LAPORAN HASIL KAJIAN
Free Trade Agreement (FTA) dan Economic Partnership
Agreement (EPA), dan Pengaruhnya terhadap Arus
Perdagangan dan Investasi dengan Negara Mitra
Jilid 2
Tim Kajian Pusat Kebijakan Regional dan Bilateral
2013
1
Daftar Isi
Daftar Akronim
Bab 1 Ikhtisar Hasil Kajian 2012
Bab 2 Latar Belakang Kajian 2013
Bab 3 Perkembangan Isu Perdagangan Internasional dan Kinerja Indonesia
Bab 4 Analisis Dampak ASEAN - EU Free Trade Area
Bab 5 Analisis Dampak Indonesia (ASEAN) - Turkey Free Trade Area
Bab 6 Analisis Daya Saing Komoditas Pertanian Indonesia
Bab 7 Catatan Akhir
Daftar Referensi
2
Daftar Akronim
AANZFTA ASEAN – Australia New Zealand Free Trade Area
ACFTA ASEAN – China Free Trade Area
AEUFTA ASEAN – Uni Europe Free Trade Area
AFTA ASEAN Free Trade Area
AIFTA ASEAN – India Free Trade Area
AJCEP ASEAN – Japan Comprehensive Economic Partnership
AKFTA ASEAN – Korea Free Trade Area
ASEAN Association of South-East Asian Nations
ASEM Asia–Europe Meeting
B to B Business to Business
CGE Computable General Equilibrium
CIF Cost, Insurance and Freight
DGTEC Directorate General for Trade of the European Commission
EFTA European Free Trade Association
EPA Economic Partnership Agreement
EU European Union (Uni Eropa)
FDI Foreign Direct Investment
FOB Free On Board
FTA Free Trade Agreement
G to G Government to Government
GTAP Global Trade Analysis Project
IJEPA Indonesia – Japan Economic Partnership Agreement
IO Input-Output (merujuk Tabel Input-Output, data statistik)
Kemendag Kementerian Perdagangan
MFN Most Favour Nation
3
OKI Organisasi Konferensi Islam
PIB Pemberitahuan Impor Barang
PKRB Pusat Kebijakan Regional dan Bilateral
RCA Dinamis Dynamic Revealed Comparative Advantage
RCA Revealed Comparative Advantage
RCEP Regional Comprehensive Economic Partnership
SITC Standard International Trade Classification
WDI World Development Indicators
4
1111 Ikhtisar Hasil Kajian 2012
Pada 2012 telah dilakukan kajian oleh Tim Kajian di Pusat Kebijakan Regional
dan Bilateral (PKRB) untuk melakukan kajian tentang Free Trade Agreement
(FTA) dan/atau Economic Partnership Agreement (EPA)1, dan pengaruhnya
terhadap arus perdagangan dan investasi dengan negara mitra. Penelitian
difokuskan untuk melakukan evaluasi atas dampak EPA/FTA yang telah
terjadi serta melakukan analisis ex-ante untuk mengestimasi dampak potensial
suatu FTA/EPA yang akan dilakukan (dalam proses persiapan/negosiasi)
terhadap arus perdagangan dan investasi. Hasil kajian diharapkan untuk dapat
1 Free Trade Agreement (FTA) atau Perjanjian Perdagangan Bebas ialah perjanjian internasional bagi
penghapusan tarif yang dibebankan antara negara atau kawasan dan untuk menghapus peraturan
dalam bidang penanaman modal asing pada bidang jasa perdagangan. Sedangkan Economic
Partnership Agreement (EPA) atau Perjanjian Kerja sama Ekonomi ialah perjanjian yang
memperkokoh kerjasama ekonomi dengan negara dan kawasan lain di berbagai bidang dengan
pembebasan/memfasilitasi bergeraknya sumber daya manusia, barang dan modal, berpusat pada
FTA. Jadi EPA merupakan skema kerja sama perluasan kerja sama FTA. (Dikutip dari
http://www.jetro.go.jp/indonesia/jiepa/index.html/BrosurEPAind2009.pdf)
5
menjadi bahan masukan bagi penentuan kebijakan dan posisi Indonesia dalam
berbagai skema perjanjian perdagangan internasional.
Dalam kajian tahun 2012, telah dilakukan analisis terhadap beberapa skema
FTA dan EPA dengan berbagai metode analisis, yaitu:
1. Analisis deskriptif untuk memetakan berbagai dampak FTA/EPA Indonesia
dengan negara mitra dengan menggunakan data-data perdagagan
internasional. Dengan analisis deskriptif ini diharapkan mampu
mendapatkan gambaran perubahan struktur perdagangan Indonesia
dengan negara mitra sebelum dan sesudah FTA/EPA;
2. Studi kasus: evaluasi dampak FTA/EPA (telah/akan berjalan). Beberapa
metode analisis dampak yang mungkin dilakukan:
a. Metode kuantitatif, yaitu dengan melakukan estimasi FTA preferential
indicators dan FTA trade and welfare indicators sebagaimana yang
disarankan oleh Plummer et al. (2010) untuk mengevaluasi
pemanfaatan skema tarif ASEAN Free Trade Area (AFTA), ASEAN –
China Free Trade Area (ACFTA), ASEAN – Korea Free Trade Area
(AKFTA), Indonesia – Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA),
dan ASEAN – India Free Trade Area (AIFTA).
b. Metode ekonometri runtun waktu ARIMA untuk mengevaluasi dampak
ACFTA dan IJEPA terhadap volume perdagangan Indonesia dan negara
mitra.
c. Komparasi tarif antarnegara dalam database GTAP8 dan Simulasi Model
Computable General Equilibrium (CGE) Global Trade Analysis Project
(GTAP) untuk menganalisis dampak AFTA, AIFTA, dan ASEAN-Japan
Comprehensive Economic Partnership (AJCEP).
3. Analisis daya saing komoditas Indonesia dalam ASEAN – Australia New
Zealand Free Trade Area (AANZFTA) dengan menggunakan Revealed
Comparative Advantages (RCAs) dinamis (Balassa, 1965; Edwards &
Schoer, 2001b).
6
4. Focus Group Discussion (FGD) untuk melakukan pendalaman permasalahan
dengan diskusi dengan para pakar dan stakeholders.
Sebagai referensi bahwa sampai dengan saat ini, Indonesia telah terlibat dalam
beberapa skema FTA/EPA sebagai berikut:
Tabel-1: Perkembangan Implementasi FTA oleh Indonesia
No. FTA Regional FTA Entry
Into Force
Indonesia Entry
Into Force
1. ASEAN FTA 2002 2002
2. ASEAN-China FTA 2004 2004
3. ASEAN-Korea FTA 2007 2007
4. ASEAN-India FTA 2010 2010
5. ASEAN-Australia-New Zealand FTA 2010 2012
6. ASEAN-JAPAN Comprehensive Economic Partnership 2010 -
No. FTA Bilateral Entry Into Force
1 Indonesia-Japan Economic Partnership 2007
Sumber: Kajian FTA BKF
Hal-hal yang menjadi temuan menarik dalam kajian tersebut dapat
diikhtisarkan sebagai berikut:
1. Bahwa selama periode 2000-2010 telah terjadi peningkatan arus
perdagangan yang sangat pesat, baik dilihat dari nilai ekspor maupun
impor, walau pun jika dilihat dari nilai surplus justru mengalami
penurunan (Lihat Gambar-1).
7
Gambar-1: Perkembangan Arus Perdagangan Indonesia 2000-2010
Perkembangan ini pun telah merubah struktur perdagangan Indonesia,
baik dari sisi komposisi jenis komoditas yang diperdagangkan baik ekspor
atau pun impor; serta perubahan komposisi mitra dagang utamanya.
Sebagaimana terlihat dalam Tabel-2, ekspor utama Indonesia pada tahun
2000 merupakan produk manufaktur yaitu mesin dan peralatan listrik,
pada tahun 2010 digantikan oleh produk pertambangan, yaitu bahan bakar
mineral. Sementara untuk negara tujuan ekspor, terjadi lonjakan yang
teramat besar bagi China, yang sebelumnya merupakan negara tujuan
ekspor ke-5 di tahun 2000 menjadi negara tujuan ekspor ke-2 di tahun
2010. China juga menjadi negara asal impor terbesar Indonesia pada tahun
2010, padahal pada tahun 2000 hanya menempati urutan ke-5.
8
Tabel-2: Perubahan Struktur Perdagangan Indonesia
2000 2010
Struktur
komoditas
ekspor
utama
Mesin & peralatan listrik 14% Bahan bakar mineral 15%
Mesin2 & pesawat mekanik 8% Lemak & minyak hewan/nabati 13%
Kertas/karton 5% Mesin & peralatan listrik 8%
Lemak & minyak hewan/nabati 4% Karet & brg dr karet 7%
Karet & brg dr karet 3% Bijih, kerak & abu logam 6%
Struktur
komoditas
impor
utama
Mesin2 & pesawat mekanik 17% Mesin2 & pesawat mekanik 17%
Bahan kimia organik 9% Mesin & peralatan listrik 14%
Kendaraan dan bagiannya 7% Besi & baja 6%
Mesin & peralatan listrik 5% Bahan kimia organik 5%
Besi & baja 5% Kendaraan dan bagiannya 5%
Struktur
negara
utama
tujuan
ekspor
Japan 23.20% Japan 17.20%
USA 13.64% China 10.42%
Singapore 10.50% USA 9.46%
South Korea 6.95% Singapore 9.15%
China 4.46% South Korea 8.39%
Taiwan 3.83% India 6.61%
Struktur
negara
utama asal
impor
Japan 17.30% China 16.05%
Singapore 12.15% Singapore 15.95%
USA 10.87% Japan 13.36%
South Korea 6.68% USA 7.40%
China 6.55% Malaysia 6.81%
Australia 5.43% South Korea 6.05%
Sumber: Hasil analisis Tim Kajian 2012
2. Hasil evaluasi utilization rate terhadap FTA yang sudah berlangsung
menunjukkan hasil yang relatif rendah. Semakin tinggi utilization rate,
semakin besar impor yang memenuhi syarat untuk mendapatkan tarif
preferensi (preference-eligible imports) yang benar-benar masuk dengan
menggunakan tarif preferensi daripada menggunakan tarif most favour
nation (MFN). Selain itu, semakin tinggi utilization rate juga bermakna
9
bahwa biaya kepatuhan (compliance costs) dari ketentuan asal barang
semakin tidak menjadi penghambat.
Tabel-3: Hasil estimasi utilization rate tiap FTA
Skema FTA Utilisation rate
AFTA 30,43%
ACFTA 35,98%
AKFTA 33,61%
IJEPA 32,65%
AIFTA 6,05%
Sumber: Hasil analisis Tim Kajian 2012
Beberapa kemungkinan yang menyebabkan rendahnya persentase
importasi yang menggunakan tarif preferensi daripada tarif MFN, antara
lain:
(a) Tarif preferensial tidak terlalu menarik karena perbedaannya dengan
tarif MFN tidak signifikan.
(b) Prosedur yang harus dijalani untuk dapat menggunakan tarif
preferensial dianggap cukup menyulitkan (compliance cost tinggi).
(c) Kesalahan identifikasi dalam sistem komputer pabean yang merekam
data Pemberitahuan Impor Barang (PIB) dalam hal importasi
menggunakan beberapa skema fasilitas.
3. Sementara itu, analisis menggunakan metode forecasting ekonometrik
ARIMA (Gujarati, 2009) untuk melihat dampak IJEPA dan ACFTA terhadap
pertumbuhan ekspor/impor Indonesia dan negara mitra dengan
membandingkan hasil peramalan (tanpa skema FTA) dengan data riil
setelah adanya FTA maka dapat diestimasi besarnya dampak FTA. Dengan
melakukan evaluasi dua skema FTA: IJEPA dan ACFTA maka didapati
bahwa skema FTA berhasil secara signifikan meningkatkan volume
ekspor/impor Indonesia dan negara mitra.
10
4. Analisis dampak AFTA, AIFTA dan AJCEP dengan menggunakan
menggunakan data GTAP8 dan simulasi liberalisasi perdagangan dengan
menggunakan model CGE GTAP diperoleh informasi sebagai berikut:
(a) Komparasi tarif antarnegara ASEAN dalam data GTAP8 dapat
ditemukan bahwa liberalisasi penuh telah terjadi di Singapore, semua
komoditas tarif impornya telah nol. Thailand masih memiliki struktur
tarif impor yang tinggi dan beragam, hal ini mengindikasikan bahwa
Thailand masih sangat protektif terhadap pasar domestiknya. Kondisi
ini diikuti oleh Cambodia dan Vietnam. Secara bilateral, Cambodia dan
Lao PDR pun telah memiliki tarif impor nol. Indonesia termasuk yang
cukup liberal struktur tarif impornya.
(b) Simulasi liberalisasi penuh di ASEAN5 dan di keseluruhan ASEAN
memiliki dampak positif terhadap peningkatan volume perdagangan
Indonesia, baik ekspor maupun impor mengalami kenaikan. Namun
demikian persentase perubahan kenaikan impor lebih tinggi,
mengakibatkan dampak negatif dalam neraca perdagangan (trade
balance) Indonesia. Selain itu, term of trade Indonesia juga menurun.
(c) India cenderung lebih protektif dibandingkan dengan negara-negara
ASEAN. Jumlah komoditas yang masih memiliki tarif di atas 10% untuk
impor India dari negara-negara ASEAN masih jauh lebih banyak
dibanding impor negara-negara ASEAN dari India. Komoditas yang
menonjol dilindungi oleh India ialah komoditas hasil pertanian dan
komoditas olahan pertanian, tercermin dari tarif impor yang relatif
tinggi. Sementara untuk komoditas produk industrial besaran tarifnya
relatif moderat. Posisi Indonesia relatif sudah terbuka terhadap India,
hanya beberapa produk yang memiliki tarif impor dari India di atas
10% yaitu: motor vehicles and parts, sugar, rice (paddy processed),
beverages and tobacco products, dan wearing apparels. Sementara
impor India dari Indonesia masih relatif tertutup.
11
(d) Simulasi liberalisasi penuh di ASEAN5-India atau pun keseluruhan
ASEAN-India memiliki dampak positif terhadap Indonesia untuk
semua indikator yaitu peningkatan volume perdagangan Indonesia
baik ekspor maupun impor, neraca perdagangan (trade balance), dan
term of trade. Walaupun secara prosentasi kenaikan impor lebih tinggi
dari kenaikan ekspor namun masih mampu menjaga dampak kenaikan
pada neraca perdagangan (trade balance). Kenaikan term of trade juga
relatif tinggi dibandingkan negara ASEAN5 lainnya kecuali Singapore.
Yang lebih penting ialah bahwa dampak positif bagi Indonesia secara
umum relatif lebih besar jika dibandingkan dengan dampak yang
dinikmati oleh negara ASEAN lainnya atau pun India.
(e) Japan cenderung lebih terbuka dibandingkan dengan negara-negara
ASEAN, hanya beberapa komoditas dari negara-negara ASEAN yang
masih dikenakan tarif impor untuk melindungi komoditas domestik
Japan. Misalnya, Japan sangat melindungi komoditas domestik paddy
rice dan processed paddy dengan mengenakan tarif di atas 500% untuk
impor komoditas sejenis dari Thailand. Dengan Indonesia, Japan telah
relatif terbuka. Hal ini karena antara Japan dan Indonesia telah terjalin
hubungan dagang yang erat secara bilateral. Tinggal beberapa
komoditas yang dikenakan tarif impor di atas 10%, yaitu: dairy
products, cattle, sheep, goats and horses, sugar, vegetables, fruit and
nuts, dan leather products. Sebaliknya, Indonesia pun telah relatif
terbuka terhadap komoditas impor dari Japan. Beberapa komoditas
impor dari Japan yang dikenai tarif di atas 10% adalah: beverages and
tobacco products, motor vehicles and parts, wearing apparels, transport
equipment nec., dan wood products.
(f) Simulasi liberalisasi penuh di ASEAN5-Japan atau pun keseluruhan
ASEAN-Japan menunjukkan bahwa berpotensi meningkatkan volume
arus perdagangan baik ekspor maupun impor. Hasil simulasi
menunjukkan bahwa dampak ke peningkatan volume ekspor dan
impor Indonesia cukup besar, terbesar kedua setelah Thailand untuk
12
liberalisasi di level ASEAN5-Japan. Ketika level liberalisasi diperluas di
keseluruhan negara ASEAN dan Japan, prosentasi kenaikan sedikit
mengalami kenaikan. Jika ditilik dari dampaknya ke neraca
perdagangan (trade balance) Indonesia maka didapati dampaknya
negatif. Hal ini karena prosentasi kenaikan impor jauh lebih tinggi dari
prosentasi kenaikan ekspor, sehingga secara nominal dampak ke
neraca perdagangan menjadi negatif. Secara umum memang dampak
skema FTA ini ke negara-negara ASEAN akan mengakibatkan
penurunan neraca perdagangan. Singapore ialah satu-satunya negara
ASEAN yang memperoleh dampak positif di neraca perdagangannya,
baik untuk simulasi di level ASEAN5-Japan maupun di level
keseluruhan ASEAN-Japan.
5. Dari forum Focus Group Discussion (FGD) yang melibatkan para stakeholder
baik dari sesama pengambil kebijakan maupun para pakar dan akademisi
dari berbagai kampus diperoleh beberapa informasi tambahan:
(a) Ekspor Indonesia masih dominan dari komoditas yang bersumber dari
alam (natural resources), bukan hasil inovasi atau industrialisasi.
Keunggulan ini boleh saja dipertahankan akan tetapi secara alamiah
akan berkurang.
Gambar-2: Perbedaan Struktur Ekspor: Ditentukan Daya Saing
13
Sumber: WDI (2011) diolah Saparini (2012)
(b) Struktur tarif Indonesia sudah relatif sangat terbuka jika dibandingkan
dengan beberapa negara mitra dagang Indonesia. Secara rata-rata,
tarif bea masuk Indonesia masih jauh lebih rendah dibandingkan
dengan India, Vietnam, Japan, Thailand, dan China baik untuk produk
pertanian maupun untuk produk nonpertanian (Lihat Tabel-4).
Tabel-4: Tarif Bea Masuk Beberapa Negara (Saparini, 2012)
Kelompok Produk India Vietnam Japan Thailand China Indonesia
Produk hewan 31,6 20,1 13,9 30,5 14,7 4,4
Produk susu 33,8 21,9 169,3 22,6 12,0 5,5
Buah, sayur, tanaman 29,7 30,6 12,7 31,5 14,8 5,9
Kopi, teh 56,1 37,9 15,6 30,8 14,7 8,3
Sereal & preparat 30,8 27,4 72,0 21,1 23,9 6,1
Minyak biji, lemak, minyak 26,2 13,4 12,3 19,3 10,6 4,0
Gula dan permen 34,4 17,7 24,5 32,0 27,4 11,0
Katun 17,0 6,0 0 0 22,0 4,0
Minuman & tembakau 70,8 66,6 14,4 44,6 22,9 51,8
Produk pertanian lain 21,9 7,8 5,7 10,4 11,5 4,3
Rata2 produk pertanian 35,23 24,94 34,04 24,28 17,45 10,53
Ikan & produk ikan 29,6 30,9 5,5 13,5 10,7 5,8
Mineral & logam 7,4 10,2 1,0 6,2 7,5 6,6
Petroleum 9,0 17,5 0,6 5,4 4,5 0,5
Bahan kimia 7,9 5,2 2,2 3,3 6,6 5,3
Kayu, kertas, dll. 9,1 17,2 0,8 6,9 4,4 5,0
14
Textil 14,1 30,4 5,5 8,3 9,6 9,3
Pakaian 19,9 49,3 9,2 30,4 16 14,4
Kulit, alas kaki 10,1 19,0 12,9 12,1 13,4 9,0
Mesin non-listrik 7,1 5,4 0 4,4 7,8 2,3
Mesin listrik 6,9 12,8 0,2 7,9 8,0 5,8
Peralatan transportasi 14,8 22,2 0 21,0 11,5 11,6
Manufaktur, n,e.s. 8.8 15,2 1,2 10,6 11,9 6,9
Rata2 Produk non-pertanian 12,1 19,6 3,3 10,8 9,3 6,9
Total Rata2 23,1 22,2 18,0 17,3 13,2 8,6
(c) Dari hasil penelitian Modjo (2010) yang dikutip oleh Yustika (2012)
menunjukkan bahwa daya saing komoditas Indonesia yang cukup
tinggi dimiliki oleh komoditas yang berasal dari sumber daya alam,
seperti: CPO, Tin, Rubber, dan Coal. Sementara untuk komoditas hasil
pabrikasi masih menunjukkan daya saing yang rendah. Informasi ini di
satu sisi harus disyukuri karena kita memiliki kekayaan alam yang
berlimpah. Akan tetapi kekayaan alam ini terbatas dan nonrenewables
sehingga konsekuensinya perlu upaya untuk pemanfaatan yang baik
sekaligus melakukan upaya penemuan baru (inovasi) produk-produk
yang lebih sustainable sebagai mesin pertumbuhan ekonomi dari sisi
perdagangan internasional
Tabel-5: Indonesia Revealed Comparative Advantages (RCAs)
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Non-manufactured 2,03 2,09 2,30 2,33 2,07 2,25 2,32 2,39 2,57
Manufactured 0,74 0,73 0,70 0,67 0,73 0,64 0,62 0,60 0,55
Top Ten Commodities:
CPO 24,1 22,97 30,94 30,01 41,79 39,65 40,61 44,58 41,05
Tin 13,45 15,62 20,83 26,11 29,65 34,3 31,41 27,78 37,55
Rubber 9,11 9,14 11,00 13,27 17,22 14,48 17,55 18,64 18,61
Coal 6,65 7,47 8,14 9,03 9,21 9,50 12,20 12,81 10,48
Papers 2,43 2,34 2,48 2,36 2,42 2,30 2,49 2,53 2,56
TPT 2,20 2,26 2,03 1,99 2,21 2,05 2,03 1,90 1,81
Copper 1,19 1,43 1,76 2,39 2,08 2,26 1,82 2,51 1,87
Electrical Appliances 0,69 0,70 0,75 0,69 0,77 0,66 0,52 0,48 0,47
Chemical Products 0,56 0,52 0,50 0,52 0,58 0,49 0,48 0,53 0,47
Machinery & Mechanics 0,13 0,12 0,14 0,16 0,18 0,20 0,23 0,27 0,28
15
Sumber: Modjo (2010), dikutip dari presentasi Yustika (2012)
Tabel-6: Relatif RCAs
2008 Indonesia Malaysia Philippines Singapore Thailand China Rank Notes
CPO 41,05 26,55 8,18 0,34 1,09 0,05 1 Stable
Tin 37,55 7,92 0,95 6,77 4,94 0,07 1 Increasing
Rubber 18,61 5,34 0,45 0,50 16,79 0,09 1 Increasing
Coal 10,48 0,01 0,11 0 0,01 1,06 1 Increasing
Papers 2,56 0,31 0,28 0,22 0,63 0,40 1 Increasing
TPT 1,81 0,63 1,10 0,18 1,08 3,12 2 Stable
Copper 1,87 0,89 4,03 0,31 0,44 0,44 4 Stable
Electrical Appliances 0,47 1,87 3,99 2,64 1,61 2,27 6 Decreasing
Chemical Products 0,47 0,55 0,21 0,88 0,73 0,52 5 Stable
Machinery & Mechanics 0,28 0,23 0,32 0,52 0,86 0,63 6 Increasing
Sumber: Modjo (2010), dikutip dari presentasi Yustika (2012)
6. Beberapa saran studi lanjutan yang relevan yaitu:
(a) Rendahnya utilization rate, perlu dikaji lebih lanjut terkait faktor-
faktor penyebabnya secara pasti agar dapat direspon dengan
kebijakan yang tepat dan memadai.
(b) Perlu studi yang fokus mengkaji daya saing komoditas Indonesia
secara detail, penyebab dan potensi peningkatannya. Informasi
tentang daya saing ini penting untuk menentukan posisi dan daya
tawar Indonesia dalam perundingan perdagangan di internasional
fora.
(c) Perlu dilakukan kajian simulasi dampak untuk beberapa skema FTA
yang sedang dalam proses negosiasi (ex-ante impact analysis) untuk
member informasi awal tentang potensi dampak FTA tersebut
terhadap Indonesia. Misalnya: ASEAN-EU FTA, Indonesia-Turki FTA.
16
2222 Latar Belakang Kajian 2013
Isu tentang perdagangan internasional merupakan salah satu isu yang tidak
hanya menarik tetapi juga rumit. Menarik karena memiliki magnitude dampak
yang besar bagi perekonomian suatu negara. Rumit karena kebijakannya tidak
hanya melibatkan satu negara tetapi multi-negara. Bahkan rumitnya bisa
disamakan dengan ‘noddle bowl’ – semangkok mie atau spaghetti untuk
menggambarkan overlapping antarperjanjian liberalisasi perdagangan
antarnegara (Kawai & Wignaraja, 2009; Baldwin, 2013a).
Dalam dekade terakhir, telah terjadi perkembangan yang sangat pesat dalam
proses liberalisasi perdagangan khususnya di wilayah Asia Pasifik. Ikhtisar
data-data berikut bisa digunakan untuk menggambarkannya (ADB, 2013b):
1. Terdapat 109 FTA yang setidaknya melibatkan satu negara dalam wilayah
Asia Pasifik yang berhasil diratifikasi per Januari 2013. Jumlah ini lebih
dari tiga kali lipat jika dibandingkan dengan yang terjadi pada 2002. Selain
itu, masih terdapat 148 FTA yang masih dalam berbagai tahap persiapan.
17
2. Sebanyak dua per empat dari total FTA tersebut, 189 dari 257 (ratifikasi
dan persiapan), merupakan perjanjian bilateral; hanya 68 yang plurilateral
(melibatkan lebih dari dua negara).
3. Terjadi peningkatan enam kali lipat, dari 27 pada 2002 menjadi 179 pada
Januari 2013, jumlah FTA yang melibatkan 10 negara anggota ASEAN dan
mitra dagangnya, Australia, China, India, Japan, South Korea, dan New
Zealand.
4. ASEAN sedang dalam tahap negosiasi dengan 6 negara mitra untuk
membentuk Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP). Ini
akan memiliki potensi pasar sebesar 3,4 miliar penduduk dunia dengan
nilai 30% dari GDP dunia (USD21,4 triliun).
5. Saat ini, ASEAN+6 setara dengan 70% dari total FTA di Asia.
Melihat fakta-fakta tersebut di atas maka diperlukan suatu pemahaman yang
baik terhadap dinamika perdagangan internasional yang sedang berkembang
saat ini, sehingga suatu negara mampu merespon dengan baik perkembangan
yang ada dan dapat berinteraksi dalam lingkungan global dengan potensi
risiko atau keuntungan yang terukur.
Para penggambil kebijakan dan negosiator dalam fora perdagangan
internasional perlu mendapatkan bekalan yang cukup sebagai dasar dalam
menentukan posisi Indonesia dalam berbagai perundingan liberalisasi
perdagangan dunia. Hasil kajian di bidang ini menjadi salah satu bahan
masukan yang penting bagi mereka.
Pada tahun 2012 telah dilakukan kajian mengenai FTA dan EPA serta
pengaruhnya terhadap arus perdagangan dan investasi sebagaimana hasilnya
telah diikhtisarkan dalam bagian pertama laporan ini. Namun dari berbagai
temuan saat itu dirasa perlu untuk melakukan kajian lanjutan atas beberapa
temuan yang perlu didalami dan beberapa isu yang perlu dilakukan
pembahasan. Oleh karena itu pada tahun 2013 ini dilakukan kajian lanjutan
dengan fokus tujuan kajian sebagai berikut:
18
1. Melakukan evaluasi atas potensi dampak perjanjian perdagangan
internasional (FTA/EPA) antara Indonesia dan negara ASEAN lainnya
dengan negara-negara di kawasan Eropa (EU);
2. Melakukan evaluasi atas potensi dampak perjanjian perdagangan
internasional (FTA/EPA) antara Indonesia dengan Turki; dan
3. Melakukan evaluasi atas daya saing komoditas Indonesia di pasar
internasional.
Namun demikian, untuk melengkapi konteks dalam pembahasan dan diskusi
tujuan kajian tersebut di atas, ada beberapa isu tambahan yang dibahas dalam
laporan ini, yaitu: (1) update perkembangan kinerja perdagangan Indonesia;
(2) evaluasi atas perkembangan liberalisasi tarif bea masuk di Indonesia; (3)
upaya-upaya Indonesia untuk memperluas target ekspor ke negara-negara
tujuan ekspor nontradisional; dan (4) beberapa isu terkini dalam kerangka
teori perdagangan internasional.
Laporan kajian ini disusun dalam susunan rangkaian bab-bab penyajian
sebagai berikut: (1) Ikhtisar Hasil Kajian 2012; (2) Latar Belakang Kajian
2013; (3) Perkembangan Isu Perdagangan Internasional dan Kinerja
Indonesia; (4) Analisis Dampak ASEAN - EU Free Trade Area; (5) Analisis
Dampak Indonesia (ASEAN) - Turkey Free Trade Area; (6) Analisis Daya Saing
Komoditas Pertanian Indonesia; dan (7) Catatan Akhir.
19
3333 Perkembangan Isu Perdagangan
Internasional dan Kinerja Indonesia
Indonesia saat ini telah terlibat dalam berbagai skema kerja sama
perdagangan internasional, baik dalam posisinya sebagai negara anggota
ASEAN atau pun dalam skema sebagai negara mandiri. Skema kerja sama
perdagangan internasional ini dilakukan baik dalam kerja sama regional atau
pun bilateral. Perjanjian kerja sama perdagangan internasional yang Indonesia
telah meratifikasinya adalah: ASEAN FTA, ASEAN – Korea FTA, ASEAN – India
FTA, ASEAN – Australia New Zealand FTA, dan ASEAN – China FTA, serta kerja
sama bilateral dalam bentuk EPA dengan Japan (IJEPA).
Selain skema perjanjian kerja sama dalam bidang perdagangan internasional
tersebut, saat ini juga Indonesia sedang dalam proses persiapan dengan
beberapa skema kerja sama perdagangan internasional yang lainnya. Tabel-7
20
menggambarkan jenis skema kerja sama tersebut serta tahap
perkembangannnya.
Tabel-7: Perkembangan Kerja Sama Ekonomi Komprehensif Indonesia
No. Skema kerja sama Tahap Perkembangan
1
Indonesia – European Free Trade Association (EFTA)
Comprehensive Economic Partnership Agreement (IE -
CEPA)
The 3rd round of negotiations
2 Indonesia-Australia Comprehensive Economic
Partnership Agreement (IA-CEPA) Consultation pre negotiation
3 Indonesia-India Comprehensive Economic Cooperation
Agreement (II-CECA) Launching of negotiation
4 Indonesia - Pakistan Preferential Trade Agreement The 6th round of negotiation
5 Indonesia - Iran Preferential Trade Agreement The 1st round of negotiation
6 Indonesia - Chile Conclusion of Joint Study Group (JSG)
7 Indonesia - Turkey Conclusion of JSG
8 Comprehensive Economic Partnership Agreement
(CEPA) Indonesia - Uni Eropa Rekomendasi pembentukan
9 Indonesia - Tunisia Ongoing of JSG
10 Indonesia – Mesir Establishment of JSG
11 Indonesia - Korea Selatan The 3rd round of negotiation
Sumber: www.ditjenkpi.kemendag.go.id diakses 17 Oktober 2013
Kalau kita amati dari Tabel-7 tersebut maka skema kerja sama yang ada
terlihat lebih menonjol dalam bentuk skema kerja sama bilateral. Yaitu skema
kerja sama antara dua negara, Indonesia dan negara mitra, seperti: Pakistan,
Iran, Chile, Turkey, Tunisia, Mesir, dan Korea Selatan. Sisanya, merupakan
skema Comprehensive Economic Partnership/Cooperation Agreement
(CEPA/CECA). Yaitu skema kerja sama ekonomi yang lebih luas dari hanya
sekedar isu perdagangan semata, CEPA/CECA biasanya memiliki rancangan
yang saling terhubung membentuk segitiga, yang terdiri dari: akses pasar,
pengembangan kapasitas dan fasilitasi perdagangan dan investasi; baik itu
dilakukan secara bilateral, seperti dilakukan dengan Australia dan India,
21
maupun dilakukan dengan blok kerja sama ekonomi, seperti dengan European
Free Trade Association (EFTA) dan Uni Eropa.
Gambar-3 memberikan gambaran peta skema kerja sama liberalisasi
perdagangan di dunia. Kondisi seperti gambar tersebut menunjukkan adanya
peningkatan antusiasme penurunan tariff dan hambatan perdagangan dunia
pada pertengahan tahun 1980-an dan mengalami percepatan pada tahun
1990-an. Terutama hal ini terjadi karena adanya liberalisasi di negara-negara
yang sedang berkembang dan terjadinya blok-blok perdagangan dunia.
Penurunan tarif yang cukup dominan terutama terjadi di negara-negara yang
sedang berkembang Asia Selatan. Fenomena ini disebut oleh Baldwin (2012,
2013b) sebagai fenomena “2nd unbundling” yaitu negara-negara membuka diri
untuk meningkatkan perdagangan dan investasi terutama untuk aliran bahan
baku bagi industrialisasinya. Sebagai akibat revolusi di bidang Information and
Communication Technology (ICT) maka banyak negara mau membuka diri bagi
pasar asing agar ikut menikmati berkah industrialisasi di bidang ini. Jargon
ekonomi politiknya dalam proses liberalisasi ini ialah “I’ll open my market if
you open yours” atau berkembang menjadi “I’ll open my borders and adopt pro-
nexus reforms to attract factories and jobs” untuk menarik investasi.
Gambar-3: Peta Skema Kerja sama Perdagangan Dunia
22
expanding to Eastern Europe
expanding to Latin America
NAFTA
Population: 445 million
GDP: US$15.857 trillion EU
Population: 491 million
GDP: US$ 14.38 trillion
CHINA
Population: 1.330 billion
GDP PPP: US$ 6.991 trillion
JAPAN
Population: 127 million
GDP PPP: US$ 4.29 trillion
ASEAN
Population: 575.5 million
GDP: US$ 3.431 billion
FTA Canada – Chile 1997
FTA : Chile – Mexico 1999
FTA : USA – Chile 2004
FTA : USA – Singapore 2004
FTA : USA – Australia 2005
FTA : Mexico – Japan 2005
FTA : Chile – Brunei – NZ –
Singapore 2006
MERCOSURArgentina, Brazil,
Paraguay, Uruguay
FTAA(by 2005)
under negotiation
NAFTAU.S.A.,
Canada,
Mexico
SAPTABangladesh, Bhutan, India,
Maldives, Nepal, Pakistan, Sri
Lanka
China - ASEAN FTA
ASEAN-Japan Comprehensive
Economic Partnership (AJCEP)
Japan-Korea FTA(under negotiation)
Japan-Mexico EPA(signed agreement)
Japan’s Bilaterals:
• Japan-Singapore EPA
• Japan-Philippines EPA
• Japan-Thailand EPA• Japan-Malaysia EPA
• Japan-Indonesia EPA
AFTAIndonesia, Malaysia, Philippines,
Singapore, Thailand, Brunei, Vietnam,
Laos, Myanmar, Cambodia
India - ASEAN FTA
EU-MEXICO FTA
EU25 countries
ACP-EUCountries in Africa and the
Caribbean
(approx. 70 countries)
Japan-MexicoEPA
(signed agreement)
Japan-Korea-China FTA (under negotiation)
Australia-New Zealand-ASEAN FTA
Korea - ASEAN FTA
Sumber: Kemendag (2013)
Kata kunci dari berbagai FTA tersebut adalah akses pasar (market access) bagi
komoditas hasil industrialisasinya. Namun harus disadari bahwa dalam proses
ini terkandung dua hal sekaligus: oportunitas dan tantangan. Dengan pasar
yang semakin terbuka maka setiap negara memiliki peluang untuk
memasarkan komoditasnya di pasar internasional. Namun di sisi lain, mereka
juga harus berhadapan dengan kompetisi dengan negara-negara yang
memiliki komuditas yang sama atau substitutif. Sudah barang tentu, ketika
hambatan perdagangan dapat dieliminasi maka nilai perdagangan juga akan
semakin meningkat, kesejahteraan konsumen juga akan semakin meningkat.
ASEAN sebagai salah satu blok perdagangan internasional menjadi salah satu
target pasar yang menarik. Selain karena dihuni oleh jumlah populasi yang
besar, sekitar 600 juta manusia pada tahun 2012 atau setara 9% populasi
dunia, juga dihuni oleh negara-negara yang secara ekonomi sedang
berkembang dengan tingkat pertumbuhan yang relatif tinggi. Produk
Domestik Bruto (PDB) keseluruhan negara-negara ASEAN pada tahun 2012
tercatat sebesar USD2,3 triliun dan diestimasi akan menjadi sebesar USD4,7
triliun pada tahun 2020. Nilai perdagangan di negara-negara ASEAN ini pada
23
tahun 2012 diperkirakan mencapai sebesar USD2,4 triliun. Gambar-4
mengilustrasikan ASEAN dan hubungan kerja sama internasionalnya di dunia.
Gambar-4: ASEAN dan Lingkungan Strategisnya
Sumber: Kemendag (2013)
Indonesia sebagai negara terbesar di ASEAN secara ekonomi, menjadi pioneer
dalam berbagai kesepakatan dagang yang melibatkan ASEAN. Sehingga
perkembangan liberalisasi perdagangan intra-ASEAN atau pun ASEAN dengan
mitra dagang lainnya hampir selalu mempengaruhi (dipengaruhi) oleh
kebijakan perdagangan Indonesia. Ratifikasi AFTA pada tahun 2002 dan
Indonesia pun ikut sejak tahun ini, serta diikuti dengan berbagai skema FTA
lainnya, seperti: ACFTA (2004), AKFTA (2007), AIFTA (2010) dan sebagainya
(lihat kembali Tabel-1) maka berdampak kepada peningkatan nilai ekspor
Indonesia kepada negara-negara mitra FTA yang lebih tinggi dibandingkan
dengan peningkatan ekspor Indonesia ke negara-negara non-mitra FTA
(Gambar-5).
Gambar-5: Perkembangan Ekspor Indonesia ke Dunia 1996-2012
24
25.8 28.0 23.6 24.9
33.5 29.5 30.3 34.2 40.6
50.5
59.6
68.1
82.8
70.3
97.3
128.5 121.2
22.7 25.4 25.3
23.7 28.6 26.8 26.9 26.9
31.0 35.2
41.2 46.0
54.2
46.2
60.5
75.0 68.9
-
20.0
40.0
60.0
80.0
100.0
120.0
140.0
1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
USD MiliarNEGARA-NEGARA MITRA FTA NEGARA-NEGARA MITRA NON FTA
MITRA FTA
52.71%
MITRA NON
FTA
47.29%
Struktur Total Ekspor, 1996-2003
MITRA FTA
61.08%
MITRA NON
FTA
38.92%
Struktur Total Ekspor, 2004-2012
Sumber: Kemendag (2013)
Pasca FTA, yaitu tahun 2004-2012, ekspor Indonesia ke negara mitra FTA2
meningkat lebih cepat yaitu dengan tingkat pertumbuhan rata-rata tahunan
sebesar 14,6%. Angka pertumbuhan ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan
kondisi sebelum FTA, tahun 1996-2003, yang hanya tumbuh sebesar 4,0%.
Sementara itu, pertumbuhan ekspor ke negara non-mitra FTA pada tahun
2004-2012 rata-rata hanya sebesar 11,5%.
Tidak hanya pertumbuhan ekspor Indonesia yang relatif tinggi, pertumbuhan
impornya pun juga tinggi. Tabel-8 menggambarkan terjadinya peningkatan
ekspor baik di komoditas Oil & Gas dan juga komoditas Non-Oil & Gas, dengan
trend pertumbuhan ekspor rata-rata selama 2008-2012 sebesar 12,88%.
Sementara itu, impor tumbuh lebih cepat dengan rata-rata pertumbuhan
selama 2008-2012 sebesar 14,97%. Peningkatan impor pun terjadi untuk
komoditas Oil & Gas atau pun komoditas Non-Oil & Gas.
Ada beberapa faktor yang mengakibatkan pertumbuhan impor yang tinggi.
Tidak hanya karena adanya liberalisasi perdagangan, namun juga daya beli
2 Negara mitra FTA Indonesia adalah negara ASEAN lainnya, China, Korea Selatan, Jepang, India,
Australia dan Selandia Baru
25
domestic yang meningkat karena adanya pertumbuhan ekonomi yang relatif
tinggi dalam 10 tahun terakhir. Imbasnya, neraca perdagangan Indonesia pada
tahun 2012 mengalami deficit.
Tabel-8: Perkembangan Neraca Perdagangan Indonesia (Juta USD)
Uraian 2008 2009 2010 2011 2012 Trend (%)
2008-2012
Jan-Oct* Change (%)
2013/2012 2012 2013
Export 137.020,4 116.510,0 157.779,1 203.496,6 190.020,1 12,88 158.309,4 149.664,0 -5,46
- Oil & Gas 29.126,3 19.018,3 28.039,6 41.477,0 36.977,3 13,39 31.293,3 26.470,0 -15,41
- Non Oil & Gas 107.894,2 97.491,7 129.739,5 162.019,6 153.042,8 12,83 127.016,1 123.194,0 -3,01
Import 129.197,3 96.829,2 135.663,3 177.435,6 191.689,5 14,97 159.172,5 156.024,0 -1,98
- Oil & Gas 30.552,9 18.980,7 27.412,7 40.701,5 42.564,2 15,33 34.780,2 37.105,9 6,69
- Non Oil & Gas 98.644,4 77.848,5 108.250,6 136.734,0 149.125,3 14,91 124.392,3 118.918,1 -4,40
Total 266.217,7 213.339,3 293.442,4 380.932,2 381.709,6 13,89 317.481,9 305.688,0 -3,71
- Oil & Gas 59.679,2 37.999,0 55.452,3 82.178,6 79.541,4 14,41 66.073,5 63.575,9 -3,78
- Non Oil & Gas 206.538,6 175.340,2 237.990,1 298.753,6 302.168,1 13,81 251.408,4 242.112,1 -3,70
Balance 7.823,1 19.680,8 22.115,8 26.061,1 -1.669,4 0,00 -863,1 -6.360,0 636,89
- Oil & Gas -1.426,6 37,6 626,9 775,5 -5.586,9 0,00 -3.486,9 -10.635,9 205,02
- Non Oil & Gas 9.249,7 19.643,2 21.488,9 25.285,5 3.917,6 -13,63 2.623,8 4.275,9 62,96
Sumber: http://www.kemendag.go.id, diakses 10 Desember 2013
Neraca perdagangan yang defisit sebetulnya tidak menjadi terlalu masalah
ketika hal ini merupakan fenomena sesaat/temporer. Apalagi kalau hal ini
terjadi sebagai akibat fluktuasi harga komoditas yang sifatnya temporer. Hal
ini akan menjadi masalah ketika berlangsung dalam waktu yang cukup lama,
sementara cadangan devisa Indonesia tidak terlalu tinggi.
Namun demikian, tentu defisit neraca perdagangan menjadi lampu indicator
yang perlu dicermati dan dikupas factor-faktor penyebabnya. Adakah
kebijakan yang salah, yang memicu terjadinya fenomena ini. Sangat boleh jadi
fenomena ini merupakan hasil akhir dari dampak yang lama atas kebijakan
yang tidak tepat, baik itu kebijakan dalam bidang industri atau pun dalam
bidang perdagangan internasional.
27
4444 Analisis Dampak ASEAN - EU
Free Trade Area
Pendahuluan
Indonesia merupakan kekuatan ekonomi terbesar di ASEAN. Indonesia telah
menggapai kemajuan yang sangat besar dalam pembangunan ekonominya
selama tiga dekade terakhir. Meskipun dihantam keras oleh krisis ekonomi
Asia pada tahun 1997, Indonesia berhasil pulih dan menunjukkan rekor
pertumbuhan ekonomi yang positif pada dua dekade berikutnya. Tidak hanya
itu, Indonesia juga terletak di kawasan Asia Tenggara, suatu kawasan yang
dihuni oleh negara-negara ASEAN, negara-negara yang sedang mengalami
pertumbuhan ekonomi yang pesat dan terbukti resilien terhadap goncangan
krisis ekonomi dunia.
Untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonominya, dalam konteks kerja
sama perdagangan internasional Indonesia perlu mencapai tingkat
28
pertumbuhan ekspor dan tingkat investasi yang tinggi. Dalam perdagangan
dunia, Indonesia sangat kompetitif dalam produk-produk primer dan
beberapa komoditas manufaktur.
Sementara itu, Uni Eropa merupakan blok perdagangan terbesar di seluruh
dunia. UE mengekspor barang dan jasa senilai USD2,5 triliun pada tahun 2010,
setara dengan 16% dari PDB Uni Eropa. Aktivitas ekspor ini termasuk ekspor
barang senilai USD1.814,6 milyar, ekspor dalam jasa komersial senilai
USD699,6 milyar. Total impor Uni Eropa berjumlah sebesar USD2,5 triliun
pada tahun 2010, dimana USD1.974,1 milyar dalam bentuk barang, USD602,1
milyar dalam jasa komersial (Kemendag, 2011).
Selain itu, Uni Eropa merupakan sumber investasi terbesar di dunia. Sebaran
posisi (stock) investasi (Foreign Direct Investment/FDI) negara-negara Uni
Eropa (EU-27) ke seluruh pelosok dunia ialah sebagaimana tertuang dalam
Gambar-6. Posisi akhir tahun 2011, porsi investasi tertinggi mengalir ke
negara-negara Amerika Utara (33%), kemudian diikuti oleh negara-negara di
kawasan Eropa yang bukan anggota Uni Eropa (23%), dan negara-negara Asia
(13%).
Gambar-6: Posisi Stock Penempatan FDI dari Uni Eropa (akhir 2011)
29
Sumber: http://epp.eurostat.ec.europa.eu/
Namun, meskipun Uni Eropa merupakan sumber terbesar investasi di dunia,
hanya 1,6% dari investasi UE di Asia ada di Indonesia. Meskipun jumlah
penduduk Indonesia merupakan 45% dari seluruh negara ASEAN, Indonesia
hanya menerima 10% dari FDI yang ditujukan untuk ASEAN dan hanya 7%
dari investasi Uni Eropa di ASEAN ditanamkan di Indonesia. Perusahaan-
perusahaan Uni Eropa lebih memilih investasi di negara-negara ASEAN
lainnya terutama karena perdagangan dan iklim investasi yang lebih baik,
pembatasan yang lebih sedikit pada investasi asing dan tingkat pertumbuhan
ekonomi yang bahkan lebih cepat (Kemendag, 2011, h. 63). Oleh karenanya
Indonesia memiliki kepentingan yang cukup besar dengan pengembangan
skema kerja sama kemitraan ASEAN dengan Uni Eropa.
Sebetulnya negara-negara Uni Eropa dan negara-negara Asia Tenggara telah
memiliki sejarah hubungan kerja sama yang panjang. Hal ini bisa dibaca
dengan jelas dalam sejarah pengembaraan negara-negara Eropa, seperti:
Portugis, Spanyol, Inggris, dan Belanda dalam pencarian sumber rempah-
rempah ke kawasan Asia sebagai komoditas perdagangan dunia.
Hubungan kerja sama perdagangan kedua kawasan ini tertanggu dalam
periode Perang Dunia I – II. Setelah Perang Dunia II, negara-negara di kawasan
Eropa berkonsentrasi dalam merestorasi negaranya pasca peperangan.
Sementara di Asia Tenggara diwarnai dengan kemunculan era pembentukan
suatu negara (Chandra et al., 2010).
Kesempatan untuk merangkai kembali hubungan kerja sama kedua kawasan
muncul ketika negara-negara di Asia Tenggara bersepakat untuk membentuk
ASEAN pada tahun 1967. Berikutnya, pada tahun 1972 keduanya membangun
hubungan informal dan menjadikan Komunitas Eropa (European Community)
sebagai partner eksternal ASEAN yang pertama.
Selama kurang lebih tiga dekade berikutnya hubungan kedua pihak
berkembang sedemikian pesat. Pengaruh Eropa pasca penandatanganan
Maastricht Treaty pada 1992 semakin besar terhadap ASEAN. Pada tahun
30
1996, the Asia–Europe Meeting (ASEM) terbentuk. Keanggotaannya terdiri
atas 15 negara Uni Eropa, Komisi Eropa, tujuh negara anggota ASEAN, China,
Japan, dan Korea Selatan. Keterlibatan China, Japan, dan Korea Selatan
menambah bobot forum ASEM.
Namun kemudian, jalinan hubungan ASEAN – Uni Eropa sedikit diwarnai
ketegangan terkait dengan isu-isu: Myanmar, hak asasi manusia, dan
demokrasi. Namun demikian, dalam dekade terakhir berbagai isu ini dapat
dilewati. Peran ASEAN yang konstruktif dalam berbagai forum regional serta
keinginan Uni Eropa untuk lebih dekat berhubungan dengan raksasa ekonomi
di Asia, seperti China dan Indonesia membuat posisi ASEAN sebagai pilar
kebijakan Uni Eropa di Asia semakin menguat. Kondisi ini melahirkan
komunikasi konstruktif ASEAN – Uni Eropa untuk membentuk ASEAN – Uni
Europe Free Trade Area (AEUFTA) kembali bergulir. Namun, lagi-lagi proses
ini harus terpending karena hantaman krisis keuangan global melanda dunia
dengan episentrum di kawasan Eropa. Walau pun kondisi ini tidak
menghilangkan nilai penting hubungan keduanya tetapi pasti menunda proses
dan intensitas komunikasi antarkeduanya.
Komisi Eropa berpeluang untuk menggunakan kerja sama perdagangan
dengan ASEAN, sebagai wilayah yang masih tumbuh pesat perekonomiannya,
untuk membantu keluar dari krisis saat ini dan untuk menciptakan lingkungan
yang tepat untuk perekonomian Uni Eropa yang kuat. Sementara, bagi negara-
negara ASEAN kerja sama dengan Uni Eropa akan memperlancar hubungan
dagang dan utamanya investasi.
Bagi Indonesia, secara khusus, hubungan kerja sama dengan Uni Eropa
memiliki beberapa nilai strategis, diantaranya:
a. Uni Eropa ialah investor terbesar kedua Indonesia. Alasan terbesar atas
hubungan kerja sama dengan Uni Eropa terletak pada kecenderungan yang
lebih besar bagi perusahaan – perusahaan Uni Eropa untuk berinvestasi di
Indonesia, dan bukan hanya untuk melakukan perdagangan saja. Investasi
ini penting bukan hanya dalam penciptaan lapangan pekerjaan dan
31
peningkatan kemakmuran, akan tetapi juga termasuk dalam proses alih
teknologi dalam berbagai bidang.
b. Uni Eropa ialah pasar ekspor kedua terbesar Indonesia dan diprediksi akan
terus meningkat seiring dengan naiknya posisi perusahaan Indonesia pada
rantai-nilai (global value chain/GVC) hubungan kerja sama ekonomi
dengan Uni Eropa.
c. Uni Eropa juga memiliki perhatian dan dukungan yang tinggi atas beberapa
isu pembangunan di Indonesia, diantara terkait isu perubahan iklim,
penanganan pasca bencana dan berbagai program pengembangan
kapasitas (capacity building).
Bagian ini bertujuan untuk melakukan evaluasi atas potensi dampak
perjanjian perdagangan internasional (FTA/EPA) antara Indonesia dan negara
ASEAN lainnya dengan negara-negara di kawasan Eropa (EU).
Sebelumnya akan diberikan gambaran lebih dulu dalam bentuk analisis
deskriptif posisi perdagangan ASEAN –EU. Kemudian akan disajikan gambaran
ringkas model yang akan digunakan sebagai alat analisis, database yang
digunakan, dan fitur utama model serta beberapa asumsi yang digunakan.
Bagian berikutnya akan menganalisis hasil simulasi yang dilakukan untuk
merepresentasikan potensi dampak liberalisasi perdagangan antara ASEAN
dengan Uni Eropa.
Analisis Posisi Perdagangan ASEAN - EU
Berikut ini disajikan data-data mengenai posisi perdagangan ASEAN dengan
Uni Eropa. Gambar-7 menunjukkan perkembangan perdagangan Uni Eropa
dengan ASEAN. Sebagaimana terlihat bahwa dalam periode krisis keuangan
global tahun 2008, perkembangan perdagangan mengalami pertumbuhan
negatif. Begitu pun pada tahun 2009, baik untuk ekspor maupun impor.
Impor Uni Eropa dari ASEAN pada tahun 2008 mengalami penurunan sebesar
-1,1%. Penurunan ini semakin membesar pada tahun 2009 yaitu sebesar -
32
14,8%. Mulai tahun 2010, kembali mengalami pertumbuhan positif bahkan
pertumbuhan tahun 2010 tercatat lumayan besar yaitu 28%. Tahun 2011 dan
2012 pun tumbuh positif, masing-masing sebesar 9,4% dan 4,7%.
Gambar-7: Perkembangan Perdagangan Uni Eropa dengan ASEAN
Sumber: Directorate General for Trade of the European Commission (DGTEC),
diakses Juli 2013
Dari sisi ekspor, pada tahun 2008 ekspor Uni Eropa ke ASEAN masih tumbuh
positif sebesar 5,9%. Ini artinya ada dua kemungkinan bahwa krisis pada
tahun 2008 di Uni Eropa belum berdampak kepada sisi supply, kemampuan
produktif Uni Eropa atau belum berdampak kepada negara-negara ASEAN.
Namun pada tahun 2009, pertumbuhan ekspor Uni Eropa ke ASEAN sudah
negatif, -10,9%. Tidak bertahan lama, ekspor Uni Eropa ke ASEAN sudah
kembali tumbuh positif pada tahun 2010, sebesar 23,2%. Dua tahun
berikutnya mampu tumbuh sebesar 11,9% dan 17,6%.
Perlu dicatat bahwa andil impor Uni Eropa dari ASEAN hanya sebesar kurang
lebih 5,5% dari total impor Uni Eropa. Sedangkan ekspor Uni Eropa ke ASEAN
hanya sekitar 4,8% dari total ekspor Uni Eropa. Tercatat bahwa Uni Eropa
33
mengalami defisit neraca perdagangan dengan ASEAN sepanjang tahun 2008-
2012.
Gambar-8 menunjukkan perkembangan data perdagangan ASEAN - Uni Eropa
dari sisi ASEAN. Impor ASEAN dari negara-negara Uni Eropa mencapai sekitar
10% dari total impornya. Nilai ini mengalami peningkatan yang cukup
signifikan, 7,9% pada tahun 2008, 20,2% pada 2010 dan 15,5% pada 2011.
Sementara pada tahun 2009 mengalami penurunan sebesar 11%. Dari sisi
ekspor, nilai ekspor ASEAN ke Uni Eropa mencapai lebih dari 11% dari total
ekspornya. Angka ekspor pun mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi,
30,8% pada 2010 dan 8,6% pada 2011. Sementara pada saat krisis 2008-2009
mengalami penurunan sebesar -0,2% dan -15,9%.
Gambar-8: Perkembangan Perdagangan ASEAN dengan Uni Eropa
Sumber: DGTEC, diakses Juli 2013
Dari sisi nilai perdagangan, baik ekspor dan impor, sebetulnya posisi ASEAN di
Uni Eropa belum terlalu besar. ASEAN belum menjadi mitra dagang utama Uni
Eropa. Nilai perdagangan dengan ASEAN masih relative kecil baik dari sisi
impor maupun ekspor, hanya menempati porsi sekitar 5% dari total
impor/ekspor Uni Eropa, sebagaimana terlihat dalam Gambar-9 berikut ini.
34
Gambar-9: Mitra Dagang Utama Uni Eropa 2012
Sumber: DGTEC, diakses Juli 2013
Dari sisi ASEAN, perdagangan dengan Uni Eropa memiliki nilai yang lumayan
besar. Tabel-9 memberikan data perkembangan ekspor-impor ASEAN dengan
negara-negara mitra dagang ASEAN. Terlihat bahwa ASEAN melakukan
perdagangan intra-ASEAN dengan proporsi yang tertinggi, yaitu 23,7% dari
total ekspor dan 26,5% dari total impor pada tahun 2011. Uni Eropa (EU-27)
merupakan mitra dagang utama ASEAN setelah China dan Japan. Total
perdagangan (ekspor dan impor) ASEAN dengan Uni Eropa masih lebih tinggi
dibandingkan dengan Amerika Serikat (USA).
Tabel-9: Mitra Dagang ASEAN (miliar USD)
Ekspor ke- Impor dari-
2008 2009 2010 2011 2011
(%) 2008 2009 2010 2011
2011
(%)
Intra-ASEAN 250 199.6 270.7 294.5 23.7 220.1 176.6 245 303.7 26.5
Australia 34.4 29.0 35.3 39.9 3.2 18.2 14.8 19.7 19.6 1.7
Canada 5.5 5.5 5.2 5.1 0.4 5.1 3.5 4.6 5.6 0.5
China 87.6 81.6 113.5 145.7 11.7 109.3 96.6 117.7 134.7 11.8
EU-27 116.2 93.0 115.1 124.6 10.0 92.1 78.8 92.7 110.2 9.6
India 30.9 26.5 36.1 42.2 3.4 17.9 12.6 19.3 26.2 2.3
Japan 105.9 78.1 103.1 147.4 11.9 108.5 82.8 100.8 125.9 11.0
Korea 36.5 34.3 45.1 58.9 4.7 41.7 40.4 53.1 65.6 5.7
New Zealand 4.5 3.1 4.3 4.5 0.4 3.3 2.2 3.0 3.7 0.3
Pakistan 4.5 3.8 5.1 5.5 0.4 0.5 0.5 1.1 1.2 0.1
Russia 2.7 1.7 2.6 6.8 0.5 7.1 5.1 6.1 7.2 0.6
USA 103.2 82.2 100.5 96.4 7.8 83.1 67.4 85.6 102.4 8.9
Rest of the World 195.6 172.1 238.3 271.9 21.9 212.7 145 215.3 238.9 20.9
Total 977.5 810.5 1,074.9 1,243.4 100.0 919.6 726.3 964.0 1,144.9 100.0
Sumber: ASEAN Sekretariat
35
Gambar-10 dan Gambar-11 menyajikan jenis komoditas yang diperdagangkan
antara ASEAN dengan Uni Eropa dengan klasifikasi Standard International
Trade Classification (SITC). Terlihat bahwa perdagangan ekspor Uni Eropa ke
ASEAN (Gambar-10) didominasi oleh komoditas hasil manufaktur, seperti:
machinery and transport equipment (SITC-7), chemical and related prod, n.e.s.
(SITC-5), manufactured goods classified chiefly by material (SITC-6), dan
miscellaneous manufactured articles (SITC-8). Total keempat komoditas ini
sudah mencapai 82,7% dari total ekspor Uni Eropa ke ASEAN.
Gambar-10: Komoditas Ekspor Uni Eropa ke ASEAN 2012
Sumber: DGTEC, diakses Juli 2013
Sementara, komoditas impor Uni Eropa dari ASEAN adalah sebagaimana
dalam Gambar-11. Impor Uni Eropa dari ASEAN didominasi juga oleh produk
manufaktur yang sama dengan komoditas ekspornya, yaitu: machinery and
transport equipment (SITC-7), miscellaneous manufactured articles (SITC-8),
dan chemical and related prod, n.e.s. (SITC-5). Ketiga komoditas ini mencapai
porsi 74,5% dari total impor Uni Eropa dari ASEAN. Di samping itu, Uni Eropa
juga mengimpor dari ASEAN komoditas food and live animals (SITC-0) dalam
jumlah yang cukup besar, yaitu dengan proporsi setara 7,4% dari total
impornya.
36
Gambar-11: Komoditas Impor Uni Eropa dari ASEAN 2012
Sumber: DGTEC, diakses Juli 2013
Lebih detail, Gambar-12 mengilustrasikan nilai perdagangan Uni Eropa
dengan Negara-negara ASEAN pada tahun 2010 dalam juta EUR. Singapore
merupakan negara ASEAN yang memiliki nilai perdagangan yang tertinggi
dengan Uni Eropa, walau pun Singapore mengalami defisit neraca
perdagangan (kata lain bahwa Uni Eropa mengalami surplus neraca
perdagangan dengan Singapore).
Gambar-12: Perdagangan EU dengan negara ASEAN 2010 (EUR million)
Sumber: Eurostat, diakses 7 November 2013
37
Sementara Indonesia berada dalam peringkat ke-4 setelah Malaysia dan
Thailand. Hampir semua negara ASEAN mengalami surplus neraca
perdagangan dengan Uni Eropa, kecuali Singapore dan Brunei Darussalam.
Namun demikian nilai perdagangan lebih didominasi oleh Negara ASEAN-6,
sementara nilai perdagangan negara sisanya, yaitu: Cambodia, Laos, Brunei,
dan Myanmar relatif sangat kecil.
Dalam Tabel-10 dan Tabel-11 disajikan lebih detail tabel silang jenis
komoditas dan nilai perdagangan (ekspor dan impor) Uni Eropa dengan setiap
negara di ASEAN secara individual atau pun secara keseluruhan. Dengan
kedua tabel ini, terlihat nilai kepentingan setiap negara ASEAN terhadap Uni
Eropa dalam hal isu hubungan kerja sama perdagangan. Misalnya, dalam
hubungan Uni Eropa dengan Indonesia maka terlihat bahwa Indonesia
berkepentingan atas impor komoditas machinery and transport equipment
(SITC-7) dan chemicals and related products, n.e.s. (SITC-5) dari Uni Eropa
(ekspor Uni Eropa ke Indonesia).
Table -10: Komoditas Ekspor EU ke Negara ASEAN 2010 (juta EUR)
Bru
ne
i
Ind
on
esi
a
Ca
mb
od
ia
Lao
s
My
an
ma
r
Ma
lay
sia
Ph
ilip
pin
es
Sin
ga
po
re
Th
ail
an
d
Vie
tna
m
ASEAN
Share in
EU-27
exports to
ASEAN
Total 238 6,372 153 101 83 11,243 3,736 24,042 9,992 4,672 60,634 100.0%
0: Food and live animals 4 331 13 1 4 383 400 415 470 431 2,451 4.0%
1: Beverages and tobacco 1 24 6 3 3 94 35 912 83 63 1,223 2.0%
2: Crude materials,
inedible, except fuels 1 417 1 0 1 205 55 102 352 262 1,395 2.3%
3: Mineral fuels, lubricants
and related mat. 0 18 1 : 0 44 6 1,348 45 8 1,470 2.4%
4: Animal and vegetable
oils, fats and waxes 0 7 0 0 0 10 22 9 14 2 65 0.1%
5: Chemicals and related
products, n.e.s. 13 1,052 36 5 21 1,299 644 3,329 1,796 767 8,962 14.8%
6: Manuf. goods classified
chiefly by material 121 774 41 26 5 1,047 383 2,118 1,549 553 6,616 10.9%
7: Machinery and
transport equipment 72 3,214 48 60 37 7,067 1,852 13,142 4,560 2,233 32,283 53.2%
8: Miscellaneous
manufactured articles 22 290 7 6 11 825 273 2,128 743 269 4,574 7.5%
9: Commodities and
transactions n.e.c. 3 88 1 1 0 183 36 245 196 43 795 1.3%
Sumber: Eurostat, diakses 7 November 2013
38
Indonesia juga berkepentingan dari sisi ekspor ke Uni Eropa (impor Uni Eropa
dari Indonesia) dalam bentuk komoditas: miscellaneous manufactured articles
(SITC-8), machinery and transport equipment (SITC-7), animal and vegetable
oils, fats and waxes (SITC-4), crude materials, inedible, except fuels (SITC-2), dan
manufacturing goods classified chiefly by material (SITC-6).
Table -11: Komoditas Impor EU dari Negara ASEAN 2010 (juta EUR)
Bru
ne
i
Ind
on
esi
a
Ca
mb
od
ia
Lao
s
My
an
ma
r
Ma
lay
sia
Ph
ilip
pin
es
Sin
ga
po
re
Th
ail
an
d
Vie
tna
m
ASEAN
Share in
EU-27
imports
from
ASEAN
Total 8 13,729 877 170 161 20,701 5,379 18,704 17,212 9,431 86,374 100.0%
0: Food and live animals 0 932 30 40 20 233 243 81 2,406 1,954 5,939 6.9%
1: Beverages and tobacco : 105 0 1 0 4 22 14 36 4 185 0.2%
2: Crude materials,
inedible, except fuels 0 1,844 1 1 0 994 127 162 790 203 4,123 4.8%
3: Mineral fuels, lubricants
and related mat. 0 736 : : : 176 0 836 10 7 1,765 2.0%
4: Animal and vegetable
oils, fats and waxes : 2,055 0 : : 1,160 387 32 21 0 3,655 4.2%
5: Chemicals and related
products, n.e.s. 0 943 3 1 0 711 52 7,417 607 65 9,798 11.3%
6: Manuf. goods classified
chiefly by material 3 1,708 9 2 2 935 221 284 1,536 758 5,457 6.3%
7: Machinery and
transport equipment 2 2,077 48 0 0 13,837 3,717 8,490 8,208 1,439 37,818 43.8%
8: Miscellaneous
manufactured articles 3 3,232 787 125 137 2,353 596 1,223 3,497 4,985 16,937 19.6%
9: Commodities and
transactions n.e.c. 1 12 0 0 1 50 13 139 82 15 312 0.4%
Sumber: Eurostat, diakses 7 November 2013
Sekilas GTAP Model
Untuk melakukan analisis dampak liberalisasi perdagangan antara ASEAN
(Indonesia) dengan Uni Eropa akan digunakan alat bantu model ekonomi.
Model ekonomi ini telah sangat dikenal sebagai suatu model yang didesain
secara spesifik untuk analisis liberalisasi perdagangan dunia. Model tersebut
ialah Model Global Trade Analysis Project (GTAP). Model ini merupakan model
ekonomi dalam rumpun model multiregional Computable General Equilibrium
(CGE), berbasis data input-output (IO) transaksi perdagangan antarnegara.
Database GTAP versi terbaru (GTAP v.8 dipublikasi pada Maret 2012)
39
mengakomodasi transaksi 57 jenis komoditas dari 129 negara di dunia. Model
GTAP ini tersedia bagi publik (silakan merujuk ke
www.gtap.agecon.purdue.edu) dan telah banyak digunakan dalam berbagai
literature kajian perdagangan dunia. Detail tentang model GTAP dan
pemanfaatannya telah terdokumentasi dalam Hertel (1997).
Untuk kebutuhan analisis, dilakukan modifikasi atas Database GTAP v.8 untuk
mengagregasi klasifikasi atau pengelompokkan negara. Agregasi ini dilakukan
untuk mengurangi jumlah negara yang ada dalam rangka penyederhanaan
model dan mempermudah simulasi serta analisis hasil simulasinya agar lebih
fokus kepada negara-negara yang dianalisis saja. Agregasi yang dilakukan
terhadap klasifikasi negara, ialah sebagaimana dalam Tabel-12.
Tabel-12: Klasifikasi regional/negara
No. Code Description
1 IDN Indonesia
2 MYS Malaysia
3 PHL Philippines
4 SGP Singapore
5 THA Thailand
6 VNM Vietnam
7 R_SEA Rest of Southeast Asia
8 FRA France
9 DEU Germany
10 GBR United Kingdom
11 NLD Netherlands
12 TUR Turkey
13 R_EU Rest of European Union
14 CHN China
15 JPN Japan
16 KOR South Korea
17 IND India
18 Oceania Australia, New Zealand
19 EastAsia East Asia
20 SouthAsia South Asia
21 NAmerica North America
22 LatinAmer Latin America
23 MENA Middle East and North Africa
24 SSA Sub-Saharan Africa
25 RestofWorld Rest of World
Sumber: Agregasi database GTAP v.8
40
Sedangkan Tabel-13 menyajikan 57 jenis komoditas yang diperdagangkan,
dalam database GTAP v.8. Klasifikasi ini merujuk standar klasifikasi komoditas
atau industri sebagaimana yang digunakan dalam standar penyusunan Tabel
IO yang digunakan di seluruh dunia. Klasifikasi ini sedikit berbeda dengan
klasifikasi SITC yang biasa digunakan dalam data-data statistic perdagangan
dunia, namun demikian masih dapat digunakan dengan baik untuk kebutuhan
analisis ini.
Tabel-13: Klasifikasi jenis komoditas/industri
Kode Sektor Kode Sektor
1 pdr Paddy rice 30 lum Wood products
2 wht Wheat 31 ppp Paper products, publishing
3 gro Cereal grains nec 32 p_c Petroleum, coal products
4 v_f Vegetables, fruit, nuts 33 crp Chemical,rubber,plastic prods
5 osd Oil seeds 34 nmm Mineral products nec
6 c_b Sugar cane, sugar beet 35 i_s Ferrous metals
7 pfb Plant-based fibers 36 nfm Metals nec
8 ocr Crops nec 37 fmp Metal products
9 ctl Cattle,sheep,goats,horses 38 mvh Motor vehicles and parts
10 oap Animal products nec 39 otn Transport equipment nec
11 rmk Raw milk 40 ele Electronic equipment
12 wol Wool, silk-worm cocoons 41 ome Machinery and equipment nec
13 frs Forestry 42 omf Manufactures nec
14 fsh Fishing 43 ely Electricity
15 coa Coal 44 gdt Gas manufacture, distribution
16 oil Oil 45 wtr Water
17 gas Gas 46 cns Construction
18 omn Minerals nec 47 trd Trade
19 cmt Meat: cattle,sheep,goats,horse 48 otp Transport nec
20 omt Meat products nec 49 wtp Sea transport
21 vol Vegetable oils and fats 50 atp Air transport
22 mil Dairy products 51 cmn Communication
23 pcr Processed rice 52 ofi Financial services nec
24 sgr Sugar 53 isr Insurance
25 ofd Food products nec 54 obs Business services nec
26 b_t Beverages and tobacco products 55 ros Recreation and other services
27 tex Textiles 56 osg PubAdmin/Defence/Health/Educat
28 wap Wearing apparel 57 dwe Dwellings
29 lea Leather products
Sumber: GTAP Database v.8
41
Untuk memberikan gambaran ringkas tentang model ekonomi yang
digunakan, maka berikut ini adalah beberapa fitur dasar dalam Model GTAP
(Hertel & Tsigas, 1997; Gilbert, 2001) dan asumsi-asumsi yang digunakan,
diantaranya:
a. Model ini mendeskripsikan perekonomian dunia (global) yang terdiri atas
beberapa wilayah ekonomi, baik itu berupa negara atau pun kawasan,
sebagaimana telah dijelaskan dalam klasifikasi regional/negara dalam
Tabel-12. Setiap regional/negara memiliki banyak produsen yang dikelola
oleh rumah tangga regional (regional household) dalam pengambilan
keputusan terkait perilaku dalam konsumsi privat (private consumption)
dan publik (public consumption) serta tabungan (saving). Setiap
perekonomian memiliki struktur teoretis yang sama tetapi berbeda dalam
besaran dan parameternya.
b. Asumsi yang digunakan dalam Model GTAP standar ini adalah bahwa pasar
dalam kondisi persaingan sempurna (perfect competition) serta fungsi
produksi yang constant return to scale (CRS). Model GTAP standar ini juga
masih comparative statis, artinya hanya melihat perubahan atau dampak
dengan membandingkan kondisi tanpa ada shock simulasi dengan kondisi
setelah adanya shock simulasi, dengan mengasumsikan kondisi ceteris
paribus. Selain itu, perdagangan internasional terjadi untuk komoditas
yang terdiferensiasi dengan mengikuti asumsi Armington (Armington,
1969); produsen meminimasi biaya dengan memilih membeli material dari
domestik atau pasar internasional mana yang menyediakan harga lebih
murah.
c. Rumah tangga regional (regional household) ialah entitas yang memiliki
faktor produksi dan menentukan pemajakan bagi entitas lain, serta yang
menentukan pembuatan keputusan dalam belanja konsumsi. Rumah
tangga regional mengalokasikan pendapatannya ke dalam tigal hal: belanja
privat, belanja publik dan tabungan. Regional household dapat memajaki
konsumsi privat, konsumsi publik, dan produsen.
42
d. Model dibangun untuk memiliki karakteristik berikut: (1) agen ekonomi
melakukan transaksi melalui pasar, (2) dalam transaksi di pasar penjual,
harga agen merupakan harga penjual dan harga pasar merupakan harga
penjual plus pajak, (3) dalam transaksi di pasar pembeli, harga agen
merupakan harga pembeli dan harga pasar merupakan harga pembeli
minus pajak, (4) dalam perekonomian terbuka, juga terdapat harga
internasional (world prices).
e. Di dalam perekonomian terbuka, maka setiap agen melakukan kegiatan
ekpor dan impor. Perusahaan mengekspor barang jadi (final goods) dan
bahan baku (intermediate goods) serta mengimpor bahan baku
(intermediate goods). Regional household memajaki impor dan ekspor.
Tabungan disimpan di global banks, kemudian global banks mendanai
investasi. Sektir transportasi memperoleh pendapatan dari selisih antara
harga free on board (FOB) dan cost insurance and freight (CIF).
Gambar-13 berikut ini memberikan ilustrasi grafis hubungan antara agen
ekonomi dalam perekonomian terbuka multiregional (Multi-regions Open
Economy). Kemudian hubungan-hubungan ini direpresentasikan dengan
persamaan-persamaan matematis berdasarkan basis teori-teori ekonomi, baik
itu teori ekonomi mikro, teori ekonomi makro, maupun teori perdagangan
internasional. Berbagai persamaan perilaku tersebut (behavioral equations)
akan digunakan untuk menentukan reaksi atas perubahan dalam shock
simulasi dengan membaca database model yang dibangun atas data-data dari
tabel IO antarnegara.
Lebih detail tentang Model GTAP dapat merujuk kepada buku-buku karya
Hertel (1997) dan Burfisher (2011) yang menyajikan kerangka dasar teoretis
pengembangan model, deskripsi persamaan perilaku dalam model dan
contoh-contoh analisis dengan menggunakan model ini.
43
Gambar-13: Ilustrasi Grafis Multi-Regions Open Economy
Sumber: Brockkmeier (1996)
Komparasi Tarif Dasar ASEAN-EU: Database GTAP v.8
Sebelum melakukan analisis hasil simulasi, ada baiknya untuk melihat lebih
dahulu kondisi dasar tarif impor antarnegara dalam database GTAP v.8 ini.
Dengan melihat ini, akan terlihat kondisi awal hubungan kebijakan
perdagangan antarnegara yang direpresentasi dengan besaran tarif yang ada.
Proses liberalisasi perdagangan pada hakekatnya ialah merupakan
penghapusan tarif perdagangan antarnegara ini. Pemahaman terhadap kondisi
44
awal ini akan membantu dalam proses menganalisis dampak yang terjadi
ketika dilakukan liberalisasi perdagangan atau kebijakan penghapusan tarif
bersama.
Tabel-14 menggambarkan tarif impor Indonesia dari negara mitra. Dari tabel,
terlihat bahwa Indonesia masih melindungi banyak kepentingannya dari
Singapore (SGP). Tercermin dengan masih banyaknya tarif impor barang dari
Singapore yang diatas 5% (ditandai dengan arsiran warna merah). Sementara,
tarif impor dari negara ASEAN lainnya seperti: Malaysia (MYS), Phillipinnes
(PHL), Thailand (THA) dan Vietnam (VNM) sudah tinggal sedikit yang diatas
5%. Misalnya, Indonesia sangat melindungi diri dari impor komoditas
beverages and tobacco products (b_t) dari Singapore dengan masih
mengenakan tarif impor yang sangat tinggi, rata-rata 73.03%.
Tabel-14: Tarif impor Indonesia dari negara mitra
rTMS R_SEA R_EU MYS PHL SGP THA VNM FRA DEU GBR NLD TUR
1 pdr 0.00 8.38 0.00 0.00 0.00 10.20 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
4 v_f 0.00 4.46 0.00 0.00 5.29 0.00 0.00 4.97 4.89 3.92 7.25 4.71
8 ocr 0.00 4.97 0.07 2.01 5.25 2.67 0.29 4.60 4.95 4.83 6.71 4.99
19 cmt 1.01 2.42 0.00 0.00 5.17 0.00 0.00 5.69 5.14 7.50 0.00 0.00
20 omt 0.87 1.10 0.46 1.80 5.20 0.49 0.00 5.79 3.24 0.34 5.73 0.00
21 vol 1.45 1.99 0.25 0.00 3.11 0.01 0.00 7.25 2.65 6.83 4.69 1.61
23 pcr 1.10 2.39 10.52 0.00 11.37 10.36 8.04 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
24 sgr 3.97 0.48 16.86 18.37 15.06 21.31 24.28 0.00 11.78 0.00 11.78 0.00
25 ofd 0.09 9.77 10.99 1.90 6.05 3.32 0.84 8.25 10.29 10.05 26.37 4.98
26 b_t 12.78 55.17 20.95 4.58 73.03 4.72 10.86 45.38 35.58 17.30 41.34 123.29
27 tex 2.80 8.19 1.32 2.52 10.00 0.93 1.88 8.94 6.41 6.63 7.42 10.39
28 wap 3.23 12.77 2.11 2.47 14.03 3.85 3.43 14.65 13.66 14.66 14.42 14.70
29 lea 5.21 4.73 2.49 2.80 0.00 1.17 1.59 12.38 5.29 7.10 3.22 9.17
30 lum 0.10 5.34 0.46 4.69 6.74 2.43 0.93 5.41 2.66 9.33 6.91 9.13
31 ppp 4.55 3.12 3.78 4.22 5.00 3.39 4.56 6.13 2.75 6.23 7.00 6.75
33 crp 2.76 7.38 2.04 1.99 7.68 2.57 2.30 6.02 4.65 4.84 5.36 1.66
34 nmm 3.48 6.98 1.08 3.76 7.62 2.77 3.71 5.89 5.24 6.13 4.99 6.38
35 i_s 0.14 5.28 2.72 1.80 0.00 3.11 4.00 7.57 6.24 4.05 1.73 0.10
37 fmp 4.26 4.84 2.55 1.96 9.69 3.06 3.40 9.25 7.46 5.50 7.62 10.36
38 mvh 8.01 14.83 3.25 4.83 40.29 4.34 3.94 17.01 21.14 21.98 14.58 6.76
39 otn 0.00 0.32 0.84 0.13 4.58 2.65 0.07 0.01 0.04 9.23 0.08 0.01
41 ome 0.34 3.11 0.97 1.00 2.37 1.34 1.18 4.39 3.16 6.67 2.35 5.04
42 omf 2.14 10.43 3.80 2.21 10.73 3.29 3.56 10.36 5.66 10.81 8.09 11.88
Sumber: GTAP Database v.8
45
Selain itu, tarif impor Indonesia dari negara-negara Uni Eropa seperti:
Perancis (FRA), Germany (DEU), Inggris (GBR), dan Belanda (NLD) masih
banyak yang diatas 5%. Termasuk untuk negara-negara Uni Eropa lainnya
(R_EU), yang diarsir masih relative banyak artinya masih banyak komoditas
impor dari negara ini yang dikenai tarif impor diatas 5%. Termasuk juga impor
dari negara Turkey (TUR).
Tabel-15: Tarif impor negara mitra dari Indonesia
rTMS R_SEA R_EU MYS PHL SGP THA VNM FRA DEU GBR NLD TUR
1 pdr 0.00 11.48 40.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
3 gro 0.05 0.02 0.00 7.73 0.00 3.84 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
4 v_f 0.13 2.36 2.04 4.69 0.00 54.06 4.87 1.31 0.32 0.29 1.41 31.18
5 osd 0.33 0.00 0.00 4.82 0.00 26.69 1.52 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
8 ocr 0.55 1.72 4.97 4.62 0.00 27.18 9.11 0.67 1.27 0.41 2.39 64.94
9 ctl 1.47 4.31 0.00 2.50 0.00 4.04 0.00 0.00 3.92 3.85 0.00 15.00
10 oap 2.24 2.36 0.00 0.00 0.00 27.40 0.64 4.49 0.09 0.97 5.27 180.00
12 wol 0.00 0.02 0.00 0.00 0.00 9.85 0.00 0.00 0.01 0.00 0.00 0.00
13 frs 0.22 0.05 0.00 0.00 0.00 18.46 3.44 0.05 0.13 0.02 0.39 2.10
14 fsh 0.15 2.69 0.00 3.00 0.00 5.81 2.81 1.69 2.65 2.51 4.35 19.86
18 omn 12.77 0.00 0.09 2.99 0.00 1.85 0.18 0.03 0.00 0.00 0.00 0.00
19 cmt 7.75 0.00 0.00 2.76 0.00 0.00 0.00 77.69 0.00 0.00 0.00 0.00
20 omt 12.74 17.73 0.00 10.26 0.00 31.97 0.00 8.06 12.28 11.97 7.83 0.00
21 vol 1.03 5.29 0.00 3.89 0.00 5.99 3.42 4.48 5.37 3.04 0.00 17.90
22 mil 1.95 5.46 0.00 2.51 0.00 25.39 4.97 66.60 90.15 38.13 0.00 0.00
23 pcr 3.82 1.63 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 33.56 0.00 33.56 0.00
25 ofd 1.25 11.24 1.31 3.26 0.00 8.83 4.84 5.19 11.78 6.28 9.55 32.88
26 b_t 10.29 15.67 69.60 3.29 0.00 51.34 75.67 13.89 16.93 19.03 16.77 22.96
27 tex 4.65 5.98 0.01 3.65 0.00 5.35 2.68 8.70 7.86 7.82 7.86 4.70
28 wap 2.84 8.80 0.05 4.96 0.00 39.32 4.95 8.96 9.12 9.14 8.84 9.00
29 lea 5.39 4.41 1.00 4.54 0.00 13.48 3.74 5.45 4.86 5.16 5.68 5.69
30 lum 5.25 1.11 0.31 4.62 0.00 10.39 2.37 0.44 0.80 0.83 0.62 0.78
32 p_c 1.53 0.00 0.27 1.04 0.00 7.46 18.09 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
34 nmm 1.53 2.24 1.52 3.41 0.00 12.83 3.21 2.93 2.21 3.78 2.21 3.82
37 fmp 1.30 0.16 3.86 4.15 0.00 12.93 1.56 0.34 0.40 0.98 0.17 0.39
38 mvh 17.80 0.32 0.67 4.31 0.00 24.07 13.58 1.74 0.12 0.04 0.73 0.00
42 omf 4.58 0.14 0.38 2.02 0.00 27.68 4.45 0.15 0.09 0.22 0.17 0.06
Sumber: GTAP Database v.8
Tabel-15 menggambarkan dari sisi yang sebaliknya, yaitu tarif impor yang
dipasang oleh negara-negara mitra terhadap impor komoditas dari Indonesia.
Terlihat hanya satu yang sangat menonjol, yaitu Thailand (THA) masih sangat
46
melindungi kepentingan domestiknya terhadap impor komoditas dari
Indonesia. Tercermin dengan masih banyaknya tarif impor dari Indonesia
yang diatas 5%. Sementara untuk negara-negara lainnya, baik itu dari negara
ASEAN atau Uni Eropa, sudah relatif sedikit.
Simulasi dan Analisis
Simulasi yang akan dilakukan dengan menggunakan Model GTAP ialah dengan
melakukan shock kebijakan liberalisasi penuh di seluruh negara ASEAN dan
Uni Eropa.
Dari simulasi yang dilakukan maka akan dianalisis dampaknya terhadap
perekonomian negara-negara di ASEAN dan Uni Eropa dalam beberapa aspek,
diantaranya ialah dampak terhadap volume perdagangan (ekspor dan impor),
investasi, pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rumah tangga. Selain itu
juga akan dilihat dampak kepada faktor produksi secara lebih detail yaitu
menurut lima kategori: Land, Unskilled Labor (UnSkLab), Skilled Labor (SkLab),
Capital, dan Natural Resources (NatRes). Dan terakhir dilihat dampak detail
dampak terhadap ekspor dan impor komoditas menurut sektor. Empat tabel
berikut secara berturut-turut menyajikan ikhtisar hasil simulasi tersebut.
Tabel-16 menyajikan dampak arus perdagangan, pertumbuhan ekonomi,
kesejahteraan dan investasi atas liberalisasi penuh ASEAN-Uni Eropa. Terlihat
bahwa secara umum liberalisasi perdagangan membawa dampak positif bagi
peningkatan arus perdagangan dan ekonomi, tidak hanya bagi negara-negara
di ASEAN tetapi juga bagi negara-negara di Uni Eropa. Benefit liberalisasi ini
tentu tidak dibagi merata antarnegara. Banyak faktor yang mempengaruhinya,
antara lain:
(1) kondisi struktur tarif impor sebelum liberalisasi,
(2) struktur kekuatan produksi untuk menghasilkan komoditas yang
berbeda-beda antarnegara,
47
(3) struktur kebutuhan input bagi produksi yang berbeda,
(4) struktur kebutuhan konsumsi yang berbeda, dan
(5) faktor struktur interaksi antarnegara, serta
(6) faktor daya saing yang direpresentasikan dengan harga domestik dan
harga internasional untuk suatu komoditas tertentu.
Sebagai contoh, dampak arus perdagangan bagi Indonesia menghasilkan
pengaruh peningkatan nilai perdagangan yang cukup besar, baik dari sisi
ekspor maupun impor. Namun demikian, dampak dari sisi impor lebih besar
dari sisi ekspor (Lihat Tabel-16). Hal ini dapat disebabkan oleh factor-faktor
tersebut di atas. Namun yang kasat mata ialah bahwa struktur tarif sebelum
liberalisasi yang masih cukup besar untuk impor ke Indonesia dari negara
mitra (Lihat kembali Tabel-14) dibanding dengan impor negara-negara mitra
dari Indonesia (Lihat kembali Tabel-15). Untuk faktor-faktor yang lain harus
dilakukan penelusuran lebih lanjut yang memerlukan data-data tambahan
yang relevan.
Tabel-16: Dampak Arus Perdagangan, GDP, Kesejahteraan dan Investasi
Export
(USD million) Import
(USD million) GDP
(%) HHINC
(%) INV (%)
IDN 1,991.59 2,704.08 0.51 0.54 0.08
MYS 1,626.36 2,551.14 0.21 0.30 0.19
PHL 759.00 1,172.02 (0.22) (0.21) 0.12
SGP 666.86 2,106.44 1.79 1.92 0.14
THA 2,230.31 4,359.91 1.48 1.73 0.28
VNM 1,277.49 2,928.67 2.53 2.79 0.71
R_SEA 410.88 588.77 (0.40) (0.37) 0.26
FRA 937.81 824.81 0.00 0.00 0.00
DEU 674.38 749.00 0.02 0.02 0.00
GBR 686.88 846.44 0.03 0.03 0.00
NLD 173.91 144.72 0.03 0.03 0.00
R_EU 1,667.00 1,528.75 0.01 0.01 (0.00)
Sumber: Hasil analisis
48
Arus perdagangan yang meningkat akan mempercepat pertumbuhan ekonomi.
Terlihat bahwa pertumbuhan ekonomi meningkat hampir untuk semua
negara, kecuali Philipinnes (PHI) dan negara lainnya di Asia Tenggara (R_SEA).
Dari besaran persentase perubahan, lima negara utama di ASEAN – Indonesia
(IDN), Malaysia (MYS), Singapore (SGP), Thailand (THA), dan Vietnam (VNM)
– memperoleh persentase kenaikan lebih tinggi dibanding dengan negara-
negara di Uni Eropa.
Aliran investasi pun terjadi dengan kenaikan persentasi investasi lebih tinggi
terjadi di negara-negara ASEAN, sementara persentasi perubahan investasi di
negara-negara Uni Eropa relatif sangat kecil. Indonesia pun mendapat
kenaikan invetasi, walaupun dengan persentase perubahan yang lebih kecil
relatif dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya.
Tabel-17: Dampak Pendapatan Faktor Relatif Terhadap Inflasi (%)
Land UnSkLab SkLab Capital NatRes
IDN -0.487 0.631 0.485 0.492 -1.773
MYS 1.807 1.494 1.379 1.515 -0.574
PHL -8.268 0.827 0.926 1.176 1.185
SGP 9.216 0.905 0.736 0.875 -0.531
THA 8.697 1.483 1.237 1.311 0.658
VNM 2.032 3.895 3.295 3.995 -4.996
R_SEA 2.038 2.199 2.120 2.119 -1.532
FRA -0.364 0.026 0.029 0.030 0.097
DEU -0.150 0.020 0.024 0.026 0.107
GBR -0.812 0.027 0.029 0.030 0.078
NLD -0.031 0.030 0.029 0.030 -0.018
R_EU -0.426 0.016 0.023 0.022 0.098
Sumber: Hasil analisis
Tabel-17 menyajikan dampak pendapatan bagi faktor produksi untuk setiap
negara ASEAN dan Uni Eropa. Sebagaimana terlihat dengan mudah bahwa
dampak ke negara-negara ASEAN relatif lebih besar daripada ke negara-
49
negara Uni Eropa. Dampaknya pun bervariatif antarnegara. Yang menonjol,
misalnya Thailand yang mendapat dampak kenaikan positif untuk semua
pendapatan faktor produksinya dengan nilai persentasi kenaikan yang
lumayan tinggi. Hal ini dapat dijelaskan bahwa dalam proses liberalisasi ini,
Thailand memiliki keunggulan yang merata dari sisi komoditas atau
industrinya. Merata dalam pengertian bahwa perubahan struktur produksi
untuk menghasilkan komoditas tambahan dalam perubahan liberalisasi
memberikan dampak yang positif bagi semua faktor produksi yang
dibutuhkan. Misalnya kenaikan produksi sektor pertanian sebagai akibat
kenaikan permintaan dunia, akan mendorong peningkatan pendapatan dari
faktor produksi tanah (Land), karena sektor pertanian merupakan sektor yang
mengandalkan tanah sebagai salah satu faktor produksi utamanya.
Ini juga memberikan gambaran dampak keseluruhan atas keunggulan
komparatif suatu negara yang merupakan akumulasi keseluruhan komoditas
yang dihasilkan dalam interaksi perdagangan internasional. Dalam kasus ini
yang dilihat ialah perdagangan internasional antarnegara ASEAN dan Uni
Eropa. Perubahan dalam skema perdagangan ASEAN-Uni Eropa memberikan
dampak langsung terhadap negara-negara ini. Sementara interaksi negara-
negara ASEAN-Uni Eropa dengan negara-negara di luar itu memberikan
dampak tidak langsung. Semua ini terangkai dalam persamaan behavioural
model yang mendefinisikan database perdagangan internasional negara-
negara di dunia.
Indonesia, dalam proses liberalisasi perdagangan ASEAN-EU mendapatkan
keuntungan dari peningkatan pendapatan faktor produksi tenaga kerja - baik
terampil (SkLab) maupun tidak terampil (UnSkLab) dan kapital, akan tetapi
mengalami penurunan pendapatan dari faktor produksi tanah dan sumber
daya alam (NatRes).
Tabel-18 dan Tabel-19 berikut ini menyajikan dampak hasil simulasi terhadap
ekspor dan impor sektoral untuk masing-masing negara. Untuk
mempermudah analisis, diberikan arsir warna merah untuk dampak
persentasi kenaikan >10% dan arsir warna hijau untuk dampak persentasi
50
penurunan >10%, untuk dampak ekspor (Tabel-18); diberikan arsir warna
merah untuk dampak persentasi kenaikan >6% dan arsir warna hijau untuk
dampak persentasi penurunan >6%, untuk dampak impor (Tabel-19). Untuk
mempermudah penyajian karena keterbatasan ruang, dampak yang relatif
kecil tidak ditampilkan di dalam Tabel.
Tabel-18: Dampak Ekspor Sektoral (FOB weights, %)
qxw R_SEA R_EU IDN MYS PHL SGP THA VNM FRA DEU GBR NLD
pdr 13.7 -7.7 22.6 32.1 146.5 -29.3 26.9 16.2 -4.1 -7.2 -7.5 -10.8
c_b 2.3 1.7 10.0 -13.0 12.5 -12.2 -27.2 -13.6 0.0 -0.1 0.0 -0.2
ocr 16.8 0.7 3.5 4.2 43.2 11.4 -0.1 -5.7 0.7 1.9 0.6 0.0
ctl 8.1 0.0 2.8 -0.1 8.4 -3.2 -13.4 -12.1 -0.1 -0.1 0.1 0.1
rmk 7.6 0.1 -1.4 -2.7 13.6 -16.3 -36.5 -10.4 0.0 -0.1 0.1 -0.4
wol 11.2 -0.8 -0.8 -10.7 53.3 -20.2 -50.3 -18.4 -0.7 -0.8 -0.7 -1.0
gas -0.2 0.0 -0.2 -0.8 -3.4 -0.9 90.7 105.4 0.0 0.0 0.0 0.0
cmt 26.4 0.5 9.2 11.9 8.9 1.7 22.2 3.4 0.2 0.6 1.4 0.8
omt -2.8 -1.0 58.2 -1.3 31.0 21.0 34.5 -6.6 -0.3 -1.1 -0.2 -1.6
mil 27.4 0.6 16.7 7.1 4.8 0.9 11.5 24.1 0.9 0.4 0.5 1.2
pcr 17.3 -11.9 10.5 20.3 22.1 9.9 1.4 15.6 -7.3 -8.9 -10.8 -2.2
sgr 45.7 -0.3 0.2 14.9 19.4 23.5 12.1 15.4 -0.4 0.0 -0.1 -0.3
ofd 2.6 -0.1 5.0 10.8 12.1 2.6 5.1 0.8 -0.3 -0.3 -0.1 0.3
b_t 0.9 0.1 8.8 26.4 35.4 33.7 5.2 2.9 0.4 0.1 0.8 0.1
tex 3.5 -0.3 10.2 11.5 7.2 19.9 5.7 6.6 0.3 -0.1 0.3 -0.8
wap 5.4 -0.6 10.6 10.6 5.2 11.4 9.2 10.7 -0.5 -0.6 -0.2 -1.4
lea 3.1 -1.6 12.6 19.5 4.9 7.0 9.3 25.2 -0.9 -1.1 -1.1 -2.5
lum 3.3 0.1 -2.0 -0.7 0.2 15.8 -2.1 -8.6 0.2 0.2 0.3 0.2
ppp 2.7 0.2 -1.0 5.9 4.4 18.4 -1.1 -2.9 0.3 0.1 0.3 0.2
p_c -0.1 0.0 0.7 2.6 3.5 2.8 8.2 24.8 0.1 0.0 0.0 0.0
fmp 10.3 0.2 3.4 8.2 2.9 31.2 -2.6 2.0 0.3 0.3 0.8 0.4
mvh 22.4 -0.1 13.5 11.6 23.3 49.1 13.1 3.3 0.0 0.0 0.0 1.1
otn 7.8 0.7 3.6 1.7 0.9 -3.5 20.2 7.6 0.1 -0.5 0.3 -0.4
ome 14.3 0.1 0.8 1.6 -0.5 1.8 -1.9 -4.8 0.2 0.1 0.3 0.0
omf 18.0 2.1 -1.8 1.8 -0.9 6.6 8.4 -5.1 0.6 0.0 0.6 0.0
ely 12.2 0.0 -1.0 -2.1 -1.8 -3.5 -4.8 -14.3 0.1 0.0 -0.1 0.0
gdt -4.2 0.1 -3.5 -3.9 -1.8 -1.0 -8.3 -19.4 0.1 0.0 0.1 0.0
wtr -1.8 0.2 -3.0 -3.1 -2.0 -7.7 -8.4 -18.8 0.2 0.1 0.0 0.1
cmn -3.1 0.1 -2.9 -2.9 -1.4 -6.4 -6.3 -12.5 0.1 0.1 0.0 0.0
ofi -2.9 0.0 -3.0 -3.1 -1.6 -3.6 -6.4 -13.7 0.0 0.0 -0.1 -0.1
Sumber: Hasil analisis
Dari Tabel-18 terlihat bahwa Indonesia (IDN) tidak memiliki dampak
penurunan ekspor yang nilainya >10%, tetapi tidak terlalu banyak pula yang
51
memiliki dampak kenaikan >10%. Secara berurut dari dampak yang terbesar
adalah: meat products nec. (omt), paddy rice (pdr), dairy products (mil), motor
vehicles and parts (mvh), leather products (lea), wearing apparel (wap),
processed rice (pcr), textiles (tex), dan sugar cane, sugar beet (c_b). Namun
demikian, dampak kenaikan yang cukup besar dari sisi ekspor untuk
komoditas padi (paddy rice) dan beras atau olahannya (processed rice) secara
pemodelan, akan sulit dilakukan secara factual, mengingat kebutuhan untuk
menjaga ketahanan pangan dan padi/beras merupkan staple food utama
masyarakat Indonesia.
Disamping itu, dampak ekspor sektoral juga terlihat lebih banyak dinikmati
bagi negara-negara ASEAN dibandangkan dengan dampaknya bagi negara-
negara Uni Eropa. Dampak bagi negara-negara ASEAN walaupun bervariasi
tetapi secara besaran prosentase terlihat relatif merata.
Tabel-19 menyajikan gambaran dampak sektoral dari sisi impor. Terlihat pula
bahwa dampak relatif lebih besar di negara-negara ASEAN dibandingkan
dengan di negara-negara Uni Eropa. Bagi Indonesia (IDN), benefit dengan
persentasi terbesar terjadi untuk penurunan impor komoditas sugar cane
sugar beet (c_b). Sementara dampaknya terhadap kenaikan impor cukup
modest. Yang cukup menonjol ialah kenaikan impor beras dan porduk
olahannya (processed rice/pcr), ini kemungkinan dalam bentuk impor beras
dengan kualitas tertentu atau produk olahan makanan berbahan baku utama
beras.
Thailand (THA) dan Vietnam (VNM) memiliki dampak impor sektoral yang
cukup banyak serta dengan nilai persentase perubahan yang cukup besar.
Sementara Philippines (PHL) memiliki variansi yang cukup mencolok, dari
persentase penurunan impor sampai dengan kenaikan impor, dan dengan
persentase yang cukup besar walaupun hanya melibatkan beberapa
sektor/komoditas saja. Dampak impor untuk Singapore (SGP) relatif kecil, hal
ini berbeda dengan dampak dari sisi ekspornya (Lihat kembali Tabel-18) yang
memiliki variansi dampak yang cukup besar.
52
Tabel-19: Dampak Impor Sektoral (CIF weights, %)
R_SEA R_EU IDN MYS PHL SGP THA VNM FRA DEU GBR NLD
pdr 10.04 -2.52 1.09 84.54 -26.74 1.30 25.08 27.58 -0.70 -5.89 -3.53 -5.75
gro -1.68 -0.07 -0.18 1.14 -0.94 1.27 19.51 0.90 0.06 -0.09 -0.14 -0.22
v_f 8.50 0.00 0.63 0.86 -1.99 1.41 11.14 4.24 0.08 0.00 0.01 0.01
c_b -3.36 -0.20 -11.06 5.78 -6.13 2.17 5.68 4.44 2.18 -0.11 -0.07 -0.10
pfb 1.97 -0.27 6.95 2.82 -0.80 1.89 2.27 2.73 -0.15 -0.15 -0.03 -0.26
ocr 3.89 -0.10 2.41 2.06 0.12 1.64 25.33 8.84 -0.04 -0.11 0.01 0.11
ctl 3.38 -0.07 1.05 2.80 -3.44 0.53 13.30 5.92 0.20 0.15 -0.22 0.26
rmk -0.52 0.03 0.86 1.67 -7.59 0.60 19.36 1.51 0.04 0.09 0.06 0.35
wol 1.79 -0.44 4.50 3.18 -0.54 0.77 28.00 7.80 -0.22 -0.27 -0.20 -0.30
frs 9.27 0.10 1.76 1.22 0.54 1.30 5.83 -4.66 0.10 0.06 0.05 0.04
coa 2.43 0.01 6.81 0.34 0.47 1.01 0.49 0.63 0.02 0.06 0.02 0.01
gas 4.78 0.01 -0.09 0.99 2.83 0.91 0.63 -52.74 0.02 0.02 0.02 -0.02
cmt 5.51 0.01 2.39 0.45 0.27 2.06 11.39 -0.41 1.92 0.08 0.11 -0.01
omt 10.29 0.28 3.70 3.23 6.28 1.32 13.89 10.48 1.02 0.36 1.37 0.93
mil 6.84 0.05 4.03 1.04 1.03 1.56 10.98 9.41 1.56 0.07 0.09 0.24
pcr 1.01 2.95 11.96 25.81 48.95 -0.25 11.66 17.34 1.02 -0.05 -0.20 0.05
sgr 4.77 -0.02 8.46 0.92 30.60 4.07 11.10 26.69 1.38 -0.19 0.01 0.36
ofd 9.25 0.31 6.44 2.37 3.52 2.19 6.43 8.56 0.54 0.43 0.47 0.44
b_t 4.83 0.03 8.83 19.60 1.54 1.20 23.30 12.92 0.26 0.07 0.08 0.06
tex 3.90 0.15 6.33 4.55 2.95 5.56 7.05 11.05 0.33 0.15 0.49 0.19
wap 8.50 0.53 6.74 1.37 5.86 1.75 42.58 10.55 0.61 0.77 0.91 0.56
lea 7.31 0.64 8.92 2.14 3.16 3.38 11.63 25.98 0.82 1.18 0.89 0.52
lum 18.08 0.10 4.26 1.88 4.68 2.63 7.28 2.69 0.05 0.00 0.04 -0.03
nmm 4.50 0.04 5.43 4.17 2.93 2.22 8.79 10.70 0.12 0.08 0.16 0.07
fmp 0.95 0.05 8.06 7.97 4.09 4.06 8.40 3.12 0.12 0.06 0.13 0.09
mvh 9.11 0.02 4.98 3.87 6.20 3.78 9.35 3.30 0.14 0.07 0.12 0.16
otn 2.93 0.16 1.51 2.46 5.14 1.87 7.84 9.23 0.09 -0.01 0.22 0.16
ele 7.61 0.05 1.22 -0.14 -0.13 -2.02 -1.02 2.91 0.11 0.04 0.06 -0.06
omf 10.51 0.21 5.64 5.16 3.28 1.02 6.05 9.07 0.16 0.27 0.27 0.11
ely -1.28 0.02 0.50 2.17 0.97 2.52 3.74 8.45 -0.01 0.03 0.05 0.03
gdt 2.09 -0.01 1.05 2.25 0.93 0.91 1.13 8.64 -0.03 0.01 -0.04 -0.01
wtr 1.66 -0.12 0.94 1.84 1.47 0.78 4.84 10.04 -0.16 -0.16 -0.09 -0.05
Sumber: Hasil analisis
Ikhtisar
Dengan mengamati hasil simulasi dan analisis dalam uraian di atas maka ada
beberapa kesimpulan:
53
1. Secara umum, liberalisasi perdagangan antara ASEAN dengan Uni Eropa
memberi keuntungan kepada semua pihak, namun dampaknya lebih
banyak dinikmati oleh negara-negara ASEAN jika dilihat dari persentasi
perubahan masing-masing indikatornya, arus perdagangan (ekspor-
impor), pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan rumah tangga dan investasi.
Hal ini jamak terjadi mengingat negara-negara ASEAn pada awalnya masih
memiliki tarif impor yang lebih tinggi untuk jenis komoditas yang lebih
variatif.
2. Indonesia pun mengalami keuntungan dari adanya liberalisasi
perdagangan ASEAN-Uni Eropa ini walau pun tidak sebaik yang dialami
oleh Thailand. Misalnya Indonesia mengalami dampak negative untuk
pendapatan faktor produksi tanah dan sumber daya alam. Hal ini sangat
mungkin disebabkan oleh adanya kompetisi dengan negara ASEAN lainnya
yang merupakan penghasil komoditas dengan faktor produksi utama tanah
dan sumber daya alam tersebut.
3. Ketika dilihat dari dampak sektoralnya terlihat bahwa kekuatan komoditas
Indonesia tidak banyak, yaitu komoditas yang memiliki keunggulan
kompatif dibandingkan dengan komoditas negara lain. Indonesia memiliki
komoditas yang sangat kuat keunggulan komparatifnya, namun jumlahnya
relatif tidak banyak. Sehingga secara keseluruhan daya saingnya relatif
rendah.
4. Uni Eropa lebih sebagai sumber investasi bagi ASEAN, hal ini terlihat dari
indikasi dampak terhadap investasi yang cukup tinggi bagi negara-negara
ASEAN namun tidak cukup bagi negara-negara Uni Eropa. Uni Eropa juga
merupakan sumber investasi terbesar di dunia.
54
5555 Analisis Dampak Indonesia (ASEAN) -
Turkey Free Trade Area
Pendahuluan
Paralel dengan keputusan Uni Eropa untuk menghentikan negosiasi dalam
ASEAN-European Union Free Trade Area (AEUFTA) dan mendorong inisiasi
untuk negosiasi FTA secara bilateral dengan negara-negara anggota ASEAN
maka Turkey melakukan inisiasi negosiasi FTA dengan Indonesia pada 31 Juli
2009.
Sedikit gambaran hubungan bilateral kedua negara: Indonesia dengan Turkey
dapat digambarkan sebagai berikut:
1. Indonesia merupakan menempati posisi ke-80 dari negara tujuan ekspor
komoditas Turkey pada tahun 2012. Nilai eskpor Turkey ke Indonesia
mencapai USD244 juta, menurun 20,9% disbanding tahun sebelumnya
55
yang mencapai USD308 juta. Komoditas ekspor utama Turkey ke Indonesia
pada 2012 adalah (2-digit SITC): cereals (USD74,3 juta), tobacco products
(USD42,5 juta), textile yarn and related products (USD22,8 juta), machinery
specialized for particular industries (USD19 juta), dan inorganic chemicals
(USD12,4 juta).
2. Indonesia merupakan negara sumber kebutuhan impor ke-29 bagi Turkey
pada tahun 2012. Turkey mengimpor komoditas dagang dari Indonesia
mencapai USD1,8 miliar pada 2012, sedikit menurun (7%) dibanding
tahun 2011 yang mencapai USD1,9 miliar. Barang impor utama dari
Indonesia terdiri atas: textile yarn and related products (USD572 juta), fixed
vegetable fats and oils, crude, refined or fractionated (USD298 juta), crude
rubber (USD208 juta), footwear (USD78 juta), dan animal or vegetable fats
and oils (USD71 juta).
3. Turkey mengalami deficit perdagangan dengan Indonesia sebesar USD1,55
miliar pada 2012, menurun 4,4% dibanding tahun 2011 yang mencapai
USD1,62 miliar.
4. Nilai stock foreign direct investment (FDI) Turkey di Indonesia sebesar
USD4 juta pada tahun 2012, sementara total nilai stock FDI Indonesia di
Turkey mencapai USD10 juta.
Dari skala ekonominya, Turkey merupakan negara yang relatif besar dan
tergabung sebagai anggota negara-negara G-20. Pertumbuhan ekonominya
pun tergolong tinggi dalam decade terakhir. Juga diprediksikan sebagai salah
satu negara yang akan tumbuh membesar dalam empat dekade yang akan
datang, sebagaimana dalam Gambar-12 berikut ini.
Terlihat bahwa pada tahun 2009 Turkey berada pada peringkat ke-15 dengan
nilai Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar kemampuan daya beli harga
2009 sebesar USD1.040 miliar. Sementara Indonesia pada saat yang sama
berada pada posisi ke-16 dengan nilai PDB sebesar USD967 miliar. Pada tahun
2050, Turkey diproyeksikan akan berada pada peringkat ke-12 besar dunia
dengan tingkat PDB sebesar USD5.298 miliar. Sementara Indonesia
56
diproyeksikan menjadi negara terbesar ke-8 dengan PDB sebesar USD6.205
miliar.
Sebagai catatan, bahwa Nigeria dan Vietnam merupakan dua negara yang
mengalami pertumbuhan yang sangat pesat dan masuk menjadi 20 negara
terebsar dunia. Yaitu pada tahun 2050 menempati peringkat ke-13 dan ke-14,
yaitu satu peringkat di bawah Turkey. Padahal pada tahun 2009, kedua negara
tersebut tidak masuk dalam kategori 20 negara terbesar, jika dilihat dari
besaran PDB-nya.
Gambar-12: Proyeksi Pertumbuhan 20 Ekonomi Terbesar Dunia 2009-2050
Sumber: http://www.theguardian.com/news/datablog/2011/may/13/gdp-growth-oecd-eu#
Posisi kedua negara yang memiliki prospek pertumbuhan ekonomi yang baik
ini memiliki potensi yang besar bagi pengembangan kerja sama bilateral
kedua negara atau pun bersama dengan negara anggota ASEAN lainnya.
Terlebih lagi Indonesia dan Turkey keduanya secara demografis masih
memiliki potensi kependudukan yang relatif muda sehingga masih memiliki
sumber tenaga kerja produktif yang relative banyak. Hal berbeda dengan yang
dimiliki oleh hampir semua negara di kawasan Eropa yang sudah mengalami
kondisi aging population.
57
Selain itu, secara grografis Turkey memiliki lokasi yang sangat strategis
sebagai penghubung kawasan Eropa dan kawasan Timur Tengah.
Memanfaatkan lokasinya yang mencakup Timur Tengah dan Eropa, Turki
telah menjadi kunci titik transit untuk minyak dan gas dan menawarkan akses
yang luar biasa ke pasar di Eropa, Caucausus, Asia Tengah, dan Timur Tengah.
Turki merupakan jembatan Eropa dan beberapa terbesar pemasok energi di
dunia. Turki Bosphorus Strait, menghubungkan Laut Hitam dan Laut
Mediterania, adalah lokasi kunci di mana ekspor perjalanan dan merupakan
salah satu alasan untuk Turki penting sebagai pusat transit energi.
Dengan demikian jalinan kerja sama yang baik dalam bidang perdagangan
internasional baik secara bilateral (Indonesia-Turkey) maupun multilateral
(ASEAN-Turkey) akan memiliki potensi yang menguntungkan kedua belah
pihak. Oleh karenanya, diperlukan evaluasi atas dampak potensial dari
kebijakan kerja sama tersebut.
Dengan menggunakan metode yang sama dengan analisis sebelumnya tentang
potensi dampak liberalisasi perdagangan ASEAN-Uni Eropa yaitu dengan
menggunakan model GTAP v.8 untuk melihat dampak liberalisasi
perdagangan Indonesia-Turkey dan ASEAN-Turkey.
Struktur Tarif Dasar ASEAN-Turkey: Database GTAP v.8
Sebelum melakukan analisis hasil simulasi dengan menggunakan Model GTAP,
ada baiknya untuk melihat struktur dasar tarif impor negara-negara ASEAN
termasuk Indonesia dengan Turkey, sebagai informasi awal sebelum dilakukan
liberalisasi perdagangan (pengurangan tarif impor).
Tabel-20 menggambarkan tarif impor Turkey dari negara mitra. Sebetulnya
terlihat bahwa perekonomian Turkey sudah realtif terbuka, hanya sedikit
komoditas dari luar yang dikenai tariff >6% dan hampir merata jumlahnya
untuk semua negara mitra utama di ASEAN dan Uni Eropa.
58
Turkey melindungi kepentingannya dari Indonesia dengan mengenakan tarif
impor yang relatif tinggi untuk komoditas-komoditas sebagai berikut: animal
products nec (oaf), crops nec (ocr), food products nec (ofd), vegetables, fruit,
nuts (v_f), beverages and tobacco products (b_t), fishing (fsh), vegetable oils and
fats (vol), cattle, sheep, goats, horses (ctl), dan wearing apparel (wap). Turkey
juga mengenakan tarif yang relatif sangat tinggi untuk impor dairy product
(mil) dari negara-negara seperti: Perancis (FRA), Germany (DEU), Inggris
(GBR), Belanda (NLD), Singapore (SGP), negara Asia Tenggara lainnya (R_SEA)
dan negara Uni Eropa lainnya (R_EU).
Tabel-20: Tarif impor Turkey dari negara mitra
rTMS R_SEA R_EU IDN MYS PHL SGP THA VNM FRA DEU GBR NLD
1 pdr 0.00 35.39 0.00 0.00 0.00 0.00 36.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
2 wht 21.67 31.85 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.15 43.33 0.00 0.00
3 gro 44.34 109.91 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 41.52 62.45 0.00 0.00
4 v_f 10.41 38.92 31.18 26.86 33.00 45.00 21.40 34.91 35.64 34.95 21.48 41.80
5 osd 3.67 3.80 0.00 0.00 0.00 0.00 14.09 11.64 1.66 6.03 0.00 7.20
8 ocr 9.62 13.19 64.94 26.73 23.83 25.73 20.50 40.32 15.90 23.64 23.43 15.36
9 ctl 9.53 6.21 15.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 4.88 9.43 6.99 5.48
10 oap 2.98 0.54 180.00 0.00 0.00 0.00 8.65 0.00 1.33 8.91 3.34 9.80
13 frs 0.01 0.00 2.10 0.00 0.00 6.02 4.19 8.26 0.00 0.00 0.00 0.00
14 fsh 4.66 7.42 19.86 17.03 1.34 30.06 30.17 0.00 0.02 3.61 13.44 7.27
19 cmt 57.44 42.46 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 61.17 3.04 39.38
20 omt 24.20 88.45 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 83.33 39.94 31.37 116.67
21 vol 12.78 14.88 17.90 16.30 28.05 0.00 33.10 0.00 10.15 21.06 26.09 19.12
22 mil 94.61 91.82 0.00 0.00 0.00 114.39 0.00 0.00 126.82 102.16 111.67 101.97
23 pcr 5.10 44.97 0.00 0.00 0.00 0.00 45.00 0.00 0.00 45.00 0.00 0.00
24 sgr 35.75 54.56 0.00 0.00 0.00 0.00 79.64 0.00 54.00 54.54 53.85 54.00
25 ofd 9.26 19.01 32.88 8.52 11.40 34.69 21.69 26.46 11.02 20.60 20.22 19.39
26 b_t 3.04 1.85 22.96 11.66 2.40 0.00 0.00 25.20 1.99 0.91 0.31 0.18
28 wap 5.79 0.00 9.00 7.64 8.86 0.00 8.94 8.98 0.00 0.00 0.00 0.00
29 lea 0.29 0.00 5.69 9.80 7.14 0.00 5.87 7.15 0.00 0.00 0.00 0.00
35 i_s 2.80 0.00 0.17 1.52 5.17 0.00 2.81 7.74 0.00 0.00 0.00 0.00
38 mvh 0.00 0.00 0.00 1.84 0.00 0.00 6.73 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
40 ele 0.00 0.00 3.24 1.70 0.03 0.00 0.84 7.02 0.00 0.00 0.00 0.00
Sumber: GTAP Database v.8
Sementara Tabel-21 menggambarkan kondisi tarif impor negara mitra untuk
komoditas dari Turkey. Terlihat perbedaan mencolok terhadap tarif impor
59
komoditas dari Turkey antara negara-negara ASEAN dengan negara-negara
Uni Eropa. Negara-negara Uni Eropa relatif terbuka terhadap impor komoditas
dari Turkey, hanya beberapa komoditas yang masih dikenai tarif impor yang
cukup tinggi, diantaranya: sugar (sgr), processed rice (pcr), wheat (wht), dan
paddy rice (pdr).
Tabel-21: Tarif impor negara mitra dari Turkey
rTMS R_SEA R_EU IDN MYS PHL SGP THA VNM FRA DEU GBR NLD
1 pdr 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 26.62 20.67 16.18 0.00
2 wht 4.27 1.50 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 2.50 9.23 8.77 9.65 7.16
3 gro 4.70 0.62 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 1.01 0.74 42.96 1.99
4 v_f 27.84 2.58 4.71 0.99 3.94 0.00 19.95 40.00 1.31 2.34 0.82 1.52
5 osd 18.67 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
8 ocr 12.49 0.00 4.99 552.29 6.87 0.00 8.53 20.46 0.00 0.00 0.00 0.00
9 ctl 6.21 1.14 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
10 oap 10.96 0.37 0.00 0.00 0.00 0.00 2.27 0.00 0.04 0.00 0.00 0.00
13 frs 15.26 0.00 3.33 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
14 fsh 8.41 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
18 omn 13.22 0.00 2.95 0.61 3.00 0.00 9.68 1.07 0.00 0.00 0.00 0.00
19 cmt 25.23 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 20.00 0.00 0.00 0.00 0.00
20 omt 25.02 1.73 0.00 8.09 0.00 0.00 40.00 20.08 0.93 10.58 4.19 0.00
21 vol 7.76 28.93 1.61 0.53 3.10 0.00 23.98 0.00 0.68 17.39 8.27 0.00
22 mil 4.89 6.20 5.00 0.00 1.08 0.00 17.77 0.00 42.32 43.87 0.00 0.00
23 pcr 4.72 1.15 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 27.56 26.21 33.47 22.33
24 sgr 7.78 98.74 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 182.36 139.63 35.65 0.00
25 ofd 16.49 2.77 4.98 4.47 8.51 0.00 9.89 16.65 2.21 1.42 2.32 1.74
26 b_t 8.00 1.73 123.29 350.53 7.50 116.97 60.00 50.00 2.43 3.17 2.93 2.71
27 tex 7.03 0.00 10.39 14.44 7.59 0.00 7.37 38.34 0.00 0.00 0.00 0.00
28 wap 8.72 0.00 14.70 8.56 13.40 0.00 52.30 42.57 0.00 0.00 0.00 0.00
29 lea 11.81 0.00 9.17 9.86 10.51 0.00 12.99 4.18 0.00 0.00 0.00 0.00
30 lum 30.99 0.00 9.13 0.26 13.64 0.00 18.63 14.11 0.00 0.00 0.00 0.00
31 ppp 4.42 0.00 6.75 9.41 6.13 0.00 6.19 26.15 0.00 0.00 0.00 0.00
32 p_c 16.33 0.00 1.93 0.54 2.33 0.00 10.94 3.99 0.00 0.00 0.00 0.00
33 crp 7.01 0.04 1.66 4.30 5.29 0.00 3.87 7.35 0.00 0.00 0.00 0.00
34 nmm 5.69 0.00 6.38 22.66 10.99 0.00 12.01 17.20 0.00 0.00 0.00 0.00
35 i_s 5.00 0.00 0.10 6.42 2.86 0.00 2.22 8.64 0.00 0.00 0.00 0.00
36 nfm 6.97 0.00 4.78 0.65 3.64 0.00 0.65 0.98 0.00 0.00 0.00 0.00
37 fmp 7.93 0.00 10.36 17.61 7.62 0.00 10.53 19.95 0.00 0.00 0.00 0.00
38 mvh 15.18 0.00 6.76 15.17 6.94 0.00 25.40 43.43 0.00 0.00 0.00 0.00
39 otn 9.45 0.00 0.01 0.01 0.00 0.00 3.50 13.37 0.00 0.00 0.00 0.00
40 ele 10.01 0.00 0.08 0.27 0.17 0.00 2.87 16.21 0.00 0.00 0.00 0.00
41 ome 10.77 0.00 5.04 6.52 3.00 0.00 5.78 6.33 0.00 0.00 0.00 0.00
42 omf 8.86 0.00 11.88 7.64 6.21 0.00 15.59 10.95 0.00 0.00 0.00 0.00
60
Sumber: GTAP Database v.8
Sementara negara mitra di ASEAN masih cukup banyak mengenakan tarif
impor untuk komoditas-komoditas dari Turkey. Ada semacam keseragaman
komoditas dari Turkey yang dikenai tarif impor antarnegara-negara di ASEAN,
pun dengan besaran tarif yang cenderung sama, misalnya: beverages and
tobacco products (b_t), textiles (tex), wearing apparel (wap), metal products
(fmp), motor vehicles and parts (mvh), dan manufactures nec (omf).
Simulasi dan Analisis
Simulasi dilakukan dengan menggunakan Model GTAP ialah dengan
melakukan shock kebijakan liberalisasi penuh untuk hubungan bilateral
Indonesia dengan Turkey dan hubungan bilateral seluruh negara ASEAN
dengan Turkey. Analisis akan dilakukan secara bersamaan untuk kedua
skenario ini.
Tabel-22 merupakan ikhtisar hasil simulasi liberalisasi perdagangan antara
Indonesia-Turkey dan ASEAN-Turkey. Terlihat bahwa liberalisasi
perdagangan secara bilateral antara Indonesia dengan Turkey bagi Indonesia
memberikan dampak peningkatan arus perdagangan (ekspor dan impor),
pertumbuhan ekonomi (GDP), dan kesejahteraan rumah tangga (HHINC),
walaupun secara nilai dampaknya tidak terlalu besar. Dari sisi investasi
dampaknya sangat kecil. Dari sisi Turkey, walau pun terdapat peningkatan
arus perdagangan (ekspor dan impor), namun secara keseluruhan kurang
menguntungkan dari sisi pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan rumah tangga
dan investasi.
Namun apabila skema liberalisasi perdagangan diperluas ke level ASEAN –
Turkey maka dampaknya pun semakin besar baik untuk arus perdagangan
maupun untuk pertumbuhan ekonomi dan investasi. Terlihat dampaknya
banyak dinikmati oleh negara-negara ASEAN kecuali Philipinnes untuk
61
pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rumah tangga. Bagi Turkey,
walaupun dampak terhadap arus perdagangannya membesar, tetapi dampak
terhadap pertumbuhan dan kesejahteraan rumah tangga masih negative
walau dari sisi nilai relatif kecil.
Tabel-22: Dampak Liberalisasi terhadap Arus Perdagangan dan Investasi
Export
(USD million) Import
(USD million) GDP
(%) HHINC
(%) INV
(%)
Bilateral Indonesia - Turkey
IDN 61.66 106.25 0.07 0.07 0.00
TUR 163.77 139.06 (0.02) (0.02) (0.00)
ASEAN - Turkey
IDN 1,248.57 1,612.96 0.16 0.17 0.05
MYS 947.00 1,507.55 0.34 0.40 0.13
PHL 588.44 918.36 (0.26) (0.28) 0.09
SGP 680.86 2,213.36 1.90 2.04 0.15
THA 1,530.30 2,487.94 0.45 0.54 0.14
VNM 362.28 839.98 0.18 0.21 0.23
R_SEA 18.49 28.60 0.29 0.30 0.01
TUR 359.71 337.13 (0.02) (0.02) 0.00
Sumber: Hasil analisis
Namun dari sisi dampaknya terhadap pendapatan factor produksi terlihat
sebagaimana dalam Tabel-23 bahwa Turkey mendapatkan persentase
perubahan yang positif semua dalam skema liberalisasi perdagangan bilateral
Indonesia-Turkey. Indonesia mendapatkan dampak positif untuk pendapatan
faktor produksi tanah, tenaga kerja tidak terampil dan tenaga kerja terampil,
sementara untuk modal dan sumber daya alam mengalami dampak negatif.
Ketika liberalisasi diperluas ke ASEAN-Turkey, hasilnya sedikit berbeda. Tidak
hanya dampaknya menjadi lebih besar tetapi beberapa faktor pun mengalami
perubahan arah. Misalnya dampak terhadap factor produksi tanah di
Indonesia menjadi negatif, sementara modal menjadi positif. Sinagpore dalam
hal ini mendapatkan keuntungan yang paling maskimal, tidak hanya semuanya
62
memiliki arah positif namun juga dengan nilai persentase perubahan yang
relatif besar.
Tabel-23: Dampak Liberalisasi terhadap Pendapatan Faktor Produksi
Land UnSkLab SkLab Capital NatRes
Bilateral Indonesia - Turkey
IDN 0.194 0.023 0.004 -0.001 -0.204
TUR 0.062 0.011 0.008 0.011 0.036
ASEAN - Turkey
IDN -0.435 0.381 0.352 0.358 -0.637
MYS 0.437 0.918 0.852 0.993 -0.607
PHL -9.022 0.715 0.878 1.128 0.899
SGP 7.935 0.976 0.795 0.924 0.029
THA 2.070 0.760 0.634 0.762 -0.626
VNM 3.864 1.555 1.321 1.436 -1.096
R_SEA 1.051 0.006 -0.076 -0.042 -0.491
TUR 0.184 0.030 0.022 0.026 0.021
Sumber: Hasil analisis
Tabel-24 menyajikan hasil simulasi dampak liberalisasi perdagangan
Indonesia-Turkey terhadap ekspor-impor sektoral di kedua negara secara
persentase perubahan. Walaupun di dalam Tabel-22 sebelumnya terlihat
adanya kenaikan arus (volume) perdagangan baik dari sisi ekspor atau pun
impor, namun jika dilihat lebih detail ada sektor-sektor industry (komoditas)
yang mengalami kenaikan ekspor/impor ada juga yang mengalami penurunan.
Sebagaimana terlihat di Tabel-24 bahwa ada beberapa komoditas di Indonesia
yang mengalami kenaikan ekspor sebagaimana diarsir warna merah untuk
kenaikan >0.3%, ada juga yang mengalami penurunan sebagaimana diarsir
dengan warna hijau untuk penurunan <0.3%. Begitupun untuk dampaknya
terhadap impor. Hal sama juga terjadi di Turkey walaupun dengan dampak
yang relatif lebih sedikit. Hanya beberapa komoditas yang memiliki dampak
63
ekspor atau pun impor yang lebih besar atau lebih kecil dari 0.3%. Secara
keseluruhan bisa dikatakan memang dampaknya relatif kecil.
Tabel-24: Dampak Sektoral Liberalisasi Indonesia - Turkey
Ekspor Sektoral (FOB weights, %)
Impor Sektoral (CIF weights, %)
qxw idn tur
qiw idn tur
pdr -1.22 0.06
pdr 0.67 -0.03
wht -0.56 0.04
wht -0.05 0.00
gro -0.33 0.01
gro 0.15 -0.01
v_f 0.36 0.02
v_f 0.25 0.56
osd -1.24 0.07
osd 1.29 -0.47
c_b -0.53 0.03
c_b 0.19 -0.07
pfb -0.66 0.02
pfb 0.20 -0.01
ocr -0.35 1.93
ocr 1.33 0.06
ctl -0.21 0.05
ctl 0.19 0.00
rmk -0.82 0.09
rmk 0.11 -0.06
wol -1.16 0.21
wol 0.77 -0.01
cmt -0.82 0.14
cmt 0.37 -0.08
omt -0.64 0.20
omt 0.31 -0.08
vol 1.50 1.46
vol 0.86 11.16
mil -0.62 0.25
mil 0.22 -0.10
pcr -0.63 0.06
pcr 0.29 -0.02
sgr -0.38 0.05
sgr 0.10 -0.03
ofd -0.19 0.35
ofd 0.46 0.05
b_t 1.90 0.13
b_t 0.06 0.38
tex 1.72 0.33
tex 0.68 0.52
wap -0.02 0.34
wap 0.18 0.14
lea 0.29 0.28
lea 0.38 0.68
lum -0.31 0.06
lum 0.10 0.03
otn -0.43 0.07
otn 0.03 -0.01
ome -0.31 0.10
ome -0.01 -0.01
omf -0.31 0.15
omf 0.16 -0.03
Sumber: Hasil analisis
Tabel-25 dan Tabel-26 memberikan gambaran dampak ekspor dan impor
sektoral dari hasil simulasi atas liberalisasi perdagangan yang diperluas untuk
ASEAN dan Turkey. Untuk mempermudah melihat dan member perhatian
terhadap sektor-sektor mana yang memiliki dampak yang besar maka untuk
dampak ekspor (Tabel-25) yang >10% diarsir warna merah dan yang <-10%
64
diarsir dengan warna hijau. Sementara untuk dampak impor (Tabel-26) yang
yang >6% diarsir warna merah dan yang <-6% diarsir dengan warna hijau.
Terlihat dari Tabel-25 bahwa Turkey memiliki dampak eskpor yang relative
kecil, tidak ada yang diarsir baik itu merah atau pun hijau. Ini artinya tidak ada
yang memiliki dampak yang magnitude-nya di atas 10%. Singapore memiliki
dampak yang cukup banyak dan variatif bagi komoditas ekspor yang
mengalami kenaikan/penurunan di atas 10%. Sementara Phillipiness memiliki
cukup banyak komoditas yang mengalami kenaikan di atas 10%. Sisanya, yaitu
Indonesia, Malaysia, Thailand dan Vietnam hanya memeiliki sedikit komoditas
yang terkena dampak yang cukup besar (>10% atau <-10%).
Tabel-25: Dampak Ekspor Sektoral ASEAN-Turkey (FOB weights, %)
qxw R_SEA IDN MYS PHL SGP THA VNM TUR
pdr 11.03 23.25 34.53 55.96 -17.46 -5.85 -27.15 0.99
osd 6.83 2.89 0.05 11.81 4.87 3.21 9.25 -0.01
c_b -4.08 11.79 -10.12 14.87 -11.20 -16.16 -6.44 -0.02
ocr 13.52 2.40 6.53 38.05 10.46 6.01 -3.06 6.66
rmk -3.58 -0.28 -0.85 14.12 -14.46 -6.57 -2.96 -0.11
wol -4.63 2.23 -6.82 40.82 -17.18 -8.69 -8.68 -0.19
gas -0.12 -0.07 -0.77 -5.29 -2.01 67.19 151.67 1.21
cmt -3.39 -0.79 1.00 10.36 1.98 -7.66 -0.63 3.15
omt -0.86 -2.12 0.21 19.31 21.37 -4.21 -5.33 3.38
pcr -0.74 0.93 28.32 29.64 8.89 2.90 16.89 1.07
sgr -1.67 -0.34 14.87 11.16 22.47 14.49 21.42 -0.03
b_t 1.95 14.74 19.95 43.25 31.49 3.63 4.80 0.35
tex -1.00 2.81 6.50 2.13 17.79 0.51 0.82 0.84
wap -0.49 -0.02 1.48 -0.26 13.24 -2.49 0.00 0.64
lum 2.56 -1.32 -0.72 -0.25 14.93 0.95 -1.64 0.08
ppp 0.83 0.40 5.75 4.36 19.72 1.32 2.14 0.14
fmp 7.22 5.92 7.27 3.45 32.75 0.22 2.06 0.08
mvh 14.64 17.54 6.39 24.24 50.54 5.42 3.42 0.14
ome 10.36 2.30 1.27 -0.31 2.33 0.24 1.15 0.21
omf 17.51 0.37 6.18 -0.70 8.21 -0.32 1.17 0.41
atp -0.41 0.20 -0.67 0.26 -1.72 -0.51 10.25 0.09
Sumber: Hasil analisis
Tabel-26 menunjukkan dampak impor sektoral yang relatif sama, yaitu bahwa
dampak terhadap Turkey relatif kecil. Hanya terhadap impor komoditas
65
vegetable oil and fats (vol) yang memiliki dampak kenaikan impor yang cukup
besar. Sementara bagi negara-negara utama ASEAN mendapatkan dampak
impor yang bervariatif. Indonesia mengalami kenaikan impor yang cukup
besar untuk komoditas: processed rice (pcr), sugar (sgr), beverages and tobacco
(b_t), dan metal products (fmp).
Tabel-26: Dampak Impor Sektoral ASEAN-Turkey (CIF weights, %)
qiw R_SEA IDN MYS PHL SGP THA VNM TUR
pdr 6.25 -1.40 87.87 -28.77 1.53 10.72 20.49 -0.08
gro 0.99 -0.08 0.63 -1.11 1.13 13.58 0.24 0.00
v_f 0.48 0.20 0.63 -2.63 1.26 5.56 1.87 1.39
c_b 0.67 -12.17 4.21 -7.23 1.95 3.40 1.04 -0.10
ocr 2.54 1.92 -7.19 -0.19 1.58 17.42 1.73 0.75
ctl 1.15 0.17 1.69 -3.65 0.56 5.98 2.59 0.05
rmk 0.20 -0.01 0.95 -7.86 0.62 1.75 -0.01 -0.01
frs 1.11 0.02 0.91 0.29 1.52 6.40 -0.88 0.02
coa 0.91 7.95 0.51 0.57 1.18 0.51 0.57 0.00
gas 1.23 -0.02 1.15 2.70 1.06 0.53 -77.54 0.00
omt 1.12 1.43 1.15 -5.87 1.47 1.71 3.06 -0.04
vol 0.29 1.31 1.29 0.96 2.94 0.57 1.19 17.72
pcr -0.63 14.27 27.20 50.99 1.21 5.33 15.28 2.64
sgr -1.10 8.49 0.77 31.67 4.14 5.58 23.49 0.11
b_t 0.19 7.57 9.65 0.36 1.11 10.11 7.79 0.48
tex -0.37 1.61 1.82 0.75 5.83 1.87 0.78 1.14
wap 0.10 1.95 0.62 1.96 1.92 12.61 0.81 0.70
lum 0.81 2.31 1.08 3.33 2.87 5.57 1.28 0.07
ppp 0.12 0.93 3.60 1.18 5.17 1.29 2.04 -0.01
fmp 0.29 5.13 5.40 2.52 4.30 4.49 1.41 -0.01
mvh 0.55 3.58 2.15 5.67 3.90 4.37 1.50 0.11
omf 0.70 3.16 3.31 1.49 1.09 6.18 1.37 -0.01
Sumber: Hasil analisis
Ikhtisar
Dari uraian dan analisis hasil simulasi di atas maka ada beberapa kesimpulan
yang didapatkan, diantaranya yaitu:
1. Indonesia dan Turkey memiliki beberapa kesamaan dan nilai strategis bagi
keduanya. Indonesia merupakan negara terbesar di Asia Tenggara
(ASEAN) yang sangat berpengaruh dalam pengambilan keputusan di
66
ASEAN. Turkey merupakan negara yang sangat strategis dari sisi geo-
spasialnya, yaitu menjadi penghubung antara wilayah Eropa dan Timur
Tengah. Kedua negara masih merupakan negara berkembang dengan
potensi demografis penduduk yang masih relatif muda. Keduanya
diproyeksikan akan tumbuh pesat dan pada tahun 2050 akan menjadi
perekonomian yang berpengaruh dalam 20 besar perekonomian dunia.
2. Dampak liberalisasi perdagangan secara bilateral antara Indonesia dengan
Turkey berpotensi untuk meningkatkan arus perdagangan (ekspor dan
impor) bagi kedua negara, walau pun dampak bagi pertumbuhan ekonomi,
kesejahteraan rumah tangga dan investasi lebih menguntungkan Indonesia
namun dampaknya tidak terlalu besar.
3. Dampaknya akan semakin besar jika liberalisasi diperluas dengan
melibatkan negara-negara anggota ASEAN lainnya. Dampaknya pun akan
dibagi secara variatif kepada negara-negara yang terlibat termasuk dengan
Turkey. Walau pun demikian, benefit lebih banyak akan dinikmati oleh
negara-negara di kawasan ASEAN.
67
6666 Analisis Daya Saing
Komoditas Pertanian Indonesia
Pembangunan ekonomi selama setengah abad terakhir telah berhasil
mengubah struktur perekonomian Indonesia dari perekonomian yang
berbasis kepada sektor pertanian menjadi perekonomian yang berbasis pada
sektor industri. Hal ini terlihat jelas dalam data kontribusi sektoral utama
sebagaimana tergambar dalam Gambar-13. Kontribusi sektor pertanian
terhadap perekonomian menurun tajam, dari sebesar 56,3% pada tahun 1962
menjadi hanya 14.7% pada tahun 2011, bahkan sempat turun pada level 13%
pada tahun 2005 dan 2006.
68
Pada periode yang sama, sektor industri (manufaktur dan non-manufaktur)
mengalami peningkatan yang cukup berarti, dari sebesar 11,9% menjadi
47,2% dari total PDB. Sementara kontribusi sektor jasa berfluktuatif pada
level sekitar 30-40%. Kontribusi sektor industri manufaktur tumbuh dari level
di bawah 10% pada 1962 menjadi 29,1% pada 2001, namun mengalami
kecenderungan stagnasi pada periode selanjutnya. Sektor industri
nonmanufaktur terdiri atas pertambangan (termasuk migas), konstruksi,
listrik, gas dan air bersih. Migas menjadi pemeran utama dalam komponen
pertumbuhan ekonomi dalam rentang tahun 1970-an dan 1980-an.
Gambar-13: Transformasi Perekonomian Sektoral – Tenaga Kerja
Sumber: WDI, diakses 27 Mei 2013
Keterangan: Industri non-manufaktur: pertambangan (termasuk migas),
kontruksi, listrik, gas, dan air
Namun demikian, tatkala kontribusi output sektoralnya telah menurun tajam,
bukan berarti bahwa sektor pertanian sudah tidak menjadi faktor penting
dalam perekonomian Indonesia. Data tahun 2011 (World_Bank, 2013)
menunjukkan bahwa sektor pertanian masih menyerap tenaga kerja yang
cukup tinggi yaitu sebesar 35,9% dari total 151,9 juta angkatan kerja.
69
Sementara sektor industri hanya menyerap 20,6%. Sisanya sebesar 43,5%
diserap oleh sektor jasa.
Syafa'at et al. (2005) menerangkan bahwa sektor pertanian memberikan
peranan yang penting dalam perekonomian setidaknya dalam beberapa hal
sebagai berikut:
1. Sebagai sumber pendapatan dan kesempatan kerja bagi penduduk
pedesaan dimana sebagian besar penduduk pedesaan bermata-
pencaharian utama sebagai petani;
2. Sebagai penghasil pangan untuk memenuhi kebutuhan dasar bagi
penduduk yang jumlahnya semakin bertambah;
3. Sebagai pemacu proses industrialisasi, utamanya bagi industrialisasi yang
memiliki keterkaitan yang cukup besar dengan sektor pertanian;
4. Sebagai penyumbang devisa negara, karena sektor pertanian
menghasilkan produk-produk pertanian yang tradable dan berorientasi
pada pasar ekspor; dan
5. Sebagai pasar bagi produk dan jasa sektor non-pertanian.
Dalam perspektif perdagangan internasional, Indonesia menempati posisi ke-
12 (2010) negara pengekspor utama komoditas pertanian dunia. Sebagaimana
terlihat dalam Tabel-27. Ekspor pertanian Indonesia pun tumbuh pesat,
hampir lima kali lipat dalam periode 2002-2010.
Tabel-27: Negara Eksportir Utama Pertanian (USD)
No Negara 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
1 Amerika Serikat 55,586 62,305 63,893 65,348 71,379 92,679 118,281 101,043 118,805
2 Belanda 32,522 41,914 47,806 50,815 54,941 67,639 79,047 74,314 77,336
3 Jerman 26,354 32,847 39,240 42,454 47,370 57,513 70,847 63,567 66,705
4 Brazil 16,726 20,914 27,215 30,803 34,682 42,816 55,363 52,953 62,100
5 Perancis 34,839 42,127 46,663 47,186 50,380 58,812 68,025 57,549 61,670
6 Belgia 18,636 22,595 26,304 27,234 29,369 34,782 41,134 36,087 36,696
7 Cina 14,473 16,884 17,327 20,524 22,441 27,718 30,203 29,569 36,164
70
8 Italia 17,454 20,645 24,424 25,314 27,812 31,574 37,079 33,363 36,022
9 Spanyol 16,452 21,442 24,292 25,082 26,738 31,061 36,465 32,538 35,190
10 Kanada 16,475 17,598 20,574 21,789 24,745 29,540 36,965 31,109 34,703
11 Argentina 11,022 13,867 15,807 17,952 19,581 27,142 35,557 26,643 32,781
12 Indonesia 6,208 6,992 9,401 10,938 14,270 17,522 27,773 21,234 30,722
Sumber: FAOSTAT diakses pada 11 Maret 2013 (Martua, 2013)
Dari sisi impor, Indonesia menempati posisi ke-19 (2010) sebagaimana
terlihat dalam Tabel-28. Dengan membandingkan Tabel-27 dan Tabel-28,
ditemukan fakta-fakta menarik, diantaranya: (1) Negara-negara Eropa seperti
Belanda, Jerman, Perancis, Belgia dan Italia, walaupun merupakan negara
dengan luas lahan yang tidak besar tetapi mampu menjadi negara terbesar
pengekspor produk pertanian. Namun mereka juga termasuk dalam negara-
negara terbesar pengimpor produk pertanian; (2) Belanda dan Perancis
menjadi fenomena yang lebih menarik, karena keduanya merupakan negara
dengan surplus perdagangan (ekspor lebih besar dari impor) untuk komoditas
pertanian.
Tabel-28: Negara Importir Utama Pertanian (USD
No. Negara 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
1 Amerika Serikat 45,032 53,480 59,874 65,512 72,345 79,651 87,489 78,418 89,259
2 Cina 16,116 23,456 32,884 33,471 37,913 47,965 66,888 58,002 81,415
3 Jerman 36,862 45,588 50,822 52,498 57,721 70,340 82,992 73,782 77,004
4 Jepang 33,627 36,989 41,478 42,556 42,325 46,042 56,664 47,591 53,817
5 Inggris 29,148 35,054 41,406 42,982 45,790 53,544 58,360 50,869 53,122
6 Perancis 25,261 30,657 34,638 35,366 37,271 44,515 53,151 47,987 48,674
7 Belanda 19,477 25,100 28,719 29,637 31,997 39,663 49,546 45,071 47,449
8 Italia 22,191 26,831 31,694 32,142 35,165 39,656 44,837 39,393 42,589
9 Belgia 16,207 20,241 23,042 23,737 25,493 31,115 37,477 32,343 32,229
10 Rusia 9,360 10,994 12,363 15,461 19,305 24,535 31,391 26,683 31,843
19 Indonesia 4,167 4,406 5,181 5,192 5,949 8,633 10,550 9,310 12,475
Sumber: FAOSTAT diakses pada 11 Maret 2013 (Martua, 2013)
Gambar-14 menyajikan informasi perbandingan ekspor-impor komoditas
pertanian untuk tiga negara: Amerika Serikat (USA), China dan Indonesia
71
untuk periode 2002-2010. Terlihat bahwa nilai perdagangan, ekspor maupun
impor, untuk ketiga negara mengalami pertumbuhan selama periode tersebut
kecuali pada tahun 2009 yang sedikit mengalami penurunan. Selama periode
ini Indonesia selalu mengalami surplus neraca perdagangan pertaniannya.
Sementara China mengalami defisit neraca perdagangan pertanian. Amerika
Serikat mengalami defisit neraca perdagangan pertaniannya pada tahun 2006,
sementara pada sisa periode 2002-2010 mengalami kondisi surplus.
Gambar-14: Perbandingan Ekspor-Impor USA, China, dan Indonesia
Sumber: FAOSTAT diakses pada 11 Maret 2013
Salah satu faktor yang menyebabkan suatu negara mampu surplus dalam
neraca perdagangannya ialah tidak hanya karena negara tersebut merupakan
produsen komoditas ekspor akan tetapi juga karena komoditas tersebut
memiliki daya saing yang baik jika dibandingkan dengan komoditas sejenis
yang dihasilkan oleh negara lainnya.
Bagian ini akan menyajikan hasil analisis atas daya saing komoditas pertanian
Indonesia. Ada dua metode yang akan digunakan untuk mengukur daya saing
ini: (1) Revealed Comparative Advantage (RCA); dan (2) Dynamic Revealed
72
Comparative Advantage (RCA Dinamis). Analisis dilakukan terhadap 56
komoditas pertanian menurut klasifikasi Standard International Trade
Classification (SITC) sebagaimana dalam Tabel-29.
Tabel-29: Klasifikasi Komoditas Pertanian
No. Kode SITC Deskripsi Produk Deskripsi Singkat
1 00 Live animals chiefly for food Hewan hidup
2 011 Beef, fresh, chilled or frozen Daging sapi
3 012 Other meats, fresh, chilled or frozen Daging lainnya
4 0221 Milk & cream, fresh, not concentrated Susu
5 0251 Eggs in shell Telur dalam cangkang
6 041 Wheat and meslin Gandum
7 042 Rice Beras
8 043 Barley, unmilled Jelai
9 044 Maize (corn), unmilled Jagung
10 045 Cereals, unmilled, others, rye, oats etc. Sereal
11 054 Vegetables, fresh, chilled or frozen Sayuran
12 0571 to 0575 Fruits, citrus etc. Buah-buahan
13 0579 Other fresh or dried fruits nes Buah lainnya
14 0576 Figs, fresh or dried Ara
15 0577 Nuts, edible, fresh or dried Kacang-kacangan
16 0611 Sugars, beet and cane, raw, solid Gula
17 0616 Natural honey Madu murni
18 0711 Coffee, green, roasted or sub Kopi
19 0721 Cocoa beans, whole or broken, raw or roasted Biji kokoa
20 074 Tea and mate The
21 075 Spices Rempah -rempah
22 0811 Hay and fodder, green or dry Jerami
23 121 Tobacco, unmanufactured; tobacco refuse Tembakau non-pabrikasi
24 22 Oil seeds and oleaginous fruits Minyak biji-bijian
25 016 Meat & edible offal, salted, smoked Daging dan jeroan
26 017 Meat & edible offal, prep. & preserved Daging dan jeroan diolah
27 0222 to 0224 Milk & cream, preserved, concentrated Susu terkonsentrasi
28 023 Butter Mentega
29 024 Cheese and curd Keju
30 0252 to 0253 Eggs not in shell Telur tidak dalam cangkang
31 046 to 048 Meals and flour of wheat, other cereal preps. nes Makanan ringan
32 056 Vegetable, roots & tubers, prepared or presv. Umbi-umbian
33 058 Fruit, preserved and fruit preparation Buah diolah
34 059 Fruit & vegetable juices Jus buah dan sayuran
35 0612 Refined sugars and other products Gula rafinasi
36 0615 Molasses Tebu
37 0619 Other sugars, sugar syrups, artificial Gula buatan
73
38 062 Sugar confectionery and other sugar prep. Penganan gula
39 0712 to 0713 Coffee roasted or extracts, essences/concentrated Ekstrak kopi
40 0722 to 0725 Cocoa powder, paste, butter, or wastes Bubuk coklat
Sumber: FAOSTAT
Tabel-29: Klasifikasi Komoditas Pertanian (lanjutan)
No. Kode SITC Deskripsi Produk Deskripsi Singkat
41 073 Chocolate & other food prep. products Coklat
42 0812 to 0819 Bran, oil cake, meal fodder and other food wastes Dedak
43 09 Misc. edible products and preparation Makanan lainnya
44 111 Non alcoholic beverages nes Minuman non alkohol
45 112 Alcoholic beverages Minuman beralkohol
46 122 Tobacco manufactured Tembakau dipabrikasi
47 41 to 43 Animal/vegetable oils and fats, processed Minyak hewani dan nabati
48 034 Fish, fresh (live or dead), chilled, frozen Ikan
49 035 Fish, dried, salted or in brine ; smoked Ikan dikeringkan
50 036 Crustaceans and mollusks, fresh, chilled Udang
51 037 Fish, crustaceans and mollusks, prep. Ikan diolah
52 21 Hides, skins and furskins, raw Kulit jangat
53 23 Crude rubber, crude, synthetic Karet
54 24 to 25 Cork, wood, pulp and waste paper Gabus
55 26 Textile fibers, silk, cotton, jute etc. Serat tekstil
56 29 Crude animal and vegetable materials Bagian hewan dan tumbuhan
Sumber: FAOSTAT
Standard International Trade Classification (SITC) merupakan suatu
pengklasifikasian barang-barang yang digunakan untuk mengelompokkan
ekspor dan impor dari suatu negara yang dapat dibandingkan dengan negara
dan tahun yang berbeda. Sistem pengklasifikasian ini dibuat oleh United
Nations (UN). Pengelompokkan komoditi berdasarkan kode SITC adalah
berdasarkan material yang digunakan dalam produksi, tahap proses produksi,
praktek dan penggunaan komoditi di pasar perdagangan, tingkat kepentingan
komoditi di perdagangan internasional, dan perubahan teknologi.
Analisis Revealed Comparative Advantage (RCA)
74
Metode RCA merupakan metode analisis yang digunakan untuk menentukan
keunggulan komparatif atau daya saing suatu komoditas. RCA adalah indeks
yang mengukur kinerja ekspor suatu komoditas dari suatu negara dengan
mengevaluasi peranan ekspor suatu komoditas dalam ekspor total negara
tersebut, dibandingkan dengan pangsa komoditas tersebut dalam
perdagangan dunia. Konsep ini pertama kali diperkenalkan oleh Ballasa
(1965), yang menganggap bahwa keunggulan komparatif suatu negara
direfleksikan atau terungkap dalam ekspornya.
Dengan menggunakan asumsi bahwa pola perdagangan komoditas
mencerminkan perbedaan tiap negara dalam hal biaya relatif serta faktor non-
harga, RCA dapat dianggap mengungkapkan keunggulan komparatif dari
negara-negara tersebut dalam perdagangan internasional.
Secara matematis metode perhitungan RCA adalah sebagai berikut:
adalah indeks keunggulan komparatif terungkap dari produk
ekspor pertanian Indonesia
adalah nilai ekspor atas komoditas produk ekspor pertanian oleh
negara Indonesia
adalah nilai total ekspor negara Indonesia
adalah nilai ekspor dari komoditas produk ekspor pertanian di
dunia
adalah nilai total ekspor di seluruh dunia
75
Jika nilai RCA lebih besar dari 1, maka produk tersebut memiliki keunggulan
komparatif atau berdaya saing kuat. Jika nilai RCA lebih kecil dari 1, maka
produk tersebut tidak memiliki keunggulan komparatif atau berdaya saing
lemah.
Menurut Bender & Li (2002), keunggulan menggunakan indeks RCA adalah
indeks ini mempertimbangkan keuntungan intrinsik komoditi ekspor tertentu
dan konsisten dengan perubahan produktivitas di dalam suatu ekonomi
produktivitas dan faktor anugerah relatif. Selain itu, dapat mengurangi
dampak pengaruh dari campur tangan pemerintah sehingga keunggulan
komparatif suatu komoditi komoditas dari waktu ke waktu terlihat jelas.
Kelemahan metode RCA adalah indeks ini tidak dapat membedakan antara
peningkatan di dalam faktor sumber daya dan penerapan kebijakan
perdagangan yang sesuai. Menurut Batra & Khan (2005) indeks RCA ini
memiliki kelemahan dalam mengukur keunggulan komparatif dari kinerja
impor dan mengesampingkan pentingnya permintaan domestik, ukuran pasar
domestik dan perkembangannya. Kelemahan lainnya adalah dalam metode ini
suatu negara dianggap mengekspor semua komoditasi, indeks RCA tidak dapat
menjelaskan apakah pola perdagangan yang sedang berlangsung sudah
optimal atau belum, juga tidak dapat mendeteksi dan memprediksi produk-
produk yang berpotensi di masa mendatang.
Gambar-15 menyajikan hasil perhitungan indeks RCA komoditas pertanian
Indonesia dan perkembangannya untuk tahun 2003, 2007, dan 2011. Terlihat
dari gambar bahwa Indonesia memiliki beberapa komoditas pertanian dengan
keunggulan komparatif yang sangat dominan, antara lain: kacang-kacangan,
the, ikan diolah, kopi, udang, bubuk coklat, biji kokoa, rempah-rempah, tebu,
karet, dan minyak hewani dan nabati. Semua komoditas ini memiliki nilai
indeks RCA yang tinggi (>2.0). Bahkan enam komoditas terakhir memiliki nilai
indeks RCA yang sangat tinggi, yaitu di atas angka 5. Ini menunjukkan bahwa
Indonesia mendominasi ekspor untuk komoditas tersebut.
76
Gambar-15 juga menunjukkan dinamika perubahan angka indeks RCA
antarperiode. Ada beberapa komoditas yang mengalami perubahan angka
indeks RCA yang relatif besar, baik itu meningkat atau pun menurun, misalnya:
tebu, biji kokoa, minyak hewani dan nabati, karet, rempah-rempah, dan udang.
Angka indeks RCA ini menjadi masukan menarik untuk mengindentifikasi awal
adanya masalah diperubahan daya saing ini. Sementara faktor
fundamentalnya harus ditelusuri lebih lanjut terhadap kejadian-kejadian
faktual yang mempengaruhinya, baik itu yang berasal dari sumber domestik
atau pun yang bersumber dari luar.
Gambar-15: RCA Komoditas Pertanian Indonesia
78
Metode RCA dinamis merupakan modifikasi dari RCA. RCA Dinamis telah
digunakan oleh Edwards & Schoer (2001) untuk menganalisis struktur dan
daya saing dari perdagangan Afrika Selatan. Rumus dari RCA dinamis yang
mengacu pada Edwards & Schoer (2001) ialah sebagai berikut:
adalah Dynamic Revealed Comparative Advantage (RCA
Dinamis)
adalah nilai ekspor atas komoditi produk ekspor pertanian oleh
negara Indonesia
adalah nilai total ekspor negara Indonesia
adalah nilai ekspor dari komoditi produk ekspor pertanian di
dunia adalah nilai total ekspor di seluruh dunia
Bagian pertama dari sisi sebelah kanan persamaan mengacu pada bagian
ekspor dari komoditas produk ekspor pertanian Indonesia terhadap total nilai
ekspor negara Indonesia. Bagian kedua mengacu pada bagian ekspor atas
komoditas produk ekspor pertanian di pasar internasional terhadap total
ekspor pasar internasional. Edwards & Schoer (2001a) memberikan matriks
penempatan yang sangat berguna untuk menganalisis daya saing dari suatu
produk. Matriks ini sebagaimana ditunjukkan pada Tabel-30. Dengan alat
bantu matriks maka dapat dipetakan kondisi dinamis daya saing suatu
komoditas dibandingkan dengan kompetitornya di dunia.
Tabel-30: Matriks Daya Saing RCA Dinamis
79
Pangsa produk
di Indonesia
Pangsa produk
di Dunia Posisi
RCA Naik
↑ > ↑ Rising Star
↑ > ↓ Falling Star
↓ > ↓ Lagging Retreat
RCA Turun
↓ < ↑ Lost Opportunity
↓ < ↓ Leading Retreat
↑ < ↑ Lagging Opportunity
Sumber: Edwards & Schoer (2001a)
Posisi Rising Star menunjukkan bahwa suatu produk memiliki keunggulan
daya saing yang meningkat terhadap produk sejenis di dunia ketika
permintaan ekspor dunia terhadap produk tersebut sedang meningkat. Posisi
Falling Star menunjukkan bahwa suatu produk memiliki keunggulan daya
saing yang meningkat terhadap produk sejenis di dunia tetapi permintaan
ekspor dunia terhadap produk tersebut cenderung menurun. Posisi Lagging
Retreat menunjukkan bahwa suatu produk masih memiliki keunggulan daya
saing terhadap produk sejenis di dunia tetapi permintaan ekspor dunia
terhadap produk tersebut cenderung menurun dimana penurunan ekspor
untuk produk tersebut masih lebih rendah dibandingkan dengan
kecenderungan tingkat penurunan permintaan dunia untuk produk tersebut.
Ketiga posisi tersebut menunjukkan bahwa suatu produk masih memiliki
keunggulan daya saing.
Posisi Lost Opportunity menunjukkan bahwa tingkat daya saing suatu produk
ekspor menurun ketika permintaan ekspor dunia terhadap produk tersebut
sedang meningkat. Posisi Leading Retreat menunjukkan bahwa tingkat daya
saing suatu produk ekspor menurun ketika permintaan ekspor dunia terhadap
produk tersebut juga sedang menurun dimana penurunan ekspor untuk
produk tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan kecenderungan tingkat
penurunan permintaan dunia untuk produk tersebut. Posisi Lagging
80
Opportunity menunjukkan bahwa tingkat pertumbuhan ekspor suatu produk
masih lebih rendah dibandingkan peningkatan permintaan ekspor dunia
terhadap produk tersebut.
Dari Tabel-31 terlihat bahwa hanya ada empat komoditas pertanian Indonesia
yang memiliki daya saing tak tergoyahkan (Rising Star), yaitu: rempah-
rempah, ekstrak kopi, minyak hewani dan nabati, dan karet. Terhadap
komoditas ini, Indonesia tidak akan terganggu dengan proses liberalisasi
bahkan akan menambah keuntungan bagi Indonesia. Sedangkan untuk yang
lainnya diperlukan perhatian untuk mengembangkan kebijakan yang mampu
untuk menjaga atau meningkatkan daya saing.
Tabel-31: Daya Saing RCA Dinamis Komoditas Pertanian Indonesia
Share Agricultures in Indonesia Export >
Share Agricultures in World Export
Increasing
RCA
(Product
Groups)
Rising Star (4) Falling Star (10) Lagging Retreat (14)
Rempah
Buah Mak. lain Hewan hdp ara
Eks. kopi
Jerami Min. Nonalk Daging sapi Dag & Jer aw
Miny. H & T
Miny. Biji Min. alkohol Daging lain Keju
Karet
Dag & Jero
Telur cgkg Telur no cgkg
Mak. Ringan
Jagung Umbian
Coklat bbk
Sayuran sgr Coklat
Dedak
Buah lain Bag. H & T
Share Agricultures in Indonesia Export <
Share Agricultures in World Export
Decreasing
RCA
(Product
Groups)
Lost Opportunity (11) Leading Retreat (13) Lagging Opportunity (3)
Susu Susu kons. Madu Alam Pengan gula Gula raf
Beras Mentega Biji kakao Temb pab Jangat & kul
Jelai Gula buatan Teh Ikan segar Serat tekstil
Sereal Gabus Tmb nonpab Ikan kering
Kacangan
Buah awet Udang segar
Gula
Jus B &S Ikan awet
Kopi
Tebu
Sumber: Martua (2013)
81
7777 Catatan Akhir
Dari uraian dalam bab-bab tersebut di atas maka ada beberapa temuan yang
dapat menjadi kesimpulan dalam kajian ini, antara lain:
1. Bahwa liberalisasi perdagangan dalam bentuk Free Trade Agreement (FTA)
dan/atau Economic Partnership Agreement (EPA) yang dimulai sejak
periode 2004 telah berhasil meningkatkan arus (volume) perdagangan
Indonesia, baik dari sisi ekspor maupun dari sisi impor. Hal ini tercermin
dari peningkatan volume dagang dengan negara mitra FTA yang lebih
tinggi dibanding dengan negara mitra non-FTA.
2. Perkembangan kerja sama perdagangan dunia telah menjadi fenomena
yang menarik sekaligus rumit, mengingat banyaknya skema perjanjian
kerja sama antarnegara, antarblok perdagangan, dan antarnegara dengan
blok perdagangan. Bahkan rumitnya bisa disamakan dengan ‘noddle bowl’ –
semangkok mie atau spaghetti untuk menggambarkan overlapping
antarperjanjian liberalisasi perdagangan tersebut. Hal ini menuntut
konsekuensi pemahaman yang semakin baik atas dinamika yang terjadi
82
sehingga dapat mengambil benefit yang optimal dari keterlibatan
Indonesia, atau kejadian di luar Indonesia.
3. Dalam tahun-tahun terakhir walau pun volume perdagangan semakin
meningkat namun neraca perdagangan Indonesia mengalami defisit. Hal
ini antara lain disebabkan oleh keterbukaan perdagangan dunia
bersamaan dengan pertumbuhan konsumsi masyarakat Indonesia yang
semakin besar, sementara komoditas domestik tidak mampu merespon
perkembangan yang cepat atas peningkatan permintaan konsumsi
domestik.
4. Secara umum, liberalisasi perdagangan antara ASEAN dengan Uni Eropa
memberi keuntungan kepada semua pihak, namun dampaknya lebih
banyak dinikmati oleh negara-negara ASEAN jika dilihat dari persentasi
perubahan masing-masing indikatornya, arus perdagangan (ekspor-
impor), pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan rumah tangga dan investasi.
Hal ini jamak terjadi mengingat negara-negara ASEAn pada awalnya masih
memiliki tarif impor yang lebih tinggi untuk jenis komoditas yang lebih
variatif.
5. Indonesia pun mengalami keuntungan dari adanya liberalisasi
perdagangan ASEAN-Uni Eropa ini walau pun tidak sebaik yang dialami
oleh Thailand. Misalnya Indonesia mengalami dampak negative untuk
pendapatan faktor produksi tanah dan sumber daya alam. Hal ini sangat
mungkin disebabkan oleh adanya kompetisi dengan negara ASEAN lainnya
yang merupakan penghasil komoditas dengan faktor produksi utama tanah
dan sumber daya alam tersebut.
6. Ketika dilihat dari dampak sektoralnya terlihat bahwa kekuatan komoditas
Indonesia tidak banyak, yaitu komoditas yang memiliki keunggulan
kompatif dibandingkan dengan komoditas negara lain. Indonesia memiliki
komoditas yang sangat kuat keunggulan komparatifnya, namun jumlahnya
relatif tidak banyak. Sehingga secara keseluruhan daya saingnya relatif
rendah.
83
7. Uni Eropa lebih sebagai sumber investasi bagi ASEAN, hal ini terlihat dari
indikasi dampak terhadap investasi yang cukup tinggi bagi negara-negara
ASEAN namun tidak cukup bagi negara-negara Uni Eropa. Uni Eropa juga
merupakan sumber investasi terbesar di dunia.
8. Indonesia dan Turkey memiliki beberapa kesamaan dan nilai strategis bagi
keduanya. Indonesia merupakan negara terbesar di Asia Tenggara
(ASEAN) yang sangat berpengaruh dalam pengambilan keputusan di
ASEAN. Turkey merupakan negara yang sangat strategis dari sisi geo-
spasialnya, yaitu menjadi penghubung antara wilayah Eropa dan Timur
Tengah. Kedua negara masih merupakan negara berkembang dengan
potensi demografis penduduk yang masih relatif muda. Keduanya
diproyeksikan akan tumbuh pesat dan pada tahun 2050 akan menjadi
perekonomian yang berpengaruh dalam 20 besar perekonomian dunia.
9. Dampak liberalisasi perdagangan secara bilateral antara Indonesia dengan
Turkey berpotensi untuk meningkatkan arus perdagangan (ekspor dan
impor) bagi kedua negara, walau pun dampak bagi pertumbuhan ekonomi,
kesejahteraan rumah tangga dan investasi lebih menguntungkan Indonesia
namun dampaknya tidak terlalu besar.
10. Dampaknya akan semakin besar jika liberalisasi diperluas dengan
melibatkan negara-negara anggota ASEAN lainnya. Dampaknya pun akan
dibagi secara variatif kepada negara-negara yang terlibat termasuk dengan
Turkey. Walau pun demikian, benefit lebih banyak akan dinikmati oleh
negara-negara di kawasan ASEAN.
Selain itu, dalam forum FGD terdapat diskusi dan masukan-masukan penting
sebagai berikut:
1. Dari hasil kajian Tim Tarif BKF didapati bahwa rata-rata tarif bea masuk
umum Indonesia cukup rendah dan bahkan rata-rata tarif bea masuk
sektor pertanian pun lebih rendah lagi, sebagaimana terlihat dalam
Gambar-16. Selain itu juga ditemukan bahwa didapati adanya 1.195 pos
tarif FTA yang lebih tinggi dari tarif MFN.
84
Gambar-16: Komparasi Tarif Bea Masuk Negara Mitra FTA 2011
-
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
12,00
14,00
16,00
-
1,44 1,86
2,25
3,91
5,54
6,73 6,77 7,05 7,90
11,21 11,53 11,78
12,90 12,93
15,16 15,41
-
5,00
10,00
15,00
20,00
25,00
30,00
35,00
40,00
45,00
- 0,04 1,12 1,42
3,09
6,03 7,42
9,28 9,59
12,96 14,75
16,09 17,88
19,77
23,89
34,18
42,33
MFN 2011 AGRI 2011
Sumber: WTO diolah oleh Tim Tarif BKF
2. Masih banyak potensi ekspor ke pasar nontradisional, yaitu ke negara-
negara yang berada di kawasan Amerika Latin, Afrika, Eropa Timur, Timur
Tengah dan Asia Pasific. Pasar nontradisional ini kurang lebih terdiri atas
50% populasi dunia, dengan tingkat pertumbuhan ekonomi rata-rata di
atas tingkat pertumbuhan ekonomi rata-rata dunia. Trend pertumbuhan
ekspor non migas Indonesia ke pasar non-tradisional selama 10 tahun
(2003 – 2012) mencapai 17% (Lihat ilustrasi Gambar-17).
Gambar-17: Kinerja Ekspor Non-Migas Indonesia 1998-2012
-
20
40
60
80
100
120
140
160
180
1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
BIL
LIO
NS
US
$
Kinerja Ekspor Non Migas Indonesia
Tahun 1998 - 2012
US$ 47,40 billion
US$ 107,89 billion
US$ 153,04 billion
Pasar Tujuan Ekspor
berjumlah 119 negara
Pasar Tujuan Ekspor
berjumlah 142 negara
Pasar Tujuan Ekspor
berjumlah 146 negara
Pasar Tujuan Ekspor
berjumlah 86 negara
Catatan: Kriteria Jumlah Pasar Tujuan Ekspor, negara tujuan dengan nilai ≥ US$ 5 juta
US$ 40,97 billion
Sumber: Kemendag (2013)
85
Selain itu di pasar nontradisional belum ada pemain ekspor yang
mendominasi pasar, sehingga pangsa pasar masih sangat terbuka &
dinamis. Hambatan nontarif pun tidak seketat di negara-negara maju.
Namun demikian untuk memasuki pasar nontradisional memerlukan extra
effort mengingat biasanya di pasar nontradisional infrastrukturnya belum
sebaik negara maju yang seringkali menimbulkan biaya yang lebih tinggi.
Selain itu juga memiliki potensi risiko yang relatif lebih besar, serta
dukungan perbankan yang kurang dalam mendukung transaksi global.
Untuk sukses memasuki pasar nontradisional diperlukan kerja sama
berbagai komponen, tidak hanya promosi dan penetrasi pasar namun juga
dukungan jaminan pembiayaan ekspor. Di sinilah Lembaga Pembiayaan
Ekspor Indonesia (LPEI) atau Indonesia Eximbank memiliki ruang peran
yang sangat besar.
3. Sejalan dengan hasil analisis RCA dan RCA dinamis di atas, hasil penelitian
ADB (2013a) menunjukkan bahwa Indonesia hanya memiliki komoditas
dengan daya saing tinggi yang relative terbatas. Gambar-18 menunjukkan
bahwa jumlah komoditas unggulan ekspor Indonesia jauh di bawah
Malaysia, Thailand, dan China; hanya sedikit di atas Vietnam dan
Philippines.
Gambar-18: Indikator Kekuatan Diversifikasi Ekspor
0
200
400
600
800
1,000
1,200
1995 2000 2005 2010Nu
mb
er
of
pro
du
cts
exp
ort
ed
wit
h
com
pa
rati
ve
ad
van
tage
Singapore
Hong Kong, China
Rep. of Korea
Malaysia
Japan
People’s Rep. of China
Thailand
280347 325 317
1995 2000 2005 2010
IndonesiaViet Nam
Philippines
Sri Lanka
India
Kazakhstan
Pakistan
1995 2000 2005 2010
Cambodia
Azerbaijan
Uzbekistan
Nepal
Bangladesh
Myanmar
Note: The figures show the number of products exported with RCA(pop)c,p>0.25. The maximum possible is 1,240
products.
Sumber: ADB (2013a)
86
Padahal dari analisis RCA terhadap komoditas pertanian saja, Indonesia
memiliki beberapa komoditas dengan angka indeks yang sangat besar. Ini
merupakan peluang untuk melakukan diversifikasi produk tersebut ke
dalam produk-produk turunannya.
4. Terkait dengan hubungan bilateral dengan Turkey maka dapat dijalin pola
hubungan yang melihat persamaan dari sisi kultur sosial budaya. Misalnya
sebagai sama-sama anggota Organisasi Konferensi Islam (OKI) dapat
dibuka kerja sama di bidang telekomunikasi, infrastruktur, energi, dan
pengelolaan air serta di bidang jasa seperti: tourism, syariah banking dan
sektor keuangan.
5. Indonesia dalam berbagai fora internasional perlu lebih proaktif daripada
reaktif. Misalnya untuk merespon liberalisasi dan memasuki Uni Eropa
perlu strategi pendekatan yang tidak semata G to G (government to
government) tetapi perlu dikembangkan lebih aktif B to B (business to
business) karena ini yang lebih riil dalam proses perdagangan dunia untuk
membangun global value chain usaha Indonesia. Trade finance institution
juga perlu lebih aktif memasuki pasar-pasar baru dengan membuat
networking lembaga pembiayaan juga dengan small medium enterprises
(SME).
6. Saat ini juga sedang berkembang negosiasi pembentukan megablok
perdagangan Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP).
Kondisi ini menjadikan skema perdagangan dunia juga semakin kompleks.
Kompleksitas kondisi ini juga memerlukan strategi yang tepat bagi
Indonesia. Lingkungan yang berubah sebetulnya tidak akan memberikan
dampak negatif ketika Indonesia memiliki kesiapan dari sisi internal
strateginya, antara lain:
a. Strategi liberalisasi perdagangan bukan strategi yang berdiri sendiri,
bahkan seharusnya dia merupakan ‘halaman muka’ dari strategi
industrialisasi. Konsekuensinya dalam menerapkan strategi
perdagangan dunia tidak bisa reaktif, tetapi harus melihat kepentingan
87
negara dan bangsa dalam spektrum jangka panjang karena strategi
industrialisasi tidak mungkin dilakukan dalam jangka pendek.
b. Perlu strategi yang lebih tepat dan detail commodity to commodity,
karena overgeneralisasi seringkali memberikan arah dan respon yang
tidak tepat.
c. Kebijakan tarif tidak selalu powerful untuk mendorong terjadinya
peningkatan arus perdagangan dunia dan investasi. Perlu dilihat faktor-
faktor yang menghambat secara lebih presisi untuk kemudian
dilakukan debottlenecking policy.
d. Bagaimana pun kendala jarak masih menjadi variabel yang perlu
dipertimbangkan, sehingga strategi penetrasi pasar juga pembentukan
blok dan skema kerja sama perdagangan dunia masih perlu melihat
instrumen ini.
7. Baldwin (2013b) memberikan analisis yang tajam terkait perkembangan
isu terkini dalam melihat globalisasi perdagangan dunia. Beliau
mengilustrasikan bahwa sekarang produk-produk dunia merupakan hasil
kolaborasi antar banyak negara. Misalnya produk smartphone yang
komponen dan proses produksinya lintas negara. Beliau menyangsikan
kalau pendekatan liberalisasi tarif masih relevan untuk menjawab
permasalahan ini. Beliau mengusulkan suatu pendekatan baru yaitu
dengan lebih melihat kepada interaksi bisnis dari berbagai negara dalam
membentuk global value chain. Konsekuensinya ialah pemerintah lebih
bersifat fasilitasi agar value suatu komoditas global dapat memberikan
dampak yang besar bagi kesejahteraan suatu negara. Ini membawa
dampak ikutan bagaimana untuk melakukan analisis dalam proses
mengevaluasi dampak kebijakan di bidang perdagangan dunia.
88
Daftar Referensi
ADB. (2013a). Asia’s economic transformation: where to, how, and how fast?—Key
indicators for Asia and the Pacific 2013 special chapter. Mandaluyong City,
Philippines: Asian Development Bank.
ADB. (2013b). Regional Cooperation and Integration in a Changing World.
Mandaluyong City, Philippines: Asian Development Bank.
Armington, P. S. (1969). Theory of Demand for Products Distinguished by Place of
Production. IMF Staff Paper, 16(1), 159 - 178.
Balassa, B. (1965). Trade Liberalization and Revealed Comparative Advantage.
Manchester School of Economic and Social Studies, 33, 99-123.
Baldwin, R. (2012). Global Supply Chains: Why They Emerged, Why They Matter,
and Where They Are Going. CTEI Working Papers 2012-13: Graduate Institute
of International and Development Studies, Geneva and Oxford University.
Retrieved 8 August 2013, from http://graduateinstitute.ch/ctei
Baldwin, R. (2013a). Lessons from the European Spaghetti Bowl. ADBI Working
Paper 418. Tokyo: Asian Development Bank Institute. Retrieved 8 August
2013, from http://www.adbi.org/working-
paper/2013/04/24/5626.lessons.european.spaghetti.bowl/
Baldwin, R. (2013b). Misthinking Globalisation. Paper presented at the 21st
International Input-Output Conference, Kitakyushu, Japan, 9-12 July 2013.
Batra, A., & Khan, Z. (2005). Revealed Comparative Advantage: An Analysis for India
and China. Working Paper No. 168, Indian Council for Research on
International Economic Relations (ICRIER).
Bender, S., & Li, K.-W. (2002). The Changing Trade and Revealed Comparative
Advantages of Asian and Latin American Manufacture Exports. Working
Papers 843, Economic Growth Center, Yale University.
Brockkmeier, M. (1996). A Graphical Exposition of the GTAP Model. GTAP Technical
Paper No. 8. Retrieved 29 September 2013, from
https://www.gtap.agecon.purdue.edu/resources/download/181.pdf
89
Burfisher, M. E. (2011). Introduction to Computable General Equilibrium Models.
Cambridge: Cambridge University Press.
Chandra, A. C., et al. (2010). Hopes and Fears: Indonesia’s prospects in an ASEAN–EU
Free Trade Agreement. Winnipeg, Manitoba, Canada: the International
Institute for Sustainable Development.
Edwards, L., & Schoer, V. (2001a). Measures of competitiveness: A dynamic
approach to South Africa’s trade performance in the 1990s. South African
Journal of Economics, 70, 1008-1046.
Edwards, L., & Schoer, V. (2001b). The Structure and Competitiveness of South
African Trade. Paper presented at the Trade and Industrial Policy Strategy -
Annual Forum, Misty Hills, Muldersdrift, 10-12 September 2001.
Gilbert, J. P. (2001). Apendix B GTAP Model Analysis: Simulating the Effect of a
Korea - US FTA Using Computable General Equilibrium Techniques. In I. Choi,
& J. J. Schott (Eds.), Free Trade Between Korea and the United States?
Washington, DC: Peter G. Peterson Institute for International Economics.
Gujarati, D. N. (2009). Basic Econometrics. New York: McGraw-Hill Higher Education.
Hertel, T. W. (1997). Global Trade Analysis: Modeling and Applications. Cambridge:
Cambridge University Press.
Hertel, T. W., & Tsigas, M. E. (1997). Structure of GTAP. In T. W. Hertel (Ed.), Global
Trade Analysis: Modeling and Applications. Cambridge: Cambridge University
Press.
Kawai, M., & Wignaraja, G. (2009). The Asian “Noodle Bowl”: Is It Serious for
Business? ADBI Working Paper 136. Tokyo: Asian Development Bank Institute.
Retrieved 21 November 2013, from http://www.adbi.org/working-
paper/2009/04/14/2940.asian.noodle.bowl.serious.business/
Kemendag. (2011). Penguatan Kemitraan Indonesia-UE: Menuju Perjanjian
Kemitraan Ekonomi Komprehensif (CEPA). Retrieved 21 November 2013. from
http://eeas.europa.eu/delegations/indonesia/documents/press_corner/201
10615_01_id.pdf.
Kemendag. (2013). Tantangan dan Hambatan Ekspor Nasional dalam Persaingan
Pasar Global. Paper presented at the Seminar Nasional “Inisiatif Program
National Interest Account (NIA) sebagai Alternatif Percepatan Pertumbuhan
Ekspor Nasional", Jakarta, 10 September 2013.
Martua. (2013). Daya Saing Produk Ekspor Pertanian Dengan Metode RCA Dinamis.
Unpublished Skripsi, Sekolah Tinggi Akuntansi Negara, Tangerang.
Plummer, M. G., et al. (2010). Methodology for Impact Assessment of Free Trade
Agreements. Mandaluyong City, Philippines: Asian Development Bank.
90
Saparini, H. (2012). Indonesian Economy: Relationship with Three New Asian
Giants and Its Current Development, Presentation at Seminar of Indonesia.
Asia Pacific University, Beppu - Japan, 13 July 2012.
Syafa'at, N., et al. (2005). Pertanian Menjawab Tantangan Ekonomi Nasional:
Argumentasi Teoritis, Faktual dan Strategi Kebijakan. Yogyakarta: Lapera
Pustaka Utama.
World_Bank. (2013). World Development Indicators. Retrieved 27 May 2013, from
http://data.worldbank.org/data-catalog/world-development-indicators
Yustika, A. E. (2012). Free Trade Area dan Perdagangan Indonesia, Presentation at
Focus Group Discussion. Malang, 18 October 2012.