1
NASKAH PUBLIKASI
SEMANGAT BERDAKWAH BIL HIKMAH
(STUDI EKSPLORATIF TERHADAP MOTIVASI AKTIVIS
DAKWAH KAMPUS)
Oleh :
Guntur Gunawan
Emi Zulaifah
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2008
2
NASKAH PUBLIKASI
SEMANGAT BERDAKWAH BIL HIKMAH
(STUDI EKSPLORATIF TERHADAP MOTIVASI AKTIVIS
DAKWAH KAMPUS)
Telah Disetujui Pada Tanggal
Dosen Pembimbing Utama
(Emi Zulaifah, Dra., M. Sc)
3
SEMANGAT BERDAKWAH BIL HIKMAH
(STUDI EKSPLORATIF TERHADAP MOTIVASI AKTIVIS DAKWAH
KAMPUS)
Guntur Gunawan Emi Zulaifah
INTISARI
Dengan menggunakan desain penelitian kualitatif grounded theory, penelitian ini bertujuan untuk memahami fenomena semangat berdakwah bil hikmah pada mahasiswa yang berkiprah sebagai aktivis da’wah kampus
Subjek penelitian ini enam orang mahasiswa yang statusnya aktif secara akademik terdiri dari 50% pria dan 50% wanita dengan karakteristik beragama Islam, berusia antara 20 sampai 24 tahun, terdaftar dan aktif di lembaga dakwah kampus atau LDK, memiliki pengalaman sebagai pengurus lembaga dakwah kampus.
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam atau indepth interview. Data dianalisis dengan teknik analisis tematik dengan langkah-langkah berupa penggolongan tema-tema untuk kemudian memasukkannya ke dalam sub kategori dan kategori serta mengintegrasikanya. Selanjutnya diperoleh model yang menggambarkan fenomena para aktivis dakwah dalam menjaga semangat berdakwah bil hikmah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa semangat berdakwah bil hikmah ini muncul dari beberapa faktor yaitu niat karena Allah, adanya kewajiban berdakwah sesama manusia dan adanya role model yang mempunyai karakteristik yang kuat seperti sabar, tidak mamaksakan dan tulus.
Untuk bisa menjaga semangat berdakwah bil hikmah ini terdapat enam komponen yang membentuknya. Komponen yang pertama adalah faktor konteks situasional yaitu adanya orientasi keislaman yang dilaksanakan oleh pihak kampus berupa kegiatan-kegiatan keislaman. Kemudian kondisi masyarakat yang masih belum mengenal Islam secara menyeluruh seperti kurangnya pengetahuan dasar tentang ajaran Islam. Adanya kebutuhan regenerasi organisasi dakwah agar nantinya kegiatan dakwah yang dilakukan akan terus berlangsung dari tahun ke tahun.
Komponen pembentuk yang kedua adalah adanya dukungan sosial yang berasal dari keluarga baik berupa dukungan emosional maupun dukungan material. Dukungan sosial juga berasal dari masyarakat dan teman berupa pengakuan atas eksistensi diri serta partisipasi dalam kegiatan keagamaan.
Komponen yang ketiga adalah tantangan dalam berdakwah. Di dalam aktivitasnya, aktivis dakwah kampus selalu dihadapkan dengan berbagai situasi yang menantang baik dari internal maupun eksternal. Hambatan ini berupa naik turunnya keimanan, kemampuan komunikasi, masalah organisasi serta manajemen diri.
Komponen yang keempat adalah ketrampilan dalam mengatasi tantangan. Dengan adanya tantangan, aktivis dakwah kampus memiliki kesempatan untuk mengatasi tantangan-tantangan tersebut, seperti
4
mendekatkan diri kepada Allah, introspeksi diri, mendatangi orang-orang sholeh, memperbanyak ibadah sunnah, memperbaiki komunikasi antara anggota dan bidang, serta membuat kegiatan bersama.
Komponen yang kelima adalah strategi dalam berdakwah bil hikmah berupa dakwah personal dan dakwah melalui organisasi. Dakwah personal dilakukan dengan silaturahmi dan mengajak orang lain secara langsung kepada kebaikan. Kemudian dakwah organisasi melalui lembaga dakwah kampus dengan mengadakan kegiatan-kegiatan keislaman berupa pengajian, kajian, outbond, rihlah, serta mentoring.
Komponen keenam yang terungkap adalah adanya tujuan/outcome yang jelas dan spesifik yang ingin dicapai dari dakwah bil hikmah yaitu berupa usaha untuk perbaikan diri serta masyarakat sekitar secara terus-menerus sesuai tuntunan Islam dengan mengajak orang lain untuk ikut dan merasakan indahnya Islam. Dakwah menjadi sarana untuk mengembangkan potensi diri, serta profesionalitas antara kuliah dan semangat berdakwah.
Setelah melalui proses mencapai tujuan dakwah tersebut, ternyata ada hubungan saling mempengaruhi dan saling menguatkan antara tujuan menegakkan agama Allah dengan semangat berdakwah bil hikmah. Karena pada akhirnya tujuan dakwah tadi akan selalu menguatkan semangat berdakwah bil hikmah dan dengan semangat berdakwah bil hikmah pulalah tujuan dakwah akan bisa tercapai. Begitu pula dengan tujuan berdakwah dengan faktor pendorong ada proses menguatkan diantaranya. Proses ini berjalan secara terus-menerus secara berulang-ulang
Kata kunci : Semangat berdakwah bil hikmah, Aktivis dakwah kampus
5
Pengantar
Latar Belakang Masalah
Mahasiswa Aktivis selalu identik dengan demonstrasi turun ke jalan,
menyuarakan dan membela kepentingan rakyat. Mahasiswa adalah aktor-aktor
penting kebangkitan bangsa. Di belahan bumi mana pun, mahasiswa selalu tampil
sebagai agen pembaharu. Sikap kritis dan kepedulian terhadap kondisi riil
masyarakat terus dimiliki mahasiswa sehingga tak segan-segan melakukan
pengorbanan demi kejayaan bangsanya. Tentu kita masih ingat peristiwa 1966.
Pada waktu itu mahasiswa meneriakkan Tritura dan berimbas pada kejatuhan
Soekarno dari tampuk kepemimpinan. Tidak jauh berbeda saat Mei 1998, di mana
mahasiswa begitu heroiknya menyuarakan reformasi. Sumpah Pemuda 1928 dan
Proklamasi 1945 juga tak telepas dari peran kaum intelektual muda saat itu
(www.kabarindonesia.com.22/05/08)
Namun mahasiswa aktivis di balik sikap kritis dan kepedulianya, juga
identik dengan nilai akademis yang rendah atau sering mendapat gelar nasakom
(nasib satu koma), bolos kelas, sering terlambat masuk kelas, kuliah yang tidak
beres, jarang hadir di kerja kelompok, tidak lulus mata kuliah (www. Mayapala.
com.29/02/08/). Masa studi yang lama juga selalu melekat dalam jati diri
mahasiswa aktivis. Ancaman droup out selalu menghampiri setiap mahasiswa
aktivis. Tak jarang sebutan mapala (mahasiswa paling lama) atau mahasiswa
abadi selalu lekat dengan citra mahasiswa aktivis. Mahasiswa aktivis juga sering
digambarkan sebagai mahasiswa yang aktif diorganisasi tetapi ber-IPK rendah
dari rata-rata. Sedangkan mahasiswa non-aktivis sering digambarkan dengan
6
mahasiswa yang selalu ber-IPK baik, diatas rata-rata, tapi tak punya kepedulian
dengan hal-hal diluar akademis. Apa yang telah disebutkan di atas tadi
menyebabkan munculnya pandangan negatif mengenai aktivis lembaga
kemahasiswaan dan bahkan terhadap lembaga kemahasiswaan itu sendiri. Aktivis
itu identik dengan pengangguran, kurang kerjaan, malas kuliah. Secara tidak
langsung, kredibilitas lembaga kemahasiswaan pun menjadi turun di mata
mahasiswa. Sederhananya, bagaimana mungkin mahasiswa bisa percaya terhadap
mereka yang duduk di lembaga kemahasiswaan, apabila di kelas (kegiatan
perkuliahan) saja mereka tidak mampu menunjukkan bahwa mereka adalah
mahasiswa yang baik dan layak untuk menjadi wakil mahasiswa di lembaga
kemahasiswaan (www. mayapala. com.29/02/08/).
Namun tidak semua mahasiswa aktivis identik dengan hal yang negatif
seperti yang dituliskan oleh penulis di atas. Ada golongan mahasiswa aktivis yang
ternyata akademisnya luar biasa, minimal rata-rata memuaskan, lulus tepat pada
waktunya, bahkan mendapat penghargaan dalam bidang akademis. Hal ini tidak
hanya berlaku pada sisi akademis saja, melainkan pada sisi aktivitasnya sebagai
mahasiswa aktivis juga terlaksana dengan baik. Mahasiswa aktivis ini adalah
aktivis dakwah kampus. Aktivis dakwah kampus adalah mahasiswa yang aktif
berdakwah melalui lembaga dakwah di kampus. Dakwah yang dilakukan adalah
mengajak seluruh civitas akademika yang ada di kampus untuk lebih memahami
dan merasakan indahnya Islam. Aktivis dakwah kampus juga konsisten dalam
memperjuangkan masalah sosial dan perbaikan kehidupan masyarakat baik
tingkat nasional maupun internasional. Berbagai macam aksi dan kegiatan
7
dilakukan untuk mewujudkan pencapaian tujuan dakwah secara umum, yakni:
transformasi menuju masyarakat Islami (Fathurrahman, 2004) .
Terungkap dalam wawancara pra penelitian pada tujuh responden
mahasiswa sebuah perguruan swasta di Yogyakarta bahwa dakwah sangat penting
dilakukan karena masih banyak orang yang belum memahami Islam secara
menyeluruh. Para responden menyatakan dengan adanya peran dari aktivis
dakwah kampus walaupun hanya sedikit akan tetapi memberikan pengaruh yang
banyak. Seperti adanya kegiatan-kegiatan di mushola atau masjid kampus. aktivis
dakwah kampus juga menjadi contoh bagi mahasiswa lainnya. Karena disamping
beraktivitas sebagai da’i, secara akademik aktivis dakwah kampus juga dapat
dijadikan contoh. Aktivis dakwah kampus ini bergerak dalam satu wadah yaitu
lembaga dakwah kampus. Saat ini sudah banyak bermunculan lembaga dakwah
kampus di seluruh nusantara yakni dimulai pada tahun 1998 atau yang sering
disebut fase anak mushola (Sandhiyudha, 2006). Hal ini dibuktikan dengan
semaraknya kegiatan keagamaan di berbagai kampus yang dikelola oleh lembaga
dakwah kampus. Sebagai contoh kampus Universitas Islam Indonesia sudah
mempunyai lembaga dakwah kampus sejak tahun 1999 dengan nama Korps
Dakwah Universitas Islam Indonesia yang kemudian sering dikenal sebagai
KODISIA. Berbagai macam kegiatan dakwah dan sosial telah dilaksanakan.
Menurut data dari bidang pengembangan sumber daya manusia KODISIA, jumlah
anggota mereka hingga saat ini sebanyak 361 orang (per-Juni 2007). Total
keseluruhan dari tahun 1999-2007 sebanyak 723 orang (PSDM KODISIA).
Keberadaan lembaga dakwah kampus semakin kuat dengan terbentuknya suatu
8
forum bersama yaitu kumpulan dari beberapa lembaga dakwah kampus di bawah
naungan forum silahturahmi lembaga dakwah kampus atau yang disingkat dengan
FSLDK.
Masjid atau mushola kampus adalah rahim dari para aktivis dakwah
kampus yang siap diterjunkan di medan dakwah yang karakteristiknya sangatlah
berliku-liku penuh dengan kesusahan dan kesulitan namun harapannya pada saat
ending dari perjalannan dakwah ini adalah Ridho Allah SWT berupa jannah atau
syurga, sebuah tempat yang diidam-idamkan bagi para aktivis dakwah kampus
(Rakhmat dan Najib, 2001).
Menurut Dzakiey (2007), secara fitrah manusia mempunyai motivasi
spiritual yaitu dorongan fitrah manusia untuk memenuhi kebutuhan ruhaninya.
Seperti, mengharapkan keridhaan, kecintaan dan perjumpaan dengan penciptanya
Zat Yang Maha Pencipta yang telah menciptakan dirinya dan mencukupkan
kebutuhan-kebutuhan yang menunjang kehidupanya. Manusia diturunkan di muka
bumi dijadikan Allah sebagai khalifah dan beribadah kepada Allah. Dalam rangka
menjalankan tugas-tugas inilah dakwah tidak dapat dipisahkan dari tugas-tugas ini
yaitu menegakkan Kalimatullah di bumi Allah ini.
Hal ini menjadi menarik untuk dikaji oleh peneliti bahwa di dunia barat,
peran penyebar agama dilakoni oleh para pendeta atau para misionaris sedangkan
di Indonesia yang mayoritas Islam siapapun bisa mempunyai peran menjadi
penyebar agama. Hal ini didukung oleh teori church theory dari Weber dan
Troelsch (Aziz, 2006) bahwa di dalam agama protestan ada pemisahan yang suci
9
dan yang sekuler termasuk pemisahan politik dan agama. Berbeda dengan Islam
tidak ada pemisahan seperti ini.
Yang tidak bisa kita pungkiri adalah status mahasiswa sebagai penuntut ilmu
selalu melekat pada diri aktivis dakwah kampus, mau tidak mau para aktivis
dakwah kampus ini harus bisa memberikan porsi yang proposional antara
statusnya sebagai mahasiswa yang mempunyai kewajiban menuntut ilmu dengan
cita-citanya sebagai penyeru dakwah. Apalagi pada saat ini dakwah bagi kalangan
mahasiswa pada umumnya sangat tidak populer karena sebagian besar masyarakat
memahami dakwah adalah tanggung jawab para da’i dan para alim ulama saja
(Maskyur, 2005). Hal inilah yang banyak membuat permasalahan sekaligus
tantangan dalam diri aktivis dakwah kampus. Permasalahan dan tantangan
tersebut dapat kita jabarkan menurut Thahan (2001) sebagai berikut:
1. Dari dalam diri mahasiswa
a. Pembagian waktu antara kuliah dan dakwah
b. Faktor ekonomi keluarga dan tingginya biaya kuliah menyebabkan
mahasiswa harus segera menyelesaikan masa kuliahnya sehingga
mahasiswa tidak dapat berinteraksi dengan permasalahan agama, umat dan
negara.
2. Dari lingkungan
a. masyarakat yang tidak mendukung dakwah
b. mahasiswa yang apatis
10
c. situasi politik, seperti kebijakan yang tidak berpihak kepada kebebasa,
berkekpresi dalam hal ini mengekspresikan kegiatan keagamaan seperti
era ORBA.
d. isu global yaitu terorisme yang sengaja dihembuskan oleh kaum imperialis
barat dalam hal melemahkan umat islam. Dampak yang nyata terjadi
adalah kecenderungan mencurigai Islam yang disamakan sebagai teroris
sehingga dalam penyebarannya nanti akan menimbulkan penolakan-
penolakan.
Hal inilah yang membuat peneliti tertarik mengambil topik ini. Faktor
–faktor apa saja yang membuat aktivis dakwah bersedia terjun ke dunia dakwah?
Lalu faktor apa pula yang membuat para aktivis dakwah tetap bertahan
menjalankan dakwah di kampus dengan segudang tantangan dan hambatan yang
akan dihadapinya.
Metode Penelitian
Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini mengambil enam orang responden sebagai subjek penelitian
dan menggunakan wawancara sebagai metode pengumpulan data. Wawancara
adalah pertemuan antara dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya
jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suau topik tertentu
(Esterberg dalam Sugiyono, 2005).
Metode Analisis Data
Analisis data dalam penelitian kualitatif adalah proses mencari dan
menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan
11
lapangan, dan dokumentasi, dengan cara mengkoordinasikan data kedalam
kategori, menjabarkannya kedalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun
kedalam pola, memilih mana yang penting dan akan dipelajari dan membuat
kesimpulan sehingga mudah difahami oleh diri sendiri maupun orang lain
(Sugiyono, 2005). Jorgensen (Poerwandari, 2005) menjelaskan yang dimaksud
analisis adalah memecah, memisahkan, atau menguraikan materi penelitian ke
dalam potongan-potongan, bagian-bagian, elemen-elemen atau unit-unit. Setelah
data dipecah, peneliti memilah dan menyaring data untuk memperoleh tipe, kelas,
pola atau gambaran yang menyeluruh.
Hasil Penelitian
Setelah melakukan proses pengumpulan data dengan wawancara dengan
seluruh responden ditemukan hasil penelitian seperti yang digambarkan melalui
bagan berikut ini :
12
13
Pembahasan
Berdasarkan model gambar dapat dijelaskan bahwa dinamika psikologis
fenomena semangat berdakwah bil hikmah dimana terdapat 7 komponen yang
terlibat dalam proses pembentukannya yaitu, faktor pendorong, strategi dakwah,
tujuan dakwah, konteks situasional, dukungan sosial, tantangan dalam berdakwah
serta kiat mengatasi tantangan. Ketujuh komponen tersebut sangat erat kaitannya
dalam pembentukan mengapa mahasiswa berdakwah dan bertahan di dalamnya
dengan semangat berdakwah sepanjang hayat melalui dakwah bil hikmah sebagai
fenomena utama
Lebih lanjut, pola antar hubungan faktor itu dapat dijelaskan demikian:
Dimulai dari faktor pendorong, faktor pendorong ini terdiri dari niat karena
Allah, kewajiban setiap manusia serta adanya role model. Ketiga faktor ini yang
mendasari atau yang menyebabkan mahasiswa terjun berdakwah, karena mereka
meyakini bahwa dakwah adalah kewajiban setiap manusia dan dilakukan atas
dasar niat karena Allah, takut karena Allah dan ingin mendapatkan ridho Allah.
Menurut Jalaluddin (2007), agama berpengaruh sebagai motivasi dalam
mendorong individu untuk melakukan suatu aktivitas, karena perbuatan yang
dilakukan dengan latar belakang keyakinan agama dinilai mempunyai unsur
kesucian, serta ketaatan. Agama juga sebagai nilai etik yang membatasi mana
yang benar dan mana yang salah, agama juga sebagai pemberi harapan bagi orang
yang melaksanakannya karena ada harapan terhadap pengampunan, kasih sayang
dari sesuatu yang ghaib (supernatural)
14
Role model sendiri adalah perwujudan dari dakwah, karena dengan adanya
orang yang mempunyai akhlaq yang baik maka mendorong orang lain berbuat
yang sama dalam hal ini berdakwah. Hal ini terjadi karena tidak hanya interaksi
antara individu dan lingkungannya saja yang mempengaruhi perilaku, tetapi
perilaku juga akan mempengaruhi individu dan lingkungannya (Walgito 2005).
Ketiga faktor pendorong tadi membuat para responden mempunyai semangat
berdakwah sepanjang hayat yang diwujudkan melalui dakwah bil hikmah yakni
menyampaikan dakwah dengan cara yang arif bijaksana, yaitu melakukan
pendekatan sedemikian rupa sehingga pihak obyek dakwah mampu melaksanakan
dakwah atas kemauannya sendiri, tidak merasa ada paksaan, tekanan maupun
konflik. Dengan kata lain dakwah bil al-hikmah merupakan suatu metode
pendekatan komunikasi dakwah yang dilakukan atas dasar persuasif. Dakwah bil
hikmah yang dilakukan oleh aktivis dakwah kampus diwujudkan dengan dua
strategi yaitu dakwah personal dan dakwah organisasi. Dakwah personal adalah
mengajak orang lain menuju kebaikan dengan sendiri-sendiri. Syaikh Ali Mahfuz
(Jumantoro, 2001) menuliskan bahwa dakwah adalah mendorong manusia untuk
melakukan kebaikan dan mengikuti petunjuk, memerintahkan berbuat ma’ruf dan
mencegahnya dari perbuatan mungkar agar memperoleh kebahagiaan dunia dan
akhirat. Hal ini ditegaskan dalam Al-Qur’an surat Al-Imron 104 : “ dan
hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan,
menyuru pada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, merekalah orang-
orang yang beruntung”. Sedangkan Jumantoro (Masykur, 2005) sendiri
mendefinisiskan dakwah sebagai daya upaya menyebarluaskan ajaran agama
15
Islam dengan segala lapangan kehidupan manusia untuk mendapatkan
kebahagian hidup di dunia dan di akhirat. Bentuk dakwah ini berupa dakwah
fadiyah, halaqoh, mengajak solat dan besilahturahmi
Kemudian dakwah organisasi. Dakwah ini dilakukan menggunakan
lembaga dakwah kampus. Secara garis besar memang tidak ada bedanya dengan
organisasi biasa namun yang membedakan adalah orientasi. Orientasi lembaga
dakwah kampus adalah dakwah, Menurut Fathurrahman (2004), dakwah kampus
adalah implementasi dakwah Ilallah dalam lingkup perguruaan tinggi.
Dimaksudkan untuk menyeru civitas akademika sebagai objek dakwah ke jalan
Islam dengan memanfaatkan sarana formal dan informal yang ada di dalam
kampus. Dakwah kampus bergerak di lingkungan masyarakat ilmiah yang
mengedepankan intelektual dan profesionalisme. Aktivitas dakwah kampus
merupakan tiang dari dakwah secara keseluruhan, puncak aktivitasnya serta
medan yang paling banyak hasil dan pengaruhnya dalam masyarakat. Bentuk
dakwah organisasi ini adalah kajian, pengajian, mentoring atau pengajian
kelompok kecil, PHBI, training-training, outbond dan rihlah
Kemudian proses dakwah ini terjadi dalam beberapa konteks situasional.
Konteks situasional yang dimaksud adalah situasi tempat atau lingkungan yang
memunculkan proses semangat berdakwah bil hikmah. Konteks ini berupa adanya
orientasi keislaman di fakultas, kemudian adanya kondisi masyarakat kampus
yang masih belum memahami Islam secara menyeluruh, lalu adanya kebutuhan
organisasi dakwah yaitu proses regenerasi untuk menjamin konsistensi dakwah
setiap tahunnya. Artinya para aktivis dakwah melakukan proses rekrutmen,
16
penjagaan, pengkaryaan atau kaderisasi untuk meregenerasi dirinya agar proses
dakwah tetap berjalan. Kemudian konteks yang terakhir adalah adanya lembaga
dakwah kampus sebagai sarana melaksakan dakwah kampus. Menurut
Fathurrahman (2004), dakwah kampus adalah implementasi dakwah Ilallah dalam
lingkup perguruaan tinggi. Dimaksudkan untuk menyeru civitas akademika
sebagai objek dakwah ke jalan Islam dengan memamfaatkan sarana formal dan
informal yang ada di dalam kampus. Dakwah kampus bergerak di lingkungan
masyarakat ilmiah yang mengedepankan intelektual dan profesionalisme.
Proses semangat berdakwah bil hikmah ini juga dipengaruhi oleh
dukungan sosial. Dukungan ini berasal dari keluarga, teman, serta lingkungan.
Ketiga komponen ini sangatlah kuat meningkatkan keyakinan para aktivis dakwah
untuk terus bersemangat berdakwah bil hikmah. Hal ini dibuktikan dengan
banyaknya keluarga, teman serta lingkungan menempatkan sosok aktivis dakwah
kampus ini di tempat yang terhormat, menjadi contoh, menjadi tauladan, tempat
bertanya hal ini adalah sebuah pengakuan atas eksistensi aktivis dakwah kampus.
Yang ini semua memicu semangat para aktivis untuk terus meningkatkan
kemampuan berdakwah serta semakin meneguhkan keyakinan untuk semangat
berdakwah bil hikmah. Maslow (Jalaluddin, 2007)) mengemukakan “Need
Hierarchy Theory” pada kebutuhan aktualisasi diri (Self actualization needs).
Kebutuhan ini mengarah pada dorongan individu untuk mengembangkan
kemampuan yang dimiliki dirinya agar maksimal. Hal ini juga dilakukan oleh para
aktivis dakwah kampus untuk melakukan dan mengembangkan kemampuan
berdakwah yang dimilikinya agar maksimal. Dan yang menarik adalah pencapaian
17
aktivis dakwah kampus pada tahap self actualization pada tingkat usia yang masih
muda. Hal ini melampaui apa yang di kemukakan Maslow bahwa untuk mencapai
tahap tahap ini terdapat pada kelompok usia dewasa akhir. Namun ini harus bisa
ditelaah secara mendalam dalam penelitian yang lain.
Dalam menjalankan strategi dakwah ini para aktivis dakwah tidaklah
selalu lancar. Banyak tantangan-tantangan yang membuat aktivitas dakwah
terganggu. Tantangan itu ada dua macam. Yang pertama adalah tantangan
internal berupa kondisi keimanan yang naik turun, masalah kemampuan
komunikasi yang tidak baik, kemudian masalah manajemen diri, seperti
manajemen waktu, manajemen prioritas. Yang kedua adalah tantangan eksternal
berupa masalah internal organisasi seperti masalah komunikasi antar bidang,
kemudian masalah interpersonal anggota, dan masalah kebijakan kampus yang
terkadang menyulitkan seperti jadwal kuliah yang ketat. Hal inilah yang
menghambat aktivis dakwah kampus untuk bergerak.
Seiring dengan banyaknya tantangan, para aktivis memiliki ketrampilan
mengatasi tantangan tersebut, sehingga melancarkan kembali aktivitas dakwah
mereka. Hal-hal yang dilakukan seperti meluruskan niat, memperbanyak amalan-
amalan, mendekatkan diri dengan Allah, belajar memperdalam ilmu lalu untuk
masalah eksternal dengan mengkomunikasikan tiap bidang, saling menasehati,
silaturahmi. Kesemuanya membuat hambatan tidak begitu berarti bagi aktivis
dakwah kampus.
Akhirnya sampailah pada hasil dan tujuan dari semangat berdakwah bil
hikmah yang dilakukan oleh para aktivis dakwah kampus. Tujuan dan hasil ini
18
berupa tujuan dan hasil pribadi, tujuan dan hasil organisasi, tujuan dan hasil
masyarakat, dan tujuan dan hasil agama. Tujuan dan hasil pribadi ini berupa
perbaikan diri, dengan berdakwah aktivis dakwah kampus senantiasa
memperbaiki diri dari waktu ke waktu. Dakwah juga merupakan salah satu cara
untuk mengisi dan mengasah potensi diri aktivis dakwah kampus. Dengan dakwah
aktivis dakwah kampus mampu meningkatkan kemampuan komunikasi,
kemampuan kepemimpinan. Dakwah juga membentuk sikap profesionalisme
dalam diri aktivis dakwah kampus. Walaupun berdakwah, aktivis dakwah kampus
tetap beprestasi dalam bidang akademik tanpa harus meninggalkan dakwah.
Aktivis dakwah kampus menyadari bahwa kuliah dan dakwah tidak harus
dibenturkan, justru bisa mendukung satu sama lain. Sehingga aktivis dakwah
kampus dituntut profesional baik dalam berdakwah maupun dalam bidang
akademik sebagai mahasiswa pada umumnya.
Tujuan dan hasil selanjutnya adalah tujuan dan hasil organisasi berupa
proses regenerasi para aktivis dakwah yang berkesinambungan. Hal ini dilakukan
agar nantinya kegiatan dakwah kampus terus berjalan sepanjang masa. Lalu tujuan
masyarakat adalah memperbaiki masyarakat nantinya agar sesuai dengan nilai-
nilai Islam.
Sedangkan yang terakhir berupa tujuan agama yaitu menegakkan agama
Allah seiriing tugas manusia sebagai khalifah di muka bumi. Menurut hasil
disertasinya mengenai “Studi tentang Elemen Psikologi dari Al-Quran”,
Baharuddin (2007) mengungkapkan bahwa kebutuhan dasar manusia terbagi
dalam enam tingkatan. Peneliti tidak akan membahas keenamnya, hanya akan
19
mengambil kebutuhan perwujudan diri/aktualisasi diri. Kebutuhan ini berada
dalam dimensi jiwa “al-Ruh” yang memiliki sifat dasar spiritual. Kebutuhan ini
berada pada tingkatan kelima. Eksistensi manusia di muka bumi merupakan
‘wakil’ (khalifah) Allah. Untuk itu, manusia telah dibekali dengan sejumlah
potensi. Potensi utama, dalam hal ini adalah al-ruh yang berasal secara langsung
dari Allah. Sebagai potensi ia berusaha untuk menjadi aktual sebagai khalifah
sejalan dengan tingkat perkembangan jiwa manusia secara keseluruhan. Dengan
kata lain khalifah merupakan puncak tingkat tertinggi perkembangan kemanusiaan
manusia di muka bumi. Untuk itu manusia harus menguasai ilmu pengetahuan,
sains, dan teknologi. Serta kebutuhan akan keyakinan/agama/ibadah kebutuhan ini
berada dalam dimensi jiwa “al-Fitrah” yang memiliki sifat dasar suci (Quds).
Kebutuhan ini berada pada tingkatan keenam, yaitu tingkatan tertinggi dan
terakhir. Bentuk kebutuhan pada agama dalam hal ini diartikan sebagai kebutuhan
beribadah sebagai salah satu tuhan manusia. Allah dalam Al-Quran surat al-
Zariyat ayat 56 berfirman :
“… tidak Ku-ciptakan jin dan manusia, kecuali untuk beribadah kepada-Ku.”
Tugas beribadah ini berhubungan erat dengan tugas sebagai khalifah.
Ibadah sebagai implementasi hubungan vertikal, sedangkan khalifah sebagai
implementasi hubungan ke bawah dengan alam. Ibadah merupakan implementasi
ketundukan dan kepatuhan kepada atasan, sementara khalifah merupakan
implementasi kekuasaan yang bertanggung jawab dan pengelolaan. Melalui
dakwah, para aktivis dakwah berusaha untuk menjadi khalifah di muka bumi ini.
20
Setelah mencapai tujuan dakwah tersebut, ternyata ada hubungan saling
mempengaruhi dan saling menguatkaan antara tujuan berdakwah dengan ternyata
ada hubungan saling mempengaruhi dan saling menguatkan antara tujuan dan
hasil berdakwah dengan semangat berdakwah bil hikmah. Karena pada akhirnya
tujuan dakwah tadi akan selalu menguatkan semangat berdakwah bil hikmah dan
dengan semangat berdakwah bil hikmah pulalah tujuan dakwah akan bisa tercapai.
Begitu pula dengan tujuan dan hasil berdakwah dengan faktor pendorong ada
proses menguatkan diantaranya. Karena pada dasarnya aktivis dakwah kampus
memperjuangkan menegakkan agama Islam yang dalam hal ini terdapat juga pada
faktor yang mendorong aktivis dakwah kampus untuk berdakwah bil hikmah.
Proses ini berjalan secara terus-menerus secara berulang-ulang.
Demikianlah penelitian ini menggambarkan dinamika psikologis fenomena
semangat berdakwah bil hikmah pada mahasiswa sebagai aktivis dakwah kampus.
Gambaran ini juga menjelaskan bagaimana proses tersebut terjadi dan faktor-
faktor apa saja yang membangun proses tersebut terjadi.
Penelitian ini masih banyak memiliki kekurangan, diantaranya proses
pemilihan sample yang masih kurang banyak serta wawancara yang dilakukan
masih kurang mendalam, sehingga masih ada pertanyaan-pertanyaan dalam
interview guide yang belum tergali secara optimal. Belum adanya data dari
significant other untuk memperdalam penelitian serta analisis yang lebih matang.
21
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, Berdasarkan model gambar dapat dijelaskan
bahwa dinamika psikologis fenomena semangat berdakwah bil hikmah dimana
terdapat 7 komponen yang terlibat dalam proses pembentukannya yaitu, faktor
pendorong, strategi dakwah, tujuan dakwah, konteks dakwah, dukungan sosial,
tantangan dalam berdakwah serta kiat mengatasi tantangan. Ketujuh komponen
tersebut sangat erat kaitannya dalam pembentukan mengapa mahasiswa
berdakwah dan bertahan di dalamnya dengan semangat berdakwah sepanjang
hayat melalui dakwah bil hikmah sebagai fenomena utama
Dari faktor pendorong berupa niat karena Allah, menjadikan dakwah
sebagai kewajiban manusia, serta adanya role model, membentuk semangat
berdakwah sepanjang hayat. Semangat ini juga dipengaruhi beberapa hal yaitu
adanya konteks situasional kemudian adanya dukungan sosial. Untuk
mewujudkan cita-cita dakwah atau tujuan dakwah maka dibuatlah strategi-strategi
dakwah dimana dalam perjalanannya sering menemui banyak hambatan, baik
hambatan yang berasal dari internal ataupun dari eksternal. Kehadiran hambatan
ini membuat para aktivis dakwah kampus memiliki ketrampilan mengatasi
hambatan tersebut sehingga strategi dakwah dapat berjalan lancar demi
terwujudnya tujuan dakwah. Setelah melalui proses mencapai tujuan dakwah
tersebut, ternyata ada hubungan saling mempengaruhi dan saling menguatkan
antara tujuan berdakwah dengan semangat berdakwah bil hikmah. Karena pada
akhirnya tujuan dakwah tadi akan selalu menguatkan semangat berdakwah bil
hikmah dan dengan semangat berdakwah bil hikmah pulalah tujuan dakwah akan
22
bisa tercapai. Begitu pula dengan tujuan dan hasil berdakwah dengan faktor
pendorong ada proses menguatkan diantaranya. Karena pada dasarnya aktivis
dakwah kampus memperjuangkan menegakkan agama Islam yang dalam hal ini
terdapat juga pada faktor yang mendorong aktivis dakwah kampus untuk
berdakwah bil hikmah. Proses ini berjalan secara terus-menerus secara berulang-
ulang.
Saran
1. Bagi Responden
Aktivis dakwah kampus diharapkan tetap terus menjaga konsistensi
dalam berdakwah, agar nantinya akan terwujud cita-citanya yaitu menjadikan
Islam sebagai rahmatan lil a’lamin. Dan juga hendaknya para aktivis dakwah
kampus bisa mengatur waktu dan prioritas dengan baik ditengah padatnya
kegiatan dakwah
2. Bagi Peneliti Selanjutnya
Bagi para peneliti selanjutnya, penelitian ini masih terdapat kekurangan
dalam hal informasi tambahan dari orang-orang terdekat yang berhubungan
langsung dengan responden yang dapat menguatkan data yang diperoleh
Peneliti yang tertarik pada permasalahan yang sama disarankan untuk mencari
responden lebih banyak serta menarik kiranya apabila diteliti pada konteks
pengambilan keputusan antara prioritas berdakwah dengan kuliah yang pada
penelitian ini belum banyak terungkap. Serta menarik kiranya apabila diteliti
lebih mendalam tentang proses perkembangan pada aktivis dakwah kampus.
23
DAFTAR PUSTAKA Adz-Dzakiey. 2006. Psikologi Kenabian Seri 4: Motivasi. Yogyakarta: Daristy
Al-Banna, Hasan. 2004. Risalah Pergerakan Ihwanul Muslimin, Jilid 1, Solo: penerbit Intermedia
Anoraga, P. 1992. Psikologi Kerja. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Arifin, HM. 1991. Psikologi Dakwah, Suatu Pengantar Studi. Jakarta: Bumi Aksara
Aziz, Abdul. 2006. Varian-Varian Fundamentalisme Islam Indonesia. Jakarta:
Diva Pustaka’
Aziz, JAA. 1998. Fiqh Dakwah. Solo: Intermedia
Baharuddin. 2004. Paradigma Psikologi Islami. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Cobb, N. J. 2007. Adolescene (Continuity, Change, and Diversity). New York: McGraw Hill
Damanik, A. S. 2002. Fenomena Partai Keadilan. Transformasi Menuju 20 Tahun Gerakan Tarbiyah di Indonesia. Bandung: Penerbit Teraju.
Echols & Shadily. 2000. Kamus Inggris Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia
Himam, F. Dr. 2008. Pengantar Matode Kualitatif. Handout Mata Kuliah. Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia
http://www.fsldkn.org//21/07/07
http://www.kabarindonesia.com//22/05/08
http//www. Mayapala. Com//29/02/08
Hurlock, E.B. 1997. Psikologi Perkembangan, Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga (terjemahan)
24
Jalaluddin, H. 1996. Psikologi Agama. Jakarta: Rajagrafindo Perkasa.
Komariah, K. 2003. Perbandingan Antara Mahasiswa Aktivis Dan Bukan Aktivis Dalam Sikap Terhadap Kuliah Dan Perilaku Asertif di UIN Jakarta. Tazkiyah, 3, 66-78
Kuntowijoyo. 1999. Remaja Tanpa Masjid. http: //www.Republika.co.id.09/04/99
Linbekk, T. 1971. Book Reviews : Student-aktivist. http://asj.sagepub.com//
Mansyur, Syaikh Musthafa, 2001. Fiqh Dakwah, jilid 1, Jakarta: Al –I’tishom cahaya umat
Masykur, A. M. 2005. Psikologi Dakwah sebuah tantangan Khaira Ummah. Temu Ilmiah Nasional 1 Psikologi Islami. 24 September, Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia
Monks, F.J. 2004. Psikologi Perkembangan ( Pengantar dari Berbagai Bagian). Yogyakarta: Gajah Madha University Press
Olii, R. 2004. Profil Berorganisasi Pada Mahasiswa Aktivis. Skripsi (tidak diterbitkan). Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia
Poerwandari, K. 2005. Pendekatan Kualitatif Untuk Penelitian Perilaku Manusia. Jakarta: Fakultas Psikologi UI.
Rahmat, A. & Najib, M. 2001. Gerakan Perlawanan dari Masjid Kampus. Solo Februari: penerbit Purimedia.
Rice, F.P. 2008. The Adolescene (Development, Relationship, and Culture). Twelfth Edition. Boston: Pearson
Sandhiyudha, A. 2006. Renovasi Dakwah Kampus. Jakarta: CV. Kalimatun ‘Anil Fityah
Siagian, SP. 1989. Teori Motivasi dan Aplikasinya. Jakarta: Bina Aksara.
Sidiq, Mahfud. 2003. Kammi dan Pergulatan Reformasi, Solo:Penerbit Intermedia
25
Siswandhi, M.P. 2002. Kematangan Kepribadian Pada Aktivis Gerakan Mahasiswa dari Pespektif Kebutuhan Aktualisasi Diri ( Studi Kasus Pada Aktivis Gerakan Mahasiswa Front Perjuangan Pemuda Indonesia). Anima, Indonesian Psychology Journal, 17, 257-258
Smet, B. 1994. Psikologi Kesehatan. Jakarta: Grasindo.
Strauss, A dan Corbin, J. 2003. Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif, Yogyakarta:. Pustaka Pelajar.
Sugiyono. 2005. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Thahan, Muh. Musthafa. 2002. Risalah Pergerakan Pemuda Islam. Jakarta: penerbit VISI
Walgito, B. 2002. Psikologi Sosial (Suatu Pengantar). Yogyakarta: Andi Offset.
Wahyuningsih, H. 2008. Peran Orang Tua dalam Proses Pembentukan Identitas Agama. Laporan Penelitian Dosen Muda. (tidak diterbitkan). Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia
Yandianto. 1996. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Bandung: Penerbit M2S
26
Identitas Penulis
Nama : Guntur Gunawan
Alamat : Jl. Sidobali UH 2 No. 416A Kelurahan Muja-muju,
Kecamatan Umbulharjo, DI. Yogyakarta 55165
Nomor telepon / HP : (0274)544574 / 081578514525
e-mail : [email protected]
Recommended