65
PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN TOTAL FILANTIN &
HIPOFILANTIN AKSESI MENIRAN HIJAU (Phyllanthus niruri
L.) DAN MENIRAN MERAH (Phyllanthus urinaria L.) PADA
BERBAGAI TINGKAT NAUNGAN
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh naungan terhadap
pertumbuhan, produksi biomassa dan kandungan total filantin dan hipofilantin
beberapa aksesi meniran. Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan Babakan
Sawah Baru IPB, Bogor, Jawa Barat dengan ketinggian 250 m dpl dari Maret
2009 sampai September 2009. Percobaan disusun dalam rancangan petak terbagi
dengan 3 kali ulangan. Petak utama adalah taraf naungan (N) terdiri dari 0% (N0),
25% naungan (N1) dan 50% naungan (N2). Anak petak adalah aksesi meniran (A)
terdiri dari A1, A2, A3, A4, A5, A6 merupakan meniran hijau (Phyllanthus niruri
L.) dari Bangkalan dan A7, A8, A9, A10, A11, A12 merupakan meniran hijau
(Phyllanthus niruri L.) dari Gresik. A13 merupakan meniran merah (Phyllanthus
urinaria L.) dari Bangkalan. Hasil penelitian menunjukkan untuk menghasilkan
pertumbuhan dan produksi biomassa yang tinggi, meniran hijau (A6 dan A7)
membutuhkan kondisi terbuka hingga naungan 25%. Meniran hijau (A7) pada
kondisi tanpa naungan menghasilkan kandungan total filantin yang tinggi (0,12%
bobot kering) pada kondisi ternaungi 50% menghasilkan kandungan hipofilantin
yang tinggi (0.13%). Meniran merah (A13) pada naungan 50% terdeteksi
menghasilkan kandungan total filantin tertinggi.
Kata kunci : filantin, hipofilantin, naungan, aksesi, biomassa
Abstract
The objectives these researches were to identify the effect of intensity of
shade on the growth, biomass production and total containt of phyllanthin and
hypophyllanthin from some accession Phyllanthus sp. L. The experiment was
arranged in split plot design with three replications. The main plot was intensities
of shade (N) throughout 0% (N0), 25% shading (N1) and 50% shading (N2). The
sub plot was accessions of Phyllanthus (A) that consist of A1, A2, A3, A4, A5,
A6, green meniran (Phyllanthus niruri L.) from Bangkalan and A7, A8, A9, A10,
A11, A12 green meniran from Gresik. A13 was red meniran (Phyllanthus
urinaria L.) from Bangkalan. The result of this research indicated that high level
on growth and biomass production can achieve, green meniran (A6 and A7) need
to open condition until 25% shading.
Green meniran (Phyllanthus niruri L.) without shading identified the high
total phyllantin content (0,12% dry weight) with 50% shading reached the high
total hypophyllantin content (0,13% dry weight). The highest total phyllantin
came from red meniran (Phyllanthus urinaria L.) were considerably shading
(50%).
Key words : phyllanthin, hypophyllanthin, shading, accession, biomass
66
Pendahuluan
Cahaya merupakan faktor penting bagi pertumbuhan dan perkembangan
tanaman, karena selain berperan dominan pada proses fotosintesis, juga sebagai
pengendali, pemicu, dan modulator respon morfogenesis khususnya pada tahap
awal pertumbuhan tanaman (Mc Nellis dan Deng 1995). Spektrum cahaya yaang
dibutuhkan tanaman berkisar antara 400–700 nm, yang biasanya disebut
photosynthetically active radiation (PAR).
Chozin et al. (2000), Taiz dan Zeiger (2002) menyatakan bahwa daun
yang ternaungi memiliki total klorofil tiap pusat reaksi yang lebih banyak,
memiliki rasio klorofil b/a yang lebih besar dan daunnya lebih tipis. Sel palisade
lebih pendek dan konsentrasi rubisco lebih sedikit. Daun yang ternaungi
mempunyai laju fotosintsis yang lebih rendah daripada daun yang tidak ternaungi.
Titik kejenuhan akan cahaya pada sun plant 10-20 μ mol m-2
s-1
dan shade plant
sekitar 1-5 μ mol m-2
s-1
. Nilai kejenuhan cahaya tanaman shade plant lebih rendah
karena laju respirasinya sangat rendah sehingga dengan sedikit saja fotosintesis
netto dihasilkan sudah cukup membuat laju pertukaran netto CO2 menjadi nol.
Laju respirasi yang rendah menunjukkan bentuk adaptasi tanaman bertahan
terhadap lingkungan dengan cahaya yang terbatas.
Stimulasi produksi bioaktif pada tanaman dapat dilakukan melalui
manipulasi faktor lingkungan seperti cahaya, air dan pemupukan. Khan et al.
(2010) mendapatkan pengaruh faktor lingkungan dan faktor genetik terhadap
peningkatan kandungan filantin pada P. amarus (P. niruri). Gould dan Lister
(2006) mendapatkan terjadinya peningkatan kandungan flavonoid pada tanaman
yang mengalami cekaman cahaya.
Hasil penelitian Nirwan et al. (2007) pada tanaman daun dewa
menunjukkan terjadinya perubahan mekanisme adaptasi tanaman daun dewa
antara yang tumbuh pada cahaya 100% dan dalam naungan dengan periode
pencahayaan yang berbeda-beda. Jumlah stomata, jumlah trikoma dan tebal daun
cenderung lebih rendah pada naungan yang semakin tiinggi dibandingkan dengan
cahaya penuh. Kandungan enzim superoxide dismutase (SOD) mengalami
peningkatan dengan srmakin meningkatnya persentase naungan, sedangkan rasio
klorofil a/b semakin rendah dan kloroplas mengalami pembengkakan (dilatasi).
67
Struktur kloroplas antara 50-25% naungan memiliki bentuk yang proporsional.
Naungan dan periode pencahayaan yang optimum yang menghasilkan antosianin,
total flavonoid kasar (17.371%) dan kadar kuersetin tertinggi adalah naungan 50%
dibandingkan dengan periode pencahayaan 25 dan 100%.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh naungan terhadap
pertumbuhan, produksi biomassa dan kandungan total filantin dan hipofilantin
beberapa aksesi meniran.
Bahan dan Metode
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Sawah Baru Dramaga
Kabupaten Bogor Jawa Barat pada bulan April 2009 sampai dengan September
2009. Analisis antosianin dan klorofil di Laboratorium Molekuler dan Kloning
Departemen AGH IPB. Analisis anatomi daun di Laboratorium Teknik mikro
Departemen AGH IPB. Analisis kandungan bioaktif filantin dan hipofilantin di
Laboratorium Terpadu Pusat Studi Biofarmaka IPB berakhir pada Desember
2010.
Bahan dan Alat
Penelitian ini menggunakan 13 aksesi meniran yang berasal dari Jawa
timur terdiri dari enam aksesi meniran hijau (A1, A2, A3, A4, A5, A6) asal
Kabupaten Bangkalan, enam aksesi meniran hijau (A7,A8,A9,A10,A11,A12) asal
Kabupaten Gresik dan satu aksesi meniran merah (A13) asal Kabupaten
Bangkalan. Paranet 25%, dan 50%, 400 kg ha-1
Urea (46% N), 150 kg ha-1
SP-36
(36% P205) dan 200 kg ha-1
KCl (60% K20) serta pupuk kandang (pupuk organik)
20 ton per hektar, insektisida hayati, bambu dan bahan pembantu untuk
penanaman. Bahan kimia yang digunakan antara lain untuk analisis kadar
antosianin, klorofil, dan analisis kandungan bioaktif filantin dan hipofilantin.
Peralatan yang digunakan terdiri atas peralatan tanam, satu set peralatan
pengamatan anatomi daun, analisis antosianin, klorofil dan analisis bahan bioaktif
filantin dan hipofilantin.
68
Metodologi Penelitian
Percobaan disusun berdasarkan Rancangan Petak Terpisah (split plot
design) dengan 3 ulangan. Petak utama adalah persentase naungan (N) yang
terdiri dari tanpa naungan (No), naungan 25% (N1), dan naungan 50% (N2).
Sebagai anak petak adalah aksesi meniran (A) yang berasal dari Kabupaten
Bangkalan dan Kabupaten Gresik yang terdiri dari A1, A2, A3, A4, A5, A6, A7,
A8, A9, A10, A11, A12, A13. Secara keseluruhan terdapat 39 kombinasi
perlakuan dan diulang 3 kali sehingga terdapat 117 kombinasi perlakuan. Setiap
perlakuan terdapat 10 polibag tanaman sehingga terdapat 1170 satuan percobaan.
Model linier yang digunakan adalah :
Yijk = µ + Ki +Nj +δ ij +Kk +(NK)jk + Є ijk
Dengan :
Yijk = nilai pengamatan akibat pengaruh kelompok ke-I, naungan ke-j dan aksesi
ke-k
µ = nilai rata-rata umum
Ki = nilai pengamatan akibat pengaruh kelompok ke-i
Nj = nilai pengamatan akibat pengaruh naungan ke-j
δ ij = galat akibat pengaruh kelompok ke-I dan naungan ke-j
Kk = nilai pengamatan akibat pengaruh aksesi ke-k
(NK)jk = nilai interaksi antara faktor naungan ke-j dengan aksesi ke-k
Є ijk = galat akibat pengaruh kelompok ke-I, naungan ke-j dan aksesi ke-k
Data pengamatan diuji keragamannya. Analisis sidik ragam menggunakan
software SAS versi 9.1, jika berpengaruh nyata dilanjutkan dengan uji Duncan’s
Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5% (Steel dan Torrie 1993; Mattjik dan
Sumertajaya 2002).
Penataan tempat percobaan
Naungan dibuat dengan sistem para-para dengan ukuran 5 m x 4 m dengan
tinggi 2 meter dan disusun sesuai dengan pengacakan perlakuan. Polibag diisi
media tanah dan pupuk kandang sehingga bobot akhirnya menjadi 5 kg.
69
Kemudian disusun pada lokasi penelitian dan dibiarkan selama satu minggu.
Pengukuran jumlah cahaya yang masuk ke dalam naungan menggunakan lux
meter.
Penanaman
Biji meniran yang didapat dari eksplorasi di Kabupaten Bangkalan dan
Kabupaten Gresik dikeringanginkan selama 24 jam, kemudian disemai. Media
semai berupa campuran antara tanah, sekam dan kompos dengan perbandingan
1:1:1. Biji yang disemai ditutup dengan kompos agar tidak mudah diterbangkan
angin. Selanjutnya media disiram air. Untuk menjaga kelembaban, persemaian
ditutup dengan plastik bening tembus cahaya. Wadah diletakkan ditempat yang
ternaungi. Setelah tumbuh kecambah, tutup plastik dibuka. Dilakukan
pemeliharaan sampai bibit siap untuk dipindahkan ke polibag. Bibit yang dipindah
telah mempunyai minimal 4 daun majemuk. Kegiatan pemeliharaan tanaman
meliputi penyiraman, pemupukan, penyiangan gulma dan pencegahan hama dan
penyakit. Penyiraman dilakukan setiap hari pada pagi atau sore hari pada awal
tanam selama sebulan dengan asumsi tidak ada hujan. Selanjutnya dilakukan
sesuai dengan kebutuhan. Pengendalian hama dan penyakit dengan cara mekanis
dan bila perlu menggunakan insektisida hayati. Pengendalian gulma dilakukan
dengan cara penyiangan.
Pengamatan
1. Tinggi tanaman (cm) diukur dari pangkal batang sampai ujung pucuk
tanaman, diamati setiap 2 minggu.
2. Jumlah daun majemuk, dihitung bila daun telah membuka sempurna,
diamati setiap 2 minggu.
3. Jumlah cabang, dihitung setiap 2 minggu.
4. Diameter batang (mm), diamati pada tanaman yang sudah dipanen dengan
cara mengukur panjang diameter pada sisi tengah batang dengan
menggunakan jangka sorong digital.
5. Produksi biomassa basah (g), diamati pada akhir percobaan dengan cara
menimbang dengan timbangan neraca analitik bobot basah akar, daun
dan batang.
70
6. Produksi biomassa kering (g), diamati pada akhir percobaan dengan cara
menimbang dengan timbangan neraca analitik bagian akar, daun dan
batang yang telah dioven pada suhu 105oC selama 24 jam.
7. Analisis High Performance Liquid Chromatography (HPLC) kandungan
total filantin (% bobot kering) dan hipofilantin (% bobot kering)
berdasarkan Tripathi et al. (2006) yang dimodifikasi. Prosedur analisis :
1 gram sampel kering meniran yang telah dihaluskan diekstraksi dengan
metanol (3 x 10 ml masing-masing 10 jam) pada suhu kamar (25 ± 5oC),
selanjutnya disaring untuk mendapatkan filtrat yang ditera menjadi 50 ml.
Analisis HPLC : menggunakan Shimadzu (Tokyo, Japan) model LC
20AD yang dilengkapi dengan dioda Shimadzu SPD-M20A dilengkapi
PAD (Photodiode Array Detector) untuk menentukan kemurnian puncak
dan kesamaan uji lignan. Pelarut HPLC disaring dengan nylon membrans
filter 0.45 μ m x 47 mm. Kolom menggunakan LiChroCART®250-4RP-
18e(5μ m). Panjang gelombang deteksi 220 nm. Volume injeksi untuk
standar dan sampel 20 μ L. Contoh perhitungan kandungan total filantin
dan hipofilantin meniran disajikan pada Lampiran 9.
71
Hasil dan Pembahasan
Perlakuan naungan dan aksesi berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman,
jumlah daun majemuk dan diameter batang (Tabel 17). Perlakuan naungan secara
nyata meningkatkan tinggi tanaman. Makin tinggi persentase naungan makin
tinggi pertumbuhan tanaman meniran. Pada keadaan tanpa naungan rata-rata
tinggi tanaman adalah 45.96 cm, lebih rendah dan berbeda nyata dengan tinggi
tanaman pada naungan 25% sebesar 58.56 cm dan naungan 50% sebesar 62.15
cm.
Tabel 17 Pengaruh naungan terhadap tinggi tanaman,jumlah daun majemuk dan
diameter batang 13 aksesi meniran umur 10 minggu setelah tanam
Perlakuan
Peubah pengamatan
Tinggi tanaman
(cm)
Jumlah daun
majemuk
Diameter
batang
(mm)
AksesiMeniran hijau
A1 55.11 b 240.89 b 3.59 abc
A2 56.11 b 235.56 b 3.63 abc
A3 55.62 b 239.67 b 3.47 bc
A4 55.22 b 248.00 b 3.31 c
A5 55.55 b 241.33 b 3.49 bc
A6 63.56 a 317.00 a 3.87 ab
A7 62.78 a 342.67 a 3.91 a
A8 57.55 b 243.89 b 3.47 bc
A9 54.11 b 247.67 b 3.55 abc
A10 55.33 b 228.56 b 3.39 c
A11 57.00 b 258.89 b 3.32 c
A12 56.14 b 248.67 b 3.42 c
Meniran merah
A13 37.78 c 165.11 c 3.41 c
Naungan0% 45.96 c 281.21 a 3.99 a
25% 58.56 b 244.69 b 3.41 b
50% 62.15 a 225.92 c 3.17 cKeterangan : Angka rata-rata pada satu kolom yang sama dan diikuti huruf yang sama
menunjukkan tidak berbeda nyata dengan uji DMRT pada ά : 0.05.
Sebaliknya, perlakuan naungan secara nyata menurunkan jumlah daun
majemuk dan diameter batang. Semakin tinggi persentase tingkat naungan
semakin rendah jumlah daun majemuk dan diameter batang. Pada keadaan terbuka
menghasilkan daun majemuk sebanyak 281.21 dengan diameter batang 3.99 lebih
tinggi dan berbeda nyata dengan jumlah daun majemuk dan diameter batang pada
72
naungan 25% (244.69; 3.41) dan naungan 50% (225.92; 3.17). Salisbury dan Ross
(1995) mendapatkan tanaman yang hidup pada kondisi ternaungi akan
menunjukkan gejala etiolasi. Perubahan yang lebih tinggi pada tanaman yang
ternaungi disebabkan karena morfogenesis tanaman yang lebih cepat karena
peningkatan zat pengatur tumbuh tanaman terutama auksin dan giberelin. Devlin
dan Witham (1983) menyatakan bahwa tanaman yang tumbuh dalam kondisi
ternaungi memiliki kandungan auksin dan giberelin yang tinggi dan berpengaruh
pada plastisitas dinding sel sehingga morfogenesis pada tanaman mengalami
peningkatan.
Hasil analisis statistik menunjukkan adanya interaksi naungan terhadap
parameter jumlah cabang 13 aksesi meniran (Tabel 18).
Tabel 18 Pengaruh interaksi naungan terhadap jumlah cabang 13 aksesi meniran
Aksesi Naungan
0% 25% 50%
Meniran hijau
A1 65.00 cde 46.00 efghij 36.33 hij
A2 79.33 bc 43.33 fghij 34.33 hij
A3 82.67 bc 47.33 efghij 30.67 ij
A4 56.67 defg 52.67 defgh 32.33 hij
A5 69.33 cd 48.33 efghij 36.33 hij
A6 93.33 ab 82.00 bc 50.00 defghi
A7 106. 67a 79.33 bc 42.67 fghij
A8 80.00 bc 57.33 defg 32.67 hij
A9 57.33 defg 39.33 ghij 28.00 j
A10 50.00 defghi 46.00 efghij 33.00 hij
A11 64.00 cde 58.33 defg 34.67 hij
A12 60.33 def 58.00 defg 38.33 ghij
Meniran merah
A13 42.33 fghij 30.67 ij 38.33 ghijKeterangan : Angka rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda
nyata dengan uji DMRT pada ά : 0.05.
Berdasarkan hasil uji Duncan terhadap jumlah cabang terdapat 3
kelompok aksesi yang mempunyai respon yang berbeda terhadap naungan.
Kelompok 1 terdiri dari A1, A4, A6, A9, A10, A11 dan A12. Jumlah cabang
pada aksesi kelompok ini turun secara nyata bila berada pada kondisi ternaungi
hingga 50%. Kelompok 2 terdiri dari A2, A3, A5, A7 dan A8 dimana naungan
25% telah dapat menurunkan secara nyata jumlah cabang. Sedangkan kelompok 3
adalah A13. Aksesi nomor 13 mempunyai jumlah cabang yang tidak berbeda
73
nyata antara kondisi tanpa naungan dengan naungan 25% maupun 50%. Hal ini
menunjukkan bahwa A13 merupakan aksesi yang memiliki kemampuan dapat
beradaptasi pada kondisi cahaya matahari penuh maupun di bawah naungan.
Meniran merah (A13) toleran terhadap intensitas cahaya yang berbeda dan dapat
digunakan sebagai sumber genetik apabila ingin mengembangkan tanaman
meniran dengan gen yang toleran terhadap cahaya. Adanya perbedaan respon
meniran terhadap cahaya berhubungan dengan asal usul tanaman yang berbeda
habitatnya. Khan et al. (2010) mendapatkan terjadinya perbedaan tinggi tanaman,
jumlah daun, dan jumlah biji P. amarus dengan adanya perbedaan ketinggian
tempat karena faktor lingkungan dan genetik.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Tunggal (2004), penggunaan
taraf naungan yang semakin meningkat dan jarak tanaman yang lebar dapat
menurunkan pertumbuhan dan produksi herba meniran. Pembudidayaan meniran
pada kondisi tanpa naungan menghasilkan pertumbuhan dan produksi herba yang
tertinggi, sedangkan penggunaan naungan dapat menurunkan hasil.
Tabel 19 Pengaruh aksesi terhadap bobot basah daun (BBD), bobot basah batang
(BBB), bobot basah akar (BBA) dan bobot basah total (BBT) meniran
umur 10 minggu setelah tanam
Aksesi Peubah Pengamatan
BBD (g tan-1
) BBB (g tan-1
) BBA (g tan-1
) BBT (g tan-1
)
Meniran hijau
A1 7.20 bc 7.68 bc 1.05 bc 15.93 cd
A2 6.19 c 7.15 bc 0.99 bc 14.28 cd
A3 6.57 bc 6.10 bc 1.12 bc 13.79 d
A4 8.45 b 8.35 ab 1.21 bc 18.00 bc
A5 6.98 bc 7.27 bc 1.15 bc 15.40 cd
A6 10.89 a 10.15 a 1.14 bc 22.17 a
A7 10.75 a 8.17 ab 1.18 bc 20.10 ab
A8 6.59 bc 7.46 bc 1.16 bc 15.21 cd
A9 6.64 bc 6.91 bc 1.03 bc 14.58 cd
A10 5.82 c 5.82 c 0.79 c 12.42 d
A11 6.67 bc 7.79 bc 1.25 ab 15.72 cd
A12 6.10 c 7.01 bc 1.06 bc 14.16 cd
Meniran
merah
A13 7.33 bc 6.72 bc 1.59 a 15.64 cd
Keterangan : Angka rata-rata pada satu kolom yang sama dan diikuti huruf yang sama
menunjukkan tidak berbeda nyata dengan uji DMRT pada ά : 0.05.
74
Tabel 19 menunjukkan perlakuan aksesi mempunyai pengaruh nyata
terhadap bobot basah daun, batang, akar dan bobot basah total. Perlakuan naungan
menunjukkan tidak berbeda nyata terhadap bobot basah daun, batang, akar dan
total.
Sejalan dengan pertumbuhan tanaman, aksesi no. 6 diikuti aksesi no. 7
merupakan aksesi dengan bobot basah daun, bobot basah batang dan bobot basah
total tertinggi. Bobot basah akar tertinggi ditunjukkan pada A13 (1.59 gram
tanaman-1
). Meniran merah (A13) mempunyai keunggulan dalam perakaran.
Kondisi di lapangan menunjukkan adanya pertumbuhan akar serabut pada cabang
tanaman paling bawah yang berhubungan dengan tanah disamping akar utama
yang berkembang sempurna. Hal ini menunjukkan bahwa meniran merah
kemungkinan toleran terhadap kekeringan dan potensial digunakan sebagai aksesi
yang toleran terhadap kekeringan.
Tabel 20 Pengaruh aksesi terhadap bobot kering daun (BKD), bobot kering
batang (BKB), bobot kering akar (BKA) dan bobot kering total (BKT)
meniran umur 10 minggu setelah tanam
Aksesi Peubah Pengamatan
BKD (g tan-1
) BKB (g tan-1
) BKA (g tan-1
) BKT (g tan-1
)
Meniran hijau
A1 2.98 c 2.92 ab 0.57 bcd 6.48 cd
A2 2.88 c 2.63 abcd 0.51 cd 6.01 cd
A3 2.97 c 2.31 cd 0.60 bcd 5.89 cd
A4 2.91 c 2.31 cd 0.58 bcd 5.79 cd
A5 3.04 c 2.45 bcd 0.56 bcd 6.05 cd
A6 5.05 a 3.31 a 0.88 a 9.25 a
A7 4.18 b 3.05 ab 0.68 bc 7.91 b
A8 3.32 c 2.84 abc 0.60 bcd 6.76 bc
A9 2.68 c 2.13 de 0.51 cd 5.32 cd
A10 2.48 c 2.08 de 0.388 d 4.95 d
A11 2.93 c 2.72 abc 0.55 bcd 6.19 cd
A12 3.22 c 2.36 cd 0.52 cd 6.09 cd
Meniran merah
A13 2.80 c 1.73 e 0.75 ab 5.28 cdKeterangan : Angka rata-rata pada satu kolom yang sama dan diikuti huruf yang sama
menunjukkan tidak berbeda nyata dengan uji DMRT pada ά : 0.05.
Aksesi meniran menunjukkan keragaman yang nyata dalam bobot kering
daun, batang, akar dan bobot kering total. Perlakuan naungan tidak berpengaruh
nyata terhadap bobot kering daun, batang, akar dan total (Tabel 20). Aksesi
75
meniran hijau asal Bangkalan (aksesi nomor 6) mempunyai bobot kering daun
(5.05 g tanaman-1
), bobot kering batang (3.31 g tanaman-1
), bobot kering akar
(0.88 g tanaman-1
) dan bobot kering total (9.25 g tanaman-1
) tertinggi diikuti
aksesi nomor 7 mempunyai bobot kering daun 4.18 g tanaman-1
, bobot kering
batang 3.05 g tanaman-1
dan bobot kering total 7.19 g tanaman-1
. Aksesi nomor 6
dan nomor 7 menunjukkan pertambahan tinggi tanaman, jumlah daun majemuk
dan jumlah cabang maksimal. Hal ini akan mempengaruhi laju fotosintesis di
dalam daun yang akan mempengaruhi jumlah fotosintat yang dihasilkan. Pada
aksesi nomor 6 dan nomor 7 didapatkan bobot kering daun, batang, akar dan
bobot kering total yang maksimal.
Penambahan bobot kering daun, batang, akar dan bobot total maksimal
terdapat pada A6 yaitu 5.05 gram tanaman-1
, 3.31 gram tanaman-1
, 0.88 gram
tanaman-1
dan 9.25 gram tanaman-1
(Tabel 20). Hal ini sejalan dengan
pertumbuhan vegetatif yang baik pada A6 menyebabkan tanaman dapat
menghasilkan bobot kering yang maksimal.
Perbedaan diantara aksesi akibat perlakuan naungan menunjukkan hasil
kandungan total filantin maupun hipofilantin yang berbeda. Aksesi enam dan
aksesi tujuh dipilih untuk dilakukan analisis lebih lanjut karena memperlihatkan
respon terhadap parameter pertumbuhan yang lebih baik bila dibandingkan
dengan aksesi meniran hijau lainnya. Aksesi nomor 13 merupakan meniran merah
yang menunjukkan potensi kandungan bioaktif yang tinggi. Data ini tidak
dianalisis statistik karena merupakan hasil analisis komposit (analisis dilakukan
dengan cara mencampurkan bahan contoh menjadi satu pada perlakuan yang sama
dari 3 ulangan).
Berdasarkan data yang disajikan pada Tabel 21 dan Gambar 16,
kandungan total filantin tertinggi (0.12 % bobot kering) dihasilkan aksesi meniran
hijau asal Gresik (A7) tanpa naungan (N0). Kandungan total hipofilantin tertinggi
(0.13 % bobot kering) ditunjukkan oleh perlakuan pemberian naungan 50% pada
aksesi meniran hijau asal Gresik (A7).
76
Tabel 21 Kandungan total filan
berbagai tingkat naun
Aksesi
Naungan A6
(meniran hijau
A7
(meniran hijau)
A13
(meniran merah)
Filantin (%)
0% 0.05 0.12 td
25% 0.08 0.11 td
50% 0.08 0.09 0.001
Hipofilantin (%)
0% 0.06 0.12 td
25% 0.09 0.12 td
50% 0.08 0.13 td
Keterangan : td = tidak terdeteksi
Gambar 16 Kandungan to
pada beberap
Hasil ini menunjukkan ba
maupun hipofilantin meniran pa
pemberian naungan 50% mening
perlakuan tanpa naungan didap
penelitian Figuera et al. (200
kandungan lignan (filantin dan h
0
0.02
0.04
0.06
0.08
0.1
0.12
0.14
0
0.120.12
pe
rse
n (
%)
76
lantin dan hipofilantin dari tiga aksesi meniran pada
ungan
Aksesi
Naungan
ijau)
A7
(meniran hijau)
A13
(meniran merah)
Filantin (%)
0% 0.12 td
25% 0.11 td
50% 0.09 0.001
Hipofilantin (%)
0% 0.12 td
25% 0.12 td
50% 0.13 td
n total filantin dan hipofilantin meniran aksesi tujuh
rapa tingkat naungan.
bahwa terdapat perbedaan kandungan total filantin
pada perlakuan naungan yang berbeda. Perlakuan
ingkatkan kandungan total hipofilantin sedangkan
apatkan kandungan total filantin tertinggi. Hasi
006) menunjukkan adanya produksi biomassa
hipofilantin) yang berbeda diantara 4 daerah yang
2550
0.11
0.09
0.12 0.120.13
Tingkat naungan (%)
filantin
hipofilantin
76
ada
Aksesi
Naungan A6
(meniran hijau)
A7
(meniran hijau) h)
Filantin (%)
0% 0.05 0.12
25% 0.08 0.11
50% 0.08 0.09
Hipofilantin (%)
0% 0.06 0.12
25% 0.09 0.12
50% 0.08 0.13
juh
ntin
uan
kan
asil
ssa,
ang
filantin
hipofilantin
77
diteliti. Produksi biomassa berkisar antara 16.97 hingga 20.75 g tanaman-1
dan
kandungan lignan dari 0.65 hingga 1.24 % berat berat-1
.
Untuk meniran merah asal Bangkalan (A13), kandungan total filantin
dapat terdeteksi pada perlakuan naungan 50% sebesar 0.001 %, sedangkan pada
perlakuan yang lain tidak terdeteksi. Meniran merah (A13) pada hampir semua
perlakuan naungan tidak terdeteksi. Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian
Tripathi et al. (2006) yang menggunakan analisis HPLC dan HPTLC terhadap P.
amarus, P. fraternus, P. urinaria, P. maderaspatensis, P. virgatus dan P. debilis
yang menunjukkan bahwa P. urinaria dan P. debilis tidak terdeteksi. Kandungan
total filantin pada naungan 50% menunjukkan bahwa terpacunya pembentukan
filantin pada meniran merah (A13) dengan adanya naungan.
Simpulan
1. Meniran hijau membutuhkan kondisi terbuka hingga ternaungi 25% untuk
menghasilkan pertumbuhan dan produksi biomassa yang tinggi.
2. Meniran hijau membutuhkan kondisi tanpa naungan, merah memerlukan
naungan 50% untuk menghasilkan filantin.
3. Meniran hijau membutuhkan naungan 50% untuk menghasilkan
kandungan total hipofilantin yang tinggi.