KONDISI TERUMBU KARANG DI PERAIRAN LAUT TANJUNG ANGKAK
KECAMATAN SIANTAN KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS
Nasharandi
Mahasiswa Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH, [email protected]
Arief Pratomo
Program Studi Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH, Sea a [email protected]
Chandra Joe Koenawan
Program Studi Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH, [email protected]
ABSTRAK
Tarempa merupakan ibu kota kabupaten kepulauan anamabas, dalam beberapa tahun
belakangan ini aktivitas pembangunan di pusat kota terempa sangat tinggi, dengan tingginya
aktivitas pembangunan tersebut bertujuan untuk mengejar program pem,bangunan daerah
yang telah di rencanakan oleh pemerintah kabupaten. Terumbu karang merupakan salah satu
keunikan bawah laut yang indah mempesona. Hal ini dapat dilihat dari warna, bentuk serta
keanekaragaman hidupnya. Terumbu karang dan kehidupan laut yang berasosiasi dengannya
merupakan salah satu kekayaan alam terbesar yang dimiliki oleh Indonesia, dengan kualitas
ekosistem terumbu karang yang sangat mengesankan. Peranan terumbu karang bagi
kehidupan biota laut sangat penting. Namun tingginya aktivitas pembangunan di kota
terempa yang memanfaatkan kawasan perairan sangat mengkhawatirkan ekosistem terumbu
karangnya salah satunya di kawasan tanjung angkak sebagai daerah pengembangan kota
terempa. Penelitian dilaksanakan pada Bulan Maret-April 2015. Adapun lokasi penelitian di
Tanjung Angkak sebelah timur dari dari Kota Tarempa Kabupaten Kepulauan Anambas.
Dimana daerah ini merupakan daearah hamparan terumbu karang. Metode penelitian
menggunakan metode survey, yakni dengan memakai Line Intercept Transect (LIT) dari
Suharsono (1998) dalam Febrianto 2012. Kondisi terumbu karang di perairan laut Tanjung
Angkak menunjukkan persentase tutupan dasar terumbu karang yang bervariasi. Adapun
bentuk – bentuk pertumbuhan karang yang paling banyak di mendominasi adalah jenis
Acropora dan jenis karang Masive. Adapun jenis – jenis pertumbuhan Acropora yang
mendominasi seperti, Acropora Branching, Ecrusting, Tabulate, dan Digitae. masing -
masing titik pengamatan rata-rata menunjukkan angka persentase di atas 50%. Pada satsiun
pertama 54, 20%, satsiun kedua 66, 99% dan stasiun ketiga 73, 94% dari stiap stasiun
menunjukkan angka persentase di atas 50%. Berdasarkan kriteria tutupan terumbu karang
bahwa kondisi persen tutupan karang di perairan Tanjung Angkak masih dalam kondisi baik.
Di tinjau dari segi faktor pendukung oceanograpi kehidupan karang. Kualitas perairan di
Tanjung Angkak cukup baik dengan nilai kecerahan 100%, salinitas 35, 330/00, suhu 30, 3
0C,
DO 7, 09 Mg/L, PH 8, 16% dan kecepatan arus 0, 15 m/detik. Dari masing-masing kondisi
parameter tersebut masih termasuk di dalam kondisi baik bagi kehidupan terumbu karang di
perairan laut Tanjung Angkak.
Kata kunci: kondisi terumbu karang, persentase tutupan dasar terumbu karang, ancaman
terdegradasi terumbu karang
KONDISI TERUMBU KARANG DI PERAIRAN LAUT TANJUNG ANGKAK
KECAMATAN SIANTAN KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS
Nasharandi
Mahasiswa Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH, [email protected]
Arief Pratomo
Program Studi Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH, Sea a [email protected]
Chandra Joe Koenawan
Program Studi Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH, [email protected]
ABSTRACT
Tarempa an archipelago anamabas district capital, in recent years the development
activity in downtown Terempa very high, with the high development activity aims to pursue
estab program, building area that has been planned by the district government. Coral reefs are
one of the unique beautiful underwater dazzling. It can be seen from the color, shape and
diversity of life. Coral reefs and marine life associated with it is one of the largest natural
wealth owned by Indonesia, with the quality of the coral reef ecosystem is very impressive.
The role of coral reefs for marine life is very important. But high construction activity in the
city Terempa which utilize the waters are very concerned about coral reef ecosystems in the
region one of the promontory Angkak as Terempa city development area. In research
conducted in March-April 2015. The study sites in Cape Angkak east of of the City Tarempa
Anambas Island. This is an affluent area where coral reefs. The research method used survey
method, namely by taking Line Intercept Transect (LIT) from Suharsono (1998) in 2012.
Febrianto condition of coral reefs in the marine waters of Tanjung Angkak shows the
percentage of coral cover varies basis. The form - the form most coral growth in dominating
is the type of coral species Acropora and Masive. The type - the type of growth that dominate
Acropora such as Acropora Branching, Ecrusting, tabulate, and Digitae. each - each
observation point average indicates the percentage figures above 50%. At first satsiun 54,
20%, satsiun second 66, third 99% and 73 stations, 94% of stiap station showed the
percentage of above 50%. Based on the criteria that the condition of coral reef cover percent
coral cover in the waters of Cape Angkak still in good condition. In the review of the
supporting factors in terms of Oceanography coral life. Water quality in Cape Angkak quite
well with the brightness value of 100%, salinity 35, 330/00, a temperature of 30, 30C, DO 7,
09 Mg / L, pH 8, 16% and speed the flow of 0, 15 m / sec. From each of these parameters are
still included conditions in good condition for the life of coral reefs in the marine waters of
Tanjung Angkak.
Keywords: coral reefs, coral reefs cover percentage basis, the threat of degraded coral
reefs
I. PENDAHULUAN
Terumbu karang merupakan salah
satu keunikan bawah laut yang indah
mempesona. Hal ini dapat dilihat dari
warna, bentuk serta keanekaragaman
hidupnya. Terumbu karang dan kehidupan
laut yang berasosiasi dengannya
merupakan salah satu kekayaan alam
terbesar yang dimiliki oleh Indonesia,
dengan kualitas ekosistem terumbu karang
yang sangat mengesankan. Peranan
terumbu karang bagi kehidupan biota laut
sangat penting. Diantaranya sebagai
tempat mencari ikan (Feeding Ground),
tempat berpijah (Spawning Ground), dan
sebagai tempat persembunyian. Dipandang
dari segi ekologi terumbu karang berperan
sebagai pelindung pantai dari hempasan
ombak laut. Bagi manusia, terumbu karang
berperan sebagai sumber mata pencarian
masyarakat pesisir.
Terumbu karang Indonesia
menempati areal seluas 85,707 km2
(Thomascik et al, dalam Harahap 1997)
yang memperlihatkan kondisi kritis.
Berdasarkan hasil pemantauan Puslitbang
Lembaga Oceanologi Indonesia, sampai
dengan pertengahan tahun 1998, hanya
tinggal 6,49% terumbu karang yang
Indonesia yang di kategorikan sangat
baik, 24,28% baik, 28,61% sedang, dan
40,62% dalam kondisi buruk (Soeharsono,
dalam Harahap 1997).
Kondisi terumbu karang
Dikabupaten Kepulauan Anambas
umumnya masih termasuk kategori kondisi
baik, berdasarkan persentase tutupan
komunitas terumbu karang hidup yang
berkisar antara 70-80% dengan
perbandingan luas lautan 46.033,81 km
(Dinas Kelautan Dan Perikanan
Kabupaten Kepulauan Anambas Tahun
2013). Tarempa sebagai ibu kota
Kabupaten Kepulauan Anambas juga
menyimpan keindahan terumbu karang
diwilayah perairannya, Berdasarkan
penelitian PKSPL-IPB pada tahun 2013
mengenai penilaian terhadap terumbu
karang di Terempa. Adapun penelitian
yang dilakukan PKSPL-IPB dengan
melakukan penilaian IKL (Indeks
Kerentanan Lingkungan) terhadap
ekosistem terumbu karang. Berdasarkan
penilaian yang dilakukan PKSPL-IPB
terumbu karang di Terempa dikatakan
”Peka”. Peka yang dimaksud dalam
penilaian IKL berdasarkan PKSPL-IPB
adalah terumbu karang yang ada di
Tarempa sangat rentan terhadap gangguan
baik dari aktivitas manusia maupun gejala
dari alam.
Seiring dengan pembangunan daerah
yang semakin pesat dan pemanfaatan lahan
perairan sebagai pembangunan daearah di
Kabupaten Kepulauan Anambas
khususnya di Tarempa kawasan Tanjung
Angkak sebagai daerah pengembangan
kota, hal ini menjadi ancaman
terdegradasinya ekosistem terumbu karang
yang berada di sekitar Tanjung Angkak
tersebut akibat dari proyek-proyek
pembangunan pemerintah. Akibatnya
lama-kelamaan ekosistem terumbu karang
di sekitar Tanjung Angkak tersebut akan
habis dan punah beserta dengan biota-biota
yang ada di dalamnya. Oleh karena itu
sangat diperlukan adanya pendataan atau
iventarisasi yang baik dan benar mengenai
kondisi ekosistem terumbu karang yang
berada diperairan Tanjung Angkak.
sehingga data yang didapatkan bisa
dijadikan bahan pertimbangan dan
informasi ilmiah bagi Pemerintah
Kabupaten Kepulauan Anambas dalam
melaksanakan pembangunan daerah yang
baik dan benar.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Terumbu Karang
Terumbu karang adalah
sekumpulan hewan karang yang
bersimbiosis dengan sejenis tumbuhan
alga yang disebut zooxanthellae. Hewan
karang bentuknya aneh, menyerupai batu
dan mempunyai warna dan bentuk
beraneka rupa. Hewan ini disebut polip,
karena merupakan hewan pembentuk
utama terumbu karang yang menghasilkan
zat kapur. Polip-polip ini selama ribuan
tahun membentuk terumbu karang.
Zooxanthellae adalah suatu jenis algae
yang bersimbiosis dalam jaringan karang.
Zooxanthellae ini melakukan fotosintesis
menghasilkan oksigen yang berguna untuk
kehidupan hewan karang. Di lain pihak,
hewan karang memberikan tempat
berlindung bagi zooxanthellae. Dalam
ekosistem terumbu karang ada karang
yang keras dan lunak. Karang batu adalah
karang yang keras disebabkan oleh adanya
zat kapur yang dihasilkan oleh binatang
karang. (Nybakken 1992)
B. Manfaat Terumbu Karang Bagi
Bagi Biota Laut
Adapun manfaat terumbu karang bagi
biota laut sebagai berikut (Anonim 2014) :
1. Secara alami, terumbu karang
merupakan habitat bagi banyak
spesies laut untuk melakukan
pemijahan, peneluran, pembesaran
anak, makan dan mencari makan
(feeding & foraging), terutama bagi
sejumlah spesies yang memiliki nilai
ekonomis penting.
2. Banyaknya spesies makhluk hidup
laut yang dapat ditemukan di terumbu
karang menjadikan ekosistem ini
sebagai gudang keanekaragaman
hayati laut.
3. Saat ini, peran terumbu karang sebagai
gudang keanekaragaman hayati
menjadikannya sebagai sumber
penting bagi berbagai bahan bioaktif
yang diperlukan di bidang medis dan
farmasi.
C. Manfaat Terumbu Karang Bagi
Manusia
Adapun manfaat terumbu karang bagai
manusia sebagai berikut (Anonim 2014) :
1. Sumber ikan dan makanan laut lainnya
yang mengandung protein tinggi.
2. Melindungi pantai dan penduduk dari
hantaman ombak dan arus.
3. Sumber penghasilan bagi nelayan
(tangkapan ikan).
4. Kekayaan pariwisata bahari yang
berdaya jual tinggi (memancing,
menyelam, snorkeling).
5. Sumber kekayaan laut yang bisa
digunakan sebagai obat-obatan alami.
6. Sebagai laboratorium alam untuk
pendidikan dan penelitian.
D. Karakteristik Terumbu Karang
Struktur fisik dari ekosistem terumbu
karang adalah kerangka kalsium karbonat
yang senantiasa bertumbuh dan
memplatform yang keras dalam jangka
waktu ratusan hingga ribuan tahun.
Kerangka ini atau yang disebut sebagai
terumbu dibentuk terutama oleh koloni
polip karang yang bersimbiose dengan
zooxantella yang hidup dalam jaringan
karang. Jenis lain yang juga merupakan
penyangga terumbu ini adalah algae
coralline yang juga bisa berfungsi sebagai
semen atau perekat terumbu.
Karang membutuhkan kejernihan air
yang tinggi dan jumlah unsur hara atau
nutrient yang rendah. Karana zooxanthella
(alga simbiosa) membutuhkan cahaya
untuk fotosintesis, maka cahaya adalah
salah satu faktor utama yang
mempengaruhi distribusi vertikal karang
pembentuk terumbu (karang hermatypic).
Olehkarena itu, kebanyakan pertumbuhan
karang yang paling aktif terdapat pada
kedalaman 2-10 meter.
Hubungan simbiosa antara
zooxanthellae dan karang merupakan
faktor penting dalam pembentukan
terumbu karang. Alga bersel satu ini
mendapatkan perlindungan yang baik
dalam jaringan karang dan memperoleh
suply nutrient atau unsur hara dari hasil
sekresi karang dan karbon dioksida dari
hasil respirasi hewan karang. Kedua unsur
tersebut akan dimanfaatkan oleh
zooxanthella untuk pertumbuhan dan
perkembangannya melalui proses
fotosinthesis. Hasil dari fotosintesis
tersebut yang merupakan senyawa karbon
selanjutnya dimanfaatkan oleh karang
sebagai sumber energi. (Dahuri, 2000).
E. Tipe-Tipe Terumbu Karang
1. Tipe- Tipe Terumbu Karang
Berdasarkan Jenisnya
Ada dua jenis terumbu karang yaitu
(Thomascik et al, 1997 dalam Adi
Kurniawan Harahap) :
1. Terumbu karang keras (seperti brain
coral dan elkhorn coral) merupakan
karang batu kapur yang keras yang
membentuk terumbu karang. Karang
batu ini menjadi pembentuk utama
ekosistem terumbu karang. Walaupun
terlihat sangat kuat dan kokoh, karang
sebenarnya sangat rapuh, mudah hancur
dan sangat rentan terhadap perubahan
lingkungan.
2. Terumbu karang lunak (seperti sea
fingers dan sea whips) tidak
membentuk karang. Terdapat beberapa
tipe terumbu karang yaitu terumbu
karang yang tumbuh di sepanjang
pantai di continental shelf yang biasa
disebut sebagai fringing reef, terumbu
karang yang tumbuh sejajar pantai tapi
agak lebih jauh ke luar (biasanya
dipisahkan oleh sebuah laguna) yang
biasa disebut sebagai barrier reef dan
terumbu karang yang menyerupai
cincin di sekitar pulau vulkanik yang
disebut coral atoll.
2. Tipe- Tipe Terumbu Karang
Berdasarkan Bentuknya
Terumbu karang umunya dikelompokkan
ke dalam empat bentuk, yaitu (Soeharsono
Dalam Adi Kurniawan Harahap) :
1. Terumbu karang tepi (fringing reefs)
Terumbu karang tepi atau karang penerus
berkembang di mayoritas pesisir pantai
dari pulau-pulau besar. Perkembangannya
bisa mencapai kedalaman 40 meter dengan
pertumbuhan ke atas dan ke arah luar
menuju laut lepas. Dalam proses
perkembangannya, terumbu ini berbentuk
melingkar yang ditandai dengan adanya
bentukan ban atau bagian endapan karang
mati yang mengelilingi pulau. Pada pantai
yang curam, pertumbuhan terumbu jelas
mengarah secara vertikal. Contoh:
Bunaken (Sulawesi), Pulau Panaitan
(Banten), Nusa Dua (Bali).
2. Terumbu karang penghalang (barrier
reefs)
Terumbu karang ini terletak pada jarak
yang relatif jauh dari pulau, sekitar 0.52
km ke arah laut lepas dengan dibatasi oleh
perairan berkedalaman hingga 75 meter.
Terkadang membentuk lagoon (kolom air)
atau celah perairan yang lebarnya
mencapai puluhan kilometer. Umumnya
karang penghalang tumbuh di sekitar pulau
sangat besar atau benua dan membentuk
gugusan pulau karang yang terputus-putus.
Contoh: Batuan Tengah (Bintan,
Kepulauan Riau), Spermonde (Sulawesi
Selatan), Kepulauan Banggai (Sulawesi
Tengah).
3. Terumbu karang cincin (atolls)
Terumbu karang yang berbentuk cincin
yang mengelilingi batas dari pulaupulau
vulkanik yang tenggelam sehingga tidak
terdapat perbatasan dengan daratan.
4. Terumbu karang datar/Gosong terumbu
(patch reefs)
Gosong terumbu (patch reefs), terkadang
disebut juga sebagai pulau datar (flat
island). Terumbu ini tumbuh dari bawah
ke atas sampai ke permukaan dan, dalam
kurun waktu geologis, membantu
pembentukan pulau datar. Umumnya pulau
ini akan berkembang secara horizontal
atau vertikal dengan kedalaman relatif
dangkal. Contoh: Kepulauan Seribu (DKI
Jakarta), Kepulauan Ujung Batu.
F. Metode Monitoring Terumbu
Karang
1. LIT ( Line Intercpt Transect )
Metode Transek garis (Line Intercept
Transect/LIT) merupakan metode yang
digunakan untuk mengestimasi penutupan
karang dan penutupan komunitas bentos
yang hidup bersama karang. Metode ini
cukup praktis, cepat dan sangat sesuai
untuk wilayah terumbu karang di daerah
tropis. Pengambilan data dilakukan pada
umumnya di kedalaman 3 meter dan 10
meter, sehingga bagi tim kerja yang
terlibat dalam metode ini sebaiknya
memiliki keterampilan menyelam yang
baik. ( Amrullah Saleh, 2000 )
2. Pembagian Kerja Dalam LIT
Pengamatan dengan menggunakan
metode Transek garis (LIT) membutuhkan
paling sedikit 3 orang anggota tim dengan
masing‐masing orang mengetahui tugas
dan fungsinya, sebagai berikut
( Amrullah Saleh, 2000 ) :
1 orang bertugas memasang patok,
membentangkan meteran dan
menggulungnya kembali.
1 orang bertugas sebagai pengamat
(observer).
1 orang bertugas mengemudikan
perahu motor yang digunakan menuju
lokasi pengambilan data. Selain itu,
bertugas untuk merekam posisi
pengambilan sampel dengan GPS.
Seluruh anggota tim harus mengetahui
metode ini dengan benar serta
Melaksanakannya dengan penuh
tanggung jawab dan sesuai dengan
prosedur yang ada.
3. Peralatan Yang Dibutuhkan
Dalam (LIT)
Untuk melakukan pengamatan terumbu
karang dengan menggunakan metode LIT
ini diperlukan peralatan sebagai berikut
( Amrullah Saleh, 2000 ) :
1. Kaca mata selam (masker)
2. Alat bantu pernapasan di permukaan air
(snorkel)
3. Alat bantu renang di kaki (fins)
4. Perahu bermotor (minimal 5 PK)
5. SCUBA
6. Meteran gulung 50 meter.
7. Patok besi
8. Papan plastik putih yang permukaannya
telah dikasarkan dengan kertas pasir
9. Pensil
10. Tas peralatan
11. Tali nilon sepanjang paling sedikit 60
meter
12. Global Positioning System (GPS)
G. Ancaman Terhadap Terumbu
Karang
Terumbu karang adalah salah satu
ekosistem yang sangat terancam didunia.
Sebanding dengan hutan hujan dalam
keanekaragaman hayatinya dan merupakan
sumber keuntungan ekonomi yang besar
dari perikanan dan pariwisata, ekosistem
terumbu karang adalah salah satu
kepentingan dunia. Selain itu, karang
memegang fungsi penting di negara-negara
berkembang, khususnya di negaranegara
kepulauan berkembang. Hingga kini,
tekanan yang disebabkan oleh kegiatan
manusia-seperti pencemaran dari daratan
dan praktek perikanan yang merusak- telah
dianggap sebagai bahaya utama untuk
terumbu karang. Sementara masalah-
masalah ini belum hilang, selama dua
dekade terakhir telah muncul ancaman lain
yang lebih potensial. Terumbu karang
telah terpengaruh dengan naiknya tingkat
kemunculan dan kerusakan karena
pemutihan karang (Coral Bleaching), yaitu
suatu fenomena sehubungan adanya aneka
tekanan, khususnya kenaikan suhu air laut.
Pemutihan yang parah dan lama dapat
perluasan kematian karang dan peristiwa
kematian dan pemutihan terumbu yang
aneh di tahun 1998 telah mempengaruhi
sebagianbesar daerah terumbu karang di
kawasan Indo-Pasifik. ( Nuraini, 2013 )
H. Faktor Penyebab Terdegradasinya
Terumbu Karang
Beberapa faktor rusaknya terumbu karang
di Indonesia disebabkan oleh ulah manusia
sendiri, beberapa diantaranya ( Nuraini,
2013 ):
1. Terumbu karang yang sangat indah
membuat banyak penyelam tergoda
untuk melihatnya, namun ternyata,
tidak sedikit dari mereka yang tega
membawa pulang biota laut tersebut.
2. Membuang sampah ke laut dan pantai
yang dapat mencemari air laut.
3. Penggunaan pupuk dan pestisida buatan
pada lahan pertanian juga merusak
terumbu karang di lautan. Walaupun
jarak lahan pertanian dengan bibir
pantai sangat jauh, residu kimia dari
pupuk dan pestisida buatan pada
akhirnya akan terbuang ke laut melalui
air hujan yang jatuh di lahan pertanian.
4. Buangan jangkar yang dilakukan oleh
awak-awak kapal pada pesisir pantai
secara tidak sengaja akan merusak
terumbu karang yang berada di
bawahnya.
5. Penambangan pasir atau bebatuan di
laut dan pembangunan pemukiman di
pesisir juga merusak terumbu karang.
Limbah dan polusi dari pemukiman
penduduk secara tidak langsung dapat
menghancurkan terumbu karang.
6. Menangkap ikan di laut dengan
menggunakan bom dan racun sianida
sangat mematikan terumbu karang.
I. Pencegahan Dan Penanggulangan
Kerusakan Terumbu Karang
Adapun pencegahan dan
penanggulangannya sebagai berikut
(Sammarco dan Carleton, 1982) :
1. Peningkatan Kesadaran Dan
Partisipasi Masyarakat.
Adalah upaya untuk meningkatkan
kesadartahuan masyarakat akan
pentingnya peranan terumbu karang dan
mengajak masyarakat untuk berperan
serta aktif dan bertanggung jawab dalam
mengelola dan memanfaatkan terumbu
karang secara lestari, seperti meningkatkan
kesadaran mereka akan peranan penting
terumbu karang, seperti sebagai tempat
pengembangan wisata bahari, bahan baku
obat-obatan, kosmetika, bahan makanan
dan lain-lain. penting juga untuk
menanamkan arti dan manfaat terumbu
karang bagi kelangsungan hidup
masyarakat pesisir sejak masa kanak-
kanak.
2. Pengelolaan Berbasis Masyarakat.
a. Membina masyarakat untuk melakukan
kegiatan alternatif seperti budidaya,
pemandu wisata dan usaha kerajinan
tangan yang akan meningkatkan
pendapatan masyarakat
setempat. pembinaan ini disertai
dengan bantuan pendanaan yang
disalurkan melalui berbagai sistem yang
telah ada dan tidak membebani
masyarakat.
b. Menerapkan pengetahuan dan teknologi
rehabilitasi dan pengelolaan terumbu
karang agar dapat dimanfaatkan secara
lestari.
3. Pengembangan Kelembagaan
a. Memperkuat koordinasi antar instansi
yang berperan dalam penanganan
terumbu karang baik pengelola
kawasan, aparat keamanan, pemanfaat
sumber daya dan pemerhati
lingkungan.
b. Meningkatkan kemampuan sumber
daya manusia melalui berbagai
pelatihan yang berkaitan dengan
pengelolaan dan teknik rehabilitasi
terumbu karang.
4. Penelitian, Monitoring Dan Evaluasi
Pemantauan kegiatan masyarakat
yang secara langsung berhubungan dengan
terumbu karang. dalam kaitan ini akan
dibentuk sistem jaringan pemantauan dan
informasi terumbu karang dengan
membangun simpul-simpul di beberapa
propinsi. kegiatan ini akan diawasi
langsung oleh lipi yang telah memiliki
stasiun-stasiun di beberapa tempat, seperti
: Biak, Ambon Dan Lombok.
5. Penegakan Hukum
Komponen ini dipandang sangat penting
sebagai salah satu komponen kunci yang
harus dilaksanakan dalam usaha mencapai
tujuan program rehabilitasi dan
pengelolaan terumbu karang. masyarakat
memegang peranan penting dalam
mencapai tujuan komponen penegakan
hukum. salah satu peranan masyarakat
dalam pengamanan terumbu karang secara
langsung adalah sebagai pengamat
terumbu karang atau reef watcher, dimana
mereka berkewajiban meneruskan
informasi kepada penegak hukum
mengenai pelanggaran yang merusak
terumbu karang di daerahnya.
J. Pemulihan Ekosistem Terumbu
Karang
Pemulihan kerusakan terumbu
karang merupakan upaya yang paling sulit
untuk dilakukan, serta memakan biaya
tinggi dan waktu yang cukup lama. upaya
pemulihan yang bisa dilakukan adalah
zonasi dan rehabilitasi terumbu karang.
(English et al., 1997).
1. Zonasi
Pengelolaan zonasi pesisir bertujuan untuk
memperbaiki ekosistem pesisir yang sudah
rusak. pada prinsipnya wilayah pesisir
dipetakan untuk kemudian direncanakan
strategi pemulihan dan prioritas pemulihan
yang diharapkan. pembagian zonasi
pesisir dapat berupa zona penangkapan
ikan, zona konservasi ataupun lainnya
sesuai dengan kebutuhan/pemanfaatan
wilayah tersebut, disertai dengan zona
penyangga karena sulit untuk membatasi
zona-zona yang telah ditetapkan di
laut. ekosistem terumbu karang dapat
dipulihkan dengan memasukkannya ke
dalam zona konservasi yang tidak dapat
diganggu oleh aktivitas masyarakat
sehingga dapat tumbuh dan pulih secara
alami.
2. Rehabilitasi
Pemulihan kerusakan terumbu
karang dapat dilakukan dengan melakukan
rehabilitasi aktif, seperti meningkatkan
populasi karang, mengurangi alga yang
hidup bebas, serta meningkatkan ikan-ikan
karang.
a. Meningkatkan Populasi Karang
Peningkatan populasi karang dapat
dilakukan dengan meningkatkan
rekruitmen, yaitu membiarkan benih
karang yang hidup menempel pada
permukaan benda yang bersih dan halus
dengan pori-pori kecil atau liang untuk
berlindung; menambah migrasi melalui
tranplantasi karang, serta mengurangi
mortalitas dengan mencegahnya dari
kerusakan fisik, penyakit, hama dan
kompetisi.
b. Mengurangi Alga Hidup Yang Bebas
Pengurangan populasi alga dapat
dilakukan dengan cara membersihkan
karang dari alga dan meningkatkan hewan
pemangsa alga.
c. Meningkatkan Ikan-Ikan Karang
Populasi Ikan karang dapat ditingkatkan
dengan meningkatkan rekruitmen, yaitu
dengan meningkatkan ikan herbivora dan
merehabilitasi padang lamun sebagai
pelindung bagi ikan-ikan kecil,
meningkatkan migrasi atau menambah
stok ikan, serta menurunkan mortalitas
jenis ikan favorit.
III. METODOLOGI
Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan
Maret-April 2015. Adapun lokasi
penelitian di Tanjung Angkak sebelah
timur dari dari Kota Tarempa Kabupaten
Kepulauan Anambas. Dimana daerah ini
merupakan daearah hamparan terumbu
karang.
A. Alat Dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang digunakan
dalam penelitian dapat dilihat dalam tabel
berikut :
Tabel 2. Alat Dan Bahan
A. Bahan referensi yang menjadi
acuan
No Alat Bahan
1
Kaca Mata
Selam (
Masker ) Patok Besi
2
Snorkel +
fins Tali Nilon
3
Sampan
Muatan 3
Orang Papan Tulis
4 Scuba Pensil
5 GPS Buku Tulis
6
Meteran
Gulung / Roll
Meter
Buku
Identifikasi
7
Camera
Under Water Tas Peralatan
Referensi yang di guanakan dalam
penelitian dapat di lihat pada tabel berikut
:
Tabel 3. Referensi yang di
gunakan
B. Metodologi
Metode penelitian menggunakan
metode survey, yakni dengan memakai
Line Intercept Transect (LIT) dari
Suharsono (1998) dalam Febrianto 2012.
Sebelum LIT digunakan, terlebih dahulu
dilakukan pemantauan dengan snorkeling.
Pada penelitian ini, snorkelling digunakan
untuk menentukan peletakan garis transek.
Metode yang digunakan memonitor
tutupan karang adalah metode transek
garis (LIT) yang dilakukan sejajar garis
pantai, mengikuti kontur kedalaman. Pada
prinsipnya metode transek garis
menggunakan suatu garis transek yang
diletakkan di atas koloni karang (Gambar
3). Penggunaan metode ini untuk melihat
presentase tutupan karang hidup dan mati
dan bentuk pertumbahan (lifeform). Dalam
melakukan pencatatan data LIT sistem
pendataan data dilakukan dengan
menggunakan kategori bentik lifeform
versi English 1994, adapun data di
koreksi sebelum diadakan pengentrian
data.
C. Prosedur Penelitian
1. Penentuan lokasi penelitian
Penentuan lokasi penelitian atau titik
stasiun ini ditentukan dengan
menggunakan metode purposive sampling.
Adapun jumlah stasiun pengamatan
berjumlah 3 stasiun, dimana masing-
masing stasiun mempunyai 3 titik / 3 LIT
pengamatan sepanjang bibir pantai. Dalam
pengamatan penarikan LIT atau garis
transek memanjang sesuai dengan
topograpi bibir pantai. Dimana setiap
stasiun penarikan garis LIT sejajar dengan
bibir pantai dengan kedalaman berbeda
pada satiap stasiun, Adapun kedalaman
yang dilakukan pengamatan adalah pada
kedalaman 2-3 meter mewakili dari stasiun
1, 5-6 meter mewakili dari stasiun 2 dan 7-
8 meter mewakili dari stasiun 3.
2. Pembuatan Garis Transek
Garis transek dibuat dengan
menggunakan roll meter dengan panjang
100 meter, kemudian diletakkan roll meter
tersebut ke dalam perairan sejajar dengan
garis pantai (gambar 3). Untuk setiap
stasiun peletakan transek berdasarkan
perbedaan kedalaman. Stasiun 1 dengan
kedalaman 2-3 m, stasiun 2 dengan
kedalaman 5-6 , dan stasiun 3 dengan
No Referensi Yang Di
Gunakan
1 Analisis Penilaian
Terumbu Karang
2 Jurnal Penelitian Terumbu
Karang
3 Point Intercept Transek
(Pit) Untuk Masyarakat
4 Ekosistem Terumbu
Karang
5 Pengelolaan Ekosistem
Terumbu Karang
6 Protokol Biofisik
Monitoring Kesehatan
Karang
7 Monografi Kelurahan
Terempa
8 Profil Kabupaten
Kepulauan Anambas 2013
kedalaman 7-8 m.
Gambar 4.Contoh Pemasangan Transek
Garis
Sumber : Saleh (2005)
3. Teknik pengambilan data
Data presentase tutupan terumbu
karang hidup dengan menggunakan
penerapan LIT. Panjang garis transek 100
meter yang penempatannya sejajar dengan
garis pantai (mengikuti pola kedalaman
dan garis kontur). Dimana dari 100 meter
pada LIT tersebut diukur tiap 10 meternya
dengan spasi atau jeda perhitungan 20
meter. Pengambilan data dilakukan dengan
menghitung sentimeter terakhir dan setiap
pertukaran jenis karang. Biota asosiasi,
maupun bahan anorganik dengan kode
yang ditentukan.
Selain data pertumbuhan karang,
pada penelitian ini juga dilakukan
pengukuran data oceanografi yang
meliputi suhu, salinitas, kecerahan dan
kecepatan arus (tabel 3). Pengukuran
dilakukan pada siang hari antara jam
11.00-13.00 setiap ititk stasiun
pengukurannya sebanyak tiga kali ulangan
pada masing-masing stasiun, kemudian di
rata-ratakan.
Tabel 5. Data Oceanografi
4. Pengukuran Data Oceanografi
Pengukuran kecerahan dilakukan
dengan menggunakan secchi disk dengan
cara secchi disk dimasukkan kedalam
perairan sampai untuk pertama kalinya
tidak tampak lagi (jarak hilang), kemudian
ditarik secara berlahan sehinnga untuk
pertama kalinya secchi disk nampak (jarak
tampak). Untuk mengukur kecerahan
digunakan rumus berikut ( SNI 06-2412-
1991) :
Keterangan :
dimana jarak hilang merupakan ketika
lempengan secchi disk dimasukkan
kedalam perairan sampai untuk pertama
kalinya tidak tampak lagi (jarak hilang),
sedangkan jarak tampak merupakan ketika
lempengan sechi disk ditarik secara
berlahan sehinnga untuk pertama kalinya
secchi disk nampak (jarak tampak).
Untuk mengukur kedalaman menggunakan
tonggak yang mempunyai sekala dengan
satuan meter (M). Kecepatan arus diukur
dengan menggunakan pelampung yang
dikait tali sepanajang 2 meter stopwach.
Kemudian pelampung diletakkan pada
perairan titik yang telah ditentukan dan
dibiarkan tali menegang kemudian diukur
jarak tempuh pelampung tersebut dalam
satuan waktu yaitu meter per detik (m /
detik) dari jarak awal diletakkan.
Pengukuran kecepatan arus dilakaukan tiga
kali pengulangan di setiap titik stasiun.
Waktu pengukuran arus ini dilakukan
ketika pasang dan surut. Nilai kesepakatan
arus di proleh dengan rumus :
V= S / t
Keterangan : V : Kecepatan Arus (
m/detik )
S : Jarak Tali
Menegang ( m )
t : Waktu Tali Sampai
Menegang ( detik )
N
o
Paramete
r
Alat Pengukura
n
1 Suhu (0C) Thermomet
er
Insitu
2 Salinitas
(0/00)
Saltmeter Insitu
3 Kecepata
n arus
(m/dtk)
Tali,
pelampung
dan
stopwatch
Insitu
4 Keceraha
n (m)
Secchi disc Insitu
Kecerahan = Jarak Hilang (m) + Jarak Tampak (m)
2
suhu diukur menggunakan thermometer
dengan cara mencelupkan beberapa saat
thermometer kedalaman perairan. Nilai
suhu diperoleh setelah thermometer
direndam didalam air selama 5 menit.
Pengukuran suhu dilakukan sebanyak tiga
kali pengulanagan disetiap titik stasiun.
Waktu pengukuran suhu ini dilakukan
pada pagi dan sore.
Mengukur salinitas dengan
menggunakan Saltmeter. Pengukuran
menggunakan saltmeter ini, hal yang
dilakukan utama adalah dengan
mengkalibrasi saltmeter tersebut dengan
menggunakan aquades. Setelah itu
dikeringkan tissue lembut, kemudian
lakukan pengukuran tersebut. Setiap
pengukuran dititik yang ditentukan
lakukan pengkalibrasian agar menghindari
data yang bias keluar dari monitor salt
meter. Pengukuran dilakukan pada tiga
kali pengulangan pada waktu pagi dan sore
pada setiap titik stasiun.
5. Analisis Data
Besar persentase tutupan karang mati,
karang hidup, dan jenis lifeform lainnya
dihitung dengan rumus (English Et Al.,
1997 Dalam Lalamentik).
C = a
x 100 %
A
Keterangan :
C = Presentase Penutupan
Lifeform i
a = panjang transek
lifeform i
A = Panjang Total Transek
Data presentase tutupan karang yang
diperoleh dikategorikan berdasarkan
tutupan karang hidup yang terdiri dari
acropora /AC, Non Acroporal /Non AC
dan karang lunak ( soft coral / SC).
Tabel 6. Kriteria penilaian kondisi
terumbu karang
berdasarkan presentase
tutupan karang hidup
Sumber : Gomez Dan
Yap, Yap 1988 Dalam
Lalamentik 1999
Penentuan nilai indeks kematian
berdasarkan rumus dari gomez et 1994
dalam Tri Febrianto 2012 :
IM = KM
KM + KH
Keterangan : IM : Indeks Kematian
KM : Persentase
Tutupan Karang Hidup
KH : Persentase Tutupan
Karang Mati
Hasil indeks kematian adalah nilai
antara 0 – 1, apabila nilai indeks
kematian 0 maka tidak ada karang
mati, dan apabila nilai 1 maka seluruh
karang mati. Sehingga nilai indeks di
katakan baik apabila 0 atau mendekati
0.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Kondisi umum daerah
1. Kondisi Geografis
Tarempa merupakan ibu kota dari
Kabupaten Kepulauan Anambas di mana
Tarempa masih termasuk wilayah
administrasi Kelurahan Tarempa
Kecamatan Siantan. kondisi geografis
N
o
Presentas
e tutupan
(%)
Kriteria
1 0-24,9 Rusak
2 25,0-49,9 Sedang
3 50,0-74,9 Bagus
4 75,0-
100,0
Memuaska
n
Terempa dengan ketinggian tanah 5 m dari
permukan laut dengan suhu udara rata-rata
berkisar antara 220-27
0C.
Sebagai pusat pengendali pemerintah
Kabupaten Kepulauan Anambas wilayah
administrasi Kelurahan Terempa
mempunyai batas wilayah sebagai berikut:
Tabel 7 . Batas Wilayah Kelurahan
Terempa
Sumber : Arsip Kecamatan Siantan
2014
B. Kondisi Wilayah Tanjung Angkak
Tanjung Angkak merupakan
semenanjung daratan yang berada di
kawasan Kelurahan Terempa. Di mana
Tanjung Angkak ini berjarak kurang lebih
1 Km Dari pusat administrasi Kelurahan
Tarempa dengan letak geografis
3013’42.89”U dan 106
013’18.76”T.
Tanjung Angkak dilihat secara deskriptif
merupakan kawasan pengembangan
pembangunan daerah di Kecamatan
Siantan Kabupaten Kepulauan Anambas.
Selain sebagai kawasan pembangunan
daerah kawasan ini dulunya juga
merupakan kawasan pariwisata dan tempat
masyarakat nelayan mencari ikan. Jarak
dari pusat pemerintah ke Tanjung Angkak
dapat di tempuh waktu 15 menit dari
Terempa. Tanjung Angkak merupakan
kawasan penghubung antara Kelurahan
Terempa Dan Desa Terempa Timur
dimana di Tanjung Angkak terdapat
jembatan penghubung yang panjang
kurang lebih hampir mencapai 1 Km.
Bentuk terumbu karang di Tanjung
Angkak merupakan bentuk hamparan
landai terumbu karang di mana terumbu
karang di
perairan Tanjung Angkak mulai hidup
pada kedalaman 50 cm – 10 m>.
C. Kondisi Umum Perairan Lokasi
Penelitian
Analisis kondisi umum perairan
suatu kawasan dihitung berdasarkan hasil
perhitungan parameter – parameter yaitu
Salinitas, DO, Suhu, PH, Kecerahan,
Kecepatan Arus, dan Kedalaman. Hasil
pengukuran parameter atau kriteria analisis
kondisi umum wilayah penelitian kawasan
Tanjung Angkak diamati pada titik stasiun
yang telah ditentukan dan mendapat hasil
sebagai berikut
Tabel 8. Data Kualitas Perairan
Tanjung Angkak
Berdasarkan data di atas kualitas
perairan di kawasan Tanjung Angkak
sesuai dengan standar baku mutu untuk
kehidupan biota laut KEMEN-LH NO 51
No Batas
Wilayah Keterangan
1 Utara Desa Mubur Dan
Desa Terempa Timur
2 Selatan
Desa Terempa
Selatan Dan Desa
Terempa Barat Daya
3 Barat Desa Terempa Barat
4 Timur Desa Terempa Timur
Param
eter
Hasil Pengukuran Ra
ta-
Ra
ta
Satu
an
Stas
iun
1
Stas
iun
2
Stas
iun
3
Salinit
as 0/00 35,2 35,3 35,5
35,
3
Suhu 0c 30 30,5 30,4 30,
3
Do Mg/
L 6,8 7,5 6,97
7,0
9
Ph % 8,23 8,16 8,1 8,1
6
Kecera
han %
100
%
100
%
100
%
100
%
Kec.
Arus
M/D
etik 0,15 0,15 0,16
0,1
5
Kedala
man M 3-4 5-6 7-8 -
tahun 2004. Di lihat dari parameter kimia
salinitas dan DO (Oksigen Terlarut) di
perairan Tanjung Angkak masih dalam
kategori sesuai dengan standar baku mutu
KEMEN-LH NO 51 tahun 2004. untuk
salinitas terumbu karang berkisar antara
33-34 sedangkan DO (Oksigen Terlarut)
berkisar 5 Mg/L ke atas dan PH berkisar
antara 7-8,5%. Untuk parameter fisika
sesuai dengan KEMEN-LH N0 51 tahun
2004 suhu yang baik bagi kehidupan
karang berkisar antara 28-300C sedangkan
kecerahan yang baik untuk terumbu karang
5 > m. Adapun kondisi cuaca saat
melakukan pengamatan dapat di lihat pada
gambar berikut dengan menggunakan citra
foto berikut
Gambar 7. Kondisi cuaca di
wilayah Tanjung Angkak saat melakukan
pengamatan
D. Persentase Tutupan Bentuk
Pertumbuhan Karang
Hasil persentase tutupan bentuk
pertumbuhan karang ini berdasarkan tiga
stasiun yang sejajar dengan garis pantai
sesaui dengan topograpi lokasi penelitian
dan kategori persentase tutupan terdiri
dari tujuh kategori yaitu karang hidup
terdiri dari Acropora, Non Acropora,
biotik terdiri dari Soft Coral mega bentos /
other, karang mati terdiri dari Dead
Coral, dan Abiotik terdiri dari batu, pasir
(sand) dan sebagainya (Tabel 2). Adapun
yang di maksud dalam kategori biotik
adalah jenis hewan selain karang
minsalnya seperti bulu babi, bintang laut
dan sebagainya sedangkan kategori abiotik
seperti Sand (Pasir), Rubble (Pecahan
Karang) Dan Batu.
Pada stasiun pertama rataan terumbu
landai dan di mulai pengukuran pada
kedalam 2 – 3 meter. Di mana pada stasiun
pertama ini banyak ditemukan pecahan
karang/R (Ruble), pada stasiun pertama
ini banyaknya di temukan pecahan karang
karena pada stasiun pertama ini cukup
dangkal, mudahnya rapuh terumbu karang
akibat musim gelombang utara yg
menghempas daerah Tanjung Angkak
selain itu yang menyumbang kerusakan
yang sangat besar adanya aktivitas
pembangunan jembatan dan bangunan
perkantoran. Untuk melihat rata-rata
persentase tutupan dasar terumbu karang
pada stasiun pertama dapat dilihat pada
grafik lingkaran sebagai berikut.
Gambar 8. Persentase Tutupan Karang
Pada Stasiun 1
Gambar pecahan karang / R (rubble) pada
kedalaman 2-3 m dapat di lihat pada
gambar berikut.
22% 3% 7% 2%
16% 15%
22%
9% 4%
PERSEN TUTUPAN KARANG PADA KEDALAMAN 2-3 M
ACB ACD ACE ACT CM
DC R SAND SC
Gambar 9. Pecahan
Selain data persentase tutupan karang
secara keseluruhan pada stasiun pertama,
untuk melihat persen tutupan jenis karang
acropra dan non acropora serta karang mati
dan hidup dapat dilihat pada grafik berikut
Gambar 10. Persen Tutupan Acropora
Dan Non Acropora
Gambar 11. Persen Tutupan
Karang Mati Dan Hidup
Pada stasiun ke 2 ( kedua ) lokasi
pengukuran di lakukan di mulai dari
kedalaman 5 – 6 meter. Pada stasiun ke 2
(Dua) jenis pertumbuhan acropora yang di
temui seperti Acb (Acropora Branching),
Act (Acropora Ecrusting), dan Act
(Acropora Tabulate) namun jenis
pertumbuhan karang yang paling banyak
di temukan adalah jenis karan Cm (coral
masive), Adapun untuk melihat persentase
dasar tutupan terumbun karang pada
stasiun dapat di lihat pada diagram berikut.
Gambar 12. Persen Tutupan Karang
Pada Stasiun 2
Untuk melihat persentase jenis
pertumbuhan acropora, non acropora,
biotik dan abiotik. Dapat di lihat pada
grafik di bawah.
Gambar 13. Persen Tutupan
Karang Acropora Dan Non Acropora
Pada stasiun 2 persen tututpan
karang hidupnya cukup tinggi hampir
mencapai 70 % sedangkan jenis karang
mati pada stasiun di temukan relatif
sedikit. di lihat secara deskriptif pada
stasiun 2 ini area terumbu karang pada
kedalaman 5-6 meter cukup terjaga dengan
baik karena agak jauh dari aktivitas
pembangunan daerah. Untuk melihat
persen tutupan karang hidup dan karang
mati serta komponen biotik dan abiotik
dapat di lihat pada diagram berikut
33,88 19,73
0,00
50,00
acropora non acropora
PERSEN TUTUPAN KARANG ACROPORA DAN
NON ACROPORA
48
,47
36
,03
A C R O P O R A N O N A C R O P O R A
PERSEN TUTUPAN KARANG
ACROPORA DAN NON ACROPORA
18%
12% 14%
6% 15% 2%
13% 11%
9%
PERSEN TUTUPAN TERUMBU KARANG PADA STASIUN 3
acb ace acs act cm dc r sand sc
15% 13%
21% 30%
3% 2% 10% 6%
PERSEN TUTUPAN KARANG STASIUN 5-6 M
acb
ace
act
cm
dc
14,32
54,20
31,48 0,00
20,00
40,00
60,00
karang mati karanghidup
abiotic
PERSEN TUTUPAN KARANG MATI DAN
HIDUP
Gambar 14. Persen tutupan karang
mati dan hidup
Pada stasiun 3 kedalaman yang di lakukan
pengukuran di mulai dari kedalam 7-8
meter cendrung dekat ke tubir. pada
stasiun ke 3 jenis pertumbuhan life porm
karang yang di temukan adalah jenis
Acropora Branching(Acb), Acropora
Encrusting(Ace), Acropora Tabulate(Acb),
Acropora Submasive(Acs),
Heliopora(Chl), Coral Masive(Cm), Dad
Coral(Dc), Ruble(R), Sand(S), Soft
Coral(Sc). Adapun jenis yang paling
mendominasinadalah jenis Acb/ Acropora
Branching. Untuk melihat persen tutupan
terumbu karang pada stasiun 3 dapat di
lihat pada diagram berikut.
Gambar 15 . Persen Tutupan Karang
Pada Stasiun 3 Selain data persentase tutupan karang
secara keseluruhan pada stasiun 3, untuk
melihat persen tutupan jenis karang
acropra dan non acropora serta karang mati
dan hidup dapat dilihat pada grafik berikut.
Gambar 16. Persen Tutupan
Karang Acropora Dan Non Acropora
di lihat dari dominasi jenis
pertumbuhan karang pada stasiun 2 dan 3
jenis acropora lebih tinggi karena pada
dasarnya untuk pertumbuhan Acropora
yang subur di perairan tropis hidup pada
kedalaman 3-15 meter (dahuri, 2003)
Gambar 17. Persen tutupan karang
mati dan hidup
Pada stasiun 3 pertumbuhan karang
hidupnya kurang lebih hampir sama
dengan stasiun 2 hal ini di sebabkan
karena pada stasiun ini sudah cukup dalam
perairannya sehingga pengaruh gelombang
permuakaan dan arus permukaan tidak
terlalu berpengaruh saat pada musim
selatan dan juga jauh dari aktivitas
pembangunan atau proyek pembangunan
perkotaan.
E. Kondisi Terumbu Karang Di
Tanjung Angkak
Berdasarkan hasil penelitian yang di
lakukan di kawasan Tanjung Angkak,
setelah di lakukan pengamatan dapat di
gamabarkan skematik zona terumbu
karang di daerah penelitian. Adapun
gambar sekema zona terumbu karang di
daerah penelitian dapat di lihat sebagai
berikut
66
,99
2 1
0,4
3
20
,58
K A R A N G H I D U P
K A R A N G M A T I
A B I O T I K B I O T I K
PERSEN TUTUPAN
KARANG MATI
DAN HIDUP
2,0
8
73
,94
23
,99
K A R A N G M A T I K A R A N G H I D U P A B I O T I C
PERSEN TUTUPAN KARANG MATI DAN
KARANG HIDUP
Gambar 18. Skema zona terumbu
karang derah penelitian
Setelah di lakukan pengamatan pada
masing-masing titik stasiun berdasarkan
kedalam terdapat beberapa tingkat tutupan
yang berbeda pada masing-masing stasiun.
Untuk melihat perbedaan tersebut dapat di
lihat pada grafik di bawah
Gambar 19. Persen tutupan karang
hidup Di lihat dari data di atas terdapat
perbedaan yang lumayan tinggi di mana
setiap masing-masing kedalaman yang
berbeda terjadi peningkatan persen tutupan
karang. Di mana semakin dalam perairan
persen tutupan semakin bagus untuk
melihat perbandingan tersebut dapat di
lihat pada gambar 15 di atas. di lihat dari
data grafis di atas terlihat bahwa persen
tutupan terumbu karang di kedalaman 2-3
m terlihat lebih rendah di bandingkan
kedalaman 5-7 m. Hal ini dapat di lihat
dari beberapa faktor seperti faktor alam
dan faktor gejala aktivitas eksploitasi di
perairan tanjung angkak. Berdasarkan data
visual yang di dapatkan pada arsip
pariwisata Kabupaten Kepulauan Anambas
2013 melalui citra foto. Dapat di
diskriptifkan bahwa kerusakan terumbu
karang pada umumnya di kawasan
Tanjung Angkak yg di sebabkan oleh
faktor alam karena musim gelombang
utara, daerah ini merupakan daerah
semenanjung dan merupakan daerah
hempasan gelombang musim utara.
Untuk melihat gambaran kondisi
tersebut dapat di lihat pada gambar
berikut.
Gambar 20. Kondisi musim utara
di wilayah Tanjung Angkak
Sumber : Pariwisata Kabupaten
Kepulauan Anambas 2013
Selain faktor gelombang dan arus
yang menyebabkan kerusakan secara alami
terumbu karang di kawasan tanjung agkak
seperti faktor biota-biota asosiasi seperti
biota parasit juga sangat mempengaruhi
kehidupan terumbu karang di perairan
tanjung angkak seperti drupella, bulu babi
dan sebagainya. adapun biota parasit
tersebut dapat di lihat pada gambar
berikuT Gambar 21. Biota parasit
terumbu karang Faktor-faktor aktivitas manusia di
kawasan Tanjung Angkak yang di lakukan
masyarakat pada umumnya adalah
pembangunan jembatan dan sebagainya.
Di lihat secara deskriptif pembangunan di
kawasan Tanjung Angkak sangat
54
,2
66
,99
73
,94
1
TUTUPAN TERUMBU KARANG BERDASARKAN
KEDALAMAN
kedalaman 2-3 kedalaman 5-6
kedalaman 7-8
mengancam ekosistem terumbu karang
tersebut, hal ini di lihat secara visual
karena tidak adanya pembangunan yang
berbasis ekosistem / ramah lingkungan, hal
ini yang membuat kekhawatiran
kemunduran kualitas tutupan terumbu
karang di kawasan Tanjung Angkak.
Gambar 22. Kerusakan yang di
akibatkan oleh aktivitas masyarakat
Dari beberapa faktor yang
mempengaruhi kehidupan karang di
perairan Tanjung Anagkak seperti faktor
alam dan gejala kerusakan oleh manusia
dapat kita sajikan nilai kematian karang
yang berada di wilayah perairan tanjung
angkak dengan grafik sebagai berikut.
Gambar 23. Diagram analisis
kematian karang Dari penyajian data grafik di atas
dapat kita diskriptifkan bahwa kawasan
Tanjung Angkak merupakan kawasan yang
masih mempunyai tingkat kematian
terumbu karang yang rendah. Di lihat dari
nilai grafik diatas masing-masing titik
pengamatan nilai kematian karangnya
berkisar antara 0,03 – 0,21 berarti belum
mencapai 1,sedangkan tutupan dasara
terumbu karangnya berkisar antara 54 – 73
%. berdasarkan pertimbangan analisis
kematian karang Lalametik 1999, kematian
karang adalah di mulai dari nilai 0 – 1,
yaitu apabila kematian karang 0 atau
belum mencapai 1 maka terumbu karang di
perrairan tersebut masih dalam kondisi
baik atau belum rusak sepenuhnya.
Apabila mencapai nilai 1 maka karang di
periran tersebut sudah rusak. Adapun
skema zona terumbu karang di perairan
dapat di diskritifkan pada gambar berikut.
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Kondisi terumbu karang di perairan
laut Tanjung Angkak menunjukkan
persentase tutupan dasar terumbu karang
yang bervariasi. Adapun bentuk – bentuk
pertumbuhan karang yang paling banyak
di mendominasi adalah jenis Acropora dan
jenis karang Masive. Adapun jenis – jenis
pertumbuhan Acropora yang mendominasi
seperti, Acropora Branching, Ecrusting,
Tabulate, dan Digitae.
Persentase tutupan terumbu karang
di setiap masing - masing titik pengamatan
rata-rata menunjukkan angka persentase di
atas 50%. Pada satsiun pertama 54, 20%,
satsiun kedua 66, 99% dan stasiun ketiga
73, 94% dari stiap stasiun menunjukkan
angka persentase di atas 50%. Berdasarkan
kriteria tutupan terumbu karang bahwa
kondisi persen tutupan karang di perairan
Tanjung Angkak masih dalam kondisi
baik.
Di tinjau dari segi faktor pendukung
oceanograpi kehidupan karang. Kualitas
perairan di Tanjung Angkak cukup baik
dengan nilai kecerahan 100%, salinitas 35,
330/00, suhu 30, 3
0C, DO 7, 09 Mg/L, PH
8, 16% dan kecepatan arus 0, 15 m/detik.
Dari masing-masing kondisi parameter
tersebut masih termasuk di dalam kondisi
baik bagi kehidupan terumbu karang di
perairan laut Tanjung Angkak.
B. Saran
Perlu di lakukan penelitian lanjutan
secara spesifik mengenai dugaan ancaman
kerusakan terumbu karang serta
inventarisasi ikan karang yang berada di
perairan laut Tanjung Angkak Kabupaten
Kepulauan Anambas.