FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MASYARAKAT
SEKITAR KAWASAN BENCANA LUMPUR LAPINDO
UNTUK TIDAK MIGRASI
(Studi Kasus di Desa Gempolsari, Tanggulangin, Kabupaten Sidoarjo)
OLEH :
MUHAMMAD NURUL ALAM HASYIM
12.7268
SEKOLAH TINGGI ILMU STATISTIK
JAKARTA
2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bencana lumpur Lapindo merupakan bencana yang terjadi di Kabupaten
Sidoarjo yang diakibatkan oleh menyemburnya lumpur panas dari lokasi
pengeboran yang dilakukan oleh sebuah perusahaan minyak dan gas, yaitu PT
Lapindo Brantas Inc. Kejadian menyemburnya lumpur panas ini terjadi pada 29
Mei 2006 di desa Renokenongo, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo.
Menurut BPLS (Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo), pada awal terjadinya
semburan lumpur panas, volume semburan mencapai 100 ribu m3 perhari. Dengan
volume semburan seperti itu, dalam jangka waktu setahun genangan lumpur
Lapindo telah berhasil menenggelamkan empat desa, yaitu: Renokengongo,
Siring, Jatirejo (Kecamatan Porong) dan Kedungbendo (Kecamatan
Tanggulangin).
Sudah sekitar 8 tahun lumpur Lapindo terus menyembur dari perut Bumi.
Namun, saat ini semburan lumpur Lapindo mengalami penurunan. Volume
semburan lumpur Lapindo sekarang berkisar anatara 30-60 m3 perhari (BPLS).
Lumpur panas yang awalnya hanya menggenangi 4 desa, sekarang desa yang
tergenang lumpur panas sudah mencapai 16 desa di 3 kecamatan, yaitu
Kecamatan Porong, Kecamatan Tanggulangin, dan Kecamatan Jabon. Total warga
yang dievakuasi sebanyak lebih dari 8.200. Selain itu, beberapa desa yang
mengalami dampak paling parah, seperti desa Renokenongo, Jatirejo, dan
Kedungbendo akan dihapus daerah administrasinya.
Hingga saat ini semburan lumpur panas tersebut menyebabkan banyak
kerugian yang harus dialami oleh berbagai pihak, terutama warga yang tinggal di
sekitar lokasi semburan lumpur. Sehingga, tak sedikit dari warga di sekitar
tanggul yang memutuskan untuk mencari tempat tinggal baru. Ravenstein (dalam
Puspitasari:2010) mengungkapkan bahwa Faktor yang paling dominan
mempengaruhi seseorang untuk migrasi adalah sulitnya memperoleh pendapatan
di daerah asal dan kemungkinan untuk memperoleh pendapatan yang lebih baik di
daerah tujuan. Bagi masyarakat korban lumpur Lapindo yang kehilangan lahan
pertaniannya, akan merasa kesulitan dalam menafkahi keluarga mereka. Selain
itu, para warga yang bekerja ke luar desa juga merasakan imbasnya, karena jalan
yang biasa dilaluinya mengalami kerusakan dan tidak sedikit yang terpaksa
ditutup.
Namun, meskipun banyak dampak negatif yang telah dirasakan oleh para
korban lumpur Lapindo, tak sedikit warga yang memutuskan untuk tetap tinggal.
Warga Desa Gempolsari adalah salah satu contohnya. Desa Gempolsari
merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Tanggulangin, Kabupaten
Sidoarjo dan lokasinya cukup dekat dengan tanggul penampungan lumpur
Lapindo, bahkan sebagian wilayahnya sudah terendam lumpur. Tidak seperti
warga desa yang lain, warga Desa Gempolsari yang memutuskan untuk tidak
meninggalkan desanya jumlahnya cukup banyak.
Ada berbagai alasan yang menyebabkan mereka untuk memutuskan tetap
tinggal di desa mereka. Di antaranya adalah uang ganti rugi dari pemerintah yang
pelunasannya belum mencapai 100%. Untuk membangun rumah baru sekaligus di
lokasi yang baru dipengaruhi oleh kemampuan kondisi sosial ekonomi
masyarakat tersebut (Arifien, 2000). Oleh karena itu, mereka nekat bertahan di
desanya untuk menunggu pelunasan uang ganti rugi dari pemerintah. Selain
masalah pelunasan ganti rugi, masih terdapat faktor-faktor lain yang
menyebabkan masyarakat Desa Gempolsari tetap bertahan di desanya.
Dengan melihat fenomena yang terjadi di Desa Gempolsari tersebut peneliti
ingin mengetahui seberapa besar pengaruh dari bencana lumpur Lapindo terhadap
pola migrasi warga Desa Gempolsari dan faktor-faktor yang menyebabkan mereka
untuk tidak mencari tempat tinggal baru.
1.2 Identifikasi dan Pembatasan Permasalahan Penelitian
Di dalam penelitian ini, peneliti memfokuskan permasalahan pada
masyarakat Desa Gempolsari yang masih menetap di desa Gempolsari dan belum
pindah/migrasi ke desa lain serta mencari faktor-faktor yang mempengaruhi hal
tersebut. Sedangkan untuk warga Desa Gempolsari yang sudah pindah/migrasi ke
desa lain, peneliti hanya melihat pola/tren tingkat migrasinya dan tidak meneliti
lebih jauh, dikarenakan terlalu sulit untuk melacak atau menemukan tempat
tinggal mereka yang baru. Rentang waktu yang digunakan untuk melihat pola/tren
migrasi warga Desa Gempolsari adalah selama terjadinya bencana lumpur
Lapindo, atau pada tahun 2006 hingga tahun 2014 (tahun 2015 tidak dipilih
karena keterbatasan data).
1.3 Rumusan Masalah
1. Bagaimana pola migrasi masyarakat Desa Gempolsari selama terjadi
bencana lumpur Lapindo?
2. Faktor apa saja yang mempengaruhi masyarakat Desa Gempolsari untuk
tidak migrasi?
1.4 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui pola migrasi masyarakat Desa Gempolsari selama
terjadi bencana lumpur Lapindo
2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat Desa
Gempolsari untuk tidak migrasi?
1.5 Manfaat Penelitian
1. Diharapkan dapat membantu pemerintah dalam menentukan kebijakan
dan bantuan yang tepat dan efisien untuk menanggulangi masalah yang
dialami warga Desa Gempolsari akibat bencana lumpur Lapindo
2. Diharapkan dapat menjadi referensi/rujukan untuk penelitian lebih lanjut
mengenai faktor-faktor yang menyebabkan korban suatu bencana untuk
tidak melakukan migrasi ke tempat lain
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Kajian Teori
A. Migrasi
Migrasi merupakan salah satu variabel demografi yang dapat mempengaruhi
jumlah penduduk di suatu wilayah. Migrasi menurut Susilo (2006:131) adalah
perpindahan dengan tujuan untuk menetap dari suatu tempat ke tempat lain
melampaui batas politik/negara atau batas bagian dalam satu negara. Susilo
(2006:129) menyatakan bahwa persoalan migrasi menjadi faktor yang “up to
date” dalam menggerakkan perubahan-perubahan kependudukan dewasa ini. Hal
ini dikarenakan kemajuan teknologi dan informasi yang menyebabkan masyarakat
semakin mudah dalam melakukan perpindahan jarak dekat maupun jarak jauh.
PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) memberikan batasan migrasi sebagai
suatu bentuk mobilitas geografi (geographic mobility) atau mobilitas keruangan
(spatial mobility) dari suatu geografi ke unit geografi lainnya, yang menyangkut
suatu perubahan tempat kediaman secara permanen dari tempat asal atau tempat
keberangkatan ke tempat tujuan atau tempat yang didaatangi (United Nation,
1958:46). Dalam buku pedoman migrasi, PBB memberikan batasan bahwa migran
adalah seseorang yang berpindah tempat kediaman dari suatu unit geografis atau
politis tertenu ke unit geografis atau politis yang lain (United Nation, 1970:2)
Menurut BPS (Badan Pusat Statistik) seorang disebut migran apabila orang
tersebut bergerak melintasi batas provinsi menuju ke provinsi lain, dan lamanya
tinggal di tempat tujuan tersebut adalah enam bulan atau lebih. Atau dapat pula,
seseorang itu disebut migran walau berada di tempat tujuan kurang dari enam
bulan, tetapi orang tersebut berniat tinggal menetap atau tinggal lebih dari enam
bulan. BPS juga membagi tiga jenis migran antar propinsi, yaitu :
1. Migran semasa hidup (life time migrant) adalah mereka yang pindah dari
tempat lahir ke tempat tinggal sekarang tanpa melihat kapan pindahnya. Dalam
teori ini migrasi diperoleh dari keterangan tempat lahir dan tempat tinggal
sekarang, jika kedua keterangan ini berbeda maka termasuk migrasi semasa
hidup.
2. Migran risen (recent migrant) adalah mereka yang pernah pindah dalam kurun
5 tahun terakhir (mulai dari 5 tahun sebelum pencacahan). Keterangan ini
diperoleh dari pertanyaan tempat tinggal tahun yang lalu dan tempat tinggal
sekarang. Jika kedua tempat berlainan maka dikategorikan sebagai migran
risen yang juga merupakan bagian dari migrasi total, hanya saja waktunya
dalam kurun 5 tahun terakhir.
3. Migran total adalah mereka yang pernah pindah, sehingga tempat tinggal
sebelumnya berbeda dengan tempat tinggal sekarang. Keterangan ini diperoleh
dari tempat tinggal sebelumnya dan tempat tinggal sekarang. Ada
kemungkinan tempat tinggal sebelumnya sama dengan tempat lahir dan ada
juga kemungkinan tidak sama sehingga migrasi semasa hidup termasuk migrasi
total.
Sedangkan menurut Mantra (1985:157) mobilitas penduduk dapat dibagi
menjadi dua, yaitu mobilitas permanen atau migrasi dan mobilitas non permanen
atau mobilitas sirkuler. Migrasi adalah perpindahan penduduk dari suatu wilayah
lain dengan maksud untuk menetap di daerah tujuan. Sedangkan mobilitas non
permanen adalah pergerakan penduduk dari suatu tempat ke tempat lain dengan
tidak ada niatan untuk menetap di daerah tujuan. Pindahnya penduduk ke suatu
daerah tujuan disebut dengan migrasi masuk. Sedangkan perpindahan penduduk
keluar dari suatu daerah disebut dengan migrasi keluar (Depnaker, 1995).
B. Faktor-faktor yang mempengaruhi migrasi
Dalam melakukan migrasi, seseorang pastinya memiliki suatu alasan atau
penyebab yang cukup logis untuk migrasi. Penyebab atau faktor tersebut dapat
berasal dari tempatnya sekarang atau dari tempat yang akan ia tuju. Menurut
Everet S. Lee (1966) migrasi dalam arti luas adalah perubahan tempat tinggal
secara permanen atau semi permanen. Disini tidak ada pembatasan, baik pada
jarak perpindahan maupun sifatnya, yaitu apakah perbedaan itu bersifat sukarela
atau terpaksa. Jadi migrasi adalah gerakan penduduk dari suatu tempat ke tempat
lain dengan ada niatan menetap di daerah tujuan. Tanpa mempersoalkan jauh
dekatnya perpindahan, mudah atau sulit, setiap migrasi mempunyai tempat asal,
tempat tujuan dan bermacam-macam rintangan yang menghambat.
Faktor-faktor migrasi :
1. Faktor-faktor yang terdapat di daerah asal.
2. Faktor-faktor yang terdapat di daerah tujuan.
3. Faktor-faktor penghalang/penghambat
4. Faktor-faktor pribadi (individu)
Faktor-faktor yang terdapat di daerah asal yang disebut faktor
pendorongseperti adanya bencana alam, panen yang gagal, lapangan kerja
terbatas, keamanan terganggu, kurangnya sarana pendidikan. Faktor-faktor yang
terdapat di tempat tujuan yang disebut faktor penarik seperti tersedianya lapangan
kerja, upah tinggi, tersedia sarana pendidikan, kesehatan dan hiburan.
Faktor-faktor penghalang/penghambat merupakan suatu kendala yang harus
dihadapi seseorang apabila akan melakukan migrasi, contohnya adalah jarak
tempuh antara tempat ia sekarang dengan tempat yang akan dituju. Walaupun
masalah jarak ini selalu ada, namun tidak selalu menjadi faktor penghalang.
Rintangn-rintangan tersebut mempunyai pengaruh yang berbeda-beda pada orang-
orang yang akan migrasi. Ada orang yang memandang rintangan-rintangan
tersebut sebagai hal sepele, tetapi ada juga yang memandang sebagai hal yang
berat yang menghalangi orang untuk pindah. Sedamgkan faktor yang ada pada diri
seseorang disebut faktor individu, misalnya adalah umur, jenis kelamin, status
nikah dan pendidikan.
Dari penjelasan diatas dapat diketahui bahwa migrasi yang dilakukan oleh
seseorang salah satunya dipengaruhi oleh bencana alam yang terjadi di daerah
asalnya. Namun, tidak semua orang akan memutuskan untuk migrasi ketika
daerahnya terkena bencana. Karena terdapat beberapa faktor lainnya yang harus
dipertimbangkan terlebih dahulu sebelum melakukan migrasi.
Seperti yang diungkapkan Macchi dalam Pratiwi (2009), Kerentanan suatu
sistem (sosial, ekonomi, lingkungan terbangun, dan program pemerintah) dalam
masyarakat yang berada pada daerah rawan bencana akan berpengaruh kepada
keputusan seseorang untuk migrasi atau tidak migrasi.
Selanjutnya, peneliti memilih tiga faktor yang dijadikan sebagai acuan
untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan warga Desa
Gempolsari untuk tetap tinggal di desanya, yaitu faktor sosial, faktor ekonomi,
dan faktor program pemerintah. Ketiga faktor tersebut dipilih karena dapat
digunakan dan dapat diujikan terhadap warga Desa Gempolsari.
C. Faktor sosial
Dari beberapa teori para ahli yang telah dijelaskan sebelumnya, variabel-
variabel di bidang sosial yang berpegaruh terhadap keputusan untuk migrasi
adalah tingkat pendidikan, umur dan jenis kelamin.
1.Tingkat Pendidikan
Bapak Pendidikan Nasional, Ki Hajar Dewantara (1889 – 1959) mempunyai
pendapat mengenai definisi pendidikan sebagai daya upaya untuk memajukan
budi pekerti ( karakter, kekuatan bathin), pikiran (intellect) dan jasmani anak-anak
selaras dengan alam dan masyarakatnya. Tidak dipungkiri lagi bahwa pada era
modern ini pendidikan dan pengetahuan sangat dibutuhkan dalam melakukan
suatu kegiatan, tak terkecuali dalam membuat suatu keputusan yang imbasnya
dapat dirasakan dalam jangka waktu yang lama.
Dalam membuat keputusan mengenai perpindahan, orang yang memiliki
tingkat pendidikan yang tinggi tentu akan mempunyai pertimbangan yang lebih
matang dibandingkan seseorang yang tingkat pendidikannya lebih rendah.
Menurut Noorderhaven (1995: 49), faktor-faktor luar diri individu yang dapat
mempengaruhi pengambilan keputusan antara lain adalah pendidikan formal dan
pengalaman karir. Hal yang senada juga diungakapkan oleh Arroba (1998 dalam
Kuntadi, 2004: 14). Beliau menyatakan bahwa ada beberapa faktor yang
mempengaruhi individu dalam proses pengambilan keputusan yang akan
dilakukannya, antara lain : Informasi yang diketahui perihal permasalahan yang
dihadapi, tingkat pendidikan, faktor pribadi, dan pengalaman hidup.
Sedangkan Tingkat pendidikan itu sendiri dapat dibedakan menjadi tiga
tingkatan, yaitu (UU RI tentang Sisdiknas No.20 Tahun 2003, para.2: 11) :
a. Rendah, artinya individu memiliki tingkat pendidikan dasar (SD).
b. Sedang atau menengah, artinya individu memiliki tingkat pendidikan
menengah (SLTP dan SLTA).
c. Tinggi, artinya individu memiliki tingkat pendidikan tinggi (S1 keatas).
2.Umur
Variabel umur merupakan variabel sosial selanjutnya yang dapat
mempengaruhi seseorang untuk memutuskan untuk migrasi atau tidak. Menurut
Noorderhaven (1995: 46), faktor-faktor dari dalam diri individu yang dapat
mempengaruhi pengambilan keputusan antara lain adalah kematangan emosi,
kepribadian, intuisi, dan umur.
Keputusan seseorang untuk migrasi memiliki kecenderungan bahwa
semakin muda umur maka semakin besar proporsi mereka yang melakukan
migrasi karena alasan ekonomi. Hal ini diungkapkan oleh Abdullah (1996) yang
menemukan bahwa proporsi mereka yang migrasi didominasi oleh penduduk usia
muda dan produktif.
3. Jenis Kelamin
Pada umumnya, seorang laki-laki lebih berani mengambil suatu keputusan
di bandingkan perempuan. Menurut Millet (dalam Hasan, 2002: 16), faktor-faktor
yang berpengaruh dalam pengambilan keputusan adalah sebagai berikut:
a. Pria dan wanita
Pria umumnya bersifat lebih tegas atau berani dan cepat mengambil keputusan
dan wanita pada umumnya relatif lebih lambat dan sering ragu-ragu.
b. Peranan pengambil keputusan
Peranan bagi orang yang mengambil keputusan itu perlu diperhatikan, mencakup
kemampuan mengumpulkan informasi, kemampuan menganalisis dan
menginterpretasikan, kemampuan menggunakan konsep yang cukup luas tentang
perilaku manusia secara fisik untuk memperkirakan perkembangan-perkembangan
hari depan yang lebih baik.
Selain itu, E.G.Ravenstein (2001) mengemukakan bahwa wanita
melakukan nigrasi pada jarak yang dekat dibandingkan pria. Hal ini dapat
diakibatkan karena anggapan masyarakat umum bahwa wanita lebih lemah
daripada pria, sehingga kebanyakan wanita tidak memiliki keberanian untuk
melakukan migrasi dengan jarak yang jauh.
D. Faktor ekonomi
Sudah menjadi hal yang klasik bahwa faktor ekonomi mempengaruhi suatu
keadaan seseorang dan mempengaruhi keputusan seseorang dalam melanjutkan
rencana kehidupannya. Dalam pengukuran faktor ekonomi, tingkat pendapatan
adalah hal yang cukup tepat untuk menggambarkan kondisi ekonomi seseorang.
Ravenstein (dalam Puspitasari:2010) mengungkapkan bahwa faktor yang
paling dominan mempengaruhi seseorang untuk migrasi adalah sulitnya
memperoleh pendapatan di daerah asal dan kemungkinan untuk memperoleh
pendapatan yang lebih baik di daerah tujuan.
Tjiptoherjanto dalam Dina (2008) juga menjelaskan bahwa banyak studi
tentang migrasi menunjukkan bahwa alasan migrasi terutama karena alasan
ekonomi, yaitu adanya kesempatan untuk memperoleh pekerjaan yang lebih baik
dan atau pendapatan yang lebih besar.
E. Faktor program pemerintah
Program pemerintah yang dilihat dalam hal ini adalah suatu kebijakan atau
bantuan yang diberikan oleh pemerintah kepada warga Desa Gempolsari untuk
mengatasi permasalahan para warga akibat bencana lumpur Lapindo. Salah satu
contohnya adalah uang ganti rugi yang seharusnya ditanggung oleh PT Lapindo
ditalangi terlebih dahulu oleh pemerintah dikarenakan PT Lapindo yang tengah
mengalami krisis keuangan dan merasa tidak mampu membayar total ganti rugi
kepada para korban lumpur Lapindo yang mencapai Rp 3,8 triliun. Pembayaran
uang ganti rugi tersebut tidak bisa dilakukan secara langsung, tetapi dilakukan
secara bertahap. Namun, hingga saat ini masih banyak warga yang belum
menerima uang ganti rugi secara penuh.
2.2 Penelitian yang Relevan
Pada sub bab ini akan menjabarkan dan mengevaluasi temuan-temuan pada
studi-studi sebelumnya yang relevan dengan tujuan penelitian ini.
1. Penyebab Tetap Bermukimnya Masyarakat di Kawasan Rawan Banjir
Kelurahan Tanjung Agung Kota Bengkulu oleh Gigih Himbawan (2010)
Dari penelitian ini dapat diketahui bahwa faktor kerentanan lingkungan
terbangun dan faktor kerentanan sosial berpengaruh secara signifikan terhadap
penyebab tetap bermukimnya responden di kawasan rawan banjir tersebut. Di
mana faktor kerentanan lingkungan terbangun dikaitkan dengan jenis rumah,
sedangkan faktor kerentanan sosial dikaitkan dengan ikatan sosial yang sesuai
dengan teori yang dikemukakan oleh Macchi dalam Pratiwi (2009)
2. Analisis Pengaruh Upah, Lama Migrasi, Umur, dan Tingkat Pendidikan
Terhadap Minat Migrasi Sirkuler Penduduk Salatiga ke Kota Semarang oleh
Putu Ayu Sanis S (2010)
Dari penelitian tersebut menyimpulkan bahwa faktor upah berpengaruh
positif dan signifikan dalam mempengaruhi minat migrasi sirkuler penduduk
Salatiga ke Semarang. Semakin besar upah yang didapat di kota tujuan dibanding
jumlah yang didapat di daerah tujuan, migran akan memilih melakukan migrasi
sirkuler. Faktor lama melakukan migrasi sirkuler dan faktor umur juga
berpengaruh secara negatif dan signifikan terhadap minat migran untuk
melakukan migrasi sirkuler ke Kota Semarang. Semakin tua migran maka mereka
akan lebih memilih untuk menetap karena faktor fisik yang semakin menurun.
Migran juga merasa tidak leluasa lagi menempuh perjalanan jarak jauh dari kota
asal ke kota tujuan.
Selain itu, status pendidikan migran juga berpengaruh secara positif dan
signifikan terhadap probabilitas migran melakukan migrasi sirkuler dari Salatiga
ke Kota Semarang. Responden yang jejang pendidikannya lebih tinggi 1 tingkat,
peluangnya melakukan migrasi sirkuler 3,164 kali lebih besar dari pada responden
dengan jejnajang pendidikan di bawahnya (satu tingkat). Maka semakin tinggi
tingkat pendidikan semakin tinggi pula niat untuk melakukan migrasi sirkuler.
Faktor SosialTingkat Pendidikan
UmurJenis Kelamin
Faktor EkonomiPendapatan
Faktor Program PemerintahUang Ganti Rugi
Menetap (Tidak Migrasi)
Atau
Pindah (Migrasi)
Bencana Lumpur Lapindo
Variabel tingkat pendidikan memberi kontribusi terbesar terhadap keputusan
migran untuk melakukan migrasi sirkuler dilihat dari angka Exp (B)-nya yang
paling besar.
2.3 Kerangka Berpikir
Berdasarkan kajian teori dan penelitian-penelitian relevan yang telah
disampaikan di atas, kerangka pikir yang diajukan untuk menjelaskan hubungan-
hubungan antar variabel dependen dan variabel-variabel independen dalam studi
penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut. Variabel dependen dalam penelitian
ini adalah keputusan warga untuk migrasi atau tidak. Variabel dependen tersebut
akan dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu faktor sosial, faktor ekonomi, dan faktor
program pemerintah.
Faktor Sosial terdiri dari 3 variabel independen, yaitu: tingkat pendidikan,
umur, dan jenis kelamin. Faktor ekonomi terdiri dari 1 variabel independen, yaitu
pendapatan. Dan yang terakhir adalah faktor program pemerintah yang akan
diwakili oleh uang ganti rugi yang diberikan oleh pemerintah.
Selain kedua variabel tersebut, dalam penelitian ini terdapat variabel antara.
Variabel antara adalah variabel yang secara teoritis mempengaruhi hubungan
antara variabel bebas dengan variabel terikat, tetapi tidak dapat diukur. Dalam
penelitian ini yang menjadi variabel antara adalah bencana lumpur Lapindo.
Berikut ini adalah bagan kerangka pikir yang peneliti ajukan:
2.4 Perumusan Hipotesis
1. Tingkat Pendidikan berpengaruh terhadap keputusan warga Desa Gempolsari
untuk menetap atau pindah
2. Umur berpengaruh terhadap keputusan warga Desa Gempolsari untuk
menetap atau pindah
3. Jenis Kelamin berpengaruh terhadap keputusan warga Desa Gempolsari
untuk menetap atau pindah
4. Pendapatan berpengaruh terhadap keputusan warga Desa Gempolsari untuk
menetap atau pindah
5. Uang ganti rugi berpengaruh terhadap keputusan warga Desa Gempolsari
untuk menetap atau pindah
BAB III
METODOLOGI
3.1 RancanganPenelitian
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan data primer dan sekunder. Data
primer digunakan untuk mengumpulkan data variabel-variabel yang telah
dijelaskan sebelumnya. Sedangkan data sekunder pada penelitian ini digunakan
untuk melihat pola atau tren migrasi masyarakat Desa Gempolsari selama terjadi
bencana lumpur Lapindo (tahun 2006 hingga tahun 2014).
Data primer didapat dari Desa Gempolsari, Kecamatan Tanggulangin,
Kabupaten Sidoarjo. Waktu pelaksanaannya diharapkan dapat dilakukan pada
bulan Juli 2015. Metode penarikan sampel yang akan digunakan adalah metode
SRS (Simple Random Sampling). Metode tersebut dipilih karena peneliti
mengasumsikan bahwa karakteristik dari rumah tangga di Desa Gempolsari cukup
homogen, sehingga cukup menggunakan SRS maka data yang terkumpul akan
cukup representatif. Kerangka sampel yang digunakan untuk penarikan sampel
diperoleh dari data yang ada di Kantor Desa, dan unit sampel yang digunakan
adalah rumah tangga. Jadi, dari seluruh rumah tangga yang ada dipilih akan
dipilih rumah tangga sebanyak n.
Unit sampel merupakan unit yang digunakan dalam pemilihan sampel,
dalam penelitian ini yang dijadikan unit sampel adalah rumah tangga. Sedangkan
unit observasi adalah unit yang dijadikan dasar dalam mengumpulkan informasi.
Unit observasi dalam penelitian ini adalah kepala rumah tangga, karena secara
umum kepala rumah tangga merupakan seorang yang membuat suatu kebijakan
dan keputusan mengenai rumah tangganya. Kepala rumah tangga pula yang
diasumsikan memutuskan apakah rumah tangga tersebut perlu untuk migrasi atau
tidak.
Untuk mendapatkan data tingkat migrasi di Desa Gempolsari, peneliti
mengguanakan data yang ada di publikasi BPS Kabupaten Sidoarjo, yaitu buku
Kecamatan Tanggulangin Dalam Angka, mulai tahun 2006 sampai tahun 2014.
Rentang tahun tersebut dipilih untuk melihat pola migrasi warga Desa Gempolsari
selama terjadi bencana lumpur Lapindo. Data yang dapat dikumpulkan dari
publikasi tersebut meliputi migrasi masuk (banyaknya pendatang) dan migrasi
keluar (banyaknya kepindahan).
Namun, dalam publikasi tersebut tidak dicantumkan data mengenai tempat
tujuan warga yang melakukan migrasi keluar, sehingga dari data tersebut yang
dapat dilihat hanya pola atau tren migrasi masyarakat dan tidak bisa diteliti lebih
mendalam mengenai tempat-tempat tujuan mereka.
3.2 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan peneliti adalah dengan cara
wawancara. Metode wawancara adalah percakapan yang dilakukan oleh dua
pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan
responden yang memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut. Dalam hal ini
yang menjadi responden adalah kepala rumah tangga. Metode ini dipilih karena
melibatkan pewawancara (interviewer) sehingga memungkinkan interaksi
langsung antara pewawancara dengan responden. Jika responden tidak memahami
materi pertanyaan dalam kuesioner maka pewawancara bisa menjelaskan maksud
dari materi yang ditanyakan sehingga jawaban yang diperoleh lebih komprehensif
dan menggambarkan kondisi sebenarnya dari responden.
Sedangkan alat yang digunakan dalam pengumpulan data, peneliti
menggunakan kuesioner yang di dalamnya mencakup pertanyaan-pertanyaan yang
sesuai dengan variabel yang akan diteliti, yaitu: keputusan untuk tetap tinggal atau
pindah, tingkat pendidikan, umur, jenis kelamin, pendapatan, dan uang ganti rugi.
3.3 Definisi Operasional Variabel-Variabel Penelitian
Variabel-variabel yang akan diteliti adalah:
1. Keputusan untuk Menetap atau Pindah
Variabel ini digunakan untuk mengetahui apakah rumah tangga tersebut
memutuskan/berkeinginan untuk pindah (migrasi) dalam waktu dekat,
atau masih ingin tetap tinggal (tidak migrasi) di Desa Gempolsari dalam
waktu yang lebih lama.
2. Tingkat Pendidikan,
Tingkat pendidikan di sini yang dimaksud adalah pendidikan terakhir
yang ditamatkan oleh responden (kepala rumah tangga) dan
mendapatkan ijazah, dengan tingkatannya adalah:
1. Tidak/belum pernah sekolah/Tidak tamat SD
2. Tamat SD/MI/sederajat
3. Tamat SMP/MTs/sederajat
4. Tamat SMU/MA/sederajat
5. Tamat Diploma I/II
6. Tamat Diploma III/Akademi
7. Tamat Diploma IV/S1
8. Tamat S2 atau lebih
3. Umur
Umur responden (kepala rumah tangga) dihitung dalam tahun dengan
pembulatan ke bawah atau sama dengan umur pada waktu ulang tahun
yang terakhir
4. Jenis Kelamin
Terdiri dari laki-laki dan perempuan, pada saat pengisian di kuesioner
diisi berdasarkan pengakuan responden (kepala rumah tangga)
5. Pendapatan
Dalam penelitian ini pendapatan yang dimaksud adalah balas jasa yang
diterima oleh semua anggota rumah tangga dalam jangka waktu satu
bulan. Balas jasa tersebut dapat berupa sewa, upah atau gaji, bunga uang
ataupun laba.
6. Uang ganti rugi
Uang ganti rugi yang dimaksud adalah total uang ganti rugi sebagai
kompensasi akibat bencana lumpur Lapindo yang telah diterima oleh
rumah tangga tersebut dari pihak PT Lapindo maupun dari pemerintah
3.4 Metode Analisis
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
deskriptif dan inferensia. Untuk pengolahan data sekunder yang telah
dikumpulkan, dilakukan dengan bantuan program statistik seperti Microsoft Excel
2013 dan SPSS 20.
Berikut kerangka analisis yang digunakan dalam penelitian:
Variabel BebasTingkat Pendidikan
UmurJenis Kelamin
PendapatanUang ganti rugi
Tidak MigrasiMigrasi
Analisis Inferensia
Uji Barlett
Analisis Faktor
Analisis Deskriptif
Kesimpulan
Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif menggunakan analisis berupa tabel, grafik, dan deskripsi
data yang digunakan untuk menggambarkan atau mendeskripsikan pola tingkat
migrasi (migrasi masuk dan migrasi keluar) masyarakat Desa Gempolsari dari
tahun 2006 hingga tahun 2014. Data yang digunakan dari publikasi BPS,
Kecamatan Tanggulangin Dalam Angka.
Analisis Inferensia
1. Uji Bartlett (Kebebasan Antar Variabel)
Uji Bartlett bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antar
variabel dalam kasus multivariat. Jika variabel X1, X2,…,Xp independent (bersifat
saling bebas), maka matriks korelasi antar variabel sama dengan matriks identitas.
Sehingga untuk menguji kebebasan antar variabel ini, uji Bartlett menyatakan
hipotesis sebagai berikut:
H0 : ρ = I
H1 : ρ ≠ I
Statistik Uji :
r k=1
p−1∑i=1
p
rik , k = 1, 2,...,p
r= 2p( p−1)∑∑
i<k
rik
γ̂=( p−1)2 [1−(1−r )2]
p−( p−2)(1−r )2
Dengan :
r k = rata-rata elemen diagonal pada kolom atau baris ke k dari matrik R
(matrik korelasi)
r = rata-rata keseluruhan dari elemen diagonal
Daerah penolakan :
tolak H0 jika
T=(n−1)(1−r )2 [∑∑
i<k
( rik−r )2−γ̂ ∑
k=1
p
(rk−r )2]> χ 2¿
Maka variabel-variabel saling berkorelasi hal ini berarti terdapat hubungan
antar variabel. Jika H0 ditolak maka analisis multivariat layak untuk digunakan
terutama metode analisis komponen utama dan analisis faktor.
2. Analisis Faktor
Dalam studi perilaku dan sosial, peneliti membutuhkan pengembangan
pengukuran untuk bermacam-macam variabel yang tidak dapat diukur secara
langsung, seperti tingkah laku, pendapat, intelegensi, personality dan lain-lain.
Faktor analisis adalah metode yang dapat digunakan untuk pengukuran semacam
itu. (Subash Sharma, 1996).
Tujuan dari analisis faktor adalah untuk menggambarkan hubungan-
hubungan kovarian antara beberapa variabel yang mendasari tetapi tidak teramati,
kuantitas random yang disebut faktor, (Johnson &Wichern, 2002). Vektor random
teramati X dengann p komponen, memiliki rata-rataμ dan matrik kovarian ∑
Model analisis faktor adalah sebagai berikut :
X1−μ1=ℓ11 F1+ℓ12 F2+ .. ..+ℓ1 m Fm+ε1
X p−μ p=ℓ p1 F1+ℓp 2 F2+. .. .+ℓ pm Fm+ε p
Atau dapat ditulis dalam notasi matrik sebagai berikut :
X pxl=μ( pxl)+L( pxm )F (mxl )+ε pxl
dengan
μi= rata-rata variabel i
ε i= faktor spesifik ke – i
F j= common faktor ke- j
ℓ i j= loading dari variabel ke – i pada faktor ke-j
Bagian dari varian variabel ke – i dari m common faktor disebut
komunalitas ke – i yang merupakan jumlah kuadrat dari loading variabel ke
– i pada m common faktor (Johnson &Wichern, 2002), dengan rumus :
hi2=ℓi 1
2 +ℓ i 22 +. .. .+ℓ i m
2
Tujuan analisis faktor adalah menggunakan matriks korelasi hitungan
untuk:
1. Mengidentifikasi jumlah terkecil dari faktor umum yang mempunyai
penjelasan terbaik atau menghubungkan korelasi diantara variabel indikator.
2. Mengidentifikasi, melalui faktor rotasi, solusi faktor yang paling masuk akal.
3. Estimasi bentuk dan struktur loading, komunality dan varian unik dari
indikator.
4. Intrepretasi dari faktor umum.
5. Jika perlu, dilakukan estimasi faktor skor. (Subash Sharma, 1996).
DAFTAR PUSTAKA
Himbawan, Gigih. (2010). Penyebab Tetap Bermukimnya Masyarakat di Kawasan Rawan Banjir Kelurahan TanjungAgung Kota Bengkulu. Semarang: Universitas Diponegoro
Mujito, Annugrah. (2013). Analisis Faktor-Faktor Yang Mendorong Seseorang Untuk Melakukan Migrasi Ulang–Alik (Studi Kasus Pada Migran Kota Malang Yang Melakukan Migrasi Ulangalik Ke Surabaya Dengan Menggunakan Transportasi Bus). Malang: Universitas Brawijaya
Riyanto, Nasrul E. (2011). Pengaruh Tingkat Pendidikan Dan Pendapatan Terhadap Keputusan Mengambil Kredit ( Studi Kasus Pada Anggota Kpri Bhakti Wuluhan Kabupaten Jember Tahun 2010). Jember: Universitas Jember
Sanis, Putu A. (2010). Analisis Pengaruh Upah, Lama Migrasi, Umur, Dan Tingkat Pendidikan Terhadap Minat Migrasi Sirkuler Penduduk Salatiga Ke Kota Semarang. Semarang: Universitas Diponegoro
Badan Pusat Statistik. (2014). Kecamatan Tanggulangin dalam Angka. Sidoarjo: BPS
Badan Pusat Statistik. (2010). Sensus Pendduduk 2010. Melalui:http://sp2010.bps.go.id/index.php/kamus/index. Diakses 7 Februari 2015
Okezone. (28 Mei 2012). BPLS Klaim Volume Semburan Lumpur Sidoarjo Menurun. Melalui: http://news.okezone.com/read/2012/05/28/521/636685/bpls-klaim-volume-semburan-lumpur-sidoarjo-menurun. Diakses 4 Februari 2015
Nurdin, M. (2011). Indikator Sosial. Melalui: https://mohnurdin.wordpress.com/2011/05/07/indikator-sosial/. 5 Februari 2015
Nefosnews. (30 Mei 2014). Delapan Tahun Lumpur Lapindo, Semburan Masih Besar. Melalui: http://www.nefosnews.com/post/lingkungan/delapan-tahun-lumpur-lapindo-semburan-masih-besar. Diakses 4 Februari 2015