i
PENINGKATAN KEMAMPUAN BAHASA EKSPRESIF MELALUI
METODE STORY TELLING DENGAN MENGGUNAKAN
MEDIA BONEKA TANGAN PADA ANAK DI TAMAN
KANAK-KANAK PEMBINA NEGERI 1 PARIGI
KECAMATAN PARIGI KABUPATEN GOWA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat untuk Melakukan Penelitian pada
Program Studi Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Muhammadiyah Makassar
Oleh :
ST. AINUN SAKINAH GUNTUR
NIM 105451104916
PRODI PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
TAHUN AJARAN
2020
ii
iii
iii
MOTO DAN PERSEMBAHAN
“Tidak ada yang tidak mungkin jika kita selalu melibatkan Allah dalam setiap
rencana kita”.
“Tidak akan ada hal yang sia-sia dalam proses belajar karena ilmu yang kita
dapatkan akan bermanfaat pada waktunya”
(St. Ainun sakinah G)
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan karya ini untuk orang-orang terkasih
Untuk madrasah pertama yaitu orang tuaku dan saudaraku, terima kasih tak
terhingga atau kasih sayang yang tulus dan untaian doa yang tak pernah terputus
Untuk diriku sendiri terima kasih sudah berjuang dan bertahan
Untuk orang-orang terdekatku yang selalu mendukung
Untuk sahabat yang menemani masa tersulitku
Untuk orang-orang baik yang mengiringi suka duka perjalananku. Terima kasih
atas kesabarannya mendengar segala ke kesahku, terima kasih juga selalu
meyakinkan bahwa saya bisa sampai pada puncak tujuan. Terima kasih atas
ketulusan kalian dalam hal ini.
v
KATA PENGANTAR
Allah maha penyayang dan pengasih, demikian kata untuk mewakili atas
segala karunia dan nikmatnya. Jiwa ini takkan henti bertahmid atas anugerah pada
detik waktu, denyut jantung, gerak langkah, serta rasa pada-mu sang khalik.
Skripsi ini adalah setitik dari banyaknya berkah yang telah engkau berikan.
Setiap orang dalam berkarya selalu mencari kesempurnaan, tetapi
terkadang kesempurnaan itu terasa jauh dari kehidupan seseorang. Kesempurnaan
bagaikan fatamorgana yang semakin dikejar akan semakin menghilang jika
didekati. Demikian juga tulisan ini, kehendak hati ingin mencapai kesempurnaan,
tetapi kemampuan penulis penuh keterbatasan. Segala daya dan upaya telah
penulis tuliskan untuk membuat tulisan ini selesai dengan baik dan bermanfaat
dalam dunia pendidikan, khususnya dalam ruang lingkup Fakultas Keguruan Dan
Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Makassar.
Semangat dan motivasi dari berbagai pihak sangat membantu dalam
penyelesaian tulisan ini. Dengan segala rasa hormat, penulis mengucapkan terima
kasih kepada kedua orang tua Muh. Guntur dan Hj. Rosina yang telah
menyayangi, mengasihi, membesarkan, mendidik dan menyertai penulis dalam
proses pencarian ilmu. Demikian pula penulis ucapkan terima kasih kepada
saudara Saleha, Reski, Syarifa, Masitadan sahriani dan keluarga besar yang tak
hentinya memberikan motivasi dan bantuan untuk penulis. Kepada Ayahanda
vi
Tasrif Akib, S.Pd.,M.Pd dan Ayahanda Nur Alim Amri, S.Pd.,M.Pd. Pembimbing
I dan pembimbing II, yang telah memberikan ilmu, arahan, dan motivasi sejak
awal hinnga selesainya skripsi ini.
Tidak lupa penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ayahanda
Prof. Dr. H Abd.Rahman Rahim, SE,MM selaku Rektor Universitas
Muhammadiyah Makassar. Ayahanda Erwin Akib, M.Pd., P.hD selaku Dekan
Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar.
Ayahanda Tasrif Akib, S.Pd.,M.Pd selaku Ketua Prodi Pendidikan Guru
Pendidikan Anak Usia Dini, serta seluruh dosen dan staf dalam lingkungan
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Univeristas Muhammadiyah Makassar
yang telah membekali penulis dengan serangkaian ilmu pengetahuan yang sangat
bermanfaat bagi penulis.
Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada Kepala Sekolah, Guru
dan staf TK Pembina Negeri 1 Parigi, dan Ibu Nurlina, S.Pd selaku guru kelas
kelompok B disekolah tersebut yang telah mendampingi penulis dalam proses
penelitian. yang dengan ikhlas dan sabar menemani penulis dalam suka dan duka,
Orang terdekat yang selalu mensupor, dan tak lupa untuk sahabat saya (Saleha)
yang tak pernah lelah mendorongku. Terima kasih juga kepada teman-teman
mahasiswa Jurusan PG PAUD angkatan 2016 serta adinda Mahasiswa PG PAUD
keseluruhan, atas kebersamaan, motivasi, saran dan bantuannya kepada penulis
sejak awal perkuliahan hingga penulis menyelesaikan studi.
vii
Akhirnya, dengan segala kerendahan hati, penulis senantiasa
mengharapkan kritikan dan saran dari berbagai pihak, selama kritikan dan saran
tersebut dapat membawa kebaikan dan membangun bagi pribadi penulis maupun
semua pihak. Penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya apabila selama
erkuliahan dan penyusunan tulisan ini terdapat pihak yang merasa dirugikan, dan
terima kasih sekali lagi bagi pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang
telah memberikan bantuan moral dan moril kepada penulis.
Akhir kata, penulis mengucapkan
Billahi Fii sabililhaq Fastabiqul Khaerat
Wassalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Makassar, November 2020
Yang membuat pernyataan
ST AINUN SAKINAH GUNTUR
viii
AFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ............................................................................ i
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN ................................................................... iii
SURAT PENYATAAN ........................................................................... iv
SURAT PERJANJIAN ........................................................................... v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN .......................................................... vi
ABSTRAK ............................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ............................................................................. viii
DAFTAR ISI ............................................................................................ x
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1
A. Latar Belakang .............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ......................................................................... 7
C. Tujuan Penelitian .......................................................................... 7
D. Manfaat Penelitian ........................................................................ 7
BAB II KAJIAN PUSTAKA ................................................................. 9
A. Kajian Pustaka ............................................................................... 9
B. Kerangka Pikir .............................................................................. 37
C. Hipotesis ........................................................................................ 40
BAB III METODE PENELITIAN ........................................................ 41
A. Jenis Penelitian .............................................................................. 41
B. Lokasi dan Subjek Penelitian ........................................................ 42
C. Prosedur Penelitian........................................................................ 43
iii
D. Instrumen Penelitian...................................................................... 45
E. Teknik Pengumpulan Data ............................................................ 46
F. Teknik Analisis Data ..................................................................... 47
G. Indikator Keberhasilan .................................................................. 48
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ....................... 53
A. Hasil Penelitian ............................................................................. 53
B. Pembahasan ................................................................................... 81
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .................................................. 84
A. Kesimpulan ................................................................................... 84
B. Saran .............................................................................................. 85
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 87
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan pada hakikatnya adalah usaha membudayakan manusia atau
memanusiakan manusia, pendidikan sangat strategis utnuk mencerdaskan
kehidupan bangsa dan diperlukan guna meningkatkan mutu bangsa secara
menyeluruh. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana utnuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum
jenjang pendidikan dasar yang merupakan suatu upaya pembinaaan yang
ditujukan bagi anak sejak lahir hingga usia enam tahun yang dilakukan dengan
pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan
perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki
pendidikan lebih lanjut yang diselenggarakan pada jalur forrmal, nonformal, dan
informal.
Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003
BAB 1 Pasal 1ayat 14 dikemukakan bahwa:
Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang
ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun yang
dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk
membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar
anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
2
Masa Kanak-kanak adalah masa yang paling tepat untuk mengembangkan
dan meningkatkan bahasa. Masa ini sering disebut masa golden age dimana anak
sangat peka mendapatkan rangsangan-rangsangan baik yang berkaitan dengan
aspek fisik motorik, intelektual, sosial, emosi maupun bahasa. Menurut Hurlock
(1997). Perkembangan awal lebih penting dari pada selanjutnya, karena dasar
awal sangat dipengaruhi oleh belajar dan pengalaman.
Dalam perkembangannya, masyarakat telah menunjukkan kepedulian
terhadap masalah pendidikan, pengasuhan, dan perlindungan anak usia dini untuk
usia 0 sampai dengan 6 tahun dengan berbagai jenis layanan sesuai dengan
kondisi dan kemampuan yang ada, baik dalam jalur pendidikan formal maupun
non formal. Penyelenggaraan PAUD jalur pendidikan formal berbentuk Taman
Kanak-kanak Pembina Negeri 1 Parigi Kecamatan Parigi Kabupaten Gowa dan
bentuk lain yang sederajat, yang menggunakan program untuk anak usia 5-6
tahun. Sedangkan penyelenggaraan PAUD jalur pendidikan nonformal berbentuk
Kelompok bermain dan bentuk lain yang sederajat.
Bahasa merupakan kebutuhan yang diperlukan oleh manusia sebagai
sarana berkomunikasi dengan orang lain. Bahasa berfungsi sebagai alat
komunikasi, hal ini dimaksudkan bahwa semua pernyataan pikiran, perasaan dan
kehendak seseorang kepada orang lain menggunakan bahasa. Menurut Dhieni,
(2005) menyatakan bahwa “bahasa adalah alat penghubung atau komunikasi
antara anggota masyarakat yang terdiri dari individu-individu yang menyatakan
pikiran, perasaan, dan keinginannya”. Berbahasa berarti menggunakan bahasa
berdasarkan pengetahuan individu tentang ada sopan santun.
3
Adapun keterampilan berbahasa dengan media boneka tangan yaitu
sebagai alat bantu dalam proses kegiatan pembelajaran yang terbuat dari kain
yang berbentuk binatang atau karakter tokoh yang diperankan dengan cara
memasukkan kain yang berkarakter tokoh yang diperankan ke dalam tangan
kanan dan kiri tergantung beberapa tokoh yang diperankan misalnya ada 6 tokoh
maka menggunakan media boneka tangan di lakukan secara bergantian.
Dari observasi yang telah saya lakukan di Tk Pembina Negeri 1 Parigi
anak pra sekolah di Tk Pembina Negeri 1 Parigi rata-rata belum terampil
mengungkapkan pikiran atau perasaannya dalam bentuk kata-kata. Hal ini terlihat
dari komunikasi yang mereka gunakan sehari-hari disekolah. Terkadang ada anak
yang tidak mau berbicara jika ada pertanyaan dari guru dalam kegiatan lain hal ini
tentunya akan menghambat perkembangan bahasanya. Disinilah peran guru
sangat dibutuhkan dalam mengembangkan atau meningkatkan bahasa ekspresif
anak terutama disekolah. Kemampuan bahasa ekspresif penting dikembangkan
karena hal ini akan meningkatkan kemampuan anak dalam berkomunikasi serta
makin efektif dalam menyampaikan keinginan dan maksud kepada pihak lain.
Bahasa ekspresif merupakan suatu komunikasi individu dalam menyampaikan
ide, gagasan, atau perasaan kepada orang lain.
Untuk itu kemampuan bahasa ekspresif anak pada Taman Kanak-kanak
dapat dikembangkan dengan berbagai metode, salah satunya adalah metode story
telling atau Bercerita. Metode story telling merupakan salah satu metode yang
dapat memainkan peranan penting bukan saja dalam mengembangkan bahasa dan
pikiran anak, tetapi meningkatkan motivasi rasa ingin tahu dan mengembangkan
4
imajinasi dalam bercerita. Dalam mengembangkan bahasa ekspresif anak bercerita
mempunyai makna penting bagi perkembangan taman kanak-kanak, karena
melalui bercerita kita dapat mengkomunikasikan nilai-nilai budaya, sosial,
keagamaan, membantu mengembangkan fantasi anak, dimensi kognitif dan
bahasa anak.
Menurut Ismoerdijahwati (2007:76), mengemukakan bahwa “bercerita atau
yang biasa disebut mendongeng, merupakan seni atau teknik budaya kuno untuk
menyampaikan suatu peristiwa yang dianggap penting, melalui kata-kata,
imajinasi dan suara-suara”. Dongeng atau cerita telah ada dalam kebudayaan dan
daerah sebagai hiburan, pendidikan, pelestarian kebudayaan dan menyimpan
pengetahuan serta nilai-nilai moral.
Bercerita bagi anak usia 5-6 tahun bertujuan agar anak mampu
mendengarkan dengan saksama terhadap apa yang disampaikan orang lain. Anak
dapat bertanya apabila tidak memahaminya, anak dapat menjawab pertanyaan,
selanjutnya anak dapat menceritakan dan mengekspresikan diri terhadap apa yang
didengarkan dan diceritakannya sehingga hikmah dari isi cerita dapat dipahami
dan akhirnya didengarkan, diperhatikan, dilaksanakan dan diceritakannya pada
orang lain.
Cerita yang bagus tidak hanya sekedar menghibur tapi juga sekaligus
mendidik dan merangsang berkembangnya komponen kecerdasan anak. Anak
akan belajar bagaimana bunyi-bunyian yang bermakna diajarkan dengan benar,
bagaimana kata-kata disusun secara logis dan mudah dipahami. Dengan kata lain
cerita dapat mendorong anak untuk senang bercerita atau berbicara.
5
Pada dasarnya fenomena bagi anak didik dari hasil observasi di lapangan
TK Pembina Negeri 1 Parigi Kecamatan Parigi Kabupaten Gowa. Kemampuan
bahasa ekspresif anak masih belum berkembang sesuai dengan kompetensi dasar
yang ada pada Permen 146 hal ini dapat dilihat masih ada anak didik yang belum
mampu menjawab pertanyaan guru seperti pada kegiatan pembukaan ketika guru
bercakap-cakap tentang kondisi anak pada hari itu terlihat mayoritas anak lebih
banyak yang diam ketika ditanya, mengungkapkan jawaban pikiran anak yang
sederhana dari bentuk pertanyaan apa, siapa, mengapa, dimana, dan sebagainya
maupun mengatakan pikiran dan perasaan anak yang diberikan pada kegiatan
spontan, kurangnya kemampuan anak untuk mengekspresikan atau
mengungkapkan dengan teknik gerak, mimik dan penghayatan tentang bahasa
yang disampaikannya dalam menyatakan kalimat yang sederhana dan belum bisa
menceritakan kembali isi cerita sederhana yang sudah diceritakan oleh guru. Jika
anak tidak mencapai ketuntasan belajarnya maka kita sebagai guru dapat melatih
anak dengan cara belajar sore dalam dua kali seminggu, atau meminta bantuan
kepada orang tua peserta didik agar lebih sering melatih atau menceritakan cerita
pendek kepada anak agar hasil belajarnya berkembang. Hal ini harus segera
diatasi mengingat pentingnya kemampuan berbahasa bagi anak.
Bahasa memegang peranan penting, ada yang bersifat reseptif (dimengerti
dan diterima) dan ekspresif (dinyatakan), dimana bahasa ekspresif anak dikatakan
mulai berkembang yaitu ketika anak telah mampu berkomunikasi dengan teman
atau orang-orang yang berada di sekitarnya dengan cara mengekspresikan pikiran
dan pengetahuan serta perasaannya melalui kata-kata yang mempunyai makna.
6
Bahasa ekspresif anak juga akan meningkat ketika anak mampu berinteraksi
dengan lingkungan sekitar agar dapat membantu anak untuk memperluas kosa
katanya serta anak diberikan kesempatan untuk dapat mengungkapkan pikiran dan
perasaannya dengan cara mengekspresikan kemampuan bahasanya.
Dengan bahasa, anak dapat berinteraksi dengan orang-orang disekitarnya.
Untuk itu, metode story telling diambil sebagai alternatif tindakan untuk
mengatasi permasalahan yang ada. Metode ini dipilih karena melalui cerita, anak
belajar memahami suatu kejadian atau peristiwa yang diceritakan. Kemudian anak
dimotivasi untuk mengungkapkan pikiran atau perasaannya terhadap cerita.
Dengan demikian, melalui metode ini, kemampuan bahasa ekspresif anak
diharapkan meningkat.
Berdasarkan dasar-dasar pemikiran dan kenyataan di lapangan yang
dikemukakan diatas, peneliti terdorong untuk melakukan suatu Penelitian
Tindakan Kelas yang berjudul “Peningkatan kemampuan bahasa ekspresif melalui
metode Story telling dengan menggunakan media boneka tangan pada anak di
Taman Kanak-kanak Pembina Negeri 1 Parigi Kecamatan Parigi Kabupaten
Gowa”.
7
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah “Bagaimana peningkatan kemampuan bahasa ekspresif
melalui metode story telling dengan menggunakan media boneka tangan pada
anak di Taman kanak-kanak Pembina Negeri 1 Parigi Kecamatan Parigi
Kabupaten Gowa?
C. Tujuan Penelitian
Mengacu pada rumusan masalah diatas, maka tujuan pelaksanaan penelitian
ini, yaitu: untuk meningkatkan kemampuan bahasa ekspresif melalui metode Story
Telling dengan menggunakan media boneka tangan pada anak di Taman Kanak-
kanak Pembina Negeri 1 Parigi Kecamatan Parigi Kabupaten Gowa.
D. Manfaat Hasil Penelitian
1. Manfaat Teoritis
a. Sebagai masukan bagi guru dan lembaga pendidikan khususnya
pendidikan anak usia dini dalam upaya meningkatkan kemampuan
bahasa ekspresif anak.
b. Bagi Peneliti, diharapkan dapat menambah pengetahuan dalam
meningkatkan pembelajaran bahasa ekspresif pada anak.
8
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Taman Kanak-kanak, pembelajaran berjalan semakin efektif
melalui penerapan metode-metode pembelajaran.
b. Bagi guru Taman Kanak-kanak, sebagai pengalaman dalam pelaksanaan
pembelajaran khususnya untuk meningkatkan kemampuan bahasa anak
melalui metode bercerita.
c. Bagi Peneliti, hasil penelitian ini merupakan umpan balik dan hasil nyata
dari penerapan seluruh ilmu yang didapatkan selama kuliah.
d. Bagi masyarakat, hasil penelitian ini sebagai bahan informasi bagi
peneliti lain yang ingin mengadakan penelitian lanjutan tentang hal-hal
yang terkait dengan metode bercerita.
9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS TINDAKAN
A. Kajian Pustaka
1. Kemampuan Bahasa Anak
a. Pengertian Bahasa
Walija (1996:18) mengungkapkan “bahasa merupakan komunikasi yang
paling lengkap dan efektif untuk menyampaikan ide, pesan, maksud, perasaan dan
pendapat kepada orang lain”. Pendapat lainnya tentang defenisi bahasa
diungkapkan oleh Syamsuddin (1986) yang memberi dua pengertian Bahasa
yaitu:
Pertama, bahasa adalah alat yang dipakai untuk membentuk pikiran dan
perasaan, keinginan dan perbuatan-perbuatan, alat yang dipakai untuk
mempengaruhi dan dipengaruhi. Kedua, bahasa adalah tanda yang jelas dari
kepribadian yang baik maupun yang buruk, tanda yang jelas dari keluarga dan
bangsa, tanda yang jelas dari budi kemanusiaan.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat dikatakan bahwa bahasa
merupakan alat yang digunakan untuk berkomunikasi kepada orang lain dalam
bentuk simbol baik dalam bahasa tertulis ataupun isyarat. Tujuan utama dari
sebuah pembelajaran bahasa adalah untuk berkomunikasi. Penguasaan bahasa
sendiri dapat terjadi melalui dua proses, yaitu pemerolehan dan pembelajaran.
Pemerolehan bahasa terjadi secara tidak disadari karena sebagai akibat dari
komunikasi alami. Kegiatan bahasa ini dialami oleh anak-anak dan orang-orang
10
yang cukup lama dalam interaksi sosial. Berbeda dengan pemerolehan bahasa,
pembelajaran bahasa mengacu pada pengumpulan pengetahuan bahasa melalui
sesuatu yang disadari, berupa kemampuan yang dipelajari, dan bukan kemampuan
yang diperoleh.
b. Fungsi Bahasa Bagi Anak
Kemampuan bahasa dipelajari dan diperoleh anak usia dini secara alamiah
untuk beradaptasi dengan lingkungannya. Bromley (Dhieni, 2005: 76)
“menyebutkan empat macam bentuk bahasa yaitu menyimak, berbicara, membaca
dan menulis”. Anak menerima dan mengekspresikan bahasa dengan berbagai cara.
cara anak dalam menggunakan bahasa akan berpengaruh pada perkembangan
sosial, emosional, fisik dan kognitif.
Bahasa digunakan untuk mengekspresikan keunikan individu. Bromley.
(Dhieni. 2005:1.21) menyebutkan lima macam fungsi bahasa sebagai berikut: “1)
Bahasa menjelaskan keinginan dan kebutuhan individu, 2) Bahasa dapat
mengubah dan mengontrol perilaku, 3) Bahasa dapat membantu perkembangan
kognitif, 4) Bahasa membantu mempererat interaksi dengan orang lain, 5) Bahasa
mengekspresikan keunikan individu”. Dari pendapat ini dapat dijelaskan sebagai
berikut:
1) Bahasa menjelaskan keinginan dan kebutuhan individu. Anak usia dini
belajar kata-kata yang dapat memuaskan kebutuhan dan keinginan utama
mereka.
11
2) Bahasa dapat mengubah dan mengontrol perilaku. Anak belajar bahwa
mereka dapat mempengaruhi lingkungan dan mengarahkan perilaku
dewasa dengan menggunakan bahasa.
3) Bahasa dapat membantu perkembangan kognitif. Secara simbolik bahasa
menjelaskan hal yang nyata dan tidak nyata. Bahasa memudahkan kita
untuk mengingat suatu informasi dan menghubungkannya dengan
informasi yang baru diperoleh. Bahasa juga berperan dalam membuat
suatu kesimpulan tentang masa lalu, saat ini dan masa yang akan datang.
Bahasa merupakan sistem dimana kita menambah pengetahuan yang kita
akumulasikan melalui pengalaman dan belajar. Bahasa memudahkan kita
untuk menyimpan dan meyeleksi informasi yang akan kita gunakan
untuk menganalisis dan memecahkan masalah. Bahasa membantu kita
untuk mengetahui informasi secara lebih mendalam.
4) Bahasa membantu mempererat interaksi dengan orang lain. Bahasa
berperan dalam memelihara hubungan anda dengan orang di sekitar anda.
Anda dapat menjelaskan pikiran, perasaan dan perilaku melalui bahasa.
Kita menggunakan bahasa untuk berkomunikasi dalam kelompok dan
berpartisipasi dalam masyarakat. Bahasa berperan untuk kesuksesan
sosialisasi individu.
5) Bahasa mengekspresikan keunikan individu. Anda mengemukakan
pendapat dan perasaan pribadi dengan cara yang berbeda dari orang lain.
Hal ini dengan jelas dapat terlihat dari cara anak usia dini yang sering
kali mengkomunikasikan pengetahuan, pemahaman dan pendapatnya
12
dengan cara mereka yang khas yang merupakan refleksi perkembangan
kepribadian mereka.
Secara garis besar fungsi bahasa bagi anak adalah untuk menjelaskan
keinginan dan kebutuhan individu anak. Untuk mengekspresikan keunikan
pendapat dengan cara yang khas yang merupakan perkembangan dari kepribadian
anak.
c. Perkembangan Bahasa Anak.
Depdikbud (1998: 1) Sesuai dengan Garis-garis Besar Program Kegiatan
Belajar (GBPKB) Taman Kanak-kanak, “pengembangan kemampuan berbahasa
di Taman Kanak-kanak bertujuan agar anak didik mampu berkomunikasi secara
lisan dengan lingkungannya”. Lingkungan yang dimaksudkan adalah lingkungan
di sekitar anak antara lain: lingkungan teman sebaya, teman bermain, orang
dewasa, baik yang ada di sekolah, di rumah, maupun dengan tetangga di sekitar
tempat tinggalnya.
Bahasa sebagai sarana kegiatan berkomunikasi memegang peranan yang
sangat penting dalam kehidupan manusia sebagai ungkapan hasil pemikiran
seseorang kepada orang lain agar dapat dipahami. Fungsi pengembangan
kemampuan berbahasa bagi anak Taman Kanak-kanak (Depdikbud, 1998) antara
lain : “ Sebagai alat untuk berkomunikasi dengan lingkungan, Sebagai alat untuk
mengembangkan kemampuan intelektual anak, Sebagai alat untuk
mengembangkan ekspresi anak dan Sebagai alat untuk menyatakan perasaan dan
buah pikiran kepada orang lain”.
13
Menurut Piaget (Musfiroh, 2005: 76) perkembangan bahasa anak Taman
Kanak-kanak masih bersifat egosentrik dan self-expressive, yaitu segala sesuatu
masih berorientasi pada dirinya sendiri. Perkembangan bahasa dapat dipakai
sebagai tolak ukur kecerdasannya dikemudian hari. Pada masa itu anak menguasai
kemampuan berbicara, tetapi mereka harus lebih banyak belajar sebelum mereka
mencapai kemampuan bahasa orang dewasa. Kosa kata yang diperoleh anak pada
awal masuk Taman Kanak-kanak kira-kira berjumlah 2000 kata.
Menurut Dhieni (2005: 3) metode bercerita adalah cara penyampaian atau
penyajian materi pembelajaran secara lisan dalam bentuk cerita dari guru kepada
anak didik taman kanak-kanak. Sedangkan menurut Madyawati (2017: 3)
Bercerita adalah suatu kegiatan yang dilakukan seseorang secara lisan kepada
orang lain dengan alat atau tanpa alat tentang apa yang harus disampaikan dalam
bentuk pesan, informasi atau hanya sebuah dongeng yang dikemas dalam bentuk
cerita yang dapat di dengarkan dengan rasa menyenangkan.
Anak-anak usia taman Kanak-kanak berada dalam fase perkembangan
bahasa secara ekspresif. Hal ini berarti bahwa anak telah dapat mengungkapkan
keinginannya, penolakannya maupun pendapatnya dengan menggunakan bahasa
lisan. Bahasa lisan sudah dapat digunakan anak sebagai alat komunikasi.
Kemampuan berbahasa berbeda dengan kemampuan berbicara. Bahasa
merupakan suatu sistem tata bahasa yang relatif rumit dan bersifat semantik,
sedangkan kemampuan berbicara merupakan suatu ungkapan dalam bentuk kata-
kata. Bahasa ada yang bersifat reseptif (dimengerti, diterima) maupun ekspresif
(dinyatakan). Contoh bahasa reseptif adalah mendengarkan dan membaca suatu
14
informasi, sedangkan contoh bahasa ekspresif adalah berbicara dan menuliskan
informasi untuk dikomunikasikan kepada orang lain.
2. Bahasa Ekspresif
a. Pengertian Bahasa Ekspresif
Bahasa dan pengekspresian bahasa adalah dua hal yang berbeda. Bahasa
berada di dalam otak kita, dan ia akan tetap ada walaupun diekspresikan atau
tidak. Seseorang yang tidak bisa bicara (bisu) bukan berarti tidak memiliki
bahasa. Ia tetap dapat mengetahui tentang kosa kata bahasa dan dapat menyimpan
pengetahuannya dalam bentuk bahasa. Bahasa dapat diekspresikan dalam bentuk
bicara, tulisan dan gerakan. Bicara adalah ekspresi dari bahasa. Organ manusia
yang berperan adalah mulut dan tenggorokan. Terkadang penggunaan istilah
“bahasa” dan “bicara” ini tertukar atau disamakan artinya. Pada kenyataannya
kedua istilah ini berbeda walaupun memiliki kaitan yang erat dalam komunikasi.
Bahasa ekspresif merupakan bahasa yang mengungkapkan pikiran dan
perasaan. Kalimat ekspresif adalah kalimat yang memiliki kata kerja menyatakan
makna batin (ekspresif). Sedangkan ekspresif dalam buku metode pengembangan
bahasa (Dhieni N, 2006: 136) Menyatakan bahwa “kemampuan berbicara
merupakan suatu ungkapam dalam bentuk kata-kata”. Ada yang bersifat reseptif
(dimengerti dan diterima) maupun ekspresif (dinyatakan). Contoh Bahasa
ekspresif adalah berbicara dan menuliskan informasi untuk dikomunikasikan
dengan orang lain.
15
Menurut Widodo (2008) bahwa “bahasa ekspresif adalah kemampuan untuk
mengeluarkan kata-kata yang berarti”. (Bromley 1992: 1.5) mendefinisikan
bahasa sebagai sistem simbol yang teratur untuk mentransfer berbagai ide maupun
informasi yang terdiri atas simbol-simbol visual maupun verbal. Simbol-simbol
visual tersebut dapat dilihat, ditulis, dan dibaca, sedangkan simbol-simbol verbal
dapat diucapkan dan didengar. Anak dapat memanipulasi simbol-simbol tersebut
dengan berbagai cara sesuai dengan kemampuan berfikirnya.
Dari berbagai pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa pengertian
bahasa ekspresif adalah cara seorang anak dalam mengungkapkan perasaan serta
kata-katanya kepada orang lain yang berada di sekitarnya yang mempunyai arti
dan kadang dicampur dengan gerakan tubuh. Ketika anak berbicara dan menulis,
mereka menyusun bahasa dan anak menyusun konsep maknanya.
b. Tahap-Tahap Perkembangan Bahasa Ekspresif
Perkembangan kemampuan berbahasa pada anak Taman Kanak-kanak
adalah perubahan yang terjadi pada anak yang ditandai dengan perkembangan
bahasa anak menurut Mustakim Nur, (2002 : 24) bahwa perkembangan bahasa
yang dimaksud adalah: ”perkembangan bunyi, perkembangan kata, perkembangan
kalimat dan perkembangan makna”.
Adapun penjelasannya sebagai berikut:
1) Perkembangan bunyi (Fonologi)
Bunyi yang dihasilkan organ artikulasi mengalami perubahan dan
penyempurnaan. Pada tahap permulaan anak mengeluarkan bunyi
konsonan/vokal.
16
2) Perkembangan kata (Morfologi)
Perkembangan morfologi pada anak dari satu kata menjadi kata, kadang-
kadang anak mengucapkan dua kata menjadi kalimat, kadang-kadang kita
mendengar anak ”mama, Ali mencubit saya”, ”Koko memukul saya”.
Perkembangan morfologi anak semakin bertambah seiring dengan
pertambahan usianya atau dengan kata lain semakin bertambah usia
semakin bertambah pula jumlah kata yang diperoleh anak berkaitan
dengan nama-nama benda permainan atau kata-kata yang berhubungan
dengan kebutuhan anak sehari-hari.
3) Perkembangan kalimat (Sintaksis)
Anak menyusun kalimat dari kata yang diketahui dan dikenalnya.
Perkembangan kalimat pada anak diperoleh ketika anak berada dalam
lingkungan keluarga. Anak mulai menyusun kalimat dengan kata-kata
pertama berupa kata benda (subjek) kemudian kata kerja (predikat),
misalnya ”mama pergi”, ”kakak makan nasi”.
4) Perkembangan makna (Semantik)
Perkembangan semantik pada anak sudah nampak sejak anak itu
menggunakan kalimat yang terdiri dari dua kata. Perkembangan semantik
anak semakin lama semakin cepat. Anak mengucapkan kata-kata selalu
mengenai Taman Kanak-kanak dengan maknanya sehingga kata-kata yang
diucapkan dapat dipahami oleh teman bicaranya. Peran orang tua atau
orang yang dekat dengan anak itu akan menentukan perkembangan
17
semantik anak dengan mengarahkan dan memberi perbaikan ucapan kata
akan memberi kesadaran makna kata dan pertumbuhan semantik anak.
Seorang anak kecil belajar berbicara mula-mula adalah dengan cara
menunjukkan berbagai benda-benda yang dilihatnya atau kata yang dapat
menunjukkan pada pengertian tempat ”di sini” atau ”sekarang”. Daftar kata-kata
ini akan segera meningkat tanpa batas. Namun bisa diperkirakan bahwa seorang
anak pada usia dua tahun setidaknya memerlukan 270 kata.
Beberapa aspek yang berkaitan dengan perkembangan bahasa lisan anak
(Dhieni, 2006:3.4) adalah sebagai berikut: kosakata, sintaks/tata bahasa,
semantika dan fonem atau bunyi”.
Adapun penjelasannya sebagai berikut:
1) Kosa kata, seiring dengan perkembangan anak dan pengalamannya
berinteraksi dengan lingkungannya, kosa kata anak berkembang dengan
pesatnya.
2) Sintaks (tata bahasa), walaupun anak belum mempelajari tata bahasa, akan
tetapi melalui contoh-contoh berbahasa yang didengar dan dilihat anak di
lingkungannya, anak telah dapat menggunakan bahasa lisan dengan susunan
kalimat yang baik.
3) Semantika adalah penggunaan kata yang sesuai dengan tujuannya, anak
Taman Kanak-kanak sudah dapat mengekspresikan keinginannya,
penolakannya, pendapatnya dengan menggunakan kata-kata dan kalimat
yang tepat.
18
4) Fonem (bunyi), anak Taman Kanak-kanak sudah memiliki kemampuan
untuk merangkaikan bunyi yang didengarnya menjadi satu kata yang
mengandung arti. Perkembangan bahasa yang terjadi pada anak usia Taman
Kanak-kanak yang pembelajarannya melalui metode bercerita dimana anak
dapat berkomentar antara apa yang ia dengar ketika guru menyelesaikan
ceritanya.
Perkembangan kemampuan bahasa anak Taman Kanak-kanak ditandai oleh
usia dan karakteristik anak dalam bertindak, perkembangan bahasa tersebut
melalui beberapa tahapan.
Tahapan perkembangan bahasa tersebut (Mustakim, 2005:34) adalah
sebagai berikut:
1) Tahap Random dengan karakteristik bunyi lisan.
2) Tahap Unitary dengan karakteristik menggunakan kata sebagai kalimat.
3) Tahap Perluasan ditandai dengan karakteristik kata-kata.
4) Tahap Struktural ditandai dengan karakteristik penguasaan kosa kata yang
berkembang sesuai dengan pembentukan lingkungan kesehariannya.
5) Tahap Otomatik ditandai dengan karakteristik anak sudah mampu
menggunakan dua kalimat untuk mengemukakan maksud tertentu secara
otomatis.
6) Tahap Kreatif ditandai dengan karakteristik anak mampu menggunakan
kata-kata yang pengertiannya abstrak.
19
c. Indikator Bahasa Ekspresif
Dalam kehidupan kita sehari-hari dapat dilihat langsung perkembangan
berbicara pada anak, kita dapat membedakan kemampuan anak dalam berbicara
terhadap orang yang dikenalinya. Perkembangan berbicara pada anak berbeda-
beda sehingga ada anak yang dapat cepat berbicara dan ada pula anak yang
berbicaranya lambat, mungkin karena ada beberapa faktor yang mendasari hal
tersebut, yang dapat kita ketahui dengan memperhatikan langsung sekitar kita.
Dalam dunia anak ada aspek yang perlu diperhatikan orang tua dalam
rangka mengamati perkembangan bicara anak, bila seorang anak akan
mengatakan atau memahami sesuatu, ia harus mempunyai daftar kata-kata atau
vocabulary yang cukup memadai, yang dengan kata lain kita bisa mengatakan
bahwa anak mempunyai cukup kata-kata agar bisa memproduksi dan memahami
bahasa aktif dan pasif, menemukan kata-kata yang tepat, memahami apa yang
diucapkan (pengertian kalimat).
Seorang anak kecil belajar berbicara, mula-mula adalah dengan cara
menunjukkan berbagai benda-benda yang dilihatnya (kursi, meja makan, boneka,
dsb), atau kata yang dapat menunjukkan pada pengertian tempat “di sini” atau
“sekarang”. Daftar kata-kata ini akan segera meningkat tanpa batas. Namun bisa
diperkirakan bahwa seorang anak pada usia dua tahun setidaknya memerlukan
270 kata. Pada usia 4 tahun kemampuan bahasa anak akan berkembang. Anak
pada usia ini sudah mampu mengucapkan sebagian besar kata dalam bahasa
Indonesia, kosa kata yang dikuasainyapun telah berkembang mencapai 1.500 kata.
20
Dalam mengajarkan anak usia taman Kanak-kanak seorang guru harus
mempersiapkan indikator-indikator apa yang akan digunakan dalam mengajarkan
anak didiknya khususnya pada pengembangan bahasa ekspresif anak yang akan
menunjang pembelajaran pada anak didiknya. Berdasarkan kurikulum 2013,
Indikator kemampuan bahasa ekspresif pada anak usia 5 sampai 6 tahun adalah
sebagai berikut:
1. Dapat menjawab pertanyaan apa, siapa, mengapa, dimana, dan sebagainya.
2. Menceritakan kembali isi cerita sederhana yang sudah diceritakan oleh
guru.
3. Metode story telling
a. Pengertian Metode story telling
Metode story telling atau bercerita merupakan salah satu metode
pembelajaran kehidupan yang banyak dipergunakan di Taman Kanak-kanak.
Selain itu, metode bercerita juga memberikan pengalaman belajar bagi anak.
Dengan melihat dan mendengarkan cerita memungkinkan anak menambah
pengetahuan dan meningkatkan kemampuan bahasanya. Menurut Dhieni N, dkk
(2005:6.6) “metode bercerita adalah cara penyampaian atau penyajian materi
pembelajaran secara lisan dalam bentuk cerita dari guru kepada anak didik Taman
Kanak-kanak”.
Bercerita adalah suatu kegiatan yang dilakukan seseorang secara lisan
kepada orang lain dengan alat atau tanpa alat tentang apa yang harus disampaikan
dalam bentuk pesan, informasi atau hanya sebuah dongeng yang untuk
21
didengarkan dengan rasa menyenangkan, oleh karena orang yang menyajikan
cerita tersebut menyampaikannya dengan menarik.
Adapun bercerita menurut Mustakim (2005:20) yaitu: Story telling atau
bercerita adalah upaya untuk mengembangkan potensi kemampuan berbahasa
anak melalui pendengaran dan kemudian menuturkannya kembali dengan tujuan
melatih keterampilan anak dalam bercakap-cakap untuk menyampaikan ide dalam
bentuk ekspresif.
Selanjutnya menurut Winda Gunardi (2008:53): Bercerita adalah
suatu kegiatan yang dilakukan seseorang untuk menyampaikan suatu pesan,
informasi atau sebuah agenda belakang, yang biasa dilakukan secara
ekspresif atau tertulis, cara penuturan cerita tersebut dapat dilakukan dengan
menggunakan alat peraga atau tanpa alat peraga.
Sedangkan Depdiknas (2004:12) mendefenisikan “metode bercerita adalah
cara bertutur kata dalam penyampaian cerita atau memberikan penjelasan kepada
anak secara ekspresif dalam upaya memperkenalkan atau memberikan keterangan
hal baru kepada anak”.
Berdasarkan berbagai pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa
metode bercerita adalah metode komunikasi yang disampaikan oleh guru kepada
anak secara universal untuk menceritakan suatu kejadian atau peristiwa untuk
memberikan pengalaman pada anak.
b. Tujuan metode story telling
Tujuan bercerita bagi anak usia 4–6 tahun adalah agar anak mampu
mendengarkan dengan saksama terhadap apa yang disampaikan orang lain, anak
22
dapat bertanya apabila tidak memahaminya, anak dapat menjawab pertanyaan,
selanjutnya anak dapat menceritakan dan mengekspresikan terhadap apa yang
didengarkan dan diceritakannya,sehingga hikmah dari isi cerita dapat dipahami
dan akhirnya didengarkan, diperhatikan, dilaksanakan dan diceritakannya pada
orang lain. Karena menurut (Dhieni N, 2005) “bahasa berpengaruh besar pada
perkembangan pikiran anak”.
c. Fungsi metode story telling
Bercerita kepada anak berperanan penting bukan saja dalam menumbuhkan
minat dan kebiasaan membaca, tetapi juga dalam mengembangkan bahasa dan
pikiran anak. Dengan demikian, fungsi kegiatan bercerita bagi anak usia 5–6
tahun adalah perkembangan bahasa anak. Dengan bercerita pendengaran anak
dapat difungsikan dengan baik, untuk membantu kemampuan berbicara, dengan
menambah perbendaharaan kosa kata, kemampuan mengucapkan kata-kata,
melatih merangkai kalimat sesuai dengan tahap perkembangannya, selanjutnya
anak dapat mengekspresikannya melalui bernyanyi, bersyair, menulis ataupun
menggambar sehingga pada akhirnya anak mampu membaca situasi, gambar,
tulisan atau bahasa isyarat. Kemampuan tersebut adalah hasil dari proses
menyimak dalam tahap perkembangan bahasa anak.
d. Jenis – jenis Cerita
Menurut Elyawati (2009) secara garis besar, cerita dapat dibagi dua, yaitu:
1). Cerita lama
Cerita lama pada umumnya mengisahkan kehidupan klasik yang
mencerminkan struktur kehidupan manusia di zaman lama. Adapun
jenis-jenis cerita lama, yaitu:
23
a). Dongeng, yaitu cerita tentang sesuatu yang tidak masuk akal, tidak
benar terjadi, dan bersifat fantasia tau khayalan. Adapun jenis-jenis
dongeng: Mite, yaitu cerita atau dongeng yang berhubungan dengan
kepercayaan masyarakat setempat tentang adanya makhluk halus.
Legenda, yaitu dongeng tentang kejadian alam yang aneh dan ajaib.
Fable, yaitu dongeng tentang kehidupan binatang yang diceritakan seperti
kehidupan manusia.
Kisah lama yaitu dongeng yang berisi kegagah beranian seorang pahlawan
yang terdapat dalam sejarah tetapi cerita seperti khayal.
(1) Hikayat, yaitu cerita yang melukiskan raja atau dewa yang bersifat
khayal.
(2) Cerita berbingkai, cerita yang didalamnya terdapat berbagai cerita
sebagai sisipan.
(3) Cerita panji, yaitu bentuk cerita seperti hikayat tapi berasal dari
kesusastraan, seperti kesusastraan Jawa.
(4) Tambo, yaitu cerita mengenai asal usul keturunan, terutama
keturunan raja-raja yang dicampur dengan unsur khayal.
2). Cerita baru
Cerita baru adalah bentuk karangan bebas yang tidak berkaitan dengan
sistem sosial dan struktur kehidupan lama. Cerita baru dapat
dikembangkan dengan menceritakan kehidupan saat ini dengan
keanekaragaman bentuk dan jenisnya.
24
e. Manfaat cerita
Menurut Bachri (2005: 7) manfaat bercerita adalah “memperluas wawasan
dan cara berfikir anak, sebab dalam bercerita anak mendapat tambahan
pengalaman yang bisa jadi hal baru baginya”. Sedangkan menurut Musfiroh
(Kasmawati, 2012) cerita memiliki manfaat sebagai berikut:
1) Membantu pembentukan pribadi dan moral anak
Cerita sangat efektif untuk mempengaruhi cara berfikir dan cara
berperilaku anak karena mereka senang mendengarkan cerita walaupun
dibacakan secara berulang-ulang. Pengulangan imajinasi anak, dan nilai
kedekatan guru dan orang tua membuat cerita menjadi efektif untuk
mempengaruhi cara berfikir mereka. Cerita mendorong perkembangan
moral anak karena beberapa sebab, yaitu sebagai berikut:
a). Menghadapkan siswa kepada situasi yang mengandung “pertimbangan”
yang sedapat mungkin mirip dengan yang dihadapi siswa dalam
kehidupan.
b). Cerita dapat memancing siswa menganalisis situasi, dengan melihat
bukan hanya yang Nampak tetapi juga sesuatu yang tersirat
didalamnya, untuk menemukan isyarat-isyarat halus yang tersembunyi
tentang perasaan, kebutuhan dan kepentingan orang lain.
c). Cerita mendorong siswa untuk menelaah perasaan sendiri sebelum ia
mendengar respon orang lain untuk dibandingkan.
25
d). Cerita mengembangkan rasa konsiderasi yaitu pemahaman dan
penghayatan atas apa yang diucapkan/dirasakan tokoh hingga
akhirnya anak memiliki konsiderasi terhadap tokoh lain dalam alam
nyata.
2). Menyalurkan kebutuhan imajinasi dan fantasi
Anak-anak membutuhkan penyaluran imajinasi dan fantasi tentang
berbagai hal yang selalu muncul dalam pikirannya. Masa usia pra sekolah
merupakan masa-masa aktif anak berimajinasi. Tak jarang anak
“mengarang” suatu cerita sehingga oleh sebagian orang tua dianggap
sebagi kebohongan. Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya, imajinasi
anak-anak sedang membutuhkan penyaluran. Salah satu tempat adalah
cerita.
3). Memacu kemampuan verbal anak
Cerita yang bagus tidak sekedar menghibur tetapi juga mendidik, sekaligus
merangsang perkembangan komponen kecerdasan linguistic yang paling
penting yakni kemampuan menggunakan bahasa untuk mencapai sasaran
praktis. Selama menyimak cerita, anak belajar bagaimana bunyi-bunyi yang
bermakna diajarkan dengan benar, bagaimana kata-kata disusun secara logis
dan mudah dipahami, bagaimana konteks berfungsi dalam makna.
4). Merangsang minat menulis anak
Cerita memancing rasa kebahasaan anak. Anak yang gemar mendengar dan
membaca cerita akan memiliki kemampuan berbicara, menulis dan
memahami gagasan rumit secara lebih baik.
26
5). Merangsang minat baca anak
Bercerita dengan media buku, menjadi stimulasi yang efektif bagi anak
Taman Kanak-kanak, karena pada waktu itu minat baca pada anak mulai
tumbuh. Minat itulah yang harus diberi lahan yang tepat, antara lain melalui
kegiatan bercerita.
6). Membuka cakrawala pengetahuan anak
Setiap anak pada hakekatnya sangat tertarik untuk mengenal dunia, dan
karena dunia ini cenderung berkaitan dengan budaya dan ras lain. Cerita
kadang menyimpan daya rangsang tinggi untuk memicu pada eksplorasi
anak tentang lingkungan.
Kegiatan bercerita dapat memperluas wawasan dan cara berfikir anak, sebab
dalam kegiatan bercerita anak mendapat tambahan pengalaman yang bisa jadi hal
baru baginya, atau juga seandainya bukan merupakan hal baru tentu akan
mendapatkan kesempatan untuk mengulang kembali ingatan akan hal yang pernah
didapat atau dialaminya.
f. Penyajian cerita
Dalam menyajikan cerita, pendidik perlu menyadari bahwa cerita
disesuaikan dengan taraf perkembangan anak, meliputi anak dalam berbahasa,
berpikir, bersosial-emosi, motorik dan moral, tanpa pemahaman ini cerita akan
menjadi terlalu sulit (sehingga tidak dimengerti anak) atau terlalu mudah
(membosankan anak).
Cerita bagi anak-anak harus sesuai dengan tahap perkembangan anak.
Menurut Tampubolon (Dhieni, 2005:6) “isi cerita hendaknya sesuai dengan
27
tingkatan pikiran dan pengalaman anak”. Bercerita sesuai dengan perkembangan
anak yaitu bercerita sesuai dengan perkembangan pedoman pendidikan anak
(Musfiroh, 2005: 10), yang mengandung beberapa persyaratan yang perlu
dipenuhi oleh para pendidik dalam menyajikan cerita, yakni:
1) Memahami pengertian dan permasalahan seputar cerita dan
bercerita, 2) memahami asumsi dasar anggapan perkembangan
anak, 3) memahami arti dan tugas perkembangan anak, 4)
memahami domain dan teori perkembangan yang dianut, 5)
memahami konsep belajar dan mengajar, dan 6) memahami konsep
“sesuai perkembangan” dalam praktik pembelajaran.
g. Bentuk-Bentuk Metode Stoty Telling
Menurut Dhieni N, (2005:6.12) bentuk-bentuk Metode bercerita tersebut
terbagi dua, yaitu :
1) Bercerita tanpa alat peraga.
2) Bercerita dengan alat peraga.
Bentuk bercerita dengan alat peraga terbagi dua yaitu :
1) Bercerita dengan alat peraga langsung.
Yaitu guru bercerita dengan menggunakan alat peraga langsung
apakah sebuah benda misalnya tas, atau makhluk hidup yang nyata
seperti binatang peliharaan atau tanaman dengan ketentuan sebagai
berikut :
a) Isi cerita sesuai dengan tahap perkembangan anak dan media
yang digunakan.
b) Menggunakan gaya bahasa anak.
c) Alat atau media yang digunakan tidak membahayakan bagi guru
maupun anak didik.
28
d) Alat atau media yang digunakan dapat tersimpan dalam satu
tempat atau dapat dipegang langsung oleh guru dan anak
misalnya, benda, binatang dan tanaman.
2) Bercerita dengan alat peraga tak langsung / benda tiruan.
Yaitu kegiatan bercerita dengan menggunakan alat peraga tiruan misalnya,
binatang tiruan, buah tiruan, sayur tiruan dan sebagainya yang terbuat dari
berbagai bahan, misalnya kayu, plastic, fiber dan lain-lain.
Dalam kegiatan ini anak-anak yang bercerita yang dipimpin guru dengan
menggunakan buku gambar berseri. Isi gambar-gambar seri digunakan sebagai
pokok/bahan pembicaraan. Tujuan khusus bercerita berdasarkan gambar seri ialah
memupuk kesanggupan meletakkan hubungan antara tanggapan dan menarik
kesimpulan. Gambar seri yang digunakan hendaknya menarik dan merangsang
anak untuk bercerita sehingga hikmah dari isi cerita dapat dipahami dan
didengarkan, diperhatikan, dilaksanakan dan diceritakannya pada orang lain.
Karena menurut Brunner (Dhieni. N, 2005:6.7) “Bahasa berpengaruh besar pada
perkembangan pikiran anak”.
Dari beberapa bentuk bercerita diatas penulis melakukan penelitian dengan
alat peraga tak langsung/benda tiruan. Objek bercerita yang dipilih seputar tentang
tema rekreasi. Kegiatan ini dimaksudkan untuk memberikan pengertian tentang
suatu pokok bahasan yang dapat membantu fantasi dan imajinasi anak karena
adanya media pendukung yang dapat dilihat secara langsung.
29
h. Langkah-Langkah Metode Story Telling
Bercerita merupakan salah satu metode pembelajaran yang baik digunakan
pada anak usia Taman Kanak-kanak, karena bercerita dapat memberikan nilai
tambah untuk anak usia dini. Guru pilih cerita-cerita yang dipahami oleh peserta
didik. Seperti cerita-cerita yang disukai oleh anak usia dini pada umumnya, guru
menggunakan media pembelajaran saat bercerita supaya anak lebih antusias untuk
mendengar cerita, guru harus pandai mengelola vokal pada saat bercerita.
Misalnya setiap karakter punya intonasi dan suara yang berbeda. Adapun langkah-
langkah yang dilakukan oleh guru pada saat menggunakan metode story telling
atau bercerita kepada anak adalah :
1) Guru harus pandai mengelola vokal pada saat bercerita. Misalnya setiap
karakter punya intonasi dan suara yang berbeda.
2) Guru menyiapkan tempat dikelas yang membuat peserta didik nyaman
ketika mendengarkan cerita. Aturlah tempat duduk supaya setiap peserta
didik bisa mendapatkan informasi yang sama saat mendengarkan atau
menyimak cerita.
3) Setelah selesai bercerita guru bertanya tentang apa yang terkandung dalam
cerita tersebut. kemudian guru menegaskan kembali apa yang ada dalam isi
cerita tersebut.
Dengan menerapkan langkah-langkah kegiatan bercerita diharapkan mampu
menciptakan suasana belajar yang kondusif agar anak merasa nyaman dan
antusias dalam belajar. Dengan demikian, materi yang disampaikan melalui
kegiatan bercerita dapat dipahami oleh anak.
30
i. Cerita Yang Sesuai Dengan Perkembangan Anak
Kegiatan bercerita memberikan nilai pembelajaran bagi proses belajar dan
berkembang anak serta dapat menumbuhkan minat dan kegemaran membaca
disamping dapat menciptakan suasana menyenangkan, bercerita dapat
mengundang dan merangsang proses kognisi, khususnya aktivitas berimajinasi,
dapat mengembangkan kesiapan dasar bagi perkembangan anak dalam konsep
Development Appropriate Practice (DAP) dari The National Association For the
Education Of Young Children (NAEYC), yaitu bercerita sesuai dengan pedoman
pendidikan anak (Musfiroh. 2005:3), cerita yang dimaksud mengandung beberapa
persyaratan yang perlu dipahami oleh pendidik, yakni :
1) Memahami pengertian dan permasalahan seputar cerita.
Pada konsep ini pendidik perlu memastikan apa pengertian bercerita, apa
perbedaannya mendongeng serta bagaimana konsep penyajian bercerita yang
mendukung perkembangan anak dalam berbagai aspeknya.
1) Memahami asumsi dasar anggapan perkembangan anak.
Pendidik perlu menyadari bahwa anak berkembang menurut fase-fase tertentu.
Anak usia 4-7 tahun berada pada fase operasional dengan cirri dan
perkembangan yang berbeda dengan anak-anak diatas usia itu.
2) Memahami arti dan tugas perkembangan anak.
Pada masa Taman Kanak-kanak, anak-anak perlu diperkenalkan konsep baik
buruk melalui contoh agar membantu mereka mencapai tugas perkembangan
moral usia tersebut.
31
3) Memahami domain dan teori perkembangan yang dianut.
4) Guru perlu mengetahui dari perkembangan dan meyakini agar dalam praktek
bercerita dan pembelajaran tidak buta arah.
5) Memahami konsep belajar dan mengajar.
Cerita perlu memahami bahwa anak belajar bukan melalui ceramah, tetapi
melalui keaktifan dan interaksi aktif anak dengan materi belajar. Melalui cerita
anak melibatkan diri secara aktif, senang hati dan bermotivasi untuk
membangun konsep.
6) Memahami konsep “sesuai perkembangan” dalam pedoman praktek
pembelajaran.
Pendidik perlu menyadari bahwa cerita disesuaikan dengan taraf
perkembangan anak meliputi abilitas anak dalam bahasa, berpikir, bersosial-
emosi, motorik dan moral. tanpa pemahaman cerita akan menjadi sulit
sehingga tidak dimengerti anak atau terlalu membuat bosan anak.
Dengan demikian seorang pendidik harus memahami syarat dalam
mengembangkan bahasa ekspresif anak sehingga dapat membantu perkembangan
bahasa anak dalam berkomunikasi secara efektif dan efisien sehingga proses
percakapan menjadi komunikatif.
j. Media Boneka Tangan
Di indonesia, beberapa jenis boneka tangan ada yang dijadikan sebagai
warisan budaya masyarakat (yang juga merupakan budaya bangsa), yaitu Wayang
Golek dari Jawa Barat yang membawakan cerita Ramayana dan Mahabarata.
Sementara itu, di Jawa Timur dan Jawa Tengah terkenal juga dengan boneka
32
tongkat yang terbuat dari kayu yang disebut dengan nama Wayang Krucil atau
yang lebih dikenal dengan Wayang Kulit. Untuk keperluan media pembelajaran di
taman kanak-kanak, boneka tangan dapat disesuaikan dengan karakteristik
kebutuhan anak. Agar menarik dan bermakna karakter boneka yang digunakan
biasanya karakter boneka yang dekat dengan dunia anak.
Media boneka tangan adalah boneka yang dijadikan media atau alat bantu
yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran. Jenis boneka yang digunakan
adalah boneka tangan yang terbuat dari potongan kain. Boneka tangan ini
ukurannya lebih besar daripada boneka jari dan dapat dimasukkan ke dalam
tangan. Jari tangan dapat dijadikan pendukung gerakan tangan dan kepala boneka.
(Gunarti, 2013).
Boneka tangan ini berbentuk tiruan dari manusia dan binatang. Boneka
merupakan salah satu model perbandingan, tetapi boneka ini pada dasarnya
memiliki karakteristik khusus. Dalam penggunaanya dimanfaatkan sebagai media
pembelajaran. Boneka tangan adalah bentuk tiruan dari bentuk manusia atau
bentuk hewan yang khusus cara menggunakannya yaitu dengan cara
menggunakan tangan, seperti yang dipakai pada boneka tangan si Unyil.
(Gunawan, 2012).
Menurut Salsabila (2012) belajar dengan melihat (Visual) dan
mendengarkan (audio) memakai boneka tangan akan sangat membantu
perkembangan anak. Orangtua dapat membuat media ini sendiri dari bahan-bahan
yang mudah didapat dan harga murah. Berikut alat dan bahan yang diperlukan
serta prosedur pembuatan boneka tangan :
33
1. Alat dan Bahan :
Kain lembut dan lunak warna-warni mencolok, benang dan jarum, gunting,
dakron, pola baju boneka dari kertas.
2. Cara membuat :
Gunting kain sesuai pola baju sebanyak dua buah, jahit kedua sisinya,
sambung bagian kepala boneka dengan bajunya. Boneka tangan dapat digunakan
sebagai media pembelajaran yang menarik bagi anak, karena sangat efektif untuk
membantu anak belajar berbahasa. Manfaat boneka tangan menurut Salsabila
(2012) :
1. Membantu anak membangun keterampilan sosial.
2. Melatih kemampuan menyimak.
3. Melatih bersabar dan menanti giliran.
4. Meningkatkan kerjasama.
5. Meningkatkan daya imajinasi anak.
6. Memotivasi anak agar mau tampil.
7. Meningkatkan keaktifan anak.
8. Menambah suasana gembira dalam kegiatan pembelajaran.
9. Tidak menuntut keterampilan yang rumit bagi yang memainkannya.
10. Tidk memerlukan waktu yang banyak, biaya, dan persiapan yang rumit.
Beberapa keuntungan penggunaan media boneka tangan untuk bercerita,
menurut Madyawati (2014) :
34
1. Umunya anak menyukai boneka. Dengan menggunakan boneka tangan,
maka akan lebih menarik perhatian dan minat anak terhadap kegiatan
pembelajaran.
2. Membantu mengembangkan emosi anak. Anak dpat mengekspresikan
emosi dan kekhawatirannya melalui boneka tangan tanpa merasa takut
ditertawakan dan diolok-olok teman.
3. Membantu anak untuk membedakan fantasi dan realita.
4. Anak dituntut belajar memahami benda mati seolah-olah benda hidup dan
bersuara.
5. Bagi seorang guru, media bercerita boneka tangan merupakan media yang
sangat bermanfaat.
6. Membantu guru dalam memahami perbedaan individual anak didik.
7. Karena bentuk dan warnanya, boneka tangan mampu menarik perhatian
dan minat anak.
Metode bercerita merupakan salah satu cara yang paling mendasar untuk
berbagi pengetahuan, pengalaman, dan membina hubungan interaksi dengan anak-
anak. Kegiatan meningkatkan dan mengembangkan bahasa ekspresif anak dengan
metode bercerita di Taman Kanak-kanak, kemampuan bahasa ekspresif anak
sudah berkembang dalam hal mengungkapkan bahasa menurut pendapat, ide dan
gagasannya sesuai dengan cerita menggunakan boneka tangan yang diperlihatkan.
Pada usia anak-anak, kemampuan bahasa kata ekspresif belum cukup
dikuasainya, dan bahasa tulisan pun masih dalam proses, tetapi anak sudah
mempunyai kemampuan bahasa ekspresif (bahasa bicara). Melalui kemampuan
35
yang dimilikinya, yaitu perpaduan secara bahasa bicara dan bahasa cerita, anak
jadi mengerti apa yang dikatakan orang lain kepadanya. Hal ini disebabkan, apa
yang dikatakan orang lain diimajinasikan oleh anak dengan apa yang diinginkan
orang tersebut. Depdiknas (2001: 18) mengungkapkan bahwa metode bercerita
dengan gambar merupakan.
Bentuk bercerita dengan alat peraga tak langsung yang menggunakan
gambar-gambar sebagai alat peraga dapat berupa gambar lepas, gambar dalam
buku atau gambar seri yang terdiri dari 2 sampai 6 gambar yang melukiskan
gambar ceritanya. Pada usia 5-6 tahun, anak-anak mulai tertarik untuk
memperhatikan gambar-gambar dalam buku, karena dengan gambar tersebut,
anak dapat mengekspresikan dan mengolah ide, pendapat, gagasan dan
perasaannya dalam bentuk kata-kata. Terkadang anak juga asik berbicara seolah-
olah sedang membaca gambar tersebut dengan kalimat sederhana namun masih
dapat dimengerti. Selain itu, anak-anak mulai dapat menikmati sebuah cerita pada
saat ia mengerti tentang peristiwa yang terjadi disekitarnya dan mampu mengingat
beberapa berita yang diterimanya. Disinilah peran seorang pendidik untuk
memberikan stimulus dalam meningkatkan kemampuan bahasa ekspresif sesuai
dengan kebutuhan dan karakteristik anak.
Adapun karakteristik bahasa ekspresif anak 5-6 tahun menurut Dhieni
(Zaizah Zizi, 2013) antara lain sebagai berikut:
1) Terjadi perkembangan yang cepat dalam kemampuan bahasa anak ia
telah dapat menggunakan kalimat dengan baik dan benar.
36
2) Telah menguasai 90% dari fonem dan sintaks dari bahasa yang
digunakannya.
3) Dapat berpartisipasi dalam suatu percakapan.
4) Sudah dapat mengucapkan lebih dari 2500 kata.
5) Lingkup kosakata yang diucapkan anak menyangkut: warna, rasa, bau,
kecantikan, kecepatan, suhu, perbedaan, perbandingan jarak, permukaan
(kasar atau halus).
6) Sudah dapat melakukan peran pendengar dengan baik.
7) Dapat berpartisipasi dalam sebuah percakapan dimana anak sudah dapat
mendengarkan orang lain, berbicara dan menanggapi pembicaraan
tersebut.
8) Percakapan yang dilakukan anak usia 5-6 tahun telah menyangkut
komentarnya terhadap apa yang dilakukan oleh dirinya sendiri dan orang
lain serta apa yang dilihatnya.
Bercerita bagi anak usia dini bertujuan agar anak mampu mendengarkan
dengan berkonsentrasi dan mengekspresikan perasaannya terhadap apa yang
diceritakan. Adapun tujuan diberikannya metode bercerita menurut Depdiknas
(2001) yaitu :
a) Melatih daya tangkap anak, artinya anak usia Taman Kanak-kanak dapat
dirangsang untuk mampu memahami isi atau ide-ide pokok dalam cerita.
b) Melatih daya pikir anak, artinya untuk melatih bagaimana memahami
proses cerita, mempelajari hubungan bagian-bagian dalam cerita
termasuk hubungan sebab akibatnya.
37
c) Melatih daya konsentrasi anak, artinya memusatkan, perhatiannya kepada
keseluruhan cerita.
d) Membantu perkembangan fantasi atau imajinasi anak, artinya dengan
bercerita anak dengan daya imajinasinya dapat membayangkan atau
menggambarkan suatu situasi yang berada diluar jangkauan inderanya
bahkan yang mungkin jauh dari lingkungan sekitarnya, ini berarti
mengembangkan wawasan anak.
e) Menciptakan suasana menyenangkan dan akrab didalam kelas, artinya
anak-anak bisa mengetahui sifat antara yang satu dengan yang lainnya.
B. Kerangka Pikir
Dalam menerapkan metode Story Telling maka kemampuan berbahasa pada
anak akan meningkat. Dalam hal ini bahasa ekspresif anak akan meningkat dapat
kita lihat dari anak yang belum mampu menjawab pertanyaan apa, siapa,
mengapa, dan dimana serta anak belum mampu menceritakan kembali isi cerita
sederhana yang sudah diceritakan oleh guru. Maka dari itu perkembangan
peningkatan bahasa ekspresif anak akan di tingkatkan melalui metode story telling
atau bercerita dengan cara melatih anak untuk percaya diri dahulu dan guru selalu
memancing pertanyaan kepada anak agar anak dapat menjawab pertanyaan yang
diberikan oleh guru dan memberikan kebebasan kepada anak untuk berekspresi
agar sikap percaya diri anak juga meningkat.
Perencanaan sumber belajar yang dilakukan oleh guru yaitu guru pilih cerita
yang bahasanya bisa dipahami oleh anak seperti cerita-cerita yang disukai anak
usia dini, guru menggunakan media pembelajaran saat bercerita supaya anak lebih
38
antusias dalam mendengar cerita, guru harus pandai mengelola vokal pada saat
bercerita misalnya, disetiap karakter mempunyai intonasi dan suara yang berbeda.
Adapun langkah-langkah yang digunakan oleh guru untuk meningkatkan
kemampuan berbahasa pada anak yaitu: guru menyiapkan tempat di kelas yang
membuat peserta didik nyaman ketika mendengarkan cerita. Guru mengatur
tempat duduk supaya setiap peserta didik bisa mendapatkan informasi yang sama
saat mendengarkan atau menyimak cerita, dan setelah selesai bercerita guru
bertanya tentang apa saja yang terkandung dalam cerita tersebut. kemudian guru
menjelaskan kembali tentang isi dari cerita tersebut. setelah melalui langkah-
langkah tersebut maka diharapkan bahasa ekspresif anak meningkat dengan anak
sudah mammpu menjawab pertanyaan, apa, siapa, mengapa, dimana dan anak
sudah mampu menceritakan kembali isi cerita yang telah diceritakan oleh guru.
Berdasarkan konsep di atas maka perlu disadari pentingnya pengembangan
media pembelajaran Boneka tangan dalam mengembangkan pembelajaran yang
menarik dengan perkembangan aspek bahasa yang dimiliki anak usia dini. Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada bagan kerangka pikir sebagai berikut:
39
Gambar 2.1. Skema Kerangka Pikir Penelitian
Pembelajaran di Taman Kanak-kanak
Pembina Negeri 1 Parigi Kecamatan Parigi
Kabupaten Gowa
Guru :
Guru kurang mampu
dalam menerapkan
pembelajaran Story
Telling atau Bercerita
Anak :
Perkembangan bahasa anak belum
berkembang serta pemanfaatan media
boneka tangan belum diterapkan
secara maksimal.
Indikator ketercapaian:
Meningkatnya kemampuan bahasa
ekspresif anak dengan penggunaan
media boneka tangan
1. Anak sudah mampu menjawab
pertanyaan apa, siapa, mengapa,
dimana, dsb.
2. Anak sudah mampu
menceritakan kembali isi cerita
yang sudah diceritakan oleh
guru.
Langkah-langkah Pembelajaran Story
Telling:
1. guru menyiapkan tempat di kelas
yang membuat peserta didik nyaman
ketika mendengarkan cerita.
2. Guru mengatur tempat duduk supaya
setiap peserta didik bisa
mendapatkan informasi yang sama
saat mendengarkan atau menyimak
cerita.
3. Setelah selesai bercerita guru
bertanya tentang apa saja yang
terkandung dalam cerita tersebut.
4. Guru menjelaskan kembali tentang
isi dari cerita tersebut
40
C. Hipotesis Tindakan
Hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah jika metode story telling
diterapkan, maka kemampuan bahasa ekspresif anak di TK Pembina Negeri 1
Parigi Kecamatan Parigi Kabupaten Gowa akan meningkat.
41
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Dalam bahasa Inggris disebut Classroom Action Research. Dari
namanya sudah menunjukkan isi yang terkandung di dalamnya, yaitu sebuah
kegiatan penelitian yang dilakukan di kelas. Ada tiga kata yang membentuk
pengertian tersebut, maka ada tiga pengertian yang dapat diterangkan.
1. Penelitian, menunjukkan pada suatu kegiatan mencermati suatu objek
dengan menggunakan cara dan aturan metodologi tertentu untuk
memperoleh data atau informasi yang bermanfaat dalam meningkatkan
mutu suatu hal yang menarik minat dan penting bagi peneliti.
2. Tindakan, menunjukkan pada suatu gerakan kegiatan yang sengaja
dilakukan dengan tujuan tertentu. Dalam penelitian yang berbentuk
rangkaian siklus kegiatan untuk siswa.
3. Kelas, dakam hal ini tidak terikat pada pengertian ruang kelas, tetapi
dalam pengertian yang lebih spesifik, yaitu sekelompok peserta didik
yang sedang belajar.
Menurut pengertian pembelajaran kelas bukan wujud ruangan, tetapi
sekelompok peserta didik yang sedang belajar. Dengan demikian,
penelitian tindakan dapat dilakukan tidak hanya di ruang kelas, tetapi
dimana saja tempatnya, yang penting ada sekelompok anak yang sedang
belajar. Hal ini dapat terjadi di laboratorium, perpustakaan, di lapangan
olahraga, di tempat kunjungan, atau di tempat lain, yaitu tempat dimana
42
para siswa sedang belajar tentang hal yang sama, dari seorang guru atau
fasilitator yang sama. ciri bahwa anak sedang dalam keadaan belajar
adalah otaknya aktif berpikir, mencerna bahan yang sedang di pelajari.
B. Lokasi dan Subjek Penelitian
Pada Penelitian ini yang menjadi subjek penelitian adalah anak-anak di
kelompok B Tk Pembina Negeri 1 Parigi dengan jumlah anak didik sebanyak 20
anak yang terdiri dari 5 orang anak laki-laki dan 15 orang anak perempuan yang
berada pada rentang usia 5-6 tahun. Objek penelitiannya adalah kemampuan
bahasa anak Kelompok B. Lokasi penelitian bertempat di Tk Pembina Negeri 1
Parigi Kecamatan Parigi Kabupaten Gowa.
Beberapa hal yang mendasari peneliti mengambil subjek penelitian tersebut
karena guru-guru di lembaga tersebut bersikap terbuka dan sangat ramah sehingga
nantinya akan memudahkan peneliti dalam pelaksanaan penelitian ini. dari
observasi awal peneliti menemukan kemampuan bahasa anak belum sesuai
dengan yang diharapkan. Melalui penelitian ini, peneliti berharap agar
kemampuan bahasa anak didik dapat meningkat.
43
C. Prosedur Penelitian
Gambar 3.1 Skema Prosedur Penelitian
D.
PELAKSANAAN
PERENCANAAN PENGAMATAN SIKLUS I
REFLEKSI
PELAKSANAAN
PENGAMATAN PERENCANAAN SIKLUS II
REFLEKSI
44
1. Perencanaan
Persiapan yang akan dilakukan dalam tahap perencanaan penelitian ini
adalah :
a. Membuat dan menyusun Rencana Kegiatan Harian sesuai dengan tema
pada hari itu di Tk Pembina Negeri 1 Parigi.
b. Mempersiapkan kelas yang akan digunakan untuk pembelajaran.
c. Menyiapkan media pembelajaran serta yang dibutuhkan dalam proses
pembelajaran yaitu media bahan alam.
d. Menyiapkan instrumen penilaian berupa lembar observasi yang akan
digunakan dalam penggunaan media bahan alam.
2. Pelaksanaan Tindakan
Pelaksanaan merupakan implementasi atau penerapan rancangan yaitu
melakukan tindakan di kelas. Pada tahap ini guru harus ingat dan taat pada
rencana yang sudah disepakati dan dirumuskan oleh guru dan peneliti. Pada tahap
ini guru melaksanakan kegiatan sesuai dengan Rencana Kegiatan Harian dan
prosedur penelitian yang telah disusun bersama. Guru sebagai pelaksana tindakan
dan peneliti sebagai pengamat jalannya proses tindakan.
3. Observasi atau Pengamatan
Pelaksanaan observasi oleh peneliti dilakukan pada saat tindakan sedang
berlangsung. Jadi keduanya berlansung dalam waktu yang sama. Pada penelitian
ini peneliti bertindak sebagai observer. Selama proses pembelajaran berlansung
peneliti mengamati proses pembelajaran dengan menggunakan media boneka
tangan. Peneliti mengamati anak didik serta guru ketika kegiatan pembelajaran
45
dengan menggunakan media boneka tangan dilakukan. Pengamatan dalam proses
penggunaan media boneka tangan berlangsung dilakukan oleh peneliti untuk
mengamati aspek kemampuan bahasa anak yang ada pada diri peserta didik.
Kegiatan tersebut dilakukan untuk mengumpulkan data-data yang akan diolah
untuk menentukan tindakan yang akan dilaksanakan selanjutnya.
4. Refleksi
Refleksi kegiatan merupakan kegiatan yang dilakukan untuk
mengemukakan kembali apa yang sudah terjadi. Istilah refleksi dilaksanakan
ketika guru sebagai pelaksana sudah selesai melakukan tindakan, kemudian
berhadapan dengan peneliti dan subjek peneliti, untuk bersama-sama
mendiskusikan implementasi rancangan tindakan. Guru dan peneliti
melaksanakan analisis terhadap hasil pengamatan yang dilakukan. Dari hasil
pengamatan tersebut peneliti melakukan refleksi sekiranya terdapat kekurangan
atau kelebihan. Kemudian guru dan peneliti mencari solusi terhadap kekurangan
tersebut untuk perbaikan pada siklus selanjutnya.
E. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini yakni
sebagai berikut:
1. Lembar Observasi (checklist)
Lembar observasi digunakan agar peneliti lebih terarah dalam melakukan
observasi. Sehingga hasil data yang didapatkan mudah diolah. Lembar observasi
tersebut digunakan untuk mengetahui kemampuan bahasa anak didik melalui
penggunaan media boneka tangan.
46
2. Tes Perlakuan
Tes yaitu pertanyaan atau latihan serta alat lain yang digunakan untuk
mengukur keterampilan, pengetahuan intelegensi, kemampuan bakat yang
dimiliki individu atau kelompok. Adapun bentuk dari tes yang akan diberikan
kepada subjek dalam penelitian ini yakni berupa kegiatan unjuk kerja berdasarkan
tugas yang di berikan oleh pendidik.
F. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan adalah
observasi dan wawancara serta dokumentasi.
1. Observasi
Metode observasi dilakukan dengan cara mengamati dan mencatat semua
aktivitas anak didik pada proses penggunaan media boneka tangan. Observasi
dilakukan pada anak didik kelompok B untuk memperoleh data anak yang
berkaitan dengan kemampuan bahasa anak.
2. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan sebuah cara yang dilakukan untuk menyediakan
dokumen-dokumen dengan menggunakan bukti yang akurat dari pencatatan
sumber-sumber informasi khusus dari karangan/tulisan, buku, undang-undang dan
sebagainya.
G. Teknik Analisis Data
Data adalah catatan penilaian, baik yang berupa fakta maupun angka-
angka, Arikunto (Kustilawati, 2000:19). Data yang diperoleh dan dikumpulkan
dianalisis terlebih dahulu dengan maksud untuk membuktikan ada tidaknya
47
perbaikan yang dihasilkan setelah dilakukan tindakan. Dengan adanya analisis
data ini, maka dapat diketahui seberapa besar peningkatan kemampuan bahasa
setelah diberikan tindakan melalui penerapan media boneka tangan. Dalam
pelaksanaan penelitian tindakan kelas, ada dua jenis data yang dapat digunakan
yaitu :
1. Data Kualitatif
Data kualitatif yaitu informasi yang berbentuk kalimat yang memberi
gambaran tentang tingkat pemahaman terhadap sesuatu, pandangan atau sikap
anak terhadap metode belajar yang baru yang dapat dianalisis secara kualitatif.
2. Data Kuantitatif
Data kuantitatif yaitu data yang dapat dianalisis secara deskriptif
menggunakan analisis statistik deskriptif (menghitung rata-rata perkembangan
anak berdasarkan skor yang diperoleh dari lembar observasi). Penelitian ini
menggunakan analisis deskriptif kualitatif yaitu mencoba menggambarkan
keadaan yang sebenarnya dan dideskripsikan dalam bentuk narasi sesuai hasil
pengamatan. Data juga dianalisis menggunakan deskriptif kuantitatif yang
bertujuan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar dari perlakuan yang
diberikan guru. Tujuannya yaitu untuk mengetahui peningkatan kemampuan
bahasa anak setelah diberikan tindakan melalui metode story telling rumus yang
digunakan dalam analisis data deskriptif kuantitatif sederhana untuk mencari
persentase, mengacu pada pendapat Anas Sujiono (2006: 43), yaitu sebagai
berikut:
48
P = Angka Presentase.
f= frekuensi yang sedang dicari persentesenya.
n = jumlah persentase/ banyaknya individu/ indikator.
H. Indikator Keberhasilan
Sesuai dengan karakteristik penelitian tindakan kelas, dalam penelitian ini
dinyatakan berhasil apabila ada perubahan atau peningkatan terhadap hasil belajar
yang diperoleh anak setelah diberikan tindakan. Penelitian ini dikatakan berhasil
apabila 80 % anak berada pada tingkat kemampuan berkembang sesuai harapan.
Anak mampu menguasai indikator kemampuan bahasa dalam penggunaan media
boneka tangan.
49
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Gambaran Umum Objek Penelitian
a. Profil TK Pembina Negeri 1 Parigi
PROFIL SEKOLAH
1. Nama Sekolah : TK Pembina Negeri 1 Parigi
Alamat Sekolah : Jl. Kr. Longka Desa Majannang Kec. Parigi
Desa : Majanang
Kecamatan : Parigi
Kabupaten : Gowa
Propinsi : Sulawesi Selatan
2. Kepala Sekolah
Nama : SRI WAHYUNI S. Pd
Pend. Terakhir : S.1
Tabel 4.1 Data Murid
3. Data Murid
Tahun
Pelajaran
Jumlah
pendaftar
calon
siswa baru
Kelompok
A
Kelompok
B
Jumlah
L P L P L P Jumlah
Siswa
Jumlah
Rombel
2009-2010 27 6 9 5 8 11 17 28 2
2010-2011 15 5 7 6 9 11 16 27 2
2011-2012 13 6 4 5 15 11 19 30 3
50
2012-2013 27 6 9 5 8 11 17 28 2
2013-2014 15 5 7 6 9 11 16 27 2
2014-2015 13 6 4 5 15 11 19 30 3
2015-2016 27 6 9 5 8 11 17 28 2
2016-2017 15 5 7 6 9 11 16 27 2
2017-2018 26 5 7 6 8 11 15 26 2
2018-2019 27 7 3 7 10 14 13 27 2
2019-2020 25 8 4 8 5 16 9 25 2
2020-2021 27 8 4 10 5 18 9 27 2
Tabel 4.2 Data Keadaan Murid Tahun Pelajaran 2020/2021
4. Keadaan Murid Tahun Pelajaran 2020/2021
Nomo
r
Nama Bulan L P Jumlah
1 Juli 19 8 27
2 Agustus 19 8 27
3 September 19 8 27
4 Oktober 19 8 27
5 Nopember 19 8 27
6 Desember 19 8 27
7 Januari 19 8 27
8 Februari 19 8 27
9 Maret 19 8 27
10 April 19 8 27
11 Mei 19 8 27
12 Juni 19 8 27
51
Tabel 4.3 Data Guru Menurut Tingkat Pendidikan
5. Data Guru Menurut Tingkat Pendidikan
Tingkat
Pendidikan
STATUS TOTAL
PNS GTY DPK
SMA
D.II
S.1 2 2 4
JUMLAH 4 4
Tabel 4.4 Data Daftar Nama Guru
6. Daftar Nama Guru
N
o. Nama/NIP JK Pendidikan Jabatan Status Alamat
1 SRI WAHYUNI S,Pd
198503202011012010
P S-1 GURU KAWIN MAJANNAN
G
2 NURLINA S,Pd
198512312011012020
P S-1 GURU
KAWIN
MAJANNAN
G
3 HASNAH S,Pd P S-1 GURU KAWIN MAJANNAN
G
4 KARTINI S,Pd P S-1 GURU KAWIN MAJANNANG
Tabel 4.5 Data Jumlah dan Kondisi Ruangan
7. Jumlah dan Kondisi Ruangan
No. Jenis
Ruangan
Jumlah
Ruangan
Kondisi Ket
Baik Cukup Kurang
1 Kantor 1
2 Ruang Belajar 3
52
3 Ruang Bermain 1
4 Halaman Bermain 1
5 Kamar Mandi 6
6 Ruang uks 1
7 Ruang Aula 1
8 Ruang Guru 1
9 Raung tunggu 1
10 Ruang dapur 1
11 Ruang gudang 1
Tabel 4.6 Data Mobiler
8. Mobiler
No. Nama Barang Banyaknya Kondisi
Keterangan Baik Cukup Kurang
1. Meja Guru 4
2. Lemari Buku 5
3. Papan Tulis 4
4. Rak Permainan 3
5. Kursi Murid 40
6. Meja Murid 40
7. Tempat Sampah 2
8. Tempat Cuci Tangan 3
9. Kursi guru 7
10. Rak buku 3
11 Rak sepatu 2
12 Loker 1
53
13 Ember 3
14 Sapu dan selaber 2
Parigi 12 Oktober 2020
Kepala TK Pembina Negeri 1 Parigi
SRI WAHYUNI S,Pd
NIP. 198503202011012010
Tabel 4.7 Data Jumlah dan Kondisi Ruangan
9. Jumlah dan Kondisi Ruangan
No. Jenis
Ruangan
Jumlah
Ruangan
Kondisi Ket
Baik Cukup Kurang
1 Kantor 1
2 Ruang Belajar 3
3 Ruang Bermain 1
4 Halaman Bermain 1
5 Kamar Mandi 6
6 Aula 1
7 Gudang 1
8 Ruang guru 1
9 Ruang uks 1
10 Ruang dapur 1
54
Tabel 4.8 Data Mobiler
10. Mobiler
No. Nama Barang Banyaknya Kondisi
Ket Baik Cukup Kurang
1. Meja Guru 2
2. Lemari Buku 1
3. Papan Tulis 1
4. Rak Permainan 1
5. Kursi Murid 25
6. Meja Murid 25
7. Tempat Sampah 1
8. Ember Cuci Tangan 2
9. Ayunan Ganda -
10. Kursi Ganda -
Gowa , 16 September 2014
Kepala TK Pembina Negeri 1 Parigi
SRI WAHYUNI S,Pd
NIP. 198503202011012010
55
B. Struktur Kepengurusan Satuan Lembaga
TK pembina parigi adalah di bawah naungan Pemerintah kab,gowa.
Adapun struktur organisasi TK pembina parigi adalah sebagai berikut:
Gambar 4.2 Struktur Organisasi Tk Pembina Parigi
STRUKTUR ORGANISASI TK PEMBINA PARIGI
PENGAWAS TK
Hj.NURSIA.SPd AUD
PENASEHAT
-BASRI.B.SPd Msi
(korwil Parigi)
-H.M.YUSUF TALLI
(Tokoh Masyarakat)
,
KEPALA TK PEMBINA
PARIGI
SRI WAHYUNI,S.Pd
TENAGA
ADMINISTRASI
BENDAHARA
Operator SEKRETARIS
NURLINA,S.Pd
NURHIDAYAT,S.KOM
HASNAH,S.Pd
PENDIDIK
NURLINA,S.Pd
HASNAH,S.Pd
KARTINI,S.Pd
PESERTA DIDIK
56
Pembina TK Pembina Negeri 1 Parigi
Memberikan arahan dan nasehat tentang pengembangan Mutu , SDM
Pendidik dan Tenaga Kependidikan.
Penasehat TK Pembina Negeri 1 Parigi
Bekerjasama dengan berbagai pihak dalam rangka optimalisasi sarana dan
prasarana.
Kepala sekolah TK Pembina Parigi
Pengembangan program TK Pembina Parigi.
Mengkoordinasikan guru-guru TK Pembina Parigi.
Mengelola administrasi TK.
Mengadakan supervisi kelas.
Melakukan evaluasi dan pembinaan terhadap kinerja guru.
Melakukan evaluasi terhadap program pembelajaran.
Sekretaris TK Pembina Negeri 1 Parigi
Memberikan pelayanan administratif kepada guru, orangtua dan peserta
didik.
Memperlancar administrasi penerimaan peserta didik.
Bendahara TK Pembina Negeri 1 Parigi
Mengelola sarana dan prasarana TK.
Mengelola keuangan.
Guru TK Pembina Negeri 1 Parigi
Menyusun rencana pembelajaran.
57
Mengelola pembelajaran sesuai dengan kelompoknya.
Mencatat perkembangan anak.
Menyusun pelaporan perkembangan anak.
Melakukan kerjasama dengan orangtua dalam program penting.
C. Alamat Satuan Lembaga PAUD
Taman Kanak-Kanak Pembina parigi terletak di RW Padang Malullu
Desa Majannang Kecamatan Parigi Kabupaten Gowa Provinsi Sulawesi
Selatan.
D. Status Satuan PAUD
Taman Kanak-Kanak pembina parigi telah memiliki Izin Operasional
dari Dinas Pendidikan Kabupaten Gowa Propinsi Sulawesi Selatan Nomor
2517/106.3/DS/1997 dan izin operasional ini telah diperbaharui pada Tahun
2020 di Dinas Pendidikan Kab. Gowa dengan Nomor 800/052/II/2020.
Hasil observasi dan evaluasi anak didik peningkatan Kemampuan bahasa anak
pada pra tindakan disajikan dalam Tabel di bawah ini:
Tabel 4.9. Data Hasil Observasi dan Evaluasi Peningkatan Kemampuan
Bahasa Ekpresif Melalui Metode Story Telling dalam
Meningkatkan Kemampuan Bahasa Ekpresif Anak pada Pra
Tindakan
No
Nama Anak
Didik
Kemampuan Berbicara
Skor
Presen
tase
Kriteria
K 1 K2 K3 K4 K5
1 Abdul 1 1 1 1 1 5 25% BB
2 Aditya 1 2 1 1 1 6 30% BB
58
3 Adrian 1 1 1 1 1 5 25% BB
4 Ahlam 1 1 1 1 1 5 25% BB
5 Alfian 1 1 1 1 1 5 25% BB
6 Andi 1 2 1 1 1 6 30% BB
7 Aqila 1 1 1 1 1 5 25% BB
8 Aufa 1 1 1 1 1 5 25% BB
9 Aisyah 1 1 1 1 1 5 25% BB
10 Fathir 1 1 1 1 1 5 25% BB
11 Inayah 1 1 1 1 1 5 25% BB
12 Muh Arfa 1 2 1 1 1 6 30% BB
13 Muh Rayhan 1 1 1 1 1 1 25% BB
14 Muhammad
Gibran 1 1 1 1 1 1 25% BB
15 Siti Rania 1 1 1 1 1 1 25% BB
Rata-rata Persentase Aktivitas Anak Didik Peningkatan
Kemampuan Bahasa Ekpresif Pada Anak Tk Pembina Negeri 1
Parigi
26%
BB
Keterangan:
Kegiatan 1 (K.1) : Kemampuan yang mengungkapkan bahasa anak secara
verbal.
Kegiatan 2 (K.2) : Kemampuan yang mengungkapkan bahasa anak secara non
verbal.
Kegiatan 3 (K.3) : Kemampuan yang mengungkapkan keinginan anak.
Kegiatan 4 (K.4) : Kemampuan yang mengungkapkan perasaan anak.
Kegiatan 5 (K.5) : Kemampuan yang mengungkapkan pendapat dengan
59
kalimat sederhana dalam berkomunikasi dengan teman sebaya dan orang
dewasa.
Paparan Data Siklus I
Penelitian tindakan kelas pada siklus I diadakan dua kali pertemuan
pembelajaran yaitu hari pertama dilaksanakan pada hari Rabu 14 Oktober 2020
dan hari Sabtu 17 Oktober 2020. Dengan menggunakan 4 Tahap yaitu yaitu
perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Dengan uraian sebagai
berikut:
a. Perencanaan
Mengidentifikasi dan menganalisis masalah yang berkaitan dengan
peningkatan kemampuan Bahasa Ekspresif anak melalui metode Story Telling
dengan menggunakan media boneka tangan kemudian menyusunnya kedalam
bentuk RPPH.
b. Pelaksanaan
1) Pelaksanaan Siklus I Pertemuan Pertama
Pelaksanaan siklus I pertemuan pertama adalah pada hari Rabu,
tanggal 14 Oktober 2020 dari waktu pukul 08.00 – 09.30 Wita dengan
langkah-langkah pelaksanaan tindakan dilakukan sebagai berikut:
kegiatan awal ± 30 menit, kegiatan inti ± 45 menit serta kegiatan akhir ±
15 menit. Dengan uraian sebagai berikut:
a) Kegiatan awal
Merupakan kegiatan pembukaan dimana guru memberikan
kegiatan berbaris dengan memperkenalkan lagu berbaris yang akan
60
dinyanyikan bersama-sama. Pada tahap ini juga dijelaskan aturan-
aturan dalam menyanyikan lagu, seperti nada cepat lambatnya lagu.
Kemudian dalam ruangan sebelum kegiatan pembelajaran dilakukan
guru mengawali dengan nyanyian sesuai dengan tema agar anak
lebih siap untuk memulai kegiatan. Setelah itu anak diminta untuk
mempraktekkan cara berjalan maju pada garis lurus sejauh 2 meter.
Kegiatan ini dilakukan secara beraturan kemudian dilakukan Tanya
jawab tentang apa saja ciptaan Allah. Lalu kegiatan dilanjutkan
bercerita tentang “Ciptaan Allah”.
b) Kegiatan Inti
Pada kegiatan ini guru memberikan tugas membedakan dua
kumpulan benda yang jumlahnya sama, menggambar bebas
tentang hewan kesukaan, kemudian membuat bentuk matahari
dan bulan dengan menggunakan plastisin.
c) Istirahat
Mencuci dan melap tangan sebelum dan sesudah makan,
berdo’a, makan bersama dan bermain.
d) Kegiatan Akhir
2) Pelaksanaan Siklus I Pertemuan Kedua.
Pelaksanaan siklus I pertemuan Kedua adalah hari Sabtu,
Tanggal 17 Oktober 2020 dari waktu pukul 08.00 – 09.30 Wita dengan
langkah –langkah pelaksanaan tindakan dilakukan sebagai berikut:
61
Kegiatan awal ± 30 menit kegiatan inti ± 45 menit serta kegiatan akhir ±
15 menit dengan uraian sebagai berikut:
a) Kegiatan awal
Merupakan kegiatan pembukaan dimana guru memberikan
kegiatan berbaris dengan memperkenalkan lagu berbaris yang akan
dinyanyikan bersama-sama. Pada tahap ini juga di jelaskan aturan-
aturan dalam menyanyikan lagu, seperti jumlah cepat lambatnya
ketukan. Kemudian dalam ruangan sebelum kegiatan pembelajaran
dilakukan guru mengawali dengan nyanyian sesuai dengan tema
lebih siap untuk memulai kegiatan yang diberikan melalui teknik
percakapan dan penugasan. Setelah itu anak disuruh duduk dengan
tenang kemudian mendengarkan cerita ibu guru tapi karena sekolah
ini belum pernah melakukan pembelajaran melalui metode Story
Telling maka yang bercerita adalah peneliti, setelah peneliti bercerita
tentang “Aku Tidak Malas Makan” maka anak didik kemudian di
suruh menceritakan kembali isi cerita sederhana yang sudah
diceritakan oleh peneliti. Dalam kegiatan menceritakan anak diminta
untuk menjawab pertanyaan dari peneliti.
b) Kegiatan inti
Pada kegiatan ini guru memberi contoh kepada anak cara
melipat Kertas origami bekas membentuk perahu setelah itu
menggambar bebas menggunakan krayon kemudian
62
mengelompokkan macam-macam gambar menurut warna dan
bentuk.
c) Istirahat
Mencuci dan melap tangan sebelum dan sesudah makan,
berdoa, makan bersama dan bermain.
d) Kegiatan akhir
Guru melakukan Tanya jawab tentang kegiatan yang
dilakukan hari ini dan ditutup dengan menyanyi, berdoa dan
salam sebelum pulang.
3) Observasi
Setelah tahap tindakan dilakukan selanjutnya adalah tahap
observasi. Pada saat proses pembelajaran berlangsung peneliti yang
bertindak sebagai observer melakukan pengamatan dan mencatat
perkembangan yang mulai berkembang pada anak didik maupun dari
guru yang menyampaikan isi cerita.
1) Hasil Observasi Guru Siklus I Pertemuan Pertama
a) Hasil Observasi aktivitas guru
(1) Guru mengkomunikasikan tujuan dan tema cerita
Guru telah mengkomunikasikan tujuan dan tema cerita
dengan jelas sehingga anak mengerti cerita yang disajikan
Alam Ciptaan Allah. Dengan demikian, hasil observasi
pertemuan I dikategorikan baik.
63
(2) Guru mengatur tempat duduk
Guru mengatur tempat duduk anak secara melingkar agar
setiap anak dapat menyimak cerita dengan jelas sehingga
anak mampu memahami isi cerita dengan baik dengan
demikian hasil observasi pertemuan I dikategorikan baik.
(3) Guru melakukan kegiatan pembukaan
Guru melakukan kegiatan pembukaan tentang hal lain
diluar cerita yang akan disajikan. Guru menjelaskan
tentang kegunaan matahari, bulan, bintang dan bumi bagi
manusia dan makhluk lainnya. Meski demikian, hal yang
diceritakan guru masih berhubungan dengan tema cerita
karenanya hasil observasi pertemuan I.
(4) Guru mengembangkan isi cerita
Guru mengembangkan isi cerita dengan menghubungkan
cerita dengan gambar sehingga anak antusias dalam
menyimak cerita yang disampaikan. Dengan demikian,
hasil observasi pertemuan I dikategorikan baik.
(5) Guru mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan
dengan isi cerita.
Guru mengajukan pertanyaan-pertanyaan pada isi cerita
yaitu apa judul cerita?, apa kegunaan matahari?, apa
kegunaan bulan, bintang dan bumi?, siapa yang
menciptakan semua itu dan sebagainya.
64
b) Hasil observasi aktifitas anak
Pada pertemuan I, indikator yang ingin dicapai adalah
dapat menjawab pertanyaan apa, siapa, mengapa, dimana dan
sebagainya. Dalam pelaksanaan kegiatan anak ada 4 anak yang
sudah dapat tanpa bantuan guru, 6 anak yang dapat tapi
dengan bantuan guru dan 5 anak yang belum dapat sama sekali
walaupun dengan bantuan guru dari total 15 responden yang
ada. Sedangkan untuk indikator menceritakan kembali isi
cerita sederhana yang sudah diceritakan oleh guru terdapat 3
anak yang sudah dapat tanpa bantuan guru, 7 anak yang dapat
tapi dengan bantuan guru dan 5 anak yang belum dapat sama
sekali walaupun dengan bantuan guru dari total 15 responden
yang ada.
2) Hasil observasi dan evaluasi siklus I pertemuan kedua
a) Hasil observasi aktifitas guru
(1) Guru mengkomunikasikan bersama peneliti tujuan dan
tema cerita
Guru mengkomunikasikan bersama peneliti tujuan dan
tema cerita dengan jelas sehingga anak mengerti cerita
yang akan disajikan oleh peneliti yaitu bercerita tentang
65
“Aku Tidak Malas Makan”. Dengan demikian, hasil
observasi pertemuan II dikategorikan baik.
(2) Guru mengatur tempat duduk
Guru mengatur tempat duduk anak secara teratur agar
setiap anak dapat menyimak cerita dengan jelas sehingga
anak mampu memahami isi cerita dengan baik. Dengan
demikian hasil observasi pertemuan kedua dikategorikan
baik.
(3) Guru melakukan kegiatan pembukaan
Guru melakukan kegiatan pembukaan tentang hal lain
diluar cerita yang akan disajikan. Guru bercerita tentang
“Aku Anak Sehat” bukan bercerita tentang “Aku Tidak
Malas Makan”. Guru bercerita bahwa kita harus tahu
pentingnya tubuh yang sehat dan kuat. Meski demikian hal
yang diceritakan guru masih berhubungan dengan tema
cerita karenanya hasil observasi pertemuan II
dikategorikan cukup.
(4) Peneliti mengembangkan isi cerita
Peneliti mengembangkan isi cerita dengan
menghubungkan dalam kehidupan nyata yang dialami di
lingkungan sekitar sehingga anak-anak antusias dalam
66
menyimak cerita yang disampaikan. Dengan demikian,
hasil observasi pertemuan II dikategorikan baik.
(5) Peneliti mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan
dengan isi cerita
Peneliti mengajukan pertanyaan-pertanyaan pada anak.
Pertanyaan yang diajukan berkaitan dengan isi cerita yaitu
ketika anak ingin sehat dan kuat anak-anak tidak boleh
malas makan. Dengan demikian, hasil observasi pertemuan
II dikategorikan baik.
3) Hasil observasi aktivitas anak
Dalam pelaksanaan kegiatan diterangkan bahwa indikator
Menceritakan kembali isi cerita sederhana yang sudah diceritakan
oleh peneliti ada 6 anak yang sudah dapat tanpa bantuan guru, 6
anak yang dapat tapi dengan bantuan guru dan 3 anak yang belum
dapat sama sekali walaupun dengan bantuan guru dari total 15
responden yang ada. Sedangkan untuk indikator bercerita tentang
media yang disediakan peneliti atau di buat sendiri terdapat 4 anak
yg sudah dapat tanpa bantuan guru, 7 anak yang dapat tapi dengan
bantuan guru dan 4 anak yg belum dapat sama sekali walaupun
dengan bantuan guru dari total 15 responden yang ada.
(1) Refleksi
67
Berdasarkan hasil observasi kegiatan belajar mengajar pada
siklus I, dapat disimpulkan bahwa indikator pembelajaran belum
sepenuhnya tercapai dengan baik dimana masih banyak anak yang
kurang dalam pencapaian indikator. Hal ini menunjukkan bahwa anak
belum dapat menjawab pertanyaan apa, siapa, mengapa, dimana, dan
sebagainya. Anak masih cenderung butuh bimbingan guru dalam
mengungkapkan hal-hal yang ada dalam fikirnya. Disamping itu guru
belum melaksanakan langkah-langkah bercerita dengan baik.pada
kegiatan membuka cerita guru bercerita tentang hal di luar cerita.
Namun demikian, kegiatan membuka cerita tersebut masih
berhubungan dengan tema yang di angkat, sehingga aktivitas guru
dalam membuka cerita dikategorikan cukup. Disamping itu, guru juga
kurang memotivasi anak untuk berani menjawab pertanyaan ibu guru.
Dimana ketika ada anak yang tidak dapat bercerita guru langsung
mempersilahkan duduk, yang semestinya guru memberi dorongan
agar anak mau bercerita dari hasil obsevasi tersebut, peneliti dan guru
berkesimpulan bahwa pembelajaran pada siklus I belum berhasil dan
harus di lanjutkan ke siklus II dengan memperbaiki kekurangan pada
siklus I. Adapun hal yang perlu dilakukan oleh guru untuk
memperbaiki hal tersebut, sebagai berikut:
(1) Melaksanakan langkah-langkah bercerita dengan baik,
khususnya pada kegiatan membuka cerita. Pada kegiatan
68
membuka cerita, guru hendaknya memberi gambaran jelas
tentang hal yang di ceritakan agar anak memiliki gambaran
dasar tentang tujuan dan tema cerita sehingga anak lebih mudah
memahami isi cerita.
(2) Memotivasi anak untuk berani menjawab pertanyaan apa, siapa,
mengapa, dimana dan sebagainya dari isi cerita kemudian
berani bercerita di depan temannya.
2. Paparan Data Siklus II
Penelitian tindakan kelas pada siklus II dilakukan dengan dua kali
pertemuan pembelajaran yaitu hari pertama dilaksanakan pada hari Senin,
2 November 2020 dan hari Sabtu, 7 November 2020. Dengan
menggunakan 4 Tahap yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi dan
refleksi. Pada siklus II peneliti memperbaiki semua kekurangan yang
terdapat pada siklus I kemudian menyusun rencana yang lebih baik agar
kemampuan bahasa ekspresif anak dapat ditingkatkan sesuai dengan
target yang ingin dicapai. Dengan uraian sebagai berikut:
a. Perencanaan
Mengidentifikasi dan memperbaiki semua kelemahan-
kelemahan yang berkaitan dengan peningkatan kemampuan bahasa
ekspresif anak melalui metode Story Telling dengan menggunakan
boneka tangan yang merupakan kendala-kendala yang dihadapi pada
siklus I kemudian disusun menjadi sebuah rencana pelaksanaaan
69
pembelajaran harian (RPPH) yang nantinya merupakan acuan dalam
pelaksanaan pembelajaran.
70
4.10 Data Hasil Observasi dan Evaluasi Aktivitas Anak Didik Peningkatan
Kemampuan Bahasa Ekpresif Pada Pertemuan 1, dan 2 Pada
Siklus I
No Nama Anak
Didik
Skor
P.1
Presentase Skor
P.2
Presentase Kriteria
1 Abdul 8 40% 10 50% MB
2 Aditya 8 40% 10 50% MB
3 Adrian 5 25% 5 25% BB
4 Ahlam 8 40% 10 50% MB
5 Alfian 7 35% 10 50% MB
6 Andi 7 35% 10 50% MB
7 Aqila 10 50% 10 50% MB
8 Aufa 5 25% 6 30% BB
9 Aisyah 5 25% 8 40% BB
10 Fathir 9 45% 10 50% MB
11 Inayah 10 50% 10 50% MB
12 Muh Arfa 5 25% 8 40% BB
13 Muh Rayhan 6 30% 5 25% BB
14 Muhammad
Gibran 7 35% 8 40% BB
15 Siti Rania 5 25% 7 35% BB
Rata-Rata Persentase Aktivitas Anak
Didik Peningkatan Kemampuan Bahasa Ekspresif
Anak Pada Siklus I
43,66%
MB
Keteranga:
Skor pertemuan 1 (Skor P.1)
Skor Pertemuan 2 (Skor P.2)
71
b. Pelaksanaan
1) Pelaksanaan Siklus II Pertemuan Pertama
Pelaksanaan siklus II pertemuan pertama adalah pada hari
Senin, tanggal 2 November 2020 dari waktu pukul 08.00 – 10.30
wita dengan langkah-langkah pelaksanaan tindakan dilakukan
sebagai berikut: kegiatan awal ± 30 menit, kegiatan inti ± 60 menit
serta kegiatan akhir ± 30 menit. Dengan uraian sebagai berikut:
a) Kegiatan awal
Merupakan kegiatan pembukaan dimana guru
memberikan kegiatan berbaris dengan memperkenalkan lagu
berbaris lonceng berbunyi yang akan dinyanyikan bersama-
sama. Pada tahap ini juga dijelaskan aturan-aturan dalam
menyanyikan lagu, seperti jumlah cepat lambatnya ketukan.
Kemudian dalam ruangan sebelum kegiatan pembelajaran
dilakukan guru mengawali dengan nyanyian sesuai dengan
tema agar anak lebih siap untuk memulai kegiatan yang
diberikan melalui teknik percakapan dan penugasan. Setelah
itu anak diminta untuk duduk tenang mendengarkan cerita
guru kemudian anak dapat menjawab pertanyaan yang
diceritakan oleh guru yaitu bercerita tentang “Jangan
berbohong”.
72
b) Kegiatan Inti
Pada kegiatan ini guru mengarahkan anak melipat kertas
origami membentuk kupu-kupu, mewarnai gambar ikan dan
menebalkan huruf ikan, setelah itu mengurutkan gambar
bintang dari yang terkecil sampai terbesar.
c) Istirahat
Mencuci dan melap tangan sebelum dan sesudah makan,
berdo’a, makan bersama dan bermain.
d) Kegiatan Akhir
Guru mengarahkan anak untuk melakukan kegiatan
Tanya jawab tentang anak pintar misalnya mau berbagi
makanan kesukaannya kepada teman. Kemudian anak
melakukan Tanya jawab tentang hari ini dan ditutup dengan
bernyanyi, berdoa dan salam sebelum pulang.
2) Siklus II Pertemuan Kedua
Pelaksanaan siklus II pertemuan kedua adalah pada hari
Sabtu, tanggal 7 November 2020 dari waktu pukul 08.00 – 10.30
wita dengan langkah-langkah pelaksanaan tindakan dilakukan
sebagai berikut: kegiatan awal ± 30 menit, kegiatan inti ± 60 menit
serta kegiatan akhir ± 30 menit. Dengan uraian sebagai berikut:
73
a) Kegiatan awal
Merupakan kegiatan pembukaan dimana guru
memberikan kegiatan berbaris dengan memperkenalkan lagu
berbaris yang akan dinyanyikan bersama-sama. Pada tahap ini
juga dijelaskan aturan-aturan dalam menyanyikan lagu, seperti
jumlah cepat lambatnya ketukan. Kemudian dalam ruangan
sebelum kegiatan pembelajaran dilakukan guru mengawali
dengan nyanyian sesuai dengan tema agar anak lebih siap
untuk memulai kegiatan yang diberikan. Kemudian guru
mengarahkan anak untuk duduk dengan tenang. Setelah anak
duduk dengan tenang,guru menjelaskan kegiatan yang akan
dilakukan yaitu bercerita tentang banjir sesuai isi buku cerita.
b) Kegiatan inti
Pada kegiatan ini anak diminta untuk mengetahui
jumlah Hari dalam seminggu setelah itu di beri tugas
mewarnai gambar anggur kemudian ditugaskan menyanyi
secara bergantian.
c) Istirahat
Mencuci dan melap tangan sebelum dan sesudah makan,
Berdoa,makan bersama dan bermain.
d) Kegiatan Akhir
Guru mengarahkan anak untuk bercakap-cakap tentang
74
Sekolah mereka. Kemudian anak melakukan Tanya jawab
tentang kegiatan hari ini dan ditutup dengan menyanyi, berdoa
dan salam sebelum pulang.
c. Observasi
Setelah tahap tindakan dilakukan selanjutnya adalah tahap
observasi. Pada saat proses pembelajaran berlangsung peneliti yang
bertindak sebagai observer melakukan pengamatan dan mencatat
perkembangan kegiatan baik pada pihak anak didik maupun dari guru
yang menyampaikan materi.
1) Hasil observasi siklus II pertemuan pertama
a) Hasil observasi aktivitas guru
(1) Guru mengkomunikasikan tujuan dan tema cerita
Guru telah mengkomunikasikan tujuan dan tema cerita
dengan jelas sehingga mudah dipahami oleh anak yaitu
bercerita tentang “Jangan Berbohong”. Dengan demikian,
hasil observasi pertemuan pertama dikategorikan baik.
(2) Guru mengatur tempat duduk
Guru mengatur tempat duduk anak secara melingkar agar
setiap anak dapat menyimak cerita dengan jelas sehingga
anak mampu memahami isi cerita dengan baik. Dengan
demikian hasil observasi pertemuan pertama dikategorikan
baik.
75
(3) Guru melakukan kegiatan pembukaan
Guru melakukan kegiatan pembukaan tentang cerita yang
akan disajikan. Guru menjelaskan tentang “Jangan
Berbohong” karena bohong itu tidak baik. Walaupun tidak
ada yang tau atau yang melihat, tapi Allah maha melihat.
Dengan demikian, hasil pertemuan pertama dikategorikan
baik.
(4) Guru mengembangkan isi cerita
Guru mengembangkan isi cerita dengan kategori baik
dimana guru telah menyajikan cerita kepada anak dengan
sangat baik dan mengandung pesan dan moral serta
menyajikan cerita tersebut dengan penuh peresapan dan
penjiwaan.
(5) Guru mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan
dengan isi cerita Guru mengajukan pertanyaan-pertanyaan
yang berkaitan dengan isi cerita. Guru bertanya tentang
siapakah yang termasuk golongan orang yang tidak baik,
apa yang terjadi ketika anak-anak berbohong, dan
sebagainya. Dengan demikian, hasil observasi pada
pertemuan I dikategorikan baik.
b) Hasil observasi aktifitas anak
Pada pertemuan I indikator yang ingin dicapai adalah
dapat menjawab pertanyaan apa, siapa, mengapa, dimana, dan
76
sebagainya. Dalam pelaksanaan kegiatan ini, ada 7 anak yang
sudah dapat tanpa bantuan guru, 6 anak yang dapat tapi
dengan bantuan guru dan 2 anak yang belum dapat sama sekali
walaupun dengan bantuan guru dari total 15 responden yang
ada. Sedangkan indikator yang menceritakan kembali isi cerita
sederhana yang sudah diceritakan oleh guru terdapat 8 anak
yang sudah mampu tanpa bantuan guru, 5 anak yang mampu
tapi dengan bantuan guru dan 2 anak yang belum mampu sama
sekali walaupun dengan bantuan guru dari total 15 responden
yang ada. Selanjutnya dilakukan lagi observasi pada
pertemuan kedua.
2) Hasil observasi siklus II Pertemuan Kedua
a) Hasil observasi aktifitas guru
(1) Guru mengkomunikasikan tujuan dan tema cerita
Guru mengkomunikasikan tujuan dan tema cerita dengan
jelas sesuai dengan indikator yang ingin dicapai. Dengan
demikian, hasil observasi pertemuan II dikategorikan baik.
(2) Guru mengatur tempat duduk
Guru mengatur tempat duduk anak secara melingkar agar
setiap anak dapat menyimak dengan jelas sehingga anak
mampu memahami isi cerita dengan baik. Dengan
demikian, hasil observasi pertemuan II dikategorikan baik.
77
(3) Guru melakukan kegiatan pembukaan
Guru melakukan kegiatan pembukaan dengan memberi
gambar tentang anak-anak tidak boleh berbohong sehingga
anak mengerti tentang berbohong adalah salah satu
perbuatan yang tidak baik. Dengan demikian, hasil
observasi pertemuan II dikategorikan baik.
(4) Guru mengembangkan isi cerita
Guru mengembangkan isi cerita dengan menghubungkan
cerita tentang jangan berbohong dan bahayanya jika anak
suka berbohong maka anak-anak tidak mempunyai teman
karena berbohong adalah sifat yang tidak baik. Dengan
demikian, hasil observasi pertemuan II dikategorikan baik.
(5) Guru mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan
dengan isi cerita.Guru mengajukan pertanyaan-pertanyaan
yang berkaitan dengan isi cerita tentang bahayanya jika
anak suka berbohong, apa saja yang terjadi jika anak suka
berbohong, dan sebagainya. Dengan demikian, hasil
observasi pertemuan II dikategorikan baik.
b) Hasil observasi aktivitas anak
Pada pertemuan II indikator yang ingin dicapai adalah
Menceritakan kembali isi cerita sederhana yang sudah
diceritakan oleh guru ada 13 anak yang sudah mampu tanpa
bantuan guru, 2 anak yang mampu tapi dengan bantuan guru,
78
dan tidak ada lagi anak yang belum mampu sama sekali
walaupun dengan bantuan guru dari total 15 responden yang
ada.
79
4.11 Hasil Observasi dan Evaluasi Aktivitas Anak Didik Peningkatan
Kemampuan Bahasa Ekpresif Pada Pertemuan 1, dan 2 Pada
Siklus II
No Nama Anak
Didik
Skor
P.1
Presentase Skor
P.2
Presentase Kriteria
1 Abdul 14 70% 17 85% BSB
2 Aditya 14 70% 17 85% BSB
3 Adrian 10 50% 13 65% BSH
4 Ahlam 13 65% 16 80% BSH
5 Alfian 13 65% 16 80% BSH
6 Andi 12 60% 14 70% BSH
7 Aqila 15 75% 19 95% BSB
8 Aufa 11 55% 14 70% BSH
9 Aisyah 11 55% 15 75% BSH
10 Fathir 16 80% 19 95% BSB
11 Inayah 16 80% 19 95% BSB
12 Muh Arfa 10 50% 14 70% BSH
13 Muh Rayhan 12 60% 17 85% BSB
14 Muhammad
Gibran
15 75% 19 95% BSB
15 Siti Rania 11 55% 16 80% BSH
Rata-Rata Persentase Aktivitas Anak
Didik Peningkatan Kemampuan Bahasa Ekspresif
Anak Pada Siklus II
81,41%
BSB
Keterangan:
Skor pertemuan 1 (Skor P.1)
Skor Pertemuan 2 (Skor P.2)
80
d. Refleksi
Dari hasil observasi pada siklus II pertemuan pertama dan
kedua telah menunjukkan hasil yang memuaskan dimana sudah tidak
ada lagi anak yang belum dapat menjawab pertanyaan apa, siapa,
mengapa, dimana, dan sebagainya dan menceritakan kembali isi cerita
sederhana yang sudah diceritakan oleh guru. Kemampuan bahasa
ekspresif anak sudah meningkat dengan baik. Ini menunjukkan bahwa
peningkatan kemampuan bahasa ekspresif melalui metode Story
Telling dengan menggunakan boneka tangan yang dilakukan
memberikan dampak yang baik terhadap kemampuan bahasa ekspresif
anak. Dengan melihat hasil yang sudah diperoleh pada siklus I dan II
maka peneliti mengambil keputusan untuk tidak melanjutkan lagi
penelitian siklus selanjutnya karena hasil pada siklus II telah
memenuhi target dari peneliti yang dimana menunjukkan bahwa
dengan metode bercerita jika disajikan dengan baik dan benar dapat
meningkatkan kemampuan bahasa ekspresif anak di Taman Kanak-
kanak Pembina Negeri 1 Parigi Kecamatan Parigi Kabupaten Gowa.
B. Pembahasan
Sebelum melaksanakan penelitian, peneliti melaksanakan observasi
pada tanggal 27 Januari 2020 di Taman Kanak-kanak Pembina Negeri 1
Parigi Kecamatan Parigi Kabupaten Gowa. Dari hasil observasi diketahui
bahwa kemampuan anak dalam menggunakan bahasa ekspresif masih kurang
karena peneliti berinisiatif melakukan penelitian untuk meningkatkan
81
kemampuan bahasa ekspresif melalui Story Telling dengan menggunakan
boneka tangan pada anak di Taman Kanak-kanak Pembina Negeri 1 Parigi,
khususnya pada kelompok B dengan menerapkan metode Story Telling
dengan menggunakan boneka tangan.
Pada siklus I masih terdapat kekurangan dalam menerapkan langkah-
langkah bercerita dimana dalam melakukan pembukaan, guru tidak
memfokuskan pada judul dan tema cerita. Hal ini menyebabkan anak-anak
kurang mendapat gambaran tentang cerita. Disamping itu, kurangnya
motivasi guru membuat anak tidak berani menjawab dan bercerita. Hal ini
terlihat pada hasil observasi dimana pada indikator pertama, 3 anak yang
sudah dapat bantuan guru, 7 anak yang dapat tapi dengan bantuan guru dan
5 anak yang belum dapat sama sekali walaupun dengan bantuan guru. Untuk
indikator kedua pertemuan pertama 6 anak yang sudah dapat tanpa bantuan
guru, 6 anak yang dapat tapi dengan bantuan guru dan 3 anak yang belum
dapat sama sekali walaupun dengan bantuan guru. Pada siklus kedua
pertemuan pertama untuk indikator pertama ada 8 anak yang sudah dapat
tanpa bantuan guru, 5 anak yang dapat tapi dengan bantuan guru dan 2 anak
yang belum dapat sama sekali walaupun dengan bantuan guru.Sedangkan
untuk indikator kedua pertemuan kedua 13 anak yang sudah dapat tanpa
bantuan guru dan tidak ada lagi anak yang belum dapat sama sekali
walaupun dengan bantuan guru dari total 15 responden yang ada.
Berdasarkan hasil penelitian diatas terdapat perbedaan hasil belajar
pada setiap siklus, pada siklus I untuk indikator dapat menjawab pertanyaan
82
apa, siapa, mengapa, dimana dan sebagainya. Pada pertemuan pertama hanya
ada 4 anak yang dapat tanpa bantuan guru, sedangkan pada pertemuan kedua
sudah meningkat menjadi 6 anak. Untuk indikator menceritakan kembali isi
cerita sederhana yang diceritakan oleh guru, pada pertemuan pertama ada 3
anak yang dapat tanpa bantuan guru, sedangkan pada pertemuan kedua sudah
meningkat menjadi 5 anak dari total 15 anak. Kemudian setelah dilakukan
revisi dan perbaikan tindakan yang dilakukan pada siklus II hasil yang
didapatkan mengalami peningkatan yang sangat membahagiakan yaitu untuk
indikator dapat menjawab pertanyaan apa, siapa, mengapa, dimana dan
sebagainya pada pertemuan pertama hanya ada 7 anak yang dapat tanpa
bantuan guru sedangkan pada pertemuan kedua sudah meningkat menjadi 13
anak. Sedangkan untuk indikator menceritakan kembali isi cerita sederhana
yang sudah diceritakan oleh guru pada pertemuan pertama hanya ada 8 anak
yang dapat tanpa bantuan guru sedangkan untuk indikator menceritakan
kembali isi cerita sederhana yang sudah diceritakan oleh guru sedangkan
pada pertemuan kedua sudah meningkat menjadi 13 anak dari total 15 anak.
Dengan kegiatan bercerita untuk meningkatkan bahasa ekspresif, anak
dapat dibimbing untuk meningkatkan bahasa eksfresif dengan lebih praktis.
Efisien dan efektif. Hal ini disebabkan karena disamping memudahkan guru
dalam proses pembelajaran, guru juga di mudahkan karena motivasi anak
terhadap pelajaran meningkat. Motivasi anak meningkat disebabkan karena
anak dapat belajar sambil bermain dengan menggunakan metode Story
Telling dengan menggunakan boneka tangan.
83
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh bahwa melalui penerapan
metode Story Telling dengan menggunakan media boneka tangan dapat
meningkatkan bahasa ekspresif anak di Taman Kanak-kanak Pembina Negeri
1 Parigi Kecamatan Parigi Kabupaten Gowa. Hal ini terlihat dari peningkatan
bahasa ekspresif anak pada siklus I tidak semua anak dapat melaksanakan
semua jenis kegiatan. sehingga dapat dilihat bahwa kemampuan anak belum
meningkat dan berada pada kategori kurang karena guru belum dapat
melibatkan anak pada kegiatan bercerita dengan maksimal yaitu kegiatan
tersebut adalah dapat menjawab pertanyaan apa, siapa, mengapa, dimana, dan
sebagainya dan menceritakan kembali isi cerita secara sederhana yang sudah
diceritakan oleh guru. Pada siklus II berada pada kategori baik dan cukup
karena guru telah dapat melibatkan anak pada kegiatan bercerita dengan
maksimal, kegiatan tersebut adalah dapat menjawab pertanyaan apa, siapa,
mengapa, dimana, dan sebagainya dan menceritakan kembali isi cerita secara
sederhana yang sudah diceritakan oleh guru, maka dapat dikemukakan
kesimpulan bahwa metode Story Telling dengan menggunakan media boneka
tangan dapat meningkatkan kemampuan bahasa ekspresif anak di Taman
Kanak-kanak Pembina Negeri 1 Parigi Kecamatan Parigi Kabupaten Gowa.
Peningkatannya dapat dilihat pada anak yaitu anak sudah dapat menjawab
84
pertanyaan apa, siapa, mengapa, dimana, dan sebagainya dan anak sudah
mampu menceritakan kembali isi cerita sederhana yang sudah diceritakan
oleh guru.
B. Saran.
Saran yang diajukan pada penelitian ini yaitu:
1. Bagi anak TK diharapkan memfasilitasi proses pembelajaran agar
berjalan efektif dan efesien sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai
dengan maksimal.
2. Bagi guru TK diharapkan mampu meningkatkan wawasan dan
pengalaman dalam menerapkan berbagai metode pembelajaran khususnya
untuk meningkatkan kemampuan bahasa ekspresif anak .
3. Bagi peneliti diharapkan menjadikan hasil penelitian ini sebagai tolak
ukur diri sebagai hasil nyata dari penerapan seluruh ilmu yang didapatkan
selama kuliah.
85
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto. 2000. Manajemen Penelitian, Cetakan Kelima. Jakarta: Rineka Cipta
Bachri. 200. Pengembangan Kegiatan Bercerita di Taman Kanak-kanak, teknik
dan prosedurnya. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Bromley. 1992. Teori Belajar Bahasa. (Asih Riyanti, M.Pd) sengo, trasan,
bandongan, magelang. RT03/RW05. 56151
Bromley, Dheni. 2005. Mutmainnah. Pengaruh Permainan beberan terhadap
kemampuan bahasa pada kelompok B Di Tk Intan Permata Aisyiyah
Makamhaji tahun ajaran 2018/2019. PhD Thesis. Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Depdikbud. 1998. Metodik Khusus Pengembangan Kemampuan Berbahasa
diTaman Kanak-kanak. Jakarta:Depdikbud
Depdiknas. 2001. Didaktik Metodik di Taman Kanak-kanak. Jakarta : Depdiknas
Dirjen Pendidikan Dasar & Menengah Dirjen TK & SD.
Depdiknas. 2004. Rusniah. Meningkatkan Perkembangan Bahasa Indonesia Anak
Usia Dini Melalui Penggunaan Metode Bercerita Di Tk Malahayati
Neuhen. JURNAL EDUKASI : Jurnal Bimbingan Konseling, 3(1),114-130
Dhieni, Nurbiana dkk. 2005. Metode Pengembanga Bahasa.. Jakarta : Universitas
Terbuka.
Dheni, Nur, E. S., Indarto. 2006. Pengaruh Prnerapan Metode Bermain Peran
Terhadap Kemampuan Berbicara pada anak Usia 4-5 tahun di Tk
Aisyiyah 09 Kecamatan Tenayan Raya Pekanbaru (Doctoral dissertation,
Riau University)
Elyawati, Desi. 2009. Peningkatan Keterampilan Berbicara pada Anak usia Dini
melalui Teknik Membaca Nyaring Menggunakan Buku Cerita. Skripsi
tidak dipublikasikan. UPI Bandung.
Gunardi, Winda. Dkk. 2008. Metode Pengembangan Perilaku dan Kemampuan
Dasar anak Usia Dini.Jakarta:Universitas Terbuka.
Gunarti. Riza, S.D.H. 2013. Meningkatkan Kemampuan Berbahasa Anak Dengan
Metode Bercerita Menggunakan Boneka Tangan Di TK B Pertiwi Kunti.
Universitas Muhammadiyah Surakarta. 2014
Gunawan, H. (2012). Pendidikan Karakter. Bandung: Alfabeta, 2
86
Hurlock, Elizabeth B. 1997. Perkembangan Anak Jilid I. Jakarta:Erlangga.
Ismoerdijahwati. 2006. Pengantar Metode Penelitian. Malang
Ismoerdijahwati K. 2007. Metode Bercerita. Surakarta: Panitian serifikasi Guru
Rayon 13 FKIP UNS
Kasmawati, 2012. Peningkatan Kemampuan Bahasa Ekspresif Anak Melalui
Metode Cerita Bergambar pada Anak di Taman Kanak-kanak Andiya
Makassar. Skripsi. Universitas Negeri Makassar.
Madyawati (2014). Pengembangan Model Kegiatan Bermain Berbasis
Kecerdasan Jamak Sebagai Implementasi Sekolah Ramah Anak di Daerah
Rawan Bencana Jawa Tengah. Laporan Penelitian (Hibah DIKTI). 2014
Madyawati, Lilis. 2017. Strategi Pengembangan Bahasa Pada Anak. Kencana:
Jakarta.
Musfiroh, Tadkiroatun. 2005. Bercerita Untuk Anak Usia Dini.
Jakarta:Depdiknas.
Mustakim Nur dkk. 2002. Metode Pengembangan Bahasa. Jakarta : Universitas
Terbuka
Mustakim. 2005. Metode Pengembangan Kemampuan berbahasa. Jakarta :
Depdiknas.
Syamsuddin, A.R. 1986. Sanggar Bahasa Indonesia. Jakarta: Universitas
Terbuka.
Sujiono Anas, 2006. Pemetaan Kreativitas Anak Usia 4-6 Tahun Di Tk
Laboratorium Pg-Paud Universitas Riau. Jurnal Educhild: Pendidikan
dan Sosial 4.1: 50-55
Tampubolon, Khasinah, Siti. Interaksi Ekstratekstual dalam Proses Bercerita
Kepada Anak Usia Dini. Gender Equality: International Journal of Child
and Gender Studies 1.1 (2015) : 99-110
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional.
Walija. 1996. Bahasa Indonesia dalam Perbincangan. Jakarta: IKIP
Muhammadiyah Jakarta Press.
Widodo Judarwanto. 2008. Perkembangan bicara dan Bahasa : Perkembangan
Bahasa Anak Pra Sekolah.. (on line)
87
Zaizah, Zizi. 2013. Penerapan Metode Cerita Bergambar Dalam
Mengembangkan Bahasa Ekspresif Pada Anak Kelompok A di Taman
Kanak-kanak. Makalah. FIP Universitas Negeri Makassar.
88
RIWAYAT HIDUP
ST AINUN SAKINAH GUNTUR. Lahir di Gowa, pada
tanggal 26 Juni 1998. Penulis biasanya disapa dengan
panggilan Iin. Anak pertama dari pasangan orang tua
ayahanda Muh Guntur dan Ibunda Hj Rosina. Memiliki 2
saudara kandung St Alfatiha W.G dan Muhammad Ikhlas
Guntur. Agama Islam. Penulis memasuki jenjang pendidikan di TK Aisyiyah
Busthanul Athfal Mariso pada tahun 2003 dan tamat pada tahun 2004. Penulis
melanjutkan pendidikan di SD Negeri Patompo II pada tahun 2004 dan tamat pada
tahun 2010. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 24
Makassar pada tahun 2010. Dan tamat tahun 2013. Ditahun yang sama penulis
melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 1 Parigi pada tahun 2013 dan berhasil
menyelesaikan studi pada tahun 2016. Di tahun yang sama tahun 2016 penulis
melanjutkan pendidikan di jenjang perguruan tinggi di Swasta dan penulis di
terima pada program studi Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Program Strata 1 (S1), Universitas
Muhammadiyah Makassar (UNISMUH).
24%SIMILARITY INDEX
24%INTERNET SOURCES
7%PUBLICATIONS
18%STUDENT PAPERS
1 5%
2 3%
3 2%
4 2%
5 1%
6 1%
7 1%
8 1%
9 1%
ST. AINUN SAKINAH GUNTUR 105451104916ORIGINALITY REPORT
PRIMARY SOURCES
paudstaialgazalibone.blogspot.comInternet Source
es.scribd.comInternet Source
malpalenisatriana.wordpress.comInternet Source
pt.scribd.comInternet Source
ejournal.upi.eduInternet Source
eprints.uny.ac.idInternet Source
Submitted to Universitas Pendidikan IndonesiaStudent Paper
tkinsancita.blogspot.comInternet Source
vdocuments.siteInternet Source