ABSTRAK
Perilaku korupsi di lingkungan birokrasi belum menunjukkan penurunan. Berdasarkan Laporan ICW, kebanyakan pelaku korupsi adalah berlatar belakang PNS. Kondisi tersebut sangat tidak sejalan dengan tujuan Reformasi Birokrasi untuk mewujudkan good governance dan clean government dalam birokrasi Indonesia. Demikian pula kondisi saat ini di Jawa Barat. Oleh karena itu, berbagai upaya perlu terus dilakukan terutama untuk menumbuhkan Perilaku Anti Korupsi di kalangan PNS. Pencegahan korupsi antara lain dilakukan melalui pembinaan pegawai, dan satu di antara beberapa instrumennya adalah melalui Diklat (BPKP, 2002:16). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak hasil Diklat berupa kompetensi lulusan yang terdiri dari kompetensi pengetahuan, keterampilan, serta sikap dan perilaku terhadap Perilaku Anti Korupsi di kalangan PNS di Provinsi Jawa Barat.
Jenis penelitian adalah penelitian kuantitatif dengan metode survei deskriptif. Responden penelitian adalah para alumnus Diklat Prajabatan Golongan III di lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Barat tahun 2012 dengan sampel sebanyak 67 orang yang dipilih dengan menggunakan teknik sampel acak. Pengumpulan data penelitian menggunakan empat cara yaitu pengamatan, wawancara, penyebaran kuesioner, dan studi kepustakaan. Analisis data terdiri dari analisis deskriptif dan analisis induktif/kuantitatif dengan menggunakan model statistik analisis jalur (path analysis).
Hasil analisis menunjukkan bahwa secara parsial hasil Diklat berupa kompetensi pengetahuan, keterampilan, serta sikap dan perilaku berdampak positif terhadap Perilaku Anti Korupsi dengan masing-masing kontribusi sebesar 4,43% (pengetahuan), 25,50% (keterampilan), dan 31,26% (sikap dan perilaku). Dari ketiga aspek kompetensi tersebut, hanya aspek pengetahuan yang nilai kontribusinya dinyatakan tidak signifikan, sementara kompetensi sikap dan perilaku memberikan kontribusi dominan terhadap Perilaku Anti Korupsi. Secara simultan, kompetensi pengetahuan, keterampilan serta sikap dan perilaku memberikan dampak yang signifikan terhadap Perilaku Anti Korupsi pada alumnus Diklat Prajabatan Golongan III dengan kontribusi sebesar 61,30%. Hal ini bermakna bahwa meningkatnya kompetensi pengetahuan, keterampilan serta sikap dan perilaku akan dapat meningkatkan Perilaku Anti Korupsi di kalangan PNS.
Kompetensi pengetahuan, keterampilan serta sikap dan perilaku perlu terus ditingkatkan dengan memerbaiki pencapaian indikator-indikator kompetensi yang dinyatakan rendah oleh alumnus. Implikasinya bahwa di dalam pelaksanaan Diklat Prajab III maupun diklat-diklat yang lain hendaknya lebih memerkuat pengembangan soft competency dibanding hard competency. Soft competency lulusan juga perlu dipupuk melalui pembinaan lingkungan kerja termasuk dukungan atasan dan teman sejawat sehingga kondusif terhadap tumbuhnya Perilaku Anti Korupsi. Hasil penelitian ini juga memberikan dukungan terhadap penerapan pola baru dalam penyelenggaraan Diklat Prajabatan sesuai dengan PERKALAN Nomor: 21 Tahun 2013 tentang Pedoman Penyelenggaraan Diklat Prajabatan Golongan III, karena model Diklat Prajab III yang akan diterapkan relevan dengan implikasi hasil penelitian ini terutama yang berkaitan dengan arah Diklat untuk membentuk karakter PNS yang kuat, yang menjunjung tinggi standar etika publik, karakter yang dibutuhkan untuk tumbuh dan terpeliharanya Perilaku Anti Korupsi.
Kata Kunci : Kompetensi, Perilaku Anti Korupsi, Alumnus.
DAMPAK HASIL PENDIDIKAN DAN PELATIHAN (DIKLAT) TERHADAP PERILAKU ANTI KORUPSI (STUDI EMPIRIK PADA ALUMNUS DIKLAT PRAJABATAN GOLONGAN III
DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT)
Oleh: Adang Kurniadi WIDYAISWARA MADYA
MAJALAH ILMIAH ”JURNAL INSPIRASI” 1
Dampak Hasil Diklat Terhadap Prilaku Anti KorupsiAdang Kurniadi
PENDAHULUAN
Satu di antara jenis tindak pidana yang menjadi musuh bersama bagi seluruh bangsa di dunia ini adalah korupsi. Tidak dapat dipungkiri, kondisi saat ini menunjukkan bahwa di Indonesia praktik korupsi sudah tergolong parah dan akut, bahkan banyak pihak menilai korupsi telah menjadi budaya, karena semakin hari semakin banyak praktik korupsi yang terekspos ke permukaan serta koruptor yang ditangkap dan dipenjara. Perilaku korupsi sudah seperti penyakit kanker ganas yang menjalar ke sel-sel organ publik, menjangkit ke lembaga-lembaga tinggi Negara seperti legislatif, eksekutif dan yudikatif hingga ke BUMN dan dengan pelaku mulai dari pejabat kecil hingga pejabat tinggi.
Pada tahun 2013, daftar terbaru Indeks Persepsi Korupsi (IPK) atau CPI (Corruption Perceptions Index) versi organisasi Transparency International (TI) mencatatkan Indonesia berada di posisi ke-114 dari 175 negara dengan IPK sebesar 3,2. Ini berarti Indonesia termasuk dalam kelompok 60 negara terkorup di dunia. Posisi IPK tahun 2013 ini tidak mengalami perubahan dari tahun 2012 di mana IPK Indonesia juga tercatat sebesar 3,2, yang dapat mengimplikasikan belum cukup berartinya perubahan fenomena korupsi di Indonesia. Berikut disajikan data IPK versi TI dari tahun 2000 sampai 2013 :
Tabel 1.
IPK Indonesia Versi Survey Lembaga Transparency International
Periode Tahun 2000 – 2013
Sumber : http://cpi.transparency.org/, tahun 2000
- 2013
Keterangan: *) Urutan (rank) negara
terbaik adalah nomor urut 1 dari seluruh negara
yang disurvey.
Meskipun pada tahun 2013 Indonesia tidak
masuk 10 besar sebagai negara terkorup seperti
yang pernah terjadi pada tahun 2000 sampai
2004, namun dengan IPK sebesar 3,2 tersebut
tentu masih jauh dari harapan, karena rentang
skala IPK adalah antara 0 – 10. Angka 0 berarti
sektor publik di negara tersebut dipersepsikan
paling korup, sedangkan 10 dianggap paling
bersih. Sebagai perbandingan, posisi Indonesia
sangat jauh bila dibandingkan dengan posisi
negara Asia seperti Singapura yang IPK–nya
sebesar 8,6.Dari aspek pelaku korupsi di Indonesia, laporan
lembaga ICW tentang tren penegakan hukum
kasus korupsi di Indonesia dalam beberapa tahun
terakhir, di mana dalam rilis menyoal latar
belakang tersangka maupun pelakunya, ternyata
tersangka berlatar belakang pegawai negeri sipil
(PNS) menempati urutan teratas. Pada tahun
2011, tercatat jumlah PNS yang menjadi
tersangka korupsi mencapai 239 orang, diikuti
oleh direktur atau pimpinan perusahaan swasta
dan anggota DPR/DPRD sebanyak 99 orang
tersangka. (ICW, 2011). Pada bulan November
2012, Mendagri Gamawan Fauzi, menjelaskan
bahwa jumlah PNS Pemda (pejabat daerah) yang
terlibat kasus korupsi di seluruh Indonesia sudah
mencapai 1.000 orang, sebanyak 474 orang di
antaranya sedang dalam proses penanganan
hukum. (Republika, Selasa, 20 November 2012).Masih berkenaan dengan perilaku korupsi yang
dilakukan di lingkungan pemerintah, menurut
Agus Santoso, Wakil Kepala Pusat Pelaporan dan
Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dalam suatu
Diskusi DPD soal Suap Daerah di Jakarta pada hari
Jumat, 25 Oktober 2013, mengatakan bahwa PNS
di lingkungan pemerintah daerah lebih berpotensi
terjerat kasus korupsi dibandingkan dengan PNS
di pemerintah pusat. Seorang PNS di pemerintah
2
Tahun IPK Urutan*) Jumlah Negara
Survey 2000 1,7 86 90 2001 1,9 88 91 2002 1,9 96 102 2003 1,9 122 133 2004 2,0 137 146 2005 2,2 140 156 2006 2,4 130 163 2007 2,3 143 170 2008 2,6 126 180 2009 2,8 111 180 2010 2,8 110 178 2011 3,0 100 182 2012 3,2 118 174 2013 3,2 114 175
MAJALAH ILMIAH ”JURNAL INSPIRASI”
Jurnal Inspirasi Volume 5 No. 2, september 2014: 1-13
pusat peluang korupsinya sebesar 1:1,1, sementara
PNS di Pemda justru lebih besar, yakni 1:1,6.
Sebagian besar PNS di lingkungan Pemda terjerat
kasus korupsi karena mengikuti kehendak kepala
daerah. Agus Santoso juga mengingatkan, bahwa
kepala daerah biasanya memanfaatkan media
birokrasi untuk melakukan tindak korupsi. Oleh
karena itu, PNS di lingkungan Pemda perlu lebih
waspada agar tidak terjebak dalam lingkaran
korupsi. (dimuat di Kompas.com, Sabtu, 26 Oktober
2013).
Di wilayah provinsi Jawa Barat, kasus-kasus
korupsi yang terjadi di lingkungan Pemda juga cukup
banyak, dan para pelakunya tercatat mulai dari staf
bawahan, bendaharawan hingga kepala daerah
serta tersebar di semua Kab/Kota yang ada di Jawa
Barat. Sebagai contoh, pada tahun 2010 ada kasus
suap BPK Jabar dengan tersangka 7 (tujuh) PNS
Pemkot Bekasi dan Pejabat BPK Provinsi Jawa Barat.
Pada tahun 2011 mencuat kasus korupsi upah
pungut di Kabupaten Subang, juga kasus korupsi
dana APBD TA 2010 di Kota Bekasi. Pada tahun 2012,
mencuat pula kasus korupsi dana pembangunan
kantor kecamatan, dan kasus penyelewengan dana
belanja barang dan jasa APBD Kota Cirebon TA 2004.
Pada tahun 2013 misalnya kasus korupsi beras
miskin (Raskin), dan kasus suap dana Bansos APBD
Kota Bandung, sementara pada tahun 2014 juga
mencuat kasus-kasus korupsi seperti korupsi dana
perjalanan dinas anggota DPRD Kota Cimahi TA
2011, dan kasus korupsi pajak sertifikasi guru Kab.
Bandung yang sampai saat disusunnya karya tulis ini
sedang dalam proses persidangan di Pengadilan
Tipikor Bandung.
Kondisi korupsi di lingkungan birokrasi yang
dikemukakan tadi sudah tentu sangat tidak sejalan
dengan apa yang diharapkan oleh pemerintah dan
masyarakat dalam pelaksanaan birokrasi Indonesia,
yakni terwujudnya administrasi negara yang mampu
mendukung kelancaran dan keterpaduan
pelaksanaan tugas dan fungsi penyelenggaraan
pemerintahan negara dan pembangunan yang
bebas dari praktik korupsi, dengan mempraktekkan
prinsip-prinsip good governance dan clean
government serta menyediakan public good and
services sesuai harapan masyarakat.
Da l am rangka p en cegahan d an
pemberantasan korupsi, pemerintah telah
mengeluarkan Inpres No. 5 Tahun 2004 tentang
Percepatan Pemberantasan Korupsi di Indonesia,
yang kemudian telah mendorong berbagai inisiatif
di lingkungan Pemerintahan Pusat sampai ke
Pemerintah Daerah. Melalui Inpres ini, Presiden
Republik Indonesia mengamanatkan untuk
melakukan langkah-langkah upaya strategis
dalam mempercepat pemberantasan korupsi, satu
di antaranya dengan menyusun Rencana Aksi
Nasional Pemberantasan Korupsi (RAN-PK).
Kelanjutannya, pada tahun 2012, Presiden juga
mengeluarkan Perpres Nomor 55 Tahun 2012
tentang Strategi Nasional Pencegahan dan
Pemberantasan Korupsi Jangka Panjang (Stranas
PPK) Tahun 2012-2025 dan Jangka Menengah
Tahun 2012-2014. Baik Dokumen RAN-PK maupun
Stranas PPK pada intinya menekankan perlunya
upaya-upaya yang sistematis di setiap lini
pemerintahan dan dilakukan secara bersama
dengan semua pihak terkait untuk melakukan
usaha-usaha agar setiap penyelenggara negara,
pelaku usaha serta masyarakat memerangi semua
bentuk tindak korupsi dan masing-masing
lembaga maupun individu memiliki suatu perilaku
yang disebut Perilaku Anti Korupsi (PAK).
Perilaku Anti Korupsi adalah suatu tingkah
laku, tindakan ataupun perbuatan yang
menunjukkan seseorang anti pada korupsi.
Perbuatan yang tergolong korupsi itu sendiri
sifatnya luas, misalnya menurut definisi Joachim
Eckert, seorang hakim pada pengadilan Muenchen
Jerman, menyatakan bahwa korupsi berasal dari
kata corrumper yang berarti kehancuran,
penyimpangan dari kesucian, perbuatan tidak
senonoh, tindakan tidak bermoral dan sebagainya.
Jika definisi luas tersebut yang digunakan, maka
dapat bermakna bahwa Perilaku Anti Korupsi
adalah tingkah laku, tindakan ataupun perbuatan
yang tidak menyimpang dari kesucian, tidak
melakukan perbuatan tidak senonoh, tidak
melakukan tindakan yang tidak bermoral dan
perilaku tidak terpuji lainnya.
3MAJALAH ILMIAH ”JURNAL INSPIRASI”
Dampak Hasil Diklat Terhadap Prilaku Anti KorupsiAdang Kurniadi
Permasalahan korupsi jelaslah tidak semata-mata
persoalan ekonomi, malahan lebih kepada
persoalan karakter dan etika yang penyelesaiannya
tidak bisa hanya melalui lembaga peradilan,
melainkan juga cara-cara lain, satu di antaranya
yang terdepan adalah melalui media pendidikan dan
pelatihan (Diklat). Hal ini dipandang sangat penting,
karena pendidikan merupakan upaya normatif yang
mengacu pada nilai-nilai mulia yang menjadi bagian
dari kehidupan berbangsa, mengingat nilai tersebut
dapat dilanjutkan melalui peran transfer knowledge
baik aspek kognitif, sikap maupun keterampilan.
Pendidikan membimbing manusia menjadi manusia
manusiawi yang makin dewasa secara intelektual,
moral dan sosial. Ini berarti bahwa melalui Diklat
dapat dikembangkan etika yang kuat dan mampu
menggerakkan nilai-nilai anti korupsi dalam
kehidupannya. Diklat di lingkungan pemerintah
dalam berbagai jenjang pada dasarnya dilakukan
untuk tujuan tersedianya aparat penyelenggara
birokrasi yang profesional, yang dapat bersikap dan
beretika sesuai dengan etika publik.
Sebagaimana diatur dalam Peraturan
Pemerintah (PP) Nomor 101 Tahun 2000 tentang
Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri
Sipil, bahwa satu di antara jenis Diklat PNS adalah
Diklat Prajabatan yang merupakan syarat
pengangkatan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS)
menjadi PNS, yaitu untuk Golongan I, Golongan II
dan Golongan III (Pasal 5 PP No. 101/2000). Diklat
Prajabatan dilaksanakan untuk memberikan
pengetahuan dalam rangka pembentukan wawasan
kebangsaan, kepribadian dan etika publik, di
samping pengetahuan dasar tentang sistem
penyelenggaraan pemerintahan negara, bidang
tugas, dan budaya organisasinya agar mampu
melaksanakan tugas dan perannya sebagai pelayan
masyarakat (Pasal 7).
PNS Golongan III dapat dikatakan sebagai
kader-kader pimpinan dalam penyelenggaraan
pemerintahan yang perlu dibina secara lebih khusus.
Pembinaan tersebut menjadi bagian dari upaya
mewujudkan good governance dan clean
government di setiap unit organisasi pemerintah.
Oleh karena itu, dalam rangka penyelenggaraan
Pendidikan dan Pelatihan Prajabatan Golongan III
(Diklat Prajab III) telah dikeluarkan pula
PERKALAN Nomor 18 Tahun 2010 tentang
Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan dan
Pelatihan Prajabatan. Pengaturan ini diharapkan
agar penyelenggaraan Diklat Prajab III mampu
mencapai tujuan dan sasarannya, yakni
terwujudnya PNS yang memiliki kompetensi yang
sesuai dengan persyaratan pengangkatan untuk
menjadi PNS Golongan III dan tentunya agar
mampu bekerja sesuai dengan etika publik.Berkenaan dengan tujuan Diklat
menurut PP Nomor 101 Tahun 2000 dan
sasaran kompetens i sebagaimana
disebutkan dalam PERKALAN Nomor 18 Tahun
2010 dimana porsi terbanyak adalah dalam rangka
pembinaan sikap perilaku PNS, maka outcome
(hasil) serta impact (dampak) dari diklat-
diklat Prajab Golongan III yang telah
dilaksanakan selama ini tentu juga perlu
dipertanyakan, yakni : apakah Diklat
Prajabatan ini telah memberikan kontribusi
terhadap adanya perilaku anti korupsi
khususnya pada PNS Golongan III
(alumnus)? Berdasarkan latar belakang yang telah
dijelaskan, maka penulis menetapkan pokok
permasalahan dalam penelitian ini, yaitu :
“Seberapa besar dampak hasil diklat berupa
kompetensi PNS yang diukur dari kompetensi
pengetahuan, keterampilan, serta sikap dan
perilaku baik secara parsial maupun secara
simultan terhadap perilaku anti korupsi pada
alumnus Diklat Prajab Golongan III di lingkungan
Pemerintah Provinsi Jawa Barat?”.
KERANGKA PEMIKIRANPelaksanaan dari kebijakan dan program reformasi birokrasi di Indonesia sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025, dilakukan melalui proses yang terdesentralisasi, serentak, dan bertahap serta terkoordinasi dengan beberapa indikator keberhasilan di mana tujuan untuk terbebasnya
4 MAJALAH ILMIAH ”JURNAL INSPIRASI”
Jurnal Inspirasi Volume 5 No. 2, september 2014: 1-13
birokrasi dari praktek korupsi menempati urutan teratas yang harus mampu diwujudkan oleh seluruh unsur birokrasi di Indonesia. Oleh karena itulah begitu pentingnya mencapai kondisi di mana Perilaku Anti Korupsi khususnya di kalangan PNS tumbuh subur dan terpelihara dengan baik.
Definisi khusus Perilaku Anti Korupsi memang
masih sulit ditemukan, namun maknanya dapat diurai
dari pembentukan istilah Perilaku Anti Korupsi ini.
Misalnya, pengertian anti korupsi terdapat di dalam
Keputusan Sekretaris Kabinet Republik Indonesia
Nomor 34 Tahun 2013 Tentang Strategi Komunikasi
Pendidikan dan Budaya Anti Korupsi Sekretariat
Kabinet menyebutkan bahwa “Anti Korupsi
merupakan semua tindakan yang melawan,
memberantas, menentang, dan mencegah korupsi.”
Sementara pengertian korupsi itu sendiri, jika dilihat
dari asal kata Corruptio atau Corruptus, maka berarti
kerusakan. Menurut Kamus Istilah Hukum Latin
Indonesia, Corruptio berarti penyogokan (Adiwinata,
1997:30). Menurut Hamzah (1984:19), arti harfiah
dari kata korupsi ialah kebusukan, keburukan,
kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak
bermoral, penyimpangan dari kesucian, kata-kata
atau ucapan yang menghina atau memfitnah.
Klitgaard (1998:31) mengartikan korupsi yaitu : “Korupsi adalah tingkah laku yang menyimpang
dari tugas-tugas resmi sebuah jabatan negara
karena keuntungan status atau uang yang
menyangkut pribadi (perorangan, keluarga
dekat, kelompok sendiri), atau melanggar
aturan-aturan pelaksanaan beberapa tingkah ”
laku pribadi. Berdasarkan beberapa pengertian di atas,
maka dapat dikatakan bahwa korupsi adalah
tindakan yang dilakukan oleh setiap orang yang
menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau
sarana yang ada padanya karena jabatan atau
kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara
atau perekonomian Negara. Dengan analogi sebagai
kebalikan dari makna korupsi seperti telah
didefinisikan tersebut, maka Anti Korupsi adalah
perlawanan dari perbuatan seseorang yang
melakukan korupsi.Berkaitan dengan perilaku, di dalam teori
psikologi dinyatakan bahwa perilaku adalah
tanggapan atau reaksi individu terhadap
rangsangan atau lingkungan. Dari pandangan
biologis perilaku merupakan suatu kegiatan atau
aktivitas organisme yang bersangkutan.
(Depdiknas, 2005:16). Sedangkan menurut
Notoatmodjo (2003:118) perilaku adalah suatu
aktivitas dari manusia itu sendiri.Menurut Notoatmodjo (2003:122) bentuk
operasional dari perilaku dapat dikelompokkan
menjadi 3 (tiga) jenis yaitu perilaku dalam bentuk
pengetahuan, perilaku dalam bentuk sikap yaitu
tanggapan batin terhadap keadaan atau
rangsangan dari luar, serta perilaku dalam bentuk
tindakan yang sudah konkrit, yakni berupa
perbuatan atau action terhadap situasi atau
rangsangan dari luar. Berdasarkan perspektif teori perilaku dan
dikaitkan dengan Perilaku Anti Korupsi khususnya
pada individu PNS, maka wujud sekaligus menjadi
indikator-indikator Perilaku Anti Korupsi pada PNS
adalah :1. Perilaku dalam bentuk pengetahuan, yaitu PNS
mengetahui situasi atau rangsangan dari luar
yang berkaitan dengan korupsi, bahaya dan
dampak korupsi bagi diri pribadi, orang lain,
masyarakat, bangsa dan negara. 2. Perilaku dalam bentuk sikap yaitu kesadaran
untuk menolak, menentang, mencegah, dan
memberantas adanya korupsi.3. Perilaku dalam bentuk tindakan yang sudah
konkrit, yakni berupa perbuatan atau action
terhadap perbuatan korupsi.
P e r i l a k u A n t i K o r u p s i d a p a t
ditumbuhkembangkan dengan upaya-upaya
sistematis dan terencana yang sejalan dengan
se rangka i an upaya pencegahan dan
pemberantasan korupsi yang telah dilakukan oleh
pemerintah selama ini. Menurut BPKP (2002:16),
bahwa pencegahan korupsi antara lain dilakukan
melalui pembinaan pegawai, di mana dalam hal
pembinaan pegawai ini dikatakan sebagai berikut :
“Kondisi yang ingin dicapai dalam pembinaan
pegawai adalah terciptanya obyektivitas dan
keadilan dalam pembinaan pegawai dan diterap-
5MAJALAH ILMIAH ”JURNAL INSPIRASI”
Dampak Hasil Diklat Terhadap Prilaku Anti KorupsiAdang Kurniadi
kannya nilai-nilai impersonal, keterbukaan dan
penetapan persyaratan yang terukur, sehingga dapat
menimbulkan kegairahan bekerja dan rasa
tanggungjawab yang besar dari seluruh
pegawai/pejabat. Kondisi tersebut dapat tercapai
melalui penempatan, penggajian, kepangkatan,
pendidikan dan pelatihan (Diklat), penilaian
pelaksanaan pekerjaan, mutasi dan promosi, dan
penegakan disiplin yang obyektif, terbuka dan adil.”
Seperti disinggung di atas, bahwa Diklat adalah
satu di antara sarana yang diharapkan dapat
membentuk Perilaku Anti Korupsi di kalangan PNS,
dan hal ini relevan dengan konsep Diklat PNS sebagai
suatu sistem transformasi untuk menghasilkan
output berupa peserta didik yang memiliki
seperangkat nilai, sikap, pengetahuan dan
keterampilan baru serta berdampak lanjutan pada
praktek atau aplikasi pengetahuan dan keterampilan
tersebut dalam institusi tempat bertugas, juga
aplikasinya di dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.
Setiap penyelenggaraan Diklat sebagai suatu
proses pembelajaran tentu diharapkan efektif dalam
mencapai tujuan dan sasarannya. Sebagai proses
pembelajaran, efektivitas Diklat adalah hasil belajar,
di mana menurut Soedjadi (1991:10), hasil belajar
dipandang sebagai satu indikator bagi mutu
pendidikan dan perlu disadari bahwa hasil belajar
adalah bagian dari hasil pendidikan.
Domain hasil belajar khususnya dalam konteks
Diklat PNS adalah terwujudnya kompetensi PNS
sebagaimana yang disebutkan dalam beberapa
peraturan terkait terutama yang termaktub dalam
Peraturan Pemerintah No. 101 Tahun 2000 tentang
Diklat Jabatan Pegawai Negeri Sipil.
Dalam perspektif umum, kompetensi dapat
diartikan berbeda-beda, misalnya McClelland dalam
Cira dan Benjamin (1998:21-28) mendefinisikan
kompetensi (competency) sebagai:
“Karakteristik yang mendasar yang dimiliki
seseorang yang berpengaruh langsung
terhadap, atau dapat memprediksikan, kinerja
yang sangat baik. Dengan kata lain,
kompetensi adalah apa yang para outstanding
performers lakukan lebih sering, pada lebih
banyak situasi, dengan hasil yang lebih baik,
daripada apa yang dilakukan para average
peiformers.”
Bagi PNS, menurut Peraturan Pemerintah
Nomor: 101 Tahun 2000, tentang Pendidikan dan
Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil (PNS),
menjelaskan bahwa konsep kompetensi adalah
kemampuan dan karakteristik yang dimiliki oleh
seorang PNS, berupa pengetahuan, keterampilan
dan sikap perilaku yang diperlukan dalam
pelaksanaan tugas dan jabatan.
Secara analisis, definisi kompetensi menurut
PP No. 101 Tahun 2000 mengindikasikan tiga
dimensi kompetensi yang harus dimiliki oleh setiap
PNS yaitu dimensi (a) pengetahuan (knowledge),
(b) keterampilan (skills), dan (c) sikap dan perilaku
(attitude and behavior).
Relevan dengan penjelasan di atas, Prayitno
dan Suprapto (2003:11) menyatakan bahwa
standar kompetensi mencakup tiga hal, yaitu yang
disingkat dengan KSA : 1. Pengetahuan (Knowledge), yaitu fakta dan
angka dibalik aspek teknis; 2. Keterampilan (Skills), yaitu kemampuan untuk
menunjukkan tugas pada tingkat kriteria yang
dapat diterima secara terus menerus dengan
kegiatan yang paling sedikit; 3. Perilaku (Attitude), yaitu yang ditunjukkan
kepada pelanggan dan orang lain bahwa yang
bersangkutan mampu berada dalam
lingkungan kerjanya.
Berkaitan dengan Standar Kompetensi PNS
Golongan III, maka di dalam PERKALAN Nomor 18
Tahun 2010 tentang Pedoman Penyelenggaraan
Pendidikan dan Pelatihan Prajabatan menyatakan
bahwa sesuai dengan tugas, wewenang dan
tanggung jawab PNS dalam penyelenggaraan
pemerintahan dan pembangunan, maka Standar
Kompetensi yang perlu dimiliki oleh PNS Golongan
III yang merupakan kader pimpinan dalam
kepemerintahan yang baik, adalah kemampuan
dalam :
1. menunjukkan komitmen dan integritas moral
serta tanggung jawab profesi sebagai Pegawai
Negeri Sipil;
6 MAJALAH ILMIAH ”JURNAL INSPIRASI”
Jurnal Inspirasi Volume 5 No. 2, september 2014: 1-13
2. mewujudkan disiplin dan etos kerja;
3. m e n j e l a s k a n p o k o k - p o k o k s i s t e m
penyelenggaraan pemerintahan negara
Republik Indonesia;
4. menjelaskan posisi, peran, tugas, fungsi dan
kewenangan instansi asal peserta dan organisasi
publik pada umumnya;
5. menganalisis masalah penyelenggaraan
pemerintahan negara Republik Indonesia;
6. menjelaskan ketentuan-ketentuan kepegawaian
berkaitan dengan hak dan kewajiban PNS;
7. menganalisis masalah wawasan kebangsaan
dalam kerangka Negara Kesatuan Republik
Indonesia;
8. mengaplikasikan prinsip-prinsip budaya
organisasi pemerintah;
9. mengaplikasikan teknik manajemen perkantoran
modern di unit kerjanya;
10. mengaplikasikan prinsip-prinsip pelayanan
prima sesuai dengan bidang tugasnya;
11. bekerjasama dalam kelompok melalui
komunikasi yang saling menghargai.
Dalam mengukur dampak Diklat Prajab
Golongan III terhadap khususnya Perilaku Anti
Korupsi ini, maka penelitian ini menggunakan
masing-masing unsur kompetensi PNS Golongan
III di atas dengan pengelompokan pada ketiga
dimensi kompetensi sebagaimana dikemukakan
sebelumnya, yaitu dimensi pengetahuan,
keterampilan dan dimensi sikap dan perilaku.
Berdasarkan uraian teoritis serta mengacu
pada pendekatan sistem Diklat PNS, maka secara
skematik penelitian ini dapat diringkaskan dalam
Gambar 1 berikut :
7MAJALAH ILMIAH ”JURNAL INSPIRASI”
Dampak Hasil Diklat Terhadap Prilaku Anti KorupsiAdang Kurniadi
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
Selanjutnya, memperhatikan kerangka pikir,
khususnya keterkaitan antar variabel yang diteliti,
maka penulis mengajukan hipotesis bahwa 1).
Secara parsial terdapat dampak yang signifikan hasil
diklat berupa kompetensi pengetahuan (X ) terhadap 1
Perilaku Anti Korupsi (Y); 2) Secara parsial terdapat
dampak yang signifikan hasil diklat berupa
kompetensi keterampilan (X ) terhadap Perilaku Anti 2
Korupsi (Y); 3) Secara parsial terdapat dampak yang
signifikan hasil diklat berupa kompetensi sikap dan
perilaku (X ) terhadap Perilaku Anti Korupsi (Y); dan 3
4) Secara simultan terdapat dampak yang signifikan
hasil diklat berupa kompetensi sikap dan perilaku (X ) 3
terhadap Perilaku Anti Korupsi (Y).
METODE PENELITIANJenis penelitian yang digunakan adalah penelitian
menurut tingkat eksplanasi dengan pendekatan
kuantitatif dan dengan metode penelitian survai.
Pendekatan kuantitatif digunakan karena lebih cocok
untuk diterapkan mengingat penelitian ini dilakukan
pada sejumlah sampel individu dan dengan unit
organisasional yang juga beragam. Variabel yang
digunakan dalam penelitian ini terdiri dari variabel
independen atau variabel eksogen, yaitu variabel-
variabel yang menjadi komponen-komponen hasil
Diklat, yang meliputi :pengetahuan (X ), 1
keterampilan (X ), dan variabel sikap dan perilaku 2
(X ). Selanjutnya adalah variabel dependen atau 3
variabel endogen, yaitu Perilaku Anti Korupsi (Y). Responden penelitian adalah para alumnus
Diklat Prajab Golongan III di lingkungan Pemerintah
Provinsi Jawa Barat, secara khusus dipilih alumnus
Diklat Prajab III angkatan 2012, dengan alasan
yaitu: (1) mereka telah mengalami proses
pembelajaran Diklat Prajabatan Golongan III yang
dalam waktu dua tahun setelah lulus diperkirakan
telah menghasilkan dampak berarti dalam
pelaksanaan tugasnya, dan (2) mereka adalah
tenaga pelamar murni yang merupakan kader
pimpinan masa depan yang dituntut perlu
memahami dan dapat mengimplementasikan
Perilaku Anti Korupsi setelah kembali ke permanent
system (tempat tugas). Jumlah populasinya adalah
202 orang alumnus yang selanjutnya diambil sampel
menggunakan rumus Yamane (Sugiyono,
2004:65) dengan menetapkan tingkat presisi
sebesar 0,10 (10%), sehingga diperoleh sampel
minimal yaitu 67 alumnus. Agar representatif,
dalam penarikan sampel tersebut digunakan
teknik sampel proporsi, dengan pertimbangan
keberadaan alumnus yang berbeda jumlahnya
pada setiap SKPD. Data yang diperlukan dalam
penelitian ini diperoleh dengan metode
penyebaran kuesioner. Kuesioner yang
dipergunakan terlebih dahulu diuji validitas dan
reliabilitasnya dengan uji statistik. Selanjutnya
untuk membahas masalah dan memperoleh
kesimpulan penelitian ini digunakan dua jenis
analisis, yaitu analisis deskriptif dan analisis
induktif/kuantitatif, berupa pengujian hipotesis
dengan menggunakan statistik analisis jalur (path
analysis).
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANBerdasarkan hasil analisis data baik secara
deskriptif maupun secara induktif, maka dapat
dikemukakan beberapa hasil penelitian ini. Dari
hasil analisis deskriptif menjelaskan bahwa
pencapaian hasil Diklat berupa kompetensi
pengetahuan secara umum mencapai kategori
yang sudah baik meskipun belum maksimal
karena ada beberapa indikator kompetensi
pengetahuan yang kurang terwujud dengan baik,
antara lain materi-materi yang diberikan dalam
Diklat Prajab III belum sepenuhnya dapat diserap
oleh peserta Diklat dan materi-materi tersebut
juga belum seluruhnya relevan atau sesuai dengan
kebutuhan peserta di tempat tugas. Pencapaian
hasil Diklat berupa kompetensi keterampilan
secara umum mencapai cukup baik, yang berarti
juga belum maksimal karena ada beberapa
indikator kompetensi keterampilan yang belum
tercapai dengan baik antara lain keterampilan
d a l a m m e n e r a p k a n p r i n s i p - p r i n s i p
kepemerintahan yang baik (good governance),
peningkatan keterampilan dalam mengidentifikasi
tindakan-tindakan pegawai negeri atau
penyelenggara negara yang merupakan tindak
pidana korupsi, dan peningkatan keterampilan
8 MAJALAH ILMIAH ”JURNAL INSPIRASI”
Jurnal Inspirasi Volume 5 No. 2, september 2014: 1-13
dalam merancang kerangka kerja dan mengatasi
hambatan-hambatan untuk memiliki pola pikir
sebagai seorang PNS. Pencapaian hasil Dikla berupa
kompetensi sikap dan perilaku secara umum
mencapai cukup baik, berarti pula belum maksimal
karena beberapa indikator kompetensi sikap dan
perilaku yang belum tercapai dengan baik, antara lain
tentang perubahan perilaku positif untuk
melaksanakan tugas sesuai prinsip-prinsip
kepemerintahan yang baik (good governance),
perubahan perilaku positif untuk secara sendiri dan
bersama-sama pemerintah dalam mempercepat
pemberantasan korupsi, serta perubahan perilaku
dalam mengembangkan pola pikir yang positif dan
meminimalisasi pola pikir diri yang negatif. Hasil
analisis deskriptif terhadap variabel Perilaku Anti
Korupsi menjelaskan bahwa sikap anti korupsi dari
para alumnus yang diteliti masih rendah yang
tercermin pada masih relat i f rendahnya
pengetahuan, kesadaran dan tindakan untuk
mencegah dan menghindari perbuatan korupsi
terutama di lingkungan tugasnya.Selanjutnya dari analisis induktif, maka
diperoleh hasil persamaan jalur atau persamaan
matematis dari model penelitian ini yaitu :
Y = 0,095*X1 + 0,403*X2 + 0,478*X3,
Errorvar.= 0,387, R² = 0,613Adapun model path diagram (diagram jalur) dari
persamaan yang terbentuk adalah sebagai berikut :
Gambar 2. Path Diagram Hasil Analisis
Hipotesis
Sumber: Hasil pengolahan data primer, tahun 2014Dari hasil persamaan maupun path diagram
dapat dijelaskan bahwa loading factor (koefisien
jalur) untuk variabel X , X , dan X dalam membentuk 1 2 3
variabel laten Y adalah sebesar : X = 0,095, X = 1 2
0,403, dan X = 0,478. Nilai koefisien determinasi 3
2atau R-square (R ) yang diperoleh sebesar 0,613
atau kontribusi variabel X , X , dan X terhadap Y 1 2 3
adalah sebesar 61,30%. Dengan demikian,
kontribusi variabel error terhadap Y adalah
sebesar 0,387 atau 38,70%. Nilai koefisien
korelasi multipel r, yaitu sebesar 0,783. Hasil persamaan jalur ini selanjutnya
digunakan untuk menguji hipotesis yang diajukan
baik secara parsial maupun secara simultan. Pada
pengujian hipotesis pertama mengenai dampak
parsial kompetensi pengetahuan terhadap
Perilaku Anti Korupsi didapat hasil bahwa
kompetensi pengetahuan berdampak positif
terhadap Perilaku Anti Korupsi pada alumnus
Diklat Prajab Golongan III di lingkungan
Pemerintah Provinsi Jawa Barat dengan kontribusi
total sebesar 4,43%, di mana nilai kontribusi
tersebut tergolong tidak signifikan. Hal ini dapat
terjadi karena pengetahuan-pengetahuan yang
diberikan kepada peserta Diklat belum seutuhnya
sesuai dengan kebutuhan di tempat tugas dan
belum tersedia materi yang komprehensif
khususnya pengetahuan-pengetahuan yang
relevan dengan Perilaku Anti Korupsi. Di samping
itu, ada kendala dalam penerapan pengetahuan
tersebut di tempat tugas karena berbagai faktor
pendukungnya tidak tersedia dengan baik.
Meskipun variabel kompetensi pengetahuan
memiliki dampak tidak signifikan terhadap
Perilaku Anti Korupsi, namun tetaplah penting
untuk ditingkatkan karena pengetahuan tersebut
tidak hanya diharapkan berdampak positif
terhadap Perilaku Anti Korupsi saja, tetapi
terhadap kinerja pegawai di tempat tugas.Dari hasil pengujian hipotesis kedua
mengenai dampak pars ia l kompetensi
keterampilan terhadap Perilaku Anti Korupsi
didapat hasil bahwa kompetensi keterampilan
berdampak positif terhadap Perilaku Anti Korupsi
pada alumnus Diklat Prajab Golongan III di
lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Barat
dengan kontribusi total sebesar 25,50%, di mana
nilai kontribusi tersebut tergolong signifikan. Hal
ini menjelaskan bahwa hasil Diklat berupa
9MAJALAH ILMIAH ”JURNAL INSPIRASI”
Dampak Hasil Diklat Terhadap Prilaku Anti KorupsiAdang Kurniadi
kemampuan untuk menyelesaikan sebuah tugas atau
suatu pekerjaan fisik atau mental tertentu dengan
benar telah dapat diterapkan oleh alumnus di tempat
tugas dan hal tersebut menjadi faktor pendorong
untuk tumbuh dan berkembangnya Perilaku Anti
Korupsi pada alumnus. Oleh karena itu, semakin
meningkatnya kompetensi keterampilan yang
diperoleh akan semakin meningkatkan Perilaku Anti
Korupsi di kalangan PNS. Selanjutnya dari hasil pengujian hipotesis
ketiga tentang dampak parsial kompetensi sikap dan
perilaku terhadap Perilaku Anti Korupsi didapat hasil
bahwa kompetensi sikap dan perilaku berdampak
positif terhadap Perilaku Anti Korupsi pada alumnus
Diklat Prajab Golongan III di lingkungan Pemerintah
Provinsi Jawa Barat dengan kontribusi total sebesar
31,26%, di mana nilai kontribusi tersebut tergolong
signifikan. Hal ini menjelaskan bahwa hasil Diklat
antara lain berupa komitmen dan integritas moral
serta tanggung jawab profesi sebagai PNS telah
dapat diterapkan oleh alumnus di tempat tugas dan
hal tersebut juga menjadi faktor pendorong untuk
tumbuh dan berkembangnya Perilaku Anti Korupsi
pada alumnus. Oleh karena itu, semakin
meningkatnya kompetensi sikap dan perilaku akan
dapat meningkatkan Perilaku Anti Korupsi di
kalangan PNS.Hasil pengujian hipotesis keempat
tentang dampak simultan hasil Diklat berupa
kompetensi pengetahuan, keterampilan, serta sikap
dan perilaku terhadap Perilaku Anti Korupsi di mana
diperoleh hasil bahwa secara simultan hasil Diklat
berupa kompetensi pengetahuan, keterampilan serta
sikap dan perilaku berdampak positif dan signifikan
terhadap Perilaku Anti Korupsi pada alumnus Diklat
Prajabatan Golongan III di lingkungan Pemerintah
Provinsi Jawa Barat, yakni dengan kontribusi
61,30%, di mana nilai kontribusi tersebut tergolong
signifikan. Hal ini bermakna bahwa peningkatan
secara bersama-sama hasil Diklat berupa kompetensi
pengetahuan, keterampilan serta sikap dan perilaku
akan dapat meningkatkan Perilaku Anti Korupsi di
kalangan PNS.
KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
Berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan
bahwa hasil Diklat berupa kompetensi pengetahuan,
keterampilan, serta sikap dan perilaku berdampak
positif terhadap Perilaku Anti Korupsi khususnya di
kalangan alumnus Diklat Prajab Golongan III, dan
ha l in i dapat d igenera l i sas ikan pada
penyelenggaraan Diklat-diklat yang lain. Dari
ketiga aspek kompetensi tersebut, hanya aspek
pengetahuan yang nilai kontribusinya dinyatakan
tidak signifikan, sementara kompetensi sikap dan
perilaku memberikan kontribusi dominan
terhadap Perilaku Anti Korupsi.
Selanjutnya, atas kesimpulan yang
diperoleh serta kaitannya dengan hasil
keseluruhan dalam kajian deskriptif dan induktif
tentang dampak hasil Diklat terhadap Perilaku Anti
Korupsi pada alumnus Diklat Prajabatan Golongan
III, maka berimplikasikan perbaikan-perbaikan
yang perlu dilakukan di dalam penyelenggaraan
Diklat Prajabatan Golongan III pada khususnya
maupun Diklat-diklat lain yang diselenggarakan
oleh Badiklatda Provinsi Jawa Barat. Perbaikan-
perbaikan tersebut seyogyanya memper-
timbangkan hasil-hasil kajian empirik yang dapat
direkomendasikan yaitu :1. Hasil Diklat berupa kompetensi lulusan yang
terdir i dar i kompetensi pengetahuan,
keterampilan serta sikap dan perilaku perlu terus
diupayakan meningkat sehingga sesuai dengan
kondisi ideal yang ditentukan. Dengan
kompetensi yang semakin meningkat akan dapat
memberikan dampak positif dan signifikan
terhadap Perilaku Anti Korupsi. Peningkatan
kompetensi lulusan Diklat tersebut dilakukan
dengan memerbaiki pencapaian indikator-
indikator yang masih dianggap rendah, baik pada
kompetensi pengetahuan, keterampilan maupun
kompetensi sikap dan perilaku, antara lain dalam
menerapkan prinsip-prinsip kepemerintahan yang
baik (good governance), kemampuan
mengidentifikasi tindakan-tindakan pegawai
negeri atau penyelenggara negara yang
merupakan tindak pidana korupsi, dan
peningkatan pengetahuan, keterampilan serta
sikap dan perilaku dalam merancang kerangka
kerja dan mengatasi hambatan-hambatan untuk
memiliki pola pikir sebagai seorang PNS. 2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kompetensi sikap dan perilaku lebih dominan
memberikan dampak terhadap Perilaku Anti
10 MAJALAH ILMIAH ”JURNAL INSPIRASI”
Jurnal Inspirasi Volume 5 No. 2, september 2014: 1-13
Korupsi. Oleh karena itu, di dalam pelaksanaan
Diklat Prajab III maupun diklat-diklat yang lain
hendaknya lebih memerkuat pengembangan soft
competency dibanding hard competency. Soft
competency d imaksud ada lah a t t i tude
(perilaku/kebiasaan) yang meliputi nilai-nilai, citra
diri, sifat-sifat dan motivasi. Selain melalui Diklat,
soft competency dipupuk melalui pembinaan
lingkungan kerja termasuk dukungan atasan dan
teman sejawat sehingga kondusif terhadap
tumbuhnya attitude. Khusus untuk penguatan
Per i laku Ant i Korups i , maka d i da lam
penyelenggaraan Diklat sangat diperlukan adanya
materi-materi yang relevan dan mudah dipahami
oleh para peserta Diklat, materi-materi yang lebih
mengarah pada resistensi terhadap perbuatan
korupsi, dan materi-materi yang diberikan
hendaknya up-to-date sesuai perkembangan.
Kemudian dalam penyampaian materi tersebut,
widyaiswara hendaknya menggunakan metode,
teknik dan strategi yang tidak monoton, melainkan
bervariasi serta bersifat pengalaman belajar.3. Hasil penelitian juga menjelaskan bahwa masih
banyak indikator kompetensi (pengetahuan,
keterampilan serta sikap dan perilaku) yang belum
tercapai sesuai harapan. Hasil tersebut menjelaskan
bahwa masih ada kelemahan-kelemahan dalam
penyelenggaraan Diklat Prajabatan Golongan III
terutama dari segi pelaksanaan kegiatan belajar
mengajar (KBM).Oleh karena itu, diperlukan
p e r b a i k a n p a d a ko m p o n e n - ko m p o n e n
penyelenggaraan Diklat yang meliputi komponen
dasar (raw input) yaitu karakteristik peserta,
komponen sarana (instrumental input) seperti
kemampuan pendidik, materi ajar/mata Diklat,
metode, teknik dan strategi pembelajaran, fasilitas
belajar, dan penyelenggara, serta komponen
lingkungan (environmental input) seperti kondisi
fisik lingkungan belajar dan budaya belajar yang
mendukung sistem Diklat.
4. Peningkatan komponen-komponen KBM yang
m a m p u m e m a s i l i t a s i s e c a r a o p t i m a l
penyelenggaraan Diklat Prajab III untuk mencapai
peningkatan pada Perilaku Anti Korupsi khususnya
maupun kinerja aparat pemerintah pada umumnya
dilakukan pada setiap komponen Diklat (input,
proses, output dan outcome), antara lain yaitu :
a. Masukan (Input) mencakup karakteristik
peserta, komponen sarana dan lingkungan
belajar. Pada komponen karakteristik peserta
di antaranya menekankan agar proses seleksi
calon peserta perlu dilakukan yang diawali
dengan pengukuran (assessment) standar
kompetensi sesuai dengan Tupoksi
(kebutuhan instansi), juga pengembangan
motivasi para peserta Diklat. Pada komponen
sarana menekankan pada peningkatan
kemampuan pendidik, penyesuaian materi
ajar, penyesuaian strategi pembelajaran,
penambahan fasil itas belajar, serta
peningkatan kemampuan penyelenggara
terutama dalam penyajian program,
penyediaan fasilitas, tugas pengamatan dan
tugas pengendalian Diklat. Pada komponen
lingkungan belajar menekankan agar nilai-
nilai yang dikembangkan oleh lembaga Diklat
sebagai suatu cita-cita yang hendak
diwujudkan dari proses pembelajaran harus
lebih dapat dipahami oleh para peserta didik,
orientasi belajar harus menekankan pada
proses (active learning) daripada berorientasi
pada hasil (output learning), dan proses
belajar mengajar secara keseluruhan harus
memberikan proses yang cukup pada
kegiatan praktek guna memerkuat metode
instruksional klasikal.
b. Proses (manajemen Diklat). Agar kegiatan
belajar mengajar (KBM) dapat terselenggara
dengan baik, maka setiap kegiatan Diklat
harus memiliki perencanaan yang jelas dan
realisitis, pengorganisasian yang efektif dan
efisien, pemimpinan seluruh personil lembaga
Diklat untuk selalu dapat meningkatkan
kualitas kinerjanya, dan pengawasan secara
berke lanjutan. Perencanaan Dik lat
hendaknya melibatkan setiap pihak yang
terkait, panitia penyelenggara, widyaiswara,
dan pelaksana lainnya dalam menghasilkan
suatu format rencana pelaksanaan Diklat
yang komprehensif dan dapat dilaksanakan
dengan sumber daya yang tersedia secara
optimal.
c. Keluaran (Output). Setelah selesainya penye-
11MAJALAH ILMIAH ”JURNAL INSPIRASI”
Dampak Hasil Diklat Terhadap Prilaku Anti KorupsiAdang Kurniadi
MAJALAH ILMIAH ”JURNAL INSPIRASI”
lenggaraan Diklat, lembaga Diklat hendaknya
memantau kinerja lulusannya dalam bentuk
evaluasi pasca Diklat yang tujuannya untuk
mengetahui sejauhmana efektivitas kompetensi
yang telah dimiliki oleh peserta Diklat dapat
dimanfaatkan di tempat tugasnya.
d. Dampak (Outcome). Lembaga Diklat bersama
instansi terkait harus melakukan evaluasi pasca
Diklat dan evaluasi (penilaian) kinerja yang akan
menentukan tingkat kinerja peserta dan
selanjutnya menjadi umpan balik yang penting
bagi lembaga Diklat dalam menyempurnakan
proses belajar mengajar, kurikulum dan
manajemen sistem Diklat secara keseluruhan.
5. Berkenaan dengan PERKALAN Nomor: 21 Tahun
2013 tentang Pedoman Penyelenggaraan Diklat
Prajabatan Golongan III, maka hasil penelitian ini
m e m b e r i k a n d u k u n g a n / m e m e r k u a t
p e m b e r l a k u a n n y a s e c a r a u t u h p a d a
penyelenggaraan Diklat selanjutnya karena model
Diklat Prajab III yang akan diterapkan relevan
dengan implikasi hasil penelitian ini terutama yang
berkaitan dengan arah Diklat untuk membentuk
karakter PNS yang kuat, yaitu PNS yang menjunjung
tinggi standar etika publik dalam pelaksanaan tugas
jabatannya, karakter yang dibutuhkan untuk
tumbuh dan terpeliharanya Perilaku Anti Korupsi. 5.
Variabel-variabel lain yang tidak diteliti ditemukan
memiliki dampak yang cukup besar terhadap
Perilaku Anti Korupsi. Diperkirakan variabel-variabel
yang bersumber dari dalam diri alumnus seperti
moral, motivasi, kesadaran hukum, dan lain
sebagainya. Selain bersumber dari dalam diri,
Perilaku Anti Korupsi juga dapat tumbuh dan
berkembang dalam diri individu karena ada faktor-
faktor pendorong dari lingkungan tugas, baik yang
bersifat internal maupun eksternal. Untuk faktor
lingkungan internal misalnya sistem dan prosedur
kerja, aturan disiplin, dan dukungan pimpinan.
Sementara untuk variabel lingkungan eksternal
misalnya kebijakan pemerintah (pusat dan daerah)
dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi,
sosialisasi anti korupsi, faktor penegakan hukum
terhadap pelaku korupsi, dan lain sebagainya.
Faktor-faktor tersebut hendaknya diteliti oleh
peneliti lain agar dapat dijelaskan potensi ataupun
kontribusinya terhadap Perilaku Anti Korupsi.
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Adiwinata, 1997, Kamus Istilah Hukum Latin Indonesia, Cetakan I, Jakarta: PT. IntermasaBPKP, 2002, Upaya Pencegahan dan Penanggulangan Korupsi pada Pengelolaan Kepegawaian, Jakarta: BPKP
Depd iknas , 2005 , Pen ingka tan Kua l i t a s Pembelajaran, Jakarta: Direktorat Ketenagaan DiktiHamzah, Andi, 1984, Korupsi di Indonesia Masalah dan Pemecahannya, Jakarta: PT. GramediaHutapea, Parulian dan Nurianna Thoha, 2008, Kompetensi Plus: Teori, Desain, Kasus dan Penerapan untuk HR dan Organisasi yang Dinamis, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
Klitgaard, Robert, 1998, Membasmi Korupsi, Jakarta: Yayasan Obor IndonesiaKPK, 2006, Memahami untuk Membasmi: Buku Saku untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi, Jakarta: KPKMCW (Malang Corruption Watch), 2005, Seri Pendidikan Anti Korupsi: Mengerti dan Melawan Korupsi, Cetakan Pertama, Malang: Tim MCW bekerjasama dengan YAPPIKANazir, Moh., 1999, Metode Penelitian, Jakarta: Ghalia Indonesia.
Notoatmodjo, Soekidjo, 2003, Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku Kesehatan, Jakarta: Andi Offset______, 2003, Pengembangan Sumber Daya Manusia, Edisi Revisi, Jakarta: PT. Rineka CiptaSedarmayanti, 2001, Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja, Jakarta: Bumi AksaraSekaran, Uma, 2000, Research Methods For Business: A Skill-Building Approach. Third Edition, New York: John Wileys & Sons, Inc.Soedjadi, 1991, Matematika (Suatu Analisis Global Menyongsong Tinggal Landas), Surabaya: Media Pendidikan Matematika, IKIP Surabaya.Sudjana, Nana, 2004, Teori-Teori Belajar Untuk Pengajaran, Jakarta: FEUI.Sugiyono, 2004, Metode Penelitian Administrasi, Cetakan Ke-7, Bandung: Alfabeta._______, 2009, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D, Bandung: AlfabetaSulistyani, Ambar Teguh dan Rosidah, 2003, Manajemen Sumber Daya Manusia, Yogyakarta: Graha Ilmu.Thoha, Miftah, 2007, Birokrasi Pemerintahan Indonesia di Era Reformasi, Jakarta: Kencana
12
Jurnal Inspirasi Volume 5 No. 2, september 2014: 1-13
MAJALAH ILMIAH ”JURNAL INSPIRASI”
ARTIKEL/JURNAL
Badan Pusat Statistik (BPS), 2013, “Indeks Perilaku Anti Korupsi (IPAK) 2012”, Berita Resmi Statistik No. 07/01/Th. XVI, 2 Januari 2013, Jakarta: BPS
_______, 2014, “Indeks Perilaku Anti Korupsi (IPAK) 2013”, Berita Resmi Statistik No. 07/01/Th. XVII, 2 Januari 2014, Jakarta: BPSCira D.J. & E.R Benjamin, 1998, “Competency-Based Pay: A Concept in Evolution”. Compensation and Benefits Review, September-Oktober, p.21-28.Competency Standards Body Canberra 1994, tersedia pada: http://www.austrainingnsw.com.au/cbt.html, diakses Sabtu, 25 Januari 2014IACC, 2010, “Special Sessions – Finding The Real Cost Of Corruption: How To Use The Concept Of Social Damage For The Anti Corruption Struggle”, Short Workshop Report Form, Bangkok-Thailand, 11 December 2010, pp. 1-3
ICW, Juli 2013, “Otonomi Daerah Picu Korupsi Kepala D a e r a h ” , B e r i t a , d i p u b l i k a s i k a n p a d a : http://www.voaindonesia.com/content/icw-otonomi-daerah-picu-korupsi-kepala-daerah/1690178.html, diakses Kamis, 02 Januari 2014.
_______, 2011, “PNS Dominasi Tersangka Korupsi”, Berita, dilansir pada : http://forum.kompas.com/nasional/65351-pns-dominasi-tersangka-korupsi.html, diakses diakses Jum'at, 03 Januari 2014
Infokorupsi.com, 2014, “Informasi Seputar Korupsi di Indonesia”, http://infokorupsi.com/, diakses Senin, 28 April 2014
Kompas.com, Sabtu, 26 Oktober 2013, “PNS Lebih Rentan Terpapar Kasus Korupsi” , d ipubl ikas ikan pada: h t t p : / / n a s i o n a l . k o m p a s . c o m / r e a d /2013/10/26/0949080/PNS.Pemda.Lebih.Rentan.Terpapar.Korupsi, diakses diakses Jum'at, 03 Januari 2014Labolo, Muhadam, 2010, “Reformasi Birokrasi, Problem dan Dilema Kebijakan di Indonesia”, Makalah, dipublikasikan pada: http://muhadamlabolo.blogspot.com/2013/10/reformasi-birokrasi-problem-dan-dilema.html, Selasa, 29 Oktober 2013, diakses, Sabtu, 31 Mei 2014Lingga Pos, 6 Februari 2012, “PNS Dominasi Tersangka K o r u p s i ” , d i p u b l i k a s i k a n p a d a : http://www.linggapos.com/9752_pns-dominasi-tersangka-korupsi.html, diakses Jum'at, 03 Januari 2014Prayitno, Widodo dan Suprapto, 2003, Standarisasi Kompetensi Pegawai Negeri Sipil Menuju Era Globalisasi Global, Seri Kertas Kerja Volume II Nomor 05, Jakarta, Pusat Penelitian dan Pengembangan BKNRepublika, Selasa, 20 November 2012, “Mendagri: Ada 474 PNS Terlibat Kasus Korupsi”, dipublikasikan pada: h t t p : / / w w w . r e p u b l i k a . c o . i d / b e r i t a / nasional/hukum/12/11/20/mds8gn-mendagri-ada-474-pns-terlibat-kasus-korupsi, diakses Kamis, 02 Januari 2014Siswoyo, 2012, “Reformasi Birokrasi Menuju Pelayanan Efektif dan Efesien Kepada Masyarakat”, blog. Diakses Sabtu, 29 Maret 2014Suwarno, Yogi dkk, 2009, “Strategi Pemberantasan Korupsi”, Laporan Hasil Penelitian, Jakarta: Pusat Kajian Administrasi Internasional LAN RI.Tanzi, Vito, “Corruption, Governmental Activities, and Markets”, IMF Working Paper, Agustus 1994Transparency International, “Corruption Perceptions Index 2 0 0 0 - 2 0 1 3 ” , d i p u b l i k a s i k a n p a d a :
http://www.transparency.org/cpi....../results, diakses Kamis, 02 Januari 2014Ulrich, Dave, 1997, “Measuring Human Resource: An Overview of Practice and a Prescription for Results:, Journal of HRM, 36(3), p.303-320.Utomo, Setyo, 2010, “Pencegahan Tindak Pidana Korupsi pada Jasa Konsultasi”, Makalah, Disampaikan dalam Seminar Nasional Fakultas Hukum Universitas Indonesia bekerja sama dengan Ikatan Nasional Konsultan Indonesia (INKINDO) tentang “Permasalahan Hukum Pada Pelaksanaan Kontrak Jasa Konsultasi dan Pencegahan Korupsi di Lingkungan Instansi Pemerintah”, Balai Sidang Djokosoetono Gedung F Lantai 2 FH-UI Depok, Selasa 22 Juni 2010, hlm. 1-18.World Bank, 1997, “World Development Report – The State in Changing World”, Washington DC, World Bank
UNDANG-UNDANG DAN DOKUMEN-DOKUMEN LAINNYA
Departemen Dalam Negeri, 2003, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta: Depdagri.
Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi di IndonesiaLembaga Administrasi Negara, 2001, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 101 Tahun 2000 Tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil, Bandung: Pusat Kajian dan Diklat Aparatur, LAN.
_______, 2006, Peraturan Kepala Lembaga Administrasi Negara Nomor 3 Tahun 2006, tanggal 19 Desember 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Orasi Ilmiah Widyaiswara, Jakarta: LAN.
_______, 2010, Peraturan Kepala Lembaga Administrasi Negara Nomor 18 Tahun 2010 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Prajabatan, Jakarta: LAN
_______, 2013, Peraturan Kepala Lembaga Administrasi Negara Nomor 21 Tahun 2013, tanggal 24 Desember 2013 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Prajabatan Calon Pegawai Negeri Sipil Golongan III, Jakarta: LAN
Keputusan Sekretaris Kabinet Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2013 Tentang Strategi Komunikasi Pendidikan dan Budaya Anti Korupsi Sekretariat Kabinet
Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025
Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2012 tentang Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Jangka Panjang Tahun 2012-2025 dan Jangka Menengah Tahun 2012-2014Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 Tentang Kode Etik Pegawai Negeri SipilUndang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan NepotismeUndang-undang Nomor 28 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Pemerintahan yang Baik.Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
13
Dampak Hasil Diklat Terhadap Prilaku Anti KorupsiAdang Kurniadi