PELAKSANAAN OTONOMI DESA MENURUT FIQIH SIYASAH
(Studi di Desa Negeri Campang Jaya Kecamatan Sungkai Tengah
Kabupaten Lampung Utara)
Skripsi
Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)
Dalam Ilmu Syariah
Oleh
REKA MARSELA
NPM 1421020208
Program Studi : Hukum Tata Negara (Siyasah Syar’iyyah)
FAKULTAS SYIARI’AH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN
LAMPUNG
1439 H/2018 M
PELAKSANAAN OTONOMI DESA MENURUT FIQIH SIYASAH
(Studi di Desa Negeri Campang Jaya Kec. Sungkai Tengah
Kabupaten Lampung Utara)
Skripsi
Diajukan untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat-syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)
DalamI lmu Syari’ah
Oleh:
REKA MARSELA
NPM: 1421020208
Program Studi : Hukum Tata Negara (Siyasah Syar’iyyah)
Pembimbing I: Drs. H. Mundzir HZ, M.Ag,
Pembimbing II: Eko Hidayat, S. Sos., M.H.
FAKULTAS SYARI’AH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN
LAMPUNG
1439 H / 2018 M
ABSTRAK
Pelaksanaan pembangunan Desa di laksanakan oleh pemerintah Desa
dengan melibatkan seluruh potensi masyarakat Desa. Kepala desa memiliki
kedudukan sebagai pemimpin desa yang bertanggungjawab atasterlaksananya
pembangunan desa dimana perannya sebagai ujung tombak pembangunan
pemegang kekuasaan tertinggi di desa, yang berhak atas keputusan-keputusan
penting dalam mengarahkan, menampung aspirasi masyarakat serta mengayomi
masyarakatnya sehingga turut berkerja sama dalam pembangunan itu sendiri.
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana Pelaksanaan
Otonomi Desa di Desa Negeri Campang Jaya Kec.Sungkai Tengah Kab. Lampung
Utara, dan Bagaimana pandangan Fiqih Siyasah terhadap Pelaksanaan Otonomi di
Desa Negeri Campang Jaya Kec. Sungkai Tengah Kab. Lampung Utara. Tujuan
penelitian ini adalah Untuk mengetahui pelaksanaan Otonomi Desa di Desanegeri
Campang Jaya apakah sudah berdasarkan atas tujuan Undang-Undangotonomi
desa dan untuk mengetahui apakah pelaksanaan otonomi desa di Desa Negeri
Campang Jaya sudahberjalan di atas kemaslahatan umat atau masyarakat secara
fiqih siyasah.
Penelitian ini menggunakan suatu metode deskriptif analisis, penelitian ini
termasuk jenis penelitian kualitatif yaitu penelitian terjun kelapangan,
mempelajari, mencatat, menganalisis, menapsirkan dan melaporkan serta menarik
simpulan-simpulandari proses tersebut. Analisi data yang di peroleh dilakukan
dengan cara analisis kualitatif yaitu analisis kualitatif dengan metode yang bersifat
deskriptif analisi data dan metode induktif.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan
otonomi desa di Desa Negeri Campang Jaya secara umum belum cukup baik
dalam hal ini dapat dilihat dari keterkurangannya sarana sosial (klinik) atau dalam
mengakses kesehatan. Dalam pelaksanaannya, Desa Negeri Campang Jaya telah
menjalakan program kerjanya sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor
06 Tahuns 2014 seperti dengan mengadakan pos pelayanan terpadu secara rutin,
mengadakan perbaikan jalan, melakukan pembuatan saluran irigasi, penataan
pasar dan lain sebagainya. Meskipun demikian, masih ada program kerja yang
belum menjawab kebutuhan masyarakat desa karena implementasi dari berbagai
kewenangan desa tersebut ternyata belum seluruhnya efektif dijalankan sedangkan
masyarakat desa sangat membutuhkan program kerja atau mekanisme yang
diperkerjakan dapat sesuai dengan harapan, namun pada kenyataannya masih saja
ada yang belem terealisasikan seperti tidak adanya sarana sosial (klinik) atau pusat
kesehatan, serta kurangnya sosialisasi kepala Desa terhadap masyarakat sehingga
kewenangan tersebut tidak berjalan dengan baik.
Di antara tugas dan kewajiban pemerintahan Desa Negeri Campang Jaya juga
harus menjamin keamanan dan ketertiban bagi masyarakat dalam menjalankan
segala aspek kehidupan. Dan juga dapat menyelesaikan atau bahkan dapat
mencegah terjadinya perselisihan di tengah-tengah masyarakat.
Sedangkan dalam fiqih siyasah, tugas terpenting dari kepala pemerintahan beserta
aparatnya adalah memajukan pembangunan terutama dalam hal ekonomi demi
meningkatkan taraf hidup masyarakat Desa Negeri Campang Jaya.
MOTTO
الله
الله للهبها
Artinya: ”hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah, dan taati Rasul
(Muhammad), dan Ulil Amri,(pemegang kekuasaan) di antara kamu.
Kemudian , jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka
kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur‟an) dan Rasul (Sunnahnya), jika
kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu,
lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (Q.S An-Nisa‟ Ayat
59:(4).1
1 Qur’an Surat An-Nisa‟ Ayat 59:(4)
PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan untuk :
1. Sembah sujudku kepada Allah SWT. Dan shalawat serta salam tercurahkan
kepada Nabi Muhammad SAW, berserta keluarga, sahabat, dan para
pengikutnya.
2. Umasin dan Pelita Wati sebagai abi dan mamaku tercinta yang telah
memberikan dukungan moril maupun materi serta do’a yang tiada terhenti
untuk kesuksesan saya, karena tiada kata seindah lautan do’a, dan tiada do’a
yang paling khusuk selain do’a yang terucap dari orang tua. Ucapan
terimakasih saja takkan pernah cukup untuk membalas kebaikan orang tua,
karena itu terimalah persembahan bakti dan cintaku untuk kalian bapak ibuku.
3. Ayundaku tersayang Meri Yana (gen Meyi)
4. Kakanda iparku tersayang Doni Damara (kunjung)
5. Adikku tersayang Aan Satriyawan (Sep)
6. Keponakanku tersayang Ceisya Canzul Arrazy (Rujungan)
7. Keluarga besarku tersayang
8. Almamaterku UIN Raden Intan Lampung
RIWAYAT HIDUP
Nama lengkap penulis adalah Reka Marsela, lahir pada tanggal 05
Februari 1995 di Desa Negeri Campang Jaya Kec. Sungkai Tengah Kab.
Lampung Utara. Anak kedua dari tiga bersaudara, merupakan buah cinta
kasih dari pasangan Bapak Umasin dan Ibu Pelita Wati.
Pendidikan yang pernah di tempuh
1. SDN 01 Negeri Campang Jaya (Kecamatan Sungkai Tengah, Kabupaten
Lampung Utara) lulus tahun 2008
2. MTS Al-Ma’arif Batu nangkop (Kecamatan Sungkai Tengah Kabupaten
Lampung Utara) lulus tahun 2011
3. MAN 02 Lampung Utara (Kecamatan Lampung Utara Kabupaten Lampung
Utara) lulus tahun 2014
4. Institut Agama Islam Negeri Raden Intan Lampung yang sekarang telah
bertrasnsisi menjadi Universutas Islam Negeri Raden Intan Lampung pada
Fakultas Syari’ah mengambil Jurusan Hukum Tata Negara (Siyasah
Syar’iyyah)
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah yang tidak terkira dipanjatkan kehadirat
Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta karunia-Nya berupa ilmu
pengetahuan, kesehatan, dan petunjuk dalam berjuang menempuh ilmu.
Shalawat serta salam semoga tercurah kepada suri tauladan kita, Nabi
Muhammad SAW. Nabi yang mengispirasi bagaimana menjadi seorang ,
pantang mengeluh, mandiri dengan kehormatan diri, yang cita-citanya
melangit namun karya nyatanya membumi.
Skripsi ini berjudul “PELAKSANAAN OTONOMI DESA
MENURUT FIQIH SIYASAH (Studi di Desa Negeri Campang Jaya
Kec. Sungkai Tengah Kab. Lampung Utara)”. Selesainya penulisan
skripsi ini tidak lepas dari bantuan, dorongan, uluran tangan, dari berbagai
pihak. Untuk itu, sepantasnya disampaikan ucapan terimakasih yang tulus
dan do’a, mudah-mudahan bantuan yang diberikan tersebut mendapatkan
imbalan dari Allah SWT Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Ucapan terimakasih ini diberikan kepada:
1. Prof. Dr. Moh. Mukri, M, Ag., selaku Rektor UIN Raden Intan Lampung
2. Dr. Alamsyah, S.Ag., M.Ag, selaku Dekan Fakultas syari’ah UIN Raden Intan
Lampung.
3. Drs. Susiadi AS, M. Sos. I selaku ketua Jurusan Siyasah Fakultas Syari’ah.
4. Drs. H. Mundzir HZ, M.Ag. selaku pembimbing I yang telah banyak
memberikan dorongan serta motivasi kepada mahasiswa.
5. Eko Hidayat, S.Sos., M.H.selaku pembimbing II selalu memberikan semangat
positif kepada mahasiswa.
6. Bapak dan ibu dosen Fakultas Syari’ah yang telah mendidik, memberikan
waktu dan layanannya dengan tulus dan ikhlas selama menuntut ilmu di
Fakultas Syari’ah UIN Raden Intan Lampung.
7. Bapak dan ibu staf karyawan perpustakaan Fakultas Syari’ah dan perpustakaan
pusat UIN Raden Intan Lampung.
8. Untuk yang selalu mendorong serta memberikan semangat dalam mengerjakan
skripsi ini dari awal hingga selesainya skripsi ini yaitu sahabat seperjuangan
keluarga besar Siyasah’A angkatan’14, wabil khusus untuk para pejuang S.H,
yaitu: Risti Yuli Prawesti, S.H., Nabila Puspita, S.H., Meila Iskatrilia,
S.H.,Rena Septiyana, S.H., dan Vera Agus Indriyani, S.H.,
9. Untuk ncist saya (Renza Viona) yang selalau ada setiap saat
10. Untuk Ikbal Rahmatullah yang selalu mendukung dan memotivasi meskipun
dari jarak yang jauh
11. Untuk kakak (Andeti Nabela) yang selalu memberi semangat dan motivasi
12. Keluarga besar pakmuda Lukmansyah yang selalu memotivasi.
13. Keluarga besar abi Anwar yang selalu memberikan nilai-nilai positif
14. Keluarga besar paman Arsan yang menjadi tempat tinggal
15. Keluarga besar KKN 24 Dusun Umbul Bandung, Desa Tanjung Ratu, Kec.
Katibung, Kab. Lampung Selatan. yang telah menemani selama 40 hari
16. Keluarga besar PPS Pengadilan Agama Metro
17. Almamater tercinta UIN Raden Intan Lampung
Akhirnya, dengan iringan terimakasih do’a dipanjatkan kehadirat Allah
SWT, semoga segala bantuan dan amal baik bapak-bapak dan ibu-ibu serta
teman-teman sekalian akan mendapatkan balasan yang sebaik-baiknya dari
Allah SWT dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang menulis
khususnya dan para pembaca pada umumnya. Amin
Bandar Lampung, 29 Juni 2018
Penulis
Reka Marsela
NPM.1421020208
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
ABSTRAK ...................................................................................................... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING................................................................. iii
PENGESAHAN .............................................................................................. iv
MOTTO .......................................................................................................... v
PERSEMBAHAN ........................................................................................... vi
RIWAYAT HIDUP ........................................................................................ vii
KATA PENGANTAR .................................................................................... viii
DAFTAR ISI ................................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Penegasan Judul .............................................................................1
B. Alasan memilih Judul .....................................................................3
C. Latar Belakang Masalah .................................................................3
D. Rumusan Masalah ..........................................................................12
E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian....................................................13
F. Metode Penelitian ...........................................................................14
BAB II PELAKSANAAN OTONOMI DESA MENURUT FIQIH SIYASAH
A. Fiqih Siyasah ..................................................................................18
1. Pengertian Fiqih Siyasah ...........................................................18
2. Macam-Macam Fiqih Siyasah...................................................22
B. Siyasah Dusturiyah ........................................................................24 22
C. Pemerintahan Desa ........................................................................47
1. Pengertian Pemerintahan Desa ..................................................47
2. Perangkat Desa ..........................................................................51 7
D. Otonomi Desa ................................................................................65
1. Pelaksanaan Otonomi Desa .......................................................65
2. Faktor-Faktor yang mempengaruhi Pelaksanaan
Otonomi Desa ............................................................................69
BAB III PELAKSANAAN OTONOMI DESA DI DESA NEGERI CAMPANG
JAYA
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ..............................................70
1. Keadaan Geografis ...................................................................70
2. Keadaan Demografis ................................................................70
3. Sarana dan Prasarana Desa.......................................................72
B. Pelaksanaan Otonomi Desa di Desa Negeri Campang Jaya ..........76
BAB IV PANDANGAN FIQIH SIYASAH TERHADAP PELAKSANAAN
OTONOMI DESA DI DESA NEGERI CAMPANG JAYA
A. Pelaksanaan Otonomi Desa pada Pemerintahan Desa Negeri
Campang Jaya ................................................................................79
B. Pandangan Fiqih Siyasah terhadap Pelaksanaan Otonomi Desa
di Desa Negeri Campang Jaya .......................................................81
BAB VPENUTUP
A. Kesimpulan.....................................................................................86
B. Saran ...............................................................................................87
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Penegasan Judul
Untuk menghindari dari kekeliruan bagi pembaca dalam judul skripsi ini, maka
perlu ada penegasan judul karena pemahaman yang salah maka akan salah pula
pemahaman terhadap isinya. Oleh karena itu adanya pembahasan terhadap arti
kalimat dalam skripsi ini, dengan harapan dapat diperoleh gambaran yang jelas
dan makna yang dimaksud, maka akan diuraikan secara terinci yang terdapat
pada judul skripsi ini “PELAKSANAAN OTONOMI DESA MENURUT
FIQIH SIYASAH (Studi di Desa Negeri Campang Jaya Kec. Sungkai Tengah
Kab. Lampung Utara)”. Maka penulis menjelaskan istilah-istilah yang
terkandung dalam judul skripsi ini antara lain:
1. Pelaksanaandalam kamus Besar Bahasa Indonesia adalah proses, cara,
perbuatan melaksanakan, (rancangan, keputusan)2
2. Otonomiadalah, Pemerinthan sendiri; -daerah hak, wewenang, dan kewajiban
daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.3
3. Desa adalah, a. kesatuan wilayah yang dihuni oleh sejumlah keluarga yang
mempunyai sistem pemerintahan sendiri (dikepalai oleh seorang kepala desa),
2Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai
Pustaka, Jakarta 1997, hlm.554 3Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, balai pustaka,
Jakarta 2002, hlm 805
b. kelompok rumah diluar kota yang merupakan kesatuan, belum ada listrik, c.
udik atau dusun (daerah pedalaman sebagai lawan kota); ia hidup tenteram di,
terpencil di kaki gunung, 4 kl tanah: tempat; daerah: 4
4. Fiqih Siyasahadalah Ilmu Tata Negara Islam yang secara spesifik membahas
tentang seluk beluk pengaturan kepentingan umat manusia pada umumnya, dan
Negara pada khususnya. Berupa penetapan hukum, peraturan, dan kebijakan
oleh pemegang kekuasaan yang bernafaskan atau sejalan dengan ajaran Islam,
guna mewujudkan kemaslahatan bagi manusia dan menghindarinya dari
berbagai kemudaratan yang mungkin timbul dalam kehidupan bermasyarkat,
berbangsa, dan bernegara yang dijalani suatu bangsa.5Berdasarkan penjelasan
diatas yang dimaksud dari judul skripsi ini adalah“pelaksanaan otonomi desa
menurut Fiqih siyasah (Studi di Desa Negeri Campang Jaya Kec. Sungkai
TengahKab. Lampung Utara)”.
Jadi dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dari pelaksanaan otonomi desa
menurut fiqih siyasah adalah proses pemerintahan yang berkewajiban mengatur
danmengurus rumah tangganya sendiri, sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku, dihuni oleh sejumlah keluarga, dikepalai oleh seorang
kepala desa, yang berupa penetapan hukum, peraturan, dan kebijakan pemegang
kekuasaan yang bernafaskan atau sejalan dengan ajaran islam guna untuk
mewujudkan kemaslahatan bagai manusia dan menghindarinya dari berbagai
kemudaratan.
4Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, balai pustaka,
Jakarta 2002, hlm, 256 5A.Dijazuli. fiqih Siyasah, Prenada Media, Jakarta. 2000, hlm.42
B. Alasan Memilih Judul
Sebagai alasan yang mendorong memilih judul “Pelaksanaan Otonomi Desa
Menurut Fiqih Siyasah (Studi di Desa Negeri Campang Jaya Kec.Sungkai
TengahKab. Lampung Utara) adalah sebagai berikut:
1. Secara Objektif.
Untuk melihat lebih jelas bagaimana pelaksanaan otonomi desa menurut fiqih
siyasah di Desa Negeri Campang Jaya.
2. Secara Subyektif
Pelaksanaan otonomi desa pada desa negeri campang jaya belum berjalan
diatas prinsip kemaslahatan umat seperti yang tertuang pada konsep Fiqih
Siyasah Islam.Hal ini terlihat dari sarana dan prasarana yang ada di
masyarakat desa tidak berjalan dengan semsetinya.Permasalahan ini belum
ada yang membahas khususnya di fakultas Syariah UIN RADEN INTAN
LAMPUNG, selain itu sebagai syarat penulis menyelesaikan strata satu dan
sesuai dengan bidang keilmuan yang penulis tekuni sebagai mahasiswa
Fakultas Syariah Jurusan Hukum Tata Negara (Siyasah Syar’iyyah).
C. Latar Belakang Masalah
Otonomi daerah bisa diartikan sebagai kewajiban yang dikuasakan kepada
daearah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat menurut aspirasi masyarakat untuk
meningkatkan daya guna dan juga hasil guna peneyelenggaraan pemerintahan
dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat dan pelaksanaan pembangunan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sedangkan yang dimaksud dengan
kewajiban yaitu kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batasan-batasan
wilayah yang berwenangan mengurus dan mengatur pemerintahan serta
kepentingan masyarakat sesuai prakarsa sendiri berdasarkan keinginan dan suara
masyaraka.
Pelaksanaan otonomi daerah selain berdasarkan pada aturan hukum, juga
sebagai penetapan tuntutan globalisasi yang wajib diberdayakan dengan cara
memberikan daerah kewenangan yang lebih luas, lebih nyata dan bertanggung
jawab, uatamanya dalam menggali, mengatur, dan memamfaatkan potensi besar
yang ada di masing-masing daerah.
Sistem penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia berdasarkan pendekatan
kesisteman meliputi sistem pemerintahan pusat disebut pemerintah dan sistem
pemrintahan daerah. Praktik penyelenggaraan pemerintahan dalam hubungan
antar pemerintah, dikenal dengan konsep sentralisasi dan desentralisasi.
Konsepsentralisasi menunjukan karakteristik bahwa semua kewenangan
penyelenggaran pemerintahan berada dipemrintah pusat, sedangkan sistem
desentralisasi menunjukan karakteristik yakni sebagaian kewenangan kewenangan
urusan pemerintahan yang menjadi kewajiban pemerintah, diberikan kepada
pemerintah daerah.
Sistem pemerintahan daerah begitu dekat hubungannya dengan otonomi
daerah yang saat ini telah ditetapkan di Indonesian. Jika sebelumnya semua sistem
pemerintahan bersifat terpusat atau sentralisasi maka setelah diterapkannya
otonomi daerah diharapkan daerah bisa mengatur kehidupan pemerintah daerah
sendiri dengan cara mengoptimalkan potensi daerah yang ada.
Meskipundemikian, terdapat beberapa hal tetap diatur oleh pemerintah pusat
seperti urusan keuangan Negara, agama hubungan luar negeri, dan lain-
lain.Sistem pemerintahan daerah juga sebetulnya merupakan salah satu wujud
penyelengaraan pemerintahan yang efisien dan efektif.Sebab pada umumnya tidak
mungkin pemerintah pusat mengurusi semua permasalahan Negara yang begitu
kompleks. Disisi lain, pemerintah daerah juga sebagai training ground dan
pengembangan demokrasi dalam sebuah kehidupan Negara. Sistem pemerintah
daerah disadari atau tidak sebenarnya ialah persiapan untuk karir politik level
yang lebih tinggi yang umumnya berada dipemerintahan pusat.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 yang dimaksud
pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh
pemerintahan daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah menurut asas otonomi
dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan
prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai di maksud dalamUndang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang pemerintahan daerah,
prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip seluas-luasnya, dalam arti daerah
diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan di
luar yang menjadi urusan pemerintah yang di tetapkan dalam Undang-Undang
ini. Daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan daerah untuk
memberipelayanan, peningkatan serta prakarsa dan pemberdayaan masyarakat
yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan rakyat. Sejalan dengan prinsip
otonomi nyata adalah suatu prinsip bahwa untuk menangani urusan pemerintahan
dilaksanakan berdasarkan tugas dan wewenang dan kewajiban yang senyatanya
telah ada dan berpotensi untuk tumbuh, hidup dan berkembang sesuai dengan
potensi dan kekhasan daearah. Dengan demikian isi dan jenis otonomi bagi
setiap daerah tidak selalu sama dengan daerah lainnya, sedangkan yang dimaksud
dengan otonomi yang bertanggungjawab adalah otonomi yang dalam
penyelenggaraannya harus benar-benar sejalan dengan tujuan dan maksud
pemberian otonomi yang pada dasarnya untuk memberdayakan darerah termasuk
meningkatkan rakyat.6
Menurut Pasal 1 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 6 TAhun 2014 tentang Desa.
Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain selanjutnya
disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah
yang berwenang megatur dan mengurus pemerintahan, kepentingan masyarakat,
kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal-usul
dan atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan
Negara Republik Indonesia.
Menurut Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa Pasal 18
Kewenangan Desa meliputi kewengan di bidang penyelenggaraan Pemerintahan
Desa, pelaksanaan pembangunan Desa, pembangunan kemasyarakatan Desa, dan
pemberdayaan masyarakat Desa berdasarkan prakarsa masyarakat, hak, asal usul
dan adat istiadat Desa dan menurut Pasal 19 kewenangan Desa meliputi :
1. Kewenangan berdasarkan hak asal usul;
2. Kewenangan lokal berskala Desa;
6Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
3. Kewenangan yang ditugaskan oleh pemerintah, pemerintah daerah, provinsi
atau, Pemerintah Daerah Kabupaten atau Kota; dan
4. Kewenangan lain yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah
provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten atau Kota sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.7
Peneyelenggaraan pemerintahan desa juga dibantu oleh Badan
Permusyawaratan Desa yang merupakan wakil dari penduduk desa berdasarkan
keterwakilan wilayah yang pengisinya dilakukan secara demokratis.Badan
Permusyawaratan Desa mempunyai tugas membahas dan menyempakati
Rancangan Peraturan Desa bersama Kepala Desa selain menampung dan
menyalurkan aspirasi masyarakat Desa juga melakukan pengawasan kinerja
Kepala Desa.8
Pertimbangan peraturan pemrintahan Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana
Desa yang Bersumber dari APBN atau PP Dana Desa dalam Implementasinya
belum menjamin pengalokasian Dana Desa secara lebih merata dan berkeadilan.9
Adapun dalam tahapan penyaluran dalam Peraturan Pemerintahan Nomor 22
Tahun 2015 Tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah tentang Dana Desa
yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, meningat bahwa
dalam rangka pelaksanaan kebijakan Dana Desa yang bersumber dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara sebagaiman diatur dalam pasal 72 ayat (1) huruf b
dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Desa,
7Dr. Hj. Zuhraini. SH.,MH, Hukum Pemerintahan Desa, (Fakultas Syariah IAIN Raden
Intan Lampung:2016), h.235 8Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
9Undang-Undang Nomor 60 Tahun 2014 Tentang Dana Desa
telah ditetapkan Peraturan Pemerintahan Nomor 60 tentang Dana Desa yang
bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.10
Dan terakhir di ubah
dengan Peraturan PemerintahNomor 8 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas
peraturan pemerintahan Nomor 60 Tahun 2014 Tentang Dana Desa yang
bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara11
Pelaksanaan Otonomi Desa pada pemerintahan Desa Negeri Campang Jaya
secara umum sudah cukup baik, hal ini dapat di lihat dari aspek komunikasi
internal, tertib administrasi penyelenggaraan otonomi, kerjasama antar aparatur
dengan masyarakat dan kredibilitas aparatur, hanya saja dalam mewujudkan dan
menjalankan pelaksanaan nya masih kurang berjalan, yang demikian itu membuat
pelaksanaan pembangunan ataupun pelaksanaan Otonomi Desa di Desa Negeri
Campang Jaya menjadi tertinggal dan tidak berkembang dan tidak berjalan diatas
prinsip-prinsip pembanguanan Infrastruktur pembangunan Desa yang lebih
mengutamakan kesejahteraan masyarakat yang sangat membutuhkan sarana dan
prasarana Desa yang dapat berjalan dengan semestinya.
Sarana dan prasarana di Desa Negeri Campang Sudah cukup memadai sudah
ada masjid, pos-pos keamanan, dan sarana prasarana lainnya, akan tetapi tidak
terlaksana karena kurangnya kesadaran pada masyarakat Desa dan aparatur Desa
untuk bersama-sama mewujudkan dan menjalankan Pelaksanaan Otonomi Desa
pada Desa Negeri Campang Jaya. Begitu juga dengan perbaikan jalan dan
perbaikan gorong-gorong pun sudah ada yang di perbaiki dan berjalan namun
10
Undang Nomor 22 Tahun 2015 revisi atas Undang-Undang Nomor 60 Tahun
2014Tentang Dana Desa. 11
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2016 Perubahan kedua Tentang Dana Desa yang
bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
tidak semua jalan dan gorong-gorong yang di perbaiki. Oleh karena itu di
harapkan aparatur dan perangkat Desa dapat menjalankan pelaksanaannya dengan
baik dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat Desa di Desa Negeri Campang Jaya
Kecamatan Sungkai Tengah Kabupaten Lampung Utara.
Pelaksaan Otonomi Desa itu sendiri seperti meningkatkan kesejahteraan
masyarakat Desa, mempercepat kemajuan kegiatan ekonomi pedesaan yang
berkeadilan, dan mempercepat industrialisasi Desa, dapat menciptakan lapangan
kerja, membuka peluang tersedianya bahan pangan dan bahan lainnya agar
menunjang kebutuhan konsumsi dan produksi, terwujudnya keterkaitan ekonomi
lokal, dan meningkatkan kapasitas lembaga serta organisasi ekonomi masyarakat
Desa. khususnya di Desa Negeri Campang Jaya Kecamatan Sungkai Tengah.
Dalam fiqih Siyasah, sebagaiamana yang telah di bentuk oleh Rasulallah
SAW., yaitu membentuk institusi eksekutif dan administrative bagi melayani
masyarakat dalam banyak hal.Karena ini terkait dengan pribadi Muhammad
SAW., sebagai seorang Rasulallah dan sekaligus seorang Kepala Negara. Melihat
hal itu Ulama fiqih telah memikirkannya dengan memperluas pembahasan yang
dapat menerangkan bagaimana fiqih Islam dalam mengantisipasi perkembangan
yang ada, dengan tidak mengabaikan hukum yang akan terjadi sesuai dengan
pradigma Politik Islam yang bersifat khusus. Hukum yang telah dilontarkan para
ulama fiqih dalam politik sekarang menjadi bagian utama dari pembahasan
konstitusi dan politik Negara.12
12
Dr. Muhammad Iqbal, M.Ag Fiqih Siyasah (Jakarta:Perpustakaan Nasional:Katalog
Dalam Pendekatan 2014), hlm 61-63
Dalam pelaksanaannya, beberapa desa telah menjalakan program kerjanya
sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 2014 seperti dengan
mengadakan pos pelayanan terpadu secara rutin, mengadakan perbaikan jalan,
melakukan pembuatan saluran irigasi, penataan pasar dan lain sebagainya.
Meskipun demikian, namun jika dilihat pada kenyataannya masih ada program
kerja yang belum menjawab kebutuhan masyarakat desa karena implementasi dari
berbagai kewenangan desa tersebut ternyata belum seluruhnya efektif dijalankan
seperti tidak adanya sarana sosial (klinik) atau pusat kesehatan, serta kurangnya
sosialisasi kepala Desa terhadap masyarakat sehingga kewenangan tersebut tidak
berjalan dengan baik. Hal inilah yang menjadi pokok permasalahan sampai saat
ini. Sebagaimana dalam hadist Rasulallah SAW, beliau bersabda:
ىرهي أهبه دهيث جنةحه ام مه اإله إهنها قهاله لمه سه وه عهلهيوه الل لى صه النبه عهنه : عهنو لل يه رهضه رهةهي ت وه وهرهائهوه ن مه اتهل اللهوهقت هبهرهمهأهنإهفهوهبهقهي قه نإهوهرجأهكهلهذهبهولهانهكهلهدهعهوهلجهوهزعهى
ونمهوهيلهعهانهكهههيهغهبهرمايهDariAbu Hurairah RA dari NabiMuhammad SAW bersabda:”sesungguhnya
seorang imam (pemimpin) itu merupakan pelindung.Dia bersama pengikutnya
menerangi orang kafir dan orang zalim serta memberi perlindungan kepada
orang-orang Islam. Sekiranya dia menyuruh supaya bertaqwa kepada Allah
dan berlaku adil maka dia akan mendapat pahala, akan tetapi sekiranya dia
menyuruh selain dari yang demikian itu, pasti dia akan menrima akibatanya
(HR. Bukhari Muslim).13
Oleh karena itu, setiap orang Islam harus berusaha untuk menjadi pemimpin
yang lebih baik dan segala tindakannya tanpa di dasari kepentingan pribadi atau
kepentingan golongan tertentu. Dengan demikian keadilan harus di wujudkan oleh
setiap pemimpin apa saja dan di mana saja.
13
Al-Bayan, Shahih Bukhari Muslim : Hadist yang di Riwayatkan oleh Imam Bukhari dan
Imam Muslim (Cet, 1; Bandung: Jabal, 2008), h. 344
Dalam Siyasah Islam, tujuan utama dari dari pemerintahan adalah
memperhatikan dan mengurus persoalan-persoalan duniawi, misalnya
menghimpun sumber-sumber dana yang syah dan menyalurkan kepada yang
berhak, mencegah timbulnya kezaliman atau kerusuhan dan lain sebagainya.
Persoalan-persoalan duniawi tersebut mempunyai satu muara yaitu
pemerintahannya harus mampu membawa masyarakat untuk untuk mencapai
kebahagian yang hakiki untuk akhirat kelak.
Pelaksanaan otonomi desa pada pemerintahan Desa Negeri Campang Jaya
Kec.Sungkai Tengah Kab.Lampung Utara pada hal-hal tertentu seperti; dalam
penyaluran bantuan dari pemerintah pusat, berdasarkan hasil penelitian yang di
dapati bahwa pelaksanaan otonomi desa tersebut sudah di salurkan dengan cukup
baik kepada masyarakat yang berhak yang menerimanya.Ini berarti bahwa dalam
menjalankan sistem pemerintahannya Kepala Desa beserta penrangkatnya sudah
berjalan diatas prinsip kemaslahatan umat.
Di antara tugas dan kewajiban pemerintahan Desa Negeri Campang Jaya juga
harus menjamin keamanan dan ketertiban bagi masyarakat dalam menjalankan
segala aspek kehidupan.Dan juga dapat menyelesaikan atau bahkan dapat
mencegah terjadinya perselisihan di tengah-tengah masyarakat.
Sedangkan dalam fiqih siyasah, tugas terpenting dari kepala pemerintahan
beserta aparatnya adalah memajukan pembangunan terutama dalam hal ekonomi
demi meningkatkan taraf hidup masyarakat Desa Negeri Campang Jaya
Dalam menjalankan roda pemerintahannya aparatur Desa Negeri Campang
Jaya harus mempunyai kekuatan dan charisma serta berwibawa.Membela yang
lemah kemudian berlaku adil kepada seluruh lapisan masyarakat dan mempunyai
tugas serta kewajiban untuk menegakkan yang hak dan menghancurkan yang batil
serta istiqomah dalam melaksanakan perintah Allah.
Dalam Negara islam, terdapat seperangkat prinsip yang dapat dijadikan sebagai
pedoman dasar bagi pengaturan tingkah laku manusia dalam kehidupan dan
pergaulan sesamanya. Dalam Negara Islam prinsip tersebut adalah prinsip tauhid,
sunnatullah, persamaan dan kebebasan yang menjadi landasan pemerintahan
Islam.14
Dengan adanya permaslahn diatas, penulis tertarik untuk meneliti dengan Judul
penelitian “Pelaksanaan Otonomi Desa Menurut Fiqih Siyasah (studi di Desa
Negeri Campang Jaya Kec. Sungkai tengah Kab. Lampung Utara.”
D. Rumusan Masalah.
Dengan memperhatikan permasalahan diatas, maka dapat diambil dan
dirumuskan beberapa permasalahan yang menajadi topik pembahasan penelitian
ini yaitu:
1. Bagaimana Pelaksanaan Otonomi Desa di Desa Negeri Campang Jaya
Kec. Sungkai Tengah Kab. Lampung Utara ?
2. Bagaiman pandangan Fiqih Siyasah terhadap Pelaksanaan Otonomi di
Desa Negeri Campang Jaya Kec. Sungkai Tengah Kab. Lampung Utara ?
14
Musda Mulia, Negara Islam; Pemikiran Politik Husain Haikal, (jakarta: Paramadina,
2001), h.2.
E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan maslah yang telah penulis uraikan,
maka dapat dikemukakan tujuan peneltian ini antara lain:
a. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan Otonomi Desa di Desa negeri
campang jaya.
b. Untuk mengatahui bagaimanapelaksaan otonomi desa di desa negeri
campang jaya menurut fiqih siyasah.
2. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan penelitian ini adalalah sebagai berikut:
a. Bagi peneliti disamping untuk melengkapi persyaratan mendapatkangelar
sarjana S-1 di fakultas Syari’ah Universutas Islam Negeri Raden Intan
Lampung, juga dapat dijadikan sebagai ajang untuk mengaplikasikan Ilmu
yang telah diperoleh selama ini dibangku kuliah dalam praktek yang
terjadi dilampanagan.
b. Hasil penelitian ini juga dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi
aparatur Pemerintaha Desa Negeri Camapang Jaya dalam menjalankan
roda pemerintahan serta dilihat dari aspek fiqih siyasah
c. Penelitian ini juga dapat dijadikan referensi bagi penelitian lainnya yang
juga berminat untuk meneliti dalam bidang yang sama.
F. Metode penelitian
Untuk membahas permasalahan-permasalahan yang diungkapkan dalam
penelitian ini, perlu adanya metode yang digunakan dalam pengumpulan data,
antara lain sebagai berikut:
1. Sifat dan Jenis Penelitian
a. Sifat Penelitian
Dilihat dari sifatnya , penelitian ini bersifat deskriptif analisis. Metode
deskriptifadalah “suatu metode dalam meneliti suatu objek yang
bertujuan membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistemtis
dan objektif, mengenai fakta-fakta, sifat-sifat, cirri-ciri serta hubungan
diantara unsur-unsur yang ada atau fenomena tertentu.15
b. Jenis Penelitian
Jenis penelitiandalam penulisan skripsi ini menggunakan penelitian
kualitatif, “ penelitian kualitatif tidak dimulai dari deduksi teori, tetapi
dimulai dari lapangan, mempelajari suatu proses atau penemuan yang
terjadi secara alami, mencatat, menganalisis, menafsirkan dan
melaporkan serta menarik kesimpulan-kesimpulan dari proses
tersebut.16
15
Kaelan, Metode Penelitian Kualitatif Bidang Filsafat( Yogyakarta : Paradigma, 2005)
h.58. 16
Surya Dharma, Pendekatan, Jenis dan Metode Penelitian (Jakarta : Direktorat Tenaga
Kependidikan Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Departeman Pendidikan Nasional, 2008) h.24
2. Populasi dan Sample
a. Populasi digunakan untuk menyebutkan seluruh elemen/anggota dari
seluruh wilayah yang menjadi sasaran penelitian17
Adapun yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah
perangkatpemerintahan desaseperti, Kepala Desa, Sekdes BPD,
Bendahara, Kadus dan perangkat Desa lainya, masyarakat Desa Negeri
Campang Jaya seperti Tokoh Agama, tokoh Masyarakat, tokoh Adat,
dan Masyarakat Desa lainnya.
b. Sample, sample yang digunakanadalah Purposive Sampling,
penentuan sample dalam teknik ini dengan pertimbangan khusus
sehingga layak dijadikan sample.18
Dalam penelitian ini penulis menggunakan tehnik sampling dimana dari
perangkat pemerintahan desa yang menjadi sampleadalah 15 orang dari
perangkat desa dan masyarakat desa yaitu, 1 Kepala Desa, 4 orang Perangkat
Desa, 1orang tokoh agama 1 orang Tokoh Masyarakat, dan 8orang masyarakat
Desa.
3. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikur:
a. Data Primer
Data primer ialah “data yang diperoleh atau dikumpulkan langsung
dilapangan oleh ornag yang melakukan penelitian atau yang
17
Juliansyah, Metode Penelitian (Jakarta : Kencana, 2010) h.147. 18
Juliansyah, Op-Cit, h.155
bersangkutan yang memerlukan”19
Data primer didapat dari sumber
informan yaitu individu atau perseorangan seperti hasil wawancara
yang dilakukan peneliti. Dalam skripsi ini penelitian dilakukan di
Desa Negeri Campang Jaya kecamatan.
b. Data sekunder
Data sekunder adalah “data yang diperoleh atau yang dikumpulkan
oleh orang yang melakukan penelitian dari sumber-sumber yang telah
ada.20
c. Alat Pengumpulan Data
Proses pengumpulan data dalam penelitian, menggunakan metode
pengumpulan data sebagai berikut:
1) Wawancara
Wawancara adalah merupakan salah satu metode pengumpulan
data yang diselenggarakan atau dilakukan denga cara mengadakan
Tanya jawab baik secara langsung maupun tidak langsung dengan
sumber data. Dalam hal ini menggunaka jenis interview bebas
terpimpin yang dimaksud agar tidak terjadi kekakuan tapi terserah
dengan pedoman yang ditetapkan.21
Interview ditunjukan kepada
Kepala Desa, Masyarakat dan Paratur-aparatur Desa Negeri
Campang Jaya.
19
Iqbal Hasan, Pokok-poko Materi Metodelogi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta : Ghalia
Indonesia, 2002 h.82 20
Ibid. h. 58. 21
Sutrisno Hadi, Metodologi Penelitian, (Jakarta:Rieneka Cipta 2006), hlm 72
2) Observasi
Observasi, adalah penelitian turun langsung kelapanagan untuk
meninjau secara dekat permaslahan yang diteliti.
3) Dokumentasi
Dokumentasi, adalah proses pengumpulan data melalui
menghimpun data yang tertulis dan tercetak. Menurut Suaharsimi
Arikunto menyatakan bahwa dokumentasi adalah “Mencari data
mengenai hal-hal atau variable majalah, prasasti, notulen rapat
agenda dan sebagainya.
4. Metode Analisis Data
Anailis data yang diperoleh dilakukan dengan cara analisis kualitatif yaitu
analisi kualitatif yang dipergunakan untuk aspek-aspek normatif (yuridis)
melalui metode yang bersifat deskriptif analisis, yaitu “menguraikan gambaran
dan data yang diperoleh dan menghubungkan satu sama lain untuk
mendapatkan suatu kesimpulan umum”. Dari hasil analisis tersebut dapat
diketahui serta diperoleh kesimpulan induktif. Yaitu cara berpikir dalam
mengambil kesimpulan secara umum yang didasarkan atas fakta-fakta yang
bersifat khusus. 22
22
Soerjino soekanto, Pengantar Penelitian (Jakarta : Universitas Indonesia Press, 1986)
h.112
BAB II
PELAKSANAAN OTONOMI DESA MENURUT FIQIH SIYASAH
A. Fiqih Siyasah
1. Pengertian Fiqih Siyasah
Fiqih Siyasah adalah Ilmu Tata Negara Islam yang secara spesfik
membahas tentang seluk beluk pengaturan kepentingan umat manusia pada
umumnya, dan Negara pada khususnya. Berupa penetapan hukum, peraturan,
dan kebijakan oleh pemegang kekuasaan yang bernafaskan atau sejalan
dengan ajaran Islam, guna mewujudkan kemaslahatan bagi manusia dan
menghindarinya dari berbagai kemudaratan yang mungkin timbul dalam
kehidupan bermasyarkat, berbangsa, dan bernegara yang dijalani suatu
bangsa.23
a. Fiqih
Kata Fiqih berasal dari faqaha-yaqahu-fiqhan. Secara bahasa
pengertian Fiqih adalah “paham yang mendalam” Imam al-Tirmidzi,
seperti dikutip Amir Syarifuddin, menyebut “Fiqih tentang sesuatu” berarti
mengetahui batilnya sampai kepada kedalamannya. Kata “Faqaha” di
ungkap dalam Al-Qur’an sebanyak 20 kali. 19 kali di antaranya
digunakan untuk pengertian “kedalaman ilmu yang dapat diambil manfaat
darinya.”Berbeda dengan ilmu yang sudah berbentuk pasti (qath‟i) fiqh
merupakan “ilmu” tentang hukum yang tidak pasti (zhanni).Menurut
23
Mujar Ibnu Syarif dan Khamami Zana, Fiqih Siyasah, dan Pemikiran Politik Islam,
(Jakarta: Erlangga 2008), h. 2-15
istilah fiqh adalah: Ilmu atau pemahaman tentang hukum-hukum Syariat
yang bersifat amaliah, yang di gali dari dalil-dalilnya yang rinci
(tafsili)24
.
Dari definisi diatas dapat dipahami bahwa fiqh adalah upaya
sungguh-sungguh dari para ulama (mujtahidin) untuk mengambil hukum-
hukum syara’ sehingga dapat diamalkan oleh umat Islam. Fiqh disebut
juga hukum Islam.Karena fiqh bersifat ijtihadiyah, pemahaman terhadap
hukum syara’ tersebut pun mengalami perubahan dan perkembangan
sesuai dengan perubahan dan perkembangan situasi dan kondisi manusia
itu sendiri.
Fiqh mencakup berbagai aspek kehidupan manusia.Disamping
mencakup pembahasan tentang hubungan antara manusia dengan
Tuhannya (ibadah), fiqh juga membicarakan aspek hubungan antara
sesama manusia secara luas (muamalah). Aspek muamalah ini pun dapat
dibagi lagi menjadi jinayah (pidana), munakahat (perkawinan), mawarits
(kewarisan), murafa‟at (hukum acara), siyasah (politik/ketatanegaraan)
dan al-alhkam al-dualiyah (hubungan internasional). Pada bagian ini
mendatang aspek-aspek fiqh Islam ini akan di uraikan secara lebih
perinci.25
24
Dr. Muhammad Iqbal. Fiqih Siyasah; Kontekstualisai Doktrin Politik Islam (Jakarta:
Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Pendekatan 2014), h.2 25
Ibid, h.3
b. Siyasah
Kata “siyasah” yang berasal dari kata sasa,berarti mengatur,
mengurus dan memerintah; atau pemerintahan, politik dan pembuatan
kebijaksanaan. Pengertian kebahasaan ini mengisyaratkan bahwa tujuan
siyasah adalah mengatur, mengurus dan membuat kebijaksanaan atas
sesuatu yang bersifat politis untuk mencakup sesuatu.
Secara terminologis, Abdul Wahaf Khallaf mendefinisikan bahwa
siyasah adalah “pengaturan perundangan yang diciptakan untuk
memelihara ketertiban dan kemaslahat serta mengatur keadaan. Sementara
Louis Ma’luf memberikan batasan siyasah adalah “membuat kemaslahatan
manusia dengan membimbing mereka kejalan keselamatan”. Adapun Ibn
Manzhur mendefinisikan siyasah adalah “mengatur dan memimpin
sesuatu yang mengantarkan manusia kepada kemaslahata.
Tiga definisi yang dikemukakan para ahli di atas masih bersifat
umum dan tidak melihat/mempertimbangkan nilai-nilai syariat, meskipun
tujuannya sama-sama ingin mencapai kemaslahatan.Definisi yang
bernuansa relijius di kemukakan oleh Ibn Qayyim al-
Jawziyah.Menurutnya siyasah adalah “suatu perbuatan yang membawa
manusia dekat kepada kemaslahatan dan terhindar dari kebinasaan,
meskipun perbuatan tersebut tidak di tetapkan oleh Rasulallah SAW atau
diwahyukan oleh Allah SWT.Definisi senada juga di rumuskan oleh
Ahmad Fathi Bahansi yang menyatakan bahwa siyasah adalah “pengaturan
kepentingan kemaslahatan umat manusia sesuai dengan ketentuan syara’.
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan
bahwa fiqh siayasah merupakan salah satu aspek hukum Islam yang
membicarakan pengaturan dan pengurusan kehidupan manusia dalam
bernegara demi mencapai kemaslahatan bagi manusia itu sendiri.Dalam
fiqh siyasah ini ulama mujtahid menggali sumber-sumber hukum Islam,
yang terkandung di dalamnya dalam hubungannya dengan kehidupan
bernegara dan bermasyarakat.Sebagai hasil penalaran kreatif, pemikiran
para mujtahid tersebut tidak kebal terhadap perkembangan zaman dan
sangat bersifat debatable (masih bisa di perdebatkan) serta menerima
perbedaan pendapat.
Sebagai ilmu ketatanegaraan dalam Islam fiqh siyasah antara lain
membicarakan tentang siapa sumber kekuasaan, siapa pelaksana
kekuasaan, apa dasar kekuasaan, dan bagaimana cara-cara pelaksanaan
kekuasaan menjalankan kekuasaan yang di berikan kepadanya. Dari
gambaran di atas bahwa fiqh siyasah adalah bagian dari pemahaman ulama
mujtahid tentang hukum syariat yang berhubungan dengan permaslahan
kenegaraan, namun untuk mengetahui lebih lanjut tengtang pengertian dan
objek kajian fiqh siyasah, perlu diteliti dan di rumuskan baik secara
etimologis maupun terminologis konsep fiqih siyasah tersebutdan kepada
siapa pelaksana kekuasaan mempertanggungjawabkan kekuasaannya.26
26
Ibid. Muhammad Iqbal h. 4-5
2. Macam-Macam Fiqih Siyasah
a. Ruang Lingkup Fiqih Siyasah
Terjadi perbedaan pendapat dikalangan ulama dalam menentukan
ruang lingkup kajian fiqih siyasah. Diantaranya ada yang membagi
menjadi lima bidang, ada yang menetapkan empat bidang atau tiga
bidang pembahasan. Bahka ada sebagian ulama yang menetapkan
delapan bidang, namaun perbedaan ini tidaklah terlalu prinsip, karena
hanya bersifat teknis.
Menurut Imam al-Mawardi, didalam kitabnya yang berjudul al-
Ahkam al Sulthaniyyah, lingkup kajian fiqih siyasah mencakup
kebijaksanaan pemerintah siyasah dusturiyyah, peraturan perundang
undang-undangan siyasah maliyyah, ekonomi dan moeter siyasah
qadha‟iyyah, peradilan siyasah harbiyyah, hukum perang dan siyasah
idariyyah administasi Negara. Adapun Imam Ibn Taimiyyah,
meringkasnya menjadi empat bidang kajian yaitu, siyasah qadha‟iyyah
peradilan, siyasah idariyyah administrasi Negara, siyasah maliyyah
ekonomi dan moneter, dan siyasah dauliyyah/siyasah khariyyah
hubungan internasional. Sementara itu Abd al-Wahhab Khallaf didalam
kitabnya yang berjudul al-siyasah al-syar‟iyah, lebih mempersempitnya
menjadi tiga bidang kajian saja, yaitu peradilan, hubungan internasioanal
dan keuangan Negara.27
27
Ibid. Muhammad Iqbal h.14
Berbeda dengan tiga pikiran di atas, salah satu ulama terkemuka di
Indonesia T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy malah membagi ruang lingkup
fiqih siyasah menjadi delapan bidang yaitu:
1) Siyasah Dusturiyyah Syar‟iyyah (Politik Pembuatan Perundang-
undangan.
2) Siyasah Tasyri‟iyyah Syar,iyyah (politik Hukum)
3) Siyasah Qadha‟iyyah Syar‟iyyah (Politik Peradilan)
4) Siyasah Maliyyah Syar‟iyyah (Politik Ekonomi dan Moneter
5) Siyasah Idariyyah Syar‟iyyah (Politik Administrasi Negara)
6) Siyasah Dauliyyah/Siyasah Khariyyah Syar‟iyyah (Politik Hubungan
Internasional)
7) Siyasah Tanfidziyyah Syar‟iyyah (Politik Pelaksana Perundang-
undangan)
8) Siyasah Harbiyyah Syar‟iyyah (Politik Perperangan).
Berdasarkan perbedaan pendapat di atas, pembagian fiqih siyasah
dapat di sederhanakan menjadi tiga bagian poko antara lain:
1) Politik Perundang-undangan (Siyasah Dusturiyyah). Bagian ini meliputi
pengkajian tentang penetapan hukum (tasyri‟iyyah) oleh lembaga
Legislatif, peradilan (qadha‟iyyah) oleh lembaga Yudikatif, dan
administrasi pemerintahan (idariyyah) oleh birokrasi atau Eksekutif.
2) Politik Luar Negeri (Siyasah dauliyyah/siyasah khariyyah). Bagian ini
mencakup hubungan keperdataan antara warga Negara yang Muslim
dengan yang Non Muslim yang berbeda kebangsaan (al-siyasah al-
dualial-khashs), atau di sebut juga dengan hukum perdata Internasional
dan hubungan diplomatic antara Negara Muslim dengan Negara Non-
Muslim (al-siyasah al-duali al-amm), atau di sebut juga dengan
hubungan internasional. Hukum perdata internasional menyangkut
permaslahan jual-beli, perjanjian, perikatan, dan utang-piutang yang
dilakukan warga Negara Muslim dengan warga Negara lain. Adapun
hubungan internasional mengtaur antaralain politik kebijakan Negara
Islam dalam masa damai dan perang. Hubungan dalam masa damai
menyangkut tentang kebijaksanaan Negara mengangkat duta dan konsul,
hak-hak istimewa mereka, tugas dan kewajiban-kewajibannya.
Sedangkan dalam masa perang (siyasah harbiyyah) menyangkut antara
lain tentang dasar-dasar di izinkannya berperang, pengumuman perang,
etika berperang, tawanan perang, dan gencatan senjata.
3) Politik Keuangan dan Moneter (siyasah maliyyah), antara lain membahas
sumber-sumber keuangan Negara , pos-pos pengeluaran dan belanja
Negara, perdagangan internasinal, kepentingan/ hak-hak politik, pajak
dan perbankan.28
B. Siyasah Dusturiyah
Dari beberapa penjelasan di atas sistem pemerintahan ini termasuk dalam
konteks siyasah dusturiyah, yaitu hubungan timbal balik pemerintah dan rakyat.
Dalam sistem pemerintahan Islam, khalifah, kepala Negara atau imam hanyalah
seseorang yang dipilih umat untuk mengurus dan mengatur kepentingan mereka
28
Ibid.Muhammad Iqbal h.16.
demi kemaslahatan bersama.Posisinya dalam masyarakat Islam digambarkan
secara simbolis dalam ajaran shalat berjamaah.Imam yang dipilih untuk
memimpin shalat berjamaah adalah orang yang memiliki kelebihan, baik dari segi
kealiman, fashahah, maupun ketakwaannya, dari yang lainnya.Dalam shalat
tersebut, imam berdiri memimpin shalat hanya berjarak beberapa langkah di
depan makmum. Ini di maksudkan supaya makmum dapat mengetahui gerak-
gerik imam.Seandainya imam keliru dalam shalat, maka makmum dapat
melakukan “koreksi” terhadapnya tanpa mengganggu dan merusak shalat itu
sendiri.
Ini mengibaratkan bahwa kepala Negara bukanlah pribadi yang luar biasa,
yang tidak pernah salah.Karena kepala Negara tidak boleh berada jauh dari
rakyatnya.Ia harus dapat mendengar dan menyahuti aspirasi rakyatnya dan
menyelesaikan permasalahan yang mereka hadapi. Untuk itu kepala Negara harus
menerima saran dan masukan dari rakyatnya. Kepala Negara atau imam tidak
seperti dalam pandangan Syi’ah Isma’iliyah atau Imamiyah, bukanlah manusia
manusia suci yang berbebas dari dosa.Ia tidaka punya wewenang tunggal dalam
menafsirkan dan menjelaskan ketentuan-ketentuan agama.
Contoh terbaik tentang kepala Negara setelah Rasulallah SAW wafat, di
perintahkan oleh Khalifah Abu Bakar dan Umar Ibn Al-Khaththab. Kedua
khalifah ini mampu menjadikan diri mereka sebagai Khadim al-ummah (pelayan
umat) yang mengatur mengurus kepentingan umat.
Dua contoh diatas menunjukan bahwa kepala Negara tidak kebal hukum dan
harus bersedia berdialog dengan rakyatnya.Islam memperlakukan kepala Negara
tidak jauh berbeda dengan manusia lainnya.Ia memperoleh kemuliaan dan
kehormatan yang lebih beasar dalam masyarakatnya hanya karena kedudukannya
sebagai pemimpin yang memerintah atas nama umat. Namun hal ini sesuai dengan
besarnya tugas dan tanggung jawabnya. Karena kedudukannya yang sama
dengan,manusia lainnya, kepala Negara juga harus tunduk kepada hukum dan
peraturan yang berlaku. Kepala Negara dapat dikenai pidana atas kejahatan yang
dilakukannya, dan perbuatan-perbuatannya yang melampaui batas
kewenanganya.29
Kepala Negara dalam kapasitasnya sebagai kepala pemerintahan Negara
Islam, mempunyai hak dan kewajiban yang seimbang dengan kedudukannya.
Menurut Al-Mawardi dalam karyanya ynag Al-Ahkam Al-Sulthaniyah,
memaparkan sepuluh kewajiban yang harus dilakukan oleh kepala Negara yaitu:
1) Memelihara Agama sesuia dengan ajaran-ajaran dasar yang pasti dan
kesepakatan ulama salaf.
2) Menjalankan hukum-hukum di antara orang-orang yang berselisih dan
menghentikan permusuhan yang terjadi dikalangan masyarakatnya,
sehingga timbullah keadilan secara merata dan tidak ada penindasan satu
orang atau kelompok atas orang atau kelompok lain.
3) Menjaga keamanan dalam negeri, sehingga orang merasa aman untuk
berkerja dan berusaha sesuai dengan profesi dan keahlian masing-masing.
4) Mengetahui hudud (hukum pidana), sehingga hukum Allah bisa berjalan
dan hak-hak insan terpelihara.
29
Ibid. Muhammad Iqbal h. 241
5) Memperkuat pertahanan keamanan Negara dari kemungkinan serangan-
serangan pihak luar.
6) Berjihad melawan musuh-musuh Islam yang membangkang dari dakwah
Islam.
7) Mengelola keuangan Negara seperti ghanima, al-fai, pajak dan sedekah
lainnya.
8) Menentukan belanja Negara (APBN).
9) Mengangkat pejabat-pejabat Negara berdasarkan kejujuran keadilan dan
keterpercayaan mereka memegang jabatan tersebut.
10) Secara langsung mengelola urusan kenegaraan secara umum. Dengan
demikian umat hidup dengan kemakmuran dan agama dapat berjalan
dengan baik.30
Muhammad Rasyid Ridha menyimpulkan tugas-tugas kepala Negara
hanya dalam empat bidang saja yaitu:
1) Mengembangkan dakwah islam dan menegakkan kebenaran
2) Menegakkan keadilan
3) Melindungi agama dari para pengacau dan menolak bid‟ah
4) Bermusyawarah dalam menegakkan hukum-hukum yang tidak di atur
secara tegas oleh nashsh.
Sementara Muhammad Yusuf Musa merangkum tugas kepala Negara
secara garis besar hanya dua saja, yaitu (1) melaksanakan dan memelihara
agama dan (2) meluruskan orang-orang yang menyimpang dari
30
Ibid. Muhammad Iqbal h.243
agama.Hampir sejalan dengan pendapat ini A.Hasymi juga menyebutkan dau
kewajiban pokok kepala Negara yaitu, (1) menegakkan Islam dan (2)
menyelenggarakan urusan-urusan kenegaraan secara umum dalam batasan-
batasan ajaran Islam.Tugas dan kewajiban ini meliputi keharusan
melaksanakn prinsip-prinsip musyawarah dalam pelaksanaan pemerintahan.
Dalam politik islam istilah pemimpin di kenal dengan sebutan khalifah, imam
dan amir dimana semua itu mempunyai pengertian yang hampir sama yaitu
kepala Negara, pemimpin tertinggi umat islam, pengganti Nabi dan lain
sebagainya. Adapun nama kesemuanya itu adalah seorang pemimpin yang
bertanggung jawab terhadap masyarakat yang dipimpinnya. Walaupun
demikian Khalifah, imam atau amir tidaklah identik dengan Presiden, Bupati
atau Walikota. Karena Khalifah, imam atau amir pada zaman Khulafaur
Rasyidin selain mereka sebagai pemimpin yang mengurus urusan duniawi
mereka juga pemimpin agama. Dalam surat An-Nisa‟ ayat 59, (4) Allah SWT,
berfirman.
الله الله
للهبها
Artinya: ”hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah, dan taati Rasul
(Muhammad), dan Ulil Amri,(pemegang kekuasaan) di antara
kamu. Kemudian , jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu,
maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur‟an) dan Rasul
(Sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian.
Yang demikian itu, lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya.31
31
Qur’an Surat An-Nisa‟ Ayat 59 (4)
Firman Allah di atas menjelaskan bahwa umat membutuhkan pemimpin,
baik masyarakat kecil, apalagi masyarakat besar, karena dengan adanya
pemimpin, umat akan lebih teratur dan menjadi baik, sebaliknya tanpa
pemimpin akan terjadinya keresahan, kekacauan dan kehancuran. Oleh sebab
itu Islam selalu membimbing pemeluknya agar hidup bersama pemimpin,
misalnya imam shalat, iamam safar, amil zakat, pemimpin haji, pemimpin
rumah tangga, pemimpin perang dan Negara. Ayat ini mengandung prinsip
dan tatanan kehidupan berkeluarga dan bernegara menuju kebaikan umat di
dunia dan di akhirtanya.Adapun hadistyang menegaskan bahwah setelah
pemimpin telah melakukan kewajibannya menjadi seorang pemimpin maka
umatpun memiliki kewajiban untuk mentaati pemimpin, dari sahabat Nabi.
Pemimpin mempunyai tanggung jawab yang besar, selama imam atau
pemimpin berpegang teguh pada perintah Allah SWT., maka pemimpin
tersebut wajib kita ikuti.Pemimpin yang baik dan sukses adalah pemimpin
yang dapat dicintai oleh masyarakat (bawahan) nya. Pemimpin sering di sebut
Khadimul Ummah, (pelayan umat). Banyak pemimpin islam yang dapat di
jadikan contoh untuk di terapkan dalam kepemimpinan zaman sekarang.
Walaupun mereka hidup dengan permaslahan yang tidak sama rumitnya
dengan permasalahan yang di hadapi oleh pemimpin zaman pemerintahan
Islam (khulafaur Rasyidin). Diantara pemimpin Islam yang pernah membuat
kejayaan pada masanya adalah Abu Bakar ash-Shiddiq Umar bin Khattab,
Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Umar bin Abdul Aziz dan lain
sebagainya.32
هللا عنه : أن رسول هللا صلي هللا عله وسلم قال : رة رض ث أبي هر أطاعن من حد
ر فقد عطاعني ، ومن أطاع عصا هللا من عصاني فقد ، و فقد عطاع هللا من عصا أم
ر فقد عصاني. )أخرجه البخارى(أمDari Abu Hurairah RA dari Nabi Muhammad SAW, ia bersabda: “ barang
siapa yang mentaati aku sungguh ia telah mentaati Allah, dan barang Siapa
yang durhaka padaku sungguh ia telah mendurhakai Allah, dan barang siapa
yang taat pada pemimpin sungguh ia telah taat kepadaku, dan barang siapa
yang durhaka pada pemimpin sungguh ia telah durhaka padaku”.
(HR Bukhari Muslim).33
1. Konsep-Konsep Penting Dalam Sejarah Pemerintahan Islam
a. Imamah
Dalam wacana fiqih siyasah kata imamah, (imamah) biasanya di
identikan dengan khilafah. Keduanya menunjukkan pengertian
kepemimpinan tertingi dalam Negara islam. Istilah Imamah banyak
digunakan oleh kalangan Syi’ah, sedangkan Khilafah lebih popular
penggunaanya dalam masyarakat Sunni.Hanya saja terdapat perbedaan
mendasar antara kedua aliran ini dalam memahami Imamah.Kelompok
Syi’ah memandang bahwa Imamah merupakan bagian dari perinsip ajaran
Agama, sedangkan Sunni tidak memandang demikian.Meskipun begitu,
beberapa pemikir Sunni juga menggunakan terminology imamah untuk
pembahasan tentang Khilifah.Hal ini antaralain dilakukan oleh Abu Al-
Hasan Al-Mawardi. Di antara pemikir Sunni modern juga ada yang
menggunakan terminology Al-Imamah Al-Uzhma.
32
M. dhiauddin Rais, Teori Politik Islam, (Jakarta:Gema Insani Pers)., 2001, h 276 33
Al-Ahkam, Shahih Bukhari Muslim : Hadist yang di Riwayatkan oleh Imam Bukhari dan
Imam Muslim.
Penegakkan institusi imamah atau khilafah, menurut para fuqaha
mempunyai dua fungsi, yaitu memelihar agama Islam dan melaksanakan
hukum-hukumnya, serta menjalankan politik kenegaraan dalam batasan-
batasan yang di gariskan Islam.Menurut Al-Mawardi imamah di butuhkan
untuk mengantkan kenabian dalam rangka memlihara agama dan
mengatrur kehidupan dunia. Sejalan dengan pandangan Al-Mawardi,
Audah mendefinisikan bahwa Khilafah atau Imamah adalah
kepemimpinan umum umat Islam dalam maslah-masalah keduniaan dan
keagamaan untuk menggantikan Nabi Muhammad SAW, dalam rangka
menegakkan agama dan memelihara segala yang wajib di laksanakan oleh
segenap umat Islam.34
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa Nabi Muhammad
SAW, mempunyai dua fungsi sekaligus dalam menjalankan dakwahnya,
yaitu menyampaikan risalah dari Allahdan menegakkan peraturan-
peraturan duniawi berdasrkan risalah yang dibawanya.Setelah beliau
wafat, fungsi utama otomatis berakhir dan tidak dapat di lanjutkan lagi
oleh siapapun, sebab beliau adalah penutup para Rasul.Maka tinggallah
fungsi kedua yang dilanjutkan oleh pengganti beliau. Karena orang yang
menggantikannya (Abu Bakar) hanya melaksanakan peran yang kedua,
maka ia di namakan dengan Khalifah, (Khalifah Rasul Allah = Pengganti
Rasulallah). Dalam pandangan Islam antara fungsi religious dan fungsi
politik imam atau khalifah tidak dapat di pisahkan.Antar keduanya
34
H.A. Djazuli. Fiqih Siyasah, Implementasi Kemaslahatan Umat Dalam Rambu-rabmbu
Syariah. (Jakarta: Kencana, 2003), h.54-63
terdapat hubungan timbal balik yang erat sekali.Di kalangan pemikir-
pemikir Islam pandangan ini begitu kental hingga abad ke-20.Sementara
dalam praktiknya, para khalifah di dunia Islam mempunya kapasitas
sebagai pemimpin agama dan pemimpin politik sekaligus. Kenyataan ini
kemudian melahirkan pandangan di kalangan pemikir modern bahwa
Islam merupakan agama dan Negara sekaligus, sebagaimana antara lain
dikemukakan oleh Muhammad Yusuf Musa (al-Islam di wa-dawlah).
Barulah ketika kekhalifahan Turki Utsmani melemah dan di hancurkan
oleh Musthafa Kemal Ataturk (1924) timbul wacana pemisahan antara
kekuasaan agama dan politik dalam dunia Islam.Ataturk melepaskan
segala yang berbau agama dalam kehidupan Turki modern.35
b. Teori kepemimpinan dalam Fiqih Siyasah
Kata kepemimpinan dalam Fiqih Siyasah yaitu Imamah yang
antara lain bertugas sebagai pengganti kenabian dalam melindungi Agama
dan mengatur kemaslahatan hidup. sekelompokulama berpendapat bahwa
status wajibnya mengangkat seorang kepemimpinan adalah berdasarkan
akal sehat tunduk kepada seorang pemimpin yang mencegah mereka dari
kezaliman dan menghindarkan mereka dari konflik serta permusuhan.36
Dalam mempelajari Fiqih Siyasah ada bebegrapa metode yang di
pergunakan sebagai acuan, di antaranya ialah:
1. Metode Ijtihad
2. Pendekatan Qiyas
35
Op-Cit. h. Muhammad Iqbal 150-151 36
Al-Mawardi.Al-Ahkam Sulthaniyah- Sistem Pemerintahan Khilafah Islam, (Jakarta:Qisthi
Pers, 2015). H.9.
3. Pendekatan Ijma’
4. Pendekatan Istihsan
5. Pendekatan Maslahah Mursalah
6. Pendekatan Istihhab
7. Pendekatan Urf (hukum adat)37
.
Dalam hal ini di kaitkan dengan teori kepemimpinan, setiap
pemimpin islam selalu mengacu kepada semua metode di atas dalam
mengambil suatu kebijakan maupun dalam menghadapi sebuah
permasalahan. Mengacu pada beberapa metode dan pendekatan diatas
yang menjadi dasar atau landasan berfikir dan bertindak seorang pemimpin
dalam Islam lebih kepada tuntunan Al-Qur’an dan Sunnah Rasul.
Sedangkan teori kepemimpinan sendiri berawal dengan tindakan
seorang pemimpin yang meninggalkan catatan-catatan sejarah yang
dibukukan.Maka teori kepemimpinan Siyasah merupakan sebuah tindakan
seorang pemimpin Islam dalam hal ini semasa Rasullah SAW., beserta
penerusnya tentunya yang mengacu pada Al-Qur’an dan Sunah sebagai
sebuah dasar dan meninjau dari tujuh metode pendekatan yang penulis
paparkan diatas. Tentunya, sebagi penerus pemimpin Islam di kemudian
hari, seorang pemimpin Islam dapat mencontoh apa yang telah di lakukan
oleh pemimpin terdahulu. Seperti halnya pada masa Rasulallah membuat
perjanjian di Madinah dengan seorang Kafir Qurais, memperlakukan non-
muslim ketika memimpin Madinah dan lain Sebagainya.
37
Beni Ahmad Saebani, Fiqih Siyasah-Terminologi dan Lintasan Sejarah Politik Sejak
Muhammad SAW. Hingga Al-Khulafa Ar-Rasyiddin, Cet-2, (bandung:CV. Pustaka Setia. 2008).h.
11
Jika berbicara mengenai sejarah mungkin yang patut menjadi
contoh atau tauladan bagi kita ataupun bagi setiap pemimpin dalam
memimpin masyarakat atau umat ialah Rasulallah SAW., Nabi
Muhammad mempunyai kedudukan bukan saja sebagai pemimpin Agama
tetapi juga sebagai pemmpin Negara. Dengan sifat amanah, fathonah,
tablig, sidiq beliau dan kemudian di teruskan oleh Khulafa Ar-Rasyidin
sebgai generasi estafet kepemimpinan umat islam selanjutnya.
Menengok kembali sejarah peradapan Islam setelah wafatnya
Rasulallah SAW., sekilas kepemimpinan khulafa ar-rasyidin dianggap
cocok dengan pembahasan ini.Kehalifahan Umar ibn al-Khaththab
merupakan kalifah yang tegas dan kuat, bahkan setelah Umar di bai’at,
sepeniggalan khalifah sebelumnya khalifah Abu Bakar, ia yang
memperkenalkan istilah Amir-al-Mu‟minin (komandan orang-orang yang
beriman).Tidak hanya itu, sepuluh tahun masa pemerintahan Umar,
gelombang ekspansi (perluasan daerah kekuasaan) pertama terjadi.Pada
masa khalifah Umar perluasan daerah atau ekspansi terjadi dengan cepat
dibarangi dengan pembentukan beberapa jawatan untuk membantu
kelancaran administrasi dan oprasional tugas-tugas eksekutif di antaranya
dewan Al-Jund (jawatan militer), dewan Al-Addats (jawatan kepolisian),
dewan Al-Kharraj (jawatan pajak), Bai‟at Al-Mal (lembaga
pembendaharaan Negara) dan Nazar Al-Nafiat (jawatan perkerjaan
umum).Kemudian Khalifah Utsman bi Affan pengganti Umar pun menarik
untuk dikaji.Salah satu karia besar pada masa ini ialah di bukukannya
Mushaf Al-Qur’an dan perluasan masjid Nabi di Madinah. Generasi
penerus kekhalifahan kemudian di berikan kepada khalifah Ali bin Abi
Thalib. Pengangkatan khalifah Ali ini tak semulus dengan khalifah-
khalifah pendahulunya.Ia di bai’at ditengah masa-masa berkabung atas
sepeninggalnya Ustman bin Affan. Khalifah Ali dikenal sebagai salah
seorang yang pandai memainkan pedang dan pena, ia juga sebagai seorang
orator38
1. Kepemimpinan Rasulallah
Islam adalah Agama dan sudah sepantasnya jka didalam Negara di
letakkan dasar-dasar Islam maka turunlah ayat-ayat Al-Qur’an pada
periode ini untuk membangun legalitas dari sisi-sisi tersebut
sebagaimana di jelaskan oleh Rasulallah dengan perkataan dan
tindakannya. Hiduplah kota madinah dalam sebuah kehidupan yang
mulia dan penuh dengan nilai-nilai utama. Terjadi sebuah persaudaraan
yang jujur dan kokoh, ada solidaritas yang erat diantara anggota
masyarakatnya. Dengan demikian, berarti bahwa ialah masyarakat
islam pertama yang di bangun oleh Rasulallah dengan asas-asas yang
abadi. Secara sistematik, proses peradapan yang dilakukan oleh Nabi
pada masyarakat islam di Yatsrib adalah; pertama Nabi Muhammad
mengubah nama Yatsrib menjadi Madinah (Madinat Ar-Rasul,
Madinah An-Nabi, atau Madinah Al-Munawwarah), perubahan nama
yang bukan secara kebetulan, tetapi perubahan nama yang
38
Dedi Supriyadi, sejarah Peradapan Islam, Cet-8 (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2016), h.
82
menggambarkan cita-cita Nabi Muhammad, yaitu membentuk sebuah
masyarakat yang tertib dan maju dan berperadaban; kedua, yang
membangun masjid. Masjid bukan hanya dijadikan pusat kegiatan ritual
saja, tetapi juga menjadi sarana penting mempersatukan kaum muslimin
dengan musyawarah dalam merundingkan masalah-maslah yang
dihadapi.Disamping hal tersebut, masjid juga menjadi pusat kegiatan
pemerintahan; ketiga Nabi membentuk kegiatan Mu‟akhat (persaudara),
yaitu mempersatukan kaum Muhajirin (orang-orang yang hijrah dari
Mekkah ke Yatsrib) dengan Ansor (orang-orang yang menerima dan
membantu kepindahan Muhajirin ke Yatsrib). Persaudaraan diharapkan
dapat meningkatkan kaum muslimin dalam satu persaudaraan seagama,
disamping satu persaudaraan yang sudah ada sebelumnya, yaitu satu
bentuk persaudaraan berdasarkan darah; keempat, membentuk
persaudaraan dengan pihak-pihak lain yang tidak beragama Islam; dan
kelima, Nabi Muhammad membentuk pasukan tentara untuk
mengantisipasi, gangguan-gangguan yang dilakukan oleh musuh.
Bagian kelima inilah yang dianggap sangat penting, karena pada masa
itu peradaban bangsa Arab yang masih mengagungkan hukum rimba.
Yakni siapa yang kuat ia yang akan berkuasa. Maka dengan peperangan
fisik mereka melakukannya demi tercapai tujuan tahta dan kekuasaan
yang mereka inginkan..
Nabi Muhammad memang tidak menentukan bagaimana cara
pergantian kepemimpinan setelah ditinggalkannya. Beliau tampaknya
menyerahkan masalah ini kepada kaum muslimin sejalan dengan jiwa
kerakyatan yang berkembang dikalangan masyarakat Arab dan ajaran
demokrasi dalam Islam. Dalam perkembangan selanjutnya, proses suksesi
kepemimpinan politik dalam sejarah Islam berbeda-beda dari satu masa
kemasa yang lain. Ada yang berlangsung aman dan damai, tetapi sering
juga melalui konflik dan pertumpahan darah akibat ambisi tak terkendali
dari pihak-pihak tertentu. Setelah Nabi Muhammad wafat, tertaji
pertentangan pendapat antara kaum Muhajirin dan Ansor dibalai kota Bani
Sa’idah di Madinah. Masing-masing golongan berpendapat bahwa
kepemimpinan harus berada dipihak mereka, atau setidak-tidaknya
masing-masing golongan mempunyai pemimpin sendiri.Akan tetapi,
pemahaman keagamaan mereka yang baik, semangat musyawarah,
ukhuwah yang tinggi, perbedaan itu dapat diselesaikan.
2. Kepemimpinan masa Khulafarusidin
a. Masa Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddinq
Masa kepemimpinan khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq akan penulis
jelaskan dalam beberapa bidang diantaranya sebagai berikut:
1) Bidang eksekutif
Pendelegasian terhadap tugas-tugas pemerintahan di Madinah
maupun daerah. Misalnya untuk pemerintahan pusat menujuk
Ali bin Abi Thalib, Utsman bin Affan dan Zaid bin Tsabit
sebagai sekertaris dan Abu Ubaidah sebagai bendaharawan.
Untuk daerah-daerah kekuasaan Islam, dibentuk provinsi-
provinsi, dan setiap provinsi ditunjuk seorang amir.
2) Pertahanan dan keamanan
Dengan mengorganisasikan pasukan-pasukan yang ada untuk
mempertahankan eksistensi keagamaan dan
pemerintahan.Pasukan tersebut disebar untuk mempertahankan
stabilitas didalam maupun diluar negeri. Diantara panglima yang
ada ialah Khalid bin walid, Musanna bin Harisah, Amr bin Ash,
Zaid bin Sufyan, dan Lain-lain.
3) Yudikatif
Fungsi kehakiman dilaksanakan oleh Umar bin Khaththab dan
selama masa pemerintahan Abu Bakar tidak ditemukan suatu
permasalahan yang berat untuk dipecahkan. Hal ini karena
kemampuan dan sifst Umar sendiri, masyarakat [ada masa itu
dikenal „alim.
4) Sosial ekonomi
Sebuah lembaga mirip Bait Al-Mal, di dalamnya dikelola harta
dan benda yang didapat dari zakat, infaq, sedekah, ghanimah,
dan lain-lain.Pengguanaan harta tersebut digunakan untuk gaji
pegawai Negara dan untuk kesejahteraan umat sesuai dengan
anturan yang ada.
b. Masa Khalifah Umar ibn Al-Khaththab
Untuk menunjang kelancaran administrasi dan operasional tugas-
tugas eksekutif, khalifah Umar melengkapi beberapa dewan yang
sudah terbentuk dengan menambahnya. Beberapa dewan yang
dibentuk oleh khalifah Umar diantaranya:
1) Dewan Al-Jund(jawatan Militer)
2) DewanAl-Addts(jawatan Kepolisian)
3) Dewan Al-Kharraj(jawatan Pajak)
4) Bai‟at Al-Mal(lembaga pembendaharaan Negara) dan
5) Nazar Al-Nafiat (jawatan perkerjaan umum)
Sebagaimana Rasulallah dan Abu Bakar, Khalifah Umar juga sangat
cenderong menambahkan demokrasi secara intensif dikalangan rakyat,
dikalangan para pemuka rakyat, dan dikalangan para pejabat atau para
administrator pemerintah.Ia selalu mengadakan musyawarah dengan
rakyat untuk memecahkan masalah-masalah umum dan kenegaraan yang
dihadapi. Ia tidak bertindak sewenang-wenang dan memutuskan suatu
urusan tanpa mengikutsertakan warga Negara, baik warga Negara muslim
maupun warga Negara non-muslim.
Dalam masa kepemimpinan khalifah Uamar lahir beberapa landasan
hukum diantaranya:
Naskah asas-asas hukum acara
1) Kedudukan Lembaga keadilan
2) Memahami kasus persoalan baru memutusakan
3) Samakan pandangan anda kepada kedua belah pihak dan berlaku
adilah
4) Kewajiban pembuktian
5) Lembaga damai
6) Penundaan sidang
7) Kebenaran dan keadilan adalah masalah universal
8) Kewajiban menggali hukum yang hidup dan melakukan penalaran
logis
9) Orang Islam haruslah berlaku adil
10) Larangan bersidang letika emosinal39
c. Masa Khalifah Utsman bin Affan
Setiap Amir atau gubernur adalah wakil khalifah di daerah untuk
melaksankan tugas administrasi pemerintahan dan bertanggung
jawab kepada khalaifah. Seorang Amir diangkat dan diberhentikan
oleh seorang khalifah. Khalifah Utsman sendiri yang
mempercayakan gubernur untuk setiap wilayah atau provinsi. Pada
masanya wilayah kekuasaan Negara Madinah dibagi menjadi
sepuluh provinsi, antar lain:
1) Nafi’ bin Al-Haris Al-Khuza’I, Amir wilayah Mekah
2) Sufyan bin Abdulah Ats-Tsaqafi’, Amir wilayah Thaif’
3) Ya’la bin Munabbih Halif Bani naufal bin Abd Manaf, Amir
wilayah Shan’a
39
Ibid Dedi Supriyadi, h. 83-84
4) Abdulah bin Abi Rabiah, Amir wilayah Al-Janad
5) Utsman bin Abi Al-Ash Tsaqafi, Amir wilayah Bahrain
6) Al-Mughirah bin syu’bah Ats Tsaqafi, Amir wilayah Kufah
7) Abu Musa Abdullah bin Qais Al-Ash’ari, Amir wilayah
Bashrah
8) Muawiyah bin Abi Sufyan, Amir wilayah Damaskus
9) Umar bian Sa’ad, Amir wilayah Himsh dan
10) Amr bin Al-Ash As-Sahami, Amir wilayah Mesir
Adapun kekuasaan legislative dipegang oleh dewan penasehat atau
majelis Syura’ tempat khalifah mengadakan musyawarah atau konsultasi
dengan para sahabat Nabi terkemuka.Majelis ini memberikan saran, usul
dan nasehat kepada khalifah tentang berbagai maslah penting yang
dihadapi Negara.Akan tetapi, pengambilan keputusan terakhir berada
ditangan khalifah.Artinya berbagai peraturan dan kebujaksanaan, diluar
ketentuan Al-Qur’an dan Sunah Rasul, dibicarakan didalam majelis
tersebut dan diputuskan oleh khalifah atas persetujuan anggota
majelis.Dengan demi kian majelis Syura’ diketahui oleh khalifah.
Jadi jika Majelis Syura’ ini disebut sebagai lembaga legislative, ia
tidak sama dengan lembaga legislative yang dikenal sekarang yang
memiliki ketua sendiri. Bagaimanapun dengan adanya Majelis Syura’ telah
ada pendelegasian kekuasaan dari khalifah untuk melahirkan berbagai
peraturan dan kebijaksanaan.Dari fungsi ini dapat dikatakan lembaga
tersebut sebagai lembaga legislative untuk zamanya.
d. Masa Khalifah Ali bin Abi Thalib
Yang pertama dilakukan Khalifah Ali bin Abi Thalib menarik kembali
semua tanah yang telah dibagikan Khalifah Utsman kepada kaum
kerabatnya kepada kepada kepemilikan Negara dan mengganti semua
gubernur yang tidak disenangi rakyat, diantaranya Ibnu Amir
penguasa Basrah, diganti Utsman bin hanif, Gubernur Mesir yang
dijabat oleh Abdulah diganti oleh Qaya, Gubernur Suriah, Muawiyah
juga diminta utuk meletakkan jabatan, tetapi menolak, bahkan ia tidak
mengakui keKhalifahan Ali.
Pemerintahan Khalifah Ali dapat dikatakan pemerintahan yang tidak
stabil karena adanya pemberontakan dari sekelompok kaum muslimin
sendiri.Pemberontakan pertama diawali oleh penarikan bai’at oleh
Thalhah dan Zubair, karena alasan bahwa Khalifah Ali tidak
memenuhi tuntutan mereka untuk menghukum pembunuh Khalifah
Utsman. Bahwa penolakan khalifah ini disampaikan kepada Siti
Aisyah yang merupakan kerabatnya diperjalanan pulang dari Mekkah,
yang tidak tahu mengenai kematian khalifah Utsman, sementara
Thalhah dan Zubair untuk menentang khalifah Ali, karena alasan
penolakan penghuhuman pembunuh khalifah Utsman , bisa juga
karena alasan pribadi, atau karena hasutan Abdulah bin Zubair.
Muawiyah turut andil juga dalam pemberontakan ini, tetapi hanya
terbatas pada usaha untuk menurunkan kredibilitas khalifah dimata
umat Islam. Dengan cara menuduh bahwa jangan-jangan khalifah
berada dibalik pembunuhan khalifah Utsman.
Disamping penentang khalaifah Alli memiliki pendukung yang sangat
panatic dan setia kepadanya. Dengan adanya oposisi terhadap Ali bin
Abi Thalib, kesetian mereka kepada khalifah Ali sangat bertambah
apalagi setelah khalifah Ali wafat dibunuh kalangan Khawarij.
Mereka yang fanatic terhadap khalifah Ali bin Abi Thalib dikenal
dalam sejarah sebagai kelompok Syi’ah.
Dijelaskan pula dalam Fiqih Siyasah terdapat empat unsure yang
harus dipenihi dalam kepemimpinan Islam selain dari pada berpegang
teguh dengan landasan hukum Islam (Al-Qur’an dan Hadist) ialah
sebagai berikut:40
1. Kedaulatan tertinggi di tangan Allah SWT
Al-Qur’an menetapkan bahwa ketaatan kepada Allah
semata-mata dan semua umatnya wajib mengikuti Undang-undang-
Nya ketaatan kepada Allah merupakan ketaatan pokok, kemudian
ketaatan kepada Rasul-Nya dan akhirnya ketaatan kepada ulil amri
diantara orang-orang yang beriman selama ulil amri tersebut tidak
memerintahkan kemaksiatan kepada Allah. Diterangkan pada
Qur’an Suran An-Nisa’ ayat 59 (4) Allah berfirman
40
Op-Cit, Beni ahmad Saebani, h.123-126
الله
الله للهبها
Artinya: ”hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah, dan taati
Rasul (Muhammad), dan Ulil Amri,(pemegang kekuasaan) di
antara kamu. Kemudian , jika kamu berbeda pendapat
tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-
Qur‟an) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu beriman kepada
Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu, lebih utama
(bagimu) dan lebih baik akibatnya. (Q.S An-Nisa‟ Ayat
59:(4).41
2. Prinsip Keadilan
Prinsip keadilan antara manusia adalah bahwasannya setiap
rakyat memiliki persamaan hak didepan Undang-undang Allah
yang harus dilaksanakan oleh mereka semuanya.Diterangkan
dalam Al-Qur’an Surat An-Nisa’ 58 (4) Allah berfirman.42
الله
الله الله
Artinya:Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat
kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila
menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan
dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang
sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha
mendengar lagi Maha Melihat.
Hukum yang mejadi panutan masyarakat merupakan cita-
cita sosial yang tidak pernah berhenti dikejar sampai akhir hayat.
41
Qur’an Surat An-Nisa‟ Ayat 59:(4) 42
Qur’an Surat An-Nisa‟ Ayat 58 (4)
Cita-cita sosial yang bersandarkan pada hukum, baik hukum yang
merupakan norma sosial maupun hukum dalam dalam ajran agama
yang dianut, dan hukum produk penguasa. Setiap keberadaan
hukum tidak lepas dari tujuan danharapan subjek hukum.Harapan
manusia terhadap hukum pda umumnya meliputi harapan
keagamaan dan ketentraman hidup tanpa batas waktu. Oleh karena
itulah manusia mengharapkan hal-hal dibawah ini :
a. Kemaslahat hidup bagi diri dan orang lain
b. Tegaknya keadilan, yang bersalah harus mendapat hukuman yang
setimpal dan yang tidak brsalah mendapat perlindungan hukum
yang baik dan benar
c. persamaan hak dan kewajiban dalam hukum, hukum tidak pilih
bulu atau memilih-milih dan memilah-milah dengan alasan berbeda
bulu.
d. Saling mengontrol dalam kehidupan masyarakat sehingga tegaknya
hukum dapat diwujudkan oleh masyarakat sendiri, seperti adanya
sistem keamanan lingkungan (siskambling)
e. Kebebasan berekspresi, berpendapat, bertindak dengan tidak
melebihi batas-batas hukum dan norma sosial
f. Regenerasi sosial yang positif dan bertanggungjawab terhadpa
masadepan kehidupan sosial dan kehidupan berbangsa serta
bernegara.
3. Prinsip Persamaan (Musawah)
Semua warga Negara memiliki persamaan hak-hak yang sempurna,
tanpa memandang warna kulit, suku bangsa dan bahasa.Dalam Al-
Qur’an Surat Al-Hujarat Ayat 10 (49) Allah berfirman.43
الله
Artrinya:Orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. sebab itu
damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua
saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu
mendapat rahmat.
4. Prinsip Musyawarah
Prinsip musyawarah bagi para pemimpin Negara dan para
penguasa juga masyarakat merupakan tolak ukur dari dari
dilaksanakannya sikap saling menghargai pendapat dan melepaskan diri
dari sikap mengklaim kebenaran sendiri. Dalam Qur’an Surat Asy-
Syura, Ayat 38 (42) Allah berfirman.44
Artinya:Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan
Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka
(diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; dan mereka
menafkahkan sebagian dari rezki yang kami berikan kepada
mereka.
Dengan bermusyawarah, kepentingan-kepetingan yang yang
berbbeda diarahkan kepada salah satu tujuan yang universal, hanya
strategi untuk mencapai tujuan bisa beragam, sehingga musyawarah
43Qur’an Surat Al-Hujarat Ayat 10 (49) 44Qur’an Surat Asy-Syura, Ayat 38 (42)
bukan hendak melenyapkan perbedaan pendapat dan kepentingan,
namun sebaliknya yakni menjadi perbedaan tersebut sebagai dinamika
dan energi yang besar untuk mencapai persepsi dan tujuan yang telah
disamakan.
C. Pemerintahan Desa
1. Pengertian Pemerintahan Desa
Berasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 Pasal 1
angka 2, pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan
dan kepentingan masyarakat setempat dan sistem pemerintahan Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Pemerintahan Desa sebagai lingkup
pemerintahan terkecil di lakukan oleh pemerintahan Desa. Pemerintahan Desa
adalah Kepala Desa atau yang di sebut dengan nama lainya di bantu
perangkat Desa sebagai unsur penyelenggaraan pemerintahan Desa.
Berdasarkan Pasal 24 Undang-Undang Desa penyelengaraan pemerintahan
Desa berdasarkan asas:45
a. Kepastian hukum; adalah asas dalam Negara hukum. Yang
mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan
keadilan dalam setiap kebijakan penyelengaraan pemerintahan Desa.
b. Tertib penyelenggaraan pemerintahan; adalah asas yang menjadi
landasan keteraturan , keserasian, dan keseimbangan dalam pengendalian
penyelengara pemerintahan Desa
45
Yusnani Hasyimzoem. Dkk , Hukum Pemrintahan Daerah, (Jakarta: Rajawali Pers 2017),
h. 132-133
c. Tertib kepentingan umum; adalah asas yang mendahulukan kesejahteraan
umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif, dan selektif
d. Keterbukaan; adalah asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat
untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif
tentang penyelengaraan pemerintahan Desa dengan tetap
mempertahankan ketentuan peraturan perundang-undangan;
e. Proporsionalitas; adalah asas mengutamakan keseimbangan antara hak
dan kewajiban penyelengaraan pemerintahan desa
f. Profesionalitas; adalah asas yang mengutamakan keahlian yang
berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan pereundang-undangan;
g. Akuntabilitas; adalah asas yang mengutamakan bahwa setiap kegiatan
dan hasil akhir kegiatan penyelengaraan pemerintahanDesa harus dapat
di pertanggungjawabkan kepada masyarakat Desa sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
h. Efektivitas dan efisiensi; adalah asas yang menentukan bahwa setiap
kegiatan yang di laksanakan harus berhasil mencapai tujuan yang di
inginkan masyarakat Desa.
i. Kearifan lokal; adalah asas yang menegaskan bahwa di dalam penetapan
kebijakan harus memerhatikan kebutuhan dan kepentingan masyarakat
Desa.
j. Keberagaman; adalah penyelengaraan pemerintahan Desa yang tidak
boleh mendiskriminasi kelompok masyarakat tertentu.
k. Partisipatif; adalah penyelengaraan pemerintahan Desa yang
mengikutsertakan kelembagaan desa dan unsur masyarakat Desa.
Dalam penyelengaraan pemerintahan daerah, pemerintahan desa
merupakan satuan pemerintahan terendah di bawah pemerintahan kabupaten
dan kota. Meskipun demikian, desa sebagai satuan pemrintahan terendah di
berikan hak otonomi adat sehingga merupakan badan hukum, selain itu desa
juga memiliki wilayah dengan batas-batas tertentu sebagai kesatuan
masyarakat hukum (adat) yang berhak mengatur dan mengurus urusan
masyarakat setempat berdasarkan asal-usulnya.
Selanjutnya mengenai pengertian desa dapat di kemukakan pendapat
sarjana maupun menurut peraturan perundang-undangan R.H. UnangSunardjo
merumuskan desa sebagai suatu kesatuan masyarakat berdasarkan adat dan
hukum adat yang menetap dalam suatu wilayah yang tertentu batas-batasnya,
memiliki ikatan lahir batin yang sangat kuat, baik karena keturunan maupun
sama-sama memiliki susunan pengurus, mempunyai wilayah dan harta benda,
bertindak sebagai kesatuan dunia luar dan tidak mungkin desa itu di
bubarkan.
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang desa dalam Pasal angka 1
menegaskan bahwa desa dan desa adat atau yang di sebut nama lain, adalah
kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang
untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat
setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau tradisonal
yang diakui dan di hormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Berdasarkan paparan di atas menunjukkan desa mempunyai otonomi,
akan tetapi otonomi desa bukanlah otonomi formal seperti yang dimiliki
pemerintahan provinsi, kabupaten da kota, melainkan otonomi berdasarkan
asal-usul dan adat istiadat. Otonomi berdasarkan asal-usul dan adat istiadat
setempat adalah otonomi yang telah dimiliki sejak dulu kala dan telah menjadi
adat istiadat yang melekat dalam masyarakat desa yang bersangkutan.46
Untuk mendapatkan pendapatan tambahanDesa, Desa dapat mendirikan
Badan Usaha Milik Desa, yang di sebut BUM Desa. BUM Desa adalah badan
usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya di miliki oleh Desa melalui
penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan Desa yang di pisahkan
guna mengelola asset, jasa pelayanan, dan usaha lainnya, untuk sebesar-
besarnya kesejahteraan masyarakat Desa. BUM Desa biasanya berupa usaha
ekonomi, dan penghasilannyapun bisa di manfaatkan untuk pembanguunan
Desa, pemberdayaan masyarakat Desa, dan pemberian bantuan untuk
masyarakat miskin melalui hibah, bantuan sosila, dan kegiatan dana bergulir
yang di tetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.
Dana awal untuk pemberian BUM Desa itu sendiri berdumber dari
Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi’ Pemerintah Kabupaten/Kota, dan
Pemerintah Desa dengan cara memberikan hibah, dan/atau akses pemodalan,
46
Josef Mario Monteiro, S.H., M.H. Pemahaman Dasar Hukum Pemerintahan Daerah
(Yogyakarta: Pustaka Yustisia. 2016) h. 121-122.
melakukan pendampingan teknis dan akses ke pasar, serta memprioritaskan
BUM Desa dalam pengelolaan sumber daya alam di Desa.
2. Perangkat Desa
a. Kepala Desa
Kepala Desa adalah pemimpin tertinggi di sistem pemerintahan Desa,
yang memilikimtugas dan wewenang yang telah di tentukan oleh Undang-
Undang. Pasal 26 ayat (1) bahwa Kepala Desa bertugas menyelenggarakan
pemerintahan desa, melaksanakan pembangunan desa, pembinanaan
kemasyarakat desa, dan pemberdayaan masyarakat desa, selanjutnya dalam
ayat (2) memiliki wewenang yaitu:
1) Memimpin, meyelenggarakan pemerintahan desa;
2) Mengangkat dan memberhentikan perangkat desa;
3) Memegang kekuasaan pengelolaan keuangan dan asset desa;
4) Menetapkan peraturan desa;
5) Menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa;
6) Membina kehidupan masyarakat desa;
7) Membina ketentraman dan ketertiban masyarakat desa;
8) Membina rekonomian skala produktif untuk sebesar-besarnya
kemakmuran masyarakat desa;
9) Mengembangkan sumber pendapatan desa;
10) Mengusulkan dan menerima pelimpahan sebagai kekayaan Negara guna
meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa;
11) Mengembangkan kehidupan sosial budaya masyarakat desa;
12) Memanfaatkan teknologi tepat guna;
13) Mengoordinasikan pembangunan desa secara partisipatis;
14) Mewakili desa di dalam dan di luar pengadilan atau meninjuk kuasa
hukum untuk mewakilinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan
dan
15) Melaksanakan wewenang lain yang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Sedangkan dalam pasal (3) Kepala Desa memiliki hak:
1) Mengusulkan struktur organisasi dan tata kerja pemerintah desa;
2) Mengajukan ran cangan dan menetapkan peraturan desa;
3) Menerima penghasilan tetap setiap bulan, tunjangan, dan penerimaan yang
lainya yang sah, serta mendapat jaminan kesehatan;
4) Mendapatkan perlindungan hukum atas kebijakan yang di laksanakan dan
5) Memberikan mandate pelaksanaan tugas dan kewajiban lainnya kepada
perangkat desa.
Kepala Desa juga berkewajiban sebagaimana yang di atur dalam ayat (4),
yaitu:
1) Memegang teguh dan mengamalkan pancasila, melaksanakan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta
mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia dan Bhinneka Tunggal Ika;
2) Meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa;
3) Memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat desa
4) Menaati dan menegakkan peraturan perundang-undangan;
5) Melaksanakan kehidupan demokrasi dan berkeadilan gender;
6) Melaksanakan prinsip tata pemerintahn desa yang akuntabel, transparan,
professional, efektif dan efisien, bersih, serta bebas dari kolusi, korupsi,
dan nepotisme;
7) Menjalin kerja dan koordinasi dengan seluruh pemangku kepentingan di
desa;
8) Menyelenggarakan administrasi pemerintahan desa yang baik’
9) Mengelola keuangan dan asset desa;
10) Melaksanakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan desa;
11) Menyelesaikan perselisihan masyarakat di desa;
12) Mengembangkan perekonomian masyarakat desa;
13) Membina dan melestarikan nilai sosial dan budaya masyarakat desa;
14) Memberdayakan masyarakat dan lembaga kemasyarakatan di desa;
15) Mengembangkan potensi sumber daya alam dan melestarikan lingkungan
hidup; dan
16) Memberikan informasi kepada masyarakat desa.
Sedangkan dalam pasal 27 di tegaskan, bahwa dalam melaksanakan, tugas,
kewenangan, hak dan kewajiban sebagaimana di maksud dalam pasal 26
kepala desa wajib:
1) Menyampaikan laporan penyelenggaraan pemerintahan desa setiap akhir
tahun anggaran kepada Bupati/Walikota;
2) Menyampaikan laporan pemerintahan desa pada akhir masa jabatan
kepada Bupati/Walikota;
3) Memberikan laporan keterangan penyeleggaraan pemerintahan secara
tertulis kepada Badan Permusyawaratan Desa setiap akhir tahun anggran;
dan
4) Memberikan dan/atau menyebarkan informasi penyelenggaraan
pemerintahan secara tertulis kepada masyarakat desa setiap akhir tahun
anggaran.
Selain memiliki tugas dan wewenang kepala desa juga di larang
melakukan hal yang di atur dalam pasal 29, yaitu:
1) Merugikan kepentingan umum;
2) Membuat keputusan yang menguntungkan diri sendiri, anggota keluarga,
pihak lain, dan/atau golongan tertentu;
3) Menyalahgunakan wewenang, tugas, hak dan/atau kewajibannya;
4) Melakukan tindakan diskriminatif terhadap warga dan/atau golongan
masyarakat tertentu;
5) Melakukan tindakan meresahkan kelompok masyarakat desa;;
6) Melakukan kolusi, korupsi, dan nepotisme, menerima uang, barang
dan/atau jasa dari pihak lain yang dapat mempengaruhi keputusan atau
tindakan yang akan di lakukannya;
7) Menjadi pengurus partai poltik;
8) Menjadi anggita dan/atau pengurus organisasi terlarang;
9) Merangkap jabatan sebagai ketua dan/atau anggota Badan
Permusyawaratan Desa, Anggota Dewan Perakilan Rakyat Republik
Indonesia, Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia, Dewan
Perwakila Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, dan jabatan lain yang di
tentukan dalam peraturan perundang-undangan;
10) Ikut serta dan/atau terlibat dalam kampanye pemilihan umum dan/atau
pemilihan Kepala Daerah;
11) Melanggar sumpah/janji jabatan; dan
12) Meninggalkan tugas selama 30 (tuga puluh) hari kerja berturut-turut tanpa
alasan yang jelas dan tidak dapat di pertanggungjawabkan.
Kepala desa di pilih melalui pemilihan secara langsung yang di atur di
dalam undang-undang tentang desa.Kepala Desa berhenti karena tiga hal yaitu;
meninggal dunia, permintaan sendiri, atau di berhentikan sebagaimana yang di
atur dalam pasal 40.47
b. Tugas dan Fungsi Kepala Desa
Eforia masyarakat desa pascareformasi sangat memberikan
pengaruh terhadap delegitimasi kekuasaan di Desa karena bangkitnya
semangat control masyarakat Desa terhadap pemerintahan Desa.
Kekuasaan Kepala Desa yang tadinya Absolut dan sentralistik secara
pelan-pelan semakin dinamis oleh demokratisasi, sehingga membuatnya
lebih hati-hati dan bertanggungjawab dalam mengolah kekuasaan Desa
47
Op-Cit Yusnani Hasyimzoem. Dkk h.132-137
Kepala Desa di pilih langsung oleh penduduk desa dari calon
Kepala Desa yang telah di tetapkan oleh panitia pemilihan.Pelaksanaan
pemilihan Kepala Desa harus berdifat langsung, umum, bebas dan rahasia,
jujur dan adil.Pemilihan di laksanakan pada hari, tanggal dan tempat yang
di tentukan oleh panitia pemilihan.
Secara eksplisit Pasal 26 ayat (1) Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014
Tentang Desa mengatur empat tugas utama kepala Desa yaitu :
a) Menyelenggarakan Pemerintahan Desa,
b) Melaksanakan Pembangunan Desa,
c) Melaksanakan Pembinaan Masyarakat, dan
d) Memberdayakan Masyarakat Desa.
Dengan tugas yang di berikan, Kepala Desa di harapkan bisa membawa
Desa kearah yang di harapkan.
Pasal 6 ayat (3) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 84 Tahun 2015
tentang susunan organisasi dan tata kerja pemerintah Desa mengatakan bahwa
kepala Desa memiliki fungsi sebagai berikut:
a) Menyelengarakan Pemerintahan Desa, seperti tata praja pemerintahan,
penetapan peraturan di Desa, pembinaan masalah pertahann, pembinaan
ketentraman dan ketertiban, melakukan upaya perlindungan masyarakat
administrasi kependudukan, dan penetapan dan pengelolaan wilayah.
b) Melaksanakan pembangunan, seperti pembangunan sarana prasarana
perdesaan, dan pembangunan bidang pendidikan kesehatan
c) Pembinaan kemasyarakatan, seperti pelaksanaan hak dan kewajiban
masyarakat, partisipasi masyarakat, sosial budaya masyarakat, keagamaan,
dan ketatanegaraan.
d) Pemberdayaan Masyarakat, seperti tugas sosialisasi dan motivasi
masyarakat di bidang budaya, ekonomi, politik, lingkungan hidup,
pemberdayaan keluarga, pemuda, olahraga, dan karang taruna.
e) Menjaga hubungan kemitraan dengan dengan lembaga masyarakat dan
lembaga lainnya.
c. Sekretaris Desa
Pasal 7 peraturan Mentri Dalam Negeri Nomor 84 Tahun 2015
Tentang susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa mengatakan
bahwa:
Ayat (2) Sekretaris Desa bertugas membantu Kepala Desa dalam administrasi
Pemerintahan.
Ayat (3) Untuk melaksanakan tugasnya sebagaimana yang di maksud pada
Ayat (2) sekretaris Desa mempunyai Fungsi
a) Melaksanakan urusan Ketatausahaan seperti Tata Naskah, Administrasi
Surat menyurat, Arsip, dan Ekspedisi.
b) Melaksanakan urusan umum seperti administrasi perangkat Desa,
penyediaan prasarana perangkat Desa dan Kantor, penyiapan rapat,
pengadministrasian aset, inventarisasi, perjalanan dinas, dan pelayanan
umum
c) Melaksanakan urusan keuangan seperti pengurusan administrasi keuangan,
administrasi sumber-sumber pendapatan dan penegeluaran, verifikasi
administrasi keuangan, dan administrasi penghasilan Kepala Desa,
Perangkat Desa, BPD, dan Lembaga Pemerintahan Desa lainnya.
d) Melaksanakan urusan perencanaan seperti menyusun rencana anggaran
pendapatan dan belanja Desa menginventarisir data-data rangka
pembangunan, melakukan monitoring dan evaluasi program, serta
penyusunan laporan.
d. Badan Permusyawaratan Desa
Keberadaan Badan Permusyawaratan Desa (BPB) semakin di
kuatkan sebagai lembaga permusyawaratan di tingkat Desa.Penguatan
BPD merupakan amanah Undang-Undang Desa.Secara yuridis, Badan
Permusyawaratan Desa mengacu kepada regulasi Desa yakni Undang-
Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Badan Permusyawaratan
Desa atau yang di sebut dengan nama lain adalah lembaga yang
memlaksanakan fungsi pemerintahan yang anggotanya merupakan wakil
dari penduduk Desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan di tetapkan
secara demokratis.
Dalam upaya meningkatkan kinerjanya kelembagaan di tingkat
Desa, memperkuat kebersamaan, serta meningkatkan partisipasi dan
pemberdayaan masyarakat, Pemerintahan Desa dan Badan
Permusyawaratan Desa memfasilitasi penyelengaraan Musyawarah
Desa.Pemilihan anggota BPD di lakukan secara demokratis, yakni di pilih
dari dan oleh penduduk desa yang memenuhi persyaratan calon anggota
BPD.
Dalam Permendagri No. 110/2016 Badan permusyawaratan Desa
mempunyai fungsi, membahas dan menyepakati Rancangan Peraturan
Desa bersama Kepala Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi
masyarakat Desa, dan melakukan pengawasam kinerja Desa. Selain
melaksanakan fungsi diatas Badan Permusyawaratan Desa juga
mempunyai tugas sebagai berikut :
a) Menggali aspirasi masyarakat
b) Menampung aspirasi masyarakat
c) Mengelola aspirasi masyarakat
d) Menyalurkan aspirasi masyarakat
e) Menyelenggarakan musyawarah BPD
f) Menyelenggarakan musyawarah Desa
g) Membentuk panitia pemilihan Kepala Desa
h) Menyelengarakan musyawarah Desa khusus untuk pemilihan Kepala
Desa antarwaktu
i) Membahas dan menyepakati rancangan Peraturan Desa bersama
Kepala Desa
j) Melaksanakan pengawasan terhadap kinerja Kepala Desa
k) Melakukan evaluasi laporan keterangan penyelenggaraan
Pemerintahan Desa
l) Menciptakan hubungan kerja yang harmonis dengan Pemerintah Desa
dan lembaga Desa lainnya; dan melaksanakan tugas lain yang di atur
dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan ketentuan pasal 1 angka 4 Undang-Undang Dasar,
Badan Permusyawaratan Desa atau yang di sebut dengan nama lain adalah
lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan yang anggotanya
merupakan wakil dari penduduk desa berasarkan keterwakilan wilayah dan
di tetapkan secara demokratis. Berdasarkan pasal 55 di tegaskan bahwa
Badan Permusyawaratan Desa mempunyai fungsi yaitu:
1) Membahas dan menyepakati Rancangan Peraturan Desa bersama
Kepala Desa;
2) Menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat desa; dan
3) Melakukan pengawasan kinerja Kepala Desa.
Badan Permusyawaratan Desa di pilih berdasarkan syarat dan
ketentuan yang sudah di tentukan dalam peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Badan Permusyawaratan Desa terdiri paling sedikit lima
orang dan paling banyak Sembilan orang.
Undang-undang desa bukan hanya mengatur hak dan kewajiban
desa, tetapi juga hak dan kewajiban lembaga-lembaganya.Khusus
mengenai hak dan kewajiban BPD, di atur dalam pasal 61-63 UU
desa.Undang-undang ini membedakan hak kelembagaan PBD dan hak
personal pengurus-pengurusnya serta kewajiban mereka.
Selanjutnya, dalam Pasal 61 diatur mengenai hak dari BPD, masih
mengenai keterkaitan antran BPD dengan kepala desa, BPD juga memiliki
hak untuk mengawasi penyelenggaraan pemerintihan desa hal ini terdapat
dalam Pasal 61 huruf a UU Desa yang berbunyi yaitu:
1) Mengawasi dan meminta keterangan tentang penyelenggaraan
pemerintahan desa kepada pemerintahan desa;
2) Menyatakan pendapat atas penyelenggaraan pemerintahan desa,
pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan
pemberdayaan masyarakat desa; dan
3) Mendapatkan biaya operasional pelaksanaan tugas dan fungsinya dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.
Sedangkan berdasarkan Pasal 62 anggota BPD berhak:
1) Mengajukan usul rancanagan peraturan desa;
2) Mengajukan pertanyaan;
3) Menyampaikan usul dan/atau pendang;
4) Memilih dan di pilih; dan
5) Dan mendapat tunjangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.
Dalam Pasal 63 di tegaskan bahwa anggota BPD memiliki kewajiban,
yaitu:
1) Memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta
mempertahankan dan memilihara keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia dan Bhinneka Tunggal Ika;
2) Melaksanakan kehidupan demokrasi berkeadila gender penyelenggaraan
pemerintahan desa;
3) Menyerap, menampung, menghimpun dan menindaklanjuti aspirasi
masyarakat desa;
4) Mendahulukan kepentingan di atas kepentingan pribadi, kelompok,
dan/atau golongan;
5) Menghormati nilai sosial budaya dan adat istiadat masyarakat desa; dan
6) Menjaga norma dan etika dalam hubungan kerja dengan lembaga
kemasyarakatan desa.
Dalam Pasal 64 anggota BPD dilarang:
1) Merugikan kepentingan umum, meresahkan sekelompok masyarakat desa
dan mendiskriminasikan warga atau golongan masyarakat desa;
2) Melakukan korupsi, kolusi, nepotisme, menerima uang barang, dan/atau
jasa dari pihak lain yang dapat memengaruhi keputusan masyarakat desa;
3) Menyalahgunakan wewenang;
4) Melanggar sumpah/janji jabatan;
5) Merangkap jabatan sebagai kepla desa dan perangkat desa;
6) Merangkap sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Republik Indonesia, Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi atau Dewan Perwakilan Rakyat Derah
Kabupaten/Kota dan jabatan lain yang di tentukan dalam peraturan
perundang-undangan;
7) Sebagai pelaksana proyek desa;
8) Menjadi pengurus partai politi; dan/atau
9) Menjadi anggota dan/atau pengurus organisasi terlarang.48
Berdasarkan pasal 48 perangkat Desa desa terdiri atas:
Pasal 7 peraturan Mentri Dalam Negeri Nomor 84 Tahun 2015
Tentang susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa mengatakan
bahwa:
Ayat (2) Sekretaris Desa bertugas membantu Kepala Desa dalam
administrasi Pemerintahan.
Ayat (3) Untuk melaksanakan tugasnya sebagaimana yang di maksud pada
Ayat (2) sekretaris Desa mempunyai Fungsi
e) Melaksanakan urusan Ketatausahaan seperti Tata Naskah,
Administrasi Surat menyurat, Arsip, dan Ekspedisi.
f) Melaksanakan urusan umum seperti administrasi perangkat
Desa, penyediaan prasarana perangkat Desa dan Kantor,
penyiapan rapat, pengadministrasian aset, inventarisasi,
perjalanan dinas, dan pelayanan umum
g) Melaksanakan urusan keuangan seperti pengurusan
administrasi keuangan, administrasi sumber-sumber
pendapatan dan penegeluaran, verifikasi administrasi
keuangan, dan administrasi penghasilan Kepala Desa,
Perangkat Desa, BPD, dan Lembaga Pemerintahan Desa
lainnya.
48
Ibid. Yusnani Hasyimzoem. Dkk h.138-140
h) Melaksanakan urusan perencanaan seperti menyusun rencana
anggaran pendapatan dan belanja Desa menginventarisir data-
data rangka pembangunan, melakukan monitoring dan evaluasi
program, serta penyusunan laporan.
e. Pelaksanaan Kewilayahan
Kepala kewilayahan merupakan unsur pembantu kepala desa
sebagai satuan tugas kewilayahan.Adapun jumlah unsure kewilayahan di
tentukan secara proposional.Artinya jumlah pelaksanaan kewilayahan
yang dibutuhkan di sebuah desa selain memperhatikan kemampuan
keuangan juga memperhatikan luas wilayah kerja, karakteristik, geografis,
jumlah kepadatan penduduk, serta sarana prasarana penunjang tugas.
f. Pelaksanaan Teknis
Pelaksanaan teknis atau di sebut nama lain adalah unsure pelaksana
lapangan, sebagai pembantu kepala desa/lurah dalam melaksanakan tugas-
tugas yang berkaitan dengan pelayanan masyarakat secara teknis di
lapangan, bertanggung jawab kepada kepala desa/lurah.
Perangkat desa memilik tugas untuk membantu Kepala Desa dalam
melaksanakan tugas dan wewenangnya. Dalam Pasal 51 di tegaskan
bahwa:
1) Merugikan kepeningan umum;
2) Membuat keputusan yang menguntungkan diri sendiri, anggota keluarga,
pihak lain, dan/atau golongan tertentu;
3) Menyalahgunakan wewnang, tugas, hak, dan/atau kewajibannya;
4) Melakukan tindakan diskriminatif terhadap warga dan/atau golongan
masyarakat tertentu;
5) Melakukan tindakan meresahkan sekelompok masyarakat desa;
6) Melakukan kolusi, korupsi, dan nepotisme, menerima uang, barang dan
jasa dari pihak lain yang dapat memengaruhi keputusan atau tindakan yang
akan di lakukannya;
7) Menjadi pengurus partai politik;
8) Menjadi anggota dan/atau pengurus organisasi terlarang;
9) Merangkap jabatan sebagai ketua dan/atau anggota Badan
Permusyawaratan Desa, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Republik Indonesa, Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, dan jabatan lain yang
ditentukan dalam peraturan perundang-undangan;
10) Ikut serta dan/atau terlibat dalam kampanye pemilihan umum dan/atau
pemilihan kepala daerah;
11) Melanggar sumpah/janji jabatan; dan
12) Meninggalakan tugas selama 60 (enam puluh) hari kerja berturut-turut
tanpa alasan yang jelas dan tidak dapat di pertanggungjawabkan.49
D. Otonomi Desa
1. Pelaksanaan Otonomi Desa
Dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, pelaksanaan
Otonomi Desa merupakan otonomi yang asli, bulat dan utuh serta bukan
49
Ibid. Yusnani Hasyimzoem. Dkk h.140-141
merupakan pemberian dari pemerintahan, sebaliknya pemerintahan
berkewajiban menghormati otonomi asli yang di miliki desa tersebut. Sebagai
kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai susunan asli berdasrkan hak
istimewa, maka desa dapat melakukan perbuatan hukum public maupun
perdata, memiliki kekayaan, harta benda serta dapat dituntut dan menuntut di
muka pengadilan.Sebagai wujud demokrasi, maka di desa di bentuk Badan
Permusyawartan
Desa yang berfungsi sebagai Lembaga Legislatif dan pengawasan
terhadap pelaksanaan peraturan Desa, Anggaran Pendapatan dan Belanja
Desa serta Keputusan Kepala Desa. Untuk itu Kepala Desa Dengan
Persetujuan Badan Permusyawaratan Desa mempunyai kewenangan untuk
melakukan perbuatan hukum dan mengadakan perjanjian yang saling
menguntungkan dengan pihak lain. Menetapkan sumber-sumber pendapatan
Desa menerima sumbangan dari pihak ketiga dan melakukan pinjaman Desa,
Kemudian berdasrkan hak atas usul Desa bersangkutan. Kepala Desa dapat
mendamaikan perkara atau sengketa yang terjadi di antara warganya.50
Namun harus selalu di ingat bahwa tiada hak tanpakewajiban, tiada
kewenangan tanggungjawab, dan tiada kebebasan tanpa batas. Oleh karena itu
dalam pelaksanaan hak, kewenangan dan kebebasan dalam penyelengaraan
Otonomi Desa jangan di lakukan secara kebablasan sehingga Desa merasa
seakan terlepas dari ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia, tidak
mempunyai hubungan dengan Kecamatan, Kabupaten, Provinsi ataupun
50
HAW. Widjaja, Otonomi Desa Merupakan Otonomi yang Asli Bulat dan Utuh (Jakarta :
PT Raja Granfindo Persada 2003), h.165
dengan Pemerintahan Pusat, bertindak semau sendiri dan membuat peraturan
Desa tanpa memperhatikan Peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi
tingkatnya.
Pelaksanaan hak kewenangan dan kebebasan Otonomi Desa menuntut
tanggungjawab untuk memelihara integritas, persatuan dan kesatuan bangsa
dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tanggungjawab untuk
meweujudkan kesejahteraan rakyat yang di laksanakan dalam koridor
Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
Sementara itu tujuan dari pelaksaan Otonomi Desa adalah untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa, mempercepat kemajuan
kegiatan ekonomi pedesaan yang berkeadilan, dan mempercepat
industrialisasi Desa, dapat menciptakan lapangan kerja, membuka peluang
tersedianya bahan pangan dan bahan lainnya agar menunjang kebutuhan
konsumsi dan produksi, terwujudnya keterkaitan ekonomi lokal, dan
meningkatkan kapasitas lembaga serta organisasi ekonomi masyarakat Desa.
Dengan demikian Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang desa
memberikan landasan yuridis tentang pradigma dan konsep baru kebijakan
tata kelola Desa. Undang-Undang Desa mendapatkan posisi Desa sebagai
“ujung tombak pembangunan” yang lebih komfrehensif dan nyata dengan
memperhatikan prinsip keberagaman, menegdepankan azas rekognisi dan
subsidiaritas Desa. Undang-Undang Desa mempertegas kewenanagan otonom
melalui kebijakan penataan Desa.Desa memiliki hak asal-usul dan hak
tradisional dalam mengurus dan mengatur kepentingan masyarakat
setempat.Desa di dorong sebagai entitas pemerintahan yang mandiri,
demokratis dan kuat namun dalam kerangka perlindungan pemberdayaan
Negara.51
Menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang desa Pasal 18
kewenangan desa meliputi kewenangan di bidang penyelenggaraan
pemerintahan desa, pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan
kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa berdasarkan
prakarsa masyarakat hak asal-usul dan adat istiadat desa. Dan menurut pasal
19 kewenangan desa memiliki
a) kewenagan berdasarkan hak asal usul;
kewenangan lokal berskala desa;
b) kewenangan yang di tugaskan oleh pemerintah, pemerintah daerah
provinsi, atau pemerintah daerah kabupaten/kota; dan
c) kewenangan lain yang ditugaskan oleh pemerintah, pemerintah
daerah provinsi atau daerah kabupaten/kota sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pada dasarnya kebutuhan rakyat dapat dikelompokkan ke dalam dua hal
yaitu:
a) kebutuhan dasar (basic needs)seperti air, kesehatan, pendidikan,
lingkungan, keamanan dan sebagainya;
b) kebutuhan pembangunan usaha masyarakat seperti pertanian,
perkebunan, perdagangan, industry dan sebagainya;.
51
Bambang Suryadi. Memahami Peraturan Pemerintah tentang Desa, cetakan pertama, Sai
Wawai, Bandar Lampung, 2016. h.3
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Otonomi Desa
a) Faktor Penghambat
Faktor penghambat pelaksanaan Otonomi Desa adalah rendahnya
sumber daya manusia dalam keterampilan, termasuk yang terlibat dalam
penyelenggaraan Pemerintah Desa.Rendahnya kelembagaan Desa,
lemahnya perencanaan dan kurangnya sarana dan prasaranan Desa
maupun mengenyam pendidikan.Secara umum Pelaksanaan Otonomi Desa
belum berjalan dengan optimal karena tidak sesuai dengan peraturan yang
berlaku.
b) Faktor Pendukung
Salah satu yang menjadi faktor pendukung dalam pelaksanaan
Otonomi Desa adalah faktor Keuangan Desa. Pengeloloaan keuangan desa
yang baik akan menghasilkan peningkatan Pendapatan Asli Desa dan
meningkatkan usaha-usaha pembangunan. Yang di masksud dengan
keuangan desa adalah semua hak dan kewajiban Desa yang dapat di nilai
dengan uang dan segala sesuatu yang berupa uang dan barang yang dapat
di jadikan milik Desa yang berhubungan dengan pelaksanaan hak
kewajiban tersebut.Penyelengaraan urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan Desa di danani dari atas beban Anggaran Pendapatan dan
Belanja desa.
BAB III
PELAKSANAAN OTONOMI DESA DI DESA NEGERI CAMPANG
JAYA KEC. SUNGKAI TENGAH KAB. LAMPUNG UTARA
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
1. Keadaan Geografis
Desa Negeri Campang Jaya Kecamatan Sungkai Tengah Kabupaten
Lampung Utara merupakan salah satu Desa yang memiliki letak yang tidak
jauh dari Ibukota Kecamatan. Letak dari Desa Negeri Campang Jaya
Kecamatan Sungkai Tengah ini tidak jauh dari pusat kota Kabupaten Lampung
Utara.
Adapun batas-batas wilayah Desa Negeri Campang Jaya Kecamatan
Sungkai Tengah Kabupaten Lampung Utara adalah sebagi berikut:
1) Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Pampang Tangguk Jaya
2) Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Negeri Batin Jaya
3) Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Negeri Galih Rejo
4) Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Pakuan Batu
2. Keadaan Demografis
Desa Negeri Campang di huni oleh berbagai suku seperti: lampung , jawa,
ogan dan suku lainya. Penduduk Desa Negeri Campang Jaya berjumlah 3,182
jiwa, kaum laki-laki 1,564 jiwa dan 1,618 jiwa kaum perempuan. Untuk lebih
jelasnya tentang keadaan penduduk Desa Negeri Campang Jaya dapat di lihat
pada tabel berikut:
STRUKTUR ORGANISASI DAN TATA KERJA
DESA NEGERI CAMPANG JAYA
KEC. SUNGKAI TENGAH
KAB. LAMPUNG UTARA
Adapun uraian tug
BPD
Nedi
ne
Kepala Desa
Hardi
Sekretaris Arifin
Bendahara Jandrizal
Kaur Umum
Napoleon
Kaur Keuangan
Zainal EF
Kaur Pemberdayaan
Masyarakat
Mira Yanti
Kasi Kesejahteraan Rakyat
Diko
Kasi Pembangunan
Riduan
Kasi Pemerintahan
Jupri
Kadus
7
Abu
kori
Kadus
6
Muhlis
in
Kadus
5
Ismail
Kadus 4 ansori
Kadus 3
Komarudin
Kadus
2
Zaidan
Kadus
1
David
LPM (Lembaga Pemberdayaan Masyarakat)
Hi. Ahmad Sukri
TABEL. I.1
KLASIFIKASI PENDUDUK MENURUT JENIS KELAMIN
Jumlah Penduduk
No Jenis Klamin Jumlah Jiwa
1 Laki-Laki 1,564
2 Perempuan 1,618
Jumlah 3,182
Sunber data : Kantor Kepala Desa Negeri Campang jaya
Dari tabel di atas dapat di lihat jumlah penduduk laki-laki dan perempuan
hanya selisih berapa saja.Laki-laki yang berjumlah 1,564 jiwa sedangkan
perempuan berjumlah 1,618 jiwa.52
Kemudian jika dilihat dari luas wilayah Desa Negeri Campang Jaya Kecamatan
Sungkai Tengah kabupaten Lampung Utara dpat di lihat lebih jelas pada table
di bawah ini:
TABEL I.2
LUAS WILAYAH DESA NEGERI CAMPANG JAYA
Luas Wilayah
Luas wilayah 3500.00Ha
Perkebunan 1.804.00Ha
Bangunan umum 16.00Ha
Sawah 10.00Ha
Sumber data: Kantor Desa Negeri Campang Jaya
3. Sarana dan Prasarana Desa
1) Agama dan pedidikan
Masyarakata Desa Negeri Campang Jaya keseluruhan menganut
agama Islam, tanpa ada masyarakat yang menganut di luar agama
52
Wawancara dengan Bapak Arifin selaku Sekertaris Desa Negeri Campang Jaya
Tanggal, 16 Mei 2018, jam 10.00 WIB di Kantor Desa Negeri Campang Jaya
Islam.Agama Islam merupakan suatu sistem nilai yang di yakini dan di
jadikan pedoman hidup masyarakat Desa Negeri Campang Jaya,
mayarakat setempat menjadikan agama Islam sebagai Nilai yang paling
tinggi.
Jika di lihat dari segi sarana ibadah yang menjadi pusat pembinaan
kehidupan masyarakat umat Islam di Desa Negeri Campang Jaya dapat di
katakan cukup memadai.53
TABEL I.3
JUMLAH SARANA IBADAH
Sarana Ibadah
No Nama Dusun Masjid Mushallah Gereja
1 Dusun I Negara Jaya _ 2 _
2 Dusun II Campang Jaya 1 2 _
3 Dusun III Batu Balak 1 2 _
4 Dusun IV Sandung Jaya _ 1 _
5 Dusun V Batu Ampar _ 1 _
6 Dusun VI Suka Jaya _ 1 _
7 Dusun VII Durian Nunggal _ 1 _
Jumlah 2 10 _
Sumber : Kantor Kepala Desa Negeri Campang Jaya
53
Wawancara dengan Bapak Hirlan Musa selaku Tokoh Agama di Desa Negeri Campang
Jaya Tanggal, 16 Mei 2018, jam 15.35 WIB, di rumah kediaman Bapak Musa di Desa Negeri
Campang Jaya.
TABEL I.4
JUMLAH SARANA PENDIDIKAN
Sarana Pendidikan
No Sarana Pendidikan Jumlah
1 TK 1
2 SD 3
3 MI 1
4 MTS 1
5 SMA 1
6 PONDOK 1
Jumlah 8
Sumber Data : Kantor Kepala Desa Negeri Campang Jaya
2) Sosial Ekonomi dan Adat Istiadat
Mata pencharian utama masyarakat Desa Negeri Campang Jaya
adalah menjadi petani. Jenis usaha tani yang di lakukan oleh masyarakat
Desa Negeri Campang Jaya adalah jenis usaha karet, kelapa sawit,
singkong jagung sawah perkebunana dan sayur-sayuran. Di samping itu
ada sebagian masyarakat yang melakukan usaha sampingan seperti,
melakukan usaha perdagangan dan pengolahan kayu dan
peternakan.Potensi pengembangan ekonomi Desa Negeri Campang Jaya
adalah pengembangan Usaha singkong dan jagung.Selain dari itu
masayarakat Desa juga memiliki usaha tani sayur-sayuran.
Masyarakat Desa Negeri Campang Jaya menganut sistem sosial
dengan menggunakan sistem adat istiadat yang menganut tata pergaulan
sosial dalam masyarakat Desa. Masyarakat Desa juga menganut Tradisi
adat seperti dalam acara pelaksanaan adat pernikahan, masyarakat Desa
juga melakukan upacara syukuran pertanian yang di lakukan sekali dalam
setahun. Peran adat istiadat dalam masyarakat Desa di lakukan untuk
meningkatkan rasa kebersamaan dan kegotongroyongan Desa dalam
membangun Desa.
Adat yang digunakan bukanlah sebagai landasan control sosial
yang utama, melainkan konsep agama Islam sebagai pedoman utama
mereka. Sehingga di kenal dengan istilah adat bersendikan sara’, sara’
bersendikan Kitabullah.54
3) Sarana Transportasi dan Komunkasi
Sarana transportasi yang ada di Desa Negeri Campang Jaya,
kebanyakan masyarakat menggunakan transportasi darat.Keadaan jalan di
Desa Negeri Campang Jaya sudah rata-rata di aspal sehingga memberikan
kemudahan kepada masyarakat untuk melakukan aktivitasnya. Sarana
transportasi di Desa Negeri Campang Jaya menggunakan sarana
transportasi yakni, kendaraan motor, mobil pekap, truk yang berpropesi
setiap harinya, dalam keseharian kendaraan tersebut dapat di gunakan
masyarakat untuk pergi ke pasar dan juga dapat di gunaka untuk
mengangkut barang dagangan dan hasil panen masyarakat desa.
54
Wawancara dengan Bapak Andi Gunadi selaku Tokoh Masyarakat di Desa Negeri
Campang Tanggal, 17 Mei 2018, jam 9.30 WIB di Rumah kediaman Bapak Andi Gunadi Desa
Negeri Campang Jaya.
Sarana komunikasi di Desa Negeri Campang Jaya sudah
menggunakan telepon seluler untuk berkomunkasi jarak jauh, masyarkat
juga dapat menerima berbagai informasi dan berita-berita lainnya melalui
televisi dengan memanfaatkan receriver atau parabola.55
B. Pelaksanaan Otonomi Desa di Desa Negeri Campang Jaya
Desa Negeri Campang Jaya salah satu Desa yang berada di Kecamatan
Sungkai Tengah di bawah kekuasaan Pemerintahan Kabupaten Lampung Utara.
Dalam menjalankan roda pemerintahannya, pemerintahan Desa Negeri Campang
Jaya melaksanakan dan menjalankan kebijakan serta keputusan dari pemerintahan
daerah Kabupaten Lampung Utara.
Dalam menjalankan roda pemerintahan, pemerintahan Desa juga berkerjasama
dengan (BPD), sebulan sekali mereka mengadakan pertemuan untuk membahas
tentang rencana pembangunan Desa dengan para tokoh masyarakat dan juga
dengan masyarakat luas56
.Dalam periode pertemuan ini sering di lakukan di
rumah kepala Desa atau salah seorang dari perangkat Desa. Pertemuan ini
memang jarang di kantor Desa karena merasa jika di adakan di rumah, suasana
kekeluargaan terasa lebih kental dari pada mengadakan pertemuan di kantor Desa
karena hal tersebut terkesan lebih formal.
Setiap tindakan yang akan di ambil oleh Kepala Desa akan selalu di
musyawarahkan melalui komunikasi internal terlebih dahulu sekurang-kurangnya
55
Wawancara dengan Bapak Umasin Selaku Masyarakat Desa di Desa Negeri Campang
Jaya, Tanggal 17 Mei 2018, jam 16.15 WIB di Rumah kediaman Bapak Umasin di Desa Negeri
Campang Jaya. 56
Wawancara dengan Bapak Marzuki Yahya Selaku Masyarakat Desa di Desa Negeri
Campang Jaya, Tanggal 18 Mei 2018, jam 16.00 WIB di Rumah kediaman Bapak Marzuki Yahya
di Desa Negeri Campang Jaya.
dengan ketua BPD. Begitu pula dengan kebijaksanaan yang akan diambil oleh
BPD, selalu berkoordinasi dengan Kepala Desa.
Dalam hal penggunaan APBDes, aparatur Desa selalu melakukan pencatatan
tertulis.Setiap penerimaan atau pengeluaran kas Desa selalu di tulis dalam buku
kas masuk dan kas keluar.Pencatatan ini di lakukan oleh bendahara Desa yang di
tunjuk melalui kesepakatan semua warga Desa Negeri Campang Jaya.57
Laporan tentang keuangan Desa akan di sampaikan kepada BPD setiap satu
semester, namun setiap akhir bulan selalu di laporkan kepada masyarakat melalui
laporan pada papan pengumuman atau papan informasi yang terletak di Kantor
Desa. Laporan tersebut di lampirkan secara rinci tentang berapa penerimaan yang
di terima Desa Negeri Campang Jaya sebagai sumber dan berapa pengeluaran
dana untuk berbagai keperluan Desa.58
Dalam hal penerimaan bantuan desa, aparatur Desa melakukan identifikasi
terhadap bantuan yang di terima guna dapat menyalurkan langsung kepada
masyarakat yang membutuhkan.Bantuan yang di terima masyarakat seperti
bantuan bibit jagung untuk masyarakat petani.59
Selain itu tidak semua petani
berhak untuk mendaptkan bantuan tersebut, karena di prioritaskan kepada petani
yang mempunyai lahan yang sudah di olah.
PelaksaanOtonomi Desa seperti yang menjadi tujuan dari Undang-Undang
Nomor 6 tahun 2014 tentang pelaksanaan otonomi desa adalah untuk membiayai
57
Wawancara dengan Jandrizal Selaku Bendahara Desa di Desa Negeri Campang Jaya,
Tanggal 18 Mei 2018, jam 13.30 WIB di Kantor Desa, Desa Negeri Campang Jaya. 58
Wawancara dengan Bapak Hardi Selaku Kepala Desa di Desa Negeri Campang Jaya,
Tanggal 19 Mei 2018, jam 15.15 WIB di Kantor Desa, Desa Negeri Campang Jaya. 59
Wawancara dengan Bapak Mukim Abari Selaku Anggota BUMDes di Desa Negeri
Campang Jaya, Tanggal 19 Mei 2018, jam 09.15 WIB di Rumah kediaman Bapak Mukim Abari di
Desa Negeri Campang Jaya.
pembangunan infrastruktur fisik (seperti jalan), sarana ekonomi (seperti pasar),
dan sarana sosial (seperti klinik) dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Desa, mempercepat kemajuan kegiatan ekonomi pedesaan yang berkeadilan, dan
mempercepat industrialisasi Desa, dapat menciptakan lapangan kerja, membuka
peluang tersedianya bahan pangan dan bahan lainnya agar menunjang kebutuhan
konsumsi dan produksi, terwujudnya keterkaitan ekonomi lokal, dan
meningkatkan kapasitas lembaga serta organisasi ekonomi masyarakat Desa.
khususnya di Desa Negeri Campang Jaya Kecamatan Sungkai Tengah.
Dalam kurun waktu 2017 pemerintahan Desa Negeri Campang Jaya sudah
berhasil mengembangkan dana desa atau menggunakan dana desa secara efisien
yaitu sudah adanya pembentukan BUMDes, dengan adanya BUMDes sehingga
petani lebih bisa memilih bibit unggulan seperti bibit jagung, perbaikan jalan,
gorong-gorong pasar, pos keamanan irigasi, bendungan kursi milik desa dan di
akhir 2017 pun sudah terbangun kantor desa yang baru. Namun yang belum
terlihat adalah belum terbentuknya koperasi dana desa.
Dalam penelitian ini penulis juga melakukan penelitian tentang Pelaksaan
Otonomi Desa pada Pemerintahan Desa Negeri Campang Jaya melalui berbagai
tanggapan dari masyarakat, khsusnya menengenai penyelengaraan Undang-
undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Otonomi Daerah tersebut. Hal ini penulis
lakukan dengan melakukan berbagai pertanyaan atau wawancara kepada Kepala
Desa atau perangkat Desa, ketua BPD Tokoh masyarakat, Tokoh Agama, Tokoh
dan masyarakat Desa lainnya.
BAB IV
PANDANGAN FIQIH SIYASAH TERHADAP PELAKSANAAN
OTONOMI DESA DI DESA NEGERI CAMPANG JAYA
A. Pelaksanaan Otonomi Desa Pada Pemerintahan Desa Negeri Campang Jaya
Dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 yang menjadi tujuanpelaksanaan
otonomi desa itu sendiri adalah untuk membiayai pembangunan infrastruktur fisik
(seperti jalan), sarana ekonomi (seperti pasar), dan sarana sosial (seperti klinik)
dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa, mempercepat kemajuan
kegiatan ekonomi pedesaan yang berkeadilan, dan mempercepat industrialisasi
desa, dapat menciptakan lapangan kerja, membuka peluang tersedianya bahan
pangan dan bahan lainnya agar menunjang kebutuhan konsumsi dan produksi,
terwujudnya keterkaitan ekonomi lokal, dan meningkatkan kapasitaslembaga serta
organisasi ekonomi masyarakat desa.
Dengan demikian Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang desa
memberikan landasanyuridis tentang pradigma dan konsep baru kebijakan tata
kelola Desa. Undang-Undang Desa mendapatkan posisi desa sebagai “ujung
tombak pembangunan” yang lebih komfrehensif dan nyata dengan memperhatikan
prinsip keberagaman, mengedepankan azas rekognisi dan subsidiaritas desa.
Undang-Undang desa mempertegas kewenanagan otonomi melalui kebijakan
penataan desa.
Desa memiliki hak asal-usul dan hak tradisional dalam mengurus dan mengatur
kepentingan masyarakat setempat.Desa di dorong sebagai identitas pemerintahan
yang mandiri, demokratis dan kuat dalam kerangka perlindungan pemberdayaan
Negara.
Pelaksanaan otonomi desa yang terjadi pada Pemerintahan desa Negeri
Campang Jaya secara umum sudah terlaksana dengan baik namun jika kita lihat
dari segi meningkatkan kemajuan sarana ekonomi belum berjalan. Memang
sudah ada sebagian yang sudah terealisasikan akan tetapi masih saja ada yang
belum terlaksana seperti sarana sosial yaitu, klinik belum ada, pada desa sehingga
mengakibatkanmasyarakat desa susah dalam mengakses kesehatan karena masih
kurang nya prasarana desa seperti puskesmas atau klinik tersebut sedangkan yang
ada dalam Undang-Undang otonomi desa itu salah satunya adalah untuk
meningkatkan sarana sosial seperti pusat kesehatan atau klinik, namun pada
kenyataan pemerintahan desa Negeri Campang Jaya masih kurang efisien dalam
bidang sarana sosial pada desa.Di desa ini ada bidan yang mengadakan praktek
akan tetapi itu bukanlah merupakan bidan desa yang di tetapkan oleh
pemerintahan desa hanya sekedar membuka praktek di rumah pribadi dan bukan
di puskesmas atau klinik ini karena belum adanya pusat kesehatan atau sarana
sosial itu sendiri.
Dalam menjalankan roda pemerintahan, pemerintahan Desa NegeriCampang
Jaya juga berkerjasama dengan (BPD), dengan para tokoh masyarakat dan juga
dengan masyarakat luas. Dalam periode sebulan sekali mereka mengadakan
pertemuan untuk membahas tentang rencana pembangunan desa.Pertemuan ini
sering di lakukan di rumah kepala Desa atau salah seorang dari perangkat desa.
Pertemuan ini memang jarang di kantorDesa karena merasa jika di adakan di
rumah, suasana kekeluargaan terasa lebih kental dari pada mengadakan pertemuan
di kantor desa karena hal tersebut terkesan lebih formal.
Setiap tindakan yang akan di ambil oleh Kepala Desa akan selalu di
musyawarahkan melalui komunikasi internal terlebih dahulu sekurang-kurangnya
dengan ketua BPD. Begitu pula dengan kebijaksanaan yang akan diambil oleh
BPD, selalu berkoordinasi dengan Kepala Desa
Dalam hal penerimaan bantuan desa, aparatur Desa melakukan identifikasi
terhadap bantuan yang di terima guna dapat menyalurkan langsung kepada
masyarakat yang membutuhkan.bantuan yang di terima masyarakat seperti
bantuan bibit jagung untuk masyarakat petani.Selain itu tidak semua petani berhak
untuk mendaptkan bantuan tersebut, karena di prioritaskan kepada petani yang
mempunyai lahan yang sudah di olah.
B. Pandangan Fiqih Siyah Terhadap Pelaksanaan Otonomi Desa di Desa Negeri
Campang Jaya
Desa Negeri Campang Jaya merupakan salah satu desa yang berada di
Kecamatan Sungkai Tengah yang ada di wilayah kerja Pemerintahan Daerah
Kabupaten Lampung Utara.Menurut pola kerja pemerintahannya ialah
pemerintahan yang bersifat hirarki kekuasaan dari pemerintahan yang lebih tinggi,
dalam hal ini Pemerintahan Desa Negeri Campang Jaya dalam menjalankan
pemerintahannya berdasarkan pertimbangan dari pemerintahan daerah tersebut.
Dalam Negara Islam, terdapat seperangkat prinsip yang dapat dijadikan
sebagai pedoman dasar bagi pengaturan tingkah laku manusia dalam kehidupan
dan pergaulan sesamanya. Dalam Negara Islam Prinsip tersebut adalah prinsip
tauhid, sunnatullah, dan persamaan sesama manusia, dan juga terdapat prinsip
persaudaraan, persamaan dan kebebasan yang menjadi landasan pemerintahan
Islam.
Masyarakat di Desa Negeri Campang Jaya adalah masyarakat yang pada
umumnya beragama Islam. Dalam Islam tidak diatur secara rinci bagaimana
hidup dalam bernegara dan bermasyarakat.Pedoman dasar tersebut juga menjadi
pijakan bagi perumusan prinsip-prinsip Desa Negeri Campang Jaya dalam
melayani, melindungi dan mengayomi masyarakata.Selain itu, masyarakat Desa
Negeri Campang Jaya juga sangat memegang teguh prinsip persaudaraan,
persamaan dan kebebasan.
Sebenarnya dalam pemerintahan, sistem dan bentuk yang di pakai oleh suatu
pemerintahan tidak menjadi hal yang utama, tetapi yang utama adalah
bagaimanapelaksanaan dari sistem pemeritahan itu dapat memberikan
kemaslahatan yang baik kepada seluruh lapisan masyarakat tanpa membedakan
status sosial dan lainnya.
Pemerintahan desa merupakan tingkat pemeritahan Negara yang mempunyai
kekuasaan umum berada di tingkat yang paling bawah. Dan miniatur
pemerintahan Negara , hanya saja kedudukannya menyerupai kadhi, kalau di lihat
dari sisi pelimpahan kekuasaan dan sisi pandangan umum. Namun dari pandangan
kerjanya pemerintahan desa lebih khusus karena kekuasaannya terbatas pada
bagian atau daerah kecil.Dilihat dari kepentingannya, kekuasaan ini di pandang
dari bagaimana adanya sebuah pengangkatan resmi yaitu adanya penunjukan
langsung oleh tingkat pemerintahan yang lebih tinggi (pemerintahan daerah) dan
tidak mempunyai hak istimewa yang mencerminkan dalam kebebasan serta tidak
mempuyai hak prerogative tertentu dalam kekuasaan kepemimpinan umum begitu
juga eksistensinya.
Dari uraian di atas dapat di ketahui Islam tidak mengatur dan menentukan
secara eksplisit tentang bentuk pemerintahan suatu Negara, daerah atau
wilayah.Tetapi Islam hanya memberikan gambaran bahwa apapun bentuk corak
pemerintahan suatu Negara, hanya mempunyai suatu tujuan yaitu mencapai
kemaslahatan umat/masyarakat.
Dalam siyasah Islam, tujuan utama dari pemerintahan adalah memperhatikan
dan mengurus persoalan-persoalan duniawi, misalnya menghimpun sumber-
sumber dana yang syah dan menyalurkan kepada yang berhak, mencegah
timbulnya kezaliman atau kerusuhan dan lain sebagainya. Persoalan-persoalan
duniawi tersebut mempunyai satu muara yaitu pemerintahannyaharus mampu
membawa masyarakatnya untuk mencapai kebahagian yang hakiki untuk akhirat
kelak.
Pelaksanaan otonomi desa pada pemerintahan Desa Negeri Campang Jaya
pada hal-hal tertentu seperti; dalam penyaluran bantuan dari pemerintah pusat,
berdasarkan penelitian yang di dapati bahwa pelaksanaan otonomi desa tersebut
sudah di salurkan dengan cukup baik kepada masyarakat yang berhak
menerimanya. Ini berarti bahwa dalam menjalankan sistem pemerintahannya,
Kepala Desa beserta perangkatnya sudah berjalan di atas prinsip kemaslahatan
umat seperti yang tertian pada Konsep Fiqih Siyasah.
Di antara tugas dan kewajiban pemerintahan Desa Negeri campang Jaya juga
harus bisa menjamin keamanan dan ketertiban bagi masyarakat dalam
menjalankan segala aspek kehidupan. Dan juga dapat menyelesaikan atau bahkan
dapat mencegah terjadinya perselisihan di tengah-tengah masyarakat.
Sedangakan dalam Fiqih Siyah, tugas yang terpenting dari kepala
pemerintahan beserta aparaturnya adalah memajukan pembangunan terutama
dalam hal ekonomi demi meningkatkan tarif hidup masyarakat Desa Negeri
Campang Jaya. Dalam masalah peningkatan ekonomi masyarakat, di Desa Negara
Campang Jaya sudah di laksanakan upaya penigkatan ekonomi masyarakat,
terbukti dengan adanya berbagai macam bantuan yang telah di berikan oleh
pemerintahan Desa Negeri Campang Jaya seperti bibit unggul pertanian.
Dalam menjalankan pemeritahan aparatur Desa Negeri Campang Jaya harus
mempunyai kekuatan dan charisma serta berwibawa.Membela yang lemah
kemudian berlaku adil kepada seluruh lapisan masyarakat, dan mempunyai tugas
serta kewajiban untuk menegakkan yang hak dan menghancurkan yang bathil,
serta istiqomah dalam melaksankan perintah Allah.Dengan adanya unsur-unsur
dan sifat-sifat tersebut maka dalam melaksankan pemerintahannya dapat dijadikan
contoh dan panutan oleh masyarakat. Firman Allah dalam Qur’an Surat An-Nahl
ayat 90, (16)
الل
Artinya: Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu)berlaku adil dan berbuat
kebajikan, memberi bantuan kepada kerabat, dan dia melarang
(melakukan) perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia
memberi pengajaran kepadamu agar kamu mengambil pelajaran.
(Qs. An-Nahl:90, (16).60
Nabi Muhammad tumbuh dewasa dalam sebuah masyarakat yang di landa
ketidak adilan dan penindasan, dan oleh karena itu, beliau sangat memperhatikan
masalah keadilan.Penyelamatan Islam berarti menegakkan ketertiban, tatanan, dan
keselarasan yang di dalamnya standar keadilan Ilahiah. Oleh karena itu di
harapkan kepada pemimpin sangat di butuhkan seorang pemimpin suatu Negara
ataupun daerah dapat berlaku adil kepada setiap warga Negara dan masyarakatnya
hal ini sesuai dengan keterkaitan prilaku Nabi Muhammad yang sangat
memperhatikan dan keadilan.
60
Qunr’an Surat An-Nahl Ayat:90 (16)
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahsan dan penelitian terhadap permasalahan maka
dapat di tarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Pelaksanaan otonomidesa pada pemerintahan Desa Negeri Campang Jaya
secara umum sudah cukup baik. Hal ini dapat di lihat dari aspek komunikasi
internal, tertib administrasi penyelenggaraan otonomi, kerja sama antar
aparatur dengan masyarakat dan kredibilitas aparatur. Seperti pembangunan
infrastruktur di desa sudah terlaksana diantaranya perbaikkan jalan, perbaikkan
gorong-gorong, pembuatan bendungan adanya saluran air bersih, kantor desa
dan sarana desa lainnya. Adanya pasar di desa untuk memudahkan masyarakat
desa dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sama halnya dalam
meningkatkan perekonomian masyarakat desa yaitu di bentuknya BUMDes
dan di salurkannya bibit unggul bantuan seperti bibit jagung. Namun dalam
mengakses kesehatan di Desa Negeri Campang Jaya masih mengalami
kesulitan itu di karenakan belum adanya sarana sosial (klinik) atau pusat
kesehatan yang sangat di butuhkan dalam desa dengan tujuan untuk menjamin
kesehatan masyarakat desa.
2. Pelaksanaan pemerintahan pada Desa Negeri Campang Jaya belum berjalan di
atas prinsip kemaslahatan umat seperti yang tertuang pada Konsep Fiqih
Siyasah Islam yaitu mengutamakan kemaslahatan umat. Hal ini terlihat pada
kepentingan masyarakat desa yang sangat membuthkan sarana sosial (klinik)
pusat kesehatan, yang masih menjadi keterkurangan di dalam masyarakat desa,
sehingga menyulitkan masyarakat desa dalam mengakses kesehatan. Karena ini
berkaitan dengan masyarakat atau kepentingan masyarakat desa pemerintahan
desa seharusnya lebih memperhatikan kesehatan, keselamatan masyarakat
desa, pada umum nya sudah menjadi tanggung jawab pemimpin untuk
mengutakan kemaslahatan masyarakanya.
B. Saran
1. Sebaiknya aparatur pemerintahan Desa Negeri Campang Jaya harus lebih
mengutamakan kemaslahatan masyarakat desa dengan memperhatikan sarana
dan prasarana yang ada di desa supaya dapat membangun potensi masyarakat
desayang lebih baik dan pelaksanaan Otonomi Desa di Desa Negeri Campang
Jaya dapat berjalan sesuai dengan kepentingan masyarakat desa sebagaimana
mestinya yang telah menjadi tujuan dari Undang-Undang Otonomi Desa
Nomor 6 Tahun 2014 yaitu untuk membiayai pembangunan infrastruktur fisik
(seperti jalan), sarana ekonomi (seperti pasar), dan sarana sosial (seperti klinik)
dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa, mempercepat kemajuan
kegiatan ekonomi pedesaan yang berkeadilan, dan mempercepat industrialisasi
desa, dapat menciptakan lapangan kerja, membuka peluang tersedianya bahan
pangan dan bahan lainnya agar menunjang kebutuhan konsumsi dan produksi,
terwujudnya keterkaitan ekonomi lokal, dan meningkatkan kapasitas lembaga
serta organisasi ekonomi masyarakat desa.
2. Seharusnya perangkat pemerintahan pada Desa Negeri Campang Jaya dalam
menyelenggarakan pelaksanaan otonomi desa harus berdasrkan atas prinsip
kemaslahatan umat sperti yang tertuangpada konsep Fiqih Siyasah Islam,
supaya masyarakat desa dapat hidup dengan tentram aman dan damai dan
memiliki pemimpin yang berkeadilan dan tanpa membedakan-bedakan
golongan masyarakat tertentu.
DAFTAR FUSTAKA
Al-Ahkam, Shahih Bukhari Muslim : Hadist yang di Riwayatkan oleh Imam
Bukhari dan Imam Muslim.
Al-Bayan, Shahih Bukhari Muslim : Hadist yang di Riwayatkan oleh Imam
Bukhari dan Imam Muslim, Cet, 1; Bandung: Jabal, 2008
Al-Mawardi. Al-Ahkam Sulthaniyah- Sistem Pemerintahan Khilafah Islam,
Jakarta:Qisthi Pers, 2015
Bambang Suryadi, Memahami Peraturan Pemerintah tentang Desa, Sai Wawai,
Bandar Lampung, 2016
Beni Ahmad Saebani, Fiqih Siyasah-Terminologi dan Lintasan Sejarah
Politik Sejak Muhammad SAW. Hingga Al-Khulafa Ar-Rasyiddin, Cet-2,
bandung:CV. Pustaka Setia. 2008
Dedi Supriyadi, sejarah Peradapan Islam, Cet-8 Bandung: CV. Pustaka
Setia, 2016
Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia,Balai
Pustaka, Jakarta 1997
Farid Abdul Khariq,FiqihPolitik Islam, Jakarta : Dar Asy-Syuruq 1419/1998
H.A. Djazuli. Fiqih Siyasah, Implementasi Kemaslahatan Umat Dalam Rambu-
Rambu Syariah, Jakarta: Kencana, 2003
-------fiqihSiyasah, Prenada Media, Jakarta. 2000
HAW. Widjaja, Otonomi Desa Merupakan Otonomi yang Asli Bulat dan Utuh
Jakarta : PT Raja Granfindo Persada, 2003
Yusnani Hasyimzoem, Dkk ,Hukum Pemrintahan Daerah, Jakarta: Rajawali Pers,
2017
Mujar Ibnu Syarif dan Khamami Zana, Fiqih Siyasah, dan Pemikiran Politik
Islam, Erlangga Jakarta, 2008
Iqbal Hasan, Pokok-poko Materi Metodelogi Penelitian dan Aplikasinya Jakarta:
Ghalia Indonesia, 2002
Josef Mario Monteiro Pemahaman Dasar Hukum Pemerintahan Daerah
Yogyakarta: PustakaYustisia. 2016
Juliansyah, Metode Penelitian Jakarta :Kencana, 2010
Kaelan, Metode Penelitian Kualitatif Bidang Filsafat Yogyakarta :Paradigma,
2005
Muhammad Iqbal , Fiqih Siyasah Jakarta: Perpustakaan Nasional: Katalog
Dalam Pendekatan, 2014
M. dhiauddin Rais, Teori Politik Islam, Jakarta: Gema Insani Pers., 2001
Surya Dharma, Pendekatan, Jenis dan Metode Penelitian, Jakarta :Direktorat
Tenaga Kependidikan Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan
Tenaga Kependidikan Departeman Pendidikan Nasional, 2008
Sutrisno Hadi, Metodologi Penelitian, Jakarta: Rieneka Cipta 2006
Soerjino soekanto, Pengantar Penelitian, Jakarta :Universitas Indonesia Press,
1986
Dr. Hj. Zuhraini. SH.,MH, Hukum Pemerintahan Desa, Fakultas Syariah IAIN
RadenIntan Lampung:2016.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Undang-Undang Nomor 60 Tahun 2014 Tentang Dana Desa
Undang Nomor 22 Tahun 2015 revisiatas Undang-Undang Nomor 60 Tahun
2014 Tentang Dana Desa.
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2016 Perubahan ke dua Tentang Dana Desa
yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
3.