PEMERIKSAAN HIDROKEL
Diajukan sebagai salah satu persyaratan menempuh
Program Pendidikan Profesi Dokter (PPPD)
Bagian Ilmu Bedah RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
Disusun oleh :
Jorianditha Surya Ramadhan
01.208.5674
Pembimbing :
Prof. Dr. dr. H. Rifki Muslim, Sp.B, Sp.U
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2013
I. Pendahuluan
Trauma toraks mengambil 10% kasus trauma dan dapat berhubungan
dengan luka pada organ-organ yang lain. Luka orthopedic dan kepala
merupakan hal yang biasa dan utama pada kecelakaan lalu lintas dan
kecelakaan kerja. Luka dapat secara luas dibagi atas 2, yaitu yang disebabkan
karena trauma tumpul atau karena trauma tembus. Di negara berkembang
justru yang lebih sering disebabkan oleh luka tumpul yang sering terjadi
sebagai kecelakaan lalu lintas dan di lokasi konstruksi. Pada kebanyakan
kasus, pasien tidak ditangani dengan baik. Bantuan medis jarang tersedia.
Bahkan jika memang tersedia, itupun tidak lebih dari sekedar pertolong
pertama pada kecelakaan. Satu masalah lagi adalah tempat dimana pasien
pertama kali dirujuk tidak diperlengkapi dengan kemampuan untuk mengatasi
perdarahan hebat dan kegagalan napas. Pasien trauma toraks dapat
menyebabkan penurunan kesadaran yang mana disebabkan oleh terganggunya
fungsi pernapasan dan selanjutnya juga dapat disebabkan oleh disfungsi
cardiac. 1
Tujuan dari pengelolaan kasus trauma toraks adalah untuk merestorasi
fungsi jantung paru kembali normal, mengontrol perdarahan, dan mencegah
terjadinya sepsis. Pernyataan ini terdengar sederhana tetapi membutuhkan
beberapa langkah yang harus dilakukan. Sayangnya, beberapa kasus kematian
disebabkan oleh tersumbatnya jalan napas (airway), gangguan fisiologis yang
dapat disebabkan oleh hematothoraks, pneumotoraks, dengan atau tanpa flail
chest. Sekitar 15% pasien membutuhkan intervensi tindakan berupa operasi.
Pengetahuan akan hal-hal yang dibutuhkan untuk mendukung ventilasi pasien
mampu memperlambat waktu yang diperlukan untuk mengantar pasien ke
pusat rujukan yang dituju. Pipa trakeostomi dan ambu bag dapat
menyelamatkan banyak pasien. 1
II. ANATOMI DAN FISIOLOGI TORAKS
1. Anatomi :
Dinding dada.
Tersusun dari tulang dan jaringan lunak. Tulang yang
membentuk dinding dada adalah tulang costa, columna vertebralis
torakalis, sternum, tulang clavicula dan scapula. Jarinan lunak
yang membentuk dinding dada adalah otot serta pembuluh darah
terutama pembuluh darah intrerkostalis dan torakalis interna. 2
Dasar torak
Dibentuk oleh otot diafragma yang dipersyarafi nervus
frenikus. Diafragma mempunyai lubang untuk jalan Aorta, Vana
Cava Inferior serta esofagus. 2
Isi rongga torak.
Pleura ( selaput paru ) adalah selaput tipis yang
membungkus paru – paru :
Pleura terdiri dari 2 lapis yaitu ;
1. Pleura visceralis, selaput paru yang melekat langsung
pada paru –paru.
2. Pleura parietalis, selaput paru yang melekat pada dinding
dada.
· Pleura visceralis dan parietalis tersebut kemudian bersatu
membentuk kantong tertutup yang disebut rongga pleura
(cavum pleura). Di dalam kantong terisi sedikit cairan
pleura yang diproduksi oleh selaput tersebut. 2,3
Rongga Mediastinum
Rongga ini secara anatomi dibagi menjadi :
1. Mediastinum superior batasnya :
Atas : bidang yang dibentuk oleh Vth1, kosta 1 dan
jugular notch.
Bawah : Bidang yang dibentuk dari angulus sternal ke
Vth4
Lateral : Pleura mediastinalis
Anterior : Manubrium sterni.
Posterior : Corpus Vth1 - 4
2. Mediastinum inferior terdiri dari :
a. Mediastinum anterior batasnya :
- Anterior : Sternum ( tulang dada )
- Posterior : Pericardium ( selaput jantung )
- Lateral : Pleura mediastinalis
- Superior : Plane of sternal angle
- Inferior : Diafragma.
b. Mediastinum media batasnya :
- Anterior : Pericardium
- Posterior : Pericardium
- Lateral : Pleura mediastinalis
- Superior : Plane of sternal angle
- Inferior : Diafragma
c. Mediastinum posterior batasnya :
- Anterior : Pericardium
- Posterior : Corpus VTh 5 – 12
- Lateral : Pleura mediastinalis
- Superior : Plane of sternal angle
- Inferior : Diafragma.
2. Fisiologi
Proses inspirasi jika tekanan paru lebih kecil dari tekanan
atmosfer. Tekanan paru dapat lebih kecil jika volumenya diperbesar.
Membesarnya volume paru diakibatkan oleh pembesaran rongga dada.
Pembesaran rongga dada terjadi akibat 2 faktor, yaitu faktor thoracal dan
abdominal. Faktor thoracal (gerakan otot-otot pernafasan pada dinding
dada) akan memperbesar rongga dada ke arah transversal dan
anterosuperior, sementara faktor abdominal (kontraksi diafragma) akan
memperbesar diameter vertikal rongga dada. Akibat membesarnya rongga
dada dan tekanan negatif pada kavum pleura, paru-paru menjadi terhisap
sehingga mengembang dan volumenya membesar, tekanan intrapulmoner
pun menurun. Oleh karena itu, udara yang kaya O2 akan bergerak dari
lingkungan luar ke alveolus. Di alveolus, O2 akan berdifusi masuk ke
kapiler sementara CO2 akan berdifusi dari kapiler ke alveolus.3
Sebaliknya, proses ekspirasi terjadi bila tekanan intrapulmonal
lebih besar dari tekanan atmosfer. Kerja otot-otot ekspirasi dan relaksasi
diafragma akan mengakibatkan rongga dada kembali ke ukuran semula
sehingga tekanan pada kavum pleura menjadi lebih positif dan mendesak
paru-paru. Akibatnya, tekanan intrapulmoner akan meningkat sehingga
udara yang kaya CO2 akan keluar dari peru-paru ke atmosfer. 3
III. KLASIFIKASI DAN PATOFISIOLOGI TRAUMA THORAKS
1. Klasifikasi Trauma Thoraks
Trauma tumpul : kompresi, robekan, dan ledakan
Trauma tembus : tajam, tembak, tumpul yang menembus.
2. Patofisiologi Trauma Thoraks.
Perubahan patofisiologi yang terjadi pada dasarnya adalah akibat dari :
1. Kegagalan ventilasi
2. Kegagalan pertukaran gas pada tingkat alveolar.
3. Kegagalan sirkulasi karena perubahan hemodinamik.
Ketiga faktor diatas dapat menyebabkan hipoksia. Hipoksia pada
tingkat jaringan dapat menyebabkan ransangan terhadap cytokines yang
dapat memacu terjadinya acute respiratory distress syndrome ( ARDS),
systemic inflamation response syndrome (SIRS). 3
IV. GANGGUAN YANG MUNGKIN MUNCUL PADA TRAUMA
THORAKS
1. OPEN PNEUMOTORAKS
Defek atau luka yang besar pada dinding dada yang terbuka
menyebabkan open pneumotoraks. Tekanan di dalam rongga pleura akan
segera menjadi sama dengan tekanan atmosfir. Jika defek pada dinding
dada mendekati 2/3 dari diameter trakea maka udara akan cendereung
mengalir melalui defek karena mempunyai tahanan yang kurang atau lebih
kecil dibandingkan dengan trakea. Akibatnya ventilasi yang terganggu
sehingga menyebabkan hipoksia dan hiperkapnia.4
Diagnosis ditegakkan berdasarkan tanda dan gejala sebagai berikut :
- Tampak jejas pada lapang thoraks
- Adanya sucking chest wounds
- Pernafasan yang cepat, dangkal dan berat
- Penurunan ekspansi paru pada thoraks yang terganggu
- Auskultasi : Suara paru menurun atau bahkan menghilang
- Perkusi : Hipersonor
Langkah awal adalah menutup luka dengan kassa steril yang diplester
hanya pada 3 sisinya saja. Dengan penutupan seperti ini diharapkan akan
terjadi efek flutter Type Valve dimana saat inspirasi kasa menutup akan
menutup luka, mencegah kebocoran udara dari dalam. Setelah itu maka
sesegera mungkin dipasang selang dada yang harus berjauhan dari luka
primer. Menutup seluruh isi luka akan menyebabkan tension
pneumotoraks kecuali jika selang dada sudah terpasang. Kasa penutup
sementara yang dapat dipergunakan adalah Plastic Wrap atau Petrolatum
Gauze, sehingga penderita dapat dilakukan evaluasi dengan cepat dan
dilanjutkan dengan penjahitan luka.4,5
2. FLAIL CHEST
Flail chest terjadi ketika segmen dinding dada tidak lagi mempunyai
kontinuitas dengan keseluruhan dinding dada. Keadaan tersebut terjadi
karena fraktur iga multiple pada dua atau lebih tulang iga dengan dua atau
lebih garis fraktur. Adanya segmen flail chest (segmen mengambang)
menyebabkan gangguan pada pergerakan dinding dada. Jika kerusakan
parenkim paru dibawahnya terjadi sesuai dengan kerusakan pada tulang
maka akan menyebabkan hipoksia yang serius. Kesulitan utama pada
kelainan flail chest yaitu trauma pada parenkim paru yang mungkin terjadi
(kontusio paru). Walaupun ketidak-stabilan dinding dada menimbulkan
gerakan paradoksal dari dinding dada pada inspirasi dan ekspirasi, defek
ini sendiri saja tidak akan menyebabkan hipoksia. Penyebab timbulnya
hipoksia pada penderita ini terutama disebabkan nyeri yang
mengakibatkan gerakan dinding dada yang tertahan dan trauma jaringan
parunya. Flail chest mungkin tidak terlihat pada awalnya, karena splinting
(terbelat) dengan dinding dada. Gerakan pernapasan menjadi buruk dan
toraks bergerak secara asimetris dan tidak terkoordinasi. Palpasi gerakan
pernapasan yang abnormal dan krepitasi iga atau fraktur tulang rawan
membantu diagnosis. Dengan foto toraks akan lebih jelas karena akan
terlihat fraktur iga yang multiple, akan tetapi terpisahnya sendi
costochondral tidak akan terlihat. Pemeriksaan analisis gas darah yaitu
adanya hipoksia akibat kegagalan pernapasan, juga membantu dalam
diagnosis Flail Chest. Terapi awal yang diberikan termasuk pemberian
ventilasi adekuat, oksigen yang dilembabkan dan resusitasi cairan. Bila
tidak ditemukan syok maka pemberian cairan kristaloid intravena harus
lebih hati-hati untuk mencegah kelebihan pemberian cairan. Bila ada
kerusakan parenkim paru pada Flail Chest, maka akan sangat sensitive
terhadap kekurangan ataupun kelebihan resusitasi cairan. Pengukuran
yang lebih spesifik harus dilakukan agar pemberian cairan benar – benar
optimal. Terapi definitive ditujukan untuk mengembangkan paru – paru
dan berupa oksigenasi yang cukup serta pemberian cairan dan analgesia
untuk memperbaiki ventilasi. Tidak semua penderita membutuhkan
penggunaan ventilator. Pencegahan hipoksia merupakan hal penting pada
penderita trauma, dan intubasi serta ventilasi perlu diberikan untuk waktu
singkat sampai diagnosis dan pola trauma yang terjadi pada penderita
tersebut ditemukan secara lengkap. Penelitian hati – hati dari frekuensi
pernapasan, tekanan oksigen arterial dan penilaian kinerja pernapasan
akan memberikan suatu indikasi timing/waktu untuk melakukan intubasi
dan ventilasi.5
3. HEMATOTHORAKS
Penyebab utama dari hematothoraks adalah laserasi paru atau
laserasi dari pembuluh darah interkostal atau arteri mamaria internal yang
disebabkan oleh trauma tajam atau trauma tumpul. Dislokasi fraktur dari
vertebra torakal juga dapat menyebabkan terjadinya hematoraks. Biasanya
perdarahan berhenti spontan dan tidak memerlukan intervensi operasi. 11
Hematothoraks akut yang cukup banyak sehingga terlihat pada
foto toraks, sebaiknya diterapi dengan selang dada kaliber besar. Selang
dada tersebut akan mengeluarkan darah dari rongga pleura, mengurangi
resiko terbentuknya bekuan darah di dalam rongga pleura, dan dapat
dipakai dalam memonitor kehilangan darah selanjutnya. Evakuasi darah
atau cairan juga memungkinkan dilakukannya penilaian terhadap
kemungkinan terjadinya ruptur diafragma traumatik.4,5
Walaupun banyak faktor yang berperan dalam memutuskan
perlunya indikasi operasi pada penderita hematothoraks, status fisiologi
dan volume darah yang keluar dari selang dada merupakan faktor utama.
Sebagai patokan bila darah yang dikeluarkan secara cepat dari selang dada
sebanyak 1500 ml, atau bila darah yang keluar lebih dari 200 ml tiap jam
untuk 2 sampai 4 jam, atau jika membutuhkan transfusi darah terus
menerus, eksplorasi bedah harus dipertimbangkan.5
4. HEMATOTHORAKS MASIF
Terkumpulnya darah dan cairan di salah satu hemitoraks dapat
menyebabkan gangguan usaha bernapas akibat penekanan paru – paru dan
menghambat ventilasi yang adekuat. Perdarahan yang banyak dan cepat
akan lebih mempercepat timbulnya hipotensi dan syok dan akan dibahas
lebih lanjut pada bagian sirkulasi.5
Hematothoraks massif yaitu terkumpulnya darah dengan cepat >
1500 cc di dalam rongga pleura. Hal ini sering disebabkan oleh luka
tembus yang merusak pembuluh darah sistemik atau pembuluh darah pada
hilus paru. Hal ini juga dapat disebabkan trauma tumpul. Kehilangan
darah menyebabkan hipoksia. Vena leher dapat kolaps (flat) akibat adanya
hipovolemia berat, tetapi kadang dapat ditemukan distensi vena leher, jika
disertai tension pneumotoraks. Jarang terjadi efek mekanik dari darah
yang terkumpul di intratoraks lalu mendorong mediastinum sehingga
menyebabkan distensi dari pembuluh vena leher. Diagnosis hematothoraks
ditegakkan dengan adanya syok yang disertai suara napas menghilang dan
perkusi pekak pada sisi dada yang mengalami trauma. Terapi awal
hematothoraks massif adalah dengan penggantian volume darah yang
dilakukan bersamaan dengan dekompresi rongga pleura. Dimulai dengan
infuse cairan kristaloid secara cepat dengan jarum besar dan kemudian
pemberian darah dengan golongan spesifik secepatnya. Darah dari rongga
pleura dapat dikumpulkan dalam penampungan yang cocok untuk
autotransfusi. Bersamaan dengan pemberian infuse, sebuah selang dada
(chest tube) no.38 French dipasang setinggi putting susu, anterior dari
garis midaksilaris lalu dekompresi rongga pleura selengkapnya. Ketika
kita mencurigai hematothoraks massif pertimbangkan untuk melakukan
autotransfusi. Jika pada awalnya sudah keluar 1500 cc, kemungkinan
besar penderita tersebut membutuhkan torakotomi segera.4,5
Beberapa penderita yang pada awalnya darah yang keluar <1500
cc, tetapi perdarahan tetap berlangsung. Ini juga membutuhkan
torakotomi. Keputusan torakotomi diambil bila didapatkan kehilangan
darah terus – menerus sebanyak 200cc/jam dalam waktu 2 – 4 jam, tetapi
status fisiologi penderita tetap lebih diutamakan. Transfuse darah
diperlukan selama ada indikasi untuk torakotomi. Selama penderita
dilakukan resusitasi, volume darah awal.5
5. TAMPONADE JANTUNG
Tamponade jantung disebabkan oleh luka tembus. Walaupun
demikian, trauma tumpul juga dapat menyebabkan perikardium terisi
darah baik dari jantung, pembuluh darah besar maupun dari pembuluh
darah perikard. Perikard manusia terdiri dari struktur jaringan ikat yang
kaku dan walaupun relatif sedikit darah yang terkumpul, namun sudah
dapat menghambat aktivitas jantung dan mengganggu pengisian jantung. 6
Diagnosisnya adalah adanya Trias Beck yang terdiri dari peningkatan
tekanan vena, penurunan tekanan arteri, dan suara jantung yang menjauh.
Penilaian suara jantung menjauh sulit dinilai jika ruang UGD dalam
keadaan berisik, distensi vena leher tidak ditemukan jika keadaan
penderita hipovolemi dan hipotensi sering disebabkan oleh hipovolemia.
Pulsus paradoksus yaitu keadaaan fisiologis dimana terjadi penurunan
tekanan darah sistolik selama inspirasi spontan. Bila penurunan tersebut
lebih dari 10 mmHg, maka ini merupakan tanda lain dari tamponade
jantung. Tanda Kusssmaul (peningkatan vena pada saat inspirasi biasa)
adalah kelainan paradoksal tekanan vena yang sesungguhnya dan
menunjukkan adanya tamponade jantung. Pemeriksaan USG dengan
Echocardiography merupakan metode invasif yang dapat membantu
penilaian perikardium, tetapi banyak penelitian yang melaporkan angka
negatif yang tinggi yaitu sekitar 50%. 5
Evakuasi cepat darah dari perikard merupakan indikasi bila penderita
dengan syok hemoragik tidak memberikan respon pada resusitasi cairan
dan mungkin ada tamponade jantung. Tindakan ini menyelamatkan
nyawa dan tidak boleh diperlambat untuk mengadakan pemeriksaan
diagnostik tambahan. Metode sederhana untuk mengeluarkan cairan dari
perikard adalah dengan perikardiosintesis. Kecurigaan yang tinggi adanya
tamponade jantung pada penderita yang tidak memberikan respon
terhadap usaha resusitasi, merupakan indikasi untuk melakukan tindakan
perikardiosintesis melalui metode subksifoid. Tindakan alternatif lain,
adalah dengan melakukan operasi jendela perikard atau torakotomi dengan
perikardiotomi oleh seorang ahli bedah. Prosedur ini akan lebih baik
dilakukan di ruang operasi jika kondisi penderita memungkinkan.4,5
Walaupun kecurigaan besar akan adanya tamponade jantung
pemberian cairan infus awal masih dapat meningkatkan tekanan vena dan
cardic output untuk sementara, sambil melakukan persiapan untuk
tindakan perikardiosintesis melalui subksifoid. Pada tindakan ini
menggunakan plastic-sheated-needle atau insersi teknik Seldinger
merupakan cara yang paling baik, tetapi dalam keadaan yang lebih gawat,
prioritas adalah aspirasi darah dari kantung perikard. Monitoring EKG
dapat menunjukkan tertusuknya miokard (peningkatan voltase gelombang
T, ketika jarum perikardiosintesis menyentuh epikardium) atau terjadinya
disritmia. 5
6. TENSION PNEUMOTORAKS
DEFINISI
Tension pneumotoraks adalah bertambahnya udara dalam ruang
pleura secara progresif, biasanya karena laserasi paru-paru yang
memungkinkan udara untuk masuk ke dalam rongga pleura tetapi tidak
dapat keluar atau tertahan di dalam rongga pleura. Hal ini dapat terjadi
secara spontan pada orang tanpa kondisi paru-paru kronis ("primer") dan
juga pada mereka dengan penyakit paru-paru ("sekunder"), dan banyak
pneumothoraces terjadi setelah trauma fisik ke dada, cedera ledakan , atau
sebagai komplikasi dari perawatan medis. Ventilasi tekanan positif dapat
memperburuk efek “one-way-valve”. Peningkatan progresif tekanan dalam
rongga pleura mendorong mediastinum ke hemithorax berlawanan, dan
menghalangi aliran balik vena ke jantung. Hal ini menyebabkan
ketidakstabilan peredaran darah dan dapat menyebabkan traumatic arrest. 4
EPIDEMIOLOGI
Insidensi dari tension pneumotoraks di luar rumah sakit tidak mungkin
dapat ditentukan. Revisi oleh Department of Transportation (DOT)
Emergency Medical Treatment (EMT) Paramedic Curriculum
menyarankan tindakan dekompresi jarum segera pada dada pasien yang
menunjukan tanda serta gejala yang non-spesifik. Sekitar 10-30% pasien
yang dirujuk ke pusat trauma tingkat 1 di Amerika Serikat menerima
tindakan pra rumah sakit berupa dekompresi jarum torakostomi, meskipun
pada jumlah tersebut tidak semua pasien menderita kondisi tension
pneumotoraks. 4
Insidensi umum dari tension pneumotoraks pada Unit Gawat Darurat
(UGD) tidak diketahui. Literatir-literatur medis hanya menyediakan
gambaran singkat mengenai frekuensi pnemotoraks desak. Sejak tahun
2000, insidensi yang dilaporkan kepada Australian Incident Monitoring
Study (AIMS), 17 pasien yang diduga menderita pneumotoraks, dan 4
diantaranya didiagnosis sebagai tension pneumotoraks. Pada tinjauan yang
lebih lanjut, angka kematian prajurit militer dari trauma dada menunjukan
hingga 5% dari korban pertempuran dengan adanya trauma dada
mempunyai tension pneumotoraks pada saat waktu kematiannya. 4
DIAGNOSIS
Tanda-tanda klasik dari tension pneumotoraks terdiri dari
penyimpangan atau deviasi dari trakea menjauhi bagian atau sisi paru
yang mengalami tension, dada mengalami hiperekspansi, peningkatan
nada perkusi dan situasi hiperekspansi yang pergerakan sedikit pada saat
respirasi. Tekanan vena sentral biasanya meningkat, namun status
hipovolemik akan normal atau rendah.
Tanda – tanda klasik
Trachea
Expansion
Percussion Note
Breath sounds
Neck veins
Namun tanda-tanda klasik biasanya tidak ada dan lebih umum
pasien takikardi dan takipneu, dan mungkin hipoksia. Tanda-tanda ini
diikuti oleh peredaran darah dengan hipotensi dan penangkapan traumatis
berikutnya dengan aktivitas listrik pulseless (PEA). VBS dan perkusi
mungkin sangat sulit untuk menilai di ICU.
Tension pneumotoraks dapat berkembang (memburuk) dengan
sendirinya, terutama pada pasien dengan ventilasi tekanan positif. Hal ini
bisa segera terjadi atau dalam beberapa jam ke depan. Sebuah takikardi
hipotensi, dijelaskan dan peningkatan tekanan udara sangat sugestif dari
ketegangan berkembang. 4,5
Foto thoraks post-mortem yang diambil pada pasien dengan
trauma tumpul berat ke dada dan pneumotoraks ketegangan kiri
menggambarkan fitur klasik ketegangan:
Deviasi trakhea menjauh dari sisi dada yang terkena tensiom.
Pergeseran mediastinum.
Depresi dari diafragma-hemiselulosa.
Dengan derajat tension pneumotoraks, tidak sulit untuk menilai
bagaimana fungsi kardiovaskuler dapat terganggu akibat tension, karena
obstruksi vena kembali ke jantung. Masif tension pneumotoraks memang
seharusnya sudah dapat dideteksi secara klinis dan, dalam menghadapi
kolaps hemodinamik, telah tatalaksana dengan cara emergency
thoracostomy - needle atau sebaliknya.
Tension pneumotoraks kiri
Sebuah tension pneumotoraks mungkin berkembang saat pasien
menjalani penyelidikan, seperti CT scan (gambar di bawah) atau operasi.
kalaupun ada penurunan oksigenasi pasien atau status ventilasi, dada harus
kembali diperiksa dan tension pneumotoraks dikecualikan.
CT dari tension pneumotoraks
Kehadiran tabung dada (chest tube) bukan berarti pasien tidak bisa
berkembang menjadi tension pneumotoraks. Pasien di bawah ini memiliki
ketegangan sisi kanan meskipun adanya sebuah chest tube. Sangat mudah
untuk menilai bagaimana hal ini dapat terjadi pada gambar CT
menunjukkan tabung dada dalam fisura oblique. Tabung dada di sini, atau
ditempatkan belakang, akan di-blok sebagaimana paru-paru diatasnya
menekan ke arah belakang. Tabung dada pada pasien trauma terlentang
harus ditempatkan secara anterior untuk menghindari komplikasi ini.
Haemothoraks masih akan di-drainase asalkan paru-paru telah
mengembang sepenuhnya.
CT scan juga menunjukkan mengapa tension pneumotoraks tidak
terlihat pada X-ray dada polos paru yang dikompresi belakang tetapi
meluas keluar ke tepi dinding dada, sehingga tanda-tanda paru-paru
terlihat di seluruh bidang paru-paru. Namun ada pergeseran garis tengah
dibandingkan dengan film sebelumnya.
Foto dada awal
Setelah insersi tabung dada dalam ruang mediastinum
Dada bagian atas menunjukkan posisi tabung dada
Tension pneumotoraks kanan
Tension pneumotoraks juga dapat bertahan jika ada cedera pada
jalan napas besar, mengakibatkan fistula bronkhopleura. Dalam hal ini
sebuah tabung dada tidak dapat mengatasi kebocoran udara utama. Dua,
tiga atau kadang-kadang tabung lebih mungkin diperlukan untuk
mengelola kebocoran udara. Dalam kasus ini thorakotomi biasanya
ditunjukkan untuk memperbaiki saluran udara dan paru-paru yang rusak.
Hati-hati juga pasien dengan tension pneumotoraks bilateral.
Trakea merupakan central, ketika perkusi dan suara nafas yang sama di
kedua sisi. Pasien-pasien ini biasanya secara haemodinamika terancam
atau dalam traumatik arrest. Gawat darurat dekompresi dada bilateral
dapat menjadi bagian dari prosedur untuk traumatik arrest dimana hal ini
dimungkinkan. 6
ketegangan Bilateral pneumothoraks
PENATALAKSANAAN
Needle Thoracostomy
Penatalaksanaan pada kasus tension pneumotoraks tergantung pada
beberapa faktor, dan mungkin berbeda dari penatalaksanaan awal hingga
dekompresi jarum atau pemasukan dari selang dada. Penanganan kasus ini
ditentukan dari derajat keparahan dari gejala dan indikasi dari gangguan
akut, adanya gambaran penyakit paru yang mendasari, ukuran tension
pneumotoraks yang terlihat pada foto toraks, dan pada kasus tertentu perlu
diperhatikan dari karakteristik individu yang terlibat.
Pada kasus tension pneumotoraks, tidak ada pengobatan non-invasif
yang dapat dilakukan untuk menangani kondisi yang mengancam nyawa
ini. Pneumotoraks adalah kondisi yang mengancam jiwa yang
membutuhkan penanganan segera. Jika diagnosis tension pneumotoraks
sudah dicurigai, jangan menunda penanganan meskipun diagnosis belum
ditegakkan.
Pada kasus tension pneumotoraks, langsung hubungkan pernafasan
pasien dengan 100% oksigen. Lakukan dekompresi jarum tanpa ragu. Hal-
hal tersebut seharusnya sudah dilakukan sebelum pasien mencapai rumah
sakit untuk pengobatan lebih lanjut. Setelah melakukan dekompresi jarum,
mulailah persiapan untuk melakukan torakostomi tube. Kemudian lakukan
penilaian ulang pada pasien, perhatikan ABCs (Airway, breathing,
cirvulation) pasien. Lakukan penilaian ulang foto toraks untuk menilai
ekspansi paru, posisi dari torakostomi dan untuk memperbaiki adanya
deviasi mediastinum. Selanjutnya, pemeriksaan analisis gas darah dapat
dilakukan.
Skema gambar dari seseorang dengan tabung dada di rongga dada
kiri. Hal ini terhubung ke segel air. 4,5
KOMPLIKASI
Misdiagnosis adalah komplikasi yang paling umum terjadi dari
dekompresi jarum. Jika pneumotoraks tetapi bukan tipe terjadi yang
terjadi, dekompresi jarum akan mengubah pneumotoraks menjadi tension
pneumotoraks. Jika tidak terdapat pneumotoraks, pasien akan mengalami
kondisi pneumotoraks setelah dekompresi jarum dilakukan. Sebagai
tambahan jarum akan melukai jaringan paru, yang mungkin pada kasus
langka dapat menyebabkan cedera paru atau hematothoraks. Jika jarum
yang ditempatkan terlalu dekat ke arah tulang sternum, dekompresi jarum
dapat menyebabkan hematothoraks karena laserasi dari pembuluh darah
intercosta.
Penempatan torakostomi tube dapat menyebabkan kerusakan pada
jaringan saraf intercostae dan dapat menyebabkan kerusakan jaringan
parenkim paru, terutama jika menggunakan trokar untuk penempatannya. 4,5
DAFTAR PUSTAKA
1. Gopinath N, Invited Arcticle “Thoracic Trauma”, Indian Journal of Thoracic
and Cardiovascular Surgery Vol. 20, Number 3, 144-148.
2. Sjamsuhidajat, Wim de Jong. Hemoroid, 2004 Dalam: Buku Ajar Ilmu Bedah,
Ed.2, Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC.
3. Silvia A.P, Lorraine M.W, 2005. Konsep – konsep Klinis Proses Penyakit,
Edisi VI, Patofisiologi Vol.1. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC.
4. Mosby Inc. Elsevier Chapter 26. Thoracic Trauma. 2007
5. American College of Surgeons. Advanced Trauma Life Support. Ikatan Ahli
Bedah Indonesia. 1997
6. Kleinman PK, Schlesinger AE. Mechanical factors associated with posterior
rib fractures: laboratory and case studies. Pediatr Radiol 1997.
Recommended