Mellisa Sondramelia (406100123)Manajemen Katarak Kongenital
MANAJEMEN KATARAK KONGENITAL
Operasi katarak merupakan operasi intraokular yang paling umum dilakukan pada anak-
anak. Berdasarkan pengalaman yang ada, metode operasi katarak pada pediatrik dan
implantasi lensa intraokular (IOL) senantiasa selalu berkembang di seluruh dunia.
Pemasangan IOL pada anak-anak dan bayi setelah menjalani operasi katarak juga
mendapatkan penerimaan yang baik. Pada artikel ini akan dibahas mengenai hal-hal
yang terkait dalam pengelolaan katarak kongenital, termasuk waktu yang tepat untuk
melaksanakan operasi, teknik operasi, dan pemasangan IOL beserta kontroversi dan
komplikasi yang ada dari operasi tersebut.
Rencana Preoperatif
Kapan sebaiknya dilakukan operasi?
Katarak Bilateral
Jain et al. (JAAPOS 2010; 14 (1) :31-34), dalam peninjauan secara retrospektif terhadap
katarak kongenital total bilateral, ditemukan bahwa terjadi penurunan ketajaman visual
secara eksponensial setelah disertai adanya durasi dalam pengurangan ketajaman visual.
Birch et al. (JAAPOS 2009; 13 (1) :67-71) menilai hasil visual dalam jangka waktu 5
tahun setelah operasi katarak pada bayi yang menderita katarak kongenital total
bilateral. Mereka mencatat bahwa pada bayi yang berusia 0-14 minggu, ketajaman
visual akan menurun 1 baris dengan penundaan operasi masing-masing selama 3
minggu. Pada bayi yang berusia 14-31 minggu, bebas untuk menentukan kapan waktu
yang tepat untuk operasi, dengan rata-rata ketajaman visual 20/80. Selain itu tercatat
juga bahwa operasi setelah usia 4 minggu dikaitkan dengan prevalensi yang lebih besar
terhadap strabismus dan nystagmus dibandingkan operasi sebelum 4 minggu, sedangkan
operasi selama 4 minggu pertama kehidupan dikaitkan dengan prevalensi yang lebih
besar terhadap pembentukan membran sekunder dan glaukoma.
Kepaniteraan Klinik Mata 1RSUD KudusFakultas Kedokteran Tarumanagara
Mellisa Sondramelia (406100123)Manajemen Katarak Kongenital
Lambert et al. (JAAPOS 2006; 10 (1) :30-6) melakukan analisis retrospektif pada anak-
anak dengan katarak kongenital total bilateral yang menjalani operasi ketika bayi
berumur lebih dari 10 minggu, mencatat bahwa ketajaman visual terbaik yang masih
dapat dikoreksi (best-corrected visual acuity/BCVA) adalah 20/100 atau lebih baik dari
itu. Mereka juga melaporkan bahwa tidak adanya nistagmus sebelum operasi
merupakan petanda positif dari hasil visual yang baik untuk operasi pada umur tersebut.
Watts et al. (JAAPOS 2003; 7 (2) :81-5) mengusulkan bahwa 2 minggu pertama
kehidupan merupakan waktu yang paling baik untuk melakukan operasi guna
mengurangi komplikasi pasca operasi akibat intervensi bedah pada bayi yang menderita
katarak dalam 12 minggu pertama kehidupan.
Katarak unilateral
Birch et al. (Invest Ophthalmol Vis Sci 1993;. 34 (13) :3687-99) mengemukakan bahwa
pengobatan katarak kongenital unilateral yang dimulai pada usia 1-6 minggu akan
mendapatkan hasil yang maksimal untuk memperoleh perkembangan penglihatan yang
normal atau mendekati normal dengan resiko yang kecil atau tidak ada resiko pada lensa
mata lain yang masih normal.
Birch et al. (Invest Ophthalmol Vis Sci 1996;. 37 (8) :1532-8), dalam studi lain pada
katarak kongenital total unilateral, melaporkan bahwa operasi yang dilakukan sebelum
usia 6 minggu dapat mengurangi resiko yang dapat mempengaruhi perkembangan
sistem visual dan rehabilitasi visual.
Birch et al. (Invest Ophthalmol Vis Sci 1998;. 39 (9) :1560-6), dalam studi
perbandingan antara katarak unilateral dan bilateral, mengamati bahwa pasien dengan
riwayat katarak unilateral menunjukkan defisit yang lebih besar terhadap sensitifitas
kontras apabila pengobatan terlambat (yaitu pada usia 12-30 minggu). Hal ini diduga
bahwa terjadi kekurangan perkembangan visual secara aktif sebagai faktor ambliogenik
selama minggu-minggu pertama kehidupan, bila kelainan unilateral terjadi
Kepaniteraan Klinik Mata 2RSUD KudusFakultas Kedokteran Tarumanagara
Mellisa Sondramelia (406100123)Manajemen Katarak Kongenital
berkepanjangan selama 12-30 minggu, ketidakseimbangan antara mata yang satu
dengan yang lain berperan juga dalam menyebabkan ambliogenesis.
Apakah operasi secara simultan atau bertahap?
Dave et al. (Arch Ophthalmol 2010;. 128 (8) :1050-4) secara retrospektif,
membandingkan operasi secara simultan dengan operasi secara bertahap pada operasi
katarak kongenital bilateral. Telah dicatat bahwa pada operasi katarak kongenital
bilateral secara simultan dapat mengurangi biaya operasi sekitar 21,9%, tidak ada efek
samping khusus, dan memberikan hasil visual yang berbeda dengan operasi katarak
yang dilakukan secara bertahap.
Nallasamy et al. (JAAPOS 2010; 14 (1) :15-9) meninjau dalam 48 kasus selama 15
tahun, operasi intraokular bilateral secara simultan pada anak-anak dilakukan secara
aman.
Magil et al. (Eur J Ophthalmol 2009;. 19 (1) :24-7) secara retrospektif mempelajari
pasien katarak kongenital bilateral yang telah menjalani ekstraksi katarak dari kedua
mata dalam sesi bedah tunggal. Mereka menyimpulkan bahwa operasi katarak
kongenital bilateral secara simultan dapat dipertimbangkan terutama pada pasien yang
memiliki resiko anestesiologik yang tinggi.
Yu et al. (Eye 2009; 23 (6) :1451-5) menjelaskan tentang pengelolaan katarak bilateral
yang dilakukan implantasi IOL secara bertahap. Pada pasien yang sama, pada mata
dengan katarak total dan ambliopia dilakukan implantasi IOL primer, sedangkan mata
yang lebih baik untuk sementara dijadikan aphakia sebagai alternatif untuk patching.
Sebuah implantasi IOL sekunder dilakukan pada mata aphakia saat BCVA pada mata
ambliopia mencapai potensi terbaiknya. Mereka menyimpulkan bahwa dengan
membuat aphakia sementara pada mata yang masih normal (mata yang lebih dominan)
merupakan cara yang mudah untuk mengobati ambliopia pada anak dengan katarak
bilateral yang tidak sama stadiumnya antara mata yang satu dengan yang lain.
Kepaniteraan Klinik Mata 3RSUD KudusFakultas Kedokteran Tarumanagara
Mellisa Sondramelia (406100123)Manajemen Katarak Kongenital
Bayi: Lensa kontak atau implantasi lensa intraokular?
Lambert et al. (Infant AphakiaTreatment Study Group) (Arch Ophthalmol 2010;. 128
(7) :810-8) melakukan uji klinis secara acak pada bayi dengan katarak kongenital
unilateral yang ditugaskan untuk menjalani operasi katarak pada usia antara 1-6 bulan,
baik dengan implantasi IOL primer maupun tanpa implantasi IOL primer. Lensa kontak
(CLS) digunakan untuk memperbaiki aphakia pada pasien yang tidak menerima IOLs.
Tidak ada perbedaan statistik yang signifikan dari hasil ketajaman visual saat usia 1
tahun antara kelompok yang memakai IOL dengan kelompok CL. Namun, operasi
intraokular tambahan dilakukan lebih sering pada kelompok IOL.
Lu et al. (Graefes Arch Clin Exp Ophthalmol.2010; 248 (5) :681-6) mempelajari hasil
visual dan komplikasi setelah implantasi IOL, terutama pada bayi usia 6-12 bulan.
Dilaporkan bahwa implantasi IOL tersebut aman dan efektif untuk operasi katarak pada
anak-anak. Pada katarak bilateral maupun unilateral, terjadinya nistagmus, strabismus,
dan terapi ambliopia yang tidak adekuat merupakan prediksi negatif pada BCVA.
Ram et al. (India J Ophthalmol.2007; 55 (3) :185-9) melaporkan bahwa implantasi IOL
primer dan kapsulorexis posterior primer dengan vitrektomi anterior dalam dua tahun
pertama kehidupan merupakan metode yang aman dan efektif untuk mengkoreksi
aphakia.
Lundvall et al. (J Katarak Refract Surg.2006; 32 (10) :1672-7) mengevaluasi komplikasi
yang terjadi dan hasil visual pada mata yang telah menjalani ekstraksi katarak dengan
implantasi IOL pada tahun pertama kehidupan. Mereka menemukan bahwa afterkatarak
(katarak sekunder) dengan formasi membran merupakan komplikasi utama pada bayi
yang melakukan implantasi IOL primer.
Birch et al. (JAAPOS 2005; 9 (6) :527-32) melaporkan bahwa penggunaan IOLs dan
CLS aphakia setelah operasi katarak unilateral memberikan perkembangan ketajaman
visual yang sama. Pada kasus lain, mereka berpendapat bahwa IOLs memberikan
pengembangan ketajaman visual yang lebih baik dibandingkan pemakaian CL pada
pasien dengan higiens yang buruk juga pada kasus katarak yang mendapat penanganan
setelah usia 1 tahun.
Kepaniteraan Klinik Mata 4RSUD KudusFakultas Kedokteran Tarumanagara
Mellisa Sondramelia (406100123)Manajemen Katarak Kongenital
Lambert et al. (Br J Ophthalmol 2004;. 88 (11) :1387-90) membandingkan tajam
penglihatan dan masa penyembuhan setelah operasi ekstraksi katarak unilateral saat
masih bayi, baik dikoreksi dengan CL ataupun IOL. Mereka menemukan bahwa tajam
penglihatan setelah operasi pada kedua kelompok tersebut memberikan hasil yang sama,
namun pada kelompok anak-anak dengan IOL akan mengalami masa penyembuhan
yang lebih cepat setelah operasi.
Biometri
Eibschitz-Tsimhoni et al. (JAAPOS 2008; 12 (2) :173-6) menyimpulkan bahwa
sensitivitas pada perhitungan daya IOL dengan menggunakan panjang aksial (axial
length/AL) dapat terjadi kesalahan pengukuran, dimana terdapat peningkatan 4-14
dioptri (D) / mm pada AL anak sedangkan AL pada orang dewasa dapat terjadi
kesalahan 3-4 D/mm. Pada anak-anak dan orang dewasa, kesalahan dalam perhitungan
sebesar 0,8-1,3 D merupakan kesalahan dalam pengukuran keratometri.
Ben-Sion et al. (JAAPOS 2008; 12 (5) :440-4) membandingkan antara metode
pencelupan dengan metode A-scan biometri pada mata yang mengalami kelainan
katarak kongenital, dimana pada prediksi perhitungan IOL untuk anak-anak tidak
ditemukan perbedaan yang signifikan antara kedua metode tersebut.
Khan (Br J Ophthalmol 2006;. 90 (8) :987-9), dalam peninjauan secara retrospektif
mencatat bahwa pada operasi mata aphakia untuk katarak kongenital, ditemukan nilai
ultrasonik AL dan diperkirakan nilai AL memiliki perbedaan rata-rata 0,05 mm dan
tidak ada perbedaan secara nyata. Mereka mencatat bahwa pengukuran perkiraan AL
yang hanya dari refraksi aphakia merupakan teknik yang berguna untuk mata anak
secara rata-rata, terutama jika pemeriksaan biometri tidak tersedia.
Hug et al. (J Pediatr Ophthalmol Strabismus2004; 41 (4) :209-11) menyamakan antara
penggunaan refraksi aphakia dalam perhitungan daya IOL dan pengukuran AL untuk
perhitungan daya IOL pada anak-anak yang menjalani implantasi IOL sekunder.
Mereka menyimpulkan bahwa penggunaan refraksi aphakia untuk menghitung AL dan
nilai keratometri standar merupakan alternatif pada pasien pediatrik apabila pengukuran
AL secara ultrasonik atau nonsedated ultrasonik tidak mungkin dilakukan.
Kepaniteraan Klinik Mata 5RSUD KudusFakultas Kedokteran Tarumanagara
Mellisa Sondramelia (406100123)Manajemen Katarak Kongenital
Mittelviefhaus et al. (Ophthalmologe 2000; 97 (3) :186-8) mengevaluasi kesalahan
dalam keratometri pada bayi dan menyimpulkan bahwa kurangnya fiksasi pada anak-
anak yang melakukan keratometri dengan anestesi umum menyebabkan hasil tidak
akurat. Mereka menyarankan bahwa pada kasus-kasus dengan impantasi IOLs,
diharapkan deviasi dari refraksi pasca operasi diperlukan sampai 6,0 D. Mereka
menyimpulkan bahwa untuk mendapatkan hasil yang akurat, diperlukan pengukuran
dengan keratometri dalam beberapa kali.
Keputusan Intraoperatif
Pemilihan Teknik Operasi
Basti et al. (Ophthalmology1996; 103 (5) :713-20) membandingkan tiga metode
pengelolaan pada katarak kongenital, yaitu: lensektomi serta vitrektomi anterior
(lensectomy anterior vitrectomy /LAV), ekstraksi katarak ekstrakapsular dengan
implantasi IOL (Ecce + IOL) dan Ecce, kapsulotomi posterior primer, vitrektomi
anterior dengan IOL (Ecce + PPC + AV + IOL). Mereka menyimpulkan bahwa Ecce +
PPC + AV + IOL yang memberikan hasil axis visual yang jelas dalam jangka pendek
serta koreksi bias secara optimal, dan tidak terdapat peningkatan risiko komplikasi
jangka pendek.
Eckstein et al. (Br J Ophthalmol 1999; 83 (5):. 524-529) melakukan uji klinis secara
acak pada lensektomi dengan aspirasi lensa dan kapsulotomi primer pada anak-anak
yang menderita katarak bilateral. Mereka menyimpulkan bahwa aspirasi lensa dengan
PPC memberikan hasil visual yang dapat diterima, asalkan ada penanganan lebih lanjut
untuk mengatasi kekeruhan kapsul. Mereka menambahkan bahwa jika tidak
memungkinkan untuk dilakukan intervensi sekunder karena kurangnya kepatuhan
pasien untuk penanganan lebih lanjut, maka lensektomi mungkin dapat memberikan
rehabilitasi visual yang lebih baik untuk jangka panjang.
Chee et al. (J Katarak Refract Surg 2009;. 35 (4) :720-4) melaporkan bahwa sistem
vitrektomi dengan 25-G lebih aman dan efektif untuk pengelolaan katarak pada bayi.
Keuntungannya adalah manipulasi yang lebih tepat dimana mata bayi berukuran lebih
Kepaniteraan Klinik Mata 6RSUD KudusFakultas Kedokteran Tarumanagara
Mellisa Sondramelia (406100123)Manajemen Katarak Kongenital
kecil , ruang anterior menjadi lebih stabil, dan mengurangi terjadinya komplikasi
astigma pasca operasi.
Gessner et al. (Ophthalmologe2004; 101 (9) :901-6) melaporkan bahwa pada kasus
katarak bilateral fungsi visual setelah lensektomi dirasakan lebih baik dibandingkan
dengan katarak unilateral. Operasi awal serta terapi orthoptic yang memadai dan
kepatuhan pasien dalam penggunaan CL diperlukan untuk hasil yang lebih baik.
Meier et al. (Graefes Arch Clin Exp Ophthalmol 2001;. 239 (9) :649-55) juga
melaporkan bahwa lensektomi pars plana atau pars plicata merupakan metode yang
cocok dan aman untuk mengobati katarak pada anak-anak.
Chen et al. (Kedokteran Surg Laser Imaging2005; 36 (1) :6-13) melaporkan bahwa
glaukoma akut (acute glaucom/AG) adalah komplikasi pasca operasi yang paling umum
(20,2%) pada kasus katarak anak setelah lensektomi.
Incisi dan Astigmatisme
Bradfield et al. (J Katarak Refract Surg 2004;. 30 (9) :1948-52), dalam peninjauan
secara retrospektif, menemukan bahwa insisi kecil pada kornea yang jernih (small
incision clear corneal/SMICC) saat ekstraksi katarak disertai implantasi IOL pada anak-
anak dapat menyebabkan astigmatisme pasca operasi yang akan menetap dan stabil dari
waktu ke waktu. Untuk mengurangi angka kejadian astigmat pada anak-anak operasi
sebaiknya dilakukan pada usia ≤ 36 bulan.
Bar-Sela dkk. (Eur J Ophthalmol 2009;. 19 (3) :376-9), dalam peninjauan secara
retrospektif, menemukan bahwa angka kejadian astigmat yang tinggi saat awal pasca
operasi disebabkan karena operasi katarak kongenital yang menggunakan teknik
SMICC, dan secara spontan astigmat akan berkurang setelahnya. Mereka juga mencatat
bahwa semakin muda usia pasien maka angka kejadian astigmatisme dini pasca operasi
akan semakin tinggi.
Spierer et al. (J Pediatr Ophthalmol Strabismus2004; 41 (1) :35-8) mengevaluasi
terjadinya astigmat pada post operasi katarak kongenital dengan implantasi IOL
Kepaniteraan Klinik Mata 7RSUD KudusFakultas Kedokteran Tarumanagara
Mellisa Sondramelia (406100123)Manajemen Katarak Kongenital
foldable, dimana secara spontan menunjukkan penurunan angka kejadian astigmat yang
signifikan.
Manajemen kapsul anterior
Guo et al. (J Pediatr Ophthalmol Strabismus 2003;. 40 (5) :268-71) melaporkan bahwa
pewarnaan kapsul anterior dengan zat warna indocyanine green merupakan cara yang
terbaik untuk mempermudah kinerja suatu kapsulorexis anterior pada anak yang
menderita katarak total.
Wilson et al. (Trans Am Ophthalmol Soc 2004;. 102:391-422) membahas mengenai
manajemen kapsul anterior pada operasi katarak anak. Mereka menyimpulkan bahwa
vitrektorhexis cocok digunakan untuk bayi dan anak-anak sedangkan metode
capsuloreksis manual lengkung kontinu (continues curviliniear capsulorhexis/CCC)
paling baik digunakan untuk usia selain bayi. Selain itu, dilaporkan bahwa untuk
operasi pada anak-anak dapat digunakan juga unit Kloti diatermi, Fugo pisau plasma,
dan "can-opener" teknik, meskipun pemakaiannya jarang.
Hazirolan et al. (J Pediatr Ophthalmol Strabismus 2009; 46 (2) :104-7) menyatakan
bahwa kedua forceps pada kapsuloreksis dan vitrektoreksis sama-sama aman dan efektif
untuk capsulorhexis anterior maupun posterior pada katarak kongenital.
Wilson et al. (JAAPOS2007; 11 (5) :443-6) membandingkan vitrektoreksis anterior
dengan CCC pada operasi katarak anak. Mereka melaporkan bahwa vitrektoreksis
cocok digunakan untuk anak-anak yang berusia < 6 tahun dikarenakan kapsul lensa
anterior mereka masih sangat elastis, sedangkan untuk anak usia 6 tahun dan lebih
teknik yang terbaik adalah manual CCC.
Wilson et al. (J Pediatr Ophthalmol Strabismus1996; 33 (4) :237-40), dalam suatu
penelitian secara prospektif, mengamati bahwa teknik capsulectomy anterior dapat
menghasilkan pembukaan sirkuler capsul yang tahan terhadap robekkan selama aspirasi
dan penyisipan IOL. Mereka mencatat bahwa penanganan dengan vitrector-cut,
kapsulektomi dapat dilakukan dengan baik pada pasien yang berusia sangat muda
sekalipun, sedangkan pada kapsuloreksis secara manual akan sulit untuk dikontrol.
Kepaniteraan Klinik Mata 8RSUD KudusFakultas Kedokteran Tarumanagara
Mellisa Sondramelia (406100123)Manajemen Katarak Kongenital
Comer et al. (J Katarak Refract Surg 1997;. 23 Suppl 1:641-4) membahas hasil
kapsuloreksis diatermi dengan menggunakan frekuensi gelombang radio pada kapsul
anterior dan posterior dalam operasi katarak anak. Hasilnya menunjukkan tidak ada
pertumbuhan epitel kembali ataupun kekeruhan pada kapsul posterior yang telah
dilakukan kapsuloreksis diatermi yang disertai follow up selama 7-16 bulan.
Manajemen kapsul posterior
Jensen et al. (Ophthalmology2002; 109 (2) :324-7) melaporkan bahwa kapsulotomi
posterior lebih utama disarankan pada anak-anak yang melakukan ekstraksi katarak
dengan implantasi IOL pada segmen posterior (IOL PC) saat berusia kurang dari 6
tahun
Raina et al. (J Katarak Refract Surg 2004;. 30 (5) :1082-91) mencatat bahwa manfaat
dari IOL akrilik foldable dalam operasi katarak anak-anak dapat ditingkatkan dengan
cara menggabungkan IOL tersebut dengan kapsuloreksis posterior (PCCC), dengan atau
tanpa vitrektomi anterior, atau dengan menangkap optik IOL tersebut.
Hong et al. (Dapatkah J Ophthalmol 2009;. 44 (4) :441-3) mengamati bahwa
kapsulektomi posterior menggunakan 25-G vitrektomi dapat mencegah kekeruhan
sekunder pada axis visual (visual axis opacification/VAO) setelah operasi katarak
kongenital.
Sharma et al. (BMC Ophthalmol 2006;. 6:12), dalam sebuah studi secara prospektif,
acak, dan terkontrol, melaporkan bahwa zat warna trypan blue membantu pada
kapsuloreksis posterior dalam penangkapan optik pada AcrySof IOL dalam kasus-kasus
katarak pediatrik.
Manajemen vitreus anterior
Parveen et al. (J AAPOS 2010 14 Juli.. [Epub ahead of print]), dalam serangkaian kasus
yang prospektif, melaporkan bahwa bahan pengawet yang mengandung triamcinolone
asetonid bebas memberikan perbaikan pada vitreous selama operasi katarak anak,
Kepaniteraan Klinik Mata 9RSUD KudusFakultas Kedokteran Tarumanagara
Mellisa Sondramelia (406100123)Manajemen Katarak Kongenital
sehingga dapat dilakukan vitrectomy anterior secara menyeluruh dan lengkap. Tekanan
intraokular tidak terpengaruh, dan tidak tampak hasil pasca operasi yang merugikan.
Huang et al. (Br J Ophthalmol 2010;. 94 (8) :1024-7) menggunakan 25-G instrumen
untuk melakukan kapsulotomy pars plana dan vitrectomy anterior pada operasi katarak
pediatrik dan melaporkan bahwa teknik tersebut aman dan cukup efektif untuk
pengelolaan kapsul lensa posterior dan vitreous anterior pada operasi katarak anak.
Masalah yang Berkaitan dengan Lensa Intraokular
Lensa intraokular seperti apa yang harus diimplant?
Aasuri et al. (India J Ophthalmol 2006;. 54 (2) :105-9), dalam evaluasi perbandingan
lensa akrilik dengan lensa polimetil metakrilat (PMMA) dalam kasus pediatrik,
dilaporkan bahwa secara signifikan kasus kekeruhan kapsul posterior (PCO) dan
inflamasi uvea (uveitis) pasca operasi lebih sedikit terjadi pada lensa akrilik.
Rowe et al. (Br J Ophthalmol 2004;. 88 (4) :481-5) melaporkan bahwa dibandingkan
dengan lensa akrilik, PMMA IOLs secara bermakna dapat menyebabkan komplikasi
perioperatif. Mereka mencatat bahwa implantasi primer IOLs foldable akrilik yang
lembut pada mata anak memiliki kemungkinan komplikasi perioperatif yang lebih kecil
dibandingkan pemakaian IOLs PMMA yang kaku, sehingga implantasi primer IOLs
foldable akrilik yang lembut diperbolehkan untuk anak-anak.
Basti et al. (J Katarak Refract Surg 1999; 25 (6) :782-7.) mengadakan uji klinis secara
prospektif, acak, dan terkontrol, dilaporkan angka kejadian pembentukan deposit sel
inflamasi dengan permukaan heparin, lebih rendah pada mata PMMA IOLs. Mereka
menyimpulkan bahwa pada operasi katarak anak-anak IOLs tersebut memiliki
biokompatibilitas yang lebih besar dari IOLs yang tidak dimodifikasi.
Koraszewska-Matuszewska et al. (Klin Oczna 2003; 105 (5) :273-6) melaporkan bahwa
pada pasien usia sangat muda penggunaan IOLs modifikasi dengan permukaan heparin
Kepaniteraan Klinik Mata 10RSUD KudusFakultas Kedokteran Tarumanagara
Mellisa Sondramelia (406100123)Manajemen Katarak Kongenital
lebih menguntungkan dibandingkan lensa PMMA karena dapat mengurangi inflamasi
pasca operasi dan menunda kejadian PCO pada anak-anak.
Brar et al. (Clin Experiment Ophthalmol 2008;. 36 (7) :625-30), dalam sebuah studi
terkontrol secara acak, melaporkan bahwa operasi katarak pada anak-anak dengan
square-edge PMMA IOLs memberikan keuntungan secara signifikan dalam hal biaya
dibandingkan lensa akrilik dimana keduanya sama-sama memiliki kemungkinan
terjadinya PCO.
Nihalani et al. (J Katarak Refract Surg 2006;. 32 (9) :1527-34) melaporkan bahwa 1-
potong AcrySof IOL pada mata anak –anak dapat memberikan kejelasan axis visual
yang memuaskan, respon peradangan juga dapat diterima secara baik, dan centration
dapat tetap terjaga.
Beauchamp et al. (JAAPOS 2007; 11 (2) :166-9) membandingkan standar nontinted
IOL AcrySof akrilik foldable dengan IOL filtering yang bercahaya biru pada anak-anak.
Mereka melaporkan bahwa angka kejadian inflamasi transient terjadi lebih tinggi pada
pemasangan IOLs berwarna dibandingkan nontinted, namun gejala sisa peradangan
dalam jangka panjang kurang lebih keduanya sama, seperti kasus PCO.
Grueterich et al. (J Katarak Refract Surg 2008;. 34 (4) :591-5) melaporkan bahwa pada
mata remaja penyisipan ACRI Smart (46S) IOL melalui paracentesis sub-2.0 mm dapat
meminimalkan manipulasi.
Perhitungan Daya Lensa intraokular: Formula apa yang harus digunakan?
Mezer et al. (J Katarak Refract Surg 2004; 30:603-610) mengevaluasi hasil refraksi
pada pasien pediatrik yang menggunakan IOL dengan perhitungan menggunakan lima
formula (SRK, SRK II, SRK / T, Hoffer Q, dan Holladay). Mereka mengamati bahwa
untuk mencapai target refraksi pada pasien anak, daya IOL pada kelima formula belum
mencapai target yang memuaskan. Namun, rumus SRK menunjukkan prediksi refraksi
actual yang buruk sampai sedang, sedangkan rumus SRK II memberikan refraksi actual
yang baik.
Kepaniteraan Klinik Mata 11RSUD KudusFakultas Kedokteran Tarumanagara
Mellisa Sondramelia (406100123)Manajemen Katarak Kongenital
Neely et al. (JAAPOS 2005; 9 (2) :160-5) menganalisis prediksi kesalahan perhitungan
lensa pada anak-anak dengan menggunakan empat formula (SRK II, SRK / T, Holladay
I, dan Hoffer Q). Mereka mencatat bahwa pada teoritis perhitungan IOL menggunakan
formula yang lebih baru tidak sebaik model regresi yang lebih lama. Setiap formula
menunjukkan tingkat variabilitas yang tinggi, SRK II memiliki variabel paling sedikit
dan Hoffer Q yang paling variabel, khususnya pada kelompok anak bungsu dengan AL
kurang dari 19 mm.
Eibschitz et al. (Ophthalmology2007; 114 (2) :383-6) mencatat perbedaan yang
signifikan dalam prediksi kekuatan IOL antara Q Hoffer, Holladay I, dan SRK formula
II dalam jangkauan pediatrik AL dan nilai-nilai keratometry. Holladay I dan formula
Haigis menemukan kesamaan dalam prediksi kekuatan IOL mereka. SRK / T sebanding
dengan Holladay I dan formula Haigis, namun memiliki perbedaan yang tinggi dalam
nilai-nilai keratometri.
Kora et al. (Nippon Ganka Gakkai Zasshi 2002; 106:273-280) mengevaluasi keakuratan
prediksi refraksi yang menggunakan IOL dengan daya perhitungan empat formula
(SRK, SRK II, SRK / T, dan Holladay) pada pasien anak. Mereka menyimpulkan bahwa
semua formula itu kurang akurat pada pasien dengan AL ≤ 22 mm. Mereka juga
menemukan bahwa formula SRK memiliki prediksi refraksi preoperative terbaik
dibandingkan dengan SRK / T dan formula Holladay.
Tromans et al. (Br J Ophthalmol.2001; 85 (8) :939-41) mencatat kesalahan yang lebih
besar terjadi pada perhitungan daya IOL pada mata dengan AL <20 mm dan pada anak-
anak yang berusia kurang dari 36 bulan.
Nihalani et al. (Ophthalmology2010; 117 (8) :1493-1499) melaporkan bahwa Hoffer Q
merupakan formula dengan angka tertinggi yang dapat diterima oleh mata anak. Mereka
juga mencatat bahwa terdapat kemampuan koreksi yang paling rendah, kecuali dengan
metode Hoffer Q.
Kepaniteraan Klinik Mata 12RSUD KudusFakultas Kedokteran Tarumanagara
Mellisa Sondramelia (406100123)Manajemen Katarak Kongenital
Tujuan Refraksi
Dahan et al. (J Katarak Refract Surg 1997;. 23 Suppl 1:618-23), dalam sebuah
penelitian secara retrospektif, membagi anak-anak dalam dua kategori, yaitu :(1) anak-
anak usia < 2 tahun atau (2) anak usia > 2 tahun. Untuk kelompok pertama, dengan AL
dan pembacaan keratometri yang berubah cepat, mereka disarankan untuk undercorrect
sebesar 20%. Untuk kelompok kedua, dengan perubahan lambat dan lebih moderat,
mereka disarankan untuk undercorrect sebesar 10%.
Wilson et al. (J Katarak Refract Surg.2003; 29 (9) :1811-20) berdasarkan survei
ASCRS dan anggota JAAPOS pada tahun 2001. Mereka menyimpulkan bahwa
pembedahan yang paling baik untuk hyperopia moderat (3 D dan <7 D) dilakukan saat
bayi berusia 6 bulan dan untuk hyperopia ringan (<3 D) paling baik dilakukan saat bayi
bayi berusia 12 bulan.
Enyedi et al. (Am J Ophthalmol 1998;. 126:772-81) merekomendasikan tujuan
pascaoperasi, dimana operasi sebaiknya dilakukan pada waktu yang tepat sesuai
besarnya kelainan, untuk kelainan sebesar +6 D sebaiknya dilakukan saat usia 1 tahun,
+5 D saat usia 2 tahun, 4 D saat usia 3 tahun, +3 D saat usia 4 tahun, +2 D saat usia 5
tahun, +1 D saat usia 6 tahun, Plano saat usia 7 tua dan untuk -1 dan -2 D saat usia
diatas 8 tahun.
Crouch et al. (JAAPOS 2002; 6 (5) :277-82) merekomendasikan bahwa operasi dengan
kelainan refraksi < +4 D dilakukan sebaiknya saat usia 2 tahun, 2-3 D saat usia 2-4
tahun, 1-2 D saat usia 4-6 tahun dan sampai +1 D saat usia 6-8 tahun.
Multifokal lensa intraokular pada anak-anak
Lin et al. (Eye (Lond) 2010; 24 (6): 1107) melaporkan bahwa implantasi IOL secara
multifokal telah berhasil mengobati ambliopia dan dapat membentuk kembali
kepribadian pasien.
Jacobi et al. (Ophthalmology2001; 108 (8) :1375-80) mempelajari pasien anak-anak
usia 2-14 tahun yang telah melakukan tindak lanjut dari implantasi IOL multifokal lebih
dari 1 tahun. Mereka menemukan bahwa hanya 22% anak yang dilaporkan menggunaan
Kepaniteraan Klinik Mata 13RSUD KudusFakultas Kedokteran Tarumanagara
Mellisa Sondramelia (406100123)Manajemen Katarak Kongenital
koreksi dekat tambahan secara permanen. Anak-anak yang tersisa tidak diketahui
apakah menggunakan koreksi hanya untuk jarak jauh (44%) atau tanpa koreksi sama
sekali (33%). Disimpulkan bahwa implantasi IOL multifokal merupakan alternatif
untuk pseudophakia monofokal dalam kelompok usia ini.
Sutured intraocular lense pada anak-anak
Bardorf et al. (JAAPOS 2004; 8 (4) :318-24) melaporkan bahwa implantasi trans-sceral
sutured IOL aman dan efektif untuk memperbaiki aphakia pada mata anak-anak yang
memiliki kekuatan kapsul yang rendah.
Asadi et al. (Oftalmologi 2002; 109:2315-2324) menggambarkan hasil jangka panjang
dari fiksasi scleral pada implantasi IOLs segmen posterior (posterior chamber/PC) pada
anak-anak dan dilaporkan sering terjadi komplikasi.
Ganesh et al. (Kedokteran Laser Imaging Surg 2009; 40 (4) :354-60) mencatat bahwa
fiksasi scleral pada implantasi IOLs PC bermanfaat untuk anak-anak aphakia yang
sudah tidak memiliki kapsul posterior, yang tidak memiliki cara lain untuk rehabilitasi
visual.
Komplikasi
Kekeruhan Axis Visual: Metode pencegahan
Ram et al. (J Katarak Refract Surg.2003; 29 (8) :1579-84) melaporkan bahwa metode
pencegahan ini merupakan manajemen dari kapsul posterior yang lebih baik
dibandingkan dengan pemakaian IOL yang dapat mempengaruhi terjadinya PCO.
Dada et al. (Clin Experiment Ophthalmol 2000;. 28 (5) :361-3) mencatat bahwa aspirasi
lensa menggunakan heparin intracameral, yang dikombinasi dengan capsulorhexis
posterior primer dan capture-optik heparin disertai implantasi IOL, merupakan teknik
yang berguna untuk mencegah VAO sekunder pada katarak pediatrik.
Kepaniteraan Klinik Mata 14RSUD KudusFakultas Kedokteran Tarumanagara
Mellisa Sondramelia (406100123)Manajemen Katarak Kongenital
Koch et al. (Trans Am Soc Ophthalmol 1997;. 95:351-60) melaporkan bahwa
capsulorhexis posterior disertai vitrectomy anterior merupakan satu-satunya metode
yang efektif untuk mencegah atau menunda pembentukan katarak sekunder pada bayi
dan anak-anak.
Dixit et al. (J Katarak Refract Surg 2010;. 36 (9) :1494-1498) melaporkan bahwa
pemberian triamsinolon intracameral intraoperatif pada mata anak secara signifikan
akan mengurangi angka kejadian radang pada segmen anterior dan kekaburan axis
visual setelah operasi katarak dengan implantasi IOL dapat dicegah.
Raina et al. (J Pediatr Ophthalmol Strabismus.2002; 39 (5) :278-87) mencatat bahwa
PCCC dengan capture optik dari IOL pada segmen posterior dapat mencegah terjadinya
VAO sekunder walaupun tidak dilakukan vitrektomi.
Grieshaber et al. (J Katarak Refract Surg 2005;. 31 (5) :886-94) melaporkan bahwa
capsulotomy posterior dengan jeratan optik IOL telah terbukti merupakan prosedur
pembedahan yang aman dan efisien untuk mencegah PCO pada anak dengan katarak
bawaan. Mereka menyimpulkan bahwa hyaloid anterior yang intak tidak menyebabkan
kekeruhan kapsul yang berhubungan dengan jeratan optik, sehingga vitrectomy
bukanlah ditunjukkan untuk bayi dan anak di bawah 5 tahun.
Chen et al. (Zhonghua Yan Ke Za Zhi 2006;. 42 (5) :400-2) melaporkan bahwa capture
optik dari PC IOL bersifat aman dan efektif dalam pencegahan kekeruhan sekunder
yang bisa terjadi pada axis visual pada anak.
Tassignon et al. (J Katarak Refract Surg 2007;. 33 (4) :611-7) menyimpulkan bahwa
teknik kantong (bag-in-the lens) pada saat implantasi lensa pada anak-anak aman dan
dapat menjaga axis visual menjadi tetap jelas setelah operasi katarak.
Onol et al. (Can Ophthalmol.2008 J; 43 (6) :673-7) melaporkan bahwa lensectomy pars
plana pada teknik implantasi IOL pada anak-anak dengan metode double-kapsul
memiliki batasan waktu PCO dalam jangka panjang.
Kepaniteraan Klinik Mata 15RSUD KudusFakultas Kedokteran Tarumanagara
Mellisa Sondramelia (406100123)Manajemen Katarak Kongenital
Pengelolaan kekeruhan sumbu visual
Lam et al. (Clin Experiment Ophthalmol 2005;. 33 (5) :495-8) melaporkan bahwa
capsulotomy posterior menggunakan sistem 25-G vitrectomy bersifat aman dan efektif
dalam pengelolaan PCO pada anak-anak pseudophakia. Metode ini memberikan
kemudahan manipulasi dan alat yang lebih kecil dalam mata kecil.
Xie et al. (J Pediatr Ophthalmol Strabismus2008; 45 (6) :362-5) juga mencatat bahwa
kapsulektomi pars plana dan vitrektomi bersifat aman dan efektif dalam PCOs yang
tebal pada anak-anak pseudophakia.
Aktor et al. (JAAPOS 2006; 10 (2) :159-63) melaporkan bahwa Nd. YAG laser
capsulotomy merupakan pilihan yang dapat diterima untuk pengelolaan PCO pada
anak-anak setelah implantasi IOL AcrySof karena memberikan komplikasi yang sangat
minim.
Glaukoma
Vishwanath et al. (Br J Ophthalmol 2004;. 88 (7) :905-10) melaporkan bahwa
lensektomi bilateral yang dilakukan saat bayi berusia 1 bulan memiliki resiko glaucoma
yang lebih tinggi dibandingkan operasi yang dilakukan saat berusia >1 bulan. Mereka
menyarankan sebaiknya dilakukan penundaan operasi selama ± 4 minggu pada kasus
katarak bilateral.
Trivedi et al. (JAAPOS 2006; 10 (2) :117-23) menyimpulkan bahwa pasien yang
menjalani operasi katarak dengan atau tanpa implantasi IOL pada usia dini memiliki
risiko tinggi untuk terjadinya glaukoma.
Swamy et al. (Br J Ophthalmol.2007; 91 (12) :1627-30) melaporkan pada katarak
kongenital terjadinya glaukoma sekunder yang merupakan gejala sisa setelah operasi
penting untuk diperhatikan. Mereka menyimpulkan bahwa pasien ini perlu pengawasan
seumur hidup, seperti halnya pada kasus glaukoma yang terjadi setelah operasi pada
orang dewasa.
Kepaniteraan Klinik Mata 16RSUD KudusFakultas Kedokteran Tarumanagara
Mellisa Sondramelia (406100123)Manajemen Katarak Kongenital
Michaelides et al. (BMC Ophthalmol 2007;. 7:13) juga melaporkan bahwa pelaksanaan
operasi katarak bilateral pada awal stadium bertujuan untuk menghindari resiko
terjadinya glaukcoma akut. Mereka menyarankan agar kapsul posterior dibiarkan tetap
utuh untuk mengurangi kemungkinan terjadinya glaukoma akut.
Khan et al. (JAAPOS 2009; 13 (2) :166-9) mencatat bahwa berdasarkan penelitian
kohort operasi yang dilakukan pada usia 3-4 bulan dapat mengurangi risiko terjadinya
glaucoma akut.
Kirwan et al. (Acta Ophthalmol 2010;. 88 (1) :53-9) mencatat bahwa operasi untuk
katarak kongenital pada usia dini dapat meningkatkan resiko terjadinya glaukoma, baik
pada mata aphakia maupun pseudophakia.
Tatham et al. (Eye 2010 Apr 23 [Epub ahead of print]), dalam sebuah penelitian
retrospektif selama 20 tahun, mencatat bahwa terdapat faktor penting lainnya yang
dapat mempengaruhi resiko terjadinya glaukoma selain faktor usia saat dilakukannya
operasi.
Hubungan Katarak Kongenital dengan Anomali pada Mata Lainnya
Vasavada et al. (J Katarak Refract Surg 2009;. 35 (3) :519-28) menyatakan bahwa pada
pasien katarak kongenital dengan microphthalmus akan memberikan hasil visual yang
baik setelah dilakukannya intervensi bedah awal, dengan angka komplikasi pascabedah
yang serius yang masih dapat diterima; mata 10% memiliki kapsuloreksis anterior yang
tidak lengkap, 6,7% mengalami trauma iris, dan 6,7% memiliki ekstensi perifer tepi
pada jahitan kapsulektomi posterior. Komplikasi yang terjadi pasca operasi adalah
sinekia posterior 35,7%, glaukoma 30,9%, dan VAO mata 16,7%.
Yu et al. (Korea J Ophthalmol 2006;. 20 (3) :151-5) untuk meningkatkan hasil operasi
dan untuk menghindari komplikasi, direkomendasikan implantasi PC IOL sekunder
Kepaniteraan Klinik Mata 17RSUD KudusFakultas Kedokteran Tarumanagara
Mellisa Sondramelia (406100123)Manajemen Katarak Kongenital
pada pasien katarak pediatrik yang disertai adanya mikrokornea dan / atau
mikrophthalmus.
Mullner-Eidenbock et al. (J Katarak Refract Surg 2004;. 30 (3) :611-9) melaporkan
bahwa pada katarak kongenital yang disebabkan karena adanya pembuluh darah janin
yang persisten atau adanya sisa-sisa pembuluh darah janin, operasi katarak harus
dilakukan secara hati-hati karena berisiko tinggi disebabkan kapsul posterior yang sudah
ada sebelumnya mengalami disfungsi (tidak beraktivitas).
Kuhli-Hattenbach et al. (Am J Ophthalmol 2008;. 146 (1) :1-7) mencatat bahwa pasien
katarak kongenital dengan prediksi praoperatif yang sudah memiliki resiko tinggi,
seperti pembuluh darah janin persisten (PFV), memerlukan perawatan pasca-operasi
yang lengkap.
Khan et al. (Eye Contact Lens 2007;. 33 (4) :199-200) melaporkan bahwa pada katarak
dengan hiperplastik vitreus primer persisten (persistent hyperplactic primary vitreous/
PHPV) , setelah lensectomy dan vitrectomy anterior bisa terjadi emmetropisasi yang
disebabkan karena kornea yang terjal dan elongasi sumbu aksial.
Mullner-Eidenbock et al. (Ophthalmology2004; 111 (5) :906-13) melaporkan bahwa
kelainan dari bagian sentral dari kapsul posterior, seperti translucent opacity atau area
lenticonic yang hampir berlubang selama aspirasi lensa, dapat disebabkan oleh sisa-sisa
minimal PFV.
Kepaniteraan Klinik Mata 18RSUD KudusFakultas Kedokteran Tarumanagara