Pemeriksaan CT Scan dengan Kontras pada pasien dengan Abses CerebriBagian Radiologi RSUD Kota Semarang
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Abses Cerebri (abses otak) adalah suatu reaksi piogenik yang terlokalisir pada
jaringan otak. Mikroorganisme penyebab abses otak meliputi bakteri, jamur dan parasit
tertentu. Mikroorganisme tersebut mencapai substansia otak melalui aliran darah,
perluasan infeksi sekitar otak, luka tembus trauma kepala dan kelainan kardiopulmoner.
Pada beberapa kasus tidak diketahui sumber infeksinya. Biasanya tumpukan nanah ini
mempunyai selubung yang disebut sebagai kapsul. Tumpukan nanah tersebut bisa
tunggal atau terletak beberapa tempat di dalam otak (Robert H.A, 2004).
Abses otak dapat terjadi akibat penyebaran perkontinuitatum dari fokus infeksi di
sekitar otak maupun secara hematogen dari tempat yang jauh, atau secara langsung
seperti trauma kepala dan operasi kraniotomi ( Adams RD, 2003). Abses yang terjadi
oleh penyebaran hematogen dapat pada setiap bagian otak, tetapi paling sering pada
pertemuan substansia alba dan grisea; sedangkan yang perkontinuitatum biasanya
berlokasi pada daerah dekat permukaan otak pada lobus tertentu. Abses otak bersifat
soliter atau multipel (Robert H.A, 2004).
Organisme penyebab abses otak yang paling sering adalah dari golongan
Streptococci. Kebanyakan bakteri ini tidak membutuhkan oksigen dalam hidupnya
(anaerobik). Bakteri Streptococci ini seringkali berkombinasi dengan bakteri anaerobik
lainnya seperti Bacteriodes, Propinobacterium dan Proteus. Beberapa jenis jamur yang
berperan terhadap pembentukan abses otak antara lain Candida, Mucor, dan Aspergilus.
Gejala klinik AO berupa tanda-tanda infeksi yaitu demam, anoreksi dan malaise,
peninggian tekanan intrakranial serta gejala nerologik fokal sesuai lokalisasi abses.
Terapi AO terdiri dari pemberian antibiotik dan pembedahan. Tanpa pengobatan,
prognosis AO dapat menjadi jelek (Mardjono, 2006).
Walaupun kemajuan dalam hal diagnostik dan antibiotika cukup pesat saat ini,
insiden abses otak tidak terlihat menurun dan kenyataannya masih banyak dijumpai
kasus ini di dalam masyarakat. Diagnosa dan pengelolaan abses otak tetap masih
merupakan tantangan, walaupun dengan kemajuan-kemajuan dalam hal cara diagnostik
radiologis dengan memakai CT Scan kepala dan didapatkannya berbagai antibiotika
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang Periode 1 Juli - 28 Juli 2013
Pemeriksaan CT Scan dengan Kontras pada pasien dengan Abses CerebriBagian Radiologi RSUD Kota Semarang
2
yang bekerja luas, angka kematian masih tetap tinggi, antara 40% atau lebih. Maka
pengenalan dini dari suatu abses otak sangat memegang peranan penting di dalam
pengelolaannya. Abses otak dapat didiagnosis banding dengan Tuberculoma,
Astrisitoma dan Metastase.
Tuberculoma intrakranial adalah suatu massa seperti tumor yang berasal dari
penyebaran secara hematogen lesi tuberkulosa pada bagian tubuh yang lain terutama
dari paru. Tuberkuloma sering multiple dan paling banyak berlokasi pada fosa posterior
pada anak dan orang dewasa tetapi dapat juga pada hemisfer serebri (Shams, 2011).
Astrositoma merupakan neoplasma heterogen yang mempunyai batasan yang
jelas, berwarna abu-abu putih, tumbuh infiltrat meluas secara lambat dan merusak
jaringan otak dibawahnya. Astrositoma fibriler (difus) mempunyai pertumbuhan yang
infiltratif. Meskipun paling sering ditemukan pada orang dewasa. Tumor tipe ini paling
sering ditemukan pada hemisferium serebri meskipun dapat ditemukan dimana saja
pada SSP. Astrositoma pilositik lebih sering terjadi pada anak meskipun dapat timbul
pada semua usia. Tempat yang paling sering terkena adalah serebelum, ventrikel ketiga,
dan saraf optikus, tetapi seperti pada kasus astrositoma fibrilar (difus), semua bagian
SSP dapat terkena (Iskandar, 2003).
Metastasis otak adalah penyebaran kanker dari tempat asalnya (Kanker Paru dan
Kanker Payudara) ke Otak. Metastasis dapat terjadi secara limfogen, hematogen, dan
perkontuitatum. Gejala metastasis otak adalah sakit kepala, kejang dan vertigo, nyeri
tulang, pembengkakan hati dan kuning, batuk darah dan sesak napas. Pada awal
metastasis umumnya tidak dirasakan nyeri. Kanker Paru menjadi penyebab tersering
metastasis otak. Di antara pasien dengan kanker paru-paru yang bertahan selama lebih
dari 2 tahun, 80% terjadi metastasis otak ( Adams and Victors, 2002).
Berdasarkan uraian di atas, maka akan dibuat laporan kasus mengenai pasien
dengan judul pemeriksaan CT Scan dengan kontras pada pasien dengan Abses Cerebri.
1.2 TUJUAN
a. Mengetahui dan memahami faktor-faktor resiko serta etiologi yang
diduga dapat menyebabkan abses cerebri, sehingga dapat
dilakukan intervensi yang sesuai.
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang Periode 1 Juli - 28 Juli 2013
Pemeriksaan CT Scan dengan Kontras pada pasien dengan Abses CerebriBagian Radiologi RSUD Kota Semarang
3
b. Mengetahui dan memahami mekanisme dan patofisiologi
terjadinya abses cerebri, sehingga pendekatan diagnostik yang
tepat dapat dicapai.
c. Mengetahui dan memahami anatomi cerebri dan diagnosis banding
dari abses cerebri.
d. Mengetahui pemeriksaan penunjang mana yang diperlukan untuk
menunjang diagnostik pada abses cerebri terutama secara
radiologi.
e. Mengetahui penatalaksanaan dari abses otak.
1.3 MANFAAT
Dengan penulisan laporan kasus ini diharapkan dapat dijadikan sebagai media
belajar bagi mahasiswa klinik sehingga dapat mendiagnosis terutama secara radiologis
dan mengelola pasien dengan permasalahan seperti pada pasien ini secara
komprehensif.
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang Periode 1 Juli - 28 Juli 2013
Pemeriksaan CT Scan dengan Kontras pada pasien dengan Abses CerebriBagian Radiologi RSUD Kota Semarang
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. ANATOMI OTAK
Anatomi otak adalah struktur yang kompleks dan rumit. Otak adalah organ
penting yang mengendalikan pikiran, memori, emosi, sentuhan, keterampilan motorik,
visi, respirasi, suhu, rasa lapar, dan setiap proses yang mengatur tubuh kita (Adams and
Victors, 2001).
Gambar 1. Pembagian Otak
Otak dapat dibagi ke dalam otak besar (cerebrum), batang otak (brainstem), dan
otak kecil (cerebellum):
1. Cerebrum
Merupakan bagian yang paling besar.
Terdiri atas bagian kiri dan kanan yang disebut hemispherium Cerebri.
Berfungsi untuk kontrol terhadap pembicaraan, emosi, inisiasi gerakan, koordinasi
gerakan, temperatur, sentuhan, penglihatan, pendengaran, penilaian, penalaran,
pemecahan masalah, emosi, dan pembelajaran.
2. Cerebellum
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang Periode 1 Juli - 28 Juli 2013
Pemeriksaan CT Scan dengan Kontras pada pasien dengan Abses CerebriBagian Radiologi RSUD Kota Semarang
5
Terletak dibawah Cerebrum dan dibelakang otak.
Berfungsi untuk mengkoordinasi gerakan otot sukarela dan untuk
mempertahankan postur tubuh, keseimbangan, dan equilibrium.
3. Batang otak
Batang otak (garis tengah atau bagian tengah otak) termasuk otak tengah, pons,
dan medulla.
Fungsi daerah ini meliputi: pergerakan mata dan mulut, penyampaian pesan
sensorik (panas, nyeri, keras, dll), rasa lapar, respirasi, kesadaran, fungsi jantung,
suhu tubuh, gerakan otot tak sadar, bersin, batuk, muntah, dan menelan tekanan
darah dan pernapasan.
Secara lebih spesifik, beberapa bagian lain dari otak adalah sebagai berikut:
Pons sebuah bagian yang terletak sangat dalam di otak, terletak di brainstem, pons
berisi banyak daerah kontrol untuk gerakan mata dan wajah.
Medulla Bagian terendah dari batang otak, medula adalah bagian yang paling
penting dari seluruh otak dan merupakan pusat control jantung dan paru-paru yang
sangat penting.
Saraf tulang belakang merupakan sekumpulan besar serabut saraf yang terletak di
bagian belakang yang memanjang dari dasar otak ke punggung bawah, syaraf tulang
belakang ini membawa pesan ke dan dari otak dan seluruh tubuh.
Lobus frontal bagian terbesar dari otak yang terletak di bagian depan kepala, lobus
frontal terlibat dalam karakteristik kepribadian dan gerakan.
Lobus parietal bagian tengah otak, lobus parietalis membantu seseorang untuk
mengidentifikasi objek dan memahami hubungan spasial (dimana tubuh seseorang
dibandingkan dengan benda-benda di sekitar orang tersebut). Lobus parietalis juga
terlibat dalam interpretasi rasa sakit dan sentuhan pada tubuh.
Lobus oksipital lobus oksipital adalah bagian belakang otak yang terlibat dengan
penglihatan.
Lobus temporal sisi otak, lobus temporal ini terlibat dalam memori, ucapan, dan
indra penciuman.
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang Periode 1 Juli - 28 Juli 2013
Pemeriksaan CT Scan dengan Kontras pada pasien dengan Abses CerebriBagian Radiologi RSUD Kota Semarang
6
Otak dilindungi oleh tulang tengkorak dan ditutupi oleh 3 membran yang disebut
meningen. Otak juga dilindungi oleh cairan serebrospinal yang diproduksi oleh pleksus
khoroideus, yang masuk ke dalam 4 ventrikel dan rongga antara meningen. Cairan
serebrospinal membawa nutrient dari darah ke otak dan membawa kembali zat-zat yang
tidak diperlukan lagi dari otak ke darah.
Otak terdiri dari beberapa tipe sel, setiap tipe mempunyai fungsinya masing-
masing. Ketika sel kehilangan kemampuan untuk mengontrol pertumbuhannya dan sel-
sel diluar suatu massa jaringan disebut Tumor (Harsono, 1999).
Gambar 2. Anatomi otak
Pengklasifkasian lain otak adalah dibagi kedalam lima kelompok utama yaitu :
1. Telensefalon (endbrain)
Terdiri atas: hemisfer serebri yang disusun oleh korteks serebri, system limbic, basal
ganglia dimana basal ganglia disusun oleh nucleus kaudatum, nucleus lentikularis,
klaustrum dan amigdala.
a. Korteks serebri berperan dalam: persepsi sensorik, kontrol gerakan volunter,
bahasa, sifat pribadi, proses mental misalnya: berpikir, mengingat, membuat
keputusan, kreativitas dan kesadaran diri.
b. Nucleus basal berperan dalam: inhibisitonus otot, koordinasi gerakan yang
lambat dan menetap, penekanan pola-pola gerakan yang tidak berguna.
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang Periode 1 Juli - 28 Juli 2013
Pemeriksaan CT Scan dengan Kontras pada pasien dengan Abses CerebriBagian Radiologi RSUD Kota Semarang
7
2. Diensefalon (interbrain)
Terbagi menjadi epitalamus, thalamus, subtalamus dan hipotalamus.
a. Thalamus berperan dalam : Stasiun pemancar untuk semua masukan sinaps,
kesadaran kasar terhadap sensasi, beberapa tingkat kesadaran, berperan dalam
kontrol motorik.
b. Hipotalamus berperan dalam: mengatur banyak fungsi homeostatik, misalnya
kontrol suhu, rasa haus, pengeluaran urin, dan asupan makanan. Penghubung
penting antara sistem saraf dan endokrin, sangat terlibat dalam emosi dan pola
perilaku dasar.
3. Mesensefalon (midbrain) corpora quadrigemina
Memiliki dua kolikulus yaitu kolikulus superior dan kolikulus inferior dan terdiri
dari tegmentum yang terdiri dari nucleus rubra dan substansia nigra.
4. Metensefalon (afterbrain), pons dan medulla oblongata
Memiliki peran asal dari sebagian besar saraf kranialis perifer, pusat pengaturan
kardiovaskuler, respirasi dan pencernaan. Pengaturan reflek otot yang terlibat dalam
keseimbangan dan postur. Penerimaaan dan integrasi semua masukan sinaps di
korda spinalis, keadaan terjaga dan pengaktifan korteks serebrum.
5. Serebellum
Memiliki peran dalam menjaga keseimbangan, peningkatan tonus otot, koordinasi
dan perencanaan aktivitas otot volunter yang terlatih. Hemisfer sendiri menurut
pembagian fungsinya masih di bagi kedalam lobus-lobus yang dibatasi oleh gyrus
dan sulkus, seperti terlihat dalam gambar dibawah ini: fungsi dari setiap lobus ada
pada tabel berikut :
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang Periode 1 Juli - 28 Juli 2013
Pemeriksaan CT Scan dengan Kontras pada pasien dengan Abses CerebriBagian Radiologi RSUD Kota Semarang
8
Gambar 3. Otak dari Lateral
2.2. FISIOLOGI OTAK
Fungsi otak adalah sebagai pusat kendali dengan menerima, menafsirkan, serta
untuk mengarahkan informasi sensorik di seluruh tubuh.
Otak manusia mempunyai berat 2% dari berat badan orang dewasa (3 pon),
menerima 20 % curah jantung dan memerlukan 20% pemakaian oksigen tubuh dan
sekitar 400 kilokalori energi setiap harinya. Otak merupakan jaringan yang paling
banyak memakai energi dalam seluruh tubuh manusia dan terutama berasal dari proses
metabolisme oksidasi glukosa. Jaringan otak sangat rentan terhadap perubahan oksigen
dan glukosa darah, aliran darah berhenti 10 detik saja sudah dapat menghilangkan
kesadaran manusia. Berhenti dalam beberapa menit, merusak permanen otak.
Hipoglikemia yang berlangsung berkepanjangan juga merusak jaringan otak
(Prince,Wilson, 2006).
Ketika lahir seorang bayi telah mempunyai 100 miliar sel otak yang aktif dan 900
miliar sel otak pendukung, setiap neuron mempunyai cabang hinggá 10.000 cabang
dendrit yang dapat membangun sejumlah satu kuadrilion. Koneksi, komunikasi,
perkembangan otak pada minggu-minggu pertama lahir diproduksi 250.000 neuroblast
(sel saraf yang belum matang), kecerdasan mulai berkembang dengan terjadinya
koneksi antar sel otak, tempat sel saraf bertemu disebut synapse, makin banyak
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang Periode 1 Juli - 28 Juli 2013
Pemeriksaan CT Scan dengan Kontras pada pasien dengan Abses CerebriBagian Radiologi RSUD Kota Semarang
9
percabangan yang muncul, makin berkembanglah kecerdasan anak tersebut, dan
kecerdasan ini harus dilatih dan di stimulasi.
Otak manusia adalah organ yang unik dan dasyat, tempat diaturnya proses
berfikir, berbahasa, kesadaran, emosi dan kepribadian. Secara garis besar, otak terbagi
dalam 3 bagian besar, yaitu neokortek atau kortex serebri, system limbik dan batang
otak, yang berkerja secara simbiosis. Bila neokortex berfungsi untuk berfikir,
berhitung, memori, bahasa, maka sistek limbik berfugsi dalam mengatur emosi dan
memori emosional, dan batang otak mengarur fungsi vegetasi tubuh antara lain denyut
jantung, aliran darah, kemampuan gerak atau motorik, Ketiganya bekerja bersama
saling mendukung dalam waktu yang bersamaan, tapi juga dapat bekerja secara
terpisah.
Otak manusia mengatur dan mengkoordinir gerakan, perilaku dan fungsi tubuh,
homeostasisseperti tekanan darah, detak jantung, suhu tubuh, keseimbangan cairan,
keseimbangan hormonal, mengatur emosi, ingatan, aktivitas motorik dan lain-lain. Otak
terbentuk dari dua jenis sel: yaitu glia dan neuron. Glia berfungsi untuk menunjang dan
melindungi neuron, sedangkan neuron membawa informasi dalam bentuk pulsa listrik
yang di kenal sebagai potensial aksi . Mereka berkomunikasi dengan neuron yang lain
dan keseluruh tubuh dengan mengirimkan berbagai macam bahan kimia yang disebut
neurotransmitter. Neurotransmitter ini dikirimkan pada celah yang di kenal sebagai
sinapsis. Neurotransmiter paling mempengaruhi sikap, emosi, dan perilaku seseorang
yang ada antara lain asetil kolin, dopamin, serotonin, epinefrin, norepinefrin (Sylvia,
2006).
2.3. ABSES CEREBRI
2.3.1 Definisi
Abses otak adalah suatu proses infeksi dengan pernanahan pada otak yang
diselubungi kapsul dan terlokalisir diantara jaringan otak yang disebabkan oleh
berbagai macam variasi bakteri, fungus dan protozoa.
2.3.2 Epidemiologi
Abses otak dapat terjadi pada berbagai kelompok usia, namun paling sering
terjadi pada anak berusia 4 sampai 8 tahun. Penyebab abses otak yaitu, embolisasi
oleh penyakit jantung kongenital dengan pintas atrioventrikuler (terutama
tetralogi fallot), meningitis, otitis media kronis dan mastoiditis, sinusitis, infeksi
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang Periode 1 Juli - 28 Juli 2013
Pemeriksaan CT Scan dengan Kontras pada pasien dengan Abses CerebriBagian Radiologi RSUD Kota Semarang
10
jaringan lunak pada wajah ataupun scalp, status imunodefisiensi dan infeksi pada
pintas ventrikuloperitonial. Patogenesis abses otak tidak begitu dimengerti pada
10-15% kasus.
Walaupun teknologi kedokteran diagnostik dan perkembangan antibiotika
saat ini telah mengalami kemajuan, namun rate kematian penyakit abses otak
masih tetap tinggi, yaitu sekitar 10-60% atau rata-rata 40%. Penyakit ini sudah
jarang dijumpai terutama di negara-negara maju, namun karena resiko
kematiannya sangat tinggi, abses otak termasuk golongan penyakit infeksi yang
mengancam kehidupan masyarakat (life threatening infection).
Menurut Britt, Richard et al., penderita abses otak lebih banyak dijumpai
pada laki-laki daripada perempuan dengan perbandingan 3:1 yang umumnya
masih usia produktif yaitu sekitar 20-50 tahun.
.
Hasil penelitian Xiang Y Han (The University of Texas MD. Anderson
Cancer Center Houston Texas) terhadap 9 penderita abses otak yang diperolehnya
selama 14 tahun (1989-2002), menunjukkan bahwa jumlah penderita laki-laki >
perempuan dengan perbandingan 7:2, berusia sekitar 38-78 tahun dengan rate
kematian 55% (Robert, 2004).
Demikian juga dengan hasil penelitian Hakim AA. Terhadap 20 os abses
otak yang terkumpul selama 2 tahun (1984-1986) dari RSUD Dr Soetomo
Surabaya, menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda, dimana jumlah penderita
abses otak pada laki-laki > perempuan dengan perbandingan 11:9, berusia sekitar
5 bulan-50 tahun dengan angka kematian 355 (dari 20 penderita, 7 meninggal).
2.3.3 Faktor Etiologi dan Predisposisi
Sebagian besar abses otak berasal langsung dari penyebaran infeksi telinga
tengah, sinusitis (paranasal, ethmoidalis, sphenoidalis dan maxillaries).
Abses otak dapat timbul akibat penyebaran secara hematogen dari infeksi
paru sistemik (empyema, abses paru, bronkiektase, pneumonia), endokarditis
bakterial akut dan subakut dan pada penyakit jantung bawaan Tetralogi Fallot
(abses multiple, lokasi pada substansi putih dan abu dari jaringan otak). Abses
otak yang penyebarannya secara hematogen, letak absesnya sesuai dengan
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang Periode 1 Juli - 28 Juli 2013
Pemeriksaan CT Scan dengan Kontras pada pasien dengan Abses CerebriBagian Radiologi RSUD Kota Semarang
11
peredaran darah yang didistribusi oleh arteri cerebri media terutama lobus
parietalis, atau cerebellum dan batang otak (Robert, 2004).
Abses dapat juga dijumpai pada penderita penyakit immunologik seperti
AIDS, penderita penyakit kronis yang mendapat kemoterapi/steroid yang dapat
menurunkan sistem kekebalan tubuh. 20-37% penyebab abses otak tidak
diketahui. Penyebab abses yang jarang dijumpai, osteomyelitis tengkorak,
sellulitis, erysipelas wajah, abses tonsil, pustule kulit, luka tembus pada tengkorak
kepala, infeksi gigi luka tembak di kepala, septikemia. Berdasarkan sumber
infeksi dapat ditentukan lokasi timbulnya abses di lobus otak.
Infeksi sinus paranasal dapat menyebar secara retrograde thrombophlebitis
melalui klep vena diploika menuju lobus frontalis atau temporal. Bentuk absesnya
biasanya tunggal, terletak superficial di otak, dekat dengan sumber infeksinya.
Sinusitis frontal dapat juga menyebabkan abses di bagian anterior atau inferior
lobus frontalis. Sinusitis sphenoidalis dapat menyebakan abses pada lobus
frontalis atau temporalis. Sinusitis maxillaris dapat menyebabkan abses pada
lobus temporalis. Sinusitis ethmoidalis dapat menyebabkan abses pada lobus
frontalis. Infeksi pada telinga tengah dapat pula menyebar ke lobus temporalis.
Infeksi pada mastoid dan kerusakan tengkorak kepala karena kelainan bawaan
seperti kerusakan tegmentum timpani atau kerusakan tulang temporal oleh
kolesteatoma dapat menyebar ke dalam serebelum.
Bakteri penyebabnya antara lain, Streptococcus aureus, streptococci
(viridians, pneumococci, microaerophilic), bakteri anaerob (bakteri kokus gram
positif, Bacteroides spp, Fusobacterium spp, Prevotella spp, Actinomyces spp,
dan Clostridium spp), basil aerob gram-negatif (enteric rods, Proteus spp,
Pseudomonas aeruginosa, Citrobacter diversus, dan Haemophilus spp). Infeksi
parasit (Schistosomiasis, Amoeba) dan fungus (Actinomycosis, Candida albicans)
dapat pula menimbulkan abses, tetapi hal ini jarang terjadi.
Factor predisposisi dapat menyangkut host, kuman infeksi atau factor
lingkungan.
1. Faktor tuan rumah (host)
Daya pertahanan susunan saraf pusat untuk menangkis infeksi mencakup
kesehatan umum yang sempurna, struktur sawar darah otak yang utuh dan efektif,
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang Periode 1 Juli - 28 Juli 2013
Pemeriksaan CT Scan dengan Kontras pada pasien dengan Abses CerebriBagian Radiologi RSUD Kota Semarang
12
aliran darah ke otak yang adekuat, sistem imunologik humoral dan selular yang
berfungsi sempurna.
2. Faktor kuman
Kuman tertentu cendeerung neurotropik seperti yang membangkitkan
meningitis bacterial akut, memiliki beberapa faktor virulensi yang tidak
bersangkut paut dengan faktor pertahanan host. Kuman yang memiliki virulensi
yang rendah dapat menyebabkan infeksi di susunan saraf pusat jika terdapat
ganggguan pada system limfoid atau retikuloendotelial.
3. Faktor lingkungan
Faktor tersebut bersangkutan dengan transisi kuman. Yang dapat masuk ke
dalam tubuh melalui kontak antar individu, vektor, melaui air, atau udara
(Mardjono, 2006).
2.3.4 Neuropatologi dan Gambaran CT Scan
Abses otak dapat terjadi akibat penyebaran perkontinuitatum dari fokus
infeksi di sekitar otak maupun secara hematogen dari tempat yang jauh, atau
secara langsung seperti trauma kepala dan operasi kraniotomi. Abses yang terjadi
oleh penyebaran hematogen dapat pada setiap bagian otak, tetapi paling sering
pada pertemuan substansia alba dan grisea; sedangkan yang perkontinuitatum
biasanya berlokasi pada daerah dekat permukaan otak pada lobus tertentu
(Robert, 2004).
Pada tahap awal AO terjadi reaksi radang yang difus pada jaringan otak
dengan infiltrasi lekosit disertai udem, perlunakan dan kongesti jaringan otak,
kadang-kadang disertai bintik perdarahan. Setelah beberapa hari sampai beberapa
minggu terjadi nekrosis dan pencairan pada pusat lesi sehingga membentuk suatu
rongga abses. Astroglia, fibroblas dan makrofag mengelilingi jaringan yang
nekrotikan. Mula-mula abses tidak berbatas tegas tetapi lama kelamaan dengan
fibrosis yang progresif terbentuk kapsul dengan dinding yang konsentris. Tebal
kapsul antara beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter.
Beberapa ahli membagi perubahan patologi AO dalam 4 stadium yaitu :
1) Stadium serebritis dini (Early Cerebritis)
Terjadi reaksi radang local dengan infiltrasi polymofonuklear leukosit,
limfosit dan plasma sel dengan pergeseran aliran darah tepi, yang dimulai pada
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang Periode 1 Juli - 28 Juli 2013
Pemeriksaan CT Scan dengan Kontras pada pasien dengan Abses CerebriBagian Radiologi RSUD Kota Semarang
13
hari pertama dan meningkat pada hari ke 3. Sel-sel radang terdapat pada tunika
adventisia dari pembuluh darah dan mengelilingi daerah nekrosis infeksi.
Peradangan perivaskular ini disebut cerebritis. Saat ini terjadi edema di sekita
otak dan peningkatan efek massa karena pembesaran abses.
Gambaran CT Scan :
Pada hari pertama terlihat daerah yang hipodens dengan sebagian
gambaran seperti cincin.
Pada hari ketiga gambaran cincin lebih jelas, sesuai derngandiameter
cerebritisnya, didapati mengelilingi pusat nekrosis.
2) Stadium serebritis lanjut (Late Cerebritis)
Saat ini terjadi perubahan histologis yang sangat berarti. Daerah pusat
nekrosis membesar oleh karena peningkatan acellular debris dan pembentukan
nanah karena pelepasan enzim-enzim dari sel radang. Di tepi pusat nekrosis
didapati daerah sel radang, makrofag-makrofag besar dan gambaran fibroblast
yang terpencar. Fibroblast mulai menjadi reticulum yang akan membentuk
kapsul kolagen. Pada fase ini edema otak menyebar maksimal sehingga lesi
menjadi sangat besar.
Gambaran CT Scan :
Gambaran cincin sempurna, 10 menit setelah pemberian
kontras perinfus. Kontras masuk ke daerah sentral dengan gambaran lesiyang
homogen. Gambaran ini menunjukkan adanya cerebritis.
3) Stadium pembentukan kapsul dini (Early Capsule Formation)
Pusat nekrosis mulai mengecil, makrofag menelan acellular debris dan
fibroblast meningkat dalam pembentukan kapsul. Lapisan fibroblast
membentuk anyaman reticulum mengelilingi pusat nekrosis. Di daerah
ventrikel, pembentukan dinding sangat lambat oleh karena kurangnya
vaskularisasi di daerah substansi putih dibandingkan substansi abu.
Pembentukan kapsul yang terlambat di permukaan tengah memungkinkan
abses membesar ke dalam substansi putih. Bila abses cukup besar, dapat robek
ke dalam ventrikel lateralis. Pada pembentukan kapsul, terlihat daerah
anyaman reticulum yang tersebar membentuk kapsul kolagen, reaksi astrosit di
sekitar otak mulai meningkat.
Gambaran CT Scan :
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang Periode 1 Juli - 28 Juli 2013
Pemeriksaan CT Scan dengan Kontras pada pasien dengan Abses CerebriBagian Radiologi RSUD Kota Semarang
14
Hampir sama dengan fase cerebritis, tetapi pusat nekrosis terlihat lebih
kecil.
Kapsul terlihat lebih tebal
4) Stadium pembentukan kapsul lanjut (Late Capsule Formation)
Pada stadium ini, terjadi perkembangan lengkap abses dengan gambaran
histologis sebagai berikut:
Bentuk pusat nekrosis diisi oleh acellular debris dan sel-sel radang.
Daerah tepi dari sel radang, makrofag, dan fibroblast.
Kapsul kolagen yang tebal.
Lapisan neurovaskular sehubungan dengan serebritis yang berlanjut.
Reaksi astrosit, gliosis, dan edema otak di luar kapsul.
Gambaran CT Scan :
Gambaran kapsul dari abses jelas terlihat, sedangkan daerah nekrosis diisi
oleh kontras.
Abses dalam kapsul substansia alba dapat makin membesar dan meluas ke
arah ventrikel sehingga bila terjadi ruptur, dapat menimbulkan meningitis.
Infeksi jaringan fasial, selulitis orbita, sinusitis etmoidalis, amputasi
meningoensefalokel nasal dan abses apikal dental dapat menyebabkan AO yang
berlokasi pada lobus frontalis. Otitis media, mastoiditis terutama menyebabkan
AO lobus temporalis dan serebelum, sedang abses lobus parietalis biasanya
terjadi secara hematogen (Goodkin HP dkk, 2004).
2.3.5 Respon Imunologik pada Abses Otak.
Setelah kuman telah menerobos permukaan tubuh, kemudian sampai ke
susunan saraf pusat melalui lintasan-lintasan berikut. Kuman yang bersarang di
mastoid dapat menjalar ke otak perkuntinuitatum. Invasi hematogenik melalui
arteri intraserebral merupakan penyebaran ke otak secara langsung.
Ada penjagaan otak khusus terhadap bahaya yang dating melalui lintasan
hematogen, yang dikenal sebagai sawar darah otak atau blood brain barrier. Pada
toksemia dan septicemia, sawar darah otak terusak dan tidak lagi bertindak
sebagai sawar khusus. Infeksi jaringan otak jarang dikarenakan hanya bakterimia
saja, oleh karena jaringan otak yang sehat cukup resisten terhadap infeksi. Kuman
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang Periode 1 Juli - 28 Juli 2013
Pemeriksaan CT Scan dengan Kontras pada pasien dengan Abses CerebriBagian Radiologi RSUD Kota Semarang
15
yang dimasukkan ke dalam otak secara langsung pada binatang percobaan
ternyata tidak membangkitkan abses sereebri/ abses otak, kecuali apabila jumlah
kumannya sangat besar atau sebelum inokulasi intraserebral telah diadakan
nekrosis terlebih dahulu. Walaupun dalam banyak hal sawar darah otak sangat
protektif, namun ia menghambat penetrasi fagosit, antibody dan antibiotik.
Jaringan otak tidak memiliki fagosit yang efektif dan juga tidak memiliki lintasan
pembuangan limfatik untuk pemberantasan infeksi bila hal itu terjadi. Maka
berbeda dengan proses infeksi di luar otak, infeksi di otak cenderung menjadi
sangat virulen dan destruktif.
2.3.6. Manifestasi Klinis
Pada stadium awal gambaran klinik AO tidak khas, terdapat gejala-gejala
infeksi seperti demam, malaise, anoreksi dan gejala peninggian tekanan
intrakranial berupa muntah, sakit kepala dan kejang. Dengan semakin besarnya
abses otak gejala menjadi khas berupa trias abses otak yang terdiri dari gejala
infeksi, peninggian tekanan intrakranial dan gejala neurologik fokal (Robert,
2004).
Abses pada lobus frontalis biasanya tenang dan bila ada gejala-gejala
neurologik seperti hemikonvulsi, hemiparesis, hemianopsia homonim disertai
kesadaran yang menurun menunjukkan prognosis yang kurang baik karena
biasanya terjadi herniasi dan perforasi ke dalam kavum ventrikel.
Abses lobus temporalis selain menyebabkan gangguan pendengaran dan
mengecap didapatkan disfasi, defek penglihatan kwadran alas kontralateral dan
hemianopsi komplit. Gangguan motorik terutama wajah dan anggota gerak atas
dapat terjadi bila perluasan abses ke dalam lobus frontalis relatif asimptomatik,
berlokasi terutama di daerah anterior sehingga gejala fokal adalah gejala
sensorimotorik. Abses serebelum biasanya berlokasi pada satu hemisfer dan
menyebabkan gangguan koordinasi seperti ataksia, tremor, dismetri dan
nistagmus. Abses batang otak jarang sekali terjadi, biasanya berasal hematogen
dan berakibat fatal.
Pada umumnya peningkatan tekanan intrakranial oleh tumor jinak lebih
pelandari pada oleh abses otak. Pada abses yang letaknya pada “silent area” dari otak
seperti pada lobus frontalis atau lobus temporal non dominan, mungkin
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang Periode 1 Juli - 28 Juli 2013
Pemeriksaan CT Scan dengan Kontras pada pasien dengan Abses CerebriBagian Radiologi RSUD Kota Semarang
16
didapati pembesaran abses sebelum adanya gejala-gejala dan tanda-tanda.Gejala
sakit kepala yang hebat pada penderita abses otak ini sering tidak dapat diatasi
hanya dngan pengobatan simptomatis saja. Hampir seluruh penderita didapati
keluhan sakit kepala. Beberapa penulis mendapatkan gejala-gejala dengan
persentase sebagai berikut : muntah (25-50%), kejang-kejang (30-50%). Pada
penderita dengan abses cerebelli, didapatkan gejala-gejala pusing, vertigo,
ataksis, dan gejala-gejala serebelar lainnya. Gejala fokal yang sering ditemukan
(61%) pada kasus dengan abses supratentorial. Pada abses temporal dapat
dijumpaigangguan bicara pada 19,6% kasus, hemianopsia pada 31% kasus, 20,5%kasus
dijumpai unilateral midriasis yang merupakan indikasi terjadinya herniasi
tentorial. 30% dari kasus tidak didapati tanda-tanda fokal Goodkin HP dkk,
2004).
2.3.7. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, gambaran klinik,
pemeriksaan laboratorium disertai pemeriksaan penunjang lainnya. Selain itu
penting juga untuk melibatkan evaluasi neurologis secara menyeluruh, mengingat
keterlibatan infeksinya. Perlu ditanyakan mengenai riwayat perjalanan penyakit,
onset, faktor resiko yang mungkin ada, riwayat kelahiran, imunisasi, penyakit
yang pernah diderita, sehingga dapat dipastikan diagnosisnya.
Pada pemeriksaan neurologis dapat dimulai dengan mengevaluasi status
mental, derajat kesadaran, fungsi saraf kranialis, refleks fisiologis, refleks
patologis, dan juga tanda rangsang meningeal untuk memastikan keterlibatan
meningen.
Pemeriksaan motorik sendiri melibatkan penilaian dari integritas sistem
musculoskeletal dan kemungkinan terdapatnya gerakan abnormal dari anggota
gerak, ataupun kelumpuhan yang sifatnya bilateral atau tunggal.
Pada pemeriksaan laboratorium, terutama pemeriksaan darah perifer yaitu
pemeriksaan lekosit dan laju endap darah; didapatkan peninggian lekosit dan laju
endap darah. Pemeriksaan cairan serebrospinal pada umumnya memperlihatkan
gambaran yang normal. Bisa didapatkan kadar protein yang sedikit meninggi dan
sedikit pleositosis, glukosa dalam batas normal atau sedikit berkurang. kecuali
bila terjadi perforasi dalam ruangan ventrikel.
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang Periode 1 Juli - 28 Juli 2013
Pemeriksaan CT Scan dengan Kontras pada pasien dengan Abses CerebriBagian Radiologi RSUD Kota Semarang
17
Foto polos kepala memperlihatkan tanda peninggian tekanan intrakranial,
dapat pula menunjukkan adanya fokus infeksi ekstraserebral; tetapi dengan
pemeriksaan ini tidak dapat diidentifikasi adanya abses. Pemeriksaan EEG
terutama penting untuk mengetahui lokalisasi abses dalam hemisfer. EEG
memperlihatkan perlambatan fokal yaitu gelombang lambat delta dengan
frekuensi 13 siklus/detik pada lokasi abses. Pnemoensefalografi penting terutama
untuk diagnostik abses serebelum. Dengan arteriografi dapat diketahui lokasi
abses di hemisfer. Saat ini, pemeriksaan angiografi mulai ditinggalkan setelah
digunakan pemeriksaan yang relatif noninvasif seperti CT scan. Dan scanning
otak menggunakan radioisotop tehnetium dapat diketahui lokasi abses; daerah
abses memperlihatkan bayangan yang hipodens daripada daerah otak yang
normal dan biasanya dikelilingi oleh lapisan hiperderns. CT scan selain
mengetahui lokasi abses juga dapat membedakan suatu serebritis dengan abses.
Magnetic Resonance Imaging saat ini banyak digunakan, selain memberikan
diagnosis yang lebih cepat juga lebih akurat.
Gambar 4. Early cerebritis pada CT-Scan
Gambaran CT-scan pada abses :
Early cerebritis (hari 1-3): fokal, daerah inflamasi dan edema.
Late cerebritis (hari 4-9): daerah inflamasi meluas dan terdapat nekrosis dari
zona central inflamasi.
Early capsule stage (hari 10-14): gliosis post infeksi, fibrosis,
hipervaskularisasi pada batas pinggir daerah yang terinfeksi. Pada stadium ini
dapat terlihat gambaran ring enhancement.
Late capsule stage (hari >14): terdapat daerah sentral yang hipodens (sentral
abses) yang dikelilingi dengan kontras - ring enhancement (kapsul abses).
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang Periode 1 Juli - 28 Juli 2013
Pemeriksaan CT Scan dengan Kontras pada pasien dengan Abses CerebriBagian Radiologi RSUD Kota Semarang
18
Pemeriksaan CT scan dapat dipertimbangkan sebagai pilihan prosedur
diagnostik, dikarenakan sensitifitasnya dapat mencapai 90% untuk mendiagnosis
abses serebri. Yang perlu dipertimbangkan adalah walaupun gambaran CT tipikal
untuk suatu abses, tetapi tidak menutup kemungkinan untuk didiagnosis banding
dengan tumor (glioblastoma), infark, metastasis, hematom yang diserap dan
granuloma.
Walaupun sukar membedakan antara abses dan tumor (glioblastoma,
metastasis) dari CT scan, ada beberapa parameter yang dapat digunakan untuk
membedakan keduanya antara lain : umur penderita, ketebalan ring (cicin tipis
hanya 3-6 mm) dan biasanya uniform, diameter ring, rasio lesi dan ring. Pada ½
kasus, kapsul bagian medial lebih tipis dari kapsul subkortikal. Hal ini
menunjukkan sedikitnya vaskularisasi dari massa putih dan menjelaskan mengapa
daughter abscess biasanya berkembang di medial.
Abses serebri yang hematogen ditandai dengan adanya fokus infeksi (yang
tersering dari paru), lokasi pada daerah yang diperdarahi oleh arteri serebri media
di daerah perbatasan massa putih dan abu-abu dengan tingkat mortalitas yang
tinggi.
Sedangkan gambaran glioblastoma pada CT scan adalah adanya mixed
density tumor, ring enhancement yang berlekuk-lekuk disertai perifokal edema
yang luas (Bailey R, 2011).
2.3.8. Diagnosa Banding
Dari gejala-gejala dan keluhan yang umum pada penderita
dengan peningkatan tekanan intrakranial serta kemungkinan didapatkan tanda-
tanda infeksi, maka abses otak ini didiagnosis banding antra lain dengan
tumor,terutama tumor ganas yang tumbuh dengan cepat, tromboflebitis
intraserebral, empiema subdural, abses ektradural dan ensefalitis.
2.3.9 Penatalaksanaan
Terapi definitif untuk abses melibatkan :
1. Penatalaksanaan terhadap efek massa (abses dan edema) yang dapat
mengancam jiwa
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang Periode 1 Juli - 28 Juli 2013
Pemeriksaan CT Scan dengan Kontras pada pasien dengan Abses CerebriBagian Radiologi RSUD Kota Semarang
19
2. Terapi antibiotik dan test sensitifitas dari kultur material abses
3. Terapi bedah saraf (aspirasi atau eksisi)
4. Pengobatan terhadap infeksi primer
5. Pencegahan kejang
6. Neurorehabilitasi
Penatalaksanaan awal dari abses otak meliputi diagnosis yang tepat dan
pemilihan antibiotik didasarkan pada pathogenesis dan organisme yang
memungkinkan terjadinya abses. Ketika etiologinya tidak diketahui, dapat
digunakan kombinasi dari sefalosporin generasi ketiga dan metronidazole. Jika
terdapat riwayat cedera kepala dan pembedahan kepala, maka dapat digunakan
kombinasi dari napciline atau vancomycine dengan sephalosforin generasi ketiga
dan juga metronidazole. Antibiotik terpilih dapat digunakan ketika hasil kultur
dan tes sentivitas telah tersedia. Pada abses terjadi akibat trauma penetrasi,cedera
kepala, atau sinusitis dapat diterapi dengan kombinasi dengan napsiline atau
vancomycin, cefotaxime atau cetriaxone dan juga metronidazole. Monoterapi
dengna meropenem yang terbukti baik melawan bakteri gram negatif, bakteri
anaerob, stafilokokkus dan streptokokkus dan menjadi pilihana alternatif.
Sementara itu pada abses yang terjadi akibat penyakit jantung sianotik dapat
diterapi dengan penissilin dan metronidazole. Abses yang terjadi akibat
ventrikuloperitoneal shunt dapat diterapi dengan vancomycin dan ceptazidine.
Ketika otitis media, sinusitis, atau mastoidits yang menjadi penyebab dapat
digunakan vancomycin karena strepkokkus pneumonia telah resisten terhadap
penissilin. Ketika meningitis citrobacter, yang merupakan bakteri utama pada
abses local, dapat digunakan sefalosporin generasi ketiga, yang secara umum
dikombinasikan dengan terapi aminoglikosida. Pada os dengan
immunocompromised digunakan antibiotik yang berspektrum luas dan
dipertimbangkan pula terapi amphoterids (Mardjono, 2006).
Tabel 2.1 Dosis dan Cara Pemberian Antibiotik pada Abses Otak
Drug Dose Frekwensi dan rute
Cefotaxime (Claforan) 50-
100 mg/KgBBt/Hari
2-3 kali per hari, IV
Ceftriaxone (Rocephin) 2-3 kali per hari, IV
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang Periode 1 Juli - 28 Juli 2013
Pemeriksaan CT Scan dengan Kontras pada pasien dengan Abses CerebriBagian Radiologi RSUD Kota Semarang
20
50-100 mg/KgBBt/Hari
Metronidazole (Flagyl)
35-50 mg/KgBB/Hari
3 kali per hari,nIV
Nafcillin (Unipen, Nafcil)
2 gram
setiap 4 jam, IV
Vancomycin
15 mg/KgBB/Hari
setiap 12 jam, IV
Kebanyakan studi klinis menunjukkan bahwa penggunaan steroid dapat
mempengaruhi penetrasi antibiotik tertentu dan dapat menghalangi pembentukan
kapsul abses. Tetapi penggunaannya dapat dipertimbangkan pada kasus-kasus
dimana terdapat risiko potensial dalam peningkatan tekanan intrakranial. Dosis
yang dipakai 10 mg dexamethasone setiap 6 jam intravenous, dan ditapering
dalam 3-7 hari.
Pada penderita ini, kortikosteroid diberikan dengan pertimbangan adanya
tekanan intrakranial yang meningkat, papil edema dan gambaran edema yang luas
serta midline shift pada CT scan. Kortikosteroid diberikan dalam 2 minggu
setelah itu di tap-off, dan terlihat bahwa berangsur-angsur sakit kepala berkurang
dan pada pemeriksaan nervus optikus hari XV tidak didapatkan papil edema.
Penatalaksanaan secara bedah pada abses otak dipertimbangkan dengan
menggunakan CT-Scan, yang diperiksa secara dini, untuk mengetahui tingkatan
peradangan, seperti cerebritis atau dengan abses yang multipel.
Terapi optimal dalam mengatasi abses serebri adalah kombinasi antara
antimikrobial dan tindakan bedah. Pada studi terakhir, terapi eksisi dan drainase
abses melalui kraniotomi merupakan prosedur pilihan. Tetapi pada center-center
tertentu lebih dipilih penggunaan stereotaktik aspirasi atau MR-guided aspiration
and biopsy. Tindakan aspirasi biasa dilakukan pada abses multipel, abses batang
otak dan pada lesi yang lebih luas digunakan eksisi.
Pada beberapa keadaan terapi operatif tidak banyak menguntungkan,
seperti: small deep abscess, multiple abscess dan early cerebritic stage.
Kebanyakan studi menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna
diantara penderita yang mendapatkan terapi konservatif ataupun dengan terapi
eksisi dalam mengurangi risiko kejang.
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang Periode 1 Juli - 28 Juli 2013
Pemeriksaan CT Scan dengan Kontras pada pasien dengan Abses CerebriBagian Radiologi RSUD Kota Semarang
21
Pada penderita ini direncanakan untuk dilakukan operasi kraniotomi
mengingat proses desak ruang yang cukup besar guna mengurangi efek massa
baik oleh edema maupun abses itu sendiri, disamping itu pertimbangan ukuran
abses yang cukup besar, tebalnya kapsul dan lokasinya di temporal.
Antibiotik mungkin digunakan tersendiri, seperti pada keadaan abses
berkapsul dan secara umum jika luas lesi yang menyebabkan sebuah massa yang
berefek terjadinya peningkatan tekanan intrakranial. Dan harus ditatalaksanakan
dengan kombinasi antibiotik dan aspirasi abses.
Pembedahan secara eksisi pada abses otak jarang digunakan, karena
prosedur ini dihubungkan dengan tingginya angka morbiditas jika dibandingkan
dengan teknik aspirasi. Indikasi pembedahan adalah ketika abses berdiameter
lebih dari 2,5 cm, adanya gas di dalam abses, lesi yang multiokuler, dan lesi yng
terletak di fosa posterior, atau jamur yang berhubungan dengan proses infeksi,
seperti mastoiditis, sinusitis, dan abses periorbita, dapat pula dilakukan
pembedahan drainase. Terapi kombinasi antibiotik bergantung pada organisme
dan respon terhadap penatalaksanaan awal. Tetapi, efek yang nyata terlihat 4-6
minggu.
Penggunaan antikonvulsan dipengaruhi juga oleh lokasi abses dan posisinya
terhadap korteks. Oleh karena itu kapan antikonvulsan dihentikan tergantung dari
kasus per kasus (ditetapkan berdasarkan durasi bebas kejang, ada tidaknya
abnormalitas pemeriksaan neurologis, EEG dan neuroimaging).
Pada penderita ini diberikan fenitoin oral, mengingat penderita sudah
mengalami kejang dengan frekuensi yang cukup sering. Penghentian
antikonvulsan ini ditetapkan berdasarkan perkembangan klinis penderita
selanjutnya (Mardjono, 2006).
2.3.10 Komplikasi
Abses otak menyebabkan kecacatan bahkan kematian. Adapun
komplikasinya adalah:
1. Robeknya kapsul abses ke dalam ventrikel atau ruang subarachnoid
2. Penyumbatan cairan serebrospinal yang menyebabkan hidrosefalus
3. Edema otak
4. Herniasi oleh massa Abses otak
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang Periode 1 Juli - 28 Juli 2013
Pemeriksaan CT Scan dengan Kontras pada pasien dengan Abses CerebriBagian Radiologi RSUD Kota Semarang
22
2.3. 11 Prognosis
Angka kematian yang dihubungkan dengan abses otak secara signifikan
berkurang, dengan perkiraan 5-10% didahului CT-Scan atau MRI dan antibiotic
yang tepat, serta manajemen pembedahan merupakan faktor yang berhubungan
dengan tingginya angka kematian, dan waktu yang mempengaruhi lesi, abses
mutipel, kesadaran koma dan minimnya fasilitas CT-Scan. Angka harapan yang
terjadi paling tidak 50% dari penderita, termasuk hemiparesis, kejang,
hidrosefalus, abnormalitas nervus kranialis dan masalah-masalah pembelajaran
lainnya.
Prognosis dari abses otak ini tergantung dari:
1) Cepatnya diagnosis ditegakkan
2) Derajat perubahan patologis
3) Soliter atau multipel
4) Penanganan yang adekuat.
Dengan alat-alat canggih dewasa ini AO pada stadium dini dapat lebih
cepat didiagnosis sehingga prognosis lebih baik. Prognosis AO soliter lebih baik
dan mu1tipel. Defisit fokal dapat membaik, tetapi keajng dapat menetap pada
50% penderita (Robert, 2004).
2.4. TUMOR OTAK
2.4.1. DEFINISI
Tumor otak adalah sekumpulan massa sel-sel otak yang tumbuh
abnormal, di luar kendali. Terdiri atas Tumor otak benigna dan maligna.
Tumor otak benigna adalah pertumbuhan jaringan abnormal di dalam otak,
tetapi tidak ganas, sedangkan tumor otak maligna adalah kanker di dalam otak
yang berpotensi menyusup dan menghancurkan jaringan di sebelahnya atau
yang telah menyebar (metastase) ke otak dari bagian tubuh lainnya melalui
aliran darah (Dorlan. 2002).
2.4.2. ETIOLOGI
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang Periode 1 Juli - 28 Juli 2013
Pemeriksaan CT Scan dengan Kontras pada pasien dengan Abses CerebriBagian Radiologi RSUD Kota Semarang
23
Penyebab tumor hingga saat ini masih belum diketahui secara pasti,
walaupun telah banyak penyelidikan yang dilakukan. Adapun faktor-faktor yang
perlu ditinjau, yaitu :
1. Herediter
Riwayat tumor otak dalam satu anggota keluarga jarang ditemukan kecuali
pada meningioma, astrositoma dan neurofibroma dapat dijumpai pada anggota-
anggota sekeluarga. Sklerosis tuberose atau penyakit Sturge-Weber yang dapat
dianggap sebagai manifestasi pertumbuhan baru, memperlihatkan faktor familial
yang jelas. Selain jenis-jenis neoplasma tersebut tidak ada bukti-buakti yang kuat
untuk memikirkan adanya faktor-faktor hereditas yang kuat pada neoplasma.
2. Sisa-sisa Sel Embrional (Embryonic Cell Rest)
Bangunan-bangunan embrional berkembang menjadi bangunan-bangunan
yang mempunyai morfologi dan fungsi yang terintegrasi dalam tubuh. Tetapi ada
kalanya sebagian dari bangunan embrional tertinggal dalam tubuh, menjadi ganas
dan merusak bangunan di sekitarnya. Perkembangan abnormal itu dapat terjadi
pada kraniofaringioma, teratoma intrakranial dan kordoma.
3. Radiasi
Jaringan dalam sistem saraf pusat peka terhadap radiasi dan dapat
mengalami perubahan degenerasi, namun belum ada bukti radiasi dapat memicu
terjadinya suatu glioma. Pernah dilaporkan bahwa meningioma terjadi setelah
timbulnya suatu radiasi.
4. Virus
Banyak penelitian tentang inokulasi virus pada binatang kecil dan besar
yang dilakukan dengan maksud untuk mengetahui peran infeksi virus dalam
proses terjadinya neoplasma, tetapi hingga saat ini belum ditemukan hubungan
antara infeksi virus dengan perkembangan tumor pada sistem saraf pusat.
5. Substansi-substansi Karsinogenik
Penyelidikan tentang substansi karsinogen sudah lama dan luas dilakukan.
Kini telah diakui bahwa ada substansi yang karsinogenik seperti
methylcholanthrone, nitroso-ethyl-urea. Ini berdasarkan percobaan yang
dilakukan pada hewan (Harsono, 1999).
2.4.3. KLASFIKASI
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang Periode 1 Juli - 28 Juli 2013
Pemeriksaan CT Scan dengan Kontras pada pasien dengan Abses CerebriBagian Radiologi RSUD Kota Semarang
24
Klasifikasi tumor, terbagi dua yaitu :
1. Tumor Jinak (Benigna)
Tidak terdapat sel kanker
Biasanya dapat diangkat dan tidak berulang
Batas tegas
Bersifat tidak menginvasi ke jaringan sekitar tapi dapat menekan daerah
yang sensitive dari otak dan mengakibatkan gejala
Bila terletak di daerah vital dari otak dan menganggu fungsi vital maka
dapat dipikirkan suatu mlaignasi
2. Tumor Ganas (Maligna)
Mengandung sel kanker
Menganggu fungsi vital dan mengancam nyawa
Tumbuh cepat dan menginvasi ke jaringan sekitar otak
Seperti tanaman, tumor maligna mempunyai akar yang tumbuh ke dalam
jaringan otak yang sehat
Tumor otak maligna bisa encapsulated
Klasifikasi tumor otak menurut WHO dibagi menjadi 9 kategori tumor otak
primer, yaitu :
Tipe Sel Asal
Infiltratif astrositoma
Pilositik Astrositoma
Astrosit
Astrosit
Oligodendroglioma Oligodendrosit
Mixed Oligodenodroglioma Oligidendrosit, astrosit
Glioblastoma Multiforme Astrosit, Astroblas, Spongioblas
Ependimomaa Ependimosit
Meduloblastoma Sel Primitif neural
Meningioma Meningen
Other
Klasifikasi tumor otak menurut lokasi, yaitu :
1. Supratentorial, yaitu Tumor yang terletak di atas tentorium serebelli
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang Periode 1 Juli - 28 Juli 2013
Pemeriksaan CT Scan dengan Kontras pada pasien dengan Abses CerebriBagian Radiologi RSUD Kota Semarang
25
a) Hemisfer otak : Glioma glioblastoma multiforme, astrositoma,
oligodendroglioma, meningioma, tumor metastasis
b) Tumor struktur median : adenoma hipofisis, tumor glandula pinealis,
kraniofaringioma
2. Infratentorial atau subtentorial, yaitu : Tumor yang terletak di bawah
tentorium serebelli dalam fossa Kranni Posterior.
Dewasa :
a) Schwannoma akustikus (neurilemmoma, neurinoma akustik)
b) Tumor metastasis
c) Meningioma
d) Hemangioblastoma (Von Hippel – Lindau)
Anak-anak :
a) Astrositoma serebelaris
b) Medulloblastoma
c) Ependimoma
d) Glioma batang otak.
Klasifikasi tumor otak seluler berdasarkan histologi untuk orang dewasa,
yaitu :
1. Tumor Glia
Astrosit tumor
Non-infiltrat (Juvenile Pilositik, Subependimal)
Infiltratif (Well differentiated midly and moderately anaplastic astrositoma,
glioblastoma, multiforme)
Ependymal tumor
Myxopapillary and well differentiated ependimoma
Anaplastik ependimoma
Ependimoblastoma
Oligodendroglial tumor
Well differentiated oligodendroglioma
Anaplastik oligodendroglioma
Mixed tumor
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang Periode 1 Juli - 28 Juli 2013
Pemeriksaan CT Scan dengan Kontras pada pasien dengan Abses CerebriBagian Radiologi RSUD Kota Semarang
26
Mixed astrositoma-ependimoma
Mixed astrositoma-oligodendroglioma
Mixed astrositoma-ependimoma-oligodendriglioma
Meduloblastoma
2. Non-glial tumor
Pineal parenkim tumor
Pineostioma
Pineoblastoma
Astrositoma
Germ tumor
Germinoma
Embrional karsinoma
Teratoma
Craniopharingioma
Meningioma
Meningioma
Maligna meningioma
Choroid plexus tumor
Choroid plexus papiloma
Anaplastik choroids plexus papilloma
Pembagian tumor menurut asal sel, yaitu
1. Tumor otak primer
- Tumor yang berasal dari jaringan otak
- Diklasifikasikan berdasarkan tipe jaringan asal, yaitu :
1) Glioma
Astrositoma, yaitu : Tumor otak yang berasal dari astrosit, yaitu sel
kecil seperti bintang, pada orang dewasa terdapat pada secebrum
dan pada anak-anak dapat terjadi di batang otak, serebrum dan
serebellum. Merupakan 25% dari seluruh tumor otak.
Pilositik astrositoma, yaitu non-infiltrating astrositoma,
berdiferensiasi, baik, jarang berubah, mampu diangkat semua
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang Periode 1 Juli - 28 Juli 2013
Pemeriksaan CT Scan dengan Kontras pada pasien dengan Abses CerebriBagian Radiologi RSUD Kota Semarang
27
dengan operasi. Pada anak banyak pada Cerebellum, dan pada
orang dewasa banyak terdapat pada Korteks serebri.
Glioblastoma Multiforme, yaitu tumor otak yang tumbuh cepat,
berasal dari astrosit, astroblas, spongioblas. Banyak pada usia 45 –
55 tahun. Prognosis buruk .
Ependimoma, berasal dari sel ependim yang ada di dinding
ventrikel, dapat juga terjadi di Medulla spinalis. Bisa terdapat pada
semua umur, terutama pada anak-anak dan dewasa.
Oligodendroglioma, berasal dari sel yang menghasilkan myelin
untuk melindungi saraf, yang bermula dari serebrum. Tumbuh
lambat dan tidak menyebar ke jaringan otak disekeliling. Sering
terjadi pada usia pertengahan pada dewasa tetapi bisa terdapat pada
semua umur
2) Medulloblastoma, sebelumnya diduga berasal dari sel glia, tetapi
pada penelitian disimpulkan bahwa tumor ini berasal dari sel saraf
yang primitif yang secara normal tidak ada pada tubuh setelah lahir,
kadang disebut Primitif Neuro Ektoderma Tumor (PNET). Sering
terdapat di Serebellum. Sering terjadi pada anak-anak terutama anak
laki-laki dan puncak berada pada 3 – 5 tahun. Cenderung metastasis
relatif tinggi
3) Meningioma, berasal dari Meningen, bersifat jinak karena tumbuhnya
sangat lambat dan otak mampu untuk menerima adanya meningioma,
sering tumbuh sampai cukup besar baru memberikan gejala. Banyak
terdapat pada wanita antara 30 – 50 tahun
4) Schwannoma, tumor jinak berasal dari sel Schwan, yang
menghasilkan myelin yang melindungi saraf akustikus untuk
pendengaran. Banyak pada orang dewasa, dan ternyata 2 kali lipat
lebih banyak pada wanita daripada laki-laki
5) Craniopharingioma, tumor berasal dari kelenjar pituitary dekat
hipotalamus, karena dapat menekan atau merusak hipotalamus dan
dapat menyebabkan gangguan fungsi vital dan banyak terdapat pada
anak-anak dan dewasa.
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang Periode 1 Juli - 28 Juli 2013
Pemeriksaan CT Scan dengan Kontras pada pasien dengan Abses CerebriBagian Radiologi RSUD Kota Semarang
28
6) Germ Cell Tumor, berasal dari sel primitif sel kelamin atau dari
germ sel, sering disebut Germinoma
7) Tumor Pineal, terjadi disekitar kelenjar pineal, yaitu suatu organ
yang kecil di dekat pusat otak. Tumbuh lambat (Pineositoma), dapat
tumbuh cepat (Pineoblastoma). Daerah pineal sulit dicapai dan sering
tidak dapat diangkat
2. Tumor otak sekunder
Tumor yang tumbuh ketika kanker menyebar dari tempat lain ke otak
dan menyebabkan tumor otak
Tumor sekunder tidak sama dengan tumor otak primer, karena sel yang
terdapat pada tumor otak sekunder mirip dengan sel asal tumor
metastasis tersebut yang abnormal
Terapi tergantung pada asal tumor dan perluasan penyebaran tumor,
umur, keadaan umum os, respon terhadap pengobatan sebelumnya
2.4.4. STADIUM TUMOR
Pembagian stadium tumor, menurut diferensiasi tumor yang tampak secara
mikroskopik :
Derajat I : Sifat kurang agresif, tumbuh lambat, gambar sel hampir normal,
bila dilakukan operasi maka merupakan terapi yang efektif
Derajat II : Relatif tumbuh lambat, ada sel yang abnormal di bawah
mikroskop, menginvasi jaringan normal, dapat timbul kembali bila diangkat
Derajat III: Cenderung tumbuh lebih cepat, menginfiltrasi dan dapat timbul
kembali bila diangkat
Derajat IV: Tumbuh sangat cepat, bersifat agresif, gambaran bizarre pada
mikroskop
2.4.5. GEJALA
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang Periode 1 Juli - 28 Juli 2013
Pemeriksaan CT Scan dengan Kontras pada pasien dengan Abses CerebriBagian Radiologi RSUD Kota Semarang
29
Tumor otak menunjukkan manifestasi klinik yang tersebar. Tumor ini dapat
menyebabkan peningkatan TIK serta tanda dan gejala lokal sebagai akibat dari
tumor yang menggangu bagian spesifik dari otak.
Gejala-gejala peningkatan TIK disebabkan oleh tekanan yang berangsur-
angsur terhadap otak akibat pertumbuhan tumor. Pengaruhnya adalah ganguan
keseimbangan yang nyata antara otak, cairan serebrospinal dan darah serebral.
Sebagai akibat pertumbuhan tumor, maka kompensasi penyesuaian diri dapat
dilakukan melalui penekanan pada vena-vena intrakranial, melalui penurunan
volume cairan serebrospinal ( Dengan meningkatkan absorbsi dan menurunkan
produksi ), penurunan sedang pada aliran darah serebral dan menurunkan masa
jaringan otak intraseluler dan ekstraseluler. Bila kompensasi ini semua gagal,
maka os mengalami tanda dan gejala peningkatan TIK (Harsono, 1999).
Gejala yang biasanya banyak terjadi akibat tekanan ini adalah sakit kapala,
muntah, papiledema (“Choked disc” atau edema saraf optik), perubahan
kepribadian dan adanya variasi penurunan fokal motorik, sensori dan disfiungsi
saraf kranial.
Gejala klinik pada tumor intrakranial dibagi dalam 3 kategori, yaitu : Gejala
klinik umum, gejala klinik lokal, dan gejala lokal yang menyesatkan (False
lokalizing features).
1. Gejala Klinik Umum
Gejala umum timbul karena peningkatan tekanan intrakranial atau akibat
infiltrasi difus dari tumor. Gejala yang paling sering adalah sakit kepala,
perubahan status mental, kejang, nyeri kepala hebat, papil edema, mual dan
muntah. Tumor maligna (ganas) menyebabkan gejala yang lebih progresif
daripada tumor benigna (jinak). Tumor pada lobus temporal depan dan frontal
dapat berkembang menjadi tumor dengan ukuran yang sangat besar tanpa
menyebabkan defisit neurologis, dan pada mulanya hanya memberikan gejala-
gejala yang umum. Tumor pada fossa posterior atau pada lobus parietal dan
oksipital lebih sering memberikan gejala fokal dulu baru kemudian memberikan
gejala umum.
Nyeri Kepala
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang Periode 1 Juli - 28 Juli 2013
Pemeriksaan CT Scan dengan Kontras pada pasien dengan Abses CerebriBagian Radiologi RSUD Kota Semarang
30
Merupakan gejala awal pada 20% penderita dengan tumor otak yang
kemudian berkembang menjadi 60%. Nyerinya tumpul dan intermitten. Nyeri
kepala berat juga sering diperhebat oleh perubahan posisi, batuk, maneuver
valsava dan aktivitas fisik. Muntah ditemukan bersama nyeri kepala pada 50%
penderita. Nyeri kepala ipsilateral pada tumor supratentorial sebanyak 80 % dan
terutama pada bagian frontal. Tumor pada fossa posterior memberikan nyeri alih
ke oksiput dan leher.
Perubahan Status Mental
Gangguan konsentrasi, cepat lupa, perubahan kepribadian, perubahan mood
dan berkurangnya inisiatif adalah gejala-gejala umum pada penderita dengan
tumor lobus frontal atau temporal. Gejala ini bertambah buruk dan jika tidak
ditangani dapat menyebabkan terjadinya somnolen hingga koma.
Seizure
Adalah gejala utama dari tumor yang perkembangannya lambat seperti
astrositoma, oligodendroglioma dan meningioma. Paling sering terjadi pada
tumor di lobus frontal baru kemudian tumor pada lobus parietal dan temporal.
Edema Papil
Gejala umum yang tidak berlangsung lama pada tumor otak, sebab dengan
teknik neuroimaging tumor dapat segera dideteksi. Edema papil pada awalnya
tidak menimbulkan gejala hilangnya kemampuan untuk melihat, tetapi edema
papil yang berkelanjutan dapat menyebabkan perluasan bintik buta, penyempitan
lapangan pandang perifer dan menyebabkan penglihatan kabur yang tidak
menetap.
Muntah
Muntah sering mengindikasikan tumor yang luas dengan efek dari massa
tumor tersebut juga mengindikasikan adanya pergeseran otak. Muntah berulang
pada pagi dan malam hari, dimana muntah yang proyektil tanpa didahului mual
menambah kecurigaan adanya massa intrakranial.
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang Periode 1 Juli - 28 Juli 2013
Pemeriksaan CT Scan dengan Kontras pada pasien dengan Abses CerebriBagian Radiologi RSUD Kota Semarang
31
2. Gejala Klinik Lokal
Manifestasi lokal terjadi pada tumor yeng menyebabkan destruksi
parenkim, infark atau edema. Juga akibat pelepasan faktor-faktor ke daerah
sekitar tumor (contohnya : peroksidase, ion hydrogen, enzim proteolitik dan
sitokin), semuanya dapat menyebabkan disfungsi fokal yang reversibel.
Tumor Kortikal
Tumor lobus frontal menyebabkan terjadinya kejang umum yang diikuti
paralisis pos-iktal. Meningioma kompleks atau parasagital dan glioma frontal
khusus berkaitan dengan kejang. Tanda lokal tumor frontal antara lain disartri,
kelumpuhan kontralateral, dan afasia jika hemisfer dominant dipengaruhi.
Anosmia unilateral menunjukkan adanya tumor bulbus olfaktorius.
Tumor Lobus Temporalis
Gejala tumor lobus temporalis antara lain disfungsi traktus kortikospinal
kontralateral, defisit lapangan pandang homonim, perubahan kepribadian,
disfungsi memori dan kejang parsial kompleks. Tumor hemisfer dominan
menyebabkan afasia, gangguan sensoris dan berkurangnya konsentrasi yang
merupakan gejala utama tumor lobus parietal. Adapun gejala yang lain
diantaranya disfungsi traktus kortikospinal kontralateral, hemianopsia/
quadrianopsia inferior homonim kontralateral dan simple motor atau kejang
sensoris.
Tumor Lobus Oksipital
Tumor lobus oksipital sering menyebabkan hemianopsia homonym yang
kongruen. Kejang fokal lobus oksipital sering ditandai dengan persepsi
kontralateral episodic terhadap cahaya senter, warna atau pada bentuk geometri.
Tumor pada Ventrikel Tiga dan Regio Pineal
Tumor di dalam atau yang dekat dengan ventrikel tiga menghambat
ventrikel atau aquaduktus dan menyebabkan hidrosepalus. Perubahan posisi dapat
meningkatkan tekanan ventrikel sehingga terjadi sakit kepala berat pada daerah
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang Periode 1 Juli - 28 Juli 2013
Pemeriksaan CT Scan dengan Kontras pada pasien dengan Abses CerebriBagian Radiologi RSUD Kota Semarang
32
frontal dan verteks, muntah dan kadang-kadang pingsan. Hal ini juga
menyebabkan gangguan ingatan, diabetes insipidus, amenorea, galaktorea dan
gangguan pengecapan dan pengaturan suhu.
Tumor Batang Otak
Terutama ditandai oleh disfungsi saraf kranialis, defek lapangan pandang,
nistagmus, ataksia dan kelemahan ekstremitas. Kompresi pada ventrikel empat
menyebabkan hidrosepalus obstruktif dan menimbulkan gejala-gejala umum.
Tumor Serebellar
Muntah berulang dan sakit kepala di bagian oksiput merupakan gejala
yang sering ditemukan pada tumor serebellar. Pusing, vertigo dan nistagmus
mungkin menonjol.
3. Gejala Lokal yang Menyesatkan (False Localizing Features)
Gejala lokal yang menyesatkan ini melibatkan neuroaksis kecil dari lokasi
tumor yang sebenarnya. Sering disebabkan oleh peningkatan tekanan intrakranial,
pergeseran dari struktur-struktur intrakranial atau iskemi. Kelumpuhan nervus VI
berkembang ketika terjadi peningkatan tekanan intrakranial yang menyebabkan
kompresi saraf. Tumor lobus frontal yang difus atau tumor pada korpus kallosum
menyebabkan ataksia (frontal ataksia) (Mahar, 2000).
2.4.6. DIAGNOSA
Untuk menegakkan diagnosis pada penderita yang dicurigai menderita
tumor otak yaitu melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik neurologik yang teliti.
Dari anamnesis kita dapat mengetahui gejala-gejala yang dirasakan oleh
penderita yang mungkin sesuai dengan gejala-gejala yang telah diuraikan di atas.
Misalnya ada tidaknya nyeri kepala, muntah dan kejang. Sedangkan melalui
pemeriksaan fisik neurologik mungkin ditemukan adanya gejala seperti edema
papil dan deficit lapangan pandang.
2.4.7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang Periode 1 Juli - 28 Juli 2013
Pemeriksaan CT Scan dengan Kontras pada pasien dengan Abses CerebriBagian Radiologi RSUD Kota Semarang
33
- Foto tulang tengkorak, dapat memperlihatkan defisit kalsium yang ada dalam
beberapa tipe tumor. Dapat memperlihatkan perubahan dalam tulang yang
disebabkan oleh sel tumor
- Lumbal pungsi
- EEG
- Mielografi
- Angiografi atau arteriografi
- CT-Brain (Computerized Tomography Scanning Brain)
- MRI (Magnetic Resonance Imaging)
- PET (Position Emission Tomography)
2.4.8. DIAGNOSIS BANDING
Gejala yang paling sering dari tumor otak adalah peningkatan tekanan
intrakranial, kejang dan tanda deficit neurologik fokal yang progresif. Setiap
proses desak ruang di otak dapat menimbulkan gejala di atas, sehingga agak sukar
membedakan tumor otak dengan beberapa hal berikut :
- Abses intraserebral
- Epidural hematom
- Hipertensi intrakranial benigna
- Meningitis kronik
2.4.9. TERAPI
- Tergantung pada banyak faktor, diantaranya : tipe, lokasi, ukuran tumor, umur
os, keadaan umum os
- Metode terapi pada anak-anak berbeda dengan dewasa dan disesuaikan dengan
kebutuhan dari setiap os
- Metode-metode terapi yaitu :
Operasi – craniotomy
Radioterapi
Kemoterapi
- Sebelum diterapi diberikan terlebih dahulu :
Steroid untuk menghilangkan edema otak
Antikonvulsan, untuk mencegah atau mengontrol kejang
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang Periode 1 Juli - 28 Juli 2013
Pemeriksaan CT Scan dengan Kontras pada pasien dengan Abses CerebriBagian Radiologi RSUD Kota Semarang
34
P-V shunt, untuk hydrocephalus
OPERASI
Merupakan terapi yang paling sering dilakukan pada tumor otak. Untuk
mengambil tumor otak, operasi ini disebut kraniotomi. Jika mungkin tumor
diambil semua, tetapi bila tumor tidak dapat diangkat semua tanpa merusak
jaringan otak vital, maka akan diangkat tumor sebanyak-banyaknya. Pengambilan
sebagian tumor dapat menghilangkan gejala dengan mengurangi tekanan pada
otak dan mengurangi ukuran tumor dan terapi dapat dilanjutkan dengan
radioterapi atau kemoterapi
Pada tumor yang tidak dapat diangkat sama sekali, akan dilakukan biopsy
untuk mengetahui tipe sel sehingga dapat membantu untuk memutuskan terapi
yang akan dilakukan, biasanya dilakukan Needle biopsy dengan bantuan CT-Scan
atau MRI untuk mengarahkan ke lokasi yang tepat. Operator membuat lubang
kecil di tulang tengkorak dan menuntun jarum ke tumor, teknik ini disebut
stereotaksis
Radiosurgery stereotactic
Adalah tehnik "knifeless" yang lebih baru untuk menghancurkan tumor otak
tanpa membuka tengkorak. CT scan atau MRI digunakan untuk menentukan
lokasi yang tepat dari tumor di otak. Energi radiasi tingkat tinggi diarahkan ke
tumornya dari berbagai sudut untuk menghancurkan tumornya. Alatnya
bervariasi, mulai dari penggunaan pisau gamma, atau akselerator linier dengan
foton, ataupun sinar proton.
Kelebihan dari prosedur knifeless ini adalah memperkecil kemungkinan
komplikasi pada os dan memperpendek waktu pemulihan. Kekurangannya adalah
tidak adanya sample jaringan tumor yang dapat diteliti lebih lanjut oleh ahli
patologi, serta pembengkakan otak yang dapat terjadi setelah radioterapi.
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang Periode 1 Juli - 28 Juli 2013
Pemeriksaan CT Scan dengan Kontras pada pasien dengan Abses CerebriBagian Radiologi RSUD Kota Semarang
35
Kadang-kadang operasi tidak dimungkinkan. Jika tumor terjadi di batang
otak (brainstem) atau daerah-daerah tertentu lainnya, ahli bedah tidak mungkin
dapat mengangkat tumor tanpa merusak jaringan otak normal. Dalam hal ini os
dapat menerima radioterapi atau perawatan lainnya (Sylvia Anderson, 2006).
RADIOTERAPI
Radioterapi menggunakan X-ray untuk membunuh sel-sel tumor. Sebuah
mesin besar diarahkan pada tumor dan jaringan di dekatnya. Mungkin kadang
radiasi diarahkan ke seluruh otak atau ke syaraf tulang belakang.
Radioterapi biasanya dilakukan sesudah operasi. Radiasi membunuh sel-sel
tumor (sisa) yang mungkin tidak dapat diangkat melalui operasi. Radiasi juga
dapat dilakukan sebagai terapi pengganti operasi. Jadwal pengobatan tergantung
pada jenis dan ukuran tumor serta usia os.
Beberapa bentuk terapi radiasi:
Fraksinasi: Radioterapi biasanya diberikan lima hari seminggu selama beberapa
minggu. Memberikan dosis total radiasi secara periodik membantu melindungi
jaringan sehat di daerah tumor.
Hyperfractionation: Os mendapat dosis kecil radiasi dua atau tiga kali sehari,
bukan jumlah yang lebih besar sekali sehari.
Efek samping dari radioterapi, dapat meliputi: perasaan lelah
berkepanjangan, mual, muntah, kerontokan rambut, perubahan warna kulit
(seperti terbakar) di lokasi radiasi, sakit kepala dan kejang (gejala nekrosis
radiasi).
KEMOTERAPI
Kemoterapi, yaitu penggunaan satu atau lebih obat-obatan untuk
membunuh sel-sel kanker. Kemoterapi diberikan secara oral atau dengan infus
intravena ke seluruh tubuh. Obat-obatan biasanya diberikan dalam 2-4 siklus
yang meliputi periode pengobatan dan periode pemulihan.
Dua jenis obat kemoterapi, yaitu: temozolomide (Temodar) dan
bevacizumab (Avastin), baru-baru ini telah mendapat persetujuan untuk
pengobatan glioma ganas. Mereka lebih efektif, dan memiliki efek samping lebih
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang Periode 1 Juli - 28 Juli 2013
Pemeriksaan CT Scan dengan Kontras pada pasien dengan Abses CerebriBagian Radiologi RSUD Kota Semarang
36
sedikit jika dibandingkan dengan obat-obatan kemo versi lama. Temozolomide
memiliki keunggulan lain , yaitu bisa secara oral.
Untuk beberapa os dengan kasus kanker otak kambuhan, ahli bedah
biasanya melakukan operasi pengangkatan tumor dan kemudian melakukan
implantasi wafer yang mengandung obat kemoterapi. Selama beberapa minggu,
wafer larut, melepaskan obat ke otak. Obat tersebut kemudian membunuh sel
kankernya.
BIOLOGICAL TERAPI
Merupakan cara baru untuk mengobati tumor otak dan masih dalam
penelitian. Cara ini menggunakan prinsip meningkatkan system imun tubuh untuk
melawan penyakit
REHABILITASI
- Merupakan bagian yang sangat penting pada bagian terapi
- Tergantung pada kebutuhan os dan bagaimana tumor mempengaruhi aktivitas
kerja
- Occupational terapi, untuk mengatasi kesulitan dalam aktivitas untuk kehidupan
sehari-hari seperti makan, mandi, berpakaian dan pergi ke toilet
- Physical terapi terutama pada lengan yang lemah atau paralyse dan pada
gangguan keseimbangan
- Speech terapi terutama pada os dengan gangguan bicara.
2.4.10. PROGNOSA
Prognosa sering ditentukan oleh kecepatan dan ketepatan diagnosa. Juga
tergantung pada diagnosa, tipe, derajat tumor, lokasi tumor, metastasis atau tidak,
umur os, keadaan umum os, seberapa banyak tumor mempengaruhi aktivitas os.
2.5 TUBERCULOMA
2.5.1 DEFINISI
Tuberculoma intrakranial adalah suatu massa seperti tumor yang berasal
dari penyebaran secara hematogen lesi tuberkulosa pada bagian tubuh yang lain
terutama dari paru. Tuberkuloma sering multiple dan paling banyak berlokasi
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang Periode 1 Juli - 28 Juli 2013
Pemeriksaan CT Scan dengan Kontras pada pasien dengan Abses CerebriBagian Radiologi RSUD Kota Semarang
37
pada fosa posterior pada anak dan orang dewasa tetapi dapat juga pada hemisfer
serebri (Dorlan, 2002)
Pada CT Scan terlihat gambaran granuloma tuberkulosa merupakan low
attenuation dengan kontras yang meningkat pada kapsulnya. Biasanya dikelilingi
oedema dan lesi dapat multiple. Pada tuberkuloma kadang terdapat kalsifikasi.
Diagnosa preoperative biasanya diapresiasikan hanya setelah pengenalan focus
tuberkulosa pada tempat lain ditubuh.
2.5.2. ETIOLOGI
Tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, sejenis kuman
yang berbentuk batang dengan ukuran panjang 1 – 4 μm dan tebal 0,3 – 0,6 μm
dan digolongkan dalam basil tahan asam (BTA).
2.5.3. EPIDEMIOLOGI
Pada awal abad 20, tuberculoma pada Central Nervus System (CNS)
merupakan 34 % dari semua lesi massa intrakranial diidentifikasi pada otopsi.
Rasio ini ditemukan sekitar 0,2 % di semua tumor otak yang dibiopsi antara tahun
1955 dan 1980 pada lembaga neurologis pada negara maju. Frekuensi
keterlibatan CNS berdasarkan literature berkisar dari 0,5 % sampai 5,0 %, dan
banyak ditemukan pada Negara berkembang. Manifestasi yang sering dari
tuberculosis CNS adalah tuberculosis meningitis, diikuti oleh tuberkuloma dan
abses tuberculosis.
Tuberkuloma ditemukan hanya 15% sampai 30% dari kasus tuberkulosis
CNS dan kebanyakan terjadi pada hemisfer. Sejauh ini berdasarkan literatur
hanya empat kasus yang dilaporkan terjadi pada sinus kavernosus. Lokasi yang
jarang lainnya adalah pada area sellar, sudut cerebellopontin, Merckel’s cave,
sisterna suprasellar, region hypothalamus. Tuberkuloma yang berlokasi pada
sisterna prepontin belum ada laporan berdasarkan literatur. Walaupun
tuberculoma biasanya lebih banyak pada negara berkembang dapat juga
meningkat pada negara maju dalam kaitan dengan efek infeksi HIV dari
tampakan klinis TBC (Yanardag et al, 2005). Tuberkuloma central nervous
system (CNS) berhubungan dengan morbiditas dan mortlitas, meskipun terdapat
metode dan deteksi serta pengobatan modern.
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang Periode 1 Juli - 28 Juli 2013
Pemeriksaan CT Scan dengan Kontras pada pasien dengan Abses CerebriBagian Radiologi RSUD Kota Semarang
38
2.5.4. PATOGENESIS
Cara penularan TB yang paling banyak ialah melalui saluran napas,
meskipun cara lain masih mungkin. Kuman TB yang masuk alveol akan
ditangkap dan dicerna oleh makrofag. Bila kuman virulen, ia akan berbiak dalam
makrofag dan merusak makrofag. Makrofag yang rusak mengeluarkan bahan
kemotaksik yang menarik monosit (makrofag) dari peredaran darah dan
membentuk tuberkel kecil. Aktivasi makrofag yang berasal dari darah dan
membentuk tuberkel ini dirangsang oleh limfokin yang dihasilkan dari sel T
limfosit. Kuman yang berada di alveol membentuk fokus Ghon, melalui saluran
getah bening kuman akan mencapai kelenjar getah bening di hilus dan
membentuk fokus lain (limfadenopati). Fokus Ghon bersama dengan
limfadenopati hilus disebut primer kompleks dan Ranke. Selanjutnya kuman
menyebar melalui saluran limfe dan pembuluh darah dan tersangkut di berbagai
organ tubuh. Jadi TB primer merupakan suatu infeksi sistemik. Pada saat
terjadinya bakteremia yang berasal dari focus infeksi, TB primer terbentuk
beberapa tuberkel kecil pada meningen atau medula spinalis. Tuberkel dapat
pecah dan memasuki cairan otak dalam ruang subarachnoid dan sistim ventrikel,
menimbulkan meningitis dengan proses patologi berupa :
1) Keradangan cairan serebrospinal. meningen yang berlanjut menjadi
araknoiditis, hidrosefalus dan gangguan saraf pusat
2) Vaskulitis dengan berbagai kelainan serebral, antara lain infark dan edema
vasogenik.
3) Ensefalopati atau mielopati akibat proses alergi.
Gambaran klinis penderita dibagi menjadi 3 fase. Pada fase permulaan
gejalanya tidak khas, berupa malaise, apati, anoreksia, demam, nyeri kepala.
Setelah minggu kedua, fase meningitis dengan nyeri kepala, mual, muntah dan
mengantuk (drowsiness). Kelumpuhan saraf knanial dan hidrosefalus terjadi
karena eksudat yang mengalami organisasi, dan vaskulitis yang menyebabkan
hemiparesis atau kejangkejang yang juga dapat disebabkan oleh proses
tuberkuloma intrakranial. Pada fase ketiga ditandai dengan mengantuk yang
progresif sampai koma dan kerusakan fokal yang makin berat.
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang Periode 1 Juli - 28 Juli 2013
Pemeriksaan CT Scan dengan Kontras pada pasien dengan Abses CerebriBagian Radiologi RSUD Kota Semarang
39
Tuberkulosis adalah penyakit airbone disebabkan oleh bakteri
“Mycobacterium tuberculosis” dua proses patogenik TB pada CNS adalah
meningoencephalitis dan formasi granuloma (tuberkel). Proses patologi dimulai
dengan formasi pada basil, berisi tuberkel kaseosa (focus kaya) dalam parenkim
otak (Lee, 2002).
Tuberkel bisa tumbuh, mendesak atau menginfiltrasi jaringan sekitarnya
dan menimbulkan gejala yang tergantung pada lokasi, kecepatan tumbuh serta
reaksi radang di sekitarnya, Lesi ini bila bersifat lokal, tuberkel dapat membesar
sampai ke bentuk ukuran tuberkuloma, khususnya jika tersebut kaya focus
didalamnya dan kekuatan regangnya lebih baik daripada jaringan sekitarnya.
Tuberkel juga dapat tersebar, infiltrasi sebagai granulomata. Sebagai alternative
fokus kaya tersebut dapat rupture dan menyebabkan perkembangan
meningioencephalitis (Lee, 2002).
2.5.5. GEJALA KLINIS
Gejala klinisnya serupa dengan tumor intrakranial, dengan adanya
peningkatan tekanan intracranial, tanda neurologic fokal, dan kejang epileptic,
symptom sistemik dari tuberculosis seperti demam, lesu dan keringat berlebihan,
terjadi kurang dari 50% dari kasus.
Pada tuberkuloma intrakranial, selain terdapat gejala kenaikan tekanan
intrakranial akibat proses desak ruang juga menimbulkan gejala meningitis,
sering disertai TB pada organ lain. Manifestasi klinis dari tuberkuloma
intrakranial adalah proses desak ruang (20% dari proses desak ruang disebabkan
oleh tuberkuloma intrakranial). Gejala yang terjadi akibat dan edema otak, dan ini
merupakan indikasi untuk pemberian kortikosteroid.
Kemoterapi anti tuberkulosis harus segera diberikan pada penderita yang
diduga TB milier tanpa harus menunggu ditemukannya kuman (BTA).
Penggunaan kortikosteroid pada TB miller dapat menyebabkan tuberkel menjadi
kecil dan sangat efektif untuk mengurangi sesak napas yang kadang-kadang
dijumpai padaTB milier, serta untuk mengontrol edema otak.
2.5.6. DIAGNOSIS
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang Periode 1 Juli - 28 Juli 2013
Pemeriksaan CT Scan dengan Kontras pada pasien dengan Abses CerebriBagian Radiologi RSUD Kota Semarang
40
Penemuan infeksi sistemik dan laboratorium umum yang berhubungan
dengan infeksi dapat tidak ditemukan, karena basil tuberculosis tidak selalu jelas
pada CSF dan bahkan pada massa yang diambil, maka dari itu hasil yang negative
dari pemeriksaan bekteri tidak menyingkirkan kemungkinan infeksi tuberculosis.
Neuroradiological imaging dengan CT and MRI mempunyai sensitifitas
yang tinggi untuk tuberkuloma, tetapi spesifitas untuk diagnose defenifnya rendah
(Yanardag et al, 2005).
Pada CT Scan sesudah pemberian kontras, tuberkuloma memberi gambaran
sebagai:
1) Lesi berbentuk cincin dengan area hipodens/isodens di tengah dan dinding
yang menyerap kontras.
2) Lesi berbentuk nodul/plaque yang menyerap kontras. Tanpa kontras, lesi pada
umumnya hipodens/isodens, pada beberapa kasus didapatkan kalsifikasi.
Gambaran tuberkuloma pada CT Scan sukar dibedakan dengan tumor, abses atau
granuloma kronik.
A B
Gambar 4. CT Scan Otak
Gambar A, tanpa kontras menunjukan pergeseran dari ventrikel,
Gambar B, dengan kontras tampak sebagai lesi space-occupying
lesions,dari cerebellum kiri
MRI mempunyai peranan penting dalam diagnose tuberkuloma intracranial.
Pada MRI, gambar T1-weighted MR dapat menunjukan area hypo- or isointensity
dan T2-weighted images dapat menunjukan hypointense, isointense atau central
hyperintense zone dikelilingi hypointense rim. Maka biasanya misdiagnosis
dengan meningioma, neurinoma, even with metastasis. Saat ini dilaporkan bahwa
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang Periode 1 Juli - 28 Juli 2013
Pemeriksaan CT Scan dengan Kontras pada pasien dengan Abses CerebriBagian Radiologi RSUD Kota Semarang
41
proton magnetic resonance spectroscopy membedakan tuberculomas dari
kelainan intra cranial lainnya intracranial (Yanardag et al, 2005).
A B
C D
Gambar 5. Magnetic resonance imaging pada otak;
(a ,b) T2-weighted images; and (c,d) post-gadolinium T1-weighted
Gambar menunjukan 3 lapis dari tuberkuloma otak.meliputi central,
isodense, caseous, necrotic core
Meskipun demikian tumor metastase seperti malignant gliomas,
meningiomas, dan neurocysticercosis dapat menunjukan gambaran yang mirip
pada CT maupun MRIM (Lee, 2002).
Beberapa penulis berpendapat bahwa tuberkuloma dapat dipastikan bila
pada serial CT Scan atau serial Magnetic Resonance Imaging (MRI) lesi
menghilang sesudah mendapat terapi obat antituberkulosis (OAT) (Mulyono &
Santoso, 1997). CNS tuberculosis umumnya adalah aktivasi inisial infeksi setelah
beberapa tahun. Maka lesi yang terlihat pada radiografi dada ditujukan untuk
gejala sisa tuberculosis dan hasil serologis diperlukan pada kecurigaan
tuberkuloma dalam periode preoperative. Jika kecurigaan kuat diagnosanya
adalah tuberkuloma pengobatan dengan agen tuberculosis dapat lebih dipakai
untuk intervensi pembedahan dan regresi pada lesi diikuti secara teratur dapat
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang Periode 1 Juli - 28 Juli 2013
Pemeriksaan CT Scan dengan Kontras pada pasien dengan Abses CerebriBagian Radiologi RSUD Kota Semarang
42
mengkonfirmasi hasil diagnosis. Tetapi dalam beberapa kasus khusus, biopsy
dapat mencegah kesalahan diagnosis pada lesi (contoh: meningioma) dan
mencegah os dari efek berbahaya yang tidak diperlukan dari pengobatan
(misalnya radioterapi), sebagai akibat dari lokasi yang tidak biasa dari
tuberkuloma dan kemampuan untuk meniru lesi yang sering pada CNS,
menyebabkan kesalahan diagnosis preoperatif (Yanardag et al, 2005).
Diagnosis pasti tuberkuloma ditegakkan dengan operasi (Mulyono &
Santoso, 1997). Pemeriksaan histologi akan mengungkapkan suatu tuberkuloma.
2.5.7. PENATALAKSANAAN
Pengobatan TB menurut WHO (1993), disesuaikan dengan kategori
penyakitnya. Untuk penderita baru TB paru dengan sputum BTA(+), TB
ekstrapulmonal yang berat seperti meningitis TB, disseminated tuberculosis, atau
TB paru yang luas dengan sputum BTA (–) dimasukkan ke dalam kategori I,
dianjurkan pemberian INH (H), Rifampisin (R), Pirasinamid (Z) dan Streptomisin
(S) atau Etambutol (E). Fase awal diberikan 2HRZ S(E). Obat HRZ S(E)
diberikan tiap hari selama 2 bulan (8 minggu). Bila fase ini telah selesai dan
hapusan sputum negatif, diteruskan dengan fase lanjutan, tetapi bila hapusan
sputum positif, terapi ditambah 2-4 minggu, diteruskan dengan fase lanjutan.
Pada fase lanjutan diberikan 4HR atau 4H3R3. Obat HR diberikan tiap hari atau 3
kali seminggu selama 4 bulan. Untuk penderita meningitis TB, TB milier atau
dengan kelaian neurologis HR harus diberikan setiap hari selama 6-7 bulan (total
8-9 bulan). Tuberkuloma yang kecil (<2 cm) dapat sembuh dengan terapi
medisinal dalam 10 minggu, lesi yang lebih besar memerlukan eksisi. Dengan CT
Scan dapat terdeteksi lesi kecil (2-3 mm) dan dapat diterapi medisinal sehingga
mengurangi morbiditas dan mortalitas akibat operasi (Santoso & mulyono, 1997).
Pengobatan optimal adalah excise tuberkuloma, jika tersebut merupakan region
yang dapat di akses dan kemoterapi antituberkulosa.
2.5.8. KESIMPULAN
Tuberkulosis merupakan penyakit endemi di negara berkembang dan 30%
dari space occupation lesi adalah tuberkuloma. Tuberculoma intrakranial berasal
dari penyebaran secara hematogen dari lesi tuberkulosa pada bagian tubuh yang
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang Periode 1 Juli - 28 Juli 2013
Pemeriksaan CT Scan dengan Kontras pada pasien dengan Abses CerebriBagian Radiologi RSUD Kota Semarang
43
lain terutama dari paru. Gejala klinisnya serupa dengan tumor intrakranial,
dengan adanya peningkatan tekanan intracranial, tanda neurologic fokal, dan
kejang epileptic, symptom sistemik dari tuberculosis seperti demam, lesuh dan
keringat berlebihan, terjadi kurang dari 50% dari kasus. Diagnosis Tuberkoloma
intra cranial meliputi penemuan infeksi sistemik dan laboratorium umum
Neuroradiological imaging dengan CT and MRI (mempunyai sensitifitas yang
tinggi untuk tuberkuloma, tetapi spesifitas untuk diagnose defenifnya rendah),
radiografi dada, serologis, biopsy. Diagnosis pasti tuberkuloma ditegakkan
dengan operasi dan pemeriksaan histologi akan mengungkapkan suatu
tuberkuloma. Pengobatan optimal adalah excise tuberkuloma, jika tersebut
merupakan region yang dapat di akses dan kemoterapi antituberkulosa.
2.6. ASTROSITOMA
2.6.1. DEFINISI
Astrositoma merupakan jenis tumor otak yang mempunyai batasan yang
jelas, berwarna abu-abu putih,tumbuh infiltrat meluas dan merusak jaringan otak
dibawahnya (Dorlan, 2002).
2.6.2. DERAJAT
WHO membagi diagnosis derajat astrositoma menjadi 4 bagian, yaitu : (4)
1. Derajat I : Juvenila Pilocytic Astrocytoma (JPA)
2. Derajat II : Low-grade Astrocytoma
3. Derajat III : Analplastic Astrocytoma
4. Derajat IV : Glioblastoma Multiforme (GBM)
2.6.3.ETIOLOGI
Sejumlah penelitian epidemiologi belum berhasil menentukan faktor
penyebab terjadinya tumor otak, terkecuali pemaparan terhadap sinar- X. Anak-
anak dengan leukemia limfositik akut yang menerima radioterapi profilaksis pada
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang Periode 1 Juli - 28 Juli 2013
Pemeriksaan CT Scan dengan Kontras pada pasien dengan Abses CerebriBagian Radiologi RSUD Kota Semarang
44
susunan saraf pusat akan meningkatkan resiko untuk menderita astrositoma,
bahkan glioblastoma. Tumor ini juga dihubungkan dengan makanan yang banyak
mengandung senyawa nitroso (seperti nitosurea, nitrosamine, dan lain-lain). Saat
ini penelitian yang menghubungkan tumor jenis ini dengan kerentanan genetik
tertentu terus dikembangkan. Tumor ini sering dihubungkan dengan berbagai
sindroma seperti Li-Fraumeni Syndrome, mutasi Germline p53, Turcot Syndrome,
dan neurofibromatosis tipe 1 (NF-1).
2.6.4.PATOFISIOLOGI
Astrositoma adalah kelompok tumor SSP primer yang tersering.
Astrositoma adalah sekelompok neoplasma heterogen yang berkisar dari lesi
berbatas tegas tumbuh lambat seperti astrositoma pilositik hingga neoplasma
infiltratif, yang sangat ganas seperti glioblastoma multiform. Astrositoma fibriler
(difus) mempunyai pertumbuhan yang infiltratif. Meskipun paling sering
ditemukan pada orang dewasa, tumor ini dapat timbul pada semua usia. Tumor
tipe ini paling sering ditemukan pada hemisferium serebri meskipun dapat
ditemukan dimana saja pada SSP. Astrositoma pilositik lebih sering terjadi pada
anak meskipun dapat timbul pada semua usia. Tempat yang paling sering terkena
adalah serebelum, ventrikel ketiga, dan saraf optikus, tetapi seperti pada kasus
astrositoma fibrilar (difus), semua bagian SSP dapat terkena (Iskandar, 2003).
Astrositoma menginfiltrasi otak dan sering berkaitan dengan kista dalam
berbagai ukuran. Walaupun menginfiltrasi jaringan otak, efeknya pada fungsi
otak hanya sedikit sekali pada permulaan penyakit. Pada umumnya, astrositoma
tidak bersifat ganas walaupun dapat mengalami perubahan keganasan menjadi
glioblastoma, suatu astrositoma yang sangat ganas. Tumor-tumor ini pada
umumnya tumbuh lambat. Oleh karena itu, penderita sering tidak datang berobat
walaupun tumor sudah berjalan bertahun-tahun sampai timbul gejala.
Astrositoma merupakan tumor yang berpotensi tumbuh menjadi invasif,
progresif, dan menimbulkan berbagai gejala klinik. Tumor ini akan menyebabkan
penekanan pada jaringan otak sekitarnya, invasi dan destruksi pada parenkim
otak. Fungsi parenkim akan terganggu karena hipoksia arterial dan vena, terjadi
kompetisi pengambilan nutrisi, pelepasan produk metabolisme, serta adanya
pengaruh pelepasan mediator radang sebagai akibat lanjut dari hal diatas. Efek
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang Periode 1 Juli - 28 Juli 2013
Pemeriksaan CT Scan dengan Kontras pada pasien dengan Abses CerebriBagian Radiologi RSUD Kota Semarang
45
massa yang ditimbulkan, dapat menimbulkan gejala defisit neurologis fokal
berupa kelemahan suatu sisi tubuh, gangguan sensorik, parese/kelemahan nervus
kranialis atau bahkan kejang.
Astrositoma derajat rendah yang merupakan grade II klasifikasi WHO, akan
tumbuh lebih lambat dibandingkan dengan bentuk yang maligna. Tumor doubling
time untuk astrositoma tingkat rendah kira-kira lebih lambat dari astrositoma
anaplastik (grade III astrocytoma). Sering dibutuhkan beberapa tahun sejak
munculnya gejala hingga diagnosa astrositoma derajat rendah ditegakkan kira-
kira sekitar 3,5 tahun.
2.6.5. GEJALA KLINIK
Astrositoma, secara umum dan yang paling banyak dipakai, menurut World
Health Organization dibagi didalam beberapa tipe dan grade:
Astrositoma Pilositik (Grade I)
Tumbuh lambat dan jarang menyebar ke jaringan disekitarnya. Tumor ini
biasa terjadi pada anak-anak dan dewasa muda. Mereka dapat disembuhkan
secara tuntas dan memuaskan. Namun demikian, apabila mereka menyerang pada
tempat yang sukar dijangkau, masih dapat mengancam hidup.
Astrositoma Difusa (Grade II)
Tumbuh lambat, namun menyebar ke jaringan sekitarnya. Beberapa dapat
berlanjut ke tahap berikutnya. Kebanyakan terjadi pada dewasa muda.
Astrositoma Anaplastik (Grade III)
Sering disebut sebagai astrositoma maligna. Tumbuh dengan cepat dan
menyebar ke jaringan sekitarnya. Sel-sel tumornya terlihat berbeda dibanding
dengan sel-sel yang normal. Rata-rata os yang menderita tumor jenis ini berumur
41 tahun.
Gliobastoma multiforme (Grade IV)
Tumbuh dan menyebar secara agresif. Sel-selnya sangat berbeda dari yang
normal. Menyerang pada orang dewasa berumur antara 45 sampai 70 tahun.
Tumor ini merupakan salah satu tumor otak primer dengan prognosis yang sangat
buruk.
Kejang umum merupakan manifestasi utama yang seringkali dijumpai,
walaupun secara retrospektif dapat dijumpai gangguan-gangguan lain terlebih
dahulu seperti kesulitan berbicara, perubahan sensibilitas, dan gangguan
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang Periode 1 Juli - 28 Juli 2013
Pemeriksaan CT Scan dengan Kontras pada pasien dengan Abses CerebriBagian Radiologi RSUD Kota Semarang
46
penglihatan. Pada tumor low grade astrositoma kejang-kejangdijumpai pada 80%
kasus dibandingkan high grade sebesar 30%. Jika dibandingkan dengan
astrocytoma anaplastic, gejala awal berupa kejang lebih jarang dijumpai. Gejala
lainnya adalah meningginya tekanan intracranial sebagai akibat dari pertumbuhan
tumor yang dapat menimbulkan edema vasogenik. Os mengalami keluhan-
keluhan sakit kepala yang progresif, mual, muntah-muntah, mengantuk, dan
gangguan penglihatan. Akibat peninggian tekanan intrakranial menimbulkan
hidrosefalus. Semakin bertumbuhnya tumor gejala-gejala yang ditemukan sangat
bergantung dari lokasi tumor. Tumor supratentorial dapat menyebabkan
gangguan motorik dan sensitivitas, hemianopsia, afasia, atau kombinasi gejala-
gejala. Sedangkan tumor fossa posterior dapat menimbulkan kombinasi dari
gejala-gejala kelumpuhan saraf kranial, disfungsi serebeler dan gangguan
kognitif.
2.6.6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Computed Tomography Scan (CT- Scan)
A. Astrositoma Tingkat Rendah
Dapat memperlihatkan gambaran hipodens dengan bentuk yang ireguler
dan tepinya bergerigi. Astrositoma yang lain berbentuk bulat atau oval dengan
tepi yang tegas yang dapat disertai dengan kista. Adanya tumor kistik akan lebih
nyata bila ditemukan fluid level di dalam lesi atau adanya kebocoran kontras
media ke dalam tumornya. Kalsifikasi tampak pada 81% dan efek masa tampak
pada 50%. Enhancement terlihat pada 50%, biasanya merata dan tidak tajam.(9)
B. Astrositoma Anaplastik
CT polos, tampak sebagai gambaran hipodens atau densitas campuran yang
heterogen. Enhancement media kontras tampak pada 78%, dapat berupa
gambaran lesi yang homogen, noduler atau pola cincin yang kompleks.
C. Glioblastoma multiforme
Tampak gambaran yang tidak homogen, sebagian massa hipodens, sebagian
hiperdens dan terdapat gambaran nekrosis sentral. Tampak penyangatan pada tepi
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang Periode 1 Juli - 28 Juli 2013
Pemeriksaan CT Scan dengan Kontras pada pasien dengan Abses CerebriBagian Radiologi RSUD Kota Semarang
47
lesi sehingga memberikan gambaran seperti cincin dengan dinding yang tidak
teratur.
2. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Pada MRI penampakan tumor pada potongan axial dan sagital ialah metode
pilihan pada kasus-kasus curiga astrositoma. MRI memberikan garis batas tumor
lebih akurat dibandingkan dengan CT Scan, dan MRI Scan yang teratur dapat
dilakukan sebagai kontrol pasca penatalaksanaan. Dengan CT Scan, Astrositoma
biasanya terlihat sebagai daerah dengan peningkatan densitas dan menunjukkan
peningkatan setelah penginfusan dari bahan kontras. Pergeseran struktur-struktur
garis tengah dan penipisan daripada dinding ventrikel lateralis di sisi tumor dapat
terlihat.
3. Gambaran Histopatologi
Terdapat empat variasi gambaran histopatologi low grade astrocytoma
antara lain, astrositoma protoplasmik,umumnya terdapat pada bagian korteks
dengan sel-sel yang banyak mengandung sitoplasma. Bentuk ini mencakup 28%
dari jenis astrositoma yang menginfiltrasi ke parenkim sekitarnya, astrositoma
gemistositik, sering ditemukan pada hemisfer serebral orang dewasa terdiri dari
sel bundar yang besar dengan sitoplasma eosinofilik dan eksentrik. Bentuk ini
mencakup 5-10% dari glioma hemisfer, astrositoma fibrilar, merupakan bentuk
yang paling sering ditemukan dan berasal dari massa putih serebral dengan sel
yang berdiferensiasi baik berbentuk oval dan kecil. Tumor ini ditandai dengan
jumlah sel yang meningkat dengan gambaran latar belakang yang fibriler. Untuk
melihat gambaran fibriller ini dapat digunakan glial fibrillary acidic protein
(GFAP) dan campuran (Robins, Kumar, 2002).
2.6.7. PENATALAKSANAAN
1. Konservatif
Biasanya, astrositoma anaplastik ditangani dengan operasi, radioterapi, dan
temozolomide adjuvan. Beberapa praktisi menambahkan temozolomide secara
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang Periode 1 Juli - 28 Juli 2013
Pemeriksaan CT Scan dengan Kontras pada pasien dengan Abses CerebriBagian Radiologi RSUD Kota Semarang
48
bersamaan, meskipun tidak ada data dari percobaan terkontrol yang ada untuk
mendukung temozolomide bersamaan.
Astrositoma anaplastik biasanya lebih responsif terhadap kemoterapi
dibandingkan glioblastoma. Untuk astrositoma anaplastik berulang yang
sebelumnya diobati dengan nitrosoureas, temozolomide menunjukkan tingkat
respons 35% dan dibandingkan dengan terapi dengan tingkat respon yang lebih
rendah, temozolomide memberikan peningkatan harapan hidup 6-bulan ( 31% –
46%).
Pasien dengan astrositoma dan riwayat kejang harus menerima terapi
antikonvulsan dengan monitoring konsentrasi obat dalam aliran darah.
Penggunaan antikonvulsan profilaksis pada os astrositoma tanpa riwayat kejang
telah dilaporkan tetapi masih kontroversial.
Penggunaan kortikosteroid, seperti deksametason, dapat mempercepat
pengurangan efek massa tumor pada kebanyakan os sekunder. Profilaksis untuk
ulkus gastrointestinal pemberian resep harus bersamaan dengan kortikosteroid.
Antikonvulsan
Agen ini mencegah terulangnya kejang dan mengakhiri aktivitas kejang klinis
(Kennedy, 2011).
Levetiracetam (Keppra)
Digunakan sebagai terapi tambahan untuk kejang parsial dan kejang
mioklonik. Juga diindikasikan untuk primer umum tonik-klonik. Mekanisme
tindakan tidak diketahui.
Phenytoin (Dilantoin)
Efektif dalam parsial dan umum tonik-klonik. Blok saluran natrium dan
mencegah penghambatan aksi potensial repetitif.
Carbamazepine (Tegretol)
Mirip dengan fenitoin. Efektif dalam parsial dan umum tonik-klonik. Blok
saluran natrium dan mencegah penghambatan aksi potensial repetitif.
Kortikosteroid
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang Periode 1 Juli - 28 Juli 2013
Pemeriksaan CT Scan dengan Kontras pada pasien dengan Abses CerebriBagian Radiologi RSUD Kota Semarang
49
Obat ini mengurangi edema sekitar tumor, sering mengarah pada perbaikan
gejala dan obyektif.
Deksametason (Decadron, AK-Dex, Alba-Dex, Dexone, Baldex)
Tindakan mekanisme postulasi pada tumor otak termasuk penurunan
permeabilitas pembuluh darah, efek sitotoksik pada tumor, penghambatan
pembentukan tumor, dan penurunan produksi CSF.
2. Operatif
Peran dari operasi pada os dengan astrositoma adalah untuk mengangkat
tumor dan untuk menyediakan jaringan untuk diagnosis histologis,
memungkinkan menyesuaikan terapi adjuvan dan prognosis.
Teknik biopsi adalah cara aman dan metode sederhana untuk menetapkan
diagnosis jaringan. Penggunaan biopsi dapat dibatasi oleh sampel gagal dan risiko
biopsi oleh perdarahan intraserebral. Pengalihan CSF dengan drainase ventrikel
eksternal (EVD) atau shunt ventriculoperitoneal (VPS) mungkin diperlukan untuk
mengurangi tekanan intrakranial sebagai bagian dari manajemen non-operative
atau sebelum terapi bedah definitif jika desertai dengan hidrosefalus.
Reseksi total astrositoma sering tidak mungkin karena tumor sering
menyerang ke wilayah fasih otak dan menunjukkan infiltrasi tumor yang hanya
terdeteksi pada skala mikroskopis. Oleh karena itu, reseksi bedah hanya
menyediakan manfaat kelangsungan hidup yang lebih baik dan diagnosis
histologis tumor daripada menawarkan penyembuhan. Namun, kraniotomi untuk
reseksi tumor dapat dilakukan dengan aman dan umumnya dilakukan dengan
maksud untuk menyebabkan cedera neurologis paling mungkin untuk os. Reseksi
total ( > 98% berdasarkan volumetrik MRI ) ditujukan untuk meningkatkan
harapan hidup rata-rata dibandingkan dengan reseksi subtotal ( 8,8 – 13 bulan).
2.6.8. KOMPLIKASI
Meskipun cedera neurologis (berpotensi merugikan) dan kemungkinan
kematian tetap ada, tindakan bedah untuk astrositoma tetap harus
dipertimbangkan untuk mengurangi massa tumor dan untuk menghindari cedera
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang Periode 1 Juli - 28 Juli 2013
Pemeriksaan CT Scan dengan Kontras pada pasien dengan Abses CerebriBagian Radiologi RSUD Kota Semarang
50
saraf permanen. Defisit neurologis sementara karena peradanganan lokal atau
luka mungkin terjadi, tetapi sering membaik setelah fisioterapi dan rehabilitasi.
2.6.9. PROGNOSIS
Harapan hidup setelah tindakan operatif dan radioterapi dapat
menguntungkan bagi astrositoma grade rendah. Bagi os yang menjalani operasi,
prognosis tergantung pada perkembangan neoplasma, apakah berkembang
menjadi lesi yang lebih ganas atau tidak. Untuk lesi grade rendah, waktu harapan
hidup setelah tindakan bedah dirata-ratakan mencapai 6-8 tahun.
Dalam kasus astrositoma anaplastik, perbaikan keadaan umum atau
stabilisasi dapat ditentukan setelah reseksi bedah dan radioerapi, dan rata-rata 60
– 80% os dapat melanjutkan hidupnya dengan optimal. Faktor-faktor seperti
semangat hidup, status fungsional, tingkat pembedahan, dan radioterapi yang
memadai juga mempengaruhi harapan hidup pasca operasi.
Laporan terakhir menunjukkan bahwa radioterapi tumor yang direseksi
tidak sempurna meningkatkan 5 tahun harapan hidup pasca operasi 0-25% untuk
tingkat rendah astrocytomas dan 2-16% untuk astrositomas anaplastik.
Selanjutnya tingkat harapan hidup rata-rata os dengan astrositoma anaplastik
yang menjalani reseksi dan radioterapi telah dilaporkan dua kali lipat lebih baik
dari os yang hanya menerima terapi operatif tanpa radioterapi (2,2 – 5 tahun).
2.7. METASTASIS OTAK
Metastasis otak adalah penyebaran kanker dari tempat asalnya (Kanker Paru
dan Kanker Payudara) ke Otak. Metastasis dapat terjadi secara limfogen,
hematogen, dan perkontuitatum. Gejala metastasis otak adalah sakit kepala,
kejang dan vertigo, nyeri tulang, pembengkakan hati dan kuning, batuk darah dan
sesak napas. Pada awal metastasis umumnya tidak dirasakan nyeri. Kanker Paru
menjadi penyebab tersering metastasis otak. Di antara pasien dengan kanker paru-
paru yang bertahan selama lebih dari 2 tahun, 80% terjadi metastasis Otak
( Adams and Victors, 2002).
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang Periode 1 Juli - 28 Juli 2013
Pemeriksaan CT Scan dengan Kontras pada pasien dengan Abses CerebriBagian Radiologi RSUD Kota Semarang
51
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 ANAMNESIS
3.1.1 Identitas
Nama : Tn. Muslih
Umur : 60 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Alamat : Muntuksari RT 02 / RW 04 Kecamatan Tembalang
Agama : Islam
Pekerjaan : Petani
No. CM : 033510
Tanggal Masuk : 8 Juli 2013
Autoanamnesis dan alloanamnesis dilakukan dengan pasien dan anaknya pada
tanggal 8 Juli 2013 pukul 11.00 WIB
3.1.2 Keluhan Utama : Nyeri Kepala
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang Periode 1 Juli - 28 Juli 2013
Pemeriksaan CT Scan dengan Kontras pada pasien dengan Abses CerebriBagian Radiologi RSUD Kota Semarang
52
3.1.3 Riwayat Penyakit Sekarang :
± 1 Tahun yang lalu pasien mulai merasakan nyeri pada kepalanya. Nyeri
bersifat berdenyut dan kencang seperti mau pecah. Hal ini di awali pertama kali
saat pasien sedang mencangkul disawah, tiba-tiba nyeri kepala muncul hingga
membuat pasien terjatuh karena kesakitan. Pasien lalu membeli obat di warung
yang dikonsumsinya selama 4 hari. Nyeri kepala berangsur-angsur membaik jika
diminumi obat. Keluhan lain yang dirasakan oleh pasien adalah batuk sudah 2
tahun ini. Batuk berdahak berwarna putih kental, dan mengeluarkan dahak ± 2
sendok makan setiap kali batuk, terkadang batuk sesekali disertai darah.
±2 minggu yang lalu pasien kembali merasakan nyeri kepala yang dahsyat
saat sedang bekerja sekitar pukul 9 pagi. Nyeri kepala tanpa muntah. Sesaat
kemudian timbul kejang pada pasien. Setelah kejang pasien tidak sadarkan diri
hingga sore. Pasien kejang sebanyak 7 kali dengan durasi 2 menit. Setiap setelah
kejang pasien tidak sadarkan diri, lalu disusul kejang berikutnya. Sore hari pada
pukul 4 pasien sadar kembali.
Saat masuk RS pasien datang dengan keluhan nyeri kepala yang dirasakan
semakin lama semakin memberat dalam 2 minggu ini. Nyeri kepala disertai
dengan muntah dengan frekuensi 2 kali, berisi makanan dan air yang dimakan,
tidak ada lendir, tidak ada darah, dan tidak berwarna hijau. Muntah timbul pada
saat pasien sedang berbaring dan terkesan muncrat. Karena keadaan semakin
memburuk, oleh keluarganya pasien di bawa berobat ke RSUD Kota Semarang.
Di rumah sakit, pasien masih mengeluh nyeri kepala berdenyut. Muntah
dirasakan sudah berkurang. Demam (+), kejang (-), batuk (+) berdahak berwarna
putih kental, nafsu makan turun (+), perut sebah (+), sesak (+), BAB dan BAK
dalam batas normal.
3.1.4 Riwayat Penyakit Dahulu
Sebelumnya tidak pernah mengalami sakit seperti ini.
Riwayat Hipertensi diakui sejak umur 35 tahun.
Riwayat Diabetes Mellitus disangkal.
Riwayat TBC disangkal
Riwayat Kejang diakui 2 minggu yang lalu.
Riwayat Tumor disangkal
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang Periode 1 Juli - 28 Juli 2013
Pemeriksaan CT Scan dengan Kontras pada pasien dengan Abses CerebriBagian Radiologi RSUD Kota Semarang
53
Riwayat Stroke disangkal
Riwayat Sakit Telinga disangkal
Riwayat Sakit Gigi disangkal
Riwayat mengkomsumsi Jamu diakui yaitu Puyer 16 yang hampir setiap hari
selalu dikonsumsi oleh pasien.
3.1.5 Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang pernah atau sedang mengalami sakit seperti
ini.
Riwayat Hipertensi dikeluarga diakui yaitu ibunya yang meninggal karena
hipertensi dan penyakit jantung.
Riwayat TBC disangkal
Riwayat Diabetes Mellitus disangkal
Riwayat Tumor disangkal
Riwayat Stroke disangkal
3.1.6 Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien punya kebiasaan merokok sejak remaja, menghabiskan 2 bungkus
rokok/hari dan pasien sering minum kopi 2 gelas/hari. Pasien juga sering
mengkonsumsi puyer 16 hampir setiap hari.
Pasien Tinggal dirumah dengan istri dan 2 anaknya. Pasien sebagai kepala
keluarga dengan mata pencaharian sebagai petani. Kebutuhan sehari-hari
dipenuhi oleh pasien. Pasien berobat dengan bantuan dana dari pemerintah.
Kesan Sosial Ekonomi : Kurang
3.2 Pemeriksaan Fisik
Tanggal 9 Juli 2013 jam 11.00 WIB di ICU RSUD Kota Semarang.
Status Present
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Usia : 60 Tahun
Berat Badan : 54 kg
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang Periode 1 Juli - 28 Juli 2013
Pemeriksaan CT Scan dengan Kontras pada pasien dengan Abses CerebriBagian Radiologi RSUD Kota Semarang
54
Panjang Badan : 155 cm
Tanda Vital
Tekanan Darah : 230 / 110 mmHg
Nadi : 113 x / menit, irama regular, isi cukup, equalitas sama
pada keempat ekstremitas.
Suhu : 37,6 ºC (aksila)
Frekuensi Nafas : 28 x / menit
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : komposmentis, status gizi baik, tampak sesak.
Kepala : Mesocephal
Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut.
Mata : Palpebra simetris, cekung (-/-), konjungtiva anemis (-/-),
sklera ikterik (-/-), pupil bulat isokor Ø 2mm, reflek cahaya
pupil (N).
Telinga : Serumen (-/-), tidak nyeri, tidak bengkak.
Hidung : Simetris, sekret (-/-), nafas cuping hidung (-/-)
Leher : Simetris, pembesaran kelenjar (-/-)
Tenggorokan :
Faring
• Mukosa Bukal : Warna merah muda, hiperemis (+)
• Lidah : Dalam batas normal
• Uvula : di tengah, dalam batas normal
Tonsil
• Ukuran : T 1- 1
• Warna : Hiperemis (-)
Thorax
Paru-paru
Inspeksi : Simetris, dalam keadaan statis dan dinamis, ada retraksi sub
costal pada paru kiri.
Palpasi : Stem fremitus kiri melemah.
Perkusi : Sonor pada paru kanan dan berkurang pada paru kiri
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang Periode 1 Juli - 28 Juli 2013
Pemeriksaan CT Scan dengan Kontras pada pasien dengan Abses CerebriBagian Radiologi RSUD Kota Semarang
55
Auskultasi : Suara dasar : vesikuler
Suara tambahan : wheezing (-/-), ronkhi (-/+)
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
Palpasi : Iktus kordis teraba di sela iga ke VI, 2 cm kelateral linea mid
clavicularis sinistra, tidak kuat angkat, tidak melebar.
Perkusi :
Batas atas :ICS II linea parasternalis kiri
Pinggang :ICS III linea parasternalis kiri
Batas kiri :ICS VI 2 cm ke lateral linea midclavicularis kiri
Batas kanan :ICS VI linea sternalis kanan
Auskultasi :Irreguler, Suara jantung murni, gallop (-), bising
Jantung (-)
Abdomen
Inspeksi : Datar
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-) , turgor normal, massa (-), hepar
dan lien tidak teraba.
Perkusi : Timpani, pekak sisi (-), pekak alih (-)
Auskultasi : Peristaltic (+) normal
Genitalia : Laki-laki, tidak ada kelainan
Ekstremitas
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang Periode 1 Juli - 28 Juli 2013
Pemeriksaan Superio
r
Inferior
Akral dingin -/- -/-
Reflek fisiologis +/+ (N) +/+ (N)
Reflek patologis -/- -/-
Sianosis -/- -/-
Petekhie -/- -/-
Gerakan Bebas Bebas
Kekuatan 5/5 5/5
Turgor kulit Cukup Cukup
Pemeriksaan CT Scan dengan Kontras pada pasien dengan Abses CerebriBagian Radiologi RSUD Kota Semarang
56
Status Neurologik
GCS 13 , E4M5V4
Pemeriksaan Rangsang Meningeal:
• Kaku kuduk ( + )
• Lasegue ( - )
• Kernig ( - )
• Brudzinski I/Brudzinski’s neck sign ( - )
• Brudzinski II/ Brudzinski’s contralateral leg sign ( - )
Nervus kranialis : dalam batas normal
Motorik:
• Kekuatan : 4
• Tonus : Normal
Sensorik: dalam batas normal
Refleks fisiologis: dalam batas normal
Refleks patologis: dalam batas normal
Otonom: retensio urin (-), inkotinensia alvi (-)
3.3 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium (Tanggal 08 Juli 2013)
HEMATOLOGI
Hemoglobin : 14,1 g/dL (N)
Hematokrit : 40,70 % (N)
Jumlah Leukosit : 15,3 /uL (↑↑)
Jumlah Trombosit : 355 x10³/uL (N)
KIMIA KLINIK
Glukosa Darah Sewaktu : 87 mg/dL (N)
Ureum : 50,2 mg/dL (↑↑)
Creatinin : 0,8 mg/dL (N)
Kolesterol Totral : 180 mg/dL (N)
Trigliserid : 106 mg/dL (N)
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang Periode 1 Juli - 28 Juli 2013
Pemeriksaan CT Scan dengan Kontras pada pasien dengan Abses CerebriBagian Radiologi RSUD Kota Semarang
57
SGOT : 33 U/L (↑↑)
SGPT : 25 U/L (N)
Natrium : 142 mmol/L (N)
Kalium : 4,00 mmol/L (N)
Calsium : 1.17 mmol/L (N)
2. Pemeriksaan EKG (Tanggal 08 Juli 2013)
Kesan : Sinus Tachykardia dan Infrak Miokard Acute Septal
3. Pemeriksaan Radiologi
a. CT SCAN Tanpa Kontras (Tanggal 08 Juli 2013)
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang Periode 1 Juli - 28 Juli 2013
Pemeriksaan CT Scan dengan Kontras pada pasien dengan Abses CerebriBagian Radiologi RSUD Kota Semarang
58
Interpretasi :
Cortical sulci, gyrii dan cisterna didaerah frontoparietal melebar
Tampak lesi isodens oval multiple di parietal sinistra disertai edema disekitarnya
Sistem ventrikel tidak melebar
Tak tampak mid line shifting
Cerebellum dan batang otak baik
Kesan :
Lesi isodens oval multiple disertai edema disekitarnya, DD : Abses
cerebri/Metastase
b. Pemeriksaan CT SCAN Dengan Kontras (Tanggal Juli 2013)
Interpretasi :
Pada perikorteks lobus parietooccipital kiri : tampak lesi inhomogen bulat oval
(CT number 24-46 HU), batas tegas tepi irreguler, ukuran 28x24,8x23 mm,
tampak bagian nekrotik, tak tampak kalsifikasi, tampak perifocal edema bentuk
finger like yang tidak begitu luas, pada post kontras tampak slightly enhancement
inhomogen (CT number 52 HU)
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang Periode 1 Juli - 28 Juli 2013
Pemeriksaan CT Scan dengan Kontras pada pasien dengan Abses CerebriBagian Radiologi RSUD Kota Semarang
59
Sulcus kortikalis sekitar lesi tampak sempit
Sistem ventrikel dan sisterna baik
Pons dan Cerebellum baik
Tak tampak midline shifting
Kesan :
Massa bulat oval inhomogen pada perikorteks lobus parietooccipital kiri dengan
perilocal edema DD : abses cerebri, tuberculoma, astrositoma, metastase
(primer?).
Tak tampak perdarahan intrakranial
Tak tampak tanda-tanda peningkatan tekanan intrakaranial
c. Pemeriksaan X Foto Thorax ( Tanggal 10 Juli 2013)
X Foto Thorax Posisi AP
Interpretasi :
Cor : Apeks bergeser ke laterocaudal
Elongatio dan kalsifikasi aorta
Pulmo : Corakan bronkovaskuler meningkat
Pada perihiler kiri tampak lesi opak tipis berbentuk bulat oval tepi irreguler
disertai spikulate sign, tak tampak kalsifiasi
Diafragma dan sudut costophrenicus kanan normal, kiri tertutup kesuraman
Kesan :
Kardiomegali
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang Periode 1 Juli - 28 Juli 2013
Pemeriksaan CT Scan dengan Kontras pada pasien dengan Abses CerebriBagian Radiologi RSUD Kota Semarang
60
Elongatio dan kalsifikasi aorta
Pulmo : lesi opak tipis berbentuk bulat oval tepi irreguler disertai spikulate sign
pada perihiler kiri, masih mungkin massa paru, curiga maligna, DD : Round
pneumoni.
Efusi pleura kiri (minimal)
3.4 DIAGNOSIS
Abses cerebri.
Diagnosis Banding :
• Tuberculoma
• Astrositoma
• Metastase Otak
3.5 PENATALAKSANAAN
A. MEDIAKMENTOSA
• O2 kanul 2 liter per menit
• Pasang DC
• Infus RL 20 tetes per menit + Atrain
• Injeksi Ceftriakson 2 x 2 gram iv
• Drip Ketorolac 2 x 1 Amp
• Injeksi Dexamethason 2x 10 mg iv
• Injeksi Piracetam 3 x 1 gram iv
• Injeksi Ranitidin 3 x 1 ampul
• Peroral Fenitoin 2 x 200 mg
• Peroral Metronidazol 3 x 500 mg
B. NON MEDIKAMENTOSA
• Tirah baring
• Minum obat teratur
• Terapi nutrisi
Program :
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang Periode 1 Juli - 28 Juli 2013
Pemeriksaan CT Scan dengan Kontras pada pasien dengan Abses CerebriBagian Radiologi RSUD Kota Semarang
61
Rujuk ke Spesialis Bedah Saraf untuk dilakukan tindakan pembedahan
3.6. PROGNOSIS
• Ad vitam : dubia ad bonam
• Ad functionam : dubia ad bonam
• Ad sanactionam : dubia ad bonam
DAFTAR PUSTAKA
1. Adams and Victors, Intracranial Neoplasms and Paraneoplastic Disorders in
Principles of Neurology edisi 7, McGraw Hill, New York, 2001.
2. Adams RD, Victor Maurice. Brain Abscess. In Principles of Neurology. 5th ed.
USA:McGraw-Hill Inc, 2002.
3. Dorlan, W. A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran. Jakarta : EGC
4. Harsono, Tumor Otak dalam Buku Ajar Neurologi Klinis edisi I, Gajah Mada
University Press, Yogyakarta, 1999.
5. Mahar, M., Proses Neoplasmatik di Susunan Saraf dalam Neurologi Klinis Dasar
edisi 5, Dian Rakyat, Jakarta, 2000.
6. Malueka, RG, 2008, Radiologi Diagnostik, Yoyakarta : Pustaka Cendekia Press
7. Rasad, S, 2011, Radiologi Diagnostik, Edisi Kedua, Jakarta : Badan Penerbit FKUI
8. Mardjono, M. Sidharta, P. 2006. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Penerbit Dian
RakyatJapardi Iskandar. Astrositoma : insidens dan pengobataan. Jurnal Kedokteran
Trisakti. No.3/Vol.22/September-desember 2003.
9. Meyer, J.S., Gilroy J., Tumors of the Central Nervous System in Medical Neurology
edisi 2, McMillan Publishing C. Inc, New York, 1995
10. Robins, Kumar, Cotran. Buku Ajar Patologi. Volume 2. Edisi 7. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC; 2002
11. Robert H. A. Haslam. Brain Abscess. In Nelson Textbook of Pediatrics 17th ed. USA:
WB Saunders. 2004
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang Periode 1 Juli - 28 Juli 2013
Pemeriksaan CT Scan dengan Kontras pada pasien dengan Abses CerebriBagian Radiologi RSUD Kota Semarang
62
12. Price A. Sylvia, Wilson M. Lorraine. Patofisiologi. Volume 2. Edisi 6. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2005.
INTERNET
13. Bailey.R, 2011, Anatomy of the Brain, Available at
http://biology.about.com/od/humananatomybiology/a/anatomybrain.htm accessed 16
May 2011
14. Goodkin HP, Harper MB, Pomeroy SL. 2004. Prevalence, Symptoms, and Prognosis
of Intracerebral Abscess. American Academy of Pediatrics.
Availablathttp://aapgrandrounds.aappublications.org accessed at 3 May 2011.
15. Informasi tentang Tumor Otak dalam http://www.medicastore.com
16. Kennedy Benjamin. Astrocytoma. [online] 2011. Available from URL:
http://emedicine.medscape.com/article/283453-overview
17. What you need to Know about Brain Tumor at http://www.cancer.gov
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang Periode 1 Juli - 28 Juli 2013