Obat pada Perempuan Hamil dan Janinnya
Harus dipikirkan efeknya terhadap ibu dan janin. Keberadaan obat pada ibu hamil dapat
ditinjau dari 3 kompartemen: ibu, plasenta, dan fetal. Hormon plasenta mempengaruhi fungsi
traktus digestivus dan motilitas usus, filtrasi glomerulus, resorbsi inhalasi alveoli paru. Resorbsi
obat pada usus ibu hamil lebih lama, eliminasi obat lewat ginjal lebih cepat, dan resorbsi obat
inhalasi pada alveoli paru bertambah.
Pada awal trimester dua dan tiga, terjadi hidraemia sehingga kadar obat relatif turun.
Kadar albumin relatif menurun sehingga pengikat obat bebas berkurang. Maka obat bebas dalam
darah ibu meningkat. Pada unit fetoplasental terjadi pula filtrasi obat. Plasenta dapat mengurangi
atau mengubah obat pada sawar plasenta.
Jika obat masuk ke sirkulasi fetal, kadar/dosis obat dapat berpengaruh baik ataupun jelek
pada organ-organ vital janin. Jenis obat tertentu, dosis yang tinggi, dan lama paparnya akan
berpengaruh teratogenik pada janin, terutama pada trimester satu. Hal ini dapat meningkatkan
kelainan organ atau pertumbuhan janin intrauterin.
Farmakokinetik Obat Fetomaternal
Perubahan pada traktus urinarius
Motilitas usus berkurang, pengosongan lambung lebih lambat sekitar 50% memperlama
obat di traktus digestivus.
Peningkatan sekresi mukosa, pH gaster meningkat (sekitar 40% lebih tinggi daripada
perempuan tidak hamil) terganggunya bufer asam basa. Resorbsi makanan dan obat
menurun, efek teraropoetik obat berkurang.
Mual/muntah akan mempengaruhi dosis obat yang masuk traktus digestivus makanan dan
minuman yang masuk ke usus berkurang bahkan tidak ada obat yang masuk sangat sulit
apalagi bila formula obat menambah pH gaster. Komposisi makanan yang merangsang akan
menambah cairan gaster dimuntahkan. Oleh karena itu, akan terkondisi suatu keadaan
alkalosis pada darah ibu. Bila tidak ada makanan yang masuk, dan absorbsi sulit atau
berkurang, maka akan diikuti metabolisme lemak dan protein yang menyebabkan asidosis
darah ibu.
Pengaruh pada paru
Hormon plasenta terutama progesteron terjadi vasodilatasi kapilar alveoli volume
plasma bertambah curah jantung bertambah sirkulasi pulmonal bertambah maka
absorbsi di alveoli akan bertambah pemberian obat-obat inhalasi jangan sampai berlebihan
dosisnya.
Distribusi obat
Mulai trimester dua, plasma darah di sirkulasi ibu akan bertambah 50-60% atau sampai
sekitar 8.000 cc. curah jantung meningkat filtrasi glomerulus ginjal meningkat;
tambahan darah di plasenta, janin dan amnion (sekitar 60%) dan dalam darah ibu 40%
kadar obat dalam sirkulasi ibu distribusinya dalam organ relatif tidak sama.
Perubahan kadar protein darah
Pada kehamilan, produksi albumin dan protein lain pada hepar sedikit bertambah, volume
plasma meningkat (hidraemia) kadar albumin menurun (hipo albuminemia fisiologis).
Sebagian protein akan berikatan dengan progesteron hanya sedikit yang mengikat obat
peningkatan kadar obat pada ibu hamil penurunan kadar obat oleh karena hidraemia dan
peningkatan kadar obat dalam plasma kadar obat relatif tidak berkurang.
Detoksikasi/eliminasi obat
Hepar
Hormon plasenta fungsi hati terganggu pembentukan protein menurun terutama
albumin enzim-enzim hepar, protein pasma, dan imunoglobin produksinya
berkurang detoksikasi obat akan berkurang, kecuali ada obat tertentu yang
meningkatkan aktivitas metabolisme sel hepar akibat rangsangan enzim mikrosom
oleh hormon progesteron. Beberapa jenis obat akan lebih menurunkan fungsi hepar
akibat kompetitif inhibisi dari enzim oksidase serta mikrosom akibat pengaruh hormon
plasenta terutama progesteron dan estrogen.
Ginjal
Hormon progesteron vasodilatasi volume plasma dararh meningkat aliran
darah glomerulus meningkat sampai 50% GFR meningkat beberapa jenis obat
lebih cepat diekskresikan (penisilin dan derivatnya, digoksin, dan golongan makrolid).
Kompartemen Plasenta
Plasenta merupakan unit yang berfungsi menyalurkan nutrien dari ibu ke janin. Bila dalam
plasma darah ibu terdapat pula obat, maka obat ini akan melalui mekanisme transfer plasenta
(sawar plasenta), membran bioaktif sitoplasmik lipoprotein trofoblas, endotel kapilar vili
korialis, dan jaringan pengikat interstisial vili. Bila dalam plasma darah ibu mengandung obat,
maka obat ini akan melalui sawar plasenta dengan cara berikut:
Difusi pasif/aktif
Transportasi aktif dan fasilitatif fagositik, semi permiabel membran sel trofoblas, dan
mekanisme gradien elektro kimiawi.
Kadar obat yang telah ditransfer dapat sama atau lebih sedikit.
Kompartemen Janin
Periode pertumbuhan janin yang dapat berisiko dalam pemberian zat atau obat pada
pertumbuhannya adalah sebagai berikut:
Periode embrio 2 minggu pertama sejak konsepsi
Pada periode ini embrio belum terpengaruh oleh efek obat penyebab teratogenik
Peroide organogenesis yaitu sejak 17 hari sampai sekitar 70 hari pascakonsepsi sangat
rentan terhadap efek obat, terutama obat-obat tertentu yang memberi efek negatif atau
cacat bawaan pada pertumbuhan embrio atau janin.
Setelah 70 hari pasca konsepsi dimana organogenesis masih berlangsung walau belum
sempurna, jenis obat yang berpengaruh tidak terlalu banyak bahkan ada yang mengatakan
tidak berpengaruh.
Namun, periode trimester 2 awal sampai trimester 3 masih ada obat-obat tertentu yang
dapat mempengaruhi fungsi organ-organ atau retardasi organ-organ vital. Contoh ACE inhibitor
pada trimester 2 dan 3 dapat menimbulkan disfungsi renal janin, juga obat-obat yang lain atau
zat-zat tertentu berpengaruh pada proses maturasi sistem saraf pusat karena mielinisasi sistem
saraf berlangsung lama bahkan sampai periode neonatal. Dengan demikian, obat-obat tertentu
dapat menimbulkan adanya serebral palsi, kemunduran pendengaran, dan keterlambatan mental.
Obat-obat yang bisa melewati sawar plasenta dan masuk dalam sirkulasi janin akan berakibat
baik atau jelek. Hal ini terkait dengan metabolisme di dalam janin sendiri terhadap obat yang
masuk. Kemampuan janin di dalam memetabolisasi obat sangat terbatas. Protein mengikat obat
pada plasm janin lebih rendah bila dibandingkan dengan protein plasma ibu hamil. Albumin
janin belum cukup mengikat obat, maka akan terjadi keseimbangan: kadar obat di dalam janin
lebih tinggi jika dibandingkan dengan kadar obat di dalam plasma ibu. Dalam periode setelah 17
hari pascakonsepsi organ yang telah terbentuk dapat mengadakan detoksikasi atau
memetabolisme obat walau belum sempurna dan masih minimal. Dengan demikian, obat yang
masuk ke dalam janin dapat tersimpan lama di dalam sirkulasi janin. Bilamana organ-organ
sudah cukup berfungsi, hasil metabolisme dapat diekskresikan di dalam amnion. Sebagian obat
dalam sirkulasi janin dapat pula kembali ke plasenta dan mengalami detoksikasi pada plasenta.
Bila kadar obat cukup tinggi di dalam sirkulasi janin, obat akan masuk ke jaringan janin.
Bilamana jaringan organ masih belum sempurna, janin akan terpengaruh pertumbuhannya. Oleh
karena itu, keseimbangan obat dalam plasma ibu dan plasma janin sangat penting diketahui.
Transfer obat yang melewati sawar plasenta digolongkan sebagai berikut:
Tipe 1
Obat yang seimbang antara kadar di dalam plasma ibu dan di dalam plasma janin. Berarti
terjadi transfer lewat sawar plasenta secara lengkap sehingga efek terapi tercapai pada ibu
dan janin. Dalam hal ini masuknya obat dan eksresi obat pada janin sama.
Tipe 2
Obat yang kadar pada plasma janin lebih tinggi daripada di dalam plasma ibu, artinya
terjadi transfer yang baik lewat plasenta, tetapi ekskresi pada janin sangat sedikit.
Tipe 3
Obat yang kadar di dalam plasma janin lebih rendah daripada kadar yang di dalam
plasma ibu, artinya transfer lewat sawar plasenta tidak lengkap.
Pernah terjadi musibah bayi Talidomid pada tahun 1993, bayi-bayi itu mengalami
kelainan cacat bawaan tanpa ekstremitas akibat ibu mengkonsumsi talidomid. Untuk
menghindari hal ini, dibuat daftar kategori obat oleh Badan Pengawas Obat Amerika (USFDA—
united state Food and Drug Administration).
Tabel 1. Kategori obat pada ibu hamil berdasarkan risiko janin
Kategori Keterangan
A Penelitian yang memadai dengan menggunakan pembanding tidak menunjukkan
peningkatan risiko abnormalitas terhadap janin
B Penelitian pada hewan tidak menunjukkan bukti bahwa obat berbahaya terhadap
janin, tetapi belum ada penelitian yang memadai dengan menggunakan pembanding
pada ibu hamil. Atau penelitian pada hewan menunjukkan efek yang tidak
dikehendaki, tetapi penelitian yang memadai dengan menggunakan pembanding pada
ibu hamil tidak menunjukkan risiko terhadap janin
C Penelitian pada hewan telah menunjukkan efek yang tidak dikehendaki terhadap
janin, tetapi belum ada penelitian yang memadai dengan menggunakan pembanding
pada ibu hamil. Atau belum dilakukan penelitian pada hewan dan tidak ada penelitian
yang memadai dengan menggunakan pembanding pada ibu hamil
D Terdapat penelitian yang memadai dengan menggunakan pembanding pada ibu hamil
atau pengamatan menunjukkan risiko bagi janin. Namun harus dipertimbangkan
manfaat pemberian obat dibandingkan risiko yang dapat ditimbulkan
X Penelitian yang memadai pada ibu hamil dengan menggunakan pembanding hewan,
telah menunjukkan bukti positif terjadinya abnormalitas janin. Penggunakan obat
dengan kategori risiko ini dikontraindikasikan pada ibu yang sedang hamil atau akan
hamil
Tabel 2. Contoh Kategori Risiko Penggunaan Obat pada Masa Kehamilan (FDA)
Nama obat Pada kehamilan
Parasetamol B
Asetosal C (D jika dosis penuh diberikan pada trimester 3)
Bismut C (D pada trimester 3)
Kafein B
CTM B
KondroDitin sulfat-
glukosamin
Tidak ada data
Kotrimazol B (tropika), C (troches)
Kodein C (D jika digunakan pada waktu lama atau pada dosis tinggi)
Dimenhidrinat B
Difenhidramin B
Efedrin C
Famotidin B
Dokusate sodium C
Sumber: Pusat Informasi Obat Nasional, Badan POM, 2006
Farmakoterapi pada janin
Pada suatu saat bila diberikan pengobatan kepada janin dengan sengaja obat diberikan
melalui ibunya. Misalnya antibiotika, antiaritmia, vitamin K, deksametason, dan betametason
dapat melalui sawar plasenta dan masuk dalam sirkulasi janin dengan baik oleh karena
detoksikasi dan metabolisme pada plasenta hanya sedikit. Kedua obat deksametason dan
betametason sering digunakan sebagai perangsang pematangan pada janin. Ada beberapa obat
yang masuk di dalam sirkulasi janin yang seimbang dengan obat dalam sirkulasi ibu dan
diekskresikan dengan baik oleh janin dan masuk ke dalam amnion, misalnya flekainid.
Teratogenesis
Penggunaan obat yang dijual bebas selama kehamilan perlu dipertimbangkan dan
diberikan saran yang bersifat retrospektif dimana penggunaannya dapat memberikan efek negatif
dan obat mana yang perlu diberikan secara hati-hati serta kapan pemberian obat yang paling
aman pada usia janin yang tepat. Teratogenesis adalah defek anatomi, pertumbuhan pada janin
yang dapat meliputi:
Defek struktur major dan minor organ janin
Pertumbuhan janin terhambat (IUGR)
Kematian janin (IUFD)
Kegagalan implantasi dan pertumbuhan embrio
Pengaruh neonatal seperti gangguan neurologik akibat obat-obat yang mempengaruhi
pertumbuhan mielinisasi jaringan saraf atau pemberian obat-obat yang mempunyai efek
karsinogenesis pada neonatal dan anak.
Tabel 3. Obat yang terbukti kuat menimbulkan efek teratogenik
No
.
Obat Efek teratogenik
1 Aminopterin, metotreksat Malformasi SSP dan anggota gerak
2 ACE-i
Gagal ginjal berkepanjangan, penurunan
osifikasi tempurung kepala, disgenesis
tubulus renalis
3 Obat-obat antikolinergik Ileus mekomium neonatus
4 Obat-obat antitiroid
(propiltiourasil dan
metimazol
Gondok pada janin dan bayi
hipotiroidismus, dan aplasia kutis
(metimazol)
5 Karbamazepin Defek neural tube
6 Siklofosfamid Malformasi SSP
7 Danazol dan obat
androgenik lainnya
Maskulinisasi pada janin perempuan
8 Dietilstilbestrol Ca vagina dan defek sistem urogenital
9 Obat hipoglikemik Hipoglikemia neonatal
10 Litium Ebstein’s anomali
11 Misoprostol Moebius sekuens
12 NSAIDs Kontraksi duktus arteriosus, enterokolitis
nekrotikans
13 Parametadion Defek wajah dan SSP
14 Fenitoin (SSP)
15 Obat-obat psikoaktif
(barbiturat, opioid, dan
benzodiazepine)
Gangguan pertumbuhan dan defisit SSP
neonatal. Withdrawal syndrome jika obat
diminum pada akhir periode kehamilan
16 Retinoid sistemik Defek SSP, kardiovaskular, dan
(isotretinoin dan
atretinat)
kraniofasial
17 Tetrasiklin Anomali pada gigi dan tulang
18 Talidomid Fokomedia dan defek organ internal
19 Trimetadion Defek pada wajah dan SSP
20 Asam valproat (valproic
acid)
Defek neural tube
21 Warfarin Defek skeletal dan SSP, Dandy-Walker
syndrome
Konseling dan pemilihan obat pada ibu hamil
Tujuannya adalah menghindari atau mengurangi abnormalitas pada janin.
Hindari pemberian obat pada periode pertama pascakonsepsi.
Hindari makanan minuman dan zat yang tidak diperlukan oleh janin dalam
pertumbuhannya: merokok, alkohol, obat sedatif, OAD, atau jamu-jamu tradisional yang
belum diuji.
Hindari pemberian obat polifarmaka, terutama bila pemberian dalam waktu yang lama
Berikan obat yang telah jelas aman dan mempertimbangkna keperluan pengobatan
primernya
Pergunakan pedoman penggunaan obat resmi dan daftar obat-obat yang aman, demikian
pula pemberian obat-obat terbatas atau yang tidak diperbolehkan pada ibu hamil.
Penggunaan obat yang sering pada ibu hamil : antibiotik
Golongan ß – laktam = dapat melalui plasenta
gol. penisilin (amoksisilin, ampisilin, sulbenisilin, dll); kadar rendah di cairan amnion,
aman pd kehamilan; eliminasinya lebih cepat pada kehamilan, barangkali dosis perlu
disesuaikan; belum ada bukti sifat teratogenik .
gol. sefalosporin (sefadroksil, sefaleksin, sefazolin,sefaklor, seftriaxon, sefotaxim );
mencapai kadar terapeutik di cairan amnion dan jaringan fetus; eliminasi juga lebih
cepat, dosis bila perlu disesuaikan .
o sefuroxim; laporan perkembangan fisik dan mental anak dari ibu dengan injeksi
sefuroksim belum ada dan tidak ada studi kontrol , pada hewan tidak teratogenik,
bila benar-benar diperlukan dapat diberikan.
o Sefepim belum ada data, pada hewan coba diberikan dosis 1–4 x dosis manusia,
tidak teratogenik
o sefalopsorin umumnya aman pada kehamilan, kecuali, sefpirom sefpodoksim
o Beberapa laporan : keamanan pada kehamilan belum dapat ditentukan , sebaiknya
dihindari, kecuali bila benar-benar keuntungan untuk ibu dan fetus jauh lebih
banyak daripada bahaya yang mungkin timbul .
Monobaktam
o Aztreonam à monobaktam pertama yang digunakan di klinik; struktur intinya ß–
laktam monosiklik; aktif terhadap bakteri gram negatif, aerob, tanpa efek
nefrotoksik; parenteral à plasentaà sirkulasi fetus; pada hewan coba : 15 x dosis
manusia, hasilnya tidak teratogenik; studi terkontrol belum cukup, diberikan
hanya bila benar-benar diperlukan dan pertimbangkan benefit untuk ibu dan anak.
Karbapenem
o Imipenem; efektif untuk berbagai bakteri gram negatif, gram positif, dan aerob;
parenteral; pada hewan uji : 1– 8 x dosis manusia, hasilnya tidak ditemukan efek
negatif pada fetus.
o Namun data pada ibu hamil masih kurang, sehingga lagi-lagi gunakan bila benar-
benar dibutuhkan dan pertimbangkan keuntungan dan kerugian yang mungkin
akan timbul.
Gol. inhibitor ß–laktamase
amoksisilin yang dikombinasikan dengan asam klavulanat dan ampisilin yang
dikombinasikan dengan sulbaktam : tidak embriotoksik; masuk melalui plasenta
dan kadarnya tinggi di fetus; eliminasinya lebih cepat.
Gol. makrolid
eritromisin sudah lama dikenal; yang relatif baru: azitromisin, klaritromisin dan
roksitromisin, masa paruhnya panjang dan insidens ESO GI tract lebih rendah;
masuk melalui plasenta, kadar dalam plasma fetus rendah; absorpsi pada
trimester ke–3 lambat; eritromisin aman & efektif pada ibu hamil.
o Azitromisin, pada hewan coba hasilnya aman, studi terkontrol untuk
manusia belum ada, bila benar-benar dibutuhakan dapat digunakan untuk
ibu hamil
o Klaritromisin tidak dianjurkan , kecuali tidak ada pilihan antibiotik lain.
Pada hewan,klaritromisin menimbulkan efek samping pada fetus. Bila
pasien hamil sedang menggunakan AB ini sebaiknya diberitahu
kemungkinan efek negatif dari penggunaannya
o Linkomisin; tidak teratogenik, dapat lewat melalui plasenta, dalam darah
umbilikus 25 % dari serum ibu, tidak mempengaruhi perkembangan fetus.
Spiramisin
masih obat pilihan untuk ibu hamil dng toksoplasmosis, cukup aman , tidak
mempengaruhi pertumbuhan fetus
klindamisin, masuk lewat plasenta, darah umbilikus 50% dari serum ibu; di dalam
sirkulasi fetus dapat mencapai kadar terapeutik (efektif u/ bakteri patogen) ;
untuk profilaksis operasi seksio.
survey Michigan Medicaid :diantara bayi-bayi dari ibu yang mendapat terapi
klindamisin pada trimester I, beberapa mengalami kelainan , tetapi data tidak
cukup untuk menghubungkan kelainan dengan antibiotik.
Meski demikian , pemakaian hanya dianjurkan bila terapi dengan dg. gol
penisilin, sefalosporin dan eritromisin tidak berhasil.
Gol. Tetrasiklin
kelainan gigi & perkembangan tulang fetus à hindari pd kehamilan
mulai hamil minggu ke 16 à tetra terikat erat Ca++ di struktur gigi dan tulang
yang sedang bertumbuh à perubahan warna / kecoklatan desidua gigi dan
hambatan pertumbuhan tulang
Garbis : ESO timbul terutama bila digunakan sesudah minggu ke–15 kehamilan
pd trimester–1 obat pilihan kedua (anjuran doksisiklin)
tetapi sebaiknya dihindari pada kehamilan
Isoniazid . etambutol , rifampisin
Dari golongan anti – tbc à rifampisin dilaporkan dapat menyebabkan perdarahan
neonatus , bila memang benar-benar dibutuhkan mungkin harus ditambahkan
suplementasi vitamin K.
Sulfonamida & trimetoprim
Sulfonamida
o cukup lama dikenal , hambat metabolisme kuman
o melalui sawar plasenta , kadar dalam plasma fetus 50–90% dari kadar di
plasma maternal
o berkompetisi dg bilirubin pd ikatan dgn albumin
o tidak pernah dihubungkan dg meningkatnya insiden malformasi
o memobilisasi bilirubin à peningkatan risiko hiperbilirubinemia neonatus
bila diberikan saat akan partus
o sulfasalazin àperubahan jumlah dan morfologi sperma. à infertilitas
pria
Trimetoprim
o sulfasalazin àperubahan jumlah dan morfologi sperma. à infertilitas
pria
o jika dikombinasikan dengan sulfametoksazol à efektif untuk infeksi
bakteri gram positif dan gram negatif, meski sudah banyak yg resisten
o antagonis asam folat
o dosis biasa trimetoprim / kotrimoksazol àESO hematologik jarang
o kadar trimet & sulfametok tidak dipengaruhi kehamilan
o percobaan pada hewan, diberikan trimetoprim dosis tinggi à cleft palate
o sebaiknya tidak digunakan untuk ibu hamil
Isoniazid . etambutol , rifampisin
o sebaiknya tidak digunakan untuk ibu hamil
o hanya rifampisin dilaporkan à perdarahan neonatus
o bila benar–benar dibutuhkan kemungkinan harus ditambahkan
suplementasi vit K.
Tabel 4. Antibiotika yg sebaiknya dihindari pada kehamilan
Aminoglikosida ototoksisitas, kerusakan saraf V
Kloramfenikol Gray baby syndrome
Ko-trimoxazol kernikterus, antagonis folat,
teratogenik
Kuinolon hewan: artropatia
Rifampisin kemungkinan teratogenik,
perdarahan neonatus
Sulfonamida kernikterus
Tetrasiklin gigi tengguli, gangg pertumbuhan
tulang
Metronidazol data tidak cukup , bila perlu berikan
dosis kecil
INH, rifampisin resiko hepatitis
Kesimpulan
- tidak mudah menentukan efek teratogenik obat, ada faktor etis dan banyak faktor yang
mempengaruhi
- golongan penisilin, sefalosporin, eritromisin, INH, etambutol à aman untuk ibu hamil
- rifampisin à hemoragi neonatus , bila perlu berikan vit. K
- beberapa AB jelas tidak dianjurkan untuk ibu hamil (tabel 4)
- beberapa pertimbangan benefit / risk dan jangan lupa memberitahu pasien tentang ESO
yang mungkin terjadi.
Tentir Pleno 1
Panjang siklus haid wanita: hari pertama mengalami menstruasi sampai hari pertama
menstruasi berikutnya. Siklus tersebut biasanya terjadi 21 – 35 hari.
Untuk menentukan periode 1 siklus, jangan cuma pakai patokan 1 siklus saja, tapi 2-3
siklus. Pada wanita, tahapan siklus yang dapat diukur waktunya bukanlah masa subur,
namun masa sekresi (sekresi ovum à ovulasi).
Masa sekresi: 12 – 14 hari dari sebelum hari pertama menstruasi berikutnya.
Jadi misalnya seseorang selama mengamati panjang siklus haidnya: 35 hari.
Misalnya dia menstruasi 1 Januari, berarti dia menstruasi berikutnya tanggal 5 Februari.
Berarti masa sekresinya adalah 12 -15 hari sebelum tanggal 5 februari (ambil nilai umum: 14
hari), sehingga mungkin masa sekresi 22 Januari (atau 20 – 23 Januari).
Lama sperma di saluran genitalia wanita
Bisakah fertilisasi terjadi apabila sperma dimasukkan sebelum masa ovulasi?
Bisa, karena sperma bisa disimpan dalam saluran genital wanita. Secara matematis, waktu
yang diperlukan sperma untuk mencapai ovum adalah 1 ½ - 2 jam ( sesuai dengan data à
panjang saluran dari serviks: 30 cm dan kec. Sperma: 0,05 cm/s). Tapi, untuk mencapai
ovum, jalannya tidak seperti jalan tol, jadi ada faktor lain yang menghambat sperma
mencapai ovum, misalnya sekresi mucus, dll.
Jadi apakah benar rumor yang mengatakan: “Jika sehabis berhubungan, wanita yang tidak
ingin hamil harus lompat supaya spermanya turun”?
Ketika berhubungan, sperma dimasukkan bersama semen, dan segera setelah itu, sperma
langsung bergerak menuju saluran lebih dalam. Meski ketika lompat-lompat sehabis
berhubungan cairan semen akan turun, tapi kemungkinan sperma sudah berjalan ke dalam.
Faktor yang mempengaruhi peregangan tulang-tulang pubis dan sekitarnya: relaksin dan
progesterone.
Lendir serviks dipengaruhi beberapa faktor.
Saluran reproduksi wanita mengalami beberapa perubahan seiring dengan perubahan steroid
dari ovarium, termasuk: perubahan fungsi dan histology oviduk dan endometrium, komposisi
mukus serviks, dan sitologi vagina. Ketika ovulasi, terjadi juga peningkatan suhu tubuh oleh
progesteron.
Perubahan komposisi mukus serviks berperan dalam ketahanan dan transpor sperma dalam
vagina.
o Fase folikular à ↑ estrogen à ↑ jumlah, alkalinitas, kekentalan, elastisitas mukus. Otot
serviks relaksasi dan epitel menjadi sekretorik akibat pengaruh estrogen.
o Fase ovulasi à↑ elastisitas mukus (spinnbarkeit) à sperma siap menembus estrogen-
dominated mucus.
o Post ovulasi, kehamilan à progesteron rendah, atau pada kadar progesteron rendah à
↓jumlah dan kualitas mukus. Mukus menjadi lebih kental (spinnbarkeit rendah) dan tidak
menghasilkan pola daun pakis pada slide mikroskop. Pada kondisi ini, mukus
menghasilkan perlindungan lebih baik terhadap infeksi dan sperma tidak mudah
menembusnya.
Pada diagnosis atau pemeriksaan, folikel graaf dapat dilihat dengan USG, namun ovumnya
sendiri tidak terlihat. Ovum dapat terlihat mata dan digunakan dalam prinsip ICSI (Intra
Cytoplasmic Sperm Injection).
Penyempitan saluran genital
Kasus oviduk yang buntu merupakan 1/3 penyebab kasus infertilitas. Oviduk buntu dapat
disebabkan oleh: tumor, infeksi (Chlamydia, Gonorrhhoe), mioma, endometriosis, dll.
Untuk melihat oviduk dapat digunakan HSG (Histerosalphingography, histero= uterus,
salphingo = tuba falopii).
Penyempitan duktus ejakulatoris jarang terjadi dan menyebabkan infertilitas. Bagaimana cara
mengecek apakah terjadi penyempitan di d.ejakulatorius atau tidak?
Vesika seminalis menghasilkan fruktosa. Bila semen berkurang:
o Fruktosa - à penyempitan duktus ejakulatorius
o Fruktosa + à penyempitan proksimal d.ejakulatorius (misalnya: epididimis)
Testosteron berfungsi dalam pembentukan protein. Hormon ini diubah menjadi DHT oleh 5-
a-reduktase.
Ketika spermatogenesis tahap meiosis pertama tahap pembentukan spermatosit primer,
terbentuklah jembatan sitoplasma antara sel. Hal ini terjadi karena kromosom Y tidak dapat
langsung dipisah dengan kromosom X karena Y terlalu kecil.
Testosteron dan hormon sex
FSH akan merangsang sel sertoli menghasilkan ABP (Androgen Binding Protein).
Testosteron akan dapat berikatan dengan spermatogonium bila tetosteron diikat ABP yang
dihasilkan di testis.
Adanya ABP ini yang membuat konsentrasi testosteron lebih tinggi di testis daripada di
darah.
Inhibin berfungsi meng-feedback hipofisis anterior dalam menghasilkan FSH.
Testosteron berfungsi meng-feedback negatif GnRH dan terutama LH. Namun karena
GnRH dihambat, otomatis LH dan FSH terhambat, sehingga testosteron juga menghambat
FSH (sedikit).
Apakah sexual intercourse setiap hari baik?
Hubungan seks memang meningkatkan kadar testosteron yang dihasilkan à rangsangan
membentuk sperma lebih banyak
Namun hubungan seks setiap hari tidak memberikan waktu yang cukup bagi pematangan
sperma dengan jumlah ideal per ejakulasinya. Hubungan yang dianjurkan adalah 2-3 x/
minggu.
NSSA (non spesific sperm aglutinin) à dalam keadaan tereduksi akan mengcoat sperma à
sperma dalam keadaan licin.
Apabila ada ROS (Reactive Oxigent Species): menghambat reduksi NSSA à sperma
tergumpal-gumpal.
Enzim yang dihasilkan oleh akrosom à hialuronidase, CPE (corona penetrating enzyme),
akrosin
Mengapa sperma begitu banyak dan ovum hanya 1?
Karena diibaratkan seseorang mencari kelereng di lapangan bola dibandingkan dengan 1000
orang mencari kelereng di lapangan bola, begitu pula dengan ovum seperti kelereng yang
dicari jutaan sperma. Oviduk, terutama bagian ampula, terdiri dari lapisan mukosa yang rumit
dan diibaratkan seperti maze.
Berkemih dan ejakulasi
Orang yang berkemih tidak mungkin sekalian ejakulasi, karena ketika berkemih karena ada
pengaturan katup pintu keluar sperma atau urin.
Namun pada orang DM, terjadi kelemahan saraf S2 dan S4 sehingga katup saluran kemih
atau dari epididimisnya tidak baik à retrograde urine.
Pada pria ada sindrom Y chromosom deletion:
o Tipe A dan B à tidak ditemukan spermatid di testis. Jadi pada tipe ini, tidak bisa
dilakukan teknologi IVF (In Vitro Fertilization) atau bayi tabung.
o Tipe C à terjadi delesi kromosom yang dapat diturunkan ke anaknya.
Kadar prolaktin yang meningkat pada pria menyebabkan kekacauan spermatogenesis dan
biasanya diperiksa CT kepada karena dicurigai gangguan di hipofisis anterior.
Pada pria yang infertil, pada tahap awal jangan diberi testosteron. Adanya testosteron eksogen
tersebut akan menurunkan kadar GnRH, sehingga infertilitas bahkan tidak membaik.
Bagaimana pengaruh makanan terhadap fertilitas? Secara biokimia, bahan-bahan makanan
dapat mempengaruhi sel-sel gonad. Namun secara evidence-based, pemberian makanan
tersebut belum bisa dipastikan.
Ada cara hubungan seks yang dianjurkan:
Spread the wealth: pada wanita yang tidak tahu kapan ovulasi, oleh karena itu hubungan
seks dilakukan 3-4 kali/minggu.
Ready, aim, fire: pada wanita yang tahu kapan ovulasi. Pada masa suburnya, ia melakukan
hubungan seks tiap hari.
Mengapa penis mengeras ketika ereksi (àada di tentir faal ya..)
Pada ereksi, stimulus meningkatkan kadar NO (Nitrit Oxyde) à vasodilatasi arteri à
pembesaran arteri menekan vena (pembuluh balik), sehingga aliran darah tidak lancar à
kongesti darah selama ereksi.
Perhatikan ada obat-obatan yang dapat memberikan efek pada fisiologi fertilitas, misalnya
simetidin (obat maag kronik), dapat meningkatkan kadar estrogen.
Pada orang dengan gangguan ereksi, kerusakan bisa diketahui dengan PF rectal toucher atau
periksa dalam. Dengan RT à bila spinkter ani baik, maka gangguan ereksi bukan disebabkan
kerusakan S2 dan S4.
Umpan balik Pleno:
Pemeriksaan kondisi anatomis dan fungsi saluran reproduksi perlu dilakukan untuk
mengetahui apakah proses kehamilan memungkinkan untuk terjadi. Jika terjadi gangguan,
misalnya pada fungsi cilia tuba uterina, maka proses fertilisasi akan terhambat.
Jaringan tubuh yang paling banyak memiliki persarafan adalah glans penis (pada pria) dan
klitoris (pada wanita).
Sistem Reproduksi Pria
Duktus ejakulatorius terletak di prostat.
Sumber yang sinyal saraf sensoris paling utama untuk menginisasi male sexual act adalah
glans penis. Bagian tubuh ini mengandung sistem sensori sensitif yang mentransmisikan
sensasi seksual ke sistem saraf pusat. Stimulasi pada sensory end-organ ini pada saat
intercourse akan diteruskan sebagai sinyal seksual melewati saraf pudenda, kemudian
melalui pleksus sakralis (dalam pleno dikatakan pleksus hipogastrikus inferior) menuju
bagian sakral medula spinalis, dan akhirnya mencapai otak. Kemudian otak akan
memerintahkan saraf parasimpatis untuk menimbulkan impuls agar dapat terjadi ereksi.
Stimulus untuk male sexual act tidak hanya rangsang taktil pada glans penis, tetapi juga
dapat berupa rangsang psikis, seperti membayangkan perilaku seksual atau bermimpi
mengenai intercourse. Emisi nokturnal saat bermimpi dapat terjadi pada pria, terutama
selama remaja.
Walaupun faktor psikis biasanya berperan penting dalam male sexual act dan dapat
menginisiasi ataupun mencegahnya, fungsi otak terkadang tidak terlalu penting karena
stimulasi genital yang cukup dapat menyebabkan ejakulasi pada sebagian hewan dan
manusia setelah medulla spinalis dipotong di atas regio lumbal.
Ejakulasi terdiri dari dua fase, emisi dan ekspulsi. Pada fase emisi, buli-buli menutup,
sehingga urin tidak bercampur dengan semen.
Ereksi terjadi atas sebab peningkatan serotonin pada sistem saraf pusat dan vein oclusive
mechanism di perifer. Pada corpus cavernosus dan corpus spongiosum terdapat arteri
helisina yang berfungsi pada ereksi.
Arousal adalah penerimaan rangsang seksual yang dipengaruhi olehh testosteron, dengan
stimulus berupa taktil, mekanik, suara, dan visual. Pada gay, kemampuan untuk arousal
berkurang karena gay lebih tertarik pada pria dibandingkan wanita.
Nikotin menurunkan elastisitas arteri di penis, sehingga ereksi penis dan volume penis
berkurang.
Sildenafil (viagra) adalah obat yang memperbaiki pembuluh darah, termasuk di penis.
Obat ini menghambat kerja fosfodiesterase, sehingga cAMP tidak diubah menjadi AMP.
cAMP pun meningkat, menyebabkan Ca2+ darah turunà relaksasi otot pembuluh darah.
Vitamin E juga mencegah destruksi cAMPàcAMP meningkatà Ca2+ darah turunà
relaksasi otot pembuluh darah. Obat-obat yang bekerja pada pembuluh darah
menghasilkan peningkatan fungsi ereksi.
Berdasarkan penelitian, Ca Prostat dipengaruhi oleh diet, yakni daging merah.
Sistem Reproduksi Wanita
Tuba falopii/tuba uterina terdiri atas beberapa bagian:infundibulum, ampula, dan isthmus.
Ovum yang dominan pada siklus ovarium muncul, karena adanya perbedaan jumlah
reseptor FSH pada ovum. FSH dibutuhkan dalam perkembangan folikel. Di antara ovum-
ovum yang berkembang dalam satu siklus, terdapat satu ovum dengan reseptor FSH yang
lebih banyak, sehingga ovum tersebut dapat tumbuh lebih cepat. Dalam
perkembangannya, sel-sel folikular menghasilkan inhibin yang lebih cenderung
menghambat FSH. Kenaikan level estrogen yang moderat juga menghasilkan umpan balik
negatif terhadap sel pensekresi FSH. Penurunan level sekresi FSH yang dihasilkan
menyebabkan atresia dari seluruh ovum yang sedang berkembang pada siklus ini, kecuali
ovum yang paling matang diantara semuanya. Ovum inilah yang disebut dengan ovum
dominan. Pada kasus-kasus tertentu, dapat terjadi pematangan lebih dari satu ovum,
sehingga 2 atau lebih ovum tersebut disebut kodominan.
Beberapa hari sebelum perdarahan dari uterus yang terjadi karena ovum tidak dibuahi
(menstruasi), lapisan fungsionalis endometrium menjadi kekurangan darah karena arteri
spiral/helikal di lapisan tersebut mengalami konstriksi intermiten. Setelah 2 hari atau
lebih, arteri spiral ini mengalami konstriksi permanen, mengurangi oksigen ke lapisan
fungsional. Hal ini mengakibatkan penghentian kerja kelenjar, invasi oleh leukosit,
iskemia, dan nekrosis lapisan fungsionalis. Tidak lama setelahnya, arteri spiral di lapisan
ini berdilatasi kembali.Akan tetapi, karena arteri spiral ini telah melemah akibat kejadian-
kejadian sebelumnya, maka pembuluh tersebut ruptur. Darah yang dikeluarkan membawa
serta bagian-bagian dari lapisan fungsionalis untuk dikeluarkan sebagai hemmoragic
discharge (mens).
Sekret pada wanita yang muncul saat arousal disebabkan oleh vasodilatasi besar-besaran
di vagina, yang menyebabkan terjadinya eksudasi. Selain itu, terjadi pula sekresi dari
kelenjar Bartholini.
G-Spot adalah tempat perangsangan yang baik untuk wanita. Diduga letaknya adalah 5 cm
dari introitus vagina, di mana terdapat banyak ujung-ujung saraf.
Sumber: Pleno, Fisiologi Guyton (11th ed), Fisiologi Sherwood (6th ed), Anatomi-Fisiologi
Tortora, Histologi Gartner (3rd ed).
-SELAMAT BELAJAR-
SIEPEND TENTIR DENGAN TERBUKA MENERIMA SARAN DAN KRITIK
MENGENAI PENYUSUNAN DAN ISI TENTIR MODUL REPRODUKSI.
BERHUBUNG KAMI MASIH BANYAK BELAJAR KARENA PERUBAHAN
SISTEM MODUL, SARAN DAN BANTUAN TEMAN-TEMAN SANGAT KAMI
BUTUHKAN.
KIRIM SARAN TEMAN-TEMAN KE [email protected] atau sms ke
085697885725.