LAPORAN CASE 6 KELOMPOK DTUBERCULOSIS
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas tutorial respiratory system pada Fakultas Kedokteran Universitas Islam Bandung
Disusun oleh:KELOMPOK D
Rani Megawati. R 10100104011Saptaningtyas Widowati 10100104037Ilham Rizky Ernawan 10100105008Ananda Dinta Humaira 10100105011Moch. F. Afif Mocyadin 10100105012Resta Yuniar 10100105015M. Rizki Purwanto 10100105020Nyanyu Sania Dwi Putri. C 10100105033Jessie Arini 10100105041Rd. Fualam mustafa 10100105048
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNGFAKULTAS KEDOKTERAN
BANDUNG2008
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke-hadirat Allah SWT karena atas
rahmat, taufik dan hidayah-Nya penulisan laporan ini dapat diselesaikan. Laporan ini
disusun sebagai laporan tugas tutorial kasus keenam.
Penulis menyadari bahwa selesainya penulisan laporan ini tidak lepas dari bantuan
berbagai pihak baik berupa bimbingan, hasil diskusi kelompok, buku-buku referensi
serta hal lainnya. Oleh karena itu penulis berdo’a mudah-mudahan segala bantuan yang
telah diberikan selama ini akan mendapatkan pahala yang berlipat ganda dari Allah SWT.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada yang terhormat Yani Triyani,dr.,SpPK.,M.Kes sebagai tutor di
kelompok D yang telah banyak memberikan bimbingan pada saat berlangsungnya
aktivitas tutorial.
Penulis juga menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada teman-
teman Kelompok D yang telah bekerjasama dalam melaksanakan tutorial kasus keenam.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
penulis sangat mengharapkan saran dan kritik membangun agar dapat memberikan yang
lebih baik di kemudian hari. Akhir kata, mudah-mudahan laporan ini dapat bermanfaat
bagi semua pihak yang memerlukan.
Bandung, November 2008
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Alur Kasus
Yanto, 2 tahun datang dengan keluhan
2 hari yang lalu noisy breathing, barking cough,
sulit bernapas, mild fever
3 hari yang laluCommon cold
Pemeriksaan LaboratoriumLeucopenia, trombositopeni,
neutropenia, limfositosis.
Soft tissue neck radiographGambaran “steeple sign”
Pemeriksaan FisikTachypnea, mild fever, barking cough, inspiratory
dan expiratory stridor, suprasternal retraction
Diagnosis: Laryngotracheitis (Acute LTB/Croup)Treatment: Nebulized epinephrine & oral cortticosteroid
BAB II
PEMBAHASAN
ANATOMI PARU
1. Paru-paru
Paru-paru merupakan organ vital dalam system respirasi.
o Paru-paru yang sehat akan terlihat ringan, lembut dan spongy.
o Bersifat elastic dan recoil, ± 1/3 ukuran thoracic cavity.
o Setiap paru-paru dipisahkan oleh mediastinum dan ditempelkan oleh root of
the lung.
o Jika root of the lung dipotong, maka akan terlihat susunannya :
- Bronchi (disertai bronchial vessel)
- Pulmonary artery
- Superior dan inferior pulmonary veins
- Pulmonary plexus of nerves (sympathetic, parasympathetic dan visceral
afferent fibers)
- Lymphatic vessels
Tabel 1.1 Perbedaan paru-paru kanan dan kiri (1)
Paru Kanan Paru Kiri
- terdiri dari 3 lobus (lobus
superior, middle dan inferior)
- terdiri dari 2 lobus (superior dan
inferio)
- memiliki oblique fissure dan
oblique fissure
- memiliki oblique fissure
- lebih besar, dan berat, lebih
pendek dan lebar
- lebih kecil dan ringan
- anterior margin lurus - anterior margin ada cardiac
notch
o Setiap paru mempunyai :
- Apex ujung superior yang tumpul pada paru-paru yang naik (ascending)
ke atas setingkat 1st rib ke dalam root of the neck yang dilapisi oleh
cervical pleura.
- Three surface :
1. Costal surface of the lung
Large, smooth and convex
Behubungan dengan costal pleura yang memisahkan costal surface
dengan ribs, costal cartilage dan intercostals muscle paling dalam.
Bagian paling posteriornya berhubungan dengan bodies of thoracic
vertebrae dan kadang ditunjukan sebagai vertebral part of the
costal surface.
2. Mediastinal surface of the lung
Concave, karena berhubungan dengan middle mediastinum, yang
terdiri dari jantung dan pericardium.
Mediastinal surface meliputi hilum dan menerima root of the lung,
dikeliling pleura pleural sleeve.
Pulmonary ligament menggantung secara inferior dari pleural
sleeve disekitar lung root.
3. Diaphragmatic surface of the lung
Concave, membentuk base of the lung yang berpijak pada
disphragma.
Cekungan yang lebih dalam disisi kanan karena posisi tertinggi
pada right diaphragmatic dome yang membebani large liver.
Secara lateral dan posterior, diaphragmatic surface dibatasi oleh
thin, sharp margin (inferior border) yang masuk kedalam
costodiaphragmatic recess pada pleura.
- Three borders :
1. Anterior border of the lung
Dimana costal dan mediastinal surface bertemu secara anterior dan
overlap pada jantung, cardiac notch melekukan batasnya pada paru
kiri.
2. Inferior border of the lung
Membatasi diaphragmatic surface pada paru-paru dan memisahkan permukaan
ini dari costal dan mediastinal surface.
3. Posterior border of the lung
Dimana costal dan mediastinal surface bertemu secara posterior. Menyebar,
mengelilingi dan terletak dalam rongga pada sisi thoracic region pada vertebral
column.
Gambar 1.1: Divisions of thoracic cavity and lining of pulmonary cavity
(dikutip dari Anatomi Moore)
2. Aliran Limpatik pada Paru-paru
Superficial (subpleural) lymphatic plexus terletak dalam pada visceral pleura.
Lymphatic vessels dari superficial plexus berdrainase kedalam bronchopulmonary
lymph nodes (hilar lymph nodes) dalam hilum of the lung.
Deep lymphatic plexus terletak dalam submukosa bronchi dan dalam peribronchial
connective tissue.
Lymphatic vessels dari deep plexuses awalnya berdrainase kedalam pulmonary
lymphnodes, terletak sepanjang lobar bronchi. Kemudian berlanjut mengikuti
bronchi dan pulmonary vessels ke hilum dimana mereka berdrainase juga kedalam
bronchopulmonary (hilar) lymph nodes.
Lymph nodes dari superficial dan deep lymphatic plexuses berdrainase ke superior
dan inferior tracheobronchial lymphnodes, superior dan inferior ke percabangan
trachea dan main bronchi.
Paru kanan terutama berdrsinase pada nodes di sisi kanan dan lobus superior pada
paru kiri terutama berdrainase melalui respective node di sisi kiri.
Lymph dari tracheobronchial lymphnodes masuk ke right dan left
bronchomediastinal lymph trunks. Trunk ini biasanya berakhir di setiap sisi venous
angle (junction of the subclavian dan internal jugular veins), meskipun right
bronchomediastinal trunk pertama muncul dengan lymphatic trunk lain, berkumpul
disini kemudian membentuk short right lymphatic duct.
Left bronchomediastinal trunk berakhir di thoracic duct.
Lymph dari parietal pleura berdrainase ke lymph nodes pada thoracic wall
(intercostals, parasternal, mediastinal dan phrenic).
Sedikit lymphatic vessels dari cervical parietal pleura berdrainasi ke axillary
lymphnodes.
Gambar 1.2 : lymphatic lung
(dikutip dari Moore Anatomy)
Skema 1.1 lymphatic drainage of lung (dikutip dari Anatomi Moore)
Vasculature of the lungs and pleurae
Masing-masing paru-paru mempunya keunikan, mempunyai double: arterial blood
supply(pulmonary and bronchial arteries) dan venous drainage (pulmonary and azygos
veins).
Truncus pulmonalis
↓
Arteri pulmonalis dextra dan sinistra
↓
Arteri lobar dan segmental
Aorta
↓
Left and righ bronchial artery
↓
Small bronchial artery
↓
Mensupply main bronchus
↓
Ke cabang distal bronchiolus sampai bronchiolus respiratorius
↓
Artery bronchiolus beranastomose dengan cabang artery pulmonalis pada dinding
bronchiolus dan pleura visceral
Kapiler pulmonal
↓
Bersatu menjadi vein besar
↓
Vein pulmonal
↓
Atrium kiri
Right bronchial vein
↓
Azygos vein
↓
Vena cava superior
Left bronchial vein
↓
Hemiazgos vein
↓
Vena cava superior
Innervation of lung and pleura
Saraf paru dan pleura berasal dari pulmonary plexuses anterior dan terutama dari
posterior root of the lungs
Nerve network mengandung parasympathetic fiber dari nerve vagus dan
symphatetic fiber dari sympathetic trunks
Parasympathetic ganglion cells terdapat di dalam pulmonary plexuses dan
sepanjang bronchial tree
Sypathetic ganglion sel terdapat dalam paravertebal sympathetic ganglia pada
sympathetic trunks
Para sympathetic fiber dari nerve vagus merupakan :
Motor ke smooth muscle pada bronchial tree ((bronchoconstrictor)
Inhibitory untuk pulmonary vessels (vasodilator))
Secretory untuk glands pada bronchial tree (secretomotor)
Reflexive viseral afferent fiber dari nerve vagus menyebar ke :
o Bronchial mukosa, berhubungan dengan tactile sensation untuk reflek
batul
o Bronchial muscle, untuk stretch recepton
o Interalveolar connective tissue
o Pulmonary artery, pressor receptors
o Pulmonary veins , chemoreceptors
Viceral affrent fiber memediasi nociceptive impuls (untuk respon nyeri)
Sympathetic fiber
Inhibitory ke smooth muscle pada bronchial tree ((bronchodilator)
Motor untuk pulmonary vessels (vasoconstrictor))
Inhibitory untuk alveolar glands pada bronchial tree dan type II
secretory epithelial cell pada alveoli
TUBERKULOSIS
Definisi
Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium
tuberculosis complex(2)
Epidemiologi
Laporan WHO tahun 2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru
tuberkulosis pada tahun 2002. 3,9 juta adalah kasus BTA (Basil Tahan Asam)
posisitf.
33 % dari seluruh kasus TB didunia, terjadi di asia tenggara.
Diperkirakan angka kematian akibat TB adalah 8000 setiap hari dan 2-3
juta setiap tahun.
Di Indonesia :
Menempati urutan ke-3 didunia untuk jumlah kasus TB.
Setiap tahun terdapat 250.000 kasus baru TB dan sekitar 140.000
kematian akibat TB(2)
Etiologi
Penyebab tuberkulosis adalah Mycobacterium tuberculosae, sejenis kuman
berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4 μm dan tebal 0,3-0,6 μm. Yang
tergolong dalam kuman Mycobacterium tuberculosae complex adalah :
M. tuberculosae
Varian asian
Varian african I
Varian african II
M. bovis
Kelompok bakteri atypical tuberkulosis adalah :
M. kansasii
M. avium
M. intracellulare
M. scrofulaceum
M. malmacerse
M. Xenopi(3)
Tipe Pasien
1) Kasus Baru
Adalah pasien yang belum pernah mendapat pengobatan OAT atau sudah
pernah menelan OAT kurang dari satu bulan.
2) Kasus Kambuh (Relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat
pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan
lengkap, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak
BTA positif atau biakan positif.
3) Kasus Defaulted Atau Drop Out
Adalah pasien yang telah menjalani pengobatan ≥ 1 bulan dan tidak
mengambil obat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa
pengobatannya selesai.
4) Kasus Gagal Pengobatan
Adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif atau kembali positif
pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan) atau akhir
pengobatan.
5) Kasus Kronik
Adalah pasien dengan hasil pemerksaan BTA positif setelah selesai
pengobatan ulang dengan kategori 2 dengan pengawasan yang baik(2)
Sistem Kategori
Kategori I
New smear-positive pulmonary TB.
New smear-negative PTB with extensive parenchyma
involvement.
New cases of severe forms of extra pulmonary TB.
Kategori II
Sputum smear-positive : relapse, failure of treatment, after
interruption of treatment (Drop Out).
Kategori III
New smear-negative PTB (other than category I), new less severe
forms of extrapulmonary TB(4)
Gejala Klinis
Gejala Sistemik
Demam
Penurunan berat badan
fatigue
Keringat malam
anorexia
Gejala Lokal Pulmonal :
Batuk produktif awalnya kering kemudian sputum
mukopurulen produktif
Hemoptysis(6)
Diagnosis
Radiograph Dada
Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi TB aktif :
Bayangan berawan atau nodular di segmen apikal dan posterior
lobus atas paru dan segmen superior lobus bawah.
Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak
berawan atau nodular.
Bayangan bercak milier.
Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang).
Gambaran radiologi yang dicurigai lesi TB inaktif :
Fibrotik
Kalsifikasi
Schwarte atau penebalan pleura
S-P-S Sputum :
Pewarnaan menggunakan Ziehl-Neelson.
Kultur Egg base media : Lowenstein-Jensen (dianjurkan
oleh WHO)
Ogawa (paling sering digunakan di indonesia),
Kudoh.
Agar base media : Middle Brook
Pemeriksaan Mikroskopis
Interpretasi pemeriksaan mikroskopis dibaca dengan skala IUATLD
(rekomendasi WHO).
» Skala IUATLD (International Union Against Tuberculosis And
Lung Disease) :
Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang, disebut
negatif.
Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis
jumlah kuman yang ditemukan.
Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang disebut
+ (1+).
Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut ++
(2+).
Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut ++
+ (3+).
Tuberkulin Test(2)
Patogenesis Tuberkulosis Primer (Primary Infection)
Skema 1.2 Patogenesis tuberculosis
(di kutip dari buku ilmu penyakit dalam UI edisi ketiga tahun 2001 hal.821-822)
Tuberkulosis Sekunder (Post-Primer)
» Reaktivasi dari kuman dorman.
» Mayoritas reinfeksi mencapai 90 %.
» TB sekunder dapat terjadi karena :
imunitas
Malnutrisi
Alkohol
Gagl gijal
Diabetes
AIDS
Patomekanisme
skema 1.3 patomekanisme
TUBERCULOSIS IN CHILDREN
Insidensi:
1,3 juta kasus/tahun di USA
450.000 kematian/tahun di USA
Epidemiologi:
Infeksi tertinggi di asia tenggara, India, China, Afrika, Amerika latin
Tuberkulosis menonjol pada populasi dengan nutrisi buruk, penuh sesak,
perawatan kesehatan tidak cukup
Pada kasus dewwasa 2/3 kasus terjadi pada laki-laki
Pada kasus anak sedikit didominasi wanita
Etiologi:
Mycobacterium tuberculosis
Mycobacterium bovis
Mycobacterium africanum
Penularan:
Droplet yang dibawa udara
Kontak langsung
Barang-barang yang terkontaminasi
Sirkulasi udara yang buruk memperbesar penularan
Sign & symptomps
Failure to Weight gain
Fever
Night sweat
Cough > 3 weeks
Erythema Nodosum
Conjungtiva Phlyctenularis
Loss apetite
Diagnostic
Diagnostic paling tepat bila ditemukan kuman TBC dari sputum, atau bilasan
lambung
Bila Mantoux positif kemungkinan anak TBC aktif
Rontgen dada sulit diinterpretasikan,paling mungkin jika ditemukan infiltrate
dengan pembesaran hillus atau para tracheal
Seorang anak harus dicurigai TBC jika:
o Tinggal dengan penderita TBC
o Terdapat reaksi kemerahan setelah suntuk BCG
o Terdapat gejala TBC
Pathogenesis
Droplet nukleus yang infektif (diameter ≤ 5µm) terinhalasi dapat menghindari kerja
mukus dan ciliary system sehingga masuk ke bronkhiolus dan alveolus
↓
Ke midlung zone, pada bagian distal dan subpleural respiratory bronchioles dan alveoli
↓
Mycobacterium tuberculosis (MTB) masuk ke makrofag dengan endositosis yang
dimediasi oleh reseptor manosa (mengikat lipoarabinomanan)
↓
MTB mencegah fusi fagosom dan lisosom
↓
Bereplikasi di alveolar makrofag
↓
Tahap awal TB primer ( ˂ 3minggu ) pada individu yang belum tersensitisasi
Sekitar 3 minggu setelah infeksi:
Alveolar macrophages
↓
MHC class II
IL-2 ↓
MTB antigen
↓
TH1 cells
↓
Memproduksi IFN-ɣ
Pembentukan fagolisosom stimulasi activated macrophage
pada makrofag ekspresi iNOS ↓
yang terinfeksi ↓ memproduksi TNF
↓ destruksi oksidatif ↓
Membuat bakteri dari beberapa menarik monosit
berada pada keadaan konstituen mikrobial ↓
asam yang tidak nyaman berdiferensiasi jadi
“epitheloid histiocytes”
↓
Karakteristik respon granulomatous
(dengan nekrosis sentral)
Skema 1.4 Patogenesis
Mycobacterium tuberculosis
Penyakit tuberculosis disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis, dimana
bakteri ini mempunyai karakteristik :
a. Berbentuk batang lurus atau sedikit melengkung
b. Tdak berspora dan tidak berkapsul
c. Berukuran, lebar 0,3 – 0,6 mikrometer dan 1-4 mikrometer
d. Dindingnya sangat komplek terdiri dari lapisan lemak (60%)
e. Penyusun utama dinding sel Mycobacterium tuberculosis yaitu asam mikolat, lilin
kompleks (complex wax), trehalosa dimikolat yang disebut cord factor dan
Mycobacterial sulfolopids yang berperan dalam virulensi.
f. Terdapat juga unsur polisakarida seperti arabinogalaktan dan arabinomanan.
Struktur dinding sel yang kompleks tersebut menyebabkan bakteri ini memiliki
sifat tahan asam
Komponen antigen ditemukan di dinding sel dan sitoplasma yaitu komponen lipid,
polisakarida dan protein. Karakteristik antigen M. Tuberculosis dapat di identifikasikan
dengan menggunakan antibodi monoklonal.
Gambar 1.3 : Mycobacterium tuberculosis
(dikutip dari www.google.com)
Gambar 1.4 : Mycobacterium tuberculosis
(dikutip dari www.google.com)
Pemeriksaan bakteriologi
a. bahan pemeriksaan
bahan untuk pemeriksaan bakteriologi ini dapat berasal dari dahak, cairan pleura,
liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar,
urin, fecec, dan jaringan biopsy
b. cara pengumpulan dan pengiriman bahan
cara pengambilan dahak 3 kali (SPS) :
- sewaktu / spot (dahak sewaktu saat kunjungan)
- pagi (keesokan harinya)
- sewaktu / spot (pada saat mengantarkan dahak pagi)
atau setiap pagi 3 hari berturut-turut
c. cara pemeriksaan dahak dan bahan lain
1. mikroskopis
- mikroskopis biasa : pewarnaan Ziehl Nielsen
- mikroskopis fluoresens : pewarnaan auramin-rhodamin
interpretasi hasil pemeriksaan dahak dari 3 kali pemeriksaan ialah :
- 3 kali positif atau 2 kali positif , 1 kali negatif ----BTA positif
- 1 kali positif, 2 kali negatif-----ulang BTA 3 kali , kemudian :
bila 1 kali positif, 2 kali negatif-----BTA positif
bila 3 kali negatif -----BTA negatif
interpretasi pemeriksaan mikroskopis di baca dengan skala IUATLD
(International Union Against Tuberculosis and Lung disease) rekomendasi
WHO :
- tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang, disebut negatif
- ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah kuman
yang ditemukan
- ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang, di sebut + (1+)
- di temukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut ++ (2+)
- di temukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++ (3+)
2. pemeriksaan biakan kuman
- pemeriksaan biakan Mycobacterium tuberculosis dengan metode
konvensional ialah dengan cara :
1. Egg base media : Lowenstein- Jensen (dianjurkan), ogawa,
kudoh
2. agar base media : middle brook (2)
LUNG CANCER
Definisi
Penyakit ganas yang makin meningkat di dunia dan biasanya timbul pada usia 60
tahun.
Epidemiologi
± 174.000 kasus terjadi pada tahun 2004 di US.
31% kematian terjadi pada pria dan 25%nya terjadi pada wanita (♂>♀).
Lebih sering terjadi pada African American, Hispanic.
Klebih sering terjadi pada perokok 20 batang per hari.
Insidensi pada usia 40-70 tahun.
Etiologi
Faktor genetic mutasi pada gen p53.
Faktor merokok bahan-bahan yang terkandung dalam rokok sebagai
carcinogen.
Faktor lingkungan dan pekerjaan benzopyrene, radon partikel (uranium
mining, radiasi, bom nuklir), asbestos, diesel exhaust.
Klasifikasi
Patogenesis
Skema 1. 5 Patogenesis kanker paru
Manifestasi klinis
Tahap awal nonspesifik.
Batuk, nyeri dada, produksi sputum, hemoptysis, pneumonia, obstruksi jalan
nafas, pleural effusion.
TUBERCULOSIS EXTRAPULMONAR
Dibagi menjadi 2, yaitu:
1. Ringan limfe, pleuritis eksudativa unilateral, tulang, sendi, kelenjar adrenal.
2. Berat meningitis, millier, perikarditis, peritonitis, pleuritis eksudativa duplex,
tulang belakang, usus, saluran kencing, alat kelamin.
Gambar 1.5 : Lymphadenitis
Definisi
Infeksi tuberculosis kulit yang terjadi pada leher.
Epidemiologi
Bentuk yang sering terjadi pada pada tuberculosis extrapulmonari (40%).
Sering terjadi pada dewasa muda dan anak-anak.
♀>♂.
Etiologi
Pada dewasa sering disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dan pada anak-
anak biasanya disebabkan oleh Mycobacterium scrofulaceum atau
Mycobacterium avium.
Manifestasi klinis
Pembengkakan yang sedikit nyeri pada limf node leher, rubbery, non tender.
Gejala sistemik demam, berkeringat, penurunan berat badan, malaise,
menggigil.
Diagnosis
Dilakukan dengan needle aspiration biopsy.
Kultur dan pewarnaan ziehl-nelson pada bakteri penyebabnya.
Terapi
Bergantung pada tipe infeksi.
Jika penyebab M. tuberculosis, pengobatan dengan antibiotic selama 9-12 bulan
(INH, rifampin, pyrazinamide, ethambutol).
Surgery biasanya tidak diperlukan, dan dilakukan jika pengobatan dengan
antibiotic tidak berhasil.
Prognosis
Dengan pengobatan yang complete, biasanya pasien membaik.
Komplikasi
Scarring.
Pembentukan drainase fistula pada leher.
DIAGNOSTIK
1. TUBERKULIN TEST
Alat diagnosis yang paling umum digunakan.
Prinsip : Protein derivate dari tubercle bacillus ( Purified Protein Derivative/ PPD )
diinjeksikan intradermal individu yang terekspose bakteri Mycrobacterium
tuberculosis dan memiliki imunitas selular terhadap mikroorganisme tersebut
dapat menyebabkan timbulnya indurasi atau pembengkakan pada tempat injeksi
tersebut setelah 48 – 72 jam Menunjukan reaksi test (+)
Prosedur :
- Dilakukan dengan injeksi intradermal / intrakutan dengan semprit tuberculin 1 cc
jarum nomor 26.
- Digunakan tuberculin PPD RT 23 kekuatan 2 TU.
- Pembacaan dilakukan setelah 48 – 72 jam setelah penyuntikan.
- Ukur diameter transversal dari indurasi yang terjadi. Ukuran dinyatakan dalam
millimeter ( mm )
- Interpretasi hasil : dikatakan positif bila indurasi > 10 mm ( pada gizi baik ) , dan >
5 mm ( pada gizi baik ).
Bila uji tuberculin positif, maka menunjukan adanya infeksi TB dan kemungkinan
ada TB aktif pada anak.
Uji tuberculin dapat negative pada keadaan berikut : kondisi immunosupresif,
malnutrisi, dan pada pasien dengan kondisi sakit berat.
2. FNAB (Fine Needle Aspiration Biopsy)
Pendahuluan
Disebut juga:
o FNA-biopsy
o Biopsi jarum halus
o Aspirasi biopsi
o Sitologi biopsi
Biopsi sampel massa diagnostik
Guna dan tujuan:
o Diagnosis (neoplasma, dsb)
o Evaluasi peyakit
o Kultur dan resistensi tes
Target:
o Massa/benjolan, supefisial dan palpable (tiroid, kelenjar getah bening,
kelenjar liur, mammae)
o Organ dalam dengan bantuan imaging (paru, liver, ginjal, lien,
retroperitoneum)
Masksud dan tujuan teknik untuk diagnostik
Bukan untuk terapeutik (kecuali beberapa jenis kista), bila akan dilakukan untuk
terapeutik sebaiknya atas korelasi / permintaan klinis.
FNA, sebaiknya tidak dilakukan pada massa (minor abnormality/insignificant)
yang tidak jelas.
Teknik FNAB / Sitologi Biopsi Aspirasi
Digunakan jarum halus ukuran 22 gauge atau yang lebih kecil 23,25 atau 27
gauge, sesuai prosedur dan pertimbangan kemungkinan resiko terjadinya
komplikasi.
Pada dasarnya dengan teknik biopsi aspirasi ini mempunyai kelebihan yaitu tidak
pernah terjadi traumatik, walaupun dengan cara yang cukup atraktif, tentu bila
dilakukan dengan teknik dan prosedur rutin yang baik dan benar.
1. Tahapan awal untuk tindakan FNA-biopsy:
o Relevan dgn riwayat dan hasil pemeriksaan klinis
o Menerangkan prosedur biopsi terhadap pasien termasuk manfaat dan
resikonya
o Informed consent
o Persiapan tindakan / alat-alat yang diperlukan
o Anastesi lokal biasanya tidak diperlukan
2. Tahap-tahap melakukan tindakan biopsi aspirasi:
o Palpasi target lesi dan perkirakan kedalaman dan arah lesi dari titik
permukaan kulit.
o Sterilisasi permukaan kulit dan cuci tangan secukupnya
o Menggunakan sarung tangan tidak dianjurkan, karena dapat mengurangi
sensasi ujung-ujung jari yang diperlukan sensitivitasnya
o Syringe telah disiapkan dengan benar pada syringe holder ( cameco syrine
pistol ). Bagian pengisapnya harus berada didasar pada posisi nol ( resting
position )
o Tangan yang satu menahan target lesi dengan diantara 2 jari
o Pilih bagian kulit yang paling dekat dengan lesi yang akan ditusuk untuk
pengambilan bahan sampel, dan setelah ditusuk dapat dirasakan
perubahan konsistensi jaringan sekitarnya dengan lesi yang dituju
o Setelah ujung jarum mengenai target lesi, ujung jarum sedikit di gerak-
gerakkan untuk mendapatkan sel-sel yang terlepas dari target lesi
o Bahan aspirat dengan tekanan negatif akan ditarik oleh piston dari syringe
o Tanpa melepaskan tekanan negatif dari syringe, sasaran ujung jarum dapat
dialihkan setelah sedikit diangkat dan ditusuk kembali dengan sudut
berbeda.
o Lakukan minimal tiga sasaran untuk pengambilan sampel.
o Jangan mengangkat ujung jarum melebihi target lesi, sewaktu
mengalihkan sasaran
o Sebelum mencabut jarum suntik keluar penting harus dilakukan
terlebih dahulu pelepasan tekanan negatif / pengisap syringe harus pada
resting position
o Buat preparat apus ( smears )
Gambar 1.6 : Alat FNAB
Gambar 1.7 : Tahap-tahap melakukan tindakan biopsi aspirasi
Gambar 1.8 : Tahap-tahap melakukan tindakan biopsi aspirasi
Gambar 1.9 : Membuat preparat apus
Gambar 1.10 : Membuat preparat apus
Teknik FNAB / Tanpa Aspirasi
Pilihan jarum 23 G atau lebih kecil, daya kapiler (diameter £ 0,6 mm)
Tumor fibrosis/sklerosis (sangat keras), kurang berhasil
Penusukan jarum dengan kejutan ringan (menambah terhisapnya sel)
Bila Biopsi jarum gagal, dilanjutkan dengan Aspirasi
FNAB : Disposibel 3 ml – 5 ml, memudahkan manuver
Jaringan fibrotik, kaya jaringan ikat, pasca radioterapi, sikatrik tebal, perlu pistol
pengisap
Gambar 1.11 : Tehnik FNTA / tanpa aspirasi
Gambar 1.12 : Tehnik FNTA / tanpa aspirasi
FNAB Guiding / Image-Guided Fine Needle Aspiration Biopsy
Jenis imaging modalities yang dapat digunkan: CT, fluoroscopy, ultrasound
(USG), dan MRI.
Menempatkan jarum halus atau jarum ke dalam target tempat yang dicurigai
abnormal untuk tujuan memperoleh jaringan atau sel untuk didiagnosis.
10 % dari needle biopsies memberikan hasil false negative memerlukan
second procedure.
Fluoroscopy untuk biopsi paru.
USG atau CT untuk lesi intra-abdominal.
CT lebih digunakan untuk biopsi paru, tulang, dan lesi dasar tengkorak.
MRI lebih digunakan untuk dome-of-liver dan massa adrenal.
Gambar 1.13 : FNAB Guiding / Image-Guided Fine Needle Aspiration Biopsy
Keuntungan Teknik FNA Biopsy
FNA Biopsy dapat dilakukan pasien-pasien berobat jalan, diklinik ataupun yang
dirawat.
FNA Biopsy sangat sensitif dan spesifik serta jarang terjadi false positif
FNA Biopsy juga dapat membantu evaluasi.
FNA Biopsy dapat digunakan untuk diagnosis metastase.
FNA Biopsy is SAFE
S imple F ast
A ccurate E conomic
FNA Biopsy tidak hanya menurunkan costs dan risk dibandingkan excisional
biopsy, tapi pasien juga mendapatkan informasi diagnosis penyakitnya.
Pada keadaan tertentu penderita dapat memilih teknik diagnostik dan rencana
pengobatan.
Aspirasi dapat dilakukan pada lesi2 yang sangat kecil (diameter 2-3mm dgn
bantuan mammografi: Bolmgren et al.,1977 – Karolinska Hospital)
Dapat digunakan untuk analysis kwantitatip immunostaining, proliferasi antigen
dan DNA analysis.
Akurasi Diagnosis FNA Biopsy
False-positive diagnoses jarang terjadi, biasanya false positives/false”suspicious”
diagnoses sebagian besar terjadi pada atypical features in inflammatory lesions,
epithelial proliferations dan radiation changes.
False-negative diagnoses 5-25%. Sebagian besar false-negatives ok sampling
problem.
Dengan Teknik FNA Biopsy yg baik angka false negative dapat diperkecil.
Diagnosis terhadap organ tertentu dengan FNA Biopsy : Untuk hasil false-
negative tidak selalu berarti negative-malignancy, tapi diperlukan korelasi
diagnosis yangg didapatkan dari pemeriksaan klinis dan radiologis.
Misalnya pada breast lesions dan bone tumor, untuk hasil yang akurat diperlukan
Triple-Test.
Komplikasi
Komplikasi serius dari FNA Biopsy superfisial jarang terjadi.
Insidensi komplikasi resikonya meningkat dengan penggunaan ukuran jarum yang
lebih besar.
Komplikasi cenderung menurun dengan teknik yang benar dan pengalaman.
Meningkat berhubungan dengan lokasi atau tipe lesi.
Organ-organ dalam dan infected tissues resikonya lebih tinggi.
Komplikasi-komplikasi yang berat seperti perdarahan, pneumothorak, emboli
udara, vasovagal reaction, local anaphylaxis jarang sekali dilaporkan.
Kontraindikasi
Massa superfisial jarang terdapat KI.
Coagulation Parameters perlu menjadi pertimbangan, terutama untuk organ
dalam.
Lesi vascular, seperti : arteriovenous malformation atau angiosarcoma resiko
Haemorhage dan nondiagnostic bloody aspirate.
Emphysema, hipertensi pulmonal dan hypoxemia yang berat pertimbangan
untuk transthoracic needle biopsy.
Interpretasi
Tidak ada masalah bagi seorang ahli patologi untuk interpretasi hasil FNA
Biopsy.
Bila slide uninterpretable total prosedur FNA Biopsy tersebut tidak bernilai.
Hasil yang dilaporkan ke klinisi harus dengan format yang dapat dimengerti
sesuai dengan terminologi histopatologi.
Bila diagnosis kurang pasti / suspicious rekomendasi untuk FNA ulang / tissue
biopsy.
Kriteria Diagnosis FNA Biopsy
Seperti halnya kriteria klasik sitodiagnostik, yaitu: Plemorfisme sel, khromatin
inti, nuleoli juga berlaku dan dapat dilihat pada FNA Biopsy.
Kelebihan FNA Biopsy adalah :
Dengan teknik yang baik susunan arsitektur sel seperti formasi kelenjar,
papilari, rossete yang sangat penting sekali untuk diagnostik.
Gambaran kohesi sel dapat pula sebagai clue diagnosis.
Untuk memperoleh hasil yang baik, diperlukan :
Spesial minat yang tinggi untuk pelaksanaan teknik FNA biopsy.
Komunikasi sitopatologist dan klinisi.
Perlu diingat pula bahwa :
Sebagian besar untuk keputusan teurapeutik tidak hanya berdasarkan gambaran
sitologi. Tetapi diperlukan; gambaran klinis, radiologi dan data patologi.
PENGOBATAN TB
Tujuan Pengobatan
Pengobatan Tb bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah
kekambuhan, memutuskan rantai penularan, dan mencegah terjadinya resistensi bakrteri
terhadap OAT.
Jenis, Sifat, dan Dosis OAT
Jenis OAT Sifat
Dosis yang direkomendasikan
(mg/kg)
Harian 3x seminggu
Isoniazid (I) Bakterisid 5(4-6) 10 (8-12)
Rimfampicin (R) Bakterisid 10 (8-12) 10 (8-12)
Pyrazinamide
(Z)
Bakterisid 25 (20-30) 35 (30-40)
Streptomycin (S) Bakterisid 15 (12-18) 15 (12-18)
Ethambutol (E) Bakteriostatik 15(15-20) 30 (20-35)
Tabel . Jenis, sifat, dan dosis OAT
Prinsip Pengobatan
Pengobatan TB dilakukan dengan prinsip-prinsip sebagai berikut:
OAT harus diberikan dalambentuk kombinasi berupa jenis obat, dalam jumlah
cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT
tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT)
lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.
Untuk menjaga kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung
(DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat
(PMO).
Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.
Tahap Awal (Intensif)
Pada tahap awal (intensif) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi
secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.
Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien
menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.
Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2
bulan.
Tahap Lanjutan
Pada tahap lanjutan ini pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam
jangka waktu yang lebih lama.
Tahap lanjutan penting untuk membunuh bakteri persisten sehingga mencegah
terjadinya kekambuhan.
Panduan OAT Yang Digunakan di Indonesia
Panduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan TB di
Indonesia, yaitu:
o Kategori-1: 2(HRZE)/4(HR)3
o Kategori-2: 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3
Disamping kedua kategori ini, disediakan panduan obat sisipan (HRZE)
o Kategori anak: 2HRZ/4HR
Panduan OAT kategoti-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket berupa
obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT), sedangkan kategori anak sementara ini
disediakan dalam betuk OAT kombipak.
Tablet OAT-KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis oabat dalam satu tablet.
Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu
paket untuk satu pasien.
Paket Kombipak
Adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniazid, Rifampisin, Pirazinamid, dan
Etambutol yang dikemas dalam benuk blister. Panduan OAT ini disediakan
program untuk digunakan dalam pengobatan pasien yang mengalami efek
samping OAT-KDT.
Panduan Obat Anti TB (OAT) disediakan dalam bentuk paket, dengan tujuan untuk
memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan (kontinuitas) pengobatan
sampai selesai. Satu (1) paket untuk satu (1) pasien dalam satu (1) masa pengobatan.
KDT mempunyai beberapa keuntungan dalam pengobatan TB, yaitu:
1. Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin efektifitas
obat dan mengurangi efek samping.
2. Mencegah penggunaan obat tunggal sehingga menurunkan resiko terjadinya
resistensi obat ganda dan mengurangi kesalahan penulisan resep.
3. Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian orat menjadi
sederhana dan meningkat kepatuhan pasien.
Panduan OAT dan Peruntukannya
1. Kategori-1 (2HRZE/4H3R3)
Panduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:
o Pasien baru TB paru BTA positif
o Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif
o Pasien TB ekstra paru
Berat Badan
Tahap Intensif
tiap hari selama 56 hari
RHZE (150/75/400/275)
Tahap Lanjutan
3 x seminggu selam 16 minggu
RH (150/150)
30-37 kg 2 tablet 4KDT 2 tablet 2KDT
38-54 kg 3 tablet 4KDT 3 tablet 2KDT
55-70 kg 4 tablet 4KDT 4 tablet 2KDT
≥ 71 kg 5 tablet 4KDT 5 tablet 2KDT
Tabel 2. Dosis untuk panduan OAT-KDT untuk Kategori-1
Tahap
Pengobatan
Lama
Pengobatan
Dosis perhari/kaliJumlah
hari/kali
menelan
obat
Tablet
Isoniazid
@ 300
mg
Kaplet
Rifampisin
@ 450mg
Tablet
Pirazinamid
@ 500 mg
Tablet
Etambutol
@ 250
mg
Intensif 2 bulan 1 1 3 3 56
Lanjutan 4 bulan 2 1 - - 48
Tabel 3. Dosis untuk panduan OAT-Kombipak untuk Kategori-1
2. Kategori-2 (2HRZES/HRZE/5H3R3E3)
Panduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati
sebelumnya:
o Pasien kambuh
o Pasien gagal
o Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default)
Berat Badan
Tahap Intensif tiap hari
RHZE (150/75/400/275) + S
Tahap Lanjutan
3 x seminggu
RH (150/150) + E (400)
Selama 56 hari Selama 28 hari Selama 20 minggu
30-37 kg2 tab 4KDT
+ 500 mg Streptomycin inj.2 tab 4KDT
2 tab 4KDT
+ 2 tab Etambutol
38-54 kg3 tab 4KDT
+ 750 mg Streptomycin inj.3 tab 4KDT
3 tab 4KDT
+ 2 tab Etambutol
55-70 kg4 tab 4KDT
+ 1000 mg Streptomycin inj.4 tab 4KDT
4 tab 4KDT
+ 2 tab Etambutol
≥ 71 kg 5 tab 4KDT 5 tab 4KDT 5 tab 4KDT
+ 1000 mg Streptomycin inj.
+ 2 tab Etambutol
Tabel 4. Dosis untuk panduan OAT-KDT untuk Kategori-2
Tahap PengobatanTahap Intensif
(dosis harian)
Tahap Lanjutan
(dosis 3 x seminggu)
Lama Pengobatan 2 bulan 1 bulan 4 bulan
Tablet Isoniazid
@ 300 mg1 1 2
Kaplet Rifampisin
@ 450 mg1 1 1
Tablet Pirazinamid
@ 500 mg3 3 -
Etambutol
Tablet
@ 250 mg3 3 1
Tablet
@ 400 mg- - 2
Streptomisin inj. 0,75 gr - -
Jumlah hari/kali menelan obat 56 28 60
Tabel 5. Dosis untuk panduan OAT-Kombipak untuk Kategori-2
Catatan:
o Untuk pasien yang berumur 60 tahun ke atas dosis maksimal untuk
streptomisin adalah 500 mg tanpa memperhatikan berat badan.
o Untuk perempuan hamil lihat pengobatan TB dalam keadaan khusus.
o Cara melarutkan streptomisin vial 1 gram yaitu dengan menambahkan
aquabidest sebanyak 3,7 mL sehingga menjadi 4 mL. (1 mL = 250 mg)
3. OAT sisipan (HRZE)
Paket sisipan KDT adalah sama seperti paduan paket untuk tahap intensif
kategori-1 yang diberikan selama sebulan (28 hari).
Berat Badan
Tahap Intensif
tiap hari selama 28 hari
RHZE (150/75/400/275)
30-37 kg 2 tablet 4KDT
38-54 kg 3 tablet 4KDT
55-70 kg 4 tablet 4KDT
≥ 71 kg 5 tablet 4KDT
Tabel 6. Dosis KDT untuk Sisipan
Tahap
Pengobatan
Lama
Pengobatan
Tablet
Isoniazid
@ 300
mg
Kaplet
Rifampisin
@ 450 mg
Tablet
Pirazinamid
@ 500 mg
Tablet
Etambutol
@ 250 mg
Jumlah
hari/kali
menelan
obat
Tahap
Intensif
(dosis
harian)
1 bulan 1 1 3 3 28
Tabel 7. Dosis OAT Kombipak untuk Sisipan
Penggunaan OAT lapis kedua misalnya golongan aminoglikosida ( misalnya kanamisin)
dan golongan kuinolon tidak dianjurkan diberikan kepada pasien baru tanpa indikasi yang
jelas karena potensi obat tersebut jauh lebih rendah daripada OAT lapis pertama.
Disamping itu dapat juga meningkatkan terjadinya resistensi pada OAT lapis kedua.
TATALAKSANA TB ANAK
Diagnosis TB pada anak sulit sehingga sering terjadi misdiagnosis baik overdiagnosis
maupun underdiagnosis. Pada anak-anak batuk bukan merupakan gejala utama.
Pengambilan dahak pada anak biasanya sulit, maka diagnosis TB anak perlu kriteria lain
dengan menggunakan sistem skor .
Unit Kerja Koordinasi Respirologi PP IDAI telah membuat Pedoman Nasional
Tuberkulosis Anak dengan menggunakan sistem skor (scoring system), yaitu pembobotan
terhadap gejala atau tanda klinis yang dijumpai. Pedoman tersebut secara resmi
digunakan oleh program nasional penanggulangan tuberkulosis untuk diagnosis TB anak.
Lihat tabel ....... tentang sistem pembobotan (scoring system) gejala dan pemeriksaan
penunjang.
Setelah dokter melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang,
maka dilakukan pembobotan dengan sistem skor. Pasien dengan jumlah skor yang lebih
atau sama dengan 6 (>6), harus ditatalaksana sebagai pasien TB dan mendapat OAT (obat
anti tuberkulosis). Bila skor kurang dari 6 tetapi secara klinis kecurigaan kearah TB kuat
maka perlu dilakukan pemeriksaan diagnostik lainnya sesuai indikasi, seperti bilasan
lambung, patologi anatomi, pungsi lumbal, pungsi pleura, foto tulang dan sendi,
funduskopi, CT-Scan, dan lain lainnya.
Catatan :
Diagnosis dengan sistem skoring ditegakkan oleh dokter.
Batuk dimasukkan dalam skor setelah disingkirkan penyebab batuk kronik lainnya
seperti Asma, Sinusitis, dan lain-lain.
Jika dijumpai skrofuloderma (TB pada kelenjar dan kulit), pasien dapat langsung
didiagnosis tuberkulosis.
Berat badan dinilai saat pasien datang (moment opname).--> lampirkan tabel
badan badan.
Foto toraks toraks bukan alat diagnostik utama pada TB anak
Semua anak dengan reaksi cepat BCG (reaksi lokal timbul < 7 hari setelah
penyuntikan) harus dievaluasi dengan sistem skoring TB anak.
Anak didiagnosis TB jika jumlah skor > 6, (skor maksimal 14)
Pasien usia balita yang mendapat skor 5, dirujuk ke RS untuk evaluasi lebih lanjut.
Parameter 0 1 2 3 Jumlah
Kontak TB Tidak jelas Laporan
keluarga,
BTA
negatif
atau tidak
tahu,
BTA
tidak
jelas
BTA positif
Uji tuberkulin Negatif Positif (≥ 10
mm, atau ≥ 5
mm pada
keadaan
imunosupresi)
Berat badan/
kedaan gizi
Bawah garis
merah (KMS)
atau BB/U <
80 %
Demam tanpa
sebab jelas
≥ 2 minggu
Batuk ≥ 3 minggu
Pembesarn
kelenjar limfe
koli, aksila,
inguinal
≥ 1 cm, jumlah
> 1, tidak nyeri
Pembengkakan
tulang/sendi
panggul, lutut,
Ada
pembengkakan
falang
Foto toraks Normal/tidak
jelas
Kesan TB
Jumlah
Tabel 8: Sistem skoring (scoring system) gejala dan pemriksaan penunjang TB
Perlu perhatian khusus jika ditemukan salah satu keadaan di bawah ini:
1. Tanda bahaya:
o kejang, kaku kuduk
o penurunan kesadaran
o kegawatan lain, misalnya sesak napas
2. Foto toraks menunjukkan gambaran milier, kavitas, efusi pleura
3. Gibbus, koksitis
Respons (+) Respons (-)
Terapi TB diteruskan Teruskan terapi Tb sambil
mencari penyebabnya
Gambar : Alur tatalaksana pasien TB anak pada unit pelayanan kesehatan dasar
Pada sebagian besar kasus TB anak pengobatan selama 6 bulan cukup adekuat. Setelah
pemberian obat 6 bulan, lakukan evaluasi baik klinis maupun pemeriksaan penunjang.
Evaluasi klinis pada TB anak merupakan parameter terbaik untuk menilai keberhasilan
Beri OATselama 2 bulan dan
Skor ≥
pengobatan. Bila dijumpai perbaikan klinis yang nyata walaupun gambaran radiologik
tidak menunjukkan perubahan yang berarti, OAT tetap dihentikan.
Kategori Anak (2RHZ/ 4RH)
Prinsip dasar pengobatan TB adalah minimal 3 macam obat dan diberikan dalam waktu 6
bulan. OAT pada anak diberikan setiap hari, baik pada tahap intensif maupun tahap
lanjutan dosis obat harus disesuaikan dengan berat badan anak.
Jenis Obat BB < 10 kg BB 10-20 kg BB 20-33 kg
Isoniazid 50 mg 100 mg 200 mg
Rifampisin 75 mg 150 mg 300 mg
Pirazinamid 150 mg 300 mg 600 mg
Tabel : Dosis OAT Kombipak pada anak
Berat badan (kg) 2 bulan tiap hari
RHZ (75/50/150)
4 bulan tiap hari
RH (75/50)
5-9 1 tablet 1 tablet
10-19 2 tablet 2 tablet
20-32 4 tablet 4 tablet
Tabel : Dosis OAT KDT pada anak
Keterangan:
• Bayi dengan berat badan kurang dari 5 kg dirujuk ke rumah sakit
• Anak dengan BB 15-19 kg dapat diberikan 3 tablet.
• Anak dengan BB ≥33 kg , dirujuk ke rumah sakit.
• Obat harus diberikan secara utuh, tidak boleh dibelah
• OAT KDT dapat diberikan dengan cara : ditelan secara utuh atau digerus sesaat
sebelum diminum.
Pengobatan Pencegahan (Profilaksis) untuk Anak
Pada semua anak, terutama balita yang tinggal serumah atau kontak erat dengan penderita
TB dengan BTA positif, perlu dilakukan pemeriksaan menggunakan sistem skoring. Bila
hasil evaluasi dengan skoring sistem didapat skor < 5, kepada anak tersebut diberikan
Isoniazid (INH) dengan dosis 5-10 mg/kg BB/hari selama 6 bulan. Bila anak tersebut
belum pernah mendapat imunisasi BCG, imunisasi BCG dilakukan setelah pengobatan
pencegahan selesai.
PENGAWASAN MENELAN OBAT
Salah satu komponen DOTS adalah pengobatan panduan jangka pendek dengan
pengawasan langsung. Untuk menjamin keteraturan pengobatan diperlukan seorang
PMO:
a. Persyaratan PMO
o Seseorang yang dikenal, dipercaya, dan disetujui baik oleh petugas
kesehatan maupun pasien, selain itu harus disegani dan dihormati pasien.
o Seseorang yang tinggal dekat dengan pasien.
o Bersedia membantu pasien dengan sukarela.
o Bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersama-sama dengan
pasien
b. Siapa yang bisa jadi PMO
Sebaiknya PMO adalah petugas kesehatan, misalnya bidan di desa, perawat,
pekarya, sanitarian, juru imunisasi, dan lain-lain. Bila tidak ada petugas kesehatan
yang memungkinkan, PMO dapat berasal dari kader kesehatan, guru, anggota
PPTI, PKK, atau tokoh masyarakat lainnya atau anggota keluarga.
c. Tugas seorang PMO
o Mengawasi pasien TB agar menelan obat secara teratur sampai selesai
pengobatan.
o Memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat.
o Mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang telah
ditentukan.
o Memberi oenyuluhan pada anggota keluarga pasien TB yang mempunyai
gejala-gejala mencurigakan TB untuk segera memeriksakan diri ke Unit
Pelayanan Kesehatan.
Tugas seorang PMO bukanlah untuk mengganti kewajiban pasien mengambul
obat dari Unit Pelayanan Kesehatan.
d. Informasi penting yang perlu dipahami PMO untuk disampaikan kepada pasien
mengambil obat dari Unit Pelayanan Kesehatan
o TB disebabkan bakteri, bukan penyakit keturunan atau kutukan.
o TB dapat disembuhkan dengan berobat teratur.
o Cara penularan TB, gejala-gejala yang mencurigakan dan cara
pencegahannya.
o Cara pemberian pengobatan pasien (tahap intensif dan lanjutan).
o Pentingnya pengawasan supaya pasien berobat secara teratur.
o Kemungkinan terjadinya efek samping obat dan perlunya segera meminta
pertolongan ke UPK.
PEMANTAUAN DAN HASIL PENGOBATAN TB
a. Pemantauan kemajuan pengobatan TB
Pemantauan kemajuan hasil pengobatan pada orang dewasa dilaksanakn degan
pemeriksaan ulang dahak secara mikroskopis. Pemeriksaan dahak secara
mikroskopis lebih baik dibandingkan dengan pemeriksaan radiologi dalam
memantau kemajuan pengobatan. Laju endap darah (LED) tidak digunakan untuk
memantau kemajuan pengobatan karena tidak spesifik untuk TB.
Untuk memantau kemajuan pengobatan dilakukan pemerisaan spesimen sebanyak
dua kali (sewaktu dan pagi). Hasil pemeriksaan dinyatakan negatif bila ke 2
spesimen tersebut negatif. Bila salah satu spesimen positif atau keduanya positif,
hasil pemeriksaan ulang dahak tersebut dinyatakan positif.
Tindak lanjut pemeriksaan ulang dahak mikroskopis dapat dilihat pada tabel di
bawah ini
TIPE PASIEN TB URAIANHASIL
BTABTA TINDAK LANJUT
Pasien baru BTA
positif dengan
pengobatan
Kategori-1
Akhir tahap
intensif
Negatif Tahap lanjutaN dimulai
Positif
Dilanjutkan dengan OAT
sisipan selama 1 bulan. Jika
setelah sisipan masih tetap
positif, tahap lanjutan tetap
diberikan
Sebulan sebelum
akhir pengobatan
atau akhir
pengobatan (AP)
Negatif
keduanyaSembuh
PositifGagal, ganti dengan OAT
Kategori-2 mulai dari awal
Pasien baru BTA
negatif dan rontgen
positif dengan
pengobatan
Kategori-1
Akhir intensif
Negatif
Berikan pengobatan tahap
lanjutan sampai selesai,
kemudian pasien dinyatakan
Pengobatan Lengkap
PositifGanti dengan Kategori-2 mulai
dari awal
Penderita baru BTA
positif dengan
pengobatan ulang
Kategori-2Akhir intensif
NegatifTeruskan pengobatan dengan
tahap lanjutan
Positif
Beri sisipan 1 bulan. Jika
setelah sisipan masih tetap
positif, teruskan pengobatan
tahap lanjutan. Jika ada
fasilitas, rujuk untuk uji
kepekaan obat
Sebulan sebelum
akhir pengobatan
Negatif
keduanya
Sembuh
atau akhir
pengobatan (AP)Positif
Belum ada pengobatan, disebut
Kasus Kronik, jiak mungkin,
rujuk kepada UPK
Tabel 11. Tindak lanjut hasil pemeriksaan ulang dahak
Tindakan pada pasien yang putus berobat kurang dari 1bulan
Lacak pasien
Diskusikan dengan pasien untuk mencari penyebab berobat tidak teratur
Lanjutkan pengobatan sampai seluruh dosis selesai
Tindakan pada pasien yang putus berobat antara 1-2 bulan
Tindakan-1 Tindakan-2
Lacak pasien
Didiskusikan dan cari
masalah
Periksa 3 x dahak
(SPS) dan lanjutkan
pengobatan sementara
sambil menunggu
hasil
Bila hasil
BTA
negatif
atau TB
ekstra paru
Lanjutkan pengobatan sampai seluruh dosis
selesai
Bila satu
atau lebih
hasil BTA
positif
Lama pengobatan
sebelumnya
kurang dari 5
bulan *)
Lanjutkan pengobatan
sampai seluruh dosis
selesai
Lama pengobatan
sebelumnya lebih
dari 5 bulan
Kategori-1:
mulai
Kategori-2
Kategori-2:
rujuk, mungkin
kasus kronik
Tindakan pada pasien yang putus berobat lebih dari 2 bulan (default)
Tindakan-1 Tindakan-2
Periksa 3 x dahak
SPS
Bila hasil
BTA
Pengobatan dihentikan, pasien diobservasi
bila gejalanya semakin parah perlu
Didiskusikan dan cari
masalah
Hentikan pengobatan
sambil menunggu
hasil pemeriksaan
dahak
negatif
atau TB
ekstra paru
dilakukan pemeriksaan kembali (SPS dan
atau biakan)
Bila satu
atau lebih
hasil BTA
positif
Kategori-2 Mulai Kategori-2
Kategori-2 Rujuk, mungkin kasus
kronik
Tabel 12. Tatalaksana pasien yang berobat tidak teratur
Keterangan:
*) Tindakan pada pasien yang putus berobat antara 1-2 bulan dan lama pengobatan
sebelumnya kurang dari 5 bulan: lanjutkan pengobatan dulu sampai seluruh dosis selesai
dan 1 bulan sebelum akhir pengobatan harus diperiksa dahak.
b. Hasil pengobatan pasienTB BTA positif
Sembuh
Pasein telah menyelesaikan pengobatan secara lengkap dan pemeriksaan ulang
dahak (follow-up) hasilnya negatif pada AP dan pada satu pemeriksaan folow-up
asebelumnya.
Pengobatan lengkap
Adalah pasien yang telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap tetapi
tidak memenuhi persyaratan sembuh atau gagal.
Meninggal
Adalah pasien yang meninggal dalam masa pengobatan karena sebab apapun.
Pindah
Adalah pasien yang pindah berobat ke unit dengan register TB 03 yang lain dan
hasil pengobatannya tidak diketahui.
Default (putus berobat)
Adalah pasien yang tidak beroat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa
pengobatannya selesai.
Gagal
Pasien yang hasil pemeriksaan dahanya tetap positif atau kembali menjadi positif
pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
PENGOBATAN TB PADA KEADAAN KHUSUS
a. Kehamilan
Pada prinsipnya pengobatan TB pada kehamilan tidak berbeda dengan
pengobatan TB pada umumnya. Menurut WHO, hampir semua OAT aman untuk
kehamilan, kecuali streptomisin. Streptomisin tidak dapat dipakai pada kehamilan
karena bersifat permanent ototoxic dan dapat menembus barier placenta.
Keadaan ini dapat mengakibatkan terjadinya gangguan pendengaran dan
keseimbangan yang menetap pada bayi yang akan dilahirkan. Perlu dijelaskan
kepada ibu hamil bahwa keberhasilan pengobatannya sangat penting artinya
supaya proses kelahiran dapat berjalan lancar dan bayi yang akan dilahirkan
terhindar dari kemungkinan tertular TB.
b. Ibu menyusui dan bayinya
Pada prinsipnya pengobatan TB pada ibu menyusui tidak berbeda dengan
pengobatan pada umumnya. Semua jenis OAT aman untuk ibu menyusui.
Seorang ibu menyusui yang menderita TB harus mendapat paduan OAT secara
adekuat. Pemberian OAT yang tepat merupakan cara terbaik untuk mencegah
penularan kuman TB kepada bayinya. Ibu dan bayi tidak perlu dipisahkan dan
bayi tersebut dapat terus disusui. Pengobatan pencegahan dengan INH diberikan
kepada bayi tersebut sesuai dengan berat badannya.
c. Pasien TB pengguna kontrasepsi
Rifampisin berinteraksi dengan kontrasepsi hormonal (pil KB, suntikan KB,
susuk KB), sehingga dapat menurunkan efektifitas kontrasepsi tersebut. Seorang
pasien TB sebaiknya mengggunakan kontrasepsi non-hormonal, atau kontrasepsi
yang mengandung estrogen dosis tinggi (50 mcg).
d. Pasien TB dengan infeksi HIV/AIDS
Tatalaksanan pengobatan TB pada pasien dengan infeksi HIV/AIDS adalah sama
seperti pasien TB lainnya. Obat TB pada pasien HIV/AIDS sama efektifnya
dengan pasien TB yang tidak disertai HIV/AIDS.
Prinsip pengobatan pasien TB-HIV adalah dengan mendahulukan pengobatan TB.
Pengobatan ARV(antiretroviral) dimulai berdasarkan stadium klinis HIV sesuai
dengan standar WHO. Penggunaan suntikan Streptomisin harus memperhatikan
Prinsip-prinsip Universal Precaution (Kewaspadaan Keamanan Universal)
Pengobatan pasien TB-HIV sebaiknya diberikan secara terintegrasi dalam satu
UPK untuk menjaga kepatuhan pengobatan secara teratur.
Pasien TB yang berisiko tinggi terhadap infeksi HIV perlu dirujuk ke pelayanan
VCT (Voluntary Counceling and Testing = Konsul sukarela dengan test HIV).
e. Pasien TB dengan hepatitis akut
Pemberian OAT pada pasien TB dengan hepatitis akut dan atau klinis ikterik,
ditunda sampai hepatitis akutnya mengalami penyembuhan. Pada keadaan dimana
pengobatan Tb sangat diperlukan dapat diberikan streptomisin (S) dan Etambutol
(E) maksimal 3 bulan sampai hepatitisnya menyembuh dan dilanjutkan dengan
Rifampisin (R) dan Isoniasid (H) selama 6 bulan.
f. Pasien TB dengan kelainan hati kronik
Bila ada kecurigaan gangguan faal hati, dianjurkan pemeriksaan faal hati sebelum
pengobatan Tb. Kalau SGOT dan SGPT meningkat lebih dari 3 kali OAT tidak
diberikan dan bila telah dalam pengobatan, harus dihentikan. Kalau
peningkatannya kurang dari 3 kali, pengobatan dapat dilaksanakan atau diteruskan
dengan pengawasan ketat. Pasien dengan kelainan hati, Pirasinamid (Z) tidak
boleh digunakan. Paduan OAT yang dapat dianjurkan adalah 2RHES/6RH atau
2HES/10HE.
g. Pasien TB dengan gagal ginjal
Isoniasid (H), Rifampisin (R) dan Pirasinamid (Z) dapat di ekskresi melalui
empedu dan dapat dicerna menjadi senyawa-senyawa yang tidak toksik. OAT
jenis ini dapat diberikan dengan dosis standar pada pasien-pasien dengan
gangguan ginjal.
Streptomisin dan Etambutol diekskresi melalui ginjal, oleh karena itu hindari
penggunaannya pada pasien dengan gangguan ginjal. Apabila fasilitas
pemantauan faal ginjal tersedia, Etambutol dan Streptomisin tetap dapat diberikan
dengan dosis yang sesuai faal ginjal. Paduan OAT yang paling aman untuk pasien
dengan gagal ginjal adalah 2HRZ/4HR.
h. Pasien TB dengan Diabetes Melitus
Diabetes harus dikontrol. Penggunaan Rifampisin dapat mengurangi efektifitas
obat oral anti diabetes (sulfonil urea) sehingga dosis obat anti diabetes perlu
ditingkatkan. Insulin dapat digunakan untuk mengontrol gula darah, setelah
selesai pengobatan TB, dilanjutkan dengan anti diabetes oral. Pada pasien
Diabetes Mellitus sering terjadi komplikasi retinopathy diabetika, oleh karena itu
hati-hati dengan pemberian etambutol, karena dapat memperberat kelainan
tersebut.
i. Pasien TB yang perlu mendapat tambahan kortikosteroid
Kortikosteroid hanya digunakan pada keadaan khusus yang membahayakan jiwa
pasien seperti:
o Meningitis TB
o TB milier dengan atau tanpa meningitis
o TB dengan Pleuritis eksudativa
o TB dengan Perikarditis konstriktiva.
Selama fase akut prednison diberikan dengan dosis 30-40 mg per hari, kemudian
diturunkan secara bertahap. Lama pemberian disesuaikan dengan jenis penyakit
dan kemajuan pengobatan.
j. Indikasi operasi
Pasien-pasien yang perlu mendapat tindakan operasi (reseksi paru), adalah:
1. Untuk TB paru:
Pasien batuk darah berat yang tidak dapat diatasi dengan cara
konservatif.
Pasien dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak dapat
diatasi secara konservatif.
Pasien MDR TB dengan kelainan paru yang terlokalisir.
2. Untuk TB ekstra paru:
Pasien TB ekstra paru dengan komplikasi, misalnya pasien TB tulang yang
disertai kelainan neurologik.
EFEK SAMPING OAT DAN PENATALAKSANAANNYA
Tabel berikut , menjelaskan efek samping ringan maupun berat dengan pendekatan
gejala.
Efek Samping Penyebab Penatalaksanaan
Tidak nafsu maka, mualm
sakit perut
Rifampisin Semua OAT diminum malam sebelum tidur
Nyeri sendi Pirazinamid Beri aspirin
Kesemutan s/d rasa
terbakar di kaki
INH Beri vit. B6 (piridoxin) 100 mg perhari
Warna kemerahan pada
urine
Rifanpisin Tidak perlu diberi apa-apa, tapi perlu
penjelasankepada pasien
Tabel 13. Efek samping ringan OAT
Efek Samping Penyebab Penatalaksanaan
Gatal dam kemerahan kulit Semua jenis
OAT
Ikuti petunjuk penatalaksanaan
di bawah
Tuli Streptomisin Streptomisin dihentikan, ganti
etambutol
Gangguan keseimbangan Streptomisin Streptomisin dihentikan, ganti
etambutol
Ikterus tanpa penyebab lain Hampir semua
OAT
Hentikan semua OAT sampai
ikterus menghilang
Bingung dan muntah-muntah
(permulaan ikterus karena obat)
Hampir semua
OAT
Hentkan semua OAT, segera
lakukan tes fungsi hati
Gangguan penglihatan Etambutol Hentikan etambutol
Purpura dan renjatan (syok) Rifampisin Hentikan rifampisin
Tabel 14. Efek samping ringan OAT
Penatalaksanaan pasien dengan efek samping “gatal dan kemerahan kulit”:
Jika seorang pasien dalam pengobatan OAT mulai mengeluh gatal-gatal singkirkan dulu
kemungkinan penyebab lain. Berika dulu antihistamin sambil meneruskan OAT dengan
pengawasan ketat. Gatal-gatal tersebut pada sebagian pasien hilang, namun pada
sebagian pasien malahan terjadi suatu kemerahan kulit. Bila keadaan seperti ini,
hentikan semua OAT. Tunggu sampai kemerahan kulit tersebut hilang. Jika gejala efek
samping ini bertambah berat, pasien perlu dirujuk.
Pada UPK Rujukan penangan kasus-kasus efek samping obat dapat dilakukan dengan
cara sebagai berikut:
Bila jenis obat penyebab efek samping itu belum diketahui, maka pemberian kembali
OAT harus dengan cara “drug challenging” dengan menggunakan obat lepas. Hal ini
dimaksudkan untuk menentukan obat mana yang merupakan penyebab dari efek samping
tersebut.
Efek samping hepatotoksik bisa terjadi karena hipersensitivitas atau karena
kelebihan dosis. Untuk membedakannya, semua OAT dihentikan dulu kemudian
diberi kembali sesuai dengan prinsip dechallenge rechallenge. Bila dalam proses
rechallenge yang dimulai dengan dosis rendah sudah timbul reaksi, berarti
hepatotoksik karena reaksi hipersensitivitas.
Bila jenis obat penyebab dari reaksi efek samping itu telah diketahui, misalnya
piraziamid atau etambutol, maka pengobatan TB dapat diberika lasi dengan tanpa
obat tersebut. Bila mungkin, ganti obat dengan obat lain. Lamanya pengobatan
mungkin perlu diperpanjang, tapi hal ini akan menurunkan risiko terjadinya
kekambuhan.
Kadang-kadang, pada pasien timbul reaksi hipersensitivitas (kepekaan) terhadap
isoniazid atau rifampisin. Kedua obat ini merupakan jenis OAT yang paling
ampuh sehingga merupakan obat utama (paling penting) dalam pengobatan
jangka pendek. Bila pasien dengan reaksi hipersensitivitas terhadap isoniazid atau
rifampisin tersebut HIV negatif, mungkin dapat dilakukan desensitisasi. Namun,
jangan lakukan desensitisasi pada pasien TB dengan HIV positif sebab menpunyai
risiko besar terjadi keracunan yang berat.
OBAT-OBAT ANTITUBERCULOSIS
Reference : Katzung, pharmacology
Lippincott, pharmacology
Isoniazid
Hidrazid dari asam isonikotionat. Obat paling aktif untuk mengobati tuberculosis.
Merupakan obat yang molekulnya kecil (137MW) dan secara bebas larut dalam air.
Memiliki struktur yang mirip dengan pyridoxine. Bekerja secara intraselular dan
ektraselular untuk menghambat tubercle bacilli, spectrum bakterinya luas dan bersifat
bakterisidal. Mampu masuk kedalam sel fagosit.
Mechanism of action
Menghambat sintesis asam mikolat yang merupakan komponen penting untuk dinding sel
mycobacterial. Isoniazid merupakan prodrugs, dan diaktifkan oleh KatG (mycobacterial
catalase peroxidase)
↓
INH aktif memiliki efek letal dengan membentuk compleks dengan AcpM (acyl carrier
protein) dan KaSA (β-ketoacyl carrier protein-synhtase)
↓
Memblok sintesis asam mikolat
Farmakokinetik
Absorpsi : melalui GI tract, adm 300 mg oral dose atau 5-15 mg/kg/day. Meningkat
dalam knsentrasi plasma sekitar 3-5μg/mL dalam 1-2 jam. Lalu terdistribusi ke seluruh
cairan tubuh dan jaringan. Konsentrasi mencapai CSF adalah 20-100 % dari konsentrasi
serum.
Metabolisme : melalui asetilasi enzim N-acetyltransferase yang ada di liver. Half life nya
sekitar kurang dari 1 sampai 3 jam. Dieksresikan utamanya melalui urine.
Basis of resistance
Berhubungan dengan overexpression dari inhA (yang mengkode NADH-dependenteacyl
carrier protein reductase), mutasi atau delesi dari KatG, mutasi KaSA, mutasi yang
menyebabkan overexpression Ahpc (gen virulensi yang terlibat dalam proteksi sel dari
oxidative stress)
Resistensi mutan terjadi pada susceptible mycobacterial population dalam frekuensi 1
bacillus dalam 106 karena lesi tuberculosis memiliki >108 tubercle bacilli, oleh karena itu
resistensi mudah muncul jika INH diberikan sebagai obat tunggal. Untuk refampin
Resistensi mutan terjadi pada susceptible mycobacterial population dalam frekuensi 1
bacillus dalam 106. Sedangkan untuk pemberian obat kombinasi INH dengan rifampin
maka frekuensi resistensi adalah 106 x 106 adalah 1012. jadi dengan pemberian kombinasi
menurunkan resistensi.
Efek samping
Insidensi serta severity efek samping tergantung dosis dan durasi pemberian obat.
Biasanya adalah reaksi alergi seperti skin rashes dan fever.
Efek toksik langsung misalnya hepatitis, peripheral neurophaty, kejang, abnormalitas
mental, neuritis optikus.
Rifampin
Berasal dari jamur streptomyces yang memiliki aktivitas mikroba yang lebih luas dari
isoniazid dan tidak pernah digunakan sebagai obat tunggal dalam penggunaan terapi
tuberculosis.
Mekanisme kerja
Menghambat transkripsi dengan cara berinteraksi dengan β-subunit RNA polymerase
bacterial untuk membentuk DNA sehingga dihambat sintesisnya. Obat ini spesifik untuk
bakteri prokariot.
Spectrum antimikroba
Bersifat bakterisidal terhadap bacterial intraseluar dan ekstraselular termasuk M.
tuberculosis, M. atypic, M. leprae, efektif juga terhadap banyak organisme gram negative
dan positif, sering digunakan secara profilaksis untuk seluruh anggota kelurga yan
terpapar tuberculosis .
Farmakokinetik
Absorpsi adekuat peroral. Distribusi terjadi seluruh cairan tubuh dan dengan kadar yang
cukup mencapai CSF. Dimetabolisme di hati dan dieliminasi melalui empedu serta
eksresi lainya berwarna kemerah ke cairan tubuh sehingga pendrita harus diberitahukan
sebelumnya. Rifampin memiliki efek terhadap kerja enzim P450 sehingga mennyebabkan
metabolisme pada obat lainya → mengurangi efektivitas obat lainya.
Efek samping
Mual, muntah, ruam, demam.
Ethambutol
Ethambutol adalah suatu senyawa sintesis. Larut dalam air, tahan panas. Isomer
dekstro dari struktur diberikan sebagai garam dihydrochloride.
Strain rentan dari Mycobacterium tuberculosis dan mikrobakteri lainnya dihambat
secara invitro oleh ethambutol 1 – 5 μg/mL.
Mekanisme kerja : Menghambat kerja arabinosyl transferase mikrobakteri, yang
dikodekan oleh embCAB operon. Arabinosyl transferase terlibat dalam reaksi
polimerasi dari arabinoglycan, suatu komponen esensial dari dinding sel mikrobakeri.
Gangguan sintesis arabinoglycan menganggu pertahanan sel, meningkatkan aktivitas
obat-oabt lipofilik seperti rifampin dan ofloxacin yang menembus dinding sel
terutama pada domain – domain lipid dari struktur ini.
Resistensi terhadap ethambutol diakibatkan oleh mutasi – mutasi yang menghasilkan
overekspresi produk – produk gen emb atau dalam gen struktur embB.
Farmakokinetik :
Administrasi peroral. Diabsorpsi dengan baik di GI tract. Distribusi hamper ke
seluruh jaringan tubuh, termasuk dapat menembus sawar darah otak. Setelah
meminum dosis sebanyak 25 mg/kg, kadar darah puncak 2 – 5 μg/mL akan dicapai
dalam 2 – 4 jam. Ekskresi melalui urine dan feces. Konsentrasi pada CSF bervariasi
sekitar 4 % - 64 % dari kadar serum. Waktu paruh sekitar 3 – 4 jam. Metabolisme di
hati.
Resistensi terhadap ethambutol timbul cepat saat obat tersebut digunakan secara
tunggal.
Dosis yang diberikan 15 – 25 mg/kg.
Efek Samping :
- Neuritis retrobulber, yang menyebabkan hilangnya ketajaman penglihatan dan
buta warna merah hijau. ( paling sering terjadi )
- Reduksi ekskresi uric acid
- Gangguan gastrointestinal
- Hypersensitivitas.
Kontraindikasi :
- Pada anak – anak usia muda
- Pasien dengan optic neuritis
Pyrazinamide
Pyrazinamide sejenis dengan nicotinamide, stabil, sedikit larut dalam air. Pada pH
netral, pyrazinamide tidak aktif invitro, tetapi pada pH basa ( 5,5 ) dapat menghambat
basil tuberkel dan beberapa jenis mikrobakteri lainnya dalam konsentrasi sekitar 20
μg/mL.
Mekanisme kerja :
Pyrazinamide diubah menjadi pyrazinoic acid ( bentuk aktif pada obat tersebut ) oleh
pyrazinamide mikrobakteri, yang dikodekan oleh pncA. Mekanisme secara pasti
masih belum diketahui.
Resistensi disebabkan oleh mutasi – mutasi pada pncA yang merusak pengubahan
pyrazinamide menjadi bentuk aktifnya. Gangguan ambilan pyrazinamide mungkin
berkontribusi dalam menimbulkan resistensi.
Farmakokinetik :
Absorpsi peroral. Diabsorpsi cepat di GI tract. Konsentrasi serum 30 – 50 μg/mL
pada 1- 2 jam setelah pemberian peroral dengan dosis 25 mg/kg/hari. Distribusi
secara luas ke seluruh jaringan tubuh termasuk ke selaput otak. Waktu paruh sekitar 8
– 11 jam. Ekskresi melalui urine.
Dalam pengobatan TB pyrazinamide sebagai suatu agen “ sterilizator “ aktif untuk
melawan sisa-sisa organisme intraselular yang dapat mengakibatkan kekambuhan.
Basil – basil tuberculosis mengembangkan resistensi terhadap pyrazinamide dengan
cukup cepat, tetapi tidak terdapat resistensi silang dengan isoniazid atau dengan obat
antimikrobakteri lainnya.
Efek Samping :
- Hepatotoksisitas ( dalam 1 – 5 % jumlah pasien )
- Mual
- Muntah
- Demam obat
- Hyperurisemia.
Kontraindikasi :
- Pada pasien dengan gangguan fungsi hati
Streptomycin
Merupakan antibiotika golongan aminoglikosida, golongan antibiotik bakteriosid
yang asalnya didapat dari berbagai spesies streptomyces.
Streptomycin mempunyai cincin hexose yaitu streptidine dimana berbagai gula amino
dikaitkan oleh ikatan glikosidik.
Agen – agen ini larut air, stabil dalam larutan, lebih aktif pada pH basa dibandingkan
pH asam.
Mekanisme Kerja :
Menghambat sintesis protein irreversible, mekanisme pasti aktivitas bakteriosidnya
masih belum jelas. Begitu streptomycin memasuki sel, ia mengikat protein ribosom
subunit- 30S yang spesifik. Streptomycin menghambat sintesis protein melalui 3 cara,
yaitu :
1. Mengganggu kompleks awal pembentukan peptide
2. Menginduksi salah baca mRNA, yang mengakibatkan penggabungan asam
amino yang salah ke dalam peptide, sehingga menyebabkan suatu keadaan
non-fungsi atau toksik protein.
3. Menyebabkan terjadinya pemecahan polisom menjadi monosom non-
fungsional.
Sebagian besar basil – basil tuberkel dihambat oleh streptomycin, 1 – 10 μg/mL, secara
invitro. Streptomycin sulit menembus ke dalam sel – sel dan konsekuensi obat ini hanya
aktif utamanya untuk melawan basil – basil tuberkel ekstraselular.
Farmakokinetik :
Administrasi parenteral Intra muscular ( I.M ) atau intra vena ( I.V ). Dosis yang
digunakan adalah 15 mg/kg/hari. Konsentrasi serum mendekati 40mg/mL dapat dicapai
dalam 30 – 60 menit setelah penyuntikan. Half life sekitar 2,5 jam.
Efek Samping :
- Ototoksik
- Nephrotocsic
- Vertigo dan kehilangan pendengaran merupakan efek samping utama dan
kemungkinan menjadi permanen.
REFERENCES
1. T. W. Sadle: Langman’s Medical Embriology. 6th ed, 1990
2. Junquiera LC., Carneiro J., O Kelley R. Basic Histology. 10th ed. Appleton and
Lange, 2004.
3. Guyton AC. Textbook of Medical Physiology. WB Saunders Co. London, 1991.
4. Moore, Dalley. Clinical Oriented Anatomy. 4th ed. Loppincot Williams and Wilkins.
5. Juzar Ali, Warren S, Michael Levitzky.Pulmonary Pathophysiology. 2nded. McGraw
Hill. USA, 2005
6. . Tortora, Derricson. Principle of Anatomy and Physiology. 11th ed. Wiley, 2006
7. www.tuberose.com/cigarette smoking.html.
8. Harrison,T.R. Principle of internal medicine. 16thed, McGraw-Hill,USA,2005.
9. www.wikipedia/chronic bronchitis.
10. Mccance, Kathryn l, Sue E. Hueter. Pathophysiology.5thed. Mosby.
Philadelphia,2006.
11. GOLD.Global Strategy for diagnosis, management, and prevention of chronic
pulmonary disease.USA,2007.
12. Sndden, david.Macleod's Clinical Examination.11thed.elsevier. USA,2007
13. Harmening,Denise. Clinical Hematology and fundamental of hemostasis 4ed..Fa
davis company. Phliadelphia,1997.
14. Jawetz, Melnick, Adelberg. Medical Microbiology 20ed. Appelton and
lange.USA,1995.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR BAGAN
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
BAB III KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA