i
PENGARUH LIKUIDITAS, LEVERAGE, PROFITABILITAS,
AKTIVITAS, DAN SALES GROWTH DALAM MEMPREDIKSI
TERJADINYA FINANCIAL DISTRESS MENGGUNAKAN
DISCRIMINANT ANALYSIS DAN LOGISTIC REGRESSION
(Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI Periode 2013-
2016)
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Untuk Meraih Syarat-syarat Guna
Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh:
ISTI FARAH
NIM : 11140810000099
JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1439 H/2018 M
ii
iii
iv
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI
Hari ini, Rabu 23 Mei 2018 telah dilakukan Ujian Skripsi atas mahasiswa:
1. Nama : Isti Farah
2. NIM : 11140810000099
3. Jurusan : Manajemen Keuangan
4. Judul Skripsi : Pengaruh Likuiditas, Leverage, Profitabilitas, Aktivitas, dan
Sales Growth dalam Memprediksi Terjadinya Financial
Distress Menggunakan Discriminant Analysis dan Logistic
Regression (Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar
di BEI Periode 2013-2016)
Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan dan kemampuan yang
bersangkutan selama ujian Skripsi, maka diputuskan bahwa mahasiswa tersebut di
atas dinyatakan lulus dan skripsi ini diterima sebagai salah satu syartat untuk
memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 23 Mei 2018
1. Titi Dewi Warninda, SE., M.Si (________________)
NIP. 197312212005012002 Ketua
2. Dr. Indoyama Nasarudin, SE., MAB ( )
NIP. 19741127200112100 Sekretaris
3. Prof. Dr. Ahmad Rodoni (________________)
NIP. 19690203201121003 Penguji Ahli
4. Dr. Indoyama Nasarudin, SE., MAB ( )
NIP. 197411272001121002 Pembimbing
v
vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS PRIBADI
1. Nama : Isti Farah
2. Tempat tanggal lahir : Jakarta, 14 September 1996
3. Alamat : Jl. Sengon RT.03 RW.03 No. 46 Cinere-Depok
4. Telepon : 081282808537
5. E-mail : [email protected]
II. PENDIDIKAN
1. SDN Pondok Labu 08 PT Tahun 2002-2008
2. SMPN 226 Jakarta Tahun 2008-2011
3. SMA PGRI 3 Jakarta Tahun 2011-2014
4. S1 Ekonomi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2018
III. LATAR BELAKANG KELUARGA
1. Ayah : Perianto
2. Ibu : Yul Emiza
3. Alamat : Jl. Sengon RT.03 RW.03 No.46 Cinere-Depok
IV. PENGALAMAN ORGANISASI
2012:
Kepanitiaan Orientasi Siswa SMA PGRI 3 Jakarta.
Anggota Paskibraka SMA PGRI 3 Jakarta.
vii
V. PELATIHAN DAN SEMINAR YANG DIIKUTI
1. 28 s/d 30 Agustus 2014 : Orientasi Pengenalan Akademik (OPAK)
2. 15 September 2014 :Company Visit PT. Yakult Indonesia
Persada yang diselenggarakan oleh
Himpunan Mahasiswa Jurusan Manajemen
(HMJ)
3. 2 September 2015 : Mata Kuliah Praktek Ibadah
4. 24 November 2015 :Seminar Studentpreneur “Mencetak
Generasi Berwawasan Kebangsaan Melalui
Studentpreneur”
5. 23 Februari 2016 : Mata Kuliah Praktek Qira’at
6. 25 Juli s/d 25 Agustus 2017 : Kuliah Kerja Nyata (KKN)
viii
ABSTRACT
This research is conducted to analyze the influence of liquidity, leverage,
profitability, activity, and sales growth in predicting the occurrence of financial distress
at manufacturing company listed in Indonesia Stock Exchange (BEI) period 2013-2016
by using discriminant analysis and logistic regression. The number of population in this
research is 100 Manufacturing Companies listed in BEI period 2013-2016. Sampling
using purposive sampling method. Companies that meet the criteria to be sampled in this
study amounted to 22 companies, 12 companies in non financial distress situation and 10
companies in financial distress situation. The type of data used is secondary data
obtained from the Indonesian Stock Exchange (IDX). The result of discriminant analysis
shows that profitability measured by Return On Asset (ROA) has a significant influence
in predicting the occurrence of financial distress in a company, while the result of logistic
regression shows that profitability measured by Return On Asset (ROA) has a negative
and significant influence in predicting the occurrence of financial distress in a company. For accurate results in predicting non financial distress firms and financial distress
firms, logistic regression has an overall accuracy of 90.9% higher than the overall rate of
88.6% discriminant analysis accuracy.
Keywords: Liquidity, Leverage, Profitability, Activity, Sales Growth, Financial
Distress, Discriminant Analysis and Logistic Regression.
ix
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis pengaruh likuiditas, leverage,
profitabilitas, aktivitas, dan sales growth dalam memprediksi terjadinya financial distress
pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2013-
2016 dengan menggunakan discriminant analysis dan logistic regression. Jumlah
populasi dalam penelitian ini adalah 100 Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di BEI
periode 2013-2016. Pengambilan sampel menggunakan metode purposive sampling.
Perusahaan yang memenuhi kriteria untuk dijadikan sampel dalam penelitian ini
berjumlah 22 perusahaan, 12 perusahaan merupakan perusahaan yang tidak mengalami
kondisi financial distress dan 10 perusahaan merupakan perusahaan yang mengalami
kondisi financial distress. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh
dari Indonesian Stock Exchange (IDX). Hasil dari discriminant analysis menunjukkan
bahwa Profitabilitas yang diukur dengan Return On Asset (ROA) mempunyai pengaruh
yang signifikan dalam memprediksi terjadinya financial distress di suatu perusahaan,
sedangkan hasil dari logistic regression menunjukkan bahwa profitabilitas yang diukur
dengan Return On Asset (ROA) mempunyai pengaruh negatif dan signifikan dalam
memprediksi terjadinya financial distress di suatu perusahaan. Untuk hasil tingkat akurasi
dalam memprediksi perusahaan yang tidak mengalami financial distress dan perusahaan
yang mengalami financial distress, logistic regression mempunyai hasil keseluruhan
tingkat akurasi sebesar 90.9% yang lebih tinggi dibandingkan hasil keseluruhan tingkat
akurasi discriminant analysis sebesar 88.6%.
Kata Kunci : Likuiditas, Leverage, Profitabilitas, Aktivitas, Sales Growth, Financial
Distress, Discriminant Analysis, dan Logistic Regression.
x
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat, nikmat, hidayah dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Likuiditas, Leverage,
Profitabilitas, Aktivitas, dan Sales Growth dalam Memprediksi Terjadinya
Financial Distress Menggunakan Discriminant Analysis dan Logistic Regression
(Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI Periode 2013-2016)”.
Shalawat dan salam selalu tercurah kepada junjungan kita baginda Nabi
Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya. Penyusunan skripsi ini
dimaksudkan untuk memenuhi syarat guna mencapai gelar Sarjana Ekonomi di
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penulis menyadari bahwa sejak awal penyusunan hingga terselesaikannya
skripsi ini banyak pihak yang telah membantu dan memberi dukungan baik moril
maupun materil. Untuk itu, tak lupa pada kesempatan ini, secara khusus penulis
ingin menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Kedua orang tuaku, Ayahanda Perianto dan Ibunda Yul Emiza. Terimakasih
atas segala doa, nasihat, kasih sayang, bantuan moril maupun materil, dan
sudah mendidik penulis dari kecil sampai sekarang ini. Semoga Allah SWT
selalu memberikan kesehatan, panjang umur dan dilancarkan segala
usahanya kepada kedua orang tuaku.
2. Untuk kakakku Ilham Arrahman. Terimakasih atas semua support yang
telah diberikan kepada penulis.
3. Bapak Dr. M. Arief Mufraini, Lc., M.Si, selaku Dekan Fakultas Ekonomi
dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Ibu Titi Dewi Warninda, SE., M.Si, selaku Ketua Jurusan Manajemen dan
Ibu Ella Patriana, MM, selaku Wakil Ketua Jurusan Manajemen Fakultas
Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah
mengesahkan secara resmi judul penelitian sebagai bahan skripsi dan telah
xi
membantu memberikan izin kepada penulis sehingga penulisan skripsi dapat
berjalan dengan lancar.
5. Bapak Dr. Indoyama Nasarudin, SE., MAB., selaku dosen pembimbing
yang telah meluangkan waktu dan pikirannya untuk membimbing dan
mengarahkan penulisan skripsi ini serta motivasinya yang begitu besar bagi
penulis. Semoga beliau diberikan kesehatan, dilancarkan segala urusannya
dan setiap ilmu yang Bapak berikan kepada penulis bisa bermanfaat untuk
seterusnya. Amin.
6. Untuk Pahmi Pratama yang selalu memotivasi, support, membantu baik
moril dan doa kepada penulis. Sehingga penulis dapat termotivasi untuk
menyelesaikan skripsi ini.
7. Seluruh dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang telah memberikan
ilmunya yang bermanfaat buat penulis. Serta para staff dan karyawan
Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang telah memberikan pelayanan yang
terbaik bagi mahasiswa.
8. Teman-teman seperjuanganku Qisti, Ayudhita, Suci, dan Atika yang selama
ini selalu membuat canda dan tawa disetiap pertemuan dan perkumpulan.
Semoga kita bisa memberikan yang terbaik untuk bangsa ini dengan hati,
pikiran dan tenaga yang kita miliki.
9. Teman-teman KKN BERIKATAN 2017 yang telah bersama-sama
mengabdikan diri kepada masyarakat di Desa Curug Wetan, Tangerang.
10. Seluruh teman-teman Manajemen Keuangan 2016 yang tidak dapat
disebutkan satu per satu, suatu kebahagiaan bisa bersama kalian.
11. Seluruh teman-teman dari Manajemen angkatan 2014 yang selalu
memotivasi penulis. Terimakasih untuk kebersamaannya selama ini sejak
memulai menimba ilmu di UIN.
xii
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Hal ini
dikarenakan terbatasnya kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki penulis. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan segala bentuk saran, masukan dan kritik yang
membangun dari berbagai pihak. Akhir kata, penulis berharap semoga penulisan
skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak serta menambah wawasan
bagi kita semua.
Jakarta, Mei 2018
Penulis
(Isti Farah)
xiii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF ................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI ................................................... iv
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH ... Error! Bookmark
not defined.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ............................................................................. v
ABSTRACT ........................................................................................................ viii
ABSTRAK ............................................................................................................ ix
KATA PENGANTAR ........................................................................................... x
DAFTAR ISI ....................................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xv
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xvii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
A. Latar Belakang .......................................................................................... 1
B. Perumusan Masalah ................................................................................ 14
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................... 15
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 17
A. Laporan Keuangan ................................................................................. 17
B. Analisis Rasio Keuangan ........................................................................ 26
C. Growth Ratio (Rasio Pertumbuhan) ....................................................... 43
D. Financial Distress .................................................................................. 47
E. Penelitian Sebelumnya ........................................................................... 56
F. Keterkaitan Antar Variabel..................................................................... 70
G. Kerangka Pemikiran ............................................................................... 78
H. Hipotesis ................................................................................................. 80
BAB III METODE PENELITIAN .................................................................... 81
A. Ruang Lingkup Penelitian ...................................................................... 81
B. Metode Penentuan Sampel ...................................................................... 81
xiv
C. Jenis dan Sumber Data ............................................................................ 84
D. Metode Pengumpulan Data ..................................................................... 84
E. Metode Analisis Data .............................................................................. 85
1. Analisis Deskriptif ............................................................................. 85
2. Metode Analisis Data ....................................................................... 85
a. Uji Asumsi Klasik Normalitas ........................................................ 85
b. Analisis Diskriminan ....................................................................... 86
3. Metode Analisis Regresi Logistik ..................................................... 89
a. Menilai Model Fit ............................................................................ 91
b. Cox dan Snell`s R Square ................................................................ 92
F. Operasional Variabel Penelitian .............................................................. 94
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN ..................................................... 99
A. Gambaran Umum Objek Penelitian ........................................................ 99
B. Metode Analisis Data ............................................................................ 118
1. Analisis Deskriptif ............................................................................ 118
2. Uji Asumsi Klasik Normalitas .......................................................... 132
3. Analisis Diskriminan ......................................................................... 135
4. Analisis Regresi Logistik .................................................................. 146
C. Pembahasan .......................................................................................... 155
BAB V PENUTUP ............................................................................................ 168
A. Kesimpulan ........................................................................................... 168
B. Keterbatasan dan Saran ....................................................................... 169
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 171
LAMPIRAN ....................................................................................................... 175
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Pergerakan Rata-Rata Nilai Tukar Rupiah terhadap US Dollar pada
Tahun 2012-2016 ................................................................................................. 13
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu ............................................................................. 64
Tabel 3.1 Kriteria Pengambilan Sampel Perusahaan ........................................... 82
Tabel 3.2 Sampel Perusahaan Non Financial Distress (Kategori 0) ................... 83
Tabel 3.3 Sampel Perusahaan Financial Distress (Kategori 1) ............................ 84
Tabel 4.1 Perhitungan Nilai Current Asset (CR) ............................................... 119
Tabel 4.2 Perhitungan Nilai Debt to Asset Ratio (DAR) ................................... 122
Tabel 4.3 Perhitungan Nilai Return On Asset (ROA) ......................................... 125
Tabel 4.4 Perhitungan Nilai Total Asset Turnover (TATO) ............................... 128
Tabel 4.5 Perhitungan Nilai Sales Growth ......................................................... 130
Tabel 4.6 Hasil Uji One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test ............................. 133
Tabel 4.7 Hasil Uji Multikolinieritas ................................................................. 134
Tabel 4.8 Analysis Case Processing Summary .................................................. 137
Tabel 4.9 Hasil Test Of Equality Of Group Means ............................................ 138
Tabel 4.10 Hasil Uji Log Determinants ............................................................. 139
Tabel 4.11 Hasil Uji Box’s M ............................................................................. 140
Tabel 4.12 Variabels Entered ............................................................................ 141
Tabel 4.13 Wilk’s Lambda ................................................................................. 141
Tabel 4.14 Eigenvalues ...................................................................................... 142
Tabel 4.15 Classification Function Coefficients ................................................ 143
Tabel 4.16 Penentuan Titik Cut-off .................................................................... 144
Tabel 4.17 Hasil Ketepatan Prediksi MDA ....................................................... 145
Tabel 4.18 Hasil Uji Processing Summary ......................................................... 147
Tabel 4.19 Hasil Uji Dependent Variable .......................................................... 147
Tabel 4.20 Ketepatan Model Prediksi Financial Distress (Block 0: Beginning
Block) ................................................................................................................. 148
Tabel 4.21 Ketepatan Model Prediksi Financial Distress (Block 1: Method =
Enter) .................................................................................................................. 149
Tabel 4.22 Hasil Cox & Snell’s R Square and Negelkerke R Square ................ 150
xvi
Tabel 4.23 Hasil Uji Hosmer and Lemeshow Test ............................................. 151
Tabel 4.24 Hasil Prediksi Model Regresi Logistik ............................................ 152
Tabel 4.25 Hasil Uji Omnibus Test of Model Coefficients ............................... 153
Tabel 4.26 Variabels in The Equation ............................................................... 154
xvii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Grafik Pergerakan Rata-Rata Nilai Tukar Rupiah terhadap US Dollar
pada Tahun 2012-2016 ......................................................................................... 13
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ............................................................ 79
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Hasil Perhitungan Rasio dengan Excel ......................................... 175
Lampiran 2 : Hasil Uji SPSS – Uji Asumsi Klasik ............................................. 178
Lampiran 3 : Hasil Uji SPSS – Analisis Diskriminan......................................... 179
Lampiran 4 : Hasil Uji SPSS – Analisis Regresi Logistik .................................. 185
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan ekonomi dunia dalam beberapa tahun terakhir ini
telah mengalami kemajuan yang sangat pesat. Kemajuan yang sangat pesat
tersebut disebabkan oleh semakin kuat dan meluasnya globalisasi di
seluruh dunia. Bisnis yang kuat dan berpengalaman akan semakin
mendapat keuntungan karena meluasnya pengaruh globalisasi. Akan tetapi
di sisi lain, sebagai bisnis yang baru tumbuh ataupun bisnis yang masih
berskala nasional akan sulit apabila ingin bersaing dengan perusahaan
asing, sehingga dampaknya adalah perusahaan yang berskala kecil tersebut
akan mengalami financial distress (krisis keuangan) dalam perusahaan
mereka.
Dalam perkembangan globalisasi, ada beberapa dampak buruk yang
dapat dirasakan, salah satunya yaitu global financial crisis pada tahun
2008 yang mengakibatkan melemahnya aktivitas bisnis secara umum.
Sebagian besar negara di seluruh dunia telah mengalami kemunduran dan
bencana keuangan karena krisis keuangan tersebut. Krisis keuangan
(financial crisis) tersebut telah menyebabkan kebangkrutan pada beberapa
perusahaan publik di Amerika Serikat, Eropa, Asia, dan beberapa negara
lainnya. Di samping itu, di lingkungan dalam negeri, juga ada beberapa
dampak atas terjadinya krisis keuangan (financial crisis) tersebut, salah
2
satunya adalah terdapat beberapa perusahaan yang menjadi de-listing
akibat dari krisis keuangan tersebut. Perusahaan tersebut bisa dide-listing
dari Bursa Efek Indonesia (BEI) disebabkan karena perusahaan tersebut
berada pada kondisi financial distress atau sedang mengalami kesulitan
keuangan (Pranowo, 2010). Suatu perusahaan dapat dikategorikan sedang
mengalami financial distress (kesulitan keuangan) apabila perusahaan
tersebut memiliki kinerja keuangan yang menunjukkan laba operasi
negatif, laba bersih negatif, nilai buku ekuitas negatif, serta perusahaan
tersebut melakukan merger (Brahmana, 2007).
Kesulitan keuangan dimulai ketika perusahaan tidak dapat
memenuhi jadwal pembayaran atau ketika proyeksi arus kas
mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut akan segera tidak dapat
memenuhi kewajibannya (Fachrudin, 2008:2). Pada dasarnya financial
distress adalah suatu keadaan dimana sebuah perusahaan mengalami
kesulitan dalam memenuhi kewajibannya, keadaan dimana pendapatan
perusahaan tidak dapat menutupi total biaya, mengalami kerugian kepada
kreditur keadaan ini merupakan gejala awal kegagalan ekonomi (Atika, et
al., 2012).
Menurut Hanifah (2013), financial distress merupakan tahap dari
penurunan kondisi keuangan yang terjadi sebelum terjadinya kebangkrutan
ataupun likuidasi, dimana ditunjukkan dengan semakin turunnya
kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya kepada kreditur.
Financial distress dapat dimulai dari kesulitan likuiditas (jangka pendek)
3
sebagai indikasi financial distress yang paling ringan, sampai pada
kebangkrutan yang merupakan financial distress yang paling berat
(Triwahyuningtias, 2012).
Menurut Hapsari (2012), financial distress adalah suatu kondisi
dimana arus kas operasi suatu perusahaan tidak memadai untuk melunasi
kewajiban-kewajiban lancar (seperti hutang dagang atau beban bunga) dan
perusahaan tersebut terpaksa melakukan tindakan perbaikan. Financial
distress adalah masalah likuiditas yang sangat parah yang tidak bisa
dipecahkan tanpa perubahan ukuran dari operasi atau struktur perusahaan.
Financial distress merupakan kondisi dimana keuangan perusahaan dalam
keadaan tidak sehat atau krisis. Financial distress terjadi sebelum
kebangkrutan dan terjadi pada saat perusahaan mengalami kerugian
beberapa tahun. Model prediksi kebangkrutan yang bermunculan
merupakan antisipasi dan sistem peringatan dini terhadap financial distress
karena model tersebut dapat digunakan sebagai sarana untuk
mengidentifikasikan bahkan memperbaiki kondisi sebelum sampai pada
kondisi krisis atau kebangkrutan. Laporan keuangan dapat dijadikan dasar
untuk mengukur kondisi financial distress suatu perusahaan melalui
analisis laporan keuangan dengan menggunakan rasio-rasio keuangan yang
ada.
Menurut Indrawati (2010:71), analisis rasio keuangan adalah suatu
metode analisis untuk mengetahui hubungan pos-pos tertentu dalam neraca
atau laporan laba rugi secara individu atau kombinasi dari kedua laporan
4
tersebut. Sedangkan menurut Atika, et al (2011), analisis rasio keuangan
adalah analisis untuk menganalisa hubungan data keuangan dan untuk
mengetahui hubungan pos-pos dalam neraca atau laporan laba rugi untuk
mengetahui baik atau buruknya posisi keuangan dan prestasi perusahaan.
Maka melalui analisis laporan keuangan tersebut akan diperoleh rasio-
rasio keuangan perusahaan yang menggambarkan tentang kondisi
keuangan perusahaan, rasio-rasio keuangan inilah yang merupakan
indikator yang digunakan untuk memprediksi terjadinya financial distress.
Beberapa penelitian yang menggunakan rasio keuangan untuk
memprediksi kondisi financial distress suatu perusahaan antara lain adalah
Widarjo dan Setiawan (2009), Al-Khatib dan Al-Horani (2011), Ahmad
(2011), Alifiah, et al (2012), Atika, et al (2012), Hapsari (2012), dan
Hanifah (2013). Penelitian tentang prediksi financial distress pada
perusahaan publik di Jordan dengan menggunakan rasio keuangan sebagai
indikatornya seperti yang telah dilakukan oleh Al-Khatib dan Al-Horani
(2011). Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
analisis regresi logistik dan analisis diskriminan. Adapun variabel
independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Current Ratio,
Current liabilities to total fixed assets, Current liabilities to equity,
Working capital to equity, Logarithm of total assets, Pre- tax profit to total
assets Net profit margin, Book value per share, ROA, ROE, Dividend per
share, Retained earnings to total assets, Equity to total assets, Equity to
total liabilities, Debt ratio, Debt to equity, Long-term debt ratio to equity
5
Fixed assets to equity, Asset turnover, Sales to equity Sales to working
capital Receivables Turnover, Logarithm of asset turnover. Sedangkan,
variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan
yang mengalami kondisi financial distress. Hasil dalam penelitian ini
menunjukkan bahwa selama periode 2007-2011, baik hasil analisis regresi
logistik maupun analisis diskriminan dapat memprediksi kondisi financial
distress, dan bahwa ROE dan ROA merupakan dua rasio keuangan
terpenting, yang membantu dalam memprediksi kondisi financial distress
di perusahaan publik yang terdaftar di Amman Stock Exchange.
Penelitian yang dilakukan oleh Ahmad (2011), menganalisis
beberapa penyebab perusahaan yang mengalami financial distress dengan
menggunakan financial ratio dan management capability sebagai
prediktor. Sampel yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah
perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)
periode 2005-2010. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa rasio
leverage mempunyai hubungan positif terhadap prediksi perusahaan yang
sedang mengalami financial distress, sedangkan variabel-variabel lainnya
seperti CR, TATO, CATO, ROE, ROA, WCTA, dan management
capability mempunyai hubungan yang negatif dalam memprediksi
terjadinya financial distress di suatu perusahaan.
Variabel indikator kinerja keuangan yang digunakan untuk
memprediksi financial distress dalam penelitian ini adalah rasio likuiditas,
rasio leverage, rasio profitabilitas, rasio aktivitas dan sales growth
6
dikarenakan rasio-rasio tersebut dianggap dapat menunjukkan kinerja
keuangan dan efisiensi perusahaan secara umum dalam memprediksi
terjadinya financial distress.
Indikator kinerja keuangan yang pertama adalah rasio likuiditas.
Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi
kewajiban keuangannya yang harus dipenuhi, atau mengenai kemampuan
perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangannya pada saat ditagih
(Hidayat, 2013). Rasio likuiditas ini biasanya diukur dengan menggunakan
current ratio, yaitu aktiva lancar dibagi dengan hutang lancar (Deanta,
2009).
Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Atika, et al (2012)
menunjukkan bahwa rasio likuiditas (current ratio) signifikan berpengaruh
negatif terhadap kemungkinan terjadinya financial distress di suatu
perusahaan. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi kemampuan
perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya, maka semakin
kecil kemungkinan perusahaan mengalami financial distress. Di sisi lain,
hasil berbeda diperoleh Alifiah, et al (2012), dalam penelitiannya
menunjukkan bahwa rasio likuiditas yang diukur dengan menggunakan
Current Ratio (CR) dan Quick Ratio (QR) tidak terlalu berpengaruh dalam
memprediksi terjadinya financial distress di suatu perusahaan. Sedangkan,
di luar dugaan Jiming dan Wei Wei (2011) pada penelitiannya yang
dilakukan di China menyatakan bahwa cash to current liabilities ratio
memiliki pengaruh positif terhadap terjadinya financial distress.
7
Berdasarkan adanya perbedaan hasil dari penelitian yang telah dilakukan
oleh para peneliti terdahulu, maka dalam penelitian ini digunakan variabel
rasio likuiditas untuk membuktikan bagaimana sebenarnya pengaruh rasio
likuiditas terhadap prediksi financial distress di suatu perusahaan.
Indikator kinerja keuangan kedua yang digunakan dalam penelitian
ini adalah rasio leverage. Rasio leverage juga sering disebut sebagai rasio
solvabilitas, dimana di dalamnya termasuk solvabilitas jangka pendek dan
solvabilitas jangka panjang (Hanifah, 2013). Rasio leverage ini mengukur
perbandingan dana yang disediakan oleh pemiliknya dengan dana yang
dipinjam dari kreditur. Adapun rasio leverage yang digunakan biasanya
diukur dengan menggunakan Debt to Asset Ratio (DAR), yaitu total
hutang dibagi dengan total aktiva (Deanta, 2009). Total Debt to Asset
Ratio ini memperlihatkan proporsi seluruh aktiva perusahaan yang didanai
oleh hutang (Fraser dan Ormiston, 2008). Dengan kata lain menunjukkan
seberapa besar aktiva perusahaan yang dibiayai oleh hutang atau seberapa
besar hutang perusahaan berpengaruh terhadap pengelolaan aktiva
perusahaan. Analisis terhadap rasio ini perlu dilakukan untuk mengukur
kemampuan perusahaan dalam melunasi kewajiban-kewajibannya (jangka
pendek dan jangka panjang) apabila suatu saat perusahaan dilikuidasi atau
dibubarkan (Widarjo dan Setiawan, 2009).
Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Ahmad (2011) selama
periode 2005-2010 menunjukkan bahwa rasio leverage yang diukur
dengan menggunakan Debt to Asset Ratio (DAR) signifikan berpengaruh
8
positif terhadap kondisi financial distress di suatu perusahaan. Hasil yang
sama juga ditunjukkan dalam penelitian yang telah dilakukan oleh Atika,
et al (2012) yang menunjukkan bahwa rasio leverage (notes payable/total
assets) berpengaruh positif dan signifikan terhadap kondisi financial
distress. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar kegiatan perusahaan
yang didanai oleh hutang, maka semakin besar pula kemungkinan
perusahaan mengalami financial distress, ini dikarenakan semakin besar
kewajiban perusahaan untuk membayar hutang tersebut. Di sisi lain, hasil
yang berbeda ditunjukkan oleh Alifiah, et al (2012), dimana dalam
penelitiannya menyatakan bahwa rasio leverage (debt to asset ratio) justru
mempunyai nilai koefisien negatif, dimana hal ini bertentangan dengan
penelitian-penelitian lainnya yang menyebutkan bahwa rasio leverage
mempunyai hubungan yang positif dalam memprediksi terjadinya
financial distress di suatu perusahaan. Dalam penelitiannya tersebut
menyatakan hal itu bisa terjadi karena perusahaan-perusahaan di Malaysia
dalam pendanaannya terlalu bergantung pada hutang, sehingga jika
semakin kecil hutang yang dimiliki perusahaan, maka akan semakin besar
kemungkinan perusahaan tersebut akan mengalami financial distress.
Berdasarkan adanya perbedaan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh
peneliti-peneliti terdahulu, maka dalam penelitian ini digunakan variabel
rasio leverage untuk membuktikan bagaimana sebenarnya pengaruh rasio
leverage terhadap prediksi financial distress di suatu perusahaan.
Indikator kinerja keuangan ketiga yang digunakan dalam penelitian
9
ini adalah rasio profitabilitas. Adapun rasio tersebut merupakan rasio yang
digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan
laba perusahaan (Atika, et al., 2012). Profitabilitas suatu perusahaan juga
menunjukkan kesehatan keuangan dari suatu perusahaan itu sendiri
(Alifiah, et al., 2011). Dalam penelitian ini rasio profitabilitas diukur
dengan menggunakan Return On Asset (ROA) (laba bersih dibagi dengan
total asset). ROA digunakan untuk mengukur efektivitas perusahaan dalam
menghasilkan laba atau keuntungan dengan memanfaatkan aktiva yang
dimilikinya (Hanifah, 2013).
Dalam penelitian yang telah dilakukan oleh Hapsari (2012)
menyatakan bahwa Return On Asset (ROA) signifikan berpengaruh negatif
terhadap financial distress, yang berarti bahwa semakin tinggi laba yang
diperoleh perusahaan, maka semakin kecil suatu perusahaan akan
mengalami financial distress. Pendapat lain dikemukakan oleh Alifiah, et
al (2012) yang menyatakan bahwa rasio profitabilitas yang diukur
menggunakan net income to total asset ratio tidak berpengaruh signifikan
terhadap kemungkinan terjadinya financial distress di suatu perusahaan.
Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Hanifah (2013) yang
menyatakan bahwa rasio profitabilitas tidak signifikan dalam
mempengaruhi financial distress. Berdasarkan adanya perbedaan hasil
penelitian yang telah dilakukan oleh para peneliti terdahulu, maka dalam
penelitian ini digunakan variabel rasio profitabilitas untuk membuktikan
bagaimana sebenarnya pengaruh rasio profitabilitas dalam memprediksi
10
financial distress di suatu perusahaan.
Indikator kinerja keuangan selanjutnya yang digunakan dalam
penelitian ini adalah rasio aktivitas. Rasio ini juga sering disebut dengan
operating capacity ratio, dimana rasio ini digunakan untuk mengukur
kemampuan perusahaan dalam menggunakan aset-asetnya secara efektif
untuk menghasilkan penjualan (Atika, et al., 2012). Rasio aktivitas yang
tinggi menunjukkan bahwa perusahaan tersebut mampu menghasilkan
jumlah penjualan yang tinggi, sehingga akan meningkatkan pendapatan,
dan sebaliknya (Alifiah, et al., 2012). Dalam hal ini rasio aktivitas diukur
dengan menggunakan Total Asset Turnover Ratio (TATO), yaitu dengan
membagi total penjualan dengan total aset yang dimiliki oleh perusahaan.
Menurut penelitian yang telah dilakukan oleh Alifiah, et al (2012)
menunjukkan bahwa rasio aktivitas yang diukur dengan menggunakan
Total Asset Turnover Ratio (TATO) signifikan berpengaruh negatif
terhadap kemungkinan terjadinya financial distress di suatu perusahaan.
Hasil penelitian tersebut diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh
Hanifah (2013) yang menyebutkan bahwa rasio operating capacity yang
diukur dengan menggunakan Total Asset Turnover Ratio (TATO) juga
signifikan berpengaruh negatif terhadap kemungkinan terjadinya financial
distress. Sedangkan, hasil berbeda dikemukakan oleh Nella (2011) yang
menyebutkan bahwa Total Asset Turnover Ratio (TATO) tidak signifikan
dalam mempengaruhi financial distress di suatu perusahaan. Berdasarkan
adanya perbedaan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh para peneliti
11
terdahulu, maka dalam penelitian ini digunakan variabel rasio aktivitas
untuk membuktikan bagaimana sebenarnya pengaruh rasio aktivitas dalam
memprediksi financial distress di suatu perusahaan.
Indikator kinerja keuangan terakhir yang dilakukan dalam penelitian
ini adalah rasio pertumbuhan mengacu pada teori yang dijelaskan Harahap
(2011) yang menyatakan bahwa rasio pertumbuhan menggambarkan
persentase pertumbuhan pos-pos perusahaan dari tahun ke tahun. Rasio ini
di antaranya yaitu pertumbuhan penjualan (sales growth) dan kenaikan
laba bersih. Pertumbuhan penjualan itu sendiri mencerminkan kemampuan
suatu perusahaan dalam meningkatkan penjualan produk yang
dihasilkannya, baik peningkatan frekuensi penjualan ataupun peningkatan
volume penjualan. Perusahaan yang berhasil menjalankan strateginya
dalam hal pemasaran dan penjualan produknya, akan meningkatkan sales
growth perusahaan. Tingginya tingkat sales growth tersebut
mengindikasikan perolehan laba yang besar. Sehingga, apabila tingkat
sales growth suatu perusahaan tinggi berarti kondisi keuangan perusahaan
tersebut cukup stabil dan jauh dari financial distress, karena terbukti
dengan penjualan yang dapat terus bertumbuh.
Sedangkan hasil berbeda ditunjukkan dalam penelitian Rahmy
(2015) yang menunjukkan bahwa sales growth tidak berpengaruh terhadap
financial distress sehingga hasil penelitian tersebut tidak sesuai dengan
hipotesis yang dilakukan. Sales growth yang menurun dalam beberapa
tahun terakhir belum tentu memiliki cash flow operation yang buruk.
12
Seperti PT Prima Alloy Steel Tbk yang mengalami sales growth negatif
pada tahun 2009 yakni -60,7%. Namun perusahaan ini tetap memiliki CFO
sebesar Rp 208.243.945,-. Dengan demikian perusahaan tersebut tetap
memiliki power untuk kembali menghasilkan kinerja. Terbukti pada tahun
2010 PT Prima Alloy Steel Tbk dapat mencapai sales growth sebesar
78,2%. Ini berarti, tingkat sales growth perusahaan tidak dapat
memperlihatkan apakah perusahaan tersebut sedang dalam kondisi
financial distress atau tidak. Hasil ini didukung oleh penelitian yang
Widarjo dan Setiawan (2009).
Namun ada juga penelitian terdahulu seperti yang dilakukan Eliu
(2014) menunjukkan bahwa sales growth berpengaruh negatif dan
signifikan terhadap financial distress. Pengaruh negatif tersebut berarti
bahwa semakin rendah tingkat sales growth suatu perusahaan maka
kemungkinan perusahaan yang mengalami financial distress akan semakin
tinggi dan semakin tinggi sales growth maka akan semakin kecil potensi
perusahaan yang mengalami financial distress. Berdasarkan adanya
perbedaan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti-peneliti
terdahulu, maka dalam penelitian ini digunakan variabel sales growth
untuk membuktikan bagaimana sebenarnya pengaruh sales growth
terhadap prediksi financial distress di suatu perusahaan.
Penelitian ini dilakukan karena kondisi di Indonesia saat ini sedang
rawan dengan krisis keuangan. Dapat dilihat dari tabel 1.1 di bawah, hal
tersebut disebabkan karena pada tahun 2012 sampai tahun 2016 nilai tukar
13
rupiah terus berfluktuasi setiap bulannya dan cenderung melemah.
Sedangkan pada gambar 1.1, untuk pergerakan rata-rata nilai tukar rupiah
terhadap US Dollar pertahunnya pada tahun 2012 sampai tahun 2015, nilai
tukar rupiah cenderung semakin melemah dengan mencapai nilai rata-rata
tertinggi di tahun 2015 yakni sebesar Rp 13.457,6 per dollar AS.
Sedangkan di tahun 2016 nilai tukarnya cenderung meningkat sedikit dari
tahun 2015 yakni dengan nilai rata-rata sebesar Rp 13.329,8 per dollar AS.
Namun rata-rata nilai tukar rupiah pada tahun 2016 tersebut masih dapat
dikatakan cukup lemah dibandingkan pada tahun 2012 sampai tahun 2014.
Dengan nilai tukar rupiah yang melemah ini, maka akan
menyebabkan suatu perusahaan yang mengimpor barang dari luar negeri,
maka harga barang tersebut akan menjadi lebih mahal, sedangkan jika
14
suatu perusahaan yang akan mengekspor barang hasil produksinya ke luar
negeri, maka harga barang yang diekspor tersebut akan menjadi lebih
murah. Karena kondisi tersebut suatu perusahaan di Indonesia akan lebih
rentan terhadap ancaman financial distress. Dari fenomena dan teori yang
telah diungkapkan di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian tentang financial distress.
Penelitian ini membatasi penelitian terhadap faktor yang dapat
memprediksi Financial Distress, yaitu Likuiditas, Leverage, Profitabilitas,
Aktivitas, dan Sales Growth. Selanjutnya penelitian ini diberi judul,
“Pengaruh Likuiditas, Leverage, Profitabilitas, Aktivitas, dan Sales
Growth dalam Memprediksi Terjadinya Financial Distress Menggunakan
Discriminant Analysis dan Logistic Regression (Studi pada Perusahaan
Manufaktur yang Terdaftar di BEI Periode 2013-2016)”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan di atas, maka rumusan
masalah dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut:
a. Bagaimana pengaruh Likuiditas, Leverage, Profitabilitas, Aktivitas,
dan Sales Growth dalam memprediksi terjadinya Financial Distress
suatu perusahaan dengan menggunakan metode Discriminant
Analysis?
b. Bagaimana pengaruh Likuiditas, Leverage, Profitabilitas, Aktivitas,
dan Sales Growth dalam memprediksi terjadinya Financial Distress
suatu perusahaan dengan menggunakan metode Logistic Regression?
15
c. Diantara dua model (Discriminant Analysis dan Logistic
Regression), manakah yang paling akurat dalam memprediksi
terjadinya Financial Distress suatu perusahaan?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Adapun tujuan yang dilakukan penulis dalam penelitian ini
berdasarkan rumusan masalah, diantaranya sebagai berikut :
a. Menganalisis pengaruh Likuiditas, Leverage, Profitabilitas,
Aktivitas, dan Sales Growth dalam memprediksi terjadinya
Financial Distress suatu perusahaan dengan menggunakan metode
Discriminant Analysis.
b. Menganalisis pengaruh Likuiditas, Leverage, Profitabilitas,
Aktivitas, dan Sales Growth dalam memprediksi terjadinya
Financial Distress suatu perusahaan dengan menggunakan metode
Logistic Regression.
c. Menganalisis model (antara Discriminant Analysis dan Logistic
Regression) yang paling akurat dalam memprediksi terjadinya
Financial Distress suatu perusahaan.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai
pihak sebagai berikut :
a. Bagi Perusahaan
Dapat memberikan pemahaman bagi perusahaan mengenai
kondisi keuangan perusahaan yang sesungguhnya terjadi dan dapat
membantu perusahaan dalam mengambil suatu keputusan.
16
b. Bagi Manajer
Dapat digunakan untuk landasan pengambilan keputusan
sehingga dapat cepat menangani perusahaan saat mengalami
kesulitan keuangan dan mencegah terjadinya kebangkrutan.
c. Bagi Investor
Dapat memberikan informasi mengenai kondisi keuangan
suatu perusahaan sehingga mereka dapat mempertimbangkan dimana
dan kapan harus mempercayakan investasi mereka pada perusahaan
tersebut.
d. Bagi Kreditur
Sebagai pertimbangan dalam melakukan penilaian kredit,
apakah suatu perusahaan layak diberikan sejumlah pinjaman dengan
kondisinya yang saat ini.
e. Bagi Kalangan Akademisi
Diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan serta
dapat digunakan sebagai bahan kajian teoritis dan referensi untuk
penelitian selanjutnya.
17
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Laporan Keuangan
1. Pengertian
Laporan keuangan merupakan ringkasan dari suatu proses
pencatatan, serta ringkasan dari transaksi keuangan yang kemudian
disusun untuk menyediakan informasi keuangan mengenai suatu
perusahaan kepada pihak-pihak yang berkepentingan sebagai bahan
pertimbangan dalam pengambilan keputusan ekonomi. Laporan
keuangan merupakan sumber informasi utama bagi berbagai pihak
yang membutuhkan. Laporan keuangan yang lengkap meliputi neraca,
laporan laba rugi, serta laporan perubahan posisi keuangan (yang
dapat disajikan dalam berbagai cara, seperti: laporan arus kas dan
laporan arus dana), catatan dan laporan lain, serta informasi tambahan
yang berkaitan dengan laporan tersebut (Wardiah, 2013:285).
Laporan keuangan adalah hasil akhir dari proses akuntansi,
dimana setiap transaksi diukur dengan nilai uang, dicatat dan diolah
sedemikian rupa sehingga laporan akhirpun disajikan dalam nilai uang
(Deanta, 2009:2).
Pada hakikatnya, laporan keuangan merupakan alat komunikasi
yang digunakan untuk mengomunikasikan informasi keuangan dari
suatu perusahaan dan kegiatan-kegiatannya kepada pihak-pihak yang
18
berkepentingan. Pihak yang berkepentingan dapat dikelompokkan
menjadi dua, yaitu pihak interen perusahaan dan pihak eksteren
perusahaan. Bagi pihak interen perusahaan, laporan keuangan
digunakan untuk mengukur dan membuat evaluasi mengenai hasil
operasinya, serta memperbaiki berbagai kesalahan dan menghindari
keadaan yang menyebabkan kesulitan keuangan (financial distress).
Adapun bagi pihak eksteren perusahaan, informasi keuangan
digunakan untuk menilai kinerja perusahaan yang tercermin dalam
laporan keuangan (Wardiah, 2013:286).
Laporan keuangan merupakan dasar bagi upaya analisis tentang
suatu usaha, sehingga harus mengerti arti dari laporan keuangan. Arti
dari laporan keuangan, yaitu keseluruhan aktivitas yang bersangkutan
dengan usaha untuk mendapatkan dana yang diperlukan dan biaya
minimal dengan syarat-syarat yang paling menguntungkan serta
usaha-usaha untuk menggambarkan dana tersebut seefisien mungkin
(Wardiah, 2013:286-287).
2. Jenis-jenis Laporan Keuangan
Menurut Deanta (2009:2-3), laporan keuangan suatu perusahaan
ada beberapa macam sebagian diantaranya adalah neraca, perhitungan
laba-rugi, ikhtiar laba yang ditahan, dan laporan posisi keuangan.
Adapun jenis-jenis laporan keuangan tersebut adalah sebagai berikut:
19
a. Neraca
Salah satu bentuk laporan keuangan adalah neraca yaitu suatu
laporan yang memberikan informasi mengenai jumlah harta,
hutang, dan modal perusahaan pada saat tertentu. Neraca dapat
memberikan informasi mengenai sumber dan penggunaan dana
perusahaan. Sisi aktiva menunjukkan penggunaan dana perusahaan
yang berupa investasi, baik jangka panjang maupun jangka pendek
yang dilakukan suatu perusahaan pada saat tertentu. Sedangkan sisi
pasiva menunjukkan sumber dana untuk membiayai investasi
tersebut, baik dana jangka pendek maupun dana jangka panjang.
b. Laporan Laba Rugi
Laporan laba rugi adalah salah satu bentuk laporan keuangan
yang disajikan perusahaan. Laporan ini merupakan laporan yang
menyangkut pendapatan, biaya, dan laba perusahaan selama
periode tertentu. Dalam menyusun laporan laba rugi, ada dua
pendekatan yang dipakai yakni pendekatan fungsional dan
pendekatan kontribusi.
Pendekatan fungsional memberikan informasi mengenai
biaya-biaya yang dikeluarkan oleh setiap fungsi utama perusahaan
seperti pemasaran, keuangan, sumber daya manusia, dan lain-lain.
Sedangkan, pendekatan kontribusi membagi biaya ke dalam dua
kategori yakni biaya tetap dan biaya variabel.
20
c. Laporan Perubahan Posisi Keuangan
Laporan perubahan posisi keuangan ini sering disebut dengan
laporan sumber dan penggunaan dana. Laporan ini merupakan
salah satu laporan yang sangat diperlukan untuk mengetahui
darimana dana diperoleh dan kemana dana digunakan. Laporan ini
juga dapat digunakan untuk mengetahui apakah suatu unit usaha
mengalami kemajuan atau mengalami kesulitan keuangan.
3. Tujuan Laporan Keuangan
Menurut Wardiah (2013:286), laporan keuangan yang dibuat
oleh suatu perusahaan mempunyai beberapa tujuan. Adapun tujuan
dibuatnya laporan keuangan ada beberapa macam diantaranya adalah:
a. Menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan,
kinerja, serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang
bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan
keputusan ekonomi.
b. Laporan keuangan disusun untuk memenuhi kebutuhan bersama
oleh sebagian pemakainya. Sekalipun demikian, laporan
keuangan tidak menyediakan semua informasi yang dibutuhkan
pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi karena secara
umum menggambarkan pengaruh keuangan dari kejadian masa
lalu dan tidak diwajibkan untuk menyediakan informasi non
keuangan.
21
c. Laporan keuangan juga menunjukkan apa yang telah dilakukan
manajemen atau pertanggungjawaban manajemen atas sumber
daya yang dipercayakan kepadanya.
4. Analisis Laporan Keuangan
Menurut Deanta (2009:4), dalam melakukan analisis pihak
penganalisa biasanya akan memperhatikan hal-hal yang berkaitan
dengan:
a. Kemampuan perusahaan dalam membayar hutang yang harus
segera dipenuhi. Dalam analisis sering disebut dengan likuiditas.
b. Kemampuan perusahaan untung membayar hutang-hutangnya
apabila perusahaan yang bersangkutan dilikuidasi. Dalam
analisis sering disebut dengan solvabilitas.
c. Kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba dalam suatu
periode waktu tertentu. Dalam analisis sering disebut sebagai
rentabilitas.
d. Kemampuan perusahaan untuk melakukan usaha secara stabil.
Sedangkan dalam melakukan penganalisaan dapat dilakukan
dengan beberapa teknik analisa diantaranya adalah:
a. Analisa perbandingan laporan keuangan. Teknik analisa ini
dilakukan dengan membandingkan antara pos yang satu dengan
pos yang lain baik dalam rupiah atau dalam unit, dengan
demikian dapat diketahui adanya kenaikan atau penurunan pos-
22
pos tertentu baik dalam persentase ataupun dalam perbandingan
(rasio).
b. Analisis trend atau tendensi dalam persentase. Teknik analisa ini
dapat dilakukan dengan menghitung trend yang kemudian
dinyatakan dalam persentase dengan menggunakan dasar
pengukurnya atau tahun dasar. Pemilihan tahun dasar dilakukan
dengan beberapa pertimbangan tertentu, biasanya tahun paling
awal yang digunakan sebagai tahun dasar. Disini tiap-tiap pos
yang terdapat dalam laporan keuangan yang terpilih sebagai
tahun dasar diberi angka index 100. Pos-pos yang sama dalam
periode yang dianalisa dikaitkan dengan pos-pos yang sama
dalam periode yang dianalisis dengan cara membagi jumlah
rupiah yang sama dalam laporan keuangan tahun dasar.
c. Commond size Statement. Teknik analisa ini digunakan untuk
mengetahui persentase investasi pada masing-masing aktiva
terhadap totalnya, struktur modal, komposisi biaya terhadap
penjualan.
d. Analisa rasio. Teknik analisa ini dilakukan dengan
membandingkan antara pos tertentu dalam laporan keuangan
baik individu ataupun kombinasi.
e. Analisa sumber dan penggunaan modal kerja. Teknik analisa ini
digunakan untuk mengetahui sumber-sumber pendanaan dan
penggunaan modal kerja serta untuk mengetahui sebab-sebab
23
terjadinya perubahan modal kerja dalam suatu periode tertentu
(Deanta, 2009:4-5).
5. Pihak-Pihak yang Berkepentingan Terhadap Laporan Keuangan
Menurut Wardiah (2013:291), pihak-pihak yang berkepentingan
terhadap posisi keuangan ataupun perkembangan suatu perusahaan
adalah sebagai berikut:
a. Pemilik perusahaan, sangat berkepentingan terhadap laporan
keuangan keuangan perusahaannya, karena dengan adanya
laporan tersebut, pemilik perusahaan dapat menilai sukses
tidaknya manajer dalam memimpin perusahaannya dan
kesuksesan manajer biasanya dinilai dengan laba yang diperoleh
perusahaan.
b. Manajer atau pimpinan perusahaan, dengan mengetahui posisi
keuangan perusahaannya, ia dapat menyusun rencana yang lebih
baik, memperbaiki system pengawasannya dan menentukan
kebijakan yang lebih tepat.
c. Para investor, berkepentingan terhadap prospek keuntungan
masa mendatang dan perkembangan perusahaan selanjutnya,
untuk mengetahui jaminan investasinya dan mengetahui kondisi
kerja atau kondisi keuangan jangka pendek perusahaan tersebut.
d. Para kreditur dan bankers, berkepentingan dalam mengambil
suatu keputusan untuk memberi atau menolak permintaan kredit
24
dari suatu perusahaan, perlu mengetahui terlebih dahulu posisi
keuangan dari perusahaan yang bersangkutan.
e. Pemerintah, berkepentingan dalam menentukan besarnya pajak
yang harus ditanggung oleh perusahaan juga sangat diperlukan
oleh BPS, Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Tenaga Kerja
untuk dasar perencanaan pemerintah.
6. Keterbatasan Laporan Keuangan
Dengan memperhatikan sifat-sifat laporan keuangan tersebut
laporan keuangan itu mempunyai beberapa keterbatasan, antara lain
sebagai berikut:
a. Laporan keuangan yang dibuat secara periodik pada dasarnya
merupakan interim report (laporan yang dibuat antara waktu
tertentu yang sifatnya sementara) dan bukan merupakan laporan
yang final.
b. Laporan keuangan menunjukkan angka dalam rupiah yang
kelihatannya pasti bersih dan tepat, tetapi sebenarnya dasar
penyusunannya dengan standar nilai yang berbeda atau berubah-
ubah.
c. Laporan keuangan disusun berdasarkan hasil pencatatan
transaksi keuangan atau nilai rupiah dari berbagai waktu atau
tanggal yang lalu, dan daya beli (purchasing power) uang
tersebut semakin menurun dibandingkan dengan tahun
sebelumnya, sehingga kenaikan volume penjualan yang
25
dinyatakan dalam rupiah belum tentu menunjukkan atau
mencerminkan kenaikan jumlah unit yang dijual.
d. Laporan keuangan tidak dapat mencerminkan berbagai faktor
yang dapat mempengaruhi posisi atau keadaan keuangan
perusahaan karena faktor-faktor tersebut tidak dapat dinyatakan
dengan satuan uang (dikwantisir) (Wardiah, 2013:292).
7. Syarat-Syarat Laporan Keuangan
Menurut Wardiah (2013:293), laporan keuangan dapat diterima
oleh pihak-pihak tertentu, jika memenuhi syarat-syarat berikut:
a. Relevan, yaitu laporan keuangan yang disajikan harus sesuai
dengan data yang ada kaitannya dengan transaksi yang
dilakukan.
b. Jelas dan dapat dimengerti, yaitu laporan keuangan yang
disajikan harus jelas dan dapat dimengerti oleh pemakai laporan
keuangan.
c. Dapat diuji kebenarannya, yaitu laporan keuangan yang
disajikan datanya dapat diuji kebenarannya, dan dapat
dipertanggungjawabkan.
d. Netral, yaitu laporan yang disajikan harus bersifat netral artinya
dapat dipergunakan oleh semua pihak.
e. Tepat waktu, yaitu laporan yang disajikan harus memiliki waktu
pelaporan atau periode pelaporan yang jelas.
26
f. Dapat diperbandingkan, yaitu laporan keuangan yang disajikan
dapat diperbandingkan dengan laporan-laporan sebelumnya,
sebagai landasan untuk mengikuti perkembangan dari hasil yang
dicapai.
g. Lengkap, yaitu laporan keuangan yang disajikan harus lengkap
yang sesuai dengan aturan yang berlaku agar tidak terjadi
kekeliruan dalam menerima informasi keuangan.
B. Analisis Rasio Keuangan
Analisis rasio keuangan adalah salah satu cara pemprosesan dan
penginterpretasian informasi akuntansi, yang dinyatakan dalam arti relatif
atau absolut untuk menjelaskan hubungan tertentu antara angka yang satu
dan angka lain dari suatu laporan keuangan (Wardiah, 2013:293). Menurut
Indrawati (2010:71), analisis rasio keuangan adalah suatu metode analisis
untuk mengetahui hubungan pos-pos tertentu dalam neraca atau laporan
laba rugi secara individu atau kombinasi dari kedua laporan tersebut.
Sedangkan menurut Atika, et al (2011), analisis rasio keuangan adalah
analisis untuk menganalisa hubungan data keuangan dan untuk mengetahui
hubungan pos-pos dalam neraca atau laporan laba rugi untuk mengetahui
baik atau buruknya posisi keuangan dan prestasi perusahaan.
Menurut Jiming dan Wei Wei (2011), indikator keuangan (financial
indicators) dapat dikatakan sebagai indikator yang dapat mengukur kinerja
keuangan perusahaan. Kinerja keuangan perusahaan merupakan hasil atau
kondisi keuangan suatu perusahaan maupun kinerja yang telah dicapai
27
pada suatu periode tertentu yang disajikan dalam laporan keuangan
perusahaan. Adapun metode-metode pendekatan yang digunakan untuk
menganalisis laporan keuangan, antara lain yaitu :
a. Pendekatan Lintas Seksi (Cross Sectional Approach)
Yaitu suatu cara untuk mengevaluasi dengan cara
membandingkan rasio-rasio antara perusahaan yang satu dengan
perusahaan lainnya yang sejenis pada saat bersamaan. Dengan cara
ini dapat diketahui apakah perusahaan tersebut berada di atas, berada
pada rata-rata, atau berada di bawah rata-rata industri.
b. Pendekatan Runtut Waktu (Time Series Analysis)
Yaitu suatu cara untuk mengevaluasi dengan cara
membandingkan rasio-rasio financial perusahaan dari satu periode
ke periode lainnya. Dengan membandingkan antara rasio-rasio yang
dicapai saat ini dengan rasio-rasio di masa lalu, maka dapat
memperlihatkan apakah perusahaan tersebut mengalami kemajuan
atau kemunduran. Perkembangan perusahaan terlihat pada
kecenderungan (trend) dari tahun ke tahunnya, dan dengan melihat
perkembangan ini perusahaan tersebut akan dapat membuat
perencanaan untuk masa depannya.
Menurut Harahap (2013:298), analisis rasio keuangan memiliki
kelebihan dibandingkan teknik analisis lainnya. Kelebihan tersebut
diantaranya yaitu:
28
a. Rasio merupakan angka-angka atau ikhtisar statistik yang lebih
mudah dibaca dan ditafsirkan.
b. Merupakan pengganti yang lebih sederhana dari informasi yang
disajikan laporan keuangan yang sangat rinci dan rumit.
c. Mengetahui posisi perusahaan di tengah industri lain.
d. Sangat bermanfaat untuk bahan dalam mengisi model-model
pengambilan keputusan dan model prediksi (Z-score).
e. Menstandarisir size perusahaan.
f. Lebih mudah memperbandingkan perusahaan dengan perusahaan
lain atau melihat perkembangan perusahaan secara periodik atau
”time series”.
g. Lebih mudah melihat trend perusahaan serta melakukan prediksi di
masa yang akan datang.
Sedangkan Keown, et al (2011:91) menyatakan beberapa kelemahan
yang mungkin dapat ditemui dalam menghitung dan menginterpretasikan
rasio keuangan, diantaranya yaitu:
a. Kadang-kadang sulit untuk mengidentifikasikan kategori industri,
jika perusahaan berusaha dalam beberapa bidang usaha. Jika kita
harus memilih sendiri kumpulan perusahaan pembanding dan
membuat norma khusus yang sesuai.
29
b. Angka rata-rata industri yang diterbitkan hanya merupakan perkiraan
saja dan hanya memberikan petunjukan umum karena bukan
merupakan hasil penelitian dari seluruh perusahaan dalam industri
ataupun bahkan sekedar sampel yang mewakili dalam industri.
c. Perbedaan praktik akuntansi antar-perusahaan dapat menghasilkan
perbedaan dalam perhitungan rasio. Sebagai tambahan, perusahaan
mungkin memilih metode yang berbeda dalam penyusutan aktiva
tetap mereka.
d. Suatu industri kebanyakan tidak menyediakan suatu target atau nilai
rasio yang diinginkan. Yang paling baik, suatu industri menyediakan
petunjuk posisi keuangan dari rata-rata perusahaan yang ada dalam
industri, termasuk yang buruk dan yang memilih membandingkan
rasio perusahaan kita dengan menentukan sendiri kelompok
pembanding atau dengan pesaing tunggal.
e. Banyak perusahaan mengalami perubahan-perubahan dalam operasi
mereka. Jadi, masukan neraca dan rasio yang berkaitan dengan
neraca tersebut juga akan berubah-ubah menurut tahun ketika
laporan tersebut dibuat.
Dalam perhitungannya, analisis rasio keuangan ini menggunakan
data laporan keuangan yang telah ada sebagai dasar penilaiannya.
Meskipun didasarkan pada data dan kondisi di masa lalu, analisis rasio
keuangan tersebut dimaksudkan untuk menilai risiko dan peluang
30
perusahaan di masa yang akan datang. Pengukuran dan hubungan satu pos
dengan pos yang lainnya dalam laporan keuangan yang mana terlihat
dalam rasio-rasio keuangan dapat memberikan kesimpulan yang berarti
dalam menentukan tingkat kesehatan keuangan suatu perusahaan. Secara
umum rasio keuangan (financial ratio) dapat diklasifikasikan menjadi
empat macam, antara lain yaitu :
1. Rasio Likuiditas
Menurut Deanta (2009:22), rasio likuiditas merupakan rasio
yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam
memenuhi hutang lancar. Brigham dan Houston (2009:95)
menyatakan bahwa rasio likuiditas merupakan rasio yang
menunjukan hubungan antara kas dan aktiva lancar lainnya dari
sebuah perusahaan dengan kewajiban lancarnya. Sedangkan menurut
Hidayat (2013), rasio likuiditas menunjukkan mengenai kemampuan
perusahaan dalam memenuhi kewajiban keuangannya yang harus
segera dipenuhi, atau kemampuan perusahaan untuk memenuhi
kewajiban keuangannya pada saat ditagih. Rasio likuiditas ini dapat
dicari berdasarkan informasi modal kerja dari pos-pos aktiva lancar
dan hutang lancar. Likuiditas ini bisa muncul akibat dari keputusan
di masa lalu perusahaan mengenai pendanaan dari pihak ketiga, baik
dalam bentuk aset maupun dalam bentuk kas. Dari keputusan
tersebut, akan menghasilkan suatu kewajiban pembayaran di masa
yang akan datang.
31
Menurut Darsono (2009:55), likuiditas merupakan kemampuan
suatu perusahaan dalam memenuhi semua kewajibannya yang telah
jatuh tempo. Kemampuan tersebut dapat diwujudkan apabila jumlah
aset lancar (current asset) lebih besar daripada hutang lancar
(current liabilities). Perusahaan yang likuid adalah perusahaan yang
mampu memenuhi kewajibannya yang telah jatuh tempo.
Sebaliknya, perusahaan yang tidak likuid adalah perusahaan yang
tidak mampu memenuhi semua kewajibannya yang telah jatuh
tempo.
Perusahaan yang tidak likuid akan kehilangan kepercayaan
dari pihak luar terutama para kreditur dan pemasok, dan dari pihak
dalam yaitu karyawannya. Oleh sebab itu, setiap perusahaan harus
memiliki likuiditas badan usaha (yang berhubungan dengan pihak
luar) dan likuiditas perusahaan (yang berhubungan dengan pihak
dalam perusahaan). Dalam memperbaiki likuiditas dapat dilakukan
dengan cara: (1) pemilik menambah modal, (2) menjual sebagian
aset tetap, (3) hutang jangka pendek dijadikan hutang jangka
panjang, (4) hutang jangka pendek dijadikan modal sendiri
(Darsono, 2009:55).
Menurut Deanta (2009:22-24), Likuiditas perusahaan dapat
diukur dengan beberapa rasio antara lain:
32
a. Current Ratio digunakan untuk mengukur kemampuan
perusahaan untuk membayar hutang yang harus segera
dipenuhi dengan aktiva lancar yang dimilikinya.
b. Cash Ratio adalah rasio yang dapat digunakan untuk mengukur
kemampuan perusahaan dalam membayar hutang yang harus
segera dipenuhi dengan kas yang tersedia dan efek (surat
berharga) yang dapat segera diuangkan.
c. Quick Ratio digunakan untuk mengukur kemampuan
perusahaan dalam membayar hutang yang harus segera
dipenuhi dengan aktiva lancar yang lebih likuid (liquid assets).
d. Working Capital to Total Assets Ratio digunakan untuk
mengukur likuiditas dari total aktiva dan posisi modal kerja
bersih.
Likuiditas ini berkaitan dengan seberapa besar kemampuan
suatu perusahaan dalam melunasi kewajiban-kewajiban keuangannya
yang telah jatuh tempo tersebut. Menurut Ahmad (2011), rasio
likuiditas ini berhubungan negatif dengan financial distress. Adapun
rasio likuiditas dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan
Current Ratio (CR).
Menurut Margaretha (2014:12) current ratio merupakan rasio
yang menunjukan sampai sejauh mana kewajiban-kewajiban jangka
pendek dari para kreditor dapat dipenuhi dengan aktiva yang
33
diharapkan akan dikonversi menjadi uang tunai dalam waktu dekat.
Sedangkan menurut Deanta (2009:22), current ratio digunakan
untuk mengukur kemampuan perusahaan untuk membayar hutang
yang harus segera dipenuhi dengan aktiva lancar yang dimilikinya.
Current ratio yang semakin besar menunjukkan bahwa kemampuan
perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya semakin
besar, namun rasio yang terlalu besar juga kurang baik bagi
perusahaan, hal ini menunjukkan bahwa perusahaan tidak terlalu
efisien karena terlalu banyak aktiva lancar yang menganggur yang
mestinya dapat digunakan untuk menambah nilai bagi perusahaan.
Current ratio ini dapat dihitung dengan membagi aktiva lancar
(current asset) dengan hutang lancar (current liabilities) (Deanta,
2009:22).
2. Rasio Leverage
Rasio yang juga sering disebut sebagai rasio solvabilitas ini,
merupakan rasio yang memperlihatkan proporsi seluruh aktiva
perusahaan yang didanai oleh hutang (Fraser dan Ormiston, 2008).
Dengan kata lain menunjukkan seberapa besar aktiva perusahaan
yang dibiayai oleh hutang atau seberapa besar hutang perusahaan
berpengaruh terhadap pengelolaan aktiva. Menurut Widarjo dan
Setiawan (2009), rasio leverage berfungsi untuk mengukur
kemampuan suatu perusahaan dalam memenuhi kewajiban-
kewajibannya, baik itu dalam jangka pendek maupun jangka panjang
34
jika suatu saat perusahaan tersebut akan dilikuidasi. Sedangkan
menurut Deanta (2009:24), rasio leverage atau rasio hutang adalah
rasio untuk mengukur seberapa jauh aktiva perusahaan dibiayai
dengan hutang atau dibiayai oleh pihak luar. Rasio ini dapat dicari
dengan menggunakan data neraca dan laporan laba rugi. Menurut
Atika, et al (2008), terdapat 2 (dua) macam rasio leverage, antara
lain yaitu :
a. Operating Leverage
Operating leverage merupakan penggunaan suatu kekayaan
atau aktiva tertentu yang akan mengakibatkan beban tetap bagi
perusahaan, seperti mesin, gedung, dan sebagainya. Dalam hal ini
beban tetap tersebut dapat berupa biaya depresiasi.
b. Financial Leverage
Financial leverage merupakan penggunaan dana tertentu yang
akan mengakibatkan beban tetap bagi perusahaan yang dapat berupa
biaya bunga. Sumber dana ini dapat berupa utang obligasi, kredit
dari bank, dan sebagainya.
Menurut Darsono (2009:56), leverage artinya aset perusahaan
didongkrat dengan hutang atau leverage adalah kemampuan
perusahaan dalam menggunakan hutang untuk membiayai investasi.
Rasio leverage idealnya sebesar 40%. Namun dalam kondisi
ekonomi yang baik tingkat leverage bisa tinggi karena diharapkan
35
akan menghasilkan laba operasi yang tinggi. Sedangkan, dalam
kondisi ekonomi yang buruk tingkat leverage harus rendah agar
beban bunga juga rendah.
Menurut Sigit (2008) dalam Widarjo dan Setiawan (2009),
leverage ini timbul akibat dari aktivitas penggunaan dana perusahaan
yang berasal dari pihak ketiga dalam bentuk hutang. Penggunaan
sumber dana ini akan mengakibatkan timbulnya kewajiban bagi
perusahaan untuk mengembalikan pinjaman beserta dengan bunga
pinjaman yang timbul. Apabila keadaan ini tidak diimbangi dengan
pemasukan perusahaan yang baik, besar kemungkinan perusahaan
tersebut akan dengan mudah mengalami financial distress. Atika, et
al (2012) dalam penelitiannya membuktikan hubungan antara rasio
leverage dengan financial distress, dimana keduanya berhubungan
positif.
Menurut Deanta (2009:24-27), Leverage perusahaan dapat
diukur dengan beberapa rasio antara lain:
a. Debt Ratio adalah rasio yang digunakan untuk mengukur
jumlah aktiva perusahaan yang dibiayai oleh hutang.
b. Total Debt to Equity Ratio adalah mengukur bagian setiap
rupiah modal sendiri yang dijadikan jaminan untuk
keseluruhan hutang.
36
c. Times Interest Earned Ratio digunakan untuk mengukur
seberapa besar jaminan keuntungan yang digunakan untuk
membayar bunga hutang jangka panjang.
d. Fixed Charge Coverage Ratio digunakan untuk mengukur
seberapa besar kemampuan perusahaan untuk menutup beban
tetapnya termasuk pembayaran deviden saham preferen,
bunga, angsuran pinjaman, dan sewa.
e. Debt Service Coverage Ratio digunakan untuk mengukur
kemampuan perusahaan untuk menutup beban tetapnya
termasuk angsuran pokok pinjaman.
f. Long Term Debt to Equity Ratio digunakan untuk mengukur
bagian dari setiap rupiah modal sendiri yang dijadikan jaminan
untuk hutang jangka panjang.
g. Total Debt to Equity Ratio digunakan untuk mengukur bagian
setiap rupiah modal sendiri yang dijadikan jaminan untuk
keseluruhan hutang.
Leverage ratio ini menekankan pada peran penting pendanaan
hutang bagi perusahaan dengan menunjukkan presentase aktiva
perusahaan yang didukung oleh pendanaan hutang (Van Horne dan
Wachowicz, 2005). Adapun dalam penelitian ini rasio leverage
diukur dengan menggunakan Debt to Asset Ratio (DAR). Menurut
Deanta (2009:24), Debt to Asset Ratio adalah rasio untuk mengukur
37
jumlah aktiva perusahaan yang dibiayai oleh hutang. Semakin besar
rasio ini mengindikasikan bahwa risiko keuangan kreditor semakin
besar.
3. Rasio Profitabilitas
Menurut Deanta (2009:29), rasio profitabilitas adalah rasio
yang mengukur seberapa besar kemampuan perusahaan memperoleh
laba baik dalam hubungannya dengan penjualan, aset, maupun laba
dan modal sendiri. Sedangkan Menurut Harahap (2011), rasio
profitabilitas ini menggambarkan kemampuan perusahaan dalam
mendapatkan laba melalui semua kemampuan dan sumber yang ada
seperti kegiatan penjualan, kas, modal, jumlah karyawan, jumlah
cabang dan sebagainya. Profitabilitas atau efisiensi dalam Rahmy
(2015) merupakan hasil akhir bersih dari berbagai kebijakan dan
keputusan manajemen.
Profitabilitas ialah kemampuan manajemen dalam memperoleh
laba. Laba terdiri dari laba kotor, laba operasi, dan laba bersih. Agar
dapat memperoleh laba di atas rata-rata, manajemen harus mampu
meningkatkan pendapatan (revenue) dan mengurangi semua beban
(expenses) atas pendapatan. Berarti, manajemen harus memperluas
pangsa pasar dengan tingkat harga yang menguntungkan dan
menghapuskan aktivitas yang tidak bernilai tambah (Darsono,
2009:58).
38
Rasio profitabilitas menunjukkan efisiensi dan efektivitas
penggunaan aset perusahaan karena rasio ini mengukur kemampuan
perusahaan dalam menghasilkan laba berdasarkan penggunaan aset
perusahaan tersebut (Widarjo dan Setiawan, 2009). Dengan adanya
efisiensi dan efektivitas dari penggunaan aset perusahaan tersebut,
maka beban dan biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan
tersebut tentu akan dapat diperkecil, sehingga dapat membuat
perusahaan tersebut memiliki keuangan yang cukup stabil dalam
menjalankan usahanya. Berarti, laba yang diperoleh perusahaan
tersebut merupakan hasil pemanfaatan dari aset perusahaannya, yang
kemudian laba tersebut akan dapat kembali digunakan dalam
menjalankan usaha perusahaan di periode berikutnya. Dengan
tingginya profitabilitas suatu perusahaan maka kemungkinan
perusahaan tersebut akan mengalami financial distress tentu akan
akan semakin rendah.
Prihadi (2008:45) menyatakan bahwa ada tiga basis
perhitungan profitabilitas yaitu:
a. Tingkat profitabilitas yang dikaitkan dengan pendapatan
(penjualan), Return On Sales (ROS), di antaranya adalah gross
margin, operating margin, contribution margin, margin before
interest and tax, EBITDA margin, pretax margin, profit
margin.
39
b. Tingkat profitabilitas yang dikaitkan dengan penggunaan aset,
Return On Asset (ROA), yang diartikan dengan dua cara yaitu
pertama dengan mengukur kemampuan perusahaan dalam
mendayagunakan aset untuk memperoleh laba serta yang
kedua dengan mengukur hasil total untuk seluruh penyedia
sumber dana yaitu kreditor dan investor.
c. Tingkat profitabilitas yang dikaitkan dengan modal sendiri,
Return On Equity (ROE).
Profitabilitas ini bisa timbul karena keberhasilan suatu
perusahaan dalam memasarkan produknya, keberhasilan pemasaran
ini sama halnya dengan keberhasilan perusahaan dalam menjual
produk-produknya. Atas keberhasilan penjualan tersebut, maka
perusahaan tersebut akan memperoleh laba. Laba yang diperoleh
tersebut bisa digunakan dalam tujuan perluasan usaha ataupun
pembayaran dividen bagi para pemegang saham.
Menurut penelitian yang telah dilakukan oleh Al-Khatib dan
Al-Horani (2012) di Jordan, dua proxy pengukuran profitabilitas
yang signifikan mempengaruhi kemungkinan terjadinya financial
distress adalah ROA dan ROE, dimana pengaruh yang timbul adalah
berhubungan negatif. Dalam penelitian ini, rasio profitabilitas
tersebut akan diukur dengan menggunakan Return On Asset (ROA),
yaitu dengan mengukur efektivitas perusahaan dalam menghasilkan
keuntungan dengan memanfaatkan aset yang dimilikinya (Hanifah,
40
2013). Apabila Return On Asset (ROA) tersebut meningkat, maka
tingkat penjualan perusahaan juga akan meningkat dan akhirnya
akan meningkatkan pula tingkat profitabilitas yang nantinya bisa
dinikmati oleh pemegang saham (Ardiyanto, 2011).
4. Rasio Aktivitas
Menurut Darsono (2009:60), rasio aktivitas adalah kemampuan
manajemen dalam mengoptimalkan aset untuk memperoleh
pendapatan, misalnya aset yang kecil tapi mampu menghasilkan
pendapatan yang besar, menandakan bahwa manajemen tersebut
profesional.
Menurut Deanta (2009:27), rasio aktivitas adalah rasio yang
mengukur seberapa efektif perusahaan menggunakan sumberdaya
yang dimiliki, sejauh mana efisiensi perusahaan dalam menggunakan
aset untuk memperoleh penjualan. Atas terpakainya aset tersebut
untuk keperluan aktivitas operasi, maka produksi yang dihasilkan
oleh perusahaan akan meningkat. Produksi yang meningkat ini
diharapkan juga akan meningkatkan penjualan. Dengan
meningkatnya penjualan tersebut, maka akan berdampak pula pada
peningkatan laba yang akan diperoleh perusahaan, sehingga hal ini
akan memberikan aliran kas masuk bagi perusahaan.
Menurut Ikhsan (2009:103), rasio aktivitas merupakan
perhitungan untuk menentukan aktivitas dari kelas tertentu dari aset,
seperti persediaan untuk dijual kembali, modal kerja, dan aset jangka
41
panjang. Rasio aktivitas ini mengungkapkan angka dari waktu
dibandingkan dengan aktivitas (turnover) yang terjadi sepanjang
periode tertentu dan dapat membantu dalam mengukur efektivitas
manajemen dalam menggunakan dan mengendalikan aset ini.
Menurut Prihadi (2008) aktivitas dibagi kedalam dua
kelompok yaitu:
a. Short-term activity, berorientasi pada operasi rutin
perusahaan yang diwakili oleh kemampuan perusahaan dalam
rangka mengendalikan piutang, persediaan, dan utang usaha.
b. Long-term activity, lebih berorientasi pada penggunaan aset
tetap.
Kasmir (2013:173) menyatakan bahwa beberapa tujuan yang
hendak dicapai perusahaan dari penggunaan rasio aktivitas
diantaranya yaitu:
1. Untuk mengukur berapa lama penagihan piutang selama satu
periode atau beberapa kali dana yang ditanamkan dalam
piutang ini berputar dalam satu periode.
2. Untuk menghitung hari rata-rata penagihan piutang (day of
receivable). Dimana hasil perhitungan ini menunjukan
jumlah hari (berapa hari) piutang tersebut rata-rata tidak
dapat ditagih.
3. Untuk menghitung berapa hari rata-rata persediaan tersimpan
dalam gudang.
42
4. Untuk mengukur berapa kali dana yang ditanamkan dalam
modal kerja berputar dalam satu periode atau beberapa
penjualan.
Aktivitas perusahaan dapat diukur dengan beberapa rasio
antara lain:
a. Inventory turnover, diperoleh dengan membagi cost of goods
sold dengan nilai rata-rata persediaan periode sekarang dan
tahun sebelumnya. Rasio ini mengukur berapa kali
perputaran persediaan dalam satu periode. Makin besar
perputarannya maka akan semakin baik.
b. Receivable turnover, yaitu perbandingan antara jumlah
penjualan dengan rata-rata piutang dagang selama setahun
yang menunjukkan kemampuan suatu perusahaan dalam
menangani penjualan kredit dan kebijakannya. Dari rasio ini
akan dapat diketahui likuiditas piutang. Makin kecil rasio ini
maka semakin baik.
c. Fixed assets turnover, yaitu perbandingan antara penjualan
neto dengan aset tetap. Rasio ini menunjukkan berapa kali
dana yang ditanamkan dalam aset tetap berputar dalam satu
periode.
d. Working capital turnover, perbandingan antara penjualan
neto dengan modal kerja. Rasio ini menunjukkan berapa kali
dana yang tertanam dalam modal kerja berputar dalam satu
43
periode, atau jumlah penjualan yang bisa dicapai oleh setiap
rupiah modal kerja.
e. Payable turnover, diperoleh dengan membagi total purchase
dengan average account payable. Rasio ini menghitung
seberapa sering hutang perusahaan berputar.
f. Total asset turnover, yaitu perbandingan antara jumlah
penjualan dengan rata-rata jumlah aset selama setahun yang
menunjukkan seberapa baik dukungan seluruh aset untuk
memperoleh penjualan.
Menurut Alifiah, et al (2012), rasio aktivitas merupakan salah
satu rasio yang paling signifikan dan berpengaruh negatif dalam
prediksi terjadinya financial distress suatu perusahaan. Adapun
proxy yang digunakan dalam penelitian ini adalah Total Asset
Turnover Ratio (TATO), yaitu dengan cara membagi penjualan netto
dengan total aktiva (Deanta, 2009:27). Semakin efektif suatu
perusahaan menggunakan aktivanya untuk meningkatkan penjualan,
diharapkan akan dapat memberikan keuntungan yang semakin besar
bagi perusahaan (Ardiyanto, 2011).
C. Growth Ratio (Rasio Pertumbuhan)
Setiap manajemen dari suatu perusahaan akan selalu mengevaluasi
pencapaian kinerja perusahaannya pada suatu periode akuntansi tertentu,
dimana hasil evaluasi terhadap kinerja perusahaan tersebut akan
menghasilkan suatu kesimpulan bagi perusahaan tersebut, apakah
44
perusahaan tersebut telah mencapai tujuan atau target yang telah di
rencanakan sebelumnya baik jangka pendek maupun jangka panjang.
Kinerja yang baik dari suatu perusahaan akan membuat manajemen
perusahaan tersebut berusaha mempertahankan bahkan berusaha mencapai
hasil yang lebih baik pada periode yang akan datang. Adapun tolak ukur
yang umumnya digunakan untuk membandingkan pencapaian finansial
suatu perusahaan pada suatu periode tertentu dengan periode sebelumnya
dapat menggunakan analisis rasio pertumbuhan.
Menurut Fahmi (2012:69), rasio pertumbuhan adalah rasio yang
mengukur seberapa besar kemampuan suatu perusahaan dalam
mempertahankan posisinya di dalam industri dan dalam perkembangan
ekonomi secara umum.
Menurut kasmir (2013:114), rasio pertumbuhan (growth ratio)
merupakan rasio yang menggambarkan kemampuan suatu perusahaan
dalam mempertahankan posisi ekonominya ditengah pertumbuhan
perekonomian dan sektor usaha. Dalam rasio pertumbuhan yang dianalisis
adalah pertumbuhan penjualan, laba bersih, pendapatan persaham dan
deviden persaham.
Menurut Harahap (2011), rasio pertumbuhan (growth)
menggambarkan persentase pertumbuhan pos-pos perusahaan dari tahun
ke tahun. Rasio pertumbuhan (growth) ini di antaranya yaitu pertumbuhan
penjualan (sales growth) dan kenaikan laba bersih. Pertumbuhan penjualan
(sales growth) itu sendiri mencerminkan kemampuan suatu perusahaan
45
dalam meningkatkan penjualan produk yang dihasilkannya, baik dalam
meningkatkan frekuensi penjualan ataupun peningkatan volume
penjualannya. Perusahaan yang telah berhasil menjalankan strateginya
dalam hal pemasaran dan penjualan produk, akan dapat meningkatkan
sales growth perusahaannya. Tingginya tingkat sales growth yang
tergambar akan mengindikasikan perolehan laba yang besar. Sehingga,
apabila tingkat sales growth suatu perusahaan tinggi maka akan
mencerminkan kondisi keuangan perusahan tersebut yang cukup stabil dan
jauh dari financial distress, karena terbukti dengan penjualan yang dapat
terus bertumbuh.
Rasio pertumbuhan memiliki perhitungan yang terdiri dari beberapa
jenis seperti pertumbuhan penjualan, pertumbuhan laba bersih, Earning
After Tax (EAT) dan laba perlembar saham. Menurut Harahap (2013:309)
menyatakan bahwa rasio ini menggambarkan persentasi pertumbuhan pos-
pos perusahaan dari tahun ke tahun, adapun jenis-jenis rasio pertumbuhan
diantaranya yaitu:
1. Pertumbuhan Penjualan
Rasio ini menunjukkan kemampuan suatu perusahaan dalam
meningkatkan laba bersih yang di bandingkan dengan tahun lalu.
Pertumbuhan penjualan dapat digunakan untuk mengukur
kemampuan suatu perusahaan dalam meningkatkan penjualan dari
tahun sebelumnya. Semakin besar nilai pertumbuhan ini maka akan
semakin baik.
46
2. Pertumbuhan Laba Bersih
Rasio ini menunjukkan kemampuan suatu perusahaan dalam
meningkatkan laba bersih yang di bandingkan dengan tahun lalu.
Pertumbuhan laba bersih digunakan untuk mengukur kemampuan
suatu perusahaan dalam meningkatkan laba bersih tahun ini
dibanding tahun lalu. Semakin besar nilai pertumbuhan ini maka
akan semakin baik.
Dalam penelitian ini, rasio pertumbuhan yang digunakan adalah
rasio pertumbuhan penjualan (sales growth) yakni mencerminkan
kemampuan suatu perusahaan dalam meningkatkan penjualannya dari
waktu ke waktu. Semakin tinggi tingkat pertumbuhan penjualan suatu
perusahaan maka perusahaan tersebut telah berhasil menjalankan
strateginya dalam hal pemasaran dan penjualan produknya. Hal ini berarti
semakin besar pula laba yang akan diperoleh perusahaan dari hasil
penjualan tersebut. Widarjo dan Setiawan (2009:114) merumuskan
pertumbuhan penjualan (sales growth) sebagai berikut:
Keterangan:
Sales growth : pertumbuhan penjualan
Penjualan (t) : jumlah penjualan pada suatu periode
Penjualan (t-1): jumlah penjualan pada periode sebelumnya
𝑺𝒂𝒍𝒆𝒔 𝒈𝒓𝒐𝒘𝒕𝒉 =𝑷𝒆𝒏𝒋𝒖𝒂𝒍𝒂𝒏 𝒕 − 𝑷𝒆𝒏𝒋𝒖𝒂𝒍𝒂𝒏 𝒕− 𝟏
𝑷𝒆𝒏𝒋𝒖𝒂𝒍𝒂𝒏 𝒕− 𝟏
47
D. Financial Distress
1. Pengertian
Financial distress merupakan kondisi dimana suatu perusahaan
sedang menghadapi masalah kesulitan keuangan. Menurut Hanifah
(2013) financial distress didefinisikan sebagai tahap penurunan
kondisi keuangan yang terjadi sebelum terjadinya kebangkrutan
ataupun likuidasi. Kondisi financial distress tergambar dari
ketidakmampuan suatu perusahaan atau tidak tersedianya suatu dana
untuk membayar kewajibannya yang telah jatuh tempo. Hidayat
(2013) menyatakan bahwa suatu perusahaan dapat dikatakan berada
dalam kondisi financial distress apabila perusahaan tersebut
mempunyai laba bersih (net profit) negatif selama beberapa tahun.
Kesulitan keuangan dimulai ketika perusahaan tidak dapat
memenuhi jadwal pembayaran atau ketika proyeksi arus kas
mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut akan segera tidak dapat
memenuhi kewajibannya (Fachrudin, 2008:2). Pada dasarnya financial
distress adalah suatu keadaan dimana sebuah perusahaan mengalami
kesulitan dalam memenuhi kewajibannya, keadaan dimana
pendapatan perusahaan tidak dapat menutupi total biaya, mengalami
kerugian kepada kreditur keadaan ini merupakan gejala awal
kegagalan ekonomi (Atika, et al., 2012). Financial distress dapat
dimulai dari kesulitan likuiditas (jangka pendek) sebagai indikasi
financial distress yang paling ringan, sampai pada kebangkrutan yang
48
merupakan financial distress yang paling berat (Triwahyuningtias,
2012).
Menurut Hapsari (2012), financial distress adalah suatu kondisi
dimana arus kas operasi suatu perusahaan tidak memadai untuk
melunasi kewajiban-kewajiban lancar (seperti hutang dagang atau
beban bunga) dan perusahaan tersebut terpaksa melakukan tindakan
perbaikan. Financial distress adalah masalah likuiditas yang sangat
parah yang tidak bisa dipecahkan tanpa perubahan ukuran dari operasi
atau struktur perusahaan. Financial distress merupakan kondisi
dimana keuangan perusahaan dalam keadaan tidak sehat atau krisis.
Financial distress terjadi sebelum kebangkrutan dan terjadi pada saat
perusahaan mengalami kerugian beberapa tahun.
Menurut Brahmana (2007), financial distress terjadi karena
suatu perusahaan tidak mampu mengelola dan menjaga kestabilan
kinerja keuangan perusahaannya yang bermula dari kegagalan dalam
mempromosikan produknya yang menyebabkan turunnya penjualan
sehingga dengan pendapatan yang menurun dari sedikitnya penjualan
tersebut memungkinkan bagi perusahaan akan mengalami kerugian
operasional dan kerugian bersih untuk tahun yang berjalan. Selain itu,
dari kerugian yang terjadi akan mengakibatkan defisiensi modal
dikarenakan penurunan nilai saldo laba yang terpakai untuk
melakukan pembayaran dividen, sehingga total ekuitas secara
keseluruhan pun akan mengalami defisiensi. Jika hal ini terus terjadi,
49
maka tidak mustahil bahwa suatu saat total kewajiban suatu
perusahaan akan melebihi total aktiva yang dimilikinya. Kondisi
seperti yang telah disebutkan di atas mengasosiasikan suatu
perusahaan sedang mengalami kesulitan keuangan (financial distress)
yang pada akhirnya jika perusahaan tersebut tidak mampu keluar dari
kondisi di atas, maka perusahaan tersebut akan mengalami
kebangkrutan.
Hidayat (2013) menyatakan bahwa kondisi paling mudah yang
dapat dilihat dari perusahaan yang mengalami financial distress
adalah dari pelanggaran komitmen pembayaran hutang yang diiringi
dengan penghilangan pembayaran dividen terhadap investor.
Sebenarnya tidak ada definisi yang baku mengenai apa itu financial
distress, begitupun juga pada peneliti-peneliti terdahulu yang berbeda-
beda dalam mendefinisikan financial distress, namun sebenarnya inti
dari definisi financial distress adalah sama, yaitu menyangkut kondisi
perusahaan yang sedang mengalami kesulitan keuangan. Meskipun
ada perbedaan dalam pendefinisian tersebut, perbedaan ini tergantung
pada cara pengukurannya.
2. Jenis – Jenis Financial Distress
Menurut Fachrudin (2008), ada beberapa jenis dari financial
distress, antara lain sebagai berikut :
50
a. Economic Failure
Economic failure atau kegagalan ekonomi adalah suatu keadaan
dimana pendapatan perusahaan tidak cukup untuk menutupi total
biaya, termasuk cost of capital. Bisnis ini masih dapat melanjutkan
operasinya sepanjang kreditur masih bersedia menerima tingkat
pengembalian (rate of return) yang di bawah pasar.
b. Business Failure
Business failure atau kegagalan bisnis didefinisikan sebagai
bisnis yang menghentikan operasinya dengan alasan telah mengalami
kerugian.
c. Technical Insolvency
Adapun sebuah perusahaan dapat dikatakan dalam keadaan
technical insolvency apabila suatu perusahaan tidak dapat memenuhi
kewajiban lancarnya saat jatuh tempo. Ketidakmampuan membayar
hutang secara teknis ini menunjukkan bahwa perusahaan tersebut
sedang mengalami kekurangan likuiditas yang bersifat sementara,
dimana jika diberikan beberapa waktu, maka kemungkinan
perusahaan tersebut bisa membayar hutang dan bunganya. Di sisi lain,
apabila technical insolvency merupakan gejala awal kegagalan
ekonomi (economic failure), ini mungkin bisa menjadi sebuah tanda
perhentian pertama menuju bankruptcy.
51
d. Insolvency in Bankruptcy
Insolvency in bankruptcy dapat terjadi di suatu perusahaan
apabila nilai buku hutang perusahaan tersebut melebihi nilai pasar
asset saat ini. Kondisi tersebut bisa dianggap lebih serius jika
dibandingkan dengan technical insolvency, karena pada umumnya hal
tersebut merupakan tanda kegagalan ekonomi (economic failure),
bahkan mengarah pada likuidasi bisnis. Perusahaan yang sedang
mengalami keadaan tersebut tidak perlu terlibat dalam tuntutan
kebangkrutan secara hukum.
e. Legal Banckruptcy
Suatu perusahaan dapat dikatakan mengalami kebangkrutan
secara hukum apabila perusahaan tersebut mengajukan tuntutannya
secara resmi sesuai dengan undang-undang yang berlaku.
3. Cara Menentukan Perusahaan yang Terkena Financial Distress
Terdapat berbagai cara dalam menentukan suatu perusahaan
yang mengalami financial distress (Hanifah, 2013) seperti:
a. Tidak melakukan pembayaran dividen dan adanya penghentian
tenaga kerja (Lau, 1987; Hill et al., 1996).
b. Interest Coverage Ratio (ICR) (Asquith, Gertner dan
Scharfstein, 1994).
c. Arus kas yang lebih kecil dari hutang jangka panjang saat ini
(Whitaker, 1999).
52
d. Laba bersih operasi (net operating income) yang negatif (Hofer,
1980; Whitaker, 1999).
e. Adanya perubahan pada harga ekuitas (John, Lang dan Netter,
1992).
f. Perusahaan dihentikan operasinya atas wewenang dari
pemerintah dan perusahaan tersebut dipersyaratkan untuk
melakukan perencanaan restrukturisasi (Tirapat dan
Nittayagasetwat, 1999).
g. Perusahaan mengalami pelanggaran teknis dalam hutang dan
diprediksi.
4. Manfaat Informasi Financial Distress
Menurut Gobenvy (2013), manfaat informasi financial distress
yang terjadi pada perusahaan adalah:
a. Dapat mempercepat tindakan manajemen perusahaan guna
mencegah masalah sebelum terjadinya kebangkrutan pada
perusahaan.
b. Pihak manajemen segera dapat mengambil tindakan merger atau
take over supaya perusahaan dapat lebih mampu untuk
membayar hutang serta mengelola perusahaan dengan lebih
baik.
c. Memberikan tanda peringatan dini/awal akan terjadinya
kebangkrutan di masa yang akan datang.
53
5. Penyebab Financial Distress
Menurut Rahmy (2015), faktor penyebab financial distress dari
dalam perusahaan adalah lebih bersifat mikro. Adapun faktor-faktor
dari dalam perusahaan tersebut yaitu :
a. Kesulitan arus kas
Terjadi ketika penerimaan pendapatan perusahaan dari
hasil kegiatan operasi tidak cukup untuk menutupi beban-beban
usaha yang timbul dari aktivitas operasi perusahaan. Selain itu,
kesulitan arus kas juga bisa disebabkan karena adanya kesalahan
manajemen suatu perusahaan ketika mengelola aliran kas
perusahaan dalam melakukan pembayaran aktivitas perusahaan
dimana dapat memperburuk kondisi keuangan perusahaan
tersebut.
b. Besarnya jumlah hutang
Kebijakan pengambilan hutang perusahaan untuk
menutupi biaya yang timbul akibat operasi perusahaan akan
menimbulkan kewajiban bagi perusahaan untuk mengembalikan
hutang tersebut di masa yang akan datang. Ketika tagihan telah
jatuh tempo, sedangkan perusahaan tidak mempunyai cukup
dana untuk melunasi tagihan-tagihan tersebut, maka
kemungkinan yang akan dilakukan kreditur adalah melakukan
54
penyitaan harta perusahaan tersebut untuk menutupi kekurangan
pembayaran tagihan tersebut.
c. Mengalami kerugian dalam kegiatan operasional
perusahaan selama beberapa tahun
Dalam hal ini merupakan kerugian operasional perusahaan
yang bisa menimbulkan arus kas negatif dalam perusahaan. Hal
ini bisa terjadi karena beban operasional lebih besar dari
pendapatan yang diterima perusahaan.
Meskipun suatu perusahaan bisa mengatasi tiga masalah di
atas, belum tentu perusahaan tersebut bisa terhindar dari
financial distress, itu karena masih terdapat faktor eksternal
perusahaan yang bisa menyebabkan financial distress. Menurut
Rahmy (2015), faktor eksternal perusahaan adalah lebih bersifat
makro, dimana cakupannya lebih luas. Faktor eksternal tersebut
bisa berupa kebijakan pemerintah yang bisa menambah beban
usaha yang ditanggung perusahaan, misalnya tarif pajak yang
meningkat bisa menambah beban perusahaan. Selain itu, masih
ada kebijakan suku bunga pinjaman yang meningkat, dimana
bisa menyebabkan peningkatan beban bunga yang ditanggung
oleh perusahaan.
55
6. Alternatif Perbaikan Financial Distress
Ada dua alternatif perbaikan yang dapat dilakukan oleh
perusahaan yang mengalami financial distress (Hanafi dan Halim,
2009) yaitu:
a. Pemecahan secara informal.
1) Dilakukan jika masalahnya belum begitu parah
2) Masalah perusahaan masih bersifat sementara dan prospek
masa depan perusahaanya masih bagus. Pemecahan secara
informalnya dilakukan dengan cara:
(a) Perpanjangan (extension), dalam hal ini dilakukan dengan
cara memperpanjang jatuh tempo hutang-hutang.
(b) Komposisi (composition), hal ini dilakukan dengan cara
mengurangi besarnya tagihan, misalnya klaim hutang
diturunkan menjadi 70%. apabila hutang tersebut besarnya
1000, maka nilai hutang yang baru adalah 0,7×1000= 700.
b. Pemecahan secara formal.
Dapat dilakukan apabila masalahnya sudah parah.
Pemecahan secara formal ini dilakukan dengan cara:
1) Apabila nilai perusahaan lebih besar dari nilai perusahaan
yang likuidasi, maka dilakukan dengan cara reorganisasi /
56
merubah struktur modal menjadi struktur modal yang
layak.
2) Apabila nilai perusahaan lebih kecil dari nilai perusahaan
yang dilikuidasi, maka dilakukan dengan cara menjual
aset-aset perusahaan.
E. Penelitian Sebelumnya
Beberapa penelitian terdahulu tentang financial distress telah
dilakukan antara lain oleh :
1. Hanifah (2013) dalam penelitiannya menguji tentang seberapa besar
pengaruh corporate governance dan financial indicators terhadap
financial distress. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini
adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI periode 2009-
2011. Metode analisis data yang digunakan adalah uji regresi logistik
(logistic regression). Adapun variabel independen yang
digunakannya adalah ukuran dewan direksi, ukuran dewan
komisaris, komisaris independen, kepemilikan manajerial,
kepemilikan institusional, ukuran komite audit, likuiditas, leverage,
profitabilitas, dan operating capacity. Variabel independen yang
digunakan ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar
pengaruhnya terhadap financial distress. Kriteria perusahaan yang
dikategorikan ke dalam financial distress didasarkan pada interest
coverage ratio (EBIT/interest expense). Hasil pada penelitiannya
menunjukkan bahwa ukuran dewan direksi, kepemilikan manajerial,
57
kepemilikan institusional, leverage, dan operating capacity memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap kondisi financial distress.
Sedangkan ukuran dewan komisaris, komisaris independen, ukuran
komite audit, likuiditas, dan profitabilitas tidak berpengaruh
signifikan terhadap kondisi financial distress.
2. Al-Khatib dan Al-Horani (2011) telah melakukan penelitian di
Jordan dengan judul “Predicting Financial Distress of Public
Companies Listed in Amman Stock Exchange”. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui peran rasio keuangan dalam
memprediksi kondisi financial distress perusahaan publik di Jordan.
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
analisis regresi logistik dan analisis diskriminan. Adapun variabel
independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Current
Ratio, Current liabilities to total fixed assets, Current liabilities to
equity, Working capital to equity, Logarithm of total assets, Pre- tax
profit to total assets Net profit margin, Book value per share, ROA,
ROE, Dividend per share, Retained earnings to total assets, Equity
to total assets, Equity to total liabilities, Debt ratio, Debt to equity,
Long-term debt ratio to equity Fixed assets to equity, Asset turnover,
Sales to equity Sales to working capital Receivables Turnover,
Logarithm of asset turnover. Sedangkan, variabel dependen yang
digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan yang mengalami
kondisi financial distress. Hasil dalam penelitian ini menunjukkan
58
bahwa selama periode 2007-2011, baik hasil analisis regresi logistik
maupun analisis diskriminan dapat memprediksi kondisi financial
distress, dan bahwa ROE dan ROA merupakan dua rasio keuangan
terpenting, yang membantu dalam memprediksi kondisi financial
distress di perusahaan publik yang terdaftar di Amman Stock
Exchange.
3. Alifiah, et al (2012) telah melakukan penelitian di Malaysia dengan
judul “Prediction of Financial Distress Companies in The Consumer
Product Sector in Malaysia”. Penelitian ini bertujuan untuk
memprediksi terjadinya financial distress dengan menggunakan
indikator financial ratios. Sampel yang digunakan dalam penelitian
ini adalah perusahaan sektor produk konsumen yang terdaftar di
Bursa Malaysia periode tahun 2001-2010, dan kemudian sampel ini
dibagi menjadi sampel estimasi dan sampel validasi. Metode analisis
data yang digunakannya adalah uji regresi logistik (logistic
regression). Adapun variabel independen yang digunakan dalam
penelitian ini adalah leverage ratios, asset management or activity
ratios, liquidity ratios, dan profitability ratios. Hasil pada penelitian
ini menunjukkan bahwa debt ratio, total asset turnover ratio, dan
working capital ratio signifikan dalam memprediksi terjadinya
financial distress. Selain itu dalam penelitian ini juga dikemukakan
besarnya validitas internal dan eksternal yang mempunyai persentase
ketepatan masing-masing adalah lebih dari 50%.
59
4. Alifiah, et al (2013) kemudian telah melakukan penelitian lagi di
Malaysia dengan judul “Prediction of Financial Distress Companies
in The Trading and Service Sector in Malaysia Using
Macroeconomic Variables”. Studi ini mencoba untuk memprediksi
kondisi financial distress suatu perusahaan di sektor perdagangan
dan jasa di Malaysia menggunakan perusahaan yang terindikasi
mengalami financial distress sebagai variabel dependen dan
menggunakan variabel ekonomi makro serta rasio keuangan sebagai
variabel independen. Adapun metode analisis data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah menggunakan regresi logistik. Studi ini
menunjukkan bahwa variabel independen yang dapat digunakan
untuk memprediksi financial distress suatu perusahaan di sektor
perdagangan dan jasa di Malaysia adalah rasio hutang, rasio
perputaran total aset, rasio modal kerja, rasio laba bersih terhadap
total aktiva dan tingkat suku bunga dasar.
5. Atika, et al (2012) telah melakukan penelitian dengan judul
“Pengaruh Beberapa Rasio Keuangan Terhadap Prediksi Kondisi
Financial Distress”. Penelitian yang dilakukannya ini bertujuan
untuk menguji pengaruh dari beberapa rasio keuangan terhadap
kondisi financial distress. Sampel yang digunakan dalam penelitian
ini adalah perusahaan tekstil dan garmen yang terdaftar di BEI
periode tahun 2009-2011 dengan menggunakan teknik purposive
sampling, dan yang terpilih adalah sebanyak 14 perusahaan. Metode
60
analisis data yang digunakannya adalah regresi logistik (logistic
regression). Adapun variabel independen yang diuji dalam penelitian
ini adalah current ratio, profit margin, debt ratio current liabilities
to total assets, sales growth, dan inventory turnover. Hasil penelitian
dalam penelitiannya menunjukkan bahwa current ratio, debt ratio,
dan current liabilities to total assets dapat digunakan untuk
memprediksi kondisi financial distress suatu perusahaan, sedangkan
profit margin, sales growth, dan inventory turnover tidak dapat
digunakan untuk memprediksi kondisi financial distress suatu
perusahaan.
6. Ahmad (2011) juga telah melakukan penelitian yang memprediksi
financial distress dengan judul “Analysis of Financial Distress in
Indonesia Stock Exchange”. Penelitian ini bertujuan untuk
memverifikasi pengaruh faktor fundamental yang terdiri atas
financial ratios dan management capability terhadap kondisi
financial distress. Penelitian ini juga berusaha untuk
mengembangkan upper echelon theory yang dikaitkan dengan
management capability. Metode analisis data yang digunakannya
dalam penelitian ini adalah regresi logistik. Adapun sampel yang
digunakannya adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI
periode tahun 2005-2010. Variabel independen yang digunakan
dalam penelitiannya meliputi CATO, CR, DAR, DER, ROA, ROE,
TATO, WCTA, educational background of manager, dan experience
61
of manager. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa CAR, CR,
ROA, ROE, TATO, EDU, EXP, dan WCTA berpengaruh negatif
dengan financial distress. Sedangkan DAR dan DER berpengaruh
positif terhadap prediksi terjadinya financial distress di suatu
perusahaan.
7. Penelitian mengenai prediksi kondisi financial distress juga telah
dilakukan oleh Nella (2011) dengan judul “Analisis Rasio Keuangan
dalam Memprediksi Financial Distress Perusahaan Wholesale and
Retail Trade yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia”. Sampel yang
digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan wholesale and
retail trade yang terdaftar di BEI periode 2008-2010. Setelah
menyeleksinya dengan metode purposive sampling terdapat
sebanyak 25 perusahaan yang terpilih sebagai sampel dalam
penelitian ini. Metode analisis data yang digunakannya adalah
regresi logistik (regression logistic). Adapun variabel independen
yang digunakan dalam penelitian ini adalah current ratio, debt to
equity ratio, operating profit margin, return on equity, total asset
turnover. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa current ratio,
operating profit margin, dan total asset turnover tidak signifikan
terhadap kondisi financial distress. Sedangkan, debt to equity ratio
dan return on equity berpengaruh signifikan terhadap kondisi
financial distress di suatu perusahaan.
62
8. Meilinda Triwahyuningtias (2012) telah melakukan penelitian yang
berjudul “Analisis Pengaruh Struktur Kepemilikan, Ukuran Dewan,
Komisaris Independen, Likuiditas, dan Leverage Terhadap
Terjadinya Kondisi Financial Distress (Studi pada Perusahaan
Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2008-
2010)”. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh sektor
manufaktur di Bursa Efek Indonesia, yang dipublikasikan dalam
laporan keuangan tahun 2008-2010. Penelitian ini menggunakan 34
perusahaan di sektor manufaktur di Bursa Efek Indonesia, yang
diterbitkan dalam laporan keuangan tahun 2008-2010 sebagai sampel
untuk memperoleh 102 observasi data. Penelitian ini menggunakan
regresi logistik sebagai instrumen analisis. Metode analisis terdiri
dari metode statistik deskriptif, fit model yang menggunakan uji G,
uji Hosmer & Lemeshow dan Cox & Snellis R Square dan
Nagelkerke R Square dan untuk menguji koefisien variabel
penelitian ini menggunakan uji wald. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa struktur kepemilikan, ukuran direktur,
likuiditas dan leverage memiliki dampak signifikan terhadap
probabilitas perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan. Bukti
dampak struktur kepemilikan dan ukuran direktur pada probabilitas
perusahaan mengalami financial distress juga dikonfirmasi dengan
uji menggunakan lag 1 tahun. Penelitian ini gagal membuktikan
63
pengaruh ukuran Komisaris dan dewan komisaris independen
dengan probabilitas yang mengalami kesulitan keuangan.
9. Evanny Indri Hapsari (2012) telah melakukan penelitian yang
berjudul “Pengaruh Likuiditas, Profitabilitas dan Leverage Terhadap
Kondisi Financial Distress Pada Perusahaan Manufaktur yang
Terdaftar di BEI Periode 2007-2010”. Metode analisis yang
digunakan dalam penelitian ini adalah regresi logistik. Hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa koefisien regresi variabel current
ratio sebesar -0,006 serta memiliki nilai sig sebesar 0,793; koefisien
regresi variabel return on assets sebesar -6,803 mempunyai nilai sig
sebesar 0,024; koefisien regresi variabel profit margin on sales
sebesar -0,488 dengan nilai signifikansi sebesar 0,459 serta koefisien
regresi variabel current liabilities total assets sebesar -1,546 dan
mempunyai nilai sig sebesar 0,029, sehingga rasio likuiditas dan
rasio profitabilitas tidak berpengaruh signifikan terhadap kondisi
financial distress suatu perusahaan walaupun bertanda negatif
sedangkan rasio profitabilitas (return on assets) dan rasio leverage
(current liabilities total asset) menunjukkan berpengaruh negative
dan signifikan terhadap kondisi financial distress suatu perusahaan.
10. Wahju Widardjo dan Doddy Setyawan (2009) telah melakukan
penelitian yang berjudul “Pengaruh Rasio Keuangan Terhadap
Kondisi Financial Distress Perusahaan Otomotif yang Terdaftar di
BEI Tahun 2004-2006”. Penelitian ini menguji adanya pengaruh
64
likuiditas, profitabilitas, financial leverage, dan pertumbuhan
penjualan terhadap kondisi financial distress. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa likuiditas yang diukur dengan menggunakan
current ratio dan cash ratio tidak berpengaruh signifikan terhadap
kondisi financial distress. Likuiditas yang diukur dengan
menggunakan quick ratio berpengaruh negatif terhadap kondisi
financial distress. Sedangkan pertumbuhan penjualan tidak
berpengaruh terhadap kondisi financial distress.
Secara ringkas penelitian – penelitian yang telah dilakukan oleh
beberapa peneliti sebelumnya tentang dividen dapat dilihat dalam Tabel
berikut:
TABEL 2.1 PENELITIAN TERDAHULU
No Peneliti Judul Variabel yang
diteliti
Hasil Penelitian
1 Hanifah (2013) Pengaruh
Struktur
Corporate
Governance
dan Financial
Indicators
Terhadap
Kondisi
Financial
Distress
Variabel
Independen :
corporate
governance dan
financial
indicators
Variabel
Dependen :
financial
distress
Menunjukkan
bahwa ukuran
dewan direksi,
kepemilikan
manajerial,
kepemilikan
institusional,
leverage, dan
operating capacity
memiliki pengaruh
yang signifikan
terhadap kondisi
financial distress.
Sedangkan ukuran
dewan komisaris,
komisaris
independen,
ukuran komite
65
No Peneliti Judul Variabel yang
diteliti
Hasil Penelitian
audit, likuiditas,
dan profitabilitas
tidak berpengaruh
signifikan terhadap
financial
Distress
2 Al-Khatib dan Al-
Horani (2011)
Predicting
Financial
Distress of
Public
Companies
Listed in
Amman Stock
Exchange
Variabel
Independen:
Current Ratio,
Current
liabilities to
total fixed
assets,
Current
liabilities to
equity,
Working
capital to
equity,
Logarithm of
total assets,
Pre- tax profit
to total assets
Net profit
margin, Book
value per
share, ROA,
ROE,
Dividend per
share,
Retained
earnings to
total assets,
Equity to total
assets, Equity
to total
liabilities,
Debt ratio,
Debt to
equity, Long-
term debt
ratio to equity
Fixed assets
Metode yang
digunakan adalah
regresi logistik dan
analisis
diskriminan untuk
menentukan mana
yang lebih tepat
untuk digunakan
serta rasio
keuangan yang
signifikan secara
statistik dalam
memprediksi
terjadinya financial
distress perusahaan
di Yordania.
Selama periode
2007-2011, hasil
menunjukkan
bahwa kedua
regresi logistik dan
analisis
diskriminan dapat
memprediksi
kondisi financial
distress, dan
Return on Equity
(ROE) dan Return
on Assets (ROA)
adalah yang paling
penting dua rasio
keuangan, yang
membantu dalam
memprediksi
financial distress
perusahaan publik
yang terdaftar di
66
No Peneliti Judul Variabel yang
diteliti
Hasil Penelitian
to equity,
Asset
turnover,
Sales to equity
Sales to
working
capital
Receivables
Turnover,
Logarithm of
asset
turnover.
Variabel
Dependen :
financial
distress
Bursa Efek
Amman.
3 Alifiah, et al
(2012)
Prediction of
Financial
Distress
Companies in
The
Consumer
Product
Sector in
Malaysia
Variabel
Independen :
leverage
ratios, asset
management
or activity
ratios,
liquidity
ratios, dan
profitability
ratios
Variabel
Dependen :
financial
distress
Menunjukkan
bahwa debt ratio,
total asset turnover
ratio, dan working
capital ratio
signifikan dalam
memprediksi
financial distress.
Selain itu juga
dikemukakan
besarnya validitas
internal dan
eksternal yang
mempunyai
persentase
ketepatan
masing-masing
adalah lebih dari
50%.
4 Alifiah, et al
(2013)
Prediction of
Financial
Distress
Companies in
The Trading
and Service
Sector in
Malaysia
Using
Variabel
Independen:
variabel
ekonomi
makro, rasio
keuangan
Variabel
dependen:
Menunjukkan
bahwa variabel
independen yang
dapat digunakan
untuk memprediksi
financial distress
suatu perusahaan
di sektor
perdagangan dan
67
No Peneliti Judul Variabel yang
diteliti
Hasil Penelitian
Macroecono
mic Variables
Financial
distress
jasa di Malaysia
adalah rasio
hutang, rasio
perputaran total
aset, rasio modal
kerja, rasio laba
bersih terhadap
total aktiva dan
tingkat suku bunga
dasar.
5 Atika, et al
(2012)
Pengaruh
Beberapa
Rasio
Keuangan
Terhadap
Prediksi
Kondisi
Financial
Distress
(Studi pada
Perusahaan
Tekstil dan
Garmen yang
Terdaftar di
Bursa Efek
Indonesia
Periode
2008-
2011)
Variabel
Independen
: current
ratio, profit
margin, debt
ratio, current
liabilities to
total assets,
sales growth,
dan inventory
turnover
Variabel
Dependen :
financial
distress
Hasil menunjukkan
bahwa current
ratio, debt ratio,
dan current
liabilities to total
assets dapat
digunakan
untuk memprediksi
kondisi financial
distress di suatu
perusahaan,
sedangkan profit
margin, sales
growth, dan
inventory turnover
tidak dapat
digunakan untuk
memprediksi
kondisi
financial distress
di suatu
perusahaan.
6 Ahmad (2011) Analysis of
Financial
Distress in
Indonesia
Stock
Exchange
Variabel
Independen
: financial
ratios :
CATO, CR,
DER, DAR,
ROA, ROE,
TATO, dan
WCTA.
Dan
management
capability :
Hasil temuan
mengungkapkan
bahwa CAR, CR,
ROA, ROE,
TATO, EDU,
EXP, dan
WCTA
berpengaruh
negatif dengan
financial distress.
Sedangkan DAR
dan DER
68
No Peneliti Judul Variabel yang
diteliti
Hasil Penelitian
educational
background
of accounting
or financial
dan
pengalaman
kerja manajer
Variabel
Dependen :
financial
distress
mempunyai
pengaruh positif
terhadap prediksi
terjadinya financial
distress di suatu
perusahaan.
7 Nella
(2011)
Analisis
Rasio
Keuangan
Dalam
Memprediksi
Financial
Distress
Perusahaan
Wholesale
and Retail
Trade yang
Terdaftar di
Bursa Efek
Indonesia
Variabel
Independen
: financial
ratios :
current ratio,
debt to equity
ratio,
operating
profit margin,
return on
equity, total
asset
turnover
Variabel
Dependen :
financial
distress
Hasil penelitian
menyebutkan
bahwa current
ratio, operating
profit margin, dan
total asset turnover
tidak signifikan
terhadap financial
distress.
Sebaliknya, debt to
equity ratio dan
return on equity
signifikan
mempengaruhi
financial distress
di suatu
perusahaan.
8 Meilinda
Triwahyuningtias
(2012)
Analisis
Pengaruh
Struktur
Kepemilikan,
Ukuran
Dewan,
Komisaris
Independen,
Likuiditas,
dan Leverage
Terhadap
Terjadinya
Kondisi
Financial
Distress
Variabel
Independen
: Struktur
Kepemilikan,
Ukuran
Dewan,
Komisaris
Independen,
Likuiditas,
dan Leverage
Variebel
Dependen :
financial
distress
Menunjukkan
bahwa struktur
kepemilikan,
ukuran direktur,
likuiditas dan
leverage memiliki
dampak signifikan
terhadap
probabilitas
perusahaan yang
mengalami
kesulitan
keuangan. Bukti
dampak struktur
kepemilikan dan
69
No Peneliti Judul Variabel yang
diteliti
Hasil Penelitian
(Studi pada
Perusahaan
Manufaktur
yang
Terdaftar di
Bursa Efek
Indonesia
Tahun 2008-
2010)
ukuran direktur
pada probabilitas
perusahaan
mengalami
financial distress
juga dikonfirmasi
dengan uji
menggunakan lag 1
tahun. Penelitian
ini gagal
membuktikan
pengaruh ukuran
Komisaris dan
dewan komisaris
independen dengan
probabilitas yang
mengalami
kesulitan
keuangan.
9 Evanny Indri
Hapsari (2012)
Pengaruh
Likuiditas,
Profitabilitas
dan Leverage
Terhadap
Kondisi
Financial
Distress Pada
Perusahaan
Manufaktur
yang
Terdaftar Di
BEI Periode
2007-2010.
Variabel
Independen
: likuiditas,
profitabilitas
dan laverage
Variebel
Dependen :
financial
distress
Menunjukkan
bahwa rasio
likuiditas dan rasio
profitabilitas tidak
berpengaruh
signifikan terhadap
kondisi financial
distress walaupun
bertanda negatif
sedangkan rasio
profitabilitas
(return on total
assets) dan rasio
leverage (current
liabilities total
asset)
menunjukkan
berpengaruh
negatif dan
signifikan terhadap
kondisi financial
distress.
10 Wahju Widardjo
dan Doddy
Setyawan (2009)
Pengaruh
Rasio
Keuangan
Independen
: likuiditas,
Hasil penelitian
menunjukkan
bahwa likuiditas
70
No Peneliti Judul Variabel yang
diteliti
Hasil Penelitian
Terhadap
Kondisi
Financial
Distress
Perusahaan
Otomotif
yang
Terdaftar di
BEI Tahun
2004-2006
laverage,
profitabilitas
dan
pertumbuhan
penjualan
Variebel
Dependen :
financial
distress
yang diukur
dengan
menggunakan
current ratio dan
cash ratio tidak
berpengaruh
terhadap financial
distress. Likuiditas
yang diukur
dengan
menggunakan
quick ratio
berpengaruh
negatif terhadap
financial distress.
Sedangkan
pertumbuhan
penjualan tidak
berpengaruh
terhadap financial
distress.
F. Keterkaitan Antar Variabel
1. Rasio Likuiditas terhadap Financial Distress
Rasio likuiditas ini menunjukkan mengenai kemampuan suatu
perusahaan dalam memenuhi kewajiban keuangannya yang harus
segera dipenuhi, atau kemampuan perusahaan dalam memenuhi
kewajiban keuangannya pada saat ditagih. Jika suatu perusahaan
mempunyai total kewajiban yang sudah jatuh tempo terlalu banyak,
maka perlu dilakukan penelusuran apakah ada kesalahan dalam
pengelolaan dana perusahaan tersebut, karena jika keadaan tersebut
tidak cepat ditangani maka akan mendekatkan perusahaan tersebut
71
pada kondisi financial distress.
Dalam memprediksi terjadinya financial distress suatu
perusahaan sendiri dapat dilakukan dengan menggunakan financial
ratios. Adapun rasio likuiditas adalah salah satu dari financial ratios.
Dalam penelitian ini, rasio likuiditas diproxykan dengan Current Ratio
(CR), yaitu aset lancar (current asset) dibagi dengan kewajiban lancar
(current liabilities) (Deanta, 2009:23).
Menurut Atika, et al (2012) dalam penelitiannya menyebutkan
bahwa rasio likuiditas yang menggunakan Current Ratio (CR) dalam
pengukurannya berpengaruh signifikan dan negatif terhadap
kemungkinan terjadinya financial distress di suatu perusahaan. Ini
berarti bahwa semakin besar ketersediaan dana untuk melunasi
kewajiban lancarnya, maka akan semakin kecil peluang perusahaan
tersebut akan mengalami financial distress. Akan tetapi hasil berbeda
telah ditemukan dalam penelitian lain yang dilakukan oleh Alifiah, et al
(2012), yang menyebutkan bahwa rasio likuiditas yang diukur dengan
menggunakan Current Ratio (CR) dan Quick Ratio (QR) tidak
berpengaruh signifikan terhadap prediksi terjadinya financial distress
di suatu perusahaan. Penelitian tersebut juga didukung oleh penelitian
yang telah dilakukan oleh Hanifah (2013), dimana hasil dari
penelitiannya tersebut menunjukkan bahwa rasio likuiditas tidak
berpengaruh signifikan terhadap kemungkinan terjadinya financial
distress di suatu perusahaan. Berdasarkan argumen di atas tersebut,
72
hipotesis yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut :
H1 = Rasio Likuiditas berpengaruh negatif terhadap prediksi terjadinya
Financial Distress di suatu perusahaan.
2. Rasio Leverage terhadap Financial Distress
Analisis rasio leverage ini diperlukan untuk mengukur
kemampuan suatu perusahaan dalam melunasi kewajiban-
kewajibannya (baik itu jangka pendek maupun jangka panjang). Rasio
leverage ini menekankan pada seberapa besar proporsi hutang yang
digunakan dalam pendanaan aset suatu perusahaan. Jika perusahaan
tersebut terlalu banyak menggunakan dana pihak ketiga sebagai
pendanaannya, maka akan timbul kewajiban yang lebih besar di masa
mendatang, dan hal itu akan mengakibatkan perusahaan akan rentan
terhadap kesulitan keuangan atau financial distress.
Salah satu financial ratios yang digunakan dalam memprediksi
terjadinya financial distress adalah rasio leverage. Adapun dalam
penelitian ini rasio leverage diukur dengan menggunakan Debt to Asset
Ratio (DAR). Debt to Asset Ratio (DAR) merupakan rasio yang
digunakan untuk mengukur bagian aktiva yang digunakan dalam
menjamin keseluruhan kewajiban atau hutang yang dimiliki
perusahaan.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Ahmad (2011),
menunjukkan bahwa Debt to Asset Ratio (DAR) signifikan
73
berpengaruh positif terhadap kemungkinan terjadinya financial distress
di suatu perusahaan. Hal tersebut berarti bahwa semakin besar
pendanaan perusahaan yang berasal dari hutang, maka akan semakin
besar pula kemungkinan perusahaan tersebut akan mengalami financial
distress, hal ini dikarenakan semakin besar kewajiban perusahaan
dalam melunasi hutang tersebut. Hasil yang sama juga ditunjukkan
oleh Atika, et al (2012) yang menyatakan bahwa rasio leverage yang
diproxykan menggunakan debt to asset ratio juga signifikan
berpengaruh positif terhadap kemungkinan terjadinya financial distress
di suatu perusahaan. Di lain pihak, hasil yang berbeda dikemukakan
oleh Alifiah, et al (2012), dimana dalam penelitiannya menyatakan
bahwa rasio leverage yang diukur dengan menggunakan debt to asset
ratio justru memiliki hubungan yang negatif terhadap kemungkinan
perusahaan akan mengalami financial distress. Dalam penelitiannya
juga dijelaskan bahwa hal tersebut bisa terjadi karena perusahaan di
Malaysia terlalu bergantung pada penggunaan hutang sebagai sumber
pendanaannya, sehingga jika semakin tinggi hutang di suatu
perusahaan, maka malah semakin kecil peluang perusahaan tersebut
akan mengalami financial distress. Berdasarkan argumen di atas
tersebut, hipotesis yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut:
H2 = Rasio Leverage berpengaruh positif terhadap prediksi terjadinya
Financial Distress di suatu perusahaan.
74
3. Rasio Profitabilitas terhadap Financial Distress
Profitabilitas yang positif mengindikasikan bahwa perusahaan telah
berhasil dalam memasarkan produknya, sehingga akan meningkatkan
penjualan dan akhirnya juga akan meningkatkan laba yang diperoleh
perusahaan tersebut. Dengan laba yang tinggi tersebut maka dapat menarik
minat investor untuk berinvestasi di perusahaan tersebut, sehingga
kemungkinan perusahaan akan mengalami financial distress adalah
semakin kecil.
Financial ratios dapat digunakan dalam memprediksi terjadinya
financial distress suatu perusahaan. Salah satu financial ratios adalah rasio
profitabilitas. Adapun dalam penelitian ini menggunakan Return On Asset
(ROA) dalam mengukur rasio profitabilitas. Ardiyanto (2011) menyatakan
bahwa apabila Return On Asset (ROA) tersebut meningkat, maka tingkat
penjualan perusahaan juga akan meningkat dan akhirnya akan
meningkatkan pula tingkat profitabilitas yang nantinya bisa dinikmati oleh
pemegang saham.
Dalam penelitian yang telah dilakukan oleh Ahmad (2011) dan
Hapsari (2012) menunjukkan bahwa Return On Asset (ROA) signifikan
berpengaruh negatif dalam memprediksi terjadinya financial distress suatu
perusahaan, yang berarti bahwa semakin tinggi laba yang diperoleh
perusahaan, maka semakin kecil perusahaan tersebut akan mengalami
kondisi financial distress. Hasil yang sama juga dikemukakan oleh Nella
75
(2011) yang menunjukkan bahwa rasio profitabilitas yang diukur dengan
menggunakan Return On Equity (ROE) signifikan berpengaruh negatif
terhadap kemungkinan terjadinya financial distress di suatu perusahaan.
Di sisi lain, hasil berbeda diperoleh dari penelitian yang telah dilakukan
oleh Alifiah, et al (2012), yang menunjukkan bahwa rasio profitabilitas
yang diukur dengan menggunakan net income to asset ratio tidak
berpengaruh signifikan terhadap kemungkinan terjadinya financial distress
di suatu perusahaan. Berdasarkan argumen di atas tersebut, hipotesis yang
dapat dirumuskan adalah sebagai berikut :
H3 = Rasio Profitabilitas berpengaruh negatif terhadap prediksi terjadinya
Financial Distress di suatu perusahaan.
4. Rasio Aktivitas terhadap Financial Distress
Rasio aktivitas merupakan rasio yang mengukur kemampuan
perusahaan dalam mengelola aset-asetnya untuk keperluan operasi
perusahaan. Dengan terpakainya aset perusahaan untuk kegiatan
operasi tersebut, maka akan meningkatkan jumlah produksi
perusahaan, sehingga akhirnya dapat meningkatkan penjualan dan laba
yang dimiliki oleh perusahaan. Jika aset perusahaan tidak bisa
dimaksimalkan dalam penggunaannya, maka pendapatan perusahaan
juga tidak bisa maksimal, dan akibatnya kemungkinan perusahaan akan
mengalami kesulitan keuangan atau financial distress adalah semakin
besar.
76
Financial distress dapat diprediksi dengan menggunakan
financial ratios. Salah satu dari financial ratios adalah rasio aktivitas.
Adapun dalam penelitian ini rasio aktivitas diukur dengan
menggunakan Total Asset Turnover Ratio (TATO). Total Asset
Turnover Ratio (TATO) digunakan untuk mengukur kemampuan dana
yang tertanam dalam keseluruhan aktiva yang berputar pada suatu
periode atau kemampuan modal yang diinvestasikan untuk
menghasilkan pendapatan suatu perusahaan.
Penelitian Alifiah, et al (2012) menunjukkan bahwa rasio
akitivitas yang diproxykan oleh Total Asset Turnover Ratio (TATO)
signifikan berhubungan negatif dalam mempengaruhi kemungkinan
terjadinya financial distress di suatu perusahaan. Hal tersebut diperkuat
oleh penelitian yang telah dilakukan oleh Hanifah (2013) yang
menyebutkan bahwa rasio operating capacity yang diukur dengan
menggunakan Total Asset Turnover Ratio (TATO) juga signifikan
berpengaruh negatif terhadap kemungkinan terjadinya financial
distress di suatu perusahaan. Di sisi lain, penelitian Nella (2011) yang
menunjukkan bahwa Total Asset Turnover Ratio (TATO) tidak
berpengaruh signifikan terhadap kemungkinan terjadinya financial
distress di suatu perusahaan. Berdasarkan argumen di atas tersebut,
hipotesis yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut :
H4 = Rasio Aktivitas berpengaruh negatif terhadap prediksi terjadinya
Financial Distress di suatu perusahaan.
77
5. Rasio Sales Growth terhadap Financial Distress
Pertumbuhan penjualan (sales growth) mencerminkan
kemampuan suatu perusahaan dalam meningkatkan penjualannya dari
waktu ke waktu. Semakin tinggi tingkat pertumbuhan penjualan suatu
perusahaan maka perusahaan tersebut telah berhasil dalam
menjalankan strateginya dalam hal pemasaran dan penjualan produk.
Hal tersebut berarti semakin besar pula laba yang akan diperoleh
perusahaan dari penjualan tersebut. Variabel pertumbuhan penjualan
mengacu pada penelitian yang dilakukan Widarjo dan Setiawan (2009).
Eliu (2014) menunjukkan bahwa sales growth signifikan
berpengaruh negatif dalam memprediksi terjadinya financial distress di
suatu perusahaan. Pengaruh negatif tersebut berarti bahwa semakin
rendah tingkat sales growth suatu perusahaan maka kemungkinan
perusahaan mengalami financial distress akan semakin tinggi dan
semakin tinggi sales growth maka akan semakin kecil potensi
perusahaan tersebut mengalami financial distress. Berdasarkan
argumen di atas tersebut, hipotesis yang dapat dirumuskan adalah
sebagai berikut :
H5 = Rasio Sales Growth berpengaruh negatif terhadap prediksi
terjadinya Financial Distress di suatu perusahaan.
78
G. Kerangka Pemikiran
Berdasarkan teori dan penelitian – penelitian sebelumnya maka ada
beberapa variabel yang dipilih sebagai variabel – variabel independen
yang akan mempengaruhi variabel dependen Financial Distress antara lain
Likuiditas, Leverage, Profitabilitas, Aktivitas, dan Sales Growth.
Penelitian ini mengambil data dari Perusahaan Manufaktur yang
terdaftar di BEI periode 2013-2016. Dalam menentukan sampel pada
penelitian ini, peneliti menggunakan purposive sampling, yaitu sampel
yang dipilih secara cermat dengan karakteristik populasi yang dicari oleh
peneliti sehingga relevan dengan rancangan penelitian yang diharapkan.
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang
dapat diperoleh dari Indonesian Stock Exchange (IDX). Dalam penelitian
ini analisis yang digunakan adalah discriminat analysis dan logistic
regression. Atas dasar tersebut maka untuk mendukung penelitian ini,
dikembangkan suatu kerangka pemikiran teoritis yang dapat dilihat dalam
gambar berikut ini:
79
Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran Teoritis
Perusahaan Manufaktur di
BEI Periode 2013-2016
Variabel dependen:
Financial Distress (Y)
Metode Analisis Data:
Analisis dan Pembahasan
Kesimpulan
Variabel Independen:
- Likuiditas (X1)
- Leverage (X2)
- Profitabilitas (X3)
- Aktivitas (X4)
- Sales Growth (X5)
Bursa Efek Indonesia
(BEI)
Analisis Deskriptif
Uji Asumsi Klasik:
- Uji Normalitas
- Uji Multikolinearitas
Multiple Discriminant
Analysis (MDA)
Analisis Regresi
Logistik
80
H. Hipotesis
Hipotesis menurut Sugiyono (2009:93) merupakan jawaban
sementara terhadap rumusan masalah penelitian, oleh karena itu rumusan
masalah penelitian biasanya disusun dalam kalimat pertanyaan. Dikatakan
sementara karena jawaban yang diberikan baru berdasarkan pada teori
yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh
melalui pengumpulan data. Jadi hipotesis juga dapat dinyatakan sebagai
jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian, belum jawaban
yang empirik.
Perumusan Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran diatas yang didukung oleh berbagai
teori dari berbagai penelitian, maka hipotesis yang dibangun dalam
penelitian ini adalah:
H1: Terdapat perbedaan pada rasio keuangan likuiditas, leverage,
profitabilitas, aktivitas, dan sales growth dalam memprediksi
terjadinya financial distress di suatu perusahaan.
H2: Terdapat perbedaan tingkat akurasi pada penerapan analisis
diskriminan dan analisis logistik dalam memprediksi terjadinya
financial distress di suatu perusahaan.
81
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Menurut Hamid (2007) dalam ruang lingkup penelitian diperlukan
adanya penekanan pada batasan lokasi, waktu, atau sektor dan variabel-
variabel yang dibahas agar peneliti tidak keluar dari wilayah yang diteliti
dan akan sangat berguna bagi para peneliti pemula.
Ruang lingkup penelitian ini mencakup pengaruh Likuiditas,
Leverage, Profitabilitas, Aktivitas, dan Sales Growth terhadap Financial
Distress berdasarkan data-data perusahaan Perusahaan Manufaktur yang
dikeluarkan oleh bursa efek Indonesia (BEI). Data yang dibutuhkan untuk
keperluan analisis sejak tahun 2013-2016 pada bursa efek Indonesia (BEI).
B. Metode Penentuan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah Perusahaan Manufaktur yang
terdaftar di BEI Periode 2013-2016. Jumlah populasi dalam penelitian ini
adalah 100 perusahaan manufaktur.
Pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling
dengan tujuan untuk mendapatkan sampel yang representatif dengan
kriteria sebagai berikut:
1. Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di BEI periode 2013-2016.
2. Perusahaan yang terus menerus melaporkan laporan keuangannya
dari tahun 2013 - 2016.
82
3. Perusahaan yang mengalami laba bersih operasi negatif selama
beberapa tahun berturut-turut pada tahun 2013-2016.
4. Perusahaan yang mengalami laba bersih operasi positif selama
beberapa tahun berturut-turut pada tahun 2013-2016.
5. Perusahaan yang menyampaikan data secara lengkap periode
pengamatan tahun 2013 - 2016 berkaitan dengan variabel likuiditas,
leverage, profitabilitas, aktivitas, dan sales growth.
6. Perusahaan yang diteliti tidak melakukan merger, akuisisi, dan
perubahan usaha lainnya.
Tabel 3.1
Kriteria Pengambilan Sampel Perusahaan
No Kriteria Sampel Jumlah
1 Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di BEI
periode 2013-2016. 100
2
Perusahaan yang tidak terus menerus
melaporkan laporan keuangannya dari tahun
2013 - 2016 (termasuk perusahaan tersebut juga
melakukan merger, akuisisi, dan perubahan
usaha lainnya)
(32)
3
Perusahaan yang tidak mengalami laba bersih
operasi negatif selama beberapa tahun berturut-
turut pada tahun 2013-2016
(27)
4
Perusahaan yang tidak mengalami laba bersih
operasi positif selama beberapa tahun berturut-
turut pada tahun 2013-2016.
(19)
Total Sampel 22
Total Perusahaan Non Financial Distress 12
Total Perusahaan Financial Distress 10
Sampel dari Tahun 2013-2016 4 tahun
Total Keseluruhan Sampel (22 x 4 tahun) 88
83
Berdasarkan kriteria pemilihan sampel diatas, perusahaan yang
memenuhi kriteria untuk dijadikan sampel dalam penelitian ini berjumlah
22 perusahaan. Kemudian 22 perusahaan ini dibagi menjadi dua kategori
perusahaan dengan menggunakan dummy yaitu untuk kategori 0 (non
financial distress) berjumlah 12 perusahaan dan kategori 1 (financial
distress) berjumlah 10 perusahaan.
Tabel 3.2
Sampel Perusahaan Non Financial Distress (Kategori 0)
Sumber: Data Indonesian Stock Exchange (IDX)
No Kode
Perusahaan Nama Perusahaan
1 KLBF PT Kalbe Farma Tbk
2 KAEF PT Kimia Farma (PERSERO) Tbk
3 INAI PT Indal Aluminium Industry Tbk
4 SMSM PT Selamat Sempurna Tbk
5 RICY PT Ricky Putra Globalindo Tbk
6 MYOR PT Mayora Indah Tbk
7 INDF PT Indofood Sukses Makmur Tbk
8 AALI PT Astra Agro Lestari Tbk
9 GGRM PT Gudang Garam Tbk
10 BATA PT Sepatu Bata Tbk
11 INTP PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk
12 SKLT PT Sekar Laut Tbk
84
Tabel 3.3
Sampel Perusahaan Financial Distress ( Kategori 1)
Sumber: Data Indonesian Stock Exchange (IDX)
C. Jenis dan Sumber Data
Data yang dipergunakan adalah data sekunder dan jenis data yang
digunakan adalah pooling data. Data sekunder ini diperoleh dari
Indonesian Stock Exchange (IDX) periode tahun 2013-2016.
D. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah metode
dokumentasi yaitu dengan cara mencatat atau mendokumentasikan data
yang tercantum pada annual report Indonesian Stock Exchange (IDX).
Selain itu juga dengan mempelajari, membaca serta menganalisa literatur-
No Kode Perusahaan Nama Perusahaan
1 ALMI PT Alumindo Light Metal Industry Tbk
2 GDST PT Gunawan Dianjaya Steel Tbk
3 ARGO PT Argo Pantes Tbk
4 YPAS PT Yanaprima Hastapersada Tbk
5 JKSW PT Jakarta Kyoei Steel Works Tbk
6 MASA PT Multistrada Arah Sarana Tbk
7 IKAI PT Intikeramik Alamasri Industri Tbk
8 NIKL PT Pelat Timah Nusantara Tbk
9 JPRS PT Jaya Pari Steel Tbk
10 MAIN PT Malindo Feedmill Tbk
85
literatur yang bersumber dari buku, jurnal, dan skripsi sehingga dapat
memperoleh dasar-dasar teori dan informasi yang mendukung dalam
penelitian ini.
E. Metode Analisis Data
1. Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif kuantitatif merupakan analisis data yang
dilakukan untuk mengetahui dan menjelaskan variabel yang diteliti
yakni berupa angka-angka sebagai dasar dalam pengambilan
keputusan, dimana dalam penelitian ini angka-angka tersebut adalah
rasio-rasio keuangan dan kondisi perusahaan manufaktur yang
dikategorikan dalam dua kelompok, yaitu kategori 0 (non financial
distress) dan kategori 1 (financial distress) pada periode 2013-2016.
2. Metode Analisis Data
Metode analisis data digunakan untuk menganalisis data hasil
penelitian agar dapat diinterpretasikan sehingga laporan yang
dihasilkan dapat dipahami (Kosasih, 2010:48). Penelitian ini
menggunakan analisis Multiple Discriminant Analysis (MDA) dan
regresi logistik atas rasio-rasio keuangan. Adapun analisis yang
digunakan yaitu:
a. Uji Asumsi Klasik Normalitas
Uji asumsi klasik normalitas seringkali disalah artikan
bahwa semua variabel harus berdistribusi normal. Uji asumsi
klasik normalitas yang dimaksud adalah nilai residual dari
86
regresi yang harus berdistribusi normal. Jadi yang diminta
adalah hasil residual dari persamaan regresi yang berdistribusi
normal. Cara mengujinya dapat dengan nilai residual dari
persamaan regresi dan uji apakah nilai residual ini berdistribusi
normal atau tidak dengan uji One-Sample Kolmogorov-Smirnov
Test (Sumbodo, 2010).
b. Analisis Diskriminan
Analisis diskriminan ini berguna pada situasi dimana total
sampel dapat dibagi menjadi kelompok-kelompok berdasarkan
karakteristik variabel yang diketahui dari beberapa kasus.
Tujuan utama dari analisis diskriminan ini adalah untuk
mengetahui perbedaan antar kelompok. Analisis diskriminan ini
digunakan untuk memodelkan suatu hubungan antara variabel
dependen yang berdata kategori dengan beberapa variabel
independen. Analisis ini berusaha untuk mengelompokkan
setiap objek ke dalam dua atau lebih kelompok berdasarkan
pada sejumlah kriteria variabel-variabel independen. Asumsi
dalam analisis diskriminan adalah tidak adanya multikolinieritas
antara variabel-variabel independen dan setiap variabel-variabel
independen tersebut harus mengikuti fungsi distribusi normal
serta homogenitas varians antar kelompok data (Kurniawan &
Yamin 2009 : 221-222).
Analisis diskriminan (discriminant analysis) mempunyai
87
asumsi bahwa data berasal dari mutivariate normal distribution
dan matrik kovarian kedua kelompok perusahaan adalah sama.
Asumsi pada multivariate normal distribution ini penting untuk
menguji signifikansi dari variabel discriminator dan fungsi
diskriminan. Jika data tersebut tidak normal secara multivariate,
maka secara teori uji signifikannya menjadi tidak valid. Hasil
klasifikasi menurut teori ini juga dipengaruhi oleh multivariate
normal distribution. Apabila diketahui bahwa asumsi
multivariate distribution tersebut tidak dipenuhi maka sebaiknya
menggunakan analisis regresi logistik. Pada analisis regresi
logistik tidak memerlukan asumsi normal distribution untuk
variabel bebasnya (Ghozali, 2013:301).
Analisis MDA adalah pendekatan statistik yang
mengkategorikan suatu observasi ke dalam salah satu dari
beberapa apriori pengelompokan. Sebuah tonggak penting
dalam analisis MDA adalah Z- Score. Fungsi diskriminan yang
digunakan dalam analisis diskriminan, adalah variabel laten
yang dibentuk sebagai pengaturan linear yang membedakan
variabel-variabel independen. Fungsi diskriminan merupakan
sebuah bentuk untuk mengubah nilai variabel individu untuk
skor diskriminan tunggal atau nilai Z, yang kemudian digunakan
untuk mengklasifikasikan obyek.
Z = β1Va + β2Vb +….+ βnVn
88
Variabel terbaik yang membentuk fungsi diskriminan
dapat dipilih dengan menggunakan beberapa metode yaitu
forward selection, backward selection, atau stepwise selection.
1) Forward Selection
Pada forward selection, variabel yang dimasukkan
pertama kali kedalam fungsi diskriminan adalah variabel
yang paling mampu membedakan antar kelompok dengan
kriteria statistik tertentu. Langkah selanjutnya, variabel
yang dimasukkan adalah variabel yang dapat menambah
nilai maksimum jumlah kekuatan pembeda antar
kelompok dan seterusnya.
2) Backward Selection
Backward Selection dimulai dengan semua variabel yang
membentuk fungsi diskriminan, selanjutnya setiap langkah
satu variabel dikeluarkan dari fungsi diskriminan, yaitu
variabel yang memberikan jumlah penurunan terkecil di
dalam discriminating power. Prosedur ini akan terus
diulang sampai tidak ada lagi variabel yang dikeluarkan
dari fungsi diskriminan tersebut.
3) Stepwise Selection
Stepwise Selection merupakan kombinasi antara forward
dan backward. Mula-mula tidak ada satupun variabel yang
dimasukkan dalam fungsi diskriminan, kemudian satu
89
variabel ditambahkan atau dikeluarkan dari fungsi
diskriminan dan seterusnya (Ghozali, 2013:302).
3. Metode Analisis Regresi Logistik
Metode analisis yang digunakan untuk menguji hipotesis dalam
penelitian ini adalah regresi logistik (logistic regression), dimana
memiliki satu variabel dependen yang non matrix (nominal) serta
memiliki variabel independen lebih dari satu. Regresi logistik (logistic
regression) adalah regresi yang digunakan untuk menguji apakah
probabilitas terjadinya variabel dependen (terikat) dapat diprediksi
oleh variabel bebasnya (variabel independen). Dalam penggunaannya,
regresi logistik tidak memerlukan distribusi yang normal pada variabel
independen. Di samping itu, teknik analisis ini tidak memerlukan uji
normalitas, uji heteroskedastisitas, dan uji asumsi klasik pada variabel
bebasnya (variabel independen) (Ghozali, 2013:333).
Regresi logistik akan membentuk variabel prediktor atau respon
(log (p/(1-p)) yang merupakan kombinasi linier dari variabel
independen. Nilai variabel prediktor ini kemudian ditransformasikan
menjadi probabilitas dengan fungsi logistik. Asumsi-asumsi dalam
regresi logistik:
1) Tidak mengasumsikan hubungan linier antar variabel
independen dengan variabel dependen.
2) Variabel dependen harus bersifat dikotomi (2 variabel).
90
3) Variabel independen tidak harus memiliki keragaman yang sama
dengan antar kelompok variabel.
4) Kategori dalam variabel independen harus terpisah satu sama
lain (bersifat eksklusif).
5) Sampel yang diperlukan adalah dalam jumlah yang relatif besar,
minimum yang dibutuhkan hingga 50 sampel data untuk sebuah
variabel prediktor (variabel independen).
Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini
menggunakan variabel binary (dummy), yaitu apakah perusahaan
tersebut mengalami kondisi non financial distress diberi kode “0” atau
financial distress diberi kode “1”. Variabel independen yang
digunakan dalam model ini adalah rasio keuangan (financial ratios).
Adapun financial ratios yang digunakan dalam penelitian ini adalah
rasio leverage, rasio likuiditas, rasio aktivitas, rasio profitabilitas dan
sales growth. Berdasarkan rumusan masalah dan kerangka teoritis
yang telah disajikan sebelumnya, maka persamaan regresi logistik
yang digunakan adalah sebagai berikut :
Keterangan :
Ln (P/(1-p)) = Log dari perbandingan peluang antara financial
distress dan non financial distress (t)
Ln (P/(1-P)) = b0 + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + e
91
b0 = Konstanta
X1 = Rasio Leverage (Debt to Asset Ratio) (t-1)
X2 = Rasio Likuiditas (Current Ratio) (t-1)
X3 = Rasio Aktivitas (Total Asset Turnover Ratio) (t-1)
X4 = Rasio Profitabilitas (Return on Asset) (t-1)
X5 = Rasio Sales Growth (t-1)
b1 = Koefisien regresi rasio leverage
b2 = Koefisien regresi rasio likuiditas
b3 = Koefisien regresi rasio aktivitas
b4 = Koefisien regresi rasio profitabilitas
b5 = Koefisien regresi rasio sales growth
e = Error
Analisis data dalam penelitian ini yaitu dengan melakukan
penilaian kelayakan model dan pengujian signifikansi koefisen secara
sendiri-sendiri.
Langkah-langkah Analisis:
a. Menilai Model Fit
Langkah pertama yaitu menilai model fit terhadap data.
Beberapa test statistics diberikan untuk menilai model fit ini.
92
Hipotesis untuk menilai model fit ini adalah sebagai berikut:
H0 : Model yang dihipotesiskan fit dengan data
Ha : Model yang dihipotesiskan tidak fit dengan data
Model fit ini dapat juga diuji dengan Hosmer and
Lemeshow`s Goodness of fit yang menguji hipotesis nol bahwa
data empiris tersebut cocok atau sesuai dengan model. Jika nilai
Hosmer and Lemeshow`s signifikan atau lebih kecil dari alpha
0,05 maka hipotesis nol ditolak dan model dikatakan tidak fit.
Sebaliknya jika tidak signifikan atau lebih besar dari alpha 0,05
maka hipotesis nol diterima yang berarti data empiris sama
dengan model atau model dapat dikatakan fit (Ghozali,
2013:340-341).
b. Cox dan Snell`s R Square
Cox dan Snell`s R Square merupakan ukuran yang
mencoba meniru ukuran R2 pada multiple regression yang
didasarkan pada teknik estimasi likelihood dengan nilai
maksimum kurang dari 1 (satu) maka akan sulit untuk
diinterpretasikan. Negelkerke`s R Square merupakan modifikasi
dari koefisien cox dan snell`s r square untuk memastikan bahwa
nilainya bervariasi dari 0 (nol) sampai 1 (satu) (Ghozali,
2013:341).
c. Nilai Odds Ratio
Probabilitas kadang-kadang dinyatakan dalam istilah odds.
93
Model log dari odds merupakan fungsi linear dari variabel
independen dan ekuivalen dengan persamaan multiple
regression dengan log dari odss sebagai variabel terikat.
Hubungan antara probabilitas (P) dan variabel independen (X)
adalah non linear sedangkan hubungan antara log dari odss dan
variabel independen adalah linear (X). Dengan demikian
interpretasi terhadap koefisien variabel independen (X) harus
dilihat pengaruhnya terhadap log dari odds dan bukan terhadap
probabilitas (Ghozali, 2013:336).
d. Uji Omnibus Test of Model Coefficients
Tabel Omnibus Test of Model Coefficients menunjukan
signifikansi model regresi biner logistik yang diperoleh dari
hasil penelitian. Apabila nilai sig. < α 0,05 maka dapat
diasumsikan setidaknya ada satu variabel bebas yang
berpengaruh terhadap model (Pramesti, 2013:64).
e. Uji Variabel in the Equation
Pada tabel Variabel in the Equation perhatikan tabel
signifikan yang menunjukan apakah variabel independen
memiliki pengaruh terhadap variabel dependen, hal ini dapat
dilakukan pengamatan dengan menilai jika nilai sig. < α 0,05
maka dapat dikatakan variabel independen berpengaruh
signifikan terhadap variabel dependen (Pramesti, 2013:64).
Model hipotesis yang dapat dikembangkan adalah sebagai
94
berikut:
Ho : Xi = 0
H1 : Xi ≠ 0
Kriteria penerimaan hipotesis:
1. Jika nilai signifikannya < α 0,05, maka Ho ditolak dan H1
diterima. Ini berarti bahwa ada pengaruh secara parsial
antar variabel independen terhadap variabel dependen.
2. Jika nilai signifikannya > α 0,05, maka Ho diterima dan
H1 ditolak. Ini berarti bahwa tidak ada pengaruh secara
parsial variabel independen dengan variabel dependen.
F. Operasional Variabel Penelitian
Variabel Penelitian
Variabel penelitian merupakan suatu atribut atau sifat / nilai dari
suatu objek atau suatu kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang
ditetapkan oleh penelitian untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulan (Sugiyono, 2009). Variabel penelitian ini terdiri dari dua
macam variabel, yaitu variabel dependen atau variabel yang tergantung
pada variabel lainnya, serta variabel independen atau variabel yang tidak
tergantung pada variabel yang lainnya.
Variabel Dependen
Dalam penelitian ini variabel dependen (dependent variable) yang
95
digunakan adalah status-status perusahaan-perusahaan manufaktur yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia yang diprediksi mengalami financial
distress. Data kategorial mengenai prediksi financial distress suatu
perusahaan diberikan data dummy dengan skor “0” untuk perusahaan yang
non financial distress dan skor “1” untuk perusahaan yang financial
distress. Perusahaan yang mengalami financial distress dengan indikasi :
Selama dua tahun berturut-turut mengalami laba bersih operasi (net
operating income) negatif.
Variabel Independen
Variabel independen (variabel bebas) merupakan variabel yang
mempengaruhi variabel dependen (variabel terikat). Variabel independen
dalam penelitian ini adalah financial ratios yang ukurannya diwakili oleh
rasio likuiditas, rasio leverage, rasio profitabilitas, rasio aktivitas, dan
sales growth. Mengenai variabel-variabel tersebut, adapun penjelasannya
adalah sebagai berikut :
1. Rasio Likuiditas
Rasio likuiditas ini menyatakan tingkat kemampuan suatu
perusahaan dalam memenuhi kewajiban keuangannya pada saat
ditagih. Tingginya rasio likuiditas ini berarti menunjukkan
kemampuan suatu perusahaan dalam membayar kewajiban
keuangannya pada saat jatuh tempo. Oleh karena itu, diharapkan
adanya hubungan yang negatif antara rasio likuiditas dengan
financial distress. Adapun proxy pengukuran yang digunakan untuk
96
mengukur rasio likuiditas dalam penelitian ini adalah Current Ratio
(CR) (Deanta, 2009:23).
2. Rasio Leverage
Rasio leverage merupakan rasio yang digunakan untuk
mengukur kemampuan suatu perusahaan dalam memenuhi
kewajiban-kewajibannya baik itu jangka pendek maupun jangka
panjang jika suatu saat perusahaan tersebut akan dilikuidasi. Rasio
ini menunjukkan seberapa banyak aset perusahaan yang didanai oleh
hutang. Dengan tingginya hutang yang dimiliki perusahaan tersebut,
maka perusahaan tersebut akan dipaksa untuk menghasilkan
pendapatan yang lebih agar bisa membayar hutang dan bunganya.
Oleh karena itu, diperkirakan adanya hubungan yang positif antara
rasio leverage dengan financial distress. Adapun dalam penelitian ini
rasio leverage diukur dengan menggunakan Debt to Asset Ratio
(DAR) (Deanta, 2009:25).
3. Rasio Profitabilitas
Rasio profitabilitas merupakan rasio yang digunakan untuk
mengukur kemampuan suatu perusahaan dalam menghasilkan laba
selama periode tertentu. Tingginya profitabilitas suatu perusahaan
𝑫𝒆𝒃𝒕 𝒕𝒐 𝑨𝒔𝒔𝒆𝒕 𝑹𝒂𝒕𝒊𝒐 =𝐓𝐨𝐭𝐚𝐥 𝐇𝐮𝐭𝐚𝐧𝐠
𝐓𝐨𝐭𝐚𝐥 𝐀𝐤𝐭𝐢𝐯𝐚
𝑪𝒖𝒓𝒓𝒆𝒏𝒕 𝑹𝒂𝒕𝒊𝒐 =𝐀𝐤𝐭𝐢𝐯𝐚 𝐋𝐚𝐧𝐜𝐚𝐫
𝐇𝐮𝐭𝐚𝐧𝐠 𝐋𝐚𝐧𝐜𝐚𝐫
97
tersebut akan menunjukkan bahwa perusahaan tersebut mampu
menghasilkan laba yang tinggi, sehingga kenaikan aktiva juga akan
terjadi dan akan menjauhkan perusahaan tersebut dari ancaman
financial distress. Oleh karena itu, diperkirakan adanya hubungan
yang negatif antara rasio profitabilitas dengan financial distress.
Adapun dalam penelitian ini rasio profitabilitas akan diukur dengan
menggunakan Return On Asset (ROA) (Hanifah, 2013:7).
4. Rasio Aktivitas
Rasio aktivitas merupakan rasio yang digunakan untuk
mengukur kemampuan perusahaan dalam mengelola aset-asetnya
sehingga memberikan aliran kas masuk bagi perusahaan. Tingginya
rasio aktivitas ini menunjukkan bahwa perusahaan tersebut mampu
untuk menghasilkan pendapatan atas terpakainya aset-aset mereka
untuk kegiatan operasi. Oleh karena itu, diharapkan adanya
hubungan yang negatif antara rasio aktivitas dengan financial
distress. Adapun dalam penelitian ini, pengukuran yang digunakan
untuk mengukur rasio aktivitas adalah Total Asset Turnover Ratio
(TATO) (Deanta, 2009:27).
𝑻𝒐𝒕𝒂𝒍 𝑨𝒔𝒔𝒆𝒕 𝑻𝒖𝒓𝒏𝒐𝒗𝒆𝒓 =𝐏𝐞𝐧𝐣𝐮𝐚𝐥𝐚𝐧 𝐁𝐞𝐫𝐬𝐢𝐡
𝐓𝐨𝐭𝐚𝐥 𝐀𝐤𝐭𝐢𝐯𝐚
𝑹𝒆𝒕𝒖𝒓𝒏 𝑶𝒏 𝑨𝒔𝒔𝒆𝒕 =𝐋𝐚𝐛𝐚 𝐁𝐞𝐫𝐬𝐢𝐡
𝐓𝐨𝐭𝐚𝐥 𝐀𝐤𝐭𝐢𝐯𝐚
98
5. Sales Growth
Sales growth ini mencerminkan kemampuan suatu perusahaan
untuk meningkatkan penjualan dari waktu ke waktu. Dengan
mengetahui seberapa besar pertumbuhan penjualan tersebut, maka
perusahaan tersebut akan dapat memprediksi seberapa besar
keuntungan (profit) yang akan diperoleh. Adapun rumus untuk
mengukur pertumbuhan penjualan ini (Widarjo dan Setiawan,
2009:114) sebagai berikut:
𝑺𝒂𝒍𝒆𝒔 𝑮𝒓𝒐𝒘𝒕𝒉 =𝐏𝐞𝐧𝐣𝐮𝐚𝐥𝐚𝐧 𝐭 − 𝐏𝐞𝐧𝐣𝐮𝐚𝐥𝐚𝐧 𝐭− 𝟏
𝐏𝐞𝐧𝐣𝐮𝐚𝐥𝐚𝐧 𝐭− 𝟏
99
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Objek Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah Perusahaan Manufaktur yang
terdaftar di BEI Periode 2013-2016. Jumlah populasi dalam penelitian ini
adalah 100 perusahaan manufaktur. Pengambilan sampel dilakukan dengan
metode purposive sampling dengan tujuan untuk mendapatkan sampel
yang representatif.
Berdasarkan kriteria pemilihan sampel dalam penelitian ini,
perusahaan yang memenuhi kriteria untuk dijadikan sampel dalam
penelitian ini berjumlah 22 perusahaan. Kemudian 22 perusahaan ini
dibagi menjadi dua kategori perusahaan dengan menggunakan dummy
yaitu untuk kategori 0 (non financial distress) berjumlah 12 perusahaan
dan kategori 1 (financial distress) berjumlah 10 perusahaan.
Berikut ini adalah profil 22 perusahaan yang dijadikan sampel dalam
penelitian ini:
1. PT Alumindo Light Metal Industry Tbk
PT Alumindo Light Metal Industry Tbk (ALMI) merupakan
produsen aluminium lembaran terbesar di Indonesia dan Asia Tenggara.
Berlokasi di Sidoarjo, Jawa Timur, ALMI didirikan pada tahun 1978 dan
beroperasi secara komersial pada awal tahun 1983, dengan kapasitas
100
produksi yaitu sebesar 12.000 ton dan 4.800 ton per tahun untuk masing-
masing jenis produk aluminium sheet dan aluminium foil.
Pada awalnya produk-produk yang dihasilkan ALMI ini bertujuan
untuk memenuhi pasokan bahan dasar untuk produksi berbagai macam
produk peralatan rumah tangga kelompok usaha Maspion dan produk
kemasan untuk pasar Indonesia. Seiring dengan permintaan yang semakin
meningkat dari waktu ke waktu, ALMI secara bertahap meningkatkan
kapasitas produksinya, yang hingga saat ini telah mencapai 144.000 ton
untuk produk aluminium sheet dan 18.000 ton untuk produk aluminium
foil.
ALMI terus melakukan penambahan serta pembaharuan sarana
produksinya yang mengadopsi teknologi terkini dalam menunjang
kelancaran proses produksi serta menghasilkan produk-produk yang
berkualitas tinggi, sehingga akan semakin memperkokoh posisinya sebagai
pemain utama dalam bisnis aluminium lembaran di kawasan Asia
Tenggara.
2. PT Gunawan Dianjaya Steel Tbk
PT Gunawan Dianjaya Steel Tbk (GDS) ini berlokasi di Tandes,
Surabaya, Indonesia, yang didirikan pada tahun 1989. Perusahaan ini telah
memasang sebuah pabrik rolling mill pelat buatan UNITED dengan 4 –
high reversing Roughing & Finishing buatan Amerika serta memproduksi
pelat baja karbon hot rolled, dengan menggunakan pelat baja impor
101
sebagai bahan mentahnya. PT Gunawan Dianjaya Steel Tbk (GDS) adalah
produsen pelat baja hot rolled terbesar di sektor swasta. Kapasitas
produksi yang dihasilkan GDS adalah 350.000 ton per tahun.
Produksi komersial GDS dimulai pada Oktober 1991 dan sejak itu
produksi GDS terus menerus didistribusikan ke pasar domestik dan juga di
ekspor ke Amerika Serikat, Kanada, Eropa, Australia, Timur Tengah, Asia
dan negara lainnya.
PT Gunawan Dianjaya Steel Tbk (GDS) telah memperoleh beberapa
penghargaan ISO 9001:2000, EN ISO 9001:2000, BS EN ISO 9001:2000
dari Lloyd’s Register Quality Assurance Ltd untuk Standar Sistem
Manajemen Kualitas, serta Sertifikasi “U-Mark” di Jerman dari RWTUV
untuk pabrikasi dan pengetesan yang layak pada pelat baja GDS.
PT Gunawan Dianjaya Steel Tbk (GDS) merupakan satu-satunya
produsen pelat baja di Indonesia yang memiliki jumlah sertifikasi
maksimal dari delapan Biro Registrasi Perkapalan Internasional untuk
kualitas pembangunan kapal mereka.
3. PT Argo Pantes Tbk
PT Argo Pantes Tbk merupakan perusahaan yang bergerak dalam
bidang industri tesktil terpadu dan juga merupakan salah satu perusahaan
tekstil terkemuka yang memproduksi berbagai macam jenis produksi
tekstil yang berkualitas tinggi. Perusahaan ini memproduksi benang yang
102
terbuat dari kapas alam atau campuran kapas dengan poliester, kain grey
hingga kain jadi.
PT Argo Pantes Tbk berkantor pusat di Jakarta, Indonesia. Wisma
Argomanunggal lantai 2. Jalan Jendral Gatot Subroto kavling 22, Jakarta
12930. Alamat Pabrik terletak di jalan MH. Thamrin KM 4, Cikokol
cikokol, Tangerang 15117 Banten, Indonesia dan komplek Industri town
estate, Desa Gandamekar, Cibitung Bekasi, Jawa Barat, Indonesia.
Sejak berdiri pada Tahun 1977 PT Argo Pantes Tbk telah
mengoperasikan unit produksi benang Spinning, Weaving, Dyeing
Finishing, dan Yarn Dyeing. Perusahaan didirikan dalam rangka Undang-
undang investasi domestik dan didaftarkan dengan akta nomor 30 tanggal
12 Juli 1977 Di kantor Notaris Jakarta. Pada tahun 1991 PT Argo Pantes
Tbk kemudian memutuskan untuk menjadi perusahaan publik yang
terdaftar di Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan PT Bursa Efek Surabaya (BSE).
4. PT Yanaprima Hastapersada Tbk
PT Yanaprima Hastapersada Tbk (YPAS) didirikan di Indonesia
pada tanggal 14 Desember 1995 dan memulai kegiatan operasi
komersialnya pada bulan Juli 1997. Kantor pusat perusahaan ini berlokasi
di Gedung Graha Irama Lantai 15G, Jalan H.R. Rasuna Said Blok. X/1
Kav. 1-2, Jakarta Selatan, sedangkan pabriknya berlokasi di Sidoarjo dan
Surabaya, Jawa Timur.
103
Induk usaha terakhir PT Yanaprima Hastapersada Tbk adalah PT
Hastagraha Bumipersada (memiliki 89,47% saham YPAS). Berdasarkan
Anggaran Dasar Perusahaan, ruang lingkup kegiatan YPAS ini terutama
bergerak dalam bidang industri karung plastik dan yang sejenisnya.
Produk-produk yang dihasilkan YPAS ini meliputi: woven polypropylene
bag, jumbo bag, block bottom bag, resin bag, cement bag dan plastic
pallet.
Pada tanggal 22 Februari 2008, PT Yanaprima Hastapersada Tbk
(YPAS) memperoleh pernyataan efektif dari BAPEPAM-LK untuk
melakukan Penawaran Umum Perdana Saham atas 68.000.000 saham
YPAS dengan nilai nominal Rp100,- per saham dan harga penawaran
Rp545,- per saham serta penerbitan 68.000.000 Waran Seri I dengan harga
pelaksanaan Rp680,- untuk setiap waran yang menyertai saham biasa
kepada masyarakat. YPAS juga telah mencatatkan seluruh sahamnya
beserta waran terkait di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tanggal 5 Maret
2008.
5. PT Jakarta Kyoei Steel Works Tbk
PT Jakarta Kyoei Steel Works Tbk (JKSW) merupakan perusahaan
multinasional yang memproduksi berbagai macam bahan-bahan
logam yang berlokasi di Jakarta, Indonesia. JKSW ini didirikan pada
tahun 1985.
104
6. PT Multistrada Arah Sarana Tbk
PT Multistrada Arah Sarana Tbk (MASA) merupakan produsen ban
di Indonesia yang sebelumnya didirikan dengan nama PT Oroban Perkasa
berdasarkan akta Perseroan Terbatas No. 63 tahun 1988. MASA
memproduksi ban kendaraan bermotor roda dua dan roda empat baik
merek sendiri (Achilles dan Corsa) maupun offtake, dengan area
pemasaran di pasar domestik dan ekspor.
Dengan pabrik yang luas dan juga didukung dengan teknologi yang
modern, pada awal berdirinya di tahun 1988 MASA mendapat bantuan
teknis dari Pirelli-Itali dan dilanjutkan oleh Continental GMbh-
Jerman. Kesuksesan bisnis MASA dimulai pada tahun 2004 sejak diambil
alih oleh PVP XVIII Pte Ltd dan PT Indokemika Jayatama. Melalui
kepemimpinan manajemen yang baru tersebut, sejarah MASA mulai
mengalami perubahan. Hal ini ditandai dengan adanya restrukturisasi dan
konversi pinjaman menjadi ekuitas yang kemudian dilanjutkan dengan
penawaran umum saham perdana (Initial Public Offering/ IPO). Mendapat
tambahan dana segar dari IPO dan pinjaman sindikasi, MASA saat itu
langsung meningkatkan kapasitas dan kualitas produksinya. Prestasi
tersebut menjadi tonggak sejarah kesuksesan perjalanan MASA untuk ke
depannya.
105
7. PT Intikeramik Alamasri Industri Tbk
PT Intikeramik Alamasri Industri (IKAI) merupakan perusahaan
yang bergerak di bidang manufaktur homogeneous tile (porcelain tile)
dengan menggunakan merk dagang “Essenza”. IKAI ini didirikan pada
tahun 1996 dan berlokasi di Kawasan Industri Palem Manis Jatiuwung,
Tangerang. Di Indonesia, Essenza sendiri dikenal sebagai pelopor
Homogeneous Tile, dan juga dikenal sebagai merek yang berkualitas dan
terpercaya, dimana Essenza ini secara rutin diapresiasi oleh publik dengan
berbagai penghargaan, seperti Forbes 2015 – 20 Rising Global Stars, 2014
Superbrands, SWA Top 250 Original Indonesia Brands, 2013 iDea
Rumah, Readeers Choice Awards, 2009 Businessweek-Frontier Indonesia
Most Admired Companies, 2007 Primaniyarta Awards. Di pasar ekspor
sendiri, Essenza telah digunakan di lebih dari 40 negara, dimana sebagian
besar telah membantu mengharumkan nama Indonesia, karena memakai
merek Essenza di negara tujuan ekspor, dan telah terlibat pada beberapa
proyek prestisius di level global.
8. PT Pelat Timah Nusantara Tbk
PT Pelat Timah Nusantara Tbk atau yang disingkat PT Latinusa Tbk,
merupakan perusahaan pertama di Indonesia yang memproduksi tinplate
berkualitas tinggi dengan standar internasional. PT Latinusa Tbk didirikan
pada 19 Agustus 1982 berdasarkan Akta Perseroan No.45 yang dibuat di
hadapan Imas Fatimah, SH, dan pemegang saham mayoritas saat ini yaitu
106
Konsorsium Jepang yang terdiri dari Nippon Steel & Sumitomo Metal
Corporation, Mitsui Co. Ltd., Nippon Steel & Sumikin Bussan
Corporation dan Metal One.
9. PT Jaya Pari Steel Tbk
PT Jaya Pari Steel Tbk (JPRS) merupakan perusahaan yang
beroperasi dalam industri pemotongan kumparan gulung panas dan
produsen pelat baja. JPRS didirikan pada tahun 1973 yang berlokasi di
Surabaya, Jawa Timur, Indonesia dan JPRS tercatat di Bursa Efek
Indonesia di tahun 1989 pada papan pengembangan. JPRS telah menerima
berbagai sertifikasi dalam industri baja, seperti sertifikasi produk baja dari
Biro Klasifikasi Indonesia dan Lloyd Register of Shipping. Produk JPRS
ini dipasarkan ke pasar domestik melalui distributor di Jakarta dan
Surabaya. Untuk meningkatkan kinerja perusahaannya, PT Jaya Pari Steel
Tbk bekerja sama dengan PT Gunawan Dianjaya Steel Tbk untuk
pengadaan bahan slab yang kompetitif. PT Jaya Pari Steel Tbk juga
bekerja sama dengan PT Surya Baja untuk menjual produk-produk limbah.
10. PT Malindo Feedmill Tbk
PT Malindo Feedmill Tbk (MAIN) merupakan perusahaan
multinasional yang didirikan pada tahun 1997, yang berlokasi
di Jakarta, Indonesia. MAIN telah terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada
tahun 2006, sebagai bagian dari Leong Hup Holdings Berhad, Malaysia
dan Emivest Berhad, Malaysia (keduanya terdaftar di Bursa Malaysia).
107
PT Malindo Feedmill Tbk bergerak dalam bidang produksi dan
perdagangan pakan ternak, terutama pakan untuk ayam broiler (pedaging)
dan ayam layer (petelur). Selain itu PT Malindo Feedmill Tbk juga
memiliki anak usaha yang memproduksi dan memasarkan parent stock
DOC (Day Old Chicks), DOC komersial dan ayam broiler.
11. PT Kalbe Farma Tbk
PT Kalbe Farma Tbk didirikan pada 10 September 1966, oleh enam
bersaudara, yaitu Khouw Lip Tjoen, Khouw Lip Hiang, Khouw Lip
Swan, Boenjamin Setiawan, Maria Karmila, F. Bing Aryanto. PT Kalbe
Farma Tbk sendiri telah jauh berkembang dari awal mulanya sebagai
usaha farmasi yang pada saat itu masih dikelola di garasi rumah pendirinya
di wilayah Jakarta Utara.
Selama lebih dari 40 tahun sejarah PT Kalbe Farma Tbk,
pengembangan usaha telah gencar dilakukan melalui akuisisi strategis
terhadap perusahaan-perusahaan farmasi lainnya, membangun merek-
merek produk yang unggul, dan menjangkau pasar internasional dalam
rangka transformasi PT Kalbe Farma Tbk menjadi perusahaan produk
kesehatan serta nutrisi yang terintegrasi dengan daya inovasi, strategi
pemasaran, pengembangan merek, distribusi, kekuatan keuangan, keahlian
riset dan pengembangan serta produksi yang sulit ditandingi oleh para
pesaingnya dalam mewujudkan misinya untuk meningkatkan kesehatan
untuk kehidupan yang lebih baik.
108
PT Kalbe Farma Tbk telah berhasil memposisikan merek-mereknya
sebagai pemimpin di dalam masing-masing kategori terapi dan segmen
industri tidak hanya di pasar Indonesia namun juga di berbagai pasar
internasional, dengan produk-produk kesehatan dan obat-obatan yang telah
senantiasa menjadi andalan keluarga seperti Promag, Mixagrip, Woods,
Komix, Prenagen, dan Extra Joss. Kemudian, pembinaan dan
pengembangan aliansi dengan mitra kerja internasional telah mendorong
pengembangan usaha PT Kalbe Farma Tbk di pasar internasional dan
berpartisipasi dalam proyek-proyek riset dan pengembangan yang canggih
serta memberi kontribusi dalam penemuan terbaru di bidang kesehatan dan
farmasi termasuk riset sel punca dan kanker.
Pelaksanaan konsolidasi PT Kalbe Farma Tbk pada tahun 2005 telah
memperkuat kemampuan produksi, pemasaran dan keuangan PT Kalbe
Farma Tbk sehingga dapat meningkatkan kapabilitas dalam rangka
memperluas usaha PT Kalbe Farma Tbk baik di tingkat lokal maupun
internasional. Saat ini, PT Kalbe Farma Tbk merupakan salah satu
perusahaan farmasi terbesar di Asia Tenggara yang sahamnya telah dicatat
di bursa efek dengan nilai kapitalisasi pasar di atas US$1 miliar dan
penjualan melebihi Rp7 triliun. Posisi kas yang sangat baik saat ini juga
memberikan fleksibilitas yang luas dalam pengembangan usaha PT Kalbe
Farma Tbk pada masa mendatang.
Pada tahun 1992, melalui Yayasan Pendidikan Kalbe, PT Kalbe
Farma Tbk mendirikan STIE (Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi) Kalbe, yang
109
akhirnya pada tahun 2009 berubah nama menjadi Institut Teknologi dan
Bisnis Kalbe. Kemudian pada tahun 2011, STIE Supra, STMIK
Supra dan ITBK bergabung menjadi satu dan berubah nama
menjadi Kalbis Institute dan dalam operasionalnya Kalbis Institute bekerja
sama dengan Bina Nusantara.
12. PT Kimia Farma (PERSERO) Tbk
PT Kimia Farma Tbk merupakan perusahaan industri farmasi
pertama di Indonesia yang didirikan oleh Pemerintah Hindia Belanda pada
tahun 1817. Nama perusahaan ini pada awal mulanya adalah NV
Chemicalien Handle Rathkamp & Co. Berdasarkan kebijaksanaan
nasionalisasi atas eks perusahaan Belanda pada masa awal kemerdekaan di
tahun 1958, Pemerintah Republik Indonesia melakukan peleburan
sejumlah perusahaan farmasi menjadi PNF (Perusahaan Negara Farmasi)
Bhinneka Kimia Farma. Kemudian pada tanggal 16 Agustus 1971, bentuk
badan hukum PNF diubah menjadi Perseroan Terbatas, sehingga nama
perusahaan berubah menjadi PT Kimia Farma (Persero).
Pada tanggal 4 Juli 2001, PT Kimia Farma (Persero) Tbk kembali
mengubah statusnya menjadi perusahaan publik, PT Kimia Farma
(Persero) Tbk, dalam penulisan berikutnya disebut Perseroan. Bersamaan
dengan perubahan tersebut, Perseroan telah dicatatkan pada Bursa Efek
Jakarta dan Bursa Efek Surabaya (sekarang kedua bursa telah merger dan
kini bernama Bursa Efek Indonesia). Berbekal pengalaman selama
110
puluhan tahun, Perseroan telah berkembang menjadi perusahaan dengan
pelayanan kesehatan terintegrasi di Indonesia. Perseroan kian
diperhitungkan kiprahnya dalam pengembangan dan pembangunan
bangsa, khususnya pembangunan kesehatan masyarakat Indonesia.
13. PT Indal Aluminium Industry Tbk
PT Indal Aluminium Industry Tbk (INAI) merupakan anak
perusahaan dari Maspion Group yang didirikan pada
tahun 1971 oleh Alim Husein. INAI merupakan perusahaan
multinasional yang memproduksi produk-produk aluminium extruder
untuk produk architectural, electronic and precision part, produk ladder/
tangga, dan produk komoditi lainnya yang berpusat
di Surabaya, Indonesia.
14. PT Selamat Sempurna Tbk
PT Selamat Sempurna Tbk (SMSM) merupakan perusahaan utama
dari ADR Group (Divisi Otomotif), yang memproduksi filter, radiator, oil
coolers, condensers, brake pipe, fuel pipes, fuel tanks, exhaust systems,
and press parts. SMSM telah terdaftar sebagai perusahaan publik sejak
tahun 1996, dan sekarang telah terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Merk
dagang Sakura Filter telah terdaftar lebih dari 90 negara.
Saat ini, SMSM memiliki saham sebesar 70% di PT Panata Jaya
Mandiri, dan juga memiliki saham 15% di PT POSCO IJPC, sebuah
perusahaan patungan (Joint Venture) dengan Posco dan Daewoo
111
International Corporation, Korea. SMSM memiliki saham 33% di PT
Tokyo Radiator Selamat Sempurna, sebuah perusahaan patungan (Joint
Venture) dengan Tokyo Radiator Manufacturing Co.Ltd, Jepang.; memiliki
saham 51% di PT Hydraxle Perkasa dan memiliki saham 99,99% di PT
Prapat Tunggal Cipta dan PT Selamat Sempana Perkasa.
Sejak tahun 2009-2016, SMSM telah mendapatkan Penghargaan
Primaniyarta dari pemerintah Republik Indonesia dengan kategori
pembangun merk global, karena telah berhasil mengembangkan dan
menembus merek di pasar global. Sejak tahun 2006, Perusahaan telah
diakui oleh pemerintah sebagai patuh wajib pajak.
15. PT Ricky Putra Globalindo Tbk
PT Ricky Putra Globalindo Tbk (RICY) didirikan pada tahun 1987
dan berpusat di Jakarta, Indonesia serta pabriknya berlokasi di Citeureup,
Bogor, Jawa Barat. RICY telah tercatat di Bursa Efek Indonesia pada
tahun 1998 pada Papan Pengembangan. RICY merupakan perusahaan
yang beroperasi dalam pembuatan pakaian dalam dan pakaian fashion.
Pakaian dalam pria diperdagangkan dengan menggunakan merek GT Man,
Ricsony dan Ricky dan produk RICY dapat diklasifikasikan menjadi tiga
produk utama yaitu pakaian pria, produk pakaian, dan produk ekspor
tertentu.
112
16. PT Mayora Indah Tbk
PT Mayora Indah Tbk (MYOR) atau Mayora Group (melakukan
bisnis sebagai PT Torabika Eka Semesta) merupakan salah satu kelompok
bisnis produk konsumen di Indonesia, yang didirikan pada tanggal 17
Februari 1977. Perusahaan ini juga telah tercatat di Bursa Efek
Jakarta sejak tanggal 4 Juli 1990. Saat ini mayoritas kepemilikan saham
PT Mayora Indah Tbk dimiliki oleh PT Unita Branindo sebanyak 32,93%.
17. PT Indofood Sukses Makmur Tbk
PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) dan PT Indofood CBP
Sukses Makmur Tbk (ICBP) merupakan produsen berbagai
jenis makanan dan minuman yang berlokasi di Jakarta, Indonesia.
Perusahaan ini didirikan pada tanggal 14 Agustus 1990 oleh Sudono
Salim dengan nama PT Panganjaya Intikusuma yang pada tanggal 5
Februari 1994 menjadi PT Indofood Sukses Makmur Tbk. Perusahaan ini
mengekspor bahan makanannya hingga ke Australia, Asia, dan Eropa.
Dalam beberapa dekade ini, PT Indofood Sukses Makmur Tbk telah
bertransformasi menjadi sebuah perusahaan total food solutions dengan
melakukan kegiatan operasional yang mencakup seluruh tahapan proses
produksi makanan, mulai dari produksi dan pengolahan bahan baku hingga
menjadi produk akhir yang tersedia di rak para pedagang eceran.
113
18. PT Astra Agro Lestari Tbk
PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) didirikan dengan nama PT
Suryaraya Cakrawala pada tanggal 3 Oktober 1988, yang kemudian
berubah menjadi PT Astra Agro Niaga pada tanggal 4 Agustus 1989. Pada
tanggal 30 Juni 1997, perusahaan ini telah melakukan penggabungan
usaha dengan PT Suryaraya Bahtera. Setelah penggabungan usaha ini,
nama perusahaan kemudian diubah menjadi PT Astra Agro Lestari dan
setelahnya dapat meningkatkan modal dasar dari Rp250 miliar menjadi
Rp2 triliun yang terdiri dari 4.000.000.000 lembar saham dengan nilai
nominal Rp500,-. Pemegang saham yang memiliki 5% atau lebih saham
PT Astra Agro Lestari Tbk adalah PT Astra International Tbk / ASII
(induk usaha) (79,68%).
Kantor pusat AALI dan anak usahanya berlokasi di Jalan Pulo
Ayang Raya Blok OR – I, Kawasan Industri Pulogadung, Jakarta 13930 –
Indonesia. Perkebunan kelapa sawit PT Astra Agro Lestari Tbk saat ini
berlokasi di Kalimantan Selatan dan pabrik minyak gorengnya berlokasi di
Sumatra Utara. Sedangkan untuk perkebunan dan pabrik pengolahan
entitas anak berlokasi di pulau Jawa, Sumatra, Kalimantan, dan Sulawesi.
Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan, ruang lingkup kegiatan
AALI merupakan perkebunan, perdagangan umum, perindustrian,
pengangkutan, konsultan dan jasa serta kegiatan utama AALI bergerak
dalam bidang usaha kelapa sawit.
114
Pada tanggal 21 November 1997, PT Astra Agro Lestari Tbk
memperoleh pernyataan efektif dari Bapepam-LK untuk melakukan
Penawaran Umum Perdana Saham AALI (IPO) kepada masyarakat
sebanyak 125.800.000 saham dengan nilai nominal Rp500,- per saham dan
harga perdana sebesar Rp1.550,- per saham dan pada tanggal 09 Desember
1997, saham tersebut telah dicatatkan pada Bursa Efek Indonesia (BEI).
19. PT Gudang Garam Tbk
PT Gudang Garam Tbk didirikan pada tanggal 26 Juni 1958 oleh
Tjoa Jien Hwie atau Surya Wonowidjoyo. Sebelum mendirikan PT
Gudang Garam Tbk, di saat berumur sekitar dua puluh tahun, Tjoa Jien
Hwie mendapatkan tawaran bekerja dari pamannya di pabrik rokok Cap 93
yang merupakan salah satu pabrik rokok yang terkenal di Jawa Timur pada
waktu itu. Berkat kerja kerasnya dia mendapatkan promosi dan akhirnya
menduduki posisi sebagai direktur di perusahaan tersebut.
Pada tahun 1956 Tjoa Jien Hwie mulai meninggalkan Cap 93. Dia
memilih lokasi di jalan Semampir II/l, Kediri, di atas tanah seluas ± 1000
m2 milik Bapak Muradioso yang kemudian dibeli oleh perusahaannya
yang digunakan untuk memproduksi rokok sendiri. Dalam usaha produksi
rokok ini, diawali dengan rokok kretek dari kelobot dengan merek
Inghwie. Setelah dua tahun usahanya berjalan, Ing Hwie mengganti nama
perusahaannya menjadi Pabrik Rokok Tjap Gudang Garam.
115
PT Gudang Garam Tbk tidak mendistribusikan secara langsung
produknya melainkan melalui PT Surya Madistrindo yang lalu oleh PT
Surya Madistrindo didistribusikan kepada para pedagang eceran yang
kemudian baru ke konsumen.
20. PT Sepatu Bata Tbk
T&A Bata Shoe Company (Bata) terdaftar di Zlin, Cekoslowakia
oleh dua bersaudara Tomáš yakni Anna dan Antonín Bata pada tahun
1894. Perusahaan sepatu raksasa keluarga ini mengoperasikan empat unit
bisnis internasional yaitu Bata Eropa, Bata Asia Pasifik-Afrika,
Bata Amerika Latin, dan Bata Amerika Utara. Produk perusahaan ini telah
hadir di lebih dari 50 negara dan memiliki fasilitas produksi di 26 negara
dan sepanjang sejarahnya, perusahaan ini telah menjual sebanyak 14 miliar
pasang sepatu.
Di Indonesia pengoperasian penjualan sepatu Bata dijalankan oleh
PT Sepatu Bata Tbk. Pabrik PT Sepatu Bata Tbk ini pertama kali berdiri
pada tahun 1939, dan saat ini telah berada di dua tempat, yaitu Kalibata
dan Medan. Keduanya telah menghasilkan 7 juta pasang alas kaki dalam
setahun yang terdiri dari 400 model sepatu, seperti sepatu sandal, dan
sandal baik yang dibuat dari kulit, karet, maupun dan plastik. Sebelum
tahun 1978, status PT Sepatu Bata Tbk di Indonesia adalah
Perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA), sehingga dilarang menjual
langsung ke pasar. PT Sepatu Bata Tbk menjual produknya melalui para
116
penyalur khusus (depot) dengan sistem konsinyasi. Status para penyalur
tersebut diubah dan pada tanggal 1 Januari 1978, yaitu saat izin dagang
Bata "dipindahkan" kepada mereka (PT Sepatu Bata Tbk), PT Sepatu Bata
Tbk menjadi Perusahaan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN).
21. PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk
PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP) merupakan salah satu
produsen semen terbesar kedua di Indonesia. Selain memproduksi semen,
INTP juga memproduksi beton siap-pakai, serta mengelola tambang
agregat dan tras.
PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk berdiri pada tanggal 16
Januari 1985, yang merupakan hasil penggabungan dari enam perusahaan
semen yang memiliki delapan pabrik. Pabrik pertama PT Indocement
Tunggal Prakarsa Tbk telah beroperasi sejak tanggal 4 Agustus 1975.
Pada tanggal 31 Desember 2014, PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk
telah memiliki kapasitas produksi sebesar 20,4 juta ton semen per tahun.
Selain itu, PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk juga memiliki kapasitas
produksi beton siap pakai sebesar 4,4 Juta meter kubik per tahun dengan
41 batching plant dan 706 truk mixer, serta memproduksi agregat sebesar
2,7 juta ton.
PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk memiliki 12 buah pabrik,
sembilan diantaranya berada di Citeureup, Kabupaten Bogor, Jawa Barat,
dua berada di Cirebon, Jawa Barat, dan satu di
117
Tarjun, Kotabaru, Kalimantan Selatan. Produk utama PT Indocement
Tunggal Prakarsa Tbk adalah semen tipe Ordinary Portland Cement
(OPC) dan Pozzolan Portland Cement (PPC) yang kemudian digantikan
oleh Portland Composite Cement (PCC) pada tahun 2005. PT Indocement
Tunggal Prakarsa Tbk juga memproduksi semen jenis lain,
seperti Portland Cement Type II dan Type V serta Oil Well Cement. PT
Indocement Tunggal Prakarsa Tbk juga merupakan satu-satunya produsen
semen jenis Semen Putih (White Cement) di Indonesia.
PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk pertama kali mencatatkan
sahamnya di Bursa Efek Indonesia pada tanggal 5 Desember 1989. Pada
tahun 2001, Heidelberg Cement Group yang berbasis di Jerman dan
merupakan produsen utama di dunia dengan pabrik di lebih dari 50 negara
mengambil alih kepemilikan mayoritas saham di PT Indocement Tunggal
Prakarsa Tbk . Semen yang dipasarkan merupakan semen dengan merek
"Tiga Roda".
22. PT Sekar Laut Tbk
PT Sekar Laut Tbk merupakan perusahaan yang bergerak dibidang
industri, pertanian, perdagangan, dan pembangunan khususnya dalam
industri krupuk, saos, dan bumbu masak. PT Sekar Laut Tbk didirikan
pada tahun 1976 dan produksinya mulai dikembangkan dalam skala
industri yang besar. Produk krupuk PT Sekar Laut Tbk dipasarkan di
dalam dan di luar negeri. Selain memasarkan produknya sendiri, PT Sekar
118
Laut Tbk juga bekerja sama dengan perusahaan makanan lainnya, dalam
membantu memproduksi serta menyuplai produk makanan sesuai
kebutuhan masing-masing.
Pada tanggal 8 September 1993, saham PT Sekar Laut Tbk mulai
didaftarkan untuk diperdagangkan di Bursa Efek Jakarta dan Surabaya. PT
Pangan Lestari Tbk merupakan anak perusahaan yang bergerak dibidang
distribusi untuk produk-produk PT Sekar Laut Tbk dan Sekar Group pada
umumnya, serta produk makanan lainnya. Selain itu, PT Pangan Lestari
Tbk juga menangani distribusi produk-produk konsumen dan rumah
tangga dengan jaringan distribusi melalui cabang-cabang di kota-kota
besar di daerah Jawa dan Bali.
B. Metode Analisis Data
Metode analisis data digunakan dalam menganalisis data hasil
penelitian agar dapat diinterpretasikan sehingga laporan yang dihasilkan
dapat dipahami (Kosasih, 2010:48). Penelitian ini menggunakan analisis
Multiple Discriminant Analysis (MDA) dan regresi logistik. Adapun
analisis yang digunakan adalah sebagai berikut:
1. Analisis Deskriptif
Perolehan data-data dari variabel indikator diantaranya adalah
sebagai berikut:
a. Current Ratio (CR)
Current ratio merupakan perbandingan antara aktiva
lancar dengan hutang lancar. Current ratio yang semakin besar
119
menunjukkan bahwa kemampuan perusahaan dalam memenuhi
kewajiban jangka pendeknya akan semakin besar, namun rasio
yang terlalu besar juga kurang baik bagi perusahaan, hal ini
menunjukkan bahwa perusahaan tidak terlalu efisien karena
terlalu banyak aktiva lancar yang menganggur yang mestinya
dapat digunakan untuk menambah nilai bagi perusahaan
(Deanta, 2009:23).
Tabel 4.1
Perhitungan Nilai Current Asset (CR)
NO Nama Perusahaan
Current Asset (CR)
2013 2014 2015 2016
1 PT Alumindo Light Metal Industry Tbk 1,0591 1,0245 0,9014 0,8545
2 PT Gunawan Dianjaya Steel Tbk 2,9888 1,4055 1,2160 1,2404
3 PT Argo Pantes Tbk 0,6762 0,4039 0,2939 0,3135
4 PT Yanaprima Hastapersada Tbk 1,1763 1,3827 1,2247 0,9736
5 PT Jakarta Kyoei Steel Works Tbk 11,4924 2,5177 2,4379 1,9105
6 PT Multistrada Arah Sarana Tbk 1,5549 1,7478 1,2852 1,0536
7 PT Intikeramik Alamasri Industri Tbk 1,0429 0,8364 0,8085 0,2011
8 PT Pelat Timah Nusantara Tbk 1,1864 1,1158 1,0940 1,1702
9 PT Jaya Pari Steel Tbk 247,4441 464,9844 13,3492 10,3962
10 PT Malindo Feedmill Tbk 1,0107 1,0762 1,3335 1,2901
11 PT Kalbe Farma Tbk 2,8393 3,4036 3,6965 4,1311
12 PT Kimia Farma (PERSERO) Tbk 24,2670 2,3870 1,9228 1,7137
13 PT Indal Aluminium Industry Tbk 1,2362 1,0824 1,0147 1,0029
14 PT Selamat Sempurna Tbk 2,1120 2,1120 2,3938 2,8603
15 PT Ricky Putra Globalindo Tbk 1,7659 1,3283 1,1856 1,1487
16 PT Mayora Indah Tbk 2,4434 2,0899 2,3653 2,2502
17 PT Indofood Sukses Makmur Tbk 1,6673 1,8101 1,7053 1,5081
18 PT Astra Agro Lestari Tbk 0,4500 0,5847 0,7990 1,0275
19 PT Gudang Garam Tbk 1,7221 1,6202 1,7704 1,9379
20 PT Sepatu Bata Tbk 1,6926 1,5523 2,4710 2,5701
21 PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk 6,1481 4,9339 4,8866 4,5250
22 PT Sekar Laut Tbk 1,2338 1,1838 1,1925 1,3153
Rata-rata 14,4186 22,7538 2,2431 2,0634
Minimum 0.4500 0.4039 0,2939 0,2011
Maksimum 247.4441 464.9844 13,3492 10,3962
Sumber: Hasil Olah Data
120
Berdasarkan tabel 4.1 di atas, menunjukkan bahwa rata-
rata nilai Current Asset (CR) dari 22 perusahaan manufaktur
pada tahun 2013-2016 mengalami fluktuasi. Pada tahun 2013
rata-rata nilai CR sebesar 14,4186 kemudian mengalami
kenaikan di tahun 2014 sebesar 22,7538, hal ini menunjukkan
bahwa kemampuan beberapa perusahaan dari 22 perusahaan
manufaktur yang diteliti tersebut dalam memenuhi kewajiban
jangka pendeknya semakin besar dan hal ini juga disebabkan
pada tahun 2013-2014 PT Jaya Pari Steel Tbk memiliki nilai
current asset yang sangat tinggi yakni sebesar 247,4441 dan
464,9844, hal ini menjadi sangat berpengaruh pada hasil dari
nilai rata-rata current asset di tahun 2013 dan 2014. Namun
pada tahun 2015-2016 rata-rata nilai CR terus mengalami
penurunan yang cukup signifikan yakni sebesar 13,3492 dan
10,3962, hal ini menunjukkan bahwa kemampuan beberapa
perusahaan dari 22 perusahaan manufaktur yang diteliti
tersebut dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya
semakin menurun, kemampuan dalam memenuhi kewajiban
jangka pendek yang semakin menurun ini akan memungkinkan
beberapa perusahaan dari 22 perusahaan manufaktur tersebut
dapat terindikasi mengalami financial distress. Selain karena
kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya yang
menurun, hal ini juga disebabkan karena PT Jaya Pari Steel
121
yang pada tahun sebelumnya memiliki nilai current asset yang
sangat tinggi kemudian di tahun 2015-2016 nilai current asset
dari perusahaan tersebut mulai menurun drastis, sehingga hasil
rata-rata nilai current asset di tahun 2015-2016 juga ikut
berpengaruh dan menurun.
Pada tahun 2013 -2014 perusahaan yang memiliki nilai
current asset tertinggi adalah perusahaan PT Jaya Pari Steel
Tbk. PT Jaya Pari Steel Tbk memiliki nilai current asset
sebesar 247,4441 dan 464,9844, nilai current asset ini
terbilang terlalu besar untuk ukuran current asset suatu
perusahaan, hal ini menunjukkan bahwa PT Jaya Pari Steel
Tbk tidak terlalu efisien karena terlalu banyak aktiva lancar
yang menganggur yang mestinya dapat digunakan untuk
menambah nilai bagi perusahaan. Sedangkan perusahaan yang
memiliki nilai current asset terendah pada tahun 2013 adalah
PT Astra Agro Lestari Tbk yakni sebesar 0,45. Lalu
perusahaan yang memiliki nilai current asset terendah pada
tahun 2014 adalah PT Argo Pantes Tbk yakni sebesar 0,4039.
Kemudian pada tahun 2015-2016 perusahaan dengan
nilai current asset tertinggi masih dimiliki oleh PT Jaya Pari
Steel Tbk yakni sebesar 13,3492 dan 10,3962, nilai current
asset PT Jaya Pari Steel tersebut jika dibandingkan dengan
tahun sebelumnya adalah jauh menurun. Nilai current asset PT
122
Jaya Steel tbk yang jauh menurun dari tahun sebelumnya ini
menandakan bahwa perusahaan ini mulai bisa memanfaatkan
aktiva lancarnya untuk menambah nilai bagi perusahaan
tersebut. Sedangkan nilai current asset terendah pada tahun
2015 dimiliki oleh PT Argo Pantes Tbk, kemudian pada tahun
2016 nilai current asset terendah diimiliki oleh PT Intikeramik
Alamasri Industri Tbk.
b. Debt to Asset Ratio (DAR)
Debt to Asset Ratio (DAR) merupakan rasio yang
digunakan untuk mengukur total aktiva perusahaan yang
dibiayai oleh hutang. Rasio ini dapat dicari dengan membagi
total hutang dengan total aktiva. Semakin besar rasio ini
mengindikasikan bahwa risiko keuangan kreditor semakin
besar (Deanta, 2009:25).
Tabel 4.2
Perhitungan Nilai Debt to Asset Ratio (DAR)
NO Nama Perusahaan
Debt to Asset Ratio (DAR)
2013 2014 2015 2016
1 PT Alumindo Light Metal Industry Tbk 0,7611 0,8090 0,7418 0,8125
2 PT Gunawan Dianjaya Steel Tbk 0,2577 0,3574 0,3206 0,3383
3 PT Argo Pantes Tbk 0,9511 1,1414 1,2430 1,4906
4 PT Yanaprima Hastapersada Tbk 0,7218 0,4991 0,4613 0,4933
5 PT Jakarta Kyoei Steel Works Tbk 2,5542 2,3779 2,6606 2,6171
6 PT Multistrada Arah Sarana Tbk 0,4034 0,4022 0,4227 0,4441
7 PT Intikeramik Alamasri Industri Tbk 0,5739 0,6541 0,8230 1,2334
8 PT Pelat Timah Nusantara Tbk 0,6667 0,7202 0,6705 0,6657
9 PT Jaya Pari Steel Tbk 0,6667 0,7202 0,6705 0,6657
10 PT Malindo Feedmill Tbk 0,6105 0,6939 0,6091 0,5312
11 PT Kalbe Farma Tbk 0,2488 0,2151 0,2014 0,1814
12 PT Kimia Farma (PERSERO) Tbk 0,3429 0,4287 0,4013 0,5076
123
NO Nama Perusahaan
Debt to Asset Ratio (DAR)
2013 2014 2015 2016
13 PT Indal Aluminium Industry Tbk 0,8351 0,8638 0,8197 0,8073
14 PT Selamat Sempurna Tbk 0,4063 0,3616 0,3513 0,2992
15 PT Ricky Putra Globalindo Tbk 0,6565 0,6670 0,6661 0,6799
16 PT Mayora Indah Tbk 0,5944 0,6041 0,5420 0,5152
17 PT Indofood Sukses Makmur Tbk 0,5086 0,5321 0,5304 0,4653
18 PT Astra Agro Lestari Tbk 0,3142 0,3624 0,4562 0,2738
19 PT Gudang Garam Tbk 0,4206 0,4310 0,4015 0,3715
20 PT Sepatu Bata Tbk 0,4170 0,4508 0,3119 0,3077
21 PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk 0,1364 0,1491 0,1365 0,1331
22 PT Sekar Laut Tbk 0,5376 0,5925 0,5968 0,4788
Rata-rata 0,6175 0,6379 0,6381 0,6506
Minimum 0,1364 0,1491 0,1365 0,1331
Maksimum 2,5542 2,3779 2,6606 2,6171
Sumber: Hasil Olah Data
Berdasarkan tabel 4.2 di atas, menunjukkan bahwa rata-
rata nilai Debt to Asset Ratio (DAR) dari 22 perusahaan
manufaktur pada tahun 2013-2016 terus mengalami kenaikan
walaupun tidak terlalu signifikan. Kenaikan rata-rata nilai
DAR pada tahun 2013-2016 ini menunjukkan bahwa beberapa
perusahaan dari 22 perusahaan manufaktur tersebut dari tahun
ke tahunnya terus menambah beban keuangan (hutang) bagi
perusahaannya, beban keuangan (hutang) ini akan
mengakibatkan timbulnya kewajiban bagi perusahaan untuk
mengembalikan pinjaman beserta dengan bunga pinjaman
yang timbul. Apabila keadaan ini tidak diimbangi dengan
pemasukan perusahaan yang baik, besar kemungkinan bagi
perusahaan tersebut akan dengan mudah mengalami financial
distress.
Pada tahun 2013-2016 perusahaan yang memiliki nilai
124
Debt to Asset Ratio (DAR) tertinggi dimiliki oleh PT Jakarta
Kyoei Steel Works Tbk yakni sebesar 2,5542; 2,3779; 2,6606;
dan 2,6171, hal ini menunjukkan bahwa perusahaan tersebut
lebih banyak menggunakan hutang untuk menjalankan operasi
usahanya. Nilai rata-rata DAR PT Jakarta Kyoei Steel Works
Tbk ini juga lebih tinggi dari nilai rata-rata DAR 22
perusahaan manufaktur dari tahun 2013-2016 yakni dari
0,6175 sampai dengan 0,6506. Apabila hutang ini tidak dapat
diimbangi dengan pemasukkan perusahaan yang baik maka PT
Jakarta Kyoei Steel Works Tbk bisa terindikasi mengalami
financial distress. Sedangkan untuk nilai rata-rata DAR
terendah dari tahun 2013-2016 dimiliki oleh PT Indocement
Tunggal Prakarsa Tbk yakni sebesar 0,1364; 0,1491; 0,1365;
dan 0,1331. Nilai rata-rata DAR PT Indocement Tunggal
Prakarsa Tbk ini masih di bawah nilai rata-rata 22 perusahaan
manufaktur dari tahun 2013-2016, hal ini menunjukkan bahwa
perusahaan tersebut terbilang baik karena perusahaan ini tidak
banyak menggunakan hutang dan lebih banyak menggunakan
modal sendiri dalam menjalankan operasi usahanya, sehingga
beban keuangan perusahaan tersebut tidak terlalu besar dan
tidak begitu memberatkan perusahaan dalam membayar
kewajibannya.
125
c. Return On Asset (ROA)
Rasio profitabilitas merupakan rasio yang digunakan
untuk mengukur kemampuan suatu perusahaan dalam
menghasilkan laba selama periode tertentu. Tingginya
profitabilitas suatu perusahaan tersebut akan menunjukkan
bahwa perusahaan tersebut mampu menghasilkan laba yang
tinggi, sehingga kenaikan aktiva juga akan terjadi dan akan
menjauhkan perusahaan tersebut dari ancaman financial
distress begitupun sebaliknya.
Tabel 4.3
Perhitungan Nilai Return On Asset (ROA)
NO Nama Perusahaan
Return On Asset (ROA)
2013 2014 2015 2016
1 PT Alumindo Light Metal Industry Tbk 0,0275 -0,0027 -0,0226 -0,0777
2 PT Gunawan Dianjaya Steel Tbk 0,0768 -0,0103 -0,0474 0,0220
3 PT Argo Pantes Tbk 0,0024 -0,1953 -0,0846 -0,2182
4 PT Yanaprima Hastapersada Tbk 0,0101 -0,0299 -0,0370 -0,0300
5 PT Jakarta Kyoei Steel Works Tbk -0,0304 -0,0318 -0,0871 -0,0106
6 PT Multistrada Arah Sarana Tbk 0,0028 -0,0005 -0,0453 -0,0106
7 PT Intikeramik Alamasri Industri Tbk -0,0902 -0,0527 -0,2828 -0,5468
8 PT Pelat Timah Nusantara Tbk 0,0022 -0,0562 -0,0529 0,0211
9 PT Jaya Pari Steel Tbk 0,0399 -0,0241 -0,0463 -0,0690
10 PT Malindo Feedmill Tbk 0,1091 -0,0246 -0,0165 0,0737
11 PT Kalbe Farma Tbk 0,1771 0,1685 0,1521 0,1546
12 PT Kimia Farma (PERSERO) Tbk 0,0872 0,0876 0,0584 0,0535
13 PT Indal Aluminium Industry Tbk 0,0066 0,0169 0,0971 0,0242
14 PT Selamat Sempurna Tbk 0,1975 0,2396 0,2078 0,2227
15 PT Ricky Putra Globalindo Tbk 0,0079 0,0089 0,0103 0,0103
16 PT Mayora Indah Tbk 0,1085 0,0379 0,1117 0,1041
17 PT Indofood Sukses Makmur Tbk 0,0661 0,0565 0,0530 0,0607
18 PT Astra Agro Lestari Tbk 0,1294 0,1393 0,0320 0,0900
19 PT Gudang Garam Tbk 0,0863 0,0914 0,1016 0,1060
20 PT Sepatu Bata Tbk 0,0652 0,0900 0,1621 0,0522
21 PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk 0,1961 0,1788 0,1541 0,1260
22 PT Sekar Laut Tbk 0,0379 0,0192 0,0483 0,2977
Rata-rata 0,0598 0,0321 0,0212 0,0207
126
NO Nama Perusahaan
Return On Asset (ROA)
2013 2014 2015 2016
Minimum -0,0902 -0,1953 -0,2828 -0,5468
Maksimum 0,1975 0,2396 0,2078 0,2977
Sumber: Hasil Olah Data
Berdasarkan tabel 4.3 di atas, menunjukkan bahwa rata-
rata nilai Return On Asset (ROA) dari 22 perusahaan
manufaktur pada tahun 2013-2016 terus mengalami
penurunan. Penurunan nilai rata-rata ROA 22 perusahaan
manufaktur dari tahun 2013-2016 ini menunjukkan bahwa
kurang adanya efektivitas dari penggunaan asset beberapa
perusahaan dari 22 perusahaan manufaktur tersebut dalam
menghasilkan laba bagi perusahaannya, sehingga apabila
profitabilitas perusahaan terus menurun dan bahkan berjumlah
negatif maka kemungkinan beberapa perusahaan dari 22
perusahaan manufaktur tersebut akan mengalami financial
distress tentu akan semakin besar.
Pada tahun 2013-2015 perusahaan yang memiliki nilai
rata-rata ROA tertinggi yakni sebesar 0,1975; 0,2396; dan
0,2078 dimiliki oleh PT Selamat Sempurna Tbk, hal ini
menunjukkan bahwa PT Selamat Sempurna Tbk memiliki
tingkat efektivitas pengelolaan perusahaan yang baik karena
mampu mendayagunakan assetnya untuk memperoleh laba,
sehingga mampu menghasilkan laba yang tinggi bagi
perusahaannya. Sedangkan pada tahun 2016 perusahaan yang
127
memiliki nilai rata-rata ROA tertinggi yakni sebesar 0,2977
dimiliki oleh PT Sekar Laut Tbk.
Pada tahun 2013,2015, dan 2016 perusahaan yang
memiliki nilai rata-rata ROA terendah yakni sebesar -0,0902;
-0,2828; dan -0,5468 dimiliki oleh PT Intikeramik Alamasri
Industri Tbk, sedangkan pada tahun 2014 perusahaan yang
memiliki rata-rata nilai ROA yang terendah yakni sebesar -
0,1953 dimiliki oleh PT Argo Pantes Tbk. Hal ini
menunjukkan bahwa PT Intikeramik Alamasri Industri Tbk
dan PT Argo Pantes Tbk memiliki kinerja keuangan yang
buruk, ini dibuktikan dari hasil laba perusahaan yang negatif.
Laba perusahaan yang negatif ini memungkinkan bahwa
perusahaan tersebut dapat terindikasi mengalami financial
distress.
d. Total Asset Turnover (TATO)
Total Asset Turnover (TATO) ini menunjukkan atau
mengukur kemampuan dana yang tertanam dalam keseluruhan
aktiva yang berputar pada suatu periode atau kemampuan
modal yang dihasilkan untuk menghasilkan penjualan. Rasio
ini dicari dengan membagi penjualan netto dengan total aktiva
(Deanta, 2009:27).
128
Tabel 4.4
Perhitungan Nilai Total Asset Turnover (TATO)
NO Nama Perusahaan
Total Asset Turnover (TATO)
2013 2014 2015 2016
1 PT Alumindo Light Metal Industry Tbk 1,0433 1,0370 1,5227 1,1434
2 PT Gunawan Dianjaya Steel Tbk 1,1835 0,8974 -0,0474 0,6022
3 PT Argo Pantes Tbk 0,7189 0,7188 0,3486 0,4190
4 PT Yanaprima Hastapersada Tbk 0,7162 1,3136 0,9936 0,9931
5 PT Jakarta Kyoei Steel Works Tbk 0,3495 0,2855 0,5406 0,9380
6 PT Multistrada Arah Sarana Tbk 0,5149 0,4509 0,3961 0,3769
7 PT Intikeramik Alamasri Industri Tbk 0,4388 0,5059 0,3620 0,3161
8 PT Pelat Timah Nusantara Tbk 1,3812 1,3360 1,2079 1,1002
9 PT Jaya Pari Steel Tbk 0,5185 0,8432 0,3946 0,3435
10 PT Malindo Feedmill Tbk 1,8936 1,2753 1,2052 1,3384
11 PT Kalbe Farma Tbk 1,4142 1,3963 1,3060 1,2724
12 PT Kimia Farma (PERSERO) Tbk 1,7590 1,5006 1,4150 1,2599
13 PT Indal Aluminium Industry Tbk 0,8366 1,0445 1,0409 0,9593
14 PT Selamat Sempurna Tbk 1,3907 1,4980 1,2625 1,2773
15 PT Ricky Putra Globalindo Tbk 0,8868 1,0115 0,9273 0,9479
16 PT Mayora Indah Tbk 1,2377 1,3759 1,3065 1,4200
17 PT Indofood Sukses Makmur Tbk 0,7393 0,7388 0,6976 0,8123
18 PT Astra Agro Lestari Tbk 0,8470 0,8786 0,6071 0,5829
19 PT Gudang Garam Tbk 1,0919 1,1194 1,1080 1,2116
20 PT Sepatu Bata Tbk 1,3258 1,3018 1,2937 1,2424
21 PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk 0,7025 0,6923 0,6440 0,5095
22 PT Sekar Laut Tbk 1,8777 2,0224 1,9758 1,4674
Rata-rata 1,0394 1,0565 0,9322 0,9334
Minimum 0,3495 0,4509 -0,0474 0,3161
Maksimum 1,8936 2,0224 1,9758 1,4674
Sumber: Hasil Olah Data
Berdasarkan tabel 4.4 di atas, menunjukkan bahwa rata-
rata nilai Total Asset Turnover (TATO) 22 perusahaan
manufaktur dari tahun 2013-2016 mengalami fluktuasi yang
tidak terlalu signifikan. Pada tahun 2013 rata-rata nilai TATO
sebesar 1,0394 dan kemudian mengalami kenaikan di tahun
2014 yakni sebesar 1,0565. Sedangkan pada tahun 2015 nilai
rata-rata TATO mengalami penurunan yakni sebesar 0,9322
129
dan pada tahun 2016 kembali mengalami kenaikan walaupun
sedikit yakni sebesar 0,9334.
Pada tahun 2013 perusahaan yang memiliki nilai rata-
rata TATO tertinggi sebesar 1,8936 dimiliki oleh PT Malindo
Feedmill Tbk, sedangkan untuk nilai rata-rata TATO terendah
sebesar 0,3495 dimiliki oleh PT Jakarta Kyoei Steel Works
Tbk. Kemudian pada tahun 2014-2016 perusahaan yang
memiliki nilai rata-rata TATO tertinggi yakni sebesar 2,0224;
1,9758; dan 1,4674 dimiliki oleh PT Sekar Laut Tbk. Pada
tahun 2014 perusahaan yang memiliki nilai rata-rata TATO
terendah sebesar 0,4509 dimiliki oleh PT Multistrada Arah
Sarana Tbk. Kemudian pada tahun 2015 perusahaan yang
memiliki nilai rata-rata TATO terendah yakni sebesar -0,0474
dimiliki oleh PT Gunawan Dianjaya Steel Tbk, hasil rata-rata
nilai TATO yang negatif ini menunjukkan bahwa pada tahun
2015 PT Gunawan Dianjaya Steel Tbk tidak bisa mencapai
penjualan oleh setiap rupiah asset yang dimiliki perusahaan
selama satu periode, tidak tercapainya penjualan ini akan
menyebabkan PT Gunawan Dianjaya Steel Tbk mengalami
kerugian di tahun 2015. Lalu pada tahun 2016 perusahaan yang
memiliki nilai rata-rata TATO terendah yakni sebesar 0,3161
dimiliki oleh perusahaan PT Intikeramik Alamasri Industri
Tbk.
130
e. Sales Growth
Sales growth ini mencerminkan kemampuan suatu
perusahaan dalam meningkatkan penjualan dari waktu ke
waktu. Dengan mengetahui seberapa besar pertumbuhan
penjualan tersebut, maka perusahaan tersebut akan dapat
memprediksi seberapa besar keuntungan (profit) yang akan
diperoleh.
Tabel 4.5
Perhitungan Nilai Sales Growth
NO Nama Perusahaan
Sales Growth
2013 2014 2015 2016
1 PT Alumindo Light Metal Industry Tbk -0,1087 0,1619 -0,0008 -0,2615
2 PT Gunawan Dianjaya Steel Tbk -0,1443 -0,1379 -0,2483 -0,1713
3 PT Argo Pantes Tbk -0,8732 -0,1746 -0,5669 0,0720
4 PT Yanaprima Hastapersada Tbk 0,0625 -0,0413 -0,3419 0,0034
5 PT Jakarta Kyoei Steel Works Tbk 0,0639 -0,0570 0,6583 0,7868
6 PT Multistrada Arah Sarana Tbk 0,0094 -0,1292 -0,1596 -0,0305
7 PT Intikeramik Alamasri Industri Tbk 0,0513 0,2402 -0,4617 -0,4067
8 PT Pelat Timah Nusantara Tbk 0,2184 -0,0553 -0,1568 -0,0415
9 PT Jaya Pari Steel Tbk -0,5766 0,6064 -0,5430 -0,1579
10 PT Malindo Feedmill Tbk 0,2518 0,0737 0,0606 0,0987
11 PT Kalbe Farma Tbk 0,1735 0,0854 0,0299 0,0831
12 PT Kimia Farma (PERSERO) Tbk 0,1644 0,0398 0,0751 0,1957
13 PT Indal Aluminium Industry Tbk 0,0996 0,4569 0,4834 -0,0723
14 PT Selamat Sempurna Tbk 0,0496 0,1054 0,0646 0,0275
15 PT Ricky Putra Globalindo Tbk 4,9230 0,2045 -0,0628 0,0994
16 PT Mayora Indah Tbk 0,1434 0,1790 0,0458 0,2383
17 PT Indofood Sukses Makmur Tbk 0,1500 0,1015 0,0074 0,0420
18 PT Astra Agro Lestari Tbk 0,0960 0,2865 -0,1991 0,0813
19 PT Gudang Garam Tbk 0,1307 0,1759 0,0795 0,0840
20 PT Sepatu Bata Tbk 0,2010 0,1178 0,0199 -0,0282
21 PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk 0,0810 0,0698 -0,1099 -0,1369
22 PT Sekar Laut Tbk 0,4115 0,2017 0,0935 0,1191
Rata-rata 0,2536 0,1141 -0,0560 0,0284
Minimum -0,8732 -0,1746 -0,5669 -0,4067
Maksimum 4,9230 0,6064 0,6583 0,7868
Sumber: Hasil Olah Data
131
Berdasarkan tabel 4.5 di atas, menunjukkan bahwa rata-
rata nilai Sales Growth dari tahun 2013-2016 mengalami
fluktuasi. Pada tahun 2013 rata-rata nilai sales growth 22
perusahaan manufaktur sebesar 0,2536 dan kemudian
mengalami penurun di tahun 2014 yakni sebesar 0,1141. Pada
tahun 2014 nilai rata-rata sales growth dari 22 perusahaan
manufaktur kembali mengalami penurunan hingga negatif
sebesar -0,0560, penurunan nilai rata-rata sales growth yang
negatif ini menunjukkan bahwa beberapa perusahaan dari 22
perusahaan manufaktur tidak berhasil dalam menjalankan
strateginya dalam hal pemasaran dan penjualan produk. Bila
hal tersebut tidak segera diatasi maka kemungkinan beberapa
perusahaan dari 22 perusahaan manufaktur tersebut dapat
terindikasi mengalami financial distress. Kemudian pada tahun
2016 rata-rata nilai sales growth kembali mengalami kenaikan
sebesar 0,0284, hal ini menunjukkan bahwa beberapa
perusahaan dari 22 perusahaan manufaktur tersebut mulai
kembali berhasil menunjukkan kinerjanya dalam menjalankan
strateginya dalam hal pemasaran dan penjualan produk.
Pada tahun 2013-2014 perusahaan yang memiliki rata-
rata nilai sales growth tertinggi yakni sebesar 4,9230 dan
0,6064 dimiliki oleh PT Ricky Putra Globalindo Tbk dan PT
Jaya Pari Steel Tbk. Kemudian pada tahun 2015-2016
132
perusahaan yang memiliki rata-rata nilai sales growth tertinggi
yakni sebesar 0,6583 dan 0,7868 dimiliki oleh PT Jakarta
Kyoei Steel Works Tbk. Rata-rata nilai sales growth tertinggi
ini menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan tersebut telah
berhasil dalam menjalankan strateginya dalam hal pemasaran
dan penjualan produk sehingga perusahaan-perusahaan
tersebut akan dapat menghasilkan laba/keuntungan bagi
perusahaannya.
Pada tahun 2013-2015 perusahaan yang memiliki rata-
rata nilai sales growth terendah yakni sebesar -0,8732;
-0,1746; dan -0,5669 dimiliki oleh PT Argo Pantes Tbk, hal ini
berarti selama 3 tahun berturut-turut PT Argo Pantes Tbk
mengalami rata-rata nilai sales growth yang negatif dan hal ini
menunjukkan bahwa selama 3 tahun berturut-turut PT Argo
Pantes Tbk tidak berhasil menjalankan strateginya dalam hal
pemasaran dan penjualan produknya sehingga PT Argo Pantes
Tbk bisa terindikasi mengalami financial distress. Sedangkan
pada tahun 2016 perusahaan yang memiliki rata-rata nilai sales
growth terendah sebesar -0,4067 dimiliki oleh PT Intikeramik
Alamasri Industri Tbk.
2. Uji Asumsi Klasik Normalitas
Sebelum melakukan uji diskriminan, terlebih dahulu harus
memenuhi asumsi dasar, yaitu:
133
Uji Normalitas Data
Menentukan data dengan uji One-Sample Kolmogorov-
Smirnov dapat dilakukan dengan melihat nilai signifikansinya.
Apabila nilai signifikansinya lebih besar dari 0,05 maka data tersebut
berdistribusi normal sebaliknya jika nilai signifikansinya lebih kecil
dari 0,05 maka data tersebut tidak berdistribusi normal (Trihendradi,
2012:94).
Tabel 4.6
Hasil Uji One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Sumber: Hasil Olah Data SPSS
Hasil uji asumsi klasik normalitas residual pada tabel 4.6 di
atas, menunjukkan bahwa nilai Kolmogorov-Smirnov Z sebesar
1,094 dengan nilai signifikansi jauh di atas 0,05 yaitu sebesar 0,182
yang berarti nilai residual berdistribusi secara normal atau
134
memenuhi asumsi klasik. Jadi dapat disimpulkan bahwa data
terbebas dari asumsi klasik normalitas yaitu Multikolinieritas,
Autokorelasi, Normalitas Residual, dan Homoskedastisitas.
Uji Multikolinieritas
Hasil uji Multikolinieritas dengan uji Variance Inflation
Factor (VIF) bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya variabel
independen yang memiliki kemiripan dengan variabel independen
lainnya. Kemiripan antar variabel independen pada model tersebut,
akan menyebabkan terjadinya korelasi yang sangat kuat antara suatu
variabel independen dengan variabel independen lainnya. Selain itu,
deteksi terhadap multikolinearitas juga bertujuan untuk menghindari
kebiasan dalam proses pengambilan kesimpulan mengenai pengaruh
uji parsial pada masing-masing variabel independen terhadap
variabel dependen.
Tabel 4.7
Hasil Uji Multikolinieritas
135
Sumber: Hasil Olah Data SPSS
Hasil uji Multikolinieritas dengan melalui uji Variance
Inflation Factor (VIF) pada tabel 4.7 di atas, menunjukkan bahwa
masing masing variabel memiliki VIF kurang dari 10 dan nilai
tolerance lebih dari 0,1. Maka dapat disimpulkan bahwa data
terbebas dari asumsi klasik statistik dan dapat digunakan pada
penelitian selanjutnya.
3. Analisis Diskriminan
Analisis diskriminan berguna pada situasi di mana sampel total
dapat dibagi menjadi kelompok-kelompok berdasarkan karakteristik
variabel yang diketahui dari beberapa kasus. Tujuan utama dari
Multiple Discriminant Analysis adalah untuk mengetahui perbedaan
antargrup (Yamin dan Kurniawan, 2009 : 221).
Analisis statistik digunakan untuk memodelkan suatu
hubungan antara variabel dependen yang berdata kategori dengan
beberapa variabel independen (prediktor). Analisis diskriminan
berusaha untuk mengelompokkan setiap objek ke dalam dua atau
lebih kelompok berdasarkan pada sejumlah kriteria dari variabel
independen (Yamin dan Kurniawan, 2009:221).
Menurut Ghozali (2013 : 290) analisis diskriminan merupakan
bentuk regresi dengan variabel terikat berbentuk non-metrik atau
kategori. Tujuan dari analisis diskriminan yaitu:
1. Mengidentifikasi variabel-variabel yang mampu membedakan
136
antara dua kelompok.
2. Menggunakan variabel-variabel yang telah teridentifikasi
dalam menyusun persamaan atau fungsi dalam menghitung
variabel baru atau indek yang dapat menjelaskan perbedaan
antara dua kelompok.
3. Menggunakan variabel yang telah teridentifikasi atau indek
untuk mengembangkan aturan atau cara mengelompokkan
observasi di masa mendatang kedalam satu dari dua kelompok.
Dalam penelitian ini variabel dependen yang digunakan yaitu
memiliki dua tipe: Perusahaan yang non financial distress diberi
kode “0” dan perusahaan yang financial distress diberi kode “1”.
Berikut adalah ringkasan dari pengujian dalam menggunakan MDA
dapat dilihat pada tabel Analysis Case Processing Summary yang
menunjukkan bahwa tidak ada data yang hilang. Pada tabel ini
dikatakan valid 100% dengan jumlah sampel yang digunakan
sebesar 88 perusahaan.
137
Tabel 4.8
Analysis Case Processing Summary
Sumber: Hasil Olah Data SPSS
a. Hasil Uji Test of Equality Group Means
Untuk mengetahui variabel manakah yang dapat
digunakan dalam membentuk variabel diskriminan dengan
melihat nilai signifikansi dari hasil test of equality of group
means. Dalam hal ini digunakan dua uji statistik, yaitu Wilk`s
Lambda dan F test. Nilai Wilk`s Lambda yang semakin
mendekati nol berarti semakin signifikan karakteristik tersebut
membedakan antara dua variabel kelompok. Sebaliknya, nilai
Wilk`s Lambda yang semakin mendekati 1 berarti variasi data
untuk karakteristik tersebut cenderung sama untuk dua
kelompok tersebut. Dalam uji F dapat digunakan nilai p-value
pada kolom signifikannya di mana:
138
Sig. > 0,05, berarti tidak ada perbedaan antara kelompok
Sig. < 0,05, berarti ada perbedaan antara kelompok
Tabel 4.9
Hasil Test Of Equality Of Group Means
Sumber : Hasil Olah Data SPSS
Dilihat dari test statistics Wilk`s Lambda jelas ada
perbedaan signifikan yaitu untuk variabel DAR (leverage) nilai
Wilk`s Lambda sebesar 0,876 dan nilai signifikan sebesar
0,001, untuk variabel ROA (profitabilitas) nilai Wilk`s Lambda
sebesar 0,597 dengan nilai signifikan sebesar 0,000, sementara
untuk variabel TATO (aktivitas) nilai Wilk`s Lambda sebesar
0,832 dengan nilai signifikan sebesar 0,000, sedangkan untuk
variabel S_GROWTH (sales growth) nilai Wilk`s Lambda
sebesar 0,947 dengan nilai signifikan sebesar 0,030. Hasil ini
menunjukkan bahwa keempat variabel rasio tersebut dapat
digunakan untuk membentuk variabel diskriminan.
139
b. Uji Log Determinants
Tabel 4.10
Hasil Uji Log Determinants
Sumber: Hasil Olah Data SPSS
Semakin besar log determinants pada tabel di atas, maka
semakin tinggi perbedaan group covariance matrik. Kolom
“Rank” menunjukkan jumlah variabel independen dalam hal
ini ada 1. Oleh karena analisis diskriminan berasumsi bahwa
terdapat homoginitas matrik covariance antar groups, maka
kita bisa melihat uji asumsi ini pada uji Box’s M.
140
c. Uji Box’s M
Tabel 4.11
Hasil Uji Box’s M
Sumber: Hasil Olah Data SPSS
Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan uji Box`s
M Test dengan α=5%. Hasil uji Box`s M menunjukkan bahwa
nilai F sebesar 8,415 dan signifikan pada 0,004 dan
probabilitas ini dibawah 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa
matrik covariance antar group memang berbeda dan hal ini
menyalahi asumsi diskriminan. Namun demikian, analisis
fungsi diskriminan tetap robust walaupun asumsi homogeneity
of variance tidak terpenuhi dengan syarat data tidak memiliki
outlier (Ghozali, 2013:306).
d. Pemilihan Variabel Diskriminator
Untuk menentukan variabel apa saja yang paling efisien
dalam membedakan perusahaan yang financial distress atau
141
non financial distress maka digunakan stepwise guna
mengetahui variabel yang mempunyai kekuatan terbesar dalam
diskriminasi.
Tabel 4.12
Variabels Entered
Sumber: Hasil Olah Data SPSS
Tabel 4.13
Wilk`s Lambda
Sumber: Hasil Olah Data SPSS
Hasil analisis stepwise diatas menunjukkan bahwa
variabel pertama yang dimasukkan dalam analisis ini adalah
CR (likuiditas), DAR (leverage), ROA (profitabilitas), TATO
(aktivitas), dan S_GROWTH (sales growth) yang menunjukkan
variabel mana yang bisa dimasukkan dalam persamaan
142
diskriminan pada tabel 4.12 dilihat dari nilai F memiliki angka
statistik terbesar yaitu pada variabel ROA (profitabilitas)
dengan nilai 0,597. Sedangkan pada tabel 4.13 uji Wilks`
Lambda variabel ROA (profitabilitas) memiliki nilai signifikan
lebih kecil 0,05 yaitu sebesar 0,000. Dengan demikian untuk
rasio keuangan MDA hanya satu variabel yang signifikan.
e. Uji Corelation Summary Of Canonical Discriminant
Functions
Pada tabel 4.14 Eigenvalues terdapat nilai canonical
correlation. Canonical correlation digunakan untuk mengukur
hubungan antara hasil dari skor diskriminan dan kelompok
perusahaan atau besarnya variabilitas yang mampu diterangkan
oleh variabel independen terhadap variabel dependen.
Tabel 4.14
Eigenvalues
Sumber: Hasil Olah Data SPSS
Dari hasil tabel diatas, diperoleh nilai canonical
correlation sebesar 0,635, bila dikuadratkan menjadi 0,403
atau 0,40 artinya 40% varians dari variabel dependen dapat
143
dijelaskan dari model diskriminan yang terbentuk.
f. Menentukan Fungsi Diskriminan
Menerangkan model diskriminan yang terbentuk.
Persamaan model diskriminan ini digunakan untuk
menghasilkan discriminant score yang berfungsi untuk
memprediksi pengklasifikasian suatu objek (kelompok non
financial distress dan kelompok financial distress). Model
diskriminan ini sama halnya dengan model regresi.
Tabel 4.15
Classification Function Coefficients
Sumber: Hasil Olah Data SPSS
Berdasarkan hasil dari tabel 4.15, maka dapat dibuat
fungsi diskriminan untuk memprediksi pengklasifikasian suatu
objek (kelompok financial distress dan kelompok non
financial distress).
1) Fungsi diskriminan untuk kelompok non financial distress :
2) Fungsi diskriminan untuk kelompok financial distress :
Z = -1,314 + 12,445 ROA
Z = -0,826 – 5,755 ROA
144
g. Titik Cut-off
Tabel 4.16
Penentuan Titik Cut-off
Sumber: Hasil Olah Data SPSS
Pada tabel 4.16 Functions at Group Centroids digunakan
untuk menentukkan cut-off pengelompokkan metode prediksi
financial distress. Besarnya titik cut-off ini dapat dihitung
dengan rumus sebagai berikut:
1) Jika nilai Z score < -0,172 maka dikelompokkan sebagai
perusahaan yang financial distress.
2) Jika Z score > -0,172 maka dikelompokkan sebagai
𝒄𝒖𝒕 𝒐𝒇𝒇 =𝑵𝒂 𝒁𝒃+𝑵𝒃 𝒁𝒂
𝑵𝒂 +𝑵𝒃
𝒄𝒖𝒕 𝒐𝒇𝒇
= 𝟏𝟎 𝟎,𝟖𝟓𝟗 + 𝟏𝟐 −𝟏,𝟎𝟑𝟏
𝟏𝟎+ 𝟏𝟐
= −𝟎,𝟏𝟕𝟐
145
perusahaan yang non financial distress.
h. Ketepatan Prediksi Discriminant Analysis
Untuk melihat suatu ketepatan model prediksi yang
digunakan dalam penelelitian ini dapat ditunjukkan pada tabel
4.17 berupa predicted values dari suatu keadaan perusahaan
dan baris merupakan data aktual yang dapat dilihat pada tabel
dibawah ini:
Tabel 4.17
Hasil Ketepatan Prediksi MDA
Sumber : Hasil Olah Data SPSS
Menurut tabel 4.17 diatas, jumlah perusahaan yang
diamati sebanyak 88 perusahaan sedangkan yang diprediksi
non financial distress menunjukkan 42 perusahaan, jadi
ketepatan klasifikasi yang diamati untuk perusahaan non
146
financial distress sebesar 87,5%. Sementara untuk jumlah
perusahaan yang diamati sebanyak 88 perusahaan sedangkan
yang diprediksi mengalami financial distress sebanyak 36
perusahaan dengan ketepatan klasifikasi yang diamati untuk
perusahaan yang mengalami financial distress sebesar 90%.
Secara keseluruhan ketepatan klasifikasi untuk group pada
discriminant analysis sebesar 88,6%.
4. Analisis Regresi Logistik
Regresi Logistik dapat digunakan untuk memodelkan
hubungan antara dua kategori (binary) variabel hasil (variabel
dependen) dan dua atau lebih variabel penjelas (variabel
independen). Estimasi model regresi logistik pada masing-masing
variabel bebas memberikan perkiraan efek variabel tersebut terhadap
variabel terikat setelah menyesuaikannya dengan variabel bebas
lainnya pada permodelan tersebut (Yamin dan Kurniawan, 2009 :
95).
147
Tabel 4.18
Hasil Uji Processing Summary
Sumber : Hasil Olah Data SPSS
Dalam penelitian menunjukkan bahwa jumlah data yang
diproses sebanyak 88 atau N= 88 sehingga Tabel 4.18 ini
menjelaskan bahwa seluruh kasus atau perusahaan ternyata
seluruhnya teramati, artinya tidak terdapat satu pun data yang tidak
teramati.
Tabel 4.19
Hasil Uji Dependent Variable
Sumber: Hasil Olah Data SPSS
148
Tabel 4.19 menggambarkan hasil proses input data yang
digunakan pada variabel dependen, yaitu perusahaan yang non
financial distress kode “0” dan perusahaan yang financial distress
diberi kode “1”. Dengan indikasi : Selama 2 tahun berturut-turut
selama periode 2013-2016 mengalami laba bersih operasi (net
operating income) negatif.
a. Ketepatan Model dalam Prediksi
Tabel 4.20
Ketepatan Model Prediksi Financial Distress (Block 0:
Beginning Block)
Sumber: Hasil Olah Data SPSS
Untuk menganalisis model yang lebih baik untuk
memprediksi financial distress suatu perusahaan, dapat dilihat
dari nilai -2Log likelihood yaitu pada blok 0 atau blok
permulaan nilai -2Log likelihood sebesar 121,266 seperti pada
tabel 4.20.
149
Tabel 4.21
Ketepatan Model Prediksi Financial Distress
(Block 1: Method = Enter)
Sumber: Hasil Olah Data SPSS
Kemudian pada blok kedua (block 1: method = enter)
adalah tahap memasukkan variabel-variabel independen ke
dalam model penelitian. Nilai -2Log likelihood sebesar 45,549
terjadi penurunan dalam nilai tersebut. Maka model tersebut
menunjukkan model regresi yang baik.
b. Ketepatan Cox & Snell`s R Square and Negelkerke R Square
Dari tabel 4.22, Cox & Snell`S R Square merupakan
ukuran yang mencoba meniru R2 pada multiple regression
yang didasarkan pada teknik estimasi likelihood dengan nilai
maksimum kurang dari 1 (satu) sulit untuk diinterpretasikan.
150
Negelkerke R Square merupakan modifikasi dari koefisien Cox
& Snell`S R Square untuk memastikan bahwa nilai tersebut
adalah 0 (nol) sampai 1 (satu) sama seperti koefisien
determinasi R2 pada regresi linear berganda . Nilai koefisien
Negelkerke R Square umumnya lebih besar dari nilai koefisien
Cox & Snell`S R Square tapi cenderung lebih kecil
dibandingkan dengan nilai koefisien determinasi R2 pada
regresi linear berganda (Uyanto, 2006 : 236).
Jika dilihat nilai Negelkerke R Square sebesar 0,771
menunjukkan bahwa variabel dependen dapat dijelaskan oleh
variabel-variabel independen sebesar 77,1% dan sisanya 22,9%
dijelaskan oleh variabel lain diluar model.
Tabel 4.22
Hasil Cox & Snell`s R Square and Negelkerke R Square
Sumber: Hasil Olah Data SPSS
151
c. Uji Hosmer and Lemeshow Test
Tabel 4.23 adalah untuk menguji kebaikan model
(goodness of fit) apakah model yang kita gunakan, yaitu
dengan menggunakan lima variabel independen (CR, DAR,
ROA, TATO, dan S_GROWTH) sudah sesuai dengan data
empiris, dalam hal ini uji yang digunakan adalah Hosmer and
Lemeshow Test. Hipotesis untuk menilai model fit ini adalah:
H0 : Model yang dihipotesiskan fit dengan data
Ha : Model yang dihipotesiskan tidak fit dengan data
Jika nilai Hosmer-Lemeshow signifikan atau lebih
kecil dari 0,05 maka hipotesis nol ditolak dan model dapat
dikatakan tidak fit. Sebaliknya jika tidak signifikan atau lebih
besar dari 0,05 maka hipotesis nol diterima yang berarti data
empiris sama dengan model atau model dapat dikatakan fit
(Ghozali, 2013 : 346).
Tabel 4.23
Hasil Uji Hosmer and Lemeshow Test
Sumber : Hasil Olah Data SPSS
Hasil olah data diatas menunjukkan nilai dari Hosmer
152
and Lemeshow Test sebesar 4,061 dan signifikan pada 0,852
oleh karena nilai ini diatas 0,05 maka model dikatakan fit dan
dapat diterima.
d. Ketepatan Prediksi Model Regresi Logistik
Untuk melihat suatu ketepatan model prediksi yang
digunakan dalam penelelitian ini dapat ditunjukkan pada tabel
4.24 berupa predicted values dari suatu keadaan perusahaan
dan baris merupakan data aktual yang dapat dilihat pada tabel
dibawah ini :
Tabel 4.24
Hasil Prediksi Model Regresi Logistik
Sumber : Hasil Olah Data SPSS
Menurut tabel 4.24 diatas, perusahaan yang diprediksi
non financial distress menunjukkan 43 perusahaan, jadi
ketepatan klasifikasi yang diamati untuk perusahaan non
financial distress sebesar 89,6%. Sedangkan untuk jumlah
perusahaan yang diprediksi mengalami financial distress
153
sebanyak 37 perusahaan dengan ketepatan klasifikasi yang
diamati untuk perusahaan yang mengalami financial distress
sebesar 92,5%. Secara keseluruhan ketepatan klasifikasi pada
model regresi logistik ini sebesar 90,9%.
e. Uji Omnibus Test of Model Coefficients
Tabel Omnibus Test of Model Coefficients menunjukan
signifikansi model regresi biner logistik yang diperoleh dari
hasil penelitian. Apabila nilai sig. < α 0,05, maka dapat
diasumsikan bahwa setidaknya ada satu variabel bebas yang
berpengaruh terhadap model (Pramesti, 2013:64).
Tabel 4.25
Hasil Uji Omnibus Test of Model Coefficients
Sumber : Hasil Olah Data SPSS
Dari hasil pengamatan tabel 4.25 di atas menunjukkan
bahwa variabel-variabel pendukung penelitian dapat diterima
oleh regresi logistik dan layak untuk diolah karena nilai kolom
sig. 0.000 < α 0,05. Maka dapat diasumsikan bahwa setidaknya
ada satu variabel bebas (diantara likuiditas, leverage,
154
profitabilitas, aktivitas dan sales growth) yang berpengaruh
terhadap financial distress.
f. Uji Variables in The Equation
Tabel 4.26
Variables in The Equation
Sumber : Hasil Olah Data SPSS
Untuk menguji hipotesis digunakan variables in the
equation yang dilakukan terhadap semua variabel yaitu
likuiditas, leverage, profitabilitas, aktivitas, dan sales growth
perusahaan dalam memprediksi financial distress. Output Uji
variables in the equation dapat dilihat pada tabel 4.26 di atas.
Berdasarkan hasil perhitungan dalam tabel diperoleh
persamaan logistik, yaitu:
Dari hasil tabel 4.26 di atas dapat disimpulkan bahwa
dari kelima variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
likuiditas (CR), leverage (DAR), profitabilitas (ROA),
aktivitas (TATO), dan Sales Growth, hanya profitabilitas yang
Ln (P/1 – P) = -0,488 – 38,164 ROA
155
diukur dengan Return On Asset (ROA) saja yang berpengaruh
signifikan terhadap financial distress. Hal ini dapat dilihat dari
nilai signifikansi ROA sebesar 0,001 < α 0,05 dan nilai
koefisien sebesar -38,164 yang berarti profitabilitas yang
diukur dengan Return On Asset (ROA) berpengaruh signifikan
dan negatif dalam memprediksi terjadinya financial distress di
suatu perusahaan.
C. Pembahasan
1. Pembahasan H1 : Terdapat perbedaan pada rasio keuangan
likuiditas, laverage, profitabilitas, aktivitas, dan sales growth
dalam memprediksi terjadinya financial distress di suatu
perusahaan.
Penelitian ini dilakukan untuk menguji pengaruh likuiditas,
leverage, profitabilitas, aktivitas, dan sales growth dalam
memprediksi terjadinya financial distress pada perusahaan manufaktur
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada periode 2013-2016.
Berdasarkan pengolahan data serta pembahasan yang telah dilakukan
sebelumnya, maka dapat ditarik pembahasan sebagai berikut :
a. Pengaruh Likuiditas Terhadap Financial Distress
Dari hasil penelitian yang telah di uji sebelumnya, baik itu
dengan menggunakan analisis diskriminan maupun analisis regresi
logistik keduanya mempunyai hasil yang sama yaitu bahwa likuiditas
tidak memiliki pengaruh yang signifikan dalam memprediksi terjadi
156
financial distress pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI.
Hasil dari pengujian regresi logistik menunjukkan bahwa likuiditas
yang diukur dengan Current Ratio (CR) tidak memiliki pengaruh
signifikan dan positif dalam memprediksi terjadinya financial distress
dengan nilai signifikansi sebesar 0,740 > α 0,05 dan nilai koefisien
sebesar 0,021. Maka dapat disimpulkan bahwa likuiditas tidak
memiliki pengaruh yang signifikan dan positif dalam memprediksi
terjadinya financial distress. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan
penelitian Alifiah, et al (2012) dan Hanifah (2013) yang menyatakan
bahwa likuiditas tidak mempunyai pengaruh yang signifikan dalam
memprediksi terjadinya financial distress.
Likuiditas tidak memiliki pengaruh yang signifikan dalam
memprediksi kondisi financial distress disebabkan karena tidak
adanya perbedaan yang berarti antara likuditas perusahaan yang
mengalami kondisi financial distress dan perusahaan yang tidak
mengalami financial distress. Ketentuan rasio likuiditas yang
dianggap baik adalah yang berada pada kisaran 2, artinya setiap 1
hutang lancar yang dimiliki perusahaan maka tersedia 2 aset lancar
yang dapat menutupinya. Hal ini dapat lebih menjamin bahwa
perusahaan tersebut akan mampu melunasi kewajiban lancarnya pada
saat jatuh tempo secara tepat waktu sehingga potensi terjadinya
financial distress akan semakin kecil.
157
Sementara hasil yang berbeda ditunjukkan oleh penelitian
Atika, et al (2012), dimana dalam penelitiannya menyebutkan
bahwa rasio likuiditas yang menggunakan Current Ratio (CR)
dalam pengukurannya berpengaruh signifikan dan negatif terhadap
kemungkinan terjadinya financial distress di suatu perusahaan. Ini
berarti bahwa semakin besar ketersediaan dana untuk melunasi
kewajiban lancarnya, maka akan semakin kecil peluang perusahaan
tersebut akan mengalami financial distress.
b. Pengaruh Leverage Terhadap Financial Distress
Dari hasil penelitian yang telah di uji sebelumnya, baik itu
dengan menggunakan analisis diskriminan maupun analisis regresi
logistik keduanya mempunyai hasil yang sama yaitu bahwa leverage
tidak memiliki pengaruh yang signifikan dalam memprediksi
terjadinya financial distress pada perusahaan manufaktur yang
terdaftar di BEI. Hasil dari pengujian regresi logistik menunjukkan
bahwa leverage yang diukur dengan Debt to Asset Rasio (DAR) tidak
memiliki pengaruh signifikan dan positif dalam memprediksi
terjadinya financial distress dengan nilai signifikansi sebesar 0,241 >
α 0,05 dan nilai koefisien sebesar 1,791. Maka dapat disimpulkan
bahwa leverage tidak memiliki pengaruh yang signifikan dan positif
dalam memprediksi terjadinya financial distress, sehingga hasil
penelitian tidak sesuai dengan hipotesis yang telah dirumuskan.
Pengaruh yang tidak signifikan antara leverage dengan financial
158
distress terjadi karena total hutang yang dimiliki perusahaan dapat
ditutupi oleh total aset perusahaan, pernyataan ini dapat dibuktikan
dari data DAR perusahaan manufaktur pada tahun 2013 sampai 2016,
dengan rata- rata DAR sebesar 64%, dimana hutang berbanding aset
2,6 : 4. Artinya hutang perusahan masih bisa tertutupi oleh aset
perusahaan yang ada. Dengan begitu, maka perusahaan sampel dapat
dikatakan sehat karena mampu untuk menutupi kewajibannya. Hasil
penelitian ini sesuai dengan penelitian Widarjo dan Setiawan (2009)
dan Wicaksana (2013) yang menyatakan bahwa leverage tidak
berpengaruh dalam memprediksi terjadinya financial distress suatu
perusahaan.
Sementara hasil yang berbeda ditunjukkan oleh penelitian
Atika, et al (2012) dan Andre (2013) yang menunjukkan bahwa
leverage memiliki pengaruh yang signifikan positif terhadap financial
distress suatu perusahaan. Pengaruh positif ini menunjukkan bahwa
dengan beban keuangan yang sangat kecil akan dapat meningkatkan
kinerja keuangan di perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI
tersebut. Semakin kecil beban keuangan yang ditimbulkan dari hutang
di perusahaan maka kinerja keuangan perusahaan tersebut akan dapat
ditingkatkan. Beban keuangan yang ditimbulkan untuk pendanaan
perusahaan, seharusnya dikelola dengan baik sehingga perusahaan
tersebut akan dapat beroperasi, berinvestasi, dan mengembangkan
159
usahanya dan perusahaan tersebut akan dapat memperoleh
keuntungan.
c. Pengaruh Profitabilitas Terhadap Financial Distress
Dari hasil penelitian yang telah di uji sebelumnya, baik itu
dengan menggunakan analisis diskriminan maupun analisis regresi
logistik keduanya mempunyai hasil yang sama yaitu bahwa
profitabilitas memiliki pengaruh yang signifikan dalam memprediksi
terjadinya financial distress pada perusahaan manufaktur yang
terdaftar di BEI. Hasil dari pengujian regresi logistik menunjukkan
bahwa profitabilitas yang diukur dengan Return on Asset (ROA)
memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap kondisi financial
distress dengan nilai signifikansi sebesar 0,001 < α 0,05 dan nilai
koefisien sebesar -38,164. Pengaruh negatif ini menunjukkan bahwa
semakin tinggi profitabilitas suatu perusahaan maka kemungkinan
perusahaan tersebut mengalami financial distress akan semakin kecil,
sehingga hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang telah dijelaskan,
dimana hasilnya semakin tinggi profitabilitas dapat menurunkan
kemungkinan terjadinya financial distress suatu perusahaan.
Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Widarjo dan Setiawan (2009), Hapsari (2012), Masih (2013),
Wicaksana (2013), Firma (2013), Saleh dan Sudiyatno (2013), serta
Andre (2013) yang menyatakan bahwa profitabilitas berpengaruh
negatif dan signifikan dalam memprediksi terjadinya financial
160
distress. Pada dasarnya profitabilitas ini menunjukkan suatu
efektivitas dari penggunaan aset dalam menghasilkan laba perusahaan.
Dengan besarnya laba yang dihasilkan tersebut, maka dengan mudah
perusahaan tersebut akan dapat melakukan ekspansi, sehingga
perusahaan tersebut akan jauh dari kondisi krisis apalagi mengalami
financial distress hingga bangkrut. Sebaliknya, profitabilitas
perusahaan yang negatif menunjukkan bahwa tidak adanya efektivitas
dari penggunaan aset perusahaan untuk menghasilkan laba, sehingga
apabila profitabilitas perusahaan terus menurun dan bahkan berjumlah
negatif maka kemungkinan perusahaan mengalami financial distress
tentu akan semakin besar.
Namun ada juga hasil penelitian yang bertentangan dengan
penelitian ini. Widiaputri (2010) yang menguji kemampuan rasio
likuiditas (CR, QR), efisiensi (AT), profitabilitas (ROA, ROI, NPM,
GPM), dan financial leverage (DR) dalam memprediksi terjadinya
financial distress pada perusahaan manufaktur yang go public,
menyatakan bahwa rasio keuangan tidak dapat memprediksi financial
distress suatu perusahaan. Maka dalam hal ini seperti profitabilitas,
bisa juga akan berdampak positif terhadap terjadinya financial
distress, yakni di saat biaya tetap mengalami kenaikan berdampak
pada peningkatan harga pokok penjualan yang berdampak pula pada
menurunnya tingkat penjualan, sehingga profitabilitas yang diterima
oleh perusahaan juga akan mengalami penurunan, sehingga
161
berdampak pada peningkatan financial distress pada perusahaan
tersebut
d. Pengaruh Aktivitas Terhadap Financial Distress
Dari hasil penelitian yang telah di uji sebelumnya, baik itu
dengan menggunakan analisis diskriminan maupun analisis regresi
logistik keduanya mempunyai hasil yang sama yaitu bahwa aktivitas
tidak memiliki pengaruh yang signifikan dalam memprediksi
terjadinya financial distress pada perusahaan manufaktur yang
terdaftar di BEI. Hasil dari pengujian regresi logistik menunjukkan
bahwa aktivitas yang diukur dengan Total Asset Turn Over (TATO)
tidak memiliki pengaruh signifikan dan positif dalam memprediksi
terjadinya financial distress dengan nilai signifikansi sebesar 0,606 >
α 0,05 dan nilai koefisien sebesar 0,539. Maka dapat disimpulkan
bahwa aktivitas tidak memiliki pengaruh yang signifikan dan positif
dalam memprediksi terjadinya financial distress, sehingga hasil
penelitian tidak sesuai dengan hipotesis yang telah dirumuskan. Ini
dikarenakan dari temuan penelitian didapat TATO perusahaan yang
cukup stabil pada kisaran diatas satu kali dalam satu periode. Selama
tahun 2013-2016 tidak begitu terlihat kenaikan dan penurunan
perputaran aset yang begitu berarti. Dimana rata-rata kisaran total aset
turnoever per periode antara 0,9 kali sampai 1,05 kali.
TATO yang diperoleh ini menandakan kestabilan perputaran
aset perusahaan pada periode tersebut, yaitu setiap dana perusahaan
162
yang tertanam pada aset dapat berputar 0,9 – 1,05 kali dalam satu
periode. Dengan kata lain, penjualan yang bisa dicapai oleh setiap
rupiah aset yang dimiliki perusahaan dapat terjadi rata-rata 0,9 – 1,05
kali per periode. Berarti, ini adalah takaran seberapa sering terjadinya
penjualan (dimulai dari membeli bahan baku, menghasilkan barang
jadi atau setengah jadi, menyimpan persediaan hingga barang tersebut
terjual) dalam satu periode dari total aset yang dimiliki.
Semakin lama proses barang itu terjual, maka akan menambah
beban perusahaan. Sehingga perusahaan tersebut akan mengorbankan
modalnya dan akan berakibat pada meningkatkan risiko kerugian pada
perusahaan tersebut. Sehingga dapat disimpulkan dengan aktivitas
perusahaan yang cukup baik dan lancar, maka kerugian akan dapat
diminimalkan sehingga tidak berdampak terhadap risiko financial
distress. Temuan penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Nella
(2011) yang menyatakan bahwa aktivitas yang diukur dengan Total
Asset Turnover (TATO) tidak berpengaruh signifikan dalam
memprediksi terjadinya financial distress suatu perusahaan. Tetapi
hasil yang berbeda ditunjukkan oleh penelitian Alifiah, et al (2012)
dan Hanifah (2013) yang menunjukkan bahwa rasio aktivitas yang
diproxykan oleh Total Asset Turnover (TATO) berpengaruh negatif
dan signifikan terhadap kemungkinan terjadinya financial distress di
suatu perusahaan.
163
e. Pengaruh Sales Growth Terhadap Financial Distress
Dari hasil penelitian yang telah di uji sebelumnya, yaitu dengan
menggunakan analisis diskriminan dan analisis regresi logistik
keduanya mempunyai hasil yang berbeda. Hasil dari analisis
diskriminan menunjukkan bahwa sales growth tidak memiliki
pengaruh yang signifikan dalam memprediksi terjadinya financial
distress pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI.
Sedangkan hasil dari pengujian analisis regresi logistik dengan
menggunakan tingkat signifikansi 5% menunjukkan bahwa sales
growth tidak berpengaruh signifikan dan negatif dalam memprediksi
terjadinya financial distress dengan nilai signifikansi sebesar 0,096 >
α 0,05 dan nilai koefisien sebesar -5,185, tetapi apabila menggunakan
tingkat signifikansi 10% menunjukkan bahwa sales growth
berpengaruh signifikan dan negatif dalam memprediksi terjadinya
financial distress dengan nilai signifikansi sebesar 0,096 < α 0,10 dan
nilai koefisien sebesar -5,185.
Untuk hasil dari analisis diskriminan dan regresi logistik dengan
tingkat signifikansi 5% yang menunjukkan bahwa sales growth tidak
memiliki pengaruh yang signifikan dalam memprediksi terjadinya
financial distress pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI,
ini berarti sales growth yang menurun di beberapa tahun terakhir
belum tentu memiliki Cash Flow Operation (CFO) yang buruk.
Seperti PT Astra Argo Lestari Tbk yang mengalami sales growth
164
negatif pada tahun 2015 yakni -20%. Namun perusahaan ini tetap
memiliki CFO sebesar Rp 1.027.773.000.000,-. Dengan demikian
perusahaan dapat tetap memiliki power untuk kembali menghasilkan
kinerja. Terbukti pada tahun 2016 PT Astra Argo Lestari Tbk dapat
mencapai sales growth sebesar 8,1%. Ini berarti, tingkat sales growth
perusahaan tidak dapat memperlihatkan apakah perusahaan tersebut
sedang dalam kondisi financial distress atau tidak. Hasil penelitian ini
didukung oleh penelitian yang dilakukan Widarjo dan Setiawan
(2009).
Sedangkan untuk hasil analisis regresi logistik apabila
menggunakan tingkat signifikansi 10% yang menunjukkan bahwa
sales growth berpengaruh signifikan dan negatif dalam memprediksi
terjadinya financial distress dengan nilai signifikansi sebesar 0,096 <
α 0,10 dan nilai koefisien sebesar -5,185, ini berarti pengaruh negatif
tersebut menandakan bahwa semakin rendah tingkat sales growth
suatu perusahaan maka kemungkinan perusahaan mengalami financial
distress akan semakin tinggi dan semakin tinggi sales growth maka
akan semakin kecil potensi perusahaan tersebut mengalami financial
distress. Hasil penelitian ini didukung oleh Eliu (2014) menunjukkan
bahwa sales growth mempunyai pengaruh negatif dan signifikan
dalam memprediksi terjadinya financial distress.
Karena penelitian ini menggunakan tingkat signifikansi sebesar
5% maka kesimpulannya adalah sales growth tidak memiliki pengaruh
165
negatif dan signifikan dalam memprediksi terjadinya financial distress
di suatu perusahaan.
Dari beberapa pembahasan yang sudah dijelaskan diatas, maka
dapat disimpulkan bahwa:
H1 : Terdapat perbedaan pada rasio keuangan likuiditas, laverage,
profitabilitas, aktivitas, dan sales growth dalam
memprediksi terjadinya financial distress di suatu
perusahaan. (Diterima)
2. Pembahasan H2 : Terdapat perbedaan tingkat akurasi pada
penerapan analisis diskriminan dan analisis logistik dalam
memprediksi terjadinya financial distress di suatu perusahaan.
Penelitian ini dilakukan untuk menguji apakah terdapat
perbedaan tingkat akurasi pada penerapan analisis diskriminan dan
analisis logistik dalam memprediksi terjadinya financial distress pada
perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)
pada periode 2013-2016. Berdasarkan pengolahan data serta
pembahasan yang telah dilakukan sebelumnya, maka dapat ditarik
pembahasan sebagai berikut :
Dalam hasil tingkat akurasi dengan menggunakan analisis
diskriminan diperoleh hasil bahwa jumlah perusahaan yang diamati
sebanyak 88 perusahaan sedangkan yang diprediksi non financial
distress menunjukkan 42 perusahaan, jadi ketepatan klasifikasi yang
diamati untuk perusahaan non financial distress sebesar 87,5%.
166
Sementara untuk jumlah perusahaan yang diamati sebanyak 88
perusahaan sedangkan yang diprediksi mengalami financial distress
sebanyak 36 perusahaan dengan ketepatan klasifikasi yang diamati
untuk perusahaan yang mengalami financial distress sebesar 90%.
Secara keseluruhan ketepatan klasifikasi untuk group pada
discriminant analysis sebesar 88,6%.
Sementara hasil uji tingkat akurasi dengan menggunakan
analisis regresi logistik diperoleh hasil bahwa dari jumlah keseluruhan
88 perusahaan yang diamati, perusahaan yang diprediksi non financial
distress menunjukkan 43 perusahaan, jadi ketepatan klasifikasi yang
diamati untuk perusahaan non financial distress sebesar 89,6%.
Sedangkan untuk jumlah perusahaan yang diprediksi mengalami
financial distress sebanyak 37 perusahaan dengan ketepatan
klasifikasi yang diamati untuk perusahaan yang mengalami financial
distress sebesar 92,5%. Secara keseluruhan ketepatan klasifikasi pada
model regresi logistik ini sebesar 90,9%.
Dari pembahasan 2 (dua) metode analisis di atas dapat
disimpulkan bahwa terdapat perbedaan hasil tingkat akurasi dalam
memprediksi perusahaan yang non financial distress dan perusahaan
yang financial distress yakni hasil analisis regresi logistik mempunyai
keseluruhan tingkat akurasi sebesar 90,9% yang lebih tinggi
dibandingkan hasil keseluruhan tingkat akurasi analisis diskriminan
yang sebesar 88,6%. Ini berarti bahwa analisis regresi logistik
167
merupakan metode yang lebih akurat dibandingan metode analisis
diskriminan dalam memprediksi perusahaan yang non financial
distress dan perusahaan yang financial distress.
Dari beberapa pembahasan yang sudah dijelaskan diatas, maka
dapat disimpulkan bahwa:
H2 : Terdapat perbedaan tingkat akurasi pada penerapan analisis
diskriminan dan analisis logistik dalam memprediksi
terjadinya financial distress di suatu perusahaan. (Diterima)
168
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh likuiditas,
leverage, profitabilitas, aktivitas, dan sales growth dalam memprediksi
terjadinya financial distress pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2013-2016 dengan menggunakan
Discriminant Analysis dan Logistic Regression.
Populasi dalam penelitian ini adalah Perusahaan Manufaktur yang
terdaftar di BEI periode 2013-2016. Jumlah populasi dalam penelitian ini
adalah 100 perusahaan manufaktur. Perusahaan yang memenuhi kriteria
untuk dijadikan sampel dalam penelitian ini berjumlah 22 perusahaan.
Kemudian 22 perusahaan ini dibagi menjadi dua kategori perusahaan
dengan menggunakan dummy yaitu untuk kategori 0 (non financial
distress) berjumlah 12 perusahaan dan kategori 1 (financial distress)
berjumlah 10 perusahaan.
Hasil analisis dalam penelitian ini menunjukkan bahwa:
1. Untuk hasil dari analisis diskriminan menunjukkan bahwa dari
kelima variabel yang digunakan dalam penelitian ini, hanya variabel
profitabilitas saja yang diukur dengan ROA yang berpengaruh
signifikan dalam memprediksi terjadinya financial distress di suatu
perusahaan.
169
2. Untuk hasil dari analisis regresi logistik menunjukkan bahwa
variabel profitabilitas yang diukur dengan ROA memiliki pengaruh
negatif dan signifikan terhadap kondisi financial distress dengan
nilai signifikansi sebesar 0,001 < α 0,05 dan nilai koefisien sebesar
-38,164. Pengaruh negatif ini menunjukkan bahwa semakin tinggi
profitabilitas suatu perusahaan maka kemungkinan perusahaan
tersebut mengalami financial distress akan semakin kecil, sehingga
hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang telah dijelaskan, dimana
hasilnya semakin tinggi profitabilitas dapat menurunkan
kemungkinan terjadinya financial distress di suatu perusahaan.
3. Analisis diskriminan dan analisis regresi logistik memiliki tingkat
akurasi prediksi yang berbeda. Dimana hasilnya menunjukkan
bahwa analisis regresi logistik mempunyai keseluruhan tingkat
akurasi sebesar 90,9% yang lebih tinggi dibandingkan hasil
keseluruhan tingkat akurasi analisis diskriminan yang sebesar 88,6%.
Ini berarti bahwa analisis regresi logistik merupakan metode yang
lebih akurat dibandingan metode analisis diskriminan dalam
memprediksi perusahaan yang non financial distress dan perusahaan
yang financial distress.
B. Keterbatasan dan Saran
Peneliti menyadari bahwa masih terdapat keterbatasan dalam
penelitian ini. Keterbatasan dalam penelitian ini diantaranya yaitu:
170
1. Jumlah sampel hanya berjumlah 88 sampel dan periodenya masih
terbatas hanya dari tahun 2013-2016.
2. Penelitian ini memproksikan kondisi financial distress hanya dengan
satu ukuran yaitu dengan laba operasi negatif selama dua tahun
berturut-turut.
3. Pada penelitian ini hanya menggunakan beberapa variabel saja.
4. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
diskriminan dan regresi logistik, padahal masih banyak metode
lainnya yang bisa digunakan dalam penelitian untuk memprediksi
terjadinya financial distress suatu perusahaan.
Karena terdapat keterbatasan dalam penelitian ini, maka peneliti
memberikan saran yang dapat digunakan untuk mengembangkan
penelitian di masa depan:
1. Pada penelitian selanjutnya, diusahakan sampel dan periode
penelitian bisa ditambah lagi.
2. Penelitian selanjutnya dapat menggunakan kriteria yang berbeda
dalam memprediksi terjadinya financial distress di suatu perusahaan,
seperti menggunakan interest coverage ratio, nilai buku ekuitas
negatif, dan arus kas negatif.
3. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan bisa menambah variabel-
variabel lainnya.
4. Penelitian selanjutnya dapat menggunakan metode-metode lainnya
yang ada.
171
DAFTAR PUSTAKA
Agusti, Chalendra Prasetya. 2013. “Analisis Faktor yang Mempengaruhi
Kemungkinan Terjadinya Financial Distress”, Universitas Diponegoro.
Ahmad, Gatot Nazir. 2011. “Analysis of Financial Distress in Indonesia Stock
Exchange”, University of Padjadjaran Bandung.
Al-khatib, Hazem B et.al. 2011. “Predicting Financial Distress Of Public
Companies Listed In Amman Stock Exchange”, European Scientific
Journal. July Edition Vol. 8 No. 15. ISSN: 1857-7881 (print). Amman
University.
Alifiah, et al. 2012. “Prediction of Financial Distress Companies in The
Consumer Product Sector in Malaysia”, Jurnal Teknologi. ISSN: 0127-
9696. Universiti Teknologi Malaysia. Malaysia.
Alifiah, et al. 2013. “Prediction of Financial Distress Companies in The
Trading and Service Sector in Malaysia Using Macroeconomic
Variables”, Journal Social and Behavioral Sciences. ISSN: 1877-0428.
Universiti Teknologi Malaysia. Malaysia.
Andre, Orina. 2013. “Pengaruh Profitabilitas, Likuiditas dan Financial
Leverage dalam Memprediksi Financial Distress”, Universitas Negeri
Padang.
Ardiyanto, Feri Dwi. 2011. “Prediksi Rasio Keuangan Terhadap Kondisi
Financial Distress Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI Periode
2005-2009”, Universitas Diponegoro Semarang.
Atika, dkk. 2012. “Pengaruh Beberapa Rasio Keuangan Terhadap Prediksi
Kondisi Financial Distress”, Universitas Brawijaya Malang.
Brahmana, Rayenda K. 2007. “Identifying Financial Distress Condition in
Indonesia Manufacture Industry”, Birmingham Business School,
University of Birmingham. United Kingdom.
Brigham, E.F. & Houston, J.F.. 2009. “Dasar-dasar Manajemen Keuangan”,
Edisi 10. Salemba Empat. Jakarta.
Deanta. 2009. “EXCEL Untuk Analisis Laporan Keuangan dan Prediksi
Kebangkrutan Perusahaan”, ISBN: 978.979.1078.65.8. Penerbit Gava
Media. Yogyakarta.
Eliu, Viggo. 2014. “Pengaruh Financial Leverage dan Firm Growth Terhadap
Financial Distress”, Jurnal FINESTA, Vol. 2, No. 2.
Fahmi, Irham. 2012. “Analisis Laporan Keuangan”, Ed.1-2. ALFABETA.
Bandung.
172
Fraser, Lyn M. dan Ormiston, Aileen. 2008. “Memahami Laporan Keuangan”,
Ed. 7 (diterjemahkan oleh Priyo Darmawan, SE, AKT., MBA). PT Indeks.
Jakarta.
Ghozali, Imam. 2013. “Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program IBM
SPSS 21 Edisi 7”, ISBN: 979.704.300.2, Badan Penerbit Universitas
Diponogoro. Semarang.
Gobenvy, Orchid. 2013. “Pengaruh Profitabilitas, Financial Leverage dan
Ukuran Perusahaan terhadap Financial Distress pada Perusahaan
Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2000-2012”,
Universitas Negeri Padang.
Hamid, Abdul. 2007. “Pedoman Penulisan Skripsi”, Fakultas Ekonomi dan
Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Hanafi Mamduh dan Halim Abdul. 2009. “Analisis Laporan Keuangan”, UPP
STIM YKPN. Yogyakarta.
Hanifah, Oktita Earning. 2013. “Pengaruh struktur Corporate Governance dan
Financial Indicators terhadap kondisi Financial Distress pada
perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia”,
Universitas Diponegoro.
Hapsari, Evanny Indri. 2012. “Kekuatan Rasio Keuangan Dalam Memprediksi
Kondisi Financial Distress Perusahaan Manufaktur di BEI”, JDM. Vol. 3,
No. 2, pp: 101-109.
Harahap, Sofyan Syafri. 2011. “Analisis Kritis Atas Laporan Keuangan”, Raja
Grafindo Persada. Jakarta.
Harahap, Sofyan Syafri. 2013. “Analisis Kritis Atas Laporan Keuangan”, Edisi
1-11. PT Rajawali Pers. Jakarta.
Hidayat, Muhammad Arif. 2013. “Prediksi Financial Distress Perusahaan
Manufaktur di Indonesia (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur
yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2008-2012)”, Universitas
Diponegoro.
Ikhsan, dkk. 2009. “Akuntansi untuk Manajer”, Ed.1. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Indrawati, Sri. 2010. “Analisis Laporan Keuangan”, Edisi Revisi. STIE
Malangkucecwara. Malang.
Jiming, Li dan Weiwei, Du. 2011. “An Empirical Study on The Corporate
Financial Distress Prediction Based on Logistic Model Evidence from
China’s Manufacturing Industry”, Vol.5, No.6. International Journal of
Digital Content Technology.
173
Kasmir. 2013. “Analisis Laporan Keuangan”, Ed.1-6. PT Raja Grafindo
Persada. Jakarta.
Keown, Arthur J. et al. 2011. “Manajemen Keuangan : Prinsip dan Penerapan”,
Edisi Kesepuluh. PT Indeks. Jakarta.
Khaira, Amilia Fachruddin. 2008. “Faktor- Faktor yang Meningkatkan Peluang
Survive Perusahaan yang Mengalami Kesulitan Keuangan”, Jurnal
Manajemen Bisnis. Vol. 1, No. 1. ISSN : 1978-8339.
Kosasih. 2010. “Analisis Tingkat Kebangkrutan Model Altman Dan Foster Pada
Perusahaan Textile Dan Garment Go Public Di Bursa Efek Indonesia”,
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Margaretha, Farah. 2014 “Dasar-dasar Manajemen Keuangan”, Edisi Pertama.
PT Dian Rakyat. Jakarta.
Nella, Rista. 2011. “Analisis Rasio Keuangan dalam Memprediksi Financial
Distress Perusahaan Wholesale and Retail Trade yang Terdaftar di Bursa
Efek Indonesia”, Universitas Riau. Pekanbaru.
Pasaribu, Rowland Bismark Fernando. 2008. “Penggunaan Binary Logit Untuk
Prediksi Financial Distress Emiten di BEI”, Jurnal Ekonomi Bisnis dan
Akuntansi Ventura. Vo.11, No.2, August 2008 (153-172). ISSN: 1410-
6418. ABFI Institute Perbanas. Jakarta.
Pramesti, Getut. 2013. “Smart Olah Data Penelitian dengan SPSS 21”, PT Elek
Media Komputindo.
Pranowo, Koes, dkk. 2010. “Determinant of Corporate Financial Distress in An
Emerging Market Economy : An Empirical Evidence From The Indonesian
Stock Exchange 2004-2008”, International Research Journal of Finance
and Economics. ISSN: 1450-2887. Issue 52.
Prawironegoro, Darsono. 2009. “Manajemen Keuangan : Kajian Pengambilan
Keputusan Bisnis Berbasis Analisis Keuangan”, ISBN: 978-602-95030-0-
5. Nusantara Consulting. Jakarta.
Prihadi, Toto. 2008. “Analisis Rasio Keuangan”, PPM. Jakarta.
Rahmy. 2015. “Pengaruh Profitabilitas, Financial Leverage, Sales Growth, dan
Aktivitas Terhadap Financial Distress (Studi Empiris Pada Perusahaan
Manufaktur yang Terdaftar di BEI Tahun 2009-2012)”, Universitas Negeri
Padang.
Sugiyono. 2009. “Metode Penelitian Bisnis”, Cetakan 13. Alfabeta. Bandung.
Sumbodo, Joko. 2010. “Perbandingan Model Diskriminan dan Model Logit
untuk Memprediksi Financial Distress Perusahaan Manufaktur di BEI”,
Universitas Sebelas Maret.
174
Trihendradi. 2012. “Step By Step SPSS 20 : Analisis Data Statistik”, Salemba
Infotek. Jakarta.
Triwahyuningtias, Meilinda. 2012. “Analisis Pengaruh Struktur Kepemilikan,
Ukuran Dewan, Komisaris Independen, Likuiditas, dan Leverage
Terhadap Terjadinya Kondisi Financial Distress (Studi pada Perusahaan
Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2008-2010)”,
Vol.1, No.1. Universitas Diponegoro.
Uyanto, Stanislaus. 2007. “KupasnTuntas Analisis Regresi”, ANDI. Yogyakarta.
Wardiah, Mia Lasmi. 2013. “Dasar-Dasar Perbankan”, ISBN:
978.979.076.307.4, CV Pustaka Setia. Bandung.
Widarjo, Wahyu dan D. Setiawan. 2009. “Pengaruh Rasio Keuangan Terhadap
Kondisi Financial Distress Perusahaan Otomotif”, Jurnal Bisnis dan
Akuntansi, Vol. 11, No. 2, Hlm 107-119. Universitas Sebelas Maret.
Surakarta.
Yamin, Sofyan dan Kurniawan, Heri. 2009. “SPSS Complete Teknik Analisis
Statistik Terlengkap dengan Software SPSS”, Salemba Infotek. Jakarta.
www.idx.co.id
175
LAMPIRAN
Lampiran 1 : Hasil Perhitungan Rasio dengan Excel
KODE TAHUN Y CR (X1) DAR (X2) ROA (X3) TATO (X4)
GROWTH
(X5)
ALMI 2013 1 1,05910 0,76115 0,02748 1,04333 -0,10874
2014 1 1,02454 0,80896 -0,00269 1,03698 0,16187
2015 1 0,90143 0,74184 -0,02261 1,52274 -0,00083
2016 1 0,85453 0,81250 -0,07771 1,14341 -0,26146
GDST 2013 1 2,98883 0,25773 0,07678 1,18348 -0,14431
2014 1 1,40547 0,35742 -0,01031 0,89738 -0,13794
2015 1 1,21602 0,32056 -0,04739 -0,04739 -0,24829
2016 1 1,24038 0,33833 0,02204 0,60216 -0,17128
ARGO 2013 1 0,67621 0,95114 0,00235 0,71886 -0,87320
2014 1 0,40392 1,14143 -0,19533 0,71878 -0,17456
2015 1 0,29386 1,24296 -0,08462 0,34856 -0,56687
2016 1 0,31349 1,49064 -0,21819 0,41900 0,07202
YPAS 2013 1 1,17635 0,72175 0,01014 0,71623 0,06249
2014 1 1,38265 0,49914 -0,02985 1,31362 -0,04131
2015 1 1,22473 0,46130 -0,03695 0,99360 -0,34189
2016 1 0,97364 0,49332 -0,02997 0,99313 0,00335
JKSW 2013 1 11,49241 2,55422 -0,03037 0,34952 0,06393
2014 1 2,51770 2,37790 -0,03179 0,28546 -0,05700
2015 1 2,43792 2,66063 -0,08707 0,54059 0,65828
2016 1 1,91047 2,61707 -0,01058 0,93796 0,78675
MASA 2013 1 1,55495 0,40343 0,00278 0,51488 0,00938
2014 1 1,74778 0,40217 -0,00050 0,45090 -0,12921
2015 1 1,28515 0,42274 -0,04532 0,39607 -0,15962
2016 1 1,05356 0,44408 -0,01063 0,37688 -0,03047
IKAI 2013 1 1,04286 0,57389 -0,09021 0,43879 0,05129
2014 1 0,83636 0,65415 -0,05269 0,50588 0,24015
2015 1 0,80847 0,82301 -0,28281 0,36201 -0,46173
2016 1 0,20110 1,23337 -0,54676 0,31609 -0,40671
NIKL 2013 1 1,18637 0,66675 0,00223 1,38120 0,21838
2014 1 1,11578 0,72017 -0,05619 1,33603 -0,05535
2015 1 1,09397 0,67051 -0,05285 1,20790 -0,15684
2016 1 1,17020 0,66568 0,02105 1,10025 -0,04149
JPRS 2013 1 247,44407 0,03723 0,03987 0,51853 -0,57659
2014 1 464,98442 0,06099 -0,02415 0,84319 0,60636
2015 1 13,34916 0,08480 -0,04630 0,39455 -0,54302
176
KODE TAHUN Y CR (X1) DAR (X2) ROA (X3) TATO (X4)
GROWTH
(X5)
2016 1 10,39616 0,12270 -0,06902 0,34354 -0,15793
MAIN 2013 1 1,01065 0,61051 0,10912 1,89355 0,25183
2014 1 1,07621 0,69393 -0,02461 1,27531 0,07369
2015 1 1,33346 0,60915 -0,01652 1,20518 0,06062
2016 1 1,29011 0,53120 0,07373 1,33843 0,09871
KLBF 2013 0 2,83926 0,24879 0,17713 1,41423 0,17349
2014 0 3,40364 0,21506 0,16853 1,39627 0,08539
2015 0 3,69650 0,20138 0,15211 1,30600 0,02988
2016 0 4,13114 0,18141 0,15460 1,27244 0,08312
KAEF 2013 0 24,26697 0,34288 0,08724 1,75897 0,16438
2014 0 2,38699 0,42874 0,08759 1,50062 0,03978
2015 0 1,92282 0,40127 0,05838 1,41501 0,07506
2016 0 1,71367 0,50756 0,05353 1,25993 0,19569
INAI 2013 0 1,23619 0,83507 0,00655 0,83656 0,09963
2014 0 1,08238 0,86377 0,01690 1,04453 0,45694
2015 0 1,01471 0,81972 0,09710 1,04091 0,48338
2016 0 1,00294 0,80731 0,02424 0,95928 -0,07234
SMSM 2013 0 2,11198 0,40635 0,19748 1,39071 0,04962
2014 0 2,11202 0,36157 0,23958 1,49796 0,10537
2015 0 2,39379 0,35127 0,20779 1,26252 0,06459
2016 0 2,86025 0,29923 0,22273 1,27725 0,02745
RICY 2013 0 1,76585 0,65654 0,00786 0,88676 4,92296
2014 0 1,32834 0,66701 0,00890 1,01146 0,20449
2015 0 1,18557 0,66610 0,01033 0,92727 -0,06275
2016 0 1,14868 0,67991 0,01031 0,94788 0,09943
MYOR 2013 0 2,44336 0,59435 0,10851 1,23770 0,14340
2014 0 2,08994 0,60409 0,03794 1,37591 0,17900
2015 0 2,36534 0,54204 0,11166 1,30645 0,04585
2016 0 2,25017 0,51516 0,10414 1,42001 0,23829
INDF 2013 0 1,66730 0,50862 0,06609 0,73927 0,15000
2014 0 1,81007 0,53212 0,05653 0,73881 0,10155
2015 0 1,70533 0,53043 0,05300 0,69760 0,00735
2016 0 1,50813 0,46527 0,06066 0,81230 0,04197
AALI 2013 0 0,45001 0,31415 0,12944 0,84701 0,09604
2014 0 0,58469 0,36238 0,13931 0,87858 0,28646
2015 0 0,79898 0,45618 0,03205 0,60706 -0,19911
2016 0 1,02754 0,27378 0,08998 0,58290 0,08133
GGRM 2013 0 1,72208 0,42060 0,08635 1,09192 0,13070
2014 0 1,62016 0,43102 0,09145 1,11937 0,17586
177
KODE TAHUN Y CR (X1) DAR (X2) ROA (X3) TATO (X4)
GROWTH
(X5)
2015 0 1,77036 0,40150 0,10161 1,10802 0,07946
2016 0 1,93789 0,37151 0,10600 1,21163 0,08397
BATA 2013 0 1,69263 0,41698 0,06519 1,32581 0,20096
2014 0 1,55226 0,45076 0,09002 1,30177 0,11775
2015 0 2,47100 0,31194 0,16208 1,29373 0,01995
2016 0 2,57011 0,30766 0,05224 1,24239 -0,02823
INTP 2013 0 6,14807 0,13641 0,19611 0,70249 0,08102
2014 0 4,93393 0,14913 0,17883 0,69228 0,06982
2015 0 4,88657 0,13649 0,15408 0,64396 -0,10993
2016 0 4,52503 0,13306 0,12605 0,50951 -0,13688
SKLT 2013 0 1,23384 0,53757 0,03788 1,87771 0,41154
2014 0 1,18380 0,59251 0,01920 2,02242 0,20170
2015 0 1,19246 0,59682 0,04827 1,97583 0,09346
2016 0 1,31532 0,47883 0,29773 1,46743 0,11910
178
Lampiran 2 : Hasil Uji SPSS – Uji Asumsi Klasik
179
Lampiran 3 : Hasil Uji SPSS – Analisis Diskriminan
180
181
182
183
184
185
Lampiran 4 : Hasil Uji SPSS – Analisis Regresi Logistik
Block 0 : Beginning Block
186
Block 1 : Method = Enter
187
188