1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perguruan Tinggi merupakan institusi yang akan melahirkan sumber daya
intelektual, dengan harapan mampu memberikan kontribusi bagi peningkatan
kualitas sumber daya manusia bagi sebuah negara. Oleh karena itu, Perguruan
Tinggi harus senantiasa berbenah diri, khususnya dari segi manajerial agar dapat
bertahan (survive) dan mampu memenuhi tuntutan serta kebutuhan masyarakat
untuk mendapatkan manfaat belajar di Perguruan Tinggi (Efferi 2012).
Perguruan tinggi sebagai center of excellent akan bertambah berat
tanggungjawabnya karena selain harus terus meningkatkan mutu juga dituntut
untuk mendapatkan mahasiswa sebagai pengguna jasa. Persaingan antar
perguruan tinggi sudah semakin ketat sehingga perguruan tinggi harus berusaha
untuk selalu meningkatkan competitive advantage agar diminati oleh masyarakat.
Internasionalisasi pada berbagai bidang merupakan strategi yang digunakan
oleh Perguruan Tinggi Indonesia untuk menghasilkan pendidikan tinggi berskala
dunia atau yang sering dikenal dengan istilah World Class University. Universitas
Indonesia dan Institut Pertanian Bogor termasuk universitas yang menggunakan
konsep universitas berbasis riset untuk mewujudkan institusinya menjadi World
Class Research University (Suyanti 2011).
Institut Pertanian Bogor adalah perguruan tinggi terkemuka yang
merupakan pelopor dalam pelaksanaan kurikulum sistem mayor-minor di
Indonesia. Pelaksanaan kurikulum sistem mayor-minor di Institut Pertanian
Bogor (IPB) didasarkan pada Ketetapan Senat Akademik IPB No.
20/KEP/SA/2003 pasal 7 ayat 2 yang menyebutkan bahwa departemen
diamanatkan untuk mengembangkan kurikulum dengan keahlian utama (Mayor)
dan keahlian pelengkap (Minor). Berdasarkan ketetapan tersebut maka sejak
tahun ajaran 2005/2006 Institut Pertanian Bogor mulai memberlakukan kurikulum
akademik sistem mayor-minor, ditandai dengan dikeluarkannya SK Rektor IPB
No. 092/K13/PP/2005 tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum Sistem Mayor-
Minor dalam kurikulum berbasis kompetensi untuk Program Pendidikan Sarjana
IPB. Pembelajaran berbasis kompetensi adalah pembelajaran yang dilakukan
dengan orientasi pencapaian kompetensi peserta didik (Sunarso dan Paryanto
2014). Sedangkan Pendidikan yang berkualitas ditandai oleh lulusan yang
memiliki kompetensi (Herawan et al. 2014).
Salah satu yang melatarbelakangi dibentuknya kurikulum sistem mayor-
minor di IPB menurut Mattjik (2013) adalah karena kurikulum di perguruan tinggi
awalnya didasarkan pada SK Mendikbud No. 056/U/1994 (Kurnas 1994).
Sehingga semua kurikulum perguruan tinggi seragam, 60 % ditentukan oleh
DIKTI, dan 40 % muatan lokal yang terbatas pada program studi tertentu (paket).
Akibatnya banyak program studi yang berusaha memenuhi kebutuhannya sendiri
(self catering) sehingga jumlah mata kuliah di program studi menjadi banyak dan
tak terkendali, hal ini menjadi tidak efisien. Kurikulum dirasa kurang luwes dan
kurang mengakomodasi learning need mahasiswa dan mahasiswa sangat
berwawasan miopik (hanya mengenal program studinya saja).
2
Dalam rangka menciptakan keunggulan kompetitif yang bekelanjutan IPB
melakukan perubahan kurikulum dari kurikulum sebelumnya menjadi kurikulum
sistem mayor-minor pada tahun 2005. Penerapan kurikulum sistem mayor-minor
salah satunya dilandasi oleh hasil kajian Tim Penyiapan Proposal Otonomi IPB
tahun 2000 yang menunjukan bahwa kurikulum program pendidikan sarjana yang
ada sebelumnya terlalu terspesialisasi atau memberikan kompetensi yang kurang
relevan dengan yang diperlukan untuk program pendidikan sarjana dan tidak
efisien karena kurikulum disusun tidak berdasarkan pada kompetensi lulusan yang
dibutuhkan (Competence-based Curricula). Selain itu, penerapan kurikulum
sistem mayor-minor ini juga berlandaskan pada Keputusan Menteri Pendidikan
Nasional RI Nomor 045/U/2002 yang menyatakan bahwa kurikulum inti
ditetapkan oleh kalangan perguruan tinggi bersama-sama masyarakat profesi dan
pengguna lulusan. Dalam hal ini departemen dengan koordinasi fakultas dan
institut mempunyai keleluasaan untuk meramu kurikulum menurut kompetensi
lulusan yang dibutuhkan masyarakat dan sesuai strata pendidikannya.
Kurikulum sistem mayor-minor Prongram Sarjana IPB menawarkan empat
alternatif pola struktur kurikulum yang dapat dipilih sesuai minat mahasiswa
sebagai berikut :
a. Mata Kuliah TPB – Mata Kuliah Interdept – Mata Kuliah Mayor – Mata
Kuliah Minor.
b. Mata Kuliah TPB – Mata Kuliah Interdept – Mata Kuliah Mayor - Mata
Kuliah Minor – Mata Kuliah Penunjang
c. Mata Kuliah TPB – Mata Kuliah Interdept – Mata Kuliah Mayor – Mata
Kuliah Penunjang.
d. Mata Kuliah TPB – Mata Kuliah Interdept – Mata Kuliah Mayor
Berbasis Fakultas – Mata Kuliah Minor/Mata Kuliah Penunjang
Kurikulum berbasis kompetensi ini diharapkan dapat menjawab keinginan
mutu dan relevansi program pendidikan dengan kebutuhan dunia kerja. Penerapan
kurikulum sistem mayor-minor diharapkan dapat meningkatkan efisiensi
penyelenggaraan pendidikan, karena dengan kurikulum ini dapat lebih leluasa
meramu kurikulum untuk memperluas wawasan kompetensi tanpa harus
memperbanyak jumlah mata kuliah yang ditawarkan. Kurikulum sistem mayor-
minor merupakan salah satu bentuk pelaksanaan kebijakan mutu IPB dalam
menghasilkan lulusan yang kompeten, serta menguasai ilmu pengetahuan,
teknologi, dan seni yang relevan untuk kesejahteraan masyarakat secara efisien
dan akuntabel.
Soewardi et al. (2009), menyatakan kurikulum sistem mayor-minor
memiliki beberapa kelebihan antara lain :
a. Menambah kompetensi mahasiswa dengan kompetensi lain yang
diinginkannya.
b. Menambah wawasan keilmuan bagi mahasiswa
c. Menambah efisiensi kurikulum dengan mengurangi mata kuliah yang
tumpang tindih (overlapping).
d. Meningkatkan intensitas dan memperluas interaksi mahasiswa dari
berbagai fakultas dari disiplin ilmu yang ada di IPB.
e. Kebebasan memilih minor dan/atau supporting course sesuai minat dan
memberikan wahana bagi mahasiswa untuk berlatih mengambil
keputusan secara terencana dan bertanggungjawab.
3
Dari segi teknis pelaksanaan kurikulum sistem mayor-minor masih
mengalami beberapa kendala yang cukup serius. Kendala yang paling dirasakan
baik oleh mahasiswa maupun dosen adalah penjadwalan yang belum sempurna.
Kendala ini kemudian berdampak pada aspek-aspek lain, sehingga mahasiswa
tidak secara maksimum memperoleh kesempatan meramu mata kuliah minor
dan/atau supporting course yang diinginkan.
Berdasarkan hasil evaluasi pelaksanaan kurikulum sistem mayor-minor oleh
Soewardi et al. (2009), sebaran pilihan kombinasi mayor-minor dan supporting
course adalah seperti disajikan dalam Tabel 1.
Tabel 1 Jumlah mahasiswa yang mengambil kombinasi mayor, minor, dan
suporting course (SC).
Kombinasi 2006 2007 2008
Mayor + Minor 0
0%
3
0.1 %
26
0.9 %
Mayor + SC 1381
51.2%
1343
50.0%
801
26.6%
Mayor + Minor + SC 1314
48.8%
1337
49.8%
2187
72.6%
Mayor + Mayor 1
0%
0
0%
0
0% Sumber : Soewardi et al. (2009)
Pada Tabel 1 terlihat bahwa dari empat kombinasi pengambilan mata
kuliah, kombinasi mayor + minor + SC merupakan kombinasi yang paling
diminati oleh mahasiswa. Hal tersebut terlihat dari jumlah mahasiswa yang
memilih kombinasi tersebut cenderung terus meningkat, bahkan pada tahun 2008
peningkatannya cukup signifikan, mencapai 72.6%.. Kombinasi kedua yang
paling diminati adalah kombinasi mayor dan SC.
Berdasarkan kesesuaian minor dengan minat mahasiswa mayoritas
responden dosen (96.6%) menilai bahwa mahasiswa tidak mendapatkan minor
sesuai minatnya. Sementara mahasiswa yang berpendapat bahwa minor tidak
sesuai dengan minatnya hanya 60.7% dan 47.3% diantaranya disebabkan karena
bentrok jadwal.
Jika sumberdaya yang dimiliki IPB untuk mendukung kurikulum sistem
mayor-minor, seperti jumlah ruang kelas dan kapasitasnya, jumlah staf pengajar,
jumlah mahasiswa, jumlah mata kuliah mayor dan minor, serta jumlah jam
operasional belajar mengajar tidak menjadi kendala, maka jadwal kuliah akan
dapat disusun sedemikian rupa sehingga tidak terjadi bentrok antara jadwal mata
kuliah mayor dengan mata kuliah minor. Misalnya dengan memisahkan jadwal
mata kuliah mayor pada hari Senin sampai Kamis, dan mata kuliah minor pada
hari Juma’t dan Sabtu.
4
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka permasalahan
yang dihadapi dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagamana kondisi pelaksanaan kurikulum sistem mayor-minor pada
Program Sarjana IPB.
2. Faktor–faktor apa saja yang berpengaruh dalam pelaksanaan kurikulum
sitem mayor-minor Program Sarjana IPB.
3. Bagaimana strategi untuk mengoptimalkan pelaksanaan kurikulum
sisitem mayor- minor Program Sarjana IPB.
Tujuan Penelitian
1. Mengevaluasi pelaksanaan kurikulum sistem mayor-minor pada
Program Sarjana IPB.
2. Mengidentifikasi permasalahan yang terjadi dalam pelaksanaan
kurikulum sistem mayor-minor pada Program Sarjana IPB.
3. Merancang strategi untuk mengoptimalkan pelaksanaan kurikulum
sistem mayor-minor Program Sarjana IPB.
Manfaat Penelitian
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan rekomendasi bagi
IPB dalam upaya optimalisasi pelaksanaan kurikulum sistem mayor-
minor Program Pendidikan Sarjana.
2. Dapat dijadikan bahan referensi bagi penelitian lain yang berkaitan
dengan pelaksanaan kurikulum sistem mayor minor.
Ruang Lingkup Penelitian
Berdasarkan permasalahan diatas maka agar tidak terjadi kerancuan dalam
mencapai tujuan penelitian, maka ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada
menganalisis faktor-faktor yang berpengruh secara teknis dalam pelaksanaan
kurikulum sistem mayor-minor Program Sarjana IPB.
2 TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
Tinjauan Pustaka
Manajemen Pendidikan Tinggi
Pendidikan merupakan salah satu media yang tepat dan efektif untuk
menciptakan generasi muda yang kritis, bijaksana, berpikiran terbuka, dan
memiliki sikap konstruktif (Meliono 2011). Perguruan tinggi adalah satuan
Untuk Selengkapnya Tersedia di Perpustakaan SB-IPB