PENGARUH TRUST IN A BRAND TERHADAP BRAND LOYALTY
(Studi pada Starbuck Coffee di Semarang)
Aditya Shendi Kurniawan
Drs. Sugiono, MSIE
ABSTRACT
This study aim to analyze the influence of the brand itself (brand
characteristic), the manufacturer of the brand (company characteristic) and
consumers (consumer-brand characteristic) of the brand loyalty of customers
Starbucks Coffee in Semarang. In this study the way of sampling using accidental
sampling is sampling that is done by giving questionnaires to be filled to consumers
who buy at Starbucks Coffee in the city of Semarang during the study period. The
collected data were analyzed using Pearson Correlation to test the validity of
question items, Cronbach’s Alpha to test the reliability of the instrument, multiple
regression analysis, to test the magnitude of the effect of independent variables were
tested by t test to test and prove the effect of partially each independent variable.
The results of this study indicate that all variables be it’s own brand (brand
characteristic), the manufacturer of the brand (company characteristic) and
consumers (consumer-brand characteristic) has positive and significant impact on
interest in college, while for the study of each independent variable, also to influence
a positive and significant impact on customer brand loyalty variables Starbuck
Coffee in Semarang.
The conclusion of this study are each independent variable was whether the
brand itself (brand characteristic), the manufacturer of the brand (company
characteristic) and consumer (consumer-brand characteristic) has a positive and
significant impact on brand loyalty variables.
Keywords: brand loyalty, trust in a brand.
PENDAHULUAN
Latarbelakang Masalah
Persaingan pasar yang semakin ketat secara tidak langsung akan
mempengaruhi suatu perusahaan dalam mempertahankan pangsa pasar. Untuk dapat
bertahan dalam persaingan yang semakin ketat, maka produsen dituntut lebih
memperhatikan kebutuhan dan keinginan konsumen terutama pada strategi untuk
mempertahankan loyalitas konsumennya. Pada umumnya loyal konsumen tidak
mencari alternatif dan tidak mudah berpaling pada merek produk lain. Dengan alasan
tersebut perusahaan berusaha untuk menciptakan konsumen yang loyal.
Menurut Kotler (2000) para pesaing adalah perusahaan-perusahaan yang
memuaskan pelanggan yang sama. Begitu perusahaan mengidentifikasi pesaingnya,
maka harus mengetahui dengan pasti karakteristik, khususnya strategi, tujuan,
kelemahan, dan pola reaksi pesaing ketika mendapat ancaman pasar. Persaingan yang
semakin ketat saat ini untuk semu kategori produk melahirkan berbagai macam merek
yang semakin menjadi identitas masing-masing produk tersebut.
Peranan merek bukan lagi sekedar nama atau pembeda dengan produk-produk
pesaing, tetapi sudah menjadi salah satu faktor penting dalam keunggulan bersaing.
Merek menjadi lebih dipertimbangkan oleh perusahaan dewasa ini, terutama pada
kondisi persaingan merek yang semakin tajam. Perusahaan semakin menyadari arti
penting merek bagi suksesnya sebuah produk. Oleh karenanya, aktivitas-aktivitas
strategi mengelola merek, meliputi penciptaan merek, membangun merek,
memperluas merek untuk memperkuat posisi merek pada persaingan menjadi sangat
diperhatikan oleh perusahaan. Semua upaya tersebut dimaksudkan untuk menciptakan
agar merek yang dimiliki oleh perusahaan dapat menjadi kekayaan atau ekuitas bagi
perusahaan.
Pada masa sekarang ini, minum kopi di kedai kopi telah menjadi kebiasaan
(lifestyle) masyarakat Indonesia. Tidak hanya sekedar minum kopi, tetapi biasanya
kedai kopi juga menjadi tujuan beberapa kalangan untuk melakukan kegiatan tertentu,
seperti bertemu klien, atau belajar kelompok bagi kalangan mahasiswa (Setyaningsih,
2008).
Sejak masuknya Starbucks, kedai kopi asal Seattle Amerika, bisnis kedai kopi
mulai marak di Indonesia. Ada dua macam pemain kedai kopi di Indonesia, yaitu
pemain lokal dan pemain asing. Kesuksesan Starbucks ini mendorong kedai kopi
asing lain untuk membuka gerainya di Indonesia, sebut saja Gloria Jeans dan Coffee
Bean yang keduanya berasal dari Amerika. Tak berapa lama kemudian, negara-
negara lain sebagai franchisor kedai kopi juga mulai memasuki Indonesia dan
membuka gerainya di kota-kota besar di Indonesia, seperti Jakarta, Medan, Bandung,
Semarang, Surabaya, Denpasar dan Makasar.
Banyaknya kedai kopi ada di Semarang, maka masing-masing kedai kopi
tersebut harus tetap mempertahankan ekuitas merek agar pelanggan tidak beralih ke
kedai kopi yang lain. Merek terbaik, tentu suatu merek harus terlihat seksi di pasar
hingga mampu membuat konsumen tertarik membelinya. Agar terlihat seksi, merek
tersebut harus memiliki costumer value jauh di atas merek-merek yang lain. Selain
itu, harus mampu meningkatkan keterlibatan emosi pelanggan sehingga pelanggan
mempunyai ikatan dan keyakinan terhadap merek tersebut. Membangun kepercayaan
konsumen telah dilakukan oleh perusahaan sejak didirikan. Hal ini dibuktikan dengan
inovasi yang telah dilakukan oleh Starbuck Coffee untuk selalu memberikan yang
terbaik kepada konsumen. Starbuck tidak memiliki segmen tertentu, tapi membuka
seluas-luasnya untuk semua segmen yang ada karena memiliki keunggulan
customizing dimana pelanggan dapat memilih sendiri menu kopi yang disukainya
tidak melulu pada core menu yang sudah tersedia.
Keberhasilan dari pemasaran produk Starbuck Coffee tersebut diharapkan
bukan hanya dari volume penjualan yang meningkat saja, tetapi juga diharapkan ada
pembelian ulang atau angka beralihnya pelanggan rendah. Kecenderungan beralihnya
pelanggan ke Coffe lain dapat dilihat dari penurunan jumlah pelanggan sebagai
berikut:
Tabel 1.2
Data Pelanggan Starbuck Coffee di Kota Semarang
Tahun Jumlah penjualan
(Rp)
Jumlah Pelanggan
(Orang)
Pertumbuhan
(%)
Desember 2010 299,728,000 5.764
Januari 2011 310,245,000 4.773 -17,19
Februari 2011 338,148,000 5.454 14,27
Maret 2011 430,612,000 8.281 51,83
Sumber: Starbuck Coffee, 2011
Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui jumlah penjualan dan jumlah
pelanggan berikut pertumbuhannya yang membeli di Starbuck Coffee mulai bulan
Desember 2010 hingga Maret 2011. Pertumbuhan jumlah pelanggan menunjukkan
adanya penurunan pada bulan Januari 2011, akan tetapi jumlah penjualan mengalami
peningkatan. Yang menjadi masalah adalah dengan kenaikan jumlah penjualan
seharusnya diikuti oleh kenaikan jumlah pelanggan. Dengan adanya penurunan
tersebut, pihak perusahaan dapat mengetahui faktor apa yang menyebabkan
penurunan tersebut, sehingga perusahaan dapat memberikan yang terbaik bagi
konsumen untuk menjadi loyal terhadap perusahaan. Berdasarkan uraian di atas,
maka peneliti ingin melihat: Pengaruh Trust in a Brand Terhadap Loyalitas Pelanggan
(Studi pada Starbuck Coffee di Semarang).
Rumusan Masalah
1. Apakah karakteristik merek berpengaruh terhadap loyalitas pelanggan ?
2. Apakah karakteristik perusahaan berpengaruh terhadap loyalitas pelanggan?
3. Apakah karakteristik merek konsumen berpengaruh terhadap loyalitas
pelanggan?
Tujuan Penelitian
1. Untuk menganalisis pengaruh karakteristik merek terhadap loyalitas pelanggan.
2. Untuk menganalisis pengaruh karakteristik perusahaan terhadap loyalitas
pelanggan.
3. Untuk menganalisis pengaruh karakteristik merek konsumen terhadap loyalitas
pelanggan.
TELAAH PUSTAKA
Merek (Brand)
Keahlian yang sangat unik dari pemasar profesional adalah kemampuannya
untuk menciptakan, memelihara, melindungi, dan meningkatkan merek. Para pemasar
mengatakan bahwa pemberian merek adalah seni dan bagian paling penting dalam
pemasaran. Menurut American Marketing Association (Kotler, 2000 : 460), merek
adalah nama, istilah, tanda, simbol, rancangan, atau kombinasi dari hal-hal tersebut,
yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang atau jasa dari seorang atau
kelompok penjual dan untuk membedakannya dari produk pesaing.
Merek sebenarnya merupakan janji penjual untuk secara konsisten memberikan
keistimewaan, manfaat, dan jasa tertentu kepada pembeli. Merek-merek terbaik
memberikan jaminan mutu. Akan tetapi, merek lebih dari sekadar simbol. Merek
dapat memiliki enam level pengertian (Kotler, 2000: 460) yaitu sebagai berikut;
1. Atribut: merek mengingatkan pada atribut tertentu. Mercedes memberi kesan
sebagai mobil yang mahal, dibuat dengan baik, dirancang dengan baik, tahan
lama, dan bergengsi tinggi.
2. Manfaat: bagi konsumen, kadang sebuah merek tidak sekadar menyatakan atribut,
tetapi manfaat. Mereka membeli produk tidak membeli atribut, tetapi membeli
manfaat. Atribut yang dimiliki oleh suatu produk dapat diterjemahkan menjadi
manfaat fungsional dan atau emosional. Sebagai contoh : atribut “tahan lama”
diterjemahkan menjadi manfaat fungsional “tidak perlu cepat beli lagi, atribut
“mahal“ diterjemahkan menjadi manfaat emosional “bergengsi”, dan lain-lain.
3. Nilai: merek juga menyatakan sesuatu tentang nilai produsen. Jadi, Mercedes
berarti kinerja tinggi, keamanan, gengsi, dan lain-lain.
4. Budaya: merek juga mewakili budaya tertentu. Mercedes mewakili budaya
Jerman, terorganisasi, efisien, bermutu tinggi.
5. Kepribadian: merek mencerminkan kepribadian tertentu. Mercedes mencerminkan
pimpinan yang masuk akal (orang), singa yang memerintah (binatang), atau istana
yang agung (objek).
6. Pemakai: merek menunjukkan jenis konsumen yang membeli atau menggunakan
produk tersebut. Mercedes menunjukkan pemakainya seorang diplomat atau
eksecutif.
Pada intinya merek adalah penggunaan nama, logo, trade mark, serta slogan
untuk membedakan perusahaan perusahaan dan individu-individu satu sama lain
dalam hal apa yang mereka tawarkan. Penggunaan konsisten suatu merek, simbol,
atau logo membuat merek tersebut segera dapat dikenali oleh konsumen sehingga
segala sesuatu yang berkaitan dengannya tetap diingat. Dengan demikian, suatu
merek dapat mengandung tiga hal, yaitu sebagai berikut.
1. Menjelaskan apa yang dijual perusahaan.
2. Menjelaskan apa yang dijalankan oleh perusahaan.
3. Menjelaskan profil perusahaan itu sendiri.
Merek terbaik, tentu suatu merek harus terlihat baik di pasar hingga mampu
membuat konsumen tertarik membelinya. Agar terlihat baik, merek tersebut harus
memiliki costumer value jauh di atas merek-merek yang lain. Selain itu, harus
mampu meningkatkan keterlibatan emosi pelanggan sehingga pelanggan mempunyai
ikatan dan keyakinan terhadap merek tersebut.
Loyalitas pelanggan
Loyalitas secara harfiah diartikan kesetiaan,yaitu kesetiaan seseorang terhadap
objek. Mowen dan Minor (1998) mendifinisikan loyalitas sebagai kondisi di mana
pelanggan mempunyai sikap positif terhadap suatu merek, mempunyai komitmen
pada merek tersebut, dan bermaksud meneruskan pembelianya di masa mendatang.
Loyalitas menunjukkan kecenderungan pelanggan untuk menggunakan suatu merek
tertentu dengan tingkat konsistensi yang tinggi (Dharmmesta, 1999). Ini berarti
loyalitas selalu berkaitan dengan preferensi pelanggan dan pembelian aktual.
loyalitas pelanggan merupakan konstruk yang sangat kompleks yang melibatkan
dimensi keperilakuan (behavioral) dan sikap (attitudinal). Menurut Jacoby dan Kyner
(1973), loyalitas pelanggan digambarkan sebagai respon keperilakuan dan sebagai
fungsi proses psikologis. Sesuai dengan pendapat Dick dan Basu (1994), loyalitas
pelanggan dipandang sebagai kekuatan hubungan antara sikap relatif (relative
attitude) individu dan pembelian ulang (repeat patronage). Dick dan Basu (1994)
mengembangkan suatu kerangka konseptual baru untuk memahami lebih lengkap
faktor-faktor yang mempengaruhi hubungan sikap relatif-repeat patronage dan
konsekuensinya. Hubungan antara sikap relatif dan pembelian ulang menghasilkan
empat tipe loyalitas pelanggan. Keempat tipe loyalitas pelanggan tersebut adalah true
loyalty (loyalitas sesungguhnya), latent loyalty (loyalitas yang tersembunyi), spurious
loyalty (loyalitas palsu), dan no loyalty (tidal loyalitas).
Kepercayaan Terhadap Merek (Trust in Brand)
Kepercayaan pelanggan pada merek (brand trust) didefinisikan sebagai keinginan
pelanggan untuk bersandar pada sebuah merek dengan risiko-risiko yang dihadapi
karena ekspektasi terhadap merek itu akan menyebabkan hasil yang positif (Lau dan
Lee, 1999).
Kepercayaan memiliki peran yang penting dalam pemasaran industri. Dinamika
lingkungan bisnis yang cepat memaksa pemasaran perusahaan untuk mencari cara
yang lebih kreatif dan fleksibel untuk beradaptasi. Untuk tetap bertahan dalam situasi
tersebut, perusahaan akan mencari cara yang kreatif melalui pembentukan hubungan
yang kolaboratif dengan pelanggan (Lau dan Lee, 1999). Kepercayaan dianggap
sebagai cara yang paling penting dalam membangun dan memelihara hubungan
dengan pelanggan dalam jangka panjang. Kepercayaan, dalam pemasaran industri,
dikonseptualisasikan sebagai feature of relationship quality (Dwyer, Schurr, dan Oh,
1987), dan sebagai determinant of relationship quality (Anderson dan Weitz, 1990).
Kepercayaan memiliki dua dimensi, yaitu kredibilitas dan benevolence.
Kredibilitas didasarkan pada keyakinan akan keahlian partner untuk melakukan
tugasnya secara efektif dan dapat diandalkan. Benevolence adalah suatu keyakinan
bahwa maksud dan motivasi partner akan memberikan keuntungan bersama (Doney
dan Canon, 1997). Hal ini menjelaskan bahwa penciptaan awal hubungan dengan
partner didasarkan pada trust (kepercayaan).
Hubungan antar variable karakteristik merek dan loyalitas pelanggan
Brand characteristic mempunyai peran yang sangat penting dalam menentukan
pengambilan keputusan konsumen untuk mempercayai suatu merek. Hal ini
disebabkan oleh konsumen melakukan penilaian sebelum membeli. Karakteristik
merek yang berkaitan dengan kepercayaan merek meliputi dapat diramalkan,
mempunyai reputasi, dan kompeten. Penelitian Petra Surya Mega Wijaya (2007);
Gede Riana (2008) dan Agus Mahroji (2009) yang menemukan bukti empiris bahwa
terdapat pengaruh positif dan signifikan brand characteristic terhadap brand loyalty.
Berdasarkan pernyataan diatas, maka dalam penelitian ini dimunculkan suatu
hipotesis sebagai berikut:
H1 : Karakteristik merek berpengeruh positif terhadap loyalitas pelanggan.
Hubungan antar variable karakteristik perusahaan dan loyalitas pelanggan
Karakteristik perusahaan yang ada di balik suatu merek juga dapat
mempengaruhi tingkat kepercayaan konsumen terhadap merek tersebut. Pengetahuan
konsumen tentang perusahaan yang ada di balik merek suatu produk merupakan dasar
awal pemahaman konsumen terhadap merek suatu produk. Karakteristik ini meliputi
reputasi suatu perusahaan, motivasi perusahaan yang diinginkan, dan integritas suatu
perusahaan. Penelitian Petra Surya Mega Wijaya (2007); Gede Riana (2008) dan
Agus Mahroji (2009) yang menemukan bukti empiris bahwa terdapat pengaruh
positif dan signifikan company characteristic terhadap brand loyalty.
Berdasarkan pernyataan diatas, maka dalam penelitian ini dimunculkan suatu
hipotesis sebagai berikut:
H2 : Krakteristik perusahaan berpengaruh positif terhadap loyalitas pelanggan.
Pengaruh karakteristik merek dan loyalitas pelanggan
Karakteristik merek merupakan merupakan dua kelompok yang saling
mempengaruhi. Oleh sebab itu, karakteristik konsumen–merek dapat mempengaruhi
kepercayaan terhadap merek. Karakteristik ini meliputi kemiripan antara konsep
emosional konsumen dengan kepribadian merek, kesukaan terhadap merek, dan
pengalaman terhadap merek. Penelitian Petra Surya Mega Wijaya (2007); Gede Riana
(2008) dan Agus Mahroji (2009) yang menemukan bukti empiris bahwa terdapat
pengaruh positif dan signifikan consumer-brand characteristic terhadap brand
loyalty.
Berdasarkan pernyataan diatas, maka dalam penelitian ini dimunculkan suatu
hipotesis sebagai berikut:
H3 : Karakteristik merek berpengaruh positif terhadap loyalitas pelanggan.
Kerangka Pemikiran Teoritis
Loyalitas pelanggan terhadap merek produk merupakan konsep yang sangat
penting khususnya pada kondisi tingkat persaingan yang sangat ketat dengan
pertumbuhan yang rendah. Pada kondisi demikian loyalitas pada merek sangat
dibutuhkan agar perusahaan dapat bertahan hidup. Di samping itu, upaya
mempertahankan loyalitas merek ini merupakan upaya strategis yang lebih efektif
dibandingkan dengan upaya menarik pelanggan baru.
Menurut Lau dan Lee (1999: 44), terdapat tiga faktor yang mempengaruhi
kepercayaan terhadap merek. Ketiga faktor ini berhubungan dengan tiga entitas yang
tercakup dalam hubungan antara merek dan konsumen. Adapun ketiga faktor tersebut
adalah Brand characteristic, Company characteristic, dan Consumer-brand
characteristic. Selanjutnya Lau dan Lee memproposisikan bahwa kepercayaan
terhadap merek akan menimbulkan loyalitas merek. Penelitian Petra Surya Mega
Wijaya (2007); Gede Riana (2008) dan Agus Mahroji (2009) yang menemukan bukti
empiris bahwa terdapat pengaruh secara simultan variabel trust in a brand yang
meliputi karakteristik merek, karakteristik perusahaan dan karakteristik merek
konsumen berpengaruh signifikan terhadap loyalitas pelanggan.
Berdasarkan pada latar belakang masalah dan permasalahan yang muncul, serta
tinjauan teori, maka dalam penelitian ini dapat dibuat model penelitian sebagai
berikut:
Gambar 2.3
Model Penelitian
Hipotesis
H1 : Karakteristik merek berpengaruh positif terhadap loyalitas pelanggan.
H2 : Karakteristik perusahaan berpengaruh positif terhadap loyalitas pelanggan.
H3 : Karakteristik merek konsumen berpengaruh positif terhadap loyalitas
pelanggan.
METODE PENELITIAN
Penentuan Populasi dan Sampel
Populasi adalah kumpulan individu yang memiliki kualitas-kualitas dan ciri-ciri
yang telah ditetapkan. Berdasarkan kualitas dan ciri tersebut, populasi dapat dipahami
sebagai sekelompok individu atau obyek pengamatan yang minimal memiliki satu
persamaan karakteristik (Cooper dan Emory, 1995). Populasi yang digunakan dalam
penelitian ini adalah konsumen Starbuck Coffee di Kota Semarang.
Sampel merupakan bagian yang berguna bagi tujuan penelitian populasi dan
aspek-aspeknya. Sampel adalah bagian dari populasi yang diambil untuk diteliti.
Menurut Hair (1995), besarnya atau ukuran sampel mempunyai pengaruh langsung
Karakteristik merek (X1)
Karakteristik perusahaan
(X2)
Karakteristik merek
konsumen(X3)
Loyalitas pelanggan (Y)
H1
H2
H3
terhadap ketepatan hitungan statistik dari regresi berganda. Hasil dalam regresi
berganda ini menerangkan probabilitas dari perhitungan sebagai ketepatan statistik
satu tingkat yang spesifik. R² atau koefisien regresi pada satu tingkat ketepatan
tertentu atau satu ukuran sampel tertentu.
Teknik yang digunakan dalam pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah
accidental sampling. Accidental sampling dilakukan dengan memberikan kuesioner
untuk diisi kepada para konsumen yang membeli di Starbuck Coffee di Kota
Semarang selama periode penelitian.
Analisis Indeks Jawaban
Analisis indeks jawaban dilakukan untuk memperoleh gambaran deskriptif
penelitian yang dilakukan terhadap 5 indikator dari masing-masing variabel yang
digunakan untuk mengetahui respon responden terhadap setiap pernyataan yang
diajukan, (Ferdinand,2006). Skala Likert yang digunakan dalam penelitian ini
memiliki skor minimal 1 dan maksimal sebesar 5, maka perhitungan angka indeks
dilakukan dengan rumus sebagai berikut :
Indeks = (%F1x1) + (%F2x2) + (%F3x3) + (%F4x4) + (%F5x5)
5
Uji Validitas
Validitas mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat
ukur dapat melakukan fungsi ukurnya. Suatu tes atau instrumen pengukur dapat
dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila alat tersebut menjalankan fungsi
ukurnya, atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud dilakukannya
pengukuran tersebut. Tes yang menghasilkan data yang tidak relevan dengan tujuan
pengukuran dikatakan sebagai tes yang memiliki validitas rendah (Azwar, 1997).
Pengujian validitas merupakan proses menguji butir-butir pertanyaan yang
terdapat dalam sebuah angket, apakah isi dari butir pertanyaan tersebut sudah valid.
Uji Reliabilitas
Menurut Ghozali (2006) reliabilitas sebenarnya adalah alat untuk mengukur
suatu kuesioner yang merupakan indikator dari variabel atau konstruk. Suatu
kuesioner dikatakan reliabel atau handal jika jawaban seseorang terhadap pertanyaan
adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu.
Analisis Regresi Berganda
Analisis Regresi berganda dilakukan untuk mengetahui pengaruh karakteristik
merek, karakteristik perusahaan dan karakteristik merek konsumen terhadap loyalitas
pelanggan. Adapun persamaannya adalah : (Djarwanto, 1993)
Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 +e
HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Uji Validitas
Validitas menurut Arikunto (2002) adalah suatu ukuran yang menunjukkan
tingkat-tingkat kevalidan suatu instrumen. Sebuah instrumen dikatakan valid
apabila mampu mengukur apa yang diinginkan serta dapat mengungkap data dari
variabel yang diteliti secara tepat. Pengujian validitas dalam penelitian ini
menggunakan analisis faktor diolah dengan program komputer SPSS 16. Hasil
pengujian dapat dilihat dalam Tabel 4.11.
Tabel 4.11
Uji Validitas Variabel Penelitian
Sumber: data primer yang diolah, 2011
Berdasarkan Tabel 4.11 dapat diketahui bahwa nilai KMO masing-masing
variabel lebih dari 0,5 sehingga memenuhi kecakupan sampel sedangkan keseluruhan
indikator mempunyai nilai faktor loading lebih dari 0,4 sehingga dapat disimpulkan
bahwa masing-masing indikator valid dan layak digunakan dalam penelitian.
Variabel Item Nilai KMO
(Lebih dari 0,5) Faktor Loading
(Lebih dari 0,4) Keterangan
Karakteristik
merek
(X1)
X1_1 0,575 0,577 Valid
X1_2 0,741 Valid
X1_3 0,595 Valid
X1_4 0,593 Valid
X1_5 0,631 Valid
X1_6 0,786 Valid
Karakteristik
perusahaan
(X2)
X2_1 0,692 0,579 Valid
X2_2 0,769 Valid
X2_3 0,710 Valid
X2_4 0,623 Valid
X2_5 0,695 Valid
X2_6 0,552 Valid
Karakteristik
merek konsumen
(X3)
X3_1 0,634 0,757 Valid
X3_2 0,892 Valid
X3_3 0,821 Valid
Loyalitas
pelanggan
(Y)
Y1_1 0,770 0,977 Valid
Y1_2 0,886 Valid
Y1_3 0,918 Valid
Y1_4 0,898 Valid
Uji Reliabilitas
Tabel 4.12
Hasil Pengujian Reliabilitas
Variabel Cronbach Alpha Keterangan
Karakteristik merek (X1) 0,714 Reliabel
Karakteristik perusahaan (X2) 0,719 Reliabel
Karakteristik merek konsumen (X3) 0,756 Reliabel
Loyalitas pelanggan (Y) 0,937 Reliabel
Sumber: data primer yang diolah, 2011
Tabel 4.12 dapat diketahui hasil pengujian yang menunjukkan nilai Cronbach
Alpha lebih besar dari 0,6 sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel–variabel yang
dipakai dalam penelitian ini adalah konsisten.
Uji Multikolonieritas
Tabel 4.13
Hasil Uji Multikolonieritas
Variabel Penelitian Tolerance VIF
Karakteristik merek (X1) 0,866 1,154
Karakteristik perusahaan (X2) 0,942 1,061
Karakteristik merek konsumen (X3) 0,915 1,093
Sumber: data primer yang diolah, 2011
Pada Tabel 4.13 dapat diketahui bahwa nilai tolerance menunjukkan tidak ada
variabel independen yang memiliki nilai tolerance kurang dari 0,10 yang berarti tidak
ada korelasi antar variabel independen yang nilainya lebih dari 95%, selain itu hasil
perhitungan nilai Variance Inflation Factor (VIF) menunjukkan bahwa tidak ada satu
variabel independen yang memiliki nilai VIF lebih dari 10, sehingga dapat
disimpulkan bahwa tidak ada multikolonieritas antar variabel independent dalam
model regresi.
Uji Heteroskedastisitas
Gambar 4.1
Diagram Heteroskedastisitas
Sumber: data primer yang diolah, 2011
Berdasarkan Gambar 4.1 di atas dapat diketahui bahwa titik-titik menyebar
secara acak serta tersebar di atas maupun di bawah angka 0, sehingga dapat
disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi, dapat
dikatakan bahwa model regresi layak dipakai untuk memprediksi loyalitas pelanggan
berdasarkan masukan variabel independent yang digunakan yaitu karakteristik merek
itu sendiri, karakteristik perusahaan dan karakteristik merek konsumen.
-4 -3 -2 -1 0 1 2
Regression Standardized Predicted Value
-3
-2
-1
0
1
2
3
Regres
sion S
tudent
ized R
esidua
l
Dependent Variable: Brand Loyalty
Scatterplot
Uji Normalitas
Gambar 4.2
Histogram
Sumber: data primer yang diolah, 2011
-3 -2 -1 0 1 2 3
Regression Standardized Residual
0
5
10
15
20
Freq
uenc
y
Mean = -2.69E-16Std. Dev. = 0.974N = 60
Dependent Variable: Brand Loyalty
Histogram
Gambar 4.3
Diagram Normalitas dengan Diagram P-P Plot
Sumber: data primer yang diolah, 2011
Uji normalitas betujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel
pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Pada Gambar 4.3 dan 4.4 dapat
diketahui bahwa tampilan histogram maupun grafik terlihat memenuhi asumsi uji
normalitas. Histogram menunjukkan pola distribusi normal dan pada grafik normal
plot, data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal.
Pengujian normalitas distribusi data populasi dilakukan dengan menggunakan
statistic Kolmogorov-Smirnov. Alat uji ini biasa disebut dengan uji K-S yang tersedia
dalam program SPSS.
0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0
Observed Cum Prob
0.0
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
Expe
cted C
um P
rob
Dependent Variable: Brand Loyalty
Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual
Tabel 4.14
Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov
Sumber: data primer yang diolah, 2011
Berdasarkan tabel diatas, mengacu pada nilai Asymp. Sig.(2-tailed), maka harus
dibandingkan dengan tingkat alpha yaitu sebesar 5 % atau 0.05. kriteria yang
digunakan yaitu H0 diterima apabila nilai Asymp. Sig.(2-tailed) > dari tingkat alpha
yang ditetapkan yaitu sebesar 5 %, karenanya dapat dinyatakan bahwa data dari
populasi yang berdistribusi normal.
Analisis Regresi Linier Berganda
Hasil analisis regresi adalah berupa koefisien untuk masing-masing variabel
independent. Koefisien ini diperoleh dengan cara memprediksi nilai variabel
dependent dengan suatu persamaan.
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
60.0000000
.35606380.108.085
-.108.835.489
NMeanStd. Deviation
Normal Parametersa,b
AbsolutePositiveNegative
Most ExtremeDifferences
Kolmogorov-Smirnov ZAsymp. Sig. (2-tailed)
Unstandardized Residual
Test distribution is Normal.a.
Calculated from data.b.
Tabel 4.15
Hasil Analisis Regresi Linier Berganda
Sumber: data primer yang diolah, 2011
Berdasarkan tabel 4.15 di atas dapat disimpulkan bahwa variabel loyalitas
pelanggan dipengaruhi oleh tiga variabel yang digunakan dalam penelitian yaitu
karakteristik merek itu sendiri, karakteristik perusahaan dan karakteristik merek
konsumen. sehingga terbentuklah persamaan seperti berikut ini:
Y = 0,479 X1 + 0,497 X2 + 0,374 X3
Dimana:
Y : loyalitas pelanggan
X1 : karakteristik merek itu sendiri
X2 : karakteristik perusahaan
X3 : karakteristik merek konsumen
Berdasarkan hasil persamaan regresi dapat dijelaskan pengaruh masing-masing
variabel independent terhadap variabel dependent adalah sebagai berikut:
Hasil analisis dapat diketahui bahwa variabel bebas atau independent yang
paling berpengaruh adalah variabel variabel karakteristik perusahaan dengan nilai
koefisien sebesar 0,497, kemudian diikuti karakteristik merek dengan nilai koefisien
sebesar 0,479, oleh sedangkan variabel yang berpengaruh paling rendah yaitu
variabel karakteristik merek konsumen dengan nilai koefisien 0,374, dari persamaan
tersebut dapat terlihat bahwa semua variabel bebas (karakteristik merek itu sendiri,
Coefficientsa
-3.603 .922 -3.908 .000.698 .132 .479 5.275 .000.776 .136 .497 5.704 .000.348 .082 .374 4.235 .000
(Constant)Brand CharacteristicsCompany CharacteristikConsumer - Brand
Model1
B Std. Error
UnstandardizedCoefficients
Beta
StandardizedCoefficients
t Sig.
Dependent Variable: Brand Loyaltya.
karakteristik perusahaan dan karakteristik merek konsumen) berpengaruh positif
terhadap loyalitas pelanggan, berpengaruhnya variabel-variabel karakteristik merek
itu sendiri, karakteristik perusahaan dan karakteristik merek konsumen secara positif
terhadap loyalitas pelanggan mengandung arti bahwa dengan meningkatnya persepsi
responden tentang variabel karakteristik merek itu sendiri, karakteristik perusahaan
dan karakteristik merek konsumen, maka akan berpengaruh pada meningkatnya
loyalitas pelanggan Starbuck Coffee di Semarang.
Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam
menerangkan variasi variabel dependent. Berikut ini tabel koefisien determinasi yang
dihasilkan dalam penelitian:
Tabel 4.16
Model Summary
Sumber: data primer yang diolah, 2011
Berdasarkan tabel 4.16 dapat diketahui bahwa besarnya adjusted R2 adalah
0,578, hal ini berarti 57,8% variasi dari loyalitas pelanggan dapat dijelaskan oleh
variasi dari ke tiga variabel independent yaitu karakteristik merek itu sendiri,
karakteristik perusahaan dan karakteristik merek konsumen, sedangkan sisanya
(100% - 57,8% = 42,2%) dijelaskan oleh sebab-sebab lain di luar model.
Model Summary
.774a .600 .578 .36548Model1
R R SquareAdjustedR Square
Std. Error ofthe Estimate
Predictors: (Constant), Consumer - Brand, CompanyCharacteristik, Brand Characteristics
a.
Uji Signifikansi Simultan (Uji F)
Uji F menunjukkan apakah semua variabel independent yang dimasukkan ke
dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel
dependent. Hasil perhitungan uji F adalah sebagai berikut:
Tabel 4.17
Hasil Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F)
Sumber: data primer yang diolah, 2011
Berdasarkan uji ANOVA atau uji statistik F didapat nilai F hitung sebesar
27,966 dengan tingkat probabilitas 0,000. Probabilitas yang jauh lebih kecil jika
dibandingkan 0,05, maka model regresi dapat digunakan untuk memprediksi loyalitas
pelanggan atau dapat dikatakan bahwa variabel karakteristik merek itu sendiri,
karakteristik perusahaan dan karakteristik merek konsumen secara bersama-sama
berpengaruh secara signifikan terhadap loyalitas pelanggan.
ANOVAb
11.206 3 3.735 27.966 .000a
7.480 56 .13418.686 59
RegressionResidualTotal
Model1
Sum ofSquares df Mean Square F Sig.
Predictors: (Constant), Consumer - Brand, Company Characteristik, BrandCharacteristics
a.
Dependent Variable: Brand Loyaltyb.
Uji Signifikansi Pengaruh Parsial (Uji t)
Tabel 4.18
Uji Signifikansi Pengaruh Parsial (Uji t)
Sumber: data primer yang diolah, 2011
Uji t menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel independen secara
individual dalam menerangkan variasi variabel dependen. Berdasarkan Tabel 4.18
dapat diketahui bahwa masing-masing variabel independent memiliki tingkat
signifikansi kurang dari 0,05. Hal ini berarti bahwa masing-masing variabel
independent berpengaruh signifikan terhadap variabel dependent.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Analisis yang telah dilakukan dalam penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa
hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini sebanyak tiga hipotesis. Kesimpulan dari
ketiga hipotesis tersebut adalah sebagai berikut :
1. Berdasarkan hasil analisis diperoleh nilai t hitung brand characteristic sebesar
5,275 > t tabel yang nilainya 1,6725 dan signifikansi sebesar 0,000 kurang dari
0,05, sehingga hipotesis yang menyatakan bahwa brand characteristic
berpengaruh positif dan signifikan terhadap brand loyalty diterima. Artinya
semakin tinggi brand characteristic akan meningkatkan brand loyalty.
Coefficientsa
-3.603 .922 -3.908 .000.698 .132 .479 5.275 .000.776 .136 .497 5.704 .000.348 .082 .374 4.235 .000
(Constant)Brand CharacteristicsCompany CharacteristikConsumer - Brand
Model1
B Std. Error
UnstandardizedCoefficients
Beta
StandardizedCoefficients
t Sig.
Dependent Variable: Brand Loyaltya.
2. Variabel company characteristic menghasilkan t hitung sebesar 5,704 > t tabel
yang nilainya 1,6725 dan signifikansi sebesar 0,000 kurang dari 0,05, sehingga
hipotesis yang menyatakan bahwa company characteristic berpengaruh positif
dan signifikan terhadap brand loyalty diterima. Artinya semakin tinggi company
characteristic akan meningkatkan brand loyalty.
3. Variabel consumer brand characteristic menghasilkan t hitung sebesar 4,235 > t
tabel yang nilainya 1,6725 dan signifikansi sebesar 0,000 kurang dari 0,05,
sehingga hipotesis yang menyatakan bahwa consumer brand characteristic
berpengaruh positif dan signifikan terhadap brand loyalty diterima. Artinya
semakin tinggi consumer brand characteristic akan meningkatkan brand loyalty.
4. Hasil analisis dapat diketahui bahwa variabel bebas atau independent yang paling
berpengaruh adalah variabel company characteristic dengan nilai koefisien
sebesar 0,497, kemudian diikuti brand characteristic dengan nilai koefisien
sebesar 0,479, oleh sedangkan variabel yang berpengaruh paling rendah yaitu
variabel consumer brand characteristic dengan nilai koefisien 0,374
5. F hitung sebesar 27,966 dengan angka signifikansi sebesar 0,000 < 0,05 artinya
secara bersama-sama variabel brand characteristic, company characteristic dan
consumer brand characteristic berpengaruh signifikan terhadap brand loyalty,
dengan demikian hipotesis yang menyatakan bawa secara simultan variabel
independent berpengaruh signifikan terhadap variabel dependent terbukti.
6. Nilai adjusted R2 adalah 0,578, hal ini berarti 57,8% variasi dari brand loyalty
dapat dijelaskan oleh variasi dari ke tiga variabel independent yaitu brand
characteristic, company characteristic dan consumer brand characteristic,
sedangkan sisanya (100% - 57,8% = 42,2%) dijelaskan oleh sebab-sebab lain di
luar model.
Saran
Adapun saran dari hasil penelitian ini adalah:
1. Brand characteristic berpengaruh positif terhadap brand loyalty. Berdasarkan
perhitungan angka indeks tiap indikatornya adalah indikator merek dengan
reputasi tinggi sebesar 93,33%, tidak mengganggu kesehatan sebesar 94%,
kualitas produk yang konsisten sebesar 93,33%, pengetahuan konsumen tentang
merek sebesar 95%, berbeda dengan merek lainnya sebesar 86,67% dan mampu
bersaing dengan merek lainnya sebesar 88%. Dengan demikian dapat
disarankan pada perusahaan lebih meningkatkan/memperhatikan mengenai
adanya perbedaan dengan merek lain, dalam hal ini perusahaan harus
mempunyai ciri kas sendiri mengenai rasa sehingga akan mampu meningkatkan
brand characteristic. Selain itu perusahaan juga perlu mempertahankan
mengenai dengan mengkonsumsi kopi tidak mengganggu kesehatan dengan
menggunakan susu yang low fat.
2. Company characteristic paling dominan dalam mempengaruhi brand loyalty.
Berdasarkan perhitungan angka indeks tiap indikatornya adalah indikator
percaya pada perusahaan 95,33%, perusahaan memiliki cabang diseluruh kota
95,33%, perusahaan tidak akan menipu pelanggan 93%, perusahaan mempunyai
citra positif 94%, perusahaan memperhatikan kebutuhan pelanggan 91% dan
perusahaan yakin pelanggan menyukai produknya 92,67%. Dengan demikian
dapat disarankan pada perusahaan lebih memperhatikan kebutuhan pelanggan,
dalam hal ini perusahaan harus jeli akan kebutuhan pelanggan mengenai rasa
kopi dengan kualitas dan rasa yang enak sehingga akan mampu meningkatkan
company characteristic. Selain itu perusahaan juga perlu mempertahankan
mengenai percaya pada perusahaan dan perusahaan membuka cabang Starbuck
di berbagai kota. Dengan cabang yang telah dibuka luas, maka konsumen akan
sangat percaya terhadap kredibilitas starbuck coffe.
3. Pihak Starbuck Coffe Semarang sebaiknya lebih memperhatikan consumer
brand characteristic. Berdasarkan perhitungan angka indeks tiap indikatornya
adalah ada kesamaan merek dengan emosi pelanggan 90,67%, merupakan
merek favorit 84,33% dan merek sesuai dengan kepribadian pelanggan 86,67%.
Dengan demikian dapat disarankan pada perusahaan lebih memperhatikan
Coffee Starbuck adalah kedai kopi favorit, hal ini dapat dilakukan perusahaan
dengan cara memberikan pelayanan yang terbaik bagi pelanggan sehingga
pelanggan akan senang dan menjadikan Coffee Starbuck adalah café favorit.
Selain itu perusahaan juga perlu mempertahankan mengenai kesamaan merek
dengan emosi pelanggan, dalam hal ini pelanggan mendapatkan rasa aman
dalam menikmati sajian di starbuck coffe.
4. Hasil penelitian dapat memberikan informasi kepada perusahaan sebagai
sumbangan pemikiran dan sebagai bahan pertimbangan dalam mengatasi
permasalahan yang berhubungan dengan Trust in a Brand dalam mempengaruhi
Brand Loyalty.
5. Bagi peneliti lainnya yang ingin meneliti mengenai Trust in a Brand,
diharapkan untuk mengambil variabel independen lain di luar penelitian ini
yang mempengaruhi Trust in a Brand seperti variabel kepuasan konsumen.
REFERENSI
Aaker, David, 1991, Managing Brand Equity; Capitalizing on the
Value of Brand Name, Free Press, New York
____________, 1996, Measuring Brand Equity Across Product and Market,
California Management Review, Vol. 38 No. 3, pp. 102-121
Anderson, E. and Weitz, B. 1992. ”The Use of Pledges to Build and Sustain
Commitment in Distribution Channels,” Journal of Marketing Research, 29:18-
34
Assael, Henry, 1998, Costumer Behaviour and marketing Action.
6th Edition,. New York: International Thomson Publising
Ballester and Alema´n, 2005, Does brand trust matter to brand equity?, Journal of
Product & Brand Management, Volume 14 · Number 3 · 2005 · 187–196
Blackstone, Elena Delgado and Jose Lius Manuera – Aleman. 2001. “Brand Trust In
Context of Consumer Loyalty”. European Journal of Marketing. Vol 35
(11/12).
Bowen, J. T. and Chen, S. 2001. “The Relationship between Customer Loyalty and
Customer Satisfaction,” International Journal of Contemporary Hospitality
Management, 13 (5):213-217
Cunningham, S. M. 1966. “Brand Loyalty—What, Where, How Much ?” Harvard
Business Review, 34 (January-February):116-128.
Darmmesta, Basu Swasta. 1999. “Loyalitas Pelanggan. Sebuah Kajian Konseptual
Sebagai Panduan bagi Peneliti”. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia. Vol
14/3: 73-88.
Day, G. S. 1969. “A Two-Dimensional Concept of Brand Loyalty,” Journal of
Advertising Research, 9 (3):29-35.
Dick, A. S. and Basu, K. 1994. “Customer Loyalty: Toward an Integrated Conceptual
Framework,” Journal of the Academy of Marketing Science, 22 (2):99-113
Doney, P. M. and Cannon, J. P. 1997. “An Examination of the Nature of Trust in
Buyer-Seller Relationships,” Journal of Marketing, 61 (April):35-51.
Dwyer, F. R., Schurr, P. H. and Oh, S. 1987. “Developing Buyer-Seller
Relationships,” Journal of Marketing, 51 (April):11-27.
Freddy Rangkuti, 2007, Pengaruh Komponen Ekstensi Merek Terhadap Brand
Awareness, Brand Association, Perceived Quality, Dan Brand Loyalty Secara
Simultan: Suatu Penelitian Pada Produk Sampo Di Jabotabek
Gede Riana, 2008, Pengaruh Trust In A Brand Terhadap Brand Loyalty Pada
Konsumen Air Minum AQUA di Kota Denpasar, Buletin Studi Ekonomi
Volume 13 Nomor 2 Tahun 2008
Gujarati, Damodar N. 1995. Basic Econometric. Third Edition. New York: McGraw
– Hill Book Company.
Irawan, Handi. 2003. Indonesian Customer Satisfaction. Jakarta: PT. Alex Media
Computindo.
Jacoby, J. and Kyner, David B. 1973. “Brand Loyalty Vs. Repeat Purchasing
Behavior,” Journal of Marketing Research, 10:1-9
Kandampully, J. and Suhartanto, D. 2000. “Customer Loyalty in the Hotel Industry:
the Role of Customer Satisfaction and Image,” International Journal of
Contemporary Hospitality Management, 12 (6):346-351.
Kotler Philip. 2000. Manajemen Pemasaran. Edisi Milenium. Jakarta: Prenhallindo.
_____________. 2008. Marketing Management. New Jersey: Prentice-Hall
Lau, Geok Then and Sook Han Lee. 1999. “Consumers Trust in a Brand and the Link
to Brand Loyalty”. Journal of Market Focused Management.
Lisa Verawati Irawan, 2005, Pengaruh brand trust dan brand affect terhadap brand
loyalty produk pasta gigi Pepsodent di Surabaya
McIlroy, A. and Barnett, S. 2000. “Building Customer Relationships: Do Discount
Cards Work ?” Managing Service Quality, 10 (6):347-355.
Morgan, R. M. and Hunt, S. D. 1994. ”The Commitment-Trust Theory of
Relationship Marketing,” Journal of Marketing, 58 (July):20-38.
Moorman, C., Zaltman, G. and Deshpande, R. 1992. “Relationship between Providers
and Users of Marketing Research: The Dynamics of Trust within and between
Organizations,” Journal of Marketing Research, 29 (3):314-328.
Mowen, John C., dan Michael Minor. 2002, Consumer Behaviour. Alih Bahasa Lina
Salim. Erlangga, Jakarta
Petra Surya Mega Wijaya, 2007, Pengaruh Trust In A Brand Terhadap Brand Loyalty
Maskapai Penerbangan Garuda Indonesia Di Kota Yogyakarta, Universitas
Kristen Duta Wacana Yogyakarta
Rangkuti, Fredddy. 2002 The Power of Brands, Teknik Mengelola Brand Equity dan
Strategi Pengembangan Merek. Jakarta: Gramedia Pustaka.
Sekaran Uma. 1992. Research Methods for Business, A Skill Building Approach.
Second Edition. New York: John Willey & Sons, Inc.
Sudjana. 1996. Teknik Analisis Regresi dan Korelasi bagi Para Peneliti. Bandung:
Tarsito.
Sugiyono. 2003. Metode Penelitian Bisnis. Bandung : CV Alfabeta.
Swastha, Basu, dan Handoko, T. Hani. 2000. Manajemen Pemasaran, Analisa
Perilaku Konsumen, (edisi I). Yogyakarta: BPFE.
Tepeci, M. 1999. “Increasing Brand Loyalty in the Hospitality Industry,”
International Journal of Contemporary Hospitality Management, 11 (5):223-
229
Tjiptono, Fandi. 1997. Strategi Pemasaran. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Zainal Arifin, 2006, Analisis Brand Loyalty Pengguna Handphone Nokia