Kontrol Diri Pada Penderita Kleptomania
Weny Wijayanti
Dr. Sukarti
INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimanakah kontrol diri pada seorang penderita kleptomania, berkaitan dengan bagaimanakah kemampuan penderita kleptomania dalam kontrol perilakunya, dalam hal ini lebih kepada siapakah selama ini yang mengendalikan situasi dalam dirinya, apakah dirinya sendiri, orang lain, ataukah sesuatu di luar dirinya. Selain itu juga berkaitan dengan kontrol kognitifnya, bagaimana menafsirkan suatu peristiwa secara kognitif, serta bagaimanakah kemampuan dalam pengambilan keputusan.
Pencurian sering terjadi pada pusat-pusat pertokoan ataupun pusat perbelanjaan. Para pencuri atau biasa disebut dengan istilah pengutil, melakukan tindakan pencurian di pertokoan, mulai dari barang yang biasa-biasa saja sampai dengan barang-barang yang berkelas. Jika dilihat dari data yang dipaparkan sebelumnya, bahwasanya terdapat 3,8 sampai 24 persen dari mereka yang ditangkap karena mencuri di toko adalah penderita kleptomania. Hal ini menandakan bahwa prevalensi kleptomania untuk sekarang ini cukup tinggi. Ciri penting dari kleptomania adalah kegagalan untuk menahan impuls untuk mencuri benda- benda yang tidak diperlukan untuk pemakaian pribadi atau yang memiliki nilai ekonomi. Berangkat dari ciri-ciri tersebut, maka perlu diadakan penelitian yang baku mengenai bagaimankah kemampuan kontrol diri pada seorang penderita kleptomania. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dalam memahami sejauh mana kemampuan penderita kleptomania dalam melakukan kontrol terhadap dirinya.
Dan hasil dari penelitian ini adalah subyek dalam penelitian ini tidak memiliki kontrol perilaku yang baik. Sehingga menyebabkan Subyek tidak dapat menahan dorongan dalam dirinya untuk mengambil barang, ia tidak dapat menahan rasa “pengen “terhadap sesuatu , serta yang mampu mengendalikan situasi adalah sesuatu di luar dirinya. Dari segi kontrol kognitif, terlihat pada subyek tidak mampu untuk mengantisipasi dorongan- dorongan yang muncul dari dalam hatinya, yang kemudian memunculkan secara kognitif bahwa seolah-olah ada orang yang menyuruh subyek untuk mengambil sesuatu. Pada subyek terlihat ia tidak mampu untuk melakukan pilihan yang benar terhadap dua perilaku yang bertentangan. Di satu sisi ia menyadari bahwa apa yang akan dilakukannya tersebut salah, namun pada sisi lainnya dorongan yang terjadi padanya begitu kuat sehingga ia tidak dapat menahannya. Kata kunci : Kontrol diri dan Kleptomania
2
BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang Masalah
Mengartikan apakah normal dan abnormal bukanlah suatu tugas yang
mudah. Di antara berbagai kesulitan yang ada, yang dimaksud dengan abnormal
itu dapat berbeda-beda dari satu kebudayaan ke kebudayaan yang lain, dan dari
waktu ke waktu dalam kebudayaan yang sama. Pada awal abad ke 20, di Amerika
Serikat, masturbasi dianggap menyebabkan berbagai macam hal, mulai kutil
sampai kegilaan; kini, banyak sikap lebih bisa menerima masturbasi, dan
masturbasi tidak lagi dianggap sebagai sebuah abnormalitas ( Kaplan & Sadock,
1997 ).
Tidak sama dengan orang lain apakah itu bisa dikatakan sebagai sebuah
keabnormalan ? Chrisye adalah seseorang yang berbeda namun ia tidak dianggap
abnormal karena ia adalah seorang penyanyi dan pencipta lagu yang luar biasa.
Taufik hidayat juga tidak dianggap abnormal walaupun ia sudah menjadi pemain
bulutangkis profesional papan atas di usianya yang relatif muda. Bila dengan
menjadi berbeda
( atypical ) tidak membuat seseorang dianggap abnormal, maka apakah yang
membuat seseorang dianggap abnormal ? Tingkah laku abnormal ( abnormal
behavior) adalah tingkah laku yang mal-adaptif dan berbahaya. Tingkah laku
seperti ini tidak mendukung kesejahteraan, perkembangan, dan pemenuhan masa
3
remaja. Tingkah laku seperti ini mempengaruhi kemampuan remaja untuk dapat
berfungsi secara efektif di dunia ini dan juga dapat membahayakan orang lain.
Orang pasti menginginkan suatu keadaan yang sehat dan seimbang.
Perilaku yang dilakukan setiap harinya menjadi suatu tolak ukur yang dapat
digunakan untuk memberikan penilaian terhadap dirinya apakah ia memang telah
berperilaku sebagaimana umumnya individu yang lain atau justru terdapat
perbedaan- perbedaan yang sangat signifikan antara individu tersebut dengan yang
lain, sehingga ia dikatakan telah melakukan suatu penyimpangan perilaku.
Individu dengan suatu penyimpangan dari apa yang seharusnya, memiliki suatu
keyakinan sendiri terhadap apa yang ia lakukan. Ia memiliki keyakinan bahwa apa
yang benar menurutnya belum tentu benar dalam pandangan orang lain. Perilaku-
perilaku yang menyimpang bagaimana idealnya seseorang yang dikatakan sehat
secara mentalpun menjadi sesuatu yang wajar baginya, bukan lagi menjadi
menjadi sesuatu yang luar biasa. Perilaku yang ditunjukkan menyimpang,
mengganggu ketenangan serta kesejahteraan orang disekitarnya dikatakan sebagai
suatu perilaku yang mal-adaptif.
Tingkah laku mal-adaptif yang dimaksud diatas termasuk didalamnya
adalah gangguan pengendalian impuls yang tidak diklasifikasikan di tempat lain
( impuls – control disorders not elsewhere classified ) dituliskan di dalam
Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders edisi keempat ( DSM-IV )
:gangguan eksplosif intermiten, kleptomania, piromania, berjudi patologis,
trikotilomania, dan gangguan pengendalian impuls yang tidak ditentukan ( Kaplan
& Sadock, 1997 ).
4
Kleptomania merupakan satu diantara beberapa gangguan pengendalian
impuls. Prevalensi kleptomania adalah tidak diketahui. Diperkirakan angka
kleptomania adalah terentang dari 3,8 sampai 24 persen dari mereka yang
ditangkap karena mencuri di toko. Rasio jenis kelamin adalah tidak diketahui,
namun kleptomania tampaknya lebih sering ditemukan diantara wanita
dibandingkan laki-laki ( Hurlock, 1973 ).
Pencurian sering terjadi pada pusat-pusat pertokoan ataupun pusat
perbelanjaan. Para pencuri atau biasa disebut dengan istilah pengutil, melakukan
tindakan pencurian di pertokoan, mulai dari barang yang biasa-biasa saja sampai
dengan barang-barang yang berkelas. Jika dilihat dari data yang dipaparkan
sebelumnya, bahwasanya terdapat 3,8 sampai 24 persen dari mereka yang
ditangkap karena mencuri di toko adalah penderita kleptomania. Hal ini
menandakan bahwa prevalensi kleptomania untuk sekarang ini cukup tinggi.
Orang kleptomania mungkin merasa bersalah dan cemas setelah mencuri,
tetapi mereka tidak marah atau balas dendam. Selain itu, jika benda yang dicuri
adalah sasaran, diagnosis bukan kleptomania, karena kleptomania tindakan
mencuri itu sendirilah yang merupakan sasaran.
Kalau seorang pencuri biasa merasa khawatir seandainya tindakannya
tersebut diketahui oleh orang lain, maka seorang kleptomania sama sekali tidak
memiliki kekhawatiran seperti itu pada saat ia melakukan pencurian. Karena bagi
seorang kleptomania, mencuri justru merupakan sebuah tindakan yang
menyenangkan bagi dirinya.
5
Ciri penting dari kleptomania adalah kegagalan untuk menahan impuls
untuk mencuri benda- benda yang tidak diperlukan untuk pemakaian pribadi atau
yang memiliki nilai ekonomi. Benda-benda yang diambil tersebut seringkali
dibuang, dikembalikan secara rahasia, atau disimpan dan disembunyikan. Orang
dengan gangguan kleptomania biasanya memiliki uang untuk membayar benda
yang mereka curi secara impulsif. Seperti gangguan pengendalian impuls lainnya,
kleptomania ditandai oleh ketegangan yang memuncak sebelum tindakan, diikuti
oleh pemuasan dan peredaan ketegangan dengan atau tanpa rasa bersalah,
penyesalan, atau depresi selama tindakan. Mencuri adalah tidak direncanakan dan
tidak melibatkan orang lain. Walaupun pencurian tidak terjadi jika kemungkinan
akan ditangkap, orang kleptomania tidak selalu mempertimbangkan kemungkinan
penangkapan mereka, kendatipun penahanan yang berulang menyebabkan
penderitaan dan rasa malu. Orang kleptomania mungkin merasa bersalah dan
cemas setelah mencuri, tetapi mereka tidak marah atau balas dendam. Selain itu,
jika benda yang dicuri adalah sasaran, diagnosis bukan kleptomania, karena
kleptomania tindakan mencuri itu sendirilah yang merupakan sasaran ( Kaplan &
Sadock, 1997 ).
Setiap individu memiliki suatu mekanisme yang dapat membantu
mengatur dan mengarahkan perilaku. Mekanisme yang dimaksud diatas adalah
kontrol diri, kontrol diri pada satu individu dengan individu yang lain tidaklah
sama. Ada individu yang memiliki kontrol diri yang tinggi dan ada pula individu
yang memiliki kontrol diri yang rendah
( Sarafino, 1994 )
6
Menurut Goldfried dan Merbaum ( Lazarus, dalam Anuhoni Tyas, 2005)
kontrol diri berarti suatu proses yang menjadikan individu sebagai agen utama
dalam membimbing, mengatur, dan mengarahkan bentuk-bentuk perilaku yang
dapat membawanya ke arah konsekuensi positif. Kontrol diri juga diperlukan
untuk mengatur perilaku yang diinginkan untuk menghadapi stimulus sehingga
menghasilkan akibat yang diinginkan dan menghindari yang tidak diinginkan (
Sarafino, 1994 ). Ciri penting seorang penderita kleptomania terdiri dari dorongan
yang rekuren, intrusif, dan tidak dapat ditahan untuk mencuri benda-benda yang
tidak diperlukan. Seorang penderita kleptomania mengalami kegagalan berulang
dalam menahan impuls untuk mencuri. Ditinjau dari apa yang telah dipaparkan
diatas maka kontrol diri sangatlah penting untuk dimiliki oleh seorang penderita
kleptomania. Jika kontrol diri penderita rendah, maka akan semakin sulit untuk
menahan impuls yang datang secara tiba-tiba. Jika seorang penderita memiliki
kontrol diri yang cukup baik, maka kemungkinan ia akan lebih dapat menahan
dorongan yang timbul, dan akan mampu pula untuk mengendalikan dirinya,
sehingga diharapkan akan mampu merepres tindakan dan dorongan-dorongan
yang seringkali timbul untuk melakukan pencurian.
B. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah kontrol
diri pada seorang penderita kleptomania.
7
C. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis, diharapkan penelitian yang akan dilakukan akan dapat
memberi manfaat bagi khasanah ilmu psikologi pada khususnya. Terutama disini
adalah berkaitan dengan disiplin ilmu psikologi abnormal, psikologi klinis,
psikologi perkembangan, serta psikologi kepribadian.
2. Manfaat Praktis
Sedangkan manfaat praktis diharapkan akan dapat tercapai pada keluarga
subyek dalam penelitian ini, masyarakat umum, serta pada aparat keamanan.
Bagi keluarga subyek, diharapkan akan semakin memahami keadaan yang terjadi
pada diri subyek, melakukan upaya-upaya preventif terhadap perjalanan penyakit
ini.
Bagi masyarakat umum, diharapkan akan semakin mengerti dan memahami,
bahwasanya perilaku yang dilakukan oleh subyek merupakan sebuah tindakan
diluar batas kontrolnya. Sehingga bagi masyarakat luas tidak akan
mendiskreditkan penderita kleptomania, tetapi lebih memahami bahwa ini adalah
sebuah keabnormalan, bukan sebuah kriminalitas yang dilakukan dengan
kesengajaan.
Bagi aparat keamanan, terutama adalah pihak kepolisian diharapkan akan lebih
memahami bagaimanakah ciri-ciri seorang kleptomania, sehingga dapat
membedakannya dari tindakan pencurian yang dilakukan oleh seorang pencuri
biasa.
8
D. Keaslian Penelitian
Penelitian yang dilakukan oleh Elias Aboujaoude, M.D.; Nona Gamel, M. S.
W.; dan Lorrin M. Koran, M.D.(2004 ) dengan judul Overview of Kleptomania
and Phenomenologicval Description of 40 Patients. Penelitian ini dilakukan
terhadap 40 pasien yang dinyatakan sebagai penderita kleptomania. Dari
penelitian tersebut, diketahui
35 % subyek memperlihatkan simpton awal gejala kleptomania sebelum usia 11
tahun.
Penelitian yang sama juga dilakukan oleh Franck J. Bayle, M.D., Herve
Caci, M.D., Ph.D., Bruno Millet, M.D., Ph.D., Sami Richa, M.D. dan Jean-Pierre
Olie, M.D.( 2003 ) yang berjudul Psychopathology and Commorbidity of
Psychiatric Disorders In Patients with Kleptomania. Penelitian ini dilakukan
dengan mengkombinasikan antara pasien kleptomania, pasien ketergantungan
alkohol, dan pasien psikiatri tanpa kelainan dalam hal mengontrol impuls. Hasil
dari penelitian ini diketahui bahwa pasien penderita kleptomania memiliki skor
impulsivitas yang tinggi dibanding dengan pasien ketergantungan alkohol maupun
pasien tanpa gangguan impuls.
Penelitian ini menggunkan pendekatan kualitatif dengan subjek penel itian
adalah penderita kleptomania yang berjumlah dua orang.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. KONTROL DIRI
1. Pengertian Kontrol Diri
Kontrol diri adalah pengaturan proses-proses fisik dan psikologis dari
perilaku seseorang, dengan kata lain kontrol diri meru pakan serangkaian proses
yang membentuk dirinya sendiri ( Calhoun dan Acocella, 1990 ). Mereka
menyatakan bahwa 2 alasan yang mengharuskan seorang individu mengontrol
perilakunya, pertama bahwa individu merupakan makhluk sosial yang tidak dapat
hidup sendiri sehingga membutuhkan orang lain, namun agar individu tidak
melanggar hak-hak orang lain serta tidak membahayakan orang lain, maka
individu tersebut harus mengontrol perilakunya. Kedua masyarakat mendorong
individu untuk secara konsisten menyusun standar yang lebih baik bagi dirinya
sehingga dalam rangka memenuhi tuntutan tersebut dibutuhkan kontrol diri agar
dalam proses pencapaian standar tersebut individu tidak melakukan hal-hal yang
menyimpang.
2. Aspek-aspek Kontrol Diri
Menurut Calhoun & Accocella terdapat tiga aspek kontrol diri,
yaitukontrol perilaku ( Behavior Control ), kontrol kognitif ( Cognitive Control ),
dan kontrol dalam mengambil keputusan ( Decision Making ).
a. Kontrol Perilaku ( Behavior Control )
10
Merupakan kesiapan atau kemampuan seseorang untuk memodifikasi
suatu keadaan yang tidak menyenangkan. Kemampuan mengontrol
perilaku dalam hal ini berupa kemampuan untuk menentukan siapa yang
mengendalikan situasi, dirinya sendiri, orang lain, atau sesuatu di luar
dirinya.
b. Kontrol kognitif ( Cognitive Control )
Yaitu kemampuan individu utuk mengelola info rmasi yang tidak
diinginkan dengan cara menginterpretasi, menilai. Atau memadukan suatu
kejadian dalam suatu kerangka kognitif sebagai adaptasi psikologis atau
untuk mengurangi tekanan. Kemampuan ini meliputi kemampuan untuk
mengantisipasi peristiwa atau keadaan melalui berbagai pertimbangan
secara relatif objektif dan ini didukung oleh informasi yang dimilikinya
serta kemampuan untuk menafsirkan peristiwa atau keadaan dengan cara
memperhatikan segi-segi positif.
c. Kontrol dalam mengambil keputusan ( Decision Making )
Yaitu kemampuan untuk memilih suatu tindakan berdasarkan sesuatu yang
diyakini atau disetujui.
3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kontrol Diri
Sebagaimana faktor psikologis lainnya, kontrol diri dipengaruhi pula oleh
beberapa faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal ( Hurlock, 1973). Faktor
eksternal meliputi lingkungan keluarga. Dalam lingkungan keluarga terutama
orangtua akan menentukan bagaimana kemampuan kontrol diri seseorang .
11
Faktor internal yang mempengaruhi kontrol diri seseorang adalah faktor
usia dan kematangan ( Hurlock, 1973 ). Semakin bertambahnya usia maka akan
semakin baik kontrol dirinya. Individu yang matang secara psikologis juga akan
mampu mengontrol perilakunya karena telah mampu mempertimbangkan mana
hal yang baik dan yang tidak baik bagi dirinya.
4. Perkembangan Kontrol Diri
Vasta dkk ( dalam Ghufron, 2003 ) mengungkapkan bahwa perilaku anak -
anak pertama-tama dikendalikan oleh kekuatan eksternal. Secara p erlahan-lahan
control eksternal tersebut diinternalisasikan menjadi kontrol internal. Salah satu
menginternalisasikan kontrol dengan melalui kondisioning klasikal. Menurut
Calhoun & Acocella (dalam Ghufron, 2003 ) langkah penting dalam
perkembangan bayi adalah proses belajar melalui kondisioning klasikal. Orangtua
mempunyai nilai yang tinggi karena bayi secara instingtif mengasosiasikan
orangtuanya sebagai stimulus yang menyenangkan seperti makanan, kehangatan,
dan pengasuhan.
Kontrol diri akan muncul pada tahun ketiga ketika anak sudah mulai menolak
segala sesuatu yang dilakukan untuknya dan menyatakan keinginannya untuk
melakukannya sendiri ( Vasta, 1992 ). Kontrol eksternal pada walnya didapatkan
anak melalui instruksi verbal dari orangtuanya. Pada usia ini dilakukannya sendiri
dengan meniru perintah yang sama untuk dirinya sendiri. Anak akan
menginternalisasikan kontrol , mengarahkan perilakunya dengan diam-diam
melalui pikiran, tanpa banyak bicara. Oleh karena itu kontrol verbal terhadap
12
perilaku anak yang awalnya bersal dari kekuatan eksternal menjadi berasal dari
dirinya sendiri.
Setelah tiga tahun kontrol diri menjadi lebih terperinci dari pengalaman (
Vasta, dalam Ghufron, 2003 ). Anak mengembangkan strategi untuk menekan
godaan yang dialaminya setiap hari. Mereka harus belajar menolak gangguan
sewaktu melakukan pekerjaan dan menunda hadiah langsung yang menarik untuk
memperoleh hadiah lebih besar atau lebih penting belakangan( Mussen,dalam
Ghufron, 2003 ).
B. KLEPTOMANIA
1. Pengertian
Dalam kamus “ The Advanced Learner’s of Current English “, kata
kleptomania diberi batasan sebagai “ irressistable tendency to steal not from
poverty but from weakness of mind “ ( dalam Kaplan & Sadock,1997)
( kecenderungan yang tidak bisa ditahan untuk mencuri, bukan disebabkan karena
kemiskinan tetapi karena kelemahan jiwa ).
Seperti gangguan pengendalian impuls lainnya, kleptomania ditandai oleh
ketegangan yang memuncak sebelum tindakan, diikuti oleh pemuasan d an
peredaan ketegangan dengan atau tanpa rasa bersalah, penyesalan, atau depresi
selama tindakan. Mencuri adalah tidak direncanakan dan tidak melibatkan orang
lain. Walaupun pencurian tidak terjadi jika kemungkinan akan ditangkap, orang
kleptomania tidak selalu mempertimbangkan kemungkinan penangkapan mereka,
kendatipun penahanan yang berulang menyebabkan penderitaan dan rasa malu.
13
Orang kleptomania mungkin merasa bersalah dan cemas setelah mencuri, tetapi
mereka tidak marah atau balas dendam. Selain itu, jika benda yang dicuri adalah
sasaran, diagnosis bukan kleptomania, karena kleptomania tindakan mencuri itu
sendirilah yang merupakan sasaran.
2. Ciri-ciri kleptomania
Terdapat beberapa tanda yang bisa menjelaskan bahwa sebuah pencurian
dilakukan karena seseorang yang melakukannya mengidap kleptomania
( http://www.Yahoo.com/. 12/02/06 ) , yaitu :
a. Secara kompulsif orang bersangkutan mengambil barang tanpa
langkah yang berbelit-belit.
b. Orang tersebut mengambil barang yang sama berulang-ulang dengan
tanpa alasan dan tanpa adanya keperluan untuk memiliki barang
tersebut.
c. Orang tersebut mengalami ketegangan yang meningkat sebelum
melakukan pencurian.
d. Orang tersebut merasa senang setelah mengambil barang.
e. Orang tersebut tidak merasa menyesal sebelum, selama, dan setelah
melakukan pencurian.
Sedangkan kriteria Diagnostic untuk Kleptomania menurut DSM -IV,
Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder yaitu:
a. Adanya peningkatan rasa tegang sebelum, dan rasa puas selama dan segera
sesudahnya.
b. Meskipun upaya untuk menyembunyikannya biasanya dilakukan, tetapi
tidak setiap kesempatan yang ada digunakan.
14
c. Pencurian biasanya dilakukan sendiri ( Solitary Act ), tidak bersama-sama
dengan pembantunya.
d. Individu mungkin tampak cemas, murung, dan rasa bersalah pada waktu
diantara episode pencurian, tetapi hal ini tidak mencegahnya untuk
mengulangi perbuatannya tersebut.
3. Penyebab Gangguan
Menurut Kaplan & Sadock dalam bukunya yang berjudul Sinopsis Psikiatri,
terdapat beberapa pendekatan yang dapat menjelaskan penyebab dari gangguan
ini, yaitu:
a. Pendekatan Psikoanalitik
Dalam pandangan Psikoanalitik, lebih menekankan pada ekspresi impuls
agresif pada kleptomania, sedangkan beberapa yang lain menitikberatkan pada
aspek libinal. Sedangkan yang memusatkan pada simbolisme melihat arti dalam
tindakan itu sendiri, obyek itu dicuri, dan korban pencurian. Kleptomania
seringkali disertai oleh gangguan lain, seperti mood, gangguan obsesif kompulsif,
dan gangguan makan. Kleptomania seringkali terjadi sebagai bagian dari bulimia
nervosa. Pada beberapa laporan, hampir seperempat pasien dengan bulimia
nervosa memenuhi kriteria diagnostik untuk kleptomania.Gejala kleptomania
cenderung tampak saat terjadi stress yang bermakna, sebagai contohnya,
kehilangan, perpisahan, dan akhir hubungan yang berarti.
15
b. Pendekatan Biologis
Banyak peneliti yang telah memusatkan pada kemungkinan terlibatnya
faktor organik dalam gangguan pengendalian impuls, khususnya dengan pasien
yang berperilaku kasar. Percobaan telah menunjukkan bahwa daerah otak tert entu,
seperti sistem limbik, adalah berhubungan dengan aktivitas impulsive dan kasar
dan daerah otak lainnya adalah berhubungan dengan inhibisi perilaku tersebut..
bukti-bukti yang cukup banyak menunjukkan bahwa sistem neurotransmitter
serotonin memperanta rai gejala yang terlihat pada gangguan pengendalian impuls.
Sedangkan jika melihat kleptomania secara biologis, maka retardasi mental dan
penyakit otak telah pula dihubungkan dengan kleptomania, seperti mereka
dihubungkan pula dengan gangguan pengendalian impuls yang lain. Tanda
neurologis fokal, atrofi kortikal, dan pembesaran ventrikel lateral telah ditemukan
pada beberapa pasien. Gangguan metabolisme monoamine, khususnya serotonin,
telah didalilkan!
c. Pendekatan Psikodinamika
Menurut pandangan dari aliran Psikodinamika suatu impuls adalah suatu
kecenderungan untuk bertindak guna menurunkan ketegangan yang meningkat
yang disebabkan oleh dorongan instinktual yang telah dibangun atau oleh
menurunnya pertahanan ego terhadap dorongan. Gangguan impuls mem iliki suatu
usaha untuk melewati ( by pass ) pengalaman gejala yang mengganggu atau afek
yang menyakitkan dengan berusaha bertindak pada lingkungan.
16
Ada yang menduga dari pandangan Psikodinamika karena adanya pertahanan
bawah sadar. Impuls atau keinginan ini merupakan refleksi motif seksual atau
masochistic
( kesenangan karena menderita ) dan tindakan mencuri merupakan pengeluaran
impuls yang menunjukkan mekanisme narsistik individu yang mudah dikritik
untuk mencegah pengecilan diri ( Kaplan & Sadock, 1997 ).
d. Pendekatan Psikososial
Aspek psikososial sangat penting sebagai bagian yang tidak dapat
dipisahkan dari sebuah gangguan, seperti peristiwa kehidupan awal. Model yang
tidak tepat untuk identifikasi dan tokoh orangtua yang sendirinya sulit untuk
mengendalikan impuls juga telah dilibatkan. Disamping itu faktor parental tertentu
juga memberikan pengaruh yang cukup berarti terhadap perjalanan penyakit ini.
Kebanyakan penelitian menyokong pendapat bahwa seseorang dengan
kleptomania mempunyai keruwetan dan di sfungsi pada masa kanak-kanaknya.
Dorongan mencuri adalah usaha untuk mengembalikan kekurangan pada masa
kanak-kanak dini ini.
4. Kontrol Diri Pada Penderita Kleptomania
Beberapa penelitian yang dilakukan terhadap penderita kleptomania
menunjukkan bahwasanya kontrol diri memiliki hubungan yang signifikan
terhadap perjalanan penyakit ini. Penelitian dilakukan oleh Franck J. Bayle,
M.D., Herve Caci, M.D., Ph.D., Bruno Millet, M.D., Ph.D., Sami Richa, M.D. dan
Jean-Pierre Olie, M.D.(2003).
17
Hasil dari penelitian ini diketahui bahwa pasien penderita kleptomania
memiliki skor impulsivitas yang tinggi dibanding dengan pasien ketergantungan
alkohol maupun pasien tanpa gangguan impuls.
Menurut Ronald A. Fullerton and Girish N. Punj, dalam Shoplifting as
Moral Insanity : Historical Perspectives on Kleptomania ( Journal of
Macromarketing, 2004 ), mengemukakan bahwasanya kleptomania merupakan
sebuah perilaku yang uncontrollable ( tidak terkontrol ) dan irrational ( tidak
rasional ). Perilaku seorang penderita kleptomania tidak terkontrol ketika
dorongan untuk mencuri itu tiba -tiba muncul. Mereka mengmabil barang-barang
yang sebenarnya tidak mereka butuhkan, terutama biasanya adalah di pusat-pusat
perbelanjaan, dan setelah itu ketegangan yang tadinya muncul akan reda dengan
sendirinya.
D. Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimanakah kontrol perilaku pada responden penelitian ( siapa yang
mampu mengendalikan situasi, dirinya sendiri, orang lain , atau sesuatu
diluar dirinya )?
2. Bagaimanakah kontrol kognitif pada responden penelitia n ( bagaimana
kemampuan responden untuk mengelola informasi yang tidak diinginkan
dengan cara menginterpretasi atau menilai )?
3. Bagaimanakah kontrol dalam pengambilan keputusan ( decision making )
pada responden penelitian ( bagaimana kemampuan responden u ntuk
memilih suatu tindakan berdasarkan sesuatu yang diyakini atau disetujui )?
18
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Fokus Penelitian
Fokus pada penelitian yang akan dilakukan yaitu kontrol diri pada
penderita kleptomania.
B. Responden
Subyek dalam penelitian yang akan dilakukan ini adalah seseorang yang
telah dinyatakan sebagai seorang penderita kleoptomania. Terutama telah
dilakukan pemeriksaan oleh seorang ahli, jadi subyek dalam penelitian ini
dinyatakan sebagai seorang kleptomania bukan dari kesimpulan yang diambil dari
pandangan masyarakat, namun subyek tersebut telah diperiksa oleh ahli yang
berkompeten terhadapnya, dalam hal ini adalah seorang Psikiater. Subyek dalam
penelitian ini adalah seorang remaja berjenis kelamin perempuan usia 21 tahun,
telah menjalani pemeriksaan medis dan dinyatakan sebagai penderita kleptomania.
C. Metode Pengumpulan Data
Dalam penelitian yang akan dilakukan, peneliti akan menggunakan teknik
wawancara yang tidak terstruktur. Dengan pertimbangan proses tanya jawab yang
akan dilaksanakan tidak menjadi kaku, dan pertanyaaan yang akan diajukanpun
bersifat fleksibel. Sedangkan yang dimaksud dengan wawancara tidak terstruktur
yaitu wawancara yang lebih bebas iramanya, terutama berkaitan dengan waktu
bertanya dan cara memberikan respon. Dalam teknik wawancara ini peneliti tidak
19
menyusun pertanyaan terlebih dahulu. Pelaksanaan tanya-jawab mengalir seperti
dalam percakapan sehari-hari.
D. Desain Penelitian
Desain penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah desain
penelitian Embedded Case Study . Yang dimaksud dengan Case Study yaitu suatu
penelitian ( penyelidikan ) intensif, menyangkut seseorang / beberapa orang,
biasanya berkenaan dengan satu gejala psikologis tunggal. Penelitian ini
menggunakan desain Embedded Case Study karena tema penelitian telah
terpancang di awal proses penelitian.
A. Analisis Data
Analisis data kualitatif ( Bogdam & Bikken, dalam Moleong 2006 )
adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data,
mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola,
mensistesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting
dan apa yang dipelajari, memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang
lain.
Pada penelitian yang akan dilakukan, peneliti akan menganalisis data yang
di dapat dengan menggunakan Collaborative Group Analysis of Data, yang
dikemukakan oleh Janice McDrury. Menurut Janice McDrury ( Collaborative
20
Group Analysis of Data, dalam Moleong 2006 ) tahapan analisis data kualitatif
adalah sebagai berikut :
1. Membaca / mempelajari data, menandai kata-kata kunci dan gagasan yang
ada dalam data,
2. Mempelajari kata-kata kunci itu, berupaya menemukan tema-tema yang
berasal dari data.
3. Koding yang telah dilakukan.
21
BAB IV
PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN
A. Orientasi Kancah dan Persiapan
1. Orientasi Kancah Penelitian
Penelitian yang akan dilakukan ini dengan menggunakan satu orang
subyek. Subyek berjenis kelamin perempuan, berusia 21 tahun. Subyek diketahui
positif menderita kleptomania pada saat berusia 16 tahun, waktu itu subyek masih
duduk di bangku SMP, tepatnya pada tahun 2003.
2. Persiapan Pengambilan Data
A. Wawancara
Peneliti melakukan wawancara terhadap subyek diperkuat dengan 3 orang
key person atau informan. Dilakukannya wawancara terhadap 3 orang key person
atau informan tersebut adalah agar di dapat data yang benar-benar valid, agar
dapat dilakukan cross check terhadap data yang di dapat dari subyek.
Tabel Pelaksanaan Wawancara
no nama wawancara
1 RN Jum’at, 9 Januari 2007
2 SL Senin, 22 Januari 2007
3 RS Senin, 22 Januari 2007
4 TA Selasa, 23 Januari 2007
22
C. HASIL PENELITIAN
1. Deskripsi Identitas Responden
a. Responden Penelitian
Nama : Rn
Umur : 21Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan :-
2. Hasil Penelitian
1. Kontrol Perilaku ( Behavior Control )
a. Subyek tidak dapat menahan dorongan dalam dirinya untuk
mengambil barang, ia tidak dapat menahan rasa “pengen
“terhadap sesuatu
b. Yang mengendalikan situasi adalah sesuatu di luar dirinya
2. Kontrol kognitif ( Cognitive Control )
Dari segi kontrol kognitif, terlihat pada subyek tidak mampu untuk
mengantisipasi dorongan-dorongan yang muncul dari dalam hatinya, yang
kemudian memunculkan secara kognitif bahwa seolah-olah ada orang yang
menyuruh subyek untuk mengambil sesuatu.
3. Kontrol dalam mengambil keputusan ( Decision Making )
Pada subyek terlihat yang terjadi adalah ia tidak mampu untuk melakukan
pilihan yang benar terhadap dua perilaku yang bertentangan. Di satu sisi ia
menyadari bahwa apa yang akan dilakukannya itu adalah salah, tidak seharusnya
23
ia melakukannya, namun pada sisi lainnya dorongan yang terjadi padanya begitu
kuat sehingga ia tidak dapat menahannya.
Sebagaimana faktor psikologis lainnya, kontrol diri dipengaruhi pula oleh
beberapa faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal ( Hurlock, 1973). Faktor
eksternal meliputi lingkungan keluarga. Dalam lingkungan keluarga terutama
orangtua akan menentukan bagaimana kemampuan kontrol diri seseorang.
Dari hasil yang dapat diketahui bahwa subyek memiliki lingkungan
keluarga :
1. Orang tua kurang perhatian terhadap subyek
2. Subyek merasa dianaktirikan di dalam keluarga
Dari hasil wawancara di ketahui bahwasanya subyek melakukan coping untuk
dapat mengurangi atau menghilangkan kebiasaan dalam hal mengambil barang
ataupun uang dengan mencari uang sendiri, yaitu dengan cara mengamen di
jalanan.
D. PEMBAHASAN
Pada hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa kontrol
diri pada subyek penelitian ini rendah.
Pada subyek terlihat ia tidak mampu untuk melakukan kontrol terhadap
perilakunya. Subyek tidak dapat untuk menahan dorongan yang timbul dalam
dirinya untuk mengambil barang. Subyek Kemampuan mengontrol perilaku
sendiri dalam hal ini berupa kemampuan untuk menentukan siapa yang
mengendalikan situasi, dirinya sendiri, orang lain, atau sesuatu di luar dirinya.
24
Pada subyek, yang mengendalikan situasi adalah sesuatu di luar dirinya. Subyek
selalu merasa bahwa ada orang lain yang menyuruh atau memerintahnya untuk
mengambil barang ketika dorongan untuk mengambil barang tiba-tiba muncul.
Dari segi kontrol kognitif, terlihat pada subyek tidak mampu untuk
mengantisipasi dorongan- dorongan yang muncul dari dalam hatinya, yang
kemudian memunculkan secara kognitif bahwa seolah-olah ada orang yang
menyuruh subyek untuk mengambil sesuatu. Subyek juga tidak pernah
memikirkan tentang resiko apa yang akan ia terima ketika perilakunya tersebut
ketahuan oleh orang lain. Pada subyek terlihat ia tidak mampu untuk melakukan
pilihan yang benar terhadap dua perilaku yang bertentangan.
Kontrol diri sendiri dipengaruhi pula oleh beberapa faktor, yaitu faktor
internal dan faktor eksternal. Faktor eksternal sendiri meliputi lingkungan
keluarga. Di dalam lingkungan keluarga sendiri, terutama di sini adalah orangtua
akan sangat menentukan bagaimana kemampuan kontrol diri seseorang. Pola asuh
tertentu akan menentukan pula bagaimana kemampuan kontrol diri yang dimiliki
oleh anak. Pada subyek diketahui, ia dibesarkan dalam sebuah lingkungan
keluarga, terutama di sini adalah orangtua yang permisif . Orangtua subyek sangat
kurang dalam hal perhatian dan kasih sayang kepada keduanya. Yang kemudian
terjadi adalah subyek tidak mampu untuk mengembangkan kontrol diri dengan
baik karena tidak di dukung oleh kedua orangtua.
Subyek berusaha untuk melakukan sebuah coping terhadap perilaku
mengambil barang ataupun uang yang biasa mereka lakukan. Subyek melakukan
coping lewat jalanan. Subyek melakukan coping dengan cara mengamen.
25
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hasil penelitian menunjukkan kurangnya kontrol diri pada subyek.
Subyek tidak dapat mengembangkan dan memiliki sebuah kontrol diri yang terdiri
dari tiga aspek, yaitu :
1. Kontrol Perilaku ( Behavior Control )
Terlihat dari hasil penelitian yang telah dilakukan, kedua subyek dalam
penelitian ini tidak memiliki kontrol perilaku yang baik. Sehingga menyebabkan
Subyek tidak dapat menahan dorongan dalam dirinya untuk mengambil barang, ia
tidak dapat menahan rasa “pengen “terhadap sesuatu , serta yang mampu
mengendalikan situasi adalah sesuatu di luar dirinya.
2. Kontrol kognitif ( Cognitive Control )
Dari segi kontrol kognitif, terlihat pada subyek satu tidak mampu untuk
mengantisipasi dorongan-dorongan yang muncul dari dalam hatinya, yang
kemudian memunculkan secara kognitif bahwa seolah-olah ada orang yang
menyuruh subyek untuk mengambil sesuatu.
3. Kontrol dalam pengambilan keputusan ( decision making )
Yang terjadi pada subyek adalah ia tidak mampu untuk melakukan pilihan
yang benar terhadap dua perilaku yang bertentangan. Di satu sisi ia menyadari
bahwa apa yang akan dilakukannya itu adalah salah, tidak seharusnya ia
26
melakukannya, namun pada sisi lainnya dorongan yang terjadi padanya begitu
kuat sehingga ia tidak dapat menahannya.
Selain itu dari hasil penelitian ini juga didapat bahwa perilaku kleptomania
yang terjadi dan kemampuan kontrol diri yang rendah yang dimiliki oleh subyek
adalah karena faktor orangtua. Kurangnya perhatian, arahan, dan kasih sayang
dari kedua orangtua menyebabkan subyek menjadi tidak dapat mengembangka n
kontrol terhadap dirinya.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian, peneliti menyarankan kepada peneliti
selanjutnya yang akan mengambil tema yang sama dengan tema penelitian kontrol
diri pada penderita kleptomania dengan metode penelitian kualitatif agar dapat
lebih menggali pertanyaan-pertanyaan dalam wawancara. Selain itu juga, merujuk
pada penelitian ini yang sangat minim dalam hal subyek penelitian yang
digunakan, maka disarankan pada peneliti selanjutnya untuk menambah jumlah
subyek penelitian sehingga data yang didapatpun akan semakin kuat.
27
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2006. Apakah Kleptomania Bisa Diobati. ttp://www.Yahoo.com/. 12/02/06
Anonim, 2005. Kleptomania, Dorongan Mencuri Tiba-tiba. http://www.Yahoo.com/. 12/02/06
Anonim, 2004. Kleptomania Umumnya Diderita Oleh Wanita http://www.Yahoo.com/. 12/02/06
Anonim, 2004. Keinginan Yang Tidak Terbendung. http://www.meditasisuryani.com/ . 12/02/06
Anuhoni Tyas, 2005. Hubungan Antara Kontrol Diri Dengan Perilaku Tawuran Pada Remaja Pria. Skripsi ( Tidak Diterbitkan ). Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia.
Berndt, T.J. 1992. Child Development. Orlando : Holt, Rinehart& Winston inct.P
Calhoun & Acoccella. 1990. Psychology of Adjustment and Human Relationships. Third Edition. New York : Mc. Graw Hill.
Elias Aboujaoude, Nona Gamel, Lorrin M , Overview of Kleptomania and Phenomenological Description of 40 Patients. Journal of Psychiatry, 6, 244-247.
Franck J. Bayle, Herve Caci, Bruno Millet, Sami Richa, dan Jean-Pierre Olie,
2003. Psychopathology and Commorbidity of Psychiatric Disorders In Patients with Kleptomania . Journal Of American Psychiatry , 160, 1509-1513
Gustinawati.1990. Peranan Kontrol Pribadi Dalam Kesesakan Pada Penghuni
Perumahan Dengan Kepadatan Tingkat Tinggi Di Kota Bandung. Skripsi ( Tidak diterbitkan ). Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada.
Hurlock Elizabeth. 1973. Adolescence Developmental. Boston : McGraw-Hill
Hurlock,E.B. 1994. Psikologi Perkembangan. Edisi Kelima. Jakarta : Erlangga.
Joan Arehart-Treichel, 2004 .Impulsiveness Key Feature Of Kleptomania .
Journal Of Clinical Psychology, 160, 1439-1445.
Kaplan & Sadock,1997. Sinopsis Psikiatri. Jilid 2. Jakarta : Binarupa aksara.
Kazdin,A.E.1994. Behavior Modification : in Applied Setting ( 5th ed ). California: Brooks/ Cole Publishing Company.
28
Moleong, 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Remaja
Rosdakarya.
M. Ghufron, 2003. Hubungan Antara Kontrol Diri dan Persepsi Remaja Terhadap Penerapan disiplin Orangtua dengan Prokrastinasi Akademik. Skripsi ( Tidak diterbitkan ). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada.
Noeng Muhadjir, 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif. Edisi IV.Yogyakarta : Rake Sarasin.
Patton, M.Q.,1980. Qualitatif Evaluation Methods. Beverly Hills : CA. Sage. Ronald A. Fullerton and Girish N. Punj, 2004. Shoplifting as Moral Insanity :
Historical Perspectives on Kleptomania .Journal of Macromarketing, 24, 8-16.
Sarafino, E.P.,1994. Health Psychology Biopsychosocial Interaction. Second
Edition. New York : John Wiley and Sons Inc. Sugiyono, 2006. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : Alfabeta. Supratiknya, 1995. Mengenal Perilaku Abnormal . Yogyakarta : Kanisius. Sutardjo A. Wiramihardja, 2004. Pengantar Psikologi Klinis. Bandung : PT. Refika Aditama. Widiana, Herlina Siwi, 2004. Kontrol Diri dan Kecenderungan Kecanduan
Internet. Skripsi ( Tidak diterbitkan ). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada.
IDENTITAS PENULIS
Nama : Weny Wijayanti
No. Mahasiswa : 03 320 102
Alamat : Jl. Magelang No. 79 Yogyakarta 55242
29
No. Hp : 08139 2626 888