LAPORAN KASUS OBSTETRI
PREEKLAMPSIA RINGAN
OLEH:
Miats Izzatul Millah
H1A 007 38
PEMBIMBING :
dr. I Made Putra Juliawan, SpOG
DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA
DI SMF KEBIDANAN DAN PENYAKIT KANDUNGAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM/RSUP NTB
MATARAM
2015
KATA PENGANTAR
Puji sukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karuniaNyalah
sehingga laporan kasus ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Laporan kasus ini yang bejudul “Preeklampsia Ringan” ini disusun untuk memenuhi
salah satu persyaratan kelulusan dari SMF Obstetri dan Ginekologi RSUP NTB.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang telah banyak memberikan bimbingan kepada penulis:
1. dr. I Made P, Juliawan, SpOG, selaku Dosen Pembimbing laporan kasus ini.
2. dr. Agus Thoriq, SpOG, selaku Kepala Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi RSUP NTB
3. dr. H. Doddy A.K., SpOG (K) selaku supervisor
4. dr. Gede Made Punarbawa, SpOG(K) selaku supervisor
5. Semua pihak-pihak lain yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang telah
memberikan masukan, bantuan dan informasi dalam pengumpulan bahan tinjauan pustaka.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan lapoan kasus ini, masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saan yang bersifat membangun sangat kami haapkan
demi kesempunaan lapoan kasus ini.
Semoga lapoan kasus ini dapat memberikan manfaat dan tambahan pengetahuan
khususnya kepada penulis dan kepada pembaca dalam menjalankan pkatek sehai-hai sebagai
dokter.
Mataram, Januari 2015
Penulis
2
BAB I
PENDAHULUAN
Hipertensi dalam kehamilan merupakan salah satu penyulit kehamilan penyebab
tingginya mortalitas dan morbiditas ibu bersalin, selain infeksi dan perdarahan. Di
Indonesia, mortalitas dan morbiditas hipertensi dalam kehamilan juga masih cukup tinggi.
Hal ini disebabkan selain oleh etiologi yang tidak jelas juga oleh perawatan dalam
persalinan masih ditangani oleh petugas non-medik dan sistem rujukan yang belum
sempurna. Hipertensi dalam kehamilan dapat dialami oleh semua lapisan ibu hamil
sehingga pengetahuan tentang pengelolaan hipertensi dalam kehamilan harus benar-benar
dipahami oleh seluruh tenaga medik baik di pusat maupun di daerah.
Preeklampsia termasuk dalam hipertensi dalam kehamilan. Preeklampsia merupakan
penyulit kehamilan yang akut dan dapat terjadi ante, intra, dan postpartum. Dari gejala-
gejala klinik preeklampsia dapat dibagi menjadi preeklampsia ringan dan preeklampsia
berat. Preeklampsia ringan merupakan suatu sindrom spesifik kehamilan dengan
menurunnya perfusi organ yang berakibat terjadinya vasospasme pembuluh darah dan
aktivasi endotel, yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah dan proteinuria.
Selain infeksi dan perdarahan, preeklampsia/eklampsia merupakan salah satu
penyebab utama morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi di dunia khususnya negara-negara
sedang berkembang. Pada negara sedang berkembang frekuensi dilaporkan berkisar antara
0,3 % sampai 0,7 %, sedang di negara-negara maju angka eklampsia lebih kecil, yaitu
0,05 % sampai 0,1 %. Di Indonesia preeklampsia berat dan eklampsia merupakan
penyebab kematian ibu berkisar 1,5 % sampai 15 %.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Preeklampsia
Preeklampsia merupakan sindrom spesifik-kehamilan berupa berkurangnya perfusi
organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel, yang ditandai dengan peningkatan tekanan
darah dan proteinuria. Dimana, peningkatan darah tinggi terjadi pada usia kehamilan > 20
minggu. Proteinuria merupakan tanda yang penting dari preeklampsia, dan telah
disimpulkan bahwa diagnosis dipertanyakan bila tidak ditemukan proteinuria. Proteinuria
secara signifikan, didefinisikan bila terdapat 300 mg protein dalam urin selama 24 jam
atau 30 mg/dl (≥ 1+ dipstick) pada pemeriksaan sampel urin.1,2,3,4
2.2 Epidemiologi Preeklampsia
Frekuensi preeklampsia untuk tiap negara berbeda-beda karena banyak faktor yang
mempengaruhinya; jumlah primigravida, keadaan sosial ekonomi, perbedaan kriteria
dalam penentuan diagnosis dan lain-lain. Di Indonesia frekuensi kejadian preeklampsia
sekitar 3-10% (Triatmojo, 2003). Sedangkan di Amerika Serikat dilaporkan bahwa
kejadian preeklampsia sebanyak 5% dari semua kehamilan (23,6 kasus per 1.000
kelahiran) (Dawn C Jung, 2007). Pada primigravida frekuensi preeklampsia lebih tinggi
bila dibandingkan dengan multigravida, terutama primigravida muda, Sudinaya (2000)
mendapatkan angka kejadian preeklampsia dan eklamsia di RSU Tarakan Kalimantan
Timur sebesar 74 kasus (5,1%) dari 1431 persalinan selama periode 1 Januari 2000
sampai 31 Desember 2000, dengan preeklampsia sebesar 61 kasus (4,2%) dan eklamsia 13
kasus (0,9%). Dari kasus ini terutama dijumpai pada usia 20-24 tahun dengan
primigravida (17,5%). Diabetes melitus, mola hidatidosa, kehamilan ganda, hidrops
fetalis, umur lebih dari 35 tahun dan obesitas merupakan faktor predisposisi untuk
terjadinya preeklampsia (Trijatmo, 2005). Peningkatan kejadian preeklampsia pada usia >
35 tahun mungkin disebabkan karena adanya hipertensi kronik yang tidak terdiagnosa
dengan superimposed PIH (Deborah E Campbell, 2006).
4
Di samping itu, preklamsia juga dipengaruhi oleh paritas. Surjadi, dkk (1999)
mendapatkan angka kejadian dari 30 sampel pasien preeklampsia di RSU Dr. Hasan
Sadikin Bandung paling banyak terjadi pada ibu dengan paritas 1-3 yaitu sebanyak 19
kasus dan juga paling banyak terjadi pada usia kehamilan diatas 37 minggu yaitu
sebanyak 18 kasus.
Penelitian yang telah dilakukan pada 38.000 kehamilan, didapatkan bahwa tekanan
darah diastolik ≥95mmHg, dihubungkan dengan peningkatan angka kematian janin.
Tekanan darah yang tinggi yang disertai dengan proteinuria, bahkan lebih berbahaya,
dibandingkan proteinuria tanpa hipertensi. Pada penelitian yang dilakukan pada tahun
2003, dilaporkan bahwa proteinuria yang berat dihubungkan dengan peningkatan
persalinan preterm. Bertolak belakang dengan hal tersebut, lebih dari 9000 nulipara pada
tahun 2001 disimpulkan bahwa baik tekanan darah maupun proteinuria merupakan bukan
merupakan prediktor terhadap komplikasi yang terjadi.
2.2.1 Faktor Risiko Preeklampsia
Walaupun belum ada teori yang pasti berkaitan dengan penyebab terjadinya
preeklampsia, tetapi beberapa penelitian menyimpulkan sejumlah faktor yang
mempengaruhi terjadinya preeklampsia. Faktor risiko tersebut meliputi;
1) Riwayat preeklampsia. Seseorang yang mempunyai riwayat preeklampsia atau riwayat
keluarga dengan preeklampsia maka akan meningkatkan resiko terjadinya preeklampsia.
2) Primigravida, karena pada primigravida pembentukan antibodi penghambat (blocking
antibodies) belum sempurna sehingga meningkatkan resiko terjadinya preeklampsia
Perkembangan preklamsia semakin meningkat pada umur kehamilan pertama dan
kehamilan dengan umur yang ekstrem, seperti terlalu muda atau terlalu tua.
3) Kegemukan
4) Kehamilan ganda. Preeklampsia lebih sering terjadi pada wanita yang mempuyai bayi
kembar atau lebih.
5
5) Riwayat penyakit tertentu. Wanita yang mempunyai riwayat penyakit tertentu
sebelumnya, memiliki risiko terjadinya preeklampsia. Penyakit tersebut meliputi
hipertensi kronik, diabetes, penyakit ginjal atau penyakit degenerati seperti reumatik
arthritis atau lupus.
2.3 Etiologi Preeklampsia
Etiologi preeklampsia sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Banyak teori-teori
yang dikemukakan oleh para ahli yang mencoba menerangkan penyebabnya, oleh karena itu
disebut “penyakit teori”; namun belum ada yang memberikan jawaban yang memuaskan.
Teori sekarang yang dipakai sebagai penyebab preeklampsia adalah teori “iskemia plasenta”.
Namun teori ini belum dapat menerangkan semua hal yang berkaitan dengan penyakit ini.
Adapun teori-teori tersebut adalah ;
1) Peran Prostasiklin dan Tromboksan
Pada preeklampsia dan eklampsia didapatkan kerusakan pada endotel vaskuler, sehingga
sekresi vasodilatator prostasiklin oleh sel-sel endotelial plasenta berkurang, sedangkan
pada kehamilan normal prostasiklin meningkat. Sekresi tromboksan oleh trombosit
bertambah sehingga timbul vasokonstrikso generalisata dan sekresi aldosteron menurun.
Akibat perubahan ini menyebabkan pengurangn perfusi plasenta sebanyak 50%, hipertensi
dan penurunan volume plasma (Y. Joko, 2002).
2) Peran Faktor Imunologis
Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan I karena pada kehamilan I terjadi
pembentukan blocking antibodies terhadap antigen plasenta tidak sempurna. Pada
preeklampsia terjadi komplek imun humoral dan aktivasi komplemen. Hal ini dapat
diikuti dengan terjadinya pembentukan proteinuria.
3) Peran Faktor Genetik
6
Preeklampsia hanya terjadi pada manusia. Preeklampsia meningkat pada anak dari ibu
yang menderita preeklampsia.
4) Iskemik dari uterus. Terjadi karena penurunan aliran darah di uterus
5) Defisiensi kalsium. Diketahui bahwa kalsium berfungsi membantu mempertahankan
vasodilatasi dari pembuluh darah.
6) Disfungsi dan aktivasi dari endotelial. Kerusakan sel endotel vaskuler maternal memiliki
peranan penting dalam patogenesis terjadinya preeklampsia. Fibronektin diketahui
dilepaskan oleh sel endotel yang mengalami kerusakan dan meningkat secara signifikan
dalam darah wanita hamil dengan preeklampsia. Kenaikan kadar fibronektin sudah
dimulai pada trimester pertama kehamilan dan kadar fibronektin akan meningkat sesuai
dengan kemajuan kehamilan.
2.4 Patofisiologi Preeklampsia
Pada preeklampsia yang berat dan eklampsia dapat terjadi perburukan patologis pada
sejumlah organ dan sistem yang kemungkinan diakibatkan oleh vasospasme dan iskemia
(Cunningham, 2003). Wanita dengan hipertensi pada kehamilan dapat mengalami
peningkatan respon terhadap berbagai substansi endogen (seperti prostaglandin, tromboxan)
yang dapat menyebabkan vasospasme dan agregasi platelet. Penumpukan trombus dan
pendarahan dapat mempengaruhi sistem saraf pusat yang ditandai dengan sakit kepala dan
defisit saraf lokal dan kejang. Nekrosis ginjal dapat menyebabkan penurunan laju filtrasi
glomerulus dan proteinuria. Kerusakan hepar dari nekrosis hepatoseluler menyebabkan nyeri
epigastrium dan peningkatan tes fungsi hati. Manifestasi terhadap kardiovaskuler meliputi
penurunan volume intavaskular, meningkatnya cardiac output dan peningkatan tahanan
pembuluh perifer. Peningkatan hemolisis microangiopati menyebabkan anemia dan
7
trombositopeni. Infark plasenta dan obstruksi plasenta menyebabkan pertumbuhan janin
terhambat bahkan kematian janin dalam rahim.
Perubahan pada organ-organ :
1) Perubahan kardiovaskuler.
Gangguan fungsi kardiovaskuler yang parah sering terjadi pada preeklampsia dan
eklamsia. Berbagai gangguan tersebut pada dasarnya berkaitan dengan peningkatan afterload
jantung akibat hipertensi, preload jantung yang secara nyata dipengaruhi oleh berkurangnya
secara patologis hipervolemia kehamilan atau yang secara iatrogenik ditingkatkan oleh larutan
onkotik atau kristaloid intravena, dan aktivasi endotel disertai ekstravasasi ke dalam ruang
ektravaskular terutama paru.
2) Metabolisme air dan elektrolit
Hemokonsentrasi yang menyerupai preeklampsia dan eklamsia tidak diketahui
penyebabnya. Jumlah air dan natrium dalam tubuh lebih banyak pada penderita preeklampsia
dan eklamsia daripada pada wanita hamil biasa atau penderita dengan hipertensi kronik.
Penderita preeklampsia tidak dapat mengeluarkan dengan sempurna air dan garam yang
diberikan. Hal ini disebabkan oleh filtrasi glomerulus menurun, sedangkan penyerapan
kembali tubulus tidak berubah. Elektrolit, kristaloid, dan protein tidak menunjukkan
perubahan yang nyata pada preeklampsia. Konsentrasi kalium, natrium, dan klorida dalam
serum biasanya dalam batas normal.
3) Mata
Dapat dijumpai adanya edema retina dan spasme pembuluh darah. Selain itu dapat terjadi
ablasio retina yang disebabkan oleh edema intra-okuler dan merupakan salah satu indikasi
untuk melakukan terminasi kehamilan. Gejala lain yang menunjukan tanda preklamsia berat
yang mengarah pada eklamsia adalah adanya skotoma, diplopia, dan ambliopia. Hal ini
8
disebabkan oleh adanya perubahan preedaran darah dalam pusat penglihatan dikorteks serebri
atau didalam retina.
4) Otak
Pada penyakit yang belum berlanjut hanya ditemukan edema dan anemia pada korteks
serebri, pada keadaan yang berlanjut dapat ditemukan perdarahan.
5) Uterus
Aliran darah ke plasenta menurun dan menyebabkan gangguan pada plasenta, sehingga
terjadi gangguan pertumbuhan janin dan karena kekurangan oksigen terjadi gawat janin. Pada
preeklampsia dan eklamsia sering terjadi peningkatan tonus rahim dan kepekaan terhadap
rangsangan, sehingga terjadi partus prematur.
6) Paru-paru
Kematian ibu pada preeklampsia dan eklamsia biasanya disebabkan oleh edema paru yang
menimbulkan dekompensasi kordis. Bisa juga karena terjadinya aspirasi pneumonia, atau
abses paru.
2.5 Klasifikasi Preeklampsia
Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah kehamilan 20 minggu disertai
dengan proteinuria.
Preeklampsia dibagi menjadi 2 yaitu :
1. Preeklampsia ringan
Preeklampsia ringan adalah preeklampsia dengan tekanan darah sistolik/diastolik ≥ 140/90
sampai < 160/110 mmHg dengan proteinuria ≥ +1 dipstik. Preeklampsia ringan ditegakkan
berdasar atas timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan/atau edema setelah kehamilan 20
minggu1,5.
2. Preeklampsia berat
Preeklampsia berat adalah preeklampsia dengan tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan
tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg disertai proteinuria.
9
Preeklampsia berat dibagi menjadi (a) Preeklampsia berat tanpa impending eklampsia,
dan (b) Preeklampsia berat dengan impending eklampsia. Disebut impending eklampsia bila
preeklampsia berat disertai gejala – gejala subjektif berupa nyeri kepala hebat, gangguan
visus, muntah – muntah, nyeri epigastrium, dan kenaikan progresif tekanan darah.
2.6 Preeklampsia Ringan
2.6.1 Diagnosis
Diagnosis preeklampsia ringan ditegakkan berdasarkan timbulnya hipertensi disertai
proteinuria dan/atau edema setelah kehamilan 20 minggu,
Hipertensi : sistolik/diastolik ≥ 140/90 mmhg. Tekanan diastolik merupakan
indikator untuk prognosis pada penanganan hipertensi dalam kehamilan.
Tekanan diastolik mengukur tahanan perifer dan tidak dipengaruhi oleh
keadaan emosi pasien (seperti pada tekanan sistolik). Jika tekanan diastolik ≥
90 mmHg pada dua pemeriksaan berjarak 4 jam atau lebih, diagnosisnya
adalah hipertensi.
Proteinuria : ≥ 300 mg/24 jam atau ≥ 1 + dipstik. Terdapatnya proteinuria
dapat mngubah diagnosis hipertensi dalam kehamilan menjadi preeklampsia.
Penapisan dilakukan dengan uji dipstik. Jika dipstik tidak tersedia, sedikit urin
dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian dipanaskan. Teteskan 1 tetes
asam asetat 2% untuk melihat endapan yang mendepat. Dianjurkan
menggunakan urin pancaran tengah untuk menghindari kontaminasi.
Edema : edema lokal tidak dimasukkan dalam kriteria preeklampsia, kecuali
edema pada lengan, muka dan perut, edema generalisata.
Preeklampsia ringan sering tanpa gejala dan dapat dengan cepat meningkat menjadi
preeklampsia berat.
2.6.2 Manajemen Preeklampsia Ringan
Rawat jalan
Cukup istirahat (berbaring/tidur miring).
Pada umur kehamilan > 20 minggu tirah baring dalam posisi miring
menghilangkan tekanan rahim pada v. kava inferior, sehingga meningkatkan
aliran darah balik dan akan menambah curah jantung. Hal ini berarti pula
10
meningkatkan aliran darah ginjal yang akan meningkatkan filtrasi glomerulus
dan meningkatkan diuresis. Diuresis dengan sendirinya meningkatkan ekskresi
natrium, menurunkan reaktivitas kardiovaskular sehingga mengurangi
vasospasme. Peningkatan curah jantung akan meningkatkan pula aliran darah
pada rahim, meningkatkan oksigenasi plasenta, dan memperbaiki kondisi janin
dalam rahim.
Diet biasa (tidak perlu retriksi garam).
Diet yang mengandung 2 g natrium atau 4-6 g NaCl adalah cukup. Diet
diberikan cukup protein, rendah karbohidrat, lemak, garam secukupnya.
Tidak diberikan obat-obat diuretic, antihipertensi, dan sedative
Pantau tekanan darah, pemeriksaan urin (proteinuria), refleks patella, kondisi
janin.
Konseling pasien dan keluarganya tentang tanda-tanda bahaya pre-eklampsia
berat dan eklampsia.
Kunjungan ulang setiap 1 minggu
Rawat Inap
Kriteria rawat inap:
- Bila pengobatan 2 minggu tidak ada perbaikan (tekanan darah dan
proteinuri)
- Adanya satu atau lebih gejala dan tanda-tanda preeklampsia berat
- Hasil pemeriksaan kesejahteraan janin meragukan atau jelek
(USG/KTG)
Perawatan di rumah sakit
- Tirah baring
- Pemeriksaan kesejahteraan janin, berupa pemeriksaan USG dan
Doppler
- Konsultasi dengan bagian lain : SMF Mata, Penyakit Dalam, Jantung,
dan lain-lain
Evaluasi hasil pengobatan
- Pemeriksaan kesejahteraan janin ( “fetal well being” )
- Bila jelek : Terminasi kehamilan
- Bila ragu : Ulangi pemeriksaan kesejahteraan janin
- Bila baik :
11
Usia kehamilan < 37 minggu
Bila tensi normal, persalinan ditunggu sampai aterm.
Bila tensi turun tetapi tidak mencapai normal, kehamilan dapat
diakhiri pada umur kehamilan > 37 minggu.
Usia kehamilan ≥ 37 minggu
Bila tensi normal, persalinan ditunggu sampai inpartu.
Bila tensi tidak mencapai normal dilakukan terminasi.
Cara persalinan
Pervaginam bila tidak ada kontra indikasi
Bila perlu mempercepat kala II (Ekstraksi Vakum/Forseps)
Manajemen Persalinan Preterm
Ibu yang mempunyai risiko terjadinya persalinan preterm dan/atau
menunjukkan tanda-tanda persalinan preterm perlu dilakukan intervensi untuk
meningkatkan neonatal outcomes. Beberapa langkah yang dapat dilakukan pada
persalinan preterm adalah:
menghambat proses persalinan preterm dengan pemberian tokolisis
pematangan surfaktan paru janin dengan kortiksteroid
bila perlu dilakukan pencegahan terhadap infeksi
Tokolisis
Meski beberapa macam obat telah digunakan untuk menghambat persalinan,
tidak ada yang benar-benar efektif. Namun, pemberian tokolisis masih perlu
dipertimbangkan bila dijumpai kontraksi uterus regular dengan perubahan serviks.
Alasan pemberian tokolitik pada persalinan pereterm adalah:
mencegah mortilitas dan morbiditas pada bayi prematur
member kesempatan transfer intrauterine pada fasilitas yang lebih lengkap
optimalisasi personel
Beberapa macam obat yang dapat digunakan sebagai tokolisis adalah:
12
kalsium antagonis : Nifedipin 10 mg/oral diulang 2-3 kali per jam, dilanjutkan
tiap 8 jam sampai kontraksi hilang. Obat dapat diberikan lagi bila timbul
kontraksi berulang
obat β-mimetik: seperti terbutalin, ritrodin, isoksuprin, dan salbutamol, dapat
digunakan, tetapi nifedipin menmpunyai efek samping yang lebih kecil.
Sulfas magnesikus anti prostaglandin (indometasin) : jarang dipakai karena efek
samping ibu ataupun janin.
Untuk menghambat proses persalinan preterm selain tokolisis, perlu membatasi
aktivitas atau tirah baring.
Kortikosteroid
Pemberian terapi kortikosteroid dimaksudkan untukpematangan surfaktan paru
janin, menurunkan insidensi RDS (Respirtory Distress Syndrom), mencegah
perdarahan intraventrikular, yang akhirnya menurunkan kematian neonatus.
Kortikosteroid diberikan bila usia kehamilan kurang dari 35 minggu. Obat yang
diberikan adalah : deksametason, atau betametason. Pemberian steroid ini tidak
diulang karena risiko terjadinya pertumbuhan janin terhambat.
Pemberian siklus tunggal kortikosteroid adalah:
Betametason : 2x12 mg i.m, dengan jarak pemberian 24 jam
Deksametason : 4x6 mg i.m, dengan jarak pemberian 12 jam
Berdasarkan SPM RSUP NTB, dipertimbangkan pemberian Dexamethason
bila persalinan diperkirakan berlangsung lebih dari 24 jam. Dosis suntikan
Dexamethason 6 mg, setiap 6 jam (4 x pemberian) atau 12 mg tiap 12 jam (2 x
pemberian).
2.7 Komplikasi
a. Penyulit ibu:
13
• Eklampsia
• Sistem saraf pusat
Perdarahan intracranial, thrombosis vena sentral, hipertensi ensefalopati, edema
serebri, edema retina, macular atau retina detachment dan kebutaan korteks.
• Gastrointestinal-hapatika: subskapular hematoma hepar, rupture kapsul hepar
• Ginjal: gagal ginjal akut, nekrosis tubular akut
• Hematologic: DIC, trombositopenia dan hematoma luka operasi
• Kardiopulmonar: edema paru kardiogenik atau nonkardiogenik, depresi atau
arrest, pernapasan, kardiak arrest, iskemia miokardium
• Lain-lain: asites, edema laring, hipertensi yang tidak terkendalikan.
b. Penyulit janin
Penyulit yang terjadi pada janin ialah intrauterine fetal growth restriction, solusio
plasenta, prematuritas, sindroma distress napas, kematian janin intrauterine,
kematian neonatal perdarahan intraventrikular, necrotizing enterocolitis, sepsis,
cerebral palsy.
2.8 Pencegahan
1. Non-Medikasi
o Tirah baring
Cara paling sederhana ialah dengan tirah baring. Di Indonesia tirah baring masih
diperlukan meskipun tidak terbukti mencegah preeklampsi dan persalinan preterm.
o Retriksi garam
Restriksi garam tidak terbukti dapat mencegah preeclampsia. Pembatasan kalori,
cairan, dan garam tidak dapat mencegah hipertensi dalam kehamilan, bahkan dapat
berbahaya bagi janin.
o Suplemen
Diet yang baik mengandung tambahan: minyak ikan dengan asam lemak tidak jenuh;
antioksidan seperti vitamin C dan E, beta-karoten, N-asetilsistein, CoQ10, asam
lipoik; zink, magnesium, dan kalsium1,2,4.
2. Medikasi
o Pencegahan dengan pemberian obat, namun belum ada bukti yang kuat dan sahih.
o Antihipertensi tidak terbukti mencegah preeklampsia. Diuretik dapat memperberat
hipovolemia.
14
o Obat yang diberikan : kalsium 1500 – 2000 mg/hari, atau zink 200 mg/hari, atau
magnesium 365 mg/hari, atau aspirin dosis rendah <100 mg/hari, atau dipiridamole.
Selain itu dapat pula diberikan obat-obat antioksidan seperti vitamin C. Tetapi
beberapa penelitian RCT menunjukkan pemberian aspirin dosis rendah tidak efektif
mencegah preeklampsia.
o Antioksidan terbukti mampu mengurangi kerusakan sel endotel pasien
BAB III
LAPORAN KASUS
15
Masuk Rumah Sakit : 18 Januari 2015 pukul 16.12 WITA
Nomor Rekam Medis : Tanggal/jam masuk RSUP NTB
I. IDENTITAS
Nama : Ny. S
Usia : 40 tahun
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam
Suku : Samawa
Alamat : Brang Ene - Sumbawa Barat
II. ANAMNESA:
Keluhan Utama: Nyeri kepala
Riwayat Penyakit Sekarang: Pasien rujukan dari RSUD Sumbawa Barat, dengan
G2P1A0H1 uk 34 minggu T/H/IU dengan PEB. Pasien mengeluh nyeri kepala sejak tanggal
17/1/15. Nyeri kepala terutama dirasakan pada kepala bagian depan. Nyeri dirasakan hebat,
sehingga pasien segera mencari pengobatan. Selain itu, pasien juga mengeluhkan nyeri ulu
hati, yang disertai muntah sebanyak 2 kali. Pasien tidak pernah kejang sebelumnya. Keluar air
dari jalan lahir, nyeri perut, serta keluar lendir bercampur darah belum dirasakan pasien.
Pasien masih merasakan gerakan janinnya.
Kronologi di RSUD Sumbawa
Pasien datang ke RSUD Sumbawa Barat pada tanggal 17 Januari 2014 pukul 22.30 WITA.
17 Januari 2014, pukul 22.30 WITA
Subjektif
Pasien mengeluh nyeri kepala dan mata berkunang-kunang sejak pukul 20.00 wita. Nyeri ulu
hati (-). Riwayat kejang (-).Keluar air dari jalan lahir, nyeri perut, serta keluar lendir
bercampur darah belum dirasakan pasien. Pasien masih merasakan gerakan janinnya.
Objektif
Keadaan Umum : Baik,
Kesadaran : Kompos Mentis
Tekanan darah : 180/100 mmhg
16
Nadi : 80 x/menit
Pernapasan : 22 x/menit
Suhu 36,7oC
Status Obstetri
a. Leopold I : bokong
- TFU : 27 cm
- TBJ : 2635 gram
b.Leopold II : punggung disebelah kanan
c. Leopold III : kepala
d.Leopold IV : kepala belum masuk PAP (5/5)
- His : -
- DJJ : 13.13.12 (156x/menit)
- VT : tidak dievaluasi
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Hb 9,0 gr%
Urine
Protein : + 2
Assessment
G2P1A0H1 uk 34 minggu, T/H/IU dengan PEB
Planning
Pasang Infus
Bolus : 4 gr MgSO4 40%
Drip : 6 gr MgSO4 40% dalam RL 500 cc à 28 tpm
Injeksi deksametason 1 amp/6 jam
Metildopa 1 x 250 mg
Pasang Kateter
18 Januari 2015
Pukul 01.15
17
TD : 150/60 mmhg, N : 82x/mnt, RR : 24x/mnt, t : 36,7oC
His (-), DJJ (+) 132x/mnt
Pukul 02.15
TD : 150/60 mmhg, N : 82x/mnt, RR : 22x/mnt, t : 36,7oC
His (-), DJJ (+) 134x/mnt, UO : 700 cc
Pukul 03.15
TD : 120/60 mmhg, N : 82x/mnt, RR : 22x/mnt, t : 36,7oC
His (-), DJJ (+) 154x/mnt, UO : 750 cc
Pukul 06.15
S : tidak ada keluhan
O : TD 120/70 mmhg, N : 82x/mnt, RR : 22x/mnt, t : 36,7oC
His (-), DJJ (+) 156x/mnt, UO : 1280 cc
A : G2P1A0H1 uk 34 minggu, T/H/IU dengan PEB
P : Injeksi dexamethason
Metildopa 1 x 250 mg
Pukul 09.00
TD : 150/80 mmhg, N : 86x/mnt, RR : 22x/mnt, t : 36,8oC
DJJ (+) 143x/mnt
Pukul 10.00
TD : 140/90 mmhg, N : 84x/mnt, RR : 20x/mnt, t : 36,8oC
DJJ (+) 136x/mnt
Pukul 11.00
S : tidak ada keluhan
O : TD 120/70 mmhg, N : 82x/mnt, RR : 22x/mnt, t : 36,7oC
His (-), DJJ (+) 156x/mnt, UO : 1280 cc
A : G2P1A0H1 uk 34 minggu, T/H/IU dengan PEB
P : Terapi lanjut
18
Pukul 12.00
TD : 180/100 mmhg, N : 82x/mnt, RR : 24x/mnt, t : 36,5oC
DJJ (+) 140x/mnt
Pukul 13.00
TD : 160/80 mmhg, N : 82x/mnt, RR : 22x/mnt, t : 36,5oC
DJJ (+) 140x/mnt
Pukul 14.00
TD : 160/80 mmhg, N : 84x/mnt, RR : 22x/mnt, t : 36,5oC
DJJ (+) 140x/mnt
Pukul 15.00
S : tidak ada keluhan
O : TD 120/70 mmhg, N : 82x/mnt, RR : 22x/mnt, t : 36,7oC
His (-), DJJ (+) 156x/mnt, UO : 1280 cc
A : G2P1A0H1 uk 34 minggu, T/H/IU dengan PEB
P : Terapi lanjut
Riwayat Penyakit Dahulu: Riwayat hipertensi (-), DM (-), asma (-), riwayat penyakit
jantung (-), riwayat operasi (-)
Riwayat Penyakit Keluarga: Riwayat hipertensi (-), DM (-), asma (-), riwayat penyakit
jantung (-)
Riwayat Alergi : Alergi makanan (-), alergi obat (-)
HPHT : 20/05/2013
HTP : 27/02/2014
Riwayat ANC : 9x di puskesmas, terakhir tanggal 17/1/2015. Hasil keluhan pusing
berkurang, TD 160/80 mg, BB 52 kg
Riwayat USG : 1x, di praktek dokter. Hasil janin T/H/IU uk 34 minggu EFW 2440 gr
19
Riwayat KB : Inj 1 bulan
Renacana KB : MOW
Riwayat Obstetri:
1. Aterm, laki-laki, lahir RS, VE ec preeklampsia, BB 2500 gr, hidup, 5 tahun
2. Ini
PEMERIKSAAN FISIK DI RSUP NTB:
Keadaan Umum : baik
Kesadaran : E4V5M6
TD : 160/80 mmHg
N : 84 x/menit
RR : 24 x/menit
Suhu : 36,5ºC
Mata : An (-/-), Ikterus (-/-)
Jantung : S1S2 tunggal, murmur (-), gallop (-)
Paru : vesikuler (+/+), rhonki (-), wheezing (-)
Abdomen : scar (-), striae gravidarum (-), linea nigra (+)
Ekstremitas : edema (-/-), akral hangat (+/+)
STATUS OBSTETRI
a. Leopold I : kepala
- TFU : 27 cm, LP : 92 cm
- TBJ : 2484 gram
b.Leopold II : punggung disebelah kiri
c. Leopold III : bokong
d.Leopold IV : bokong belum masuk PAP (5/5)
- His : -
- DJJ : 11.12.12 (140x/menit)
- VT : tidak dilakukan
20
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil pemeriksaan laboratorium (18/1/2015)
HGB : 10,2 g/dL
RBC : 3,67 x 10^6/μL
WBC : 15,16 x 10^3/μL
PLT : 398 x 10^3/μL
BT : 3’00”
CT : 5’30”
GDS : 162
Kreatinin: 0,3
Ureum : 6
SGOT : 14
SGPT : 11
HbsAg : -
Hasil pemeriksaan urin (18/1/15)
Berat jenis : 1000
pH : 7
Nitrit : -
Protein : + 1
Glukosa : +3
Keton : -
Urobilinogen : -
Bilirubin : -
Darah : +3
DIAGNOSIS:
G2P1A0H1 uk 34-35 minggu, T/H/IU letak sungsang dengan PER
RENCANA TINDAKAN:
Observasi kesra ibu dan janin
Perawatan Konservatif
o Tirah baring dengan miring ke satu sisi (kiri)
o Diet biasa
o Pantau tekanan darah, urin (proteinuria), reflex patella dan kondisi janin
21
Medikamentosa dilanjutkan
o Metildopa 2x250 mg
o Dexametason 1 amp/6 jam
22
Waktu Subjektif Objektif Assesment Planning
18/1/1516.012
Pasien rujukan dari RSUD
Sumbawa Barat, dengan
G2P1A0H1 uk 34 minggu
T/H/IU dengan PEB. Pasien
mengeluh nyeri kepala sejak
tanggal 17/1/15. Nyeri kepala
terutama dirasakan pada kepala
bagian depan. Nyeri dirasakan
hebat, sehingga pasien segera
mencari pengobatan. Selain itu,
pasien juga mengeluhkan nyeri
ulu hati, yang disertai muntah
sebanyak 2 kali. Pasien tidak
pernah kejang sebelumnya.
Keluar air dari jalan lahir, nyeri
perut, serta keluar lendir
bercampur darah belum
dirasakan pasien. Pasien masih
merasakan gerakan janinnya.
Riwayat DM (-), HT (-), asma (-).
Status Generalis :Keadaan Umum : baik
Kesadaran
TD : 160/80 mmHg
N : 84 x/menit
RR : 24 x/menit
Suhu : 36,5ºC
Local status :Mata : an (-/-), ikt (-/-)Paru : ves (+/+), rh (-/-), wh (-/-)Jantung : S1S2 single regular M(-), G(-)Abd : striae gravidarum (-), linea nigra (+), scar (-)Eks : edema (-/-), akral hangat (+/+).Obstetric statusL1 : kepalaL2 : pukiL3 : bokongL4 : 5/5TFU: 27 cmLP:92 cmTBJ : 2484 gramHis : - DJJ : 11.12.12 (140x/menit)
G2P1A0H1 uk 34-35
minggu, T/H/IU letak
sungsang dengan
PER
- Obs. Kesra ibu dan janin
- Dokter muda konsul ke dokter umum pro-rawat konservatif
- Dokter umum konsul ke supervisor, saran :
- Kelola konservatif- Terapi dilanjutkan- Metildopa 2x250 mg- Dexametason 1 amp/6
jam
23
HPHT : 20/05/2013
HTP : 27/02/2014
Riwayat ANC : 9x di
puskesmas, terakhir tanggal
17/1/2015. Hasil keluhan
pusing berkurang, TD 160/80
mg, BB 52 kg
Riwayat USG : 1x, di praktek
dokter. Hasil janin T/H/IU uk
34 minggu EFW 2440 gr
Riwayat KB : Inj, 1 bulanRencana KB: MOW
Obstetric History: 3. Aterm, laki-laki, lahir
RS, VE ec
preeklampsia, BB 2500
gr, hidup, 5 tahun
4. Ini
VT : tidak dilakukan
Hasil pemeriksaan laboratorium
(18/1/2015)
HGB : 10,2 g/dL
RBC : 3,67 x 10^6/μL
WBC : 15,16 x 10^3/μL
PLT : 398 x 10^3/μL
BT : 3’00”
CT : 5’30”
GDS : 162
Kreatinin: 0,3
Ureum : 6
SGOT : 14
SGPT : 11
HbsAg : -
Hasil pemeriksaan urin (18/1/15)
Berat jenis : 1000
pH : 7
Nitrit : -
Protein : + 1
Glukosa : +3
24
17 Januari
2014
pukul
22.30
WITA
KRONOLOGISDi RSUD SumbawaPasien datang ke RSUD
Sumbawa Barat pada tanggal 17
Januari 2014 pukul 22.30
WITA.
17 Januari 2014, pukul 22.30
WITA
Subjektif
Pasien mengeluh nyeri kepala
dan mata berkunang-kunang
sejak pukul 20.00 wita. Nyeri
ulu hati (-). Riwayat kejang
(-).Keluar air dari jalan lahir,
nyeri perut, serta keluar lendir
bercampur darah belum
dirasakan pasien. Pasien masih
merasakan gerakan janinnya.
Objektif
Keadaan Umum : Baik,
Kesadaran : Kompos Mentis
Tekanan darah : 180/100 mmhg
Keton : -
Urobilinogen : -
Bilirubin : -
Darah : +3
25
Nadi : 80 x/menit
Pernapasan : 22 x/menit
Suhu 36,7oC
Status Obstetri
a. Leopold I : bokong
- TFU : 27 cm
- TBJ : 2635 gram
b.Leopold II : punggung
disebelah kanan
c. Leopold III : kepala
d.Leopold IV : kepala belum
masuk PAP (5/5)
- His : -
- DJJ : 13.13.12
(156x/menit)
- VT: tidak dievaluasi
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Hb 9,0 gr%
26
01.15
02.15
Urine
Protein : + 2
Assessment
G2P1A0H1 uk 34 minggu, T/H/IU
dengan PEB
Planning
Pasang Infus
Bolus : 4 gr MgSO4 40%
Drip : 6 gr MgSO4 40% dalam RL
500 cc à 28 tpm
Injeksi deksametason 1 amp/6 jam
Metildopa 1 x 250 mg
Pasang Kateter
Pukul 01.15
TD : 150/60 mmhg, N : 82x/mnt,
RR : 24x/mnt, t : 36,7oC
His (-), DJJ (+) 132x/mnt
Pukul 02.15
TD : 150/60 mmhg, N : 82x/mnt,
RR : 22x/mnt, t : 36,7oC
27
03.15
06.15
09.00
10.00
His (-), DJJ (+) 134x/mnt, UO : 700
cc
Pukul 03.15
TD : 120/60 mmhg, N : 82x/mnt,
RR : 22x/mnt, t : 36,7oC
His (-), DJJ (+) 154x/mnt, UO : 750
cc
Pukul 06.15
S : tidak ada keluhan
O : TD 120/70 mmhg, N : 82x/mnt,
RR : 22x/mnt, t : 36,7oC
His (-), DJJ (+) 156x/mnt, UO :
1280 cc
A : G2P1A0H1 uk 34 minggu,
T/H/IU dengan PEB
P : Injeksi dexamethason
Metildopa 1 x 250 mg
Pukul 09.00
TD : 150/80 mmhg, N : 86x/mnt,
RR : 22x/mnt, t : 36,8oC
DJJ (+) 143x/mnt
Pukul 10.00
28
11.00
12.00
13.00
14.00
TD : 140/90 mmhg, N : 84x/mnt,
RR : 20x/mnt, t : 36,8oC
DJJ (+) 136x/mnt
Pukul 11.00
S : tidak ada keluhan
O : TD 120/70 mmhg, N : 82x/mnt,
RR : 22x/mnt, t : 36,7oC
His (-), DJJ (+) 156x/mnt, UO :
1280 cc
A : G2P1A0H1 uk 34 minggu,
T/H/IU dengan PEB
P : Terapi lanjut
Pukul 12.00
TD : 180/100 mmhg, N : 82x/mnt,
RR : 24x/mnt, t : 36,5oC
DJJ (+) 140x/mnt
Pukul 13.00
TD : 160/80 mmhg, N : 82x/mnt,
RR : 22x/mnt, t : 36,5oC
DJJ (+) 140x/mnt
Pukul 14.00
TD : 160/80 mmhg, N : 84x/mnt,
29
15.00
RR : 22x/mnt, t : 36,5oC
DJJ (+) 140x/mnt
Pukul 15.00
S : tidak ada keluhan
O : TD 120/70 mmhg, N : 82x/mnt,
RR : 22x/mnt, t : 36,7oC
His (-), DJJ (+) 156x/mnt, UO :
1280 cc
A : G2P1A0H1 uk 34 minggu,
T/H/IU dengan PEB
P : Terapi lanjut
Rujuk RSUP NTB
30
Bab IVPEMBAHASAN
Pada laporan kasus berikut, diajukan suatu kasus seorang wanita G2P1A0H1 uk
34-35 minggu, T/H/IU letak sungsang dengan PER. Preeklampsia ringan adalah suatu
sindrom spesifik kehamilan dengan menurunnya perfusi organ yang berakibat terjadinya
vasospasme pembuluh darah dan ektivasi endotel. Diagnosis preeklampsia ringan
ditegakkan berdasarkan timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan/atau edema setelah
kehamilan 20 minggu, yaitu ditemukan tekanan darah sistolik atau diastolik ≥ 140/90
mmhg, disertai proteinuria ≥ 1 + dipstik.
Dari riwayat ANC sebelumnya, tidak pernah didapatkan riwayat tekanan darah
tinggi. Selama kehamilan pasien melakukan 9 kali ANC. Pasien ANC terakhir tanggal
17/1/2015, didapatkan TD 160/80 mg.
Penatalaksanaan pada pasien ini telah dilakukan dengan baik sesuai dengan
protap. Penatalaksanaan di RSUP NTB sudah tepat yaitu dengan melakukan perawatan
konservatif.
31
BAB IVDAFTAR PUSTAKA
Brooks, B.M., (2005, January 05 – Last update), Pregnancy, Preeclampsia, Available
from: http://www.emedicine.com/emerg/topic480.htm
Cunningham FG, et al, editor. Williams Obstetry. 23rd Edition, section VII : obstetrical
complication, chapter 34 : Hypertensive Disorders in Pregnancy. 2010. Mc-Graw
Hill : USA.
Musalli,G. & Linden, A. (2007), Preeclampsia, Available from:
http://www.babycenter.com/refcap/pregnancy/pregcomplications/257.html#5.
Prawirohardjo, Sarwono., 2010. Ilmu Kebidanan chapter 40 : hipertensi dalam
kehamilan, p 530-554. PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo: Jakarta
Rachimhadhi, T., 2005, pereklamsia dan Eklamsia, dalam: buku Ilmu Kebidanan,
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, Jakarta.
Saifuddin, B. A., 2001, Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal Dan
Neonatal, JNNPKKR-POGI bekerjasama dengan Yayasan bina pustaka sarwono
prawirohardjo, Jakarta.
Sudinaya I.P., 2003, Insiden Preeklamsia-Eklamsia di Rumah Sakit Umum Tarakan
Kalimantan Timur-Tahun 2000, Cermin Dunia Kedokteran, 139, 13-15.
Suyono, Y.J., 2002, Dasar-Dasar Obstetri & Ginekologi, edisi 6, Hipokrates, Jakarta
Tomasulo, P.J. & Lubetkin, D., (2006, March 15 – Review date), Preeclamsia,
Availablefrom:
http://www.obgyn.health.ivillage.com/pregnancybacics/preeclamsia.cmf.
Wagner, L., (2004), Diagnosis And Management Of Preeclampsia, Available:
http://www.aafp.org/afp/20041215/2317.html.
32