LAPORAN TUTORIAL
BLOK VIII“BIOETHIC DAN MEDICAL LAW”
“KAIDAH DASAR BIOETIK KEDOKTERAN MODERN
dan TEORI ETIKA ISLAM”
OLEH
Nama : Rayi Kumalasari
Nim : J500080064
Kelompok : 10
Nama tutor : dr. Sulistyowati
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2009
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Kaidah dasar (prinsip) Etika / Bioetik adalah aksioma yang mempermudah
penalaran etik. Prinsip-prinsip itu harus spesifik. Macam kaidah dasar bioetik
kedokteran modern ada kaidah benefince, kaidah otonomy, kaidah Non-
Malaficence dan kaidah justice. Pada praktiknya, satu prinsip dapat dibersamakan
dengan prinsip yang lain. Tetapi pada beberapa kasus, karena kondisi (’ilatnya)
berbeda, satu prinsip menjadi lebih penting dan sah untuk digunakan dengan
mengorbankan prinsip yang lain. Keadaan terakhir disebut dengan prima facie,
dimana digunakan untuk menentukan kaidah dasar mana yang dipilih ketika
berada di dalam konteks atau kondisi tertentu untuk mendapatkan hasil yang
efisien dan tidak merugikan pasien.
Namun sebagai dokter islam kita juga memerhatikan kaidah dasar bioetik
islam antaralain, kaidah niatan, kaidah Al-Yaqiin, Kaidah Al-Dhahrar (kerugian),
kaidah Al-Masyaqqat ( kesulitan) dan kaidah Al’Urf (kebiasaan). Yang jadi
masalah penggunaan kaidah dasar bioetik kedokteran islam ini membuat ’ilatnya
berubah. Seorang dokter harus mampu menentukan kaidah yang sesuai dengan
masalah yang sedang dihadapi, karena kadang-kadang kebutusan dokter tidak
sesuai atau bertentangan dengan kebijakan rumah sakit atau etika rumah sakit.
Namun kadang-kadang pengambilan keputusan menjadikan dilema etik di
masyarakat. Etika rumah sakit adalah pengembangan dari etika biomedika
(bioetika). Karena masalah-masalah atau dilema etik yang baru muncul sebagai
dampak atau akibat dari penerapan kemajuan pesat ilmu dan tekhnology biomedis,
justru terjadi di rumah sakit.
B.Rumusan Masalah
1. Apa saja kaidah dasar bioetik kedokteran modern dan kaidah dasar
bioetik kedokteran islam ?
2. Sebutkan hak dan kewajiban dokter dan pasien ?
3. Bagaimana hubungan dokter dengan diri sendiri, pasien dan teman
sejawat ?
4. Bagaimana penerapan kaidah Al-‘Urf dan AL-Yaqiin dalm pengambilan
keputusan ?
5. Bagaimana kriteria seseorang yang mendapatkan askeskin dan bagaimana
kebijakan askeskin ?
6. Mengapa antibiotic imipenem tidak termasuk obat yang terdaftar dalam
Aaskeskin ?
7. Mengapa terjadi perubahan ‘ilat pada penggunaan askeskin ?
8. Kaidah mana yang harus diambil seorang dokter, kaidah Non-
Melaficience atau kaidah justice pada skenario ini ?
9. Apakah prima facie itu dan bagaimana penerapannya ?
10. Bagaimana hukum dan kebijakan di dalam rumah sakit ?
C.Tujuan
1. Mampu menjelaskan kaidah dasar bioetik modern dan kaidah dasar bioetik
islam
2. Mampu menjelaskan hak dan kewajiban dokter dan pasien
3. Mampu menjeaskan hubungan dokter dengan diri sendiri, pasien, teman
dan sejawat
4. Mampu menjelaskan pertentangan antara kewajiban dokter terhadap
pasien dan terhadap masyarakat dan alasan yang mendasarinya
5. Mampu menjelaskan hukum dan etika di rumah sakit dan sanksi pidana
terhadap pelanggaran yang dilakukan dokter dan rumah sakit
D.Manfaat
Mahasiswa mampu memahami pedoman praktis yang lebih operasional
dalam memutuskan permasalahan-permasalahan professional yang berada di
dalam masalah-masalah etika dan mahasiswa mampu mengetahui kaidah dasar
bioetk yang merupakan turunan dari teori etika baik dari Eropa dan Amerika
demikian juga teori etika islam.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Bioetika
Bioetika adalah studi interdisipliner tentang problem-problem yang
ditimbulkan oleh perkembangan di bidang biologi dan ilmu kedokteran,
baik pada skala mikro maupun skala makro, termasuk dampaknya
terhadap masyarakat luas serta sistem nilainya, kini dan masa mendatang.
Di dalam uraian mengenai bioetika dibedakannya etika dalam 3 pengertian
yaitu,
a. Etika sebagai nilai-nilai dan azas-azas moral yang dipakai
seseorang atau suatu kelompok sebagai pegangan bagi tingkah
lakunya.
b. Etika sebagai kumpulan azas dan nilai yang berkenaan dengan
moralitas ( apa yang dianggap baik atau buruk). Misalnya kode etik
kedokteran, kode etik rumah sakit.
c. Etika sebagai ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia dari
sudt-sudut norma dan nilai-nilai moral. (J. Guwandi, 1991)
Ada sekurangnya tiga cara melihat bioetika:
a. Bioetika deskriptif ialah pengamatan dan penafsiran deskriptif cara
orang memandang kehidupan, interaksi moral dan tanggungjawab
dengan organisme hidup dalam kehidupan mereka.
b. Bioetika preskriptif memberitahu atau berusaha mengatakan pada
orang lain apa yang baik atau jelek secara etika, dan apa prinsip-pinsip
yang paling penting dalam membuat keputusan-keputusan seperti itu.
Ini dapat juga dikatakan bahwa seseorang atau sesuatu mempunyai
hak, dan orang lain mempunyai kewajiban terhadap hak ini.
c. Bioetika interaktif ialah diskusi dan debat mengenai butir 1 dan 2
di atas antara orang, kelompok dalam masyarakat, dan komunitas.
( Gunawan, 1992 )
B. Kaidah-kaidah dasar bioetika kedokteran
Kaidah dasar (prinsip) Etika / Bioetik adalah aksioma yang
mempermudah penalaran etik. Prinsip-prinsip itu harus spesifik. Pada
praktiknya, satu prinsip dapat dibersamakan dengan prinsip yang lain.
Tetapi pada beberapa kasus, karena kondisi berbeda, satu prinsip
menjadi lebih penting dan sah untuk digunakan dengan mengorbankan
prinsip yang lain. Keadaan terakhir disebut dengan prima facie. Konsil
Kedokteran Indonesia, dengan mengadopsi prinsip etika kedokteran
barat, menetapkan bahwa, praktik kedokteran Indonesia mengacu
kepada 4 kaidah dasar moral (sering disebut kaidah dasar etika
kedokteran atau bioetika) antara lain,
1. Menghormati martabat manusia (respect for person/autonomy).
Menghormati martabat manusia. Pertama, setiap individu (pasien) harus
diperlakukan sebagai manusia yang memiliki otonomi (hak untuk
menentukan nasib diri sendiri), dan kedua, setiap manusia yang
otonominya berkurang atau hilang perlu mendapatkan perlindungan.
Pandangan Kant : otonomi kehendak = otonomi moral yakni :
kebebasan bertindak, memutuskan (memilih) dan menentukan diri
sendiri sesuai dengan kesadaran terbaik bagi dirinya yang ditentukan
sendiri tanpa hambatan, paksaan atau campur-tangan pihak luar
(heteronomi), suatu motivasi dari dalam berdasar prinsip rasional atau
self-legislation dari manusia.Pandangan J. Stuart Mill : otonomi
tindakan/pemikiran = otonomi individu, yakni kemampuan melakukan
pemikiran dan tindakan (merealisasikan keputusan dan kemampuan
melaksanakannya), hak penentuan diri dari sisi pandang pribadi.
Menghendaki, menyetujui, membenarkan, mendukung, membela,
membiarkan pasien demi dirinya sendiri = otonom (sebagai mahluk
bermartabat).· Didewa-dewakan di Anglo-American yang
individualismenya tinggi.Kaidah ikutannya ialah : Tell the truth,
hormatilah hak privasi liyan, lindungi informasi konfidensial, mintalah
consent untuk intervensi diri pasien; bila ditanya, bantulah membuat
keputusan penting.Erat terkait dengan doktrin informed-consent,
kompetensi (termasuk untuk kepentingan peradilan), penggunaan
teknologi baru, dampak yang dimaksudkan (intended) atau dampak tak
laik-bayang (foreseen effects), letting die.
2. Berbuat baik (beneficence). Selain menghormati martabat
manusia, dokter juga harus mengusahakan agar pasien yang dirawatnya
terjaga keadaan kesehatannya (patient welfare). Pengertian ”berbuat
baik” diartikan bersikap ramah atau menolong, lebih dari sekedar
memenuhi kewajiban.Tindakan berbuat baik (beneficence). Ciri-ciri
ndari kaidah benefince antaralain, Alturisme, memandang sesuatu
seseorang tak hanya sejauh menguntungkan dokter, manfaat lebih besar
dari pada kerugian dan menggunakan prinsip Golden rule principle.
a. General beneficence , melindungi & mempertahankan hak
yang lain, mencegah terjadi kerugian pada yang lain,
menghilangkan kondisi penyebab kerugian pada yang lain,
b. Specific beneficence, menolong orang cacat,
menyelamatkan orang dari bahaya. Mengutamakan kepentingan
pasien Memandang pasien/keluarga/sesuatu tak hanya sejauh
menguntungkan dokter/rumah sakit/pihak lain, Maksimalisasi
akibat baik (termasuk jumlahnya > akibat-buruk), Menjamin nilai
pokok : “apa saja yang ada, pantas (elok) kita bersikap baik
terhadapnya” (apalagi ada yg hidup). (Gunawan, 1992)
3. Tidak berbuat yang merugikan (Non-Maleficence). Praktik
Kedokteran haruslah memilih pengobatan yang paling kecil risikonya
dan paling besar manfaatnya. Pernyataan kuno: first, do no harm, tetap
berlaku dan harus diikuti.Sisi komplementer beneficence dari sudut
pandang pasien, seperti : Tidak boleh berbuat jahat (evil) atau membuat
derita (harm) pasienMinimalisasi akibat buruk Kewajiban dokter untuk
menganut ini berdasarkan hal-hal :
a. Pasien dalam keadaan amat berbahaya atau berisiko hilangnya
sesuatu yang penting
b. Dokter sanggup mencegah bahaya atau kehilangan tersebut
c. Tindakan kedokteran tadi terbukti efektif
d. Manfaat bagi pasien > kerugian dokter (hanya mengalami risiko
minimal).
4. Keadilan (justice). Perbedaan kedudukan sosial, tingkat ekonomi,
pandangan politik, agama dan faham kepercayaan, kebangsaan dan
kewarganegaraan, status perkawinan, serta perbedaan jender tidak boleh
dan tidak dapat mengubah sikap dokter terhadap pasiennya. Tidak ada
pertimbangan lain selain kesehatan pasien yang menjadi perhatian
utama dokter. Ciri-ciri kaidah justice (keadilan) :
a. Memberlakukan secara universal
b. Menghargai hak setiap pasien
c. Tidak membedakan pelayanan kesehatan yang diberikan
Jenis keadilan ada 4 yaitu, komparatif, distributive, social dan hukum :
a. Komparatif (perbandingan antar kebutuhan penerima)
b. Distributif (membagi sumber) : kebajikan membagikan sumber-
sumber kenikmatan dan beban bersama, dengan cara
rata/merata, sesuai keselarasan sifat dan tingkat perbedaan
jasmani-rohani, secara material kepada seetiap orang dengan
andil yang sama, setiap orang sesuai dengan kebutuhannya,
setiap orang sesuai upayanya, setiap orang sesuai kontribusinya,
dan setiap orang sesuai jasanya.
c. Sosial : kebajikan melaksanakan dan memberikan kemakmuran
dan kesejahteraan bersama yaitu, Utilitarian, memaksimalkan
kemanfaatan publik dengan strategi menekankan efisiensi social
dan memaksimalkan nikmat/keuntungan bagi pasien.
Libertarian , menekankan hak kemerdekaan social – ekonomi
(mementingkan prosedur adil > hasil substantif/materiil).
Komunitarian , mementingkan tradisi komunitas tertentu.
Egalitarian , kesamaan akses terhadap nikmat dalam hidup yang
dianggap bernilai oleh setiap individu rasional (sering
menerapkan criteria material kebutuhan dan kesamaan).
d. Hukum (umum) Tukar menukar : kebajikan memberikan /
mengembalikan hak-hak kepada yang berhak.pembagian sesuai
dengan hukum (pengaturan untuk kedamaian hidup bersama)
mencapai kesejahteraan umum. (Purwadianto, 2007)
C. Kaidah-kaidah dasar bioetika kedkteran islam
1. Prinsip niat
Dalam prinsip niat ini maksud kaidah terdiri dari beberapa bagian
prinsip. Bagian kaidah setiap tindakan dilandasi dengan tujuan di
belakang itu untuk mengajak dokter menggunakan kesadaran jiwanya
dan meyakini tindakan-tindakannya, terlihat atau tak terlihat,
berdasarkan pada tujuan yang baik. Prinsip ini meminta dokter untuk
berkonsultasi dengan hati nuraninya. Bagian prinsip ‘apakah maksud
materi dan tidak tertulis dalam hukum’ menolak menggunakan data
untuk membenarkan kesalahan atau asusila. Bagian prinsip yang
menilai dengan kriteria sama yang berarti bahwa pengobatan tidak
bermanfaat dengan menggunakan metode asusila.
2. Kaidah kepastian ( qaidat al-yaqiin)Diagnosa medis tidak bisa mencapai kepastian (yaqiin).
Keputusan pengobatan yang baik dengan keseimbangan
probabilitas. Setiap diagnosa pengobatan sebagai diagnosa yang
berubah dan diambil sebagai informasi baru yang nampak. Ini
memberikan kestabilan dan situasi quasi-certainty tanpa
menggunakan prosedur praktis yang lambat dan efisien. Adanya
tuntutan kemampuan yang harus berlaku sampai ada bukti yang
memaksa mereka. Penetapan prosedur medis dan tata cara
diperlakukan sebagai kebiasaan atau preseden. Apa yang telah
diterima sebagai kebiasaan melalui waktu yang lama tidak
dianggap berbahaya kecuali ada bukti penyimpangan. Semua
prosedur medis diperbolehkan kecuali ada fakta yang melarang.
Pengecualian aturan ini berhubungan dengan fungsi seksual dan
reproduksi. Semua materi yang berhubungan dengan fungsi seksual
dianggap terlarang kecuali terdapat fakta yang mempebolehkannya.
(Rosyadi, 2008)
3. Kaidah bahaya (qaida al-dharar )
Tindakan medis dibenarkan atas dasar prinsip kerugian, jika ini
terjadi, maka menjadi bebas. Kerugian tidak terlepas dengan prosedur
medis yang membawa kepada kerugian yang sama sebagai efek
samping. Dalam suatu usulan intervensi medis mempunyai efek
samping., kita mengikuti kaidah pencegahan bahaya diproritaskan
daripada mengambil manfaat yang sama. Jika manfaat pertolongan
jauh lebih penting dan berharga daripada bahaya, maka mengambil
manfaatnya diprioritaskan. Seorang dokter kadang-kadang dihadapkan
dengan intervensi medis yang terbingkai akibat kedua pengaruh yang
terlarang dan dibolehkan. Tuntunan hukum memprioritaskan
mencegah dari manfaat bila terjadi bersamaan dan pilihan harus dibuat.
Bila dihadapkan dengan dua situasi medis dimana keduanya
berbahaya dan tidak ada cara memilih salah satu dari keduanya, maka
bahaya yang terkecil dipilih. Bahaya yang terkecil dipilih disamping
untuk mencegah bahaya yang lebih besar. Disaat yang sama intervensi
medis berkaitan dengan kepentingan umum didahulukan daripada
kepentingan individu. Individu harus menopang bahaya untuk
melindungi kepentingan public. Wabah penyakit menular dapat
menyerang, keadaan tidak bisa melanggar hak umum kecuali terdapat
pertolongan umum mengatasinya.
4. Kaidah kesulitan (qaidat al-masyaqqat)
Tindakan medis disamping sebagai tindakan terlarang
mungkin menjadi boleh di bawah kaedah kesulitan., bila dalam
keadaan terpaksa. Keadaan terpaksa memperbolehkan hal-hal yang
terlarang. Dalam keadaan pengobatan yang sulit dijelaskan seperti
semua kondisi serius yang melemahkan fisik dan kesehatan mental
jika tidak segera diobati. Kesulitan memperingan aturan dan
kewajiban syariah. Melakukan tindakan terlarang seharusnya tidak
diperluas diluar batasan kebutuhan untuk memelihara kebutuhan
hukum yang menjadi dasar pembolehan.
Bagaimanapun keadaan terpaksa tidak untuk selamanya
membatalkan hak pasien yang harus dikembalikan atau dib alas
tepat waktunya., keadaan terpaksa hanya melegalkan pelanggaran
kebenaran sementara. Pembenaran larangan sementara tindakan
medis berakhir dengan terpaksa yang dibenarkan pada keadaan
pertama. Ini dapat menjadi cara alternative bila halangan berakhir,
adanya larang berlaku lagi atau tidak benar lepas dari sulit dengan
mendelegasikan orang lain untuk mengerjakan tindakan berbahaya.
5. Kaidah kebiasaan (qaida al-urf)
Standar perawatan medis didefinisikan sebagai kebiasaan. Preinsip
dasar kebiasaan atau preseden yang mempunyai kekuatan sah. Apa
yang dianggap kebiasaan adalah apa yang biasa gunakan dan
berkembang luas., serta keumuman. Kebiasaan juga harus lama
dan bukan fenomena baru hukum medis yang dibentuk. (Kasule,
2007)
D. Hak dan Kewajiban Dokter dan Pasien
Menurut UU praktek kedokteran RI no 29 tahun 2004 mengatur
hak dan kewajiban dokter dan pasien. Sesuai Pasal 51 UU no 29
tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, maka kewajiban dokter
adalah sebagai berikut :
1. Kewajiban Dokter
a. Memberikan pelayanan medis sesuai dengan standart profesi dan
standart prosedure operasional
b. Merujuk pasien kedokter yang mempunyai keahlian atau
kemampuan lebih baik apabila tidak mampu melakukan
pemeriksaan atau pengobatan
c.Merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien,
bahkan setelah pasien meninggal dunia
d. Melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan,
kecuali bila ia yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu
melaksanakannya dan
e.Menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan
ilmu kedokteran
( Achadiat, 2007)
2. Hak Dokter
Sesuai Pasal 50 UU no 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran,
maka hak dokter adalah sebagai berikut,
a. Memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan
tugas sesuai dengan standart profesi dan standar prosedur
operasional
b. Memberikan pelayanan medis menurut standart profesi dan
standart prosedur operasional
c. Memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien dan
keluarganya
d. Menjadi anggota himpunan profesi
e. Menerima imbalan jasa.
3. Kewajiban Pasien
Kewajiban-kewajiban pasien pada garis besarnya adalah sebagai
berikut :
a. Memeriksakan sedini mungkin pada dokter
b. Memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah
kesehatannya
c. Mematuhi nasehat dan petunjuk dokter
d. Mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan
kesehatan
e. Memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima
4. Hak Pasien
Dalam KODEKI terdapat pasal-pasal tentang kewajiban dokter
terhadap pasien yang merupakan hak-hak pasien yang perlu
diperhatikan. Pada dasarnya hak-hak pasien adalah sebagai berikut:
a. Hak untuk hidup, hak atas tubuhnya sendiri dan hak untuk mati
secara wajar.
b. Memperoleh pelayanan kedokteran yang manusiawi sesuai
profesi kedokteran.
c. Memperoleh penjelasan tentang diagnosis dan terapi dari
dokter yang mengobatinya.
d. Menolak prosedur diagnose dan terapi yang direncanakan,
bahkan dapat menarik diri dari kontrak terapeutik.
e. Memperoleh penjelasan tentang riset kedokteran yang akan
diikutinya.
f. Menolak atau menerima keikutsertaannya dalam riset
kedokteran.
g. Dirujuk kepada dokter spesialis kalau diperlukan dan
dikembalikan kepada dokter yang merujuknya setelah selesai
konsultasi atau pengobatan untuk memperoleh perawatan atau
tindak lanjut.
h. mendapatkan isi rekam medis.
(Hanafiah, 1999)
E. Hubungan Dokter dengan pasien, teman sejawat dan diri
sendiri
1. Hubungan dokter dengan pasien
Hubungan dokter dan pasien secara yuridis dapat
dimasukkan ke dalam golongan kontrak. Dimana suatu kontrak
adalah pertemuan pikiran ( meeting of minds ) pasien memiliki
dua dari dua orang mengenai suatu hal ( solis ). Sifat hubungan
dokter dan pasien mempunyai dua ciri yaitu :
a. Adanya suatu persetujuan ( consensual,
agreement ), atas dasar saling menyetujui dari
pihak dokter dan pasien tentang pemberian
pelayanan pengobatan.
b. Adanya suatu kepercayaan ( fiduciary ), karena
hubungan kontrak tersebut berdasarkan saling
percaya mempercayai satu sama lain.
Bentuk hubungan kontrak dokter dan pasien ada dua yaitu :
a. Kontrak yang nyata ( expressed contract ), Dalam bentuk
ini sifat atau luas jangjkauan pemberian pelayanan pengobatan
sudah ditawarkan oleh sang dokter yang dilakukan secara
nyata dan jelas, baik secara tertulis maupun lisan.
b. Kontrak yang tersirat ( implied contract ), Dalam bentuk ini
adanya kontrak disimpulkan dari tindakan-tindakan para pihak.
Timbulnya bukan karena suatu pesetujuan, tetapi dianggap ada
oleh hukum berdasarkan akal sehat dan keadilan. ( Kasule,
2007 )
Dalam sumpah Hippokrates yang berkaitan dengan hubungan
dokter dan pasien dinyatakan demikian, nasihat atau obat-obat
yang akan saya berikan kepada penderita menurut kepandaian
saya, menurut pertimbangan saya ialah untuk kesehatan
mereka, tidak sekali-kali untuk merugikan mereka atau untuk
berbuat buruk terhadap mereka, saya tidak akan sekali-kali
memberikan racun yang dapat mematikan kepda mereka yang
memintanya dan menasehatkan untuk memakainya dan saya
tidak akan memberikan seseorang perempuan menimbulkan
keguguran kandungan.
( Gunawan, 1992 )
2. Hubungan Dokter dengan teman sejawat
Para dokter seluruh dunia mempunyai kewajiban yang
sama. Mereka adalah kawan-kawan seperjuangan yang
merupakan kesatuan aksi di bawah panji perikemanusiaan
untuk memerangi penyakit yang merupakan salah satu
pengganggu keselamatan dan kebahagiaan umat manusia. Etika
kedokteran mengharuskan kepada setiap dokter untuk
memelihara hubungan baik dengan teman sejawat sesuai
dengan makna untuk memelihara hubungan baik dengan teman
sejawat sesuai dengan makna suatu kalimat dalam Kode Etik
Kedokteran Indonesia pasal 15 : “saya akan memberlakukan
teman sejawat saya, sebagaimana saya sendiri ingin
diperlakukan”.
Untuk menjalin dan mempererat hubungan baik antara para
teman sejawat, maka wajiblah, setiap dokter menjadi anggota
IDI yang setia dan aktif dengan menghadiri pertemuan-
pertemuan yang diselenggarakan, setiap dokter mengunjungi
pertemuan klinik bila ada kesempatan, dan hendaknya dokter
yang baru menetap di suatu tempat , mengunjungi tewan
sejawatnya yang telah berada di situ, tapi hal tersebut tidak
perlu dilakukan di kta-kota besar, dimana banyak dokter yang
berpraktik, tetapi cukup dengan pemberitahuan tentang
pembukaan praktik itu kepada teman sejawat yang tinggal
berdekatan.
( Kasule, 2007 )
3. Hubungan Dokter dengan diri sendiri
Seorang dokter mempunyai kewajiban untuk memelihara
kesehatan diri. Seperti melakukan pemeriksaan kesehatan
berkala sekali setahun, terutama yang telah berusia 40 tahun
atau lebih. Juga dalam menghadapi suatu wabah haruslah
bersikap hati-hati. Jika diperlukan imunisasi, dokter yang
melakukannya terlebih dahulu melakukannya untuk diri
sendiri. Setiap dokter wajib mengikuti semua procedure di
dalam menjalankan pekerjaannya demi keselamatan dan
keamanan dirinya. Selain itu seorang dokter juga harus belajar
terus untuk mengembangkan ilmu pengetahuannya. Hal ini
tercantum dalam pasal 18 kodeki bahwa setiap dokter
hendaknya senantiasa mengikuti perkembangan ilmu
npengetahuan dan tetap setia kepada cita-cita yang luhur.
Hal lain yang kadang diremehkan tetapi penting adalah
pengembangan kegemaran pribadi. Kadang-kadang ada dokter
yang mempunyai kegemaran tertentu. Hendaklah hal ini
dikembangkan, sebab banyak di antara dokter di dunia ini lebih
terkenal karena kegemarannya dari pada jabatannya, misalnya
sebagai penulis, ahli music, olahragawan dan sebagainya.
( Kasule, 2007)
BAB IV
KESIMPULAN dan SARAN
A. Kesimpulan
1. Kaidah dasar bioetik kedokteran modern ada 4 yaitu, respect for person
(autonomy), benefince (kebaikan), Non-Melaficence dan justice (keadilan)
2. Kaidah dasar bioetik islam ada 5 yaitu, kaidah niatan, kaidah Al-Yaqiin,
kaidah Al-Dhahrar, kaidah Al-masyaaqqat dan kaidah Al-‘Urf
3.
B. Saran
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
Achadiat, M.Chrisdiono. 2007. Dinamika Etika dan Hukum Kedokteran dalam
Tantangan Zaman. Jakarta : EGC
Gunawan, 1992. Memahami Etika Kedokteran. Yogyakarta : Kanisius
Hanafiah, Jusuf. 1999. Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan. Jakarta : EGC
J. Guwandi, 1991. Etika dan Hukum Kedokteran. Jakarta : Balai Penerbitan
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Kasule, Omar Hasan. 2007. Kuliah Kedokteran Islam. Yogyakarta : Forum
Kedokteran Islam Indonesia
Purwadianto, Agus. 2007. Segi Kontekstual Pemilihan Prima Facie Kasus
Dilemma Etik dan Penyelesaian Kasus Konkrit Etik, dalam bahan bacaan
Program Non Gelar. Jakarta : Blok II Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia
Rosyadi, Imron. 2008. Ber-islam: Menuju Keshalehan Individual dan Sosial.
Surakarta: LPID Universitas Muhammadiyah Surakarta
Shahid Athar, MD, 2001. Seri Kedokteran Islam; Islam dan Etika Kedokteran.
Yogyakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
http://www.nejm.nih.gov/medlineplus/healthtopics/medical-bioethics.html
http://www.medscape.org/resources/jurnal/medical-bioethics-and-law-healthy.pdf
http://www.pubmed.com/2009/01/.askeskin.html
http://www.cochrane.org/2009/05/medical-bioethics.html
http://www.emedicine.com/2009/03/gov/pricipleof bioethic.html