Cor Pulmonale et causa PPOK
Chatrine Wijanarko
NIM : 102012158 Kelompok : E5
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana 2012, Jl. Arjuna Utara No.6
Jakarta 11510, Telp : 021-56942061, Fax : 021-563173
email:[email protected]
Pendahuluan
Latar Belakang
Jantung adalah sebuah organ berotot dengan empat ruang yang terletak di
rongga dada dibawah perlindungan tulang iga, sedikit ke sebelah kiri sternum. Ukuran
jantung lebih kurang sebesar genggaman tangan kanan dan beratnya kira-kira 250-300
gram. Jantung mempunyai empat ruang yaitu atrium kanan, atrium kiri, ventrikel
kanan,dan ventrikel kiri.
Kor pulmonal menurut WHO adalah perubahan pada struktur dan fungsi
ventrikel kanan. Terdapatnya edema dan gagal napas juga diajukan untuk menetapkan
adanya kor pulmonal secara klinis. Walaupun prevalensi PPOK di Amerika Serikat
adalah kira-kira 15 juta, prevalensi pasti dari kor pulmonal sulit untuk ditentukan,
karena ia tidak muncul pada semua kasus PPOK, serta karena kurang sensitifnya
pemeriksaan fisik dan uji rutin untuk deteksi hipertensi pulmonal. Kor pulmonal
diperkirakan terdapat sebanyak 6-7 % dari semua jenis penyakit jantung dewasa di
AS, dengan PPOK akibat bronkhitis kronik atau emfisema sebagai faktor kausatif
pada lebih dari 50% kasus. Secara global, insiden kor pulmonal bervariasi antar
negara, tergantung pada prevalensi merokok, polusi udara, dan faktor risiko lain
terkait penyakit paru-paru.
Kor pulmonal dapat disebabkan adanya hipertensi pulmonal yang diakibatkan
oleh penyakit yang menyerang paru atau vaskularisasinya. Hipertensi pulmonal
menghasilkan pembesaran ventrikel kanan (hipetrofi atau dilatasi) dan berlanjut
menjadi gagal jantung kanan. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan
penyebab utama insufisiensi respirasi kronik, kira-kira 80-90% kasus.
Sebagian besar kondisi yang menyebabkan kor pulmonal bersifal kronik dan
progresif lambat, namun pasien bisa datang dengan gejala akut dan membahayakan
jiwa. Dekompensasi mendadak tersebut muncul ketika ventrikel kanan tidak mampu
mengkompensasi pada pemaksaan kebutuhan tambahan yang tiba-tiba, yang
diakibatkan oleh progresifitas dari penyakit dasar atau proses akut yang makin berat.
Tingginya angka kematian yang dapat terjadi akibat penyakit ini maka penegakkan
diagnosis haruslah dengan tepat dan segera. Adanya penegakkan diagnosis yang tepat
dapat mengurangi angka kematian oleh karena penyakit ini. Oleh karena pentingya
menegakkan diagnosis yang tepat dan segera maka oleh sebab itu kami membuat
refrat dengan judul Kor Pulmonale Kronik ini.
Rumusan Masalah
Seorang laki-laki usia 50 tahun datang kedokter dengan keluhan sesak nafas
yang semakin memberat sejak 5 hari yang lalu.
Hipotesis
Seorang laki-laki 50 tahun sesak nafas karena terkena Cor Pumonale et causa
PPOK.
Pembahasan
Anatomi dan Fisiologi Jantung
Jantung adalah sebuah organ berotot dengan empat ruang yang terletak di
rongga dada dibawah perlindungan tulang iga, sedikit ke sebelah kiri sternum. Ukuran
jantung lebih kurang sebesar genggaman tangan kanan dan beratnya kira-kira 250-300
gram. Jantung mempunyai empat ruang yaitu atrium kanan, atrium kiri, ventrikel
kanan,dan ventrikel kiri. Atrium adalah ruangan sebelah atas jantung dan berdinding
tipis, sedangkan ventrikel adalah ruangan sebelah bawah jantung. dan mempunyai
dindinglebih tebal karena harus memompa darah ke seluruh tubuh. Atrium kanan
berfungsi sebagai penampung darah rendah oksigen dari seluruh tubuh. Atrium kiri
berfungsi menerima darah yang kaya oksigen dari paru-paru dan mengalirkan darah
tersebut ke paru-paru.1
Ventrikel kanan berfungsi menerima darah dari atrium kanan dan memompak-
annya ke paru-paru. Ventrikel kiri berfungsi untuk memompakan darah yang kaya
oksigen ke seluruh tubuh. Jantung juga terdiri dari tiga lapisan yaitu lapisan terluar
yang merupakan selaput pembungkus disebut epikardium,lapisan tengah merupakan
lapisan inti dari jantung terdiri dari otot-otot jantung yang disebut miokardium dan
lapisan terluar yang terdiri dari jaringan endotel yang disebut endocardium.1
Siklus jantung merupakan kejadian yang terjadi dalam jantung selama
peredarandarah. Gerakan jantung terdiri dari 2 jeniss yaitu (sistolik) dan relaksasi
(diastolik). Sistolik merupakan sepertiga dari siklus jantung. Kontraksi dari ke-2
atrium terjadi secara serentak yang disebut sistolik atrial dan relaksasinya disebut
diastolik atrial. Lama kontraksi ventrikel ± 0,3 detik dan tahap relaksasinya selama
0,5 detik. Kontraksi kedua atrium pendek, sedangkan kontraksi ventrikel lebih lama
dan lebih kuat. Daya dorong ventrikel kiri harus lebih kuat karena harus mendorong
darah ke seluruh tubuh untuk mempertahankan tekanan darah sistemik. Meskipun
ventrikel kanan juga memompakan darah yang sama tapi tugasnya hanya mengalirkan
darah ke sekitar paru- paru ketika tekanannya lebih rendah.1
Curah jantung merupakan volume darah yang di pompa tiap ventrikel
permenit. Pada keadaan normal (fisiologis) jumlah darah yang dipompakan oleh
ventrikel kanandan ventrikel kiri sama besarnya. Bila tidak demikian akan terjadi
penimbunan darah ditempat tertentu Jumlah darah yang dipompakan pada setiap kali
sistolik disebut volume sekuncup.
Dengan demikian curah jantung = volume
sekuncup x frekuensi denyut jantung per menit. Umumnya pada tiap sistolik ventrikel
tidak terjadi pengosongan ventrikel, hanya sebagian dari isi ventrikel
yang dikeluarkan. Jumlah darah yang tertinggal ini dinamakan volume residu. Besar
curah jantung seseorang tidak selalusama, bergantung pada keaktifan tubuhnya. Curah
jantung orang dewasa dalam keadaan istirahat lebih kurang 5 liter dan dapat
meningkat ato menurun dalam berbagai keadaan.1
Pada saat jantung normal dalam keadaan istirahat, maka pengaruh sistem
parasimpatis dominan dalam mempertahankan kecepatan denyut jantung sekitr 60
hingga 80 denyut per menit. Kecepatan denyut jantung dalam keadaan sehat
dipengaruhi oleh pekerjaan, tekanan darah, emosi, cara hidup, dan umur. Pada
keadaan normal jumlah darah yang dipompakanoleh ventrikel kanan dan ventrikel kiri
sama sehingga tidak terjadi penimbunan.1
Definisi
Istilah kor pulmonal masih sangat populer dalam literatur medis, namun
definisinya masih bervariasi. Kira-kira empat puluh tahun yang lalu WHO
mendefinisikan kor pulmonal sebagai “hipertrofi ventrikel kanan yang disebabkan
oleh penyakit yang mempengaruhi fungsi dan/ atau struktur paru-paru”. Definisi ini
nyatanya memiliki nilai terbatas dalam klinis praktis. Sehingga diajukan untuk
mengganti istilah “hipertrofi” dengan “perubahan pada struktur dan fungsi ventrikel
kanan”. Terdapatnya edema dan gagal napas juga diajukan untuk menetapkan adanya
kor pulmonal secara klinis.2
Kor pulmonal disebabkan oleh hipertensi pulmonal yang diakibatkan oleh
penyakit yang menyerang paru atau vaskularisasinya. Hipertensi pulmonal
menghasilkan pembesara pembesaran ventrikel kanan (hipetrofi atau dilatasi) dan
berlanjut dengan berjalannya waktu menjadi gagal jantung kanan. Penyakit Paru
Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan penyebab utama insufisiensi respirasi kronik,
kira-kira 80-90% kasus. Penyakit jantung kanan yang disebabkan oleh penyakit
primer pada jantung kiri atau penyakit jantung kongenital tidak diperhitungkan. 3
Sebagian besar kondisi yang menyebabkan kor pulmonal bersifal kronik dan
progresif lambat, namun pasien bisa datang dengan gejala akut dan membahayakan
jiwa. Dekompensasi mendadak tersebut muncul ketika ventrikel kanan tidak mampu
mengkompensasi pada pemaksaan kebutuhan tambahan yang tiba-tiba, yang
diakibatkan oleh progresifitas dari penyakit dasar atau proses akut yang makin berat.3
Epidemiologi
Walaupun prevalensi PPOK di Amerika Serikat adalah kira-kira 15 juta,
prevalensi pasti dari kor pulmonal sulit untuk ditentukan, karena ia tidak muncul pada
semua kasus PPOK, serta karena kurang sensitifnya pemeriksaan fisik dan uji rutin
untuk deteksi hipertensi pulmonal. Kor pulmonal diperkirakan terdapat sebanyak 6-7
% dari semua jenis penyakit jantung dewasa di AS, dengan PPOK akibat bronkhitis
kronik atau emfisema sebagai faktor kausatif pada lebih dari 50% kasus. Secara
global, insiden kor pulmonal bervariasi antar negara, tergantung pada prevalensi
merokok, polusi udara, dan faktor risiko lain terkait penyakit paru-paru.4
Etiologi
Kor pulmonal kronik adalah keadaan disfungsi yang diakibatkan oleh berbagai
etiologi dan mekanisme patofisiologi (tabel 1) :
1) Vasokonstriksi paru ( sekunder dari hipoxia alveolar atau asidosis)
2) Reduksi anatomi dari dasar pembuluh darah paru (emfisema, emboli paru, dll)
3) Peningkatan viskositas darah (polisitemia, sickle-cell disease, dll)
4) Peningkatan aliran darah paru
Penyebab paling banyak pada kor pulmonale kronik adalah Penyakit Paru
Obstruktif Kronik (PPOK) meliputi bronkitis kronik atau emfisema. Pada pasien
PPOK tejadi peningkatan insidensi dari kelainan ventrikel kanan yang berhubungan
dengan peningkatan keparahan dari disfungsi paru. Contohnya hipertropi ventrikel
kanan yang terjadi sebanyak 40% pada pasien dengan FEV < 1.0 L dan pada 70%
dengan FEV1<0.6 L.
Patofisiologi
Kelainan fisiologis pada kelompok penyakit ini berhubungan dengan fungsi
respirasi dan dapat juga berhubungan dengan hemodinamik pada sirkulasi pulmonal
yang dapat diklasifikasikan sebagi berikut :
1) Gangguan fungsi respirasi
Penurunan fungsi respirasi yang berhubungan dengan 4 bagian :
a) Kelainan ventilasi obstruksi
Kelainan seperti obstruksi aliran udara pada trakeobronkhial.
b) Kelainan ventilasi penyempitan
Kelainan reduksi dari kapasitas ventilator tanpa obstruksi dari aliran udara
c) Kelainan pada difusi udara pulmonal
Kelainan pertukaran udara antara alveoli dan kapiler darah pulmonal yang
berhubungan dengan kelainan anatomi atau fungsional.
2) Reduksi pada rasio ventilasi dan perfusi
Hasil akhir dari kelainan fungsional jantung dan paru terlihat dari tekanan
oksigen dan karbondioksida darah arteri. Interaksi beberapa gangguan pada fungsi
terlihat pada beberapa penyakit, contohnya pada bronkitis kronik dengan
emfisema pada gangguan obstruksi ventilasi udara tapi ini berhubungan dengan
tingkat kerusakan pada difusi udara pada pulmonal dan reduksi pada rasio
ventilasi dan perfusi. Pada fibrosis pulmonal yang berat kelainan yang terjadi
berupa restriksi pada ventilasi udara tapi bisa juga berhubungan dengan reduksi
pada difusi udara dan rasio perfusi ventilasi.
3) Kelainan hemodinamik pada sirkulasi pulmonal
Resistensi pembuluh darah pulmonal pada tekanan darah dan aliran darah
dapat berhubungan dengan kerja pada ventikel kanan. Hipertopi ventrikel kanan
pada kor pulmonale kronik berasal dari peningkatan kerja yang behubungan
dengan berubahnya hemodinamik pada sirkulasi paru. Seperti mekanisme yang
trjadi pada orang normal saat berolahraga. Dimana terjadi perubahan aliran dan
tekanan untuk mengkompensasi kebutuhan tubuh. Peningkatan resistensi
pembuluh darah paru dapat berhubungan dengan :
a) Obstruksi pada pembuluh darah pulmonal
Seperti pada trombosis, emboli mengakibatkan perubahan yang terjadi pada
dinding pembuluh darah yang akhirnya terjadi tekanan dari luar ke dinding
pembuluh darah.
b) Reduksi ukuran dari dasar pembuluh kapiler pulmonal yang terjadi pada
reseksi paru atau emfisema.
c) Perubahan fungsional dimana terjadi perubahan pada kemampuan pembuluh
darah pulmonal dan efeknya yang berhubungan antara kapasitas pada dasar
pembuluh darah dan aliran darah atau volume.
Faktor penyebab yang bervariasi akan menghasilkan peningkatan resistensi
pembuluh darah pulmonal yang berhubungan dengan bervariasinya derajat penyakit
yang terjadi berdasarkan penyakit primer yang mendasari tersebut. Perubahan
“Fungsional” tampak pada seringnya terjadi hipoksemi yang berhubungan dengan
kelainan pada fungsi respirasi. Faktor-faktor penting lainnya bisa terjadi pda tekanan
karbondioksida adanya shunts dan faktor darah itu sendiri yang membuat terjadinya
perubahan pada jantung dan paru.
Pada banyak kasus, mekanisme terjadinya kor pulmonal kronik berhubungan juga
dengan hipertensi pulmonal. Pada emfisema, contohnya, banyak kombinasi dari
penyebab penyakit ini yang dapat menyebabkan terjadinya penyakit kor pulmonale
kronik. Yaitu seperti terjadinya kompresi pembuluh darah kapiler dengan peningkatan
tekanan intraalveolar, vasokonstriksi sekunder hingga terjadinya hipoksemia dan
hiperkapnia, hipervolemia dan polisitemia dan peningkatan output jantung.
Pada bronkitis akan menyebabkan terjadinya hipoventilasi alveolar, peningkatan
efek dari hipoksemia dan hiperkapnia. Kelainan ini dapat terlihat pada fungsi respirasi
dan resistensi pembuluh darah pulmonal yang sering terjadi pada penyakit yang sama.
Penyakit yang mendasari ini yang dapat saling berkorelasi sehingga menjadi penyakit
kor pulmonal kronik.
Curah jantung dari ventrikel kanan dann kiri disesuaikan dengan preload,
kontraktilitas dan afterload. Meski dinding ventrikel kanan tipis, namun masih dapat
memenuhi kebutuhan saat terjadi aliran balik vena yang meningkat mendadak (seperti
saat menarik napas).6
Peningkatan afterload akan menyebabkan pembesaran ventrikel kanan yang
berlebihan. Hal ini terjadi karena tahanan di pembuluh darah paru sebagai akibat
gangguan pembuluh darah itu sendiri maupun akibat kerusakan parenkim paru.
Peningkatan afterload ventrikel kanan dapat terjadi karena hiperinflasi paru akibat
PPOK dimana terjadi kompresi kapiler alveolar dan perubahan ukuran pembuluh
darah paru. Peningkatan ini juga dapat terjadi ketika volume paru turun mendadak
akibat reseksi paru. Pada retriksi paru ketika pembuluh darah mengalami kompresi
dan berubah bentuk maka dapat juga terjadi peningkatan afterload ventrikel kanan.
Dapat juga terjadi peningkatan afterload ventrikel kanan pada vasokonstriksi paru
dengan hipoksia atau asidosis.6
Perubahan hemodinamik kor pulmonal paru pada PPOK dari normal menjadi
hipertensi pulmonal, kor pulmonal dan akhirnya menjadi kor pulmonal yang diikuti
dengan gagal jantung. 6 Teori yang lain dapat diterima yaitu terjadinya kor pulmonale
kronik adalah karena terjadinya hipoksia alveolar yang mendasari terjadinya
remodeling pada dasar pembuluh darah paru ( hipertropi pada otot pada pembuluh
darah kapiler paru, pembentukan otot pada pembuluh darah arteriol pada paru dan
fibrosis pada tunika intima) bergabung dengan kelainan lainnya. Remodelling ini akan
membuat peningkatan resistensi pembuluh darah paru dan akhirnya menjadi
hipertensi pulmonal. Seringnya remodelling pada pembuluh darah paru dapat dilihat
pada pasien PPOK non hipoksemia dengan derajat penyakit sedang hingga berat.
Faktor fungsional lainnya akan saling berhubungan. Seperti terjadinya asidosis
hiperkapnia dan hiperviskositas yang disebabkan oleh polisitemia.7
Pada idiopatik fibrosis pulmonal peningkatan resistensi pembuluh darah paru
dikarenakan faktor anatomis seperti terjadinya kerusakan dasar pembuluh darah paru
atau kompresi arteriol dan kapiler oleh karena proses fibrosis. Hipertensi pulmonal
meningkatkan kerja ventrikel kanan dimana akan menyebabkan terjadinya
pembesaran ventrikel kanan (hipertropi dan dilatasi) yang akhirnya akan terjadi
disfungsi ventrikular (sistolik dan diastolik). Yang akhirnya dapat menyebabkan
terjadinya gagal jantung kanan. Dapat terlihat pada terjadinya udem perifer. Interval
onset antara hipertensi pulmonal dan terjadinya gagal jantung kanan dapat bervariasi
pada tiap pasien.7
Diagnosis
Anamnesis
Tidak ada gejala klinis yang khas yang terjadi berhubungan dengan hipertropi
ventrikel kanan. Gejala klinis yang terlihat adalah berupa hipertensi pulmonal,
termasuk adanya dispnu saat beraktivitas, fatig, letargi, nyeri dada dan sinkope.
Fatig, letargi dan sinkope saat beraktivitas merupakan pengaruh dari
peningkatan output jantung selama tekanan saat beraktivitas tersebut karena obstruksi
pembuluh darah pada arteriol paru. Angina tipikal akan dapat terlihat. Mekanisme
terjadinya angina belum terlalu jelas, sesuai dengan tekanan pada arteri dan iskemik
ventrikel kanan yang dapat terlihat. Iskemik ventrikel kanan dapat diakibatkan oleh
hipoksemia selama beraktivitas sehingga dapat terjadinya angina.
Diagnosis kor pulmonal ditegakkan dengan menemukan tanda PPOK; asidosis
dan hiperkapnia, hipoksia, polisitemia dan hiperviskositas darah, hipertensi pulmonal
(diketahui dengan adanya gambaran EKG P pulmonale dengan deviasi aksis ke
kanan.Pada foto Thoraks terdapat pelebaran cabang paru di hilus), hipertrofi /dilatasi
ventrikel kanan dan gagal jantung kanan (ditegakkan dengan adanya peningkatan
tekanan vena jugularis, hepatomegali, asites maupun edema tungkai). 2 Anamnesis
mungkin ditemukan adanya sesak nafas, riwayat batuk yang sudah lama, batuk
berdarah dan nyeri dada.
Pemeriksaan Fisik
Pada Kor Pulmonale Kronik dapat dideteksi dari hipertensi pulmonal dan
hipertropi ventrikel kanan, terkadang dapat berhubungan dengan kegagalan fungsi
ventrikel kanan. Peningkatan intensitas dari komponen pulmonal pada suara jantung,
akan dapat dipalpasi. Pada auskultasi jantung dapat terdengar adanya murmur sistolik
ejeksi, pada derajat penyakit yang lebih parah dapat terdengar adanya murmur
regurgitasi diastolik pulmonal. Hipertropi ventrikel kanan terlihat pada prominent
gelombang A pada pulsasi vena jugular. Kegagalan ventrikel kanan akan
menyebabkan terjadinya hipertensi vena sistemik. Sehingga dapat terjadi peningkatan
tekanan vena jugular dengan prominen gelombang V, suara ketiga ventrikel kanan
dan high-pitched tricuspid regurgitant murmur. Murmur pada ventrikel kanan dan
galop terdengar pada saat inspirasi. Pada emfisema yang berat, peningkatan diameter
AP (anteroposterior) dada sehingga membuat auskultasi akan susah didengar dan
perubahan posisi impulse ventrikel kanan.
Jugular Vein Pressure
Pemeriksaan vena jugularis memberikan informasi mengenai tekanan atrium
kanan. Tekanan vena jugularis paling baik dinilai jika pasien berbaring dengan kepala
membentuk sudut 300. Tekanan vena jugularis dinilai dalam satuan cm
H2O (normalnya 5-2 cm) dengan memperkirakan jarak vena jugularis dari bidang
diatas sudut sternal. Pada HF stadium dini, tekanan vena jugularis dapat normal pada
waktu istirahat namun dapat meningkat secara abnormal seiring dengan peningkatan
tekanan abdomen (abdominojugular reflux positif). Gelombang v besar
mengindikasikan keberadaan regurgitasi trikuspid.
Pemeriksaan hepar dan hepatojugular reflux
Jika ditemukan, pembesaran hati biasanya nyeri pada perabaan dan dapat
berdenyut selama systole jika regurgitasi trikuspida terjadi. Ascites sebagai tanda
lajut, terjadi sebagai konsekuensi peningkatan tekanan pada vena hepatica dan
drainase vena pada peritoneum. Jaundice, juga merupakan tanda lanjut pada CPC,
diakibatkan dari gangguan fungsi hepatic akibat kongesti hepatic dan hypoxia
hepatoseluler, dan terkait dengan peningkatan bilirubin direct dan indirect.
Edema tungkai
Edema perifer merupakan manifestasi cardinal pada gagal jantung kanan,
namun tidak spesifik dan biasanya tidak ditemukan pada pasien yang diterapi dengan
diuretic. Edema perifer biasanya sistemik dan dependen pada CPC dan terjadi
terutama pada daerah Achilles dan pretibial pada pasien yang mampu berjalan. Pada
pasien yang melakukan tirah baring, edema dapat ditemukan pada daerah sacral
(edema presacral) dan skrotum. Edema berkepanjangan dapat menyebabkan indurasi
dan pigmentasi ada kulit.
Edema pada pasien Kor Pumonale Kronik pada PPOK yang berat
berhubungan dengan gagal jantung kanan, pada pasien yang lain udem dapat terjadi
tanpa diikuti gejala gagal jantung kanan. Hiperkapnia dapat terjadi. Berhubungan
dengan adanya retensi Na pada tubuh pasien.
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium dibutuhkan untuk mengetahui sejauh mana gagal
jantung kanan telah mengganggu fungsi-fungsi organ lain seperti : hati, ginjal dan
lain-lain.
Gejala yang jarang terjadi berhubungan dengan hipertensi pulmonal : batuk,
hemoptisis, hoarseness ( penekanan nervus laringeal dengan dilatasi arteri pulmonal)
Kegagalan jantung kanan yang berat dapat menyebabkan terjadinya kongesti hepatik
yang akhirnya dapatt terjadinya anoreksi dan rasa tidak nyaman pada kuadran kanan
atas perut.
Pemeriksaan Penunjang
1) Rontgen dada
Karakteristik pada rontgen pada hipertensi arteri pulmonal terlihat adanya
pemebsesaran pada sentral arteri pulmonal. Pada 95% pasien dengan PPOK dan
hipertensi pulmonal, diameter dari cabang kebawah arteri pulmonal kanan adalah
lebih besar 20mm. Gagal jantung kanan akan terlihat ventrikular kanan dan
dilatasi atrial kanan pada rontgen dada. Pembesaran ventrikular menyebabkan
penurunan ukuran retrosetenal. Bagaimanapun, beberapa kelainan yang bisa
ditemukan ini dapat juga ditemukan pada kifosis, hiperinflasi paru, pembesaran
ventrikular kiri, atau penyakit paru intersisial.
2) Elektrokardiogram
Akan terlihat tanda hipertropi ventrikel kanan. Yaitu deviasi aksis kanan dan
rasio R/S lebih dari 1 pada lead V1, peningkatan amplitudo gelombang P pada
lead II (P pulmoale) merupakan tanda pembesaran atrium kanan, inkomplit atau
komplit Right Bundle Branch Block, pada akut kor pulmonale, dengan emboli
pulmonale akut, akan terlihat gambaran klasik pada gelombang S di lead I denan
Q dan T inverted pada lead III.
3) Dopler ekokardiografi
Merupakan pemeriksaan noninvasif pada penilaian tekanan arteri pulmonal.
Ini merupakan tekhnis dengan menghitung fungsional trikuspid insufisiensi yang
selalu ada pasien dengan hipertropi atrium. Maksimum regurgitasi trikuspid jet
velocity akan terekam dan tekanan arteri pulmonal akan dikalkulasikan dengan
rumus Bernoulli.
4) Tes fungsi paru
Pada pasien dengan riwayat penyakit paru dengan fungsi jantung normal. Pada
penyakit paru intersisial yang berat (dengan volume paru dibawah 50%normal)
hipertensi pulmonale sekunder, sewaktu restriksi sedang akan menyebabkan
terjadinya hipertensi arteri pulmonal itu sendiri.
5) Biopsi Paru
Pemeriksaan patologik sering dilakukan pada intra-operative untuk melihat
ireversibel arteri pulmonal. Kateterisasi jantung pada pembuluh darah pulmonal
yang resisten dan respon vasodilator yang adekuat dapat membantu terapi yang
akan dilakukan.
Tatalaksana
Terapi pengobatan untuk kor pulmonal kronik adalah lebih terfokus kepada
pengobatan pada penyakit paru yang mendasari terjadinya kor pulmonal dan
memperbaiki oksigenasi dan fungsi venrikel kanan (RV) dengan meningkatkan
kontraktilitas RV dan menurunkan vasokonstriksi paru paru.4
Terapi suportif kardiopulmonal pada pasien yang mengalami kor pulmonal
akut dengan akibat kegagalan ventrikel kanan ialah pemberian cairan dan
vasokonstriktor (contohnya : epinefrin) supaya tekanan darah dapat dipertahankan.
Terapi oksigen, diuretik, vasodilator , digitalis, teofilin dan terapi antikoagulasi
diberikan untuk manajemen jangka panjang kor pulmonal. 4
Terapi untuk kor pulmonal kronik : 4,6
i) Terapi oksigen adalah penting untuk pasien yang mempunyai penyakit
paru obstruktif yang mendasari CPC contohnya PPOK Biasanya pada
CPC PaO2 adalah dibawah 55 mmHg.Terapi oksigen akan meredakan
vasokonstriksi paru kemudian akan meningkatkan kardiak output dan
memperbaiki hipoksemia jaringan dan memperbaiki fungsi renal.ii) Terapi diuretik digunakan untuk menurunkan pengisian volume
ventrikel kanan (RV) pada pasien CPC dan juga pada penyakit
berhubungan dengan edem perifer .Agen ini akan meningkatkan fungsi
pada kedua belah ventrikel tetapi diuretic mungkin menyebabkan efek
terbalik hemodinamik ketika tidak digunakan dengan hati–hati.
Pengeluaran cairan yang banyak dapat menurunkan kardiak output .
Selain itu bisa juga menyebabkan hipokalemia ketika cairan banyak
dikeluarkan . iii) Terapi vasodilator
Terapi nifedipine dan diltiazem akan menurunkan tekanan
pulmonar.Selain itu ada juga digunakan kelas vasodilator yang lain yaitu
agonis beta ,nitrat dan angiotensin –coverting enzyme (ACE) tetapi pada
umumnya vasodilator gagal menunjukkan perbaikan pada pasien yang
dating dengan PPOK jadi tidak rutin digunakaniv) Agen glikosida kardiak
Penggunaan agen glikosida kardiak seperti digitalis pada pasien kor
pulmonal. Agen ini digunakan dengan hati- hati dan tidak digunakan pada
kejadian fase akut insuffisiensi respiratorik dengan level fluktuasi
hipoksia dan asidosis .Pasien yang mengalami hipoksemia atau asidosis
adalah meningkat resiko untuk terjadi nya aritmia.
v) Teofilin
Pada efek bronkodilator teofilin di dapatkan dapat menurun kan resistensi
vaskular pulmonal dan tekanan arteri pulmonar pada pasien CPC yang
didasari oleh PPOK.Theofilin merupakan efek inotropik lemah dan dengan
ini meningkatkan ejeksi ventrikel kanan dan kiri.Dosis rendah teofilin juga
di cadangkan untuk efek anti inflamasi yang membantu untuk control
penyakit mendasari paru seperti PPOKvi) Warfarin
Antikoagulasi dengan terapi warfarin di rekomendasikan pada pasien yang
memiliki resiko tinggi terjadinya tromboembolisme.,Pada kebaikan
antikoagulasi ini meningkat perbaikan symptom pada pasien dengan
hipertensi arteri pulmonary (PAH).vii) Flebotomi diindikasikan pada pasien dengan CPC dan hipoksia kronik
yang disebabkan oleh polisitemia yang dapat didefinisikan ketika
hematokritny 65% atau lebih. Flebotomi digunakan untuk menurunkan
tekanan arteri pulmonal yang jelas dan menurunkan resistensi vascular
pulmonal, tetapi tidak adanya bukti peningkatan survival hidup.
Diagnosis banding
Gagal jantung
Suatu keadaan yang terjadi saat jantung gagal memompakan darah dalam
jumlah yang memadai untuk mencukupi kebutuhan metabolisme (supply unequal with
demand), atau jantung dapat bekerja dengan baik hanya bila tekanan pengisian
(ventricular filling) dinaikan. Gagal jantung juga merupakan suatu keadaan akhir (end
stage) dari setiap penyakit jantung, termasuk aterosklerosis pada arteri koroner, infark
miokardium, kelainan katup jantung, maupun kelainan kongenital.
Simtoma paraklinis yang ditemukan pada gagal jantung terutama adalah disfungsi sel
jantung, antara lain mekanisme pembersihan kalsium dari sitoplasma, defisiensi
retikulum sarkoplasma beserta protein transpor Ca-ATPase dan regulator
fosfolamban.
Hipertensi pulmonal
Hipertensi pulmonal adalah suatu penyakit yang ditandai dengan peningkatan
tekanan darah pada pembuluh darah arteri paru-paru yang menyebabkan sesak nafas,
pusing dan pingsan pada saat melakukan aktivitas. Berdasar penyebabnya hipertensi
pulmonal dapat menjadi penyakit berat yang ditandai dengan penurunan toleransi
dalam melakukan aktivitas dan gagal jantung kanan.
Hipertensi pulmonal terbagi atas hipertensi pulmonal primer dan sekunder.
Hipertensi pulmonal primer adalah hipertensi pulmonal yang tidak diketahui
penyebabnya sedangkan hipertensi pulmonal sekunder adalah hipertensi pulmonal
yang disebabkan oleh kondisi medis lain. Istilah ini saat ini menjadi kurang populer
karena dapat menyebabkan kesalahan dalam penanganannya sehingga istilah
hipertensi pulmonal primer saat ini diganti menjadi Hipertensi Arteri Pulmonal
Idiopatik.
Komplikasi
Komplikasi pada kor pulmonal ialah sinkop, hipoksia, kongesti hepatik pasif
dan kematian.4
Prognosis
Prognosis CPC bervariasi dengan penyakit patologi yang mendasarinya.
Perkembangan pada CPC adalah akibat dari penyakit pulmonar primer biasanya
memiliki prognosis yang lebih buruk .Sebagai contoh ,pasien dengan PPOK yang
memicu terjadi nya CPC memiliki 30% 5 tahun survival hidup. 4
Prognosis pada kejadian akut yang disebabkan oleh embolisme pulmonar
masif atau penyakit acute respiratory distress syndrome (ARDS) tidak menunjukkan
pergantungan ada atau tidak disertai dengan CPCD.Terdapat beberapa faktor yang
mungkin menyebabkan mortaliti dalam rumah sakit termasuk yaitu : 4
1. Usia melebihi 65 tahun
2. tirah baring lebih dari 3 hari
3. Sinus Takikardia
4. Takipnue
Penutup
Istilah kor pulmonal masih sangat populer dalam literatur medis, namun
definisinya masih bervariasi. Kira-kira empat puluh tahun yang lalu WHO
mendefinisikan kor pulmonal sebagai “hipertrofi ventrikel kanan yang disebabkan
oleh penyakit yang mempengaruhi fungsi dan/ atau struktur paru-paru”. Definisi ini
nyatanya memiliki nilai terbatas dalam klinis praktis. Sehingga diajukan untuk
mengganti istilah “hipertrofi” dengan “perubahan pada struktur dan fungsi ventrikel
kanan”. Terdapatnya edema dan gagal napas juga diajukan untuk menetapkan adanya
kor pulmonal secara klinis.
Tidak ada gejala klinis yang khas yang terjadi berhubungan dengan hipertropi
ventrikel kanan. Gejala klinis yang terlihat adalah berupa hipertensi pulmonal,
termasuk adanya dispnu saat beraktivitas, fatig, letargi, nyeri dada dan sinkope.
Anamnesis mungkin ditemukan adanya sesak nafas, riwayat batuk yang sudah lama,
batuk berdarah dan nyeri dada.
Pada Kor Pulmonale Kronik dapat dideteksi dari hipertensi pulmonal dan
hipertropi ventrikel kanan, terkadang dapat berhubungan dengan kegagalan fungsi
ventrikel kanan. Peningkatan intensitas dari komponen pulmonal pada suara jantung,
akan dapat dipalpasi. Pada auskultasi jantung dapat terdengar adanya murmur sistolik
ejeksi, pada derajat penyakit yang lebih parah dapat terdengar adanya murmur
regurgitasi diastolik pumonal. Hipertropi ventrikel kanan terlihat pada prominent
gelombang A pada pulsasi vena jugular.
Pemeriksaan Penunjang meliputi rontgen dada ,elektrokardiogram, Dopler
ekokardiografi ,tes fungsi paru dan biopsi paru. Terapi pengobatan untuk kor
pulmonal kronik adalah lebih terfokus kepada pengobatan pada penyakit paru yang
mendasari terjadinya kor pulmonal dan memperbaiki oksigenasi dan fungsi venrikel
kanan (RV) dengan meningkatkan kontraktilitas RV dan menurunkan vasokonstriksi
paru paru.4
Daftar Pustaka
1. Scanlon VC, Sanders T. Essentials of anatomy and physiology fifth edition.
2007. F.A Davis company. Philadelphia. Hal. 274-278, 296
2. Weitzenblum E. Chronic Cor Pulmonale. Heart. 2003; 89: 225-30.
3. Bhattacharya A. Cor Pulmonale. JIACM. 2004;5(2): 128-36.
4. Sovari AA, Cor pulmonale overview of cor pulmonale management. diakses
dari http:// emedicine.medscape.com/article/165139-overviev pada 20 Juli
2013.
5. American Heart Association. Chronic cor pulmonale : Report of an expert
comittee. 1963. hal 594-615
6. Harun S., Ika PW. Kor pulmonal kronik dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam jilid III edisi IV. 2008. Hal. 1695-96.
7. Shujaat A. et al. Pulmonary hypertension and chronic cor pulmonale in COPD.
International journal of COPD. 2007:2(3) 273-282.