Laporan Akhir Kajian (Swakelola)
Pengembangan Panas Bumi Untuk Menambah Pasokan Tenaga Listrik dan
Menyehatkan Konsumsi Energi Nasional
DIREKTORAT ENERGI, TELEKOMUNIKASI & INFORMATIKA
BAPPENAS 2008
DAFTAR ISI BAB I
I. PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang 1
I.2 Tujuan dan Sasaran Studi 2
I.3 Ruang Lingkup dan Keluaran 6
I.4 Kerangka Pemikiran 7
I.5 Pelaksanaan Rencana Kerja 8
BAB II
II. TINJAUAN REGULASI PANAS BUMI DAN NEGARA
PENGEMBANG POTENSI PANAS BUMI
2.1 Perundangan Panas Bumi 10
2.2 Analisis Road Map Sumber Daya Panas Bumi 19
2.3 Negara Pengguna Panas Bumi 21
2.3.1 Jepang 21
2.3.2 Filipina 22
2.3.3 Selandia Baru 24
BAB III
III. RENCANA AKSI PENGEMBANGAN PANAS BUMI
3.1 Kebijakan dan Regulasi Berkaitan Dengan Panas Bumi 25
3.2 Peluang dan Tantangan Pengembangan Panas Bumi 29
3.3 Permasalahan Penguasaan Panas Bumi 30
3.4 Langkah Aksi 34
3.5 Langkah Kedepan 40
3.6 Konsistensi Terhadap Clean Development Mechanism 43
(CDM)
IV. KESIMPULAN dan REKOMENDASI
4.1 Kesimpulan 52
4.2 Rekomendasi 52
TABEL
Tabel I.1 Energy Mix Indonesia Tahun 2006 2
Tabel I.2 Potensi Energi Indonesia Tahun 2005 4
Tabel 2.1 Pohon Undang-undang No. 27.2003-Panas Bumi 11
Tabel 2.2 Regulasi yang Mengatur Sistem Pengembangan 14
Panas Bumi di Indonesia
Tabel 2.3 Objek Vital Nasional Subsektor Panas Bumi 19
Tabel 2.4 Negara yang Memiliki Potensi Panas Bumi 21
Tabel 3.1 Potensi Panas Bumi Indonesia 26
Tabel 3.2 WKP Telah Produksi 33
Tabel 3.3 Wilayah Penugasan Survey Pendahuluan 33
Tabel 3.4 WKP Panas Bumi Baru 34
Tabel 3.6 Kandungan Emisi pada Power Plant 46
Tabel 3.7 Variabel Cost Pembangkitan Tahun 2012 49
Tabel 3.8 Variable Cost Pembangkitan Tahun 2016 49
acuan Road Map
GAMBAR
Gambar 2.1 Urutan Pekerjaan Pengembangan Panas Bumi 15
Gambar 2.2 Kewenangan Badan 16
Gambar 2.3 Mekanisme IUP 18
Gambar 2.4 Peta Persebaran Sumber Panas Bumi diIndonesia 20
Gambar 2.5 Road Map Geothermal 20
Gambar 2.6 Pembangkit Energi Panas Bumi di Jepang 22
Gambar 2.7 Potensi Panas Bumi di Filipina 23
Gambar 2.8 Kurva Peningkatan Kapasitas Panas Bumi Di Filipina 24
Gambar 2.9 Kurva Peningkatan Kapasitas Panas Bumi Di Selandia Baru 24
Gambar 3.1 Konfigurasi Pengusahaan Tenaga Listrik Indonesia 31
oleh PT. PLN
Gambar 3.2 Rencana Bauran Energi PLN di Indonesia 36
Gambar 3.3 Jadwal Pengusahaan Panas Bumi 38
Gambar 3.4 Road Map Pengembangan Panas Bumi 2006-2025 42
Gambar 3.5 Emisi CO2 pada Power Plant 46
Gambar 3.6 Perbandingan Emisi CO2 pada Power Plant 47
Gambar 3.7 Perkiraan Emisi daei beberapa Negara ASEAN 48
Gambar 3.8 Pembagian Revenue Pembangunan PLTP 50
Pengembangan Panas Bumi Untuk Menambah Pasokan Tenaga Listrik & Bab I Menyehatkan Konsumsi Energi Nasional
1
I. PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang dan Permasalahan
Tema besar pembangunan energi untuk diterapkan di dunia sekarang adalah mencoba
memecahkan trilema keseimbangan 3-E (Energy, Economy, Environment).
Pembangunan ekonomi membutuhkan energi, sementara eksplorasi dan eksploitasi energi
akan memberikan dampak berupa kerusakan lingkungan. Dapatkah manusia
mengembangkan kegiatan pembangunan energi yang bersifat berkelanjutan
(sustainable)?
Dunia kini juga telah bersepakat untuk melakukan perang terhadap gejala pemanasan
global (global warming) dengan melakukan banyak perjanjian internasional (termasuk
Protokol Kyoto, 1997) serta berbagai upaya lain di bidang teknologi maupun
perdagangan untuk menekan kemungkinan terjadinya pemanasan global tersebut.
Disadari benar bahwa penyebab terbesar dari persoalan pemanasan global adalah
pembakaran bahan bakar fosil (fossil fuels), dan karena itu upaya-upaya untuk
menyediakan bahan bakar alternatif yang lebih akrab lingkungan (environmentally
friendly) perlu terus diupayakan. Panas bumi merupakan salah satu bahan bakar yang
sangat akrab lingkungan dan bersifat terus dapat diperbarui (renewable).
Sebagai negara yang ekonominya sedang tumbuh, konsumsi energi di Indonesia terus
meningkat dengan kecepatan pertumbuhan yang sangat tinggi untuk berbagai jenis bahan
bakar, terutama untuk BBM dan tenaga listrik. Selain tingkat pertumbuhan yang tinggi,
konsumsi energi di Indonesia ditandai dengan ketergantungan yang sangat besar terhadap
bahan bakar fosil terutama minyak bumi, yang mengakibatkan sangat mahalnya biaya
penyediaan energi serta dampak negatif terhadap lingkungan. Kebutuhan energi yang
tumbuh sangat tinggi di Indonesia belum dapat terlayani dengan baik, terutama karena
penyediaan infrastruktur untuk mencari, membangkitkan, dan mendistribusikan energi
Pengembangan Panas Bumi Untuk Menambah Pasokan Tenaga Listrik & Bab I Menyehatkan Konsumsi Energi Nasional
2
tersebut belum dapat dilakukan secepat perkembangan permintaan yang terjadi. Akses
rakyat terhadap energi masih merupakan masalah besar di Indonesia.
Bauran energi (energy mix) yang tidak sehat secara nasional di Indonesia juga terdapat
pada fuel mix dalam sistem pembangkitan tenaga listrik, dimana bahan bakar fosil
(termasuk BBM) masih sangat mendominasi (lihat Tabel 1. Energy Mix Indonesia). Bila
melihat kekayaan sumberdaya energi di Indonesia yang beraneka, gejala bauran energi
yang tidak sehat yang terus terjadi di Indonesia (termasuk fuel mix yang berbiaya mahal)
sesungguhnya merupakan suatu ironi.
Tabel I.1 Energi Mix Indonesia Tahun 2006
Panas bumi (geothermal) di Indonesia merupakan salah satu sumber daya energi yang
memiliki cadangan dengan jumlah sangat besar (bahkan terbesar di dunia yaitu 75 GWh),
namun sampai saat ini –di tengah krisis energi yang melanda berbagai tempat di
Indonesia, termasuk ancaman kekurangan pasokan energi untuk Jawa— pemanfaatan
panas bumi di Tanah Air masih sangat kecil, sebesar 1,042 GW atau hanya 3,8% (lihat
Tabel 2. Potensi Energi Indonesia). Terkait dengan geologi Indonesia yang memiliki
jumlah gunung api (volcanoes) terbanyak di dunia, potensi panas bumi tersebar dalam
berbagai skala di sekitar jalur gunung berapi di Tanah Air.
Gas Bumi, 28.57%
Batubara, 15.34%
Minyak Bumi, 51.66%
Panas Bumi, 1.32%
Tenaga Air, 3.11%
Pengembangan Panas Bumi Untuk Menambah Pasokan Tenaga Listrik & Bab I Menyehatkan Konsumsi Energi Nasional
3
Sebagai sumberdaya energi, panas bumi memiliki berbagai sifat unggul yaitu potensi
cadangannya yang besar, produksi emisi yang sangat kecil, dan energinya dihasilkan
terus menerus oleh alam di banyak di tempat di tanah air. Mempertimbangkan potensinya
yang ideal sebagai sumberdaya energi tersebut, mengapa pemanfaatan panas bumi di
Indonesia masih sangat lamban?.
Bagian terbesar dari pemanfaatan panas bumi adalah untuk pembangkitan tenaga listrik,
dimana tenaga dari uap panas bumi (yang kering dan bersih) dimanfaatkan untuk
memutar turbin yang selanjutnya menghasilkan tenaga listrik. Potensi panas bumi –
dalam jumlah yang kecil-- juga dapat dipergunakan untuk keperluan sebagai pengering,
pemanas (heat) maupun sebagai tempat tujuan rekreasi atau peristirahatan yang
menawarkan kolam air panas.
Masalah –yang sering banyak dibicarakan—dalam pengusahaan panas bumi di Indonesia
adalah kesepakatan soal harga uap, dimana pembeli utama (PT PLN) merasa bahwa
harga uap yang ditawarkan oleh pengembang adalah mahal, namun ini berdasarkan
referensi bahwa harga jual listrik PLN ditentukan oleh Pemerintah. Pemerintah sebagai
“penengah” dalam pembentukan kebijakan tarif juga belum menunjukkan posisi yang
jelas/tegas/rinci dalam pengembangan panas bumi ini, misalnya dalam bentuk insentif
yang akan diberikan untuk pengembangan panas bumi, bahkan dalam merumuskan
secara tegas posisi panas bumi dalam kebijakan energi-ekonomi-lingkungan nasional.
Selain itu, gagasan (position paper) mengenai pengembangan panas bumi di Indonesia
selama ini masih terpisah-pisah, dibuat sendiri-sendiri, tanpa/kurang memperhatikan
aspek kordinasi dengan stakeholders yang lain, bahkan dalam mempertimbangkan “life
cycle” industri panas bumi itu sendiri.
Pengembangan Panas Bumi Untuk Menambah Pasokan Tenaga Listrik & Bab I Menyehatkan Konsumsi Energi Nasional
4
Tabel I.2 Potensi Energi Indonesia Tahun 2005
JENIS ENERGI
FOSIL SUMBER DAYA CADANGAN PRODUKSI
RASIO CAD/PROD
(TAHUN)
Minyak 86.9 miliar barel 9.1 miliar barel*) 387 juta barel 23
Gas 384.7 TSCF 185.8 TSCF 2.95 TSCF 62
Batubara 58 miliar ton 19,3 miliar ton 132 juta ton 146
*) Termasuk Blok Cepu
ENERGI NON FOSIL SUMBER DAYA SETARA KAPASITAS TERPASANG
Tenaga Air 845.00 juta BOE 75.67 GW 4.2 GW
Panas Bumi 219.00 juta BOE 27.00 GW 1.042 GW
Mini/Micro Hydro 0.45 GW 0.45 GW 0.084 GW
Biomass 49.81 GW 49.81 GW 0.3 GW
Tenaga Surya - 4.80 kWh/m2/hari 0.008 GW
Tenaga Angin 9.29 GW 9.29 GW 0.0005 GW
Uranium (Nuklir) 24.112 ton* e.q. 3 GW
untuk 11 tahun
*) Hanya di daerah Kalan-Kalbar
Sumber : DESDM, 2007
Catatan : Khusus data panas bumi disesuaikan dengan perkembangan terakhir sampai
dengan tahun 2008.
Pengembangan Panas Bumi Untuk Menambah Pasokan Tenaga Listrik & Bab I Menyehatkan Konsumsi Energi Nasional
5
Sebagai contoh, PT Pertamina yang concern terhadap eksplorasi panas bumi, melakukan
sendiri rencana eksplorasi hingga eksploitasi lapangan-lapangan panas bumi. Pemerintah
dalam RUKN (Rencana Umum Kelistrikan Nasional) maupun PT PLN dalam RUPTL
(Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik) melakukan forecast atau rencana
pemenuhan kebutuhan tenaga listrik, namun belum dengan penjelasan yang rinci
terhadap rencana yang akan dikerjakan, termasuk bagaimana uap akan dipasok kepada
pembangkit PT PLN. Selain road map yang masih bersifat sangat umum yang telah
dikembangkan oleh Pemerintah (DESDM dalam Blue Print Pengembangan Energi
Nasional 2005-2025), belum terdapat action plan yang jelas tentang bagaimana potensi
panas bumi akan dikembangkan untuk pembangkitan tenaga listrik di Indonesia.
I.2 Tujuan dan Sasaran Studi
Studi “Pengembangan Panas Bumi Untuk Menambah Pasokan Tenaga Listrik dan
Menyehatkan Konsumsi Energi Nasional” ini bertujuan untuk memantapkan rencana aksi
pembangunan pembangkit listrik panas bumi nasional -2025.
Dalam studi ini akan dikumpulkan dan dikaji berbagai rencana pengembangan potensi
panas bumi nasional yang pernah diterbitkan oleh berbagai pihak secara sendiri-sendiri,
untuk diintegrasi, disintesis dan dianalisis secara kritis, untuk kemudian dapat dihasilkan
rencana aksi pengembangan panas bumi nasional untuk pembangkitan tenaga listrik
2005-2025.
Adapun sasaran akhirnya adalah adanya masukkan bagi Bappenas khususnya Direktorat
Energi, Telekomunikasi dan Informatika mengenai gambaran kebijakan dan
implementasinya terhadap pengembangan panas bumi selama ini. Hasil kajian nantinya
dapat menjadi masukan bagi pengembangan energi dan ketenagalistrikan nasional baik
untuk RPJP/RPJM maupun Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional dan
Daerah/RUKN dan RUKD serta Rencana Umum Energi Nasional.
Pengembangan Panas Bumi Untuk Menambah Pasokan Tenaga Listrik & Bab I Menyehatkan Konsumsi Energi Nasional
6
I.3 Ruang Lingkup dan Keluaran
Ruang lingkup studi ini adalah seluruh prospek lapangan panas bumi di Indonesia, yang
akan diklasifikasikan ke dalam berbagai skala pembangkitan tenaga listrik. Pembagian
ke dalam skala pembangkitan ini penting karena pengaruhnya yang cukup besar dari segi
biaya dan pembiayaan pengembangan panas bumi.
Data prospek dari seluruh Wilayah Kerja Panas Bumi yang ada akan dihimpun, dan
dipelajari secara detail biaya pengusahaan panas bumi untuk setiap prospek. Berbagai
data potensial akan dipelajari dan diperkirakan kemampuannya dalam menyumbangkan
tambahan tenaga listrik dalam jangka panjang.
Segala bentuk insentif yang telah dikeluarkan dalam rangka mempromosikan
pengembangan panas bumi di Indonesia akan dipelajari kembali untuk dapat
memformulasikan bentuk insentif yang lebih tepat.
Periode analisis dibatasi sampai dengan tahun akhir RPJP, yaitu 2025.
Dalam melakukan kajian Dit. Energi, Telekomunikasi dan Informatika didukung oleh
Tim Konsultan dari PT. Lemtek Konsultan Indonesia yang dipilih melalui lelang. Adapun
kegiatan kajian terdiri dari :
1. Identifikasi kondisi sistem kelistrikan Jawa-Madura-Bali dan Luar Jawa Madura Bali
(Jamali).
2. Tinjauan sistem pembangkit listrik panas bumi dan biaya pokok penyediaan listrik
panas bumi.
3. Tinjauan regulasi panas bumi di Indonesia dan regulasi pengembangan panas bumi di
negara lain yang memiliki potensi panas bumi.
4. Identifikasi permasalahan dalam strategi dan implementasi kebijakan pengembangan
panas bumi.
5. Penyusunan konsep dan rekomendasi rencana aksi dan kebijakan pengembangan
panas bumi.
Pengembangan Panas Bumi Untuk Menambah Pasokan Tenaga Listrik & Bab I Menyehatkan Konsumsi Energi Nasional
7
Adapun pembagian tugas antara Tim Bappenas dan Tim Konsultan sebagai berikut :
a. Tim Konsultan melaksanakan : (1) pemetaan kondisi eksisting sistem kelistrikan; (2)
identifikasi potensi panas bumi; (3) tinjauan sistem pembangkitan listrik panas bumi
dan biaya pokok penyediaan listrik panas bumi; (4) identifikasi regulasi
pengembangan panas bumi dan perbandingan regulasi di beberapa negara lainnya dan
(5) usulan rencana aksi dan kebijakan pengembangan panas bumi
b. Tim Bappenas melaksanakan : (1) memberikan arahan selama proses kajian; (2)
memeriksa hasil evaluasi; (3) melakukan evaluasi menyeluruh atas pemetaan dan
evaluasi yang dilaksanakan oleh konsultan; dan (4) menyusun rekomendasi rencana
aksi dan kebijakan pengembangan panas bumi
Selanjutnya kajian yang ada diharapkan menghasilkan keluaran berupa evaluasi terhadap
kebijakan pengembangan panas bumi yang telah ada dan rekomendasi mengenai sistem
insentif serta rencana tindak (action plan) pengembangan panas bumi untuk menambah
pasokan tenaga listrik dan menyehatkan konsumsi energi nasional
I.4. Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran kajian ini berlatar belakang bahwa perlu adanya percepatan
pembangunan ketenagalistrikan terutama pengembangan panas bumi untuk pembangkit
listrik. Pengembangan potensi panas bumi karena merupakan sumber energi terbarukan
dan saat ini menjadi sangat penting mengingat harga energi konvensional seperti minyak
bumi dan batubara yang cenderung semakin mahal dan berfluktuasi. Pada sisi lain
pengembangan alternatif energi yaitu energi terbarukan akan semakin bernilai strategis
karena akan mendukung kemandirian bangsa melalui kemandirian dan ketahanan sektor
energi nasional.
Namun sampai saat ini realisasi pembangunan pembangkit listrik panas bumi masih
belum dapat memenuhi target yang direncanakan. Hal ini diakibatkan oleh adanya
berbagai hambatan dan permasalahan baik di sektor energi sendiri maupun interaksinya
dengan sektor lainnya.
Pengembangan Panas Bumi Untuk Menambah Pasokan Tenaga Listrik & Bab I Menyehatkan Konsumsi Energi Nasional
8
Oleh karena itu perlu dilakukan langkah-langkah perbaikan untuk mempercepat
pengembangan potensi panas bumi khususnya untuk pembangkit listrik (PLTP) guna
meningkatkan pasokan tenaga listrik. Hal ini dilakukan melalui perbaikan instrumen
kebijakan dan regulasi, kelembagaan, dan kebijakan bauran energi/energy mix policy.
Instrumen ini menjadi faktor utama yang menjadi landasan dalam penyusunan
rekomendasi kebijakan pengembangan panas bumi.
I.5. Pelaksanaan Rencana Kerja
Kajian ini dilaksanakan melalui tahap-tahap : (1) pengumpulan dan evaluasi literatur
(desk study) meliputi peraturan perundang-undangan, kebijakan sektor dan konsep-
konsep yang terkait; (2) pengumpulan data, wawancara, diskusi dan seminar dengan para
pemangku kepentingan; (3) analisis dan evaluasi; dan (4) penyusunan konsep dan atau
rekomendasi kebijakan.
Adapun selama proses pelaksanaan kajian, terdapat beberapa substansi yang dibahas
bersama konsultan sebagai arahan untuk masukkan dalam evaluasi, analisis dan
penyusunan rekomendasi kebijakan. Berikut dalam Tabel I.3 disajikan substansi
pembahasan dalam kajian dimaksud.
Tabel 1.3 Substansi Bahasan
No.
Kegiatan Substansi bahasan
1. Pemetaan kondisi eksisting pasokan dan
kebutuhan tenaga listrik
1. Identifikasi kondisi supply-demand sistem
Jamali dan sistem Luar Jamali
2. Evaluasi kondisi sistem kelistrikan serta
kesenjangan yang ada
2. Identifikasi potensi panas bumi yang
layak dikembangkan untuk pembangkit
listrik
1. Identifikasi potensi panas bumi yang dapat
dikembangkan untuk pembangkit listrik
2. Evaluasi pengembangan dan pemanfaatan
potensi panas bumi
3. Tinjauan sistem pembangkit listrik panas 1. Aspek teknis pembangkit panas bumi dan
Pengembangan Panas Bumi Untuk Menambah Pasokan Tenaga Listrik & Bab I Menyehatkan Konsumsi Energi Nasional
9
bumi dan biaya pokok penyediaan listrik
panas bumi
pengembangan teknologi sumber daya
panas bumi
2. Analisis biaya penyediaan listrik, konsep
penetapan tarif, tinjauan aspek ekonomis
pembangkut panas bumi, pembiayaan
PLTP, biaya pokok pembangkitan listrik
pada sistem yang ada, dan perhitungan
harga jual PLTP
4. Rencana aksi pengembangan panas bumi
dan rekomendasi kebijakan
pengembangan panas bumi
1. Analisis terhadap kebijakan panas bumi,
kebijakan energi nasional, rencana aksi
dan rekomendasi kebijakan
pengembangan panas bumi
Adapun jadwal pelaksanaan kajian dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel I.4 Jadwal Pelaksanaan Kajian Kegiatan Bulan 1 Bulan 2
Bulan 3
Bulan 4
Bulan 5
Bulan 6
Bulan 7
Bulan 8
Pengumpulan bahan dan evaluasi awal
Koordinasi dengan konsultan
Pemeriksaan hasil evaluasi konsultan
Analisa hasil pemetaan
Pemeriksaan pembuatan analisa dan laporan pelaksanaan kajian
Penyusunan rencana aksi dan rekomendasi/ rancangan kebijakan
Konsultasi pemangku kepentingan
Penyempurnaan rencana aksi dan rekomendasi
Pengembangan Panas Bumi Untuk Menambah Pasokan Tenaga Listrik & Bab I Menyehatkan Konsumsi Energi Nasional
10
Pengembangan Panas Bumi Untuk Menambah Pasokan Tenaga Listrik & Bab II Menyehatkan Konsumsi Energi Nasional
10
II. TINJAUAN REGULASI PANAS BUMI DAN
NEGARA PENGEMBANG POTENSI PANAS BUMI
2.1. Perundangan Panas Bumi
Regulasi dalam pengusahaan sumber daya alam panas bumi mencakup beberapa alur
perundangan. Undang-Undang nomor 27 tahun 2003 merupakan perundangan tertinggi
dari alur perundangan yang berlaku untuk pengusahaan sumber daya alam panas bumi.
Secara garis besar Undang-Undang Nomor 27 tahun 2003 menjelaskan bahwa:
a. Panas bumi adalah sumber daya alam yang dapat diperbarui, berpotensi besar, yang
dikuasai oleh negara dan mempunyai peranan penting sebagai salah satu sumber
energi pilihan dalam keanekaragaman energi nasional untuk menunjang pembangunan
nasional yang berkelanjutan demi terwujudnya kesejahteraan rakyat;
b. Pemanfaatan panas bumi relatif ramah lingkungan, terutama karena tidak memberikan
kontribusi gas rumah kaca, sehingga perlu didorong dan dipacu perwujudannya;
c. Pemanfaatan panas bumi akan mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar
minyak sehingga dapat menghemat cadangan minyak bumi;
d. Peraturan perundang-undangan yang sudah ada belum dapat menampung kebutuhan
perkembangan pengelolaan hulu sumber daya panas bumi sehingga undang-undang
tentang panas bumi ini dapat mendorong kegiatan panas bumi bagi kelangsungan
pemenuhan kebutuhan energi nasional;
Tabel 2.1 adalah bagan alur perundangan pengusahaan sumber daya panas bumi.
Pengembangan Panas Bumi Untuk Menambah Pasokan Tenaga Listrik & Bab II Menyehatkan Konsumsi Energi Nasional
11
Tabel 2.1. Pohon Undang-undang Nomor 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi
Pengembangan Panas Bumi Untuk Menambah Pasokan Tenaga Listrik & Bab II Menyehatkan Konsumsi Energi Nasional
12
Setelah undang-undang maka alur hukum yang berlaku adalah PP atau peraturan
pemerintah. PP yang mendasari tentang sumber daya alam panas bumi ada empat yaitu
PP tentang pengusahaan sumber daya panas bumi pasal 9 dan pasal 13 ayat 3, PP tentang
tarif atas jenis penerimaan negara bukan pajak bidang panas bumi pasal 30 ayat 4, dan
PP tentang tata cara penjualan energi panas bumi, harga uap panas bumi.
Peraturan setingkat lebih rendah dari peraturan pemerintah adalah keputusan presiden.
Ada dua keputusan presiden tentang sumber daya panas bumi yaitu rancangan keputusan
presiden tentang tata cara dan persyaratan penugasan kepada pihak lain untuk melakukan
survei pendahuluan, dan rancangan keputusan presiden tentang tata cara dan syarat-syarat
pemindahan IUP.
Keputusan menteri tentang panas bumi ada 10, yaitu:
1. Kepmen tentang penugasan Direktorat Jendral Geologi dan Sumber Daya Mineral
serta Direktorat Jendral Listrik dan Pemanfaatan Energi dalam pengusahaan panas
bumi untuk pembangkitan tenaga listrik.
2. Kepmen tentang tata cara dan syarat-syarat pelaksanaan survei pendahuluan.
3. Kepmen tentang penetapan batas, luas wilayah kerja dan klasifikasi.
4. Kepmen tentang tata cara penjualan energi panas bumi dan harga uap panas bumi.
5. Kepmen tentang tata cara eksplorasi, pengukuran ketinggian, jarak datar dan
koordinat lokasi eksplorasi.
6. Kepmen tentang tata cara studi kelayakan.
7. Kepmen tentang tata cara eksplorasi dan eksploitasi.
8. Kepmen tentang pedoman pelaksanaan pembinaan dan pengawasan usaha
pertambangan panas bumi.
9. Kepmen tentang pedoman dan tata cara penyampaian laporan.
10. Kepmen tentang pengelolaan dan pemanfaatan data dan informasi
Kepmen lain yang membahas tentang panas bumi adalah keputusan menteri keuangan
tentang pembebasan bea masuk atas impor barang untuk kegiatan pengusahaan panas
bumi berdasarkan kontrak sebelum berlakunya Undang-Undang nomor 27 tahun 2003
tentang panas bumi. Dimana kepmen ini berisi :
Pengembangan Panas Bumi Untuk Menambah Pasokan Tenaga Listrik & Bab II Menyehatkan Konsumsi Energi Nasional
13
a. Bahwa ketentuan yang mengatur mengenai kegiatan Pengusahaan Panas Bumi yang
sudah berjalan sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2003 tentang
Panas Bumi diatur oleh ketentuan perundang-undangan yang mengacu pada Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1971 tentang Perusahaan Pertambangan Minyak Dan Gas
Bumi Negara
b. Bahwa berdasarkan Pasal 41 Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2003 tentang Panas
Bumi, semua kontrak kerja sama Pengusahaan Panas Bumi yang telah ada sebelum
berlakunya Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2003 dinyatakan tetap berlaku sampai
dengan berakhirnya masa kontrak
c. Bahwa dalam kontrak mengenai Pengusahaan Panas Bumi sebagaimana dimaksud
dalam huruf b, dinyatakan bahwa beban Bea Masuk yang berkaitan dengan impor
barang operasi menjadi tanggungan Pemerintah, sehingga dipandang perlu untuk
memberikan pembebasan Bea Masuk atas impor barang operasi dimaksud
d. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, dan c,
perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pembebasan Bea Masuk Atas
Impor Barang Untuk Kegiatan Pengusahaan Panas Bumi Berdasarkan Kontrak
Sebelum Berlakunya Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi
Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 2288 k/07/KEM/2008 tentang
perubahan atas Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 1762
K/07/MEM/2007 tentang pengamanan objek vital nasional 01 sektor energi dan sumber
daya mineral merupakan dasar pengembangan wilayah yang menimbang :
a. Bahwa berdasarkan evaluasi, beberapa kawasan/lokasi/bangunan/instalasi dan usaha
di sektor energi dan sumber daya mineral perlu ditetapkan sebagai Obyek Vital
Nasional dan beberapa Obyek Vital Nasional yang telah ditetapkan tidak lagi
memenuhi kriteria sebagai Obyek Vital Nasional
b. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu
mengubah Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1762
Kl07/MEM/2007 tentang Pengamanan Obyek Vital Nasional di Sektor Energi dan
Sumber Daya Mineral
Pengembangan Panas Bumi Untuk Menambah Pasokan Tenaga Listrik & Bab II Menyehatkan Konsumsi Energi Nasional
14
Tabel 2.2. Regulasi yang mengatur sistem pengembangan Panas Bumi di Indonesia
Pihak Posisi Hukum
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral UU No 27 tahun 2003 tentang Panas Bumi
UU No 15 tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan
Menteri Keuangan – Pusat Pengelolaan
Risiko Fiskal (PPRF)
Paraturan Presiden No 67 tahun 2005 tentang
Peraturan Menteri Keuangan No 38 tahun 2006
tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengendalian dan
Pengelolaan Risiko atas Penyediaan
Infrastruktur
Gubernur atau Bupati/Walikota di daerah
Wilayah Usaha Panas Bumi
UU No 27 tahun 2003 tentang Panas Bumi
UU No 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah
Menteri Kehutanan UU No 41 tahun1999 tentang Kehutanan
Project off taker (PLN) UU No 40 tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas
UU No 19 tahun 2003 tentang BUMN
Project Sponsor / Pengembang Swasta UU No 40 tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas
UU No. 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal
Anggaran Dasar Korporat
Pada gambar 2.1. memperlihatkan urutan pekerjaan pembangunan Pembangkit Listrik
Panas Bumi beserta peran pemerintah didalamnya. Ketika terdapat potensi energi panas
Pengembangan Panas Bumi Untuk Menambah Pasokan Tenaga Listrik & Bab II Menyehatkan Konsumsi Energi Nasional
15
bumi disuatu tempat, maka perlu dilakukan survai pendahuluan yang selanjutnya setelah
diketahui besarnya potensi tersebut dilakukan lelang WKP. Survei ini bisa dilakukan oleh
Pemerintah, Pemda atau Swasta. Urutan selanjutnya adalah Eksplorasi, Studi Kelayakan
dan Eksploitasi, dimana Badan yang tersebut harus memiliki Izin Usaha Pertambangan
Panas Bumi.
Gambar 2.1. Urutan Pekerjaan Pengembangan Panas Bumi
Berikut pada gambar 2.2. Langkah-langkah Pengembangan Pansan Bumi termasuk badan
yang mempunyai kewenanangan didalamnya.
LANGSUNG
MINERAL IKUTAN
LISTRIK
EKSPLOITASI EKSPLORASI SURVAI
PENDAHULUAN
STUDI
KELAYAKAN
PEMERINTAH/
BADAN USAHA
POTENSI ENERGI
PANASBUMI
PEMANFAATAN
PANASBUMI OPTIMAL
SDM, TEKNOLOGI, PERATURAN
DATA DAN INFORMASI
IZIN USAHA PERTAMBANGAN PANASBUMI IUPU
PERDA
IUPL
PENUGASAN
BUMN, BUMD, SWASTA, KOPERASI PEMERINTAH/
PEMDA/ SWASTA
(IUP)
LELANG WKP LELANG WKP
Pengembangan Panas Bumi Untuk Menambah Pasokan Tenaga Listrik & Bab II Menyehatkan Konsumsi Energi Nasional
16
Gambar 2.2. Kewenangan Badan
Langkah-langkah pengembangan Panas bumi adalah sbb. :
a. Eksplorasi, terdiri dari:
Survei Pendahuluan
Eksplorasi Rinci
Studi Kelayakan
a. Site Development, terdiri dari:
a. Perizinan
b. Pemboran Sumur Produksi
c. Sistem Pengelolaan Uap (Steam Gathering)
d. Pembangkit Listrik dan Konstruksi
e. Transmisi
Operasi dan Perawatan, terdiri dari :
Biaya Operasional
Survei
Pendahuluan ( S P )
Wilayah Kerja
Pertambangan ( W K P )
Menteri Departemen
Instansi Koordinasi
menetapkan
Pemerintah Pemerintah
Daerah
Pihak Lain
(Badan Usaha)
Panitia Lelang
Lelang
* SP Pemerintah
Lelang
*SP Pihak Lain
(first right refusal)
PPOOTTEENNSSII EENNEERRGGII PPAANNAASS BBUUMMII
LELANG WKP
Pemenang
Lelang
APBN APBD Biaya Sendiri
mekanism
Membentuk (sesuai
kewenangan)
Harga
Penawaran
Uap/Listrik
Membayar
harga dasar data atau
kompensasi data
I U P
- Eksplorasi -Studi Kelayakan
Pembinaa
n dan
Pengawasan
Gubernur
Bupati/Walikota
Menjalankan
Hak dan Kewajiban
Pembinaan dan Pengawasan
Penugasan
Menetapkan:
- harga dasar data
- dan kompensasi data
-
harga patokan uap/listrik
Pemanfa
Pengembangan Panas Bumi Untuk Menambah Pasokan Tenaga Listrik & Bab II Menyehatkan Konsumsi Energi Nasional
17
Pemeliharaan Pembangkit Listrik
Membuat Sumur Tambahan (Make Up Well)
Mekanisme ijin usaha pertambangan (IUP) Panas Bumi dapat dilihjat pada gambar 2.3.
WKP ditetapkan oleh Menteri melalui proses lelang yang dapat dilakukan oleh
Pemerintah Pusat, Gubernur atau Bupati/Walikota. Dimana urutannya adalah sbb. :
Menyusun jadual dan menetapkan tempat pelaksanaan lelang WKP;
Menyiapkan dokumen lelang;
Membuka rekening bank untuk kebutuhan penyimpanan/transfer uang jaminan lelang
Mengumumkan pelelangan WKP Panas Bumi di media cetak nasional dan regional
serta papan pengumuman;
Menilai kualifikasi Badan Usaha melalui prakualifikasi;
Melakukan evaluasi terhadap penawaran yang diajukan oleh peserta lelang;
Mengusulkan calon pemenang;
Membuat Berita Acara Pelelangan WKP;
Untuk Wilayah Kerja lintas Provinsi dibentuk oleh Menteri;
Untuk Wilayah Kerja lintas Kabupaten/Kota dibentuk oleh Gubernur;
Untuk Wilayah Kerja yang berada di wilayah Kabupaten/Kota dibentuk oleh
Bupati/Walikota
Apabila Kabupaten/Kota atau Provinsi belum mampu menyelenggarakan proses
pelelangan WKP di wilayahnya, maka Bupati/Walikota atau Gubernur dapat meminta
kepada Gubernur/Menteri untuk melaksanakan proses pelelangan
Pengembangan Panas Bumi Untuk Menambah Pasokan Tenaga Listrik & Bab II Menyehatkan Konsumsi Energi Nasional
18
Gambar 2.3. Mekanisme IUP
Setelah ditetapkan pemenang lelang oleh Menteri/Gubernur maka hasil proses lelang
diserahkan kembali kepada Gubernur/Bupati/Walikota untuk diproses perijinannya
Badan usaha yang didirikan dan berkedudukan dalam wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku;
Konsorsium dalam bentuk kerjasama antara badan usaha nasional dengan perusahaan
lain (dalam negeri ataupun luar negeri) dengan melampirkan bukti perjanjian
kerjasama pembentukan konsorsium dengan perusahaan rekanannya dan menyertakan
data administrasi perusahaan rekanannya di dalam dokumen penawarannya;
Memiliki sumber daya manusia, modal, peralatan dan fasilitas lain yang diperlukan
untuk kelancaran pelaksanaan kegiatan;
Telah terdaftar di Sekretariat Panitia Lelang dan memiliki dokumen lelang yang resmi
dikeluarkan oleh Panitia Lelang;
WKP
(ditetapkan Menteri)
PEMERINTAH
Pemerintah Pusat
Gubernur
Bupati/Walikota
PROSES LELANG
WKP
Pemerintah Pusat
Gubernur
Bupati/Walikota
PEMENANG LELANG IJIN USAHA PERTAMBANGAN (IUP)
PANAS BUMI
Pemohon IUP / Peserta Lelang
Pengembangan Panas Bumi Untuk Menambah Pasokan Tenaga Listrik & Bab II Menyehatkan Konsumsi Energi Nasional
19
Bersedia membayar kompensasi data hasil pelaksanaan penugasan survei
pendahuluan (awarded compensation) berdasarkan laporan pelaksanaan, laporan
keuangan dari pihak yang telah melaksanakan;
Telah menyetorkan jaminan lelang sebagai syarat keikutsertaan dalam proses
pelelangan
Tabel 2.3. Objek Vital Nasional Subsektor Panas Bumi
No Nama Obvitnas Pengelola Lokasi Provinsi 1 Panas Bumi Chevron
Geothermal Gunung Salak, Ltd
PT Chevron Geothermal Indonesia
Jawa Barat
2 Panas Bumi Chevron Geothermal Gunung Drajat, Ltd
PT Chevron Geothermal Indonesia
Jawa Barat
3 Panas Bumi Star Energi, Wayang Windu
PT Magma Nusantara
Jawa Barat
4 Panas Bumi Pertamina Geothermal Energy Area Kamojang
PT Pertamina Geothermal Energy
Jawa Barat
5 Panas Bumi Pertamina Geothermal Energy Area Lahendong
PT Pertamina Geothermal Energy
Sulawesi Utara
6 Panas Bumi Geo Dipa Energy, Wonosobo
PT Geo Dipa Energy
Jawa Tengah
7 Panas Bumi Pertamina Geothermal Energy Area Sibayak
PT Pertamina Geothermal Energy
Sumatera Utara
2.2 Analisis Road Map Sumber Daya Panas Bumi
Gambar 2.4 adalah peta persebaran sumber panas bumi di Indonesia. Ada 253 lokasi
sumber panas bumi dengan total energi listrik yang potensial untuk dibuat sebesar 27.791
MW. Sampai akhir April 2008 Indonesia memproduksi listrik dari panas bumi hanya
sekitar 3,74 % atau sebesar 1.042 MW. Hal ini terlihat dari gambar dibawah ini.
Pengembangan Panas Bumi Untuk Menambah Pasokan Tenaga Listrik & Bab II Menyehatkan Konsumsi Energi Nasional
20
Gambar 2.4. Peta persebaran sumber panas bumi di indonesia
Gambar 2.5. Road Map Geothermal
Alur target pembangunan panas bumi sampai tahun 2025 yang mempunyai kapasitas
terpasang sebesar 9.500 MW sebagai berikut:
Tahun 2004, kapasitas terpasang 822 MW
Tahun 2008, penambahan kapasitas terpasang sebesar 1.193 MW
Tahun 2012, terjadi penambahan kapasitas sebesar 1.442 MW
SALAK 375 MW
DARAJAT 255 MW
WAY. WINDU I
PATUHA 400 MW
KARAHA 400 MW
KAMOJANG 200 MW
DIENG 60 MW
SEULAWAH
AGAM
SIBAY
AK
ULUBELU 110 MW
SARUL
A
LUMUT BALAI
ULUMBU 10 MW
MATALOKO 2.5 MW
LAHENDONG I –
II
BEDUGUL 175 MW
UNGARAN 50 MW
TAMPOMAS 50 MW
NGEBEL 120 MW
JAILOLO 75 MW
WAY. WINDU II
CISOLOK
T.PERAHU 100 MW
JABOI 50 MW
SOKORIA 30 MW
Pengembangan Panas Bumi Untuk Menambah Pasokan Tenaga Listrik & Bab II Menyehatkan Konsumsi Energi Nasional
21
Tahun 2016, terjadi penambahan lagi sebesar 1.158 MW
Dan pada tahun 2020, terjadi penambahan 1.400 MW
2.3 Negara Pengguna Panas Bumi
Tabel 2.4. adalah data potensi panas bumi yang dimiliki oleh negara di dunia dan
terlihat bahwa Indonesia memiliki potensi panas bumi yang terbesar.
Tabel 2.4. Negara yang memiliki potensi panas bumi
Negara No. Of Volcanoes Reserves (Mwe)
Indonesia 150 27.791
USA 133 23.000
Japan 108 20.540
Philippines 53 6.000
Mexico 35 6.000
Iceland 33 5.800
New Zealand 19 3.650
Italy 14 3.267
Namun berdasarkan alur target pembangunan panas bumi sampai tahun 2025
hanya mencapai 34,2 persen dari total energi panas bumi yang dimiliki oleh Indonesia.
2.3.1 Jepang
Gambar 2.6. di bawah ini adalah grafik pembangkit listrik tenaga panas bumi yang
dimiliki Jepang dalam kurun waktu 40 tahun. Dalam sepuluh tahun terakhir telah
meningkatkan kapasitas terpasang dari panas bumi yaitu sebesar 1,42 kali.
Pengembangan Panas Bumi Untuk Menambah Pasokan Tenaga Listrik & Bab II Menyehatkan Konsumsi Energi Nasional
22
Gambar 2.6. Pembangkit energi panas bumi di Jepang
2.3.2 Filipina
Gambar 2.7. adalah potensi geotermal yang ada di negara Filipina dan telah
dikembangkan oleh pemerintah Filipina. Potensi panas bumi yang dimiliki Filipina
sebesar 6.000 MW.
Pengembangan Panas Bumi Untuk Menambah Pasokan Tenaga Listrik & Bab II Menyehatkan Konsumsi Energi Nasional
23
Gambar 2.7. Potensi panas bumi di Filipina
Gambar 2.8. adalah grafik peningkatan kapasitas panas bumi yang ada di negara
Filipina dalam kurun waktu 30 tahun. Pada tahun 2007 kapasitas panas bumi yang
dimiliki Filipina meningkat 2,18 kali lipat dari tahun 1984. Kapasitas pada tahun 2007
lebih besar dari pada kapasitas negara Indonesia. Padahal potensi panas bumi yang
dimiliki Indonesia jauh lebih besar atau sekitar 4,5 kali lipat potensi panas bumi di
Filipina.
49.37 MW N. Negros
426 MW MakBan
330 MW Tiwi
150 MW BacMan
104 MW Mindanao
192.5 MW S. Negros
708 MW Leyte
Pengembangan Panas Bumi Untuk Menambah Pasokan Tenaga Listrik & Bab II Menyehatkan Konsumsi Energi Nasional
24
0 3 220
894
1951
0
500
1000
1500
2000
pre-70s 1977 1979 1984 2007
INCREASED GEOTHRMAL CAPACITY (in MW)
Gambar 2.8. Kurva peningkatan kapasitas panas bumi di Filipina
2.3.3 Selandia Baru
Gambar 2.9 adalah grafik peningkatan kapasitas panas bumi yang ada di negara
Selandia Baru dalam kurun waktu 60 tahun. Pada tahun 2008 kapasitas terpasang panas
bumi yang dimiliki Selandia Baru adalah sebesar 12,2 persen dari total kapasitas panas
bumi yang dimiliki Selandia Baru. Nilai ini menunjukkan bahwa Selandia Baru sudah
cukup berkomitmen dalam pemanfaatan panas bumi sebagai energi alternatif.
Gambar 2.9 Kurva peningkatan kapasitas panas bumi di Selandia Baru
Pengembangan Panas Bumi Untuk Menambah Pasokan Tenaga Listrik & Bab III Menyehatkan Konsumsi Energi Nasional
25
III. RENCANA AKSI PENGEMBANGAN
PANAS BUMI
Kebijakan dan Regulasi Berkaitan dengan Panas Bumi
Perkembangan panas bumi di Indonesia mengalami pasang surut, antara lain akibat
adanya kekurangpastian hukum bagi pengusaha disertai oleh krisis ekonomi yang
mempengaruhi aspek komersial sehingga menambah risiko dalam berinvestasi. Faktor
lainnya saat ini yang mempengaruhi antara lain keamanan (country risk), sistem
pembayaran dalam rupiah (dimana nilai tukarnya berfluktuasi mengikuti pasar), tarif
dasar listrik (masih di bawah harga produksi), daya beli masyarakat yang rendah,
kebijakan fiskal dan contract sancity dengan konsistensi dan sanksi yang tegas.
Pengembangan sumber daya panas bumi pada awalnya merupakan bagian dari
pelaksanaan diversifikasi energi seperti digariskan oleh KUBE (1982, 1998). Selain itu
terkait pula dengan kebijakan pengembangan ketenagalistrikan nasional dan kemudian
mengacu pada kebijakan otonomi daerah tentang Kewenangan Pemerintah dan
Kewenangan Propinsi sebagai daerah otonom.
Sesuai dengan perkembangan keadaan dan untuk meningkatkan peran panas bumi dalam
energi-mix nasional terutama bagi penyediaan tenaga listrik, maka Pemerintah telah
menerbitkan Keppres 76/2000 sebagai pengganti Keppres No. 22/1981 yang telah diubah
menjadi Keppres No. 45/1991 dan Keppres No. 49/1991 tentang perlakukan Pajak
Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pungutan pungutan lainnya terhadap
pelaksana Kuasa dan Izin Pengusahaan Panas Bumi untuk Pembangkitan Tenaga Listrik.
Dalam Keppres ini sumber daya panas bumi didefinisikan sebagai sumber daya alam
terbarukan dan ramah lingkungan, yang tersimpan dalam lapisan kerak bumi, berasal dari
Pengembangan Panas Bumi Untuk Menambah Pasokan Tenaga Listrik & Bab III Menyehatkan Konsumsi Energi Nasional
26
pemanasan oleh magma terhadap fluida (air, uap, gas) dan untuk pemanfaatannya
diperlukan proses penambangan.
Tabel 3.1. Potensi Panas Bumi Indonesia
Sumber : Ditjen Minerbapabum, DESDM
Produk yang dihasilkan dari sumber daya panas bumi adalah energi, air dan mineral.
Oleh sebab itu tidak hanya untuk tenaga listrik, energi panas bumi dapat juga dipakai
untuk kepentingan langsung. Selanjutnya peraturan ini memberikan kewenangan kepada
Pemerintah untuk melakukan eksplorasi, dapat dilakukan sampai tahapan cadangan
terbukti (proven reserve). Pengembangan selanjutnya untuk tenaga listrik dilakukan oleh
investor swasta secara kompetisi. Setidaknya peran pemerintah ini dimaksudkan untuk
mengurangi risk investor.
Pengembangan Panas Bumi Untuk Menambah Pasokan Tenaga Listrik & Bab III Menyehatkan Konsumsi Energi Nasional
27
Perubahan yang mendasar setelah terbitnya Keppres tersebut pengelolaan panas bumi
sepenuhnya dilakukan oleh Pemerintah, sedangkan fungsi Pertamina di bidang panas
bumi hanya sebagai suatu badan perusahaan kecuali bagi kontrak-kontrak yang sudah dan
masih berjalan. Hal ini dipertegas lagi dengan terbitnya UU Minyak dan Gas Bumi No.
22/2001 bahwa setelah Badan Pelaksana terbentuk harus direstrukturisasi menjadi
Persero dimana fungsinya sama dengan perusahaan sejenis lainnya.
Sebagai tindak lanjut perubahan tersebut maka pengalihan pengelolaan panas bumi diatur
melalui Kepmen Energi dan Sumber Daya Mineral No.667 K/11/MEM/2002 , yang pada
dasarnya menyatakan bahwa :
a. Tugas pengaturan, pembinaan dan pengawasan untuk kegiatan eksplorasi, eksploitasi
dan pengembangan sumber daya panas bumi diserahkan kepada Direktorat Jenderal
Geologi dan Sumberdaya Mineral (DJGSM).
b. Tugas pengaturan, pembinaan dan pengawasan untuk kegiatan pembangkitan tenaga
listrik Energi Panas Bumi diserahkan kepada Direktorat Jenderal Listrik dan
Pemanfaatan Energi (DJLPE).
Untuk mempertegas lagi kebijakan pemerintah tentang pengembangan energi panas bumi,
maka dikeluarkan payung undang-undang yang khusus mengatur tentang panas bumi
yaitu Undang-undang Nomor 27 tahun 2003 tentang Panas Bumi. Dalam undang-undang
ini sedikitnya ada lima hal yang diatur :
1. Proses pengembangan bisnis panas bumi
Prosesnya meliputi survey umum, eksplorasi, studi kelayakan, ekploitasi,
pemanfaatan
2. Pemanfaatan langsung panas bumi
3. Pemanfaatan tidak langsung panas bumi
4. Penentuan wilayah kerja pertambangan (WKP)
5. Proses pemberian izin usaha panas bumi (IUP).
Pengembangan Panas Bumi Untuk Menambah Pasokan Tenaga Listrik & Bab III Menyehatkan Konsumsi Energi Nasional
28
Untuk lebih memperjelas hal-hal yang tercantum dalam UU No. 27 tahun 2003,
pemerintah kemudian mengeluarkan PP No. 59 tahun 2007 tentang kegiatan usaha panas
bumi.
Berkaitan dengan harga jual tenaga listrik dari panas bumi, Pemerinta telah mengeluarkan
beberapa peraturan diantaranya:
a. Kepmen ESDM No.1122K/30/MEM/2002
Tentang pembelian tenaga listrik dari pembangkit skala kecil tersebar. Kebijakan ini
dikeluarkan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan
tenaga listrik. Pengelolaannya dilakukan oleh pelaku usaha kecil dengan kapasitas
pembangkit
1 MW tiap pembangkit. Lokasi pembangkit ini terjangkau jaringan
rendah atau jaringan menengah PLN. Untuk pembangkit ini, PLN dapat membeli
listriknya dengan patokan harga sebagai berikut :
0,8 X HPP TM atau 0,6 X HPP TR
b. Permen ESDM No.2 /2006
Tentang pembangkit listrik skala menengah menggunakan energi terbarukan.
Pengelolaannya dilakukan oleh badan usaha dengan kapasitas pembangkit 1< PSM
10 MW tiap pembangkit. Lokasi pembangkit ini terjangkau jaringan rendah atau
jaringan menengah PLN. Untuk pembangkit ini, PLN dapat membeli listriknya
dengan patokan harga sebagai berikut :
80% X HPP jika terkoneksi dengan jaringan TM PLN
atau
60% X HPP jika terkoneksi dengan jaringan TR PLN
c. Peraturan Menteri ESDM Nomor 14 Tahun 2008
Tentang Harga Patokan Penjualan Tenaga Listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga
Panas Bumi. Dalam peraturan ini secara jelas disebutkan patokan tertinggi harga jual
Pengembangan Panas Bumi Untuk Menambah Pasokan Tenaga Listrik & Bab III Menyehatkan Konsumsi Energi Nasional
29
listrik dari PLTP yaitu sebesar 85% Biaya Pokok Penyediaan (BPP) untuk kapasitas
10-55 MW baik di sisi tegangan tinggi ataupun tegangan menengah dan sebesar 80%
BPP untuk kapasitas di atas 55 MW di sisi tegangan tinggi. Hal ini merupakan salah
satu upaya transparansi dalam mendorong investasi pengembangan energi panas bumi
di Indonesia.
3.2. Peluang dan Tantangan Pengembangan Panas Bumi
Terjadinya krisis ekonomi pada tahun 1997 menyebabkan rencana pengembangan
lapangan-lapangan tersebut tidak dapat direalisasikan. Melalui Keppres No. 39/1997
pemerintah menunda dan menghentikan proyek-proyek panas bumi yang telah
mempunyai komitmen dengan PT. PLN. Dengan melonjaknya nilai tukar Dollar terhadap
Rupiah, PT. PLN sebagai “single buyer” tidak mampu membeli listrik yang akan
dihasilkan dari lapangan-lapangan panas bumi tersebut karena harga listrik yang telah
disepakati bersama didalam kontrak dinyatakan dalam mata uang US$, sementara PT.
PLN menjual listrik kepada konsumen dalam mata uang Rupiah.
Sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta untuk memberikan landasan hukum bagi
langkah-langkah pembaharuan dan penataan kembali penyelenggaraan pengelolaan dan
pemanfaatan sumber daya panas bumi, Presiden Republik Indonesia pada tanggal 22
Oktober 2003 mensahkan Undang-undang No. 27/2003 tentang Panas Bumi. Undang-
undang tersebut dibuat dengan dasar pertimbangan:
a) Panas bumi adalah sumber daya alam yang dapat diperbarui, berpotensi besar, yang
dikuasai oleh negara dan mempunyai peranan penting sebagai salah satu sumber
energi pilihan dalam keanekaragaman energi nasional untuk menunjang
pembangunan nasional yang berkelanjutan demi terwujudnya kesejahteraan rakyat
b) Pemanfaatan panas bumi relatif ramah lingkungan, terutama karena tidak
memberikan kontribusi gas rumah kaca, sehingga perlu didorong dan dipacu
perwujudannya
Pengembangan Panas Bumi Untuk Menambah Pasokan Tenaga Listrik & Bab III Menyehatkan Konsumsi Energi Nasional
30
c) Pemanfaatan panas bumi akan mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar
minyak sehingga dapat menghemat cadangan minyak bumi
d) Peraturan perundang-undangan yang sudah ada belum dapat menampung kebutuhan
perkembangan pengelolaan hulu sumber daya panas bumi sehingga undang-undang
tentang panas bumi ini dapat mendorong kegiatan panas bumi bagi kelangsungan
pemenuhan kebutuhan energi nasional
3.3. Permasalahan Pengusahaan Panas Bumi
Risiko-risiko yang ada dalam pengembangan panas bumi dapat bagi menjadi 2 (dua)
macam yaitu :
(1). Risiko Teknis, yang antara lain terdiri dari :
Risiko berkaitan dengan sumber daya, seperti kemungkinan tidak ditemukannya
sumber energi panas bumi maupun besarnya cadangan yang kecil/tidak komersial
(resource risk)
Risiko dalam pembebasan lahan untuk steam field dan PLTP (construction risk)
(2). Risiko Non-Teknis, yang antara lain terdiri dari :
Risiko atas perubahan pasar dan harga (market access and price risk)
Risiko pada kepastian hukum dan kebijakan pemerintah (legal and regulatory
risk)
Risiko pada perubahan nilai tukar dan inflasi (exchange rate and inflation risk)
Melihat perkembangan PLTP di Indonesia yang rendah di mana persentase
penggunaannya untuk tenaga listrik saat ini masil kecil, hal ini dapat terlihat pada gambar
3.1.
Pengembangan Panas Bumi Untuk Menambah Pasokan Tenaga Listrik & Bab III Menyehatkan Konsumsi Energi Nasional
31
Gambar 3.1. Konfigurasi Pengusahaan Tenaga Listrik Indonesia oleh PT. PLN
Mengacu kepada sumber-sumber yang ada,maka permasalahan pengusahaan panas bumi
adalah sebagai berikut :
1. Adanya ketentuan yang bertentangan dalam perlakuan perpajakan atas kegiatan
industri panas bumi di Indonesia, khususnya ketentuan mengenai pembebasan PDRI
2. Adanya ketentuan yang bertentangan dan tumpang tindih antara peraturan perundang-
undangan otonomi daerah dan JOC (Joint Operation Contract atau Kontrak Operasi
Bersama) yang telah ditandatangani oleh Pertamina (sebagai wakil pemerintah) dan
Kontraktor Panas Bumi
3. Adanya ketidakpastian hukum bagi pengembang panas bumi yang telah ada sebelum
UU No. 27/2003 tentang Panas Bumi, untuk mengelola proyek panas bumi secara
total, sehubungan dengan adanya kewajiban untuk mengembalikan Wilayah Kerjanya
apabila belum memulai eksploitasi hingga 21 Oktober 2010 sebagaimana diatur
dalam PP No. 59/2007 tentang Kegiatan Usaha Panas Bumi
Pengembangan Panas Bumi Untuk Menambah Pasokan Tenaga Listrik & Bab III Menyehatkan Konsumsi Energi Nasional
32
4. Berdasarkan PP No. 59/2007, tidak ada kepastian hukum bagi pemegang IUP untuk
melakukan proyek panas bumi secara total dari kegiatan hulu sampai hilir karena
perlu mendapatkan izin usaha ketenagalistrikan untuk dapat melakukan kegiatan
pemanfaatan tidak langsung untuk tenaga listrik dan pemanfaatan langsung
5. Adanya larangan bagi para pengembang panas bumi untuk beroperasi di wilayah
hutan cagar alam dan hutan lindung berdasarkan UU No. 41/1999 tentang Kehutanan,
padahal dalam JOC hal ini diperbolehkan seizin Menteri Kehutanan
6. PP No. 85/1999, Tabel 2 Daftar Limbah B3 dari Sumber yang Spesifik menyebutkan
bahwa serpih bor (drillcutting) digolongkan sebagai limbah B3 (hazardous waste),
sementara kegiatan pemboran lapangan panas bumi yang menggunakan "water based
mud" dan dapat dibuktikan melalui analisis laboratorium dan uji karakteristik limbah,
memperlihatkan bahwa drillcutting tidak memiliki karakteristik limbah B3
7. Pengalihan bentuk perusahaan PERTAMINA menjadi PT. Pertamina (Persero)
mengakibatkan timbulnya kesulitan dalam mendapatkan fasilitas kemudahan
perizinan yang dahulu diperoleh oleh PERTAMINA sebagai pemegang kuasa
pertambangan
8. Harga tarif jual energi listrik yang relatif rendah tidak seimbang dengan pengusahaan
panas bumi yang memerlukan permodalan yang besar (capital intensive), berisiko
tinggi (high risk industry), membutuhkan teknologi canggih dan membutuhkan
keahlian memadai (hi-tech and skill required), serta mempunyai jaringan pemasaran
yang terbatas (limited market) sehingga kurang diminati oleh para investor.
Dengan dukungan regulasi maupun kebijakan serta tuntutan kebutuhan tenaga listrik
maka sudah sewajarnya pengembangan panas bumi sebagai sumber energi listrik akan
mendapat sambutan baik dari investor. Akan tetapi pada kenyataannya hal itu tidaklah
mudah mengingat adanya hambatan ataupun tantangan dalam pengembangan panas bumi.
Pengembangan Panas Bumi Untuk Menambah Pasokan Tenaga Listrik & Bab III Menyehatkan Konsumsi Energi Nasional
33
Tabel 3.2. WKP Telah Produksi
Sumber : Ditjen Minerbapabum, DESDM
Tabel 3.3. Wilayah Penugasan Survei Pendahuluan
Sumber : Ditjen Minerbapabum, DESDM
Pengembangan Panas Bumi Untuk Menambah Pasokan Tenaga Listrik & Bab III Menyehatkan Konsumsi Energi Nasional
34
Tabel 3.4. WKP Panas Bumi Baru
Sumber : Ditjen Minerbapabum, DESDM
Melihat kondisi pengembangan energi di Indonesia, perlu dicari langkah-langkah nyata
dan serius dalam pengembangan dan pemanfaatan panas bumi karena :
1. Panas bumi merupakan salah satu sumber energi baru yang dapat diperbaharui
(renewable resources)
2. Panas bumi relatif bersih (ramah lingkungan). Energi bersih ini(emisi lebih sedikit) –
sebuah mandat dari Kyoto Protocol (insentif tersedia melalui CDM)
3. Potensi energi panas bumi di Indonesia sangat besar
4. Panas bumi tidak dapat di-ekspor/impor sehingga memberikan prioritas yang lebih
besar terhadap penggunaan energi panas bumi di dalam negeri
5. Uap panas bumi tidak dapat diperdagangkan (aman dari kelangkaan, fluktuasi harga
pasar dan kenaikan harga jangka panjang dan suplai yg aman)
3.4. Langkah Aksi
Berdasarkan permasalahan tersebut diatas, maka perlu langkah-langkah aksi yang harus
diambil diantaranya:
Pengembangan Panas Bumi Untuk Menambah Pasokan Tenaga Listrik & Bab III Menyehatkan Konsumsi Energi Nasional
35
1. Mengembangkan mekanisme harga keekonomian energi, sehingga energi baru
terbarukan dapat bersaing dengan energi fosil yang sampai saat ini masih mendapat
subsidi yang cukup besar
2. Meningkatkan keamanan pasokan energi dengan memperhatikan aspek lingkungan,
hal ini akan mendorong pengembangan energi yang ramah lingkungan, salah satunya
energi panas bumi
3. Menerapkan prinsip-prinsip good governance dan transparansi dalam rangka
mendorong investasi di sektor energi panas bumi
4. Meningkatkan pemberdayaan stakeholders termasuk didalamnya pemerintah daerah,
masyarakat dan anggota legislatif dalam pengelolaan energi untuk menghindari
penolakan-penolakan terhadap suatu proyek pembangunan infrastruktur energi
(sebagaimana yang terjadi di Provinsi Bali dengan adanya penolakan proyek PLTP
Bedugul)
5. Perlu suatu program khusus seperti Program Percepatan Pembangunan Pembangkit
Listrik dari Sumber Energi Panas Bumi (sebagaimana program pembangunan PLTU
dari Batubara)
Diharapkan kontribusi PLTP menjadi lebih besar dibandingkan dengan tahun tahun
sebelumnya, bahkan sebaiknya PLTP dapat dijadikan salah satu andalan, prioritas atau
unggulan untuk pasokan Tenaga Listrik di Indonesia.
Mengacu pada rencana bauran energi listrik PLN di Indonesia yang ditunjukkan pada
gambar 3.2. konfigurasi bauran energi dari tahun 2009 sampai dengan 2018, yaitu
kontribusi PLTP mulai 5% hingga 12 % pada tahun 2018, maka selayaknya angka PLTP
yang ada pada skenario tersebut merupakan angka yang minimal. Apabila Pemerintah
mencanangkan PLTP merupakan prioritas energi, maka eksploitasi yang sebesar-
besarnya harus dilakukan melalui deregulasi atau regulasi yang sudah ada yang dapat
menunjang sebesar-besarnya pengembangan PLTP ini. Industri PLTP diberlakukan dari
hulu sampai hilir, penelitian-penelitian, kajian-kajian, aturan-aturan yang menunjang
Pengembangan Panas Bumi Untuk Menambah Pasokan Tenaga Listrik & Bab III Menyehatkan Konsumsi Energi Nasional
36
PLTP, insentif bagi pembangunan PLTP, semuanya didukung baik oleh Pemerintah
maupun masyarakatnya.
48%
62% 66% 65% 64% 64% 65% 64% 64% 63%
21%
21%19% 19% 19% 18% 17% 18% 17% 17%5%
5%6% 8% 9% 11% 11% 10% 11% 12%
7%
7%7% 7% 6% 6% 6% 7% 7% 6%
19%
5%2%1%1%1%1%1%1%2%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
COAL GAS GEOTHERMAL HYDRO OIL
Gambar 3.2. Rencana Bauran Energi PLN di Indonesia
Bagaimanapun program ini akan menemukan hambatan yang cukup besar, di mana
beberapa hal yang menjadi hambatan dalam pengembangan energi panas bumi menjadi
sumber energi listrik adalah:
1. Biaya investasi yang tinggi (karena harus ada kegiatan eksplorasi)
2. Harga listrik/kWh dan faktor pengembalian modal
3. Lokasi sumber panas bumi di Indonesia sebagian besar berada di hutan yang
dilindungi (Taman Nasional) dan pemerintah tidak mengijinkan penggunaan hutan
untuk tujuan diluar konservasi hutan itu sendiri. Sebagian besar lokasi sumber panas
bumi berada di wilayah yang terpencil, ketersediaan infrastruktur yang terbatas
menuju lokasi sumber panas bumi menjadi rintangan utama bagi pengembangan
pembangkit listrik tenaga panas bumi.
4. PLN adalah satu-satunya pembeli listrik dari jaringan utama, sehingga pengembalian
investasi panas bumi bergantung pada harga beli oleh PLN
Pengembangan Panas Bumi Untuk Menambah Pasokan Tenaga Listrik & Bab III Menyehatkan Konsumsi Energi Nasional
37
5. Sebagai BUMN, insentif PLN adalah penyediaan listrik yang aman dan handal pada
biaya yang seminim mungkin
6. Pengembang panas bumi memerlukan harga yang merefleksikan nilai keekonomian
dan biaya penyediaan
7. Kenyataan menunjukkan bahwa negosiasi antara pengembang panas bumi dengan
PLN seringkali berlangsung sangat lama, dikarenakan sulitnya mencapai kesepakatan
harga, sehingga negosiasi memang rawan mengalami proses yang berkepanjangan
dan akhirnya menimbulkan opportunity cost tersendiri
8. Alternatif pembangkit dengan jenis energi selain panas bumi saat ini terlihat lebih
menarik berdasarkan pertimbangan minimalisir biaya jangka pendek (menekan
kerugian) bagi PLN
9. Berdasarkan pertimbangan diatas, PLN dapat mengalami kesulitan untuk
menyepakati tingkat harga yang lebih tinggi dari opsi pembangkitan yang berbiaya
terendah
10. Ada gap antara opsi pembangkit least cost jangka pendek dengan nilai keekonomian
dari listrik panas bumi
11. Waktu yang panjang sebelum menghasilkan listrik
12. Risiko hulu yang signifikan karena disamping mekanisme yang panjang juga belum
ada kepastian ijin usaha ketenagalistrikan
13. Biaya investasi pada umumnya berbeda dari lapangan yang satu dengan yang lain
14. Fluktuasi dan tingginya harga minyak dapat mendorong naiknya biaya rig, sehingga
diperlukan kebutuhan investasi yang besar (high risk, high return)
15. Large upfront investment, hal ini dapat dilihat pada gambar 3.3. time schedule
pengusahaan PLTP
Faktor-faktor tersebut diatas akan menentukan biaya dan nilai keekonomian
dari energi
panas bumi dan pada akhirnya akan meningkatkan biaya hulu.
Pengembangan Panas Bumi Untuk Menambah Pasokan Tenaga Listrik & Bab III Menyehatkan Konsumsi Energi Nasional
38
Gambar 3.3. Jadwal Pengusahaan Panas Bumi
Disamping langkah-langkah aksi yang disampaikan sebelumnya, dapat dibuat suatu
ananalisis bahwa, Pemerintah memiliki posisi terbaik untuk mengatasi market failure
(nilai keekonomian panas bumi tidak dapat dipenuhi karena pengambilan keputusan
berbasis kelangsungan operasi usaha jangka pendek). Selain itu kebijakan pemerintah
efektif menjadi bagian dari strategi untuk memecahkan hambatan dalam mencapai target
nasional untuk energy mix (target kontribusi panas bumi). Sehingga langkah aksi berikut
diharapkan dapat mendukung kemajuan pengembangan panans bumi. Adapun langkah
tersebut adalah :
Komitmen politik nasional dan global yang kuat
UU No. 30 Tahun 2007 tentang Energi (promote renewable & clean energy)
UU No. 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi dan PP 59/2007 Pengusahaan Panas
Bumi
Global commitment for promoting clean energy (Clean Development Mechanism
under Kyoto Protocol)
SSiiggnn JJOOCC // EESSCC
RReessoouurrccee
DDeevveellooppmmeenntt
CCoonnssttrruuccttiioonn SSttaarrttss
•• RRooaaddss
••
LLaanndd
PPuurrcchhaassee
AAtt
lleeaasstt
33
RReessoouurrccee FFeeaassiibbiilliittyy SSttuuddyy AApppprroovveedd
SSuubbmmiitt NNoottiiccee ooff IInntteenntt TToo DDeevveelloopp
CCoommmmeerrcciiaall OOppeerraattiioonnss
EEPPCC BBiiddss FFiinnaanncciinngg
PPllaannss
PPrroojjeecctt
CCoonnssttrruuccttiioonn
FFiinnaalliizziinngg CCoossttss
•• CCoonnffiirrmm RReessoouurrccee
CCoommpplleettee CCoonnssttrruuccttiioonn
•• CClloossee FFiinnaanncciinngg
OOnn
FFiinnaall
PPhhaassee
--
PPGGFF
CCoommmmeerrcciiaall OOppeerraattiioonnss
EEPPCC BBiiddss FFiinnaanncciinngg
PPllaannss
PPrroojjeecctt CCoonnssttrruuccttiioonn
CCooaall//GGaass PPoowweerr PPrroojjeecctt
CCoonnssttrruuccttiioonn
SSiiggnn PPPPAA
~~
22
Yrs
CClloossee FFiinnaanncciinngg
CCoonnddiittiioonnss
GGeeootthheerrmmaall PPrroojjeecctt
Pengembangan Panas Bumi Untuk Menambah Pasokan Tenaga Listrik & Bab III Menyehatkan Konsumsi Energi Nasional
39
Departemen Keuangan dan Departemen ESDM segera mempertemukan perwakilan
dari kedua instansi yang belum sepakat yakni Ditjen Pajak dan Ditjen Bea dan Cukai
dalam forum resmi dengan para pengembang panas bumi agar konsisten menghormati
kepastian hukum dan kesucian kontrak yang telah memberikan fasilitas
perpajakan kepada pengembang panas bumi yang mempunyai risiko investasi sangat
tinggi;
Perlu disusun dan dikeluarkannya ketentuan perpajakan khusus oleh Departemen
Keuangan khususnya melalui Ditjen Pajak dan Ditjen Bea dan Cukai terkait dengan
perlakuan perpajakan kegiatan panas bumi, khususnya mengenai perpajakan atas
impor barang-barang untuk pengelolaan panas bumi;
Oleh karena itu perlu identifikasi yang lebih menyeluruh tentang kebutuhan insentif
fiskal yang akan mendorong pertumbuhan industri panas bumi. Terdapat peluang
mengenai perpajakan, yaitu dengan mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan nomor
177/PMK.011/2008 tentang Pembebasan Bea Masuk atas impor barang yang digunakan
untuk kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi serta panas bumi diberikan pembebasan
bea masuk. Selain itu Peraturan Menteri Keuangan Nomor 178/PMK.011/2007 PPN
terutang atas impor barang yang dipergunakan untuk kegiatan usaha eksplorasi oleh
pengusaha hulu migas dan panas bumi, ditanggung pemerintah, dimana kriteria barang
dan bahan yangg diimpor adalah :
a. Belum diproduksi di dalam negeri;
b. Sudah diproduksi di dalam negeri namun belum memenuhi spesifikasi yang
dibutuhkan; atau
c. Sudah diproduksi di dalam negeri namun jumlahnya belum mencukupi kebutuhan
industri.
Hal ini berlaku bagi pengusaha panas bumi yang :
Mengikat kontrak dengan pemerintah RI
Mendapat IUP panas bumi setelah 31 Desember 1994
Mendapat penugasan survey pendahuluan
Pengembangan Panas Bumi Untuk Menambah Pasokan Tenaga Listrik & Bab III Menyehatkan Konsumsi Energi Nasional
40
PMK tersebut haruslah konsisten dilaksanakan oleh seluruh instansi yang terkait, karena
apabila terdapat hambatan didalamnya, mengakibatkan tidak menatrik bagi para investor.
Langkah aksi berikut dapat juga mendukung pengembangan PLTP di Indonesia, yaitu :
1. Pemerintah Pusat, dalam hal ini melalui Departemen ESDM, dan para pengembang
panas bumi, perlu menyelenggarakan forum diskusi resmi dengan Pemerintah Daerah
dana melaksanankannya dengan baik, untuk mendukung pengusahaan panas bumi
yang bermanfaat luas, dan menghormati JOC serta menuntaskan permasalahan bagian
Pemerintah Pusat dan tuntutan Pemerintah Daerah atas royalti melalui peran aktif
yang dipimpin Pemerintah Pusat.
2. Perlu diselenggarakannya forum diskusi antara Departemen ESDM, para
pengembang panas bumi dan Departemen Kehutanan masalah penggunaan Wilayah
Kerja yang masuk dalam wilayah kehutanan agar tercapai kerjasama yang
menguntungkan para pihak secara berkala. Untuk menterjemahkan kewenangan-
kewenangan yang tidak menghambat.
3. Perlu adanya kesamaan pemahaman antara para pengembang panas bumi dan
Departemen Lingkungan Hidup bahwa drillcutting dari kegiatan pemboran yang
menggunakan "water based mud" tidak memiliki karakteristik limbah B3
sebagaimana telah dibuktikan, sehingga drillcutting dapat diperlakukan sebagai
limbah domestik biasa, dan bisa tercapai efisiensi dalam operasi panas bumi
4. Diperlukan adanya suatu Keputusan Menteri ESDM yang menegaskan bahwa
perizinan-perizinan di bidang panas bumi yang diperoleh oleh Pertamina sebagai
pemegang kuasa pertambangan sebelum statusnya beralih menjadi PT. Pertamina
(Persero) tetap akan berlaku dan dihormati oleh setiap badan-badan pemerintahan
yang terkait.
3.5. Langkah Kedepan
1. Pemerintah beserta masyarakat menentukan bahwa PLTP menjadi salah satu andalan
pengembangan energi listrik di Indonesia
2. Pemerintah sudah menetapkan kebijakan yang memberikan arah dalam
pengembangan panas bumi (UU dan PP)
Pengembangan Panas Bumi Untuk Menambah Pasokan Tenaga Listrik & Bab III Menyehatkan Konsumsi Energi Nasional
41
3. Selanjutnya diperlukan kebijakan implementasi sebagai strategi pencapaian arah
tersebut (target pengembangan panas bumi)
4. Diperlukan peraturan pelaksanaan terkait harga patokan dan proses lelang
5. Akselerasi Penetapan WKP dan Pelaksanaan Lelang serta Penugasan Survei
Pendahuluan
6. Membuat adanya kepastian hukum (penerbitan UU 27/2003, PP 59/2007, Permen.
ESDM No.14. / 2008 tentang Harga Patokan Penjualan Tenaga Listrik dari
Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) serta kebijakan lainnya)
7. Memberi insentif (PMK 177/2007 tentang Pembebasan Bea Masuk atas Impor
Barang untuk Kegiatan Usaha Hulu Migas serta Pabum, 178/2007 tentang Pajak
Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah atas Impor Barang untuk Kegiatan Usaha
Eksplorasi Hulu Migas serta Pabum dan PP No. 1/2007 tentang Fasilitas Pajak
Penghasilan untuk Penanam Modal di Bidang Usaha Tertentu dan/atau Daerah-
Daerah tertentu)
8. Memfasilitasi pendayagunaan Carbon Emission melalui Clean Development
Mechanism (CDM)
9. Memfasilitasi daerah melalui koordinasi, sosialisasi dan bimbingan
Dengan terbitnya Peraturan Menteri Esdm No. 14 Tahun 2008 Tentang Harga Patokan
Penjualan Tenaga Listrik Dari Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi, tujuannya adalah:
Untuk lebih mendorong penggunaan sumber daya panas bumi sebagai energi untuk
pembangkitan tenaga listrik secara efesien dan berdaya saing
Untuk melaksanakan PP. No.59 Tahun 2007 Pasal 20 ayat (1), tentang Harga Patokan
Penjualan Tenaga Listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi
Permen ini sebagai pedoman bagi investor dalam memperhitungkan harga penawaran
WKP dan Pemerintah dalam melakukan evaluasi penawaran.
Isi Permen ini menjelaskan tentang Harga Patokan Uap/Listrik dan Pedoman
Penghitungan Harga Uap/ Listrik dari PLTP
Tujuan diatas sebetulnya baik, namun demikian termasuk sulit diimplementasikan
mengingat harga BPP yang bervariasi sangat lebar. BPP yang menarik adanya di Luar
Jawa, namun bebannya sangat rendah, sehingga dari sisi tersebut menjadi tidak menarik
Pengembangan Panas Bumi Untuk Menambah Pasokan Tenaga Listrik & Bab III Menyehatkan Konsumsi Energi Nasional
42
bagi para investor. Oleh karena itu perlu dibuat usulan format baru mengenai Harga
Patokan.
Konsisten terhadap road map pengembangan Panas Bumi 2006 sampai dengan 2025
merupakan bagian langkah aksi yang patut dilaksanakan dengan baik. Oleh karena
pembangunan panas bumi bukan waktu yang pendek, maka dari sekarang sudah
dicanangkan target-target yang harus dilaksanakan. Saat ini kapasitas terpasang panas
bumi mencapai 1042 MW, diharapkan tahun 2010 mencapai 2000 MW dari 1184 MW
WKP yang sudah ada. Apabila target-target ini digenjot dengan langkah-langkah aksi
seperti diatas, maka keyakinan akan tercapainya kesesuaian road map semakin tinggi
bahkan optimis tercapai. Potensi panas bumi Indonesia yang sebesar 27.000 MW perlu
diklarifikasi, karena kepastian tentang potensi ini perlu agar dalam melaksanakan Road
Map tidak terdapat hambatan. Banyaknya potensi panas bumi di area hutan lindung akan
menjadi hal sangat penting tentang jumlah total potensi, karena apabila aturan Hutan
Lindung diberlakukan dengan keras tanpa melihat posisi panas bumi terhadap lingkungan
dan dampak riilnya, maka potensi sebesar 27.000 MW sangat mungkin berkurang banyak.
Sehingga diantara langkah aksi yang penting adalah dengan duduk bersama dengan
Kementerian Negara Lingkungan Hidup serta Kementerian Kehutanan untuk menyatakan
bahwa potensi panas bumi di Indonesia dapat lebih jelas.
Gambar 3.4. Road-map Pengembangan Panas Bumi 2006-2025
11004422
MMWW
22000088
2020
3442 MW
6000
MW
1148 MW WKP yang
ada
2000
MW
1158 MW WKP yang
ada + WKP baru
4600
MW
2010 2012 2016
1442 MW WKP yang
ada
1400 MW WKP baru
22002255
99550000 MMWW
(target)
3500 MW WKP baru
852 MW
2006
RROOAADD--MMAAPP PPEENNGGEEMMBBAANNGGAANN PPAANNAASS BBUUMMII 22000066--22002255
Pengembangan Panas Bumi Untuk Menambah Pasokan Tenaga Listrik & Bab III Menyehatkan Konsumsi Energi Nasional
43
33..66.. KKoonnssiisstteennssii tteerrhhaaddaapp CClleeaann DDeevveellooppmmeenntt MMeecchhaanniissmm ((CCDDMM))
Clean development mechanism (CDM) adalah salah satu mekanisme pada protokol kyoto
yang mengatur negara maju dalam upayanya menurunkan emisi gas rumah kaca.
Mekanisme CDM ini merupakan satu-satunya mekanisme yang terdapat pada protokol
kyoto yang mengikutsertakan negara berkembang. Melalui mekanisme CDM ini,
diharapkan akan memungkinkan adanya transfer teknologi dari negara maju ke negara
berkembang.
Tujuan mekanisme CDM adalah:
a. Membantu negara-negara berkembang dalam mencapai pembangunan yang
berkelanjutan dan untuk berkontribusi pada tujuan utama Konvensi Perubahan Iklim,
yaitu untuk menstabilkan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer.
b. Membantu negara-negara maju agar dapat memenuhi target penurunan emisi
negaranya.
Mekanisme CDM memberikan kesempatan bagi negara maju dalam memenuhi target
penurunan emisi secara fleksibel dan dengan investasi yang tidak terlalu mahal. CDM
memungkinkan pemerintah dan pihak swasta di negara maju untuk mengembangkan
proyek yang dapat menurunkan emisi gas rumah kaca di negara berkembang.
Setelah proyek ini terbukti dapat menurunkan emisi gas rumah kaca, maka negara maju
tersebut akan mendapatkan sebuah kredit yang dinamakan certified emissions reduction
(CER). Kredit yang dihasilkan dari CER ini kemudian akan dihitung sebagai emisi yang
berhasil diturunkan oleh negara maju melalui CDM, yang dapat digunakan untuk
memenuhi target mereka di dalam protokol kyoto.
Melalui proyek CDM, negara maju mendapat keuntungan yaitu dapat melakukan
penurunan emisi dengan harga yang relatif lebih murah jika mereka harus
mengembangkan proyek tersebut di negara mereka sendiri. Selain itu negara berkembang
sebagai tuan rumah proyek CDM mendapatkan keuntungan berupa bantuan keuangan,
transfer teknologi dan pembangunan yang berkelanjutan.
Pengembangan Panas Bumi Untuk Menambah Pasokan Tenaga Listrik & Bab III Menyehatkan Konsumsi Energi Nasional
44
3.6.1 CDM Pada Industri Panas Bumi
Fluida geothermal pada umumnya akan mengandung gas CO2 dan H2S (dalam porsi yang
kecil) akibat secara alamiah fluida bereaksi dengan mineral di dalam reservoir. Besar
kecilnya komposisi gas akan sangat tergantung pada kondisi geologi sehingga akan
berbeda pada tiap lapangan. Sebagian besar dari mineral dan gas yang terkandung dalam
fluida geothermal akan diinjeksikan kembali ke dalam reservoir dan hanya sebagian kecil
yang terlepas ke udara bebas.
International Geothermal Association (IGA) pada tahun 2001 melakukan analisa terhadap
emisi CO2 pada pembangkit-pembangkit geothermal dengan total kapasitas sekitar 4325
Mwe. Hasilnya adalah rata-rata emisi CO2 adalah 110 gram/kWh. Sedangkan pada tahun
yang sama dari 580 MW kapasitas terpasang pembangkit geothermal yang ada di
Indonesia rata-rata emisinya adalah 69.2 gram/kWh. Sedangkan di Philippines dari
kapasitas terpasang 1124 MW emisinya adalah 94.1 gram/kWh. Rata-rata emisi CO2
secara global dari pembangkit geothermal diperkirakan kurang dari 100 gram/kWh.
Adapun sebagai gambaran pelaksanaan proyek CDM Panas Bumi sampai dengan akhir
tahun 2008 di Indonesia adalah sebagai berikut :
Tabel 3.5. Proyek CDM Panas Bumi di Indonesia
1. Darajat III Geothermal Project
Pengusul Proyek:
Chevron Geothemal Indonesia
Status: Registrasi di EB
Lokasi: Garut, Jawa
Kapasitas: 110 MW
Metodologi: ACM0002 “Consolidated
Methodology for grid- connected electricity
generation from renewable sources”
Baseline emission factor (JAMALI): 0.754
tCO2e/thn
Annual Reduksi: 652,173 ton CO2
Total Reduksi: 4,65,211 ton CO2
Pengembangan Panas Bumi Untuk Menambah Pasokan Tenaga Listrik & Bab III Menyehatkan Konsumsi Energi Nasional
45
2. Lahendong II-20 MW Geothermal Project
Pengusul Proyek:
PLN (Perusahaan Listrik Negara)
Status: Proses Registrasi
Lokasi: Tomohan Selatan, Sulawesi Utara
Kapasitas: 20 MW
Metodologi: ACM0002 “Consolidated
Methodology for grid-connected electricity
generation from renewable sources”
Baseline emission factor: 0.901 tCO2e/thn
Annual Reduksi: 59,026 ton CO2
Total Reduksi: 413,184 ton CO2
3. Kamojang Geothermal
Pengusul Proyek:
- PLN (Perusahaan Listrik Negara)
- Pertamina Geothermal Energy
Status: Proses Registrasi
Lokasi: Kamojang, Jawa Barat
Kapasitas: 60 MW
Metodologi: ACM0002 v7 “Consolidated
Methodology for grid-connected electricity
generation from renewable sources”
Baseline emission factor (JAMALI): 0.901
tCO2e/thn
Annual Reduksi: 408,843 ton CO2
Total Reduksi: 2,861,898 ton CO2
Sumber : Kemeneg LH, Presentasi di Workshop Panas Bumi, 7 Agustus 2008
3.6.2 Nilai Karbon
Kyoto Protocol menyediakan allowance untuk trading emisi antar negara akan tetapi
pemerintah tiap negara akan memutuskan apakah perusahaan-perusahaan di negara
mereka diperbolehkan ikut jual beli pada pasar terbuka atau tidak. Penerapan pajak emisi
CO2 di suatu negara adalah salah satu mekanisme yang tersedia untuk pemerintah dalam
mengendalikan tingkat emisi.
Mekanisme yang diminati untuk memenuhi komitmen Kyoto Protocol masih
diperdebatkan dalam komunitas internasional, tingkat yang memungkinkan untuk pajak
karbon dan harga emisi yang dapat diperjualbelikan memunculkan berbagai macam
diskusi. Sebagai gambaran, pajak karbon bervariasi dari yang terendah US$2.80/ton
sampai setinggi US$15/ton. New Zealand Ministry for the Environment mengambil
angka antara US$6 dan US$15/ton.
Pengembangan Panas Bumi Untuk Menambah Pasokan Tenaga Listrik & Bab III Menyehatkan Konsumsi Energi Nasional
46
Berdasarkan gambaran tersebut di atas, maka langkah aksi adalah dengan konsisten
terhadap kesepakatan Protokol Kyoto tersebut dan tentunya sebagai sumbangsih generasi
sekarang terhadap generasi masa depan, yaitu menyisakan sebagian bahan bakar fosil dan
mengurangi efek lingkungan yang diakibatkan pembakaran bahan bkar fosil.
Pada tabel 3.6. diperlihatkan perbandingan emisi pada berbagai pembangkit listrik
(power plant). Kandungan CO2 terbesar pada batubara sebesar 990, diikuti minyak dan
gas sebesar 839 dan 540 kg/Mwh, sedangkan panas bumi hanya 0,48 kg/Mwh. Demikian
juga kandungan NOx dan Sox terbesar pada batubara. Bahkan untuk panans bumi Nox
nyaris nol. Sedangkan pada gambar 3.5. dan gambar 3.6. diperlihatkan pula kandungan
emisi pada berbagai pembangkit dalam bentuk bar.
Tabel 3.6. Kandungan emisi pada Power Plant
Gambar 3.5. Emisi CO2 pada power Plant
EEMMIISSSSIIOONN
PPOOWWEERR CCOO22 NNOOxx SSOOxx
PPLLAANNTT ((kkgg//MMWWhh))
CCOOAALL 999900 33..6666 99..2233 PPEETTRROOLLEEUUMM 883399 11..7755 44..9955
NNAATT.. GGAASS 554400 nn//aa nn//aa GGEEOOTTHHEERRMMAALL 00..4488 00..0000 00..0033
Pengembangan Panas Bumi Untuk Menambah Pasokan Tenaga Listrik & Bab III Menyehatkan Konsumsi Energi Nasional
47
Gambar 3.6. Perbandingan Emisi CO2 pada power Plant
Pada gambar 3.7. IEC memperkirakan peningkatan emisi di beberapa negara ASEAN,
terlihat bahwa Indonesia sudah dan akan merupakan penyumbang terbesar akan polusi
udara.
Sebagai ilustrasi dan benchmark pada tabel 3.7. diperlihatkan biaya variabel berbagai
pembangkit pada tahun 2012 berdasarkan rencana PLN. Terlihat bahwa biaya energi
terendah masih PLTA diikuti PLTU Batubara, dan PLTP, sedangkan tertinggi biaya
energi pada PLTU-M. Panas bumi mempunyai daya saing tinggi apabila dibandingkan
dengan keuntungan akan reduksi emisinya. Pada tahun 2016 dicoba dilakukan
perhitungan untuk biaya energi atau biaya variabel dengan acuan roadmap. Dibandingkan
dengan tahun 2012, maka biaya energi panas bumi pada tahun 2016 diperkirakan akan
lebih rendah dibandingkan dengan PLTU Batubara, sehingga seharusnya akan menarik
bagi investor. Namun langkah-langkah aksinya harus dilakukan sejak sekarang, karena
pembangunan PLTP ini tidak secepat PLTU Batubara.
Pengembangan Panas Bumi Untuk Menambah Pasokan Tenaga Listrik & Bab III Menyehatkan Konsumsi Energi Nasional
48
Gambar 3.7. Perkiraan emisi dari beberapa Negara ASEAN
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
1.4N
Ox,
SO
2 an
d P
M (
mill
ion
ton
s)
1993 2005 2010 1993 2005 2010 1993 2005 2010
Time
NOx, SO2 and PM Emission
Indonesia Malaysia Philipines ThailandSource: IEC estimates
NOx SO2
PM
Pengembangan Panas Bumi Untuk Menambah Pasokan Tenaga Listrik & Bab III Menyehatkan Konsumsi Energi Nasional
49
Tabel 3.7. Variabel Cost Pembangkitan Tahun 2012
Tabel 3.8. Variabel Cost Pembangkitan Tahun 2016 acuan Road Map
Dari sisi pembiayaan langkah aksi yang sebaiknya adalah dengan menata kembali sistem
share antara pemerintah dengan investor. Hal ini terlihat pada gambar 3.8. mengenai
revenue PLTP, yaitu bahwa kontraktor/investor mendapatkan 66% sedangkan sisanya
34% untuk pemerintah melalui pajak-pajak. Pembagian ini dapat dipertimbangkan lagi
oleh pemerintah dengan mengurangi pajak-pajak, karena pembangunan PLTP merupakan
investasi tinggi, sehingga dengan pengurangan pajak-pajak akan menarik
kontraktor/investor untuk menanamkan dananya pada pembangunan PLTP.
VAR O/M Energy Cost PRODUKSI TOTAL BIAYA VAR (% thd FUEL)
(Rp / kWh) GWH (Juta Rp)
PLTA
75.00 5
78.75
11,984
943,740,000,000 PLTD 0.2346 12861.53
3,017.32 4
3,138.01
1,566
4,913,332,767,133 PLTG-G 0.0173 8.816581
1,677.80 5
1,761.69
5,234
9,220,370,472,023 PLTP 0
395.00 5
414.75
12,714
5,273,020,010,886 PLTU-B 0.4848 101.3918
540.70 5
567.74
116,416
66,093,673,457,277 PLTU-M 0.2559 12861.53
3,291.27 5
3,455.83
653
2,255,006,209,189 PLTU-G 0.0107 8.816581
1,037.71 5
1,089.60
3,489
3,801,848,325,651 PLTGU-G 0.00969 8.816581
939.76 5
986.75
17,447
17,215,854,109,949 PLTGU-M 0.1938 12861.53
2,492.57 5
2,617.19
1,697
4,441,018,928,231 171,200.00 114,157,864,280,340
Jenis Pembang
kitSFC
FUEL PRICE (US$)
FUEL COST
(Rp/kWh)
VAR O/M Energy Cost
PRODUKSI TOTAL BIAYA VAR
(% thd FUEL)
(Rp / kWh)
GWH (Juta Rp)
PLTA 75.00 5 78.75 10,194 802,815 PLTD 0.2346 8784.6
2,060.87 4
2,143.30
1,019
2,184,985
PLTG-G 0.0173 6.021843 1,145.96 5 1,203.25 5,607 6,746,605 PLTP 0 395.00 5 414.75 9,298 3,856,500 PLTU-B 0.4848 69.25193 369.31 5 387.77 77,733 30,142,648 PLTU-M 0.2559 8784.6 2,247.98 5 2,360.38 425 1,002,618 PLTU-G 0.0107 6.021843 708.77 5 744.21 3,738 2,781,837 PLTGU-G 0.00969 6.021843 641.87 5 673.96 18,690 12,596,263 PLTGU-M 0.1938 8784.6
1,702.46 5
1,787.58
1,104
1,974,205 127,431.00
62,088,476
Jenis Pembangkit
SFCFUEL PRICE (US$)
FUEL COST
(Rp/kWh)
Pengembangan Panas Bumi Untuk Menambah Pasokan Tenaga Listrik & Bab III Menyehatkan Konsumsi Energi Nasional
50
Gambar 3.8. Pembagian Revenue pembangunan PLTP
Berikut adalah perhitungan keuntungan berganda apabila dibangun PLTP sebesar-
besarnya, sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan pengembangan panas bumi di
Indonesia.
Keuntungan 1.
Asumsi: 10.000 MW panasbumi equivalen 90 TWh, 420.000 Bbl/Hari (~ 40%
produksi total minyak Nasional)
Apabila 10.000 MW PLTD dan PLTG diganti PLTP dengan harga @ crude 60-70
$/Bbl maka tambahan pendapatan penjualan
ekspor minyak mentah sebesar $ 25 –
30 Juta/Hari
Keuntungan 2.
Apabila 10.000 MW PLTD dan PLTG diganti dengan PLTP maka pengurangan
subsidi BBM dari 15-20 c/kWh menjadi 7 c/kWh sebesar $ 15.5 – 25 Juta/Hari
REVENUE
COST
NOI (100%)
TAX (34%)
CONTR.SHARE (93.5%)
CONTR.SHARE (4.29%)
TAX (34%)
PROD.ALLOW. (6.5%)
PN SHARE (2.21%)
GOI TAKE (34%)
CONTR.SHARE (61.71%)
CONTR.TAKE (66%)
GOI SHARE (31.79%)
Pengembangan Panas Bumi Untuk Menambah Pasokan Tenaga Listrik & Bab III Menyehatkan Konsumsi Energi Nasional
51
Jumlah Keuntungan 1 dan 2
$ 40.5 – 55 Juta/Hari atau $ 15 – 20 Milyar/Tahun. Untuk akurasi 70%, equivalen
dengan $10-15 milyar/thn
Keuntungan 3.
Pajak. Setidaknya tambahan pajak 34% korporasi dapat diharapkan
Keuntungan 4, Lainnya – multiplying effects
Nilai CDM sebagai penurunan CO2 sebesar ~60 juta ton CER atau equivalen dgn
~$ 900 juta/thn, asumsi harga $15/ton
Pengembangan Panas Bumi Untuk Menambah Pasokan Tenaga Listrik & Bab IV Menyehatkan Konsumsi Energi Nasional
52
IV. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
4.1. Kesimpulan
Potensi panas bumi di Indonesia cukup besar untuk menjamin pasokan energi listrik
nasional namun hal ini tidak akan berarti samasekali apabila tidak ada komitmen yang
kuat dari pemangku kepentingan terutama pemerintah guna mengembangkannya
Negara-negara lain seperti Vietnam dan Filipina yang memiliki sumberdaya panas
bumi relatif lebih sedikit daripada Indonesia sudah dan sedang berupaya keras
mengembangkan panas buminya dibandingkan Indonesia
Panas bumi dapat dikembangkan mengingat keuntungannya seperti ramah lingkungan,
dan keberlanjutan sehingga mempunyai harga yang kompetitif dibandingkan dengan
energi fosil. Oleh karena itu diharapkan dapat dikembangkan di Indonesia untuk
menambah pasokan tenaga listrik yang kontinyu dan dapat menyehatkan konsumsi
energi nasional
Perlu adanya action plan yang lebih matang dan jelas khusus untuk pengembangan
panas bumi
4.2. Rekomendasi
Perlu dicanangkan bahwa PLTP menjadi salah satu prioritas, unggulan dan andalan
pembangunan tenaga listrik di Indonesia, dan seluruh intansi yang terkait dari hulu ke
hilir turut mendukung dan melaksanakannya
Insentif pajak untuk pembangunan PLTP perlu ditingkatkan dan konsisten pada
aturan tersebut, selanjutnya dalam implementasinya seluruh instansi perlu duduk
bersama guna mencari jalan keluar dalam mengatasi hambatan yang timbul
Pengembangan Panas Bumi Untuk Menambah Pasokan Tenaga Listrik & Bab IV Menyehatkan Konsumsi Energi Nasional
53
Pengertian hutan lindung terhadap keberadaan potensi panas bumi perlu diklarifikasi
dan ditinjau ulang, termasuk perlu adanya evaluasi lahan dan zonasi wilayah hutan
sehingga pengertian potensi sumberdaya yang ada menjadi lebih jelas.
Peraturan yang bertentangan perlu diklarifikasi dan ditinjau ulang serta segera
ditindaklanjuti dengan melibatkan dan dukungan semua pemangku kepentingan
(stakeholder)