LAPORAN PENDAHULUAN HIDROCEPHALUS PADA ANAK
DI RS ROEMANI SEMARANG
Disusun untuk Memenuhi Tugas Praktik Keperawatan Anak
Disusun Oleh :
Galuh Forestry Mentari
22020111130056
JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2014
A. DEFINISI
Hidrosefalus adalah akumulasi cairan serebro spinal dalam ventrikel serebral, ruang
subarachnoid atau ruang subdural (Suriadi dan Yuliani, 2001).
Hidrosefalus merupakan keadaan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya
cairan serebro spinalis tanpa atau pernah dengan tekanan intracranial yang meninggi
sehingga terdapat pelebaran ruangan tempat mengalirnya cairan serebro spinal
(Ngastiyah, 2007).
Hidrosefalus merupakan sindroma klinis yang dicirikan dengan dilatasi yang progresif
pada system ventrikuler cerebral dan kompresi gabungan dari jaringan – jaringan serebral
selama produksi CSF berlangsung yang meningkatkan kecepatan absorbsi oleh vili
arachnoid. Akibat berlebihannya cairan serebrospinalis dan meningkatnya tekanan
intrakranial menyebabkan terjadinya peleburan ruang – ruang tempat mengalirnya liquor
(Mualim, 2010)
Jenis Hidrosefalus dapat diklasifikasikan menurut:
1. Waktu Pembentukan
a. Hidrosefalus Congenital, yaitu Hidrosefalus yang dialami sejak dalam
kandungan dan berlanjut setelah dilahirkan
b. Hidrosefalus Akuisita, yaitu Hidrosefalus yang terjadi setelah bayi dilahirkan
atau terjadi karena faktor lain setelah bayi dilahirkan (Harsono,2006).
2. Proses Terbentuknya Hidrosefalus
a. Hidrosefalus Akut, yaitu Hidrosefalus yang tejadi secara mendadak yang
diakibatkan oleh gangguan absorbsi CSS (Cairan Serebrospinal)
b. Hidrosefalus Kronik, yaitu Hidrosefalus yang terjadi setelah cairan CSS
mengalami obstruksi beberapa minggu (Anonim,2007)
3. Sirkulasi Cairan Serebrospinal
a. Communicating, yaitu kondisi Hidrosefalus dimana CSS masih biasa keluar
dari ventrikel namun alirannya tersumbat setelah itu.
b. Non Communicating, yaitu kondis Hidrosefalus dimana sumbatan aliran CSS
yang terjadi disalah satu atau lebih jalur sempit yang menghubungkan
ventrikel – ventrikel otak (Anonim, 2003).
4. Proses Penyakit
a. Acquired, yaitu Hidrosefalus yang disebabkan oleh infeksi yang mengenai
otak dan jaringan sekitarnya termasuk selaput pembungkus otak (meninges).
1 | P a g e
b. Ex-Vacuo, yaitu kerusakan otak yang disebabkan oleh stroke atau cedera
traumatis yang mungkin menyebabkan penyempitan jaringan otak atau
athrophy (Anonim, 2003).
B. ETIOLOGI
Hidrosefalus terjadi bila terdapat penyumbatan aliran CSS pada salah satu tempat
antara tempat pembentukan CSS dalam sistem ventrikel dan tempat absorbsi dalam ruang
subarackhnoid akibat penyumbatan, terjadi dilatasi ruangan CSS diatasnya. Penyumbatan
aliran CSS sering terdapat pada bayi dan anak ialah:
1. Kongenital : disebabkan gangguan perkembangan janin dalam rahim, atau infeksi
intrauterine meliputi :
a. Stenosis aquaductus sylvi
b. Spina bifida dan kranium bifida
c. Syndrom Dandy-Walker
d. Kista arakhnoid dan anomali pembuluh darah
2. Infeksi
Akibat infeksi dapat timbul perlekatan meningen. Secara patologis terlihat
penebalan jaringan piameter dan arakhnoid sekitar sisterna basalis dan daerah lain.
penyebab lain infeksi adalah toksoplasmosis.
3. Neoplasma
Hidrosefalus oleh obstruksi mekanik yang dapat terjadi di setiap tempat aliran
CSS. Pada anak yang terbanyak menyebabkan penyumbatan ventrikel IV /
akuaduktus sylvii bagian terakhir biasanya suatu glioma yang berasal dari cerebelum,
penyumbatan bagian depan ventrikel III disebabkan kraniofaringioma.
4. Perdarahan
Perdarahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak, dapat menyebabkan fibrosis
leptomeningfen terutama pada daerah basal otak, selain penyumbatan yang terjadi
akibat organisasi dari darah itu sendiri.
C. FISIOLOGI CAIRAN CEREBRO SPINALIS
1. Pembentukan CSF
Normal CSF diproduksi + 0,35 ml / menit atau 500 ml / hari dengan demikian
CSF di perbaharui setiap 8 jam. Pada anak dengan hidrosefalus, produksi CSF
ternyata berkurang + 0, 30 / menit. CSF di bentuk oleh PPA;
2 | P a g e
a. Plexus choroideus (yang merupakan bagian terbesar
b. Parenchym otak
c. Arachnoid
2. Sirkulasi CSF
Melalui pemeriksaan radio isotop, ternyata CSF mengalir dari tempat
pembentuknya ke tempat absorpsinya. CSF mengalir dari II ventrikel lateralis melalui
sepasang foramen Monro ke dalam ventrikel III, dari sini melalui aquaductus Sylvius
menuju ventrikel IV. Melalui satu pasang foramen Lusckha CSF mengalir cerebello
pontine dan cisterna prepontis. Cairan yang keluar dari foramen Magindie menuju
cisterna magna. Dari sini mengalir kesuperior dalam rongga subarachnoid spinalis dan
ke cranial menuju cisterna infra tentorial.Melalui cisterna di supratentorial dan kedua
hemisfere cortex cerebri. Sirkulasi berakhir di sinus Doramatis di mana terjadi
absorbsi melalui villi arachnoid.
D. PATOFISIOLOGI
Dikarenakan kondisi CSS yang tidak normal hidrosefalus secara teoritis terjadi
sebagai akibat dari tiga mekanisme yaitu: produksi likuor yang berlebihan, peningkatan
resistensi aliran likuor, peningkatan tekanan sinus venosa.
Konsekuensi tiga mekanisme di atas adalah peningkatan tekanan intrakranial (TIK)
sebagai upaya mempertahankan keseimbangan sekresi dan absorbsi. Mekanisme
terjadinya dilatasi ventrikel cukup rumit dan berlangsung berbeda – beda tiap saat selama
perkembangan hidrosefalus. Dilatasi ini terjadi sebagai akibat dari : Kompresi sistem
serebrovaskuler, Redistribusi dari likuor serebrospinalis atau cairan ekstraseluler,
Perubahan mekanis dari otak, Efek tekanan denyut likuor serebrospinalis, Hilangnya
jaringan otak, Pembesaran volume tengkorak karena regangan abnormal sutura kranial.
Produksi likuor yang berlebihan disebabkan tumor pleksus khoroid. Gangguan aliran
likuor merupakan awal dari kebanyakan kasus hidrosefalus. Peningkatan resistensi yang
disebabkan gangguan aliran akan meningkatkan tekanan likuor secara proporsional dalam
upaya mempertahankan resorbsi yang seimbang.
Peningkatan tekanan sinus vena mempunyai dua konsekuensi, yaitu peningkatan
tekanan vena kortikal sehingga menyebabkan volume vaskuler intrakranial bertambah
dan peningkatan tekanan intrakranial sampai batas yang dibutuhkan untuk
mempertahankan aliran likuor terhadap tekanan sinus vena yang relatif tinggi.
Konsekuensi klinis dari hipertensi vena ini tergantung dari komplians tengkorak.
3 | P a g e
E. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis Hidrosefalus dibagi menjadi 2 yaitu : pada masa neonates, dan pada
akhir masa kanak – kanak.
1. Hidrosefalus terjadi pada masa neonates
Meliputi pembesaran kepala abnormal, gambaran tetap hidrosefalus kongenital
dan pada masa bayi. Lingkaran kepala neonatus biasanya adalah 35 – 40 cm, dan
pertumbuhan ukuran lingkar kepala terbesar adalah selama tahun pertama kehidupan.
Kranium terdistensi dalam semua arah, tetapi terutama pada daerah frontal. Tampak
dorsum nasi lebih besar dari biasa. Fontanella terbuka dan tegang, sutura masih
terbuka bebas. Tulang – tulang kepala menjadi sangat tipis. Vena – vena di sisi
samping kepala tampak melebar dan berkelok.
2. Hidrosefalus terjadi pada akhir masa kanak – kanak
Pembesaran kepala tidak bermakna, tetapi nyeri kepala sebagai manifestasi
hipertensi intrakranial. Lokasi nyeri kepala tidak khas. Dapat disertai keluhan
penglihatan ganda (diplopia) dan jarang diikuti penurunan visus. Secara umum gejala
yang paling umum terjadi pada pasien – pasien hidrosefalus di bawah usia dua tahun
adalah pembesaran abnormal yang progresif dari ukuran kepala. Makrokrania
mengesankan sebagai salah satu tanda bila ukuran lingkar kepala lebih besar dari dua
deviasi standar di atas ukuran normal. Makrokrania biasanya disertai empat gejala
hipertensi intrakranial lainnya yaitu: Fontanel anterior yang sangat tegang, Sutura
kranium tampak atau teraba melebar, Kulit kepala licin mengkilap dan tampak vena-
vena superfisial menonjol, Fenomena ‘matahari tenggelam’ (sunset phenomenon).
Pertumbuhan kepala normal terjadi pada 3 bulan pertama. Lingkar kepala akan
bertambah kira – kira 2 cm setiap bulan. Pada 3 bulan berikutnya, penambahan akan
berlangsung lebih lambat.
Ukuran rata – rata lingkar kepala (Wim de jong) :
Lahir 35 cm
Umur 3 bulan 41 cm
Umur 6 bulan 44 cm
Umur 9 bulan 46 cm
Umur 12 bulan 47 cm
Umur 18 bulan 48,5 cm
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
4 | P a g e
1. Pemeriksaan fisik:
a. Pengukuran lingkaran kepala secara berkala. Pengukuran ini penting untuk
melihat pembesaran kepala yang progresif atau lebih dari normal
b. Transiluminasi
2. Pemeriksaan darah:
a. Tidak ada pemeriksaan darah khusus untuk hidrosefalus
3. Pemeriksaan cairan serebrospinal:
a. Analisa cairan serebrospinal pada hidrosefalus akibat perdarahan atau meningitis
untuk mengetahui kadar protein dan menyingkirkan kemungkinan ada infeksi sisa
4. Pemeriksaan radiologi:
a. X-foto kepala: tampak kranium yang membesar atau sutura yang melebar.
b. USG kepala: dilakukan bila ubun-ubun besar belum menutup.
c. CT Scan kepala: untuk mengetahui adanya pelebaran ventrikel dan sekaligus
mengevaluasi struktur-struktur intraserebral lainnya
G. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Pencegahan
Untuk mencegah timbulnya kelainan genetic perlu dilakukan penyuluhan genetic,
penerangan keluarga berencana serta menghindari perkawinan antar keluarga dekat.
Proses persalinan / kelahiran diusahakan dalam batas – batas fisiologik untuk
menghindari trauma kepala bayi. Tindakan pembedahan Caesar suatu saat lebih
dipilih dari pada menanggung resiko cedera kepala bayi sewaktu lahir.
2. Terapi Medikamentosa
Hidrosefalus dengan progresivitas rendah dan tanpa obstruksi pada umumnya
tidak memerlukan tindakan operasi. Dapat diberi asetazolamid dengan dosis 25 – 50
mg/kg BB. Pada keadaan akut dapat diberikan menitol. Diuretika dan kortikosteroid
dapat diberikan meskipun hasilnya kurang memuaskan. Pembarian diamox atau
furocemide juga dapat diberikan. Tanpa pengobatan “pada kasus didapat” dapat
sembuh spontan ± 40 – 50 % kasus.
3. Pembedahan
Tujuannya untuk memperbaiki tempat produksi LCS dengan tempat absorbsi.
Misalnya Cysternostomy pada stenosis aquadustus. Dengan pembedahan juga dapat
mengeluarkan LCS kedalam rongga cranial yang disebut :
a. Ventrikulo Peritorial Shunt
5 | P a g e
b. Ventrikulo Adrial Shunt
Untuk pemasangan shunt yang penting adalajh memberikan pengertian pada
keluarga mengenai penyakit dan alat-alat yang harus disiapkan (misalnya : kateter
“shunt” obat-obatan darah) yang biasanya membutuhkan biaya besar.
Pemasangan pintasan dilakukan untuk mengalirkan cairan serebrospinal dari
ventrikel otak ke atrium kanan atau ke rongga peritoneum yaitu pi8ntasan
ventrikuloatrial atau ventrikuloperitonial.
Pintasan terbuat dari bahan bahansilikon khusus, yang tidak menimbulkan raksi
radang atau penolakan, sehingga dapat ditinggalkan di dalam yubuh untuk selamanya.
Penyulit terjadi pada 40-50%, terutama berupa infeksi, obstruksi, atau dislokasi.
4. Terapi
Pada dasarnya ada 3 prinsip dalam pengobatan hidrosefalus, yaitu :
a. Mengurangi produksi CSS
b. Mempengaruhi hubungan antara tempat produksi CSS dengan tempat absorbsi
c. Pengeluaran likuor ( CSS ) kedalam organ ekstrakranial.
Penanganan hidrosefalus juga dapat dibagi menjadi :
1. Penanganan sementara
Terapi konservatif medikamentosa ditujukan untuk membatasi evolusi
hidrosefalus melalui upaya mengurangi sekresi cairan dari pleksus khoroid atau upaya
meningkatkan resorbsinya.
2. Penanganan alternatif (selain shunting)
Misalnya : pengontrolan kasus yang mengalami intoksikasi vitamin A, reseksi
radikal lesi massa yang mengganggu aliran likuor atau perbaikan suatu malformasi.
saat ini cara terbaik untuk malakukan perforasi dasar ventrikel dasar ventrikel III
adalah dengan teknik bedah endoskopik.
3. Operasi pemasangan “ pintas “ (shunting)
Operasi pintas bertujuan mambuat saluran baru antara aliran likuor dengan kavitas
drainase. pada anak-anak lokasi drainase yang terpilih adalah rongga peritoneum.
baisanya cairan ceebrospinalis didrainase dari ventrikel, namun kadang ada
hidrosefalus komunikans ada yang didrain rongga subarakhnoid lumbar. Ada 2 hal
yang perlu diperhatikan pada periode pasca operasi, yaitu pemeliharaan luka kulit
terhadap kontaminasi infeksi dan pemantauan. kelancaran dan fungsi alat shunt yang
6 | P a g e
dipasang. infeksi pada shunt meningkatkan resiko akan kerusakan intelektual, lokulasi
ventrikel dan bahkan kematian.
H. PATHWAY
Pathway hidrocephalus
7 | P a g e
Produksi likuor berlebih
Peningkatan resistensi aliran likuor
Penekanan tekanan sinus venosa
Penumpukan cairan serebrospinalis (CSS) dalam ventrikel otak secara
aktif
Penatalaksanaan Produksi likuor berlebih
Peningkatan resistensi aliran likuor
Penekanan tekanan sinus venosa
I. RENCANA KEPERAWATAN
No Diagnosa Tujuan dan kriteria
hasil
Intervensi Rasionalisasi
1 Diare
Batasan Karakteristik:
1. Nyeri abdomen
sedikitnya 3x
defekasi perhari
2. Kram
3. Bising usus
hiperaktif
4. Ada dorongan
Faktor yang
Berhubungan :
Psikologis
1. Ansietas
2. Tingkat stres tinggi
Situasional
1. Efek samping obat
2. Kontaminan
3. Penyalahgunaan
laksatif
4. Radiasi, toksin
5. Melakukan
perjalanan
Fisiologis
1. Proses infeksi dan
parasit
2. Inflamasi dan iritasi
3. Malabsorbsi
NOC
1. Bowel
elimination
2. Fluid balance
3. Hydration
4. Electrolyte and
acid base balance
Kriteria hasil:
1. Feses berbentuk,
BAB sehari
sampai tiga hari
sekali
2. Menjaga daerah
sekitar rektal dari
iritasi
3. Tidak mengalami
diare
4. Menjelakan
penyebab diare
dan rasional
tindakan
5. Mempertahankan
turgor kulit
NIC
Diarhea Management
1. Evaluasi efek
samping
pengobatan
terhadap
gastrointestinal
2. Ajarkan pasien
untuk
menggunakan obat
antidiare
3. Instruksikan
pasien/keluarga
untuk mencatat
warna, jumlah,
frekuensi dan
konsistensi dari
feses
4. Evaluasi intake
makanan yang
masuk
5. Identifikasi faktor
penyebab dari
diare
6. Monitor tanda dan
gejala diare
7. Observasi turgor
kulit secara rutin
8. Ukur
diare/keluaran
Diarhea Management
1. Mengetahui
apakah ada
dampak negatif
dari obat
terhadap
gastrointestinal.
2. Memandirikan
pasien.
3. Menghitung dan
mengetahui
warna, jumlah,
frekuensi dan
konsistensi dari
feses.
4. Mengetahui
jumlah makanan
yang masuk ke
dalam tubuh
klien.
5. Mengetahui
penyebab lebih
dini
6. Mengetahui
perubahan status
diare klien.
7. Mengetahui
status volume
dan cairan
dalam tubuh
8 | P a g e
BAB
9. Hubungi dokter
jika ada kenaikan
bising usus
10. Instruksikan pasien
untuk makan
rendah serat, tinggi
protein dan tinggi
kalori jika
memungkinkan
11. Instruksikan untuk
menghindari
laksatif
12. Monitor persiapan
makanan yang
aman
klien
8. Menghitumg
output klien.
9. Mendapat
tindakan yang
tepat.
10. Memperbaiki
status nutrisi
klien.
11. Untuk
menghindari
konstipasi
12. Menghindari
kesalahan
makan
2. Ansietas
Batasan karakteristik
Perilaku
1. Gelisah
2. Insomnia
3. Kontak mata yang
buruk
4. Agitasi
5. Tampak waspada
6. Afektif
7. Gelisah, distsres
8. Kesedihan yang
mendalam
9. Ketakutan
10. Perasaan tidak
adekuat
11. Berfokus pada diri
sendiri
NOC
1. Anxiety self-
control
2. Anxiety level
3. Coping
Kriteria hasil:
1. Klien mampu
mengidentifikasi
dan
mengungkapkan
gejala cemas
2. Mengidentifikasi
,
mengungkapkan
dan
menunjukkan
teknik untuk
mengontrol
NIC
Anxiety Reduction
(penurunan kecemaan)
1. Gunakan
pendekatan yang
menenangkan
2. Jelaskan semua
prosedur dan apa
yang dirasakan
selama prosedur
3. Pahami perspektif
pasien terhadap
situasi stres
4. Temani pasien
5. Dorong keluarga
untuk menemani
anak
6. Identifikasi tingkat
Anxiety Reduction
1. Pendekatan
yang
menenangkan
membuat anak
nyaman
2. Untuk
mendapatkan
izin dari
keluarga
3. Mengetahui
batasan
masalah
individu dan
pengaruhnya
selama
diberikan
9 | P a g e
12. Gugup senang
berlebihan
13. Rasa nyeri yang
meningkatkan rasa
ketidak berdayaan
14. Khawatir
Fisiologis
1. Wajah tegang,
tremor tangan
2. Peningkatan
keringat
3. Peningkatan
ketegangan
4. Gemetar
5. Suara bergetar
Simpatik
1. Anoreksia
2. Diare, mulut kering
3. Wajah merah
4. Jantung berdebar-
debar
5. Peningkatan
tekanan darah
6. Peningkatan denyut
nadi
7. Peningkatan reflek
8. Peningkatan
frekuensi
pernafasan
9. Pupil melebar
10. Kesulitan bernafas
Parasimpatik
1. Nyeri abdomen
2. Penurunan tekanan
cemas
3. Vital sign dalam
batas normal
4. Postur tubuh,
ekspresi wajah,
bahasa tubuh
dan tingkat
aktivitas
menunjukkan
berkurangnya
kecemasan
kecemasan
7. Dorong pasien
untuk
mengungkapkan
perasaan,
ketakutan, persepsi
8. Ajarkan teknik
relaksasi
intervensi
4. Untuk
memberikan
keamanan dan
mengurangi
takut
5. Keluarga
berperan
menenangkan
dan membuat
nyaman anak
6. Mengetahui
tingkat
kecemasan
untuk
memberikan
intervensi yang
tepat
7. Mengetahui
sumber
ketakutan atau
kecemasan
klien
8. Untuk
mengurangi
kecemasan
10 | P a g e
darah
3. Penurunan denyut
nadi
4. Diare, mual,
vertigo
5. Letih, gangguan
tidur, kesemutan
pada ekstremitas
6. Sering berkemih
Kognitif
1. Kesulitan
berkonsentrasi
2. Penurunan
kemampuan untuk
belajar
3. Lupa, gangguan
perhatian
4. Khawatir, melamun
5. Cenderung
menyalahkan orang
lain
Faktor yang
berhubungan
1. Perubahan (status
ekonomi,
lingkungan, status
kesehatan, pola
interaksi, fungsi
peran, status peran)
2. Pemajanan toksin
3. Terkait keluarga
4. Herediter
5. Infeksi/kontaminan
interpersonal
11 | P a g e
6. Penularan penyakit
interpersonal
7. Krisis maturasi,
krisi situasional
8. Stres, ancaman
kematian
9. Penyalahgunaan zat
10. Ancaman pada
(status ekonomi,
lingkungan, status
kesehatan, pola
interaksi, fungsi
peran, status peran,
konsep diri)
11. Kebutuhan yang
tidak dipenuhi
3. Kekurangan volume
cairan
Batasan karakteristik
1. Perubahan status
mental
2. Penurunan tekanan
darah
3. Penurunan tekanan
nadi
4. Penurunan turgor
kulit
5. Penurunan haluaran
urine
6. Membran mukosa
kering
7. Kulit kering
8. Peningkatan
hematokrit
NOC
1. Fluid Balance
2. Hydration
3. Nutritional
Status : Food and
Fluid Intake
Kriteria Hasil :
1. Mempertahankan
urine output
sesuai dengan
usia dan BB, BJ,
urine normal, HT
normal
2. Tekanan darah,
nadi, suhu tubuh
dalam batas
normal
NIC
Fluide management
1. Timbang
popok/pembalut
jika diperlukan
2. Pertahankan
catatan intake dan
output yang akurat
3. Monitor status
hidrasi
(kelembaban
membran mukosa,
nadi adekuat,
tekanan ortostatik),
jika diperlukan
4. Monitor vital sign
5. Kolaborasikan
Fluide management
1. Menghitung
output cairan
dari klien.
2. Untuk
mencegah dan
mengidentifikasi
secara dini
terjadinya
kelebihan
cairan.
3. Mengetahui
status cairan
klien.
4. Memantau tanda
–tanda vital
klien tiap jam.
5. Menambah
12 | P a g e
9. Peningkatan suhu
tubuh
10. Peningkatan
frekuensi nadi
11. Peningkatan
konsentrasi urine
12. Penurunan berat
badan
13. Haus
14. Kelemahan
Faktor yang
berhubungan
1. Kehilangan cairan
aktif
2. Kegagalan
mekanisme regulasi
3. Tidak ada tanda-
tanda dehidrasi,
elastisitas turgor
kulit baik,
membran
mukosa lembab,
tidak ada rasa
haus yang
berlebihan
cairan IV
6. Monitor status
nutrisi
7. Dorong masukan
oral
8. Kolaborasi dengan
dokter.
Hypovolemia
Management
1. Monitor status
cairan termasuk
intake dan output
cairan
2. Monitor tingkat
HB dan hematokrit
3. Monitor respon
pasien terhadap
penambahan cairan
4. Monitor berat
badan
intake pada
klien.
6. Untuk
memberikan
intervensi yang
tepat.
7. Untuk
mencukupi
kebutuhan
nutrisi
8. Memberikan
intervensi dan
penatalaksanaan
medis yang
tepat bagi klien
Hypovolemia
Management
1. Mengetahui
balance cairan
2. Peningkatan
hematokrit
menunjukkan
adanya dehidrasi
3. Mengetahui
terjadinya
perubahan,
misalnya adanya
edema
4. Kenaikan berat
badan perlu
diperhatikan
apabila terdapat
edema
4. Ketidakseimbangan NOC NIC Nutrion mangement
13 | P a g e
nutrisi : kurang dari
kebutuhan tubuh
Batasan karakteristik
1. Kram abdomen
2. Nyeri abdomen
3. Menghindari
makanan
4. Berat badan 20%
atau lebih di bawah
berat badan ideal
5. Kerapuhan kapiler
6. Diare
7. Kehilangan rambut
berlebihan
8. Bising usus
hiperaktif
9. Kurang makanan\
10. Kurang informasi
11. Penurunan berat
badan dengan
asupan makanan
adekuat
12. Membran mukosa
pucat
13. Ketidakmampuan
memakan makanan
14. Tonus otot
menurun
15. Mengeluh
gangguan sensasi
rasa
16. Cepat kenyang
setelah makan
17. Sariawan rongga
1. Nutritional
Status :
2. Nutritional
Status : food and
fluide intake
3. Nutritional
Status : nutrient
intake
4. Weight control
Kriteria hasil :
1. Adanya berat
badan sesuai
dengan tujuan
2. Berat badan ideal
sesuai dengan
tinggi badan
3. Mampu
mengidentifikasi
kebutuhan nutrisi
4. Tidak ada tanda-
tanda malnutrisi
5. Menunjukan
peningkatan
fungsi
pengecapan dari
menelan
6. Tidak terjadi
penurunan berat
badan yang
berarti
Nutrion mangement
1. Kaji adanya alergi
makanan
2. Kolaborasi dengan
ahli gizi untuk
menentukan jumlah
kalori dan nutrisi
yang dibutuhkan
pasien
3. Anjurukan pasien
untuk
meningkatkan
intake IV
4. Anjurkan pasien
untuk
meningkatkan
protein dan vitamin
C
5. Berikan substansi
gula
6. Monitor jumlah
nutrisi dan
kandungan kalori
7. Berikan informasi
tentang kebutuhan
nutrisi
Nutrition Monitoring
1. BB pasien dalam
batas normal
2. Monitor adanya
penurunan berat
badan
3. Monitor tipe dan
jumlah aktivitas
1. Mengetahui jenis
makanan yang
menimbulkan
alergi
2. Memberikan
asupan nutrisi yang
sesuai dengan
kebutuhan pasien
3. Memenuhi
kebutuhan cairan
pasien
4. Untuk
menggantikan
protein yang hilang
karena malabsorbsi
dinding usus
5. Menambah energi
tubuh yang hilang
akibat metabolisme
6. Mengetahui status
nutrisi pasien
7. Memberikan
informasi kepada
keluarga mengenai
nutrisi pasien
8. Mengetahui status
cairan klien.
9. Mengetahui status
nutrisi klien.
10. Mengetahui tingkat
nutrisi klien.
11. Tumbuh kembang
klien
14 | P a g e
mulut
18. Kelemahan otot
pengunyah
19. Kelemahan otot
untuk menelan
Faktor yang
berhubungan
1. Faktor biologis
2. Faktor ekonomi
3. Ketidakmampuan
mengabsorbsi
nutrient
4. Ketidakmampuan
mencerna makanan
5. Ketidakmampuan
menelan makanan
yang biasa
dilakukan
4. Monitor interaksi
anak atau orang
tua selama makan
5. Monitor
lingkungan selama
makan
6. Jadwalkan
pengobatan dan
tindakan tidak
selama jam makan
7. Monitor kulit
kering dan
perubahan
pigmentasi
8. Monitor turgor
kulit
9. Monitor
kekeringan,
rambut kusam, dan
mudah patah
10. Monitor kadar
albumin, total
protein, HB, dan
kadar HT
11. Monitor
pertumbuhan dan
perkembangan
12. Monitor pucat,
kemerahan, dan
kekeringan
jaringan
mempengaruhi
status nutrisi.
12. Mengetahui status
kekurangan nutrisi.
15 | P a g e
konjungtiva
5 Kerusakan integritas
kulit
Batasan karakteristik :
1. Kerusakan lapisan
kulit (dermis)
2. Gangguan
permukaan kulit
(epidermis)
3. Infasi struktur
tubuh
Foktor yang
berhubungan :
Eksternal
1. Zat kimia, radiasi
2. Usia yang ekstrim
3. Kelembaban
4. Hipertermia,
hipotermia
5. Faktor mekanik
(misal : gaya
gunting)
6. Medikasi
7. Lembab
8. Imobilitas
Internal
1. Perubahan status
cairan
2. Perubahan
pigmentasi
3. Perubahan turgor
Faktor Perkembangan
1. Kondisi
ketidakseimbangan
NOC
1. Tissue Integrity :
Skin and Mucous
Membranes
2. Hemodyalis
akses
Kriteria hasil :
1. Integritas kulit
yang baik bisa
dipertahankan
(sensasi,
elastisitas,
temperatur,
hidrasi,
pigmentasi)
2. Tidak ada luka
atau lesi pada
kulit
3. Perfusi jaringan
baik
4. Menunjukkan
pemahaman
dalam proses
perbaikan kulit
dan mencegah
terjadinya cidere
berulang
5. Mampu
melindungi kulit
dan
mempertahankan
kelembaban kulit
dan perawatan
NIC
Pressure Management
1. Anjurkan pasien
untuk
menggunakan
pakaian yang
longgar
2. Jaga kebersihan
kulit agar tetap
bersih dan kering
3. Mobilisasi pasien
( ubah posisi
pasien) setiap 2
jam sekali
4. Oleskan lotion atau
minyak/baby oil
pada daerah
tertekan
5. Monitor aktivitas
dan mobilisasi
pasien
6. Memandikan
pasien dengan
sabun dan air
hangat
Pressure Management
1. Mengurangi
gesekan antara
kulit dengan
pakaian.
2. Kulit yang kotor
menjadi tempat
berkumpulnya
bakteri.
3. Posisi yang sama
terus-menerus
dapat
menyebabkan
kerusakan kulit.
4. Pemberian lotion
akan
melembabkan
kulit.
5. Mobilisasi klien
dapat mengurangi
kerusakan
integeritas kulit.
6. Menjaga
kebersihan kulit
klien.
16 | P a g e
nutrisi (misal
obesitas, emasiasi)
2. Penurunan
imunologis
3. Penurunan sirkulasi
4. Kondisi gangguan
metabolik
5. Gangguan sensasi
6. Tonjolan tulang
alami
Daftar Pustaka
Baughman, Diane C. 2000. Keperawatan Medikal – Bedah : Buku Saku untuk Brunner dan
Suddarth. Jakarta : EGC
Behrman, Richard E, dkk. 1999. Ilmu Kesehatan dan Anak Nelson, Volume 2. Edisi 15. Alih
Bahasa A. Samik Wahab. Jakarta : EGC.
17 | P a g e
Corwin, Elizabeth J. 2007. Buku Saku Patofisiologi, Ed. 3; Alih Bahasa, Nike Budhi Subekti.
Jakarta: EGC
Davey Patrick.2003.Medicine at a Glance.Erlangga:Jakarta
Kee, Joyce L.1996. Farmakologi : Pendekatan Proses Keperawatan. Jakarta: EGC
Muscari, Mary E. 2005. Panduan Belajar: Keperawatan Pediatrik; Alih Bahasa, Aifrina
Hany. Jakarta: EGC
Nethina, Sandra, M. 2001. Pedoman Praktek Keperawatan. Alih Bahasa oleh Setiawan, dkk.
Jakarta : EGC.
Nurarif, Amin Huda dan Kusuma, Hardhi. 2013. Aplikasi Asuhan Keperwatan Berdasarkan
Diagnose Medis dan NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: Mediaction Publishing.
Rubenstein David, dkk.2005. Lecture Notes: Kedokteran Klinis.Erlangga:Jakarta
Tucker, Susan Martin, dkk. 1998. Standar Perawatan Pasien : Proses Keperawatan,
Diagnosis, dan Evaluasi. (ed. 5). Alih Bahasa Yasmin Asih,dkk. Jakarta : EGC.
Wong, Donna L. dan Eaton, M. H…(et all). 2001. Wong’s Essentials of Pediatric Nursing.
(Ed. 6). Missouri : Mosby.
18 | P a g e