PJU DITINJAU DARI ASPEK HUKUM1
Oleh :
Asri Wijayanti
Pendahuluan
Pajak penerangan jalan atau yang sering disebut dengan pajak penerangan
jalan umum (PJU) merupakan hal yang perlu dikaji karena menimbulkan beberapa
permasalahan di masyarakat. Pemungutan pajak penerangan jalan dilakukan
bersamaan dengan pembayaran rekering listrik. Hal ini menimbulkan adanya
anggapan pada masyarakat bahwa dengan telah dibayarkannya pajak penerangan
jalan maka masyarakat berhak menikmati secara langsung fasilitas penerangan jalan
di tempatnya dengan atau tanpa izin PT.PLN. Hal ini selanjutnya dikenal adanya
penerangan jalan umum secara liar yang menimbulkan kerugian di pihak PT. PLN
sekaligus membawa dampak adanya kemungkinan bahaya kebakaran.
Pajak Penerangan Jalan adalah Pajak Daerah
Pajak merupakan salah satu sumber penghasilan negara untuk membiayai
semua kebutuhan tentang penyelenggaraan negara. .Berkaitan dengan adanya
otonomi daerah maka pajak merupakan sumber keuangan daerah yang utama.
1 Telah dipublikasikan dalam jurnal : Yuridika Vol.17,No.6,
1
Mengingat salah satu unsur pendapatan asli daerah adalah pajak daerah. Pajak
penerangan jalan merupakan salah satu jenis pajak daerah.
Pengertian pajak menurut Rochmat Soemitro adalah iuran rakyat kepada kas
negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat
jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang
digunakan untuk membayar pengeluaran umum2. Pengertian tersebut membawa
konsekuensi bahwa apabila seseorang membayar pajak, maka orang tersebut mungkin
tidak akan langsung mendapat imbalan atas telah dibayarnya pajak itu. Hal ini
mengingat fungsi pajak yang budgeter (disamping fungsi mengatur) yaitu
memasukkan uang sebanyak-banyaknya ke dalam kas negara yang pada waktunya
akan digunakan untuk membiayai pengeluaran negara. Apabila setelah itu masih ada
sisa / surplus akan digunakan untuk membiayai investasi pemerintah3.
Sehubungan dengan pelaksanaan otonomi daerah, maka daerah dapat
menggali unsur pendapatan asli daerah. Diantaranya adalah melalui pengenaan pajak
daerah kepada masyarakat di daerahnya. Berdasarkan ketentuan pasal 1 angka (6)
Undang-Undang no. 18 tahun 1997 jo Undang-Undang no. 34 tahun 2000 tentang
pajak daerah dan retribusi derah, yang dimaksud dengan pajak daerah adalah
iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang yang dapat dilaksanakan berdasarkan peraturan perUndang-Undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah. (garis bawah dari penulis).
2 Santoso Brotodihardjo, 1989,Pengantar Ilmu Hukum Pajak, PT. Eresco, Bandung, hal. 5.3 Ibid., hal. 205.
2
Dari pengertian tersebut di atas diketahui bahwa pembayaran pajak tidak disertai
dengan imbalan langsung yang seimbang. Hal ini berbeda dengan retribusi. Dengan
orang membayar retribusi maka orang tersebut langsung akan mendapat imbalannya,
misalnya retribusi parkir.
Pajak Penerangan Jalan
Pajak penerangan jalan merupakan salah satu jenis pajak daerah yang menjadi
salah satu sumber pendapatan asli daerah. Berdasarkan ketentuan pasal 1 angka (12)
Peraturan Pemerintah no 65 tahun 2001 tentang pejak daerah, yang dimaksud dengan
penerangan jalan adalah penggunaan tenaga listrik untuk menerangi jalan umum yang
rekeningnya dibayar oleh Pemerintah Daerah.
Obyek pajak penerangan jalan berdasarkan ketentuan pasal 58 ayat (1) PP no
65 tahun 2001 adalah penggunaan tenaga listrik di wilayah daerah yang tersedia
penerangan jalan yang rekeningnya dibayar oleh Pemerintah Daerah.
Subyek Pajak penerangan jalan berdasarkan ketentuan pasal 59 ayat (2) PP
no. 65 tahun 2002 adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan tenaga listrik.
Sedangkan yang menjadi wajib pajak penerangan jalan berdasarkan ketentuan pasal
59 ayat (2) PP no. 65 tahun 2002 adalah orang pribadi atau badan yang menjadi
pelanggan listrik dan / atau penggunan tenaga listrik. Selanjutnya berdasarkan
ketentuan pasal 59 ayat (3) dan (4) yaitu dalam hal tenaga listrik disediakan olh PLN
maka pemungutan Pajak Penerangan Jalan dilakuakan oleh PLN. Ketentuan lebih
3
lanjut mengenai pemungutan pajak penerangan jalan diatur dengan Keputusan
Menteri Dalam Negeri dengan pertimbangan Menterti Keuangan.
Keputusan Menteri Dalam Negeri yang dimaksud adalah Keputusan Menteri
Dalam Negeri no. 10 tahun 2002 tanggal 30 April 2002 tentang Pemungutan Pajak
Penerangan Jalan. Berdasarkan ketentuan pasal 3 Kepmendagri no 10 tahun 2002 ,
wajib PPJ adalah pelanggan. Pelanggan wajib membayar PPJ yang terutang setiap
bulan bersamaan dengan pelaksanaan pembayaran rekening listrik PLN. Dalam hal
ini kedudukan PLN adalah sebagai pihak yang membantu Pemda untuk memungut
PPJ.
Berdasarkan ketentuan pasal 4 Kepmendagri no. 10 tahun 2002 PLN wajib
menyetor hasil penerimaan PPJ ke kas daerah atau tempat lain yang ditunjuk oleh
Kepala Daerah. Penyetorannya dilakukan paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya.
Berdasrkan ketentuan pasal 5 Kepmendagri no. 10 tahun 2002, penyetoran hasil PPJ
kepada Pemda harus disertai daftar rekapitulasi rekening listrik yang berfungsi
sebagai surat pemberitahuan pajak daerah (SPTPD). Yang dimaksud dengan daftar
rekapitulasi berdaskan ketentuan pasal huruf (i) Kepmendagri no. 10 tahun 2002
adalah kumpulan rekening listrik yang dikelompokkan berdasarkan kode golongan
pelanggan. Dari hasil penerimaan PPJ, maka berdasrkan ketentuan pasal 8
Kepmendagri no 10 tahun 2002 Kepala Daerah wajib melunasi pembayaran rekening
listrik yang menjadi beban Pemerintah Daerah yang bersangkutan setiap bulan tepat
pada waktunya.
4
Dari ketentuan di atas dapat diketahui bahwa wajib PPJ adalah pelanggan
PLN yang wajib membayar PPJ bersamaan dengan pembayaran rekening listrik. PT.
PLN wajib menyetor hasil PPJ ke Pemda berdasarkan daftar rekapitulasi. Pemda
wajib melunasi pembayaran rekening listrik bagi penerangan jalan yang menjadi
bebannya kepada PT. PLN. Mekanisme pemungutan, penyetoran serta pembayaran
rekening listrik oleh Pemda dilakukan melalui naskah kerjasama antara Kepala
Daerah dengan pimpinan PLN ( pasal 9 Kepmendagri no. 10 tahun 2002).
Selanjutnya, dasar pengenaan pajak penerangan jalan berdasarkan ketentuan
pasal 60 ayat (1 dan 2) PP no 65 tahun 2001 adalah nilai jual tenaga listrik yaitu
jumlah tagihan biaya beban ditambah dengan biaya pemakaian kwh yang ditetapkan
dalam rekening listrik.
Tarif pajak penerangan jalan berdasarkan ketentuan pasal 61 ayat (1) PP no
65 tahun 2001, paling tinggi sebesar 10 % (sepuluh persen). Untuk memperoleh PPj
sebesar 10 % itu diperoleh melalui suatu proses pemungutan. Berdasarkan ketentuan
pasal 1 angka (8) Kepmendagri no 27 tahun 2002 tanggal 24 Mei 2002 tentang
pedoman alokasi biaya pemungutan pajak daerah, yang dimaksud dengan
pemungutan adalah suatu rangakaian kegiatan mulai dari penghimpunan data objek
dan subjek pajak, penentuan besarnya pajak yang terutang sampai kegiatan penagihan
pajak kepada wajib pajak serta pengawasan penyetorannya. Dalam rangka kegiatan
pemungutan dapat diberikan biaya pemungutan. Berdasarkan ketentuan pasal 1 angka
(9) Kepmendagri no. 27 tahun 2002, biaya pemungutan adalah biaya yang diberikan
kepada aparat pelaksana pemungutan dan aparat penunjang dalam rangka kegiatan
5
pemungutan. Berdasarkan ketentuan pasal 3 Kepmendagri no. 27 tahun 2002, biaya
pemungutan ditetapkan paling tinggi sebesar 5 % (lima persen) dari realisasi
penerimaan pajak daerah.
Biaya pemungutan PPJ yang dipungut oleh PT PLN sebesar 5 % tersebut
berdasarkan ketentuan pasal 6 Keputusan Menteri Dalam Negeri no. 27 tahun 2002
tentang pedoman alokasi biaya pemungutan pajak daerah (tanggal 24 Mei 2002) akan
dialokasikan untuk :
a. 54 % untuk biaya pemungutan PT. PLN;b. 6 % untuk Tim Pembina Pusat;c. 20 % untuk Aparat Pemerintah Daerah yang berkaitan dengan pelaksanaan
pemungutan;d. 20 % untuk petugas PT PLN setempat yang terkait pada pelaksanaan
pemungutan.
Alokasi biaya pemungutan yang diberikan kepada Tim Pembina Pusat digunakan
hanya untuk membiayai kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan kebijakan
pemungutan pajak Daerah di tingkat Pusat.
Dari ketentuan di atas dapat diketahui bahwa PT. PLN membantu Pemda
memungut PPJ sehingga wajar apabila mendapat alokasi biaya pemungutan paling
banyak. Total alokasi biaya pemungutan yang didapat PT. PLN adalah (54 % + 20 %)
x 5 % dari hasil realisasi PPJ. Sedangkan alokasi untuk Tim Pembina Pusat selama
belum ada Kepmendagri yang mengaturnya, dikuasai oleh Pemda setempat
6
Hubungan antara PPJ dengan Perlindungan Konsumen
Di dalam menalaah pajak penerangan jalan, tidak terlepas dari subyek hukum
yang terkait dalam pajak penerangan jalan. Subyek hukum itu meliputi PT PLN
sebagai produsen listrik, wajib pajak penerangan jalan ( masyarakat ) sebagai
konsumen dan Pemerintah Daerah (sebagai penyelenggara daerah ). Antara subyek
hukum tersebut seharusnya ada kejelasan dan kepastian hukum yang mengatur
hubungan hukumnya. Hubungan hukum itu perlu dituangkan dalam suatu perjanjian
antar subyek hukumnya. Pasal 9 Kepmendagri no 10 tahun 2002 memberikan
petunjuk untuk segera dibuat naskah kerjasama antara Kepala Daerah dengan
pimpinan PLN. Naskah kerjasama tersebut pada dasarnya adalah perjanjian, sehingga
yang perlu diatur dalam perjanjian itu adalah subyek- hukum yang terkait, obyek
hukum serta prosedurnya.
PT PLN dikatakan sebagai produsen listrik berarti sebagai pihak yang
menjual tenaga listrik kepada pihak yang membutuhkan (masyarakat). Dalam hal ini
PT. PLN adalah sebagai pelaku usaha yang menghasilkan barang. Pengertian pelaku
usaha berdasarkan ketentuan pasal 1 angka (3) Undang-Undang no. 8 tahun 1999
tentang perlindungan konsumen adalah :
Setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian, menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.
7
Sedangkan yang dimaksud dengan pengertian barang berdasarkan ketentuan pasal 1
angka (4) Undang-Undang no. 8 tahun 1999 adalah setiap benda baik berwujud
maupun tidak berwujud , baik bergerak maupun tidak bergerak, dapat dihabiskan
maupun tidak dapat dihabiskan yang dapat untuk diperdagangkan, dipakai,
dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen.
Berkaitan dengan pengertian di atas maka PT. PLN telah melakukan kegiatan
usaha dalam bidang ekonomi yang menghasilkan barang yang berupa benda tidak
berwujud yaitu listrik untuk diperdagangkan, dipakai dipergunakan atau
dimanfaatkan oleh konsumen dalam hal ini adalah pelanggan / pengguna listrik.
Selanjutnya masyarakat sebagai pelanggan atau pengguna listrik dan
pemerintah sebagai penyelenggara di daerah dapat dikategorikan sebagai konsumen.
Pengertian konsumen berdasarkan ketentuan pasal 1 angka (2) Undang-Undang no. 8
tahun 1999 adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam
masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga ,orang lain, maupun makhluk
hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Masyarakat (pelanggan listrik) adalah
pemakai listrik untuk kepentingan diri sendiri dan keluarganya sehingga dapat disebut
sebagai konsumen. Sedangkan Pemerintah Daerah juga dapat disebut sebagai
konsumen mengingat Pemerintah Daerah adalah pemakai barang untuk kepentingan
orang lain yaitu masyarakat daerahnya. Pemerintah Daerah sebagai penyelenggara
daerah mengatur dan menyelenggarakan penerangan jalan untuk kepentingan
masyarakat daerahnya, dengan cara memungut pajak penerangan jalan maksimal 10
% dari nilai jual listrik kepada pengguna atau pelanggan listrik, yang selanjutnya
8
membayarkan biaya penerangan jalan kepada PT. PLN. Dengan demikian pelanggan
dan / atau pengguna listrik dan Pemerintah Daerah juga mempunyai hak untuk
mendapatkan perlindungan konsumen.
Pengertian perlindungan konsumen berdasarkan ketentuan pasal 1 angka (1)
Undang – Undang no. 8 tahun 1999 adalah segala upaya yang menjamin adanya
kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen. Bentuk
perlindungan hukum yang diberikan oleh Undang-Undang no 8 tahun 1999
diantaranya adalah perumusan norma hukum tentang hak dan kewajiban pelaku usaha
dan konsumen secara timbal balik.
Ada anggapan di masyarakat yang menyatakan dominasi perusahaan-
perusahaan pemerintah di bidang kelistrikan masih menyimpan persoalan tersendiri
yang menempatkan konsumen pada posisi yang lemah4. Diantaranya adalah voltage
listrik naik turun, …pembayaran rekening dikaitkan dengan pembayaran pungutan /
retribusi5
Berkaitan dengan hal itu , terdapat Surat Direktur Keuangan PT PLN no.
601/8507/DITKEU/1995/D.IV tanggal 10 Agustus 1995 antara lain menyatakan :
Tidak menyetujui retribusi atau pungutan lain yang dikaitkan dengan pembayaran rekening listrik baik dimasukkan ke dalam rekening listrik maupun terpisah, mengingat efek psikologis yang tidak meguntungkan, yakni dapat menimbulkan kesan negatif pada pelanggan listrik serta menyulitkan pelaksanaan penyesuaian tarif otomatis.6
4 Yusuf Shofie, 2000, Perlindungan konsumen dan instrumen-instrumen hukumnya, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 174.5 Ibid., hal. 176.6 Ibid., hal 175.
9
Terlepas dari setuju atau tidak setuju, kenyataannya sudah ada Kepmendagri
no 10 tahun 2002 dan Kepmendagri no. 27 tahun 2002 yang secara yuridis sebagai
dasar hukum bagi pengkaitan pemungutan pajak penerangan jalan dengan
pelaksanaan pembayaran rekening listrik bagi pelanggan.
Selain itu menurut Heri Siswanto, kepala PT. PLN (Persero) Area Pelayanan
Surabaya Utara, keberadaan lampu-lampu penerangan yang dipasang secara liar di
Surabaya terutama wilayah Surabaya Utara sudah melampaui batas daya tampung
travo yang dipasang di gardu, dampaknya disamping voltage turun naik yang bisa
menyebabkan perangkat elektronik cepat rusak juga bahaya kebakaran.7
Keberadaan penerangan jalan umum secra liar disebabkan karena kurangnya
informasi yang benar kepada masyarakat mengenai pajak penerangan jalan. Pajak
penerangan jalan adalah salah satu jenis pajak daerah, bukan retribusi daerah ,
sehingga apabila orang membayar pajak penerangan jalan maka imbalan yang
diterima tidak harus secara langsung dan seimbang. Hal ini berbeda dengan retribusi
daerah. Berdasarkan ketentuan pasal 1 angka (1) Peraturan Pemerintah no 66 tahun
2001 tentang retribusi daerah , retribusi daerah adalah pungutan Daerah sebagai
pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau
diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Jadi
di dalam pembayaran retribusi imbalan yang diterima oleh si pembayar retribusi
dapat secara langsung dan seimbang.
7 D-infokom Jatim
10
Kenyataannya, masyarakat menganggap bahwa apabila ia telah membayar
pajak penerangan jalan yang dibayarkan bersamaan dengan membayar rekening
listrik setiap bulannya, maka ia dapat dengan sekehendak hatinya memasang
perangkat listrik untuk penerangan jalan di tempat tinggalnya ( di kampungnya) tanpa
izin PT. PLN. Hal ini tidaklah benar, mengingat pemasangan perangkat listrik untuk
penerangan jalan umum yang tidak dilaporkan terlebih dahulu atau tanpa izin PT.
PLN dapat mengakibatkan bahaya kebakaran karena daya tampung travo gardu tidak
memenuhi, selain itu dapat menimbulkan kerugian pada PT. PLN karena penerangan
jalan umum liar tidak dibayar oleh Pemerintah Daerah setempat. Hal ini dikatakan
oleh Heri Siswanto bahwa PLN hanya membantu memungut saja sedangkan hasil
pemungutan pajak PJU yang besarnya Rp. 1, 5 milyar setiap bulan diserahkan ke
Pemkot Surabaya. Setoran sebanyak Rp. 1, 5 milyar ini untuk pembayaran rekening
PJU yang dipasang di jalan protokol di Surabaya dan PJU liar tidak ada biayanya.8
Permasalahan di atas mungkin tidak akan terjadi apabila dalam melakukan
hubungan hukum antara subyek hukum yang terkait saling memberikan informasi
yang benar. Pemberian informasi yang benar merupakan salah satu hak konsumen
sekaligus kewajiban dari pelaku usaha. Berdasarkan ketentuan pasal 4 huruf c
Undang-Undang no. 8 tahun 1999, yaitu hak atas informasi yang benar, jelas dan
jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan / atau jasa. Sebaliknya di pihak
pelaku usaha, berdasarkan ketentuan pasal 7 huruf b Undang-Undang no. 8 tahun
1999, yaitu kewajiban pelaku usaha memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur
8 Ibid.
11
mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan
penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan.
Informasi yang benar dan jujur di atas dalam kaitannya dengan penerangan
jalan umum dapat dilakukan oleh PT. PLN dalam kaitannya pemasangan perangkat
penerangan jalan umum oleh masyarakat harus dilakukan melalui prosedur tertentu ,
tentunya dengan izin PT. PLN, mengingat dapat berakibat voltage turun naik yang
dapat merusak barang elektronik serta adanya bahaya kebakaran apabila daya
tampung gardu tidak mampu lagi. Informasi yang demikian adalah hak konsumen,
yang sampai saat ini sepertinya belum diterima oleh masyarakat secara maksimal dan
keseluruhan. Meskipun PT. PLN telah bekerjasama dengan kecamatan setempat
untuk memberikan penyuluhan mengenai penerangan jalan umum.
Selain itu informasi mengenai pajak penerangan jalan juga seharusnya
diberikan oleh Pemerintah Daerah selaku pihak yang memungut pajak penerangan
jalan kepada masyarakat (pengguna atau pelanggan listrik), mengingat sifat pajak
penerangan jalan yang tidak memberikan imbalan langsung yang seimbang kepada
pembayar PPJ ( berbeda dengan retribusi). Hal inilah yang belum disadari oleh
masyarakat.
Selain itu di pihak Pemerintah Daerah juga mengeluhkan adanya ketidak
terbukaan PT. PLN dalam memberikan informasi tentang besarnya hasil pemungutan
pajak penerangan jalan serta besarnya pemakaian listrik dari penerangan jalan.
Alat yang digunakan untuk mengukur besarnya listrik yang terpakai
disediakan oleh PT. PLN sendiri, dalam hal ini PT. PLN selaku produsen, sehingga
12
ada keraguan akan kebenarannya. Dalam hal ini Undang- Undang no 8 tahun 1999
sebenarnya membuka peluang, bahwa konsumen berhak untuk melakukan pengujian
alat . Berdasarkan ketentuan pasal 7 huruf e Undang-Undang no. 8 tahun 1999,yaitu
pelaku usaha berkewajiban untuk memberi kesempatan kepada konsumen untuk
menguji dan / atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan
dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan / atau yang diperdagangkan. Selama ini
alat yang dipakai sebagai ukuran untuk menentukan banyaknya pemakaian listrik
berasal dari PT. PLN. Berarti dimungkinkan adanya kesempatan dari pihak lain untuk
turut serta menyediakan alat yang fungsinya sama yang setelah dilakukan pengujian
ternyata lebih akurat dan lebih menguntungkan alat dari pihak lain itu.
Pengertian lebih menguntungkan apabila dimungkinkan dengan
menggunakan alat alternatif itu biaya penerangan jalan untuk jalan protocol lebih
sedikit berarti ada sisa penerimaan hasil pajak penerangan jalan setelah dikurangi
biaya beban pemakaian listrik yang dibayarkan Pemda kepada PLN. Sisa itu nantinya
dapat digunakan oleh Pemerintah Daerah untuk memperluas daya jangkau
penerangan jalan sampai ke penerangan perumahan atau perkampungan, sehingga
dapat dihindari terjadinya penerangan jalan secara liar.
Penerangan Jalan Umum Liar Ditinjau dari Hukum Pidana
Terhadap setiap orang yang memasang perangkat penerangan jalan umum
secara liar dapat dikategorikan telah melakukan suatu perbuatan melawan hukum
yaitu melanggar ketentuan pasal 362 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yaitu :
13
Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan
orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum , diancam karena
pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak
enam puluh rupiah.
Dengan demikian orang yang memasang perangkat penerangan jalan umum
tanpa izin PT. PLN adalah dianggap telah melakukan delik pencurian sehingga
diancam dengan hukuman maksimal lima tahun penjara.
Upaya Hukum
PT. PLN dapat menjaring pelaku atau pihak yang memasang perangkat
penerangan jalan umum tanpa izin PT. PLN sebagai pelaku pencurian listrik
berdasarkan palanggaran ketentuan pasal 362 KUHP serta menuntut ganti rugi atas
biaya penerangan yang tidak dibayar oleh Pemerintah Daerah berdasarkan ketentuan
pasal 1365 Burgerlijk Wetboek yaitu tiap perbuatan melanggar hukum yang
membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang karena salahnya
menerbitkan kerugian itu , mengganti kerugian tersebut. Upaya hukum dilakukan
melalui Pengadilan Negeri setempat.
Hal yang sama dapat juga dilakukan oleh Pemerintah Daerah apabila terbukti
besarnya biaya penerangan jalan tidak sebenarnya. Dalam arti hasil penerimaan PPJ
tidak sesuai dengan daftar rekapitulasi atau laporan hasil realisasi Dalam hal ini
Pemerintah Daerah dapat melakukan tuntutan ganti rugi kepada PT. PLN berdasarkan
14
ketentuan pasal 1365 BW. Selain itu ditinjau dari hukum pidana PT. PLN dapat
diancam dengan ketentuan pasal 372 KUHP yaitu :
Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum mengaku sebagai milik sendiri (aich toeeigenen) barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan, diancam karena penggelapan dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau denda paling banyak enam puluh rupiah.
Pelanggan dapat mengajukan gugatan ganti rugi kepada PT.PLN berdasrkan
ketentuan pasal 1365 BW apabila besarnya biaya pemakaian listrik tidak benar yang
disebabkan sudah tidak layaknya alat ukurnya . Selain itu gugat ganti rugi dapat juga
didasarkan pada kelalaian PT.PLN untuk melakukan kontrol daya tampung travo
gardu induk yang menyebabkan tidak stabilnya tegangan listrik yang dapat
mengakibatkan rusaknya alat-alat elektronik
Kesimpulan
- Pajak penerangan jalan adalah bagian dari pajak daerah yang merupakan
salah satu sumber keuangan daerah.
- Besarnya pajak penerangan jalan maksimal adalah 10 % dari nilai jual listrik.
Pemungutannya dilakukan bersamaan dengan pembayaran rekening listrik
bagi pelanggan dan/atau pengguna listrik.
- Wajib pajak penerangan jalan tidak menerima imbalan langsung yang
seimbang, sehingga pemasangan perangkat penerangan jalan tanpa izin PT.
PLN adalah penerangan jalan liar, pelakunya dapat dituntut melakukan delik
pencurian dan dituntut ganti rugi.
15
- Masyarakat pengguna / pelanggan listrik bersama-sama Pemerintah Daerah
adalah konsumen listrik, sehingga mempunyai hak mendapatkan informasi
yang benar. Hal ini membuka kesempatan bagi pihak ketiga untuk dapat turut
serta melakukan penyediaan sarana penerangan jalan, misalnya penyediaan
alat ukur (meteran) listrik
Saran
Untuk mengatasi permasalahan pajak penerangan jalan yang kompleks
tersebut, dapat dilakukan melalui beberapa macam upaya, yaitu :
1. Segera dibuat peraturan daearah yang mengatur mengenai pengenaan pajak
penerangan jalan , yang dimungkinkan adanya pemasangan penerangan jalan
oleh masyarakat atau pihak ketiga beserta prosedurnya.
2. Segera dibuat perjanjian antara PT. PLN dan Pemerintah Daerah setempat
mengenai mekanisme penerangan jalan, yang dimungkinkan terbukanya pihak
ketiga untuk ikut serta sebagai penyedia sarana penerangan jalan
3. Dilakukan penyuluhan hukum kepada masyarakat mengenai penerangan jalan
umum dan pajak penerangan jalan, dimana penekanannya pada sifat pajak
adalah tidak menerima imbalan langsung yang seimbang.
16
Daftar Rujukan
Brotodihardjo, Santoso, 1989, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, PT. Eresco, Bandung.
Shofie, Yusuf, 2000, Perlindungan Konsumen dan Instrumen- Insrtrumen Hukumnya, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.
Undang- Undang no. 18 tahun 1997 jo. Undang- Undang no. 34 tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Undang- Undang no. 8 tahun 1999 tentangPerlindungan Konsumen
Kitab Undang- Undang Hukum Pidana
Burgerlijk Wetboek
Peraturan Pemerintah No. 65 tahun 2001 tentang Pajak Daerah
Peraturan Pemerintah No. 66 tahun 2001 tentang Retribusi Daerah
Keputusan Menteri dalam Negeri No. 10 tahun 2002 tanggal 30 April 2002 tentang Pemungutan Pajak Penerangan Jalan.
Keputusan Menteri dalam Negeri No. 27 tahun 2002 tanggal 24 Mei 2002 tentang Pedoman Alokasi Biaya Pemungutan Pajak Daerah
17