PENERAPAN SYARAT - SYARAT PERDAGANGAN (TRADING TERMS)
OLEH PT. CARREFOUR INDONESIA PASCA AKUISISI
PT. ALFA RETALINDO
(Analisis Putusan MA Nomor: 502 K/Pdt.Sus/2010)
Diajukan Kepada Fakultas Syari’ah & Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (SH)
Oleh:
Muhammad Aryadillah
1110048000001
K O N S E N T R A S I H U K U M B I S N I S
P R O G R A M S T U D I I L M U H U K U M
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
1436 H/2015 M
PENERAPAN SYARAT - SYARAT PERDAGANGAN (TRADING TERMS)
OLEH PT. CARREFOUR INDONESIA PASCA AKUISISI
PT. ALFA RETALINDO
(Analisis Putusan MA Nomor: 502 K/Pdt.Sus/2010)
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk memperoleh Gelar Sarjana Hukum
Jurusan Hukum Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas islam negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
MUHAMMAD ARYADILLAH
1110048000001
K O N S E N T R A S I H U K U M B I S N I S
P R O G R A M S T U D I I L M U H U K U M
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
1436 H/2015 M
PENERAPAN SYARAT - SYARAT PERDAGANGAN (TRIDII{G TERMS
OLEH PT. CARREFOUR INDONESIA PASCA AKIITSISI
PT. ALFA RETALINDO
(Analisis Putusan MA Nomor: 502 K/Pdt.Sus/2010)
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Syariah & Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (SH)
Oleh:
Muhammad Arvadillah
1110048000001
PEMBIMBING I PEMBIMBING II
NIP : 1972A203200701 1034
KONSENTRASI HUKUM BISNISPROGRAM STUDI ILMU IIUKUM
BAKULTAS SYARIAH DAi\ HTIKUM
TINIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARTF HIDAYATULLAH
JAKARTA1436 rv20r5 M
Dr. Alfitla SII. M. HumNIDN z 0404518402
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT, yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan skripsi ini dengan judul “PENERAPAN SYARAT - SYARAT
PERDAGANGAN (TRADING TERMS) OLEH PT. CARREFOUR
INDONESIA PASCA AKUISISI PT. ALFA RETALINDO (Analisis Putusan
MA Nomor: 502 K/Pdt.Sus/2010)”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi syarat-
syarat kelulusan guna memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Jurusan Ilmu
Hukum Fakultas Syariah dan Hukum.
Selama penulisan skripsi ini penulis mendapatkan masukan dan
tambahan dari beberapa pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini dengan segala
kerendahan hati, saya mengucapkan terima kasih kepada :
1. JM. Muslimin, MA., Ph.D. selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Djawahir Hejazziey, SH. MA selaku Ketua Program Studi Jurusan
Ilmu Hukum, dan Drs. Abu Tamrin, SH, M.Hum selaku Sekretaris
Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Atas kesabaran dan dedikasinya untuk Program
Studi Ilmu Hukum.
3. Dr. Alfitra SH. M. Hum selaku pembimbing I dan Ibu Aliya Sandra
Dewi S.H, M.kn selaku pembimbing II yang telah memberikan banyak
inspirasi, diskusi yang bermanfaat, saran, dan kritik sehingga
memberikan banyak motivasi untuk menyelesaikan skripsi ini.
ii
4. Kedua orang tua yang tercinta Hasan S.Pd., MM, dan Nurhikmah S.Pd,
yang senantiasa memberi limpahan curahan doa, kasih sayang, dan
pengorbanan yang tak terhingga dan tiada batasnya kepada penulis.
Semoga ini menjadi salah satu kado persembahan terindah.
5. Ketiga adik penulis yang tersayang Rahmatun Nisa, Muhammad Reza
Ramdhani dan Muhammad Zidan Fadilah yang mudah-mudahan bisa
membanggakan bapak dan mamah.
6. Pimpinan Pondok Pesantren Al-Ihsan Pandeglang, KH. Asmuni M.
Noor guru sekaligus orang tua kedua penulis yang sudah memberikan
ilmu dan tauladannya yang tiada tandingannya, beserta para asatidz
dan tenaga pengajar khususnya Huzairi S.Pd (ka Huzer) penulis
ucapkan terima kasih atas ilmu dan pengalaman yang penulis rasakan.
7. Teman-teman Ilmu Hukum 2010 yang menjadi motivator dalam
menyelesaikan penelitian ini yang tidak bisa penulis sebutkan namanya
satu persatu, Zakaria, Syamsul, M. Rizki, Fathan, Mustafa, Wawan,
Andi dan seluruh teman-teman di konsentrasi Hukum Bisnis dan
Kelembagaan Negara, mudah-mudahan kita dipermudah dalam segala
hal.
8. Teman-teman seperjuangan penulis di Al-ihsan Agus, Diki, Rian, Iip,
Ali, Ibnu, Atut, Devi, Okta, Imam, dan teman-teman yang tidak
disebutkan satu per satu, mudah-mudahan kita dipermudah dalam
segala hal.
9. Teman-teman di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Rizki Fauzi, Agus
Setiawan, Diki, Rian Hidayat, Syamsul, mudah-mudahan segala apa
yang diharapkan tercapai.
10. Teman-teman Kuliah Kerja Nyata (KKN Pelukis) di Desa Sukaluyu,
terimakasih atas kebersamaannya, kekompakan, dan rasa
persahabatannya, semoga langgeng sampai nanti.
11. Chairunisa Juhriyah yang telah sabar menemani dan membantu penulis
menyelesaikan skripsi ini, semoga selalu dalam lindungan Allah SWT.
12. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah
membantu dan berjasa dalam penyelesaian skripsi ini.
Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan Ibu dan Bapak serta
teman-teman semua dengan berlipat ganda. Akhir kata penulis menyadari bahwa
tulisan ini masih belum sempurna, namun demikian penulis berharap semoga
karya ilmiah yang sederhana ini bermanfaat bagi pengembang ilmu pengetahuan
dan semua pihak yang memerlukan.
Jakarta, Januari 2015
Penulis
iv
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................. iv
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ........................................................ 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah .................................... 5
1. Pembatasan Masalah ....................................................... 5
2. Perumusan Masalah ........................................................ 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................. 6
1. Tujuan Penelitian ............................................................ 6
2. Manfaat Penelitian .......................................................... 7
D. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu .................................... 8
E. Kerangka Konseptual ............................................................ 10
F. Metode Penelitian .................................................................. 14
1. Jenis Penelitian ................................................................ 14
2. Pendekatan Masalah ........................................................ 15
3. Bahan Hukum ................................................................. 16
4. Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum ......................... 17
G. Sistematika Penulisan ........................................................... 18
BAB II TINJAUAN UMUM HUKUM PERSAINGAN USAHA ........ 20
A. Pengertian dan Perkembangan Hukum Persaingan Usaha....... 20
1. Pengertian Hukum Persaingan Usaha ............................... 20
2. Perkembangan Hukum Persaingan Usaha ........................ 22
B. Regulasi Persaingan Usaha di Indonesia.................................. 23
1. Perjanjian yang Dilarang ................................................... 24
2. Kegiatan yang Dilarang ..................................................... 25
3. Posisi Dominan ................................................................. 26
C. Kedudukan KPPU dalam Hukum Persaingan Usaha ............... 28
1. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) .................. 28
2. Tugas dan Wewenang KPPU ............................................ 30
3. Penyelesaian Perkara Oleh KPPU ..................................... 32
BAB III TINJAUAN UMUM RITEL DI INDONESIA ......................... 36
A. Pengertian dan Perkembangan Ritel di Indonesia .................... 36
1. Pengertian Ritel ................................................................. 36
2. Perkembangan Ritel di Indonesia ...................................... 38
B. Kebijakan Regulasi Ritel di Indonesia ..................................... 40
1. Kepres No. 118 Tahun 2000 ............................................. 40
2. Perpres No. 112 Tahun 2007 ............................................. 42
3. Permendag No. 53 Tahun 2008 ......................................... 44
C. Permasalahan Industri Ritel di Indonesia ................................ 45
1. Permasalahan Ritel Tradisional dengan Ritel Modern ...... 46
2. Permasalahan Ritel Modern dengan Pemasok .................. 48
BAB . IV ANALISIS PUTUSAN…………………………………………. 53
A. Posisi Kasus ............................................................................ 53
B. Analisis Putusan Mahkamah Agung ....................................... 58
C. Akibat Hukum Putusan Mahkamah Agung ............................ 61
1. Dampak Terhadap KPPU ................................................... 61
2. Dampak Terhadap PT. Carrefour Indonesia ..................... 63
3. Dampak Terhadap Persaingan Usaha di Indonesia ............ 65
BAB V PENUTUP………………………………………………………. 68
A. Kesimpulan ............................................................................. 68
B. Saran ........................................................................................ 69
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 71
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pembangunan ekonomi yang seiring dengan timbulnya kecenderungan
globalisasi perekonomian semakin banyak tantangan yang dihadapi dalam
dunia usaha, antara lain persaingan usaha atau perdagangan yang menjurus
kepada persaingan produk/komoditi dan tariff, sebab perekonomian sekarang
merupakan perdagangan globalisasi antar negara.1
Globalisasi juga mendorong masuknya barang/jasa dari negara lain dan
membanjiri pasar domestik baik ritel maupun non ritel. Pelaku usaha
domestik kini harus berhadapan dengan pelaku usaha dari berbagai negara,
dalam suasana persaingan tidak sempurna. Pelaku usaha besar dan
transnasional dapat menguasai kegiatan ekonomi domestik melalui perilaku
anti persaingan, seperti kartel, penguasaan pasar, penyalahgunaan posisi
dominan, merger, persekongkolan, dan sebagainya.
Memperhatikan persaingan antara pelaku usaha yang bertambah ketat
dan tidak sempurna (unfair competition), maka nilai-nilai persaingan usaha
yang sehat perlu mendapat perhatian lebih besar dalam sistem ekonomi
Indonesia. Penegakan hukum persaingan merupakan instrumen ekonomi yang
sering digunakan untuk memastikan bahwa persaingan antar-pelaku usaha
berlangsung dengan sehat dan hasilnya dapat terukur berupa peningkatan
1 Suharsil dan Mohammad Taufik Makarao, Hukum Larangan Praktik Monopoli
dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, (Bogor: Ghalia Indonesia, Cet. II, 2010), h. 3.
2
kesejahteraan masyarakat,2 sehingga terhindar dari praktek monopoli dan
persaingan usaha tidak sehat.
Secara filosofis persaingan usaha tidak sehat bertentangan dengan nilai
yang terkandung dalam Pancasila sila ke 5 yang berbunyi “keadilan sosial
bagi seluruh rakyat indonesia”. Dimana penerapan syarat-syarat perdagangan
(Trading Terms) yang diterapkan oleh PT. Carrefour Indonesia bertentangan
dengan Teori Keadilan yang dikemukakan oleh Jhon Rawls, bahwa keadilan
harus didasarkan pada keputusan moral yang dipertimbangkan secara
sungguh-sungguh dan sesuatu dikatakan adil jika dimaksudkan untuk
memaksimalisasi keuntungan dan keadilan.3
Secara sosiologis, persaingan usaha tidak sehat yang dilakukan PT.
Carrefour Indonesia dengan menerapkan syarat-syarat perdagangan (trading
terms) kepada para pemasok, berpotensi merugikan Usaha Kecil Menengah
(UKM) yang memasok kepada PT. Carrefour Indonesia, serta merugikan
peritel tradisional yang disebabkan daya saing yang kurang berimbang.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang
menginstruksikan bahwa perekonomian Indonesia disusun serta berorientasi
pada ekonomi kerakyatan. Pasal 33 UUD 1945 merupakan dasar acuan
normatif menyusun kebijakan perekonomian nasional yang menjelaskan
bahwa tujuan pembangunan ekonomi adalah berdasarkan demokrasi yang
2 Andi Fahmi Lubis, DKK, Hukum Persaingan Usaha: Antara Teks dan Konteks,
(Jakarta: GTZ, Cet. I, 2009), h. 13. 3 Damanhuri Fattah, Teori Keadilan Jhons Rawls, (Jurnal TAPIs Volume. 9, No.2,
Tahun 2013), h. 32
3
bersifat kerakyatan dengan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
melalui pendekatan kesejahteraan dan mekanisme pasar.4
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, disusun berdasarkan Pancasila
dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indoneia 1945, serta berasaskan
kepada demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara
kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum dengan tujuan untuk
menjaga kepentingan umum dan melindungi konsumen, menumbuhkan iklim
usaha yang kondusif melalui terciptanya persaingan usaha yang sehat, dan
menjamin kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi setiap orang,
mencegah praktek-praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat
yang ditimbulkan pelaku usaha, serta menciptakan efektivitas dan efisiensi
dalam kegiatan usaha dalam rangka meningkatkan ekonomi nasional sebagai
salah satu upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat.5
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang larangan praktek
monopoli dan persaingan usaha tidak sehat tidak melarang pelaku usaha
menjadi perusahaan besar. Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999 justru
mendorong pelaku usaha untuk dapat bersaing pada pasar yang bersangkutan.
Persaingan inilah yang mengacu pelaku usaha untuk melakukan efisiensi dan
inovasi-inovasi untuk menghasilkan produk yang lebih berkualitas dan harga
yang kompetitif dibandingkan dengan kualitas produk dan harga jual dari
4 Nigrum Natasya Sirait, Hukum Persaingan di Indonesia, (Medan: Pustaka
Bangsa Press, 2004), h. 1. 5 C.S.T. Kansil, Pokok-Pokok Pengetahuan Hukum Dagang Indonesia, (Jakarta:
Sinar Grafika, Cet. IV, 2008), h. 187.
4
pesaingnya. Persainganlah yang mendorong pelaku usaha menjadi pelaku
usaha yang dominan.6
Pelaku usaha ritel (peritel) khususnya peritel modern seringkali
menyalahgunakan posisi dominan dengan menggunakan market power
sebagai alat untuk meniadakan persaingan sehingga menimbulkan monopoli
dan persaingan usaha tidak sehat serta menyingkirkan para peritel tradisional
karena dengan daya saing yang kurang berimbang dari mulai modal, sarana
dan prasarana, tempat, model pelayanan, dan kenyamanan konsumen dalam
berbelanja. Selain itu, permasalahan antara peritel dengan pemasok sering
terjadi karena lemahnya daya tawar pemasok terhadap peritel yang
mempunyai market power, dengan menerapkan syarat-syarat perdagangan
(trading terms) terhadap para pemasok.
Kasus yang berkaitan dengan penguasaan pasar yang menimbulkan
terjadinya posisi dominan adalah kasus PT. Carrefour Indonesia yang
mengakuisisi PT. Alfa Retalindo, sehingga KPPU menduga adanya
persaingan usaha tidak sehat. Hasil Pemeriksaan Komisi Pengawas
Persaingan Usaha (KPPU), penguasaan pasar dan posisi dominan tersebut
disalahgunakan PT. Carrefour Indonesia dengan memberlakukan trading
term (syarat-syarat perdagangan) kepada pemasok. Sehingga
pasca akuisisi, trading term antara pelaku bisnis, pemasok dan retailer
cenderung naik dari tahun ke tahun tanpa justifikasi yang jelas. Format dan
6 Andi Fahmi Lubis, DKK.. Hukum Persaingan Usaha: Antara Teks dan Konteks
(Jakarta: GTZ, Cet. I, 2009) h. 166.
5
besaran syarat-syarat perdagangan (trading terms) juga dinilai melanggar
hukum dan peraturan perundang- undangan yang berlaku.
Berdasarkan latar belakang tersebut, permasalahan yang timbul yaitu
dasar pertimbangan KPPU menetapkan bahwa syarat-syarat perdagangan
(trading terms) PT. Carrefour Indonesia pasca akuisisi PT. Alfa Retalindo
sebagai pelanggaran dan bagaimana akibat hukum yang timbul setelah
dikeluarkannya putusan Mahkamah Agung Nomor 502 K/Pdt.Sus/2010 yang
mengangkat kasus KPPU dengan PT. Carrefour Indonesia.
Sehingga penulis tertarik untuk meninjau lebih dalam mengenai
persaingan usaha tidak sehat yang dilakukan oleh PT. Carrefour Indonesia
dengan menganalisis putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor: 502
K/Ptd.Sus/2010, yang berjudul “PENERAPAN SYARAT-SYARAT
PERDAGANGAN (TRADING TERMS) OLEH PT. CARREFOUR
INDONESIA PASCA AKUISISI PT. ALFA RETALINDO (Analisis
Putusan MA Nomor 502 K/Ptd.Sus/2010 ).
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Dalam penelitian skripsi ini, penulis hanya akan membahas mengenai
akibat hukum pasca ditetapkannya putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor:
502 K/Pdt.Sus/2010 terkait penerapan syarat-syarat perdagangan (Trading
Terms) pasca akuisisi PT. Alfa Retalindo oleh PT. Carrefour Indonesia,
sehingga secara jelas diduga melanggar pasal 17 huruf a Undang-Undang
6
Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah:
a. Mengapa syarat-syarat perdagangan (trading terms) PT. Carrefour
Indonesia dianggap sebagai pelanggaran oleh KPPU?
b. Bagaimana akibat hukum pasca ditetapkannya putusan Mahkamah Agung
Nomor: 502K/Pdt.Sus/2010 terkait penerapan syarat-syarat perdagangan
(trading terms) Oleh PT. Carrefour Indonesia pasca akuisisi PT. Alfa
Retalindo?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan dari penelitian ini
adalah sebagai berikut :
a. Untuk mengetahui penerapan syarat-syarat perdagangan (trading term)
PT. Carrefour Indonesia yang diangap sebagai pelanggaran oleh KPPU.
b. Untuk mengetahui akibat hukum pasca ditetapkannya Putusan
Mahkamah Agung Nomor: 502 K/Pdt.Sus/2010 terkait penerapan
syarat-syarat perdagangan (trading terms) oleh PT. Carrefour Indonesia
setelah akuisisi PT. Alfa Retalindo.
7
2. Manfaat Penelitian
Secara garis besar manfaat penelitian ini dapat dibedakan menjadi
dua, yaitu:
a. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan
mengenai akibat hukum dari penerapan syarat-syarat perdagangan (trading
terms) yang dilakukan PT. Carrefour Indonesia pasca akuisisi PT. Alfa
Retalindo yang diduga melanggar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
oleh KPPU, pasca ditetapkannya putusan Mahkamah Agung Nomor: 502
K/Pdt.Sus/2010 dan memperkaya khazanah ilmiah dan ilmu hukum bisnis.
b. Manfaat Praktis
Adapun manfaat praktis dalam penelitian ini, yaitu:
1) Bagi Akademis
Dapat menambah pengalaman dan pengetahuan yang kelak dapat
diterapkan dalam dunia nyata sebagai bentuk partisipasi dalam
pembangunan negara dan masyarakat Indonesia berdasarkan pancasila dan
UUD 1945 serta dalam kehidupan bangsa sebagai bagian dari masyarakat
internasional.
2) Bagi Masyarakat Umum
Diharapkan dapat memberikan pengetahuan kepada masyarakat
untuk mengetahui penerapan pasal-pasal yang dilakukan oleh Mahkamah
8
Agung dalam menangani kasus antara KPPU dan PT. Carrefour Indonesia
dalam hal hukum persaingan usaha di Indonesia.
3) Bagi Pemerintah
Guna memberikan masukan kepada pemerintah dan mahkamah
agung untuk mengambil kebijakan-kebijakan dalam kasus antara KPPU
dan PT. Carrefour Indonesia mengenai dugaan penguasaan pasar dengan
penerapan syarat-syarat perdagangan (trading terms) oleh PT. Carrefour
Indonesia pasca akuisisi PT. Alfa Retalindo.
D. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu
Penelitian yang berkaitan dengan kasus PT. Carrefour Indonesia yang
mengakuisisi PT. Alfa Retalindo dan menerapkan syarat-syarat perdagangan
(trading terms) yaitu Skripsi oleh Wulanda Roselina (2012) tentang “Akuisisi
PT. Alfa Retalindo, Tbk. Oleh PT. Carrefour Indonesia dalam Perspektif
Hukum Persaingan Usaha, dengan studi putusan KPPU Perkakar Nomor :
9/KPPU-L/2009 (Universitas Jember, Fakultas Hukum Tahun 2012)”. Karya
ilmiah ini menganalisis mengenai akibat hukum pelaksanaan akuisisi PT.
Alfa Retalindo, Tbk. oleh PT. Carrefour Indonesia bagi pasar modern ditinjau
dari hukum persaingan usaha.
Perbedaan penelitian Wulanda Roselina dengan penulis terletak pada
materi dan permasalahan yang dikaji, dimana penulis menganalisis tentang
penerapan syarat-syarat perdagangan (trading terms) oleh PT. Carrefour
Indonesia pasca akuisisi PT. Alfa Retalindo menurut putusan Mahkamah
9
Agung Nomor: 502 K/Pdt.Sus/2010, dan mengenai landasan hukum KPPU
menganggap PT. Carrefour Indonesia melanggar syarat-syarat perdagangan.
Selanjutnya penelitian oleh Nurdinasari yang berjudul “Analisis Yuridis
Akuisisi Carrefour Terhadap Alfa Berdasarkan Pasal 28 Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat”, (Universitas Brawijaya, Fakultas Hukum) Tahun 2011).
Penelitian ini menjelaskan dalam perkembangannya PT. Carrefour Indonesia
melakukan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat pasca akuisisi
dan melanggar pasal 28 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. KPPU
sebagai lembaga otoritas persaingan usaha melakukan pemeriksaan terhadap
PT. Carrefour Indonesia yang pada akhirnya dikeluarkanlah putusan KPPU
No 09/KPPU-L/2009 yang di dalam putusannya, ternyata menganulir pasal
28 karena belum ada Peraturan Pemerintah yang mengatur. Namun, KPPU
tetap dapat menetapkan sanksi administratif yang berupa pembatalan akusisi
PT. Carrefour Indonesia terhadap PT. Alfa Retalindo. (Analisis Yuridis
Akuisisi Carrefour Terhadap Alfa Berdasarkan Pasal 28 Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat, SKRIPSI. Universitas Brawijaya, 2011. Nurdinasari
Paramita)
Buku yang berjudul “Akuisisi PT. Carrefour Indonesia Terhadap PT.
Alfa Retailindo Ditinjau dari Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 Tentang
Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat” yang ditulis
oleh Angga Adilla Gussman S.H di bawah bimbingan Sularto S.H, C.N, M.
10
Hum dan diterbitkan oleh Universitas Gajah Mada menjelaskan akuisisi yang
dilakukan oleh PT. Carrefour Indonesia terhadap PT. Alfa Retailindo dinilai
KPPU sebagai bentuk perbuatan monopoli dan persaingan usaha tidak sehat,
terhadap Putusan KPPU tersebut PT. Carrefour Indonesia mengajukan
keberatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan putusan yang dikeluarkan
hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memenangkan gugatan PT.
Carrefour Indonesia terhadap KPPU.
Setelah melalui riset dan melihat pemeriksaan KPPU pada putusan
perkaranya, akuisis yang dilakukan PT. Carrefour Indonesia terhadap PT.
Alfa Retailindo melanggar Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 pasal 17 ayat
(1) dan pasal 25, melihat putusan hakim terkait permasalahan ini, dapat
dikatakan bahwa hakim tidak objektif melihat masalah ini dan putusan hakim
tidak tepat. Akuisisi yang dilakukan PT. Carrefour Indonesia ini juga
memiliki dampak negatif bagi pemasok barang ke gerai PT. Carrefour
Indonesia dimana Trading Terms terus meningkat dan pemasok sangat
dirugikan. (Akuisisi PT. Carrefour Indonesia Terhadap PT. Alfa Retailindo
Ditinjau dari Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Angga Aldilla Gusman S.H,
2011, Penerbit Universitas Gajah Mada; Yogyakarta).
E. Kerangka Konseptual
Suatu Kerangka Konsepsional merupakan kerangka yang
menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus yang ingin diteliti.
Suatu konsep bukan merupakan gejala yang akan diteliti tetapi merupakan
11
abstraksi dari gejala tersebut. Gejala biasanya dinamakan fakta sedangkan
konsep merupakan uraian mengenai hubungan-hubungan dalam fakta
tersebut.7 Penulisan skripsi ini menggunakan definisi operasional sebagai
berikut:
1. Pelaku Usaha
Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan
Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yang dimaksud
dengan pelaku usaha adalah setiap orang atau badan usaha, yang yang
berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan
berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara
Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui
perjanjian, menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha dalam bidang
ekonomi.
2. Pemasok
Pasal 1 ayat (7) Peraturan Presiden tentang Penataan dan Pembinaan
Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern mendefinisikan
pemasok adalah pelaku usaha yang secara teratur memasok barang kepada
Toko Modern dengan tujuan untuk dijual kembali melalui kerjasama
usaha.
3. Hukum Persaingan Usaha
Menurut Arie Siswanto, dalam bukunya yang berjudul ”Hukum
Persaingan Usaha” yang dimaksud dengan hukum persaingan usaha
7 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, Cet. III,
2008), h. 132
12
(competition law) adalah instrument hukum yang menentukan tentang
bagaimana persaingan itu harus dilakukan. Meskipun secara khusus
menekankan pada aspek “persaingan”, hukum persaingan usaha juga
menjadi perhatian dari hukum persaingan adalah mengatur persaingan
sedemikian rupa, sehingga ia tidak menjadi sarana untuk mendapatkan
monopoli.8
4. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)
KPPU adalah lembaga independen yang memiliki tugas utama
melakukan penegakkan hukum persaingan sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Dalam melaksanakan tugasnya,
KPPU diberi wewenang untuk menyusun pedoman yang berkaitan dengan
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, sebagaimana tercantum dalam
pasal 35 huruf f.9
5. Toko Modern
Pasal 1 ayat (5) Peraturan Menteri Perdagangan tentang Pedoman
Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko
Modern, bahwa yang dimaksud dengan toko modern adalah toko dengan
sistem pelayanan mandiri, menjual berbagai jenis barang secara eceran
yang berbentuk Minimarket, Supermarket, Department Store,
Hypermarket ataupun grosir yang berbentuk Perkulakan.
8 Hermansyah, Pokok-Pokok Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia, (Jakarta:
Kencana, Cet. II, 2009), h. 1. 9 Lampiran Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 3 tahun 2009,
(Tanggal 1 Juli 2009).
13
6. Persaingan Usaha Tidak Sehat
Persaingan usaha tidak sehat adalah persaingan antarpelaku usaha
dalam menjalankan kegiatan produksi dan/atau pemasaran barang dan atau
jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur aatau melawan hukum atau
menghambat persaingan usaha.
7. Penguasaan Pasar
Penguasaan pasar adalah kegiatan yang dilarang karena dapat
mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha
yang tidak sehat sebagaimana ditentukan dalam Pasal 19, Pasal 20, dan
pasal 21 Undang-Undang Anti Monopoli tersebut.
8. Posisi Dominan
Pasal 1 ayat (4) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang
Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yang
dimaksud dengan posisi dominan adalah keadaan di mana pelaku usaha
tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan
dengan pangsa pasar yang dikuasai, atau pelaku usaha mempunyai posisi
tertinggi di antara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan
kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan atau penjualan,
serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan atau permintaan barang
atau jasa tertentu.
14
9. Perdagangan
Asal kata dari perdagangan adalah “dagang”, yang artinya adalah
perbuatan yang berkaitan dengan menjual dan membeli barang untuk
memperoleh keuntungan.10
10. Syarat Perdagangan (Trading Terms)
Pasal 1 ayat (10) Peraturan Menteri Perdagangan tentang Pedoman
Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko
Modern Syarat perdagangan (trading terms) adalah syarat-syarat dalam
perjanjian kerjasama antara Pemasok dan Toko Modern/Pengelola
Jaringan Minimarket, Supermarket, Department Store, Hypermarket yang
berhubungan dengan pemasokan produk-produk yang diperdagangkan
dalam Toko Modern yang bersangkutan.
F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan
analisis dan kontruksi, yang dilakukan secara metodologis, sistematis dan
konsisten. Metodologis berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu;
sistematis adalah berdasarkan suatu sistem, sedangkan konsisten berarti
tidak adanya hal-hal yang bertentangan dalam suatu kerangka tertentu.11
Sedangkan penelitian hukum merupakan kegiatan ilmiah, yang
didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang
10
Sudarsono, Kamus Hukum, (Jakarta, Rineka Cipta, Cet. V, 2007), h. 87
11
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, Cet. III,
2008), h. 42.
15
bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu,
dengan jalan menganalisanya, untuk kemudian mengusahakan suatu
pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang timbul dalam gejala
yang bersangkutan.
Tipe penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah
metode penelitian yuridis normatif, yaitu penelitian yang dilakukan
mengacu pada norma hukum yang terdapat pada peraturan perundang-
undangan dan keputusan pengadilan serta norma-norma yang berlaku di
masyarakat atau juga yang menyangkut kebiasaan yang berlaku di
masyarakat.12
2. Pendekatan Masalah
Sehubungan dengan tipe penelitian yang digunakan yakni yuridis
normatif, maka pendekatan yang dilakukan adalah Pendekatan Perundang-
Undangan (statute approach) dan Pendekatan Konsep (conceptual
approach), dan Pendekatan Kasus.13
Pendekatan perundang-undangan dilakukan untuk meneliti aturan-
aturan terkait bagaimana persaingan usaha yang sehat dalam penguasaan
suatu kegiatan pasar dimana dalam kasus tingkat kasasi di Mahkamah
Agung antara KPPU dengan PT. Carrefour Indonesia, KPPU menduga
bahwa PT. Carrefour Indonesia terbukti secara sah dan meyakinkan
12
Soerdjono Soekanto dan Sri Mahmudji, Peranan dan Penggunaan Kepustakaan
di Dalam Penelitian Hukum, (Jakarta : Pusat Dokumentasi Universitas Indonesia, 1979), h.
18. 13
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Surabaya: Kencana, Cet. VI, 2010),
h. 96.
16
melanggar Pasal 17 ayat (1) dan pasal 25 ayat (1) huruf a Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999, terkait penerapan syarat-syarat perdagangan
(trading terms) oleh PT. Carrefour Indonesia pasca akuisisi PT. Alfa
Retalindo.
Pendekatan Konseptual (conceptual approach) diterapkan guna
memahami konsep-konsep persaingan usaha tidak sehat dan penguasaan
pasar yang mengakibatkan terjadinya posisi dominan.
Pendekatan Kasus (case approach) diterapkan dalam mengamati telaah
beberapa kasus yang sudah menjadi putusan pengadilan tetap yang
berhubungan dengan kasus Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat.
3. Bahan Hukum
Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini ada tiga jenis, yaitu:
a. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat
autoritatif artinya mempunyai otoritas. Bahan-bahan hukum primer
meliputi perundangan-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah
dalam pembuatan perundang-undangan, dan putusan-putusan hakim14
.
Dalam penelitian ini yang termasuk dalam bahan hukum primer adalah
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
b. Bahan Hukum Sekunder
14
Peter Mahmud marzuki. Penelitian Hukum, (Surabaya: Kencana, Cet. VI, 2010)
h. 141.
17
Bahan Hukum Sekunder berupa semua publikasi tentang hukum
yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang
hukum meliputi buku-buku teks, kamus hukum, jurnal hukum, dan
komentar-komentar atas putusan pengadilan
c. Bahan non-Hukum
Bahan non-hukum adalah bahan diluar bahan hukum primer dan
bahan hukum sekunder yang dipandang perlu. Bahan non hukum dapat
berupa buku-buku mengenai Ilmu Politik, Ekonomi, Sosiologi, Filsafat,
Kebudayaan atau laporan-laporan penelitian non-hukum sepanjang
mempunyai relevansi dengan topik penelitian. Bahan-bahan non-hukum
tersebut dimaksudkan untuk memperkaya dan memperluas wawasan
peneliti.
4. Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum
Adapun bahan hukum, baik bahan hukum primer, bahan hukum
sekunder maupun bahan non-hukum diuraikan dan dihubungkan
sedemikian rupa, sehingga ditampilkan dalam penulisan yang lebih
sistematis untuk menjawab permasalahan yang telah dirumuskan.
Selanjutnya setelah bahan hukum diolah, dilakukan analisis terhadap
bahan hukum tersebut yang akhirnya akan diketahui bagaimana hasil dari
analisis putusan Mahkamah Agung Nomor: 502 K/Pdt.Sus/2010
berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dan mengapa
penerapan syarat-syarat perdagangan (trading terms) PT. Carrefour
18
Indonesia pasca akuisisi PT. Alfa Retalindo masih dianggap sebagai
pelanggaran oleh KPPU.
G. Sistematika Penelitian
Skripsi disusun dengan sistematika yang terbagi dalam lima bab,
masing-masing bab terdiri dari beberapa sub bab guna lebih memperjelaskan
ruang lingkup dan cakupan permasalahan yang diteliti. Penulisan skripsi ini
mengacu pada buku “Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan
Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2012”. Adapun urutan dan tata letak
masing-masing bab serta pokok pembahasnnya adalah sebagai berikut:
BAB I Pendahuluan, memuat: Latar Belakang, dilanjutkan
dengan Batasan dan Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian,
Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu, Kerangka Konseptual, Metode
Penelitian, dan Sistematika Penulisan.
BAB II Tinjauan Umum Persaingan Usaha Tidak Sehat (Unfair
Competitioni). Bagian ini akan membahas tentang pengertian hukum
persaingan usaha dan perkembangannya di Indonesia, kemudian dibahas juga
mengenai regulasi hukum dalam hukum persaingan usaha, dan pendekatan
yang digunakan dalam hukum persaingan usaha.
BAB III Tinjauan Umum Ritel di Indonesia. Bab ini membahas
mengenai pengertian ritel dan perkembangannya di Indonesia, kebijakan
regulasi ritel di Indonesia, dan permasalahan industri ritel di Indonesia.
BAB IV Analisis Yuridis Putusan Mahkamah Agung Nomor:
520 K/Pdt.Sus/2010 terkait Penerapan Syarat-Syarat Perdagangan
19
(trading terms) oleh PT. Carrefour Indonesia pasca akuisisi PT. Alfa
Retalindo. Bab ini akan membahas mengenai upaya menaangani praktik
monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, dan mengapa penerapan syarat-
syarat perdagangan (trading terms) PT. Carrefour Indonesia pasca akuisisi
PT. Alfa Retalindo masih dianggap sebagai pelanggaran oleh KPPU, dan
akibat hukum pasca putusan Mahkamah Agung Nomor: 520 K/Pdt.Sus/2010
terkait penerapan syarat-syarat perdagangan (Trading Terms) oleh PT.
Carrefour Indonesia pasca akuisisi PT. Alfa Retalindo
BAB V Penutup. Bab ini merupakan bab terakhir dari penulisan
skripsi ini, untuk itu penulis menarik beberapa kesimpulan dari hasil
penelitian, disamping itu penulis memberikan beberapa saran yang diangap
perlu.
20
BAB II
TINJAUAN UMUM
HUKUM PERSAINGAN USAHA DI INDONESIA
A. Pengertian dan Perkembangan Hukum Persaingan Usaha di Indonesia
1. Pengertian Hukum Persaingan Usaha
Secara umum dapat dikatakan bahwa hukum persaingan usaha
adalah hukum yang mengatur segala sesuatu yang berkaitan dengan
persaingan usaha. Untuk memperoleh pengertian yang lebih mendalam tentu
pengertian hukum persaingan usaha yang demikian itu tidaklah mencukupi.
Oleh karenanya, perlu dikemukakan beberapa pengertian hukum persaingan
usaha dari para ahli hukum persaingan usaha.
Hukum persaingan usaha merupakan prasyarat ekonomi pasar bebas
yang memberikan empat keuntungan dalam pembangunan ekonomi Indonesia.
Yaitu, terciptanya harga yang kompetitif, peningkatan kualitas hidup oleh
karena inovasi yang terus-menerus, mendorong dan meningkatkan mobilitas
masyarakat, serta adanya efisiensi baik efisiensi produktif maupun alokatif.
Namun demikian, keuntungan tersebut dapat kita nikmati hanya jika terdapat
faktor-faktor penentu, yaitu; stabilitas dan prediktabilitas hukum, keadilan,
pendidikan, dan kemampuan aparat penegak hukum.15
Menurut Arie Siswanto, dalam bukunya yang berjudul “Hukum
Persaingan Usaha” yang dimaksud dengan hukum persaingan usaha
(competition law) adalah instrument hukum yang menentukan tentang
15
Hermansyah, Pokok-Pokok Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, (Jakarta:
Kencana, Cet. II, 2009), h. 2.
21
bagaimana persaingan itu harus dilakukan. Meskipun secara khusus
menekankan pada aspek “persaingan”, hukum persaingan juga menjadi
perhatian dari hukum persaingan yang mengatur persaingan sedemikian rupa,
sehingga tidak menjadi sarana untuk mendapatkan monopoli.
Sedangkan dalam Kamus Lengkap Ekonomi yang ditulis oleh
Christoper Pass dan Bryan Lowes, yang dimaksud dengan Competition Law
(hukum persaingan) adalah bagian dari perundang-undangan yang mengatur
tentang monopoli, penggabungan dan pengambilalihan, perjanjian
perdagangan yang membatasi dan praktik anti persaingan.16
Beberapa negara mengenal hukum persaingan dengan sebutan
Antitrust Law (hukum persaingan usaha) seperti di Amerika Serikat atau
Antimonopoly Law seperti di Jepang, atau Restrictive Trade Practices Law
seperti di Australia. Di Indonesia istilah yang sering digunakan adalah Hukum
Persaingan atau Hukum Antimonopoli. Terlepas dari penyebutan yang sangat
bervariasi, secara umum tujuan pokok dari hukum persaingan (hukum
persaingan usaha) adalah (a) menjaga agar persaingan antar pelaku usaha tetap
hidup, (b) agar persaingan yang dilakukan antar-pelaku usaha dilakukan
secara sehat, dan (c) agar konsumen tidak dieksploitasi oleh pelaku usaha.
Tiga tujuan umum ini sebenarnya dalam rangka mendukung system ekonomi
pasar yang dianut oleh suatu negara. Tanpa adanya hukum persaingan dalam
16
Hermansyah, Pokok-Pokok Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, (Jakarta:
Kencana Cet. II, 2009), h. 3.
22
system ekonomi pasar tidak akan dapat dihindarkan praktek monopoli,
oligopoly, penetapan harga, dan lain sebagainya.17
2. Perkembangan Hukum Persaingan Usaha
Sebelum terbitnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, Indonesia
tidak memiliki hukum persaingan yang komprehensif. Pengaturan tentang
persaingan terdapat diberbagai peraturan perundang-undangan seperti Pasal
382bis KUHP yang menerangkan tentang persaingan usaha yang dilakukan
secara curang dan tidak jujur dan berkaitan dengan perbuatan penipuan,
kemudian Pasal 1365 KUHPerdata menjelaskan segala perbuatan yang
membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang bersalah untuk
mengganti kerugian yang diderita orang atau pelaku usaha tersebut.18
Antitrust Law (Hukum Persaingan Usaha) sering dianggap inheren
ada di sebuah negara yang menganut sistem ekonomi pasar. Eksistensi Hukum
Persaingan Usaha, sejak berlakunya Sherman Act di Amerika Serikat yang
merupakan bentuk formal pertama dari penegakan Hukum Persaingan Usaha,
telah melahirkan pro dan kontra. Golongan yang pro tentu menilai penting
Hukum Persaingan Usaha agar pasar tetap kompetitif dan konsumen
terlindungi dari pelaku-pelaku usaha yang bertindak abusive. Sedangkan
golongan yang kontra seringkali menganggap Hukum Persaingan Usaha justru
17
Hikmahanto Juwana, Hukum Ekonomi dan Hukum Internasional. (Jakarta:
Lentera Hati, Cet. I, 2002), h. 53. 18
www.hukumonline.com, Udin Silalahi: Monopoli dan Perbuatan Curang.
Diakses pada 29 Agustus 2014 dari situs:
http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol8378/monopoli-dan-perbuatan-curang.
23
melanggar prinsip-prinsip dari ekonomi liberal dan cermin intervensi
berlebihan negara terhadap pasar.19
Dalam headlines KPPU, Pada rangkaian CPLG Meeting hari kedua
yang berlangsung pada tanggal 4 Februari 2013, terdapat presentasi dari
Delegasi Ekonomi APEC yang hadir dalam pembahasan agenda berupa
Laporan Ekonomi dan Presentasi dalam Update dan Perkembangan Kebijakan
Persaingan. Ekonomi APEC yang turut memberi presentasinya adalah
Australia, Brunei Darussalam, Chile, China, Indonesia, Jepang, Malaysia,
Rusia, Chinesse Taipei, Thailand, dan USA. Dalam presentasi ini, Delegasi
Ekonomi APEC memberi pemaparan terkait Pengenalan terhadap Hukum
Persaingan dan Perubahan terhadap Kebijakan dan Hukum Persaingan, serta
Penegakan Kebijakan dan Hukum Persaingan yang Disertai Kasus-kasus
Terkait.20
B. Regulasi Persaingan Usaha di Indonesia
Regulasi atau pengaturan persaingan usaha baru terwujud pada tahun
1999 saat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat disahkan. Kelahiran Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1999 tersebut ditunjang pula dengan tuntutan
19
www.law.ui.ac.id. Persaingan Usaha dan Peran Negara. Diakses pada 29
Agustus 2014 dari situs : http://law.ui.ac.id/v2/buletin/opini/67-persaingan-usaha-dan-peran-
negara 20
www.kppu.go.id, Perkembangan Hukum Persaingan di Indonesia. Diakses pada
29 Agustus 2014 dari situs: http://www.kppu.go.id/id/2013/02/perkembangan-hukum-
persaingan-di-indonesia/
24
masyarakat akan reformasi total dalam tatanan kehidupan berbangsa dan
bernegara, termasuk penghapusan kegiatan monopoli di segala sektor.
Undang-undang tentang larangan praktik monopoli dan persaingan
usaha tidak sehat yang dimaksudkan untuk menegakkan aturan hukum dan
memberikan perlindungan yang sama bagi setiap pelaku usaha di dalam upaya
untuk menetapkan persaingan usaha yang sehat. Undang-undang ini
memberikan jaminan kepastian hukum untuk lebih mendorong percepatan
pembangunan ekonomi dalam upaya meningkatkan kesejahteraan umum, serta
sebagai implementasi dari semangat dan jiwa Undang-Undang Dasar 1945.21
Secara substansi, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 mengatur 3
(tiga) larangan pokok, yaitu; (1) perjanjian yang dilarang, (2) kegiatan yang
dilarang, dan (3) larangan yang berkaitan dengan posisi dominan.22
1. Perjanjian Yang Dilarang
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 menyebutkan bahwa
Perjanjian adalah suatu perbuatan satu atau lebih pelaku usaha untuk
mengikatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku usaha lain dengan nama
apapun, baik tertulis maupun tidak tertulis.23
Adapun perjanjian yang
dilarang adalah sebagai berikut.
a. Melakukan praktek oligopoli (pasal 4)
b. Penetapan harga / price fixing (pasal 5, 6, 7, dan 8)
21
Rachmadi Usman, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, (Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, Cet. II, 2004), h. 78. 22
Hikmahanto Juwana, Hukum ekonomi dan Hukum Internasional. (Jakarta:
Lentera Hati, Cet. I, 2002), h. 60-62. 23
Indoneisa, Undang-Undang Tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat, No. 5. LN No. 33 Tahun 1999, ps. 1 Angka 17.
25
c. Pembagian wilayah / market allocation (pasal 9)
d. Pemboikotan / boycott (pasal 10)
e. Kartel / cartel (pasal 11)
f. Trust (pasal 12)
g. Oligopsoni
h. Perjanjian tertutup
i. Perjanjian dengan pihak luar negeri.24
2. Kegiatan Yang Dilarang
Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 kegiatan yang
dilarang untuk dilakukan oleh pelaku usaha adalah sebagai berikut:
a. Monopoli (pasal 17)
b. Monopsoni (pasal 18)
c. Penguasaan pasar (pasal 19, 20, 21)
d. Persekongkolan (pasal 22, 23, 24)25
Perbedaan antara kegiatan yang dilarang dengan perjanjian yang
dilarang terletak pada jumlah pelaku usaha. Dalam perjanjian yang
dilarang paling tidak harus ada dua pelaku usaha karena suatu perjanjian
menghendaki paling tidak dua subjek hukum. Sementara dalam kegiatan
yang dilarang, tidak tertutup untuk dilakukan oleh satu pelaku.
Terhadap kegiatan yang dilarang diberi pengecualian, yaitu apabila
kegiatan tersebut dilakukan oleh pelaku usaha yang tergolong dalam usaha
kecil atau kegiatan usaha koperasi yang secara khusus bertujuan untuk
melayani anggotanya.26
24
Undang-Undang No.5 dan KPPU: Prosiding Rangkaian Lokakarya Terbatas
Masalah-Masalah Kepailitan dan Wawasan Hukum Bisnis Lainnya Tahun 2004: Jakarta 17-
18 Mei 2004 /tim edtor, Emmy Yuhassarie, Tri Harnowo, (Jakarta: Pusat Pengkajian Hukum,
2004). 25
Undang-Undang No.5 dan KPPU: Prosiding Rangkaian Lokakarya Terbatas
Masalah-Masalah Kepailitan dan Wawasan Hukum Bisnis Lainnya Tahun 2004: Jakarta 17-
18 Mei 2004 /tim edtor, Emmy Yuhassarie, Tri Harnowo, (Jakarta: Pusat Pengkajian Hukum,
2004). 26
Hikmahanto Juwana, Hukum Ekonomi dan Hukum Internasional. (Jakarta: lentra
Hati, Cet. II, 2002), h. 60-62.
26
3. Posisi Dominan
Larangan berikutnya yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1999 adalah larangan yang berkaitan dnegan posisi dominan.
Secara esensial pengertian posisi dominan adalah keadaan dimana pelaku
usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti, atau pelaku usaha
mempunyai posisi lebih tinggi dibandingkan dengan pesaingnya dalam hal
kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pemasok atau penjualan,
serta kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan pasokan atau
permintaan barang atau jasa tertentu.27
Menurut Undang-Undang Antimonopoli (UU No.5/1999) ada tiga
bentuk penyalahgunaan posisi dominan yang lazim sebagai berikut: 28
a. Menetapkan syarat-syarat perdagangan dengan tujuan untuk mencegah
dan atau menghalangi konsumen memperoleh barang atau jasa yang
bersaing, baik dari segi harga maupun kualitas.
b. Membatasi pasar dan atau teknologi.
c. Menghambat pelaku usaha lain yang berpotensi menjad pesaing untuk
memasuki pasar yang bersangkutan.29
Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999,
bahwa posisi dominan yang dilarang dalam dunia usaha dikategorikan
dalam 4 (empat) bentuk sebagai berikut:
27
Pasal 1 Angka (4), Indonesia, Undang-Undang tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. No.5, LN No. 33 Tahun 1999. 28
Suhasril, Hukum Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat di Indonesia. (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), h. 143. 29
Pasal 25 ayat (1), Undang-Undang tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persangan Usaha Tidak Sehat. No.5, LN No.33 Tahun 1999.
27
a. Batasan posisi dominan (pasal 25)
b. Jabatan rangkap (pasal 26)
c. Pemilikan saham (pasal 27)
d. Penggabungan, peleburan, dan pengambil alihan (pasal 28 dan 29).30
Adanya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan
Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, pelaku usaha tetap
dapat menjalankan usahanya walaupun tidak diperbolehkan melanggar
Undang-Undang tersebut. Jadi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persainga Usaha Tidak Sehat ini
bukan untuk mematikan perusahaan-perusahaan besar, tapi justru
mendorong perusahaan besar, asalkan berjuang dengan kemampuannya
sendri dan tidak melakukan praktik persaingan usaha yang tidak sehat.31
Asas yang digunakan sebagai landasan dalam pembentukan Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1999 berdasar ketentuan Pasal 2 Undang-undang
Nomor 5 Tahun 1999, yang merumuskan: “pelaku usaha di Indonesia
dalam menjalankan kegiatan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi
dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha
dan kepentingan umum,” sebenarnya adalah demokrasi ekonomi.32
Dengan demikian kelahiran Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
dimaksudkan untuk memberikan jaminan kepastian hukum dan
perlindungan yang sama kepada setiap pelaku usaha dalam berusaha,
30
Suhasril, Hukum Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat di Indonesia. (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), h. 144 31
Tarita Kooswanto, dkk. Keadaan Pasar Indonesia Pasca Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat. ( Jurnal Private Law, Volume 2, No. 1, Tahun 2013), h. 62 32
Rahadi Wasi Bintoro, Aspek Hukum Zonasi Pasar Tradisional dan Pasar
Modern, (Jurnal Dinamika Hukum, Volume 10, No. 3, Tahun 2010), h. 365
28
dengan cara mencegah timbulnya praktik-praktik monopoli dan/atau
persaingan usaha yang tidak sehat lainnya dengan harapan dapat
menciptakan iklim usaha yang kondusif, di mana setiap pelaku usaha dapat
bersaing secara wajar dan sehat.33
C. Kedudukan KPPU dalam Hukum Persaingan Usaha
1. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)
KPPU merupakan lembaga negara komplementer (state auxiliary
organ)34
yang mempunya wewenang berdasarkan Undang-Undang Nomor
5 Tahun 1999 untuk melakukan penegakan hukum persaingan usaha.
Dasar hukum pembentukan Komisi Pengawas adalah pasal 30 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 yang menyatakan : “untuk
mengawasi pelaksanaan undang-undang ini dibentuk Komisi Pengawas
Persaingan Usaha”.35
Berlakunya undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan
Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat sebagai landasan
kebijakan persaingan diikuti dengan berdrinya Komisi Pengawas
Persaingan Usaha (KPPU) guna memastikan dan melakukan pengawasan
terhadap dipatuhinya ketentuan dalam Undang-Undang Anti Monopoli
tersebut. Kelembagaan KPPU diatur lebih lanjut dengan Keputusan
33
Rachmadi Usman, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, (Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, 2004), h. 80. 34
Budi L. Kragmanto, Implementasi UU No. 5 Tahun 1999 oleh KPPU, (Jurnal
Ilmu Hukum Yustista, 2007), h. 2. 35 Mustafa Kamal Rokan, Hukum Persaingan Usaha Teori dan Praktiknya di
Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, Cet. II. 2012), h. 277.
29
Presden Nomor 75 Tahun 1999 tentang Komisi Pengawas Persaingan
Usaha sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 80
Tahun 2008.
KPPU sebagai lembaga pengawasan persaingan usaha merupakan
lembaga independen yang terlepas dari pengaruh dan kekuasaan
pemerintah serta pihak lain. Tujuan pembentukan KPPU ini adalah untuk
mengawasi pelaksanaan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang
Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat demi
terwujudnya perekonomian Indonesia yang efisien melalui penciptaan
iklim usaha yang kondusif dan kompetitif, yang menjamin adanya
kesempatan berusaha. Perlu ditekankan bahwa melalui pengawasan yang
dimilikinya, KPPU diharapkan dapat menjaga dan mendorong agar system
ekonomi pasar lebih efisiensi produksi, konsumsi, dan alokasi, sehingga
pada akhirnya meningkatkan kesejahteraan rakyat.36
Status Komisi diatur dalam pasal 30 ayat (2) Dalam ayat (3)
disebutkan bahwa :”Komisi bertangung jawab kepada presiden.”37
Komisi
bertanggung jawab kepada presiden disebabkan Komisi melaksanakan
sebagian dari tugas-tugas pemerintah, dimana kekuasaan tertinggi
36
Suyud Margono Tantangan Penegakan Hukum Persaingan Usaha di Indonesia.
(Jurnal Hukum. Bisnis, Volume 19, Mei-Juni 2002), h. 5. 37
C.S.T. Kansil, Pokok-Pokok Pengetahuan Hukum Dagang Indonesia, (Jakarta:
Sinar Grafika, Cet. 4, 2008), h. 200.
30
pemerintah berada dibawah presiden.38
Jadi, sudah sewajarnya jika Komisi
bertangung jawab kepada presiden.
2. Tugas dan Wewenang Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)
KPPU adalah lembaga publik, penegak dan pengawas pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, serta wasit independen dalam
rangka menyelesaikan perkara-perkara yang berkaitan dengan larangan
monopoli dan persangan usaha tidak sehat.39
Adapun tugas dan wewenang
KPPU adalah sebagai berikut.
2.1. Wewenang KPPU
KPPU dalam kedudukannya sebagai pengawas, Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999 pasal 36 dan pasal 47 telah memberikan
kewenangan khusus kepada Komisi. Secara garis besar, kewenangan
Komisi dapat dibagi dua, yaitu wewenang aktif dan wewenang pasif.40
Wewenang aktif adalah wewenang yang diberikan kepada komisi
melalui penelitian. Komisi berwenang melakukan penelitian terhadap
pasar, kegiatan, dan posisi dominan. Komisi juga berwenang melakukan
penyelidikan, menyimpulkan hasil penyelidikan dan/atau pemeriksaan,
memanggil pelaku usaha, memanggail dan menghadirkan saksi-saksi,
meminta bantuan penyelidikan, meminta keterangan dari instansi
38
Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945
“Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan memerintah menurut Undang-Undang
Dasar.” 39
Hermansyah, Pokok-Pokok Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, (Jakarta:
Kencana, Cet. II, 2009), h. 75. 40
Mustafa Kamal Rokan, Hukum Persaingan Usaha Teori dan Praktiknya di
Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, Cet. II. 2012), h. 78.
31
pemerintah, mendapatkan dan meneliti dokumen dan alat bukti lain,
memutuskan dan menetapkan, serta menjatuhkan sanksi administratif.
Adapun wewenang pasif, menerima laporan dari masyarakat dari
atau dar pelaku usaha tentang dugaan terjadinya praktik monopoli dan/atau
persaingan usaha tidak sehat.
Menurut Pasal 36 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 bawa
Wewenang Komisi Pengawas Persaingan Usaha adalah sebagai berikut.41
a. Menerima laporan dari masyarakat dan/atau dari pelaku usaha tentang
dugaan telah terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha
tidak sehat.
b. Melakukan penelitian mengenai dugaan adanya kegiatan usaha atau
tindakan pelaku usaha yang dapat menimbulkan praktek monopoli dan
/atau persaingan persaingan usaha tidak sehat.
c. Melakukan penyelidikan dan/atau pemeriksaan terhadap kasus-kasus
dugaan praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat yang
didapatkan karena laporan masyarakat, laporan pelaku usaha,
ditemukan sendiri oleh komisi pengawas dari hasil penelitian.
d. Menyimpulkan hasil penyelidikan dan/atau pemeriksaan tentang adanya
suatu praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.
e. Melakukan pemanggilan terhadap pelaku usaha yang diduga telah
melakukan pelanggaran terhadap Undang-Undang Anti Monopoli.
f. Melakukan pemanggilan dan menghadirkan saksi-saksi, saksi ahli, dan
setiap orang yang dianggap mengetahui pelanggaran terhadap ketentuan
Undang-Undang Anti Monopoli.
g. Meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi-
saksi, saksi ahli atau pihak lainnya yang tidak bersedia memenuhi
panggilan Komisi Pengawas.
h. Meminta keterangan dari nstansi pemerintah dalam kaitannya dengan
penyelidikan dan/atau pemeriksaan terhadap pelaku usaha yang
melanggar ketentuan dalam Undang-Undang Anti Monopoli
i. Mendapatkan, meneliti, dan/atau menilai surat, dokumen, atau alat bukti
lain guna penyelidikan dan/atau pemeriksaan.
j. Memberikan keputusan atau ketetapan tentang ada atau tidaknya
kerugian bagi pelaku usaha fair, atau masyarakat.
k. Menginformasikan putusan Komisi kepada pelaku usaha yang diiduga
melakukan praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.
41
Pasal 36 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
32
l. Menjatuhkan sanksi berupa tindakan adminstratif kepada pelaku usaha
yang melanggar ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1999.
2.2. Tugas KPPU
Atas kewenangan tersebut, maka komisi memiliki beberapa tugas
sebagaimana yang tertera dalam Pasal 35 Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1999. 42
a. Melakukan penilaian terhadap perjanjian yang dapat mengakibatkan
terjadinya praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat,
seperti; oligopoli, diskriminasi harga (price discrimination), penetapan
harga (price fixing/price predatory), pembagian wilayah (market
allocation), pemboikotan, kartel, trust, oligopsoni, integrasi vertical,
perjanjian tertutup, dan perjanjian dengan pihak luar negeri.
b. Melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha dan/atau tindakan pelaku
usaha yang dilarang, seperti monopoli, monopsony, penguasaan pasar,
dan persekongkolan.
c. Melakukan penilaian terhadap ada atau tidak adanya penyalahgunaan
posisi dominan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli
dan/atau persaingan usaha yang tidak sehat, yang dapat timbul melalui
posisi dominan, jabatan rangkap, pemilikan saham, penggabungan,
peleburan, serta pengambilalhan.
d. Memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan pemerintah
yang berkaitan dengan praktek monopoli dan/atau persaingan usaha
tidak sehat.
e. Menyusun pedoman dan/atau publikasi yang berkaitan dengan Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1999.
f. Memberi laporan secara berkala atas hasil kerja komisi kepada presiden
dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
3. Penyelesaian Perkara oleh KPPU
Sebagai lembaga pengawas yang memliki fungsi mengakkan hukum
persaingan usaha, KPPU mengalami banyak hambatan dan tantangan yang
harus ditempuh, terlebih masalah hukum persaingan usaha merepukan
pengaturan hukum yang baru di negeri ini. Selama sepuluh tahun ini,
42
Pasal 35. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
33
KPPU tergolong aktif melaksanakan tugas dan wewenangnya. Perlu
dievaluasi dampak Undang-Undang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat yang secara langsung maupun tidak
langsung telah dirasakan manfaatnya oleh dunia usaha dan masyarakat
luas di Indonesia.
Persaingan usaha yang sehat dapat menjadi bagian dari budaya
bangsa Indonesia yang pada akhirnya menghasilkan efisiensi,
produktifitas, dan daya saing bangsa yang semakin tinggi. Kehadiran
Undang-Undang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat dan hasil kinerja KPPU ini telah dirasakan oleh masyarakat.
Sejarah menunjukan bahwa KPPU telah sanggup menghasilkan
putusan pada awal tahun dibentuk dan berdrinya KPPU berdasarkan
Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1999 tentang Komisi Pengawas
Persaingan Usaha (Kepres 75/1999) dan Keputusan Presiden Nomor
164/M Tahun 2000 tentang Pengangkatan Anggota KPPU Masa Jabatan
2000-2005.
Dalam menyelesaikan dan memutuskan perkara seperti diuraikan di
atas, KPPU menangani perkara berdasarkan laporan yang masuk ke KPPU
ataupun berdasarkan inisiatif KPPU dalam melihat fenomena yang terjadi
dalam dunia usaha. Pelaksanaan kedua mekanisme ini sama mulai dari
proses pemeriksaan sampai kepada putusan, hanya sumber sampainya
kasus tersebut ke secretariat KPPU yang berbeda, pertama berdasarkan
34
laporan, kedua berdasarkan inisiatif atau penelitian yang dilakukan sendiri
oleh KPPU.
Berikut ini diuraikan hasil putusan KPPU sejak tahun 2001 hingga
tahun 2009 dalam penegakan hukum yang dilakukan KPPU.
Tabel 1. Putusan KPPU (2001-2009)
2001 2 Putusan
2002 7 Putusan
2003 5 Putusan
2004 7 Putusan
2005 10 Putusan
2006 16 Putusan
2007 14 Putusan
2008 49 Putusan
2009 24 Putusan
Jumlah 134 Putusan
Keputusan yang dihasilkan KPPU bersifat mengikat, tetapi tidak
final, sebab masih dimungknkan kepada pihak terlapor untuk mengajukan
keberatan atas putusan KPPU kepada Pengadilan Negeri tempat terlapor
berdomisili, bahkan proses hukum ini juga dapat berlangsung hingga
tingkat Mahkamah Agung. Proses tersebut menunjukan bahwa terdapat
fungsi kontrol yang berimbang tetap dilakukan dalam
mengimplementasikan penegakan hukum persaingan usaha. Tugas KPPU
35
dalam menyelesaikan perkara dan membuat putusan atau vonis
menunjukan bahwa kedudukan KPPU dalam melaksanakan tugas dan
wewenangnya untuk mengatasi praktek monopoli dan persaingan usaha
tidak sehat sudah sangat terukur. Hal ini terlihat dari kasus yang dilakukan
penyelidikan dan pemeriksaan sampai akhirnya memutus perkara
persaingan usaha dari tahun 2001-2009 seperti sudah diuraikan diatas.
Putusan KPPU terkait dengan perkara PT. Carrefour Indonesia
mengenai pemberlakuan syarat-syarat perdagangan (trading terms), para
pemasok merasa dirugikan atas pemberlakuan trading terms oleh PT.
Carrefour Indonesia karena setiap tahunnya terdapat penambahan jenis
item serta menaikkan biaya dan persentase fee trading terms. PT.
Carrefour Indonesia juga tidak membedakan antara pemasok berskala
besar dan pemasok berskala kecil dalam hal pemberlakuan syarat-syarat
perdagangan tersebut. Adanya Trading Terms melahirkan diskriminasi
karena terjadi penguasaan pasar yang dilakukan oleh PT. Carrefour
Indonesia.43
43
Alum Simbolon, Kedudukan Hukum Komisi Pengawas Persaingan Usaha
Melaksanakan Wewenang Penegakan Hukum Persaingan Usaha, (Jurnal Mimbar Hukum,
Nomor 3, Volume 24, 2012), h. 377-569.
36
BAB III
TINJAUAN UMUM
RITEL DI INDONESIA
A. Pengertian dan Perkembangan Ritel di Indonesia
1. Pengertian Ritel
Kata ritel berasal dari bahasa Prancis, retailer, yang berarti memotong
atau memecah sesuatu. Menurut Christina Whidya Utami dalam buku yang
berjudul Manajemen Ritel, Usaha ritel atau eceran (retailing) dapat dipahami
sebagai semua kegiatan yang terlibat dalam penjualan barang atau jasa secara
langsung kepada konsumen akhir untuk penggunaan pribadi dan bukan
penggunaan bisnis.
Masih dalam buku yang sama Christina Whidya Utami melanjutkan
definisi dari ritel sebagai berikut: “Ritel juga merupakan perangkat dari
aktivitas-aktivitas bisnis yang melakukan penambahan nilai terhadap produk-
produk dan layanan penjualan kepada konsumen untuk penggunaan atau
konsumsi perseorangan maupun keluarga”.44
Ritel merupakan sektor industri yang sangat terkenal dan sudah
mendominasi kehidupan masyarakat Indonesia turun-temurun sejak dahulu
kala. Hal ini ditandai dengan tersebarnya warung dan toko kelontongan di
hampir tiap daerah, mulai dari pelosok hingga kota besar. Industri ini tumbuh
dan berkembang sedemikian cepat seiring dengan pertambahan laju
44
Mumuh Mulyana, Manajemen Sumber Daya Manusia (SDM) Ritel Dalam
Meningkatkan Kinerja Perusahaan.(Jurnal Ilmiah Ranggagading, Volume 10, No. 2, Tahun
2010), h. 165
37
penduduk. Industri ini juga semakin popular sejak masuknya ritel modern di
Indonesia, yakni ketika Mart berlabel (Indomart, Alfamart, dan afiliasinya)
marak tumbuh bak jamur di musim hujan, hingga yang paling fenomenal
ketika ritel asing asal Prancis, Carrefour, masuk ke Indonesia dengan ekspansi
usahanya yang cukup mengundang kontroversi.45
Penggolongan ritel di Indonesia dapat dikategorikan berdasarkan
sifatnya, yaitu ritel yang bersifat tradisional atau konvensional dan yang
bersifat modern. Ritel yang bersifat tradisional adalah sejumlah pengecer atau
pedagang eceran yang berukuran kecil dan sederhana, misalnya toko-toko
kelontongan, pengecer atau pedagang eceran yang berada di pinggir jalan,
pedagang eceran yang berada di pasar tradisional, dan lain sebagainya.
Kelompok bisnis ritel ini memiliki modal yang sedikit dengan fasilitas yang
sederhana. Ritel modern adalah sejumlah pedagang eceran atau pengecer
berukuran besar, misalnya dengan jumlah gerai yang cukup banyak dan
memiliki fasilitas toko yang sangat lengkap dan modern.46
Regulasi pemerintah mengenai bisnis ritel dengan diberlakukannya
Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan
Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern. Pasar tradisional
merupakan pasar yang dibangun dan dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah
45
Maria Madgalena Minarsih. Pedagang Kecil” Warung” Dalam Gempuran Ritel
Modern. (Jurnal Dinamika Sains, Volume 11, No.26, Tahun 2013), h. 86. 46
Euis Soliha, Analisis Industri Ritel di Indonesia. (Jurnal Bisnis dan Ekonomi,
Volume 15 No. 2 Tahun 2008), h. 130.
38
Daerah, Swasta, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah
termasuk kerjasama dengan swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios, los
dan tenda yang dimiliki/dikelola oleh pedagang kecil, menengah, swadaya
masyarakat atau koperasi dengan usaha skala kecil, modal kecil dan dengan
proses jual beli barang dengan melalui tawar menawar.
Sedanglan Toko Modern merupakan toko dengan sistem pelayanan
mandiri, menjual berbagai jenis barang secara eceran yang berbentuk
Minimarket, Supermarket, Departement Store, Hypermarket ataupun grosir
yang berbentuk Perkulakan.47
2. Perkembangan Ritel di Indonesia
Perkembangan industri ritel di Indonesia dipelopori oleh pemerintah
dengan didirikannya Sarinah sebagai pusat perbelanjaan modern pertama di
Jakarta. Dalam kurun waktu yang tidak terlalu lama bermunculan ritel-ritel
baru dan puncaknya pada tahun 1997 pemerintah melalui surat Keputusan
Menteri Keuangan Nomor : 455/KMK/01 tahun 1997 memberikan ijin masuk
bagi ritel-ritel asing seperti Carrefour dan Continent.48
Liberalisasi pasar ritel di Indonesia terjadi sejak ditandatanganinya LOI
(Letter of Intent) antara pemerintah Indonesia dengan Dana Moneter
Internasional (IMF) tahun 1998. Salah satu hasil LOI tersebut adalah
47
Tri Joko Utomo, Persaingan Bisnis Ritel: Tradisional Vs Modern. (Jurnal Fokus
Ekonomi Volume 6, No. 1, Tahun 2011): 122-133. 48
Muhammad Kholid Mawardi, Persaingan Industri Ritel di Indonesia Dengan
Model” Lima Kekuatan Pesaing M. Porter”. (Jurnal iqtishoduna 2008)
39
memberikan kebebasan kepada investor asing masuk ke industri ritel.
Kebijakan liberalisasi pasar ritel ini diatur pertama kali dengan Keppres No.
99/1998 dan SK Menteri Investasi No. 29/SK/1998. Sejak tahun 1998 itulah
Carrefour salah satu retailer asing asal Prancis masuk ke Indonesia.
Saat ini kran investasi asing dibuka lebar-lebar melalui Undang-Undang
Penanaman Modal Nomor 25 Tahun 2007 dan Undang-Undang PT Nomor 40
Tahun 2007. Melalui kedua Undang-Undang ini peritel asing bukan saja boleh
berusaha membuka gerai di mana-mana di seluruh Indonesia, bahkan secara
agresif investor asing mulai „mencaplok‟ peritel-peritel lokal. Perusahaan ritel
Hero dan Alfa misalnya, adalah sebagian dari perusahaan ritel di Indonesia
yang sudah dirambah oleh investor asing.49
Sejalan dengan perkembangan jaman maka lahirlah ritel modern yang
dikelola dengan manajemen dan teknologi modern. Ritel modern memberikan
pelayanan jasa yang baik, ruangan nyaman full AC, penyajian barang-barang
yang menarik, konsumen dapat melayani sendiri, harga pasti, dan bahkan
dapat menjadi tempat rekreasi bagi keluarga dimana ritel modern
menyediakan semua kebutuhan rumah tangga (one stop shopping centre).50
Ketatnya persaingan menyebabkan peta industri ritel sering mengalami
perubahan, terutama akibat intensitas keluar-masuknya peritel asing serta
49
Ali Jusmoro, Persaingan Usaha Pasar Riitel di Indonesia, Siapa Yang Menang?.
(Jurnal Hukum Bisnis, Volume 27, No. 1,Tahun 2008), h. 4 50
M. Udin Silalahi, Persaingan di Industri Ritel Ditinjau Dar Aspek Hukum
Persaingan Usaha. (Jurnal Hukum Bisnis, Volume 27, No. 1, Tahun 2008), h. 6
40
akuisisi yang dilakukan peritel. Akuisisi cenderung dilakukan peritel besar
untuk mengembangkan usaha ritelnya menjadi format yang beragam (multi-
format), seperti minimarket, supermarket dan hypermarket. Hal ini seperti
yang dilakukan PT. Carrefour. PT. Carrefour yang telah sukses dengan
format hypermarketnya kemudian mengembangkan format supermarket
dengan mengakusisi PT Alfa Retailindo.
B. Kebijakan Regulasi Ritel di Indonesia
1. Keputusan Presiden Nomor 96 Tahun 2000 dan Keputusan Presiden No
118 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Keputusan Presiden Nomor 96
Tahun 2000
Dorongan pertama lahir dari munculnya kebijakan yang pro terhadap
liberalisasi ritel, antara lain diwujudkan dalam bentuk mengeluarkan bisnis
ritel dari negative list bagi Penanaman Modal Asing (PMA). Hal ini antara
lain diwujudkan dalam bentuk Keputusan Presiden No 96/2000 tentang
Bidang Usaha Yang Tertutup Dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan
Persyaratan Tertentu Bagi Penanaman Modal dan Keputusan Presiden No
118/2000 tentang Perubahan atas Keputusan Presiden Nomor 96 Tahun 2000
tentang Bidang Usaha Yang Tertutup Dan Bidang Usaha Yang Terbuka
Dengan Persyaratan Tertentu Bagi Penanaman Modal.
Kebijakan tersebut telah menyebabkan tidak adanya lagi pembatasan
kepemilikan dalam industri ritel. Setiap pelaku usaha yang memiliki modal
41
cukup untuk mendirikan perusahaan ritel di Indonesia, maka dapat segera
melakukannya. Akibatnya, pelaku usaha di industri ini terus bermunculan. Hal
yang kemudian nampak sering menjadi kontroversi adalah kehadiran para
pelaku usaha asing seperti Carrefour. 51
Adanya liberalisasi bisnis ritel tidak terlepas dari Keppres No.
96/2000 mengenai bidang usaha terbuka dan tertutup bagi penanaman modal
asing yang menggolongkan ritel sebagai bidang usaha terbuka bagi
penanaman modal asing dan swasta nasional. Hal itulah, yang kemudian
bisnis ritel kini mulai disesaki oleh berbagai aktor swasta nasional maupun
swasta asing. Prospek keuntungan yang bisa diraih dari bisnis ritel di
Indonesia memang sangat tinggi. Berdasarkan data dari Asosiasi
Perusahaan Ritel Indonesia (Aprindo), pada 2011, omzet ritel modern
tercatat Rp 42 triliun, kemudian meningkat lagi pada 2006 menjadi
Rp50,8 triliun dan pada 2008 meningkat menjadi Rp 58,5 triliun. Hal
tersebut berlanjut pada 2010 dimana bisnis ritel modern tumbuh 12% dan
tahun 2012 ini diperkirakan ritel modern akan tumbuh 13%-15%. Kondisi
itu tentunya sangat kontras dengan kondisi perekonomian yang dihadapi
pasar tradisional. Menurut data yang dihimpun dari Kementrian
51
www.kppu.co.id, Position Paper Rancangan Peraturan Presiden Tentang Penataan
Dan Pembinaan Usaha Pasar Modern Dan Usaha Toko Modern. Diakses pada 3 September
2014 dari situs : http://www.kppu.go.id/docs/Positioning_Paper/ritel.pdf
42
Perdagangan tahun 2011 menyebutkan pasar tradisional mengalami
pertumbuhan minus 8,1 % setiap tahunnya.52
2. Perpres No. 112/2007
Kebijakan publik yang berhubungan dengan sektor distribusi jasa,
dimana setelah ditandatangani LOI, kehadiran peritel asing cenderung
mengalami peningkatan sejak keran pertama kali dibuka dalam bentuk
Peraturan Presiden No. 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan
Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan, serta Toko Modern (biasa disebut
Perpres Pasar Modern), didalam peraturan ini diatur 6 (enam) pokok masalah
yakni; Definisi, Zonasi, Kemitraan, Syarat Perdagangan (Trading Terms),
Kelembagaan Pengawas, dan Sanksi.
Permasalahan yang berkaitan dengan Zonasi atau tata letak lokasi
kewenangannya dilimpahkan kepada pemerintah daerah (Bupati/Walikota
atau Gubernur untuk Pemprov DKI Jakarta), Perpres No. 112/2007 mengacu
pada Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil, dan
Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1998 tentang Pembinaan dan
Pengembangan Usaha Kecil serta Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
52
Wasisto Raharjo Jati. Dilema Ekonomi: Pasar Tradisional versus Liberalisasi Bisnis
Ritel di Indonesia. (Jurnal Ekonomi dan Studi Pembangunan, Volume 4, No.2 Tahun 2012), h.
224.
43
Hal yang paling pokok dalam Perpres No. 112/2007 yang terkait dengan
pemerintah daerah adalah soal kebijakan pemberian izin bagi pendirian Pasar
Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Pasar Modern. Diserahkan kepada
Pemerintah Daerah, Bupati/Walikota atau Gubernur untuk Daerah Propinsi
DKI Jakarta (Pasal 12). Kaitan dengan ini, jauh sebelum dikeluarkannya
Perpres No. 112/2007, Pemda Provinsi DKI Jakarta telah mengeluarkan
Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2002 tentang Perpasaran Swasta di Provinsi
Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Perda ini mengatur tentang ketentuan jenis
usaha perpasaran swasta, seperti Pasar Swalayan, Toserba, pusat pertokoan,
Mall/Supermall/Plaza, dan Pusat Perdagangan, kemudian tentang produk-
produk yang dijual, luas dan jarak tempat penyelenggaraan usaha, waktu
pelayanan serta kewajiban dan larangan, termasuk kewajiban memperoleh izin
penyelenggaraan dari Gubernur.
Perpress No. 112/2007, juga mengacu pada Peraturan Pemerintah No.
44 Tahun 1997 tentang Kemitraan. Dengan memberikan penekanan pada
pengembangan kemitraan antara Pemasok Usaha Kecil dengan perkulakan,
Hypermarket, Department Store, Supermarket, dan pengelola jaringan
minimarket (Pasal 9) dan sifat hubungan kerjasama yang berkeadilan, saling
menguntungkan dan tanpa tekanan antara pemasok dengan toko modern
(Pasal 11).
Kemudian dalam hal pengawasan, Pasal 15, Pemerintah Daerah diminta
untuk melakukan pengawasan agar kemitraan dapat berjalan seperti yang
44
dimaksudkan dalam Perpres ini, begitu juga soal permintaan Izin Usaha Pusat
Perbelanjaan (IUPP) dan Izin Usaha Toko Modern (IUTM) oleh pelaku usaha
wajib dilengkapi analisa dampak lingkungan serta rencana kemitraan dengan
usaha kecil (Pasal 13).53
3. Permendag No. 53/M-DAG/Per/12/2008
Atas dasar Peraturan Presiden No. 112 Tahun 2007, sebagai tindak
lanjutnya, Menteri Perdagangan mengeluarkan Peraturan yang berhubungan
dengan Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan
Pasar Modern di tahun 2008, dengan Peraturan No. 53/M-
DAG/PER/12/2008. Dalam Permendag ini diatur ketentuan pendirian Pasar
Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Pasar Modern selain minimarket, harus
melakukan analisa kondisi sosial ekonomi masyarakat setempat seperti:
struktur penduduk, tingkat pendapatan, kepadatan, penyerapan tenaga kerja,
ketahanan dan pertumbuhan pasar tradisional, dampak positif dan negatif yang
diakibatkan oleh jarak antara pasar modern dengan pasar tradisional kemudian
pengaturan perihal kemitraan, yaitu dalam pola kerjasama pemasaran,
penyediaan lokasi usaha peritel modern bagi Usaha Kecil Menengah (UKM),
kerjasama usaha dalam bentuk penerimaan pasokan barang dari pemasok
domestik dalam prinsip saling menguntungkan, jelas, wajar, berkeadilan dan
transparan serta disepakati kedua belah pihak seperti kesepakatan potongan
53
Dedie S. Martadisastra, Dampak Regulasi dan Persaingan Terhadap Hubungan Ritel
Modern dengan Pemasok Domestik. (Jurnal Persaingan Usaha, Edisi 6 Tahun 2011), h. 79
45
harga, biaya promosi dan biaya-biaya lain, dan mekanisme pemberian izin
dan pengaturan badan terkait dinas pejabat pemberi izin serta kewajiban
pelaporan.
Pelaksanaan pembinaan, pengawasan dan evaluasi terhadap pengelolaan
Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Pasar Modern dalam Permendag
No. 53 ini diserahkan kepada bupati/walikota atau gubernur untuk Pemerintah
Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta (Pasal 18). Pembinaan berupa
penciptaan sistem manajemen pengelolaan pasar, pelatihan sumber daya
manusia, konsultasi, fasilitasi kerjasama, pembangunan dan perbaikan sarana
maupun prasarana pasar. Sedangkan pengawasan berhubungan dengan
pengelolaan pasar itu sendiri.54
C. Permasalahan Industri Ritel di Indonesia
Permasalahan dalam sektor ritel bermula sejak membanjirinya kekuatan
kapital asing yang masuk dalam industri ini pada tahun 1998. Dengan begitu,
bermunculan toko-toko modern asing dengan capital besar dalam format-format
seperti hypermarket, department store dan minimarket/convenience store. Secara
tidak disadari, kemudian kekuatan tersebut membentuk kekuatan raksasa dalam
industri ritel Indonesia. Dari sinilah kemudian muncul berbagai masalah sektor
ritel.
54
Dedie S. Martadisastra, Dampak Regulasi dan Persaingan Terhadap Hubungan Ritel
Modern dengan Pemasok Domestik. (Jurnal Persaingan Usaha, Edisi 6, Tahun 2011). h. 9.
46
Secara garis besar, permasalahan dalam sektor ritel terbagi dua yaitu,
permasalahan antara ritel tradisional dengan ritel modern, dan permasalahan
antara ritel modern dengan pemasok.
1. Permasalahan Ritel Tradisional dengan Ritel Modern
Maraknya perkembangan sektor ritel khususnya pasar modern, ternyata
tidak saja membawa dampak positif bagi konsumen dengan kemudahan serta
kenyamanan berbelanja. Namun juga memberikan dampak yang negatif bagi
keberlangsungan peritel tradisional. Bagi sebagian konsumen, pasar modern
memang memberikan alternatif belanja yang menarik. Selain menawarkan
kenyamanan dan kualitas produk, harga yang mereka pasang juga cukup
bersaing dibanding pasar tradisional. Hal tersebut dimungkinkan mengingat
besarnya kemampuan modal para peritel asing tersebut.
Dengan skala ekonomi yang besar, pasar modern dapat mempersempit
jalur distribusinya sehingga mampu menawarkan harga yang lebih murah
kepada konsumen. Sebaliknya, keadaan semacam ini jelas membuat risau para
pedagang kecil. Banyak dari pedagang kecil mendapat imbas langsung dengan
kehadiran pasar modern yaitu turunnya pendapatan mereka secara signifikan,
bahkan tidak jarang pedagang kecil yang tutup akibat berdirinya pasar modern
yang berdekatan.
Pertumbuhan pasar modern seolah-olah mematikan usaha pedagang
kecil. Pertumbuhan tersebut kemudian menciptakan market power ritel
47
modern. Persaingan ritel head to head antara ritel tradisional dengan ritel
modern pun tidak terhindari. Permasalahan dalam persaingan antara ritel
tradisional dengan ritel modern merupakan permasalahan yang lebih terkait
dengan ketidaksebandingan daripada sebagai permasalahan yang persaingan
usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1999. Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2007 yang telah dikeluarkan pun
belum mampu mengatasi permasalahan ini terutama dalam menciptakan equal
playing diantara keduanya.55
Pedagang tradisional yang terkena imbas langsung dari keberadaan
supermarket atau hypermarket adalah pedagang yang menjual produk yang
sama dengan yang dijual di kedua tempat tersebut. Meskipun demikian,
pedagang yang menjual makanan segar (daging, ayam, ikan, sayur-sayuran,
buah-buahan, dan lain-lain) masih bisa bersaing dengan supermarket dan
hypermarket mengingat banyak pembeli masih memilih untuk pergi ke pasar
tradisional untuk membeli produk tersebut. Keunggulan pasar modern atas
pasar tradisional adalah bahwa mereka dapat menjual produk yang relatif
sama dengan harga yang lebih murah, ditambah dengan kenyamanan
berbelanja dan beragam pilihan cara pembayaran. Supermarket dan
hypermarket juga menjalin kerja sama dengan pemasok besar dan biasanya
55
Putriani, Zonasi dan Pembatasan Trading Term Sebagai Upaya Mengatasi
Permasalahan Sektor Ritel.(di dalam buku Negara dan Pasar dalam Bingkai Kebijakan
Persaingan, KPPU RI, 2011), h. 67.
48
untuk jangka waktu yang cukup lama. Hal ini yang menyebabkan mereka
dapat melakukan efisiensi dengan memanfaatkan skala ekonomi yang besar. 56
Apabila kita melihat berbagai persoalan yang mengemuka dalam
industri ritel Indonesia, maka sangat jelas bahwa persoalan utamanya terletak
pada ketidakmampuan pelaku usaha kecil ritel bersaing secara langsung
dengan para pelaku usaha ritel modern. Ketidakmampuan bersaing
dikarenakan semata-mata karena ketidaksebandingan/keseimbangan
kemampuan antara keduanya. Kemampuan kapital antara keduanya sangat
jauh berbeda satu sama lain. Value creation yang dihasilkan oleh kemampuan
kapital besar, tidak dapat dilakukan sama sekali oleh pelaku usaha kecil.
Tidak mengherankan apabila pelaku usaha kecil ritel semakin tersisih.57
2. Permasalahan Ritel Modern dengan Pemasok
Permasalahan dalam industri ritel dari waktu ke waktu terus
mengemuka. Berdasarkan analisis Komisi Pengawas Persaingan Usaha
(KPPU), permasalahan dalam industri ritel yang terjadi saat ini, terbagi
menjadi dua kelompok besar. Pertama adalah terkait dengan terus
tersingkirnya pelaku usaha ritel kecil Indonesia dari pasar, sebagaimana yang
telah dibahas di atas. Kedua adalah munculnya tekanan terhadap para
56
Adri Poesoro, Pasar Tradisoonal di Era Persaingan Globa, (Newsletter Smeru, No.
22, Tahun 2007), h. 4 . 57
www.kppu.co.id, Position Paper Rancangan Peraturan Presiden Tentang Penataan
Dan Pembinaan Usaha Pasar Modern Dan Usaha Toko Modern. Diakses pada 3 September 2014
dari situs : http://www.kppu.go.id/docs/Positioning_Paper/ritel.pdf. h. 11.
49
pemasok kecil oleh pelaku usaha ritel modern yang memiliki kemampuan
kapital sangat besar.58
Persoalan berikutnya dari industri ritel terkait dengan
ketidakseimbangan posisi antara pemasok dengan pelaku usaha ritel.
Kekuatan pelaku usaha ritel modern telah mengubah situasi di industri ritel.
Ritel modern telah menjelma menjadi kekuatan yang luar biasa. Dalam
manajemen rantai pasokan produk sampai ke konsumen, ritel modern kini
menjadi bagian yang sangat menentukan. Ritel modern kini telah menjadi
favorit dalam pendistribusian produk karena kemampuannya mendatangkan
konsumen sangat besar.
Pemasok kini sangat bergantung kepada usaha ritel modern. Kekuatan
pemasok semakin bertambah lemah karena persaingan antarmereka juga
terjadi dengan sangat ketat, sementara peritel modern di satu wilayah tidak
memiliki banyak pesaing. Akibatnya, peritel modern dapat dengan sangat
leluasa menggunakan kekuatan pasarnya. Mulailah mereka menerapkan
berbagai persyaratan perdagangan (trading terms).59
Permasalahan utama hubungan antara pemasok dengan ritel modern,
terkait dengan munculnya trading terms, yang dianggap menjadi arena
eksploitasi pemasok oleh peritel modern. Sebagaimana dianalisis sebelumnya
58
www.kppu.co.id, Position Paper Rancangan Peraturan Presiden Tentang Penataan
Dan Pembinaan Usaha Pasar Modern Dan Usaha Toko Modern. Diakses pada 3 September 2014
dari situs : http://www.kppu.go.id/docs/Positioning_Paper/ritel.pdf. h. 2. 59
Taufik Ahmad, Regulasi Persaingan Usaha di Industri Ritel. (Newsletter SMERU,
No. 22, Tahun 2007), h. 31.
50
hal ini sesungguhnya lebih terkait dengan peran Pemerintah, yang harus
mengambil kebijakan untuk melindungi pelaku usaha pemasok dari
eksploitasi kekuatan market power yang sangat besar dari para peritel besar.
Dalam beberapa hal mungkin Pemerintah dapat mencontoh beberapa
pengaturan yang terjadi di beberapa negara lain seperti yang dengan tegas
melarang listing fee yang sangat excessive, atau melakukan batasan-batasan
terhadap komponen-komponen trading terms yang dianggap merugikan
pelaku usaha pemasok secara jangka panjang. Selain itu proses transparansi
dari trading terms juga harus menjadi pertimbangan utama Pemerintah saat
mengeluarkan kebijakan terkait hal tersebut.
Tugas lain dari Pemerintah adalah melakukan pemberdayaan terhadap
usaha pemasok untuk mendorong daya tawar mereka ketika berhadapan
dengan ritel modern. Bergabungnya mereka kedalam asosiasi mungkin dapat
menjadi salah satu senjata untuk meningkatkan daya tawar mereka. Hakikat
dari upaya perlindungan dan pemberdayaan pemasok adalah bagaimana
Pemerintah melakukan upaya penciptaan pengaturan yang dapat melahirkan
trading terms yang melindungi usaha pemasok serta mengembangkan
program yang dapat meningkatkan kemampuan tawar pemasok saat
berhadapan dengan peritel modern.60
60
www.kppu.co.id, Position Paper Rancangan Peraturan Presiden Tentang Penataan
Dan Pembinaan Usaha Pasar Modern Dan Usaha Toko Modern. Diakses pada 3 September 2014
dari situs : http://www.kppu.go.id/docs/Positioning_Paper/ritel.pdf. h. 17.
51
Kasus yang berkaitan dengan permasalahan antara pemasok dengan ritel
modern terjadi pada tahun 2009. Berawal dari akuisisi PT. Alfa Retailindo
oleh PT Carrefour Indonesia yang menerapkan trading terms yang sifatnya
merupakan tekanan terhadap para pemasok, sehingga mengakibatkan praktek
monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Alasan PT Carrefour Indonesia
dalam mengakuisisi PT Alfa Retailindo Tbk adalah untuk meningkatkan
penjualan dan menambah gerai serta untuk menambah format ritel modern
berupa supermarket sesuai dengan trend bisnis ritel yang berkembang
menjadi multiformat. Carrefour sendiri merupakan peritel yang berasal dari
Perancis, dimana pada tahun 1998 mendirikan gerai pertamanya di Indonesia.
Pada tahun 2003 PT Contimas Utama Indonesia menjadi surviving company,
dalam rangka melakukan merger dengan beberapa perusahaan dan berganti
nama menjadi PT Carrefour Indonesia. PT Carrefour Indonesia sendiri
memiliki image yang sangat baik di mata konsumen, sebagai tempat belanja
yang murah dan nyaman. Oleh karena kesuksesannya, maka tidak heran
Carrefour memiliki bargaining power yang kuat terhadap pemasoknya.61
Secara umum, terdapat beberapa syarat perdagangan yang diberlakukan
PT Carrefour Indonesia kepada pemasoknya, antara lain listing fee, fixed
rebate, minus margin, term of payment, regular discount, common assortment
61
Anna Maria Tri Anggraini, Peranan Industri Kecil-Menengah dalam Pembangunan
Ekonomi Indonesia: Ditinjau dari Perspektif Hukum Persaingan Usaha, (Jurnal Law Review,
Vol. XIII, No. 3, Tahun 2014), h. 456.
52
cost, opening cost/ new store dan penalty. Pemasok menganggap listing fee
dan minus margin merupakan syarat perdagangan yang dianggap paling
memberatkan mereka. Trading terms mengenai listing fee tersebut
mensyaratkan pemasok wajib membayar biaya dalam memasok produk baru
kepada tiap gerai Carrefour, yang berfungsi sebagai jaminan apabila barang
tidak laku dan hanya diterapkan sekali, dan tidak dikembalikan (non-
refundable) yang besarannya berbeda antara pemasok kecil dan pemasok
besar, bahkan karena syarat-syarat perdagangan Carrefour dianggap
memberatkan salah satu saksi dari perusahaan pemasok.62
62
Andi Fahmi Lubis, Hukum Persaingan Usaha: Antara Teks & Konteks.(Jakarta:
GTZ, 2009), h. 141.
53
BAB IV
ANALISIS PUTUSAN
A. Kasus Posisi
Perkara ini bermula dari laporan masyarakat terkait dugaan monopoli
PT. Carrefour Indonesia melalui tindakan akuisisi PT. Alfa Retalindo yang
dilakukan pada tanggal 21 Januari 2008, manajemen PT. Carrefour Indonesia
mengumumkan secara resmi penandatanganan Share Purchase Agreement (SPA)
dengan PT. Sigmantara Alfindo dan Prime Horizon Pte. Ltd, untuk membeli 75%
saham mayoritas di PT. Alfa Retalindo dengan total harga saham Rp. 674
miliar.63
Sebelumnya, tanggal 17 Desember 2007 dilakukan penandatanganan
Memorandum of Understanding (MoU) antara PT. Carrefour Indonesia, PT.
Sigmantara Alfindo dan Prime Horizon Pte.Ltd. Jumlah saham Alfa milik PT.
Sigmantara Alfindo yang dibeli PT. Carrefour Indonesia sebesar 35% dan saham
Alfa milik Prime Horizon Pte.Ltd. yang dibeli PT. Carrefour Indonesia sebesar
45%.
Sehari setelah penandatanganan MoU, PT. Carrefour Indonesia
menyampaikan surat pemberitahuan kepada Bapepam-LK dan PT. Bursa Efek
Indonesia mengenai rencana pembelian saham PT. Alfa Retalindo sebesar 75%.
Kemudian rencana pembelian saham PT. Alfa Retalindo oleh PT. Carrefour
Indonesia diumumkan melalui surat kabar. Setelah melakukan penandatanganan
63
M. Udin Silalahi, KPPU, Merger, dan Akuisisi. (Harian Sinar Harapan, 13 Februari
2008).
54
Share Purchase Agreement (SPA), serta pemberitahuan kepada Bapepam-LK dan
PT. Bursa Efek Indonesia mengenai penandatanganan SPA, PT. Carrefour
Indonesia mengumumkan di surat kabar nasional mengenai pembelian saham PT.
Alfa Retalindo pada tanggal 22 Januari 2008.64
Pasca akuisisi Alfa oleh PT. Carrefour Indonesia maka secara otomatis
PT. Alfa Retalindo akan meningkatkan daya saingnya melalui suntikan finansial
dan manajemen baru serta memasukan visi dan budaya PT. Carrefour Indonesia
ke PT. Alfa Retalindo. Dengan memasukan nilai-nilai PT. Carrefour Indonesia ke
PT. Alfa Retalindo, maka PT. Alfa Retalindo akan mempunyai standar yang sama
dengan PT. Carrefour Indonesia. Sebaliknya PT. Carrefour Indonesia
diuntungkan dengan mengambil alih saham PT. Alfa Retalindo, PT. Carrefour
Indonesia menjadi salah satu perusahaan asing yang mempunyai aset-aset berupa
tanah melalui anak perusahaannya PT. Alfa Retalindo.
Setelah diakuisisi oleh PT. Carrefour Indonesia, 30 gerai PT. Alfa
Retalindo, 14 gerai ganti nama menjadi Carrefour Express, dan 16 gerai menjadi
Carrefour. Dengan demikian, pasca mengakuisisi PT. Alfa Retalindo, PT.
Carrefour Indonesia beroperasi didua format, yaitu hypermarket dan
supermarket. Sehingga timbul dugaan adanya praktek monopoli dan persaingan
usaha tidak sehat oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Karena
dengan diakuisisinya PT. Alfa Retalindo, PT. Carrefour Indonesia mempunyai
64
Putusan KPPU Perkara No.9/KPPU-L/2009 Tentang Akuisisi PT. Alfa Retalindo
oleh PT. Carrefour Indonesia.
55
market power (kekuatan pasar)65
yang besar dan mampu menekan pemasok dan
meniadakan pilihan bagi pemasok untuk melakukan transaksi dagang dengan
pihak luar PT. Carrefour Indonesia.66
Berdasarkan bukti-bukti yang diperoleh KPPU selama pemeriksaan,
pangsa pasar PT. Carrefour Indonesia diketahui meningkat menjadi 57,99%
(2008) pasca akuisisi PT. Alfa Retalindo yang sebelumnya sebesar 46,30% (2007)
pada pasar upstream pasokan barang/jasa sehingga secara hukum memenuhi
kualifikasi “monopoli” dan “posisi dominan”. Selanjutnya hasil pemeriksaan
menunjukan, penguasaan pasar dan posisi dominan PT. Carrefour Indonesia
tersebut disalahgunakan kepada para pemasok dengan meningkatkan dan
memaksakan potongan-potongan harga pembelian barang-barang pemasok
melalui skema yang disebut sebagai “trading terms”.
Oleh karena itu, KPPU menilai telah terdapat bukti yang sah dan
meyakinkan bahwa PT. Carrefour Indonesia melangggar Pasal 17 ayat (1) dan
Pasal 25 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan
Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Sehingga dikeluarkanlah
Putusan KPPU No.9/KPPU-L/2009.
Pasal 17 ayat (1) UU No.5 Tahun 1999 menyatakan:
65
Murni, Analisis Ekonomi Terhadap Pasal-Pasal Hukum Persaingan Usaha Dalam
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, (Arena Hukum, Volume 6, No. 1, Tahun 2012, Halaman
1-74), h. 25. 66
Detikfinance.com, KPPU Selidiki penjualan Makro. Diakses pada 2 oktober 2014
dari situs : http://finance.detik.com/read/2008/08/26/115101/994694/4/kppu-selidiki-penjualan-
makro.
56
(1) Pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan atas produksi dan atau
pemasaran barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan
terjadinya praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat”.
Sedangkan Pasal 25 ayat (1) huruf a UU No.5 Tahun 1999 menyatakan:
(1) Pelaku usaha dilarang menggunakan posisi dominan baik secara
langsung maupun tidak langsung untuk:
a. Menetapkan syarat-syarat perdagangan dengan tujuan untuk
mencegah dan atau menghalangi konsumen memperoleh barang
dan atau jasa yang bersaing baik dari segi harga maupun
kualitas.67
Terhadap putusan KPPU tersebut, PT. Carrefour Indonesia mengajukan
keberatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, salah satunya mengenai
penetapan trading terms (syarat-syarat perdagangan) PT. Carrefour Indonesia
yang dianggap sebagai pelanggaran oleh KPPU. Namun PT. Carrefour Indonesia
membantah bahwa ketentuan syarat-syarat perdagangan (trading terms) antara
PT. Carrefour Indonesia dan pemasok sama sekali tidak melanggar ketentuan
hukum yang berlaku. Trading terms dibuat sesuai dengan Perpres No. 112/2007
Pasal 8 ayat (3) dan (4) dan Permendag No. 53/2008 Pasal 7 ayat (2).
Kemudian putusan yang dikeluarkan hakim Pengadilan Negeri Jakarta
Selatan memenangkan gugatan PT. Carrefour Indonesia terhadap KPPU dengan
dikeluarkannya Putusan No. 1598/Pdt.G/2009/PN.Jkt.Sel pada tanggal 17
Februari 2010. Majelis Hakim PN Jaksel mengabulkan gugatan PT. Carrefour
Indonesia atas putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang
memvonis PT. Carrefour Indonesia telah melakukan monopoli dunia usaha.
67
Pande Radja Silalahi, Posisi Dominan & Pemilkan Silang; Studi Kasus Persaingan
Usaha, (Prosiding Kasus PT. Telkomsel dan Kasus Temasek, Tahun 2008)
57
Putusan PN Jaksel menerima dan mengabulkan permohonan PT.
Carrefour Indonesia dan membatalkan putusan KPPU Nomor 09/KPPU-L/2009
dan menyatakan bahwa PT. Carrefour Indonesia tidak terbukti melanggar Pasal
17 ayat (1) dan Pasal 25 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.68
Dengan adanya putusan tersebut, KPPU merasa tidak puas atas putusan yang
disampaikan oleh PN Jaksel yang memenangkan PT. Carrefour Indonesia.
KPPU mengajukan kasasi atas Putusan PN Jakarta Selatan No.
1598/Pdt.G/2009/PN.Jkt.Sel, atas dasar ketentuan Pasal 30 ayat (1) Undang-
Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, dan sekarang sudah
dirubah menjadi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2009
Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 Tentang
Mahkamah Agung.
Pasal tersebut berbunyi sebagai berikut:
(1) Mahkamah Agung dalam tingkat kasasi membatalkan putusan atau
penetapan pengadilan-pengadilan dari semua lingkungan peradilan.
a. Tidak berwenang atau melampaui batas wewenang
b. Salah dalam menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku
c. Lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan
perundang-undangan yang mengaancam kelalaian itu dengan
batalnya putusan yang bersangkutan.69
68 Tempo.co. Pengadilan Menangkan Gugatan Carrefour atas Putusan KPPU, diakses
pada 1 Oktober 2014 dari situs :
http://www.tempo.co/read/news/2010/02/17/057226493/Pengadilan-Menangkan-Gugatan-
Carrefour-atas-Putusan-KPPU
69 Pasal 30 ayat (1), Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1985
tentang Mahkamah Agung.
58
Memori kasasi yang diajukan KPPU terkait putusan PN Jaksel Perkara
Nomor 1598/Pdt.G/2009/PN.Jkt.Sel adalah agar Mahkamah Agung membatalkan
putsan PN Jaksel karena salah dalam menerapkan Pasal 17 ayat (1) dan Pasal 25
ayat (1) huruf a, dan tetap menyatakan PT. Carrefour Indonesia terbukti secara
sah dan meyakinkan melanggar Pasal 17 ayat (1) dan Pasal 25 ayat (1) huruf a,
sehingga PT. Carrefour Indonesia harus melepaskan seluruh kepemilikannya di
PT. Alfa Retalindo kepada pihak yang tidak terafiliasi dengan PT. Carrefour
Indonesia dan membayar sanksi administratif berupa denda sebesar Rp.
25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah) yang disetorkan ke kas negara.
Pada tanggal 21 Oktober 2010 majelis kasasi perkara ini mengabulkan
putusan majelis banding PN Jaksel yang memenangkan PT. Carrefour Indonesia
dan menolak permohonan kasasi dari KPPU, dengan dikeluarkannya Putusan
Mahkamah Agung Nomor 502 K/Pdt.Sus/2010. Namun, dalam putusannya terjadi
perbedaan pendapat (dissenting opinion) yaitu Hakim Agung Prof. Rehngena
Purba, SH., MS, yang menyatakan bahwa alasan-alasan KPPU sebagai pemohon
kasasi dapat dibenarkan.
B. Analisis Putusan Mahkamah Agung
Permasalahan penerapan syarat-syarat perdagangan (trading terms)yang
ditetapkan oleh PT. Carrefour Indonesia muncul karena syarat-syarat
perdagangan yang ada dijadikan sarana untuk menekan pemasok, terutama
pemasok dari sektor usaha kecil dan menengah, ataupun pesaing peritel. Adanya
persaingan dalam bisnis retail, khususnya pada hypermarket membuka celah
59
untuk hal tersebut. Selama ini syarat-syarat perdagangan (trading terms) dalam
perjanjian dagang seringkali ditentukan secara sepihak dan cenderung
memberatkan pemasok, sehingga dapat dengan mudah dimanfaatkan oleh peritel.
Apalagi peritel tersebut didukung dengan adanya kekuatan pasar (market power)70
seperti PT. Carrefour Indonesia yang sekarang berubah nama menjadi PT. Trans
Retail Indonesia setelah 100% sahamnya dibeli oleh CT Corp.71
Syarat-syarat perdagangan (trading terms) yang diterapkan PT.
Carrefour Indonesia pasca akuisisi PT. Alfa Retalindo menunjukan masih adanya
market power yang dimiliki PT. Carrefour Indonesia, sehingga KPPU menduga
akan adanya persaingan usaha tidak sehat jika PT. Carrefour Indonesia
mengakuisisi PT. Alfa Retalindo, karena sebelumnya PT. Carrefour Indonesia
pernah diputus bersalah oleh KPPU setelah PT. Sari Boga Snack mengadukan
telah terjadi dominasi oleh PT. Carrefour Indonesia karena syarat-syarat
perdagangan (trading terms) yang memberatkan pemasok khususnya mengenai
listing fee dan minus margin72
, dan telah dikuatkan oleh Pengadilan Negeri
Jakarta Selatan Putusan Nomor : 03/Pdt.KPPU/2005/PN.Jkt.Sel tanggal 15
November 2005 serta dikuatkan juga oleh Mahkamah Agung melalui Putusan
Mahkamah Agung Nomor 01K/KPPU/2006 tanggal 18 Januari 2007.73
70
Chandra Dewi Puspitasari, Penerapan Syarat-Syarat Perdagangan (Trading Terms)
Pada Bisnis Retail Modern. (CIVICS , Tahun 2009), h. 4. 71
carrefour.co.id, diakses pada tanggal 10 oktober 2014 dari situs :
http://www.carrefour.co.id/id/shop/carrefour/
72
Putusan KPPU No.2/KPPU-L/2005 73
Putusan Mahkamah Agung No. 502 K/Pdt.Sus/2010
60
Menurut KPPU, meningkatnya market power PT. Carrefour Indonesia
terbukti telah disalahgunakan oleh PT. Carrefour Indonesia kepada para
pemasoknya, hal ini terlihat ketika PT. Carrefour Indonesia menerapkan besaran
trading terms kepada para pemasok PT. Alfa Retalindo, memperhitungkan jenis
trading terms additional conditional rebate baik kepada pemasok PT. Carrefour
Indonesia dan PT. Alfa Retalindo berdasarkan total penjualan PT. Carrefour
Indonesia dan PT. Alfa Retalindo, dan memaksakan pemasok PT. Carefour
Indonesia untuk juga memasok ke PT. Alfa Retalindo.
Pasca akuisisi PT. Alfa Retalindo, potongan trading terms kepada
pemasok PT. Alfa Retalindo meningkat dalam kisaran sebesar 13% - 20%.
Pemasok tidak berdaya untuk menolak kenaikan tersebut karena faktual nilai
penjualan pemasok di PT. Carrefour Indonesia cukup signifikan sehingga
pemasok “mau tidak mau” mengikuti seluruh kemauan PT. Carrefour Indonesia
meskipun potongan trading terms sudah semakin memberatkan pemasok.74
Pasca akuisisi, syarat-syarat perdagangan (trading terms) kepada
pemasok PT. Alfa Retalindo meningkat sebesar 13-20 persen. Selain itu, PT.
Carrefour Indonesia melakukan competitor check (mengontrol persaingan),
sehingga PT. Carrefour Indonesia dapat mengetahui harga barang pemasok ke
tempat pesaing. Hal ini mempengaruhi besaran trading terms. Akibatnya,
besaran trading terms menjadi terbatas. Sebab, jenis trading terms PT. Carrefour
74
KPPU. Putusan Perkara No. 09/KPPU-L/2009 Tentang Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat Akuisisi PT. Alfa Retailindo oleh PT. Carrefour Indonesia.
(Majalah Kompetisi : Jejak Langkah KPPU 2009, KPPU: ISSN 1979-1259. Edisi 19 Tahun
2009), h. 11.
61
Indonesia cenderung ditiru pelaku usaha lain sehingga trading terms cenderung
naik.
Para pemasok tidak fleksibel dalam bernegosiasi untuk
menentukan trading terms. Insentif pemasok atas produk baru juga akan
berkurang karena keuntungan terserap ke retail. Sebab terjadi pengaturan
koordinasi (coordinated conduct) dalam menentukan syarat-syarat perdagangan
(trading terms) kepada pemasok, dimana PT. Carrefour Indonesia
menjadi leader.75
C. Akibat Hukum Putusan Mahkamah Agung
Pasca Mahkamah Agung memutuskam bahwa menolak seluruh memori
kasasi yang diajukan oleh pihak KPPU maka secara sah Mahkamah Agung
mengeluarkan Putusan Nomor 502 K/Pdt.Sus/2010. Oleh karena itu, bagian ini
akan membahas mengena dampak atau akibat hukum yang terjadi pasca Putusan
Mahkamah Agung tersebut dikeluarkan dan disahkan oleh majelis hakim.
1. Dampak Terhadap KPPU
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) sebagai institusi yang
mempunyai otoritas untuk mengawasi pelaku usaha dalam menjalankan
kegiatan usahanya agar tidak melakukan monopoli dan persaingan usaha tidak
sehat, mendapat hambatan pasca kasus akuisisi PT. Alfa Retalindo oleh PT.
Carrefour Indonesia diputus secara sah oleh majelis hakim Mahkamah Agung
75
hukumonline.com, Pengadilan Nyatakan Carrefour Indonesia Tidak Monopoli.
Diakses pada tanggal 13 Oktober 2014 dari situs:
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4b7cc7d01140a/pengadilan-nyatakan-carrefour-
indonesia-tidak-monopoli
62
bahwa tidak terjadi tindakan monopoli dan persaingan usaha tidak sehat oleh
PT. Carrefour Indonesia.
Implementasi fungsi pengawasan dari KPPU harus dioptimalkan dalam
kasus akuisisi tersebut, potensi kemampuan preventif dapat dilakukan oleh
KPPU sebelum terjadinya akuisisi. Penggunaan kewenangan untuk melakukan
pencegahan (tindakan preventif) dilakukan untuk mengurangi dampak dari
tindakan yang anti persaingan bagi masyarakat dan konsumen. Penegakan
hukum oleh KPPU yang menunggu terjadinya praktik monopoli dan
persaingan usaha tidak sehat seolah-olah terjadinya pembiaran, karena belum
ada peraturan yang mengatur setiap perusahaan wajib melaporkan kegiatan
merger dan akusisi kepada KPPU. Jadi, berkaca dari putusan Mahkamah
Agung perlu adanya peraturan khusus bagi KPPU terkait perusahaan yang
akan melakukan akuisisi harus terlebih dahulu meminta persetujuan dari
KPPU.
Akuisisi PT. Alfa Retalindo oleh PT. Carrefour Indonesia idealnya tidak
hanya dilaporkan kepada otoritas pasar modal melainkan juga kepada KPPU,
karena peran KPPU menjadi sangat penting untuk mengkaji dampak
persaingan dari akuisisi PT. Alfa Retalindo oleh PT. Carrefour Indonesia
apakah ada ketentuan Undang-Undang yang dilanggar atau tidak.
Oleh karena itu, pasca putusan Mahkamah Agung Nomor 502
K/Pdt.Sus/2010, KPPU perlu melakukan pengawasan perilaku PT. Carrefour
indonesa baik secara horizontal maupun vertikal. Ada dua hal penting yang
63
harus dilakukan KPPU sebagai pengawasan terhadap PT. Carrefour Indonesia
pasca putusan Mahkamah Agung, pertama, pastikan bahwa PT. Carrefour
Indonesia tidak masuk ke pasar mini market melalui perusahaan yang
diakuisisinya yaitu PT. Alfa Retalindo. Kedua, mengawasi perilaku pasar PT.
Carrefour Indonesia dan PT. Alfa Retalindo, khususnya dibidang harga jual
atau tidak melakukan (predatory pricing) dan sistem pemasokan barang oleh
perusahaan kecil ke PT. Carrefour Indonesia dan ke PT. Alfa Retalindo tidak
menghambat perusahaan kecil untuk berkembang, trading terms harus
transparan sebagaimana diatur oleh Perpres No. 112/2007 dan Permendag No.
53/2008.
2. Dampaknya Terhadap PT. Carrefour Indonesia
Pasca Putusan Mahkamah Agung Nomor 502 K/Pdt.Sus/2010 kekuatan
pasar yang dimiliki PT. Carrefour Indonesia di pasar ritel modern akan
bertambah besar dengan diakuisisinya PT. Alfa Retalindo. Dengan adanya
Putusan Mahkamah Agung, maka pengakuisisian PT. Carrefour Indonesia
terhadap PT. Alfa Retalindo tentu akan sangat menguntungkan bagi PT.
Carrefour Indonesia. Market power PT. Carrefour Indonesia jelas terlihat
sebelum mengakuisisi PT. Alfa Retalindo. Kekuatan pasar PT. Carrefour
Indonesia akan semakin terasa setelah melakukan akuisisi.
Namun, peningkatan market power PT. Carrefour Indonesia pasca
akuisisi terbukti disalahgunakan dengan menekan pemasok melalui berbagai
ketentuan trading terms yang merugikan baik bagi pemasok PT. Carrefour
64
Indonesia maupun pemasok PT. Alfa Retalindo. Tingginya barrier to entry
(penghalangan pelaku usaha lain untuk masuk pasar) menyebabkan perilaku
PT. Carrefour Indonesia sulit untuk dikoreksi melalui mekanisme pasar.
Apabila dilihat menurut prespektif hukum Islam, sangat jelas melarang
tindakan adanya menguasai pasar atau monopoli yang terjadi di sebuah pasar
karena ekonomi Islam berasaskan sistem distribusi sehingga ekonomi tidak
dimiliki oleh segelintiran pelaku usaha saja.76
Allah SWT berfirman dalam
Al-Qur’an Surat Al-Hasyr ayat 7 yang berbunyi:
Artinya:
“Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya
(dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk
Allah, untuk Rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan
orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di
antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul
kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka
tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat
keras hukumannya.”(QS. Al-Hasyr-7)
Rasulullah SAW. mengaplikasikan ayat diatas dalam pemerintahannya
dengan membentuk lembaga pengawas pasar khusus yang disebut dengan Al-
76
Mustafa Kamal Rokan, Bisnis ala Nabi:Teladan RAsulullah SAW. dalam Berbisnis.
(Jakarta: Benteng Pustaka, 2013), h. 43
65
Hisbah. Lembaga ini bertugas untuk melakukan pengawasan terhadap
tindakan monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, dan kecurangan yang
dilakukan oleh pelaku usaha di pasar.77
3. Dampaknya Terhadap Persaingan Usaha di Indonesia
Secara umum, tidak semua tindakan akuisisi mendatangkan keuntungan,
namun ada juga yang mendatangkan kerugian akibat pengakuisisian sebuah
perusahaan. Tindakan akuisisi juga dapat dijadikan alat untuk mematikan
pesaing bisnis dengan cara membangkrutkan atau menutup perusahaan yang
diakuisisi. Tindakan akuisisi dapat berdapak merugikan kepentingan
masyarakat dan menumbuhkan persaingan tidak sehat antara perusahaan. Hal
ini penting mengingat jika akuisisi saham pada posisi dominan, maka pihak
yang mengakuisisi secara hukum memiliki kendali dalam manajemen
perusahaan.
Berdasarkan hal diatas, kasus pengambilalihan saham mayoritas PT.
Alfa Retalindo oleh PT. Carrefour Indonesia sebesar 75% bisa dikategorikan
posisi PT. Carrefour Indonesia dominan di dalam PT. Alfa Retalindo dan ini
dapat berdampak luas, apalagi setelah dikeluarkannya putusan Mahkamah
Agung Nomor 502 K/Pdt.Sus/2010 yang menyetujui tindakan akuisisi yang
dilakukan oleh PT. Carrefour Indonesia, karena selama ini PT. Alfa Retalindo
77
Rasulullah Saw. Adalah muhtasib (pengawas) pertama. Beliaulah yang memimpin
langsung inspeksi ke pasar, setelah tugas-tugasnya semakin padat Rasulullah Saw. Lalu
menyerahkan tugas mengawasi pasar itu kepada Sa’id bin al-“ashib Umayyah di Mekkah dan
Umar bin Khattab di Madinah. Muhamad Akram Khan, Al-Hisbah dan Ekonomi Islam.
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Cet. I, 2004), h. 11.
66
salah satu perusahaan ritel yang memiliki lokasi dan pangsa pasar yang luas
dan berposisi dominan serta menyebar di berbagai pelosok daerah.
Di samping itu dampak dari putusan Mahkamah Agung Nomor 502
K/Pdt.Sus/2010 akan mematikan usaha kecil dengan adanya pengambilalihan
saham tersebut, karena bisnis ritel PT. Alfa Retalindo dan PT. Carrefour
Indonesia berdampingan dengan usaha kecil di berbagai daerah, sehingga
persaingan tidak sehat akan tumbuh dan berdampak negatif terhadap
keberadaan peritel kecil atau tradisional, padahal dalam Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal Bab VIII tentang
pengembangan Penanaman Modal Bagi Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan
Koperasi, dalam Pasal 13 ditentukan bahwa:
1. Pemerintah wajib menetapkan bidang usaha yang dicadangkan untuk
usaha mikro, menegah, dan koperasi serta bidang usaha yang terbuka
untuk usaha besar dengan syarat harus bekerja sama dengan usaha
mikro, kecil, menengah dan koperasi.
2. Pemerintah melakukan pembinaan dan pengembangan usaha mikro,
kecil, menengah, dan koperasi melalui program kemitraan,
peningkatan daya saing, pemberian dorongan inovasi dan perluasan
pasar, serta penyebaran informasi yang seluas-luasnya.78
Selain itu, putusan Mahkamah Agung Nomor 502 K/Pdt.Sus/2010 jika
ditinjau dari Perpres No. 112/2007 dan Perpres No 111/2007 yang mengatur
daftar negatif investasi, akuisisi PT. Alfa Retalindo oleh PT. Carrefour
Indonesia tidak terjadi benturan, karena bisnsis ritel tersebut tidak termasuk
dalam daftar negatif dan bidang-bidang usaha yang dilarang, baik secara
seratus persen atau sebagian sebagaimana yang diatur dalam Pasal 12
78
Pasal 13, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.
67
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Namun
jika dicermati amanah Pasal 13 Undang-Undang Nomor 25 Taahun 2007
tentang Penanaman Modal, belum dijalankan sepenuhnya karena dengan
diberikannya berbagai izin usaha ritel besar seperti PT. Carrefour Indonesia
dan PT. Alfa Retalindo dengan sendirinya akan membunuh berbagai ritel
tradisional yang sebagian besar pelakunya adalah pengusaha kecil.79
79
Joni Emirzon, Analisis Hukum Pengalihan Saham PT. Alfa Retalindo Tbk. Oleh PT.
Carrefour Indonesia dari Perspektif UU No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, UU
Anti Monopoli dan UU Penanaman Modal, (Jurnal Hukum Bisnis, Volume 27, No. 1, Tahun
2008) , h. 19.
68
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Penerapan syarat-syarat perdagangan (trading term) PT. Carrefour
Indonesia terbukti menghambat persaingan dengan menerapkan besaran
trading terms kepada para pemasok PT. Alfa Retalindo, memperhitungkan
jenis trading terms additional conditional rebate baik kepada pemasok
PT. Carrefour Indonesia dan PT. Alfa Retalindo berdasarkan total
penjualan PT. Carrefour Indonesia dan PT. Alfa Retalindo, dan
memaksakan pemasok PT. Carrefour Indonesia untuk juga memasok ke
PT. Alfa Retalindo yang dianggap sebagai pelanggaran oleh KPPU.
2. Dampak hukum pasca ditetapkannya Putusan Mahkamah Agung Nomor:
502 K/Pdt.Sus/2010 terkait penerapan syarat-syarat perdagangan (trading
terms) oleh PT. Carrefour Indonesia setelah akuisisi PT. Alfa Retalindo,
KPPU telah gagal mempertahankan putusannya, sedangakan PT.
Carrefour Indonesia merasa diuntungkan dengan adanya putusan tersebut,
dan bagi kondisi persaingan usaha di Indonesia khususnya berkaitan
dengan para peritel tradisional, hal itu merupakan hambatan karena daya
saing yang tidak berimbang.
69
B. Saran
1. Perlu ditingkatkannya law enforcement Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1999 tentang Larangan Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Sehingga kondisi persaingan di Indonesia berjalan dengan sehat dan tidak
terjadi kecurangan yang dampaknya merugikan para pengusaha khususnya
para pengusaha kecil.
2. Kebijakan pembatasan trading terms dilakukan dengan menetapkan
besaran maksimal trading terms sehingga tidak memberatkan para
pemasok. Pembatasan nilai maksimal trading terms akan mendorong
dinikmatinya hasil efesiensi manufaktur oleh konsumen bukan oleh
peritel.
3. Pasar ritel Indonesia masih luas, maka untuk mempertahankan persaingan
usaha yang sehat dan efektif, sistem pemberian izin usaha harus
berdasarkan sistem zonasi sesuai dengan tata ruang wilayah kota setempat.
Sehingga hypermarket tidak bersaing secara langsung dengan pasar
tradisonal, pengecer kecil, atau hypermarket juga tidak bersaing dengan
minmarket sehingga dapat menguras pasar tradisional.
4. Adanya pengaturan industri ritel yang dilakukan melalui sebuah undang-
undang. Salah satu hal penting yang harus diatur dalam undang-undang
tersebut adalah tentang sanksi yang keras dan tegas terhadap
pelanggarannya serta penetapan lembaga penegak hukumnya. Berbasiskan
70
best practices di berbagai negara, diusulkan agar lembaga penegak
hukumnya adalah KPPU.
5. Perlu ditingkatkan peraturan dan kewenangan yang lebih bijak terhadap
KPPU untuk melakukan tindakan preventif terhadap pengakuisisian
sebuah perusahaan khususnya, dan pelanggaran-pelanggaran lainnya.
6. PT. Carrefour Indonesia tidak menerapkan syarat-syarat perdagangan
(trading terms) yang memberatkan para pemasok, dan trading terms harus
diaplikasikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yaitu Perpres
No. 112/2007 dan Permendag No. 53/2008.
71
DAFTAR PUSTAKA
Buku-Buku dan Jurnal:
Anggraini, Anna Maria Tri. Peranan Industri Kecil-Menengah dalam
Pembangunan Ekonomi Indonesia: Ditinjau dari Perspektif Hukum
Persaingan Usaha, (Jurnal Law Review, Vol. XIII, No. 3, Tahun
2014).
Ahmad, Taufik. Regulasi Persaingan Usaha di Industri Ritel. (Newsletter
SMERU, No. 22, Tahun 2007).
Bintoro, Rahadi Wasi. Aspek Hukum Zonasi Pasar Tradisional dan Pasar
Modern, (Jurnal Dinamika Hukum, Volume 10, No. 3, Tahun 2010).
Emirzon, Joni. Analisis Hukum Pengalihan Saham PT. alfa Retalindo Tbk.
Oleh PT. Carrefour Indonesia dari Perspektif UU No. 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas, UU Anti Monopoli dan UU
Penanaman Modal. (Jurnal Hukum Bisnis, Volume 27, No. 1, Tahun
2008).
Hermansyah. Pokok-Pokok Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia, (Jakarta:
Kencana Cet. II, 2009).
Jati, Wasisto Raharjo. Dilema Ekonomi: Pasar Tradisional versus Liberalisasi
Bisnis Ritel di Indonesia. (Jurnal Ekonomi dan Studi Pembangunan
Volume 4 No.2 Tahun 2012).
Jusmoro, Ali. Persaingan Usaha Pasar Ritel di Indonesia, Siapa Yang
Menang?. (Jurnal Hukum Bisnis, Volume 27, No. 1,Tahun 2008).
Juwana, Hikmanto. Hukum Ekonomi dan Hukum Internasional. (Jakarta:
Lentera Hati, Cet. II, 2002).
Lubis, Andi Fahmi dkk. Hukum Persaingan Usaha: Antara Teks &
Konteks.(Jakarta: GTZ, Cet. I, 2009).
Marzuki, Peter Mahmud. Penelitian Hukum, (Surabaya: Kencana, Cet. VI,
2010).
Margono, Suyud. Tantangan Penegakan Hukum Persaingan Usaha di
Indonesia. (Jurnal Hukum. Bisnis, Volume 19, Mei-Juni 2002)
Mawardi, Muhammad Kholid Mawardi. Persaingan Industri Ritel di
Indonesia Dengan Model” Lima Kekuatan Pesaing M. Porter”.
(Jurnal iqtishoduna 2008)
72
Martadisastra, Dedie S. Dampak Regulasi dan Persaingan Terhadap
Hubungan Ritel Modern dengan Pemasok Domestik. (Jurnal
Persaingan Usaha, Edisi 6 Tahun 2011)
Minarsih, Maria Madgalena. Pedagang Kecil” Warung” Dalam Gempuran
Ritel Modern. (Jurnal Dinamika Sains, Volume 11, No.26, Tahun
2013)
Mulyana, Mumuh. Manajemen Sumber Daya Manusia (SDM) Ritel Dalam
Meningkatkan Kinerja Perusahaan.(Jurnal Ilmiah Ranggagading,
Volume 10, No. 2, Tahun 2010)
Murni. Analisis Ekonomi Terhadap Pasal-Pasal Hukum Persaingan Usaha
Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, (Arena Hukum,
Volume 6, No. 1, Tahun 2012, Halaman 1-74)
Kansil, C.S.T. Pokok-Pokok Pengetahuan Hukum Dagang Indonesia, (Jakarta:
Sinar Grafika, Cet. IV, 2008)
Khan, Muhamad Akram. Al-Hisbah dan Ekonomi Islam. (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2004)
Kragmanto, Budi L. Implementasi UU No. 5 Tahun 1999 oleh KPPU, (Jurnal
Ilmu Hukum Yustista, 2007)
Kooswanto,Tarita dkk. Keadaan Pasar Indonesia Pasca Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat. ( Jurnal Private Law, Volume 2, No.
1, Tahun 2013)
Prayoda, Ayudha D. dkk, Persaingan Usaha dan Hukum Yang Mengaturnya.
(Jakarta: ELIPS, 2000)
Putriani. Zonasi dan Pembatasan Trading Term Sebagai Upaya Mengatasi
Permasalahan Sektor Ritel.(di dalam buku Negara dan Pasar dalam
Bingkai Kebijakan Persaingan, KPPU RI, 2011)
Puspitasari, Chandra Dewi. Penerapan Syarat-Syarat Perdagangan (Trading
Terms) Pada Bisnis Retail Modern. (CIVICS , Tahun 2009)
Poesoro, Adri. Pasar Tradisoonal di Era Persaingan Globa, (Newsletter
Smeru, No. 22, Tahun 2007)
Rokan, Mustafa Kamal. Bisnis ala Nabi:Teladan RAsulullah SAW. dalam
Berbisnis. (Jakarta: Benteng Pustaka, Cet. I, 2013)
73
. Hukum Persaingan Usaha Teori dan Praktiknya di
Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, Cet. II. 2012)
Silalahi, M. Udin. Persaingan di Industri Ritel Ditinjau Dar Aspek Hukum
Persaingan Usaha. (Jurnal Hukum Bisnis, Volume 27, No. 1, Tahun
2008)
Silalahi, Pande Radja. Posisi Dominan & Pemilkan Silang; Studi Kasus
Persaingan Usaha. (Prosiding Kasus PT. Telkomsel dan Kasus
Temasek, Tahun 2008)
Sirait, Ningrum Natasya. Ikhtisar Ketentuan Hukum Persaingan Usaha,
(Jakarta: The Indonesia Netherlands National Legal Reform Program
(NLRP), 2010)
Sirait, Nigrum Natasya. Hukum Persaingan di Indonesia, (Medan: Pustaka
Bangsa Press, 2004)
Simbolon, Alum. Kedudukan Hukum Komisi Pengawas Persaingan Usaha
Melaksanakan Wewenang Penegakan Hukum Persaingan Usaha.
(Jurnal Mimbar Hukum, Nomor 3, Volume 24, 2012)
Suharsil dan Mohammad Taufik Makarao. Hukum Larangan Praktik
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, (Bogor: Ghalia
Indonesia, 2010)
Sudarsono. Kamus Hukum, (Jakarta: Rineka Cipta, Cet. V, 2007)
Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 1986)
dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan
Singkat.(Jakarta: PT. Raja Grafindo, 1994)
Soliha, Euis. Analisis Industri Ritel di Indonesia. (Jurnal Bisnis dan Ekonomi,
Volume 15 No. 2 Tahun 2008)
Usman, Rachmadi. Hukum Persaingan Usaha di Indonesia. (Jakarta: PT.
Gramdia Pustaka Utama, Cet. I, 2004)
Utomo, Tri Joko. Persaingan Bisnis Ritel: Tradisional Vs Modern. (Jurnal
Fokus Ekonomi Volume 6, No. 1, Tahun 2011)
74
Yuniars, Tanti. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Jakarta: PT. Agung
Media Mulia)
Silalahi, M. Udin. KPPU, Merger, dan Akuisisi. (Harian Sinar Harapan, 13
Februari 2008
Perundang-undangan :
Undang-Undang Dasar 1945
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan
Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. (Lembaran
Negara RI Tahun 1999 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara RI
Nomor 3817)
Undang-Undang Rwpublik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2007 tentang
Penanaman Modal
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1985 tentang
Mahkamah Agung.
Putusan KPPU Perkara No.9/KPPU-L/2009 Tentang Akuisisi PT. Alfa
Retalindo oleh PT. Carrefour Indonesia.
Putusan Mahkamah Agung No. 502 K/Pdt.Sus/2010
Putusan KPPU No.2/KPPU-L/2005
Perpres No. 112 Tahun 2007 tentang penataan dan Pembnaan Pasar
Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern
KPPU: Prosiding Rangkaian Lokakarya Terbatas Masalah-Masalah
Kepailitan dan Wawasan Hukum Bisnis Lainnya Tahun 2004:
Jakarta 17-18 Mei 2004 /tim edtor, Emmy Yuhassarie, Tri Harnowo,
(Jakarta: Pusat Pengkajian Hukum, 2004)
. Putusan Perkara No. 09/KPPU-L/2009 Tentang Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Akuisisi PT. Alfa
Retailindo oleh PT. Carrefour Indonesia. (Majalah Kompetisi : Jejak
Langkah KPPU 2009, KPPU: ISSN 1979-1259. Edisi 19 Tahun
2009)
75
Internet :
Komisi Pengawas Persaingan Usaha, diakses pada 7 April 2014 dari
http://www.kppu.go.id/id/.
www.hukumonline.com, Udin Silalahi: Monopoli dan Perbuatan Curang.
Diakses pada 29 Agustus dari situs:
http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol8378/monopoli-dan-
perbuatan-curang
, Pengadilan Nyatakan Carrefour Indonesia Tidak Monopoli.
Diakses pada tanggal 13 Oktober 2014 dari situs:
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4b7cc7d01140a/pengadil
an-nyatakan-carrefour-indonesia-tidak-monopoli
www.law.ui.ac.id. Persaingan Usaha dan Peran Negara. Diakses pada 29
Agustus 2014 dari situs : http://law.ui.ac.id/v2/buletin/opini/67-
persaingan-usaha-dan-peran-negara
www.kppu.go.id, Perkembangan Hukum Persaingan di Indonesia. Diakses
pada 29 Agustus dari situs:
http://www.kppu.go.id/id/2013/02/perkembangan-hukum-
persaingan-di-indonesia/
, Position Paper Rancangan Peraturan Presiden Tentang
Penataan Dan Pembinaan Usaha Pasar Modern Dan Usaha Toko
Modern. Diakses pada 3 September 2014 dari situs :
http://www.kppu.go.id/docs/Positioning_Paper/ritel.pdf
, Position Paper Rancangan Peraturan Presiden Tentang
Penataan Dan Pembinaan Usaha Pasar Modern Dan Usaha Toko
Modern. Diakses pada 3 September 2014 dari situs :
http://www.kppu.go.id/docs/Positioning_Paper/ritel.pdf. h. 17
Detikfinance.com, KPPU Selidiki penjualan Makro. Diakses pada 2 oktober
2014 dari situs :
http://finance.detik.com/read/2008/08/26/115101/994694/4/kppu-
selidiki-penjualan-makro
Tempo.co. Pengadilan Menangkan Gugatan Carrefour atas Putusan KPPU,
diakses pada 1 Oktober 2014 dari situs :
http://www.tempo.co/read/news/2010/02/17/057226493/Pengadilan-
Menangkan-Gugatan-Carrefour-atas-Putusan-KPPU
Carrefour.co.id, diakses pada tanggal 10 oktober 2014 dari situs :
http://www.carrefour.co.id/id/shop/carrefour/