LAPORAN PRAKTIKUM AKUSTIK KELAUTAN
TOPIK 7
TARGET STRENGTH
Oleh :
KELOMPOK 4
ARDIATI WIDYA W 26020112130023
M. ADI SAPUTRO 26020112130030
BIMA AGUNG S 26020112140072
M. IRFAN CAHYO P 26020112130074
GIOVANNY EVELINE 26020112130080
PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN
JURUSAN ILMU KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2014
LEMBAR PENILAIAN
TOPIK 7. Target Strength
NO. KETERANGAN NILAI
1. Pendahuluan
2. Tinjauan Pustaka
3. Materi dan Metode
4. Hasil dan Pembahasan
5. Kesimpulan
6. Daftar Pustaka
TOTAL
Mengetahui,
Asisten Praktikan
Angga Dwi Saputro M Irfan Cahyo P
26020111130027 26020112130023
I. PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Indonesia memiliki potensi sumberdaya perikanan namun belum
tereksploitasi secara optimal. Hal ini disebabkan oleh proses penangkapan tidak
didukung oleh ketersediaan informasi tentang daerah penangkapan dan tentang
sumberdaya tersebut sehingga diperlukan upaya untuk memperoleh informasi
tersebut yang bisa dilakukan dengan memanfaatkan akustik.
Akustik adalah suatu metode yang menggunakan suara atau bunyi yang
timbul dari getaran mekanik suatu permukaan benda. Sedangkan Akustik kelautan
merupakan teori yang membahas tentang gelombang suara dan perambatannya
dalam suatu medium air laut. Akustik menggunakan gelombang suara dan
perambatannva untuk mendeteksi obvek atau target dalam suatu medium.
Metode ini dapat memberikan informasi yang detail tentang densitas, distribusi
kedalaman renang, ukuran panjang ikan dan variasi migrasi diurnal. Acoustic
System mulai dikenal dan populer dengan istilah SONAR (Sound Navigation And
Ranging). Pada dekade 70-an barulah secara intensif diterapkan dalam
pendeteksian dan pendugaan stok ikan, yakni dengan dikembangkannya analog
echo integrator dan echo counter. Kemudian setelah diketemukan Digital Echo
Integrator, Dual Beam Acoustic System, Split Beam Acoustic System, Quasi Ideal
Beam System dan aneka Echo Processor canggih lainnya.
Teknologi hidroakustik merupakan teknologi yang dapat digunakan
untuk mendeteksi sumberdaya hayati dan nonhayati secara lebih akurat, cepat,
dalam jangkauan yang luas, tidak mengganggu biota dan tidak merusak
lingkungan. Metode hidroakustik memiliki kemampuanmenganalisis distribusi
kelimpahan/ agregasi/kumpulan dengan jangkauan jarak yang luasterhadap suatu
organisme yang tidak merusaklingkungan dan menggambarkan kondisi saat itu
juga (Fauziyah et al, 2010). Metode ini menggunakan sistem pemancar yang
memancarkan sinyal akustik secara vertikal disebut Echosounder, sedangkan yang
memancarkan sinyal akustik secara horizontal disebut sonar. Penggunaan
Echosounder disebut dengan echosounding. Echosounding adalah teknik untuk
mengukur kedalaman air dengan memancarkan pulsa-pulsa yang teratur dari
permukaan air dan kemudian pantulan gema (echo) yang datang dari dasar laut
tersebut didengar kembali.
I.2 Tujuan
Mendeskripsikan ukuran ikan berdasarkan data target strength.
I.3 Manfaat
Kita dapat mendeskripsikan ukuran ikan berdasarkan data target
strength.
II. TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Pengertian Target Strength
Dalam pendugaan stok ikan dengan metode akustik, faktor terpenting
yangharus diketahui adalah Target Strength. Target Strength (TS) adalah
kekuatanpantulan echo (gema), atau ukuran decibel intensitas suara yang
dikembalikanoleh target, diukur pada jarak satu meter dari pusat akustik.
Menurut Burczynski (1979), target strength mempunyai hubungan erat
denganbackscattering cross section. Sedangkan menurut Johannesson dan
Mitson, 1983 menyatakan bahwa Target Strength (TS) merupakan kekuatan
dari suatu target untuk memantulkan suara dan memiliki hubungan yang erat
dengan ukuran ikan, dimana terdapat suatu kecenderungansemakin besar
ukuran ikan maka semakin besar TS yang didapat. Menurut Furusawa (1988),
nilai TS individu ikan tergantung pada orientasi ikan terhadap transducer,
keberadaangelembung renang, sudut datang pulsa, accoustic impendance,
ukuran, bentuk, danelemen ikan (daging, tulang, kekenyalan kulit serta
distribusi sirip dan ekor).Ketergantungan TS pada faktor-faktor tersebut
dinamakan dengan general trend.
Pendapat lain dikemukakan Urick (1983) bahwa target strength adalah
echo yang kembali dari target di bawah air. Target strength didefnisikan
dengan 10 kali logaritma berbasis 10 dari rasiointensitas suara target pada
jarak 1 yard (dikonversi menjadi 1 m) yang kembali dari pusat akustik dalam
beberapa arah dengan intensitas dari sumber.
Target Strength didefnisikan juga sebagai sepuluh kali nilai logaritma
dariintensitas yang mengenai ikan (Ii) (Johannesson dan Mitson, 1983).
Berikut ini adalah formulasi dari TS:
TS = 10log(Ir/ Ii) .................................................... (1)
TSi = intensitas Target strength
Ir = Intensitas suara yang dipantulkan yang diukur pada jarak 1 meter
dari target
Ii = Intensitas suara yang mengenai lkan dan berdasarkan energy.
Strength diformulasikan sebagai berikut :
TSe = 10log(Er/ Ei) .................................................... (2)
TSi = Energi Target strength
Ir = Energi suara yang dipantulkan yang diukur pada jarak 1 meter
dari target
Ii = Energi suara yang mengenai lkan
Urick (1983) juga menyebutkan target strength dengan istilah scattering
strength. Scattering strength didefinisikan sebagai logaritma basis 10 dari rasio
antara intensitas suara yang terukur pada 1 yd3 di dalam laut atau yd2 dari
permukaan dengan intensitas suara pusat. Scattering strength dirumuskan sebagai
berikut:
Menurut MacLennan dan Simmonds (1992) target strength merupakan
backscattering cross section dari target yang mengembalikan sinyal, sedangkan
menurut Burczynski (1979), target strength mempunyai hubungan erat dengan
backscattering cross section. Untuk menghitung nilai Target strength pada
transduser berfrekuensi 38 kHz digunakan formula menurut Foote (1987) dalam
MacLennan dan Edmmons (1992). Sedangkan untuk perhitungan densitas ikan
yang berasal dari ikan atau kelompok ikan, dilakukan dengan mengintegrasi echo
yang terdeteksi dalam arah vertikal pada setiap lapisan. MacLennan dan
Simmonds (1992) merumuskan target strength sebagai berikut:
TS=10 LOG(sbs)=10 log(ssp/4p)
Nilai Target strength berhubungan erat dengan ukuran ikan, bentuk ikan,
orientasi ikan terhadap tranduser, gelembung renang, spesies ikan, kecepatan
renang ikan, acoustic impedance dan beam pattern (MacLennan and Simmonds,
1992).
II.2 Alat Yang Digunakan Untuk Pendeteksian Ikan
2.2.1. Fish Finder
Fish Finder adalah instrumentasi yang berfungsi untuk membantu
pendeteksian letak ikam secara pasti di perairan seperti laut. Informasi yang
diberikan dari penggunaan fish finder ini adalah informasi mengenai letak/
posisi ikan yang terletak pada kedalaman berapa di dalam perairan. Alat ini
menggunakan sistem kerja Sonar (sound, Navigation and Ranging). Hasil
kerja alat ini dipengaruhi oleh beberapa faktor eksternal, seperti suhu,
kemurnian air dan kekentalan air. Faktor eksternal tersebut mengubah
kecepatan suara yang dikirimkan kepada objek (Garmin,1999).
Gambar 1. Tracking ikan dengan fish finder
2.2.2. Sonar Unit
Sonar (Sound, Navigation and Ranging) adalah teknik tracking yang
memanfaatkan gelmbang suara sebagai media bantu penentuan navigasi arah
dan juga dapat mengetahui jarak objek. Pada instrument Fish Finder, Sonar
Unit terdiri dari transmiter, transducer dan receiver. Sonar unit memiliku
peranan penting dalam kinerja sebuah fish finder (Bowers,1962).
Fish finder memiliki daya keluaran sonar sebesar 400 watt (RMS), 3200 Watt,
serta menggunakan dual frekuensi sebesar 50 kHz dan 200 kHZ. Kedalaman
maksimal yang dapat dijangkau oleh fish finder 160 C adalah 1200 kaki
(365,76 dalam meter) (Bowers, 1962).
Parameter-parameter yang penting dalam senuah sonar unit yang baik adalah
sebagai berikut:
- High Power Transmitter
- Efficient Transducer
- Sensitive Receiver
- High Resolution.
(Bowers,1962)
2.3. Area Backscattering Strength (SA)
Scattering area (SA) adalah luasan area yang yang terbentuk sebagai
akibat dari adanya pemancaran hambur balik dari tranduser pada suatu
perairan yang sedang di sounding. Menurut MacLennan dan Simmonds
(1992), area backscattering koefsien (SA) adalahukuran dari energi yang
dikembalikan dari sebuah lapisan antara dua kedalaman pada kolom air. SA
didefinikan sebagai integral dari sv. Pada echoview, nilai sa ini diwakili oleh
NASC (Nautical area scattering koefisien). Sebenarnya SA tidak memiliki
satuan karena SA merupakan sebuah turunan dari sv (satuan m-1) dan
jarak. Tapi menurut hasil kesepakatan, SA memakai satuan (m2/m2).
III. MATERI DAN METODE
3.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Praktikum Akustik Kelautan Modul 7 “Target Strength” dilaksanakan pada
Hari/ tanggal : Kamis, 11 Desember 2014
Pukul : 16.20-18.00
Tempat : Gedung E.303 FPIK UNDIP
3.2. Alat dan Bahan
- Alat tulis
- Lembar Kerja
3.3. Metode
Berdasarkan hasil survei di Perairan Laut Jawa, diperoleh data target strength
sebagai
berikut:
Dari data di atas, dibuat grafik:
1. Proporsi ukuran ikan pada tiap strata kedalaman
2. Distribusi ukuran ikan secara vertikal
3. Buat diagram batang hubungan antara persentase target strength dengan
kedalaman
4. Kriteria ukuran target berdasarkan Pasaribu (1988)
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
4.1.1. Proporsi Ukuran Ikan pada Tiap Strata Kedalaman
- Kedalaman 0-10 m
36-40
41-50
51-79,27
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80%
proporsi ukuran ikan pada kedalaman 0-10 m
0-10
- Kedalaman 11-20
36-40
41-50
51-79,27
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80%
proporsi ukuran ikan pada kedalaman 11-20 m
11.-20
- Kedalaman 21-30
36-40
41-50
51-79,27
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80%
proporsi ukuran ikan pada kedalaman 21-30
21-30
- Kedalaman 31-40
36-40
41-50
51-79,27
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70%
proporsi ukuran ikan pada kedalaman 31-40
31-40
- Kedalaman 41-50
36-40
41-50
51-79,27
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60%
proporsi ukuran ikan pada kedalaman 41-50
41-50
- Kedalaman 51-60
36-40
41-50
51-79,27
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60%
proporsi ukuran ikan pada kedalaman 51-60
51-60
- Kedalaman 61-70
36-40
41-50
51-79,27
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60%
proporsi ukuran ikan pada kedalaman 61-70
61-70
- Kedalaman 70-100 (Demersal)
36-40
41-50
51-79,27
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70%
proporsi ukuran ikan pada kedalaman 70-100
70-100
4.1.2. Gabungan Diagram Hubungan Presentase TS dengan Kedalaman
0-10
11.-20
21-30
31-40
41-50
51-60
61-70
70-100
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80%
Distribusi Ikan secara vertikal
51-79,2741-5036-40
4.2. Pembahasan
4.2.1. Proporsi Ukuran Ikan pada Tiap Strata Kedalaman
Dari data diatas dapat dijelaskan bahwa pada kedalaman 0-10m, pada
sebaran TS (-)36-40 sebesar 5% dengan kriteria ukuran targetsedang (dapat
berupa objek berukuran sedang: ikan dan objek lain yang berukuran sedang),
sebaran TS (-) 41-50 sebesar 20 %(dapat berupa objek berukuran kecil: ikan-ikan
dan objek lian yang berukuran kecil) dengan kriteria ukuran target kecil dan (-)
51-79,27 sebesar 75 % dengan kriteria ukuran target sangat kecil. Sesuai dengan
perhitungan diatas bahwa sebaran TS (-) 51-79,27 dengan nilai 75 % lebih
dominan, sehingga dapat disimpulkan bahwa target tersebut dapat berupa ikan-
ikan sangat kecil ataupun sedimen.
Dari data diatas dapat dijelaskan bahwa pada kedalaman 11-20m, pada
sebaran TS (-)36-40 sebesar 5% dengan kriteria ukuran target sedang (dapat
berupa objek berukuran sedang: ikan dan objek lain yang berukuran sedang),
sebaran TS (-) 41-50 sebesar 25 % dengan kriteria ukuran target kecil(dapat
berupa objek berukuran kecil: ikan-ikan dan objek lian yang berukuran kecil) dan
(-) 51-79,27 sebesar 70 % dengan kriteria ukuran target sangat kecil. Sesuai
dengan perhitungan diatas bahwa sebaran TS (-) 51-79,27 dengan nilai 70 %
lebih dominan, sehingga dapat disimpulkan bahwa target tersebut dapat berupa
ikan-ikan sangat kecil ataupun sedimen.
Dari data diatas dapat dijelaskan bahwa pada kedalaman 21-30, pada
sebaran TS (-)36-40 sebesar 7% dengan kriteria ukuran target sedang (dapat
berupa objek berukuran sedang: ikan dan objek lain yang berukuran sedang),
sebaran TS (-) 41-50 sebesar 23 % dengan kriteria ukuran target kecil (dapat
berupa objek berukuran kecil: ikan-ikan dan objek lian yang berukuran kecil) dan
(-) 51-79,27 sebesar 70 % dengan kriteria ukuran target sangat kecil. Sesuai
dengan perhitungan diatas bahwa sebaran TS (-) 51-79,27 dengan nilai 70 %
lebih dominan, sehingga dapat disimpulkan bahwa target tersebut dapat berupa
ikan-ikan sangat kecil ataupun sedimen.
Dari data diatas dapat dijelaskan bahwa pada kedalaman 31-40, pada
sebaran TS (-)36-40 sebesar 10% dengan kriteria ukuran target sedang (dapat
berupa objek berukuran sedang: ikan dan objek lain yang berukuran sedang),
sebaran TS (-) 41-50 sebesar 25 % dengan kriteria ukuran target kecil (dapat
berupa objek berukuran kecil: ikan-ikan dan objek lian yang berukuran kecil) dan
(-) 51-79,27 sebesar 65 % dengan kriteria ukuran target sangat kecil. Sesuai
dengan perhitungan diatas bahwa sebaran TS (-) 51-79,27 dengan nilai 65 %
lebih dominan, sehingga dapat disimpulkan bahwa target tersebut dapat berupa
ikan-ikan sangat kecil ataupun sedimen.
Dari data diatas dapat dijelaskan bahwa pada kedalaman 41-50, pada
sebaran TS (-)36-40 sebesar 20% dengan kriteria ukuran target sedang (dapat
berupa objek berukuran sedang: ikan dan objek lain yang berukuran sedang),
sebaran TS (-) 41-50 sebesar 27 % dengan kriteria ukuran target kecil (dapat
berupa objek berukuran kecil: ikan-ikan dan objek lian yang berukuran kecil) dan
(-) 51-79,27 sebesar 53 % dengan kriteria ukuran target sangat kecil. Sesuai
dengan perhitungan diatas bahwa sebaran TS (-) 51-79,27 dengan nilai 53 %
lebih dominan, sehingga dapat disimpulkan bahwa target tersebut dapat berupa
ikan-ikan sangat kecil ataupun sedimen.
Dari data diatas dapat dijelaskan bahwa pada kedalaman 51-60, pada
sebaran TS (-)36-40 sebesar 50% dengan kriteria ukuran target sedang (dapat
berupa objek berukuran sedang: ikan dan objek lain yang berukuran sedang),
sebaran TS (-) 41-50 sebesar 30 % dengan kriteria ukuran target kecil (dapat
berupa objek berukuran kecil: ikan-ikan dan objek lian yang berukuran kecil) dan
(-) 51-79,27 sebesar 20 % dengan kriteria ukuran target sangat kecil. Sesuai
dengan perhitungan diatas bahwa sebaran TS (-) 36-40 dengan nilai 50 % lebih
dominan, sehingga dapat disimpulkan bahwa target tersebut dapat berupa ikan-
ikan sedang ataupun objek lainnya yang berukuran sedang.
Dari data diatas dapat dijelaskan bahwa pada kedalaman 61-70, pada
sebaran TS (-)36-40 sebesar 25 % dengan kriteria ukuran target sedang (dapat
berupa objek berukuran sedang: ikan dan objek lain yang berukuran sedang),
sebaran TS (-) 41-50 sebesar 50 % dengan kriteria ukuran target kecil (dapat
berupa objek berukuran kecil: ikan-ikan dan objek lian yang berukuran kecil) dan
(-) 51-79,27 sebesar 25 % dengan kriteria ukuran target sangat kecil. Sesuai
dengan perhitungan diatas bahwa sebaran TS (-) 41-50 dengan nilai 50 % lebih
dominan, sehingga dapat disimpulkan bahwa target tersebut dapat berupa ikan-
ikan kecil.
Dari data diatas dapat dijelaskan bahwa pada kedalaman 70-100 , pada
sebaran TS (-)36-40 sebesar 10 % dengan kriteria ukuran target sedang (dapat
berupa objek berukuran sedang: ikan dan objek lain yang berukuran sedang),
sebaran TS (-) 41-50 sebesar 25 % dengan kriteria ukuran target kecil (dapat
berupa objek berukuran kecil: ikan-ikan dan objek lian yang berukuran kecil) dan
(-) 51-79,27 sebesar 65 % dengan kriteria ukuran target sangat kecil. Sesuai
dengan perhitungan diatas bahwa sebaran TS (-) 51-79,27 dengan nilai 65 %
lebih dominan, sehingga dapat disimpulkan bahwa target tersebut dapat berupa
ikan-ikan sangat kecil ataupun sedimen.
4.2.2. Gabungan Hubungan Presentase TS dengan Kedalaman
Berdasarkan hasil gabungan tersebut, dapat dilihat bahwa pada sebaran TS
yang paling dominan yaitu sebaran TS (-) 51-79,27. Dari dominansi TS tersebut,
dapat dijelaskan bahwa objek pada semua kedalaman dapat dikatakan yaitu
berupa objek yang sangat kecil ataupun sedimen. Dan dominansi paling kecil
yaitu pada sebaran TS (-)36-40 yang dapat dikatakan bahwa objek yang
ditemukan yaitu berupa ikan sedang ataupun objek lainnya yang berukuran sedang
jarang ditemukan pada semua kedalaman tersebut.
V. PENUTUP
5.1. Kesimpulan
- Dapat disimpulkan bahwa ukuran ikan yang dominan pada semua kedalaman
yaitu ikan berukuran kecil dikarenakan oleh Sebaran TS paling dominan adalah
51%-79,27%
5.2. Saran
- Sebaiknya praktikan mempelajari dan memahami materi yang dipraktikumkan
sehingga praktikum dapat berjalan dengan lancar.
DAFTAR PUSTAKA
Bowers. 1962. A High Power, Low Frequency Sonar for Sub Bottom Profiling.
SONAR System Symposium: Birmingham.
Burczynski, J. 1979. Introduction to the Use of Sonar System for Estimating Fish
Biomass. FAO. Fisheries Technical Paper. No. 191, 89 pp.
Garmin. 1999. Fish Finder 160 owner’s manual. Garmin International Inc
Johannesson, K.A., & R.B. Mitson. 1983. Fisheries Acoustics. A Practical Manual
for Aquatic Biomass Estimation. FAO Fish. Tech. Pap., (240), Rome, Italy.
249 pp.
Lennan, Mac dan John Simmonds. 1992. Fisheries Acoustics Theory and Practice.
Oxford : Blackwell Science
Urick, Robert J. 1983. Principles of Underwater Sound. McGraw-Hill .Inc