PELAKSANAAN PENGANGKUTAN BARANG MENGGUNAKAN
SEPEDA MOTOR MELALUI LAYANAN GO-SEND DALAM APLIKASI
GO-JEK
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh
Gelar Sarjana (Strata-1) Pada Fakultas Hukum
Universitas Islam Indonesia
Yogyakarta
Oleh:
AKBAR SETIAWAN P.
No. Mahasiswa : 13410387
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2017
ii
elah Dipertahankan di Hadapan Tim Penguji dalam
Ujian Tugas Akhir/Pendadaran
Pada Tanggal 8 Maret 2017 dan Dinyatakan LULUS
Yogyakarta,8 Maret 2017
SURAT PERNYATAAN
ORISININALITAS KARYA TULIS ILMIAH
BERUPA TUGAS AKHIR MAHASISWA
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
Tim Penguji Tanda Tangan
1. Ketua : Dr. Budi Agus Riswandi S.H., M.Hum. ..........................
2. Anggota : Ery Arifudin S.H., M.H. ..........................
3. Anggota : Nurjihad S.H., M.H. ..........................
Mengetahui:
Universitas Islam Indonesia Yogyakarta
Fakultas Hukum
Dekan,
Dr. Aunur Rahim Faqih., S.H.,M.Hum
NIP. 844100101
iii
iv
v
vi
CURICULUM VITAE
1. Nama Lengkap : Akbar Setiawan P.
2. Tempat Lahir : Gorontalo
3. Tanggal Lahir : 21 Juni 1995
4. Jenis Kelamin : Laki-Laki
5. Golongan Darah : A
6. Alamat Terakhir : Taman Siswa, Nyutran, Gang
Warsokusumo, Mergangsan,
Yogyakarta.
7. Alamat Asal : Jl. Palu 1 No. 19, Liluwo, Kota Tengah,
Gorontalo.
8. Identitas Orang tua/Wali
a. Nama Ayah : Dharmawansyah Pulubuhu
Pekerjaan Ayah : Wiraswasta
b. Nama Ibu : Misro Suroso S.E., M.M.
Pekerjaan Ibu : Wiraswasta
9. Riwayat Pendidikan
a. SD : SD N 1 Kayubulan
b. SLTP : SMP N 1 Kota Gorontalo
c. SLTA : SMA N 3 Gorontalo
10. Hobby : Interiror Decoration
vii
MOTTO
“...niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu
dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat...”- Q.S. Al-
Mujadalah ayat 11
“THE BEST SWARD IN THE WORLD IS SCIENCE AND KOWLEDGE
THAT YOU HAVE - PEDANG TERBAIK DI DUNIA INI ADALAH ILMU
DAN PENGETAHUAN YANG KAMU MILIKI” - Akbar Setiawan P.
Sejatinya Badai Pasti Berlalu, Hanya Saja Kamu Perlu Cukup Sabar dan Kuat
untuk Bertahan Melewatinya - Akbar Setiawan P.
DREAM, BELIEVE, AND MAKE IT HAPPEN – AgnezMo
viii
PERSEMBAHAN
I dedicate this thesis for my lovely family, especially my mom and also want
to say thank you for all that you have done.
I dedicate this thesis to all those who have participated in my research. And I also
dedicate this thesis for my campus, for the law science, and for this State.
ix
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,
Alhamdulillahhirabbil’alamin, puji syukur Penulis panjatkan kehadirat
Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga Penulis
dapat menyelesaikan Tugas Akhir/Skripsi ini dengan baik guna memenuhi syarat
kelulusan pada Fakultas Hukum Universitas Islam Indoensia. Shalawat serta salam
semoga selalu tercurah kepada junjungan besar kita, manusia teladan sepanjang
zaman, Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa kita dari zaman jahiliyah
menuju zaman yang penuh dengan pengetahuan dan cahaya Islam.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Tugas Akhir/Skripsi ini tidak
lepas dari doa, motivasi, bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena
itu, perkenankanlah Penulis menghaturkan ucapan terimakasih dan penghargaan
yang sebesar-besarnya kepada :
1. Kedua orang tua Penulis, Dharmawansyah Pulubuhu dan Misro Suroso S.E.,
M.M. Sungguh merupakan salah satu hal yang selalu penulis syukuri dapat
terlahir ditengah keluarga ini. Terima Kasih atas cinta dan kasih sayang yang
tiada akhir, motivasi serta doa tulus yang tak pernah putus.
2. Seluruh keluarga besar terutama kakak dan adik Penulis, mereka adalah
salah satu alasan bagi Penulis untuk segera menyelesaikan studi dan tugas
akhir/skripsi ini. Terima kasih atas doa dan dukungan yang mungkin diam-
diam kalian panjatkan kepada Allah SWT.
x
3. Bapak Dr. Budi Agus Riswandi, S.H., M.Hum., dan Ibu Retno Wulansari
S.H., M.Hum., selaku dosen pembimbing skripsi I dan II yang sangat
menginspirasi dan membantu Penulis sehingga tugas akhir ini dapat
terselesaikan tepat pada waktunya. Terima kasih atas waktu dan ilmu selama
penyusunan tugas akhir/skripsi ini.
4. Dr. Aunur Rohim Faqih, S.H., M.Hum., Dekan Fakultas Hukum Universitas
Islam Indonesia, serta seluruh jajaran dosen dan karyawan Fakultas Hukum
Universitas Islam Indonesia, baik yang secara langsung maupun tidak
langsung telah membantu Penulis selama menuntut ilmu di kampus ini.
Terima kasih atas ilmu yang telah diajarkan kepada Penulis.
5. PT. GO-JEK Indonesia yang menjadi pembahasan dalam penelitian hingga
penulisan tugas akhir/skripsi ini. Semoga tugas akhir/skripsi ini dapat
menjadi suatu saran dan kritik yang bermanfaat untuk menjadikan
perusahaan lebih baik.
6. Oki Kustiwa c.SH., salah satu teman paling baik dan sabar yang pernah
Penulis temukan, terima kasih atas segala bantuan selama perkuliahan
hingga penyusunan skripsi ini. Sri Anggun Mutia Hunowu c.SH. yang telah
menjadi teman sepermainan, seperkuliahan, sepermagangan, dan
seperskripsian. Terima kasih sudah “memindahkan Gorontalo ke Jogja”.
Terima kasih atas semuanya teman. Muthmainnah K. Hamid yang telah
menjadi sepupu sepermainan, seperjuangan di jogja. Terima kasih atas
bantuan, dukungan, serta doanya selama ini, and also thank you for being
one of the actors who moved gorontalo to jogja.
xi
7. Sahabat-sahabat Paradamns yaitu Ella Sabrina Hamid, Fahri Pratama, Tri
Putranto Gobel, Safira Alamri, Rahmat Noholo, Wulandari Pratiwi,
Ochtarina Mahmud, yang telah dipisahkan oleh pulau namun tetap
senantiasa mendoakan Penulis, mendukung dan memotivasi secara tidak
langsung. Thank you for always listening, understanding, motivating, and
always being my best friend. You are also one of the best things that ever
happened to me. Karena sejauh apapun Penulis melangkah mereka tetaplah
“rumah”, tempat kembali. Without you all, i won’t be the same.
8. Teman-teman alumni Kost VIP Arjuna, Kost Eyang, Kontrakan Masa Gitu,
Terima kasih atas bantuan dan dukungan, serta motivasi untuk semangat
menyusun skripsi. Terima kasih atas kekonyolan, canda, dan tawa selama
ini. Five words for you guys, Time flies but memory stays.
9. Teman-teman KKN Unit 48 Panceng yaitu Saiful Islam, Fellisyah Azizah,
Dara Damayanti, Muhammad Alfian, Erle Arwana, Imam Dwi Prasetyo, dan
An Nissa Ramadhona, yang sudah saling mendukung satu sama lain untuk
berpacu dalam menulis dan menyelesaikan tugas akhir/skripsi masing-
masing.
10. Pak Pardi, Bu Pardi dan anak-anaknya yang sudah menjadi keluarga kedua
bagi penulis di jogja. Terima kasih atas doa dan bantuan yang telah diberikan
sejak awal perkuliahan hingga saat-saat penulis menyelesaikan semua
persyaratan kelulusan di FH UII.
xii
11. Semua pihak yang tidak dapat Penulis sebutkan satu persatu yang telah
berkontribusi baik langsung maupun tidak langsung sehingga dapat
terselesaikannya skripsi ini.
Semoga seluruh pihak yang terkait dalam penyusunan tugas akhir/skripsi ini
dapat diberikan balasan yang paling baik oleh Allah SWT sebaik-baiknya pemberi
balasan. Tidak lupa juga penulis sampaikan permohonan maaf sebesar-besarnya
apabila penulis melakukan kesalahan selama proses penelitian dan pencarian data
berlangsung. Akhirnya, semoga tugas akhir/skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua
pihak yang membaca, serta dapat menjadi rujukan keilmuan bagi yang
membutuhkannya. Penulis juga menyadari bahwa Tugas akhir/Skripi ini masih jauh
dari kata sempurna, oleh karena itu adanya kritik dan saran yang membangun sangat
dibutuhkan untuk perbaikan dan pembelajaran. Wabillahitaufiq wal hidayah
Wassalamu’alaikum Warahmatullahiwabarakatu.
Yogyakarta, 21 Februari 2017
Penulis,
Akbar Setiawan P.
NIM. 13410690
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................................i
HALAMAN PERSETUJUAN ................................................................................ii
HALAMAN PENGESAHAN.................................................................................iii
SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS ...........................................................iv
CURICULUM VITAE............................................................................................vi
MOTTO .................................................................................................................vii
PERSEMBAHAN.................................................................................................viii
KATA PENGANTAR ............................................................................................ix
DAFTAR ISI ........................................................................................................xiii
ABSTRAKSI ........................................................................................................xvi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .............................................................................................1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................6
C. Tujuan Penelitian .........................................................................................6
D. Orisinalitas Penelitian ..................................................................................7
E. Tinjauan Pustaka ..........................................................................................9
F. Definisi Operasional ..................................................................................21
G. Metode Penelitian ......................................................................................23
H. Kerangka Skripsi........................................................................................25
BAB II TINJAUAN UMUM PELAKSANAAN PENGANGKUTAN BARANG
A. PENGANGKUTAN SECARA UMUM......................................................27
1. Definisi Pengangkutan..........................................................................27
2. Asas-Asas Hukum Pengangkutan.........................................................28
3. Fungsi dan Tujuan Pengangkutan ........................................................30
4. Jenis-Jenis Pengangkutan dan Pengaturannya .....................................32
xiv
5. Subjek dan Objek Hukum dalam Pengangkutan ..................................37
B. PERJANJIAN PENGANGKUTAN............................................................40
1. Defenisi Perjanjian Pengangkutan........................................................40
2. Terjadinya Perjanjian Pengangkutan ...................................................41
3. Dokumen dalam Pengangkutan ...........................................................46
4. Berakhirnya Perjanjian Pengangkutan .................................................47
5. Perjanjian Dalam Hukum Islam............................................................48
C. PENGANGKUTAN BARANG MELALUI ANGKUTAN DARAT..........50
1. Definisi Pengangkutan Barang.............................................................50
2. Jenis Angkutan di Darat........................................................................51
3. Para Pihak dalam Pengangkutan Barang di Darat ................................55
4. Penyerahan Barang Muatan .................................................................58
D. HUBUNGAN HUKUM PARA PIHAK DALAM PENGANGKUTAN
BARANG ...................................................................................................59
1. Hak dan Kewajiban Pengangkut ..........................................................60
2. Hak dan Kewajiban Pengirim ..............................................................61
3. Hak dan Kewajiban Penerima .............................................................62
E. TANGGUNG JAWAB DALAM PENGANGKUTAN BARANG ...........63
1. Prinsip-Prinsip Tanggung Jawab dalam Pengangkutan ......................63
2. Tanggung Jawab Pengangkut ..............................................................69
BAB III PELAKSANAAN PENGANGKUTAN BARANG MENGGUNAKAN
SEPEDA MOTOR MELALUI LAYANAN GO-SEND DALAM
APLIKASI GO-JEK
A. Pelaksanaan Pengangkutan Barang Menggukan Sepeda Motor melalui
Layanan Go-send dalam Aplikasi Go-jek Ditinjau berdasarkan Peraturan
Perundang-Undangan terkait Angkutan Jalan yang Berlaku .....................72
B. Tanggung Jawab Hukum apabila Terjadi Kerugian dalam Pelaksanaan
Pengangkutan Barang Menggukan Sepeda Motor Melalui Layanan Go-send
dalam Aplikasi Go-jek ...............................................................................84
xv
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan ..............................................................................................100
B. Saran ........................................................................................................101
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xvi
ABSTRAK
Skripsi ini membahas tentang pelaksanaan pengangkutan barang menggunakan
sepeda motor, yang dilaksanakan oleh pengemudi ojek melalui layanan go-send
dalam aplikasi go-jek. Rumusan masalah yang diajukan adalah apakah
pelaksanaan pengangkutan barang menggunakan sepeda motor melalui layanan
go-send dalam aplikasi go-jek termasuk dalam kegiatan pengangkutan barang
berdasarkan peraturan perundang-undangan terkait angkutan jalan yang berlaku
di Indonesia? dan bagaimana tanggung jawab hukum apabila terjadi kerugian
dalam pelaksanaan pengangkutan barang menggunakan sepeda motor melalui
layanan go-send dalam aplikasi go-jek? Penelitian ini merupakan penelitian hukum
normatif, pengumpulan data dilakukan dengan cara studi kepustakaan. Metode
pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan dan
pendekatan konseptual. Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa
pelaksanaan pengangkutan barang menggunakan sepeda motor melalui layanan
go-send dalam aplikasi go-jek tidak termasuk dalam kegiatan pengangkutan
barang berdasarkan peraturan perundang-undangan terkait angkutan jalan yang
berlaku di Indonesia, adalah hal ini tidak sesuai dengan UU No. 22 Tahun 2009
tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Dalam pelaksanaan pengangkutan
barang menggunakan sepeda motor melalui layanan go-send ini pihak yang harus
bertanggung jawab apabila terjadi kerugian adalah Pengemudi Ojek. PT. GO-JEK
Indonesia hanya bertanggung jawab pada penggunaan teknologi aplikasi yang
disediakannya, bukan pada penyelenggaraan angkutan umumnya. Dalam hal
terjadi kerugian pada pelaksanaan pengangkutan barang menggunakan sepeda
motor melalui layanan go-send maka upaya hukum yang dapat ditempuh oleh para
pihak yang merasa dirugikan dapat dengan jalur litigasi maupun non litigasi.
Dengan maraknya fenomena transportasi berbasis online seperti go-jek ini maka
menurut penulis perlu kiranya aturan yang jelas dan harmonis serta tidak saling
bertentangan satu sama lain. Perlunya peran Pemerintah untuk memastikan bahwa
pelaksanaan jasa transportasi berbasis online yang marak terjadi saat ini
dijalankan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Selain itu, PT. GO-JEK
Indonesia yang dalam hal ini adalah perusahaan penyedia aplikasi penghubung
jasa transportasi harusnya bermitra dengan perusahaan angkutan umum yang
memang dalam pelaksanaan pengangkutannya menggunakan kendaraan bermotor
umum, sehingga dapat tercipta pelaksanaan pengangkutan umum yang baik dan
aman serta sesuai dengan peraturan yang berlaku di Indonesia. Harus ada regulasi
yang jelas dari pemerintah mengenai pemisahan tanggung jawab antara pelaku
usaha teknologi aplikasi dengan pelaku usaha penyedia barang dan/atau jasa
karena antara pelaku usaha teknologi aplikasi dengan pelaku usaha penyedia
barang dan/atau jasa memiliki tanggung jawabnya masing-masing.
Kata kunci : Pengangkutan barang, sepeda motor, tanggung jawab.
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Transportasi adalah suatu proses pemindahan orang dan/atau barang
dari suatu tempat ke tempat lain. Proses pemindahan orang dan/atau barang dari
suatu tempat ke tempat lain ini berfungsi meningkatkan nilai ataupun daya guna
dari sesuatu yang diangkut tersebut. Transportasi dalam kata lain dapat juga
disebut dengan pengangkutan. Pengangkutan dilakukan karena nilai barang
akan lebih tinggi ditempat tujuan daripada ditempat asalanya. Oleh karena itu,
pengangkutan dikatakan memberi nilai kepada barang yang diangkut. Nilai itu
akan lebih besar dari biaya yang dikeluarkan. Nilai yang diberikan berupa nilai
tempat (place utility) dan nilai waktu (time utility).1
Pengangkutan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam suatu
negara, dengan adanya pengangkutan atau transportasi kegiatan-kegiatan
disuatu negara dapat berjalan dengan lancar. Dalam kehidupan manusia,
pengangkutan memegang peranan yang sangat penting. Demikian juga halnya
dalam dunia perdagangan, bahkan pengangkutan memegang peranan yang
mutlak, sebab tanpa pengangkutan perusahaan akan mengalami kesulitan untuk
dapat berjalan. Nilai suatu barang tidak hanya tergantung pada barang itu
sendiri, tetapi juga tergantung pada tempat dimana barang itu berada, sehingga
dengan pengangkutan nilai suatu barang akan meningkat.2 Begitu penting
1 Ridwan Khairandy, Pokok-Pokok Hukum Dagang Indonesia, Revisi Pertama, (Yogyakarta: FH
UII Press, 2014), hlm 371. 2 Zainal Asikin, Hukum Dagang, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013), hlm 153.
2
pengangkutan dalam dunia perniagaan, mengingat sarana ini sebagai angkutan
dari produsen ke agen/grosir, sampai ke konsumen, dari pelabuhan ke gudang,
dari pelelangan ikan ke pasar dan lain-lain.3
Indonesia adalah negara kepulauan yang sangat luas dengan letak
geografis antar pulau satu dan pulau lainnya berjauhan, kadang kala laut yang
memisahkan antara dua pulau lebih luas dari pada pulau yang dipisahkan.4 Oleh
karena itu di Indonesia pengangkutan secara umumnya dilakukan melalui
kegiatan angkutan darat, angkutan laut, dan angkutan udara. Hal ini demi
memenuhi kebutuhan pengangkutan diseluruh wilayah Indonesia yang letak
geografisnya merupakan negara kepulauan. Terhadap pengangkutan darat, di
Indonesia terdapat dua jenis yakni pengangkutan jalan raya dan pengangkutan
kereta api. Pengangkutan jalan raya tersebut dibagi atas pengangkutan terhadap
orang dan pengangkutan barang.
Di era globalisasi ini transportasi di suatu negara dari waktu ke waktu
terus mengalami perkembangan dan kemajuan. Terkait kemajuan bidang
transportasi, di Indonesia telah hadir moda transportasi berbasis aplikasi yakni
Go-jek. Go-jek merupakan suatu aplikasi ciptaan PT GO-JEK Indonesia berupa
perangkat lunak yang dapat diakses melalui handphone. Go-jek telah resmi
beroperasi di 10 kota besar di Indonesia, termasuk Jakarta, Bandung, Bali,
Surabaya, Makassar, Yogyakarta, Medan, Semarang, Palembang, dan
3 Sution Usman Adji, et. al., Hukum Pengangkutan di Indonesia, (Jakarta: Rineka Cipta, 1990),
hlm 1. 4 Toto T. Suriaatmadja, Pengangkutan Kargo Udara (Tanggung Jawab Pengangkut dalam
Dimensi Hukum Udara Nasional dan Internasional), (Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2005), hlm
1.
3
Balikpapan dengan rencana pengembangan di kota-kota lainnya pada tahun
mendatang. Masyarakat yang tinggal atau beraktivitas di daerah-daerah
tersebut dapat dipastikan sudah tak asing lagi dengan fenomena maraknya
ojek yang layanannya berbasis aplikasi seluler ini. Terlebih lagi di awal
kemunculannya begitu marak pemberitaan di media-media yang
memberitakan terkait meluasnya teknologi aplikasi berfasilitas jasa
transportasi ini.
Go-jek merupakan aplikasi yang dapat menghubungkan antara
pengemudi ojek dengan pengguna jasa ojek. Dengan kata lain aplikasi ini
menyediakan informasi yang ditawarkan oleh penyedia layanan sebagai pihak
ketiga. Go-jek menyediakan beberapa macam informasi layanan antara lain
adalah:5
1. Go-ride : layanan transportasi sepeda motor
2. Go-car : layanan transportasi mobil
3. Go-food : layanan pesan antar makanan
4. Go-send : layanan kurir isntan pengantaran barang
5. Go-massage : layanan jasa pijat
6. Go-clean : layanan jasa kebersihan
7. Go-tix : layanan informasi acara dengan pembelian tiket
Dari layanan yang diberikan Go-jek tersebut di atas pada dasarnya
adalah bertujuan untuk memudahkan masyarakat dalam kegiatan pengangkutan
di beberapa perkotaan di Indonesia yang sering mengalami kemacetan. Dalam
5 Dikutip dari https://www.go-jek.com/ yang diakses tanggal 30 september 2016.
4
hal proses pengangkutan umum, Go-jek rata-rata melayani pengangkutan
dengan moda sepeda motor sebagai alat angkut, yakni dengan mengangkut
barang atau orang dengan dipungut biaya tertentu. Seperti yang telah disebutkan
di atas, pada aplikasi Go-jek terdapat layanan Go-send. Layanan Go-send
merupakan layanan kurir instan atau angkutan barang yang dapat mengirim
surat atau barang dengan menggunakan sepeda motor sebagai alat angkut. Go-
send merupakan inovasi baru dalam pelayanan pengangkutan barang, karena
dapat mengantarkan barang dengan cepat dalam waktu 60 menit.
Berkembangnya platform teknologi aplikasi yang memfasilitasi jasa
transportasi seperti Go-jek ini menyebabkan munculnya reaksi dan tekanan
terhadap para pelaku usaha agar menjalankan usahanya berdasarkan izin yang
sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Di sisi lain melalui website
resminya, PT GO-JEK Indonesia dengan tegas menyatakan bahwa PT GO-JEK
Indonesia adalah suatu perseroan yang didirikan berdasarkan hukum Negara
Republik Indonesia. Go-jek adalah perusahaan teknologi dan bukanlah
perusahaan transportasi atau kurir sehingga tidak memberikan layanan
transportasi atau kurir. Go-jek tidak mempekerjakan penyedia layanan dan tidak
bertanggung jawab atas setiap tindakan dan/atau kelalaian penyedia layanan.
Go-jek hanya merupakan sarana untuk memudahkan pencarian atas layanan.6
Go-jek hadir dengan menuai pro-kontra dari beberapa pihak. Go-jek
dinilai tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ada. Go-jek
dalam pelaksanaannya, melakukan kegiatan pengangkutan umum dengan
6 Dikutip dari https://www.go-jek.com/terms, yang diakses tanggal 30 September 2016.
5
menggunakan sepeda motor, dimana sepeda motor tidak termasuk sebagai
kendaraan bermotor umum yang dapat digunakan utuk kegiatan pengangkutan
umum. Kendaraan bermotor umum yakni kendaraan yang digunakan untuk
angkutan orang dan/atau barang dengan memungut biaya tertentu. Dalam Pasal
47 Ayat (3) UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
tidak disebutkan bahwa sepeda motor merupakan kendaraan bermotor umum,7
sedangkan jika kita lihat pada Pasal 138 Ayat (3) mewajibkan angkutan umum
orang dan/atau barang dilakukan dengan kendaraan bermotor umum. Begitupun
dalam hal kegiatan pengangkutan umum barang yang dilakukan melalui
layanan Go-send, dalam Undang-Undang tersebut di atas pada Pasal 137 Ayat
(3) diatur bahwa angkutan barang dengan kendaraan bermotor wajib
menggunakan mobil barang.8 Dari uraian di atas maka timbulah masalah terkait
pelaksanaan pengangkutan barang yang dilaksanakan oleh go-jek tersebut,
selain itu juga akan timbul masalah terkait tanggung jawab dalam pelaksanaan
pengangkutan barang menggunakan sepeda motor itu sendiri.
Maka berdasarkan uraian-uraian di atas penulis bermasud untuk
melakukan penelitian mendalam mengenai masalah tersebut yang dituliskan
dalam judul penelitian: PELAKSANAAN PENGANGKUTAN BARANG
MENGGUNAKAN SEPEDA MOTOR MELALUI LAYANAN GO-SEND
DALAM APLIKASI GO-JEK.
7 Lihat Pasal 47 Ayat (3) UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. 8 Lihat Pasal 137 UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
6
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka penulis merumuskan
masalah sebagai berikut:
1. Apakah pelaksanaan pengangkutan barang menggunakan sepeda motor
melalui layanan go-send dalam aplikasi go-jek termasuk dalam kegiatan
pengangkutan barang berdasarkan peraturan perundang-undangan
terkait angkutan jalan yang berlaku di Indonesia?
2. Bagaimana tanggung jawab hukum apabila terjadi kerugian dalam
pelaksanaan pengangkutan barang menggunakan sepeda motor melalui
layanan go-send dalam aplikasi go-jek?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui pelaksanaan pengangkutan barang menggunakan
sepeda motor melalui layanan go-send dalam aplikasi go-jek apakah
termasuk dalam kegiatan pengangkutan barang berdasarkan peraturan
perundang-undangan terkait angkutan jalan yang berlaku di Indonesia.
2. Untuk mengetahui tanggung jawab hukum apabila terjadi kerugian
dalam pelaksanaan pengangkutan barang menggunakan sepeda motor
melalui layanan go-send go-jek.
7
D. Orisinalitas Penelitian
Berdasarkan penelusuran kepustakaan yang dilakukan di Perpustakaan
Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, penulisan atau penelitian
mengenai Pelaksanaan Pengangkutan Barang Menggunakan Sepeda Motor
Melalui Layanan Go-send dalam aplikasi Go-jek belum pernah dilakukan.
Sedangkan berdasarkan penelusuran internet, penulis menemukan
beberapa topik yang hampir serupa dengan penelitian ini namun dengan kajian
yang berbeda, diantaranya adalah:
1. Tahun 2016, Universitas Pasundan, Dwi Nur Aini Habibah, melakukan
penelitian dengan judul Aspek Hukum yang Timbul dari Kegiatan Usaha
Ojek Berbasis Aplikasi atau Online (Go-Jek). Pada penelitian tersebut
penulis yang bersangkutan secara garis besar mengangkat tiga pokok
masalah yaitu mengenai aspek hukum yang timbul dari kegiatan usaha
ojek berbasis aplikasi, perlindungan hukum terhadap pengemudi dan
pengguna jasa, serta upaya pemerintah terkait kegiatan usaha tersebut.
Penelitian tersebut berbeda dengan penelitian yang akan dilakukan oleh
penulis. Pada peneltian tersebut meneliti jenis pengangkutan secara
umum yang dilaksanakan oleh go-jek. Sedangkan penelitian yang akan
dilakukan oleh penulis lebih memfokuskan secara khusus pada
pengangkutan barangnya yakni pengangkutan barang menggunakan
sepeda motor melalui layanan aplikasi go-jek. Penulis juga tidak
membahas masalah perlindungan hukum serta upaya pemerintah seperti
halnya yang dilakukan pada penelitian tersebut.
8
2. Tahun 2016, Universitas Sumatera Utara, Ivana Sarah Sidabutar,
melakukan penelitian dengan judul Aspek Perlindungan Hukum
Pengguna Jasa (Penumpang) Transportasi Online Berbasis Aplikasi
Ditinjau Menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang
Angkutan Jalan (Studi Pada Dinas Perhubungan Kota Medan). Pada
penelitian tersebut penulis yang bersangkutan secara garis besar
mengangkat tiga pokok masalah yaitu mengenai aturan hukum terkait
jasa pengangkutan darat online berbasis aplikasi, perlindungan hukum
terhadap pengguna jasa pada jenis pengangkutan tersebut, serta bentuk
ganti rugi kepada pengguna jasa dalam hal terjadi kecelakaan atas jenis
pengangkutan tersebut. Penelitian tersebut berbeda dengan penelitian
yang akan dilakukan oleh penulis. Perbedaan pertama, pada peneltian
tersebut meneliti tentang semua jenis pengangkutan berbasis aplikasi,
jadi semua pengangkutan yang berbasis apliaksi akan dikaji. Sedangkan
penelitian yang akan dilakukan oleh penulis nanti berfokus pada
pengangkutan berbasis aplikasi yang dilaksanakan oleh go-jek. Kedua,
masalah yang diangkat pada penelitian tersebut menitikberatkan
mengenai perlindungan hukum bagi pengguna jasa serta bentuk ganti
rugi dalam hal terjadi kecelakan, hal ini jelas berbeda dengan masalah
yang diangkat dalam penelitian penulis karena penulis dalam penelitian
ini tidak mengangkat kedua masalah tersebut. Ketiga, pada penelitian
tersebut mengangkat studi kasus yang terjadi di Kota Medan. Sedangkan
9
pada penelitian penulis tidak terfokus pada studi kasus yang terjadi di
kota medan.
Berdasarkan uraian-uraian yang telah dikemukakan di atas, maka
penulis menyimpulkan bahwa penelitian ini memiliki perbedaan fokus terhadap
kajian yang dilakukan, selain itu penelitian ini adalah orisinal dan layak untuk
diteliti. Namun apabila diluar pengetahuan penulis ternyata telah ada penelitian
serupa dengan penelitian ini, maka diharapkan penelitian ini dapat melengkapi
penelitian sebelumnya serta dapat menambah literatur ilmu hukum khususnya
dalam bidang hukum perdata.
E. Tinjauan Pustaka
1. Pengangkutan Secara Umum
Berdasarkan Pasal 1 Angka (3) UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan, Angkutan adalah perpindahan orang dan/atau
barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan di
ruang lalu lintas jalan.9 Sedangkan pengangkutan disini dapat diartikan
sebagai pemindahan barang dan/atau orang dari suatu tempat ke tempat lain
tertentu.
Dari segi hukum, khususnya hukum perjanjian, pengangkutan
merupakan perjanjian timbal balik antara pengangkut dan pengirim barang
dan/atau penumpang dimana pihak pengangkut mengikatkan dirinya untuk
menyelenggarakan pengangkutan barang dan/atau orang kesuatu tempat
9 Lihat Pasal 1 Angka (3) UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
10
tujuan tertentu, dan pihak-pihak pengirim barang dan/atau penumpang
mengikatkan dirinya pula untuk membayar ongkos angkutannya.10
Dari pengertian di atas dapat diketahui bahwa pihak dalam
perjanjian pengangkutan adalah pengangkut dan pengirim atau penumpang.
Sifat dari perjanjian pengangkutan adalah perjanjian timbal balik, artinya
masing-masing pihak mempunyai kewajiban sendiri-sendiri. Pihak
pengangkut berkewajiban untuk menyelenggarakan pengangkutan barang
atau orang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat,
sedangkan pengirim atau penumpang berkewajiban untuk membayar uang
angkutan.11
Pengaturan hukum pengangkutan di Indonesia dapat ditemukan
dalam beberapa peraturan perundang-undangan yang secara khusus
mengatur masalah pengangkutan, yakni:12
1. KUHD
2. UU No. 13 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian
3. UU No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran
4. UU No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan
5. UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
Legislasi tersebut diikuti oleh peraturan pelaksanaannya.
10 Ridwan Khairandy, Pengantar Hukum Dagang, (Yogyakarta: FH UII Press, 2006), hlm 183. 11 Zainal Asikin, loc. cit. 12 Ridwan Khairandy, Pokok-Pokok Hukum Dagang Indonesia, op. cit., hlm 372.
11
Secara umum terdapat beberapa fungsi pengangkutan:13
1. Berperan dalam hal ketersediaan barang (availability og goods)
2. Stabilisasi dan penyamaan harga (stabilization and equalization)
3. Penurunan harga (price reduction)
4. Meningkatkan nilai tanah (land value)
5. Terjadinya spesialisasi antar wilayah (territorial division of labour)
6. Berkembangnya usaha skala besar (large scale production)
7. Terjadinya urbanisasi dan konsentrasi penduduk dalm kehidupan
2. Pengangkutan Barang Melalui Darat
Kegiatan dari transportasi memindahkan barang (commodity of
goods) dan penumpang dari suatu tempat (origin atau port of call) ke tempat
lain (part of destination), maka dengan demikian pengangkut menghasilkan
jasa angkutan atau dengan kata lain produksi jasa bagi masyarakan yang
membutuhkan untuk pemindahan/pemgiriman barang-barangnya.14
Pengangkutan adalah proses pemindahan barang dari pengiriman ke
tempat tujuan. Dengan demikian, terdapat tiga komponen dasar dalam
pengangkutan barang yaitu: Pengirim, Jasa angkut (alat angkutan), dan
Penerima. Pengangkutan sebagai sebuah proses atau kegiatan memerlukan
alat pengangkutan untuk mengangkut barang atau penumpang, atau
membawa barang atau penumpang dari tempat pemuatan ke tempat tujuan
13 Zainal Asikin, op. cit., hlm 156. 14 Soegijatna Tjakranegara, Hukum Pengangkutan Barang dan Penumpang, (Jakarta: PT Rineka
Cipta, 1995), hlm 1.
12
dan menurunkan barang atau penumpang dari alat pengangkutan ke tempat
yang ditentukan.15
Pengangkut secara umum adalah orang atau siapa saja, baik dengan
persetujuan charter menurut waktu (time charter) atau charter menurut
perjalanan, baik dengan suatu persetujuan lain mengikatkan dirinya untuk
menyelenggarakan pengangkutan barang yang seluruhnya maupun sebagian
melalui pengangkutan.16
Dalam hal pengangkutan barang, pengangkutan dilakukan karena
nilai barang akan lebih tinggi ditempat tujuan daripada ditempat asalanya.
Oleh karena itu, pengangkutan dikatakan memberi nilai kepada barang yang
diangkut. Nilai itu akan lebih besar dari biaya yang dikeluarkan. Nilai yang
diberikan berupa nilai tempat (place utility) dan nilai waktu (time utility).
Menurut Sri Rejeki Hartono bahwa pada dasarnya pengangkutan
mempunyai dua nilai keguanaan, yaitu:17
1) Kegunaan Tempat (Place Utility)
Dengan adanya pengangkutan berati terjadi perpindahan barang
dari suatu tempat, dimana barang tadi dirasakan kurang
bermanfaat, ke tempat lain yang menyebabkan barang tadi
menjadi lebih bermanfaat.
15 Zainal Asikin, op. cit. hlm 154. 16 Ibid., hlm 154. 17 Ibid., hlm 154.
13
2) Kegunaan Waktu (Time Utility)
Dengan adanya pengangkutan berati dapat dimungkinan
terjasinya suatu perpindahan suatu barang dari suatu tempat ke
tempat lain di mana barang itu lebih diperlukan tepat pada
waktunya
Perjanjian pengangkutan barang adalah suatu perjanjian antara
pengangkut dan pengirim untuk mengangkut dan memindahkan barang
milik pengirim ke tempat tujuan dengan selamat, dengan membayar biaya
pengangkutan.18
Dalam perjanjian pengangkutan barang, pihak pengangkut yakni
pihak yang berkewajiban memberikan pelayanan jasa angkutan, barang dan
berhak atas penerimaan pembayaran tarif angkutan sesuai yang telah
diperjanjikan.19 Sedangkan pengirim jika kita lihat dalam KUHD tidak
mengatur definisi pengirim secara umum. Akan tetapi, dilihat dari pihak
dalam perjanjian pengangkutan, pengirim adalah pihak yang mengikatkan
diri untuk membayar pengangkutan barang dan atas dasar itu dia berhak
memperoleh pelayanan pengangkutan barang dari pengangkut. Dalam
bahasa inggris pengirim disebut consigner, khusus pada pengangkutan
perairan pengirim disebut shipper.20
Menurut Ridwan Khairandy, penerima barang dalam kerangka
perjanjian pengangkutan tidak menjadi para pihak. Penerima merupakan
18 Ibid., hlm 169. 19 Ibid., hlm 163. 20 Ibid., hlm 164.
14
pihak ketiga yang berkepentingan atas penyerahan barang.21 Pihak
penerima barang yakni sama dengan pihak pengirim dalam hal pihak
pengirim dan penerima merupakan subjek yang berdeda. Namun
adakalanya pihak pengirim barang juga adalah sebagai pihak yang
menerima barang yang diangkut ditempat tujuan. Dalam perjanjian
pengangkutan, penerima mungkin pengirim sendiri, mungkin juga pihak
ketiga yang berkepentingan.22
Dalam kegiatan pengangkutan melalui darat, terdapat dua jenis
pengangkutan, yakni pengangkutan jalan raya dan pengangkutan kereta api,
dan dalam ulasan ini akan dibatasi pada pengangkutan barang di jalan raya.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan, pada Pasal 47 Ayat (1) disebutkan bahwa kendaraan
terdiri atas kendaraan bermotor dan kendaraan tidak bermotor. Kendaraan
bermotor dan kendaraan tidak bermotor masih dikelompokan lagi
berdasarkan jenisnya, sebagai berikut:
a. Kendaraan Bermotor
Kendaraan bermotor adalah kendaraan yang digerakkan oleh
peralatan mekanik berupa mesin selain kendaraan yang berjalan di atas
rel.23 Kendaraan bermotor umum adalah setiap kendaraan yang
digunakan untuk angkutan barang dan/atau orang dengan dipungut
21 Ridwan Khairandy, Pokok-Pokok Hukum Dagang, op. cit., hlm 376. 22 Zainal Asikin, op. cit., hlm 164. 23 Lihat Pasal 1 Angka (8) UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
15
biaya. Dalam UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan pada Pasal 47 Ayat
(2), kendaraan bermotor terbagi atas:
1) Sepeda motor
Sepeda motor adalah kendaraan bermotor beroda dua
dengan atau tanpa rumah-rumah dan dengan atau tanpa kereta
samping atau kendaraan bermotor beroda tiga tanpa rumah-
rumah.24
2) Mobil penumpang
Mobil penumpang adalah kendaraan bermotor angkutan
orang yang memiliki tempat duduk maksimal delapan orang,
termasuk untuk pengemudi atau yang beratnya tidak lebih dari
3500 kilogram.25
3) Mobil bus
Mobil bus adalah kendaraan bermotor angkutan orang
yang memiliki tempat duduk lebih dari delapan orang, termasuk
untuk pengemudi atau yang beratnyalebih dari 3.500 kilogram.26
4) Mobil barang
Mobil barang adalah kendaraan bermotor yang dirancang
sebagian atau seluruhnya untuk mengangkut barang.27
24 Lihat Pasal 1 Angka (20) UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. 25 Lihat Pasal 1 Angka (10) PP No. 74 Tahun 2014 tentang Angkutan Jalan. 26 Lihat Pasal 1 Angka (11) PP No. 74 Tahun 2014 tentang Angkutan Jalan. 27 Lihat Pasal 1 Angka (12) PP No. 74 Tahun 2014 tentang Angkutan Jalan.
16
5) Kendaraan khusus
Kendaraan khusus adalah kendaraan bermotor yang
dirancang khusus yang memiliki fungsi dan rancang bangun
tertentu, antara lain: 28
- Kendaraan bermotor Tentara Nasional Indonesia.
- Kendaraan bermotor Kepolisian Negara Republik Indonesia.
- Alat berat antara lain bulldozer, traktor, mesin gilas
(stoomwaltz), forklift, loader, excavator, dan crane.
- Kendaraan khusus penyandang cacat.
b. Kendaraan tidak Bermotor
Kendaraan tidak bermotor adalah setiap kendaraan yang
digerakkan oleh tenaga manusia dan/atau hewan.29
3. Tanggung Jawab dalam Pengangkutan
Titik sentral setiap pembahasan mengenai tanggung jawab
pengangkut pada umumnya adalah tentang prinsip tanggung jawab
(Liability Principle) yang diterapkan. Penggunaan suatu prinsip tanggung
jawab tertentu bergantung kepada keadaan tertentu, baik ditinjau secara
makro (sesuai dengan perkembangan masyarakat), maupun ditinjau secara
mikro (sesuai dengan perkembangan dunia angkutan yang bersangkutan,
baik darat, laut, atau udara). 30
28 Lihat Penjelasan Pasal 47 Ayat (2) huruf e UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan. 29 Lihat Pasal 1 Angka (9) UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Linta dan Angkutan Jalan. 30 E. Saefullah Wiradipradja, Tanggung Jawab Pengangkut dalam Hukum Pengangkutan
Udara Internasional dan Nasional, (Yogyakarta: Liberty, 1989), hlm 19.
17
Setidak-tidaknya ada 3 (tiga) prinsip atau teori mengenai tanggung
jawab yang dikenal, ialah: prinsip tanggung jawab berdasarkan atas adanya
unsur kesalahan (fault liability, liability based on fault principle), prinsip
tanggung jawab berdasarkan atas praduga (rebuttable presumption of
liability principle), prinsip tanggung jawab mutlak (no-fault liability,
absolute atau strict liability principle). 31
Cara membedakan prinsip-prinsip tanggung jawab tersebut pada
dasarnya diletakkan pada masalah pembuktian, yaitu mengenai ada
tidaknya kewajiban pembuktian, dan kepada siapa beban pembuktian
dibebankan dalam proses penuntutan.32
a. Prinsip Tanggung Jawab berdasarkan Kesalahan (Liability based on
Fault Principle)
Menurut sejarahnya, tanggung jawab berdasarkan kesalahan
pada mulanya dikenal dalam kebudayaan Babylonia kuno. Dalam
bentuknya yang lebih moderen, prinsip ini dikenal pada tahap awal
pertumbuhan hukum Romawi termasuk dalam doktrin “culpa” dalam
lex aquila. Lex aquila menentukan bahwa kerugian baik disengaja
ataupun tidak harus selalu diberikan santunan.33
Menurut prinsip ini, setiap pengangkut yang melakukan
kesalahan dalam penyelenggaraan pengangkutan harus bertanggung
jawab membayar segala kerugian yang timbul akibat kesalahannya itu.
31 Ibid., hlm 19. 32 Ridwan Khairandy, Pengantar Hukum Dagang, op. cit., hlm 184-185. 33 Ridwan Khairandy, Pokok-Pokok Hukum Dagang Indonesia, op. cit., hlm 377-378.
18
Pihak yang menderita kerugian wajib membuktikan kesalahan
pengangkut. Beban pembuktian ada pada pihak yang dirugikan, bukan
pada pengangkut.34
Dalam prinsip tanggung jawab atas dasar kesalahan,
pembuktian kesalahan tergugat harus dilakukan oleh penggugat (yang
dirugikan). Sebagai contoh prinsip ini di Indonesia dianut dalam pasal
1365 KUHPerdata,35 yakni bunyinya adalah tiap perbuatan melanggar
hukum, yang membawa kerugian pada seorang lain, mewajibkan
kerugian itu mengganti kerugian tersebut.36 Pasal ini mengharuskan
pemenuhan unsur-unsur untuk menjadikan suatu perbuatan melanggar
hukum dapat dituntut ganti rugi, yaitu:37
1. Adanya perbuatan melawan hukum dari tergugat.
2. Perbuatan tersebut dapat dipersalahkan kepadanya
3. Adanya kerugian yang diderita akibat kesalahan tersebut
b. Prinsip Tanggung Jawab berdasarkan Praduga (Presumption of Liability
Principle)
Menurut prinsip ini pengangkut dianggap selalu bertanggung
jawab atas setiap kerugian yang timbul dari pengangkutan yang
diselenggarakan. Tetapi jika pengangkut dapat membuktikan bahwa ia
34 Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Niaga, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti,
1998), hlm 37. 35 Toto T. Suriaatmadja, op. cit., hlm 25. 36 R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta: Balai
Pustaka, 2014), hlm 346. 37 Toto T. Suriaatmadja, loc. cit.
19
tidak bersalah, maka ia dibebaskan dari kewajiban membayar ganti
kerugian. Yang dimaksud dengan “tidak bersalah” adalah tidak
melakukan kelalaian, telah mengambil tindakan yang perlu untuk
menghindari kerugian, atau peristiwa yang menimbulkan kerugian itu
tidak mungkin dihindari.38
Pada dasarnya prinsip tanggung jawab berdasarkan praduga
adalah juga prinsip tanggung jawab berdasarkan adanya kesalahan
(liability based on fault), tetapi dengan pembalikan beban pembuktian
(omkering van de bewijslaast, shifting of the burden of proof) kepada
pihak tergugat.39 Perbedaan yang utama antara prinsip tanggung jawab
yang didasarkan semata-mata pada adanya unsur kesalahan dan
“presumption of liability” adalah bahwa di dalam prinsip yang kedua
beban pembuktian beralih dari penggugat (korban) kepada
pengangkut.40 Artinya, bahwa penggugat selalu dianggap salah
sehingga ia mempunyai beban untuk membuktikan bahwa ia tidak
bersalah dengan mengemukakan hal-hal yang dapat membebaskan dari
tanggung jawabnya.41
c. Prinsip Tanggung Jawab Mutlak (Absolute Liability Principle)
Di dalam prinsip tanggung jawab mutlak (strict liability atau
absolute liability) tergugat atau pengangkut selalu bertanggung jawab
38 Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Darat, Laut, dan Udara, (Bandung: PT. Citra
Aditya Bakti, 1991), hlm 28. 39 Ridwan Khairandy, Pengantar Hukum Dagang, op. cit., hlm 188. 40 E. Saefullah Wiradipradja, op. cit., hlm 30. 41 Toto T. Suriaatmadja, op. cit., hlm 27.
20
tanpa melihat ada atau tidaknya kesalahan atau tidak melihat siapa yang
bersalah.42 Prinsip ini tidak mengenal beban pembuktian, unsur
kesalahan tak perlu dipersoalkan. Pengangkut tidak mungkin bebas dari
tanggung jawab dengan alasan apapun yang menimbulkan kerugian itu.
Prinsip ini dapat dirumuskan dengan kalimat: “pengangkut
bertanggung jawab atas setiap kerugian yang timbul karena peristiwa
apapun dalam penyelenggaraan pengangkutan ini”.43
Terkait prinsip tanggung jawab mutlak ini biasa disebut
(absolute liability) dan (strict liability). Kkedua istilah tersebut
beberapa pakar ada yang membedakannya, tetapi ada juga yang
mempersamakannya. Menurut Bin Cheng sebagaimana yang dikutip
oleh E. Saefullah, meskipun baik secara teoritis maupun praktis sulit
mengadakan pembedaan yang tegas di antara kedua istilah tersebut,
namun Bin Cheng menunjukan adanya perbedaan pokok antara kedua
istilah tersebut.
Pada “strict liability” terdapat hubungan kausalitas antara orang
yang benar-benar bertanggung jawab dengan kerugian. Semua hal yang
biasanya dapat membebaskan tanggung jawab tetap diakui kecuali hal-
hal yang mengarah pada pernyataan tidak bersalah. Sedangkan
“absolute liability” akan timbul kapan saja keadaan yang menimbulkan
tanggung jawab tersebut ada tanpa mempermasalahkan oleh siapa atau
42 Ridwan Khairandy, Pokok-Pokok Hukum Dagang Indonesia, op. cit., hlm 382-383. 43 Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Niaga, op. cit., hlm 41.
21
bagaimana terjadinya kerugian tersebut.44 Dengan demikian dalam
absolute liability tidak diperlukan hubungan kausalitas dan hal-hal yang
dapat membebaskan dari tanggung jawab hanya yang dinyatakan secara
tegas dalam perundang-undangan.45
F. Definisi Operasional
Untuk mengantarkan pada pemahaman yang benar perlu kiranya penulis
menerangkan pengertian dan batasan judul tersebut di atas sehingga jelas bagi
kita segala pengertian yang ada di dalamnya.
Arti kata pelaksanaan itu sendiri dikutip dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI) adalah proses, cara, perbuatan melaksanakan. Jadi dapat
disimpulkan penulis pelaksanaan yang dimaksud adalah suatu proses
menjalankan sesuatu hal tertentu.46
Seperti yang telah diuraikan di atas, berdasarkan Pasal 1 Angka 3 UU
No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Angkutan adalah
perpindahan orang dan/atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan
menggunakan kendaraan di ruang lalu lintas jalan. Sedangkan pengangkutan
dapat diartikan sebagai pemindahan bahan dan/atau orang dari tempat asal ke
tempat tujuan.
Sepeda motor menurut Pasal 1 Angka 20 UU No. 22 Tahun 2009 tentang
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah kendaraan bermotor beroda dua dengan
44 E. Saefullah Wiradipradja, op. cit., hlm 37. 45 Toto T. Suriaatmadja, op. cit., hlm 30. 46 Dikutip dari http://kbbi.web.id/pelaksanaan yang diakses tanggal 1 Oktober 2016.
22
atau tanpa rumah-rumah dan dengan atau tanpa kereta samping atau kendaraan
bermotor beroda tiga tanpa rumah-rumah.
Layanan aplikasi adalalah suatu layanan berbasis komputer untuk
pelanggan melaui sistem elektronik atau suatu jaringan. Dalam hal ini aplikasi
yang dimaksud adalah Go-jek. Go-jek merupakan suatu aplikasi perangkat
lunak yang dapat diakses melalui handphone/smartphone, dimana apliaksi ini
berfungsi sebagai sarana untuk menghubungkan antara pengemudi dengan
pengguna jasa ojek. Dengan kata lain aplikasi ini menyediakan informasi yang
ditawarkan oleh penyedia layanan sebagai pihak ketiga. Jenis layanan yang
dapat diminta melalui aplikasi ini antara lain adalah kurir instan, transportasi,
pengiriman makanan, pembelanjaan pribadi, dan lain-lain. Adapun yang
menjadi bahan penelitian penulis adalah layanan go-send yakni layanan kurir
instan atau angkutan barang yang dapat mengirim surat atau barang dengan
menggunakan sepeda motor sebagai alat angkut.
Dari uraian pengertian-pengertian di atas jadi yang dimaksud dengan
Pelaksanaan Pengangkutan Barang Menggunakan Sepeda Motor melalui
Layanan Go-send dalam Aplikasi Go-Jek adalah melihat bagaimana
pelaksanaan pengangkutan barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan
dipungut biaya tertentu dan menggunakan sepeda motor, dalam hal ini
kendaraan beroda dua yang didapatkan dengan cara mengakses layanan Go-
send pada aplikasi Go-jek. Berdasarkan kegiatan pengangkutan barang tersebut
akan dikaji apakah termasuk dalam kegiatan pengangkutan barang sesuai
dengan peraturan perundang-undangan terkait angkutan jalan yang berlaku dan
23
juga mengkaji bagaimana tanggung jawab hukum apabila terjadi kerugian
dalam pelaksanan pengangkutan barang tersebut yakni siapa pihak yang harus
betanggung jawab serta tanggung jawabnya seperti apa.
G. Metode Penelitian
Dalam penelitian ini akan menggunakan metode penelitian hukum
normatif, yang dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif (normatif legal
research) yakni dilakukan melalui kajian terhadap Peraturan Perundang-
Undangan yang berlaku dan bahan-bahan hukum yang berhubungan dengan
penelitian ini.
2. Metode Pendekatan Masalah
Dalam penelitian ini metode pendekatan masalah yang digunakan
adalah pendekatan perundang-undangan (statue approach) yakni
pendekatan yang mendasarkan pada peraturan perundang-undangan yang
berkaitan dengan permasalah yang akan dibahas. Selain itu adalah
pendekatan konseptual (conceptual approach) yakni pendekatan yang
mendasarkan pada konsep-konsep dalam ilmu hukum yang berkaitan
langsung dengan masalah dalam penelitian ini.
3. Metode Analisis Data
Dalam menganalisis data, penulis menggunakan teknik analisis
kualitatif yaitu data yang telah diperoleh akan diuraikan dalam bentuk
keterangan dan penjelasan, selanjutnya akan dikaji berdasarkan peraturan
24
perundang-undangan, konsep dalam hukum, dan argumentasi dari peneliti
sendiri.
4. Sumber Data
Data yang dikumpulkan oleh penulis dalam penelitian ini dilakukan
melalui pengumpulan data sekunder. Metode pengumpulan data sekunder
terbagi atas tiga, yaitu :
a. Bahan hukum primer yaitu, peraturan dasar seperti Peraturan
Perundang-Undangan yang meliputi Undang-Undang, Peraturan
Pemerintah.
b. Bahan hukum sekunder adalah buku-buku atau literatur yang
memberikan penjelasan tentang bahan hukum primer
c. Bahan hukum tersier adalah kamus, bahan dari internet yang dapat
memberikan penjelasan tentang bahan hukum primer dan bahan
hukum sekunder.
5. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data sekunder dilakukan
melalui studi kepustakaan yakni dengan mengumpulkan data dan meneliti
melalui sumber bacaan yang berhubungan dengan judul penelitian ini,
bersifat teoritis ilmiah yang dapat dipergunakan sebagai dasar dalam
penelitian dan menganalisa masalah-masalah yang dihadapi. Penelitian
yang dilakukan dengan membaca serta menganalisa peraturan perundang-
undangan maupun dokumentasi lainnya seperti karya ilmiah para sarjana,
25
majalah, surat kabar, internet, maupun sumber teoritis lainnya yang
berkaitan dengan materi penelitian.
H. Kerangka Skripsi
Penelitian ini akan disusun dalam empat bab yang antara bab pertama
hingga bab terakhir akan disambungkan menjadi satu kesatuan pemikiran yaitu
mengkaitkan teori-teori dan norma hukum dengan permasalahan yang terjadi.
Bab I (Pendahuluan) merupakan kerangka pikir yang menjawab
mengapa penelitian ini disusun, teori-teori apa yang digunakan serta
bagaimana penelitian ini disusun hingga mencapai kesimpulan. Dalam bab
ini terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian,
orisinalitas penelitian, tinjauan pustaka, definisi operasional, metode
penelitian, dan sistematikan penulisan.
Bab II (Tinjauan Umum Pelaksanaan Pengangkutan Barang)
merupakan penjelasan secara mendalam mengenai teori-teori yang
berhubungan dengan masalah dalam penelitian ini. Dalam bab ini akan
dijelaskan secara teoritis mengenai pengangkutan secara umum,
pengangkutan barang melalui darat, tanggung jawab dalam pengangkutan
barang. Dari paparan ini diharapkan dapat mengantarkan penulis pada
penyelesaian terhadap pokok persoalan yang menjadi fokus penelitian.
Bab III (Pelaksanaan Pengangkutan Barang Menggunakan Sepeda
Motor melalui Layanan Go-send dalam Aplikasi Go-Jek) berisi data
berupa hasil penelitian dan pembahasan mengenai pelaksanaan
pengangkutan barang menggunakan sepeda motor melalui layanan go-
26
send dalam aplikasi go-jek dengan meninjau peraturan perundang-
undangan, bahan hukum, buku-buku, dan lain-lain yang nantinya dapat
menjawab rumusan masalah pada bab pertama.
Bab IV (Penutup) berisi kesimpulan jawaban atas permasalahan yang
menjadi objek penelitian setelah dilakukannya pembahasan oleh penulis
dan juga berisi saran berupa rekomendasi terhadap hasil kesimpulan dalam
skripsi dari penulis atas penelitian ini.
27
BAB II
TINJAUAN UMUM PELAKSANAAN PENGANGKUTAN BARANG
A. PENGANGKUTAN SECARA UMUM
1. Definisi Pengangkutan
Pengangkutan dapat diartikan sebagai pemindahan barang dan
manusia dari tempat asal ke tempat tujuan. Dalam hal ini unsur-unsur
pengangkutan adalah:47
1) Ada sesuatu yang diangkut
2) Tersedianya kendaraan sebagai alat angkutnya
3) Ada tempat yang dapat dilalui alat angkutan
Berdasarkan Pasal 1 Angka (3) UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan, Angkutan adalah perpindahan orang dan/atau
barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan di
ruang lalu lintas jalan.48 Jadi dari pengertian di atas dapat penulis simpulkan
pengangkutan dapat diartikan sebagai pemindahan barang dan/atau orang
dari suatu tempat ke tempat lain tertentu.
Angkutan dapat berarti suatu proses atau gerakan dari suatu tempat
ke tempat yang lain. Berdasarkan ulasan tersebut dapat diartikan bahwa
pengangkutan mengandung pengertian suatu proses kegiatan memuat
barang atau mengangkut orang, membawa barang atau penumpang ke
tempat yang lain. Jika dirumuskan dalam suatu kalimat yang dimaksud
47 Ridwan Khairandy Et. Al., Pengantar Hukum Dagang I, (Yogyakarta: Gama Media
Yogyakarta, 2006), hlm 195. 48 Lihat Pasal 1 Angka (3) UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
28
angkutan adalah proses kegiatan memuat barang atau penumpang ke dalam
alat tempat pemuatan yang diangkut ke tempat tujuan dan diturunkan ke
tempat yang telah ditetapkan.49
Abdulkadir Muhammad mendefinisikan pengangkutan meliputi tiga
dimensi pokok yaitu:50
1) Pengangkutan sebagai usaha (business) yakni mempunyai ciri-
ciri sebagai berikut: berdasarkan perjanjian, kegiatan ekonomi di
bidang jasa, berbentuk perusahaan, menggunakan alat
pengangkut mekanik.
2) Pengangkutan sebagai perjanjian yakni pada umumnya bersifat
lisan tetapi selalu didukung oleh dokumen angkutan.
3) Pengangkutan sebagai proses yaitu serangkaian perbuatan mulai
dari pemuatan ke dalam alat angkut, kemudian dibawa menuju
ke tempat yang telah ditentukan, dan pembongkaran atau
penurunan di tempat tujuan.
2. Asas-Asas Hukum Pengangkutan
Asas-asas hukum pengangkutan merupakan landasan dasar filosofis
yang diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:51
49 H.K. Martono dan Eka Budi Tjahjono, Transportasi di Perairan berdasarkan UU No. 17
Tahun 2008, (Jakarta: Rajawali Press, 2011), hlm 5-6. 50 Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Niaga, op. cit., hlm 12-13. 51 Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Niaga, op. cit., hlm 16-19.
29
a. Bersifat Publik
1) Asas manfaat, yakni setiap pengangkutan harus dapat memberikan
nilai guna yang sebesar-besarnya bagi kemanusiaan,
kesejahteraan rakyat.
2) Asas adil dan merata, yakni penyelenggaraan pengangkutan harus
dapat memberikan pelayanan yang adil dan merata kepada
segenap lapisan masyarakat, dengan biaya yang terjangkau oleh
masyarakat.
3) Asas keseimbangan, yakni pengangkutan harus dengan
keseimbangan yang serasi antara sarana dan prasarana, antara
kepentingan pengguna dan penyedia jasa.
4) Asas kepentingan umum, yakni penyelenggaraan pengangkutan
harus lebih mengutamakan kepentingan pelayanan umum bagi
masyarakat luas.
5) Asas keterpaduan, yakni pengangkutan harus merupakan kesatuan
yang bulat dan utuh, terpadu, saling menunjang, dan saling
mengisi baik intra maupun antar moda pengangkutan.
b. Bersifat Perdata
1) Asas konsensual, yakni perjanjian pengangkutan tidak harus
dalam bentuk tertulis, sudah cukup dengan kesepakatan para
pihak. Tetapi untuk menyatakan bahwa perjanjian pengangkutan
itu sudah terjadi atau sudah ada harus dibuktikan atau didukung
oleh dokumen angkutan.
30
2) Asas koordinatif, yakni pihak-pihak dalam pengangkutan
mempunyai kedudukan setara atau sejajar, tidak ada pihak yang
mengatasi atau membawahi yang lain.
3) Asas campuran, yakni perjanjanjian pengangkutan secara umum
merupakan campuran dari tiga jenis perjanjian, yaitu pemberian
kuasa, penyimpanan barang, dan melakukan pekerjaan dari
pengirim kepada pengangkut.
4) Asas retensi, yakni pengangkutan tidak menggunakan hak retensi.
Penggunaan hak retensi bertentangan dengan tujuan dan fungsi
pengangkutan. Pengangkut hanya mempunyai kewajiban
menyimpan barang atas biaya pemiliknya.
5) Asas pembuktian dengan dokumen, yakni setiap pengangkutan
harus dibuktikan dengan dokumen angkutan, kecuali jika
kebiasaan yang sudah berlaku umum, misalnya pengangkutan
dengan angkutan kota (angkot) tanpa tiket/karcis penumpang.
3. Fungsi dan Tujuan Pengangkutan
Fungsi pengangkutan ialah memindahkan barang atau orang dari
suatu tempat ke tempat lain dengan maksud untuk meningkatkan daya guna
dan nilai. Disini jelas meningkatnya daya guna dan nilai merupakan tujuan
dari pengangkutan, yang artinya apabila daya guna dan nilai di tempat yang
baru itu tidak naik, maka pengangkutan tidak perlu diadakan, sebab
merupakan suatu perbuatan yang merugikan bagi si pedagang/penjual.52
52 Ibid., hlm 1.
31
Dalam hal pengangkutan barang, pengangkutan dilakukan karena nilai
barang akan lebih tinggi ditempat tujuan daripada di tempat asalanya. Oleh
karena itu, pengangkutan dikatakan memberi nilai kepada barang yang
diangkut. Nilai itu akan lebih besar dari biaya yang dikeluarkan.
Menurut Sri Rejeki Hartono bahwa pada dasarnya pengangkutan
mempunyai dua nilai keguanaan, yaitu:53
a. Kegunaan Tempat (Place Utility)
Dengan adanya pengangkutan berati terjadi perpindahan barang
dari suatu tempat, dimana barang tadi dirasakan kurang
bermanfaat, ke tempat lain yang menyebabkan barang tadi
menjadi lebih bermanfaat.
b. Kegunaan Waktu (Time Utility)
Dengan adanya pengangkutan berati dapat dimungkinan
terjadinya suatu perpindahan suatu barang dari suatu tempat ke
tempat lain di mana barang itu lebih diperlukan tepat pada
waktunya
Zainal Asikin dalam bukunya berpendapat bahwa secara umum
terdapat beberapa fungsi pengangkutan:54
a. Berperan dalam hal ketersediaan barang (availability og goods)
b. Stabilisasi dan penyamaan harga (stabilization and equalization)
c. Penurunan harga (price reduction)
53 Zainal Asikin, op. cit., hlm 154. 54 Ibid., hlm 156.
32
d. Meningkatkan nilai tanah (land value)
e. Terjadinya spesialisasi antar wilayah (territorial division of
labour)
f. Berkembangnya usaha skala besar (large scale production)
g. Terjadinya urbanisasi dan konsentrasi penduduk dalm kehidupan
Secara umum dinyatakan bahwa setiap pengangkutan bertujuan
untuk tiba di tempat tujuan dengan selamat dan meningkatkan nilai guna
bagi penumpang atau barang yang diangkut. Tiba di tempat tujuan yang
dimaksud adalah proses pemindahan dari satu tempat ke tempat tujuan
berlangsung lancar atau tanpa hambatan, sesuai dengan waktu yang
direncanakan. Dengan selamat artinya penumpang dalam keadaan sehat,
tidak mengalami bahaya yang mengakibatkan luka, sakit atau meninggal
dunia. Sedangkan arti selamat jika yang diangkut adalah barang maka
barang tersebut tidak mengalami kerusakan, kehilangan, kekurangan, atau
kemusnahan.55
4. Jenis-Jenis Pengangkutan dan Pengaturannya
a. Pengangkutan Darat
Pengangkutan di darat pengaturannya terdapat dalam
Ordonansi Lalu Lintas di Jalan Umum atau Wegverkeersordonnantie
(Lembaran Negara 1933-86). Pada peraturan tersebut memberikan
peraturan-peraturan untuk lalu lintas di jalan umum, yakni seperti
55 Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Niaga, Cetakan ke IV, (Bandung: PT Citra
Aditya Bakti, 2008) hlm 16.
33
mengenai tanggung jawab pengangkut ditetapkan dalam Pasal 28 ayat
(1) bahwa “seorang pemilik atau pengusaha sebuah kendaraan umum
bertanggung jawab untuk tiap kerugian yang diderita oleh seorang
penumpang atau kerusakan pada barang yang diangkutnya, keculai
jika ia dapat membuktikan bahwa kerugian atau kerusakan itu tidak
dapat disebabkan karena kesalahan pengangkut atau bukan
disebabkan oleh orang-orang yang bekerja padanya”. Dengan
demikian setiap kerugian atau kerusakan pada barang yang
ditimbulkan dalam pengangkutan, oleh undang-undang dianggap
sebagai akibat dari kelalaian pihak pengangkut, sehingga memberikan
hak pada penumpang atau pengirim barang untuk menuntut ganti
rugi.56
Terhadap pengangkutan darat, di Indonesia terdapat dua jenis
yaitu pengangkutan jalan raya dan pengangkutan kereta api.
Pengaturannya terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang
(KUHD), yakni dalam Buku I Bab V bagian 2 dan 3, mulai Pasal 90
sampai dengan Pasal 98. Dalam bagian tersebut diatur sekaligus
pengangkutan darat dan perairan darat, namun hanya khusus
mengenai pengangkutan barang. Selain itu terdapat dalam Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian (pengganti
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1992 tentang Perkeretaapian) dan
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
56 R. Subekti, op. cit., hlm 71-72.
34
Angkutan Jalan (pengganti Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992
tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan ).
Pada pengangkutan darat agar terjadi pengangkutan dengan
kendaraan umum, perlu diadakan perjanjian pengangkutan terlebih
dahulu, yang dapat dibuktikan dengan karcis penumpang atau surat
pengangkutan barang. Perusahaan pengangkutan umum wajib
mengangkut orang dan atau barang setelah disepakati perjanjian
pengangkutan tersebut atau setelah dilakukannya pembayaran biaya
angkutan oleh penumpang atau pengirim barang.57
b. Pengangkutan Perairan
Jenis angkutan di perairan dibagi menjadi tiga yaitu angkutan
laut, angkutan sungai dan danau, angkutan penyeberangan. Dalam
hukum pelayaran, diadakan perbedaan antara pelayaran laut dengan
pelayaran sungai dan perairan pedalaman. Dalam hal pelayaran laut
hubungan laut dengan daratan terputus, sedangkan pada perairan
pedalaman pada umumnya tidak demikian. Oleh karena itu pada
pelayaran laut timbul keadaan-keadaan luar biasa, lebih banyak yang
harus diatur daripada perairan pedalaman.58
57 Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Niaga, Cetakan ke IV, op. cit., hlm 18. 58 Sapto Sardjono, Hukum Dagang Laut Bagi Indonesia, (Jakarta: Simplex, 1985), hlm 5-6.
35
Pengaturan mengenai pengangkutan laut terdapat dalam:
1) KUHD, dalam Buku II Bab V tentang Perjanjian Charter
Kapal, Buku II Bab VA tentang Pengangkutan Barang-
barang, dan Buku II Bab VB tentang Pengangkutan Orang.
2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran
(pengganti Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang
Pelayaran),
3) PP No. 20 Tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan
4) PP No. 22 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Peraturan
Pemerintah No. 20 Tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan.
c. Pengangkutan Udara
Pengangkutan melalui udara di Tanah Air kita telah diadakan
serta dikembangkan dengan baik, mulai dari ujung barat sampat
dengan ujung timur angkutan udara telah mampu menghubungkan
tempat atau kota-kota tertentu dengan waktu yang singkat, karena
sarana-sarana angkutan baik pesawat maupun lapangan terbangnya
telah berkembang dengan pesat.59
Hukum pengangkutan udara adalah sebagian dari hukum udara.
Hukum udara Indonesia dapat dibagi menjadi dua yaitu hukum udara
kenegaraan dan hukum udara keperdataan. Hukum pengangkutan
udara adalah sebagian dari hukum udara keperdataan.60 Sistem
59 G. Kartasapoetra dan E. Roekasih, Segi-Segi Hukum dalam Charter dan Asuransi Angkutan
Udara, (Bandung: Armico, 1981), hlm 5. 60 H.M.N. Purwosujipto, op. cit., hlm 90.
36
penyelenggaraan angkutan udara dilaksanakan untuk memenuhi
permintaan akan jasa angkutan udara meliputi penerbangan
komersial, termasuk penerbangan berjadwal dan tidak berjadwal,
penerbangan umum, penerbangan transmigrasi, penerbangan perintis
dan penerbangan haji.61
Kegiatan penerbangan dan angkutan udara di Indonesia dapat
digolongkan menjadi dua macam, yaitu kegiatan penerbangan
komersial dan kegiatan penerbangan non komersial. Kegiatan
penerbangan komersial adalah kegiatan usaha dimana mengangkut
penumpang, barang, dan pos atau kegiatan keudaraan lain dengan
memungut bayaran tertentu. Kegiatan penerbangan non komersial
adalah kegiatan penerbangan yang bersifat untuk kepentingan pribadi
bukan untuk dikomersilkan atau memungut bayaran dari penerbangan
tersebut.62
Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 diatur mengenai
jenis angkutan udara, perizinan angkutan udara, jaringan dan rute
penerbangan, tarif angkutan udara dan jasa kebandarudaraan, kegiatan
usaha penunjang angkutan udara, pengangkutan unttung penyandang
cacat, lanjut usia, anak-anak dan/atau orang sakit, pengangkutan
61 H.K. Martono, Hukum Udara, Angkutan Udara Dan Hukum Ruang Angkasa, (Bandung:
Alumni, 1987), hlm 63. 62 Hartono Hadisuprapto, et. all., Pengangkutan dengan Pesawat Udara, (Yogyakarta:
Perpustakaan FH UII, 1988), hlm 3-4.
37
barang khusus dan barang berbahaya, serta tanggung jawab
pengangkut dan angkutan multimoda.63
Alat angkut yang digunakan dalam pengangkutan udara adalah
pesawat terbang, pengaturannya terdapat dalam Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan ( pengganti Undang-
Undang Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan).
Di Indonesia dewasa ini kegiatan pengangkutan udara dengan
menggunakan pesawat udara sebagian besar untuk mengangkut
penumpang, sedangkan pengangkutan barang masih menempati
tempat kedua. Bersama-sama dengan penumpang biasanya diangkut
pula bagasi yaitu semua kepunyaan atau di bawah kekuasaan seorang
penumpang, yang olehnya, atas namanya, sebelum ia menumpang
pesawat terbang diminta untuk diangkut melalui udara.64
5. Subjek dan Objek Hukum dalam Pengangkutan
Subjek hukum adalah pendukung hak dan kewajiban yang disebut
orang. Orang menurut konsep hukum terdiri atas manusia dan badan hukum.
Manusia adalah subjek hukum menurut konsep biologis, sebagai mahluk
ciptaan tuhan yang dilengkapi dengan akal, perasaan dan kehendak. Badan
hukum adalah subjek hukum menurut konsep yuridis, sebagai badan ciptaan
manusia berdasar pada hukum, memiliki hak dan kewajiban seperti
63 H.K. Martono, Pembajakan Angkutan dan Keselamatan Penerbangan, (Jakarta: Gramata
Publishing, 2011), hlm 86. 64 Badan Pembinaan Hukum Nasional, Seminar Hukum Pengangkutan Udara, (Jakarta:
Binacipta, 1980), hlm 187
38
manusia.65 Subjek hukum adalah segala sesuatu yang memiliki hak dan
kewajiban dalam lalu lintas hukum. Subjek hukum merupakan peraturan
hukum yang dihubungkan dengan seseorang berdasarkan hak dan
kewajiban dalam lalu lintas hukum.66
Subjek hukum dalam pengangkutan niaga adalah pendukung
kewajiban dan hak dalam hubungan hukum pengangkutan niaga, yaitu
pihak-pihak yang berkepentingan dalam pengangkutan niaga itu sendiri
maupun dalam perjanjian pengangkutannya. Pihak-pihak tersebut adalah
pengangkut, penumpang, pengirim, penerima, ekspeditur, agen perjalanan,
pengusaha bongkar muat, dan pengusaha pergudangan. Subjek hukum
pengangkutan niaga ini dapat berstatus sebagai persekutuan berbadan
hukum, tidak berbadan hukum, maupun perseorangan.67
Subjek hukum pengangkutan atau biasa disebut dengan pihak-pihak
dalam pengangkutan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:68
1. Pengangkut adalah pihak yang menyelenggarakan pengangkutan
barang dam/atau penumpang.
2. Penumpang adalah pihak yang menggunakan jasa angkutan dan
berkewajiban membayar biaya angkutan atas dirinya yang diangkut.
65 Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2010),
hlm 23. 66 Neng Yani Nurhayani, Hukum Perdata, (Bandung: Pustaka Setia, 2015), hlm 71. 67 Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Niaga, op. cit., hlm 45. 68 Ibid., hlm 46-58.
39
3. Pengirim adalah pihak yang menggunakan jasa angkutan dan
berkewajiban membayar biaya angkutan atas barangnya yang
diangkut.
4. Penerima adalah pihak yang memiliki hak untuk menerima barang
yang dikirimkan kepadanya.
5. Ekspeditur adalah pihak perantara yang menghubungkan antara
pengirim dan pengangkut. Ekspeditur bertindak atas nama pengirim.
6. Agen perjalanan adalah pihak yang mencarikan penumpang bagi
pengangkut dan bertindak untuk kepentingan pengangkut.
7. Pengusaha bongkar muat adalah perusahaan yang menjalankan bisnis
bidang jasa pemuatan barang ke kapal dan pembongkaran barang dari
kapal.
8. Pengusaha pergudangan adalah perusahaan yang bergerak dibidang
jenis jasa penyimpanan barang di dalam gudang pelabuhan selama
bartang yang bersangkutan menunggu pemuatan ke kapal.
Objek hukum (recht objek) merupakan segala sesuatu yang berguna
bagi subjek hukum dan yang menjadi objek hukum dari suatu hubungan
hukum adalah hak. Oleh karena itu, dapat dikuasai oleh subjek hukum.69
Menurut Abdulkadir Muhammad yang diartikan dengan objek adalah segala
sasaran yang digunakan untuk mencapai tujuan. Sasaran tersebut pada
pokoknya meliputi barang muatan, alat pengangkut, dan biaya angkutan.
Jadi objek hukum pengangkutan niaga adalah barang muatan, alat
69 Neng Yani Nurhayani, op. cit., hlm 75.
40
pengangkut, dan biaya yang digunakan untuk mencapai tujuan hukum
pengangkutan niaga, yaitu dapat terpenuhinya kewajiban dan hak para pihak
secara benar, adil, dan bermanfaat.70
Objek hukum pengangkutan tersebut dapat diuraikan sebagai
berikut:
1. Barang muatan adalah barang yang sah dilindungi oleh undang-undang.
2. Alat pengangkut adalah alat yang diguanakan untung mengangkut barang
atau penumpang. Alat angkut misalnya seperti kapal, kereta api, bus, mobil
barang, pesawat.
3. Biaya angkutan adalah sejumlah uang yang harus dibayarkan kepada
pengangkut atas jasanya yang telah mengangkut barang atau penumpang.
B. PERJANJIAN PENGANGKUTAN
1. Definisi Perjanjian Pengangkutan
Dalam perspektif hukum perjanjian, pengangkutan merupakan
perjanjian timbal balik antara pengangkut dan pengirim barang dan/atau
penumpang dimana pihak pengangkut mengikatkan dirinya untuk
menyelenggarakan pengangkutan barang dan/atau orang kesuatu tempat
tujuan tertentu, dan pihak-pihak pengirim barang dan/atau penumpang
mengikatkan dirinya pula untuk membayar ongkos angkutannya.71
Perjanjian pengangkutan merupakan suatu perjanjian dimana satu
pihak menyanggupi untuk dengan aman membawa orang atau barang dari
70 Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Niaga, op. cit., hlm 59. 71 Ridwan Khairandy, Pengantar Hukum Dagang, op. cit., hlm 183.
41
satu tempat ke lain tempat, sedangkan pihak lainnya menyanggupi
membayar ongkosnya.72
Dari pengertian di atas dapat diketahui bahwa pihak dalam
perjanjian pengangkutan adalah pengangkut dan pengirim atau
penumpang. Sifat dari perjanjian pengangkutan adalah perjanjian timbal
balik, artinya masing-masing pihak mempunyai kewajiban sendiri-sendiri.
Pihak pengangkut berkewajiban untuk menyelenggarakan pengangkutan
barang atau orang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan
selamat, sedangkan pengirim atau penumpang berkewajiban untuk
membayar uang angkutan.73
Menurut H.M.N Purwosujipto, pengangkutan adalah perjanjian
timbal balik antara pengangkut dengan pengirim, dimana pengangkut
mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan/atau
orang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat,
sedangkan pengirim mengikatkan diri untuk membayar uang angkutan.74
2. Terjadinya Perjanjian Pengangkutan
Terjadinya perjanjian pengangkutan didahului oleh serangkaian
perbuatan penawaran (offer) dan penerimaan (acceptance) yang dilakukan
oleh pengangkut dan pengirim/penumpang secara timbal balik. Cara
terjadinya perjanjian pengangkutan dapat secara langsung antara
penggangkut dan pengirim/penumpang, yakni dengan adanya penawaran
72 R. Subekti, Aneka Perjanjian, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2014), hlm 69. 73 Zainal Asikin, loc. cit. 74 H.M.N Purwosujipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Jilid 3, (Jakarta:
Djambatan, 1981), hlm 2.
42
dari salah satu pihak baik pengangkut maupun pengirim/penumpang.
Selain itu dapat secara tidak langsung dengan menggunakan jasa perantara
yaitu ekspeditur atau agen perjalanan.75
Tentang bagaimana terjadinya perjanjian pengangkutan ini tidak
diatur dalam bagian III buku I KUHD, tetapi diatur dalam bagian II buku
I KUHD. Mengenai saat kapan perjanjian pengangkutan itu terjadi dan
mengikat pihak-pihak, tidak ada ketentuan dalam undang-undang, yang
ada ialah bahwa pihak mengadakan persetujuan kehendak Pasal 1320
KUHPer yang dibuktikan oleh dokumen angkutan. Melalui dokumen
angkutan tersebut dapat diketahui saat terjadi perjanjian pengangkutan
yakni bedasarkan tempat, tanggal, dan tanda tangan yang tertulis pada
dokumen angkutan.76
Pada angkutan kendaraan umum, karcis penumpang atau surat
angkutan barang merupakan tanda bukti telah terjadinya perjanjian
pengangkutan dan pembayaran biaya angkutan. Dalam hal biaya angkutan
dibayar terlebih dahulu maka dokumen angkutan berfungsi sebagai bukti
bahwa perjanjian sudah terjadi dan biaya angkutan sudah dibayar. Dengan
demikian perjanjian sudah terjadi dan mengikat sejak tanggal yang tertera
pada dokumen angkutan. Dalam hal biaya angkutan dibayar kemudian,
maka perjanjian sudah terjadi dan mengikat sejak barang dimuat dalam
truk, atau penumpang berada dalam kendaraan umum.77
75 Ibid., hlm 90. 76 Ibid., hlm 91. 77 Ibid., hlm 92.
43
Setelah perjanjian itu terjadi maka hal yang terpenting adalah
keabsahan suatu perjanjian. Perjanjian dapat dikatan sah apabila telah
memenuhi syarat sah perjanjian. Syarat sah perjanjian tersebut di dalam
sistem hukum Indonesia ditentukan dalam Pasal 1320 KUHPer. Pasal
1320 KUHPer menentukan adanya 4 syarat sahnya suatu perjanjian,
yaitu:78
1. kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya (de toesteming van
degemen die zich verbinden)
2. kecakapan untuk membuat suatu perikatan (de bekwaamheid om eene
verbintenis aan te gaan)
3. suatu hal tertentu (een bepald onderwerp)
4. kausa hukum yang halal (eene goorloofde oorzaak)
Kesepakatan merupakan pertemuan atau persesuaian kehendak
antara para pihak di dalam perjanjian. Seseorang dapat dikatakan telah
memberikan persetujuannya atau kesepakatannya apabila telah
menghendaki apa yang disepakati.79 Persesuaian kehendak para pihak
dalam perjanjian harus diutarakan dengan pernyataan. Kehendak atau
keinginan yang disimpan dalam hati, tidak dapat diketahui oleh pihak lain
dan karenanya tidak dapat melahirkan kesepakatan.80 Pernyataan
kehendak itu harus disampaikan kepada pihak lawannya, kemudian jika
78 Ridwan Khairandi, Hukum Kontrak Indonesia dalam Perspektif Perbandingan, Bagian
Pertama, (Yogyakarta: FH UII Press, 2014), hlm 168. 79 Ibid., hlm 168. 80 Firman F. Adonara, Aspek-Aspek Hukum Perikatan, (Bandung: Mandar Maju, 2014), hlm
76.
44
pihak lawan menyatakan menerima atau menyetujui kehendak, baru terjadi
kata sepakat.81 Dengan demikian yang akan menjadi tolak ukur
tercapainya persesuaian persesuaian kehendak adalah pernyataan-
pernyataan yang telah dilakukan oleh kedua belah pihak.82
Syarat sahnya perjanjian yang kedua adalah kecakapan. Kecakapan
bertindak adalah kecakapan atau kemampuan untuk melakukan perbuatan
hukum. Pada dasarnya setiap orang sepanjang tidak ditentukan lain oleh
undang-undang, dianggap cakap atau mampu membuat perjanjian.83
Dalam Pasal 1329 KUHPer menyatakan bahwa setiap orang adalah cakap
untuk membuat perjanjian, kecuali apabila menurut undang-undang
dinyatakan tidak cakap. Selanjutnya dalam Pasal 1330 KUHPer
menetukan siapa saja yang tidak cakap untuk mengadakan perjanjian,
yaitu:84
1. orang yang belum dewasa (anak diibawah umur);
2. orang yang ditaruh di bawah pengampuan;
3. perempuan yang telah kawin dalam hal-hal yang ditentukan
undang-undang.
Syarat sahnya perjanjian yang ketiga adalah adanya suatu hal
tertentu. Suatu perjanjian harus memiliki objek tertentu. Objek tertentu
dalam perjanjian adalah prestasi (pokok perjanjian). Prestasi terdiri atas
81 Ridwan Khairandi, Hukum Kontrak Indonesia dalam Perspektif Perbandingan, Bagian
Pertama, op. cit., hlm 169. 82 Firman F. Adonara, op. cit., hlm 76. 83 Ibid., hlm 84. 84 Ridwan Khairandi, Hukum Kontrak Indonesia dalam Perspektif Perbandingan, Bagian
Pertama, op. cit., hlm 176.
45
memberikan sesuatu, berbuat sesuati, atau tidak berbuat sesuatu. Prestasi
harus tertentu atau setidak-tidaknya dapat ditentukan.85
Syarat sah keempat adalah kausa hukum yang halah. Kausa yang
halal adalah kausa hukum yang tidak bertentangan degan peraturan
perudang-undangan, ketertiban umum, atau kesusilaan. Jika objek dalam
suatu perjanjian adalah illegal atau bertentangan dengan kesusilaan, atau
bertentangan dengan ketertiban umum, maka perjanjian tersebut tidak sah
dan menjadi batal.86
Dua syarat yang pertama dinamakan syarat subjektif, karena kedua
syarat tersebut yakni kesepakatan dan kecakapan adalah mengenai subjek
dari perjanjian. Sedangkan dua syarat terakhir disebut syarat objektif,
karena syarat suatu hal tertentu dan kausa hukum yang halal adalah
mengenai objek dari perjanjian.87 Apabila syarat pertama dan syarat kedua
tidak terpenuhi maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan. Dapat
dibatalkan artinya salah satu pihak dapat mengajukan pembatalan pada
pengadilan, tetapi apabila para pihak tidak ada yang keberatan dan tidak
membatalkannya maka perjanjian tersebut tetap dianggap sah mengikat
para pihak. Adapun jika syarat ketiga dan keempat tidak dipenuhi oleh para
pihak maka perjanjian tersebut batal demi hukum, artinya perjanjian
tersebut dianggap tidak ada dari awal.88
85 Ibid., hlm 186. 86 Ibid., hlm 186. 87 Mariam Darus Badrulzaman, et. al., Kompilasi Hukum Perikatan, (Bandung: PT. Citra
Aditya Bakti, 2001), hlm 73. 88 Firman F. Adonara, op. cit., hlm 87.
46
3. Dokumen dalam Pengangkutan
Pada dasarnya dokumen pengangkutan terbentuk karena adanya
perjanjian pengangkutan. Meskipun perjanjian pengangkutan itu sendiri
tidak mengharuskan dalam bentuk tertulis (dokumen angkutan), namun
dalam praktik perjanjian pengangkutan selalu dibuat dalam bentuk tertulis,
yaitu dokumen angkutan.89 Dokumen angkutan dibagi menjadi dua jenis
yaitu:
a. Dokumen angkutan penumpang yang disebut karcis penumpang
untuk angkutan darat dan perairan, tiket penumpang untuk angkutan
udara dan angkutan laut.
b. Dokumen angkutan barang yang disebut surat angkutan barang
untuk angkutan darat, dokumen muatan (konosemen) untuk
angkutan laut dan perairan darat, surat muatan udara dan tiket
bagasi untuk angkutan udara.
Pengaturan mengenai dokumen angkutan secara umum tidak
tercantum di dalam KUHD. Dalam KUHD terdapat aturan mengenai
dokumen angkutan untuk pengangkutan laut yang tercantum pada pasal
454 KUHD tentang perjanjian charter kapal, pasal 504 dan 506 KUHD
tentang konosemen, serta Pasal 90 KUHD tentang dokumen dalam
perjanjian pengangkutan darat yang disebut surat muatan.
89 H. M. Hudi Asrori S., Mengenal Hukum Pengangkutan Udara, (Yogyakarta: Kreasi Wacana,
2010), hlm. 41.
47
Pada Pasal 90 KUHD ditentukan bahwa surat angkutan merupakan
perjanjian antara pengirim atau ekspeditur dan pengangkut atau nakhoda.
Sebenarnya tanpa surat angkutan suatu perjanjian telah terjadi apabila
tercapai persetujuan kehendak antara kedua belah pihak, sehingga surat
angkutan hanya merupakan surat bukti saja mengenai adanya perjanjian
angkutan. Surat angkutan dinyatakan telah mengikat bukan hanya ketika
dokumen/surat angkutan tersebut telah ditandatangani pengirim atau
ekspeditur, melainkan juga ketika pengangkut/nakhoda telah menerima
barang angkutan beserta dokumen/surat angkutan tersebut.90
4. Berakhirnya Perjanjian Pengangkutan
Untuk mengetahui kapan dan dimana perjanjian pengangkutan
berakhir perlu dibedakan dua keadaan yaitu:91
1) Keadaan dimana proses pengangkutan berjalan dengan lancar dan
selamat, maka perbuatan yang dijadikan ukuran berakhirnya
perjanjian pengangkutan adalah pada saat penyerahan dan
pembayaran biaya angkutan di tempat tujuan yang disepakati.
2) Keadaan dimana terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian,
maka perbuatan yang dijadikan ukuran berakhirnya perjanjian
pengangkutan adalah pada saat pemberesan kewajiban membayar
ganti kerugian.
90 Sution Usman Adji, et. al., op. cit., hlm. 16. 91 Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Darat, Laut, dan Udara, op. cit., hlm 107
48
Berakhirnya perjanjian pengangkutan tidak sama dengan
berakhirnya pengangkutan, hal ini tergangtung dari isi kesepakatan yang
ditulis dalam surat muatan. Pengertian tempat tujuan tidak selalu sama
dengan terminal, stasiun, pelabuhan laut, dan bandara.92 Dalam perjanjian
pengangkutan memungkinkan tempat tujuan bukan hanya pada tempat-
tempat tersebut, tetapi ada tempat lain yang disepakati sebagai tempat
tujuan pengangkutan, sehingga tujuan tersebut yang menjadi ukuran
berakhirnya perjanjian pengangkutan.
5. Perjanjian Dalam Hukum Islam
Perjanjian dalam bahasa arab disebut dengan akad. Akad atau al-
‘akd secara bahasa berarti al-rabth atau ikatan atau mengikat. Al-rabth
adalah menghimpun atau mengumpulkan dua ujung tali dan mengikatkan
salah satu pada yang lainnya sehingga keduanya saling bersambung dan
menjadi seperti seutas tali yang satu.93
Dalam Al-Quran terdapat beberapa surat yang menjelaskan
mengenai akad atau janji yaitu antara lain sebagai berikut; QS. Al-Maidah
ayat 1 “Hai orang-orang yang beriman penuhilah aqad (perjanjian atau
perikatan) di antara kamu”. Selain itu dalam QS. Ali Imran ayat 76 “Ya,
siapa saja menepati janjinya dan takut kepada Allah, sesungguhnya Allah
mengasihi orang-orang yang taqwa”.
92 Ibid., hlm 108. 93 Ghufron A. Mas’adi, Fiqh Muamalah Kontekstual, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2002),
hlm 75.
49
Akad adalah pertalian antara ijab dan qabul yang dibenarkan oleh
syara’ yang menimbulkan akibat hukum terhadap objeknya. Ijab dalam
definisi akad adalah ungkapan atau pernyataan kehendak melakukan
perikatan oleh satu pihak yang biasanya disebut sebagai pihak pertama.
Qabul adalah pernyataan atau ungkapan yang menggambarkan kehendak
pihak lain (pihak kedua) untuk menyetujui atau menerima pernyataan ijab.94
Akad adalah salah satu bentuk perbuatan hukum atau disebut dengan
tasharruf. Tasharruf adalah segala yang keluar dari seseorang manusia
dengan kehendaknya dan sesuai syara’, yang menetapkan beberapa
haknya.95 Tasharruf terbagi dua yaitu sebagi berikut:96
1. Tasharruf fi’li adalah usaha yang dilakukan manusia dengan tenaga
dan badanya, selain lidah. Misalnya memanfaatkan tanah yang
tandus, menerima barang dalam jual beli.
2. Tasharruf qauli adalah tasharruf yang keluar dari lidah manusia.
Tasharruf qauli terbagi dua yaitu aqdi dan bukan aqdi. Aqdi
merupakan pernyataan dan bukan aqdi merupakan perwujudannya.
Setelah diketahui bahwa akad adalah suatu perbuatan yang sengaja
dibuat oleh dua orang atau lebih berdasarkan keridhaan masing-masing,
maka timbil bagi kedua belah pihak haq dan iltijam yang diwujudkan oleh
akad. Akad memiliki beberapa rukun akad. Terdapat perbedaan pandangan
94 Ibid., hlm 76-77. 95 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, Cetakan Kesembilan (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada,
2014), hlm 43. 96 Ibid., hlm 43-44.
50
di kalangan fuqaha berkenaan dengan rukum akad. Secara umunya rukun
akad adalah sebagai berikut: 97
1. Aqid adalah orang yang berakad.
2. Ma’qud adalah benda-benda yang diakadkan, seperti benda yang
dijual belikan dalam akad jual beli.
3. Maudhu al aqd adalah tujuan atau maksud mengadakan akad.
4. Shighat al aqd adalah ijab dan qabul
C. PENGANGKUTAN BARANG MELALUI ANGKUTAN DARAT
1. Definisi Pengangkutan Barang
Pengangkutan (barang) adalah proses pemindahan barang dari
tempat pengiriman ke tempat tujuan. Dengan demikian, terdapat tiga
komponen dasar dalam pengangkutan barang yaitu: Pengirim, Jasa angkut
(alat angkutan), dan Penerima. Pengangkutan sebagai sebuah proses atau
kegiatan memerlukan alat angkutan untuk mengangkut barang atau
penumpang, atau membawa barang atau penumpang dari tempat pemuatan
ke tempat tujuan dan menurunkan barang atau penumpang dari alat
pengangkutan ke tempat yang ditentukan.98
Angkutan barang bersifat atau berurusan dengan benda, dimana
pengirim menyerahkan suatu benda ke pengangkut, yang akhirnya si
pengangkut itulah yang bertanggung jawab. Jadi dapat dikatakan bahwa hal
ini bersifat pasif. Sebaliknya pada perjanian pengangkutan orang, tidak ada
97 Ibid., hlm 46. 98 Zainal Asikin, op. cit. hlm 154.
51
penyerahan subjek hukum itu kepada pengangkut. Mereka memiliki
kehendak sendiri dan mampu untuk bergerak sendiri.99
2. Jenis Angkutan di Darat
Dalam kegiatan pengangkutan barang melalui darat, terdapat dua
jenis pengangkutan, yakni melalui pengangkutan jalan raya dan
pengangkutan kereta api.
a. Pengangkutan Jalan Raya
Pasal 137 ayat (1) UU No. 22 Tahun 2009 menyatakan bahwa
“angkutan orang dan/atau barang dapat menggunakan kendaraan
bermotor dan tidak bermotor. Berdasarkan pasal tersebut dapat
dikatakan bahwa pengangkutan barang melalui jalan raya dapat
dilakukan mengunakan kendaraan bermotor dan tidak bermotor.
Kendaraan bermotor dan tidak bermotor tersebut dapat dijelaskan
sebagai berikut:
1) Kendaraan Bermotor
Kendaraan bermotor adalah kendaraan yang digerakkan oleh
peralatan mekanik berupa mesin selain kendaraan yang berjalan di
atas rel.100 Kendaraan bermotor umum adalah setiap kendaraan yang
digunakan untuk angkutan barang dan/atau orang dengan dipungut
biaya. Dalam UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan pada Pasal 47
Ayat (2), kendaraan bermotor terbagi atas:
99 Sution Usman Adji, et. al., op. cit., hlm. 80. 100 Lihat Pasal 1 Angka (8) UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
52
a) Sepeda motor
Sepeda motor adalah kendaraan bermotor beroda dua
dengan atau tanpa rumah-rumah dan dengan atau tanpa kereta
samping atau kendaraan bermotor beroda tiga tanpa rumah-
rumah.101
b) Mobil penumpang
Mobil penumpang adalah kendaraan bermotor angkutan
orang yang memiliki tempat duduk maksimal delapan orang,
termasuk untuk pengemudi atau yang beratnya tidak lebih dari
3500 kilogram.102
c) Mobil bus
Mobil bus adalah kendaraan bermotor angkutan orang
yang memiliki tempat duduk lebih dari delapan orang, termasuk
untuk pengemudi atau yang beratnya lebih dari 3.500
kilogram.103
d) Mobil barang
Mobil barang adalah kendaraan bermotor yang dirancang
sebagian atau seluruhnya untuk mengangkut barang.104
101 Lihat Pasal 1 Angka (20) UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. 102 Lihat Pasal 1 Angka (10) PP No. 74 Tahun 2014 tentang Angkutan Jalan. 103 Lihat Pasal 1 Angka (11) PP No. 74 Tahun 2014 tentang Angkutan Jalan. 104 Lihat Pasal 1 Angka (12) PP No. 74 Tahun 2014 tentang Angkutan Jalan.
53
e) Kendaraan khusus
Kendaraan khusus adalah kendaraan bermotor yang
dirancang khusus yang memiliki fungsi dan rancang bangun
tertentu, antara lain: 105
- Kendaraan bermotor Tentara Nasional Indonesia.
- Kendaraan bermotor Kepolisian Negara Republik Indonesia.
- Alat berat antara lain bulldozer, traktor, mesin gilas
(stoomwaltz), forklift, loader, excavator, dan crane.
- Kendaraan khusus penyandang cacat.
2) Kendaraan tidak Bermotor
Kendaraan tidak bermotor adalah setiap kendaraan yang
digerakkan oleh tenaga manusia dan/atau hewan.106
b. Pengangkutan Kereta Api
Telah diketahui bahwa kereta api dapat mengangkut orang dan
barang. Pengangkutan barang dengan kereta api itu dapat dilakukan
dengan beberapa jenis pengangkutan yakni:107
1) Pengangkutan barang kiriman : barang-barang yang beratnya tidak
lebih dari 50 kg akan diangkut sebagai barang kiriman, kecuali
apabila pengirim menghendakin lain.
105 Lihat Penjelasan Pasal 47 Ayat (2) huruf e UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan. 106 Lihat Pasal 1 Angka (9) UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Linta dan Angkutan Jalan. 107 H.M.N Purowsujipto, op. cit., hlm 77-78.
54
3) Pengangkutan barang muatan : barang-barang yang beratnya lebih
dari 500kg atau barang-barang lain yang diminta pengirim agar
barangnya dikirim sebagai barang muatan.
4) Pengangkutan barang kilat : barang-barang yang diinginkan agar
dapat dikirim dengan cepat, pelaksanaannya lebih cepat daripada
pengangkutan sebagai barang kiriman atau barang muatan.
5) Pengangkutan barang sebagai bagasi : barang-barang keperluan
dalam perjalanan, kalau tidak bisa dibawa sebagai barang bawaan
maka harus dibagasikan dan disimpan dalam gerbong bagasi.
Pemilik barang bagasi harus memiliki surat bukti bagasi.
Saat ini berdasarkan Undang-Undang Perkeretaapian yakni UU
No. 23 Tahun 2007, pengangkutan barang dengan kereta api dilakukan
dengan gerbong atau kereta bagasi. Angkutan barang tersebut terdiri
dari barang umum, barang khusus, bahan berbahaya dan beracun,
limbah bahan berbahaya dan beracun.108 Dalam kegiatan pengangkutan
barang dengan kereta api, penyelenggara sarana perkeretaapian
berwenang untuk:
a) memeriksa kesesuaian barang dengan surat angkutan barang;
b) menolak barang angkutan yang tidak sesuai dengan surat
angkutan barang; dan
108 Lihat Pasal 139 ayat (1) dan (2) UU No. 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian.
55
c) melaporkan kepada pihak yang berwajib apabila barang yang
akan diangkut merupakan barang terlarang.
3. Para Pihak dalam Pengangkutan Barang di Darat
a. Pengangkut
Pihak pengangkut dalam perjanjian pengangkutan barang yakni
pihak yang berkewajiban memberikan pelayanan jasa angkutan, barang
dan berhak atas penerimaan pembayaran tarif angkutan sesuai yang
telah diperjanjikan.109 Pengangkut adalah pihak yang mengikatkan diri
untuk menyelenggarakan pengangkutan barang. Singkatnya,
pengangkut adalah penyelenggara pengangkutan niaga.110 Pihak
pengangkut adalah sebagai pihak yang bertugas dan berkewajiban
mengangkut dan yang bertanggung jawab terhadap semua kerugian
yang diderita dalam pengangkutan barang.111
Pengangkut pada pengangkutan darat adalah perusahaan
pengangkutan umum yang mendapat izin operasi dari pemerintah
menggunakan kendaraan umum dengan memungut bayaran.112 Kegiatan
Pengangkutan barang dilakukan dengan menggunakan kendaraan
bermotor yang khusus mengangkut barang, kendaraan bermotor khusus
109 Zainal Asikin, op. cit. hlm 163 110 Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Niaga, op. cit. hlm 46. 111 Achmad Insani, Hukum Dagang, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1984), hlm. 407. 112 Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Niaga, Cetakan ke IV, op. cit., hlm 64.
56
mengangkut barang yang dimaksud adalah kendaraan bermotor umum
yakni seperti truk dan truk gandeng.113
b. Pengirim
Pengirim adalah pihak dalam perjanjian pengangkutan. Jika kita
lihat dalam KUHD tidak mengatur definisi pengirim secara umum.
Akan tetapi, dilihat dari pihak dalam perjanjian pengangkutan, pengirim
adalah pihak yang mengikatkan diri untuk membayar pengangkutan
barang dan atas dasar itu dia berhak memperoleh pelayanan
pengangkutan barang dari pengangkut. Dalam bahasa inggris pengirim
disebut consigner, khusus pada pengangkutan perairan pengirim disebut
shipper.114
Status pengirim dapat sebagai pemilik barang, dalam
perdagangan pemilik barang juga berfungsi sebagai penjual (ekportir).
Pemilik barang dapat berupa manusia pribadi atau badan hukum yang
menjalankan perusahaan. Pemilik barang yang berstatus penjual dalam
perdagangan dapat berupa badan hukum atau persekutuan bukan badan
hukum, akan tetapi penjual yang berstatus sebagai eksportir dapat
dipastikan sebagai badan hukum. Status eksportir ini lebih dikenal
dalam perdagangan internasional. 115
113 Ibid., hlm 64. 114 Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Darat, Laut, dan Udara, op. cit. hlm 35. 115 Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Niaga, op. cit. hlm 49-50.
57
c. Penerima
Penerima barang dalam kerangka perjanjian pengangkutan tidak
menjadi para pihak. Penerima merupakan pihak ketiga yang
berkepentingan atas penyerahan barang.116 Pihak penerima barang yakni
sama dengan pihak pengirim dalam hal pihak pengirim dan penerima
merupakan subjek yang berbeda. Namun adakalanya pihak pengirim
barang juga adalah sebagai pihak yang menerima barang yang diangkut
di tempat tujuan. Dalam perjanjian pengangkutan, penerima mungkin
pengirim sendiri, mungkin juga pihak ketiga yang berkepentingan.117
Ada beberapa pendapapat mengenai kedudukan penerima: 118
1) Penerima sebagai pihak ketiga yang berkepentingan
sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 1317 KUHPer.
2) Penerima sebagai cessionaris (orang yang menerima cessie)
yakni secara diam-diam mengenai hak menagih pengirim
terhadap pengangkut.
3) Penerima sebagai pemegang kuasa atau penyelenggara urusan si
pengirim
116 Ridwan Khairandy, Pokok-Pokok Hukum Dagang, op. cit., hlm 376. 117 Zainal Asikin, op. cit., hlm 164. 118 H.M.N Purwosujipto, op. cit., hlm 5-6.
58
4. Penyerahan Barang Muatan
Penyerahan barang yang dimaksud adalah meliputi dua jenis
penyerahan yang merupakan perwujudan dari suatu perjanjian
pengangkutan, yaitu sebagai berikut:119
a. Penyerahan barang dari pengirim kepada pengangkut untuk diangkut
ke tempat tujuan yang ditentukan dalam dokumen pengangkutan
barang.
Konsep penyerahan barang ini terjadi antara pengirim dengan
pengangkut. Dalam konsep ini terdapat hubungan hukum dimana
pengirim berstatus sebagai pemilik barang yang bertujuan agar barang
miliknya diangkut dan diserahkkan kepada penerima yang ditunjuk
dalam dokumen pengangkutan. Penerima dalam hal ini dapat berstatus
pengirim sendiri sebagai pemilik barang atau orang lain yang bertindak
atas nama pengirim. Pada posisi tersebut pengirim hanya
memanfaatkan jasa pengangkutan guna memindahkan barang
miliknya dari suatu tempat ke tempat lain. Jadi pihak-pihak dalam
perjanjian pengangkutan pada konsep penyerahan barang ini adalah
pengirim dan pengangkut.
b. Penyerahan barang muatan dari pengangkut kepada penerima untuk
mengakhiri proses pengangkutan di tempat tujuan yang ditentukan
dalam dokumen pengangkutan.
119 Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Darat, laut, dan Udara, op. cit., hlm 223-
224.
59
Konsep penyerahan barang muatan ini terjadi antara
pengangkut dan penerima dengan tujuan untuk mengakhiri proses
pengangkutan di tempat tujuan yang telah disepakati dalam perjanjian
pengangkutan. Dalam konsep ini terdapat hubungan hukum dimana
pengangkut berstatus sebagai penyedia jasa pengangkutan baik untuk
kepentingan pengirim maupun kepentingan penerima. Penerima yang
ditunjuk dalam dokumen pengangkutan tidak sama statusya dengan
pengirim. Hubungan hukum antara pengirim dan penerima biasanya
didasari perjanjian jual beli atau kontrak perdagangan lain yang
merupakan perjanjian utamanya, sedangkan perjanjian pengangkutan
hanyalah sebagai perjanjian pelengkap.
D. Hubungan Hukum Para Pihak dalam Pengangkutan Barang
Hubungan hukum adalah suatu wewenang yang dimiliki oleh seseorang
sehingga dapat menguasai sesuatu dari orang lain, dan kewajiban dari orang lain
untuk berperilaku sesuai dengan wewenang yang ada. Isi dari wewenang dan
kewajiban tersebut ditentukan oleh hukum.120 Hubungan hukum adalah
hubungan kewajiban dan hak secara bertimbal balik, yang timbul karena
dilakukannya peristiwa hukum berupa perbuatan, kejadian, atau keadaan.
Peristiwa hukum tersebut dapat berasal dari perjanjian atau ketentuan undang-
undang.121
120 Neng Yani Nurhayani, op. cit., hlm 75. 121 Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Niaga, op. cit. hlm 107.
60
Hubungan hukum dalam pengangkutan adalah hubungan hak dan
kewajiban secara timbal balik yang timbul karena adanya perbuatan, keadaan,
atau kejadian dalam proses pengangkutan. Hak dan kewajiban yang dimaksud
dalam kegiatan pengangkutan adalah hak dan kewajiban para pihaknya yakni
hak dan kewajiban pengangkut, pengirim, maupun penerima. Dalam perjanjian
pengangkutan, pada umumnya hak dan kewajiban para pihak telah dirumuskan
dalam perjanjian yang mereka buat. Namun dalam praktik, hak dan kewajiban
para pihak biasanya tertulis pada dokumen angkutan. Apabila dalam dokumen
angkutan tidak dirumuskan, maka yang diikuti adalah ketentuan yang ada pada
undang-undang pengangkutan terkait. Namun jika dalam undang-undang
pengangkutan juga tidak dapat ditemukan, maka mengikuti kebiasaan umum
dalam pengangkutan.122
1. Hak dan Kewajiban Pengangkut
Pengangkut sebagai pihak dalam kegiatan pengangkutan umumnya
memiliki hak untuk mendapatkan bayaran dari pengirim atas kegiatan
angkutan yang dilaksanakannya, juga termasuk haknya untuk menuntut
pemenuhan pembayaran apabila pengirim belum melaksanakan sepenuhnya
kewajibannya. Pengangkut juga berhak untuk menolak mengangkut barang
yang diserahkan kepadanya, misalanya barang yang diminta untuk diangkut
adalah barang berbahaya atau termasuk sebagai barang yang dilarang
menurut undang-undang. Penolakan oleh pengangkut harus beralasan yang
jelas, karena jika alasan penolakan tidak jelas maka penolakan pengangkut
122 Ibid., hlm 107-108
61
tersebut sudah merupakan wanprestasi. Dengan perjanjian yang dibuat
pengangkut dengan pengirim maka pengangkut mengikatkan diri untuk
mengangkut muatan yang diserahkan kepadanya, selanjutnya menyerahkan
kepada orang yang ditunjuk sebagai penerima serta menjaga keselamatan
barang muatan tersebut.123
Dalam Pasal 91 KUHD dinyatakan bahwa pengangkut berkewajiban
mengangkut barang-barang yang diserahkan kepadanya ke tempat tujuan
yang telah ditentukan. Selain itu, pengangkut juga berkewajiban
menyerahkan kepada penerima tepat pada waktunya dan dalam keadaan
seperti pada waktu diterimanya barang tersebut.124
2. Hak dan Kewajiban Pengirim
Pengirim yang juga merupakan pihak dalam pengangkutan berhak
untuk mendapatkan pelayanan pengangkutan barang oleh pengangkut yakni
diangkut barang-barangnya ke tempat tujuan yang ditentukan. Hak lain
yang dimiliki pengirim adalah menuntut ganti rugi apabila terjadi
kehilangan atau kerusakan terhadap barangnya selama dalam pengangkutan
tersebut. Selain hak, pengirim juga merupakan pihak yang menyandang
kewajiban. Kewajiban pengirim adalah membayar biaya angkutan kepada
pengangkut atas dilaksanakannya angkutan barang milik pengirim. Namun
dalam praktek, terkadang pembayaran ini dilakukan di tempat tujuan yakni
penerimalah yang akan membayarnya, hal ini sesuai dengan pasal 491
123 H.M.N Purwosujipto, op. cit., hlm 4. 124 Lihat Pasal 91 KUHD
62
KUHD, kewajiban membayar uang angkutan ada pada penerima, setelah
barang-barang diterimanya. Terkait metode pembayaran ini dapat
diperjanjikan sebelumnya sesuai kesepakan para pihak. Selain kewajiban
tersebut, pengirim juga berkewajiban untuk memberikan informasi atau
keterangan yang benar dalam dokumen angutan terkait barang yang
dikirimnya.
3. Hak dan Kewajiban Penerima
Menurut pasal 1317 ayat (2) KUHPer, sejak penerima menyatakan
kehendaknya untuk menerima barang-brang yang dikirim oleh pengirim,
maka sejak saat itulah penerima mulai mendapatkan haknya sesuai dengan
janji khusus dalam perjanjian pengangkutan yang dibuat oleh pengirim
dengan pengangkut. Pada saat penerima mulai mendapatkan haknya maka
pengirim tidak berwenang lagi mengubah tujuan pengirimannya.125
Kewajiban penerima akan timbul setelah penerima mendapatkan
haknya untuk menerima barang angkutan, oleh karena itu penerima adalah
sebagai pihak yang berkepentingan dalam pengangkutan. Akibatnya
berlakulah ketentuan-ketentuan dalam perjanjian pengangkutan, misalnya
kewajiban membayar biaya angkutan, kecuali diperjanjikan lain dalam
perjanjian pengangutannya.126
125 Ibid., hlm 6 126 Ibid., hlm 6
63
E. TANGGUNG JAWAB DALAM PENGANGKUTAN BARANG
1. Prinsip-Prinsip Tanggung Jawab dalam Pengangkutan
Titik sentral setiap pembahasan mengenai tanggung jawab
pengangkut pada umumnya adalah tentang prinsip tanggung jawab
(Liability Principle) yang diterapkan. Penggunaan suatu prinsip tanggung
jawab tertentu bergantung kepada keadaan tertentu, baik ditinjau secara
makro (sesuai dengan perkembangan masyarakat), maupun ditinjau secara
mikro (sesuai dengan perkembangan dunia angkutan yang bersangkutan,
baik darat, laut, atau udara). 127
Setidak-tidaknya ada 3 (tiga) prinsip atau teori mengenai tanggung
jawab yang dikenal, ialah: prinsip tanggung jawab berdasarkan atas adanya
unsur kesalahan (fault liability, liability based on fault principle), prinsip
tanggung jawab berdasarkan atas praduga (rebuttable presumption of
liability principle), prinsip tanggung jawab mutlak (no-fault liability,
absolute atau strict liability principle). 128
Cara membedakan prinsip-prinsip tanggung jawab tersebut pada
dasarnya diletakkan pada masalah pembuktian, yaitu mengenai ada
tidaknya kewajiban pembuktian, dan kepada siapa beban pembuktian
dibebankan dalam proses penuntutan.129
127 E. Saefullah Wiradipradja, op. cit., hlm 19. 128 Ibid., hlm 19. 129 Ridwan Khairandy, Pengantar Hukum Dagang, op. cit., hlm 184-185.
64
a. Prinsip Tanggung Jawab berdasarkan Kesalahan (Liability based
on Fault Principle)
Menurut sejarahnya, tanggung jawab berdasarkan kesalahan
pada mulanya dikenal dalam kebudayaan Babylonia kuno. Dalam
bentuknya yang lebih moderen, prinsip ini dikenal pada tahap awal
pertumbuhan hukum Romawi termasuk dalam doktrin “culpa” dalam
lex aquila. Lex aquila menentukan bahwa kerugian baik disengaja
ataupun tidak harus selalu diberikan santunan.130
Menurut prinsip ini, setiap pengangkut yang melakukan
kesalahan dalam penyelenggaraan pengangkutan harus bertanggung
jawab membayar segala kerugian yang timbul akibat kesalahannya itu.
Pihak yang menderita kerugian wajib membuktikan kesalahan
pengangkut. Beban pembuktian ada pada pihak yang dirugikan, bukan
pada pengangkut.131
Dalam prinsip tanggung jawab atas dasar kesalahan,
pembuktian kesalahan tergugat harus dilakukan oleh penggugat (yang
dirugikan). Sebagai contoh prinsip ini di Indonesia dianut dalam pasal
1365 KUHPerdata,132 yakni bunyinya adalah tiap perbuatan melanggar
hukum, yang membawa kerugian pada seorang lain, mewajibkan
kerugian itu mengganti kerugian tersebut.133 Pasal ini mengharuskan
130 Ridwan Khairandy, Pokok-Pokok Hukum Dagang Indonesia, op. cit., hlm 377-378. 131 Abdulkadir Muhammad, op. cit., hlm 37. 132 Toto T. Suriaatmadja, op. cit., hlm 25. 133 R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, op. cit., hlm 346.
65
pemenuhan unsur-unsur untuk menjadikan suatu perbuatan melanggar
hukum dapat dituntut ganti rugi, yaitu:134
1) Adanya perbuatan melawan hukum dari tergugat.
2) Perbuatan tersebut dapat dipersalahkan kepadanya
3) Adanya kerugian yang diderita akibat kesalahan tersebut
Menurut Pasal 1367 KItab Undang-Undang Hukum Perdata,
tanggung jawab hukum kepada seseorang yang menderita kerugian
tidak hanya terkait akibat perbuatan perusahaan pengangkutan itu
sendiri, melainkan juga terhadap perbuatan karyawan, pegawai, agen,
dan perwakilannya apabila menimbulkan kerugian pada orang lain.
Tanggung jawab atas dasar kesalahan harus memenuhi unsur-unsur
adanya kesalahan, ada suatu kerugian dan kerugian tersebut
berhubungan dengan kesalahan, beban pembuktiannya dibebankan
pada korban, namun pada dasarnya kedudukan para pihaknya sama
yakni dalam arti dapat saling membuktikan.135
b. Prinsip Tanggung Jawab berdasarkan Praduga (Presumption of
Liability Principle)
Menurut prinsip ini pengangkut dianggap selalu bertanggung
jawab atas setiap kerugian yang timbul dari pengangkutan yang
diselenggarakan. Tetapi jika pengangkut dapat membuktikan bahwa ia
134 Toto T. Suriaatmadja, loc. cit. 135 H.K. Martono dan Agus Pramono, Hukum Udara Perdata Internasional dan Nasional,
(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013), hlm 11.
66
tidak bersalah, maka ia dibebaskan dari kewajiban membayar ganti
kerugian. Yang dimaksud dengan “tidak bersalah” adalah tidak
melakukan kelalaian, telah mengambil tindakan yang perlu untuk
menghindari kerugian, atau peristiwa yang menimbulkan kerugian itu
tidak mungkin dihindari.136
Pada dasarnya prinsip tanggung jawab berdasarkan praduga
adalah juga prinsip tanggung jawab berdasarkan adanya kesalahan
(liability based on fault), tetapi dengan pembalikan beban pembuktian
(omkering van de bewijslaast, shifting of the burden of proof) kepada
pihak tergugat.137 Perbedaan yang utama antara prinsip tanggung
jawab yang didasarkan semata-mata pada adanya unsur kesalahan dan
“presumption of liability” adalah bahwa di dalam prinsip yang kedua
beban pembuktian beralih dari penggugat (korban) kepada tergugat
(pengangkut).138 Pengangkut harus membuktikan sebaliknya atas
gugatan penggugat, yakni membuktikan bahwa pengangkut tidak
bersalah.
Unsur-unsur dari tanggung jawab atas dasar praduga adalah
sebagai berikut:139
1) beban pembuktiannnya terbalik yakni yang harus
membuktikan adalah pengangkut,
136 Abdulkadir Muhammad, op. cit., hlm 28. 137 Ridwan Khairandy, Pengantar Hukum Dagang, op. cit., hlm 188. 138 E. Saefullah Wiradipradja, op. cit., hlm 30. 139 H.K. Martono dan Agus Pramono, op. cit., hlm 14.
67
2) tanggung jawab terbatas yakni yang dibebankan pada
pengangkut hanya sejumlah yang diatur dalam konvensi
internasional atau pertauran perundang-undangan yang
berlaku,
3) adanya perlindungan hukum bagi perusahaan pengangkutan
yakni bebas bertanggung jawab apabila dapat membuktukan
bahwa pihkanya tidak bersalah,
4) Pihak pengirim atau penumpang juga dapat ikut bersalah
apabila pengangkut dapat membuktikannya sehingga
tanggung jawab tidak sepenuhnya ada pada pengangkut,
5) tanggung jawab tidak terbatas yakni tanggung jawab yang
terbatas dapat menjadi tidak terbatas apabila pengirim atau
penumpang dapat membuktikan bahwa kesalahan yang
dilakukan oleh pengangkut adalah kesalahan yang disengaja.
c. Prinsip Tanggung Jawab Mutlak (Absolute Liability Principle)
Di dalam prinsip tanggung jawab mutlak (strict liability atau
absolute liability) tergugat atau pengangkut selalu bertanggung jawab
tanpa melihat ada atau tidaknya kesalahan atau tidak melihat siapa
yang bersalah.140 Prinsip ini tidak mengenal beban pembuktian, unsur
kesalahan tak perlu dipersoalkan. Pengangkut tidak mungkin bebas
dari tanggung jawab dengan alasan apapun yang menimbulkan
kerugian itu. Prinsip ini dapat dirumuskan dengan kalimat:
140 Ridwan Khairandy, Pokok-Pokok Hukum Dagang Indonesia, op. cit., hlm 382-383.
68
“pengangkut bertanggung jawab atas setiap kerugian yang timbul
karena peristiwa apapun dalam penyelenggaraan pengangkutan ini”.141
Terkait prinsip tanggung jawab mutlak ini biasa disebut
(absolute liability) dan (strict liability). Kedua istilah tersebut beberapa
pakar ada yang membedakannya, tetapi ada juga yang
mempersamakannya. Menurut Bin Cheng sebagaimana yang dikutip
oleh E. Saefullah, meskipun baik secara teoritis maupun praktis sulit
mengadakan pembedaan yang tegas di antara kedua istilah tersebut,
namun Bin Cheng menunjukan adanya perbedaan pokok antara kedua
istilah tersebut.
Pada “strict liability” terdapat hubungan kausalitas antara
orang yang benar-benar bertanggung jawab dengan kerugian. Semua
hal yang biasanya dapat membebaskan tanggung jawab tetap diakui
kecuali hal-hal yang mengarah pada pernyataan tidak bersalah.
Sedangkan “absolute liability” akan timbul kapan saja keadaan yang
menimbulkan tanggung jawab tersebut ada tanpa mempermasalahkan
oleh siapa atau bagaimana terjadinya kerugian tersebut.142 Dengan
demikian dalam absolute liability tidak diperlukan hubungan
kausalitas dan hal-hal yang dapat membebaskan dari tanggung jawab
hanya yang dinyatakan secara tegas dalam perundang-undangan.143
141 Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Niaga, op. cit., hlm 41. 142 E. Saefullah Wiradipradja, op. cit., hlm 37. 143 Toto T. Suriaatmadja, op. cit., hlm 30.
69
2. Tanggung Jawab Pengangkut
Menurut ajaran hukum yang berlaku pada sistem Common Law
maupun sistem Continental Law, perusahaan pengangkutan sebagai
perusahaan yang menyediakan jasa transportasi umum harus bertanggung
jawab atas kerugian yang diderita oleh penumpang dan/atau pengirim
barang. Perusahaan transportasi umum tidak hanya bertanggung jawab atas
perbuatannya sendiri, melainkan juga bertanggung jawab atas perbuatan
yang diakibatkan oleh karyawan, pegawai, agen, atau perwakilannya, atau
orang yang bertindak untuk dan atas nama perusahaan tersebut.144
Pengangkut merupakan penyelenggara pengangkutan barang mulai
dari tempat pemuatan sampai tempat tujuan dengan selamat. Ada dua
kemungkinan yang akan terjadi apabila barang yang dikirm tidak selamat
yaitu barang sampai pada tujuan dalam keadaan musnah atau barang
sampai pada tujuan dalam keadaan rusak. Barang musnah artinya barang
telah terbakar, tenggelam, atau dicuri. Barang rusak artinya meskipun
barangnya ada tetapi barang tersebut tidak dapat digunakan sebagai
mestinya. Keadaan tidak selamat ini menjadi tanggung jawab pengangkut
sehingga harus memberikan ganti rugi atas barang yang musnah atau rusak.
Hal tersebut dikecualikan apabila kerugian tersebut terjadi atas sebab-sebab
seperti cacat pada barang itu sendiri, karena kesalahan atau kelalaian
pengirim sendiri, keadaan memaksa.145
144 H.K. Martono dan Eka Budi Tjahjono, op. cit., hlm 167. 145 H.M.N Purwosujipto, op. cit., hlm 35-34.
70
Cacat pada barang artinya memang adanya sifat pembawaan dari
barang itu sendiri yang menyebabkan rusak atau terbakarnya barang dalam
perjalanan, misalnya sifat barangnya memang mudah pecah atau terbakar,
sehingga dari sifat bawaan inilah yang memudahkan terjadinya cacat pada
barang. Lain halnya apabila kerusakan atau terbakarnya barang itu
disebabkan karena salah penempatan atau kelalaian pengangkut, maka
kerugiannya dapat dibebankan pada pengangkut.146
Kelalaian atau kesalahan dari pengirim sendiri misalnya seperti
pengirim mengirim barang dengan pengepakan yang kurang baik, artinya
mudah untuk terjadi kerusakan saat dalam perjalanan. Dalam hal
pengangkut mengetahui kelalian atau kesalahan pengirim itu maka
pengangkut harus menolak atau memperingatkan atau dapat mencatatnya
dalam surat muatan bahwa memang pengepakannya kurang sempurna.147
Sebab lain yang dapat menjadi alasan pengangkut untuk tidak
bertanggung jawab adalah karena keadaan yang memaksa. Keadaan
memaksa ada dua jenis yaitu keadaan memaksa objektif dan keadaan
memaksa subjektif. Keadaan memaksa objektif adalah adanya keadaan
yang bebar-benar sama sekali tidak dapat dihindari oleh pengangkut,
sedangkan keadaan memaksa subjektif adalah adanya keadaan dimana
pengangkkut sudah berusaha sebisa mungkin untuk mencegah adanya
kerugian namun juga tidak berhasil.148
146 Ibid., hlm 36. 147 Ibid., hlm 37. 148 Ibid., hlm 37.
71
Dalam praktek, umumnya terjadi pengurangan atau penghapusan
tanggung jawab yang dicantumkan dalam perjanjian pengangkutan.
Adanya klausula pengurangan tanggung jawab pada dasarnya dapat
dibenarkan, dengan syarat klausula tersebut disetujui oleh kedua belah
pihak. Namun terkait pengahapusan tanggung jawab, hal ini tidak
dibenarkan oleh undang-undang. Setiap pelaku usaha dilarang membuat
perjanjian yang mencantumkan klasula menghilangkan tanggung jawab.
Setiap perjanjian yang dibuat harus dilaksanakan dengan itikad baik.
Tanggung jawab pengangkut disini mencakup pengangkut
merupakan perusahaan angkutan umum. Menurut Pasal 193 UU Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan, perusahaan anggkutan umum bertanggung
jawab atas kerugian yang diderita oleh pengirim barang karena barang
musnah, hilang, atau rusak akibat penyelenggaraan angkutan, kecuali
terbukti bahwa musnah, hilang, atau rusaknya barang disebabkan oleh
suatu kejadian yang tidak dapat dicegah atau dihindari atau karena
kesalahan pengirim. Tanggung jawab ini berlangsung sejak barang
diangkut oleh pengangkut sampa barang diserahkan di tempat tujuan yang
disepakati. Dalam Pasal 191 masih dalam undang-undang yang sama
disebutkan bahwa perusahaan angkutan umum juga bertanggung jawab
atas kerugian yang diakibatkan oleh segala perbuatan orang yang
dipekerjakan dalam kegiatan penyelenggaraan angkutan.
72
BAB III
PELAKSANAAN PENGANGKUTAN BARANG MENGGUNAKAN
SEPEDA MOTOR MELALUI LAYANAN GO-SEND DALAM APLIKASI
GO-JEK
A. Pelaksanaan Pengangkutan Barang Menggukan Sepeda Motor melalui
Layanan Go-send dalam Aplikasi Go-jek Ditinjau berdasarkan Peraturan
Perundang-Undangan terkait Angkutan Jalan yang Berlaku
Angkutan merupakan suatu proses atau gerakan dari suatu tempat ke
tempat yang lain. Definisi Angkutan menurut Pasal 1 Angka (3) UU No. 22
Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah perpindahan orang
dan/atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan
kendaraan di ruang lalu lintas jalan.149 Berdasarkan ulasan tersebut dapat
diartikan bahwa pengangkutan mengandung pengertian suatu proses kegiatan
memuat barang atau mengangkut orang, membawa barang atau penumpang
sehingga terjadi perpindahan dari suatu tempat ke tempat yang lain dengan
dibantu oleh sarana atau alat transportasi yaitu kendaraan. Terkait pengangkutan
barang, proses yang terjadi adalah pemindahan barang milik pengirim dari
tempat asal kepada penerima di tempat tujuan yang ditentukan. Dengan
demikian, dalam hal ini terdapat tiga komponen dasar dalam pengangkutan
barang yaitu: Pengirim, Jasa angkut atau alat angkutan, dan Penerima.
149 Lihat Pasal 1 Angka (3) UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
73
Pengangkutan sebagai sebuah proses atau kegiatan memerlukan alat
pengangkutan untuk mengangkut barang atau membawa barang dari tempat
pemuatan ke tempat tujuan dan menurunkan barang dari alat pengangkutan ke
tempat yang ditentukan.150 Pada umumnya kegiatan pengangkutan di jalan raya
menggunakan kendaraan sebagai alat transportasi atau sarana angkut untuk
membawa ataupun memindahkan barang. Jika kita lihat dalam Pasal 47 ayat (1)
UU No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menyebutkan
bahwa kendaraan terdiri atas kendaraan bermotor dan kendaraan tidak bermotor.
Kendaraan tidak bermotor adalah setiap kendaraan yang digerakkan oleh
tenaga manusia dan/atau hewan,151 sedangkan kendaraan bermotor adalah setiap
kendaraan yang digerakkan oleh peralatan mekanik berupa mesin selain
kendaraan yang berjalan di atas rel.152 Kendaraan bermotor dalam hal ini
dikelompokan lagi berdasarkan jenisnya, yaitu: sepeda motor, mobil
penumpang, mobil bus, mobil barang, dan kendaraan khusus.153 Dalam hal
pelaksanaan pengangkutan ditujukan untuk menjalankan kegitan transportasi
umum, maka alat transportasi atau kendaraan yang digunakan haruslah alat
transportasi umum atau dengan kata lain dalam undang-undang tersebut di atas
adalah kendaraan bermotor umum.
Seluruh kegiatan pengangkutan dalam suatu negara haruslah
dilaksanakan sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku, baik pengangkutan di
darat, laut, maupun udara. Hal ini agar dapat menjamin kepastian dan ketertiban
150 Zainal Asikin, op. cit. hlm 154. 151 Lihat Pasal 1 angka 9 UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. 152 Lihat Pasal 1 angka 8 UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. 153 Lihat Pasal 47 ayat (2) UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
74
hukumnya. Sehingga seluruh pelaksanaan kegiatan pengangkutan dapat
berfungsi dan bermanfaat dengan baik, serta terwujudnya kegiatan
pengangkutan yang aman, selamat, tertib dan lancar. Begitupun halnya dengan
kegiatan pengangkutan barang di darat yang dilaksanakan melalui layanan go-
send haruslah sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Terdapat beberapa regulasi yang mengatur mengenai pelaksanaan
pengangkutan barang melalui layanan go-send. Salah satunya adalah UU No. 22
Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Apabila mengkaji UU No.
22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan maka terdapat beberapa
Pasal yang terkait dengan pelaksanaan pengangkutan barang, diantaranya adalah
sebagai berikut :
1. Pasal 137 ayat (3), mengatur bahwa :
“Angkutan barang dengan Kendaraan Bermotor wajib menggunakan
mobil barang”.
2. Pasal 138 ayat (3), mengatur bahwa :
“Angkutan umum orang dan/atau barang hanya dilakukan dengan
Kendaraan Bermotor Umum”.
Selain UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan terdapat juga peraturan teknis
yang mengatur tentang pengangkutan barang di jalan raya yang terkait dengan
pelaksanaan pengangkutan barang melalui layanan go-send yaitu PP No. 74
Tahun 2014 tentang Angkutan Jalan. Dalam Peraturan Pemerintah ini terdapat
beberapa Pasal yang memuat ketentuan terkait pengangkutan barang, yaitu
sebagai berikut:
75
1. Pasal 10 ayat (1) : “Angkutan barang dengan menggunakan Kendaraan
Bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a wajib
menggunakan Mobil Barang”.
2. Pasal 10 ayat (2) : "Dalam hal memenuhi persyaratan teknis, Angkutan
barang dengan Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat menggunakan Mobil Penumpang, Mobil Bus, atau Sepeda Motor.
3. Pasal 10 ayat (4) : “Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) untuk sepeda motor meliputi”:
a. muatan memiliki lebar tidak melebihi stang kemudi;
b. tinggi muatan tidak melebihi 900 (sembilan ratus) milimeter dari
atas tempat duduk pengemudi; dan
c. barang muatan ditempatkan di belakang pengemudi.
4. Pasal 11 : “Angkutan barang dengan menggunakan Mobil Penumpang,
Mobil Bus, atau Sepeda Motor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10
harus memperhatikan faktor keselamatan”.
Di era globalisasi ini hadirlah layanan go-send sebagai suatu layanan
yang menawarkan jasa untuk memindahkan atau mengangkut barang dari suatu
tempat ke tempat tertentu yang menggunakan sepeda motor dan dengan dipungut
tarif atau bayaran tertentu sebagai biaya angkut. Go-send merupakan layanan
dalam aplikasi Go-jek, dimana Go-jek adalah sebuah aplikasi ciptaan PT. GO-
JEK Indonesia. Dalam menjalankan kegiatan pengangkutan PT. GO-JEK
Indonesia bermitra dengan Pengemudi Ojek. Melalui sistem dalam aplikasinya
PT. GO-JEK Indonesia akan menghubungkan Pengguna Jasa Ojek (konsumen
76
yang akan mengirim barang) dengan Pengemudi ojek.154 Pengemudi ojek akan
mengantar atau mengirim barang milik pengirim dari suatu tempat kepada
penerima di tempat tertentu.
Dalam layanan go-send ini pihak yang melaksanakan kegiatan
pengangkutan adalah pengemudi ojek, sehingga pembayaran sejumlah uang
tertentu sebagai biaya angkut harus diserahkan kepada pengemudi ojek.
Sejumlah uang tersebut selanjutnya akan menjadi milik pengemudi ojek. Namun
dengan ketentuan sekian persen akan dibagikan kepada PT. GO-JEK Indonesia
sebagai komisi telah menghubungkan pengguna jasa ojek dengan pengemudi
ojek melalui aplikasinya.155
Berdasarkan Pasal dalam UU No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan dan juga pada PP No. 74 Tahun 2014 tentang Angkutan
Jalan yang disebutkan di atas, maka penulis dapat menganilisis mengenai
kegiatan pengangkutan barang yang dilaksanakan melalui layanan go-send
sebagai berikut:
Pertama, penulis menganalisis terkait pasal-pasal dalam UU No. 22
Tahun 2009. Merujuk pada Pasal 137 ayat (3) yang menentukan bahwa kegiatan
angkutan barang dengan kendaraan bermotor wajib menggunakan mobil barang.
Dalam hal ini mobil barang adalah kendaraan bermotor yang dirancang sebagian
atau seluruhnya untuk mengangkut barang.156 Sedangkan layanan go-send
154 Dikutip dari https://www.go-jek.com/terms, yang diakses tanggal 14 Januari 2017. 155 Hasil wawancara dengan M. Arkan Tunas sebagai pengemudi ojek di Yogyakarta, pada
tanggal 20 Januari 2017. 156 Lihat penjelasan Pasal 47 ayat (2) huruf d UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas
Angkutan Jalan.
77
sebagaimana telah dijelaskan di atas dalam prakteknya melakukan kegiatan
angkutan barang dengan menggunakan sepeda motor dan bukan mobil barang.
Dalam Pasal 137 ayat (3) tersebut terdapat kata “wajib” yang jika kita lihat dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia, wajib berati harus dilakukan, tidak boleh tidak
dilaksanakan (ditinggalkan).157 Sedangkan dalam norma hukum kata “wajib”
biasanya mengandung konsekuensi sanksi. Sanksi memperlihatkan sisi hukum
yang memaksa (dwingend recht).
Pasal sealanjutnya dalam UU No. 22 Tahun 2009 adalah Pasal 138 ayat
(3), yang mengatur bahwa “Angkutan umum orang dan/atau barang hanya
dilakukan dengan kendaraan bermotor umum”. Angkutan umum merupakan
angkutan untuk masyarakat umum. Angkutan umum adalah angkutan yang
diperuntukan untuk masyarakat secara umum yang dilakukan dengan sistem
sewa atau membayar, baik untuk mengangkut penumpang ataupun barang.
Dalam hal ini intinya terjadi pemungutan sejumlah biaya tertentu yang dijadikan
sebagai ongkos angkutan. Jika kita lihat dalam prakteknya pengemudi ojek
melalui layanan go-send dapat dikatakan melaksankan kegiatan angkutan umum
yakni angkutan umum barang.
Layanan Go-send dalam prakteknya melakukan kegiatan perpindahan
barang milik pengirim dari suatu tempat ke tempat tertentu dengan
menggunakan kendaraan di ruang lalu lintas jalan dan tentunya memungut
bayaran. Penulis dapat menilai bahwa dari segi kegiatannya, layanan go-send
termasuk kegiatan angkutan umum. Layanan go-send diperuntukan untuk
157 Dikutip dari http://kbbi.web.id/wajib yang diakses tanggal 12 Januari 2017.
78
masyarakat umum, dan dalam layanan tersebut terjadi pengangkutan barang
yang dilakukan dengan sistem membayar. Sehingga hal yang perlu diperhatikan
dalam menyelenggarakan angkutan umum salah satunya adalah ketentuan
kendaraan atau alat angkutnya. Kendaraan yang harus digunakan untuk angkutan
umum adalah kendaraan bermotor umum. Kendaraan bermotor umum adalah
setiap kendaraan yang digunakan untuk angkutan barang dan/atau orang dengan
dipungut bayaran.158
Sesuai dengan penjelasan penulis sebelumnya bahwa kendaraan yang
digunakan oleh pengemudi ojek dalam layanan go-send adalah sepeda motor.
Sepeda motor menurut UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan bukanlah sebagai
kendaraan bermotor umum yang dapat berfungsi sebagai alat transportasi umum.
Jika kita lihat dalam Pasal 47 ayat (3) UU No. 22 Tahun 2009, tidak
mengelompokan sepeda motor sebagai fungsi kendaraan bermotor umum.
Dalam Pasal 47 ayat (3) kendaraan yang dikelompokan sebagai fungsi
kendaraan bermotor umum hanyalah mobil penumpang, mobil bus, dan mobil
barang.159 Sehingga dalam hal menyelenggarakan kegiatan angkutan umum
kendaraan yang dapat digunakan hanyalah mobil penumpang, mobil bus,
ataupun mobil barang. Dalam hal inilah menurut penulis terjadi penyimpangan.
Go-jek melalui layananannya go-send melaksanakan angkutan umum tetapi
tidak mengindahkan ketentuan atau syarat dalam melaksanakan angkutan
umum, yakni salah satunya dari segi kendaraan yang digunakan.
158 Lihat Pasal 1 angka 10 UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan. 159 Lihat Pasal 47 ayat (3) UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan.
79
Kedua, penulis menganalis terkait pasal-pasal dalam Peraturan
Pemerintah No. 74 Tahun 2014 tentang Angkutan Jalan. Pada Pasal 10 ayat (1)
memuat ketentuan bahwa “Angkutan barang dengan menggunakan kendaraan
bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a wajib
menggunakan mobil barang”, hal ini berarti masih sesuai dengan amanat dalam
Pasal 137 ayat (3) UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan yang manyatakan bahwa “Angkutan barang dengan Kendaraan Bermotor
wajib menggunakan mobil barang”. Namun selanjutnya jika kita lihat dalam
Pasal 10 ayat (2) PP No. 74 Tahun 2014 tentang Angkutan Jalan, menyatakan
bahwa “Dalam hal memenuhi persyaratan teknis, Angkutan barang dengan
Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menggunakan
Mobil Penumpang, Mobil Bus, atau Sepeda Motor”. Hal ini berarti, sepeda
motor sebagai kendaraan bermotor dapat digunakan dalam angkutan barang.
Dengan memenuhi persyaratan teknis yang telah ditentukan selanjutnya melalui
ayat (4), sepeda motor dapat digunakan untuk kegiatan angkutan barang.
Persyaratan teknis yang dimaksudkan adalah muatan memiliki lebar
tidak melebihi stang kemudi, tinggi muatan tidak melebihi 900 (sembilan ratus)
milimeter dari atas tempat duduk pengemudi, barang muatan ditempatkan di
belakang pengemudi. Berdasarkan persyaratan teknis tersebut, apabila melihat
peraturan terkait pengiriman barang yang di tetapkan oleh PT. GO-JEK
Indonesia juga sudah cukup baik. Melalui syarat dan ketentuan pada website
80
resminya, PT. GO-JEK Indonesia mengatur bahwa go-jek tidak memberikan
layanan pengiriman untuk barang-barang sebagai berikut: 160
1. barang yang dilarang pihak berwajib untuk dimiliki dan diedarkan,
pengiriman barang dari dan ke penjara,
2. pengiriman binatang peliharaan atau binatang lain,
3. pengiriman barang yang dimensinya lebih dari 70cm (panjang), 50cm
(lebar), 50cm (tinggi) atau barang yang beratnya melebihi 20 kg,
4. mengangkut barang-barang ilegal atau berbahaya atau barang-barang
curian, termasuk pada barang-barang yang mengandung bahan berbahaya
atau beracun, obat-obatan atau material terlarang/ilegal,
5. mengangkut atau mengirimkan barang-barang berharga atau barang yang
bernilai lebih dari Rp10.000.000.
Persyaratan teknis dalam layanan go-send memang sudah cukup bagus
dan telah mencerminkan pesrsyaratan teknis sebagaimana yang ditentuan dalam
PP No. 74 Tahun 2014. Namun Diperbolehkannya secara bersyarat penggunaan
sepeda motor sebagai kendaraan untuk angkutan barang sebagaimana yang
dinyatakan dalam Pasal 10 ayat (2) PP No. 74 Tahun 2014 tentang Angkutan
Jalan tersebut memicu adanya permasalahan baru. Bahwa dalam hal ini yang
dimaksud dengan angkutan barang yang dapat menggunakan sepeda motor
adalah angkutan barang dalam fungsi seperti apa. Apakah angkutan barang
tersebut dalam fungsi untuk mengangkut barang pribadi saja atau juga termasuk
ketika angkutan barang dilaksanakan dalam fungsi untuk menjalankan angkutan
160 Dikutip dari https://www.go-jek.com/terms yang diakses tanggal 12 Januari 2017
81
umum. Terkait hal ini dalam penjelasan Pasal 10 ayat (2) juga tidak dijelaskan
secara rinci.
Menurut penulis mungkin ketika kegiatan angkutan barang
menggunakan sepeda motor dilaksanakan hanya sebagai fungsi untuk
mengangkut barang perseorangan atau barang pribadi saja dapat diperbolehkan,
namun apabila hal ini dilaksanakan dengan maksud untuk angkutan umum
seperti halnya layanan go-send maka akan bertentangan dengan UU Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan. Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumya, bahwa pada
Pasal 138 ayat (3) UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan diatur bahwa “Angkutan umum orang dan/atau barang hanya dilakukan
dengan Kendaraan Bermotor Umum”.
Dalam UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
memang tidak ada Pasal yang secara tegas melarang beroperasinya angkutan
umum beroda dua seperti sepeda motor. Namun pada Pasal 138 ayat (3) tersebut
telah dengan jelas menetukan bahwa angkutan umum orang dan/atau barang
hanya dilakukan dengan Kendaraan Bermotor Umum. Penggunaan kata “hanya”
dalam pasal tersebut bermakna bahwa tidak ada pilihan kendaraan lain selain
menggunakan kendaraan bermotor umum. Undang-Undang telah dengan tegas
mengatur bahwa jenis kendaraan yang dapat digunakan untuk angkutan umum
orang dan/atau barang hanyalah jenis kendaraan yang tergolong sebagai
kendaraan bermotor umum. Sehingga apabila angkutan umum barang tidak
mengunakan kendaraan bermotor umum dapat dianggap melakukan pelanggaran
terhadap Pasal tersebut.
82
Selain itu menurut Menteri Perhubungan RI Ignaisus Jonan, alasan atau
latar belakang tidak dimasukannya kendaraan bermotor beroda dua seperti
sepeda motor sebagai alat transportasi umum adalah karena alasan keselamatan.
Dalam hal ini sepeda motor tidak layak untuk dijadikan sebagai alat transportasi
umum. Penggunaan sepeda motor dinilai sangat berpotensi terjadinya
kecelakaan.161 Fenomena ojek online seperti go-jek ini juga sebenarnya sempat
dilarang beroperasi oleh Menteri Perhubungan seperti yang tertuang dalam Surat
Nomor UM.302/1/21/Phb/2015. Surat ini ditandatangani oleh Menteri
Perhubungan Ignasius Jonan, tertanggal 9 November 2015. Surat ini ditujukan
kepada Kepolisian RI, dan ditembuskan kepada Menteri Koordinator Bidang
Politik, Hukum dan Kemanaan Republik Indonesia, Menteri Koordinator Bidang
Perekonomian, serta Gubernur, Kapolda, Korlantas, Dirjen Perhubungan Darat
dan Ketua Umum DPP Organda.
Surat tersebut berisikan pemberitahuan bahwa taksi maupun ojek online
dinilai tidak memenuhi ketentuan atau kriteria sebagai angkutan umum karena
tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan dan Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2014 Tentang
Angkutan Jalan. Oleh karena itu, Menteri Perhubungan meminta segenap
instansi terkait untuk mengambil langkah-langkah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Pada dasarnya sifat dari surat tersebut adalah bersifat
pemberitahuan dan imbauan. Namun kemudian Menteri Perhubungan Ignasius
161 Lihat Alasan Jonan tak Mengatur Ojek Online,Tribunjambi.com, Edisi Kamis 28 April 2016,
diakses melalui http://jambi.tribunnews.com/2016/04/28/alasan-jonan-tak-mengatur-ojek-online
pada tanggal 12 Januari 2017.
83
Jonan membatalkan surat tersebut dan menyatakan bahwa jasa transportasi
online dan layanan sejenisnya dipersilakan untuk beroperasi sebagai solusi
sampai transportasi publik di Indonesia dapat terpenuhi dengan layak.
Berdasarkan penelitian penulis, sampai saat ini juga masih belum ada
aturan tegas dari pemerintah yang melarang dan memberikan sanksi terkait
adanya pelaksanaan angkutan umum orang dan/atau barang dengan sepeda
motor. Tidak adanya aturan tegas yang mengatur tentang pelaksanaan angkutan
umum dengan menggunakan sepeda motor tersebut menjadikan eksistensi
layanan angkutan umum barang seperti halnya go-send ini terus ada. Walaupun
dalam hal ini pelaksanaan angkutan umum menggunakan sepeda motor adalah
bertentangan dengan hukum, karena sepeda motor bukanlah kendaraan untuk
angkutan umum orang dan/atau barang.
Sejauh ini terkait maraknya transportasi berabis online, pemerintah baru
mengeluarkan aturan yang mengatur mengenai pelaksanaan anggkutan umum
orang. Aturan tersebut adalah melalui Peraturan Menteri Perhubungan Republik
Indonesia Nomor PM 32 Tahun 2016 Tentang Penyelenggaraan Angkutan
Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak dalam Trayek.162 Aturan ini
hanya terkait angkutan orang dengan menggunakan kendaraan bermotor umum
seperti mobil penumpang umum atau bus umum dengan tidak mempunyai
lintasan dan waktu tetap. Ruang lingkup dari aturan ini juga telah meliputi
pengawasan, sanksi administratif dan peran serta masyarakat.
162 Lihat Peraturan Meteri Perhubungan Nomor PM 32 Tahun 2016 Tentang Penyelenggaraan
Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak dalam Trayek.
84
B. Tanggung Jawab Hukum apabila Terjadi Kerugian dalam Pelaksanaan
Pengangkutan Barang Menggukan Sepeda Motor Melalui Layanan Go-
send dalam Aplikasi Go-jek
Berkaitan dengan tanggung jawab hukum apabila terjadi kerugian dalam
pelaksanaan pengangkutan barang menggunakan sepeda motor melalui layanan
go-send dalam aplikasi go-jek ini akan menjawab siapa pihak yang dibebani
tanggung jawab hukum apabila terjadi kerugian. Maka untuk mendapatkan
jawaban terkait pihak yang harus bertanggung jawab apabila terjadi kerugian
dalam pelaksanaan pengangkutan barang melalui layanan go-send adalah
pertama-tama penulis mengkaji tentang kedudukan pihak PT. GO-JEK
Indonesia sebagai pemilik dan penyedia apliaksi go-jek dalam penyelenggaraan
pengangkutan ini.
Melalui website resminya PT. GO-JEK Indonesia menyatakan bahwa PT.
GO-JEK Indonesia adalah suatu perseroan yang didirikan berdasarkan hukum
Negara Republik Indonesia. PT. GO-JEK Indonesia adalah perusahaan teknologi
dan bukanlah perusahaan transportasi atau kurir sehingga tidak memberikan
layanan transportasi atau kurir. PT. GO-JEK Indonesia tidak mempekerjakan
penyedia layanan sehingga tidak bertanggung jawab atas setiap tindakan
dan/atau kelalaian penyedia layanan. Penyedia layanan yang dimaksud adalah
orang perseorangan atau badan usaha yang memberikan jasa pelayanan dan
selanjutnya bekerja sama dengan PT. GO-JEK Indonesia.163 Penyedia layanan
misalnya pengemudi ojek atau biasa disebut driver go-jek. Dengan kata lain PT.
163 Dikutip dari https://www.go-jek.com/terms, yang diakses tanggal 14 Januari 2017.
85
GO-JEK Indonesia merupakan perusahaan jasa berbasis teknologi aplikasi yang
berfungsi untuk mempertemukan masyarakat sebagai pembeli dan penjual.
Merujuk pada pernyataan resmi tersebut dimana PT. GO-JEK Indonesia
menyatakan bahwa PT. GO-JEK Indonesia tidak mempekerjakan penyedia
layanan (pengemudi ojek), maka penulis dapat menyimpulkan bahwa hubungan
yang terjadi antara PT. GO-JEK Indonesia dengan pengemudi ojek bukanlah
hubungan kerja sebagaimna yang terdapat dalam UU Ketenagakerjaan. Dalam
Pasal 1 angka 15 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
mendefinisikan “Hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan
pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan,
upah, dan perintah”.
Berdasarkan pengertian tersebut terdapat tiga unsur hubungan kerja yaitu
pekerjaan, upah, dan perintah. Unsur-unsur ini jika di terapkan dalam hubungan
yang terjadi antara PT. GO-JEK Indonesia dengan Pengemudi ojek adalah
sebagai berikut:
1. Unsur Pekerjaan : unsur ini terpenuhi jika pekerja dalam melaksanakan
pekerjaanya adalah pekerjaan yang diberikan perusahaan, sedangkan
dalam prakteknya PT. GO-JEK Indonesia tidak memberikan pekerjaan
pada pengemudi ojek, melainkan yang memberi pekerjaan adalah
penumpang atau pengirim yang dihubungkan oleh aplikasi go-jek.
2. Unsur Upah : unsur ini terpenuhi jika pekerja mendapatkan kompensasi
berupa sejumlah uang tertentu yang besarannya tetap atau sama dalam
periode tertentu, dan juga bukan berdasarkan komisi/persentase. Dalam
86
prakteknya yang terjadi antara PT. GO-JEK Indonesia dengan pengemudi
ojek yakni pengemudi ojek tidak mendapatkan upah langsung dari PT.
GO-JEK Indonesia, melainkan mendapatkan upah atau pembayaran dari
penumpang atau pengirim. Upah pengemudi ojek juga tidak tetap atau
sama dalam setiap bulannya, hal ini tergantung seberapa banyak
penumpang atau barang yang diantar.
3. Unsur Perintah : unsur ini terpenuhi jika terdapat perintah kerja dari
perusahaan kepada pekerja, bukan atas inisiatif pekerja. Dalam praktek,
perintah mengantar penumpang atau barang bukan berasal dari PT. GO-
JEK Indonesia, melainkan dari penumpang atau pengirim itu sendiri yang
dihubungkan oleh aplikasi go-jek.
Dengan tidak terpenuhinya unsur-unsur di atas maka hubungan yang
terjadi antara PT. GO-JEK Indonesia dengan pengemudi ojek sudah jelas
bukanlah hubungan kerja. Hubungan yang terjadi antara keduanya adalah
kemitraan. Dalam majalah LKBH News menyatakan bahwa berdasarkan hasil
wawancara dengan para pengemudi ojek, hubungan yang terjalin antara
Pengemudi ojek dengan PT. GO-JEK Indonesia adalah kemitraan.164 Kemitraan
adalah kerjasama dalam keterkaitan usaha, baik langsung maupun tidak
langsung, atas dasar prinsip saling memerlukan, mempercayai, memperkuat, dan
menguntungkan yang melibatkan pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
dengan Usaha Besar.165
164 Himsar A. Trijatmoko, et. al., Mengurai Ojek berbasis Aplikasi di Yogyakarta, LKBH
News, Edisi Januari – Maret 2016, hlm 5. 165 Lihat Pasal 1 angka 13 UU No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
87
Hafsah dalam bukunya mendefinisikan kemitraan adalah suatu strategi
bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu
untuk meraih keuntungan bersama dengan prinsip saling membutuhkan dan
saling membesarkan.166 Sehingga oleh karena hubungan yang terjadi adalah
hubungan kemitraan, maka tidak ada kewajiban bagi perusahaan untuk
bertanggung jawab atas kelalaian atau kesalahan dari pekerjanya, sebagaimna
yang ada dalam hubungan kerja. Dalam hubungan kemitraan berarti setiap
pelaku usaha memiliki tanggung jawab masing-masing, begitupun halnya
dengan PT. GO-JEK Indonesia dan pengemudi ojek, masing-masing memiliki
tanggung jawab terhadap kegiatan usaha yang dijalankan. PT. GO-JEK
Indonesia dalam hal ini juga tidak diwajibkan untuk bertanggung jawab atas
kelalaian atau kesalahan pengemudi ojek.
Melihat status PT. GO-JEK Indonesia yang merupakan perusahaan
aplikasi maka tanggung jawabnya yang diembannya berbeda dengan tanggung
jawab perusahaan transportasi pada umumnya. Begitupun dengan izin.
perusahaan aplikasi tidak wajib memilik izin usaha seperti perusahaan
transportasi. Untuk mengetahui lebih rinci perbedaannya, berikut uraian
perbandingan antara bentuk dan tanggung jawab hukum perusahaan penyedia
aplikasi transportasi dengan perusahaan penyedia transportasi umum:167
166 Hafsah. Kemitraan Usaha Konsepsi Dan Strategis, (Jakarta : Penebar swadaya, 2000), hlm
43. 167 Bimo Prasetio dan Sekar Ayu Primandani, Menyibak Tanggung Jawab Hukum Penyedia
Aplikasi Transportasi, Strategi Hukum : 23 Desember 2015, dikases melalui
http://strategihukum.net/di-balik-gojek-grabtaxi-dan-uber-menyibak-tanggung-jawab-hukum-
penyedia-aplikasi-transportasi pada tanggal 15 Januari 2017.
88
Tabel 1
No. Ruang
Lingkup
Perusahaan Aplikasi
(Go-jek, Grab, Uber)
Perusahaan Transportasi
Umum
(Taksi, Rental Mobil)
1 Bentuk Badan
Hukum
Perseroan Terbatas ( PT.) Perseroan Terbatas ( PT.)
2 Perizinan 1. Tanda Daftar
Perusahaan (TDP)
2. Surat Ket. Domisili
Perusahaan (SKDP)
3. Surat Izin Usaha
Perdagangan (SIUP)
4. Izin Prinsip/Izin Usaha
dari BKPM (untuk
PMA/perusahaan
modal asing)
5. Nomor Pokok Wajib
Pajak (NPWP)
1. Tanda Daftar
Perusahaan (TDP)
2. Surat Ket. Domisili
Perusahaan (SKDP)
3. Surat Izin Usaha Jasa
Transportasi (SIUJT)
4. Nomor Pokok Wajib
Pajak (NPWP)
5. Izin Penyelenggaraan
Angkutan Orang Dalam
Trayek atau Tidak
Dalam Trayek
6. Izin Penyelenggaraan
Angkutan Barang
Khusus dan Alat Berat
7. Sertifikasi Uji Tipe
Kenderan Bermotor
8. Pengesahan Rancang
Bangun dan Rekayasa
Kendaraan Bermotor
3 Tanggung
Jawab
1. Terhadap Penggunaan
aplikasi yang
digunakan untuk
1. Terhadap
penyelenggaraan jasa
transportasi umum yang
89
memesan jasa
transportasi
2. Tunduk pada
ketentuan yang ada
pada UU ITE
3. Tunduk pada tanggung
jawab yang ada pada
UU perlindungan
Konsumen
diberikan kepada
konsumen
2. Tunduk pada tanggung
jawab yang ada pada
UU Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan, serta
peraturan terkait
lainnya.
3. Tunduk pada tanggung
jawab yang ada pada
UU Perlindungan
Konsumen
4 Pelaku Usaha
Pesaing
Perusahaan atau badan
usaha yang menjalankan
dan mengembangkan
teknologi aplikasi sejenis
Perusahaan atau badan
usaha yang menyediakan
jasa transportasi umum
5 Hubungan
Perusahaan
dengan
Pengemudi
Hubungan Kemitraan Hubungan Kerja, dalam
beberapa perusahaan ada
yang hubungan mitra
bedasarkan perjanjian
Berdasarkan uraian dalam tabel di atas dapat memperjelas bahwa PT.
GO-JEK Indonesia sebagai perusahaan penyedia aplikasi ternyata memiliki
perbedaan dengan perusahaan transportasi umum. Begitupun dengan tanggung
jawab yang dimilikanya, dimana perusahaan penyedia aplikasi seperti PT. GO-
JEK Indonesia hanya bertanggung jawab pada penggunaan teknologi aplikasi
yang disediakannya, misalnya tanggung jawab atas data dan informasi pribadi
konsumen yang menggunakan aplikasi tersebut, bukan pada penyelenggaraan
90
angkutan umumnya. Perbedaan pola tanggung jawab ini memiliki potensi terjadi
masalah di masyarakat, karena terlihat bahwa perusahaan penyedia aplikasi
memiliki tanggung jawab yang terbatas.
Berdasarkan penjelasan penulis di atas jadi PT. GO-JEK Indonesia tidak
dapat dimintai pertanggungjawaban terkait pelaksanaan pengangkutan barang.
PT. GO-JEK Indonesia hanya dapat dimintai pertanggungjawaban terkait
penggunaan aplikasi yang disediakan untuk menghubungkan penyedia jasa
transportasi (pengemudi ojek) dengan pengguna jasa transportasi (penumpang
atau pengirim). Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, para pihak
dalam pelaksanaan pengangkutan barang melalui layanan go-send ini antara lain
adalah PT. GO-JEK Indonesia sebagai pihak penghubung, pengemudi ojek
sebagai pihak pengangkut, dan konsumen sebagai pihak pengirim dan/atau
penerima. Ketika PT. GO-JEK Indonesia sebagai pihak penghubung tidak dapat
dimintai pertanggung jawaban terkait penyelenggaran angkutannya, maka pihak
selanjutnya yang memungkinkan untuk dimintai pertanggung jawaban adalah
pengangkut.
Pengangkut adalah penyelenggara pengangkutan barang mulai dari
tempat pemuatan sampai tempat tujuan dengan selamat. Ada dua kemungkinan
yang akan terjadi apabila barang yang dikirim tidak selamat yaitu barang sampai
pada tujuan dalam keadaan musnah atau barang sampai pada tujuan dalam
keadaan rusak. Barang musnah artinya barang telah terbakar, tenggelam, atau
dicuri. Barang rusak artinya meskipun barangnya ada tetapi barang tersebut tidak
dapat digunakan sebagai mestinya. Keadaan tidak selamat ini menjadi tanggung
91
jawab pengangkut sehingga harus memberikan ganti rugi atas barang yang
musnah atau rusak. Hal tersebut dikecualikan apabila kerugian tersebut terjadi
atas sebab-sebab seperti cacat pada barang itu sendiri, karena kesalahan atau
kelalaian pengirim sendiri, keadaan memaksa.168
Cacat pada barang artinya memang adanya sifat pembawaan dari barang
itu sendiri yang menyebabkan rusak atau terbakarnya barang dalam perjalanan,
misalnya sifat barangnya memang mudah pecah atau terbakar, sehingga dari
sifat bawaan inilah yang memudahkan terjadinya cacat pada barang. Lain halnya
apabila kerusakan atau terbakarnya barang itu disebabkan karena salah
penempatan atau kelalaian pengangkut, maka kerugiannya dapat dibebankan
pada pengangkut.169
Kelalaian atau kesalahan dari pengirim sendiri misalnya seperti pengirim
mengirim barang dengan pengepakan yang kurang baik, artinya mudah untuk
terjadi kerusakan saat dalam perjalanan. Dalam hal pengangkut mengetahui
kelalian atau kesalahan pengirim itu maka pengangkut harus menolak atau
memperingatkan atau dapat mencatatnya dalam surat muatan bahwa memang
pengepakannya kurang sempurna.170
Sebab lain yang dapat menjadi alasan pengangkut untuk tidak
bertanggung jawab adalah karena keadaan yang memaksa. Keadaan memaksa
ada dua jenis yaitu keadaan memaksa objektif dan keadaan memaksa subjektif.
Keadaan memaksa objektif adalah adanya keadaan yang bebar-benar sama
168 H.M.N Purwosujipto, op. cit., hlm 35-34.
169 Ibid., hlm 36. 170 Ibid., hlm 37.
92
sekali tidak dapat dihindari oleh pengangkut, sedangkan keadaan memaksa
subjektif adalah adanya keadaan dimana pengangkkut sudah berusaha sebisa
mungkin untuk mencegah adanya kerugian namun juga tidak berhasil.171
Pengemudi ojek sebagai pengangkut yakni sebagai penyelenggara
pengangkutan barang dapat dimintai pertanggungjawaban secara perseorangan,
karena pengemudi ojek dalam pelaksanaan pengangkutan barang menggunakan
sepeda motor melalui layanan go-send dalam aplikasi go-jek tidak dalam
naungan sebuah perusahaan angkutan umum. Apabila melihat UU No. 22 Tahun
2009 tentang Lalu Lintas dan Jalan maka tanggung jawab yang ada dalam
Undang-Undang tersebut sebagian besar lebih diperuntukan kepada perusahaan
angkutan umum yang menjalankan kegiatan usaha pengangkutan.
Tanggung jawab perusahaan angkutan umum dalam UU No. 22 Tahun
2009 tentang Lalu Lintas dan Jalan yang dimaksud diantaranya adalah sebagai
berikut:
1. Pasal 188, mengatur bahwa:
“Perusahaan Perusahaan Angkutan Umum wajib mengganti kerugian
yang diderita oleh Penumpang atau pengirim barang karena lalai dalam
melaksanakan pelayanan angkutan”
2. Pasal 189, mengatur bahwa:
“Perusahaan Angkutan Umum wajib mengasuransikan tanggung
jawabnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188”.
3. Pasal 191, mengatur bahwa:
“Pengemudi Kendaraan Bermotor Umum dapat menurunkan penumpang
dan/atau barang yang diangkut pada tempat pemberhentian terdekat jika
171 Ibid., hlm 37.
93
Penumpang dan/atau barang yang diangkut dapat membahayakan
keamanan dan keselamatan angkutan”.
4. Pasal 193, mengatur bahwa:
(1) Perusahaan Angkutan Umum bertanggung jawab atas kerugian
yang diderita oleh pengirim barang karena barang musnah, hilang,
atau rusak akibat penyelenggaraan angkutan, kecuali terbukti
bahwa musnah, hilang, atau rusaknya barang disebabkan oleh
suatu kejadian yang tidak dapat dicegah atau dihindari atau
kesalahan pengirim.
(2) Kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung
berdasarkan kerugian yang nyata-nyata dialami.
(3) Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimulai
sejak barang diangkut sampai barang diserahkan di tempat tujuan
yang disepakati.
(4) Perusahaan Angkutan Umum tidak bertanggung jawab jika
kerugian disebabkan oleh pencantuman keterangan yang tidak
sesuai dengan surat muatan angkutan barang.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai besaran ganti kerugian diatur
dengan peraturan pemerintah.
5. Pasal 194, mengatur bahwa:
(1) Perusahaan Angkutan Umum tidak bertanggung jawab atas
kerugian yang diderita oleh pihak ketiga, kecuali jika pihak ketiga
dapat membuktikan bahwa kerugian tersebut disebabkan oleh
kesalahan Perusahaan Angkutan Umum.
(2) Hak untuk mengajukan keberatan dan permintaan ganti kerugian
pihak ketiga kepada Perusahaan Angkutan Umum sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) disampaikan selambat-lambatnya 30 (tiga
puluh) hari terhitung mulai tanggal terjadinya kerugian.
6. Pasal 195, mengatur bahwa:
(1) Perusahaan Angkutan Umum berhak untuk menahan barang yang
diangkut jika pengirim atau penerima tidak memenuhi kewajiban
dalam batas waktu yang ditetapkan sesuai dengan perjanjian
angkutan.
(2) Perusahaan Angkutan Umum berhak memungut biaya tambahan
atas barang yang disimpan dan tidak diambil sesuai dengan
kesepakatan.
(3) Perusahaan Angkutan Umum berhak menjual barang yang
diangkut secara lelang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan jika pengirim atau penerima tidak
memenuhi kewajiban sesuai dengan kesepakatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
94
Dalam pelaksanaan pengangkutan barang melalui layanan go-send,
menurut penulis satu-satunya pihak yang dapat dimintai pertanggungjawaban
apabila terjadi kerugian adalah pengemudi ojek, karena pengemudi ojek adalah
pihak yang melaksanakan pengangkutan barang milik pengirim. Pengemudi ojek
dalam hal ini disebut sebagai pengangkut, sehingga apabila terjadi kerugian
maka pengirim dapat meminta ganti kerugian kepada pengangkut.
Pelaksanaaan pengangkutan barang melalui layanan go-send dalam
aplikasi go-jek jika dikaji berdasarkan perspektif hukum perjanjian, maka pada
dasarnya telah terjadi perjanjian antara pengemudi ojek dalam hal ini sebagai
pihak pengangkut dengan konsumen sebagai pihak pengirim barang. Menurut
H.M.N Purwosujipto, perjanjian pengangkutan adalah perjanjian timbal balik
antara pengangkut dengan pengirim barang, dimana pengangkut mengikatkan
diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan/atau orang dari suatu
tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan pengirim
mengikatkan diri untuk membayar uang angkutan.172
Terjadinya perjanjian pengangkutan didahului oleh serangkaian
perbuatan penawaran (offer) dan penerimaan (acceptance) yang dilakukan oleh
pengangkut dan pengirim/penumpang secara timbal balik. Cara terjadinya
perjanjian pengangkutan dapat secara langsung antara penggangkut dan
pengirim/penumpang, yakni dengan adanya penawaran dari salah satu pihak
baik pengangkut maupun pengirim/penumpang. Selain itu dapat secara tidak
172 H.M.N Purwosujipto, op. cit., hlm 2.
95
langsung dengan menggunakan jasa perantara yaitu ekspeditur atau agen
perjalanan.173
Suatu perjanjian pengangkutan terjadi dan mengikat para pihak biasanya
dibuktikan oleh dokumen angkutan, melalui dokumen angkutan tersebut dapat
diketahui saat terjadi perjanjian pengangkutan yakni bedasarkan tempat, tanggal,
dan tanda tangan yang tertulis pada dokumen angkutan.174 Pada angkutan
kendaraan umum, karcis penumpang atau surat angkutan barang merupakan
tanda bukti telah terjadinya perjanjian pengangkutan dan pembayaran biaya
angkutan. Dokumen pengangkutan pada dasarnya terbentuk karena adanya
perjanjian pengangkutan, meskipun perjanjian pengangkutan itu sendiri pada
asasnya tidak mengharuskan dalam bentuk tertulis (dokumen angkutan), karena
perjanjian pengangkutan dapat terjadi secara lisan.
Berikut dapat penulis jelaskan mengenai sistem pemesanan dalam aplikasi
go-jek yang dapat menetukan terjadinya perjanjian pengangkutan antara
pengemudi ojek dengan pengirim. Dalam layanan go-send, hal pertama adalah
calon pengirim barang mengirimkan permintaan untuk memesan layanan kepada
penyedia layanan (pengemudi ojek), setelah itu sistem dalam aplikasi akan
mendeteksi lokasi dari pengirim barang, dan mengirimkan informasi lokasi
tersebut kepada pengemudi ojek terdekat. Pengemudi ojek memiliki kebijakan
sendiri dan menyeluruh untuk menerima atau menolak setiap permintaan
pengirim barang atas layanan go-send. Jika pengemudi ojek menerima
173 Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Niaga, op. cit., hlm 90. 174 Ibid., hlm 91.
96
permintaan tersebut, aplikasi go-jek akan memberitahu pengirim barang dan
memberikan informasi mengenai pengemudi ojek yang akan mengirim barang,
termasuk nama pengemudi ojek, nomor polisi kendaraannya, dan nomor telepon
yang dapat dihubungi. Dalam aplikasi go-jek ini juga memungkinkan pengirim
barang untuk melihat perkembangan pengemudi ojek menjuju titik penjemputan
barang secara langsung dan nyata.175
Berdasarkan sistem yang berlaku dalam aplikasi go-jek tersebut maka
ketika pengirim barang telah meminta untuk barangnya diangkut ke tempat
tertentu dan penggangkut (pengemudi ojek) menerima serta menyanggupi
permintaannya maka disinilah telah terjadi perjanjian pengangkutan. Perjanjian
pengangkutan tersebut terjadi dalam bentuk transaksi eletronik. Sebagaimana
yang telah dijelaskan di atas bahwa dalam perjanjian pengangkutan pada asasnya
tidak mewajibkan perjanjian tersebut dibuat dalam bentuk tertulis, karena
perjanjian pengangkutan dapat terjadi secara lisan, begitupun juga dapat dalam
bentuk transaksi eletronik seperti halnya dalam sistem pemesanan layana go-
send dalam aplikasi go-jek. Selama perjanjian tersebut sesuai dengan semua
syarat sah dari suatu perjanjian maka perjanjian tersebut tetaplah sah.
Perjanjian pengangkutan yang dibuat secara sah akan mengikat kedua
belah pihak yaitu pengangkut dengan pengirim. Berdasarkan perjanjian tersebut
maka akan melahirkan kewajiban dan hak yang perlu direalisasikan melalui
penyelenggaraan pengangkutan yang aman dan selamat serta ikuti pembayaran
175 Dikutip dari website resmi PT. GO-JEK Indonesia melalui https://www.go-jek.com/terms,
pada tanggal 16 Januari 2017.
97
biaya angkutan. Dengan adanya kewajiban dan hak inilah yang kemudian
menimbulkan tanggung jawab bagi para pihak. Dari kewajiban tersebut timbulah
tanggung jawab pengangkut, maka segala sesuatu yang mengganggu
keselamatan barang menjadi tanggung jawab pengangkut. Dengan demikian,
berarti pengangkut berkewajiban menanggung segala kerugian yang diderita
oleh pengirim barang yang diangkutnya tersebut. Wujud tanggung jawab
tersebut dapat berupa ganti tugi (kompensasi).176
Bagi pengangkut wajib bertanggung jawab sejak diterimanya barang yang
dimintakan kepadanya untuk dikirim sampai terlaksananya tujuan perjanjian
pengangkutan tersebut, yaitu telah sampainya barang ke alamat penerima dengan
selamat sesuai dengan keadaan semula pada saat diterimanya barang tersebut
oleh pengangkut. Pada dasarnya pengangkut bertanggung jawab atas kerugian
yang timbul akibat peristiwa yang terjadi dalam proses pengangkutan sejak
pemuatan, pengantaran, sampai penyerahan barang kepada penerima, keculai
dalam perjanjiannya diperjanjikan lain.
Dalam hal terjadi kerugian pada pelaksanaan pengangkutan barang
menggunakan sepeda motor melalui layanan go-send maka upaya hukum yang
dapat ditempuh oleh para pihak yang merasa dirugikan dapat dengan jalur litigasi
maupun non litigasi. Melalui jalur non litigasi para pihak dapat telebih dahulu
untuk melakukan negosiasi dan/atau mediasi untuk mendapatkan ganti kerugian
sehingga tercapai keadilan satu sama lain. Opsi kedua adalah melalui jalur
pengadilan atau litigasi. Bagi pihak yang merasa dirugikan dapat melakukan
176 Ridwan Khairandy, Pokok-Pokok Hukum Dagang Indonesia, op. cit., hlm 377.
98
gugatan secara perdata baik perbuatan melawan hukum maupun wanprestasi
terkait perjanjian pengangkutan yang dibuat para pihak.
Membahas soal tanggung jawab maka akan ada pula wujud atau bentuk
tanggung jawabnya. PT. GO-JEK Indonesia dalam website resminya
menyatakan bersedia untuk memberikan bantuan keuangan jika pengguna
mengalami kecelakaan, menderita cidera atau meninggal saat dijemput oleh
Pengemudi ojek. Jumlah bantuan keuangan akan ditentukan berdasarkan
kebijakan PT. GO-JEK Indonesia. PT. GO-JEK Indonesia juga memberikan
biaya ganti rugi untuk kehilangan barang dalam layanan go-send sampai dengan
Rp. 10.000.000, selama barang tersebut sesuai dengan informasi yang diberikan
dan sesuai dengan syarat yang ditentukan dalam pengiriman barang melalui
layanan go-send. Nominal penggantian akan berdasarkan struk pembelian
dan/atau mengacu kepada nilai wajar harga barang. PT. GO-JEK Indonesia juga
telah menyatakan bahwa tidak memiliki asuransi untuk barang yang dikirimkan
dan oleh karena itu jika pengirim barang ingin barang tersebut diasuransikan
selama pengiriman, silahkan menyediakan asuransinya sendiri.177
Langkah yang diambil oleh PT. GO-JEK Indonesia ini menurut penulis
sangatlah bagus. Walaupun pada dasarnya PT. GO-JEK Indonesia tidak wajib
bertanggung jawab atas penyelenggaraan pengangkutan, namun PT. GO-JEK
Indonesia tetap bersedia memberikan bantuan dan santunan terhadap
penumpang maupun pengirim barang yang mengalami kerugian. Dalam hal ini,
177 Dikutip dari penjelasan syarat dan ketentuan serta tanggung jawab PT. GO-JEK Indonesia,
yang diakses melalui https://www.go-jek.com/terms pada tanggal 17 Januari 2016.
99
PT. GO-JEK Indonesia hanya memiliki tanggung jawab hukum terbatas yaitu
hanya pada penggunaan aplikasi yang disediakan. Bentuk dari ganti kerugian ini
menurut penulis merupakan langkah yang tepat bagi PT. GO-JEK Indonesia
untuk tetap menjaga brand dan citra baik perusahaan serta sebagai bentuk
kepeduliannya terhadap pengguna apilaksi.
100
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian dan analiasa penulis mengenai pelaksanaan
pengangkutan barang menggunakan sepeda motor melalui layanan go-send
dalam aplikasi go-jek pada bab-bab sebelumnya maka dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut :
1. Pelaksanaan pengangkutan barang menggunakan sepeda motor melalui
layanan go-send dalam aplikasi go-jek tidak termasuk dalam kegiatan
pengangkutan barang berdasarkan peraturan perundang-undangan terkait
angkutan jalan yang berlaku di Indonesia. Dalam UU No. 22 Tahun 2009
tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan serta PP No. 74 tahun 2014
tentang Angkutan Jalan hanya mengakui kegiatan pengangkutan umum
barang yang dilaksanakan menggunakan kendaraan bermotor umum.
Layanan go-send dalam prakteknya melaksanakan angkutan umum barang
dengan menggunakan sepeda motor dan bukan kendaraan bermotor
umum.
2. Pihak yang harus bertanggung jawab apabila terjadi kerugian dalam
pelaksanaan pengangkutan barang menggunakan sepeda motor melalui
layanan go-send dalam aplkasi go-jek adalah Pengemudi Ojek. PT. GO-
JEK Indonesia hanya bertanggung jawab pada penggunaan teknologi
aplikasi yang disediakannya, bukan pada penyelenggaraan angkutan
umumnya. Dalam hal terjadi kerugian pada pelaksanaan pengangkutan
101
barang menggunakan sepeda motor melalui layanan go-send maka upaya
hukum yang dapat ditempuh oleh para pihak yang merasa dirugikan dapat
dengan jalur litigasi maupun non litigasi. Melalui jalur non litigasi para
pihak dapat telebih dahulu untuk melakukan negosiasi dan/atau mediasi.
Melalui jalur litigasi pihak yang merasa dirugikan dapat melakukan
gugatan secara perdata baik perbuatan melawan hukum maupun
wanprestasi terkait perjanjian pengangkutan yang dibuat para pihak.
B. Saran
Berdasarkan data yang diperoleh penulis terkait pelaksanaan
pengangkutan barang menggunakan sepeda motor melalui layanan go-send
dalam aplikasi go-jek, maka penulis dapat memberikan saran-saran sebagai
berikut :
1. Perlu kiranya aturan yang jelas serta tidak saling bertentangan satu sama
lain agar dapat memberikan kepastian hukum bagi masyarakat. Dalam hal
ini juga perlunya peran Pemerintah untuk memastikan bahwa pelaksanaan
jasa transportasi berbasis online yang terjadi saat ini dijalankan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku. Selain itu, PT. GO-JEK Indonesia yang
dalam hal ini adalah perusahaan penyedia aplikasi penghubung jasa
transportasi harusnya bermitra dengan perusahaan angkutan umum atau
orang perseorangan yang memang dalam pelaksanaan pengangkutannya
menggunakan kendaraan bermotor umum, sehingga dapat tercipta
pelaksanaan pengangkutan umum yang baik dan aman serta sesuai
dengan peraturan yang berlaku di Indonesia.
102
2. Oleh karena tanggung jawab yang dimiliki perusahaan aplikasi seperti
PT. GO-JEK Indonesia adalah tanggung jawab terbatas, maka menurut
penulis hal ini juga merupakan kepentingan bagi pemerintah untuk
memastikan bahwa tanggung jawab perusahaan penyedia aplikasi yang
terbatas ini tidak merugikan masyarakat. Harus ada regulasi yang jelas
dari pemerintah mengenai pemisahan tanggung jawab antara pelaku
usaha teknologi aplikasi dengan pelaku usaha penyedia barang dan/atau
jasa karena antara pelaku usaha teknologi aplikasi dengan pelaku usaha
penyedia barang dan/atau jasa memiliki tanggung jawabnya masing-
masing.
103
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Darat, Laut, dan Udara.
Bandung: Citra Aditya Bakti, 1991.
_____, Hukum Pengangkutan Niaga. Bandung, Citra Aditya Bakti,
1998.
_____, Hukum Pengangkutan Niaga, Cetakan ke IV. Bandung: PT Citra
Aditya Bakti, 2008.
_____, Hukum Perdata Indonesia. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2010.
Achmad Insani, Hukum Dagang. Jakarta: Pradnya Paramita, 1984.
Badan Pembinaan Hukum Nasional, Seminar Hukum Pengangkutan
Udara. Jakarta: Binacipta, 1980.
E. Saefullah Wiradipradja, Tanggung Jawab Pengangkut dalam Hukum
Pengangkutan Udara Internasional dan Nasional. Yogyakarta:
Liberty, 1989.
Firman F. Adonara. Aspek-Aspek Hukum Perikatan. Bandung: Mandar
Maju, 2014.
G. Kartasapoetra dan E. Roekasih, Segi-Segi Hukum dalam Charter dan
Asuransi Angkutan Udara. Bandung: Armico, 1981.
Ghufron A. Mas’adi, Fiqh Muamalah Kontekstual. Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada, 2002.
H. K. Martono, Hukum Udara, Angkutan Udara Dan Hukum Ruang
Angkasa. Bandung: Alumni, 1987.
_____, Pembajakan Angkutan dan Keselamatan Penerbangan. Jakarta:
Gramata Publishing, 2011.
H.K. Martono dan Eka Budi Tjahjono, Transportasi dii Perairan
berdasarkan UU No. 17 Tahun 2008. Jakarta: Rajawali Press, 2011.
H.K. Martono dan Agus Pramono, Hukum Udara Perdata Internasional
dan Nasional. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013.
104
H.M.N Purwosujipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Jilid
3. Jakarta: Djambatan, 1981.
Hartono Hadisuprapto, et. al., Pengangkutan dengan Pesawat Udara.
Yogyakarta: Perpustakaan FH UII, 1988.
Hafsah, Kemitraan Usaha Konsepsi Dan Strategis, Jakarta: Penebar
Swadaya, 2000.
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, Cetakan Kesembilan. Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada, 2014.
M. Hudi Asrori S., Mengenal Hukum Pengangkutan Udara. Yogyakarta:
Kreasi Wacana, 2010.
Mariam Darus Badrulzaman, et. al., Kompilasi Hukum Perikatan,
Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2001.
Neng Yani Nurhayani, Hukum Perdata. Bandung: Pustaka Setia, 2015.
R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Jakarta: Balai Pustaka, 2014.
R. Subekti, Aneka Perjanjian, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2014.
Ridwan Khairandy, Pengantar Hukum Dagang. Yogyakarta: FH UII
Press, 2006.
_____, Pokok-Pokok Hukum Dagang Indonesia. Yogyakarta: FH UII
Press, 2014.
_____, Hukum Kontrak Indonesia dalam Perspektif Perbandingan,
Bagian Pertama. Yogyakarta: FH UII Press, 2014.
Ridwan Khairandy, Et. Al., Pengantar Hukum Dagang I. Yogyakarta:
Gama Media Yogyakarta, 2006.
Sapto Sardjono, Hukum Dagang Laut Bagi Indonesia, (Jakarta: Simplex,
1985.
Soegijatna Tjakranegara, Hukum Pengangkutan Barang dan Penumpang.
Jakarta: Rineka Cipta, 1995.
Sution Usman Adji, Et. Al., Hukum Pengangkutan Indonesia. Jakarta:
Rineka Cipta, 1990.
105
Toto T. Suriaatmadja, Pengangkutan Kargo Udara. Bandung: Pustaka
Bani Quraisy, 2005.
Zainal Asikin, Hukum Dagang. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013.
B. Peraturan Perundang-Undangan
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Undang-Undang No. 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian.
Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.
Undang-Undang No.20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah.
Undang-Undang No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan.
Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan.
PP No. 20 Tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan.
PP No. 22 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah No.
20 Tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan.
PP Nomor 74 Tahun 2014 tentang Angkutan Jalan
Peraturan Meteri Perhubungan Nomor PM 32 Tahun 2016 Tentang
Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor
Umum Tidak dalam Trayek.
C. Majalah
Himsar A. Trijatmoko, et. al., Mengurai Ojek berbasis Aplikasi di
Yogyakarta, LKBH News, Edisi Januari – Maret 2016.
D. Wawancara
Wawancara dengan M. Arkan Tunas, Pengemudi ojek (driver go-jek) di
Yogyakarta, 20 Januari 2017.
106
E. Internet
Website Kamus Besar Bahasa Indonesia dikases melalui
http://kbbi.web.id/.
Website PT Gojek Indonesia diakses melalui https://www.go-
jek.com/terms.
Bimo Prasetio dan Sekar Ayu Primandani, Menyibak Tanggung Jawab
Hukum Penyedia Aplikasi Transportasi, melalui
http://strategihukum.net/.
107
LAMPIRAN
Gambar sistem pemesanan dalam aplikasi go-jek yang dapat menetukan terjadinya
perjanjian pengangkutan :
108