangan. Dengan demikian komunikasi diyakini akan menjadi
efektif.
c. Adanya Sinyal Ketika akan Berpindah Topik Bahasan
Guru harus memberikan aba-aba melalui berbagai cara yang tepat
agar para siswa mengerti akan adanya topik baru yang harus dicermati.
Hal ini akan menjadikan efektifnya suatu komunikasi. Siswa akan
mempersiapkan diri menyimak hal-hal baru / topik baru.
Contoh: “Anak-anak tadi kalian sudah mempelajari sinonim dengan
contoh-contohnya, sekarang kita akan membahas kata yang berkebalikan
dari kata lainnya, namanya antonim, siap untuk memperhatikan?” Dengan
ungkapan seperti ini, para siswa menyadari bahwa mereka akan
menghadapi pembahasan baru, sehingga mereka harus terfokus pada
yang baru tersebut agar bisa memahami hal yang baru itu. Siswa
Comment [iu6]: Ibu, mohon diganti dengan contoh yang sesuai dengan anak usia dini
29
diharapkan akan berpikir apakah yang baru ada kaitannya dengan yang
lama atau tidak tentunya setelah mendengar dan melakukan diskusi atau
pembahasan.
2. Peningkatan Komunikasi Efektif
Berikut ini adalah tabel yang menunjukkan kendala-kendala yang biasanya
terjadi saat proses berkomunikasi dengan anak dilengkapi dengan solusi
praktis yang dapat digunakan dalam menghadapinya.
NO KENDALA SOLUSI PRAKTIS
1 Gangguan (noise) yang diakibatkan oleh
berbagai hal.
komunikasi dua arah atau multi arah contohnya guru
meminta pendapat para siswa tentang apa yang sudah
diterangkan, menanyakan apakah yang sedang
dijelaskan sudah dimengerti atau belum, atau meminta
pendapat siswa secara berantai
umpan balik (feedback) dari siswa sangat
dibutuhkan oleh guru untuk mengukur efektivitas
komunikasi yang dilakukan
2 Bahasa Anak yang belum sempurna Memberikan Perhatian
Memahami Komunikasi Verbal Dan Non Verbal
Meningkatkan Kemampuan Dalam Memahami
Simbol Verbal Dan Non Verbal Dengan Menambah
Referensi Pemahaman.
Menyimak Untuk Menganalisa Dan Mengevaluasi.
Meningkatkan Keahlian Menyimak Antarpersonal
Perhatikan bahasa tubuh dan ekspresi anak, dengan
begitu kita dapat memahami apa yang coba
disampaikan anak
3 Orang dewasa yang kurang mendukung proses
pembelajaran anak
Perkuat Segala sesuatu yang dilakukan anak dapat
dengan ucapan-ucapan yang menggali kemarnpuan
berpikir anak Iebih tinggi
Pendidik menggali dengan pertanyaan-pertanyaan
terbuka sehingga anak dapat berpikir aktif.
pendidik memberikan pengalaman pada anak dalarn
menggunakan bahasa yang tepat.
Pendidik juga perlu rnengucapkan kalimat dengan
bahasa yang benar.
30
3. Prinsip Pembelajaran Bahasa
Prinsip pembelajaran bahasa untuk anak usia dini adalah interaksi aktif. Ada
tiga hal penting yang menjadi sumber pembelajaran bahasa/bagi anak di
kelas, yaitu :
a. Anak
Anak perlu dirangsang untuk dapat saling bercakap-cakap satu dengan yang
lainnya. Dengan interaksi aktif antar
anak, maka bahasa anak akan
berkembang dengan cepat. Karena itu di
lembaga PAUD perlu rnenggabungkan
anak dari berbagai usia. Harapannya
adalah anak yang lebih tua dapat
mencontohkan bahasa yang Iebih kaya
kepada anak yang Iebih muda, demikian
sebaliknya anak yang Iebih muda akan banyak belajar dari anak yang Iebih
tua.
b. Orang Dewasa (Tutor/Pendidik)
Orang dewasa yang hanya diam di dalam kelas kurang mendukung
perkembangan bahasa anak. Segala sesuatu yang dilakukan anak dapat
diperkuat o!eh pendidik dengan ucapan-ucapan yang menggali
kemarnpuan berpikir anak Iebih tinggi yang tentunya akan terucap melalui
percakapannya dengan pendidik. Pendidik menggali dengan pertanyaan-
pertanyaan terbuka sehingga anak dapat berpikir aktif. Karena itu perlu
pendidik yang aktif akan memberikan pengalaman pada anak dalarn
menggunakan bahasa yang tepat. Pendidik juga perlu rnengucapkan
kalimat dengan bahasa yang benar. Jika orang dewasa memberikan
contoh kata-kata yang keliru, maka anak akan meniru kata-kata tersebut.
Berikut ini beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh orang dewasa
untuk memfasilitasi pembelajaran bahasa anak, antara lain:
1. Pembelajaran bahasa bagi anak-anak menjadi mudah apabila mereka
memiliki lingkungan dan stimulasi yang tepat.
31
2. Bayi belajar dan mendapat ide untuk
"bicara" dari mendengar orang-orang
disekitarnya bercakap-cakap. Oleh
karena itu, saat beraktivitas dengan
bayi upayakan untuk selalu
mengatakan apa yang kita lakukan,
seperti: “Ayo ganti popok dulu. Wah popoknya basah. Ibu ambil
popoknya, dibersihkan dulu ya pakai air, sekarang dilap, nah baru pakai
popok yang bersih. sudah selesai”.
3. Anak siap belajar untuk membuat suara dari bahasa yang ia pelajari.
Bila seorang anak hidup dalam lingkungan dimana dua bahasa dipakai
maka ia akan dapat membunyikan suara kedua bahasa tersebut.
Seperti suara mobil dan binatang, ini dapat membantu meningkatkan
kemampuan mendengar anak.
4. Pertama-tama kita harus menjadi pendengar yang baik. Bicaralah
sebanyak mungkin dengan bayi dan mencoba membuat percakapan
pribadi dengan mereka. Usahakan agar anak melihat bahasa tubuh
anda.
5. Biarkan anak memahami perkataan dan perasaan kita dengan cara
mencocokkan apa yang kita katakan dengan apa yang kita lakukan atau
yang kita katakan dengan ekspresi wajah kita.
6. Sangatlah penting untuk mengaitkan antara perkembangan bahasa
dengan perkembangan lingkungan dan sosial anak-anak Kurikulum
seharusnya diletakkan pada kerangka budaya.
7. Pendidik terlampau sering membuat setting belajar untuk anak usia dini
terkesan mirip "sekolah". Akibatnya banyak pendidik terdorong mulai
mengajarkan membaca, menulis, berhitung dan aspek formal lain dari
pembelajaran. Sesungguhnya membelajarkan anak usia dini
memerlukan waktu lebih lama sampai anak siap menerima.
8. Belajar membaca dan menulis akan terserap jauh Iebih cepat dan efektif
oleh anak-anak yang sudah memiliki latar belakang pemaharnan dan
kemampuan verbal. Contohnya ditambahkan seperti apa pemahaman
dan kemampuan verbal itu. Untuk menambah kosa-kata anak, pendidik
32
harus menggunakan kata-kata tersebut secara ekspresif. Penggunaan
kosakata baru sebaiknya dilakukan berulangkali. Dan kata-kata tersebut
hendaknya bermakna dan menyentuh perasaan anak-anak sehingga
tidak mudah dilupakan.
9. Bergembiralah dalam membawakan lagu anak dengan berekpresi
sesuai dengan irama.
10. Dengarkan apabila anak sedang berbicara sampai selesai baru
kemudian tanggapi.
c. Lingkungan
Lingkungan tempat anak
itu berada juga harus
merupakan lingkungan yang
aktif, yaitu lingkungan yang
kaya dengan bahasa. Orang
dewasa bisa meletakkan
banyak kata di lingkungan
bermain anak. Di mana-mana
anak dapat melihat tulisan
sehingga menolong anak dalam mempelajari keaksaraan. Misalnya : kalau
ada meja, dapat diberi tulisan "m e j a", dll. Pendidik yang aktif akan
membawa lingkungan di luar anak yang kaya dengan bahasa ke dalam
pikiran anak dan juga mengeluarkan segala sesuatu yang ada di dalam
pikiran anak ke luar melalui bahasa yang diucapkan anak. Dengan
dernikian pengetahuan anak akan terus bertambah.
Selain tiga hal penting diatas, berikut ini adalah beberapa faktor yang
dapat mempengaruhi perkembangan bahasa dan mendorong percepatan
dalam pemerolehan bahasanya, yaitu:
1. Anak berada di dalam lingkungan yang positif dan bebas dari tekanan.
Anak selalu dibiasakan untuk ikut dalam pembicaraan. Bila ada benda
yang dibicarakan orang tua dapat menunjuk dan menyebutkan nama
benda itu. (sebagaimana disebutkan di atas, bahwa lingkungan yang kaya
33
bahasa akan menstimulasi perkembangan bahasa anak. Stimulasi
tersebut akan optimal jika anak tidak merasa tertekan. Anak yang tertekan
dapat menghambat kemampuan bicaranya. Dapat ditemukan anak gagap
yang disebabkan karena tekanan dari lingkungannya).
2. Pandang mata anak saat berbicara. Kontak tersebut mendorong anak aktif
berbicara, Menunjukkan sikap dan minat yang tulus pada anak.
Anak usia dini emosinya masih kuat, karena itu pendidik harus
menunjukkan minat dan perhatian tinggi kepada anak. Orang dewasa
perlu merespon anak dengan tulus.
3. Menyampaikan pesan verbal diikuti dengan pesan non verbal. Dalam
bercakap-cakap dengan anak, orang dewasa perlu menunjukkan
ekspresi yang sesuai dengan ucapannya. Perlu diikuti gerakan, mimik
muka, dan intonasi yang sesuai. Misalnya: orang dewasa berkata,"saya
senang" maka perlu dikatakan dengan ekspresi muka senang, sehingga
anak mengetahui seperti apa kata senang itu sesungguhnya.
4. Melibatkan anak dalam komunikasi.
Orang dewasa perlu melibatkan anak untuk ikut membangun komunikasi.
Kita menghargai ide-idenya dan rnemberikan respon yang baik terhadap
bahasa anak.
5. Gunakan ejaan yang benar. Hindari ejaan yang dibuat-buat, seperti
cayang, antik ya (sayang, cantik ya)
6. Bicarakan apa yang benar-benar dilakukan dan dialami anak. misalnya,
‘ayo kita makan ya’, wah adik kepanasan, mari mama bedaki badannya’
7. Beri respon yang lebih banyak atas pertanyaan anak. Misalnya, saat anak
bertanya ‘dari mana ma’. Jawab dengan mama dari toko di sebelah, ini
beli gula untuk buat teh manis ayah’.
8. Gunakan tata bahasa yang benar dalam berbicara. Hal ini penting karena
anak peniru yang unggul. Ia akan terbiasa dengan percakapan sehari-hari.
Misalnya, ‘Ibu akan memandikan kamu/adik’
9. Betulkan kesalahan bahasa anak dengan lembut, baik dalam pengucapan
mapun susunan. Misalnya, Mama, mam adik nasi. Dengan lembut orang
tua mengatakan ‘adik mau makan nasi ya’. Hindari mentertawakan
34
ucapan dan dialek anak. anak akan malu atau justru mengulang-ngulang
kesalahan itu.
10.Hindari memaksa anak untuk menghafal kata. Sebenarnya anak suka
mengulang-ulang kata yang baru dikenal. Orang tua dapat mendukung
aktivitas ini. Tetapi, bila anak enggan orang tua tidak perlu mendorong
lagi.
35
F. Rangkuman Materi
KOMUNIKASI DALAM PENGASUHAN
Perkembangan bahasa anak adalah pemahaman dan komunikasi
melalui kata, ujaran, dan tulisan. Pemahaman kata yang dikomuniasikan
melalui ujaran ujudnya mendengarkan dan berbicara. Pemahaman kata yang
dikomunikasi dalam bentuk tulisan ujudnya membaca dan menulis. Dengan
demikian perkembangan bahasa meliputi kemampuan mendengarkan
berbicara, menulis dan membaca.
Berdasarkan uraian di atas dapat dikemukakan bahwa perkembangan bahasa
meliputi 4 area utama, tetapi dalam pembahasan yaitu:
1. Mendengarkan
Mampu mendengarkan dengan benar dan tepat
memainkan bagian yang penting dalarn belajar
dan berkomunikasi dan penting dalam tahap-
tahap pertama dari belajar membaca.
a. Tahapan dalam mendengarkan:
Baru lahir : mendengarkan dengan suara-
suara (bayi baru terkaget-keget
mendengarkan suara)
Bayi dan Batita (infants and todler):
mendengarkan eksperirnen, bisa memberikan respon, Menunjukkan
ketertarikannya pada buku-buku bergambar, Menyebutkan benda
bergambar dan berpartisipasi
Anak umur 3-4 tahun yang sudah masuk playgroup/Early
preschoolers: bercerita, menyanyi, bermain dengan jari,
menyebutkan nama-nama, mengenal irama.
Anak umur 4-5 tahun (TK A) : Sudah bisa membedakan dan
menghubungkan bunyi dan simbol
36
2. Berbicara
Kemampuan berbicara berhubungan dengan fonologi, morfologi,
sintaksis, dan semantik. Bagaimana anak berbicara sangat erat kaitannya
dengan aktivitas mendengarkan bunyi-bunyi, termasuk mendengarkan
orang berbicara. Meniru apa-apa yang didengarkan sebagai awal dari
aktivitas berbicara.
Cara terbaik untuk mendorong perkembangan bahasa anak-anak adalah
menyisihkan waktu untuk berbicara dengan anak-anak. Doronglah anak-
anak untuk mengungkapkan pendapat, melontarkan pertanyaan dan
rnengambi! keputusan. Anak-anak belajar kata-kata baru dengan
rnendengar kata-kata tersebut yang digunakan dalam konteks. Anak-anak
juga belajar banyak dengan mendengarkan pembicaraan. Hal yang perlu
diperhatikan orang dewasa saat
berbicara dengan anak adalah
menghindari mengkritik, menyalahkan
dan mengoreksi apa yang anak-anak
katakan atau mengkritik cara mereka
mengungkapkan diri. Bila anak
melakukan kekeliruan saat meniru
atau mengucapkan kata atau kalimat, orang dewasa cukup mengulang
dengan memperbaikinya tanpa memberi komentar apapun. Misal, saat
anak mengucapkan ‘bu potong, nggk bisa’, orang dewasa cukup
mengulang ‘oh kamu (Ani) belum bisa memotongnya yaa, jadi ibu yang
memotongkan yaa’. Cara memperagakan pengucapan kata yang benar
seperti itu lebih berhasil dari menerangkan cara mengucapkan kata dalam
pembicaraan. Unsur-unsur berbicara, meliputi:
3. Perkembangan Kosa Kata
Untuk menambah perbendaharaan kata, anak dapat diajak untuk
membaca sedini mungkin. Riset menunjukan bahwa anak-anak yang
kaya dengan kosakata dan mempunyai pengalaman banyak dalam
menggunakan bahasa akan lebih berhasil disekolah daripada yang
tidak mempunyai pengalaman sama sekali (Hart & Risley 1995).
37
Dalam buku Creative Curriculum for Preschool disebutkan bahwa anak
dapat menambah kosakata dengan berbagai cara antara lain:
Dengan melibatkan anak pada pembicaraan yang bersifat informal-
bercakap-cakap baik dengan teman maupun orangtua
Dengan mengajak bernyanyi, membaca puisi, bermain dengan jari
jemari atau gerakan fisik.
Dengan memberikan pengalaman pertama dalam
memperdengarkan kata-kata baru khususnya dalam
menggambarkan apa yang sedang mereka lakukan.
Membaca dengan jelas- mendengarkan cerita dari buku dan
membahas kata-kata baru dalam cerita tersebut.
Dengan melihat gambar, anak dapat rnengeksplorasi serta ada
dialog antara orangtua dan anak. Misal: "Putri salju sedang apa,
nak?. Pada awalnya, batita masih terbatas kosakatanya. Tetapi,
mereka tetap bisa paham jika kita menggunakan kalimat yang
pendek dan sederhana.
4. Ekspresi
Gunakan bahasa yang singkat, jelas, dan benar (jangan gunakan bahasa
kekanakan). Selain itu, berbicara dengan pelan dan dibantu dengan ekspresi
wajah atau gerakan tubuh. ini membantu anak untuk mengulangi kata-kata
yang diucapkan. Sebab, sebelum mereka bisa bicara sebenarnya mereka
telah paham makna kata2 tersebut.
Walaupun anak belum bisa bicara, narnun perhatikanlah suara, bahasa
tubuh, dan ekspresi wajah. Sehingga, kita akan memahami perasaan anak
dan mereka juga akan merasa dihargai. Dengan demikian, anak akan
memahami bahwa ia memiiiki kekuatan meialui kata-katanya. Contoh : anak
berkata, "aku ingin itu". Ketika lingkungan paham, ia tidak per!u rnerebut
mainan atau sebaliknya tidak mengungkapkan keinginannya.
5. Lafal Ucapan
Ketika anak menggunakan bahasa kanak-kanaknya, jangan ditirukan atau
diolok-olok. JANGAN DISALAHKAN. Yang penting, gunakan kata-kata anak,
38
kemudian diikuti dengan kata-kata yang benar. Contoh : "Ade' mau cucu? lya,
mama ambilkan susunya ya.."
39
F. Evaluasi
1. Ayah : Menurut kaka, minggu besok kita enaknya jalan-jalan kemana ya?
Kaka : ke tempat berenang saja yah…
Ayah : berenang? Lebih seru mana antara berenang sama main game?
kalo menurut ayah kita ke game zone aja yu?
Kaka : Tapi berenang kan lebih asyik yah…
Ayah : oke…setelah ayah pikir –pikir, berenang juga lebih baik karena
sekalian olah raga …jadi minggu ini kita berenang ya...
dari percakapan diatas, dapat disimpulkan pola asuh seperti apakah yang
digunakan oleh sang ayah?
a. Pola asuh otoriter
b. Pola asuh demokratis
c. Pola asuh Permissif
2. “Lingkungan memberi pengaruh utama bagi perkembangan bahasa anak”
Pernyataan diatas adalah pernyataan dari teori perkembangan anak yaitu:
b. Teori Konstruktivisme
c. Teori Behavioristik
d. Teori Nativisme
3. “Teori ini mengatakan bahwa meskipun pengetahuan yang ada di dalam diri
anak tidak rnendapatkan banyak rangsangan, anak akan tetap dapat
mempelajarinya. Anak tidak sekedar meniru bahasa.yang dia dengarkan, tapi
ia juga mampu menarik kesimpulan dari pola yang ada, hal ini karena anak
memiliki sistem bahasa yang disebut Perangkat Penguasaan Bahasa.”
Teori yang dimaksud adalah:
a. Teori Konstruktivisme
b. Teori Behavioristik
c. Teori Nativisme
4. Pada tahap perkembangan bahasa anak manakah , dimana orang tua
bertindak sebagai pengenal atau model awal yang memperkenalkan bahasa
dan kosa kata baru yang dimulai dari kata kata benda yang berada di sekitar
anak?
a. Pada tahap perkembangan 0-3 bulan
b. Pada tahap perkembangan 4-6 bulan
40
c. Pada tahap perkembangan 7-12 bulan
5. Apakah yang menjadi kelebihan dari pola asuh demokratis?
a. Memotivasi anak agar lebih merasa dihargai dan merasa memiliki hak
untuk berbicara dan memutuskan sesuatu dengan tetap menghargai
arahan orang-tuanya.
b. Anak menjadi egois dan berkesan tidak mau mendengar orang tuanya.
c. Memiliki kepercayaan diri yang sangat tinggi sehingga cenderung
menyepelekan orang lain.
6. Berikut ini adalah beberapa dari 12 kesalahan populer yang sering dilakukan
orang tua, kecuali:
a. Menyalahkan
b. Mendengarkan
c. Membandingkan
7. Perhatikanlah beberapa karakteristik perkembangan anak dibawah ini:
- Menyebutkan nama depan dan nama belakangkangnya
- Menyebutkan 3 kejadian/peristiwa umum
- Menceritakan pengalaman sederhana
- Mulai mengajukan pertanyaan yang terencana
- Konsisten dalam menggunakan kalimat lengkap
- Bertanya dengan menggunakan variasi kata: siapa, apa, di mana, dsb.
Karakteristik perkembangan anak pada usia berapakan yang diuraikan diatas
tersebut?
a. Anak usia 2-3 tahun
b. Anak usia 3-4 tahun
c. Anak usia 4-6 tahun
8. Berikut ini adalah upaya orang tua/pendidik dalam membangun kemampuan
mendengarkan anak, kecuali:
a. Memperdengarkan suara-suara (sound effects)
b. Memperdengarkan cerita dengan musik
c. Memperlihatkan kepada anak serangkaian gambar dengan muatan cerita
didalamnya dan anak diminta untuk menceritakannya
9. “Walaupun anak belum bisa bicara, narnun perhatikanlah suara, bahasa
tubuh, dan ekspresi wajah. Sehingga, kita akan memahami perasaan anak
41
dan mereka juga akan merasa dihargai. Dengan demikian, anak akan
memahami bahwa ia memiiiki kekuatan meialui kata-katanya.”
Pernyataan diatas adalah upaya orang tua untuk membantu perkembangan
bahasa anak memalui:
a. Kosa kata
b. Pelafalan
c. Ekspresi
10. Apa yang akan dirasakan anak ketika orang tua menunjukkan pola asuh
otoriter?
a. Merasa mandiri
b. Berpotensi menjadi anak yang kurang percaya diri
c. Merasa dapat menggapai apa yang di cita citakan
42
BAB IV
PENUTUP
Sesungguhnya pendidikan yang utama dan pertama bagi anak usia dini
berada di rumah bersama orang tua (Ayah dan Ibu). Indikatornya adalah :
1. Orang tua (Ayah dan Ibu) merupakan orang yang paling bertanggungjawab
terhadap perkembangan anak-anaknya
2. Orang tua (Ayah dan Ibu) merupakan orang yang pertama berinteraksi
dengan anak-anaknya sebelum mereka berinteraksi dengan orang lain.
3. Lingkungan keluarga merupakan lingkungan terdekat (micro system) yang
sangat berpengaruh terhadap kepribadian anak
4. Waktu yang dimiliki oleh anak lebih banyak dihabiskan di rumah bersama
orang tua (Ayah dan Ibu). Dengan demikian pemberian asah, asih dan asuh
kepada anak usia dini menjadi tanggungjawab utama bagi orang tua (Ayah
dan Ibu).
Keluarga merupakan kelompok sosial yang bersifat abadi, keluarga
merupakan tempat yang paling penting dimana anak memperoleh dasar dalam
membentuk kemampuannya. Hal ini menyiratkan bahwa orang tua sebagai orang
yang pertama berinteraksi dengan anak menjadi kunci utama dalam membentuk
sikap dan kepribadian anak. Sikap orang tua sangat mempengaruhi cara mereka
memperlakukan anak, oleh karena peran yang dimainkan orang tua terhadap
anak sangat menentukan sikap dan kepribadian anak kelak. Penerapan pola
asuh yang tepat dengan menggunakan kemampuan berkomunikasi yang baik,
akan membawa pengaruh yang besar dan positif bagi tumbuhkembang anak
kelak di kemudian hari. Untuk itu, belajar melihat anak sebagai individu yang
unik, terpisah dari orang dewasa dan menyesuaikan pola pengasuhan dengan
melihat pada ciri-ciri bakat, dan kebutuhan mereka.
43
Lampiran
A. Power Point
B. Soal Latihan
C. Kunci Jawaban
1.b
2.b
3.b
4.a
5.a
6.b
7.b
8.c
9.c
10.b
D. Bahan dan alat yang diperlukan
44
Daftar Pustaka
Hurlock ,Elizabeth B.. 2005. Perkembangan Anak Jilid 1. Jakarta. Penerbit Erlangga.
Deborah Carrol & Stella Reid bersama Karen Moline, 2008, NANNY 911, Jakarta: Hikmah (PT Mizan Publika)
Direktorat PADU. 2002. Buletin PADU Jurnal Ilmiah Anak Dini Usia Edisi 02. Jakarta. Direktorat PADU. 2002. Modul Pelatihan Pengelola dan Tenaga Pendidik Kelompok
Bermain. Jakarta. Hurlock, Elizabeth B. 1978. Perkembangan Anak Jilid 2. Erlangga. Jakarta. Kartono, Kartini. 1995. Psikologi Anak (Psikologi Perkembangan). Mandar Maju.
Bandung. Tim Penyusun LPMP Banten.2011. Komunikasi Efektif Richard Ogle.2008 Smart World. Breaktrough creativity and the New Science of
Ideas. London: Marshall Cavendish Business. Hugh Mac. Leod. 2009. Ignore everything and 39 other keys to creativity. New York:
Portfolio. David A. Sousa, 2006.How the brain learns. California; Corwin Press. William Sears.2006. The Succesful Child.. Penerjemah; Tim Embun. Jakarta. Laman Pusat Bahasa. Bulan Bahasa Indonesia, Oktober 2011, Jakarta. Akhadiah, Sabarti. 1991. Bahasa Indonesia I, Jakarta: Depdikbud. Brown, H. Douglas. 1994. Principles of Language Learning and Teaching. Third
Edition. New Jersey : Prentice Hall Regents. Burn, A, & Joyce, H. 1997. Focus on Speaking. Sydney: Sydney National Centre
for English Language Teaching and Research
http: //www.tabloid nakita.com /Khasanah/ khasanah 06279-08. htm.
http://pratanti.wordpress.com/2007/08/18/%E2%80%9Ckomunikasi-dengan-anak%E2%80%9D-prakteknya-tidak-semudah-teori/ diunduh 1 maret 2012
http://www.wisdomhypnotherapy.com/kunci-sukses-komunikasi-%E2%80%9Cbawah-sadar%E2%80%9D-orang-tua-kepada-anak diunduh 1 maret 2012
45
http://bundanay.blogspot.com/2008/01/komunikasi-efektif-orangtua-dan-anak.html diunduh 1 maret 2012
http://edukasi.kompasiana.com/2012/02/14/pentingnya-komunikasi-harmonis-orangtua-anak/ diunduh 1 maret 2012
46
Proses Penyajian
Materi : Komunikasi Dalam Pengasuhan
Sub Materi : Menjelaskan pentingnya komunikasi yang baik dan benar dalam pengasuhan.
Kompetensi : Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan peserta didik.
Waktu ( menit ) : 90 menit
Kegiatan Waktu (
menit )
Media/ Bahan tayang
1 2 3
a. Ceramah
Fasilitator menjelaskan tentang tujuan
penyusunan rencana pembelajaran
b. Curah pendapat
Fasilitator meminta beberapa peserta
mengemukakan tentang langkah –
langkah penyusunan rencana
pembelajaran
c. Fasilitator Menjelasakan Materi Komunikasi dalam pengasuhan dan
pembelajaran anak usia 0-1 tahun, 2-3 tahun, 3-4 tahun, 4-5 tahun, dan 5-6 tahun.
Bahasa sebagai alat komunikasi
Komunikasi dengan orang tua dan teman sejawat.
d. Tugas Mandiri Sesuai dengan SOP
10
20
60
Media /Bahan tayang 1
Media /Bahan tayang 2
Media / Bahan tayang
SOP