K.Subroto
NEGARA-NEGARAISLAMDIKALIMANTAN
14251905M
Edisi 18 / Desember 2017
Negara-negara Islam di Kalimantan1425 1905 M
K. Subroto
Laporan Edisi 18 / Desember 2017
ABOUT US
Laporan ini merupakan sebuah publikasi dari Lembaga Kajian Syamina (LKS). LKS merupakan sebuah lembaga kajian independen yang bekerja dalam rangka membantu masyarakat untuk mencegah segala bentuk kezaliman. Publikasi ini didesain untuk dibaca oleh pengambil kebijakan dan dapat diakses oleh semua elemen masyarakat. Laporan yang terbit sejak tahun 2013 ini merupakan salah satu dari sekian banyak media yang mengajak segenap elemen umat untuk bekerja mencegah kezaliman. Media ini berusaha untuk menjadi corong kebenaran yang ditujukan kepada segenap lapisan dan tokoh masyarakat agar sadar realitas dan peduli terhadap hajat akan keadilan. Isinya mengemukakan gagasan ilmiah dan menitikberatkan pada metode analisis dengan uraian yang lugas dan tujuan yang legal. Pandangan yang tertuang dalam laporan ini merupakan pendapat yang diekspresikan oleh masing-masing penulis.
Untuk komentar atau pertanyaan tentang publikasi kami,
kirimkan e-mail ke:
Seluruh laporan kami bisa didownload di website:
www.syamina.org
SYAMINA
SYAMINA Edisi 18 / Desember 2017
3
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI 3
EXECUTIVE SUMMARY 4
Islamisasi Kalimantan 7
Negara Islam Kesultanan Brunei Darussalam (1425-1888) 8
Hukum Islam di Kesultanan Brunei Darussalam 10
Negara Islam Kesultanan Banjar (15261905) 12
Masa Keemasan Kesultanan Banjar 14
Hukum Islam dan Peran Syekh Al Banjari di Kesultanan Banjar 14
Penghapusan Hukum Islam dan Kedaulatan Banjar 17
Jihad Sultan Hidayatullah dan Sultan Antasari Melawan Belanda 18
Negara Islam Kesultanan Sambas (1671 -1855 M) 20
Hukum Islam di Sambas 23
Kesultanan Kutai Karta Negara (1732-1844) 23
Islamisasi Kutai 24
Hukum Islam di Kutai 25
Penutup 27
Daftar Pustaka 28
SYAMINAEdisi 18 / Desember 2017
4
Kalimantan atau juga disebut Borneo pada jaman penjajahan (kolonial), adalah pulau terbesar ketiga di dunia yang terletak di sebelah utara Pulau Jawa dan di sebelah barat Pulau Sulawesi. Saat ini pulau Kalimantan masuk ke wiliyah tiga negara, Indonesia (73%), Malaysia (26%), dan Brunei (1%). Pulau Kalimantan
terkenal dengan julukan "Pulau Seribu Sungai" karena banyaknya sungai yang
mengalir di pulau ini.
Nama Borneo, yang berasal dari nama kesultanan Brunei (karena Brunei saat
itu merupakan pelabuhan yang ramai dan strategis) adalah nama yang dipakai oleh
penjajah Spanyol, Perancis, Inggris dan Belanda untuk menyebut pulau ini secara
keseluruhan. Sedangkan Kalimantan adalah nama yang digunakan oleh penduduk
kawasan timur pulau ini yang sekarang termasuk wilayah Indonesia. Jika ditilik dari
bahasa Jawa, nama Kalimantan berarti "Sungai Intan.
Negara-negara Islam muncul, berkembang dan berjaya di Kalimantan pada
saat kekuatan Islam secara global sedang kuat dan berjaya. Terbukti tahun 1453
kekhilafahan Turki Utsmani berhasil menaklukkan Konstantinopel di Barat dan di
ujung Timur, Islam berkembang di kepulauan Indonesia dan Filipina. Sebaliknya
kekuatan Eropa (Barat) belum menjadi kekuatan yang diperhitungkan di tataran
global maupun kawasan Asia Tenggara.
Sebelum abad ke-17 banyak umat Islam yang menulis sejarahnya sendiri.
Namun setelah abad ke-17 penulisan sejarah didominasi oleh para penulis Barat
(Eropa) yang mulai menancapkan kuku-kuku penjajahannya di dunia Islam. Pada
masa penjajahan tersebut sejarah peradaban Islam ditulis oleh orang Barat yang
kebanyakan menngunakan perspektif penjajah. Penulisan sejarah Islam oleh
sejarahwan dari negara penjajah tersebut berusaha mengecilkan peran Islam dan
politik Islam dengan berusaha memunculkan dan membesar-besarkan peran dan
kejayaan politik pra Islam (nativisme).
Di Nusantara hal ini terjadi karena hampir di semua daerah, penjajah Belanda
selalu berhadapan dengan orang Islam ketika mereka hendak mencapai tujuan
penjajahannya. Para ulama dan pemimpin Islam memimmpin jihad untuk
mempertahankan wilayah dan hak-hak mereka yang berusaha dirampas oleh
penjajah kafir. Oleh sebab itu, seorang arsitek politik kolonial yang mashur, Snouck
Hurgronje menyimpulkan bahwa Islam menjadi ancaman paling berbahaya bagi
penjajah Belanda untuk mewujudkan dan melanggengkan misi penjajahannya
(Gold, Glory and Gospel).
EXECUTIVE SUMMARY
SYAMINA Edisi 18 / Desember 2017
5
Para penjajah sadar bahwa sejarah menjadi sarana yang efektif untuk
mempropagandakan idiologi dan peradaban selain Islam, yang lebih bisa kompromi
dengan penjajah. Maka, tulisan-tulisan sarjana Belanda banyak sekali mengangkat
sejarah era pra Islam. Bahkan De Graaf, seorang sejarahwan Belanda, menyebut
bahwa terlalu banyak tulisan mengenai sejarah di abad 20 yang meneliti dan
mengulas peradaban pra Islam yang merupakan peradaban yang datang dari India
tersebut.
Perusakan sejarah yang didukung dengan teori nativikasi (kembali ke aslinya)
yang dilakukan oleh penjajah adalah salah satu upaya mereka mencegah kebangkitan
kembali institusi politik yang berdasarkan Islam yang bisa mengancam kepentingan
dan keberlangsungan penjajahan.
Eksistensi negara Islam berusaha dikaburkan dalam penulisan sejarah Belanda
di masa lalu, dan berlanjut di era kemerdekaan. Tegaknya negara yang berdasarkan
Islam di Asia Tenggara dan khusunya di Kalimantan adalah sebuah fakta sejarah
yang tidak bisa ditutup-tutupi, dan mulai terkuak seiring dengan berjalannya waktu.
Kejayaan politik dan peradaban Islam tidak kalah dengan kejayaan peradaban pra
Islam yang selalu berusaha dipromosikan oleh Penjajah.
Berdasar konvensi Montevideo 27 Desember 1933 mengenai hak dan kewajiban
Negara (Rights and Duties of States) menyebutkan bahwa Negara sebagai subjek
dalam hukum internasional harus memiliki empat unsur yaitu : penduduk yang tetap,
wilayah tertentu, pemerintahan yang berdaulat dan kapasitas untuk berhubungan
dengan Negara lain.
Dalam konteks Islam, sebuah negara bisa disebut sebagai sebuah negara Islam
(Daarul Islam), bila memenuhi syarat-syarat sesuai ketentuan syari (hukum Islam).
Ibnu Qayyim berkata, Jumhur ulama telah bersepakat bahwa Daarul Islam adalah
negeri yang dikuasai kaum muslimin dan ditegakan hukum-hukum Islam. Sedangkan
negeri yang tidak berlaku padanya hukum-hukum Islam, maka ia bukan termasuk
Daarul Islam meskipun ia berbatasan langsung (dengan Daarul Islam).
Seiring dengan berjalannya waktu, keemasan masa kejayaan peradaban Islam di
wilayah ini mulai terkuak sedikit demi sedikit. Emas tetaplah emas walaupun tertutup
dengan lumpur penjajahan Eropa. Emas itu berusaha ditutupi dengan berbagai
propaganda penjajah yang menyatakan bahwa masa Islam adalah masa yang penuh
dengan kekerasan dan pertumpahan darah. Namun sejarah justru membuktikan
sebaliknya, rakyat negara-negara Islam di kepulauan Nusantara hidup damai, aman,
tentram dan penuh keadilan dengan syariat Islam, sebelum kedatangan penjajah.
Ketika penjajah datang keadaan berubah demikian cepat; kekerasan, ketidak
adilan dan pertumpahan darah terjadi di mana-mana, di tempat penjajah berusaha
menamcapkan kepentingannya. Negara-negara Islam yang menerapkan hukum
(syariat) Islam -yang dianggap tidak berperikemanusiaan oleh para penjajah Barat-
justru terbukti berhasil mencapai tujuan untuk mewujudkan masyarakat yang aman,
adil dan makmur. Sebaliknya penjajah yang membawa sistem hukum Barat terbukti
gagal mewujudkan semua itu.
SYAMINAEdisi 18 / Desember 2017
6
Negara-negara kesultanan Islam yang banyak terdapat di pulau Kalimantan
seperti, Kesultanan Samudera Brunei Darussalam, Banjar, Kutai serta negara-negara
lainnya memenuhi syarat disebut sebagai sebuah negara dan negara Islam. Di
negara-negara tersebut Islam menjadi agama resmi negara yang dianut oleh para
pemimpinnya dan mayoritas rakyatnya. Kehidupan bermasyarakat dan bernegara
juga dilandaskan pada aturan syariat Islam.
Negara Islam Kesultanan Brunei berdaulat dan menerapkan hukum Islam secara
menyeluruh termasuk dalam hal jinayah (pidana). Brunei telah mempunyai Undang-
undang tertulis yang menjadi pedoman hukum islam yang sudah dikodifikasi
menjadi Hukum Kanun Brunei yang berdasarkan ketentuan hukum (syariat) Islam.
Demikian juga negara Islam kesultanan Banjar yang berdaulat dan berhasil
memakmurkan rakyatnya serta menciptakan keadilan dengan menerapkan syariat
Islam selama ratusan tahun. Hukum Islam yang yang dijalankan berdasarkan Al
Quran dan Hadits Nabi juga mengakomodasi adat setempat yang sudah mengalami
proses islamisasi sehingga tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Di masa akhir
Banjar baru dilakukan kodifikasi hukum Islam yang sebelumnya telah dilaksanakan.
Sebelum adanya campur tangan penjajah Belanda, Pengadilan Agama di
Kesultanan Sambas secara turun-temurun melaksanakan hukum Islam yang juga
menerapkan Qisas menurut hukum Islam. Misalnya membunuh dihukum bunuh,
berzina dikenakan hukum rajam.
Setelah masa penjajahan hukum Islam berusaha dikebiri, hanya diberlakukan
untuk masalah keluarga dan ibadah mahdhah saja. Sedangkan untuk perk