Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan
Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah (LAKIP) Tahun 2019 Deputi Bidang Koordinasi
Ekonomi Makro dan Keuangan. Laporan Kinerja ini merupakan wujud pertanggungjawaban
kepada pemangku kepentingan selain untuk memenuhi prinsip efektifitas, efisiensi
transparansi dan akuntabilitas.
Capaian kinerja Tahun 2019 merupakan hasil kerja yang dicapai oleh Deputi Bidang
Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan selama satu tahun yang mengacu pada Penetapan
Kinerja Tahun 2019. Capaian Kinerja juga merupakan implementasi dari Sistem Akuntabilitas
Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) yang meliputi : perencanaan strategis, perencanaan
kinerja, pengelolaan kinerja, dan capaian kinerja serta evaluasi kinerja untuk selanjutnya
dilakukan analisis dalam rangka perbaikan kinerja pada tahun berikutnya.
Landasan hukum dalam penyusunan LAKIP Tahun 2019 adalah amanat dari Peraturan
Pemerintah Nomor : 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi
Pemerintah, Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor : 29 Tahun 2014 tentang Sistem
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP), Peraturan Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara Nomor : 12 Tahun 2015 tentang Pedoman Evaluasi dan Implementasi SAKIP,
dan Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor : 9 Tahun 2015 tentang
Perjanjian Kinerja dan Indikator Kinerja Utama di lingkungan Kementerian Koordinator
Bidang Perekonomian. Laporan Kinerja juga berpedoman pada Sembilan Prioritas Nasional
Nawacita, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, dan
Rencana Strategis Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian 2015-2019, serta
Perjanjian Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Tahun 2019.
Untuk itu, Laporan Kinerja Tahun 2019 ini diharapkan dapat memberikan informasi
yang bermanfaat kepada seluruh pihak yang terkait mengenai pelaksanaan tugas dan fungsi
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan, sehingga dapat memberikan umpan
balik untuk peningkatan kinerja tahun berikutnya, serta semakin meningkatkan transparansi
dalam pelaksanaan good governance.
Jakarta, Januari 2020
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan
Iskandar Simorangkir
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019
i
RINGKASAN EKSEKUTIF
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan pada Tahun 2019 memiliki
program utama yaitu Program Koordinasi Kebijakan Bidang Perekonomian dengan Sasaran
Strategis. Pengukuran kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Tahun
2019 mengacu pada 4 Sasaran Program yang ditetapkan dalam Perjanjian Kinerja antara
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan dengan Menteri Koordinator Bidang
Perekonomian. Sasaran Program pertama yaitu Tercapainya Indeks Keuangan Inklusif yang
ditargetkan mencapai 75% pada akhir tahun 2019. Sasaran Program kedua yaitu Tercapainya
Target Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang diukur dengan tercapainya target
penyaluran sebesar 140 T pada tahun 2019. Sasaran Program ketiga yaitu Terwujudnya
Sinkronisasi Kebijakan Perekonomian yang diukur dengan Jumlah Paket Rekomendasi Hasil
Koordinasi dan Sinkronisasi Kebijakan Ekonomi Makro dan Keuangan. Sasaran Program
keempat yaitu Terwujudnya Koordinasi dan Pengendalian Kebijakan Perekonomian yang
diukur dengan Jumlah Paket Rekomendasi Hasil Pengendalian Kebijakan Ekonomi Makro dan
Keuangan.
Hasil pelaksanaan program dan kegiatan dapat disampaikan sebagai berikut : Keuangan
inklusif merupakan salah satu prioritas pembangunan nasional Indonesia dengan tujuan
untuk mengurangi kesenjangan pendapatan, percepatan penanggulangan kemiskinan, dan
mendorong pertumbuhan ekonomi dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat
Indonesia. Hasil Survei Nasional Keuangan Inklusif untuk mengukur akses masyarakat kepada
layanan keuangan formal di Indonesia telah dipublikasikan pada Oktober 2019. Hasilnya
sebanyak 70,3 persen orang dewasa pernah menggunakan produk atau layanan yang
ditawarkan oleh lembaga keuangan formal dan 55,7 persen orang dewasa memiliki akun.
Survei OJK di tahun 2019 menunjukkan bahwa Indeks Keuangan Inklusif mencapai 76,19
persen sehingga target 2019 telah tercapai.
Sejak disalurkan kembali dengan skema subsidi bunga pada Agustus 2015, total
akumulasi penyaluran KUR sampai dengan 31 Desember 2019 telah mencapai Rp473,39
triliun dengan NPL yang relatif rendah sebesar 1,1%. Pada tahun 2019 Komite Kebijakan
Pembiayaan Bagi UMKM telah menetapkan target penyaluran KUR sebesar 140 triliun dengan
subsidi bunga KUR sebesar Rp 11,97 triliun dalam APBN tahun 2019. Tingkat suku bunga
KUR tahun 2019 yaitu tetap sebesar 7% efektif per tahun. Subsidi bunga KUR tahun 2019
pada masing-masing skema sama dengan tahun 2018 yaitu KUR Mikro sebesar 10,5%, KUR
Kecil 5,5%, dan KUR Penempatan TKI 14%. Penyaluran KUR masih diprioritaskan pada sektor
produksi. Adapun target penyaluran KUR di sektor produksi tersebut sebesar minimal 60%
dari total penyaluran KUR. Total realisasi penyaluran KUR dari Januari sampai dengan
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019
ii
Desember 2019 sudah mencapai Rp140,08 Triliun. Selanjutnya, telah diterbitkan Permenko
Nomor 8 Tahun 2019 yang mengatur: 1) penurunan suku bunga KUR menjadi 6 persen
efektif per tahun, 2) peningkatan plafon KUR tahun 2020 menjadi sebesar Rp190 Triliun, dan
3) peningkatan plafon KUR mikro dari Rp25 juta per penerima KUR menjadi Rp50 juta per
penerima KUR.
Selaku Sekretaris Tim Pengendali Inflasi Pusat (TPIP), Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi
Makro dan Keuangan telah melakukan koordinasi penguatan kebijakan melalui: 1) penerbitan
Permen PPN/Kepala Bappenas Nomor 6 Tahun 2019 tentang Tata Cara Penyusunan Kebijakan
Pengendalian Inflasi, 2) Penyusunan panduan cadangan pangan pemda, 3) dan Pelaksanaan
HLM. Dalam rangka memperkuat koordinasi pusat dan daerah dilakukan berbagai program
kegiatan diantaranya pelaksanaan Rakornas Pengendalian Inflasi dan pembentukan TPID yang
telah mencapai 100 persen. Selain itu, pengembangan data dan informasi dilakukan melalui:
1) pengembangan data stok PIHPS, 2) penguatan website tpin, dan 3) penguatan statistik
inflasi.
Untuk investasi pada industri pionir yaitu memiliki keterkaitan luas, Deputi bidang
Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan melakukan koordinasi pemberian fasilitas tax
holiday berupa pengurangan PPh Badan sebesar 100% (untuk investasi minimal Rp500 miliar)
atau sebesar 50% (untuk investasi minimal Rp100 miliar). Pengajuan permohonan dan
persetujuan tax holiday telah dijalankan melalui Online Single Submisson (OSS). Sampai
dengan 31 Desember 2019 telah disetujui pemberian fasilitas tax holiday kepada 60 Wajib
Pajak dengan total rencana investasi sebesar Rp1.045 Triliun dengan Penyerapan tenaga kerja
sebesar 45.723 tenaga kerja. Selain itu, terdapat insentif fiskal tax allowance yang juga telah
diselaraskan dengan sistem OSS. Untuk mendorong industri yang terlibat dalam vokasi,
diberikan fasilitas super deduction berupa pengurangan penghasilan bruto maksimal sebesar
200% untuk vokasi dan 300% untuk kegiatan penelitian dan pengembangan. Untuk industri
padat karya, fasilitas diberikan berupa pengurangan neto sebesar 60% dari jumlah investasi
(investment allowance). Serta sebagai peraturan turunan super deduction vokasi telah
diterbitkan Peraturan Menteri Keuangan nomor 128 tahun 2019 tanggal 09 September 2019.
Selain program prioritas tersebut, Deputi Ekonomi Makro dan Keuangan juga telah
mengkoordinasikan program regular, yaitu 1) sinergi sistem pembayaran, 2) sinergi
pengendalian sektor jasa dan pengembangan basis data ekonomi dan keuangan, 3)
pengembangan skema pembiayaan inovatif untuk pengembangan ekonomi daerah dan sektor
riil, 4) penyusunan regulasi yang mendukung pengembangan ekonomi daerah dan sektor riil,
5) pemantauan perkembangan ekonomi daerah dan sektor riil, 6) koordinasi kebijakan terkait
restrukturisasi/privatisasi, 7) penyempurnaan regulasi terkait PKLN, dan 8) koordinasi
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019
iii
kebijakan terkait penambahan Penyertaan Modal Negara (PMN), serta program dan kegiatan
koordinasi ekonomi makro dan keuangan lainnya
Pencapaian Sasaran Program dan target Indikator Kinerja Utama Deputi Bidang
Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan tahun 2019 diikhtisarkan sebagai berikut:
1. Dari 4 Indikator Kinerja Utama yang telah ditetapkan, semua Indikator pencapaiannya
telah sesuai dengan target yang telah ditetapkan.
2. Konsolidasi dari capaian kinerja seluruh Indikator Kinerja Utama Deputi Bidang
Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan pada Tahun 2019, menghasilkan perhitungan
capaian Nilai Kinerja Organisasi (NKO) Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian di
Tahun 2019, yaitu sebesar 100,34%.
Pencapaian kinerja sebagai hasil Sasaran Program dan Indikator Kinerja Deputi Bidang
Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Tahun 2019 dijabarkan pada tabel di bawah ini.
Sasaran Program Indikator Kinerja Utama Target Realisasi %
Tercapainya Indeks Keuangan Inklusif
Tercapainya Indeks Keuangan Inklusif
75% 76% 101,3%
Tercapainya Target Penyaluran KUR
Tercapainya Target Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR)
Rp. 140 T Rp.140,08 T 100,06%
Terwujudnya Sinkronisasi Kebijakan Perekonomian
Jumlah Paket Rekomendasi Hasil Koordinasi dan Sinkronisasi Kebijakan Ekonomi Makro dan Keuangan
1 Paket Rekomendasi
1 Paket Rekom 100%
Terwujudnya Koordinasi dan Pengendalian Kebijakan Perekonomian
Jumlah Paket Rekomendasi Hasil Pengendalian Kebijakan Ekonomi Makro dan Keuangan
1 Paket Rekomendasi
1 Paket Rekom 100%
Nilai Kinerja Organisasi (NKO) 100,34%
Terkait dengan akuntabilitas keuangan dan penggunaan anggaran, Pagu anggaran
yang dikelola Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan pada Tahun 2019
adalah sebesar Rp 14.800.000.000,00,. Sampai dengan 31 Desember 2019, dari total pagu
belanja, telah teralisasi sebesar Rp 14.735.728.488,00 atau mencapai 99,57 dari alokasi
anggaran. Hal ini menunjukkan bahwa pada Tahun 2019, Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi
Makro dan Keuangan telah melaksanakan rencana kerja yang ditetapkan dalam dokumen
anggaran (DIPA), serta mencapai target atas setiap keluaran (output) yang diperjanjikan,
dengan mengoptimalisasi besaran pagu anggaran yang tersedia.
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019
iv
Namun demikian, sangat disadari masih terdapat sejumlah tantangan dalam pencapaian
sasaran. Untuk itu, Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan senantiasa
berupaya meningkatkan kinerja dari tahun ke tahun agar dapat bekerja dengan lebih efektif
dan efisien.
Dengan penyusunan laporan kinerja Tahun 2019 ini diharapkan dapat memberikan
informasi yang akurat dan bermanfaat kepada seluruh pihak yang terkait mengenai
pelaksanaan tugas dan fungsi Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan,
sehingga dapat memberikan umpan balik untuk peningkatan kinerja tahun berikutnya, serta
semakin meningkatkan transparansi dalam pelaksanaan good governance di lingkungan
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan.
Jakarta, Januari 2020
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan
Iskandar Simorangkir
CAPAIAN PEREKONOMIAN NASIONAL
CAPAIAN PROGRAM PRIORITAS - KUR
Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI)
Realisasi Program Peningkatan Tabungan Masyarakat1
97%96%
94%
91%
99%
2015 2016 2017 2018 2019
Persentase Penyelesaian PengaduanMasyarakat
176 199 242 276 302
4.474 4.900 5.363 5.704 6.043
2015 2016 2017 2018 Nov-19
Total Simpanan* dan Jumlah Rekening
Rekening (Juta) Nominal (Rp Triliun)
Peningkatan Akses Pembiayaan Usaha Mikro dan Kecil
Penetapan Hari Indonesia Menabung
2
Peningkatan Simpanan Masyarakat Perlindungan Konsumen
Program Mekaar Bank Wakaf Mikro (BWM)* Pembiayaan Ultra Mikro (UMi)
2,1
4,16,0
2017 2018 2019
Jumlah Nasabah (Juta)
17,5 Triliun(tahun 2019)
Kredit Usaha Rakyat (KUR)
1,52,5
3
2017 2018 2019
Dana yang disediakanpemerintah (Rp Triliun)
Jumlah penyaluran54 BWM 17
Provinsi
Rp31,5
milyar
24.021
santri/wati
3.060 Kelompok Usaha Masyarakat sekitar Pesantren (KUMPI)
*)s.d 30 Oktober 2019
2015 2016 2017 2018 2019
Realisasi(Rp Triliun)
23 94 97 120 140.08
Debitur(Juta)
1 4.4 4.1 4.4 4.7
Pemerintah menetapkan SNKI dengan tujuan mendorong pertumbuhan ekonomi, percepatan penanggulangan kemiskinan,
pengurangan kesenjangan antar individu dan antar daerah dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat Indonesia.
Mempercepat Sertifikasi Hak Properti Masyarakat yang Dapat Dijadikan Agunan3
Peningkatan Layangan Keuangan Digital dan Transaksi Nontunai4
Optimalisasi Dalam Layanan Agen5
Realisasi penyaluran kredit menggunakan agunan dari
Sertifikat Hak Atas Tanah (SHAT)
Jumlah Agen Laku Pandai dan agen Layanan Keuangan Digital meningkat
Perlu harmonisasi peraturan untuk mengoptimalisasi peran kedua agen
BI dan OJK telah menandatangani MoU terkait harmonisasi kedua agen
Rp124,6 milyar 3.276 individu
0.13 0.200.39 0.380.28
0.74 0.820.95
2016 2017 2018 2019
Jumlah Agen Bank (Juta)
LKD Laku Pandai
• Transaksi nontunai di tol telahdilaksanakan
• 458 kab/kota dari 542 daerah(kab/kota) telah melakukantransaksi nontunai (tahun 2019)
QRIS
• Disalurkan kepada9,8 juta KPM
• 511 Kab/Kota
• Disalurkan kepada 15juta KPM
• Pembuatan 13,98 jutarekening KPM.
Diimplementasikan di 15 provinsi,60 kota dan 205 kabupaten
Proyek percontohan pembukaanrekening tabungan dengan e-KYCtelah dilaksanakan oleh Bank BRIdi Tanjungpinang & Mandiri diJakarta
*)s.d. semester 2/2019
PKH E-Retribusi Pasar
*)selama tahun 2018 *)s.d. semester 2/2019
BPNT E-KYC
Beroperasi mulaiJanuari 2020
CAPAIAN PROGRAM PRIORITAS - SNKI
-2
0
2
4
6
8
10
12
14
Jan
Mar
Mei
Juli
Sep
t
No
v
Jan
Mar
Mei
Juli
Sep
t
No
v
Jan
Mar
Mei
Juli
Sep
t
No
v
Jan
Mar
Mei
Juli
Sep
t
No
v
Jan
Mar
Mei Ju
l
Sep
t
No
v
2015 2016 2017 2018 2019
Perkembangan Tingkat Inflasi (%)
Umum
Inti
Administrated Price
Volatile Food
Pengendalian Inflasi
Realisasi Inflasi dalam Sasaran1
3.353.02
3.61
3.132.72
2015 2016 2017 2018 2019
Realisasi Inflasi dalam kisaran Sasaran
Realisasi Inflasi Batas Sasaran
Koordinasi dan sinergi antara Pemerintah dan Bank Indonesia telah berhasil menjaga realisasi inflasi selama 2015-2019
terkendali dalam rentang sasaran. Sejak tahun 2017 sudah ditetapkan target inflasi Volatile Food (VF).
Inflasi VF 2017 2018 2019
Realisasi 0,71 3,39 4,30
Target 4% - 5% max 5% < 5%
Dalam rangka menjaga tingkat inflasi dalam rentang sasaran, maka dibentuk Tim Pengendalian Inflasi Pusat (TPIP), Tim
Pengendalian Inflasi Daerah Provinsi, dan Tim Pengendalian Inflasi Daerah Kabupaten/Kota
Perkembangan Jumlah Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID)2
20
27
33.21
43.23
57.48
2015 2016 2017 2018 2019
Tingkat Partisipasi TPID dalam Penilaian Kinerja(%)
445
507524 532
542
2015 2016 2017 2018 2019
Perkembangan Jumlah TPID
Terjadi peningkatan partisipasi pelaporan kinerja
TPID dari 20,0% pada tahun 2015 menjadi 57,48%
pada 2019
Sampai dengan tahun 2019, jumlah TPID yang
terbentuk sebanyak 542 yang terdiri dari 34 TPID
Provinsi dan 508 TPID Kabupaten/Kota
CAPAIAN PROGRAM PRIORITAS – PENGENDALIAN INFLASI
Insentif Fiskal
Dalam rangka mendorong industri, pemerintah mengeluarkan berbagai insentif fiskal guna mengembangkan industri
manufaktur, meningkatkan investasi, penyerapan tenaga kerja, dan pertumbuhan ekonomi
TAX ALLOWANCETAX HOLIDAYSUPER DEDUCTIONVOKASI & LITBANG
INVESTMENT ALLOWANCE
Fasilitas berupapenguranganpenghasilan netosebesar 60% dari jumlahinvestasi untuk industripadat karya tertentu
Fasilitas penguranganPPh Badan sebesar100% (untuk investasiminimal Rp500 miliar)atau sebesar 50%(untuk investasi minimalRp100 miliar)
Super Deduction Vokasi
• Penguranganpenghasilan brutomaksimal 200% atasbiaya dalam rangkakegiatan penyediaanpraktik kerja,pemagangan, dan/ataupembelajaran
Super Deduction Litbang
• Penguranganpenghasilan brutomaksimal 300% atasbiaya litbang yangdilakukan di Indonesia
Fasilitas berupainvestment allowance sebesar 30%, penyusutan dan amortisasi dipercepatPPh dividen 10% dan tambahan kompensasikerugian yang lebihlama dari 5 tahun
PARADIGMA PEMBERIAN FASILITAS PERPAJAKAN
Trust & Verify
• Proses kemudahan di awal sejalan dengan prinsip self assessment
• Verifikasi dalam rangka pengawasan
Simplicity&
Certainty
• Sederhana dalam prosedur
• Memberikan kepastian atas hak dan kewajiban
INSENTIF FISKAL: TAX HOLIDAY
Penanaman modal baru pada Industri Pionir dengan nilaiinvestasi minimal Rp 500 miliar
• 18 sektor• 169 KBLI
• 100% (untuk Tax Holiday)• 50% (untuk Mini Tax Holiday)
Tax Holiday:
Investasi Rp500 M s.d. < Rp1 T –> 5 tahun Investasi Rp1 T s.d. < Rp5 T –> 7 tahun Investasi Rp5 T s.d. < Rp15 T –> 10 tahun Investasi Rp15 T s.d < Rp30 T –> 15 tahun Investasi minimal Rp30 T –> 20 tahunMini tax holiday:
Investasi Rp100 M s.d. < Rp500 M
• 50% selama 2 tahun (untuk tax holiday)• 25% selama 2 tahun (mini tax holiday)
Otomasi, diputuskan dengan Sistem OSS
WP yang dapat diberikan T/H
Persentase pengurangan T/H
Jangka Waktu
Masa Transisi
Proses
45.723
Tenaga Kerja
Rp1045 Triliun
Rencana Investasi
Jumlah Propinsi 2014Jumlah Negara
60 SK
Jumlah SK Fasilitas
57 WP
Capaian Tax Holiday (T/H) s.d Tahun 2019
Berdasar PMK No. 150 Tahun 2018 ada 18 Sektor Industri yang mendapat Tax Holiday
CAPAIAN PROGRAM PRIORITAS – INSENTIF FISKAL
PERISTIWA-PERISTIWA PENTING TAHUN 2019
PERISTIWA-PERISTIWA PENTING TAHUN 2019
DAFTAR ISI
RINGKASAN EKSEKUTIF..........................................................................................................................iBAB I.......................................................................................................................................................1
A. LATAR BELAKANG.......................................................................................................................1B. ORGANISASI DAN FUNGSI.........................................................................................................3C. KAPASITAS ORGANISASI............................................................................................................ 4D. ISU STRATEGIS............................................................................................................................6E. SISTEMATIKA PENYAJIAN LAPORAN KINERJA..........................................................................7
BAB II......................................................................................................................................................9
A. RENCANA STRATEGIS.................................................................................................................9B. PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2019.........................................................................................11C. PENGUKURAN KINERJA............................................................................................................13
BAB III.................................................................................................................................................. 15
A. PROGRAM PRIORITAS DAN PROGRAM REGULER TAHUN 2019...........................................15B. CAPAIAN INDIKATOR KINERJA UTAMA TAHUN 2019..........................................................27C. PERBANDINGAN CAPAIAN KINERJA..................................................................................... 139
BAB IV................................................................................................................................................144
A. Capaian Renstra Tahun 2015 – 2019................................................................................... 144B. Capaian Koordinasi Bidang Ekonomi Tahun 2015-2019.....................................................146C. Isu Strategis Tahun 2020-2024.............................................................................................172
BAB V................................................................................................................................................ 177
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Perekonomian global tahun 2019 masih menghadapi tantangan yang tidak ringan.
Berbagai Lembaga Internasional memperkirakan pertumbuhan ekonomi global tahun 2019
mengalami perlambatan. Dalam laporan Bank Dunia, hampir seluruh negara berkembang di
Asia Pasifik mengalami perlambatan ekonomi. Negara-negara besar seperti AS, Eropa, China,
Jepang, dan India juga mengalami perlambatan. Bahkan beberapa negara telah mengalami
resesi. Sumber perlambatan tersebut antara lain disebabkan perang dagang AS dan China,
meningkatnya ketidakpastian geopolitik di sejumlah negara, melemahnya arus investasi, dan
perlambatan aktivitas manufaktur. Perlambatan perekonomian global ini direspon dengan
pelonggaran kebijakan di sejumlah negara melalui penurunan suku bunga termasuk Indonesia
yang sudah menurunkan suku bunga BI sebanyak 4 (empat) kali selama tahun 2019 menjadi
5%.
Ditengah ketidakpastian ekonomi global, perekonomian Indonesia mampu tumbuh
dalam kisaran 5 persen. Bahkan pertumbuhan ekonomi Indonesia sejak Triwulan 2-2019
telah berada di peringkat kedua dibawah China diantara negara-negara G20. Keberhasilan
mempertahankan pertumbuhan ekonomi tersebut tidak terlepas dari keberhasilan kebijakan
pemerintah mempertahankan daya beli masyarakat sehingga konsumsi domestik sebagai
motor penggerak ekonomi dapat dipertahankan tetap tumbuh tinggi (kontribusi konsumsi
rumah tangga 57% dari total PDB). Selain pertumbuhan ekonomi yang stabil, kualitasnya juga
semakin membaik yang tercermin dari tingkat inflasi yang rendah dan stabil pada kisaran 3
persen dan penurunan tingkat pengangguran menjadi 5,28 persen (Agustus 2019), tingkat
kemiskinan 9,22 persen (September 2019), dan rasio gini 0,38 (September 2019).
Gambar 1. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia dan Inflasi
5.56
5.01 4.88
5.03 5.07 5.17
5.02
2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019
PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA
8.36
3.35 3.02 3.61 3.13 2.72
2014 2015 2016 2017 2018 2019
Inflasi
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019
2
Gambar I.2. Tingkat Kemiskinan, Rasio Gini, dan Tingkat Pengangguran
Sejalan dengan Program Prioritas Nasional dalam Nawacita, RPJMN 2015-2019 dan RKP
Tahun 2019, Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan menyusun dan
menetapkan Rencana Kerja (Renja) 2019 berdasarkan Rencana Strategis (Renstra) 2015-2019
sebagai pedoman dalam melaksanakan tugas dan fungsi. Pada tahun 2019 Deputi Bidang
Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan memiliki 4 (empat) program prioritas yaitu Strategi
Nasional Keuangan Inklusif (SNKI), Kredit Usaha Rakyat (KUR), Tim Pengendalian Inflasi Pusat
(TPIP), dan Insentif Fiskal serta 8 (delapan) program reguler.
Hasil evaluasi atas kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan
tergambar pada Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) 2019.
Pertama, untuk mencapai pertumbuhan ekonomi nasional yang inklusif dan berbasis
ekonomi pasar yang adil, maka program Kredit Usaha Rakyat (KUR) menjadi sarana untuk
mengembangkan sektor UMKM.
Kedua, untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan dan pengurangan kesenjangan
antar individu dan antar daerah, telah dikeluarkan strategi nasional yang dituangkan dalam
Perpres Nomor 82 Tahun 2016 Tentang Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI). Survei
OJK di tahun 2019 menunjukkan Indeks Keuangan Inklusif sebesar 76,19 persen sehingga
target 2019 telah tercapai.
Ketiga, untuk menjaga tingkat inflasi dalam rentang sasaran, berdasarkan Keppres
Nomor 82 Tahun 2016 Tentang Tim Pengendalian Inflasi Nasional, maka dibentuklah Tim
Pengendalian Inflasi Pusat (TPIP), Tim Pengendalian Inflasi Daerah Provinsi, dan Tim
Pengendalian Inflasi Daerah Kabupaten/Kota.
Keempat, dalam rangka mendorong industri, pemerintah mengeluarkan berbagai insentif
fiskal guna mengembangkan industri manufaktur, meningkatkan investasi, penyerapan tenaga
11.22
9.22
Mar
'13
Sep
'13
Mar
'14
Sep
'14
Mar
'15
Sep
'15
Mar
'16
Sep
'16
Mar
'17
Sep
'17
Mar
'18
Sep
'18
Mar
'19
Sep
'19
Tingkat Kemiskinan 0.408
0.38 M
ar-1
3S
ep-1
3M
ar-1
4S
ep-1
4M
ar-1
5S
ep-1
5M
ar-1
6S
ep-1
6M
ar-1
7S
ep-1
7M
ar-1
8S
ep-1
8M
ar-1
9S
ep-1
9
Rasio Gini
6.18
5.28
Feb'
13A
ug'1
3Fe
b'14
Aug
'14
Feb'
15A
ug'1
5Fe
b'16
Aug
'16
Feb'
17A
ug'1
7Fe
b'18
Ags
'18
Feb'
19A
gs'1
9
Tingkat Pengangguran
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019
3
kerja, dan pertumbuhan ekonomi. Untuk meningkatkan investasi telah terbitkan kebijakan
fasilitas tax holiday, kebijakan tax allowance, keduanya telah diselaraskan dengan sistem OSS.
Untuk mendorong industri yang terlibat dalam vokasi, diberikan fasilitas super deduction.
Selain program prioritas tersebut, terdapat 8 (delapan) program regular yaitu 1) sinergi
sistem pembayaran, 2) sinergi pengendalian sektor jasa dan pengembangan basis data
ekonomi dan keuangan, 3) pengembangan skema pembiayaan inovatif untuk pengembangan
ekonomi daerah dan sektor riil, 4) penyusunan regulasi yang mendukung pengembangan
ekonomi daerah dan sektor riil, 5) pemantauan perkembangan ekonomi daerah dan sektor riil,
6) koordinasi kebijakan terkait restrukturisasi/privatisasi, 7) penyempurnaan regulasi terkait
PKLN, dan 8) koordinasi kebijakan terkait penambahan Penyertaan Modal Negara (PMN),
serta program dan kegiatan koordinasi ekonomi karo dan keuangan lainnya.
B. ORGANISASI DAN FUNGSI
Dalam Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 5 Tahun 2015
tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian
dicantumkan bahwa Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan merupakan
unsur pelaksana tugas dan fungsi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian di Bidang
Ekonomi Makro dan Keuangan yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri
Koordinator Bidang Perekonomian.
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan secara struktural membantu
pekerjaan dan bertanggungjawab kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dengan
tugas pokok “Menyelenggarakan koordinasi dan sinkronisasi perumusan, penetapan, dan
pelaksanaan serta pengendalian pelaksanaan kebijakan Kementerian/Lembaga (K/L) yang
terkait dengan isu di bidang ekonomi makro dan keuangan” dan menjalankan fungsinya
untuk:
1. Melakukan koordinasi, dan sinkronisasi perumusan, penetapan, dan pelaksanaan
kebijakan K/L di bidang ekonomi makro dan keuangan;
2. Melakukan pengendalian pelaksanaan kebijakan K/L di bidang ekonomi makro dan
keuangan;
3. Melakukan pemantauan, analisis, evaluasi, dan pelaporan di bidang ekonomi makro dan
keuangan; dan
4. Melaksanakan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri Koordinator Bidang
Perekonomian.
Dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya, Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi
Makro dan Keuangan membawahi 5 (lima) lima unit Eselon II yang terdiri dari:
1. Asisten Deputi Fiskal;
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019
4
2. Asisten Deputi Moneter dan Neraca Pembayaran;
3. Asisten Deputi Pengembangan Ekonomi Daerah dan Sektor Riil;
4. Asisten Deputi Pasar Modal dan Lembaga Keuangan;
5. Asisten Deputi Badan Usaha Milik Negara; dan
Gambar I.3. Organisasi Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro Dan Keuangan
C. KAPASITAS ORGANISASI
1. Sumber Daya Manusia
Jumlah pegawai di Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan tahun 2019
adalah 86 orang yang terdiri dari 60 PNS/ASN dan 27 Tenaga Pendukung dengan rincian
sebagai berikut:
Tabel I.1. Data Jumlah Pegawai Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan
Unit Kerja
Pegawai Negeri Sipil (PNS) Pegawai Tidak Tetap (PTT)
Total
Es. I Es. II Es. III Es. IV Pelaksana Teknis/ Analis/ Lainnya
Penge- mudi
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan
1 - - - - - 1 2
Asisten Deputi Fiskal - 1 2 6 8 2 1 20
DEPUTI BIDANG KOORDINASI EKONOMI
MAKRO DAN KEUANGAN
Asisten Deputi Fiskal
Asisten Deputi Moneter dan
Neraca
Asisten Deputi Pengembangan Ekonomi
Daerah dan Sektor Riil
Asisten Deputi Pasar Modal dan
Lembaga
Asisten Deputi Badan Usaha Milik
Negara
Bidang Penerimaan
Negara
Bidang Program dan Tata Kelola
Bidang Pengeluaran
Negara dan Pembiayaan
Bidang Moneter
Bidang Neraca
Pembayaran
Bidang Pengembangan Ekonomi Daerah
Bidang Sektor Riil
Bidang Pasar Modal dan Lembaga
Bidang Perbankan
Bidang BUMN Industri
Bidang BUMN Usaha
Jasa
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019
5
Asisten Deputi Moneter dan Neraca Pembayaran
- - 2 3 6 6 - 17
Asisten Deputi Pengembangan Ekonomi Daerah dan Sektor Riil
- 1 - 4 6 2 1 14
Asisten Deputi Pasar Modal dan Lembaga Keuangan
- 1 2 3 6 10 1 23
Asisten Deputi Badan Usaha Milik Negara - 1 1 3 3 1 1 10
Total 1 4 7 19 29 21 5 86
Tabel I.2. Komposisi Pegawai Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan
Berdasarkan Tingkat Pendidikan dan Jenis Kelamin
Jumlah (orang) Persentase (%)
Pendidikan
SMA 6 4,7
D3 23 30,2
S1 27 31,4
S2 26 26,7
S3 5 7,0
Total 86 100
Jenis Kelamin
Laki-Laki 47 54.7
Perempuan 39 45,3
Total 86 100
2. Pagu Anggaran
Sesuai dengan Perjanjian Kinerja Tahun 2019, maka pagu anggaran untuk mendukung
pelaksanaan kegiatan pada Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan
tahun 2019 adalah sebesar Rp.14.800.000.000,- dengan rincian sebagai berikut:
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019
6
Tabel I.3. Alokasi Anggaran Tahun 2019
Kegiatan Anggaran (Rp)
Koordinasi Kebijakan Bidang Moneter dan Neraca Pembayaran
- Tim Pengendalian Inflasi Pusat (TPIP) 1.000.000.000
- Moneter dan Neraca Pembayaran 1.500.000.000
Koordinasi Kebijakan Bidang BUMN 1.500.000.000
Koordinasi Kebijakan Bidang Pengembangan Ekonomi Daerah dan Sektor Riil
1.500.000.000
Koordinasi Kebijakan Bidang Fiskal 1.800.000.000
Koordinasi Kebijakan Bidang Pasar Modal dan Lembaga Keuangan
- Strategi Nasional Keuangan Inklusif 5.000.000.000
- Kredit Usaha Rakyat (KUR) 1.000.000.000
- Pasar Modal dan Lembaga Keuangan 1.500.000.000
Total 14.800.000.000
D. ISU STRATEGIS
Dalam rangka mencapai target kinerja tahunan seperti yang telah ditetapkan dalam
dokumen perencanaan dan mewujudkan manajemen pemerintahan yang efisien, efektif,
transparan, dan akuntabel, serta berorientasi pada hasil, Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi
Makro dan Keuangan menuangkannya kedalam Perjanjian Kinerja dengan Menteri
Koordinator Bidang Perekonomian sebagai bentuk tanggung jawab dalam pencapaian target
kinerja.
Dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya, setidaknya terdapat isu strategis yang
menjadi bagian dari koordinasi Kedeputian Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan
Keuangan.
Pertama, koordinasi menjaga pertumbuhan ekonomi sehingga dapat menciptakan
tambahan lapangan pekerjaan yang cukup bagi angkatan kerja baru yang pada akhirnya
akan mengurangi pengangguran dan tingkat kemiskinan. Selain itu tugas yang tidak kalah
pentingnya adalah menjaga dan mengendalikan inflasi tetap rendah guna menjaga tingkat
daya beli masyarakat.
Kedua, koordinasi menjaga kredibilitas Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN) agar optimal dalam memberikan daya dorong pada pertumbuhan ekonomi. Dalam
konteks ini, perlu dijaga agar penerimaan negara khususnya dari sektor perpajakan tetap
tumbuh tinggi namun dengan tetap menjaga keberlangsungan sektor riil dan menjaga iklim
investasi tetap kondusif.
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019
7
Ketiga, koordinasi mendorong peningkatan peran Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
dalam kontribusi pembangunan di Indonesia melalui penguatan modal BUMN, program
penyertaan modal negara, dan memfasilitasi BUMN agar mendapatkan sumber dana murah
dan jangka panjang sesuai dengan karakteristik pembiyaan infratruktur yang memang
membutuhkan pembiyaan dalam jangka panjang
Keempat, koordinasi dalam meningkatkan arus investasi dengan jalan menjaga iklim
investasi tetap kondusif dan memberikan relaksasi fiskal guna meningkatkan daya saing
investasi.
Kelima, mendorong tumbuhnya UMKM sebagai salah satu pilar utama pembangunan
ekonomi Indonesia dengan jalan memberikan dukungan kemudahan akses pembiyaan
UMKM dengan proses yang mudah, cepat dan tingkat suku bunga yang kompetitif.
Keenam, melakukan harmonisasi kebijakan di tingkat pusat dan daerah sehingga salah
satu agenda pembangunan yang tercantum dalam nawacita yakni membangun dari
pinggiran dapat terealisasi dengan baik.
E. SISTEMATIKA PENYAJIAN LAPORAN KINERJA
Sistematika dalam penulisan laporan program dan kegiatan Deputi Bidang Koordinasi
Ekonomi Makro dan Keuangan dalam penulisan Lakip 2019, adalah:
Ringkasan Eksekutif
Berisi penjelasan ringkas mengenai isi Laporan Kinerja.
Infografis
Berisi gambaran singkat dalam infografis mengenai Capaian Koordinasi Bidang Ekonomi
Tahun 2015-2019, Ikhtisar Capaian Kinerja Tahun 2019, peristiwa-peristiwa penting di
tahun 2019, dan ikhtisar lainnya.
BAB I Pendahuluan
Pada bab ini disajikan latar belakang penyusunan LAKIP, penjelasan umum organisasi dan
fungsi, kapasitas organisasi, Isu Strategis tahun 2019 yang dijabarkan dalam mandat dan
peran strategis Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan sebagaimana yang
dituangkan dalam RPJMN, Nawacita, dan Rencana Kerja Pemerintah, diuraikan pula
sistematika penyajian Laporan Kinerja.
BAB II Perencanaan Kinerja
Pada bab ini diuraikan penjelasan mengenai Rencana Strategis Kementerian Koordinator
Bidang Perekonomian meliputi Sasaran, Visi dan Misi Kementerian yang didukung oleh Visi
dan Misi Unit Kerja Eselon I, dan diuraikan mengenai Renstra. Selanjutnya, diuraikan
mengenai Perjanjian Kinerja Tahun 2019 dan Metode Pengukuran Kinerja.
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019
8
Bab III Akuntabilitas Kinerja
Pada bab ini terdiri atas beberapa subbab yaitu:
a. Program Prioritas dan Program Reguler Tahun 2019. Pada Subbab ini disajikan deskripsi
Program Prioritas dan Program Reguler pada Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro
dan Keuangan pada Tahun 2019;
b. Capaian Indikator Kinerja Utama Tahun 2019 pada Subbab ini disajikan capaian kinerja
untuk setiap sasaran program sesuai dengan hasil pengukuran kinerja.
c. Capaian Kinerja Keuangan akan diuraikan pelaksanaan anggaran;
d. Akuntabilitas Keuangan Subbab ini diuraikan realisasi anggaran yang digunakan untuk
mewujudkan kinerja organisasi sesuai dengan dokumen Perjanjian Kinerja;
e. Analisis Faktor Ketercapaian Kinerja Subbab ini menyajikan faktor-faktor yang
mendukung keberhasilan organisasi dalam mencapai target yang telah ditetapkan;
Bab IV Capaian 2015-2019 dan Isu Strategis Tahun 2020-2024
Pada bab ini diuraikan Capaian Renstra Tahun 2015-2019, Capaian Koordinasi Bidang
Ekonomi Tahun 2015-2019, dan Isu Strategis Tahun 2020-2024.
BAB V Penutup
Pada bab ini diuraikan simpulan umum atas capaian kinerja organisasi serta langkah-langkah
di masa mendatang yang akan dilakukan organisasi untuk meningkatkan capaian kinerjanya.
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019
9
BAB II
PERENCANAAN KINERJA
A. RENCANA STRATEGIS
Visi, Misi, dan Tujuan serta Sasaran Strategis Kementerian Koordinator Bidang
Perekonomian Tahun 2015-2019 berdasarkan Peraturan Menteri Koordinator Bidang
Perekonomian Nomor 11 Tahun 2015 tentang Rencana Strategis Kementerian serta kondisi
umum, permasalahan dan tantangan yang akan dihadapi. Adapun visi dan misi tersebut
ditrumuskan sebagai berikut :
1. Visi dan Misi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian
Visi Kementerian Koordinator Bidang Perekonoian
“Terwujudnya koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian pembangunan di bidang
ekonomi makro dan keuangan yang efektif dan berkelanjutan”
Visi ini mendukung Visi Presiden:
“Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian Berdasarkan
Gotong Royong”
Misi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian
“Menjaga dan Memperbaiki Koordinasi dan Sinkronisasi Penyusunan Kebijakan serta
Pengendalian Pelaksanaan Kebijakan Perekonomian”
Misi tersebut merupakan peran dan fungsi Kementerian Koordinator Bidang
Perekonomian dalam mendukung Misi Presiden:
“Mewujudkan Kualitas Hidup Manusia Indonesia yang Tinggi, Maju dan Sejahtera
serta Mewujudkan Bangsa yang Berdaya Saing”
2. Visi dan Misi Unit Kerja Eselon I
Visi unit organisasi Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan disusun
untuk mendukung Visi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, yaitu “Terwujudnya
koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian pembangunan ekonomi yang efektif dan
berkelanjutan”. Visi tersebut merupakan rumusan umum dalam rangka mewujudkan sasaran
program/kegiatan rencana strategis maupun rencana kerja dalam memberikan dukungan
terhadap tujuan kementerian.
Dalam rangka mewujudkan Visi tersebut di atas, maka Misi unit organisasi Deputi
Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan, yaitu: “Menjaga dan memperbaiki
koordinasi dan sinkronisasi penyusunan kebijakan, serta pengendalian pelaksanaan kebijakan
di bidang ekonomi makro dan keuangan”.
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019
10
Misi tersebut merupakan langkah peran fungsi unit organisasi Deputi Bidang Koordinasi
Ekonomi Makro dan Keuangan dalam mengupayakan terlaksananya Misi Kementerian yang
diwujudkan melalui koordinasi dan sinkronisasi kinerja lintas sektor di bidang ekonomi makro
dan keuangan.
Pengendalian pelaksanaan kebijakan/program secara intensif diupayakan untuk
mengantisipasi dan mengatasi permasalahan yang timbul dalam proses pencapaian kinerja
sejak dini, sehingga progres kinerja dalam melaksanakan kebijakan/program di bidang
ekonomi makro dan keuangan dapat berjalan dengan optimal, transparan dan akuntabel.
Berdasarkan Visi dan Misi diatas, “tujuan” unit organisasi Bidang Koordinasi Ekonomi
Makro dan Keuangan dirumuskan sebagai “Terwujudnya kebijakan di Bidang Ekonomi
Makro dan Keuangan yang inklusif dan berkelanjutan melalui koordinasi dan sinkronisasi
kebijakan di bidang ekonomi makro dan keuangan, pengendalian pelaksanaan kebijakan di
bidang ekonomi makro dan keuangan, perluasan akses pembiayaan bagi usaha mikro kecil
(UMK)”.
Tujuan unit organisasi Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan
ditetapkan dalam kurun waktu 5 tahun kedepan (periode 2015-2019) dan merupakan bagian
integral dari tujuan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian ang disusun dengan
mempertimbangkan kondisi potensi dan permasalahan, dan tantangan yang dihadapi
organisasi.
3. Rencana Strategis
Rencana strategi (Renstra) merupakan pedoman bagi Kedeputian Ekonomi Makro dan
Keuangan dalam merancang program dan kegiatan serta penganggaran dalam periode jangka
menengah (2015-2019). Ditetapkannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2017
tentang Sinkronisasi Proses Perencanaan dan Penganggaran Pembangunan Nasional, serta
Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pengambilan, Pengawasan, dan Pengendalian
Pelaksanaan Kebijakan di Tingkat Kementerian Negara dan Lembaga Pemerintah, maka
Kemenko Perekonomian dan unit-unit kerja didalamnya melakukan penyesuaian Renstra
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Tahun 2015-2019, yang sebelumnya
ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor: 11
tahun 2015 tentang Rencana Strategis Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Tahun
2015-2019. Merujuk pada perundangan tersebut Renstra dan rumusan ukuran kinerja
disesuaikan agar lebih relevan dengan hasil yang akan dicapai.
Penyesuaian Renstra yang dituangkan dalam Peta Strategis Deputi Bidang Koordinasi
Ekonomi Makro dan Keuangan meliputi :
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019
11
1. Stabilitas Sektor Keuangan melalui: persentase realisasi Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan
persentase inklusi keuangan.
2. Pertumbuhan Investasi melalui: jumlah permohonan izin penanaman modal yang
mengajukan insentif fiskal; menjaga refocusing anggaran prioritas infrastruktur;
pembiayaan infrastruktur oleh BUMN.
3. Stabilitas Harga Pangan melalui: realisasi inflasi kelompok Volatile Food (VF) 4% dan
realisasi inflasi kelompok AP 4.3%.
4. Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Daerah dan Sektor Rill yang Optimal melalui:
persentase pertumbuhan ekonomi spasial dan tingkat pertumbuhan Pembentukan Modal
Tetap Bruto (PMTB) Nasional.
Sasaran Strategis yang akan dicapai dalam perencanaan kinerja Tahun 2019 adalah:
1. Pertama, Tercapainya Indeks Keuangan Inklusif sebesar 75%.
2. Kedua, Tercapainya Target Penyaluran KUR.
3. Ketiga, Terwujudnya Koordinasi dan Sinkronisasi Kebijakan Ekonomi Makro dan
Keuangan.
4. Keempat, Terwujudnya Pengendalian Kebijakan Ekonomi Makro dan Keuangan.
Indikator Kinerja Utama (IKU) sebagai pencerminan tingkat capaian Sasaran Strategis
adalah :
1. Pertama, Indeks Keuangan Inklusif dengan Target sebesar 75%.
2. Kedua, Target Penyaluran KUR sebesar Rp.140 Triliun.
3. Ketiga, Jumlah Paket Terwujudnya Koordinasi dan Sinkronisasi Kebijakan Ekonomi
Makro dan Keuangan.
4. Keempat, Jumlah Paket Terwujudnya Pengendalian Kebijakan Ekonomi Makro dan
Keuangan.
Rencana Kinerja merupakan penjabaran tahunan Renstra Unit Organisasi Deputi Bidang
Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Tahun 2015-2019 yang berisi gambaran sasaran
atau kondisi hasil yang akan dicapai dalam kurun waktu lima tahun sesuai dengan tugas,
fungsi, dan peran yang diamanahkan. Penyusunan Renstra Deputi tersebut mengacu pada
Renstra Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Rencana Pembangunan
Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2015-2019.
B. PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2019
1. Perjanjian Kinerja
Dengan berpedoman pada Renstra dan memperhatikan rancangan awal Rencana Kerja
(Renja), unit organisasi Deputi I telah menyusun Renja Tahun 2019 yang memuat kebijakan,
program, dan kegiatan yang meliputi kegiatan pokok serta kegiatan pendukung untuk
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019
12
mencapai sasaran hasil sesuai dengan program induk yang didukung. Renja dirinci menurut
indikator keluaran, sasaran keluaran pada tahun rencana, prakiraan sasaran tahun
berikutnya, pagu indikatif sebagai indikasi pagu anggaran, serta pelaksanaannya.
Untuk mencapai sasaran strategis dan sasaran pendukung lainnya yang berkaitan
dengan isu strategis, pada tahun 2019 unit organisasi Deputi I melaksanakan kegiatan-
kegiatan yang berkaitan dengan:
1. Kegiatan Kebijakan Bidang Fiskal serta Program Insentif Fiskal.
2. Kegiatan Kebijakan Bidang Moneter dan Neraca Pembayaran serta Program Penurunan
Tingkat Inflasi melalui Tim Pengendalian Inflasi Pusat (TPIP).
3. Kegiatan Kebijakan Bidang Pengembangan Ekonomi Daerah dan Sektor Rill.
4. Kegiatan Kebijakan Bidang Pasar Modal dan Lembaga Keuangan serta Program
Kebijakan Perluasan Akses Pembiayaan Bagi UMK melalui Skema Penyaluran Kredit
Berpenjaminan dengan Kredit Usaha Rakyat (KUR) serta Program Prioritas Sistem
Nasional Keuangan Inklusif (SNKI).
5. Kegiatan Kebijakan Bidang Badan Usaha Milik Negara.
Dalam rangka mencapai strategi organisasi dan meningkatkan kinerja, Deputi Bidang
Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan melakukan perjanjian kinerja dengan Menteri
Koordinator Bidang Perekonomian. Hal ini didukung dengan perjanjian kinerja dari level
pejabat tertinggi sampai ke pelaksana berdasarkan tugas dan fungsinya.
Kontrak Kinerja merupakan dokumen kesepakatan antara pegawai dengan atasan
langsung yang berisi pernyataan kesanggupan untuk mencapai Indikator Kinerja Utama
dengan target yang telah ditetapkan. IKU yang bersifat cascade dari atasan, indikator dalam
kontrak kinerja individu tertuang dalam laporan kinerja bulanan pegawai.
Penetapan Perjanjian Kinerja pada dasarnya adalah pernyataan komitmen untuk
mencapai kinerja yang jelas dan terukur dalam rentang waktu satu tahun tertentu dengan
mempertimbangkan sumber daya yang dikelolanya. Tujuan khusus penetapan kinerja adalah
untuk:
1. Meningkatkan akuntabilitas, transparansi, dan kinerja aparatur;
2. Sebagai wujud nyata komitmen antara penerima dengan pemberi tugas;
3. Sebagai dasar penilaian keberhasilan/kegagalan pencapaian tujuan dan sasaran
organisasi;
4. Menciptakan tolok ukur kinerja sebagai dasar evaluasi kinerja aparatur; dan
5. Sebagai dasar pemberian reward atau penghargaan dan sanksi.
Pencapaian sasaran strategis unit organisasi Deputi I diukur dengan Indikator Kinerja
Utama (IKU) dimana penyusunan IKU disesuaikan dengan level organisasi atau
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019
13
kewenangan yang dimiliki oleh pejabat yang bersangkutan. Oleh karena itu Indikator-
indikator kinerja dan target tahunan yang digunakan dalam penetapan kinerja ini adalah
indikator kinerja utama tingkat eselon I.
2. Rencana Kinerja Tahun 2019
Sasaran program, indikator kinerja, dan target Deputi I sebagaimana yang telah
dituangkan dalam Perjanjian Kinerja Tahun 2019 adalah sebagai berikut:
Tabel II.1. Perjanjian Kinerja Tahun 2019
No. Sasaran Program Indikator Kinerja Target
1. Tercapainya Indeks
Keuangan Inklusif
Indeks Keuangan Inklusif 75%
2. Tercapainya Target
Penyaluran KUR
Target Penyaluran KUR 140 Triliun Rupiah
3. Terwujudnya Koordinasi
dan Sinkronisasi
Kebijakan Ekonomi
Makro dan Keuangan
Jumlah Paket Rekomendasi Hasil
Koordinasi dan Sinkronisasi
Kebijakan Ekonomi Makro dan
Keuangan
1 Paket Rekomendasi
4. Terwujudnya
Pengendalian Kebijakan
Ekonomi Makro dan
Keuangan
Jumlah Paket Rekomendasi Hasil
Pengendalian Kebijakan Ekonomi
Makro dan Keuangan
1 Paket Rekomendasi
C. PRNGUKURAN KINERJA
Pengukuran tingkat capaian kinerja Kedeputian I Tahun 2019 dilakukan dengan cara
membandingkan antara target pencapaian indikator sasaran yang telah ditetapkan dalam
Penetapan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Tahun 2019
dengan realisasinya. Nilai Kinerja Organisasi (NKO) diperoleh melalui penghitungan dengan
menggunakan data target dan realisasi IKU yang tersedia. Dengan membandingkan antara
data target dan realisasi IKU, akan diperoleh indeks capaian IKU.
Formula penghitungan capaian IKU adalah sebagai berikut:
Capaian IKU
(kinerja)
=
Realisasi × 100%
Target
Adapun status indeks capaian IKU adalah sebagai berikut:
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019
14
Tabel 2.2
Indeks Capaian IKU
Hijau Kuning Merah
100 ≤ X ≤ 120
(memenuhi ekspektasi)
80 ≤ X < 100
(belum memenuhi ekspektasi)
X < 80%
(tidak memenuhi ekspektasi)
Nilai Capaian Kinerja dihitung berdasarkan penilaian capaian IKU yang dilakukan
berdasarkan hasil perhitungan dari data realisasi menggunakan rumusan pada manual IKU.
Dalam hal pada suatu periode tertentu ternyata belum tersedia data realisasi, maka capaian
IKU pada periode tersebut dianggap belum tersedia (n.a.), bukan diberikan nilai 0 (nol).
Ruang lingkup Pengelolaan Kinerja di lingkungan Bidang Koordinasi Ekonomi Makro
dan Keuangan meliputi pengumpulan data kinerja sebagaimana tertuang dalam dokumen
Penetapan Kinerja/Perjanjian Kinerja, Pengukuran Data Kinerja, Pelaporan Kinerja, dan
Monitoring dan Evaluasi. Setiap Entitas Akuntabilitas Kinerja di seluruh tingkatan, melakukan
koordinasi pengelolaan data kinerja dengan cara mencatat, mengolah, dan melaporkan data
kinerja.
Mekanisme Pengumpulan data kinerja telah diatur melalui Peraturan Menteri
Koordinator Bidang Perekonomian Nomor: 14 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Peraturan
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor: 9 Tahun 2015 tentang Perjanjian Kinerja
dan Indikator Kinerja Utama di Lingkungan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian,
serta Peraturan Sekretaris Kementerian Koordinator Nomor 1 Tahun 2018 tentang Petunjuk
Teknis Pengelolaan Kinerja di lingkungan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
Pelaksanaan pengumpulan data, pelaporan, serta monitoring atas capaian kinerja dilakukan
dalam Sistem Manajemen Kinerja secara terintegrasi dan dapat diakses secara luas oleh publik
melalui sistem aplikasi ekon-GO (Evaluasi Kinerja Online-Gerai Otomatisasi), di laman situs
http://kinerja.ekon.go.id., E-Monev, SMART, dan berbagai data base dalam unit kerja.
Tingkat capaian kinerja unit organisasi Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan
Keuangan Tahun 2019 dilakukan dengan cara membandingkan antara target (rencana)
dengan realisasi Indikator Kinerja Utama (IKU) pada setiap sasaran strategis yang telah
tertuang dalam Penetapan Kinerja Kedeputian I Tahun 2019 sebagai berikut :
SASARAN STRATEGIS
Nama Sasaran Strategis
Indikator Kinerja Utama
Target Realisasi Kinerja Status
Ekspektasi
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019
15
BAB III
AKUNTABILITAS KINERJA TAHUN 2019
A. PROGRAM PRIORITAS DAN PROGRAM REGULER TAHUN 2019
1. PROGRAM PRIORITAS
1) Indeks Keuangan Inklusif SNKI
Dalam rangka memperluas akses masyarakat terhadap layanan keuangan, pemerintah
telah menetapkan Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI). Peraturan Presiden Nomor: 82
tahun 2016 telah diterbitkan sebagai dasar penetapan SNKI. Strategi ini dimaksudkan sebagai
pedoman bagi kementerian/lembaga, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, dan
instansi terkait lainnya dalam meningkatkan akses masyarakat terhadap layanan keuangan
melalui kegiatan masing-masing secara bersama dan terpadu. Implementasi SNKI yang
terpadu diperlukan untuk mencapai target keuangan inklusif yaitu persentase jumlah
penduduk dewasa yang memiliki akses layanan keuangan pada lembaga keuangan formal
sebesar 75% (tujuh puluh lima persen) pada akhir tahun 2019.
Dalam rangka pelaksanaan SNKI maka dibentuk Dewan Nasional Keuangan Inklusif
(DNKI) yang diketuai oleh Presiden dan secara harian diketuai oleh Menteri Koordinator
Bidang Perekonomian. Dewan Nasional bertugas melakukan koordinasi dan sinkronisasi
pelaksanaan SNKI; mengarahkan langkah-langkah dan kebijakan untuk penyelesaian
permasalahan dan hambatan pelaksanaan SNKI; dan melakukan monitoring dan evaluasi
pelaksanaan SNKI. Dewan Nasional dalam pelaksanaan tugasnya dibantu oleh Kelompok Kerja
(Pokja) dan Sekretariat. Kelompok kerja keuangan inklusif terdiri dari 7 (tujuh) Pokja yang
meliputi: Pokja Edukasi Keuangan; Pokja Hak Properti Masyarakat; Pokja Fasilitas Intermediasi dan
Saluran Distribusi Keuangan; Pokja Pelayanan Keuangan pada Sektor Pemerintah; Pokja
Perlindungan Konsumen; Pokja Kebijakan dan regulasi; dan Pokja Infrastruktur Teknologi
Informasi Keuangan.
Tugas dan keanggotaan Kelompok Kerja dan Sekretariat ditetapkan melalui Keputusan
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian selaku Ketua Harian Dewan Nasional Nomor: 225
Tahun 2018 tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian
selaku Ketua Harian Dewan Nasional Nomor 93 Tahun 2017 tentang Kelompok Kerja dan
Sekretariat Dewan Nasional Keuangan Inklusif yang ditetapkan tanggal 27 Agustus 2018.
Mekanisme dan tata kerja Dewan Nasional diatur dalam Peraturan Menteri Koordinator
Bidang Perekonomian Nomor: 6 Tahun 2017 tentang Mekanisme dan Tata Kerja Dewan
Nasional Keuangan Inklusif yang ditetapkan tanggal 23 Oktober 2017. Tugas dan kedudukan
Sekretariat secara administratif berada pada Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019
16
Adapun tugas Sekretariat meliputi:
1. Menetapkan target dan indikator keuangan inklusif yang disepakati oleh seluruh
pokja yang dituangkan dalam surat keputusan Sekretariat Kementerian Koordinator
Bidang Perekonomian/Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan
selaku Ketua Sekretariat.
2. Menyusun rencana kegiatan tahunan kesekretariatan.
3. Melakukan monitoring capaian target tahunan keuangan inklusif yang telah
ditetapkan.
4. Melakukan koordinasi dengan Pokja.
5. Melakukan sosialisasi terkait program dan capaian Strategi Nasional Keuangan
Inklusif;
6. Menyusun dan menyampaikan laporan kepada Ketua Harian.
7. Melaksanakan tugas terkait lainnya berdasarkan arahan dari Ketua Dewan Nasional.
2) Target Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR)
Dalam rangka meningkatkan pemberdayaan usaha mikro, kecil, dan menengah
(UMKM) Pemerintah memandang perlu dikembangkannya akses pembiayaan dari perbankan
dan lembaga keuangan bukan bank, mengingat masih terbatasnya kemampuan UMKM untuk
memperoleh akses tersebut. Program Kredit Usaha Rakyat (KUR) merupakan program prioritas
dalam mendukung kebijakan pemberian kredit/pembiayaan modal kerja kepada sektor
UMKM yang bertujuan untuk meningkatkan daya saing dan memperluas akses pembiayaan
bagi pelaku UMKM, sehingga mampu mendorong pertumbuhan ekonomi dan pada akhirnya
dapat memperluas kesempatan kerja. Pemerintah telah membentuk Komite Kebijakan
Pembiayaan bagi UMKM dengan Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2015 tentang Komite
Kebijakan Pembiayaan bagi UMKM, yang diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun
2015, untuk mensinergikan kebijakan atas pengembangan akses pembiayaan. Komite
Kebijakan bertanggung jawab kepada Presiden, diketuai oleh Menteri Koordinator Bidang
Perekonomian dengan beranggotakan 9 Menteri, 2 Kepala Badan, serta Sekretaris Kabinet.
Adapun tugas Komite Kebijakan meliputi: 1) merumuskan dan menetapkan kebijakan
pembiayaan bagi UMKM termasuk penetapan prioritas bidang usaha; 2) melakukan
monitoring dan evaluasi atas pelaksanaan kebijakan pembiayaan bagi UMKM, dan 3)
mengambil langkah-langkah penyelesaian hambatan dan permasalahan dalam pelaksanaan
kebijakan pembiayaan bagi UMKM. Sekretariat Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi UMKM
berada di Kedeputian Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan, Kementerian
Koordinator Bidang Perekonomian. Tugas dan fungsi Sekretariat KomiteKomite Kebijakan
Kredit Usaha Rakyat (KUR) berada di Keasdepan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan.
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019
17
KUR dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian
selaku Ketua Komite Kebijakan Pembiayaan bagi UMKM Nomor 11 Tahun 2017 tentang
Pedoman Pelaksanaan KUR yang berlaku secara efektif mulai 1 Januari 2018 dan Peraturan
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 8 Tahun 2018 tentang Perubahan
Permenko No 11 Tahun 2017 yang berlaku sejak tanggal 31 Oktober 2018 serta Peraturan
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 6 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua
Permenko No 11 Tahun 2017 yang berlaku sejak tanggal 30 Juli 2019.
3) Insentif Fiskal
Pemerintah menyadari bahwa kebijakan fiskal memiliki peran dalam mendorong
pertumbuhan ekonomi, melalui pemberian stimulus untuk meningkatkan investasi.
Pemerintah merumuskan berbagai kebijakan untuk meningkatkan investasi, mendorong
kemudahan berusaha, mendorong pertumbuhan industri dalam negeri, dan meningkatkan
kinerja ekspor. Kebijakan pemerintah dalam mendorong investasi dan ekspor merupakan
suatu rangkaian kebijakan yang terintegrasi dari seluruh pemangku kepentingan. Kebijakan
nasional ini mencakup penyediaan infrastruktur untuk mendorong kegiatan ekonomi,
koordinasi antara kementerian/lembaga pembina sektor, dan perumusan kebijakan fiskal yang
mampu menstimulasi aktivitas perekonomian.
Dalam rangka memacu pertumbuhan ekonomi dan menjaga keberlanjutan penerimaan
negara di tengah berbagai tantangan global dan domestik, kebijakan pemberian insentif
diupayakan lebih tepat sasaran dalam mendorong peningkatan investasi dan daya saing.
Insentif perpajakan yang lebih tepat sasaran diharapkan dapat meningkatkan keunggulan
produk ekspor di luar negeri maupun produk lokal dalam menghadapi produk impor di dalam
negeri. Dengan keunggulan produk yang dimiliki, diharapkan dunia usaha di dalam negeri
mampu bertahan dan berkembang di tengah ketidakpastian perekonomian. Selain itu
peningkatan investasi untuk industri hulu dapat menjamin ketersedian bahan baku dan
barang intermediate di dalam negeri. Melalui kebijakan tersebut selain menurunkan biaya
produksi di dalam negeri dan mendorong ekspor, juga mengurangi defisit neraca
perdagangan dalam rangka mewujudkan aktivitas perekonomian dan industrialisasi yang
stabil. Di sisi lain, aturan perpajakan yang ramah terhadap dunia usaha diharapkan juga dapat
meningkatkan iklim investasi di dalam negeri. Secara umum, upaya ini perlu diprioritaskan
mengingat sebagian besar porsi penerimaan perpajakan masih didukung oleh wajib pajak
badan, meskipun pada akhirnya pemberian insentif juga akan meningkatkan penerimaan dari
wajib pajak orang pribadi.
Dalam perspektif yang lebih luas, peningkatan investasi dapat memberikan eksternalitas
yang lebih luas seperti, peningkatan penyerapan tenaga kerja, peningkatan aktivitas ekonomi
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019
18
baik dengan mitra usaha maupun lingkungan di sekitar lokasi penanaman modal, terdapat
transfer teknologi melalui kegiatan produksi dan riset yang dilakukan. Meningkatnya aktivitas
ekonomi tersebut tentunya akan memberikan dampak pada peningkatan penerimaan
perpajakan di masa yang akan datang.
Dalam perumusan kebijakan pemberian insentif yang lebih tepat sasaran untuk
mendorong peningkatan investasi dan daya saing, pada tahun 2019, Deputi Bidang Koordinasi
Ekonomi Makro dan Keuangan, mengkoordinasikan penyusunan rekomendasi kebijakan
insentif fiskal, yaitu :
a. Rekomendasi Kebijakan Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan
(Tax Holiday).
b. Rekomendasi Kebijakan Pemberian Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman
Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau Di Daerah-Daerah Tertentu (Tax
Allowance).
c. Rekomendasi Kebijakan Pemberian Fasilitas Pengurangan Penghasilan Bruto Atas
Penyelenggaraan Kegiatan Praktik Kerja, Pemagangan, dan/atau Pembelajaran dalam
Rangka Pembinaan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Berbasis Kompetensi
Tertentu (Super deduction vokasi).
4) Penurunan Tingkat Inflasi Melalui Tim Pengendalian Inflasi Pusat
Karakter inflasi nasional banyak dipengaruhi oleh sisi pasokan dan menimbulkan
konsekuensi perlunya kebijakan diluar kebijakan moneter Bank Indonesia dalam rangka
pengendaliannya. Koordinasi lintas sektor dan lintas daerah strategis untuk dilanjutkan dalam
wadah Tim Pengendalian Inflasi Nasional (TPIN). Berdasarkan Keppres No 23 Tahun 2017
tentang TPIN, Menko Perekonomian ditetapkan sebagai Ketua TPIP dengan Gubernur BI,
Menteri Keuangan, Menteri Dalam Negeri sebagai wakil Ketua serta pimpinan K/L terkait
sebagai anggota.
Berdasarkan Peraturan pelaksana Keppres, yaitu Keputusan Menko Perekonomian
Nomor: 148 tahun 2017 tentang Tugas dan Keanggotaan Kelompok Kerja dan Sekretariat TPIP,
telah menetapkan Deputi Koordinasi Bidang Ekonomi Makro dan Keuangan sebagai Kepala
Sekretariat TPIP. Sekretariat TPIP berfungsi untuk membantu peran kelompok kerja (Pokja)
Daerah TPIP dalam melakukan sinkronisasi kebijakan Pusat-Daerah dan pembinaan TPID.
Selama tahun 2019, TPIP telah melaksanakan koordinasi, sinkronisasi dan pengendalian
kebijakan dalam pengendalian inflasi dan telah menghasilkan beberapa capaian sebagai
berikut:
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019
19
a) Realisasi inflasi tahun 2019 sebesar 2,72% (yoy) berada pada rentang sasaran yang
ditetapkan yaitu sebesar 3,5%±1%, lebih rendah dibandingkan tahun 2018 sebesar
3,13% (yoy) dan bahkan merupakan terendah dalam 2 dekade terakhir.
b) Diterbitkannya Peraturan Menteri PPN/Kepala Bappenas Nomor 6 Tahun 2019 tentang
Tata Cara Penyusunan Kebijakan Pengendalian lnflasi dalam Dokumen Perencanaan
Pembangunan Nasional.
c) Tingkat Partisipasi Evaluasi Kinerja TPID untuk penilaian tahun 2019 (57,38%);
meningkat dibandingkan tahun 2018 (43,23%).
d) Pengembangan data dan informasi melalui koordinasi pengembangan data pasokan
PIHPS dan efektifitas penggunaan webiste tpin.id;
e) Penguatan Statistik Inflasi melalui koordinasi dukungan data dari Kementerian teknis
kepada BPS.
f) Diterbitkannya Kepdeputi No. 6 Tahun 2019 tentang Tata Kerja Pelaksanaan Evaluasi
Kinerja Tahunan TPID Provinsi dan TPID Kabupaten/Kota Oleh Kelompok Kerja Daerah
TPIP.
2. PROGRAM REGULER
1) Sinergi Sistem Pembayaran
Dalam rangka merespon tantangan arus digitalisasi dan perkembangan teknologi yang
pesat dan cepat khususnya teknologi finansial (tekfin), yang telah mengubah cara/sistem
sistem pembayaran di masyarakat dari tunai ke non tunai, maka penguatan arah kebijakan
sistem pembayaran perlu didukung oleh komitmen kuat dari berbagai pihak. Dalam rangka
menjaga komitmen tersebut diperlukan koordinasi yang diarahkan untuk memberikan daya
dukung yang optimal bagi terciptanya sistem pembayaran nasional yang aman, efisien, andal
dan inklusif.
2) Penguatan Sinergi Pengendalian Sektor Jasa dan Pengembangan Basis Data Ekonomi dan
Keuangan
Dalam lima tahun terakhir Indonesia mengalami permasalahan defisit transaksi berjalan,
hal ini terutama diakibatkan oleh defisit neraca jasa yang sudah berlangsung lebih dari tiga
puluh tahun terakhir. Sementara disisi lain sektor jasa mempunyai potensi yang cukup besar
dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Peran sektor jasa terhadap perekonomian sebesar
43,79% pada Triwulan III 2019. Sektor jasa juga memiliki kemampuan yang besar dalam
menyerap tenaga kerja, tercatat penyerapan tenaga kerja sektor jasa dalam tahun 2018 adalah
sebesar 43.97%. Sektor jasa juga berperan penting dalam suatu aktivitas produksi. Tercatat
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019
20
34% dari total output jasa digunakan sebagai permintaan antara (input antara) sektor lainnya.
Untuk itu, diperlukan penataan pada sektor jasa dalam upaya pengurangan defisit tersebut.
Dalam rangka penyusunan kebijakan pada bidang moneter dan neraca pembayaran
diperlukan analisis kebijakan yang didukung oleh informasi dan data terkait perekonomian
makro baik dalam skala global maupun nasional. Selain itu, perlu juga dilakukan asesmen
yang berkelanjutan baik sektor moneter maupun eksternal secara berkesinambungan.
Asesmen ini juga didukung dengan analisis data sekunder dan monitoring melalui
Kementerian/Lembaga, Pemerintah daerah dan pelaku usaha untuk melihat langsung kondisi
di lapangan.
3) Pengembangan Skema Pembiayaan Inovatif untuk Pengembangan Ekonomi Daerah dan
Sektor Riil
Pinjaman Daerah
Pemerintah daerah memiliki keterbatasan dalam hal keuangan untuk memenuhi
kebutuhan pembangunannya. Salah satu alternatif yang dapat dilakukan oleh pemerintah
daerah adalah melakukan pinjaman. PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) merupakan
BUMN yang diberi amanat langsung oleh Kementerian Keuangan untuk memberikan
pinjaman daerah. Untuk mempercepat proses pinjaman dalam rangka pembangunan daerah,
Kemenko Perekonomian bersama Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, dan PT
Sarana Multi Infrastruktur (Persero) telah menandatangani Perjanjian Kerja Sama Pelaksanaan
Nota Kesepahaman Percepatan Pinjaman Daerah dalam rangka Pembangunan Infrastruktur di
daerah. Beberapa kegiatan yang mendukung pelaksanaan program tersebut adalah rapat
evaluasi pelaksanaan pinjaman daerah yang dilaksanakan secara triwulanan, rapat inisiasi
pinjaman daerah untuk membahas usulan pinjaman dari masing-masing pemerintah daerah,
dan monitoring serta evaluasi pelaksanaan penyaluran pinjaman daerah.
Obligasi Daerah
Obligasi daerah merupakan salah satu alternatif pembiayaan bagi daerah dalam rangka
pembangunan daerah. Kebutuhan pembiayaan infrsatruktur di daerah mengalami
peningkatan dari tahun ke tahun. Disisi lain, kemampuan APBN/D dalam membiayai
pembangunan infrastruktur sangat terbatas. Untuk itulah diperlukan peran swasta dan
masyarakat untuk ikut serta dalam pembiayaan infrastruktur dalah satunya melalui skema
obligasi daerah.
Pemberdayaan SHAT
Pelaksanaan kegiatan pemberdayaan SHAT bagi pelaku usaha mikro dan kecil, petani
nelayan dan pembudi daya ikan masih melanjutkan amanat MoU Pemberdayaan SHAT bagi
Pelaku Usaha Mikro dan Kecil, Petani, Nelayan dan Pembudidaya Ikan. Pemberdayaan ini
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019
21
bertujuan untuk memberikan kemudahaan bagi masyarakat untuk memperoleh pembiayaan
bagi usahanya.
Kerja Sama Daerah
Setiap daerah pasti saling membutuhkan dan saling bertukar sumberdaya yang
dimilikinya. Untuk itu, Kemenko Perekonomian sangat medorong pemerintah daerah untuk
saling bekerjasama dalam memenuhi kebutuhannya masing-masing. Hal ini juga sesuai
dengan amanat PP No. 28 Tahun 2018 tentang Kerja Sama Daerah. Upaya Kemenko
Perekonomian dalam mendorong kerja sama antar daerah adalah dengan melakukan kajian
pengembangan kerja sama daerah sebagai stimulus bagi pemerintah daerah.
Koordinasi dan Sinkronisasi Sistem Resi Gudang (SRG)
Sistem pembiayaan perdagangan sangat diperlukan bagi dunia usaha untuk menjamin
kelancaran usahanya terutama bagi usaha kecil dan menengah yang umumnya menghadapi
masalah pembiayaan karena keterbatasan akses dan jaminan kredit. Sistem Resi Gudang
merupakan salah satu instrumen penting dan efektif dalam sistem pembiayaan perdagangan.
Sistem Resi Gudang dapat memfasilitasi pemberian kredit bagi dunia usaha dengan agunan
inventori atau barang yang disimpan di gudang. Sistem Resi Gudang juga bermanfaat dalam
menstabilkan harga pasar dengan memfasilitasi cara penjualan yang dapat dilakukan
sepanjang tahun. Di samping itu, Sistem Resi Gudang dapat digunakan oleh Pemerintah untuk
pengendalian harga dan persediaan nasional.
Definisi Sistem Resi Gudang menurut Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2006 tentang
Sistem Resi Gudang adalah kegiatan yang berkaitan dengan penerbitan, pengalihan,
penjaminan, dan penyelesaian transaksi resi gudang. Resi gudang merupakan dokumen bukti
kepemilikan atas barang yang disimpan di gudang yang diterbitkan oleh pengelola gudang.
Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) selaku badan pengawas
melaksanakan tugas pembinaan, pengaturan, dan pengawasan terhadap kegiatan yang
berkaitan dengan Sistem Resi Gudang. Dalam menjalankan tugasnya, Bappebti berkoordinasi
dengan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dalam rangka menyusun rencana/
program dan evaluasi kinerja Sistem Resi Gudang.
4) Penyusunan Regulasi yang Mendukung Pengembangan Ekonomi Daerah dan Sektor Riil
PP Pengelolaan Keuangan Daerah
Sebagaimana diamatkan dalam Inpres 7 No. 2017 tentang Pengambilan, Pengawasan
dan Pengendalian Pelaksanaan Kebijakan di Tingkat Kementerian Negara dan Lembaga
Pemerintah, Kemenko Perekonomian telah berkoordinasi bersama dengan Kementerian
Keuangan, Kementerian Dalam Negeri (selaku pemrakarsa), Kementerian PPN/Bappenas,
Kemenkum HAM dan Kemensetneg dalam melakukan penyusunan kebijakan terkait
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019
22
pengelolaan keuangan daerah yang merupakan kebijkan lintas sektor dan berimplikasi luas
pada kinerja Kementerian atau Lembagai lain. Penyusunan PP Pengelolaan Keuangan Daerah
merupakan amanat dari UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Sebelumnya,
aturan pengelolaan keuangan daerah diatur dalam PP No. 56 Tahun 2005.
Rancangan Peraturan Pemerintah Hak Keuangan dan Belanja
Sebagaimana diamatkan dalam Inpres 7 No. 2017 tentang Pengambilan, Pengawasan
dan Pengendalian Pelaksanaan Kebijakan di Tingkat Kementerian Negara dan Lembaga
Pemerintah, Kemenko Perekonomian telah berkoordinasi bersama dengan Kementerian
Keuangan, Kementerian Dalam Negeri (selaku pemrakarsa), Kemenpan-RB, Kemenkum HAM
dan Kemensetneg dalam melakukan penyusunan kebijakan terkait hak keuangan dan belanja
kepala daerah dan wakil kepada daerah yang merupakan kebijkan lintas sektor dan
berimplikasi luas pada kinerja Kementerian atau Lembagai lain. Penyusunan RPP Hak dan
Belanja Kepala Daerah dan Wakil Kepada Daerah merupakan amanat dari UU No. 23 Tahun
2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Rancangan Perpres Pemberian Penghargaan dan/atau Sanksi kepada Kementerian/
Lembaga dan Pemerintah Daerah
Sebagaimana diamatkan dalam Inpres 7 No. 2017 tentang Pengambilan, Pengawasan
dan Pengendalian Pelaksanaan Kebijakan di Tingkat Kementerian Negara dan Lembaga
Pemerintah, Kemenko Perekonomian telah berkoordinasi bersama dengan Kementerian
Keuangan, Kementerian Dalam Negeri (selaku pemrakarsa), Kemenpan-RB, Kemenkum HAM,
Kemensetneg, Setkab dan BKPM dalam melakukan penyusunan kebijakan dalam memberikan
penghargaan dan/atau sanksi bagi Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah yang
bertujuan untuk meningkatkan kinerja anggran, pelayanan perizinan berusaha terintegrasi
secara elektronik dan percepatan pelaksanaan berusaha untuk medorong investasi di daerah.
Rancangan Perpres Standar Harga Satuan Regional
Sebagaimana diamatkan dalam Inpres 7 No. 2017 tentang Pengambilan, Pengawasan
dan Pengendalian Pelaksanaan Kebijakan di Tingkat Kementerian Negara dan Lembaga
Pemerintah, Kemenko Perekonomian telah berkoordinasi bersama dengan Kementerian
Keuangan, Kementerian Dalam Negeri (selaku pemrakarsa), Kemenpan-RB, Kemenkum HAM,
Kemensetneg, Setkab dan BKPM dalam melakukan penyusunan kebijakan dalam pengelolaan
keuangan daerah. Sebagaimana diamanatkan dalam ketentuan Pasal 51 ayat (3) Peraturan
Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, maka perlu
dilakukan penyusunan Peraturan Presiden tentang Standar Harga Satuan Regional.
Regulasi Turunan Perpres 95 tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik
(SPBE)
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019
23
Sebagaimana diamatkan dalam Inpres 7 No. 2017 tentang Pengambilan, Pengawasan
dan Pengendalian Pelaksanaan Kebijakan di Tingkat Kementerian Negara dan Lembaga
Pemerintah, Kemenko Perekonomian telah berkoordinasi bersama dengan Kementerian
Keuangan, Kementerian Dalam Negeri (selaku pemrakarsa), Bappenas, Kemenkominfo, BPKP,
dan BPPT dalam melakukan penyusunan kebijakan dalam penyelenggaraan Sistem
Pemerintahan Berbasis Elektronik yang terintegrasi dalam Pengelolaan Keuangan Daerah.
Penyusunan Peremendagri tersebut merupakan amanat Pasal 222 PP No.12 Tahun 2019
tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.
Koordinasi dan Sinkronisasi Kebijakan Dasar Pembiayaan Ekspor Nasional (KDPEN)
Kondisi perekonomian nasional saat ini diwarnai dengan penurunan nilai ekspor,
tersentralisasinya pasar ekspor, dan komposisi produk ekspor yang masih didominasi sektor
komoditas. Di sisi lain, perkembangan sektor pariwisata Indonesia merupakan peluang yang
perlu ditangkap dan dimanfaatkan sebagai sumber penerimaan devisa. Untuk mengatasi
kondisi tersebut, disusunlah strategi pembiayaan ekspor nasional yang diarahkan pada
kegiatan yang menghasilkan devisa, kegiatan yang menghemat devisa dalam negeri, dan/atau
kegiatan yang meningkatkan kapasitas produksi nasional. Strategi terkait pembiayaan ekspor
nasional dirumuskan oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia berkoordinasi dengan
pemangku kepentingan (termasuk Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian) yang
kemudian dijadikan sebuah kompilasi Kebijakan Dasar Pembiayaan Ekspor Nasional. Dalam
rangka mendorong usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi, serta pelaku usaha yang
memiliki penjualan tahunan tertentu untuk mengembangkan barang dan/atau jasa yang
berorientasi ekspor, Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia memberikan dukungan melalui
pemberian fasilitas pembiayaan ekspor nasional. Hal ini dilaksanakan dalam rangka
mendukung capaian/visi perekonomian Indonesia ke depan yang mampu tumbuh secara
inklusif dan berkelanjutan.
Buku Kumpulan Peraturan Terkait Pengembangan Ekonomi Daerah
Dalam rangka implementasi Regulaory Impact Analysis (RIA), Keasdepan Ekonomi
Daerah dan Sektor Riil telah berkoordinasi dengan kementerian/lembaga dalam penyusunan
kebijakan/peraturan perundang-undangan khususnya dibidang pengembangan ekonomi
daerah. Buku kumpulan peraturan terkait pengembangan ekonomi daerah dapat memberkan
kemudahan bagi pemerintah dalam mengakses peraturan tersebut.
5) Pemantauan Perkembangan Ekonomi Daerah dan Sektor Riil
Pemantauan perkembangan ekonomi daerah dan sektor riil dilakukan melalui beberapa
kegiatan sebagai berikut:
Laporan Analisis Perkembangan PDB/PDRB Sektoral dan Spasial Triwulanan
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019
24
Laporan Analisis Perkembangan PDB/PDRB Sektoral dan Spasial Triwulanan dilakukan
setiap triwulanan dengan menganalisis sektor tertentu serta provinsi yang memiliki
karakteristik yang sesuai dengan sektor yang dianalisis. Laporan analisis ini disusun sebagai
sarana untuk menginformasikan kondisi aktual perekonomian nasional dan bagaimana
keterkaitannya dengan perekonomian daerah yang ditujukan kepada para stakeholder baik di
internal Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian maupun di lingkungan eksternal,
khususnya para pimpinan pemerintah daerah dan kementerian/lembaga terkait.. Dengan
adanya laporan ini para pemangku kepentingan tersebut diharapkan dapat mengawal dan
melaksanakan kebijakan yang telah dibuat secara komprehensif dan berkelanjutan baik oleh
pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
Pemetaan potensi daerah
Pemetaan Potensi Daerah bertujuan untuk menganalisis isu perkembangan dan
tantangan sektor strategis di daerah. Adapun pemetaan potensi membahas berbagai indikator
perekonomian daerah seperti pertumbuhan ekonomi yang dilihat dari sisi pengeluaran dan
lapangan usaha, inflasi, komoditas strategis, hingga isu sosial seperti kemiskinan,
ketenagakerjaan, indeks pembangunan manusia dll. Pemetaan potensi daerah rutin dilakukan
berdasarkan pulau maupun provinsi pilihan yang memberikan kontribusi terhadap
perekonomian nasional.
Pengumpulan data untuk Diseminasi Outlook dan Kebijakan Perekonomian 2019;
Pengumpulan data untuk Diseminasi Outlook dan Kebijakan Perekonomian 2019
bertujuan untuk memberikan gambaran kondisi perekonomian 2019 dan target
perekonomian 2020. Pengumpulan data dilakukan dalam rangka merealisasikan sasaran
pertumbuhan ekonomi yang selanjutnya dipaparkan dalam Diseminasi. Diseminasi
memaparkan berbagai kebijakan Kemenko Perekonomian yang dilaksanakan bersama dengan
Kementerian/Lembaga di bawah koordinasinya untuk mencapai target-target tersebut.
Laporan ini diawali pembahasan mengenai perkembangan perekonomian secara global
yang meliputi pertumbuhan ekonomi, perdagangan, pasar komoditas, kebijakan moneter,
kebijakan fiskal, dan pasar finansial. Bagian kedua merupakan pembahasan mengenai
perkembangan perekonomian Indonesia, mencakup pertumbuhan ekonomi, kebijakan
moneter, kebijakan fiskal, neraca pembayaran, dan perkembangan investasi. Bagian ketiga
membahas mengenai tantangan dan peluang perekonomian yang dilihat dari sisi eksternal dan
internal. Kemudian, bagian keempat pembahasan berfokus pada realisasi pertumbuhan
ekonomi sektoral 2019 dan target pertumbuhan tahun 2020 beserta kebijakan pendorongnya.
Selanjutnya, bagian kelima pembahasan mengenai kebijakan-kebijakan prioritas di bawah
koordinasi Kemenko Perekonomian.
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019
25
Penyusunan Kajian Pengembangan Industri Kimia Nasional
Peran industri pengolahan dalam perekonomian Indonesia saat ini adalah sekitar 20%.
Dengan ukuran sebesar itu, pertumbuhannya ke depan akan mempengaruhi pertumbuhan
perekonomian secara keseluruhan. Hal tersebut dapat melalui peningkatan nilai tambah
bahan baku dalam negeri, penyerapan tenaga kerja lokal, maupun peningkatan penerimaan
devisa dari ekspor. Di antara sub sektor industri pengolahan, industri kimia memiliki peran
yang cukup penting karena sebagian besar produk yang dihasilkan oleh industri ini
merupakan input bagi industri lainnya. Oleh karena itu, pengembangan industri kimia akan
memberikan dampak berganda melalui perkembangan industri-industri turunannya. Industri
kimia adalah industri yang kompleks dengan produk yang sangat bervariasi dan rute proses
yang sangat beragam. Perekonomian yang kuat perlu didorong oleh industri kimia yang kuat
pula. Pemahaman mengenai karakteristik industri kimia sangat diperlukan sebelum
merumuskan dukungan yang tepat untuk mendorong tumbuhnya industri ini di dalam negeri.
Kajian ini dilakukan untuk merumuskan rekomendasi yang dapat digunakan untuk
menumbuhkan industri ini dalam rangka mencapai struktur industri kimia yang mandiri,
sehat dan berdaya saing.
Penyusunan analisis defisit fiskal dan dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi,
pengangguran dan kemiskinan
Kondisi perekonomian global diperkirakan masih melambat sampai tahun 2020.
Perlambatan tersebut sangat mungkin memengaruhi kinerja perekonomian Indonesia selama
Indonesia menganut sistem perekonomian terbuka. Untuk menjaga momentum pertumbuhan
ekonomi domestik agar tetap stabil, maka perlu disusun suatu rekomendasi kebijakan
mendorong daya beli masyarakat. Kegiatan dilakukan melalui proses analisis data dan FGD
bersama stakeholder terkait.
Penyusunan Penguatan Strategi Terintegrasi Optimalisasi Pembangunan Infrastruktur
dalam Mendorong Pertumbuhan Sektor Industri di Jawa Tengah
Salah satu permasalahan terjadinya gap antara pertumbuhan ekonomi dengan
pembangunan infrastruktur yang tengah dilakukan adalah konektivitas. Terdapat kesenjangan
konektivitas yang tercipta antara pusat-pusat pertumbuhan seperti kawasan industri/kluster
produksi pangan dengan proyek-proyek strategis nasional maupun sarana dan prasarana yang
dibangun oleh Kementerian/lembaga maupun pemerintah daerah. Oleh karena itu, untuk
memastikan bahwa pembangunan infrastruktur sudah optimal dan memberikan dampak bagi
masyarakat, dalam ruang lingkup sebagai faktor konektivitas, perlu dilakukan penguatan
strategi yang lebih terintegrasi.
Sejalan dengan penerapan teknologi informasi diberbagai bidang, terdapat terminologi
yang dikenal dengan Dashboard Management System. Sistem ini mempunyai beberapa
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019
26
manfaat seperti fungsi monitoring, predictive analytics dan early warning system. Oleh karena
itu, penguatan strategi terintegrasi dapat memanfaatkan sistem monitoring dan pengendalian
berbasis teknologi informasi (Dashboard Management System) diharapkan dapat menjadi
solusi terutama dalam mengoptimalisasi pembangunan infrastruktur dan mendorong
pertumbuhan sektor industri.
Indonesia Climate Change Trust Fund (ICCTF)
ICCTF merupakan suatu program peningkatan ekonomi masyarakat dalam menghadapi
dampak perubahan iklim. Dalam hal ini Deputi Bidang Ekonomi Makro dan Keuangan sebagai
wali amanat secara rutin terlibat dalam monitoring progress program dan kegiatannya.
6) Koordinasi Kebijakan terkait Restrukturisasi/Privatisasi
Program restrukturisasi merupakan upaya yang dilakukan dalam rangka penyehatan
BUMN yang merupakan salah satu langkah strategis untuk memperbaiki kondisi internal
perusahaan guna memperbaiki kinerja dan meningkatkan nilai perusahaan. Restrukturisasi
dilaksanakan dalam 2 bentuk yaitu restrukturisasi sektoral dan restrukturisasi perusahaan.
Restrukturisasi sektoral dilaksanakan sesuai dengan kebijakan sektor dan/atau ketentuan
peraturan perundang-undangan. Salah satunya adalah pembentukan induk perusahaan
(Holding). Restrukturisasi perusahaan meliputi peningkatan daya saing usaha, penataan
hubungan fungsional antara pemerintah selaku regulator dan BUMN selaku badan usaha,
termasuk di dalamnya penerapan prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik dan
menetapkan arah dalam rangka pelaksanaan kewajiban pelayanan publik serta restrukturisasi
internal yang mencakup keuangan, organisasi/manajemen, operasional, sistem dan prosedur.
7) Penyempurnaan regulasi terkait Pinjaman Komersial Luar Negeri/PKLN (Revisi Keppres 52/
1972 dan Keppres 39/1991)
Kebutuhan pendanaan pembangunan proyek prioritas seperti infrastruktur diperkirakan
mencapai Rp 5.519,4 Triliun selama periode 2015-2019 dimana BUMN diharapkan
memberikan kontribusi sebesar Rp 1.066,2 Triliun. Dengan kebutuhan dana yang besar, tidak
mungkin jika hanya mengandalkan sumber pendanaan dari internal perusahaan. Pendanaan
dari eksternal seperti pinjaman komersial luar negeri merupakan salah satu alternatif
pembiayaan yang memungkinkan dilihat dari tawaran term and condition yang lebih
kompetitif dan keterbatasan likuiditas perbankan dalam negeri. Kebijakan PKLN sebagaimana
diatur dalam Keppres 59/1972 dan Keppres 39/1991 dirasa sudah tidak sesuai dengan
perkembangan terkini dalam berbagai hal sehingga perlu dilakukan perubahan. Kemenko
Perekonomian, Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia sedang menyusun rancangan
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019
27
peraturan presiden untuk menyempurnakan pengaturan terkait pinjaman komersial luar
negeri.
8) Koordinasi Kebijakan terkait Penambahan Penyertaan Modal Negara (PMN)
Salah satu sasaran pembinaan dan pengembangan BUMN adalah meningkatnya peran
BUMN dalam pembangunan melalui peningkatan pelayanan publik. Guna mendukung hal
tersebut, Pemerintah mengambil kebijakan untuk melakukan penambahan PMN dari APBN
dalam rangka memperkuat struktur permodalan BUMN. Selain itu, PMN juga diberikan dalam
rangka meningkatkan kapasitas Perusahaan. Berdasarkan PP 72/2016 tentang Perubahan atas
PP 44/2005 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada BUMN dan
Perseroan Terbatas, sumber PMN yang berasal dari APBN meliputi kekayaan negara berupa
dana segar, Barang Milik Negara (BMN), piutang negara pada BUMN atau Perseroan Terbatas,
saham milik negara pada BUMN atau Perseroan Terbatas; dan/atau aset negara lainnya. PMN
Tunai diberikan dalam rangka mendukung penugasan Pemerintah dalam pembangunan
infrastruktur Pemerintah. Sedangkan PMN Non Tunai diberikan Pemerintah berupa BUMN
yang berasal dari APBN yang telah dioperasionalkan dan/atau digunakan oleh BUMN
(Bantuan Pemerintah Yang Belum Ditetapkan Statusnya/BPYBDS) dalam rangka
penatausahaan BUMN.
B. CAPAIAN INDIKATOR KINERJA UTAMA TAHUN 2019
Capaian Tahun 2019
Tingkat capaian kinerja unit organisasi Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan
Keuangan Tahun 2019 dilakukan dengan cara membandingkan antara target (rencana)
dengan realisasi Indikator Kinerja Utama (IKU) yang telah tertuang dalam Penetapan Kinerja
Kedeputian I Tahun 2019. Perhitungan tingkat capaian kinerja Kedeputian I Tahun 2019
berdasarkan hasil pengukurannya dapat disajikan dalam tabel sebagai berikut:
Tabel 3.1. Capaian Kinerja Kedeputian I
SASARAN STRATEGIS 1
Tercapainya Indeks Keuangan Inklusif
Indikator Kinerja
Target Realisasi Kinerja
Indeks Keuangan Inklusif 75% 76% 101,3%
SASARAN STRATEGIS 2
Tercapainya Target Penyaluran KUR.
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019
28
Indikator Kinerja
Target Realisasi Kinerja
Target Penyaluran KUR Rp. 140 Triliun Rp. 140,08 T 100,06%
SASARAN STRATEGIS 3
Terwujudnya Koordinasi dan Sinkronisasi Kebijakan Ekonomi Makro dan Keuangan
Indikator Kinerja
Target Realisasi Kinerja
Jumlah Paket Rekomendasi Koordinasi
dan Sinkronisasi Kebijakan Ekonomi
Makro dan Keuangan
1 Paket
Rekomendasi
1 Paket
Rekomendasi 100%
SASARAN STRATEGIS 4
Terwujudnya Pengendalian Kebijakan Ekonomi Makro dan Keuangan
Indikator Kinerja
Target Realisasi Kinerja
Jumlah Paket Rekomendasi
Pengendalian Kebijakan Ekonomi
Makro dan Keuangan
1 Paket
Rekomendasi
1 Paket
Rekomendasi 100%
Rata-Rata Capaian Kinerja 100,34%
Presentase rencana realisasi untuk Sasaran Strategis 1 dan 2 masing-masing adalah
101,3% dan 100,06%, sedangkan Sasaran Strategis ketiga mencapai 100% dan Sasaran
Strategis keempat tercapai 100%.
Berdasarkan realisasi tersebut dengan demikian capaian rata-rata atas indikator kinerja
Tahun 2019 adalah sebesar 100,34% merupakan rata-rata penjumlahan dari masing-masing
indikator kinerja dibagi tiga. Dengan demikian status kinerja Deputi Bidang Koordinasi
Ekonomi Makro dan Keuangan untuk sasaran strategis 1, 2, 3 dan 4 berwarna HIJAU,
sebagaimana telah dijabarkan pada subbab Metode Pengukuran dan Kriteria Ukuran
Keberhasilan.
SASARAN STRATEGIS 1 TERCAPAINYA INDEKS KEUANGAN INKLUSIF
SASARAN STRATEGIS 1
Tercapainya Indeks Keuangan Inklusif
Indikator Kinerja
Target Realisasi Kinerja Memuaskan
Indeks Keuangan Inklusif 75% 76% 101,3%
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019
29
1) Capaian Tingkat Keuangan Inklusif Tahun 2019
Perpres 82/2016 mentargetkan 75% penduduk dewasa memiliki akses layanan
keuangan formal di tahun 2019. Untuk melakukan pengukuran capaian keuangan inklusif dan
menentukan kebijakan yang tepat dari sisi permintan, dilakukan survei di masyarakat.
Beberapa survei menunjukkan bahwa kondisi keuangan inklusif di Indonesia mengalami
peningkatan signifikan sejak 2016. Hasil Survei OJK di 2019 menunjukkan Indeks Keuangan
Inklusif sebesar 76.19%, sehingga target 2019 telah tercapai. Sebaliknya inklusi keuangan
syariah menurun dari 11,6% pada tahun 2016 menjadi 9% pada tahun 2019. Tren meningkat
juga konsisten dengan angka dari Global Findex, dimana indeks keuangan inklusif pada tahun
2011, 2014, dan 2017 berturut-turut sebesar 19.6%, 36.1%, dan 48.9%.
Peningkatan tersebut disebabkan oleh masifnya program pemerintah yang menyasar
segmen masyarakat yang menjadi fokus target keuangan inklusif seperti pekerja migran dan
keluarganya melalui program penciptaaan ekosistem keuangan di daerah kantong pekerja
migran melalui program Desmigratif (Desa Migran Produktif); masyarakat berpendapatan 40%
terendah melalui program Program Keluarga Harapan (PKH) dan Bantuan Pangan Non Tunai
(BPNT); pengusaha mikro dan kecil melalui program Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan Ultra
Mikro (UMi); kelompok wanita melalui program PNM Mekaar; kelompok pelajar, mahasiswa
dan pemuda melalui SimPel dan SiMuda; Kelompok Masyarakat Penyandang Masalah
Kesejahteraan Sosial (PMKS) melalui akses keuangan bagi disabilitas; dan Masyarakat yang
tinggal di daerah tertinggal, perbatasan, dan pulau-pulau terluar antara lain melalui program
Bangga Papua.
Sekretariat DNKI bekerjasama dengan Kantar/Intermedia telah melakukan survei
keuangan inklusif Indonesia tahun 2018 yang hasilnya telah diperoleh pada bulan Agustus
2019. Hasil dari survei tersebut sesuai dengan estimasi Sekretariat DNKI pada 2018, yaitu
sebesar 70,3% masyarakat dewasa Indonesia pernah mengakses layanan keuangan formal. Dari
sisi kepemilikan, 55.7% penduduk dewasa Indonesia memiliki akun di lembaga keuangan
formal, dimana porsi laki-laki dan perempuan pemilik akun relatif sama (55.6% perempuan
dewasa dan 55.7% pada pria dewasa). Hal tersebut diperkirakan hasil dari program bantuan
pemerintah nontunai kepada perempuan membantu menekan kesenjangan gender dalam
kepemilikan akun.
Program pemerintah yang menargetkan wilayah pedesaan dan perkotaan juga
berkontribusi terhadap peningkatan kepemilikan akun. Survei SNKI 2018 menunjukkan bahwa
48.9% penduduk dewasa di kawasan perdesaan memiliki akun, dibandingkan dengan 61.2%
penduduk dewasa perkotaan. Di antara 2016 dan 2018, kepemilikan akun hampir dua kali
lipat di wilayah pedesaan, bertumbuh sebesar 24,2 pp, dibanding pertumbuhan 16,4 pp di
wilayah perkotaan.
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019
30
Salah satu hasil penting dari survei Global Findex tahun 2017 adalah diketahui alasan
mengapa penduduk dewasa tidak memiliki rekening di lembaga keuangan. Sebanyak 72%
menyatakan karena tidak memiliki uang yang cukup, sepertiga dari mereka menyatakan
karena jarak, 32% menyatakan karena biaya administrasi, dan 25% orang menyatakan karena
tidak memiliki dokumen yang dipersyaratkan.
Sebagian temuan tersebut konsisten dengan Survei SNKI 2018 terkait alasan tidak
memiliki rekening, dimana 52.2% responden menyampaikan tidak memiliki cukup uang,
20.5% menyampaikan tidak membutuhkan, 16.3% menyatakan lebih suka uang tunai. Di sisi
lain, berbeda dengan hasil survei Global Findex 2017, Survei SNKI 2018 menunjukkan hanya
3.3% penduduk dewasa yang tidak memiliki akun disebabkan oleh tidak memiliki dokumen
kependudukan yang dipersyaratkan, 2.9% karena jarak kantor lembaga keuangan yang terlalu
jauh, dan 2.6% karena biaya administrasi terlalu tinggi. Hal itu dapat disebabkan oleh
perbedaan jumlah dan lokasi sampel dari kedua survei keuangan inklusif tersebut. Global
Findex 2017 di Indonesia hanya melibatkan 1,000 responden, sedangkan Survei SNKI 2018
sebanyak 6,695 responden.
Global Findex 2017 menyampaikan bahwa terdapat potensi percepatan keuangan
inklusif melalui program yang mendorong adopsi teknologi digital secara lebih masif. 77%
penduduk dewasa memiliki telepon seluler, namun 64% dari mereka belum memiliki rekening
bank; sebanyak 32% penduduk dewasa memiliki akses ke internet; dan sebanyak 35%
penduduk dewasa sudah melakukan pembayaran secara non tunai.
Berkebalikan dengan Global Findex 2017, hasil survei SNKI 2018 menyampaikan bahwa
penduduk dewasa Indonesia yang tidak memiliki akun menunjukan tingkat kesiapan yang
relatif rendah untuk adopsi layanan keuangan digital. Indikator kunci terkait kesiapan
kepemilikan akun, seperti kartu identitas, literasi dasar dan jarak ke lembaga keuangan formal
ditemukan tinggi di kalangan masyarakat yang belum terjamah layanan keuangan formal.
Namun indikator digital seperti kepemilikan ponsel cerdas (30.4%) dan kartu SIM (60.6%),
serta kemampuan menggunakannya seperti bertukar pesan singkat (61.2%), ditemukan
rendah. Mendorong penggunaan pembayaran dan transfer skala mikro serta tabungan sangat
diperlukan untuk mengungkit permintaan kepemilikan akun di antara masyarakat yang saat
ini tidak memilikinya.
Sepanjang semester pertama 2019, Lembaga Perbankan telah mendukung program
Keuangan Inklusif melalui penambahan titik akses layanan keuangan berupa peningkatan
jumlah ATM dan agen bank.
Untuk mengetahui dan melakukan sosislisasi perkembangan mutakhir dari tingkat
Keuangan Inklusif Indonesia, Sekretariat Dewan Nasional Keuangan Inklusif melakukan:
a) Penyelenggaraan diseminasi Survei Nasional Inklusi Keuangan tahun 2018, yang telah
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019
31
dilaksanakan pada 14 November 2019.
b) Melakukan persiapan Survei SNKI 2019/2020 yang akan dilakukan pada awal tahun
2020. Salah satu perubahan dari Survei 2018 adalah dilakukan penyesuaian kuisioner
(perubahan alur, penyederhanaan materi kuisioner, serta memasukkan lebih banyak
unsur ekonomi/keuangan syariah), dan peningkatan jumlah sampel/responden.
2) Rekomendasi Kebijakan Percepatan Capaian Target Tingkat Keuangan Inklusif
Mengacu kepada Peraturan Presiden Nomor: 8 Tahun 2016 tentang SNKI yang
mentargetkan 75% penduduk dewasa memiliki akses layanan keuangan formal di tahun 2019,
dan mempertimbangkan potensi percepatan keuangan inklusif melalui adopsi teknologi digital
secara lebih masif, maka dicanangkan strategi percepatan keuangan inklusif berupa:
No Program Kerja Perkembangan
1 Peningkatan Simpanan
Masyarakat
1. Hari Indonesia Menabung ditetapkan pada Agustus 2019
dan Peluncuran Aksi Indonesia Menabung dilaksanakan
pada Oktober 2019.
2. Peningkatan tabungan BSA,termasuk simpanan pelajar
(SimPel) yang signifikan
2 Peningkatan Akses
Pembiayaan Usaha Mikro dan
Kecil
1. Peningkatan akses pembiayaan untuk UMKM melalui KUR,
Mekaar, Bank Wakaf Mikro (BWM), dan Kredit Ultraa
Mikro (UMi).
3 Percepatan Sertifikasi Hak
Properti Masyarakat untuk
Agunan
1. Realisasi penyaluran pembiayaan via Pemberdayaan SHAT;
2. Pendataan surat keterangan kelahiran ternak dan
penggunaannya sebagai salah satu agunan;
3. Surat Keterangan Kelahiran Ternak yang berasal dari
perusahaan breeding sebagai agunan kredit/pembiayaan
UMKM.
4 Peningkatan Layanan
Keuangan Digital dan
Nontunai
1. Di tahun 2019, dari total 542 daerah (prov/kab/kota),
458 kab/kota telah melakukan transaksi nontunai;
2. Proyek percontohan pembukaan rekening tabungan
dengan e-KYC di skala nasional sudah berjalan, namun
pemanfaatan di skala nasional belum terlaksana;
5 Optimalisasi dalam Layanan
Agen Bank
1. Regulasi bersama BI-OJK terkait agen Bank;
2. Kajian tentang pajak reklame agen bank.
Sebagai strategi keuangan inklusif OJK telah mengembangkan beberapa produk tabungan
yang dibutuhkan masyarakat yaitu tabungan Basic Saving Account (BSA), rekening tabungan
tanpa biaya admistrasi, rekening tabungan untuk pelajar (Simpel), dan rekening tabungan
untuk pemuda/mahasiswa (Simuda). Produk-produk tabungan tersebut mempereoleh
tanggapan baik dari masyarakat terlihat dari jumlah penabung dan nilai tabungan yang terus
meningkat, seperti tercermin dari peningkatan rekening simpanan di perbankan dari 276 juta
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019
32
rekening dengan nilai Rp5.704 triliun pada tahun 2018 menjadi 302 juta rekening dengan
nilai Rp6.043 triliun.
Program SNKI tidak hanya meningkatkan tabungan, tetapi juga meningkatkan
penyaluran pembiayaan untuk UMKM. Pada program kedua ini telah berhasil ditingkatkan
pembiayaan Usaha Mikro dan Kecil, yang berupa KUR, Mekaar, bank wakaf mikro dan kredit
ultra mikro. Dapat dilaporkan realisasi KUR pada tahun 2019 sebesar Rp140,08 triliun dan
diberikan kepada 4,7 juta debitur. Sementara penyaluran pembiayaan mekaar untuk kelompok
wanita telah mencapai 6 juta nasabah/debitur pada tahun 2019, kredit ultra mikro telah
disediakan dana sebesar Rp3 triliun pada tahun 2019.
Program ketiga dilakukan dengan memanfaatkan sertitifkasi aset masyarakat, khususnya
tanah untuk dapat dijadikan agunan oleh usaha mikro dan kecil, dengan nilai kredit masih
relatif kecil sebesar Rp124,6 miliar dengan debitur sebanyak 3.276.
Program keempat terkait dengan Gerakan Non-Tunai yang dikembangkan Bank
Indonesia. Selain itu, program ini juga berfokus pada penggunaan atau adopsi teknologi digital
untuk layanan keuangan.
Pemerintah telah memulai mendorong transaksi non-tunai oleh Pemerintah Daerah. Di
tahun 2019, dari total 542 daerah (prov/kab/kota) sebanyak 458 kab/kota telah melakukan
transaksi non-tunai. Untuk terus mendorong hal ini, di tahun 2020 direncanakan adanya
MoU antara Kementerian Koordinator Perekonomian, Bank Indonesia, dan Kementerian
Dalam Negeri. Selain hal diatas, telah digunakan juga QRIS (Quick Respons Indonesia
standard) untuk meningkatkan transaksi pembayaran non tunai/digital serta menciptakan
interkonesiktas berbagai perusahaan penyelenggara jasa system pembayaran (Go Pay, OVO,
LinkAja, Dana dan lainnya).
Capaian yang dapat dilaporkan adalah telah dilakukan proyek percontohan penggunaan
data e-KTP dan data biometrik dalam proses e-KYC saat pembukan rekening oleh BRI di
Tanjung Pinang dan Bank mandiri di Jakarta. Namun, pemanfaatan di skala nasional belum
terlaksana karena terbatasnya kapasitas akses KTP elektronik dan masih mahalnya biaya
pengadaan peralatan identifikasi biometrik penabung.
Yang kelima adalah Program terkait harmonisasi agen laku pandai bank dari OJK dengan
agen Layanan Keuangan Digital (LKD) dari BI. Memorandum of Understanding {MoU} antara
BI dan OJK terkait sinergi agen laku pandai dan Layanan Keuangan Digital telah
ditandatangani.
Output/hasil koordinasi:
1) Surat nomor B/SNKI/03/SES.DNKI/01/2019 tanggal 23 Januari 2019 tentang
Permintaan Penyampaian Laporan Kinerja Keuangan Inklusif 2018 dan Rencana Kinerja
2019;
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019
33
2) Surat Nomor SNKI/15/SES.DNKI/03/2019 tanggal 5 Maret 2019 perihal Undangan
Rapat Pembahasan Porgram Kerja Poka I Edukasi Keuangan, Pokja V Perlindungan
Konsumen dan Sekretariat DNKI;
3) Surat Nomor SNKI/16/SES.DNKI/03/2019 tanggal 5 Maret 2019 perihal Undangan
Rapat Pembahasan Porgram Kerja Poka Hak Properti Masyarakat dan Pokja VII
Infrastruktur dan Teknologi Informasi Keuangan;
4) Surat Nomor SNKI/17/SES.DNKI/03/2019 tanggal 5 Maret 2019 perihal Undangan
Rapat Pembahasan Porgram Kerja Poka III Fasilitasi intermediasi, Pokja IV Pelayanan
Keuangan serta Pokja VI Kebijakan dan Regulasi;
5) Surat Nomor SNKI/31/SES.DNKI/06/2019 tanggal 19 Juni 2019 perihal Pembahasan
Program Kerja Harmonisasi Layanan Keuangan Digital (LKD) DAN Laku Pandai (LP)
Tahun 2019;
6) Surat Nomor SNKI/34/SES.DNKI/06/2019 tanggal 25 Juni 2019 perihal Undangan
Rapat pembahasan Pelaksanaan Penyaluran Bantuan Sosial Non Tunai dalam Rangka
Mendukung Pembangunan Manusia dan Kebudayaan;
7) Surat Nomor B/SNKI/45/SES.DNKI/07/2019 tanggal 10 Juli 2019 perihal Permintaan
Data PTSL dan Pemanfaatan Sertipikat untuk Akses Layanan Keuangan secara Periodik;
8) Surat Nomor B/SNKI/81/SES.DNKI/10/2019 tanggal 31 Oktober 2019 perihal
Permintaan Data PTSL dan Pemanfaatan Sertipikat untuk Akses Layanan Keuangan
secara Periodik;
Outcome/dampak :
1) Mempercepat pencapaian target indeks keuangan inklusif Indonesia sebesar 75% di
tahun 2019.
2) Meningkatnya sinergi program dan pelaksanaan rencana aksi keuangan inklusif tahun
2019.
3) Penetapan Hari Indonesia Menabung dan Aksi Indonesia Menabung
Pertumbuhan ekonomi suatu negara didukung oleh tabungan masyarakat, disamping
konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah, dan net ekspor. Semakin tinggi tingkat tabungan
masyarakat di suatu negara maka akan menggerakkan roda perekonomian karena
ketersediaan dana yang dapat digunakan untuk pembangunan dan investasi baik di sektor riil
maupun sektor keuangan. Sementara itu, akses keuangan adalah hak dasar masyarakat untuk
meningkatkan kesejahteraan. Salah satu pemenuhan kebutuhan layanan keuangan yang
paling mendasar adalah melalui kepemilikan rekening di bank atau lembaga keuangan non
bank, sebelum mendapatkan akses layanan keuangan yang lain.
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019
34
Grafik 3.1. Perkembangan DPK dan MPS serta rasio Saving to GDP Indonesia.
Rasio Gross Saving to GDP Indonesia menunjukkan peningkatan, namun masih relatif
rendah (30.78%) jika dibandingkan China (47%), Singapura (48%), Philipina (44%), Thailand
(31%), dan Middle Income (31%). Dengan kondisi tersebut, maka pemerintah perlu
melaksanakan program nasional untuk mendorong peningkatan tabungan masyarakat.
World Bank merilis data yang menunjukkan 48.9% penduduk dewasa di Indonesia
tahun 2017 telah memiliki rekening di bank, meningkat dari 36,1% di tahun 2014. Untuk
mencapai target 75% tersebut inklusi keuangan harus meningkat 26,1% selama 2 tahun
(2018-2019). Dengan kata lain sekitar 51,53 juta penduduk dewasa yang belum memiliki
akses ke layanan keuangan pada lembaga keuangan formal, harus di-inklusi-kan (asumsi
populasi penduduk berusia 15 tahun ke atas tahun 2019 sebesar 197.438.600, berdasarkan
data BPS).
Sementara itu Sekretariat DNKI mengadakan Survei Nasional Keuangan Inklusif 2018
yang hasilnya dikeluarkan pada tahun 2019 dengan gambaran bahwa 55.7% penduduk
dewasa Indonesia telah memiliki akun di lembaga keuangan formal (ownership) dan 70.3%
dari penduduk dewasa Indonesia pernah menggunakan akun lembaga keuangan formal
(access/usage). Sedangkan berdasarkan hasil survey OJK terkait literasi keuangan didapat
angka literasi Indonesia sebesar 29.66% pada tahun 2016. Untuk mengejar target inklusi
keuangan sebesar 75% di akhir tahun 2019 dibutuhkan tingkat literasi masyarakat yang
tinggi.
Mempertimbangkan butir-butir tersebut, dipandang perlu dilakukan langkah-langkah
strategis yang bersifat massif dan global untuk meningkatkan pemahaman masyarakat akan
layanan dan produk lembaga keuangan, terutama pentingnya menghidupkan budaya
menabung. Diharapkan dengan demikian masyarakat akan semakin paham dan sadar akan
pentingnya menabung bagi dirinya sendiri, keluarga, dan negara, serta pentingnya memiliki
akses ke produk dan layanan keuangan lainnya untuk meningkatkan kesejahteraan mereka.
Berdasarkan hal diatas, langkah konkrit yang dilakukan adalah:
0.35
0.35
0.36 0.360.36
0.35920.3634
0.370.37
0.34
0.34
0.35
0.35
0.36
0.36
0.37
0.37
-
1,000
2,000
3,000
4,000
5,000
6,000
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Perkembangan DPK dan MPS
Giro Tabungan Simpanan Berjangka MPS
28
29
30
31
32
33
34
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
%
Tahun
Rasio Savings to GDP Indonesia
Sumber: BPS dan OJK Sumber: IMF dan World Bank
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019
35
a) Dilakukan Kampanye Peningkatan Kesadaran Masyarakat terhadap Keuangan Inklusif
Melihat rendahnya tingkat literasi keuangan masyarakat Indonesia, maka diadakan
suatu gerakan yang bersifat masif dan berskala nasional yang akan menggerakkan
seluruh lapisan masyarakat untuk melakukan tindakan aktif untuk mengakses
keuangan. Diharapkan gerakan ini akan menjadi gerakan aktif yang akan menyasar
kelompok masyarakat dengan populasi yang besar.
Tujuannya adalah meningkatkan kesadaran masyarakat akan keuangan inklusif dan
mendorong mereka melakukan langkah aktif dengan mengakses layanan keuangan
tabungan sebagai akses awal untuk masuk ke layanan keuangan.
b) Penetapan Hari Indonesia Menabung
Hari Indonesia Menabung ditetapkan pada tanggal 20 Agustus 2019 melalui Keputusan
Presiden No. 26 Tahun 2019 tentang Hari Indonesia Menabung. Hari Indonesia
Menabung dirayakan setiap tanggal 20 Agustus. Pemilihan tanggal 20 Agustus
dilakukan karena merupakan hari pertama kampanye gerakan masal menabung
nasional dengan peluncuran Tabungan Pembangunan Nasional (Tabanas) dan Tabungan
Asuransi Berjangka (Taska) pada 20 Agustus 1971.
c) Aksi Indonesia Menabung
Penetapan Hari Indonesia Menabung (HIM) merupakan bagian dari Aksi Indonesia
Menabung. Tujuan dari AIM antara lain:
Mendorong lebih banyak masyarakat yang membuka rekening tabungan atau e-
money registered;
Memberi pengetahuan kepada masyarakat umum untuk sadar dan mengetahui
kegunaan dari rekening yang mereka miliki;
Mendorong masyarakat untuk aktif menggunakan rekening yang mereka miliki.
Segmen sasaran dari AIM adalah Pelajar dan pemuda (melalui produk Simpanan Pelajar/
SimPel dan Simpanan Mahasiswa dan Pemuda/SiMuda); Perempuan; Pekerja; PMI dan
Keluarga; dan Petani dan Nelayan.
d) Aksi Menabung Pelajar
Menindaklanjuti Rekomendasi Implementasi Produk Simpanan Pelajar pada tahun 2018,
DNKI dengan didukung regulasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan
Kementerian Agama, mencanangkan Aksi Menabung Pelajar yang dilaksanakan pada
2019. Latar belakang pelajar menjadi target prioritas keuangan inklusif adalah:
i. Potensi Pelajar sangat besar. Data BPS 2017/2018 jumlah pelajar (PAUD-SMA)
adalah 69,3 juta;
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019
36
ii. Dengan memperkuat literasi keuangan di kalangan pelajar, kebiasaan menabung
generasi muda akan meningkat. Hal ini menjadi sumber pembiayaan pembangunan,
yang memperkuat ketahanan sistem keuangan;
iii. Jika seluruh pelajar terinklusi keuangan, maka target keuangan inklusif jangka
panjang dapat tercapai;
Program Aksi menabung Pelajar (One Student One Account) terdiri dari:
i. Produk SimPel dan Pengembangannya;
ii. Kerjasama Perbankan (Bank Goes to School);
iii. Roadmap One Student One Account ;
iv. Monitoring dan Evaluasi.
Diharapkan dengan penetapan Hari Indonesia Menabung dan Aksi Indonesia
Menabung, maka akan memperlihatkan keikutsertaaan Pemerintah dalam mendorong
masyarakat untuk menabung, sekaligus menunjukkan pentingnya gerakan menabung sebagai
langkah awal peningkatan kesejahteraan masyarakat. Selain itu, diharapkan Pemerintah ikut
serta aktif membangun budaya menabung di masyarakat sejak dini.
Grafik 3. 2. Perkembangan Tabungan SimPel
Output/hasil koordinasi:
1) Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2019 Tentang Hari Indonesia
Menabung;
2) Surat Nomor SNKI/18/SES.DNKI/03/2019 tanggal 28 Maret 2019 perihal Permohonan
Audiensi Program Aksi Menabung kepada Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi
Publik, Kementerian Komunikasi dan Informatika;
30,967 211,221 326,123 347,447
3,005,922
9,972,454
17,007,508
21,584,281
0
5,000,000
10,000,000
15,000,000
20,000,000
25,000,000
2 0 1 6 2 0 1 7 2 0 1 8 T W 3 2 0 1 9
TABUNGAN SIMPEL
Sekolah Rekening
Rp 842,7 M
Nominal
Rp 1,98 T
Rp 6,64 T
Rp 8,76 T
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019
37
3) Surat Nomor SNKI/58/SES.DNKI/08/2019 tanggal 14 Agustus 2019 perihal Undangan
Rapat Pembahasan Persiapan Perayaan Hari Indonesia Menabung;
4) Surat Nomor B/SNKI/60/SES.DNKI/08/2019 tanggal 15 Agustus 2019 perihal
Permohonan Partisipasi dalam Perayaan Hari Indonesia Menabung kepada gubernur
Sulawesi Selatan;
5) Surat Nomor SNKI/60/SES.DNKI/08/2019 tanggal 12 Agustus 2019 perihal Undangan
Rapat Perayaan Hari Indonesia Menabung;
6) Surat Nomor B/SNKI/61/SES.DNKI/08/2019 tanggal 15 Agustus 2019 perihal
Permohonan Partisipasi dalam Perayaan Hari Indonesia Menabung kepada gubernur
Sulawesi Utara;
7) Surat Nomor B/SNKI/62/SES.DNKI/08/2019 tanggal 15 Agustus 2019 perihal
Permohonan Partisipasi dalam Perayaan Hari Indonesia Menabung kepada Gubernur
Jawa Timur;
8) Surat Nomor SNKI/85/SES.DNKI/09/2019 tanggal 11 September 2019 perihal
Undangan Rapat Persiapan Perayaan Hari Indonesia Menabung;
Outcome/Dampak :
1) Mempercepat pencapaian target indeks keuangan inklusif Indonesia sebesar 75% di
tahun 2019 melalui segmen sasaran SNKI;
2) Memperkuat komitmen dan dukungan dari seluruh lapisan masyarakat dan seluruh
pihak dalam rangka implementasi Peraturan Presiden Nomor: 82 Tahun 2016 tentang
Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI).
4) Pilot Penggunaan Data Kependudukan dan Biometrik oleh Penyedia Jasa Keuangan untuk e-
KYC.
Meskipun cakupan kepemilikan identitas digital (e-KTP) di Indonesia hampir mencapai
seluruh penduduk dewasa Indonesia, tidak berlaku demikian untuk ranah inklusi keuangan.
Berdasarkan the Global Findex Database 2017, hanya 49% populasi orang dewasa Indonesia
yang memiliki rekening bank. Contoh di banyak negara berkembang menunjukkan bahwa
Know Your Customer, disingkat KYC, digital telah menjadi penggerak motor inklusi keuangan
dan Indonesia memiliki potensi untuk bisa mengimplementasikan prosedur yang sama dalam
skala besar dikarenakan:
• Sudah tersimpannya data demografi dan biometrik kependudukan secara elektronik;
• Meningkatnya jumlah dan cakupan wilayah jaringan agen jasa keuangan untuk
masyarakat berpendapatan rendah;
• Sudah berjalannya 2 (dua) uji coba solusi KYC digital untuk pembukaan rekening;
• Penggunaan e-KTP untuk otentifikasi bantuan sosial non tunai.
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019
38
Bagi penyedia jasa keuangan, implementasi KYC digital berpotensi menurunkan biaya,
meningkatkan efisiensi dan kenyamanan bagi nasabah dalam mengakses produk dan jasa
keuangan. Untuk mengupayakan hal tersebut, penyedia jasa keuangan menggunakan berbagai
variasi metode KYC dengan berpijak pada peraturan yang berlaku, contohnya antara lain:
proses KYC manual (berbasis kertas dan tatap muka), ataupun menggunakan alat elektronik
untuk pengambilan data biometrik dengan atau tanpa tatap muka.
Pelaksanaan pilot project dilakukan oleh beberapa pihak seperti:
1. Sekretariat DNKI, yang berperan sebagai manajer proyek;
2. Direktorat Jenderal Dukcapil, Kementerian Dalam Negeri, berperan dalam proses
pemanfaatan data biometrik dan regulasi terkait;
3. BI dan OJK, berperan dalam penyesuaian kebijakan/regulasi terkait dengan regulasi e-
KYC;
4. Pelaku Usaha Jasa Keuangan, sebagai pelaksana lapangan pilot dan penyedia sistem
pendukung penyelenggaraan pilot (agen bank, edc, SoP, pelatihan kepada peserta pilot
project di lapangan;
5. Kementerian Komunikasi dan Informatika, yang berperan dalam penyediaan jaringan
dalam pelaksanaan pilot.
6. Microsave, sebagai pelaksana studi.
Gambar 3.2. Proses e-KYC
Calon NasabahMembuka RekeningBank
1 2
Staf/ Agen Penyedia Jasa KeuanganMelayani Calon
Nasabah
3
Calon Nasabah Memberikan Nomor NIKdanMelektakkanSidikJari/Memindai
Facial Recognition padaReader
4
Rp
7 6 5
Dukcapil melakukanautentikasi databiometrikdengan basis data KTP-el dan memberikan jawaban YA/TIDAK. Jika YA, Dukcapil akan
mengirimkansebagiandatakependudukan
Form aplikasiterisi sebagian/semua secaraotomatis di sistempenyedia
jasakeuangan
No rekening dihasilkan dan sudah dapat
digunakan olehnasabah
proses matching
Data KTP-elEncrypted
MetodeAutentikasi Pembukaan
Rekening Bank SecaraOnline
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019
39
Pelaku usaha jasa keuangan yang terlibat adalah Bank BRI dan Bank Mandiri dengan peran
sebagai berikut:
1. Bank BRI
Pembukaan rekening BSA konsep baru menggunakan kolaborasi teknologi face recognition
dan bantuan agen BRIlink. Teknologi face recognition digunakan untuk mengubah metode
verifikasi konvensional. Selain itu, tanda tangan digital digunakan untuk menggantikan
metode tanda tangan konvensional, dan konsep ini menawarkan akses alternatif terhadap
layanan keuangan yang lebih fleksibel daripada kanal perbankan tradisional untuk calon
nasabah. Berikut adalah alur pembukaan rekening BSA dalam konsep baru ini:
Pembukaan Rekening BSA melalui proses digital tidak menghilangkan fungsi tatap muka
secara langsung, dimaka tatap muka diwakilkan oleh Agen Brilink, Face Recognition
berfungsi sebagai proses verifikasi dari sisi Bank untuk membuat rekening BSA.
2. Bank Mandiri
Bank Mandiri akan menggunakan sidik jari sebagai data biometrik yang akan diotentikasi
oleh Ditjen Dukcapil secara daring melalui smart EDC dengan skema sebagai berikut.
Gambar 3.3. Proses e-KYC Bank Mandiri
No Bank Lokasi Jumlah Agen
Target Jumlah
Pembukaan Rekening
Baru
1 Bank Mandiri Bogor, Ciamis,
Jogjakarta, Kediri 15 360
2 Bank BRI
9 kota/kabupaten di
Jawa, Sumatera, NTT,
Sulawesi, dan
Kalimantan.
100 1.000
Konsumen Agen BRIlink (Tatap Muka/KYC) e-KTP Face Recognition (Verifikasi)
Digital Signature atau bisa memilih tanda tangan basah Rekening Tabungan
Elektronik.
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019
40
Output/hasil koordinasi
a) Surat Nomor T/SNKI/20/SES.DNKI/5/2019 tanggal 26 Mei 2019 tentang Tindak Lanjut
Pilot Project KYC elektronik dengan Memanfaatkan Data Kependudukan kepada
Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Kementerian Dalam Negeri;
b) Surat Nomor T/SNKI/21/SES.DNKI/5/2019 tanggal 26 Mei 2019 tentang Tindak Lanjut
Pilot Project KYC elektronik dengan Memanfaatkan Data Kependudukan kepada Direksi
PT BRI (Persero) Tbk;
c) Surat Nomor T/SNKI/22/SES.DNKI/5/2019 tanggal 26 Mei 2019 tentang Tindak Lanjut
Pilot Project KYC elektronik dengan Memanfaatkan Data Kependudukan kepada Direksi
PT Bank Mandiri (Persero) Tbk;
d) Surat Nomor SNKI/51/SES.DNKI/8/2019 tanggal 14 Agustus 2019 perihal Pembahasan
Strategi Akselerasi Inklusi Keuangan mealui Jaringan Agen Tekfin;
e) Surat Nomor SNKI/93/SES.DNKI/9/2019 tanggal 25 September 2019 perihal Diskusi
dengan Ahli Infrastruktur Identitas Digital dari India;
f) Surat Nomor B/SNKI/04/SES.DNKI/01/2019 tanggal 23 Januari 2019 perihal
Permintaan Data Pemutakhiran Basis Data Terpadu (PBDT) 2015 kepada Deputi Bidang
Dukungan Kebijakan Pembangunan Manusia dan Pemerataan Pembangunan, Sekretariat
Wakil Presiden;
Outcome/dampak :
1) Mempercepat pencapaian target indeks keuangan inklusif Indonesia sebesar 75% di
tahun 2019.
2) Memperkuat komitmen dan dukungan dari seluruh lapisan masyarakat dan seluruh
pihak dalam rangka implementasi Peraturan Presiden Nomor: 82 Tahun 2016 tentang
Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI).
3) Mengidentifikasi tantangan, serta mengukur biaya dan waktu yang dibutuhkan dari
proses KYC yang sudah dilakukan dan potensi inovasi untuk proses KYC di masa
mendatang saat pembukaan akun jasa keuangan.
5) Survei Nasional Keuangan Inklusif 2018/2019
Untuk mengukur pencapaian target utama, akhir 2018 hingga awal 2019 Satuan Tugas
Survei dari Dewan Nasional Keuangan Inklusif (DNKI) melakukan survei nasional keuangan
inklusif dengan representasi nasional untuk mengukur akses masyarakat kepada layanan
keuangan formil di Indonesia pada akhir 2018. Survei tersebut dilaksanakan dengan
dukungan dari Bill & Melinda Gates Foundation, Kantar, dan RISE Indonesia.
Peningkatan inklusi keuangan tercermin dari beberapa sumber data dan indikator yang
berbeda. Sumber data ini termasuk survei Global Findex dari Bank Dunia, Survei Nasional
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019
41
Literasi dan Inklusi Keuangan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan program Financial
Inclusion Insights (FII) dari Kantar yang dilaksanakan bekerja sama dengan DNKI. Inklusi
keuangan di Indonesia diukur melalui akses berupa penggunaan layanan keuangan formal
dan kepemilikan akun.
Gambar.3.4. Indikator Keuangan Inklusif (sampai dengan TW III 2019)
Tabel 3.2, Indikator Dimensi Akses SNKI TW III 2019 YTD.
Akses per 100.000 penduduk
dewasaDec-18 Sep-19
Jumlah kantor layanan bank 15.84 15.64 -1.26%
Jumlah mesin ATM 54.95 53.94 -1.85%
Jumlah agen Layanan Keuangan
Digital198.00 194.70 -1.67%
Jumlah agen Laku Pandai 419.00 483.08 15.29%
Perubahan YtD
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019
42
Tabel 3.3.Indikator Dimensi Akses SNKI TW III 2019 YTD.
Survei SNKI dilaksanakan di 33 provinsi (dikarenakan provinsi Sulawesi Tengah tengah
mengalami bencana tsunami dan likuifaksi, namun sampel tetap mewakili seluruh
Indonesia/34 provinsi), dengan jumlah total sampel sebesar 6.695 responden; pengoleksian
data dilaksanakan oleh 180 enumerator. Hasil Survei Nasional Keuangan Inklusif Tahun 2018
adalah sebagai berikut:
a. 55,7% orang dewasa memiliki akun dan 70,3% pernah menggunakan produk atau jasa
yang ditawarkan oleh lembaga keuangan formal. Pertumbuhan inklusi keuangan akan
dicapai dengan mengubah pengguna produk dan layanan keuangan yang tidak terdaftar
menjadi pemilik akun;
b. Produk dan layanan bank paling banyak digunakan. Selain bank, pemberi pinjaman
multifinance, koperasi dan lembaga keuangan mikro, pergadaian dan penyedia uang
elektronik berbasis seluler adalah kontributor utama akses keuangan;
c. Kepemilikan akun terendah di sektor pertanian dan tertinggi di antara para profesional
dan pegawai pemerintah. Digitalisasi pembayaran bagi pekerja di sektor pertanian dan
informal merupakan sarana penting untuk memperluas inklusi keuangan;
d. Pemilik akun bank sangat aktif; 88,2% menggunakan akun mereka dalam 90 hari
terakhir. Tingginya tingkat penggunaan akun bank menunjukkan bahwa kepemilikan
akun sangat didorong oleh sisi permintaan. Perluasan kepemilikan akun bank
membutuhkan penawaran produk dan jasa, seperti pembayaran mikro uang elektronik,
yang memenuhi kebutuhan konsumen secara lebih beragam;
Penggunaan per 1.000
penduduk dewasaDec-18 Sep-19
Jumlah rekening DPK di bank 1,588.99 1,598.51 0.60%
Jumlah Rekening Tabungan di
Bank*1,376.94 1,450.51 5.34%
Jumlah uang elektronik terdaftar di
agen LKD57.76 423.30 632.81%
Jumlah rekening kredit perbankan 230.47 237.73 3.15%
Jumlah rekening kredit UMKM 75.15 80.23 6.76%
Rasio kredit UMKM terhadap total
kredit (amount)19.27% 19.71% 2.28%
Keterangan: *= Data LPS Sumber: Bank Indonesia, OJK, dan LPS
Perubahan YtD
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019
43
e. Kepemilikan akun meningkat lebih dari 20 poin persentase dibandingkan dengan 2016.
Keberhasilan elektronifikasi program bantuan pemerintah telah mendorong
pertumbuhan kepemilikan akun. Diperkirakan 38 juta orang dewasa telah menjadi
pemilik akun baru, dimana sebagian besar dari mereka menerima bantuan pemerintah
melalui transfer digital;
f. Proporsi wanita dan pria pemilik akun seimbang. Kesenjangan gender mengecil antara
2016 dan 2018 seiring pertumbuhan kepemilikan akun sebesar 23,9 pp di kalangan
perempuan, dibandingkan dengan 17,3 pp di kalangan laki-laki. Bantuan pemerintah
nontunai kepada kaum perempuan membantu menekan kesenjangan gender dalam
kepemilikan akun;
g. Kepemilikan akun lebih umum di wilayah perkotaan, tetapi tumbuh lebih cepat di
pedesaan. Di antara 2016 dan 2018, kepemilikan akun hampir dua kali lipat di wilayah
pedesaan, bertumbuh sebesar 24,2 pp, dibanding pertumbuhan 16,4 pp di wilayah
perkotaan. Program bantuan pemerintah yang menargetkan daerah pedesaan dan
perkotaan secara merata berkontribusi terhadap peningkatan kepemilikan akun;
h. Kepemilikan akun bertumbuh lebih cepat di antara orang dewasa berpendapatan rendah
dibanding yang berpendapatan lebih tinggi. Jumlah pemilik akun hampir dua kali lipat
di antara orang dewasa yang berpendapatan di bawah garis kemiskinan. Program
bantuan pemerintah yang menargetkan masyarakat miskin telah menyokong
peningkatan kepemilikan akun;
i. Kepemilikan akun penduduk di luar Jawa lebih tinggi daripada di Jawa. Disparitas
geografi paling tinggi dalam kepemilikan akun adalah antara daerah tertinggal dan
maju, merefleksikan kesenjangan yang cukup besar antara masyarakat di bawah dan
atas garis kemiskinan. Tidak ada perbedaan yang signifikan antar provinsi di wilayah
Timur dan Barat;
j. Kesadaran agen perbankan meningkat drastis setelah 2016, khususnya di wilayah
pedesaan. Penduduk Indonesia menikmati akses agen perbankan yang luas. Masyarakat
di rural lebih sadar lokasi agen bank di banding urban, mengimbangi rendahnya
densitas cabang bank dan ATM di wilayah pedesaan;
k. Pertumbuhan kepemilikan ponsel cerdas mendorong pertumbuhan pembayaran digital.
Penetrasi ponsel cerdas sangat memberi ruang bagi tumbuhnya ekosistem layanan
konsumen berbasis aplikasi piranti lunak, seperti yang disediakan ‘super app’.
Permintaan akan pembayaran nontunai di ekosistem ini sudah semestinya mendorong
kepemilikan akun di kalangan penduduk masyarakat yang belum memilikinya.
Output/hasil Koordinasi
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019
44
a) Surat Nomor SNKI/08/SES/DNKI/02/2019 tanggal 11 Februari 2019 perihal
Undangan Rapat Tindak Lanjut Hasil Pre-Test Survei Nasional Keuangan Inklusif;
b) Surat Nomor B/SNKI/20/SES/DNKI/04/2019 tanggal 1 April 2019 perihal Undangan
Pelaksanaan Survei Nasional Keuangan Inklusif;
c) Surat Nomor B/SNKI/14/SES.DNKI/03/2019 tanggal 1 Maret 2019 perihal Undangan
Pelatihan Koordinator dan Enumerator Survei Nasional Keuangan Inklusif;
d) Surat Nomor SNKI/105/SES/DNKI/11/2019 tanggal 11 November 2019 perihal
Permohonan menjadi Panelis Pada Peluncuran Hasil Survei Nasional Inklusi Keuangan
Indonesia 2018 kepada Enny Sri Hartati, INDEF;
e) Surat Nomor SNKI/106/SES/DNKI/11/2019 tanggal 11 November 2019 perihal
Permohonan menjadi Panelis Pada Peluncuran Hasil Survei Nasional Inklusi Keuangan
Indonesia 2018 kepada Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia;
f) Surat Nomor SNKI/107/SES/DNKI/11/2019 tanggal 11 November 2019 perihal
Permohonan menjadi Panelis Pada Peluncuran Hasil Survei Nasional Inklusi Keuangan
Indonesia 2018 kepada Deputi Kepala Lembaga Demografi Universitas Indonesia;
g) Surat Nomor SNKI/108/SES/DNKI/11/2019 tanggal 11 November 2019 perihal
Undangan Peserta Peluncuran Hasil Survei Nasional Keuangan Inklusif Indonesia 2018;
h) Surat Nomor B/SNKI/09/SES/DNKI/02/2019 tanggal 19 Februari 2019 perihal
Undangan Rapat Pembahasan Materi Pelatihan Survei Nasional Keuangan Inklusif;
i) Surat Nomor T/SNKI/10/SES/DNKI/02/2019 tanggal 19 Februari 2019 perihal
Undangan Rapat Tim Satgas Survei Nasional Keuangan Inklusif;
Outcome/dampak :
1) Mampu mengukur progress inklusi keuangan dan menentukan program yang tepat
sasaran untuk pencapaian target indeks keuangan inklusif Indonesia sebesar 75% di
tahun 2019.
2) Memperkuat komitmen dan dukungan dari seluruh lapisan masyarakat dan seluruh
pihak dalam rangka implementasi Peraturan Presiden Nomor: 82 Tahun 2016 tentang
Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI).
6) Peta Akses Layanan Keuangan dan Data Management Information System (DMIS) SNKI
Melihat hasil implementasi program Keuangan Inklusif di beberapa negara seperti
Nigeria, Tanzania, dan India, maka dipandang perlu adanya suatu program untuk melihat
kesiapan Indonesia secara sumber daya dan infrastruktur untuk percepatan keuangan inklusif.
Pemetaan Geospasial berbasis web adalah suatu program yang banyak di aplikasikan untuk
hal ini. Aplikasi ini bertujuan untuk melihat keberadaan titik akses keuangan dan ketersediaan
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019
45
infrastruktur, yang dapat digunakan sebagai masukan dalam pengambilan keputusan baik
dari sisi pemerintah, regulator, dan pelaku industri.
Dikembangkan bersama Women’s World Banking dan Pulse Lab Jakarta, pengembangan
Peta Akses Layanan Keuangan dimaksudkan agar para perumus kebijakan dapat
meningkatkan akses layanan keuangan secara kuantitas dan kualitas, sehingga pada akhirnya
menunjang peningkatan layanan keuangan secara keseluruhan. Peta interaktif ini
menampilkan sebaran layanan keuangan di seluruh provinsi di Indonesia sampai ke tingkat
kabupaten dan kecamatan serta dapat di overlay dengan layer data demografi dan data kondisi
sosial-ekonomi Indonesia. Peta ini dapat memberikan gambaran yang akurat terkait infomasi-
informasi penting yang dapat digunakan oleh perumus kebijakan dalam perencanaan dan
pembuatan keputusan.
Data yang ditayangkan Peta Akses Layanan Keuangan dikumpulkan dari sejumlah
lembaga pemerintah, seperti Otoritas Jasa Keuangan dan Bank Indonesia (kantor cabang bank,
ATM, dan agen bank), Kementerian Komunikasi dan Informatika (cakupan jaringan 2G, 3G,
dan 4G), Badan Pusat Statistik (data demografi), serta Tim Nasional Percepatan
Penanggulangan Kemiskinan/TNP2K (PBDT). Data tersebut diolah melalui konversi alamat
titik akses layanan keuangan menjadi koordinat maupun penerjemahan angka ke dalam
visualisasi peta.
DMIS SNKI diinisiasi Sekretariat DNKI untuk menguatkan integritas dan transparansi
manajemen pelaksanaan, pemantauan, pelaporan, dan evaluasi efektivitas pelaksanaan
program dan kebijakan terkait. Ke depannya, mekanisme pelaporan seluruh Pokja dapat
difasilitasi melalui portal ini. Portal ini juga menyediakan analisis detail berbasis spatial
berdasarkan indikator-indikator sosial-ekonomi yang diolah menggunanan data-data
pemerintah. Alat analisis akan membantu perumus kebijakan untuk lebih tajam dan akurat
dalam membuat perencanaan dan kebijakan.
Upaya mewujudkan target utama keuangan inklusif nasional merupakan tanggung
jawab bersama dari seluruh kementerian/lembaga anggota Dewan Nasional Keuangan
Inklusif, yang dijalankan sesuai dengan kewenangan masing-masing.
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019
46
Gambar 3.5.
Laman Peta Akses Layanan Keuangan yang memuat lokasi ATM.
Gambar 3.6.
Laman Peta Akses Layanan Keuangan yang memuat lokasi ATM, kantor cabang bank, dan agen bank.
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019
47
Gambar 3.7. Laman Peta Akses Layanan Keuangan (agen bank dan jaringan telco).
Hal yang akan dilakukan adalah sosialisasi DMIS SNKI dan Peta Akses Layanan
Keuangan pada tahun 2020. DMIS SNKI saat ini dapat diakses melalui website snki.go.id
setelah melakukan login pada http://snki.go.id/dmis/. Sedangkan Peta Akses Layanan
Keuangan dapat diakses melalui http://snki.go.id/dmis/petamap/menu/52.
Gambar 3.8. Laman muka DMIS SNKI
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019
48
Output/Hasil Koordinasi
a) Surat Nomor SNKI/19/SES.DNKI/03/2019 tanggal 28 Maret 2019 perihal Undangan
Rapat Pemanfaatan Data Agen Bank untuk Peta Keuangan Inklusif Nasional;
b) Surat Nomor SNKI/58/SES.DNKI/08/2019 tanggal 7 Agustus 2019 perihal Permohonan
Bantuan Pengembangan Hosting DENMAS-KUR Dan Mail Server SNKI;
Outcome/Dampak :
1) Mengukur progress inklusi keuangan dan menentukan program yang tepat sasaran
untuk pencapaian target indeks keuangan inklusif Indonesia sebesar 75% di tahun 2019.
2) Memperkuat komitmen dan dukungan dari seluruh lapisan masyarakat dan seluruh
pihak dalam rangka implementasi Peraturan Presiden Nomor: 82 Tahun 2016 tentang
Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI).
7) Pilot Project Percontohan Percepatan Keuangan Inklusif
Ekosistem Digital di Desa Tanjung Batu, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur dan Desa
Pegagan Kidul, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat.
Di tahun 2017, 92 juta (49%) penduduk dewasa telah memiliki rekening di lembaga
keuangan formal. Namun, masih terdapat tantangan yang harus dihadapi untuk terus
mendukung peningkatan keuangan inklusif tersebut. Diantara rekening yang telah ada,
terdapat sekitar 30% (27,6 juta rekening) yang tidak aktif (tidak digunakan dalam 12 buIan
terakhir). Survey yang sama juga menunjukkan bahwa 62% dari penduduk yang tidak
memiliki rekening tersebut tinggal di daerah rural dan hampir setengahnya, 45 juta,
menabung secara semi-formal atau lainnya.
Salah satu sektor yang disasar oleh pemerintah adalah nelayan dan pembudidaya
di Indonesia. Secara jumlah, potensi nelayan dan pembudidaya termasuk besar yaitu
1.364.377 nelayan dan 1.621.145 pembudidaya (Kementerian Kelautan dan Perikanan;
2019). Kelompok nelayan dan pembudidaya juga termasuk ke dalam kelompok segmen
sasaran Keuangan lnklusif yang masih rendah. Adapun ciri kelompok tersebut adalah
angkatan kerja dengan usia penduduk 15 tahun ke atas dan hanya menyelesaikan pendidikan
dasar atau tidak menempuh pendidikan sama sekali. Segmen nelayan yang disasar berlokasi di
Tanjung Batu, Berau, Kalimantan Timur dan merupakan binaan ARUNA. Mereka akan dibina
dan diberikan penyaluran KUR melalui BRI dengan akses layanan agen bank.
Sektor lain yang disasar adalah Pekerja Migran Indonesia di Cirebon. Pilot project ini
akan mengaplikasikan program edukasi keuangan dan penciptaan ekosistem pemanfaatan
produk dan jasa keuangan formal untuk di satu desa dimana terdapat program pemerintah
yang sudah berjalan dari Kemenaker (Desa Migran Produktif) dan/atau BNP2TKI (Komunitas
Keluarga Buruh Migran). Sampai dengan 2018, terdapat lebih dari 250 desa dari lokasi
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019
49
program Desmigratif dan 49 desa dari lokasi program KKBM. Pilot project ini akan menyasar
calon Pekerja Migran Indonesia (PMI), keluarga PMI, dan PMI Purna.
Kegiatan yang dilakukan antara lain:
1. Peningkatan literasi keuangan nelayan dan keluarga
Sebelum mendapatkan akses terhadap produk dan jasa keuangan formal, khususnya
kredit, para nelayan ARUNA atau Pekerja Migran Indonesia dan keluarganya harus
memiliki literasi keuangan yang baik. Hal ini sangat diperlukan untuk membantu
mereka dalam memilih dan menggunakan produk dan jasa keuangan sesuai kebutuhan
mereka. Pengelolaan keuangan yang baik juga dibutuhkan untuk membantu target
segmen dapat mengelola pendapatan dan pengeluaran dengan baik dan sesuai
kebutuhan, agar dapat mengembalikan pinjaman KUR. Dengan demikian, nelayan
dapat meningkatkan kesejahteraan keluarganya.
Adapun program peningkatan literasi keuangan dimulai dengan melakukan baseline
survey dan needs assessment. Sebagai tahap awal, dua kegiatan ini akan memberikan
gambaran secara khusus mengenai literasi keuangan nelayan, kebutuhan spesifik
mereka terhadap produk dan jasa keuangan formal, identifikasi pelatih literasi
keuangan yang cocok untuk nelayan dan keluarga, serta tingkat literasi keuangan calon
pelatih. Selain itu, needs assessment juga akan memberikan gambaran titik akses,
produk dan jasa keuangan yang telah ada di sekitar target segmen, dukungan
aparat desa dan tokoh masyarakat terhadap kegiatan literasi keuangan, peran
tim dalam peningkatan literasi dan lain sebagainya.
Adapun metode yang digunakan adalah pengumpulan data statistik, diskusi kelompok,
wawancara mendalam dan observasi langsung. Setelah data dikumpulkan, tim S-
DNKI akan melakukan analisa dan mengembangkan modul literasi keuangan yang
tepat. Modul ini akan merefleksikan situasi dan kebutuhan spesifik dari target segmen
calon penerima kredit dan keluarganya. Modul ini akan diajarkan terlebih dahulu
kepada pelatih literasi keuangan yang telah teridentifikasi. Modul dimaksud juga
akan dilengkapi dengan alat peraga sesuai kebutuhan pelatih literasi, nelayan dan
keluarga. Topik-topik literasi keuangan yang akan dimasukkan ke modul ini dapat
diketahui secara spesifik setelah analisa dilakukan.
Selanjutnya, tim S-DNKI melakukan Training of Trainers (ToT) kepada pelatih literasi
keuangan yang telah terpilih. Sesudah ToT, para pelatih akan melakukan pelatihan
langsung kepada kelompok-kelompok nelayan dan keluarga yang juga akan didampingi
oleh Tim S-DNKI. Kedepannya, para pelatih diharapkan dapat secara mandiri
melakukan pelatihan kepada kelompok-kelompok target segmen lainnya dan tidak
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019
50
tergantung kepada Tim S-DNKI. Hal ini akan membantu ketika ingin mereplikasikan
pelatihan ini ke lokasi lainnya.
2. Peningkatan akses dan penggunaan produk keuangan
Peningkatan akses terhadap produk dan jasa keuangan akan terjadi melalui
pembukaan rekening KUSUKA dan pemberikan KUR kepada nelayan dan PMI. Dengan
program literasi keuangan yang tepat, diharapkan nelayan dan keluarganya dapat
meningkatkan penggunaan kartu KUSUKA (debit) yang akan mereka terima.
Penggunaannya diharapkan tidak terbatas pada penarikan tunai akan tetapi juga
transaksi non- tunai lainnya seperti transfer, pembayaran tagihan listrik/air/pajak,
pembelian pulsa, pembelian barang kebutuhan dan lain sebagainya.
Selain itu, dengan sosialisasi dan edukasi yang tepat, kelompok target segmen juga
memiliki kesempatan untuk meningkatkan akses terhadap produk dan jasa keuangan
lain sesuai kebutuhan mereka. Tim S-DNKI, berkoordinasi dengan pelaksana lapangan,
juga akan memperkenalkan produk dan jasa keuangan lainnya yang relevan untuk
target segmen dan keluarganya dengan mengacu pada hasil analisa baseline survey
dan needs assessment.
Output/hasil Koordinasi
a) Surat Nomor SNKI/102/SES.DNKI/11/2019 tanggal 6 November 2019 perihal
Undangan Acara Peluncuran Proyek Percontohan Percepatan Keuangan Inklusif di Desa
Pegagan Kidul, Kabupaten Cirebon;
b) Surat Nomor SNKI/119/SES.DNKI/11/2019 tanggal 6 November 2019 perihal
Undangan Acara Peluncuran Proyek Percontohan Percepatan Keuangan Inklusif di Desa
Tanjung Batu, Kabupaten Berau;
c) Surat Nomor T/SNKI/08/SES.DNKI/02/2019 tanggal 12 Februari 2019 perihal
Permohonan Rekomendasi Tindak Lanjut Pilot Project Keuangan Inklusif Segmen Pelaku
Usaha Kelautan dan Perikanan kepada Sekretariat Jenderal, Kementerian Kelautan dan
Perikanan
Outcome/dampak :
1) Mempercepat pencapaian target indeks keuangan inklusif Indonesia sebesar 75% di
tahun 2019;
2) Memperkuat komitmen dan dukungan dari seluruh lapisan masyarakat dan seluruh
pihak dalam rangka implementasi Peraturan Presiden Nomor: 82 Tahun 2016 tentang
Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI).
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019
51
8) Penyelenggaraan Indonesia Financial Inclusion Forum (IFIF)
Pemerintah Indonesia menunjukkan komitmennya terhadap inklusi keuangan melalui
berbagai program dalam mendorong inklusi keuangan yang telah berjalan cukup lama.
Dimulai lebih dari tiga dekade lalu, ketika Pemerintah Indonesia memulai program untuk
menyediakan tabungan dan kredit bagi petani dan rumah tangga miskin. Hal tersebut
dipertegas dengan diterbitkannya Peraturan Presiden No.82 Tahun 2016 tentang Strategi
Nasional Keuangan Inklusif. Melalui Perpres tersebut, Pemerintah menguatkan komitmennya
untuk mencapai inklusi keuangan melalui strategi bersama dan terpadu yang melibatkan
berbagai pemangku kepentingan terdiri dari kementerian, lembaga, Pemerintah Daerah,
badan usaha, dan pihak-pihak lainnya di bawah koordinasi Dewan Nasional Keuangan
Inklusif (DNKI).
Sejak pembentukannya, DNKI telah fokus pada upaya pembukaan akses untuk segmen
masyarakat yang belum tersentuh atau memiliki keterbatasan terhadap layanan jasa keuangan
di Indonesia, melalui berbagai program diantaranya: penyaluran bantuan sosial secara
nontunai/elekronifikasi bantuan sosial; pengembangan penyaluran Kredit Usaha Rakyat
(KUR); dan inisiasi produk layanan keuangan untuk segmen tertentu. Hasil yang telah dicapai
menunjukkan tren peningkatan indeks keuangan inklusif. Meskipun demikian, pencapaian ini
tidak menandai akhir dari upaya inklusivitas, dimana masih terdapat banyak ruang inovasi
dalam rangka meningkatkan tingkat inklusi keuangan lebih jauh lagi.
Tahun 2019 merupakan momentum yang tepat diselenggarakannya Indonesia Financial
Inclusion Forum (IFIF) karena pada akhir tahun ini target keuangan inklusif Indonesia telah
ditetapkan sebesar 75%, selain itu juga merupakan tahun berakhirnya Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, sehingga perlu dilakukan review terhadap
progres yang telah dicapai dan kendala yang dihadapi di tahun-tahun sebelumnya, posisi pada
saat ini, serta peluang dan tantangan yang ada di masa mendatang. Seiring dengan akan
terbentuknya pemerintahan baru di akhir tahun 2019 dan penyusunan RPJMN 2020-2024.
Dalam pelaksanaan program-programnya, DNKI juga bekerja sama dengan berbagai
mitra pembangunan, termasuk dengan Bank Dunia. mMlalui Financial Inclusion Support
Framework (FISF) yang diprakarsai pada tahun 2013, Bank Dunia menyediakan kerangka
dukungan yang bertujuan untuk mempercepat dan meningkatkan efektivitas reformasi dan
program-program di beberapa negara, termasuk Indonesia, untuk mencapai tujuan inklusi
keuangan nasional. Dengan berakhirnya FISF pada tahun 2019, melalui kegiatan ini, Forum
juga dapat terinfokan mengenai capaian dan progres yang telah dilakukan melalui dukungan
FISF terhadap upaya inklusi keuangan di Indonesia.
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019
52
DNKI menjadi tuan rumah IFIF 2019 pada 25 September 2019. Forum mempertemukan
para pembuat kebijakan terkemuka, perwakilan dari lembaga pemerintah, mitra
pembangunan, industri jasa keuangan, dan akademisi.
Dua puluh pembicara nasional dan internasional dari Amerika Serikat, Belanda, India,
Singapura, dan Malaysia, yang memiliki keahlian dalam masalah keuangan inklusif berbagi
pengetahuan mereka dan mendiskusikan pelajaran yang muncul dari inovasi dalam program
pemerintah, penggunaan teknologi, dan perlindungan konsumen, untuk mendorong inklusi
keuangan ke depan Indonesia. Lebih dari 300 peserta hadir.
IFIF juga berfungsi sebagai media untuk meninjau kemajuan NFIS dan untuk
mengidentifikasi solusi dan inovasi yang diusulkan dalam menangani peluang dan tantangan
untuk agenda inklusi keuangan pasca 2019. Adapun kegiatan IFIF mengusung tema Ïnovasi
untuk Mendorong Inklusi Keuangan, serta memiliki tujuan sebagai berikut :
a. Memperkuat dan memperluas jaringan multi-sektoral pembuat kebijakan dan praktisi
inklusi keuangan, dan untuk memberikan informasi terkini tentang pekerjaan DNKI
untuk mempercepat inklusi keuangan di Indonesia. Dengan demikian, diharapkan
semua pemangku kepentingan dapat memiliki pemahaman yang sama dan lebih
komprehensif;
b. Memberikan masukan untuk agenda kebijakan dan untuk mempertajam strategi
pelaksanaan dalam mendorong inklusi keuangan yang lebih baik ke depan; dan
c. Belajar dari praktik terbaik global tentang inovasi untuk mempercepat inklusi keuangan.
Output/Hasil Rekomendasi:
1. Keuangan inklusif untuk mencapai tujuan akhir meningkatkan kesejahteraan sosial.
Program-program yang dilakukan ditujukan untuk meningkatkan pendapatan kelompok
sasaran di bagian bawah piramida.. Berdasarkan data OJK, angka literasi keuangan di
Indonesia masih sangat rendah. Masalah ini juga menjadi salah satu prioritas yang harus
ditangani di SDNKI. Seringkali tantangannya adalah mengubah pola perilaku/kerangka
berpikir mereka untuk mengakses lembaga keuangan formal dan bukan lembaga
informal.
2. Pemerintah memainkan peran penting dalam mendorong distribusi, konektivitas, dan
data. Indonesia harus memikirkan bagaimana strategi unicorn dapat melakukan
distribusi yang baik, sehingga ada banyak cara dapat dilakukan oleh sektor swasta.
Pemerintah juga harus menggunakan data, mengumpulkan informasi, beradaptasi
dengan teknologi baru, dan membantu membangun ekosistem digital. Selanjutnya
adalah pemantauan dan dukungan sebagai upaya untuk meningkatkan inklusi
keuangan. Selanjutnya, melindungi konsumen dan menciptakan ekosistem yang
mendukung. Ini bukan tindakan satu kali, tetapi upaya bersama yang berkelanjutan.
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019
53
3. Diperlukan sinergi antar pemangku kebijakan untuk membuat implementasi berbagai
program efektif dalam mencapai target inklusi keuangan.
Data Dukung :
a) Surat Nomor SNKI/88/SES.DNKI/08/2019 tanggal 30 Agustus 2019 perihal Undangan
Indonesia Financial Inclusion Forum (IFIF) 2019;
b) Surat Nomor SNKI/71/SES.DNKI/08/2019 tanggal 30 Agustus 2019 perihal
Permohonan Panelis kepada Mr. Hendra Tan untuk kegiatan Indonesia Financial
Inclusion Forum (IFIF) 2019;
c) Surat Nomor SNKI/72/SES.DNKI/08/2019 tanggal 30 Agustus 2019 perihal
Permohonan Panelis kepada Mr. Harish Natarajan untuk kegiatan Indonesia Financial
Inclusion Forum (IFIF) 2019;
d) Surat Nomor SNKI/73/SES.DNKI/08/2019 tanggal 30 Agustus 2019 perihal
Permohonan Panelis kepada Mr. Emilio Hernandez untuk kegiatan Indonesia Financial
Inclusion Forum (IFIF) 2019;
e) Surat Nomor SNKI/75/SES.DNKI/08/2019 tanggal 30 Agustus 2019 perihal
Permohonan Panelis kepada Mr. Greeta Bull untuk kegiatan Indonesia Financial
Inculsion Forum (IFIF) 2019.
SASARAN STRATEGIS 2 TERCAPAINYA TARGET PENYALURAN KUR
SASARAN STRATEGIS 2
Tercapainya Target Penyaluran KUR.
Indikator Kinerja
Target Realisasi Kinerja Memuaskan
Target Penyaluran KUR Rp. 140 Triliun Rp. 140,08 T 100,06%
Sebagaimana telah disebut dimuka bahwa Usaha skala Mikro, Kecil, dan Menengah
(UMKM) merupakan sektor yang menopang perekonomian Indonesia. Hal ini mendorong
Pemerintah untuk terus menciptakan dan mendukung program pemberdayaan ekonomi
berbasis kerakyatan agar mampu tumbuh menjadi usaha yang berkelanjutan dengan skala
usaha yang lebih besar.
Program Kredit Usaha Rakyat (KUR) merupakan program prioritas dalam mendukung
kebijakan pemberian kredit/pembiayaan modal kerja kepada sektor Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah untuk meningkatkan daya saing dan memperluas akses pembiayaan bagi pelaku
UMKM.
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019
54
Pada tahun 2019, Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi UMKM telah menetapkan target
penyaluran KUR sebesar 140 triliun dengan porsi penyaluran sektor produksi sebesar minimal
60% dari total penyaluran. Tingkat suku bunga KUR tahun 2019 yaitu tetap sebesar 7% efektif
per tahun. Subsidi bunga KUR tahun 2019 pada masing-masing skema sama dengan tahun
2018 yaitu KUR Mikro sebesar 10,5%, KUR Kecil 5,5%, dan KUR Penempatan TKI 14%.
Penyaluran KUR masih diprioritaskan pada sektor produksi yaitu sektor ekonomi di luar sektor
perdagangan. Adapun target penyaluran KUR di sektor produksi tahun 2019 sebesar minimal
60% dari total penyaluran KUR.
Tabel 3.4. Progress Penyaluran KUR Tahun 2019.
Penyaluran KUR sampai dengan 31 Desember 2019 sudah mencapai Rp 140,08 triliun
(100,06% dari target tahun 2019 sebesar Rp140 triliun) kepada 4.729.380 debitur. Total
realisasi penyaluran KUR dari Agustus 2015 sampai dengan 31 Desember 2019 sebesar Rp
473,39 triliun kepada 18,61 juta debitur dengan outstanding sebesar Rp 153,18 triliun, dan
NPL 1,06% dengan rincian NPL KUR Mikro 1,58%, KUR Kecil 0,58%, dan KUR Penempatan
TKI 2,17%.
Gambar 3.9. Penyaluran KUR berdasarkan skema.
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019
55
Tabel 3.5. Akumulasi Penyaluran KUR
Tabel 3.6. Penyaluran KUR berdasarkan sektor ekonomi.
Penyaluran KUR masih didominasi untuk skema KUR Mikro (63,21%) diikuti dengan
skema KUR Kecil (36,37%) dan KUR TKI (0,42%). Kinerja ini menunjukkan keberpihakan
pemerintah terhadap pemerataan akses pembiayaan untuk usaha kecil.
Output/Hasil koordinasi:
a. Realisasi Penyaluran KUR Menurut Sektor Ekonomi
Porsi penyaluran KUR menurut Sektor Ekonomi sampai dengan 31 Desember 2019 di
Dominasi Oleh sektor Perdagangan sebesar 48%, kemudian disusul sektor Pertanian,
Perburuan dan Kehutanan sebesar 26%, Sektor Industri Pengolahan sebesar 8%, Sektor
Pariwisata sebesar 8%, dan lain-lain.
b. Realisasi Penyaluran KUR Menurut Provinsi
Berdasarkan sebaran wilayah, penyaluran KUR selama tahun 2019 tertinggi masih
didominasi oleh wilayah Jawa, yaitu Jawa Tengah (Rp 24,54 triliun), Jawa Timur (Rp
24,49 triliun), dan Jawa Barat (Rp 17,58 triliun). Sedangkan di luar pulau Jawa, sebaran
penyaluran KUR yang tinggi adalah di Provinsi Sulawesi Selatan (Rp 8,13 triliun),
Sumatera Utara (Rp 5,88 triliun), dan Bali (Rp 5,39 triliun).
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019
56
Tabel 3.7. Penyaluran KUR berdasarkan penyalur.
c. Realisasi Penyaluran KUR Menurut Penyalur KUR
Kinerja penyaluran KUR 1 Januari 2019 sampai dengan 31 Desember 2019
menunjukkan tren capaian yang positif. Penyaluran KUR tertinggi dicapai oleh BRI (Rp
87,90 T); Bank Mandiri (Rp 24,99 T); BNI (Rp 17,76 T) dan BTN (Rp 91 M). Sedangkan
untuk kinerja penyaluran Bank Umum Swasta (Rp 2,17 T), BPD (Rp 6,8 T), Perusahaan
Pembiayaan (Rp 313 M) dan Koperasi (Rp 38 M).
d. Realisasi penyaluran KUR di sektor produksi
Porsi penyaluran KUR sektor produksi (pertanian, perikanan, industri, konstruksi,
pariwisata dan jasa-jasa) tahun 2019 sampai dengan 31 Desember 2019 sebesar 51,57%
(dari target yang ditetapkan sebesar 60%).
Gambar 3.9. Penyaluran KUR berdasarkan sektor.
Outcome/Dampak :
a) Mendorong tercapainya penyaluran KUR sektor produksi sesuai dengan target yang
ditetapkan Komite Kebijakan pembiayaan bagi UMKM.
b) Meningkatkan dan memperluas penyaluran KUR kepada usaha produktif.
c) Mempercepat pengembangan skala usaha UMKM produktif melalui KUR.
1. Rekomendasi Optimalisasi Penyaluran KUR sektor Produksi melalui Fasilitasi dan sosialisasi
penyaluran KUR di daerah Sentra-Sentra Produksi
Target Realisasi % Target Realisasi % Target Realisasi % Target Realisasi %
1 PT. BRI (Persero) 75,710 75,710 100.00% 12,039 12,009 99.75% 222 181 81.61% 87,971 87,900 99.92%2 PT. Bank Mandiri (Persero) 1,850 1,845 99.76% 23,125 23,121 99.98% 25 25 99.83% 25,000 24,991 99.97%3 PT. BNI (Persero) 2,000 1,945 97.26% 15,500 15,506 100.04% 500 308 61.60% 18,000 17,760 98.67%4 PT. BTN (Persero) 2 1 61.18% 118 90 76.23% - - 0.00% 120 91 76.01%5 Bank Umum Swasta 647 546 84.46% 1,635 1,580 96.60% 130 44 33.71% 2,412 2,170 89.96%6 Bank Pembangunan Daerah 632 528 83.52% 6,798 6,298 92.64% 4 - 0.00% 7,434 6,826 91.82%7 Perusahaan Pembiayaan - - 0.00% - - 0.00% 350 313 89.31% 350 313 89.31%8 Koperasi Simpan Pinjam 41.00 34.65 84.50% 8 3.20 42.69% - - 0.00% 49 38 78.04%
TOTAL 80,881 80,610 99.66% 59,224 58,608 98.96% 1,231 871 70.72% 141,336 140,088 99.12%
KUR Mikro KUR KecilNo Penyalur
KUR Penempatan TKI Total
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019
57
Dalam rangka memberikan kemudahan pemberian kredit kepada UMKM khususnya di sektor
produksi yaitu sektor pertanian, perburuan dan kehutanan; sektor kelautan dan perikanan; sektor
industri pengolahan; sektor kontruksi dan sektor jasa produksi, maka Komite Kebijakan telah
menetapkan porsi penyaluran minimum KUR di sektor produksi yaitu sebesar 60%.
Salah satu kebijakan untuk optimalisasi penyaluran KUR di sektor produksi tersebut
adalah dengan disusunnya skema KUR Khusus yang merupakan KUR yang diberikan kepada
kelompok yang dikelola secara bersama dalam bentuk klaster dengan menggunakan mitra
usaha untuk komoditas perkebunan rakyat dan peternakan rakyat serta perikanan rakyat
dengan plafon kredit paling banyak sebesar Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) setiap
individu anggota kelompok.
Dalam rangka optimalisasi penyaluran KUR Khusus dan sesuai amanat Peraturan
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian selaku Ketua Komite Kebijakan Pembiayaan bagi
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Nomor 11 Tahun 2017 sebagaimana telah diubah dalam
Permenko Nomor 8 Tahun 2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat (KUR),
Komite Kebijakan juga telah menyusun Pedoman Pelaksanaan Teknis Kredit Usaha Rakyat
Khusus. Pedoman tersebut berisi ringkasan analisa kredit/pembiayaan di masing – masing
sektor KUR Khusus. Penyalur KUR dapat menggunakan pedoman tersebut sebagai acuan dalam
penyaluran KUR Khusus. Selain itu, berdasarkan Permenko 11 Tahun 2017 sebagaimana
diubah dalam Permenko 8 Tahun 2018 tentang Pedoman Pelaksanaan KUR, sektor garam
rakyat telah masuk dalam sektor produksi.
Memperhatikan kebutuhan kredit/pembiayaan untuk UMKM di sektor peternakan
rakyat, perikanan rakyat, dan garam rakyat yang masih cukup tinggi namun minat perbankan
dalam menyalurkan kredit/pembiayaan di sektor ini masih relatif rendah, maka perlu
didorong pemberian KUR di sektor peternakan rakyat, perikanan rakyat, dan garam rakyat.
Salah satu upaya pemerintah dalam mendorong penyaluran KUR di sektor peternakan rakyat,
perikanan rakyat, dan garam rakyat ini adalah dengan mendorong keterlibatan pemerintah
daerah serta lembaga terkait untuk mendukung perbankan dalam penyaluran KUR di sektor
peternakan rakyat, perikanan rakyat, dan garam rakyat. Untuk KUR peternakan rakyat,
Pemerintah telah melaksanakan kegiatan ”Sinergi Aksi KUR Khusus Peternakan Rakyat”
dimana pemerintah daerah melalui Badan Usaha Milik Petani (BUMP) menjadi offtaker bagi
peternak lokal. Selain itu, dibangun pula kandang komunal yang merupakan salah satu bentuk
Corporate Social Responsibility (CSR) dari Penjamin KUR.
Dalam rangka percepatan penyaluran KUR sektor peternakan rakyat, perikanan rakyat,
dan garam rakyat serta memperhatikan masih rendahnya sosialisasi skema KUR di sektor
peternakan rakyat, perikanan rakyat, dan garam rakyat, maka perlu disusun suatu acara yang
dapat memberikan efek yang cukup masif yaitu penyaluran KUR sektor peternakan rakyat,
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019
58
perikanan rakyat, dan garam rakyat yang dihadiri oleh Presiden RI. Dalam kesempatan
tersebut, Presiden RI diundang untuk hadir dan menyerahkan penyaluran KUR sektor
peternakan rakyat, perikanan rakyat, dan garam rakyat di lokasi utama penyaluran KUR sektor
peternakan rakyat, perikanan rakyat, dan garam rakyat. Selain di lokasi utama tersebut, pada
kesempatan tersebut juga disalurkan secara serentak KUR sektor peternakan rakyat, perikanan
rakyat, dan garam rakyat di 6 lokasi lainnya. Pada lokasi-lokasi tersebut, juga dilakukan acara
pendukung dalam rangka mensosialisasikan skema KUR di sektor peternakan rakyat,
perikanan rakyat, dan garam rakyat.
Output/Hasil Koordinasi:
Sekretariat komite kebijakan melakukan kegiatan fasilitasi penyaluran KUR sektor
produksi di beberapa daerah yang dihadiri langsung oleh bapak Menko Perekonomian dan
Presiden diantaranya:
Penyaluran KUR Peternakan Rakyat, di lokasi utama Pujon, Malang Jawa Timur dan
paralel di 5 lokasi lainnya: Magelang, Garut, Lampung Tengah, Sinjai dan Sumba Timur.
Penyaluran KUR Ketahanan Pangan di Tasikmalaya.
Penyaluran KUR Perikanan Rakyat di lokasi utama Demak, Jawa Tengah dan paralel di 5
lokasi lainnya: OKU Timur, Cirebon, Kolaka, Mataram, Lamongan.
Penyaluran KUR Garam Rakyat di lokasi utama Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur dan
pararel di 5 lokasi lainnya: Indramayu, Rembang, Jeneponto, Kupang, dan Bima
Penyaluran KUR Sektor Pariwisata di Kabupaten Banyuwangi provinsi Jawa Timur
Penyaluran KUR Peternakan Rakyat di Kabupaten Banjar Provinsi Kalimantan Selatan
Data Dukung
a) Surat Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Nomor B/KUR/73/
D.I.M.EKON/03/2019 tentang Permohonan Penyelenggaraan Penyaluran KUR
Perikanan Rakyat kepada Direktur Utama PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk.
b) Surat Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Nomor B/KUR/75/
D.I.M.EKON/03/2019 tentang Permintaan Dukungan Fasilitasi dan Koordinasi Acara
Penyaluran KUR Perikanan Rakyat kepada Bupati Cirebon.
c) Surat Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Nomor B/KUR/77/
D.I.M.EKON/03/2019 tentang Permintaan Dukungan Fasilitasi dan Koordinasi Acara
Penyaluran KUR Perikanan Rakyat kepada Bupati Ogan Komering Ulu Timur.
d) Surat Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Nomor B/KUR/78/
D.I.M.EKON/03/2019 tentang Permintaan Dukungan Fasilitasi dan Koordinasi Acara
Penyaluran KUR Perikanan Rakyat kepada Walikota Mataram.
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019
59
e) Laporan pelaksanaan kegiatan penyaluran KUR Peternakan Rakyat, di lokasi utama
Pujon, Malang Jawa Timur dan paralel di 5 lokasi lainnya: Magelang, Garut, Lampung
Tengah, Sinjai dan Sumba Timur.
f) Laporan pelaksanaan kegiatan Penyaluran KUR Ketahanan Pangan di Tasikmalaya.
g) Laporan pelaksanaan kegiatan Penyaluran KUR Perikanan Rakyat di lokasi utama
Demak, Jawa Tengah dan paralel di 5 lokasi lainnya: OKU Timur, Cirebon, Kolaka,
Mataram, Lamongan.
h) Laporan pelaksanaan kegiatan penyaluran KUR Garam rakyat di lokasi utama Kabupaten
Pamekasan, Jawa Timur dan paralel di 5 lokasi lainnya, yaitu: Indramayu, Rembang,
Kupang, dan Bima.
i) Laporan pelaksanaan kegiatan sosialisasi KUR di Kabupaten Pasuruan Jawa Timur.
j) Laporan pelaksanaan kegiatan sosialisasi KUR di Kota Malang Jawa Timur.
Outcome/dampak :
a) Optimalisasi penyaluran KUR di sektor peternakan rakyat, perikanan rakyat, dan garam
rakyat.
b) Meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap skema KUR di sektor peternakan
rakyat, perikanan rakyat, dan garam rakyat.
2. Rekomendasi kebijakan terkait perluasan penerima KUR melalui Peraturan Menteri
Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 6 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua
Permenko Nomor 11 Tahun 2017 tentang pedoman pelaksanaan KUR
Dalam rangka memperluas pelaksanaan KUR dan mendorong pertumbuhan dan
pemerataan ekonomi maka perlu dilakuan perluasan penerima manfaat KUR. Perluasan
penerima kredit usaha rakyat diberikan kepada Pensiunan PNS, anggota TNI/Polri dan/atau
PNS, TNI/Polri yang akan memasuki masa pensiun serta penambahan skema pembiayaan
sesuai dengan akad syariah. Komite Kebijakan Pembiayaan UMKM telah melakukan revisi
peraturan Permenko Nomor 11 Tahun 2017 tentang pedoman pelaksanaan KUR dengan
menambahkan penerima kredit usaha rakyat kepada Pensiunan PNS, anggota TNI/Polri
dan/atau PNS, TNI/Polri yang akan memasuki masa pensiun serta penambahan skema
pembiayaan sesuai dengan akad syariah. Pada tanggal 30 Juli 2019 diundangkan Peraturan
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 6 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua
Permenko Nomor 11 Tahun 2017 tentang pedoman pelaksanaan KUR.
Capaian Output/hasil Koordinasi:
Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 6 Tahun 2019 tentang
Perubahan Kedua Permenko Nomor 11 Tahun 2017 tentang pedoman pelaksanaan KUR.
Outcome/dampak :
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019
60
a) Optimalisasi kebijakan pembiayaan bagi UMKM khususnya KUR.
b) Memperluas penerima KUR.
c) Meningkatkan pengembangan skala usaha UMKM.
3. Rekomendasi kebijakan terkait restrukturisasi kredit untuk debitur KUR terdampak gempa
di Sulawesi Tengah
Sesuai dengan Keputusan Rapat Koordinasi Komite Kebijakan Pembiayaan bagi UMKM
tanggal 27 Desember 2018 serta menindaklanjuti Keputusan Dewan Komisioner OJK nomor
33/KDK.03/2018 tentang Penetapan Kota Palu, Kabupaten Donggala, dan Kabupaten Sigi di
Provinsi Sulawesi Tengah sebagai daerah yang memerlukan perlakuan khusus terhadap kredit
atau pembiayaan bank, maka komite kebijakan perlu melakukan relaksasi terhadap debitur
KUR terdampak gempa. Sebagai upaya meminimalkan beban yang ditanggung oleh debitur
KUR berdampak bencana alam, maka Komite Kebijakan Pembiayaan bagi UMKM memberikan
kebijakan restrukturisasi KUR sebagai berikut:
1) Besaran suku bunga KUR tetap sebesar 7% efektif per tahun.
2) Penambahan plafon KUR terhadap debitur terdampak bencana
3) Jangka waktu perpanjangan terhadap debitur terdampak bencana.
4) Kebijakan resturkturisasi terhadap debitur KUR yang terdampak bencana alam hanya
dapat dilakukan kepada debitur KUR dengan kolektibilitas terkahir lancar (kol – 1)
sampai dengan kolektibilitas kurang lancar (kol – 3).
5) Memperhatikan bencana di Sulawesi tengah menyebabkan sebagian besar agunan
tambahan atas KUR hilang dan/atau berpindah posisi sehingga tidak sesuai dengan
lokasi yang tertera dalam sertifikat tanah, maka debitur KUR tidak perlu mempersiapkan
agunan tambahan baru.
6) Proses klaim atas debitur KUR yang meninggal dunia diserahkan kepada penilaian
Penyalur KUR atas keberlanjutan usaha yang dibiayai oleh KUR.
7) Dalam rangka perluasan penyaluran KUR di daerah terdampak bencana alam, maka
penyaluran KUR dapat diberikan kepada debitur existing kredit komersial yang
usahanya terkena dapak bencana alam sehingga mengakibatkan debitur tersebut turun
kelas kembali menjadi UMKM dan masuk dalam kriteria penerima KUR.
8) Grace period bagi debitur KUR berdampak bencana alam ditetapkan paling lama 12
(dua belas) bulan.
Output/hasil Koordinasi:
Surat Nomor S-06/D.I.M.EKON/01/2019 perihal Penegasan Perlakukan Khusus KUR
untuk Debitur Terdampak Gempa di Sulawesi Tengah, berikut beberapa hal yang
disampaikan antara lain:
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019
61
Outcome/dampak :
a) Tercapainya penyaluran KUR sesuai dengan target yang ditetapkan Komite Kebijakan
Pembiayaan bagi UMKM.
b) Penyempurnaan regulasi kebijakan pembiayaan UMKM terkait KUR.
4. Rekomendasi Kebijakan terkait pelaksanaan pemberian penghargaan bagi Stakeholder
program KUR
Dalam rangka mengapresiasi kinerja stakeholder KUR dalam melaksanakan program
KUR tahun 2019, Komite Kebijakan Pembiayaan bagi UMKM memberikan penghargaan
kepada Pemerintah Daerah terbaik, Penyalur KUR terbaik, Penjamin KUR terbaik, dan
Kantor Wilayah Perbendaharaan Pendukung Program KUR terbaik. Pemberian
penghargaan kepada stakeholder program KUR dengan tujuan untuk:
1) Memberikan apresiasi kepada Pemerintah Daerah yang telah meng-upload data calon
debitur potensial KUR ke SIKP dengan jumlah terbanyak dan berkualitas,
mengkoordinasikan para pihak terkait KUR di daerah, membangun infrastruktur,
mengalokasikan anggaran dan SDM untuk mendukung KUR, serta berinovasi dalam
mendorong penyaluran KUR di sektor produksi.
2) Memberikan apresiasi kepada Penyalur KUR yang telah menyalurkan KUR sesuai
dengan plafon yang telah didistribusikan.
3) Memberikan apresiasi kepada Penjamin KUR yang telah menjamin KUR sesuai dengan
peraturan yang berlaku.
4) Memberikan inspirasi dan mendorong kepada Pemerintah Daerah yang lain agar
meningkatkan kinerjanya dalam mendata, mendampingi dan meng-upload calon
debitur potensial ke dalam SIKP, serta tugas-tugas lainnya sebagaimana diatur dalam
peraturan terkait KUR.
5) Memotivasi Kanwil Dirjen Perbendaharaan seluruh Indonesia untuk lebih aktif dalam
mendampingi Pemerintah Daerah di wilayahnya dalam meng-upload data calon
penerima KUR.
Proses penilaian penghargaan bagi stakeholder KUR ini dilaksanakan oleh Tim Penilai
dan Tim Teknis, Tim Penilai diketuai oleh Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan
Keuangan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Anggota Tim Penilai terdiri dari
pejabat Eselon II Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Keuangan,
Kementerian Koperasi dan UKM, serta pejabat terkait dari Bank Indonesia, Otoritas Jasa
Keuangan, LIPI, dan akademisi dari Universitas Indonesia. Tim Teknis diketuai oleh Kepala
Bidang Perbankan, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Anggota Tim Teknis
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019
62
terdiri dari pejabat dan pegawai yang terkait dari Kementerian Koordinator Bidang
Perekonomian, Kementerian Keuangan, Kementerian Koperasi dan UKM, Bank Indonesia,
Otoritas Jasa Keuangan, LIPI, dan akademisi dari Universitas Indonesia. Adapun kriteria
penilaian yang dilakukan oleh Tim Penilai dan Tim Teknis tersebut yaitu terkait: Pemenuhan
tugas-tugas terkait Program KUR, Upaya pendukung penyaluran KUR sektor produksi,
Penetapan pemenang melalui penilaian aspek kualitatif berdasarkan dokumen, presentasi, dan
wawancara.
Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi UMKM telah menyelesaikan tahapan-tahapan
penilaian dalam rangka pemberian penghargaan kepada stakeholder pendukung program
KUR tahun 2019. Penilaian dilaksanakan terhadap para pihak terkait KUR tersebut, yang telah
berpartisipasi aktif dalam program KUR pada periode sampai dengan Desember 2018. Adapun
rincian untuk masing – masing kategori yaitu: 37 Penyalur KUR, 6 Penjamin KUR, 548
Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota yang telah mendapatkan user name SIKP,
dan 33 Kanwil Ditjen Perbendaharaan. Terhadap masing-masing kategori telah dilakukan
penilaian berdasarkan 3 tahap penilaian. Tahap pertama menilai aspek pemenuhan tugas-
tugas terkait Program KUR. Tahap kedua menilai upaya pendukung penyaluran KUR di sektor
produksi. Kemudian, tahap ketiga menilai aspek kualitatif berdasarkan dokumen.
Output/hasil koordinasi:
Hasil penilaian Penghargaan KUR untuk masing-masing kategori adalah sebagai berikut:
a. Penyalur KUR
i. Peringkat pertama diraih oleh PT BNI (Persero) Tbk;
ii. Peringkat kedua diraih oleh PT BRI (Persero) Tbk;
iii. Peringkat ketiga diraih oleh PT Mandiri (Persero) Tbk;
b. Penjamin KUR
i. Peringkat pertama diraih oleh Perum Jamkrindo (Persero);
ii. Peringkat kedua diraih oleh PT Jaminan Pembiayaan Askrindo Syariah (Persero)
Tbk;
iii. Peringkat ketiga diraih oleh PT Askrindo (Persero) Tbk;
c. Pemerintah Daerah Provinsi
i. Peringkat pertama diraih oleh Provinsi Jawa Tengah;
ii. Peringkat kedua diraih oleh Provinsi Kepulauan Riau;
iii. Peringkat ketiga diraih oleh Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta;
d. Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Pulau Jawa
i. Peringkat pertama diraih oleh Kota Yogyakarta;
ii. Peringkat kedua diraih oleh Kabupaten Purworejo;
iii. Peringkat ketiga diraih oleh Kabupaten Kulonprogo;
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019
63
e. Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di luar Pulau Jawa
i. Peringkat pertama diraih oleh Kabupaten Tanah Laut;
ii. Peringkat kedua diraih oleh Kabupaten Bangli;
iii. Peringkat ketiga diraih oleh Kabupaten Sidenreng Rappang;
Pengumuman Penghargaan bagi Pendukung KUR (KUR Award) dilaksanakan pada hari
Kamis, 19 Desember 2019 di Ruang Graha Sawala Lantai 1 Gedung Ali Wardhana. Acara
Pengumuman Penghargaan KUR dihadiri oleh Bapak Menko Perekonomian selaku Ketua
Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi UMKM, Menteri Koperasi dan UKM, Wakil Menteri
Perdagangan, pimpinan lembaga anggota Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi UMKM,
nominasi kategori Penyalur KUR, nominasi kategori Pemerintah Daerah, nominasi kategori
Penjamin KUR, dan nominasi kategori Kanwil Ditjen Perbendaharaan.
Data dukung :
a. Keputusan Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Nomor 4 tahun
2019 tentang Tim Penilai dan Tim Teknis Pemberian Penghargaan kepada Penyalur
Kredit Usaha Rakyat, Penjamin Kredit Usaha Rakyat, Pemerintah Daerah, dan Kantor
Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan selaku Pendukung Program Kredit Usaha
Rakyat, ditetapkan tanggal 11 Januari 2019.
b. Nota Dinas KUR/125/D.I.M.EKON/11/2019 tentang hasil penilaian Penghargaan KUR
untuk masing-masing kategori yaitu penyalur KUR, penjamin KUR, Pemerintah Daerah
Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Pulau Jawa, dan pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota di luar Pulau Jawa.
c. Nota Dinas Nomor KUR/134/D.I.M.EKON/11/2019 tentang Pengumuman
Penghargaan bagi Pendukung KUR (KUR Award).
Outcome/dampak :
a) Tercapainya penyaluran KUR sesuai dengan target yang ditetapkan Komite Kebijakan
Pembiayaan bagi UMKM.
b) Meningkatkan dan memperluas penyaluran KUR di sektor produksi.
c) Meningkatkan komitmen pihak-pihak terkait KUR dalam rangka optimalisasi
pelaksanaan program KUR.
5. Rekomendasi kebijakan terkait penyelesaian permasalahan pembayaran Imbal Jasa
Penjaminan (IJP) KUR tahun 2014
Latar belakang permasalahan tunggakan IJP atas selisih lebih penyaluran KUR Tahun
2014 karena masih terdapat tagihan IJP KUR untuk periode Oktober – Desember 2014 yang
belum terbayar. Adapun permasalahan yang mendasari belum dapat terbayarnya tagihan IJP
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019
64
tersebut adalah adanya ketentuan pada Pasal 6 Peraturan Menteri Keuangan Nomor
190/PMK.05/2014 tanggal 1 Oktober 2014 tentang Tata Cara Pelaksanaan Imbal Jasa
Penjaminan KUR, yaitu: Target penyaluran tahunan KUR yang ditetapkan oleh Komite
Kebijakan dan penjaminan KUR yang masih berjalan merupakan batas tertinggi dasar
perhitungan pembayaran IJP KUR. Selisih lebih dari penyaluran KUR yang melampaui target
penyaluran tahunan KUR sebagaimana dimaksud tidak diberikan IJP – KUR. Pada tanggal 3
Juli 2019 telah dilaksanakan Rapat Koordinasi Komite Kebijakan dengan salah satu topiknya
adalah penyelesaian permasalahan pembayaran Imbal Jasa Penjaminan (IJP) KUR tahun 2014.
Hasil rapat koordinasi memutuskan bahwa tagihan IJP KUR tahun 2014 dapat dibayarkan
sampai dengan plafon masing-masing bank penyalur setelah diverifikasi oleh Badan Pemeriksa
Keuangan Pemerintah Tindak lanjut hasil rapat koordinasi tersebut, telah dikeluarkan surat
Deputi Ekonomi Makro dan Keuangan Nomor: T/KUR/273/D.I.M.EKON/ 08/2019 tanggal
27 Agustus perihal Tindak Lanjut Penyelesaian Pembayaran IJP KUR Tahun 2014.
Output/hasil Koordinasi:
Surat Deputi Ekonomi Makro dan Keuangan Nomor: T/KUR/273/D.I.M.EKON/
08/2019 tanggal 27 Agustus perihal Tindak Lanjut Penyelesaian Pembayaran IJP KUR
Tahun 2014.
Outcome/Dampak :
a) Tercapainya penyaluran KUR sesuai dengan target yang ditetapkan Komite Kebijakan.
b) Penyempurnaan regulasi kebijakan pembiayaan UMKM terkait KUR.
6. Rekomendasi kebijakan tentang monitoring dan evaluasi penyalur Kredit Usaha Rakyat
dengan NPL diatas 5%
Berdasarkan Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian No 11 Tahun 2017
tentang Pedoman pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat pasal 34 bahwa salah satu indikator
keberhasilan KUR yaitu tingkat kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL). Deputi
Ekonomi Makro dan Keuangan selaku Sekretaris Komite Kebijakan Pembiayaan bagi UMKM
telah melakukan evaluasi penyaluran KUR kepada Penyalur KUR dengan NPL diatas 5%
diantaranya: Bank NTB Syariah, Bank NTT, Bank Sinarmas, Maybank, BTPN, serta penghentian
sementara pelaksanaan KUR Mikro dan Kecil Bank Artha Graha.
Output/hasil koordinasi:
a. Surat nomor T/KUR/191/D.I.M.EKON/05/2019 tanggal 22 Mei 2019 perihal Evaluasi
Pelaksanaan KUR PT. Bank NTB Syariah.
b. Surat nomor B/KUR/190/D.I.EKON/05/2019 tanggal 22 Mei 2019 perihal Evaluasi
Pelaksanaan KUR PT. BPD NTT.
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019
65
c. Surat nomor B/KUR/188/D.I.M.EKON/05/2019 Penghentian Sementara Pelaksanaan
KUR Mikro dan Kecil PT. Bank Artha Graha Int., Tbk.
d. Surat nomor T/KUR/221/D.I.M.EKON/07/2019 tanggal 4 Juli 2019 perihal Evaluasi
Pelaksanaan KUR Bank Sinarmas.
e. Surat nomor T/KUR/223/D.I.M.EKON/07/2019 tanggal 4 Juli 2019 perihal Evaluasi
Pelaksanaan KUR Maybank.
f. Surat nomor T/KUR/222/D.I.M.EKON/07/2019 tanggal 4 Juli 2019 perihal Evaluasi
Pelaksanaan KUR Bank BTPN.
g. Surat nomor B/KUR/290/D.I.M.EKON/10/2019 tanggal 9 Oktober 2019 perihal
Evaluasi Pelaksanaan KUR Bank Sulselbar.
h. Surat nomor B/KUR/291/D.I.M.EKON/10/2019 tanggal 9 Oktober 2019 perihal
Evaluasi Pelaksanaan KUR Bank Sultra.
Outcome/dampak :
a) Meningkatkan efektivitas pelaksanaan KUR sesuai dengan pengaturan yang diamanatkan
dalam Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor: 11 Tahun 2017
tentang Pedoman Pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat.
b) Mendorong tercapainya penyaluran KUR sesuai dengan target yang ditetapkan Komite
Kebijakan.
7. Rekomendasi kebijakan tentang penyusunan integrasi data kependudukan ke Sistem
Informasi Kredit Program (SIKP)
Berdasarkan Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian No.11 Tahun 2017 tentang
Pedoman pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat Pasal 9 bahwa Penyaluran KUR oleh Penyalur KUR
mengacu pada basis data yang tercantum dalam Sistem Informasi Kredit Program (SIKP).
Dalam rangka meningkatkan akuntabilitas data di SIKP, akan dilakukan penambahan validasi
NPWP dan validasi NIK untuk memperkuat validitas data calon debitur KUR. Validasi NPWP
terhadap calon debitur individu dan badan usaha dengan jumlah akad lebih dari Rp 50 juta,
dilakukan dengan pertukaran data elektronik dengan Direktorat Jenderal Pajak. Validasi NIK
untuk data calon debitur individu dengan database kependudukan Direktorat Jenderal
Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri. Data yang divalidasi terbatas,
yaitu NIK, tanggal lahir, dan jenis kelamin. Jika ketiga data tersebut valid maka akan dijadikan
data calon debitur KUR. KTP-el dipilih sebagai salah satu persyaratan validasi karena salah
satu persyaratan KUR yaitu memiliki KTP-el. Meski perbankan sudah melakukan validasi KTP
(validasi ganda).
Output/Hasil Koordinasi:
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019
66
Sistem Informasi Kredit Program (SIKP) telah ditambahkan fitur validasi NPWP dan validasi
NIK untuk memperkuat validitas data calon debitur KUR. Validasi NPWP menggunakan
data elektronik dengan Direktorat Jenderal Pajak dan validasi NIK dengan database
kependudukan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam
Negeri.
Outcome/dampak :
a) Meningkatkan efektivitas pelaksanaan KUR agar sesuai dengan pengaturan yang
diamanatkan dalam Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor: 11
Tahun 2017 tentang Pedoman Pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat.
b) Mendorong tercapainya penyaluran KUR sesuai dengan target yang ditetapkan Komite
Kebijakan.
8. Rekomendasi kebiijakan tentang monitoring pelaporan penyaluran KUR oleh UUS bank
umum penyalur KUR pada Sistem Informasi Kredit Program (SIKP) dengan Ditjen
Perbendaharaan Kementerian Keuangan
Merujuk pada peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian selaku Ketua
Komite Kebijakan Pembiayaan bagi UMKM no. 11 tahun 2017 tentang Pedoman Pelaksanaan
KUR Pasal 29, telah diatur mengenai mekanisme pelaporan penyaluran KUR oleh penyalur
KUR kepada Komite Kebijakan Pembiayaan bagi UMKM secara berkala setiap bulan dengan
pelaporan paling lama tanggal 10 (sepuluh) pada bulan berikutnya, meliputi:
a) Laporan yang disampaikan oleh kantor pusat penyalur KUR melalui Sistem Informasi
Kredit Program (SIKP).
b) Laporan secara tertulis kepada Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan
selaku Sekretaris Komite Kebijakan Pembiayaan bagi UMKM sesuai format laporan
sebagaimana terlampir pada Permenko No.11 Tahun 2017 jo. Permenko No. 8 Tahun
2018.
Output/hasil Koordinasi:
Surat nomor B/EK.04.04/08/D.I.M.EKON/01/2019 tanggal 16 Januari 2019 perihal
Pelaporan Penyaluran KUR di SIKP bagi Bank Umum Penyalur KUR yang memiliki
Unit Usaha Syariah (UUS).
Outcome/Dampak :
a) Regulasi kebijakan pembiayaan UMKM terkait KUR Syariah yang lebih baik.
b) Meningkatkan dan memperluas penyaluran KUR syariah.
9. Rekomendasi kebijakan terkait Konversi Kode Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia
(KBLI) kedalam Kode Laporan Bank Umum (LBU) Sektor Pariwisata
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019
67
Dalam rangka optimalisasi penyaluran KUR, khususnya di sektor produksi serta
memperluas penyaluran KUR dan mendorong pertumbuhan pemerataan ekonomi maka
pemerintah melalui Komite Kebijakan Pembiayaan bagi UMKM menetapkan Peraturan
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian selaku Ketua Komite Kebijakan Pembiayaan bagi
UMKM Nomor: 8 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Koordinator Bidang
Perekonomian selaku Ketua Komite Kebijakan Pembiayaan bagi UMKM Nomor: 11 Tahun
2017 tentang Pedoman Pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat (KUR). Permenko tersebut antara lain
mengatur skema KUR Pariwisata yang menjadi salah satu sektor produksi dan menjadi
prioritas penyaluran KUR, perluasan kriteria sektor ekonomi yang dapat dibiayai KUR menjadi
seluruh usaha produktif dan layak dibiayai yang menghasilkan barang dan/atau jasa untuk
memberikan nilai tambah dan meningkatkan pendapatan bagi pelaku usaha, serta menambah
cakupan plafon untuk KUR Khusus yaitu dari dibatasi hanya diatas Rp.25 juta sampai dengan
Rp.500 juta per individu menjadi sampai dengan Rp.500 juta per individu.
Skema KUR untuk sektor pariwisata yaitu KUR yang diberikan untuk kegiatan usaha
produktif dalam rangka mendukung usaha pariwisata di 10 lokasi Destinasi Pariwisata
Prioritas (DPP) dan 88 Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) dengan plafon
kredit/pembiayaan sesuai kebutuhan usahanya. Sekretariat Komite Kebijakan Pembiayaan bagi
UMKM bekerjasama dengan Bank Indonesia dengan mengkonversi 62 Kode Klasifikasi Baku
Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) sektor pariwisata kedalam Kode Laporan Bank Umum
(LBU). Hasil konversi tersebut dapat dijadikan pedoman bagi Penyalur KUR untuk pelaporan
penyaluran KUR Pariwisata.
Output/hasil koordinasi:
Surat Nomor B/KUR/101/D.I.M.EKON/03/2019 perihal Konversi Kode KBLI ke LBU
untuk Pelaporan KUR Pariwisata.
Outcome/dampak :
a) Meningkatkan dan memperluas penyaluran KUR pariwisata.
b) Penyempurnaan regulasi kebijakan pembiayaan UMKM terkait KUR.
10. Rekomendasi kebijakan terkait peningkatan penyaluran KUR kepada Kelompok Usaha
Bersama (KUBE)
Berdasarkan Nota Dinas EK.04.04/286/D.I.M.EKON.4/07/2019 Tanggal 1 Juli 2019,
Nota Dinas KUR/310/D.I.M.EKON.4/07/2019 Tanggal 23 Juli 2019 dan Nota Dinas
KUR/367/DI.M.EKON.4/08/2019 Tanggal 16 Agustus 2019, belum terdapat penyaluran
KUR kepada KUBE meskipun telah terdapat ketentuan mengenai KUBE yang dapat menerima
pembiayaan KUR sebagaimana tercantum pada Permenko No 11 Tahun 2017 jo. Permenko No
8 Tahun 2018 jo. Permenko No 6 Tahun 2019. Salah satu faktor yang mempengaruhi hal
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019
68
tersebut ialah sulitnya mindset KUBE yang sebelumnya merupakan penerima hibah, untuk
berubah mengembangkan usahanya melalui pembiayaan lain salah satunya melalui Program
KUR. Kemenko Perekonomian Cq. Asisten Deputi Pasar Modal dan Lembaga Keuangan
bekerjasama dengan Kemenko PMK dan Kemensos berkoordinasi dalam rangka sinkronisasi
data KUBE yang berpotensi untuk naik kelas dengan mengakses pembiayaan KUR.
Berdasarkan monitoring dan evaluasi yang dilakukan secara bersama, disepakati
pelaksanaan pilot project dalam rangka optimalisasi penyaluran KUR kepada KUBE dengan
lokasi pilot project yaitu di Kabupaten Lumajang, Provinsi Jawa Timur. Berdasarkan data yang
diperoleh dari Dinas Sosial Kabupaten Lumajang, terdapat 18 KUBE yang berminat untuk
mengajukan pembiayaan KUR. Pilot project dilaksanakan sejak tanggal 12 Agustus 2019
dengan diawali sosialisasi mengenai penyaluran KUR kepada KUBE di Dinas Sosial Pemerintah
Kabupaten Lumajang, diikuti dengan kunjungan kepada 4 (empat) KUBE yang berpotensi
memperoleh pembiayaan KUR. Penyalur KUR yang terlibat pada pilot project (BRI, Bank
Mandiri, BNI, BRI Syariah) berikutnya melakukan review dan assessment terhadap
keseluruhan 18 KUBE yang berminat mengajukan pembiayaan KUR di Kab. Lumajang,.
Sekiranya terdapat realisasi penyaluran KUR, penjaminan KUR dilakukan oleh Perum
Jamkrindo untuk penyaluran secara skema konvensional dan oleh Jamkrindo Syariah untuk
penyaluran KUR secara skema Syariah.
Sebagaimana tercantum dalam Nota Dinas Nomor KUR/453/D.I.M.EKON.4/10/2019
Tanggal 2 Oktober 2019 dan Nota Dinas Nomor KUR/553/D.I.M.EKON.4/11/2019 Tanggal
6 November Tahun 2019, berkaitan dengan telah dilaksanakannya sosialisasi KUR kepada 18
KUBE yang terdapat di Kabupaten Lumajang, Provinsi Jawa Timur, Penyalur KUR telah
melakukan survei dan assessment kepada 18 KUBE dimaksud. Terdapat realisasi penyaluran
KUR kepada KUBE produktif yang layak meliputi KUBE Bina Mandiri, KUBE Sejahtera, KUBE
Ranuyoso, KUBE 76, KUBE Anugrah Kalipepe, dan KUBE Udaya Sahita. Penjaminan KUR untuk
penyaluran KUR tersebut dilaksanakan Perum Jamkrindo untuk skema konvensional dan
Jamkrindo Syariah untuk skema Syariah dengan serta Dinas Sosial Pemkab. Penyaluran KUR
kepada KUBE di Kabupaten Lumajang bekerja sama dengan Pemerintah Kabupaten Lumajang
yang akan menjadi pendamping bagi setiap KUBE yang sedang dan akan mendapatkan
pembiayaan KUR.
Berkenaan dengan suksesnya pilot project akses KUBE terhadap KUR di Kabupaten
Lumajang, Jawa Timur, Kemenko Perekonomian, Kemenko PMK, dan Kemensos dengan
melibatkan pemerintah daerah melakukan implementasi kegiatan tersebut di Kabupaten Kulon
Progo, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta pada Tanggal 28-30 Oktober 2019 dalam rangka
meningkatkan KUBE dalam mengembangkan usahanya. Sebelum melakukan penyaluran KUR,
telah dilakukan monitoring dan evaluasi KUBE pelaksana Program Bantuan Pangan Non Tunai
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019
69
(BPNT), Program Keluarga Harapan (PKH), serta KUBE yang berpotensi akses KUR di Kab.
Kulon Progo. Selain monev, dilakukan sosialisasi KUR kepada 75 KUBE yang memiliki potensi
untuk mengaksis KUR yang dilakukan di Kantor Pemkab Kulon Progo, Provinsi DIY. Sebagai
tindak lanjut monev, dilakukan pembagian 114 KUBE kepada 4 penyalur KUR (BRI, BNI, Bank
Mandiri, dan BRI Syariah, sekiranya ada realisasi penyaluran KUR kepada KUBE produktif dan
layak dimaksud, penjaminan KUR tersebut akan dilakukan oleh Askrindo dan Askrindo
Syariah.
Output/hasil koordinasi:
Laporan pelaksanaan kegiatan pilot project yang dilaksanakan sejak tanggal 12 Agustus
2019 dengan diawali sosialisasi mengenai penyaluran KUR kepada KUBE di Dinas Sosial
Pemerintah Kabupaten Lumajang.
Outcome/dampak :
a) Tercapainya penyaluran KUR sesuai dengan target yang ditetapkan Komite Kebijakan
Pembiayaan bagi UMKM.
b) Penyempurnaan regulasi kebijakan pembiayaan UMKM terkait KUR.
11. Rekomendasi kebijakan terkait penyusunan Peraturan Menteri Koordinator Bidang
Perekonomian Nomor 8 Tahun 2019 tentang Pedoman Pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat
Dalam rangka mendorong pengembangan UMKM, memperluas cakupan penerima
pembiayaan di sektor formal dengan suku bunga yang rendah, serta menyesuaikan kebutuhan
modal bagi UMKM, Sekretariat Komite Kebijakan Pembiayaan bagi UMKM menyusun usulan
perubahan skema KUR yang dirumuskan dalam Rancangan Peraturan Menteri Koordinator
Bidang Perekonomian. Usulan perubahan skema KUR mencakup antara lain: 1) Penurunan
suku bunga dari 7% menjadi 6%; 2) Meningkatkan maksimum plafon KUR Mikro dari Rp25
juta menjadi Rp50juta; 3) Peningkatan target penyaluran KUR tahun 2020-2024.
Usulan perubahan skema KUR untuk tingkat suku bunga dan perubahan plafon untuk
KUR Mikro serta peningkatan target penyaluran KUR tahun 2020-2024 telah dibahas dalam
Rapat Koordinasi Komite Kebijakan Pembiayaan bagi UMKM pada tanggal 12 November 2019
yang dipimpin oleh Menko Perekonomian. Dalam kesempatan Rakor tersebut, telah disetujui
usulan perubahan tingkat suku bunga, perubahan plafon untuk KUR Mikro, dan peningkatan
target penyaluran KUR tahun 2020-2024. Dengan asumsi pertumbuhan ekonomi pada tahun
2020 masih berkisar 5,17%; pertumbuhan kredit UMKM sebesar 8,48% (yoy); serta tingkat
inflasi masih terjaga ditingkat 2,88%, maka plafon penyaluran KUR 2020 diharapkan
mengalami pertumbuhan sebesar 10%-12% per tahun.
Output/hasil koordinasi:
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019
70
Berdasarkan Rapat Koordinasi Komite Kebijakan Pembiayaan bagi UMKM yang
dipimpin oleh Bapak Menko Bidang Perekonomian pada hari Selasa, 12 November
2019 telah disetujui beberapa usulan perubahan kebijakan untuk KUR Tahun 2020.
Gambar 3.10. Penyaluran KUR berdasarkan sektor.
Naskah Urgensi Rancangan Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian
tentang Pedoman Pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat (KUR).
Rancangan Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian tentang Pedoman
Pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat (KUR).
Adapun ketentuan kebijakan KUR tahun 2020 telah diatur dalam Peraturan Menteri
Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 8 Tahun 2019 Tentang Pedoman Pelaksanaan
Kredit Usaha Rakyat yang ditetapkan pada tanggal 27 Desember 2019 dan diundangkan
pada tanggal 2 Januari 2020.
Outcome/Dampak :
a) Meningkatkan dan memperluas penyaluran KUR kepada usaha produktif.
b) Meningkatkan kapasitas daya saing UMKM.
c) Mendorong pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja.
72
SASARAN STRATEGIS 3 TERWUJUDNYA KOORDINASI DAN SINKRONISASI KEBIJAKAN
EKONOMI MAKRO DAN KEUANGAN
SASARAN STRATEGIS 3
Terwujudnya Koordinasi dan Sinkronisasi Kebijakan Ekonomi Makro dan Keuangan
Indikator Kinerja
Target Realisasi Kinerja Memuaskan
Jumlah Paket Rekomendasi
Koordinasi dan Sinkronisasi
Kebijakan Ekonomi Makro dan
Keuangan
1 Paket
Rekomendasi
1 Paket
Rekomendasi 100%
A. Program Prioritas
1. Menjaga Stabilitasi Inflasi Kelompok Harga Pangan Bergejolak Dan Kelompok Harga
Yang Diatur Pemerintah
(Realisasi Inflasi Kelompok Volatile Food (VF) Dan Administered Price (AP)
Dalam rangka menjaga daya beli dan mendorong konsumsi masyarakat serta
mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, pemerintah berkomitmen untuk
tetap menjaga realisasi inflasi tahun 2019 pada rentang sasaran yang ditetapkan yaitu
sebesar 3,5%±1%. Namun dalam pencapaian target tersebut masih terdapat beberapa
tantangan yang umumnya berasal dari: (i) Kelompok komoditas volatile food terutama
didorong oleh komoditas pangan strategis yang bersifat mudah rusak (perishable); (ii)
Kelompok komoditas yang masuk dalam administered prices yaitu berupa kenaikan harga
tiket angkutan udara yang tidak hanya memberatkan masyarakat tetapi juga berdampak
pada penurunan kinerja sektor-sektor lainnya.
Output/hasil koordinasi:
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menyelenggarakan rapat koordinasi
ditingkat pimpinan kementerian/lembaga pada saat-saat tertentu seperti pada saat
menjelang Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) maupun saat terjadi gejolak harga.
Rapat tersebut diselenggarakan untuk merumuskan kebijakan-kebijakan pengendalian
inflasi yang bersifat strategis yang nantinya akan diimplementasikan baik di level pusat
maupun daerah.
Dalam rangka menjaga pencapain realisasi inflasi volatile food (VF) pada maksimal
5% sesuai dengan kesepakatan HLM serta menjaga realisasi inflasi administered price tetap
stabil, telah dilaksanakan rapat koordinasi sebagai berikut:
a) Pelaksanaan High Level Meeting tanggal 29 Januari 2019 (penetapan program
kerja TPIP 2019).
73
b) Pelaksanaan High Level Meeting tanggal 10 Juli 2019 (komitmen menjaga inflasi
dalam rentang sasarannya).
c) Rapat Koordinasi Persiapan Ramadhan dan Idul Fitri tanggal 24 April 2019
d) Pelaksanaan Rapat Koordinasi dalam rangka evaluasi harga tiket angkutan udara
pada tanggal 30 April 2019, 11 Juni, 22 Juli 2019
Berdasarkan hasil koordinasi tersebut maka dikeluarkan beberapa surat baik ke
Kementerian/Lembaga maupun TPID Provinsi dan TPID Kabupaten/Kota, sebagai berikut :
a) Surat Menko selaku ketua TPIP kepada Ketua TPID (Ka. Daerah) No. EK.2.1-
85/M.EKON/04/2019 tentang Menjaga Ketersediaan dan Keterjangkauan Harga
di Bulan Puasa dan Hari Raya Idul Fitri 2019.
b) Surat Menko Perekonomian kepada Seluruh Gubernur, Bupati, dan Walikota No.
EK.2.1-322/M.EKON/12/2019 tentang Menjaga Ketersediaan dan
Keterjangkauan Harga di Libur Natal 2019 dan Tahun Baru 2020.
c) Surat Deputi kepada Dirjen Perhubungan Udara, Kemenhub No. EK.2.1/72/
D.I.M.EKON/02/2019 tentang Apresiasi dan dan Permohonan Komitmen dan
Dukungan Perbaikan Statistik Inflasi Tarif Angkutan Udara.
d) Surat Deputi kepada Dirjen Perhubungan Udara, Kemenhub No. EK.2.1/440/
D.I.M.EKON/12/2019 tentang Permintaan Dukungan Data Tarif Angkutan Udara
Dan Pelaksanaan Perjanjian Kerjasama.
Outcome/dampak :
a) Terkendalinya realisasi inflasi volatile food (VF) sebesar 4,30% (yoy). Realisasi ini
dibawah kesepakatan target yang ditetapkan pada High Level Meeting (HLM) TPIP
pada 29 Januari 2019 yang menetapkan inflasi VF dijaga pada maksimal 5%.
b) Minimalnya realisasi inflasi administered price (AP) yang pada tahun 2019
sebesar 0,51% (yoy).
2. Insentif Fiskal
Kebijakan pemberian insentif perpajakan meliputi pengurangan pajak penghasilan
badan. Dalam perumusannya, kebijakan optimalisasi pendapatan negara diarahkan untuk
tetap menjaga iklim investasi. Kebijakan tersebut dilaksanakan melalui beberapa strategi
kebijakan yang meliputi: i) optimalisasi penerimaan; ii) kebijakan pajak untuk daya saing;
iii) insentif perpajakan yang tepat sasaran untuk peningkatan investasi; iv) transparansi
informasi di bidang perpajakan; dan v) peningkatan kepatuhan dan pengawasan.
Kebijakan insentif perpajakan yang tepat sasaran merupakan prasyarat yang utama
agar insentif yang diberikan pemerintah mampu memberikan dampak yang baik bagi
pertumbuhan ekonomi. Dalam rangka mencapai tujuan kebijakan insentif perpajakan yang
tepat sasaran pemerintah perlu memperhatikan aspek akuntabilitas pelaksanaan
74
pemberian insentif, yang didukung juga dengan pengawasan dan evaluasinya. Hal ini
dipandang perlu dalam upaya untuk menghindari inefisiensi dalam pemberian insentif
yang akan berdampak pada optimalisasi penerimaan negara.
a. Rekomendasi Kebijakan Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan (Tax
Holiday)
Dalam rangka mendorong peningkatan nilai investasi di Indonesia melalui investasi
langsung pada industri pionir dari tingkat hulu hingga tingkat hilir, Pemerintah telah
memperluas cakupan bidang usaha yang dapat diberikan fasilitas pengurangan Pajak
Penghasilan Badan (tax holiday) serta melakukan penyelarasan pelaksanaan dengan sistem
Online Single Submission (OSS).
Pemerintah terus berusaha melakukan perbaikan kebijakan dalam pemberian insentif
fiskal. Melalui paradigma baru pemberian insentif fiskal seperti Certainty & Simplicity
Pemerintah memberikan kepastian dan kemudahan dalam meperoleh fasilitas. Upaya
perbaikan dilakukan pada beberapa aspek seperti:
Kepastian besaran pengurangan potongan pajak penghasilan sebesar 100%
Kepastian manfaat investasi berdasarkan besarnya penanaman modal
Kepastian bidang usaha yang dapat diberikan fasilitas
Permohonan pengajuan fasilitas melalui OSS
Untuk investasi pada industri pionir yaitu memiliki keterkaitan luas, memberi nilai
tambah dan eksternalitas yang tinggi, memperkenalkan teknologi baru, dan memiliki nilai
strategis bagi perekonomian, diberikan fasilitas tax holiday berupa pengurangan PPh
Badan sebesar 100% (untuk investasi minimal Rp500 miliar) atau sebesar 50% (untuk
investasi minimal Rp100 miliar). Untuk KBLI yang dapat diberikan fasilitas tax holiday
telah diterbitkan Peraturan BKPM Nomor 1 Tahun 2019 tanggal 23 Januari 2019.
Melalui upaya perbaikan dimaksud, pelaku usaha memberikan respon positif melalui
meningkatnya jumlah persetujuan fasilitas tax holiday sejak masa berlakunya PMK 35
tahun 2018 dan PMK 150 tahun 2018, dibandingkan dalam pengaturan PMK 130 tahun
2011 dan PMK 159 tahun 2015, seperti tergambar dalam bagan berikut:
75
Grafik 3.3. Perkembangan Penyusunan Tax Holiday.
Simplifikasi prosedur permohonan fasilitas tax holiday melalui Online Single
Submission (OSS). Melalui sistem dimaksud Wajib Pajak yang memenuhi kriteria/
persyaratan dapat langsung mendapatkan notifikasi persetujuan dan jangka waktu fasilitas
tax holiday yang didapatkan. Setelah itu OSS akan meneruskan kepada sistem DJP
(Kementerian Keuangan) untuk dapat diproses penerbitan surat keputusan penetapan
pemberian fasilitas tax holiday.
Sejak berlakunya PMK 35/2018 dan PMK 150/2018 sampai dengan Triwulan IV
2019 fasilitas tax holiday diberikan kepada diberikan kepada 60 Wajib Pajak dengan
capaian sebagai berikut:
Kelompok industri yang diberikan fasilitas tax holiday meliputi: 22 WP Infrastruktur
ekonomi, 23 WP industri logam, 13 WP yang bergerang di bidang industri kimia, dan
2 WP yang bergerak di bidang elektronika dan IT.
Total rencana penanamanan modal sebesar Rp 1.045,9 Triliun, dengan penanaman
modal terbesar mencapai Rp 123 triliun.
Penanaman modal dimaksud diperkirakan menyerap 45.723 tenaga kerja.
Berdasarkan asal investasinya, penanaman modal berasal dari 14 negara
Penanaman modal tersebar di 20 provinsi di Indonesia
b. Rekomendasi Kebijakan Pemberian Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal
di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau Di Daerah-Daerah Tertentu (Tax
Allowance)
Sesuai dengan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 78 tahun 2019 tentang Fasilitas
Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau di
5
0
43
0 10 20 30 40 50
2011
2015
2018
Perkembangan Persetujuan Tax Holiday
Persetujuan Fasilitas Tax Holiday
76
Daerah-Daerah Tertentu, evaluasi pelaksanaan ketentuan fasilitas tax allowance dilakukan
dalam koordinasi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Sejumlah capaian
program sejak tahun 2007 sampai dengan Triwulan III 2019 adalah sebagai berikut:
Persetujuan pemberian fasilitas tax allowance diberikan kepada 163 WP dengan 163
surat keputusan Menteri Keuangan. Dari jumlah tersebut 71 WP berdasarkan 82
Surat Keputusan Menteri Keuangan telah memanfaatkan fasilitas tax allowance.
Total rencana penanamanan modal sebesar Rp258,8 Triliun, dengan nilai
penanaman modal sebesar Rp25 triliun pada tahun 2018 dan Rp11,7 triliun sampai
dengan triwulan III 2019.
Dari rencana penanaman modal dimaksud, Rp181,6 triliun telah direalisasikan
investasinya. Adapun Rp16 triliun telah direalisasikan pada tahun 2018 dan sampai
dengan triwulan III 2019 telah direalisasikan Rp13,3 triliun.
c. Rekomendasi Kebijakan Pemberian Fasilitas Pengurangan Penghasilan Bruto Atas
Penyelenggaraan Kegiatan Praktik Kerja, Pemagangan, dan/atau Pembelajaran dalam
Rangka Pembinaan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Berbasis Kompetensi
Tertentu (Super deduction vokasi)
Dalam rangka meningkatkan kualitas dan daya saing sumber daya manusia Indonesia
diperlukan adanya program yang mempertemukan kebutuhan dunia usaha dan dunia
industri dengan ketersediaan tenaga kerja yang berkualitas dan berdaya saing. Seiring
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam menghasilkan barang dan
jasa dengan nilai keekonomian yang tinggi, pelaku usaha dan pelaku industri diharapkan
dapat berperan serta dalam menciptakan sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas
dan berdaya saing.
Sehubungan dengan hal tersebut, Pemerintah telah menerbitkan Peraturan
Pemerintah nomor 45 tahun 2019 tanggal 25 Juni 2019 untuk memberikan insentif super
deduction sebesar 200% bagi pelaku usaha dan pelaku industri yang melakukan kegiatan
vokasi. Selain insentif super deduction untuk kegiatan vokasi, dalam Peraturan Pemerintah
tersebut juga diatur kebijakan insentif super deduction untuk kegiatan penelitian dan
pengembangan sebesar 300% serta insentif investment allowance untuk industri padat
karya yang memiliki nilai strategis bagi perekonomian nasional.
Ketentuan lebih lanjut mengenai insentif super deduction untuk kegiatan vokasi,
seperti:
Batasan besaran pengurangan penghasilan bruto,
Cakupan lembaga pendidikan dan peserta kegiatan vokasi,
Jenis-jenis biaya yang dapat diberikan insentif,
Jenis-jenis kompetensi yang dapat diberikan insentif, dan
77
Tata cara pengajuan dan pelaporan insentif
Diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 128 tahun 2019 tentang
Pemberian Pengurangan Penghasilan Bruto atas Penyelenggaraan Kegiatan Praktik Kerja,
Pemagangan, dan/atau Pembelajaran dalam rangka Pembinaan dan Pengembangan
Sumber Daya Manusia Berbasis Kompetensi Tertentu.
Output/hasil koordinasi :
Dalam rangka penyusunan rekomendasi kebijakan di bidang insentif fiskal, Kementerian
Koordinator Bidang Perekonomian melakukan koordinasi dan sinkronisasi kebijakan
dengan Kementerian/Lembaga terkait, khususnya Kementerian Keuangan, Kementerian
Perindustrian, Kementerian Pertanian, Kementerian ESDM, Kementerian Perhubungan,
Kementerian PUPR, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Pariwisata,
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Ketenagakerjaan, serta
Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi. Data dukung hasil koordinasi dan
sinkronisasi kebijakan insentif fiskal yang disusun, antara lain:
a) Peraturan Pemerintah Nomor 78 tahun 2019 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan
untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-
Daerah Tertentu
b) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 128 tahun 2019 tentang Pemberian
Pengurangan Penghasilan Bruto atas Penyelenggaraan Kegiatan Praktik Kerja,
Pemagangan, dan/atau Pembelajaran dalam rangka Pembinaan dan Pengembangan
Sumber Daya Manusia Berbasis Kompetensi Tertentu
c) Peraturan Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 1 Tahun 2019 tentang
Rincian Bidang Usaha dan Jenis Produksi Industri Pionir yang Dapat Diberikan
Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan Serta Pedoman dan Tata Cara
Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan
d) Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 47 Tahun 2019 tentang Kriteria Dan/Atau
Persyaratan dalam rangka Memperoleh Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman
Modal di Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah Tertentu pada Sektor Industri
e) Surat Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Nomor
B/EK.01.01/272/D.I.M.EKON/08/2019 tanggal 26 Agustus 2019 tentang Bidang
Usaha yang Dapat Diberikan Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Industri Padat Karya
(Investment Allowance)
f) Surat Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Nomor
B/EK.01.01/255/D.I.M.EKON/08/2019 tanggal 7 Agustus 2019 tentang Daftar
Kompetensi yang Diajarkan pada SMK/MAK, BLK dan Politeknik yang Dapat
Diberikan Fasilitas Super Deduction untuk Kegiatan Vokasi
78
g) Surat Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Nomor
B/EK.01.01/209/D.I.M.EKON/06/2019 tanggal 19 Juni 2019 tentang Pengaturan
Fasilitas Super Deduction untuk Kegiatan Vokasi
h) Surat Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Nomor
B/EK.01.01/180/D.I.M.EKON/05/2019 tanggal 8 Mei 2019 tentang Penyusunan
Peraturan Tekanis Pemanfaatan Fasilitas Tax Allowance
i) Surat Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Nomor
B/EK.01.01/177/D.I.M.EKON/04/2019 tanggal 30 April 2019 tentang Bidang
Usaha yang Dapat Diberikan Fasilitas Tax Allowance
j) Surat Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Nomor
B/EK.01.01/140/D.I.M.EKON/03/2019 tanggal 22 Maret 2019 tentang Permintaan
Penyusunan Peraturan Menteri Keuangan tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk
Kawasan Ekonomi Khusus
Outcome/dampak :
a) Pengurangan Defisit Neraca Transaksi Berjalan seiring dengan terpenuhinya bahan
baku industri hulu melalui pasar domestik
b) Peningkatan penanaman modal sebagai respon terhadap pemeberian fasilitas
pengurangan pajak penghasilan
c) Penyerapan tenaga kerja atas kegiatan penanaman modal baru atau perluasan pada
industri pionir, industri padat karya dan bidang usaha serta daerah tertentu
d) Peningkatan aktivitas kegiatan ekonomi di sekitar industri yang tumbuh
e) Terwujudnya link and match antara kebutuhan tenaga kerja pada dunia usaha dan
dunia industri dengan ketersediaan tenaga kerja yang berkualitas dan berdaya saing.
f) Terwujudnya kepastian dan transparansi dalam proses permohonan fasilitas melalui
Online Single Submisson (OSS).
d. Omnibus Law Perpajakan (Rancangan Undang-Undang tentang Ketentuan dan Fasilitas
Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian)
Di tengah kondisi perekonomian global yang penuh tantangan dan sangat dinamis
antara lain disebabkan oleh fluktuasi harga komoditas, kebijakan perdagangan, dan
kenaikan suku bunga negara lain, fundamental ekonomi Indonesia tetap sehat. Indonesia
masih mampu menghasilkan pertumbuhan ekonomi berkualitas di kisaran 5%, dengan
pendorong utama berasal dari konsumsi dan investasi domestik. Dalam rangka menjaga
stabilitas dan daya tahan ekonomi, serta untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi
nasional diperlukan pendanaan atau likuiditas dalam negeri yang memadai, yang
bersumber dari penerimaan pajak dan dukungan sektor swasta. Pertumbuhan ekonomi
dapat dipercepat dan diperkuat melalui dukungan pemerintah dalam rangka
79
meningkatkan investasi dan iklim usaha yang kondusif, mendorong pertumbuhan industri
atau usaha yang berdaya saing tinggi, dan memberikan perlindungan serta pengaturan
yang berkeadilan.
Sehubungan dengan hal tersebut, Pemerintah menjalankan sejumlah strategi
berdasarkan program prioritas Pemerintah, mulai dari penyederhanaan regulasi melalui
Omnibus Law (khususnya RUU Cipta Lapangan Kerja dan RUU Perpajakan) hingga
implementasi Online Single Submission (OSS) versi terbaru. Omnibus Law Perpajakan yang
mengemas serangkaian ketentuan dalam undang-undang lain khususnya di bidang
perpajakan kedalam satu undang-undang untuk mendorong sumber dana dari dalam
negeri untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi melalui pengamanan modal dalam
negeri dan mendorong masuknya modal dari luar negeri antara lain melalui kebijakan
penurunan tarif pajak penghasilan badan dan penerapan ketentuan atas perdagangan
melalui sistem elektronik untuk menjamin Indonesia mendapatkan hak pemajakan atas
transaksi dimaksud dan kesetaraan perlakuan perpajakan antara pengusaha dalam negeri
dan luar negeri.
Output/hasil koordinasi :
Rekomendasi sinkronisasi dan koordinasi Omnibus Law diperoleh melalui
serangkaian pembahasan, baik dalam tingkat teknis (rapat pembahasan antarkementerian/
PAK) maupun dalam rapat koordinasi, dengan melibatkan kementerian/Lembaga dan
stakeholder terkait, antara lain Kementerian Keuangan, Kementerian Perindustrian,
Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian
Hukum dan Hak Asasi Manusia, Kementerian Sekretariat Negara, dan Sekretariat Kabinet.
Output terkait sinkronisasi dan koordinasi Omnibus Law Perpajakan adalah sebagai
berikut:
a) Nota Dinas Asisten Deputi Fiskal Nomor EK.1.1/109/D.I.M.EKON.1/08/2019 hal
Hasil Rapat Lanjutan Pembahasan Antarkementerian Penyusunan Rancangan
Undang-Undang Kebijakan Perpajakan untuk Memperkuat Perekonomian.
b) Nota Dinas Asisten Deputi Fiskal Nomor EK.1.1/110/D.I.M.EKON.1/08/2019 hal
Rapat Pleno Pengharmonisasian, Pembulatan, dan Pemantapan Konsepsi Rancangan
Undang-Undang Kebijakan Perpajakan untuk Memperkuat Perekonomian.
c) Nota Dinas Asisten Deputi Fiskal Nomor EK.1.1/110/D.I.M.EKON.1/12/2019 hal
Rapat Pleno Pengharmonisasian, Pembulatan, dan Pemantapan Konsepsi Rancangan
Undang-Undang Kebijakan Perpajakan untuk Memperkuat Perekonomian.
d) Rancangan Undang-Undang tentang Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk
Penguatan Perekonomian
Outcome/dampak :
a) Peningkatan pertumbuhan ekonomi Indonesia;
80
b) Peningkatan iklim usaha yang kondusif dan atraktif bagi investor;
c) Peningkatan kepastian hukum dan mendorong minat warga negara asing untuk
bekerja di Indonesia yang dapat mendorong alih keahlian dan pengetahuan bagi
peningkatan kualitas sumber daya manusia di Indonesia;
d) Peningkatan kepatuhan sukarela Wajib Pajak; dan
e) Terciptanya keadilan berusaha antara pelaku usaha dalam negeri dan pelaku usaha
luar negeri.
B. Program Reguler
1. Sinergi Sistem Pembayaran
Dalam rangka merespon tantangan arus digitalisasi dan perkembangan teknologi
yang pesat dan cepat khususnya teknologi finansial (tekfin), yang telah mengubah
cara/sistem sistem pembayaran di masyarakat dari tunai ke nontunai, maka penguatan
arah kebijakan sistem pembayaran perlu didukung oleh komitmen kuat dari berbagai
pihak. Dalam rangka menjaga komitmen tersebut diperlukan koordinasi yang diarahkan
untuk memberikan daya dukung yang optimal bagi terciptanya sistem pembayaran
nasional yang aman, efisien, andal dan inklusif.
Output/hasil koordinasi:
a) Koordinasi dan pemantauan pengaturan crypto currency sebagai aset/komoditi yang
diperdagangkan di bursa berjangka.
b) Dukungan koordinasi penerbitan Permendag Nomor : 99 Tahun 2018 Tentang
Kebijakan Umum Penyelenggaraan Perdagangan Berjangka Aset Kripto (Crypto
Asset).
c) Koordinasi dan pemantauan pelaksanaan Gerbang Pembayaran Nasional (GPN)
d) Koordinasi dan pemantauan pelaksanaan Elektronifikasi Jalan Tol.
Outcome/dampak :
Terlaksananya sistem pembayaran tunai dan nontunai yang ajek (perkembangan
pesat pembayaran nontunai tidak mendistorsi pembayaran tunai) serta perluasan dan
percepatan penerapan eletronifikasi nontunai di berbagai area.
2. Sinergi Pengendalian Sektor Jasa dan Pengembangan Basis Data Ekonomi dan Keuangan
Sektor jasa mempunyai pangsa sebesar 43 persen PDB dan berpotensi dalam
mendukung ekspor nasional. Sehingga merupakan salah satu potensi dalam peningkatan
pertumbuhan ekonomi nasional. Terdapat beberapa permasalahan pokok dalam penataan
sektor jasa berupa: proses bisnis yang belum jelas, regulasi di beberapa K/L, belum
tersedianya data-data sektor jasa, Dilakukan oleh banyak K/L dan direktorat Jenderal
terkait, namun K/L yang khusus menangani sektor jasa belum tersedia, mayoritas pelaku
81
jasa adalah pekerja informal, serta rendahnya daya saing pelaku jasa. Sementara itu,
Neraca perdagangan jasa merupakan bagian yang penting dalam analisis kerentanan
sektor eksternal. Dalam lima tahun terakhir Indonesia mengalami permasalahan defisit
transaksi berjalan. Defisit transaksi berjalan Indonesia yang salah satunya disumbang oleh
defisit neraca perdagangan jasa telah berlangsung lebih dari tiga puluh empat tahun,
terutama disumbang oleh defisit pada jasa transportasi barang (freight).
Dalam hal permasalahan daya saing sektor jasa domestik mengakibatkan masuknya
tenaga kerja Asing, sehingga diperlukan peningkatan Skills pelaku jasa pada setiap sektor.
Oleh karena itu, diperlukan identifikasi permasalahan dari seluruh sektor jasa untuk
memetakan permasalahan dan menyusun strategi kedepan dalam rangka mendorong
pengembangan sektor jasa nasional.
Output/hasil koordinasi:
a) Koordinasi penataan sektor jasa nasional melalui TKBJ pada Kementerian
Perdagangan
b) Koordinasi teknis antara Kemenko Perekonomian, Kemendag dan asosiasi sektor jasa
nasional
c) Koordinasi sektor jasa keuangan pada wilayah KEK
d) Koordinasi penyusunan Roadmap sektor jasa pendidikan dgn TKBJ Kemendag
e) Koordinasi penyusunan Roadmap sektor jasa Kesehatan dgn TKBJ Kemendag,
Kemenkes, Asosiasi, CEDS Unpad
f) Koordinasi penyusunan kegiatan TKBJ tahun 2020
g) Penyusunan kajian Industri manufaktur berorientasi ekspor
h) Koordinasi terkait informasi kegiatan sektor jasa dgn LPEI dan K/L
i) Koordinasi pelaku jasa Informasi dan telekomunikasi melalui asosiasi Blockchain
j) Koordinasi sektor jasa Kota Batam: Jasa kesehatan dan pendidikan
k) Koordinasi sektor jasa keuangan; pertemuan dengan pelaku Fintech
Outcome/dampak :
Melalui koordinasi ini diharapkan dapat terjadi pengurangan defisit transaksi berjalan
khususnya yang bersumber dari neraca jasa.
3. Pengembangan Skema Pembiayaan Inovatif untuk Pengembangan Ekonomi Daerah dan
Sektor Riil
a) Pinjaman Daerah
Kemenko Perekonomian bersama Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam
Negeri, dan PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) telah menandatangani Perjanjian Kerja
Sama Pelaksanaan Nota Kesepahaman Percepatan Pinjaman Daerah dalam rangka
Pembangunan Infrastruktur di daerah. Beberapa kegiatan yang mendukung pelaksanaan
82
program tersebut diantaranya rapat evaluasi pelaksanaan pinjaman daerah yang
dilaksanakan secara triwulanan, rapat inisiasi pinjaman daerah untuk membahas usulan
pinjaman dari masing-masing pemerintah daerah, dan monitoring serta evaluasi
pelaksanaan penyaluran pinjaman daerah.
1) Rapat Evaluasi Pinjaman Daerah TW I 2019 pada tanggal 18 April 2019.
Rapat bertujuan untuk membahas evaluasi pelaksanaan pinjaman daerah triwulan I
2019, update dan tindak lanjut rapat kuartal IV-2018, dan beberapa isu strategi
dalam pelaksanaan pinjaman daerah. Adapun jumlah komitmen pinjaman daerah
per 31 Maret 2019 mencapai Rp4.341 miliar untuk 29 fasilitas proyek (25 fasilitas
diantaranya melebihi masa jabatan kepala daerah). Nilai outstanding mencapai
Rp2.363 miliar untuk 24 fasilitas (19 fasilitas diantaranya melebihi masa jabatan
kepala daerah). Nilai tersebut meningkat jika dibandingkan periode yang sama
ditahun sebelumnya. Selama periode 1 Januari hingga 31 Maret telah dilakukan dua
penandatanganan perjanjian pinjaman daerah yaitu Prov. Sulawasi Utara (nilai
pinjaman Rp100 miliar) dan Kota Manado (nilai pinjaman Rp120 miliar).
2) Rapat Evaluasi Pinjaman Daerah TW II 2019 pada tanggal 17 Juli 2019
Rapat bertujuan untuk membahas evaluasi pelaksanaan pinjaman daerah triwulan II
2019, isu-isu strategis pinjaman daerah dan arah kebijakan pinjaman daerah ke
depan. Jumlah komitmen pinjaman daerah sd 31 Juni 2019 sama dengan triwulan
sebelumnya sebesar Rp4,3 Trilyun, dengan nilai outstanding mencapai Rp2,6 Trilyun.
Selama periode 1 April hingga 30 Juni telah dilakukan penandatanganan perjanjian
pinjaman daerah kepada 5 (lima) pemda yaitu Kab. Ogan Komeling Ulu Timur, Kota
Banjar Baru, Kab. Kepahiyang (2 fasilitas), Kab. Sorong (2 fasilitas) dan Kota Tanjung
Balai dimana sebagian besar pinjaman digunakan untuk pinjaman daerah. Selain itu,
dalam rapat juga membahas isu-isu strategis pelaksanaan pinjaman daerah antara
lain: Pinjaman daerah jangka panjang; Pelaksanaan forum SOP Link; dan
Pencegahan tidak pidana korupsi.
3) Rapat Evaluasi Pinjaman Daerah TW III 2019 pada tanggal 12 November 2019
Rapat bertujuan untuk membahas evaluasi pelaksanaan pinjaman daerah triwulan III
2019, isu-isu strategis pinjaman daerah diantaranya update Risk Mitigation Protocol
(RMP) dan pembahasan hasil kajian dari KPK atas pelaksanaan pinjaman daerah.
Total komitmen pinjaman daerah PT SMI per 30 September 2019 sebesar Rp4.561,12
miliar dengan total outstanding sebesar Rp2.736,0 miliar. Risiko gagal bayar atas
pelaksanaan pinjaman daerah melalui PT SMI relatif rendah. Hal tersebut tercermin
dari sebagian besar pemerintah daerah yang melakukan penandatanganan pinjaman
daerah pasca ditetapkannya forum RMP sudah menyampaikan dokumen RAPBD
2020 dan telah menganggarkan kewajiban bunga serta pokoknya dalam RAPBD
83
2020. Sedangkan untuk Kabupaten Lombok Tengah dan Prov. Sulawesi Utara masih
dalam proses KUA PPAS sehingga belum menyampaikan dokumen RAPBD.
4) Monitoring Pelaksanaan Pinjaman Daerah di Lombok Tengah pada tanggal 11 s.d 12
Juli 2019
Kegiatan monitoring dan evaluasi atas perencanaan anggaran maupun proyek,
dampak dan kualitas atas pembangunan proyek Pemerintah Kabupaten Lombok
Tengah yang telah dibiayai menggunakan pinjaman daerah dengan proyek
pembangunan 15 (lima belas) ruas jalan dengan nilai Rp91,61 Milyar (sudah selesai
dengan proses pelunasan dipercepat) dan proyek pembangunan pasar dengan nilai
Rp979,76 Milyar (on going).
5) Rapat Pembahasan Inisiasi Pinjaman Daerah
Sampai dengan tahun 2019, terdapat beberapa kali rapat pembahasan usulan
pinjaman dari Pemerintah Daerah diantaranya: (a) Rapat inisiasi pinjaman daerah
Pemda Kota Mataram, Kab. Bandung Barat dan Kab. Donggala pada tanggal 26 Juli
2019. (b) Rapat inisiasi pinjaman daerah Pemda Kab. Kapuas, Pemda Kab. Tapanuli
Tengah, Kab. Musi Banyuasim, Kab. Palopo dan Pemda Kab. Lombok Timur pada
tanggal 10 September 2019 di PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero). (c) Rapat
inisiasi pinjaman daerah Pemda Prov. Sulawesi Tenggara, Prov. Maluku Utara, Kab.
Tapin, Kab. Maluku, Kab. Tabalong, Kab. Merangin pada tanggal 19 November 2019.
6) Seminar Nasional: Akselerasi Inovasi Pembiayaan untuk Pecepatan Pembangunan
Infrastruktur Daerah pada tanggal 9 Maret 2019 di Malang.
Dalam rangka memberikan gambaran kepada Pemda tentang skema pembiayaan
infrastruktur yang dapat dimanfaatkan Pemda dan menyinkronkan kebijakan antara
kementerian/lembaga yang menangani pembiayaan pembangunan pasca Revisi
Peraturan Pemerintah tentang Pinjaman Daerah serta mendorong keterlibatan
masyarakat atau swasta untuk ikut serta dalam mendanai pembiayaan pembangunan
di daerah, Kementerian Koordinator Perekonomian telah menyelenggarapan Seminar
Nasional “Akselerasi Inovasi Pembiayaan untuk Pecepatan Pembangunan Daerah”
yang dihadiri oleh Pemerintah Daerah dan narasumber dari lintas kementerian/
lembaga a.l Kemendagri, Kemenkeu dan PT. Sarana Multi Infrastruktur (Persero).
7) Regional Rountable on Infrastructure Governance: Regulation, Governance and
Transparancy – Building the Foundation of Sustainable Development in Seoul yang
dilaksanakan pada tanggal 21 sd 25 Mei 2019.
Kegiatan bertujuan sebagai capacity building dan sharing knowledge pengembangan
good governance dalam pembangunan infrastruktur khususnya dalam pembiayaan
infrastruktur.
84
Output/Hasil Koordinasi:
Rekomendasi kebijakan hasil koordinasi dan sinkronisasi yang disampaikan melalui
Nota Dinas sebagai berikut:
1) ND-2/D.I.M.EKON.3/1/2019 tentang Laporan Rapat Evaluasi Pelaksanaan Nota
Kesepahaman dan Perjanjian Kerjasama Koordinasi Percepatan Pinjaman Daerah.
2) Ek.3.1/38/D.I.M.EKON.3/3/2019 tentang Laporan Akselerasi Inovasi Pembiayaan
untuk Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah.
3) Ek.3.1/54/D.I.M.EKON.3/4/2019 tentang Laporan Rapat Evaluasi Pelaksanaan
Pinjaman Daerah melalui PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) Triwulan I.
4) EK.3.1/85/D.I.M.EKON.3/4/2019 tentang Permohonan Surat Tugas Monitoring dan
Evaluasi Pinjaman Daerah di Lombok Tengah.
5) Ek.3.1/91/D.I.M.EKON.3/7/2019 tentang Laporan Rapat Evaluasi Pelaksanaan
Pinjaman Daerah melalui PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) Triwulan II.
6) Ek.3.1/164/D.I.M.EKON.3/7/2019 tentang Laporan Rapat Inisiasi Pinjaman Daerah
melalui PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero).
Hasil rekomendasi kebijakan tersebut juga disampaikan kepada para pihak yang
terlibat dalam pelaksanaan pijaman daerah melalui Surat Penyampaian Notulensi Rapat
Pinajaman Daerah sebagai berikut:
1) S-03/D.I.M.EKON.3/1/2019 tentang Risalah Rapat Satu Tahun Evaluasi Pelaksanaan
Nota Kesepahaman dan Perjanjian Kerja Sama Percepatan Pinjaman Daerah
2) EK.31/93/D.I.M.EKON.3/4/2019 Risalah Rapat Evaluasi Pelaksanaan Pinjaman
Daerah Triwulan 1 Th. 2019
Outcome/Dampak :
1) Terjalinnya koordinasi dan kerja sama dalam pelaksanaan pinjaman daerah antar
stakeholder.
2) Meningkatnya jumlah pinjaman daerah dan pemerintah daerah yang melakukan
pinjaman daerah.
3) Rendahnya risiko penyaluran pinjaman daerah.
b) Obligasi Daerah
Kebutuhan pembiayaan infrsatruktur di daerah mengalami peningkatan dari tahun
ke tahun. Disisi lain, kemampuan APBN/D dalam membiayai pembangunan infrastruktur
sangat terbatas. Untuk itulah diperlukan peran swasta untuk ikut serta dalam pembiayaan
infrastruktur dalah satunya melalui skema obligasi daerah. Selama proses pelaksanaannya,
terdapat 3 (tiga) Pemerintah Daerah yang berencana menerbitkan obligasi daerah yaitu
Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Tengah, Provinsi Jawa Barat dan DKI Jakarta. Kemenko
Perekonomian, Kementeian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, OJK, Bank Indonesia
85
dan lembaga donor (a.l ADB, World Bank) berkoordinasi untuk mendampingi Pemerintah
Daerah dalam menerbitkan obligasi daerah.
Proses pelaksanaan melalui beberapa kegiatan seperti rapat, FGD dan sosialisasi
sebagai berikut:
1) Rapat rencana penerbitan obligasi daerah DKI Jakarta pada tanggal 24 Januari 2019
di Kantor Setda Prov. DKI Jakarta
2) Rapat Update Teknis Persiapan Penerbitan Obligasi Daerah Provinsi Jawa Tengah
pada tanggal 20 Februari 2019 di Hotel PO Semarang untuk membahas kepastian
waktu penerbitan obligasi daerah, progress rencana kerja dan persiapan
3) Diskusi Project Selection Obligasi Daerah Provinsi DKI Jakarta pada tanggal 26
Februari 2019 di Gedung Balai Kota DKI Jakarta.
4) Focus Group Discussion terkait penerbitan obligasi daerah pada tanggal 26 Maret
2019 di Provinsi Bali. FGD merupakan tindaklanjut dari hasil audiensi antara OJK
dan Gubernur Prov. Bali untuk memberikan gambaran terkait obligasi daerah sebagai
alternatif pembiayaan infrastruktur di Provinsi Bali.
5) Rapat koordinasi persiapan penerbitan obligasi daerah di Jawa Tengah tanggal 29
April – 2 Mei 2019 di Semarang, Solo dan Salatiga bersama Gubernur Jawa Tengah,
Tim Pusat dan DPRD Prov Jateng untuk membahas jenis-jenis proyek yang akan
dibiayai menggunakan obligasi daerah dan ijin prinsip DPRD.
6) Rapat lanjutan pembahasan persetujuan prinsip DPRD dalam rangka penerbitan
obligasi daerah pada tanggal 10-11 Mei 2019 di Semarang, Jawa Tengah.
7) Rapat rencana penerbitan obligasi daerah Provinsi Jawa Barat pada tanggal 18 Juli
2019 di Gedung Sekretariat Prov Jawa Barat. Bertujuan mendiskusikan rencana
penerbitan obligasi daerah Provinsi Jawa Barat serta fact finding hambatan
penerbitan obligasi daerah. Sebelumya, Pemda Provinsi Jawa Barat pernah berencana
menerbitkan obligasi daerah pada tahun 2013, namun terkendala pada jenis proyek
yang akan dibiayai menggunakan obligasi daerah.
8) Rapat Update Penerbitan Obligasi Daerah Provinsi Jawa Tengah, Provinsi Jawa Barat
dan DKI Jakarta pada tanggal 16 Agustus 2019 di OJK Jakarta.
9) Bimbingan Teknis Obligasi Daerah pada tanggal 12 September 2019 di Surabaya.
Bertujuan untuk sharing knowledge kepada Pemerintah Provinsi Jawa Timur agar
menggunakan alternatif pembiayaan diluar APBD.
10) FGD Persiapan Penerbitan Obligasi Daerah Provinsi Jawa Barat pada tanggal 13
Desember 2019 di Bandung, Prov Jawa Barat.
Selain berbagai rapat dan FGD, Kemenko Perekonomian juga melakukan koordinasi
dengan ADB melalui TA-SIAP untuk memberikan dukungan kepada Pemerintah Daerah
dalam mempersiapkan penerbitan obligasi daerah diantaranya Technical Assistance dalam:
86
1) Penyusunan shadow issuance Pemda Prov. Jawa Tengah oleh Mandiri Sekuritas.
2) Penyusunan feasibility study proyek Tlogo Edu Park di Prov. Jawa Tengah oleh PwC.
3) Daily Consultant untuk penyusunan buku panduan lembaga profesi penundang
pasar modal dalam penerbitan obligasi daerah.
Output/hasil koordinasi :
1) ND-24/D.I.M.EKON.3/1/2019 tentang Laporan Rapat rencana penerbitan obligasi
daerah DKI Jakarta.
2) EK.3.1/112/D.I.M.EKON.3/8/2019 tentang Laporan Rapat Rencana Penerbitan
Obligasi Daerah Provinsi Jawa Barat.
3) EK.3.1/112/D.I.M.EKON.3/8/2019 tentang Pemohonan Penetapan Surat
Permohonan Pertemuan Gubernur Provinsi Jawa Tengah terkait Obligasi Daerah.
4) EK.3.1/166/D.I.M.EKON.3/12/2019 tentang FGD Persiapan Penerbitan Obligasi
Daerah Provinsi Jawa Barat.
Rekomendasi kebijakan tersebut juga disampaikan kepada para pihak yang terlibat
dalam pelaksanaan pijaman daerah melalui surat nomor EK.3.1/239/ D.I.M.EKON.3/
12/2019 tentang konfirmasi TA ADB yang ditujukan Kepala Biro Kerja Sama Teknik Luar
Negeri (Kemensetneg) yang menyatakan bahwa PwC merupakan TA yang ditugasi untuk
menyusun FS atas Tlogo Edu Park di Prov. Jawa Tengah.
Outcome/dampak :
1) Terjalinnya koordinasi dan kerja sama dalam pelaksanaan obligasi daerah antar
stakeholder.
2) Meningkatnya jumlah pemerintah daerah yang berminat untuk menerbitkan obligasi
daerah sebagai alternatif pembiayaan infrastruktur diluar APBN/D.
3) Tersusunnya dokumen pendukung proyek (FS) Tlogo Edu Park Provinsi Jawa Tengah.
c) Pemberdayaan SHAT
Pelaksanaan kegiatan pemberdayaan SHAT bagi pelaku usaha mikro dan kecil, petani
nelayan dan pembudi daya ikan masih melanjutkan amanat MoU Pemberdayaan SHAT bagi
Pelaku Usaha Mikro dan Kecil, Petani, Nelayan dan Pembudidaya Ikan Nomor 37/SKB/
XII/2017; 593/9395/SJ; 14/KB/M.KUKM/XI/2017; 07/MoU/HK.220/M/12/2017;
16/MEN-KP/KB/XII/2017 tanggal 27 November 2017 dan telah diturunkan dalan PKS
Pemberdayaan SHAT bagi Pelaku Usaha Mikro dan Kecil, Petani, Nelayan dan Pembudidaya
Ikan Nomor 29/skb-400/iv/2018;500/1738/Bangda/2018; 01/PKS/ Dep.2/IV/2018/
03/MoU/OT.160/B/04/2018; 01/PKS/DJPT-KKP/IV/2018; 01/DJPB-KKP/PKS/IV/2018
yang telah ditandatangani pada tahun 2018.
Adapun rangkaian kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka pemberdayaan SHAT di
tahun 2019 antara lain:
87
1) Pada tanggal 15 Februari 2019, di Kementerian Kelautan dan Perikanan telah
dilaksanakan rapat koordinasi penyusunan petunjuk teknis Kegiatan Fasilitasi
Sertipikasi Hak Atas Tanah Perikanan bagi Nelayan. Penyusunan juknis ini bisa
dijadikan salah satu dasar dan pedoman dalam penyusunan Juknis SHAT secara
umum sebagaimana mandat dari MoU dan PKS SHAT.
2) Tanggal 21 Februari 2019 di Kemenko Perekonomian dilaksanakan rapat koordinasi
peningkatan sinergi lintor di tahun 2019, membahas hal-hal yang akan menjadi
fokus kerjasama lintor dalam meningkatkan capaian program pemberdayaan SHAT
pada tahun 2019.
3) Pada tanggal 3 Mei 2019, dilaksanakan rapat koordinasi penyusunan Draft Pedoman
Umum Pemanfaatan SHAT bersama seluruh lintor pusat. Pada rapat ini, Kemendagri
sebagai penanggung jawab penyusunan draft meminta masukan K/L lintor mengenai
substansi yang perlu diatur dalam pedoman umum untuk memudahkan daerah
dalam melaksanakan proses pemberdayaan SHAT.
4) Tanggal 28 Juni 2019, dilakasanakan rapat koordinasi pembahasan langkah
peningkatan integrasi data lintor. Bertujuan membahas rancangan template data
pemberdayaan SHAT dari seluruh lintor serta langkah-langkah yang dapat dilakukan
dalam rangka meningkatkan integrasi data antar semua lintor.
Output/hasil Koordinasi :
1. IPW.5.1/31/D.I.M.EKON.3/02/2019 tanggal 25 Februari 2019 tentang
Penyampaian Notulensi Rapat Koordinasi Lintor pusat yang dilaksanakan pada
tanggal 21 Februari 2019.
2. EK.3.1/84/D.I.M.EKON.3/07/2019 tanggal 2 Juli 2019 tentang laporan rapat
koordinasi linto yang telah dilaksanakan pada tanggal 28 Juni 2019.
Outcome/Dampak :
Dengan adanya berbagai kegiatan pemberdayaan program SHAT maka koordinasi
lintas sektor dalam percepatan pemberdayaan SHAT semakin meningkat.
d) Kerja Sama Daerah
Pelaksanaan kegiatan Pengembangan Kerja Sama Daerah merupakan implementasi
dari turunan dari PP No 28 tahun 2018. Kegiatan ini merupakan Program Reguler dari
Asdep Pengembangan Ekonomi Daerah dan Sektor Riil.
Adapun rangkaian kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka kerja sama daerah di
tahun 2019 antara lain:
1) Pada tanggal 15 Januari 2019, dilaksanakan rapat pembahasan Informasi terkini
tentang pelaksanaan Kerja Sama Daerah terkait basis data dan perkembangan
penyusunan Permendagri tentang Kerja Sama Daerah.
88
2) Pada tanggal 27 Februari 2019 dilaksanakan rapat pembahasan rencana pelaksanaan
Kajian Pengembangan Kerja Sama Daerah di Provinsi Banten. Dalam hal ini Kemenko
bekerja sama dengan Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Kerja Sama Antar
Daerah (LEKAD) yang telah lama bergerak dibidang kerja sama daerah di beberapa
provinsi di Indonesia.
3) Pada tanggal 29 Maret 2019, sebagai tindak lanjut dari rencana pelaksanaan Kajian
Pengembangan Kerja Sama Daerah di Provinsi Banten, Tim LEKAD mengusulkan tiga
kabupaten di Provinsi Banten yang akan dijadikan fokus kerja sama daerah yaitu
Kabupaten Pandeglang, Kabupeten Serang, dan Kabupaten Lamongan.
4) Pada tanggal 2 April 2019 dilaksanakan rapat koordinasi membahas langkah-
langkah persiapan pelaksanaan workshop serta pembagian tugas antara Menko
Perekonomian dengan Pemerintah Provinsi Banten serta Tim LEKAD.
5) Pada tanggal 11 April 2019 di Provinsi Banten dilaksanakan Worskhop Kajian
Pengembangan Kerja Sama Daerah di Provinsi Banten dengan mengundang dinas-
dinas terkait dari masing-masing kabupaten yang telah ditetapkan. Dari workshop ini
telah ditemukan tiga potensi kerja sama yang dapat dilakukan yaitu, Inovasi
Teknologi Pertanian, pengembangan pangan lokal, serta peningkatan pemasaran
produk. Hasil dari workshop ini juga telah dipresentasikan oleh Tim LEKAD pada
tanggal 16 Mei 2019 di Kemenko Perekonomian.
6) Hasil workshop disampaikan kepada masing-masing kabupaten melalui diseminasi
yang dilaksanakan pada tanggal 16 Juli 2019 di Kantor Bappeda Provinsi Banten.
Dalam diseminasi ini juga disampaikan terkait langkah selanjutnya yaitu penyusunan
MoU dan PKS antar kabupaten sebagai bentuk komitmen pelaksanaan Kerjasama
daerah di Provinsi Banten.
7) Pada tangal 8 Agustus 2019 dilaksanakan rapat koordinasi penyusunan draft MoU
dan PKS Kerja Sama Daerah antara Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Serang, dan
Kabupaten Lebak. Rapat dihadiri oleh seluruh dinas terkait pada kabupaten dimaksud
serta perwakilan dari Pemerintah Provinsi Banten. Dari rapat ini telah disusun draft
MoU dan PKS yang selanjutnya akan di bahas di Provinsi Banten.
Output/Hasil Koordinasi :
Dari kegiatan tersebut dihasilkan output berupa nota dinas tentang Laporan rapat
koordinasi persiapan perlaksanaan Kajian Kerja Sama Daerah di Provinsi Banten,
laporan kajian, dan draft MoU dan PKS.
Outcome/dampak :
Meningkatnya koordinasi antar kabupaten dan kabupaten dengan provinsi dalam
rangka implementasi kerja sama daerah di Provinsi Banten.
89
4. Penyusunan Regulasi yang Mendukung Pengembangan Ekonomi Daerah dan Sektor Riil
a) Peraturan Pemerintah Pengelolaan Keuangan Daerah
Sebagaimana diamatkan dalam Inpres 7 No. 2017 tentang Pengambilan, Pengawasan
dan Pengendalian Pelaksanaan Kebijakan di Tingkat Kementerian Negara dan Lembaga
Pemerintah, Kemenko Perekonomian telah berkoordinasi bersama dengan Kementerian
Keuangan, Kementerian Dalam Negeri (selaku pemrakarsa), Kementerian PPN/Bappenas,
Kemenkum HAM dan Kemensetneg dalam melakukan penyusunan kebijakan terkait
pengelolaan keuangan daerah yang merupakan kebijkan lintas sektor dan berimplikasi luas
pada kinerja Kementerian atau Lembagai lain. Penyusunan PP Pengelolaan Keuangan
Daerah merupakan amanat dari UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Sebelumnya, aturan pengelolaan keuangan daerah telah diatur dalam PP No. 56 Tahun
2005.
PP terkait pengelolaan keuangan daerah telah selesai diharmonisasikan di Kemenkum
HAM dan telah disampaikan kepada Kemensetneg pada tahun 2018. Dalam proses
penyusunannya, Kemenko Perekonomian juga menyampaikan beberapa usulan pasal. Pada
bulan Februari 2019, Kemenko Perekonomian mendapat surat dari Menteri Sekretaris
Negara No. B-268/Kemensetneg/D-1/HK.02.03/05/2018 perihal Permohonan Paraf
Kembali atas Naskah Asli Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan Keuangan
Daerah. Berdasarkan reviu oleh Keasdepan Ekoda dan Sektor Riil, seluruh substansi dalam
draft tersebut sudah sesuai dengan hasil pembahasan dan sesuai dengan usulan pasal yang
disampaikan, selanjutnya dilakukan pemarafan oleh Bapak Menteri Koordinator Bidang
Perekonomian serta disampaikan kembali kepada Kemensetneg untuk diproses lebih lanjut.
Output/hasil koordinasi:
1) ND-28/D.I.M.EKON.3/2/2019 tentang Masukan terhadap Rancangan Peraturan
Pemerintah tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.
2) PP Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan daerah yang ditetapkan
pada 6 Maret 2019 oleh Presiden Joko Widodo dan diundangkan pada tanggal 12
Maret 2019 oleh Menteri Hukum dan HAM.
Outcome/dampak:
Penetapan peraturan pengganti PP No. 56 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah menjadi PP No. 12 Tahun 2019.
b) Rancangan Peraturan Pemerintah Hak Keuangan dan Belanja
Sebagaimana diamatkan dalam Inpres 7 No. 2017 tentang Pengambilan, Pengawasan
dan Pengendalian Pelaksanaan Kebijakan di Tingkat Kementerian Negara dan Lembaga
Pemerintah, Kemenko Perekonomian telah berkoordinasi bersama dengan Kementerian
Keuangan, Kementerian Dalam Negeri (selaku pemrakarsa), Kemenpan-RB, Kemenkum
HAM dan Kemensetneg dalam melakukan penyusunan kebijakan terkait hak keuangan dan
90
belanja kepala daerah dan wakil kepada daerah yang merupakan kebijakan lintas sektor
dan berimplikasi luas pada kinerja Kementerian atau Lembaga lain. Penyusunan RPP Hak
dan Belanja Kepala Daerah dan Wakil Kepada Daerah merupakan amanat dari UU No. 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Penyusunan RPP Hak dan Belanja Kepala Daerah dan Wakil Kepada Daerah telah
selesai tahap PAK dan Harmonisasi di Kemenkum HAM pada tahun 2018, namun setelah
disampaikan kepada Kemensetneg, Mensetneg melalui surat No. B-1034/M.Setneg/D-
1/HK/0202/12/2018 menyampaikan bahwa draft RPP tersebut dikembalikan kepada
Menteri Dalam Negeri selaku pemrakarsa dan perlu dibahas kembali bersama kementerian
terkait terutama dalam merumuskan besaran dana operasional Kepada Daerah dan Wakil
Kepala Daerah. Untuk mendidaklanjuti surat tersebut maka dilakukan rapat yang
diselenggarakan oleh Kemendagri pada tanggal 25 April 2019 di Hotel Aryaduta dan pada
tanggal 1 Juli 2019 yang diselenggarakan oleh Kemensetneg. Karena penyampaian RPP
tersebut pada saat menjelang Pemilu, maka sebagaimana arahan Presiden agar
kementerian/lembaga tidak mengusulkan kebijakan baru, maka proses penetapan draft
tersebut ditunda.
Output/hasil koordinasi:
1) EK.3.1/62/D.I.M.EKON.3/04/2019 tentang Laporan Rapat Pembahasan RPP Hak
Keuangan dan Belanja Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
2) EK.3.1/83/D.I.M.EKON.3/07/2019 tentang Laporan Rapat Pembahasan RPP Hak
Keuangan dan Belanja Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
Outcome/dampak yang diharapkan:
Tersusunnya draft RPP Hak Keuangan dan Belanja Kepala Daerah dan Wakil Kepala
Daerah.
c) Rancangan Perpres Pemberian Penghargaan dan/atau Sanksi kepada Kementerian/
Lembaga dan Pemerintah Daerah
Sebagaimana diamatkan dalam Inpres 7 No. 2017 tentang Pengambilan, Pengawasan
dan Pengendalian Pelaksanaan Kebijakan di Tingkat Kementerian Negara dan Lembaga
Pemerintah, Kemenko Perekonomian telah berkoordinasi bersama dengan Kementerian
Keuangan, Kementerian Dalam Negeri (selaku pemrakarsa), Kemenpan-RB, Kemenkum
HAM, Kemensetneg, Setkab dan BKPM melakukan penyusunan kebijakan dalam
memberikan penghargaan dan/atau sanksi bagi Kementerian/Lembaga dan Pemerintah
Daerah yang bertujuan untuk meningkatkan kinerja anggran, pelayanan perizinan
berusaha terintegrasi secara elektronik dan percepatan pelaksanaan berusaha untuk
medorong investasi di daerah.
Dalam penyusunan RPerpres tersebut, telah dilakukan harmonisasi di Kemenkum
HAM pada tanggal 19 Maret 2019 yang dihadiri oleh seluruh kementerian/lembaga
91
terkait. Selanjutnya, Kementerian Keuangan menyampaikan draft kepada Kemensetneg dan
ditindaklanjuti melalui rapat yang diselenggarakan pada tanggal 31 Juli 2019. Karena
perlu dilakukan konfirmasi lebih lanjut atas beberapa pasal sehingga pada tanggal 6
Agustus 2019 kembali dilaksanakan rapat di Kementerian Keuangan. Dalam rapat tersebut
seluruh peserta rapat telah menyepakati hasil pembahasan dan masing-masing perwakilan
telah melakukan pemarafan atas draft Rprepres untuk diproses lebih lanjut.
Output/hasil koordinasi:
1) EK.3.1/44D.I.M.EKON.3/8/2019 tentang Laporan Rapat Pembahasan RPerpres
Pemberian Penghargaan dan/atau Sanksi kepada Kementerian Negara/Lembaga dan
Pemerintah Daerah.
2) EK.3.1/113/D.I.M.EKON.3/8/2019 tentang Laporan Rapat Pembahasan RPerpres
Pemberian Penghargaan dan/atau Sanksi kepada Kementerian Negara/Lembaga dan
Pemerintah Daerah.
Outcome/dampak :
Tersusunnya draft RPerpres Pemberian Penghargaan dan/atau Sanksi kepada
Kementerian Negara/Lembaga dan Pemerintah Daerah.
d) Rancangan Perpres Standar Harga Satuan Regional
Sebagaimana diamatkan dalam Inpres 7 No. 2017 tentang Pengambilan, Pengawasan
dan Pengendalian Pelaksanaan Kebijakan di Tingkat Kementerian Negara dan Lembaga
Pemerintah, Kemenko Perekonomian telah berkoordinasi bersama dengan Kementerian
Keuangan, Kementerian Dalam Negeri (selaku pemrakarsa), Kemenpan-RB, Kemenkum
HAM, Kemensetneg, Setkab dan BKPM dalam melakukan penyusunan kebijakan dalam
pengelolaan keuangan daerah. Sebagaimana diamanatkan dalam ketentuan Pasal 51 ayat
(3) Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan
Daerah, maka perlu dilakukan penyusunan Peraturan Presiden tentang Standar Harga
Satuan Regional.
Dalam penyusunan draft RPerpres tersebut, kegiatan yang telah dilakukan yaitu:
1) Pada tanggal 8 Juli 2019, dilaksanakan rapat di Kemenkumham untuk harmonisasi
atas hasil Pembahasan Antar Kementerian (PAK) serta legal drafting.
2) Sebagai tindak lanjut dari rapat sebelumnya, telah dilaksanakan beberapa kali rapat
pembahasan perancangan Dratf RPerpres tentang Standar Harga Satuan Regional
antara lain tanggal 11 Juli 2019 dan 12 Juli 2019. Dalam rapat ini disepakati
beberapa perubahan substansial serta legal drafting-nya.
3) Tanggal 7 Oktober 2019, dilaksanakan rapat finalisasi Draft RPerpres tentang
Standar Harga Satuan Regional di Kementerian Sekretaris Negara, dimana juga
dilakukan perubahan-berubahan legal drafting.
92
4) Saat ini proses penyusunan telah selesai dilaksanakan dan tengah dalam proses
permohonan paraf kepada para menteri dan selanjutnya ditetapkan oleh Presiden.
Output/hasil koordinasi:
1. EK.3.1/81/D.I.M.EKON.3/06/2019 tanggal 24 Juni 2019 tentang Laporan Rapat
Pembahasan RPerpres Standar Harga Satuan Regional tanggal 20 Juni 2019.
2. EK.3.1/127/D.I.M.EKON.3/10/2019 tanggal 7 Oktober 2019 Laporan Rapat
Pembahasan RPerpres Standar Harga Satuan Regional tanggal 4 Oktober 2019.
3. EK.3.1/01/D.I.M.EKON.3/01/2019 tanggal 2 Januari 2020 tentang Masukan
terhadap Rancangan Peraturan Presiden tentang Standar Harga Satuan Regional.
Outcome/dampak :
Tersusunnya draft RPerpres tentang Standar Harga Satuan Regional.
e) Regulasi Turunan Perpres 95 tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis
Elektronik (SPBE)
Sebagaimana diamatkan dalam Inpres 7 No. 2017 tentang Pengambilan, Pengawasan
dan Pengendalian Pelaksanaan Kebijakan di Tingkat Kementerian Negara dan Lembaga
Pemerintah, Kemenko Perekonomian telah berkoordinasi bersama dengan Kementerian
Keuangan, Kementerian Dalam Negeri (selaku pemrakarsa), Bappenas, Kemenkominfo,
BPKP, dan BPPT dalam melakukan penyusunan kebijakan dalam penyelenggaraan Sistem
Pemerintahan Berbasis Elektronik yang terintegrasi dalam Pengelolaan Keuangan Daerah.
Penyusunan Peremendagri tersebut merupakan amanat Pasal 222 PP No.12 Tahun 2019
tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.
Dalam rangka menghasilkan kebijakan SPBE yang terintegrasi maka Kemenko
Perekonomian, Kemendagri, Kemenkeu, Kominfo, BPKP, Kemenpan-RB melalukan
benchmarking ke Jepang untuk mengetahui arsitektur e-government di Jepang sehingga
dapat menjadi gambaran bagi k/l untuk menyusun arsitektur e-gov. Benchmarking
dilaksanakan pada tanggal 9 s.d 18 Februari 2019. Jepang menjadi negara tujuan
benchmarking dikarenakan telah menerapkan sistem pemerintahan berbasis IT sejak tahun
2000 dan sudah terintegrasi secara penuh pada tahun 2003.
1) Untuk menindaklanjuti benchmarking, maka pada tanggal 5 Maret 2019 dilakukan
rapat koordinasi tingkat eselon 1 yang dipimpin oleh Deputi Bidang Koordinasi
Ekonomi Makro dan Keuangan Kemenko Perekonomian untuk mengetahui update
pengintegrasian sistem pengelolaan keuangan daerah.
2) Selain itu, untuk menggali informasi lebih lanjut terkait SPBE, Kemenko
Perekonomian mengundang perwakilan Kemenpan-RB dan Kominfo untuk
melakukan FGD Sharing Knowlegde.
Output/hasil koordinasi :
93
a. Nota Dinas EK.3.1/35/D.I.M.EKON.3/2/2019 tentang Laporan Kegiatan
Benchmarking E-Government Architecture and Implementation di Jepang.
b. Nota Dinas EK.3.1/76/D.I.M.EKON.3/2/2019 tentang Update Hasil Mapping Sistem
Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) dalam Pengelolaan Keuangan Daerah
c. Surat Keluar EK.3.1/247/D.I.M.EKON/7/2019 tentang Penyampaian Hasil Mapping
Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) dalam Pengelolaan Keuangan Daerah
yang ditujukan kepada Kemendagri, Kemenkeu dan Bappenas.
d. Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2019 tentang
Sistem Informasi Pemerintahan Daerah
Outcome/dampak :
a) Tersusunnya hasil mapping Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) dalam
Pengelolaan Keuangan Daerah.
b) Tersusunnya turunan PP No.12 Tahun 2019 dalam bentuk Peraturan Menteri Dalam
Negeri Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2019 tentang Sistem Informasi
Pemerintahan Daerah.
f) Koordinasi Implementasi Kebijakan Dasar Pembiayaan Ekspor Nasional (KDPEN)
Saat ini Indonesia masih dihantui oleh kesenjangan antarwilayah yang cukup tinggi,
dimana perekonomian di Indonesia bagian barat lebih pesat dibandingkan Indonesia
bagian timur. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, daerah-daerah di Indonesia
didorong untuk meningkatkan ekspor daerahnya dengas komoditas unggulan/potensial
yang tersedia di daerah tersebut. Tidak hanya itu, industri yang ada di daerah juga harus
dipersiapkan sehingga mampu memiliki daya saing yang tinggi, terutama pada industri
yang berorientasi ekspor sesuai industri prioritas pada Roadmap Industri 4.0 (makanan
dan minuman, tekstil dan pakaian, elektronik, otomotif, dan kimia). Selanjutnya, karena
Indonesia kaya akan sumber daya alam dan potensi pariwisata yang besar, diperlukan juga
hilirisasi hasil sumber daya alam dan pengembangan destinasi wisata baru berkelas dunia
agar mampu memberikan dampak positif ke perekonomian daerah dan nasional.
• FGD terkait Strategi Pengembangan Pembiayaan Ekspor Nasional
• Sosialisasi Kebijakan Dasar Pembiayaan Ekspor Nasional
Output/hasil koordinasi:
a) Nota Dinas Nomor EK.3.3/45/D.I.M.EKON.3/04/2019 tentang Masukan atas
Rancangan Peraturan Pemerintah Kebijakan Dasar Pembiayaan Ekspor Nasional.
b) Peraturan dan Perundangan yang dihasilkan Peraturan Pemerintah 43 Tahun 2019
tentang Kebijakan Dasar Pembiayaan Ekspor Nasional
Outcome/dampak :
Kondisi perekonomian nasional saat ini diwarnai dengan penurunan nilai ekspor,
tersentralisasinya pasar ekspor, dan komposisi produk ekspor yang masih didominasi
94
sektor komoditas. Di sisi lain, perkembangan sektor pariwisata Indonesia merupakan
peluang yang perlu ditangkap dan dimanfaatkan sebagai sumber penerimaan devisa.
Untuk mengatasi kondisi tersebut, Pemerintah melakukan strategi PEN yang
diarahkan pada kegiatan yang menghasilkan devisa, kegiatan yang menghemat
devisa dalam negeri, dan/atau kegiatan yang meningkatkan kapasitas produksi
nasional. Selain itu, Peraturan Pemerintah ini mengatur pula metode perdagangan
jasa sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang
Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan
Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun
2014 tentang Perdagangan yang meliputi pasokan lintas batas, konsumsi di luar
negeri, keberadaan komersial, atau perpindahan manusia. Selanjutnya, strategi PEN
dirumuskan oleh LPEI berkoordinasi dengan pemangku kepentingan yang kemudian
dicantumkan dan dilaksanakan melalui RJP.
Dengan terbitnya kebijakan dasar PEN, diharapkan akan mendorong terciptanya
iklim usaha yang kondusif bagi peningkatan ekspor nasional; mempercepat
peningkatan ekspor nasional; membantu peningkatan kemampuan produksi nasional
yang berdaya saing tinggi dan memiliki keunggulan ekspor; dan mendorong
pengembangan UMKM & koperasi untuk mengembangkan produk yang berorientasi
ekspor.
g) Buku Kumpulan Peraturan Terkait Pengembangan Ekonomi Daerah
Dalam rangka implementasi Regulaory Impact Analysis (RIA), Keasdepan Ekonomi
Daerah dan Sektor Riil telah berkoordinasi dengan kementerian/lembaga dalam
penyusunan kebijakan/peraturan perundang-undangan khususnya dibidang
pengembangan ekonomi daerah.
Selama periode 2017 s.d 2019 telah disusun 5 (lima) Peraturan Pemerintah dalam
mendorong ekonomi daerah yang kami rangkung dalam buku ”Kumpulan Peraturan
Terkait Pengembangan Ekonomi Daerah Periode 2017 s.d 2019”. Adapun Peraturan
Pemerintah yang sudah disusun adalah:
1. PP Nomor 54 Tahun 2017 tentang Badan Usaha Milik Daerah;
2. PP Nomor 28 Tahun 2018 tentang Kerjasama Daerah;
3. PP Nomor 56 Tahun 2018 tentang Pinjaman Daerah;
4. PP Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pinjaman Daerah; dan
5. PP Nomor 24 Tahun 2019 tentang Pedoman Pemberian Insentif dan Pemberian
Kemudahan Penanaman Modal di Daerah.
Ouput/hasil koordinasi
a. EK.3.1/155/D.I.M.EKON.3/11/2019 tentang Penyampaian Buku Kumpulan
Peraturan Terkait Pengembangan Ekonomi Daerah
95
b. Buku Kumpulan Peraturan Terkait Pengembangan Ekonomi Daerah
Outcome/dampak :
Tersusunnya buku Kumpulan Peraturan Terkait Pengembangan Ekonomi Daerah dan
Tersampaikannya buku tersebut kepada stakeholder.
Kebijakan yang Terkait dengan Bidang BUMN
Maksud dan tujuan BUMN sebagaimana diatur dalam UU 19/2003 tentang BUMN
adalah memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional pada
umumnya dan penerimaan negara pada khususnya, mengejar keuntungan,
menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang
bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak, menjadi perintis
kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan oleh sektor swasta dan koperasi,
dan turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi
lemah, koperasi, dan masyarakat.
Dalam rangka melaksanakan amanah dalam UU 19/2003 tersebut maka sasaran
pembinaan dan pengembangan BUMN dalam jangka menengah adalah meningkatnya
peran BUMN dalam perekonomian/pembangunan melalui peningkatan pelayanan publik
BUMN, pemantapan struktur BUMN dan peningkatan kapasitas BUMN.
Sejalan dengan peran BUMN sebagai agent of development dan sebagai kepanjangan
tangan Pemerintah, BUMN diharapkan berpartisipasi dalam pembangunan nasional seperti
pembangunan proyek strategis atau prioritas infrastruktur Pemerintah. Sesuai amanat
dalam RPJMN 2015-2019 dalam mewujudkan bangsa yang berdaya saing, salah satunya
melalui pembangunan infrastruktur dan ketersediaan energi. Selain itu, salah satu arah
kebijakan umum pembangunan nasional 2015-2019 yaitu mempercepat pembangunan
infrastruktur untuk pertumbuhan dan pemerataan. Peran BUMN dalam pembangunan
infrastruktur diarahkan untuk memperkuat konektivitas nasional sehingga mencapai
keseimbangan pembangunan, mempercepat penyediaan infrastruktur perumahan dan
kawasan pemukiman serta infrastruktur kelistrikan, menjamin ketahanan air, pangan dan
energi untuk mendukung ketahanan nasional dan mengembangkan sistem transportasi
massal perkotaan. Kesemuanya dilaksanakan secara terintegrasi dan dengan meningkatkan
peran kerjasama Pemerintah-Swasta.
Beberapa kebijakan Pemerintah tersebut dilaksanakan khususnya dalam hal
pembiayaan melalui penambahan Penyertaan Modal Negara (PMN) dan persetujuan
Pinjaman Komersial Luar Negeri (PKLN) serta penguatan struktur BUMN (termasuk
pembentukan Holding). Upaya-upaya pencapaian kebijakan di bidang BUMN tidak
terlepas dari kegiatan-kegiatan koordinasi perencanaan, sinkronisasi, monitoring dan
evaluasi pelaksanaan kebijakan di bidang BUMN lainnya yang sewaktu-waktu menjadi
96
permasalahan aktual yang harus diselesaikan oleh Kemenko Perekonomian melalui
koordinasi antar Kementerian/Lembaga terkait.
5. Koordinasi Kebijakan terkait Restukturisasi/Privatisasi
Program restrukturisasi merupakan upaya yang dilakukan dalam rangka penyehatan
BUMN yang merupakan salah satu langkah strategis untuk memperbaiki kondisi internal
perusahaan guna memperbaiki kinerja dan meningkatkan nilai perusahaan. Restrukturisasi
dilaksanakan dalam 2 bentuk yaitu restrukturisasi sektoral dan restrukturisasi perusahaan.
Restrukturisasi sektoral dilaksanakan sesuai dengan kebijakan sektor dan/atau ketentuan
peraturan perundang-undangan. Salah satunya adalah pembentukan induk perusahaan
(Holding). Restrukturisasi perusahaan meliputi peningkatan daya saing usaha, penataan
hubungan fungsional antara pemerintah selaku regulator dan BUMN selaku badan usaha,
termasuk di dalamnya penerapan prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik dan
menetapkan arah dalam rangka pelaksanaan kewajiban pelayanan publik serta
restrukturisasi internal yang mencakup keuangan, organisasi/manajemen, operasional,
sistem dan prosedur.
Koordinasi pelaksanaan restrukturisasi / privatisasi BUMN dilakukan melalui rapat
Pembahasan Antar Kementerian (PAK) dan harmonisasi antar instansi, terkait pembahasan
Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) dan kajian Holding. Koordinasi dan sinkronisasi
yang dilakukan antara lain:
1) Rapat PAK dan Harmonisasi RPP dan Kajian terkait Pembentukan Holding BUMN
Farmasi kepada PT. Bio Farma (Persero) melalui pengalihan saham Negara pada PT.
Kimia Farma Tbk dan PT. Indofarma Tbk.
Pembentukan Holding ini dilatarbelakangi karena banyaknya tantangan industri
farmasi di Indonesia seperti tingginya ketergantungan impor bahan baku yang
digunakan dalam industri farmasi, proses supply chain yang tidak efisien yang
mengakibatkan biaya produksi dan distribusi farmasi menjadi tinggi, ketimpangan
kapabilitas dan inovasi antar perusahaan farmasi domestik, harga obat branded yang
mahal, tingkat permintaan produk generik yang tinggi dan sebagainya. Holding
BUMN Farmasi memposisikan PT. Bio Farma (Persero) sebagai induknya.
Pembentukan holding BUMN Farmasi telah terwujud melalui penetapan Peraturan
Pemerintah No. 76 Tahun 2019.
2) Rapat PAK terkait RPP dan Kajian terkait Pembentukan Holding BUMN Sektor
Maritim
Pembentukan Holding Maritim dalam rangka memberi nilai tambah dan
menumbuhkan ekonomi nasional serta menjadi Perusahaan berkelas dunia dalam
97
Sektor Maritim. Holding BUMN Sektor Maritim memposisikan PT. Industri Kapal
Indonesia (Persero) sebagai induknya. Holding BUMN Sektor Maritim akan
melibatkan 4 sektor dengan anggota holding sebagai berikut:
a) Sektor Perkapalan, yaitu PT Dok & Perkapalan Kodja Bahari (PT DKB Persero), PT
Dok & Perkapalan Surabaya (PT DPS Persero).
b) Sektor Pelabuhan, yaitu PT Pelabuhan Indonesia I (PT Pelindo I Persero), PT
Pelabuhan Indonesia II (PT Pelindo II Persero), PT Pelabuhan Indonesia III (PT
Pelindo III Persero) dan PT Pelabuhan Indonesia IV (PT Pelindo IV Persero).
c) Sektor Kawasan, yaitu PT Pengusahaan Daerah Industri Pulau Batam (PT PDIPB
Persero).
d) Sektor Logistik, yaitu PT Varuna Tirta Prakasya (PT VTP Persero).
3) Rapat PAK terkait RPP dan Kajian terkait Pembentukan Holding BUMN Perasuransian
dan Penjaminan melalui pengalihan saham Negara pada PT. Asuransi Kerugian Jasa
Raharja, PT. Asuransi Kredit Indonesia, PT. Asuransi Jasa Indonesia dan (Perum)
Jaminan Kredit Indonesia.
Pembentukan Holding ini dalam rangka meningkatkan stabilitas dan inklusi
keuangan nasional serta memperkuat sektor asuransi. Holding BUMN Perasuransian
dan Penjaminan memposisikan PT. Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (Persero)
sebagai induknya.
4) Rapat PAK terkait RPP dan Kajian terkait Pembentukan Holding Jasa Survey
Pembentukan Holding ini dalam rangka memperkuat peran Pemerintah terkait
dengan stabilitas nasional dalam hal safety, security dan quality produk-produk
dalam negeri dan luar negeri serta meningkatkan sinergi dari seluruh BUMN.
Holding Jasa Survey memposisikan PT. Biro Klasifikasi Indonesia (Persero) sebagai
induknya.
6. Koordinasi Kebijakan Terkait Pinjaman Komersial Luar Negeri (PKLN)
Sejalan dengan peran sebagai agent of development, BUMN dalam menjalankan
aktivitasnya memerlukan dana yang cukup baik dari sumber internal maupun eksternal.
Kebutuhan akan pembiayaan dari sumber eksternal merupakan sebuah keniscayaan yang
diperlukan untuk mendukung operasional perusahaan. Sumber pembiayaan dalam bentuk
pinjaman komersial luar negeri merupakan salah satu opsi yang menarik dilihat dari
berbagai sisi seperti ketersediaan likuiditas serta term and condition. Sesuai dengan
Keppres 39/1991 Tentang Koordinasi Pengelolaan Pinjaman Komersial Luar Negeri,
Kemenko Perekonomian merupakan Ketua Tim PKLN. Tugas Tim PKLN diantaranya adalah
mengkoordinasikan pengelolaan semua PKLN yang diperlukan oleh BUMN dan BUMS yang
terkait proyek Pemerintah.
98
Dalam proses pemberian persetujuan permohonan PKLN dari Menko Perekonomian,
diperlukan koordinasi antara Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan
dengan Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia selaku Tim PKLN. Rapat koordinasi
tersebut selanjutnya ditindaklanjuti dengan permohonan tanggapan PKLN kepada Tim
PKLN. Koordinasi dan sinkronisasi dilakukan antara lain:
1) Rapat Pembahasan Permohonan Persetujuan PKLN PT. Pertamina (Persero)
Persetujuan PKLN ini untuk penerbitan global bond senilai USD2.500.000.000 (dua
miliar lima ratus juta dollar) dalam rangka pembiayaan proyek yang bersifat
pengembangan bisnis seperti pembangunan terminal dan depot LPG, kilang minyak
RDMP Balikpapan, proyek langit biru Cilacap dan sebagainya.
2) Rapat Pembahasan Permohonan Persetujuan PKLN PT. Medco Ratch Power Riau
Permohonan persetujuan PKLN ini untuk pinjaman sebesar USD222.000.000 (dua
ratus dua puluh dua juta dollar) dalam rangka pendanaan proyek Pembangkit Listrik
Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) Riau yang berlokasi di Kelurahan Industri Tenayan,
Pekanbaru, Riau.
3) Rapat Pembahasan Permohonan PKLN PT. Indo Raya Tenaga
Permohonan persetujuan PKLN ini untuk pinjaman sebesar USD2.612.000.000 (dua
miliar enam ratus dua belas juta dollar) dalam rangka pendanaan proyek PLTU Jawa
9 & 10 yang berlokasi di Suralaya, Cilegon, Banten.
4) Rapat Pembahasan Permohonan Persetujuan PKLN PT. Pertamina EP Cepu
Permohonan persetujuan PKLN ini senilai USD1.878.000.000 (satu miliar delapan
ratus tujuh puluh delapan juta dollar) dalam rangka pendanaan proyek Jambaran
Tiung Biru (JTB).
7. Koordinasi Kebijakan Terkait Penambahan Penyertaan Modal Negara (PMN)
Salah satu sasaran pembinaan dan pengembangan BUMN adalah meningkatnya
peran BUMN dalam pembangunan melalui peningkatan pelayanan publik. Guna
mendukung hal tersebut, Pemerintah mengambil kebijakan untuk melakukan penambahan
PMN dari APBN dalam rangka memperkuat struktur permodalan BUMN. Selain itu, PMN
juga diberikan dalam rangka meningkatkan kapasitas Perusahaan. Berdasarkan PP
72/2016 tentang Perubahan atas PP 44/2005 tentang Tata Cara Penyertaan dan
Penatausahaan Modal Negara pada BUMN dan Perseroan Terbatas, sumber PMN yang
berasal dari APBN meliputi kekayaan negara berupa dana segar, Barang Milik Negara
(BMN), piutang negara pada BUMN atau Perseroan Terbatas, saham milik negara pada
BUMN atau Perseroan Terbatas; dan/ atau aset negara lainnya. PMN Tunai diberikan
dalam rangka mendukung penugasan Pemerintah dalam pembangunan infrastruktur
Pemerintah. Sedangkan PMN Non Tunai diberikan Pemerintah berupa BUMN yang berasal
99
dari APBN yang telah dioperasionalkan dan/atau digunakan oleh BUMN (Bantuan
Pemerintah Yang Belum Ditetapkan Statusnya / BPYBDS) dalam rangka penatausahaan
BUMN.
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan dengan Kementerian/
Lembaga lainnya melalui pelaksanaan koordinasi Rapat PAK dan harmonisasi terkait RPP
Penambahan PMN serta kajian Penambahan PMN pada BUMN terkait, bekerja sama
mendorong BUMN untuk mendukung upaya pembangunan mencapai pertumbuhan
ekonomi yang cukup tinggi, pemerataan, dan stabilitas ekonomi yang cukup mantap.
Koordinasi dan sinkronisasi yang dimaksud antara lain:
1) Rapat PAK dan Harmonisasi terkait RPP Penambahan PMN Tunai pada Lembaga
Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI)
Penambahan PMN pada LPEI sebesar Rp 2.500.000.000.000 (dua triliun lima ratus
miliar rupiah) untuk mendukung program ekspor nasional, termasuk penugasan
khusus Pemerintah kepada LPEI.
2) Rapat PAK dan Harmonisasi terkait Penambahan PMN Tunai pada PT. PLN (Persero)
Penambahan PMN pada PT. PLN (Persero) sebesar Rp 6.500.000.000.000 (enam
triliun lima ratus miliar rupiah) untuk menyelenggarakan pembangunan
infrastruktur ketenagalistrikan yaitu pembangunan pembangkit, transmisi dan gardu
listrik serta distribusi yang akan dilaksanakan pada seluruh wilayah Indonesia.
3) Rapat PAK dan Harmonisasi terkait Penambahan PMN Tunai pada PT. Sarana
Multigriya Finansial (PT. SMF)
Penambahan PMN pada PT. SMF sebesar Rp 800.000.000.000 (delapan ratus miliar
rupiah) untuk membangun dan mengembangkan pasar pembiayaan sekunder
perumahan, serta menjaga kesinambungan pembiayaan perumahan yang terjangkau
oleh masyarakat berpenghasilan rendah melalui penyediaan sumber dana jangka
menengah atau jangka panjang sektor perumahan.
4) Rapat PAK dan Harmonisasi terkait Penambahan PMN Tunai pada PT. Hutama Karya
(Persero)
Penambahan PMN pada PT. Hutama Karya (Persero) sebesar Rp 10.500.000.000.000
(sepuluh triliun lima ratus miliar rupiah) dalam rangka percepatan pelaksanaan
pembangunan jalan tol di Sumatera.
5) Rapat PAK dan Harmonisasi terkait Penambahan PMN Non Tunai pada PT. Pelabuhan
Indonesia I
Penambahan PMN pada PT. PLN (Persero) sebesar Rp 527.133.217.252,50 (lima
ratus dua puluh tujuh miliar seratus tiga puluh tiga juta dua ratus tujuh belas ribu
dua ratus lima puluh dua rupiah lima puluh sen) yang berasal dari pengalihan BMN
pada Kementerian Perhubungan berupa fasilitas pelabuhan Dumai dan fasilitas
100
pelabuhan Gunung Sitoli, yang pengadaannya bersumber dari APBN Tahun
Anggaran 2000, 2001, 2002,2003, 2004, 2005, 2006, 2007, 2008, 2009, 2010 dan
2011.
6) Rapat PAK dan Harmonisasi terkait Penambahan PMN Non Tunai pada PT. PLN
(Persero)
Penambahan PMN pada PT. PLN (Persero) sebesar Rp 4.028.229.700.959 (empat
triliun dua puluh delapan miliar dua ratus dua puluh sembilan juta tujuh ratus ribu
sembilan ratus lima puluh sembilan rupiah) yang berasal dari pengalihan BMN pada
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral berupa Pembangkit Listrik Tenaga
Diesel (PLTD) di Provinsi Aceh dan Sumatera Utara, serta Pembangkit Listrik Tenaga
Air (PLTA) di Provinsi Jawa Timur, yang pengadaannya bersumber dari APBN Tahun
Anggaran 1998/1999, 1999/2000, 2002,2003, 2004, 2005, 2006, 2007, 2008,
2009, 2010, 2011, 2012, 2013 dan 2015.
Output/hasil koordinasi :
a) Koordinasi kebijakan terkait Penambahan PMN ke Modal Saham PT. Bio Farma
(Persero) dalam rangka Pembentukan Holding Farmasi dengan ditetapkannya PP
Nomor 76 Tahun 2019
b) Surat Persetujuan PKLN PT. Pertamina (Persero) Nomor: PKLN-59/D.I.M.EKON/
05/2019 tanggal 3 Mei 2019
c) Surat Persetujuan PKLN PT. Medco Ratch Power Riau Nomor: PKLN-76/
D.I.M.EKON/06/2019 tanggal 14 Juni 2019
d) Surat Persetujuan PKLN PT. Indo Raya Tenaga Nomor: PKLN-97/D.I.M.EKON/
07/2019 tanggal 23 Juli 2019
e) Surat Persetujuan PKLN PT. Pertamina EP Cepu Nomor: PKLN-139/M.EKON/
06/2019 tanggal 27 Juni 2019.
f) Koordinasi kebijakan terkait Penambahan PMN Tunai pada Lembaga Pembiayaan
Ekspor Indonesia (LPEI) dengan ditetapkannya PP Nomor 44 Tahun 2019
g) Koordinasi kebijakan terkait Penambahan PMN Tunai pada PT. PLN (Persero)
dengan ditetapkannya PP Nomor 51 Tahun 2019
h) Koordinasi kebijakan terkait Penambahan PMN Tunai pada PT. Sarana Multigriya
Finansial (PT. SMF) dengan ditetapkannya PP Nomor 58 Tahun 2019
i) Koordinasi kebijakan terkait Penambahan PMN Tunai pada PT. Hutama Karya
(Persero) dengan ditetapkannya PP Nomor 61 Tahun 2019
j) Koordinasi kebijakan terkait Penambahan PMN Non Tunai pada PT. Pelabuhan
Indonesia I dengan ditetapkannya PP Nomor 10 Tahun 2019
k) Koordinasi kebijakan terkait Penambahan PMN Non Tunai pada PT. PLN (Persero)
dengan ditetapkannya PP Nomor 60 Tahun 2019
101
Outcome/dampak :
a) Penambahan PMN memperkuat struktur permodalan dan meningkatkan kapasitas
usaha serta leveraging pendanaan perusahaan.
b) Restrukturisasi merupakan upaya yang dilakukan dalam rangka penyehatan BUMN
yang merupakan salah satu langkah strategis untuk memperbaiki kondisi internal
perusahaan guna memperbaiki kinerja dan meningkatkan nilai perusahaan.
c) Izin persetujuan PKLN menjadi upaya Pemerintah bersama Tim PKLN untuk
meminimalkan resiko pinjaman yang dilakukan oleh BUMN dan BUMS yang terkait
proyek Pemerintah.
KOORDINASI DAN SINKRONISASI KEBIJAKAN EKONOMI MAKRO DAN KEUANGAN
LAINNYA.
1. Kebijakan Cukai Hasil Tembakau
Berdasarkan data dari WHO, tingkat prevalensi perokok Indonesia selalu menduduki
peringkat pertama di dunia dalam satu dekade terakhir. Dengan melihat realita ini,
pemerintah berupaya untuk melakukan penurunan angka tersebut. Sebagaimana diketahui
bahwa rokok sangat berhubungan erat dengan masalah kesehatan, termasuk isu stunting
dan gizi buruk pada balita. Dalam rangka untuk mengatasi isu-isu tersebut dan juga
mendukung pelaksanaan RPJMN 2020-2024 yang salah satu agenda utamanya adalah
peningkatan kualitas sumber daya manusia dan berdaya saing, maka pada tahun 2019,
pemerintah telah berani melakukan terobosan dalam upaya penurunan angka prevalensi
perokok Indonesia, yaitu kebijakan cukai tahun 2020 melalui Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 152 Tahun 2019. Dalam kebijakan tersebut, diputuskan kenaikan cukai sampai
dengan 23% dan kenaikan harga jual eceran (HJE) sampai dengan 35%. Kenaikan yang
tinggi tersebut diharapkan mampu mengurangi konsumsi rokok dan mengurangi
keterjangkauan harga rokok untuk tingkat remaja.
Output/hasil koordinasi :
Rekomendasi koordinasi dan sinkronisasi kebijakan cukai hasil tembakau tahun 2020
diperoleh melalui serangkaian pembahasan antar kementerian terkait, yaitu
Kementerian Keuangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Kesehatan,
termasuk asosiasi yang tergabung pada masyarakat anti rokok dan asosiasi industry
rokok. Output dari kegiatan sinkronisasi dan koordinasi tersebut adalah telah
selesainya ditetapkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 152 Tahun 2019 tentang
Kebijakan Cukai Hasil Tembakau Tahun 2020.
Outcome:
a) Penurunan tingkat prevalensi perokok Indonesia.
b) Peningkatan indeks pembangunan kesehatan masyarakat Indonesia.
102
c) Penurunan angka stunting.
2. Kebijakan Cukai Plastik
Peningkatan komposisi sampah plastik sudah sampai dalam tahap yang
memprihatinkan. Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tahun 2018
menunjukan adanya peningkatan komposisi sampah plastik dari total timbulan sampah
nasional, dari 14% pada tahun 2013 menjadi 16% pada tahun 2016. Untuk mengatasi isu
tersebut, pemerintah selanjutnya menetapkan Perpres Nomor 83 Tahun 2018, yang isinya
memerintahkan kepada seluruh Kementerian dan Lembaga serta Pemerintah Daerah untuk
melakukan langkah-langkah dalam rangka mengurangi polusi sampah plastik, khususnya
yang telah mencemari perairan Indonesia. Salah satu tindakan pencegahan pencemaran
sampah plastic tersebut adalah dengan pengenaan cukai untuk kantong plastik.
Output/hasil koordinasi :
Rekomendasi koordinasi dan sinkronisasi kebijakan pengenaan cukai berupa kantong
plastik diperoleh melalui serangkaian pembahasan antar kementerian terkait, yaitu
Kementerian Keuangan, KLHK, Kementerian Perindustrian, Kemenko Bidang
Kemaritiman, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Sekretariat Negara, Sekretariat
Kabinet. Output dari kegiatan tersebut berupa Draft Rancangan Peraturan
Pemerintah tentang Barang Kena Cukai Berupa Kantong Plastik, yang saat ini telah
final dalam PAK dan sedang dilakukan proses pengharmonisasia di Kementerian
Hukum dan HAM.
Outcome/dampak :
Setelah kebijakan tersebut disahkan, diharapkan dampak pengenaan cukai kantong
plastik tersebut akan mengurangi konsumsi kantong plastik sehingga mampu
mengurangi pencemaran sampah plastik.
103
SASARAN STRATEGIS 4. TERWUJUDNYA PENGENDALIAN KEBIJAKAN EKONOMI MAKRO
DAN KEUANGAN
SASARAN STRATEGIS 4
Terwujudnya Pengendalian Kebijakan Ekonomi Makro dan Keuangan
Indikator Kinerja
Target Realisasi Kinerja Memuaskan
Jumlah Paket Rekomendasi
Pengendalian Kebijakan
Ekonomi Makro dan
Keuangan
1 Paket
Rekomendasi
1 Paket
Rekomendasi 100%
a) Insentif Fiskal
a) Rekomendasi Pengendalian Pelaksanaan Kebijakan Fasilitas Pajak Pertambahan Nilai
Dibebaskan atas Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak yang Bersifat Strategis
Melalui kuasa Pasal 16B Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak
Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (UU PPN dan
PPnBM), Pemerintah dapat memberikan fasilitas PPN tidak dipungut atau dibebaskan yang
pengaturannya dilaksanakan melalui penerbitan Peraturan Pemerintah untuk:
a. kegiatan di kawasan tertentu atau tempat tertentu di dalam daerah pabean;
b. penyerahan barang kena pajak tertentu atau penyerahan jasa kena pajak tertentu;
c. impor barang kena pajak tertentu;
d. pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud tertentu dari luar daerah pabean
di dalam daerah pabean; dan
e. pemanfaatan jasa kena pajak tertentu dari luar daerah pabean di dalam daerah
pabean.
Merujuk pada ketentuan tersebut Pemerintah melalui Peraturan Pemerintah Nomor
81 Tahun 2015 (PP 81/2015) memberikan fasilitas PPN dibebaskan bagi barang kena
pajak (BKP) yang dikategorikan sebagai barang stategis. Berdasarkan peraturan yang
diundangkan pada tanggal 9 November 2015 tersebut, barang bersifat strategis yang
antara lain meliputi mesin dan peralatan pabrik, ternak, bibit atau benih, pakan ternak,
pakan ikan, bahan pakan, dan bahan baku kerajinan perak, atas impor maupun
penyerahannya di dalam negeri dibebaskan dari pengenaan PPN. Namun demikian dalam
implementasinya beberapa sektor ekonomi mengusulkan perlunya penyesuaian PP
81/2018 dengan latar belakang sebagai berikut:
a. Liquefied natural gas (LNG)
104
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 252 Tahun 2012 (PMK 252/2012) antara lain
mengatur bahwa LNG sebagai bukan barang kena pajak (non-BKP) sehingga tidak
dikenai PPN. Putusan MA No.5 P/HUM/2018 membatalkan sebagian ketentuan
dalam PMK 252/2012, yaitu menetapkan bahwa LNG merupakan BKP sehingga
dikenai PPN. Pengenaan PPN atas LNG akibat Putusan MA mendapatkan keberatan
dari pelaku usaha karena dinilai menimbulkan dampak negatif, baik secara mikro
maupun makro. Atas dasar ini LNG diusulkan dapat diberikan fasilitas PPN melalui
perubahan PP 81/2015.
b. Listrik
Listrik merupakan salah satu barang strategis yang telah dibebaskan PPN berdasarkan
PP 81/2015. Namun pada praktiknya terdapat komponen biaya yang tidak dapat
dipisahkan dengan biaya pemakaian rekening listrik seperti biaya beban. PP 81/2015
perlu diubah dengan mempertegas cakupan listrik yang diberikan fasilitas PPN
dibebaskan.
c. Komoditi kelautan dan perikanan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 116 Tahun 2017 (PMK 116/2017) mengatur
jenis barang kebutuhan pokok sebagai non-BKP yang tidak dikenai PPN. Ikan tidak
termasuk sebagai non BKP dalam PMK tersebut. Putusan MA No.32 P/HUM2018
menyatakan PMK 116/2017 bertentangan dengan UU PPN sepanjang tidak
memasukkan komoditi ikan sebagai jenis barang kebutuhan pokok (non-BKP) yang
tidak dikenai PPN. Untuk menjalankan putusan tersebut Pemerintah akan melakukan
revisi PMK 116/2017. Revisi PMK tersebut dengan memasukkan ikan sebagai non
BKP akan berdampak pada PP 81/2015 karena berdasarkan PP 81/2015 ikan
merupakan BKP strategis yang dibebaskan dari pengenaan PPN. PP 81/2015 perlu
diubah untuk mengeluarkan cakupan ikan yang dikategorikan sebagai non-BKP
dalam revisi PMK 116/2017.
Output/hasil koordinasi:
Rekomendasi pengendalian pelaksanaan kebijakan fasilitas PPN dibebaskan untuk
BKP bersifat strategis diperoleh melalui serangkaian pembahasan, baik dalam tingkat
teknis (rapat pembahasan antarkementerian/PAK) maupun dalam rapat koordinasi,
dengan melibatkan kementerian/Lembaga dan stakeholder terkait, antara lain
Kementerian Keuangan, Kementerian Pertanian, Kementerian Energi dan Sumber
Daya Mineral, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Hukum dan Hak
Asasi Manusia, dan Kementerian Sekretariat Negara. Output terkait pengendalian
kebijakan fasilitas PPN dibebaskan untuk BKP bersifat strategis adalah sebagai
berikut:
105
a. Nota Dinas Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Nomor
EK.1.1/82/D.I.M.EKON/07/2019 tanggal 5 Juli 2019 tentang Pelaporan
Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah
Nomor 81 Tahun 2015 tentang Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak
Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak
Pertambahan Nilai.
b. Nota Dinas Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Nomor
EK.1.1/94/D.I.M.EKON/12/2019 tanggal 17 Juli 2019 tentang Pelaporan Terkait
Permohonan Penyelesaian Putusan Mahkamah Agung perihal Pajak Pertambahan
Nilai atas Liquefied Natural Gas.
c. Nota Dinas Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Nomor
EK.1.1/147/D.I.M.EKON/12/2019 tanggal 23 Desember 2019 tentang Pelaporan
Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah
Nomor 81 Tahun 2015 tentang Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak
Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak
Pertambahan Nilai.
d. Surat Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan kepada Kepala
Badan Kebijakan Fiskal dengan nomor EK.1.1/226/D.I.M.EKON/07/2019 tanggal
11 Juli 2019 hal Tindak Lanjut Hasil Koordinasi RPP Perubahan PP Nomor 81
Tahun 2015.
e. Surat Menteri Koordinator Bidang Perekonomian kepada Mahkamah Agung
dengan nomor EK.1.1/158/M.EKON/07/2019 tanggal 17 Juli 2019 hal
Permohonan Konsultasi.
f. Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah
Nomor 81 Tahun 2015 tentang Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak
Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak
Pertambahan Nilai.
Outcome/dampak :
a. Peningkatan daya saing;
b. Peningkatan kepastian hukum;
c. Peningkatan rasio elektrifikasi secara nasional;
d. Percepatan pemenuhan kebutuhan tenaga listrik yang lebih efisien; dan
e. Tersedianya harga listrik yang terjangkau oleh masyarakat luas.
106
b) Rekomendasi Pengendalian Pelaksanaan Kebijakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
Berupa Kendaraan Bermotor
Pasal 5 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai
dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (UU PPN dan PPnBM) mengatur bahwa selain
pengenaan PPN, atas penyerahan barang kena pajak tergolong mewah yang dilakukan
pengusaha yang menghasilkan barang tersebut di dalam daerah pabean dalam kegiatan
usaha atau pekerjaannya dan atas impor barang kena pajak yang tergolong mewah dikenai
juga PPnBM. Pengaturan kebijakan PPnBM di Indonesia terbagi atas dua kategori, yaitu
PPnBM atas barang kena pajak tergolong mewah berupa kendaraan bermotor dan PPnBM
atas barang kena pajak tergolong mewah non kendaraan bermotor. PPnBM atas barang
kena pajak berupa kendaraan bermotor diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 41
Tahun 2013 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 22
Tahun 2014 (PP 41/2013 stdtd. PP 22/2014). Merujuk regulasi tersebut pengenaan
PPnBM didasarkan pada kapasitas mesin kendaraan bermotor, yaitu semakin besar
kapasitas mesin maka semakin tinggi tarif PPnBMnya.
Pengembangan kendaraan bermotor berbasis listrik menjadi salah satu prioritas
Pemerintah di sektor industri otomotif dalam rangka penguatan Revolusi Industri 4.0.
Selain sesuai dengan peta jalan industri otomotif, pengembangan kendaraan listrik
dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi dan ketahanan energi melalui pengurangan
ketergantungan bahan bakar fosil, mewujudkan kualitas udara bersih dan ramah
lingkungan serta komitmen Indonesia untuk menurunkan emisi gas rumah kaca.
Dukungan percepatan program kendaraan bermotor listrik, khususnya berbasis baterai
(battery electric vehicle), diwujudkan Pemerintah melalui penerbitan Peraturan Presiden
Nomor 55 Tahun 2019 (Perpres 55/2019) yang salah satunya mengatur mengenai
pemberian insentif PPnBM.
Sehubungan dengan hal tersebut, dalam rangka mendorong penggunaan kendaraan
bermotor yang hemat energi dan ramah lingkungan, memberikan keseimbangan
pembebanan pajak antara konsumen yang berpenghasilan tinggi dan mengendalikan pola
konsumsi atas Barang Kena Pajak yang tergolong mewah, perlu untuk mengatur kembali
Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah berupa kendaraan bermotor yang dikenai Pajak
Penjualan atas Barang Mewah melalui revisi PP 41/2013 stdtd. PP 22/2014.
Output/hasil koordinasi:
Rekomendasi pengendalian pelaksanaan kebijakan PPnBM kendaraan bermotor
diperoleh melalui serangkaian pembahasan, baik dalam tingkat teknis (rapat pembahasan
antarkementerian/PAK) maupun dalam rapat koordinasi, dengan melibatkan
kementerian/Lembaga dan stakeholder terkait, antara lain Kementerian Keuangan,
Kementerian Perindustrian, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, dan Kementerian
107
Sekretariat Negara. Output terkait pengendalian kebijakan PPnBM kendaraan bermotor
adalah sebagai berikut:
a. Nota Dinas Asisten Deputi Fiskal Nomor EK.1.1/50/D.I.M.EKON.1/04/2019 hal
Hasil Konsinyering Pembahasan Antarkementerian Penyusunan Rancangan Peraturan
Pemerintah tentang Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Berupa Kendaraan
Bermotor yang Dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
b. Nota Dinas Asisten Deputi Fiskal Nomor EK.1.1/91/D.I.M.EKON.1/06/2019 hal
Hasil Konsinyering Pembahasan Antarkementerian Penyusunan Rancangan Peraturan
Pemerintah tentang Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Berupa Kendaraan
Bermotor yang Dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
c. Nota Dinas Asisten Deputi Fiskal Nomor EK.1.1/129/D.I.M.EKON.1/09/2019 hal
Rapat Pembahasan Tanggapan/Masukan Kementerian ESDM atas RPP PPnBM
Kendaraan Bermotor.
d. Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 2019 (PP 73/2019) tentang Barang Kena
Pajak yang Tergolong Mewah berupa Kendaraan Bermotor yang Dikenai Pajak
Penjualan atas Barang Mewah. Peraturan yang diundangkan tanggal 16 Oktober
2019 dan mulai berlaku dua tahun sejak diundangkan tersebut menggantikan PP
41/2013 stdtd. PP 22/2014. Muatan pokok yang terkandung dalam regulasi tersebut
sebagai hasil pengendalian pelaksanaan kebijakan PPnBM kendaraan bermotor
sebelumnya adalah sebagai berikut:
PP 41/2013 stdtd. PP
22/2014 PP 73/2019
Dasar Pengenaan Kapasitas mesin Kapasitas mesin, konsumsi bahan bakar,
tingkat emisi CO2
Peneglompokkan
Kapasitas Mesin
Diesel: 3 kelompok
≤ 1500, 1500-2500,
>2500 cc
Gasoline: 4 kelompok
≤ 1500, 1500-2500,
2500- 3000, >3000 cc
3 kelompok
≤ 3000, > 3000 cc – 4.000 cc, >4.000cc
Pengelompokkan
Tipe Sedan
Sedan dan non-sedan Tidak membedakan sedan dan non-sedan
Prinsip pengenaan Semakin besar kapasitas
mesin (cc) semakin tinggi
tarif pajak
Semakin rendah emisi semakin rendah
tarif pajak;
Semakin besar kapasitas mesin (cc)
semakin tinggi tarif pajak
Program (insentif) Kendaraan bermotor
hemat energi dan harga
terjangkau (KBH2)
KBH2, hybrid electric vehicle (HEV),
plug-in HEV, flexy engine, electric
vehicle
Outcome/dampak :
108
a. Dalam kaitannya dengan pemberlakuan regulasi tersebut setelah dua tahun terhitung
sejak tanggal diundangkan akan memberikan kepastian berusaha bagi pelaku usaha
untuk menyesuaikan bisnis dan meminimalkan terjadinya market shock yang dapat
berakibat terganggunya investasi saat ini;
b. Peningkatan pertumbuhan industri otomotif khususnya melalui strategi peningkatan
ekspor dari produksi kendaraan tipe sedan;
c. Percepatan pengembangan program kendaraan bermotor listrik yang low carbon dan
hemat energi; dan
d. Penguatan komitmen Indonesia untuk menurunkan emisi gas rumah kaca.
2. Menjaga Stabilitasi Inflasi Kelompok Harga Pangan Bergejolak Dan Kelompok Harga
Yang Diatur Pemerintah
a) Rekomendasi Kebijakan Terkait Pengendalian Inflasi
Dalam rangka menjaga laju inflasi yang rendah dan stabil, sebagai prasyarat
pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan yang pada akhirnya memberikan bagi
peningkatan kesejahteraan masyarakat, Kemenko Perekonomian melaksanakan koordinasi,
sinkronisasi dan pengendalian kebijakan untuk mencapai sasaran inflasi yang ditetapkan
pemerintah. Hal ini tertuang dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor: 23 Tahun 2017
tentang Tim Pengendalian Inflasi Nasional (TPIN). TPIN terdiri dari Tim Pengendalian
Inflasi Pusat (TPIP), Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi dan TPID Kabupaten/
Kota. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian ditetapkan Keppres sebagai ketua TPIP.
Peraturan pelaksanaan Keppres, yaitu Keputusan Menko Perekonomian Nomor: 148
tahun 2017 tentang Tugas dan Keanggotaan Kelompok Kerja dan Sekretariat TPIP telah
menetapkan Deputi Koordinasi Bidang Ekonomi Makro dan Keuangan sebagai Kepala
Sekretariat TPIP. Sekretariat TPIP berfungsi untuk membantu peran kelompok kerja (Pokja)
Daerah TPIP dalam melakukan sinkronisasi kebijakan Pusat-Daerah dan pembinaan TPID.
Dalam rangka menunjang hal-hal di atas, Sekretariat mengkoordinasikan
penyelenggaraan:
a) Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) TPIN pada 26 Juli 2019, merupakan forum
tertinggi dalam koordinasi pengendalian inflasi yang dipimpin oleh Wakil Presiden
yang diikuti oleh Tim Pengendalian Inflasi Pusat, Tim Pengendalian Inflasi Daerah
Provinsi dan Tim Pengendalian Inflasi Daerah Kabupaten/Kota. Penyelenggaraan
Rakornas TPIN merupakan penegasan Pemerintah akan pentingnya sinergi antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah untuk mencapai sasaran inflasi nasional,
sekaligus menjaga momentum pertumbuhan ekonomi nasional, di tengah
ketidakpastian ekonomi global. Dalam kegiatan tersebut, secara tegas Presiden
memberikan arahan kepada seluruh pihak.
109
b) High Level Meeting (HLM) tingkat Menteri, merupakan forum rapat koordinasi yang
diselenggarakan 2 (dua) kali dalam setahun yaitu pada tanggal 29 Januari 2019 dan
10 Juli 2019. HLM dihadiri oleh anggota TPIP dengan tujuan untuk penyusunan
rekomendasi penetapan sasaran inflasi, koordinasi kebijakan sektoral dalam rangka
mencapai sasaran inflasi, dan koordinasi kebijakan pusat daerah dalam rangka
mencapai sasaran inflasi.
c) Rapat Koordinasi Menteri pada tanggal 24 April 2019 diselenggarakan dalam rangka
perumusan kebijakan-kebijakan pengendalian inflasi menjelang HBKN Ramadhan
dan Idul Fitri Tahun 2019.
d) Rapat Koordinasi Pusat dan Daerah (Rakorpusda) pada tanggal 21 November 2019,
merupakan forum rapat kordinasi yang diselenggarakan untuk menghasilkan
kesepakatan tindak lanjut dan implementasi hasil Rakornas di tingkat daerah.
Rakorpusda dihadiri oleh Sekretaris Daerah Provinsi dan Sekretaris Daerah
Kabupaten/Kota selaku pelaksana harian TPID.
Output/hasil koordinasi:
1) Penguatan Koordinasi Pusat dan Daerah
a) Terlaksananya Rakornas Pengendalian Inflasi 2019 pada tgl 25 Juli 2019. Hasil
rakornas telah disampaikan kepada anggota TPIP dan TPID melalui surat Menko
No.EK.2.1/201/M.EKON/08/2019.
b) Terlaksananya Rapat Koordinasi Pusat dan Daerah pada tgl 21 November 2019.
Hasil Rakorpusda ditindaklanjuti melalui surat Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi
Makro dan Keuangan No. EK.2.1/392/D.I.M.EKON/11/2019 kepada Dirjen
Minyak dan Gas serta Dirjen Ketenagalistrikan, Kementerian ESDM.
2) Koordinasi Pencapaian sasaran Inflasi Volatile Food 4-5%
a) Pelaksanaan High Level Meeting tanggal 29 Januari 2019 (penetapan program
kerja TPIP 2019).
b) Surat Menko selaku ketua TPIP kepada Ketua TPID (Ka. Daerah) No. EK.2.1-85/
M.EKON/04/2019 tentang Menjaga Ketersediaan dan Keterjangkauan Harga di
Bulan Puasa dan Hari Raya Idul Fitri 2019.
c) Pelaksanaan High Level Meeting tanggal 10 Juli 2019 (komitmen menjaga inflasi
dalam rentang sasarannya).
d) Surat Menko Perekonomian kepada Presiden No. EK.2.1-153/M.EKON/07/ 2019
tentang Laporan Pelaksanaan Tugas dan Hasil High Level Meeting Tim
Pengendalian Inflasi Pusat (TPIP) Semester I-2019.
e) Surat Menko kepada Gubernur Sumut, Sulut dan Sulteng No. EK.2.1/202-204/
08/2019 tentang Realisasi Inflasi Semester 1 Di Atas Sasaran Nasional.
110
f) Surat Menko kepada seluruh ketua TPID No. EK.2.1/205/08/2019 Terkait
Pencapaian Inflasi Tahun 2019.
g) Surat Deputi kepada seluruh Sekda No. EK.2.1-270/D.I.M.EKON/08/2019
tentang Mitigasi Dampak Kenaikan Harga Cabai.
h) Surat Menko Perekonomian kepada Seluruh Gubernur, Bupati, dan Walikota No.
EK.2.1-322/M.EKON/12/2019 tentang Menjaga Ketersediaan dan
Keterjangkauan Harga di Libur Natal 2019 dan Tahun Baru 2020.
3) Tindak Lanjut Roadmap Pengendalian Inflasi Nasional 2019-2021;
a) Koordinasi Pengumpulan Dan Sinkronisasi Roadmap Pengendalian Inflasi Provinsi
2019-2021.
b) Pemantauan Implementasi Roadmap Ke K/L Dan TPID Provinsi/Kabupaten/Kota.
c) Penerbitan Permen Menteri PPN/Bappenas No. 6 Tahun 2019 tentang Tata Cara
Penyusunan Kebijakan Pengendalian lnflasi dalam Dokumen Perencanaan
Pembangunan Nasional.
d) Penyusunan Panduan Cadangan Pangan Pemerintah Daerah.
4) Dukungan Koordinasi Disaggregasi Survei Biaya Hidup 2018
a) Surat Deputi kepada Dirjen Telekomunikasi, Kemenkominfo No. EK.2.1/58/
D.I.M.EKON/02/2019 tentang Permohonan Komitmen dan Dukungan Perbaikan
Statistik Inflasi Tarif Pulsa Ponsel.
b) Surat Deputi kepada Dirjen Perdagangan Dalam Negeri, Kemendag No.
EK.2.1/59/ D.I.M.EKON/02/2019 tentang Permohonan Komitmen/Dukungan
Perbaikan Statistik Beras.
c) Surat Deputi kepada Dirjen Perhubungan Udara, Kemenhub No. EK.2.1/72/
D.I.M.EKON/02/2019 tentang Apresiasi dan dan Permohonan Komitmen dan
Dukungan Perbaikan Statistik Inflasi Tarif Angkutan Udara.
d) Surat Deputi kepada Dirjen Perdagangan Dalam Negeri, Kemendag No. EK.2.1/
385/D.I.M.EKON/11/2019 tentang Permohonan Penyampaian Terkini
Harmonisasi Kualitas Beras.
e) Surat Deputi kepada Dirjen Penyelenggaraan Pos dan Informatika, Kemenkominfo
No. EK.2.1/439/D.I.M.EKON/12/2019 tentang Ucapan Terima Kasih Dan
Apresiasi Atas Dukungan Perbaikan Statistik Inflasi Tarif Pulsa Ponsel.
f) Surat Deputi kepada Dirjen Perhubungan Udara, Kemenhub No. EK.2.1/440/
D.I.M.EKON/12/2019 tentang Permintaan Dukungan Data Tarif Angkutan Udara
Dan Pelaksanaan Perjanjian Kerjasama.
Outcome/dampak :
Tercapainya sasaran inflasi tahun 2019 yang telah ditetapkan pemerintah
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan nomor 93/PMK.Oll/2014 yaitu sebesar
111
3,5±1% dan tercapainya sasaran inflasi volatile food (VF) sebagaimana ditetapkan
dalam High Level Meeting Pengendalian Inflasi 29 Januari 2019 dan penegasan
ulang komitmen menjaga realisasi Inflasi VF maksimal 5% dalam HLM pada 10 Juli
2019.
b) Rekomendasi Kebijakan Terkait Evaluasi Kinerja Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID)
Dalam rangka mengukur efektivitas koordinasi pengendalian inflasi yang
dilaksanakan TPID serta mendukung evaluasi dan apresiasi TPID dilakukan evaluasi kinerja
TPID setiap tahun, dimulai dari tahun 2012. Evaluasi tahun 2019 dilaksanakan atas
program kerja TPID Provinsi dan TPID Kabupaten/Kota tahun 2018. Dalam menghasilkan
rekomendasi, Sekretariat bekerjasama dengan Pokja Daerah melakukan serangkaian
kegiatan untuk menilai aspek proses/intensitas kegiatan, dan penilaian aspek outcome.
Rekomendasi penetapan pemenang ditetapkan melalui Keputusan Menteri Koordinator
Bidang Perekonomian selaku ketua TPIP. Hasil rekomendasi dijadikan dasar pemberian
penghargaan TPID terbaik/berprestasi yang diberikan oleh Presiden dalam Rakornas.
Output/hasil koordinasi:
a) Keputusan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian No. 275 tahun 2019 tentang
Penetapan Nominasi dan Penerima Penghargaan TPD Award 2019.
b) Berita Acara Rapat Peleno Penetapan Pemenang TPID Award 2019 No. BA-01/
SET.TPIP/07/2019 tanggal 12 Juli 2019.
c) Surat Deputi No. EK.2.1/4340D.I.M.EKON/12/2019 tentang penyampaian hasil
evaluasi kinerja TPID Tahun 2018.
d) Kepdeputi No. 6 Tahun 2019 tentang Tata Kerja Pelaksanaan Evaluasi Kinerja
Tahunan Tim Pengendalian Inflasi Daerah Provinsi dan Tim Pengendalian Inflasi
Daerah Kabupaten/Kota Oleh Kelompok Kerja Daerah Tim Pengendalian Inflasi
Pusat.
Outcome/dampak :
a) Semakin banyak TPID yang berpartisipasi dalam evaluasi penilaian kinerja dalam
pengendalian inflasi di daerahnya.
b) Penyempurnaan kriteria penilaian kinerja TPID yang semakin berkualitas.
c) Rekomendasi Kebijakan Terkait Terlaksananya Fungsi Kesekretariatan Tim Pengendali
Inflasi Pusat (TPIP)
Sekretariat TPIP sesuai dengan amanat Keppres No.23 tentang Tim Pengendalian
Inflasi Nasional berfungsi untuk mendukung Koordinasi dan sinkronisasi kebijakan antar
K/L anggota TPIP dalam mencapai sasaran Inflasi yang ditetapkan. Disamping itu
Sekretariat TPIP juga berperan dalam pembinan daerah, dimana sebelum diterbitkannya
112
Keppres, pembinaan TPID dilakukan oleh Kelompok Kerja Nasional TPID (Pokjanas TPID)
yang diketuai oleh Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan, Kemenko
Perekonomian. Setelah diterbitkannya Keppres, maka terdapat penyesuaian tugas sesuai
dengan fungsi kementerian yang mana tugas pembinaan daerah dilakukan oleh Direktur
Jenderal Bina Pembangunan Daerah, Kementerian Dalam Negeri selaku ketua Kelompok
Kerja (Pokja) Daerah TPIP. Dalam rangka reposisi, Sekretariat TPIP tetap berperan
bersama-sama Pokja Daerah dalam pembinaan daerah.
Output/hasil koordinasi:
a) TPID terbentuk 100% (terakhir TPID di Pulau Taliabu, Maluku Utara).
b) Buku Panduan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID).
c) Terselenggaranya capacity building TPID dan klinik konsultasi. Selama tahun 2019
telah dilakukan 40 kali capacity building TPID dan 50 kali konsultasi TPID. Dengan
kegiatan ini diharapkan dapat menjadi arahan bagi daerah yang masih dalam fase
building awareness, yaitu tahap awal membangun kesadaran pentingnya koordinasi
kebijakan untuk mendukung pengendalian inflasi di daerah, serta menjadi sharing
discussion bagi daerah yang telah masuk fase fostering commitment yaitu tahap
dimana koordinasi kebijakan pengendalian inflasi mulai menjadi perhatian bersama
setiap elemen dalam TPID.
Outcome/dampak :
Terselenggaranya fungsi kesekretariatan dengan baik sesuai dengan tugasnya dalam
Kepmenko No. 143 Tahun 2017 yaitu pemeliharaan laman website resmi dan
kompilasi laporan TPID (melalui menu pelaporan dalam website tpin.id)
Terbentuknya TPID di seluruh daerah otonom (542 TPID terdiri dari 34 TPID
Provinsi dan 508 TPID Kabupaten/Kota). Dengan telah terbentuknya TPID di seluruh
daerah menunjukkan semakin besarnya kesadaran dan arti penting dari upaya
menjaga stabilitas harga bagi pembangunan ekonomi yang berkesinambungan di
daerah. Kedepan pembentukan TPID diarahkan tidak hanya sebagai bentuk
kesadaran dan komitmen daerah atas pengendalian inflasi, tetapi bagaimana agar
upaya pengendalian inflasi telah terintegrasi dalam rencana kerja seluruh institusi
terkait, sehingga rekomendasi kebijakan yang dihasilkan menjadi komitmen bersama
dan bahkan rumusan kebijakan yang dihasilkan sudah mengarah pada isu struktural.
3. Pemantauan Perkembangan Ekonomi Daerah dan Sektor Riil
a) Analisis Perkembangan PDB/PDRB Sektoral dan Ekonomi Daerah: Meeting Incentive
Convention and Exhibition (MICE) sebagai Key Driver Pertumbuhan Ekonomi Baru di
Provinsi Jawa Timur, NTB dan Kepulauan Riau
113
Di tengah menurunnya pertumbuhan
ekonomi global, Indonesia dituntut untuk dapat
menemukan sektor unggulan yang mampu
menjadi penggerak utama (key driver)
petumbuhan ekonomi. Apabila melihat tren dan
menganalisis berbagai sektor akhir-akhir ini,
sektor pariwisata muncul lebih dominan
dibandingkan sektor lain.
Oleh karena itu, pemerintah saat ini sedang
fokus untuk mengeluarkan program dan
kegiatan untuk mendorong sektor-sektor yang
yang mampu mendorong pertumbuhan sekaligus
menjadi sumber penerimaan devisa, salah
satunya adalah sektor pariwisata. Kebijakan
pemerintah terkait sektor pariwisata dapat
mendukung potensi sektor pariwisata diantaranya PP Nomor 50 Tahun 2011 tentang
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional Tahun 2010-2025 diatur bahwa
terdapat 88 kawasan wisata strategis nasional. Selanjutnya, Pemerintah melalui Perpres
Nomor 3 Tahun 2016 telah menetapkan 10 Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN)
atau yang sering dipopulerkan dengan istilah 10 Bali Baru. Beberapa daerah yang
termasuk di dalamnya akan dianalisis mendalam untuk mengetahui seberapa besar potensi
pariwisata dapat dikembangkan di daerah tersebut. Berikut beberapa daerah yang
dilakukan identifikasi peluang pengembangan industri pariwisata, antara lain:
a) Provinsi Jawa Timur dengan potensi salah satu kota wisata yang sangat populer
adalah Kota Batu wilayah Malang dan objek wisata Gunung Bromo.
b) Provinsi Nusa Tenggara Barat dengan potensi Objek wisata pantai yang berada di
Pulau Lombok diantaranya adalah Pantai Gili Trawangan, Pantai Senggigi, dan wisata
gunungnya yang menantang yaitu Gunung Rinjani.
c) Provinsi Kepulauan Riau sebagai salah satu daerah destinasi MICE serta potensi
wisata pantai salah satunya Batam.
Proses pelaksanaan identifikasi peluang pengembangan industri pariwisata di daerah
terpilih tersebut adalah :
a) FGD bersama Badan Pusat Statistik untuk melihat perkembangan bagaimana
pertumbuhan ekonomi sektor akomodasi makan minum secara keseluruhan
mempengaruhi PDB. MICE sebagai bagian kegiatan ekonomi dari Pariwisata tercatat
di sektor akomodasi makan minum.
114
b) Rapat Kerja bersama Expert di Bidang Ekonomi Pariwisata dan MICE untuk
mendalami analisis, historical trend, potensi MICE di Indonesia. Bagaimana Indonesia
dapat memanfaatkan sektor MICE sebagai alternatif pertumbuhan ekonomi berbasis
pariwisata, dan bagaimana best practice di negara-negara lain yang sering
menyelenggarakan kegiatan besar berbasis MICE.
c) Pemetaan potensi sumber pertumbuan ekonomi di daerah yang terkait MICE: Jawa
Timur, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi Utara. Kegiatan ini dilakukan untuk
melihat secara riil potensi MICE pada ketiga provinsi tersebut. Serta hambatan,
tantangan dan kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah untuk
mendorong sektor pariwisata, terkhusus MICE.
d) Rapat Koordinasi Finalisasi Penyusunan Asesmen TW-IV 2018 untuk melakukan
penyusunan dan penyesuaian informasi serta keruntutan pada penyusunan Asesmen
TW-IV 2018.
Output/hasil koordinasi :
a. Nota Dinas Nomor E.K.3.4/47/D.I.M.EKON.3/4/2019 tentang Penyampaian Analisis
Perkembangan PDB/PDRB Sektoral dan Ekonomi Daerah: Potensi MICE sebagai Key
Driver Pertumbuhan Ekonomi Baru.
b. Surat Nomor S-107 s.d 117/D.I.M.EKON.3/4/2019 tentang Penyampaian Analisis
Sektoral dan Analisis Spasial Triwulanan IV Tahun 2018 kepada stakeholder terkait.
c. Capaian Kinerja Program berupa Buku Asesmen Analisis Perkembangan PDB/PDRB
Sektoral dan Ekonomi Daerah dengan tema “Potensi MICE sebagai Key Driver
Pertumbuhan Ekonomi Baru” dengan ringkasan sebagai berikut: Pembangunan
Pariwisata nasional perlu memperhatikan masalah dan kendala yang paling krusial
sektor pariwisata Indonesia terkait promosi, infrastruktur, kesehatan dan kebersihan,
keberlanjutan lingkungan, iklim usaha/investasi, keterbukaan internasional,
lingkungan bisnis dan sumber daya manusia. MICE harus didorong untuk menjadi
unggulan pariwisata. Salah satu contoh MICE yang dapat dikatakan berhasil dan
sukses diselenggarakan oleh Indonesia adalah IMF-World Bank Annual meeting
menjelang akhir tahun 2018 di Bali. Acara ini memberikan dampak ekonomi yang
besar terhadap sektor pariwisata dan sektor-sektor terkait lainnya baik dampak
langsung maupun tidak langsung.
Outcome/dampak :
MICE memberikan pemetaan kebijakan-kebijakan yang telah dilaksanakan di tiga
Provinsi yaitu Jawa Timur, NTB dan Kepulauan Riau. Basis informasi yang disediakan
secara primer ataupun sekunder bermanfaat untuk pemerintah pusat membantu
merumuskan kebijakan sektoral yang terkait sektor pariwisata dengan skala nasional,
ataupun kebijakan khusus di beberapa daerah. Pemerintah Daerah juga dapat
115
melihat best practice dan menganalisa seluk beluk MICE untuk diidentifikasi dan
disesuaikan dengan daerahnya. Bagi stakeholder MICE merupakan referensi dalam
rangka membuat keputusan di sektor pariwisata dan ekonomi kreatif serta
menambah informasi dan wawasan.
b) Analisis Perkembangan PDB/PDRB Sektoral dan Ekonomi Daerah: Kolaborasi E-
Commerce dan Ritel Konvensional untuk Mendorong Sektor Perdagangan Nasional
(Daerah Potensial Provinsi Jawa Timur, Kalimantan Tengah dan Gorontalo)
Dengan semakin gencarnya perang dagang yang menyebabkan ketidakpastian
ekonomi global, Indonesia dituntut untuk tidak selalu bergantung pada perekonomian
global dan memperkuat perekonomian domestik. Salah satu sektor yang memenuhi kriteria
tersebut adalah adalah sektor perdagangan.
Sebagai salah satu sektor penyumbang PDB terbesar, sektor perdagangan memiliki
pengaruh penting dalam perekonomian Indonesia. Pangsa yang cukup besar terhadap PDB
dipengaruhi salah satunya oleh banyaknya
jumlah usaha sektor perdagangan.
Jika sebelumnya sektor perdagangan hanya
bersifat konvensional atau penjual dan pembeli
bertemu secara langsung, kini perdagangan
dapat dilakukan melalui dunia maya dan jejaring
sosial. Semakin banyaknya platform e-commerce
artinya semakin banyak fasilitas untuk
melakukan perdagangan secara daring.
Kehadiran e-commerce sebagai salah satu model
bisnis baru di tengah perkembangan era
digitalisasi tentu saja menggerakan
perekonomian Indonesia termasuk sektor
perdagangan.
Untuk mendorong pertumbuhan di level
nasional, tentu tidak lepas dari peran
pembangunan di daerah. Identifikasi beberapa daerah yang memiliki peluang
pengembangan perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor, yaitu:
1) Provinsi Jawa Timur dengan jumlah usaha menengah besar terbanyak di Indonesia,
selain itu Jawa Timur juga menjadi jalur perdagangan ke Indonesia Timur;
2) Provinsi Kalimantan Tengah merupakan salah satu daerah di luar Pulau Jawa yang
mengalami pertumbuhan sektor perdagangan tertinggi pada triwulan I tahun 2019.
Di samping memiliki tingkat konsumsi yang tinggi, nilai ekspor di daerah ini relatif
tinggi dibanding daerah lainnya dan nilai impornya;
116
3) Provinsi Gorontalo merupakan provinsi yang sangat mengandalkan sektor
perdagangan besar dan eceran setelah sektor pertanian. Perkembangan sektor
perdagangan di provinsi ini dalam beberapa waktu terakhir juga sangat tinggi jika
dibandingkan dengan sektor lainnya. Dan pada triwulan I tahun 2019 mencatatkan
pertumbuhan yang sangat tinggi.
Proses pelaksanaan penyusunan Analisa kolaborasi E-Commerce dan ritel konvensional di
daerah terpilih tersebut adalah :
1) FGD bersama BPS untuk mengumpulkan informasi awal penulisan laporan terkait
data sektor perdagangan yang dikeluarkan oleh BPS.
2) FGD Peran E-commerce terhadap Sektor untuk mengumpulkan informasi terkait
peran E-commerce terhadap sektor perdagangan dengan narasumber dari BPS,
Kementerian Keuangan, Indonesia E-Commerce Association, LPEM FEB UI, DKEM
Bank Indonesia.
3) Pemetaan Potensi daerah Kalimantan Tengah, Jawa Timur dan Gorontalo yang
memiliki pertumbuhan dan kontribusi sektor perdagangan yang tinggi. Monitoring
dan evaluasi pada ketiga provinsi tersebut dilakukan untuk mengumpulkan data dan
informasi pendukung terkait perkembangan kinerja dan isu terkini terkait sektor
perdagangan besar dan eceran.
4) Finalisasi penulisan untuk membahas draft penulisan dan kontinuitas serta
konsistensi alur penulisan sebelum diterbitkan.
Output/hasil koordinasi:
1. Nota Dinas nomor E.K.3.4/99s.d.107/D.I.M.EKON.3/8/2019 tentang Penyampaian
Analisis Perkembangan PDB/PDRB Sektoral dan Ekonomi Daerah : Kolaborasi E-
Commerce dan Ritel Tradisional untuk Mendorong Sektor Perdagangan Nasional.
2. Nota Dinas nomor E.K.3.4/109/D.I.M.EKON.3/8/2019 tentang tentang
Penyampaian Analisis Perkembangan PDB/PDRB Sektoral dan Ekonomi Daerah:
Kolaborasi E-Commerce dan Ritel Tradisional untuk Mendorong Sektor Perdagangan
Nasional.
3. Surat Nomor S-181 s.d 185/D.I.M.EKON.3/8/2019 tentang Penyampaian Analisis
Sektoral dan Analisis Spasial Triwulanan I Tahun 2019 kepada stakeholder terkait.
4. Capaian Kinerja Program berupa Buku Asesmen Laporan Perkembangan PDB/PDRB
Sektoral dan Daerah Triwulan I 2019 dengan tema “Kolaborasi E-Commerce dan
Ritel Tradisional untuk Mendorong Sektor Perdagangan Nasional” dengan ringkasan
sebagai berikut: Salah satu sektor yang dapat menjadi penopang perekonomian
Indonesia di tengah kondisi ekonomi global seperti saat ini adalah sektor
perdagangan dalam negeri. Tercatat sejak tahun 2010, sektor perdagangan stabil
menyumbang di kisaran angka 13 persen terhadap total PDB. Berdasarkan sensus
117
ekonomi tahun 2016, jumlah usaha sektor perdagangan mencapai 12,26 juta usaha.
Dengan jumlah sebanyak itu menandakan bahwa 46 persen usaha di Indonesia
didominasi oleh sektor perdagangan. Saat ini terdapat perubahan bentuk dan pola
transaksi dari pola konvensional beralih ke arah digital yang ditandai dengan
banyaknya platform E-commerce. Kehadiran E-commerce seolah membuat pasar
tradisional maupun ritel modern mengalami penurunan kinerja. Namun demikian,
jika kita lihat pada Indeks Penjualan Riil (IPR) justru terus mengalami pertumbuhan
dari waktu ke waktu.
Secara spasial, terbentuknya analisis terkait sektor perdagangan pada provinsi Jawa
Timur, Kalimantan Tengah dan Gorontalo sebagai acuan pemerintah daerah dalam
pengembangan dan penentuan kebijakan. Dari ketiga provinsi di atas sektor
perdagangan merupakan salah satu penyumbang terbesar pada triwulan I 2019,
Jawa Timur merupakan kontributor tersebesar ke-2 pada sektor ini, karena sebagai
pusat perdagangan untuk pengiriman barang dan jasa pada wilayah tengah maupun
timur Indonesia. Untuk keunggulan sektor perdagangan Kalimantan Tengah sebagai
penunjang ekspor dan satu-satunya provinsi yang memberikan surplus pada neraca
perdagangan Indonesia. Provinsi Gorontalo yaitu provinsi yang menunjukkan
pertumbuhan yang pesat pada triwulan I 2019 terutama perdagangan produk
perikanan dan perdagangan sektor pertanian terutama jagung, padi, serta lainnya.
Outcome/dampak :
Pemetaan kebijakan di Provinsi Jawa Timur, Kalimantan Tengah dan Gorontalo untuk
memastikan bahwa kebijakan pemerintah daerah telah sejalan dengan kebijakan E-
commerce pemerintah pusat. Selain itu, daerah dengan potensi besar tersebut dapat
dipantau dan dikawal dengan baik dalam penciptaan pertumbuhan ekonomi
Indonesia. Laporan analisis ekonomi daerah diharapkan dapat membantu
menginformasikan berbagai kebijakan berkaitan dengan ritel tradisional dan ritel
digital sebagai bahan pertimbangan stakeholder untuk membuat kebijakan,
menambah informasi dan wawasan tentang sistem perdagangan ritel dan digital di
daerah.
a) Analisis Perkembangan PDB/PDRB Sektoral dan Ekonoi Daerah: Sektor Pertambangan
& Penggalian: Kesinambungan di Tengah Gejolak Penurunan Harga? di Provinsi
Kalimantan Timur, Riau dan Papua
118
Sektor pertambangan Indonesia
memberikan Kontribusi yang sangat besar bagi
perekonomian Indonesia. Kondisi produksi hulu
migas dan konsentrat logam utama di tahun
2019 diperkirakan cenderung stagnan bahkan
menurun. Pertambangan bijih logam turun
22,13 persen akibat penurunan produksi
beberapa komoditi tambang, seperti PT Freeport
Indonesia (PTFI) yang memasuki tahap fase akhir
penambangan di tambang terbuka (Grasberg
Open Pit) dan mulai transisi ke tambang bawah
tanah (Grasberg Block Cave (GBC)).
Memperhatikan kinerja sektor
pertambangan yang berfluktuatif terutama
karena faktor harga yang sangat bergantung
pada harga global, perlu diupayakan adanya peningkatan nilai tambah bagi produk-
produk pertambangan. Pemerintah terus berupaya mendorong hilirisasi produk
pertambangan dengan ditetapkannya aturan pelarangan ekspor barang mentah beberapa
produk mineral seperti nikel dan alumina.
Salah satu upaya untuk menjaga kestabilan harga melalui pengelolaan suplai serta
dalam upaya untuk meningkatkan peran batu bara dalam suplai energy mix dalam negeri,
Pemerintah mengeluarkan kebijakan DMO atau Domestic Market Obligation.
Pembahasan sektor pertambangan ini tentu saja akan diperdalam dengan
mengidentifikasi provinsi-provinsi yang memiliki kontribusi besar terhadap sektor
pertambangan nasional. Adapun provinsi-provinsi tersebut adalah sebagai berikut:
1) Kalimantan Timur, penyumbang nomor satu sektor pertambangan nasional dengan
komoditas utamanya adalah batu bara. Ketika harga batu bara cenderung mengalami
tren penurunan ditambah adanya kebijakan DMO, perekonomian Kalimantan Timur
cukup terdampak.
2) Riau, merupakan provinsi penyumbang sektor pertambangan utama dari komoditas
minyak dan gas bumi. Perusahan migas berskala dunia seperti Chevron, memiliki
ladang minyak di Riau. Namun Riau juga mulai meningkatkan produksi batu bara
walaupun belum sebesar kapasitas Kalimantan Timur dan Sumatera Selatan.
3) Papua merupakan provinsi tempat PTFI berada. Kontraksi pertumbuhan PDRB
provinsi Papua dalam setahun terakhir, disumbang oleh kinerja negatif
pertambangan logam mulia dari PTFI.
119
Proses pelaksanaan penulisan analisis Sektor Pertambangan & Penggalian:
Kesinambungan di Tengah Gejolak Penurunan Harga adalah sebagai berikut:
1) FGD Pembahasan Perkembangan PDB/PDRB Triwulan II 2019 dan Produktivitas
Tenaga Kerja Indonesia untuk membahas perkembangan PDB dan PDRB sisi lapangan
usaha dan komponen pengeluaran serta membahas profil ketenagakerjaan Indonesia
dan produktivitas tenaga kerja Indonesia secara nasional maupun sektoral.
2) Rapat Koordinasi Pembahasan Profil, Kinerja, dan Isu Terkini Sektor Pertambangan
dan Penggalian dengan Keasdepan Industri Ekstraktif untuk membahas profil,
kinerja, dan isu terkini terkait sektor pertambangan dan penggalian.
3) Pemetaan Potensi daerah yang memiliki pertumbuhan dan kontribusi sektor
pertambangan dan penggalian yang tinggi yaitu Provinsi Riau dan Kalimantan Timur.
Pemetaan potensi daerah dilakukan ke provinsi tersebut untuk mengidentifikasikan
isu perkembangan dan tantangan sektor pertambangan dan penggalian serta
membahas kebijakan yang telah diterapkan masing-masing pemerintah daerah dan
hambatan dalam pengimplementasiannya.
4) Rapat Koordinasi Finalisasi Laporan Perkembangan PDB/PDRB Sektoral dan Spasial
Triwulan III 2019 untuk untuk membahas finalisasi Laporan Perkembangan PDB/
PDRB Sektoral dan Spasial Triwulan II 2019 terkait sektor pertambangan dan
penggalian.
Output/hasil koordinasi:
a. Nota Dinas nomor E.K.3.4/132/D.I.M.EKON.3/10/2019 tentang Penyampaian
Analisis Perkembangan PDB/PDRB Sektoral dan Ekonomi Daerah: Kesinambungan
di Tengah Gejolak Penurunan Harga?
b. Nota Dinas nomor EK.3.4/134s.d.143/D.I.M.EKON.3/10/2019 tentang
Penyampaian Analisis Perkembangan PDB/PDRB Sektoral dan Ekonomi Daerah:
Kesinambungan di Tengah Gejolak Penurunan Harga?
c. Surat Nomor S-218 s.d 220/D.I.M.EKON.3/10/2019 tentang Penyampaian
Analisis Sektoral dan Analisis Spasial Triwulanan II Tahun 2019 kepada
stakeholder terkait.
d. Capaian Kinerja Program berupa Buku Asesmen Analisis Perkembangan
PDB/PDRB Sektoral Ekonomi Daerah dengan tema “Sektor Pertambangan &
Penggalian: Kesinambungan di Tengah Gejolak Penurunan Harga?” dengan
ringkasan sebagai berikut: Sektor pertambangan Indonesia memberikan kontribusi
yang sangat besar bagi perekonomian Indonesia. Kontribusi pertambangan
terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia adalah sebesar 7,26 persen
(angka triwulan II 2019). Sejumlah kebijakan telah disusun dan
diimplementasikan pemerintah untuk dapat mendorong sektor ini ke arah yang
120
positif. Salah satunya adalah kebijakan DMO (Domestic Market Obligation) untuk
komoditas batubara. Permasalahan di sektor pertambangan juga ditandai dengan
penurunan ekspor yang disebabkan oleh perlambatan ekonomi global serta
fluktuatif harga komoditas di pasar internasional. Isu fundamental mendominasi
pergerakan harga komoditas sektor pertambangan. Efek perang dagang juga mulai
merembet salah satunya pada komoditas batu bara Indonesia yang tercermin pada
penurunan harga global. Dari sisi regional, provinsi Kalimantan Timur yang
memberikan penopang perekonomian daerah pada sektor pertambangan dan
sebagai kontributor ekspor utama untuk Indonesia. Sedangkan Provinsi Papua
meskipun penghasil utama sektor pertambangan, namun pada triwulan II 2019
merupakan provinsi yang terkena shock penurunan pertumbuhan yang signifikan
sama seperti Provinsi Riau pertumbuhannya melambat namun tidak sedalam
provinsi Papua.
Outcome/dampak :
a) Pembangunan secara umum
Di tengah gejolak perubahan harga minyak dunia, sektor pertambangan terdampak
cukup signifikan. Sektor ini juga terimbas dari adanya perang dagang global yang
menyebabkan turunnya kinerja ekspor terutama pada komoditas batu bara. Terlepas
dari kondisi eksternal yang masih dipenuhi ketidakpastian, asesmen ini memberikan
analisis dan identifikasi terkait perlambatan pertumbuhan sektor pertambangan guna
mengevaluasi kinerja lapangan usaha pertambangan domestik. Asesmen ini juga
mengulas pemetaan daerah strategis dan potensial untuk mengembangkan sektor
pertambangan dan rekomendasi kebijakan yang telah dilakukan pemerintah pusat
serta daerah untuk menyampaikan informasi kepada para pembaca maupun
stakeholder terkait.
Asesmen ini dapat digunakan referensi dalam rangka membuat kebijakan di sektor
pertambangan dan penggalian serta menambah informasi dan wawasan tentang
potensi sektor pertambangan yang ada di Indonesia, khususnya di Provinsi Papua,
Kalimantan Timur dan Riau.
b) Pembangunan perekonomian
Kontribusi sektor pertambangan terhadap perekonomian nasional maupun penerimaan
negara cukup besar. Salah satu kebijakan dalam meningkatkan kinerja sektor
pertambangan, terutama dalam peningkatan kebutuhan energi dalam negeri,
dilakukan melalui Kebijakan Domestic Market Obligation (DMO). Selain itu,
kebijakan peningkatan nilai tambah mineral juga dilakukan melalui pembanguna
smelter.
121
d) Analisis Perkembangan PDB/PDRB Sektoral dan Ekonoi Daerah: Sektor Transportasi
dan Logistik Sebagai Pendukung Peningkatan Daya Saing Nasional (Daerah Potensial
Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah dan Sumatera Barat)
Transportasi sangat erat kaitannya dengan
infrastruktur. Oleh karena itu, dengan
pembangunan infrastruktur yang masih menjadi
prioritas pemerintah dalam lima tahun ke depan
diharapkan akan menggerakan sektor
transportasi nasional. Infrastruktur transportasi
merupakan penunjang bagi pertumbuhan
sektor-sektor prioritas, terutama dalam menekan
biaya produksi melalui efisiensi logistik.
Tantangan logistik juga muncul dari belum
terkoneksinya infrastruktur transportasi yang
empat tahun terakhir masif dibangun melalui
Proyek Strategis Nasional, sehingga kebutuhan
logistik untuk menghubungan pusat-pusat
pertumbuhan ekonomi dengan hub-hub logistik
belum terpenuhi. Oleh karena itu, dalam laporan kali ini juga akan dibahas kebijakan
pemerintah dalam rangka optimalisasi pembangunan infrastruktur yang sudah eksis
maupun pembangunan yang akan dijalankan di kemudian hari.
Pembahasan secara spasial, diperdalam pada provinsi yang memiliki kontribusi besar
terhadap sektor transportasi nasional dan juga berpotensi menjadi katalis pertumbuhan
sektor utama lainnya di masing-masing provinsi. Adapun provinsi-provinsi tersebut adalah
sebagai berikut:
1) Jawa Timur sebagai daerah yang difokuskan untuk pembangunan infrastruktur
konektivitasnya melalui Perpres Nomor 80 Tahun 2019 Tentang Percepatan
Pembangunan Ekonomi Kawasan Jawa Timur Tahun 2020-2024 diharapkan dapat
meningkatkan investasi, sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan daya
saing di kawasan ekonomi Jawa Timur, serta perekonomian nasional dapat tumbuh
secara terintegrasi dan berkelanjutan.
2) Jawa Tengah sebagai daerah yang industrinya mulai berkembang membutuhkan
konektivitas transportasi sebagai penunjang logistik baik industri maupun pangan
(pertanian). Saat ini penopang perekonomian provinsi Jawa Tengah adalah sektor
industri pengolahan, sehingga ketersediaan berbagai pilihan moda transportasi
sangat oleh perusahaan. Dengan terbitnya Perpres Nomor 79 Tahun 2019 tentang
Percepatan Pembangunan Ekonomi Kawasan Jawa Tengah Tahun 2020-2024
122
diharapkan mampu mempercepat konektivitas antardaerah untuk meningkatkan
sistem logistik.
3) Sumatera Barat merupakan provinsi dengan pangsa ekonomi tertinggi kedua setelah
Sumatera Utara di Pulau Sumatera. Sektor transportasi dan pergudangan sangat
dominan di provinsi ini, setelah pertanian dan perdagangan.
Proses asesmen Sektor Transportasi dan Logistik Sebagai Pendukung Peningkatan
Daya Saing Nasional Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah dan Sumatera Barat dilaksanakan
sebagai berikut :
a) FGD peran sektor logistik bersama Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia untuk
membahas perkembangan sektor logistik nasional. Transportasi merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari sistem logistik nasional untuk mendorong daya saing.
b) FGD peran jasa transportasi dengan mengundang stakeholder terkait untuk
membahas peran BUMN dalam mendorong kinerja sektor transportasi dan logistik
nasional serta membahas perkembangan holding maritim.
c) FGD perkembangan sektor transportasi bersama BPS untuk membahas
perkembangan sektor transportasi dan pergudangan serta analisis penyusunan data
transportasi.
d) Pemetaan Potensi Daerah yang memiliki pertumbuhan dan kontribusi sektor
transportasi dan pergudangan yang tinggi yaitu provinsi Jawa Timur dan Sumatera
Barat.
e) Rapat koordinasi finalisasi untuk membahas finalisasi.
Output/Hasil koordinasi:
1) Nota Dinas nomor E.K.3.4/7/D.I.M.EKON.3/1/2020 tentang Penyampaian Analisis
Perkembangan PDB/PDRB Sektoral dan Ekonomi Daerah: “Sektor Transportasi dan
Logistik Sebagai Pendukung Peningkatan Daya Saing Nasional”.
2) Nota Dinas nomor E.K.3.4/8 s.d. E.K.3.4/5/D.I.M.EKON.3/1/2020 tentang
Penyampaian Analisis Perkembangan PDB/PDRB Sektoral dan Ekonomi Daerah:
“Sektor Transportasi dan Logistik Sebagai Pendukung Peningkatan Daya Saing
Nasional”.
3) Surat Nomor S-2 s.d 7/D.I.M.EKON.3/1/2020 tentang Penyampaian Analisis
Perkembangan PDB/PDRB Sektoral dan Ekonomi Daerah Triwulan III Tahun 2019:
“Sektor Transportasi dan Logistik Sebagai Pendukung Peningkatan Daya Saing
Nasional” kepada stakeholder terkait.
4) Capaian Kinerja Program berupa Buku Asesmen Analisis Perkembangan PDB/PDRB
Sektoral Ekonomi Daerah dengan tema “Sektor Transportasi dan Logistik Sebagai
Pendukung Peningkatan Daya Saing Nasional” dengan ringkasan sebagai berikut:
123
Secara khusus, kinerja sektor transportasi dan pergudangan pada triwulan III tahun
2019 tumbuh sebesar 6,63 persen (yoy), lebih tinggi jika dibandingkan pada
triwulan yang sama pada tahun lalu yang tumbuh sebesar 5,65 persen. Selain itu,
sektor transportasi dan pergudangan merupakan penopang terbesar keenam bagi
pertumbuhan ekonomi nasional. Kinerja sektor transportasi erat kaitanya dengan
kinerja sektor logistik yang menjadi indikator daya saing, maka diperlukan perhatian
khusus dari pemerintah dengan merumuskan berbagai kebijakan yang tepat
diantaranya a) pengembangan tol laut sebagai sarana baru pengangkutan logistik
kelautan; b) rencana pembentukan holding BUMN maritim dalam optimalisasi Sistem
Logistik Nasional (Sislognas); c) pembangunan sistem logistik nasional melalui
pembentukan cetak biru Sislognas maupun implementasi rencana aksi; dan d)
peningkatan konektivitas infrastruktur di Indonesia.
Kinerja sektor transportasi dan pergudangan merupakan salah satu bagian yang
penting dalam peningkatan perekonomian daerah meskipun pada kenyataannya
kinerjanya masih bervariasi antara daerah satu dengan lainnya. Dari hasil analisis
pemetaan daerah berdasarkan kontribusi sektor transportasi dan pergudangan
terhadap perekonomian daerah tersebut, telah dipilih tiga provinsi yakni Provinsi
Sumatera Barat, Provinsi Jawa Tengah, dan Provinsi Jawa Timur. Tiga provinsi ini
Untuk Jawa Tengah dan Jawa Timur tumpuan utama sektor transportasi yaitu jalur
darat sebagai kegiatan utama logistik. Sedangkan Sumatera Barat perkembangan
sektor transportasi sangat responsif sebagai pendukung kegiatan sektor utama,
dimana pertanian dan perdagangan, menjadikan sektor transportasi sebagai moda
penunjang distribusi. Oleh karena itu, sektor transportasi di Sumatera Barat akan
berkembang sejalan dengan perkembangan arus perdagangan dan logistik bahan
pangan pertanian hasil produksi lokal menuju intra dan antar provinsi.
Outcome/dampak :
Asesmen memetakan kebijakan-kebijakan terkait sektor transportasi dan logistik yang
telah dilaksanakan di 3 Provinsi yaitu provinsi Sumatera Barat, Jawa Tengah dan Jawa
Timur. Laporan analisis ekonomi daerah khusus sektor transportasi dan logistik dapat
digunakan sebagai referensi dalam rangka membuat keputusan maupun kebijakan
membangun sektor transportasi dan logistik, baik oleh stakeholder maupun
pemerintah pusat serta daerah sebagai katalis dalam pembangunan sektor-sektor
lainnya di daerah.
e. Analisis Pengembangan Industri Kimia Nasional
Peran industri pengolahan dalam perekonomian Indonesia saat ini adalah sekitar 20
persen, sehingga pertumbuhannya ke depan akan mempengaruhi pertumbuhan
perekonomian secara keseluruhan. Hal ini dapat melalui peningkatan nilai tambah bahan
124
baku dalam negeri, penyerapan tenaga kerja lokal, maupun peningkatan penerimaan
devisa dari ekspor.
Di antara sub sektor industri pengolahan, industri kimia memiliki peran yang cukup
penting karena sebagian besar produk yang dihasilkan oleh industri ini merupakan input
bagi industri lainnya. Oleh karena itu, pengembangan industri kimia akan memberikan
dampak berganda melalui perkembangan industri turunannya. Namun demikian, industri
kimia nasional masih belum tumbuh secara optimal bila dibandingkan dengan kebutuhan
sektor ekonomi lain terhadap industri ini. Hal ini tampak terlihat dari fakta-fakta sebagai
berikut: (1) kontribusinya pada total output perekonomian Indonesia masih di bawah rata-
rata dunia; (2) kontribusi pada defisit perdagangan secara konsisten; (3) pohon industri
yang belum berkembang; dan (4) keterkaitan industri yang masih lemah.
Selain fakta tersebut di atas, beberapa faktor berikut menjadi tantangan kurang
bersaingnya indutri kimia nasional di pasar ASEAN: (1) kurangnya ketersediaan feedstock,
(2) kurang optimalnya pemanfaatan instrumen kawasan industri dan (3) belum
terbentuknya learning society dalam skala yang cukup untuk menjamin tumbuhnya pohon
industri kimia di dalam negeri.
Kajian Pengembangan Industri Kimia diselenggarakan bekerjasama dengan Tim
Universitas Prasetya Mulya. Penyusunan kajian diawali dengan proses penulisan yang
dilakukan dengan pengumpulan data dan informasi melalui proses FGD dan Monitoring
serta Evaluasi ke Pemerintah Daerah maupun pelaku usaha.
a) FGD Kajian Pengembangan Industri Kimia dengan Tim Prasetiya Mulya membahas
rancangan awal dan kerangka penulisan;
b) FGD Penyusunan Metodologi dan Hasil Pemetaan Pengembangan Subsektor Industri
Kimia;
c) Pemetaan Potensi daerah dilakukan di provinsi yang berkontribusi tinggi terhadap
sektor industri kimia dan provinsi yang tumbuh di luar cluster industri, yaitu
Pemerintah Daerah Provinsi Banten (Kota Cilegon dan Kota Serang) dan Pemerintah
Daerah Provinsi Kepulauan Riau.
d) Monitoring dan Evaluasi PT. Unilever Oleochemical di KEK Sei Mangkei Sumatera
Utara dan ke PT, Chandra Asri, Jakarta untuk mengidentifikasi tantangan dan
permasalahan dalam pengembangan industri kimia serta evaluasi atas kebijakan yang
telah dikeluarkan pemerintah.
e) Sharing Knowledge dengan Kementerian Perindustrian terkait isu terkini
Pengembangan Industri Kimia Hulu dan Hilir.
Output/hasil koordinasi:
Capaian Kinerja Program berupa Buku Hasil Kajian Pengembangan Industri Kimia
Nasional dengan ringkasan sebagai berikut:
125
a) Industri kimia merupakan salah satu industri yang penting untuk dikembangkan oleh
Pemerintah karena keterkaitannya dengan industri lainnya serta besarnya
eksternalitas yang dihasilkan dari pembelajaran di industri ini. Meskipun penting,
saat ini kinerja industri kimia domestik masih jauh dari optimal. Untuk bisa
berkontribusi positif pada pertumbuhan perekonomian nasional, sektor industri ini
harus mencari jalan untuk mengubah kondisi defisitnya menjadi surplus dalam hal
neraca perdagangan.
b) Untuk menghadapi tantangan tersebut, rekomendasi kebijakan untuk pengembangan
industri kimia: (a) Koordinasi antara Kementerian Perindustrian dan Kementerian
ESDM mengenai pasokan dan harga feedstock serta energi untuk kebutuhan industri
hulu; (b) koordinasi dan harmonisasi dukungan antara Pemerintah Pusat dan Daerah
untuk implementasi dukungan fiskal dalam rangka mendorong investasi dan
pengetahuan; (c) pemanfaatan instrumen Kawasan Industri dan Kawasan Ekonomi
Khusus pada lokasi dekat sumber feedstock dan sumber energi yang bertujuan
pencapaian pertumbuhan yang berkesinambungan; (d) pemilihan pengelola Kawasan
yang mampu memberikan layanan utilitas dan infrastruktur bagi perusahaan dalam
Kawasan; (e) meningkatkan kinerja utilitas infrastruktur konektivitas pendukung
Kawasan; (f) memberikan peluang bagi perusahaan dalam Kawasan untuk
melakukan ekspansi kapasitas atau naik ke rantai nilai yang lebih tinggi, dan lain-
lain.
c) Kajian ini memetakan kebijakan dan rekomendasi yang telah ditentukan waktunya,
baik jangka pendek, jangka menengah maupun jangka panjang dalam mendukung
pertumbuhan industri kimia ke depan berdasarkan riset yang telah dilakukan.
Outcome/dampak yang diharapkan:
a) Penyediaan feedstock dan energi.
Peningkatan koordinasi antara Kementerian Perindustrian dengan Kementerian
Energi dan Sumber Daya Mineral mengenai pasokan dan harga feedstock serta
energi untuk kebutuhan industri pertrokimia.
Optimalisasi Pengembangan PT. Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI)
sebagai pabrik pertrokimia terpadu setelah diakuisisi oleh PT. Pertamina sebagai
feedstock.
b) Pengembangan Kawasan Industri dengan pendekatan linkage.
Belajar dari pengalaman Singapura dalam mengembangkan industri kimianya
melalui pendekatan penyediaan feedstock dan pemanfaatan instrumen kawasan
industri secara terintegrasi. Dengan penerapan konsep ‘plug and play’ sehingga
investor hanya perlu fokus pada investasi dan operasi terkait dengan fasilitas
126
produksinya, sedangkan dukungan infrastruktur dan utilitas disiapkan oleh
pengelola kawasan. Selain itu, pusat penelitian dan pelatihan dikembangkan
dan dioperasikan bersama dengan para pelaku usaha di kawasan industri
tersebut.
Pengembangan Kawasan industri Teluk Bintuni oleh Kementerian Perindustrian
dapat menjadi kesempatan bagi Pemerintah untuk memastikan bagaimana
dukungan-dukungan fiskal dan non fiskal yang telah disiapkan untuk
pengembangan kawasan dapat diimplementasikan.
c) Substitusi Impor
Pemerintah perlu melakukan asesmen terhadap pilihan kelompok produk
impor yang strategis untuk disubstitusi dengan pasokan dari dalam negeri.
Dengan kriteria yang dapat menjadi pertimbangan untuk penentuannya adalah
yang terkait dengan skenario industri domestik ke depan – dikaitkan dengan
skenario rantai nilai global dan jenis produk-produk apa yang strategis
mendukung pencapaian skenario industri tersebut.
Substitusi impor dapat dilaksanakan dengan membangun industri penyedia
basic chemicals di klaster yang memproduksi produk antara dan hilir. Misalkan
di Cilegon untuk produksi ethylene. Di sisi lain untuk klaster yang surplus,
dibangun industri turunannya. Misalkan di Bontang (surplus ammonia dan
methanol) dibangun industri pupuk majemuk. Untuk mengarah pada
penggunaan renewable feedstocks perlu dibangun klaster oleo chemical yang
mengolah produk turunan CPO di area yang berdekatan dengan perkebunan
kelapa sawit.
f. Analisis Proyeksi Pertumbuhan Pengeluaran Dan Sektoral
Proyeksi pertumbuhan ekonomi pada tahun 2019 berkisar antara 5,20% – 5,30%,
dengan rincian komponen pengeluaran dan spasial sebagai berikut:
127
Dari sisi pengeluaran, konsumsi diproyeksi akan meningkat seiring tumbuhnya
pencipataan lapangan kerja, adanya rapel dan gaji ke 13, perluasan bantuan sosial yang
tepat sasaran dan tepat waktu, momentum pemilihan umum, serta tingkat inflasi yang
relatif stabil dan terjaga.
Konsumsi pemerintah juga akan meningkat sejalan dengan peningkatan pendapatan
negara dan mengurangi belanja-belanja yang kurang produktif, serta penyerapan APBN
yang dijalankan dengan optimal sesuai dengan prinsip value for money. Penyelesaian
pembangunan infrastruktur terutama melalui pembiayaan alternatif serta perbaikan iklim
berinvestasi diperkirakan akan menjadi faktor pendorong meningkatnya investasi.
Dari sisi lapangan usaha, sektor industri pengolahan akan menjadi andalan dan
bertumbuh lebih tinggi seiring dengan pencanangan Industri 4.0 maupun menguatnya
nilai tukar rupiah.
Dari sisi spasial, pertumbuhan ekonomi Jawa diperkirakan membaik, sedangkan
pertumbuhan di beberapa wilayah timur Indonesia relatif melambat. Hal ini ditengarai
berbagai kejadian bencana alam seperti yang terjadi di NTB, Gorontalo, dan Papua.
Proses Analisis Proyeksi Pertumbuhan Pengeluaran Dan Sektoral dilaksanakan melalui
seangkaian kegiatan sebagai berikut :
a) Koordinasi Internal, untuk menanalisis pertumbuhan ekonomi sisi sektoral,
pengeluaran dan spasial dan finalisasi buku laporan outlook perekonomian 2019-
2020.
b) Koordinasi dengan eksternal dilakukan bebeapa kali Focus Group Discussion (FGD)
dengan para akademisi, ekonom, serta peneliti, dengan rincian sebagai berikut:
1) FGD model pertumbuhan ekonomi dengan akedemisi dari IPB, UGM, Universitas
Brawijaya, UNAIR, Universitas Diponegoro, Universitas Hasanuddin, Universitas
Indonesia, ITB, dan Universitas Padjajaran.
Sisi Pengeluaran Sisi Spasial
Konsumsi RT 5.10-5.15 Sumatera 4.87-5.00
Investasi 7.00 Jawa 5.80-5.89
Konsumsi
Pemerintah 4.25-5.15 Bali Nusra 3.63-3.92
Ekspor 6.00-6.61 Kalimantan 2.44-2.76
Impor 5.18-6.30 Sulawesi 7.18-7.28
Papua Maluku 1.14-1.23
Nasional 5.2-5.3
128
2) FGD model pertumbuhan ekonomi dengan reviewer dari Badan Kebijakan Fiskal
(BKF).
3) Seminar Diseminasi Outlook Perekonomian di berbagai daerah seperti Surabaya pada
tanggal 26 Juni 2019, Medan pada tanggal 1 Juli 2019, Bogor pada tanggal 10 Juli
2019, Bandung pada tanggal 25 Juli 2019, Denpasar pada tanggal 5 Agustus 2019
dan Semarang pada tanggal 13 Agustus 2019. “Outlook Perekonomian Indonesia
2019” dalam format acara seminar sebagai salah satu kesempatan bagi seluruh
pemangku kepentingangan untuk mengakses informasi mengenai proyeksi
perekonomian Indonesia dan arah kebijakan pemerintah di tahun 2019.
Output/hasil koordinasi:
Capaian Kinerja Program berupa Buku Outlook Perekonomian
Outcome/dampak yang diharapkan:
a) Pembangunan secara umum
Di tengah ketidakpastian global dan perlambatan aktivitas perekonomian dunia,
diperkirakan proyeksi pertumbuhan ekonomi pada tahun 2020 mulai mengalami
stabilisasi. Analisis proyeksi pertumbuhan ekonomi dari sisi pengeluaran, sektoral,
maupun spasial dapat menjadi indikator capaian pertumbuhan dan pembangunan
ekonomi. Selain itu angka outlook pertumbuhan ini dapat menjadi instrumen untuk
memonitor implementasi kebijakan prioritas dalam mencapai pertumbuhan ekonomi
yang ditargetkan.
b) Pembangunan perekonomian
Perekonomian Indonesia pada tahun 2020 diprediksi tumbuh sebesar 5,30 persen.
Hal ini sejalan dengan mulai stabilnya perekonomian global dan mulai membaiknya
perekononomian nasional. Analisis proyeksi pertumbuhan ekonomi ini akan menjadi
surveillance dan mengawal implementasi kebijakan untuk memperkuat sektor riil
dan perekononomian daerah.
c) Stakeholder
Hasil analisis outlook perekonomian sisi pengeluaran, sektoral dan spasial dapat
menjadi informasi dan rekomendasi bagi para pembuat kebijakan baik di tingkat
pusat maupun daerah. Diharapkan dari hasil analisis tersebut dapat terbangun
sinergi antara Pemerintah, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, asosiasi dan
pelaku usaha untuk membuat pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi lebih baik.
g. Analisis Defisit Fiskal dalam Menorong Pertumbuhan Ekonomi
Kondisi perekonomian global diperkirakan masih melambat sampai tahun 2020.
Perlambatan tersebut sangat mungkin memengaruhi kinerja perekonomian Indonesia yang
menganut sistem perekonomian terbuka. Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi,
pemerintah dapat melakukan beberapa hal diantaranya meningkatkan belanja pemerintah.
129
Peningkatan ini diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan pada akhirnya
mengurangi tingkat kemiskinan dan menurunkan angka pengangguran.
Di tengah ketidakpastian global yang diperkirakan berlanjut tahun depan, diperlukan
kebijakan fiskal yang counter-cyclical agar Indonesia dapat bertahan di tengah kondisi
tersebut. Tentu saja aspek keberlanjutan fiskal (fiscal sustainability) harus tetap menjadi
perhatian. Penerimaan negara yang optimal, belanja pemerintah yang berkualitas, serta
pengelolaan pembiayaan yang berkelanjutan menjadi pilar utama dalam menjaga
keberlanjutan fiskal.
Dalam jangka menengah panjang, agar pertumbuhan ekonomi dapat tumbuh sesuai
target yang ditetapkan, diperlukan pembentukan modal tetap bruto (PMTB) untuk tumbuh
lebih tinggi lagi, yaitu pada kisaran 7 – 8 persen. Selain dari peran swasta, sumber investasi
pemerintah pun harus ditingkatkan. Pelebaran defisit APBN fiskal bisa menjadi stimulus
bagi pertumbuhan ekonomi nasional di tengah pelemahan pertumbuhan ekonomi global
dan penerimaan pajak yang moderat. Sementara itu, dengan melihat gap output potensial
perekonomian Indonesia yang masih lebar, kenaikan permintaan yang didorong oleh
stimulus fiskal tidak akan memberikan tekanan yang tinggi terhadap inflasi. Pencapaian
target defisit fiskal dapat ditetapkan melebar sebesar 3 persen bukan dalam waktu 1 tahun
namun dalam konteks jangka waktu yang lebih panjang. Misalnya rata-rata 3% dicapai,
sesuai masa kerja kabinet pemerintahan, selama 5 tahun.
Proses Pelaksanaan Analisis Defisit Fiskal dalam Menorong Pertumbuhan Ekonomi
dilaksanakan melalui beberapa tahap, yaitu :
1) Koordinasi Internal, dalam kegiatan analisis defisit telah dilakukan dalam rangka
membahas dan mendiskusikan peningkatan defisit fiskal dan dampaknya terhadap
pertumbuhan ekonomi, penyerapan tenaga kerja dan pengentasan kemiskinan.
2) FGD dengan Staf Khusus Menko Perekonomian membahas model pertumbuhan
ekonomi yang di driver oleh penguatan ekonomi domestik seperti konsumsi dan
investasi, serta pembahasan defisit fiksal melalui peningkatan investasi melalui
penerapan Omnibus Law 2-3 tahun ke depan.
Output/hasil koordinasi :
Tersusunnya Analisis Defisit Fiskal untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi
Outcome/dampak yang diharapkan :
Analisis defisit fiskal diharapkan dapat mendorong tercapainya pertumbuhan
ekonomi dan pada akhirnya mengurangi tingkat kemiskinan dan menurunkan angka
pengangguran. Namun demikian terdapat hal yang harus diperhatikan bahwa
peningkatan defisit fiskal memunculkan risiko crowding-out effect. Peningkatan
stimulus fiskal yang dibiayai dari penerbitan seluruhnya oleh surat utang negara
berpotensi menimbulkan risiko kenaikan biaya bunga deposito bank dan pada
130
akhirnya mendorong kenaikan suku bunga kredit. Hasil analisis merekomendasikan
untuk dilakukan memitigasi risiko crowding-out effect dengan mengupayakan
kenaikan pembiayaan APBN melalui: (1) Kombinasi sumber pembiayaan yang berasal
dari pasar SBN dan pinjaman program, baik yang berasal dari bilateral maupun
multilateral (ADB, The World Bank, dan KFW); (2) Penerbitan SBN melalui kombinasi
penerbitan melalui pasar SBN domestik dan global bond.
h. Optimalisasi Infrastruktur dalam Mendorong Pertumbuhan Sektor Industri
Dalam rangka pemenuhan kebutuhan dasar dan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat, Pemerintah telah melakukan berbagai upaya, antara lain melalui
pembangunan infrastruktur. Pemerintah memiliki program Infrastruktur Proyek Strategis
Nasional (PSN). PSN adalah proyek yang dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah
Daerah, dan/atau badan usaha yang memiliki sifat strategis untuk peningkatan
pertumbuhan dan pemerataan pembangunan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan
masyarakat dan pembangunan daerah.
Kegiatan Optimalisasi Infrastruktur ini melakukan piloting di Provinsi Jawa Tengah.
Provinsi ini berada pada posisi sentral di Pulau Jawa, namun kontribusi perekonomian
provinsi tersebut kepada perekonomian nasional masih jauh di bawah Provinsi Jawa Barat,
Jawa Timur, Banten, dan DKI Jakarta. Laju pertumbuhan perekonomian rata-rata provinsi
Jawa Tengah juga masih di bawah keempat provinsi tersebut. Untuk menghindari semakin
besarnya kesenjangan perekonomian, perlu diambil kebijakan strategis dan harus
dilaksanakan secara optimal.
Berdasarkan hasil piloting terdapat temuan penting bahwa perencanaan optimal atas
infrastruktur yang terintegrasi dapat menekan biaya transportasi, sehingga mampu
mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih baik. PSN yang telah dibangun oleh
Pemerintah diharapkan dapat menjadi backbone pertumbuhan ekonomi di daerah. Untuk
mengoptimalkan PSN tersebut, perlu didukung secondary infrastruktur, baik yang menjadi
kewenangan Kementerian/Lembaga maupun Pemerintah Daerah. Konektivitas antara PSN,
secondary infrastruktur dengan kawasan/kluster industri diharapkan dapat menekan biaya
logistik yang sangat dibutuhkan bagi perkembangan sektor Industri.
Pelaksanaan penyusunan strategi optimalisasi infrastruktur dalam mendorong
pertumbuhan sektor industri dilaksnakan melalui tahap-tahap:
1) Dalam rangka penyusunan strategi terintegrasi serta pengembangan sistem
monitoring dan pengendalian berbasis teknologi informasi terhadap optimalisasi
pembangunan infrastruktur dalam mendorong pertumbuhan sektor industri
dilakukan piloting di provinsi Jawa Tengah. FGD dilaksanakan bersama dengan
Bapeda Prov. Jawa Tengah, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Dinas PUPR, Dinas
131
Pertanian, Pakar Transportasi Undip, dan PT Sri Rejeki Isman Tbk di Solo, Jawa
Tengah.
2) Seminar Diseminasi penyusunan strategi terintegrasi optimalisasi pembangunan
infrastruktur dalam mendorong pertumbuhan sektor industri di Semarang, Jawa
Tengah.
3) Rapat Kerja/Koordinasi Persiapan
a) Inisiasi Optimalisasi Infrastruktur
b) Pembahasan Infrastruktur Konektivitas Sektor Industri di Provinsi Jawa Tengah
c) Pemetaan Sistem Monitoring Infrastruktur Terintegrasi untuk Industri di Jawa
Tengah
Output/hasil koordinasi :
a. Nota Dinas Nomor EK.3.4/68/D.I.M.EKON/11/2019 tentang Undangan Seminar
Diseminasi Sistem Monitoring dan Pengendalian Optimalisasi Pembangunan
Infrastruktur dalam mendorong Industri Provinsi Jawa Tengah
b. Nota Dinas Nomor EK.3.4/367-369/D.I.M.EKON/11/2019 tentang Permohonan
Narasumber Sistem Monitoring Optimalisasi Pembangunan Infrastruktur Jawa
Tengah kepada Kepala Bappeda (367), Asdep Tata Ruang dan Kawasan Strategis
Ekonomi Kemenko Perekonomian (368), dan Kepala Pusat Pengembangan Kawasan
Strategis BPIW (369).
c. Kegiatan ini menghasilkan dua inovasi, yaitu pertama, policy brief yang berisi
sembilan rekomendasi penting yang berfungsi sebagai check list untuk memastikan
apakah daerah sudah optimal didalam memanfaatkan infrastruktur yang sudah
dibangun. Kedua, kegiatan ini juga menghasilkan sistem aplikasi yang dapat
digunakan untuk memetakan jalur logistik dan kluster industri yang sudah ada, arah
pengembangan kawasan industri yang akan dibangun, serta identifikasi proyek
pembangunan infrastruktur serta jadwal waktu penyiapan/ pelaksanaannya. Data ini
diharapkan dapat digunakan sebagai alat monitoring digital dan early warning untuk
melakukan proses debottlenecking.
Outcome/dampak yang diharapkan:
Dengan adanya Sistem Monitoring dan Pengendalian Optimalisasi Pembangunan
Infrastruktur dalam mendorong Industri Provinsi Jawa Tengah diharapkan akan
membantu merumuskan langkah koordinasi dan proses debottlenecking yang
diperlukan dalam mencapai sasaran pertumbuhan ekonomi serta pertumbuhan
sektor industri. Sistem ini dapat membantu pemerintah daerah dalam proses
penyelesaian kerangka umum pembiayaan infrastruktur daerah dengan
mengoptimalkan APBD dan sumber-sumber pembiayaan infrastruktur lainnya, dan
infrastruktur daerah terintegrasi dengan proyek infrastruktur yang dibangun oleh
132
pemerintah pusat. Dalam jangka menengah-panjang rekomendasi yang dihasilkan
dari kegiatan ini diharapkan mampu menekan ketimpangan antardaerah dan
meningkatan laju pertumbuhan ekonomi daerah melalui pertumbuhan sektor
industri, tersedianya lapangan pekerjaan bagi masyarakat dan pada akhirnya
meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan. Melalui peningkatan konektivitas,
diharapkan biaya distribusi barang antar daerah menjadi lebih rendah dan
mendorong efisiensi serta kestabilan harga.
2. Indonesia Climate Change Trust Fund (ICCTF)
ICCTF merupakan suatu program peningkatan ekonomi masyarakat dalam
menghadapi dampak perubahan iklim. Dalam hal ini Deputi Bidang Ekonomi Makro dan
Keuangan sebagai wali amanat secara rutin terlibat dalam monitoring progress program
dan kegiatannya.
Pelaksanaan program dan kegiatan ICCTF antara lain :
1) Program ICCTF saat ini telah terlaksana dengan baik di beberapa wilayah di
Indonesia, oleh karena itu Kemenko Perekonomian bermaksud melakukan replikasi
program tersebut pada daerah lain. Untuk merancang program dan kegiatan
replikasi tersebut pada tanggal 31 Januari 2019 telah dilaksanakan diskusi dengan
ICCTF mengenai beberapa program yang mungkin direplikasi, yaitu: (1) Pemanfaatan
Biogas; (2) Proyeksi Iklim dan Strategi Adaptasi Sistem Budidaya Intensifikasi Padi;
dan (3) Pengembangan Hutan Mangrove di Belitung.
2) Pada tanggal 10 Oktober 2019, Kemenko Perekonomian meninjau proyek ICCTF di
Belitung. Proyek tersebut adalah pengembangan wisata mangrove di provinsi Bangka
Belitung yang berhasil merubah lokasi bekas tambang menjadi kawasan wisata
mangrove yang dikelola oleh masyarakat sekitar yang tergabung dalam HKM Juru
Sebrang.
Output/hasil koordinasi :
1. Nota Dinas nomor EK.3.1/69/D.I.M.EKON.3/5/2019 tanggal 13 Mei 2019 tentang
laporan rapat koordinasi rencana replikasi program ICCTF tahun 2019
2. Nota Dinas nomor EK.3.1/31/D.I.M.EKON.3/10/2019 tanggal 16 Oktober 2019
tantang Laporan Monitoring Evaluasi Proyek ICCTF di Belitung.
Outcome/dampak :
Dilaksanakannya ICCTF dengan konsekuen diharapkan terjadi peningkatan
penghasilan masyarakat yang cukup baik, sementara disisi lain terjadi penurunan
resiko perubahan iklim.
133
4. Penyempurnaan (Regulasi terkait PKLN (Revisi Keppres 52/1972 dan Keppres
39/1991)
Kebutuhan pendanaan pembangunan proyek prioritas seperti infrastruktur
diperkirakan mencapai Rp 5.519,4 Triliun selama periode 2015-2019 dimana BUMN
diharapkan memberikan kontribusi sebesar Rp 1.066,2 Triliun. Dengan kebutuhan dana
yang besar, tidak dimungkinkan jika hanya mengandalkan sumber pendanaan dari
internal perusahaan. Pendanaan dari eksternal seperti pinjaman komersial luar negeri
merupakan salah satu alternatif pembiayaan yang memungkinkan dilihat dari tawaran
term and condition yang lebih kompetitif dan keterbatasan likuiditas perbankan dalam
negeri. Kebijakan PKLN sebagaimana diatur dalam Keppres 59/1972 dan Keppres
39/1991 dirasa sudah tidak sesuai dengan perkembangan terkini dalam berbagai hal
sehingga perlu dilakukan perubahan. Kemenko Perekonomian, Kementerian Keuangan dan
Bank Indonesia saat ini sedang menyusun rancangan peraturan presiden untuk
menyempurnakan pengaturan terkait pinjaman komersial luar negeri. Pada tahun 2019
proses revisi Keppres 59/1972 dan Keppres 39/1991 dalam bentuk RPerpres tentang
Utang Luar Negeri terkait Pemerintah belum dapat diselesaikan sehingga akan dilanjutkan
kembali pada tahun 2020. Pada tahun 2019, koordinasi dan sinkronisasi terkait PKLN yang
dilakukan Kemenko Perekonomian selaku ketua tim PKLN adalah :
1) Rapat Koordinasi terkait pembahasan arah revisi Keppres 59/1972 dan Keppres
31/1991
Kebijakan PKLN sebagaimana diatur dalam Keppres 59/1972 dan Keppres 39/1991
dirasa sudah tidak sejalan dengan kondisi saat ini. Tim PKLN yang terdiri dari
Kemenko Perekonomian, Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan telah
melakukan beberapa kali koordinasi pembahasan terkait revisi Keppres PKLN
tersebut. Namun sampai saat ini, masih dalam proses pembahasan. Selain itu, masih
terdapat perbedaan pandangan (pending issues) dari berbagai instansi terkait ruang
lingkup pengaturan persetujuan PKLN.
2) Rapat Pembahasan Legal Opinion terkait Rencana PT. Freeport Indonesia
mengajukan pendanaan luar negeri
PT. Freeport Indonesia berencana mendapatkan pinjaman sebesar kurang lebih
USD3.000.000.000 (tiga miliar dollar) untuk pembangunan smelter tembaga dan
infrastruktur pendukung lainnya. Pinjaman direncanakan diperoleh dari lembaga
keuangan luar negeri dan dalam negeri termasuk di antaranya Bank BUMN.
Berdasarkan hasil rapat, telah dimintakan tanggapan secara resmi kepada tim PKLN,
yang menyatakan bahwa rencana pinjaman PT. Freeport Indonesia tersebut termasuk
pinjaman yang perlu persetujuan Tim PKLN.
3) Pembahasan terkait Klarifikasi Rencana PT. Garuda Indonesia (Persero) mengajukan
134
pendanaan luar negeri
PT. Garuda Indonesia (Persero) berencana mengajukan pendanaan luar negeri
sebesar USD750.000.000 (tujuh ratus lima puluh juta dollar) melalui private
placement (utang) dan/atau Sukuk/Obligasi Global untuk melakukan refinancing
dan reprofiling. Atas rencana pendanaan tersebut, Deputi Bidang Koordinasi
Ekonomi Makro dan Keuangan Kemenko Perekonomian, menyampaikan
permohonan tanggapan kepada Kementerian BUMN untuk memastikan apakah
rencana tersebut sudah sejalan dengan kebijakan Kementerian BUMN.
Output /hasil koordinasi :
1. Usulan Rapat Koordinasi tingkat Menteri pembahasan arah revisi Keppres 59/1972
dan Keppres 31/1991 Nomor: PKLN-98/D.I.M.EKON/07/2019.
2. Tanggapan atas Permohonan Konfirmasi PKLN PT Freeport Indonesia No:
356/D.I.M.EKON/10/2019 tanggal 25 Oktober 2019.
3. Tanggapan atas Rencana Pendanaan Luar Negeri PT. Garuda Indonesia (Persero) Tbk,
No: 384/D.I.M.EKON/11/2019 tanggal 22 November 2019.
Outcome/dampak :
Koordinasi pembahasan substansi / bahan untuk penyempurnaan regulasi terkait
PKLN (revisi Keppres 59/1972 dan Keppres 39/1991) dalam rangka memberikan
kepastian hukum bagi pelaku usaha (BUMN dan swasta).
5. Monitoring Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun
Anggaran 2019
Instrumen kebijakan fiskal melalui APBN berfungsi untuk mendukung
perekonomian melalui fungsi alokasi, distribusi, dan stabilisasi. APBN juga dipergunakan
sebagai instrumen countercyclical untuk menghadapi risiko perlambatan ekonomi.
Monitoring APBN dilakukan sebagai upaya memantau realisasi APBN setiap triwulan
sehingga antara target yang direncanakan selaras dengan pelaksanaannya. Monitoring
APBN dilakukan untuk Triwulan I-2019, Semester I-2019, dan Monitoring terhadap
risiko pelaksanaan APBN Tahun Anggaran 2019.
Output/Hasil Koordinasi:
1) Nota Dinas dengan Nomor EK.1.3/65/D.I.M.EKON/05/2019 tanggal 23 Mei 2019
perihal Laporan Monitoring Fiskal Triwulan I Tahun Anggaran 2019.
2) Nota Dinas dengan Nomor EK.1.3/106/D.I.M.EKON/08/2019 tanggal 22 Agustus
2019 perihal Laporan Monitoring Fiskal Semester I Tahun Anggaran 2019.
Outcome/Dampak yang diharapkan:
135
Pemantauan perkembangan realisasi penerimaan Negara, pengeluaran Negara, dan
pembiayaan anggaran dalam APBN Triwulan I dan Semester I Tahun Anggaran 2019.
6. Penyusunan Peraturan Pemerintah tentang Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 3 Tahun
2020 tentang Perubahan atas PP Nomor 14 Tahun 2018 tentang Kepemilikan Asing
pada Perusahaan Perasuransian
Dalam rangka mendukung upaya pengembangan dan peningkatan pertumbuhan
industri perasuransian di Indonesia, perlu dilakukan penyempurnaan konsep Grand
Fathering yang saat ini telah dituangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun
2018 tentang Kepemilikan Asing pada Perusahaan Perasuransian menjadi konsep Strong
Grandfathering. Selain itu dalam rangka mendukung proses pemisahan unit syariah dari
perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi induk sebagaimana amanat Undang-
Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian, perlu adanya pemberian
pengecualian batasan Kepemilikan Asing bagi pemegang saham asing pada perusahaan
asuransi syariah dan perusahaan reasuransi syariah hasil pemisahan unit syariah dari
perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi induk yang telah diberikan pengecualian
batasan Kepemilikan Asing. Oleh karena itu perlu dilakukan Revisi atas PP Nomor 14
Tahun 2018 tentang Kepemilikan Asing pada Perusahaan Perasuransian.
Output/hasil Koordinasi:
1) Surat dari Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan kepada Kepala
Badan Kebijakan Fiskal dengan nomor EK.1.3/237/D.I.M.EKON/07/2019 tanggal
17 Juli 2019 perihal Usulan Nama Anggota Tim Panitia Antarkementerian dan/atau
Antar nonkementerian Rancangan Peraturan Pemerintah tentang perubahan atas PP
Nomor 14 Tahun 2018 tentang Kepemilikan Asing pada Perusahaan Perasuransian
(RPP Perubahan PP Kepemilikan Asing).
2) Nota Dinas Asisten Deputi kepada Deputi dengan Nomor EK.1.4/157/
D.I.M.EKON.1/11/2019 tanggal 28 November 2019 perihal Laporan Hasil Rapat
Pleno RPP Perubahan PP Nomor 14 Tahun 2018 (PP 14/2018) Tentang Kepemilikan
Asing pada Perusahaan Perasuransian.
3) Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan
Pemerintah Nomor 14 Tahun 2018 tentang Kepemilikan Asing pada Perusahaan
Perasuransian
Outcome/dampak Kebijakan
1) Menjaga Pertumbuhan dan Perkembangan Industri Asuransi.
2) Mendorong spin-off unit usaha syariah Perusahaan asuransi dengan pemberian
strong grand fathering untuk unit usaha syariah hasil spin-off.
136
7. Kebijakan Pengedalian Pelaksanaan Kebijakan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Kebijakan pengendalian Penerimaan Negara Bukan Pajak difokuskan untuk
menginventarisasi tarif dan jenis PNBP pada Kementerian/Lembaga, dalam rangka untuk
menyelaraskan dengan kebijakan yang sedang dijalankan oleh Kemenko Bidang
Perekonomian. Kebijakan pengendalian inventarisasi tarif dan jenis PNBP pada
Kementerian/Lembaga bertujuan untuk:
Mendukung simplifikasi dan kebijakan kemudahan berusaha.
Mengendalikan kenaikan tarif dan jenis PNBP Kementerian/Lembaga agar tidak
berdampak terhadap inflasi.
Menjaga kenaikan tarif dan jenis PNBP Kementerian/Lembaga agar tidak
menimbulkan kegaduhan di masyarakat.
Menjaga kenaikan tarif dan jenis PNBP Kementerian/Lembaga agar tidak
memberatkan dunia usaha dan masyarakat.
Mendukung kebijakan ekonomi berkeadilan melalui pemberian diskon tarif bagi
masyarakat tidak mampu dan mahasiswa.
Mengoptimalisasikan sumber-sumber penerimaan negara.
Output/hasil koordinasi :
Pada tahun 2019, Tim PAK PNBP telah melakukan revisi terhadap beberapa PP
tentang Jenis dan Tarif PNBP pada Kementerian. Sebagian besar masih berupa draft
peraturan pemerintah karena masih dalam tahap PAK dan proses harmonisasi, dan
sebagian telah disahkan. Adapun daftar dimaksud yaitu sebagai berikut:
1. PP Nomor 2 Tahun 2020 tentang Jenis dan Tarif PNBP Kementerian Sosial;
2. PP Nomor 28 Tahun 2019 tentang Jenis dan Tarif PNBP Kementerian Hukum dan
HAM;
3. PP Nomor 74 Tahun 2019 tentang Jenis dan Tarif PNBP BSN
4. Draft PP PNBP Kementerian Perindustrian;
5. Draft PP PNBP Kementerian Perhubungan;
6. Draft PP PNBP Kementerian Pertanian;
7. PP Nomor 54 Tahun 2019 tentang Jenis dan Tarif PNBP KPK
Outcome/dampak :
Dampak yang diharapkan dari kebijakan pengendalian PNBP tersebut adalah:
Mendukung simplifikasi dan kebijakan kemudahan berusaha.
Mengendalikan kenaikan tarif dan jenis PNBP Kementerian/Lembaga agar tidak
berdampak terhadap inflasi.
Menjaga kenaikan tarif dan jenis PNBP Kementerian/Lembaga agar tidak
menimbulkan kegaduhan di masyarakat.
137
Menjaga kenaikan tarif dan jenis PNBP Kementerian/Lembaga agar tidak
memberatkan dunia usaha dan masyarakat.
Mendukung kebijakan ekonomi berkeadilan melalui pemberian diskon tarif bagi
masyarakat tidak mampu dan mahasiswa.
Mengoptimalisasikan sumber-sumber penerimaan negara.
8. Rekomendasi Pengendalian Kebijakan Bidang Pasar Modal dan Lembaga Keuangan
Sesuai dengan Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 5 tahun
2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian,
Asisten Deputi Pasar Modal dan Lembaga Keuangan mempunyai tugas menyiapkan
koordinasi dan sinkronisasi perumusan, penetapan, pelaksanaan kebijakan, dan
pengendalian pelaksanaan kebijakan Kementerian/Lembaga yang terkait dengan isu di
bidang keuangan serta menyiapkan koordinasi dan sinkronisasi perumusan kebijakan dan
pengendalian pelaksanaan kebijakan di bidang pembangunan penguatan keuangan
berbasis nasional.
Output/hasil Koordinasi:
Pengukuran capaian IKU Paket Rekomendasi Pengendalian Kebijakan yang terkait
dengan Bidang Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Tahun 2019 telah mencapai target
yang ditetapkan. Sebanyak 1 (satu) paket rekomendasi pengendalian kebijakan Bidang
Pasar Modal dan Lembaga Keuangan, telah dihasilkan dan ditindaklanjuti oleh
Kementerian/Lembaga teknis, diantaranya berupa rekomendasi kebijakan sebagai berikut:
1) Monitoring dan Evaluasi Penyalur KUR dengan NPL diatas 5%
Berdasarkan Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian No 11 Tahun
2017 tentang Pedoman pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat pasal 34 bahwa salah satu
indikator keberhasilan KUR yaitu tingkat kredit bermasalah atau Non Performing Loan
(NPL). Deputi Ekonomi Makro dan Keuangan selaku Sekretaris Komite Kebijakan
Pembiayaan bagi UMKM telah melakukan evaluasi penyaluran KUR kepada Penyalur KUR
yang NPL di atas 5% diantaranya: Bank NTB Syariah, Bank NTT, Bank Sinarmas, Maybank,
BTPN, dan Bank Sulselbar serta penghentian sementara pelaksanaan KUR Mikro dan Kecil
Bank Artha Graha.
2) Kunjungan Lapangan dalam rangka Monitoring dan Evaluasi KUR
Berdasarkan Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 11 Tahun
2017 tentang Pedoman Pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat bahwa Komite Kebijakan
Pembiayaan Bagi UMKM melakukan pengawasan atas pelaksanaan KUR sebagai tindakan
yang bersifat preventif. Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi UMKM melakukan monitoring
terhadap pelaksanaan dan kinerja KUR paling kurang 1 kali dalam 6 bulan. Sehubungan
138
dengan hal tersebut, Komite Kebijakan telah melakukan monitoring secara on desk setiap
bulannya. Monitoring tersebut mencakup ketepatan format pelaporan, ketepatan
penyampaian laporan, jumlah data UMKM yang telah diunggah ke dalam Sistem Informasi
Kredit Program, serta jumlah username dan password yang dikeluarkan oleh Komite
Kebijakan.
Selain itu Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi UMKM juga melakukan monitoring
kunjungan lapangan kepada debitur penerima KUR dan penyalur KUR di daerah. Adapun
metodenya dengan melakukan wawancara langsung kepada debitur yang telah
mendapatkan KUR untuk memperoleh informasi tentang implementasi program KUR mulai
dari latar belakang debitur, kapasitas usaha debitur, mekanisme pengajuan dan pencairan
kredit serta manfaat yang diperoleh debitur setelah memperoleh pembiayaan dari KUR.
Selama tahun 2019, komite Kebijakan telah melakukan 10 (sepuluh) kegiatan kunjungan
lapangan.
Outcome/dampak :
Tercapainya penyaluran KUR sesuai dengan target yang ditetapkan Komite Kebijakan
Pembiayaan bagi UMKM, penyempurnaan regulasi kebijakan pembiayaan UMKM
terkait KUR.
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019
139
C. PERBANDINGAN CAPAIAN KINERJA
1) Realisasi Anggaran
Pagu anggaran Tahun 2019 Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan
adalah sebesar Rp.14.800.000.000,- sama besar dengan pagu anggaran pada tahun
sebelumnya. Adapun realisasi pada akhir tahun sebesar Rp.14.735.728.488,- atau 99,57%
dengan penyerapan aktual lebih tinggi dari yang ditargetkan sebesar 98%, sehingga Selisih
Lebih Antar Perhitungan Anggaran (SILPA) hanya sebesar Rp.64.271.512,- atau 0,43%.
Tabel 3.8 Realisasi Anggaran Per Kegiatan Tahun Anggaran 2019
No. Kegiatan Pagu Realisasi
Anggaran %
1 Kebijakan Bidang Fiskal 1.800.000.000 1.792.374.026 99,58%
2 Kebijakan Bidang Moneter Neraca Pembayaran
2.500.000.000
2.488.981.685
99,56%
3 Kebijakan Bidang Pengembangan Ekonomi Daerah dan Sektor Riil
1.500.000.000
1.497.620.312
99,84%
4 Kebijakan Bidang Pasar Modal dan Lembaga Keuangan
7.500.000.000
7.465.381.043
99,54%
5 Kebijakan Bidang Badan Usaha Milik Negara
1.500.000.000
1.491.371.422
99,42%
Total Realisasi
14.800.000.000 14.735.728.488 99,57%
Bila dibandingkan dengan realisasi anggaran tahun 2018 maka terjadi kenaikan dalam
realisasi anggaran Kedeputian Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan tahun 2019.
Hal ini menggambarkan kinerja serta kemampuan kedeputian dan unit-unit Eselon II dalam
mengoptimalkan anggaran program dan kegiatan-kegiatan yang dirancang dan dilaksanakan.
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019
140
Grafik 3.4. Perbandingan Realisasi Anggaran Tahun Anggaran 2018 dan 2019
Realisasi Anggaran Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Tahun 2019
dalam kerangka biaya per sasaran yang dicapai ditunjukkan dalam tabel 3.9 sebagai berikut:
1,8
00,0
00,0
00
2,5
00
,00
0,0
00
1,5
00,0
00,0
00
7,5
00,0
00,0
00
1,5
00,0
00,0
00
1,7
97,4
11,6
46
2,4
81,8
36,3
90
1,4
93,9
85,6
66
7,3
58,3
13,2
64
1,4
66,9
95,6
55
99.86% 99.27%
99.60%
98.11% 97.80%
-
1,000,000,000
2,000,000,000
3,000,000,000
4,000,000,000
5,000,000,000
6,000,000,000
7,000,000,000
8,000,000,000
9,000,000,000
10,000,000,000
Asdep Fiskal (2503) Asdep Moneter(2492)
Asdep Ekoda Riil(2501)
Asdep PMLK (2518) Asdep BUMN (2498)
2018
PAGU 2018 (Rupiah) REALISASI 2018 (Rupiah) % 2018
1,8
00,0
00,0
00
2,5
00,0
00,0
00
1,5
00,0
00,0
00
7,5
00,0
00,0
00
1,5
00,0
00,0
00
1,7
92,
374
,026
2,4
88,
981,
685
1,4
97,
62
0,31
2
7,4
65,3
81,0
43
1,4
91,3
71,4
22
99.58% 99.56% 99.84% 99.54%
99.42%
-
1,000,000,000
2,000,000,000
3,000,000,000
4,000,000,000
5,000,000,000
6,000,000,000
7,000,000,000
8,000,000,000
9,000,000,000
10,000,000,000
Asdep Fiskal (2503) Asdep Moneter(2492)
Asdep Ekoda Riil(2501)
Asdep PMLK (2518) Asdep BUMN (2498)
2019
PAGU 2019 (Rupiah) REALISASI 2019 (Rupiah) % 2019
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019
141
Tabel 3.9
Realisasi Anggaran untuk Mencapai Sasaran (cost per outcome)
Sasaran Program
Jenis Kegiatan
Sasaran Kegiatan
Pagu
Realisasi
%
Tercapainya Indeks Keuangan Inklusif Sebesar 68%
Rekomendasi Kebijakan Pembiayaan UMK (KUR)
Terwujudnya rekomendasi kebijakan Pembiayaan UMK (KUR)
5.000.000.000
4.974.137.584
99,48%
Tercapainya Target Penyaluran KUR
Daftar Rencana Kerja dan Kebijakan untuk Peningkatan Akses dan Kualitas Layanan Keuangan Formal
Terwujudnya rekomendasi Rencana Kerja dan Kebijakan untuk Peningkatan Akses dan Kualitas Layanan Keuangan Formal
1.000.000.000
996.116.897
99,61%
Terwujudnya Sinkronisasi Kebijakan Perekonomian
Rekomendasi Kebijakan Sinkronisasi Kebijakan Perekonomian
Terwujudnya rekomendasi Sinkronisasi Kebijakan Perekonomian
5.462.170.000
5.448.403.807
99,75%
Terwujudnya Koordinasi dan Pengendalian Kebijakan Perekonomian
Rekomendasi Kebijakan Koordinasi dan Pengendalian Kebijakan Perekonomian
Terwujudnya rekomendasi Kebijakan Koordinasi dan Pengendalian Kebijakan Perekonomian
3.071.180.000 2.997.085.027 97,59%
Tercapainya Layanan Dukungan Adiministrasi Kegiatan dan Tata Kelola Kedeputian I
Layanan Dukungan Administrasi Kegiatan dan Tata Kelola Kedeputian I
Tercapainya Layanan Dukungan Adiministrasi Kegiatan dan Tata Kelola Kedeputian I
320.650.000 319.985.173 99,79%
2) Efisiensi Pemanfaatan Sumber Daya
Pelaksanaan analisis efisensi pemanfaatan sumber daya dihitung berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan Nomor: 214/PMK.02/2017 tentang Pengukuran dan Evaluasi Kinerja
Anggaran atas Pelaksanaan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/ Lembaga.
Pengukuran efisiensi dilakukan dengan membandingkan penjumlahan dari selisih antara
perkalian pagu anggaran keluaran dengan capaian keluaran (CKK) dan realisasi anggaran
keluaran, dengan penjumlahan dari perkalian pagu anggaran keluaran dengan capaian
keluaran. Rumus untuk pengukuran tersebut adalah sebagai berikut:
Keterangan:
E : Efisiensi
PAKi : Pagu Anggaran Keluaran i
RAKi : Realisasi Anggaran Keluaran i
CKi : Capaian Keluaran i
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019
142
Berdasarkan hasil perhitungan pada Capaian Kinerja Keluaran (Output) Kegiatan pada
bagian sebelumnya, dapat dihitung tingkat efisiensi anggaran Deputi Bidang Koordinasi
Ekonomi Makro dan Keuangan dalam pencapaian kinerja di tahun 2019 berdasarkan adata
berikut:
Tabel 3.9
Realisasi Anggaran untuk Kegiatan (cost per outpu)
No. Output Capaian Keluaran
Kegiatan (CKK) Pagu (Rp.) Realisasi (Rp.)
1 Rekomendasi Kebijakan Bidang Moneter dan Neraca Pembayaran
1 1.500.000.000 1.494.081.860
2 Rekomendasi Pengendalian Pelaksanaan Kebijakan Bidang Moneter (Inflasi)
1 1.000.000.000 994.899.825
3 Rekomendasi Kebijakan yang Terkait dengan Bidang BUMN
1 950.000.000 947.354.316
4 Rekomendasi Pengendalian Pelaksanaan Kebijakan yang Terkait dengan Bidang BUMN
1 550.000.000 544.017.106
5 Rekomendasi Kebijakan yang terkait dengan Bidang Ekonomi Daerah dan Sektor Riil
1 1.238.820.000 1.236.792.741
6 Rekomendasi Pengendalian Pelaksanaan Kebijakan yang Terkait dengan Pengembangan Ekonomi Daerah dan Sektor Riil
1 261.180.000 260.827.571
7 Rekomendasi Kebijakan Hasil Koordinasi dan Sinkronisasi Kebijakan Fiskal
1 773.350.000 772.458.880
8 Rekomendasi Hasil Pengendalian Pelaksanaan Kebijakan yang Terkait dengan Bidang Fiskal
1 706.000.000 699.929.973
9 Layanan Dukungan Administrasi Kegiatan dan Tata Kelola di Lingkungan Kedeputian I
1 320.650.000 319.985.173
10 Rekomendasi Kebijakan yang Terkait dengan Bidang Pasar Modal dan Lembaga Keuangan
1 1.000.000.000 997.716.010
11 Rekomendasi Pengendalian Pelaksanaan Kebijakan di Bidang Pasar Modal dan Lembaga Keuangan yang Terkait dengan Pembiayaan
1 500.000.000 497.410.552
12 Rekomendasi Kebijakan Pembiayaan Usaha Mikro dan Kecil
1 1.000.000.000 996.116.897
13 Rekomendasi Kebijakan Keuangan Inklusif 1
5.000.000.000 4.972.872.584
Total 14.800.000.000 14.734.463.487
Berdasarkan data tersebut, dapat dihitung bahwa capaian efisiensi Deputi Bidang
Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Tahun 2019 adalah sebesar 0.44%. Hal ini
menunjukkan bahwa pada Tahun 2019 Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan
Keuangan berhasil melaksanakan rencana kerja yang ditetapkan dalam dokumen anggaran
(DIPA), serta mencapai target atas setiap keluaran (output) yang diperjanjikan, dengan
mengoptimalisasi besaran pagu yang tersedia.
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019
143
3) Analisis Faktor Ketercapaian Kinerja
Keberhasilan capaian kinerja yang dilakukan oleh Deputi Bidang Koordinasi
Ekonomi Makro dan Keuangan didukung oleh faktor-faktor internal maupun eksternal,
koordinasi yang dilakukan selama ini baik internal maupun ekternal terus diperbaiki dan
ditingkatkan dalam rangka mendukung tercapainya keberhasilan koordinasi organisasi,
faktor-faktor tersebut antara lain sebagai berikut:
a. Koordinasi eksternal Antara Eselon I di lingkungan Kementerian Koordinator Bidang
Perekonomian, maupun Kementerian/Lembaga dan stakeholder dalam lingkup
koordinasi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian terkait program-program
nasional dan strategis yang berkaitan dengan isu-isu Ekonomi Makro dan Keuangan
sesuai dengan bidangnya dilaksanakan dengan intensif. Koordinasi lintas sektor baik
dengan dilaksanakan sebagi pengambil kebijakan, pelaksana program, maupun
pengendali kegiatan.
b. Bersama Sekretariat Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dalam hal ini Biro
Perencanaan telah melakukan Penajaman Rencana Strategis (Renstra) 2015-2019
Tingkat Kementerian dan Tingkat Eselon I, sehingga berdampak pada penetapan
sarasan strategis dan indikator-indikator yang lebih sesuai dengan Kementerian
Koordinator Bidang Perekonomian maupun seluruh unit kerja dibawahnya.
Koordinasi pelaporan kegiatan telah dilakukan dengan diterapkannya pelaporan
melalui media elektronik.
Bersama dengan Biro Umum dilakukan koordinasi yang bersifat dukungan pelayanan
bagi terlaksananya tugas dan fungsi.
c. Penajaman Renstra 2015-2019 sebagai salah satu upaya untuk lebih meningkatkan
kesadaran dan implementasi terhadap Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
(SAKIP) yang baik dilingkungan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian hal ini
juga berdampak pada perbaikan dalam proses perencanaan, pengukuran, pelaporan
dan evaluasi kinerja dari tingkat pimpinan tinggi sampai dengan staf pelaksana.
d. Koordinasi internal di lingkungan kedeputian Ekonomi Makro dan Keuangan
dilaksanakan seminggu sekali pada hari senin dengan melibatkan Eselon I dan Eselon
II, membahas rencana kegiatan dan isu-isu strategis seminggu ke depan, realisasi
anggaran, sumber daya manusia, serta permasalahan dan kendala kegiatan.
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019
144
BAB IV
CAPAIAN RENCANA STRATEGIS DAN KOORDINASI BIDANG EKONOMI DAN KEUANGAN
TAHUN 2015-2019 SERTA ISU STRATEGIS TAHUN 2020-2024
A. Capaian Renstra Tahun 2015 – 2019
Tahun 2019 merupakan tahun akhir dari periode lima tahun pelaksanaan Rencana Strategis
Tahun 2015-2019 Kedeputian bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan
Kementerian Koordinator bidang Perekonomian. Berdasarkan hal tersebut, Lakip Tahun 2019
ini juga menyajikan capaian atas Renstra Tahun 2015-2019 Kedeputian bidang Koordinasi
Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator bidang Perekonomian. Penyajian
data capaian kinerja dilakukan dengan membandingkan capaian sasaran strategis pada tahun
2015-2019, berdasarkan target yang dicantumkan dalam Rencana Strategis (Renstra) dengan
realisasi yang mampu dicapai..
Pada dokumen Renstra Tahun 2015-2019, terdapat tiga Sasaran Strategis (SS) pada
Kedeputian Ekonomi Makro dan Keuangan, yaitu:
SS. Terwujudnya Koordinasi Dan Sinkronisasi Kebijakan Di Bidang Ekonomi Makro Dan
Keuangan
Persentase Rekomendasi Kebijakan Di Bidang Ekonomi Makro Dan Keuangan
SS. Terwujudnya Pengendalian Pelaksanaan Kebijakan Di Bidang Ekonomi Makro Dan
Keuangan
Persentase Rekomendasi Pelaksanaan Kebijakan Di Bidang Ekonomi Makro Dan
Keuangan
SS. Terwujudnya Perluasan Akses Pembiayaan Bagi Usaha Mikro Dan Kecil (UMK)
Tercapainya target penyaluran kredit berpenjaminan Kredit Usaha Rakyat (KUR)
Ketiga SS di atas dilaksanakan pada kinerja tahun 2015, 2016, dan 2017. Seiring dengan
upaya untuk lebih manajamkan sasaran strategis dan penetapan kinerja yang lebih relevan,
maka pada penetapan kinerja pada tahun 2018 dan 2019 SS tersebut disesuaikan dengan
program-program dan kegiatan yang akan dilaksanakan oleh Kedeputian Ekonomi Makro dan
Keuangan. Adapun perubahan-perubahan tersebut tidak semata pada SS, tetapi juga Indikator
Kinerja Utama (IKU) – nya. Terdapat SS yang tetap namun IKUnya mengalami perubahan.
Atau SS dipertajam agar lebih mengena pada rencana program, misalnya SS. Terwujudnya
Koordinasi Dan Sinkronisasi Kebijakan Di Bidang Ekonomi Makro Dan Keuangan dengan IKU
Persentase Rekomendasi Kebijakan Di Bidang Ekonomi Makro Dan Keuangan menjadi
Terwujudnya Koordinasi Dan Sinkronisasi Kebijakan Di Bidang Ekonomi Makro Dan
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019
145
Keuangan dengan IKU Jumlah Paket Rekomendasi Koordinasi dan Sinkronisasi Kebijakan
Ekonomi Makro dan Keuangan. Atau Terwujudnya perluasan akses pembiayaan bagi Usaha
Mikro dan Kecil (UMK) menjadi Tercapainya Target Penyaluran KUR.
Adapun perubahan Sasaran Strategis dan IKU tersebut adalah :
SS. Tercapainya Indeks Keuangan Inklusi
Indeks keuangan inklusif
SS. Tercapainya Target Penyaluran KUR
Target penyaluran KUR
SS. Terwujudnya Koordinasi, Sinkronisasi, dan Pengendalian bidang Koordinasi Ekonomi
Makro dan Keuangan
Jumlah Paket Rekomendasi Kebijakan bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan
SS. Terwujudnya Koordinasi Dan Sinkronisasi Kebijakan Ekonomi Makro Dan Keuangan
Jumlah Paket Rekomendasi Koordinasi dan Sinkronisasi Kebijakan Ekonomi Makro dan
Keuangan
SS. Terwujudnya Pengendalian Kebijakan Ekonomi Makro Dan Keuangan
Jumlah Paket Rekomendasi Pengendalian Kebijakan Ekonomi Makro Dan Keuangan
Tabel 4.1. Ringkasan Capaian Renstra Tahun 2015 – 2019
Sasaran Strategis
dan Indikator
Kinerja Utama
Target (T) dan Realisasi (R)
2015 2016 2017 2018 2019
T R T R T R T R T R
SS. Terwujudnya Koordinasi Dan Sinkronisasi Kebijakan Di Bidang Ekonomi Makro Dan Keuangan Persentase Rekomendasi Kebijakan Di Bidang Ekonomi Makro Dan Keuangan
80 100 80 100 100 100 na na na na
SS. Terwujudnya Pengendalian Pelaksanaan Kebijakan Di Bidang Ekonomi Makro Dan Keuangan Persentase Rekomendasi Pelaksanaan Kebijakan Di Bidang Ekonomi Makro Dan Keuangan
80 100 80 100 100 100 na na na na
SS. Terwujudnya Perluasan Akses Pembiayaan Bagi Usaha Mikro Dan Kecil (UMK) Tercapainya Target Penyaluran Kredit Berpenjaminan Kredit Usaha Rakyat
30 26,7 100 T 94,4 106,7 96,7 na na na na
SS. Tercapainya Indeks Keuangan Inklusi
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019
146
Indeks keuangan inklusif
68 70 75 76,1
SS. Tercapainya Target Penyaluran KUR Target penyaluran KUR na na na na na na 120 120,4 140 140,08
SS. Terwujudnya Koordinasi, Sinkronisasi, dan Pengendalian bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Jumlah Paket Rekomendasi Kebijakan bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan
na na na na na na 1 PR 1 PR na na
SS. Terwujudnya Koordinasi Dan Sinkronisasi Kebijakan Ekonomi Makro Dan Keuangan Jumlah Paket Rekomendasi Koordinasi dan Sinkronisasi Kebijakan Ekonomi Makro dan Keuangan
na na na na na na na na 1 PR 1 PRi
SS. Terwujudnya Pengendalian Kebijakan Ekonomi Makro Dan Keuangan Jumlah Paket Rekomendasi Pengendalian Kebijakan Ekonomi Makro Dan Keuangan
na na na na na na na na 1 PR 1 PR
Nilai Kinerja Organisasi 2015 - 2019
96,33 115 98 101,09 100,34
Nilai kinerja organisasi yang dapat dicapai tahun 2015 – 2019 adalah : 96,33 (2105);
115 (2016); 98 (2017); 101,9 (2018); dan 100,34 (2019).
B. Capaian Koordinasi Bidang Ekonomi Tahun 2015-2019
Sejalan dengan Program Prioritas Nasional dalam Nawacita dan Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional tahun 2015-2019, capaian koordinasi Deputi Bidang Koordinasi
Ekonomi Makro dan Keuangan dalam periode tahun 2014-2019 adalah beberapa program
dan kegiatan yang dapat disampaikan adalah sebagai berikut:
1. Kredit Usaha Rakyat (KUR)
Rapat Koordinasi Komite Kebijakan tanggal 15 Desember 2014 menghasilkan perbaikan
dan perubahan skema pelaksanaan KUR 2015. Pada tanggal 7 Mei 2015 telah diterbitkan
Keputusan Presiden Nomor 14 Tahun 2015 tentang Komite Kebijakan Pembiayaan bagi Usaha
Mikro, Kecil, dan Menengah. Rapat Kabinet Terbatas tanggal 17 Juni 2015 memutuskan
bahwa suku bunga KUR untuk debitur adalah maksimal 12% efektif per tahun. Hasil ratas
tersebut ditindaklanjuti oleh Pemerintah melalui Komite Kebijakan dengan pemberian subsidi
bunga. Perubahan jenis subsidi pemerintah dari Imbal Jasa Penjaminan menjadi subsidi bunga
dituangkan melalui Keppres Nomor 19 tahun 2015 tanggal 15 Juli 2015 tentang Perubahan
atas Keppres 14 Tahun 2015.
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019
147
Peraturan Menteri Keuangan No. 146/PMK.05.2015 tentang Tata Cara Pembayaran
Subsidi Bunga Kredit Usaha Rakyat diterbitkan tanggal 30 Juli untuk melengkapi ketentuan
terkait pelaksanaan KUR skema baru. Sedangkan untuk acuan para pihak dalam melaksanaan
KUR diterbitkan Peraturan Menko Perekonomian Nomor 6 Tahun 2015 tentang Pedoman
Pelaksanaan KUR yang meliputi lampiran I KUR Mikro, lampiran II KUR Ritel dan lampiran III
KUR TKI, pada tanggal 7 Agustus 2015. Setelah ditandatanganinya Perjanjian Kerjasama
Pembiayaan antara Bank Pelaksana dengan Kuasa Pengguna Anggaran, serta Perjanjian
Kerjasama Penjaminan KUR antara Bank Pelaksana dengan Perusahaan Penjamin pada tanggal
13 Agustus 2015. Meskipun dengan skema subsidi bunga, namun KUR skema baru tetap
berpenjaminan. Adapun mekanisme penetapan kerjasama penjaminan antara Penyalur KUR
dan Penjamin KUR ditetapkan secara business to business, sementara imbal jasa penjaminan
yang dibayar oleh Penyalur KUR ke Penjamin KUR merupakan bagian dari subsidi bunga yang
dibayarkan Pemerintah, bukan menjadi beban tambahan untuk debitur KUR.
Permenko No. 6/2015 yang baru berlaku selama dua bulan selanjutnya diusulkan untuk
direvisi mengingat kesulitan para Penyalur KUR untuk menyalurkan KUR pada sektor yang
dibatasi yaitu hanya meliputi sektor pertanian, perikanan, industri pengolahan, dan sektor
perdagangan yang terkait ketiga sektor tersebut. Untuk menampung aspirasi tersebut, Komite
Kebijakan menetapkan Permenko Nomor 8 Tahun 2015, tanggal 26 Oktober 2015. Perluasan
sektor yang diatur di dalam Permenko No. 8/2015 yaitu sektor perdagangan tidak dibatasi lagi
melainkan meliputi seluruh usaha di sektor perdagangan serta sebagian sektor jasa-jasa.
Penetapan suku bunga KUR sebesar 12% selanjutnya dikaji untuk diturunkan menjadi
9%. Sebagai landasan hukum bagi turunnya suku bunga yang dibebankan pada debitur dari
12% menjadi 9% pada tahun 2016, diterbitkan Permenko Nomor 13 Tahun 2015 pada tanggal
30 Desember 2015.. Sesuai dengan arahan Presiden pada Rapat Terbatas tentang Kebijakan
Suku Bunga pada tanggal 28 Januari 2016. penetapan suku bunga KUR menjadi single digit
dimaksudkan untuk mendorong perbankan di Indonesia agar menetapkan suku bunga kredit
menjadi single digit. Penurunan suku bunga KUR tersebut bertujuan untuk memperluas akses
UMKM terhadap kredit yang murah sehingga dapat meningkatkan kapasitas dan daya saing
mereka
Penurunan suku bunga KUR menjadi 7% ditetapkan mulai berlaku sejak 1 Januari 2018.
Sebagai tindak lanjut arahan Presiden dalam Rapat Kabinet Terbatas tentang KUR, maka suku
bunga KUR kembali diturunkan menjadi 6% efektif per tahun. Penurunan suku bunga tersebut
diatur melalui Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian nomor 8 Tahun 2019
tentang Pedoman Pelaksanaan KUR yang berlaku efektif sejak 2 Januari 2020.
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019
148
Grafik 4.1. Tren Penurunan Suku Bunga KUR (suku bunga dalam persen)
Pada awal disalurkannya KUR skema subsidi bunga, untuk menjadi Penyalur KUR dan
Penjamin KUR harus mendapatkan persetujuan Komite Kebijakan yang dituangkan dalam
Surat Keputusan Menko Perekonomian. Penyalur KUR tahap pertama yang ditunjuk adalah
bank BRI, BNI dan Mandiri, sedangkan Penjamin KUR yang ditunjuk adalah Perum Jamkrindo
dan PT. Askrindo dengan Keputusan Menko Perekonomian No. 170 Tahun 2015 tentang Bank
Pelaksana dan Perusahaan Penjamin KUR. Penyalur KUR bertambah dengan terbitnya
Keputusan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian nomor: 188 Tahun 2015 tentang
Penetapan Penyalur Kredit Usaha Rakyat dan Perusahaan Penjamin KUR, tanggal 30 Oktober
2015. Adapun penambahan penyalur KUR yaitu: Bank Sinarmas, Maybank, BPD Kalimantan
Barat, dan BPD Nusa Tenggara Timur.
Ketentuan tentang prosedur untuk menjadi Penyalur KUR selanjutnya diubah dengan
terbitnya Permenko No. 13/2015 tentang Perubahan atas Permenko No. 8/2015 yang berlaku
sejak 1 Januari 2016. Menko Perekonomian tidak lagi menerbitkan SK penunjukan bagi
Penyalur KUR, tetapi sepanjang bank atau lembaga keuangan bukan bank telah memenuhi
persyaratan sebagai Penyalur KUR, maka dapat menjadi Penyalur KUR.
Perubahan kebijakan KUR berikutnya adalah untuk menambahkan koperasi sebagai
penyalur KUR dan agar KUR dapat disalurkan menggunakan prinsip syariah. Untuk
mengakomodir kebutuhan tersebut, maka diterbitkan Permenko Nomor 9 Tahun 2016 tentang
Perubahan Kedua atas Permenko No. 8/2015 yang berlaku sejak tanggal 10 November 2016.
Dalam Permenko No. 9/2016 tersebut diatur kesamaan persyaratan untuk menjadi Penyalur
KUR bagi perbankan maupun non perbankan termasuk koperasi. Pada prinsipnya diatur
bahwa koperasi yang ingin menjadi Penyalur KUR harus mendapatkan rekomendasi sehat dan
berkinerja baik dari Kementerian Koperasi dan UKM selaku pengawas koperasi. Persyaratan
selanjutnya yang harus dipenuhi sama persis dengan persyaratan yang diberlakukan bagi
lembaga keuangan lainnya, yaitu mempunyai kerjasama dengan Penjamin KUR, dan online
system dengan SIKP. Terkait dengan KUR skema syarish, mengingat dalam prinsip syariah
12
9 9
7 7
2015 2016 2017 2018 2019
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019
149
tidak mengenal bunga dan tidak menggunakan istilah kredit, maka dalam Permenko No.
9/2016 ditambahkan istilah margin dan pembiayaan. Dalam Permenko 6/2019, dilakukan
perluasan KUR Syariah dari sebelumnya hanya bisa menggunakan akad Murabahah, saat ini
KUR Syariah dapat menggunakan akad syariah lainnya.
Agar penyaluran KUR dapat didorong lebih besar ke sektor selain perdagangan, Rapat
Koordinasi setingkat Menteri pada bulan Januari 2017 memutuskan target KUR untuk
disalurkan ke sektor produksi minimal 40%. Yang dimaksud dengan sektor produksi adalah
sektor yang menambah jumlah barang dan/atau jasa, atau singkatnya adalah sektor non-
perdagangan. Komite Kebijakan merasa perlu menetapkan target tersebut mengingat
penyaluran KUR dari tahun 2007 sampai dengan akhir 2016 mayoritas disalurkan ke sektor
perdagangan. Tidak ada produk baru yang dihasilkan oleh sektor perdagangan. Jumlah barang
dan jasa di pasar tetap, hanya diperdagangkan diantara masyarakat. Semakin panjang rantai
perdagangan tersebut, semakin tinggi harga barang, yang akhirnya berakibat inflasi dan
pertumbuhan ekonomi yang semakin menurun. Sektor perdagangan dengan sendirinya akan
turut meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah produk di masyarakat. Target minimal
penyaluran KUR ke sektor produksi tersebut terus meningkat pada tahun-tahun berikutnya,
yaitu minimal 50% di tahun 2018, dan minimal 60% di tahun 2019. Memperhatikan kinerja
penyaluran KUR sektor produksi yang masih belum optimal, maka pada tahun 2020 target
penyaluran KUR sektor produksi tetap sebesar minimal 60% dari total penyaluran KUR.
Grafik 4.2. Target dan Realisasi Penyaluran KUR 2015-2019 (dalam Triliun Rupiah)
Total realisasi penyaluran KUR dari Agustus 2015 sampai dengan 31 Desember 2019
sebesar Rp 473,39 triliun yang disalurkan kepada 18,61 juta debitur. Penyaluran KUR masih
didominasi untuk skema KUR Mikro (63,21%) diikuti dengan skema KUR Kecil (36,37%) dan
KUR TKI (0,42%). Kinerja ini menunjukkan keberpihakan pemerintah terhadap pemerataan
23
94 97
120
140,08
30
100 110
120
140
0
20
40
60
80
100
120
140
2015 2016 2017 2018 2019
Realisasi Target
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019
150
akses pembiayaan untuk usaha kecil. Penyaluran KUR untuk tahun 2019 sampai dengan 31
Desember 2019 sudah mencapai Rp 140,08 triliun (100,06% dari target tahun 2019 sebesar
Rp140 triliun) kepada 4.729.380 debitur.
2. Capaian Strategi Nasional Keuangan Inklusif 2016-2019
Perpres 82/2016 mentargetkan 75% penduduk dewasa memiliki akses layanan
keuangan formal di tahun 2019. Untuk melakukan pengukuran capaian keuangan inklusif dan
dilakukan survei di masyarakat. Beberapa survei yang dilaksanakan oleh lembaga yang berbeda
menunjukkan bahwa kondisi keuangan inklusif di Indonesia menunjukkan tren peningkatan
yang signifikan.
Hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan dari Otoritas Jasa Keuangan OJK
yang digunakan sebagai dasar mengukur realisasi terhadap target indeks kuangan inklusi
menunjukkan Indeks Keuangan Inklusif sebesar 76.19% pada tahun 2019, meningkat dari
67,8% pada tahun 2016, sehingga target 2019 tercapai. Meskipun terdapat penurunan
capaian inklusi keuangan syariah dari 11,6% pada tahun 2016 menjadi 9% pada tahun 2019.
Tren meningkat juga konsisten dengan angka dari Global Findex, dimana indeks keuangan
inklusif pada tahun 2011, 2014, dan 2017 berturut-turut sebesar 19.6%, 36.1%, dan 48.9%.
Survei Financial Inclusion Insights (FII) – SNKI yang menggunakan pendekatan
kepemilikan (akun), juga menunjukkan tren peningkatan yang sama dengan dua survei yang
dilakukan lembaga yang sebelumnya. Tahun 2014 capaian inklusi keuangan adalah 31,3%,
meningkat menjadi 34,2% (2015), 35,1% (2016), dan 55,7% (2019). Sementara hasil survei
FII-SNKI menggunakan pendekatan penggunaan hasilnya lebih tinggi, yaitu sebesar 70,3%.
Survei tersebut dilaksanakan di 33 provinsi (dikarenakan provinsi Sulawesi Tengah tengah
mengalami bencana tsunami dan likuifaksi, namun sampel tetap mewakili seluruh
Indonesia/34 provinsi), dengan jumlah total sampel sebesar 6.695 responden.
Meskipun dengan beberapa sumber data dan indikator yang berbeda, seluruhnya
meninjukkan kecenderungan peningkatan inklusi keuangan di Indonesia. Namun dibanding
dengan Jepang dan Singapura yang telah mencapai 98% atau India dan China sebesar 80%,
indeks keuangan inklusi keuangan Indonesia masih tertinggal.
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019
151
Gambar 4.1. Capaian Target Indeks Keuangan Inklusif
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019
152
3. Kebijakan Insentif Fiskal
Dalam kurun waktu 2015-2019, Pemerintah terus berupaya menurunkan
ketergantungan bahan baku industri dari luar negeri. Penurunan defisit neraca perdagangan
menjadi salah satu fokus kebijakan Pemerintah. Formulasi kebijakan dalam rangka mendorong
ekspor dan mengurangi impor antara lain melalui kebijakan insentif yang tepat sasaran,
sehingga berkurangnya potensi penerimaan negara dapat dialokasikan secara tepat untuk
mengurangi impor dan mendorong ekspor sehingga akan meningkatkan aktivitas ekonomi.
Melalui kebijakan insentif fiskal seperti kebijakan tax holiday dan tax allowance, selain
menumbuhkan industri pionir juga mendorong kegiatan investasi dan menciptakan lapangan
pekerjaan. Selain itu, pengaturan kebijakan diarahkan untuk menarik investasi untuk hilirisasi
sumber daya alam di kawasan Industri (KI) dan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) berbasis
industri, terutama yang dibangun di luar Jawa.
Sejak berlakunya PMK 35/2018 dan PMK 150/2018 sampai dengan Triwulan IV 2019
fasilitas tax holiday diberikan kepada diberikan kepada 60 Wajib Pajak dengan capaian
sebagai berikut:
Kelompok industri yang diberikan fasilitas tax holiday meliputi: 22 WP Infrastruktur
ekonomi, 23 WP industri logam, 13 WP yang bergerang di bidang industri kimia, dan 2
WP yang bergerak di bidang elektronika dan IT.
Total rencana penanamanan modal sebesar Rp 1.045,9 Triliun, dengan penanaman modal
terbesar mencapai Rp 123 triliun.
Penanaman modal dimaksud diperkirakan menyerap 45.723 tenaga kerja.
Penanaman modal tersebar di 20 provinsi di Indonesia
Terkait Tax Allowance pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 78
tahun 2019 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang
Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-Daerah Tertentu sebagai revisi atas PP 18/2015 jo PP
9/2016. Tujuan penerbitan regulasi dimaksud adalah untuk mendorong peningkatan investasi
langsung guna mendorong pertumbuhan ekonomi dalam rangka pemerataan
pembangunan.Sejumlah capaian program Tax Allowance sejak tahun 2007 sampai dengan
Triwulan III 2019 adalah sebagai berikut:
Persetujuan pemberian fasilitas tax allowance diberikan kepada 163 WP dengan 163 surat
keputusan Menteri Keuangan. Dari jumlah tersebut 71 WP berdasarkan 82 Surat
Keputusan Menteri Keuangan telah memanfaatkan fasilitas tax allowance.
Total rencana penanamanan modal sebesar Rp258,8 Triliun, dengan nilai penanaman
modal sebesar Rp25 triliun pada tahun 2018 dan Rp11,7 triliun sampai dengan triwulan
III 2019.
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019
153
Dari rencana penanaman modal dimaksud, Rp181,6 triliun telah direalisasikan
investasinya. Adapun Rp16 triliun telah direalisasikan pada tahun 2018 dan sampai
dengan triwulan III 2019 telah direalisasikan Rp13,3 triliun.
Dalam rangka meningkatkan kualitas dan daya saing sumber daya manusia Indonesia
diperlukan adanya program yang mempertemukan kebutuhan dunia usaha dan dunia industri
dengan ketersediaan tenaga kerja yang berkualitas dan berdaya saing.. Sehubungan dengan
hal tersebut, Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah nomor 45 tahun 2019
tanggal 25 Juni 2019 untuk memberikan insentif super deduction sebesar 200% bagi pelaku
usaha dan pelaku industri yang melakukan kegiatan vokasi dalam menciptakan sumber daya
manusia Indonesia yang berkualitas dan berdaya saing. Selain insentif super deduction untuk
kegiatan vokasi, dalam Peraturan Pemerintah tersebut juga diatur kebijakan insentif super
deduction untuk kegiatan penelitian dan pengembangan sebesar 300% serta insentif
investment allowance untuk industri padat karya yang memiliki nilai strategis bagi
perekonomian nasional.
Secara garis besar pencapaian insentif fiskal 2015-2019 adalah sebagai berikut:
Jenis Insentif Fiskal Progress
Tax Holiday Telah Terbit Peraturan Menteri Keuangan Nomor 150/PMK.010/ 2018 tentang Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan.
Telah Terbit Peraturan BKPM Nomor 1 Tahun 2019 yang memuat KBLI yang dapat diberikan fasilitas tax holiday.
Pengajuan permohonan dan persetujuan tax holiday telah dijalankan melalui OSS,
Per 31 Desember 2019 telah terbit 60 KMK pemberian fasilitas tax holiday;
Tax Allowance Telah terbit PP Nomor 78/ 2019 sebagai revisi atas PP 18/2015 jo PP 9/2016
Super Deduction Telah terbit PP Nomor 45 Tahun 2019 tanggal 25 Juni 2019 sebagai payung hukum pemberian insentif super deduction vokasi, super deduction litbang, dan investment allowance,
Telah terbit Peraturan Menteri Keuangan nomor 128 tahun 2019 tentang fasilitas super deduction vokasi;
Super deduction litbang,
Investment allowance
Sedang dalam proses perumusan (RPMK)
Tabel 4.2. Pencapaian Kebijakan Insentif Fiskal 2015-2019
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019
154
4. Capaian Tim Pengendalian Inflasi Pusat
1) Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Pengendalian Inflasi
Rakornas merupakan forum tertinggi dalam koordinasi pengendalian inflasi
dilaksanakan sebagai bentuk penegasan komitmen Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan
Bank Indonesia untuk mendukung pengendalian inflasi. Rakornas dilaksanakan setiap tahun
dengan mengusung tema yang disesuaikan dengan arah kebijakan yang sedang menjadi fokus
pemerintah dengan tetap mendukung upaya pencapaian sasaran inflasi nasional.
Rakornas dibuka dan dipimpin langsung oleh Presiden/Wakil Presiden RI didampingi
Menko Perekonomian, Gubernur Bank Indonesia, para Menteri/Pejabat setingkat Menteri
anggota TPIP serta dihadiri seluruh kepala daerah baik provinsi dan kabupaten/kota selaku
ketua TPID. Palaksanaan Rakornas tahun 2019 merupakan Rakornas ke X.
Penguatan kelembagaan melalui landasan hukum yang kuat diperlukan guna
mendukung penguatan kapasitas serta koordinasi dalam rangka sinkronisasi program dan
kebijakan di tingkat pusat dan daerah untuk mencapai sasaran inflasi yang telah ditetapkan.
a) Keppres No 23/2017 tentang Tim Pengendalian Inflasi Nasional (TPIN)
Dengan ditetapkan Keputusan Presiden No. 23 Tahun 2017 tentang Tim Pengendalian
Inflasi Nasional (TPIN), maka koordinasi pengendalian inflasi pengendalian inflasi
seluruhnya dilebur menjadi Tim Pengendalian Inflasi Nasional (TPIN) yang terdiri dari
Tim Pengendalian Inflasi Pusat (TPIP), TPID Provinsi dan TPID Kabupaten/Kota. Menko
Perekonomian sebagai Ketua TPIP dan Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan
Keuangan sebagai Ketua Sekretariat TPIP.
b) Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia nomor 10
tahun 2017 tentang Mekanisme dan Tata Kerja Tim Pengendalian Inflasi Pusat, Tim
Pengendalian Inflasi Daerah Provinsi, dan Tim Pengendalian Inflasi Daerah Kabupaten/
Kota.
c) Kepmenko No. 148 Tahun 2017 tentang Tugas dan Keanggotaan Kelompok Kerja dan
Sekretariat Tim Pengendalian Inflasi Pusat (TPIP) sebagai landasan penyusunan tugas
dan keanggotaan Sekretariat, kelompok kerja (Pokja) Pusat dan Pokja Daerah.
2) Koordinasi Penyusunan dan Penetapan Peta Jalan Pengendalian Pengendalian Inflasi 2015-
2018 dan 2019-2021.
Dalam kurun waktu 2015-2019, realisasi inflasi tahunan telah berhasil dijaga pada
rentang sasaran yang telah ditetapkan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Republik
Indonesia nomor 93/PMK.011/2014 tentang Sasaran Inflasi Tahun 2016, Tahun 2017,
Tahun 2018, dan PMK No. 124/PMK. 010/2017 tentang sasaran inflasi Tahun 2019, Tahun
2020, Tahun 2021. Realisasi inflasi pada 2015-2019 masing-masing pada level 3,35%
(2015); 3,02% (2016); 3,61% (2017); 3,13% (2018) dan 2,72% (2019). Secara umum,
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019
155
terkendalinya inflasi tidak terlepas dari hasil koordinasi yang solid antara Pemerintah Pusat,
Pemerintah Daerah dan Bank Indonesia serta komitmen berbagai pihak dalam menjalankan
Peta Jalan Pengendalian Inflasi 2015 – 2018 yang diikuti oleh Peta Jalan Pengendalian Inflasi
2019-2021
Grafik 4.3. Perkembangan Tingkat Inflasi 2015-2019 (%)
3) Koordinasi Pembentukan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID)
Pada tahun 2008, forum koordinasi pengendalian inflasi di tingkat daerah (TPID)
terbentuk. TPID dibentuk karena adanya kesadaran bahwa pencapaian inflasi nasional bukan
semata-mata kerja Pemerintah dan Bank Indonesia saja, namun juga Pemerintah Daerah.
Inflasi nasional sebagian besar (80%) dibentuk oleh daerah (di luar Jakarta).
Sejak diterbitkannya Keppres Nomor 23 Tahun 2017 tentang Tim Pengendalian Inflasi
Nasional, saat ini TPID telah terbentuk diseluruh daerah diakhiri dengan terbentuknya TPID
Kepulauan Taliabu pada April 2019. Jumlah TPID sebanyak 542 yang terdiri dari 34 TPID
Provinsi dan 508 TPID Kabupaten/Kota.
Grafik 4.4. Perkembangan Jumlah TPID
-2
3
8
13
Jan
Ap
r
Juli
Okt
Jan
Ap
r
Juli
Okt
Jan
Ap
r
Juli
Okt
Jan
Ap
r
Juli
Okt
Jan
Ap
r
Jul
Okt
2015 2016 2017 2018 2019
Perkembangan Tingkat Inflasi (%) Umum
Inti
Administrated Price
Volatile Food
2 0 1 0 2 0 1 1 2 0 1 2 2 0 1 3 2 0 1 4 2 0 1 5 2 0 1 6 2 0 1 7 2 0 1 8 2 0 1 9
38 64
86
183
396 445
507 524 532 542 Perkembangan Jumlah TPID
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019
156
2015 – 2016 : Dokumen Program Unggulan (OPS)/TPID 2017 – 2019 : Dokumen Penilaian/TPID Keterangan : Dokumen penilaian merupakan laporan terkait komponen kooordinasi, rekomendasi kebijakan, dan
akuntabilitas serta OPS
4) Pembangunan dan pemeliharaan Website tpin.id
Pemeliharaan laman web (website) resmi Tim Pengendalian Inflasi Pusat merupakan
salah satu tugas Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Kauangan sebagai Sekretariat
TPIP. Wesite tpin.id yang sebelumnya bernama pokjanastpid.id mengalami pembaharuan fitur
yang dilakukan secara bersama dengan pokja pusat dan pokja daerah (share admin
berjenjang) untuk memantau, mengisi konten dan meemanfaatkan situs oleh stakeholders.
5) Evaluasi Kinerja TPID Tahunan
Dalam rangka memberikan evaluasi atas kinerja TPID pada tahun sebelumnya dan untuk
mengukur efektivitas koordinasi pengendalain inflasi daerah serta memberikan apresiasi atas
peran aktif TPID, dilakukan evaluasi atas kinerja TPID Provinsi, TPID Kabupaten/Kota IHK dan
TPID Kabupaten/Kota Non IHK setiap tahun dimulai dari tahun 2012. Evaluasi kinerja
meliputi penilaian atas beberapa aspek yaitu aspek proses/intensitas kegiatan, aspek output
(program unggulan) dan penilaian aspek outcome.
Pada penilaian kinerja TPID tahun 2018 (award 2019) rekomendasi penetapan
pemenang ditetapkan melalui Keputusan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian selaku
ketua TPIP, dimana tahun-tahun sebelumnya ditetapkan melalui keputusan bersama pejabat
setingkat eselon I dari Kemenko Perekonomian, Bank Indonesia, Kementerian Dalam Negeri
dan Kementerian PPN/Bappenas. Hasil rekomendasi tersebut dijadikan dasar pemberian
penghargaan TPID terbaik/berprestasi oleh Presiden/Wakil presiden dalam Rakornas.
Capaian lainnya dalam evaluasi kinerja TPID juga terlihat dari semakin banyaknya TPID
yang berpartisipasi dalam penilaian kinerja pada setiap tahunnya.
Grafik 4.5. Tingkat Partisipasi TPID
20 27
33.21
43.23
57.48
0
10
20
30
40
50
60
70
2015 2016 2017 2018 2019
Tingkat Partisipasi TPID dalam Penilaian Kinerja (%)
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019
157
5. Privatisasi BUMN dan Pinjaman Komersial Luar Negeri
BUMN memiliki peran yang besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi melalui
perannya sebagai agen pembangunan (agent of development). Sejalan dengan peran BUMN
tersebut dan dalam rangka mendukung pembiayaan pembangunan infrastruktur serta
peningkatan kapasitas usaha, telah dilakukan program privatisasi BUMN Tahun 2015 dan
Program Tahunan Privatisasi (PTP) Tambahan 2016 melalui penerbitan saham baru (right
issue). Dalam hal ini, agar besaran persentase kepemilikan Pemerintah atas BUMN tersebut
tetap, maka Pemerintah ikut mengambil bagian / hak nya melalui Hak Membeli Efek Terlebih
Dahulu (HMETD), dengan memberikan Penyertaan Modal Negara (PMN) kepada BUMN.
Menko Perekonomian selaku Ketua Komite Privatisasi Perseroan telah menetapkan arahan atas
Program Tahunan Privatisasi 2015 (PTP 2015) dan Program Tahunan Privatisasi Tambahan
2016 (PTP Tambahan 2016) melalui Surat Menko Nomor S-291/M.EKON/01/2015 dan
Nomor S-178/M.EKON/07/2016 yang terdiri atas:
PTP 2015 PTP Tambahan 2016
PT Adhi Karya (Persero) Tbk
HMETD: Rp1,4 Triliun
PT Wijaya Karya (Persero) Tbk
HMETD: Rp4 Triliun
PT Waskita Karya (Persero) Tbk
HMETD: Rp3,5 Triliun
PT Krakatau Steel (Persero) Tbk
HMETD: Rp1,5 Triliun
PT Aneka Tambang (Persero) Tbk
HMETD: Rp3,5 Triliun
PT Jasa Marga (Persero) Tbk
HMETD: Rp1,25 Triliun
PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk
HMETD: Rp2,25 Triliun Tabel 4.3. Program Tahunan Privatisasi Tahun 2015-2016
Terkait dengan sumber pembiayaan pembangunan infrastruktur, BUMN didorong
melaksanakannya secara mandiri maupun bersama mitra dari swasta. Pinjaman Komersial
Luar Negeri (PKLN) merupakan salah satu alternatif sumber pembiayaan dalam pelaksanaan
pembangunan. Sesuai dengan Keppres Nomor 39 Tahun1991 tentang Koordinasi Pengelolaan
PKLN, Menko Perekonomian selaku Ketua Tim PKLN berwenang memberikan persetujuan
PKLN BUMN maupun mitra BUMN yang digunakan dalam rangka proyek pembangunan.
Selama tahun 2015-2019, Ketua Tim PKLN telah memberikan 37 (tiga puluh tujuh)
penguatan pembiayaan infrastruktur melalui mekanisme PKLN, dimana 10 (sepuluh) di
antaranya merupakan proyek BUMN yaitu:
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019
158
Tahun BUMN/Mitra BUMN Nilai PKLN
2015
PT. Garuda Indonesia (Persero) Tbk* USD 500.000.000
PT. Krakatau Steel (Persero) Tbk* USD 260.900.000
PT. PLN (Persero) Tbk* USD 3.130.000.000
2016
PT. Mabar USD 500.000.000
PT. Binsar Natorang Energi USD 156.000.000
PT. PLN (Persero)* USD 50.000.000
PT. Cirebon Energi Prasana USD 1.700.000.000
PT. Sarana Multi Infrastruktur (Persero)* USD 100.000.000
BP Berau (SKK Migas) USD 5.000.000.000
PT. Supreme Energy Muara Laboh USD 500.000.000
UPC Sidrap Bayu Negeri USD 120.000.000
PT. Telkom Indonesia (Persero) Tbk* USD 141.695.000
PT. Inpola Mitra Elektroindo USD 13.000.000
PT. Shenhua Guohua Pembangkitan Jawa Bali USD 1.318.000.000
2017
PT. Tenaga Listrik Bengkulu USD 270.000.000
PT. North Sumatra Hydro Energy USD 1.000.000.000
PT. Shenhua Guohua Lion Power Indonesia USD 576.000.000
PT. Energi Bayu Jeneponto USD 118.000.000
PT. Kereta Cepat Indonesia China USD 4.553.000.000
PT. Jasa Marga (Persero) Tbk* USD 300.000.000
PT. Bhumi Jati Power (Stand By Loan) USD 300.000.000
2018
PT. Supreme Energi Rantau Dedap USD 640.000.000
PT. Wijaya Karya (Persero) Tbk* USD 400.000.000
PT. Infrastruktur Terbarukan Adiguna USD 6.750.000
PT. Infrastruktur Terbarukan Buana USD 6.750.000
PT. Infrastruktur Terbarukan Cemerlang USD 6.750.000
PT. Infrastruktur Terbarukan Lestari USD 20.000.000
PT. Pelindo III (Persero)* USD 1.000.000.000
PT. GCL Indo Tenaga USD 175.800.000
PT. Cirebon Energi Prasarana USD 328.800.000
PT. Huadian Bukit Asam USD 63.700.000
PT. Jawa Satu Power USD 1.067.000.000
PT. Jawa Satu Regas USD 244.000.000
2019 PT. Pertamina (Persero)* USD 2.500.000.000
PT. Medco Ratch Power Riau USD 222.000.000
PT. Indo Raya Tenaga USD 2.612.000.000
PT. Pertamina EP Cepu* USD 1.878.000.000 Tabel 4.4. Nominal Pinjaman Komersial Luar Negeri
6. Di bidang Fiskal
Kebijakan Cukai Tembakau
Kebijakan cukai tahun 2015 s.d. 2019 lebih diarahkan untuk optimalisasi penerimaan
negara dan penyederhanaan kebijakan cukai. Untuk mencapai tersebut, pemerintah telah
menyusun roadmap cukai tembakau (simplifikasi struktur cukai) dan berencana akan
memberlakukan penggabungan produksi untuk jenis SKM dan SPM. Dengan pemberlakuan
simplifikasi struktur cukai terlihat jumlah pabrik rokok yang semakin berkurang dan produksi
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019
159
rokok yang menurun. Dari sisi APBN, penerimaan cukai mengalami peningkatan dan target
yang ditetapkan selalu tercapai dengan realisasi penerimaannya. Berikut grafik penerimaan
cukai terhadap APBN.
Grafik 4.6. penerimaan cukai terhadap APBN.
Penurunan Tarif Pajak Penghasilan UMKM
Pada tahun 2017, jumlah usaha mikro, kecil, menengah (UMKM) di Indonesia mencapai
62,93 juta unit atau 99,9% dari total usaha di Indonesia mampu memberikan kontribusi yang
signifikan terhadap perekonomian Indonesia. Melihat perannya yang signifikan terhadap
perekonomian, dalam upaya pengembangan UMKM Pemerintah menetapkan serangkaian
kebijakan, baik terkait aspek perizinan, pembiayaan, logistik, pengembangan produk, sumber
daya manusia, penciptaan pasar, maupun perpajakan. Pada aspek perpajakan, sebagai upaya
mendorong pemenuhan kewajiban perpajakan secara sukarela (voluntary tax compliance)
dari sektor UMKM, Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013
tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib
Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu. Melalui regulasi ini salah satu kebijakan yang
diatur adalah bagi Wajib Pajak UMKM dengan peredaran bruto (omzet) setahun di bawah
Rp4,8 miliar dikenakan pajak penghasilan dengan tarif sebesar 1% yang bersifat final, yaitu
besaran pajak dihitung langsung dengan didasarkan pada jumlah peredaran bruto setiap
bulan. Meskipun kontribusinya relatif kecil namun penerimaan pajak penghasilan final
UMKM menunjukkan tren peningkatan pada periode 2013-2017 sebagaimana pada grafik
4.7.
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019
160
Sumber: Kementerian Keuangan
Grafik.4.7. Komposisi Penerimaan PPh Final UMKM Tahun 2013 - 2017
Untuk lebih mendorong peran serta masyarakat dalam kegiatan ekonomi formal dan
lebih memberikan keadilan serta kemudahan dalam melaksanakan kewajiban perpajakan,
dilakukan revisi atas Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 melalui penerbitan
Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha
yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu. Regulasi
yang diundangkan tanggal 8 Juni 2019 dan mulai berlaku pada tanggal 1 Juli 2018 memuat
pokok-pokok perubahan antara lain sebagai berikut:
a. Tarif PPh final diturunkan dari 1% menjadi 0,5%.
b. Wajib Pajak dapat memilih untuk menggunakan tarif PPh final UMKM atau
menggunakan tarif PPh sesuai ketentuan umum (UU PPh).
c. Penetapan jangka waktu pemanfaatan pengenaan tarif PPh final dengan kategori :
• 7 tahun pajak bagi Wajib Pajak Orang Pribadi;
• 4 tahun pajak bagi Wajib Pajak badan berbentuk koperasi, persekutuan komanditer,
atau firma;
• 3 tahun pajak bagi Wajib Pajak berbentuk perseroan terbatas.
Kebijakan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 tersebut, utamanya
terkait penurunan tarif PPh final dari 1% menjadi 0,5%, dalam jangka pendek diperkirakan
memberikan efek pada penurunan penerimaan pajak penghasilan dari sektor UMKM. Namun
demikian, dengan kebijakan relaksasi ini diharapkan sektor UMKM akan semakin berkembang
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019
161
dan meningkatkan jumlah Wajib Pajak yang melakukan pembayaran pajak dalam jangka
panjang sehingga berdampak pula pada penerimaan pajak dari sektor UMKM.
Pengaturan Tarif Pajak Penghasilan atas Penghasilan Berupa Bunga Obligasi
Untuk pemberian perlakuan yang sama (equal treatment) dalam pengenaan pajak
penghasilan atas bunga obligasi terhadap seluruh Wajib Pajak reksa dana dan Wajib Pajak KIK
yang meliputi dana investasi infrastruktur berbentuk kontrak investasi kolektif (DINFRA-KIK),
dana investasi real estat berbentuk kontrak investasi kolektif (DIRE-KIK), dan efek beragun aset
berbentuk kontrak investasi kolektif (EBA-KIK) maka Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun
2009 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan Berupa Bunga Obligasi telah diubah dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah
Nomor 16 Tahun 2009 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan Berupa Bunga Obligasi (PP
100/2013 stdtd. PP 16/2009). Adapun regulasi tersebut dilakukan perubahan kembali
melalui penerbitan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua
Atas Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2009 Tentang Pajak Penghasilan Atas
Penghasilan Berupa Bunga Obligasi.
Muatan pokok perubahan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun
2019 adalah sebagai berikut:
a. Obligasi adalah surat utang, surat utang negara, dan obligasi daerah, yang berjangka
waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan. Ketentuan perpajakan yang diatur dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2019 juga akan diberlakukan kepada obligasi
syariah yang saat ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2009. Dalam
PP dimaksud dinyatakan ketentuan perpajakan yang berlaku umum berlaku pula untuk
kegiatan usaha berbasis syariah (mutatis mutandis).
b. Pemberian perlakuan perpajakan yang sama dengan Wajib Pajak Reksadana atas
penghasilan berupa bunga dan/atau diskonto dari obligasi yang diterima dan/atau
diperoleh Wajib Pajak DINFRA KIK, DIRE KIK, dan EBA KIK, yang terdaftar atau tercatat
pada Otoritas Jasa Keuangan, yaitu dikenakan PPh final sebesar 5% (s.d tahun 2020),
dan sebesar 10% (mulai tahun 2021 dan seterusnya).
Kebijakan Fasilitas Pajak Pertambahan Nilai Tidak Dipungut
Dengan tujuan untuk lebih mendorong daya saing industri angkutan darat, air, dan
udara; dan menjamin tersedianya peralatan pertahanan dan keamanan yang memadai untuk
melindungi wilayah Republik Indonesia serta untuk lebih memberikan kepastian hukum
dalam pemberian fasilitas PPN tidak dipungut atas alat angkutan tertentu dan jasa terkait alat
angkutan tertentu, Pemerintah melakukan revisi Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2015
tentang Impor dan Penyerahan Alat Angkutan Tertentu dan Penyerahan Jasa Kena Pajak
Terkait Alat Angkutan Tertentu yang Tidak Dipungut Pajak Pertambahan Nilai dengan
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019
162
menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2019 tentang Impor dan Penyerahan
Alat Angkutan Tertentu serta Penyerahan dan Pemanfaatan Jasa Kena Pajak Terkait Alat
Angkutan Tertentu yang Tidak Dipungut Pajak Pertambahan Nilai.
Pokok perubahan utama dalam regulasi tersebut yaitu penambahan objek fasilitas PPN
tidak dipungut berupa pemanfaatan jasa dari luar daerah pabean yang meliputi jasa
persewaan pesawat udara yang dimanfaatkan oleh badan usaha angkutan udara niaga
nasional..
7. Bidang Moneter dan Neraca Pembayaran (MNP)
Tersusunnya laporan perekonomian terkini
Laporan perekonomian terkini baik berupa Laporan bulanan dan triwulanan yang
disusun secara rutin meliputi bahan paparan perekonomian terkini (RED) bulanan yang
menyajikan ringkasan perekonomian terkini, laporan inflasi bulanan, laporan ekspor impor
bulanan, laporan sistem keuangan dan sistem pembayaran bulanan, laporan pertumbuhan
ekonomi (PDB) dan laporan neraca pembayaran triwulanan, serta laporan ekonomi mingguan
serta laporan pasar yang terbit harian.
Pengendalian Sektor Jasa Nasional
Sektor jasa mempunyai potensi yang cukup besar sebagai salah satu pendongkrak
pertumbuhan ekonomi nasional. Sektor jasa juga terus mengalami peningkatan terlihat dari
share tahun 2017 sebesar 43,63 persen meningkat dari 40,67 persen pada tahun 2010.
Berdasarkan sektor, sektor jasa/tersier masih unggul dengan share 43,59 persen, sekunder
32,03 persen, dan primer 21,29 persen. Sektor jasa juga terus tumbuh di atas sektor primer
maupun sekunder dengan pertumbuhan sebesar 5,9 persen (yoy).
Pada tahun 2019, dengan share sebesar 43,84% terhadap PDB Sektor jasa mampu
menciptakan lapangan pekerjaan dengan 48,94% dari total pekerja berasal dari sektor jasa.
Subsektor perdagangan dan ritel merupakan penyumbang terbesar penyerapan tenaga kerja di
sektor jasa yang sebagian besar diisi oleh tenaga kerja informal dan tidak terampil. Dari total
output jasa, 34% diantaranya digunakan sebagai permintaan antara (input antara) dalam
suatu aktivitas produksi.
Penguatan statistik jasa diperlukan dalam rangka menyempurnakan asesmen kondisi
terkini sektor jasa nasional. Juga pemahaman yang sama antar masing-masing sektor
penyelenggara dan pelaku usaha akan proses bisnis sektor jasa, kompilasi data serta
penggunaan metodologi pengukuran dan pencatatan yang mengikuti kaidah yang berlaku
umum dan diakui secara internasional.
Sejak tahun 2016 Kemenko Bidang Perekonomian sebagai memimpin pelaksanaan
koordinasi dengan Kementerian/Lembaga dan melakukan kajian sektor jasa pariwisata. Tahun
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019
163
2017 bersama K/L yang melaksanakan tugas sektor jasa menghasilkan sebuah draft rumusan
Road map Sektor Jasa dalam mendukung pembangunan dan perekonomian nasional serta
meningkatkan daya saing. Tahun 2018, diketahui bahwa data sektor jasa belum sepenuhnya
masuk dalam perhitungan PDB dan banyak sektor jasa informal yang belum diketahui serta
ditangani pendataannya baik oleh pemerintah maupun pihak swasta. Dengan Kerja sama
antara Kemenko Perekonomian, BI, dan BPS dilaksanakan pertemuan-pertemuan dengan
seluruh K/L yang mengurusi sektor jasa nasional untuk membahas metodologi statistik serta
analisis sektor jasa menggunakan aplikasi teknologi meister task.
Selain pencatatan statistik sektor jasa nasional, dilakukan beberapa koordinasi terkait
peningkatan kapasitas sumber daya pelaku jasa (upgrade skills) melalui kunjungan ke apple
academy bersama dengan K/L serta LAN RI. Menindaklanjuti upgrade skills sektor jasa pada
bidang IT, pada tahun 2019 dilaksanakan pelatihan Artificial Intelligent dengan melibatkan
Pemerintah Kota Malang serta Babe sebuah provider IT. Di Kota Batam dilakukan upgrade
skills terkait sektor jasa kesehatan, pendidikan dan IT. Selain itu dilaksanakan pertemuan dan
seminar dengan Asosiasi Blockchain internasional di Jakarta, Thailand dan Singapura.
Untuk Koordinasi Tingkat Kementerian, lebih lanjut Kementerian perdagangan dengan
koordinasi Kemenko Perekonomian telah mengaktifkan kembali Tim Koordinasi Sektor Jasa
Nasional (TKBJ) dengan serangkaian kegiatan seperti perencanaan sektor jasa nasional dalam
RPJMN 2019-2024.
8. Bidang Ekonomi Daerah dan Sektor Riil (Ekoda)
Pengembangan Skema Pembiayaan Inovatif untuk Pengembangan Ekonomi Daerah dan Sektor
Riil
a. Regulatory Impact Analysis (RIA) (Inpres 7 tahun 2017)
Menyusun buku panduan RIA yang menjadi panduan bagi kementerian/lembaga teknis
yang berada di bawah koordinasi Kemenko Perekonomian dalam penyusunan regulasi.
Capaian regulasi yang telah dianalisis melaui RIA antara lain Peraturan Menteri Keuangan
terkait peta kapasitas fiskal daerah; peraturan-peraturan terkait skema pembiayaan
inovatif; kebijakan pemberdayaan masyarakat pasca penerbitan Sertifikat Hak Atas Tanah
(SHAT); kebijakan terkait insentif dan kemudahan investasi di daerah; serta kebijakan
terkait pengelolaan keuangan daerah.
b. Pinjaman Daerah (Peraturan Pemerintah No. 56 tahun 2018 tentang Pinjaman Daerah)
Capaian terkait koordinasi percepatan pinjaman daerah adalah telah ditandatanganinya
Nota Kesepahaman dan Perjanjian Kerja Sama antara Kemenko Perekonomian, Kementerian
Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, dan PT Sarana Multi Infrastruktur pada 28
Desember 2017. Selain itu, telah pula disusun Risk Management Protocol untuk
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019
164
meminimalisir risiko dalam penyaluran pinjaman daerah kepada pemerintah daerah.
Setelah ditandatanganinya Nota Kesepahaman dan PKS tersebut, terjadi peningkatan
outstanding maupun komitmen pinjaman daerah. Adapun sebagian besar dana pinjaman
daerah tersebut digunakan untuk pembangunan jalan, jembatan, dan rumah sakit.
c. Obligasi Daerah : Merupakan alternatif pembiayaan infrastruktur sesuai dengan amanat
Undang-undang dalam rangka mendukung program prioritas nasional untuk mempercepat
pembangunan infrastruktur. Provinsi Jawa Tengah dan DKI Jakarta menjadi pilot project
dalam penerbitan obligasi daerah. Adapun target penerbitan obligasi daerah di Jawa
Tengah yaitu Agustus 2020, sementara untuk DKI Jakarta pada awal tahun 2021. Selain
pinjaman daerah dan obligasi daerah, terdapat pula rencana untuk penerbitan sukuk
daerah dan pengembangan pembiayaan melalui blended finance, yang hingga saat ini
masih dalam tahap pembahasan.
d. Insentif Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) untuk Kontrak Investasi
Kolektif Dana Investasi Real Estate (KIK DIRE)
Dari hasil kajian ditemukan bahwa pemberian insentif BPHTB berdampak pada
peningkatan pendapatan daerah (PAD) secara tidak langsung dari sektor terkait lainnya.
Sejauh ini, beberapa daerah sudah merevisi Perkada terkait BPHTB tersebut, diantaranya
Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul. Total KIK DIRE yang sudah terbit hingga saat ini
sebanyak 4 (empat) yaitu DIRE Grandmall Solo, DIRE Plaza Indonesia, DIRE Pergudangan,
dan DIRE Perhotelan (Salak Heritage).
e. Percepatan Pemberdayaan Sertipikasi Hak Atas Tanah (SHAT)
Tergabung dalam Pokja Pusat, Kemenko Perekonomian telah melakukan kajian terhadap
pengembangan skema model pemberdayaan di Kota Kendari untuk perikanan tangkap dan
Kabupaten Demak untuk perikanan budidaya. Pengembangan pemberdayaan tersebut
diupayakan untuk mencapai pasar yang lebih luas dan bekerjasama dengan PT Aruna
mengembangkan aplikasi pasarlaut.com. Saat ini sedang dibangun dashboard data untuk
memudahkan anggota Pokja mengakses data sertipikasi dan pemberdayaan lintas sektor.
f. Kerja Sama Daerah
Kajian kerja sama daerah mengidentifikasi isu dan permasalahan yang terjadi daerah dan
solusi yang dapat dilakukan melalui kerja sama antar daerah. Kerja sama antar daerah ini
merupakan pengembangan ekonomi daerah sesuai prinsip otonomi dan desentralisasi
daerah. Adapun pilot project yang sejauh ini sudah berjalan yaitu kerjasama daerah antara
Kab Serang, Kab Lebak, dan Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten. Keasdepan ekodariil
Berperan aktif sebagai fasilitator mulai dari identifikasi isu dan permasalahan hingga
penyusunan nota kesepakatan antar daerah yang bekerjasama. Juga turut serta dalam
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019
165
pembahasan RPermendagri tentang Kerja Sama Daerah yang merupakan petunjuk teknis
turunan dari PP Kerjasama Daerah.
g. Sistem Resi Gudang (SRG) pada Pusat Logistik Berikat (PLB) sebagai upaya pemerintah
dalam mendorong kinerja ekspor. Untuk mendorong perkembangan PLB lebih cepat lagi,
salah satu hal yang dapat dilakukan adalah dengan mengkombinasikan PLB dengan skema
pembiayaan Resi Gudang, yaitu memanfaatkan PLB sebagai tempat penimbunan guna
pembiayaan Sistem Resi Gudang (SRG) komoditas tertentu.
Penyusunan Regulasi yang Mendukung Pengembangan Ekonomi Daerah dan Sektor Riil
a. PP Pengelolaan Keuangan Daerah RPP Standar Harga Satuan Regional,
Sebagaimana diamatkan dalam Inpres 7 No. 2017 tentang Pengambilan, Pengawasan dan
Pengendalian Pelaksanaan Kebijakan di Tingkat Kementerian Negara dan Lembaga
Pemerintah, Kemenko Perekonomian berkoordinasi bersama dengan Kementerian
Keuangan, Kementerian Dalam Negeri (selaku pemrakarsa), Kemenpan-RB, Kemenkum
HAM, Kemensetneg, Setkab dan BKPM dalam melakukan penyusunan kebijakan dalam
pengelolaan keuangan daerah. Selanjutnya sebagaimana diamanatkan dalam ketentuan
Pasal 51 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah, maka dilakukan penyusunan Peraturan Presiden tentang Standar Harga
Satuan Regional.
b. RPP Standar Akuntansi Desa,
Sebagai turunan PP 12 tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Telah dilakukan
pembahasan antar kementerian (PAK), harmonisasi, dan rapat koordinasi level eselon 1
antara Kemenko Perekonomian, Kementerian Keuanga, Kementerian Dalam Negeri,
KemenkumHAM, Kemensetneg, Kemendes PDT, BPKP, dan KSAP mengenai RPP Standar
Akuntansi Desa. Masih terdapat catatan dari Kemendagri terkait kewenangan penyusunan
standar, kesulitan penggunaan basis akrual, ketidakseragaman kemampuan desa dalam
menerapkan standar akutansi pemerintahan desa, dan pengelolaan keuangan desa.
Sehubungan dengan hal tersebut, masih akan dilakukan pembahasan lanjutan untuk level
menteri.
c. Implementasi e-government dalam pengelolaan keuangan daerah
Proses penyusunan RPermendagri terkait pengelolaan keuangan daerah sebagai turunan
dari PP Pengelolaan Keuangan Daerah. Selain itu, dalam rangka percepatan dan perluasan
digitalisasi daerah, telah dibuat Nota Kesepahaman dan Perjanjian Kerja Sama antara
Kemenko Perekonomian, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Keuangan, Kementerian
Komunikasi dan Informatika, dan Bank Indonesia tentang Koordinasi Percepatan dan
Perluasan Elektronifikasi Transaksi Pemerintah Daerah dalam rangka Mendukung Tata
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019
166
Kelola Keuangan, Keuangan Inklusif, dan Perekonomian Nasional. Adapun NK dan PKS
tersebut menjadi landasan terbentuknya Pokjanas P2DD dan TP2DD Provinsi serta TP2DD
Kabupaten/Kota.
d. RUU Pelaporan Keuangan
Melalui Asisten Deputi Pengembangan Ekonomi Daerah dan Sektor Riil, Kementerian
Koordinator Bidang Perekonomian tergabung dalam Panitia Antar Kementerian (PAK)
dalam penyusunan RUU Pelaporan Keuangan. turut terlibat dalam penyusunan Rancangan
Undang-undang (RUU) Pelaporan Keuangan yang diinisiasi oleh Pusat Pembinaan Profesi
Keuangan, Kementerian Keuangan. RUU PK disusun untuk menjadi payung hukum bagi
pelaporan keuangan demi tercapainya realibilitas, integritas, efisiensi, dan profesionalitas.
e. Regulasi Turunan Perpres 95 tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik
(SPBE)
Sebagaimana diamatkan dalam Inpres 7 No. 2017 tentang Pengambilan, Pengawasan dan
Pengendalian Pelaksanaan Kebijakan di Tingkat Kementerian Negara dan Lembaga
Pemerintah, Kemenko Perekonomian telah berkoordinasi bersama dengan Kementerian
Keuangan, Kementerian Dalam Negeri (selaku pemrakarsa), Bappenas, Kemenkominfo,
BPKP, dan BPPT melakukan penyusunan kebijakan dalam penyelenggaraan SPBE yang
terintegrasi dalam Pengelolaan Keuangan Daerah. Penyusunan Peremendagri tersebut
merupakan amanat Pasal 222 PP No.12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan
Daerah.
f. Koordinasi penyusunan RPP Kebijakan Dasar Pembiayan Ekspor Nasional (KDPEN)
RPP KDPEN disusun dalam rangka melaksanakan Pasal 4 Undang-undang nomor 2 Tahun
2009 tentang Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) dimana Pemerintah
menetapkan kebijakan dasar pembiayaan ekspor nasional. Selain itu, RPP ini disusun untuk
menjawab permasalahan dan tantangan ekspor seperti penurunan nilai ekspor,
tersentralisasinya pasar ekspor, dan komposisi produk ekspor yang masih didominasi sektor
komoditas. Peluang untuk menangkap perkembangan sektor pariwisata Indonesia
merupakan peluang yang perlu didukung dan dimanfaatkan sebagai sumber penerimaan
devisa. Kebijakan pembiayaan ekspor nasional ini telah diundangkan ke dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 49 Tahun 2019 tentang Kebijakan Dasar Pembiayaan Ekspor Nasional.
g. PP Insentif dan Kemudahan Investasi oleh Pemerintah Daerah (PP 24 tahun 2019)
Disusun dalam rangka memberikan insentif dan kemudahan investasi kepada swasta oleh
Pemerintah Daerah agar investor berminat menanamkan investasinya di daerah tersebut.
Penyusunan PP tersebut dilakukan bersama dengan Kementerian Dalam Negeri dan Badan
Koordinasi Penanaman Modal.
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019
167
h. RPerpres Pemberian Penghargaan dan/atau Sanksi bagi Kementerian/Lembaga dan
Pemerintah Daerah
Dalam rangka meningkatkan pertumbuhan investasi di daerah sebagaimana diamatkan
dalam Inpres 7 No. 2017 tentang Pengambilan, Pengawasan dan Pengendalian Pelaksanaan
Kebijakan di Tingkat Kementerian Negara dan Lembaga Pemerintah, Kemenko
Perekonomian telah berkoordinasi bersama dengan Kementerian Keuangan, Kementerian
Dalam Negeri (selaku pemrakarsa), Kemenpan-RB, Kemenkum HAM, Kemensetneg, Setkab
dan BKPM dalam melakukan penyusunan kebijakan dalam memberikan penghargaan
dan/atau sanksi bagi Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah yang bertujuan untuk
meningkatkan kinerja anggaran, pelayanan perizinan berusaha terintegrasi secara
elektronik dan percepatan pelaksanaan berusaha bagi untuk medorong investasi di daerah.
Pemantauan Perkembangan Ekonomi Daerah dan Sektor Riil
Pemantauan dilakukan sebagai pendalaman potensi sektor di daerah serta menyusun
analisis kuantitatif penyusunan proyeksi pertumbuhan ekonomi secara spasial maupun
sektoral.
a. Asesmen Triwulanan
1) Pembangunan Infrastruktur sebagai Akselerator Pertumbuhan Ekonomi, dengan tiga daerah
potensial: Provinsi D.I. Yogyakarta, Sulawesi Selatan, dan Maluku Utara sebagai tujuan
assessmen.
Pertumbuhan tersebut didorong oleh signifikannya
pertumbuhan PMTB dari sisi pengeluaran dan sektor
konstruksi dari sisi lapangan usaha. Sebagai akselerator
pertumbuhan, sektor konstruksi merupakan sektor yang
memiliki keterkaitan yang cukup tinggi terhadap sektor
lainnya seperti, pengadaan Listrik Gas dan Air (LGA),
Pertambangan, Real Estat dan sebagainya. Sehingga sektor ini sangat penting dalam
mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih akseleratif baik secara nasional maupun
regional. Berdasarkan hal tersebut, laporan analisis sektoral dan spasial triwulan ini disusun
untuk mendalami peran dan dampak infrastruktur melalui kinerja sektor konstruksi.
Beberapa assesmen yang dilaksanakan pada tahun 2019 telah disampaikan pada bab III
dalam laporan LAKIP ini, yaitu Potensi Meeting Incentive Convention Exhibition (MICE)
sebagai Key Driver Pertumbuhan Ekonomi Baru; Kolaborasi E-Commerce dan Ritel Tradisional
untuk Mendorong Sektor Perdagangan Nasional; Kesinambungan di Tengah Gejolak
Penurunan Harga; dan Sektor Transportasi dan Logistik Sebagai Pendukung Peningkatan Daya
Saing Nasional
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019
168
b. Analisis Sektor Industri Potensial
1) Industri Berorientasi Ekspor
i. Industri Tekstil dan Produk Tekstil, yang dianalisis dari sisi ekspor, industri Tekstil dan
Produk Tekstil (TPT) memiliki porsi yang cukup besar meskipun pertumbuhannya
menurun. Produk ekspor dari industri TPT tergolong produk yang kurang kompleks
meskipun memiliki nilai RCA yang tinggi. Sebaliknya, produk ekspor dari industri
elektronik dan mesin tergolong kompleks tetapi nilai RCA < 0.5. Dalam jangka pendek,
pengembangan industri dapat difokuskan pada industri TPT sedangkan dalam jangka
difokuskan pada industri elektronik dan mesin untuk mendorong pertumbuhan ekonomi
nasional
ii. Industri Baja memiliki nilai yang strategis untuk
dikembangkan. Industri baja merupakan bahan input bagi
sub sektor lainnya, seperti industri otomotif/transportasi (8%)
dan infrastruktur/konstruksi (78%). Dengan pertumbuhan
yang tinggi dikedua sektor tersebut, permintaan domestic
diperkirakan masih akan cukup tinggi. Permintaan domestik
diperkirakan tumbuh dengan rata-rata pertahun sebesar 6% dalam 5 – 7 tahun ke
depan.
iii. Industri Elektronik Indonesia masih berkembang meskipun menunjukkan pertumbuhan
yang menurun dari tahun sebelumnya, tetapi memiliki peluang yang besar untuk
dikembangkan dengan baik. Masih bergantung pada impor dan memiliki nilai tambah yang
kecil yang disebabkan masih terkonsentrasi pada perakitan sederhana. Pada jangka panjang
industri elektronik merupakan salah satu alternatif utama yang dapat dikembangkan
karena memiliki multiplier effect yang tinggi bagi industri lainnya.
Merujuk Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN) tahun 2015-2035,
Pemerintah telah menetapkan industri elektronika dan telematika termasuk di dalam
industri prioritas karena merupakan salah satu sektor dengan tingkat pertumbuhan cukup
tinggi.
2) Sektor Ekspor dan Investasi dengan judul Menjaga Momentum Pertumbuhan Melalui
Peningkatan Ekspor dan Investasi, dengan tiga daerah potensial: Provinsi Riau, Maluku, dan
Jawa Tengah sebagai tujuan analisis.
Sektor perikanan yang berpotensi untuk
dikembangkan dengan cara meningkatkan sinergi antara
program pembiayaan KUR Khusus Perikanan dan Program
Pembiayaan Ekspor National Interest Account (NIA) oleh
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019
169
Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) dan Kementerian Keuangan. Sektor perikanan
dapat menjadi salah satu sektor yang dapat disupport program NIA, dengan mengidentifikasi
perusahaan sektor perikanan yang beroperasi di bawah kapasitas produksi maksimalnya. Sisa
kapasitas produksi tersebut diharapkan dapat digunakan untuk mendorong ekspor dalam
jangka pendek.
3) Pertanian dengan judul “Mendorong Pertumbuhan Ekonomi yang Inklusif melalui Sektor
Pertanian” daerah potensial: Provinsi Sulawesi Selatan dan Sumatera Utara
Sektor pertanian tumbuh cukup baik didorong oleh
pertumbuhan pada subsektor tanaman pangan serta
hortikultura. Kontribusi sektor pertanian terhadap PDB
cukup tinggi, yaitu sebesar 13,6%. Sektor pertanian
menyerap 30% dari total pekerja. Mayoritas penduduk
miskin bekerja di sektor pertanian, khususnya sub sektor
tanaman pangan, yaitu sebesar 45,8%. Sulawesi Selatan merupakan salah satu daerah dengan
tingkat ketimpangan yang relatif tinggi. Pengembangan sektor pertanian menjadi salah satu
alternatif pengentasan kemiskinan dan mengurangi kesenjangan antar daerah/pendapatan di
Sulawesi Selatan.
c. Kajian Sektoral
1) Pengembangan Model Estimasi Pertumbuhan Ekonomi Spasial
Pengembangan model estimasi pertumbuhan ekonomi spasial disusun untuk mengetahui
pertumbuhan ekonomi daerah dan dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.
Pengembangan model Bersama Lembaga DEFINIT ini juga bertujuan untuk mengembangkan
kerangka analisis dan prediksinya perkembangan ekonomi secara kuantitatif.
2) Proyeksi pertumbuhan sektoral
Proyeksi pertumbuhan sectoral dituangkan dalam bentuk
outlook dan Kebijakan Perekonomian Indonesia. Terdapat
beberapa sektor yang menjadi unggulan, yaitu Industri
Pengolahan, Konstruksi, Perdagangan Besar, Transportasi dan
Pergudangan, Penyediaan Akomodasi Makan dan Minum, Ilmu
Komunikasi serta Jasa Keuangan. Pertumbuhan sektor unggulan
yang signifikan sejalan dengan arah kebijakan ekonomi untuk
mendorong industri, pariwisata, serta ekonomi digital.
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019
170
3) Kajian Pengembangan Industri Elektronik di Jawa Barat
Bekerjasama dengan Universitas Padjadjaran. Pada jangka panjang industri elektronik
merupakan salah satu alternatif utama yang dapat dikembangkan karena memiliki multiplier
effect yang tinggi bagi industri lainnya. Merujuk Rencana Induk Pembangunan Industri
Nasional (RIPIN) tahun 2015-2035, pemerintah telah menetapkan industri elektronika dan
telematika termasuk di dalam industri prioritas karena merupakan salah satu sektor dengan
tingkat pertumbuhan cukup tinggi. Hasil kajian ini menunjukan industri elektronik di Jawa
Barat memiliki kontribusi paling dominan terhadap kinerja industri elektronika nasional.
Daerah Kabupaten/Kota di Jawa Barat yang memiliki kinerja dan ekspor produk elektronika
terbesar ialah Kabupaten Bekasi, Kabupaten Karawang, Kota Depok, Kabupaten Bogor dan
Kabupaten Sukabumi.
Kajian Pengembangan Industri Kimia Nasional pada tahun 2019 telah disampaikan pada
bab III pada laporan LAKIP yang sama.
d. Asesmen Regional
Assesmen regional dilakukan di beberapa daerah untuk mengetahui dan menganalisis
masing-masing sektor yang memiliki keunggulan kompetitif dan prioritas guna
pengoptimalan dalam pembangunan daerah. Kemampuan setiap daerah berbeda dalam
pembangunan, yang dipengaruhi oleh adanya perbedaan potensi sumber daya yang dimiliki,
seperti sumber daya alam, sumber daya manusia dan sebagainya. Oleh karena itu
pengembangan ekonomi sektor potensial memberikan kontribusi terbesar terhadap kemajuan
ekonomi daerah sebagai prioritas kebijakan yang harus dikembangkan. Beberapa profil
perekonomian provinsi tersebut adalah :
Provinsi Banten
Provinsi Jawa Barat
Provinsi Nangroe Aceh Darussalam
Provinsi Bangka Belitung
Provinsi Kepulauan Riau
Provinsi Sumatera Utara
Provinsi Bali
Provinsi Maluku Utar
Provinsi Sulawesi Barat
Provinsi Sulawesi Utara
Provinsi NTT
Provinsi Kalimantan Selatan
Provinsi Sulawesi Selatan
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019
171
Provinsi Sumatera Selatan
Povinsi Papua Barat
Analisis dilakukan terhadap karakteristik potensi daerah seperti kondisi perekonomian
terkini, tenaga kerja, kemiskinan, pengangguran, dan indikator lainnya pada masing-masing
provinsi tersebut.
Koordinasi dan Sinergisi Kebijakan Perekonomian Daerah dan Sektor Riil Lainnya
a. Competitiveness for Industrial Modernization and Trade Acceleration (CITA) SIGAP
Merupakan program pinjaman Pemerintah berbasis kebijakan atau Policy Based Loan
(PBL) dari Asian Development Bank (ADB). Pinjaman tersebut diinisiasi oleh Pemerintah
Indonesia melalui Kementerian Keuangan c.q Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan
Risiko (DJPPR). Dalam rangka proses pemberian pinjaman dengan mekanisme PBL ini,
Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk mengimplementasikan beberapa reformasi
kebijakan (policy reform) khususnya sektor – sektor yang berkaitan dengan program CITA
ADB. Adapun output dari kegiatan ini yaitu tersusunnya draft policy matrix CITA program
loan yang akan menjadi dasar penarikan loan dari ADB untuk pembiayaan APBN TA 2020.
b. Analisis defisit fiskal dan dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi, pengangguran dan
kemiskinan dan Indonesia Climate Change Trust Fund (ICCTF) yang dilaksanakan pada
tahun 2019 telah disampaikan pada bab III dalam laporan ini.
C. Isu Strategis Tahun 2020-2024
Sebagai tindak lanjut Leader Offsite Meeting (LOM) Kementerian Koordinator Bidang
Perekonomian, Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan telah menyusun
Rencana Program Kerja Jangka Pendek (Quick Wins 2020) dan Rencana Program Kerja Jangka
Menengah (Program Kerja Tahun 2020-2024) sebagai berikut :
1. Quick Wins 2020
1) Optimalisasi Penyaluran KUR Sektor Produksi melalui Model Klaster
Tujuan Optimalisasi Penyaluran KUR Sektor Produksi melalui Model Klaster adalah
meningkatkan dan memperluas penyaluran KUR kepada usaha produktif, meningkatkan
kapasitas daya saing usaha mikro, kecil, dan menengah, dan mendorong pertumbuhan
ekonomi dan penyerapan tenaga kerja. Uraian kegiatan dari program ini adalah :
Memastikan tercapainya target penyaluran KUR;
Memastikan tercapainya target penyaluran KUR sektor produksi;
Mendorong penyaluran KUR di sektor produksi melalui klaster bisnis Model One Village
One Product (OVOP) dengan skema KUR Khusus;
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019
172
Menjaga tingkat NPL KUR dibawah 5%;
Monitoring dan evaluasi ketepatan sasaran penyaluran KUR.
2) Pengembangan Keuangan Syariah berbasiskan Pondok Pesantren
Tingkat inklusi keuangan syariah di Indonesia baru mencapai 9% dan tingkat literasi
keuangan syariah baru mencapai 8,93% (OJK, 2019). Hal tersebut dirasakan belum optimal,
mengingat Indonesia ialah negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia dengan
87,18% dari total penduduk 232,5 juta jiwa ialah muslim. Perlu dilakukan kegiatan
pengembangan keuangan syariah berbasiskan pondok pesantren, saat ini telah dilakukan
pembahasan dengan K/L dan diperlukan implementasi pada 3 Pondok Pesantren.
Sasaran/tujuan dari Pengembangan Keuangan Syariah berbasiskan Pondok Pesantren
adalah peningkatan Inklusi dan Literasi Keuangan Syariah bagi civitas pondok pesantren dan
masyarakat sekitar pondok pesantren, dan pemberdayaan ekonomi pesantren dan masyarakat
sekitar pondok pesantren melalui pengembangan keuangan syariah. Kegiatan Pengembangan
Keuangan Syariah berbasiskan Pondok Pesantren dilaksanakan dengan cara:
Mendukung target inklusi keuangan sebesar 90% pada tahun 2024 melalui peningkatan
inklusi dan literasi keuangan syariah;
Mendukung peningkatan share keuangan syariah pada keuangan nasional menjadi 20%
pada tahun 2020;
Mendorong perekonomian masyarakat sekitar pondok pesantren melalui keuangan
syariah, terintegrasi halal value chain.
3) Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Transaksi Daerah.
Digitalisasi Transaksi Daerah adalah suatu upaya untuk mengubah transaksi
pengeluaran dan penerimaan pemerintah daerah, dari tunai menjadi non tunai berbasis
digital, melalui berbagai kanal pembayaran untuk mewujudkan efisiensi, efektifitas dan
transparansi tata kelola keuangan pemerintah melalui infrastruktur yang aman dan handal.
Target QuickWins Digitalisasi Transaksi Daerah:
Penandatanganan Nota Kesepahaman dan Perjanjian Kerja Sama digitalisasi transaksi
daerah pada tanggal 2 Desember 2019 (tertunda karena adanya kendala dari beberapa
pimpinan Kementerian/Lembaga yang berhalangan hadir, untuk kemudian dijadwalkan
kembali pada tanggal 13 Februari 2020).
Pembentukan Pokjanas Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Daerah (P2DD).
2. Program Kerja Tahun 2020-2024
1) Kredit Usaha Rakyat (KUR)
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019
173
Sebagai amanat dari Inpres Nomor 6 tahun 2007 tentang Kebijakan Percepatan
Pengembangan Sektor Riil dan Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah serta dalam
rangka melaksanakan Keputusan Presiden Nomor 14 sebagaimana diubah dalam Keputusan
Presiden Nomor 19 Tahun 2015 tentang Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi Usaha Mikro,
Kecil dan Menengah, Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan akan
melanjutkan kebijakan Program KUR dengan melaksanakan hal-hal sebagai berikut:
Melaksanakan koordinasi dan sinkronisasi perencanaan, pengendalian dan pencapaian
penyaluran KUR.;
Melakukan langkah-langkah penyelesaian hambatan dan permasalahan dalam rangka
perencanaan, pengendalian dan pencapaian penyaluran dan kebijakan KUR;
Melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap pengendalian dan pencapaian
penyaluran KUR.
Hal-hal tersebut dilaksanakan dengan tujuan untuk meningkatkan dan memperluas
penyaluran KUR kepada usaha produktif, meningkatkan kapasitas daya saing usaha mikro,
kecil, dan menengah, serta mendorong pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja.
Sasaran Program KUR tahun 2020 s.d. 2024 adalah sebagai berikut :
Tahun 2020 2021 2022 2023 2024
Target Penyaluran KUR 190 T 220 T 250 T 285 T 325 T
Pertumbuhan Target realisasi KUR (%) 16 % 14 % 14 % 14 % 14 %
Target Sektor Produksi 60% 60% 60% 60% 60%
2) Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI)
Dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi, mempercepat penanggulangan
kemiskinan, mengurangi kesenjangan antar individu dan antar daerah, Pemerintah telah
mengeluarkan kebijakan keuangan inklusif melalui Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun
2016. Pada pelaksanaan program dan kegiatan SNKI 2020-2024 Kementerian Koordinator
Bidang Perekonomian, Deputi Ekonomi Makro dan Keuangan akan dilakukan hal-hal sebagai
berikut:
Melaksanakan Koordinasi dan sinkronisasi perencanaan, pengendalian, dan pencapaian
kebijakan terkait keuangan inklusif;
Melakukan langkah-langkah penyelesaian hambatan dan permasalahan dalam rangka
perencanaan, pengendalian, dan pencapaian kebijakan terkait keuangan inklusif; dan
Melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap pengendalian dan pencapaian target
keuangan inklusif.
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019
174
Hal-hal tersebut dilaksanakan dengan tujuan meningkatkan akses masyarakat terhadap
layanan keuangan formal, mengurangi kesenjangan antarindividu dan antardaerah,
mempercepat penanggulangan kemiskinan, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Sasaran Program SNKI tahun 2020 s.d. 2024 adalah sebagai berikut :
Tahun 2020 2021 2022 2023 2024
Indeks Keuangan Inklusif 79% 82% 85% 88% 90%
3) Penurunan Inflasi melalui Tim Pengendalian Inflasi Pusat (TPIP)
Sebagaimana tertuang dalam Perpres No. 18 Tahun 2020 tentang, Rencana
Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) Tahun 2020 – 2024, sasaran inflasi tahun 2020-
2024 “dijaga stabil dengan tren menurun”, dan menjadi sekitar 2,7% pada tahun 2024.
Pencapaian sasaran tersebut diupayakan melalui penyelesaian permasalahan struktural,
pengelolaan ekspektasi, dan penguatan koordinasi. Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro
dan Keuangan dalam rangka mencapai sasaran inflasi tahun 2020-2024 dimaksud akan
melakukan hal-hal sebagai berikut:
Melaksanakan koordinasi dan sinkronisasi perencanaan, pengendalian, dan pencapaian
sasaran inflasi yang ditetapkan oleh pemerintah;
Melakukan langkah-langkah penyelesaian hambatan dan permasalahan dalam rangka
perencanaan, pengendalian, dan pencapaian sasaran inflasi yang ditetapkan oleh
pemerintah; dan
Melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap pengendalian dan pencapaian sasaran
inflasi.
Hal-hal tersebut dilaksanakan dengan tujuan Menjaga realisasi inflasi dalam rentang
sasaran yang telah ditetapkan.
Sasaran Program Penurunan Inflasi melalui Tim Pengendalian Inflasi Pusat (TPIP) tahun
2020 s.d. 2024 adalah sebagai berikut :
Tahun 2020 2021 2022 2023 2024
Sasaran Inflasi 3%
±1%
3%
±1%
3%
±1%
2,5 %
±1%
2,5%
±1%
4) Insentif Fiskal
Program insentif fiskal merupakan perumusan rekomendasi kebijakan di bidang fiskal
untuk memacu pertumbuhan ekonomi dan mendorong daya saing melalui pemberian insentif
fiskal untuk industri padat karya, insentif super deduction litbang, serta fasilitas di KEK dan
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019
175
kawasan industri. Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan merumuskan
rekomendasi kebijakan insentif fiskal dengan tujuan melindungi dan mendorong
pengembangan industri padat karya, meningkatkan peran serta wajib pajak dalam kegiatan
penelitian dan pengembangan, dan mendorong pembangunan pada Kawasan Ekonomi Khusus
dan Kawasan Industri
Sasaran Program Insentif Fiskal tahun 2020 s.d. 2024 adalah sebagai berikut :
Perumusan kebijakan pemberian fasilitas perpajakan untuk industri padat karya
(investment allowance);
Perumusan kebijakan pemberian fasilitas super deduction untuk kegiatan penelitian dan
pengembangan; dan
Perumusan kebijakan pemberian fasilitas dan kemudahan di KEK dan kawasan industri.
5) Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Transaksi Daerah
Pendapatan asli daerah saat ini masih didominasi oleh penerimaan pajak daerah,
sementara retribusi masih kecil sehingga berpotensi untuk ditingkatkan melalui digitalisasi
yang akan mempermudah masyarakat dalam bertransaksi. Digitalisasi transaksi pemerintah
daerah adalah suatu upaya untuk mengubah transaksi pendapatan dan belanja pemerintah
daerah dari cara tunai menjadi non tunai berbasis digital. Kementerian Koordinator Bidang
Perekonomian Perekonomian bersama-sama dengan Kementerian Dalam Negeri, Bank
Indonesia, Kementerian Keuangan dan Kementerian Komunikasi dan Informatika bekerjasama
dan berkoordinasi dalam mendukung inovasi, percepatan, dan perluasan digitalisasi transaksi
daerah, pengintegrasian pengelolaan keuangan daerah, serta mendorong integrasi ekonomi
dan keuangan digital. Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan akan
merumuskan rekomendasi kebijakan Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Transaksi Daerah
dengan tujuan:
Meningkatkan efektivitas layanan publik, efisiensi, kesehatan fiskal, serta mendukung
transparansi dan governance Pemerintah; dan
Mengurangi ketergantung daerah terhadap pendanaan yang bersumber dari APBN
melalui peningkatan PAD sebesar sebesar 11,1 %.
Sasaran Program Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Transaksi Daerah tahun 2020
s.d. 2024 adalah sebagai berikut :
Tahun 2020 2021 2022 2023 2024
Penandatanganan NK dan PKS ETP 100%
Pembentukan Pokjanas P2DD 100%
Pembentukan Tim P2DD di Provinsi dan 180 360 542
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019
176
Kabupaten/Kota (akumulatif) Pemda Pemda Pemda
Penyusunan Draft Perpres ETP 100%
Pengimplementasian e-retribusi di daerah
dengan menggunakan QRIS pada Pasar
tradisional, Pariwisata dan Parkir (akumulatif)
180
Pemda
360
Pemda
542
Pemda
Penyelenggaraan championship 100% 100% 100% 100%
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019
177
BAB V PENUTUP
Capaian kinerja Deputi I pada tahun 2019 secara keseluruhan menunjukkan hasil yang
baik dan rata-rata mencapai target yang telah ditetapkan pada awal tahun, hal itu ditunjukkan
dengan capaian indikator Sasaran Strategis 1 : Tercapainya Indeks Keuangan Inklusif
mencapai 101,3% dari target 75% dengan realisasi mencapai 76%; Sasaran Strategis 2 :
Tercapainya Target Penyaluran KUR 100,06% atau Rp.140,08 Triliun dari target yang
ditetapkan sebesar Rp.140 Triliun; Sasaran Strategis 3 : Terwujudnya Koordinasi, dan
Sinkronisasi Kebijakan Ekonomi Makro dan Keuangan dengan target 1 (satu) Paket
Rekomendasi dapat tercapai; dan Sasaran Strategis 4 : Terwujudnya Pengendalian Kebijakan
Ekonomi Makro dan Keuangan dengan target 1 (satu) Paket Rekomendasi dapat tercapai.
Menunjuk pada capaian kinerja tahun 2019, pada prinsipnya program-program utama
dapat dilaksanakan seluruhnya, seperti KUR, SNKI, TPID, dan Insentif Fiskal serta program-
program regular seperti rekomendasi koordinasi kebijakan yang terkait dengan bidang BUMN,
seperti restukturisasi/privatisasi, PKLN, dan penyertaan modal negara. Di bidang ekonomi
daerah antara lain pengembangan skema pembiayaan inovatif, penyusunan regulasi yang
mendukung pengembangan ekonomi daerah dan sector riil, seperti penyusunan regulasi
melalui implementasi RIA.
Pada rencana 2020-2024 program-program dan kegiatan utama masih dilanjutkan,
yaitu: Program Kredit Usaha Rakyat, Strategi Keuangan Inklusi, Insentif Fiskal, ditambah
program baru Percpatan dan Perluasan Digitalisasi Transksi Daerah. Beberapa program dan
kegiatan masih memerlukan koordinasi, sinkronisasi, maupun pengendaliannya, seperti
pengendalian sektor jasa dan pengembangan basis data ekonomi dan keuangan dan program
pengembangan ekonomi dan keuangan Syariah. Sebagian program dan kegiatan tersebut ada
yang telah diusulkan menjadi program kerja Pada tahun 2020.
Dalam rangka peningkatan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP)
yang baik, Kedeputian Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan terus berupaya
meningkatkan koordinasi, sinkronisasi dan pengendalian baik internal maupun eksternal
sebagai tindak lanjut dari evaluasi atas implementasi sistem akuntabilitas kinerja, sebagai
berikut:
1. Perencanaan Kinerja, dalam penyusunan Sasaran Kinerja dan Sasaran Strategis/Program
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan semaksimal mungkin berupaya
mendekatkan penilaian kinerja yang berorientasi kepada Outcome dan menggunakan
indikator kinerja yang lebih spesifik dan dapat diukur melalui Key Monitoring Indicator
(KMI).
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019
178
2. Pengukuran Kinerja, Ekon GO, E-Monev, dan Smart, serta alat analisis lainnya seperti
hasil kajian, hasil analisis, serta laporan monitoring dan evaluasi dioptimalkan sebagai
alat bantu dalam pengumpulan data dan pemantauan capaian kinerja program dan
kegiatan dan anggaran secara periodik, disertai dengan narasi dan data dukung dengan
mekanisme kerja yang terstruktur atau ter-cashcading.
3. Pelaporan Kinerja, Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) selain disampaikan
kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian selaku pimpinan tertinggi juga dapat
diakses melalui web kinerja.ekon.go.id serta dilaporkan kepada Kementerian
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.
4. Evaluasi Internal, tindaklanjut dari evaluasi yang dilaksanakan oleh Inspektorat selaku
Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) menjadi perhatian dalam rangka
peningkatkan dan akuntabilitas kinerja yang lebih baik.
Masih banyak tantangan yang harus diwujudkan dalam melaksanakan RPJMN 2020-
2024, Renstra Kementerian, Rencana Kerja berdasarkan tugas dan fungsi dimasa mendatang
yang harus disikapi dengan bentuk kerja nyata yang positif, dan meningkatkan kinerja
organisasi menuju perbaikan yang lebih baik serta akuntabel. Meskipun program bersifat
makro, namun demikian melalui laporan kinerja dari program dan kegiatan yang
dilaksanakan diharapkan dapat memberikan informasi yang baik dan tranparan kepada
pimpinan dan seluruh pihak yang terkait dengan tugas dan fungsi unit kerja Deputi Bidang
Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan.
Laporan kinerja akuntabilitas ini menjadi pedoman dan umpan balik terhadap
peningkatan kinerja, serta berdampak signifikan terhadap peningkatan kinerja Kementerian
Koordinator Bidang Perekonomian, khususnya unit kerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi
Makro dan Keuangan sehingga dapat digunakan sebagai bahan dalam merumuskan kebijakan
yang terintegrasi dan berkelanjutan yang mendukung Sasaran Strategis dan Program Nasional.