OPEN ACCES
Vol. 14 No. 1: 116-124 Mei 2021
Peer-Reviewed
AGRIKAN
Jurnal Agribisnis Perikanan (E-ISSN 2598-8298/P-ISSN 1979-6072)
URL:https://ejournal.stipwunaraha.ac.id/index.php/AGRIKAN/
DOI: 10.29239/j.agrikan.14.1.116-124
Potensi Ekologi dan Pemanfaatan Teripang Pada Ekosistem Lamun di Pulau Tatumbu Seram Bagian Barat
(Ecological Potency and Utilization of Sea Cucumber In Seagrass Ecosystem at Tatumbu Island West Seram)
Yona A. Lewerissa 1, Prulley A. Uneputty1 , Tejo Sugiantoro1
1Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Pattimura Kota Ambon Indonesia
E-Mail: [email protected]; [email protected];[email protected] Info Artikel:
Diterima: 26 April 2021
Disetujui: 05 Mei 2021
Dipublikasi: 16 Mei 2021
Artikel Penelitian
Keyword:
Potential, Utilization, Sea
Cucumber, Tatumbu Island
Korespondensi:
Yona A. Lewerissa
Universitas Pattimura
Ambon-Indonesia
Email: [email protected]
Copyright© Mei
2021 AGRIKAN
Abstrak: Teripang mempunyai manfaat baik dari segi ekonomi maupun segi ekologi. Dari segi ekonomi
merupakan sumber protein, berkhasiat dalam menyembuhkan penyakit sehingga mempunyai nilai jual yang
tinggi dalam skala lokal maupun internasional. Dari segi ekologi teripang merupakan penyumbang pakan
sekaligus penyubur substrat. Pulau Tatumbu merupakan pulau tidak berpenghuni di Teluk Kotania Seram
Bagian Barat dengan padang lamun yang luas dan menjadi daerah sebaran teripang. Meningkatnya
permintaan teripang sebagai komoditi ekspor menyebabkan tingginya intensitas penangkapan teripang
sehingga berdamak terhadap penurunan populasi teripang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
kepadatan, potensi atau kelimpahan sumberdaya teripang dan pemanfaatannya di perairan Pulau Tatumbu.
Pengambilan sampel teripang dilakukan pada tiga stasiun dengan menggunakan metode Belt Transek. Metode
wawancara dengan kuesioner digunakan untuk mengidentifikasi pemanfaatan teripang. Pengukuran
parameter lingkungan meliputi suhu, salinitas dan derajat keasaman (pH) secara in situ. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa diperoleh sembilan spesies teripang yang ekonomis dan tiga spesies yang tidak
dimanfaatkan di Perairan Pulau Tatumbu. Kepadatan dari tiga stasiun berkisar 0,0012 ind/m2-0,0353 ind/m2
dengan total potensi/kelimpahan 17187 ind. Nilai kepadatan dan potensi/kelimpahan tertinggi diwakili oleh
Stichopus horrens dan terendah diwakili oleh Actinopyga echinites. Penyebaran teripang umumnya pada
substrat berpasir dengan asosiasi lamun. Pemanfaatan teripang dilakukan setiap hari dan terus-menerus,
khususnya pada tempat-tempat yang sering didatangi oleh nelayan. faktor lingkungan seperti suhu, salinitas
dan pH menunjukkan bahwa perairan pulau Tatumbu masih sesuai untuk pertumbuhan teripang.
Abstract : Holothurians have benefit both for economic and ecology. Economically, holothurians are source for
protein and could be used for healing some diseases. Therefore, they have highly expensive both local and
international scale. In addition, ecologically they are source for food and substrate fertilizer. Tatumbu Island is
uninhabitant in Kotania Bay, West Seram and coverage by seagrass ecosystem. So, it would be suitable place
for holothurians distribution. Nowadays, the demands for holothurians are still highly for export commodity.
Consequently, the population would decrease in the future. The purpose of this study is to know the densit,
potential and the utilization of holothurians in Tatumbu Island. Data were collected at three stations by using
Belt Transect. To identify the utilization of holothurians, the interview was done by using questionnaire.
Environmental parameters were measured in situ including temperature, salinity and potential of hydrogen
(pH). The results showed that there were nine commercial species and other three species found. The density of
three stations ranged from 0,0012-0,0353 ind.m-2 and the potential was 17187 individuals. The highest density
and potential were represented by Stichopus horrens whilst the lowest density was represented by Actinopyga
echinites. Generally, holothurians distribution on sandy substrate associated with seagrass. The utilization of
holothurians is conducted daily and continues by fishers. The temperature, salinity and pH indicated that the
waters of Tatumbu Island were suitable for sea cucumber growth.
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pulau Tatumbu merupakan pulau tidak
berpenghuni yang berada pada Teluk Kotania
Seram Bagian Barat, memiliki tiga ekosistem
pesisir yaitu mangrove, lamun dan terumbu
karang. Vegetasi lamun Pulau Tatumbu
berbentuk padang lamun yang luas dan berfungsi
sebagai tempat feeding ground, nursery ground, dan
spawning ground bagi berbagai biota asosiasi.
Echinodermata merupakan salah satu biota
asosiasi padang lamun yang memiliki hubungan
timbal balik dan saling menguntungkan yaitu
padang lamun sebagai tempat tinggal dan mencari
makan bagi echinodermata, sebaliknya
echinodermata sebagai pendaur ulang nutrien
dengan cara memakan detritus sehingga akhirnya
akan bermanfaat bagi ekosistem padang lamun
(Hadi, 2011 dalam Yunita et.al., 2020). Teripang
merupakan salah satu kelas Echinodermata yang
bermanfaat baik secara ekologis maupun
ekonomis, contohnya spesies Holothuria scabra
dan H. atra yang bernilai ekonomis serta
berasosiasi dengan padang lamun, sehingga secara
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 14 Nomor 1 (Mei 2021)
117
ekologis berfungsi meningkatkan produksi lamun
atau mempengaruhi kerapatan populasi lamun
oleh perilakunya yang senang membenamkan
dirinya di sedimen. Teripang merupakan
komoditas ekspor ke beberapa negara seperti
Singapura, Hongkong dan Cina, hal ini
menyebabkan pemanfaatan teripang semakin
tinggi bersifat multispesies pada semua kategori
nilai jual.
Permasalahan akibat aktivitas pemanfaatan
teripang yang tinggi di perairan Desa Lairngangas
Maluku Tenggara menyebabkan sulitnya
menemukan spesies tertentu yang awalnya
ditemukan pada penelitian tahun 1990 dengan
jumlah mencapai 16 spesies (Jasmadi, 2018).
Dengan demikian terlihat bahwa pemanfaatan
berlebihan dapat menimbulkan dampak negatif
bagi kelestarian sumberdaya teripang, maka
ketersediaan informasi dasar khususnya terkait
aspek bioekologi sangat penting. Penelitian terkait
aspek biologi dan ekologi teripang telah
dilakukan khususnya di Maluku seperti di Pulau
Ambon seperti Perairan Negeri Negeri Suli
(Manuputty, 2019, Manuputty et. al, 2019), Negeri
Morela (Ongkers et. al., 2019), Pulau Osi (Yusron
dan Edward, 2019) dan Teluk Un Maluku Tenggara
(Natan et al., 2015). Tingginya pemanfaatan
teripang bernilai ekonomis di Pulau Tatumbu
disebabkan kondisi Pulau Tatumbu yang tidak
berpenguni sehingga bersifat “open access” dan
dimanfaatkan oleh masyarakat dari pulau-pulau di
sekelilingnya, selain itu juga karena teripang
merupakan hewan bentik yang lambat bergerak,
berukuran relatif besar, mudah dipungut, dan
tidak memerlukan peralatan yang canggih untuk
memungutnya. Berdasarkan hasil wawancara awal
diketahui adanya penurunan hasil tangkapan
teripang dari segi jumlah, ukuran dan spesies,
sedangkan belum tersedia informasi ilmiah terkait
potensi ekologi dan pemanfaatan teripang di
Pulau Tatumbu. Berdasarkan latar belakang
tersebut, maka perlu dilakukan penelitian terkait
aspek ekologi teripang seperti kepadatan,
potensi/kelimpahan, bentuk dan pola pemanfaatan
serta parameter lingkungan sehingga diharapkan
dapat menjadi informasi dasar terkait sumberdaya
teripang di Pulau Tatumbu.
1.2. Tujuan dan Manfaat
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui kepadatan, potensi/kelimpahan
sumberdaya teripang dan pemanfaatannya di
perairan Pulau Tatumbu. Manfaat dari penelitian
ini diharapkan tersedianya data dan informasi
terkini tentang teripang di Pulau Tatumbu
sehingga dapat dimanfaatkan untuk pengelolaan
secara berkelanjutan
II. Metodologi Penelitian
2.1. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret-
Juni 2017 yang berlokasi di Perairan Pulau
Tatumbu Kabupaten Seram Bagian Barat (Gambar
1).
2.2. Bahan dan Alat
Alat dan bahan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah, Roll meter, tali nilon,
Kamera digital, Senter kepala, Kantung plastik,
Sarung tangan, Refraktometer, Thermometer, pH
universal, GPS, Pisau cutter, Botol sampel, pipet,
cover glass, Mikroscope slides, Mikroskop
binokuler, Aquades, Larutan pemutih, Tissue dan
Alkohol 70% dan alat tulis menulis dan Scuba
Diving
2.3. Prosedur Penelitian
Pengambilan sampel teripang dilakukan
menggunakan metode Belt Transek menurut
Smith (1980) dalam Khouw (2009) dimana tali
transek ditarik secara tegak lurus pantai dari batas
surut ke arah laut. panjang garis pantai ±1.700 m
dan lebar ±100 m, Lokasi penelitian dibagi menjadi
tiga stasiun mengikuti arah mata angin sehingga
mewakili keseluruhan bagian pulau Tatumbu
yaitu bagian Barat, Utara dan Selatan. Bagian
Timur tidak dijadikan sebagai stasiun penelitian
sebab tidak terdapat lamun dan kondisi substrat
yang sangat berlumpur. Tiap stasiun terdiri dari
tiga transek dengan jarak transek 100 m dan tidak
ada jarak antar kuadran serta menggunakan
kuadran berukuran (5 x 5) m². Pengamatan
dilakukan pada malam hari saat air laut menjelang
pasang dengan mencatat setiap spesies dan jumlah
individu serta dikoleksi dua individu sebagai
sampel untuk diidentifikasi. Koleksi bebas dan
pengamatan secara visual juga dilakukan untuk
memberikan gambaran mengenai sebaran teripang
dan tipe substratnya.
Metode Participatory Rural Appraisal (PRA).
Metoda ini mengutamakan partisipasi aktif dari
masyarakat yang digunakan dalam Focus Group
Discussion (FGD) dan pemetaan partisipatif untuk
memplot informasi Pulau Tatumbu dalam suatu
peta distribusi dan penangkapan teripang di Pulau
Tatumbu. Identifikasi Bentuk-bentuk
pemanfaatan teripang di perairan Pulau Tatumbu
yaitu dengan metode wawancara yang dilakukan
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 14 Nomor 1 (Mei 2021)
118
dengan menggunakan kuisioner. Pengukuran
parameter lingkungan meliputi suhu, salinitas,
dan pH dilakukan secara langsung di lapangan
serta dilakukan pengamatan tipe substrat secara
visual. Spesimen teripang diidentifikasi di
laboratorium Manajemen Sumber daya Perairan
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelauatan.
Identifikasi dilakukan dengan mengamati bentuk
dan warna tubuh baik bagian dorsal dan ventral
serta bentuk spikula. Spikula diisolasi pada
jaringan integumen bagian dorsal dan ventral
(Clark & Rowe, 1971; Cannon & Silver, 1987;
Purwati dan Wirawati, 2009 dan 2011).
Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian
2.4. Analisis Data
Kepadatan dan Kelimpahan spesies.
Kepadatan dan Potensi/kelimpahan teripang
dihitung menggunakan formula menurut Krebs
(1985) dan Purba (1994) dalam Uneputty,et.al.,
(2016):
Kepadatan (Ind/m2)
Potensi/Kelimpahan (Ind) = D x A
Keterangan:
D= Kepadatan, n= jumlah individu, a = luas
daerah sampling dan A= Luas daerah penelitian
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Komposisi Taksa Teripang di Pulau Tatumbu
Hasil penelitian pada Perairan Pulau
Tatumbu diperoleh 12 spesies teripang yang
tergolong dalam dua ordo yaitu Aspidochirotida
dan Apodida yang terdiri dari tiga famili dan lima
genera. Diantara 12 spesies teripang yang
ditemukan, terdapat sembilan spesies mempunyai
nilai komersil kategori murah-mahal (Tabel 1).
Hasil penelitian ini menunjukan komposisi
spesies teripang di Perairan Pulau Tatumbu masih
lebih tinggi jika dibandingkan dengan perairan
Pulau Osi yang terdiri dari tujuh spesies teripang
(Yusron dan Edward, 2019), Negeri Morela
ditemukan delapan spesies teripang komersial
dengan keragaman yang sedang (Ongkers et. al.,
2019), Teluk Un Maluku Tenggara ditemukan 11
spesies teripang komersial (Natan et.al., 2015).
Komposisi spesies teripang tertinggi ditemukan
pada stasiun tiga sebanyak dua belas spesies, hal
ini disebabkan karena luasan lamun yang lebih
besar dibandingkan dengan kedua stasiun lainnya
serta adanya variasi substrat. Selain itu kondisi
Pulau Tatumbu juga dilengkapi dengan
komunitas mangrove, sehingga interaksi
ekosistem padang lamun dengan daerah
berlumpur yang ditumbuhi mangrove memiliki
keanekaragaman jenis yang tinggi (Nagelkerken,
et al.,2000 dalam Manuputty, 2019) Jumlah spesies
teripang di Pulau Tatumbu ini masih lebih rendah
jika dibandingkan dengan Perairan Negeri Suli
yang berjumlah 14 spesies dengan 13 spesies
komersial dan satu spesies tidak dimanfaatkan,
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 14 Nomor 1 (Mei 2021)
119
hal ini dapat disebabkan perbedaan jumlah
stasiun dan titik transek pengamatan serta
perbedaan musim (Manuputty et al.,2019).
Tabel 1. Komposisi spesies dan Nilai Jual teripang di Perairan Pulau Tatumbu
Kelas Ordo Famili Genus Spesies Kategori Nilai Jual
(Setyastuti dkk., 2019)
Holothuroidea Aspidochirotida Holothuriidae Actinopyga A.echinites Sedang
Holothuria H. atra
H. fuscocinerea
H. fuscogilva
H. leucospilota
H. scabra
Murah
Murah
Sedang
Murah
Mahal
Stichopodidae Stichopus S. horrens
S. variegates
Sedang
Mahal
Thelenota T. ananas Mahal
Apodida Synaptidae Opheodesoma O.australiensis
O.clarki
O.grisea
Tidak dimanfaatkan
Dari Tabel 1 dapat dijelaskan bahwa
komposisi spesies teripang didominasi oleh
genus Holothuria sebanyak lima spesies serta
nilai jual bervariasi dari kategori mahal sampai
tidak dimanfaatkan. Klasifikasi harga teripang
(per kilo gram kering) terbagi atas atas tiga
kategori yaitu 1). Murah, jika harga jual dari
nelayan adalah pada kisaran Rp. 10.000-250.000; 2).
Sedang, berada pada kisaran 251.000-500.000; dan
3). Mahal jika harga lebih dari Rp. 500.000
(Setyastuti et.al, 2019). Ada beberapa spesies yang
mengalami perubahan kategori nilai jual seperti
Thelenota ananas yang awalnya berada pada
kategori sedang namun sekarang mengalami
peningkatan menjadi mahal, Hal ini juga
disebabkan karena semakin sulitnya menemukan
jenis ini, sedangkan permintaan pasar masih
tinggi. Stichopus variegatus, Thelenota ananas dan
Holothuria fuscogilva di Perairan Pulau Tatumbu
dijual dengan harga berkisar antara Rp. 400.000-
800.000 kg/berat kering Spesies Actinopyga
echinites, Holothuria atra Holothuria scabra dan
Stichopus horrens dengan harga berkisar antara Rp.
250.000-500.000 kg/berat kering. Adapun jenis
Holothuria fuscocinerea dan Holothuria leucopilota
memiliki nilai jual yang murah dengan harga Rp.
150.000/kg berat kering untuk semua ukuran.
Harga teripang juga tergantung pada spesies,
ukuran maupun kualitas pengolahannya.
.
3.2. Kepadatan dan Potensi/Kelimpahan Teripang
di Perairan Pulau Tatumbu
Berdasarkan hasil penelitian di tiga stasiun
terlihat adanya variasi nilai kepadatan dan potensi
(kelimpahan) teripang yaitu berkisar 0,0012
ind/m2-0,0353 ind/m2 untuk kepadatan (Gambar 2),
sedangkan untuk nilai potensi (kelimpahan)
berkisar antara 31,52 ind-1802,79 ind (Gambar 3).
Pada stasiun 1 nilai kepadatan teripang tertinggi
diwakili oleh spesies Opheodesoma australiensis
dengan nilai kepadatan yaitu 0,0353 ind/m2 dan
potensi sebesar 987,37 ind, nilai kepadatan
terendah diwakili oleh spesies Actinopyga
echinites dengan nilai kepadatan yaitu 0,0016
ind/m2 dan potensi sebesar 44,21 ind. Pada stasiun
2 nilai kepadatan tertinggi diwakili oleh spesies
Holothuria atra dengan nilai kepadatan yaitu
0,0297 ind/m2 dan potensi sebesar 772,12 ind, nilai
kepadatan terendah diwakili oleh spesies
Holothuria leucospilota dengan nilai kepadatan
yaitu 0,0012 ind/m2 dan potensi sebesar 31,52 ind.
Sementara untuk stasiun 3 nilai kepadatan
tertinggi diwakili oleh spesies Stichopus horrens
dengan nilai kepadatan yaitu 0,0316 ind/m2 dan
potensi sebesar 1802,79 ind, nilai kepadatan
terendah diwakili oleh spesies Actinopyga
echinites dengan nilai kepadatan yaitu 0,0031
ind/m2 dan potensi sebesar 176,74 ind. Jika diamati
terlihat bahwa tiap stasiun memiliki perbedaan
spesies yang memiliki nilai kepadatan dan potensi
tertinggi maupun terendah.
Untuk stasiun satu Opheodesoma
australiensis memiliki nilai kepadatan tertinggi,
hal ini dapat terjadi karena merupakan spesies
non komersial yang tidak dimanfaatkan oleh
masyarakat. Hal yang sama terjadi pada perairan
pantai di Perairan Kampung Kapisawar Raja
Ampat yaitu teripang jenis Opheodesoma grisea
dan Synapta maculata yang memiliki nilai
kepadatan tertinggi karena kedua jenis ini
merupakan teripang yang tdak ekonomis sehingga
tidak ditangkap oleh masyarakat (Handayani dkk.,
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 14 Nomor 1 (Mei 2021)
120
2017). Nilai kepadatan terendah umumnya
ditemukan pada spesies teripang komersial
dengan nilai murah sampai sedang,. Adanya nilai
ekonomis dari spesies-spesies tersebut maka
upaya penangkapan oleh masyarakat cukup
tinggi yang dapat berpengaruh terhadap jumlah
individu yang rendah dalam proses reproduksi
dan recruitmen.
Gambar 2. Kepadatan Spesies Teripang Tiap Stasiun di Perairan Pulau Tatumbu
Gambar 3. Nilai Potensi Spesies Teripang Tiap Stasiun di Perairan Pulau Tatumbu
Berdasarkan hasil penelitian di perairan
Pulau Tatumbu didapatkan nilai kepadatan dan
potensi (kelimpahan) spesies teripang secara
keseluruhan antara 0,0019 hingga 0,0272 ind/m2.
Total kepadatan teripang di perairan Pulau
Tatumbu tertinggi adalah Stichopus horrens
dengan nilai kepadatan yaitu sebesar 0,0272
ind/m2, sedangkan kepadatan terendah yaitu
Actinopyga echinites dengan nilai kepadatan
0,0019 ind/m2. (Tabel 2). Kepadatan dan Potensi
(kelimpahan) Stichopus horrens tertinggi
meskipun selalu dimanfaatkan oleh masyarakat
karena spesies ini ditemukan pada semua habitat
dengan tipe substrat yaitu substrat pasir, pasir
berlumpur, dan lumpur berpasir yang berasosiasi
dengan lamun pada stasiun satu sampai tiga. Hal
ini dapat terjadi karena kesukaan teripang pada
habitat pasir yang ditumbuhi lamun sehingga
meningkatkan daya saing dalam menempati
substrat, beradaptasi terhadap ukuran butiran
substrat terkait dengan kebiasaan makan serta
dapat berlindung/ bersembunyi di padang lamun
untuk menghindari cahaya matahari maupun
serangan predator (Radjab et al. (2014);Yusron
(2009); Purwati dan Wirawati (2009); Hasanah et al.
(2012) dalam Oedjoe dan Eoh (2015)). Agusta et al.
(2012) dalam Yusuf dan Kadim (2019), menyatakan
bahwa kelas Holothuroidea menyukai substrat
pasir dan pasir berlumpur hal ini karena beberapa
spesies dari kelas Holothuroidea memanfaatkan
butiran-butiran pasir untuk menghindari sinar
matahari, pasir yang menempel membuat suhu
tubuhnya menjadi rendah. Hal ini dapat
dibuktikan dengan peta sebaran spesies teripang
di Perairan Pulau Tatumbu yang didominasi pada
substrat berpasir dan ditumbuhi lamun (Tabel 3).
0.00
500.00
1000.00
1500.00
2000.00
Po
ten
si (
ind
)
Spesies Teripang
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 14 Nomor 1 (Mei 2021)
121
Tabel 2. Nilai Kepadatan dan Potensi Total Spesies Teripang di
Pulau Tatumbu
No Spesies Jumlah
Individu
Kepadatan
(Ind/m2)
Potensi
(Ind)
1 A. echinites 13 0,0019 212,99
2 H. atra 154 0,0227 2523,10
3 H. fuscocinerea 120 0,0177 1966,05
4 H. fuscogilva 59 0,0087 966,64
5 H. leucospilota 18 0,0027 294,91
6 H. scabra 96 0,0142 1572,84
7 S. horrens 184 0,0272 3014,61
8 S. variegatus 134 0,0198 2195,42
9 T. ananas 32 0,0047 524,28
10 O. australiensis 141 0,0208 2310,11
11 O. clarki 30 0,0044 491,51
12 O. grisea 68 0,0100 1114,10
Total 1,049 0,1548 17186,57
Tabel 3. Penyebaran Teripang berdasarkan Habitat di Pulau Tatumbu
No Spesies
Tipe Substrat Asosiasi Vegetasi Laut
Pasir Pasir
berlumpur
Lumpur
Berpasir
Rumput
Laut Lamun
1 A. echinites + - - - +
2 H. atra + + - + +
3 H. fuscocinerea + - - + +
4 H. fuscogilva + - + - +
5 H. leucospilota + - - + +
6 H. scabra + + + - +
7 S. horrens + + + - +
8 S. variegatus + - + - +
9 T. ananas + + - - +
10 O. australiensis + - - - +
11 O. clarki + + - - +
12 O. grisea + - - - +
Dari Tabel 3 ini juga dapat dijelaskan bahwa
spesies yang dapat beradaptasi terhadap ketiga
substrat yaitu Stichopus horrens dan Holothuria
scabra, sebaliknya yang sulit berdaptasi dan hanya
menyukai satu jenis substrat yaitu berpasir dengan
adalah A. echinites, Holothuria leucospilota dan
Thelenota ananas. Ketiga spesies ini memiliki
nilai kepadatan yang rendah dan potensi yang
rendah karena memiliki nilai komersial sedang
sampai mahal, namun berbeda dengan
Opheodesoma australiensis dan O. grrisea yang
hanya menyukai substrat berpasir, namun tidak
dimanfaatkan sehingga pada stasiun tertentu
memiliki nilai kepadatan yang tinggi.. Selain itu
juga, Romimohtarto dan Juwana (1999) dalam
Lewerissa (2014) mengatakan bahwa suatu
individu mempunyai nilai kepadatan yang tinggi,
umumnya karena habitat yang cocok dengannya
sehingga jumlah individu yang diperoleh pada
saat pengambilan sampel akan besar. Adanya
faktor lain yang turut berpengaruh seperti faktor
fisik, misalnya pasang surut, arus maupun faktor
biologi dan ekologi lainnya seperti ketersediaan
makanan dan kemampuan teripang untuk
beradaptasi atau bersaing dalam menempati
habitat yang sesuai untuk jenis-jenis tersebut
(Gultom,2004 dalam Agusta dkk.,2012).
3.3. Bentuk-Bentuk Pemanfaatan Sumberdaya
Teripang di Perairan Pulau Tatumbu
Berdasarkan hasil wawancara dengan
masyarakat dan nelayan teripang didapatkan
bahwa informasi bahwa penangkapan teripang
masing secara tradisional yaitu dengan
menggunakan kalawai(tombak) dan kole-kole
(perahu), namun hasil tangkapan teripang yang
mereka dapatkan mempunyai ukuran dan jenis
yang bervariasi. Teripang-teripang yang ditangkap
biasanya dijual seluruhnya kepada pengumpul
teripang dalam bentuk kering. Rata-rata penjualan
teripang yang dilakukan oleh nelayan ke
pengumpul dilakukan sebanyak 2-4 kali sebulan
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 14 Nomor 1 (Mei 2021)
122
dengan jumlah ± 25-75 kg berat kering. Padang
lamun yang merupakan habitat teripang sering
dilakukan aktivitas bameti dan tambatan perahu.
3.4. Pola Pemanfaatan Sumberdaya Teripang di
Perairan Pulau Tatumbu
Masyarakat yang melakukan aktifitas
penangkapan teripang berasal dari sekitar Dusun
Kotania dan Wael. Aktifitas penangkapan teripang
di pulau Tatumbu biasanya dilakukan hampir
setiap hari secara rutin baik saat surut maupun
pasang mulai dari sore sampai malam hari apabila
iklim mendukung. Rata-rata hasil tangkapan
teripang komersial oleh nelayan per hari berkisar
25-75 ekor sekitar 85%, sedangkan 15% sekitar < 25
ekor. Hasil tangkapan nelayan teripang 92% terdiri
dari 5-6 spesies teripang dan 8% hanya
mendapatkan 4 spesies. Berdasarkan hasil
wawancara dengan masyarakat diketahui bahwa
masyarakat melakukan penangkapan teripang di
pulau Tatumbu hanya terfokus pada beberapa
lokasi yang berpotensi bagi kehadiran teripang,
yaitu stasiun 1 dan 3 yang terdapat spesies
Stichopus horrens termasuk kategori nilai jual
sedang (Gambar 4).
Gambar 4. Peta Partisipatif Pemanfaatan Jenis Teripang di Perairan Pulau Tatumbu
3.5. Parameter Lingkungan
Kondisi lingkungan perairan yang sesuai
dengan standar kriterianya, yang dapat direspon
oleh kemampuan organisme teripang agar dapat
tumbuh dan berkembang secara alami, sesuai
dengan batas-batas toleransinya. Beberapa
parameter yang digunakan untuk menentukan
tingkat kesesuaian lingkungan perairan adalah
suhu, salinitas dan derajad keasaman (pH).
Perairan Pulau Tatumbu memiliki kisaran suhu
28-300C, salinitas berkisar 33-35‰, dan pH berkisar
6-8. Kisaran parameter tersebut sesuai bagi
pertumbuhan teripang yaitu kisaran suhu 26–33
ºC, dan salinitas 15–35 ‰ (Al Rahsdi et al., 2013
dan Rustam, 2006 dalam Sulardiono et.al.,2017).
Menurut Munarto (2010) dalam Yusuf dan Kadim
(2019), kisaran pH air yang baik untuk kehidupan
organisme air antara 6-7,5.
IV. PENUTUP
Teripang yang ditemukan di perairan Pulau
Tatumbu terdiri dari 12 spesies dengan sembilan
spesies kategori komersial dan tiga spesies tidak
dimanfaatkan. Nilai kepadatan dan potensi
tertinggi diwakili oleh Stichopus horrens dan
terendah diwakili oleh Actinopyga echinites.
Penyebaran teripang didominasi pada substrat
berpasir dengan asosiasi lamun. Pemanfaatan
teripang dilakukan setiap hari dan lebih terfokus
pada stasiun satu dan tiga. Parameter lingkungan
masih sesuai untuk pertumbuhan teripang di
Perairan Pulau Tatumbu. Perlu adanya penelitian
lanjutan mengenai kondisi biologi (tingkat
kematangan gonad dan sebaran ukuran panjang
berat) teripang serta keterkaitan teripang dengan
komunitas lamun di Pulau Tatumbu.
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 14 Nomor 1 (Mei 2021)
123
REFERENSI
Agusta, O. R. B. Sulardiono. dan S. Rudiyanti. 2012. Kebiasaan Makan Teripang (Echinodermata:
Holothuriidae) di Perairan Pantai Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu. Journal Of
Management Of Aquatic Resources. 1 (1): 1-8.
Clark, A. M. dan Rowe. F. W. E. 1971. Monograph of Shallow-water Indo-West Pacific echinoderms.
Trustees of he British Museum (Nat. Hist.), London: (PP 171 - 210).
Cannon, L. R. G. & H. Silver. 1987. Sea Cucumber of Nothern Australia. Queensland Museum, South
Brisbane: vii + 60 hlm
Handayani, T.,Sabariah, V., Hambuako, R.R. 2019. Komposisi Spesies Teripang (Holothuroidea) di
Perairan Kampung Kapisawar Distrik Meos Manswar Kabupaten Raja Ampat. Jurnal
Perikanan Universitas Gadjah Mada 19 (1): 45-51 ISSN: 0853-6384 eISSN: 2502-5066.
https://doi.org/10.22146/jfs.26946.
Hardiyanti, Y. dan Kadim, M. K. 2019. Struktur komunitas Echinodermata pada ekosistem lamun Desa
Taula’a Kecamatan Bilato, Kabupaten Gorontalo. Depik Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan, Pesisir
dan Perikanan. Volume 8, Number 3, Page 207-216. DOI: 10.13170/depik.8.3.14288.
Jasmadi. 2018. Pertumbuhan dan Aspek Ekologi Teripang Pasir Holothuria scabra Pada Keramba Jaring
Tancap di Perairan Lairngngas Maluku Tenggara. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan
Tropis Vol. 10 No. 2, Hlm. 317-331. DOI: http://dx.doi.org/10.29244/jitkt.v10i2.24047.
Khouw, A. S. 2009. Metode dan Analisa Kuantitatif dalam Bioekologi Laut. Jakarta :P4L. 346 hal.
Lewerissa, Y. A. 2014. Studi Ekologi Sumberdaya Teripang Di Negeri Porto Pulau Saparua, Maluku
Tengah. Biopendix, 1 (1) :32-42.
Natan, Y. Uneputty, Pr. A., Lewerissa, Y.A, Pattikawa, J.A. 2015. Species and size composition of sea
cucumber in coastal waters of UN bay, Southeast Maluku, Indonesia. International Journal
of Fisheries and Aquatic Studies 2015; 3(1): 251-256. ISSN: 2347-5129 (ICV-Poland) Impact
Value: 5.62 (GIF) Impact Factor: 0.352.
Manuputty, G.D. 2019. Hubungan Panjang Bobot dan Faktor Kondisi Teripang Pasir (Holothuria Scabra)
di Perairan Suli, Maluku Tengah, Maluku. AGRIKAN Jurnal Agribisnis Perikanan Volume
12 Nomor 1 (Mei 2019). Hal 174-181. (E-ISSN 2598-8298/P-ISSN 1979-6072) URL:
https:https://ejournal. stipwunaraha. ac. id/index. php/AGRIKAN/ DOI: 10.29239/j.agrikan.
12.1.174-181.
Manuputty, G.D. Pattinasarany, M.M, Limmon, G.V and Luturmas, A. 2019. Diversity and abundance of
sea cucumber (Holothuroidea) in seagrass ecosystem at Suli Village, Maluku, Indonesia. The
First Maluku International Conference on Marine Science and Technology. IOP Conf. Series:
Earth and Environmental Science 339 012031. doi:10.1088/1755-1315/339/1/012032.
Oedjoe M.Dj dan Eoh, C.B. 2015. Keanekaragaman Timun Laut (Echinodermata: Holothuroidea) di
Perairan Sabu Raijua, Pulau Sabu Nusa Tenggara Timur. J. Ilmu dan Teknologi Kelautan
Tropis, 7(1): 309-320. https://doi.org/10.29244/jitkt.v7i1.
Ongkers, O. T. S., Pattinasarany,M.M.. . Mamesah, J. A. B,. Uneputty, Pr. A and. Pattikawa, J. A. 2019
Biodiversity of Holothurians in Morella coastal waters, Central Maluku, Indonesia. The First
Maluku International Conference on Marine Science and Technology. IOP Conf. Series:
Earth and Environmental Science 339 012031 doi:10.1088/1755-1315/339/1/012031.
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 14 Nomor 1 (Mei 2021)
124
Purwati, P. dan I. Wirawati. 2009. Holothuriidae (Echinodermata, Holothuroidea, Apidochirotida)
Perairan Dangkal Lombok Barat Bagian I. Marga Holothuria. Jurnal Oseanologi, 2 (1/2): 1-25.
Purwati, P. dan I. Wirawati. 2011. Holothuriidae (Echinodermata, Holothuroidea, Apidochirotida)
Perairan Dangkal Lombok Barat Bagian II.Genus Actinopyga, Bohadschia, Pearsonothuria,
Labidodemas. Jurnal Oseanologi, 3 (1/2): 1-10.
Setyastuti, A., Wirawati, I., Permadi, S.,Vimono, I.B. 2019.Teripang Indonesia: Jenis, Sebaran dan Status
Nilai Ekonomi. PT. Media Sains- Jakarta. 75 hlm.
Sulardiono B, Purnomo P. W. dan Haeruddin 2017. Tingkat Kesesuaian Lingkungan Perairan Habitat
Teripang (Echinodermata : Holothuroidae) di Karimunjawa. Saintek Perikanan Vol.12 No.2:
93-97. DOI: 10.14710/ijfst.12.2.93-97.
Uneputty, P.A.. Pattikawa, J.A, Rijoly, F. 2016. Status Populasi Bulu Babi Tripneustes gratilla di Perairan
Desa Liang Pulau Ambon. Omni-Akuatik 12(3):98-105.
DOI: http://dx.doi.org/10.20884/1.oa.2016.12.3.131.
Yunita, R. Suryanti. R.,Latifah S. N. 2020. Biodiversitas Echinodermata pada Ekosistem Lamun di
Perairan Pulau Karimunjawa, Jepara. Jurnal Kelautan Tropis Maret Vol. 23(1):47-56.
DOI: 10.14710/jkt.v23i1.3384.
Yusron, E. dan Edward. 2019. Diversitas Echinodermata (Asteroidea, Echinoidea dan Holothuroidea) di
Perairan Pulau Osi Seram Barat Maluku Tengah. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis
Volume 11 No.2. Hal.437-446. DOI: http://doi.org/10.29244/jitkt.v11i2.20109.