xvi
KS I: FORMULIR PENGAJUAN SKRIPSI
xvii
KS II: FORMULIR PERJANJIAN
xviii
KS III: FORMULIR BIMBINGAN
xix
xx
xxi
KS IV: Hasil Turnitin
Keterangan: BAB I
xxii
xxiii
Keterangan: BAB II
xxiv
xxv
xxvi
Keterangan: BAB III
xxvii
xxviii
Keterangan: BAB IV
xxix
xxx
Keterangan: BAB V
xxxi
xxxii
LAMPIRAN A: TALENT RELEASE PAK EKA
xxxiii
LAMPIRAN B: TALENT RELEASE BUNDA TERATAI
xxxv
TRANSKRIP
Nama File: C0020 Tanggal: 31 Juli 2019
Nama Narasumber: Pak Eka Jenis Wawancara: Hard News Interview
Durasi Pernyataan
00.04-01.08 “Sampai saat ini belum, belum dicatat. Ngga ada yang
menanyakan masalah itu. Ada sih, ada yang menanyakan
masalah itu sampai bilang melik gitu. Setelah, ya itu lah, setelah
anak itu meninggal baru ditanyakan begitu. Kaitan dengan
sebelum-sebelumnya itu informasi itu tidak ditanyakan.
Sebenarnya pada saat sakit menanyakan itu kan, ada anak ini
melik. Nah, pada saat informasi melik ini lah langsung kita
menanyakan, meliknya dimana ini. Yang bersangkutan ini
ngayah, kan gitu. Dimana yang bersangkutan akan bertugas. Di
dunia apa di akhirat kan gitu. Di dunia apa di surga gitu, kalau di
dunia nanti yang bersangkutan menolong orang, orang sakit gitu
loh. Misalkan kaitan dengan yang di Jawa Barat kan apa..
kesurupan kan gitu. Dia melihat ini melihat itu gitu loh. Nah itu,
karena melik itu. Kalau di Jawa Barat-Jawa Barat banyak itu
yang melik-melik itu banyak”
01.09-1.12 “ada cerita rakyatnya ngga pak tentang melik? Asal musalanya
gitu pak?”
01.13-02.37 “kalau anak melik.. kalau dulu memang, memang saya ngga
begitu ya. Mengenai melik ini Taunya ya dari pasien-pasien
xxxvi
kami gitu loh. Jadi kondisinya demikian. Nah, orang-orang
melik, apa, orang-orang yang sering ketakutan biasanya. Udah
sakit, ini kesakitan biasanya penjagaan gitu. Ini berbahaya
penjagaan-penjagaan itu. Misalkan minta kedukun, misalkan
minta tolong supaya anak saya, keluarga saya atau saya sendiri
dijaga. Mohon, kalau di Jawa, di Jawa Barat dibilang isim ya,
ism ya tuh. Itu, jangan sampai kita membawa itu gitu, sebab kita
menjadi serangan. Diserang sama yang bisa itu loh. Ada, ada
magnet gitu. Kita, Tuhan lah yang kita puja. Gitu kan. Jangan
memuja itu lah ya. Sebab, disana itu nanti yang ada di barang itu,
bisa Wong Samar kalau di.. atau istilah Jawanya Buta, Buto gitu.
Ada Buto Ijo, Buto apa kan ya itu, memang kita kuat. Tapi, kita
di rong-rong gitu loh.”
02.39-02.45 “Katanya ada anak meliknya itu sebenernya ngga boleh tau kalau
dia anak melik gitu pak, itu gimana pak?”
02.45-03.59 “Harusnya tau yang bersangkutan. Harus tau. Makanya itu tadi,
itu, keluarganya juga harus tau gitu. Oh ini anak saya begini-
begini. Nah disitu kan.. yang perlu ditanyakan melik. Apa
upayahnya? Nah itu, seperti itu tadi upayahnya itu. Jadi,
kembalikan meliknya dengan sesaji. Tanyakan sesajinya ke
mangku-mangku disana. Mangku pure dalem biasanya gitu. Atau
tanyakan ke rohaniwan yang tadi kan gitu. Kan dalam keadaan
kondisi setengah sadar. Bahwa menyampaikan anak itu melik.
xxxvii
Apa yang, yang, perlu saya, istilahnya nebus. Nebusin apa ini?
Sesaji apa? Gitu misalkan. Apakah pejati, apakah apa-apa dan
lain-lain. Nah dari sana, dicatat itu gitu loh, dicatat apa yang
dibutuhkan itu. Nanti sampaikan ke mangku dalemnya dan
mangku menajepati-nya. Bahwa anak saya melik, saya nebusin
gitu misalkan, nebusin. Begitu juga kalo walinya begitu juga. Ini
sesajinya, ini sesajinya gitu, sampaikan ke mangkunya disana
gitu. Itu intinya gitu.”
04.00-04.30 “Itu sih pak intinya, itu aja sekian dari pertanyaan-pertanyaan
yang tadi. Sebenernya pengen ngankat, film dokumenter tentang
anak melik ini. Pengen lebih ke bagaimana perasaan ibunya sih
pak. Kan pasti ibu yang paling ngerasa kehilangan. Karena, anak
melik ini yang saya tau itu meinggalnya cepat. Terus bagaimana
rasa ibunya kehilangan anak yang dilahirin. Terus usaha upacara
penebusan kayak gitu-gitunya itu pak.”
04.31-06.03 “Nah, mengenai itu sudah saya ini kan pada yang bersangkutan
ya. Waktu itu pas yang bersangkutan dibawa kerumah gitu ya.
Udah dikasih tau, ini anaknya melik. Kan dateng, menanyakan
melik. Tolong tanyakan ke rohaniwan, tanya kan disana. Bawa
sesaji-sesaji kesana, tanyakan apakah anak melik ini. Sudah
dikasih tau begitu, tapi suami dari sang ibu ini seolah-olah acuh
gitu. Sehingga meninggal tabrakan itu. Anak, itu, udah tamat
SMP, SD kalau ga salah masuk SMP. Naik sepedah motor,
xxxviii
tabrakan. Nah, disana lah yang bersangkutan baru nanya.
Dimana sekarang anaknya gitu loh. Itulah akhirnya ditanya,
begitulah hasilnya itu. Saya udah ngayah didalem gitu jadinya.
Itu terlambat gitu loh. Nah itu anak melik yang ini akhirnya,
memang ngayah disana. Segogyanya kita nanyakan terlebih
dahulu ngayah dimanakan jelas jadinya kita ini. Apa ditebu atau
dikembalikan meliknya it? Gitu loh. Kalau kembalikan melik,
kalau kembalikan melik kan jadi ngga rebutan. Semuanya ingin-
ingin, ingin anak ini, ingin anak ini gitu loh. Ingin kharismanya
itu loh.”
06.03-06.18 “Soalnya banyak temenku pak yang kayak gitu. Gak banyak ada
dua yang satu meninggal waktu SMP. Yang satu udah ditembus
samapai sekarang masih. Terus katanya memang lebih seneng ke
agama lebih seneng ke Pura gitu.”
06.19-06.39 “Nah, itu ciri-ciri yang tampak gitu kan. Lebih ke keluarganya
sih pak.”
06.40-10.41 “Nah pada umumnya, yang melik yang ngayah di dunia itu yah.
Yang saya laksanakan yah, yang dateng-dateng kerumah itu.
Yang bersangkutan juga nanti menolong, begitu, menolong
orang. Jadi yang bersangkutan jadi dasaran juga, jadi mangku
juga gitu loh. Walaupun dia masih kecil, menolong gitu yah.
Sekarang pun anak saya berada di Lampung. Sedang menolong
juga. Sedang menoong orang sana banyak yang sakit, karena
xxxix
bawa itu loh, bawa bekel gitu. Akhirnya kan yang didewakan itu
kan alat itu atau benda ini, siapa benda disana gitu. Bukan Tuhan
gitu, puja lah Tuhan. Dekatkan lah diri pada Tuhan jangan bawa
ini. Kembalikan lah itu, walaupun kembalikan pada dukun, apa,
atau orang yang ngasih gitu ya kembalikan lah memalui pantai
atau laut, melelui panca mahabuta ini. Kembali kepada air,
tanah, kepada udara nah itu kan, api dan itu kan panca mahabuta.
Nah kembalikan kesana gitu. Supaya tidak melik lagi. Kemudian
disucikan, dimandi kembang pada saat tanjung kliwon itu.
Mohon pada Betara Brahma supaya dilebur, suapaya keliatan
yang bersangkutan itu sudah bersih itu tahap pertama. Baru
dicek lagi, dari diperiksa pada yang bersangkutan. Sudah bersih,
kemudain dimandikan kembang dengan duri. Nah ini, bukan
durinya di gini, bukan, ada namanya, apa, apa tuh kalau di
kukusan apa namanya, Namanya di Jwa Barat tuh belangseng ya
namanya? Yang segitiga itu. Nah dimandiin lewat situ, kan
ngucur airnyakan gitu. Bukan nanti, bukan dengan durinya di ini
bukan. Nah itu, pada saat tilem udah keliatan bersih sekali. Baru
mandi dengan bunga trimurti. Bunga trimurti itu bunga cempaka
putih, kenanga dan kembang sepatu arjuna. Isitlah di Bali pucuk
arjuna. Itu juga dimandikan ke yang bersangkutan. Nah setelah
itu keliahatan lah yang bersangkutan ngayah dimana gitu kan.
Memberikan wejangan, mewakili Tuhan atau Dewa Dewi, atau
xl
leluhurnya. Misalkan, siapa nanti yang diminta oleh orang untuk
dateng. Apakah Tuhan yang berkaitan dengan sakitnya itu atau
leluhurnya, posisi leluhurnya yang sudah meninggal itu. Nah
nanti itu ngomong melalui yang bersangkutan, mewakili. Itu
yang mawas-pawas itu Namanya mawas-pawas gitu. Berkaitan
dengan manifestasi dengan Tuhan, Dewa Dewi atau Betara-
betara. Memawas-pawas yang berkaitan dengan kehilangan gitu
misalkan, pencarian. Atau mencari posisi, bingung, dimana sih
saya menaro ini? Nah itu.”
10.41-10.45 “Ada pantangannya ga pak biasanya?”
10.45-10.59 “Pantangannya biasanya kaki empat. Sebab apa, seseorang yang
sudah.. yang ngiring ini, memang selalu ada Beliau didalamnya.
Jangan lah dikotori dengan kaki empat.”
10.49-11.01 “Kaki empat apa aja pak?”
11.01-11.10 “Sapi, babi, kambing dan kelinci kan kaki empat. Tapi kalo roda
empat sih ngga apa-apa. Gitukan ya?”
11.16-11.28 “Kalau kita sebagai masyarakat biasa ad acara khusus ga, dalam
berteman. Kayak oh ngga boleh disentuh atau gimana ada ngga
pak? Sebagai teman-temanya gitu”
11.28-12.05 “Oh biasa aja. Boleh aja. Yang pokok hati-hati aja sama kepala.
Jangan sembarangan ngambil kepala. Sebab kita percaya kalau
Tuhan ada di diri kita. Beliau selalu ada di sini dan hati Nurani
xli
gitu kan. Jadi kita bayangkan Beliau ada di kepala kita. Jangan
ngambil kepala orang gitu aja sih.”
Nama File: C0001 Tanggal: 5 Agustus 2019
Nama Narasumber: Bunda Teratai dan Pak Eka Jenis Wawancara: Soft Interview
Durasi Pernyataan
00.04-00.06 “Boleh perkenalan dulu bu.”
00.07-00.22 “Perkenalan. Suwastiastu-nya dulu ya? Om suwastiastu, nama
saya Koman Ayu Suryani tapi sering dipanggil oleh pasien
Bunda Teratai.”
00.22-00.24 “Kenapa disebut Bunda Teratai?”
00.25-00.54 “Kenapa disebut Bunda Teratai, karena Beliau Dewi Kuan Im,
memberikan nama untuk disebut sebagai Bunda Teratai. Orang
lebih gampang memanggil Bunda Teratai, karena, mungkin
seorang bunda yang harus menuntun umatnya kayak gitu. Yang
biar lebih dewasa ya mungkin. Dah gitu akhirnya sampai
sekarang dipake dengan Bunda Teratai.”
00.55-01.00 “Boleh diceritain Bu, waktu awalnya tau jadi anak melik.”
01.01-04.53 “Mengenai melik pada diri saya ya? Pada diri saya itu berawal
menurut cerita orang tua, mulai dari saya kecil. Mulai dari
mungkin saya tidak inget saat itu. Bermain Bersama ular yang
ada di penumul karang. Nah, saat itu ditanyakan sama ibu
katanya saya melik. Udah gitu dibikinin banten, ntah banten apa
xlii
saya kurang tau karena masih kecil. Nah seiring waktu, SD,
sakit, sakit panas yang dibilang sakit kuning. Sakit yang sudah
dibawa kemana-mana tidak ada hasil apa-apa, tapi badan saya
menguning semua. Dah itu sampai periksa alat ndak ada apa-apa.
Akhirnya, panas tinggi dicari sama monyet, disamping saya. Ada
monyet yang mencari, monyet warna putih. Udah gitu dari sana,
lagi dibikinin banten. Ntah banten apa saya ga tau juga. Nah saat
sekolah SD, saya SD di 14 Padangsambian. Nah disana waktu
mau masuk jam setengah dua belas kalau ga salah, saya inget.
Dicari sama wong samar, yang badannya besar ada, yang kecil
ada, membawa angsa. Disuruh lah naik ke angsa, setelah itu
saaya tiba-tiba pingsan. Tapi satu pun guru tidak ada yang
percaya saat itu. Akhirnya dicarikan paranormal, dibilang kalau
saya tuh dicari daripada ibunya Wong Samar mau diajak ke
dunianya gitu. Dah gitu, abis itu, lumpuh mau ujian, SD, lumpuh
ndak bisa jalan. Dah gitu di obati lagi. Nah waktu itu SMP juga
ngga karuan jatuh, dan sebagainya. Nah seiring waktu yang
lewat itu sakit lah saya, sakit, dibaca lah kesini. Diajak kesini,
kerumahnya Pak Eka, Pak Eka Sana. Nah beliau lah yang
mengobati saya sampai tuntas. Dan ketahuan memang saya itu
harus menjalankan tugas daripada Beliau. Proses pada
pengobatan itu ya, apa ya pak? Di cek sama Pak Eka, ternyata
saya disakiti orang. Pak Eka yang bershikan semuanya itu.
xliii
Kadang dalam proses pengobatan itu jam dua belas malem,
kumat di rumah, di bawa kesini. Sampai sekian bulan seperti itu.
Sekian bulan. Sudah, sampai, kayak orang gila kalau di bilang.
Kalau orang yang liat saya dipikir gila mungkin. Kadang dijalan
saya teriak-teriak, bisa dituntun sama Pak Eka dari jalan. Dah di
jalan saya bunag motornya ditarik bawa kesini. Udah terus
akhirnya, dilukat sama Pak Eka. Dilukat Brahma dulu, setelah di
lukat Brahma dilukat Beji ya pak? Melukat Butha. Kemudian
melukat di Beji, Khala? Melukat Khala dulu baru Beji ya pak
terakhir? Di Pura dalem. Sampai terakhir melukat tilem yang
pake duri. Berbagai macem, warna tiga ya pak?”
04.54-05.00 “Iya, Duri? Duri warna sebelas. Sebelas macam duri dia tuh.”
05.00-05.20 “Kalau melukat Brahma pake bunga merah, sebelas macam,
pake kendi.”
05.53-05.57 “Udah gitu akhirnya, itu titik terakhir ya pak, pelukatan?”
05.57-06.01 “Baru di sana di, Pura dalem.”
06.01-07.42 “Udah gitu melukat disana, terakhir udah bersih ya pak ya?
Terus kerauhan ya. Kerauhan dari Beliau untuk menjaankan
tugasnya beliau gitu. Lama juga saya ndak mau. Lama ya pak
ya? Sampai bertaun-taun, sampai sekian taun itu saya menolak
itu. Bahwa ga mungkin gitu, ndak mungkit itu akan terjadi pada
diri saya. Saya kan orangnya ndak suka sembahyang salah
satunya. Sudah gitu ga mengenal banten, masa kenapa harus
xliv
saya gitu. Nah dengan tuntunannya Pak Eka akhirnya diajak lah
saya mewinten di Pura Dalem Kapal. Nah, disana setelah
mewinten dari sana. Habis mewinten waktu itu sempet
kecelakaan juga, karena lalai lagi saya. Tidak mau. Kecelakaan
di Imam Bonjol tuh mbak, kecelakaan motor. Iya. Nah disana
ada orang tua yang ngambil motor saya, diabilang apa yang
kamu cari di jalan? Pada saat magrib seperti ini. Pulang katanya,
Tuhan menunggu mu di sana. Nah dalam keadaan itu, nagis saya
pulang. Teriak-teriak saya pulang. Udah gitu disana saya
menobatkan diri saya, kalau saya, saya siap. Apa pun itu. Yang
penting anak-anak saya bisa sekolah, bisa makan. Nah setelah itu
saya menjalankan tugas beliau sampai sekarang. Sesuai
tuntunannya Pak Eka. ”
07.43-07.42 “Kan melalu banyak proses banyak penyumbuhan kayak begitu.
Itu orang tua menemai?”
07.53-08.03 “Menemani, menemani sya. Orang tua, suami, anak menemani.
Harus itu. Untuk melakukan pewintenan juga suami ikut. Iya.”
08.03-08.06 “Berarti termasuk upacara besar ya?”
08.06-08.19 “Upacara besar. Tapi kita kolektif, supaya tidak mengeluarkan
banyak biaya kan gitu ya. Nah kolektif lah kita gitu.”
08.19-08.27 “Sekarang kan anak ibu katanya melik. Itu ibu Taunya
bagaimana ya?”
xlv
08.27-09.09 “Tau dari.. Gustunya dari beliau ya pak? Gustunya dari beliau.
Kalau anak yang nomer dua, tau sendiri saya karena dia sering
kaget. Melihat kadang-kadang. Kalau rumah saya kan di
depannya kosong, sering kadang-kadang liat gitu. Kadang-
kadang ketakutan, tiba-tiba di sana ada orang katanya. Dah gitu,
tapi saya belom melakukan upacara apa-apa. Yang terakhir juga
belum. Kalau Dayuratih kayak sapi kan pak matanya, kalau dia
minum matanya kebuka satu.”
09.09-09.13 “Apa itu keturunan ya? Ngga?”
09.13-09.52 “Mungkin. Mungkin ya pak? Karena saya juga, kakek saya
sendiri dari gadis itu dulu balian. Dasaran ya Namanya? Juga
ngobatin dulu. Dah gitu bapak saya seharusnya kan mangku, tapi
karena bapak tidak mau akhirnya ya, meninggal. Sakit-sakitan
dan meninggal akhirnya gitu.”
09.53-09.59 “Waktu itu kan seing kecelakaan ya katanya tadi? Itu tanda
sebagai peringatan atau gimana ya?
10.00-10.21 “Kalau ditanyakan seperti peringatan, iya. Peringatan dari pada
beliau, udah banyak kali saya. Terakhir itu yang saat saya sudah
berkeluarga yang di Imam Bonjol itu aja. Kalau gadis sering
sampai patah, ini hancur. Udah sering.”
10.22-10.26 “Ibu yang memiliki anak melik, punya rasaa takut ga sih bu?
Apa yang ibu lakukan untuk anaknya?”
xlvi
10.27-10.52 “Ada. Ada rasa takut saya kadang-kadang kalau anak melik aneh
kan tuh tingkahnya. Susah dikasih tau kadang-kadang, agak
bandel. Sudah gitu takutnya saaya itu kan terrjadi apa-apa, saat
kita seneng di ambil. Itu lah yang saya takut kan itu.
10.53-10.56 “Iya karena katanya kan anak melik tidak berumur panjang ya?”
10.56-11.08 “Tidak umur panjang, tidak murah rejeki gitu biasanya. Terus
cari pekerjaan juga agak susah ya”
11.08-13.36 “Nah ini lah yang bapak maksud ya.. anak melik itu harus
ditanyakan kepada yang tau, dasaran. Jadi sebagaimana yang
dikatakan tadi kan, ini proses anaknya melik kan blum di apa-
apa kan, kan gitu. Nah seyogyanya ini, mohon pada dasaran lain
yang nanti memawaskan istilahnya, jadi membawakan sesuatu.
Meliknya nih ngayah di mana atau bertugass di mana. Apa
mengabdinya di dunia atau di alam sana gitu. Supaya nanti ga,
pas anaknya nanti sudah meninggal baru kita menanyakan gitu.
Setelah ada terjadi baru kita nanyakan, tauya sudah ada
pembicaraan bahwa anak itu ngayah di pure dalem baru nyesel
nanti kita. Itu lah oengalaman yang waktu itu diuraikan waktu di
parisada ya begitu kan. Jadi seyogyanya kita tahu apakah
anaknya itu ditebusin atau di wali kan anaknya supaya anak itu
umurnya Panjang kan gitu. Jadi kalau ngayahnya di surge kita
kembalikan meliknya. Nanti kasih tau sama anaknya. Kamu
meliknya nanti tolong udah usia tua udah tahu meliknya
xlvii
dikembalikan. Nanti minta lagi meliknya supaya cepet
meninggal begitu. Supaya nanti udah reyot gitu ga masih hidup
gitu.”
Nama File: C0001 Tanggal: 7 Agustus 2019
Nama Narasumber: Bunda Teratai Jenis Wawancara: Soft Interview
Durasi Pernyataan
00.09-00.51 “Beda sama orang melik ada tanda lahirnya. Kalau melik yang
ada tanda lahirnya, lahir kelilit tali pusar kayak gitu. Lidahnya
hitam kayak gitu dia meliknya. Banyak itu yang, kembar
buncing itu melik. Sudah gitu tangannya, tau mba, lebih tapi apa
ya dempet kayak gitu, itu juga orang melik itu. Itu yang
seharusnya dibayuhin.”
00.52-00.55 “Tapi kalau yang begitu masih bisa renkarnasi lagi ya?”
00.56-01.05 “Bisa. Pasti itu. Kecuali orang itu moksa mungkin baru tidak
akan renkarnasi Kembali”
01.06-01.15 “Ada aku baca anak melik itu, sisa dari kehidupan kemarin.
Tanggal nebus dosa aja.”
01.15-01.46 “Ngga mungkin juga. Kalau orang melik kan ya kadang sisi
kenakalannya dulu yang dimunculin, sisi kenakalan. Kalau dia
tidak bisa menetralisir kenakalannya itu mungkin dia sampai
kapanpun bakalan seperti itu. Nah kalu dia bisa, mungkin
kehidupan yang akan datang akan lebih baik. Ntah jadi apa.”
xlviii
01.46-01.50 “Katanya melik itu jembatan keluarga..”
01.50-02.30 “Iya. Anak melik itu dia jembatan keluarga. Kalau dia bisa,
mempergunakannya. Kalau tidak bisa mempergunakan akan
menjadi kesengsaraan keluarga gitu. Nah kalo saya kan
modelnya melik. Sekarang saya bisa mempergunakan melik saya
untuk mengobati orang itu kan jadinya kebahagiaan buat
keluarga, buat menuntun anak-anak menjadi lebih baik. Juga
rajin sembahyang salah satunya kita. Udah itu rajin kita, tidak
makan kayak, babi, sapi yang kayak begitu dan mengerti lah.”
02.32-02.36 “Mungkin keluarga Bunda juga masih dikasih selamat karena
Bunda juga.”
02.36-04.49 “Pasti lah. Karena orang yang melik itu memang tingkat
kenakalannya luar biasa. Dan tingkat ngambeknya susah kita
bending kadang-kadang. Keras sekali. Kalai ini kan keras dia
tumpek landek. Makanya kalau dia sudah ngambek saya lepas.
Saya kasih ke Aji-nya. Karena kalau anak saya, anak saya nomer
tiga sama saya itu sama-sama keras. Makanya dia harus ada satu
sama ininya. Kalau dia sudah bilang ndak, ya ndak. Jangan
dipaksain. Ini kalau sudah ndak mau sekolah, sudah dia ngga
akan sekolah gitu. Dihari-hari kelainan, kajeng kliwon tuh ya
sering, tumpek wayang dulu sempet tiga hari ndak sekolah. Ngga
mau dia sekolah. Makanya susah, termasuk susah dia ini.
Makanya kemarin kelsa tiga SD kemarin, sering dia ndak
xlix
sekolah. Sekarang kelas empat gurunya sudah galak. Saya tak
kasih tau, sekarang jangan macem-macem bu gurumu galak.
Saya kadang-kadang pagi-pagi tuh was-was mba, ini orang mau
sekolah ngga gitu. Kalau sudah bengkok jangan dah dibilang. Itu
lah kadang saya suka takut kalau pagi. Biar dimarahi, dipukul,
kalau ndak ya ndak. Wah pernah kalu saya kan orangnya.. nangis
sih nangis, tapi dia tetep, tetep, ndak mau. Kalau dia nangis, dia
ngambek saya biarin aja. Pokoknya sepuas-puasnya dia nangis
silahkan. Nanti sadar, sadar sendiri gitu. Orang di kalau
minumnya itukan. Matanya buka satu ya? Kayak mata sapi itu
dia.”
04.49-04.50 “Masih itu sampai sekarang?”
04.50-05.06 “Masih. Kayak gitu masih. Kalau dia nguap matanya melek
ssatu, satunya merem. Kalau minum dia juga gitu ya? Kalau
minum dia gitu.”
05.07-05.08 “Dari bayi kayak begitu?”
05.09-08.34 “Dari bayi. Dari baru lahir. Saat saya hamil ini kan saya sudah
ngiring itu mungkin juga yang bikin ngaruh. Tapi untungnya
ngga ada apa-apa dikandungan. Baik-baik aja. Makanya kalau
anak melik itu, gampang, gampang, susah gitu kita peliharanya.
Karena orang-orang kayak gitu tuh, kalau kita tidak bisa
mendasarinya, nantinya akan pake kemauannya sendiri. Buthe
kalenya di diri dia dipake. Makanya saya kalu sama ini, selalu
l
saya, awasi dia, apa dia. Orang saya, dia kadang suka curi-curi
biasanya. Tapi kalau insting seorang ibu kan ndak bisa itu.
Keluar malam kayak gitu, nyoba minuman keras. Pernah ngicip.
Ngamuk dia. Kalau dia ikut sama saya nih baik dah dia, adem,
pokokknya ini konsletnya cepet, positif negatifnya cepet sekali.
Kalau dia sudah pelihara burung, burung, perkembangan dia nih
dua tahun, dua tahun. Seneng dia sama burung, burung terus.
Seneng sama anjing, anjing terus, iya. Perkembangan dia ini
kalau saya liat dari kecil itu dua tahun, dua tahun dia nih
perubahannya. Sekarang sukanya layangan? Layangan terus,
sampai kita ngga bisa kasih tau. Makanya itu harus terus gitu
diawasi. Dengan usia yang sudah besar kayak gini saya terus
diawasi. Karena dia sudah berbekal didalam dirinya itu yang
saya takutkan udah sih dibayuh melik, sudah. Cuma saya ndak
tebusin aja. Soalnya saya berharap nanti di bawa meliknya, buat
orang yang berguna nanti dia kedepannya. Kalau saya haturkan
nanti saya ngga tau. Apa lagi nanti saya harus meminta Kembali
kalau di mau meninggal. Itu kan suatu pekerjaan yang susah bagi
saya gitu. Makanya saya bayuh aja untuk sementara. Supaya dia
ngga kepansan membawa meliknya, iya. Biar sejuk dia
membawa meliknya. Itu adalah kebaikannya.
08.34-08.40 “Bunda sendiri masih terus menerus ngikutin perkembangannya
ya.”
li
08.40-10.35 “Mau, ngga mau ya harus. Makanya mungkin karena waktu saya
banyak di rumah jadinya lebih gampang sih mengetahui
perkembangannya. Kalau kerja kayak dulu mungkin tidak, tidak
bisa kita jangkau kan. Kan dulu juga saya sempet punya usaha
salon. Usaha salon tuh kan dari pagi sampai malem. Jadinya
anak-anak tuh ngga bisa saya ini kan. Saat itu dah dia liar.
Karena kurang pengawasan. Dari pagi sampai malem, kita
malem lanjut lagi kita ngobatin. Iya, akhirnya kasih sayang
antara ibu dan anak itu sudah ndak ada. Nah mungkin Tuhan
sudang mengetahuinya ya, akhirnya dengan jalan Tuhan saya
ngga boleh kemana-mana, hanya untuk melayani Beliau saja.
Kebanyakan saya sakit dan kebanyakan saya bangkrut. Udah
gitu dari sana ada sisi positif yang kita ambil, masih bisa
mengawasi anak. Karena kita punya anak yang masih remaja-
remaja gini kan butuh pengawasan. Apa yang dibutuhkan kita
bisa. Biar semua masuk dia masuk, keluarga juga masuk. Susah
kalau orang yang sudah melik, orang yang sudah ngayah sama
Beliau ditolak jadi masalah. Itu lah dunia spiritual.”
10.39-10.43 “Jadi pasiennya Bunda yang nanti bakalan dateng paling berat
gitu?”
10.43-12.15 “Lumayan berat itu kan ya? Baru pertama ini sekarang. Kemarin
itu saya keluar service motor, ngga ada rencana saya kesana. Ke
rumahnya dia ngga ada rencana. Tiba-tiba aja motor saya pengen
lii
kesana gitu. Akhirnya saya kesana, akhirnya sampe sana ya
kaget saya litany. Kok ada ynag begini disini. Itu kan sodaranya
pasien saya. Di medis tuh apa ya, ndak ada penanganan. Orang
itu ngga bisa BAB sama kencing loh. Sampai lumpuh gitu ya.
Kebas gitu, disini.”