LAPORAN TETAP
LABORATORIUM UNIT PROSES
METIL ESTER
OLEH :
WULAN NOVI ASTUTI (03111003008)
NESSA SELVIANY (03111003014)
ITALIANA HAKIM (03111003050)
GIGIH TEJO PURBOYO (03111003067)
MUHAMMAD EKO WAHYU UTAMA (03111003086)
NAHDIA CHAIRANI (03111003092)
NAMA ASISTEN : 1. STHEVANIE
2. AGUS CHANDRA
JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Saat ini pengembangan bahan bakar nabati untuk menggantikan bahan
bakar fosil terus dilakukan. Pengembangan bahan bakar nabati seperti biodiesel
dan bioethanol diharapkan dapat menanggulangi krisis energi yang kini mendera
negara kita. Biofuel akan menggantikan premium, solar, maupun kerosin atau
minyak tanah. Pemerintah menargetkan antara tahun 2009-2010 komposisi biofuel
dan bahan bakar fosil mencapai 15 persen berbanding 85 persen. Kebutuhan
nasional untuk bahan bakar nabati sedikitnya 18 miliar liter per tahun. Akan
tetapi, keterbatasan bahan baku menjadi kendala utama karena harus berbagi
dengan berbagai industri lain.
Biodiesel adalah sebuah alternatif untuk bahan bakar diesel berbasis
minyak bumi yang terbuat dari sumber daya terbarukan seperti minyak nabati,
lemak hewan, atau alga. Ia memiliki sifat pembakaran yang sangat mirip dengan
diesel petroleum. Kelebihan biodiesel adalah penggunaan biodiesel melepaskan
lebih sedikit emisi dibandingkan dengan diesel konvensional, sekitar 78% lebih
sedikit dibandingkan dengan diesel konvensional dan tidak mengandung sulfur
sehingga ramah terhadap lingkungan, tidak beracun, merupakan bahan bakar
biodegradable sehingga dapat diuraikan oleh alam dan tidak menjadi limbah yang
mencemari lingkungan. Biodiesel lebih aman dipakai dibandingkan dengan diesel
konvensional karena dapat dengan mudah dicampur dengan diesel konvensional,
dan dapat digunakan di sebagian besar jenis kendaraan saat ini, bahkan dalam
bentuk biodiesel B100 murni. Penggunaan biodiesel dapat membantu mengurangi
ketergantungan kita pada bahan bakar fosil, dan meningkatkan keamanan dan
kemandirian energi. Biodiesel memiliki sifat pelumas yang sangat baik, secara
signifikan lebih baik daripada bahan bakar diesel konvensional, sehingga dapat
memperpanjang masa pakai mesin. Biodiesel juga hanya butuh waktu pengapian
yang relatif singkat dibandingkan dengan diesel konvensional. Namun
kelemahannya biodiesel saat ini sebagian besar diproduksi dari jagung yang dapat
menyebabkan kekurangan pangan dan meningkatnya harga pangan. Hal ini bisa
memicu meningkatnya kelaparan di dunia. Biodiesel 20 kali lebih rentan terhadap
kontaminasi air dibandingkan dengan diesel konvensional, hal ini bisa
menyebabkan korosi, filter rusak, pitting di piston, dll.Selain itu, biodiesel murni
memiliki masalah signifikan terhadap suhu rendah. Secara signifikan biodiesel
lebih mahal dibandingkan dengan diesel konvensional. Biodiesel memiliki
kandungan energi yang jauh lebih sedikit dibandingkan dengan diesel
konvensional, sekitar 11% lebih sedikit dibandingkan dengan bahan bakar diesel
konvensional. Kemampuan biodiesel yang dapat melepaskan oksida nitrogen yang
dapat mengarah pada pembentukan kabut asap.
Biodiesel terdiri dari asam lemak rantai panjang dengan alkohol terpasang,
sering berasal dari minyak nabati. Hal ini dihasilkan melalui reaksi minyak nabati
dengan alkohol metil atau etil alkohol dengan adanya katalis. Lemak hewani
adalah sumber potensial. Umumnya katalis digunakan adalah kalium hidroksida
(KOH) atau sodium hidroksida (NaOH). Pada prinsipnya, pengolahan minyak
jelantah menjadi biodiesel adalah proses konversi trigliserida menjadi metil atau
etil ester. Biodiesel disebut metil ester jika alkohol yang digunakan adalah
metanol. Jika etanol yang digunakan, disebut etil ester. Proses konversi ini biasa
disebut transesterifikasi. Proses transesterifikasi merupakan reaksi antara minyak
dengan alkohol untuk memutus tiga rantai gugus ester dari tiap cabang
trigliserida. Proses ini pada dasarnya bertujuan mengubah tri, di, mono gliserida
berberat molekul dan berviskositas tinggi yang mendominasi komposisi refined
fatty oil menjadi asam lemak metil ester (FAME). Reaksi pada transesterifikasi
membutuhkan panas sebagai energi dan katalis basa sebagai mediator konversi
agar diperoleh mutu produk reaksi yang tinggi. Pada reaksi ini, bahan baku
misalnya minyak jelantah di konversi menjadi biodiesel yang dapat digunakan
sebagai bahan bakar setelah dicampur dengan petroleum konvensional. Selain itu
proses ini juga menghasilkan gliserin sebagai produk sampingan. Gliserin yang
dihasilkan memiliki kemurnian yang tinggi sehingga dapat dijual juga sebagai
bahan baku produksi untuk diolah menjadi lilin maupun sabun dengan beberapa
proses dan bahan tambahan.
1.2. Tujuan
1) Untuk mengetahui pengaruh rasio reaktan terhadap konversi minyak menjadi
metil ester.
2) Untuk mengetahui pengaruh dari temperatur reaksi terhadap pembentukan
metil ester.
3) Untuk mengetahui pengaruh dari waktu reaksi terhadap pembentukan metil
ester.
4) Untuk mengetahui prinsip dan cara kerja proses pembuatan metil ester.
1.3. Rumusan Masalah
1) Bagaimana metode pengolahan minyak kedelai menjadi bahan bakar
alternatif.
2) Apa yang menjadi pertimbangan untuk menjadi bahan bakar yang dapat
digunakan.
3) Mengapa timbul pemikiran untuk membuat sebuah alternative bahan bakar.
1.4. Manfaat
1) Dapat mengetahui proses pembuatan metil ester dari minyak jelantah
2) Dapat mengetahui pengaruh penggunaan katalis untuk masing-masing reaksi
esterifikasi dan transesterifikasi.
3) Dapat mengetahui cara menghitung laju/kecepatan reaksi pada proses
pembuatan metil ester
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Biodiesel
Biodiesel adalah bioenergi atau bahan bakar nabati yang dibuat dari
minyak nabati, turunan tumbuh-tumbuhan yang banyak tumbuh di Indonesia
seperti kelapa sawit, kelapa, kemiri, jarak pagar, nyamplung, kapok, kacang tanah
dan masih banyak lagi tumbuh-tumbuhan yang dapat meproduksi bahan minyak
nabati (BBN) dan dalam penelitian ini bahan bakar nabati berasal dari minyak
kacang tanah setelah mengalami beberapa proses seperti ekstraksi,
transesterifikasi diperoleh metil ester (biodiesel), kemudian biodiesel dicampur
dengan bahan bakar solar. Hasil campuran itu disebut B10, B20 dengan tujuan
agar bahan bakar B10, B20 ini mempunyai sifat-sifat fisis mendekati sifat-sifat
fisis solar sehingga B10 B20 dapat dipergunakan sebagai pengganti solar.
Biodiesel dapat dibuat dari transesterifikasi asam lemak. Asam lemak dari
minyak lemak nabati direaksikan dengan alkohol menghasilkan ester dan produk
samping berupa gliserin yang juga bernilai ekonomis cukup tinggi. Biodiesel telah
banyak digunakan sebagai bahan bakar pengganti solar. Bahan baku biodiesel
yang dikembangkan bergantung pada sumber daya alam yang dimiliki suatu
negara, minyak kanola di Jerman dan Austria, minyak kedelei di Amerika Serikat,
minyak sawit di Malaysia, dan minyak kelapa di Filipina Indonesia mempunyai
banyak sekali tanaman penghasil minyak lemak nabati. Beberapa tanaman yang
potensial untuk bahan baku biodiesel yakni seperti kelapa sawit, jarak (kastroli),
jarak pagar, kapok, nyamplung.
Berikut adalah cara dari biodiesel agar dapat digunakan sebagai bahan
bakar pengganti solar yakni harus mempunyai kemiripan sifat fisik dan kimia
dengan minyak solar. Salah satu sifat fisik yang penting adalah viskositas.
Sebenarnya, minyak lemak nabati sendiri dapat dijadikan bahan bakar, namun
viskositasnya terlalu tinggi sehingga tidak memenuhi persyaratan untuk dijadikan
bahan bakar mesin diesel. Perbandingan sifat fisik dan sifat kimia dari biodiesel
dengan minyak solar dapat disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2.1 Perbandingan sifat fisik dan kimia biodiesel dan solar
Sifat fisik / kimia Biodiesel Solar
Komposisi Ester alkil Hidrokarbon
Densitas, g/ml 0,8624 0,8750
Viskositas, cSt 5,55 4,6
Titik kilat, oC 172 98
Angka setana 62,4 53
Energi yang dihasilkan 40,1 MJ/kg 45,3 MJ/kg
(Sumber : Internasional Biodiesel, 2001)
Dibandingkan dengan minyak solar, biodiesel mempunyai beberapa
keunggulan. Keunggulan utamanya adalah emisi pembakarannya yang ramah
lingkungan karena mudah diserap kembali oleh tumbuhan dan tidak mengandung
SOx. Emisi biodiesel lebih rendah daripada emisi diesel minyak bumi.
Teknologi biodiesel memiliki beberapa kelebihan sebagai berikut :
a) Menguatkan (security of supply) bahan bakar diesel yang independen dalam
negeri.
b) Mengurangi impor BBM atau Automatic Diesel Oil.
c) Meningkatkan kesempatan kerja orang Indonesia di dalam negeri.
d) Meningkatkan kemampuan teknologi pertanian dan industri di dalam negeri.
e) Memperbesar basis sumber daya bahan bakar minyak nabati (BBN).
f) Meningkatkan pendapatan petani kacang tanah.
g) Mengurangi pemanasan global dan pencemaran udara karena biodiesel ramah
lingkungan. (Prakoso, T., 2008)
h) Lebih aman dalam penyimpanan karena titik kilatnya lebih tinggi.
i) Bahan bakunya terbaharukan.
j) Angka cetan tinggi.
2.2. Alkohol
Alkohol digunakan sebagai reaktan dalam reaksi esterifikasi maupun
transesterifikasi. Alkohol yang sering digunakan adalah metanol, etanol, propanol,
dan isopropanol. Dalam skala industri, metanol lebih banyak digunakan karena
harganya lebih murah daripada alkohol yang lain. Alkohol diumpankan dalam
reaksi esterifikasi maupun transesterifikasi dalam jumlah berlebih untuk
mendapatkan konversi maksimum. Pemakaian alkohol yang berlebih tentu saja
menambah biaya produksi pembuatan biodiesel, maka alkohol sisa di daur ulang.
Metanol, juga dikenal sebagai metil alkohol, wood alcohol atau spiritus, adalah
senyawa kimia dengan rumus kimia C H 3OH. Pada keadaan atmosfer, metanol
berbentuk cairan yang ringan, mudah menguap, tidak berwarna, mudah terbakar,
dan beracun dengan bau yang khas (berbau lebih ringan daripada etanol). Metanol
digunakan sebagai bahan pendingin anti beku, pelarut, bahan bakar dan sebagai
bahan aditif bagi etanol industri.
Metanol merupakan cairan polar yang dapat bercampur dengan air,
alkohol – alkohol lain, ester, keton, eter, dan sebagian besar pelarut organik.
Metanol sedikit larut dalam lemak dan minyak . Secara fisika metanol mempunyai
afinitas khusus terhadap karbon dioksida dan hidrogen sulfida. Titik didih metanol
berada pada 64,7oC dengan panas pembentukan (cairan) –239,03 kJ/mol pada
suhu 25oC . Metanol mempunyai panas fusi 103 J/g dan panas pembakaran pada
25oC sebesar 22,662 J/g. Tegangan permukaan metanol adalah 22,1 dyne/cm
sedangkan panas jenis uapnya pada 25oC sebesar 1,370 J/(gK) dan panas jenis
cairannya pada suhu yang sama adalah 2,533 J/(gK). Sebagai alkohol alifatik yang
paling sederhana dengan rumus kimia CH3OH, reaktifitas metanol ditentukan
oleh group hidroksil fungsional. Metanol bereaksi melalui pemutusan ikatan C-O
atau O-H yang dikarakterisasi dengan penggantian group –H atau –OH.
Metanol dapat diproduksi dari dua macam metoda yaitu metoda alamiah
dengan cara ekstraksi atau fermentasi, dan metoda sintesis dengan cara sintesis
gas hidrogen dan karbon dioksida atau oksidasi hidrokarbon atau dengan cara
elektro/radiasi sintesis gas karbon dioksida. Metanol dapat diproduksi dari
berbagai macam bahan baku seperti : gas alam, dan batu bara. Dari hasil
penelitian menunjukkan bahwa metanol paling ekonomis diproduksi dari gas alam
dibanding dari batu bara. Biaya produksi metanol dari gas alam sekitar 0,736
USD/galon sedangkan dari batu bara sekitar 1,277 USD/galon. Perusahaan
penghasil metanol di Indonesia diantaranya adalah Pertamina dan PT. Kaltim
Methanol Industry (PT. KMI) dengan bahan baku gas alam.
2.3. Katalis
Katalis adalah suatu zat yang dapat mempercepat laju reaksi reaksi kimia
pada suhu tertentu, tanpa mengalami perubahan atau terpakai oleh reaksi itu
sendiri. Katalis dapat dibedakan ke dalam dua golongan utama: katalis homogen
dan katalis heterogen. Katalis homogen adalah senyawa yang memiliki fase sama
dengan reaktan ketika reaksi kimia berlangsung. Katalis homogen merupakan
katalis yang mempunyai fasa sama dengan reaktan dan produk. Penggunaan
katalis homogen ini mempunyai kelemahan yaitu: mencemari lingkungan, dan
tidak dapat digunakan kembali. Contoh Katalis Homogen : Katalis dan pereaksi
berwujud gas, dan katalis dan pereaksi berwujud cair. Sebagian besar reaksi
katalis homogen adalah asam basa, seperti halnya reaksi hidrolisis dari ester atau
mutarotasi glukosa.
Katalis heterogen adalah katalis yang fasenya berbeda dengan fase zat
yang bereaksi maupun zat hasil reaksi.Katalis heterogen biasanya membutuhkan
pendukung (support), karena pendukung katalis memiliki kekuatan mekanik,
tahan panas, mempunyai kerapatan ruah yang optimal, dan kemampuan pelarutan
fase aktif. Dalam mempelajari katalis asam basa akan diketahui katalisator asam
spesifik, katalisator basa spesifik, katalisator asam umum dan katalisator basa
umum.
Katalis memungkinkan reaksi berlangsung lebih cepat atau
memungkinkan reaksi pada suhu lebih rendah akibat perubahan yang dipicunya
terhadap pereaksi. Katalis menyediakan suatu jalur pilihan dengan energi aktivasi
yang lebih rendah. Katalis mengurangi energi yang dibutuhkan untuk
berlangsungnya reaksi. Katalis dapat dibedakan ke dalam dua golongan utama:
katalis homogen dan katalis heterogen. Katalis heterogen adalah katalis yang ada
dalam fase berbeda dengan pereaksi dalam reaksi yang dikatalisinya, sedangkan
katalis homogen berada dalam fase yang sama. Satu contoh sederhana untuk
katalisis heterogen yaitu bahwa katalis menyediakan suatu permukaan di mana
pereaksi-pereaksi (atau substrat) untuk sementara terjerap. Ikatan dalam substrat-
substrat menjadi lemah sedemikian sehingga memadai terbentuknya produk baru.
katan atara produk dan katalis lebih lemah, sehingga akhirnya terlepas.
Pada umumnya asam dan basa keras adalah semua yang mungkin
membentuk ikatan ionik seperti Li+, Na+, H+ dan OH. Dalam reaksi
transesterifikasi dengan katalis asam terjadi interaksi antara H+ dari katalis yang
berperan sebagai asam keras dengan basa keras pada trigliserida yaitu gugus
karboksilat. Kestabilan dari interaksi keras-keras dan lunak-lunak harus dibedakan
dengan kekuatan sifat asam atau basa. Jika dilihat dari mekanisme reaksi maka
dapat dilihat adanya gugus elektrofilik dan ada gugus nukleofilik. Gugus
elektrofilik adalah gugus yang kekurangan elektron sehingga afinitas elektronnya
menjadi berkurang contohnya proton, kation, dan karbon radikal. Sedangkan
gugus nukleofilik mempunyai pasangan elektron bebas yang memiliki
kecenderungan bereaksi dengan substrat yang kekurangan elektron.
Seperti reaksi kimia pada umumnya, pada reaksi esterifikasi dan
transesterifikasi ditambahkan katalis untuk mempercepat laju reaksi dan
meningkatkan perolehan.
2.3.1. Katalis Reaksi Esterifikasi
Reaksi esterifikasi berjalan baik jika dalam suasana asam. Katalis yang
sering digunakan untuk reaksi ini adalah asam mineral kuat, garam, gel silika, dan
resin penukar kation. Asam mineral yang banyak dipakai adalah asam klorida,
asam sulfat, dan asam fosfat. Asam klorida banyak dipakai untuk skala
laboratorium, namun jarang dipakai untuk skala industri karena sangat korosif.
Asam fosfat jarang digunakan sebagai katalis karena memberikan laju reaksi yang
relatif lambat. Asam sulfat paling banyak digunakan dalam industri karena
memberikan konversi tinggi dan laju reaksi yang relatif cepat. Selain asam
mineral, katalis yang sering dipakai adalah resin penukar kation. Keunggulan
katalis ini adalah fasanya yang padat sehingga pemisahannya lebih mudah dan
dapat dipakai berulang.
2.3.2. Katalis Reaksi Transesterifikasi
Katalis yang sering digunakan untuk reaksi transesterifikasi yaitu alkali,
asam, atau enzim. Penggunaan enzim masih belum umum dibandingkan alkali dan
basa karena harganya mahal dan belum banyak penelitian yang membahas kinerja
katalis ini. Alkali yang sering digunakan yaitu natrium metoksida (NaOCH3),
natrium hidroksida (NaOH), kalium hidroksida (KOH), kalium metoksida,
natrium amida, natrium hidrida, kalium amida, dan kalium hidrida (Sprules and
Price, 1950). Natium hidroksida dan natrium metoksida merupakan katalis yang
paling banyak digunakan. Natrium metoksida lebih efektif dibandingkan natrium
hidroksida (Fredman et. al., 1984; Hartman, 1956) tetapi harganya lebih mahal
dan beracun. Untuk perbandingan molar alkohol dan asam lemak 6:1, perolehan
ester untuk NaOH 1% dan NaOCH3 0,5% hampir sama setelah direaksikan selama
60 menit Namun, pada perbandingan molar alkohol dan asam lemak 3:1, katalis
natrium metoksida menunjukkan hasil yang lebih baik (Fredman et. al., 1984).
Kalium hidroksida (KOH) mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan
dengan katalis lainnya. Pada akhir proses, KOH yang tersisa dapat dinetralkan
dengan asam fosfat menjadi pupuk (K3PO4) sehingga proses produksi biodiesel
dengan katalis KOH tidak menghasilkan limbah cair yang berbahaya bagi
lingkungan. Selain itu, KOH dapat dibuat dari abu pembakaran limbah padat
pembuatan minyak nabati. Asam yang dapat digunakan diantaranya asam sulfat
(H2SO4), asam fosfat, asam klorida, dan asam organik. Katalis asam yang paling
banyak banyak dipakai adalah asam sulfat.
Pada kondisi operasi yang sama, katalis alkali jauh lebih cepat daripada
katalis asam (Fredman et. al., 1984). Alkali dapat memberikan perolehan yang
tinggi untuk waktu reaksi sekitar 1 jam sedangkan asam baru memberikan
perolehan ester yang tinggi setelah bereaksi selama 3-48 jam. Pada alkali
perolehan ester akan memuaskan untuk perbandingan molar alkohol dan asam
lemak 6:1 sedangkan pada asam baru memberikan perolehan ester yang
memuaskan untuk perbandingan molar alkohol dan asam lemak 30:1.
2.4. Reaksi Pembuatan Biodiesel
Ester dapat dibuat dari minyak lemak nabati dengan reaksi esterifikasi atau
transesterifikasi atau gabungan keduanya.
2.4.1. Reaksi Esterifikasi
Reaksi esterifikasi merupakan reaksi antara asam lemak bebas dengan
alkohol membentuk ester dan air. Reaksi yang terjadi merupakan reaksi endoterm,
sehingga memerlukan pasokan kalor dari luar. Temperatur untuk pemanasan tidak
terlalu tinggi yaitu 55-60 oC (Kac, 2001). Secara umum reaksi esterifikasi adalah
sebagai berikut :
As
am lemak bebas alkohol ester alkil air
Reaksi esterifikasi dapat dilakukan sebelum atau sesudah reaksi
transesterifikasi. Reaksi esterifikasi biasanya dilakukan sebelum reaksi
transesterifikasi jika minyak yang diumpankan mengandung asam lemak bebas
tinggi (>0.5%). Dengan reaksi esterifikasi, kandungan asam lemak bebas dapat
dihilangkan dan diperoleh tambahan ester.
Dalam ilmu kimia, ester adalah campuran organik dengan simbol R’ yang
menggantikan suatu atom hidrogen atau lebih. Ester juga dibentuk dengan asam
yang tidak tersusun teratur; sebagai contoh, dimetil sulfat yang juga disebut asam
belerang, dimethyl ester. Reaksi esterifikasi adalah suatu reaksi antara asam
karboksilat dan alkohol membentuk ester. Turunan asam karboksilat membentuk
ester asam karboksilat. Ester asam karboksilat ialah suatu senyawa yang
mengandung gugus -CO2 R dengan R dapat berupa alkil maupun aril. Esterifikasi
dikatalisis asam dan bersifat dapat balik.
Penamaan ester hampir menyerupai dengan penamaan basa, walaupun
tidak benar-benar mempunyai kation dan anion, namun memiliki kemiripan dalam
sifat lebih elektropositif dan keelektronegatifan. Suatu ester dapat dibuat sebagai
produk dari suatu reaksi pemadatan pada suatu asam (pada umumnya suatu asam
organik) dan suatu alkohol ( atau campuran zat asam karbol), walaupun ada cara-
cara lain untuk membentuk ester. Pemadatan adalah suatu jenis reaksi kimia di
mana dua molekul bekerja sama dan menghapuskan suatu molekul yang kecil,
dalam hal ini dua gugus OH yang merupakan hasil eliminasi suatu molekul air.
Suatu reaksi pemadatan untuk membentuk suatu ester disebut esterifikasi.
Esterifikasi dapat dikatalis oleh kehadiran ion H+. Asam belerang sering
digunakan sebagai sebagai suatu katalisator untuk reaksi ini. Nama ester berasal
dari Essig-Äther Jerman, sebuah nama kuno untuk menyebut etil asam cuka ester
(asam cuka etil). Ester dapat dibuat oleh suatu reaksi keseimbangan antara suatu
alkohol dan suatu asam karbon. Ester dinamai menurut kelompok alkil dari
alkohol dan kemudian alkanoat (bagian dari asam karbon). Sebagai contoh, reaksi
antara metanol dan asam butir menghasilkan ester metil butir C3H7-COO-CH3
seperti halnya air. Yang paling sederhana adalah H-COO-CH3,metil metanoat.
Karena ester dari asam yang lebih tinggi, alkana menyebut dengan - oat pada
akhiran. Secara umum Ester dari asam berbau harum meliputi benzoat seperti
metil benzoat.
Laju esterifikasi suatu asam karboksilat bergantung pada halangan sterik
dalam alkohol dan asam karboksilatnya. Kuat asam dari asam karboksilat hanya
memainkan peranan kecil dalam laju pembentukkan ester. Seperti kebanyakan
reaksi aldehida dan keton, esterifikasi suatu asam karboksilat berlangsung melalui
serangkaian tahap protonasi dan detonasi. Oksigen karbonil diprotonasi, alkohol
nukleofilik menyerang karbon positif dan eliminasi air akan menghasilkan ester.
Proses esterifikasi dengan asam fosfat yang berlangsung dalam tubuh kita disebut
juga proses fosforilasi dengan bantuan enzim esterase yang mampu memecah
ikatan ester dengan cara hidrolisis.
Ester diturunkan dari asam karboksilat. Sebuah asam karboksilat
mengandung gugus -COOH, dan pada sebuah ester hidrogen di gugus ini
digantikan oleh sebuah gugus hidrokarbon dari beberapa jenis. Disini kita hanya
akan melihat kasus-kasus dimana hidrogen pada gugus -COOH digantikan oleh
sebuah gugus alkil, meskipun tidak jauh beda jika diganti dengan sebuah gugus
aril (yang berdasarkan pada sebuah cincin benzen).
2.4.2. Reaksi Transesterifikasi
Reaksi Transesterifikasi sering disebut reaksi alkoholisis, yaitu reaksi
antara trigliserida dengan alkohol menghasilkan ester dan gliserin. Alkohol yang
sering digunakan adalah metanol, etanol, dan isopropanol. Transesterifikasi adalah
proses transformasi kimia molekul trigliserida yang besar, bercabang dari minyak
nabati dan lemak menjadi molekul yang lebih kecil, molekul rantai lurus, dan
hampir sama dengan molekul dalam bahan bakar diesel. Minyak nabati atau
lemak hewani bereaksi dengan alkohol dan katalis menghasilkan alkil ester
Tidak seperti esterifikasi yang mengkonversi asam lemak bebas menjadi
ester, pada transesterifikasi yang terjadi adalah mengubah trigliserida menjadi
ester. Perbedaan antara transesterifikasi dan esterifikasi menjadi sangat penting
ketika memilih bahan baku dan katalis. Transesterifikasi dikatalisis oleh asam atau
basa, sedangkan esterifikasi, bagaimanapun hanya dikatalisis oleh asam. Pada
transesterifikasi, reaksi saponifikasi yang tidak diinginkan bisa terjadi jika bahan
baku mengandung asam lemak bebas yang mengakibatkan terbentuknya sabun.
merekomendasikan bahan baku yang mengandung kurang dari 0,5% berat asam
lemak saat menggunakan katalis basa untuk menghindari pembentukan sabun.
Berikut ini adalah tahap-tahap reaksi transesterifikasi :
trigliserida alkohol digliserida ester
digliserida alkohol monogliserida ester
monogliserida alkohol gliserin ester
Secara keseluruhan reaksi transesterifikasi adalah sebagai berikut :
Trigliserida 3 (alkohol) gliserin 3 (ester)
Trigliserida bereaksi dengan alkohol membentuk ester dan gliserin. Kedua
produk reaksi ini membentuk dua fasa yang mudah dipisahkan. Fasa gliserin
terletak dibawah dan fasa ester alkil diatas. Ester dapat dimurnikan lebih lanjut
untuk memperoleh biodiesel yang sesuai dengan standard yang telah ditetapkan,
sedangkan gliserin dimurnikan sebagai produk samping pembuatan biodiesel.
Gliserin merupakan senyawaan penting dalam industri. Gliserin banyak
digunakan sebagai pelarut, bahan kosmetik, sabun cair, dan lain-lain.
Transesterifikasi trigliserida dengan katalis basa homogen merupakan
aspek kimia biodiesel yang paling penting. Spesies reaktif dalam transesterifikasi
menggunakan katalis basa homogen alkoksida yang terbentuk ketika alkohol dan
katalis bereaksi. Alkoksida yang sangat reaktif kemudian terlibat dalam serangan
nukleofilik pada gugus karbonil dari asam lemak sehingga memungkinkan
serangan nukleofilik oleh alkohol melalui oksigen yang bersifat elektronegatif.
Alkohol yang paling umum digunakan adalah metanol dan etanol,
terutama metanol, karena harganya murah dan reaktifitasnya paling tinggi
(sehingga reaksinya disebut metanolisis). Produk yang dihasilkan (jika
menggunakan metanol) lebih sering disebut sebagai metil ester asam lemak (fatty
acid methyl ester/FAME) daripada biodiesel, sedangkan jika etanol yang
digunakan sebagai reaktan, maka akan diperoleh campuran etil ester asam lemak
(fatty acid ethyl ester/FAEE). Dengan minyak berbasis bio (minyak nabati) maka
hubungan stoikiometrinya memerlukan 3 mol alkohol per mol TAG (3:1), tetapi
reaksi biasanya membutuhkan alkohol berlebih berkisar 6:1 hingga 20:1,
tergantung pada reaksi kimia untuk transesterifikasi katalis basa dan 50:1 untuk
transesterifikasi katalis.
Laju reaksi transesterifikasi sangat dipengaruhi oleh suhu reaksi.
Umumnya reaksi dilakukan pada suhu yang dekat dengan titik didih metanol (60-
70oC) pada tekanan atmosfer. Dengan menaikkan lagi dari suhu tersebut, maka
akan lebih banyak lagi metanol yang hilang atau menguap. Pada prinsipnya,
pembuatan biodiesel didasarkan kepada proses transesterifikasi trigliserida
menjadi metil ester (biodiesel). Dalam reaksinya terjadi penggantian
gugus alkohol dari ester dengan alkohol lain. Pada umumnya, alkohol yang
digunakan dalam proses transesterifikasi adalah metanol. Selain itu, untuk
mempercepat terjadinya reaksi, digunakan pula katalis NaOH. Pada proses
transesterifikasi ini dihasilkan juga gliserol yang menjadi produk samping dalam
pembuatan biodiesel ini.
Faktor utama yang mempengaruhi rendemen metil ester yang dihasilkan
pada reaksi transesterifikasi adalah rasio molar antara trigliserida dan alkohol,
jenis katalis yang digunakan, suhu reaksi, waktu reaksi, kandungan air, dan
kandungan asam lemak bebas. Besarnya kandungan asam lemak yang terkandung
dalam trigliserida bergantung pada penggunaan minyak jelantah dalam
penggorengan. Penggunaan minyak jelantah bekas penggorengan bahan makanan
yang mengandung banyak lemak atau protein akan meningkatkan kandungan
asam lemak dalam trigliserida yang akan mempengaruhi reaksi.
Selain itu, suhu yang terlalu tinggi pada saat proses transesterifikasi bisa
menyebabkan minyak berbusa karena terjadinya reaksi penyabunan yang
disebabkan oleh NaOH yang bereaksi dengan minyak pada suhu
tinggi. Umumnya suhu reaksi ideal pada transesterifikasi ini antara 50o-60oC.
Selain itu, proses pemurnian dan penyaringan juga bisa mengurangi jumlah metil
ester yang dapat dihasilkan. Proses bleaching yang terlalu lama bisa menyebabkan
minyak dan air teremulsi dan akan sulit dipisahkan karena antara asam lemak,
minyak, dan air akan saling terikat.
Pada proses akhir (purifikasi) dimana metil ester dipanaskan, akan terjadi
penguapan air dan sisa metanol yang tidak ikut bereaksi. Metanol dan air ini perlu
dihilangkan untuk mencegah kerusakan mesin ketika proses pembakaran biodiesel
dalam mesin. Metil ester yang baik memiliki pH netral (6-8). pH yang terlalu
asam atau basa bisa menyebabkan kerusakan pada tangki bahan bakar apabila
biodiesel ini digunakan sebagai bahan bakar mesin diesel. Untuk menaikkan
status ekonomi dan fungsi gliserol sekaligus mengurangi kelebihan produksi,
konversi menjadi akrolein, propilen glikol, 1,3-propanediol, asam gliserik,
maupun gliserol karbonat adalah sekian cara yang telah dikembangkan. Gliserol
karbonat (hydroxymethyl dioxolanone), senyawa turunan gliserol ini paling
menarik perhatian karena memiliki kegunaan seperti elastomer, surfaktan, perekat,
tinta.
Gambar 2.1. Diagram Pembuatan Biodiesel dari Biji Jarak
Sampai saat ini gliserol karbonat dibuat melalui reaksi gliserol dengan
fosgen. Fosgen merupakan zat yang sangat beracun dan korosif sehingga proses
tadi sangat jauh dari konsep kimia hijau. Oleh karena itu dipikirkan cara yang
lebih hijau yaitu reaksi transesterifikasi gliserol dengan dialkil karbonat atau etilen
karbonat menggunakan katalis basa, misalnya NaOH atau Na2CO3. Penelitian
terkini banyak memusatkan perhatian pada optimasi sistem katalis yang semula
berupa katalis basa homogen (larut bersama pereaksi) beralih menjadi katalis basa
heterogen (tidak larut) dengan alasan kenyamanan proses pemisahan dan
pendaurulangan.
2.5. Pengotor
Pengotor yang ada dalam biodiesel diantaranya gliserin, air, dan alkohol
sisa. Pemisahan pengotor dilakukan untuk mendapatkan biodiesel yang memenuhi
kriteria untuk dijadikan bahan bakar.
2.5.1. Gliserin
Gliserin dan ester membentuk dua fasa yang tidak saling larut. Gliserin
yang berada di lapisan bawah karena densitasnya lebih besar dari ester. Pemisahan
gliserin dari ester dapat dilakukan dengan cara dekantasi. Gliserin merupakan
produk samping proses pembuatan biodiesel yang bernilai ekonomis tinggi yang
dapat dijual dalam keadaan mentah (crude glycerin) atau gliserin yang telah
dimurnikan. Pemurnian gliserin akan lebih sulit jika terbentuk sabun hasil reaksi
asam lemak bebas dengan basa.
2.5.2. Air
Salah satu produk samping reaksi esterifikasi adalah air. Air harus
dihilangkan sebelum reaksi transesterifikasi. Pemisahan air ini dapat dilakukan
dengan penguapan atau menggunakan absorber. Pemisahan air dengan penguapan
lebih banyak dilakukan dalam industri biodiesel karena lebih murah. Air menjadi
sulit dipisahkan jika terdapat sabun hasil reaksi asam lemak bebas dengan basa.
Air berikatan dengan sabun dan gliserin sehingga pemisahannya menjadi sulit.
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1. Alat dan Bahan
3.1.1. Alat
1) Erlemeyer 250 ml
2) Labu distilasi
3) Gelas ukur
4) Termometer
5) Alat titrasi
6) Beker Gelas
7) Magnetic stirrer
8) Spatula
9) Corong Pemisah
10) Pipet tetes
3.1.2. Bahan
1) Minyak Goreng baru 1 L
2) Minyak Jelantah 1 L
3) NaOH padat
4) NaOH 0,1 M
5) Aquadest
3.2. Prosedur Percobaan Pembuatan Metil Ester
3.2.1. Reaksi Esterifikasi
1) Cairkan bahan baku terlebih dahulu bila bahan baku berwujud padat
hingga mencapai ukuran 100 ml.
2) Setelah minyak berbentuk liquid, masukkan minyak ke dalam labu leher
tiga yang telah dilengkapi dengan thermometer, pemanas, dan condenser.
Kemudian dipanaskan sampai suhu mencapai 70◦C. Reaksi ini berlangsung
secara batch.
3) Campurkan methanol dan katalis dalam jumlah tertentu kedalam minyak
yang telah dipanaskan tersebut.
4) Reaksikan campuran tersebut selama 1 jam.
5) Setelah 1 jam minyak tersebut diangkat dan didinginkan.
3.2.2. Reaksi Trans Esterifikasi
1) Minyak yang telah terbentuk pada reaksi esterifikasi dipanaskan kembali
pada suhu 70◦C.
2) Setelah mencapai temperature 70◦C, minyak tersebut ditambahkan dengan
campuran methanol dan katalis KOH dalam jumlah tertentu.
3) Reaksikan campuran minyak, alcohol dan KOH tersebut selama 1 jam,
reaksi ini berlangsung pada kondisi batch.
4) Setelah 1 jam minyak tersebut diangkat dan didinginkan, serta dihilangkan
alkoholnya.
5) Diamkan selama 24 jam agar terlihat dua lapisan yaitu lapisan atas metal
ester dan lapisan bawah berupa gliserol, kemudian kedua lapisan tersebut
dipisahkan dengan corong pemisah.
6) Metil ester yang telah terpisah kemudian dicuci dengan cara
mencampurkan air yang telah dipanaskan pada suhu 50◦ C.
7) Diamkan sampai terbentuk dua lapisan, kemudian dua lapisan tersebut
dipisahkan dengan corong pemisah. Lakukan hal ini beberapa kali hingga
hasil cucian terakhir terlihat bersih.
8) Terakhir lakukan pemanasan pada metal ester (biodiesel) sampai suhu 100◦
C untuk menghilangkan kadar alcohol yang masih ada pada biodiesel.
9) Lakukan percobaan yang sama untuk variasi minyak & methanol (1:1,
1:1,5, 1:2), perbandingan katalis H2SO4 (1%, 2%, dan 3%) serta
perbandingan katalis KOH (1%, 2%, dan 3%)
10) Metil Ester (biodiesel) dapat dianalisa.
BAB IV
PENGOLAHAN DATA
Data percobaan reaksi esterifikasi :
1) Volume metanol = 35 mL
2) Volume minyak jelantah = 100 mL
3) Massa minyak jelantah = 97 gram
4) Massa katalis HCl = 2% massa minyak jelantah
= 2% . 97 gram
= 1,94 gram
5) Volume gliserol yang terbentuk = 116,5 mL
Massa gliserol = 88,7 gram
Reaksi : Minyak jelantah + 3 Metanol + HCl → Gliserol + 3 Metanol + HCl
Mol minyak jelantah = 97 gram . (1 mol/890 gram)
= 0,109 mol
Massa jenis metanol = 0,7918 gram/mL
Massa metanol = Volume metanol . Massa Jenis metanol
= 35 mL . 0,7918 gram/mL
= 27,713 gram
Mol metanol = Massa metanol : BM metanol
= 27,713 gram . (1 mol/32 gram)
= 0,866 mol
Mol gliserol = Massa gliserol : BM gliserol
= 88,7 gram . (1 mol/92 gram)
= 0,964 mol
Mol HCl = Massa HCl : BM HCl
= 1,933 gram . (1 mol/36,5 gram)
= 0,053 mol
Volume metil ester awal = 13 mL
Massa metil ester awal = 0,97 gram/mL . 13 mL
= 12,61 mL
BAB V
PEMBAHASAN
Metil ester atau yang biasa dikenal dengan istilah biodiesel dapat diperoleh
melalui 2 tahapan reaksi, yaitu reaksi esterifikasi dan transesterifikasi. Reaksi
esterifikasi merupakan reaksi antara alkohol dan asam karboksilat yang
menghasilkan ester dan air. Alkohol yang digunakan yaitu metanol sedangkan
asam karboksilatnya berupa minyak jelantah. Metanol dipilih sebagai alkohol
pada pembuatan metil ester karena harganya terjangkau serta rantai karbonnya
pendek sehingga mudah diputus dan bergabung membentuk metil ester.
Pembuatan metil ester juga memerlukan bantuan katalis asam untuk mempercepat
terjadinya reaksi. Katalis asam yang digunakan adalah asam klorida (HCl).
HCl terlebih dahulu direaksikan dengan metanol pada beker gelas untuk
selanjutnya direaksikan ke dalam minyak jelantah. Minyak jelantah dimasukkan
ke dalam labu leher tiga dan dipanaskan dengan suhu 70OC. Labu leher tiga
dilengkapi dengan termometer, hot plate, dan kondensor. Kondensor berfungsi
untuk mengembunkan gas yang terbentuk karena pemanasan minyak jelantah.
Termometer berfungsi menunjukkan suhu reaksi. Pemanas pada labu leher tiga
terdapat magnetic stirrer supaya kenaikan suhu cepat terjadi karena adanya
pengadukan dan sesuai pada kondisi optimal terjadi.
Rangkaian pembuatan metil ester dilengkapi dengan pompa, ember, serta
pipet hisap. Pompa akan mengalirkan air yang diperlukan kondensor untuk
mendinginkan gas yang terbentuk. Ember berisi air es serta pipet hisap. Heating
mantle sebenarnya juga diperlukan supaya panas yang diterima labu leher tiga
tidak hilang ke lingkungan. Penambahan HCl dan metanol ke dalam minyak
jelantah dilakukan pada suhu 40OC. Reaktan selanjutnya dipanaskan selama 1 jam
dengan suhu antara 55-70OC yang merupakan suhu optimal pembentukan metil
ester (biodiesel). Suhu harus dijaga supaya stabil dengan melihat termometer.
Reaksi esterifikasi ini termasuk proses batch. Produk yang dihasilkan pada
reaksi esterifikasi yaitu gliserol, metanol serta katalis HCl. Produk utamanya yaitu
gliserol untuk selanjutnya dilakukan reaksi transesterifikasi menjadi metil ester.
Untuk mendapatkan gliserol, maka perlu dilakukan pemisahan dengan
menggunakan corong pemisah dan didiamkan selama 24 jam sehingga terbentuk 2
lapisan yaitu lapisan atas dan bawah. Lapisan atasnya merupakan campuran
metanol dan HCl sedangkan lapisan bawahnya yaitu gliserol.
Setelah minyak didinginkan dan dihilangkan alkoholnya, dilanjutkan
dengan proses transesterifikasi. Katalis basa yang digunakan yaitu NaOH. Sama
seperti reaksi esterifikasi, metanol ditambahkan terlebih dahulu dengan katalis
NaOH. Minyak dipanaskan sampai suhu 40OC dan selanjutnya ditambahkan
metanol dan NaOH. Pemanasan dilakukan selama 1 jam dengan dijaga kondisi
suhu 55-65OC. Reaksi ini termasuk proses batch. Pada proses ini dihasilkan metil
ester, sisa metanol, gliserol, dan NaOH.
Campuran minyak tersebut selanjutnya perlu diangkat dan didinginkan
yang bertujuan untuk menghilangkan alkohol. Dua lapisan akan terbentuk apabila
campuran minyak didiamkan selama 24 jam dengan corong pemisah. Lapisan atas
yaitu metil ester dan lapisan bawah yaitu gliserol serta campuran lainnya. Metil
ester yang sudah dipisahkan perlu dicuci dengan air yang telah dipanaskan dengan
suhu 50OC. Pencucian dilakukan beberapa kali supaya campuran terlihat bersih.
Terakhir lakukan pemanasan pada metil ester (biodiesel) sampai suhu 100OC
untuk menghilangkan kadar alkohol yang masih ada pada biodiesel.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi produk metil ester yang
terbentuk dari reaksi ini, yaitu waktu reaksi, proses pengadukan, katalisator atau
katalis yang digunakan, dan juga temperatur akan sangat berpengaruh pada reaksi
ini. Supaya proses menghasilkan konversi maksimal, maka perlu mengikuti
prosedur dengan benar. Beberapa kesalahan sangat mungkin terjadi pada
percobaan ini diantaranya adalah kesalahan yang berasal dari alat yang digunakan,
misalnya alat yang digunakan tidak berfungsi sebagaimana mestinya ataupun alat
atau bahan kurang steril. Selain itu kesalahan paling dominan yang terjadi adalah
akibat dari praktikan itu sendiri, diantaranya adalah kurangnya ketelitian para
praktikan dalam melakukan penimbangan atau pengukuran bahan-bahan yang
akan digunakan selama praktikum. Hal itu dapat berpengaruh pada proses
pembuatan biodiesel (metil ester).
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
1) Metode pembuatan metil ester di dapatkan dari dua jenis reaksi, yaitu
tranesterifikasi dan esterifikasi. Proses esterifikasi adalah Transesterifikasi
adalah tahap konversi dari trigliserida (minyak nabati) menjadi alkyl ester,
melalui reaksi dengan alkohol yang menghasilkan produk alkohol dan
katalis pada lapisan atas juga gliserol pada lapisan bawah.
2) Karakteristik pada bahan bakar minyak :
a) Berat Jenis (Specific Gravity)
Bahan bakar minyak umumnya mempunyai specific gravity antara 0,74 –
0,96, dengan kata lain bahan baker minyak lebih ringan dari pada air.
b) Viskositas
Makin tinggi viskositas minyak, akan makin kental dan makin sulit
mengalir, begitu juga sebaliknya.
3) Metil ester adalah suatu senyawa yang merupakan produk dari reaksi
antara asam lemak bebas dan alkohol rantai pendek (methanol).
4) Faktor- faktor yang berpengaruh dalam proses pembuatan biodiesel
adalah:
a) Semakin cepat proses pengadukan maka kenaikan suhu semakin cepat.
b) Temperatur reaksi saat terbentuknya metil ester yaitu 55-70OC.
c) Waktu reaksi terbentuknya metil ester yaitu 1 jam.
5) Metil ester atau biodiesel dapat digunakan sebagai energi alternatif
pengganti minyak bumi.
6.2. Saran
1) Praktikan harus menjaga kondisi operasi.
2) Pensterilan peralatan dan bahan.
3) Keteltian dalam pengukuran bahan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010. Transesterifikasi. https://id.answers.yahoo.com/question/index?
qid=20080805212730AAni9bK. Diakses tanggal 5 September 2014
Idra. 2014. Transesterifikasi. http://herlinaidra.blogspot.com/2014/03/reaksi-
transesterifikasi-pada-pembuatan.html. Diakses tanggal 5 September 2014
Izhar. 2013. Transesterifikasi Pembentukan Biodiesel. http://izhar.blog.teknik
industri.ft.mercubuana.ac.id/?p=207. Diakses tanggal 5 September 2014
Prawito. 2014. Biodiesel. http://chemicalengineer.digitalzones.com/biodiesel.html.
Diakses tanggal 5 September 2014
Prihandana,R. 2008. Katalis. http://Prihandana.blogspot.com/2008/11/katalis.
Diakses tanggal 4 September 2014
Sarumpaet, Pahala. 2011. Apa itu Biodiesel? http://teknologi.kompasiana.
com/terapan/2011/12/20/apa-itu-biodiesel 423535.html. Diakses tanggal 5
September 2014
Sophyan. 2013. Proses Esterifikasi. http://rahmatsophyan.blogspot.com/proses
esterifikasi.html. Diakses tanggal 4 September 2014.