MAKALAH
MANAJEMEN KEUANGAN SEKTOR PUBLIK
PENGELOLAAN TATA KELOLA KEUANGAN DAERAH MENUJU PEMERINTAHAN
YANG MELAYANI KEPENTINGAN MASYARAKAT DALAM RANGKA
MENSEJAGTERAKAN RAKYAT DI DAERAH
NAMA : ALFIAN CAHYA NUGRAHA
NIM : BCA 113 262
KELAS : C
UNIVERSITAS PALANGKARA
FAKULTAS EKONOMI
PROGRAM STUDI S-I AKUNTANSI
2015
KATA PENGANTAR
Puji sukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
serta karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “PENGELOLAAN TATA KELOLA KEUANGAN DAERAH MENUJU
PEMERINTAHAN YANG MELAYANI KEPENTINGAN MASYARAKAT DALAM RANGKA
MENSEJAGTERAKAN RAKYAT DI DAERAH’’ tepat pada waktunya.
Makalah ini merupakan tugas mata kuliah “MANAJEMEN KEUANGAN SEKTOR
PUBLIK ”. Makalah ini berisikan tentang PENGELOLAAN TATA KELOLA KEUANGAN
DAERAH MENUJU PEMERINTAHAN YANG MELAYANI KEPENTINGAN MASYARAKAT
DALAM RANGKA MENSEJAGTERAKAN RAKYAT DI DAERAH. diharapkan makalah ini
dapat memberikan informasi kepada kita semua.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan keterbatasan
dalam penyajian data dalam makalah ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan
kritik dan saran yang membangun dari semua pembaca demi kesempurnaan
makalah ini. Semoga makalah ini berguna dan dapat menambah pengetahuan
pembaca.
Demikian makalah ini penulis susun, apabila ada kata- kata yang kurang
berkenan dan banyak terdapat kekurangan, penulis mohon maaf yang sebesar-
besarnya.
Palangkaraya, 2015
Penulis
DAFTAR ISI
Hal
KATA PENGANTAR.................................................................................................
DAFTAR ISI..............................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................
A. Latar Belakang..............................................................................................
B. Perumusan Masalah.....................................................................................
C. Tujuan Penulisan..........................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
A. KEUANGAN DAERAH
B. PERBAIKAN MEKANISME PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH
C. PEMBARUAN TATA KELOLA KEUANGAN DAERAH
D. PENGELOLAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN KEUANGAN DAERAH
E. PENGORGANISASIAN KEUANGAN DAERAH
F. TATA CARA PENYELESAIAN KERUGIAN KEUANGAN DAERAH
G. SIKLUS PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan...................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pengelolaan keuangan daerah telah mengalami perubahan yang sangat mendasar
sejak terjadinya reformasi. Terbentuknya era reformasi memberikan dampak yang
positif bagi Indonesia. Reformasi memberikan kebebasan pada masyarakat untuk
menyampaikan aspirasi mereka dan mampu meningkatkan kesejahteraan
masyarakat.
Reformasi birokasi merupakan salah satu bentuk dari reformasi Indonesia, hal
ini merupakan bentuk pembaharuan dan perubahan pada sistempemerintahan
Indonesia agar terciptanya pemerintahan yang baik / good government Pemerintah
Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintahan daerah
dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi
yang seluas-luasnya. dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 (UU No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah pasal 1 ayat 2).
Dari hal tersebut Pemerintah daerah merupakan penyelenggara pemerintahan yang
mencakup urusan daerah berdasarkan undang – undang dan asas otonomi serta
berwenang untuk mengelola dan mengatur daerah untuk mensejahterakan
masyarakat. Otonomi daerah memberikan berubahan yang signifikan pada
pemerintahan seperti berubahan sistem akuntansi, dan manajemen pubik. Seperti
halnya pemerintah pusat yang berperan untuk mengatur seluruh kepentingan
Negara secara makro, yang didukung oleh lembaga – lembaga untuk mengatur
setiap sendi pemerintahan. Begitu juga dengan pemerintah daerah yang
memerlukan lembaga – lembaga untuk membantu dalam mengelola daerah. Oleh
karena itu pemerintah daerah membentuk lembaga daerah baik ditingkat kota
kabupaten maupun provinsi.
Dengan adanya publikasi laporan realisasi anggaran oleh pemerintah daerah
maka dapat memberikan informasi bagi masyarakat. Berdasarkan laporan realisasi
anggaran tersebut pembaca laporan dapat membuat analisis kinerja laporan
keuangan berupa analisis pendapatan, analisis belanja, dan analisis pembiayaan.
Dalam komponen laporan realisasi anggaran terdapat belanja, belanja pada
pemerintah daerah digunakan untuk mebiayai keperluan operasional terkait
kebutuhan dan keperluan pemerintahan. Belanja mengundang banyak perhatian dari
masyarakat karena masyarakat merupakan pemberi dana public, yang didiberikan
melalui pajak maka masyarakat perlu ngentahui apakah dana yang terlah mereka
berikankepada pemerintah mampu digunakan secara efisien, efektif, dan
berorientasi pada masyarakat. pertanyaan ini wajar jika muncul ditengah – tengah
masyarakatyang haus akan keterbukaan. Pertanyaan tersebut didasarkan pada
keadaan sekarang yang banyak terjadinya kasus korupsi dikalangan pemerintah.
Karena belanja sifatnya mudah untuk dilakukan maka rentan terjadi inefisien, maka
dibutuhkan perencanaan, pengendalian dan pengawasan terhadap belanja perlu
dilakukan. Setelah melakukan belanja dan telah dalam laporkan dilaporan realisasi
anggaran, maka perlu dilakukan analisis terhadap belanja. Dengan adanya analisis
terhadap belanja maka dapat dilhat kinerja dari anggaran belanja, hal ini dapat
dilihat dari laporan realisasi anggaran, seberapa jumlah belanja yang telah
terrealisasi dari anggaran yang dianggarkan.
B. RUMUSAN MASALAH
a. Apa itu keuangan daerah,dan darimana sumber keuangan daerah
berasal ?
b. Jelaskan maksud pembaruan dalam tata kelola keuangan daerah dan
apa pertanggung jawaban nya terhadap masyarkat ?
c. Jelaskan siklus pengelolaan keuangan daerah ?
d. apa yang akan dilakukan untuk perbaikan mekanisme pengelolaan
keuangan daerah ?
C. TUJUAN PENULISAN
Untuk mengetahui pengertian dari sistem keuangan daerah.
Untuk menjelaskan dan mengetahui tentang pendapatan daerah dan
sumber pendapatan daerah.
Untuk mengetahui siklus pengelolaan keuangan daerah.
Untuk mengetahui apa aja yang akan di perbaiki oleh pemerintah
dalam perbaikan mekanisme keuangan daerah
Untuk mengetahui tata cara pengeloalan daerah
D.
BAB II
PEMBAHASAN
A. KEUANGAN DAERAH
Keuangan Daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka
penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk
didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban.
Sementara pengelolaan keuangan daerah adalah keseluruhan kegiatan yang
meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan,
pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan daerah tersebut. Pemegang
Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Daerah adalah kepala daerah yang karena
jabatannya mempunyai kewenangan menyelenggarakan keseluruhan pengelolaan
keuangan daeran
Dari Analisis di atas dapat disimpulkan bahwa keuangan daerah ini memang
harus bisa dikelola dengan efisien oleh pemerintah daerah masing-masing. Tetapi
kenyataanya antara rencana yang sudah ditetapkan dengan realisasi dalam
pengelolaan keuangan daerah ada perbedaan, hal ini dikarenakan adanya beberapa
permasalahan yang sebagian besar permasalahan-permasalahan tersebut
disebabkan keadaan intern dari pejabat-pejabat daerah itu sendiri. Untuk mengatasi
permasalahan tersebut sebenarnya hal mendasar yang harus dirubah adalah sikap
personal dari pejabat-pejabat daerah terutama mengenai kebijakan menghambur-
hamburkan dana yang secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap pribadi
pejabat-pejabat daerah.
Disamping itu, dengan adanya sumber dana keuangan daerah yang salah
satunya berasal dari bantuan pemerintah pusat maka diharapkan pemerintah
daerah memang harus bisa lebih efisien dalam mengelola keuanganya agar
anggaran dana dari pemerintah pusat yang sudah dianggarkan sebelumnya bisa
tercukupi dengan baik. Walaupun pemerintah pusat sudah memberikan instruksi
bahwa ketika keuangan daerah mengalami kekurangan bisa meminta ke
pemerintah pusat, tetapi secara langsung hal ini bisa membuat kondisi keuangan
pusat yang semakin berkurang dan secara tidak langsung akan membuat
kemandirian suatu daerah dalam mengelola keuanganya akan menjadi terhambat
Sumber Keuangan Daerah
Dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, sumber pendapatan
daerah terdiri atas :
a. Pendapatan Asli Daerah
Pendapatan Asli Daerah yang selanjutnya disebut PAD, yaitu penerimaan yang
diperoleh Daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut
berdasarkan Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. (Pasal 1 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah).
b. Dana Perimbangan
Merupakan sumber Pendapatan Daerah yang berasal dari APBN untuk
mendukung pelaksanaan kewenangan pemerintahan daerah dalam mencapai
tujuan pemberian otonomi kepada daerah, yaitu terutama peningkatan pelayanan
dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik. Dana Perimbangan merupakan
kelompok sumber pembiayaan pelaksanaan desentralisasi yang alokasinya tidak
dapat dipisahkan satu dengan yang lain, mengingat tujuan masing-masing jenis
penerimaan tersebut saling mengisi dan melengkapi. Dana Perimbangan merupakan
sumber pembiayaan yang berasal dari bagian daerah dari Pajak Bumi dan
Bangunan, Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan, penerimaan dari sumber
daya alam, serta Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus.
Lebih jelasnya Dana Perimbangan terdiri dari :
1. Dana Bagi Hasil
Dana bagi hasil adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang
dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai
kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi (Pasal 1 Undang-
Undang Nomor 33 Tahun 2004).
2. Dana Alokasi Umum
Dana Alokasi Umum, selanjutnya disebut DAU adalah dana yang bersumber dari
pendapatan APBN, yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan
keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka
pelaksanaan desentralisasi (Pasal 1 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004).
3. Dana Alokasi Khusus
Dana Alokasi Khusus, selanjutnya disebut DAK adalah dana yang bersumber dari
pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk
membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai
prioritas nasional (Pasal 1 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004).
c. Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah
Menurut Pasal 43 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, lain-lain pendapatan
terdiri atas pendapatan hibah dan pendapatan dana darurat. Hibah adalah
Penerimaan Daerah yang berasal dari pemerintah negara asing, badan/lembaga
asing, badan/lembaga internasional, Pemerintah, badan/lembaga dalam negeri atau
perseorangan, baik dalam bentuk devisa, rupiah maupun barang dan/atau jasa,
termasuk tenaga ahli dan pelatihan yang tidak perlu dibayar kembali. Sedangkan
Dana Darurat adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan kepada
Daerah yang mengalami bencana nasional, peristiwa luar biasa, dan/atau krisis
solvabilitas.
Sistem Informasi Keuangan Daerah
Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD) adalah suatu fasilitas yang
diselenggarakan oleh Menteri Keuangan untuk mengumpulkan, melakukan validasi,
mengolah, menganalisis data, dan menyediakan informasi keuangan daerah dalam
rangka merumuskan kebijakan dalam pembagian dana perimbangan, evaluasi
kinerja keuangan daerah, penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (RAPBN) serta memenuhi kebutuhan lain, seperti statistik keuangan
negara.
SIKD ini diselenggarakan oleh pemerintah pusat. Sumber informasi bagi
sistem informasi keuangan daerah terutama adalah laporan informasi APBD
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) UU Nomor 25 Tahun 1999, yaitu:
informasi mengenai pengelolaan keuangan daerah dan informasi mengenai kinerja
keuangan daerah dari segi efisiensi dan efektivitas keuangan dalam rangka
desentralisasi.
Tujuan penyelenggaraan SIKD adalah:
a. membantu Menteri Keuangan dalam merumuskan kebijakan keuangan
daerah;
b. membantu menyediakan data dan informasi kepada Sekretariat Bidang
Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah (PKPD) pacla Dewan
Pertimbangan Otonomi Daerah;
c. membantu Menteri Keuangan dan instansi terkait IainnYa dalam melakukan
evaluasi kinerja keuangan daerah, penyusunan RAPBN, dan kebutuhan lain
seperti statistik keuangan negara;
d. membantu pemerintah daerah dalam menetapkan kebijakar keuangan dan
menyusun Rancangan Anggaran Pendapatan dar Belanja Daerah (RAPBD),
pemerintahan, dan pembangunan di Daerah.
Pengelolaan Keuangan Daerah
Pengelolaan Keuangan Daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi
perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban,
dan pengawasan keuangan daerah. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah,
selanjutnya disingkat APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan
daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD, dan
ditetapkan dengan peraturan daerah.
Peraturan pemerintah No 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan
Daerah mendefinisikan Keuangan Daerah sebagai semua hak dan kewajiban
daerah dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang dapat dinilai
dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan
dengan hak dan kewajiban daerah tersebut. yang dimaksud daerah di sini adalah
pemerintah daerah yang merupakan daerah otonom berdasarkan peraturan
perundang-undangan. Daerah otonom ini terdiri dari pemerintah provinsi, pemerintah
kabupaten dan pemerintah kota. karena pemerintah daerah merupakan bagian dari
pemerintah (pusat) maka keuangan daerah merupakan bagian tak terpisahkan dari
keuangan negara.
Timbulnya hak akibat penyelenggaraan pemerintah daerah tersebut
menimbulkan aktivitas yang tidak sedikit. Hal itu harus diikuti dengan adanya suatu
sistem pengelolaan keuangan daerah untuk mengelolanya. Pengelolaan keuangan
daerah sebagaimana dimaksud, merupakan subsistem dari sistem pengelolaan
keungan negara dan merupakan elemen pokok dalam penyelenggaraan
pemerintahaan daerah. Untuk menjamin pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah
tersebut maka hendaknya sebuah pengelolaan keuangan daerah meliputi
keseluruhan dari kegiatan-kegiatan perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan,
pelaporan, pertanggungjawaban dan pengawasan keuangan daerah.
Halim (2004) berpendapat bahwa undang-undang tentang perimbangan keuangan
pusat dan daerah memberi keleluasaan daerah untuk meningkatkan pelayanan
kepada masyarakat dengan tujuan agar kesejahteraan masyarakat semakin baik,
mengembangkan kehidupan demokrasi, keadilan, pemerataan dan pemeliharaan
hubungan. Dampak berlakunya otonomi dan desentralisasi tersebut terhadap
pengelolaan keuangan daerah adalah semakin meluasnya kewenangan pemerintah
daerah dalam mengelola uang rakyat (public money). Agar pengelolaan dana
masyarakat tersebut dapat dilakukan secara lebih transparan, ekonomis, efisien,
efektif dan akuntabel, perlu dilakukan perubahan paradigma dalam pengelolaan
keuangan daerah. Sampai saat ini banyak terjadi penyimpangan dan
penyelewengan terhadap dana masyarakat yang dipercayakan kepada pemerintah.
Oleh karena itu dalam pengelolaan keuangan daerah perlu perencanaan yang lebih
ekonomis, efisien dan efektif atau lebih dikenal dengan pengelolaan keuangan
daerah berbasis kinerja dan berbasis outcome (Mardiasmo, 2002). Usaha untuk
mewujudkan new public management dilakukan dengan pemperhatikan pengukuran
kinerja organisasi. Oleh karena itu, organisasi sektor publik memerlukan suatu
pengukuran kinerja yang berbasis value for money.
Value for money adalah konsep pengukuran kinerja organisasi sektor publik yang
berlandaskan pada tiga pilar yaitu:
1. Ekonomi, adalah perbandingan input dengan input value yang dinyatakan
dengan satuan moneter dengan tujuan meminimalisir sumber daya yang
digunakan untuk melakukan program kerja agar tidak terjadi pemborosan.
2. Efisiensi, adalah perbandingan output dan input yang dikaitkan dengan target
dan tujuan.
3. Efektivitas, adalah perbandingan outcome dengan output untuk melihat
sejauh mana hasil suatu layanan mencapai dampak yang diharapkan atau
ditargetkan. Mardiasmo (2002) menggambarkan model Value for money
sebagai berikut:
Konsep VFM tersebut penting bagi pemerintah sebagai pelayanan masyarakat,
karena implementasi konsep tersebut memberi manfaat:
1. Efektivitas layanan publik, dalam arti pelayanan tepat sasaran
2. Meningkatkan mutu layanan
3. Biaya pelayanan yang murah karena hilangnya inefisiensi dan penghematan
dalam penggunaan sumber daya
4. Alokasi biaya yang lebih berorientasi pada kepentingan publik dan
5. Meningkatkan public cost awarness sebagai pelaksanaan
pertanggungjawaban publik.
Dalam konteks otonomi daerah, konsep tersebut merupakan jembatan untuk
menghantarkan Pemerintah Daerah mencapai good governance, yaitu pemerintah
daerah yang transparan, ekonomis, efisien, efektif, responsif dan akuntabel.
Salah satu kata kunci dalam keberhasilan pengelolaan keuangan daerah
adalah akuntabilitas publik. Karena pemerintah sebagai pengemban amanat
masyarakat bertanggung jawab atas kinerja yang telah dilakukannya. Untuk
mendukung dilakukannya pengelolaan dana masyarakat yang mendasarkan konsep
VFM, maka diperlukan sistem pengelolaan keuangan daerah dan anggaran daerah
yang berorientasi pada kinerja (performance budget).
Anggaran kinerja tersebut adalah untuk mendukung terciptanya akuntabilitas
publik Pemerintah Daerah dalam rangka otonomi daerah dan desentralisasi.
Perubahan dalam sistem anggaran daerah yang dikehendaki berorientasi pada:
1. Anggaran daerah harus bertumpu pada kepentingan publik
2. Anggaran daerah harus dikelola dengan hasil yang baik dan biaya rendah
(work better and cost less)
3. Anggaran daerah harus mampu memberikan transparansi dan akuntabilitas
secara rasional untuk keseluruhan siklus anggaran
4. Anggaran daerah harus dikelola dengan pendekatan kinerja untuk seluruh
jenis pengeluaran maupun pendapatan
5. Anggaran daerah harus mampu menumbuhkan profesionalisme kerja disetiap
organisasi yang terkait
6. Anggaran daerah harus dapat memberikan keleluasaan bagi para
pelaksananya . Performance budget sebagai upaya untuk memperbaiki
proses pengendalian dan pengawasan anggaran.
Pengawasan dan pengendalian tidak hanya dilakukan pada akhir proses
anggaran, tetapi harus dilakukan pada setiap tahap mulai dari perencanaan,
implementasi maupun output-nya akan dievaluasi. Hal ini dimaksudkan agar setiap
penyimpangan atau kesalahan yang terjadi sedini mungkin dapat terdeteksi dan
dapat dikendalikan sehingga efisiensi dan efektivitas dapat tercapai. Perencanaan
anggaran entitas pemerintah yang berorientasi pada kinerja pada dasarnya
melibatkan tiga elemen penting yang saling terkait dan terintegrasi yaitu:
masyarakat, DPRD dan Pemerintah Daerah.
Adapun fungsi Pemerintah Daerah adalah sebagai pelaksana teknis yang
meliputi:
1. Untuk meningkatkan dan mengembangkan sistem pengelolaan keuangan
daerah agar dihasilkan pengelolaan keuangan daerah yang sesuai
dengan kondisi daerah
2. Untuk mengontrol dan mengendalikan target penerimaan dan pengeluaran
sesuai dengan APBD yang ditetapkan
3. Informasi keuangan lebih transparan dan dapat dipercaya, baik kepada
DPRD, Pemerintah Pusat, masyarakat maupun dunia Internasional.
B. PERBAIKAN MEKANISME PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH
Pada kenyataannya mekanisme pengelolaan keuangan daerah tidak hanya
dipengaruhi UU tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah. Beberapa
produk hukum lain yang juga berpengaruh adalah UU tentang keuangan negara,
UU perbendaharaan negara, UU perencanaan nasional, UU anti korupsi dan
pedoman akuntansi pemerintahan (sistem akuntansi pemerintahan). Menyadari
akan hal itu maka pemerintah melakukan revisi PP 105/2000 tentang pengelolaan
keuangan daerah, dengan telah mempertimbangkan berbagai aspek penting dari
produk hukum lainnya.
Beberapa aspek pengelolaan keuangan daerah yang cukup penting
diantaranya adalah (Raksaka Mahi, 2005);
1. Kejelasan penerimaan daerah dan sumber-sumbernya.
Selama ini secara umum diketahui bahwa dana transfer dari pusat tetap
merupakan sumber keuangan terbesar bagi pemerintah daerah. Dana Alokasi
Umum (DAU), merupakan sumber dana yang pasti bagi daerah. Dana
perimbangan lain seperti bagi hasil sumber daya alam juga merupakan salah
satu sumber yang penting. Namun berdasarkan laporan dari daerah
penghasil, penyalurannya sering terlambat sampai kepada daerah, sehingga
mengganggu proses implementasi di daerah. Kepastian penerimaan menjadi
salah satu aspek penting pengelolaan daerah di masa mendatang.
2. Pengelolaan Defisit Anggaran Daerah.
Sesuai dengan UU No. 17/2003, akumulatif defisit anggaran secara nasional
(pusat dan daerah) tidak diperbolehkan melampaui 3% dari PDB.
Berdasarkan hal itu pengendalian defisit dan surplus APBD sangat penting
dalam rangka kesinambungan fiskal nasional. Pasal 83 UU No. 33/2004
memberikan penegasan bahwa Pemda sebaiknya mendukung upaya ini.
Tentu saja terdapat sangsi berupa penundaan penyaluran dana perimbangan
bagi daerah yang tidak menjalankannya. Di sisi lain, disadari bahwa
diperbolehkan defisit apabila hal itu dilakukan sebagai stimulus bagi
perekonomian daerah.
3. Sistem Keuangan Daerah sebagai bagian dari Sistem Keuangan Nasional.
Sebagai bagian dari sistem keuangan nasional, maka pengelolaan keuangan
daerah sebaiknya:
Mengacu kepada suatu standar akuntansi tertentu, yaitu standar
akuntansi pemerintahan (SAP).
Penetapan APBD mengikuti siklus anggaran daerah yang terkait
dengan siklus anggaran pusat. Terdapat suatu proses dan jadwal
penyusunan dan penetapan APBD yang dikaitkan dengan siklus
penetapan anggaran baik di pusat maupun provinsi.
Terdapat prioritas anggaran daerah yang tidak bertentangan dengan
prioritas anggaran APBN.
4. APBD juga dikaitkan dengan proses perencanaan daerah dan nasional.
APBD merupakan wujud dari implementas perencanaan daerah yang
mengacu kepada perencanaan nasional. Oleh karena itu mestinya
penyusunannya berpedoman pada Rencana Kerja Pemerintah Daerah
(RKPD). Sedangkan RKPD berpedoman pada rencana kerja pemerintah
yamg bersifat nasional. Hal ini dilakukan dalam rangka mewujudkan
pelayanan kepada masyarakat untuk tercapainya tujuan bernegara. Dalam
kerangka kebijakan fiskal di daerah, APBD sendiri mempunyai fungsi
otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi dan stabilisasi
ekonomi.
5. Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Daerah.
Kepala daerah selaku kepala pemerintah daerah adalah pemegang
kekuasaan pengelolaan keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah
dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan.
Kekuasaan pengelolaan keuangan daerah tersebut dilaksanakan oleh :
a. Kepala satuan kerja pengelola keuangan daerah selaku Pejabat
Pengelola Keuangan Daerah (PPKD).
b. Kepala satuan kerja pengelola keuangan daerah selaku pejabat
pengguna anggaran/barang daerah. Selaku PPKD, kepala daerah
memiliki tugas: a. Menyusun dan melaksanakan kebijakan pengelolaan
keuangan daerah. b. Menyusun rancangan APBD dan rancangan
perubahan APBD.
c. Melaksanakan pemungutan pendapatan daerah yang telah ditetapkan
dengan Peraturan Daerah.
d. Melaksanakan fungsi Bendahara Umum Daerah.
e. Menyusun laporan keuangan daerah dalam rangka pertanggung-
jawaban pelaksanakan APBD.
f. Melaksanakan tugas lainnya berdasarkan kuasa yang dilimpahkan.
C. PEMBARUAN TATA KELOLA KEUANGAN DAERAH
Reformasi tata kelola keuangan negara/daerah telah digulirkan oleh pemerintah
pusat, yang merupakan langkah maju khususnya dalam menata sistem
pemerintahannya. Reformasi tata kelola keuangan negara/daerah secara ideal tidak
hanya mencakup reformasi akuntansi keuangannya. Namun demikian, reformasi
akuntansi sektor publik merupakan sesuatu yang sangat fundamental khususnya
bagi pengelolaan keuangan daerah. Reformasi ini, secara substantif mengandung
pengertian pengelolaan sumber-sumber daya daerah secara ekonomis, efisien,
efektif, transparan, dan akuntabel dalam rangka peningkatan kesejahteraan dan
pemberdayaan daerah. Paket Undang-undang bidang Keuangan Negara telah
memberikan landasan/payung hukum di bidang pengelolaan dan administrasi
keuangan negara/daerah. Undang-undang ini dimaksudkan pula untuk
memperkokoh landasan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah dalam
kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam rangka pelaksanaan
desentralisasi dan otonomi daerah, kepada daerah telah diberikan kewenangan
yang luas, demikian pula dana yang diperlukan untuk menyelenggarakan
kewenangan itu. Agar kewenangan dan dana tersebut dapat digunakan dengan
sebaik-baiknya untuk penyelenggaraan tugas pemerintahan di daerah, diperlukan
kaidah-kaidah sebagai rambu-rambu dalam pengelolaan keuangan daerah.
Otonomi Daerah merupakan upaya pemberdayaan daerah dalam
pengambilan keputusan daerah secara lebih leluasa dan bertanggung jawab untuk
mengelola sumber daya yang dimiliki sesuai dengan kepentingan, prioritas, dan
potensi daerah sendiri. Kewenangan yang luas, utuh dan bulat yang meliputi
perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian dan evaluasi pada semua
aspek pemerintahan ini, pada akhirnya harus dipertanggungjawabkan kepada
pemberi wewenang dan masyarakat. Penerapan otonomi daerah seutuhnya
membawa konsekuensi logis berupa pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan
dan pembangunan daerah berdasarkan manajemen keuangan yang sehat. Oleh
karena itu, diperlukan sistem pengelolaan keuangan daerah yang baik dalam rangka
mengelola dana APBD secara transparan, ekonomis, efisien, efektif dan akuntabel.
Dalam perundang-undangan bidang keuangan negara ini secara tegas diatur
bagaimana Pemerintah Daerah menata sistem pemerintahan khususnya di bidang
keuangan. Undang-undang ini mengatur mengenai asas umum perbendaharaan
negara, kewenangan pejabat pengelola keuangan negara, pelaksanaan pendapatan
dan belanja negara/daerah, pengelolaan uang, piutang dan utang negara/daerah,
pengelolaan investasi dan barang milik negara/daerah, penatausahaan dan
pertanggungjawaban APBN/APBD, pengendalian intern pemerintah, penyelesaian
kerugian negara/daerah, serta pengelolaan keuangan badan layanan umum.
Penyusunan RAPBD dengan pendekatan prestasi kerja, penerapan Sistem
Akuntansi Keuangan Daerah, penyajian Neraca Daerah dan Laporan Arus Kas
sebagai bentuk pertanggungjawaban Kepala Daerah, merupakan beberapa hal baru
yang diamanahkan dalam peraturan tersebut.
D. PENGELOLAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN KEUANGAN DAERAH
Pengelolaan keuangan daerah dilakukan secara tertib, taat pada peraturan
perundang-undangan yang berlaku, efisien, efektif, transparan dan bertanggung
jawab dengan memperhatikan asas keadilan dan kepatutan. APBD merupakan
dasar pengelolaan keuangan daerah dalam tahun anggaran tertentu. Ketentuan ini
berarti, bahwa APBD merupakan rencana pelaksanaan semua pendapatan daerah
dan semua belanja daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi dalam tahun
anggaran tertentu. Dengan demikian, pemungutan semua penerimaan daerah dalam
rangka pelaksanaan desentralisasi bertujuan untuk memenuhi target yang
ditetapkan dalam APBD. Semua pengeluaran daerah dan ikatan yang membebani
daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi dilakukan sesuai jumlah dan
sasaran yang ditetapkan dalam APBD, sehingga APBD menjadi dasar bagi kegiatan
pengendalian, pemeriksaan dan pengawasan keuangan daerah.
Semua penerimaan daerah dan pengeluaran daerah dalam rangka
desentralisasi dicatat dan dikelola dalam APBD. Semua penerimaan daerah dan
pengeluaran daerah yang tidak berkaitan dengan pelaksanaan dekosentrasi atau
tugas pembantuan merupakan penerimaan dan pengeluaran dalam rangka pelak-
sanaan desentralisasi. APBD, Perubahan APBD, dan Perhitungan APBD ditetapkan
dengan peraturan daerah dan merupakan dokumen daerah.
E. PENGORGANISASIAN KEUANGAN DAERAH
Sesuai dengan arahan Manual Administrasi Keuangan Daerah (MAKUDA), APBD
mulai dilaksanakan semenjak Daftar Isian Kegiatan Daerah (DIKDA) dan Daftar Isian
Proyek Daerah (DIPDA) disahkan oleh kepala daerah menjadi dokumen
pelaksanaan APBD. DIKDA dan DIBDA selanjutnya diproses dengan dengan Surat
Keputusan Otorisasi (SKO), Surat Permintaan Pembayaran (SPP), Surat Perintah
Membayar Uang (SPMU) dan Surat Pertanggungjawaban (SPJ). Semua proses
tersebut dilaksanakan oleh pelaksana kegiatan di unit kerja dengan sentralisasi
pengelolaan keuangan di bagian keuangan pada Pemerintah Kab/Kota dan di biro
keuangan di pemerintah Provinsi.
Sedangkan penatausahaan pengelolaan keuangan daerah yang diamanatkan
dalam Kepmendagri No 29/2002 juga hampir sama dengan MAKUDA walaupun
sistem anggaran yang dianut berbeda. APBD mulai dilaksanakan semenjak
Dokumen Anggaran Satuan Kerja (DASK) disahkan oleh kepala daerah menjadi
dokumen pelaksanaan APBD. DASK selanjutnya diproses dengan dengan Surat
Keputusan Otorisasi (SKO), Surat Permintaan Pembayaran (SPP), Surat Perintah
Membayar Uang (SPMU) dan Surat Pertanggungjawaban (SPJ).
Semua proses tersebut dilaksanakan oleh pelaksana kegiatan di unit kerja
dengan sentralisasi pengelolaan keuangan di bagian keuangan pada Pemerintah
Kab/Kota dan di biro keuangan di pemerintah Provinsi. Selanjutnya perubahan
mendasar baru terjadi semenjak diberlakukannya Undang-Undang No 1 Tahun 2004
Tentang Perbendaharaan dan Permendagri No 13 Tahun 2003, dimana
penyusunan-penyusunan dokumen pelaksanaan anggaran didesentralisasi di unit
kerja (SKPD). Pelaksanaan APBD dimulai dengan penyusunan Dokumen
Pelaksanaan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (DPA-SKPD). Berdasarkan
DPA-SKPD selanjutnya Pejabat Pengelola Keuangan Daerah menerbitkan Surat
Permintaan Dana (SPD). Berdasarkan SPD, bendahara di SKPD menyusun Surat
Permintaan Pembayaan untuk berbagai beban belanja SKPD. Selanjutnya Kepala
SKPD sebagai pengguna anggaran menerbitkan Surat Perintah Membayar sesuai
dengan SPP yang telah diverifikasi. SPM yang telah diterbitkan selanjutnya diajukan
kepada kuasa BUD untuk penerbitan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D).
Selanjutnya SP2D digunakan sebagai dasar untuk mencairkan dana di Kas Daerah.
Dengan adanya reformasi atau pembaharuan dalam sistem
perrtanggungjawaban keuangan daerah, sistem lama yang selama ini digunakan
oleh Pemda baik pemerintah provinsi maupun pemerintah kabupaten/kota yaitu
Manual Administrasi Keuangan Daerah (MAKUDA) yang diterapkan sejak 1981.
Sistem yang lama (MAKUDA) dengan ciri-ciri , antara lain single entry (pembukuan
tunggal), incremental budgeting(penganggaran secara tradisional yakni rutin dan
pembangunan) dan pendekatan anggaran berimbang dinamis sudah tidak dapat lagi
memenuhi kebutuhan daerah, karena beberapa alasan antara lain Tahapan
Pertanggungjawaban Pelaksanaan Anggaran yang meliputi :
1. Tidak mampu memberikan informasi mengenai kekayaan yang dimiliki oleh
daerah, atau dengan kata lain tidak dapat memberikan laporan neraca;
2. Tidak mampu memberikan informasi mengenai laporan aliran kas sehingga
manajemen atau publik tidak dapat mengetahui faktor apa saja yang
menyebabkan adanya kenaikan atau penurunan kas daerah; dan
3. Tidak mampu memberikan informasi tentang kekayaan daerah.
Dimana kami meyakini bahwa beberapa alasan diatas merupakan langkah awal bagi
reformasi Sumber Daya Manusia bidang Keuangan. Dalam menyelenggarakan
kegiatan pengelolaan keuangan daerah maka pengelola keuangan daerah perlu
melakukan pengorganisasian dengan baik. Pada Permendagri 21/2011,
Permendagri 59/2007 dan Permendagri 13/2006 tentang Pedoman Pengelolaan
Keuangan Daerah dapat diklasifikasikan pada 4 aturan kegiatan utama, yaitu:
1. perencanaan anggaran yang mencakup penyusunan dan penetapan
anggaran,
2. pelaksanaan anggaran,
3. perubahan anggaran
4. pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran.
Terhadap empat kegiatan utama tersebut juga diatur ketentuan tentang pengelolaan
kas, penatausahaan dan akuntansi serta pelaporan keuangan daerah. Sedangkan
untuk pengawasan pelaksanaan anggaran diatur dengan ketentuan tersendiri dan
dilaksanakan oleh Satuan Kerja Pengawas Daerah.
Dengan memperhatikan tugas pokok dan fungsi serta kewenangan pada
jabatan struktural dan penetapan jabatan fungsional pada Bendahara Umum
Daerah, Kuasa Bendahara Umum Daerah, Pejabat Penatausahaan Keuangan
Daerah SKPD (PPK-SKPD) dan Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK); sering
terjadi kondisi di lapangan yang sulit dihindari bahwa jabatan fungsional masih
dirangkap dengan jabatan struktural, karena itu berikut disampaikan matriks
keterhubungan antar kelembagaan agar dapat dihindari kondisi tersebut.
F. TATA CARA PENYELESAIAN KERUGIAN KEUANGAN DAERAH
Penyelesaian kerugian keuangan daerah melalui upaya damai dilakukan
apabila penggantian kerugian keuangan daerah dilakukan secara tunai sekaligus
dan angsuran dalam jangka waktu selambatlambatnya 2 (dua) tahun dengan
menandatangani Surat Keterangan Tanggung jawab Mutlak (SKTJM).
Penyelesaian kerugian keuangan daerah melalui proses Tuntutan
Perbendaharaan dilakukan apabila upaya damai yang dilakukan secara tunai
sekaligus atau angsuran tidak berhasil. Proses penuntutannya merupakan
kewenangan kepala daerah melalui Majelis Pertimbangan Tuntutan Perbendaharaan
dan Tuntutan Ganti Rugi Keuangan dan Barang Daerah (Majelis Pertimbangan).
Apabila pembebanan perbendaharaan telah diterbitkan, kepala daerah melakukan
eksekusi keputusan dimaksud dan membantu proses pelaksanaan penyelesaiannya.
Penyelesaian kerugian keuangan daerah melalui proses Tuntutan Ganti Rugi
dilakukan apabila upaya damai yang dilakukan secara tunai sekaligus atau angsuran
tidak berhasil
G. SIKLUS PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH
Siklus pengelolaan keuangan daerah terdiri dari lima tahapan sebagai berikut :
1. Perencanaan sasaran dan tujuan fundamental
2. Perencanaan operasional
3. Penganggaran
4. Pengendalian dan pengukuran
5. Pelaporan dan umpan balik
Tahap pertama merupakan tanggung jawab legislatif dan eksekutif yang
dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD).
Tahap kedua eksekutif menyusun perencanaan tahunan yang disebut
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD).
Pada tahap ketiga, berdasarkan dokumen perencanaan disusunlah Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah.
Sedangkan tahap keempat merupakan pelaksanaan anggaran dan
pengukuran.
Dan tahap kelima merupakan pelaporan atas pelaksanaan anggaran yang
terdiri dari Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Neraca, Laporan Arus kas dan
catatan laporan keuangan.
Dalam PP No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dikatakan
bahwa Pemerintah Daerah harus membuat sistem akuntansi yang diatur dengan
Peraturan Kepala Daerah. Sistem akuntansi ini untuk mencatat, menggolongkan,
menganalisis, mengikhtisarkan dan melaporkan transaksi-transaksi keuangan yang
dilakukan oleh Pemerintah Daerah dalam rangka pelaksanaan APBD.
Pengaturan bidang akuntansi dan pelaporan dilakukan dalam rangka untuk
menguatkan pilar akuntabilitas dan transparansi.
Dalam rangka pengelolaan keuangan daerah yang akuntabel dan transparan,
Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 mengamanatkan Pemerintah Daerah
wajib menyampaikan pertanggungjawaban berupa:
Laporan Realisasi Anggaran,
Neraca,
Laporan Arus Kas, dan
Catatan atas Laporan Keuangan.
Laporan keuangan dimaksud disusun sesuai dengan Standar Akuntansi
Pemerintahan. Sebelum dilaporkan kepada masyarakat melalui DPRD, laporan
keuangan perlu diperiksa terlebih dahulu oleh BPK.
Fungsi pemeriksaan merupakan salah satu fungsi manajemen sehingga tidak dapat
dipisahkan dari manajemen keuangan daerah. Berkaitan dengan pemeriksaan telah
dikeluarkan Undang-Undang Nomor 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. Terdapat dua jenis
pemeriksaan yang dilaksanakan terhadap pengelolaan keuangan negara, yaitu
pemeriksaan intern dan pemeriksaan ekstern.
Pemeriksaan atas pengelolaan keuangan daerah dilaksanakan sejalan
dengan amandemen IV UUD 1945. Berdasarkan UUD 1945, pemeriksaan atas
laporan keuangan dilaksanakan oleh Badan Pemeriksa Keuangan Republik
Indonesia (BPK RI). Dengan demikian BPK RI akan melaksanakan pemeriksaan
atas laporan keuangan pemerintah daerah. Dalam rangka pelaksanaan pemeriksaan
keuangan ini, BPK sebagai auditor yang independen akan rnelaksanakan audit sesuai
dengan standar audit yang berlaku dan akan mernberikan pendapat atas kewajaran
laporan keuangan. Kewajaran atas laporan keuangan pemerintah ini diukur dari
kesesuaiannya terhadap standar akuntansi pemerintahan. Selain pemeriksaan
ekstern oleh BPK, juga dapat dilakukan pemeriksaan intern. Pemeriksaan ini pada
pemerintah daerah dilaksanakan oleh Badan Pengawasan Daerah / Inspektorat
Provinsi dan atau Kabupaten/Kota.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dalam rangka mewujudkan penyelenggaraan pengelolaan keuangan daerah yang
lebih efektif, efisien, akuntabel dan transparan maka diperlukan reformasi di bidang
pengelolaan keuangan daerah dengan cara :
penataan peraturan perundangan-undangan,
penataan kelembagaan,
penataan sistem pengelolaan keuangan daerah,
pengembangan sumber daya manusia di bidang pengelolaan keuangan.
Keuangan Daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka
penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk
didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban.
Sementara pengelolaan keuangan daerah adalah keseluruhan kegiatan yang
meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan,
pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan daerah tersebut.
Reformasi tata kelola keuangan negara/daerah telah digulirkan oleh
pemerintah pusat, yang merupakan langkah maju khususnya dalam menata sistem
pemerintahannya. Reformasi tata kelola keuangan negara/daerah secara ideal tidak
hanya mencakup reformasi akuntansi keuangannya. Namun demikian, reformasi
akuntansi sektor publik merupakan sesuatu yang sangat fundamental khususnya
bagi pengelolaan keuangan daerah.
Dari Analisis di atas dapat disimpulkan bahwa keuangan daerah ini memang
harus bisa dikelola dengan efisien oleh pemerintah daerah masing-masing. Tetapi
kenyataanya antara rencana yang sudah ditetapkan dengan realisasi dalam
pengelolaan keuangan daerah ada perbedaan, hal ini dikarenakan adanya beberapa
permasalahan yang sebagian besar permasalahan-permasalahan tersebut
disebabkan keadaan intern dari pejabat-pejabat daerah itu sendiri. Untuk mengatasi
permasalahan tersebut sebenarnya hal mendasar yang harus dirubah adalah sikap
personal dari pejabat-pejabat daerah terutama mengenai kebijakan menghambur-
hamburkan dana yang secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap pribadi
pejabat-pejabat daerah.