1
MAKALAH
PENGANTAR PERPAJAKAN
ANSAR FAUZI
17.01.931.014
PROGRAM STUDI MANAJEMEN
FAKULAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS TEKNOLOGI SUMBAWA
2017
ii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah Subhanahu wa ta’ala karena berkat rahmat-
Nya penulis dapat menyelesaikan Makalah Pengantar Perajakan ini sebagai salah satu tugas
mata kuliah Pengantar Perpajakan. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Fadli
Faturrahman, S.E. yang telah membimbing penulis seama ini sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat menambah wawasan pembaca pada umumnya dan penulis
khususnya. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam makalah ini, sehingga penulis
mengharapkan saran dan masukan dari pembaca guna menyempurnakan makalah ini. Penulis
akasn sangat berterima kasih atas saran yang diberikan.
November 2017
Penulis
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ii DAFTAR ISI iii 1 PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1 1.2 Tujuan 1
2 PEMBAHASAN 2 2.1 Pengantar Perpajakan 2
2.1.1 Dasar-Dasar Perpajakan 2
2.1.2 Pajak Negara dan Pajak Daerah 6 2.2 Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan 8 2.3 Penagihan Pajak dengan Surat Paksa 11
3 PENUTUP 17
3.1 Kesimpulan 17 3.2 Saran 17
DAFTAR PUSTAKA 18
1
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masyarakat adalah kumpulan manusia yang pada suatu waktu berkumpul untuk tujuan
tertentu, sementara negara adalah masyarakat yang mempunyai tujuan tertentu. Kelangusngan
hidup negara berarti kelangsungan hidup masyarakat dan kepentinngan masyarakat. Untuk
kelangsungan hidup masing-masing diperlukan biaya. Biaya hidup negara adalah untuk
kelangsungan alat-alat negara, administrasi negara, lembaga negara, dan seterusnya, dan harus
dibiayai dari penghasilan negara.
Penghasilan negara berasal dari rakyatnya melalui pungutan pajak. Penghasilan itu untuk
membiayai kepentingan umum yang akhirnya juga mencakup kepentingan pribadi individu
seperti kesehatan masyarakat, pendidikan, kesejahteraan, dan sebagainya. Jadi, diaman ada
kepentingan masyrakat, di sana timbul pungutan pajak sehingga pajak adalah sejalan dengan
kepentingan umum Pajak mempunyai peran yang sangat penting dalam kehidupan bernegara,
khususnya dalam pembangunan karena pajak merupakan sumber penghasilan negara untuk
membiayai semua pengeluaranpembangunan.
Pajak harus jelas dan terperinci dalam pengelolaannya. Oleh karena itu, pajak harus
dikelola dengan baik dan benar sehingga dana yang masuk atau keluar dari pajak sesuai dengan
kebutuhan negara. Mengingat penting dan strategisnya pajak, sehingga pajak secara jelas
diatur dalam peraturan dan perundang-undangan.
1.2 Tujuan
Tujuan dari penulisan Makalah Pengantar Perpajakan ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui hal-hal yang berkaitan tentang Pengantar Perpajakan
2. Mengetahui Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
3. Mengetahui Penagihan Pajak dengan Surat Paksa
2
2 PEMBAHASAN
2.1 Pengantar Perpajakan
2.1.1 Dasar-Dasar Perpajakan
A. Definisi dan Unsur Pajak
Menurut UU NO. 16 tahun 2009 tentang perubahan ke-empat atas UU No. 6 tahun 1983
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan pda pasal 1 ayat satu berbunyi pajak
adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang
bersifat memaksa berdasarkan UU, dengan tidak mendapat imbaan secara langsung dan
digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H., pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara
berdasarkan undang-undang (yang dapata dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal
(kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar
pengeluaran umum.
Dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-unsur:
1. Iuran dari rakyat kepada negara
2. Berdasarkan undang-undang
3. Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari negara yang secara langsung dapat diunjuk.
4. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni pengeluaran yang bermanfaat
bagi masyarakat luas.
B. Fungsi Pajak Pajak pada penggunaannya memiliki dua fungsi yaitu fungsi anggaran dan fungsi
mengatur.
1. Fungsi anggaran (budgetair)
Pajak berfungsi sebagai salah satu sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai
pengeluaran.
2. Fungsi mengatur (cregulerend)
Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah
dalam bidang sosial dan ekonomi.
Contoh: Pajak tinggi dikenakan thd barang-barang mewah untuk mengurangi gaya hidup
konsumtif
C. Syarat Pemungutan Pajak
Dalam pemungutan pajak, ada beberapa hal yang harus dipenuhi dan tidak boleh
dilanggar, diantaranya adalah:
1. Pemungutan pajak harus adil (Syarat Keadilan)
Adil dalam UU diantaranya mengenakan pajak secara umum dan merata, dan disesuaikan
dengan kemampuan masing-masing. Adil dalam pelaksanaannya yakni dengan
memberikan hak bagi wajib pajak untuk mengajukan keberatan, penundaan dalam
pembayaran dan mengajukan banding kepada pengadilan pajak.
2. Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang (Syarat Yuridis)
Pajak diatur dalam UUD 1945 pasl 23 ayat 2.
3. Tidak mengganggu perekonomian (Syarat Ekonomis)
3
Pemungutan pajak tidak boleh mengganggu kelancran kegiatan produksi maupun
perdagangan.
4. Pemungutan pajak harus efisien (Syarat Finasiil)
Biaya pemungutan pajak harus lebih rendah dari hasil pemungutannya.
5. Sistem pemungutan pajak harus sederhana
Sistem pemungutan pajak harus sederhana akan memudahkan dan mendorong masyarakat
dalam memenuhi kewajiban pajaknya.
Contoh:
a. Bea materai disederhanakan dari 167 macam tarif jadi 2 macam tarif
b. Tarif PPN yang beragam disederhanakan menjadi hanya satu tarif, yaitu 10%
D. Teori-Teori yang Mendukung Pemungutan Pajak 1. Teori Asuransi
Negara melindungi keselamatan dan hak-hak rakyatnya, maka rakyat membayar pajak
yang diibaratkan premi asuransi.
2. Teori Kepentingan
Pembagian beban pajak kepada rakyat didasarkan kepentingan (misalnya perlindungan)
masing-masing. Semakin besar kepentingan seseorang terhadap negara, makin tinggi
pajak yang harus dibayar.
3. Teori Daya Pikul
Pajak harus dibayar sesuai daya pikul masing-masing orang. Untuk mengukur daya pikul,
digunakan dua pendekatan:
a. Unsur objektif, dengan melihat besarnya penghasilan dan kekayaan yang dimiliki.
b. Unsur subjektif, dengan memperhatikan besarnya kebutuhan materiil yang harus
dipenuhi.
4. Teori Bakti
Dasar keadilan pemungutan pajak terletak pada hubungan rakyat dengan negara. Sebagai
warga yang berbakti, rakyat harus selalu menyadari bahwa pembayaran pajak adalah suatu
kewajiban.
5. Teori Asas Daya Beli
Dasar keadilan terletak pada akibat pemungutan pajak. Maksudnya memungut pajak
berarti menarik daya beli dari rumah tangga masyaraat untuk rumah tangga negara.
Selanjutnya negara akan menyalurkannya kembali ke masarakat dalam bentuk
pemeliharaan kesejahteraan masyarakat.
E. Kedudukkan Hukum Pajak Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro,SH, hukum pajak mempunyai kedudukan di antara
hukum – hukum sebagai berikut :
1. Hukum Perdata, mengatur hunbungan individu dengan individu lainnya.
2. Hukum Publik, mengatur hubungan antra pemerintah dengan rakyatnya. Hukum ini dapat
diperinci:
a. Hukum Tata Negara
b. Hukum Tata Usaha (Hukum admiistratif)
c. Hukum Pajak
d. Hukum Pidana
F. Hukum Pajak Materiil dan Hukum Pajak Formil Hukum pajak mengatur hubungan antara Pemerintah (fiscus) selaku pemungut pajak
dengan rakyat sebagai Wajib Pajak. Ada 2 macam hukum pajak, yakni :
4
1. Hukum pajak materiil, memuat norma-norma yang menerangkan keadaan, perbuatan,
peristiwa, hukum yang dikenai pajak (objek pajak), siapa yang dikenakan pajak (subjek
pajak), berapa besar pajak yang dikenakan (tarif pajak), segala sesuatu tentang timbul dan
hapusnya utang pajak, dan hubungan hukum antara pemerintah dan Wajib Pajak.
2. Hukum pajak formil, memat bentuk/ tata cara untuk mewujudkan hukum materiil menjadi
kenyataan. Hukum ini memuat antara lain:
a. Tata cara penyelengaraan (prosedur) penetapan suatu utang pajak
b. Hak-hak fiskus
c. Kewajiban Wajib Pajak
Contoh: Ketentuan Umum dam Tata Cara Perpajakan
G. Pengelompokan Pajak 1. Menurut golongannya
a. Pajak langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat
dilimpahkan kepada orang lain.
Contoh: Pajak Penghasilan
b. Pajak tidak langsung¸ yaitu pajak yang dapat dibebankan atau dilimpahkan pada orang
lain.
Contoh: Pajak Pertambahan Nilai
2. Menurut Sifatnya
a. Pajak Subjektif, pajak berdasar pada subjeknya (memperhatikan keadaan wajib pajak).
Contoh: Pajak Penghasilan
b. Pajak Objektif, pajak yang berdasar pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan
Wajib Pajak.
Contoh: Pajak Pertmbahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
3. Menurut Lembaga pemungutnya
a. Pajak Pusat, pajak yang dipungut pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai
rumah tangga negara.
Contoh: Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atau Barang
Mewah, dan Bea Materai
b. Pajak Daerah, pajak dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk
membiayai rumah tangga derah.
Pajak Provinsi: Pajak Kendaraan Bermotor dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan
Bermotor
Pajak Kabpaten/Kota: Pajak Hotelm Pajak Restoran, dan Pajak Hiburan
H. Tata Cata Pemungutan Pajak 1. Stelsel Pajak
a. Stelsel nyata (riel stelsel)
Pengenaan pajak didasarkan pada objek (penghasilan yang nyata), sehingga
pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, yakni setelah
penghasilan sesungguhnya diketahui. Kebaikan stelsel ini adalah pajak yang
dikenakan lebih realistis. Kelemahannya adalah pajak bar dapat dikenakan pada
akhir periode.
b. Stelsel anggapan (fictieve stelsel)
Pengenaan pajak didasarkan pada anggapan yang diatur undang-undang. Misal,
penghasilan suatu tahun dianggap sama dengan tahun sebelumnya, sehingga pada
awal tahun pajak sudah dapat ditetapkan besarnya pajak terutang untuk tahun pajak
berjalan. Kebaikannya adalah dapat dibayar selama tahun berjalan. Kelemahannya
adalah pajak tidak dibayar pada keadaan sesungguhnya.
5
c. Stelsel campuran
Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel anggapan. Pada
awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan, kemudian pada
akhir tahun besarnya pajak disesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya. Bila
besarnya pajak menurut kenyataan lebih besar dari pada pajak menurut anggapan,
maka waijib pajak harus menambah. Sebaliknya jika lebih kecil kelebihannya dapat
diminta kembali.
2. Asas Pungutan
a. Asas domisili
Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan Wajib Pajak yang
bertempat tinggal di wilayahnya, baik penghasilan dari dalam maupun luar negeri.
b. Asas sumber
Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber di wilayahnya
tanpa memperhatikan tempat tinggal.
c. Asas kebangsaan
Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu negara.
3. Sistem Pemungutan Pajak
a. Official Assessment System
Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus)
untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.
b. Self Assessmenet System
Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kpd Wajib Pajak untuk
menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang.
c. Withholding System
Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga untuk
memotong atau memungut pajak.
I. Timbul dan Hapusnya Utang Pajak Ada dua ajaran yang mengatur timbulnya utang pajak:
1. Ajaran Formil
Utang pajak timbul karena dikeluarkannya surat ketetapan pajak oleh fiskus. Ajaran ini
ditetapkan pada official assassment system.
2. Ajaran Materiil
Utang pajak timbul karena berlakunya undang-undang. Seseorag dikenai pajak karena
suatu keadaan dan perbuatan. Ajaran ini ditreapkan pada self assessment system.
Hapusnya utang pajak disebabkan:
1. Pembayaran
2. Kompensasi
3. Kedaluwarsa
4. Pembebasan dan penghapusan
J. Hambatan Pemungutan Pajak Hambatan dalam pemungutan pajak dikelompokan menjadi:
1. Perlawanan pasif
Masyarakat enggan membayar karena:
a. Perkembangan intelektual dan moral masyarakat.
b. Sistem Perpajakan yang sulit dipahami masyarakat.
c. Sistem kontrol tidak dapat dilakukan dengan baik.
2. Perlawanan aktif
6
Meliputi semua usaha yang dilakukan oleh Wajib Pajak dengan tujuan menghindari pajak,
bentuknya:
a. Tax avoidance, usaha meringankan beban pajak dengan tidak melanggar undang-
undang.
b. Tax evasion, usaha meringankan beban pajak dengan melanggar undang-undang.
K. Tarif Pajak 1. Tarif sebanding/proporsional
Tarif berupa presentase yang tetap. terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak
sehingga besarnya pajak yang terutang proporsional terhadap besarnya nilai yang dikenai
pajak. Contoh : Untuk penyerahan barang kena pajak di dalam daerah pabean akan
dikenakan pajak pertambahan nilai sebesar 10%.
2. Tarif tetap
Tarif berupa jumlah yang tetap (sama) terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak
sehingga besarnya pajak yang terutang tetap. Contoh : Besarnya tarif Bea Materai untuk
cek dan bilyet giro dengan nilai nominal berapapun adalah Rp.3000.00-
3. Tarif progresif
Presentase tarif yang digunakan semakin besar bila jumlah yang dikenai pajak semakin
besar.
Contoh :
Pasal 17 Undang – undang Pajak Penghasilan untuk wajib pajak orang pribadi dalam
negeri.
Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak
Sampai dengan Rp.50.000.000.00 5 %
Di atas Rp. 50.000.000.00 s.d Rp.250.000.000.00 15 %
Di atas Rp. 250.000.000.00 s.d 500.000.000.00 25%
Di atas Rp. 500.000.000.00 30 %
Menurut kenaikan persentase tarifnya, tarif progresif dibagi :
a. Tarif progresif progresif : kenaikan persentase semakin besar
b. Tarif progresif tetap : kenaikan persentase tetap
c. Tarif progresif degresif : kenaikan persentase semakin kecil.
4. Tarif degresif
Presentase tarif yang digunakan semakin kecil bila jumlah yang dikenai pajak semakin
besar.
2.1.2 Pajak Negara dan Pajak Daerah
A. Pajak Negara
Pajak negara yang sampai saat ini masih berlaku adalah :
1. Pajak Penghasilan ( PPh )
Dasar hukum pengenaan pajak penghasilan adalah Undang – undang No. 36 tahun 2008.
2. Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah ( PPN & PPn BM )
Dasar hukumnya UU No.42 Tahun 200
3. Bea Materai
Dasar hukumnya adalah Undang – undang No.13 tahun 1985
4. Pajak Bumi dan Bangunan ( PBB )
Dasar hukum nya adalah Undang – undang No 12 tahun 1994.
5. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan bengunan ( BPHTB )
Dasar hukum nya adalah Undang – undang No. 20 tahun 2000.
7
B. Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
Dasar hukum pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah adalah Undang – undang
No.28 tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah.
1. Pajak Daerah
Beberapa pengertian atau istilah yang terkait dengan pajak daerah antara lain :
a. Daerah Otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang
mempunyai batas – batas wilayah yang berwenang megatur dan mengurus urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan
aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
b. Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut pajak, adalah kontribusi wajib kepada daerah yang
tertuang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang –
undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk
keperluan daerah bagi sebesar – besarnya kemakmuran rakyat.
c. Badan, adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang
melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas,
perseroan komanditer, perseroan lainnya, BUMN, BUMD, dengan nama dan dalam bentuk
apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, yayasan dan sebagainya.
d. Subjek Pajak, adalah orang prbadi atau badan yang dapat dikenakan pajak.
e. Wajib Pajak, adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak,
dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang – undangan perpajakan daerah.
2. Jenis Pajak dan Objek Pajak
Pajak daerah dibagi menjadi 2 bagian, yaitu :
a. Pajak Provinsi, terdiri dari :
Pajak Kendaraan Bermotor
Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor
Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
Pajak Air Permukaan dan
Pajak Rokok.
b. Pajak Kabupaten/Kota, terdiri dari :
Pajak Hotel
Pajak Restoran
Pajak Hiburan
Pajak Reklame
Pajak Penerangan Jalan
Pajak Mineral Bukan Logam Dan Batuan
Pajak Parkir
Pajak Air Tanah
Pajak Sarang Burung Walet
Pajak Bumi Dan Bangunan Perdesaan Dan Perkotaan
Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan
Khusus untuk daerah yang setingkat dengan daerah Provinsi, tetapi tidak terbagi dalam
daerah Kabupaten/Kota otonom, seperti Daerah Khusus Ibukota Jakarta, jenis pajak yang dapat
dipungut6 merupakan gabungan dari pajak untuk daerah Provinsi dan pajak untuk daerah
Kabupaten/Kota.
3. Tarif Pajak Tarif untuk setiap jenis pajak adalah :
8
a. Tarif Pajak Kendaraan Bermotor pribadi ditetapkan sebagai berikut :
1. Untuk kepemilikan kendaraan bermotor pertama paling rendah sebesar 1 % dan paling
besar 2 %.
2. Untuk kepemilikan kendaraan bermotor kedua dan seterusnya tarif dapat ditetapkan
secara progresif paling rendah sebesar 2 % dan paling tinggi sebesar 10 %.
b. Tarif Pajak Kendaraan Bermotor angkutan umum, ambulans, pemadam kebakaran, sosial
keagamaan, lembaga sosial dan keagamaan, Pemerintah/TNI/POLRI, Pemerintah Daerah,
dan kendaraan lain yang ditetapkan dengan Peraturan daerah, ditetapkan paling rendah
sebesar 0,5 % dan paling tinggi sebesar 1 %.
c. Tarif Pajak Kendaraan Bermotor alat – alat berat dan alat – alat besar ditetapkan paling
rendah sebesar 0,1% dan paling tinggi sebesar 0,2
d. Tarif Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor ditetapkan paling tinggi masing – masing
sebagai berikut :
1. Penyerahan pertama sebesar 20 % dan
2. Penyerahan kedua dan seterusnya sebesar 1 %.
e. Khusus untuk Kendaraan Bermotor alat – alat berat dan alat – alat besar yang tidak
menggunakan jalan umum tarif pajak ditetapkan paling tinggi masing – masing sebagai
berikut :
1. Penyerahan pertama sebesar 0,75 %
2. Penyerahan kedua dan seterusnya sebesar 0,075 %.
2.2 Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
A. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Undang-undang tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan dilandasi filsafah
pancasila dan undang-undang dasar 1945, yang didalamnya tertuang ketentuan yang
menjunjung tinggi hak warga Negara dan menempatkan kewajiban perpajakan sebagai
kewajiban kenegaraan.
B. Dasar Hukum Dasar hukum ketentuan umum dan tata cara perpajakan adalah undang-undang No. 6
tahun 1983 sebagai mana telah diubah terakhir dengan undang-undang No. 28 tahun 2007.
C. Pengertian-Pengertian UU No. 28 tahun 2007 pada dasarnya mengatur hak dan kewajiban Wajib Pajak,
wewenang dan kewajiban aparat pemungut pajak, serta sanksi perpajakan. Beberapa istilah
yang lazim digunakan dalam perpajakan sebagaimana yang mengacu pada UU No. 28 tahun
2007, antara lain:
1. Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan
yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapatkan imbalan
secara langsung dan digunakan sebesar-besarnya untuk keperluan negara bagi
kemakmuran rakyat.
2. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang mempunyai hak dan kewajiban
perpajakan.
3. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang
melakukan usaha termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
9
4. Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apapun yang dalam kegiatan
usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor, mengekspor barang,
melakukan usaha perdagangan, dll.
5. Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan barang kena pajak
dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak.
6. Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor yang diberikan kepada wajib pajak sebagai
sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagi tanda pengenal diri Wajib
Pajak.
7. Masa Pajak adalah jangka waktu yang menjadi dasar wajib pajak untuk menghitung,
menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang dalam suatu jangka waktu tertentu.
D. Tahun Pajak Pada umumnya tahun paja sama dengan tahun takwim atau tahun kalender. Akan tetapi
wajib pajak dapat menggunakan tahun pajak tidak sama dengan tahun takwim dengan syarat
konsisten selama 12 bulan, dan melapor kepada kantor pelayanan pajak pratama setempat.
E. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Nomor pokok wajib pajak adalah nomor yang diberikan kepada wajib wajib pajak
sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri
atau identitas wajib pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
Fungsi NPWP adalah:
1. Sebagai tanda pengenal diri atau identitas wajib pajak.
2. Untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam pengawasan administrasi
perpajakan.
F. Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak ( PPKP ) Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apapun yang dalam bentuk
usaha menghasilkan barang, mengimpor barang, mengespor barang, melakukan usaha
perdagangan dan lain-lain.
Pengusaha kena pajak adalah (PKP) adalah pengusaha yang melakukan penyerahan
barang kena pajak dan penyerahan jasa kena pajak yang dikenai pajak berdasarkan undang-
undang pajak pertanbahan nilai 1984 dan perubahannya.
G. Surat Pemberitahuan (SPT) Surat pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk
melaporkan atau pembayaran pajak, objek pajak atau bukan objek pajak, atau harta dan
kewajiban sesuai dengan ketentuuan peraturan - undangan perpajakan.
Fungsi SPT bagi wajib pajak, pajak penghasilan adalah sebagai sarana untuk melaporkan
dan mempertanggung jawabkan penghitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang dan
untuk melaporkan tentang :
1. Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri melalui pemotongan
atau pemungutan pihak lain dalam satu tahun pajak.
2. Penghasilan yang merupakan objek pajak atau bukan objek pajak.
3. Harta dan kewajiban.
4. Pembayaran dari pemotongan atau pemungutan pajak orang pribadi atau badan lain dalam
satu masa pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
H. Surat Setoran Pajak (SSP) Dan Pembayaran Pajak
10
Surat setoran pajak adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan
dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas negara melalui
tempat pembayaran yangtelah ditunjuk oleh Menteri Keuangan.
SSP berfungsi sebagai bukti pembayaran pajak apabila telah disahkan oleh Pejabat kantor
penerima pembayaran yang berwenang atau apabila telah mendapatkan validasi.
I. Surat Ketetapan Pajak Surat ketetapan pajak (SKP) adalah surat ketetapan yang meliputi Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), Surat
Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) atau Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB).
1. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)
SKPKB adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak,
jumlah kredit pajak, jumlah pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan
jumlah yang masih harus dibayar.
2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan SKPKBT adalah surat ketetapan pajak
yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan.
3. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)
Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) adalah surat ketetapan pajak yang
menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar
daripada jumlah pajak yang terutang atau seharusnya tidak terutang.
4. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN)
Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) adalah surat ketetapan pajak yang menentukan
jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang
dan tidak ada kredit pajak.
5. Surat Tagihan Pajak (STP)
Surat Tagihan Pajak (STP) adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi
administrasi berupa bunga dan/atau denda.
J. Keberatan dan Banding Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Direktur Jenderal Pajak atas
suatu:
1. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar;
2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan;
3. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar;
4. Surat Ketetapan Pajak Nihil; atau
5. Pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.
K. Daluwarsa Penagihan Pajak Hak untuk melakukan penagihan pajak, termasuk bunga, denda, kenaikan, dan biaya
penagihan pajak, daluwarsa setelah melampaui waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak penerbitan
Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, serta Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan
Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali.
Daluwarasa penagihan pajak tertangguh apabila:
1. Diterbitkan Surat Paksa;
2. Ada pengakuan utang pajak dari Wajib Pajak;
3. Diterbitkan SKPKB atau SKPKBT; atau
4. Dilakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan.
11
L. Pemeriksaan Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, mengolah data
dan atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan
untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan.
M. Peyelidikan Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan adalah serangkaian tindakan yang
dilakukan oleh penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan adanya bukti
tersebut membuat terang tindak pidana di bidang perpajakan yang terjadi serta menemukan
tersangkanya. Penyidikan dilaksanakan berdasarkan UU No. 8/1981 tentang KUHP.
N. Sanksi Perpajakan Dalam undang-undang perpajakan dikenal dua macam sanksi, yaitu Sanksi Administrasi
dan Sanksi Pidana. Ancaman terhadap pelangaran suatu norma perpajakan ada yang diancam
dengan sanksi administrasi saja, ada yang diancam dengan sanksi pidana saja, dan ada pula
yang diancam dengan sanksi administrasi dan pidana.
Perbedaan di antara keduanya terletak pada konsekuensinya. Pada sanksi administrasi,
konsekuensinya adalah pembayaran kerugian kepada negara berupa bunga dan kenaikan,
sedangkan pada sanksi pidana, konsekuensinya adalah siksaan atau penderitaan.
2.3 Penagihan Pajak dengan Surat Paksa
A. Dasar Hukum
Undang-undang No. 19 tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa
sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 19 tahun 2000.
B. Pengertian-pengertian 1. Penanggung pajak, adalah orang pribadi atau badan yang bertanggungjawab atas
pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban Wajib
Pajak menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
2. Penagihan Pajak, adalah serangkaian tindakan gar Penganggung Pajak melunasi Utang
Pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan
penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan
pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang
telah disita.
3. Biaya Penagihan Pajak, adalah biaya pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah
Melaksanakan Penyitaan, Pengumuman Lelang, Jasa Penilai, dan biaya lainnya
sehunbungan dengan penagihan pajak.
C. Pejabat dan Jurusita Pajak Pejabat adalah pejabat yang berwenang mengangkat dan memberhentikan Jurusita Pajak,
menerbitkan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus, Surat Paksa, Surat Perintah
Melaksanakan Penyitaan, Surat Pencabutan Sita, Pengumuman Lelang, Surat Penentuan Harga
Limit, Pembatalan Lelang, Surat Perintah Penyaderaan, dan surat lain yang diperlukan untuk
penagihan pajak sehubungan dengan Penanggung Pajak tidak melunasi sebagian atau seluruh
Utang Pajak menurut undang-undang dan peraturan daerah.
12
Menteri Keuangan berwenang menunjuk Pejabat untuk penagihan pajak pusat. Kepala
Daerah berwenang menunjuk Pejabat untuk penagihan pajak daerah.
Jurusita adalah pelaksana tindakan penagihan pajak yang meliputi penagihan seketika
dan sekaligus, pemberitahuan Surat Paksa, penyitaan dan penyanderaan.
Tugas Jurusita Pajak:
1. Melaksanakan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus;
2. Memberitahukan Surat Paksa;
3. Melaksanakan penyitaan atas barang Penanggung Pajak berdasarkan Surat Perintah
Melaksanakan Penyitaan; dan
4. Melaksanakan penyanderaan berdasarkan Surat Perintah Penyanderaan.
Dalam melaksanakan penyitaan, Jurusita Pajak berwenang memasuki dan memeriksa
semua ruangan termasuk membuka lemari, laci, dan tempat lain untuk menemukan objek sita
di tempat usaha, di tempat kedudukan, atau di tempat tinggal Penanggung Pajak, atau di tempat
lain yang dapat diduga sebagai tempat penyimpanan objek sita.
D. Penagihan Seketika dan Sekaligus
Penagihan seketika dan sekaligus adalah tindakan penagihan pajak yang dilakukan oleh
Jurusita Pajak kepada Penanggung Pajak tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran
yang meliputi seluruh Utang Pajak dari semua jenis pajak, Masa Pajak dan Tahun pajak.
Jurusita Pajak melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus berdasarkan Surat Perintah
Penagihan Seketika dan sekaligus. Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus
diterbitkan apabila:
1. Penanggung Pajak akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya atau berniat untuk
itu;
2. Penanggung Pajak memindahtangankan barang yang dimliki atau yang dikuasai dalam
rangka menghentikan atau mengecilkan kegiatan perusahaan, atau pekerjaan yang
dilakukannya di Indonesia;
3. Terdapat tanda-tanda bahwa Penanggung Pajak akan membubarkan badan usahanya, atau
menghubungkan usahanya, atau memekarkan usahanya, atau memindahtangankan
perusahaan yang dimiliki atau dikuasainya, atau melakukan perubahan bentuk lainnya
4. Badan usaha akan dibubarkan oleh negara; atau
5. Terjadinya penyitaan atas barang Penanggung Pajak oleh pihak ketiga atau terdapat tanda-
tanda kepailitan.
Surat Perintah Penagihan Seketika dan sekaligus sekurang-kurangnya memuat:
1. Nama Wajib Pajak, atau Nama Wajib Pajak dan Penanggung Pajak
2. Besarnya Utang Pajak
3. Perintah untuk membayar
4. Saat pelunasan pajak
Surat perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus diterbitkan sebelum penerbitan Surat
Paksa.
E. Surat Paksa
Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak.
Surat Paksa mempunyai kekuatan eksekutorial dan kedudukan hukum yang sama dengan
putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Surat Paksa sekurang-kurangnya meliputi:
1. Nama Wajib Pajak, atau nama Wajib Pajak dan Penanggung Pajak
2. Dasar Penagihan
3. Besarnya Utang Pajak, dan
13
4. Perintah untuk membayar
Surat Paksa diterbitkan apabila :
1. Penanggung pajak tidak melunasi utang pajak dan kepadanya diterbitkan surat teguran
atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis
2. Terhadap penanggung pajak telah dilaksanakan penagihan seketika
3. Penanggung pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam keputusan
persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak.
Surat paksa terhadap orang pribadi diberitahukan oleh jurusita pajak kepada:
1. Penanggung pajak
2. Orang dewasa yang bertempat tinggal bersama atau bekerja di tempat usaha penanggung
pajak, apabila penanggung pajak yang bersangkutan tidak dapat dijumpai.
3. Salah satu ahli waris atau pelaksana wasiat atau yang mengurus harta peninggalannya
apabila wajib pajak telah meninggal dunia dan harta warisan belum dibagi.
4. Para ahli waris, apabila wajib pajak telah meninggal dunia dan harta warisan telah dibagi.
Surat paksa terhadap badan diberitahukan oleh jurusita kepada:
1. Pengurus, kepala perwakilan, kepala cabang, penanggung jawab, pemilik modal.
2. Pegawai tetap ditempat kedudukan atau tempat usaha badan, apabila jurusita pajak tidak
dapat menjumpai salah seorang sebagaimana dimaksud dalam angka 1.
Dalam hal wajib pajak dinyatakan pailit, Surat pajak diberitahukan kepada Kurator,
Hakim Pengawas atau Balai Harta Peninggalan. Sedangkan dalam hal wajib pajak dinyatakan
bubar atau dalam likuiditas. Surat paksa diberitahukan kepada orang atau badan yang dibebani
untuk melakukan pemberesan atau likuidator,
Catatan:
1. Pengajuan keberatan oleh wajib pajak tidak mengakibatkan penundaan pelaksanaan surat
paksa.
2. Pelaksanaan surat paksa tidak dapat dilanjutkan dengan penyitaan sebelum lewat waktu 2
(dua) kali 24 (dua puluh empat) jam setelah surat paksa diberitahukan.
F. Penyitaan
Penyitaan adalah tindakan jurusita pajak untuk mnguasai barang Penanggung Pajak, guna
dijadikan jaminan untuk malunasi utang pajak menurut peraturan perundang-undangan.
Apabila utang pajak dilunasi Penanggung Pajak dalam jangka waktu 2 (dua) kali 24 (dua puluh
empat) jam setalah Surat Paksa diberitahukan, Pejabat menerbitkan Surat Perintah
Melaksanakan Penyitaan. Penyitaan dilakukan oleh Jurusita Pajak disaksikan oleh sekurang-
kurangnya 2 (dua) orang yang telah dewasa, penduduk Indonesia, dikenal oleh Jurusita
pajak, dan dapat dipercaya. Setiap mekaksanakan penyitaan, Jurusita Pajak membuat Berita
Acara Pelaksanaan Sita yang ditandatangani oleh Juru Sita Pajak, dan saksi-saksi.
Barang yang dapat disita dapat berupa:
1. Barang bergerak termasuk mobil, perhiasan, uang tunai, dan deposito berjangka, tabungan,
saldo rekening koran, giro, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu, obligasi,
saham, atau surat berharga lainnya, piutang dan penyertaan modal pada perusahaan lain,
dan/atau
2. Barang tidak bergerak termasuk tanah, bangunan, dan kapal dengan isi kotor tertentu.
Barang bergerak yang dikecualikan dari penyitaan adalah:
1. Pakaian dan tempat tidur beserta pelengkapannya yang digunakan oleh penanggung
pajakdan keluarga yang menjadi tanggungannya.
14
2. Persediaan makanan dan minuman untuk keperluan satu bulan beserta peralatan memasak
yang ada di rumah.
3. Buku-buku yang bertalian dengan jabatan atau pekerjaan penanggung pajak dan alat-alat
yang dipergunakan.
4. Perlengkapan Penanggung Pajak yang bersifat dinas yang diperoleh dari negara.
5. Peralatan dalam keadaan jalan yang masih digunakan untuk melaksanakan pekerjaan atau
usaha sehari-hari dengan jumlah seluruhnya tidak lebih dari Rp 20.000.000,00 (dua puluh
juta rupiah). Besarnya nilai peralatan ditetapkan dengan keputusan Menteri Keuangan atau
keputusan Kepala daerah.
6. Peralatan penyandang cacat yang digunakan oleh penanggung pajak dan keluarga yang
menjadi tanggungannya.
Penyitaan tidak dapat dilaksanakan terhadap barang yang telah disita oleh pengadilan
Negeri atau instansi lain yang berwenang. Terhadap barang telah disita tersebut, jurusita pajak
menyampaikan surat paksa kepada pengadilan Negeri atau instansi lain yang berwenang.
Pengadilan negeri dalam sidang sebelumnya menetapkan barang tersebut sebagai jaminan
pelunasan utang pajak. Sedangkan instansi lain yang berwenang, setelah menerima surat paksa
menjadikan barang tersebut sebagai jaminan pelunasan utang pajak. Pengadilan negeri atau
instansi lain yang berwenang menentukan pembagian hasil penjualan barang tersebut
berdasarkan ketentuan hak mendahulu negara untuk tagihan pajak.
Hak mendahulu untuk tagihan pajak melebihi segala hak mendahulu lainnya, kecuali
terhadap:
1. Biaya perkara yang semata-mata disebabkan suatu penghukuman untuk melelang suatu
barang bergerak dan atau barang tidak bergerak.
2. Biaya-biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan barang tersebut.
3. Biaya perkara yang semata-mata disebabkan pelelangan dan penyelesaian suatu warisan.
Penyitaan tambahan dapat dilaksanakan apabila:
1. Nilai barang yang disita tidak cukup untuk melunasi biaya penagihan pajak dan utang
pajak, atau.
2. Hasil lelang barang yang telah disita tidak cukup untuk melunasi biaya penagihan pajak
dan utang pajak.
Pencabutan sita dilaksanakan apabila penanggung pajak telah melunasi biaya penagihan
dan utang pajak atau berdasarkan putusan pengadilan atau putusan pengadilan pajak atau
ditetapkan lain dengan keputusan menteri keuangan atau keputusan kepala daerah.
Catatan :
1. Berita acara pelaksanaan sita mempunyai kekuatan mengikat meskipun, penanggung
jawab pajak menolak menandatangani.
2. Pengajuan keberatan oleh wajib pajak tidak mengakibatkan penundaan pelaksanaan
penyitaan.
G. Lelang
Lelang adalah setiap penjualan barang di muka umum dengan cara penawaran harga
secara lisan dan/atau tertulis melalui usaha pengumpulan peminat atau calon pembeli. Apabila
utang pajak dan atau tertulis melalui usaha pengumpulan peminat atau calon pembeli. Apabila
utang pajak dan/atau biaya penagihan pajak tidak dilunasi setelah dilaksanakan penyitaan,
pejabat berwenang melaksanakan penjualan secara lelang terhadap barang yang telah disita
melalui Kantor Lelang.
15
Penjualan barang lelang dilaksanakan paling singkat 14 (empat belas) hari setelah
pengumuman lelang melalui media masa. Pengumuman lelang dilaksanakan paling singkat 14
(empat belas) hari setelah penyitaan. Pengumuman lelang untuk barang bergerak dilakukan 1
(satu) kali dan untuk barang tidak bergerak dilakukan 2 (dua) kali. Pengumuman lelang barang
dengan nilai paling banyak Rp 20.000.000,00 (dua puluh juta) tidak harus di umumkan melalui
media massa.
Hasil lelang dipergunakan terlebih dahulu untuk membayar biaya penagihan pajak yang
belm dibayar, dan sisanya untuk membayar utang pajak. Dalam hal penjualan secara lelang,
biaya penagihan pajak ditambah 1% (satu persen) dari pokok lelang, dan secara tidak lelang
biaya penagihan pajak ditambah 1% (satu persen) dari hasil penjualan. Besarnya biaya
penagihan pajak adalah Rp 50.000,00 (lima puluh ribu rupiah) untuk setiap pemberitahuan
surat paksa dan Rp 100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk setiap pelaksanaan.
Apabila hasil lelang sudah mencapai jumlah yang cukup untuk melunasi biaya penagihan
pajak dan Utang pajak, pelaksanaan lelang dihentikan oleh Pejabat walaupun barang yang akan
dilelang masih ada. Sisa barang beserta kelebihan uang hasil lelang dikembalikan oleh Pejabat
kepada Penanggung Pajak segera setelah pelaksanaan lelang.
Catatan:
1. Lelang tetap dapat dilaksanakan walaupun keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak
belum memperoleh keputusan keberatan.
2. Lelang tetap dapat dilaksanakan tanpa dihadiri oleh Penanggung Pajak.
3. Lelang tidak dilaksanakan apabila Penanggung Pajak telah melunasi utang pajak dan biaya
penagihan pajak, atau berdasarkan putusan pengadilan, atau putusan Pengadilan Pajak,
atau objek lelang musnah.
H. Pencegahan dan Penyanderaan
Pencegahan adalah larangan yang bersifat sementara terhadap Penanggung Pajak tertentu
untuk keluar dari wilayah Republik Indonesia berdasarkan alasan tertentu sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. Pencegahan hanya dapat dilakukan terhadap
Penanggung Pajak yang mempunyai jumlah utang pajak sekurang-kurangnya sebesar Rp
100.000.000,00 dan diragukan itikad baiknya dalam melunasi utang pajak. Pencegahan dapat
dilakukan berdasarkan keputusan pencegahan yang diterbitkan oleh Menteri Keuangan atas
permintaan Pejabat atau atasan Pejabat yang bersangkutan. Jangka waktu pencegahan paling
lama 6 bulan dan dapat diperpanjang selama-lamanya 6 bulan.
Penyanderaan adalah pengekangan sementara waktu kebebasan Penanggung Pajak
dengan menempatkannya di tempat tertentu. Penyanderaan hanya dapat dilakukan terhadap
Penanggung Pajak yang mempunyai jumlah utang pajak sekurang-kurangnya sebesar Rp
100.000.000,00 dan diragukan itikad baiknya dalam melunasi utang pajak. Penyanderaan
hanya dapat dilakukan berdasarkan Surat Perintah Penyanderaan yang diterbitkan oleh Pejabat
setelah mendapat ijin tertulis dari Menteri Keuangan atau Gubernur Kepala Daerah Provinsi.
Masa penyanderaan paling lama 6 bulan dan dapat diperpanjang slama-lamanya 6 bulan.
Penyanderaan tidak boleh dilaksanakan dalam hal Penanggung Pajak sedang beribadah, atau
sedang mengikuti sidang resmi, atau sedang mengikuti Pemilihan Umum.
Penanggung Pajak yang disandera dilepas:
1. Apabila utang pajak dan biaya pengalihan pajak telah dibayar lunas,
2. Apabila jangka waktu yang ditetapkan dalam surat perintah penyanderaan itu telah
terpenuhi,
3. Berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap,
4. Berdasarkan pertimbangan tertentu dari Menteri Keuangan atau Gubernur.
I. Gugatan
16
Gugatan Penanggung Pajak terhadap pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah
Melaksanakan Penyitaan, atau Pengumuman Lelang hanya dapat diajukan kepada Pengadilan
Pajak. Dalam hal gugatan Penanggung Pajak dikabulkan, Penanggung Pajak dapat memohon
pemulihan nama baik dang anti rugi kepada Pejabat paling banyak Rp 5.000.000,00. Perubahan
besarnya ganti rugi ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan atau Keputusan Kepala
Daerah. Gugatan diajukan dalam jangka waktu 14 hari.
J. Permohonan Pembetulan atau Penggantian
Penanggung Pajak dapat mengajukan permohonan pembetulan atau penggantian kepada
Pejabat terhadap Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis, Surat
Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus, Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan
Penyitaan, Surat Perintah Penyanderaan, Pengumuman Lelang dan Surat Penentuan Harga
Limit yang dalam penerbitannya terdapat kesalahan atau kekeliruan. Dalam jangka waktu 7
hari sejak tanggal diterima permohonan tersebut, Pejabat harus memberi keputusan atas
permohonan yang diajukan. Apabila dalam jangka waktu tersebut Pejabat tidak memberikan
keputusan, maka permohonan Penanggung Pajak dianggap dikabulkan dan penagihan ditunda
untuk sementara waktu.
K. Ketentuan Pidana
Penanggung Pajak dilarang:
1. Memindahkan hak, memindah tangankan, menyewakan, meminjamkan,
menyembunyikan, menghilangkan, atau merusak barang yangtelah disita
2. Membebani barang tidak bergerak yang telah disita dengan hak tanggungan untuk
pelunasan utang tertentu
3. Membebani barang bergerak yangtelah disita dengan fiducia atau diagunkan untuk
pelunasan utang tertentu
4. Merusak, mencabut, atau menghilakngkan segel sita atau salinan Berita Acara Pelaksanaan
Sita yang telah ditempel pada barang sitaan.
Penanggung pajak yang melanggar ketentuan ini dipidana dengan pidana penjara paling
laam 4 tahun dan denda paling banyak Rp 12.000.000,00. Setiap orang yang dengan sengaja
tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan menurut undang-undang, atau dengan
sengaja mencegah, menghalang-halangi, atau menggagalkan tindakan maka akan dipidana
dengan pidana penjara paling lama 4 bulan 2 minggu, dan denda paling banyak Rp
10.000.000,00.
17
3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan
yang bersifat memaksa berdasarkan UU, dengan tidak mendapat imbaan secara langsung dan
digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pajak pada
penggunaannya memiliki dua fungsi, yaitu fungsi anggaran dan fungsi mengatur. Dalam
pemungutan pajak, ada beberapa hal yang harus dipenuhi dan tidak boleh dilanggar,
diantaranya adalah pemungutan pajak harus adil (Syarat Keadilan), pemungutan pajak harus
berdasarkan undang-undang (Syarat Yuridis), tidak mengganggu perekonomian (Syarat
Ekonomis), pemungutan pajak harus efisien (Syarat Finasiil), sistem pemungutan pajak harus
sederhana.
Pajak negara yang sampai saat ini masih berlaku adalah Pajak Penghasilan ( PPh ), Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah ( PPN & PPn BM ), Bea Materai,
Pajak Bumi dan Bangunan ( PBB ), Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan bengunan ( BPHTB ).
Sementara dasar hukum pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah adalah Undang –
undang No.28 tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah.
Undang-undang tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan dilandasi filsafah
pancasila dan undang-undang dasar 1945, yang didalamnya tertuang ketentuan yang
menjunjung tinggi hak warga Negara dan menempatkan kewajiban perpajakan sebagai
kewajiban kenegaraan. Dasar hukum ketentuan umum dan tata cara perpajakan adalah undang-
undang No. 6 tahun 1983 sebagai mana telah diubah terakhir dengan undang-undang No. 28
tahun 2007.
Penagihan pajak dengan surat paksa diatur dalam Undang-undang No. 19 tahun 1997
tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa dan telah diubah dengan Undang-undang No. 19
tahun 2000. Prosesnya adalah Penyampaian Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus,
Pemberitahuaan Surat Paksa; Pelaksanakan penyitaan atas barang Penanggung Pajak
berdasarkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan; dan Pelaksanaan penyanderaan
berdasarkan Surat Perintah Penyanderaan.
3.2 Saran
Pajak adalah salah satu hal yang paling penting dalam pengelolaan negara. Dengan
pengeloaan pajak yang benar maka juga akan memudahkan pengelolaan negara. Sistem
perpajakan di Indonesia sudah sangat jelas dan rinci. Alangkah lebih baiknya lagi sistem
pengelolaan pajak ini ditingkatkan lagi guna meningkatkan kesejahteraan rakyat.
18
DAFTAR PUSTAKA
Mardiasmo. 2016. Perpajakan (Edisi Terbaru 2016). Yogyakarta: Andi Offset
Anonim. 2012. Dasar-Dasar Perpajakan. http://ashibly.blogspot.co.id/2012/11/pengantar-
perpajakan.html. (Diakses pada 14 November 2015)
Anonim. 2012. Pajak Negara dan Pajak Daerah.http://ashibly.blogspot.co.id/2012/11/pajak-
negara-dan-pajak-daerah.html. (Diakses pada 14 November 2015)
Recommended