OPTIMASI EKSTRAKSI RENDEMEN DAN KOMPOSISI MINYAK ATSIRI
TUMBUHAN SURUH-SURUHAN (Peperomia pellucida L.) DITINJAU DARI
LAMA PENGERINGAN DAN WAKTU DISTILASI
EXTRACTION OPTIMATION AND ESSENTIAL OILS COMPOSITION OF PEPPER
ELDER (Peperomia pellucida L.) AS REVEALED BY THE DRYING TIME AND
THE DURATION OF DISTILLATION TIME
Oleh,
Gita Kartika Dewi
NIM: 652015016
TUGAS AKHIR
Diajukan kepada Program Studi: Kimia, Fakultas: Sains dan Matematika guna
memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains (Kimia)
Program Studi Kimia
Fakultas Sains dan Matematika
Universitas Kristen Satya Wacana
Salatiga
2019
i
ii
iii
1
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Minyak atsiri adalah minyak yang berasal dari tumbuhan yang bersifat aromatik
(Damayanti dkk., 2015). Minyak atsiri memiliki banyak kegunaan, salah satunya yaitu
sebagai bahan bio-aditif dalam bahan bakar. Menurut Kadarohman et al. (2012), adanya
penambahan minyak atsiri dalam bahan bakar dapat membuat pembakaran lebih cepat dan
mengakibatkan penundaan pengapian yang lebih pendek dalam mesin. Selain itu, adanya
kandungan oksigen di dalam minyak atsiri membuat proses pembakaran menjadi efisien.
Indonesia merupakan salah satu negara penghasil minyak atsiri di dunia. Minyak atsiri
yang biasa dijumpai di Indonesia yaitu minyak cengkeh, minyak nilam, minyak sereh, dan
sebagainya (Damayanti dkk., 2015). Minyak atsiri selama ini cenderung mahal harganya
karena diperoleh dari tanaman tertentu serta kadar dalam tumbuhan yang relatif kecil dan
tidak mudah diperoleh. Salah satu tumbuhan yang mengandung minyak atsiri yang belum
banyak dimanfaatkan serta diperoleh dari tanaman liar antara lain Peperomia pellucida L.
P. pellucida merupakan salah satu jenis dari marga Peperomia. Jenis ini berasal dari
daerah tropis di Amerika bagian Utara dan Selatan, dapat dijumpai pula di Thailand,
Vietnam, Filipina, Jepang, Spanyol, India, Prancis, Bangladesh, dan Indonesia (Ooi et al.,
2012). Di Indonesia, P. pellucida tumbuh banyak di Jawa dan dikenal sebagai “ketumpangan
air” atau ada pula yang menyebutnya “suruh-suruhan” (Gambar 1). P. pellucida merupakan
tumbuhan herbal yang memiliki daun berbentuk hati dan berbatang kecil (Hartati et al.,
2015).
Gambar 1.Tumbuhan Suruh-Suruhan
(Sumber : Dokumen Pribadi)
2
Di Indonesia, P. pellucida belum banyak dimanfaatkan dan hanya sebagai tumbuhan
gulma yang tumbuh liar. Penelitian tentang minyak atsiri P. pellucida di Indonesia belum
banyak dilakukan, sehingga belum banyak laporan ilmiah tentang tumbuhan ini. Pada
penelitian ini, akan dilakukan ekstraksi minyak atsiri dari P. pellucida untuk mendapatkan
komposisinya sehingga dapat dimanfaatkan untuk berbagai kegunaan, salah satu yang
diharapkan adalah sebagai kandidat bahan bio-aditif dalam bahan bakar.
1.2. Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Menentukan rendemen optimum minyak atsiri P. pellucida ditinjau dari lama
pengeringan, waktu distilasi, dan interaksinya.
2. Menentukan komposisi dan sifat fisikawi minyak atsrisi P. pellucida.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Minyak Atsiri Tumbuhan Suruh-Suruhan (P. pellucida)
Penelitian tentang minyak atsiri P. pellucida telah dilakukan sebelumnya di Brazil oleh
Da Silva et al. (1999) dan diperoleh minyak atsiri sebanyak 0,7% dengan 23 senyawa yang
terkandung dalam minyak atsiri P. pellucida. Penelitian yang telah dilakukan di Indonesia
mengenai ekstraksi minyak nabati dari tumbuhan suruh-suruhan untuk berbagai pengobatan,
antara lain pada penelitian Mappa dkk. (2013) sebagai obat luka bakar pada kelinci karena
mengandung saponin, tanin, dan flavonoid. Selain itu, Hartati et al. (2015) telah meneliti
komposisi ekstrak tumbuhan suruh-suruhan dan diperoleh 3 senyawa dari ekstrak fraksi
heksan dan etil asetat, yaitu stigmasterol, analogue of pheophytin, dan β-sitosterol-D-
glucopyranoside.
2.2. Metoda Distilasi
Penelitian dilakukan oleh Da Silva et al. (1999) dengan distilasi air dan waktu distilasi
4 jam dihasilkan 23 senyawa yang terkandung dalam minyak atsiri P. pellucida Kunth.
Selain itu, hasil penelitian Ilyas et al. (2014) dengan P. obtusifolia menggunakan metoda
distilasi air diperoleh 16 senyawa yang terkandung dalam minyak atsiri. Pengambilan
minyak atsiri dengan menggunakan metode distilasi uap telah dilakukan oleh Pinheiro et al.
(2011) pada P. serpens (Sw.) Loud dengan waktu distilasi selama 3 jam dan diperoleh 24
3
senyawa. Menurut SNI 8028-1:2014, waktu distilasi minyak atsiri tumbuhan sirih yang
tergolong dalam satu suku dengan P. pellucida berkisar antara 3-6 jam.
Selain waktu distilasi yang digunakan, lama pengeringan bahan tumbuhan juga dapat
berpengaruh terhadap hasil minyak atsiri yang diperoleh karena tumbuhan suruh-suruhan
merupakan tumbuhan berkadar air tinggi (93,14%) (Ooi et al., 2012). Dari penelitian yang
telah dilakukan oleh Da Silva et al. (1999), lama pengeringan yang digunakan yaitu 7 hari.
Sedangkan pada penelitian Pinheiro et al. (2011), lama pengeringan yang digunakan yaitu 4
hari. Baik Da Silva et al. (1999) dan Pinheiro et al. (2011) keduanya dikeringkan dengan
cara kering angin. Pada penelitian yang dilakukan oleh Ooi et al. (2012), tumbuhan
dikeringkan menggunakan drying cabinet dengan suhu 40oC selama 48 jam.
Dalam penelitian ini minyak atsiri didistilasi uap dengan waktu distilasi 2 jam, 4 jam,
dan 6 jam serta lama pengeringan tumbuhan suruh-suruhan selama 12 jam, 24 jam, dan 48
jam menggunakan drying cabinet pada suhu 50oC. Hasil antara air dan minyak akan
dipisahkan menggunakan alat Clavenger.
2.3. Komposisi Minyak Atsiri Tumbuhan Suruh-Suruhan (P. pellucida)
Da Silva et al. (1999) melaporkan bahwa ada 23 senyawa yang terkandung dalam
minyak atsiri P. pellucida Kunth dengan senyawa yang dominan yaitu dillapiole (39,7%),
(E)-caryophyllene (10,7%), dan bicyclogermacrene (4,9%). Sedangkan dalam minyak atsiri
P. serpens (Sw.) Loud ditemukan 24 senyawa yang terkandung yaitu antara lain (E)-
nerolidol (38,0%), ledol (27,1%), α-humulene (11,5%) (Pinheiro et al., 2011). Sebaliknya
minyak atsiri P. obtusifolia mengandung 16 senyawa yang terkandung yaitu antara lain
caryophyllene (17,177%), apiole (16,656%), caryophyllene oxide (2,956%) (Ilyas et al.,
2014).
3. BAHAN DAN METODA
3.1. Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kimia Lingkungan, Program Studi Kimia,
Fakultas Sains dan Matematika, Universitas Kristen Satya Wacana dari bulan September
2018 – Desember 2018.
4
3.2. Bahan dan Piranti
3.2.1. Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu tumbuhan suruh-suruhan (P.
pellucida) yang diambil dari daerah Salatiga dan sekitarnya (Jawa Tengah, Indonesia),
akuades, etanol p.a. (Merck), AgNO3 p.a. (Merck), NaCl p.a. (Merck), HNO3 p.a. (Merck).
3.2.2. Piranti
Piranti yang digunakan dalam penelitian ini yaitu peralatan gelas, drying cabinet,
moisture balance (Ohauss), alat distilasi uap yang dimodifikasi dengan alat clavenger,
neraca analitik (Ohauss), refraktometer (Atago), GC-MS (QP2010S Shimadzu).
3.3. Metoda
3.3.1. Preparasi Sampel (Ooi et al., 2012, yang dimodifikasi)
Sampel tumbuhan suruh-suruhan segar yang telah dipotong dan dikeringkan dalam
drying cabinet pada suhu 50oC dengan variasi waktu 12 jam, 24 jam, dan 48 jam.
3.3.2. Pengukuran Kadar Air
Tumbuhan suruh-suruhan yang telah dikeringkan masing-masing 12 jam, 24 jam, dan
48 jam, ditimbang sebanyak 0,5 g lalu dimasukkan ke dalam moisture balance untuk diukur
kandungan kadar air (dalam persen).
3.3.3. Penyulingan (Pinheiro et al., 2011, yang dimodifikasi)
Penyulingan tumbuhan suruh-suruhan dilakukan dengan distilasi uap. Sebanyak 1 kg
tumbuhan suruh-suruhan segar atau 200 g tumbuhan suruh-suruhan yang sudah dikeringkan
dalam drying cabinet (12-48 jam) didistilasi selama 2 jam, 4 jam, dan 6 jam. Selanjutnya
dilakukan pemisahan antara air dengan minyak atsiri menggunakan clavenger.
3.3.4. Pengukuran Rendemen (Permana, 2009)
Rendemen minyak atsiri tumbuhan suruh-suruhan hasil distilasi (dalam prosen)
dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Rendemen (%) =Massa minyak atsiri hasil distilasi
Massa tumbuhan suruh − suruhan yang didistilasi x 100%
5
3.3.5. Penentuan Warna (SNI 06-2387-2006, yang dimodifikasi)
Minyak atsiri tumbuhan suruh-suruhan dipipetkan ke dalam botol sampel sebanyak 1
mL dan diamati warnanya dengan pengamatan visual menggunakan indra penglihatan
(mata).
3.3.6. Penentuan Bobot Jenis (SNI 06-2387-2006, yang dimodifikasi)
Botol sampel kosong beserta tutupnya ditimbang, kemudian botol sampel diisi dengan
minyak atsiri tumbuhan suruh-suruhan sebanyak 100 µL lalu ditimbang massanya. Bobot
jenis minyak atsiri dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Bobot jenis =Massa botol berisi minyak atsiri − Massa botol kosong
Volume minyak atsiri
3.3.8. Penentuan Indeks Bias (SNI 06-2387-2006, yang dimodifikasi)
Minyak atsiri tumbuhan suruh-suruhan (1% dalam etanol 70%) sebanyak satu tetes
diteteskan pada refraktometer lalu dibaca skala yang tertera pada refraktometer. Skala yang
tertera dibaca sebagai nilai indeks bias. Pembacaan indeks bias dilakukan pada suhu 25oC.
3.3.9. Penentuan Kelarutan dalam Etanol (SNI 06-2387-2006, yang dimodifikasi)
Minyak atsiri tumbuhan suruh-suruhan sebanyak 1 mL ditempatkan dalam botol
sampel. Ditambahkan etanol 70% setetes demi setetes hingga larut, kocok setelah setiap
penambahan sampai diperoleh suatu larutan yang sebening minyak. Bila larutan tidak
bening, bandingkan kekeruhan dengan larutan pembanding. Larutan pembanding dibuat
dengan menambahkan 0,5 mL larutan perak nitrat 0,1 N ke dalam 50 mL larutan natrium
klorida 0,0002 N lalu dikocok, kemudian ditambahkan satu tetes asam nitrat encer (25%).
3.3.10. Analisa Komposisi Minyak Atsiri Tumbuhan Suruh-Suruhan (Ilyas et al., 2014, yang
dimodifikasi)
Senyawa yang terkandung di dalam minyak atsiri tumbuhan suruh-suruhan dianalisa
menggunakan Gas Chromatography – Mass Spectrometry (GC-MS). Minyak atsiri
tumbuhan suruh-suruhan sebanyak 100 µL diinjeksikan ke dalam kolom Rtx 5MS (30 m x
0,25 mm dengan ketebalan film 0,25 µL). Gas pembawa yang digunakan yaitu helium
dengan totak aliran 79,3 mL/menit dan rasio pemisahan 139,0. Temperatur kolom
6
dipertahankan pada suhu 50oC selama 5 menit kemudian dinaikkan setiap menit hingga
240oC. Berbagai senyawa yang diperoleh berdasarkan waktu retensi dan puncak
diidentifikasi dengan mencocokkan hasil dari mass spectrometry.
3.3.11. Analisis Data
Data dianalisis dengan rancangan perlakuan Faktorial (4 x 3) dan Rancangan Acak
Kelompok 3 kali ulangan, sebagai kelompok adalah waktu analisa. Sebagai faktor pertama
adalah lama pengeringan yang terdiri dari 4 aras yaitu : pengeringan 0 jam (segar), 12 jam,
24 jam, dan 48 jam. Sebagai faktor kedua adalah waktu distilasi yang terdiri dari 3 aras yaitu
: 2 jam, 4 jam, dan 6 jam. Pengujian antar rataan perlakuan dilakukan dengan uji Beda Nyata
Jujur (BNJ) dengan tingkat kebermaknaan 5% (Steel and Torie, 1989).
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Rendemen Minyak Atsiri Tumbuhan Suruh-Suruhan Antar Lama Pengeringan
Rataan rendemen (% ± SE) minyak atsiri tumbuhan suruh-suruhan antar lama
pengeringan berkisar antara 0,060 ± 0,018 % sampai 0,148 ± 0,036 % (Tabel 1).
Tabel 1. Rataan Rendemen (% ± SE) Minyak Atsiri Tumbuhan Suruh-Suruhan Antar
Lama Pengeringan
Lama
Pengeringan 0 jam 12 jam 24 jam 48 jam
W= 0,045
0,060 ± 0,018
(a)
0,089 ± 0,029
(a)
0,088 ± 0,038
(a)
0,148 ± 0,036
(b)
Keterangan : *W = BNJ 5%
*Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan antar perlakuan tidak berbeda
nyata, sedangkan angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama menunjukkan antar perlakuan
berbedea nyata. Keterangan ini juga berlaku untuk Tabel 2.
Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa rataan rendemen minyak atsiri tumbuhan suruh-suruhan
sama antar lama pengeringan 0 jam, 12 jam sampai 24 jam, kemudian meningkat pada lama
pengeringan 48 jam. Menurut Hernani dan Nurdjanah (2009), lama pengeringan yang
dilakukan dapat berpengaruh terhadap prosentase rendemen minyak atsiri. Hal ini
dibuktikan dengan penelitian Da Silva et al. (1999) yang mendapatkan rendemen lebih tinggi
dari penelitian ini, yaitu sebesar 0,7% dengan lama pengeringan 7 hari (kering angin). Selain
itu, pada penelitian Majumder (2011) mendapatkan rendemen ekstrak metanol sebesar
7
7,25% dengan kadar air tumbuhan (segar) sebesar 17,3%, sedangkan pada penelitian ini
kadar air tumbuhan (segar) yang digunakan sebesar 87,14%.
4.2. Rendemen Minyak Atsiri Tumbuhan Suruh-Suruhan Antar Waktu Distilasi
Rataan rendemen (% ± SE) minyak atsiri tumbuhan suruh-suruhan antar waktu distilasi
berkisar antara 0,107 ± 0,039 % sampai 0,143 ± 0,031 % seperti pada Tabel 2.
Tabel 2. Rataan Rendemen (% ± SE) Minyak Atsiri Tumbuhan Suruh-Suruhan Antar
Waktu Distilasi
Waktu Distilasi 2 jam 4 jam 6 jam
W= 0,036
0,107 ± 0,039
(a)
0,135 ± 0,030
(ab)
0,143 ± 0,031
(b)
Dari Tabel 2 terlihat bahwa rataan rendemen cenderung meningkat pada waktu distilasi
4 jam, selanjutnya cenderung lebih meningkat pada waktu distilasi 6 jam. Pada waktu
distilasi 6 jam dapat dikatakan bahwa rendemen minyak atsiri sudah tuntas diperoleh, seperti
pada SNI 8028-1:2014 yang menyatakan bahwa waktu distilasi minyak atsiri tumbuhan sirih
yang tergolong dalam satu suku dengan tumbuhan suruh-suruhan menggunakan distilasi
kukus berkisar antara 3-6 jam. Selain itu, pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
Da Silva et al. (1999) menggunakan waktu distilasi selama 4 jam dan diperoleh rendemen
sebesar 0,7%. Sedangkan pada penelitian Pinheiro et al. (2011) waktu distilasi yang
digunakan yaitu 3 jam dan diperoleh rendemen sebesar 0,4%. Adanya perbedaan hasil
rendemen dengan penelitian yang dilakukan oleh Da Silva et al. (1999) dan Pinheiro et al.
(2011) dapat dikarenakan perbedaan tempat tumbuh tumbuhan yang gunakan.
4.3. Rendemen Minyak Atsiri Tumbuhan Suruh-Suruhan Hasil Interaksi antara
Lama Pengeringan dan Waktu Distilasi
Rataan rendemen (% ± SE) minyak atsiri tumbuhan suruh-suruhan hasil interaksi antara
lama pengeringan dan waktu distilasi berkisar antara 0,052 ± 0,084 % sampai 0,206 ± 0,085
% seperti pada Tabel 3.
8
Tabel 3. Rataan Rendemen (% ± SE) Minyak Atsiri Tumbuhan Suruh-Suruhan Hasil
Interaksi antara Lama Pengeringan dan Waktu Distilasi
Lama Pengeringan Waktu Distilasi
2 jam 4 jam 6 jam
0 jam
W = 0,079
12 jam
W = 0,079
24 jam
W = 0,079
48 jam
W = 0,079
0,064 ± 0,051 (a)
(a)
0,105 ± 0,089 (a)
(a)
0,052 ± 0,084 (a)
(a)
0,206 ± 0,085 (b)
(a)
W = 0,071
0,085 ± 0,053 (a)
(a)
0,124 ± 0,090(ab)
(a)
0,142 ± 0,060 (ab)
(b)
0,189 ± 0,125 (b)
(a)
W = 0,071
0,088 ± 0,054 (a)
(a)
0,129 ± 0,087 (ab)
(a)
0,158 ± 0,060 (ab)
(b)
0,196 ± 0,123 (b)
(a)
W = 0,071
Keterangan : *W = BNJ 5%
*Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris maupun lajur yang sama
menunjukkan antar perlakuan tidak berbeda nyata, sebaliknya angka-angka yang diikuti oleh
huruf yang berbeda pada baris maupun lajur yang sama menunjukkan antar perlakuan berbeda
nyata.
Dari Tabel 3 terlihat rataan rendemen antar waktu distilasi dalam lama pengeringan 0,
12, dan 48 jam sama, sedangkan pada lama pengeringan 24 jam meningkat pada waktu
distilasi 4 jam, kemudian sama pada waktu distilasi 6 jam. Rataan rendemen antar lama
pengeringan dalam waktu distilasi 2 jam sama pada lama pengeringan 0-24 jam, kemudian
meningkat pada lama pengeringan 48 jam, sedangkan pada waktu distilasi 4 dan 6 jam
cenderung meningkat pada lama pengeringan 12 jam, kemudian sama pada lama
pengeringan 24 jam, selanjutanya cenderung meningkat pada lama pengeringan 48 jam.
Hasil rendemen optimum diperoleh pada lama pengeringan 48 jam dan waktu distilasi 2 jam
yaitu sebesar 0,206 ± 0,085 %. Hal ini sesuai dengan Hernani dan Nurdjanah (2009) yang
menyatakan bahwa lama pengeringan berpengaruh terhadap prosentase rendemen minyak
atsiri. Selain itu, waktu distilasi optimum yang diperoleh lebih singkat dari SNI 8028-1:2014.
Hal ini dapat dikarenakan perbedaan spesies tumbuhan yang digunakan.
9
4.4. Sifat Fisikawi Minyak Atsiri Tumbuhan Suruh-Suruhan
Penentuan sifat fisikawi minyak atsiri tumbuhan suruh-suruhan meliputi warna, bobot
jenis, indeks bias, dan kelarutan dalam etanol seperti pada Tabel 4.
Tabel 4. Sifat Fisikawi Minyak Atsiri Tumbuhan Suruh-Suruhan
Parameter
Warna
Bobot Jenis (g/mL)
Indeks Bias*
Kelarutan dalam Etanol 70%
Kuning kecoklatan
1,116
1
1 : 49 (keruh)
*Nisbah minyak atsiri : etanol 70% = 1 : 49 (v/v)
Minyak atsiri tumbuhan suruh-suruhan memiliki warna kuning kecoklatan seperti pada
Gambar 2.
Gambar 2. Minyak Atsiri Tumbuhan Suruh-Suruhan
(Sumber : Dokumen Pribadi)
Bobot jenis minyak atsiri merupakan perbandingan antara massa minyak atsiri dengan
volume minyak atsiri. Hasil penelitian bobot jenis minyak atsiri tumbuhan suruh-suruhan
sebesar 1,1157 g/mL (lebih besar dari bobot jenis air).
Indeks bias minyak atsiri dapat diketahui dari pengukuran langsung sudut bias minyak
atsiri (SNI 06-2387-2006). Berdasarkan pengukuran yang dilakukan, minyak atsiri
tumbuhan suruh-suruhan (1 : 49 dalam etanol 70%) memiliki indeks bias sebesar 1.
Kelarutan minyak atsiri dalam etanol 70% menimbulkan kekeruhan berarti bahwa
minyak tersebut membentuk larutan dengan perbandingan-perbandingan tertentu (SNI 06-
2387-2006). Minyak atsiri tumbuhan suruh-suruhan dapat larut dalam etanol dengan
perbandingan minyak atsiri : etanol 70% sebanyak 1 : 49. Larutan yang terbentuk berwarna
kuning keruh. Namun jika dibandingkan dengan larutan pembanding (campuran AgNO3,
10
NaCl dan HNO3), larutan minyak yang dihasilkan lebih jernih dari larutan pembanding
(Gambar 3).
Gambar 3. (a) Minyak Atsiri Tumbuhan Suruh-Suruhan dalam Etanol 70% (1:49 v/v)
dan (b) Larutan Pembanding (campuran AgNO3, NaCl dan HNO3)
(Sumber : Dokumen Pribadi)
4.5. Komposisi Minyak Atsiri Tumbuhan Suruh-Suruhan
Komposisi minyak atsiri tumbuhan suruh-suruhan dapat diketahui dari hasil analisa
menggunakan GC-MS. Hasil kromatogram yang diperoleh menunjukkan sebanyak 40
puncak yang menunjukkan bahwa terdapat 40 senyawa dalam minyak atsiri tumbuhan suruh-
suruhan (Gambar 4).
Gambar 4. Kromatogram Minyak Atsiri Tumbuhan Suruh-Suruhan
(Sumber : Dokumen Pribadi)
(a) (b)
11
Masing-masing puncak yang muncul selanjutnya dianalisa menggunakan Mass
Spectrometry (MS) untuk mengetahui nama senyawa yang diperoleh dan contohnya
disajikan pada Gambar 5.
(a)
(b)
Gambar 5. Perbandingan Spektra Sampel dengan Data Base Wiley
(a) Dillapiole Sampel (b) Dillapiole Wiley
(Sumber : Dokumen Pribadi)
Pada Gambar 5 spektrum a (sampel) merupakan spektrum dari puncak bernomor 1
(Gambar 4), dan memiliki fragmentasi serupa (Similarity Index : 82) dengan spektrum b
(Wiley), yang teridentifikasi sebagai senyawa dillapiole, sehingga dapat disimpulkan bahwa
puncak bernomor 1 (Gambar 4), merupakan puncak dari senyawa dillapiole. Dengan cara
yang sama pula dilakukan pengidentifikasian terhadap tiap-tiap puncak dari komponen
penyusun minyak atsiri P. pellucida. Komponen penyusun minyak atsiri P. pellucida yang
telah teridentifikasi disajikan pada Tabel 5.
12
Tabel 5. Komposisi Minyak Atsiri Tumbuhan Suruh-Suruhan dengan Kadar ≥ 2%
No.
Puncak RT Senyawa
Rumus
Molekul
BM
(g/mol) %Area
1
2
3
4
5
6
7
31,579
31,206
26,313
25,374
28,321
28,212
32,718
Dillapiole
(+)-Carotol
β-Caryophyllene
2,4-diisopropenyl-1-methyl-1-vinyl-
cyclohexane
Bicyclogermacrene
Dodecane
Trans-Isodillapiole
C12H14O4
C15H26O
C15H24
C15H24
C15H24
C12H26
C12H14O4
222
222
204
204
204
170
222
35,30
19,36
11,18
6,82
2,82
2,42
2,12
Keterangan : RT = Retention Time
BM = Bobot Molekul
Berdasarkan Tabel 5 dapat diketahui bahwa kadar senyawa yang paling tinggi yaitu
dillapiole (35,30%) diikuti dengan (+)-carotol (19,36%), β-caryophyllene (11,18%). Pada
penelitian Da Silva et al (1999) senyawa dominan yang diperoleh dalam minyak atsiri P.
pellucida yaitu dillapiole (39,7%), (E)-caryophyllene yang disebut juga β-caryophyllene
(10,7%), dan bicyclogermacrene (4,9%). Dari hasil analisa yang dilakukan terdapat
kesamaan dengan penelitian Da Silva et al (1999) yaitu terdapat senyawa dillapiole, β-
caryophyllene dan bicyclogermacrene dalam minyak atsiri P. pellucida. Pada penelitian ini
ditemukan senyawa yang sebelumnya pada penelitian Da Silva et al (1999) tidak ditemukan
yaitu (+)-carotol. Adanya perbedaan senyawa yang diperoleh dan kadar senyawa dalam
minyak atsiri antara penelitian yang dilakukan dengan penelitian Da Silva et al (1999) dapat
dikarenakan perbedaan lokasi tumbuhnya tumbuhan suruh-suruhan dan metoda distilasi
yang digunakan. Senyawa dominan minyak atsiri P. pellucida yang diperoleh yaitu
dillapiole. Dillapiole merupakan senyawa yang memiliki kegunaan sebagai anti-inflamasi
(Filho et al., 2011).
5. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa rataan rendemen tertinggi
minyak atsiri P. pellucida antar lama pengeringan diperoleh pada lama pengeringan 48 jam
yaitu sebesar 0,148 ± 0,036 %, kemudian rataan rendemen tertinggi antar waktu distilasi
diperoleh pada waktu distilasi 6 jam yaitu sebesar 0,143 ± 0,031 %, sedangkan rendemen
optimum minyak atsiri P. pellucida hasil interaksi antar lama pengeringan dan waktu distilsi
13
diperoleh pada lama pengeringan 48 jam dan waktu distilasi 2 jam yaitu sebesar 0,206 ±
0,085 %.
Minyak atsiri yang dihasilkan memiliki warna kuning kecoklatan, bobot jenis sebesar
1,116 g/mL, indeks bias sebesar 1 (nisbah minyak atsiri : etanol 70% = 1 : 49(v/v). Tujuh
komponen dominan penyusun minyak atsiri P. pellucida yaitu dillapiole (35,30%), (+)-
carotol (19,36%), β-caryophyllene (11,18%), 2,4-diisopropenyl-1-methyl-1-vinyl-
cyclohexane (6,82%) serta bicyclogermacrene, dodecane, dan trans-isodillapiole masing-
masing sekitar 2%.
14
DAFTAR PUSTAKA
Badan Standardisasi Nasional. (2006). Minyak Daun Cengkih. SNI 06-2387-2006. Jakarta.
Badan Standardisasi Nasional. (2014). Alat Penyulingan Minyak Atsiri – Bagian 1 : Sistem
Kukus – Syarat Mutu dan Metode Uji. SNI 8028-1:2014. Jakarta.
Da Silva, M. H. L., Zoghbi, M. G. B., Andrade, E. H. A., dan Maia, J. G. S. (1999). The
Essential Oils of Peperomia pellucida Kunth and P. circinnata Link var. circinnata.
Flavor and Fragrance Journal 14: 312-314.
Damayanti, R., Fahmi, C. N., dan Efendi, R. (2015). Sifat Fisik Minyak Atsiri Daun Pala
(Myristica fragrans Houtt) Aceh Selatan. BioLink 1 (2): 76-80.
Filho, R. P., Pastrello, M., Camerlingo, C. E. P., Silva, G. J., Agostinho, L. A., De Souza,
T., Magri, F. M. M., Riberio, R. R., Brandt, C. A., dan Polli, M. C. (2011). The Anti-
Inflammatory Activity of Dillapiole and Some Semisynthetic Analogues.
Pharmaceutical Biology 49 (11): 1173-1179.
Hartati, S., Angelina, M., Dewiyanti, I. D., dan Meiliawati, L. (2015). Isolation and
Characterization Compounds from Hexane and Ethyl Acetate Fractions of Peperomia
pellucida L. The Journal of Tropical Life Science 5 (3): 117-122.
Hernani dan Nurdjanah, R. (2009). Aspek Pengeringan dalam Mempertahankan Kandungan
Metabolit Sekunder pada Tanaman Obat. Perkembangan Teknologi TRO 21 (2): 33-
39.
Ilyas, S., Naz, S., Aslam, F., Parveen, Z., dan Ali, A. (2014). Chemical Composition of
Essential Oil from In Vitro Grown Peperomia obtusifolia through GC-MS. Pak. J. Bot.
46 (2): 667-672.
Kadarohman, A., Hernani, Rohman, I., Kusrini, R., dan Astuti, R. M. (2012). Combustion
Characteristics of Diesel Fuel on One Cylinder Diesel Engine Using Clove Oil,
Eugenol, and Eugenyl Acetate as Fuel Bio-Additives. Fuel 98: 73-79.
Majumder, Pulak. (2011). Phytochemical, Pharmacognostical and Physicochemical
Standardization of Peperomia pellucida (L.) HBK. Stem. Pharmachie Globale (IJCP)
2 (8): 1-4.
Mappa, T., Edy, H. J., dan Kojong, N. (2013). Formulasi Gel Ekstrak Daun Sasaladahan
(Peperomia pellucida (L.) H. B. K) dan Uji Efektivitasnya terhadap Luka Bakar pada
Kelinci (Oryctolagus cuniculus). Pharmacon 2 (2): 49-56.
15
Ooi, D. J., Iqbal, S., dan Ismail, M. (2012). Proximate Composition, Nutritional Attributes
and Mineral Composition of Peperomia pellucida L. (Ketumpangan Air) Grown in
Malaysia. Molecules 17: 11139-11145.
Permana, R. A. (2009). Rendemen dan Mutu Minyak Ylang-Ylang Hasil dari Penyimpanan
Bunga. Skripsi. Bogor: Departemen Hasil Kehutanan, Fakultas Kehutanan, Institut
Pertanian Bogor.
Pinheiro, B. G., Silva, A. S. B., Souza, G. E. P., Figueiredo, J. G., Cunha, F. Q, Lahlou, S.,
Da Silva J. K. R., Maia, J. G. S., dan Sousa P. J. C. (2011). Chemical Composition,
Antinociceptive and Anti-Inflammatory Effects in Rodents of The Essential Oil of
Peperomia serpens (Sw.) Loud. Journal of Ethnopharmacology 138: 479-486.
Steel, R. G. D. dan Torie, J. H. (1989). Prinsip dan Prosedur Statistika: Suatu Pendekatan
Biometrik. Gramedia, Jakarta.
16
LAMPIRAN 1
ABSTRAK SEMINAR SN-KPK XI 2019
UNS, SURAKARTA
13 APRIL 2019
17
18
LAMPIRAN 2
SERTIFIKAT SEMINAR SN-KPK XI 2019
UNS, SURAKARTA
13 APRIL 2019
19