i
PETANI DITENGAH TAMBANG: Studi Fenomenologi Tentang
Efek Implementasi Kebijakan Pertambangan Terhadap
Kehidupan Petani di Kabupaten Morowali
(Studi Kasus Pada Kawasan Lingkar Tambang Kecamatan
Bahodopi, Kabupaten Morowali, Provinsi Sulawesi Tengah)
Oleh :
ABDURRAHMAN KARIM
G 211 12 275
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
DEPARTEMEN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
ii
PETANI DI TENGAH TAMBANG
”STUDI FENOMENOLOGI TENTANG EFEK IMPLEMENTASI KEBIJAKAN
PERTAMBANGAN TERHADAP KEHIDUPAN PETANI DI KABUPATEN
MOROWALI”
(Studi Kasus Pada Kawasan Lingkar Tambang Kecamatan Bahodopi,
Kabupaten Morowali, Provinsi Sulawesi Tengah)
OLEH :
ABDURRAHMAN KARIM
G 211 12 275
Skripsi ini Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Pertanian
Pada
Departemen Sosial Ekonomi Pertanian
Fakultas Pertanian
Universitas Hasanuddin
Makassar
2017
Disetujui oleh,
Dr. Ir. Eymal B. Demmallino, M.Si Ir. Tamzil Ibrahim, M.Si
Dosen Pembimbing Dosen Pembimbing
Mengetahui :
Ketua Departemen Sosial Ekonomi Pertanian
Fakultas Pertanian
Universitas Hasanuddin
Makassar
2017
Dr. Muh. Hatta Jamil, S.P., M.Si
NIP: 19671223 199512 1 001
iii
PANITIA UJIAN SARJANA
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
Judul : PETANI DITENGAH TAMBANG: Studi Fenomenologi
Tentang Efek Implementasi Kebijakan
Pertambangan Terhadap Kehidupan Petani di
Kabupaten Morowali. (Studi Kasus Pada Kawasan
Lingkar Tambang Kecamatan Bahodopi, Kabupaten
Morowali, Provinsi Sulawei Tengah)
Nama : ABDURRAHMAN KARIM
NIM : G 211 12 275
TIM PENGUJI
Dr. Ir. Eymal B. Demmallino, M.Si
Ketua Sidang
Ir. Tamzil Ibrahim, M.S.
Anggota
Prof. Dr. Ir. Saleh Ali, M.Sc.
Anggota
Prof. Dr. Ir. Didi Rukmana, M.S.
Anggota
Ir. Amrulah M, M.Si.
Anggota
Dr. Rahmadnih, SP. M.Si.
Anggota
Tanggal Ujian : Agustus 2017
iv
PETANI DI TENGAH TAMBANG : Studi Fenomenologi Tentang Efek Implementasi Kebijakan Pertambangan Terhadap Kehidupan Petani di
Kabupaten Morowali (Studi Kasus Pada Kawasan Lingkar Tambang Kecamatan Bahodopi,
Kabupaten Morowali, Provinsi Sulawesi Tengah).
FARMERS in the MIDDLE of the MINE: A study about the effect of Policy implementation of the Phenomenology of mining on the lives
of Farmers in the Regency of Morowali (Case Study On The Area Of The Mine's Boundaries The Sub-district Of Bahodopi, The Regency Of Morowali, Central Sulawesi Province).
1Eymal B Demmallino, 1Tamzil Ibrahim, 2Abdurrahman Karim
ABSTRAK
Kehidupan petani sangat berbeda akibat dari implementasi kebijakan pertambangan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi aktual kehidupan masyarakat tani di kawasan lingkar tambang Kecamtan Bahodopi serta untuk menganalisis dampak kebijakan penambangan nikel dan merekomendasikan sistem pengelolaan sumber daya alam yang menguntungkan masyarakat tani. Pendekatan ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dengan menggunakan metode pengambilan data yakni observasi partisipasi, wawancara mendalam, dan dokumentasi. Untuk tahapan analisis data penelitian ini yakni pengumpulan data dengan menentukan informan melalui purposive sampling lalu dilanjutkan dengan reduksi data dengan metode snowball, lalu penyajian data dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan penambangan nikel memiliki dampak negatif dan positif seperti memberikan kesempatan kerja dan peluang bisnis ; warung makan, toko persediaan dan bisnis perumahan, konflik antara petani dan perusahaan yang dipicu oleh semburan lumpur yang mengalir ke lahan pertanian warga sehingga mengakibatkan hasil pertanian menyusut, sebagian besar lahan pertanian diubah menjadi daerah pertambangan sehingga mengakibatkan hilangnya tanah sebagai sumber kehidupan antar generasi, pertambangan tidak menjamin kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat tani. Bagi petani kehadiran pertambangan dapat dipastikan akan memberi dampak bencana jangka panjang. Pemerintah harus mengevaluasi atau mengkaji kembali kebijakan yang telah diterapkan serta efek pengelolaan pertambangan saat ini, terutama dalam hal yang berkaitan dengan pertanian ataupun kehidupan petani. Kata Kunci: Kebijakan; Implementasi; Dampak; Respon; Makna.
v
FARMERS in the MIDDLE of the MINE: A study about the effect of Policy implementation of the Phenomenology of mining on the lives
of Farmers in the Regency of Morowali (Case Study On The Area Of The Mine's Boundaries The Sub-district Of Bahodopi, The Regency Of Morowali, Central Sulawesi Province).
PETANI DI TENGAH TAMBANG : Studi Fenomenologi Tentang Efek Implementasi Kebijakan Pertambangan Terhadap Kehidupan Petani di
Kabupaten Morowali (Studi Kasus Pada Kawasan Lingkar Tambang Kecamatan Bahodopi,
Kabupaten Morowali, Provinsi Sulawesi Tengah).
1Eymal B Demmallino, 1Tamzil Ibrahim, 2Abdurrahman Karim
ABSTRACT
The life of a farmer is very different due to the implementation of the mining policy. The purpose of this research is to know the actual condition of the public life of farmers in the area of the mine's boundaries the Sub-District of Bahodopi and to analyze the impact of nickel mining and recommending policy management systems of natural resources that benefit the community of farmers. This approach uses a descriptive qualitative approach using observation methods of data capture i.e. participation, in-depth interviews, and documentation. For the data analysis stage of this research, namely data collection by specifying the informant through purposive sampling and continued with the reduction of the data by the method of presentation of data, and then snowball and the withdrawal of the conclusion. The results showed nickel mining has positive and negative impacts such as providing employment opportunities and business opportunities; food stalls, souvenir supplies business and housing, the conflict between farmers and companies that are triggered by a mudflow that cascaded into the farmland residents resulting in agricultural output shrank, the majority of agricultural land is converted into mining areas so that the resulting loss of land as a source of intergenerational life, mining does not guarantee social welfare economic community of farmers. For farmers the presence of mines is certain will make an impact long term disaster. The Government should evaluate or review the return policy that has been applied as well as the effects of the current mining management, especially in matters related to agriculture or farmer's life.
Keywords: Policy; Implementation; The impact; The response; Meaning.
vi
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Abdurrahman Karim, lahir di Morowali tepatnya di
Desa Tofuti, pada tanggal 13 Oktober 1993, merupakan anak
sulung dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Moh Najib
Karim.,S.Sos dan Ibu Fauziah.
Pendidikan formal yang dilalui penulis adalah SD 3 Bungku Tengah pada
tahun 2000-2006. SMPN 1 Bungku Tengah pada tahun 2006-2009. Sekolah
Menengah Atas Negeri (SMAN) 1 Bungku Tengah pada tahun 2009-2012.
Pada tahun 2012, melalui jalur SNMPTN Tertulis penulis berhasil diterima
sebagai Mahasiswa Jurusan (sekarang menjadi Departemen) Sosial Ekonomi
Pertanian Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas
Hasanuddin. Selama menempuh pendidikan di Universitas Hasanuddin,
penulis aktif dalam kegiatan organisasi, yaitu sebagai Ketua Bidang SDM di
Himpunan MISEKTA periode 2014/2015, Menteri Dalam Negeri (MENDAGRI)
pada BEM-FAPERTA-UH serta menjadi Anggota Bidang Pengembangan
Orgaisasi Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat Pertanian Unhas
Cabang MAKTIM. Koordinator LITBANG MISEKTA UNHAS tahun 2016/2017.
Penulis juga aktif dalam berbagai kegiatan kepanitiaan di kampus serta
kegiatan-kegiatan lainnya seperti seminar-seminar baik tingkat fakultas, lokal,
regional, nasional.
vii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah
SWT, karena limpahan rahmat, inayah dan Taufik-Nyalah, sehingga skripsi
yang berjudul “PETANI DI TENGAH TAMBANG: Studi Fenomenologi
Tentang Efek Implementasi Kebijakan Pertambangan Terhadap
Kehidupan Petani Di Kabupaten Morowali (Studi Kasus Pada Kawasan
Lingkar Tambang Kecamatan Bahodopi, Kabupaten Morowali) dapat
terselesaikan. Objek studi ini adalah efek dari implementasi kebijakan
pertambangan terhadap kehidupan masyarakat tani didalam kegiatan
pengelolan tambang di Kecamatan Bahodopi. Untuk melihat potret kehidupan
tersebut maka digambarkan dalam tiga bagian utama, yaitu Dampak yang
diperoleh petani, Respon petani terhadap kebijakan tambang di Kabupaten
Morowali, Makna bagi petani terhadap implementasi kebijakan tersebut.
Kesatuan dari tiga bagian ini nantinya diharapkan dapat menjawab potret
kehidupan petani ditengah kegiatan penngelolaan tambang dikabupaten
Morowali.
Menyadari keterbatasan dan kemampuan yang penulis miliki, maka
tentu saja skripsi ini masih banyak memiliki kekurangan, sehingga masih
jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran tetap penulis
viii
harapkan. Akhirnya penulis berharap apa yang penulis sajikan dan tulis ini
akan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada pihak yang
membacanya, terutama bagi penulis sendiri. Disamping itu, kiranya skripsi ini
tidak hanya menjadi pajangan dan tontonan yang tak tersentuh, tapi dapat
berguna bagi kita semua, semoga apa yang tersaji dalam tulisan ini dapat
kita petik manfaatnya dan Allah SWT senantiasa memberikan petunjuk
kepada kita semua. Amin .
Akhir kata penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada seluruh
stakeholder yang telah terlibat dalam penyusunan skripsi ini, kepada keluarga
besar HAMSY GROUP, teman-teman alumni SMANSA BUNGKU TENGAH
ANGKATAN 2012, saudara seperjuangan saya selama menmpuh pendidikan
tinggi ”SPEKTA-12”.....serta ”Adik dan kakak saya” di keluarga besar
MISEKTA, BEM KEMA-FAPERTA UH, HMI, dan IPPMIM....... semoga apa
yang kita lakukan selama ini di ridhoi oleh Allah SWT dan dapat
mendatangkan berkah bagi kita semua,,,,amien
Wassallamualaikum Wr, Wb.....................
Makassar, Agustus 2017
Penulis
ix
UCAPAN TERIMA KASIH
Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, merupakan kata terindah yag senantiasa
memberikan kesejukan pada jiwa manusia. Satu dari berbagai nikmat yang selalu
diberikan Allah SWT kepada setiap hamba-Nya, yakni terselesaikannya tugas akhir
penulis dalam meraih gelar Sarjana Pertanian di Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian,
Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar. Salam serta shalawat selalu
terharukan pada junjungan dan teladan umat manusia, Baginda Rasulullah SAW,
yang tiada akan terlupakan sebagai tanda kemurnian cinta kepada beliau kekasih
Allah SWT.
Izinkan penulis untuk menghaturkan rasa hormat dan terima kasih dari lubuk
hati yang paling dalam atas segala doa dan dukungan, kepada:
1. Kedua orang tua tercinta, Ayahanda Moh Najib Karim., S.Sos dan Ibunda
Fauziah yang telah membesarkan penulis dengan kasih sayang yang tak
terhingga dan doa yang terus terpanjatkan untuk keberhasilan penulis dalam
meraih cita-cita. Adik terkasih Syahrul Karim dan Mutiara Karim untuk
masa kecil yang bahagia dan perhatian yang saling kita bagi.
2. Dr. Ir. Eymal B. Demmallino, M.Si. dan Ir. Tamzil Ibrahim, M. Si., selaku
dosen pembimbing penulis yang dalam kesibukannya senantiasa
meluangkan waktu dan perhatian untuk memberikan bimbingan, nasehat dan
saran yang berharga sejak awal pembuatan proposal, penelitian hingga akhir
penulisan skripsi ini.
x
3. Prof. Dr. Ir. Saleh Ali, M.Si, Prof. Dr. Ir. Didi Rukmana, M.S dan Ir. A.
Amrullah, M.Si selaku dosen penguji penulis yang telah memberikan banyak
saran dan kritikan demi penyempurnaan skripsi ini.
4. Panitia ujian sarjana, Dr. Ir. Rahmadanih, M. Si., panitia seminar proposal
dan hasil Ibu Ni Made Viantika, S.P., M.Agr yang telah menyempatkan
waktu memberikan kritik dan saran serta memberikan petunjuk dalam setiap
pelaksanaan seminar demi terselesaikannya tugas akhir ini.
5. Dr. Moh Hatta Jamil, S.P., M.S selaku ketua Departemen Sosial Ekonomi
Pertanian Universitas Hasanuddin yang telah banyak memberikan
pengetahuan, mengayomi dan memberikan teladan selama penulis
menempuh pendidikan.
6. Prof. Dr. Ir. Sumbangan Baja M.Phil selaku Dekan Fakultas Pertanian
Universitas Hasanuddin,
7. Seluruh Dosen Fakultas Pertanian terkhusus bagi seluruh dosen pada
Departemen Sosial Ekonomi Pertanian Universitas Hasanuddin, atas
segala ilmu yang telah diberikan selama penulis menempuh kegiatan
perkuliahan.
8. Seluruh Staf Tata Usaha Pak Ahmad, Pak Bahar, Kak Hera dan Kak Ima
yang bekerja di Departemen Sosial Ekonomi Pertanian prodi Agribisnis atas
segala bantuan administrasi dan doanya, serta kepada bagian akademik,
bagian kemahasiswaan, dan bagian perlengkapan Fakultas Pertanian atas
segala bantuan kegiatan administrasi dan perkuliahan.
xi
9. Teman seperjuangan penyelesaian rangkaian tugas akhir ini, mengurus
berkas-berkas skripsi dan banyak memberi bantuan dan dukungan mulai dari
seminar proposal hingga ujian akhir September Ceria, Sriyadi Nur, Muh.
Nasrul, Yusak Tellu Lembang, Rifaldo Gisna Bayu, Ricky Wijaya, A.
Muh. Yusuf B. dan Muh. Maulana Amir Serta Teman-teman Desember
Berkah Yang Merah Gelar sarjananya pada penghujung Tahun 2017 ini
Semoga ini Menjadi Akhir sekaligus Awal bagi kita untuk menggapai harapan
dan cita-cita kita, Amien.
10. Sahabat SPEKTA12, teman-teman seperjuangan di SOSEK Pertanian
Angkatan 2012 sejak maba hingga meraih gelar Sarjana Pertanian satu
persatu. Terima kasih telah berbagi canda, tawa, tangisan dan celaan yang
telah menyatukan kita, terima kasih telah menemani selama 5 tahun lebih
dalam menjalani kegiatan perkuliahan dan organisasi.
11. Teman-teman posko KKN UNHAS Gelombang 90, Desa Kanrung,
Kecamatan Sinjai Tengah, Kabupaten Sinjai, Reza, Hasna, Nova, Kenangan
bersama kalian selama kurang lebih 30 hari lamanya dalam satu atap tidak
akan pernah penulis lupakan.
12. Keluarga besar Mahasiswa Peminat Sosial Ekonomi Pertanian
(MISEKTA) Angkatan, terima kasih atas semua pengalaman dan
kebersamaan yang telah ditempuh bersama.
13. Kepada ibu Sekretaris yang telah mendampingi Penulis selama kurang lebih
lima tahun Nurul Fatimah Rusman, S.P. (Noe’Cu) dan Sekum andalan’cu
xii
Nur Fahyra, S.P. Serta Ketua Himpunanku Abang Rendy Reinhard A, S.P.
terimakasih atas segala saran dan doanya selama ini.
14. Keluarga besar Hamzy Group Kanda Moh Yasir Karim, S.Kel. Rahmawati
S.Kom, Moh Syawal, S.T., Dahniar Arsyad,S.S. Atika, S.Pd. terimaksih
atas semua kebersamaan, doa dan dukunganya selama ini.
15. Semua pihak yang tak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
membantu dalam penyusunan skripsi ini. Semoga Allah SWT membalas
kebaikan kalian.
16. Seluruh keluarga besarku yang namanya tak bisa kusebut satu persatu,
atas segala doa, dukungan dan bantuannya yang tiada henti demi
terselesainya penyusunan skripsi ini.
Akhirnya dengan penuh rasa haru dan hormat, sebagai ungkapan terima
kasih yang tak terhingga, skripsi ini penulis persembahkan kepada yang tercinta
ibunda Fauzih dan ayahanda Moh Najib Karim, S.Sos, serta kepada Adik terkasih
Syahrul Karim dan Mutiara Karim. Betapa hebatnya hidup penulis memililki
orangtua yang dengan kesabaran dan segala cinta kasih yang tulus mendidik dan
mendoakan penulis.
Terima kasih, Cinta dan hormatku seutuhnya untuk kalian.
Makassar, Oktober 2017
Abdurrahman Karim
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ......................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................... ii
SUSUNAN TIM PENGUJI .............................................................. iii
RINGKASAN .................................................................................. iv
ABSTRACT .................................................................................... v
RIWAYAT HIDUP PENULIS .......................................................... vi
KATA PENGANTAR ...................................................................... vii
UCAPAN TERIMA KASIH .............................................................. ix
DAFTAR ISI ................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL ............................................................................ xvi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................ xvii
I. PENDAHULUAN ...................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................... 1
1.2 Fokus Penelitian................................................................. 8
1.3 Perumusan Masalah .......................................................... 8
1.4 Tujuan Penelitian .............................................................. 9
1.5 Kegunaan........................................................................... 9
II. TINJAUAN PUSTAKA .............................................................. 15
2.1 KEBIJAKAN (Pertambangan, Pertanian, Lingkungan ........ 15
2.2 Lingkungan Petani ............................................................. 34
2.3 Pendekatan Fenomenologi ................................................ 45
2.3.1 Pengertian Fenomenologi ........................................... 45
2.3.2 Tokoh-Tokoh Fenomenologi ....................................... 47
2.3.3 Fenomenologi Sebagai Metode Ilmu ........................... 47
III. METODE PENELITIAN ........................................................ 59
3.1 Tempat dan Waktu ............................................................ 59
xiv
3.2 Metode Penelitian .............................................................. 59
3.3 Jenis dan Sumber Data ..................................................... 61
3.4 Metode Pengumpulan Data ............................................... 61
3.5 Teknik Analisis Data .......................................................... 64
IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN ................................. 66
4.1. Gambaran Umum Kondisi Daerah Kabupaten Morowali ..... 66
4.1.1. Letak Astronomi dan Geografis ................................. 66
4.1.2. Luas Wilayah ............................................................. 67
4.1.3. Pemerintahan ............................................................ 68
4.1.4. Kondisi Umum Pertanian Dan Pertambangan Kab.
Morowali .................................................................... 71
4.1.5. Kondisi Umum Pertanian Dan Pertambangan
Kabupaten Morowali
4.1.5.1. Struktur Ekonomi .......................................... 72
4.1.5.2. Pertumbuhan Ekonomi ................................. 74
4.1.5.3.Perkembangan PDRB Menurut Lapangan
Usaha (PERTANIAN, PERTAMBANGAN
dan INDUSTRI) ............................................. 76
1. Pertanian, Kehutanan dan Perikanan ............... 76
2. Pertambangan dan Penggalian ........................ 77
3. Industri Pengolahan ......................................... 78
4.1.6. KONDISI UMUM KECAMATAN BAHODOPI ............... 79
V. ANALISIS DAN DAMPAK KEBIJAKAN PERTAMBANGAN .... 90
5.1. Analisis Kebijakan Terkait Pertambangan .......................... 90
5.2. Analisis Dampak Implementasi Kebijakan Pertambangan ... 100
5.3.Dampak Pertambangan Terhadap Lingkungan Pertanian ... 115
xv
VI.RESPON DAN MAKNA BAGI PETANI TERHADAP
PERTAMBANGAN ..................................................................... 145
6.1. PERSEPSI DAN SIKAP PETANI ........................................ 147
6.1.1. Persepsi Terhadap Kondisi Lingkungan Hidup,
Sosial, dan Budaya dalam Tambang Nikel di
Bahodopi ................................................................... 147
6.1.1. Sikap Petani terhadap Kondisi Lingkungan Hidup,
Sosial, dan Budaya terkait Tambang Nikel di
Kecamatan Bahodopi ................................................ 156
6.2 Makna Implementasi Kebijakan Pertambangan Terhadap
Pertanian Bagi Petani......................................................... 173
6.3 Makna Dampak Pertambangan Terhadap Kehidupan
Petani ................................................................................ 188
VII. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................... 197
7.1. Kesimpulan ......................................................................... 197
7.2. Saran .................................................................................. 200
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................... 200
LAMPIRAN
xvi
D AF T AR T AB E L
No Teks Halaman
1. Luas Wilayah Menurut Kecamatan Bahodopi, Kabupaten
Morowali, 2016 ......................................................................... 68
2. Wilayah administrative Kabupaten Morowali berdasarkan Desa
Dan Kelurahan, 2016 ................................................................ 69
3. Jumlah anggota Dewan Berdasarkan Jenis Kelamin Kabupaten
Morowali, 2016 ......................................................................... 70
4. Jumlah Pegawai Negeri Menurut Dinas Kabupaten Morowali, 2016 71
5. Peranan PDRB Menurut Lapangan Usaha (Persen) 2011 - 2016 72
6. Laju pertumbuhan Riil Produk Domestik Regional Bruto,
Kabupaten Morowali, 2016 ......................................................... 76
7. Peranan Lapangan Usaha Terhadap PDRB Ketegori
Pertambangan Dan Penggalian (Persen), 2011 – 2015 .............. 77
8. Peranan Lapangan Usaha Terhadap PDRB Ketegori Industri
Pengolhan (Persen), 2011 – 2015 .............................................. 79
9. Statistik Topografi Dan Iklim Bahodopi ....................................... 80
10. Statistik Penduduk ...................................................................... 82
11. Statistik Pendidikan Bahodopi .................................................... 83
12. Statistik Kesehatan Bahodopi ..................................................... 84
13. Statistik Potensi Pertanian Bahodopi .......................................... 86
14. Statistik Potensi Perdagangan Dan Jasa Bahodopi .................... 87
xvii
D AF T AR G AM B AR
No Gambar Halaman
1. Skema Kerangka Pemikiran PETANI DI TENGAH TAMBANG
…………………………………… 58
2. Peta Kabupaten Morowali………………………………… 67
H 1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sektor pertanian masih memegang peranan penting bagi
perekonomian nasional. Hal tersebut dikarenakan beberapa alasan, pertama,
sektor pertanian merupakan sektor yang mendasari kehidupan setiap
masyarakat di Indonesia. Potensi dari sektor pertanian di Indonesia didukung
oleh ketersediaan sumber daya alam, serta kondisi iklim yang sangat baik
untuk bertani. Sehingga, sektor pertanian layak untuk dikembangkan secara
berkelanjutan demi kelangsungan hidup suatu bangsa. Permasalahan dalam
sektor pertanian yang dihadapi Indonesia saat ini begitu kompleks mulai dari
kebijakan, organisasi tani yang tidak berfungsi, modal, kepemilikan lahan,
teknologi dan informasi, serta tata niaga.
Permasalahan dalam pertanian saat ini begitu kompleks sehingga
perlu perhatian lebih dari pemerintah khususnya pemerintah daerah, namun
realitas dilapangan kita melihat bahwa banyak daerah atau wilayah yang
masyarakatnya mengalami masalah sosial tidak mendapat perhatian khusus
dari pemerintah.
Di Kecamatann Bahodopi, Kabupaten Morowali, Provinsi Sulawesi
Tengah, memiliki potensi yang besar apabila dikembangkan. saat ini sedang
terjadi kegiatan pengelolaan penambangan secara besar-besaran, disana
H 2
banyak perusahaan besar yang berdatangan untuk mengali kekayaan bumi
diwilayah yang kaya akan nikel ini. Kedatangan para pemburu hasil bumi
diwilayah yang kaya akan hasil pertanian dan hasil buminya ini (Nikel),
mendapatkan respon dari masyarakat khususnya petani, ada yang pro
terhadap kegiatan penambangan ini namun ada pula yang kontra terhadap
hal itu, mereka beranggapan bahwa kehadiran tambang di Daerah Morowali
akan berdampak positive bagi pertanian dan lingkungan disekitarnya.
Namun ada pula yang beranggapan bahwa kegiatan pertambangan akan
berdampak negative nantinya.
Dinamika yang terjadi ditengah masyarakat khususnya petani
terhadap pertambangan di Morowali akhirnya memaksa Kepala Daerah
sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin
pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah
otonom1, mengeluarkan peraturan daerah tentang rencana tata ruang
Kabupaten Morowali2 serta hal ini juga didukung dengan peraturan
pemerintah tentang pertambangan menegaskan bahwa penggunaan
kawasan hutan untuk kepentingan pertambangan dilakukan melalui
pemberian izin pinjam pakai oleh menteri dengan mempertimbangkan batas
luas wilayah dan jangka waktu tertentu serta kelestarian lingkungan. Kecuali,
1 Undang-undang No 23 Tahun 2014 tentang wewenang kepala daerah
2 Peraturan daerah Kabupaten Morowali Nomor 10 tahun 2012 Tentang Rencana tata ruang wilayah
Kabupaten Morowali Tahun 2012 – 2032
H 3
kawasan hutan lindung yang jelas-jelas dilarang untuk segala aktifitas
pertambangan3.
Kegitan pertambangan di Kabupaten Morowali tidak terlepas dari
peranan pemerintah daerah Morowali terutama dalam hal kebijakan atau
regulasi yang berlaku sehingga apabila merujuk paradigma kegiatan industri
pertambangan yang mengacu pada konsep pertambangan yang berwawasan
lingkungan dan berkelanjutan serta penerapan kawasan pertambangan yang
dapat memberikan manfaat yang diantaranya adalah meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, melaksanakan program pemberdayaan
masyarakat atau dikenal dengan Corporate Social Responsibility (CSR4),
studi kelayakan teknik, ekonomi, lingkungan (studi AMDAL), reklamasi dan
pengelolaan lingkungan, menciptakan kesempatam kerja, dan meningkatkan
pendapatan daerah.
Setelah UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan
Batubara terbit maka Izin Usaha Pertambangan (IUP)5 meledak di Indonesia.
Di Morowali, proses perizinan melalui kewenangan bupati terus berlanjut.
3 Baca Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2010
4 Tanggung jawab Sosial Perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR) adalah suatu konsep
bahwa organisasi, khususnya (namun bukan hanya) perusahaan memiliki berbagai bentuk tanggung jawab terhadap seluruh pemangku kepentingannya, yang di antaranya adalah konsumen, karyawan, pemegang saham, komunitas dan lingkungan dalam segala aspek operasional perusahaan yang mencakup aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan (KBBI). 5 Izin Usaha Pertambangan (IUP) adalah legalitas pengelolaan dan pengusahaan bahan galian yang
diperuntukkan bagi; badan usaha baik swasta nasional, maupun badan usaha asing, koperasi, dan perseorangan (UU No 4 tahun 2009).
H 4
Hadirnya perusahaan tambang ini kemudian sering menjadi topik
perbincangan semua pihak. Misalnya, 1) petani yang kini beralih profesi
sebagai pekerja (buruh) tambang, hal ini terjadi karena problem kesuburan
tanah yang berdampak pada kurangnya hasil pertanian. Begitu pula, terdapat
persoalan minimnya perhatian pemerintah dalam hal peningkatan mutu
pertanian seperti dengan pembuatan akses jalan tani, irigasi penunjang
persawahan serta introduksi6 teknologi pertanian. Harga pasca panen juga
menjadi bagian problem mendasar. Setelah musim panen tiba, harga turun,
namun ketika musim tanam, penawaran harga naik. Sehingga dengan hasil
panen rendah dan harga hasil panen murah, petani terus mengalami
kekurangan.
Topik lain yang menjadi perbincangan adalah 2) petani yang tidak
mendapatkan kesempatan untuk menjadi pekerja di perusahaan tambang; 3)
upah yang tidak layak bagi para pekerja; 4) perekrutan Tenaga Kerja Asing
dan Tenaga Kerja Indonesia (lokal), dll. Selain apa yang telah disebutkan di
atas, ada topik reklamasi pasca tambang yang tidak dilakukan oleh
perusahaan. Reklamasi pasca tambang pada dasarnya adalah usaha untuk
memperbaiki kondisi tanah setelah aktivitas pertambangan selesai.
Reklamasi pasca tambang penting menjadi perhatian khusus dari
berbagai pihak. Selain hal ini sudah pasti merusak lingkungan, ada hal-hal
6 Introduksi merupakan perbuatan memperkenalkan atau melancar-kan untuk pertama kali (KBBI)
H 5
penting lainnya yang perlu dilihat lebih dalam. Misalnya, areal-areal bekas
eksploitasi ketika kandungan mineralnya telah habis dikeruk, harus segera
dilakukan kegiatan reklamasi untuk menghindari kemungkinan-kemungkinan
yang berdampak pada bencana lingkungan, banjir dan longsor yang
membahayakan kehidupan masyarakat di lingkar tambang. Hadirnya
perusahaan tambang di Kabupaten Morowali mungkin di satu sisi berdampak
pada meningkatnya PAD (Pendapatan Asli Daerah) dari sektor sumber daya
alam mineral. Namun, di sisi lain juga perlu dilihat apakah kehadiran industri
ekstraktif berbasis tambang ini dapat meningkatkan kesejahteraan petani,
buruh dan masyarakat yang tinggal di sekitar tambang atau justru merugikan
mereka.
Sebelumnya, petani secara umum mengusahakan pertanian padi
sawah basah, perkebunan merica dan pala. Hal ini terjadi, misalnya, di Desa
Transmigrasi One Pute Jaya, Kec. Bahodopi. Setelah hadir dan
beroperasinya perusahaan-perusahaan tambang, sebagian lahan yang
tadinya merupakan sumber ekonomi petani kini telah menjadi areal
eksploitasi perusahaan tambang. Hal ini terjadi karena sebelumya petani
(pemilik tanah) telah melakukan proses jual beli tanah dengan perusahaan
tambang, yang dikenal dengan istilah “ganti rugi lahan.”7
7 Baca “Booming Nikel, MP3EI, dan Pembentukan Kelas Pekerja, Studi Perubahan Tata Guna Lahan
dan Pembentukan Kelas di Kabupaten Morowali” Oleh Sajogyo Institute
H 6
Setelah petani kehilangan tanah dan mendapatkan harga ganti rugi
lahan, hasilnya pun digunakan untuk membuat usaha-usaha kecil, misalnya
pembangunan rumah kos-kosan, yang pada saat itu memang memenuhi
kebutuhan tempat tinggal banyak para pekerja (buruh) tambang yang datang
dari daerah lain. Selain itu, ada juga sebagian petani yang menggunakan
hasil ganti rugi lahannya sebagai “uang muka” pembelian kendaraan berupa
mobil serta kendaraan roda dua (sepeda motor), bahkan ada yang sampai
memiliki dua kendaraan mobil dengan status angsuran setiap bulan berjalan.
Pasca kehilangan tanah dan tidak lagi mengusahakan pertanian, banyak
petani yang kemudian terintegrasi sebagai pekerja (buruh) tambang.
Singkatnya, kehidupan mereka menjadi bergantung pada perusahaan
tambang.8
Regulasi pemerintah tentang pertambangan juga ikut menambah
masalah yang ada. Di Kabupaten Morowali, terdapat 57 IUP (izin Usaha
Pertambangan) dengan 21 IUP berada dalam tahapan kegiatan Eksplorasi
dan 36 IUP pada tahapan Operasi Produksi yang tersebar di beberapa
Kecamatann, seperti; 1) Kec. Bahodopi, 2) Kec. Witaponda, 3) Bungku
H 7
Selatan, 4) Bungku Barat, 5) Bungku Tengah, 6) Menui Kepulauan, dan 7)
Bumi Raya. Total luas keseluruhan wilayahnya adalah 155.627 Ha.8
Namun, setelah keluarnya PP-RI (Peraturan Pemerintah Republik
Indonsesia) No. 1 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha
Pertambangan Mineral dan Batubara yang intinya adalah larangan bagi
perusahaan untuk melakukan ekspor bahan baku dalam bentuk mineral
mentah ke luar Indonesia, melainkan diharapkan untuk membangun
pabrik smelter (pengolahan dan pemurnian mineral), banyak perusahaan-
perusahaan tambang kecil yang memiliki IUP berhenti beroperasi. Karena
tidak mampu memenuhi memenuhi amanat regulasi tersebut9.
Perusahaan-perusahaan ini meninggalkan tumpukan ore yang telah
dikeruk, namun belum sempat diangkut. Selain itu, bekas-bekas areal
eksploitasi yang seharusnya diperbaiki (reklamasi pasca tambang)
ditinggalkan “menganga” begitu saja tanpa mengikuti aturan main yang telah
disediakan oleh Negara. Hal ini beri mplikasi pada kerusakan lingkungan.8
Selain itu, PP-RI ini juga secara tidak langsung mematikan usaha kecil
penduduk setempat. Pasalnya, bukan hanya perusahaan saja yang angkat
8 Lihat http://www.antarasulsel.com/berita/23921/pertambangan-nikel-sumbang-pad-morowali-rp5-
miliar.
9 Lihat Peraturan Mentri ESDM Repoblik Indonesia No. 07 Tahun 2014
H 8
kaki, tetapi juga para pekerja yang datang ikut meninggalkan kos-kosan yang
ditempati. Kendaraan-kendaraan yang sempat dimiliki pun ikut pergi, karena
banyak yang menunggak cicilan/angsuran bulanan. Fenomena
pertambangan yang terjadi di Kabupaten Morowali memberikan efek yang
cukup signifikan terhadap pertanian dan petani hal hingga akhirnya fenomena
ini memaksa terjadinya perubahan kebijakan pemeritah daerah terhadap
pertambangan dan pertanian.8
. Hal diatas bukan saja terjadi diwilayah Morowali, seperti penelitian
yang telah dilakukan oleh ; Bridget Bwalya Umar dengan judul Seasonal
challenges and opportunities for smallholder farmers in a mining
district of Zambia. Hasil dari penelitian ini yaitu ;“The study concludes that
consideration of locally important factors and the myriad ways in which they
interact to mediate farmers‟ decisions is an important consideration in any
development intervention aimed at addressing smallholder farmers‟
productivity challenges. The findings also point to the need to consider the
entire farming cycle when planning interventions, as bottlenecks at all major
phases of the farming cycle influence the decisions that are made at any one
point. In addition to this, wider policies and institutions also affect farming
households decisions and their choices about agricultural productivity
enhancing technologies. Yudhanto dengan judul “Strategi Perlawanan
Petani Tambang Tradisional Dalam Menjaga Kelangsungan Hidup Di
H 9
Tengah Rendahnya Imbal Jasa”, hasil dari penelitian ini yaitu strategi yang
diterapkan oleh petani tambang, untuk mecukupi kebutuhan produksi dan
rumah tangga petani, petani menempuh jalan penyesuaian-penyesuaian,
yang diwujudkan petani tambang melalui : Penjualan tanpa melalui KUD
Bogo Sasono, Penyulingan secara mandiri dan Pengurangan supply
tambang ke Pertamina. M. Hidayanto, Yossita F. dan M. Chary Septyadi
dengan Studi Optimalisasi Lahan Bekas Penambangan Batubara Untuk
Pengembangan Padi Di Kalimantan Timur hasil dari penelitian ini yaitu (1)
produktivitas hasil padi towuti yaitu sekitar 6 ton/ha, (2) hasil panen padi
towuti dari kawasan bekas penambangan batubara ini dapat diadobsi oleh
masyarakat sekitar, (3) model pengelolaan lahan dan tanaman terpadu lahan
bekas penambangan batubara potensial untuk pengembangan padi,
khususnya mendukung swasembada beras di Kalimantan Timur. Okripin
Depis “Perubahan Keluarga Petani Perempuan Sejak Suami Bekerja Di
Pertambangan Emas (Studi Di Nagari Padang Limau Sundai Kec. Sangir
Jujuan, Kab. Solok Selatan) Hasil penelitian ini yaitu terjadi berbagai
perubahan di dalam keluarga petani perempuan. Perubahan yang terjadi
seperti peningkatan pendapatan, bertambahnya peralatan rumah tangga,
serta gaya hidup yang berubah, dan budaya gotong royong yang mulai
memudar. Hal ini terjadi karena berubahnya pola mata pencaharian dari
pertanian ke pertambangan emas, dengan pengahasilan yang besar dari
H 10
sektor pertambangan dan ditunjang dengan pendapatan yang dihasilkan istri
(petani perempuan). Agus Sulaksono “Pengaruh Investasi dan Tenaga
Kerja Terhadap PDB Sektor Pertambangan Di Indonesia” hasil penelitian
ini yaitu investasi sektor pertambangan berpengaruh positif terhadap Produk
Domestik Regional Bruto Sektor Pertambangan Tanpa Migas. Tenaga kerja
sektor pertambangan berpengaruh positif terhadap Produk Domestik
Regional Bruto Sektor Pertambangan Tanpa Migas. Investasi dan tenaga
kerja sektor pertambangan bersama-sama berpengaruh positif terhadap
Produk Domestik Regional Bruto Sektor Pertambangan Tanpa Migas di
Indonesia. Linda Purba Ningrum dan Ardy Maulidy Navastara
“Pemanfaatan Lahan pada Lokasi Bekas Tambang Tanah Urug di
Kecamatan Ngoro, Mojokerto” Hasil penelitian ini yaitu kelas kemampuan
lahan pada lokasi bekas tambang tanah urug yang teridentifikasi memiliki
nilai kemampuan lahan yang cukup mampu untuk dimanfaatkan kembali.
Kemudian dari hasil pemilihan jenis pemanfaatan lahan, berdasarkan pilihan
stakeholder dan perbandingan dengan standar. Alternatif pemanfaatan lahan
pada lokasi bekas tambang tanah urug di Kecamatan Ngoro Mojokerto
adalah sebagai lokasi Wisata Outdoor. Ardiansyah dengan studi ; Mobilitas
Sosial Petani Karet Ke Pertambangan Emas Tanpa Izin Di Desa Koto
Tuo Kecamatan Batang Peranap Kabupaten Indragiri Hulu hasil
penelitian ini yaitu (1) mobilitas yang terjadi yaitu mobilitas sosial vertikal
H 11
(social climbing) yaitu dari petani karet ke pertambangan emas (2) faktor
utama yang mendorong mobilitas responden adalah kondisi sosial ekonomi
(3) Perpindahan pekerjaan mata pencaharian dari petani karet ke
pertambangan emas membawa peubahan terhadap ekonomi masyarakat
Dhita Ayudia Wulandari dengn judul Analisis Faktor Fundamental
Terhadap Harga Saham Industri Pertambangan Dan Pertanian Di BEI
hasil penelitian ini menunjukkan seluruh variabel independent berpengaruh
signifikan terhadap harga saham baik secara parsial maupun simultan.
Sedangkan pada industri pertanian hanya variabel EPS, PER, BVS, ROI,
PBV, DER, serta Beta yang berpengaruh signifikan terhadap harga saham
baik secara simultan maupun parsial. Penelitian oleh Semuel Risal, DB.
Paranoan, dan Suarta Djaja dengan judul Analisis Dampak Kebijakan
Pertambangan Terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Di
Kelurahan Makroman. Pertambangan batubara berdampak positif terhadap
perekonomian sebagaian kecil masyarakat di sekitar perusahaan yaitu
memberikan peluang kerja dan peluang usaha seperti warung makan,
warung sembako dan usaha kontarakan rumah. Tetapi di sisi lain,
pertambangan batubara membawa dampak negatif yang besar. Sebagian
besar lahan pertanian dialihfungsikan sebagai areal pertambangan
mengakibatkan sebagaian masyarakat kehilangan lahan sebagai sumber
kehidupan mereka antar generasi. Pertambangan tidak menjamin
H 12
kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat sebagaimana yang terjadi
Makroman. Bustami “Prioritas Aktivitas Pertanian, Industri dan
Pertambangan di Kabupaten Kulon Progo”, hasil penelitian menunjukkan
bahwa prioritas kriteria pengembangan dan prioritas alternatif pengembangan
aktivitas ekonomi. Kriteria pengembangan aktivitas ekonomi yaitu
infrastruktur pendukung, penyediaan lapangan kerja, kebijakan pemerintah,
peningkatan pajak, keterkaitan aktivitas dan nilai produk, dan yang pada
tahap selanjutnya dapat dijadikan sebagai dasar dalam menentukan prioritas
alternative pengembangan aktivitas ekonomi. Kesemua analisis-analisis
tersebut ditunjang pula oleh informasi yang diperoleh dari hasil kuesioner
aparat pemerintah yang akhir dari studi ini menghasilkan alternatif
pengembangan pertanian, kesimpulan dan rekomendasi bagi pemerintah
daerah Kabupaten Kulon Progo. Berdasarkan masalah diatas serta penelitian
yang telah dilakukan sebelumnya maka penulis mengambil judul “PETANI DI
TENGAH TAMBANG ; Studi Fenomenologi Tentang Efek Implementasi
Kebijakan Pertambangan Terhadap kehidupan Petani di Kabupaten
Morowali” (Studi Kasus Pada Kawasan Lingkar Tambang Kecamatan
Bahodopi Kabupaten Morowali).
1.2 Fokus Penelitian
Fokus penelitian yang diambil dengan mengkaji efek kebijakan
pertambangan sebagai suatu perubahan yang memiliki dampak terhadap
H 13
pertanian di Kecamatann Bahodopi, Kabupaten Morowali dalam konteks
sosial yaitu efek kebijakan pertambangan terhadap kehidupan petani.
Dengan demikian penelitian ini difokuskan pada apa yang menjadi
dampak/efek perubahan kebijakan pertambangan terhadap pertanian
khususnya lingkungan petani sendiri sehingga menimbulkan persepsi dan
perubahan prilaku dari petani.
1.3 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut:
1. Jelaskan bagaimana implementasi kebijakan pertambangan pada
kawasan lingkar tambang Kecamatan Bahodopi?
2. Apakah kegiatan pertambangan berdampak bagi kehidupan petani di
Kawasan Lingkar Tambang Kecamatan Bahodopi?
3. Bagaimana respon petani di Kawasan Lingkar Tambang Kecamatann
Bahodopi terhadap kegiatan pertambangan?
4. Apa makna bagi petani di kawasan Lingkar Tambang terhadap
kegiatan pengelolaan pertambangan?
Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah :
1. Mendeskripsikan implementasi kebijakan pertambangan pada
kawasan lingkar tambang Kecamatan Bahodopi.
H 14
2. Mendeskripsikan kegiatan pertambangan berdampak bagi kehidupan
petani di Kawasan Lingkar Tambang Kecamatan Bahodopi.
3. Mendeskripsikan respon petani di Kawasan Lingkar Tambang
Kecamatann Bahodopi terhadap kegiatan pertambangan.
4. Mendeskripsikan makna bagi petani di kawasan Lingkar Tambang
terhadap kegiatan pengelolaan pertambangan.
1.5 Kegunaan
Adapun kegunaan yang diharapkan dalam penelitian ini adalah ;
1. Sebagai bahan pertimbangan dan bahan informasi bagi pemerintah
daerah Kabupaten Morowali, Provinsi Sulawesi Tengah dalam
menentukan arah Kebijakanya,
2. Sebagai bahan pertimbangan bagi masyarakat Morowali Khususnya
Petani di kawasan lingkar tambang petani dalam menanggapi setiap
masalah ataupun fenomena yang terjadi disekitarnya serta,
3. Sebagai bahan masukan bagi penelitian selanjutnya.
H 15
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 KEBIJAKAN (Pertambangan, Pertanian, Lingkungan Hidup, Tata
Ruang/Ruang Terbuka Hijau)
Islami (2009) dalam Suandi (2010), mengatakan bahwa kebijakan
harus dibedakan dengan kebijaksanaan. “Policy” diterjemahkan dengan
kebijakan yang berbeda artinya dengan “wisdom” yang artinya
kebijaksanaan. Pengertian kebijaksanaan memerlukan pertimbangan-
pertimbangan lebih jauh lagi, sedangkan kebijakan mencakup aturan-aturan
yang ada didalamnya. Masih banyak kesalahan pemahaman maupun
kesalahan konsepsi tentang kebijakan. Beberapa orang menyebut policy
dalam sebutan ”kebijaksanaan”, yang maknanya sangat berbeda dengan
kebijakan. Istilah kebijaksanaan adalah kearifan yang dimiliki oleh seseorang,
sedangkan kebijakan adalah aturan tertulis hasil keputusan formal organisasi.
Contoh kebijakan adalah: (1) Undang-Undang, (2) Peraturan Pemerintah, (3)
Keppres, (4) Kepmen, (5) Perda, (6) Keputusan Bupati, dan (7) Keputusan
Direktur. Setiap kebijakan yang dicontohkan di sini adalah bersifat mengikat
dan wajib dilaksanakan oleh obyek kebijakan. Dalam hal ini ruang lingkup
kebijakan dapat bersifat makro, meso, dan mikro.
H 16
Kebijakan dilihat dari segi istilahnya menunjukkan pengertian yang
sifatnya tetap, serta melekat pada seseorang, yang tidak berubah kecuali
karena adanya sebab untuk perkembangan. Oleh karena itu kebijakan
merupakan pengertian yang statis (static concept) (Soenarko, 2000).
Agustino (2008) mendefinisikan kebijakan sebagai serangkaian
tindakan/kegiatan yang diusulkan seseorang, kelompok atau pemerintah
dalam suatu lingkungan tertentu dimana terdapat hambatan-hambatan
(kesulitan-kesulitan) dan kesempatan-kesempatan terhadap pelaksanaan
usulan kebijaksanaan tersebut dalam rangka mencapai tujuan tertentu.
Pendapat ini juga menunjukan bahwa ide kebijakan melibatkan perilaku yang
memiliki maksud dan tujuan merupakan bagian yang penting dari definisi
kebijakan, karena bagaimanapun kebijakan harus menunjukan apa yang
sesungguhnya dikerjakan daripada apa yang diusulkan dalam beberapa
kegiatan pada suatu masalah.
Anderson (2006) dalam Islamy (2009) mengungkapkan bahwa
kebijakan adalah serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang
diikuti dan dilaksanakan oleh seorang pelaku atau sekelompok pelaku guna
memecahkan suatu masalah tertentu.
Istilah kebijakan atau sebagian orang mengistilahkan kebijaksanaan
seringkali disamakan pengertiannya dengan policy. Hal tersebut barangkali
dikarenakan sampai saat ini belum diketahui terjemahan yang tepat istilah
H 17
policy ke dalam Bahasa Indonesia. Menurut Hoogerwerf dalam Sjahrir pada
hakekatnya pengertian kebijakan adalah semacam jawaban terhadap suatu
masalah, upaya untuk memecahkan, mengurangi, mencegah suatu masalah
dengan cara tertentu, yaitu dengan tindakan yang terarah Hoogerwerf
dalam Sjahrir 1988: 66.
Berdasarkan beberapa pengertian tentang kebijakan yang telah
dikemukakan oleh para ilmuwan tersebut, kiranya dapatlah ditarik kesimpulan
bahwa pada hakekatnya studi tentang policy (kebijakan) mencakup
pertanyaan : what, why, who, where, dan how. Semua pertanyaan itu
menyangkut tentang masalah yang dihadapi lembaga lembaga yang
mengambil keputusan yang menyangkut; isi, cara atau prosedur yang
ditentukan, strategi, waktu keputusan itu diambil dan dilaksanakan.
Menurut UU Minerba No.4 Tahun 2009, pertambangan adalah
sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian,
pengelolaan dan pengusahaan mineral atau nikel yang meliputi penyelidikan
umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan
dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pasca-tambang.
Dalam Undang-Undang Minerba pasal 1 No 4 tahun 2009 dijelaskan
yang dimaksud dengan:
1. Pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam
rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau
H 18
batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi
kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian,
pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pascatambang.
2. Mineral adalah senyawa anorganik yang terbentuk di alam, yang
memiliki sifat fisik dan kimia tertentu serta susunan kristal teratur atau
gabungannya yang membentuk batuan, baik dalam bentuk lepas atau
padu.
3. Batubara adalah endapan senyawa organik karbonan yang terbentuk
secara alamiah dari sisa tumbuh-tumbuhan.
4. Pertambangan Mineral adalah pertambangan kumpulan mineral yang
berupa bijih atau batuan, di luar panas bumi, minyak dan gas bumi,
serta air tanah.
5. Pertambangan Batubara adalah pertambangan endapan karbon
yang terdapat di dalam bumi, termasuk bitumen padat, gambut, dan
batuan aspal.
6. Usaha Pertambangan adalah kegiatan dalam rangka pengusahaan
mineral atau batubara yang meliputi tahapan kegiatan penyelidikan
umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan,
pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta
pascatambang.
H 19
7. Izin Usaha Pertambangan, yang selanjutnya disebut IUP, adalah izin
untuk melaksanakan usaha pertambangan.
8. IUP Eksplorasi adalah izin usaha yang diberikan untuk melakukan
tahapan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, dan studi kelayakan.
9. IUP Operasi Produksi adalah izin usaha yang diberikan setelah
selesai pelaksanaan IUP Eksplorasi untuk melakukan tahapan
kegiatan operasi produksi.
10. Izin Pertambangan Rakyat, yang selanjutnya disebut IPR, adalah izin
untuk melaksanakan usaha pertambangan dalam wilayah
pertambangan rakyat dengan luas wilayah dan investasi terbatas.
11. Izin Usaha Pertambangan Khusus, yang selanjutnya disebut dengan
IUPK, adalah izin untuk melaksanakan usaha pertambangan di
wilayah izin usaha pertambangan khusus.
12. IUPK Eksplorasi adalah izin usaha yang diberikan untuk melakukan
tahapan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, dan studi kelayakan
di wilayah izin usaha pertambangan khusus.
13. IUPK Operasi Produksi adalah izin usaha yang diberikan setelah
selesai pelaksanaan IUPK Eksplorasi untuk melakukan tahapan
kegiatan operasi produksi di wilayah izin usaha pertambangan khusus.
14. Penyelidikan Umum adalah tahapan kegiatan pertambangan untuk
mengetahui kondisi geologi regional dan indikasi adanya mineralisasi.
H 20
15. Eksplorasi adalah tahapan kegiatan usaha pertambangan untuk
memperoleh informasi secara terperinci dan teliti tentang lokasi,
bentuk, dimensi, sebaran, kualitas dan sumber daya terukur dari
bahan galian, serta informasi mengenai lingkungan sosial dan
lingkungan hidup.
16. Studi Kelayakan adalah tahapan kegiatan usaha pertambangan untuk
memperoleh informasi secara rinci seluruh aspek yang berkaitan untuk
menentukan kelayakan ekonomis dan teknis usaha pertambangan,
termasuk analisis mengenai dampak lingkungan serta perencanaan
pasca tambang.
17. Operasi Produksi adalah tahapan kegiatan usaha pertambangan
yang meliputi konstruksi, penambangan, pengolahan, pemurnian,
termasuk pengangkutan dan penjualan, serta sarana pengendalian
dampak lingkungan sesuai dengan hasil studi kelayakan.
18. Konstruksi adalah kegiatan usaha pertambangan untuk melakukan
pembangunan seluruh fasilitas operasi produksi, termasuk
pengendalian dampak lingkungan.
19. Penambangan adalah bagian kegiatan usaha pertambangan untuk
memproduksi mineral dan/atau batubara dan mineral ikutannya.
H 21
20. Pengolahan dan Pemurnian adalah kegiatan usaha pertambangan
untuk meningkatkan mutu mineral dan/atau batubara serta untuk
memanfaatkan dan memperoleh mineral ikutan.
21. Pengangkutan adalah kegiatan usaha pertambangan untuk
memindahkan mineral dan/atau batubara dari daerah tambang dan
atau tempat pengolahan dan pemurnian sampai tempat penyerahan.
22. Penjualan adalah kegiatan usaha pertambangan untuk menjual hasil
pertambangan mineral atau batubara.
23. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, yang selanjutnya disebut
amdal, adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu
usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup
yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang
penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.
24. Reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan sepanjang tahapan usaha
pertambangan untuk menata, memulihkan, dan memperbaiki kualitas
lingkungan dan ekosistem agar dapat berfungsi kembali sesuai
peruntukannya.
25. Kegiatan pascatambang, yang selanjutnya disebut pasca tambang,
adalah kegiatan terencana, sistematis, dan berlanjut setelah akhir
sebagian atau seluruh kegiatan usaha pertambangan untuk
H 22
memulihkan fungsi lingkungan alam dan fungsi sosial menurut kondisi
lokal di seluruh wilayah penambangan.
26. Pemberdayaan Masyarakat adalah usaha untuk meningkatkan
kemampuan masyarakat, baik secara individual maupun kolektif, agar
menjadi lebih baik tingkat kehidupannya.
27. Wilayah Pertambangan, yang selanjutnya disebut WP, adalah
wilayah yang memiliki potensi mineral dan/atau batubara dan tidak
terikat dengan batasan administrasi pemerintahan yang merupakan
bagian dari tata ruang nasional
Dalam pasal 33 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945
mengamanatkan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besar untuk
kemakmuran rakyat. Amanat UUD 1945 ini merupakan landasan
pembangunan pertambangan dan energi untuk memanfaatkan potensi
kekayaan sumberdaya alam mineral dan energi yang dimiliki secara optimal
dalam mendukung pembangunan nasional yang berkelanjutan
Terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) No. 1 Tahun 2014 tentang
Perubahan Kedua PP No. 23 Tahun 2010 tentang Kegiatan Usaha
Pertambangan Mineral dan Batubara atau biasa yang dikenal dengan
Larangan Ekspor Mineral Mentah memiliki persoalan tersendiri bagi
perekonomian daerah. Pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
H 23
Nomor 23 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan
Mineral Dan Batubara dijelaskan bahwa Sebelum dilakukan pelelangan
WIUP mineral logam atau batubara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
ayat (3), Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya mengumumkan secara terbuka WIUP yang akan dilelang
kepada badan usaha, koperasi, atau perseorangan dalam jangka waktu
paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum pelaksanaan lelang.
Jika kita mundur kebelakang kegitan pengelolaan tambang diindonesia
sebenarnya sudah lama dilakukan. Pada tahun 1852 Pemerintah Hindia
Belanda mendirikan jawatan pertambangan atau “Dienst van het Mijnwezen”.
Tugas jawatan ini adalah melakukan eksplorasi geologi pertambangan
dibeberapa daerah untuk kepentingan pemerintah Hindia Belanda. Hasil
penemuannya antara lain endapan batubaral Ombilin Sumatera Barat (1866),
namun baru berhasil ditambang oleh Pemerintah Hindia Belanda pada tahun
1891 (Sigit, 1996).
Pada tahun 1899, Pemerintah Hindia Belanda mengundangkan
Pertambangan Hindia Belanda yang dikenal dengan Indische Mijnwet
(Staatblad / buku undang-undang 1899 - 214). Indische Mijnwet hanya
mengatur mengenai penggolongan bahan galian dan pengusahaan
pertambangan (Sigit, 1996).
H 24
Pada masa ini yang boleh memperoleh konsensi (hak pertambangan)
dan lisensi (izin pertambangan) hanyalah mereka yang tunduk kepada
Hukum Barat dan perusahaan-perusahaan yang telah didaftar di negeri
Belanda dan Hindia Belada. Dengan demikian sejak semula hanyalah orang-
orang asing (bukan pribumi) yang berkecimpung dalam usaha pertambangan
baik usaha perminyakan maupun pertambangan umum (Saleng, 2007).
Kekuasaan Pemerintah Hindia Belanda atas Indonesia berakhir pada
tanggal 8 Maret 1942 dimana Pemerintah Hindia Belanda menyerah kepada
Jepang. Selama masa pendudukan Jepang, Indische Mijnwet 1899 praktis
tidak jalan, sebab semua kebijakan mengenai pertambangan berada
ditangan Komando Militer Jepang yang disesuaikan dengan situasi perang.
Meskipun Jepang hanya menjajah Indonesia dalam waktu 3 (tiga) tahun,
Jepang telah berhasil mengembangkan potensi pertambangan Indonesia.
Pada tahun 1960 Pemerintah menerbitkan suatu peraturan mengenai
pertambangan yang diundangkan sebagai Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang yang kemudian menjadi Undang-Undang No. 37 Prp.
Tahun 1960 tentang Pertambangan yang lebih dikenal dengan Undang-
Undang Pertambangan 1960. Undang-Undang ini mengakhiri berlakunya
Indische Mijnwet 1899 yang tidak selaras dengan cita-cita kepentingan
nasional dan merupakan Undang-Undang Pertambangan nasional yang
pertama. Dan pada tahun 1967 lahir Undang-Undang Nomor 11 Tahun
H 25
1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan sebagai
undang-undang pertambangan baru. Salah satu prinsip pokoknya adalah
penguasaan sumber daya alam oleh Negara sesuai dengan Pasal 33 UUD
1945, dimana negara menguasai semua sumber daya alam sepenuh-
penuhnya untuk kepentingan Negara dan kemakmuran rakyat. Setelah
hampir selama lebih kurang empat dasawarsa sejak diberlakukannya
Undang-Undang nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan
Pokok pertambangan, maka lahirlah undang-undang yang mengatur lebih
spesifik tentang pertambangan mineral dan nikel, yaitu Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Nikel. Lahirnya
Undang-Undang ini disebabkan Undang-Undang yang berlaku sebelumnya,
materi muatannya bersifat sentralistik dan sudah tidak sesuai dengan
perkembangan situasi sekarang dan tantangan dimasa depan. Menurut
Penjelasan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009, UU tersebut
mengandung pokok-pokok pikiran sebagai berikut: 1) mineral dan nikel
sebagai sumber daya yang tak terbarukan dikuasai oleh Negara dan
pengembangan serta pendayagunaannya dilaksanakan oleh Pemerintah dan
Pemerintah Daerah bersama dengan pelaku usaha; 2) pemerintah
selanjutnya memberikan kesempatan kepada badan usaha yang berbadan
hukum Indonesia, koperasi, perseorangan, maupun masyarakat setempat
untuk melakukan pengusahaan mineral dan nikel berdasarkan izin, yang
H 26
sejalan dengan otonomi daerah, diberikan oleh Pemerintah dan/atau
Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya masing-masing: 3)
dalam rangka penyelenggaraan desentralisasi dan otonomi daerah,
pengelolaan pertambangan mineral dan nikel dilaksanakan berdasarkan
prinsip eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi yang melibatkan Pemerintah
dan Pemerintah Daerah; 4) usaha pertambangan harus memberi manfaat
ekonomi dan sosial bagi kesejahteraan rakyat Indonesia; 5) usaha
pertambangan harus dapat mempercepat pengembangan wilayah dan
mendorong kegiatan ekonomi masyarakat/pengusaha kecil dan menengah
serta mendorong tumbuhnya industri penunjang pertambangan; 6) dalam
rangka terciptanya pembangunan berkelanjutan, kegiatan usaha
pertambangan harus dilaksanakan dengan memperhatikan prinsip
lingkungan hidup, transparansi dan partisipasi masyarakat. Sejarah
pengaturan pertambangan sejak masa penjajahan Belanda hingga terbitnya
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009, tidak memberikan dampak
kesejahteraan terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Pada zaman
penjajahan Belanda, semua hasil kekayaan alam Indonesia yang dikelolah
dan dikuasai oleh penjajah, di bawa ke negara Belanda untuk membangun
negaranya sendiri. Hal serupa terjadi sampai saat ini, bahwa kekayaan alam
yang telah dikuasai negara sejak masa kemerdekaan Indonesai telah dikeruk
habis-habisan yang lebih menguntungkan pemilik modal swasta dan asing
H 27
dan mengabaikan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang ada diatas
areal pertambangan yang diekploitasi setelah memperoleh izin dari
pemerintah.
Kebijakan pertanian ada segala bentuk aturan yang dikeluarkan demi
kalangsungan dan kelancaran kegitan pengelolaan pertanian yang
berdasarkan aturan yang ada serta tidak bertentangan dengan aturan lainya.
Dalam mengkaji kebijakan pertanian ada beberapa aspek yang perlu
diperhatikan yaitu Faktor produksi, petani, lingkungan hidup (Agro-
ekosistem), Pertanian adalah kegiatan mengelola sumber daya alam hayati
dengan bantuan teknologi, modal, tenaga kerja, dan manajemen untuk
menghasilkan Komoditas Pertanian yang mencakup tanaman pangan,
hortikultura, perkebunan, dan/atau peternakan dalam suatu agroekosistem.
Petani adalah warga negara Indonesia perseorangan dan/atau beserta
keluarganya yang melakukan Usaha Tani di bidang tanaman pangan,
hortikultura, perkebunan, dan/atau peternakan10
Pada PP-RI nomor 6 tahun 1995 tentang perlindungan tanaman
bab 1, pasal 4 menjelaskan bahwa Perlindungan tanaman dilaksanakan
dengan menggunakan sarana dan cara yang tidak mengganggu kesehatan
10
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2013 Tentang Perlindungan Dan Pemberdayaan Petani Bab 1, Pasal 1.
H 28
dan atau mengancam keselamatan manusia, menimbulkan gangguan dan
kerusakan sumberdaya alam dan atau lingkungan hidup.
Dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi
Sumber Daya Alam Hayati Dan Ekosistemnya dalam Pasal 2 Pasal 3
Pasal 4 dan Pasal 7 menerangkan bahwa Konservasi sumber daya alam
hayati dan ekosistemnya berasaskan pelestarian kemampuan dan
pemanfaatan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya secara serasi dan
seimbang. Konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya bertujuan
mengusahakan terwujudnya kelestarian sumber daya alam hayati serta
keseimbangan ekosistemnya sehingga dapat lebih mendukung upaya
peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia.
Konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya merupakan
tanggung jawab dan kewajiban Pemerintah serta masyarakat. Perlindungan
sistem penyangga kehidupan ditujukan bagi terpeliharanya proses ekologis
yang menunjang kelangsungan kehidupan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia.
Menurut Emil Salim, lingkungan hidup diartikan sebagai benda,
kondisi, keadaan dan pengaruh yang terdapat dalam ruang yang kita tempati
dan mempengaruhi hal yang hidup termasuk kehidupan manusia. Definisi
lingkungan hidup menurut Emil Salim dapat dikatakan cukup luas. Apabila
batasan tersebut disederhanakan, ruang lingkungan hidup dibatasi oleh
H 29
faktor-faktor yang dapat dijangkau manusia, misalnya faktor alam, politik,
ekonomi dan sosial emil (Salim, 1990).
bahwa lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan hak asasi
setiap warga negara Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 28H
Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, bahwa
pembangunan ekonomi nasional sebagaimana diamanatkan oleh Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 diselenggarakan
prinsip pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Perubahan
paradigma pembangunan di Indonesia diawali dengan berlakunya Undang-
undang Nomor 4 Tahun 1882 tentang Pokok-pokok Lingkungan Hidup, yang
memberikan pedoman sehingga muncul pemahaman yang jelas dan
seragam antar para pemangku kepentingan mengenai lingkungan hidup.
Undang-undang ini kemudian berkembang menjadi Undang- Undang
Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang
memberikan arahan untuk kegiatan pengelolaan lingkungan hidup di
Indonesia. Kemudian kebijakan tentang pengelolaan lingkungan hidup di
Indonesia mengalami perubahan dengan dikeluarkannya Undang-undang
Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup. Keluarnya Undang-undang ini adalah karena dirasakan kerusakan
lingkungan makin menjadi, sehingga perlu dikeluarkan sebuah kebijakan
H 30
yang tidak hanya mengharuskan pengelolaan lingkungan akan tetapi juga
perlindungan terhadap lingkungan. Inti dikeluarkannya
Kegiatan penambangan mengakibatkan munculnya banyak
permasalahan lingkungan. Salah satu masalah yang timbul akibat kegiatan
penambangan adalah dilakukannya penambangan kapur di kawasan karst,
sebagaimana dilaporkan dalam hasil penelitian Suhartadi (2009) dan
Wuspada (2012). Suhartadi menulis tentang “Evaluasi Pengelolaan
Lingkungan Kegiatan Penambangan Batu Kapur PT. Sinar Alfa Fortuna
(NAF) di Rembang”, sementara Wuspada menulis “Implementasi Kebijakan
Pelarangan Penambangan di Kawasan Karst Kabupaten Gunung Kidul”.
Untuk mengarahkan pembangunan di Kabupaten Morowali, dengan
memanfaatkan ruang wilayah secara berdaya guna, berhasil guna, serasi,
selaras, seimbang, dan berkelanjutan dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan masyarakat dan pertahanan keamanan, berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 perlu disusun rencana tata ruang wilayah. Dalam rangka mewujudkan
keterpaduan pembangunan antar sektor, daerah, dan masyarakat maka
rencana tata ruang wilayah merupakan arahan lokasi investasi pembangunan
yang dilaksanakan pemerintah, masyarakat, dan/atau dunia usaha. Dengan
ditetapkannya Undang-Undang No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang
dan Peraturan Pemerintah No.26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang
H 31
Wilayah Nasional, maka perlu penjabaran ke dalam Rencana Tata Ruang
Wilayah Kabupaten. Berdasarkan pertimbangan sebagaimana diatas maka
perlu menetapkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Morowali
dengan Peraturan Daerah. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 perubahan kedua; Undang-undang Nomor
51 tahun 1999 tentang pembentukkan Kabupaten Buol, Kabupaten Morowali,
dan Kabupaten Banggai Kepulauan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1999 Nomor 179, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3900) sebagaimana telah diubah dan disempurnakan dengan
Undang-undang Nomor 11 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2000 Nomor 223; Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3966); Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437)
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4844); Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007
tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);
H 32
Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor
48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4833);
Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan
Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor
21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5103);
Peraturan Pemerintah Nomor 68 tahun 2010 tentang Bentuk dan Tata Cara
Peran Masyarakat dalam Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik
Indonesia tahun 2010 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5160).
Menurut Dye (1981) dan Anderson (1984), semua bentuk manfaat
dan biaya kebijakan, baik yang langsung maupun yang akan datang, harus
diukur dalam bentuk efek simbolis atau efek nyata yang ditimbulkan.
Berdasarkan berbagai definisi para ahli, dapat disimpulkan bahwa dampak
kebijakan pertambangan adalah suatu perubahan yang terjadi sebagai akibat
dari ketetapan pemerintah yang dilakukan secara sadar dan terencana, untuk
mengelolah mineral nikel dan hasil bumi lainnya yang ada diperut bumi.
Hadirnya perusahaan pertambangan menjadi magnet bagi arus masuknya
migrasi baru ke suatu daerah.
Asumsi ekonomi bahwa tumbuh suburnya investasi pertambangan di
Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah, secara otomatis akan meningkatkan
H 33
nilai tukar masyarakat, ternyata tidak demikian. Hal ini diungkapkan oleh
Andika, peneliti muda asal Sulawesi Tengah, dalam sebuah laporan berjudul
Booming Nikel, MP3EI, dan Pembentukan Kelas Pekerja, Studi
Perubahan Tata Guna Lahan dan Pembentukan Kelas di Kabupaten
Morowali. Laporan ini dituliskan dalam kertas kerja yang diterbitkan oleh
Sajogyo Institute11. Dalam penelitiannya itu Andika menyebutkan bahwa
Anwar Hafid sebagai bupati periode 2008-2012, lalu kini terpilih lagi untuk
periode 2013-2017, menggalakkan kampanye program politiknya. Visi itu
adalah “Morowali Kabupaten Agrobisnis (Si‟E12) Tahun 2012.” Pengertian
Si‟E diambil dari kata bahasa daerah dua etnis terbesar di Kabupaten
Morowali yaitu etnis To Bungku dan To Mori13, yang keduanya memberikan
arti dan makna kata Si‟E adalah “lumbung pangan/beras atau bangunan
tempat penyimpanan beras”. Dengan demikian Si‟E juga dimaknai sebagai
simbol kemakmuran bagi suatu daerah oleh orang-orang Morowali pada
umumnya. “Tetapi faktanya, janji perbaikan kondisi pertanian dan perikanan
dalam program Si‟E, tak pernah terealisasi. Namun yang terjadi justru lahan-
lahan pertanian semakin masif dialih fungsi menjadi blok-blok produksi
11
Sajogyo Institute adalah Pusat Studi dan Dokumentasi Agraria Indonesia. Lembaga yang didirikan pada tanggal 10 Maret 2005 ini bergerak dalam produksi dan layanan pengetahuan untuk kemajuan gerakan sosial dan perbaikan kebijakan agraria, dan pembangunan pedesaan di Indonesia. 12
Si’E dalam bahasa bungku yaitu “Salufuno ina’ao Engkeno” yang berarti semuanya tersimpan didalam dirinya (Yasir) 13
Suku terbesar di Kabupaten Morowali yang menduduki dan tersebar di sebahagian besar wilayah kabupaten morowali (ibid).
H 34
komoditi nikel”. Hingga akhirnya saat ini para pemburu nikel datang untuk
melancarkan usaha pertambanganya ditanah yang katanya akan dijadikan
sebagai lumbung pangan ini.14
2.2 Lingkungan Petani
Petani adalah seseorang yang bergerak di bidang bisnis pertanian
utamanya dengan cara melakukan pengelolaan tanah dengan tujuan untuk
menumbuhkan dan memelihara tanaman (seperti padi, bunga, buah dan lain
lain), dengan harapan untuk memperoleh hasil dari tanaman tersebut untuk
digunakan sendiri ataupun menjualnya kepada orang lain (Wikipedia. 2016.
Petani. Diakses dari http://id.wikipedia.org).
Pengertian petani dapat di definisikan sebagai pekerjan pemanfaatan
sumber daya hayati yang dilakukan manusia untuk menghasilkan bahan
pangan, bahan baku industri, atau sumber energi, serta untuk mengelola
lingkungan hidupnya guna memenuhi kebutuhan hidup dengan mengunakan
peralatan yang bersifat tradisional dan modern. Secara umum pengertian dari
pertanian adalah suatu kegiatan manusia yang termasuk di dalamnya yaitu
bercocok tanam, peternakan, perikanan dan juga kehutanan. Petani dalam
pengertian yang luas mencakup semua usaha kegiatan yang melibatkan
pemanfaatan makhluk hidup (termasuk tanaman, hewan, dan mikroba) untuk
14
Baca “Booming Nikel, MP3EI, dan Pembentukan Kelas Pekerja, Studi Perubahan Tata Guna Lahan dan Pembentukan Kelas di Kabupaten Morowali” Oleh Sajogyo Institute.
H 35
kepentingan manusia. Dalam arti sempit, petani juga diartikan sebagai
kegiatan pemanfaatan sebidang lahan untuk membudidayakan jenis tanaman
tertentu, terutama yang bersifat semusim
Dari rumusan pengertian petani yang dikemukakan di atas maka dapat
diartikan bahwa petani adalah orang yang mata pencahariannya bercocok
tanam dengan melakukan pengelolaan tanah dengan tujuan untuk
menumbuhkan dan memelihara tanaman (seperti padi, bunga, buah dan lain
lain), dengan harapan untuk memperoleh hasil dari tanaman tersebut untuk
digunakan sendiri ataupun menjualnya kepada orang lain.
Terdapat tiga golongan petani yaitu petani berlahan sempit yaitu
golongan pemilik-penyewa penggarap, pemilik penggarap dan penyewa
penggarap serta dua golongan petani berlahan luas yaitu golongan pemilik-
penyewa penggarap dan pemilik penggarap. Kendala utama bagi usaha tani
lahan luas golongan pemilik-penyewa adalah modal sedangkan untuk
golongan pemilik penggarap adalah biaya pupuk kandang. Harga bayangan
dari setiap kendala atau sumberdaya langka tersebut menunjukkan bila
menambah ketersediaan sumberdaya tersebut satu rupiah akan
mendatangkan pendapatan sebesar harga bayangannya (shadow price).
Analisis sensitivitas menunjukkan batasan perubahan dari harga dan biaya
agar tidak merubah keadaan optimal Yuningsih. 1999. Analisis Optimalisasi
H 36
Pendapatan Usaha Tani Pada Keragaman Jenis Usaha Petani. Diakses dari
http://repository.ipb.ac.id
Pertanyaan kita sekarang, bagaimanakah wujud dari “orang-orang
yang dikategorikan bekerja di sektor pertanian” tersebut di atas, apakah
mereka itu petani?. Bagaimanakah konsep kita tentang petani itu sendiri?.
Kalaupun mereka dikategorikan sebagai petani, apakah mereka sepenuhnya
mencurahkan waktunya hanya untuk kegiatan pertanian dan penghasilannya
hanya berasal dari pertanian?. Konsep ini perlu kita kritisi, karena menurut
penulis salah satu hal yang menghambat pengembangan kegiatan pertanian
selama ini adalah karena kurang jelasnya batasan kita tentang petani itu
sendiri, sebagai kelompok sasaran dari kegiatan Departemen Pertanian.
Selain itu, kejelasan tentang batasan petani dan kelompok mata pencaharian
lainnya ini menjadi penting, karena selama ini telah terjadi kerancuan dalam
melihat persoalan masyarakat pedesaan dan pertanian pada umumnya. Bila
orang berbicara tentang pedesaan banyak di ataranya langsung
mengasosiasikannya dengan petani. Seakan-akan seluruh masyarakat desa
adalah petani dan persoalan mereka melulu hanya masalah pertanian. Hal ini
juga tercermin dari sikap para pengambil kebijakan di negeri ini, ketika
berbicara tentang revitalisasi pedesan dan pertanian yang tampil hanya
mereka dari departemen teknis yang terkait dengan petani seperti pertanian,
kelautan dan kehutanan. Akibat dari cara pandang di atas, upaya
H 37
pengembangan masyarakat desa selama ini seakan hanya menjadi tanggung
jawab departemen teknis yang terkait dengan persoalan pertanian dalam arti
luas. Celakanya lagi, program yang diluncurkan oleh berbagai departemen
tersebut lebih banyak bersifatteknis dan parsial. Semua cenderung berkerja
sendiri-sendiri dan masih dominan pada upaya peningkatan produksi melalui
berbagai rekayasa teknologi dan kelembagaan. Padahal banyak persoalan
yang dihadapi masyarakat desa justru berada di luar kegiatan teknis produksi
pertanian. Seperti yang dihadapi masyarakat tani (petani) di Kabupaten
Morowali, khususnya di Kecamatann Bahodopi, Kecamatan Bahodopi.
Perubahan yang terjadi dlam kehidupan masyarakat tani sebelum dan
setelah masuknya tambang di Morowali tidak begitu signifikan terlihat, baik
dari aspek sosial budaya maupun aspek ekonomi, hal tersebut bisa terlihat
dari pola kehidupan masyarakat tani yang semakin mengikuti arus zaman.
Menurut Soekanto (2009:50) perubahan-perubahan yang terjadi dalam pola
kehidupan masyarakat akibat pertumbuhan industri mencakup hampir semua
lapangan kehidupan. Walaupun dalam hal ini, ada perbedaan kadar
perubahan antara satu lapangan dengan lapangan lainnya. Perbedaan ini
banyak dipengaruhi oleh aktivitas industri itu sendiri serta intensitas interaksi
antara perangkat industri dan masyarakat setempat. Dalam masyarakat
Kecamatan Bahodopi, perubahan yang terjadi secara berlahan-lahan tidak
berubah secara signifikan. Perubahan yang terjadi secara berlahan-lahan
H 38
dikarenakan masih adanya kebudayaan dalam masyarakat yang mengikat
dan dilaksanakan oleh masyarakat Kecamatan Bahodopi
Sebelum masuknya industri pertambangan Nikel di Kecamatan
Bahodopi, masyarakat Kecamatan Bahodopi dalam kehidupan sehari-hari
menggunakan bahasa Bungku. Penggunaan bahasa ini dilakukan
berdasarkan jarak umur yakni tua muda, maupun status sosial masyarakat.
Rumah yang dihuni oleh sebagian besar masyarakat Kecamatan Bahodopi
terbuat setengah permanen, bahkan masih banyak yang terbuat
dari gedek (bambu). Kondisi penerangan masyarakat Kecamatan Bahodopi
menggunakan penerangan listrik dari PLN dan pengairan untuk sawah
mengandalkan diesel dari sungai maupun tadah hujan sedangkan
pemenuhan air untuk kebutuhan rumah tangga menggunakan sanyo atau
sumur.
Sebelum masuknya industri pertambangan Nikel di Kecamatan
Bahodopi, urutan startifikasi sosial dalam masyarakat adalah tuan tanah,
perangkat desa, pemuka agama, juragan, petani dan magersari. Tanah
dalam hal ini masih digunakan sebagai simbol kekayaan dalam masyarakat
Kecamatan Bahodopi. Tuan tanah menduduki stratifikasi sosial tertinggi
karena dia merupakan pemilik tanah terbanyak di Kecamatan Bahodopi,
perangkat desa dengan upahnya melalui hasil tanah menjadikan masyarakat
masih menghormati perangkat desa, pemuka agama dianggap salah satuu
H 39
yang dihormati masyarakat dikarenakan status sosialnya sebagai Haji
maupun kyai, juragan disini juga mempunyai tanah yang banyak, tetapi lebih
sedikit dari tuan tanah, petani merupakan masyarakat yang mempunyai lahan
sedikit dan masih mempunyai tempat tinggal sendiri, magersari merupakan
masyarakat yang tidak mempunyai tanah maupun rumah, biasanya mereka
tinggal bersama juragan, kyai, perangkat maupun tuan tanah.
Gaya hidup masyarakat Kecamatan Bahodopi sederhana, bersahaja,
ramah dan suka bergotong royong, selain itu masyarakat lebih banyak
mementingkan kebutuhan pokok daripada pemenuhan kebutuhan konsumtif.
Hal ini dikarenakan hasil dari perekonomian masyarakat yang hanya cukup
untuk memenuhi kebutuhan pokok. Kebutuhan pangan masyarakat biasanya
mengandalkan tumbuhan yang ada di sekitar rumah mereka, sehingga
masyarakat jarang sekali membeli makanan di warung, toko maupun tempat
makan yang lain.
Bidang ekonomi, masyarakat Kecamatan Bahodopi bergantung
dengan pertanian dan beternak. Untuk menjual hasil pertanian mereka
mengandalkan pasar, toko dan warung terdekat. Pada masa tertentu mereka
biasanya menghutang kepada juragan maupun tengkulak. Sehingga hasil
pertanian kadang tidak mencukupi untuk kebutuhan sehari-hari masyarakat.
Pendidikan yang ditempuh oleh masyarakat Kecamatan Bahodopi
khususnya masyarakat petani biasanya banyak yang putus sekolah, mereka
H 40
biasanya disuruh menikah atau bekerja. Fasilitas pendidikan yang dimiliki
oleh masyarakat Kecamatan Bahodopi sebelum masuknya industri
pertambangan Nikel memang sudah bagus, tapi masih kurang memadai,
misalnya untuk kebutuhan buku, bangku dan gedung.
Adat istiadat yang dilakukan oleh masyarakat Kecamatan Bahodopi
sebelum masuknya industri pertambangan Nikel masih sama dengan adat
istiadat yang dilakukan oleh leluhur mereka, yakni melaksanakan acara
kematian, acara kelahiran, acara hajatan, dan acara panen.
Pola pikir masyarakat Kecamatan Bahodopi juga masih sangat
sederhana, masyarakat lebih memikirkan untuk memenuhi kebutuhan pokok,
pemikiran tentang pendidikan tinggi biasanya hanya dilakukan oleh golongan
menengah keatas, sedangkan golongan menengah ke bawah cenderung
menikahkan anak-anaknya ketika umurnya sudah mencukupi untuk wanita
dan untuk laki-laki disuruh bekerja.
Masuknya industri pertambangan nikel di Kecamatan
Bahodopi Berubahnya infrastruktur dan sarana prasarana dalam
masyarakat Kecamatan Bahodopi Terjualnya lahan pertanian sebagian
masyarakat petani. Berubahnya startifikasi masyrakat, semakin ada jarak
masyarakat antar kelas sosial gaya hidup mulai terkontiminasi perkotaan,
mulai mengenal merk barang tertentu ekonomi masyarakat banyak yang
berpindah ke bidang jasa pendidikan masyarakat khususnya petani sudah
H 41
mulai sampai ke tahap menengah atas masih memegang adat istiadat yang
berlangsung secara turun temurun walaupun ada perubahan dalam
pelaksanaan. Pola fikir masyarakat sudah mulai berubah, banyak memikirkan
pemenuhan gaya hidup dan status sosial. Mulai terjadi konflik baik antara
keluarga, masyarakat, LSM dan industri pertambangan Nikel.
Setelah masuknya industri pertambangan Nikel di Kecamatan
Bahodopi, ada banyak perubahan yang terjadi dalam masyarakat, khususnya
dalam infrastuktur. Jalan-jalan penghubung antar desa sudah beraspal dan
paving, sudah ada puskesmas maupun polindes, polsek dan koramil pun
didirikan untuk menjaga keamanan warga Kecamatan Bahodopi.
Stratifikasi sosial masyarakat Kecamatan Bahodopi setelah masuknya
industri pertambangan Nikel mempunyai urutan yang berbeda dengan
sebelum masuknya industri pertambangan Nikel. Setelah masuknya industri
pertambangan Nikel, urutan stratifikasi sosial masyarakat Kecamatan
Bahodopi dimulai dari Pegawai (Pegawai Negeri, Pegawai Pertambangan,
maupun Pegawai di Kantor lain, biasanya ditambah masyarakat yang
mempunyai pendidikan tinggi), Perangkat Pemerintahan, Pemuka Agama,
Masyarakat yang mempunyai lahan luas (Juragan), Petani dan Buruh Tani.
Perubahan penilaian masyarakat terhadap startifikasi sosial masyarakat ini
berdasarkan pola pikir masyarakat yang berubah, kebutuhan pekerjaan
H 42
dalam masyarakat yang berubah dan masuknya pendatang maupun industri
pertambangan Nikel di Kecamatan Bahodopi.
Gaya hidup masyarakat Kecamatan Bahodopi setelah masuknya
industri pertambangan Nikel semakin berubah menjadi lebih modern. Hal ini
didukung dengan terjualnya sebagian besar lahan masyarakat baik melalui
pihak pertambangan maupun calo. Masyarakat mulai membeli simbol-simbol
untuk memenuhi gaya hidup mereka dan bisa meningkatkan status sosial
dalam masyarakat, simbol-simbol ini lebih cenderung kearah konsumtif,
misalnya sepeda motor dengan merk X, mobil dengan merk X, belanja di
barang Y dan lain-lain. Pemenuhan gaya hidup inilah yang membuat
masyarakat Kecamatan Bahodopi pada akhirnya nanti kehilangan pekerjaan
mereka sebagai petani, hal ini dikarenakan masyarakat menggunakan uang
hasil pembebasan lahan untuk pemenuhan gaya hidup bukan untuk
pemenuhan kebutuhan pokok.
Keadaan ekonomi masyarakat Kecamatan Bahodopi banyak yang
berubah haluan, apalagi setelah banyaknya lahan pertanian yang terjual
kepada pihak industri pertambangan nikel maupun kepada pihak lain yang
berada di luar Kecamatan Bahodopi. Masyarakat Kecamatan Bahodopi mulai
mencari alternatif pemenuhan kebutuhan selain bergantung dengan
pertanian, walaupun tidak dipungkiri masih banyak masyarakat yang tidak
bisa terlepas dari pertanian. Masyarakat juga mendapatkan dukungan dari
H 43
pihak perusahaan dalam bentuk pelatihan dan bantuan biaya untuk usaha
industri rumah maupun pelatihan keahlian untuk laki-laki, sehingga
masyarakat mulai berkembang, baik untuk usaha sendiri maupun bergabung
dengan industri pertambangan Nikel.
Pendidikan masyarakat di Kecamatan Bahodopi juga mengalami
kemajuan yang cukup pesat, baik atas dukungan dari pemerintah daerah
Morowali maupun dari pihak industri pertambangan Nikel. Berbagai
dukungan tersebut akhirnya membuat kemajuan bagi pendidikan di
masyarakat Kecamatan Bahodopi, baik dalam hal infrastruktur sekolah,
guru, outputmaupun input siswa. Kemajuan ini tentunya juga tak lepas dari
kebutuhan akan pendidikan tinggi dalam pekerjaan yang ada di sekitar
Kecamatan Bahodopi.
Adat istiadat dalam masyarakat Kecamatan Bahodopi tidak begitu
banyak mengalami perubahan, masyarakat masih memegang teguh adat
istiadat yang berlaku secara turun temurun. Namun, dengan banyaknya
lahan pertanian masyarakat Kecamatan Bahodopi yang hilang, ada kalanya
adat istiadat yang berlaku juga menghilang karena masyarakat mulai banyak
yang tidak mengerjakan lahannya sendiri. Tapi, disisi lain, masyarakat
Kecamatan Bahodopi percaya kalau seandainya mereka tidak menjalankan
adat istiadat yang seharusnya berlangsung akan terjadi hal buruk di
H 44
Kecamatan Bahodopi. Kepercayaan inilah yang membuat adat istiadat
masyarakat masih bertahan sampai sekarang.
Pola pikir masyarakat Kecamatan Bahodopi juga banyak mengalami
perubahan, termasuk dalam perubahan pola pikir dalam bidang pendidikan,
pekerjaan, ekonomi bahkan dalam hal gaya hidup masyarakat. Pola pikir
masyarakat kebanyakan kearah modern, dengan mengandalkan perubahan
ekonomi yang dimilikinya. Konflik juga terjadi dalam masyarakat setelah
masuknya industri pertambangan Nikel di Kecamatan Bahodopi, yakni konflik
antara masyarakat dengan masyarakat, masyarakat dengan pihak industri
pertambangan Nikel, masupun LSM dengan industri pertambangan Nikel.
Konflik tersebut dapat diselesaikan dengan kesepakatan-kesepakatan yang
terjadi antara kedua belah pihak.
Masuknya industri pertambangan Nikel di Kecamatan
Bahodopi Program CSR industri pertambangan Nikel salah satunya adalah
dalam bidang pendidikan Implikasi industri pertambangan Nikel dalam
pendidikan formal Implikasi industri pertambangan Nikel dalam pendidikan
informal Implikasi industri pertambangan Nikel dalam pendidikan
informal Implikasi industri pertambangan Nikel dalam pendidikan non
formal Relevansi perubahan sosial masyarakat petani setelah masuknya
industri pertambangan Nikel terhadap pendidikan dari jenjang SD sampai
Universitas.
H 45
Implikasi industri pertambangan Nikel terhadap pendidikan masyarakat
Kecamatan Bahodopi juga banyak ditemui, khususnya dalam pendidikan
formal. Dalam bidang infrastruktur mulai dilakukan pembangunan-
pembangunan sekolah di wilayah Kecamatann Bahodopi dan dalam bidang
peningkatan mutu dan profesionalitas guru dan siswa dilakukan lomba-lomba
maupun penyuluhan. Selain itu untuk menunjang segala usaha tersebut
diberikan fasilitas-fasilitas, misalnya adanya perpustakaan keliling, pemberian
buku gratis maupun kedatangan pihak pertambangan Nikel ke sekolah-
sekolah tersebut. Untuk pendidikan nonformal, pihak industri pertambangan
Nikel melakukan penyuluhan maupun pelatihan untuk menunjang dan
menambah pengetahuan masyarakat. Pelatihan ini dapat berupa pelatihan
bersertifikat maupun pelatihan yang tidak bersertifikat, misalnya saja
pelatihan bahasa inggris, komputer, pengelasan maupun pelatihan
pembuatan emping menyok. Namun, program CSR dari pihak industri
pertambangan Nikel mengenai pendidikan dan sebagainya cenderung baik di
awal dan sekarang sudah tidak terurus lagi.
2.3 Pendekatan Fenomenologi
2.3.1 Pengertian Fenomenologi
Sobur (2013: 14-15) secara etimologis, fenomenologi adalah terusan
dari fenomenon dan logos. Kata logos lazimnya menunjuk ada pengertian
uraian, percakapan, atau ilmu, seperti yang melekat pada disiplin psikologi,
H 46
sosiologi, antropologi, atau etnologi. Selanjutnya akar kata yang termuat
dalam istilah fenomenon ada dasarnya sama dengan akar kata fantasi,
fantom, fosfor, dan foto, yang berarti sinar atau cahaya. Dari akar kata
tersebut dibentuk kata kerja yang antara lain, berarti tamak, terlihat karena
bercahaya atau bersinar. Jadi, fenomenologi bisa kita artikan sebagai uraian,
percakapan, atau ilmu tentang fenomenon atau suatu yang sedang
menampakkan diri. Dalam bahasa filsafat, dapat juga dikatakan bahwa
fenomenologi ialah percakapan dengan fenomenon, atau sesuatu yang
sedang menggejala.
Dalam arti yang lebih luas, kata “fenomenologi” mencakup aneka
macam cara ouler untuk membicarakan fenomena-fenomena atau hal-hal
yang tampak. Dengan demikian, istilah ini tidak lagi dipatoki secara jelas dan
kritis. Kini, seperti dikatakan Wahana (2004:31), fenomenologi merupakan
istilah yang digunakan secara luas dalam berbagai pengertian dalam filsafat
modern, yang memiliki pokok persoalan “fenomena”. Pada pengertian yang
paling inti, istilah fenomenologi menunjukan pada suatu teori spekulatif
tentang penampilan pengalaman dan dalam penggunaan awal, pengertian
fenomenologi dikaitkan dengan dikotomi “henomenon-noumenon,” suatu
perbedaan antara yang tampak (phenomenon) dan yang tidak tampak
(noumenon). Fenomenologi Husserl merupakan usaha spekulatif untuk
H 47
menentukan hakikat yang seluruhnya didasarkan atas pengujian dan
penganalisisan terhadap yang tampak.
Dari beberapa pengertian d i atas, maka dapat difahami bahwa
fenomenologi berarti ilmu tentang fenomenon-fenomenon apa saja yang
nampak. Sebuah pendekatan filsafat yang berpusat pada analisi terhadap
gejala yang menampakkan diri pada kesadaran kita.
2.3.2 Tokoh-Tokoh Fenomenologi
Syamsul (1996) dalam bukunya fenomenologi agama menjelaskan
bahwa kajian fenomenologi jika dilihat dari masa ke masa mengalami
perkembangan namun perkembangan tersebut tidak lepas dari pemikiran
para tokoh filsafat khususnya yang mengkaji fenomenologi itu sendiri seperti;
1. Edmund Husserl (1859-1938)
Menurut Husserl, memahami fenomenologi sebagai suatu metode dan
ajaran filsafat. Sebagai metode, Husserl membentangkan langkah-langkah
yang harus diambil agar sampai pada fenomeno yang murni. Untuk
melakukan itu, harus dimulai dengan subjek (manusia) serta kesadarannya
dan berusaha untuk kembali pada kesadaran murni. Sedangkan sebagai
filsafat, fenomenologi memberikan pengetahuan yang perlu dan essensial
tentang apa yang ada. Dengan kata lain, fenomenologi harus dikembalikan
kembali objek tersebut.
H 48
Metode fenomenologi menurut Husserl, menekankan satu hal penting
yaitu, penundaan keputusan. Penundaan keputusan harus ditunda (epoche)
atau dikurung (bracketing) untuk memahami fenomena. Pengetahuan yang
kita miliki tentang fenomena itu harus kita tinggalkan atau lepaskan dulu, agar
fenomena itu dapat menampakkan dirinya sendiri.
Untuk memahami filsafat Husserl ada beberapa kata kunci yang perlu
diketahui. Diantaranya:
1. Fenomena adalah realitas esensi atau dalam fenomena terkandung
pula nomena(sesuatu yang berada di balik fenomena)
2. Pengamatan adalah aktivitas spiritual atau rohani.
3. Kesadaran adalah sesuatu yang intensional (terbuka da terarah pada
subjek
4. Substansi adalah kongkret yang menggambarkan isi dan stuktur
kenyataan dan sekaligus bisa terjangkau.
Usaha untuk mencapai segala sesuatu itu harus melalui reduksi atau
penyaringan yang terdiri dari :
1. Reduksi fenomenologi, yaitu harus menyaring pengalaman-
pengalaman dengan maksud mendapat fenomena dalam wujud
semurni-murninya. Dalam artian bahwa, kita harus melepaskan benda-
benda itu dari pandangan agama, adat istiadat, ilmu pengetahuan dan
ideologi.
H 49
2. Reduksi eidetis, yaitu dengan menyaring atau penempatan dalam
tanda kurung sebagai hal yang bukan eidos atau intisari atau hakikat
gejala atau fenomena.
3. Reduksi transcendental, yaitu dalam penerapannya berdasarkan
subjeknya sendiri perbuatannya dan kesadaran yang murni.
Namun, menurut para pengikut fenomenologi suatu fenomena tidak
selalu harus dapat diamati dengan indera. Sebab, fenomena dapat juga
dilihat atau ditilik secara ruhani tanpa melewati indera, fenomena tidak perlu
suatu peristiwa.
2. Max Scheller (1874-1928)
Scheller berpendapat bahwa metode fenomenologi sama dengan cara
tertentu untuk memandang realitas. Dalam hubungan ini kita mengadakan
hubungan langsung dengan realitas berdasarkan intuisi (pengalaman
fenomenologi). Menurutnya ada 3 fakta yang memegang peranan penting
dalam pengalaman filsafat. Diantaranya:
1. Fakta natural, yaitu berdasarkan pengalaman inderawi yang
menyangkut benda-benda yang nampak dalam pengalaman biasa.
2. Fakta ilmiah, yaitu yang mulai melepas diri dari penerapan inderawi
yang langsung dan semakin abstrak.
3. Fakta fenomenologis, merupakan isi intuitif yang merupakan hakikat
dari pengalaman langsung.
H 50
3. Martin Heidegger (1889-1976)
Menurut Heidegger, manusia itu terbuka bagi dunianya dan
sesamanya. Kemampuan seseorang untuk bereksistensi dengan hal-hal
yang ada di luar dirinya karena memiliki kemampuan seperti kepekaan,
pengertian, pemahaman, perkataan atau pembicaraan. Bagi heidegger untuk
mencapai manusia utuh maka manusia harus merealisasikan segala
potensinya meski dalam kenyataannya seseorang itu tidak mampu
merealisasikannya. Ia tetap sekuat tenaga tidak pantang menyerah dan
selalu bertanggungjawab atas potensi yang belum teraktualisasikan.
Dalam persfektif yang lain mengenai sesosok Heidegger menjadi salah
satu filsafat yang fenomenal yaitu bahwa ia mengemukakan tentang konsep
suasana hati (mood). Seperti yang kita ketahui bahwa dengan suasana
hatilah kita diatur oleh dunia kita, bukan dalam pendirian pengetahuan
observasional yang berjarak. Biasanya, dengan posisi kita yang sedang
bersahabat dengan suasana hati, maka kita akan bisa mengenali diri kita
yang sesungguhnya. Karena suasana hati bisa menjadi tolak ukur untuk
mengetahui hakikat diri dengan banyaknya pertanyaan yang muncul seperti
pencarian jati diri siapa kita sesungguhnya, apa kemampuan kita, dan apa
kekurangan atau kelebihan yang kita miliki, bagaimanakah kehidupan kita
yang selanjutnya dan pertanyaan-pertanyaan lainnya.
H 51
Konsep inilah yang menguatkan pendapat banyak orang mengenai
sesosok orang yang mampu melihat noumena dan phenoumena secara
mendalam dan menyeluruh.
1. Maurice Merlean-ponty (1908-1961)
Sebagaimana halnya Husserl, ia yakin seorang filosof benar-benar
harus memulai kegiatannya dengan meneliti pengalaman. Pengalamannya
sendiri tentang realitas, dengan begitu ia menjauhkan diri dari dua ekstrim
yaitu :
Pertama hanya meneliti atau mengulangi penelitian tentang apa yang
telah dikatakan orang tentang realita, dan Kedua hanya memperhatikan segi-
segi luar dari pengalaman tanpa menyebut-nyebut realitas sama sekali.
Walaupun Marlean-Ponty setuju dengan Husserl bahwa kitalah yang dapat
mengetahui dengan sesuatu dan kita hanya dapat mengetahui benda-benda
yang dapat dicapai oleh kesadaran manusia, namun ia mengatakan lebih
jauh lagi, yakni bahwa semua pengalaman perseptual membawa syarat yang
essensial tentang sesuatu alam di atas kesadaran. Oleh karena itu deskripsi
fenomenologi yang dilakukan Marlean-Ponty tidak hanya berurusan dengan
data rasa atau essensi saja, akan tetapi menurutnya, kita melakukan
perjumpaan perseptual dengan alam. Marlean-Porty menegaskan sangat
perlunya persepsi untuk mencapai yang real
H 52
2.3.3 Fenomenologi Sebagai Metode Ilmu
Fenomenologi berkembang sebagai metode untuk mendekati
fenomena-fenomena dalam kemurniannya. Fenomena di sini dipahami
sebagai segala sesuatu yang dengan suatu cara tertentu tampil dalam
kesadaran kita. Baik berupa sesuatu sebagai hasil rekaan maupun berupa
sesuatu yang nyata, yang berupa gagasan maupun kenyataan. Yang penting
ialah pengembangan suatu metode yang tidak memalsukan fenomena,
melainkan dapat mendeskripsikannya seperti penampilannya tanpa
prasangka sama sekali. Seorang fenomenolog hendak menanggalkan
segenap teori, praanggapan serta prasangka, agar dapat memahami
fenomena sebagaimana adanya: “Zu den Sachen Selbst” (kembali kepada
bendanya sendiri). Tugas utama fenomenologi menurut Husserl adalah
menjalin keterkaitan manusia dengan realitas. Bagi Husserl, realitas bukan
suatu yang berbeda pada dirinya lepas dari manusia yang mengamati.
Realitas itu mewujudkan diri, atau menurut ungkapan Martin Heideger, yang
juga seorang fenomenolog: “Sifat realitas itu membutuhkan keberadaan
manusia”.
Filsafat fenomenologi berusaha untuk mencapai pengertian yang
sebenarnya dengan cara menerobos semua fenomena yang menampakkan
diri menuju kepada bendanya yang sebenarnya. Usaha inilah yang
dinamakan untuk mencapai “Hakikat segala sesuatu”. Untuk itu, Husserl
H 53
mengajukan dua langkah yang harus ditempuh untuk mencapai esensi
fenomena, yaitu metode epoche dan eidetich vision.
Kata epoche berasal dari bahasa Yunani, yang berarti: “menunda
keputusan” atau “mengosongkan diri dari keyakinan tertentu”. Epoche bisa
juga berarti tanda kurung (bracketing) terhadap setiap keterangan yang
diperoleh dari suatu fenomena yang nampak, tanpa memberikan putusan
benar salahnya terlebih dahulu. Fenomena yang tampil dalam kesadaran
adalah benar-benar natural tanpa dicampuri oleh presuposisi pengamat.
Persoalan pokok yang hendak diterangkan oleh teori ini justru menyangkut
persoalan pokok ilmu sosial sendiri, yakni bagaimana kehidupan bermasyarakat itu
dapat terbentuk.
Ritzer menggambarkan secara detail tentang hal tersebut dalam
karyanya Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda (2007)
menuliskan bahwa Alfred Scuhtz sebagai salah satu seorang tokoh ini
bertolak dari pandangan Weber pula, dimana yang terakhir ini berpendirian
bahwa tindakan manusia menjadi suatu hubungan sosial bila manusia
memberikan arti atau makna tertentu terhadap tindakannya itu, dan manusia
lain memahami pula tindakannya itu sebagai sesuatu yang penuh arti.
Pemahaman secara subjektif terhadap sesuatu tindakan sangat
menentukkan terhadap kelangsungan proses interaksi sosial. Baik bagi aktor
yang memberikan arti terhadap tindakannya sendiri maupun bagi pihak lain
H 54
yang akan menerjemahkan dan memahaminya serta yang akan bereaksi
atau bertindak sesuai dengan yang dimaksudkan oleh aktor.
Schutz (1990) mengkhususkan perhatiannya kepada satu bentuk dari
subyektivitas yang disebutnya: antar subyektivitas. Konsep ini menunjuk
kepada pemisahan keadaan subyektif atau secara sederhana menunjuk
kepada dimensi dari kesadaran umum ke kesadaran khusus kelompok sosial
yang sedang saling berintegrasi. Intersusubyektivitas yang memungkinkan
pergaulan sosial itu terjadi, tergantung kepada pengetahuan tentang peranan
masing-masing yang diperoleh melalui pengalaman yang bersifat pribadi.
Konsep intersubyektivitas ini mengacu kepada suatu kenyataan bahwa
kelompok-kelompok sosial saling menginterprestasikan tindakannya masing-
masing dan pengalaman mereka juga diperoleh melalui cara yang sama
seperti yang dialami dalam interaksi secara individual. Faktor saling
memahami satu sama lain baik antar individu maupun antar kelompok ini
diperlukan untuk terciptannya kerja sama dihampir semua organisasi sosial.
Schutz memusatkan perhatiannya kepada struktur kesadaran yang
diperlukan untuk terjadinya saling bertindak atau interaksi dan saling
memahami antar sesama manusia. Secara singkat dapat dikatakan bahwa
interaksi sosial terjadi dan berlangsung melalui penafsiran dan pemahaman
tindakan masing-masing baik antar individu maupun antar kelompok. Ada
4(empat) unsur pokok dalam teori ini yaitu;
H 55
1) Perhatian Terhadap Aktor.
Persoalan dasarnya di sini menyangkut persoalan metodologi.
Bagaimana caranya untuk mendapatkan data tentang tindakan sosial
itu subyektif mungkin. Dalam penyelidikan ilmu alam, realitas beserta
hukum-hukum yang menguasainya didekat melalui metode ilmiah yang
meliputi pengamatan sistematis yang dikendalikan oleh aturan yang
ketat baik prosedur maupun tekniknya untuk menjamin keabsahan
data yang diperoleh. Penggunaan metode ini dimaksudkan pula untuk
mengurangi pengaruh subyektivitas yang menjadi sumber
penyimpangan, bias dan ketidaktepatan informasi. Menurut
pandangan ahli ilmu alam hal seperti itu tidak muungkin dilakukan
terhadap obyek studi sosiologi. Tetapi pendekatan obyektif demikian
dalam sosiologi sebenarnya sudah mulai oleh Durkheim, dengan
menyatakan fakta sosial sebgai barang sesuatu yang nyata. Secara
ekstrim pendekatan ini mendesak kepada para sosiolog untuk
mengumpulan data secara obyektif tenatang fakta sosial dengan
mengurangi peranan kesan-kesan dan ide si peneliti sendiri tentang
kenyataan sosial. Namun pendekatan obyektif seperti yang diterapkan
dalam ilmu alam itu justru tidak akan mampu mengungkapan
kenyataan sosial secara sasaran penyelidikan sosiologi itu bukan
hanya sekedar obyek dalam dunia nyata yang diamati. Tetapi manusia
H 56
itu sekaligus merupakan pencipta dari dunianya sendiri. Lebih dari itu,
tingkahlakunya yang tampak secara obyektif dalam artian yang nyata
itu sebenarnya merupakan sebagian saja dari keseluruhan
tingkatlakunya. Ia menginterprestasikan tingkah lakunya sendiri.
Karena itu adalah suatu pendirian yang naif kalau ada orang yang
beranggapan bahwa seseorang akan dapat memahami kesluruhan
tingkah laku manusia, hanya dengan mengarahkan perhatian kepada
tingkah laku yang nampak atau yang muncul secara konkrit saja.
Tantangan bagi ilmuwan sosial adalah untuk memahami makna
tindakan aktor yang ditujukannya juga kepada dirinya. Bila pengamat
menerapkan ukuran-ukurannya sendiri atau teori-teori tentang makna
tindakan, dia tidak akan pernah menemukan bagaimana realita sosial
itu diciptakan dan bagaimana tindakan berikutnya akan dilakukan
dalam kontek pengertian mereka.
2) Memusatkan Perhatian Kepada Kenyataan Yang Penting Atau Yang
Pokok Dan Kepada Sikap Yang Wajar Atau Alamiah (Natural Attitude).
Alasannya adalah bahwa tidak keseluruhan gejala kehidupan sosial
mampu diamati. Karena itu perhatian harus dipusatkan kepada gejala
yang penting dari tindakan manusia sehari-hari dan terhadap sikap-
sikap yang wajar. Teori ini jelas bukan bermaksud mempelajari fakta
sosial secara langsung. Tetapi proses terbentuk fakta sosial itulah
H 57
yang menjadi pusat perhatiannya. Bedanya dengan paradigma fakta
sosial adalah bahwa / sementara paradigma fakta sosial mempelajari
fakta sosial sebagai pemaksa terhadap tindakan individu, maka
fenomenologi mempelajari bagaimana individu ikut serat dalam proses
pembentukan dan pemeliharaan fakta sosial yang memaksa mereka
itu.
3) Memusatkan Perhatian Kepada Masalah Mikro.
Maksudnya mempelajari proses pembentukan dan pemeliharaan
hubungan sosial pada tingkat interaksi tatap muka untuk
memahaminya dalam hubungannya dengan situasi tertentu.
4) Memperhatikan Pertumbuhan, Perubahan dan Proses Tindakan.
Berusaha memahami bagaimana keteraturan dalam masyarakat
diciptakan dan dipelihara dalam pergaulan sehari-hari. Norma-norma
dan aturan-aturan yang mengendalikan tindakan manusia dan yang
memantapkan struktur sosial dinilian sebagai hasil interprestasi si
aktor terhadap kejadian-kejadian yang dialaminya. Manusia bukanlah
wadah yang pasif sebagai tempat menyimpan dan mengawetkan
norma-norma.
Menurut Husserl (Maksum, 2011: 191), fenomenologi merupakan
metode dan filsafat. Sebagai metode, fenomenologi membentangkan
langkah. Langkah yang harus diambil sehingga sampai pada fenomeno yang
H 58
murni. Fenomenologi mempelajari dan melukiskan ciri-ciri instiksik fenomena
sebagaimana fenomena itu sendiri menampakan diri kepada kesadaran. Kita
harus berangkat dari subjek manusia serta kesadarannya dan berupaya
untuk kembali kepada “kesadaran murni”. Untuk mencapai kesadaran murni,
kita harus membebaskan diri dari pengalaman serta gambaran kehidupan
sehari-hari. Kalau ini dapat dilakukan maka akan tersisa gambaran-gambaran
yang hakiki dan intuisi esensi. Untuk memahami filsafat Husserl, ada
beberapa kata kunci yang perlu diketahui:
1. Fenomena adalah realitas esensi atau dalam fenomena terkandung pula
nomena (sesuatu yang berada di balik fenomena)
2. Pengamatan adalah aktivitas spiritual atau rohani
3. Kesadaran adalah sesuatu yang interaksional (terbuka dan terarah pada
subjek)
4. Substansi adalah konkret yang menggambarkan isi dan struktur kenyataan
sekaligus bisa terjangkau.
Recommended