BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada tahun 1941, George Beadle dan Edward Tatum mengadakan
percobaan dengan Neurospora crassa yang dikenal sebagai jamur roti merah.
George Beadle dan Edward Tatum mengarahkan sinar X ke jamur Neurospora crassa
yang menyebabkan jamur tersebut mengalami mutasi. George Beadle dan
Edward Tatum mengamati bahwa beberapa jamur kehilangan kemampuan
memproduksi senyawa organik tertentu agar bertahan hidup. George Beadle dan
Edward Tatum menambahkan senyawa yang berbeda namun serupa dan menyaksikan
bila jamur menggunakan senyawa tersebut, terjadi reaksi kimia jamur itu dapat
mensintesis bahan kimia yang diperlukan. Beadle menyimpulkan bahwa karakteristik
fungsi gen adalah mengendalikan sintesis enzim tertentu (Judd, 2010).
Dari percobaan tersebut, Beadle dan Tatum dapat menarik hipotesis bahwa
gen mengkode enzim, dan mereka menyimpulkan bahwa satu gen menyintesis satu
enzim (one gene-one enzyme theory). George Beadle dan Edward Tatum menerima
hadiah nobel fisiologi atau kedokteran pada tahun 1958 karena menyimpulkan fungsi
karakteristik gen yang mengendalikan sintesis enzim tertentu. Beberapa puluh tahun
kemudian, ditemukan bahwa gen mengkode protein yang tidak hanya berfungsi
sebagai enzim saja, dan beberapa protein tersusun dari dua atau lebih polipeptida.
Dengan adanya penemuan-penemuan tersebut, pendapat Beadle dan Tatum tentang
one gene-one enzyme theory dimodifikasi menjadi teori satu gen-satu polipeptida
(one gene-one polypetide theory) (Judd, 2010).
Manfaat percobaan yang dilakukan Beadle dan Tatum adalah mereka
membuktikan bahwa pembentukan enzim atau kelompok enzim diatur oleh gen atau
kelompok gen dalam kromosom. Mereka menemukan gen pengendali sintesis protein
dan enzim yang disimpulkan dalam suatu teori “one gene, one enzyme” yang
membuat berkembangnya ilmu genetika (Judd, 2010).
1.2 Tujuan
1. Menentukan nilai Rf dari pigmen mata Drosophila melanogaster
2. Membandingkan pigmen mata Drosophila melanogaster
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hubungan Gen, DNA, Protein dan Enzyme
Penelitian tentang gen dan enzim terus berkembang. Para ilmuwan
meneliti lebih lanjut tentang hipotesis satu gen satu enzim. Penelitian-penelitian
tersebut menghasilkan suatu pernyataan bahwa semua enzim adalah protein.
Namun tidak semua protein adalah enzim. Keratin adalah protein struktural pada
rambut hewan. Hormon insulin merupakan protein. Kedua struktur tersebut
bukanlah enzim. Namun demikian kedua protein tersebut sama-sama
diekspresikan oleh suatu gen (Campbell, 2002).
Gen merupakan bagian dari kromosom (DNA) yang dapat ditranskripsi
dan ditranslasi sehingga menghasilkan suatu protein. Diantara fungsi protein di
dalam sel adalah sebagai enzim yang mengkatalisis reaksi-reaksi yang terjadi
ataupun sebagai protein structural yang membentuk sel. Protein merupakan
bentuk utama dari suatu gen. Jika suatu gen termutasi dimana urutan nukleotida
dari gen tersebut berubah dapat mengakibatkan terjadi perubahan dari protein
yang dihasilkan. Hal tersebut dapat mengakibatkan perubahan dari aktivitas
protein dan fenotip yang kita amati. Jika mutasi yang terjadi menyebabkan suatu
protein tidak berfungsi, maka mutan yang dihasilkan bersifat resesif
(Campbell,2002)
Suatu gen merupakan bagian dari kromosom (DNA) yang dapat
ditranskripsi dan ditranslasi menjadi suatu protein. Di dalam sel, protein
dapat berfungsi sebagai protein struktural yang membentuk sel atau sebagai
enzim yang mengkatalis reaksi-reaksi yang terjadi di dalam sel. Produk utama
sutu gen adalah suatu protein, sedangkan fenotipe yang teramati merupakan
akibat dari aktivitas protein tersebut (Falk, 2009).
Boris Ephrussi dan George Beadle, dua ahli genetika yang mempelajari
pigmen warna mata Drosophila melanogaster di laboratorium Caltech Thomas
Hunt Morgan. Pada pertengahan tahun 1930 mereka menemukan bahwa gen
yang mempengaruhi warna mata tampak serial tergantung, dan bahwa mata
merah normal Drosophila merupakan hasil dari pigmen yang pergi melalui
serangkaian transformasi, mutasi gen warna mata yang berbeda terganggu oleh
transformasi pada titik yang berbeda dalam rangkaian seri. Jadi, Beadle beralasan
bahwa setiap gen bertanggung jawab untuk enzim yang bertindak dalam jalur
metabolisme sintesis pigmen (Morange, 1998).
2.2 Hubungan Kerja Protein dengan Pigmen Mata
Fungsi protein di dalam sel adalah sebagai enzim yang mengkatalisis
reaksi-reaksi yang terjadi ataupun sebagai protein struktural yang membentuk
sel. Protein merupakan bentuk utama dari suatu gen. Akibat aktivitas dari
protein dapat kita lihat fenotip-fenotip yang dapat kita amati. Jika suatu gen
termutasi dimana urutan nukleotida dari gen tersebut berubah dapat
mengakibatkan terjadi perubahan dari protein yang dihasilkan. Hal tersebut
dapat mengakibatkan perubahan dari aktivitas protein dan fenotip yang kita
amati. Di dalam pigmen mata terdapat bermacam-macam protein yang
menghasilhan warna mata yang berbeda-beda (Falk, 2009).
Pigmen mata pada Drosophila melanogaster dapat dipengaruhi oleh
aktivitas produk gen yang mempengaruhi fenotip. Yang diantaranya
menghasilkan protein didalam sel sebagai enzim yang mengkatalisis reaksi-
reaksi yang terjadi ataupun sebagai protein struktural yang membentuk sel.
Mutasi yang terjadi menyebabkan suatu protein tidak berfungsi, maka mutan
yang dihasilkan bersifat resesif. Pada pigmen mata Drosophila melanogaster
menyebabkan warna mata pada Drosophila melanogaster berwarna merah.
Pteridin yang terdapat pada lalat buah meliputi Drosopterin yang
menyebabkan warna merah pada mata, dan Ommokrom yang menyebabkan
warana coklat pada mata. Drosophila melanogaster memiliki warna pigmen
mata yang berbedabeda tergantung pada gen yang berperan dalam
pembentukan pteridin. Jika terjadi mutasi warna mata yang akan teramati akan
menjadi coklat, apabila kelompok drosopterin tidak ada. sedangkan warna
mata akan menjadi merah terang jika kelompok ommokrom yang tidak ada
(Dahmann, 2008).
2.3 Alur Sintesis Pigmen Drosopterin dan Ommokrom
Tabel1. Biosintesis pigmen mata Drosophila melanogaster
A. Sintesis ommokrom B. Sintesis Drosopterin
Triptofan
N- Formilkinurenin
Kinurenin
cn
3- Hidroksikinurenin
st
Xanthomatin
Guanosin trifosfat
Dihidroneopterin trifosfat
Dihidrobiopterin
Sepiapterin Dihidropterin
mal Drosopterin
Xantopterin Isoxanthopterin
(Strikberger, MW. 1962.)
2.4 Prinsip Dasar Kromatografi dan Rf
Kromatografi merupakan metode untuk memisahkan atau
mengidentifikasi suatu komponen kimia dari suatu campuran. Cara tersebut
digunakan oleh ilmuwan untuk mengidentifikasi suatu protein tunggal dari suatu
komponen sel atau jaringan suatu makhluk hidup. Langkah-langkah yang
dilakukan adalah menggiling jaringan tersebut agar jaringan mengalami lisis.
Selanjutnya adalah memisahkan komponen-komponen kimiawi yang ada dalam
jaringan tersebut. Cara pemisahan menggunakan prinsip interaksi molekul yang
berbeda melalui medium stasioner (fase diam) di bawah pengaruh fase gerak.
Cara pemisahan tersebut berdasarkan kecepatan migrasi tiap-tiap komponennya
melalui medium stasioner (fase diam) di bawah pengaruh fase gerak (mobile).
Aliran (gerakan) fase gerak tersebut menyebabkan perbedaan migrasi campuran,
sehingga dapat terpisahkan (Pai & Apandi 1999: 210—211).
Kromatografi adalah metode analisis yang digunakan secara luas untuk
memisahkan, mengidentifikasikan, dan menentukan komponen kimia dalam
suatu campuran. Metode kromatografi ada 2 yaitu: column chromatography dan
planar chromatography. Termasuk didalam kromatografi planar adalah
kromatografi lapisan tipis (TLC), kromatografi kertas (PC), dan
elektrokromatografi. Kromatografi merupakan cara pemisahan campuran ke
dalam komponen-komponennya berdasarkan kecepatan migrasi tiap-tiap
komponennya melalui medium stasioner (fasa diam) di bawah pengaruh fasa
gerak. Fase gerak pada metode kromatografi kertas bergerak melewati fase diam
karena pengaruh kapilaritas, gravitasi, atau terkadang karena pengaruh potensial
listrik (Skoog, West & Holler 1996: 660-721).
Kromatogram yang dihasilkan diuraikan dan zona-zona dicirikan oleh
nilai-nilai Rf. Nilai Rf didefinisikan dengan hubungan:
Rf = Jarak (cm) dari garis awal ke pusat zona
Jarak (cm) dari garis awal ke garis depan pelarut
Harga Rf mengukur kecepatan bergeraknya zona relatif terhadap garis
depan pengembang. Nilai Rf menunjukkan identitas-identitas asam amino dan
intensitas zona itu dapat digunakan sebagai ukuran konsentrasi (Basset 1998:
226).
BAB III
METODE KERJA
3.1 Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah sebagai berikut:
Tabel 3.1 Alat dan Bahan Praktikum Siklus Hidup Lalat Buah
Alat Bahan
Gunting Lalat buah normal
Penggaris Mutan white
Pensil Mutan mata gelap
Jarum pentul Mutan mata terang
Alat penjepit Kertas saring
Bejana kromatografi dengan tutup kaca Larutan NBA
Pengering rambut atau oven Vaselin
3.2 Metode Kerja
1. Pengguntingan Kertas Kromatografi
Kertas saring digunting dengan ukuran 16 x 20 cm. Lalu dibuatkan 2
garis lurus dengan pensil sejajar sisi yang 16 cm sepanjajang 2 cm dan yang
kedua 10cm dari garis pertama. Kemudian diberi tanda bulat dengan pensil pada
garis pertama dengan jarak masing – masing 2 cm. Dituliskan nama disebelah
atas kertas menggunakan pensil. Kertas kromatografi siap digunakan.
2. Kromatografi
Bejana diisi dengan larutan NBA setinggi 1 cm dan diberi vaselin pada
mulut bejana. Kemudian ditutup dengan tutup kaca sehingga bejana siap
digunakan. Setelah itu lalat buah diambil 3 buah dari 3 fenotip yang berbeda.
Dipotong kepalanya dengan jarum pentul. Diletakan setiap potongan kepalanya
diatas tanda bulat pada kertas saring, kemudian ditekan kepalanya. Diletakan
dan ditekan kepalanya dengan cara yang sama untuk lalat berikutnya.Diambil
fenotip lain dan dipelakukan sama seperti sebelumnya sehingga kepala lalat
buah siap untuk digunakan. Setelah itu sediakan kertas saring dan digulung
sehingga letak sisi kiri dan kanan bersebelahan. Di beri hekter dua kali di
sebelah atas dan bawah sua kali. Dimasukan secara tegak di kolam bejana.
Kemudian bejana ditutup dan diberi vaselin sehingga tertutup rapat. Didiamkan
beberapa jam samapi eluen bergerak melalui garis kedua. Setelah bejana selesai
diamati, kertas saring diambil kembali dan dibuat garis dengan pensil pada batas
pergerakan eluen lalu dikeringkan. Setelah itu diamati dibawah sinar UV. Diberi
tanda dengan pensil disekeliling bercak yang terlihat pada kertas saring. Dicatat
warnanya dan warna fikorosensinya. Warna pada kertas siap dibandingkan.
BAB IV
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
Pada praktikum kali ini, kertas kromatografi dilihat tanpa menggunakan
bantuan cahaya lain dan dilihat menggunakan sinar UV dan sinar putih. Perbedaan
keduanya akan dijelaskan pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Foto Hasil Pengamatan
Foto Tanpa Bantuan Cahaya Lain Foto dengan Bantuan Cahaya Lain
Gambar 4.1 KLT tanpa bantuan
cahaya (Dokumentasi Pribadi, 2015)
Gambar 4.2 KLT dengan bantuan cahaya
UV (Dokumentasi Pribadi,2015)
4.1.1 Perhitungan Rf
Jarak eluen, pada:
- Wild Type : 3.4 cm
- White : tidak teramati
- Sephia : 3,2 cm
- Claret : 3.5 cm
a. Rf pada fasa I
Nilai Rf Wild Type : 0.5 cm4.6 cm
=0 , 186
Nilai Rf Sephia : 1.7 cm4.3 cm
=0 ,406
Nilai Rf Claret : 0.7 cm4.6 cm
=0.1521
b. Rf pada fasa II
Nilai Rf Wild Type : 2.1 cm4.6 cm
=0.4565
Nilai Rf Sephia : 2.9 cm4.3 cm
=0.6744
Nilai Rf Claret : 2.1 cm4.6 cm
=0 .4565
4.2 Pembahasan
Pada praktikum kali ini, dilakukan percobaan untuk mengamati pigmen
warna pada Drosophila melanogaster dengan menggunakan kromatografi
kertas. Pigmen pada mata Drosophila melanogaster disebabkan oleh
kehadiran pteridin. Pteridin pada Drosophila melanogaster wildtype memiliki
dua jenis pteridin, yaitu drosopterin yang menyebabkan warna mata menjadi
merah dan ommokrom yang menyebabkan warna mata menjadi coklat.
Pigmen mata pada Drosophila melanogaster tidak dapat terlihat
menggunakan cahaya putih (lampu neon), maka digunakanlah sinar ultraviolet
untuk membantu pemendaran cahaya.
Fluoresensi merupakan pemancaran sinar oleh atom atau molekul
setelah terlebih dahulu disinari sinar UV. Sinar UV menujukkan adanya
perbedaan warna pigmen mata pada Drosophila melanogaster jenis wildtype,
sephia, claret, dan white. Pada lalat buah wildtype, terlihat warna orange yang
panjang, yaitu drosopterin. Terlihat juga warna- warna lainnya, seperti violet
blue yang menujukkan adanya isoxantherin, warna green blue menunjukkan
adanya xanthopterin. Pada mutan sephia, setelah diamati dengan sinar UV
terlihat warna violet blue yang menunjukkan adanya isoxanthopterin, warna
green blue merupakan xantoptherin dan warna yellow green yaitu sepraterin.
Pada mutan white, tidak muncul warna apapun. Hal tersebut terjadi karena
mutasi yang menyebabkan terhambatnya ekspresi suatu gen/enzim pada saat
proses sintesi protein yang berperan dalam pewarnaan mata Drosophila
melanogaster. Pada mutan claret terlihat warna green blue (Heftmann, 2004).
Nilai Rf yang didapatkan pada percobaan setelah penyinaran sinar uv
adalah sebagai berikut: pada fasa I: 1. Wildtype (Rf = 0.1086), 2. Sephia ( Rf
= 0.3953), dan 3. Claret (Rf = 0.1521), pada fasa II: 1. Wildtype (Rf =
0.4565), 2. Sephia ( Rf = 0.6744), dan 3. Claret (Rf = 0.4565) Sedangkan
berdasarkan literature, nilai Rf yang didapatkan sebagai berikut: : 1. Wildtype
(Rf = 0.483), 2. White (Rf = 0), 3. Sephia ( Rf = 0.385), dan 4. Claret (Rf =
0.229). Oleh sebab itu dapat dipastikan bahwa tidak teramatinya nilai Rf pada
pigmen mata white dikarenakan pigmen mata white bernilai 0. Selain itu, dari
data 2 fasa yang didapatkan pada saat disinari oleh sinar UV, dapat dipastikan
bahwa fasa kedua menunjukan nilai Rf pigmen mata yang sesungguhnya
karena nilai Rf pada fasa kedua merupakan nilai yang paling sedikit selisihnya
bila dibandingkan dengan nilai Rf pada pigmen mata lalat sliteratur.
Berdasarkan data yang telah didapat, nilai Rf yang tertinggi didapat pada
pigmen mata sephia. Hal ini menunjukkan bahwa pigmen mata sephia paling
non-polar jika dibandingkan dengan pigmen mata white, clarett, serta
wildtype. Sementara itu, pigmen white bersifat paling polar karena nilai Rf
yang dimilikinya paling kecil (Warianto, 2011).
Pada praktikum yang telah dilakukan, fasa stasioner yang digunakan
adalah kertas kertas saring dengan larutan NBA yang merupakan campuran
dari bahan N-butanol, asam asetat dan aquades dengan perbandingan 20 : 3 :
7, sehingga pigmen mata yang akan kita pisahkan komponen pigmennya akan
larut sesuai kelarutannya pada fasa bergerak. Larutan NBA memiliki tingkat
kepolaran rendah yang mampu memisahkan pigmen-pigmen mata lalat buah
yang memiliki tingkat kepolaran yang sama. Vaselin digunakan untuk
mencegah terjadinya penguapan larutan NBA ketika proses pemisahan
pigmen warna mata menggunakan kromatografi.
Hasil pemendaran cahaya mata dari Drosophila melanogaster beserta
mutannya yang didapatkan pada praktikum ini didapatkan hasil yang berbeda.
Hal ini disebabkan oleh sebuah peristiwa fluorosensi. Fluorosensi merupakan
pemancaran sinar oleh atom atau molekul setelah terlebih dahulu disinari.
Sinar tersebut dapat berupa sinar UV. Ketika sinar UV menyinari kertas
saring, komponen pigmen mata akan mengabsorbsi cahaya UV dengan
panjang gelombang tertentu dan memendarkan warna yang lebih kontras
sesuai dengan warna asli senyawa tersebut (Strickberger, 1962).
BAB V
KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum kali ini adalah sebagai berikut:
1. Berdasarkan percobaan dan pengamatan yang telah dilakukan, telah
ditentukan nilai Rf dari masing-masing pigmen mata Drosophila
melanogaster yang didapat sebagai berikut : Rf Wild Type = 0.4565 ; Rf
White = 0; Rf Sephia = 0.6744 ; dan Rf Claret = 0.4565.
2. Setelah melakukan pemberian sinar UV pada kertas saring, kita dapat
menentukan kelompok pigmen mata pada tiap jenis mutan maupun pada
Drosophila wildtype. Drosophila melanogaster wild type tergolong dalam
kelompok pigmen mata drosopterin dan ommokrom. Mutan white tergolong
dalam kelompok pigmen mata yang tidak memiliki pteridin dan
ommokrom. Mutan sephia tergolong dalam kelompok pigmen mata yang
memiliki sepiapterin. Mutan claret tergolong dalam kelompok pigmen mata
yang memiliki drosopterin
DAFTAR PUSTAKA
Heftmann.E. 2004. Chromatography 6th Edition. Elsevier : San Diego
Campbell, N. A., J. B. Reece, L. G. Mitchel. 2002. Biologi. Terj dari Biology.
Oleh Lestari, R., E. I. M. Adil, N. Anita, Andri, W. F. Wibowo & W.
Manalu. Erlangga, Jakarta: xxi + 438 hlm.
Falk, Raphael. 2009. Genetic Analysis: A History of Genetic Thinking. England
: Cambridge University Press.
Inc. Morange, M. 1998. A History of Molecular Biology. Cambridge: Harvard
University Press.
Judd, Sandra. 2010. Genetic disorders sourcebook. United States :
Omnigraphics, Inc. Morange, M. 1998. A History of Molecular Biology.
Cambridge: Harvard University Press.
Inc. Morange, M. 1998. A History of Molecular Biology. Cambridge: Harvard
University Press.
Pai, A. C. 1992. Dasar-dasar genetika. Terj dari Fundamentals of genetics. Oleh
Apandi, M. Erlangga, Jakarta: x + 438 hlm.
Skoog, D.A., D.M. West & F.J. Holler. 1996. Fundamental of analytical
chemistry. 7th ed. Saunders College Publishing, Fort Worth: xviii + 870
hlm.
Strikberger, MW. 1962. Experiments in genetics with Drosophila, John Willey
and Sons, Inc.,New York.
Warianto, Chaidar. 2011. Mutasi. http://skp.unair.ac.id/repository/Guru-
Indonesia/Mutasi_ChaidarWarianto_17.pdf (diakses pada 5 Oktober
2015).
Recommended