PENGARUH PENERAPAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP YIELD OBLIGASI
ABSTRAK
Oleh:
FEBI FEBRIANNPM : 0811031031
Tlpn : 081369925474Email : [email protected]
Pembimbing I : R.Weddie Andriyanto, S.E., M.Si., C.P.APembimbing II : Ninuk Dewi K., S.E., M.Sc., Akt.
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh penerapan good corporate governance terhadap yield obligasi dengan menggunakan yield obligasi sebagai variabel dependen dan .kepemilikan institusional, ukuran dewan komisaris, komisaris independen, serta komite audit sebagai variabel independen.
Populasi penelitian ini adalah seluruh perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2007-2011. Sampel dipilih dengan menggunakan metoda purposive sampling dan diperoleh 10 perusahaan sebagai sampel. Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji asumsi klasik dan pengujian hipotesis yang dilakukan dengan menggunakan analisis regresi linear berganda.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kepemilikan institusional, ukuran dewan komisaris, komisaris independen, serta komite audit mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap yield obligasi.
Kata kunci: yield obligasi, good corporate governance.
THE EFFECT OF FREE CASH FLOW, PROFITABILITY AND COMPANY GROWTH ON CAPITAL STRUCTURE
(An Empirical Study on Manufacturing Company Listed in Indonesia Stock Exchange 2007-2011 Periods)
ABSTRACT
By:
FEBI FEBRIANNPM : 0811031031
Tlpn : 081369925474Email : [email protected]
Pembimbing I : R.Weddie Andriyanto, S.E., M.Si., C.P.APembimbing II : Ninuk Dewi K., S.E., M.Sc., Akt.
This research aims to analyse the effect of the implementation of good corporate governance on bond yields using the bond yield as the dependent variable and. institutional ownership, board size, independent directors and audit committees as an independent variable.
Population of this research are all firms listed in Indonesian Stock Exchange (IDX) of 2007-2011 periods. Samples are selected by using purposive sampling method that results 10 firms to be examined. Classic assumption tests and hypothesis testing by using multiple linear regression method are used for data analysis.
The result of this research shows that institutional ownership, board size, independent directors and audit committees have significant effect on bond yields.
Keywords: bond yields, good corporate governance.
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Agency theory menekankan pada pentingnya pemilik modal (investor)
menyerahkan pengelolaan perusahaan kepada tenaga-tenaga profesional (agent)
yang lebih mengerti dalam menjalankan bisnis sehari-hari. Mereka (agent)
bertugas secara profesional bekerja untuk kepentingan perusahaan dan memiliki
keleluasaan dalam menjalankan manajemen perusahaan. Sementara pemilik
modal (investor) hanya bertugas mengawasi jalannya perusahaan yang dikelola
oleh manajemen untuk memastikan bahwa mereka bekerja dengan baik untuk
kepentingan perusahaan (Mustikasari, 2010).
Herawaty (2008) menyatakan bahwa konflik kepentingan antara pemilik
(investor) dengan manajer (agent) muncul ketika pemilik modal menghendaki
kekayaan dan kemakmurannya bertambah, sedangkan manajer juga menginginkan
bertambahnya kesejahteraan bagi para manajer. Setyapurnama dan Norpratiwi
(2006) menyatakan bahwa pemilik (investor) ingin memaksimalkan return dan
harga sekuritas dari investasinya, namun manajer mempunyai kebutuhan
psikologis dan ekonomi yang luas, termasuk memaksimalkan kompensasinya.
Alijoyo dan Zaini (2004) dalam Setyapurnama dan Norpratiwi (2006)
beranggapan bahwa pemisahan fungsi eksekutif dan fungsi pengawasan pada teori
keagenan akan menciptakan “cheks and balances”, sehingga terjadi independensi
yang sehat bagi para manajer untuk menghasilkan kinerja perusahaan yang
maksimum dan return yang memadai bagi investor.
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan perusahaan untuk mendapatkan dana,
antara lain dengan dengan menjual saham atau menerbitkan obligasi. Saham
sebagai instrumen investasi memiliki resiko yang jauh lebih tinggi daripada
obligasi, dikarenakan bahwa nilai dari saham memiliki tingkat fluktuatif yang
sangat tinggi, sementara obligasi memiliki tingkat fluktuatif yang relatif rendah
karena return yang diberikan juga tidak terlalu tinggi, berbeda dengan saham yang
memiliki tingkat return yang relatif tinggi. Return obligasi merupakan hasil yang
akan diperoleh investor apabila melakukan investasi pada obligasi. Return
obligasi ini dinyatakan dalam yield obligasi. Yield obligasi merupakan salah satu
signal yang diberikan oleh manajer kepada investor mengenai keadaan keuangan
perusahaan.
Penerapan good corporate governance diharapkan dapat memberikan signal
positif kepada investor untuk menginvestasikan dananya. Perusahaan yang
menerapkan good corporate governance cenderung memiliki yield obligasi yang
lebih rendah (Setyapurnama dan Norpratiwi). Semakin baik penerapan good
corporate governance maka yield obligasi yang akan diberikan oleh perusahaan
akan semakin kecil. Hal ini dikarenakan karena dengan penerapan good corporate
governance maka perusahaan berhasil memaksimalkan sumber daya yang ada dan
nilai perusahaan sehingga bisa menekan penggunaan dana dari luar.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul, “PENGARUH PENERAPAN GOOD CORPORATE
GOVERNANCE TERHADAP YIELD OBLIGASI”
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah kepemilikan institusional berpengaruh terhadap yield obligasi?
2. Apakah ukuran dewan komisaris berpengaruh terhadap yield obligasi?
3. Apakah komisaris independen berpengaruh terhadap yield obligasi?
4. Apakah komite audit berpengaruh terhadap yield obligasi?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis pengaruh penerapan good
corporate governance terhadap yield obligasi perusahaan yang diperdagangkan di
Bursa Efek Indonesia (BEI). 2007-2011.
1.3.2 Manfaat penelitian
Adapun manfaat penelitian yang diharapkan dari dilakukannya penelitian ini
adalah sebagai bukti empiris serta memberikan kontribusi tambahan terhadap
penelitian-penelitian yang telah ada. Bagi para Investor, dapat memberikan
gambaran mengenai penerapan good corporate governance dalam pengambilan
keputusan investasi . Bagi para akademisi, hasil penelitian ini diharapkan dapat
untuk menambah pengetahuan teoritis dan praktis bagaimana penerapan good
corporate governance oleh perusahaan. Hasil penelitian diharapkan dapat
dipergunakan sebagai masukan atau bahan pembanding bagi peneliti lain yang
melakukan penelitian sejenis maupun penelitian yang lebih luas.
2. LANDASAN TEORI, RERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS
2.1 Agency Theory
Teori agensi berkaitan dengan hubungan antara manajemen perusahaan (agent)
dengan investor.Menurut Darmawati dkk (2005), inti dari hubungan keagenan
adalah adanya pemisahan antara kepemilikan (principal/investor) dan
pengendalian (agent/manajer).Investor memberikan wewenang kepada manajer
untuk mengelola kekayaannya. Investor mempunyai harapan bahwa dengan
memberikan wewenang pengelolaan kepada manajer maka mereka akan
memperoleh keuntungan (Mustikasari, 2010).
Teori kegenan lebih menekankan pada penentuan pengaturan kontrak yang jelas
untuk masing-masing pihak yang berisi tentang hak dan kewajiban, sehingga
dapat meminimumkan konflik keagenan. Good corporate governance merupakan
suatu mekanisme pengelolaan yang didasarkan pada teori keagenan. Penerapan
konsep good corporate governance diharapkan memberikan kepercayaan terhadap
agent (manajer) dalam mengelola dana investor.
2.2 Signaling Theory
Signaling theory adalah pemberian signal dilakukan oleh manajer untuk
mengurangi asimetri informasi mengenai apa yang sudah dilakukan oleh
manajemen untuk merealisasikan keinginan pemilik dan pihak luar (investor,
kreditor). Salah satu cara untuk mengurangi informasi asimetri adalah dengan
memberikan sinyal pada pihak luar, salah satunya berupa informasi keuangan
(dalam hal ini yield) yang dapat dipercaya dan memiliki integritas dan akan
mengurangi ketidakpastian mengenai prospek perusahaan yang akan datang
(Wolk et al., 2004).
Teori sinyal menjelaskan mengapa investor membeli obligasi perusahaan. Yield
obligasi yang terlalu tinggi mengindikasikan bahwa obligasi tersebut berisiko
tinggi juga (De Ros, 2012).
2.3 Good Corporate Governance
Good corporate governance timbul karena kepentingan perusahaan untuk
memastikan kepada pihak penyandang dana (principal/investor) bahwa dana yang
ditanamkan digunakan secara tepat dan efisien. Selain itu dengan good corporate
governance, perusahaan memberikan kepastian bahwa manajemen (agent)
bertindak yang terbaik demi kepentingan perusahaan (Setyapurnama dan
Nopratiwi, 2007).
Forum for Corporate Governance in Indonesia/FCGI (2001) mendefinisikan
corporate governance sebagai seperangkat peraturan yang mengatur hubungan
antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur,
pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan internal dan eksternal
lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, sehingga
menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan (stakeholder).
Nilai tambah yang dimaksud adalah corporate governance memberikan
perlindungan efektif terhadap investor dalam memperoleh yield dan dana yang
diinvesatsikannya.
2.4 Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance
Setiap perusahaan harus memastikan bahwa prinsip corporate governance
diterapkan pada setiap aspek bisnis dan di semua jajaran perusahaan.Prinsip-
prinsip corporate governance diperlukan untuk mencapai kinerja yang
berkesinambungan dengan tetap memperhatikan pemangku kepentingan (KNKG,
2006). Prinsip-prinsip tersebut antara lain:
a. Transparansi (Transparancy)
Untuk menjaga obyektivitas dalam menjalankan bisnis, perusahaan harus
menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah
diakses dan dipahami oleh pemangku kepentingan. Perusahaan harus mengambil
inisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya masalah yang disyaratkan oleh
peraturan perundang-undangan, tetapi juga hal yang penting untuk pengambilan
keputusan oleh pemegang saham, kreditur dan pemangku kepentingan lainnya.
b. Akuntabilitas (Accountability)
Perusahaan harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan
dan wajar. Untuk itu perusahaan harus dikelola secara benar, terukur dan sesuai
dengan kepentingan perusahaan dengan tetap memperhitungkan kepentingan
pemegang saham dan pemangku kepentingan lain. Akuntabilitas merupakan
prasyarat yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan.
c. Responsibilitas (Responsibility)
Perusahaan harus mematuhi peraturan perundang-undangan serta melaksanakan
tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga dapat terpelihara
kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan mendapat pengakuan sebagai
good corporate citizen.
d. Independensi (Independency)
Untuk melancarkan pelaksanaan asas GCG, perusahaan harus dikelola secara
independen sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling mendominasi
dan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain.
e. Kesetaraan dan Kewajaran (Fairness)
Dalam melaksanakan kegiatannya, perusahaan harus senantiasa memperhatikan
kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya berdasarkan
asas kesetaraan dan kewajaran.
2.5 Tujuan Good Corporate Governance
Tujuan dan manfaat GCG dapat diketahui dari Keputusan Menteri Negara BUMN
melalui SK No. Keputusan 23/M-PM. PBUMN/2000, Pasal 6, Penerapan GCG
dalam rangka menjaga kepentingan PESERO bertujuan untuk:
1. pengembangan dan peningkatan nilai perusahaan;
2. pengelolaan sumber daya dan risiko secara lebih efisien dan efektif;
3. peningkatan disiplin dan tanggung jawab dari organ PESERO dalam rangka
menjaga kepentingan perusahaan termasuk pemeang saham, kreditur,
karyawan, dan lingkungan dimana PESERO berada, secara timbal balik
sesuai dengan tugas, wewenang, dan tanggung jawab masing-masing;
4. meningkatkan kontribusi PESERO bagi perekonomian nasional;
5. meningkatkan iklim investasi; dan
6. mendukung program privatisasi.
Menurut Bassel Committee on Banking Supervision, tujuan dan manfaat good
corporate governance antara lain sebagai berikut:
1 Mengurangi agency cost, biaya yang timbul karena penyalahgunaan
wewenang, ataupun berupa biaya pengawasan yang timbul untuk mencegah
timbulnya suatu masalah.
2 Mengurangi biaya modal yang timbul dari manajemen yang baik, yang
mampu meminimalisir risiko.
3 Memaksimalkan nilai saham perusahaan, sehingga dapat meningkatkan citra
perusahaan dimata publik dalam jangka panjang
4 Mendorong pengelolaan perbankan secara professional, transparan, efisien
serta memberdayakan fungsi dan meningkatkan kemandirian dewan
komisaris, Direksi, dan RUPS
5 Mendorong dewan komisaris, anggota direksi, pemegang saham dalam
membuat keputusan dan menjalankan tindakan dilandasi moral yang tinggi
dan kepatuhan terhadap perundang-undangan yang berlaku.
6 Menjaga Going Concern perusahaan.
2.6 Mekanisme corporate governance
Mekanisme corporate governance merupakan seperangkat aturan yang mengatur
hubungan antara pemegang saham, pengurus, pihak kreditur, pemerintah,
karyawan serta para pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya
sehubungan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain sistem
yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan (FCGI, 2000).
Mekanisme corporate governance dalam penelitian ini meliputi kepemilikan
institusional, ukuran dewan komisaris, komisaris independen, dan komite audit.
2.7 Model Penelitian
2.5 Pengembangan Hipotesis
Kepemilikan Institusional terhadap Yield Obligasi
Bhoraj dan Sengupta (2003) menemukan adanya hubungan antara mekanisme
corporate governance dengan peringkat obligasi dan yield obligasi. Kepemilikan
institusional memiliki hubungan yang negatif signifikan dengan yield obligasi.
Artinya semakin besar persentase kepemilikan insitusi sektor keuangan pada suatu
perusahaan, yield obligasi yang dihasilkan obligasi perusahaan akan semakin
kecil. Hal ini menunjukkan bahwa dengan adanya investor institusional dari
sektor keuangan akan semakin meningkatkan kontrol terhadap kinerja
manajemen, dan ini akan menguntungkan seluruh stakeholders termasuk
bondholders yang secara intuitif akan meningkatkan harga obligasi dan pada
akhirnya menurunkan yield obligasi (Rinangsih, 2005). Berdasarkan penelitian-
penelitian tersebut maka hipotesisnya adalah:
Ha1 :Terdapat pengaruh negatif antara kepemilikan institusi dengan yield
Dewan Komisaris dan Yield Obligasi
Menurut Egon Zehnder dalam FCGI, dewan komisaris memegang peranan
penting dalam perusahaan, terutama dalam pelaksanaan good corporate
governance. Dewan komisaris merupakan inti dari good corporate governance
Yield Obligasi
Mekanisme Corporate Governance
Kepemilikan Institusional
Komite Audit
Ukuran Dewan Komisaris
Komisaris Independen
yang ditugaskan untuk menjamin pelaksanaan strategi perusahaan, mengawasi
manajemen dalam mengelola perusahaan, serta mewajibkan terlaksananya
akuntabilitas.
Besarnya dewan komisaris dapat dipandang sebagai sarana untuk memberikan
masukan dan mengontrol perilaku oportunistik direksi dan manajemen
(Kusumawati dan Riyanto, 2005). Berdasarkan teori agensi, dewan komisaris
dianggap sebagai mekanisme pengendalian intern tertinggi yang
bertanggungjawab untuk memonitor tindakan manajemen puncak. Teori agensi
menyatakan bahwa semakin besar jumlah anggota dewan komisaris, maka akan
semakin mudah untuk mengendalikan CEO dan monitoring yang dilakukan akan
semakin efektif yang pada akhirnya menaikkan nilai perusahaan dan risiko
investasi pada perusahaan itu semakin rendah. Apabila risiko investasi rendah
maka yield obligasi yang ditawarkan akan semakin rendah. Dari kesimpulan diatas
maka hipotesis penelitiannya adalah:
Ha2 :Jumlah dewan komisaris berpengaruh negatif terhadap yield obligasi
Komisaris Independen dan Yield Obligasi
Menurut penelitian Setyapurnama dan Nopritiwi (2006) menyebutkan bahwa
jumlah komisaris independen berpengaruh negatif yang secara statistik signifikan
terhadap yield obligasi. Jumlah komisaris independen merupakan salah satu
variabel yang dipertimbangkan investor dalam melakukan investigasi dalam
obligasi. Bhoraj dan Senguptha (2003) yang meneliti mengenai efek corporate
governance pada peringkat obligasi dan yield obligasi menemukan adanya
hubungan negatif antara komposisi komisaris independen yang besar dengan yield
obligasi. Semakin tinggi jumlah komisaris independen diharapkan dapat
meningkatkan nilai perusahaan. Nilai perusahaan yang semakin tinggi akan
menurunkan tingkat risiko dan menaikkan harga jual obligasi, sehingga yield
obligasi semakin rendah. Dari uraian tersebut maka hipotesis yang penulis ajukan
adalah:
Ha3 :Jumlah komisaris independen berpengaruh negatif terhadap yield
obligasi.
Komite Audit dan Yield Obligasi
Penelitian Rinangsih (2008) yang menguji pengaruh praktek corporate
governance terhadap risiko kredit, yield surat hutang (obligasi) menunjukan
bahwa komite audit berpengaruh positif terhadap yield obligasi.
Sedangkan hasil penelitian Setyapurnama dan Norpratiwi (2006) menyebutkan
bahwa keberadaan komite audit disuatu perusahaan berpengaruh negatif terhadap
yield obligasi perusahaan tersebut. Komite audit yang bebas dari pengaruh direksi,
eksternal auditor, dan hanya bertanggung jawab kepada dewan komisaris
diharapkan dapat memberikan pengawasan secara menyeluruh. Keberadaan
komite audit akan menurunkan risiko perusahaan. Keberadaan komite audit ini
akan meningkatkan nilai perusahaan sehingga investor akan bersedia membeli
obligasi dengan harga yang tinggi, jika harga obligasi tinggi maka yield obligasi
yang ditawarkan perusahaan akan semakin rendah.
Ha4 :Jumlah komite audit berpengaruh negatif terhadap yield obligasi.
3. METODA PENELITIAN
3.1 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder. Data
penelitian berupa laporan keuangan yang telah dipublikasikan dalam database
Bursa Efek Indonesia, Indonesian Capital Market Directory dan Bond Book
selama tahun 2007 sampai 2011 yang meliputi laporan keuangan perusahaan dan
laporan kinerja obligasi perusahaan.
3.2 Metode Pemilihan Sampel
Teknik penarikan sampel dalam penelitian ini adalah dengan metoda penyampelan
bersasaran (purposive sampling method) yaitu sampel yang dipilih berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan tertentu sesuai dengan tujuan penelitian. Oleh karena
itu, sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel yang memenuhi
kriteria sebagai berikut :
1. Perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia yang mengeluarkan
laporan keuangan lengkap dari tahun 2007-2011.
2. Perusahaan yang menerbitkan obligasi dari tahun 2007-2011.
3. Perusahaan dengan obligasi yang aktif diperdagangkan selama periode
1 Januari 2007 sampai dengan 31 Desember 2011.
Tabel 1 Proses Seleksi Sampel Berdasarkan Kriteria
No Kriteria Jumlah Akumulasi1 Perusahaan yang terdaftar di BEI yang
mengeluarkan laporan keuangan lengkap357
2 Perusahaan yang tidak menerbitkan obligasi selama periode 2007-2011
(313) 44
3 Perusahaan dengan obligasi yang tidak aktif diperdagangkan selama periode 1 Januari 2007 sampai dengan 31 Desember 2011
(34) 10
Jumlah perusahaan yang diteliti 10
Tabel 2 Daftar Perusahaan Sampel
NoKode
Perusahaan Nama Perusahaan1 ADHI PT Adhi Karya (Persero) Tbk2 BBRI PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk3 BDMN PT Bank Danamon Indonesia Tbk4 BLTA PT Berlian Laju Tanker Tbk5 BTEL PT Bakrie Telecom Tbk6 EXCL PT XL Axiata Tbk7 INDF PT Indofood Sukses Makmur Tbk8 JPFA PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk9 JSMR/JMPD PT Jasa Marga (Persero)Tbk10 PNBN PT
3.3 Variable Penelitian
3.3.1 Variabel Dependen (Y)
Variabel dependen pada penelitian ini adalah yield obligasi yang diproksikan
weighted average yield yang diperoleh dari Bond Book yang diterbitkan oleh
Bursa Efek Indonesia.
3.3.2 Variabel Independen (X)
Variabel dependen dalam penelitian ini menggunakan empat variabel independen,
yaitu kepemilikan institusional, ukuran dewan komisaris, komisaris independen,
dan komite audit.
3.3.2.1 Kepemilikan Institusional
Kepemilikan institusional diukur dengan persentase saham institusinya.
Persentase saham institusi diperoleh dari penjumlahan antara persentase saham
perusahaan yang dimiliki oleh perusahaan lain baik yang berada di dalam maupun
di luar negeri (Setya purnama dan Norpratiwi, 2007).
3.3.2.2 Ukuran Dewan Komisaris
Ukuran dewan komisaris diukur dengan seberapa banyak jumlah dewan komisaris
yang ada di perusahaan (Kusumawati dan Riyanto, 2005).
3.3.2.3 Komisaris Independen
Komisaris independen dalam penelitian ini diukur dengan proporsi jumlah
komisaris independen terhadap jumlah anggota dewan komisaris. Peraturan Bursa
Efek Indonesia mewajibkan perusahaan yang sahamnya tercatat di BEI untuk
memiliki komisaris independen sekurang-kurangnya 30% dari jajaran anggota
dewan komisaris yang dapat dipilih dahulu melalui RUPS sebelum pencatatan dan
mulai efektif bertindak sebagai komisaris independen setelah saham perusahaan
tersebut tercatat (Surya dan Yustiavandana, 2006).
3.3.2.4 Komite Audit
Sesuai Surat Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga
Keuangan Nomor: KEP-643/BL/2012 meyatakan bahwa emiten atau perusahaan
publik wajib memiliki komite audit. Karena alasan tersebut model pengukuran
komite audit dalam penelitian ini menjadi jumlah anggota komite audit.
Tujuannya adalah untuk melihat pengaruh jumlah anggota komite audit dalam
suatu perusahaan.
3.4 Alat Analisis
3.4.1 Alat Analisis Deskriptif
Analisis statistik deskriptif digunakan untuk memberikan gambaran umum
mengenai variabel-variabel dalam penelitian yang diukur pada sampel. Analisis
statistik deskriptif meliputi jumlah, sampel, nilai minimum, nilai maksimum, nilai
rata-rata (mean) dan standar deviasi.
3.4.2 Alat Analisis Uji Asumsi Klasik
Suatu model regresi berganda yang digunakan untuk menguji hipotesis harus
memenuhi uji asumsi klasik. Hal ini digunakan untuk menghindari estimasi yang
bias, mengingat tidak pada semua data dapat dapat diterapkan regresi. Uji asumsi
klasik terdiri dari uji normalitas, uji multikolonieritas, uji autokorelasi dan uji
heteroskedatisitas.
Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk menguji apakah dalam model regresi,variabel
independen dan variabel dependen berdistribusi normal atau tidak. Cara untuk
menguji normalitas adalah dengan uji Kolmogorov-Smirnov untuk menentukan
normalitas distribusi residual. Jika sig atau p-value > 0,05, maka data berdistribusi
normal (Ghozali, 2006).
Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah pada model regresi
ditemukan adanya korelasi di antara variabel independen. Jika terdapat korelasi,
berarti terdapat masalah multikolinearitas. Model regresi yang baik seharusnya
tidak terjadi multikolinearitas (Ghozali, 2006). Cara untuk mendeteksi ada atau
tidaknya multikolinearitas adalah dengan VIF (variance inflation factor). Indikasi
adanya multikolinearitas adalah apabila nilai VIF > 10.
Uji Autokorelasi
Auto korelasi adalah korelasi antar anggota sampel yang diurutkan berdasarkan
waktu. Autokorelasi menunjukkan adanya kondisi yang berurutan antara
gangguan atau distribusi yang masuk dalam regresi. Jika kesalahan pengganggu
dalam observasi saling berkorelasi satu sama lain atau terjadi saling
ketergantungan, maka akan terjadi autokorelasi (Ghozali, 2006). Uji autokorelasi
bertujuan untuk mengetahui apakah terjadi korelasi antara anggota serangkaian
data observasi yang diurutkan menurut waktu (time series) . Untuk mendeteksi
terjadinya autokorelasi dalam penelitian ini maka digunakan Run Test dengan
melihat koefisien korelasi uji tersebut.
Uji Heteroskedastisitas
Tujuan uji heteroskedastisitas ini adalah untuk menguji apakah dalam model
regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan
kepengamatan lainnya (Ghozali, 2006). Model regresi yang baik adalah yang
homoskedastisitas, yaitu jika variance dari residual satu pengamatan
kepengamatan lainnya tetap.
Uji heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan uji grafik plot. Uji grafik plot yang
digunakan dengan melihat grafik plot antara nilai prediksi variabel terikat yaitu
ZPRED dengan residualnya SRESID. Deteksi ada tidaknya heteroskedastisitas
dapat dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada scatterplot antara
SRESID dan ZPRED. Jika pada grafik tidak memiliki pola tertentu yang jelas
(bergelombang, melebar, kemudian menyempit), serta tersebar di atas maupun di
bawah angka 0 pada sumbu Y maka tidak terjadi heteroskedastisitas.
3.4.3 Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan
model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefisien determinasi
adalah antara nol dan satu. Kelemahan mendasar penggunaan koefisien
determinasi adalah bias terhadap jumlah variabel independen yang dimasukkan
kedalam model. Sehingga banyak peneliti yang menganjurkan untuk
menggunakan nilai adjusted R2 pada saat mengevaluasi mana model regresi
terbaik. Dalam kenyataan nilai adjusted R2 dapat bernilai negatif, namun menurut
Gujarati (2003) jika dalam uji empiris didapat nilai adjusted R2 negatif maka nilai
adjusted R2 dianggap bernilai nol. Sehingga jika nilai adjusted R2 yang kecil
berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi
variabel dependen amat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel-
variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk
memprediksi variasi variabel dependen (Ghozali, 2006).
3.4.4 Uji Kelayakan Model
Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah model regresi dapat menjelaskan
pengaruh variabel independen secara keseluruhan terhadap variabel dependen.
Pengujian dilakukan dengan menggunakan uji F (pengujian signifikansi secara
simultan).
Langkah-langkah yang ditempuh dalam pengujian adalah:
1 Menyusun hipotesis nol (H0) dan hipotesis alternatif (H1)
H0 : ρ = 0, diduga variabel independen secara bersama-sama tidak
berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.
H1 : ρ ≠ 0, diduga variabel independen secara bersama-sama berpengaruh
signifikan terhadap variabel dependen.
2 Menetapkan kriteria pengujian yaitu:
Tolak H0 jika angka signifikansi lebih besar dari α = 5%
Terima H0 jika angka signifikansi lebih kecil dari α = 5%
3.4.5 Uji Hipotesis
Pengujian hipotesis dilakukan secara parsial bertujuan untuk mengetahui
pengaruh dan signifikansi dari masing-masing variabel independen terhadap
variabel dependen.Pengujian hipotesis terhadap koefisien regresi secara parsial
dilakukan dengan menggunakan uji-t pada tingkat keyakinan 95% dengan tingkat
kesalahan analisis (α) 5%.Untuk menolak atau menerima hipotesis digunakan:
Persamaan Regresi dalam penelitian ini adalah :
Yield=α 0+α1 KINST +α 2 BOARD+α 3 KIND+α 4 KAUD+ε
Keterangan :
Yield = Yield obligasi yang berasal dari Bond Book. .
KINST = Kepemilikan institusi, yang ditunjukkan dengan persentase saham
biasa perusahaan yang dimiliki oleh institusi.
BOARD = Jumlah dewan komisaris, ditunjukkan dengan jumlah anggota
dewan komisaris perusahaan.
KIND = Komisaris independen, yang ditunjukkan dengan persentase
komisaris yang tidak mempunyai kaitan dengan manajemen
perusahaan.
KAUD = Komite audit dinilai dengan jumlah komite audit yang dimiliki
oleh perusahaan.
α = konstanta
ε = kesalahan residual
4. ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1 Statistik Deskriptif
Tabel 3 Hasil Uji Statistik Deskriptif
Variabel Jumlah Data
Nilai Minimum
Nilai Maksimum
Nilai Rata-Rata
DeviasiStandar
YIELD 60 7,54 12,87 9,6 1,27763KINST 60 0,22 0,998 0,65283 0,155463KAUD 60 0 6 3,05 1,84506KIND 60 0,25 0,57 0,4207 0,09279
DKOM 60 3 10 5,9167 1,93357
Berdasarkan data deskripsi variabel penelitian yang disajikan dalam tabel 4.1,
dapat dilihat bahwa dari 60 data penelitian selama tahun 2007-2011, tampak
bahwa variabel yield memiliki rata-rata sebesar 9,6. Hal ini berarti selama perioda
penelitian rata-rata obligasi memiliki yield obligasi sebesar 9,6. Nilai minimum
yield yaitu sebesar 7,54 menunjukkan bahwa nilai minimum yield obligasi yang
ditawarkan adalah sebesar 7,54 yang berasal dari obligasi PT Indofood Sukses
Makmur Tbk pada tahun 2007. Nilai maksimum yield obligasi sebesar 12,87
dimiliki oleh PT Jasa Marga (Persero) Tbk pada tahun 2008. Besarnya nilai
deviasi standar adalah 1,27763. Hal ini menunjukkan bahwa ukuran penyebaran
data dari variabel yield adalah sebesar 1,27763. Ini berarti besarnya peningkatan
maksimum yang mungkin dari nilai rata-rata variabel yield adalah +1,27763
sedangkan penurunan yang mungkin adalah -1,27763.
Variabel kepemilikan institusional (KINST) memiliki rata-rata sebesar 0,65283.
Hal ini berarti selama perioda penelitian rata-rata secara umum saham perusahaan
yang dimiliki oleh investor institusional adalah sebesar 65,283% dari jumlah
saham beredar. Nilai minimum dari variabel kepemilikan institusional 0,22 yaitu
pada PT Bakrie Telecom Tbk tahun 2011. Nilai maksimum dari variabel
kepemilikan institusional 0,998 yaitu pada PT XL Axiata Tbk tahun 2009. Hal
tersebut menunjukkan bahwa PT XL Axiata Tbk pada tahun 2009 99,8%
sahamnya dimiliki oleh investor intitusional. Besarnya nilai deviasi standar adalah
0,155463, yang artinya ukuran penyebaran data dari variabel kepemilikan
institusional adalah sebesar 0,155463. Hal ini menunjukkan bahwa besarnya
peningkatan maksimum yang mungkin dari nilai rata-rata variabel kepemilikan
institusional adalah +0,155463 sedangkan penurunan yang mungkin adalah
-0,155463.
Variabel komite audit memiliki nilai minimum sebesar 0 dan nilai maksimum
sebesar 6. Nilai minimum sebesar 0 menunjukkan bahwa ada perusahaan yang
tidak memiliki komite audit. Sedangkan untuk nilai maksimum sebesar 6 berasal
dari PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk dan PT Bank Danamon Indonesia
Tbk. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan perbankan mempunyai
komite audit yang lebih banyak daripada perusahaan yang bergerak dibidang lain.
Nilai rata-rata sebesar 3,05 menunjukkan bahwa selama perioda penelitian, rata-
rata perusahaan memiliki komite audit sebesar 3,05. Deviasi standar dari variabel
komite audit selama perioda penelitian adalah sebesar 3,05 yang menunjukkan
tingkat penyebaran data dari variabel komite audit sebesar 3,05. Hal tersebut
menunjukkan bahwa besarnya peningkatan maksimum yang mungkin dari nilai
rata-rata variabel komite audit adalah +3,05 sedangkan penurunan yang mungkin
adalah -3,05.
Variabel komisaris independen memiliki nilai rata-rata sebesar 0,4207. Nilai ini
menyatakan bahwa rata-rata komposisi komisaris independen dalam perusahaan
adalah sebesar 42,07%. Nilai minimum dari variabel komisaris independen
sebesar 0,25 yaitu pada PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk pada tahun 2010 dan
2011. Sedangkan nilai maksimum dari variabel komisaris independen adalah
sebesar 0,57 yaitu pada PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk dan PT Bank
Danamon Indonesia Tbk. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan
yang bergerak dibidang perbankan memiliki jumlah proporsi yang paling besar
diantara perusahaan lainnya. Besarnya nilai deviasi standar adalah 0,09279. Hal
ini menunjukkan bahwa ukuran penyebaran dari variabel komisaris independen
adalah sebesar 0,09279. Ini berarti besarnya peningkatan maksimum yang
mungkin dari nilai rata-rata variabel komisaris independen adalah +0,09279,
sedangkan penurunan yang mungkin adalah -0,09279.
Variabel dewan komisaris memiliki nilai rata-rata sebesar 5,9167 yang artinya
perusahaan yang diteliti selama perioda penelitian memiliki dewan komisaris
sebanyak 5 orang. Sedangkan nilai minimum dari variabel dewan komisaris
berasal dari PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk yang hanya memiliki dewan
komisaris sebanyak 3 orang. Nilai maksimum dari variabel dewan komisaris
berasal dari PT Indofood Sukses Makmur Tbk dan PT XL Axiata Tbk yang
memiliki dewan komisaris sebanyak 10 orang. Deviasi standar untuk variabel
dewan komisaris ini adalah 1,93357. Hal ini menunjukkan bahwa ukuran
penyebaran dari variabel dewan komisaris adalah sebesar 1,93357. Ini berarti
besarnya peningkatan maksimum yang mungkin dari nilai rata-rata variabel
dewan komisaris adalah +1,93357, sedangkan penurunan yang mungkin adalah
-1,93357.
4.2 Uji Asumsi Klasik
Dalam analisis regresi berganda diperlukan uji asumsi klasik sebagai dasar dalam
analisis regresi. Pengujian asumsi klasik bertujuan untuk mendapatkan analisis
yang akurat atas faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam analisis, serta
dimaksudkan apakah model digunakan benar-benar memenuhi asumsi klasik
dalam analisis regresi.
4.2.1 Uji Normalitas
Syarat data yang layak untuk diuji adalah data tersebut harus berdistribusi normal.
Uji ini digunakan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi, variabel
dependen, variabel independen, ataupun keduanya mempunyai distribusi normal
atau tidak. Model regresi yang baik adalah model yang terdistribusi normal atau
mendekati normal. Ada dua cara untuk mendeteksi apakah residual berdistribusi
normal atau tidak yaitu dengan analisis grafik dan uji statistik non parametrik
Kolmogorov-Smirnov (K-S).
a. Uji Statistik dengan Non-Parametrik Kolmogorov Smirnov (K-S)
Pada uji statistik non parametrik Kolmogorov Smirnov apabila probabilitas Asymp
Sig (2-tailed) standardize residual model regresi di atas 0,05, maka dapat
dikatakan asumsi normalitas terpenuhi (Ghozali, 2006). Uji statistik dengan
menggunakan Kolmogorov-Smirnov (K-S).
Tabel 4 Hasil Uji Normalitas (K-S)
Unstandardized Residual
N 60
Normal Parametersa,b Mean ,0000000
Std.
Deviation
,90458743
Most Extreme Differences Absolute ,083
Positive ,083
Negative -,049
Kolmogorov-Smirnov Z ,644
Asymp. Sig. (2-tailed) ,802
Hasil pengujian normalitas dengan uji statistik non-parametrik Kolmogorov-
Smirnov berdasarkan data analisis statistik pada tabel menunjukkan bahwa
besarnya nilai Kolmogorov-Smirnov adalah 0,644. Dengan Asymp. Sig. (2-
tailed), yaitu sebesar 0,804. Hal ini menunjukkan bahwa data residual terdistribusi
normal.
b. Analisis grafik dengan histogram dan grafik Probability Plot
Dari gambar di bawah terlihat titik-titik menyebar mendekati garis diagonal serta
penyebarannya di sekitar garis diagonal. Sehingga dapat disimpulkan bahwa data
berdistribusi normal dan model regresi layak untuk dipakai dalam penelitian ini
karena telah memenuhi asumsi normalitas.
Gambar 2. Hasil Uji Heteroskedastisitas (Scatter Plot
4.2.2 Uji Multikolinearitas
Multikolinearitas dapat dilihat dari nilai tolerance dan lawannya serta nilai VIF
(Variance Inflation Factor). Untuk mengetahui ada atau tidaknya
multikolinearitas dapat dilihat dari nilai tolerance, jika nilai tolerance ≥ 0,10 ,
maka variabel tersebut terbebas dari masalah multikolinearitas. Sama halnya
dengan VIF, jika nilai VIF ≤ 10 ,maka variabel tersebut terbebas dari
multikolinearitas (Ghozali, 2006).
Tabel 5 Hasil Uji Multikolinearitas
Variabel Independen Tolerance VIF Kesimpulan
KINST 0,885 1,130 Tidak Ada Multikolinearitas
KAUD 0,638 1,567 Tidak Ada Multikolinearitas
KIND 0,667 1,500 Tidak Ada Multikolinearitas
DKOM 0,916 1,092 Tidak Ada Multikolinearitas
Berdasarkan tabel 4.3 dapat diketahui uji multikolinearitasnya dan dapat
disimpulkan nilai tolerance dan nilai VIF. Tampak pada uji multikolinearitas di
atas yang menunjukkan bahwa keempat variabel independen tersebut memiliki
nilai tolerance > 0,10 dan nilai VIF ≤ 10. Hal ini menunjukkan bahwa variabel-
variabel tersebut bebas dari masalah multikolinearitas.
4.2.3 Uji Autokorelasi
Uji autokolerasi bertujuan untuk menguji apakah model regresi linier ada korelasi
antara kesalahan pengganggu pada perioda t dengan kesalahan pengganggu pada
perioda sebelumnya (t-1). Apabila dalam model regresi terdapat masalah
autokolerasi maka dalam penelitian tersebut terdapat korelasi antara anggota
sampel yang diurutkan berdasarkan waktu.
Uji Autokorelasi di dalam penelitian ini menggunakan Run Test. Pengujian Run
Test ini untuk mendeteksi apakah terjadi autokorelasi dalam penelitian ini.
Tabel 5 Hasil Uji Run TestRuns Test
Unstandardized
Residual
Test Valuea -,11644
Cases < Test Value 30
Cases >= Test Value 30
Total Cases 60
Number of Runs 27
Z -1,042
Asymp. Sig. (2-tailed) ,298
Pada hasil Uji Autokorelasi dengan Run Test diperoleh Asymp. Sig. (2-tailed)
sebesar 0,298 yang berarti lebih besar dari 0,05 (Ghozali, 2006). Sehingga dapat
dikatakan bahwa di dalam model regresi ini tidak terjadi autokorelasi.
4.2.4 Uji HeteroskedastisitasUntuk mengetahui ada atau tidaknya gejala heteroskedastisitas dengan melihat
grafik scatterplot. Jika pada grafik scatterplot ada pola tertentu seperti titik-titik
yang membentuk suatu pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar,
kemudian menyempit) maka dapat dikatakan bahwa telah terjadi
heteroskedastisitas. Namun, jika grafik menunjukkan bahwa tidak ada pola yang
jelas serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka nol pada sumbu Y
maka tidak terjadi heteroskedastisitas (Ghozali, 2006).
Berdasarkan grafik scatterplot diatas menunjukkan bahwa titik-titik menyebar dan
tidak membentuk pola tertentu. Hal ini menunjukkan bahwa model regresi dalam
penelitian ini tidak terjadi heteroskedastisitas.
4.3 Pengujian Hipotesis
4.3.1 Koefisien Korelasi dan Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi menunjukkan berapa persen fluktuasi atau variasi pada
suatu variabel (Y) dapat dijelaskan atau disebabkan oleh variabel lain (X)
(Ghozali, 2006). Koefisien determinasi digunakan untuk menguji goodness-fit
dari model regresi (Ghozali, 2006). Nilai adjusted R2 menunjukkan angka 0,462
yang artinya bahwa 46,2 % yield obligasi perusahaan dapat dipengaruhi oleh
variabel kepemilikan institusional, komite audit, komisaris independen dan dewan
komisaris, sedangkan sisanya dipengaruhi oleh variabel lain diluar model.
Tabel 6 Hasil Analisis Korelasi Ganda
Model R R Square Adjusted R
Square
Std. Error of the Estimate
1 ,706a ,499 ,462 ,93690
4.3.2 Pengujian Kelayakan Model Regresi
Hasil pengujian secara simultan menunjukkan bahwa ada pengaruh yang
signifikan dari variabel independen terhadap variabel dependen, yaitu dengan nilai
F test = 13,679 dengan probabilitas 0,000 (< 0,05). Artinya bahwa model regresi
linear penelitian ini dapat digunakan untuk menjelaskan pengaruh dari variabel-
variabel independen yaitu: kepemilikan institusional, komite audit, komisaris
independen, dan dewan komisaris terhadap variabel dependen yaitu yield obligasi.
Tabel 7 Hasil Pengujian Signifikansi Simultan
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 48,029 4 12,007 13,679 ,000a
Residual 48,278 55 ,878
Total 96,308 59
4.3.3 Uji Signifikansi
Keempat variabel independen yang dimasukkan ke dalam model regresi
signifikan. Hal ini dapat terlihat dari probabilitas signifikansi untuk keempat
variabel independen (kepemilikan institusioanl, komite audit, komisaris
independen dan dewan komisaris) mempunyai nilai di bawah 0,05.
Tabel 8 Hasil Pengujian Hipotesis
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig.B Std. Error Beta
1 (Constant) 15,434 ,930 16,598 ,000
KINST -2,623 ,834 -,319 -3,144 ,003
KAUD ,296 ,083 ,428 3,582 ,001
KIND -6,138 1,610 -,446 -3,813 ,000
DKOM -,413 ,066 -,625 -6,265 ,000
Kesimpulan yang dapat kita ambil bahwa variabel yield obligasi dipengaruhi oleh
variabel kepemilikan institusioanl, komite audit, komisaris independen dan dewan
komisaris, dengan persamaan sebagai berikut:
Y = 15, 434 - 2,623X1 + 0,296X2 – 6,138X3 – 0,413X4
Keterangan :
Y : Yield Obligasi
X1 : KepemilikanInstitusi
X2 : Komite Audit
X3 : KomisarisIndependen
X4 : DewanKomisaris
4.3.4 Pengujian Hipotesis
1) Pengujian Hipotesis Pertama
Ha1 Terdapat pengaruh negatif antara kepemilikan institusi dengan yield
obligasi.
Berdasarkan tabel 4.7 di atas, variabel kepemilikan institusi (KINST) memiliki t
hitung dengan arah negatif dan menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,003
(0,003 < 0,05). Sehingga hasil penelitian ini secara statistik menunjukkan
kepemilikan institusi berpengaruh negatif signifikan terhadap yield obligasi.
Dilihat dari koefisien regresi yang menunjukkan nilai 2,623 % yang artinya jika
1% kepemilikan institusi bertambah maka yield obligasi yang akan diberikan
perusahaan akan turun sebesar 2,623 % dengan asumsi variabel lain tetap. Hal ini
berarti Ha1 diterima karena kepemilikan institusi berpengaruh negatif signifikan
terhadap yield obligasi. Hasil ini sesuai dengan penelitian Bhoraj dan Sengupta
(2003) yang menyatakan bahwa ada hubungan negatif signifikan antara
kepemilikan institusi dengan yield obligasi.
2) Hipotesis Kedua
Ha2 Jumlah dewan komisaris berpengaruh negatif terhadap Yield obligasi.
Dari tabel tabel 4.7 dapat dilihat koefisien regresi dewan komisaris sebesar -0,413
dengan signifikansi 0,000 (< 0,05). Artinya semakin banyak jumlah dewan
komisaris di suatu perusahaan maka yield obligasi perusahaan tersebut akan
semakin rendah. Dewan komisaris berfungsi untuk mengawasi direksi. Semakin
banyak jumlah komisaris maka akan semakin mempermudah pengawasan
terhadap manajer perusahaan sehingga manajer perusahaan akan memaksimalkan
nilai perusahaan dengan membuat keputusan-keputusan yang strategis.
3) Hipotesis Ketiga
Ha3 Jumlah komisaris independen berpengaruh negatif terhadap yield
obligasi.
Hasil uji menunjukkan koefisien regresi sebesar -6,138 dengan signifikansi
sebesar 0,000. Hal ini menunjukkan jumlah komisaris independen berpengaruh
negatif dan signifikan ( 0,000 < 0,05) terhadap yield obligasi. Sehingga
mendukung hasil penelitian Setyapurnama dan Nopritiwi (2006) yang
menunjukkan bahwa semakin besar jumlah komisaris independen maka yield
obligasi yang diberikan perusahaan akan semakin kecil, dikarenakan jumlah
komisaris independen yang tinggi akan memaksimumkan perusahaan sehingga
menurunkan tingkat risiko dan menaikkan harga jual obligasi sehingga yield
obligasi semakin rendah.
4) Hipotesis Keempat
Ha4 Jumlah komite audit berpengaruh negatif terhadap yield obligasi.
Koefisien regresi sebesar 0,296 dan signifikansi 0,001 (< 0,05) menunjukkan
bahwa jumlah komite audit berpengaruh positif terhadap yield obligasi (Ha
ditolak). Artinya semakin banyak jumlah komite audit maka yield obligasi yang
diberikan perusahaan akan semakin besar. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian
Setyapurnama dan Norpratiwi yang menyebutkan bahwa komite audit mempunyai
pengaruh negatif signifikan terhadap yield obligasi namun sejalan dengan
penelitian Rinangsih (2008).
4.4 Interpretasi Hasil
Model penelitian ini menghasilkan empat hipotesis dan pengujian terhadap
keempat hipotesis tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa semua hipotesis
diterima kecuali hipotesis keempat. Pembahasan berikut bertujuan untuk
menjelaskan secara empiris pengaruh variabel kepemilikan instituisional, komite
audit, komisaris independen, dan dewan komisaris terhadap yield obligasi.
4.1.1 Pengaruh Kepemilikan Institusi terhadap Yield Obligasi
Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa pengaruh kepemilikan intitusi
terhadap yield obligasi berpengaruh negatif sebesar 2,623 pada tingkat
signifikansi sebesar 0,003 (lebih kecil dari 0,05). Justifikasinya karena yield
obligasi akan semakin rendah apabila tingkat kepemilikan institusi dalam suatu
perusahaan tinggi.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Rinangsih (2008) yang menyatakan
bahwa kepemilikan institusi berpengaruh negatif terhadap yield obligasi. Investor
institusional sering disebut sebagai investor yang canggih (sophisticated). Investor
institusional mampu melakukan pengawasan terhadap kinerja manajer yang lebih
baik daripada investor perorangan. Semakin baiknya pengawasan investor
intitusional terhadap kinerja manajer dapat memperkecil kemungkinan adanya
penyimpangan-penyimpangan oleh manajer. Hal ini menguntungkan bagi
bondholders maupun stakeholders. Bondholders mendapatkan keuntungan yaitu
menurunnya yield obligasi dan semakin tingginya harga jual obligasi.
4.1.2 Pengaruh Dewan Komisaris terhadap Yield Obligasi
Pada tabel 4.7 terlihat bahwa jumlah dewan komisaris berpengaruh negatif sebesar
6,138 dengan signifikansi 0,000. Dewan komisaris dibentuk dengan tujuan untuk
mengawasi direksi agar perusahaan dapat berjalan dengan baik sehingga direksi
atau manajer akan lebih efektif dan efisien dalam menggunakan sumber daya
perusahaan. Menurut Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI),
semakin banyaknya dewan komisaris maka pengawasan terhadap dewan direksi
juga akan semakin mudah. Hal ini juga akan berdampak positif terhadap obligasi
perusahaan. Pengawasan yang baik oleh dewan komisaris akan memberikan
kepercayaan terhadap calon-calon investor sehingga yield obligasi perusahaan
akan semakin kecil dan harga obligasi perusahaan akan semakin tinggi.
4.1.3 Pengaruh Komisaris Independen terhadap Yield Obligasi
Pada tabel 4.7 hasil pengujian komisaris independen terhadap yield obligasi
menunjukkan bahwa dewan komisaris berpengaruh negatif 6,138 dengan
signifikansi 0,000. Keberadaan dewan komisaris independen diharapkan dapat
bersikap netral terhadap segala kebijakan yang dibuat oleh manajer (Surya dan
Yustiavandana, 2006). Selain itu keberadaan dewan komisaris independen juga
diharapkan dapat meyakinkan investor untuk menginvestasikan dananya pada
perusahaan. Keberadaan dewan komisaris independen juga dapat meningkatkan
perlindungan bagi para investor.
Jumlah dewan komisaris independen yang semakin tinggi diharapkan dapat
menekan para manajer agar dapat bekerja lebih efektif sehingga dapat
memaksimalkan nilai perusahaan (KNKG, 2006). Nilai perusahaan yang semakin
meningkat akan menurunkan risiko investasi dan menaikkan harga jual oblogasi,
sehingga yield obligasi semakin rendah.
4.1.4 Pengaruh Komite Audit terhadap Yield Obligasi.
Pada tabel 4.7 hasil pengujian pengaruh komite audit terhadap yield obligasi
menunjukkan bahwa komite audit berpengaruh positif signifikan dengan nilai
0,296. Berdasarkan hasil pengujian tersebut menunjukkan bahwa Ha4 tidak
terdukung. Hasil ini sesuai dengan penelitian Rinangsih (2008) tetapi
bertentangan dengan hasil penelitian Setyapurnama dan Norpratiwi (2006).
Komite audit memiliki peran sebagai komite yang bertugas untuk melakukan
pemeriksaan atau penelitian yang dianggap perlu terhadap pelaksanaan fungsi
manajer dalam melaksanakan pengelolaan perusahaan serta melaksanakan tugas
penting berkaitan dengan sistem pelaporan keuangan. Hasil penelitian yang
menunjukkan bahwa komite audit berpengaruh postif terhadap yield obligasi
mengindikasikan adanya ketidakpercayaan investor terhadap komite audit
perusahaan. Perusahaan mungkin membentuk komite audit hanya sebagai
formalitas sekedar menjalankan peraturan yang ada, bukan dalam rangka
menerapkan good corporate governance. Hal ini mengakibatkan keraguan pada
investor untuk membeli obligasi perusahaan sehingga harga obligasi perusahaan
menjadi rendah dan yield yang ditawarkan perusahaan akan semakin tinggi.
5. SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh penerapan good corporate
governance (kepemilikan institusi, komite audit, komisaris independen dan dewan
komisaris) terhadap yield obligasi. Dari hasil pengujian dapat disimpulkan bahwa
kepemilikan institusional berpengaruh negatif signifikan terhadap yield obligasi.
Pengawasan yang dilakukan oleh investor intitusional dapat memperkecil
kemungkinan adanya penyimpangan-penyimpangan oleh manajer sehingga
investor Bondholders mendapatkan keuntungan yaitu menurunnya yield obligasi.
Ukuran dewan komisaris berpengaruh negatif signifikan terhadap yield obligasi.
Ukuran dewan komisaris yang memadai dapat meningkatkan pengawasan
terhadap kinerja manajer dan dapat memberikan kepercayaan terhadap calon
investor sehingga yield obligasi perusahaan akan semakin kecil.
Jumlah komisaris independen berpengaruh negatif signifikan terhadap yield
obligasi. Jumlah komisaris independen yang semakin tinggi dapat memacu
manajer untuk bekerja lebih efektif sehingga dapat menaikkan harga jual obligasi
jual obligasi, sehingga yield obligasi semakin rendah. Jumlah komite audit
berpengaruh positif signifikan terhadap yield obligasi. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa komite audit berpengaruh positif terhadap yield obligasi
yang mengindikasikan bahwa perusahaan mungkin membentuk komite audit
hanya untuk mematuhi peraturan yang dibuat oleh BAPEPAM, bukan dalam
rangka menerapkan GCG sehingga timbul keraguan pada investor untuk membeli
obligasi perusahaan sehingga harga obligasi perusahaan menjadi tinggi dan yield
yang ditawarkan perusahaan akan semakin tinggi.
5.2 Keterbatasan
Penelitian ini memiliki keterbatasan yaitu sampel penelitian yang terlalu sedikit
dikarenakan keterbatasan data penelitian. Data yield obligasi yang diteliti berasal
dari Bond Book yang diterbitkan oleh Bursa Efek Indonesia pada tahun 2007-
2011.
5.3 Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini maka penulis ingin memberikan saran bagi para
calon investor yang ingin menanamkan modalnya melalui obligasi hendaknya
memperhatikan faktor-faktor seperti: berapa persen kepemilikan institusional
dalam perusahaan tersebut, ukuran dewan komisaris, jumlah dewan komisaris,
serta jumlah komite audit pada perusahaan tersebut karena faktor-faktor ini
terbukti berpengaruh secara signifikan terhadap yield obligasi.
DAFTAR PUSTAKA
Bhoraj, Sanjeev dan Parta Sengupta. 2003. Effect of Corporate Governace on Bond Rating and Yields : The Role of Institusional Investors and Outside Directors. The Journal of Bussiness (Juli): 455-475. Darmawati, Deni, Khomsiyah dan Rika Gelar Rahayu. 2005. Hubungan Corporate Governance dan Kinerja Perusahaan. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia 8 (Jan): 65-81 Ghozali, Imam. 2006. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.FCGI. 2001. Peranan Dewan Komisaris dan Komite Audit dalam Pelaksanaan Corporate Governance (Tata Kelola Perusahaan). Jilid II. FCGI. Edisi ke-2.
Haryani, Pratiwi, Linggar dan Syarifuddin, Muchamad. 2011. Pengaruh Mekanisme Corporate Governance Terhadap Kinerja: Transparansi Sebagai Variabel Intervening. Simposium Nasional Akuntansi XIV Aceh.Herawaty, Vinola. 2008. Peran Praktek Corporate Governance sebagai Moderating Variable dari Pengaruh Earnings Management terhadap Nilai Perusahaan. Simposium Nasional Akuntansi XI Pontianak.Ibrahim, Hadiasman. 2008. Pengaruh Tingkat Suku Bunga, Peringkat Obligasi, Ukuran Perusahaan, dan
DER terhadap Yield to Maturity Obligasi Korporasi di Bursa Efek Indonesia Periode Tahun 2004-2006. Tesis. Semarang: Universitas Diponogoro.De Rose, Mario D. 2012. High Yield Means High Risk. U.S. Strategy Report. http://www. edwardjones .com .Kamstra, Mark, Peter Kennedy dan Teck-Kin Suan. 2001. Combining Bond Rating Forecast Using Logit. The Financial Review (May): 75-96.Kusumawati, Dwi Novi dan Riyanto, Bambang. 2005. Corporate Governance dan Kinerja: Analisis Pengaruh Compliance dan Struktur Dewan Terhadap Kinerja. Simposium Nasional Akuntansi VIII Solo.Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance (NCCG). 2006. Pedoman Good Corporate Governance Indonesia. Mustikasari, Greta Ita. 2010. Pengaruh Mekanisme Good Corporate GovernanceTerhadap Peringkat Obligasi Dan Yield Obligasi (Studi Empiris Perusahaan Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia). Skripsi. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.Prasetyo, Adhi. 2010. Pengaruh Mekanisme Corporate Governance dan Profitabilitas Perusahaan Terhadap Peringkat Obligasi. Skripsi. Semarang. Universitas Diponogoro.Rahayu, Dyah Sih dan Faisal. 2005. Pengaruh Struktur Kepemilikan Manajerial dan Institusional pada Struktur Modal Perusahaan. Jurnal Bisnis dan Akuntansi Vol. 7, No.2 Rinaningsih. 2008. Pengaruh Praktek Corporate Governance Terhadap Resiko Kredit, Yield Surat Hutang (Obligasi). Simposium Nasional Akuntansi XI Pontianak .Sabrinna, Anindhita Ira. 2010. Pengaruh Corporate Governance dan Struktur Kepemilikan Terhadap Kinerja Perusahaan. Skripsi. Semarang. Universitas Diponogoro.Setyaningrum, Dyah. 2005. Pengaruh Mekanisme Corporate Governance Terhadap Peringkat Surat Utang Perusahaan di Indonesia. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, vol.2,no.2, 73-102 . Setyapurnama, Yudi Santara dan A.M. Vianey Norpratiwi. 2006. Pengaruh Corporate Governance Terhadap Peringkat Obligasi dan Yield Obligasi. Jurnal Akuntansi & Bisnis. Vol. 7. No. 2, Agustus 2007: 107-108 .Surya, Indra dan Yustiavandana, Ivan. 2006. Penerapan Good Corporate Governance. Jakarta: KencanaUjiyantho dan Pramuka, 2007. Mekanisme Corporate Governance, Manajemen Laba danKinerja Keuangan (Studi Pada Perusahaan go publik Sektor Manufaktur), Jurnal Simposium Nasional Akuntansi X Makassar.Wolk, Harry I., Michael G. Tearney, dan James L Dodd. 2004. AccountingTheory: A Conceptual and Institutional Approach. South-Western College Publishing.Zuhrohtun dan Zaki Baridwan. 2005. Pengaruh Pengumuman Peringkat Terhadap Kinerja Obligasi. Simposium Nasional Akuntansi VIII Solo.